105
V. METODE PENELITIAN
5.1
Wilayah Penelitian Penelitian dilaksanakan di Daerah Irigasi Jatiluhur yang merupakan
wilayah kerja Perusahaan Umum Jasa Tirta II. Pasokan air untuk irigasi dan nonirigasi ke daerah Subang dengan Saluran Induk Tarum Timur (TT), untuk Daerah Karawang akan dipasok melalui Saluran Induk Tarum Utara (TU) serta ke Bekasi dan Jakarta dipasok melalui Saluran Induk Tarum Barat (TB). Saluransaluran tersebut mendapat pasokan sesuai dengan
keperluan dari air yang
dikeluarkan oleh Waduk Juanda melalui Sungai Citarum. Di Bendung Curug air dibagi baik untuk ke Tarum Timur, ke Tarum Utara maupun ke Tarum Barat. Untuk pasokan air baku ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, melalui Saluran Induk Tarum Barat di bendung Bekasi dan diteruskan melalui Saluran Kali Malang untuk dikirim ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta dengan cara dipompa di Pompa Air Baku (PAB) di Cawang, Jakarta. Apabila air dari Waduk Jatiluhur ke tiap-tiap sektor dan wilayah sudah terpenuhi maka kelebihannya yang tidak diperlukan dialirkan melalui Sungai Citarum di Bendung Walahar untuk diteruskan ke Laut Jawa. Lokasi dan sektor-sektor di wilayah tersebut menjadi menarik untuk penelitian dalam pengelolaan air secara hidrologi dan ekonomi agar tidak terjadi kompetisi antarsektor dan antarwilayah pemanfaatan air dari Waduk Juanda. 5.2
Metoda Pengumpulan data Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer, data sekunder, dan
studi pustaka. Data primer diperoleh dengan wawancara dengan para pemanfaat
106
air tentang kebutuhan dan tarif air bakunya. Data sekunder berasal dari Perusahaan Umum Jasa Tirta II selaku pengelola, perusahaan daerah air minum dan industri serta keperluan air untuk irigasi. Adapun studi pustaka dari disertasi di pustaka IPB, teori, laporan-laporan dan literatur yang berkaitan dengan Daerah Aliran Sungai Citarum dan data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Pengumpulan data hidrologi di Daerah Irigasi Jatiluhur untuk mendukung keperluan pengolahan dengan model yang akan menghasilkan alokasi air, manfaat sosial bersih dan manfaat marjinal serta bentuk-bentuk keluaran yang akan dihasilkan dari model yang dibuat. Data tersebut berkaitan dengan hidrologi dan ekonomi berupa estimasi fungsi permintaan dan fungsi penawaran Daerah Irigasi Jatiluhur. Yang dimaksud fungsi permintaan adalah fungsi manfaat marjinal dan fungsi penawaran adalah fungsi biaya marjinal. Data tersebut diperlukan agar dapat membantu proses pengolahan oleh komputer dengan menggunakan model yang sedang dibangun. Proses dengan model menghasilkan keluaran (output) berupa informasi yang diperlukan agar dapat memberikan kemudahan bagi pengelolannya dalam pengambilan keputusan. 5.3
Asumsi-Asumsi Dasar Pemodelan
5.3.1
Asumsi Sistem Irigasi Penelitian ini dibatasi pada Sistem Irigasi di Daerah Irigasi Jatiluhur yang
dimulai dari Waduk Juanda. Di hulu Waduk Juanda terdapat Waduk Saguling dan Waduk Cirata yang semuanya terletak di Sungai Citarum. Kedua waduk yang terakhir ini khusus untuk kepentingan produksi listrik dan dikelola oleh Perusahaan Listrik Negara. Sedangkan Waduk Juanda digunakan untuk kepentingan multiguna yaitu untuk melayani sektor-sektor irigasi, perusahaan
107
daerah air minum kabupaten/kota, industri dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat. Air yang keluar dari waduk Juanda sebelumnya digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik tenaga air. Apabila ketinggian air di waduk diatas 107 m, air dikeluarkan ke Sungai Citarum melalui pelimpas yang disebut ‘morning glory’. Apabila terjadi kekurangan air di hilir akibat rusaknya beberapa unit pembangkit, air di hilir dapat dikeluarkan dari waduk melalui pintu darurat ‘hollow jet’ sesuai dengan kebutuhan. Aliran air ke hilir Sungai Citarum setelah dari Waduk Juanda di Bendung Curug dibagi ke saluran-saluran induk Tarum Timur, Tarum Utara dan Tarum Barat untuk memasok ke sektor-sektor pengguna di tiap-tiap wilayah. Air dari sumber setempat di sekitar wilayah, diasumsikan untuk kepentingan irigasi karena sektor pengguna perusahaan daerah air minum dan industri pada umumnya tidak mau menerima air dari sumber setempat karena kualitas airnya tidak baik. Hal tersebut berdampak terhadap biaya pengolahan yang menjadi mahal sehingga air baku yang diminta sektor perusahaan daerah air minum dan industri berasal dari Waduk Juanda. 5.3.2
Asumsi Perhitungan Air Semua air yang diperlukan untuk sektor-sektor dalam perjalanannya di
semua saluran induk diasumsikan mengalami kehilangan air baik karena perkolasi, perembesan, penguapan, kebocoran baaik akibat rusaknya pintu-pintu air atau ulah masyarakat maupun penggelontoran kota. Saluran induk diasumsikan mengalami kehilangan air 5 persen, saluran sekunder kehilangan air sebesar 20
108
persen dan efisiensi penggunaan air untuk irigasi sebesar 65 persen (Nippon Koei, 2006). Kebutuhan air untuk air minum, air bakunya diolah sehingga tinggal 80 persennya untuk menjadi air bersih. Kebocoran air bersih diperkirakan 30 persen untuk perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan 40 persen untuk Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Setiap pengguna atau pelanggan yang membutuhkan sambungan, satu keluarga rata-rata 5 orang dan untuk 1 orang membutuhkan air 160─250 liter per hari untuk rumah biasa di Kota Metropolitan dan Kota Sedang. Apabila diasumsikan rata-rata penggunaan air per orang 200 liter per hari, untuk 1 KK atau satu sambungan rumah dibutuhkaan 1 m3 per pelanggan per hari. Kalau dinyatakan dalam 1 tahun (365 hari) sama dengan 365 m3 per pelanggan per tahun. (Departemen Pekerjaan Umum, 1995). Kebutuhan air untuk irigasi menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II berdasarkan pengalamannya setiap hektar sawah per tanam membutuhkan air lebih dari 12 000 m3. Menurut Balai Klimat Sukamandi setiap hektar sawah membutuhkan air 8 000 m3 per tanam, sedangkan menurut Balai Klimat Bogor, untuk tanah di Jawa setiap hektar sawah membutuhkan air 4 500─5 000 m3 per tanam. Perlu diketahui bahwa areal sawah saat ini secara perlahan-lahan mulai berkurang, di wilayah Tarum Timur seluas 83 000 hektar, di wilayah TU seluas 89 000 Hektardan di wilayah Tarum Barat seluas 52 000 hektar. Seluruh areal sawah di Daerah Irigasi Jatiluhur yang semula seluas 242 000 hektar menjadi 224 000 hektar, karena menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II (2008) areal sawahnya semakin berkurang dari tahun ke tahun.
109
Dari segi fisik saluran induk karena sudah berumur mengalami pendangkalan dan kerusakan badan salurannya. Bedasarkan informasi dari pihak Perusahaan Umum Jasa Tirta II bahwa daya tampung pada tiap-tiap saluran induk saat ini maksimum 56 m3/detik. Apabila air yang dialirkan lebih dari daya tampungnya diperkirakan tanggulnya akan jebol yang walaupun saluran induk awal didisain mampu menampung air sebesar 80 m3/detik. Oleh karena itu, menurut Nipon Koei (2006) telah terjadi kebocoran di saluran induk sehingga efisiensinya air di saluran induk diperkirakan 95 persen. Saluran Kali Malang sebagai terusan saluran induk Tarum Barat yang akan memasok air baku ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta hanya mampu menampung air sebesar 17.5─20.0 m3/detik. Kebutuhan air minimum yang harus dipenuhi adalah memasok air baku untuk perusahaan daerah air minum dan industri di masingmasing wilayah karena kedua sektor tersebut sudah terikat dengan suatu perjanjian dengan pihak pengelola. Apabila terjadi kekurangan air untuk irigasi pertanian, digunakan air sumber setempat pada musim penghujan atau dipasok dari Waduk Juanda. Pada musim kering, pengaturan air irigasi dilakukan dengan cara pengaturan tanam gilir giring dari masa pembibitan, masa tanam, masa pertumbuhan tanaman sampai dengan masa panen. 5.3.3
Asumsi Tinggi Muka Air Waduk Juanda Untuk kondisi waduk sendiri diasumsikan bahwa tinggi muka air (tma)
maksimum adalah +107 m dengan luas genangan 8.3 km2, volume tampungan 2.4 miliar m3. Dalam pengaturan air keluar waduk, tinggi muka air waduk tidak kurang dari 75 m (tinggi minimum operasional pembangkit listrik tenaga air) yang mempunyai tampungan air 579 juta m3 (Katiandagho, 2007). Apabila kurang
110
dari ketinggian 75 m, turbin pembangkit listrik tenaga air tidak dapat memproduksi listrik. Pada ketinggian 75 m air waduk masih dapat digunakan untuk kepentingan sektor irigasi, pasokan air baku ke perusahaan daerah air minum dan industri sampai dengan ketinggian 47 m (tampungan efektif waduk), sedangkan di bawah ketinggian 47 m adalah tampungan mati (dead storage) yang harus ada dan digunakan untuk keperluan teknis. Namun demikian, sepanjang sejarah Waduk Juanda dibangun, menurut Perusahaan Umum Jasa Tirta II, belum pernah terjadi mencapai ketinggian waduk sampai di bawah 75 m (Gambar 11).
vol(juta m3) 2450
tma 107
waduk tinggi maksimum operasional
579
75
tinggi minimum operasional PLTA
15
45
dead storage
Gambar 11. Tampungan dan Tinggi Muka Air Waduk Juanda
Pembangkit listrik tenaga air diasumsikan minimal dapat dioperasikan 3 unit pembangkit atau setara dengan 90 m3/detik air dikeluarkan dari waduk. Apabila terjadi kekurangan air yang keluar melalui pembangkit listrik tenaga air, untuk mengatasi kekurangan di sektor-sektor dilakukan dengan cara membuka
111
hollowjet yang ada di Waduk Juanda diatur sesuai dengan keperluan penggunanya apakah sebesar 5 persen, 10 persen, atau 25 persen.
Gambar 12. Perilaku Outflow Waduk Juanda Tahun 1993-2008
Asumsi yang lain, berdasarkan data dari pihak pengelola setiap tahunnya air yang masuk ke Waduk Juanda dari Sungai Citarum (inflow) dan air yang dikeluarkan dari Waduk Juanda (outflow) adalah sama. Rumusannya air di waduk (stok) pada tahun ke t+1 sama dengan stok ditambah dengan inflow dikurangi outflow pada tahun ke t. Perilaku air yang keluar (outflow) dari Waduk Juanda selama 16 tahun dari tahun 1993─2008 dibuat persamaan regresi linier seperti Gambar 12. untuk dipakai mengestimasi atau dipakai sebagai acuan inflow atau outflow waduk mulai tahun 2010. Perilaku outflow air dari waduk Juanda tahun
112
1993─2008 memperlihatkan secara keseluruhan bahwa pertumbuhan volumenya negatif. Limpas dari waduk melalui morning glory akan terjadi apabila tinggi muka air waduk diatas +107 m terjadi pada saat musim penghujan dengan curah hujan tinggi di daerah tangkapan air di Daerah Aliran Sungai Ciratum. Oleh karena itu, dalam penelitian ini diasumsikan tidak ada limpas. Inflow waduk bersumber dari Sungai Citarum hulu atau dari Waduk Saguling. Air sumber setempat dari catchment area (daerah tangkapan) Waduk Juanda hanya 380 km2 atau 8 persen dari seluruh daerah tangkapan air di Aliran Sungai Citarum seluas 4 500 km2 (Perusahaan Umum Jasa Tirta II, 2008) sehingga air dari sekitar Waduk Juanda diasumsikan kecil sekali. Data tersebut dapat dipakai untuk dimasukkan sebagai kendala dalam estimasi model. 5.3.4
Asumsi Kategori Pengguna Air Waduk Juanda Pengguna air di Waduk Juanda dikategorikan dalam dua kelompok, yaitu
kelompok
nonkonsumtif
dan
konsumtif.
Kelompok
nonkonsumtif
yaitu
pembangkit listrik tenaga air, kelompok konsumtif adalah sektor pertanian, Perusahaan Air Minum DKI Jakarta, perusahaan daerah air minum kabupaten/ kota, dan industri. Oleh karena saluran induk sudah tidak berfungsi dengan baik, maka menurut Nippon Koei (2006), saluran induk mempunyai efisiensi sebesar 95 persen, saluran sekunder efisiensinya 80 persen, dan irigasi efisiensi airnya 65 persen. Untuk kelompok nonkonsumtif, kuantitas dan kualitas air yang keluar dari waduk yang diperlukan di sektor-sektor diasumsikan sama. Kelompok konsumtif adalah kelompok yang menggunakan air, baik secara langsung maupun yang dipakai sebagai input sektor industri. Kualitas air
113
yang disalurkan pengelola dengan yang diterima oleh pengguna kualitas airnya sama. Kelompok konsumtif ini dikategorikan dalam dua kelompok besar, yaitu kelompok sektor pertanian dan nonpertanian (urban). Pemisahan ini dibuat untuk membedakan pengguna konsumtif yang membayar kepada pengelola dan yang tidak membayar. Yang memberikan biaya jasa pengelolaan sumberdaya air kepada Perusahaan Umum Jasa Tirta II pada umumnya mengharapkan agar kualitas air lebih bagus, karena masih harus diolah lebih lanjut. Kalau kualitas airnya kurang bagus, biaya pengolahannya akan menjadi lebih besar. Kelompok nonkonsumtif selain sangat bergantung pada ketinggian air di waduk, juga bergantung pada kuantitas air yang dibutuhkan di wilayah hilir. Semakin banyak permintaan air di wilayah hilir, dan ketinggian waduk memenuhi syarat untuk menggerakkan turbin, semakin banyak juga turbin dapat dioperasikan dengan
asumsi
bahwa
turbin
tidak
mengalami
kerusakan.
Kelompok
nonkonsumtif ini juga tidak membayar jasa penyaluran air karena dianggap hanya melewati turbin, sedangkan volume serta kualitasnya tidak berubah. Air yang dikeluarkan dari waduk melalui turbin merupakan bagian usaha dari pengelola sehingga tidak diperhitungkan sebagai unit usaha yang terpisah, tetapi terintegrasi dengan pengguna konsumtif. Pengelola mendapatkan penerimaan dari output yang dihasilkan, yaitu daya listrik yang dijual ke Perusahaan Listrik Negara (PLN). Volume air yang disalurkan melalui satu saluran antara air untuk irigasi dan nonirigasi serta jarak pengguna dengan bendung pembagi tidak menjadi bahan pertimbangan, kecuali untuk Perusahaan Ait Minum DKI Jakarta, yang
114
wilayahnya di provinsi DKI, berbeda dengan sektor lainnya di Provinsi Jawa Barat. Perusahaan Air Minum DKI Jakarta diasumsikan sebagai sektor yang terpisah dari perusahaan daerah air minum kabupaten/kota. Selain berdasarkan sektor, pengguna dikategorikan berdasarkan wilayah penyaluran, yaitu wilayah penyaluran berdasarkan saluran induk yang melayaninya. Wilayah penyaluran terdiri dari tiga saluran induk, yaitu wilayah Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat, dan untuk ke Perusahaan Air Minum DKI Jakarta disalurkan melalui Kali Malang adalah bagian dari saluran Tarum Barat.
Sumber air yang digunakan dibedakan antara air dari Waduk Juanda dan air sumber setempat yang mengalir ke sungai dan saluran yang menjadi sumber setempat, termasuk curah hujan di wilayah tersebut. Air sumber setempat pada musim penghujan diasumsikan semuanya untuk sektor irigasi, sedangkan sektor yang lain diasumsikan menggunakan air dari Waduk Juanda. Pembedaan sumber air tersebut berhubungan dengan musim, yang pada saat sumber setempat berkurang seluruh sektor mengandalkan sumber air dari Waduk Juanda. Pada saat musim penghujan sebagian air untuk kepentingan irigasi menggunakan sumber setempat dibantu air dari waduk.
Perusahaan Umum Jasa Tirta II menghadapi dua peraturan yang kontradiktif, yang diharapkan akan memberikan profit serta dapat mengatasi pembiayaan yang dibutuhkan selama pengelolaan. Di pihak lain pengelolaan air irigasi merupakan pengelolaan yang bersifat sosial sebagai layanan publik sehingga Perusahaan Umum Jasa Tirta II tidak mendapatkan return dari
115
pengusahaan air untuk sektor pertanian. Padahal sektor pertanian merupakan pengguna air terbesar sehingga biaya operasional pengelolaan sumber daya air hanya diatasi dengan penerimaan dari perusahaan daerah air minum dan industri, serta penjualan daya listrik yang tarifnya ditetapkan oleh pemerintah. Pemerintah membantu melalui APBN berwujud pekerjaan fisik yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dengan dana terbatas.. Akibatnya pemeliharaan saluran tidak dapat dilakukan dengan baik.
Kondisi saluran yang bocor dan
sedimentasi serta pintu-pintu air yang rusak menyebabkan tidak tercapainya pengelolaan sumber daya air yang efisien. Dalam pengelolaan air di Daerah Irigasi Jatiluhur terdapat dua komponen penting, yaitu pengelolaan hidrologis dan manfaat sosial ekonomi. Penggunaan air oleh pengguna di wilayah Tarum Timur, Tarum Utara, dan Tarum Barat menghasilkan manfaat, baik bagi pengelola dalam hal ini Perusahaan Umum Jasa Tirta II maupun pengguna air pada umumnya. Penelitian ini dilakukan guna mencari nilai air baku untuk setiap pengguna sehingga memberikan manfaat optimum yang dapat dicapai oleh pengelola dalam rangka memberikan pelayanan penyaluran air di ketiga wilayah tersebut.
5.4
Metoda Analisis
Pada Bab IV. sebelumnya telah dibuat model fungsi obyektif dalam horizon waktu tak terhingga. Model harus ditransformasikan ke horizon waktu yang terbatas yaitu fungsi obyektif steady state dalam waktu tertentu misalnya waktu T (Chiang, 1992). Limitasi air dari waduk pada horizon waktu tahun T dapat dinyatakan sebagai berikut
116
1
S (t + 1)= S (t ) + IFW (t ) − ∑ n1 j x1 j (t )
(104)
j =1
dimana: S(t) = stok waduk Juanda pada tahun t x ij
= jumlah air keluar waduk (outflow) untuk membangkitkan pembangkit listrik tenaga air pada tahun t
IFW = inflow waduk Dengan model analisis di Perusahaan Air Minum DKI Jakarta yang dikembangkan oleh Syaukat (2000), manfaat sosial bersih Perusahaan Umum Jasa Tirta II pada horizon waktu tak terbatas dinyatakan persamaannya adalah sebagai berikut: NSB ( xij (t ), t ) =
1 d1, j 2 4 d2 j 2 ∑σ 1 * n1 j c1 j x1 j (t ) − x1 j (t ) + ∑σ 2 * n2 j c2 j x2, j (t ) − x2 j (t ) + 2 2 = j 1= j2 4 4 σ * n c x (t ) − d3 j x 2 (t ) + σ * n c x (t ) − d4, j x 2 (t ) + − ∑ 4 4j 4j 4j ∑ 3 3j 3j 3j 3j 4j 2 2 =j 2= j2 d5 j 2 4 ∑σ 5 * n5 j c5 j x5 j (t ) − 2 x5 j (t ) ∞ j =2 t ∑t =0 β 1 b1 j 2 a1 j 3 4 b2 j 2 a2 j 3 ∑σ * n k x (t ) − x (t ) + x (t ) + ∑σ * n k x (t ) − x (t ) + x (t ) + 1 1j 1j 1j 1j 1j 2 2j 2j 2j 2j 2j j 1= 2 3 2 3 = j2 b3 j 2 a3 j 3 4 b4 j 2 a4 j 3 4 ∑σ 3 * n3 j k3 j x3 j (t ) − 2 x3 j (t ) + 3 x3 j (t ) + ∑σ 4 * n4 j k4 j x4 j (t ) − 2 x4 j (t ) + 3 x4 j (t ) + j =2 j =2 4 b5 j 2 a5 j 3 ∑σ 5 * n5 j k5 j x5 j (t ) − x5 j (t ) + x5 j (t ) + FC PJT (t ) j =4 2 3
(105)
Model ini akan diimplementasikan pada waktu tertentu, misalnya sampai
dengan waktu T, sehingga fungsi obyektifnya diharapkan dapat digunakan untuk waktu [T+1, ∞ ] dengan catatan pengaruh kepada model ini dapat disesuaikan. Andaikan tingkat pertumbuhan ekonomi diasumsikan adalah 5 persen pada tahun
117
ke T, kontribusi pengaruh-pengaruh tersebut dianggap konstan. Jadi, fungsi obyektifnya dapat ditulis secara sederhana sebagai berikut: ∞
∑ β NSB ( • ) t
(106)
T
t= T +1
dimana faktor diskontonya (discount factor) adalah β =
1 , r adalah discount (1 + r )
rate yang berlaku pada tahun t persamaan (106). Bila NSBT ( • ) konstan maka pada horizon waktu tertentu T. ∞
NSBT (•) ∑ β t ,
(107)
βT NSBT ( • ) NSBT ( • ) ∑ β= 1− β t= T +1
(108)
t= T +1
maka: ∞
t
Atau dapat ditulis sebagai: NSB ( ) =
βT
T
∑ β NSB ( ) + (1 − β ) NSB t
t
T
( )
(109)
t =0
dimana: NSB = manfaat sosial bersih pada horizon waktu [0,∞] NSB t = manfaat sosial bersih pada setiap t dalam kurun waktu t=[0,T] NSB T 5.4.1
= manfaat sosial bersih pada tahun ke T
Analisis Model Untuk memaksimumkan persamaan (105) yang dilengkapi dengan
kendala dan batasan tersebut pada persamaan (102) dan (103) maka prinsip memaksimumkan persamaan (109) dapat ditulis sebagai berikut: = NSB ( )
βT
T
∑ β NSB ( ) + (1 − β ) NSB t
t
t =0
T
( )
(110)
118
dengan kendala dan batasan: 1
S (t + 1)= S (t ) + IFW (t ) − ∑ n1 j x1 j (t )
(111)
j =1
5
4
1
IFW (t ) ≥ ∑∑
nij xij (t ) + XLAUT (t )
(112)
xij (t ) ≥ 0, κ ij = konstanta
(113)
σi
=i 2=j 2
xij (0) > κ ij ,
= S ( 0 ) S= S (T ) S1 0,
(114)
Prinsip maksimum adalah Maksxij NSB ( xij (t ), t ) = T
∑ β t NSBt ( xij (t ), t ) + t =0
βT NSBT ( xij (T ), T ) (1 − β )
(115)
Dengan kendala: 1
1
j =1
σ1
(t ) IFW (t ) − ∑ n1 j S (t + 1) − S= 5
4
1
IFW (t ) ≥ ∑∑
σi
=i 2=j 2
x1 j (t )
nij xij (t )
(116)
(117)
dmana i = 1 Waduk Juanda i = 2 irigasi i = 3 perusahaan daerah air minum kabupaten/kota i = 4 industri i = 5 Perusahaan Air Minum DKI Jakarta
xij (0) > κ ij ,
xij (t ) ≥ 0,
(118)
S (0) ≥ 0.1,
S (T ) ≥ S1.
(119)
Maka untuk memaksimumkan fungsi Lagrange:
119
L ( xij (t ), Λ (t ), t ) = NSB ( xij (t ), t ) +
1
5 4 1 xij (t ) + λ2 IFW (t ) − nij xij (t ) 1 σ1 =i 2=j 2 σ i
λ1 IFW (t ) − ∑ =j
(120)
∑∑
1
Untuk setiap t di [0,T], L(●) fungsi Lagrange dan NB(●) adalah nilai sekarang manfaat sosial bersih Perusahaan Umum Jasa Tirta II yang didefinisikan persamaan (105) dan λ(t) adalah pengganda yang berhubungan dengan
Λ (t )
Fungsi Lagrange dengan menggunakan first order condition agar maksimum ≤ dengan men-derivative-kan ke x ij untuk indek (ij), (i=1..5, j=1..4) harus
0.
Untuk penyelesaian persamaan program non linier menurut Kuhn Tucker perlu dilengkapi syarat: ∂xij (t ) ≥ 0;
xij (t ) ≥ 0;
xij (t )
∂L = 0 ∂xij (t )
(121)
First order condition ke x 1j atau pengguna listrik harus ≤ 0:
∂L = ∂x1, j (t ) 1 β n1, j (t ) ( c1 j − d1 j x1 j (t ) ) − ( k1 j − b1 j x1 j (t ) + a x (t ) ) − λ1 j ≤ 0; σ1
(122)
2 1j 1j
t
First order condition ke x ij (i-=2..5,j=2..4) atau pengguna non listrik harus ≤ 0:
∂L = ∂xij (t ) 1 β nij (t ) ( cij − dij xij (t ) ) − ( kij − bij xij (t ) + a x (t ) ) − λij ≤ 0; σi
(123)
2 ij ij
t
Dengan syarat Kuhn Tucker:
xij (t ) ≥ 0; xij (t )
∂L = 0 ∂xij (t )
(124)
120
Persamaan (123) menjadi:
1 β t n1 j (t ) ( c1 j − d1 j x1 j (t ) ) − ( k1 j − b1 j x1 j (t ) + a1 j x12j (t ) ) =λ1 j σ1
(125)
Bila manfaat marjinal
: MB 1j = c 1j -d 1j x 1j (t) dan
biaya marjinal
: MC 1j = k 1j -b 1j x 1j +a 1j x2 1j (t)
untuk pengguna listrik, persamaan (125) menjadi:
β t n1 jσ 1 ( MB1 j − MC1 j ) = λ1 j (t )
(126)
Persamaan (125) menjadi:
(
)
β t nij ( cij − dij xij (t ) ) − ( kij − bij xij (t ) + aij xij2 (t ) ) =λij (t ) σi 1
(127)
Bila manfaat marjinal
: MB ij = c ij -d 1j x 1j (t) dan
biaya marjinal
: MC ij = k ij -b ij x 1j +a ij x2 ij (t),
untuk pengguna air non listrik, maka persamaan (127) menjadi:
β t nijσ i ( MBij − MCij ) = λij (t ) (i=2..5,j=2..4)
(128)
Persamaan tersebut untuk manfaat marjinal dan biaya marjinal dari semua pengguna dimana λ ij (t) nilai bayangan (marginal user cost~MUC) sehingga manfaat marjinal dan biaya marjinal menjadi maksimum untuk semua pengguna. Jadi hubungan antara MB, MC dan MUC bahwa MB agar maksimum bila MC ditambah nilai banyangan (shadow price) λ atau marginal user cost MUC, seperti berikut:
β tσ ij ( cij − dij xij (t ) )= β tσ ij ( kij − bij xij (t ) + aij xij2 (t ) ) + λij (t )
(129)
t β= σ ij MBij β tσ ij MCij + λij (t )
(130)
121
5.4.2
Hubungan Manfaat Marjinal, Biaya Marjinal dan Biaya Marjinal Pengguna di Sektor-Sektor
5.4.2.1 Sektor Listrik Hubungan manfaat marjinal atau marginal benefit (MB), biaya marjinal atau marginal cost (MC) dan biaya marjinal pengguna atau marginal user cost (MUC) di sektor listrik adalah sebagai berikut: t β= σ 1 j MB1ij β tσ 1 j MC1 j + λ1 j (t )
= λ1 j (t ) β tσ 1 j MB1 j − β tσ 1 j MC1 j
(131)
5.4.2.2 Sektor Irigasi Hubungan MB, MC dan MUC di sektor irigasi adalah sebagai berikut: t β= σ 2 j MB2 j β tσ 2 j MC2 j + λ2 j (t )
= λ2 j (t ) β tσ 2 j MB3 j − β tσ 2 j MC2 j
(132)
5.4.2.3 Sektor Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten/Kota Hubungan MB, MC dan MUC di sektor perusahaan daerah air minum kabupaten/kota adalah sebagai berikut: t β= σ 3 j MB3 j β tσ 3 j MC3 j + λ3 j (t )
= λ1 j (t ) β tσ 3 j MB3 j − β tσ 3 j MC3 j
(133)
5.4.2.4 Sektor Industri Hubungan MB, MC dan MUC di sektor industri adalah sebagai berikut: t β= σ 4 j MB4 j β tσ 4 j MC4 j + λ4 j (t )
= λ4 j (t ) β tσ 4 j MB4 j − β tσ 4 j MC4 j
(134)
5.4.2.5 Sektor Perusahaan Air Minum DKI Jakarta Total manfaat berupa penerimaan total dari sektor Perusahaan Air Minum DKI Jakarta adalah:
122
t β= σ 5 j MB5 j β tσ 5 j MC5 j + λ5 j (t )
= λ5 j (t ) β tσ 5 j MB5 j − β tσ 5 j MC5 j
5.4.3
(135)
Estimasi Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Manfaat marjinal diestimasi berdasarkan data survey biaya persatuan
unit air yang ada di Perusahaan Umum Jasa Tirta II dan lapangan untuk mengestimasi manfaat marjinal tentang berapa intersep dan koefisien variabel volume air (x ij ). Telah dibuat estimasi intersep dan koefisien x ij untuk skenarioskenario alokasi air bila dibuat kuota untuk setiap sektor. Untuk
membuat
estimasi fungsi biaya berdasarkan data survei dari pengelola dan pengguna air di Daerah Irigasi Jatiluhur, tabel biaya tetap dan koefisien biaya tidak tetap untuk setiap skenario diasumsikan sama karena tidak menambah sumberdaya manusia, perubahan teknologi, dan penambahan modal/kapital. 5.4.4
Estimasi Alokasi Air Alokasi air setiap sektor pengguna untuk irigasi, perusahaan daerah air
minum kabupaten/kota, industri dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta harus optimum. Hal ini perlu dibuat optimum agar penggunaan air sesuai dengan kebutuhan dan lebih efisien. Alokasi optimum ini dikaitkan dengan ketersediaan minimum dan maksimum air di waduk yang perlu juga mendapatkan perhatian. Dengan alokasi optimum diharapkan tidak terjadi konflik kepentingan antara pengelola dan pengguna. Dari sisi pengelola, alokasi air harus mendapatkan profit yang optimum dan dari sisi pengguna, alokasi air mendapatkan layanan yang lebih baik untuk mendukung kepentingan usahanya.
123
5.4.4.1 Kuota Air Untuk Irigasi Air di Daerah Irigasi Jatiluhur sebagian besar digunakan untuk irigasi pertanian. Oleh karena itu air untuk irigasi pertanian dibuat perencanaan skenario dengan memberikan kuota air untuk irigasi pertanian Daerah Irigasi Jatiluhur. Dengan kuota itu diharapkan model dapat berinteraksi dengan yang non irigasi. 5.4.4.2 Alokasi Pengguna Air Non Irigasi. Setelah air untuk irigasi dibuat kuota, air selebihnya dialokasikan untuk kepentingan nonirigasi, yaitu perusahaan daerah air minum kabupaten/kota, indstri, dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta serta dibuang ke laut di tiap-tiap wilayah dan Perusahaan Air Minum DKI Jakarta. Dalam hal ini untuk pengguna air nonirigasi sebagai pengguna waduk Juanda juga harus dapat dialokasikan dengan baik agar tidak terjadi kompetisi antara pengguna. 5.4.4.3 Proporsi Pengguna Air Air sebagai barang ekonomi harus direncanakan dengan baik penggunaanya agar benar-benar dapat dimanfaatkan dengan baik untuk kesejahteraan rakyatnya. Oleh karena itu, penggunaan air harus dapat dipertanggungjawabkan secara ekonomi dengan jelas sesuai dengan keperluannya, sehingga dapat direncanakan dengan baik pengalokasiannya. 5.4.5
Konsep Analisis Ekonomi
5.4.5.1 Nilai Sekarang Manfaat Sosial Bersih Optimal Pada Daerah Irigasi Jatiluhur pengelolanya tunggal yaitu Perusahaan Umum Jasa Tirta II dan produknya hanya tunggal juga, yaitu air untuk irigasi pertanian dan air baku untuk non pertanian. Maka dalam penelitian ini dibatasi
124
pada manfaat sosial bersih total (total net social benefit) optimum pada horizon waktu 16 tahun untuk pengelola Perusahaan Umum Jasa Tirta II yang merupakan Badan Usaha dibawah Kementerian BUMN dan secara teknis dibawah Kementerian Pekerjaan Umum. Di sini Perusahaan Umum Jasa Tirta II tugas utamanya adalah sebagai operator atau pengelola air di Daerah Irigasi Jatiluhur. Karena pengelola berwujud Perusahaan Umum (Perum), maka pengelola harus dapat memberikan manfaat sosial bersih dari usahanya. Oleh karena itu perlu dibuat perhitungan manfaat sosial bersih total optimum selama horizon waktu tertentu, yaitu tahun 2010 ─ 2025. 5.4.5.2 Manfaat Sosial Bersih Parsial Dalam menghitung manfaat sosial bersih total optimum model juga membuat informasi yang lebih rinci tentang manfaat sosial bersih secara parsial kalau skenario alokasi air dilakukan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan pengelola guna membuat kebijakan internal agar perusahaan dapat memberikan manfaat sosial bersih per sektor, dan per skenario per periode tahunan. 5.4.5.3 Perbandingan Manfaat Antara Kondisi Riil dengan Model Manfaat sosial bersih persektor hasil model
akan dipersandingkan
dengan yang tidak menggunakan model agar pengelola dapat mengetahui mana yang lebih baik di antaranya. Demikian juga, pengelola dapat memperbandingkan manfaat total antara dengan model menggunakan manfaat marjinal dan menggunakan biaya marjinal 5.4.5.4 Manfaat dan Biaya Marjinal serta Biaya Marjinal Pengguna Perlu dibuat oleh pengelola fungsi manfaat marjinal dan biaya marjinal untuk mengestimasi biaya produksi air per didistribusikan sampai dengan
125
pengguna per satuan m3. Dalam konteks dinamik, manfaat marjinal akan maksimum pada saat manfaat marjinal sama dengan biaya marjinal ditambah dengan marginal user cost (MUC). Hubungan ketiga variabel tersebut dinyatakan sebagai berikut: βMB(t) = βMC(t) + λµ(t)
(136)
dimana MB adalah manfaat marjinal, MC adalah biaya marjinal dan λ(t) adalah biaya marjinal pengguna (marginal user cost). 5.5
Skenario-Skenario Kebijakan Kebijakan dapat dibuat sesuai dengan kondisi-kondsi bila terjadi,
misalnya skenario air untuk irigasi dialokasikan 85 persen, 80 persen, 70 persen dan 60 persen, berapa alokasi air untuk sektor yang lain. Selanjutnya setiap skenario dilihat bila tingkat pertumbuhan 5 persen dan 10 persen dan setiap tingkat pertumbuhan dilihat tingkat diskontonya misalnya 5 persen, 10 persen dan 15 persen. Skenario ini digunakan untuk melihat dampaknya terhadap manfaat manfaat sosial bersih dan manfaat marjinal dan biaya marjinal pengguna sektorsektor lain. Dari sekian banyak alternatif dirumuskan alternatif mana yang paling dapat disarankan Adapun tiap-tiap skenario dapat dijelaskan sebagai berikut. 5.5.1
Skenario Kebutuhan Air Untuk Irigasi Pertumbuhan perusahaan daerah air minum kabupaten/kota dan industri
ke depan semakin pesat maka keduanya akan membutuhkan air baku dari Waduk Juanda akan meningkat terus. Hal ini diperkirakan bahwa kebutuhan keduanya akan menggeser kepentingan irigasi kalau dilihat dari sisi pengelola. Untuk itu, perlu dilakukan simulasi apabila air untuk irigasi sebesar 85 persen, 80 persen, 70 persen atau 60 persen. Maka, dari sini diharapkan dapat diperoleh gambaran
126
terhadap alokasi air untuk semua pengguna. Sampai saat ini penggunaan air Waduk Juanda untuk irigasi mendekati 85 persen. Air selebihnya digunakan untuk Perusahaan
Air
Minum
DKI
Jakarta,
perusahaan
daerah
air
minum
kabupaten/kota dan industri. Apabila yang dikeluarkan pengelola dari Waduk Juanda lebih dari yang dibutuhkan karena untuk mengejar pendapatan perusahaan, air selebihnya dibuang ke laut melalui Sungai Citarum sebagai saluran pembuang. Stok waduk diperkirakan 25-30 persen per tahunnya atau lebih dari 1000 juta m3. 5.5.2
Skenario Kondisi Saat Kini atau Status Quo Dalam kerangka analisis statik surplus sosial diperoleh secara maksimum
pada saat keseimbangan pasar terjadi pada volume air diperlukan pengguna atau pada saat manfaat marjinal sama dengan biaya marjinal dimana tingkat diskonto sumber daya tidak dihasilkan. Volume ini juga disebut sebagai kondisi keseimbangan pada pasar kompetitif. Kondisi saat kini dapat dinyatakan dari sisi manfaat marjinal (=MB) dan biaya marjinal (=MC). Andaikan MB dan MC nilainya sama, hasil manfaat sosial bersih seluruh system akan membuat salah satu alternatif pilihan keputusan, bila:
β t MB = β t MC
(137)
Manfaat marjinal p dan volume air baku tiap-tiap pengguna bersumber dari p gabungan pengguna (MB ir +MB nonair ) dikaitkan dengan biaya marjinal gabungan (=MC), sehingga diperoleh manfaat marjinal p dan volume air baku dari tiap-tiap pengguna. 5.5.3
Skenario Sesuai Perencana Sosial MB dan MC ditentukan bila sesuai dengan kondisi ketersediaan air. Hal
ini akan sesuai dengan ketentuan alokasi air yang diinginkan.
127
t β= MBTOT (t ) β t MCTOT (t ) + λ (t )
5.5.4
(138)
Skenario Kuota Tiap-Tiap Sektor MB dan MC dilihat per sektor dengan rumus sebagai berikut t β= MBi , j (t ) β t MCi , j (t ) + λi , j (t )
Apabila pemerintah
(139)
membantu biaya pemeliharaan MC kepada
pengelola, hal itu akan berpengaruh kepada MB dan akhirnya manfaat sosial bersih perusahaan akan lebih tinggi tahun ini dari pada tahun sebelumnya. Dalam skenario ini MC air untuk irigasi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air diestimasi bahwa air untuk irigasi tidak dipungut biaya jasa pengelolaan sumberdaya air (BJPSDA). Namun, tanpa melihat undangundang tetapi dari sisi ilmu pengetahuan maka air irigasi memberikan fungsi manfaat marjinal seperti sektor yang lain, sehingga memberi dampak kepada manfaat marjinal total. Sementara itu, biaya untuk keperluan irigasi tetap disediakan untuk operasi dan pemeliharaan Daerah Irigasi Jatiluhur. Dari sini nanti akan didapat berapa nilai atau harga air yang dapat diganti dengan bantuan pemerintah atau yang disumbangkan pengelola kepada pemerintah. Dengan skenario kebijakan 2 tingkat pertumbuhan ekonomi, 3 tingkat diskonto dan 4 skenario alokasi air untuk irigasi serta 5 sektor dan 4 wilayah, maka model akan dapat menggambarkan kepada pengelola sumber daya air di Daerah Irigasi Jatiluhur dalam mengelola sehingga dapat diambil keputusan secara ekonomi dan hidrologi di tiap-tiap sektor dan tiap-tiap wilayah dan secara secara keseluruhan. Analisis yang lain adalah menggunakan
net present value dengan
melihat komponen benefit dan komponen biaya berdasarkan tingkat pertumbuhan
128
ekonomi dan tingkat diskonto yang ditentukan. Analisis dapat dilakukan dengan B/C Ratio, yaitu dengan membandingkan antara present value manfaat dan biaya dengan cara membaginya. Bila nilai B/C ratio lebih besar 1, maka sistem dinyatakan layak secara ekonomis. Selanjutnya analisis dapat dilakukan dengan analisis sensitivitas, yaitu dengan melihat naik turunnya tingkat diskonto, tingkat pertumbuhan ekonomi atau perubahan kebijakan pemerintah untuk melihat dari sisi perencana social. Dengan analisis sensitivitas dimaksudkan untuk analisis bila didalam perjalanan pada kurun waktu tertentu terjadi perubahan yang dibuat perencana social semula. 5.5.5
Pengukuran Model untuk Setiap Skenario Fungsi manfaat marjinal berbentuk fungsi linier untuk mendapatkan total
manfaat konsumsi dengan cara mengintegrasikan fungsi manfaat marjinal. Format umum manfaat marjinal seperti terlihat pada persamaan (77) dan bentuk integrasinya seperti tersebut pada persamaan (78). Tabel 4 adalah alat untuk mengukur estimasi manfaat marjinal yaitu
koefisien c dan d.
Untuk
mendapatkan koefisien manfaat marjinal mula-mula diperkirakan dengan memilih angka yang mendekati, kemudian dimasukkan ke dalam model. Bila hasilnya belum optimal maka dilakukan trial and error sampai dengan mendapatkan jumlah manfaat sosial menjadi optimal solution found. Walaupun demikian belum tentu kebenarannya, tetapi perlu dilihat output manfaat marjinal, biaya marjinal dan biaya marjinal pengguna yang hasilnya harus non negatif dan jumlah volume air harus non negatif dan bila diterapkan di lapangan harus mendekati kebenaran. Misalnya air untuk irigasi di Tarum Barat untuk mengairi sawah seluas 55 000 hektar, maka output minimalnya berupa volume air sebesar 55 ribu Ha x 16 ribu
129
m3/Ha/tahun= 880 juta m3/tahun. Apabila hal tersebut diatas dapat dipenuhi, maka angka trial and error menjadi koefisien manfaat marjinal c dan d, serta biaya marjinal k, b dan a . Tabel 4. Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 60 Persen dan 70 Persen pada Skenario Perencana Sosial Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 60 persen 2
koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 5.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 25.405 0.0000003 0.70 0.0000075 0.000305 Irigasi Tarum Utara 27.433 0.000009 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 35.000 0.000009 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 136.922 0.000004 80.00 0.000628 0.0002451 PAM K/K Tarum Utara 120.320 0.000005 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 137.361 0.000002 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 160.958 0.000007 105.00 0.0009285 0.000427 Industri Tarum Utara 160.454 0.000005 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 161.105 0.000004 92.00 0.000714 0.0002486 PAM DKI Tarum Barat 225.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012 Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 70 persen Sektor
Wilayah
Sektor
Wilayah
Lisrik Irigasi
PAM K/K
Industri PAM DKI
Juanda Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Barat
koef mb=c-dx c d 48.386 0.0000035 30.405 0.0000003 32.433 0.000009 40.000 0.000009 106.922 0.000004 90.320 0.000005 112.361 0.000002 135.958 0.000007 140.454 0.000005 131.105 0.000004 195.050 0.0005
2
koef mc=k-bx+ax k b a 5.40 0.000001 0.0000004 0.70 0.0000075 0.000305 0.80 0.0000065 0.000226 1.00 0.000045 0.0001734 80.00 0.000628 0.0002451 65.60 0.000479 0.0001341 87.00 0.000536 0.0002564 105.00 0.0009285 0.000427 100.00 0.000571 0.0002028 92.00 0.000714 0.0002486 65.00 0.00018 0.00012
Tabel 5 digunakan untuk mengukur manfaat marjinal dan biaya marjinal pada skenario irigasi 80 persen dan 85 persen serta perencana sosial. Untuk mendapatkan koefisien c,d dan k,b,c dilakukan dengan cara yang sama dengan mencari koefisien c,d dan k,b,c pada Tabel 4.
130
Tabel 5. Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 80 Persen, 85 Persen pada Skenario Perencana Sosial Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 80 persen 2
koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 5.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 35.405 0.0000003 0.70 0.0000075 0.000305 Irigasi Tarum Utara 37.433 0.000009 0.80 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 45.000 0.000009 1.00 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 96.922 0.000004 80.00 0.000628 0.0002451 PAM K/K Tarum Utara 80.320 0.000005 65.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 102.361 0.000002 87.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 125.958 0.000007 105.00 0.0009285 0.000427 Industri Tarum Utara 130.454 0.000005 100.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 121.105 0.000004 92.00 0.000714 0.0002486 PAM DKI Tarum Barat 185.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012 Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Kuota Irigasi 85 persen Sektor
Wilayah
2
koef mb=c-dx koef mc=k-bx+ax c d k b a Lisrik Juanda 48.386 0.0000035 2.40 0.000001 0.00000037 Tarum Timur 20.405 0.0000003 15.30 0.0000075 0.000305 Irigasi Tarum Utara 22.433 0.000009 15.40 0.0000065 0.000226 Tarum Barat 30.000 0.000009 15.50 0.000045 0.0001734 Tarum Timur 141.922 0.000004 20.00 0.000628 0.0002451 PAM K/K Tarum Utara 145.320 0.000005 25.60 0.000479 0.0001341 Tarum Barat 147.361 0.000002 27.00 0.000536 0.0002564 Tarum Timur 170.958 0.000007 35.00 0.0009285 0.000427 Industri Tarum Utara 175.454 0.000005 30.00 0.000571 0.0002028 Tarum Barat 176.105 0.000004 32.00 0.000714 0.0002486 PAM DKI Tarum Barat 205.050 0.0005 65.00 0.00018 0.00012 Koefisien Manfaat Marjinal dan Biaya Marjinal Perencana Sosial Sektor
Wilayah
Sektor
Wilayah
Lisrik Irigasi
PAM K/K
Industri PAM DKI
Juanda Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Timur Tarum Utara Tarum Barat Tarum Barat
koef mb=c-dx c d 28.386 0.0000035 47.405 0.00011 50.433 0.00017 51.379 0.00015 130.922 0.0326 120.320 0.02001 132.361 0.01326 307.958 0.44 294.454 0.433 299.105 0.4464 205.000 0.002
2
koef mc=k-bx+ax k b a 75.00 0.00018 0.00012 0.70 0.0000075 0.000305 0.80 0.0000065 0.000226 1.00 0.000045 0.0001734 80.00 0.000628 0.0002451 65.60 0.000479 0.0001341 87.00 0.000536 0.0002564 105.00 0.0009285 0.000427 100.00 0.000571 0.0002028 92.00 0.000714 0.0002486 1.55 0.00018 0.00012