V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Peranan Sektor Bangunan (Bandara) Terhadap Perekonomian NTB Pada penelitian ini, Tabel Input-Output Provinsi NTB termutakhir adalah
tahun 2005. Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005 terdiri dari 25 klasifikasi sektor. Berdasarkan data-data yang telah diuraikan pada bagian struktur ekonomi Provinsi NTB, walaupun perekonomian Provinsi NTB berkembang (nilai PDRB meningkat), namun proporsi masing-masing sektor perekonomian dapat diasumsikan tidak banyak berubah atau dapat dikatakan bahwa selama tahun 2005 sampai 2010 tidak terjadi pergeseran struktur perekonomian yang signifikan. Oleh karena itu, dilakukan penghitungan untuk memperkirakan struktur perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 dengan melihat data PDRB penggunaan Provinsi NTB tahun 2010 yang telah disesuaikan dengan proporsi perekonomian Provinsi NTB tahun 2005.
5.1.1
Struktur
Permintaan
Antara
dan
Permintaan
Akhir
Sektor
Bangunan (Bandara) di Provinsi NTB Berdasarkan perkiraan jumlah permintaan sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010, total permintaan merupakan hasil penjumlahan dari permintaan antara sebesar Rp 20,312 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 55,710 triliun atau perkiraan total permintaan barang dan jasa yang dihasilkan Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 76,023 triliun (Tabel 5.1). Selain itu, dapat diketahui pula bahwa total permintaan sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 6,55 triliun atau sebesar 8,62 persen dari total permintaan (Tabel 5.1).
52
Dilihat dari permintaan akhir, tampak bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 6,12 triliun atau sebesar 11 persen menempati urutan kelima dari total permintaan akhir. Dilihat dari permintaan antara, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai sebesar Rp 432,6 milyar atau sebesar 2,13 persen dari total permintaan antara. Untuk total permintaan barang dan jasa di Provinsi NTB, jumlah permintaan terbesar dipegang oleh sektor pertambangan dan penggalian, sedangkan yang terkecil adalah sektor angkutan laut. Tabel 5.1 Perkiraan Permintaan Antara dan Permintaan Akhir Sektor–sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010
Sektor
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri
4.
Permintaan Antara (180)
Permintaan Akhir (309)
Jumlah Permintaan (310)
Jumlah (Ribu Rupiah)
Jumlah (Ribu Rupiah)
Jumlah (Ribu Rupiah)
%
%
%
7.767.520.082
38,24
7.017.672.791
12,60
14.786.258.988
19,45
802.345.824
3,96
20.772.882.887
37,30
21.576.062.546
28,38
3.231.727.105
15,91
7.596.811.488
13,64
10.828.417.540
14,24
Listrik dan Air Bersih
272.188.204
1,34
378.254.489
0,68
651.178.534
0,86
5.
Bangunan
432.657.369
2,13
6.121.404.601
11,0
6.554.445.974
8,62
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
3.357.664.931
16,53
3.652.403.025
6,56
7.010.964.217
9,22
7.
Angkutan Jalan Raya
2.593.912.956
12,77
1.030.895.781
1,85
3.625.756.567
4,77
8.
Angkutan Laut
81.250.210
0,40
90.441.439
0,16
172.638.672
0,23
9.
Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
99.531.507
0,49
255.991.821
0,46
355.686.405
0,47
10. Angkutan Udara
219.375.567
1,08
221.609.333
0,40
440.865.823
0,58
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
459.063.687
2,26
349.004.540
0,62
807.795.145
1,06
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
554.532.684
2,73
735.326.213
1,32
1.290.772.443
1,70
13. Jasa lain
434.688.624
2,14
7.487.864.242
13,44
7.922.272.312
10,42
TOTAL
20.312.552.515
100
55.710.562.650
100
76.023.115.165
100
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
53
5.1.2 Struktur Konsumsi Rumah Tangga Berdasarkan perkiraan jumlah konsumsi rumah tangga sektor-sektor perekonomian tahun 2010 yang mengacu pada Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2005, total konsumsi rumah tangga Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 20,13 triliun. Peran terbesar dari total konsumsi rumah tangga ini adalah sektor pertanian dengan nilai Rp 5,88 triliun dan yang terkecil adalah sektor bangunan (bandara) (Table 5.2). Tabel 5.2 Perkiraan Konsumsi Rumah Tangga Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Konsumsi Rumah Tangga (301) Sektor 1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri
4.
Listrik dan Air Bersih
5.
Bangunan
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
7.
Angkutan Jalan Raya
8.
Angkutan Laut
Jumlah (Ribu Rupiah)
Persen (%)
5,887,242,752
29.24
56,375,785
0.28
6,515,430,077
32.36
426,845,233
2.12
-
0
2,738,252,443
13.6
916,106,515
4.55
70,469,731
0.35
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
235,570,246
1.17
10. Angkutan Udara
209,395,775
1.04
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
368,456,027
1.83
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
769,126,789
3.82
13. Jasa lain
1,938,924,340
9.63
14. TOTAL
20,134,209,140
100
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
54
5.1.3 Struktur Konsumsi Pemerintah Jumlah konsumsi pemerintah berdasarkan perkiraan permintaan akhir Tabel Input-Output Provinsi NTB tahun 2010 adalah sebesar Rp 7,10 triliun. Tabel 5.3 menunjukkan bahwa Rp 7,10 triliun atau 100 persen dari total konsumsi pemerintah dialokasikan pada sektor jasa-jasa. Sektor jasa-jasa pada Tabel InputOutput Provinsi NTB tahun 2005 sebelum agregasi (klasifikasi 25 sektor) terdiri dari berbagai jenis jasa, diantaranya sewa bangunan dan jasa perusahaan, jasa pemerintahan, dan jasa lainnya. Tabel 5.3 Perkiraan Konsumsi Pemerintah Terhadap Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor
Konsumsi Pemerintah (302) Jumlah (Ribu Rupiah)
%
1.
Pertanian
0
0
2.
Pertambangan dan Penggalian
0
0
3.
Industri
0
0
4.
Listrik dan Air Bersih
0
0
5.
Bangunan
0
0
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
0
0
7.
Angkutan Jalan Raya
0
0
8.
Angkutan Laut
0
0
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
0
0
10. Angkutan Udara
0
0
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
0
0
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
0
0
7,101,505,100.00
100
7,101,505,100.00
100
13. Jasa lain TOTAL
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
55
5.1.4
Struktur Investasi Investasi dalam Tabel Input-Output merupakan jumlah dari pembentukan
modal tetap dan perubahan stok. Perkiraan nilai investasi seluruh sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB tahun 2010 sebesar Rp 12,16 triliun. Peranan terbesar di pegang oleh sektor bangunan (bandara) yaitu sebesar Rp 7,98 triliun atau 65,63 persen dari total nilai investasi seluruh sektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai investasi tersebut terdiri dari pembentukan modal tetap sebesar Rp 10,80 triliun dengan nilai perubahan modalnya Rp 1,35 triliun (Tabel 5.4). Tabel 5.4. Perkiraan Pembentukan Modal Tetap, Struktur Perubahan Modal dan Investasi Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri
4.
Listrik dan Air Bersih
5.
Bangunan
6.
Pembentukan Modal Tetap (Ribu Rupiah) 303
Perubahan Modal (Ribu Rupiah) 304
Investasi (303 – 304) (Ribu Rupiah)
Investasi (%)
50.213.980
987.251.655
1.037.465.636.73
8,53
0
8.905.074
8.905.074.02
0,07
1.544.524.930
353.048.310
1.897.573.240,69
15,61
0
0
-
-
7.979.659.597
0
7.979.659.597,33
65,63
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
851.007.288
0
851.007.288,45
7,00
7.
Angkutan Jalan Raya
153.502.334
0
153.502.334,13
1,26
8.
Angkutan Laut
5.228.305
0
5.228.305,03
0,04
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
11.426.551
0
11.426.551,76
0,09
10. Angkutan Udara
1.119.673
0
1.119.673,07
0,01
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
3.675.399
0
3.675.399,62
0,03
0
0
-
-
13. Jasa lain
209.152.499
0
209.152.499,16
1,72
TOTAL
10.809.510.560
1.349.205.040
12.158.715.600.00
100,00
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
56
5.1.5
Struktur Ekspor dan Impor Berdasarkan perkiraaan nilai ekspor dan impor Provinsi NTB tahun 2010,
total ekspor di Provinsi NTB sebesar Rp 16,32 triliun. Sektor yang memegang peran terbesar adalah sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar Rp 14,37 triliun atau 88,06 persen dari total ekspor Provinsi NTB. Sedangkan untuk urutan terkecil adalah sektor listrik dan air bersih serta sektor bangunan (bandara). Dilihat dari sisi selisih ekspor dan impor, Provinsi NTB mengalami surplus perdagangan sebesar Rp 12,94 triliun (Tabel 5.5). Tabel 5.5 Perkiraan Ekspor dan Impor Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Tahun 2010 Sektor
Ekspor Jumlah (Ribu Rupiah)
Impor
Ekspor Netto
%
Jumlah (Ribu Rupiah)
%
Jumlah (Ribu Rupiah)
%
989.502.742
6,06
546.325.476
16,21
443.177.266
3,42
14.368.008.295
88,06
832.805.971
24,70
13.535.202,.24
104,55
360.305.211
2,21
288.555.667
8,56
71.749.547
0,55
1.
Pertanian
2.
Pertambangan dan Penggalian
3.
Industri
4.
Listrik dan Air Bersih
0
0
179.525.347
5,32
-179.525.348
-1,39
5.
Bangunan
0
0
553.123.210
16,40
-553.123.210
-4,27
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
399.022.143
2,44
43.612.667
1,29
355.409.477
2,74
7.
Angkutan Jalan Raya
70.973.979
0,43
289.518.136
8,59
-218.544.156
-1,69
8.
Angkutan Laut
16.151.715
0,09
49.041.807
1,45
-32.890.093
-0,25
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
26.364.824
0,16
48.900.532
1,45
-22.535.708
-0,17
10. Angkutan Udara
23.877.429
0,14
95.005.939
2,81
-71.128.510
-0,55
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
13.371.414
0,08
3.533.426
0,10
9.837.988
0,07
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
37.081.373
0,23
5.380.725
0,16
31.700.649
0,24
13. Jasa lain
11.473.677
0,07
435.199.413
12,91
-423.725.736
-3,27
TOTAL
16.316.132.810
100
3.370.528.320
100
12.945.604.490
100
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Perkiraan Tahun 2010, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
57
5.2
Analisis Keterkaitan
5.2.1
Keterkaitan ke Depan Keterkaitan ke depan (forward linkage) dibagi menjadi dua kategori, yaitu
keterkaitan langsung ke depan dan keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan. Besarnya nilai keterkaitan langsung ke depan diperoleh dari nilai koefisien teknis, sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan diperoleh dari matriks kebalikan Leontief. Pada penelitian ini, matriks kebalikan Leontief yang digunakan adalah matriks kebalikan Leontief terbuka, artinya komponen konsumsi rumah tangga termasuk faktor eksogen. Nilai keterkaitan langsung ke depan menunjukkan apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan, maka output suatu sektor yang dialokasikan secara langsung ke sektor tersebut dan juga sektor-sektor lainnya akan meningkat sebesar nilai keterkaitannya. Sedangkan nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke depan menunjukkan bahwa sektor tersebut memiliki keterkaitan baik langsung maupun tidak langsung ke depan terhadap sektor lainnya termasuk sektor itu sendiri. Pada tabel 5.6, sektor bangunan (bandara) memiliki nilai keterkaitan ke depan langsung sebesar 0,00570 dan keterkaitan langsung dan tidak langsung sebesar 1,12588.
Sektor pertanian memiliki nilai keterkaitan ke depan baik
langsung maupun langsung dan tidak langsung terbesar. Hal tersebut menunjukkan bahwa pertanian merupakan sektor penyedia input bagi sektor lainnya sehingga sektor pertanian memiliki keterkaitan ke depan yang besar.
58
Tabel 5.6 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Depan Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Keterkaitan ke Depan Langsung
Langsung dan Tak Langsung
1.
Pertanian
0.10219
2.32422
2.
Pertambangan dan Penggalian
0.01056
1.07549
3.
Industri
0.04251
1.82937
4.
Listrik dan Air Bersih
0.00359
1.16604
5.
Bangunan
0.00570
1.12588
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
0.04418
1.82781
7.
Angkutan Jalan Raya
0.03413
1.48371
8.
Angkutan Laut
0.00108
1.01737
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
0.00131
1.01983
10. Angkutan Udara
0.00288
1.03283
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
0.00603
1.21247
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
0.00731
1.35751
13. Jasa lain
0.00571
1.16941
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
Nilai keterkaitan langsung ke depan tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan pada permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan (bandara) yang dijual atau dialokasikan secara langsung pada sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 0,00570 juta. Sementara nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung dari sektor bangunan (bandara) tersebut memiliki arti bahwa jika terjadi peningkatan akhir sebesar Rp 1 juta, maka output sektor bangunan yang dijual atau dialokasikan baik
59
secara langsung maupun tak langsung terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri akan meningkat sebesar Rp 1,12588 juta.
5.2.2 Keterkaitan ke Belakang Keterkaitan ke belakang (backward linkage) terdiri dari dua kategori, yaitu keterkaitan secara langsung ke belakang dan keterkaitan secara langsung dan tak langsung ke belakang. Besarnya nilai keterkaitan ke belakang menunjukkan seberapa besar nilai input yang dibutuhkan oleh suatu sektor baik dari sektor lain maupun dari sektor itu sendiri untuk menciptakan kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan. Tabel 5.7 menunjukkan bahwa di antara sektor-sektor perekonomian Provinsi NTB, sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan langsung ke belakang sebesar 0,44144 dan keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang sebesar 1,66559. Dapat dilihat pula untuk nilai keterkaitan ke belakang langsung dan tidak langsung yang terbesar adalah sektor industri. Hal tersebut disebabkan karena sektor industri memerlukan input yang banyak, dimana input tersebut didapat dari output yang dihasilkan sektor lain. Nilai keterkaitan ke belakang tersebut berarti bahwa apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan secara langsung meningkatkan permintaan inputnya terhadap sektor lainnya termasuk sektor bangunan itu sendiri sebesar Rp 0,44144 juta. Sementara itu, arti dari keterkaitan langsung dan tak langsung ke belakang dari sektor bangunan (bandara) adalah apabila terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar Rp 1 juta, maka sektor bangunan (bandara) akan meningkatkan permintan inputnya terhadap
60
sektor lainnya baik secara langsung maupun tak langsung sebesar Rp 1,66559 juta. Tabel 5.7 Keterkaitan Output Langsung serta Langsung dan Tak Langsung ke Belakang Sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Keterkaitan ke Belakang Langsung
Langsung dan Tak Langsung
1.
Pertanian
0.15747
1.21084
2.
Pertambangan dan Penggalian
0.09653
1.13673
3.
Industri
0.80514
2.02006
4.
Listrik dan Air Bersih
0.29939
1.45945
5.
Bangunan
0.44144
1.66559
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
0.16755
1.21610
7.
Angkutan Jalan Raya
0.09260
1.13738
8.
Angkutan Laut
0.26189
1.40258
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
0.16250
1.24965
10. Angkutan Udara
0.23588
1.35537
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
0.10298
1.13377
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
0.23154
1.30529
13. Jasa lain
0.25183
1.34912
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
5.2.3 Analisis Dampak Penyebaran 5.2.3.1 Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran menunjukkan efek yang ditimbulkan oleh suatu sektor karena adanya peningkatan output di sektor yang bersangkutan terhadap output sektor-sektor lainnya yang digunakan sebagi input sektor tersebut baik
61
secara langsung maupun tidak langsung. Koefisien penyebaran bisa disebut juga sebagai daya penyebaran ke belakang. Tabel 5.8 menunjukkan nilai koefisien penyebaran dari masing-masing sektor perekonomian Provinsi NTB. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa sektor bangunan (bandara) memiliki koefisien penyebaran yang lebih dari satu yaitu sebesar 1,73546. Tabel 5.8 Koefisien Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Koefisien Penyebaran
1.
Pertanian
0.61909
2.
Pertambangan dan Penggalian
0.37950
3.
Industri
3.16530
4.
Listrik dan Air Bersih
1.17702
5.
Bangunan
1.73546
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
0.65817
7.
Angkutan Jalan Raya
0.36403
8.
Angkutan Laut
1.02957
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
0.63884
10. Angkutan Udara
0.92734
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
0.40486
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
0.91028
13. Jasa lain
0.99002
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
Nilai Koefisien penyebaran yang lebih besar dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Sementara nilai koefisien penyebaran yang kurang dari satu mengandung arti bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk meningkatkan pertumbuhan sektor hulunya. Hal ini berarti sektor bangunan (bandara) memiliki keterkaitan yang erat
62
terhadap sektor-sektor hulunya atau sektor yang secara langsung maupun tidak langsung berperan sebagai penyedia input sektor bangunan (bandara).
5.2.3.2 Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor-sektor yang menggunakan output dari sektorsektor hilirnya. Kepekaan penyebaran diperoleh dari keterkaitan secara langsung dan tidak langsung ke depan yang dibobot dengan jumlah sektor yang ada, kemudian dibagi total keterkaitan langsung dan tidak langsung semua sektor. Tabel 5.9 Kepekaan Penyebaran Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Kepekaan Penyebaran
1.
Pertanian
1.40890
2.
Pertambangan dan Penggalian
0.09982
3.
Industri
0.80030
4.
Listrik dan Air Minum
1.12393
5.
Bangunan
0.17717
6.
Perdagangan, Restoran, dan Hotel
1.28461
7.
Angkutan Jalan Raya
1.91917
8.
Angkutan Laut
1.27678
9. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan
0.75163
10. Angkutan Udara
1.33365
11. Jasa Penunjang Angkutan dan Komunikasi
1.52304
12. Bank dan Lembaga Keu.lain
1.15396
13. Jasa lain
0.14704
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa kepekaan penyebaran sektor bangunan (bandara) sebesar 0,17717. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sektor bangunan (bandara) masih kurang mampu mendorong pertumbuhan sektor
63
hilirnya. Nilai kepekaan penyebaran yang terbesar adalah sektor angkutan jalan raya. Hal itu menunjukkan bahwa sektor angkutan jalan raya sering digunakan oleh sektor lainnya untuk membantu dalam proses produksi.
5.3
Analisis Pengganda (Multiplier) Tipe multiplier effect atau efek pengganda terdiri dari dua jenis yaitu efek
pengganda tipe I dan tipe II. Analisis pengganda ini digunakan untuk melihat dampak perubahan dari variabel-variabel endogen tertentu, seperti output sektoral apabila terjadi perubahan dalam variabel-varibael eksogen, seperti permintaan akhir. Efek pengganda tipe I diperoleh dari pengolahan lebih lanjut matriks koefisien Leontif terbuka, dan nilai pengganda ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan variabel eksogen sebesar satu satuan maka variabel endogen diseluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar nilai tersebut. Sedangkan nilai pengganda tipe II menunjukkan jika sektor rumah tangga dijadikan sebagai faktor endogen, maka dengan terjadinya kenaikan variabel eksogen satu satuan maka variabel endogen seluruh sektor akan meningkat sebesar nilai tersebut. Penambahan efek rumah tangga menyebabkan nilai pengganda tipe II selalu lebih besar dibandingkan dengan nilai pengganda tipe I.
5.3.1
Pengganda Output Berdasarkan Tabel 5.10 dapat dilihat bahwa nilai pengganda output tipe I
sektor bangunan (bandara) sebesar 1,66559. Hal ini menunjukkan bahwa, apabila terjadi peningkatan permintaan akhir terhadap sektor bangunan (bandara) sebesar 64
Rp 1 juta, maka output di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,66559 juta. Jika rumah tangga dimasukkan ke dalam model sebagai faktor endogen, maka akan diperoleh nilai pengganda tipe II yang nilainya selalu lebih besar dari nilai multiplier tipe I. Berdasarkan tabel 5.10 nilai pengganda output tipe II sektor bangunan (bandara) sebesar 1,91301. Artinya, dengan memasukkan efek rumah tangga, apabila terjadi peningkatan pemintaan akhir di sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar Rp 1,91301 juta. Tabel 5.10 Pengganda Output Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Awal
Pertama 0,15747
Industri 0,05337
Kons 0,10110
Total 1,31194
Elastisitas 0,15997
Tipe I 1,21084
Tipe II
1
1,00000
1,31194
2
1,00000
0,09653
0,04019
0,09847
1,23519
1,18636
1,13673
1,23519
3
1,00000
0,80514
0,21492
0,14168
2,16175
0,36436
2,02006
2,16175
4
1,00000
0,29939
0,16006
0,69317
2,15262
0,00000
1,45945
2,15262
5
1,00000
0,44144
0,22415
0,24742
1,91301
1,78662
1,66559
1,91301
6
1,00000
0,16755
0,04855
0,04438
1,26048
0,22083
1,21610
1,26048
7
1,00000
0,09260
0,04479
0,18855
1,32593
0,08049
1,13738
1,32593
8
1,00000
0,26189
0,14069
0,65571
2,05828
0,32552
1,40258
2,05828
9
1,00000
0,16250
0,08715
0,32340
1,57305
0,20692
1,24965
1,57305
10
1,00000
0,23588
0,11949
0,50837
1,86374
0,14920
1,35537
1,86374
11
1,00000
0,10298
0,03079
0,02430
1,15807
0,03169
1,13377
1,15807
12
1,00000
0,23154
0,07374
0,02286
1,32814
0,05502
1,30529
1,32814
13
1,00000
0,25183
0,09730
0,01640
1,51310
1,10210
1,34912
1,51310
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
5.3.2
Pengganda Pendapatan Nilai yang terdapat dalam analisis pengganda pendapatan rumah tangga
tipe I dan tipe II menunjukkan bahwa ada peningkatan pendapatan di seluruh sektor perekonomian yang disebabkan oleh kenaikan permintaan akhir suatu
65
sektor tertentu sebesar satu satuan. Tabel 5.11 menunjukkan nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe I sektor bangunan (bandara) sebesar 1,32248. Nilai tersebut berarti jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka akan meningkatkan pendapatan rumah tangga di semua sektor perekonomian sebesar Rp 1,32248 juta. Tabel 5.11 juga memperlihatkan nilai-nilai pengganda pendapatan rumah tangga tipe II sektorsektor perekonomian Provinsi NTB. Nilai pengganda tipe II dari sektor bangunan (bandara) adalah sebesar 1,44073. Hal tersebut berarti, dengan memasukkan efek pengeluaran rumah tangga, jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor bangunan (bandara) sebesar Rp 1 juta, maka pendapatan di seluruh sektor perekonomian akan meningkat sebesar Rp 1,4073 juta. Tabel 5.11 Pengganda Pendapatan Rumah Tangga Sektor-sektor Perekonomian Provinsi NTB Sektor
Awal
Pertama
Industri
Kons
Total
Elastisitas
Tipe I
Tipe II
1
0,05035
0,00879
0,00300
0,00556
0,06770
0,16395
1,23420
1,34456
2
0,05260
0,00577
0,00216
0,00541
0,06594
1,20401
1,15068
1,25357
3
0,03631
0,03830
0,01248
0,00779
0,09488
0,44038
2,39829
2,61274
4
0,37569
0,03958
0,01081
0,03810
0,46418
0,00000
1,13412
1,23553
5
0,11500
0,02518
0,01190
0,01360
0,16568
1,34555
1,32248
1,44073
6
0,00848
0,01592
0,00288
0,00244
0,02972
0,61418
3,21802
3,50577
7
0,10881
0,00456
0,00252
0,01036
0,12626
0,07044
1,06509
1,16033
8
0,38711
0,00801
0,00793
0,03604
0,43909
0,17939
1,04118
1,13428
9
0,18735
0,00632
0,00512
0,01778
0,21656
0,15205
1,06106
1,15594
10
0,29366
0,01183
0,00699
0,02794
0,34043
0,09280
1,06409
1,15924
11
0,00596
0,00720
0,00178
0,00134
0,01627
0,07468
2,50544
2,72947
12
0,00568
0,00554
0,00283
0,00126
0,01531
0,11162
2,47312
2,69426
13
0,07486
0,01984
0,00609
0,00901
0,10981
1,06841
1,34645
1,46685
Sumber : Tabel Input-Output Provinsi NTB Tahun 2005, Klasifikasi 13 Sektor (diolah)
66
5.4 Analisis Simulasi Investasi Pada bagian 3.3 telah dijelaskan bahwa akan dilakukan simulasi investasi terhadap pembangunan BIL di daerah Lombok Tengah, Provinsi NTB. Simulasi investasi ini dilakukan untuk menunjukkan dampak yang akan timbul dengan adanya investasi pembangunan BIL terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga. Investasi pembangunan BIL senilai Rp 946,35 milyar dibiayai oleh PT. Angkasa Pura I, Pemerintah Provinsi NTB, dan Pemerintah Kabupaten Lombok. Nilai investasi tersebut akan dikalikan dengan nilai pengganda output dan pendapatan rumah tangga untuk melihat dampak adanya investasi tersebut terhadap pembentukan output dan pendapatan rumah tangga di Provinsi NTB. Anggaran investasi untuk pembangunan BIL akan menghasilkan tambahan output untuk Provinsi NTB sebanyak 1,66559 x (Rp 946,35 milyar) =
Rp
1.576,23 milyar atau sekitar 7,85 persen dari total PDRB. Gambar 5.1 menunjukkan bahwa keberadaan BIL dapat meningkatkan PDRB Provinsi NTB dibandingkan dengan tidak adanya investasi pembangunan BIL. (Juta Rupiah)
Gambar 5.1 Perkiraan Peningkatan PDRB Provinsi NTB
67
Investasi ini juga akan menaikkan pendapatan rumah tangga sebesar 1,32248 x (Rp 946,35 milyar) = Rp 1.251,53 milyar. Jumlah total rumah tangga di Provinsi NTB adalah sebanyak 1.248.115, sehingga jumlah pendapatan rumah tangga akan meningkat rata-rata sebesar Rp 1.002.735 per tahun.
5.5
Dampak Ekonomi Pembangunan BIL Tahun 2008 Provinsi NTB genap berusia separuh abad. Pada usia ini, jika
melihat pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), posisi NTB masih tergolong daerah tertinggal. Hal ini terasa ironis mengingat posisi Provinsi NTB begitu strategis. Provinsi NTB memiliki keragaman iklim yang menguntungkan bagi pengembangan aneka rupa komoditas pertanian. Provinsi NTB ini juga berada pada jalur selatan transnasional yang diapit dua alur pelayaran internasional dan segitiga wisata dunia yaitu Toraja, Bali, dan Komodo. Letak strategis ini membuat NTB dijuluki The Heaven on The Planet. Dengan posisi geografis yang strategis dan keragaman modal sosial yang dimilikinya, Provinsi NTB berpeluang besar menjadi daerah maju yang berdaya saing. Agar perekonomian tidak sekedar tumbuh, tetapi dapat mengakomodasi masa depan sesuai dengan perubahan yang terjadi pada aspek lingkungan, maka strategi pemerintah Provinsi NTB 2009-2013 dalam mencapai hal tersebut diperlukan percepatan pembangunan melalui optimalisasi potensi sumberdaya lokal dan mendorong masuknya investasi yang berkelanjutan. Salah satu syarat untuk mempercepat pembangunan adalah dukungan infrastruktur wilayah yang memadai. Fakta menunjukkan terjadinya kesenjangan pembangunan infrastruktur antarwilayah dan antarsektoral. Kondisi ini menjadikan salah satu pemicu
68
ekonomi biaya tinggi yang menghambat pertumbuhan ekonomi rakyat dan masuknya investasi strategi kebijakan dan program pembangunan daerah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Pada bidang infrastruktur, beberapa program terobosan yang dilakukan pemerintah Provinsi NTB adalah bekerjasama dengan pihak terkait menambah frekuensi penerbangan, yaitu maskapai Silk Air untuk jurusan Singapura-Mataram menjadi lima kali seminggu Singapura-Lombok, serta penerbangan jurusan Mataram-Bima dan Mataram-Sumbawa, menjadi setiap hari mulai Januari 2009. Selain itu, dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi NTB 2009, disebutkan Pemerintah Provinsi NTB bekerjasama dengan PT. Angkasa Pura I mempercepat penyelesaian pembangunan BIL. Penambahan frekuensi penerbangan sangat ditunjang dengan keberadaan BIL yang baru beroperasi. Pada hasil analisis dampak penyebaran, telah disebutkan
bahwa
sektor
bangunan
(bandara)
lebih
mampu
untuk
mengembangkan sektor hulunya dibandingkan dengan sektor hilirnya. Hal yang dimaksud dengan sektor hulu tersebut adalah karena pada kegiatan operasional bandara, tentunya diperlukan berbagai input untuk dapat menggerakkan aktivitas bandara tersebut dengan pasokan nilai input yang tidak kecil dari sektor lain. PT. Angkasa Pura I bekerja sama dengan PT. PLN untuk menerima pasokan listrik yang digunakan untuk mendukung kegiatan operasional BIL. Selain itu, PT. Angkasa Pura I juga bekerja sama dengan PT. PDAM untuk menyediakan air bersih bagi keperluan aktivitas BIL. Pada kawasan BIL ini juga dibangun Depo pengisian bahan bakar pesawat udara oleh PT. Pertamina. Hal tersebut
69
menunjukkan bahwa keberadaan BIL mendorong pertumbuhan sektor-sektor hulunya dalam meningkatkan output yang lebih banyak lagi. Pada perkembangannya, Provinsi NTB diharapkan mampu menjadi salah satu embarkasi haji bagi kawasan timur Indonesia. Letak BIL yang berada di Desa Tanak Awu, Lombok Tengah membutuhkan transportasi penunjang untuk menjangkaunya. Keberadaan BIL pada akhirnya juga akan berpengaruh terhadap sektor lain salah satunya adalah angkutan darat. Pengelola BIL bekerjasama dengan Djawatan Angkoetan Motor Republik Indonesia (DAMRI) sebagai salah satu transportasi penunjang menuju BIL. Untuk itu, keberadaan BIL ini mampu mendorong produksi sektor lain yang memberikan input bagi BIL dalam beroperasi. Saat ini, bandara bukan hanya sebagai tempat datang dan perginya penumpang yang menggunakan angkutan udara, tapi juga ditunjang dengan fasilitas seperti restoran. Walaupun keberadaan restoran dan toko-toko lainnya belum terlalu banyak di BIL, nantinya diharapkan semakin banyak investor yang mau berinvestasi untuk membangun restoran ataupun hotel di kawasan BIL sebagai salah satu upaya pengembangan sektor pariwisata Provinsi NTB. Output dari BIL yang dapat dimanfaatkan salah satunya adalah seperti adanya ruangan-ruangan yang disediakan bagi para investor atau pengusaha untuk membuka usaha, misalnya restoran, toko baju, toko aksesoris, toko souvenir, toko buku dan sebagainya. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini bandara bukan sekedar sebagai tempat datang dan berangkatnya penumpang dengan pesawat udara, akan tetapi juga dijadikan tempat bisnis bagi sebagian pihak. Selain itu, kapasitas BIL yang lebih besar untuk menampung jumlah penumpang yang lebih
70
banyak serta landasan pacu yang lebih luas untuk menampung lebih banyak jenis pesawat, membuat pemerintah Provinsi NTB optimis terbukanya pintu investasi bagi Provinsi NTB dan berkembangnya sektor angkutan udara. Dalam program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), Provinsi NTB merupakan salah satu bagian koridor ekonomi. Provinsi NTB masuk kedalam koridor ekonomi Bali-Nusa Tenggara yang difokuskan sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional. Keberadaan BIL ini merupakan salah satu penunjang keberhasilan program-program terobosan lain terutama di bidang ekonomi. Dalam program terobosan bidang ekonomi, salah satu program unggulannya adalah “Visit Lombok-Sumbawa 2012” dengan target kunjungan wisatawan sejumlah satu juta orang. Program ini merupakan langkah strategis untuk meletakkan pijakan guna mengelola segenap potensi dan daya tarik wisata Provinsi NTB agar menjadi daerah tujuan wisata utama nasional maupun internasional. Dipilihnya 2012 sebagai tahun kunjungan didasarkan atas sejumlah asumsi seperti telah beroperasinya BIL. Salah satu sektor yang paling terkait dengan bandara adalah transportasi udara. Pemerintah Provinsi NTB bekerja sama dengan PT. Garuda Indonesia untuk memasarkan potensi NTB ke seluruh Indonesia dan kawasan Timur Tengah. (RPJMD Provinsi NTB, 2009). Provinsi NTB memiliki daya tarik sebagai tujuan wisata, hal tersebut karena karakteristik budaya yang multietnik dengan tiga suku utamanya Sasak di Pulau Lombok, Samawa di bagian tengah hingga barat Pulau Sumbawa dan Mbojo di bagian tengah hingga timur Pulau Sumbawa, serta diperkuat dengan
71
budaya etnik Bali, Jawa, Melayu, Bugis, Timor, Banjar, Cina, dan Arab menjadikan NTB ibarat miniatur Indonesia dan mozaik budaya nusantara. Berbagai tempat wisata yang masih alami dan tradisional dengan panorama alam dari puncak pegunungan, lembah, dan ngarai serta hamparan lahan pertanian yang mempesona, hingga bentangan pantai laut dan gugusan terumbu karang terdapat di Provinsi NTB. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 1989 tentang Pembangunan Kawasan Pariwisata di Daerah NTB, terdapat lima belas kawasan pengembangan pariwisata. Sembilan kawasan tersebar di Pulau Lombok, enam kawasan lainnya terdapat di Pulau Sumbawa. Lima belas kawasan tersebut adalah: 1. Kawasan Pariwisata Suranadi dan sekitarnya (96 Ha). 2. Kawasan Pariwisata sire, Gili Air, Senggigi, dan sekitarnya (1.800 Ha). 3. Kawasan Gili Gede dan sekitarnya (2.590 Ha). 4. Kawasan Pariwisata Kuta, Seger, A’an dan sekitarnya (2.590 Ha). 5. Kawasan Pariwisata Selong Belanak dan sekitarnya (480 Ha). 6. Kawasan Pariwisata Rinjani dan sekitarnya (17.000 Ha). 7. Kawasan Pariwisata Gili Indah dan sekitarnya (650 Ha). 8. Kawasan Pariwisata Gili Sulat dan sekitarnya (1.317 Ha). 9. Kawasan Pariwisata Dusun Sade dan sekitarnya (315 Ha). 10. Kawasan Pariwisata Pulau Moyo dan sekitarnya (1.528 Ha). 11. Kawasan Pariwisata Pantai Maluk dan sekitarnya (376 Ha). 12. Kawasan Pariwisata Pantai Hu’u dan sekitarnya (2.756 Ha). 13. Kawasan Pariwisata Sape dan sekitarnya (203 Ha).
72
14. Kawasan Pariwisata Teluk Bima dan sekitarnya (203 Ha). 15. Kawasan Pariwisata Tambora dan sekitarnya (2.526 Ha). Salah satu tempat wisata yang juga berada di daerah Lombok Tengah atau tidak jauh dari BIL adalah Pantai Kuta Lombok. Pantai ini memang belum seramai dengan pantai-pantai yang ada di Bali. Akan tetapi keindahannya tidak kalah dengan pantai-pantai di Bali. Kebanyakan pantai-pantai yang ada di Pulau Lombok berpasir putih. Pantai Kuta sendiri saat ini masih terus dikembangkan sebagai salah satu tujuan wisata utama di Lombok Tengah. Keberadaan BIL sekaligus sebagai promosi tempat-tempat wisata di Pulau Lombok. Tempat wisata lain yang tidak kalah adalah Pantai Senggigi, pantai yang letaknya memang agak jauh dari BIL tetap menjadi pilihan para wisatawan asing maupun domestik. Melalui Pantai Senggigi ini, wisatawan bisa menyebrang ke Gili Trawangan dan Gili Air dengan kapal motor. Gili Trawangan dan Gili Air terkenal dengan pantai pasir putih yang sangat jernih. Selain itu, didekat kaki Gunung Rinjani juga terdapat wisata mata air Narmada. Mata air Narmada ini diproduksi menjadi air mineral kemasan yang tahun ini telah diekspor ke Melbourne, Australia. Berbagai potensi yang dimiliki oleh Provinsi NTB diharapkan semakin terjangkau oleh masyarakat terutama setelah beroperasinya BIL. BIL membuat akses menuju Provinsi NTB terutama Pulau Lombok menjadi mudah. Penerbangan langsung dari berbagai daerah telah dibuka seiring dengan semakin besarnya kapasitas daya tampung baik penumpang maupun pesawat di BIL. Susilo Bambang Yodhoyono dalam Suara Merdeka (2011) mengatakan bahwa ada tiga alasan pembangunan BIL menggantikan Bandara Selaparang
73
dinilai tepat. Pertama, secara nasional jasa atau bisnis angkutan udara meningkat. Kedua, pariwisata di Provinsi NTB akan terdorong seiring pembangunan BIL karena maningkatkan kelancaran arus masuk dan keluar penumpang. Ketiga, BIL mendorong konektivitas di seluruh Indonesia sekaligus menggarisbawahi keperluan untuk memastikan pembebasan tanah tidak merugikan warga. Jumlah penumpang yang datang melalui penerbangan domestik pada bulan Desember 2011 sebanyak 87.144 orang, naik 30,68 persen dari bulan Nopember 2011. Sedangkan melalui penerbangan internasional sebesar 1.784, turun 17,86 persen dari bulan Nopember 2011. Akan tetapi di bulan Januari, jumlah penerbangan internasional kembali meningkat 1,78 persen dari bulan Desember yaitu sebesar 1.484 orang. Banyaknya penumpang yang datang ke Provinsi NTB melalui BIL terutama untuk mengunjungi tempat wisata, akan berdampak pada pertumbuhan sektor ekonomi pariwisata. Pertumbuhan sektor tersebut tentunya akan berdampak pada perekonomian Provinsi NTB karena bisa menambah penerimaan pemerintah dari devisa dan retribusi pengelolaan tempat wisata. Perkembangan sektor pariwisata juga bisa menambah lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar tempat pariwisata. Oleh karena itu, seperti yang dijelaskan pada teori pendapatan nasional dan pengeluaran agregrat bahwa jika terjadi kenaikan variabel investasi ceteris paribus maka akan meningkatkan pendapatan nasional riil. Dengan kata lain, adanya investasi pembangunan BIL nantinya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
74