V. EKONOMI GULA
5.1.
Ekonomi Gula Dunia
5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. Upaya memenuhi kebutuhan masyarakat yaitu melalui peningkatan produksi gula dunia. Tahun 2006 hingga 2008, produksi gula dunia mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 10. Periode 2008-2009, produksi gula dunia menurun disebabkan penurunan produksi di negara produsen utama gula dunia yaitu Brazil. Penurunan produksi ini disebabkan adanya oleh perubahan iklim. Tingkat produksi gula dunia tahun 2006 hingga 2008 lebih besar dari konsumsi gula dunia sehingga pada tahun tersebut mengalami surplus. Sedangkan tahun 2008-2009 produksi tidak mencukupi konsumsi gula dunia. Hal ini menyebabkan defisit gula dunia. Implikasinya, harga gula dunia meningkat selain dari adanya peningkatan harga minyak dunia.
Tabel 10. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia (Ribu Ton) Tahun Produksi Konsumsi 2006-2007 166 079 156 942 2007-2008 168 611 162 241 2008-2009 161 527 165 801 Sumber : International Sugar Organization, 2009
Defisit/Surplus 9 137 6 370 -4 274
5.1.2. Harga Gula Pasir Dunia Harga gula pasir internasional berfluktuatif sepanjang waktu (Gambar 6). Kurun waktu Januari 2009 hingga Februari 2010, harga gula pasir cenderung
49
meningkat. Hal ini dikarenakan harga minyak mentah yang cenderung meningkat sehingga mempengaruhi pada biaya produksi. Pada bulan Maret 2010 hingga Juni 2010 harga gula internasional mencapai harga terendah yaitu Rp 7 092/Kg. Juli 2010 hingga Februari 2011 harga gula internasional mengalami peningkatan yang cukup signifikan hingga mencapai harga tertinggi yaitu Rp 11 304/Kg. Hal ini dikarenakan sebagian negara-negara produsen mengalami kegagalan panen sehingga mempengaruhi pada hasil produksi tebu. Berfluktuasinya harga gula internasional mempengaruhi harga gula pasir di dalam negeri. Namun, apakah perubahan harga di dalam negeri dapat ditransmisikan dengan harga di produsen di dalam negeri. Seberapa cepat perubahan harga terjadi dapat ditransmisikan ke tingkat produsen tergantung dari waktu, transportasi, dan lainnya.
Gambar 6. Harga Gula Pasir Dunia (Rp/Kg) Sumber: Harian LIFFE (diolah) 5.1.3. Negara Eksportir dan Importir Gula Brazil merupakan negara produsen gula utama di dalam memenuhi kebutuhan gula dunia (Tabel 11). Di kawasan Asia yang menjadi negara produsen gula terbesar adalah Thailand. Sedangkan negara pengimpor terbesar yaitu USA 50
(United States of America). Di kawasan Asia yang menjadi importir terbesar yaitu India. Sedangkan Indonesia berada pada urutan kesepuluh importir gula dunia. Adanya perubahan iklim yang terjadi menimbulkan perubahan posisi negara-negara produsen utama gula dunia. Contohnya, India tahun 2007 merupakan salah satu negara produsen gula, namun adanya perubahan iklim yang menyebabkan kegagalan panen di tahun 2010 merubah posisi India menjadi salah satu negara pengimpor gula. Tahun 2014 pemerintah menargetkan swasembada gula Indonesia. Hal ini diharapkan Indonesia dapat memenuhi kebutuhan gula domestik. Namun, target pemerintah perlu dikaji kembali. Hal ini dikarenakan tahun 2010 Indonesia menjadi negara importir kesepuluh terbesar di dunia. Dalam kurun waktu empat tahun tersebut, pemerintah harus meningkatkan upaya pencapaian target tersebut. Jika tidak, maka target tercapainya swasembada gula Indonesia hanya sebagai wacana dan harapan yang tidak dapat direalisasikan.
Tabel 11. Rangking Negara Pengekspor dan Pengimpor Gula Dunia Rangking
Negara Eksportir
1 2 3 4 5 6
Brazil
Thailand Perancis Jerman Kuba USA (United States of America) 7 Meksiko 8 Belanda 9 Belgia 10 Guatemala Sumber : UN Comtrade, 2010
Importir USA (United States of America) United Kingdom Jerman Italia India Korea Perancis Belgia Jepang Indonesia
51
5.1.4. Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan Ekspor gula tebu berdasarkan negara tujuan terjadi pada beberapa negara di dunia. Realisasi ekspor terbesar tahun 2007 dengan negara tujuan yaitu Kanada. Sedangkan Tahun 2008 dan 2009 realisasi ekspor gula terbesar yaitu Malaysia dengan jumlah 811 854 kg dan 273 230 kg. Sedangkan tahun 2010 realisasi ekspor gula tebu terbesar yaitu Jepang yang berjumlah 121 689 kg. Negara yang setiap tahunnya melakukan realisasi ekspor gula tebu berdasarkan negara tujuan setiap tahunnya dalam periode tahun 2007 hingga tahun 2010 yaitu Amerika Serikat, Jepang, dan Kanada. Trend realisasi ekspor gula tebu yang cenderung meningkat setiap tahunnya yaitu Amerika Serikat. Berbeda halnya dengan Jepang dan Kanada yang melakukan kegiatan ekspor setiap tahun namun jumlahnya cenderung berfluktuasi. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Realisasi Ekspor Gula Tebu Berdasarkan Negara Tujuan (Kg) Negara Tujuan 2007 2008 2009 2010 Amerika Serikat 1 536 23 448 Australia 2 520 4 680 Belanda 16 024 Finlandia Hongkong 14 360 10 722 Jepang 6 153 72 692 Jerman Barat 7 200 Kaledonia Baru Kanada 147 000 196 978 Korea Selatan 776 Malaysia 811 854 Perserikatan Emirat Arab Pilipina 75 Saudi Arabia Selandia Baru Singapura 1 001 69 811 Spanyol 350 Sumber ; BPS (diolah Pusdatin Perdagangan), 2011
46 183 777 1 247 142 808 138 195 920 381 273 230 529 5 105 -
80 406 2 318 1 080 121 689 168 98 540 482 75 464 174 -
52
5.1.5. Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal Realisasi impor gula tebu berdasarkan negara asal dengan jumlah terbesar tahun 2007, 2008, dan 2009 yaitu Thailand. Sedangkan tahun 2010, realisasi impor gula tebu Brazil tahun 2010 berada pada nilai terbesar yaitu 628 301 485kg. Hal ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya dimana peningkatan tahun 2010 sangat drastis terjadi pada Brazil. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Realisasi Impor Gula Tebu Berdasarkan Negara Asal (Kg) Negara Asal 2007 2008 2009 Amerika Serikat 34 990 127 Argentina 26 200 420 Australia 707 587 280 180 000 682 Belgia 11 Brasilia 152 906 000 259 661 043 El Salvador 14 137 549 Guatemala 87 604 415 44 000 000 Hongkong 2 113 India 40 054 000 27 164 414 Korea Selatan 16 000 000 Malaysia 103 Peru 20 000 000 Pilipina 36 000 010 19 000 000 Rep.Afrika Selatan 77 173 000 93 450 000 Rep.Rakyat Cina 304 Singapura 3 42 401 090 7 000 952 Swaziland 25 000 000 Taiwan 1 Thailand 718 634 420 310 634 625 518 730 040 Sumber ; BPS (diolah Pusdatin Perdagangan), 2011
2010 161 100 000 628 301 485 46 600 000 22 000 000 311 233 440
Berbeda halnya dengan singapura tahun 2007 yang menunjukkan angka tertinggi, namun di tahun 2008 negara tersebut tidak melakukan realisasi impor berdasarkan negara tujuan asal. Meskipun demikian, tahun 2009 dan 2010 negara ini melakukan kegiatan tersebut kembali meskipun tidak sebanyak taahun 2007. Begitupun dengan negara lainnya yang melakukan realisasi impor berdasarkan negara tujuan memiliki nilai yang cukup berubah setiap tahunnya. 53
Namun, perubahan tersebut terlihat perbedaan yang cukup signifikan pada kurun waktu 2007 hingga 2010. Negara tersebut antara lain Guatemala, Filipina, dan Singapura.
5.2.
Ekonomi Gula Indonesia
5.2.1. Luas Areal Perkebunan Tebu di Indonesia Areal perkebunan Tebu di Indonesia tersebar di beberapa provinsi di Indonesia (Tabel 14). Luas areal perkebunan tebu terbesar baik perkebunan rakyat, negara, dan swasta berdasarkan provinsi yaitu Provinsi Jawa Timur pada Tahun 2010*) yaitu 199 884 Ha. Selain itu, Provinsi Jawa Timur memiliki luas areal terbesar setiap tahunnya pada kurun waktu 2006-2010*). Namun, tingkat pertumbuhan luas areal perkebunan tebu tahun 2009-2010 terbesar bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia yaitu Provinsi Gorontalo yaitu sebesar 29.44%. Tabel 14. Luas Areal Perkebunan Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Ha) No.
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Provinsi
Sumatera Utara Sumatera Selatan Lampung Jawa Barat Jawa Tengah DI. Yogyakarta Jawa Timur Gorontalo Sulawesi Selatan Indonesia
Tahun 2006
2007
2008
2009
2010*)
12 840 12 479 105 915 21 956 50 958 6 336 171 396 8 223 9 398 399 501
13 416 12 499 103 459 23 661 51 425 6 430 206 234 10 022 10 894 438 040
12 366 12 502 116 360 23 255 52 060 3 528 198 599 5 075 12 760 436 505
9 667 18 137 114 255 23 090 55 890 3 782 198 944 6 560 11 115 441 440
10 150 15 936 123 932 22 108 52 035 3 603 199 884 8 491 12 606 448 745
Pertumbuhan 2010 – 2009 (%) 5.00 -12.14 8.47 -4.25 -6.90 -4.73 0.47 29.44 13.41 1.65
Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara
54
Luas Areal perkebunan tebu di Indonesia selama kurun waktu 2006 hingga 2010*) menunjukkan trend yang meningkat meskipun tahun 2008 terjadi penurunan luas areal sebesar 1 535 Ha. Provinsi Lampung berada pada urutan kedua berdasarkan luas areal perkebunan tebu di Indonesia. Luas areal tahun 2006 hingga 2010*) cenderung berfluktuatif namun memiliki tren yang meningkat. Hal ini dapat dilihat dari tingkat pertumbuhan yang positif sebesar 8.47 %.
5.2.2. Produksi Tebu di Indonesia Upaya untuk merelisasikan Swasembada Gula Tahun 2014 yaitu melalui peningkatan produksi gula nasional. Produksi gula nasional meningkat didukung oleh adanya peningkatan produksi tebu Indonesia. Tahun 2006 hingga 2010*) menunjukkan adanya peningkatan produksi tebu nasional. Meskipun produksi tebu nasional tahun 2009 mengalami penurunan namun tahun 2010*) produksi tebu nasional mengalami produksi tertinggi selama kurun waktu 2006 hingga 2010. Produksi tebu terbesar di Indonesia Tahun 2010*) yaitu Provinsi Jawa Timur dan diikuti oleh Provinsi Lampung (Tabel 15). Tabel 15. Produksi Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Ton) Tahun No
Provinsi 2006
2007
2008
2009
2010*)
40 585 58 861 810 681 111 781 266 891 15 648 1 302 724 25 736 35 521 2 668 428
37 874 88 391 903 320 88 560 221 938 17 538 101 538 35 358 22 857 2 517 374
36 742 88 621 1 017 561 98 942 257 287 16 573 1 109 855 41 140 27 506 2 694 227
Pertumbuhan/ 2010 2009 (%)
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Sumatera Utara 50 620 48 689 Sumatera Selatan 58 978 56 318 Lampung 693 550 714 641 Jawa Barat 113 388 127 297 Jawa Tengah 260 796 249 526 DI. Yogyakarta 13 423 15 785 Jawa Timur 1 067 301 1 340 919 Gorontalo 30 751 51 462 Sulawesi Selatan 18 242 19 149 Indonesia 2 307 049 2 623 786 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara
-2.99 0.26 12.65 11.72 15.93 -5.50 0.76 16.35 20.34 7.03
55
5.2.3.
Produktivitas Tebu di Indonesia Tingkat produktivitas tebu Tahun 2006 hingga 2010*) menunjukkan trend
yang meningkat meskipun Tahun 2009 mengalami penurunan (Tabel 16). Tahun 2010 tingkat produktivitas tebu mencapai angka tertinggi selama kurun waktu lima tahun (2006-2010*)). Hal ini sejalan dengan program revitalisasi industri gula yang dilakukan pemerintah sejak Tahun 2004. Luas areal dan produksi tebu terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Jawa Timur. Namun, tingkat produktivitas terbesar di Indonesia yaitu Provinsi Lampung sedangkan Provinsi Jawa Timur berada pada peringkat kedua. Tabel 16. Produktivitas Tebu di Indonesia Tahun 2006-2010*) (Kg/Ha) Tahun No
Provinsi 2006
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2007
2008
Sumatera Utara 3 942.37 3 638.67 3 281.98 Sumatera Selatan 4 726.18 4 539.94 4 708.13 Lampung 6 548.18 6 934.29 6 967.01 Jawa Barat 5 164.33 5 394.86 4 806.75 Jawa Tengah 5 117.86 5 367.77 5 126.60 DI. Yogyakarta 4089.88 4 130.04 4 435.37 Jawa Timur 6 227.11 6 568.82 6 559.57 Gorontalo 3 739.69 5 134.90 5 071.13 Sulawesi Selatan 1 941.05 1 757.76 2 783.78 Indonesia 5 961.00 6 133.00 6 113.17 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2010 Keterangan : *) Angka Sementara
2009
2010*)
3 918.00 5 634.00 7 906.00 3 875.00 4 132.00 4 637.00 5 944.00 5 390.00 2 056.00 5 952.00
3 620.00 5 561.00 8 211.00 4 519.00 531.00 4 600.00 5 951.00 4 845.00 2 182.00 6 204.00
Pertumbuhan/ 20102009 (%) -7.61 -1.30 3.86 16.62 -87.15 -0.80 0.12 -10.11 6.13 4.23
5.2.4. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula di Indonesia Produksi gula Indonesia dari tahun 2005 hingga tahun 2010 mengalami tren yang meningkat. Namun hanya tahun 2009 mengalami penurunan produksi nasional. Produksi gula si Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan luar jawa. Hal ini dikarenakan luas areal dan produksi tebu di Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan Luar Jawa. Jumlah penduduk di Jawa yang lebih besar dari
56
Luar Jawa menyebabkan tingkat konsumsi gula di Jawa lebih besar bila dibandingkan dengan Luar Jawa. Secara nasional, produksi gula Indonesia lebih kecil dari konsumsi nasional. Hal ini menyebabkan kebutuhan gula yang lebih besar (Tabel 17). Pemerintah perlu memenuhi kebutuhan konsumsi gula nasional salah satunya dengan impor gula.
Tabel 17. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia Tahun 2005-2010 (Ton) Produksi
Tahun
Jawa
Konsumsi
Luar Jawa
Jawa
Luar Jawa
Total Produksi
Konsumsi
2005 2006
1 387 049 1 454 909
854 693 852 119
1 533 517 1 549 020
1 095 739 1 115 590
2 241 742 2 307 027
2 629 256 2 664 610
2007
1 582 692
865 451
1 564 818
1 134 041
2 448 143
2 698 859
2008
1 628 036
952 520
1 580 704
1 152 646
2 580 088
2 733 349
2009
1 411 983
887 520
1 596 328
1 171 265
2 299 504
2 767 592
2010
1 378 303
911 814
1 612 292
1 189 436
2 290 117
2 801 729
Sumber : Dewan Gula Indonesia, (2011)
Peningkatan jumlah penduduk Indonesia mendorong pada peningkatan konsumsi gula nasional. Proyeksi konsumsi gula tahun 2011 hingga 2014 menunjukkan tren yang meningkat (Gambar 7). Oleh karena itu, produksi nasional harus ditingkatkan dalam rangka pemenuhan gula nasional. Selain itu, Tahun 2014 yang ditargetkan dapat melakukan swasembada gula menjadi tantangan bagi pemerintah dan pelaku industri gula untuk mampu memenuhi konsumsi gula dalam negeri.
57
Gambar 7. Proyeksi Konsumsi Gula Nasional (Kg/Kap/Tahun) Sumber . Badan Ketahanan Pangan, 2011 5.2.5. Harga Gula Pasir (Gula Kristal Putih) Nasional Gula pasir (Gula Kristal Putih) merupakan gula yang paling banyak dipasaran dan digunakan sebagai konsumsi langsung. Perkembangan harga gula pasir nasional kurun waktu 2009 hingga 2010 di tingkat konsumen menunjukkan tingkat fluktuasi yang cukup signifikan (Gambar 8). Secara umum, harga gula pasir nasional di Jawa lebih rendah dibandingkan dengan Luar Jawa. Hal ini dikarenakan adanya biaya transportasi dalam proses distribusi gula hingga ke tangan konsumen. Selain itu, adanya perbedaan biaya usahatani, biaya tebang dan bongkar muat, biaya tenaga kerja di Luar Jawa yang cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan Jawa menyebabkan total biaya di Luar Jawa lebih besar dibandingkan di Jawa. Hal ini akan memepengaruhi harga gula pasir di tingkat konsumen. Harga gula pasir tertinggi di Luar Jawa pada kurun waktu Januari 2009 hingga Mei 2011 yaitu pada bulan Januari 2010 sebesar Rp 11 446,-/Kg. Sedangkan harga tertinggi di Jawa yaitu pada bulan Februari 2010 sebesar Rp 10 862,-/Kg. Harga terendah di Luar Jawa dan Jawa yaitu pada bulan Januari 58
2009 sebesar Rp 6 734,-/Kg dan Rp 6 309,-/Kg. Secara nasional, harga gula pasir nasional memiliki trend yang meningkat pada tahun 2009 ke 2010, namun akhir Tahun 2010 hingga Mei 2011 cenderung memiliki trend yang menurun.
Gambar 8. Perkembangan Harga Gula Pasir Nasional Januari 2009- Mei 2011 Sumber : Kementerian Perdagangan, 2011
5.3.
Ekonomi Gula Provinsi Lampung Tebu merupakan salah satu komoditas perkebunan unggulan di Provinsi
Lampung (Dinas Perkebunan Prov Lampung, 2010). Kontribusi produksi tebu Provinsi Lampung terhadap produksi nasional tahun 2010 yaitu 37.8 % (Ditjenbun, 2010). Pengembangan tebu lahan kering di Provinsi Lampung diupayakan untuk mempercepat proses pencapaian kuantitas, kualitas, dan kontinyuitas produksi gula menuju kemandirian gula nasional. Tebu yang diolah menjadi gula kemudian diperdagangkan hingga ke tangan konsumen. Realisasi perdagangan gula antar pulau dari Provinsi Lampung masing-masing pabrik gula di Lampung Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 18.
59
Pabrik gula yang tersebar di Provinsi Lampung dikelola oleh pemerintah dan swasta. Pabrik gula yang dikelola pemerintah yaitu PTPN VII UU Bungamayang, sedangkan pabrik gula lainnya dikelola swasta. Perusahaan swasta terbesar yang melakukan realisasi perdagangan gula antar pulau terbesar di Provinsi Lampung yaitu Gunung Madu Plantations.
Tabel 18. Realisasi Perdagangan Gula Antar Pulau dari Provinsi Lampung Tahun 2010 No Pabrik Gula Jumlah (Ton) 1 Gunung Madu Plantations 20 534 2 Pemuka Sakti Manis Indah 300 3 PTPN VII UU Bungamayang 600 4 Gula Putih Mataram 4 204 5 Indo Lampung Perkasa 57 800 6 Sweet Indo Lampung 45 880 Jumlah (Ton) 129 318 Sumber : Dinas Koperindag, Provinsi Lampung. 2010
Sejumlah industri di Indonesia terutama yang statusnya BUMN berkinerja rendah dan tidak efisien (Deptan dan LPPM IPB, 2002). Berbagai faktor mempengaruhi inefisiensi ini yang erat kaitannya dengan kebijakan politik dan ekonomi makro maupun kebijakan usahatani mikro dan manajemen pabrik yang belum optimal. Namun, masih ada beberapa pabrik gula BUMN dan swasta yang menunjukkan kinerja dan efisiensi tinggi dan mampu menghadapi persaingan harga dengan gula impor. Hal ini sejalan dengan realisasi kegiatan akselerasi peningkatan produksi gula di Provinsi Lampung melalui perluasan areal tebu setiap tahun (Disbun Prov. Lampung, 2011). Hal ini ditunjukkan pada Tabel 19.
60
Tabel 19. Realisasi Kegiatan Akselerasi Peningkatan Produksi Gula di Provinsi Lampung TA. 2008-2011 melalui Perluasan Areal Tebu Tahun Perluasan Areal Tebu (Ha) No 1 2008 875 2 2009 400 3 2010 118 4 2011 388 Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi lampung, 2011 PTPN VII Unit Usaha Bungamayang (UU BUMA) sebagai satu satunya pabrik gula yang dikelola oleh pemerintah di Provinsi Lampung mengalami penurunan luas lahan yang cukup signifikan. Hal ini dikarenakan banyak petani yang beralih menjadi petani singkong sebagai akibat dari mahalnya biaya budidaya tebu dan fluktuasi harga. Hal ini berpengaruh pada produksi tebu, gula, dan hasil olah gula lainnya berupa tetes (molases). Adapun perkembangan pergulaan di PTPN VII UU BUMA dapat dilihat pada Tabel 20.
Tabel 20. Perkembangan Pergulaan PTPN VII UU Bungamayang Keterangan
Luas (Ha) Tebu (Ton) Rendemen (%) Hablur (Ton) Hasil olah (Ton) 1. Gula Milik PG 2. Tetes Tetes PG Pendapatan 1. Gula Real LM 2009 (Rp/Kg) 2. Gula Real 2008 (Rp/Kg) 3. Tetes Real LM 2009 (Rp/Kg) 4. Tetes Real 2009 (Rp/Kg) Biaya Tanaman : 1. Biaya Pembibitan 2. Biaya Tebu Giling 3. Biaya Tebang Angkut Biaya Pengolahan : 1. Biaya Pimpinan & TU 2. Biaya Pabrik 3. Biaya Pengolahan H. Pokok Pengolahan/Ton Gula H. Pokok Pengolahan/Ton Tetes
2008 Real 2007 20 320 1 356 226 7.25 98 295
Tahun 2009 Real 2008 18 956 1 330 688 7.35 97 750
2010 Real 2009 14 243 950 378 7.78 73 908
98 590 66 712 69 988 63 286
98 000 65 370 75 905 63 065
74 103 49 834 51 623 40 032
5 311 4 890 1 044 353
6 694.82 4 768 1 321.47 672
8 667 8 694 1 412 1 321
6 655 612 136 683 988 22 583 435
7 706 787 124 502 244 27 712 908
8 951 915 127 737 052 35 216 495
10 480 441 46 754 328 20 637 667 1 103.65 79.67
12 254 732 56 289 128 30 335 934 1 331.12 187.71
42 492 836 20 246 758 1 086.57 214.47
Sumber : PTPN VII UU Bungamayang, 2011
61
PTPN VII UU BUMA merupakan perusahaan yang mengusahakan komoditi tebu yang terdiri dari Tebu Sendiri (TS), Tebu Rakyat (TR), serta Unit Pengolahan (Pabrik Gula). Petani tebu rakyat merupakan petani yang mendapatkan fasilitas kredit usahatani dari bank dan perusahaan menjadi avalis (penjamin) bagi bank. Penurunan luas lahan terjadi pada kurun waktu 2007 hingga 2010. Jumlah petani terbanyak yaitu tahun 2008 sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan banyaknya petani yang beralih menjadi petani singkong. Perkembangan jumlah petani tebu rakyat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Perkembangan Tebu Rakyat di PTPN VII UU Bungamayang No
Uraian
2007 1 Luas 8 293 2 Jumlah Petani 8 826 3 Jumlah Kelompok Tani 807 4 Produktivitas (Ton/Ha) 57 Sumber : PTPN VII UU Bungamayang, 2011
Tahun 2008 2009 9 523 7 161 10 134 7 648 928 907 68 66
2010 6 685 7 820 844 81.2
62