PEMANFAATAN BITTERN SEBAGAI KOAGULAN PEMBUATAN TAHU (KAJIAN KONSENTRASI BITTERN DAN LAMA PROSES PENGGUMPALAN)
Utilization of Bittern as Coagulant for Tofu (Study of Bittern Concentration and Duration of Coagulation) Rina Tri R.1*, Sri Kumalaningsih2, Arie Febrianto M2 1) Alumni Jurusan TIP 2) Staff pengajar jurusan TIP
Jurusan Teknologi Industri Pertanian – Fakultas Teknologi Pertanian – Universitas Brawijaya Jl. Veteran – Malang 65145 *email :
[email protected]
ABSTRACT The aim of the research to get the addition of concentration bittern and duration of coagulation appropriate to obtain a tofu and In this study using randomized block design with two factor a concentration factor of bittern (0,5%, 0,75% and 1%) and duration of coagulation (10 minutes, 15 minutes, and 20 minutes). Data analysis using friedman test data, to sensory test by hedonic scale method scoring (tests favorites) by assessing each of the attributes owned by the product (taste, flavour, color, and texture) which uses a limited panelist. The best treatment is selected by using the index of effectiveness, having obtained the best treatment analysed proxima, yield of tofu, and hardness test. The result of this research have the best treatment concentration of bittern 1% (v/v) and duration of coagulation10 minute. Value of physical and chemical test results on products tofu were a moisture 72%, protein 14,47 %, fat 8,91 %, the level of ash 1,25 and yield of tofu 24,375%, as well as hardness test 6,4 Newton.cm2 / kg. ABSTRAK Tujuan penelitian ini memperoleh kombinasi faktor konsentrasi bittern dan lama proses penggumpalan yang tepat sehingga didapatkan tahu yang secara organoleptik disukai panelis. Pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan faktor konsentrasi bittern 0,5%, 0,75%, dan 1% serta lama penggumpalan 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. Analisa data menggunakan uji friedman, untuk data organoleptik dengan metode hedonic scale scoring (uji kesukaan) dengan menilai masing-masing atribut yang dimiliki oleh produk (rasa, aroma, warna, dan tekstur) yang menggunakan panelis terbatas. Perlakuan terbaik dipilih dengan menggunakan indeks efektivitas, setelah didapatkan perlakuan terbaik dianalisa proximat, rendemen, dan uji fisik dengan menggunakan tensile strength. Hasil perlakuan terbaik diperoleh dari perlakuan dengan konsentrasi bittern 1% (v/v) dan lama penggumpalan 10 menit. Nilai hasil uji fisik dan kimia yaitu kadar air 72%, protein 14,47%, lemak 8,91%, kadar abu 1,25 dan rendemen tahu sebesar 24,375%, serta uji kekerasan 6,4 Newton.cm2/kg. Kata kunci: friedman, organoleptik, uji kekerasan
PENDAHULUAN
sebagai larutan sisa pembuatan garam melalui proses kristalisasi dan peningkatan konsentrasi air laut yang mengandung mineral brom, magnesium, natrium, kalium dan kalsium. Unsur mineral inilah yang berfungsi sebagai penggumpal. Basjori (2012) menyatakan, bittern yang dimanfaatkan sebagai penggumpal pada pembuatan tahu, memiliki kelebihan rasanya lebih enak dibandingkan tahu dengan koagulan cuka. Selain dapat menghasilkan tahu dengan kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan tahu yang selama ini ada di pasaran.
Tahu termasuk produk olahan kedelai non fermentasi yang popular di Indonesia dan paling banyak diproduksi. Sebanyak 40% konsumsi kedelai Indonesia diolah menjadi tahu (Anonymous, 2005). Tahu yang berasal dari protein kedelai yang digumpalkan melalui penambahan suatu bahan penggumpal (Liu, 2007). Pada umumnya produsen menggunakan bahan kimia sebagai penggumpalnya maka perlu dicari alternatif bahan penggumpal alami yang salah satunya adalah bittern. Air bittern didefinisikan oleh Lewis (2001) 1
menit, dan 20 menit. Sehingga diperoleh 9 kombinasi perlakuan sebagai berikut :
Tahap koagulasi protein (pengendapan protein) merupakan salah satu tahapan penting dalam pembuatan produk pangan berbasis curd. Menurut Poysa dan Woodrow (2004) penggunaan koagulan yang berbeda dengan konsentrasi tertentu akan menghasilkan tahu dengan sifat tekstur dan flavor yang berbeda serta memberikan variasi pembentukan curd, baik dalam hal kekerasan maupun komponen proteinnya. Begitupun lama penggumpalan berpengaruh pada kualitas tahu. Menurut Liu (2007), waktu terlalu pendek maka penggumpalan tidak sempurna. Apabila terlalu lama suhu sistem akan menurun sehingga tahap pencetakan akan sulit. Oleh karena itu, untuk memperoleh produk dengan karakteristik organoleptik yang seragam diperlukan pengetahuan mengenai profil koagulan serta sifat-sifat organoleptik yang dihasilkan khususnya tekstur. Penambahan koagulan dengan jenis dan konsentrasi tertentu ternyata juga berpengaruh terhadap tekstur curd yang akan diperoleh. Sejauh ini belum pernah diungkapkan pengaruh konsentrasi bittern dan lama proses penggumpalan tahu terhadap mutu tahu dan rendemen yang dihasilkan. Melalui penelitian ini diharapkan didapatkan kombinasi yang tepat dalam pembuatan tahu menggunakan penggumpal bittern dengan mutu yang baik dan rendemen maksimal.
C L 0.5 % (C1) 0.75% (C2) 1% (C3)
10 menit (L1)
15 menit (L2)
20 menit (L3)
C1L1
C1L2
C1L3
C2L1
C2L2
C2L3
C3L1
C3L2
C3L3
Pelaksanaan Penelitian Pembuatan Tahu 1. Penelitian dimulai dengan memilih kedelai yang berkualitas baik 200 gram, lalu di bersihkan kotorannya. 2. Setelah itu kedelai direndam dalam air bersih selama 4 jam. 3. Kedelai yang sudah direndam kulit arinya akan terlepas setelah itu dilakukan penggilingan dengan penambahan air 1,6 liter. 4. Bubur kedelai selanjutnya disaring dan filtratnya dimasak hingga mendidih (±10 menit) suhu 100OC. 5. Selanjutnya dilakukan penggumpalan dengan penambahan bittern dengan konsentrasi 0,5 %, 0,75%, dan 1%. Lama penggumpalannya 10 menit, 15 menit, dan 20 menit. 6. Jika curd terbentuk, curd dikumpulkan dan dimasukkan ke dalam wadah cetakan dengan ukuran 10 cm x 10 cm 7 Tekan cetakan untuk membuang kelebihan air selama 15 menit agar terbentuk padatan tahu.
METODE PENELITIAN Alat dan Bahan Pada penelitian ini menggunakan alat antara lain: baskom, saringan, timbangan analitik, panci, blender, kompor gas, pengaduk, cetakan tahu, pipet, pengaduk, beaker glass, gelas ukur, kain saring, tensile strength, beban, dan oven. Bahan yang digunakan yaitu kedelai didapat dari toko Lancar Jaya Mergan, air dan bittern diperoleh dari PT. Garam (Persero) Sampang Jawa Timur Rancangan Percobaan Rancangan Percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan faktor konsentrasi bittern 0,5%, 0,75%, dan 1% serta lama penggumpalan 10 menit, 15
2
bumbu ini tidak mempengaruhi rasa asli dari tahu. Daftar pertanyaan diajukan menggunakan Hedonic test dengan scoring method yang dinyatakan dalam skor 1-7. Hasilnya skor dinilai dalam bentuk angka yaitu 7 sangat menyukai, 6 (menyukai), 5 (agak menyukai), 4 (netral), 3 (agak tidak menyukai), 2 (tidak menyukai), dan 1 (sangat tidak menyukai). Nilai dari data hasil uji organoleptik seluruh perlakuan di analisa dengan menggunakan uji Friedman. Apabila hasil uji Friedman menunjukkan adanya beda nyata, maka analisa dilanjutkan dengan uji lanjutan Friedman (α = 5%).
Mulai Kedelai 200 gram
Penyortasian
Pembersihan
Kotoran
Perendaman
(4 jam)
Air 1,6 liter
Penggilingan
Penyaringan
Ampas
Sari kedelai
Penentuan Perlakuan Terbaik (de Garmo et al, 1984) Penentuan perlakuan terbaik dapat dilakukan dengan menggunakan metode indeks efektivitas dengan prinsip penentuan parameter pengamatan sesuai prioritas yang ditentukan bobotnya. Pembobotan ini menentukan nilai terjelek (Ntj), nilai terbaik (Ntb), dan nilai perlakuan (Np) sehingga dapat dihitung nilai efektifitasnya dengan persamaan NE= (Np-Ntj)/(Ntb-Ntj).
(800 ml)
Pemasakan o
( ±10 menit, suhu 100 C) bittern 0,5% (v/v) , 0,75% (v/v) dan 1% (v/v)
Penggumpalan (10 menit, 15 menit, dan 20 menit)
Pencetakan
Penekanan
(15 menit)
Tahu
Analisa Kandungan Kimia Uji Proksimat (AOAC 1995) Analisa proksimat adalah metode analisi kimia untuk mengidentifikasi kandungan nutrisi pada suatu bahan. Analisa proksimat dilakukan pada tahu meliputi analisis total protein, kadar air, kadar abu, dan kadar lemak a. Kadar Protein Pengukuran kadar abu total dilakukan dengan metode Kjehdahl. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang 200-500 mg lalu dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Ditambahkan 10 ml asam sulfat pekat padat dan 5 g katalis (campuran K2SO4 dan CuSO4.5H2O 8 : 1) lalu dilakukan destruksi (dalam lemari asam) hingga cairan berwarna hijau jernih. Setelah dingin larutan tersebut diencerkan dengan aquadest hingga 100 mL dalam labu ukur. Larutan tersebut dipipet 10 ml dan dimasukkan ke dalam alat distilasi Kjeldahl lalu ditambah 10 ml NaOH 30% yang telah dibakukan oleh larutan asam oksalat.
Gambar 1. Proses Pembuatan Tahu dengan Penggumpal Bittern Uji Organoleptik (Soekarto, 1985) Uji organoleptik menggunakan metode hedonic scale scoring (uji kesukaan) dengan menilai masing-masing atribut yang dimiliki oleh produk dengan menggunakan 5 panelis. Penelitian ini menggunakan panelis terbatas, panelis yang mengenal dengan baik faktor-faktor dalam penilaian organoleptik dan dapat mengetahui cara pengolahan dan pengaruh bahan baku terhadap hasil akhir. Produk yang dianalisa uji organoleptik dilakukan pada tahu matang dan tahu mentah. Pada tahu mentah dilakukan uji organoleptik meliputi warna dan tekstur sedangkan tahu matang uji organoleptik meliputi rasa, dan aroma. Tahu matang yang dimaksud adalah tahu yang digoreng tanpa menggunakan bumbu agar rasa
3
Distilasi dijalankan selama kira-kira 20 menit dan distilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 mL larutan HCl 0,1N yang telah dibakukan oleh boraks (ujung kondensor harus tercelup ke dalam larutan HCl). Lalu kelebihan HCl dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N dengan indikator campuran bromkresol hijau dan metil merah. Perhitungan kadar protein total dilakukan dengan perhitungan : (Va.Na – Vb.Nb) x 14x100/10 × 100% W b. Kadar Lemak Pengukuran kadar lemak total dilakukan dengan metode Soxhletasi. sejumlah sampel ± 2 g, lalu dimasukkan ke dalam kertas saring yang dialasi kapas. Kertas saring yang berisi sampel disumbat dengan kapas, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80º C, ± 1 jam dan dimasukkan ke dalam alat Sokhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Setelah itu, diekstrak dengan pelarut petroleum eter selama lebih kurang 6 jam. Petroleum eter disulingkan dan ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105ºC. lalu didinginkan dan ditimbang hingga bobot tetap. Perhitungan kadar lemak dilakukan dengan mem-bandingkan berat lemak dan berat sampel dikali 100%. c. Kadar Air Sejumlah sampel (± 5 g) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya. Kemudian cawan dimasukkan ke dalam oven bersuhu 100-105ºC selama 3-5 jam, tergantung bahannya hingga diperoleh berat yang konstan. Perhitungan kadar air dilakukan berdasarkan berat basah dengan menggunakan rumus :
cawan porselin. Selanjutnya sampel dipijarkan di atas nyala pembakar bunsen sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600ºC selama 4-6 jam atau sampai terbentuk abu berwarna putih. Kemudian sampel didinginkan dalam desikator, selanjutnya ditimbang. Perhitungan kadar abu dilakukan dengan rumus:
Perhitungan Rendemen Rendemen (Yuwono dan Susanto, 1998) a. Rendemen dihitung berdasarkan % berat yang dihasilkan terhadap semua bahan yang digunakan b. Perhitungan diperoleh dengan cara : Rendemen= Uji Kekerasan 1. Menghidupkan mesin tensile strength kurang lebih 15 menit untuk pemanasan (sambil setting aksesoris alat sesuai sample yang akan dianalisa). 2. Menghidupkan komputer, masuk program software untuk mesin tensile strength. 3. Setelah komputer dan mesin terjadi hubungan maka layar akan menampilkan program tersebut. 4. Kursor ditempatkan di zero dan di ON kan supaya antara tensile strength dan komputer menunjukkan angka 0,0 pada waktu pengujian. 5. Meletakkan sampel dibawah aksesoris penekanan atau menjepit sampel dengan aksesoris penarik. 6. Kursor diletakkan pada tanda [ ] dan di ON kan sehingga komputer secara otomatis akan mencatat Gaya (N) dan jarak yang ditempuh oleh tekanan atau tarikan terhadap sampel. 7. Menekan tombol [ ] untuk penekanan atau tombol [ ] untuk tarikan yang ada pada alat tensile strength. 8. Setelah pengujian selesai tekan tombol [ ] untuk berhenti dan menyimpan data. 9. Hasil pengukuran berupa grafik dapat dicatat.
Keterangan: a = berat cawan dan sampel awal (g) ;b = berat cawan dan sampel akhir (g) ; c = berat sampel awal (g) d. Kadar Abu Cawan porselin dikeringkan dalam oven bersuhu 110 ºC, kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam
4
10. Setelah selesai matikan komputer dan tensile strength. 11. Bersihkan alat dari sisa sampel yang menempel. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Organoleptik Uji Organoleptik Warna Hasil uji kesukaan pada tahu dapat diketahui bahwa panelis memberikan skor 3 – 3,8 (Tabel 1) yang berarti agak tidak menyukai hingga netral. Gambar 1 Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis terhadap Warna Tahu dengan Penggumpal Bittern pada berbagai Konsentrasi dan Lama Penggumpalan
Tabel 1. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Warna Tahu Mentah dengan Penggumpal Bittern Perlakuan Rerata C% Produk L (menit) skor (v/v) 3,4 A 0,5 % 10 B 0,5 % 15 3,4 C 0,5 % 20 3,4 D 0,75% 10 3,6 E 0,75% 15 3,4 F 0,75 % 20 3,4 G 1% 10 3,8 H 1% 15 3,8 I 1% 20 3
Hasil uji friedman terhadap kesukaan warna tahu menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak berpengaruh terhadap nilai kesukaan panelis terhadap warna tahu. Hal ini dikarenakan bittern yang merupakan cairan hasil samping produksi garam berwarna bening. Jadi jika digunakan sebagai penggumpal tahu tidak akan menimbulkan perubahan warna yang signifikan. Uji Organoleptik Tekstur Rerata kesukaan panelis terhadap tekstur tahu berkisar antara 2,8 – 6 (Tabel 2) yang berarti agak tidak menyukai hingga menyukai. Gambar 2 menunjukkan grafik kecenderungan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur tahu dengan konsentrasi bittern sebagai penggumpal dan lama penggumpalan.
Berdasarkan hasil uji friedman terhadap kesukaan warna tahu menunjukkan bahwa menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak berbeda nyata, itu berarti perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis terhadap warna tahu. Hasil uji friedman tersebut ditunjukkan nilai x2r pada warna tahu lebih kecil dibandingkan dengan Tabel x2, nilai x2r sebesar 3,688 dan nilai pada nilai pada Tabel x2 dengan tingkat kepercayaan 5% sebesar 15,51.
Tabel 2. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Tekstur Tahu Mentah dengan Penggumpal Bittern Perlakuan Pro Rerata Notasi L C% duk (me skor * (v/v) nit) A 0,5 % 10 2,8 efghi B 0,5 % 15 3 efgh C 0,5 % 20 3,2 defg D 0,75% 10 4 cde E 0,75% 15 3,8 cef F 0,75 % 20 6 a
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai rerata skor kesukaan warna terendah pada perlakuan I dengan konsentrasi bittern 1% (v/v) dan lama penggumpalan 20 menit dengan nilai rerata 3 yang berarti agak tidak menyukai.
5
Perlakuan L Rerata C% (me Skor (v/v) nit) G 1% 10 5 H 1% 15 5,8 I 1% 20 4,8 Keterangan: * tidak berbeda nyata Pro duk
dikarenakan bittern yang digunakan sebagai bahan penggumpal termasuk tipe garam, kation metal (yang bermuatan positif) dalam garam (seperti Mg2+ atau Ca2+) bereaksi dengan bermacam protein dalam susu kedelai dan mengendap dengan minyak membentuk curd (Shurtleff and Aoyagi, 2001), sehingga perbedaan bittern dapat mempengaruhi tekstur tahu.
Notasi * abc ab abcd
Pada Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata nilai kesukaan panelis terhadap tekstur tahu terendah pada perlakuan A karena konsentrasi bittern rendah dan lama penggumpalannyapun sebentar yaitu 10 menit sehingga penampakannya halus dengan tekstur yang lembek. Tekstur yang didefinisikan sebagai manifestasi sensori dari struktur pangan dan cara di mana struktur ini bereaksi untuk menerima gaya, indera spesifik termasuk penglihatan dan kinestetik yang dapat dijelaskan melalui alat mekanis, sentuhan, reseptor visual (Szczesniak, 1990 dalam Bourne, 2002). Uji Organoleptik Rasa Rerata kesukaan panelis terhadap rasa tahu berkisar antara 4,8 – 5 (Tabel 3) yang berarti agak menyukai.
Berdasarkan hasil uji friedman terhadap kesukaan tekstur tahu menunjukkan bahwa penambahan bittern sebagai penggumpal tahu berbeda nyata yang berarti penambahan bittern memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis terhadap tekstur tahu. Hasil uji friedman tesebut ditunjukkan dengan nilai x2r pada tekstur tahu lebih besar dibandingkan dengan Tabel x2. nilai x2r sebesar 30,146 dan nilai pada Tabel x2 dengan tingkat kepercayaan 5% sebesar 15,51. Hal ini juga didukung dengan uji lanjut friedman pada α=0,05 dimana hasilnya menunjukkan notasi yang berbeda. Gambar 2 menunjukkan bahwa nilai rerata skor kesukaan tekstur terendah ada pada perlakuan A dengan konsentrasi bittern 0,5% dan lama penggumpalan 10 menit dengan nilai rerata 2,8 yang berarti agak tidak menyukai. Rerata skor tertinggi diperoleh perlakuan F konsentrasi bittern 1% dan lama penggumpalan 20 menit dengan nilai rerata 6 yang berarti menyukai.
Tabel 3. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Rasa Tahu Matang dengan Penggumpal Bittern Perlakuan Prod C% L Rerata skor uk (v/v) (menit) A 0,5 % 10 4,8 B 0,5 % 15 4,8 C 0,5 % 20 4,8 D 0,75% 10 4,8 E 0,75% 15 4,8 F 0,75 % 20 5 G 1% 10 5 H 1% 15 5 I 1% 20 4,8 Berdasarkan hasil uji friedman terhadap kesukaan rasa tahu menunjukkan perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak berbeda nyata artinya perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis terhadap rasa tahu. Hasil uji friedman tersebut ditunjukkan dengan nilai
Gambar 2 Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Tahu Mentah dengan Penggumpal Bittern pada berbagai Konsentrasi dan Lama Penggumpalan Hasil uji friedman, perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan berpengaruh terhadap nilai kesukaan panelis terhadap tekstur tahu. Hal ini
6
x2r pada rasa tahu lebih kecil dibandingkan dengan Tabel x2, nilai x2r sebesar 1,08 dan
nilai pada Tabel x2 kepercayaan 5%
dengan sebesar
Berdasarkan hasil uji friedman terhadap kesukaan aroma tahu menunjukkan bahwa perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak berbeda nyata artinya perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak memberikan pengaruh nyata terhadap nilai kesukaan panelis terhadap aroma tahu. Hasil uji friedman ditunjukkan dengan nilai x2r pada aroma tahu lebih kecil dibandingkan dengan Tabel x2, nilai x2r sebesar 1,333 dan nilai pada Tabel x2 dengan tingkat kepercayaan 5% sebesar 15,51. Gambar 4 menunjukkan bahwa nilai rerata skor kesukaan aroma terendah ada pada perlakuan E konsentrasi 0,75% (v/v) dan lama penggumpalan 15 menit yang berarti netral. Rerata skor tertinggi diperoleh pada perlakuan A (konsentrasi 0,5 % (v/v), lama penggumpalan 10 menit), C (konsentrasi 0,5 % (v/v), lama penggumpalan 20 menit), G (konsentrasi 1 % (v/v), lama penggumpalan 10 menit), dan I (konsentrasi 1 % (v/v), lama penggumpalan 20 menit) dengan rerata skor 4,2 yang berarti netral.
tingkat 15,51.
Gambar 3. Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Tahu Mentahdengan Penggumpal Bittern pada berbagai Konsentrasi dan Lama Penggumpalan Pada Gambar 3 menunjukkan nilai rerata skor bernilai 4,8 – 5 yang berarti agak menyukai menunjukkan perbedaan konsentrasi bittern dan lama penggumpalan tidak berpengaruh terhadap rasa tahu, karena tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap rasa tahu. Menurut Shurtleff dan Aoyogi (2001), koagulan tipe bittern mampu menghasilkan tahu enak, mengingat aroma dan flavor manisnya yang sangat halus. Uji Organoleptik Aroma Rerata kesukaan panelis terhadap aroma 3,8 – 4,2 (Tabel 4) yang berarti agak tidak menyukai hingga netral.
Gambar 4 Grafik Rerata Nilai Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Tahu Mentah dengan Penggumpal Bittern pada berbagai Konsentrasi dan Lama Penggumpalan Bittern memiliki aroma netral, jika bahan ini digunakan sebagai penggumpal tahu tidak akan memberikan pengaruh aroma khas bahan penggumpal yang signifikan. Aroma tahu ini berasal dari sari kedelai, tidak berbeda dengan aroma tahu pada umumnya. Menurut Obatolu (2007), semakin lama perendaman kedelai pada proses produksi tahu maka kadar protein semakin menurun sedangkan kadar air semakin meningkat. Semakin menurunnya kadar protein akan mengakibatkan
Tabel 4. Rerata Skor Kesukaan Panelis Terhadap Aroma Tahu Matang dengan Penggumpal Bittern Pro Perlakuan Rerata C (v/v) L (menit) duk skor A 0,5 % 10 4,2 B 0,5 % 15 4 C 0,5 % 20 4,2 D 0,75% 10 4 E 0,75% 15 3,8 F 0,75 % 20 4 G 1% 10 4,2 H 1% 15 4 I 1% 20 4,2
7
munculnya bau langu yang mempengaruhi aroma tahu. Menurut Suhaidi (2003), merendam kedelai selama 4 jam menghasilkan aroma yang tidak langu. Pemilihan Perlakuan Terbaik Perlakuan terbaik tahu dengan penggumpal bittern dipilih dengan membandingkan nilai produk setiap perlakuan. Perlakuan dengan nilai produk tertinggi merupakan perlakuan terbaik. Nilai perlakuan didasarkan pada parameter organoleptik.
Gambar 5 Grafik Rerata Nilai Produk Tahu Mentah dengan berbagai Konsentrasi Bittern dan Lama Penggumpalan
Tabel 5. Tingkat Kepentingan No Para Bo Nilai Nilai Seli meter bot Terbaik Terburuk sih 1 Rasa 0,2 5 4,8 0,2 2 Warna 0,18 3,8 3 0,8 3 Aroma 0,3 4,2 3,8 0,4 4 Tekstur 0,32 6 2,8 3,2
Perbandingan Perlakuan Terbaik Tahu Mentah Penggumpal Bittern dengan Tahu berdasarkan SNI Perbandingan perlakuan terbaik dengan SNI dilakukan berdasarkan karakteristik fisik dan kimia tahu yang meliputi kadar protein, kadar air, kadar abu, dan kadar lemak.
Semakin besar nilai bobot yang didapatkan semakin penting pula tingkat kepentingannya menurut konsumen. Tabel 4.5 menunjukkan hasil warna memiliki bobot sebesar 0,18, aroma memiliki bobot 0,3 , rasa memiliki bobot 0,2, dan tekstur memiliki bobot 0,32. Dilihat dari hasil tersebut, tekstur memiliki tingkat kepentingan paling tinggi. Itu artinya panelis lebih mementingkan tekstur daripada ketiga parameter lainnya. Berdasarkan parameter organoleptik menurut panelis nilai produk tertinggi dikatakan sebagai perlakuan terbaik. Gambar 5 menunjukkan nilai produk (NP) tertinggi tahu diperoleh pada perlakuan G (konsentrasi bittern 1%, lama penggumpalan 10 menit) dengan nilai 0,9. Perlakuan G memiliki nilai rerata kesukaan warna sebesar 3,8 (netral), rerata kesukaan rasa 5 (agak menyukai), rerata kesukaan aroma 4,2 (netral), dan rerata kesukaan tekstur sebesar 5 (agak menyukai). De Garmo et al (1984) menyatakan perlakuan terbaik dipilih berdasarkan perlakuan yang memiliki nilai produk tertinggi dari parameter organoleptik. Hal ini dikarenakan parameter organoleptik yang paling menentukan terhadap tingkat penerimaan konsumen.
Tabel 6. Perbandingan Perlakuan Terbaik Tahu dengan SNI Mutu Tahu 01-3142-1998 Parame Hasil Uji Kimia SNI Tahu ter (%) Tahu Bittern Protein 14,47 Minimal 9 Lemak 8,91 Minimal 0.5 Abu 1,25 Maksimal 1 Putih atau Warna Putih Kuning Tidak Tidak berlendir Penam berlendir dan tidak pakan dan tidak berjamur berjamur Berdasarkan hasil uji kimia tahu dengan perlakuan terbaik (konsentrasi bittern 1% dan lama penggumpalan 10 menit) memiliki kandungan protein sebesar 14,47% dan lemak 8,91%, sedangkan tahu menurut SNI kandungan protein minimal 9% dan lemak minimal 0,5%. Hal ini menunjukkan bahwa tahu dengan penggumpal bittern telah memenuhi SNI. Akan tetapi tahu ini memiliki kadar abu 1,25%, padahal menurut SNI maksimal kadar abu 1%. Menurut Vanessa (2008), kadar abu berfungsi menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut, diduga kandungan mineral dalam bittern tinggi sehingga kadar abu tinggi.
8
Tahu ini juga memiliki kadar air 72%, menurut Blazek (2008) bahwa perbedaan penggunaan jenis dan konsentrasi koagulan, pengadukan yang dilakukan selama koagulasi, dan tekanan terhadap curd akan memberikan variasi tahu mulai dari keras hingga lunak dengan kandungan air berkisar antara 70% hingga 90%. Tahu yang lunak memiliki kadar air yang tinggi, yaitu antara 84% hingga 90% Lunaknya tahu yang dihasilkan juga dapat disebabkan oleh tidak sempurnanya pengendapan protein kedelai yang terjadi yang mengakibat-kan renggangnya jaringan (matriks) yang terbentuk. Tahu dengan kandungan air yang tinggi, secara visual akan memberikan penampakan yang lembut sedangkan tahu dengan kandungan air yang rendah cenderung memiliki penampakan yang kasar (Obatolu,2007). Pada penampakan tahu dengan penggumpal bittern tidak berlendir dan tidak berjamur, jika menurut SNI standar tahu berdasarkan penampakannya tidak berlendir dan tidak berjamur. Desrosier (2001) menyatakan bahwa, air bittern seperti halnya garam dengan konsentrasi yang tinggi akan mengurangi aktifitas biologis enzim, perubahan pH yang menyolok, serta akan menghambat kerja enzim dan mencegah perkembangan mikroorganisme. Menurut SNI warna tahu normalnya putih atau kuning. Tahu dengan penggumpal bittern memiliki warna putih. Hal ini dikarenakan bittern yang bening tidak memberikan pengaruh pada perubahan warna saat proses penggumpalan tahu.
dilakukan uji kekerasan dengan menggunakan alat tensile strength dan hasil yang didapatkan sebesar 6,4 2 Newton.cm /kg.
Uji Kekerasan dan Perhitungan Rendemen Pemilihan perlakuan terbaik dilakukan untuk menentukan produk yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Jika secara kuantitas bisa dinilai dengan melihat hasil rendemen yang dihasilkan, dari penelitian ini rendemen yang dihasilkan perlakuan terbaik tahu (konsentrasi bittern 1%, lama penggumpalan 10 menit) didapatkan rendemen sebesar 24,375%. Menurut Purwaningsih (2007), terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi rendemen yaitu cara penggilingan, pemilihan bahan baku, dan bahan penggumpal. Pada perlakuan terbaik juga
Anonymous. 1998. SNI Tahu. Dilihat pada Tanggal 24 April 2013. http://sisni.bsn.go.id
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil analisa pembuatan tahu diperoleh hasil terbaik pada perlakuan yang menggunakan bittern dengan konsentrasi 1% (v/v) dan lama penggumpalan 10 menit. Hasil yang didapatkan dari perlakuan ini memiliki nilai rerata kesukaan warna sebesar 3,8 (netral), rerata kesukaan rasa 5 (agak menyukai), rerata kesukaan aroma 4,2 (netral), dan rerata kesukaan tekstur sebesar 5 (agak menyukai). Pada perlakuan penggunaan bittern dengan konsentrasi 1% (v/v) dan lama penggumpalan 10 menit, didapatkan rendemen sebesar 24,375%, selanjutnya dilakukan uji kimia yang diantaranya: kadar air 72%, kadar protein 14,47%, lemak 8,91%, dan kadar abu 1,25% serta uji kekerasan didapatkan hasil sebesar 6,4 Newton.cm2/kg. Saran Pada penelitian pembuatan tahu dengan penggumpal bittern perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang penentuan level konsentrasi bittern agar tingkat kesukaan panelis meningkat dan kadar abu yang dihasilkan tidak melebihi SNI
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2005. Kedelai. Dilihat pada tanggal 10 Februari 2013. http://warintek.ristek.go.idpertanian /kedelai.pdf AOAC.1995. Official Methods of Analysis the Association of Official Analytical Chemists. Association of Official Analytical Chemists. Washington, D.C
9
Basjori. 2012. SMK Al Munawwariyyah Membuat Tahu Tanpa Limbah. Dilihat pada tanggal 24 April 2013. http://tahunigarin.blogspot.com
Poysa V, Woodrow L. 2004. Stability of soybean composition and its effects on soymilk and tofu yield and quality. J Food Res Int 35:337–345. Rosenthal AJ.
Blazek. 2008. Chemical and Biochemical Factors That Influences the Gelation of Soybean Protein and the Yield of Tofu. Faculty of Agriculture, Food, and Natural Resources. Univ of Sydney, Sydney.
Purwaningsih, Eko. 2007. Cara Pembuatan Tahu dan Manfaat Kedelai. Ganeca Exact. Bandung. Saragih, Y.P, Sarwono. 2001. Membuat Aneka Tahu. Niaga Swadaya. Jakarta.
Bourne M. 2002. Food Texture and Viscosity: Concept and Measurement. 2nd ed. New York: Academic Press.
Shurtleff dan Aoyogi. 2001. Tofu and soymilk production. CA: Soy food centre. 2700-2704 .Lafayette
Dahrul, Syah, Fitri Faradilla, Viktor Trisna, dan Yogi Karsono. Pengaruh Koagulan Dan Kondisi Koagulasi Terhadap Profil Protein Curd Kedelai Serta Korelasinya Terhadap Tekstur. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Vol XXIII No 1 Th 2012
Soekarto, S.T. 1985. Penilaian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil Pertanian. Penerbit Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Desrosier, NW. 2001. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Subardjo, S.K., I.N. Ridwan, dan S.W. Handono. 2003. Penerapan Teknologi Pengawetan Tahu. BPPIHP, Bogor
Lewis, RJ. 2001. Hawley’s Condensed
Suhaidi, Ismed. 2003. Pengaruh Lama Perendaman dan Jenis Zat Penggumpal Terhadap Mutu Tahu. Jurnal Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.
Chemical Dictionary. 14th Edition. New York. John Wiley & Sons, Inc. Li, Jinlong, Zhihong Qiao, dan Eizo Tatsumi. 2012. A Novel Approach to Improving the Quality of BitternSolidified Tofu by W/O ControlledRelease Coagulant. 1: Preparation of W/O Bittern Coagulant and Its Controlled-Release Property. Food and Bioprocess Technology Vol. 6. China
Sudarminto S Yuwono dan Tri 1998. Pengujian Fisik Universitas Brawijaya. Teknologi Hasil Pertanian Teknologi Pertanian.
Susanto. Pangan. Jurusan Fakultas
Vanessa. 2008. Penentuan Kadar Air dan Kadar Abu Dari Gliserin yang Diproduksi PT.Sinar Oleochemical International-Medan. Diilihat pada tanggal 24 Desember 2013 http://www.ejournal.dikti.go.id/
Liu C, Wang X, Ma H, Zhang Z, Gao W, Xiao L. 2007. Functional properties of protein isolates from soybeans stored under various conditions. J Food Chem, 111: 29-37 Obatolu. 2007. Effect of different coagulants on yield and quality of tofu from soymilk. J Eur Food Res and Tech 226: 467-427
10