Pemanfaatan Blondo sebagai Starter dalam Pembuatan Yogurt
Utilization of Blondo as a Starter in Processing of Yoghurt JUDITH HENNY MANDEI Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado Jalan Diponegoro No. 21-23 Manado 95112
E-mail:
[email protected]
Diterima 23 Januari 2015 / Direvisi 23 Maret 2015 / Disetujui 4 Mei 2015
ABSTRAK Blondo yang diperoleh sebagai hasil samping dari VCO mengandung bakteri Lactobacillus sp. sehingga dapat digunakan sebagai kultur starter dalam pembuatan yogurt. Penelitian bertujuan untuk memanfaatkan blondo dan starter lainnya sebagai starter dalam pembuatan yogurt. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari sampai November 2013 di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Manado dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado. Penelitian dilakukan dalam beberapa tahap yaitu: fermentasi VCO, pemisahan blondo, isolasi, identifikasi bakteri asam laktat (BAL), pembuatan kultur starter, pembuatan yogurt dan pengujian mutu yogurt. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, perlakuan adalah jenis starter yaitu; starter langsung dari blondo, isolat (homofermentatif dan heterofermentatif) hasil isolasi blondo, kultur murni (campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus), dan kultur campuran kering yang mengandung L. bulgaricus, L. acidophilus dan S. thermophilus, dengan ulangan tiga kali. Parameter yang diuji adalah mutu yogurt (total BAL, abu, protein, lemak, total asam laktat, padatan susu non lemak, penampakan, bau, rasa, konsistensi), dan organoleptik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 1 hari tidak teridentifikasi adanya BAL homofermentatif maupun heterofermentatif, dan isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 2 hari teridentifikasi adanya BAL homofermentatif, diduga adalah bakteri L. delbruecki subsp. bulgaricus dan L. casei, sedangkan isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 3 hari teridentifikasi adanya BAL heterofermentatif, diduga L. fermenti. Starter aktif yang dibuat langsung dari blondo dengan konsentrasi 15, 20, dan 25% bisa dimanfaatkan sebagai starter yogurt, menghasilkan yogurt yang memenuhi syarat mutu SNI 2981:2009, dan secara organoleptik disukai panelis. Kata kunci: Kelapa, blondo, starter, yogurt.
ABSTRACT Blondo is a by product from VCO process contains which Lactobacillus sp. bacteria that can be used as starter culture in the processing of yoghurt. The research aimed to utilize blondo and other starter as a starter of yoghurt processing. The research was conducted from February to November 2013 in the Laboratory of Research and Standardization Industry Manado and Laboratory of Microbiology Faculty of Fisheries and Marine Sciences at Sam Ratulangi University Manado. The study was conducted in several stages, which are: fermentation of VCO, blondo separation, isolation, identification of lactic acid bacteria (LAB), the starter sultures processing, producing and quality test of yoghurt. Research used completely randomized design, treatments based on starter types are; starter directly from blondo, isolates (homofermentative and heterofermentative) from blondo, pure culture (a mixture of L. bulgaricus and S. thermophilus), and dry mixed culture containing L. bulgaricus, L. acidophilus and S. thermophilus, three times repetition. The tested parameters were the quality of yoghurt (total LAB, ash, protein, fat, total lactic acid, non-fat milk solids, appearance, odor, flavor, consistency), and organoleptic. The results on isolates obtained from blondo showed that one day fermentation time did not show any homofermentative and heterofermentative lactid acid bacterias. Two days fermentation time showed homofermentative lactid acid bacterias assumed L. delbruecki subsp. bulgaricus and L. casei, while 3 days of fermentation provided heterofermentative Lactic acid bacterias assumed L. fermenti. Actived starter made directly from blondo with concentration 15, 20, and 25% can be used as a of yoghurt starter, producing yoghurt which complied the quality requirements of SNI 2981: 2009, and preferred by panelists. Keywords: Coconut, blondo, starter, yoghurt.
PENDAHULUAN Yogurt adalah salah satu produk hasil fermentasi susu yang sudah dikenal selama ribuan tahun dan telah mendapat banyak perhatian
66
dalam beberapa tahun, dengan munculnya probiotik dalam produk susu. Yogurt memiliki nutrisi kaya protein, kalsium, riboflavin, vitamin B6 dan vitamin B12, dan memiliki manfaat gizi lebih dari susu (Ashraf dan Shah, 2011). Yogurt dianggap sebagai makanan sehat karena adanya kultur
Pemanfaatan Blondo Sebagai Starter Dalam Pembuatan Yogurt (Judith Henny Mandei)
hidup dan aktif (Chollet et al., 2013). Menurut Wróblewska et al. (2011), yogurt adalah produk koagulasi susu yang paling populer, diperoleh sebagai hasil dari fermentasi asam laktat dalam susu oleh Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus. Kedua strain menunjukkan hubungan simbiosis. S. thermophilus memulai pengembangan asam laktat melalui fermentasi laktosa dan tumbuh dengan cepat sampai pH 5,5. Lactobacillus merangsang pertumbuhan S. thermophilus oleh aktivitas proteolitik pada protein susu dan membentuk asam amino. Pelepasan asam amino dalam susu menyebabkan pertumbuhan S. thermophilus dan produksi asam laktat. Pembuatan yogurt yang relatif mudah dilakukan, terkendala oleh ketersediaan kultur starter yang tidak kontinu dan susah diperoleh. Kebanyakan kultur starter yogurt masih harus diimpor dari luar negeri, sehingga harganya sangat mahal. Pemeliharaan kultur stater yogurt memerlukan sarana dan prasarana yang mahal. Selain itu, harus selalu terpelihara kemurniannya sehingga menyulitkan pengolah-pengolah yogurt skala rumah tangga hingga usaha kecil menengah (UKM). Dalam pembuatan yogurt, sebanyak 1-3% inokulum dari dua bakteri asam laktat (S. thermophilus dan L. bulgaricus) sangat penting untuk menghasilkan yogurt dengan kualitas yang baik. Kultur starter yang digunakan adalah kultur campuran kering (dry mixed culture) dari S. thermophilus dan L. bulgaricus, yang ditumbuhkan pada susu pasteurisasi dan disimpan dalam refrigerator. Menurut Robinson et al. (2006), hasil dari aktivitas mikroba adalah keasaman susu meningkat sekitar 1,0-1,2 g/100 ml asam laktat (pH 4,2-4,3) sesudah 3-4 jam. Pada keasaman ini, protein susu akan terkoagulasi membentuk suatu gel halus. Untuk gel yang terbentuk pada suhu inkubasi yang sama, penggunaan inokulum pada level rendah (0,5 ml/ 100 ml) menghasilkan gel yang lebih lemah daripada penggunaan inokulum pada level tinggi (4 ml/100 ml). Bakteri asam laktat merupakan bakteri gram positif, katalase negatif, tidak membentuk spora, anaerobik hingga mikroaerofilik. Kemampuan biosintesisnya sangat terbatas sehingga non motil dan perolehan energinya semata-mata hanya bergantung pada metabolisme secara fermentatif. Bakteri asam laktat dikelompokkan menjadi homofermentatif apabila produk akhirnya terutama adalah asam laktat, dan heterofermentatif apabila asam laktat yang dihasilkan bersama-sama dengan asam asetat, karbondioksida dan senyawa diasetil. Bakteri asam laktat dibagi menjadi 5 genus, yaitu Lactobacillus sp., Lactococcus sp., Leuconostoc
sp., Pediococcus sp. dan Streptococcus sp. yang berperan dalam proses fermentasi susu (Surono, 2004). L. bulgaricus merupakan bakteri berbentuk batang, mikroaerofilik, katalase negatif, non motil, dan gram positif. Suhu pertumbuhannya 42-50ºC, dengan pH optimum 5,5, dan mampu hidup sampai keasaman 2,5-3%. S. thermophilus berbentuk bulat (coccus), mikroaerofilik, non motil, katalase negatif, dan gram positif. Suhu pertumbuhannya 40-45ºC, pH optimum 6,5, serta tahan pada keasaman 0,85-0,9%. Kedua bakteri ini merupakan bakteri asam laktat homofermentatif, yaitu mampu mengubah gula hampir seluruhnya menjadi asam laktat (> 95%), dan sejumlah kecil asam asetat, CO2, dan trace product (De Water dan Naiyanetr, 2008). Dijumpai adanya hubungan simbiosis yang dikenal sebagai protoco-operation antara S. thermophilus dan L. bulgaricus, masingmasing spesies bakteri menstimulasi pertumbuhan dari bakteri yang lain. L. bulgaricus menstimulasi pertumbuhan dari S. thermophilus melalui pembebasan asam-asam amino dan peptida dari protein susu, yang memungkinkan S. thermophilus untuk tumbuh lebih cepat dalam bagian awal fermentasi/inkubasi. S. thermophilus, yang akan menghasilkan asam format yang menstimulasi pertumbuhan dari L. bulgaricus. Blondo adalah hasil samping pembuatan minyak kelapa melalui proses fermentasi. Blondo yang dihasilkan mengandung asam amino esensial dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan atau alternatif makanan bergizi tinggi (Firmansyah dan Nurseira, 2011). Hasil penelitian Murtius (2008), komposisi blondo dari pembuatan minyak dengan cara fermentasi terdiri dari protein kasar sebesar 31,35%, serat kasar 0,52%, dan lemak kasar 22,32%, juga mengandung asam-asam lemak esensial seperti asam oleat, linoleat, linolenat, dan teridentifikasi mengandung Lactobacillus sp dengan total koloni Bakteri Asam Laktat (BAL) 3,5 x 109. Temuan ini mendukung hasil penelitian dari Murni (2006) yang menyatakan bahwa dalam blondo teridentifikasi Lactobacillus sp dengan total koloni BAL 5,2 x 109, sebagai indikasi bahwa blondo dapat digunakan sebagai sumber probiotik, karena menurut Ashraf dan Shah (2011), kandungan jumlah bakteri probiotik yang direkomendasikan pada suatu produk probiotik adalah ≥106 cfu/g. Penelitian ini bertujuan untuk memanfaatkan blondo sebagai starter pembuatan yogurt, dan pengaruhnya terhadap mutu yogurt.
BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan bulan Februari sampai November 2013, di Laboratorium Balai
67
B. Palma Vol. 16, No.1, Juni 2015: 66 - 76
Riset dan Standardisasi Industri Manado dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unsrat Manado. Bahan-bahan yang digunakan adalah: Buah kelapa, gula pasir, dan susu segar low fat (0,3% lemak total) diperoleh dari pasar swalayan lokal, susu skim diperoleh dari pasar swalayan di Bogor, starter yogurt dari blondo, isolat hasil isolasi dari blondo, kultur murni yogurt (S. thermophilus dan L. bulgaricus) dari laboratorium mikrobiologi PAU UGM Yogyakarta, kultur kering campuran (L. bulgaricus, L. acidophilus dan S. thermophilus) dari supplier Jakarta, dan bahan-bahan untuk analisis laboratorium. Alat-alat yang digunakan terdiri dari: panci stainless steel, termometer, pengaduk, kompor, timbangan, saringan, refrigerator, inkubator, gelas ukur, wadah fermentasi dan peralatan untuk analisis mikrobiologi. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap, yang menjadi perlakuan awal pada tahap pembuatan VCO, yaitu waktu fermentasi yang bertujuan untuk melihat pengaruh waktu fermentasi terhadap kandungan total BAL dari blondo, yaitu: Fermentasi 1 (satu) hari, 2 (dua) hari dan 3 (tiga) hari. Perlakuan adalah pada tahap pembuatan yogurt, yaitu jenis starter aktif bakteri asam laktat, sebagai berikut: A = 15 g blondo dalam 100 ml susu skim 10% B = 20 g blondo dalam 100 ml susu skim 10% C = 25 g blondo dalam 100 ml susu skim 10% D = Kultur murni yogurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus) E = Kultur kering campuran (L. bulgaricus, L. acidophilus dan S. thermophilus) F = Isolat homofermentatif G = Isolat heterofermentatif Masing-masing perlakuan dengan ulangan sebanyak tiga kali. Penelitian ini dilaksanakan dalam beberapa tahap. a. Tahap pertama: Pembuatan VCO secara fermentasi selama 1, 2, dan 3 hari, setelah itu dilakukan pemisahan blondo. b. Tahap kedua: Isolasi dan identifikasi BAL yang ada dalam blondo, dan isolat yang terpilih (teridentifikasi sebagai BAL homofermentatif dan heterofermentatif) dijadikan perlakuan (F dan G). Pada tahap isolasi BAL dari blondo digunakan media MRS broth. Metode yang digunakan adalah metode Pour Plate dan Spread Plate. Koloni yang tumbuh terpisah dan memiliki kenampakan berbeda diisolasi dan dilakukan pemurnian dengan metode goresan pada media MRS padat hingga diperoleh isolat murni.
68
Isolat yang diperoleh dilanjutkan dengan melakukan identifikasi BAL melalui pengujian biokimia. Tahap isolasi dan identifikasi BAL bertujuan untuk mengidentifikasi jenis BAL yang ada dalam blondo yang diperoleh dengan waktu fermentasi 1, 2, dan 3 hari. Isolat yang teridentifikasi sebagai BAL akan dipilih satu isolat dengan tipe fermentasi homofermentatif, dan satu isolat dengan tipe fermentasi heterofermentatif yang digunakan sebagai perlakuan jenis starter dalam pembuatan yogurt (perlakuan F dan G). Menurut Suryani (2010), mengisolasi suatu mikroba adalah memisahkan mikroba tersebut dari lingkungannya dan menumbuhkannya sebagai biakan dalam medium buatan. Kemudian karakterisasi merupakan suatu cara yang digunakan untuk menentukan suatu nama atau jenis spesies yang sudah diidentifikasi dengan berbagai macam uji dan pengamatan. c. Tahap ketiga: Pembuatan kultur kerja (starter aktif) yogurt untuk semua jenis starter (A-G), dengan cara sebagai berikut: Susu skim 10% (b/v), dipasteurisasi pada suhu 80°C selama 15 menit, kemudian didinginkan sampai suhu 43°C. Tambahkan masing-masing jenis starter sebanyak 10% (b/v), kecuali untuk perlakuan D, F dan G diambil diambil 1 ose biakan. Inkubasikan selama 24 jam pada suhu 43°C, sehingga diperoleh starter aktif yang siap digunakan untuk pembuatan yogurt. d. Tahap keempat: Pembuatan yogurt menggunakan starter aktif sesuai perlakuan, dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 10% susu skim ditambahkan ke dalam susu segar low fat, ditambahkan pula gula sebanyak 5% dan dihomogenisasi. Dilakukan pasteurisasi pada suhu 80°C selama 15 menit. Kemudian dinginkan sampai suhu 43°C. Tambahkan starter aktif sebanyak 10% sesuai perlakuan (A-G). Tuangkan dalam wadah-wadah kecil dengan volume 200 ml. Dilakukan inkubasi selama 24 jam pada suhu 43°C dalam kondisi anaerob. Diperoleh produk yogurt yang siap dianalisis mutunya. e. Tahap kelima pengujian mutu yogurt sesuai SNI 2981:2009. Pengamatan dilakukan terhadap blondo berupa: perhitungan total koloni BAL, dan bakteri patogen (Koliform, Salmonella, dan Listeria monocytogenes), serta isolasi dan identifikasi BAL. Untuk yogurt dilakukan pengujian organoleptik terhadap penampakan, bau, rasa, konsistensi yogurt sesuai pedoman SNI 2981:2009, juga dilakukan pengujian kadar lemak, total padatan susu bukan lemak,
Pemanfaatan Blondo Sebagai Starter Dalam Pembuatan Yogurt (Judith Henny Mandei)
protein, kadar abu, kadar asam laktat, dan jumlah bakteri starter (BAL). Selain itu juga dilakukan uji organoleptik tingkat kesukaan panelis. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis varians, dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil, apabila ada pengaruh perlakuan terhadap parameter yang diukur.
HASIL DAN PEMBAHASAN Blondo Hasil pengujian total BAL, dan bakteri patogen (Koliform, Salmonella, dan L. monocitogenes) dari blondo hasil samping fermentasi VCO selama 1, 2, dan 3 hari disajikan pada Tabel 1. Menurut Tamime dan Robinson (2000), untuk membuat yogurt dibutuhkan kultur starter dengan jumlah koloni BAL 10 6-1010 CFU/ml. Hasil pengujian kandungan BAL pada blondo menunjukkan bahwa pada fermentasi 1hari blondo mengandung total BAL 1,38 x 109 koloni/g, dan fermentasi 2 hari mengandung total BAL 1,88 x 109 koloni/g, sedangkan fermentasi 3 hari total BAL tidak bertambah. Waktu fermentasi berpengaruh tidak nyata pada kandungan BAL dari blondo. Hal ini berarti jumlah bakteri yang ada dalam blondo sebagai hasil samping pembuatan VCO dengan waktu fermentasi 1 hari sudah mengandung jumlah total BAL yang tidak berbeda nyata dengan jumlah BAL yang dihasilkan pada waktu fermentasi 2 hari dan 3 hari. Dibandingkan dengan syarat jumlah total bakteri asam laktat yang dapat digunakan sebagai starter untuk pembuatan yogurt, maka total BAL yang ada dalam blondo baik hasil fermentasi 1, 2, dan 3 hari, semuanya memenuhi syarat jumlah total BAL untuk dijadikan starter dalam pembuatan yogurt. Jumlah tersebut sudah cukup dapat digunakan sebagai sumber probiotik, karena menurut Ashraf dan Shah (2011), kandungan bakteri probiotik yang direkomendasikan pada suatu produk probiotik adalah ≥106 cfu/g. Namun demikian perlu diidentifikasi jenis BAL yang tumbuh dalam blondo hasil fermentasi. Hasil pengujian bakteri patogen mengindikasikan tidak ada koliform, Salmonella, dan L. monocitogenes pada blondo, yang difermentasi selama 1, 2, dan 3 hari. Hal ini menunjukkan bahwa blondo hasil samping pengolahan VCO ini aman untuk dijadikan sebagai starter dalam pembuatan yogurt. Hal ini sesuai dengan yang dilaporkan Husmaini et al. (2011), bahwa efek antimikroba patogen yang kuat ditunjukkan oleh isolat-isolat yang diisolasi dari hasil samping VCO,
dimana aksi antimikroba ini berkaitan dengan potensi isolat dalam menghasilkan asam laktat dan bakteriosin. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Asam Laktat dari Blondo Dari 3 jenis blondo dengan waktu fermentasi 1, 2, dan 3 hari, diperoleh 25 isolat, dilanjutkan dengan melakukan identifikasi BAL melalui pengujian biokimia, dengan hasil uji tertera pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa dari 25 isolat yang berhasil diisolasi, 10 isolat teridentifikasi sebagai BAL, dan 10 isolat yang teridentifikasi 4 isolat diduga adalah Lactobacillus sp yang bersifat homofermentatif, yaitu isolat BL28, BL29, BL31, BL32. Hal ini ditunjukkan dengan hasil uji biokimia keempat isolat ini, yaitu berbentuk batang, gram positif, katalase negatif, non motil dan hanya memproduksi asam, dan tidak menghasilkan gas. Menurut Surono (2004), pada BAL terdapat dua tipe fermentasi, yaitu homofermentasi apabila hanya menghasilkan asam laktat sebagai produk utama, dan heterofermentasi selain menghasilkan asam laktat juga menghasilkan asam lain, etanol dan gas CO2. Berdasarkan identifikasi bakteri menurut Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, Lactobacillus spp. merupakan bakteri gram positif berbentuk batang dan katalase negatif. Apabila bakteri yang teridentifikasi bisa memfermentasi glukosa dan manitol menghasilkan asam, maka diduga bakteri tersebut adalah L. casei, sedangkan apabila hanya bisa memfermentasi glukosa menghasilkan asam sedangkan fermentasi manitol tidak menghasilkan asam maka digolongkan spesies L. delbrueckii sub sp. bulgaricus. Enam isolat, yaitu isolat BL35, BL36, BL37, BL38, BL39, BL40 diduga Lactobacillus sp yang bersifat heterofermentatif, yang ditunjukkan dengan hasil uji tipe fermentasi, yaitu keenam isolat ini memproduksi gas, selain menghasilkan asam. Berdasarkan identification flow chart dari Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology, bakteri berbentuk batang, gram positif, katalase negatif dan menghasilkan asam dan gas dapat diidentifikasi sebagai L. fermenti. Empat isolat yang diduga Lactobacillus sp yang bersifat homofermentatif, dipilih isolat BL29 (dari blondo hasil fermentasi 2 hari), dan dari 6 isolat yang bersifat heterofermentatif (dari blondo hasil fermentasi 3 hari) dipilih isolat BL35, sebagai starter dalam pembuatan yogurt, kemudian dibandingkan dengan jenis starter yogurt lainnya sesuai perlakuan untuk melihat pengaruhnya terhadap mutu yogurt.
69
B. Palma Vol. 16, No.1, Juni 2015: 66 - 76
Tabel 1. Hasil pengujian blondo. Table 1. Results of testing blondo. Blondo pada fermentasi Blondo on fermentation 1 hari/1 day (BL1) 2 hari/2 days (BL2) 3 hari/3 days (BL3)
Total BAL (koloni/g) Total of LAB (colonies/g) 1,38x109 1,88x10
9
1,88x10
9
Koliform (koloni/g) Coliform (colonies/g)
Salmonella
L. monocitogenes
<3
negatif/negative 25 g
negatif/ negative 25 g
<3
negatif/negative 25 g
negatif/ negative 25 g
<3
negatif/negative 25 g
negatif/ negative 25 g
Tabel 2. Hasil uji biokimia bakteri asam Laktat pada produk blondo. Table 2. Biochemical assay results of Lactic acid bacteria on blondo products. No.
Kode Isolat Isolates Code
Gram Gram
Bentuk sel Cell Shape
Katalase Catalase
Motilitas Motility
Aktivitas fermentasi Tipe fermentasi Fermentation activity Type of Glukosa Manitol fermentation Glucose Mannitol
Dugaan Spesies Allegations species
Positif Batang pendek Non motil + A Positive Short rod Non motile Positif Batang pendek Motil 2. BL12 + Positive Short rod Motile Positif Batang Non motil 3. BL13 + Aw Positive Rod Non motile Positif Batang pendek Motil 4. BL14 + Aw Positive Short rod Motile Positif Batang pendek Motil 5. BL15 + Aw Positive Short rod Motile Positif Batang pendek Motil 6. BL21 + A Positive Short rod Motile Positif Batang pendek Motil 7. BL22 AG AG Positive Short rod Motile Negatif Batang pendek Non motil 8. BL23 AG AG Negative Short rod Non motile Negatif Batang pendek Motil 9. BL24 Aw Aw Negative Short rod Motile Positif Batang pendek Motil 10. BL25 A A Positive Short rod Motile Negatif Batang pendek Motil 11. BL26 + A A Negative Short rod Motile Positif Batang Motil 12. BL27 A Positive Rod Motile Positif Batang pendek Non motil 13. BL28 A Homofer L. delbrruecki Positive Short rod Non motile Positif Batang Non motil 14. BL29 A Homofer L. delbrruecki Positive Rod Non motile Negatif Batang Non motil 15. BL30 A Negative Rod Non motile Positif Batang Non motil 16. BL31 A A Homofer L. casei Positive Rod Non motile Positif Batang pendek Non motil 17. BL32 A Homofer L. delbrruecki Positive Short rod Non motile Positif Batang pendek Motil 18. BL33 A A Positive Short rod Motile Positif Batang Motil 19. BL34 A A Positive Rod Motile Positif Batang pendek Non motil 20. BL35 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Short rod Non motile Positif Batang pendek Non motil 21. BL36 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Short rod Non motile Positif Batang pendek Non motil 22. BL37 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Short rod Non motile Positif Batang pendek Non motil 23. BL38 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Short rod Non motile Positif Batang Non motil 24. BL39 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Rod Non motile Positif Batang Non motil 25. BL40 AG AG Heterofer L. fermenti Positive Rod Non motile Keterangan/Note: BL11-BL15 = isolat hasil isolasi blondo fermentasi 1 hari/Isolates isolated of blondo 1 day fermentation. BL21-BL30 = Isolat hasil isolasi blondo fermentasi 2 hari/Isolates isolated of blondo 2 days fermentation. BL31-BL40 = isolat hasil isolasi blondo fermentasi 3 hari/ Isolates isolated of blondo 3 days fermentation. A = Asam/Acid, Aw= asam lemah/low acid, G = Gas, AG = Asam gas/ gas Acid. 1.
70
BL11
Pemanfaatan Blondo Sebagai Starter Dalam Pembuatan Yogurt (Judith Henny Mandei)
Mutu Yogurt
nyata satu sama lain, namun berbeda nyata dengan kultur campuran kering dan isolat heterofermentatif (E dan G). Hasil ini memenuhi syarat mutu yogurt SNI 2981:2009, yaitu jumlah bakteri starter untuk produk yogurt adalah minimal 10 7 koloni/g. Hal ini sejalan dengan pernyataan Svensson (1999) bahwa jumlah BAL 106-108 CFU/ ml cukup untuk produk probiotik. Tamime dan Robinson (2000) menyatakan bahwa untuk membuat yogurt dibutuhkan kultur starter dengan jumlah BAL 106-1010 CFU/ml. Dilihat dari kandungan total BAL yogurt yang dihasilkan, perlakuan starter kultur campuran kering memiliki total BAL tertinggi. Semua perlakuan memenuhi standar mutu jumlah starter bakteri, sehingga perlakuan starter blondo 15% cukup baik untuk dijadikan starter yogurt.
Hasil pengujian mutu yogurt yang dihasilkan menggunakan beberapa jenis starter dapat dilihat pada Tabel 3. Total Bakteri Asam Laktat Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan A, B, dan C (starter aktif langsung dari blondo dengan persentase 15, 20, dan 25%) tidak berbeda nyata dalam menghasilkan komponenkomponen penentu mutu yogurt. Perlakuan A, B, dan C, dibandingkan dengan perlakuan D dan E (starter dari kultur murni dan kultur kering campuran), umumnya menghasilkan mutu yogurt yang hampir sama (tidak berbeda nyata) kecuali kadar asam laktat yogurt dari perlakuan E. Hasil pengujian rata-rata total BAL yogurt yang memanfaatkan blondo sebagai starter, berkisar antara 1,2 x 108 - 7,6 x 108 koloni/g. Setelah dilakukan analisis sidik ragam, jenis starter memberikan pengaruh signifikan terhadap total BAL yogurt (p<0,01). Hasil uji BNT menunjukkan bahwa total asam laktat dari perlakuan starter blondo 15%, 20%, 25% (A, B, C), kultur murni dan isolat homofermentatif (D dan F) tidak berbeda
Kadar Abu Pengujian terhadap kadar abu yogurt dengan menggunakan beberapa jenis kultur starter menghasilkan rataan berkisar antara 0,92-1,27%. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan jenis kultur starter memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar abu yogurt,
Tabel 3. Pengaruh jenis starter terhadap mutu yogurt. Table 3. Effect of starter type on the quality of yoghurt. No.
1.
2. 3. 4.
5.
6.
Parameter Parameter Total BAL yogurt (koloni/g), (p<0,01) Total LAB yoghurt (colonies/g)(p<0,01) Abu (%) (p<0,01) Ash (%) (p<0,01) Protein (%) (p<0,01) Protein (%) (p<0,01) Lemak (%) (p>0,05) Fat (%) (p>0,05) Kadar asam laktat (%), (p<0,01) Lactic acid content (%), (p<0,01) Total padatan susu non lemak (%) (p>0,05) Total milk solids non-fat (%)(p>0,05)
Perlakuan Treatments A
B
C
D
E
F
G
1,2x108a 1,0x108a 2,6x108a 4,9x108ab 4,2x108ab 3,4x108ab 7,6x108b
Standar Mutu SNI 2981:2009 Standard of Quality ISO 2981:2009 Minimal 107 koloni/g Minimum 107 colonies/g
0,93a
0,92a
0,92a
0,96a
0,96a
1,19b
1,27c
5,24a
5,73a
5,51a
5,51a
5,71a
7,00b
7,39b
1,80
1,84
1,76
1,81
1,28
1,82
1,62
1,64c
1,56bc
1,61bc
1,62c
2,00d
1,03bc
0,86a
Maksimal 2,0% Maximum 2,0%
12,85
11,97
12,02
12,13
13,02
10,59
10,82
Minimal 8,2% Minimum 8,2%
Maksimal 1% Maximum 1% Minimal 2,7% Minimum 2,7% 0,6-2,9% (Rendah lemak) 0,6-2,9% (Low fat)
Keterangan: Notasi yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata. Note: The same notation in the same column showed no significant difference. A = 15 g blondo dalam 100 ml susu skim 10%/15 g blondo in 100 ml of skim milk 10%. B = 20 g blondo dalam 100 ml susu skim 10%/20 g blondo in 100 ml of skim milk 10%. C = 25 g blondo dalam 100 ml susu skim 10%/25 g blondo in 100 ml of skim milk 10%. D = Kultur murni yogurt (L. bulgaricus dan S. thermophilus) /Pure culture yoghurt(L. bulgaricus dan S. thermophilus). E = Kultur kering campuran (L. bulgaricus, L. acidoplillus dan S. thermophilus)/Dry mixed cultures(L. bulgaricus, L. acidoplilus dan S. thermophilus). F = Isolat homofermentatif (BL29)/homofermentative isolates (BL29). G = Isolat heterofermentatif (BL35)/heterofermentative isolates (BL35).
71
B. Palma Vol. 16, No.1, Juni 2015: 66 - 76
dengan uji BNT, ter-nyata perlakuan starter blondo 15%, 20%, 30%, kultur murni dan kultur campuran kering tidak berbeda nyata satu sama lain, namun berbeda dengan perlakuan starter dari isolat BL29 (homofermentatif) dan starter isolat BL35 (heterofermentatif). Penggunaan starter isolat, baik BL29 dan BL35 menghasilkan kadar abu yogurt yang berbeda nyata (Tabel 3). Dibandingkan dengan standar mutu yogurt SNI 2981:2009, yaitu kadar abu yogurt tidak boleh melebihi 1%, maka yogurt yang dibuat menggunakan starter isolat BL29 dan isolat BL35 tidak memenuhi syarat. Tingginya kadar abu dari yogurt yang diperoleh menggunakan kultur starter dari kedua isolat diduga berhubungan dengan kebutuhan mineral dari kultur. Kultur starter tunggal (dari isolat) lebih sedikit menggunakan mineral yang ada dalam media susu untuk aktivitas fermentasi dan kebutuhan metabolismenya dibandingkan dengan kultur starter campuran (lebih dari 1 spesies bakteri), sehingga mineral/abu yang tertinggal dalam produk lebih banyak. Kadar Protein Hasil pengujian kadar protein yogurt dengan menggunakan beberapa jenis kultur stater berkisar 5,24-7,31%. Perlakuan jenis kultur starter memberi-kan pengaruh sangat nyata terhadap kadar protein yogurt, dengan uji BNT, tidak ada perbedaan nyata antara perlakuan penggunaan starter blondo, kultur murni dan kultur campuran kering, namun berbeda dengan perlakuan starter isolat (BL29 dan BL35). Hal ini berarti untuk kelima kultur starter yang digunakan dalam pembuatan yogurt mempunyai aktivitas yang sama (tidak berbeda nyata) dalam menggunakan protein/kasein dari susu skim sebagai sumber nitrogen, dengan mendegradasi protein untuk memenuhi kebutuhan asam-asam amino. Menurut Chairunnisa et al. (2010), total protein dalam produk fermentasi erat hubungannya dengan kadar protein bahan baku yang digunakan. Dalam penelitian ini semua perlakuan menggunakan bahan baku yang sama dengan jumlah konstan, sehingga kadar protein dari yogurt yang dihasilkan tidak berbeda nyata. Pada proses fermentasi yogurt, protein memiliki peran dalam menstimulasi pertumbuhan starter yogurt, selama proses fermentasi protein akan dihidrolisis menjadi komponen terlarut guna keperluan pembentukan sel mikroba starter. Protein utama susu skim adalah kasein. Kasein digunakan oleh bakteri asam laktat sebagai sumber nitrogen. Bakteri asam laktat akan me-
72
reduksi sub-sub unit kasein yang besar menjadi potongan-potongan yang lebih kecil untuk mensuplai sel dengan asam amino yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dalam susu (Marth and Steele, 2001). Menurut Farnworth (2008), aktivitas proteolitik dari bakteri yogurt akan menghasilkan pemutusan/pemecahan 1 – 2% protein susu, untuk membebaskan peptida-peptida kecil dan asam-asam amino untuk pertumbuhan bakteri. Yogurt yang dihasilkan menggunakan semua tipe kultur starter, kadar proteinnya memenuhi syarat mutu yogurt SNI 2981:2009, yaitu minimal 2,7%. Kadar Lemak Nilai rata-rata kadar lemak yogurt yang dibuat menggunakan beberapa jenis starter, berkisar antara 1,76-2,23%. Perlakuan jenis starter tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kadar lemak yogurt. Hal ini disebabkan bahan dasar susu yang digunakan untuk semua perlakuan adalah sama. Hal ini sejalan dengan pendapat Robinson et al. (2006) bahwa standardisasi kandungan lemak yogurt ialah dengan mengatur kandungan lemak dari material dasar. Yogurt yang dihasilkan menggunakan semua perlakuan jenis kultur starter, kadar lemaknya memenuhi syarat mutu yogurt SNI 2981:2009 kategori rendah lemak, yaitu 0,6-2,9%, disebabkan bahan bakunya adalah campuran susu segar dan susu skim, bukan susu full cream yang kandungan lemaknya tinggi. Menurut Trachoo (2002), seleksi ingredient seperti penggunaan susu skim dan susu non lemak (nonfat dry milk) penting untuk mengurangi kandungan lemak yogurt. Menurut Sung-han Kim et al. (2009), penggunaan skim milk powder untuk fermentasi yogurt adalah untuk meningkatkan kandungan low-fat yogurt dan memperbaiki kualitas yogurt. Kadar Asam Laktat Nilai rata-rata yogurt yang dibuat menggunakan beberapa jenis kultur starter berkisar antara 0,89-2,00%. Perlakuan jenis starter memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap kadar asam laktat yogurt. Hasil uji BNT menunjukkan bahwa perlakuan kultur starter dari isolat BL29, dan perlakuan kultur starter kultur campuran kering berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Perlakuan starter blondo 15, 20, 25 % dan starter kultur murni tidak berbeda satu dengan yang lain sehingga dapat diartikan bahwa kemampuan menghasilkan asam laktat dari kultur murni (campuran S. thermophilus dan L. bulbagicus) dan kultur starter yang langsung dari blondo adalah sama (Tabel 3). Dibandingkan dengan kadar asam laktat yogurt menggunakan kultur starter dari isolat BL29 (homofermentatif) dan isolat BL35
Pemanfaatan Blondo Sebagai Starter Dalam Pembuatan Yogurt (Judith Henny Mandei)
(heterofermentatif) yang keduanya merupakan spesies tunggal, maka yogurt yang dihasilkan menggunakan kultur starter yang bukan merupakan spesies tunggal, yaitu kultur starter blondo, kultur murni (campuran S. thermophilus dan L. bulbagicus), dan kultur campuran kering yang mengandung L. bulgaricus, L. acidophilus dan S. thermophilus memiliki kadar asam laktat yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan pola yang diperoleh Sunarlim dan Misgiyarta (2008) bahwa kombinasi beberapa starter bakteri terhadap sifat mutu susu fermentasi, dimana mereka memperoleh hasil starter bakteri yang digunakan secara tunggal menghasilkan kadar asam laktat susu fermentasi lebih rendah dibanding dengan meng-gunakan starter ganda dan tripel. Susu fermentasi yang mengandung S. thermophilus menghasilkan yogurt dengan kadar asam laktat yang lebih tinggi dari yogurt yang menggunakan starter tanpa bakteri ini. S. thermophilus dapat meningkatkan keasaman secara cepat. Penggunaan bakteri campuran dikarenakan adanya lebih dari satu kultur dalam suatu produk akan meningkatkan kandungan total asam produk tersebut dan menurunkan nilai pH. Semua perlakuan jenis starter yang digunakan menghasilkan yogurt dengan kadar asam laktat yang memenuhi syarat mutu yogurt SNI 2981:2009, yaitu maksimal 2,0% (Retnowati dan Kusnadi, 2014).
jenis starter tidak mempengaruhi kadar total padatan susu bukan lemak (Tabel 3). Hal ini berarti aktivitas dari masing-masing kultur starter memecah laktosa dan menggumpalkan kasein dari susu skim, dan juga dalam menghasilkan komponen-komponen lain penghasil padatan yogurt seperti eksopolisakarida tidak berbeda nyata. Selama proses fermentasi berlangsung, BAL menggunakan bahan kering yang ada pada susu, yaitu karbohidrat untuk diubah menjadi asam laktat. Terbentuknya asam laktat ini menyebabkan denaturasi kasein yang dibuktikan dengan terbentuknya koagulasi (Jannah et al., 2012). Pada pH rendah, protein susu akan mengalami koagulasi sehingga terbentuk gumpalan, yang makin lama makin banyak, gumpalan inilah yang menyebabkan perubahan tekstur dan perubahan viskositas. Pada Tabel 3, menunjukkan bahwa nilai total padatan susu non lemak berbanding lurus dengan kadar asam laktat yogurt. Menurut Ludong dan Lalujan (2007) total asam tertitrasi pada yogurt meningkat sebanding dengan peningkatan total padatan. Tingginya total padatan dari bahan baku ini menyebabkan banyaknya sumber energi untuk pertumbuhan mikroba. Berdasarkan standar mutu yogurt SNI 2981:2009, total padatan susu non lemak dari yogurt yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa jenis starter memenuhi syarat mutu yaitu minimal 8,2%.
Total Padatan Susu Non Lemak
Uji Organoleptik
Nilai rata-rata padatan susu non lemak yogurt yang dibuat menggunakan beberapa jenis starter berkisar antara 10,59-13,02%. Perlakuan
Hasil pengujian organoleptik terhadap keadaan yogurt yang menggunakan berbagai jenis starter, disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil penilaian keadaan yogurt pada penggunaan berbagai jenis starter. Table 4. Assessment on the use of various types of yoghurt starter. Perlakuan Treatments 15 % blondo 15% of blondo 20 % blondo 20% of blondo 25 % of blondo 25% of blondo Kultur murni Pure culture Kultur kering campuran Dry mixed culture Isolat BL29 (Homofermentatif) Isolate BL29 (Homofermentative) Isolat BL35 (Heterofermentatif) Isolat BL35 (Heterofermentative)
Keadaan State Penampakan Appearance Cairan kental/Normal Viscous liquid/Normal Cairan kental/Normal Viscous liquid/Normal Cairan kental/Normal Viscous liquid/Normal Cairan kental/Normal Viscous liquid/Normal Cairan kental/Normal Viscous liquid/Normal Tidak normal
Tidak normal
Bau Odor Khas yogurt/normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/normal Typical yogurt/Normal Kurang khas yogurt/Normal Less typical yogurt/Normal Tidak normal
Rasa Taste Khas yogurt/Normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/Norma Typical yogurt/Normal Khas yogurt/Normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/Normal Typical yogurt/Normal Khas yogurt/Normal Typical yogurt/Normal Kurang khas yogurt/Normal Less typical yogurt/Normal Tidak normal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Abnormal
Konsistensi Consistency Homogen Homogeneous Homogen Homogeneous Homogen Homogeneous Homogen Homogeneous Homogen Homogeneous Kurang homogen Less Homogeneous
Kurang homogen Less Homogeneous
73
B. Palma Vol. 16, No.1, Juni 2015: 66 - 76
Tabel 5. Hasil uji organoleptik yogurt pada penggunaan berbagai jenis starter. Table 5. Yoghurt sensory test resultson the use of various types starter. Perlakuan Treatments 15 % blondo 15% of blondo 20 % blondo 20% of blondo 25 % blondo 25% of blondo Kultur murni Pure culture Kultur kering campuran Dry mixed culture isolat BL29 (Homofermentatif) Isolate BL29 (Homofermentative) isolat BL35 (Heterofermentatif) Isolate BL35 (Heterofermentative)
Penampakan Appearance
Bau Odor
Rasa Taste
Konsistensi Consistency
3,17
3,17
3,00
2,83
3,17
3,17
2,83
3,00
3,33
3,83
3,17
3,17
4,33
4,50
4,50
4,67
4,17
4,00
3,67
4,33
2,00
2,17
2,50
2,00
1,67
2,00
2,33
2,00
Keterangan: Nilai kesukaan: 1= sangat tidak suka, 2= tidak suka, 3= cukup suka, 4= suka, 5= sangat suka. Note: Perception values: 1 = strongly dislike, 2 = dislike, 3 = quite likes, 4 = likes, 5 = very like.
Pada Tabel 4, terlihat bahwa yogurt yang dihasilkan dengan menggunakan beberapa jenis starter, umumnya memenuhi syarat mutu yogurt (SNI 2981:2009), kecuali yogurt yang menggunakan starter isolat BL29 dan isolat BL35, dengan penampakan, bau, rasa yang tidak khas yogurt, dan konsistensi kurang homogen. Kondisi yogurt yang menyimpang dari standar mutu diduga dipengaruhi oleh kedua starter merupakan starter tunggal yang telah diidentifikasi dan diduga sebagai L. delbruecki sub sp. bulgaricus dan L. fermenti. Dalam pembuatan yogurt diperlukan simbiosis lebih dari satu BAL, selain untuk mempercepat waktu fermentasi, produksi asam laktat lebih tinggi, juga dapat menghasilkan komponenkomponen flavor khas yogurt yang lebih kompleks. Menurut Sunarlim et al. (2007), meskipun masing-masing bakteri asam laktat dapat tumbuh sendiri, namun produksi asam laktat lebih tinggi apabila menggunakan simbiosis lebih dari satu bakteri asam laktat secara bersama-sama, atau dikombinasikan dengan BAL yang bersifat probiotik. Yogurt yang diperoleh menggunakan kedua isolat ini sebagai starter memiliki kadar asam laktat yang rendah, sehingga rasa asam khas yogurt belum terasa. Menurut Sandine dan Elliker dalam Trachoo (2002), secara umum flavor yogurt selain asam laktat, juga asetaldehid, aseton, asetoin dan sejumlah kecil diasetil. Diantara flavor ini, asetaldehid berperan untuk menentukan flavor/ aroma yogurt. Membandingkan keadaan (penampakan, bau, rasa dan konsistensi) dari yogurt, dengan hasil uji organoleptik tingkat kesukaan panelis (Tabel 4 dan Tabel 5) menunjukkan bahwa
74
yogurt yang dibuat menggunakan isolat BL29 dan BL35 sebagai starter ternyata tidak disukai panelis, dengan skala penilaian berada dalam kisaran 1,672,5. Yogurt yang dibuat menggunakan starter blondo 15, 20 dan 25% cukup disukai keadaannya, dengan kisaran nilai 2,83-3,83. Yogurt yang paling disukai adalah yogurt yang dibuat menggunakan starter kultur murni (campuran L. bulgaricus dan S. thermophilus) dengan kisaran nilai (4,33-4,67), dan yogurt dari kultur kering campuran yang mengandung L. bulgaricus, L. acidophilus dan S. thermophilus, dengan kisaran nilai 3,67-4,33. Hal ini berarti bahwa masih perlu penanganan isolat lebih lanjut untuk dapat dijadikan starter yogurt yang bisa menghasilkan yogurt yang memenuhi syarat dan disukai konsumen.
KESIMPULAN Blondo yang terbentuk ketika membuat virgin coconut oil dengan cara fermentasi dapat dijadikan sebagai starter dalam pembuatan yogurt. Isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 1 hari tidak teridentifikasi adanya BAL homofermentatif maupun heterofermentatif. Isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 2 hari teridentifikasi adanya BAL homofermentatif yang diduga L. delbruecki subsp. bulgaricus dan L. casei. Isolat yang diperoleh dari blondo dengan waktu fermentasi 3 hari teridentifikasi adanya BAL heterofermentatif yang diduga L. fermenti. Starter aktif yang dibuat dari blondo dengan konsentrasi 15, 20, dan 25% dapat dimanfaatkan
Pemanfaatan Blondo Sebagai Starter Dalam Pembuatan Yogurt (Judith Henny Mandei)
sebagai starter yogurt, dan akan menghasilkan yogurt yang memenuhi syarat mutu SNI 2981: 2009. Produk yogurt yang dihasilkan telah diuji secara organoleptik dan disukai panelis.
UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih diberikan kepada Bapak Prof Dr. Ir. Frans G. Ijong, M.Sc., atas kerjasama dan bantuan dalam pelaksanaan penelitian, khususnya dalam isolasi dan identifikasi bakteri asam laktat, serta konsultasi penelitian yang telah diberikan.
DAFTAR PUSTAKA Ashraf, R. dan N.P. Shah. 2011. Selective and differential enumerations of Lactobacillus delbrueckii subsp. bulgaricus, Streptococcus thermophilus, Lactobacillus acidophilus, Lactobacillus casei and Bifidobacterium spp. in yoghurt--a review. Int J Food Microbiol [Internet]. Elsevier B.V.; 2011 Oct 3 [cited 2014 Aug 14];149(3):194–208. Chairunnisa, H., W.S. Putranto dan S.J. Lepa. 2010. Karakteristik produk dari bahan baku kombinasi susu kambing dengan ekstrak jagung atau santan kelapa. J. Teknol & Industri Pangan;21(1): 91-94. Chollet, M., D. Gille, A. Schmid, B. Walther, P. Piccinali. 2013. Acceptance of sugar reduction in flavored yogurt. J Dairy Sci [Internet]; 2013;96:5501–11. De Water, J.V. and Naryanetr. 2008. The health benefits of fermented milk product that contain lactic acid bacteria in functional foods and nutraceutical series (Ed. By Farnworth, E. R.) CRC Press Taylor and Francis Group. New York. Farnworth, E.R. 2008. Functional foods and nutracertical series. Handbook of Fermented Functions Food (scond Ed.). CRC Press Taylor and Francis Group. Boca Raton New York. Firmansyah, N. dan S.S. Nurseira. 2011. Hidrolisis protein konsentrat dalam blondo limbah hasil produk virgin coconut oil (VCO). Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Jawa Timur. Husmaini, M.H., A.E. Purwati, A. Yuniza and A.R. Alimon. 2011. Growth and survival of lactic acid bacteria isolate from by product of virgin coconut oil as probiotic candidate for
Poultry. International Journal of Poultry Science; 10(4): 309-311. Jannah, A.M., Nurwantoro dan Y.B. Pramono. 2012. Kombinasi susu dengan air kelapa pada proses pembuatan drink yogurt terhadap kadar bahan kering, kekentalan dan pH. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan; 1(3):69-71. Ludong, M.M. dan L. Lalujan. 2007. Pemanfaatan beberapa bahan pangan nabati (susu kedele, susu jagung, santan) untuk pembuatan yoghurt. Laporan Akhir Hasil Penelitian Research Grant TPSDP II Tahun 2006. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Unsrat Manado. Marth, E.H. and J.L. Steele. 2001. Applied dairy microbiology. Marcel Dekker, Inc. USA. Medica. 2001. Probiotik multi vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Jurnal Kedokteran Indonesia. No. 05 Tahun ke-XXXII, ISSN 0216-0916 Murni, Y. 2006. Kajian potensi Lactobacillus sp. dari blondo (waste product virgin coconut oil) sebagai probiotik/(Skripsi). Murtius, W.S. 2008. Pemanfaatan blondo sebagai starter dalam pembuatan minuman probiotik (Thesis). Program Pasca Sarjana Universitas Andalas. Retnowati, P.A. dan J. Kusnadi. 2014. Pembuatan minuman probiotik sari buah kurma (Phoenix dactylifera) dengan isolat Lactobacillus casei dan Lactobacillus plantarum. Jurnal Pangan dan Agroindustri; 2(2)70-81. Robinson, R.K. and P. Itsaranuwat. 2006. Properties of yoghurt and their appraisal in fermented milks Ed. By A. Tamime. Blackwell Science Ltd Company. Standar Nasional Indonesia. 2009. SNI 2981-2009. Badan Standardisasi Nasional, Jakarta. Sunarlim, R., H. Setianto dan M. Poeloengan. 2007. Pengaruh kombinasi starter bakteri Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus plantarum terhadap sifat mutu Susu fermentasi. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hal. 270-278. Sunarlim, R. dan Misgiyarta. 2008. Kombinasi Lactobacillus plantarum dengan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus terhadap mutu susu fermentasi selama penyimpanan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner, hal. 312-316. Sung-han Kim, Chi-hwan Lim, Chanyong Lee, and Gilhwan An. 2009. Optimization of growth and storage conditions for lactic acid
75
B. Palma Vol. 16, No.1, Juni 2015: 66 - 76
Bacteria in Yogurt and Frozen Yogurt. J. Korean Soc. Appl. Biol. Chem; 52 (1): 7679. Suryani, Y., Astuti, B. Oktavia, dan S. Umniyati. 2010. Isolasi dan karakterisasi bakteri asam laktat dari limbah kotoran ayam sebagai agensi probiotik dan enzim kolesterol reduktase. Prosiding Seminar Nasional Biologi 3 Juli 2010 Biologi dan Pengembangan Profesi Pendidik Biologi, hal. 138147.
76
Tamime, A.Y. and R.K. Robinson. 2000. Yoghurt : Science and technology 2nd Ed. CRC Press. Boston. Trachoo, N. 2002. Yogurt: The fermented milk. Songklanakarin Journal Science Technology; 24(4): 727-734. Wróblewska, B., A. Kaliszewska, P. Kołakowski, K. Pawlikowska, A. Troszyńska. 2011. Impact of transglutaminase reaction on the immune-reactive and sensory quality of yoghurt starter. World J Microbiol Biotechnol.