URGENSI PENGUATAN HUKUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) DALAM PERSPEKTIF HUKUM EKONOMI (Urgency of Legal Formal on BMT Inside of Economic Law Perspective) Dipublikasikan dalam Proceedings Seminar dan Dialog Budaya. Antara Indonesia dengan Uni Eropa, dilaksanakan di Universitas Islam Bandung. Tanggal 15 - 16 Desember 2009. ISBN : 978 - 602 - 96440 - 0 - 5 A. PENDAHULUAN Sejak sepuluh tahun terakhir ini, terdapat lebih dari 54.765 lembaga keuangan mikro yang concern dalam pengentasan kemiskinan atau penguatan ekonomi rakyat dan terdapat lebih dari 3.000 lembaga keuangan mikro yang bekerja berdasarkan prinsip syariah (LKMS). Simpanan dana yang berkembang di LKM sampai tahun 2002 sebesar Rp 29.002 Miliar, sedangkan simpanan aset LKMS (BMT) sebesar Rp 209 Miliar (0,72%). Kenyataan menunjukan bahwa dalam krisis ekonomi, koperasi simpan pinjam (KSP), usaha simpan pinjam (USP) pola syariah memiliki daya tahan yang relatif lebih kuat.1 Dalam rangka penanggulangan kemiskinan umat manusia di dunia, PBB telah mencanangkan Millenium Development Goal (MDG), yang bertujuan untuk mengurangi setengah dari penduduk miskin dunia pada tahun 2015. Dalam kaitan itu, PBB juga telah mencanangkan tahun 2005 sebagai tahun Kredit Mikro Internasional. Tahun Kredit Mikro ini ditindaklanjuti oleh Presiden RI pada tanggal 26 Februari 2005 dengan mencanangkan tahun 2005 sebagai Tahun Keuangan Mikro Indonesia. Baitul Mal wat Tamwil (BMT) merupakan pelaku ekonomi baru dalam kegiatan perekonomian nasional yang beroperasi dengan menggunakan prinsip syariah. BMT melakukan fungsi lembaga keuangan, yaitu melakukan kegiatan penghimpunan dana 1
Ai Darukiah. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syaria” . Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung, 10 April 2004. hal.2.
1
masyarakat, ,penyaluran dana kepada masyarakat, dan memberikan jasa-jasa lainnya. Kontribusi BMT dalam pemberdayaan masyarakat papa dan usaha mikro sangat nyata terutama masyarakat papa
dan usaha mikro yang tidak memiliki akses terhadap
perbankan. Hingga tahun 2008 BMT yang terdaftar di PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil) sebanyak 2938 buah yang tersebar di 26 provinsi.2 BMT, selain memiliki keunggulan juga memiliki kelemahan dan tantangan. Kelemahan dan tantangan utama, dari sisi internal adalah kualitas SDM yang kurang memadai, lemahnya sistem pengendalian internal (sistem dan prosedur), lemahnya permodalan, dan pengaturan yang belum memadai. Pada tahap awal, pendirian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
seperti halnya
(BPRS), pendirian BMT para pendirinya
lebih berbekal semangat untuk menjalankan syariah Islam dan menganggap pendirian BMT sebagai gerakan ekonomi umat yang siap menanggung biaya gerakan itu berapa pun besarnya. Hingga saat ini BMT belum memiliki payung hukum. Pengaturan yang digunakan mengacu pada berbagai peraturan yang ada, antara lain, KUH Perdata, KUH Dagang, UU No. 10 tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 25 tahun 1992 tentang Koperasi beserta Peraturan Pelaksananya, SK Menteri Negara Koperasi dan UKM, dan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Digunakan pengaturan yang beragam ini menimbulkan masalah hukum, antara lain adanya ketidakkepastian hukum, berkaitan dengan bentuk hukum, proses pendirian, pengesahan, pembinaan dan pengawasan BMT. Hal ini berbeda dengan bank syariah yang telah memiliki payung hukum yaitu Undang-undang No. 10 Tahun 1998 yang menetapkan antara lain bentuk hukum, pendirian, kepemilikan, kegiatan, pembinaan dan pengawasan dan Undang undang Perbankan Syariah yang disahkan oleh DPR RI pada tanggal 17 Juni 2
www.BMT.Com,5 April 2008,pukul 20.00
2
2008. UU No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah mengatur lebih luas tentang operasional perbankan syariah. Sebagai lembaga yang relatif baru diperlukan kajian aspek – aspek hukum. Tulisan ini akan mengkaji dua masalah hukum berkaitan dengan BMT, yaitu tentang bagaimana pengaturan BMT saat ini ? dan apa urgensi penguatan hukum BMT dalam perspektif hukum ekonomi ? B. 1. Pengaturan BMT Saat ini Sebagaimana halnya pelaku ekonomi lain, berbagai faktor eksternal sangat mempengaruhi perilaku pelaku ekonomi yang secara komprehensif mempengaruhi badan usaha. Lingkungan bisnis atau usaha yang sangat memberi pengaruh terhadap perilaku badan-badan usaha dalam rangka mengembangkan perusahaan, antara lain adalah : a. Faktor politik dan keamanan; yang memungkinkan kegiatan usaha dapat berjalan dengan aman, b. Faktor hukum atau regulasi; yang
menjamin legalitas dan kepastian dalam
kelangsungan hidup perusahaan serta menjamin kemampuan berusaha, c. Ekonomi internasional dan ekonomi nasional; merupakan barometer terhadap produktivitas perusahaan, yang secara langsung atau tidak memberi manfaat pada masyarakat atau pelanggan. Bagaimana pengaturan BMT saat ini dikemukakan oleh Jularso ( ketua Asosiasi BMT Jawa Tengah ).3 Menurutnya kendala yang dihadapi BMT dari aspek hukum adalah regulasi yang belum lengkap. Regulasi yang belum lengkap juga dikemukakan oleh Rahmat Riyadi
( Dompet Dhuafa ) yang selama ini membina sekira 155 unit
BMT. Menurutnya karena BMT bergerak di wilayah yang tidak dibatasi dengan sistem 3
Jularso, Persoalan Paktis dalam Praktek LKMS dan Pemikiran Solusinya, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.hal. 7
3
yang ketat, dan bergerak dalam sektor nonformal sepeti koperasi, maka perkembangan lembaga ini lebih pesat tetapi untuk jangka panjang harus disistematisir. 4 Selanjutnya Kelik Wardoyo mengemukakan bahwa dalam kelembagaan dan operasional BMT banyak norma-norma yang digunakan, antara lain5 : Norma yang digunakan BMT saat ini No
Peraturanperundang-undangan
1
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi
Pasal 44 (1)
UU No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi No. 25 Tahun 1992 tentang Koperasi PP No. 9 Tahun 1995
Pasal 18 (1)
PP No. 9 Tahun 1995
Pasal 1 angka 4
PP No. 9 Tahun 1995
Pasal 19 (1)
PP No. 9 Tahun 1995
Pasal 2 (1)
3
UU No 38 tahun 1999.
Pasal 13 jo 15
Kegiatan usaha simpan pinjam hanya dapat dilaksanakan oleh Koperasi Simpan Pinjam (KSP) atau Unit Simpan Pinjam (USP yang telah memperoleh status badan hukum . Penerimaan zakat, infaq dan shadaqah
4
Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 581 Tahun 1999
Pasal 27
Penerimaan zakat, infaq dan shadaqah
2
Pasal yang digunakan
Penjelasan Pasal 17 (1)
Pasal 9 UU Pasal 1 angka 1
Pasal 28
Mengatur mengenai
“Pengertian anggota Koperasi sebagaimana dimaksud dalam huruf a ayat ini termasuk calon anggota yang memenuhi syarat”. “Sekalipun demikian, sepanjang tidak merugikan kepentingannya, Koperasi dapat pula memberikan pelayanan kepada bukan anggota sesuai dengan sifat kegiatan usahanya, dengan maksud untuk menarik yang bukan anggota menjadi anggota Koperasi”. “Yang dapat menjadi anggota Koperasi ialah setiap warga negara Indonesia yang mampu melakukan tindakan hokum Koperasi (termasuk koperasi simpan pinjam) yang akte pendiriannya telah disahkan oleh pemerintah memperoleh status badan hukum, Kegiatan usaha simpan pinjam adalah kegiatan yang dilakukan untuk menghimpun dana dan menyalurkannya melalui kegiatan usaha simpan pinjam dari dan untuk anggota koperasi yang bersangkutan, calon anggota koperasi yang bersangkutan, koperasi lain dan atau anggotanya”, “Simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh anggota, calon anggota, koperasi-koperasi lain dan atau anggotanya kepada koperasi. . . .” koperasi simpan pinjam (dan unit usaha simpan pinjam) dapat meghimpun dana dalam dua bentuk simpanan yaitu tabungan koperasi dan simpanan berjangka.
(1) Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk musthahiq dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: a. hasil pendataan dan penelitian kebenaran musthahiq delapan asnaf yaitu fakir, miskin,amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil b. mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan c. mendahulukan musthahiq dalam wilayahnya masing-masing (2)Pendayagunaan hasil pengumpulan zakat untuk usaha yang produktif dilakukan berdasarkan persyaratan sebagai berikut: d. apabila pendayagunaan zakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sudah terpenuhi dan ternyata masih terdapat kelebihan e. terdapat usaha-usaha nyata yang berpeluang menguntungkan mendapat
4
5
Rahmat Riyadi, Konsep dan Stategi pemberdayaan LKMS di Indonesia, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.hal. 8 Kelik Wardoyo, Kebijakan Pemberdayaan LKMS antara Realita dan Idealita, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.
4
persetujuan 5
KUH Perdata
Pasal 1320
KUH Perdata
Pasal 1618 1652 Pasal 1243
KUH Perdata
6
UU No. 1998,
7
8
Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 02/DSNMUI/IV/2000 Tentang Tabungan (wa’diah), Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 02/DSNMUI/IV/2000 Tentang Tabungan (wa’diah), Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 03/DSN-MUI/IV/2000, tentang Deposito. Fatwa Dewan Syari'ah Nasional Majelis Ulama Indonesia no: 04/DSN-MUI/IV/2000 Fatwa Dewan Syari'ah Nasional No: 08/DSNMUI/IV/2000 Tentang Pembiayaan Musyarakah, KUHD
9
UU No. 1 Tahun 1995;
10
Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan Undang – undang No 7 Tahun 2007 Tentang Peradilan Agama
11
10
Tahun
Syarat sah perjanjian -
Pasal 1 angka 13
mudhârabah berjangka banyak kesamaannya dengan perjanjian penitipan Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam anatar bank dengan pihak lain untuk peyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip hasil ( mudhrabah ), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal ( musharakah ), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan ( murabahah ) ,atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan ( ijarah ), atau dengan adanya pilihan pemindahan hak kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain ( ijarah wa itiqna ). Tentang Tabungan (wa’diah), “tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian (‘athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank”.
“simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan”.
simpanan dana berjangka yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu berdasarkan perjanjian nasabah penyimapanan dengan bank
barang yang dilarang untuk diperjualbelikan adalah barang yang diharamkan oleh syari’ah Islam
Adanya ketentuan tentang hak penerima pembiyaan terhadap bagian tertentu dari keuntungan yang diperoleh
Pasal 19, 20 dan 21 Pasal 48 – 52
Persekutuan komanditer (commanditaire vennootschap atau CV) pemindahan saham” oleh pemagang saham kepada pihak lain melepaskan diri”, “memindahankan saham” atau “divestasi”
Penyelesaian Sengketa Bisnis Syariah dapat diselesaikan di Peradilan Agama
Dengan melihat aturan-aturan di atas, tampak bahwa begitu banyak peraturan perundang-undangan yang
digunakan dalam kelembagaan dan
operasional
BMT.
Walaupun mayoritas BMT berbadan hukum koperasi, namun norma-norma yang terbentuk dan digunakan tidak semata-mata mengacu pada peraturan perundang-undangan yang mengatur koperasi, akan tetapi juga mengacu pada peraturan perundang-undangan yang
5
mengatur tentang Perseroan Terbatas, Perbankan, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer (sebagaimana yang diatur dalam KUHD). B.2. Urgensi Penguatan Hukum BMT Sebagai institusi / lembaga yang baru tumbuh dan berkembang di Indonesia, perlu ditelaah apakah diperlukan penguatan hukum terhadap lembaga yang baru tumbuh dan berkembang ini ? Menjawab persoalan ini maka perlu dikaji berbagai aspek. Hal ini diungkapkan oleh Sri Redjeki. Menurutnya keberadaan lembaga baru menyebabkan timbulnya berbagai kegiatan baru yang menciptakan hukum baru. Hukum ekonomi dapat melakukan kajian memberikan tolok ukur dan memberikan suatu jawaban apakah lembaga ekonomi yang baru tersebut dapat memperoleh kedudukan sebagai lembaga ekonomi sebagaimana mestinya. Hukum ekonomi memanfaatkan dua metode pendekatan, yaitu pendekatan makro yang mengkaji lembaga tersebut dari aspek hukum publik apakah lembaga tersebut secara filosofis, yuridis dan sosiologis membawa manfaat, keadilan, dan kepastian ekonomi pada umumnya ? dan pendekatan mikro yang mengkaji dari aspek hukum privat, yaitu mengenai hubungan hukum para pihak. Dua pendekatan tersebut dapat dilihat pada ragaan berikut :
6
Kajian Hukum Ekonomi Tentang Perlunya Penguatan Lembaga baru6
Keterangan : Lembaga baru Pancasila
Negara RI
Undang undang Dasar
Undang-undang di bidang Ekonomi
Ranah Hukum Publik
K D
D K
Lembaga Baru
Ranah Hukum Privat -Hubungan-hubungan terjadi
hukum
yang
Melalui pendekatan makro perlunya penguatan hukum BMT dikaji dari aspek filosofis, yuridis, sosiologis, dan ekonomis:
6
Sri Redjeki Hartono, Peran Hukum Ekonomi dalam Penguatan Kelembagaan LKMS. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ( LKMS ), Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007, hal. 8
7
1. Urgensi dari Aspek Filosofis. Sonny Keraf memandang bahwa pembangunan Indonesia bertujuan untuk mencapai masyarakat adil dan makmur tapi dalam kenyataannya sering terjadi berbagai gejolak karena kesenjangan sosial yang besar dalam masyarakat. Sonny Keraf menghubungkan langsung dengan dunia usaha. Menurutnya situasi ini kurang menguntungkan bagi dunia usaha, bahkan kurang mendukung perkembangan bisnis yang sehat. Para pelaku bisnis mempunyai kepentingan langsung yang sangat urgen untuk ikut mengatasi masalah ini, dengan ikut memperjuangkan keadilan sosial di tengah masyarakat. Dengan menjadi salah satu sila dari Pancasila, yang menjadi pedoman arah dari pembangunan bangsa, penegakkan keadilan sosial mau tidak mau menjadi suatu keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar. Perjuangan menegakkan keadilan tidak bisa lagi hanya diletakkan pada perjuangan politik ideologis, melainkan perlu semakin dioperasionalkan melalui jalur usaha dan bisnis. Perjuangan menegakkan keadilan sosial bukan semata-mata soal perjuangan politik, melainkan juga soal perjuangan ekonomi. Karena itu, yang diharapkan terutama berperan di dalamnya, bukan lagi politisi tetapi para praktisi bisnis dengan langkah-langkah praktisinya. Tentu saja, hal ini perlu ditunjang dan diberi kondisi oleh kebijaksanaan politik-ekonomi, tetapi pada tingkat operasionalnya kemauan dan komitmen para praktisi bisnis akan keadilan sosial sangat banyak menentukan tercipta tidaknya keadilan sosial dalam masyarakat.7 Berkaitan dengan masalah keadilan, Al Qur’an dengan tegas menentukan segala tindakan yang adil dan sifat keadilan. Beberapa ayat Al Quran yang menyuruh manusia untuk berlaku adil antara lain 8:
7
A. Sonny Keraf – Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Penerbit Kanisius, Jakarta, 2000.hal. 101. 8 Mohammad Nejatullah Siddiqi, Alih bahasa Anas Sidik. hal. 42.
8
Al Qur’an Surat An Nahl Ayat 90, artinya “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat dan Allah melarang perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan.”. Selanjutnya Al Qur’an Surat An Nisa ayat 58, artinya : “ Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan
( menyuruh kamu ) apabila menetapkan hukum
di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”. Dalam Al Qur’an Surat Al Araf ayat 28 – 29 Allah berfirman yang artinya : “ Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang telah nyata dan telah kami turunkan kepada mereka Al Kitab dan neraca, supaya manusia dapat berdiri tegak dengan adil.” Menurut Mohammad Nejatullah Siddiqi ayat-ayat Al Qur’an yang telah diuraikan tadi memberikan tafsiran tentang keadilan sebagai berikut : Pertama, keadilan merupakan suatu konsep yang luas mencakup semua aspek kehidupan, sosial,ekonomi, politik dan bahkan rohani. Kedua, keadilan menggambarkan keseimbangan, perbandingan dan keharmonisan sebagaimana keadilan juga menggambarkan keadilan dari segi undangundang dan “ pemberian hak bagi yang berhak “.
Dalam ayat-ayat yang lain Allah
meyakinkan manusia tentang fakta bahwa pendekatan yang adil menggambarkan sesuatu yang bukan saja memberikan hak kepada yang berhak, tetapi juga semampu mungkin untuk membentuk suatu keseimbangan dan keharmonisan. Al Qur’an juga menunjukkan bahwa kezaliman merupakan hal yang bertentangan dengan keadilan. Hal ini tergambar pada Al Qur’an Surat Yunus ayat 47 yang artinya “ Mereka akan dihukum dengan adil tanpa mengalami penganiayaan.”9
9
Mohammad Nejatullah Siddiqi,Op.Cit., hal 43. Menurut Rahmat Syafe’i, Islam adalah agama yang menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan yang sangat besar pada martabat manusia dan penekanan yang sangat kuat pada persaman hak dan kewajiban di muka hukum. Prinsip tersebut merupakan kaidah pokok dalam Islam yang harus dipegang teguh pada ruang dan waktu manapun. Asas Retroaktif dalam Perspektif Hukum Islam. Syiar Madani, Vo. IV No. 3 Nopember 2002. Hal. 220.
9
Menurut Nik Mustapha penciptaan keadilan ekonomi merupakan prinsip paling pokok tata sosial Islam. Keadilan ekonomi mengimplikasikan perwujudan sejumlah tujuan, yaitu pelenyapan kemiskinan absolut, kekebasan untuk memutuskan dan berpartisipasi dalam kegiatan ekonomi yang dituntun oleh prinsip-prinsip Islam, dan partisipasi pemerintah diharapkan tampil di bidang-bidang yang amat memerlukan kelengkapan
( complementarity ).10
Upaya melindungi masyarakat miskin atau golongan ekonomi lemah, banyak tindakan yang telah dilakukan pemerintah sebagaimana halnya pemerintah negara lain yang termasuk ke dalam katagori negara berkembang, untuk mengatasi persaingan yang tidak seimbang dan untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Usaha tersebut
pada
umumnya berkisar pada kebijaksanaan ekonomi makro, dan penerapan teknologi maju pada sektor-sektor tertentu atau pada tempat-tempat yang tidak banyak berkaitan dengan kegiatan ekonomi rakyat. Hasilnya masih banyak yang belum memuaskan dan masih banyak lagi yang harus dilakukan. Secara filosofis, orientasi dasar ekonomi Islam dilandaskan pada asas ketuhanan (tauhid), yaitu adanya hubungan dari aktivitas ekonomi, tidak saja dengan sesama manusia, tetapi juga dengan Tuhan sebagai pencipta. Dari landasan tauhid ini timbul prinsip-prinsip dasar bangunan kerangka sosial, hukum, dan tingkah laku, yang di antaranya adalah prinsip khilafah, keadilan (‘adalah), kenabian (nubuwwah), persaudaraan (ukhuwwah), kebebasan yang bertanggung jawab (Al huriyah wal mas’uliyyah). Di samping itu, ada nilai-nilai instrumental, yaitu larangan riba, zakat, kerjasama ekonomi, jaminan sosial, dan peran negara.11
10 43
Nik Mustapha Hj. Nil Hasan, Op. Cit., hal. 20. Law Office of Remy and Darus, Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah, Jakarta, 2002. hal. 60.
10
Sebagaimana halnya falsafah setiap lembaga keuangan syariah, falsafah BMT adalah mencari keridhaan Allah untuk memperoleh kebajikan di dunia dan di akhirat. Oleh karena itu setiap kegiatan lembaga keuangan yang dikhawatirkan menyimpang dari tuntutan agama, harus
12
:
a. Menjauhkan diri dari unsur riba, caranya : (1) menghindari penggunaan yang menetapkan di muka secara pasti keberhasilan suatu usaha (Q.S.Luqman, ayat 34) (2) menghindari penggunaan sistem presentasi untuk pembebanan biaya terhadap utang atau pemberian imbalan terhadap simpanan yang mengandung unsur melipatgandakan secara otomatis uang/simpanan tersebut hanya karena berjalannya waktu (Q.S. Ali Imran ayat 130). (3) menghindari penggunaan sistem perdagangan / penyewaan barang ribawi dengan imbalan barang ribawi lainnya dengan memperoleh kelebihan baik kualitas maupun kuantitas (H.R. Muslim bab Riba No. 1551 s.d. 1567). (4) menghindari penggunaan sistem yang menetapkan di muka tambahan atas utang yang bukan atas prakarsa yang mempunyai utang secara sukarela (H.R. Muslim bab Riba No. 1569 s.d. 1572). (5) menerapkan sistem bagi hasil dan perdagangan, dengan mengacu pada Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 275 dan Surat An Nisa ayat 29, maka setiap transaksi kelembagaan syariah harus dilandasi atas dasar sistem bagi hasil dan perdagangan atau transaksinya didasari oleh adanya pertukaran antara uang dengan barang, sehingga akan mendorong produksi barang / jasa, mendorong kelancaran arus barang / jasa, dapat dihindari adanya penyalahgunaan kredit, spekulasi dan inflasi. Filosofi dari adanya peraturan bagi LKM13
adalah mengakui, melindungi,
memfasilitasi dan mendorong LKM agar dapat berkembang, sehingga dapat melayani pengusaha mikro lebih banyak. 2.Urgensi dari Aspek Sosiologis Di Indonesia sistem perekonomian yang sesuai dengan prinsip syariah sebenarnya telah dipraktikkan dan melembaga sejak lama, bila kita melihat kembali ke belakang sesungguhnya masyarakat Indonesia telah mengenal ekonomi syariah bahkan jauh
12
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005, hal, 133. 13 Setyo Budiantoro, RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan dari Masyarakat, Artikel - Th. II - No. 8 - Nopember 2003.
11
sebelum sistem kapitalis dikenal bangsa Indonesia, yaitu dengan praktik bagi hasil antara petani penggarap dengan pemilik lahan. Dalam perkembangannya bahkan memiliki peran secara nasional terbukti dengan didirikannya Syarikat Dagang Islam pada tahun 1909. Kekuatan para pedagang Islam tersebut telah menjadi simbol perlawanan masyarakat terhadap kolonial Balanda. Sistem dan praktik ekonomi syariah yang telah berkembang, - khususnya di negara – negara teluk - sejak setengah abad yang lalu, mulai terlihat marak perkembangannya di tanah air sejak lebih kurang satu dekade terakhir14. Perkembangan ini tidak terlepas dari alasan pokok keberadaan sistem ekonomi syariah, yaitu keinginan masyarakat muslim untuk kaffah dalam menjalankan ajaran Islam dengan menjalankan seluruh aktivitas dan transaksi ekonominya sesuai dengan ketentuan syariah.15 Perkembangan sistem dan praktik ekonomi syariah
di Indonesia
boleh dikatakan terlambat jika dibandingkan
dengan perkembangannya di negara – negara maju. Keberadaan lembaga keuangan syariah merupakan sistem yang telah lama diharapkan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, terutama umat Islam Indonesia. Umat Islam Indonesia merindukan layanan jasa keuangan dan perbankan yang sesuai dengan syariat Islam, khususnya berkaitan dengan pelanggaran praktik riba, jauh dari kegiatan yang spekulatif yang serupa dengan perjudian, ketidakjelasan, pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, serta keharusan penyaluran pembiayaan dan investasi pada kegiatan usaha yang etis dan benar secara syariah.
14
Pertumbuhan lembaga keuangan syariah di Indonesia ( LKS) di Indonesia lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan LKS di Malaysia. Gubernur Bank Indonesia Burhanuddin Abdullah menegaskan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia mencapai 50 %. Sementara di Malaysia daan di negara lain sekitar 15 – 20 %. Republika, 13 April 2004. Menurut Deputi Menegkop dan UKM Noer Soetrisno.Ekonomi Syariah sangat pas untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar. Ekonomi syariah sangat cocok diterapkan di Indonesia, terutama untuk pengembangan UKM. Republika, 11 Februari 2004. 15 Lutfi Hamid, Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Senayan Abadi Publishing, Jakarta, 2003. tanpa hal.
12
Lembaga-lembaga keuangan yang dapat berhubungan langsung dengan pengusaha kecil bawah dan kecil bersifat profit oriented sehingga mereka selalu menjadi pihak yang dirugikan. BMT didirikan dari, oleh, dan untuk masyarakat setempat sehingga mengakar pada masyarakat dan perputaran dana semaksimal mungkin digunakan untuk masyarakat setempat. Sistem bagi hasil sudah merupakan tradisi masyarakat Indonesia sehingga kehadiran BMT sesuai dengan kehendak dan budaya mereka. Kegiatan bisnis BMT bertujuan membantu pengusaha kecil bawah dan kecil dengan memberikan pembiayaan yang dipergunakan sebagai modal dalam rangka mengembangkan usahanya. Dengan kegiatan bisnis ini, usaha anggota berkembang dan BMT memperoleh pendapatan sehingga kegiatan BMT berkesinambungan secara mandiri.
3. Urgensi dari Aspek Ekonomis Melihat perkembangan perbankan syariah di Indonesia, keberhasilan perbankan syariah di Tanah air tidak dapat dilepaskan dari peran Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS). Kedudukan LKMS – yang antara lain dipresentasikan oleh BPRS, BMT dan Koperasi Pesantren (Kopontren) -
sangat vital dan menjangkau transaksi syariah di
daerah yang tidak bisa dilayani oleh bank umum maupun bank yang membuka unit usaha syariah.16 Jika melihat pemberdayaan ekonomi rakyat dalam arti yang sebenarnya, maka dapat dilihat dari kiprah BMT. Mulai dari
pedagang kecil, bakul sayur, sampai toko –
toko kelontong, sembako atau kios sepatu berukuran sedang dan kecil telah
sukses
bermitra dengan BMT mereka dapat memperoleh pendanaan murah lagi berkah dan Lembaga Keuangan Mikro Syariah yang kini jumlahnya ditaksir 3.000 tersebar di seluruh Indonesia.
16
Luthfi Hamid,Ibid hlm. 79
13
Faktor yang mendorong lahir dan berkembanganya BMT di Indonesia adalah karena kondisi bangsa Indonesia dewasa ini. Data kemiskinan dan pengangguran di Indonesia 83, 5 % kabupaten / kota berbasis pertanian. 82 % tenaga kerja berbasis pertanian / pedesaan dan UMKM / informal. 42 % pengangguran terbuka ada di pedesaan 36 % GDP disumbang oleh sektor pertanian dan UMKM. Masyarakat miskin berjumlah 36,1 juta jiwa ( 16,6 % dari total penduduk ), tinggal di pedesaan 24,6 juta
( 68,14 %),
perkotaan 11,5 juta jiwa ( 31,86 % ). Penghasilan utama : 63 % sektor pertanian, 5,4 % sektor industri, 22,7 % sektor jasa, termasuk perdagangan, bangunan, angkutan. Pendidikan kepala keluarga miskin : sebagian besar tidak tamat SD, yaitu 72,1 % untuk KK di miskin di desa, Penyebaran : 59 % di Jawa-Bali, 16 % di Sumatra, 25 %di Kalimantan, Nusatenggara, Maluku dan Papua. Dengan demikian BMT lahir dari kebutuhan masyarakat ( bottom up ). Pinjaman mikro dapat digunakan untuk membantu UMKM dalam mengakses sumber-sumber pembiayaan. Karakteristik UMKM jika dilihat dari aspek pendapatan lebih mendekati kelompok masyarakat yang dikatagorikan miskin17 namun memiliki kegiatan ekonomi (economicaly active working
poor) dan masyarakat berpenghasilan
rendah (lower income) yakni mereka yang memiliki penghasilan meskipun tidak banyak. Keberadaan LKM relatif mampu menjawab kesulitan masyarakat tersebut walaupun kontribusi dalam pembiayaan skala nasional masih kecil dibandingkan dengan dengan peranan lembaga perbankan.
17
Definisi kemiskinan menurut Sar A Levitan adalah kekurangan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Karena standar hidup itu berbedabeda, maka tidak ada definisi kemiskinan yang diterima seacar universal. Menurut Brandley R. Schiller, emiskinan adalah ketidaksanggupan untuk mendapatkan barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan sosial terbatas. Menurut Emil Salim, kemiskinan biasanya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok. Andre Bayo Ala, Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta : Liberty. 1981. hal. 3-4
14
4. Urgensi dari Aspek Yuridis Syariah Islam, sebagai serangkaian norma agama yang bersifat imperatif bagi pemeluknya, mewajibkan umatnya untuk melaksanakan seluruh ajarannya secara menyeluruh integral dan komprehensif. Dengan demikian, pelaksanaanya tercermin dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam aspek ekonomi, demikian hanya dengan lembaga keuangan mikro. Agama Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah telah memberikan dasar hukum yang jelas dan berfungsi sebagai petunjuk atau aturan dan tata cara yang menuntun manusia menuju kehidupan yang diridhai Allah. Kandungan substansi yang diatur dalam Al Qur’an dan Sunnah dapat dibedakan ke dalam dua katagori besar, yaitu aturan yang mengatur hubungan manusia dengan Allah ( ibadah ) dan aturan yang mengatur hubungan manusia dengan sesamanya dan dengan lingkunyannya
( muamalah ). Salah
satu kegiatan dalam kehidupan manusia adalah aktifitas ekonomi. Bagi umat Islam segala kegiatan yang bersifat duniawi
( muamalah ) tidak semata-mata bersifat
keduniaan saja, tapi juga merpakan bagian dari ibadah. Aktifitas\ekonomi dalam Islam tidak boleh dilepaskan dari nilai dan prinsip ajaran Islam. Pasal 29 UUD 1945 menegaskan bahwa negara menjamin kebebasan umat beragama untuk menjalankan agamanya. Dengan demikian negara berkepentingan dan bertanggungjawab untuk membina,mendidik,dan mengayomi semua umat beragama untuk menjalankan agamanya dengan aman dan bebas. Implementasi Pasal 29 dalam kehidupan perekonomian bangsa, negara berkepentingan untuk memberikan legalitas hukum bagi setiap aktifitas ekonomi yang
15
sesuai dengan prinsip dan keyakinan masyarakat. Prinsip dasar Lembaga Keuangan Syariah adalah18: 1. Segala jenis transaksi usaha tidak boleh didasarkan pada riba 2. Kegiatan usaha harus didasarkan pada prinsip kemitraan ( syirkah ) dengan berbagi keuntungan dan kerugian. 3. Kegiatan usaha berdasarkan perolehan yang keuntungan yang halal dan baik. 4. Adanya persesuaian kehendak secara timbal balik. 5. Mengelola zakat untuk kemaslahatan masyarakat ( maslahah ummah ) BMT memiliki peran yang sangat besar dalam kegiatan
perekonomian
masyarakat, terutama masyarakat miskin dan UMKM. BMT memiliki karakteristik yang khas dibandingkan dengan institusi ekonomi lainnya yang saat ini telah ada, misalnya koperasi atau bank (termasuk bank syariah). Namun demikian pengaturan BMT khususnya, LKMS umumnya saat ini masih jauh dari memadai. Undang-undang yang ada yang selama ini “ dianggap” sebagai payung hukum bagi LKMS – termasuk BMT – tidak dapat begitu saja digunakan untuk BMT.UU No 25 tahun 1992 tentang Koperasi tidak memberikan peluang untuk digunakan prinsip syariah dalam operasional BMT. Walaupun koperasi memiliki tujuan untuk kesejahteraan anggotanya, namun demikian berbeda dengan usaha BMT yang memiliki dua tujuan, yaitu tujuan komersia dan tujuan sosial. Dilihat dari aspek sosial BMT memiliki kesamaan dengan yayasan, dilihat dari tujuan komersial dan pengelolaannya, BMT memiliki kesamaan dengan Perseroan Terbatas. Untuk itu diperlukan suatu aturan yang dapat mengakomodir dua fungsi / tujuan BMT tersebut di atas. Peraturan perundang-udangan yang sekarang digunakan tentang kelembagaan dan operasional BMT dinilai 19: 18
Law Office Of Remy & Darus, Op. Cit., hal. 88
16
(a) ketidaksinkronan satu peraturan dengan peraturan yang lain, (b) kerancuan pemahaman (khususnya) dari pemerintah tentang apa yang menjadi ruang lingkup kegiatan usaha bank dengan ruang lingkup kegiatan usaha koperasi, (c) ketidaktepatan dalam mendefinisikan koperasi sebagai salah satu bentuk badan usaha dengan koperasi sebagai suatu unit usaha yang dapat melakukan kegiatan usaha (jenis usaha) sendiri; (d) “kesalahan pemahaman” yang sejak awal muncul dari pihak-pihak yang menggagas pembentukan Baitul Maal wat-Tamwil, (e) adanya model yang sengaja dikonstruksi oleh para pembuat kebijakan tentang format perkembangan Baitul Maal wat-Tamwil kedepan. Anwar Haryono20 mengutip pendapat Padwo Wahjono tentang Budaya Hukum Islam dalam Perspektif Pembentukan Hukum di Masa datang. Menurut Padmo Wahjono memasalahkan hukum Islam, maka akan
dihadapkan pada dua kemungkinan, yaitu
mengenai hukum positif Islam sehingga terbatas memasalahkan hukum yang berlaku bagi yang beragama Islam, atau mengenai nilai-nilai Islam, yang akan berlaku bagi seluruh warga negara bahkan mungkin seluruh penduduk termasuk bukan warganegara. Kedua alternatif ini akan mempengaruhi pembentukan hukum pada masa yang akan datang. Alternatif pertama dapat dilihat pada masa sekarang ini sebagai lanjutan politik hukum pada masa kolonial dahulu. Ciri khas dari orientasi ini adalah masih diakuinya pembedaan hukum dalam hukum perdata Barat, hukum Islam, dan hukum adat, dan bidang yang terutama dijangkau adalah hukum perdata. Kelembagaan yang digunakan ialah lembaga pengadilan agama, dalam hukum positif Islam, yang dimaksudkan hanyalah yang menjadi hukum materil atau hukum substantif dari peradilan agama, yang berlaku di Pengadilan Agama Islam. Alternatif kedua ialah hukum positif yang bersumber dari nilai-nilai agama Islam, dapat ditarik asas-asas yang kemudian dituangkan dalam hukum nasional. Dengan
19 20
Kelik Wardoyo, Op. Cit., hal 4-7 Anwar Harjono, Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman- Islam. Jakarta : Gema Insani Press. 1995. hal. 128 – 129.
17
demikian pembudayaan hukum Islam tidak saja terjadi dalam Hukum Perdata, khususnya Hukum Keluarga, melainkan dapat juga di bidang-bidang lain selain Hukum Perdata, bahkan juga Hukum Pidana, Hukum Tata Negara, Hukum Administrasi Negara, dan seterusnya.
Asas-asas hukum Islam dapat dijadikan sebagai hukum nasional, baik
sebagai norma yang abstrak, norma antara, maupun norma konkrit. Hal ini juga dapat berlaku dalam lingkup hukum bisnis. Nilai-nilai di dalam Kitab Suci Al Qur’an (universal dan abadi) merupakan norma abstrak yang menjiwai norma berupa asas-asas (principles) serta pengaturan yang merupakan hasil kreasi manusia sesuai situasi, kondisi, budaya kurun waktu, muncul sebagai peraturan negara, pendapat ulama, pakar/ilmuwan, kebiasaan dan norma konkrit berupa semua
( hasil ) penerapan dan pelayanan hukum
kreasi manusia serta hasil penegakan hukum di pengadilan ( hukum positif, living law ). Dari Uraian di atas, tampak bahwa penguatan hukum BMT sangat diperlukan. Hal ini sesuai dengan kajian BMT melalui pendekatan makro
( publik ), BMT dari
aspek filosofis, yuridis dan sosiologis dan pendekatan mikro yang mengkaji BMT dari aspek hukum privat, yaitu mengenai hubungan hukum para pihak.
C.Penutup C. 1. Simpulan a. Peraturan
tentang kelembagaan dan operasional BMT saat ini sangat beragam.
Beberapa peraturan perundang-undangan yang digunakan BMT, antara lain KUH Perdata, KUH Dagang, UU No 25 Tahun 1992 tentang Koperasi, UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No 1 Tahun 1995 tentang PT, dan Fatwa DSN – MUI. Antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain terjadi
ketidaksinkronan.
Selain itu adanya kerancuan pemahaman (khususnya) dari pemerintah tentang apa yang menjadi ruang lingkup kegiatan usaha bank dengan ruang lingkup kegiatan usaha
18
koperasi. Juga adanya
ketidaktepatan dalam mendefinisikan koperasi sebagai salah
satu bentuk badan usaha dengan koperasi sebagai suatu unit usaha yang dapat melakukan kegiatan usaha (jenis usaha) sendiri. b. Penguatan Hukum bagi BMT saat ini sangat urgen. Hal ini setelah dikaji melalui pendekatan makro ( publik ) dan pendekatan mikro ( privat ). Melalui pendekatan makro, secara filosofis, ekonomis dan yuridis. Pendekatan mikro yaitu melalui hubungan hukum antara pihak dan antara pihak BMT dengan pihak ketiga. C. 2. Rekomendasi a.
BMT merupakan lembaga keuangan mikro syariah ( LKMS ). Peran Lembaga Keuangan Mikro
sangat
penting dalam pembangunan perekonomian nasional,
terutama dalam pengentasan kemiskinan, dan komitmen Indonesia dalam mendukung Millenium Development Goal (MDG). Untuk itu perlu segera disusun Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro yang mengakomodir kebutuhan hukum lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT agar para pengusaha mikro mendapatkan dukungan legalisasi atau kepastian status badan hukum dalam menjalankan usaha. b.
Dalam penyusunan Undang-undang Lembaga Keuangan Mikro perlu diperhatikan karakteristik lembaga keuangan mikro yang selama ini telah tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Selain itu perlu dilakukan peninjauan terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang kurang kondusif bagi UMKM.
c. Diperlukan Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah mengikuti jejak Kompilasi Hukum Islam yang sudah ada. Untuk jangka panjang diperlukan undang-undang payung prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah yang dapat dijadikan payung bagi berbagai peraturan-peraturan yang dibutuhkan dalam bidang ini di masa depan. Cara lain yang juga dapat ditempuh adalah merevisi perundang-undangan yang sudah ada menyangkut hukum ekonomi secara umum sehingga dapat mengakomodir kekosongan
19
hukum dalam bidang ekonomi syariah seperti halnya Undang-undang No 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Hal ini dikarenakan koperasi merupakan alternatif badan hukum BMT, sehingga UU Perkoperasian dapat mengakomodir kebutuhan BMT.
REFERENSI -
Ala, Andre Bayo. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan. Yogyakarta : Liberty. 1981.
-
Arifin, Zainul. Memahami Bank Syariah, Lingkup, Peluang, Tantangan dan Prospek, Al Fabet, Jakarta, 1999.
-
Azis,Amin. Implementasi Kegiatan Pembiayaan Mikro Berbasis Syariah dalam Penanggulangan Kemiskinan. Makalah disampaikan pada Seminar dan Simposium Nasional Peranan Pembiayaan Mikro Berbasis Syariah dalam Pengentasan Kemiskinan, UNISBA, Bandung, 22 September 2005.
-
Budiantoro, Setyo. RUU Lembaga Keuangan Mikro: Jangan Jauhkan Lembaga Keuangan Dari Masyarakat, Artikel - Th. II - No. 8 - Nopember 2003.
-
Darukiah, Ai. Kebijakan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia dalam Pengembangan Ekonomi Syaria” . Makalah disajikan dalam Seminar tentang Prospek Sistem Pembiayaan Syariah pada UKM. Bandung, 10 April 2004.
-
Hamid, Luthfi. Jejak-jejak Ekonomi Syariah. Jakarta:Senayan Abadi Publishing, 2003.
-
Harjono, Anwar. Indonesia Kita Pemikiran Berwawasan Iman- Islam. Jakarta : Gema Insani Press. 1995. hal. 128 – 129.
-
Hartono, Sri Redjeki .Peran Hukum Ekonomi dalam Penguatan Kelembagaan LKMS. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan Lembaga Keuangan Mikro Syariah ( LKMS ), Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.
-
Jularso, Persoalan Paktis dalam Praktek LKMS dan Pemikiran Solusinya, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.
20
-
Keraf, A. Sonny – Robert Haryono Imam, Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur, Penerbit Kanisius, Jakarta, 2000.
-
Law Office of Remy and Darus, Naskah Akademik Rancangan Undang-undang tentang Perbankan Syariah, Jakarta, 2002.
-
Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam, Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta, 2005. Riyadi, Rahmat. Konsep dan Stategi pemberdayaan LKMS di Indonesia, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.
-
-
Syafe’i, Rahmat. Asas Retroaktif dalam Perspektif Hukum Islam. Syiar Madani, Vo. IV No. 3 Nopember 2002.
-
Wardoyo, Kelik . Kebijakan Pemberdayaan LKMS antara Realita dan Idealita, makalah disampaikan pada Seminar Nasional Kontribusi Hukum dalam Pemberdayaan LKMS, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 18 Desember 2007.
21
22