11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) 1. Pengertian Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Baitul Maal Wat Tamwil atau biasa dikenal dengan sebutan BMT dari segi bahasa atau bila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia yang benar berarti rumah uang dan (rumah) pembiayaan, sehingga bila diartikan secara terpisah, baitul maal adalah lembaga kuangan yang mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial). Sumber dana diperoleh dari zakat, infaq, shodaqoh atau sumber lain yang halal, dana tersebut disalurkan kepada yang berhak atau untuk kebaikan. Dan baitul tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat dan bersifat profit motif1. Baitul Maal Wat Tamwi (BMT) merupakan bentuk lembaga keuangan dan bisnis yang serupa dengan koperasi atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Baitul tamwil merupakan cikal bakal lahirnya bank syariah pada tahun 1992, segmen masyarakat yang biasanya dilayani BMT adalah masyarakat kecil yang kesulitan berhubungan dengan bank.
1
Hertanto widodo, Ak.dkk, Panduan Praktis Operasional Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), (Bandung : Mizan, 1999), hlm 81.
12
Perkembangan BMT semakin marak setelah mendapat dukungan dari Yayasan Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (YINKUB) yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)2. Tujuan
didirikannya
BMT
adalah
meningkatkan
kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera3. Sebagai Lembaga keuangan Syariah, keimanan menjadi landasan atas keyakinan untuk mau tumbuh dan berkembang. 2. Ciri-ciri Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Ciri-ciri BMT adalah sebagai berikut : a. Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan untuk mencari laba bersama dan meningkatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkungannya. b. Bukan
merupakan
lembaga
sosial,
tetapi
dapat
dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat seperti zakat, infak, sedekah, hibah, dan wakaf.
2
Muhammad, Bank Syariah Analisis Kekuatan, Peluang, Kelemahan Dan Ancaman, (Yogyakarta : Ekonisia, 2002), hlm. 35 3 Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wat Tamwi (BMT), (Yogyakarta : UII Press, 2005),hlm.128
13
c. Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya
yang
melibatkan
peran
serta
masyarakat
sekitarnya. d. Lembaga
ekonomi
milik
bersama
antara
kalangan
masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok tertentu diluar masyarakat sekitar BMT.4 3. Fungsi BMT (Baitul Maal wat Tamwil) a. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih profesional
dan Islami sehingga semakin utuh dan
tangguh dalam menghadapi persaingan global. b. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan anggota menjadi
perantara keuangan (financial intermediary) antara aghniya sebagai shohibul maal dengan du’afa sebagai mudharib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shodaqoh, wakaf, hibah, dan lain-lain. c. Menjadi perantara keuangan (financial intermediary), antara pemilik dana (shohibul maal), baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana (mudharib) untuk penggembangan usaha produktif.5
4
Ahmad Hasan Ridwan, Manajemen Baitul Mal Watamwil, (Bandung:CV Pustaka Setia, 2013), Hlm. 24 5 Muhammad Ridwan, Manajemen... hlm. 126-129
14
4. Produk-produk BMT Pada dasarnya, produk yang ditawarkan oleh BMT dapat dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu : a. Produk Penyaluran Dana (financing), b. Produk penghimpunan dana (funding), dan c. Produk Jasa (service). 1) Produk Penyaluran Dana (Financing) Dalam menyalurkan dananya pada nasabah, secara garis besar produk pembiayaaan syariah terbagi ke dalam empat kategori
yang dibedakan berdasarkan tujuan
penggunaannya : a. Pembiayaan dengan prinsip jual beli b. Pembiayaan dengan prinsip sewa c. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil d. Pembiayaan dengan akad pelengkap.6 Pembiayaan dengan prinsip jual beli ditujukan untuk memiliki barang, sedangkan yang menggunakan prinsip sewa ditujukan untuk mendapatkan jasa. Prinsip bagi hasil digunakan untuk usaha kerjasama yang ditujukan guna mendapatkan barang dan jasa sekaligus.7 Pada
kategori
pertama
dan
kedua,
tingkat
keuntungan bank ditentukan di depan dan menjadi bagian 6
Adiwarman A. Karim, Bank Islam Analisis Fiqih dan Keuangan, Cet. Ke-2, (Jakarta: PT Raja grafindo Persada,2004), hlm. 87. 7 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.87
15
harga atas barang atau jasa yang dijual. Produk yang dimasukan dalam kelompok ini adalah produk yang menggunakan prinsip jual beli seperti Murabahah, Salam, dan Istishna serta produk yang menggunakan prinsip sewa yaitu Ijarah dan IMBT.8 Sedangkan pada kategori ketiga, tingkat keuntungan BMT ditentukan dari besarnya keuntungan usaha sesuai dengan prinsip bagi hasil. Pada produk bagi hasil keuntungan ditentukan oleh nisbah bagi hasil yang disepakati dimuka. Produk perbankan yang termasuk dalam kelompok ini adalah musyarakah dan mudharabah. Sedangkan pembiayaan dengan akad pelengkap ditujukan untuk memperlancar pembiayaan dengan menggunakan tiga prinsip diatas. Kita akan membahas masing-masing produk ini dengan lebih rinci pada uraian berikut.9 1. Prinsip Jual Beli (Ba’i) Prinsip jual beli dilaksanakan sehubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda (transfer of property). Tingkat keuntungan ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual.
8 9
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.87-88. Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 88
16
Transaksi jual beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barangnya, yakni sebagai berikut:10 a.
Pembiayaan Murabahah Murabahah (al bai’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabaha, yang berasal dari kata ribhu (keuntungan) adalah transaksi jual beli dimana pihak BMT menyebut jumlah keuntungannya. BMT bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli BMT dari pemasok ditambah keuntungan (margin).11
b.
Pembiayaan Salam Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu, barang diserahkan secara tangguh sementara pembayaran dilakukan tunai. Pihak BMT sebagai pembeli dan nasabah sebagai penjual.12
c.
Pembiayaan Istishna’ Produk istishna menyerupai produk salam, tetapi dalam istishna pembayaran dapat dilakukan oleh pihak BMT dalam beberapa kali (termin)
10
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.88 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.88. 12 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.89. 11
17
pembayaran. Skim istishna umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi.13 2. Prinsip Sewa (Ijarah) Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Jadi pada dasarnya prinsip ijarah sama saja dengan prinsip jual beli, tapi perbedaannya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek transaksinya adalah barang, pada ijarah objek transaksinya adalah jasa.14 3. Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Produk pembiayaan syariah yang didasarkan atas prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut. a) Pembiayan Musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah
(syirkah
atau
syarikah).
Transaksi
musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh
13 14
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.90. Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 91
18
bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud.15 b) Pembiayaan Mudharabah Mudharabah adalah bentuk kerja sama antara dua atau lebih pihak dimana pemilik modal (shahib al-maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan konstribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.16 4. Akad pelengkap a) Hiwalah (Alih Utang-Piutang) Tujuan fasillitas hiwalah adalah untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksinya. Pihak BMT mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang. Untuk mengantisipasi resiko kerugian yang akan timbul, BMT perlu melakukan penelitian atas kemampuan pihak yang berutang dan kebenaran transaksi antara yang memindahkan piutang dengan yang berutang.17
15
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 92 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 93 17 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 95 16
19
b) Rahn (Gadai) Tujuan akad rahn adalah untuk memberikan jaminan pembayaran kembali kepada pihak BMT dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadai wajib memenuhi kriteria: 1) Milik nasabah sendiri 2) Jelas ukuran, sifat, dan nilainya ditentukan berdasarkan nilai riil pasar.18 3) Dapat dikuasai namun tidak boleh dimanfaatkan oleh pihak BMT.19 c) Qardh Qardh adalah pinjaman uang. Aplikasi qardh sebagai berikut: 1. Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberikan pinjaman talangan haji untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Nasabah
akan
melunasinya
sebelum
keberangkatnya ke haji. 2. Sebagai peminjam kepada pengurus BMT, dimana BMT menyediakan fasilitas ini untuk memastikan terpenuhinya kebutuhan pengurus BMT. Pengurus 18 19
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.96 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm.96
20
akan mengembalikan dana pinjaman itu secara cicilan melalui pemotongan gajinya.20 d) Wakalah (Perwakilan) Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada BMT untuk mewakili dirinya melalukan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukaan L/C, inkaso dan transfer uang.21 2) Produk Penghimpunan Dana (Funding) Penghimpunan dana dapat berbentuk giro,tabungan dan deposito. Prinsip operasional syariah yang diterapkan dalam penghimpunan dana masyarakat adalah prinsip Wadiah dan Mudharabah.22 a.
Prinsip Wadiah Prinsip wadiah yang diterapkan adalah wadiah yad dhamanah yang diterapkan pada produk rekening giro. Wadiah yad dhamanah berbeda dengan wadiah yad amanah. Dalam wadiah yad amanah pada prinsipnya harta titipan tidak boleh dimanfaatkan oleh yang dititipi. Sementara itu, dalam hal wadiah yad dhamanah, pihak yang dititipi bertanggung jawab atas keutuhan harta
20
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 96. Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 97. 22 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 97. 21
21
titipan sehingga ia boleh memanfaatkan harta titipan tersebut.23 b.
Prinsip Mudharabah Dalam
mengaplikasikan
prinsip
mudharabah,
penyimpan atau deposan bertindak sebagai pemilik modal dan bank sebagai pengelola. Hasil usaha ini akan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah yang disepakati.24 c.
Akad pelengkap Salah satu akad pelengkap yang dapat dipakai untuk penghimpunan dana adalah akad Wakalah. Wakalah dalam aplikasi perbankan terjadi apabila nasabah memberikan kuasa kepada BMT untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa tertentu seperti inkaso dan transfer uang.25
3) Produk Jasa (Service) Selain intermediaries
menjalankan (penghubung)
fungsinya antara
pihak
sebagai yang
membutuhkan dana (deficit unit) dengan pihak yang kelebihan dana (surplus unit), bank syariah dapat pula melakukan berbagai pelayanan jasa perbankan kepada
23
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 98. Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 98 25 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 102 24
22
nasabah dengan mendapat imbalan berupa sewa atau keuntungan. Jasa perbankan tersebut antara lain berupa:26 a.
Sharf (jual beli valuta asing) Pada prinsipnya jual beli valuta asing sejalan dengan prinsip Sharf. Jual beli mata uang yang tidak sejenis ini, penyerahannya harus dilakukan pada waktu yang sama(spot).27
b.
Ijarah (sewa) Jenis kegiatan ijarah antara lain penyewaan kotak simpanan (save deposit box) dan jasa tata laksana administrasi dokumen (custodian).28
B. Konsep Dasar Akad Wadiah 1. Pengertian wadiah Kata wadiah berasal dari kata wada’a asy syai’ berarti meninggalkannya.29 Wadiah dapat diartikan titipan murni dari pihak penitip (muwaddi’) yang mempunyai barang / aset kepada
pihak
penyimpan
(mustawda’)
yang
diberi
amanah/kepercayaan, baik individu maupun badan hukum, dimana barang yang dititipkan harus dijaga dari kerusakan, kerugian, keamanan dan keutuhannya, dan dikembalikan kapan
26
Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 102 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 102. 28 Adiwarman A. Karim, Bank Islam... hlm. 102. 29 Sayyid Sabiq, Fikih Sunah 12, (Bandung: PT Alma’arif, 1987), hlm. 74 27
23
saja pihak penitip menghendaki.30 Tujuan dari perjanjian tersebut adalah untuk menjaga dengan keselamatan barang itu dari kehilangan, kemusnahan, kecurian dan sebagainya, yang dimaksud “ barang” disini adalah suatu yang berharga seperti uang, dokumen, surat berharga dan barang lain yang berharga disisi Islam.31 Sedangkan menurut Muhammad dalam bukunya yang berjudul Pengantar Akuntansi Syariah,Wadiah disamakan dengan qordh, dimana nasabah bertindak sebagai yang meminjamkan uang dan lembaga keuangan sebagai peminjam. Akad wadiah dalam lembaga keuangan syariah dapat dikembangkan menjadi dua jenis yaitu wadiah yad al-amanah dan wadiah yad adh-dhamanah.32 2. Dasar Hukum Wadiah Wadiah merupakan sebuah akad yang diperbolehkan oleh syariat Islam. Menitipkan dan menerima titipan hukumnya boleh (ja’iz). Bahkan disunahkan bagi orang yang dapat dipercaya dan mengetahui bahwa dirinya mampu menjaga barang titipan.Wadiah sebagai amanat yang ada pada orang yang dititipkan dan ia berkewajiban mengembalikannya pada
30
Ascarya, Akad dan Produk... hlm. 42 Wiroso, Penghimpun Dana dan Distribusi Hasil Usaha Bank Syariah, (Jakarta: PT Grafindo, 2005),hlm. 20 32 Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah, Edisi 2, ( Jakarta: PT Salemba Emban Patri, 2005), hlm. 178 31
24
saat pemiliknya memintanya. Dasar hukum wadiah sebagai berikut: 1. Al-Qur’an a. QS. An-Nisa’ ayat 58 َّ َّإِن ...ت إِلَى أَ ْهلِ َها ِ َّللاَ يَأْ ُم ُر ُك ْم أَنْ تُ َؤدُّوا األ َمانَا “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya...”33 Penjelasan Ayat tersebut dijadikan sebagai landasan hukum Wadiah karena mengandung beberapa unsur : 1) Terdapat lafad,ْاألَ َمانَات
yang secara kebahasaan berarti
sama dengan arti wadiah yaitu amanah atau titipan. 2) Terdapat unsur pelaku sebagaimana pada wadiah,terdapat pemberi amanah, penerima amanah, dan barang amanah. 3) Terdapat unsur-unsur tanggung jawab untuk menjaga barang
amanah
kepada
yang
berhak
ْ َأ (هلهَا
)ا ٰلى
sebagaimana pula yang ditekankan pada wadiah.34 b. QS. Al-Baqarah ayat 283
َّ اؤتُمنَ أَ َمانَتَهُ َو ْل َيتَّق ْ ض ُك ْم َب ْعضًا فَ ْليُ َؤ ِّد الَّذي ُ فَإ ْن أَمنَ َب ْع ََللا ...,َُربَّه 33
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm.85 34 Ahmad dahlan, Bank Syariah Teoritik, Praktik, Kritik, (Yogyakarta: teras, 2012), hlm. 125-126
25
“... jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya...”35 2. Hadits وقال،ك (رواه أبو داود والترمذي َ َك َوالَ ت َُخ ْن َم ْن َخان َ َأَ ِّد ْاألَ َمانَةَ إلَى َمن ا ْئتَ َمن )حديث حسن “Tunaikanlah amanat itu kepada orang yang memberi amanat kepadamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianatimu”. (HR. Abu Dawud).36 Penjelasan
Hadits tersebut dijadikan sebagai landasan hukum secara kontesktual ditekankan kepada penitip untuk menitipkan sesuatu kepada yang mempunyai integritas dan kapabilitas. Jikapun dalam masa akad tersebut terjadi perbuatan yang berkhianat maka tidak boleh terjadi dendam (membalas) pengkhianatan tersebut.37
3. Rukun dan Syarat Wadiah Menurut Syafi’iyah wadiah memiliki tiga rukun, yaitu:38 1. Barang yang dititipkan, syarat barang yang dititipkan adalah barang atau benda itu merupakan suatu barang yang dapat dimiliki menurut syara’.
35
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah... hlm. 85 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah... hlm. 86 37 Ahmad dahlan, Bank Syariah... hlm. 127-128. 38 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, (Jakarta: Grafindo Persada, 2002), hlm. 183 36
26
2. Orang menitipkan barang dan yang menerima titipan barang, diisayaratkan bagi penitip dan penerima titipan sudah baliqh, berakal, serta syarat-syarat lain yang sesuai dengan syarat-syarat berwakil. 3. Sighat ijab dan qabul wadiah disyaratkan pada ijab qabul ini dimengerti oleh kedua belah pihak, baik dengan jelas maupun samar. Rukun dari akad titipan wadiah yang harus dipenuhi dalam transaksi yaitu sebagai berikut:39 a. Barang atau uang yang disimpan/dititipkan (wadiah). b. Pemilik barang atau uang yang bertindak sebagai pihak yang menitipkan (muwaddi). c. Pihak yang menyimpan atau memberikan jasa custodian (mustawada). d. Ijab qabul (siqhat). Syarat- syarat yang harus ada pada akad wadiah, yaitu:40 a. Baligh, sudah cukup umur. b. Berakal, tidak mengalami gangguan kejiwaan c. Barang titipan disyaratkan harus bisa dipegang atau tetap dalam genggaman tangan seseorang.
39
Sunarto Zulkifli, Panduan Praktis Perbankan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2003)hlm. 34 40 Dimyauddin Djuwaini, Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)hlm. 174
27
Syarat wadiah yang harus dipenuhi adalah syarat mengenai bonus sebagai berikut:41 a) Bonus merupakan kebijakan dari (prerogatif) penyimpan. b) Bonus tidak disyaratkan sebelumnya. 4. Jenis-jenis Wadi’ah Dalam Islam mengenai titipan atau wadiah dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:42 a) Wadiah Yad al-Amanah Wadiah Yad al-Amanah (tangan amanah) artinya, akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenalkan menggunakan barang atau uang tersebut. Tapi orang yang dititipi barang (wadi’) tidak bertanggung jawab atas kehilangan atau kerusakan yang terjadi barang titipan selama bukan
akibat
dari
kelalaian
atau
kecerobohan
yang
bersangkutan dalam pemeliharaan barang titipan, (karena sebab-sebab
faktor
diluar
kemampuannyan).
Hal
ini
dikemukakan dalam sebuah Hadis Rasulullah SAW : “jaminan pertanggung jawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalah gunakan (pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai”.43
41
Ascarya, Akad... hlm. 44 . Hartanto Widodo AK. dkk, Panduan Praktis... hlm. 50-51 43 Ascarya, Akad... hlm. 43. 42
28
b) Wadiah Yad Adh-Dhamanah Titipan yang mengandung pengertian bahwa penerima titipan diperbolehkan memanfaatkan dan berhak mendapatkan keuntungan dari barang titipan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari pemanfaatan barang titipan tersebut. Dapat diberikan sebagaian kepada pihak yang menitipkan, dengan syarat tidak diperjanjikan sebelumnya. Namun demikian penerima titipan harus bertanggung jawab atas barang titipan bila terjadi kerusakan atau kehilangan. 5. Mekanisme dan Penerapan Akad Wadiah di Lembaga Keuangan Syariah a. Mekanisme
Wadiah
Yad
Al-Amanah
dapat
digambarkan dalam skema sebagai berikut 2.1 :
NASABAH
1.Titipan Barang
BANK
Muwaddi’
Mustawda’
(Penitip)
(Penyimpan)
2.Bebankan Biaya Penitipan Keterangan : 1. Nasabah mustawdi’ (penitip) menitipkan barang kepada bank mustawda’ (penyimpan) 2. Bank mustawda’ (penyimpan) membebankan biaya titipan kepada nasabah mustawdi’ (penitip)
29
Dengan konsep wadiah yad al-amanah, pihak yang menerima
titipan
tidak
boleh
menggunakan
dan
memanfaatkan uang atau barang yang dititipakan. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan.44 b. Mekanisme
Wadiah
Yad
Adh-Dhamanah
dapat
digambarkan dalam skema sebagai berikut 2.2
1. Titip Dana
BANK
NASABAH
Mustawda’
Mustawdi’ (Penitip)
4. Beri Bonus
(Penyimpan)
3. Bagi Hasil
2.Pemanfaatan Dana
USERS OF FUND (Nasabah pengguna dana)
Keterangan : 1. Nasabah mustawdi’ (penitip) menitipkan dananya kepada bank mustawda’ (penyimpan) 2. Bank mustawda’ (penyimpan) boleh memanfaatkan dana nasabah untuk pembiayaan
44
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah..., hlm.148
30
3. Bank mustawda’ (penyimpan) akan mendapatkan bagi hasil dari pemanfaatan dana tersebut 4. Bank mustawda’ (penyimpan) akan memberikan bonus dalam bentuk pemberian sukarela (athaya) sesuai dengan kebijakan bank. Dengan konsep wadiah yad adh-dhamanah, pihak yang
menerima
titipan
boleh
menggunakan
dan
memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan. Tentu, pihak BMT dalam hal ini mendapatkan bagi hasil dari penggunaan dana. BMT dapat memberikan insentif kepada penitip dalam bentuk bagi hasil.45 c. Penerapan Akad Wadiah Di BMT Di lembaga keuangan syariah dewasa ini terdapat banyak simpanan yang menggunakan akad wadiah. Pada mulanya wadiah muncul dalam bentuk yad amanah atau dengan kata lain diartikan sebagai tangan amanah, yang kemudian dalam perkembangannya memunculkan yad dhamanah (tangan penanggung). Akad wadiah yad dhmanah ini akhirnya banyak digunakan dalam aplikasi perbankan
syariah
khususnya
pendanaan.
45
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah... hlm. 149-150.
pada
produk-produk
31
Penerapan Akad wadi’ah yad al- amanah dilembaga keuangan syariah yaitu pihak yang menerima titipan tidak boleh mengunakan dan memanfaatkan uang atau barang yang dititipkan,
tetapi
harus
benar-benar
menjaganya
sesuai
kelaziman. Pihak penerima titipan dapat membebankan biaya kepada penitip sebagai biaya penitipan. Dengan demikian si penitip tidak akan mendapatkan keuntungan dari titipannya, bahkan dia dibebankan memberikan biaya penitipan, sebagai jasa bagi pihak BMT.46 Adapun wadiah dalam bentuk yad adhdhamanah pihak yang menerima titipan dapat memanfaatkan dan menggunakan titipan tersebut, sehingga semua keuntungan yang dihasilkan dari dana titipan tersebut menjadi milik BMT (demikian juga BMT adalah penanggung seluruh kemungkinan kerugian).47 Sebagai imbalan bagi si penitip, ia akan mendapatkan jaminan keamanan terhadap titipannya. Tapi walaupun demikian pihak si penerima titipan yang telah menggunakan barang titipan tersebut, tidak dilarang untuk memberikan semacam insentif berupa bonus dengan catatan tidak disyaratkan sebelumnya dan jumlahnya tidak ditettapkan dalam nominal persentase secara advance.48
46
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah... hlm. 148 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah... hlm. 150 48 Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah...hlm. 87 47
32
Penerimaan titipan dalam transaksi wadiah dapat berupa:49 a. Meminta ujrah (imbalan) atas penitipan barang/uang tersebut. b. Memberikan bonus kepada penitip dari hasil pemanfaatan barang atau uang titipan (wadiah yad-dhamanah) namun tidak boleh diperjanjikan sebelumnya dan besarnya tergantung pada kebijakan. C. Tinjauan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) 1.
Pengertian Fatwa dan DSN Fatwa yaitu sebuah keputusan atau nasehat resmi yang diambil oleh sebuah lembaga/ perorangan yang diakui otoritasnya, disampaikan oleh seorang mufti atau ulama. Sebagai
tanggapan/
jawaban
terhadap
peminta
fatwa
(mustafti) yang tidak mempunyai keterikatan.50 DSN yaitu Dewan Syariah Nasional. Yaitu dewan yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia yang bertugas dan memiliki kewenangan untuk menetapkan fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan usaha
bank
yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.51
49
Muhammad, Pengantar Akuntansi Syariah Edisi 2, Jakarta:PT Salemba Emban Patria, 2005, hlm. 225 50 Abdul Ghofur Anshori, Tanya Jawab Perbankan Syariah,(Yogyakarta : UII Press, 2008), hlm 19 51 Abdul Ghofur Anshori, Tanya Jawab... hlm 19.
33
2.
Tugas dan Fungsi DSN (Dewan Syariah Nasional) a. Mengeluarkan fatwa tentang ekonomi syariah untuk dijadikan pedoman bagi praktisi dan regulator b. Menerbitkan rekomendasi, sertifikasi, dan syariah approval bagi lembaga keuangan dan bisnis syariah. c. Melakukan pengawasan aspek syariah atas produk/jasa di lembaga keuangan/bisnis syariah melalui Dewan Pengawas Syariah.52
3.
Wewenang Dewan Syariah Nasional Dewan Syariah Nasional berwenang : a. Mengeluarkan fatwa yang mengikat Dewan Pengawas Syariah di masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. b. Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang, seperti Departemen Keuangan dan Bank Indonesia. c. Memberikan
dan
mencabut
rekomendasi
dan/atau
mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai Dewan Pengawas Syariah pada suatu lembaga keuangan sya riah dengan memperhatikan pertimbangan dari BPH-DSN. 52
http://www.mui.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=55:tentangdew an-syariah-nasional&catid=39:dewan-syariah-nasional&Itemid=58
34
d. Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.53 4.
Mekanisme Operasional Kerja DSN Adapun mekanisme kerja dewan syariah nasional adalah sebagai berikut: a.
DSN mengesahkan rancangan fatwa yang diusulakan oleh Badan Pelaksana Harian DSN.
b.
DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan atau bilamana diperlukan.
c.
Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan (annual report) bahwa lembaga
keuangan
syariah
yang
bersangkutan
telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.54 5.
Fatwa DSN No. 02/DSN-MUI/IV/2000 Tentang tabungan berdasarkan akad wadiah. Tabungan wadiah mempunyai ketentuan-ketentuan umum yang berlaku sebagai pedoman untuk berlakunya tabungan wadiah tersebut. Adapun ketentuan umum tersebut sudah
53
ditetapkan
dalam
Fatwa
No.
02/DSN-
M. Ichwan Sam, dkk, Himpunan Fatwa Keuangan Syariah, (Penerbit Erlangga, 2014),
hlm. 432 54
DSN
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah...hlm. 237
35
MUI/IV/2000.
Pada
Fatwa
ini
disebutkan
ketentuan
mengenai tabungan yang berdasarkan akad wadiah, yaitu: a. Bersifat Simpanan. b. Simpanan bisa diambil kapan saja (on call) atau berdasarkan kesepakatan. c. Tidak ada imbalan yang disyaratkan, kecuali dalam bentuk pemberian ('athaya) yang bersifat sukarela dari pihak bank.55 D. Penelitian yang Relevan Dalam penelitian ini peneliti banyak mengumpulkan referensi guna menghasilkan sebuah karya ilmiah. Agar penelitian ini terfokus dan menghindari penelitian terhadap objek yang sama maka dilakukan review terhadap penelitian yang sudah ada. Berikut tabel perbandingan riset terdahulu :
55
M. Ichwan Sam, dkk, Himpunan Fatwa ... hlm. 53.
Tabel 1.2 Perbandingan Penelitian Penulis Dengan Penelitian Terdahulu
Jenis dan pendekat Teknik an pengumpul penelitian an data
Peneliti
Judul
1.
Abdul Ghofar (2008)
Penghimpunan dana dengan prinsip Wadiah di KJKS Mitra Umat Pekalongan
Jenis penelitian lapangan dan pustaka, pendekata n kualitatif
2.
Anisah Satria Dewi (2010)
Implementasi Prinsip Wadiah Pada Produk Simpanan Keluarga Investasi Mandiri (SKM) Di KJKS An Najah Wiradesa
Jenis penelitian Lapangan, pendekata n kualitatif
No
Teknik analisis data
36
Hasil
Perbedaan
Observasi, Metode Wawancara deskripti dan f dokumentas i
Dalam penelitian ini dijelaskan tentang pemberian bonus dan cara perhitungan dana wadiah di KJKS Mitra Umat. Dalam hal ini bonus diberikan sebagai dana terimakasih kepada nasabah dan sebagai strategi premasaran produk penghimpunan dana yang bertujuan untuk merangsang nasabah supaya menginvestasikan dananya kepada KJKS Mitra Umat.
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
Obsevasi,w awancara dan dokumentas i
Berdasarkan hasil penelitian ini implementasi prinsip wadiah menggunakan wadiah yad dhamanah dimana dana yang telah disimpan oleh anggota dapat dimanfaatkan oleh KJKS BMT An Najah dengan tidak mensyaratkan imbalan secara prosentase sebelumnya dan dalam metode perhitungannya tidak menggunakan unsur riba sehingga dapat mensejahterakan anggotanya.
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
Metode deduktif dan Induktif
37
3.
Nur Azmi Hidayah Novianti (2010)
Implementasi Manajemen Pemasaran Dalam Pengembangan Produk Berbasis Tabungan Wadiah di BNI Syariah Cabang Pekalongan
Jenis penelitian Lapangan, pendekata n kualitatif
Interview dan dokumentas i
Metode analisis deskripti f
Berdasarkan hasil dan analisis penelitian,maka bahwa kondisi pemasaran produk di BNI Syariah Cabang Pekalongan selama ini sudah baik dan telah menerapkan konsep pemasaran yaitu konsep produksi, produk penjualan,pemasaran, kemasyarakatan.Meskipun demikian, BNI Syariah Cabang Pekalongan masih memiliki beberapa kendala baik internal maupun eksternal. Namun,kendala tersebut tidak menghambat berlangsungnya kegiatan pemasaran produknya. Sedangkan manajemen dalam mengembangkan produk berbasis tabungan wadiah telah diterapkan dengan baik terbukti bahwa produk tabungan berbasis wadiah yang tergolong produk baru telah mengalami perkembanhgan yang signifikan.
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
4.
Umul Fadhilah (2011)
Mekanisme penentuan bonus pada akad wadiah di KJKS BMT Bahtera Pekalongan.
Jenis penelitian lapangan, pendekata n kualitatif
Observasi, Wawancara dan dokumentas i
Metode deskripti f
Hasil penelitian menunjukan bahwa bonus akad wadiah adalah dalam tiap bulan bonus akad wadiah ditentukan: saldo rata-rata dana wadiah mengendap, pendapatan/keuntungan BMT tiap bulan. Dan bahwa penentuan bonus
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSN-
38
MUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan 5.
Mutoharo h ( 2012)
Analisis penerapan prinsip syariah dalam pelaksanaan giro wadiah di BNI Syariah Cabang Pekalongan
Jenis penelitian lapangan, pendekata n kualitatif
6.
Mustagfir asror (2013)
Implementasi Jenis Akad Wadiah penelitian Yad Al- Lapangan, Dhamanah Pada pendekata Produk Wisata n kualitatif Religi Di BMT SM NU Cabang Kesesi
Observasi, Wawancara dan dokumentas i
Metode deskripti f
Dalam penelitian ini penerapan giro wadiah sesuai dengan prinsip syariah, dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Faktor intern berasal dari lingkungan BNI Syariah Cabang Pekalongan yang dapat didominasi dengan adanya Dewan Pengawas Syariah, faktor Ekstern berasal dari masyarakat.
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan
Observasi, Metode wawancara deskripti dan f dokumentas i
Produk Wisata Religi 4 yang dilakukan oleh BMT SM NU Cabang Kesesi ini bukan Wisata Religi secara mutlak [penuh] yang tidak sama dengan wisata religi pada umumnya, karena Wisata Religi sepenuhnya menjadi tanggungan BMT SM NU Cabang Kesesi dan uang yang disimpan tetap utuh tanpa dipotong sama sekali, tetapi nasabah Wisata Religi 4 harus memenuhi pembayaran setoran dari awal sampai akhir periode. Bagi peserta yang tidak mampu melanjutkan setoran nasabah tersebut tidak bisa mendapatkan Wisata gratis karena BMT SM NU Cabang Kesesi menganggap nasabah sudah
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
39
mengundurkan diri dari Produk Wisata Religi 4 7.
Mirza Eki Implementasi Nastika Akad Wadiah (2014) Pada Produk Simpanan Wisata Religi Menurut Perspektif Fatwa DSN No.02/DSNMUI/IV/2000 Di BMT SM NU Cabang Pemalang.
Jenis penelitian Lapangan dan pustaka, pendekata n kualitatif
Obsevasi, wawancara dan dokumentas i
Analisis evaluatif
Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Implementasi akad wadiah di BMT SM NU tidak sesuai dengan fatwa DSN NO 02/DSN-MUI/IV/2000 yang mengatur tentang akad wadiah sebagai tabungan. Karena pada produk simpanan wisata religi bonus disebutkan di awal akad secara lisan dan tertera dalam brosur yang ada. Sedangkan pada fatwa DSN NO 02/DSN-MUI/IV/2000 bonus tidak disebutkan di awal akad.
Perbedaanya mengenai permasalahan yang akan peneliti jabarkan yaitu akad wadiah pada produk Safira (Simpanan Musafir Bahtera) menurut Fatwa DSN NO 02/DSNMUI/IV/2000 DI KSPPS BMT Bahtera Pekalongan.
40