PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Masadah NIM: 214-12-023
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
i
ii
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana dalam Hukum Islam
Oleh: Masadah NIM: 214-12-023
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH FAKULTAS SYARI’AH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA 2016
iii
NOTA PEMBIMBING Lamp : 4 (empat) eksemplar Hal
: Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth. Dekan Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga Di Salatiga Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Disampaikan dengan hormat, setelah dilaksanakan bimbingan, arahandan koreksi, maka naskah skripsi mahasiswa: Nama
: Masadah
NIM
: 214-12-023
Judul
: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus BaitulMaal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)
Dapat diajukan kepada Fakultas Syari’ah IAIN Salatiga untuk diajukan dalam sidang munaqosyah. Dengan nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya. Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Salatiga, 12 September 2016 Pembimbing,
M. Yusuf Khummaini S.HI. M.H NIP. 198105082003121003
iv
KEMENTERIAN AGAMA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa V no.9 Telp (0298) 3419400 Fax 323433 Salatiga 50722 Website: www.iainsalatiga.ac.id E-mail :
[email protected]
PENGESAHAN Skripsi Berjudul: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran) Oleh: Masadah NIM: 214-12-023 Telah dipertahankan di depan sidang munaqosyah skripsi Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada hari Kamis, tanggal 26 September 2016, dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam Dewan Sidang Munaqosyah
Ketua Sidang
: Dr. Muh Irfan Helmy, M.A
…................................
Sekretaris Sidang
: M.Yusuf Khummaini, M.H
....................................
Penguji I
: Evi Ariyani, M.H
Penguji II
: Sukron Ma’mun, M.Si
..................................... .....................................
Salatiga, 26 September 2016 Dekan Fakultas Syari’ah
Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP. 19670115 199803 2 002
v
PERNYATAAN KEASLIAN Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Masadah
NIM
: 214-12-023
Jurusan
: Hukum Ekonomi Syari’ah
Fakultas
: Syari’ah
Judul Skripsi
: PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus BaitulMaal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran)
Menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip dan dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 12 September 2016 Yang menyatakan
Masadah NIM: 214-12-023
vi
HALAMAN MOTTO “ Hidup adalah kegelapan jika tanpa hasrat dan keinginan. Dan semua hasrat – keinginan adalah buta, jika tidak disertai pengetahuan. Dan pengetahuan adalah hampa, jika tidak diikuti pelajaran. Dan setiap pelajaran akan sia-sia jika tidak disertai cinta “. Kahlil Gibran
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi inipenulispersembahkankepada : 1. Orang tua saya tercinta, Surotul Aman dan Siti Zulaikhah yang memberikan pengaruh psikologis yang sangat berarti bagi saya. Nasihat-nasihat dari kalian berdua tidak akan pernah saya lupakan. 2. Sahabat-sahabat ku tercinta (Dwi Astuti, Ani Muslikhah, Khoirotun
Nisak,
Dita
Septikawati,
Tri
setyorini,
Siti
Jamilatun, Bunga Apriela) Tanpa kalian mungkin saya tidak akan lama berada di HES dan teman-teman HES lainya yang tanpa mengurangi rasa persaudaraan, tidak bisa saya sebutkan satu persatu. 3. Hafsari Ayu Wardani, yang selalu memberi dukungan moral yang berlimpah untuk penulis. 4. Iva Ekowati, pasangan seperjuangan yang selalu satu atap walaupun berpindah-pindah tempat. 5. Almamater IAIN Salatiga dan Fakultas Syariah
viii
6. Teman-teman posko 42 (Laras, Chusna, Tuckah, Mafa, Herman, Barli, ikhwan) yang selalu sama-sama saling menyemangati dan berjuang untuk menyelesaikan tugas sripsi ini.
ix
KATA PENGANTAR
Rasa
syukur
yang
dalampenulissampaikankepada
Allah
SWT,
karenaberkatlimpahanrahmatNyapenelitianinidapatterselesaikansesuaidengan yang diharapkan. ShalawatdansalamselalupenulispanjatkankehadiratNabi Muhammad yang telah membawa umat dari zaman kebodohan kezaman yang tahuakanilmu. Semogaselalu mendapatkanSyafaatdaribeliaudiduniamaupundiakhiratnanti. Skripsi inidisusun untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Program Studi S1 HukumEkonomiSyariah yang berjudul “PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENYIMPANGAN HAK NASABAH (Studi Kasus Baitul Maal Wat
Bina
Tamwil
Insani
Pringapus
Ungaran)”.
Penulismenyadaribahwadalammenyelesaikanlaporaninitidakdapatdiselesaikantanp aadanyabantuandariberbagaipihak.Olehkarenaitu, penulismengucapkanterimakasihkepada: 1. Rektor IAIN Salatiga Dr. Rahmat Hariyadi M.Pd 2. Dekan fakultas syariah Dra. Siti Zumrotun,. M.Ag 3. Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syariah Evi Ariyani S.H,.M.H 4. Pembimbing
skripsi
M.Yusuf
Khummaini,
S.HI.
M.H
ditengah
kesibukannya tetapi tetap mampu menyempatkan diri untuk memberikan petunjuk, bimbingan dari sisi materi skripsi serta memberi motivasi dan
x
semangat untuk menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas nasehat dan semangatnya. 5. Staf pengajar, pimpinan dan sekretaris Fakultas Syariah yang telah banyak membantu penulis dalam perkuliahan. Serta semuapihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungan yang begitu besar artinya bagi penulis, semoga Allah SWT selalu melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua dan kebaikan serta ketulusan kita mendapatkan ganjaran pahala dari-Nya. Amin ya robbal alamin. Penulismenyadaribahwadalammenyusun skripsi inimasihjauhdari kata
sempurna.Semoga
skripsi
inidapatbermanfaatbagipenulissendiridanbagipembacapadaumumnya.
Salatiga, 12 September 2016
Penulis
xi
ABSTRAK Masadah, 2016.Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpangan Hak Nasabah (Studi Kasus BMT Bina Insani Pringapus Ungaran). Skripsi. Fakultas Syari’ah. Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M Yusuf Khummaini, S.HI. M.H. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Penyimpangan Hak Nasabah, BMT. Penelitian ini dilatar belakangi karena terjadinya masalah pada BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan yang menjadi kendala, pengawasan serta operasional dalam BMT Bina Insani belum terumuskan dengan jelas.Peneliti melakukan penelitian mengenai bagaimana perlindungan hukum BMT dan perlindungan hukum bagi penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perlindungan hukum bagi penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research)denganmenggunakan metode pengumpulan data, observasi, wawancara dan studi pustaka.Sifat penelitian yakni deskriptif analitik, sehingga tertuju pada pemecahan masalah dengan fakta-fakta yang ada. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa BMT secara umum dan BMT Bina Insani secara khusunya belum mempunyai payung hukum yang kuat. Karena belum adanya payung hukum mengenai BMT ini nasaabah BMT Bina Insani juga tidak mendapatkan perlindungan hukum untuk memperoleh haknya, serta asas-asas yang seharusnya terdapat dalam perjanjian tidak dilaksanakan oleh BMT Bina Insani sebagaimana mestinya.
xii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Daftar pertanyaan dengan nasabah BMT Bina Insani Pringapus Ungaran 2. Daftar Riwayat Hidup 3. Surat Nota Pembimbing 4. Surat Ijin Penelitian di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
xiii
DAFTAR ISI SAMPUL………………………………………………………………
i
………………………………………………
ii
…………………………………………………………..
iii
NOTA PEMBIMBING ………………………………………………
iv
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………
v
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN…………………………………
vi
HALAMAN MOTTO……………………………………………………
vii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………
viii
KATA PENGANTAR……………………………………………………
ix
ABSTRAK………………………………………………………………
xii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………
xiii
GAMBAR LOGO JUDUL
DAFTAR ISI
…………………………………………………………xiv
BAB I PENDAHULUAN A. B. C. D. E. F. G. H.
Latar Belakang Masalah……………………………………. Rumusan Masalah…………………………………………… Tujuan Penelitian …………………………………………… Kegunaan Penelitian ………………………………………… Penegasan Istilah ……………………………………………. Tinjauan Pustaka……………………………………………. Metode Penelitian …………………………………………… Sistematika Penulisan ……………………………………….
1 3 3 3 4 5 8 14
BAB II BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) A. Gambaran Umum BMT……………………………………….. 16 B. Landasan Hukum BMT……………………………………….. 31 C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah…………………….. 35
xiv
BAB III GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN A. Gambaran Umum Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran B. Program Baitul Maal Wat Tamwil Bina Insani Pringapus Ungaran ……… C. Klaim ……………………………………………………………………….. D. Sistem Menabung di Baitul Maal wat Tam ………………………………… E. Pelanggaran Hukum di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran …………….. F. Upaya Nasabah untuk Memperoleh Haknya ……………………………….. G. BMT dalam Perundang-undangan di Indonesia …………………………….
44 55 58 59 60 61 62
BAB IV BAITUL WAT TAMWILBINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN A. Analisa Landasan Hukum BMT …………………………………………….. B. Analisa Perlindungan Hukum terhadap Penyimpangan Hak Nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran ………………………………………….. C. Penyelesaian Sengketa Penyimpangan Hak Nasabah BMT Bina Insani Pringapus Ungaran ………………………………………………………………
64 65 72
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ………………………………………………………………….. B. Saran ……………………………………………………………………….. C. Penutup ……………………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN-LAMPIRAN
xv
80 80 81
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Perkembangan perbankan syariah maupun lembaga keuangan syariah pada akhir-akhir ini tergolong cepat. Banyaknya lembaga keuangan makro maupun mikro yang tersebar diberbagai pelosok tanah air rupanya belum mencapai kondisi yang ideal jika diamati secara teliti. Hal ini nampak dari banyaknya lembaga keuangan mikro yang hanya mengejar target pendapatan masing-masing, sehingga tujuan yang lebih besar sering terabaikan khususnya dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah. Padahal lembaga keuangan mikro mempunyai posisi strategis dalam pengembangan ekonomi masyarakat kelas bawah (Sumiyanto, 2008: 1). Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 2 Undang-undang Perbankan, kegiatan menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam kondisi yang demikian inilah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah muncul dan mencoba menawarkan solusi bagi masyarakat kelas bawah. BMT sendiri merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang bisa dibilang paling sederhana. Realitas dilapangan dalam beberapa tahun terakhir BMT
1
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan ini terjadi karena tingginya kebutuhan masyarakat akan jasa intermediasi keuangan. Namun realitasnya, keberadaan BMT ini masih belum selaras dengan tatanan hukum yang ada. Masalah utamanya adalah faktor kelembagaan yang sering menjadi kendala. Sampai saat ini kelembagaan BMT belum diatur secara spesifik sebagaimana lembaga-lembaga keuanagan mikro lainya. Beroperasinya BMT memang dibutuhkan oleh masyarakat, dengan kata lain memberikan manfaat bagi masyarakat. Hanya saja pengawasan terhadap operasional BMT belum terumuskan dengan jelas karena belum jelasan perangkat untuk itu. Para pelaku BMT pun juga telah menyadari kondisi ini. Walaupun telah dibentuk berbagai asosiasi BMT yang berperan dalam merumuskan standarisasi, advokasi dan pengawasan, namun saat ini belum mendapatkan legalitas yang memadai secara hukum nasional. Kenyataan lainnya, keinginan munculnya begitu banyak BMT ini tidak dibarengi dengan faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terusberkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada dilapangan menunjukkan banyak BMT yang tenggelam dan bubar disebabkan oleh berbagai macam sebab,seperti manajemenya yang tidak teratur, pengelola yang tidak amanah, sumber daya manusia yang kurang mampu bekerja professional, tidak dapat menarik kepercayaan masyarakat, kesulitan modal dan seterusnya (Sumiyanto, 2008: 1).
2
Fenomena tersebut diatas mendorong penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah yang mengalami ketidakadilan dalam pemenuhan hak yang harus didapat oleh nasabah. Sehingga penulis ertarik akan melakukan penelitian dalam sebuah skripsi yang
berjudul“PERLINDUNGAN
HUKUM
TERHADAP
PENYIMPANGAN HAK NASABAH (STUDI KASUS BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN)”. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanalandasan hukum Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) ? 2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di Baitul Maal Wat Tamwil(BMT) Bina Insani Pringapus Ungaran ? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk Mengetahui landasan hukum Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) 2. Untuk Mengetahui perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di Baitul Maal Wat Tamwil(BMT)Bina Insani Pringapus Ungaran. D. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat tersebut dijabarkan sebagai berikut : 1. Secara Teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah dan ilmu pengetahuan hukum yang memiliki pengetahuan dengan halhal yang berhubungan dengan perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT.
3
2. Secara Praktis diharapkan penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi atau landasan hukum dalam pengambilan keputusan khususnya bagi perlindungan hukum terhadap penyimpanagn hak nasabah E. Penegasan Istilah Agar tidak menimbulkan masalah dalam pemahaman terhadap judul skripsi ini maka perlu kiranya penulis untuk menegaskan istilah tersebut : 1. Perlindungan Hukum Perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman kepada hak asasi manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada masyarakat agar mereka dapat menikmati semua hak yang diberikan oleh hukum (Hutabarat, 2012: 1). 2. Penyimpangan Menyimpang adalah tidak menurut jalan yang betul, melencong, tidak dari jalan yang telah ditentukan semula (Poerwadarminta, 2006: 1125). Penyimpangan yang dimaksud diatas adalah tidak sesuainya hak nasabah di BMT Bina Insani 3. Hak Hak adalah sungguh ada kebenaran, kekuasaan yang benar atas sesuatu atau untuk menuntut sesuatu (Poerwadarminta, 2006: 397). Hak yang dimaksud diatas ialah kekuasaan atau kewenangan milik nasabah BMT Bina Insani
4
4. Nasabah Nasabah adalah orang yang biasa berhubungan dengan bank atau menjadi pelanggan bank dalam hal keuanagan (Poerwadaminta, 2006: 795). Nasabah yang dimaksud diatas adalah nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. 5. Baitul Maal Wat-Tamwil Baitul Maal Wat-Tamwil secara etimologis, istilah “Baitul Maal”
berarti
“Rumah
Uang”
sedangkan
“Baitut
Tamwil”
mengandung pengertian “Rumah Pembiayaan” (Yunus, 2009: 5). BMT memiliki dua fungsi yaitu: pertama, Baitul Maal memjalankan fungsi untuk memberi santunan kepada kaum miskin dengan menyalurkan dana ZIS (Zakat, Infaq, Shodaqoh) kepada yang berhak. Kedua, Baitut Tamwil menjalankan fungsi menghimpun simpanan dan membiayai kegiatan ekonomi rakyat dengan menggunakan sistem syariah (Putra 2008). F. Tinjauan Pustaka Beberapa penelitian terkait yang membahas tentang perlindungan nasabah dalam ruang lingkup yang berbeda diantaranya adalah : Pertama, Skripsi dari Khotibul Umam, Semarang (2008) yang berjudul “Perlindungan Hukum bagi Nasabah Bank Selaku Konsumen di Bidang Perbankan”. Dalam penelitian tersebut dijelaskan tentang perlindungan hukum bagi nasabah bank ditinjau dari Undang-undang No 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, karena dalam prakteknya
5
nasabah sering mengalami keluhan dalam produk perbankan terkait dengan janji hadiah dan iklan produk perbankan dan pengaduan cara kerja petugas yang kurang simpatik dan professional. Hasil penelitianya menunjukkan bahwa untuk mengoptimalkan perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen ditempuh pihak perbankan bekerja sama dengan lembaga konsumen, terkait dengan adanya hak pada nasabah untuk mengajukan segala hal kepada lembaga pengaduan nasaabah pihak bank perlu mengadakan sosialisasi dan edukasi kepada masyrakat. Kedua, Skripsi dari Ni Luh Putu Widyantini yang berjudul “Perlindungan Hukum Bagi Debitur (Nasabah) dalam Pelaksanaan Perjanjian Kredit Perbankan ditinjau dari Undang-Undang perlindungan Konsumen”. Dalam penelitian ini mengandung permasalahan mengenai kelemahan kedudukan debitur dalam perjanjian kredit perbankan yang formulasi dan ketentuanya sudahdibakukan secara sepihak oleh Bank. Metode penelitian yang digunakan yaitu jenis penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undanagn, teknik pengumpulan bahan hukum dengan melakukan studi pustaka serta menggunakan teknis analisis secar kualitatif. Berdasarkan analisa dan hasil penelitian yang diperoleh, akibat hukum perjanjian baku mengharuskan pihak debitur untuk menyetujui dan melaksanakan ketentuan dari perjanjian baku yang formulasi dan ketentuan yang sudah ditentukan. Jadi perlindungan hukum bagi debitur dalam perjanjian kredit perbankan terletak pada adanya kewajiban bagia pihak bank untuk mengindahkan tata cara pembuatan
6
klausula baku baik bentuk maupun substansinya berdasarkan undangundang perlindungan konsumen dalam perjanjian kredit untuk melindungi nasabah. Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Rach Hardjo Boedi Santoso, Semarang (2009) yang berjudul “Perlindungan Hukum Nasabah Bank Syariah Berkaitan Dengan Pelaksanaan Pengawasan Oleh Bank Indonesia”. Dalam penelitian tersebut membahas tentang bagaoman perlindungan hukm terhadap nasabah bank syariah dan pengawasan bank syariah yang dilakuakan oleh bank Indonesia berkaitan dengan perlindungan hukum nasabah pada bank syariah di Semarang. Metode penelitian ini menggunakan yuridis normatif untuk menganalisa hubungan hukum antara bank dengan kreditur serta perlindungan hukum nasabah dan membandingkan antara bank konvensional dengan bank syariah. Hasil penelitianya menunjukkan untuk menghadapi globalisasi sistem, bank Indonesia dalam melakukan pengawasan terhadap bank syariah agar lebih mengoptimalkan dalam pengkajian perjanjian karena perjanjian awal sebagai bargening position antar pihak dan kebijakan Negara lebih difokuskan pada sosialisasi dan pengembangan sistem keuanagn syariah. Empat, Skripsi yang ditulis oleh David Y. Wonok, Depok (2013) yang berjudul “Perlindungan Hukum Atas Hak-Hak Nasabah Sebagai Konsumen Pengguna Jasa Bank Terhadap Resiko Yang Timbul Dalam Penyimpanagn Dana”. Penelitian tersebut dalam praktek perbankan nasabah dibedakan menjadi 3 yaitu nasabah yang menyimpan dananya 7
dibank, nasabah dalam pembiayaan perbankan, nasabah yang melakukan transaksi denagn pihak lain melalui bank. Terkait perlindungan hukum bagi nasabah selaku konsumen mengenai tata cara pencantuman klausula baku ditinggkat teknis payung hukum melindungi nasabah anatara lain adanya pengaturan mengenai penyelesaian pengaduan nasabah dan mediasi perbankan dalam peraturan bank Indonesia. Dari beberapa hasil penelitian yang ada, terlihat bahwa ada kedekatan judul dengan judul penelitian yang penulis lakuakan. Namun penelitian penulis lakukan berbeda dengan penelitian yang sudah diteliti oleh peneliti lainya. Letak perbedaanya ada pada titik tekan yang penulis fokuskan. Penulis menitik beratkan pada bagaimana perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah BMT Bina Insani. G. Metode Penelitian 1. Pendekatan dan Jenis Penelitian a. Pendekatan Bertujuan
untuk
mengetahui,
penulis
menggunakan
pendekatan hukum empiris artinya dengan mendekati masalah yang diteliti dengan sifat hukum yang nyata atau fakta sosial sesuai dengan kenyataan hidup dalam masyarakat(Ustman, 2014: 2-3). Penggunakan
pendekatan
ini
dimaksudkan
untuk
memahami gejala hukum yang akan diteliti terhadap perlindungan nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran
8
b. Jenis Penelitian jenis penelitian ini yang gunakan nanti adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami keadaan atau fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian. Dalam penelitian kualitatifmetode yangdigunakan adalah wawancara, pengamatan dan pemanfaatan dokumen (Moleong, 2011: 6). Penelitian ini berusaha untuk mengetahui atau mendalami bagaimana payung hukum dalam perlindungan hukum terhadap nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. 2. Kehadiran Peneliti Dalam penelitian ini penulis bertindak sebagai pengumpul data dilapangan dengan menggunakan wawancara, observasi, dokumentasi serta alat-alat bantu lain yang mendukung terlaksananya penelitian, seperti kamera dan alat perekam. 3. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah tempat diamana penelitian itu akan dilakuakan. Dalam penelitian yang akan penulis teliti adalah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. Penulis memilih lokasi ini karena ingin mengetahui bagaimana perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. Selain tempatnya strategis juga BMT
9
ini merupakan salah satu lembaga keuangan yang sedang mengalami pelanggaran hukum. 4. Sumber Data Penulis menggunakan sumber data penelitian berupa : a. Sumber Data Primer Adalah sumber data yang langsung didapatkan dari lapangan ataulokasi penelitian. 1) Informan Informan adalah orang yang dapat memberikan informasi tentang hal-hal yang berhubungan denag penelitian. Dalam penelitian nanti yang menjadi informan adalah manager BMT Bina Insani Pringapus Ungaran, para pegawai dan nasabah BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. 2) Dokumen Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu dokumen-dokumen berhubungan dengan BMT Bina Insani Pringapus Ungaran, yang diantaranya adalah struktur organisasi BMT Bina Insani, data-data mengenai perlindungan hukum terhadappenyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. b. Sumber Data Sekunder Sumber data sekunder adalah sumber data yang diperoleh dari berbagai bacaan atau hasil penelitian sebelumnya yang
10
bertema sama. Jadi sumber data lain yang bisa mendukung penelitian ini adalah dengan telaah pustaka seperti buku-buku, jurnal atau hasil penelitian sebelumnya yang meneliti hal serupa. 5. Prosedur Pengumpulan Data Penelitian ini akan menggunakan 3 metode pengumpulan data : a. Observasi Observasi
adalah
pengumpulan
data
dengan
jalan
pengamatan dan pencatatan secara langsung dan sistematis terhadap fenomena yang diselidiki (Hadi, 1994: 139). Dalam observasi nanti, data yang ingin peneliti peroleh secara langsung dari BMT Bina Insani dengan melakukan pengamatan secara langsung pada objek penelitian seperti mengamati keadaan sekitar BMT Bina Insani, proses pelayanan pada nasabah di BMT Bina Insani, serta fasilitas yang ada di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. b.
Interview Interview yaitu cara memperoleh keterangan atau data dengan mengajukan pertanyaan secara langsung dengan manager, pegawai, dan sebagian nasabah di BMT Bina InsaniPringapus Ungaran.
c. Dokumentasi Dokumentasi
yaitu
mengumpulkan,
menyusun
dan
mengelola dokumen-dokumen tertulis yang terdapat di BMT Bina
11
Insani dan kegiatan yang dianggap berguna untuk dijadikan bahan keterangan yang berhubungan dengan penelitian nanti. 6. Analisis Data Dalam mengalisis data, penulis menggunakan metode diskriptif analisis. Analisis data yang digunakan adalah pendekatan kualitatif terhadap data primer dan sekunder. Selanjutnya diuraikan dan disimpulkan dengan memakai metode induktif yaitu pengambilan kesimpulan dimulai dari pernyataan atau fakta-fakta khusus menuju pada kesimpulan yang bersifat umum (Sudjana, 1998: 7). 7. Pengecekan Keabsahan Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pengecekan keabsahan data dengan menggunakan teknik triangulasi. Menurut Sugiono (2010: 2074) triangulasi dalam pengujian kredibilitas dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu sebagai berikut : a. Triangulasi Sumber yaitu menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber b. Triangulasi Teknik yaitu menguji kredibilitas data
dilakuakn
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi teknik yaitu dengan membandingkan data hasil observasi
12
dengan data hasil wawancara dan membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan. 8. Tahap-Tahap Penelitian Dalam penelitian tang akan peneliti teliti nanti melalui berbagai tahap yaitu : a. Tahap sebelum lapangan, yaitu menentukan topik penelitian, mencari informasi mengenai perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabahdi BMT Bina Insani, pembuatan proposal penelitian, menetapkan fokus penelitian dan sebagainya yang harus dipenuhi sebelum melakukan penelitian b. Tahap
pekerjaan
lapangan,
yaitu
penulis
terjun
langsung
kelapangan untuk mencari data-data yang diperlukan seperti wawancara
kepada
informan,
melakukan
observasi
dan
dokumentasi. c. Tahap analisis data, apabila semua data telah terkumpul dan dirasa cukup maka tahap selanjutnya adalah menganalisa data-data tersebut dan menggambarkan hasil penelitian sehingga bisa memberi arti pada objek yang akan diteliti. d. Tahap penulisan laporan yaitu apabila semua data telah terkumpul dan dianalisis serta dikonsultasikan kepada pembimbing maka yang akan dilakukan penulis selanjutnya adalah menulis hasil penelitian tersebut sesuai dengan pedoman penulisan yang telah ditentukan.
13
H. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan hasil laporan penelitian nanti adalah sebagai berikut : BAB
I
Pendahuluan,
yang
merupakan
garis-garis
besar
pembahasan isi pokok penelitian yang terdirir atas : Latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian. BAB II Kajian Pustaka, meliputi landasan hukum tentang perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah. Diuraikan juga tinjauan hukum tentang perbankan yang menitik beratkan pada BMT. BAB
III
Paparan
Data
dan
Temuan
Penelitian
yaitu
mendiskripsikan tentang perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani. Pada bab ini dijelaskan sekilas tentang objek penelitian seperti sejarah berdirinya, struktur organisasi dan tugastugasnya, visi dan misi, dan kedudukan perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah BMT. BAB IV Pembahasan yaitu analisis hukum terhadap perlindungan hukum terhadap penyimpangan hak nasabah di BMT Bina Insani. Pada bab ini menguraikan tentang jawaban terhadap pokok permasalahan dari penelitian yaitu tentang perlindungan hukum terhadap penyimpanagn hak nasbah BMT apakah sudah sesuai dengan landasan hukumnya.
14
BAB V Penutup yang merupakan kesimpulan dan saran mengenai persoalan yang telah dijabarkan pada bab bab sebelumnya. Kemudian pada bagian akhir dari skripsi nantiadalah daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
15
BAB II BAITUL MAAL WAT TAMWIL (BMT) A. Gambaran Umum tentang BMT 1. Pengertian BMT Baitul Maal Wat Tamwil terdiri dari dua istilah, yaitu Baitul Maal dan BaitutTamwil.Baitul Mal lebih mengarah pada usaha-usaha pengumpulan dana yang non profit, seperti : zakat, infaq dan shodaqoh. Sedangkan Baitut Tamwil sebagai usaha pengumpulan dan penyaluran dana komersial (Sudarsono, 2003: 84). Secara kelembagaan BMT didampingi atau didukung Pusat Ingkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK). Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (PINBUK) sebagai lembaga primer karena mengemban misi yang lebih luas, yakni menetapkan usaha kecil. Dalam prakteknya, Pusat Inkubasi Usaha Kecil (PINBUK) menetapkan BMT dan pada giliranya BMT menetapkan usaha kecil. Keberadaan BMT merupakan representasi dari kehidupan masyarakat dimana BMT
itu berada,
dengan jalan ini BMT mampu mengakomodir kepentingan ekonomi masyarakat (Sumiyanto, 2008: 24-25). 2. Sejarah BMT Setelah berdirinya Bank Muamalah Indonesia (BMI) timbul peluang untuk mendirikan bank-bank yang berprinsip syariah. operasionalisasi BMI kurang menjangkau usaha masyarakat kecil dan 16
menengah, maka muncul usaha untuk mendirikan bank dan lembaga keuangan mikro, seperti BPR syariah dan BMT yang bertujuan untuk mengatasi hambatan operasionalisasi Bank Muamalah Indonesia (BMI) tersebut. Disamping itu ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang hidup serba kecukupan muncul kekhawatiran akan timbulnya pengikisan akidah. Pengikisan akidah ini tidak hanya dipengaruhi dari aspek syiar islam tetapi juga dipengaruhi oleh lemahnya ekonomi masyarakat. Di lain pihak, bebrapa masyarakat harus menghadapi rentenir atau lintah darat. Maraknya rentenir ditengah-tengah masyarakat mengakibatkan masyarakat semakin terjerumus pada masalah ekonomi yang tidak menentu. Bersarnya pengaruh rentenir terhadap perekonomian masyarakat tidak lain karena tidak adanya unsur-unsur yang cukup akomodatif dalam penyelesaian masalah yang masyarakat hadapi. Oleh karena itu BMT diharapkan mampu berperan lebih aktif dalam memperbaiki kondisi (Yunus, 2009: 33). 3. Visi dan Misi BMT a. Visi BMT Visi BMT mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (ibadah dalam arti luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah, memakmurkan kehidupan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya. Karena visi ini
17
merupakan cita-cita jangka waktu panjang, maka perumusanya merupakan obyektifitas dan kesungguhan. Titik tekan perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah(Ridwan, 2006: 3). b. Misi BMT Misi BMT adalah membangun dan mengembangkan tatanan perekonomian dan struktur masyrakat madani yang adil berkemakmuran-berkemajuan, berdasarkan syariah dan ridha Allah. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa misi BMT bukan semat-mata mencari keuntungan dan menumpukkan laba modal pada segolongan orang kaya saja, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi islam. Masyarakat ekonomi kelas bawah harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal sehingga mereka dapat menikamti hasil-hasil BMT. Terdapat kepentingan yang sama dari dua sisi struktur sosial yang berlawanan, yakni struktur masyarakat berada (orang kaya) dengan struktur masyarakat miskin. BMT akan berperan dalam menjembatani kebutuhan keduanya (Ridwan, 2006: 4). 4. Prinsip Operasi BMT Secara ringkas Pusat Pengkajian dan Pengembangan Usaha Kecil (P3UK) tahun 1994 menerangkan prinsip dan produk inti BMTsebagai berikut :
18
a. Prinsip dan Produk Inti Baitul Maal Baitul Maal yang sudah mengalami penyempitan arti ditengah
masyarakat
ini
hanya
memiliki
prinsip
sebagai
penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq dan shodaqoh. Dalam arti bahwa Baitul Maal hanya bersifat “menunggu” kesadaran ummat untuk menyalurkan dana zakat, infaq dan shodaqohnya saja tanpa ada suatu kekuatan untuk melakukan pengambilan atau pemungutan secara langsung kepada mereka-mereka yang sudah memenuhi kewajibanya tersebut, dan seandainya aktifpun hanya bersifat seolah-olah meminta dan menghimbau yang kemudian setelah itu baitul maal menyalurkan kepada mereka yang berhak untuk menerimanya(Yunus 2009: 33) Dari prinsip dasar diatas dapat kita ungkapkan bahwa produk inti dari Baitul Maal terdiri atas : 1) Produk Penghimpunan Dana. Dalam produk penghimpunan dana ini, sebagaimana telah diungkapkan diatas, baitul maal menerima dan mencari dan berupa zakat, infaq dan shodaqoh. Meskipun selain sumber dana tersebut Baitul Maal juga menerima dana berupa sumbangan, hibah ataupun wakaf serta dana-dana yang bersifat sosial.
19
2) Produk Penyaluran Dana Penyaluran dana-dana yang bersumbrkan dari dana baitul maal harus bersifat spesifik, terutama dana yang bersumber dari zakat, karena dana zakat ini sarana penyaluranya sudah ditetapkan secara tegas dalam Al Qur’an yaitu kepada 8 golongan ashnaf anatar lain : fakir, miskin, amilin, mualaf, fisabilillah, ghorimin, hamba sahaya dan digunakan untuk pengembangan usaha orang-orang miskin, pembangunan lembaga pendidikan, masjid maupun biaya-biaya operasional kegiatan sosial lainnya(Yunus, 2009: 34). b. Prinsip dan Produk Inti Baitut Tamwil Baitut Tamwil tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan oleh bank islam. Ada 3 prinsip yang dapat dilaksanakan oleh BMT (dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil), yaitu : 1.
Prinsip Bagi Hasil Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian bagi hasil ini dilakukan anatara BMT dengan pengelola dana dan antara BMT dengan penyedia dana (penyimpan/penabung). Bentuk produk yang berdasarkan
20
prinsip ini adalah Mudharabah dan Musyarakah. Sesuai dengan firman Allah dalam QS An Nisa’ : 12
Artinya: Tetapi jika saudara-saudara itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu. 2.
Prinsip Jual Beli dengan Mark Up (keuntungan). Prinsip ini merupakan suatu cara jual beli yang pelaksanaanya BMT mengangkat nasabah sebagian agen (yang diberi kuasa) melakukan pembelian barang atas nama BMT, kenudian BMT bertindak sebagai penjual, menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT atau sering disebut margin mark up. Keuntungan yang diperoleh BMT akan dibagi juga bagi penyedia/ penyimpan dana. Bentuk produk prinsip ini adalah Murabahah dan Bai’Bitsaman Ajil.Sesuai dengan firman Allah dalam QS Al Baqarah 275.
Artinya : Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. 3.
Prinsip non Profit
21
Prinsip ini disebut juga dengan pembiayaan kebajikan, prinsip ini lebih bersifat sosial dan tidak profit oriented. Sumber dana untuk pembiayaan ini tidak membutuhkan biaya, tidak seperti bentuk –bentuk pembiayaan tersebut diatas. Bentuk produk prinsip ini adalah pembiayaan Qordul Hasan. Sesuai dengan perintah Allah dalam QS Al Muzammil: 20.
Artinya : Makadirikanlah sembahyang, tunaikan zakatdan berikanlah pinjaman kepada Allah swt berupa pinjaman yang baik. Adapun mengenai produk inti dari BMT (sebagai fungsi Baitut Tamwil) adalah sebagai penghimpunan dana dan penyaluran dana. 1. Produk Penghimpunan Dana Produk penghimpunan dana berupa jenis-jenis simpanan yang dihimpun oleh usaha-usaha produktif, jenis simpanan tersebut anatara lain : a. Al-Wadiah Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Dengan sistem ini BMT tetap memberikan bagi hasil, namun nisbah bagi penabung sangat kecil. Sesuai dengan perintah Allah dalam QS. An Nisa’: 58.
22
Artinya : Sesungguhnya Allah menturuh kamu untuk menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya. b. Al-Mudharabah Penabung
memiliki
motivasi
untuk
memperoleh
keuntungan dari tabungannya, karena itu daya tarik dari jenis tabungan ini adalah besarnya nisbah dan sejarah keuntungan bulan lalu. c. Amanah Penabung memiliki keinginan tertentu yang diakadkan atau diamanahkan kepada BMT. Misal tabungan ini dimintakan kepada BMT untuk pinjaman khusus dhu’afa atau orang tertentu. Dengan demikian tabungan ini sama sekali tidak diberikan bagi hasil. d. Produk Penyaluran Dana Produk penyaluran dana dalam hal ini merupakan bentuk pola pembiayaanya yang merupakan kegiatan BMT dengan harapan dapat memberikan penghasilan. Pola pembiayaan tersebut adalah : (1) Pembiayaan Mudharabah Pembiayaan modal kerja yang diberikan oleh BMT
kepada
23
anggota,
dimana
pengelola
usaha
sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai nasabah debitor. Dalam hal ini anggota nasabah menyediakan usaha dan sistem pengelolaanya. Hasil keuntungan akan dibagi dua sesuai dengan kesepakatan bersama. (2) Pembiayaan Musyarakah Pembiayaan
berupa
sebagian
modal
yang
diberikan kepada anggota dari modal keseluruhan. Pihak BMT dapat dilibatkan dalam proses pengelolaanya. Pembagian keuntungan yang proporsional dilakukan sesuai dengan perjanjian kedua belah pihak. (3) Pembiayaan Murabbahah Pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk pembelian barang-barang yang akan dijadikan modal kerja. Pembiayaan ini diberikan untuk jangka pendek tidak lebih dari 6 sampai 9 bulan atau lebih dari itu. Keuntungan bagi BMT diperoleh dari harga yang dinaikkan. (4) Pembiayaan Bai’Bitsaman Ajil Pembiayaan ini hampir sama dengan pembiayaan murabbahah, yang berbeda adalah pola pembayarannya yang dilakukan dengan cicilan dalam waktu yang agak panjang. Pembiayaan ini lebih cocok untuk pembiayaan
24
investasi. BMT akan mendapatkan keuntungan dari harga barang yang dinaikkan. (5) Pembiayaan Al-Qordhul Hasan Merupakan pembiayaan lunak yang diberikan kepada anggota yang benar-benar kekurangan modal atau kepada mereka yang sangat membutuhkan untuk keperluan-keperluan yang sifatnya darurat. Nasabah cukup mengembalikan pinjamannya sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT (Yunus, 2009: 35-38). 5. Ciri-ciri BMT Dibandingkan dengan lembaga keuangan syariah lainnya BMT memiliki cirri-ciri sebagai berikut: a.
Berorientasi bisnis, yaitu memiliki tujuan mencari laba bersama dengan meningatkan pemanfaatan segala potensi ekonomi yang sebanyak-banyaknya bagi para anggota dan lingkunya.
b.
Bukan merupakan lembaga sosial, tetapi dapat dimanfaatkan untuk mengelola dana sosial umat, seperti zakat, infaq, sedekah, hibah dan wakaf.
c.
Lembaga ekonomi umat yang dibangun dari bawah secara swadaya yang melibatkan peran serta masyarakat disekitarnya.
d.
Lembaga ekonomi milik bersama anatara kalangan masyarakat bawah dan kecil serta bukan milik perorangan atau kelompok
25
tertentu diluar masyarakat sekitar BMT (Dewi dkk, 2005: 167168). Sedangkan ciri-ciri BMT secara khusus ialah sebagi berikut : a. Staff dan karyawan BMT bertindak aktif-proaktif, tidak menunggu tetapi menjemput bola, bahkan berebut bola baik untuk menghimpun dana anggota maupun untuk dana pembiayaan. Pelayanannya mengacu kepada kebutuhan anggota, sehingga semua staff BMT harus mampu memberikan yang terbaik buat anggota dan masyarakat. b. Kantor dibuka dalam waktu tertentu yang ditetapkan sesuai kebutuhan pasar. Sehingga waktu buka kasnya tidak terbatas pada siang hari saja, tetapi dapat saja malam atau sore hari tergantung pada kondisi pasarnya. c. BMT mengadakan pendampingan usaha anggota. Pendampingan ini akan lebih efektif jika dilakukan secara berkelompok. (Ridwan, 2006:10). 6. Organisasi BMT Untuk memperlancar BMT maka diperlukan struktur yang mendiskripsikan alur kerja yang harus dilakukan oleh personil yang ada dalam BMT tersebut. Srtuktur organisasi BMT meliputi, musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, dewan syariah, pembina manajemen, manager, pemasaran, kasir dan pembukuan.
26
Adapun tugas dari masing-masing struktur diatas adalah sebagai berikut : Musyawarah anggota pemegang simpanan pokok, memegang kekuasaan tertinggi didalam memutuskan kebijakan-kebijakan makro BMT.
Dewan
syariah,
bertugas
mengawasi
dan
menilai
operasionalisasi BMT. Pembina manajemen bertugas membina jalannya BMT dalam merealisasikan programnya. Manager bertugas menjalankan amanah musyawarah anggota BMT dan memimpin BMT dalam merealisasikan programnya. Sedangkan pemasaran bertugas untuk mensosialisasikan dan mengelola produk-produk BMT. Kasir bertugas melayani nasabah dan pembukuan bertugas untuk melakukan pembukuan atas aset dan omset BMT (Sudarsono, 2003: 87-88). Disisi lain BMT bersaing dengan lembaga yang sama atau sejenis. Untuk itu, SDM-nya yang terlibat mengelola BMT dituntut professional. Pemahaman professional berarti bahwa SDM harus : a. Menghargai waktu, yaitu BMT dituntut untuk memanfaatkan waktu dengan efisien untuk bekerja keras dan bekerja cerdas. b. Tahu persis apa yang dikerjakan, maksudnya para unsur pengelola BMT bukan manusia yang harus diperintah dahulu baru bekerja. Ia harus tanggap, berorientasi pada pemecahan masalah dan menyiapkan langkah antisipasi. c. Siap bersaing secara konsumtif, yaitu seluruh eksponen BMT harus sigap untuk berupaya yang terbaik bagi entitas dalam arti
27
sempit serta memberikan yang optimal bagi kemaslahatan umat (Sumiyanto, 2008: 217).
7. Pengelolaan Dana BMT a. Pengelolaan Dana Simpanan BMT dalam melakukan penghimpunan dana harus mengacu pada ketentuan yang berlaku, baik perundang-undangan tentang koperasi maupun ketentuan syariah yaitu : a.
BMT dapat menghimpun dana dari anggota, calon anggota, kopearsi lain atau anggotanaya dalam bentuk simpanan dan simpanan berjangka.
b.
Simpanan dan simpanan berjangka memungkinkan untuk dikembangkan yang esensinya tidak menyimpang dari prinsip wadiah dan mudharabah sesuai dengan kepentingan dan manfaat yang harus diperoleh, selama tidak bertentangan dengan syariah yang berlaku dan dengan merujuk pada fatwa DSN-MUI.
c.
Perhitungan bagi hasil untuk simpanan biasa dan simpanan berjangka sesuai pola bagi hasil dilakukan dengan sistem distribusi pendapatan.
28
d.
Distribusi pendapatan diperoleh dari perhitungan saldo ratarata per-klasifikasi dana dibagi total saldo rata-rata seluruh klasifikasi dana, kemudian dikalikan dengan komponen perkiraan pendapatan yang dibagikan lalu dikalikan nisbah bagi hasil masing-masing produk simpanan.
Konsep dasar pengelolaan simpanan BMT ialah : 1)
Konsep akad wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak pada pihak lainnya baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja saat penitip menghendakinya.
2)
Konsep Mudharabah yaitu penyimpan dana bertindak sebagai shahibul maal dan BMT sebagi mudharib. Kemudian dana ini digunakan BMT untuk pembiayaan baik berupa akad jual beli maupun syirkah. Dasar mudharabah adalah kepercayaan murni, sehingga dalam kerangka pengelolaan dana oleh mudharib, shahibul maal tidak diperkenankan melakukan intervensi dalam bentuk apapun selain hak melakukan pengawasan untuk menghindari pemanfaatan dan diluar rencana yang disepakati.
2. Pengelolaan Dan Pembiayaan Produk penyaluran dana di BMT yang dikembangkan menjadi tiga mode yaitu :
29
1) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerja sama guna mendapat barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil. 2) Transaksi pembiayaan yang dilakukan untuk memilki barang dilakukan dengan prinsip jual beli 3) Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa. Konsep penyaluran dana oleh BMT dapat dikelompokkan sebagai berikut: a.
Prinsip Bagi Hasil (Syirkah) Prinsip syirkah untuk produk pembiayaan BMT dapat dioperasikan dengan pola sebagai berikut: 1.
Musyarakah adalah kerja sama dalam usaha oleh dua pihak
2.
Mudharabah yaitu kerja sama dimana shahibul maal memberikan dana 100% kepada mudharib yang memilki keahlian.
3.
Mudharabah muqayyadah yaitu pada prinsipnya sama dengan persyaratan mudharabah mutlaqah.
b.
Prinsip Jual Beli (Tijarah) Prinsip jual beli dapat dikembangkan menjadi bentuk-bentuk pembiayaan sebagai berikut : 1.
Pembiayaan Murabbahah yaitu menjual dengan modal asli bersama tambahan keuntungan yang jelas. Murabbahah 30
merupakan salah satu produk penyaluran dana yang cukup digemari oleh BMT karena karakternya yang mudah dalam penerapan dan dengan resiko yang ringan untuk diperhitungkan. 2.
Bai’ as Salam yaitu akad pembelian barang yang mana barang yang dibeli diserahkan kemudian hari, sedangkan pembayarannya dilakukan secara tunai dimuka.
3.
Bai’ Al Istisna’ yaitu kontak penjualan antara pembeli dan BMT. Dalam kontrak ini BMT menerima pesanan dari pembeli kemudian berusaha melalui orang lain untuk mengadakan barang sesuai dengan pesanan barang tersebut.
c.
Prinsip Sewa (ijarah) yaitu dilandasi adanaya pemindahan manfaat. Pada dasarnya prinsip ini sama dengan prinsip jual beli, namun perbedaanya terdapat dalam obyek transaksinya. Bila akad jual beli transaksinya adalah barang maka pada ijarah obyek transaksinya adalah jasa.
d.
Prisip Jasa, disebut seperti ini karena prinsip dasar akadnya adalah
ta’awun
atau
tolong-menolong.
Berbagai
pengembangan dalam akad ini meliputi : wakalah, kafalah, qard, hawalah dan rahn (Sumiyanto, 2008:152-160). B. Landasan Hukum 1. Dasar Hukum BMT
31
BMT didirikan dalam bentuk KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat) atau koperasi. Sebelum usahanya, kelompok Swadaya Masyarakat harus mendapatkan sertifikat operasi dari PINBUK (Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil). Sementara PINBUK itu sendiri harus mendapat pengakuan dari Bank Indonesia (BI) sebagai Lembaga Pengembangan Swadaya Masyarakat (LPSM). Berkenaan dengan Koperasi Unit Desa (KUD) dapat mendirikan BMT telah diatur dalam petunjuk Menteri Koperasi yang menetapkan bahwa bila di suatu wilayah dimana telah ada KUD dan KUD tersebut telah berjalan dengan baik dan organisasinya telah teratur dengan baik maka BMT bisa menjadi Unit Usaha Otonom (U2O) atau Tempat Pelayanan Koperasi (TPK) dari KUD tersebut. Sedangkan bila KUD yang telah berdiri itu belum berjalan dengan baik maka KUD yang bersangkutan dapat dioperasikan sebagai BMT. Apabila di wilayah yang bersangkutan belum ada KUD, maka dapat didirikan KUD BMT(Ridwan, 2006: 25). Penggunaan badan hukum KSM dan koperasi untuk BMT itu disebabkan karena BMT tidak termasuk kepada lembaga keuangan formal yang dijelaskan UU No 7 tahun 1992 dan UU No 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang dapat dioperasikan untuk menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat. Menurut Undang-undang, pihak yang berhak menghimpun dan menyalurkan dana masyarakat adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat, baik dioperasikan dengan cara konvensional maupun dengan prinsip bagi hasil. Namun demikian
32
kalau BMT dengan badan hukum KSM atau Koperasi itu telah berkembang dan telah memenuhi sayrat-syarat BPR, maka pihak manajemen dapat mengusulkan diri kepada pemerintah agar BMT dijadikan sebagai BPRS (Badan Perkreditan Rakyat syariah) dengan badan hukum koperasi atau perseroan terbatas(Ridwan, 2006: 25). Perseroan terbatas merupakan bentuk ideal untuk usah perbankan, kenyataan yang ada dalam praktik sebagian besar bank berbentuk perseroan terbatas. Mungkin hal ini yang menjadi latar belakang UU No 21 tahun 2008 yang membatasi bentuk hukum bank syariah berupa perseroan terbatas. Dengan bentuk hukum yang demikian berlaku UU No 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (Supramono, 2009: 140). Pilihan badan hukum koperasi atau BMT harus memperhatikan rencana kerja operasioanal. Jika BMT diharapkan akan beroperasi secara luas, maka pengesahan badan hukumnya harus menyesuaikan. Terdapat pembatasan wilayah kerja sesuai dengan badan hukum yang dimilikinya dengan pembagian sebagai berikut : a.
BMT Daerah, yaitu BMT yang hanya dapat memberikan pelayanan kepada angggota yang berdomisisli dalam satu daerah kabupaten.
b.
BMT Propinsi, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu propinsi yang mencakup semua wilayah kabupaten-kota yang da didalamnya.
33
c.
BMT Nasional, yaitu BMT yang dapat beroperasi dalam satu wilayah kenegaraan. BMT ini dapat membuka kantor cabang diseluruh wilayah Indonesia. badan hukum BMT ini dikeluarkan oleh pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Kopersai dan UKM (Ridwan, 2006:26).
2. Dasar Hukum Islam Setiap kegiatan usaha bank tidak lepas dengan yang namanya hutang-piutang atau kegiatan menghimpun dan menyalurkan dana, dalam hal ini secara hukum dapat didasarkan pada adanya perinah dan anjuran agama supaya manusia hidup dengan saling tolong menolong serta saling bantu membantu dalam kebajikan. Sesuai firman Allah dalam QS AlMaidah ayat 2:
Artinya : Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. Selanjutnya dalam utang-piutang Allah membatasi agar berjalan sesuai prinsip syariah yaitu menghindari penipuan dan perbuatan yang dilarang oleh Allah. Ketentuan ini sesuai dengan QS Al-Baqarah ayat 282 sebagai berikut :
34
Artinya : Hai orang-orang yang beriman jika kamu bertransaksi atas dasar utang dalam waktu yang telah ditentukan, tulislah. Hendaklah seorang penulis diantaramu menulis dengan benar, dan jangan ia enggan menulisnya sebagaimana yang telah diajarkan Allah Karena pemberian utang pada sesama merupakan perbuatan kebajikan, maka seseorang yang memberi pinjaman menurut pakar hukum Islam tidak diperbolehkan mengambil keuntungan (profit). Sesuai firman Allah dalam QS Al-Hadid ayat 11:
Artinya : Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak. C. Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah 1. Bentuk Perlindungan a. Perlindungan secara Implisit Perlindungan ini yang diperoleh melalui :
35
1) Peraturan perundang-undangan dibidang perbankan 2) Perlindungan yang dihasilkan oleh pengawasan dan pembinaan yang efektif yang dilakukan oleh bank Indonesia. 3) Upaya menjaga kelangsungan usaha bank sebagai sebuah lembaga pada khususnya dan perlindungan terhadap sistem perbankan pada umumnya. 4) Memelihara tingkat kesehatan bank 5) Melakukan usaha dengan prinsip kehati-hatian 6) Cara pemberian kredit yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah 7) Menyediakan informasi risiko pada nasabah(Hermansyah, 2007: 131-137). b. Perlindungan secara Eksplisit Perlindungan secara eksplisit yaitu melalui pembentukan suatu lembaga yang menjamin simpanan masyarakat, sehingga apabila bank mengalami kegagalan, lembaga tersebut yang akan mengganti dana masyrakat yang disimpan pada bank yang gagal tersebut. Berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap nasabah penyimpan dana, ada 2 macam perlindungan yaitu : 1) Perlindungan Tidak Langsung Perlindungan tidak lanhsung adalah suatu upaya atau tindakan pencegahan yang bersifat internal oleh bank yang
36
bersangkutan dengan melalui hal-hal yang bersangkutan dengan melalui hal-hal yang dikemukakan berikut ini : a)
Prinsip kehati-hatian
b)
Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK)
c)
Kewajiban mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi
d)
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
2) Perlindungan Langsung Perlindungan langsung adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada nasabah penyimpan dana secara langsung terhadap kemungkinan timbulnya risiko kerugian dari kegiatan usaha yang dilakukan oleh bank. Mengenai perlindungan secara umum ini dapat dikemukakan kedalam 2 hal, yaitu : a) Hak Preferen penyimpan dana b) Lembaga asuransi deposito (Hermansyah, 2007: 138-145). 2. Hak dan Kewajiban BMT dan Nasabah a. Hak dan Kewajiban BMT antara lain : 1) Hak BMT a) Mendapatkan provisi terhadap layanan jasa yang diberikan kepada nasabah b) Menolak pembayaran apabila tidak memenuhi persyaratan yang telah disepakati bersama
37
c) Melelang agunan dalam hal nasabah tidak mampu melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan akad kredit yang telah ditandatangani kedua belah pihak d) Pemutusan rekening nasabah (klausul ini banyak dalam prakteknya) e) Mendapatkan buku cek, bilyet giro, buku tabungan, kartu kredit dalam hal terjadi penutupan rekening 2) Kewajiban BMT : a) Mengembalikan agunan, ketika kredit telah lunas b) Menjamin kerahasiaan identitas nasabah beserta dana yang disimpannya di bank, kecuali ketika peraturan perundangundanagan menentukan lain. c) Membayar bunga simpanan sesuai dengan perjanjian d) Mengganti kedudukan debitor dalam hal nasabah tidak mampu melaksanakanya pada pihak ketiga e) Memberikan
laporan
kepada
nasabah
terhadap
perkembangan dananya di BMT b. Hak dan Kewajiban Nasabah : 1) Hak Nasabah a) Mendapatkan layanan jasa yang diberikan oleh BMT, seperti sistem menabung yang dilakukan oleh pegawai BMT untuk mengunjungi kerumah nasabah dsb.
38
b) Mendapatkan laporan atas transaksi yang dilakukan melalui BMT c) Mendapat agunan kembali setelah agunan lunas d) Mendapat sisa uang pelelangan dalam hal agunan dijual untuk melunasi kredit yang tak terbayar 2) Kewajiban Nasabah a) Mengisi dan menandatangani formulir yang disediakan oleh BMT, sesuai dengan pelayanan jasa yang diinginkan oleh nasabah b) Melengkapi persyaratan yang telah ditentukan oleh BMT c) Membayar provisi yang telah ditentukan oleh BMT d) Menyetor dana awal yang ditentukan oleh BMT e) Menyerahkan buku cek/giro bilyet tabungan. 3. Kedudukan Hukum Nasabah Setelah BMT di Likuidasi Ketua Umum Asosiasi BMT Seluruh Indonesia Aries Mufti, mengatakan ada tiga hal yang membuat biaya dana dan margin di BMT tinggi. Pertama, ketiadaan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Kedua terkait kenyamanan nasabah dalam bertransaksi. Ketiga, BMT tidak bisa memberi hadiah besar kepada nasabah seperti lainya bank. Jadi margin tinggi di BMT itu karena tidak ada LPS, tidak bisa bertransaksi dimana saja dan tidak bisa memberi hadiah ke nasabah. (http://keuangansyariah.mysharing.co/ini-3-hal-penyebab-biaya-danatinggi-di-bmt/). Oleh karena itu, terkait BMT tidak masuk dalam
39
program penjaminan pemerintah dengan LPS (Lembaga penjamin Simpanan),
maka
hal
ini
memang
mengandung
risiko
saat
pengembalian uang simpanan nasabah ketika BMT mengalami kesulitan likuiditas. KUHPerdata, Undang-undang Kepailitan dan Undang-undang Perbankan sama-sama mendudukan nasabah pemegang deposito, tabungan dan giro sejajar dengan kreditur konkuren biasa. Satusatunya yang dikecualikan oleh UU Perbankan dalam hal likuidasi adalah penitipan murni oleh nasabah. Hal ini jelas tidak adil dan tidak businesslike. Sebab, baik tabungan, deposito maupun giro, sebenarnya hanya versi-versi lain dari penitipan, sehingga tidak layak jika disejajarkan dengan kreditur lainya. Bagi nasabah sendiri, sekiranya likuidasi itu memang akan merugikan mereka (misalnya, urutan prioritas pembyarannya akan ditempatkan dinomor akhirkan oleh tim likuidasi), dapat saja diambil jalan keluar menggugat bank yang bersangkutan ke pengadilan,sehingga seluruh asetnya dijadikan sita jaminan. Setelah pihak nasabah memenangkan gugatan, nasabah dapat langsung melelang aset tersebut untuk pelunasan bayaran uang mereka plus bunga yang penuh. Jika ada pihak yang melakukan bantahan dan katakanlah diterima oleh pengadilan, upaya nasabah mengajukan gugatan ke pengadilan tersebut dapat menjadi alat untuk memperkuat bargaining position. Hal ini tentu lumayan bagi nasabah (Fuady, 1996: 136).
40
Seandainaya dalam memberikan keputusan, tim likuidasi bersikap tidak adil maka diapun tidak luput dari sasaran gugatan kepengadilan oleh pihak yang telah dirugikanya. Hal ini memang sangat krusial dan sangat mungkin terjadi karena proses likuidasi berbeda dengan kepailitan. Tentang kepailitan diatur khusus oleh UU kepailitan. Dalam proses kepailitan pengadilan yang memberikan keputusanya. Dan setelah itu ada banding ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi ke Mahkamah Agung. Sedangkan dalam proses likuidasi, hanya orang-orang partikelir biasa yang bertindak, dan bukan tidak mungkin mereka akan memberikan keputusan yang salah kaprah nantinya, karena melikuidasi bank sangat complicated dan juga harus berlaku adil, ada baiknya jika kerja berat tersebut dilimpahkan saja menjadi tugas pengadilan yang memang sudah professional untuk itu. Menurut sistem hukum Indonesia, dalam suatu likuidasi jika seluruh hutangnya kepada pihak luar dibayar lunas, baru sisanya jika ada diperuntukkan bagi pembayaran hutangnya kepada pemegang saham, dan setelah itu sisa assetnya baru dibagi-bagikan kepada para pemegang saham (Fuady, 1996: 138-140). 4. Tanggung Jawab Direktur Bila Perusahaan Pailit atau Likuidasi Jika Perseroan Terbatas (PT) dinyatakan pailit oleh pengadilan atau likuidasi, pada prinsipnya kreditur tidak dapat memintakan kreditur
atau
komisaris
ataupun
pemegang
sahamnya
untuk
bertanggung jawab secara pribadi. Karenanya, harta-harta pribadi
41
mereka tidak boleh disita atau dilelang. Kalaupun ada pihak pemilik itu hanya dikarenakan ikatan-ikatan yang bersifat kontraktual. Dalam hal ini, kontrak loan, personal guarantee dan gadai saham. Beberapa pengecualian terhadap prinsip kemandirian tanggung jawab badan hukum dalam hal perusahaan pailit antara lain : a. Jika direktur bertindak diluar batas kemampuannya yang diberikan oleh anggaran dasar b. Jika dilakukan perbuatan melawan hukum (perdata maupun pidana) c. Jika direktur besikap sangat tidak layak atau bertentangan dengan prinsip bisnis d. Jika terjadi fenomena yang dapat dilingkupi oleh doktrin. Pelanggaran tersebut merupakan rumusan istilah kesalahan atau kelalaian menurut Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) pasal 90 ayat (2). Karena itu pula direktur dapat dimintkan untuk bertanggung jawab secara hukum ketika perusahaan pailit jika dalam perbuatan direktur yang dianggap menyimpang tersebut secara langsung atau tidak langsung menyebabkan perusahaan yang bersangkutan jatuh pailit. Hanya saja UUPT membuat beberapa retriksi terhadap tanggung jawab direktur dalam hal perseroan pailit sebagai berikut : a. Direktur ikut bertanggung jawab jika perusahaan tersebut dinyatakan pailit. 42
b. Harus ada unsur kesalahan atau kelalaian dari direktur tersebut c. Tanggung jawab direktur bersifat residual, maksudnya dia baru bertanggung jawab secara material setelah seluruh aset perusahaan diambil dan ternyata tidak cukup. d. Disamping perusahaan, yang ikut ditarik untuk bertanggung jawab adalah hanya direksi. Komisaris dan pemegang saham tidak ikut bertanggung jawab secara hukum, kecuali mereka melakukan kesalahan lain. e. Tanggung jawabnya secara renteng. Jadi walaupun seorang direktur yang bersalah, tetapi yang lain juga dipresumsi untuk bertanggung jawab. f. Adanya presumsi bersalah, dengan beban pembuktian terbalik, maksudnya jika direksi bersalah maka seluruh anggota direktur dianggap bersalah, kecuali ada anggota direksi yang dapat membuktikan bahwa sebenarnya dia tidak bersalah. g. Prinsip special treatment untuk perseroan pailit, maksudnya maksudnya pengaturan dan restriksi tentang tanggung jawab direksi dalam hal perusahaan pailit hanya berlaku dalam hal perusahaan pailit saja (Fuady, 1996: 89-92).
43
BAB III
GAMBARAN UMUM BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN
A. BMT Bina Insani Pringapus Ungaran 1. Sejarah Berdirinya BMT Bina Insani BMT Bina Insani sebuah lembaga keuangan syariah berbentuk koperasi yang dirintis sejak Juli 1998 sebagai pengaruh dari krisis yang melanda bangsa Indonesia. Masalah utama usaha ekonomi kecil diwilayah Pringapus adalah keterbatasan dana dan kemampuan managerial yang kurang. Hal ini sebenarnya dapat diatasi dengan menjamurnya lembaga keuangan yang sudah menambah di Pringapus yaitu adanya BRI di unit desa, BKK dengan unit keliling maupun lembaga keungan yang lain namun kenyataanya fasilitas yang diberikan belum mampu bisa menembus dan menyentuh para pengusaha menengah kebawah. Hal ini disebabkan karena sistem dan operasional perbankan harus melalui syarat administrasi yang rumit atau sulit untuk dipenuhi oleh pengusaha kecil kebawah sehingga kalaupun ada yang mendapatkan kucuran dana tidak disertai dengan bimbingan dan pengawasan bisa berakibat usaha yang dilakukan tidak bisa berhasil malah sebaliknya. Disisi lain masih banyak umat Islam yang enggan dengan perbankan karena presepsi yang kuat adanya bunga bank yang ada di
44
bank itu termasuk riba yang disyariatkan Islam. Berdasarkan dari pemikiran di atas sekelompok masyarakat yang peduli mencoba membentuk kelompok swadaya masyarakat dalam bentuk koperasi yang merangkul dan menampung semua
golongan yang ada di
Pringapus dengan nama koperasi Bina Insani yang diharapkan dengan uasaha ini pengusaha kecil yang tidak mampu berhubungan dengan Bank dan lembaga keuangan yang lain merasa terpanggil untuk berkoneksi
dengan
Bina
Insani
untuk
memajukan
kualitas
kehidupannya. Seiring dengan permasalahan dan krisis ekonomi yang menimbulkan dampak yang buruk bagi kondisi buruk yang meningkatkan
pengangguran.
Depnaker
kabupaten
Semarang
membuka proyek penanggulangan Pengangguran Kerja Trampil. Sehingga dirintislah lembaga keuangan syariah BMT Bina Insani dengan manfaatkan program pemerintah tersebut. Kemudian pada tanggal 15 Maret 1999 yang dikeluarkannya badan hukum koperasi yang menjadi tanggal resminya berdirinya koperasi dengan nomor : 055/BH/KDK.11.1/111/1999. 2. Visi dan Misi BMT Bina Insani Pringapus Ungaran a. Visi Menjadi mitra kerja yang handal dalam permodalan usaha anggota dan masyarakat melalui sistem syariah Islam.
45
b. Misi 1) Menyelenggarakan pelayanan prima kepada anggota sesuai jati diri koperasi 2) Menjalankankegiatan usaha jasa keuangan secara efektif, efisien dan transparan 3) Menjalin kerja sama usaha dengan berbagai pihak 4) Menampilkan pendamping dn konsultan 5) Melakukan sosialisasi kegiatan ekonomi islam 3. Identitas BMT Bina Insani a. Keanggotaan Berdasarkan
Undang-undang
koperasi
hanya
boleh
menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada anggota. Maka Bina Insani mengeluarkan produk simpanan dan mencantumkan para pencantuman sebagai calon anggota, selama belum memenuhi kewajiban sebagai anggota. Untuk bisa menjadi anggota koperasi Bina Insani maka calon anggota harus menjalankan kewajibankewajiban sebagai berikut : 1) Membayar simpanan pokok yaitu sejumlah uang yang wajib dibayarkan oleh anggota koperasi pada saat masuk menjadi anggota. Jumlah simpanan pokok yang ditetapkan oleh koperasi dan tidak dapat diambil saat masih menjadi anggota. 2) Membayar simpanan wajib yaitu jumlah simpanan tetentu yang harus dibayarkan anggota kepada koperasi pada waktu
46
tertentu, yaitu tiap bulan dengan jumlah simpanan sama dan tidak diambil selama masih menjadi anggota koperasi 3) Simpanan sukarela oleh anggota yang jumlah bersifat bebas dan diambil sewaktu-waktu. Adapun hak yang diperoleh anggota adalah sebagai berikut : 1) Memegang kekuasaan tertinggi saat rapat anggota 2) Memperoleh SHU (Sisa Hasil Usaha) yaitu pembagian keuntungan koperasi yang diambil anggota terhadap koperasi yaitu meliputi jumlah simpanan dalam modal penyertaan. 3) Memberikan atau mengajukan pertanyaan usul, kritik, menolak maupun menerima laporan pertanggung jawaban dalam rapat anggota yang diadakan koperasi 4) Mempunyai suara dalam pengambilan keputusan 5) Menetapkan, mengangkat dan memberhentikan pengurus atau pengawas koperasi b. Aspek Hukum Nama
: Kopersi BMT BINA INSANI
Jenis
: Koperasi Serba Usaha
Badan Hukum
: No : 055/BH/KDK/11.1.1V/1999 Tanggal 19 Maret 1999
Perubahan
: 15/PAD/XIX/VI/2011 tanggal 8 Juni 2011
47
Kantor Pusat
:Jl. Sudirman No. 8 Pringapus Telp (024) 6930482 Faks (024) 6931149 : Jln.Raya Karangjati – Pringapus
Kantor Cabang Bergas
KM 1 Telp (0298) 522139 Kantor Cabang Ungaran
: Jln. S Parman No 4 Ungaran 50512Telp (024) 7691
HO
: No : 503/02/2005
NPWP
: No : 02. 253.299.8.505.000
SIUP
: No : 503/003/PB/11/2005
IJIN Operasional
: No : 518/05/DU-SISPK/XIV/2004
4. Jenis Produk BMT Bina Insani a. Produk Penghimpunan Dana 1) Produk Simpana SiRela SiRela simpanan
(Simpanan dari
Sukarela
anggota
atau
Lancar) calon
adalah anggota
bentuk dimana
penyimpanan dapat menitipkan dan mengambil sewaktu-waktu sesuai dengan ketentuan. Sebagai balas jasa pihak BMT memberikan bagi hasil kepada penyimpan setiap bulan sesuai dengan jumlah saldonya. Ketetentuan antara lain : a) Saldo awal pembukaan Rekening Minimal Rp. 20.000,00 b) Saldo kas yang minimal harus dipelihara Rp. 10.000,00
48
c) Biaya
penutupan
rekening
sebesar
Rp.
10.000,00
dikenakan oleh pihak penabung d) Nisbah bagi hasil taungan langsung ditambahkan pada rekeningpenabung tiap bulanya dengan ketentuan bagi hasil 65 : 45, yaitu 65 % untuk BMT Bina Insani dan 45%untuk penabung. e) Apabila buku tabungan hilang atau rusak atau cacat segera memberitahukan pada pihak BMT Bina Insani f)
Biaya administrasi penggantian buku tabungan karna hilang / rusak / cacatdibebankan oleh penabung
g) Penarikan tunai lewat teller harus menyerahkan identitas diri h) Penarikan tunai denagn surat kuasa hanya dapat dilakukan di kantor BMT Bina Insani dengan menunujukkan identitas diri i)
Penyalahgunaan buku tabungan oleh pihak ketiga yang bukan kesalahan BMT Bina Insani menjadi tanggung jawab penabung sepenuhnya.
Syarat Pembukuan Rekening antara lain : a) Mengisi formulir Aplikasi Permohonan Pembukuan Rekening b) Menyertakan Foto Copy KTP / tanda mengenal lainya. 2) Produk Simpanan SiSUKA 49
SiSUKA (Simpanan Sukarela Berjangka) adalah bentuk simpanan berjangka atau semacam deposito dimana penyimpan menitipkan uangnya dan hanya bisa diambil saat jatuh tempo. Ketentuan antara lain : a) Dana yang disimpan minimal Rp. 1.000.000,00 b) Jangka waktu penyimpan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan dan 12 bulan Nisbah Bagi Hasil antara lain : a) Jangka waktu 12 bulan, 50 : 50, 50% untuk BMT Bina Insani dan 50 % untuk penabung b) Jangka waktu 6 bulan, 55 : 45, 55 % untuk BMT Bina Insani dan 45 % untuk penabung c) Jangka waktu 1 dan 3 bulan, 65 : 35, 65 % untuk BMT Bina Insani dan 35 % untuk penabung d) Mempunyai simpanan Sierela, nisbah akan ditambahkan langsung rekening si penabung e) Pengambilan simpanan berjangka hanya bisa dilakukan pada tanggal jatuh tempo, dikantor BMT Bina Insani sebelum pada pukul 12.00 f) Apabila sudah jatuh tempo si penabung tidak mengambil simpanan maka simpanan secara otomatis diperpanjang sesuai akad sebelumnya
50
g) Apabila tabungan diambil pada waktu tidak jatuh tempo maka dukenakan pinalti sebesar 2,5 %dari jumlah tabungan. Pinalti merupakan biaya yang ditanggung oleh penabung sebagai kompensasi pelanggaran akad. Syarat pembukuan Rekening antara lain : a)
Mengisi
formulir
aplikasi
permohonan
pembukuan
rekening b)
Menyertakan Foto copy KTP atau tanda pengenal lainya
3) Produk Simpanan SiSUQUR Ketentuan antara lain : a) Awal pembukuan rekening minimal Rp.20.000,00 b) Saldo saldo kas yang harus dipelihara minimal Rp. 10.000,00 c) Pengambilan simpanan hanya bisa dilakukan pada saat menjelang hari raya Idul Adha Syarat pembukuan Rekening antara lain : a) Mengisi
formulir
aplikasi
permohonan
pembukuan
rekening b) Menyerahkan Foto copy KTP atau tanda penngenal lainya 4) Produk Simpanan SiAMAN SiAMAN merupakan akronim dari simpanan amanah. SiAMAN adalah simpanan yang bersumber zakat, infaq,
51
sadaqah, wakaf dan hadiah yang diserahkan di BMT Bina Insani untuk dikelola agar mendapat manfaat maksimal. Syarat Pembukuan Rekening a) Mengisi aplikasi permohonan pembukuan rekening b) Menyertakan Foto Copy atau tanda pengenal lainnya b. Produk Pembiayaan di BMT Bina Insani 1) Kredit Modal Kerja Kredit modal kerja yaitu pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat untuk membiayai kebutuhan modal kerja. Ada 2 jenis kredit modal kerja yaitu : a) Produk Pembiayaan Mudharabah (MDA) Mudharabah yaitu jenis pembiayaan dengan akad syirkah,
merupakan
pembiayaan
modal
kerja
yang
diberikan oleh BMT kepada anggotanya. Dimana pengelola usaha sepenuhnya diserahkan kepada anggota sebagai debitur atau mitra. Dalam hal ini anggota menyediakan usaha
dan
sistem
manajemennya.
Sedangkan
hasil
keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai dengan akad atau perjanjian semula antar kedua belah pihak b) Produk Pembiayaan Musyarakah (MSA) Musyarakah yaitu pembiayaan akad syirkah yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota lebih berupa sebagian modal dari modal keseluruhan. Pihak BMT
52
terlibat dalam pengelolaan dana dimana risiko dan keuntungan hasil usaha ditanggung bersama secara berimbang dengan porsi penyertaan masing-masing. 2) Kredit Konsumsi Kredit konsumsi yaitu kredit yang diberikan dalam rangka pengaduan barang atau jasa untuk tujuan konsumsi dan bukan sebagai barang modal dalam kegiatan uasaha nasabah. Kredit konsumsi dapat dibagi dalam 3 jenis produk pembiayaan yang berdasarkan sistem mark- up antara lain : a) Pembiayaan Bai Bitsaman Ajil (BBA) Jenis pembiayaan berakad jual beli yaitu suatu perjanjian pembiayaan yang disepakati antara BMT dengan anggotanya. Dimana BMT menyediakan dananya untuk sebuah investasi atau pembelian barang modal dan usaha anggotanya yang kemudian proses pembiayaan dilakukan secara angsuran. Jumlah kewajiban yang harus dibayarkan oleh peminjan ialah jumlah atau harga barang modal dan mark-up yang disepakati b) Pembiayaan Mudharabah (MBA) Mudharabah yaitu jenis pembiayaan yang berakad jual beli
atau
pembiayaan
kepada
peminjam
yang
pembayaranya dilakuakan sekaligus pada waktu jatuh
53
tempo yang telah ditetapkan. Nasabah membayar harga jual barang yang telah disepakati kepada BMT c) Pembiayaan Ijarah Ijarah yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota untuk menyewa tempat usaha atau suatu barang. Cara
angsuran
pada
pembiayaan
ijarah
ini
bisa
menggunakan Murabbahah atau Bai Bitsaman Ajil. 3) Pembiayaan Lain-lain a) Pembiayaan Rahn atau Gadai Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota dengan menyerahkan barang sebagai jamina kepada BMT. Keuntungan yang diperoleh dari jasa perawatan seperti perhiasan. b) Pembiayaan Qardul Hasan Yaitu pembiayaan yang diberikan kepada anggota yang memenuhi persyaratan. Karena anggota cukup mengembalikan pinjamanya tanpa imbalan atau tanpa mark-up. 5. Syarat dan Ketentuan Pengajuan Pembiayaan Syarat mengajukana pembiayaan pada BMT Bina Insani adalah sebagai berikut : a)
Penduduk kecamatan Pringapus (ditunjukkan identitas yang masih berlaku seperti KTP / SIM)
54
b) Menjadi anggota simpanan pokok minimal Rp. 10.000,00 c)
Mengisi formulir aplikasi permohonan pembiayaan
d) Foto copy identitas suami / istri (KTP / SIM) e)
Foto copy kartukeluarga
f)
Agunan BPKB kendaraaan diatas tahun 2000
g) Surat kuasa jika agunan milik orang lain h) Slip gaji (bila ada) i)
Bersedia disurvey
j)
Berkas yang tidak lengkap tidak akan diproses
k) Semua berkas dimasukkan ke stopmap l)
BMT berhak menolak tanpa menyebutkan alasan.
B. Program BMT Bina Insani Program BMT merupakan program khusus yang dikelola oleh pihak koperasi BMT Bina Insani, bekerja sama dengan lembaga lain dalam upaya menjalankan visi misi umat dalam menjalankan ekonomi umat. 1. Program Talangan Haji Simpanan arafah merupakan program kerja sama antara BMT Bina Insani dengan Bank Syariah Mandiri untukmewujudkan keinginan nasabah yang ingin naik haji tapi belum cukup biaya. Ketentuan antara lain : a) Pada awal pembukuan rekening, penabung membayarkan sejumlah uang sesuai ketentuan (Tabungan Mabrur, Ujroh dan Biaya Pendaftaran Haji).
55
b) Pada jangka waktu yang telah ditetapkan, dana talangan tersebut harus dikembalikan pada pihak BMT Bina Insani. Apabila dalan jangka waktu tersebut penabung tidak bisa memenuhi kewajibannya, maka ujroh yang telah dibayarkan tidak dapat ditarik kembali. c) Talangan boleh dicicil maupun dibayar sekali lunas selama masih dalam janga waktu yang ditetapkan. d) Simpanan ini tidak boleh dialih tangankan e) Apabila penabung atau calon haji sakit, meninggal dunia atau dll, maka ujroh menjadi hak BMT. Persyaratan antara lain : a) Foto copy Suami / Istri b) Foto copy Kartu Keluarga c) Foto copy Surat Nikah 2. Program Ibadah Umroh Program ini merupakan bentuk kerjasama antara BMT Bina Insani dengan PT Permodalan Ventura, produk ini diperuntukan bagi masyarakat yang mau Umrih. Manfaaat dan keunggulan program umroh PBMT travel antara lain a) Program uroh diselenggarakn oleh PBMT Travel, sebuah lembaga bentukan jaringan BMT yang terpercayadan selama ini keberadaannya telah dirasakan oleh masyarakat
56
b) Penyelenggaraan program umroh lebih terpercaya dan professional c) Kurikulum program umroh BMT Travel lebih menekankan pada pelaksanaan ibadah dan siraman rohani yang akan menambah kualitas iman jamaah d) Akan didampingi oleh pendamping dan muthawif yang kompeten yang memiliki ilmu agama yang baik sehingga dapat melakukan bimbingan yang optimal e) Jamaah berkesempatan bertemu berta’afuf dan bersilaturahim dengan saudara sesame muslim dari kota atau daerah lain karena program ini akan disosialisasikan oleh jaringan BMT Se-Indonesia. f)
Biaya pelaksanaan umroh terjangkau oleh jama’ah
g) Jamaah berkesempatan memberikan bantuan sosial ataua beramal sesuai tema-tema yang ditentukan oleh PBMT Travel. Persyaratan-persyaratanya antara lain : a) Mengisi formulir pendaftaran b) Membayar uang muka minimal 50 % dari biaya program c) Menyerahkan semua berkas 1 bulan sebelum keberangkatan d) Pasport asli yang masih berlaku minimal 6 bulan dan masih ada halaman kosong e) Nama dipasport ditiru dari 3 suku kata
57
f)
Pas photo berwarna dengan dasar close up 80% 3x4 = 4 lembar, 4x6 = 4 lembar (wanita berhijab)
g) Foto copy KTP asli h) Surat nikah asli bagi suami istri i)
Buku sertifikat vaksin meningitis dan Depkes
C. Klaim Dalam BMT ini apabila nasabah meninggal dunia maka dana klaim dapat diambil oleh ahli waris dengan prosedur yang diberikan oleh BMT yaitu dengan cara memberikan berkas : 1. Buku tabungan / bilyet deposito asli nasabah yang telah meninggal dunia 2. Foto copy surat kematian dari Disduk capil yang telah dilegalisir Lurah dan Camat 3. Surat keterangan ahli waris asli yang telah disahkan oleh Lurah dan Camat 4. KTP nasabah yang telah meninngal dunia dan foto kopy yang telah dilegalisir oleh Lurah dan Camat 5. Foto copy Kartu Keluaraga yang telah dilegalisir yang telah dilegalisir oleh Lurah dan Camat 6. Foto Copy KTP seluruh ahli waris yang telah dilegalisir oleh Lurah dan Camat 7. Foto copy surat nikah Alm/Almh, dan apabila sudah bercerai maka foto copy surat cerai.
58
8. Surat pernyataan ahli waris yang telah ditandatangani oleh Lurah dan Camat 9. Surat kuasa pencairan dana asli dari ahli waris kepada salah satu pihak waris yang telah disetujui. Setelah semua berkas telah siap dan lengkap ahli waris dapat langsung datang ke bank terkait untuk menuju kebagian customer service, maka akan langsung dilakukan proses penutupan dan pengambilan dana yang berada di bank. Untuk dana yang berupa deposito, disarankan untuk dilakukan proses pencarian ketika masa jatuh tempo. Hal ini untuk mengurangi adanya biaya Breakdan juga bagi hasil telah diterima atau telah disalurkan terlebih dahulu. D. Sistem Menabung di BMT Bina Insani Sistem menabung yang digunakan di BMT Bina Insani hampir sama seperti yang digunakan oleh BMT lain. BMT Bina Insani memberikan kemudahan bagi nasabah yang ingin menabung. Hampir semua orang yang menjadi nasabah BMT Bina Insani tidak perlu repot-repot datang ke BMT untuk menabung. Setiap hari ada pegawai BMT yang bertugas mendatangi nasabah yang ingin menabung dan nasabah hanya perlu menyerahkan buku tabungan serta jumlah uang yang ingin ditabung ke pegawai tersebut. Selain dengan cara seperti itu, BMT juga melayani nasabah yang ingin menabung dengan cara langsung datang ke BMT.
59
Mengenai nominal uang yang ingin ditabung, pihak BMT memberikan kebebasan kepada nasabah. Rata-rata setiap hari nasabah menabung sebesar Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) sampai dengan 20.000 (dua puluh ribu rupiah). Hal tersebut dilatar belakangi karena nasabah dari BMT Bina Insani kebanyakan bermata pencarian sebagai pedagang, petani dan lain-lain. Jadi nominal uang yang ditabungkan juga sesuai dengan kemampuan mereka (wawanacara dengan Ibu Istri Mulyani pada tanggal 19 Agustus 2016). Jumlah tabungan yang dimiliki nasabah sampai saat ini juga beragam. Rata-rata tabungan yang dimiliki nasabah yaitu mulai dari Rp. 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) sampai dengan Rp. 115.000.000 (seratus lima belas juta rupiah). E. Pelanggaran Hukum di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran BMT Bina Insani sampai saat ini berstatus sebagai BMT yang pailit. BMT Bina Insani sudah tidak melakukan kegiatan operasional, tidak ada kegiatan yang dilakukan di kantor Pringapus Ungaran. Aset yang dimiliki oleh BMT Bina Insani Pringapus Ungaran saat ini sudah dijual. Keadaan BMT Bina Insani Pringapus yang pailit ini mempunyai dampak yang besar bagi nasabah. Uang serta surat-surat berharga lainnya yang dimiliki oleh nasabah masih dibawa oleh dewan direksi. Uang yang dibawa tersebut sampai saat ini belum dikembalikan ke nasabah. Pihak nasabah juga mengalami kesulitan ketika mereka akan mengambil lagi uang mereka. Dewan direksi tidak bisa memberikan uang nasabah dan
60
hanya dapat menjanjikan sampai batas waktu tertentu. Akan tetapi sampai batas waktu yang telah disepakati, dewan direksi juga tidak dapat mengembalikan uang mereka. Menurut saudari Istri Mulyani, salah sseorang yang sudah menjadi nasabah selama 4 tahun yaitu mulai dari tahun 2012-2013, permasalahan mengenai BMT Bina Insani tidak diketahui secara jelas oleh nasabah. Dari pihak BMT juga tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai keadaan BMT. Menurut keterangan para nasabah mengenai penyebab pastinya BMT tersebut bermasalah, nasabah tersebut tidak mengetahui secara pasti, para nasabah tersebut mengetahui ketika akan menngambil uang dan uang tersebut tidak bisa diambil dikarenakan adanya sebab yang tidak jelas. Dalam artian nasabah diberi waktu misalnya satu minggu untuk mengambil uang akan tetapi waktu yang diberikan oleh BMT hanya menjadi sia-sia karena uang juga tidak bisa diambil. Kendala mengambil uang tidak hanya dialami oleh satu nasabah namun banyak juga nasabah yang mengeluh karena tidak bisa mengambil uang. F. Upaya Nasabah untuk Memperoleh Haknya Dari kebanyakan nasabah upaya yang dilakukan untuk memperoleh haknya adalah dengan cara nasabah rutin mendatangi kantor BMT hampir setiap hari, namun kenyataanya tidak dapat diambil pada waktu itu juga. Keterangan dari pihak BMT mengatakan bahwa uang yang menjadi hak nasabah selalu tidak bisa diambil dengan alasan yang
61
diberikan kepada pihak BMT tersebut tidak jelas keteranganya dan hanya memberi janji-janji palsu. Bahkan sampi saat ini nasabah belum bisa mengambil haknya, ada yang bisa diambil uangnya tetapi tidak seluruhnya, hanya beberapa persen saja. Untuk hak-hak yang tidak dipenuhi oleh BMT nasabah tidak mau ambil pusing apalagi memasukkan perkara kepada pihak yang berwajib, yang diinginkan nasabah hanya hak-haknya terpenuhi. G. BMT dalam Perundang-undangan di indonesia BMT merupakan salah satu unit dari koperasi Jasa Keuangan Syari’ah atau biasa disebut dengan KJKS. KJKS saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004. Jadi, landasan hukum BMT Bina Insani selain UU Nomor 17 tahun 2012, juga mempunyai landasan hukum Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004. Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa KJKS merupakan koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syari’ah). Begitu juga dengan BMT, dalam melakukan kegiatan usahanya, BMT menggunakan prinsip syari’ah. Menurut pasal 14, pengelolaan KJKS dilakukan oleh: 1. Pengelolaan KJKS dilakukan oleh pengurus yang bertanggung jawab kepada rapat anggota.
62
2. Dalam hal pengurus KJKS mengangkat tenaga pengelola, maka tugas pengelolaan teknis KJKS tersebut diserahkan kepada pengelola yang ditunjuk pengurus menjalankan tugas perencanaan kebijakan strategis, pengawasan dan pengendalian. Apabila dalam BMT terjadi suatu permasalahan, maka menurut pasal 47 PP Nomor 91 Tahun 2004, maka penyelesaian pembayaran kewajiban-kewajiban KJKS atau Unit Jasa Keuangan Syari’ah dilakukan berdasarkan: 1. Gaji pegawai yang terutang 2. Biaya perkara di pengadilan 3. Biaya lelang 4. Pajak KJKS 5. Biaya kantor 6. Penyimpanan dana atau penabung 7. Kreditur lainnya.
63
BAB IV BAITUL MAAL WAT TAMWIL BINA INSANI PRINGAPUS UNGARAN
A. Analisa Landasan Hukum BMT BMT dalam menjalankan sistem operasionalnya berasaskan pada pancasila dan Undang-undang1945 serta berlandaskan syariah Islam, keimanan,
keterpaduan
(kaffah),
kekeluargaan
atau
koperasi,
kebersamaan, kemandirian dan profesionalisme. Secara hukum BMT berpayung pada koperasi akan tetapi sistem oprasional yang di laksanakan di BMT tidak jauh beda dengan sistem yang dilaksanakan di bank syariah sehingga produk-produk yang berkembang di BMT seperti produk yang berkembang di bank syariah. BMT saat ini berpayung hukum sama dengan koperasi, yaitu BMT harus tunduk pada UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang Koperasi jo. UU Nomor 25 tahun 1992 tentang Perkoperasian dan PP Nomor 9 tahun 1995 tentang pelaksanaan usaha simpan pinjam oleh koperasi. BMT berpayung hukum dalam Keputusan Menteri Nomor 91 tahun 2004 tentang Koperasi Jasa Keuangan Syariah. Sebenarnya, dengan adanya landasan hukum BMT yang berpayung pada koperasi posisi hukum BMT cukup jelas, BMT dapat melakukan sistem operasionalnya dengan baik dan lancar. Akan tetapi apabila
64
landasan hukum BMT dikaitkan dengan landasan hukum koperasi berasas konvensional, maka hal tersebut tidak sesuai. Alasan nya adalah: 1. Mengenai Simpan Pinjam Simpan pinjam dikoperasi hanya diperuntukkan bagi anggota kopearasi saja. Sedangkan BMT simpan pinjam tidak hanya dikhususkan untuk anggota koperasi saja, akan tetapi diperuntukkan bagi semua orang yang melakukan simpan pinjam. Dari hal yang telah dipaparkan diatas sudah jelas tidak ada kecocokan antara koperasi dan BMT dalam hal simpan pinjam. 2. Mengenai Produk BMT Produk yang dilakukan di koperasi berlandaskan pada sistem konvensional. Sedangkan di BMT semua produk yang dilaksanakan berdasarkan pada prinsip syariah. Apabila koperasi dan BMT masih dalam satu payung hukum yang sama, maka tidak ada kesesuaian dalam hal landasan sistem operasionalnya. Bisa dikatakan antara BMT dengan koperasi sangat berlawanan, apabila dilihat dari segi operasionalnya maupun produk yang dijalankan. Begitupun dari segi prinsip yang sangat berbeda, BMT menggunakan prinsip syariah sedangkan koperasi berprinsip pada konvensional. Kemudian juga dalam hal permodalan, koperasi berdasarkan iuran pokok dan iuran wajib, sedangkan permodalam dalam BMT berasal dari perorangan ataupun kerjasama.
65
B. Analisa Perlindungan Hukum Terhadap Penyimpangan Hak Nasabah di BMTBina Insani Pringapus Ungaran. Perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan. Hal ini dapat diketahui dari pasal 1233 KUHPerdata yang berbunyi “ tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian dan Undang-undang”. Hal ini menunjukkan perjanjian merupakan salah satu sumber dari perikatan (Ariyani, 2012: 5). Perjanjian nasabah tunduk pada empat asas penting bagi sah nya suatu perjanjian yaitu: 1. Asas Kebebasan Berkontrak Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 KUHPerdata yang mengatakan bahwa “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya”. Asas ini menerangkan bahwa semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Akan tetapi, kebebasan tersebut bukan merupakan suatu kebebasan dalam membuat suatu perjanjian yang tercantum dalam pasal 1337 KUHPerdata yang berbunyi “suatu sebab adalah terlarang, apabila dilarangoleh Undang-undang atau berlawanan dengan kesusilaan baik atau tidak ketertiban umum”.
66
2. Asas Konsensualisme Asas konsensualisme diatur dalam pasal 1320 KUHPerdata ayat (2) yaitu sepakat mereka yang mengikatkan dirinya. Sepakat yang mengikatkan dirinya adalah asas yang esensial dari hukum perjanjian. Sejumlah ahli berpendapat bahwa perjanjian terbentuk karena adanya kehendak (consensus) dari pihak-pihak. Perjanjian pada pokonya dapat dibuat bebas tidak terikat bentuk dan tercapai tidak secara formal tetapi cukup melalui konsensus saja. 3. Asas Pacta Sunt Servanda Ketentuan pasal 1338 KUHPerdata ayat (1) menyatakan bahwa “perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya mengandung dua asas hukum bagi sahnya sebuah perjanjian yaitu kebebasan berkontrak dan asas pacta sunt servanda”. Dalam asas ini suatu perjanjian mengakibatkan suatu kewajiban hukum dan para pihak terikat untuk melaksanakan kontraktual. Serta bahwa suatu kesepakatan harus dipenuhi, oleh para pihak yang berlaku sebagai Undang-undang. Asas pacta sunt servanda oleh sebagaian pakar diartikan sebagai asas kepastian hukum, tetapi perlu dicantumkan pula bahwa masih terdapat sejumlah perbedaan pendapat atas hal-hal yang dapat menghalangi pemberlakuan asas tersebut yang terkait dengan hal-hal yang dapat merintanginya, baik secara sepenuhnya maupun terbatas pada bagian tertentu saja dari suatu perjanjian.
67
4. Asas Iktikad Baik Dalam pasal 1338 KUHPerdata menyatakan bahwa “suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Marian Daus Badrulzaman (dalam Hartono) melihat ayat (3) pasal 1338 KUHPerdata ini sebagai penyeimbang ayat (1) untuk memberikan perlindungan kepada pihak yang lebih lemah sehingga kedudukan para pihak menjadi seimbang. Faktor penentuan bagi keabsahan atau keadilan pertukaran pada perjanjian adalah kesetaraan para pihak (Hartono, 2001: 57) Dalam pasal
1243
KUHPerdata
yang mengatur tentang
penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan yang berbunyi : “penggantian biaya, rugi dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan barulah mulai diwajibkan, apabila si berutang setelah dinyatakan lalai memebuhi perikatanya, tetap melalaikanya atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dibuatnya hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah dilampaukanya”. Apabila kontrak atau perjanjian tersebut salah satu pihak tidak memenuhi kewajibannya maka disebut wanprestasi. Wanprestasi adalah jika seorang debitur tidak melaksanakan sama sekali suatu prestasi atau keliru dalam melakukan suatu prestasi atau terlambat melakukan prestasi. Namun pada kenyataanya BMT Bina Insani tidak memenuhi kewajibannya, BMT Bina Insani ini telah melanggar asas-asas
68
perjanjian. Karena dalam BMT tersebut tidak ada perjanjian antara BMT dengan nasabah, sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan misalnya wanprestasi maka penyelesaianya belum jelas apakah harus diselesaikan menggunakan jalur arbitrase atau melalui proses pengadilan. Menurut Prof. Subekti, SH (dalam Ariyani) wanprestasi ada empat macam bentuk yaitu: a. Melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan b. Melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana dijanjikan Tidak Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat c. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan (Ariyani 2012: 20). Apabila hak-hak debitur tidak terpenuhi maka kreditur dalam hal ini maksudnya adalah BMT, maka BMT tersebut melanggar pasal 1338 tentang melaksanakan perjanjian dengan iktikad baik. Pasal 1338 berbunyi “semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan
yang
oleh
Undang-undang
dinyatakan
cukupuntuk itu. Suatu perjanjian harus harus dilaksanakan dengan iktikad baik”. Dari beberapa teori yang telah disebutkan diatas, di BMTBina Insani telah terbukti terjadi pelanggaran hukum dan tidak pernah ada 69
perlindungan hukum yang diberikan kepada nasabah. Dalam sebuah perjanjian, 4 (empat) asas yang seharusnya dipenuhi oleh dua orang yang melakukan perikatan dipenuhi, dalam hal ini tidak dipenuhi. Bahkan di BMTBina Insani tidak pernah ada perjanjian yang dibuat antara pihak nasabah dan pihak BMT. Pihak BMT tidak pernah memberikan penjelasan kepada nasabah mengenai bagaimana sistem pengelolaan uang, akad apa yang digunakan dalam BMT ini, dan lainlain. Bukti bahwa BMT tidak pernah melaksanakan asas-asas yang ada dalam perjanjian yaitu: 1) Asas Pacta Sunt Servanda Asas dalam hal ini tidak dipenuhi. Kepastian hukum yang dimaksud
dalam asas
pacta
sunt
servannda
tidak pernah
dilaksanakan oleh pihak BMT. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya kepastian yang diberikan oleh BMT kepada nasabah mengenai pengembalian uang nasabah yang masih dipegang oleh BMT. Saat ini masih banyak uang nasabah yang masih dipegang oleh BMT. Dan sampai saat ini pula masih banyak uang nasabah yang tidak diketahui keberadaanya secara jelas. Keadaan BMT yang sudah
pailit saat ini menambah ketidak jelasan hukum. Dewan
direksi juga tidak memberikan kepastian kepada nasabah mengenai kapan uang nasabah akan dikembalikan.
70
2) Asas Iktikad Baik Pihak BMT tidak pernah menunjukkan iktikad baik kepada nasabah. Dewan Direksi lebih terkesan menghindar dari tanggung jawabnya, ketika nasabah melakukan negoisasi dengan pihak BMT mengenai pengambilan uang mereka, pihak BMT tidak dapat melakukan
banyak
hal.
Pihak
BMT
hanya
berjanji
akan
mengembalikan uang nasabah tanpa diketahui kapan waktu pengambilan. Dalam kasus BMTBina Insani ini telah terjadi wanprestasi, yaitu : a. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan BMTBina Insani tidak sangggup mengembalikan semua uang nasabah yang masih dibawa pihak BMT. b. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. BMT berjanji akan mengembalikan uang nasabah pada batas waktu tertentu. Akan tetapi sampai waktu yang telah ditentukan, BMT tidak melakukan apa yang dijanjiakan mengenai pengembalian uang nasabah, dan tidak semua uang nasabah diberikan. Dari jumlah uang nasabah yang masih dibawa pihak BMT hanya sejumlah uang dalam nominal kecil.
71
c. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat Pengembalian uang nasabah dilakukan dalam jumlah sedikit dari apa yang dimiliki nasabah, dan itu dilakukan melalui batas waktu yang telah dijanjikan. C. Penyelesaian Sengketa Penyimpangan Hak Nasabah BMT
Bina
Insani Pringapus Ungaran Permasalahan mengenai penyimpangan terhadap hak nasabah saat ini semakin banyak. Akan tetapi,
pada kenyataanya dengan adanya
permasalahan yang semakin banyak ini belum diimbangi dengan adanya upaya hukum yang maksimal. Salah satu contoh kasusnya yaitu di BMT Bina Insani Pringapus Ungaran. Keadaan BMT Bina Insani yang pailit ini menimbulkan masalah-masalah baru, diantaranya permasalahan terhadap nasabah. Sampai saat ini hak-hak nasabah belum terpenuhi. Nasabah juga tidak mendapatkan kepastian dari pihak BMT Bina Insani Pringapus Ungaran mengenai uang yang ditabung di BMT tersebut. Menurut wawancara dengan salah satu nasabah BMT Bina Insani Pringapus Ungaran Ibu Istri Mulyani, nasabah bingung dalam melakukan upaya hukum supaya uang mereka kembali. Nasabah khawatir apabila nasabah melaporkan Dewan Direksi ke pihak yang berwajib, uang mereka justru tidak akan kembali. Alasan nasabah tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan hukum yang kurang dari nasabah menyebabkan nasabah tidak mendapatkan hak-haknya, yang diinginkan nasabah hanyalah hakhaknya terpenuhi, tanpa harus melibatkan jalur hukum. Nasabah tersebut
72
mengharapkan
penyelesaian
masalah
secara
kekeluargaan
dan
musyawarah dengan iktikad baik. Penyelesaian masalah mengenai penyimpangan hak nasabah sebenarnya sudah diatur dalam Undang-undang. Saat ini penyelesaian sengketa ekonomi syariah menjadi salah satu kewenangan absolut Pengadilan Agama. Akan tetapi realita yang terjadi di masyarakat berbeda, hanya beberapa pengadilan saja yang menangani permasalahan sengketa ekonomi. Permasalahan
penyimpangan
terhadap
hak
nasabah
dapat
diselesaikan melalui dua jalur, yaitu jalur litigasi dan non litigasi. Jalur non litigasi merupakan penyelesaian masalah yang penyelesaiannya dilakukan secara kekeluargaan dan tanpa melalui jalur pengadilan. Adapun jalur non litigasi ada beberapa cara yaitu : 1. Arbitrase yaitu badan peradilan swasta diluar peradilan umum yang dikenal khusus dalam perusahaan. Dipilih dan ditentukan sendiri secara sukarela oleh pihak-pihak pengusaha yang bersengketa. Penyelesaian sengketa ini merupakan kehendak bebas dari para pihak. Kehendak bebas ini dapat dituangkan dalam perjanjian tertulis yang mereka baut sebelum atau sesudah terjadi sengketa sesuai dengan asas kebebasan berkontrak dalam hukum perdata (Dewi dkk, 2006: 223). 2. Negosiasi merupakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan
73
sarana
bagi
pihak-pihak
yang
mengalami
sengketa
untuk
mendiskusikan penyelesaian tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil keputusan (mediasi) maupun pihak ketiga pengambil keputusan (arbitrase dan Litigasi) (Amriyani, 2011: 23). Kelebihan penyelesaian sengketa melalui negosiasi adalah pihakpihak yang bersengketa adalah pihak yang paling tahu mengenai masalah yang menjadi sengketa dan bagaimana cara penyelesaianya sengketa yang diinginkan. Dengan demikian pihak yang bersengketa dapatmengontrol jalanya proses penyelesaain sengketa ke arah penyelesaian sengketa yang diharapkan (Amriyani, 2011: 28). Namun ada kalanya negosiasi mengalami kegagalan dan jalan buntu. Dalam keadaan demikian biasanya pihak yang bersengketa akan memilih penyelesaain sengketa melalui mediasi (konsiliasi) atau arbitrase. 3. Mediasi yaitu tidak seperti arbiter atau hakim, seorang mediator tidak membuat keputusan mengenai sengketa yang terjadi, tapi hanya membantu para pihak untuk mencapai tujuan mereka dan menemukan pemecahan masalah. Mediasi menawarkan win-win solution tidak seperti litigasi, ada yang menang dan ada yang kalah. Mediasi memiliki kekuatan antara lain : a. Kontrol dipegang oleh para pihak, maksudnya para pihaklah yang memegang jalannya penyelesaian sengkrta dan hasilnya.
74
b. Efisien, maksudnya adalah para pihak dapat menghemat waktu dan juga dapat menghemat biaya perkara. c. Komunikasi yang lebih efektif yaitu memberikan kesempatan para pihak untuk berkomunikasi lebih efektif dan menemukan akar permasalahanya. d. Fleksibel, prosesnya dapat di buat dalam bentuk yang kira-kira paling cocok untuk mencapai tujuan e. Pribadi dan rahasia, dapat menghindari publikasi yang bisa saja menimbulkan akibat negatif bagi perusahaan (Dewi dkk, 2006: 226). 4. Konsiliasi merupakan lanjutan dari mediasi. Mediator berubah fungsi menjadi konsiliator. Dalam hal ini konsiliasi berwenang menyusun dan merumuskan penyelesaian untuk ditawarkan kepada para pihak, jika para pihak dapat menyetujui, solusi yang dibuat konsiliator menjadi resolution. Kesepakatan ini juga bersifat final dan mengikat (Amriani, 2011: 34). 5. Pendapat atau penilaian ahli, dalam rumusan pasal 52 Undang-undang No 30 tahun 1999 dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu perjanjianberhak untuk memohon pendapat yang mengikat dari lembaga arbitrase atas hubungan hukum tertentu dari suatu perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya merupakan tugas dari lembaga arbitrase sebagaimana disebutkan dalam pasal 1 ayat (8) yang berbunyi Lembaga Arbitrase adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga
75
tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa (Dewi dkk, 2006: 227) Selain itu juga diatur penyelesaian sengketa pada Lembaga Ekonomi Syariah (LES) di Indonesia. LES yang dalam operasinya menggunkan prinsip-prinsip syariah tentunya mengusahakan agar pelaksanaanya dilakukan secara kaffah (menyeluruh), sehingga penyelesaian sengketa pada LES tentunya juga harus menggunakan prinsipi-prinsip syariah. Penyelesaian sengketa yang paling sesuai adalah melalaui islah (mediasi). Karena ajaran islam menghendaki penyelesaian sengketa dengan jalan damai agar kedua belah pihak sama-sama merasa puas dan menghindari permusuhan. Kemudia jika dalam penyelesaian ini atau mediasi memang akhirnya tidak menghasilkan penyelesaian, maka alternatif lain yang bisa digunakan para pihak adalah lembaga arbitrase. Mengingat kelebihan-kelebihan yang dimiliki arbitrase dibanding dengan pengadilan. Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS) sebagai lembaga permanen yang didirikan oleh MUI berfugsi menyelesaikan kemungkinan terjadinya sengketa muamalat yang timbul dalam hubungan perdagangan, industri, keuangan dan jasa. Pendirian lembaga ini awalnya dikaitkan dengan berdirinya Bank Muamalah Indonesia dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah. Bila melihat kedudukan, tugas dan wewenang antara DPS dan BASYARNAS adalah berbeda, namun
76
kedua lembaga ini saling mengisi. Dewan Pengawas Syariah (DPS) merupakan bagian integral dalam struktur Lembaga Ekonomi Syariah (LES), sementara BASYARNAS berdiri diluar struktur tersebut dan berfungsi sebagai instrumen hukum yang menangani perselisihan para pihak di lembaga keuangan syariah seperti bank, asuransi dan sebagainya. Selain jalur arbitrase para pihak yang bersengketa dapat memilih menyelesaikan perselisihan mereka pada lembaga peradilan yang merupakan jalan terakhir sebagai pemutus perkara tersebut. Hakim harus memperhatikan rujukan yang berasal dari arbiter yang sebelumnya
telah
menangani
kasus
tersebut
sebagai
bahan
pertimbangan dan untuk menghindari lamanya proses penyelesaian (Dewi dkk, 2006: 233-238). Dalam hal perseroan mengalami pailit, maka direksi tidak bertanggung jawab secara pribadi terhadap kondisi perseroan tersebut, namun tidak kebalikannya pula bahwa direksi mesti bebas dari tanggung jawab terhadap kepailitan perseroan terbatas tersebut. Hal ini karena perbuatan direksi dipandang sebagai perbuatan perseroan terbatas yang merupakan subjek hukum mandiri sehingga perseroanlah yang bertanggung jawab terhadap perbuatannya perseroan itu sendiri yang dalam hal ini dipresentasikan oleh direksi. Namun, dalam beberapa hal direksi dapat pula dimintai pertanggung jawaban secara pribadi dalam kepailitan perseroan terbatas ini.
77
Fred Tumbunan (dalam Shubhan) memberikan catatan tentang ketentuan pasal 90 ayat (2) dan ayat (3) bahwa sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 85 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) bahwa tugas, wewenang dan tanggung jawab pengurusan PT untuk kepentingan dan usaha PT dipercayakan dan dibebankan kepada setiap anggota direksi tanpa terkecuali, maka baik kelalaian ataupun kesalahan seorang atau lebih anggota direksi berakibat bahwa seluruh direksi, yaitu masing-masing anggota direksi harus menanggung akibatnya. Sutan Remy Syahdeiny (dalam Shubhan) mengatakan bahwa anggota direksi perseroan dalam menjalankan tugasnya hanya bertanggung jawab apabila kelalaian yang dilakukannya adalah kelalaian berat (Shubhan, 2008: 232-235). Sesuai dengan pasal 47, jelas bahwa pihak BMT Bina Insani wajib menyelesaikan pembayaran kewajiban atau pengembalian hakhak individu (penabung). Akan tetapi pihak BMT Bina Insani dalam hal ini tidak memneuhi kewajiban yang terdapat dalam peraturan Menteri Perekonomian Nomor 91 Tahun 2004. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti, sampai saat ini uang nasabah BMT Bina Insani belum semuanya dikembalikan. Bahkan pihak BMT Bina Insani mengaku sudah tidak sanggup lagi mengembalikan uang nasabah. Sampai saat ini, pihak nasabah belum mengambil langkah hukum melalui jalur litigasi. Nasabah masih menempuh upaya hukum
78
non litigasi melalui negosiasi dan musyawarah dengan direksi BMT Bina Insani.
79
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelahmelaluiuraianteoridananalisis
maka
penelitianinidapatdiperolehkesimpulansebagaiberikut : 1. Sampai saat ini BMT masih mempunyai payung hukum yang sama dengan koperasi, yaitu UU Nomor 17 Tahun 2012 tentang koperasi dan Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syari’ah. 2. Dengan adanya Peraturan Nomor 91 Tahun 2004, nasabah BMT sudah mempunyai payung hukum yang jelas. Akan tetapi, BMT Bina Insani tidak melakukan perlindungan-perlindungan dan kewajiban yang telah ditentukan oleh pemerintah kepada nasabah. Sampai saat ini, hak-hak nasabah yang masih dibawa oleh direksi BMT Bina Insani belum diberikan oleh BMT Bina Insani B. Saran 1. Pihak BMT supaya memberikan kejelasan terhadap nasabah mengenai pengembalian uang serta memberi alasan yang jelas kepada nasabah mengenai permasalahan yang terjadi di BMT. 2. Pihak Dewan Direksi dapat lebih terbuka mengenai jumlah aset yang dimiliki BMT Bina Insani. Serta memberikan solusi yang dihadapi para
80
nasabah dengan cara yang bijak dan tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 3. Untuk nasabah agar lebih berhati-hati dalam memilih lembaga keuangan syariah terutama BMT. C. Penutup Dengan mengucap Alhamdulillah, peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan kenikmatan serta hidayahnya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Tidak lupa peneliti sampaikan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada dosen pembimbing yang telah membimbing dengan sabar, serta memberikan arahan dan koreksinya dalam penulisan penelitian ini. Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu peneliti mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Akhirnya semoga karya ini ada manfaatnya dan menambah pengetahuan yang baru khususnya bagi peneliti serta umumnya bagi pembaca.
Salatiga, 12 September 2016
Peneliti
81
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Terjemah Buku Amriyani, Nurnaningsih. 2011. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Ariyani, Evi. 2012. Hukum Perjanjian Implementasi dalam Kontrak Karya. Salatiga: STAIN Salatiga Press. Dewi, Gemala dkk. 2006. Bank dan asuransi Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Fuady, Munir. 1996. Hukum Bisnis dalam Teori dan Praktek. Bandung: citra Aditya Bakti 2008. pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global. Bandung: Citra Aditya Bakti Hadi, Sutrisno. 1994. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offse. Hartono, Sri Rejeki. 2001. Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi. Jakarta: Sinar Grafika Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, 2007, Jakarta: Kencana Hutabarat, Ramly. 2012. Perlindungan Hukum Dan Hak Asasi Manusia. Jakarta selatan: Pencetakan Pohon Cahaya. Ilmi, Makhalul. 2002. Teori dan Praktek Lembaga Mikro Keuangan Syariah. Yogyakarta: UII Press. Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Poerwadaminta, 2009. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Ridwan, Muhammad. 2006. Pendirian Baitul Maal wat Tamwil (BMT). Yogyakarta: Citra Media. Shubhan, Hadi. 2008. Hukum Kepailitan. Jakarta: Putra Grafika Subekti dan Tjitrosudibio, 2008. Kitab Undang-Undang hukum Perdata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita Sudarsono, Heri. 2003. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia. Sudjana, Nana. 1998. Tuntunan Penyusunan Karya Ilmiah. Bandung Sinar Baru. Sumiyanto, Ahmad.2008. BMT Menuju koperasi Modern. Yogyakarta. PT ISES Consulting Indonesia. Utsman, Sabian. 2014. Metodologi Penelitian Hukum progresif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Yunus, Jamal Lulail. 2009. Manajemen Bank Syariah Mikro. Malang: UIN Malang Press Undang-undang Undang-undang nomor 17 tahun 2012 tentang koperasi Undang-undang nomor 91 tahun 2004 tentang UMKM Website (http://keuangansyariah.mysharing.co/ini-3-hal-penyebab-biaya-dana-tinggi-dibmt/).