IMPLEMENTASI PRINSIP SYARIAH PADA BAITUL MAAL WAT-TAMWIL Desy Artha Universitas Muhammadiyah Metro E-mail :
[email protected]
Abstract Sharia principles is the principle of Islamic law based on the Quran and the Hadith. The application of the principles of the sharia is not only run by the banking institutions. Legal entities in Cooperative activities also apply Sharia principles in totality in the operation. Baitul maal wat-tamwil (BMT) is one form cooperatives that run syariah principle in the activity has its products. The application of sharia principles in inancial institutions, both banks, cooperatives, or mutual fund is one form of public awareness to avoid the practice of usury, there is a real interest in the system (interest system) are mushrooming and applied in conventional inancial institutions in General. Through this paper, the implementation of the principles of Sharia in baitul maal wat-tamwil will be traced deeply in to parse sejauhmana sharia principles applied to inancial institutions. Keywords: cooperatives
Baitul
maal
wat-tamwil,
Islamic
Economics,
Abstrak Prinsip Syariah adalah prinsip hukum Islam berlandaskan al-Qur`an dan hadis. Penerapan prinsip syariah tidak hanya dijalankan oleh lembaga perbankan. Badan Hukum Koperasi dalam kegiatannya saat ini juga menerapkan prinsip syariah secara totalitas dalam operasionalnya. Baitul maal wat-tamwil (BMT) merupakan salah satu bentuk koperasi yang menjalankan prinsip syariah dalam
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
90 Desy Artha kegiatan setip produknya. Penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan, baik bank, koperasi, maupun reksa dana merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat untuk menghindari adanya praktek riba yang nyata terdapat dalam sistem bunga (interest system) yang menjamur dan diterapkan pada dalam lembaga keuangan konvensional secara umum. Melalui tulisan ini, implementasi prinsip-prinsip syariah pada baitul maal wat-tamwil akan ditelusur secara mendalam dalam untuk mengurai sejauhmana prinsip syariah diterapkan pada lembaga keuangan. Kata kunci : Baitul maal wat-tamwil, ekonomi syariah, koperasi
Pendahuluan Islam merupakan agama yang komprehensip dan universal karena mengatur semua aspek kehidupan yang ada dalam alam semesta ini. Aspek ekonomi merupakan salah satu bidang yang diatur dalam Islam, walaupun dalam kehidupan modern ini secara langsung prinsip-prinsip Islam berkaitan dengan masalah ekonomi tersebut tidak serta merta dapat diterapkan dalam transaksi-transaksi yang dilakukan oleh lembaga keuangan. 1 Perkembangan ekonomi syariah di Indonesia sangat pesat, dimulai dari sektor Perbankan Syariah yang pada tahun 1992 telah diperkenalkan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dengan istilah Bank Bagi Hasil, kemudian semakin dimantapkan dengan diamandemennya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Syariah digunakan dalam arti luas dan arti sempit. Dalam arti luas, syariah dimaksudkan sebagai keseluruhan ajaran dan norma-norma yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Yang mengatur kehidupan manusia baik dalam aspek kepercayaan maupun dalam aspek tingkah laku praktisnya. Singkatnya syariah adalah ajaran-ajaran Islam itu sendiri, yang dibedakan menjadi dua aspek : ajaran tentang kepercayaan (akidah) dan ajaran tentang tingkah laku (amaliah). Dalam hal ini, syariah dalam arti luas identik dengan syarak (asy-syar’) dan al-adin (agama Islam). 2 1 Abdul Ghofur Anshori, Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : UII Pres, 2008), h. 66. 2 Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta : Raja Graindo
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
91
Didalam Praktik penerapan prinsip Syariah tidak hanya dijalankan oleh Lembaga Perbankan. Badan Hukum Koperasi dalam menjalankan kegiatannya dewasa ini juga menerapkan prinsip Syariah didalam operasionalnya. Baitul Maal Wat-Tamwil atau yang sering kita sebut BMT merupakan salah satu bentuk Koperasi yang menjalankan prinsip syariah dalam kegiatan operasionalnya. Penerapan prinsip syariah dalam lembaga keuangan, baik bank, koperasi,maupun reksa dana merupakan salah satu bentuk kesadaran masyarakat untuk menghindari riba yang nyata terdapat dalam sistem bunga (interest system) yang dipakai dalam lembaga keuangan konvensional. Penerapan prinsip syariah di dalam lembaga keuangan Koperasi pada saat ini diangap belum optimal, sengketa antara para pihak masih sering muncul sehingga menghambat tujuan dari sebuah transaksi di Koperasi tersebut. Koperasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, memiliki fungsi yaitu : a. Membangun dan mengembangakan potensi dan kemampuan ekonomi anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya, untuk meningkatkan kesejatraan ekonomi dan sosialnya; b. Berperan serta secara aktif dalam upaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia dan masyarakat; c. Memperkokoh perekonomian rakyat sebagai dasar kekuatan dan ketahanan perekonomian nasional dengan koperasi sebagai sokoguru; d. Berusaha untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi. Baitul Maal wat-Tamwil (BMT) yang merupakan Lembaga Keuangan Mikro Syariah dengan Badan Hukum Koperasi, dalam menjalankan prinsip syariah dalam operasionalnya tentu menglami kendala, untuk itu tulisan ini akan membahas mengenai Penerapan Prinsip Syariah dalam Baitul Maal wat-Tamwil (BMT).
Persada, 2007), h. 5. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
92 Desy Artha
Pembahasan A.
Prinsip Syariah dalam Hukum Islam
1.
Macam-macam Perikatan dalam Hukum Islam a. Perikatan Utang (al-Iltizam bi ad-Dain) Perikatan utang dimaksudkan suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah sejumlah uang atau sejumlah benda misal (misli). Kunci untuk memahami konsep utang dalam hukum Islam adalah bahwa utang itu dinyatakan sebagai sesuatu yang terletak dalam dzimah (tanggungan) seseorang. Contonya adalah kesanggupan seorang pembeli untuk menyerahkan sejumlah uang atau kesanggupan seorang tukang mebel untuk membuat mebel pesanan pelanggan. b. Perikatan Benda (al-Iltizam bi al-Ain) Hubungan Hukum yang objeknya adalah benda tertentu untuk dipindahmilikan, baik bendanya sendiri atau manfaatnya, atau untuk diserahkan atau dititipkan kepada orang lain, seperti menjual tanah tertententu kepada orang lain, atau menyewakan gedung untuk diambil manfaatnya, atau menyerahkan atau menitipkan barang tertentu. Perikatan benda ini adalah perikatan yang objeknya adalah benda tertentu yang tidak dapat diganti dengan benda yang lain. Dengan kata lain perikatan benda adalah suatu perikatan untuk menyerahkan suatu benda tertentu. c. Perikatan Kerja (al-Iltizam bi al-Amal) Perikatan kerja atau melakukan sesuatu adalah hubungan hukum antara dua pihak untuk melakukan sesuatu. Sumber periktan disini adalah akad istisna dan akad ijarah. Akad istisna adalah membuat sesuatu terlepas dari siapa menyediakan bahan. Akad ijarah dalam hukum Islam dideinisikan sebagai suatu akad atas beban yang objeknya adalah manfaat dan jasa. d. Perikatan Menjamin (al-Iltizam bi at Tauttsiq) Perikatan Menjamin dimaksudkan suatu bentuk perikatan yang objeknya adalah menanggung (menjamin)
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
2.
93
suatu perikatan. Maksudnya, pihak ketiga mengikatkan diri untuk menangung perikatan pihak kedua terhadap pihak pertama.3 Prinsip syariah dalam Akad a. Prinsip al-wadi’ah (simpanan/titipan). Kata wadi’ah berasal dari kata wada’a asy sya; berati meninggalkannya. Dinamai suatu yang ditinggalkan seseorang pada orang lain untuk dijaga dengan sebutan qodi’ah, lantaran ia meninggalkan pada orang yang dititipkan. Wadi’ah adalah akad penitipan barang atau uang antara pihak yang mempunyai barang atau uang dengan pihak yang diberi kepercayaan dengan tujuan untuk menjaga keselamatan, keamanan, serta keutuhan barang atau uang tersebut. Sifat aqadwadi’ah karena wadi’ah termasuk akad yang tidak lazim, maka kedua belah pihak dapat membatalkan perjanjian akad ini kapan saja. Karena dalam wadi’ah terdapat unsur permintaan tolong, maka permintaan tolong itu hak dari wadi’.Kalau ia tidak mau, maka tidak ada keharusan untuk menjaga titipan.4 Berdasarkan jenisnya, wadi’ah terdiri atas 2 (dua) macam, yakni : a) Wadi’ah Yad amanah Wadi’ah Yad amanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang atau uang yang dititipkan dan tidak bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. b) Wadi’ah yad dhomanah Wadi’ah yad dhomanah, yaitu akad penitipan barang atau uang dimana pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang atau uang dapat dimanfaatkan barang atau uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau 3
Ibid, h. 55-56. Institut Bankir Indonesia, Perbankan Syariah, (Jakarta, t.p., 2008), h. 60.
4
Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
94 Desy Artha
kerusakan barang atau titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam pengunaan barang atau uang tersebut menjadi hak penerima titipan. Dasar hukum wad’iah dapat dijumpai dalam AlQur`an dan As- sunnah , yaitu : Al-Quran : “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat (titipan) kepada yang berhak menerimanya” (QS. an-Nisa : 58). “Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertaqwa kepada Tuhannya”. (Qs. al- Baqarah : 283). Hadis : “Tunaikanlah amanah yang dipercayakan kepadamu dan janganlah kamu menghianati terhadap orang yang telah menghianatimu”. (Riwayat Abu Dawud dan Tarmizi) b. Prinsip Syarikah/ Musyarakah (bagi hasil). Instrumen Penting yang digunakan oleh perbankan Islam untuk menyediakan pembiayaan adalah musyarakah atau penyertaan modal (equity participation). Istilah lain yang digunakan untuk musyarakah adalah syarikah atau syirkah. Dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan partnership. Lembaga-lembaga keuangan Islam menerjemahkan dengan istilah participation inancing. Dalam bahasa Indonesia dapat diterjemahkan dengan kemitraan, persekutuan, perkongsian. Secara sederhana musyarakah dapat diartikan akad kerjasama usaha patungan antara 2 (dua) pihak atau lebih pemilik modal untuk membiayai suatu jenis usaha yang halal dan produktif. Pendapatan atau keuntungan dibagi sesuai dengan nisbah yang telah disepakati bersama pada saat membuat akadnya. Bank disini melakukan usaha pembiayaan dengan cara penyertaan modal kedalam suatu perusahaan yang menerima pembiayaannya. Bank
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
95
bersama mitra saham mengadakan kesepakatan tentang pembagian keuntungan dari usaha yang dibiayai. Porsi pembagian keuntungan didasarkan pada perjanjian kedua belah pihak. Apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan besarnya pembiayaan masing-masing. Dalam hal ini, bank dapat ikut serta mengelola usaha tersebut. Dasar hukum Syirkah dapat dijumpai dalam AlQur`an dan hadis, yaitu : Qs.an-Nisa: 12 : “Jikalau saudara-saudara seibu itu lebih dariseorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu” “Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zalim kepada kebahagiaan yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholeh.” (Qs. Ash-Shad : 24) Hadis : ”Sesungguhnya Allah Azzawa Jalla berirman: ‘Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat selama salah satunya tidak menghianati yang lainnya.” (HR. Abu Daud dan Hakim) Secara garis besar musyarakah dapat dibagi kepada syarikah amlak dan syarikah uqud. (1) Syarikah Amlak Syarikah amlak berati eksistensi suatu perkongsian tidak perlu kepada suatu kontrak membentuknya tetapi terjadi dengan sendirinya. Bentuk syirkah amlak ini terbagi kepada amlak jabr dan amlak Ikhtiar. -Amlak jabr Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis dan paksa. Otomatis berati tidak memerlukan kontrak untuk membentuknya. Paksa tidak ada alternative untuk menolaknya. -Amlak ikhtiar Terjadinya suatu perkongsian secara otomatis tetapi bebas. Bebas dalam hal ini maksudnya adalah adanya pilihan/option untuk menolak. Contoh Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
96 Desy Artha
dari perkongsian jenis ini adalah dua orang atau lebih yang mendapatkan wasiat bersama dari pihak ketiga.5 (2) Syirkah uq’ud Adalah suatu perkongsian yang terbentuk karena adanya suatu kontrak, syarikah ini sendiri terbagi kepada 5 (lima) jenis, yaitu: (3) Syirkah al-Inan (limited company) Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Dalam hal ini kedua belah pihak berbagi dalam keuntungan dan kerugian sebagaimana yang disepakati diantara mereka. Menurut pendapat Muhamad6Sayrikah al-inan mempunyai karakter sebagai berikut : (a) Besarnya penyertaan modal dari masing-masing anggota tidak harus identik. (b) Masing-masing anggota mempunyai hak penuh untuk aktif langsung dalam pengelolaan usaha, tapi ia juga dapat menggugurkan hak tersebut dari dirinya. (c) Pembagian keuntungan dapat didasarkan pada persentase modal masing-masing, tapi dapat pula atas dasar negosiasi. (d) Kerugian keuntungan bersama sesuai dengan besarnya penyertaan modal masing-masing. (4) Syirkah al-mufawadhah Syirkah mufawadhah adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan partisipasi dalam kerja. Berbeda dengan syarikah inan, dalam syarikah Antonio, Muhammad Syai’I, 2001, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani), h. 22. 5
Muhamad, Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, Yogyakarta : UI Pres, 2001), h. 12-13. 6
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
97
mufawadhah mengharuskan : (a) Keidentikan penyertaan modal dari setiap anggota (b) Setiap anggota mewakili wakif dan kail (guarantor) bagi partner lainnya. Untuk itu keaktifan semua anggota dalam penggelolaan usaha menjadi keharusan. (c) Pembagian keuntungan dan kerugian didasarkan atas besarnya modal masing-masing. (3) Syirkah al-wujud Syirkah wujud adalah kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Pembagian untung-rugi dilakukan secara negosiasi antara para anggota. (4) Syirkah Abdan atau al-a’maal Syirkah al- musyarakah ini adalah kontrak kerjasama antara dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. (5) Syirkah al-mudharabah Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahib al-mal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan tanggung jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan dibagikan dengan ratio laba yang telah disepakati bersama secara advance, manakala rugi shahib al-mal, akan kehilangan sebagian imbalan dari kerja keras dan keterampilan manajerial (managerial skill) selama proyek berlangsung.7 B. Prinsip Pengembalian Keuntungan (tijaroh) Tijaroh artinya proses pemindahan hak milik barang atau aset dengan mempergunakan uang sebagai medium. Prinsip tijaroh ini berdasarkan pada Al-Qur`an dan Hadisyaitu : Al-Quran : “hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta 7
Ibid., h. 21. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
98 Desy Artha sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama sukadiantarakamu”. (QS. An-Nisa’: 29) “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (QS. AlBaqarah : 275)
Hadis : Hadis Rasul yang dapat dijadikan rujukan dasarakan transaksi Tijaroh, adalah : “Dari Abu Said al- Hudri bahwa RasullalahSAW. Bersabda “sesungguhnya jual-beli itu dilakukan dengan suka sama suka”
(HR. al-Baiqi, Ibnu Majah dan Shahih menurut Ibnu Hiban). Sisi lain dari keunikan muamalah Islam adalah banyaknya bentuk-bentuk kontrak jual-beli yang dimilikinya. Hal ini merupakan anugrah yang takternilai harganya dari Allah Swt. Pembuat syariat untuk kemudian umat manusia dalam melaksankan transaksi perekonomian mereka. Jenis-jenis jual-beli dapat dikelompokan sebagai berikut : a. Berdasarkan perbandingan harga beli, jenis-jenis jual-beli dapat dikelompokan sebagai berikut : 1). Al-Musawamah Al-Musawamah yaitu jual-beli biasa dimana penjual memasang harga tanpa memberi tahu pembeli berapa margin keuntungan yang diambilnya. 2). At-tauliah. At-tauliah yaitu, menjual dengan harga beli tanpa mengambil keuntungan sedikitpun seolah-olah si penjual menjadikan sipembeli sebagai walinya (tauliyah) atas barang asset. 3). Al- Murabahah. Al-Murabahahyaitu, akad jual-beli antara bank dengan nasabah. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah dan menjual kepada nasabah yang bersangkutan sebesar harga pokok yang bersangkutan ditambah dengan keuntungan yang disepakati. Dalam hal ini bank membiayai pembeli barang yang diperlukan nasabah dengan cara pembayaran kemudian. ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
99
Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara bank membeli atau memberi kuasa kepada nasabah untuk membelikan barang yang diperlukan atas nama bank. Selanjutnya, pada saat yang bersamaan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan sejumlah keuntungan untuk dibayar oleh nasabah pada jangka waktu tertentu, sesuai dengan kesepakatan antara bank dengan nasabah. b. Berdasarkan pada jenis barang pengganti, jenis jual-beli meliputi: 1). Al-Mugayadhah, yaitu bentuk awak dari transaksi, dimana barang ditukar dengan barang (barter). 2). Al- mutlaq, yaitu bentuk jual-beli biasa dimana barang ditukar dengan uang. 3). Ash- Sharf atau money changing, yaitu akad jual beli suatu valuta lainnya, sharf dengan mata uang lain yang lazim dilakukan oleh bank, apabila diperjual belikan mata uang yang sama, maka nilai mata uang tersebut haruslah sama dan penyerahanya juga dilakukan pada waktu yang sama. c. Berdasarkan pada waktu penyerahan barang, jenis jualbeli meliputi : 1). Bai’ Bithanan ajil adalah akad jual beli suatu barang dengan harga pasar sebesar harga pokok ditambah dengan keuntungan yang disepakati bersama. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara membeli atau memberi kuasa kepada nasabah untuk membelikan barang yang diperlukannya atas nama bank. Selanjutnya, pada saat bersamaan bank menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sebesar harga pokok ditambah dengan sejumlah keuntungan yang jangka waktu serta besarnya cicilan berdasarkan kesepakatan bersama antara pihak bank dan nasabah. 2). Bai’ as- salam adalah akad jual 2 (dua) kepada pembelinya. Apabila bank bertindak sebagai muslam memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang (muslamiih), maka hal ini disebut salam Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
100 Desy Artha
pararel. Ini berbeda dengan pembiayaan murabahah, yang merupakan jual-beli barang pesanan. Dimana spesiikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dan pembayaran dilakukan secara penuh atau cicilan setelah barang pesanan disampaikan kepada pembeli. Perbedaan transaksi salam, barang pesanan akan diserahkan kemudian setelah pembayaran harga barangnya dilakukan oleh pembeli. Sedangkan pada transaksi murabahah, barang pesananya diserahkan terlebih dahulu oleh pemesannya, kemudian diikuti oleh pembayaran harga barang tersebut. 3). Bai’ Al- istishna adalah akad jual beli barang (masnu) antara pemesan (mustashni) dengan penerima pesanan (shani). Spesiikasi dan harga barang pesanan disepakati diawal akad dengan pembayaran dilakukan secara bertahap. Konsep ini diterapkan bank Islam untuk membiayai nasabah yang ingin membangun konstruksi rumah atau pabrik pada saat selesainya menjual konstruksi tersebut pada harga jual, yaitu biaya ditambah dengan marjin keuntungan.8 4). Al-Muwadhah, yaitu menjual dengan harga yang lebih rendah dari harga beli atau dengan kata lain al-muwadhah merupakan bentuk kebalikan dari al-murabahah. Hal ini biasa dilakukan ketika si penjual benar-benar membutuhkan likuiditas atau pada saat resesi ekonomi. Demikian pula dapat dilakukan manakala memberikan discount dalam penagihan kredit sebelum maturiry time-nya.9 C. Prinsip sewa (ijarah) Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalaui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyyah) atas barang itu sendiri. Dasar hukum transaksi ijarah dapat dijumpai dalam AlQur`an dan Hadis : 8 9
Ibid., h. 33. Ibid., h. 22-29.
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
101
Al-Qur`an : “salah seorang dari kedua wanita itu berkata : Ya bapaku ambilah ia sebagai seorang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya. (Qs. Al-Qashas : 26) “Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertaqwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah mengetahui apa yang kamu perbuat”. (Qs. Al-Baqarah : 233)
Hadis : Landasan sunah akad ijarah dapat dilihat dalam hadis ; “berbekamlahkamu,kemudianberikanlaholehmuupah-nyakepada tukang bekam itu. (Hadis Riwayat Al- Bukhari dan Muslim)
Jenis-ijarah dibedakan atas: a. Muthalaqoh Ijarah mutlaqoh atau leasing, adalah proses sewa menyewa yang bisa kita temui dalam kegiatan perekonomian sehari-hari, bisa menyewa untuk suatu jangka waktu tertentu atau untuk suatu proyek atau usaha tertentu. Bentuk yang pertama banyak diterapkan dalam sewa menyewa barang atau asset, sedangkan yang kedua dipakai untuk menyewa pekerja atau tenaga ahli untuk usaha-usaha tertentu.10 b. Bai at takjiri atau ijarah wa iqtina Bai at takjiri atau ijarah wa iqtina adalah akad sewa menyewa barang antara bank (muajir) dengan penyewa (mustajir) yang diikuti janji bahwa pada saat yang ditentukan kepemilikan barang sewaan akan berpindah kepada mustajir, transaksi ini sama dengan hire purchase. Bai at-takjiri dapat dikombinasikan dengan bai alMurabahah atau bai bithaman Ajil untuk tujuan pengadaan barang dan pembiayaan impor. Bentuk kombinasi ini telah banyak dipakai bank-bank Islam diluar negeri dengan sukses. Dalam bentuk ini bank setelah membiayai 10
Ibid., h. 35. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
102 Desy Artha
pengimporan barang sesuai pesanan nasabah (secara murabahah) langsung menyewakan kepada nasabah untuk jangka waktu tertentu dan pada akhir pembayaran semua nasabah memiliki asset tersebut.11 c. Musyarakah Muntanaqisah (descreasing participation) Musyarakah Muntanaqisah (descreasing participation) adalah kombinasi antara musyarakah dengan ijarah (perkongsian dengan sewa). Sistem ini diterapkan dalam pemberian kredit dan proses reinancing.12 d. Al-ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (inancial Lease with Purchase Option) Al-ijarah Al-Muntahia Bit-Tamlik (inancial Lease with Purchase Option)adalah teransaksi sejenis perpaduan antara kontrak jual-beli dan sewa atau dapat pula dikatakan akad sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang ditangan si penyewa. Sifat pemindahan ini pula yang membedakan dengan ijarah biasa.Bentuk al-ijarah muntahia bi-tamlik memiliki banyak bentuk, bergantung pada apa yang disepakati kedua pihak yang berkontrak. Aplikasi dalam perbankan, bank-bank Islam yang mengoperasikan produk al-ijarah, dapat melakukan leasing, baik dalam bentuk operating lease maupun inancing lease. Akan tetapi, pada umumnya bank-bank tersebut lebih banyak menggunakan al-ijarah al-munahia bit-tamlik karena lebih sederhana dari sisi pembukuan. Selain itu, bank tidak direpotkan untuk mengurus pemeliharaan aset, baik pada saat leasing maupun sesudahnya.13 D. Prinsip Pengembalian Fee (Mabda al-Ajrwa al-Umulah) a. Al- kafalah (Guaranty) Merupakan jaminan yang diberikan penanggung (kai) kepada pihak ketiga untuk memenuhi pihak kedua yang ditanggung. Dalam pengertian lain, kafalah juga berati mengalihakan tanggung jawab seseorang yang 11
Ibid., h. 35-36. Ibid., h. 36. 13 Muhamad, Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta : UI Pres, 2001), h. 118 -119. 12
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
103
dijamin dengan berpegang pada tanggung jawab orang lain sebagai penjamin.14 Landasan syariah al-Kafalah terdapat dalam AlQur`an dan Al-hadis sebagai berikut: Al-Qur`an : “penyeru-penyeru itu berseru, ‘kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin terhadapnya.”(Q.S Yusuf : 72)
Hadis : Telah dihadapkan kepada RasulullahSaw. (mayat seorang laki-laki untuk disalatkan)…RasullahSaw.. bertanya “apakah dia mempunyai wasiat?” Para sahabat menjawab,”tidak“ Rassullulah bertanya lagi, “apakah dia pun mempunyai utang?” Sahabat menjawab “ya, sejumlah tiga dinar.” Rasullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkanya (tetapi beliau sendirit idak) Abu Qatadah lalu berkata, “saya menjamin utangnya, ya Rasulullah” Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. (HR. BukhariNo. 2127, kitabal-hawalah)
Ada beberapa jenis Al Kafalah, yaitu : (a) Kafalah bin-nafs adalah akad untuk memberikan jaminan atas diri (personal guarantee). Sebagai contoh, dalam raktik perbankan untuk bentuk kafalah bin-nafs adalah seorang nasabah yang mendapat pembiayaan dengan jaminan nama baik ketokohan seseorang atau pemuka masyarakat. Walaupun bank secara isik tidak memegang baranga papun, tetapi bank berharap tokoh tersebut dapat mengusahakan pembayaran ketika nasabah yang dibiayai mengalami kesulitan. (b) Kafalah bil-Mal adalah jaminan pembayaran barang atau pelunasan utang. (c) Bit-taslim adalah, menjamin pengembalian barang yang disewa, pada waktu masa sewa berakhir. Jenis pemberian jaminan ini dapat dilaksanakan oleh bank untuk kepentingan nasabahnya dalam bentuk kerjasama dengan perusahaan penyewaan 14
Ibid., h. 123. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
104 Desy Artha
(leasing company) jaminan pembayaran bagi bank dapat berupa deposito/tabungan dan bank dapat membebankan uang jasa (fee) kepada nasabah itu. (d) Al-munazah adalah, jaminan mutlak yang tidak dibatasi oleh jangka waktu dan untuk kepentingan tujuan tertentu. Salah satu bentuk kafalah almunzanah adalah pemberian jaminan dalam bentuk ferfomance bonds “jaminan prestasi”. Suatu hal yang lazim dikalangan perbankan dan hal ini sesuai dengan bentuk akad ini. 5) Al-Muallaqah adalah, bentuk jaminan yang merupakan penyederhanaan dari kafalah al-munjazah, bai koleh industri perbankan maupun asuransi. b. Al-wakalah(deputyship) Wakalah atau wikalah adalah mewakilkan atau mendelegasikan suatu urusan kepada orang lain, untuk bertindak atas namanya. Landasan syariah al-wakalah terdapat dalam AlQur`an dan Al-hadis sebagai berikut: Al-Quran : “Dan demikianlah kami bangkitkan mereka agar saling bertanya diantara mereka sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka, “sudah berapa lamakah kamu berada disini ? “mereka menjawab, “kita sudah berada (disini) satu atau setengah hari”. (berkata yang lain lagi), “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (disini). Maka, suruhlah salah seorang diantara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seseorang pun”(Qs. Al-Kafhi : 19)
Hadis : “bahwasanya Rasullah SAW. Mewakilkan kepada Abu Rai’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawani Maimunah bintilHarist”. (Malik No.678, kitab al-Muwatha’, bab Haji)
c. Al-hawalah (transfer service) Al-hawalah adalah ADZKIYA MARET 2016
pengalihan
utang
dari
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
105
orang yang berutang kepada orang lain yang wajib penangungannya. Secara sederhana, hal ini dapat dijelaskan bahwa A (muhal) memberi pinjaman kepada B (muhil), sedangkan B masih mempunyai pada C (muhal’alaih). Begitu B tidak mempu membayar utangnya kepada A, ia harus mengalihkan beban utang tersebut keapda C. dengan demikian, C yang harus menbayar utang B kepada A, sedangkan utang C sebelumnya kepada B dianggap selesai. Landasan Syariah hawalah adalah Sunnah dan Ijma sebagai berikut : “Menunda pembayaran bagi orang yang mampu adalah suatu kezaliman. Dan, jika dari kamu diikutkan (di-hiwalah-kan) kepada orang yang mampu/kaya, terimalah hiwalah itu.” (HR. Ahmad)
Dalam Ijma ulama sepakat membolehkan hawalah. Sebagai mana ditemukan dalam wahbah az-Zuhaily, alFiqhu al-Islami wa adillatuhu (Bairut : Darul-ikr, 1989) sebagai mana dikutip oleh Antonio15 menurut pendapat para ulama hawalah diperbolehkan pada utang yang tidak berbentuk barang/benda karena hawalah adalah perpindahan utang. Oleh sebab itu, harus ada uang untuk kewajiban inansial. Aplikasi hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan dalam hal-hal berikut : (a) Factoring atau anjak piutang, dimana para nasabah yang memiliki piutang kepada pihak ketiga memindahkan piutang itu kepada bank, lalu bank membayar piutang tersebut dan bank menagihnya kepada pihak ketiga itu. (b) Post-date chek, dimana bank bertindak sebagai juru tagih, tanpa membayarakan dahulu piutang tersebut. (c) Bill discounting, Secara prinsip bill discounting serupa dengan hawalah. Hanya dalam bill discounting, 15
Ibid., h. 117. Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
106 Desy Artha
nasabah membayar fee, sedangkan pembahasan fee tidak didapati dalam kontrak hawalah.16 Seperti diuraikan diatas, akad hawalah dapat memberikan banyak sekali manfaat dan keuntungan, diantaranya : a) Memungkinkan penyelesaian utang dan piutang dengan cepat dan simultan. b) Tersedia talangan dana untuk hibah bagi yang membutuhkan. c) Dapat menjadi salah satu fee-based income/sumber pendapatan non pembiayaan bagi bank syariah.17 d. Al-ji’alah atau Ujr Al-ji’alah atau Ujr adalah imbalan yang diberikan atau yang diminta atas sesuatu pekerjaan yang dilakukan. Dalam hal ini, bank selaku pemberi layanan, yang dinamakan amil akan menyediakan fasilitas atau layanan tertentu kepada peminta layanan, yang dinamakan jaa’el sesuai dengan akad yang disepakati sebelumnya. Atas jasa yang diberikan, bank mendapatkan fee sebagai imbalan. Produk ini dapat pula digunakan sebagai salah satu langkah dalam strategi pemasaran terutama untuk bonus, hadiah dan aneka ragam sayembara. Sebagai dasar hukum transaksi ji’alah dapat dijumpai dalam Al-Qur`an, yaitu : Al-Quran : “hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-aqad (janji-janji) itu.”(Qs. Al-Ma-idah: 1)
E. Prinsip Biaya Administrasi (Al-QardAl-Hasan) Produk bank syariah dapat dijalankan dengan menggunakan transaksi berdasarkan prinsip biaya administrasi. Salah satu produk yang dapat dijalankan adalah: Al-Qard AlHasan pengertian Al-Qard al-Hasan atau benevolent loan adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial 16 17
Ibid., h. 127. Ibid., h. 127.
ADZKIYA MARET 2016
Implementasi Prinsip Syariah pada Baitul Maal Wat-Tamwil
107
semata, dimana si peminjam tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman. Pada dasarnyaal-Qard al-Hasan merupakan pinjaman sosial yang diberikan secara benevolent tanpa ada penggenaan biaya apapun, kecuali pengembalian modal asalnya. Namun sejalan dengan perkembangan dunia ekonomi keuangan dan perbankan, pinjaman sosial ini tidak mungkin dapat dilaksanakan tanpa adanya biaya materai, Notaris dan peninjauan feasibility proyek, biaya pegawai bank dan lain-lain sehingga penggenaan biayabiaya administrasi tersebut tidak dapat dihindari Simpulan Berdasarkan pemaparan diatas, dapat ditarik simpulkan bahwa Baitul Maal wat Tamwil BMT adalah Badan Hukum Koperasi yang tunduk pada peraturan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dan Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1995 tentang Pelaksanaan Kegiatan pendirian Koperasi, termasuk Koperasi Simpan Pinjam dan Usaha Syariah. Implementasi Prinsip Syariah dalam kegiatan penyaluran dana dan penghimpunan dana dari mitra tidak mengandung unsur ghahar, masyir, riba, zalim, riswah, barang haram, dan maksiat. Selain itu akad yang digunakan adalah akad wadiah, murabahah, salam, istishna, ijarah, wakalah, kafalah yang memiliki tingkat kinerja berdasarkan akad masing-masing produk.
DAFTAR PUSTAKA Anshori, Abdul Ghofur, Kapita Selekta Perbankan Syariah di Indonesia, (Yogyakarta : UII Pres, 2008). Muhammad Syai’i, Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktek, (Jakarta : Gema Insani, 2001). Syamsul, Anwar, Hukum Perjanjian Syariah, (Jakarta : Raja Graindo Persada, 2007). Institut Bankir Indonesia, 2002, Konsep, Produk, dan Implementasi Perbankan Syariah,(Jakarta : Raja Graindo, 2002). Keputusan Menteri Nomor 91/KEP/M.KUMK,IX/2004 tentang Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah, Vol. 04 Nomor 1
108 Desy Artha
Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Jasa Keuangan Syariah oleh Koperasi. Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta : UII Pres, 2001) . Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Bank Syariah Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2008, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4867. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3502.
ADZKIYA MARET 2016