PRAKTEK SIMPAN PINJAM BAITUL MAAL WATTAMWIL (BMT) CITA SEJAHTERA MENURUT EKONOMI SYARIAH Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (SEI)
Oleh : M. Arizan NIM : 203046101723
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 26 Mei 2008
M. Arizan
ا ا ا KATA PENGANTAR Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan inayah, rahmat dan karunia Allah SWT, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Shalawat dan salam penulis haturkan kepada Nabi Muhammad saw sebagai revolusioner dunia dan pembawa risalah serta kepada keluarga, dan para sahabat-Nya, mudah-mudahan kita semua akan mendapatkan syafa’atul ’udzma di yaumil kiamat kelak, Amin. Pada dasarnya dalam proses penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapati kesulitan. Akan tetapi, dengan adanya bantuan dan partisipasi dari berbagai pihak, Alhamdulillah penulisan skripsi ini akhirnya dapat terselesaikan. Namun penulis menyadari dalam skripsi ini masih banyak sekali kekurangan sehingga saran serta kritik dengan kerendahan hati penulis terima sehingga skripsi ini dapat lebih sempurna lagi. Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak dan instansi lainnya yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi ini antara lain kepada : 1.
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Bapak Prof. Dr. Amin Suma, SH, MA, MM, beserta pembantu dekan, baik sebagai
parat birokrasi maupun sebagai pribadi, terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala bantuan yang diberikan. 2.
Ibu Euis Amalia, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Muamalah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Bapak Azharuddin Lathif, M.Ag selaku Sekretaris Jurusan Muamalah yang telah banyak membantu penulis dalam menentukan judul dan dalam penyelesaian hal-hal administratif dan nasehat-nasehat yang sangat berharga.
3.
Bapak Drs. Djawahir Hejazziey, SH, MA dan Bapak Drs. Ahmad Yani, M.Ag selaku Ketua dan Sekretaris Kordinator Teknis Program Non Reguler Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.
Bapak Prof. Dr. Hasanuddin AF., MA, dan Bapak Kamarusdiana, M.Hum selaku pembimbing skripsi, yang telah sabar membimbing, memberikan saran, arahan, motivasi dan telah meluangkan waktu, tenaga dan pemikiran di sela-sela kesibukannya dalam penyusunan skripsi ini.
5.
Seluruh Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Jurusan Muamalah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan peranan dalam memberikan pembelajaran.
6.
Pimpinan dan seluruh staf karyawan Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah menyediakan fasilitas untuk studi kepustakaan.
7.
Moh. Khoirul Anam, SE, selaku Manager BMT Cita Sejahtera yang telah berpartisipasi dan memberikan kontribusinya dalam memperoleh informasi,
data-data dan yang telah meluangkan waktunya kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini. 8.
Kedua orang tua tercinta dan tersayang, Ayahanda Abuzar MY dan Ibunda Siti Fatimah yang telah memberikan dukungan dan do’a yang tidak pernah sedikitpun terlupakan dan sangat besar dan berarti bagi penulis, baik dukungan moril maupun materil sehingga penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
9.
Untuk adek ku Okbar Ariansyah dan seluruh keluarga besar ku yang telah membantu dan memberikan dukungan serta do’a yang cukup besar bagi penulis dalam pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman ku seperjuangan Alumni DH angkatan ke VII, Hafiz, Zulkifli, Syukron, Wahyu, Dania Dewi dan Intan yang selalu memberikan motivasi dan dorongan sehingga terselesaikan skripsi ini, dan tak pernah akan terlupakan atas kebaikan mereka semua. 11. Sahabat-sahabatku PS A, Fahri, Ridwan, Muzaini, Godai, Dede, Hendra, Mahmal, Edo, Eko S, Eko K, Ida, Lia, Mila, Yanti, Aini, Cika, Balqis dan yang lainnya, terima kasih atas kebersamaannya selama ini kita kuliah dan menjalin persahabatan bahkan persaudaraan dan dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini. 12. Sahabat kosan, Hanif, Haji Nandar, Oki dan yang lainnya yang telah memberikan semangat dan canda tawa selama ini sehingga suasana kosan terasa nyaman, tentram dan sedikit agak ramai.
13. Teman-teman ku SEMARI (Serumpun Mahasiswa Riau) seperjuangan dalam menuntut ilmu di jalan Illahi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 14. Anak-anak IKAPDH Sabar, Samsul, Sahroni, Ulum, Rijal, Fi’i, Feni, Alsa, Sadar, Bali, Afnita, Luluk, Ely, Bedah, Salmi, Jefi, Kasih, Titin, Ida, Lilis, Tilah, Nurul, Iil, Lilik, Maya, Jusra, Atin, Minah, Duta dan lainnya yang tidak bisa saya sebut satu persatu, yang pasti ucapan terimakasih banyak atas do’a dan motivasinya yang membuat penulis bersemangat dalam penulisan skripsi ini. 15. Yang paling spesial buat Siti Hamidah yang selalu mendampingi penulis dan yang telah memberikan dorongan, perhatian, kasih sayang, motivasi dan semangat yang tak henti-hentinya untuk penulis sampai terselesainya skripsi ini, terimakasih atas semuanya. 16. Adek-adek Kosan Cantik yang selalu kompak, semangat dan ceria, Emi, Lela, Uwie, Nia, Ijeh, Ochi, Leni, Anis, Ima, Dilas, Resna, dan Tika. Mudah-mudahan atas segala bantuan serta budi baik yang penulis terima selama menjalani pendidikan mendapatkan ridho dari Allah SWT. Penulis sangat menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang konstruktif agar lebih baik lagi. Akhirnya penulis menyerahkan semuanya kepada Allah SWT. Mudah-mudahan dapat balasan yang lebih baik. Harapan penulis mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semoga skripsi ini sidikit dapat memberikan sumbangan
fikiran dan saran untuk perkembangan dalam pendidikan dan bagi siapa saja yang membacanya untuk menambah ilmu pengetahuan. Amin…
Jakarta, 26 Mei 2008
Penulis
DAFTAR ISI HALAMAN
HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR.................................................................................
i
DAFTAR ISI ...............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................
ix
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...................................................
1
B. Batasan dan Rumusan Masalah ........................................
8
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan .........................................
8
D. Tinjauan Pustaka..............................................................
9
E. Objek Penelitian...............................................................
10
F. Metode Penelitian ............................................................
10
G. Sistematika Penulisan.......................................................
11
KERANGKA TEORI A. Ekonomi Syariah..............................................................
13
1. Pengertian dan Dasar Hukum Ekonomi Syariah .........
13
2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah................................
26
B. Akad Wadiah dan Murabahah ..........................................
33
1. Akad Wadiah........................................................
33
a...................................................................... Pengerti an Wadiah.......................................................
33
b...................................................................... Landasa n Hukum Wadiah............................................
33
c...................................................................... Rukun dan Syarat Wadiah..........................................
34
d...................................................................... MacamMacam Wadiah...............................................
37
2. Akad Murabahah ..................................................
39
a...................................................................... Pengerti an Murabahah ....................
39
b...................................................................... Landasa n Hukum Murabahah .........
39
c...................................................................... Rukun dan Syarat Murabahah .......
40
d...................................................................... JenisJenis Murabahah ................
43
e...................................................................... Manfaat dan Resiko Murabahah.......
44
BAB III
GAMBARAN UMUM BMT A. BMT ................................................................................
46
1. Pengertian BMT .........................................................
46
2. Visi dan Misi BMT ....................................................
47
3. Ciri-Ciri BMT ...........................................................
49
4. Tujuan didirikan BMT................................................
50
5. Prinsip Operasional BMT ...........................................
52
6. Produk-Produk BMT..................................................
54
B. BMT CITA SEJAHTERA................................................
62
1. ............................................................................... Sejarah dan Struktur Organisasi .....................................
62
a. Sejarah Berdiri .....................................................
62
b. Struktur Organisasi...............................................
65
2. ............................................................................... Prinsip dan Fungsi..................................................................
66
3. ............................................................................... Perkemb
BAB IV
angan BMT Cita Sejahtera..........................................
66
a. Organisasi ............................................................
66
b. Usaha ...................................................................
70
ANALISA PRAKTEK SIMPAN PINJAM BMT CITA
SEJAHTERA MENURUT EKONOMI SYARIAH A. .................................................................................... Penerapa n Simpan Pinjam di BMT Cita Sejahtera .........................
76
B. .................................................................................... Analisa Tentang Praktek Simpan Pinjam Pada BMT Cita Sejahtera 85
BAB V
PENUTUP A. Kesimpulan ..................................................................... 100 B. Saran-Saran...................................................................... 104
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 106 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL 1. Tabel 1. Data Tabungan Nasabah BMT Cita Sejahtera ...........................
87
2. Tabel 2. Data Pembiayaan Nasabah BMT Cita Sejahtera… ....................
92
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Jika kita merenung tentang keberadaan manusia di bumi ini dengan segala macam pencapaiannya, maka pertanyaan yang muncul, akan kemanakah setelah semua ini. Apakah keberadaan manusia serta apa-apa yang telah dicapainya akan hilang begitu saja seperti matinya api dari lilin yang ditiup. Kesadaran akan eksistensi (dari mana dan akan kemana) akan membawa manusia pada sisi terdalam dari wujud manusia itu sendiri. Sepanjang sejarah manusia, sudah banyak orang yang mencoba mencari formulasi guna memuaskan “rasa kesadaran” ini. Namun karena formulasi yang mereka ciptakan berdasarkan pemahaman yang tidak utuh terhadap manusia, karena mereka sebenarnya tidak mengetahui hakikat manusia, hanya akan menempatkan manusia pada posisi yang tidak sesuai dengan semestinya.1 Islam adalah suatu dien (way of life) yang praktis, mengajarkan segala yang baik dan bermanfaat bagi manusia, dengan mengabaikan waktu, tempat atau tahap-tahap perkembangannya. Selain itu, Islam adalah agama fitrah, yang sesuai dengan sifat dasar manusia (human nature). Ajaran Islam tidak mencakup hal-hal 1
Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia,Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, (Jakarta: Djambatan, 2003), cet.II, h.3.
yang berkaitan dengan aqidah, ibadah dan akhlaq saja, melainkan ia juga mengatur segi-segi kehidupan dalam bermuamalah, dimana di dalamnya mengatur hal-hal mulai dari persoalan hukum sampai urusan ekonomi dan lembaga keuangan. Islam memiliki sistem ekonomi yang secara fundamental berbeda dari sistem ekonomi lainnya. Ia memiliki akar dalam syariat yang membentuk pandangan dunia sekaligus sasaran-sasaran dan strategi (maqoshid asy-syari’ah) yang berbeda dari sistem-sistem sekuler yang menguasai dunia saat ini. Sasaransasaran yang dikehendaki Islam secara mendasar bukan materiil. Mereka didasarkan atas konsep-konsep Islam sendiri tentang kebahagiaan manusia (falah) dan kehidupan yang baik (hayatun thayyibah) yang sangat menekankan aspek persaudaraan (ukhuwah), keadilan sosio-ekonomi dan kebutuah-kebutuhan spiritual manusia. Hal ini disebabkan karena adanya kepercayaan bahwa umat manusia memiliki kedudukan yang sama sebagai khalifah Allah SWT di muka bumi dan sekaligus sebagai hamba-Nya yang tidak akan mendapatkan kebahagiaan dan ketentraman bathin, kecuali jika kebahagiaan sejati telah dicapai melalui pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materiil dan spiritual. Tujuan-tujuan syariat mengandung semua yang diperlukan manusia untuk merealisasikan falah dan hayatun thayibah dalam batas-batas syariat.2
2
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari Judul Asli Islam and Economic Challenge, (Jakarta: Gema Insani Press, 2000), cet.I, h.7.
Dalam kehidupan bermuamalah, Islam mengatur banyak hal mulai dari persoalan hak atau hukum sampai pada urusan ekonomi. Seperti kita ketahui bahwa kegiatan perekonomian merupakan suatu kebutuhan hidup yang tidak terelakkan. Salah satu indikator sehat atau tidaknya perekonomian suatu negara adalah kondisi lembaga keuangan/perbankan. Lembaga keuangan merupakan lembaga yang mewadahi aktifitas ekonomi yang meliputi pengelolaan investasi, simpanan ataupun pembiayaan. Mengingat betapa pentingnya keberadaan lembaga keuangan bagi suatu negara, maka saat ini banyak muncul bank-bank, baik itu bank umum maupun bank
perkreditan
rakyat.
Dengan
adanya
lembaga
keuangan
tersebut,
perekonomian rakyat dapat ditingkatkan terutama pada rakyat kurang mampu yang sangat memerlukan pembiayaan/kredit, baik itu pemenuhan kebutuhan konsumtif ataupun untuk mengembangkan usaha. Yang menjadi masalah saat ini adalah banyak lembaga keuangan yang tidak tertarik untuk mengembangkan mekanisme kredit bagi nasabah yang kecil terutama para pengusaha kelas menengah ke bawah. Oleh karena itu untuk mengisi kekosongan dan memperluas jangkauan fasilitas kredit kepada pengusaha kecil tersebut, sangat dibutuhkan lembaga keuangan yang dapat menjangkau pengusaha kecil dan tidak memberatkan mereka. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa salah satu kegiatan lembaga keuangan adalah memberikan pinjaman. Namun pola pemberian pinjaman (kredit) yang
ditawarkan oleh bank konvensional selama ini belum sesuai dengan keinginan umat Islam karena adanya sistem bunga. Sistem bunga tersebut sangat merugikan masyarakat terutama masyarakat peminjam, karena setiap saat pertumbuhan bunga semakin meningkat. Sehingga apabila sipeminjam terlambat membayar maka akan semakin tinggi beban bunga yang harus dibayarkan. Kenyataan yang terjadi dalam masyarakat, bahwa pinjaman dana makin mengikat dan mencekik pengusaha kecil kebawah. Di antaranya adalah praktek bank-bank keliling. Bahkan ada yang menampakkan wajahnya sebagai koperasi simpan pinjam yang menawarkan pinjaman dengan suku bunga yang mencekik leher yang umumnya di atas 30% pertahun. Adalah praktek yang telah biasa, seorang pengusaha kecil yang meminjam uang Rp. 100.000,- ia hanya menerima sebesar Rp. 90.000,- sementara ia harus mengembalikan pinjaman tersebut sebesar Rp. 4.000,- per hari selama satu bulan atau Rp. 120.000 per bulan. 3 Islam
menganggap
bunga
sebagai
suatu
kejahatan
ekonomi
yang
menimbulkan penderitaan masyarakat, baik itu secara ekonomi, sosial, maupun moral. Oleh karena itu, kitab suci al-Qur’an melarang kaum muslimin untuk memberi maupun menerima bunga. Dalam surat al-Baqarah (2) ayat 278-279 Allah melarang riba dan mempertegas bahwa bunga itu melanggar hukum di dalam Islam.4
3
Baihaqi Abdul Madjid dan Saifudin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, (Jakarta: PINBUK, 2000), h.189 4 Sutan Remy Sjahdeni, Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: PT. Pustaka Utama, 1999), h.6
ْ*َ)ُ&ا+َ' ْ ِن,َ- .َِِیَأَیَ اِیَ ءَاﻡَُ&ا ا'"ُ&ا ا َ وَذَرُوا ﻡَ َ"ِ!َ ﻡَِ ا َ إِن آُُ ﻡْﻡ َ.َْ)ِ ُ&نَ و/َ' َ. ُْ0ُِْ رُءُوسُ أَﻡْ&َا0َ)َ- ُْْ2ُ' ِ وَإِن3ِ&َُْبٍ ﻡَ ا ِ وَرَﺱ7ِ ْذَﻥُ&ا9َ(٢٧٩-٢٧٨
:"ة2ْ)َ ُ&نَ )ا/ُ'
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya (dirugikan)”. (QS. Al-Baqarah: 278279) Saat Indonesia merdeka, koperasi mendapat tempat terhormat dalam UndangUndang Dasar 1945 yaitu pada pasal 33 yang menyebutkan bahwa perekonomian Indonesia dibangun atas dasar kekeluargaan dan usaha bersama, dan dalam penjelasannya disebutkan bahwa “koperasi” merupakan lembaga ekonomi yang sesuai dengan prinsip-prinsip tersebut di atas. Menurut Undang-Undang tentang pokok-pokok perkoperasian (Undang-Undang No. 18 Tahun 1967), koperasi adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial beranggotakan orangorang atau badan-badan hukum koperasi yang merupakan tata susunan ekonomi sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan. 5 Azas dan sendi dasar koperasi (principles of cooperative) sebagai gagasan atau ide akan melandasi syarat-syarat yang diterima oleh orang-orang bilamana
5
h.137
G. Kartasapoetra, Praktek Pengelolaan Koperasi, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), cet.II,
mereka sepakat untuk berkoperasi. Azas dan sendi dasar koperasi adalah semua hal yang terkandung dalam konsep saling menolong.6 Dalam hal ini, Islam memberikan pedoman dalam surat al-Maidah ayat 2:
(٢: ةBH ْوَا )اBُ*ِْْ وَاCِDْ اEَ)َF َ'َ*َوَﻥُ&ا.َِ وَا"ْ&َى و2ْ اEَ)َF وَ'َ*َوَﻥُ&ا Artinya: “Dan tolong menolonglah kamu untuk berbuat kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong menolong untuk berbuat dosa dan permusuhan”. (QS. Al-Maidah: 2) Berdasarkan ayat al-Qur’an di atas, kiranya dapat dipahami bahwa tolong menolong dalam kebajikan dan dalam ketaqwaan dianjurkan oleh Allah. Maka koperasi sebagai salah satu bentuk tolong menolong, kerja sama dan saling menutupi kebutuhan adalah salah satu wasilah untuk mencapai ketaqwaan yang sempurna (haqqa tuqatih).7 Salah satu dari jenis kegiatan yang dijalankan koperasi adalah usaha simpan pinjam. Simpan pinjam sebagai salah satu unit usaha koperasi memiliki peran strategis. Karena adanya unit usaha simpan pinjam tidak lain dari suatu gerakan untuk membela para anggotanya di dalam keperluan mereka akan kredit (pinjaman utang), yang akan dipergunakannya untuk melancarkan jalan perusahaannya. Dengan adanya unit usaha simpan pinjam akan memudahkan mereka untuk mendapatkan pinjaman dengan prosedur yang mudah pula. Baitul Maal Wa Tamwil adalah salah satu unit usaha dari sebuah koperasi. Dimana BMT merupakan lembaga pendukung kegiatan ekonomi kecil kebawah. 6
A. M. Saefuddin, et al., Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi, (Jakarta: CV. Wirabuana, 1986), cet.I, h.122 7 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), cet.I, h.297
Baitul Maal Wa Tamwil terdiri dari dua kegiatan, yaitu Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Kegiatan Baitut Tamwil mengutamakan pengembangan kegiatankegiatan investasi dan produktif dengan sasaran usaha ekonomi yang dalam pelaksanaannya
saling
mendukung
untuk
pembangunan
usaha-usaha
kesejahteraan masyarakat. Sedangkan Baitul Maal mengutamakan kegiatankegiatan kesejahteraan, bersifat nirlaba, diharapkan mampu menghimpun dana zakat, infaq, shadaqah yang pada gilirannya berfungsi mendukung kemungkinankemungkinan resiko yang terjadi dalam kegiatan ekonomi pengusaha kecil. 8 Pada awal-awal pendirian, umumnya BMT memiliki legalitas hukum sebagai KSM (Kelompok Swadaya Masyarakat). Sebagai lembaga simpan pinjam, segi formalitas hukum BMT memiliki dua alternatif badan hukum. Pertama dalam lembaga perbankan, maka BMT akan tunduk pada ketentuan UU Perbankan No.10 tahun 1998. Kedua, dalam bentuk koperasi simpan pinjam dengan pola syariah, BMT tunduk pada UU No.25 tahun 1992 tentang perkoperasian dan PP No.9 tahun 1995 tentang pelaksanaan kegiatan usaha simpan pinjam oleh koperasi.9 Dalam hal ini, BMT Cita Sejahtera merupakan salah satu unit usaha simpan pinjam dari Koperasi Serba Usaha Syariah (KSUS) yang ditujukan untuk para anggota BMT itu sendiri.
8 9
Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.182 Ibid., h.90
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji praktek simpan pinjam dan membahasnya dalam skripsi dengan judul : “Praktek Simpan Pinjam Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Cita Sejahtera Menurut Ekonomi Syariah” B. Batasan dan Rumusan Masalah Agar pembahasan dalam skripsi ini terarah, maka penulis perlu memberikan batasan pada aspek usaha BMT simpan pinjam yang mencakup modal, layanan kredit, sisa hasil usaha dan penentuannya, mitra usaha BMT, prosedur dan syarat pinjaman. Dari pembatasan masalah tersebut dapat di rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana praktek simpan pinjam yang ada pada BMT Cita Sejahtera? 2. Apakah sistem simpan pinjam pada BMT Cita Sejahtera sesuai dengan praktek ekonomi syariah? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan dari penulisan ini adalah: 1. Untuk mengetahui praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera. 2. Untuk mengetahui apakah sistem simpan pinjam pada BMT Cita Sejahtera sesuai dengan sistem ekonomi syariah.
Dan penulisan ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut: a. Bagi Penulis
Merupakan apresiasi terhadap teori-teori yang pernah penulis dapatkan selama menempuh pendidikan dan diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis. b. Bagi Pihak Lain Merupakan sumber referensi dan saran pemikiran bagi kalangan akademis dalam menunjang penelitian selanjutnya yang akan berguna sebagai bahan perbandingan bagi penulis yang lain. D. Tinjauan Pustaka 1. Skripsi a. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah Deskripsi dan Ilustrasi, oleh Heri Sudarsono Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun skripsi: 2003. Menurut penulis di dalam skripsinya menyebutkan bahwa semakin berkembangnya masalah ekonomi masyarakat, maka berbagai kendala tidak mungkin dilepaskan dari keberadaan BMT. b. Baitul Maal wat
Tamwil (BMT)
Taman
Iskandar
Muda dan
Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Wilayah Pasar Minggu Jakarta Selatan, oleh Ida Nurfaiza Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahun skripsi: 2003. Didalam skripsinya tersebut, penulis menganalisa beberapa point diantaranya: gambaran umum BMT Taman Iskandar Muda, pembinaan dan pembiayaan UKM.
Letak perbedaan skripsi ini dengan skripsi yang lainnya adalah bahwa skripsi ini lebih memfokuskan pada praktek simpan pinjam di BMT Cita Sejahtera, yaitu praktek wadiah dan murabahah. Apakah aplikasinya sejalan atau sesuai dengan konsep ekonomi syariah. E. Objek Penelitian Adapun objek penelitian ini dilakukan di Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Cita Sejahtera tentang praktek simpan pinjam menurut ekonomi syariah yang bertempat di Ciputat. F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian. Jenis penelitian yang di lakukan adalah penelitian kepustakaan (library research) dan penelitian lapangan (field research). 2. Metode Pengumpulan Data. Metode pengumpulan data yang digunakan antara lain: a. Untuk
Penelitian
kepustakaan
(library
research)
yaitu
dengan
mengumpulkan data-data dari berbagai literatur yang ada, seperti bukubuku sumber, dokumen-dokumen BMT Cita Sejahtera, serta tulisan lain yang berhubungan dengan penulisan skripsi ini. b. Untuk Penelitian lapangan (field research) yaitu dengan wawancara langsung secara pribadi dengan beberapa pengurus BMT Cita Sejahtera. 3. Metode Pengolahan Data dan Analisa Data
Teknis analisa data yang digunakan adalah analisa kualitatif dengan menggunakan pola pikir induksi. Teknik ini dilaksanakan dengan metode interaktif sebagaimana di kemukakan oleh Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, yang terdiri dari tiga jenis kegiatan yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Reduksi dapat diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan tertulis di lapangan. Penyajian data adalah suatu penyajian sekumpulan informasi
tersusun
yang
memberi
kemungkinan
adanya
penarikan
kesimpulan.10 Adapun teknik penyusunan skripsi ini, penulis mengacu kepada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2007. G. Sistematika Penulisan Untuk lebih terarah dalam pembahasan skripsi ini, penulis membuat sistematika penulisan sesuai dengan masing-masing bab. Penulis membaginya menjadi 5 (lima) bab, yang masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab yang merupakan penjelasan dari bab tersebut. Adapun sistematika penulisan tersebut adalah sebagai berikut:
10
Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisa Data Kualitatif: Buku Tentang Sumber Metode-Metode Baru, (Jakarta: UI Press, 1992), h. 18.
BAB I
Pendahuluan, Meliputi latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, maksud dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, objek penelitian, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II
Kerangka Teori, Meliputi pengertian dan dasar hukum ekonomi syariah, prinsip-prinsip ekonomi syariah, akad wadiah dan murabahah.
BAB III
Gambaran Umum BMT, Meliputi pengertian BMT, visi dan misi BMT, ciri-ciri BMT, prinsip operasional BMT, tujuan didirikan BMT, produk-produk BMT, sejarah dan struktur organisasi BMT Cita Sejahtera, prinsip dan fungsi BMT Cita Sejahtera, perkembangan BMT Cita Sejahtera.
BAB IV
Analisa Praktek Simpan Pinjam BMT Cita Sejahtera Menurut Ekonomi Syariah, Meliputi penerapan simpan pinjam di BMT Cita Sejahtera, analisis tentang praktek simpan pinjam pada BMT Cita Sejahtera.
BAB V
Penutup, Dalam bab kelima ini merupakan akhir dari seluruh rangkaian pembahasan dalam skripsi ini. Bab ini berisi: Kesimpulan dan Saran-saran dari penulis mengenai hal-hal yang dibahas dalam skripsi ini.
BAB II KERANGKA TEORI
A. EKONOMI SYARIAH 1. Pengertian dan Dasar Hukum Ekonomi Syariah Makna etimologi ekonomi berasal dari oikonomeia (Greek atau Yunani). Kata oikonomeia berasal dari dua kata oicos yang berarti rumah dan nomos yang
berarti
aturan.
Jadi,
ekonomi
ialah
aturan-aturan
untuk
menyelenggarakan kebutuhan hidup manusia dalam rumah tangga, baik rumah tangga rakyat (volkshuishouding), maupun rumah tangga Negara (staathuishouding),
yang
dalam
bahasa
Inggris
disebutnya
sebagai
economics.11 Secara terminologi, oleh Samuelson (1973), ilmu ekonomi didefinisikan sebagai kajian tentang perilaku manusia dalam hubungannya dengan pemanfaatan sumber-sumber produktif yang langka untuk memproduksi barang-barang dan jasa-jasa serta mendistribusikannya untuk dikonsumsi. 12 Seorang pakar ekonomi dunia terkemuka sekaligus peraih nobel dalam bidang ekonomi ditahun 1970 Paul A. Samuelson mengartikan, bahwa ekonomi merupakan studi mengenai bagaimana orang-orang dan masyarakat 11
Abdullah Zaky al-Kaaf, Ekonomi dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Pustaka Setia, pertama, Maret 2002), cet.I, h.18 12 Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam; Bahan kuliah pada Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah, (Jakarta: 1999), h.6
membuat pilihan, dengan atau tanpa penggunaan uang, dengan menggunakan sumber daya yang terbatas, tetapi dapat digunakan dalam berbagai cara untuk menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa serta mendistribusikannya untuk keperluan konsumsi sekarang dan dimasa yang akan datang, kepada berbagai orang dan golongan masyarakat.13 Sedangkan Lionel Robins mendefinisikan, bahwa ekonomi merupakan ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia dalam hubungan dengan tujuan yang ingin dicapai dan sumber daya langka yang mempunyai berbagai kemungkinan penggunaan. 14 Jadi menurut sistem ekonomi konvensional terdapat kelangkaan dari sumber daya yang diperlukan untuk memenuhi keinginan manusia yang tidak terbatas, sehingga timbul pilihan-pilihan atas penggunaan sumber daya yang bisa dimiliki.15 Dari berbagai definisi yang diuraikan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan ekonomi adalah sesuatu yang menyangkut tentang perilaku manusia dalam memenuhi kebutuhan materialnya dengan sumber daya yang terbatas. Dalam rangka memenuhi kebutuhan tersebut manusia melakukan serangkaian kegiatan-kegiatan seperti produksi, distribusi
13
Murasa Sarkaniputra dan Agus Krisriawan, Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi Moneter: Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan Asuransi Islam, (Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000), cet.I, h.2 14 Carla Poli, dkk, Pengantar Ilmu Ekonomi I, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992), h.20-22 15 Tim Penyusun, Prinsip Syariah Dalam Ekonomi, (Jakarta: MES, 2001), h.47
dan konsumsi. Tiga model kegiatan inilah yang menjadi pokok kegiatan dalam ekonomi. Jika definisi tersebut dijadikan acuan, maka Islam bisa memberikan komentar tentang apa yang seharusnya tujuan aktivitas itu. Yang tentunya tercermin dalam tujuan hidup muslim itu sendiri, yang tidak hanya mencakup segi-segi material, tetapi juga spiritual. Apakah seorang muslim hendak merubah definisi kegiatan ekonomi? Pertanyaan itulah yang hendak dijawab oleh beberapa pemikir ekonomi muslim. Apa yang dimaksud ekonomi Islam itu? Dengan mencantumkan label Islam, berarti ada sebuah akar teoritis yang dijadikan acuan untuk mendefinisikan ilmu tersebut. Dalam bahasa arab ekonomi dinamakan mu’amalah maddiyah, yaitu aturan-aturan tentang pergaulan dan perhubungan manusia mengenai kebutuhan hidupnya. Lebih tepat lagi dinamakan iqtishad, yaitu mengatur soal-soal penghidupan manusia dengan sehemat-hematnya dan secermatcermatnya.16 Dalam al-Qur’an Allah memberikan contoh tegas mengenai ajaran-ajaran para Rasul, dalam kaitannya dengan masalah-masalah ekonomi yang menekankan bahwa perilaku ekonomi merupakan salah satu bidang perhatian agama. Salah satu contoh yang dapat dikemukakan adalah mengenai risalah kenabian Ibrahim as. dan putra-putranya. Allah berfirman:
16
Al-Kaaf, Ekonomi Dalam Perspektif Islam,h.19
َِةِ وَإِیَءIJَمَ اLََِْاتِ وَإNَْ اOْ*ِ- ََِِْْﻡِْﻥَ وَأَوََْْ إ9ِ َُونBًَْ یQ ِHََ*َ)َْهُْ أSَو (٧٣ : ء2ﻥ.ِیَ )اBِ َF ََ آَةِ وَآَﻥُ&اTا Artinya: “Kami telah menjadikan mereka pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk manusia dengan perintah kami, dan kami turunkan wahyu kepada mereka untuk melakukan perbuatan-perbuatan baik, melaksanakan sholat dan zakat, dan mereka senantiasa beribadah kepada-Ku”. (QS. al-Anbiya’: 73) Ekonomi Islam yang dibangun diatas –atau paling tidak diwarnai- oleh prinsip-prinsip religius yang punya orientasi kehidupan dunia dan juga akhirat. Ekonomi Islam merupakan paradigma baru dalam sistem ekonomi dunia saat ini. Paradigma ini bagi ekonom-ekonom muslim bukan merupakan hal yang perlu ditakuti, akan tetapi menjadi sebuah tantangan untuk dapat lebih mengembangkan ekonomi Islam sehingga ia menjadi sebuah jawaban atas berbagai permasalahan ekonomi dunia dewasa ini. Semangat fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan) yang melandasi ekonom-ekonom muslim bahkan non muslim dalam mendalami ekonomi Islam berdampak pada perbedaan pendapat tentang definisi ekonomi Islam itu sendiri. Perbedaan ini ‘lumrah’ terjadi selama tidak keluar dari jalur Islam. Sebagaimana beragamnya definisi mengenai ekonomi secara umum yang dikemukakan oleh para pakar ekonomi, maka ekonomi Islam pun didefinisikan secara beragam pula oleh para pakar ekonomi Islam, diantaranya oleh Muhammad Abdul Manan seorang pakar ekonomi Islam, menurutnya yang dimaksud dengan ekonomi Islam adalah pengetahuan sosial yang
mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.17 Menurut Abdullah al-Arabi ekonomi Islam adalah sekumpulan dasardasar umum ekonomi yang disimpulkan dari al-Qur’an dan as-Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas dasar-dasar tersebut sesuai dengan lingkungan dan masyarakat.18 Definisi lain juga disampaikan oleh Dr. Yusuf Qardhawi, bahwa ekonomi Islam adalah ekonomi yang berdasarkan ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syariat Allah. Aktifitas ekonomi seperti produksi, distribusi, konsumsi, import dan eksport tidak lepas dari titik tolak ketuhanan dan bertujuan akhir untuk Tuhan.19 Ekonomi Islam
yang
dikemukakan
S.M.
Hasanuzzaman
adalah
pengetahuan dan aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidak adilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.20
17
Muhammad Abdul Manan, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Potan Arif Harahap (terj), (Jakarta: Internusa, 1992), cet.I, h.19 18 Ibrahim Lubis, Ekonomi Islam: Suatu Pengantar, (Jakarta: Kalam Mulia, 1994), cet.I, h.245 19 Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), cet.II, h.31 20 Rustam Effendi, Produksi Dalam Islam, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003), cet.I, h.2-3
Sedangkan menurut H. Halide yang menjabat sebagai Kepala Pusat Pengelolaan Data Universitas Hasanuddin Ujung Pandang, bahwa ekonomi Islam adalah kumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari alQur’an dan as-Sunnah yang ada hubungannya dengan urusan ekonomi. Menurutnya sebagai suatu sistem, ekonomi Islam menarik untuk dikaji karena pertama, diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah yang melanda ekonomi dunia. Timbulnya berbagai kepincangan dalam neraca pembayaran negara-negara, resesi dan sebagainya pada masa akhir-akhir ini, semakin terasa bahwa teori dan sistem ekonomi yang ada mungkin tidak berdaya lagi menemukan alternatif penyelesaian. Kedua, ekonomi Islam sebagai suatu sistem adalah cabang ilmu pengetahuan yang dijiwai oleh ajaran agama Islam.21 Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengertian dari ekonomi Islam adalah studi tentang problema-problema ekonomi dan institusi yang berkaitan dengannya. Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari tentang tata kehidupan kemasyarakatan dalam memenuhi kebutuhan untuk mencapai ridha Allah. Dalam definisi ini terdapat tiga cakupan utama dalam ekonomi Islam yaitu, tata kehidupan, pemenuhan kebutuhan dan ridha Allah yang kesemuanya diilhami oleh nilai-nilai Islam yang bersumber dari alQur’an dan as-Sunnah, yang akhirnya menunjukkan konsistensi antara niat
21
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf, (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1998), cet.I, h.3-4
karena Allah, kaifiat atau cara-cara dan ghayah atau tujuan dari setiap manusia.22 Sebenarnya definisi ekonomi konvensional maupun ekonomi Islam tidak jauh berbeda, hanya saja dalam ekonomi Islam lebih dititik beratkan pada penetapan syariah dalam perilaku ekonomi dan dalam pembentukan sistem ekonomi. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa kebahagiaan dunia merupakan modal untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, yaitu kebahagiaan akhirat.23 Sedangkan dasar hukum ekonomi Islam itu sendiri terdiri dari al-Qur’an, al-Hadits, Ijtihad, Ijma, qiyas, ‘urf, istihsan, istishlah, istishab dan mashlaha al-mursalah. a. Al-Qur’an, adalah kallam Allah, merupakan mu’jizat yang diturunkan (diwahyukan) kepada Rasulullah SAW yang di tulis di mushaf dan diriwayatkan dengan mutawatir serta membacanya adalah ibadah. Abd alWahhab al-Khallaf dalam bukunya Ilmu Ushul al-Fiqh lebih jauh mendefinisikan al-Qur’an adalah perkataan Allah yang diturunkan oleh ruhul amin kedalam hati Rasulullah Muhammad bin Abdullah, dengan lafadz bahasa arab berikut artinya. Agar supaya menjadi hujjah bagi
22
Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, h.5 M. Daman Raharjo, Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi, (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 1999), cet.I, h.7 23
Rasulullah SAW bahwa dia adalah seorang utusan Allah, menjadi undangundang dasar bagi orang-orang yang mendapatkan petunjuk Allah. 24 b. Al-Hadits, adalah berita yang berasal dari Nabi. Boleh jadi berita itu berwujud perkataan (qauliyah), perbuatan (fi’liyah), dan pengakuan atau persetujuan terhadap perkataan orang lain (taqrir). Sedangkan sunnah adalah perilaku Rasulullah yang berdimensi hukum; dengan demikian dalam kapasitasnya sebagai Rasul. Hadits adalah sesuatu yang bersifat teoritik, sedangkan sunnah adalah pemberitaan sesungguhnya. Jika hadits menurut kaidah dan akan menjadi asas prektek bagi kaum muslimin. Sementara sunnah merupakan sebagian besar dan terutama fenomena praktik yang dilengkapi dengan normanorma perilaku. Hadits dan sunnah berfungsi sebagai petunjuk-petunjuk praktis yang tidak dijelaskan secara lengkap dalam al-Qur’an.25 Justifikasi sunnah dan hadits sebagai dasar hukum Islam termuat dalam alQur’an, Allah berfirman:
ِن,َ- ُْ0َِﻡِْ ﻡVْ اEِِْ*ُ&ا اﺱُ&لَ وَأُوXَِ*ُ&ا ا َ وَأXَیَأَیَ اِیَ ءَاﻡَُ&ا أ ِ ا ِ وَاﺱُ&لِ إِن آُُْ 'ُْﻡُِ&نَ ِ ِ وَاَْ&ْمEَُِ إYَُدو- ٍْءEَ[ !ِ- ُْْFَ'ََز (٥٩ : ً )اءIْوِی9َ' َََُْﺥِِ ذَِ^َ ﺥَُْ وَأVْا Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul-Nya dan Ulil Amri di antara kamu. Apabila terjadi pertengkaran dalam sesuatu (masalah) maka pulanglah kepada Allah dan Rasul, jika 24
Heri Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, (Yogyakarta: Ekonisia, 2004), cet.III, h.26 25 Ibid., h.35-36
kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”. (QS. AnNisa’: 59) c. Ijtihad, adalah mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci yang bersifat operasional dengan cara istimbat.26 Secara teknis, ijtihad berarti meneruskan
setiap
usaha
untuk
menentukan
sedikit
banyaknya
kemungkinan suatu persoalan syariat. Pengaruh hukumnya ialah bahwa pendapat yang diberikannya mungkin benar, walaupun mungkin saja keliru. Jelaslah, asas-asas agama Islam seperti ke-Esaan Allah, diutusnya para Nabi dan seterusnya tidak tepat merupakan subjek ijtihad. Menurut al-Mawardi, ruang lingkup ijtihad sesudah wafatnya Nabi meliputi delapan judul yang terpisah. Tujuh diantaranya terdiri dari penafsiran terhadap ayat-ayat yang diwahyukan dengan suatu metode seperti analogi, sedangkan yang kedelapan adalah kesimpulan arti lain dari ayat-ayat yang diwahyukan, umpamanya dengan penalaran. Maka ijtihad mempercayai sebagian pada proses penafsiran dan penafsiran kembali, dan sebagian pada deduksi analogis dengan penalaran. Dengan majunya peradaban manusia, kehidupan kita pada satu pihak, hari demi hari menjadi lebih rumit, dan masalah-masalah sosial dan moral baru yang timbul dalam masyarakat dari waktu kewaktu memerlukan pemecahan. Di pihak lain, cakrawala mental dan intelektual juga meluas dengan kemajuan 26
Ibid., h.45
pengetahuan manusia. Akibatnya hokum Islam berkembang bersamaan dengan munculnya masalah-masalah baru sejak zaman Nabi, dan diciptakan serta diciptakan kembali, ditafsirkan dan ditafsirkan kembali sesuai dengan keadaan-keadaan yang berubah. Karena itu, pandangan kalangan Mu’tazilah bahwa ijtihad itu selalu benar hamper-hampir tidak dapat diterima. Karena ijtihad terutama menghadapi persoalan syariat yang timbul dalam masyarakat dari waktu kewaktu, maka ketentuanketentuannya tidak sama untuk segala zaman mendatang. Dengan berlalunya waktu, konsep kebutuhan hidup masyarakat, bila hal-hal lain tetap sama, dituntut untuk berubah. Karena itu proses pemikiran kembali dan penafsiran kembali harus diperkenankan tanpa gangguan, dengan tetap memperhatikan perintah-perintah al-Qur’an dan as-Sunnah.27 Keberadaan ijtihad sebagai sebuah hukum dinyatakan dalam al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 83, yang berbunyi:
ِ اﺱُ&لEَُِ إYِ وََ&ْ رَدو3ِ ُ&اFَ&ْفِ أَذَاNَْﻡِْ أَوْ اVَْءَهُْ أَﻡُْ ﻡَ اS وَإِذَا ُْ0َْ)َF ِ ُ اOْaَ- َ.ْ&ََُ ﻡُِْْ و3َُ&ﻥbِ2ََُْ اِیَ ی3َ ِ)َ*َ َُِْْﻡِْ ﻡVْ اEِْ أُوEَِوَإ (٨٣ : ً )اءIِ)َL .َِنَ إbْcَ*ُُْ ا2'َ. ُ3َُ َْوَر Artinya: “Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya. Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan Ulil Amri diantara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan Ulil Amri). Kalau tidaklah karena 27
Muhammad Abdul Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, M. Nastangin (terj), (Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997), h.35-36
karunia dan rahmat Allah kepada kamu, tentulah kamu mengikut syaitan, kecuali sebahagian kecil saja (di antaramu)”. (QS. An-Nisa’: 83) d. Ijma’, menurut istilah ushul ialah kesepakatan para mujtahid memutuskan suatu masalah sesudah wafat Rasulullah SAW terhadap hukum syar’i pada suatu peristiwa. Apabila terjadi suatu peristiwa, maka peristiwa itu dikemukakan keadaan semua mujtahid di saat terjadinya. Para mujtahid itu sepakat memutuskan / menentukan hukumnya. Ketentuan hukum mengenai ijma’, dikatakan Rasulullah SAW: “Umatku tidak akan sepakat untuk membuat kekeliruan”. (HR. Ibnu Majah) Ditinjau dari sudut menghasilkan hukum ini, maka ijma’ dapat dibagi dua: 1) Ijma’ Sharih, yaitu kesepakatan mujtahid terhadap hukum mengenai suatu peristiwa. Masing-masing bebas mengeluarkan pendapat. Jelas terlihat dalam fatwa dan dalam memutuskan suatu perkara. Tiap-tiap mujtahid itu merupakan sumber hukum. Menurut jumhur ulama disebut juga ijma haqiqi dan menjadi sumber hukum syariat. 2) Ijma’
Sukuti,
sebagian
mujtahid
terang-terangan
menyatakan
pendapatnya dengan fatwa, atau memutuskan suatu perkara. Sebagian lagi hanya berdiam diri. Hal ini berarti dia menyetujui atau berbeda pendapat terhadap yang dikemukakan itu dalam mengupas suatu
masalah. Menurut jumhur ulama ijma sukuti disebut juga dengan ijma I’tibari, sumber hukum yang kedudukannya relative.28 e.
Qiyas, adalah istilah ushul, yaitu mempersamakan peristiwa yang tidak terdapat nash hukumnya dengan peristiwa yang terdapat nash bagi hukumnya. Dalam hal hukum yang terdapat nash untuk menyamakan dua peristiwa pada sebab hokum ini. Qiyas merupakan metode pertama yang dipegang para mujtahid untuk meng-istimbath-kan hukum yang tidak diterangkan nash, sebagai metode yang terkuat dan paling jelas.
f. ‘Urf, yaitu apa yang saling diketahui dan saling dijalani orang. Apa-apa yang telah dibiasakan oleh masyarakat dan dijalankan terus menerus baik berupa perkataan maupun perbuatan. ‘Urf disebut juga adat kebiasaan. g. Istihsan, berarti menganggap baik terhadap sesuatu. Menurut istilah ulama ushul, istihsan adalah memperbandingkan yang dilakukan oleh mujtahid dari qiyas jalli (jelas) kepada qiyas khaffi (yang tersembunyi). Atau dari hukum kulli kepada hukum istisna’i. Disini terdapat kecendrungan yang lebih kuat untuk mencela perbandingan yang dikemukakan orang tentang suatu peristiwa yang tidak didasarkan nash.29 Istihsan ternyata merupakan suatu sarana yang lebih efektif dari pada qiyas dalam memasukkan unsurunsur baru, karena dalam hal ini ketentuan-ketentuan untuk menetapkan persoalan adalah lebih mudah dari pada dalam qiyas, maka ia memberi
28 29
Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, h.47-48 Ibid., h.49-50
kemungkinan-kemungkinan yang lebih besar. Hal yang diperlukan adalah untuk melihat dalam unsur baru yang penggunaannya menghendaki adanya suatu sifat yang dimiliki oleh suatu persoalan yang telah disetujui atau dilarang oleh sumber-sumber dan sasaran yang tercapai.30 h. Istishlah, berarti melarang atau mengizinkan suatu hal semata-mata karena ia memenuhi suatu “maksud yang baik” walaupun tidak ada bukti jelas pada sumber yang diwahyukan untuk mendukung tindakan semacam itu.31 Istishlah menurut ulama ushul adalah menetapkan hukum suatu peristiwa hukum yang tidak disebut nash, dan ijma, berlandaskan pada pemeliharaan mashlahat al-mursalah, yaitu mashlahat yang tak ada dalil dari syara’ yang menunjukkan diakuinya atau ditolaknya. 32 i.
Istishhab, artinya pelajaran yang diambil dari sahabat Rasulullah SAW. Menurut istilah para ulama ushul, yaitu hokum terhadap sesuatu dengan keadaan yang ada sebelumnya; sampai adanya dalil untuk mengubah keadaan itu. Atau menjadikan hukum yang tetap di masa yang lalu itu, tetap dipakai sampai sekarang, sampai ada dalil untuk mengubahnya.
j.
Mashlahatul al-mursalah, ialah yang mutlak. Menurut istilah ahli ushul, kemaslahatan yang tidak di-syariat-kan oleh syari’ dalam wujud hukum didalam rangka menciptakan kemaslahatan, disamping tidak terdapat dalil yang membenarkan atau menyalahkan. Karenanya, maslahah al-mursalah
30
Manan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, h.38 Ibid., h.38 32 Sudarsono, Konsep Ekonomi Islam, h.50 31
itu disebut mutlak, lantaran tidak terdapat dalil yang menyatakan benar dan salah.33
2. Prinsip-Prinsip Ekonomi Syariah Dalam perekonomian Islam terkandung prinsip bahwa ikatan antara kepentingan pribadi dan kepentingan masyarakat adalah erat, semata-mata karena fitrah keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan. Jika seorang individu mengambil kekayaan masyarakat untuk dirinya sendiri tanpa mengindahkan hal-hal yang berhubungan dengan kepentingan umum dan tanpa memperhatikan ketika ia menyimpan dan menyalurkannya kecuali untuk kepentingan pribadinya, maka bahayanya pun tidak hanya menimpa individu sendiri, tetapi pada akhirnya kembali menimpa masyarakat.34 Adapun secara rinci dapat dikemukakan beberapa prinsip ekonomi syariah, diantaranya: a. Prinsip tauhid (Ilahiah) Tauhid berarti keesaan, maksud keesaan disini adalah keyakinan akan tunggalnya Allah.35 Dengan keyakinan (aqidah) ketuhanan ini manusia dituntut untuk selalu mengarahkan tindakannya agar sesuai dengan tujuan
33
Ibid., h.51 Ahmad Dimyati (ed.), Islam dan Koperasi: Telaah Peran Serta Umat Islam dalam Pengembangan Koperasi, (Jakarta: Koperasi Jasa Informasi, 1989), cet.I, h.50 35 Yusron Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet.II, h.1 34
syari’ah. Artinya, titik tolak dari ekonomi Islam adalah Ilahiah. Ini dapat dipahami karena tujuannya adalah mencari ridha Allah. Dengan demikian segala kegiatan ekonomi manusia, seperti produksi, distribusi, pertukaran dan konsumsi diikatkan pada prinsip ketuhanan dan pada tujuan Ilahi. 36 Sebagaimana firman Allah:
ِ3َِِْ وَإ3ِLَِْ وَآُ)ُ&ا ﻡِ رز2ِِ! ﻡََآ- ُ&اcَْﻡ- ً.&ََُرْضَ ذVُُْ ا0َ َOَ*َS هُ&َ اِي (١٥ : ^ ُ&رُ )اcا Artinya: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah disegala penjuru-Nya dan makanlah sebagian dari rizki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan”. (QS. alMulk: 15) Dengan keyakinan yang mendalam seseorang terhadap Tuhannya akan membangun kontrol yang intern dalam diri seseorang dengan hadirnya “perasaan selalu ada yang mengawasi”. Keimanan seseorang akan pengawasan Tuhannya didunia ini akan berimplikasi terhadap tidak perlunya kepada semua pengawasan selain-Nya. Dengan prinsip ini kegiatan ekonomi akan selalu produktif dan efisien.37 b. Prinsip keadilan Allah adalah Dzat Yang Maha Adil. Dalam banyak ayat, Allah memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Islam mendefinisikan adil sebagai “tidak menzalimi dan tidak dizalimi”. Implikasi ekonomi dari nilai adil ini adalah tidak menzalimi kaum, khususnya yang lemah sebagaimana 36 37
Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, h.43 Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, h.36
dalam ekonomi kapitalis. Islam juga tidak menzalimi hak individu sebagaimana dalam ekonomi sosialis.38 Keadilan harus diterapkan dalam setiap aspek ekonomi. Keadilan dalam produksi dan konsumsi adalah cara efesiensi dalam memberantas keborosan. Adalah suatu kezaliman dan penindasan, apabila seseorang dibiarkan berbuat terhadap hartanya sendiri dengan melampaui batas yang telah ditetapkan dan bahkan sampai membiarkannya merampas hak orang lain. Keadilan berarti kebijaksaan mengalokasikan sejumlah hasil tertentu dari kegiatan ekonomi bagi mereka yang tidak mampu memasuki pasar atau tidak mampu membelinya menurut kemampuan pasar. Karakter pokok dari nilai keadilan diatas menunjukkan bahwa masyarakat ekonomi harus memiliki sifat makmur dalam keadilan dan adil dalam kemakmuran menurut
syari’at
Islamiyah.39
Keadilan
merupakan
pilar
Islam,
sebagaimana firman Allah:
.َ أEَ)َF ٍَ&ْمL َُنgََ[ ُْ0َِْﻡhََ ی.َِ وiِْ"ِْ َءjَBَُ[ ِ ََِ&اﻡL آُ&ﻥُ&ا. (٨
. .
: ةBH )ا. . . َْبُ ِ)"ْ&َىLَُِ&ا هُ&َ أBْFُِ&ا اBْ*َ'
Artinya: “…hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah menjadi saksi yang adil. Dan janganlah sekalikali kebencianmu terhadap sesuatu mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa… (QS. alMaidah: 8) c. Prinsip khilafah (perwakilan) 38
Ibid., h.71 A.M. Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, (Jakarta: Rajawali Press, 1987), cet.I, h.66-68 39
Manusia adalah khalifah Tuhan di muka bumi dan telah dilengkapi dengan perangkat akal dan spiritual yang jauh lebih sempurna dari makhluk yang lain. Dalam menjalankan tugas sebagai khalifah, ia diberikan kebebasan dengan dapat berfikir dan menalar untuk membedakan haq dan bathil, fair dan unfair, serta menentukan arah hidup. Secara alami, manusia adalah baik dan terhormat dan mampu berbuat kebaikan, menjaga kehormatan, mengatasi permasalahan hidup selama ia masih menggunakan anugrah akal dan hati nurani yang diberikan Allah padanya. 40 Konsep khilafah telah menempatkan manusia pada posisi yang mulia dimuka bumi, sebagaimana firman Allah:
(٣٠ : "ة2 )ا. . . ًQَ+ِ)ََرْضِ ﺥVِ! ا- ُOِFَS !ِ إِﻥQَ0ِHَIَ ْ)ِ َ^ ََلَ رL ْوَإِذ Artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman pada para malaikat: sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi… (QS. al-Baqarah: 30) Dengan demikian kegiatan ekonomi dalam Islam dipandang sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawab manusia dibumi (khilafah). Ada tiga nilai dasar kepemilikan manusia terhadap sumber-sumber ekonomi yang ada di muka bumi, antara lain: 1) Manusia sebagai khilafah hanya diperkenankan untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber ekonomi yang ada bukan untuk menguasainya secara mutlak. 40
M. Umer Chapra, Islam dan Tantangan Ekonomi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer, (terj), (Surabaya: Risalah Gusti, 1999), h.218
2) Pemilikan terhadap sumber-sumber ekonomi tersebut hanya terbatas sepanjang umurnya. 3) Pemilikan secara pribadi tidak dibolehkan terhadap sumber-sumber ekonomi yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak.41 d. Prinsip keseimbangan Keseimbangan merupakan nilai dasar yang pengaruhnya terlihat dari berbagai aspek ekonomi muslim, misalnya kesederhanaan, berhemat dan menjauhi pemborosan. Sebagaimana firman Allah:
(٦٧ : نL+َ&َاﻡً )اL َ^َُِ&ا وََْ یَ"ُُْوا وَآَنَ ََْ ذ-َُِْ"ُ&ا َْ ی+ أَﻥjَوَاِیَ إِذ Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta), mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak (pula) kikir dan adalah (pembelanjaan itu) ditengah-tengah antara yang demikian”. (QS. al-Furqan: 67)
Konsep keseimbangan ini tidak hanya timbangan kebaikan hasil usaha diarahkan untuk dunia dan akhirat saja, tetapi juga berkaitan dengan kepentingan atau kebebasan perorangan dengan kepentingan umum yang harus dipelihara dan keseimbangan antara hak dan kewajiban. e. Prinsip kemanusiaan Manusia dalam sistem ekonomi Islam adalah sasaran sekaligus sarana. Tujuan dan sasaran utama Islam adalah merealisasikan “kehidupan yang baik” bagi manusia dengan segala unsur dan pilarnya. Ekonomi Islam juga bertujuan untuk memungkinkan manusia memenuhi kebutuhan hidupnya
41
Saefudin, Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam, h.65
yang disyari’atkan. Manusia perlu hidup dengan pola kehidupan Rabbani dan sekaligus manusiawi, sehingga ia mampu melaksanakan kewajiban kepada Tuhan, kepada diri, kepada keluarga dan kepada manusia secara umum. Nilai kemanusiaan terhimpun dalam ekonomi Islam pada sejumlah nilai yang ditunjukkan Islam didalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Misalnya warisan, sebagai contoh dari nilai tersebut adalah nilai kemerdekaan dan kemuliaan, kemanusiaan, keadilan, persaudaraan, saling mencintai dan tolong menolong antar sesama manusia. 42 Prinsip persaudaraan atau kekeluargaan juga menjadi tolak ukur. Tujuan ekonomi Islam menciptakan manusia yang aman dan sejahtera. Faktor kemanusiaan merupakan tujuan utama dalam ekonomi Islam. Ekonomi Islam mengajarkan manusia untuk bekerjasama dan saling tolong menolong.43 f. Prinsip kewajiban untuk berusaha (ikhtiar) Manusia dengan segala fitrah kenisbiannya memang tidak merata dalam memperoleh
karunia
Tuhan.
Namun
Tuhan
tetap
memberikan
kewenangan yang sama kepada manusia, yakni persamaan dalam kesempatan untuk memperjuangkan hidup dalam mencapai kesejahteraan
42
Syed Nawab Haidar Naqvi, Etika dan Ilmu Ekonomi: Sebuah Sintesa Islam, Husin Amis (terj), (Bandung: Mizan, 1985), cet.I, h.126-129 43 Djaslim Saladin, Konsep Dasar Ekonomi dan Lembaga Keuangan Islam, (Bandung: Linda Karya, t.th.), h.8
dan kemakmuran. Islam menghendaki agar tidak ada tradisi-tradisi dalam masyarakat yang menggambarkan perbedaan sosial yang bertujuan melestarikan keistimewaan kelas sosial, sehingga menghambat seseorang dalam perjuangannya untuk hidup sesuai dengan kemampuan dan bakatnya. Islam selalu meletakkan prinsip ekonomi atas dasar alamiah, sehingga kesempatan untuk berusaha dan berjuang tetap terbuka bagi setiap orang dan dengan lugas Islam menghindari pengangguran. 44 g. Prinsip kerjasama ekonomi Kerjasama merupakan watak masyarakat ekonomi menurut ajaran Islam. Kerja sama itu harus tercermin dalam segala tingkat kerjasama ekonomi, baik produksi maupun distribusi berupa barang ataupun jasa. Tindakan-tindakan bersama dalam ekonomi harus di ambil untuk meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah kesengsaraan sosial, seperti penindasan ekonomi, distribusi yang tidak adil dan merata. Ekonomi yang berdasarkan saling membantu dan kerjasama ini dengan sendirinya menghendaki adanya organisasi kerjasama dalam aktifitas ekonomi. Nilai yang ada dalam prinsip ini adalah pengambilan keputusan secara konsensus dimana semua peserta mempertanggungjawabkan kepentingan bersama. 45
44 45
Ahmad Dimyati (ed.), Islam dan Koperasi, h.60 Ibid., h.607
B. AKAD WADI’AH DAN MURABAHAH 1. Akad Wadi’ah a. Pengertian Wadi’ah Pengertian wadi’ah dalam segi bahasa dapat diartikan sebagai: meninggalkan atau meletakkan. Yaitu meletakkan sesuatu pada orang lain untuk dipelihara atau dijaga. Sedangkan menurut istilah wadi’ah adalah memberikan kekuasaan kepada orang lain untuk menjaga hartanya/barangnya dengan secara terang-terangan atau dengan isyarat yang semakna dengan itu.46 b. Landasan Hukum Wadi’ah Ulama fiqh sepakat bahwa wadi’ah merupakan salah satu akad dalam rangka tolong menolong sesama insan, disyariatkan dan dianjurkan dalam Islam. Para fuqoha juga telah sepakat mengenai hukum kebolehan menitip dan meminta menitipkan barang kepada orang lain. Imam Malik berpendapat bahwa menerima titipan itu tidak wajib sama sekali, karena menerima titipan itu sunat apabila ia yakin dengan kemampuan dan kejujuran dirinya. Tidaklah dapat dipungkiri bahwa manusia itu memerlukan akad wadi’ah ini dalam rangka mengurus harta benda. Namun hendaklah orang yang akan dititipi itu atau orang yang diberi amanah untuk menerima 46
Tim Pengembangan,Bank Syari’ah, h.58
titipan itu mengetahui wadi’ah itu sendiri adalah memelihara dan menjaga barang yang dititipkan dan penerima titipan telah menyanggupi untuk memelihara barang titipan tersebut. Hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 283 yaitu:
(٢٨٣ : "ة2)ا...ُ3 َِ ا َ رmََُْ و3َََ)َُْد اِي اؤْ'ُ َِ أَﻡَﻥ- ًaْ*َ ُ0ُaْ*َ َِِنْ أَﻡ,َ- ... Artinya: ”Jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah tuhannya”. (QS. Al-Baqarah: 283) c. Rukun dan Syarat Wadi’ah Jumhur ulama menyatakan bahwa rukun wadi’ah ada tiga yaitu: 1) Barang yang dititipkan. 2) Orang yang berakad yaitu orang yang menitipkan dan orang yang dititipi. 3) Sigot yaitu ijab (pernyataan menitipkan) dan qobul (pernyataan menerima titipan). Adapun syarat dari masing-masing rukun tersebut adalah pertama yang berhubungan dengan objek atau barang yang dititipkan, antara lain: 1) Barang yang dititipkan hendaklah merupakan barang atau harta yang boleh di manfaatkan menurut Islam, sehingga tidak sah menitipkan sesuatu yang diharamkan dalam Islam seperti menitipkan minuman keras dan anjing, kecuali anjing yang sah untuk dipelihara yaitu anjing yang dapat digunakan untuk berburu dan anjing penjaga.
2) Barang yang dititipkan merupakan sesuatu yang berharga atau bernilai. 3) Barang yang dititipkan itu jelas dan dapat dikuasai (dipegang), maksudnya yaitu barang yang dititipkan itu dapat diketahui identitasnya dan dapat dikuasai untuk dijaga. Menurut ulama fiqh, syarat kejelasan dan dapat dikuasai ini dianggap penting karena terkait erat dengan masalah kerusakan barang titipan yang mungkin timbul atau hilang selama barang dititipkan. Jika barang yang dititipkan tidak dapat dikuasai oleh orang yang menerima titipan, maka apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang titipan tersebut, orang yang dititipi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban. Syarat yang kedua adalah berhubungan dengan orang yang berakad. Dalam hal ini disyaratkan hendaknya keduanya sah melakukan tindakan pekerjaan tersebut. Menurut ulama mazhab Hanafi, orang yang berakad hendaklah berakal. Sedangkan jumhur ulama mensyaratkan orang yang berakad dalam wadi’ah sama seperti dalam hal menjadi wakil atau perjanjian mewakilkan, yaitu baligh, berakal dan cerdas. Syarat yang ketiga berhubungan dengan sigot, yaitu yang disyaratkan keduanya menunjukkan adanya saling mempercayai. Menurut ulama mazhab Hanafi, untuk ijab disyaratkan hendaknya dengan ucapan atau dengan perbuatan. Ucapan itu sendiri dapat dilakukan secara sharih (terang) maupun dilakukan dengan knayah (kiasan). Dan untuk qobul dari orang yang menerima titipan juga adakalanya dilakukan secara terang-
terangan atau secara penunjukan, seperti orang yang dititipi diam saja ketika barang diletakkan dihadapannya. Sedangkan ulama mazhab Syafi’i, dalam masalah ijab dan qabul ini disyaratkan adanya ucapan yang keluar dari salah seorang yang melakukan akad. Artinya tidak disyaratkan ucapan itu keluar dari pihak yang menitipkan tetapi sah juga dari orang yang dititipi. Dan ucapan itu juga dari orang yang dititipi. Dan ucapan itu juga adakalanya sharih atau terang dan dengan knayah artinya dengan sindiran atau kiasan. Sementara ulama mazhab Maliki tidak mensyaratkan ijab dan qabul itu berupa ucapan, tetapi mereka mengatakan: bilamana seseorang meletakkan barangnya dihadapan orang lain, lalu orang lain diam saja, maka orang ini berkewajiban untuk memelihara barang tersebut. Sebab sikap diamnya itu menjadikan barang tersebut menjadi titipan padanya, kecuali jika ia memang menolak.
d. Macam-Macam Wadi’ah Adapun macam-macam wadi’ah antara lain:47 1) Wadi’ah yad al-amanah Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut:
47
Ibid., h.60
a) Harta atau barang yang dititipkan tidak boleh dimanfaatkan dan digunakan oleh penerima titipan. b) Penerima titipan hanya berfungsi sebagai penerima amanah yang bertugas dan berkewajiban untuk menjaga barang yang dititipkan tanpa boleh memanfaatkan. c) Penerima titipan diperkenankan untuk membebankan biaya kepada yang menitipkan. d) Aplikasi perbankan yang memungkinkan untuk jenis ini adalah jasa penitipan atau safe deposit box. 2) Wadi’ah yad ad-domanah Wadi’ah jenis ini memiliki karakteristik sebagai berikut: a) Harta dan barang yang dititipkan boleh dan dapat dimanfaatkan oleh yang menerima titipan. b) Karena dimanfaatkan, barang dan harta yang dititipkan tersebut tentu menghasilkan manfaat kepada sipenitip. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan barang tersebut menjadi hak penyimpan. c) Produk bank yang sesuai dengan akad ini yaitu giro dan tabungan. d) Bank konvensional memberikan jasa giro sebagai imbalan yang dihitung berdasarkan presentase yang telah ditetapkan. Adapun pada bank syariah, pemberian bonus (semacam jasa giro) tidak boleh disebutkan dalam kontrak ataupun dijanjikan dalam akad,
tetapi benar-benar pemberian sepihak sebagai tanda terima kasih dari pihak bank. e) Jumlah pemberian bonus sepenuhnya merupakan kewenangan manajemen bank syariah karena pada prinsipnya dalam akad ini penekanannya adalah titipan. f) Produk tabungan juga dapat menggunakan akad wadi’ah karena pada prinsipnya tabungan mirip dengan giro, yaitu simpanan yang dapat diambil setiap saat. Perbedaannya, tabungan tidak dapat ditarik dengan cek atau alat lain yang dipersamakan. Cara pengembangannya
harus
yang
diakui
oleh
syariat,
yaitu
berdasarkan keikutsertaan pemilik harta yang disimpan bank sebagai titipan sampai batas waktu tertentu, dalam soal laba yang dihasilkan dari praktek-praktek pengembangan maupun kerugian secara teratur, sesuai dengan sistem perbankan kini dalam batasbatas syariat Islam. Dan dalam masalah ini, transaksi secara Islam yang paling mirip adalah qiradh atau mudharabah.
2. Akad Murabahah a. Pengertian Murabahah Pengertian murabahah dapat dilihat dari dua sudut pandang, yaitu sudut pandang fiqh dan sudut pandang tehnis perbankan.
Dari sudut pandang fiqh, murabahah merupakan akad jual beli atas barang tertentu dimana penjual menyebutkan harga pembelian barang kepada pembeli, kemudian penjual mensyaratkan atas keuntungan dalam jumlah tertentu. Adapun dari sudut pandang tehnik perbankan, murabahah merupakan akad penyediaan barang berdasarkan akad jual beli dimana bank memberikan kebutuhan investasi nasabah ditambah dengan keuntungan yang telah disepakati. b. Landasan Hukum Murabahah Dasar hukum akad murabahah adalah:
َF ًَرَةhِ' َُ&ن0َ' ْ أَن.ِِ إOِXَ2ِْ ُ0ََْ ُ0َْآُ)ُ&ا أَﻡْ&َا9َ'َ. یَأَیَ اِیَ ءَاﻡَُ&ا (٢٩ : ُْ… )اء0'ََاضٍ ﻡ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kalian saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan sukarela diantaramu…”. (QS. Al-Nisa’: 29)
c. Rukun dan Syarat Murabahah Murabahah merupakan suatu transaksi jual beli, dengan demikian rukun-rukunnya pun sama dengan rukun jual beli, yaitu: 1) Sighat, yaitu ijab dan qabul.
2) Ada orang yang berakad (al-muta’aqidain) dalam hal ini penjual dan pembeli. 3) Al-ma’qud alaih yaitu barang yang diperjualbelikan. 4) Harga barang yang diperjualbelikan.48 Adapun syarat-syarat jual beli sesuai rukun jual beli diatas adalah sebagai berikut: 1) Syarat yang terkait dengan ijab qabul. Ulama fiqh mengemukakan bahwa syarat ijab dan qabul adalah sebagai berikut: a) Orang yang mengucapkannya telah baligh dan berakal menurut jumhur ulama. b) Qabul sesuai dengan ijab. c) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu majlis.49 2) Syarat orang berakad. Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan aqad jual beli harus memenuhi syarat: a) Baligh dan berakal. Oleh sebab itu, jual beli yang dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. b) Yang melakukan aqad itu adalah orang yang berbeda. 48
Yusuf Qardhawi, Bai’ al-murabahah li al-amr bi’ al-syarra’I kama Tajriyah al-Masyarif al-Islamiyah, (Kairo: Maktabah Wahbah, 1995), h.19 49 Nasroen Haroen, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), h.116
3) Syarat harga barang dan barang yang diperjualbelikan. Para ulama membedakan syarat harga barang dengan barang yang diperjualbelikan. Menurut mereka, syarat harga barang adalah harga pasar yang berlaku ditengah masyarakat secara aktual. Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat harga barang adalah: a) Harga yang disepakati oleh kedua belah pihak harus jelas jumlahnya. b) Boleh diserahkan pada waktu aqad atau dibayarkan kemudian. c) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai tukar adalah bukan barang yang diharamkan syara’, seperti babi dan khamar, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai dalam syara’. 50 Sedangkan syarat-syarat barang yang diperjualbelikan adalah: a) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat tetapi penjual menyatakan kesanggupan untuk menyediakan barang tersebut. b) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. c) Milik seseorang. d) Boleh diserahkan pada saat akad berlangsung, atau pada waktu yang disepakati bersama ketika transaksi itu berlangsung. Adapun syarat-syarat khusus murabahah adalah sebagai berikut: a) Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah. 50
Ibid., h.119
b) Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan. c) Kontrak harus bebas dari riba. d) Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat pada barang sudah pembelian. e) Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang.51 f) Secara prinsip, jika syarat dalam point 1, 4 atau 5 tidak dipenuhi maka pembeli memiliki pilihan sebagai berikut: •
Melanjutkan pembelian seperti apa adanya.
•
Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
•
Membatalkan kontrak.
Jual beli secara murabahah diatas hanya untuk barang atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi dan berkontrak. Bila produk tidak dimiliki penjual, sistem yang digunakan murabahah kepada pemesan pembelian, hal ini dinamakan demikian karena sipenjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi kebutuhan sipembeli yang memesannya. d. Jenis-Jenis Murabahah
51
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan, (Jakarta: Tazkia Institute, 1999), h.122
Seiring dengan perkembangan pemikiran tentang perbankan syariah, murabahah pun telah mengalami perluasan konsep. Jika sebelumnya hanya terdapat satu jenis murabahah, maka kini telah berkembang menjadi dua jenis konsep mengenai murabahah. Dua jenis konsep tersebut adalah sebagaimana penjelasan sebagai berikut ini: 1) Murabahah Murni Murabahah ini adalah sebagaimana penjelasan diatas, yaitu dalam konteks jika barang yang dijual oleh penjual telah dimiliki oleh penjual pada saat negosiasi dan akad. Adapun jika barang tersebut tidak sedang dimiliki oleh penjual, maka dikenal bentuk lain yaitu murabahah kepada pemesan pembelian. 2) Murabahah kepada Pemesan Pembeli Murabahah kepada pemesan pembelian ini adalah bukan murabahah murni tetapi merupakan kombinasi antara konsep bai’ murabahah dengan konsep bai’ salam. 52
e. Manfaat dan Resiko Murabahah Setiap kegiatan dalam usaha perbankan selalu ada saja manfaat dan resiko yang harus dihadapi oleh seorang pelaku bisnis, dalam kegiatan 52
Ibid., h.123
murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi. Murabahah memberi banyak manfaat bagi BMT. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang didapat dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.53 Diantara resiko yang harus dihadapi oleh sebuah lembaga keuangan dalam hal ini khususnya BMT antara lain: 1) Kelalaian dari pihak nasabah yang dengan sengaja tidak membayar angsuran. 2) Fluktuasi harga komparatif; ini terjadi bila harga suatu barang dipasar naik setelah BMT membelikannya untuk nasabah. BMT tidak bisa mengubah harga jual yang telah ditentukan diawal akad. 3) Penolakan yang dilakukan nasabah karena disebabkan oleh beberapa sebab. Bisa jadi karena barang yang diterima rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerima barang tersebut. Kemungkinan lain adalah spesifikasi barang tidak sesuai dengan keinginan nasabah. Bila
BMT
telah
menandatangani kontrak
pembelian dengan
penjualnya, maka barang tersebut menjadi milik BMT. Dengan demikian BMT mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
53
Ibid., h.127
4) Dijual, karena murabahah bersifat jual beli dengan hutang maka ketika kontrak ditandatangani, maka barang tersebut menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, maka resiko kelalaian akan makin besar54
54
Ibid., h.127-128
BAB III GAMBARAN UMUM BMT
A. BMT 1. Pengertian BMT BMT merupakan kependekan dari Baitul Maal Wat Tamwil atau dapat juga ditulis Baitul Maal wa Baitul Tanwil. Secara Harfiah (lughowi) Baitul Maal berarti rumah dana dan Baitul Tamwil berarti rumah usaha. 55 Dari pengertian itu dapat dipahami bahwa pola pengembangan institusi keuangan ini di adopsi dari Bayt al-Maal yang pernah dan sempat tumbuh dan berkembang pada masa Nabi SAW dan Khulafa’ al-Rasyidin. 56 BMT yang dalam terminology disebut Balai Usaha Mandiri Terpadu adalah lembaga usaha ekonomi kerakyatan yang dapat dan mampu menangani masalah-masalah usaha kecil kebawah berdasarkan sistem bagi hasil dengan memanfaatkan potensi jaminan dalam lingkungannya sendiri. 57 Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah Balai Usaha Mandiri Terpadu yang isinya Bayt Al-Maal wa Tamwil dengan kegiatan mengembangkan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kualitas kegiatan
55
Muhammad Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT), (Yogyakarta: UII Press, 2004), h.126 56 A. Djazuli dan Yadi Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan), (Jakarta: Raja Grafindo, 2002), h.183 57 Baihaqi Abd. Madjid dan Saefuddin A. Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia, (Jakarta: PINBUK, 2000), h.182
ekonomi pengusaha kecil dan menengah antara lain dengan mendorong kegiatan menabung dan menunjang pembiayaan kegiatan ekonomi lainnya. Selain itu BMT juga bisa menerima titipan zakat, infaq dan shadaqah, serta menyalurkannya sesuai dengan peraturan-peraturan dan amanatnya.58 Baitul Maal merupakan sebuah lembaga keuangan Islam yang mempunyai peranan penting dalam tatanan dalam ekonomi Islam. Lembaga keuangan ini banyak memberikan kontribusi dalam membangun perekonomian umat Islam bahkan hingga mampu mensejahterakan umat.59 Pada dasarnya BMT dibangun di atas prinsip-prinsip yang didasarkan pada cara pandang holistic dan integral, dalam menangani pembangunan bangsa. Adapun yang dimaksud dengan cara pandang holistic adalah cara pandang yang didasarkan pada al-Qur’an. Dan cara pandang integral adalah cara pandang yang digunakan oleh para pendiri Republik Indonesia, dan tersimpul dalam Pancasila UUD 1945.60
2. Visi dan Misi BMT Visi BMT harus mengarah pada upaya untuk mewujudkan BMT menjadi lembaga yang mampu meningkatkan kualitas ibadah anggota (anggota dalam arti yang luas), sehingga mampu berperan sebagai wakil pengabdi Allah
58
Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.183 Mustafa Kamal, Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997), h.207 60 Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.211 59
SWT, memakmurkan kehidupan anggota khususnya dan masyarakat umumnya. Titik tekan perumusan visi BMT adalah mewujudkan lembaga yang profesional dan dapat meningkatkan kualitas ibadah.61
Ibadah harus
dipahami dalam arti luas, yakni tidak saja mencakup aspek ritual peribadatan seperti shalat misalnya, tetapi lebih luas mencakup aspek kehidupan. Sehingga setiap kegiatan BMT harus berorientasi pada upaya mewujudkan ekonomi yang adil dan makmur. Masing-masing BMT dapat saja merumuskan visinya sendiri. Karena visi sangat dipengaruhi oleh lingkungan bisnisnya, latar belakang masyarakatnya serta visi para pendirinya. Namun demikian, prinsip perumusan visi harus sama dan tetap dipegang teguh karena visi sifatnya jangka panjang. Dilihat dari sisi visi dan orientasi yang dimiliki oleh BMT, tampak lembaga BMT memikul suatu tugas dan tanggung jawab yang sangat besar. BMT hendaknya mampu menjamin pengembangan usaha kecil dan menengah menjadi lebih baik. Tatkala masyarakat dihadapkan kepada kesulitan memenuhi kebutuhan ekonomi dan disertai dengan kebutuhan lapangan kerja yang tinggi maka BMT dianggap memiliki kompetensi dalam membangkitkan kembali minat wirausaha masyarakat.
61
Ridwan, Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil, h.127
Keadaan ini hendaknya dilihat sebagai peluang yang positif. Di saat kalangan usaha kecil dan menengah mulai beralih memanfaatkan pelayanan jasa keuangan syariah yang ditawarkan oleh BMT. Misi
BMT
adalah
membangun
dan
mengembangkan
tatanan
perekonomian dan struktur masyarakat madani yang adil berkemakmuran, berkemajuan, serta makmur-maju berkeadilan berlandaskan syariah dan ridho Allah SWT.62 Maka dapat dipahami bahwa misi BMT bukanlah semata-mata mencari keuntungan dan penumpukan laba-modal pada segolongan orang kaya, tetapi lebih berorientasi pada pendistribusian laba yang merata dan adil, sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam. Masyarakat ekonomi kelas bawahmikro harus didorong untuk berpartisipasi dalam modal melalui simpanan penyertaan modal, sehingga mereka dapat menikmati hasil-hasil BMT.
3. Ciri-Ciri BMT Adapun ciri-ciri BMT adalah sebagai berikut: a. Usahanya dimaksud untuk mendorong sikap dan perilaku menabung dari masyarakat banyak dengan menerima simpanan atas dasar balas jasa berdasarkan bagi hasil. b. Pengelolannya
secara
profesional
persis
mengikuti
administrasi
pembukuan dan prosedur perbankan (namun bukan lembaga perbankan). 62
Ibid., h.127-128
Dengan pengecualian tidak mengharuskan pakai jaminan uang atau harta benda untuk jumlah pinjaman yang kecil. c. Modal awal untuk mendirikan BMT, lebih kurang Rp. 5.000.000,- sampai dengan Rp. 10.000.000,- ditambah dengan fasilitas/sarana sekitar Rp. 1.000.000,- sampai dengan Rp. 1.500.000,-. d. Pendirinya sebagai anggota inti, terdapat sekelompok orang (20 sampai 40 orang) disekitar lokasi tempat didirikan BMT, yang diharapkan bersedia urunan modal awal. e. Biaya operasionalnya sangat rendah, antara lain karena jumlah stafnya kecil dan dapat beroperasi pada kondisi yang tidak mewah. f. Jaminannya adalah dengan mengutamakan kepercayaan, (rekomendasi) tokoh setempat dan/atau tanggung renteng, saling kenal karena daerah operasinya tidak terlalu luas. g. Mitra operasinya terintegrasi dengan lembaga lokal; misalnya pengajian, lingkungan masjid dan pesantren.63
4. Tujuan didirikan BMT Lembaga mikro ini pada awalnya pendiriannya menfokuskan diri untuk meningkatkan kualitas usaha ekonomi untuk kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya melalui pemberian pinjaman modal. Pemberian modal pinjaman sedapat mungkin dapat memandirikan 63
Madjid dan Rasyid, Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah, h.182-183
ekonomi para peminjam. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, BMT memainkan peran dan fungsinya dalam beberapa hal: a. Mengidentifikasi,
memobilisasi,
mengorganisasi,
mendorong
dan
mengembangkan potensi ekonomi anggota, kelompok anggota muamalat dan daerah kerjanya. b. Meningkatkan kualitas SDM anggota menjadi lebih professional dan islami sehingga semakin utuh dan tangguh dalam menghadapi persaingan global. c. Menggalang dan memobilisasi potensi masyarakat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan anggota. Setelah itu BMT dapat melakukan penggalangan dan mobilisasi atas potensi tersebut sehingga mampu melahirkan nilai tambah kepada anggota dan masyarakat sekitar. d. Menjadi perantara keuangan antara agniyah sebagai shohibul maal dengan dhu’afah sebagai mudhorib, terutama untuk dana-dana sosial seperti zakat, infaq, shadaqah, wakaf, hibah, dan lain-lain. BMT dalam fungsi ini bertindak sebagai amil yang bertugas untuk menerima dana zakat, infaq, sadaqah, dan dana sosial lainnya dan untuk selanjutnya akan disalurkan kembali kepada golongan-golongan yang membutuhkannya (dhu’afah).
e. Menjadi perantara keuangan, antara pemilik dana, baik sebagai pemodal maupun penyimpan dengan pengguna dana untuk pengembangan usaha produktif.64
5. Prinsip Operasional BMT Baitul Maal wat Tamwil (BMT) merupakan salah satu lembaga keuangan syariah. Layaknya lembaga keuangan syariah lainnya, maka dalam kegiatan operasionalnya BMT menggunakan 3 prinsip, yaitu: prinsip bagi hasil, jual beli dengan marjin keuntungan serta prinsip sosial. Ketiga prinsip ini digunakan dalam bentuk pembiayaan dan penyerahan dana, berikut penjelasan masing-masing prinsip tersebut: a. Prinsip Bagi Hasil Prinsip ini merupakan suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara pemodal (penyedia dana) dengan pengelola dana. Pembagian hasil usaha ini dituangkan dalam bentuk nisbah yang disepakati antara BMT dengan pengelola dana (mudharib) dan antara BMT dengan penyedia dana (shahibul maal/penabung) pada saat akad dilaksanakan. Misalnya nisbah bagi hasil antara nasabah penyimpan dana dengan BMT adalah 65:35 dan nisbah peminjam dengan pihak BMT
64
Muhammad, Lembaga Ekonomi Syariah, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007), h.60
adalah 50:50.
Bentuk produk yang dikembangkan BMT dengan
menggunakan prinsip ini adalah mudharabah dan musyarakah.65 b. Prinsip Jual Beli dengan Marjin Keuntungan Pada prinsip ini diterapkan tata cara jual beli, dimana BMT mengangkat nasabah sebagai agen BMT dan nasabah dalam kapasitasnya sebagai agen BMT melakukan pembelian atas nama BMT, kemudian BMT akan bertindak sebagai penjual dan menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan bagi BMT.66 Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah jual beli murabahah dan bai’ bitsaman ajil.67 c. Prinsip Sosial Penggunaan prinsip ini dalam operasional BMT adalah sebagai bentuk solidaritas BMT, dengan memberikan pembiayaan yang bersifat sosial, tanpa adanya suatu bagi hasil atau keuntungan yang akan didapat oleh BMT. Prinsip ini digunakan untuk pembiayaan kebajikan dalam produk pembiayaan qardhul hasan.
65
Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti, 1992), h.88 66 Ibid. 67 Murabahah umumnya digunakan untuk barang-barang konsumtif sedangkan bai’ bitsaman ajil digunakan dalam pembelian barang-barang modal
6. Produk-Produk BMT Jenis-jenis usaha BMT sebenarnya di modifikasi dari produk perbankan Islam. Oleh karena itu, usaha BMT dapat dibagi kepada dua bagian utama yaitu: memobilisasi simpanan dari anggota dan usaha pembiayaan. 68 Sesuai dengan fungsi dan prosedur penarikan, BMT menawarkan berbagai jenis produk yang dikumpulkan dan disalurkan kembali kepada masyarakat. Produk BMT tersebut mencakup atas69: a. Produk penghimpun dana Penghimpun dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan di sektor produktif dalam bentuk pembiayaan.70 Pelayanan jasa simpanan yang dilakukan BMT merupakan suatu bentuk simpanan yang terikat dan tidak terikat atas jangka waktu dan syarat-syarat tertentu dalam penyertaan dan penarikannya. Berkenaan dengan hal tersebut, maka jenis simpanan yang dapat ditawarkan oleh BMT relatif sangat beragam sesuai dengan kebutuhan dan kemudahan yang dimiliki simpanan tersebut.71 Simpanan ini dapat berbentuk
68
Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.191 Ahmad Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h.124 70 Hendarto Widodo, Ak, et al., Panduan Praktis Operasional BMT, (Bandung: Mizan, 1999), h.83 71 Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, h.124 69
simpanan (tabungan) wadi’ah dan simpanan mudharabah jangka pendek dan jangka panjang.72 Sedangkan transaksi yang mendasari berlaku simpanan di BMT adalah akad wadi’ah dan mudharabah. 1) Simpanan Wadi’ah, adalah titipan dana yang dilakukan setiap waktu dan dapat ditarik pemilik atau nasabah dengan cara mengeluarkan semacam surat berharga pemindah bukuan/transfer dan perintah membayar lainnya. Penabung memiliki motivasi hanya untuk keamanan uangnya tanpa mengharapkan keuntungan dari uang yang ditabung. Namun demikian, BMT tetap memberikan bagi hasil dengan nisbah penabung sangat kecil. 2) Simpanan Mudharabah, adalah simpanan para pemilik dana yang penyetoran dan atau penarikannya dapat dilakukan sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati sebelumnya. Simpanan mudharabah ini tidak dikenai biaya, karena BMT bertujuan memperoleh laba dari BMT menurut prinsip bagi hasil. Jenis-jenis simpanan yang menggunakan akad mudharabah dapat dikembangkan ke dalam berbagai simpanan, antara lain: a) Simpanan pendidikan b) Simpanan haji
72
Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT, h.83
c) Simpanan umrah d) Simpanan qurban e) Simpanan idul fitri f) Simpanan walimah g) Simpanan aqikah h) Simpanan perumahan i) Simpanan kesehatan.73 Selain kedua jenis simpanan tersebut, BMT juga mengelola dana ibadah seperti zakat, infak dan shadaqah (ZIS) yang dalam hal ini BMT berfungsi sebagai amil. Dalam hal ini, BMT berfungsi menggalang dana dari masyarakat untuk kepentingan sosial agama. BMT dan nasabah tidak mendapat keuntungan dari jenis produk ini karena dana yang diperoleh sepenuhnya untuk kepentingan sosial. b. Produk penyaluran dana Pinjaman dana yang diberikan oleh BMT kepada masyarakat disebut kredit pembiayaan. Kredit pembiayaan merupakan suatu fasilitas produk yang diberikan oleh BMT kepada anggotanya digunakan sebagai dana pendukung kegiatan usaha. Sedangkan sasaran yang hendak dicapai dari kredit pembiayaan antara lain: pertanian, perdagangan dan jasa. 74
73 74
Djazuli dan Janwari, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, h.191 Hasan Ridwan, BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah, h.125
Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri atas dua jenis akad yaitu: pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil. Kedua, jual beli (ba’i) dengan pembayaran ditangguhkan. 75 Di antara pembiayaan yang sudah umum dikembangkan oleh BMT maupun lembaga keuangan syariah lainnya adalah76: 1) Pembiayaan mudharabah. Pembiayaan dengan akad syirkah adalah suatu perjanjian pembiayaan antara BMT dan anggota, dimana BMT menyediakan dana untuk penyediaan modal kerja. Sedangkan peminjam berupaya mengelola dana tersebut untuk pengembangan usaha. 2) Pembiayaan musyarakah. Pembiayaan dengan akad syirkah adalah penyertaan BMT sebagai pemilik modal dalam suatu kegiatan, dimana terjadinya kesepakatan untuk menanggung resiko dan keuntungan yang berimbang sesuai dengan nominal. 3) Pembiayaan Murabahah. Pembiayaan dengan akad jual beli, yang pada dasarnya merupakan kesepakatan antara BMT dengan pemberi modal dan anggota sebagai peminjam. Prinsip yang digunakan adalah sama seperti pembiayaan ba’i bitsaman ajil, tetapi proses pengembaliannya akan dibayarkan pada saat jatuh tempo. Pembiayaan ini diberikan
75 76
Widodo, Panduan Praktis Operasional BMT, h.83 Ibid., h.126
untuk jangka waktu pendek, tidak lebih dari enam sampai sembilan bulan atau lebih dari itu. 4) Pembiayaan ba’i bitsaman ajil. Pembiayaan dengan akad jual beli, dimana perjanjian pembiayaannya yang disepakati antara BMT dengan anggotanya, dimana BMT menyediakan dana investasi atau berupa pembelian barang modal dan usaha anggota yang kemudian proses pembayarannya secara mencicil atau angsuran. 5) Pembiayaan qardhu hasan. Pembiayaan dengan akad ibadah adalah perjanjian antara BMT dengan anggotanya. Hanya anggota yang dianggap layak yang dapat diberi pinjaman semacam ini. Kegiatan yang dimungkinkan untuk diberikan pembiayaan ini adalah para anggota yang terdesak dalam melakukan kewajiban-kewajiban non usaha atau pengusaha yang menginginkan usahanya bangkit kembali dari kepailitan yang disebabkan karena ketidakmampuan melunasi kewajiban
membayar
kredit.
Anggota
(nasabah)
cukup
mengembalikan pinjaman sesuai dengan nilai yang diberikan oleh BMT, firman Allah SWT. (١١ :BیB7)ا
ٌٌْ آَِیSَُ أ3ََُ و3َ ُ3َ+ِFَaَُ- ًََ ًَْﺽL َ ﻡ ذَا اِي یُ"ِْضُ ا
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (QS. AlHadid: 11)
Produk-produk kegiatan usaha tersebut merupakan daya tawar positif yang dimiliki oleh BMT sebagai salah satu instrumen lembaga keuangan syariah. Tingkat akuntabilitas BMT baik dari segi penawaran maupun profitabilitas produk relatif dapat dipertanggungjawabkan sebagai salah satu lembaga pemberdayaan ekonomi masyarakat karena orientasi pasarnya adalah sektor usaha kecil dan menengah. Dengan kata lain, BMT merupakan mitra usaha yang paling utama bagi kalangan usaha kecil dan menengah. Dalam memberikan sebuah pembiayaan, BMT hanya menganalisa calon
nasabah
pembiayaan
dengan
menerapkan
prinsip
analisa
pembiayaan. Prinsip analisa ini umum dipakai pada lembaga keuangan bank yang dikenal dengan 5C. Pada dasarnya prinsip 5C dapat memberikan informasi mengenai i’tikad baik (willingness to pay) dan kemampuan membayar (ability to pay) nasabah untuk melunasi pinjaman beserta bagi hasilnya, 77yaitu: 1) Character (karakter), adalah penilaian terhadap karakter atau kepribadian (watak) dan perilaku peminjam secara individual maupun dalam komonitas usahanya dengan tujuan untuk memperkirakan kemauan peminjam melunasi kewajibannya (willingness to pay). Menurut Dahlan Siamat “penilaian karakter ini memperhatikan
77
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi UI, 2001), edisi ke-3, h.171
terutama sifat-sifat sebagai berikut: kejujuran, ketulusan, kecerdasan, kesehatan, kebiasaan-kebiasaan, tempramental, kaku membanggakan diri secara berlebihan dan sebagainya”. 78 Prinsip ini sangat penting dalam pemberian pembiayaan. 2) Capacity (kemampuan), berkaitan dengan kemampuan peminjam mengelola usahanya secara sehat untuk kemudian memperoleh laba sesuai yang diperkirakan. Penilaian kemampuan tersebut perlu untuk mengetahui sejauh mana hasil usaha debitur dapat membayar semua kewajibannya (ability to pay) tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian pembiayaan. 79 Kemampuan dapat diukur dengan catatan prestasi peminjam dimasa lalu yang didukung dengan pengamatan dilapangan atas pabrik, toko atau kondisi usahanya. 3) Capital (modal), penilaian modal dilakukan untuk melihat apakah debitur memiliki modal yang memadai untuk menjalankan usahanya. Semakin tinggi modal yang dimiliki akan semakin baik karena dapat memohon
pembiayaan
semakin
besar.
Meskipun
demikian,
pembiayaan yang diberikan tidak melebihi modal yang ditanamkan debitur. 4) Calateral (jaminan), penilaian barang jaminan yang diserahkan debitur sebagai jaminan atas pembiayaan yang diperoleh adalah untuk
78 79
Ibid. Ibid., h.172
mengetahui sejauh mana nilai barang jaminan atau agunan tersebut dapat menutupi resiko kegagalan pengembalian kewajiban-kewajiban debitur. Fungsi jaminan ini adalah sebagai pengaman terhadap kemungkinan tidak mampunya debitur melunasi kewajibannya. 80 Pada BMT, jaminan tidak hanya berupa surat-surat kepemilikan barang bergerak, namun juga dapat berupa tabungan atau simpanan dengan jumlah tertentu. Untuk itu seorang calon peminjam harus menjadi nasabah, jumlah tabungannya paling sedikit selama 3 bulan dan aktif menabung, barulah dapat mengajukan permohonan pembiayaan. 5) Condition of Economy (kondisi ekonomi), berkaitan dengan keadaan perekonomian suatu saat yang secara langsung mempengaruhi kegiatan usaha debitur. Analisa ini perlu memperhatikan peraturanperaturan dan kebijakan pemerintah yang mungkin akan berdampak pada perekonomian secara regional, nasional dan internasional terutama yang berhubungan dengan sektor usaha debitur.81
80 81
Ibid. Ibid.
B. BMT CITA SEJAHTERA 1. Sejarah dan Struktur Organisasi a. Sejarah Berdiri Sejarah berdirinya BMT Cita Sejahtera di latar belakangi keinginan yang besar untuk berperan serta dalam meningkatkan pembangunan nasional dengan membantu usaha mikro (kecil bawah) yang lebih dari 92% merupakan struktur pengusaha nasional kita. Salah satu faktor tidak berkembangnya usaha mikro adalah kesulitan mereka pada masalah permodalan, sementara mereka tidak mengenal bank atau lembaga keuangan dan atau sulit mengaksesnya. Koperasi Serba Usaha Syariah (KSUS) Cita Sejahtera berdiri sejak 1 Juni 2004 yang kelahiran dan proses perkembangannya dipelopori oleh Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta sebuah lembaga yang konsen dalam pengembangan ekonomi Islam di Indonesia. Dan Baitul Maal wat Tamwil (BMT) Cita Sejahtera yang mulai beroperasi Juli 2004 merupakan salah satu unit usaha dari Koperasi Serba Usaha Syariah Cita Sejahtera sebagai sebuah lembaga keuangan mikro Syariah yang usaha pokoknya menghimpun dana pihak ketiga (deposan) dan memberikan atau menyalurkan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha produktif pengusaha atau pedagang kecil dengan memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Pada tahun 2007 dibentuklah Koperasi Jasa
Keuangan Syariah (KJKS) Cita Sejahtera yang nantinya akan menjadi payung hukum bagi BMT Cita Sejahtera. Koperasi Serba Usaha Syariah Cita Sejahtera berusaha melakukan penyaluran dananya melalui Baitul Maal wat Tamwil Cita Sejahtera yang berasal dari sumber dana amanah untuk memberdayakan kelompok usaha mikro yang bergerak di sektor informal, yang pada umumnya tidak bankable terutama dari segi persyaratan formalnya. Tahun 2007 BMT Cita Sejahtera dinaungi oleh dua badan hukum yaitu KSU Syariah Cita Sejahtera dan KJKS Cita Sejahtera. KSU Syariah Cita Sejahtera berdiri tahun 2004 dan KJKS Cita Sejahtera berdiri tahun 2007. KSU Syariah Cita Sejahtera menyerahkan kepengelolaan BMT Cita Sejahtera kepada KJKS Cita Sejahtera, sehingga jika pekerjaan internal KJKS sudah selesai maka BMT Cita Sejahtera akan dipayungi oleh KJKS Cita Sejahtera. Adapun masing-masing pendiri keduanya adalah : Badan Pendiri KSU Syariah Cita Sejahtera P3EI UIN Jakarta
Muhammad Maftuh, S.Sos
Ir. H. Muhandis Natadiwirya, MM
Rina Destriana, S.Sos
Dr. Ir. Murasa Sarkaniputra
Ir. Herry Santoso
Zubair Ahmad, M.Ag
Inayah
Euis Amalia, M. Ag
Dra. Choirul Hidayati
Ir. Mudatsir Najamuddin, MM
Nurul Karmila
AM. Hasan Ali, M.Ag
Tugimin
Muhammad Zein, S.Ag
Zulpawati,M.Ag
Muzazin, SE., M.Ag
Sampe Sardjito
Dwi Nur'aini Ihsan, SE., MM
Siti Djuariah
Gusniarti, M.Ag
Achmad Satiri, M.Ag
Ir. Armaeni Dwi Humairah, M.Si
Daftar Anggota Pendiri KJKS BMT Cita Sejahtera Ciputat Azhar Ahmad Mas
Muhammad Zen
Arif Mufraini
Murasa Sarkani Putra
Aslichan Burhan H
Murodi
Bubung Lukman H
Muzakir
Dwi Nur’aini Ihsan
Muzazin, SE
Euis Amalia, M.Ag
Noviati
Gusniarti
Nur Fidiyar
Henry Faisal Noor
Ria Arika
Ismail
Sudhardho Mahartomo
Makhdum Priyatno
Sutomo
Moh. Faisal
Soewondo
Moh. Khoirul Anam
Uung Ibnu Shobari
Moh. Fadlillah F
Wahyu Aris D
Mohamad Sholeh
Zubair, M.Ag
Muhammad Maftuh
b. Struktur Organisasi Adapun struktur organisasi pada BMT Cita Sejahtera adalah sebagai berikut: STRUKTUR ORGANISASI BMT CITA SEJAHTERA RAPAT ANGGOTA TAHUNAN
SENIOR ADVISOR
KONSULTAN MANAJEMEN
PEMBIAYAAN
BADAN PENGURUS
DEWAN PENGAWAS/SYARIAH
MANAJER BMT CS
TELLER
PENAGIHAN
ANGGOTA
AKUNTING
2. Prinsip dan Fungsi Adapun prinsip dari BMT Cita Sejahtera adalah berdasarkan prinsip syariah. Dan sedangkan BMT Cita Sejahtera mempunyai fungsi sebagai berikut: a) Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat, khusunya pengusahapengusaha kecil / lemah. b) Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaanpembiayaan kepada pengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan dana. c) Membebaskan umat / pedagang / pengusaha kecil dari sistem bunga dan rente. d) Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, disamping meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan penghasilan umat Islam.
3. Perkembangan BMT Cita Sejahtera a. Organisasi 1) Kelembagaan Sejak tahun 2004 BMT Cita Sejahtera melalui KSU Syariah Cita Sejahtera telah melengkapi beberapa surat status hukum kelembagaan yaitu :
•
Domisili Lembaga
Nomor : 503/40-Ek/CP/2004
•
Surat Izin Tempat Usaha (SITU)
•
Akte KSU Syariah
•
Akte Perubahan KSU Syariah
Nomor : 503/47-KEC.CPT/2004
Nomor : 518/34/BH/Dis KUK Nomor : 518/15/BH/PAD/Dis
KUK •
Akte KJKS
Nomor : 518/49/BH/Koperasi
•
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) Nomor : 02.423.710.9-411.000
Dengan telah digagasnya pendirian KJKS pada awal 2006 maka pada tahun 2007 dalam legalitas BMT Cita Sejahtera terdapat dua entitas yang berdiri sendiri yaitu KSU Syariah dan KJKS. Karena proses spin off BMT Cita Sejahtera dari KSU Syariah belum selesai. Kegiatan KJKS tahun ini antara lain : a) Melakukan presentasi KJKS kepada calon anggota pendiri / investor. b) Melakukan pengumpulan anggota pendiri dan sudah terkumpul 28 orang pendiri. c) Membuat Akte KJKS dan Izin domisili. d) Melakukan pengumpulan simpanan pokok khusus.
Sebagai suatu lembaga yang didirikan dilingkungan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan visi “Sebagai pembaharu dalam pemberdayaan ekonomi ummat” maka BMT Cita Sejahtera peluang pertumbuhan yang sangat baik. Dimana masyarakat menunggu peran BMT Cita Sejahtera dalam memadukan kemampuan praktis dan akademis. Dalam bentuk model LKMS yang bisa memberikan solusi bagi pengembangam ekonomi ummat. Melihat fenomena tersebut, dari segi bisnis BMT Cita Sejahtera memiliki ruang pasar dan pengembangan bisnis yang cukup luas. Yaitu BMT Cita Sejahtera bisa mengembangkan dengan target pasar warga UIN atau memasarkan produk kepada masyarakat dengan brand UIN. Mengingat potensi tersebut, maka dilakukanlah pengenalan dan komukasi yang berkelanjutan kepada beberapa lembaga baik pemerintah maupun swasta. Diantaranya : Dewan Koperasi Indonesia, Asosiasi BMT Jakarta, DPU Darut Tauhid Jakarta, JIMS Foundation dan BPRS Berkah Ramadhan, Kementerian Koperasi dan Dinas Koperasi Tangerang, dll. Dalam hal peningkatan kualitas SDM BMT, tahun 2007 BMT Cita Sejahtera telah mengirimkan peserta pelatihan yaitu : a) Bedah Akad Murabahah yang diselenggarakan oleh BMT Center di Ruang Pertemuan BMT Tamzis Jakarta pada Selasa, 31 Juli 2007.
b) BWTP Symposium Program Linkages and Partnerships in Microfinance di BRI Training Centre pada 5 September 2007. c) Pelatihan Service Excellence dan E-Channel oleh Bank Permata Syariah di Bank Permata Syariah Bintaro Jaya Tangerang pada selasa 11 September 2007. d) Risk Manajemen Pembiayaan UMKM Muhammadiyah oleh PT. Surya Mitra Indonesia di Universitas Muhammadiyah Jakarta pada kamis, 31 Mei 2007. e) Temu usaha yang diselenggarakan Jaringan Usaha Koperasi wilayah Jakarta. f) Pelatihan Manajemen Lembaga Keuangan Model Grameen Bank Bogor, oleh Badan Komunikasi Pemuda Koperasi Dewan Koperasi Indonesia 12 – 15 November 2007. 2) Anggota Pada database BMT, sampai akhir 2007 tercatat kurang lebih orang pemilik sekaligus pengguna produk dan jasa layanan BMT. Secara umum dari tahun ketahun, pertumbuhan pengguna produk dan jasa layanan BMT yang merupakan mitra BMT terus meningkat. Adapun anggota yang tercatat saat ini terdiri dari : a) Anggota pendiri / Pemodal KSU Syariah sebanyak 23 orang dan KJKS sebanyak 28 orang.
b) Anggota Simpanan/tabungan sebanyak 519 orang. c) Anggota Pembiayaan yang aktif sebanyak 128 orang. Kedepan kita mengharapkan pertumbuhan BMT bukan saja dikarenakan kuantitas anggota-mitra yang terus bertambah, akan tetapi sudah seyogyanya kualitas anggota-mitra juga yang menjadi perhatian kita. Oleh karena itulah seluruh kru BMT dituntut untuk terus bekerja keras dalam melakukan pendampingan sekaligus pemberdayaan anggota-mitranya. Tentunya kita menyadari betul bahwa kualitas BMT ditentukan oleh sejauh mana kita dapat memberdayakan anggotamitranya.
b. Usaha 1) Funding (Penghimpunan Dana) Keinginan masyarakat untuk mempercayakan simpanannya kepada BMT naik cukup signifikan. Sehingga berpeluang meningkatkan aset bisnis serta meningkatkan keuntungan bagi pemodal. Hal ini dipengaruhi
oleh
strategi
funding
yang
berkelanjutan
serta
meningkatnya kegiatan untuk promosi produk investasi mudharabah muthlaqah dan perbaikan kualitas produk funding. Strategi penghimpunan produk tabungan untuk warga kampus UIN, mahasiswa khususnya dilakukan dengan penawaran tabungan
mahasiswa dan tabungan amanah yang disertai dengan penjualan tabungan Syare Bank Muamalat. Hal ini dilakukan dengan melakukan kerjasama ini diharapkan brand image BMT menjadi lebih baik dan pada akhirnya kepercayaan mahasiswa terhadap BMT meningkat yang disertai dengan meningkatnya tabungan mereka. Penambahan dana yang cukup besar dalam bentuk simpanan mudharabah muthlaqah diperoleh dari : Bank Muamalat
Rp. 100 juta
dengan jangka waktu 3 tahun
BMT Munawaroh
Rp. 10 juta
dengan jangka waktu 1 tahun
BMT Taawun Rp. 20 juta
dengan jangka waktu 2 bulan
2) Lending (Penyaluran Dana) Di tahun ketiga ini, BMT Cita Sejahtera telah menggulirkan dana sebesar Rp. 526.816.085,- dari dana yang terhimpun. Penyaluran dana tersebut masing-masing dialokasikan untuk : •
Pembiayaan (Musyarakah&Mudharabah) dan Murabahah :Rp.393.224.335,-
•
Pinjaman (Al-Qard)
:Rp. 32.822.500,-
•
Jasa Layanan Hiwalah
:Rp.100.769.250,-
Jumlah
:Rp.526.816.085,-
Pengembalian : •
Pembiayaan (Musyarakah&Mudharabah) dan Murabahah :Rp.408.419.556,-
•
Pinjaman (Al-Qard)
:Rp. 32.518.600,-
•
Jasa Layanan Hiwalah
:Rp. 62.920.890,-
Jumlah
:Rp.503.385.046,-
Penanganan pembiayaan kunci pokok dalam meningkatkan perolehan
keuntungan.
Sehingga
peningkatan
kualitas
dalam
penyaluran pembiayaan dan penanganan pembiayan bermasalah terus menerus diperbaiki. Penanganan pembiayaan bermasalah dilakukan dengan penagihan yang berkelanjutan dan perawatan/pendampingan nasabah. Dengan kegiatan ini jumlah pembiayaan bermasalah bisa diminimalisir. 3) Equitas (Permodalan) Sampai Desember 2007, komposisi permodalan BMT Cita Sejahtera sebagai berikut : Modal Penggerak / Awal / Simpoksus
: Rp. 49.560.000,-
Hibah
: Rp. 1.412.000,Jumlah
Rp. 50.972.000,-
4) Layanan Baitul Maal (Kepedulian Sosial) Sebagai lembaga keuangan, BMT mempunyai misi sosial yang akan terus dikembangkan yakni fungsinya dalam mengoptimalkan peranan Baitul Maal. Tahun 2007 peranan Baitul Maal bisa ditingkatkan dengan menjalin kerjasama dengan seperti : a) Lembaga Dakwah Kampus UIN dengan kerjasama fundraising ZIS. b) Koperasi Mahasiswa UIN dengan kegiatan bakti sosial dengan menyediakan pembicara. Adapun dalam aspek teknis, perkembangan BMT Cita Sejahtera yaitu: a) BMT Cita Sejahtera telah memiliki sarana penunjang yang memadai seperti hardware yang handal. b) Menggunakan Software Keuangan yang handal yang sangat mendukung operasional BMT, seperti percetakan rekening tabungan, rekening pembiayaan, dan laporan pemilik dana. c) Dengan sarana yang dimiliki BMT Cita Sejahtera memberikan pelayanan Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Sedangkan dalam aspek pemasaran yaitu: a) Unit Baitul Maal memberikan pelayanan dalam menerima dan menyalurkan zakat, infak, dan shadaqah (ZIS).
b) Produk penghimpunan unit Baitut Tamwil terdiri dari: simpanan dan deposito. c) Produk penyaluran unit Baitut Tamwil terdiri dari: pembiayaan mudharabah, pembiayaan mudharabah, pembiayaan murabahah dan pembiayaan qardul hasan. d) Positioning, dengan slogan meyalani ummat berbagi manfaat, BMT Cita Sejahtera komitmen untuk melayani umat dengan memberikan proses pelayanan yang cepat, mudah dan profesional, jaminan keamanan dana dan produk yang sesuai syari’ah, fleksibel dan menguntungkan. e) Promosi dilakukan melalui selebaran, buletin, majalah, papan nama dan famplet. Juga Direct selling, langsung ke masyarakat di pasar, kampus dan pihak-pihak yang terkait. f) Pesaing, sampai saat ini dalam radius lokasi BMT Cita Sejahtera (3 kilometer) terdapat 1 lembaga sejenis, serta Lembaga Keuangan Syariah dalam bentuk Bank Umum Syariah, dan BPRS dimana sasarannya adalah untuk pengusaha menengah dan besar. g) Wilayah yang dilayani BMT Cita Sejahtera adalah wilayah ciputat dan sekitarnya yang terdapat 3 pasar, yaitu pasar ASPI, pasar ciputat, dan pasar cimanggis. Dengan segmen pasar yang dilayani saat ini adalah usaha mikro dan kecil.
Masih besarnya jumlah usaha mikro, kecil menengah dan koperasi yang belum bisa dilayani oleh perbankan, memberikan prospek perkembangan yang baik bagi KJKS Cita Sejahtera.
BAB IV ANALISA PRAKTEK SIMPAN PINJAM BMT CITA SEJAHTERA MENURUT EKONOMI SYARIAH
C. Penerapan Simpan Pinjam di BMT Cita Sejahtera Dalam Islam dinyatakan agar kita meminjamkan sesuatu bagi “agama” Allah. Sebagaimana firman Allah SWT:
(١١ : BیB7ٌْ آَِیٌ )اSَُ أ3ََُ و3َ ُ3َ+ِFَaَُ- ًََ ًَْﺽL َ ﻡ ذَا اِي یُ"ِْضُ ا Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak”. (QS. Al-Hadid: 11) Yang menjadi landasan dalil dalam ayat ini adalah kita disuruh untuk “meminjamkan kepada Allah”, artinya untuk membelanjakan harta di jalan Allah. Selaras dengan meminjamkan kepada Allah maka kita disuruh untuk “meminjamkan kepada sesama manusia”, sebagai bagian dari kehidupan bermasyarakat. Adapun penerapan simpan pinjam yang ada di BMT Cita Sejahtera dalam aspek usahanya adalah sebagai berikut: 1. Sumber Permodalan BMT Jenis-jenis modal yang ada pada BMT Cita Sejahtera adalah:
a. Simpanan Pokok. Simpanan ini harus dibayar masing-masing anggota ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp. 100.000,- dan tidak dapat diminta kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai anggota BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera anggota terbagi 2 yaitu anggota jasa dan anggota pemilik. b. Simpanan Wajib. Simpanan ini harus dibayar oleh para anggota. Anggota investor membayar sejumah Rp. 25.000,- per bulan dan anggota pengguna dana (pembiayaan) membayar sejumlah Rp. 10.000,- per bulan. c. Simpanan Pokok Khusus (Penyertaan). Simpanan ini khusus dibayar oleh investor sejumlah Rp. 2.500.000,-, boleh dicicil dalam jangka waktu 10 kali cicilan. d. Simpanan
Hibah.
Simpanan
yang
diberikan
oleh
orang
lain/sukarelawan berbentuk uang tunai untuk modal BMT. e. Modal Cadangan. Dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup kerugian BMT bila diperlukan. Adapun prosedur membuka rekening simpanan pada BMT Cita Sejahtera adalah sebagai berikut:
Nasabah
Teller/Kasir
Pembukuan
• Datang ke teller • Isi formulir pembukaan rekening • Fotocopy KTP • Serahkan kebagian teller
• Periksa isian tanda setoran • Terima dan hitung uang • Catat dimutasi harian kas • Catat dikartu tabungan dan minta paraf nasabah • Arsip kartu tabungan • Serahkan buku tabungan ke nasabah • Arsip tanda setoran dalam pembukuan
• Terima dokumen • Tanda tangani kolom persetujuan pada formulir • Buatkan buku tabungan • Arsip form pembukaan rekening
• Terima tabungan
buku
Modal pinjaman BMT Cita Sejahtera diperoleh dari: a. Simpanan Pokok Khusus (saham pendiri) b. Simpanan Pokok (uang pangkal keanggotaan) c. Simpanan wajib (iuran bulanan anggota) d. Sisa Hasil Usaha yang dicadangkan e. Sumbangan tidak mengikat (hibah) Modal pinjaman BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari luar: a. Citibank b. Inhutani c. Bank Muamalat
2. Aktivitas Simpan Pinjam Jenis pinjaman yang diberikan oleh BMT hanya terbatas pada pinjaman produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha mereka melalui pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat kebutuhan usaha mereka. Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima batas minimalnya tidak terbatas dan batas maksimal Rp.5.000.000,-. Praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera, yaitu memberikan layanan pembiayaan. Layanan pembiayaan diberikan kepada anggota yang sudah menjadi anggota dengan syarat sebagai berikut: a. Telah menjadi anggota minimal 3 (tiga) bulan. b. Usaha berdomosili di sekitar kawasan Ciputat. c. Memenuhi kewajiban sebagai anggota. Antara lain ialah: 1) Membayar simpanan wajib sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam anggaran rumah tangga atau diputuskan dalam rapat anggota. 2) Berpartisipasi dalam kegiatan usaha BMT. 3) Mentaati ketentuan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, keputusan rapat anggota dan ketentuan lainnya yang berlaku dalam BMT.
4) Memelihara serta menjaga nama baik dan kebersamaan dalam BMT. Disamping itu pula, BMT Cita Sejahtera mempunyai persyaratanpersyaratan yang harus dipenuhi oleh calon peminjam sebagai bahan pertimbangan untuk mendapatkan pembiayaan. Tetapi sebelum nasabah memenuhi
syarat-syarat
pembiayaan,
nasabah
harus
mengisi
form
permohonan pembiayaan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah calon peminjam memenuhi persyaratan-persyaratan seperti dibawah ini, yaitu: a. Foto copy KTP (suami & istri / peminjam) b. Foto copy kartu keluarga (kk) c. Pas foto 4x6. (suami & istri) d. Foto copy slip gaji (karyawan / suami) e. Foto copy jaminan 1. Rp. 500.000 – Rp. 1.750.000
(ijazah terakhir anak)
2. Rp. 1.800.000 keatas
(BPKB motor dll)
f. Persetujuan suami / istri atau penjamin g. Telah aktif menabung di BMT minimal 4x transaksi setoran simpanan dalam sebulan. Tapi,
sebelum
pihak
BMT
Cita
Sejahtera
memberikan
pinjaman/pembiayaan, pihak BMT akan menganalisa terlebih dahulu terhadap calon nasabahnya, agar nantinya tidak terjadi kredit macet dan pengembalian pembiayaan tersebut lancar dan usaha nasabah berkembang.
Sebagaimana analisa perbankan, BMT Cita Sejahtera juga menggunakan analisa 5 C kepada calon nasabahnya. Namun karena pihak BMT Cita Sejahtera menggunakan sistem bagi hasil maka lebih tertumpu pada analisa kelayakan usaha. Analisa tersebut adalah: a. Character Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk menganalisa kejujuran calon peminjam. b. Capacity Yaitu penilaian secara subyektif tentang kemampuan calon peminjam untuk melakukan pembayaran. c. Capital Yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam. d. Condition Yaitu BMT dalam penyaluran pembiayaan tersebut melihat kondisi ekonomi suatu negara dan lokasi kegiatan usaha dan secara spesifik mengkaitkannya dengan calon peminjam. e. Coleteral Yaitu jaminan yang dimiliki oleh calon peminjam. Dalam hal jaminan, BMT Cita Sejahtera mensyaratkan jaminan sesuai besar kecilnya jumlah pinjaman. Jika jumlah pinjaman antara Rp. 500.000-Rp. 1.750.000,- maka jaminannya adalah ijazah terakhir anak.
Dan jika jumlah pinjamannya Rp. 1.800.000 keatas, maka jaminannya adalah BPKB motor dan lain-lain. f. Analisa kelayakan usaha Yaitu penilaian terhadap kelayakan usaha calon peminjam. Kegiatan analisa kelayakan usaha pada BMT Cita Sejahtera ini dilakukan berdasarkan informasi yang didapat dari analisa di lapangan yang dilakukan oleh pihak BMT terhadap kegiatan usaha calon peminjam. Adapun prosedur permohonan pembiayaan dalam BMT Cita Sejahtera adalah sebagai berikut: Nasabah
Pembiayaan
• Isi form permohona n • Foto copy KTP dan KK • Serahkan kebagian pembiayaa nn dan
• Terima permohonan dan identitas • Menganalisa permohonan • Melakukan wawancara • Register permohonan pembiayaan • Studi kelayakan calon nasabah
• Terima uang • Terima buku angsuran
Teller
• Terima kwitansi • Pemeriksaan keabsahan dokumen • Lakukan pembayaran ke nasabah • Serahkan buku angsuran • Arsip kartu pembiayaan
Pembukuan
• Terima dokumen • Tanda tangani kolom persetujuan pada permohonan • Buat akad • Buatkan kartu pembiayaan • Buatkan buku angsuran • Buatkan kwitansi tanda terima • Serahkan ke teller
• Terima dokumen • Arsip dokumen penolakan • Terima permohonan dan identitas • Menganalisa permohonan • Melakukan wawancara • Studi kelayakan calon nasabah
Disetujui • Serahkan dokumen ke pembukuan
Ditolak • Panggil nasabah • Jelaskan alasan penolakan • Serahkan dokumen ke pembukuan
Manajer Umum
3. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Pembagiannya. Sisa Hasil Usaha (SHU) merupakan pendapatan yang diperoleh dalam 1 (satu) tahun buku dikurangi dengan biaya dapat dipertanggungjawabkan, penyusutan kewajiban lainnya termasuk pajak dan zakat yang harus dibayarkan dalam tahun buku yang bersangkutan. Perhitungan akhir tahun yang
menggambarkan
penerimaan
pendapatan
BMT
dan
alokasi
penggunaannya untuk biaya-biaya BMT berdasarkan pasal 45 ayat 1 UU No. 25/1992 dapat dirumuskan sebagai berikut: SHU = TR - TC Dimana SHU adalah sisa hasil usaha, TR (total revenue) adalah pendapatan total BMT dalam satu tahun, TC (total cost) adalah biaya total BMT dalam satu tahun yang sama. Sesuai dengan Fatwa DSN No:15 Tahun 2000 yang menetapkan bahwa pembagian hasil usaha di antara para pihak (mitra) dalam suatu bentuk usaha kerjasama boleh didasarkan pada prinsip bagi untung (profit sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi biaya pengelolaan dana, dan boleh pula didasarkan pada prinsip bagi hasil (revenue sharing), yakni bagi hasil yang dihitung dari total pendapatan pengelolaan dana; dan
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Dan penetapan prinsip pembagian hasil usaha yang dipilih harus disepakati dalam akad. SHU setelah dikurangi dana cadangan, dibagikan kepada anggota sebanding dengan jasa usaha yang dilakukan oleh masing-masing anggota BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera SHU tidak langsung dibagikan kepada masing-masing anggota, akan tetapi dilakukan dengan memasukkan komponen kewajiban (potongan) berupa zakat badan usaha BMT dan zakat perorangan
sebelum
dibagikan
kepada
anggota
yang
bersangkutan.
Pembagian dan penggunaan SHU BMT harus diputuskan oleh rapat anggota. Pembagian dan penggunaan SHU BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk anggota BMT menurut keputusan rapat anggota adalah sebagai berikut: a. 25% untuk dana cadangan. b. 25% untuk anggota sesuai perbandingan jasanya dan partisipasi modal masing-masing. c. 25% untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dalam BMT dengan ketentuan tidak melebihi suatu jumlah tertentu yang ditetapkan dalam anggaran rumah tangga atau peraturan khusus. d. 5% untuk dana pendidikan. e. 10% untuk dana pengurus dan pengawas BMT. f. 5% untuk kesejahteraan pegawai. g. 2,5% untuk dana sosial.
h. 2,5% untuk dana pembangunan daerah kerja. Bagian dari SHU BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari usaha yang diselenggarakan untuk pihak yang bukan anggota BMT dipergunakan sebagai berikut: a. 75% untuk cadangan. b. 5% untuk anggota BMT. c. 10% untuk dana pendidikan BMT. d. 5% untuk dana pengurus dan karyawan BMT. e. 2,5% untuk dana pengelola dan karyawan BMT. f. 2,5% untuk dana sosial. Bagian dari pendapatan BMT Cita Sejahtera yang diperoleh dari pendapatan non operasional BMT dipergunakan sebagai berikut: 2) 75% untuk cadangan. 3) 10% untuk anggota menurut perbandingan simpanannya dalam BMT. 4) 10% untuk dana pendidikan BMT. 5) 5% untuk dana sosial.
D. Analisa Tentang Praktek Simpan Pinjam Pada BMT Cita Sejahtera BMT Cita Sejahtera merupakan salah satu unit usaha dari Koperasi Serba Usaha Syariah Cita Sejahtera. Dimana koperasi adalah suatu badan usaha di bidang ekonomi yang dilandasi semangat kebersamaan dengan tujuan untuk mencapai kesejahteraan hidup bersama. Sebagai badan usaha aktivitas koperasi
meliputi perekonomian masyarakat seperti pertanian, industri, perdagangan, jasa dan lain sebagainya. Sedangkan BMT adalah sebagai sebuah lembaga keuangan mikro Syariah yang usaha pokoknya menghimpun dana pihak ketiga (deposan) dan memberikan atau menyalurkan pembiayaan-pembiayaan kepada usaha-usaha produktif pengusaha atau pedagang kecil dengan memadukan kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat setempat. Dalam dunia perekonomian, pinjam meminjam uang itu telah menjadi suatu kebiasaan. Tidak jarang bahwa diantara pedagang-pedagang banyak yang mendasarkan modal perusahaannya pada uang pinjaman, baik itu pedagang besar maupun pedagang kecil. Unit usaha simpan pinjam dalam BMT sangat dibutuhkan oleh para anggotanya, diantaranya ialah untuk mendapatkan pinjaman uang yang akan digunakan untuk melancarkan usahanya. Adapun yang dimaksud dengan simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk tabungan. Dalam BMT Cita Sejahtera terdapat dua produk simpanan yaitu produk wadi’ah (simpanan amanah/titipan) dan produk investasi. Produk investasi misalnya adalah tabungan mahasiswa, dimana dalam operasionalnya nasabah terikat kontrak/kesepakatan dan nisbah bagi hasilnya adalah 30%. Di BMT Cita Sejahtera masyarakat lebih cenderung memilih produk simpanan wadi’ah yang diaplikasikan dalam bentuk giro. Dimana nasabah dapat menarik berkali-kali dalam sehari (setiap saat) dengan catatan dana yang tersedia
masih mencukupi dan memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh BMT, dan BMT pun akan memberikan imbalan yang sesuai dalam bentuk bonus kepada orang yang menyimpan uang dalam tabungan wadiah.
Tabel 1 Data Tabungan Nasabah Sampai Akhir Mei 2008 No
Tabungan
Jumlah
Persentase
1.
Wadi’ah
492 Orang
77,35 %
2.
Investasi
144 Orang
22,65 %
Sumber: BMT Cita Sejahtera BMT Cita Sejahtera sendiri dalam sistem bagi hasilnya adalah dengan sistem bonus. Karena tabungan wadi’ah merupakan dana pihak ketiga yang dihimpun atas dasar sistem bonus. Pemberian bonus hanya merupakan suatu kebijakan dari pihak BMT yang tidak ada dalam awal perjanjian. Dalam pemberian bonus ini didasari atas landasan kehati-hatian, karena pemberian bonus ini tidak diawal akad dan pembagiannya pun berdasarkan dari keuntungan yang didapat. Contoh perhitungan tabungan wadi’ah: Wadi’ah : Giro 5 nasabah
: 50, 70, 25, 25, 30
= 200
Tabungan 5 nasabah : 400, 200, 100, 50, 50= 800 Total wadi’ah
= 1000
= 1000
Modal Pembiayaan : Jual beli
: 1000
Salam
: 1000
Mudharabah
: 1000 = 3000
Total pembiayaan Pendapatan selama 1 bulan : Biaya-biaya (adm, trans, dll)
: 200
Marjin yang didapat
: 400 = 600
Total pendapatan
PD wadiah : total wadi’ah + modal x total pendapatan total pembiayaan : 1000 + 1000 x 600 = 400 3000 Tabungan wadi’ah : total tabungan x PD wadi’ah total wadi’ah + modal : 800 x 400 = 160 2000 Masing-masing nasabah tabungan wadi’ah akan menerima bonus bila diberikan 160 : jumlah nasabah tabungan wadi’ah, yakni 160 : 5 = 32. Dengan
demikian
sistem
perbankan
syariah
sebenarnya
sangatlah
menguntungkan dan ada transparasinya serta saling membantu dalam kebajikan.
Perbedaan sistem bonus dengan jasa tabungan wadi’ah adalah: No
Bonus
1
Tidak diperjanjikan
2
Benar-benar
Jasa Tabungan Diperjanjikan
merupakan
budi Disebutkan dalam akad (ditentukan
baik bank 3
Ditentukan
dimuka) sesuai
dengan Ditentukan dalam prosentase yang
keuntungan riil BMT (dasar tetap (dasar perhitungan tabungan perhitungan
bonus
adalah adalah prosentase normal)
keuntungan)
Adapun sebab masyarakat lebih cenderung memilih tabungan wadi’ah dalam BMT Cita Sejahtera adalah sebagai berikut: 1. Rasa aman dan tentram, terhindar dari rasa takut dan ancaman baik terhadap harta maupun jiwa akibat pencurian dan sebagainya, karena hartanya terpelihara ditempat aman dan kenyamanan perasaan karena operasionalnya dilaksanakan secara syariat Islam. 2. Terhindar dari penyusutan. 3. Mendapatkan jasa titipan. 4. Lebih mudah karena sesuai dengan bajaj/kemampuan nasabah. 5. Tidak perlu membawa uang dalam jumlah besar
6. Dan dapat diambil setiap saat. Tabungan wadi’ah pada BMT Cita Sejahtera dalam operasionalnya dilandasi dengan prinsip kehati-hatian dan ketelitian baik mengenai prosedur dan persyaratan pembukaan rekening, penyetoran dan penarikan dana, pemberian bonus maupun ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan tabungan wadi’ah tersebut. Dana tabungan wadi’ah (dana titipan) tersebut dioperasikan oleh BMT Cita Sejahtera kesektor riil yang menguntungkan khususnya untuk kemajuan ekonomi umat menengah kebawah, dan BMT Cita Sejahtera dalam melaksanakan operasionalnya tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Hal ini dibuktikan dengan adanya jaminan bahwa dana tabungan wadi’ah tersebut dapat ditarik setiap saat oleh pemilik rekening tabungan wadi’ah. Ini semua dimaksudkan agar salah satu pihak baik nasabah maupun penyimpan (BMT) tidak ada yang merasa dirugikan dan manfaat dari produk ini dapat dirasakan oleh semua pihak. Pengembangan konsep wadi’ah dari amanah menjadi dhamanah tidak berarti menafikan konsep amanah itu sendiri, bagaimanapun juga titipan merupakan suatu amanah yang harus dijaga (dipelihara) dan harus dikembalikan manakala pemiliknya menghendaki. Pengembangan konsep tersebut hanya terletak pada pemanfaatan dana yang tersimpan, dimana lamanya pengendapan dana itu sendiri tidak dapat dipastikan karena sewaktu-waktu dapat ditarik pemiliknya. Dengan demikian dapat diketahui bahwa operasional tabungan wadiah BMT Cita Sejahtera tidak bertentangan dengan ketentuan syariah dan dana nasabah
yang mengendap akan dikelola secara syariah oleh BMT Cita Sejahtera, sehingga nasabah akan merasa aman dunia dan akhirat. Dalam konsep akad titipan (wadi’ah) dana yang diamanatkan oleh pemiliknya kepada BMT akan digunakan oleh BMT untuk membiayai usaha atau proyek yang dianggap oleh BMT dapat menghasilkan, sehingga BMT tidak memberikan keuntungan pasti kepada pemilik dana tersebut. Untuk akad wadi’ah BMT akan memberikan keuntungan kepada pemilik dana berupa bonus. Dari konsep syariah, sebenarnya BMT yang diberikan amanat dari nasabah berupa titipan tidak wajib untuk memberikan bagi hasil kepada pemilik dana. Namun dengan izin pemiliknya dana yang dititipkan tersebut dapat diputarkan dan ikut menghasilkan keuntungan bagi BMT maka BMT dapat memberikan sebagian keuntungannya kepada nasabahnya dengan tidak ada perjanjian sebelumnya, melainkan dari kebijakan BMT yang dikaitkan dengan besarnya pendapatan BMT. Dan di BMT Cita Sejahtera praktek pinjam (pembiayaan) dilakukan dengan konsep mudharabah, musyarakah, murabahah, hiwalah, qardu hasan dan qard. Tetapi nasabah BMT Cita Sejahtera lebih banyak menggunakan pembiayaan murabahah. Karena pembiayaan ini tidak memiliki resiko yang besar. Pembiayaan murabahah direalisasikan dalam pembeliaan barang-barang yang diperlukan untuk usaha, khususnya untuk nasabah mikro kecil menengah kebawah.
Tabel 2 Data Pembiayaan Nasabah Sampai Akhir Mei 2008 No
Pembiayaan
Jumlah
Persentase
1.
Mudharabah
2 Orang
1,22 %
2.
Musyarakah
25 Orang
15,33 %
3.
Murabahah
77 Orang
47,23 %
4.
Hiwalah
50 Orang
30,67 %
5.
Qardhu Hasan
1 Orang
0, 61 %
6.
Qard
8 Orang
4,90 %
Sumber: BMT Cita Sejahtera Secara ringkas, sistem pembiayaan murabahah di BMT Cita Sejahtera yaitu dengan sistem wakalah (diwakilkan ke nasabah). Pertama, nasabah pembiayaan mengajukan permohonan pembiayaan ke pihak BMT, jika sesuai dan memenuhi syarat maka BMT akan memberikan dana untuk pembeliaan barang dan nasabah membeli barang atas nama nasabah. Tapi pembeliaan barang oleh nasabah akan dikontrol oleh BMT. Kedua, setelah nasabah pembiayaan mendapatkan barang yang diinginkan, nasabah kemudian melaporkan ke pihak BMT dan nasabah pembiayaan harus melunasi dana pembiayaan yang telah diberikan oleh BMT sesuai dengan
harga yang telah disepakati bersama (yang terdiri dari harga
pembelian ditambah mark-up/margin keuntungan) untuk dibayar dalam jangka waktu yang telah disetujui bersama di awal akad, ketiga, cara pembayaran
dilakukan secara angsur/dicicil perharian (per 100 hari atau per 50 hari), tergantung kesepakatan. Contoh perhitungan margin keuntungan di BMT Cita Sejahtera misalnya pihak BMT memberikan dana sebesar Rp. 1.000.000,-. Dalam pengembalian dana, nasabah dapat mengembalikan dana pinjaman selama 50 hari atau 100 hari sesuai kesepakatan. Apabila nasabah memilih pengembalian pinjaman selama 50 hari, maka margin yang akan diambil oleh BMT adalah sebesar Rp. 100.000,(10%). Karena dalam BMT Cita Sejahtera margin keuntungan dihitungnya perhari. BMT Cita Sejahtera mengupayakan proses pengajuan pinjaman (pembiayaan) yang dibuat sederhana dan mudah direalisasikan. Sebelum memberikan pembiayaan, pihak BMT Cita Sejahtera terlebih dahulu memperhatikan situasi dan kondisi calon peminjam dengan kata lain pihak BMT Cita Sejahtera mengadakan analisa pembiayaan. Tujuan dari analisa pembiayaan tersebut adalah untuk menilai kelayakan usaha calon debitur. Karena dalam analisa tersebut nanti akan kelihatan apakah nasabah tersebut akan menimbulkan kredit macet atau tidak. Serta untuk menekan resiko akibat tidak terbayarnya kredit atau pembiayaan. Selain itu tujuan analisa pembiayaan tersebut adalah agar dalam pengembalian pembiayaan tersebut lancar dan usaha nasabah berkembang. Secara umum, prosedur pembiayaan yang ada di BMT Cita Sejahtera adalah bahwa seseorang terlebih dahulu harus sudah terdaftar sebagai anggota BMT
dengan cara mengisi formulir simpanan (tabungan). Membuka rekening tabungan di BMT adalah prosedur dan syarat utama untuk dapat memperoleh pelayanan pembiayaan,
karena
apabila
nantinya
nasabah
pembiayaan
tidak
bisa
mengembalikan dana pinjaman, maka pihak BMT Cita Sejahtera tidak mengenakan sanksi denda kepada nasabah, akan tetapi nasabah pembiayaan akan dikenakan sanksi harus menabung di BMT Cita Sejahtera. Selanjutnya, anggota yang bersangkutan tidak harus mencukupi saldo tabungannya karena syarat tabungan minimum untuk memperoleh pembiayaan di BMT Cita Sejahtera belum ada. Asalkan usahanya menurut BMT layak bisa langsung dikasih dananya, tapi melalui analisa terlebih dahulu terhadap anggota yang bersangkutan. Bila disetujui, pihak BMT kemudian dapat meminta anggota untuk menyerahkan surat-surat yang dianggap perlu sebagai jaminan. Hal ini (sekali lagi) dilakukan agar anggota lebih serius dan tidak main-main dengan kesepakatan (perjanjian) yang telah ditandatangani. Dalam BMT Cita Sejahtera, jaminan biasa disebut dengan komitmen. Harga jaminan harus lebih besar dari pada harga pinjaman. Dan di BMT Cita Sejahtera sekarang baru-baru ini menetapkan peraturan baru yaitu berupa jaminan surat perjanjian yang memakai matrei dan tandatangan nasabah peminjam . dimana ini bertujuan agar nasabah peminjam komitmen dengan kesepakatan yang telah dibuat dan nasabah serius dalam menanggapi pembiayaan ini. Semua prosedur dan persyaratan tersebut dibuat bukan untuk mempersulit nasabah, tetapi lebih dimaksudkan untuk menciptakan kenyamanan bagi nasabah
sendiri serta untuk menciptakan keamanan bagi pihak BMT, agar nantinya pembiayaan yang diberikan diharapkan dapat disalurkan dengan cepat, layak dan tepat sasaran. Produk yang diberikan oleh BMT Cita Sejahtera kepada anggota pembiayaan adalah seperti alat-alat usaha dan persediaannya. Contoh alat-alat usaha misalnya seperti mesin foto copy dan contoh persediaannya seperti alat-alat tulis dan lainlain. Dan sistem perjanjiannya adalah akad diatas matrei, jenis akad yang akan dipilih dan saksi dari BMT sendiri. BMT Cita Sejahtera dalam penagihan pinjaman ada dua jenis yaitu: 1. Bayar langsung ke BMT. Dalam hal ini kalau ada yang terlambat akan diingatkan oleh BMT. 2. Bayarnya dijemput, artinya pihak BMT mendatangi langsung kepada para anggota untuk mengambil angsuran. Dan penagihan ini dilakukan jika telah terjadi kesepakatan terlebih dahulu. Apabila anggota peminjam tidak dapat melunasi pinjamannya dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka jangka waktu pinjamannya akan diperpanjang (reskedul ulang). Tetapi apabila terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman, maka pihak BMT akan menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan. Pihak BMT akan melihat dari dua sisi kenapa nasabah terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman, yaitu: 1. Karakter
Jika kemacetan nasabah terjadi karena karakternya, seperti tidak jujur dan sulit diatur maka pihak BMT akan menahan jaminannya. Dan jika nasabah itu tidak bisa juga melunasi pinjamannya, maka jaminannya akan dijual. Apabila ada kelebihan uang dari hasil penjualan jaminannya, maka akan dikembalikan kembali kepada nasabah. 2. Usahanya Apabila kemacetan pelunasan pinjaman terjadi karena faktor usahanya, maka dari pihak BMT akan menggunakan strategi diadakannya pendamping bagi sipeminjam dan diberikan perpanjangan waktu pelunasan pinjaman. Sebagaimana disebutkan dalam al-Quran surah al-Baqarah ayat 280:
(٢٨٠ : "ة2 )ا. . . ٍ ﻡَََْةEََِِةٌ إ/ََ- ٍَُْةF وَإِن آَنَ ذُو Artinya: “Dan bila (orang yang berhutang) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan…”. (QS. Al-Baqarah: 280) Dilapangan sistem yang diterapkan di BMT Cita Sejahtera relatif berhasil dan diterima masyarakat. Hal tersebut dibuktikan 90% nasabah menggunakan pinjaman untuk usaha mikro. Dengan demikian jelas pinjaman tersebut bersifat produktif. Penulis juga ingin memaparkan bahwa prinsip dari BMT Cita Sejahtera itu sendiri adalah berdasarkan prinsip syariah dan cerminan prinsip syariah yang ada di BMT Cita Sejahtera terdapat dalam fungsi BMT Cita Sejahtera, yaitu: a. Meningkatkan dan mengembangkan ekonomi umat, khusunya pengusahapengusaha kecil / lemah.
b. Meningkatkan produktivitas usaha dengan memberikan pembiayaanpembiayaan kepada pengusaha-pengusaha muslim yang membutuhkan dana. c. Membebaskan umat / pedagang / pengusaha kecil dari sistem bunga dan rente. d. Meningkatkan kualitas dan kuantitas kegiatan usaha, disamping meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan penghasilan umat Islam. Sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional Tahun 2000 tentang murabahah yaitu: 1. Ketentuan Umum 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syariah Islam. 3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya. 4. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 5. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah. 6. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
2. Ketentuan Murabahah kepada Nasabah 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang atau aset kepada bank. 2. Nasabah
harus
menerima
sesuai dengan
perjanjian
yang
telah
disepakatinya, karena secara hukum perjanjian tersebut mengikat; kemudian kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 3. Jaminan dalam Murabahah 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dengan pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah untuk menyediakan jaminan yang dapat dipegang. 4. Bangkrut dalam Murabahah 1. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan. Berdasarkan Fatwa DSN diatas, Penulis memandang bahwa sistem yang dilakukan oleh BMT Cita Sejahtera untuk praktek simpan pinjam sesuai dengan praktek ekonomi syariah. Dimana pelaksanaan simpan pinjam tidak memberatkan anggotanya, seperti yang penulis paparkan diatas mengenai praktek simpan pinjam di BMT Cita Sejahtera. Pinjaman adalah salah satu jenis pendekatan untuk bertaqarrub kepada Allah SWT, karena pinjaman berarti berlemah lembut kepada manusia, mengasihi
mereka, memberikan kemudahan dalam urusan mereka dan memberikan jalan keluar dari duka dan kabut yang meliputi mereka. Sebagaimana sabda Nabi SAW:
َْF َr+َ ﻡَْ ﻥ:ََلL َ)َِ وَ ﺱ3َْ)َF ُ اE)َِ! ﺹ2َِ اF ُ3َْFُ أَ ِ!ْ هَُیَْةَ رَﺽِ!َ ا ْ َF ََ وَ ﻡَْ ی،ِQًَ ﻡِْ آَُبِ یَ&ْمِ اْ"َِﻡQَ ُُْ آ3َْFُ َr+َﻥَْ ﻥBً ﻡِْ آَُبِ اQَ ُْﻡُْ)ٍِ آ ِ3َْ)َFُ ﻡُْ)ٍِ ﺱَََ اEَ)َF َََ وَ ﻡَْ ﺱ،ِﺥَِةtْﻥَْ وَ اB اEِ- ِ3َْ)َFُ ﻡُ*ٍِْ یََ اEَ)َF ُYِ )رَوَا3َِْ&ْنِ أَﺥF Eِ- ُBْ2َ*ِْ ﻡَدَامَ اBْ2َ*َْ&ْنِ اF Eِ-ُ وَ ا،ِﺥَِةtْﻥَْ وَ اB اEِ82
(َأَ ُ&ْدَاوُد
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra, dari Nabi SAW berkata: Barang siapa yang melapangkan suatu kesukaran dunia seorang muslim, maka Allah akan melapangkan kepadanya satu kesukaran pada hari kiamat, Dan barang siapa yang memudahkan orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkannya di dunia dan akhirat, Dan barang siapa yang menutup (kejelekan) seorang muslim, maka Allah akan menutup kejelekannya di dunia dan akhirat. Dan Allah selalu menolong seorang hamba, selama hamba itu menolong saudaranya”. (HR. Abu Daud).
82
Abu Daud Sulaiman bin al-Asy’ats al-Syistani, Sunan Abu Daud, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), Jilid II, hadis no.4946, h.471
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Setelah penulis menguraikan dan membahas tentang analisa praktek simpan pinjam yang ada pada BMT Cita Sejahtera, maka pada bab akhir ini penulis menarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Bahwa praktek simpan pinjam yang ada di BMT Cita Sejahtera dalam pelaksanaannya terdapat beberapa poin, yaitu: a. Sumber Permodalan BMT Jenis-jenis modal yang ada pada BMT Cita Sejahtera adalah terdiri dari pertama, simpanan pokok yang harus dibayar oleh anggota ketika masuk menjadi anggota sebesar Rp. 100.000,- dan tidak dapat diminta kembali selama anggota tersebut belum berhenti sebagai anggota BMT. Dalam BMT Cita Sejahtera anggota terbagi 2 yaitu anggota jasa dan anggota pemilik. Kedua, simpanan Wajib yang harus dibayar oleh para anggota. Anggota investor membayar sejumah Rp. 25.000,- per bulan dan anggota pengguna dana (pembiayaan) membayar sejumlah Rp. 10.000,- per bulan. Ketiga, simpanan Pokok Khusus (Penyertaan), yaitu simpanan ini khusus dibayar oleh investor sejumlah Rp. 2.500.000,-, boleh dicicil dalam jangka waktu 10 kali cicilan.
Keempat, simpanan Hibah, yaitu simpanan yang diberikan oleh orang lain/sukarelawan berbentuk uang tunai untuk modal BMT. Dan yang terakhir yang kelima, Modal Cadangan, yaitu dana yang diperoleh dari penyisihan sisa hasil usaha, yang dimaksudkan untuk memupuk modal dan menutup kerugian BMT bila diperlukan. b. Aktivitas Simpan Pinjam Pinjaman yang diberikan BMT Cita Sejahtera untuk anggotanya adalah untuk melancarkan atau mengembangkan usaha mikro para anggotanya, dimana hampir 90% nasabah menggunakan pinjaman untuk usaha mikro. Jenis pinjaman yang diberikan oleh BMT hanya terbatas pada pinjaman produktif, yang dimaksudkan untuk pengembangan usaha mereka melalui pemberian tambahan modal sesuai dengan tingkat kebutuhan usaha mereka. Jumlah pinjaman yang bisa mereka terima batas minimalnya tidak terbatas dan batas maksimal Rp.5.000.000,-. Praktek simpan pinjam BMT Cita Sejahtera, yaitu memberikan layanan pembiayaan. Layanan pembiayaan diberikan kepada anggota yang sudah menjadi anggota dengan syarat-syarat yang telah ditentukan. Sebelum
pihak
BMT
Cita
Sejahtera
memberikan
pinjaman/pembiayaan, pihak BMT akan menganalisa terlebih dahulu terhadap calon nasabahnya dengan menggunakan analisa 5 C, agar
nantinya tidak terjadi kredit macet dan pengembalian pembiayaan tersebut lancar dan usaha nasabah berkembang. Apabila anggota peminjam tidak dapat melunasi pinjamannya (kredit macet) dalam jangka waktu yang telah ditentukan, maka jangka waktu pinjamannya akan diperpanjang (reskedul ulang). Tetapi apabila terjadi kemacetan dalam pengembalian pinjaman, maka jaminannya akan ditahan dan BMT akan menggunakan strategi diadakannya pendamping bagi sipeminjam. c. Sisa Hasil Usaha (SHU) dan Pembagiannya. Dalam BMT Cita Sejahtera SHU tidak langsung dibagikan kepada masing-masing anggota, akan tetapi dilakukan dengan memasukkan komponen kewajiban (potongan) berupa zakat badan usaha BMT dan zakat
perorangan
sebelum
dibagikan
kepada
anggota
yang
bersangkutan. Pembagian dan penggunaan SHU BMT harus diputuskan oleh rapat anggota. Keuntungan bersih yang didapat dari bagi hasil pinjaman itu jatuh menjadi milik BMT dimana sipeminjam itu menjadi anggotanya. Menurut Anggaran Dasar tersebut pada akhir tahun diperinci dalam pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), maka secara tidak langsung sisa hasil usaha itu akan jatuh kembali kepada para anggota BMT itu sendiri walaupun dalam jumlah yang tidak sama. Karena dalam BMT
Cita Sejahtera ketentuan besarnya bagi hasil pinjaman dilihat dari kondisi usaha nasabah. 2. Praktek simpan pinjam yang dijalankan oleh BMT Cita Sejahtera sesuai dengan ekonomi syariah. Dimana pelaksanaan simpan pinjam yang dipraktekkan oleh BMT Cita Sejahtera tidak memberatkan anggotanya dan dari prinsip BMT Cita Sejahtera itu sendiri mencerminkan prinsip ekonomi syariah. Salah satunya seperti pinjaman wadi’ah yang dipraktekkan oleh BMT Cita Sejahtera. Dimana dibuktikan dengan adanya jaminan bahwa dana tabungan wadi’ah tersebut dapat ditarik setiap saat oleh pemilik rekening tabungan wadi’ah. Ini semua dimaksudkan agar salah satu pihak baik nasabah maupun penyimpan (BMT) tidak ada yang merasa dirugikan dan manfaat dari produk ini dapat dirasakan oleh semua pihak. Dan dana nasabah yang mengendap akan dikelola secara syariah oleh BMT Cita Sejahtera, sehingga nasabah akan merasa aman dunia dan akhirat. Dalam hal ini pihak BMT Cita Sejahtera dalam melaksanakan operasionalnya sesuai dengan ketentuan syariah dan juga sesuai berlandaskan Fatwa Dewan Syariah Nasional.
B. Saran-Saran Hal yang disarankan penulis dalam skripsi ini antara lain: 1. BMT merupakan badan hukum yang berasaskan tolong menolong yang didasarkan sebagai manifestasi ibadah yang semata-mata hanya untuk mendapatkan ridha Allah SWT, oleh karena itu hendaknya BMT harus terus
digalakkan
dikalangan
masyarakat,
agar
masyarakat
lebih
mengetahui tentang kinerja BMT, terutama masyarakat kecil/menengah agar tujuan BMT dapat menjalankan fungsinya secara optimal sebagai salah satu lembaga penunjang perekonomian mikro menengah kebawah. Dan BMT dalam operasionalnya harus selalu sesuai dengan ketentuan ekonomi syariah. 2. Hendaknya kemauan masyarakat itu kuat untuk lebih mengetahui tentang BMT sehingga masyarakat itu sendiri benar-benar mengetahui operasional kinerja BMT, dan hendaknya masyarakat lebih jeli dalam memilih lembaga keuangan untuk menabung agar tidak salah pilih menitipkan uangnya, pilihlah lembaga keuangan yang berasaskan syariah seperti BMT yang tujuan didirikannya adalah untuk kebahagiaan umat manusia didunia dan akhirat. 3. Bagi
kalangan
Akademisi/Cendekiawan
hendaknya
memberikan
pemikiran-pemikiran masukan yang bernilai baik bagi perkembangan BMT kedepan.
4. Dan bagi pemerintah sendiri hendaknya selalu mendukung, memberikan sarana dan memberikan motifasi bagi pihak BMT agar BMT selalu berkembang dan nantinya akan bertambah banyak muncul lembagalembaga keuangan yang berasaskan syariah. Sehingga kedepan lembaga keuangan yang berasaskan syariah bisa selalu eksis dalam dunia perbankan.
DAFTAR PUSTAKA Al-Kaaf, Abdullah Zaky. Ekonomi dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Pustaka Setia, pertama, Maret 2002. Ali, Muhammad Daud. Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf. Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1998. Asmuni, Yusron. Ilmu Tauhid, cet.II. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994. Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah: Wacana Ulama dan Cendekiawan. Jakarta: Tazkia Institute, 1999. Akta Pendirian Koperasi Jasa Keuangan Syariah “Baitul Mal Wattamwil Cita Sejahtera” (BMT Cita Sejahtera). Tangerang, 2007. Chapra, M. Umer. Islam dan Tantangan Ekonomi, Islamisasi Ekonomi Kontemporer. Surabaya: Risalah Gusti, 1999. -------. Islam dan Tantangan Ekonomi, (terj) Ikhwan Abidin dari Judul Asli Islam and Economic Challenge. Jakarta: Gema Insani Press, 2000. Djazuli, A dan Janwari, Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat (Sebuah Pengenalan. Jakarta: Raja Grafindo, 2002. Dimyati, Ahmad. Islam dan Koperasi: Telaah Peran Serta Umat Islam dalam Pengembangan Koperasi. Jakarta: Koperasi Jasa Informasi, 1989. Effendi, Rustam. Produksi Dalam Islam. Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2003. Kartasapoetra, G. Praktek Pengelolaan Koperasi, cet.II, Jakarta: Rineka Cipta, 1991. Kamal, Mustafa. Wawasan Islam dan Ekonomi: Sebuah Bunga Rampai. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, 1997. Lubis, Ibrahim. Ekonomi Islam: Suatu Pengantar. Jakarta: Kalam Mulia, 1994. Madjid, Baihaqi Abdul dan Rasyid, Saifudin A. Paradigma Baru Ekonomi Kerakyatan Sistem Syariah Perjalanan Gagasan dan Gerakan BMT di Indonesia. Jakarta: PINBUK, 2000.
Miles, Matthew B dan Huberman, A. Michael. Analisa Data Kualitatif: Buku Tentang Sumber Metode-Metode Baru. Jakarta: UI Press, 1992. Muhammad. Lembaga Ekonomi Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007. Manan, Muhammad Abdul, Ekonomi Islam: Teori dan Praktek, Penerjemah Potan Arif Harahap. Jakarta: Internusa, 1992. -------. Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Penerjemah M. Nastangin. Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Prima Yasa, 1997. Naqvi, Syed Nawab Haidar. Etika dan Ilmu Ekonomi: Sebuah Sintesa Islam. Penerjemah Husin Amis. Bandung: Mizan, 1985. Poli, Carla. dkk. Pengantar Ilmu Ekonomi I. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1992. Perwataatmadja, Karnaen dan Antonio, M. Syafi’i. Apa dan Bagaimana Bank Islam. Yogyakarta: PT Dana Bhakti Prima Yasa, 1992. Qardhawi, Yusuf. Norma dan Etika Ekonomi Islam, cet.II. Jakarta: Gema Insani Press, 1997. -------. Bai’ al-murabahah li al-amr bi’ al-syarra’I kama Tajriyah al-Masyarif alIslamiyah. Kairo: Maktabah Wahbah, 1995. Raharjo, M. Daman. Islam dan Transformasi Sosial Ekonomi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999. Ridwan, Muhammad. Manajemen Baitul Maal Wa Tamwil (BMT). Yogyakarta: UII Press, 2004. Ridwan, Ahmad Hasan. BMT dan Bank Islam Instrumen Lembaga Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004. Sjahdeni, Sutan Remy. Perbankan Islam dan Kedudukannya Dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia. Jakarta: PT. Pustaka Utama, 1999. Saefuddin, A.M. Ekonomi dan Masyarakat dalam Perspektif Islam. Jakarta: Rajawali Press, 1987. -------. Islam untuk Disiplin Ilmu Ekonomi. Jakarta: CV. Wirabuana, 1986.
Sulaiman bin al-Asy’ats al-Syistani, Abu Daud. Sunan Abu Daud. Beirut: Dar al-Fikr, 1994. Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002. Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: LP. Fakultas Ekonomi UI, 2001. Sarkaniputra, Murasa. Pengantar Ekonomi Islam; Bahan kuliah pada Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta: 1999. Sarkaniputra, Murasa dan Krisriawan, Agus. Ilmu Ekonomi (Pengantar Ekonomi Moneter: Suatu Awalan), Bahan Pengajaran Ekonomi Perbankan dan Asuransi Islam. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2000. Sudarsono, Heri. Konsep Ekonomi Islam, Suatu Pengantar, cet.III. Yogyakarta: Ekonisia, 2004. Saladin, Djaslim. Konsep Dasar Ekonomi dan Lembaga Keuangan Islam. Bandung: Linda Karya, t.th. Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia. Bank Syari’ah: Konsep, Produk dan Implementasi Operasional, cet.II. Jakarta: Djambatan, 2003. Tim Penyusun. Prinsip Syariah Dalam Ekonomi. Jakarta: MES, 2001. Tim Penulis Fakultas Syariah dan Hukum. Pedoman Penulisan Skripsi. Jakarta: Fakultas Syariah dan Hukum, 2007. Widodo, Hendarto, Ak. Panduan Praktis Operasional BMT. Bandung: Mizan, 1999.