Topik Utama UPAYA PERCEPATAN PROGRAM KONVERSI BBM KE BBG UNTUK KENDARAAN BERMOTOR DI INDONESIA Taryono Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi “LEMIGAS”
[email protected]
SARI Kunci keberhasilan konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor adalah jika pengguna dan pemangku kepentingan mendapatkan kenyamanan, keamanan, kemudahan dan keuntungan dibandingkan menggunakan BBM. Dukungan yang konsisten dan berkesinambungan kebijakan pemerintahmulai dari tingkat pusat sampai daerah sangat penting. Faktor yang menentukan keberhasian konversi BBM ke BBG diantaranya adalah ketersediaan dan kemudahan akses terhadap infrastruktur SPBG, jaminan pasokan gas, strukur harga gas yang lebih kompetitif, kemudahan dalam mendapatkan konverter kit, adanya jaminan keselamatan dan kenyamanan serta dukungan bengkel dan sumber daya manusia dalam penerapan teknologi konversi pada kendaraan. Kata kunci : CNG, infrastruktur, konversi, percepatan
1. PENDAHULUAN Sektor transportasi merupakan konsumen terbesar bahan bakar minyak nasional yaitu mencapai sekitar 89 % dimana sekitar 60 % diantaranya adalah jenis premium, 33 % jenis solar. Berdasarkan data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), populasi kendaraan bermotor khusunya mobil di Indonesia pada 11,5 tahun belakangan ini melonjak lebih dari dua kali lipat. Jika pada tahun 2000 populasi mobil hanya sekitar 5,04 juta unit, maka pada bulan Mei 2012 sudah mencapai sekitar 10,97 juta unit atau melonjak sekitar 117,7 persen. Dari jumlah kendaraan tersebut, sebagian besar berada di Jawa dan Bali. Pertumbuhan kendaraan ini, di satu sisi mampu menggairahkan pekonomian dan kesejahteraan masyarakat, namun di sisi lain akan menimbulkan masalah penyediaan bahan bakar dan peningkatan pencemaran udara.
Meskipun upaya diversifikasi BBM ke gas sudah dimulai sejak tahun 1987, namun hasilnya masih jauh dari harapan. Berdasarkan data dari NGVA Europe and GVR (status tahun 2011), populasi kendaraan berbahan bakar di Indonesia masih sangat kecil dibandingkan dengan negara lain yaitu sekitar 0,03 %. Oleh sebab itu dituntut untuk segera lebih menggalakkan kembali pemanfaatan gas untuk sektor transportasi. Disamping relatif lebih murah dibandingkan harga premium untuk setiap liter setara premium (lsp), CNG juga akan dapat mengurangi pencemaran udara di Jakarta dan kota besar lainnya yang sudah mencapai level mengkawatirkan. Faktor pengerak lain urgensi upaya percepatan diversifikasi BBM ke gas adalah harga minyak dunia yang cenderung naik dan sangat volatil, cadangan serta produksi minyak Indonesia yang terus menurun sementara impor minyak mentah
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
37
Topik Utama dan BBM terus meningkat. Di sisi lain cadangan dan produksi gas Indonesia relatif cukup besar dan masih bisa ditingkatkan (Gambar 1).
ditunjukkan pada Gambar 3. Peningkatan kebutuhan energi dunia dan geopolitik merupakan faktor pemicu volatilitas dan kenaikan harga minyak dunia.
Berdasarkan analisis dari IGU (International Gas Union) dan IEA, harga crude oil dunia akan terus cenderung naik seperti ditunjukan pada Gambar 2. Disisi lain menurut IEA, proyeksi harga gas di masa datang relatif stabil dibanding dengan harga minyak khususnya diesel seperti
Penurunan produksi minyak menyebabkan Indonesia tidak dapat memenuhi kebutuhan minyak dalam negeri yang cenderung naik tiap tahunnya, sehingga impor terpaksa dilakukan.
Gamber 1. Cadangan minyak dan gas bumi Indonesia
Gambar 2. Grafik skenario perkembangan harga crude oil tahun 2010 - 2030
38
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama
Gambar 3. Harga minyak diesel dan gas dunia menurut IEA
Berdasarkan data Ditjen Migas, dari tahun 2006 sampai dengan 2011, konsumsi bahan bakar bersubsidi jenis premium naik sekitar 8 %, sementara untuk bahan bakar jenis solar sekitar 5 % setiap tahunnya. Hal ini menyebabkan meningkatnya subsidi bahan bakar minyak terus meningkat. Upaya menekan konsumsi bahan bakar bersubsidi terus diupayakan, namun semua upaya tersebut masih banyak mengalami hambatan. Untuk jangka panjang, penggunaan gas sebagai bahan bakar pada sektor transportasi dipandang jauh lebih efektif dalam menekan konsumsi bahan bakar bersubsidi dibandingan upaya pembatasan dengan menggunakan perangkat teknologi perangkat keras seperti Radio Frequency Identification Device (RFID). Akan tetapi untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan peran serta seluruh komponen masyarakat, pemangku kepentingan termasuk pemerintah dalam menyiapakan rangkaian kebijakan dan infrastruktur yang diperlukan.
2. PERKEMBANGAN KENDARAAN BBG DI INDONESIA Kebijakan konservasi energi di Indonesia khususnya di bidang transportasi sudah dimulai sejak tahun 1986, dimana BAKOREN mencanangkan penggunaan gas sebagai bahan bakar alternatif untuk sektor transportasi pengganti premium dan solar. Program ini mulai diimplementasikan pada tahun 1987 melalui Pilot Project terhadap sekitar 300 armada taksi dan mikrolet di DKI Jakarta. Jumlah pengguna gas untuk kendaraan terus meningkat dan puncak keberhasilan program ini terjadi pada tahun 2000, dimana tercatat 6.633 kendaraan kecil telah menggunakan gas. Akan tetapi sejalan dengan timbulnya berbagai permasalahan, jumlah kendaraan CNG terus merosot seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Dari gambar tersebut tampak bahwa konversi BBM ke BBG masih didominasi oleh kendaraan kecil, sedangkan kendaraan besar masih belum banyak yang beralih ke BBG.
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
39
Topik Utama 6,633
7,000
Jumlah Kendaraan
6,000
4,891 4,994
4993
4,660
4,503
5,000 3,889
4,000
3,000 2,565
3,000 2,000 1,000
2,396 2,510 2,510
2,500
2,000 1,017 300
300
500
1,500
1,279
551 40
40
40
25
18
5
500 1
500
500 37
183
329
433
433
0 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2009 2010 2011
Tahun Kendaraan Kecil
Bus PPD
Busway
Gambar 4. Grafik perkembangan kendaraan berbaha bakar gas di Indonesia Pada saat ini konversi BBM ke BBG untuk kendaraan baru dilaksanakan di 4 (empat) kota di Indonesia yaitu Jakarta, Bogor, Surabaya dan Palembang. Namun demikian dalam kenyataannya pelaksanaan konversi di kota tersebut masih belum berjalan secara mulus. Dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang ada di Indonesia khususnya di lima kota tersebut, tampaknya kebijakan pemerintah tentang konversi BBM ke gas masih jauh dari harapan. Dari hasil penelitian berbagai pihak, secara umum, kurang berhasilnya program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor adalah adanya berbagai permasalahan yang dihadapi diantaranya adalah : – Terbatasnya ketersediaan dan kehandalan SPBG serta jaminan pasokan gas yang disebabkan terbatasnya jangkauan jaringan pipa gas. Jumlah SPBG yang beroperasi hanya 13 unit. Jaringan pipa hanya ada dibeberapa kota dan wilayah tertentu saja; – Rendahnya mutu gas sehingga perlu investasi tambahan di SPBG. Kandungan impuritis dalam gas (air, CO2, H2S) masih cukup tinggi; – Masih mahalnya conversion kit. Harga satu unit conversion kit sekitar 10 - 12 juta rupiah; – Struktur harga jual gas lebih rendah dari
40
–
–
–
–
harga ekonomisnya. Margin pengelola SPBG relatif kecil; Keterbatasan bengkel, suku cadang dan personil bersertifikat khusus kendaraan CNG dan LGV. Jumlah bengkel hanya empat yang beroperasi; Masih kurangnya jaminan keselamatan dan kenyamanan dengan seringnya terjadi insiden ledakan pada kendaraan berbahan bakar gas. Terjadi beberapa insiden ledakan pada kendaraan berbahan bakar gas. Penempatan tabung bertekanan tinggi (200 bar) dianggap mengurangi kenyamanan Adanya kendala teknis pada kendaraan. Penurunan daya yaitu sekitar 10 - 20 % dibandingkan bahan bakar premium dan terkadang mesin susah dihidupkan; Masih kurangnya konsistensi implementasi kebijakan dan program pemerintah khususnya tentang konversi BBM ke BBG.
Faktor tersebut menyebabkan efek ganda yang berimplikasi negatif. Kurang baiknya persepsi dan rendahnya ketertarikan masyarakat dalam menggunakan BBG menyebabkan redahnya jumlah kendaraan BBG yang berimbas pada rendahnya minat investor dalam membangun SPBG baru, malahan ada beberapa SPBG yang tidak beroperasi lagi.
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama 3. BELAJAR DARI KESUKSESAN NEGARA LAIN Perkembangan kendaraan BBG di dunia terus meningkat cukup pesat dengan rata-rata penambahan 24 % per tahun.Pada tahun 2010 total kendaraan berbahan bakar gas di dunia ada sekitar 12,5 juta dengan jumlah SPBG sekitar 18.202 unit yang tersebar di beberapa negara. Pada tahun 2011 jumlah tersebut meningkat menjadi 14,5 juta kendaraan dan jumlah SPBG 20,519 unit. Negara di kawasan Asia seperti Pakistan, Iran dan India serta Amerika Selatan seperti Argentina dan Brazil merupakan negara dengan jumlah kendaraan BBG yang paling besar. (Gambar 1) Kunci keberhasilan program konversi ke gas untuk kendaraan bermotor di beberapa negara
di dunia adalah adanya program dan dukungan kebijakan awal yang kuat dari pemerintah sepert subsidi pengadaan conversion kit, kebijakan prioritas alokasi penggunaan gas untuk domestik, pembebasan pajak impor peralatan bahan bakar gas, deregulasi struktur harga gas, insentif untuk investor SPBG dan lain sebagainya. Hal ini mampu merangsang peran serta masyarakat dan pemangku kepentingan untuk ikut terlibat dalam mengembangkan program penggunaan gas untuk kendaraan bermotor baik pemakai maupun investor penyedia gas dan infrastruktur lainnya. Di samping itu, kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kualitas udara dan lingkungan hidup juga cukup tinggi. Program konversi tidak hanya pada kendaraan kecil (light vehicle) berbahan bakar premium saja akan tetapi juga dilakukan terhadap kendaraan sedang (medium duty) dan besar seperti bus dan truk (heavy duty).
Tabel 1. Perbandingan jumlah dan jenis kendaraan BBG serta jumlah SPBG beberapa negara di dunia Jumlah Kendaraan CNG Negara
Argentina Australia Bangladesh Brazil China India Indonesia Iran Italia Jepang Korea Malaysia Myanmar Pakistan Russia Singapura Thailand USA
LD Vehicles
MD+HD Bus
MD+HD Truk
Lainya
Total
2,044,115 100 168,412 1,702,789 370,000 1,069,380 4,850 2,853,334 775,590 15,833 3,049 48,400 8,178 2,670,000 55,002 5,530 219,423 96,500
0 1,700 3,233 1 150,000 23,376 400 6,036 2,300 1,511 26,412 486 18,290 667 12,900 37 14,175 13,000
16 950 8,355 0 30,000 715 20 16 1,200 21,737 972 60 4 0 18,060 0 32,378 2,500
0 750 20,000 0 50,000 6,905 250 0 0 1,742 10 0 0 180,000 50 0 1,722 0
2,044,131 3,500 200,000 1,702,790 600,000 1,100,376 5,520 2,859,386 779,090 40,823 30,443 48,946 26,472 2,850,667 86,012 5,567 267,698 112,000
% Kendaraan CNG 15.97% 0.02% 61.33% 4.85% 0.55% 2.59% 0.03% 23.47% 1.91% 0.05% 0.19% 0.51% 7.08% 81.52% 0.24% 0.58% 2.25% 0.05%
Jumlah SPBG 1,890 51 600 1,729 2,500 724 14 1,820 858 333 190 167 51 3,300 245 4 444 975
Keterangan : LD (Light Duty), MD (Medium Duty), HD (Heavy Duty) (Sumber:: NGVA Europe and GVR – 2011)
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
41
Topik Utama 4. KEBIJAKAN PEMERINTAH TERKAIT DIVERSIFIKASI BBM KE GAS Untuk lebih memacu penggunaan gas sebagai bahan bakar pengganti BBM pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan tentang substitusi BBM mulai dari yang bersifat umum sampai teknis. Kebijakan terbaru yaitu UU No. 22 tahun 2011 tentang APBN 2012 mengamanatkan pengendalian konsumsi BBM bersubsidi yang antara lain melalui peningkatan pemanfaatan energi alternatif seperti Bahan Bakar Nabati (BBN) dan Bahan Bakar Gas (BBG). Pada awalnya pelaksanaan konversi BBM ke BBG pada tahun 2012 akan dilakukan di beberapa kota Jawa dan Bali, di mana untuk kotakota di pulau Jawa menggunakan CNG dan LPG, sedangkan untuk di pulau Bali hanya LPG saja. Akan tetapi pada saat ini pelaksanaan konversi hanya difokuskan di pulau Jawa yaitu Jabodetabek, Banten dan Surabaya dan hanya untuk CNG sesuai amanat Perpres No 64 tahun 2012. Konversi hanya untuk kendaraan berbahan bakar premium dengan skema seperti ditunjukan pada Gambar 5.
Untuk mempercepat pelaksanaan konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor transportasi jalan, untuk tahun 2012 pemerintah telah menyiapkan beberapa intrastruktur dan fasilitas lainnya yang diperlukan seperti pada Tabel 2. Dalam upaya lebih mempercepat pelaksanaan implementasi konversi BBM ke BBG, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 64 tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan. 5. UPAYA PERCEPATAN KONVERSI BBM KE BBG Program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor di Indonesia yang direncanakan oleh pemerintah dilakukan dengan cara mengkonvesikan kendaraan berbahan bakar minyak untuk dapat dioperasikan ke bahan bakar gas. Secara psikologis, upaya ini nampaknya tidak akan mudah dilaksanakan oleh karena harus merubah kebiasaan dan paradigma lama dari menggunakan bahan bakar minyak yang mudah didapatkan ke bahan bakar
Gambar 5. Skema ideal penggunaan bahan bakar transportasi jalan
42
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama Tabel 2. Rencana pengembangan infrastruktur untuk percepatan konversi BBM ke BBG kendaraan bermotor
Infrastruktur
Jumlah
1. Alokasi Gas
35,5 MMSCFD
2. SPBG
33 unit
3. Konverter Kit
6 unit 14.000 unit
4. Bengkel
14
Keterangan Untuk wilayah Jabodetabek, Surabaya, Gresik dan Sidoarjo, Palembang Pembangunan SPBG Baru di Jabodetabek dan Jawa Timur RevitalisasiSPBG yag sudah ada Untuk DKI Jakarta, Jawa Barat, Banten dan Jawa Timur Penambahan bengkelbaru
Sumber : Ditjen Migas KESDM
gas yang masih relatif baru dengan dukungan infrstruktur yang masih kurang serta masih diperlukan biaya tambahan untuk peralatan konversi. Tidak seperti di luar negeri, perpindahan bahan bakar minyak ke gas di Indonesia lebih dilihat dari faktor keuntungan dan kemudahan dari pada kepedulian terhadap peningkatan kualitas lingkungan hidup dan permasalahan besarnya biaya subsidi BBM yang harus disediakan oleh pemerintah. Upaya percepatan program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor bisa dilakukan dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah yang lebih tegas, konsisten dan berkesinambungan mulai dari tingkat pusat sampai daerah yang peran serta seluruh komponen masyarakat, pemangku kepentingan, lembaga litbang serta praktisi. Beberapa faktor penentu keberhasilan program tersebut diantaranya adalah penyediaan dan kemudahan akses terhadap infrastruktur terutama SPBG, jaminan ketersediaan gas, strukur harga gas yang lebih kompetitif, jaminan keselamatan dan kenyamanan serta dukungan bengkel dan sumber daya manusia dalam penerapan teknologi konversi pada kendaraan.
Konsistensi Implementasi Kebijakan Pemerintah Sejak dimulainya penggunaan gas untuk kendaraan bermotor pada tahun 1987 sampai saat ini, sebenarnya telah banyak kebijakan pemerintah yang dikeluarkan untuk memacu program ini baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah contohnya, mulai tahun 2007 - 2011, Kementerian Perhubungan telah membagikan konverter kit gratis sebanyak 5.093 unit untuk kendaraan angkutan umum di berbagai kota di Indonesia. Akan tetapi oleh karena kurang bahkan tidak adanya pasokan gas serta terbatasnya SPBG, program ini tidak berjalan sebagaimana mestinya. Dikeluarkannya Permen ESDM No. 19 tahun 2010 yang mengatur alokasi pasokan gas untuk kendaraan bermotor, tidak dapat mengatasi masalah tersebut karena sumber pasokan gas dari produsen gas umumnya sudah terikatnya kontrak jangka panjang dengan pembeli gas. SPBG sebagai penjual CNG banyak yang gulung tikar karena rendahnya volume penjualan dan margin yang relatif kecil.
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
43
Topik Utama
Gamber 6. Faktor kunci keberhasilan konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor Di tingkat daerah, pada tahun 2005 Pemerintah DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 yang mewajibkan angkutan umum dan kendaraan operasional Pemerintah Daerah menggunakan BBG sebagai upaya pengendalian emisi gas buang kendaraan bermotor. Selanjutnya diperkuat dengan Keputusan Gubernur Nomor 141 tahun 2007 tentang Penggunaan Bahan Bakar Gas Untuk Angkutan Umum dan Kendaraan Operasional Pemerintah Daerah. Akan tetapi kebijakan ini tidak dilaksanakan secara kosisten sehingga banyak angkutan umum yang telah terkonversi ke gas kembali lagi ke BBM. Begitu juga, hampir tidak ada kendaraan operasional Pemda yang menggunakan BBG. Belajar dari kondisi tersebut di atas maka perlu adanya peningkatan koordinasi antara instansi terkait yang bertangung jawab dalam berbagai aspek kegiatan berkenaan dengan diversifikasi BBM ke BBG dan konsistensi serta kesinam-
44
bungan dalam implementasi setiap kebijakan serta dilengkapi dengan sangsi bagi pelanggarnya. Disamping konsistensi implemetasi kebijakan tersebut di atas, beberapa usulan untuk percepatan program konversi BBM ke BBG berkenaan dengan kebijakan umum dari pemerintah, diantaranya adalah: a. Program konversi untuk angkutan umum khususnya di wilayah yang pasokan gas (CNG) dan infrastruktur pendukungnya tersedia atau yang masuk dalam program pengembangan sebaiknya bersifat wajib (mandatory) baik untuk angkutan yang sudah ada maupun baru (peremajaan dan penambahan armada serta pengajuan trayek baru); b. Untuk kendaraan angkutan umum dalam program peremajaan dan penambahan armada serta pengajuan trayek baru diupayakan untuk menggunakan sistem full
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama dedicated (hanya menggunakan bahan bakar gas) seperti yang telah diterapkan pada armada busway; c. Program diversifikasi BBM ke BBG sebaiknya tidak hanya untuk kendaraan bus kecil berbahan bakar premium saja, akan tetapi perlu juga segera diterapkan untuk angkutan umum bus sedang dan bus besar (bus kota dll) serta truk pengangkut sampah dan kendaraan logistik dengan rute yang terjangkau oleh ketersediaan infrastruktur SPBG; d. Dimasa datang, juga perlu dipertimbangkan untuk menggunakan LNG sebagai alternatif BBG kendaraan bermotor selain CNG dan LPG; e. Percepatan implementasi konversi untuk kendaraan dinas kantor pemerintahan dan BUMN khususnya untuk wilayah yang pasokan gas (CNG) dan infrastruktur pendukungnya tersedia atau yang masuk
f.
dalam program pengembangan sebagai percontohan; Perlu penyiapan perangkat regulasi dan pengetatan pengawasan implementasinya untuk menjamin kemanan dan kenyamanan pengguna gas;
Alokasi Pasokan, Struktur Harga dan Kualitas Gas Ketersediaan pasokandan kualitas gas yang dipasok ke SPBG serta struktur harga merupakan faktor penentu keberhasilan program konversi BBM ke BBG. Untuk memenuhi kebutuhan gas, pemerintah telah menetapkan alokasi pasokan gas untuk transportasi jalan seperti terlihat pada Tabel 3. Untuk mengetahui kebutuhan CNG bagi kendaraan umum jenis bus kecil dan Taksi serta Busway (khusus Jakarta) telah dilakukan
Tabel 3. Alokasi pasokan gas bumi untuk sektor transportasi jalan tahun 2012 - 2014 Lokasi
Jabodetabek
Volume CNG (MMSCFD) 2013 2014 2012 (*) 10,10
Produsen Gas
Pertamina EP
Medco E&P Indonesia
2,00
PT PHE ONWJ
4,00
Perusahaan Gas Negara
5,00
JOB Talisman Merang
2,00
Jambi-
Total Surabaya, Gresik dan Sidoarjo
PHE WMO
Santos (Madura Offshore) Pty Ltd. Total
Palembang
Pertamina EP
Sarana Pembangunan PalembangJaya Total
Total Keseluruhan
23,10 5,20 5,00 10,20 1,35
42,30
82,00
2,20 44,50
2,20 84,20
0,85 2,20 35,50
Sumber : Ditjen Migas KESDM
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
45
Topik Utama perhitungan secara kasar bedasarkan data yang ada. Hasil perhitungan seperti pada Tabel 4. Dari data pada Tabel 3 dan Tabel 4, untuk wilayah Jabodetabek alokasi pasokan gas pada tahun 2012 untuk keperluan sekitar 16.100 angkutan umum bus kecil dan taksi yang saat ini telah terkonversi ke BBG maupun tambahan dari program percepatan tahun 2012 melalui pembagian konverter gratis sebanyak 12.100 unit termasuk untuk busway, masih bisa mencukupi, bahkan ada surplus sekitar 4,87 MMSCFD. Jumlah ini bisa digunakan untuk konversi kendaraan dinas pemerintah dan BUMN. Begitu juga untuk wilayah Jawa Timur (Surabaya, Gresik dan Sidoajo) ada surplus 7,54. Besarnya jumlah surplus pasokan gas ini bisa digunakan untuk kendaraan angkutan umum bus sedang, bus besar dan truk. Untuk tahun 2014, dengan asumsi seperti pada Tabel 4 dan alokasi gas untuk Jawa Timur tetap seperti tahun 2012 yaitu 10.20 MMSCFD, maka
kebutuhan CNG untuk seluruh angkutan umum bus kecil dan taksi di Jabodetabek yang berjumlah sekitar 69,200 unit dan busway masih bisa terpenuhi bahkan ada surplus sekitar 8,6 MMSCFD. Namun jika seluruh angkutan umum yang ada di Jakarta termasuk bus sedang dan bus besar non busway akan dikonversi ke BBG, perlu ada tambahan pasokan sekitar 11,3 MMSCFD. Jumlah kebutuhan ini akan ini akan meningkat jika konversi mencakup bus sedang dan bus besar daerah Bodetabek, kendaraan truk pengangkut sampah dan kendaraan dinas Pemerintah Daerah. Bercermin dari kondisi sebelumnya, dimana pasokan gas tidak mudah direalisasikan sesuai Permen ESDM No.19/2010, maka untuk menjamin ketersediaan gas sesuai kebutuhannya, diperlukan ketegasan dan konsistensi implementasi kebijakan dari pemerintah agar produsen gas dapat melaksanakan komitmen alokasi pasokan gas yang telah ditetapkan.
Tabel 4. Perhitungan perkiraan kebutuhan CNG untuk Jabodetabek dan Jawa Timur guna memenuhi kebutuhan angkutan umum jenis bus kecil dan taksi serta busway Deskripsi Kebutuhan CNG Saat ini
Jabodetabek
Jawa Timur
7.98
1.05
Kebutuhan CNG Program Percepatan 2012
10.25
1.61
Total Kebutuhan CNG 2012
18.23
2.66
Alokasi Gas 2012
23.1
10.20
Defisit/Surplus 2012
4.87
7.54
63.17(1)
3.99(2)
Kebutuhan Total CNG 2014 Alokasi Gas Jabodetabek dan Jawa Timur 2014 Defisit/Surplus 2014
82 14.84
Keterangan : (1) Asumsi seluruh angkkutan kota jenis bus kecil dan taksi seluruhnya terkonversi pada tahun 2014 (2) Asumsi ada penambahan 50 % angkutan kota beralaih ke gas pada tahun 2014 Asumsi kebutuhan CNG untuk bus kecil dan taksi : 24 lsp/hari dan Busway : 250 lsp/hari
46
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan gas tahun 2014 dengan asumsi seperti diuraikan di atas dimana ada kekurangan, maka untuk menjamin ketersediaan pasokan gas diperlukan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi gas bagi kepentingan dalam negeri dan menambah porsi untuk sektor transportasi tanpa mengorbankan sektor pengguna lainnya. Meskipun tidak mudah dan memerlukan biaya cukup besar, salah satu langkah yang mungkin bisa dilakukan adalah dengan mengurangi porsi eksport LNG dan mendistribusikan ke wilayah yang menjadi target diversifikasi dengan membangun receiving terminal dan unit regasifikasi. Berkenaan dengan struktur harga baik ditingkat penjual di SPBG dan produsen gas, struktur harga saat ini masih kurang kompetitif. Keputusan Menteri ESDM No. 2932 K/12/MEM/ 2010 tentang harga jual bahan bakar gas yang digunakan untuk transportasi di Wilayah Jakarta telah menetapkan harga gas hanya untuk wilayah Jakarta termasuk Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi sebesar Rp.3.100/lsp, namun harga ini tidak bisa diberlakukan di kota lain seperti kota Palembang dan Surabaya. Di samping itu, harga ini akan menjadi lebih mahal jika SPBG menggunakan sistem Mother Daugther karena ada tambahan biaya transportasi dan kompresi. Harga ini juga kurang merangsang produsen gas untuk menjual gas ke SPBG karena marginnya relatif kecil karena masih di bawah harga keekonomiannya.
Dari perhitungan, harga keekonomian yang diharapkan oleh produsen dan distributor adalah sekitar Rp. 4,100 /lsp. Namun demikian tingginya harga ini akan menyebabkan perbedaan harga CNG dengan BBM jenis premium menjadi tidak kompetitif, sehingga kurang menarik minat pengelola angkutan umum untuk beralih ke gas karena keuntungan yang didapat dari penghematan bahan bakar menjadi berkurang. Agar produsen gas dan pengelola SPBG mendapat margin yang memadai dan minat pengelola angkutan umum beralih ke BBG meningkat, maka solusinya adalah menyesuaikan harga premium ke level lebih tinggi mendekati harga keekonomian, misalnya Rp. 6.000/lt seperti pernah diusulkan oleh pemerintah beberapa waktu lalu sehingga disparitas harga kedua bahan bakar tersebut menjadi cukup signifikan. Alternatif lain adalah pemberian subsidi CNG sebesar Rp.1.000/lsp atau tetap Rp. 3.100/lsp di tingkat konsumen tanpa menaikan harga premium. Kebijakan ini banyak diterapkan di beberapa negara yang telah berhasil mengembangkan kendaraan berbahan bakar gas seperti di Pakistan, Thailand, Iran, Banglades, India dan lain sebagainya. Gambar 7 menunjukan contoh hasil perhitungan perbandingan penghematan biaya bahan bakar premium dan CNG dengan dua variasi harga dengan asumsi jarak tempuh/hari 180 km dan konsumsi premium 14 km/liter serta CNG 11 km/ lsp.
1.749.740 Penghematan Biaya Bahan Bakar/bulan, (Rp.)
1.364.026 1.013.377 Harga CNG Rp. 3100/lsp
627.662
Harga CNG Rp. 4100/lsp
Harga Premium Rp. 4500/liter
Harga Premium Rp. 6000/liter Harga Premium/liter
Gambar 7. Hasil perhitungan perbandingan penghematan biaya bahan bakar premium dan CNG pada dua variasi harga
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
47
Topik Utama Mutu gas yang dipasok ke SPBG saat ini tidak konsisten, sering berada di luar batasan yang telah ditetapkan. Produsen gas memasok gas seperti apa adanya sehingga pengelola SPBG harus mengeluarkan biaya tambahan untuk unit pengering. Dengan alasan keekonomian, tidak jarang pengelola SPBG tidak melalukan proses pengeringan secara sempurna sehingga gas yang dijual masih berada diluar spesifikasi yang ditentukan. Hal ini menyebabkan permasalahan pada kendaraan terutama mempercepat kerusakan tabung yang dapat berimpliasi terjadinya insiden ledakan pada kendaraan berbahan bakar gas. Untuk mengatasi masalah ini sebenarnya bisa dilakukan dengan memasang unit pengering dan unit pembersih impuritis di SPBG. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan tingginya biaya investasi dan operasional pengelola SPBG. Untuk menhindari hal ini sebaiknya gas yang dipasok ke SPBG sudah dalam kondisi kering sesuai standar yang ditetapkan. Untuk itu proses treatmen gas dilakukan oleh pihak produsen gas sebelum dialirkan ke jaringan pipa. Disamping itu monitoring kualitas gas harus dilaksanakan dan diawasi secara ketat oleh instansi terkait.
Pengembangan SPBG Selain pasokan gas, ketersediaan SPBG merupakan faktor yang sangat penting untuk keberhasilan program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor. Dari data yang ada menunjukan bahwa keberhasilan penggunaan gas untuk kendaraan bermotor di beberapa negara di dunia selalu diimbangi oleh ketersediaan dan kehandalan SPBG seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Kemudahan mendapatkan BBG sebagimana mendapatkan BBM seperti sekarang ini akan meningkatkan minat masyarakat beralih ke gas. Namun demikian, kondisi saat ini menunjukkan bahwa jumlah SPBG sangat tidak seimbang dengan jumlah kendaraan yang ada. Disamping itu penyebarannya masih tidak merata. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah pada tahun 2012 merencanakan pembangunan 33 unit SPBG baru yang tersebar di wilayah Jabodetabek dan Cilegon serta Jawa Timur dan merevitalisasi 6 unit SPBG yang sudah ada. Rincian rencana tersebut seperti ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rencana pembangunan SPBG CNG di Jabodetabek dan Jawa Timur tahun 2012
Lokasi 1. DKI Jakarta
SPBG Existing
SPBG Revitalisasi
12
6
Mother Station
Rencana Pembangunan SPBG baru Daughter On-Line MRS Station 5
Jumlah
1
4
5
15
1
2
1
4
3
3
1
4
Cibinong/Depok
2
2
Bekasi
1
1
2. BANTEN Tangerang Cilegon/Merak 3. JAWA BARAT Bogor
1
2
4. JAWA TIMUR Gresik Surabaya Total
1 1 13
1 1
6
2
3
33
Keterangan : MRS - Mobile Refueling System (Sumber : Ditjen Migas KESDM)
48
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama Agar dapat lebih menjangkau pengguna BBG terutama untuk angkutan umum, SPBG sebaiknya ditempatkan di lokasi sekitar jalur angkutan umum, terminal atau pool/pangkalan angkutan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan penyebaran angkutan umum dan pengguna CNG lainnya untuk menentukan lokasi SPBG yang tepat dan mudah dijangkau konsumen. Proses perizinan juga perlu lebih dipermudah tanpa mengurangi unsur keselamatan operasional nantinya. Alternatif jenis SPBG yang digunakan diusulkan sebagai berikut: a. Untuk lokasi yang bisa terjangkau jaringan pipa gas, bisa dibanguan SPBG Online terutama untuk daerah yang kebutuhan CNG nya cukup tinggi. Investasi SPBG jenis ini relatif lebih murah dibanding Mother Daughter station. Untuk itu perlu dilakukan perluasan jaringan pipa. Seperti di Korea Selatan, gas untuk 187 SPBG dipasok langsung dari jaringan pipa; b. Untuk daerah yang jauh dari jaringan pipa, menggunakan SPBG Mother Daughter station dengan kriteria sebagai berikut: – Penempatan Mother station sebaiknya di lokasi yang tidak terlalu jauh dari Daughter station agar mengurangi waktu tempuh pengisian dan dapat mengurangi biaya operasional; – Untuk wilayah yang membutuhkan kapasitas CNG cukup besar dan tersedia lahan yang memadai, sebaiknya menggunakan SPBG Daughter model Permanen (CNG Cascade Station); – Untuk wilayah yang kebutuhan BBG saat ini masih relatf kecil, namun ada potensi peningkatan kebutuhan BBG di masa datang serta tersedia lahan yang memadai sebaiknya menggunakan SPBG Permanen agar bisa mencapai nilai keekonomian; – Untuk wilayah yang kebutuhan CNG tidak terlalu besar dan tidak tersedia lahan yang memadai, sebaiknya menggunakan SPBG Daughter Portable (Moveable
Refueling Station - MRS) yaitu model unit SPBG yang menggunakan suatu modular, yang terdiri dari beberapa tabung dalam setiap modul dan dilengkapi dengan kompresor, dispenser dan generator yang terletak dalam satu kontainer. – Untuk jalur yang membutuhkan CNG cukup tinggi namun lahan yang ada tidak memungkinkan untuk membangun SPBG Daughter model Permanen yang sesuai kebutuhan, pada jalur tersebut bisa menggunakan gabungan SPBG Daughter model Permanen dan SPBG Daughter Portable sebagai pendukung. c. Untuk dapat meningkatkan implementasi konversi BBM ke BBG, perlu mendorong pembangunan SPBG untuk setiap perusahaan pengelola angkutan umum khususnya taksi dan angkutan umum lainnya yang mempunyai armada cukup banyak. Dari beberapa opsi yang mungkin bisa diterapkan, untuk jangka pendek pengembangan SPBG Daugther yang sedang dilakukan pemerintah saat ini sebaiknya menggunakan mekanisme Penyertaan Modal Pemerintah (PMP) dengan alternatif sumber pembiayaan dari APBN atau melibatkan lebih banyak BUMN. Untuk jangka menengah dan panjang sebaiknya melibatkan investor dengan memberikan insentif atau berupa kebijakan fiskal, keringanan pajak dan lain sebagainya. Pola ini cukup efektif dan telah banyak diterapkan di beberapa Negara yang sudah berhasil mengembangkan penggunaan gas untuk sektor transportasi.
Penyediaan Konverter Kit Program diversifikasi BBM ke gas di Indonesia dan juga di sebagian besar negara di dunia menggunakan sistem bifuel untuk kendaraan berbahan bakar premium dan sistem dual-fuel untuk kendaraan berbahan bakar solar. Proses ini memerlukan peralatan tambahan yang dikenal konverter kit. Peralatan ini masih diimpor dengan harga sekitar Rp.11 - 15 juta, tergantung dari jenis yang digunakan. Harga ini dirasakan masih
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
49
Topik Utama cukup mahal sehingga akan membebani para pengguna gas. Hal ini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan keengganan masyarakat beralih dari BBM ke BBG. Menyadari hal tersebut, sejak tahun 2007 - 2011, pemerintah melalui Kementerian Perhubungan telah membagikan 5.093 unit konverter kit secara gratis untuk kendaraan angkutan umum di berbagai kota di Indonesia. Pada tahun 2012, pemerintah berencana menyediakan 14.000 unit konverter gratis untuk angkutan penumpang umum dengan rincian seperti pada Tabel 6. Sesuai dengan amanat Perpres No. 64 tahun 2012, pembagian konverter kit gratis ini dilakukan secara bertahap dan hanya satu kali. Tabel 6. Wilayah dan jumlah rencana pembagian konverter kit gratis untuk tahun 2012 Wilayah/Propinsi 1. DKI Jakarta 2. Banten 3. Jawa Barat 4. Jawa Timur Jumlah
Jumlah, (unit) 6.500 2.700 2.900 1.900 14.000
(Sumber : Ditjen Migas KESDM)
Minat pemilik kendaran pribadi beralih ke BBG masih sangat kecil. Untuk itu perlu dikeluarkan kebijakan pemerintah seperti pemberian insentif diantaranya dalam bentuk keringanan dan kemudahan dalam pengadaan konverter kit misalnya melalui pembelian secara kredit. Agar harga jual tidak terlalu tinggi, maka perlu diberikan pembebasan pajak impor konverter kit. Untuk jangka menengah dan panjang, perlu diupayakan percepatan pembuatan konverter kit di Indonesia dengan menggandeng pabrikan sehingga disamping dapat memacu pertumbuhan ekonomi Indonesia juga bisa menekan harga jual konverter kit.
50
Penyediaan Bengkel Tidak seperti kendaraan berbahan bakar minyak, pemasangan konverter kit dan perawatan kendaraan berbahan bakar gas harus dilakukan oleh bengkel dan personil teknisi yang berkeahlian khusus dan sudah bersertifikat. Kendala ini menyebabkan jumlah bengkel yang ada di Indonesia masih sangat terbatas. Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan, dari 14 bengkel yang ada hanya empat saja yang bersertifikat. Untuk mengatasi masalah ini, pada tahun 2012 pemerintah berencana membangun 14 bengkel kendaraan berbahan bakar gas termasuk melakukan pelatihan dan sertifikasi terhadap teknisinya. Untuk mempercepat realisasi penambahan jumlah dan peningkatan kemampuan bengkel kendaraan berbahan bakar gas, upaya yang dapat dilakukan diantaranya adalah: – Merevitalisasi bengkel kendaraan berbahan bakar gas yang sudah ada namun tidak dapat beroperasi secara optimal termasuk penambahan dan sertifikasi teknisinya; – Menjadikan bengkel kendaraan berbahan bakar minyak yang ada saat ini untuk dekembangkan menjadi bengkel yang berkemampuan untuk pemasangan dan perawatan kendaraan berbahan bakar gas dengan memberikan bantuan peralatan yang diperlukan termasuk sertifikasi teknisinya dan menjamin penyediaan suku cadang; – Melibatkan lebih banyak bengkel resmi ATPM kendaraan bermotor yang ada di Indonesia khususnya di wilayah yang menjadi objek program konversi. Upaya ini akan lebih baik lagi jika bengkel resmi ATPM diwajibkan untuk meyediakan pelayanan tambahan bagi kendaraan berbahan bakar gas. – Mempermudah dan memberikan insentif pengadaan suku cadang khususnya yang masih diimpor untuk menjamin ketersediaannya.
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012
Topik Utama 6. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
a. Melihat kondisi produksi dan konsumsi bahan bakar minyak di Indonesia serta kecenderungan harga minyak dunia yang bersifat volatil dan terus berfluktuasi, percepatan konversi BBM ke BBG mutlak harus terus diupayakan; b. Upaya percepatan program diversifikasi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor bisa dilakukan dengan adanya dukungan kebijakan pemerintah yang lebih tegas, konsisten dan berkesinambungan mulai dari tingkat pusat sampai daerah; c. Kemudahan mendapatkan BBG sebagimana mendapatkan BBM seperti sekarang ini akan meningkatkan minat masyarakat beralih dari BBM ke BBG; d. Faktor penentu keberhasilan program konversi BBM ke BBG untuk kendaraan bermotor diantaranya adalah penyediaan dan kemudahan akses terhadap infrastruktur terutama SPBG, jaminan ketersediaan gas, struktur harga gas yang lebih kompetitif, jaminan keselamatan dan kenyamanan serta dukungan bengkel dan sumber daya manusia dalam penerapan teknologi konversi pada kendaraan. e. Pemberian insentif kepada para pelaku usaha dan pengguna BBG dalam bentuk kebijakan fiskal dan tax credit misalnya akan mengurangi biaya secara keseluruhan mulai pengembangan infrastruktur seperti SPBG, konverter kit, peralatan bengkel dan suku cadang; f. Selain kendaraan berbahan bakar premium, program konversi BBM ke BBG perlu dilakukan untuk kendaraan angkutan umum jenis bus sedang, bus besar, truk, mobil dinas pemerintahan dan BUMN; g. Di masa datang perlu juga dipersiapkan penggunaan LNG untuk kendaraan bermotor khusunya untuk kendaraan dengan jarak tempuh yang jauh; h. Perlu lebih dikembangkan penggunaan sistem Full Dedicated pada kendaraan baru khususnya untuk angkutan umum dan pelayanan publik.
---------, 2011, Natural Gas Vehicle Statistics Section, NGV Global, www.ngvglobal.org ---------, 2011 NGVs and Refuelling Stations Worldwide, NGVA Europe and GVR, www. ngva.com. ---------, 2012, Populasi Mobil di Indonesia Melonjak 117,7 Persen, Kantor Berita Antara, 28 Juni 2012, http://id.berita.yahoo.com. Caley Johnson, 2010, Business Case for Compressed Natural Gas in Municipal Fleets, Technical Report NREL/TP-7A247919, National Renewable Energy Laboratory, Colorado USA . Davor Matic, et all ,2009, Report on Study Group 5.3 "Natural Gas for Vehicles (NGV)" IGU International Gas Union; Heri Poernomo, 2012, "NGV Conversion Program for Public Transportation And Government Vehicles", Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi, dipresentasikan pada Indonesia - Korea NGV Forum, Jakarta; Lee Giok Seng 2009, "An Analysis of NGV Market in Asia Pacific", Asia Pacific Natural Gas Vehicles Association (ANGVA); Taryono dan Bambang Wicaksono Teguh Mulyo, 2012, "Kajian Pengembangan Infrastruktur SPBG Daughter untuk Menunjang Diversifikasi Bahan Bakar Minyak ke Gas pada Sektor Transportasi",Majalah Mineral dan Energi Volume 10/No.1 - Maret 2012, Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 tahun 2011 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tahun 2012; Peraturan Presiden No. 64 tahun 2012 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga Bahan Bakar Gas untuk Transportasi Jalan; Peraturan Menteri ESDM No. 19 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Gas Bumi Untuk
Upaya Percepatan Program Konversi BBM ke BBG .......... ; Taryono
51
Topik Utama Bahan Bakar Gas Yang Digunakan Untuk Transportasi; Keputusan Menteri ESDM No. 2932 K/12/MEM/ 2010 tentang Harga Jual Bahan Bakar Gas Yang Digunakan Untuk Transportasi di Wilayah Jakarta;
Keputusan Gubernur Nomor 141 Tahun 2007 tentang Penggunaan Bahan Bakar Gas Untuk Angkutan Umum Dan Kendaraan Operasional Pemerintah Daerah.
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 2 Tahun 2005 tentang Pengendalian Pencemaran Udara;
52
M&E, Vol. 10, No. 2, Juni 2012