BAB I PENDAHULUAN Kualitas sumber daya manusia (SDM) antara lain ditentukan dua faktor yang satu sama lain saling berhubungan, berkaitan dan saling bergantung yakni pendidikan dan kesehatan. Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan berhasil, sebaliknya pendidikan yang diperoleh akan sangat mendukung tercapainya peningkatan status kesehatan seseorang. Oleh karena itu Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) dengan titik berat pada upaya promotif dan preventif didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif yang berkualitas, menjadi sangat penting dan strategis untuk mencapai derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat atau Health Promoting School ( Sekolah yang mempromosikan kesehatan ). Health Promoting School adalah sekolah yang telah melaksanakan UKS dengan ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan masyarakat.
Masalah kesehatan yang dihadapi oleh anak usia sekolah dan remaja sangat kompleks dan bervariasi. Pada anak usia TK/RA dan SD/MI biasanya berkaitan dengan kebersihan perorangan dan lingkungan seperti gosok gigi yang baik dan benar, kebiasaan cuci tangan pakai sabun, serta membersihkan kuku dan rambut. Pada anak usia SMP/MT dan SMU/MA (remaja), masalah
kesehatan yang dihadapi biasanya berkaitan dengan perilaku berisiko seperti perilaku merokok, penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya), kehamilan yang tak diinginkan (KTD), abortus yang tidak aman, Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS, kesehatan reproduksi remaja, stress dan trauma. Berkaitan dengan hal itu, pelaksanaan UKS di tingkat TK/RA dan SD/MI berbeda dengan tingkat SMP/MT dan SMU/MA. Pelaksanaan UKS di SMP/MT dan SMU/MA lebih difokuskan pada pencegahan perilaku berisiko yang biasanya sering dilakukan remaja sesuai dengan ciri dan karakteristiknya yang selalu ingin tahu, suka tantangan dan ingin coba-coba sesuatu hal yang baru serta penanganan akibatnya. Murid usia SMP/MT dan SMU/MA (remaja) perlu dibina agar menjalankan hidup sehat lewat keterapilan hidup sehari-hari (life skill education). Sementara untuk anak usia TK/RA dan SD/MI, memupuk kebiasaan PHBS sedini mungkin dengan membentuk kebiasaan menggosok gigi dengan benar, mencuci tangan, serta membersihkan kuku dan rambut. Upaya penerapan PHBS di Sekolah Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dijaga, ditingkatkan dan dilindungi kesehatannya. Jumlah usia sekolah yang cukup besar yaitu 30 % dari jumlah penduduk Indonesia merupakan masa keemasan untuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sehingga anak sekolah berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik dilingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Beberapa kegiatan peserta didik dalam menerapkan PHBS di sekolah antara lain jajan di warung/kantin sekolah karena lebih terjamin kebersihannya; mencuci tangan dengan air bersih dan sabun; menggunakan jamban di sekolah serta menjaga kebersihan jamban; mengikuti kegiatan olah raga dan aktifitas fisik sehingga meningkatkan kebugaran dan kesehatan peserta didik; memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin; tidak merokok, memantau pertumbuhan peserta didik melalui pengukuran BB dan TB; serta membuang sampah pada tempatnya. Dengan menerapkan PHBS di sekolah oleh peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah, maka akan membentuk mereka untuk memiliki kemampuan dan kemandirian dalam mencegah penyakit, meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sekolah sehat. A. Latar Belakang Masalah Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tersebut akan nampak dalam penguasaan pola-pola respons yang baru terhadap lingkungan, yang berupa keterampilan, kebiasaan, sikap, kecakapan, pengetahuan, pengalaman
apresiasi dan sebagainya. Dengan demikian hasil belajar ditandai dengan adanya perubahan seluruh aspek tingkah laku (Mohammad Surya, 1992 : 23-25). Masalah kependudukan dan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah masalah kemanusiaan yang erat hubungannya dengan sistem nilai, adat istiadat, dan agama dalam mengendalikan eksistensi sebagai penduduk dan pengelolaan lingkungan hidup. Oleh karena itu cara mengatasinya tidak dapat hanya dengan melakukan usaha-usaha yang bersifat teknis semata-mata, melainkan haruslah ada usaha yang bersifat edukatif dan persuasif. Dengan demikian akan dapat dilakukan usaha ke arah perubahan sikap dan perilaku yang sudah lama melekat dalam masyarakat. Kegiatan yang dimaksudkan adalah pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH), yaitu program pendidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap dan tingkah lakukependudukan dan lingkungan hidup secara rasional dan bertanggung jawab dari segi sosial, politik, ekonomi, dan kesejahteraan keluarga, masyarakat, lingkungan hidup negaranya, dan manusia pada umumnya (Nana Sudjana dan Dendasurono Prawiroatmodjo (1989 : 9). Sikap memiliki tiga komponen sikap, yaitu : 1) komponen kognisi yang hubungannya dengan beliefs, ide dan konsep, 2) komponen afeksi yang menyangkut kehidupan emosional seseorang, dan 3) komponen konasi yang merupakan kecenderungan bertingkah laku. Untuk lebih menjelaskan konteks sikap, perlu dibedakan terlebih dahulu fungsi sikap dan kejadian. Karakteristik dari sikap senantiasa mengikutsertakan segi evaluasi yang berasal dari komponen afeksi (Mar’at, 1981 : 13). Sikap siswa terhadap kesehatan lingkungan akan melahirkan tindakan atau perilaku siswa, apakah ia akan peduli atau tidak peduli terhadap masalah kesehatan lingkungan. Usaha kesehatan lingkungan merupakan salah satu usaha dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat. Enam usaha dasar kesehatan masyarakat tersebut, yaitu : 1) pemeliharaan dokumen kesehatan, 2) pendidikan kesehatan, 3) kesehatan lingkungan, 4) pemberantasan penyakit menular, 5) kesejahteraan ibu dan anak, dan 6) pelayanan medis dan perawatan kesehatan. Di antara sekian banyak kegiatan kesehatan lingkungan, dapat disebutkan program atau kegiatan penyediaan air minum, pengolahan dan pembuangan limbah cair, gas, dan padat, mencegah kebisingan, mencegah kecelakaan, mencegah penyebaran penyakit bawaan air,
udara, makanan, dan vektor, pengelolaan kualitas lingkungan air, udara, makanan, pemukiman, dan bahan berbahaya (Juli Soemirat Slamet, 1994 : 6-7). Kesehatan lingkungan sekolah di negara-negara berkembang termasuk di Indonesia, pada umumnya masih rendah. Sebagai contoh, penyediaan fasilitas toilet yang tidak memadai dengan jumlah warga sekolah, ruangan belajar yang berdempetan karena lahan sempit sementara jumlah ruangan banyak, saluran pembuangan limbah yang tidak lancar, persediaan air bersih yang tidak memadai, dan lain sebagainya. Kesehatan lingkungan sekolah sangat besar pengaruhnya terhadap prestasi atau hasil belajar siswa. Kesehatan lingkungan juga mempengaruhi pembentukan sikap siswa terhadap lingkungannya, sehingga pada akhirnya juga akan sangat menentukan partisipasi siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan, khususnya di lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah yang sehat antara lain adalah dengan tersedianya fasilitas toilet yang memadai dengan jumlah siswa dan warga sekolah lainnya, persediaan air bersih yang cukup, terdapatnya tanaman penghijauan yang menambah kadar oksigen dan keteduhan, saluran air limbah yang baik, lingkungan yang tidak terlalu bising, disamping keharusan adanya Usaha Kesehatan Sekolah (UKS). Dalam hal ini, kesehatan lingkungan di SMU Negeri 1 Tasikmalaya masih kurang memadai, terutama misalnya dalam penyediaan fasilitas toilet yang tidak seimbang dengan jumlah siswa dan warga sekolah lainnya, penyediaan air bersih yang kurang mencukupi, ruangan istirahat yang tidak memadai, kurangnya tanaman penghijauan di halaman sekolah, dan lain sebagainya. Dalam usaha memelihara dan meningkatkan lingkungan sekolah yang bersih dan sehat, maka sebaiknya ditingkatkan partisipasi siswa dalam usaha kesehatan lingkungan sekolah. Partisipasi siswa dapat dalam bentuk partisipasi tenaga, partisipasi buah pikiran, atau pun partisipasi harta-benda. Partisipasi tenaga dapat dalam bentuk terjun langsung secara fisik seperti menyapu halaman, membersihkan selokan, dan lainnya. Partisipasi buah pikiran dapat berbentuk ide untuk menyediakan tempat sampah dengan bentuk yang indah dan menarik. Sedangkan partisipasi harta benda dapat dalam bentuk menyumbangkan alat-alat kebersihan seperti sapu ijuk dan sapu lidi. B. Kerangka Pemikiran Setiap individu memiliki hasil belajar kognitif PKLH yang berbeda. Individu yang memiliki hasil belajar kognitif PKLH yang
tinggi cenderung untuk memiliki partisipasi yang tinggi dalam kesehatan lingkungan. Agar diperoleh partisipasi siswa yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan, maka diperlukan peningkatan proses belajar mengajar tentang PKLH yang lebih efektif dan efisien bagi para siswa. Edi Hernawan (1999) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Perbedaan Hasil Belajar Kognitif PKLH dan Sikap Siswa Sekolah Dasar Terhadap Lingkungan Hidup Antara Siswa SD Negeri di Kota dan di Luar Kota Tasikmalaya, bahwa hasil belajar kognitif PKLH dan sikap terhadap lingkungan hidup siswa yang berasal dari SD Negeri di kota Tasikmalaya lebih tinggi dibandingkan dengan siswa yang berasal dari SD Negeri di luar kota Tasikmalaya. Hal ini disebabkan siswa di kota memiliki fasilitas belajar dan bahan bacaan, khususnya bahan bacaan tentang lingkungan hidup, yang lebih lengkap. Selain itu, pembinaan terhadap siswa oleh guru-guru di SD Negeri kota Tasikmalaya lebih terarah, karena guru-guru di kota juga memiliki bahan-bahan bacaan, khususnya bahan bacaan tentang lingkungan hidup, yang lebih lengkap dibandingkan dengan guru-guru di luar kota. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ada perbedaan yang nyata antara hasil belajar kognitif PKLH siswa yang berasal dari SD kota dengan siswa yang berasal dari SD luar kota. Setiap individu memiliki sikap yang berbeda terhadap kesehatan lingkungan. Individu yang memiliki sikap yang lebih baik terhadap kesehatan lingkungan cenderung untuk memiliki partisipasi yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan. Agar diperoleh partisipasi yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan, maka diperlukan pembinaan sikap siswa yang lebih baik dan positip dalam kegiatan kesehatan lingkungan. Tarjuki (2000) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Hubungan Antara Pengetahuan Lingkungan dan Prestasi Belajar Siswa Dengan Partisipasi Siswa Dalam Pemeliharaan Lingkungan Sekolah di SLTP Negeri 1 Gandrungmangu Kabupaten Cilacap, bahwa terdapat hubungan positip antara pengetahuan lingkungan dan prestasi belajar siswa dengan partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Hal ini berarti makin luas pengetahuan siswa tentang lingkungan, makin tinggi pula tingkat partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah. Demikian juga,
makin tinggi prestasi belajar siswa, makin tinggi pula partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah. Hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa pengetahuan siswa tentang lingkungan dan prestasi belajar siswa memberikan kontribusi yang nyata terhadap tingkat partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah. Hasil belajar kognitif PKLH yang tinggi dan sikap siswa yang lebih baik terhadap kesehatan lingkungan akan menghasilkan partisipasi siswa yang tinggi dalam kegiatan kesehatan lingkungan. Untuk meningkatkan partisipasi siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan sekolah, maka diperlukan adanya peningkatan hasil belajar kognitif PKLH dan pembinaan sikap siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan sekolah. Lili Sutji (2000) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Hubungan Antara Tingkat Pendidikan dan Tingkat Ekonomi Dengan Partisipasi Masyarakat Dalam Kegiatan Kesehatan Lingkungan di Desa Cijulang, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, bahwa terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi, secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan kesehatan lingkungan. Hal ini berarti makin tinggi tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi, makin tinggi pula tingkat partisipasi masyarakat dalam kegiatan kesehatan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Lili Sutji tersebut di atas, diharapkan akan diperoleh hasil yang senada dengan penelitian ini, dimana makin tinggi hasil belajar kognitif PKLH dan sikap terhadap lingkungan, akan diperoleh tingkat partisipasi siswa dalam kesehatan lingkungan sekolah. Aning Effendi (2000) mengemukakan hasil penelitiannya tentang Hubungan Antara Pengetahuan Tentang Kebersihan Lingkungan dan Sikap Terhadap Kebersihan Lingkungan Dengan Partisipasi Pedagang Dalam Kebersihan Lingkungan di Obyek Wisata Situs karangkamulyan, Kabupaten Ciamis, bahwa terdapat hubungan positif antara pengetahuan tentang kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama, dengan
partisipasi pedagang dalam kebersihan lingkungan. Hal ini berarti makin tinggi pengetahuan tentang lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan, makin tinggi pula tingkat partisipasi pedagang dalam kebersihan lingkungan. Berdasarkan hasil penelitian Aning Effendi tersebut di atas, diharapkan akan diperoleh hasil yang senada dengan penelitian ini, dimana makin tinggi hasil belajar kognitif PKLH dan sikap terhadap lingkungan, akan diperoleh tingkat partisipasi siswa dalam kesehatan lingkungan sekolah. Dari hasil penelitian Edi Hernawan (1999), Tarjuki (2000), Lili Sutji (2000), dan Aning Effendi (2000) tersebut di atas, terdapat perbedaan hasil belajar kognitif siswa tentang PKLH dan sikap siswa terhadap lingkungan hidup antara siswa dari SD Negeri kota dan siswa dari SD Negeri luar kota, terdapat hubungan positip antara pengetahuan siswa tentang lingkungan dan prestasi belajar siswa dengan partisipasi siswa dalam pemeliharaan lingkungan sekolah, terdapat hubungan positif antara tingkat pendidikan dan tingkat ekonomi dengan partisipasi masyarakat dalam kegiatan kesehatan lingkungan, dan terdapatnya hubungan positif antara pengetahuan kebersihan lingkungan dan sikap terhadap kebersihan lingkungan dengan partisipasi pedagang dalam kebersihan lingkungan. Mengacu pada hasil penelitian tersebut, diharapkan dalam penelitian ini juga terdapat hubungan positip antara hasil belajar kognitif siswa tentang PKLH dan sikap siswa terhadap kesehatan lingkungan dengan partisipasi siswa dalam kegiatan kesehatan lingkungan, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-sama. Tasikmalaya, Juli 2008