Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
Penerapan Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Dasar dalam Upaya Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN Erfinia Deca Christiani 1 (
[email protected]) Ribut Prastiwi Sriwijayanti 2 (
[email protected]) Abstract The ASEAN Economic Community (AEC) which lead to free trade between countries of South East Asia, giving positive and negative impact for Indonesia as a developing country. The positive impact one of which is to grow the country's economy to commodity exports and imports. While the negative impact of Indonesian workers is competition with foreign labor. So expect the formation of brainy, independent and strong competitiveness. This character instilled in primary school. This research aimed to entrepreneurship in a primary school in an effort to confront MEA. This research is a qualitative approach. This type of research is descriptive qualitative. The object of research is entrepreneurship in primary school education Mother of Pearl. The subject of research is the source of information of data held informants are part of the curriculum teachers, three teachers, two parents and six students from grade one to grade six. Data were collected by interview and documentation. Technical analysis of the data used are data reduction, data presentation, and verification conclusion. Test the validity of the data used by means of triangulation which is a technique that is combining the collection of various techniques of data collection and data sources. The results obtained by the application of entrepreneurship education in school, establishing an independent character, manners, innovative and capable problems solving with new ideas in the integration of the values of entrepreneurship in these subjects. Keywords: curriculum, Entrepreneurship, Primary School, ASEAN Economic Community Abstrak Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang menimbulkan perdagangan bebas antar Negara Asia Tenggara, memberi dampak positif maupun negatif bagi Indonesia sebagai negara berkembang. Dampak positifnya salah satunya adalah menumbuhkan perekonomian negara dengan komoditi ekspor impor. Sedangkan dampak negatifnya adalah persaingan tenaga kerja Indonesia dengan tenaga kerja asing. Sehingga diharapkan adanya pembentukan karakter yang cerdas bersikap, mandiri dan berdaya saing kuat. Karakter ini ditanamkan dalam pendidikan sekolah dasar. Penelitian ini bertujuan mengetahui pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar dalam upaya menghadapi MEA. Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Objek peneltian adalah pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda. Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasi Informan penelitian ini adalah guru bagian kurikulum, 3 guru kelas, 2 orang tua siswa dan 6 siswa dari kelas satu hingga kelas enam. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi. Uji keabsahan data yang digunakan dengan cara triangulasi yaitu teknik pengumpulan yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Hasil yang diperoleh penerapan pendidikan kewirausahaan di Sekolah dasar, membentuk karakter mandiri, santun, inovatif dan mampu memecahkn masalah dengan ide-ide baru dalam pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam mata pelajaran. Kata Kunci: Kurikulum, Pendidikan Kewirausahaan, Sekolah Dasar, Masyarakat Ekonomi ASEA
Pendahuluan Pendidikan merupakan pilar atau sentral utama berdirinya suatu Negara atau bangsa yang membentuk kualitas sumber daya manusia. Pendidikan masyarakat yang saat ini dilaksanakan hanya berorientasi pada penguatan materi kognitif pengetahuan, akibat yang ditimbulkan dari 1 2
Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, UPM Probolinggo, Jawa Timur Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, UPM Probolinggo, Jawa Timur
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
595
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
budaya pendidikan tersebut adalah pembentukan karakter peserta didik yang pasif, bermental kuli (mengerjakan sesuatu harus dengan perintah) dan akhirnya lulus dari jenjang pendidikan berorientasi menjadi pegawai. Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya di masa yang akan datang (Amri, 2013: 241). Sesuai dengan tujuan pendidikan menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, cerdas dan berdaya saing kuat sesuai perkembangan zaman. Pendidikan yang telah terprogram yang diberikan oleh suatu lembaga penyelenggaraan pendidikan yang berisi rancangan pelajaran yang akan diberikan kepada peserta pelajaran dalam satu periode yang disebut kurikulum (Wikipedia, 2015). Melalui kebijakan Departemen Pendidikan Nasional yang memasukkan kurikulum pendidikan kewirausahaan di lembaga pedidikan (Depdiknas, 2005). Konsep kewirausahaan terintegrasi sejak anak didik duduk di bangku sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pendidikan kewirausahaan membekali peserta didik untuk mandiri dan tidak berorientasi menjadi pencari kerja melainkan pembuka lapangan pekerjaan. Kewirausahaan pada hakikatnya adalah suatu sikap, jiwa dan kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan bernilai serta berguna bagi diri dan orang lain. Kewirausahaan muncul apabila seseorang berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide baru. Dalam jiwa kewirausahaan tertanam jiwa yang selalu aktif, kreatif, berkarya dan inovatif untuk meningkatkan pendapatan dalam usahanya. Sedangkan menurut Zimmerer dalam Suryana (2006: 14) kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan memanfaatkan peluang yang dihadapi. Kreativitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah, sedangkan inovasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan kreativitas untuk memecahkan masalah dan peluang untuk meningkatkan kekayaan hidup. Menurut Poerwati (2013: 116) kurikulum pendidikan bervisi kewirausahaan adalah kurikulum pendidikan yang mengajarkan kemauan dan kemampuan menciptakan lapangan pekerjaan, kepada peserta didik Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Sekolah Dasar atau disebut masa sekolah usia antara 7-12 tahun. Pada masa peralihan masa berfikir khayal dan mulai berfikir konkrit sebaiknya tidak diarahkan kepada profesi tertentu (Anonim, 2003). Profesi pilot dan dokter merupakan khayalan dan cita-cita anak yang sangat popular (Nizar, 2007). Menurut Poerwati (2013: 118) pemikiran siswa SD masih bisa dibentuk sesuai dengan kebutuhan lingkungan, sehingga pola pikir tentang cita-cita anak-anak menjadi wirausahawan harus segera dibentuk. Kesiapan SDM Indonesia yang masih kurang dalam beberapa bidang, salah satunya adalah bidang pendidikan, dapat menjadi penyebab terhambatnya peluang Indonesia dalam perkembangan zaman. Dikutip dari Wikipedia, wirausaha mempunyai cara berpikir yang berbeda dengan manusia pada umumnya. Hal ini dikarenakan dimilikinya motivasi, panggilan jiwa, persepsi dan emosi yang terkait dengan nilai, sikap dan perilaku sebagai manusia unggul. Potensi kecerdasan sikap tersebut yang dipergunakan dalam upaya menghadapi MEA. Mayarakat Ekonomi Asean (MEA) merupakan bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya sistem perdagangan bebas antar negara-negara ASEAN. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya saing perekonomian negara-negara ASEAN dan bisa menyaingi negaranegara maju seperti di Eropa dan Amerika Apabila Indonesia mempunyai daya saing yang kuat, persiapan yang matang sehingga akan menjadi tuan rumah di Negara sendiri. Berdasarkan tingkat pendidikan, lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang menganggur naik paling tinggi yakni 9,05%. Diikuti oleh pengangguran dari lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) 596
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
8,2%. Selanjutnya, lulusan Diploma III dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) masing-masing 7,5% dan 7,14%. Sedangkan lulusan Sarjana yang menanggur naik 5,34%, dan Sekolah Dasar (SD) ke bawah naik 3,61% (BPS, 2015). Rumusan masalah dalam penelitian ini, sebagai berikut: a) Bagaimana munculnya pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dalam upaya menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN? b) Bagaimana penerapan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dalam upaya menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN? c) Bagaimana kendala-kendala pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dalam upaya menghadapi masyarakat ekonomi ASEAN? Penelitian ini bertujuan mengetahui pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dalam upaya menghadapi MEA. Ditinjau dari segi kurikulum pendidikan, penerapan di lapangan dan kendala-kendala yang terjadi. Selain itu, penelitian ini bermanfaat dalam bidang pendidikan sebagai wawasan para actor pendidikan, serta inovasi dalam pendidikan Sekolah Dasar demi menciptakan peserta didik yang cerdas bersikap dan memiliki daya saing. Kajian Pustaka Kurikulum Menurut UU No 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 19, kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Muhajir, 2013). Menurut Depdikbud dalam Dimyati dkk (2009: 268) kurikulum merupakan wahana belajar mengajar yang disusun sehingga perlu dinilai dan dikembangkan secara terus menerus dan berkelanjutan sesuai dengan perkembangan yang ada dalam masyarakat. Pengertian kurikulum ditekankan pada dimensi yang berkesinambungan antara ide, rencana, proses dan hasil (Poerwati, 2013). Ide merupakan dimensi awal yang dituangkan dalam bentuk rencana tertulis. Rencana tertulis yang diimplementasikan dalam proses pembelajaran sehingga diharapkan menghasilkan hasil sesuai tujuan yang dicapai. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah seperangkat pengaturan yang berkesinambungan antara ide, rencana, proses dan hasil untuk mencapai tujuan pendidikan, yang terus menerus dikembangkan sesuai dengan perkembangan dalam masyarakat. Pendidikan Kewirausahaan Melalui pendidikan, karakter dan sifat manusia dapat dibentuk agar menjadi manusia yang mempunyai keterampilan dan kecerdasan. Menurut Sugihartono dkk (2007:3), pendidikan adalah suatu usaha yang dilakukan secara sadar untuk mengubah tingkah laku manusia baik secara individu maupun kelompok untuk mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan sehingga mempunyai kemampuan untuk bertanggung jawab dalam segala perbuatan. Pendapat tersebut didukung Amri (2013: 241) bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan bagi perannya di masa datang. Pendidikan adalah salah satu elemen yang vital dalam mewujudkan dan mendukung cita-cita pmerintah. Pemerintah yang memiliki kualitas sumber daya manusia cerdas dan daya saing tinggi. Hal ini mendukung tujuan pendidikan untuk menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga memiliki pandangan luas untuk menggapai harapan serta mampu secara cepat (Amri, 2013).
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
597
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
Menurut Kasmir (2006), kewirausahaan adalah suatu kemampuan menciptakan kegiatan usaha. Kemampuan berwirausaha yang kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, sumber daya untuk mencari peluang sukses (Suryana, 2006). Manfaat kewirausahaan antara lain; (1) memiliki kebebasan mengaktualisasi potensi yang dimiliki; (2) memiliki peluang untuk berperan bagi masyarakat; dan (3) dapat menjadi motivasi tersendiri untuk berwirausaha (Rusdiana, 2012). Menurut Sudaryanto (2015), Pendidikan kewirausahaan dapat diterapkan dalam berbagai jenjang pendidikan yang ada. Bahkan beberapa negara tetangga ASEAN sudah menerapkan nilai kewirausahaan sejak sekolah dasar. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan, pendidikan kewirausahaan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik yang kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat, sumber daya bagi perannya di masa datang. Pendidikan kewirausahaan bertujuan menciptakan seseorang yang berkualitas dan berkarakter sehingga mampu mengaktualisasi potensi yang dimiliki, berperan bagi masyarakat dan menjadi memotivasi diri dalam karakter wirausaha. Pendidikan Kewirausahaan di Sekolah Dasar Sekolah dasar adalah masa sekolah usia 7-12 tahun. Menurt Piaget dalam (Dahar 2011) perkembangan kognitif anak pada usia 7-12 tahun adalah tahap operasional konkrit. Pada tahap ini seorang anak mampu menggunakan logika yang memadai. Hal ini sependapat dengan Anonim (2003) bahwa pada fase ini kemampuan berfikirnya masih mengandalkan ilham. Maka sejak sekolah dasar anak sebaiknya dibentuk untuk mandiri dan berwirausaha sesuai dengan kebutuhan lingkungan. Menurut Poerwati (2013) pola pikir siswa SD lebih ternuka dan mau menerima perubahan dari luar, sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sehingga mudah bagi pendidik untuk memberikan motivasi dan pola pikir mengenai kewirausahaan yang efektif. Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) Menurut Wikipedia (2015), MEA adalah sebuah integrasi ekonomi ASEAN dalam menghadapi perdagangan bebas antarnegara-negara ASEAN. Seluruh negara anggota ASEAN telah menyepakati perjanjian ini. MEA dirancang untuk mewujudkan Wawasan ASEAN 2020. Hal menghadapi persaingan yang teramat ketat selama MEA ini, negara-negara ASEAN haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif. Indonesia beserta 9 negara anggota ASEAN seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Laos, Myanmar, Filipina, Vietnam, Brunei Darusalam, dan Kamboja telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN atau dalam bahasa inggris yaitu ASEAN Economic Community. Menurut Mujiono (2016), ada 6 Cara Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) antara lain; (1) SDM dituntut untuk lebih kreatif, inovatif, cepat dan mampu bersaing. Sumber daya manusia Indonesia ditantang untuk lebih kompeten dalam menghadapi pasar bebas MEA; (2) Infrastruktur disiapkan untuk mendukung SDM yang kompeten. Tanpa infrastruktur yang baik dan memadahi, kinerja SDM akan terganjal; (3) Alat untuk menyampaikan informasi adalah bahasa. Karena itu, kita dituntut untuk bias berbahasa asing, paling tidak bahasa inggris; (4) Tak dipungkiri, produk yang berkualitas akan menjadi banyak incaran. Tanpa produk yang baik, sepertinya akan sulit untuk berkompetisi. Dalam MEA, kompetisi sudah dipastikan sangat ketat; (5) Jika kualitas produk sudah terpenuhi, tinggal memikirkan kuantitas produk. Seberapa banyak produk yang bisa dihasilkan, itu juga harus dipersiapkan dalam mengahapi pasar bebas
598
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
MEA; dan (4) Jika syarat kualitas dan kuantitas produk sudah terpenuhi, tugas selnjutnya adalah bagaimana produk itu bisa berkesinambungan MEA memberikan dampak positif yaitu investor Indonesia dapat memperluas ruang investasinya tanpa ada batasan ruang antar negara anggota ASEAN. Para pengusaha akan semakin kreatif karena persaingan yang ketat dan para professional akan semakin meningkatakan tingkat skill, kompetansi dan profesionalitas yang dimilikinya. Namun, selain peluang yang terlihat di depan mata, ada pula hambatan menghadapi MEA yang harus kita perhatikan. Suroso (2015) Hambatan tersebut adalah mutu pendidikan tenaga kerja masih rendah, Pemerintah berusaha mengubah paradigma kebijakan yang lebih mengarah ke kewirausahaan dengan mengedepankan kepentingan nasional. Pada bidang pendidikan, Pemerintah juga dapat melakukan pengembangan kurikulum pendidikan yang sesuai dengan MEA. Pendidikan sebagai pencetak sumber daya manusia (SDM) berkualitas menjadi jawaban terhadap kebutuhan sumber daya manusia. Oleh karena itu meningkatkan standar mutu sekolah menjadi keharusan agar lulusannya siap menghadapi persaingan.Mendikbud Anies Baswedan mengatakan, meningkatkan standar mutu pendidikan salah satunya dengan menguatkan aktor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru, dan orang tua. Metode Penelitian ini merupakan penelitian dengan pendekatan kualitatif. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kualitatif. Peneliti menggunakan penelitian jenis kualitatif untuk mengetahui pendidikan kewirausaahan pada sekolah dasar dalam upaya menghadapi MEA. Penelitian dilaksanakan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda Kecamatan Rungkut Kota Surabaya. Objek peneltian adalah pendidikan kewirausahaaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda. Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasi (Arikunto, 2002). Penelitian ini bertujuan mengetahui munculnya, pelaksanaan dan kendala-kendala pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda 3. Informan penelitian ini adalah guru bagian kurikulum, 3 guru kelas, 2 orang tua siswa dan 6 siswa dari kelas satu hingga kelas enam. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Teknis analisis data yang digunakan adalah reduksi data, penyajian data, kesimpulan dan verifikasi. Uji keabsahan data yang digunakan dengan cara triangulasi yaitu teknik pengumpulan yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data. Hasil Pendidikan kewirausahaan sebagai pendidikan life skils (kecakapan hidup) bagi peserta didik yang sangat berguna sebagai bekal menghadapi berbagai permasalahan dan persaingan yang semakin kompetitif. Melalui pendidikan kewirausahaan peserta didik dibiasakan untuk memiliki karakter seperti seorang wirausaha yang berhasil. Karakter tersebut diantaranya mandiri, berani mengambil resiko, kreatif, berorientasi pada tindakan, memiliki jiwa kepemimpinan, dan bekerja keras. Beberapa hal yang mendasari munculnya pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar dari wawancara dengan guru bagian kurikulum pada tanggal 17 Maret 2016, sebagai berikut; (1) Sekolah Dasar melaksanakan pendidikan kewirausahaan didasarkan pada tingkat persaingan yang semakin kompetitif, siswa harus memiliki keterampilan agar bisa menjadi bekal kelak; (2) Melihat kondisi di masyarakat yang menganggur meskipun mereka berasal dari pendidikan yang tinggi, tidak memiliki pekerjaan. Sehingga dengan adanya pendidikan kewirausahaan peserta didik memiliki bekal keterampilan,
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
599
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
dan bisa menciptakan pekerjaan dikemudian hari; dan (3) Membangun karakter anak supaya lebih mandiri. Supaya anak lebih berani untuk tampil dan berkomunikasi dengan orang lain. Berdasarkan trianggulasi sumber melalui hasil wawancara yang dilakukan munculnya pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda didasarkan kondisi dimasyarakat yang masih banyak pengangguran terdidik yang tidak mendapatkan pekerjaan, tingginya persaingan di dunia pekerjaan, serta masih banyak sekolah yang belum memberikan keterampilan bagi siswanya seperti pengetahuan tentang kewirausahaan pada tingkatan sekolah dasar. Berdasarkan wawancara pada 19 Maret 2016 dan 23 Maret 2016 dengan guru bagian kurikulum dan guru kelas 3, tujuan pendidikan diterapkan pada Sekolah Dasar Mutiara Bunda, sebagai berikut; (1) Peserta didik memiliki skill character wirausaha melalui berbagai kegiatan yang dilakukan disekolah, misalnya home skill yaitu siswa diberikan berbagai keterampilan untuk membuat suatu keterampilan dari kertas, dan kerajinan; (2) Siswa berlatih untuk jujur, kreatif, dan siswa berlatih untuk hidup mandiri tidak bergantung dengan orang lain; dan (3) Siswa memiliki kepribadian yang tidak boros. Berdasarkan hasil trianggulasi sumber melalui hasil wawancara dengan guru kelas 3, munculnya pendidikan kewirausahaan memiliki berbagai tujuan, yaitu; 1) Siswa memiliki kepribadian jujur, mandiri dan santun dalam berperilaku, 2) Memiliki kepribadian layaknya seorang wirausaha, 3) Memiliki sikap kreatif dan inovatif dalam berjualan, 4) Mengembangkan bakat yang lain siswa misalnya kemampuan berkomunikasi, keberanian, kemandirian dan menciptakan produk yang memiliki nilai jual, serta tidak boros dalam membelanjakan uang. Hasil penelitian munculnya pendidikan kewirausahaan di sekolah dasar Mutiara Bunda berdasarkan trianggulasi sumber dari hasil wawancara dapat disimpulkan yaitu seluruh warga sekolah untuk menciptakan suasana kewirausahaan. Wali murid yang memiliki kompetensi dan keahlian juga dilibatkan selain untuk membantu pelaksanaan program kewirausahaan juga memberikan materi kepada peserta didik. Guru kelas sebagai pilar pelaksanaan pendidikan kewirausahaan karena memiliki peranan penting. Pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda diinternalisasikan melalui mata pelajaran, untuk mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik. Hasil wawancara guru bagian kurikulum dan guru kelas 2 pada tanggal 26 dan 28 Maret 2015 di ruang guru, sebagai berikut; (1) Mengkaitkan dengan mata pelajaran tertentu. Misalnya matematika dengan menghitung, Bahasa Indonesia dengan berkomunikasi yang baik, PKn dengan nilai-nilai yang harus dimiliki seorang wirausaha, IPS dengan tawar menawar dalam proses jual beli. Beberapa mata pelajaran yang erat mengaitkan dengan kewirausahaan diantaranya kerajinan tangan. Serta dalam tugas pembelajaran guru juga mengkaitan dengan kegiatan kewirausahaan; (2) Pendidikan kewirausahaan diinternalisasikan dengan cara memperhatikan materi - materi tertentu/ dalam silabus yang dapat dimasukkan nilai-nilai kewirausahaan misalnya IPS berkaitan dengan proses produksi, distribusi, konsumsi. Selain itu melalui mata pelajaran SBK bertujuan melatih siswa untuk membuat hasil karya untuk melatih kreatifitas siswa dengan membuat berbagai produk yang dapat memiliki nilai jual. Selanjutnya, hasil observasi pada tanggal 28 Maret 2015 menunjukkan bahwa penerapan pendidikan kewirausahaan diintegrasikan ke dalam mata pelajaran SBK dilakukan dengan tahapan yang runtut. Sebelum guru memberikan materi pembelajaran terlebih dahulu guru memberikan penjelasan terkait pentingnya nilai kreatifitas, melalui kreatifitas dapat menghasilkan karya yang bagus dan memiliki nilai jual. Peserta didik aktif menanggapai 600
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
penjelasan guru melalui diskusi aktif. Kemudian guru menuliskan cara membuat parasut dan mempraktikkan kepada peserta didik. Selanjutnya peserta didik mempraktikkan secara langsung dengan bimbingan guru. Berdasarkan wawancara, observasi dan dokumentasi dapat disimpulkan bahwa di Sekolah Dasar Mutiara Bunda mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam mata pelajaran. Dalam proses pelaksanaan dilakukan perencanaan, kemudian diidentifikasi nilai-nilai kewirausahaan yang dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran. Misalnya Matematika, PKn, SBK, dan sebagainya. Penerapan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dikembangkan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik. Hal ini dapat dilihat pada hasil wawancara dengan guru kelas 2, 3 dan 5 pada tanggal 29, 30 Maret 2016 sebagai berikut; (1) Nilai-nilai yang dikembangkan misalkan kemandirian, ketelitian, dan kedisiplinan, kreatifitas, ulet, dll; (2) Nilai-nilai yang dikembangkan misalnya kemandirian siswa, kemudian kreativitas, sikap jujur dalam segala hal, kemudian sikap tanggung jawab. Selanjutnya, peneliti melakukan analisis dokumen RPP terkait dengan penginternalisasian nilai-nilai kewirausahaan yang terintegrasi dalam mata pelajaran. Hasil analisis dokumen RPP menunjukkan bahwa pada 21 Maret 2016 dalam mata pelajaran SBK terdapat nilai-nilai kewirausahaan yang dikembangkan diantaranya karakter disiplin, tekun, tanggungjawab, ketelitian, kerjasama, percaya diri. Pada tahapan pelaksanaan guru menjelaskan pentingnya nilai tersebut untuk dimiliki oleh peserta didik dengan berdiskusi aktif. Selanjutnya guru menjelaskan langkah-langkah pembuatan karya. Setelah seluruh perserta didik paham, guru membimbing agar mereka membuat karya dengan kreativitas mereka. Guru juga membimbing peserta didik yang belum paham serta meminta yang lain ikut membantu yang belum bisa. Setelah selesai hasil pekerjaan peserta didik dinilai dan dipajang di depan kelas. Berdasarkan trianggulasi sumber dan trianggulasi teknik yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa guru di Sekolah Dasar Mutiara Bunda mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam mata pelajaran antara lain yaitu; kemandirian, ketelitian, kedisiplinan, kerjasama, ketekunan, kreativitas, keuletan, kejujuran, tanggungjawab, dan kemampuan mengambil keputusan. Nilai yang dikembangkan oleh masing-masing guru berbeda. Perbedaan nilai disesuaikan dengan mata pelajaran diajarkan, dan tingkat perkembangan kebutuhan siswa yang berbeda. Berdasarkan wawancara pelaksanaan pendidikan kewirausahaan melalui mata pelajaran menggunakan metode-metode pembelajaran. Hal ini dapat dilihat pada catatan wawancara dengan guru kelas 3, 4 dan 5 pada tanggal 01 dan 02 April 2016 sebagai berikut; (1) Siswa praktik langsung, misalnya membuat produk/kerajinan tertentu, selain itu melalui ceramah, guru bercerita atau menjelaskan tentang hal-hal yang berkaitan kewirausahaan disekitar siswa. Guru juga berperan sebagai model dan pembimbing peserta didik. Melalui metode ini siswa memiliki pengalaman dan mendapatkan ilmu yang lebih banyak karena mereka yang membuat; (2) Siswa terlebih dahulu menganalisis misalnya barang yang sudah tidak terpakai hendak dibuat sesuatu yang memiliki nilai jual kemudian biasanya langsung/praktik membuat kerajinan atau produk tertentu, kemudian dijelaskan oleh guru untuk membuat produk yang sebaik mungkin agar dapat memiliki nilai jual. Serta menekankan pentingnya kita membuat sesuatu yang semenarik mungkin dan kreatif. Pernyataan di atas diperkuat dengan hasil observasi pada tanggal 01 April 2016 yang menunjukkan bahwa dalam pembelajaran IPS guru mengajak peserta didik untuk melihat Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
601
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
kegiatan transaksi jual beli di pasar. Sebelum melakukan pengamatan, guru mempersiapkan halhal penting yang di pelajari serta alat dan bahan yang dibutuhkan peserta didik saat kegiatan di lapangan. Peserta didik diminta untuk mewawancarai pedagang yang ada di pasar dengan pertanyaan yang mereka buat. Selanjutnya dari kesimpulan pengamatan dan wawancara disampaikan di kelas. Berdasarkan trianggulasi teknik hasil wawancara, dan observasi dapat disimpulkan bahwa di Sekolah Dasar Mutiara Bunda metode pembelajaran yang dikembangkan dalam menerapkan pendidikan kewirausahaan menggunakan praktik langsung. Namun dapat pula menggunakan metode lain yang dapat menjadikan pembelajaran yang aktif serta disesuaikan materi pembelajaran. Berdasarkan hasil pembelajaran peserta didik selain memiliki pengalaman yang nyata dan berkesan keterampilan mereka juga dikembangkan dengan membuat hiasan dari bahan yang tidak terpakai, kerajinan tangan, mainan dan sebagainya. Melalui metode ini peserta didik memiliki pengalaman yang lebih karena siswa berusaha menciptakan produknya sendiri. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda memiliki karakteristik yang berbeda yang dikembangkan pada setiap kelas. Hal ini dapat dilihat pada catatan wawancara dengan guru kelas 4, 3 dan 5 pada tanggal 01 April dan 02 April 2016 sebagai berikut; 1) Materi yang diberikan kepada peserta didik berbeda. Selain dari perbedaan kelas juga berdasarkan arahan dari wakil kepala sekolah tentang materi yang diberikan. Materi untuk kelas awal selain disesuaikan dengan materi yang ada dalam silabus biasanya melatih anak untuk kegiatan jual beli, mengenalkan jenis usaha yang ada disekitar peserta didik, dan penanaman dasar jual beli. Pada kelas akhir diberikan berbagai keterampilan membuat produk misalnya membuat kincir angin, roncean dari biji-bijian dan nilai-nilai seperti kreativitas, meningkatkan nilai jual, kerjasama. Kemampuan siswa dalam menganalisis suatu masalah, kemudian menciptakan peluang; (2) Materi yang diberikan berbeda disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik. Kelas awal diajarkan hal-hal dasar, misalnya jual beli yang benar, bersikap jujur, sopan. Kelas akhir/ kelas tinggi melanjutkan hal-hal berkaitan yang diajarkan dikelas awal; (3) Materi yang diberikan berbeda di masing-masing kelas disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik dan materi dalam silabus. Untuk kelas awal biasanya diajarkan hal-hal dasar, misalnya jual beli yang benar, bersikap jujur, santun agar peserta didik memiliki karakter yang baik dahulu. Materi yang diberikan yang sesuai dengan silabus serta memberikan berbagai keterampilan dengan membuat reroncean, melukis hiasan dari kelapa dan nilainilai seperti keberanian, kedisiplinan, dan ketelitian. Berdasarkan trianggulasi sumber dari hasil wawancara dapat disimpulkan bahwa di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dalam mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik memiliki perbedaan. Hal ini dipengaruhi oleh materi dalam silabus yang berdeda pada setiap kelas. Pada kelas awal diberikan materi pada hal yang sifatnya mendasar dalam kemampuan jual beli, bersikap jujur, santun menghitung uang, keterampilan dasar melalui bimbingan dari guru. Selain itu pengetahuan terkait kewirausahaan diberikan pada hal dasar misalnya mengenalkan usaha dan jenis-jenis usaha disekitar siswa. Hal ini dimaksudkan agar peserta didik memiliki karakter dan pengetahuan dasar bagi siswa tentang kewirausahaan. Sedangkan materi pada kelas akhir lebih luas dan beragam. Peserta didik dikenalkan membuat karya kerajinan yang memiliki nilai jual misalnya meronce, melukis hiasan, membuat boneka, cap lampu. Pengetahuan peserta didik tentang pendidikan kewirausahaan dikembangkan melalui aktivitas berfikir dalam pembelajaran misalnya menganalis, menciptakan peluang.
602
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan memiliki banyak kendala. Kendala yang dihadapi guru di Sekolah Dasar Mutiara Bunda antara lain diuraikan oleh beberapa guru. Berikut petikan wawancara dengan Guru kelas 5, 3 dan 4 pada tanggal 01 dan 02 April 2016; Peneliti : Apa yang menjadi kendala dalam penerapan pendidikan kewirausahaan ini? Gr 5 : Kendala pada waktu yang terbatas, jadi kadang pekerjaan belum selesai tetapi waktu sudah habis, kemudian kadang kurang terkontrol aktivitas siswa, serta misalnya kerja kelompok kerja samanya kurang. Gr 4 : Terkadang siswa lupa tidak menjalankan tugas, kurang terkondisi dalam pelaksanaan, kemampuan dalam menghitung uang. Gr 3 : Kendalanya karena anak masih kelas awal kemampuan anak dalam jual beli masih kurang, misalnya mengembalikan uang, harga barang, kadang siswa rugi. Pelaksanaan yang secara terintegrasi dalam mata pelajaran biasanya kemampuan guru dalam memasukkan nilai-nilai yang memiliki muatan kewirausahaan. Selanjutnya berdasarkan wawancara peserta didik dan wali murid di Sekolah Dasar Mutiara Bunda terkait dengan kendala dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan. Berikut petikan wawancara dengan siswa kelas 4 dan 2 wali murid kelas 5 pada tanggal 4 April 2016; Peneliti : Menurut kalian sudah bagus belum kalian berjualannya? Siswa : Ya kadang kurang terkontrol, pak, sering tidak teratur. Peneliti : Menurut bapak adakah kekurangan program ini? Wali : Kekurangannya karena ini masih sekolah dasar ya sudah cukup baik. Peneliti : Menurut ibu kekurangan program ini? Bu MJ : Kekurangannya dalam hal kerjasama. Kadang beberapa orang tua siswa tidak bisa membuat/ menyiapkan barang yang mau dijual. Berdasarkan trianggulasi sumber dari hasil yang wawancara dengan berbagai sumber memiliki berbagai kendala. Kendala pelaksanaan pendidikan kewirausahaan antara lain yaitu; keterbatasan waktu serta kurangnya kemampuan dalam mengkondisikan peserta didik. Peserta didik dikelas awal masih memiliki banyak kendala dalam menghitung uang, sering lupa, menghitung laba rugi. Pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan dalam mata pelajaran guru mengalami kendala berkaitan nilai yang dimasukkan ke dalam mata pelajaran. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan memiliki banyak kendala. Ada beberapa upaya yang dilakukan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda. Berikut petikan wawancara dengan guru bagian kurikulum, guru kelas 3, guru kelas 5 pada tanggal 28 Maret, 04 dan 05 April 2015; Peneliti : Upaya yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah? Bag Kur : Guru harus berkerjasama dengan wali murid, guru lebih sering mengingatkan khusus untuk kegiatan sell and buy’s day. Siswa diharapkan untuk lebih tertib, mandiri, dan tanggungjawab. Program ini harus lebih baik dalam perencanaan, penilaian, dan pelaksanaan, dan evaluasi. AW : Guru harus berkerjasama dengan wali murid, guru lebih sering mengingatkan untuk kegiatan market day melalui komunikasi yang intens.Siswa diajarkan untuk berlatih lebih mandiri dan tanggungjawab khususnya pada siswa di kelas tinggi. SJ : Untuk mengatasi keterbatasan kemampuan guru dibantu dari pihak luar/guru yang lain yang memiliki kemampuan yang lebih di bidang kewirausahaan. Guru juga terus belajar meningkatkan kemampuan dan kalau bisa diberikan pelatihan. Berdasarkan trianggulasi sumber dari hasil wawancara ditemukan upaya yang dilakukan guru di Sekolah Dasar Mtiara Bunda untuk mengatasi kendala tersebut dengan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan wali murid untuk mengontrol serta saling mendukung dan memberikan masukan agar program dapat berjalan dengan baik serta tujuan dapat tercapai. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
603
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
Peningkatan kemampuan guru dalam menginternalisasikan nilai-nilai kewirausahaan dengan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan tentang pedidikan kewirausahaan. Berdasarkan wawancara ada beberapa saran yang dapat dilakukan agar pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Mutiara Bunda dapat lebih baik. Berikut petikan wawancara dengan bagian kurikulum, guru kelas 3, dan 4 pada tanggal 28 Maret, 01 dan 03 April; Peneliti : Apa saja saran untuk perbaikan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan? Bag Kur : Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan masih beberapa ada yang kurang sarannya untuk lebih berkerjasama dengan wali murid, guru lebih sering mengingatkan khusus untuk kegiatan sell and buy’s day. Program ini harus lebih baik dalam perencanaan, penilaian, dan pelaksanaan, dan evaluasi. Gr 3 : Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan masih banyak yang kurang, perlu kita perbaiki lagi dalam hal kemampuan serta pengetahuan tentang kewirausahaan. Kemudian ada guru yang mengembangkan kreativitas siswa sekaligus mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan. Komunikasi dengan orang tua harus dijalin dengan baik lagi agar tujuan pendidikan kewirausahaan dapat tercapai. Gr 4 : Untuk ke depan sekolah perlu menyediakan tempat display karyakarya siswa yang baik yang mampu memberikan inspirasi bagi yang lainnya. Kemudian kemampuan guru perlu ditingkatkan lagi dan perlu tambahan guru yang bertugas untuk mengembangkan kreativitas siswa. Berdasarkan trianggulasi sumber dari hasil wawancara ada berbagai saran agar pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat lebih baik, diantaranya; kemampuan guru dalam hal kewirausahaan lebih ditingkatkan. Peru adanya tempat untuk mewadahi kreativitas peserta didik khusus untuk mengembangkan kreativitas. Selain itu menjalin komunikasi dengan wali murid yang lebih baik, komunikatif agar tujuan dapat tercapai. Pembahasan Munculnya pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik agar memiliki karakter kewirausahaan misalnya memiliki daya kreativitas, mandiri, inovatif, berani mengambil resiko bertanggung jawab, bersikap jujur. Hal ini mendukung dari pengertian Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran atau latihan bagi perannya di masa yang datang (Amri, 2013). Pada akhir 2015, Indonesia tergabung ke dalam salah satu dari 9 anggota MEA yang haruslah mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) yang trampil, cerdas, dan kompetitif. Selaras dengan pendapat Zimmerer dalam Suryana (2006: 14) kewirausahaan merupakan penerapan kreativitas dan inovasi untuk memecahkan masalah dan memanfaatkan peluang yang dihadapi. Kreativitas diartikan sebagai kemampuan mengembangkan ide-ide dan menemukan cara-cara baru dalam memecahkan masalah, sedangkan inovasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan kreativitas untuk memecahkan masalah dan peluang untuk meningkatkan kekayaan hidup. Kesiapan peserta didik dengan bimbingan guru dalam mengembangkan daya kreativitas, pengajaran yang membentuk kemandirian serta latihan dalam keberanian mengambil resiko dalam menghadapi masa yang datang. Tujuan pelaksanaan pendidikan kewirausahaan untuk mengembangkan karakter kewirausahaan. Hal ini didukung oleh pendapat Ngadi (2005:5) bahwa karakter kewirausahaan sangat dibutuhkan bagi negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan terintegrasi dengan kegiatan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dilaksanakan oleh seluruh warga
604
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
sekolah. Hal ini sebagai upaya untuk menciptakan suasana kewirausahaan. Proses pelaksanaan pendidikan kewirausahaan guru kelas memiliki peranan penting, selain untuk menilai perkembangan siswa dan mengembangkan nilai-nilai kewirausahaan melalui kegiatan terpadu di sekolah. Hal ini sependapat dengan Endang Mulyani, dkk (2010: 58-59) menyatakan pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu dengan kegiatan-kegiatan di sekolah. Selain itu wali murid yang memiliki kompetensi dan keahlian berkaitan dengan kewirausahaan dilibatkan selain untuk membantu pelaksanaan program kewirausahaan juga memberikan materi kepada peserta didik. Pembelajaran yang dilakukan pada tiap kelas juga memiliki perbedaan disesuaikan dengan tingkat perkembangan. Hal ini sejalan dengan Endang Poerwanti dan Nur Widodo (2005:17) mengemukakan perkembangan pada anak melewati tahapan-tahapan tertentu, dan setiap tahapan memiliki ciri yang khusus dan berbeda dengan tahapan lainnya. Perbedaan materi serta nilai kewirausahaan disesuaikan dengan mata pelajaran diajarkan. Selain itu materi yang diberikan harus sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik serta kebutuhan yang berbeda. Pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda memiliki berbagai kendala. Pada tahapan perencanaan guru mengalami kesulitan untuk memasukkan nilai-nilai kewirausahaan ke dalam mata pelajaran. Keterbatasan waktu sering mengganggu mata pelajaran selanjutnya. Selain itu di Sekolah Dasar Mutiara Bunda memiliki sebuh rak display yang menampung hasil karya terbaik siswa, namun dari segi penempatan rak display tersebut masih kurang tepat. Upaya mengatasi kendala pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar Mutiara Bunda dilakuakan dengan menjalin komunikasi dan kerjasama dengan wali murid untuk mengontrol serta saling mendukung program. Wali murid juga diharapkan mampu memberikan masukan kepada sekolah. Peningkatkan kemampuan guru dalam menginternalisasikan nilainilai kewirausahaan penting dilakukan. Melalui kegiatan pelatihan, berkomunikasi dengan pihak-pihak yang terlibat dalam kewirausahaan serta saling memberikan masukan antar guru dalam pelaksanaan pendidikan kewirausahaan di kelas. Simpulan Munculnya pendidikan kewirausahaan di latar belakangi oleh perkembangan zaman yang harus diimbangi pula dengan perkembangan peserta didik dalam karakter wirausaha, persentase pengangguran yang tinggi pada lulusan Perguruan Tinggi dan kemampuan bersaing dalam kreativitas, inovasi dan menghasilkan ide-ide dalam upaya menghadapi MEA. Penerapan pendidikan kewirausahaan dilaksanakan melalui integrasi mata pelajaran. Proses pengintegrasian nilai-nilai kewirausahaan ke dalam mata pelajaran dilakukan melalui tahapan guru mengidentifikasi materi yang ada dalam silabus yang dapat dimuati nilai kewirausahaan. Namun dalam pengintegrasiaan terbatas pada mata pelajaran tertentu saja. Pelaksaanaannya melalui kegiatan jual beli yang disebut sell and buy’s day, home skill dan kegiatan sekolah seperti pameran. Kendala-kendala yang timbul dalam pendidikan kewirausahaan adalah dalam hal waktu yang terbatas dan kurang terampilnya guru mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan pada materi pelajaran. Rekomendasi Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan, maka peneliti mengajukan rekomendasi yang dipandang berguna dan yang dapat mempertimbangkan agar dapat menerapkan pendidikan kewirausahaan di Sekolah Dasar dala upaya menghadapi MEA, antara lain: (1) membentuk
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016
605
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran STKIP PGRI Jombang, Jawa Timur, Indonesia, 23 - 24 April 2016 ISSN 2443-1923
karakter peserta didik yang mampu memberikan ide-ide dan memecahkan masalah dari, (2) melatih keterampilan guru dalam mengintegrasikan nilai-nilai kewirausahaan dalam mata pelajaran, (3) Setiap sekolah mengupayakan memberikan nilai-nilai kewirausahaan kepada peserta didik sejak Sekolah Dasar. Daftar Pustaka Amri, Sofan. 2013. Pengembangan & Model Pembelajaran dalam Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pustaka Anonim. 2003. Standar Penilaian Buku Pelajaran Pengetahuan dan Sosial SD – SMP Departemen Pendidikan Nasional. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor: 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Jakarta. Dimyati, dkk. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Kasmir. 2006. Kewirausahaan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Muhajir. 2013. Buku Pedoman Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kemdikbud Poerwati, Endah Loeloek, dkk. 2013. Panduan Memahami Kurikulum 2013. Jakarta: Prestasi Pusaka Rusdiana. (2014). Kewirausahaan Teori dan Praktik. Bandung: CV PUSTAKA SETIA Sugihartono, dkk. 2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:UNY Press Suryana. 2006. Kewirausahaan Pedoman Praktis, Kiat dan Proses Menuju Sukses Edisi 3. Jakarta: Salemba Empat Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. 2002. Jakarta https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1196 Mujiono. 2016. Ekonomi Internasional Masyarakat Ekonomia ASEAN dalam Sistem Perekonomian Dunia. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomie (STIE) Way Jepara Lampung Timur http://ragilmujiono.blogspot.co.id/2016/03/makalah-mea-masyarakat-ekonomiasean.html diunduh 05 April 2016 Sudaryanto, Adam. 2015. Pendidikan Kewirausahaan Kunci Bersaing dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN. http://www.kompasiana.com/adamsudaryanto/pendidikankewirausahaan-kunci-bersaing-dalam-masyarakat-ekonomi-asean2015_564a72d520afbd26048b456d diunduh 05 April 2016 Suroso, GT. 2015. Masyarakat Ekonomi ASEAN dan Perekonomian Indonesia. http://www.bppk.kemenkeu.go.id/publikasi/artikel/150-artikel-keuangan-umum/20545masyarakat-ekonomi-asean-mea-dan-perekonomian-indonesia diunduh 05 April 2016
606
Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian Pendidikan dan Pembelajaran Vol. 2 No. 1 Tahun 2016