Peran Pendidikan Kejuruan dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) Arif Bintoro Johan FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
[email protected]
ABSTRACT Education, including vocational education, has an important role in the development of the whole man and the development of Indonesian society. One of the strategic efforts in developing competitiveness in the Asian Economic Community (AEC) is a strategic efforts in optimizing the vocational technology education at various levels. Technology education and vocational education sector as one of the reliable suppliers of labor. In particular, vocational technology education program geared to produce graduates who have mastered the ability in certain areas of work that can be directly absorbed as workers in industry / private, government agency or self-employed independently. Vocational education will be able to run optimally if the stakeholders (public, government, industry / business) work together in realizing education that prepares ready workforce. Formation of AEC aims to improve the welfare of all members of ASEAN so as to face competition on a regional and global scope. This is a highly significant advance in response to the care of human security that include economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security and political security. Indonesia is currently in the phase of economic growth. In order to support sustainable economic growth, it is necessary for the strengthening of the quality of human resources who are able to meet these challenges. Then vocational education must have a maximum role in generating employment ready and able to compete in the face of the AEC. Keywords: vocational education, AEC
PENDAHULUAN Indonesia mau tidak mau terlibat di dalam proses globalisasi dan persaingan yang semakin meluas dalam berbagai bentuk berupa arus barang dan jasa tenaga kerja dan arus modal. Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) merupakan salah satu peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia dalam menghadapi abad ekonomi Asia ini. Melalui MEA, akan terjadi integrasi sektor ekonomi. Konsep utama dari MEA adalah menciptakan ASEAN sebagai sebuah pasar tunggal dan kesatuan basis produksi dimana terjadi free flow atas barang, jasa, faktor produksi, investasi dan modal serta penghapusan tarif bagi perdagangan antar negara ASEAN yang kemudian diharapkan dapat mengurangi kemiskinan dan kesenjangan ekonomi diantara negara-negara anggotanya melalui sejumlah kerjasama yang saling menguntungkan. Di pilihnya Indonesia sebagai pusat perdagangan bebas MEA, maka pemerintah Indonesia perlu untuk melakukan persiapan, mulai dari persiapan infrastruktur sampai kepada persiapan dalam menciptakan Sumber Daya Manusia (SDM) masyarakat Indonesia yang terampil, mempuni dan professional. Untuk menciptakan SDM yang terampil, mempuni dan professional, tidak terlepas dari pendidikan yang berkualitas. Tanpa pendidikan yang berkualitas, harapan
untuk menciptakan SDM yang terampil, mempuni dan professional, akan hanya menjadi sebuah harapan. Persaingan tenaga kerja di dalam MEA akan sangat ketat. Bagai manapun di dalam dunia pasar bebas MEA, Indonesia akan di banjiri oleh tenaga kerja dan pelaku usaha dari negara asing di kawasan ASEAN. Apa lagi ukuran SDM masyarakat Indonesia berada rata rata di bawah SDM masyarakat Warga Negara Asing kawasan ASEAN. Tanpa SDM yang terampil, mumpuni dan professional yang di miliki oleh masyarakat Indonesia, maka dapat di pastikan Indonesia hanya akan menciptakan para tenaga kerja kasar, seperti buruh, dan pembantu rumah tangga. Dalam era global, dunia pendidikan di Indonesia pada saat ini dan yang akan datang masih menghadapi tantangan yang semakin berat serta kompleks. Indonesia harus mampu bersaing dengan negara-negara lain baik dalam produk, pelayanan, maupun dalam penyiapan sumber daya manusia. Ada beberapa contoh sebagai tantangan Indonesia untuk dapat mengembangkan potensi sumber daya manusia yaitu dengan kondisi nyata bahwa posisi Indonesia dalam peringkat daya saing bangsa di dunia internasional adalah nomor 102 tahun 2003 sedangkan tahun 2007 nomor 111 dengan skor 0.697 dari 106 negara Asia Afrika yang disurvei Human Development Indeks (HDI) (nationmaster.com). Tugas pemerintah dan para pemangku kepentingan yang terkait ialah mempersiapkan sumber daya manusia unggul dan berdaya saing dengan memastikan pembangunan ekonomi linear dengan pembangunan manusia. Kualitas tenaga kerja yang tinggi akan hadir apabila kualitas pembangunan manusia Indonesia berdaya saing unggul. Akses terhadap pendidikan, kesehatan, pekerjaan, gizi, dan fasilitas publik lainnya akan menentukan kualitas manusia dan tenaga kerja Indonesia.
PEMBAHASAN Keunggulan suatu bangsa tak lagi bertumpu pada kekayaan alam, melainkan pada keunggulan sumber daya manusia, yaitu tenaga pendidik yang mampu menjawab tantangan-tantangan yang sangat cepat. Kekayaan ini sudah lebih dari cukup untuk mendorong pakar dan praktisi pendidikan melakukan kajian sistematik untuk membenahi atau memperbaiki sistem pendidikan nasional. Agar lulusan sekolah mampu beradaptasi secara dinamis dengan perubahan dan tantangan itu, pemerintah melontarkan berbagai kebijaksanaan tentang pendidikan yang memberikan ruang yang luas bagi sekolah dan masyarakatnya untuk menentukan program dan rencana pengembangan sendiri sesui dengan kebutuhan dan kondisi masing-masing. Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasarannya adalah peningkatan kualitas SDM. Oleh karena itu, pendidikan juga merupakan alur tengah pembangunan dari seluruh sektor pembangunan. Pendidikan sangat erat kaitannya dengan pembangunan. Pendidikan merupakan usaha untuk diri manusia dan mampu menghasilkan SDM yang menunjang pembangunan sedangkan pembangunan merupakan usaha dari diri manusia dan dapat menunjang pendidikan (pembinaan, penyelidikan, saran dan seterusnya). Pendidikan menduduki posisi sentral dalam pembangunan karena sasaranya adalah peningkatan kualitas SDM. Pemenuhan tenaga kerja yang produktif dapat dilakukan dengan pendidikan ketenagakerjaan. Pendidikan ketenagakerjaan non formal dan informal dilakukan pada Balai Latihan Kerja (BLK), Community Centre (CC), lembaga latihan kerja, kursus latihan kerja, dan lain-lainya. Sedangkan pendidikan ketenagakerjaan secara formal umumnya dilakukan pada jenjang pendidikan menengah atas dan pendidikan tinggi dengan jenis pendidikan kejuruan, vokasi, professional dan akademik sesuai amanat Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional no 20 Tahun 2003).
Pendidikan kejuruan merupakan pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (UU No. 13 tahun 2003). Arti pendidikan kejuruan lebih spesifik dijelaskan dalam peraturan pemerintah (PP) No. 29 tahun 1990, yaitu pendidikan pada jenjang menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu. Dalam Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 15 diuraikan bahwa SMK sebagai bentuk satuan pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Pendidikan kejuruan memiliki karakteristik yang berbeda dengan pendidikan umum, baik ditinjau dari kriteria pendidikan, substansi pelajaran, maupun lulusannya. Kriteria yang melekat pada sistem pendidikan kejuruan menurut Finch dan Crunkilton (1984: 12-13) antara lain (1) orientasi pendidikan dan pelatihan; (2) justifikasi untuk eksistensi dan legitimasi; (3) fokus pada isi kurikulum; (4) kriteria keberhasilan pembelajaran; (5) kepekaan terhadap perkembangan masyarakat; dan (6) hubungan kerjasama dengan masyarakat. Nolker (1983), menyatakan bahwa dalam memilih substansi pelajaran, pendidikan kejuruan harus selalu mengikuti perkembangan IPTEK, kebutuhan masyarakat, kebutuhan individu, dan lapangan kerja. Pemerintah terus mendorong lulusan SLTP untuk melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dengan harapan mereka dapat menjadi lulusan yang terampil dan siap kerja. Lulusan yang terampil dan produktif sangat dibutuhkan di dunia industri yang saat ini menguasai sektor ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa keunggulan industri di suatu negara ditentukan oleh kualitas tenaga terampil yang terlibat langsung dalam proses produksi. Beberapa alasan mengapa diperlukannya tenaga terampil sebagai penopang keunggulan industri adalah: (1) tenaga terampil adalah orang yang terlibat langsung dalam proses produksi barang maupun jasa; (2) tenaga terampil sangat diperlukan untuk mendukung pertumbuhan industri di suatu negara; (3) persaingan global berkembang semakin ketat dan tajam, tenaga terampil adalah faktor keunggulan menghadapi persaingan global; (4) kemajuan teknologi adalah faktor penting dalam meningkatkan keunggulan, faktor keunggulan ini tergantung pada tenaga terampil yang menguasai dan mengaplikasikannya; (5) orang yang memiliki keterampilan memiliki peluang tinggi untuk bekerja dan produktif, semakin banyak suatu negara mempunyai tenaga terampil dan produktif maka semakin kuat pembangunan ekonomi negara yang bersangkutan; dan (6) semakin banyak negara mempunyai tenaga tidak terampil, maka semakin banyak kemungkinan pengangguran yang akan menjadi beban ekonomi negara yang bersangkutan (Djojonegoro, 1998). Pendidikan kejuruan berfungsi menyiapkan siswa menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang mampu meningkatkan kualitas hidup, mampu mengembangkan dirinya, dan memiliki keahlian dan keberanian membuka peluang meningkatkan penghasilan. Sebagai suatu pendididikan khusus, pendidikan kejuruan direncanakan untuk mempersiapkan peserta didik untuk memasuki dunia kerja, sebagai tenaga kerja produktif yang mampu menciptakan produk unggul yang dapat bersaing di pasar global dan professional yang memiliki kualitas moral di bidang kejuruannya (keahliannnya). Di samping itu pendidikan kejuruan juga berfungsi mempersiapkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Fungsi pendidikan kejuruan menyiapkan siswa menjadi tenaga kerja produktif antara lain meliputi: a. Memenuhi keperluan tenaga kerja dunia usaha dan industri. b. Menciptakan lapangan kerja bagi dirinya dan bagi orang lain. c. Merubah status siswa dari ketergantungan menjadi bangsa yang berpenghasilan (produktif).
Sedangkan sebagai tenaga kerja professional siswa mampu mengerjakan tugasnya secara cepat, tepat dan effisien yang didasarkan pada unsur-unsur berikut: a. ilmu atau teori yang sistematis, b. kewenangan professional yang diakui oleh klien, c. sanksi dan pengakuan masyarakat akan keabsahan kewenangannya dan d. kode etik yang regulative. Selanjutnya, menyiapkan siswa menguasai IPTEK dimaksudkan agar siswa: a. Mampu mengikuti, menguasai, dan menyesuaikan diri dengan kemajuan IPTEK. b. Memiliki kemampuan dasar untuk dapat mengembangkan diri secara berkelanjutan Adapun beberapa persoalan mendasar yang masih dihadapi Indonesia dalam rangka menghadapi MEA 2015. Pertama, masih tingginya jumlah pengangguran terselubung (disguised unemployment). Kedua, rendahnya jumlah wirausahawan baru untuk mempercepat perluasan kesempatan kerja. Ketiga, pekerja Indonesia didominasi oleh pekerja tidak terdidik sehingga produktivitas mereka rendah. Keempat, meningkatnya jumlah pengangguran tenaga kerja terdidik, akibat ketidaksesuaian antara lulusan perguruan tinggi dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Kelima, ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarsektor ekonomi. Keenam, sektor informal mendominasi lapangan pekerjaan, dimana sektor ini belum mendapat perhatian optimal dari pemerintah. Ketujuh, pengangguran di Indonesia merupakan pengangguran tertinggi dari 10 negara anggota ASEAN, termasuk ketidaksiapan tenaga kerja terampil dalam menghadapi MEA 2015. Kedelapan, tuntutan pekerja terhadap upah minimum, tenaga kontrak, dan jaminan sosial ketenagakerjaan. Kesembilan, masalah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang banyak tersebar di luar negeri. Usaha peningkatan kualitas SDM bisa ditempuh dengan upaya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan akademisi untuk menetapkan standar kompetensi profesionalisme di masing-masing sektor. Upaya peningkatan kualitas SDM untuk bersaing dalam menghadapi MEA 2015 harus segera dilaksanakan dalam rangka mencapai kemajuan dan mengejar ketertinggalannya dari negara-negara lain. Seiring dengan kedudukan dan peran tenaga kerja yang sangat penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, momentum berlakunya MEA harus menjadi agenda nasional dalam menata persoalan tenaga kerja selama ini seperti tercantum dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pun layak dipertimbangkan sebagai payung hukum dalam meningkatkan kualitas tenaga kerja secara umum sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan. Paradigma baru peningkatan kualitas tenaga kerja bertumpu pada tiga pilar utama, yaitu standar kompetensi kerja, pelatihan berbasis kompetensi serta sertifikasi kompetensi oleh lembaga yang independen. Dalam jangka waktu yang singkat, kemampuan berinovasi dan penguasaan teknologi merupakan keniscayaan untuk segera dilakukan karena mayoritas output pendidikan dasar dan menengah akan bekerja di sektor bawah atau tenaga kasar. Ketrampilan ini bisa diupayakan dengan cepat karena siswa akan diajarkan bagaimana cara bekerja yang kreatif dan inovatif. Adapun pengembangan kemampuan membangun jaringan diprioritaskan bagi tenaga kerja level manajemen yang umumnya diemban oleh lulusan perguruan tinggi. Akan tetapi, jika ketrampilan ini dimiliki oleh semua level pendidikan maka dapat meningkatkan kualitas kerja lulusan pendidikan sehingga daya saing tenaga kerja kita meningkat. Menyiapkan sumber daya manusia memang bukan pekerjaan mudah dan bisa dilakukan secara instan. Akan tetapi, apabila pendidikan kita (guru dan sekolah) bisa membekali siswa dengan kedua ketrampilan tersebut, lulusan pendidikan kita akan memiliki rasa percaya diri dan motivasi untuk mengembangkan diri secara optimal
sehingga mampu bersaing secara global. Mampukah perangkat pendidikan kita melakukannya? Jika tidak, pemerintah harus memberikan regulasi-regulasi yang mempermudah masyarakat untuk membuka lembaga-lembaga pelatihan yang membekali keterampilan untuk berinovasi, penguasaan teknologi, dan kemampuan membangun jaringan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja. Dengan demikian, pendidikan kita memiliki andil besar dalam menyiapkan sumberdaya yang siap menghadapi MEA 2015 maupun persaingan global. SIMPULAN Peranan dunia pendidikan dalam menyongsong datangnya MEA, sangat di harapkan. Baik berupa pendidikan secara formal, non formal dan informal apalagi dalam lingkup perdidikan kejuruan. Karena bagaimanapun dengan adanya MEA ini akan melahirkan dampak bagi manusia Indonesia untuk mengejar kompetensi yang di harapkan agar masyarakat Indonesia dapat bersaing dengan masyarakat negara negara ASEAN yang memasuki pasar bebas MEA. Pendidikan kejuruan memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, yakni melalui kemampuan untuk menghasilkan SDM atau tenaga kerja yang terampil dan produktif sesuai tuntutan era globalisasi. Pendidikan kejuruan dapat diartikan sebagai pendidikan keduniakerjaan. Dunia kerja dan pekerjaan berubah dan berkembang akibat kemajuan teknologi.Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan kejuruan yang efektif perlu diperhatikan adanya beberapa prinsip pendidikan kejuruan di antaranya: a. Tugas-tugas latihan dilakukan dengan cara, alat dan mesin yang sama seperti yang ditetapkan di tempat kerja. b. Peserta didik dilatih dalam kebiasaan berpikir dan bekerja seperti yang diperlukan dalam pekerjaan itu sendiri. c. Guru telah mempunyai pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan pada operasi dan proses kerja yang akan dilakukan. d. Sejak awal latihan sudah ada pembiasaan perilaku yang akan ditunjukkan dalam pekerjaannya. e. Pelatihan diberikan pada pekerjaan yang nyata. DAFTAR PUSTAKA Andini. 2008. Pendidikan Kejuruan one1thousand100education.wordpress.com/ - 180k diakses tanggal 29 Maret 2009. Anonim .2006a. Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat. sanyasyari.com/wpcontent/uploads/2006/10/bab4-sejahtera.pdf – diakses tanggal 28 Maret 2009 BPS. 2009.Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Indonesia Agustus 2009 Menurun Dibandingkan TPT Februari 2009. (online) (http://www.bps.go.id/?news=733 diakses tanggal 12/02/2010). Calhoun, C.C. dan Finch, A.V. 1982. Vocational Education : Concept and Operations. California : Wads Worth Publishing Company. Djohar, A. 2012. Pendidikan Teknologi dan Kejuruan. (Online), Dyrenfurth, Michael, J. (1984). Literacy for a technological world. The Ohio State University. Columbus. Ohio. National Center for Research in Vocational Education. Feirer, John L. & Lindbeck John R. 1986. Production technology. Industry today and tomorrow. California, Glencoe Publshing Company.
Griffith, Alan K & Heath, Nancy Parsons. 1996. High school student’s views about technology. Research in Science and Technological Education. Volume 14, number 2, 153-162. Hasan, B. 2012. Pendidikan Kejuruan di Indonesia. (Online), Hendley, Dave & Lyle, Sue. 1996. Pupil’s perception of design and technology: a case study of pupils in South Wales. Research in Science and Technological Education. Volume 14, number 2, 141-151. Hiebert, B & William B, W. 2002. Technical and Vocational Education and Training in the 21st Century: New Roles and Challenges for Guidance and Counselling. UNESCO (online) (http://unesdoc.unesco.org/images/0013/001310/131005e.pdf diakses tanggal 17 Februari 2010). Karsidi,R. 1999. Mobilitas Sosial Petani Di Sentra Industri Kecil Kasus Di Surakarta (online)(www.uns.ac.id/data/0016.pdf - Mirip Diakses tanggal 2 April 2010. Kurniawan. 2012. Pendidikan Kejuruan Harus Demokratis. (Online), (http://reMakhun, J. 2012. Pendidikan Kejuruan. (Online), Nugroho, A. 2010. Indonesia Siap Hadapi ACFTA. http://www.antaranews.com/berita/1264175063/indonesia-siap-hadapi-acfta, diakses tanggal 7 Mei 2010. Ramelan. 2005. The Training Managers: A Handbook. The Art of Training and Development. Davis. E, terjemahan. Jakarta: P.T. Bhuana Ilmu Populer. searchengines.com/0208kurniawan.html) diakses 20 Desember 2012. Sumitro, dkk. 1998. Pengantar ilmu pendidikan. Fakultas Ilmu Pendidikan. Universitas Negeri Yogyakarta. Suyanto. 2006. Tantangan profesionalisme guru di era global. Makalah disampaikan pada Dies Natalis Universitas Negeri Yogyakarta, pada tanggal 21 Mei 2006. Tilaar, D.A.R. 2006. Manajemen pendidikan nasional. PT.Remaja Rosdakarya, Jakarta 2006 Tuwoso, 2012. Kapita Selekta Pendidikan Kejuruan. Malang: PPs UM Wardiman Djojonegoro. 1998. Pengembangan sumber daya manusia melalui SMK. PT. Jayakarta Agung Offset. Jakarta