Dudi Supriyadi, Upaya Menumbuhkan Kegiatan Usaha Ekonomi ...
17
UPAYA MENUMBUHKAN KEGIATAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF OLEH PERGURUAN TINGGI Dudi Supriyadi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Sumedang
ABSTRAK Keberadaan Perguruan Tinggi pada satu wilayah akan sangat berdampak langsung maupun tidak langsung pada kemajuan wilayah tersebut. Tri Dharma Perguruan Tinggi mengisyaratkan banyak hal yang harus dilakukan Perguruan Tinggi. Sensus tenaga kerja di Kecamatan Jatinangor menunjukkan lebih dari 21% penduduk di Jatinangor adalah penganggur atau bekerja dengan pola dan penghasilan yang tidak jelas, pendidikan para pekerja memperlihatkan bahwa hampir 50% lulusan SD dan hanya 4,1% lulusan perguruan tinggi. Kegiatan ekonomi penunjang perguruan tinggi lebih banyak dilakukan oleh pendatang (68,5%) dari pada penduduk lokal (31,5%). Dengan demikian keberadaan perguruan tinggi belum mampu mengurangi tingkat pengangguran bagi penduduk lokal. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa kegiatan pengembangan usaha produktif yang dilaksanakan oleh Perguruan tinggi di Kecamatan Jatinangor dilaksanakan oleh masing-masing perguruan tinggi tersebut lebih banyak melalui lembaga penelitian dan lembaga pengabdian masyarakat dengan fokus pemberdayaan masyarakat sesuai dengan disiplin ilmu yang dikembangkan. Kontribusi perguruan tinggi terhadap pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat Jatinangor dilakukan dengan mengembangkan Bidang Produksi, Akses Pemasaran, Pendidikan dan Pelatihan, Manajemen, Akses Modal. ABSTRACT The existence of universities in the region will greatly a direct impact on the progress and the region. Tri Dharma Perguruan Tinggi suggests lots of things to do Perguruan Tinggi. Census workers in the District Jatinangor showed more than 21% of the population in Jatinangor are unemployed or working patterns, the education of the workers showed that nearly 50% of primary school graduates and only 4.1% of college graduates. Economic activity supporting higher education is mostly done by newcomers (68.5%) of the local population (31.5%). Thus the existence of Perguruan Tinggi. have not been able to reduce the unemployment rate for local residents. Results of research and discussion shows that productive business development activities carried out by universities in Sub Jatinangor carried out by each of the universities more through research institutes and institutions of community service with a focus on community empowerment in accordance with the disciplines developed. Contribution of Perguruan Tinggi. to the development of productive economic activities carried out by developing community Jatinangor Production Sector, Access Marketing, Education and Training, Management, Access Capital. Keyword: : Ekonomi Kreatif 1. LATAR BELAKANG Perjalanan ekonomi Indonesia selama empat tahun dilanda krisis 1997-2001 memberikan perkembangan yang menarik mengenai posisi usaha kecil yang secara relatif menjadi semakin besar sumbangannya terhadap pembentukan PDB. Hal ini seolah-olah mengesankan bahwa kedudukan usaha kecil di Indonesia semakin
kokoh. Kesimpulan ini pada saat itu memang memperkuat kesadaran baru akan posisi penting pembangunan UKM di tanah air. Namun barangkali perlu dikaji lebih mendalam agar tidak menyesatkan kita dalam merumuskan strategi pengembangan dalam persfektif jangka waktu yang panjang. Kompleksitas ini akan semakin terlihat lagi bila dikaitkan dengan konteks
18
Coopetition Vol VIII, Nomor 1, Maret 2017, 17 - 25
dukungan yang semakin kuat terhadap perlunya mempertahankan UKM (Usaha Kecil dan Usaha Menengah). Usaha ekonomi produktif sesuai pengertian dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor 7 : Tahun 2009 tentang Pengembangan dan Peningkatan Usaha Ekonomi Produktif adalah segala usaha yang dilakukan kelompok dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat. Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria usaha kecil sebagaimana dimaksud dalam UU No.20 Tahun 2008 tentang usaha kecil. Kerjasama Perguruan Tinggi dengan pemerintah daerah akan menentukan keberhasilan dari strategi, kebijakan, program dan kegiatan pengembangan usaha ekonomi produktif. Pengembangan usaha ekonomi produktif menggabungkan upaya penciptaan kesempatan dan pemberdayaan masyarakat. Pengembangan usaha ekonomi produktif adalah penciptaan kesempatan bagi usaha masyarakat untuk masuk dalam arus ekonomi yang bertumpu pada jaringan kemitraan antara perguruan tinggi dengan masyarakat serta pemerintah daerah. Mengacu pada hasil implikasi penelitian ini terhadap konsep pengembangan usaha ekonomi produktif di lingkungan Jatinangor, perguruan tinggi dapat berperan sebagai komponen sumber daya ilmu pengetahuan. Namun jika mengacu pada faktor-faktor penghambat pengembangan usaha ekonomi produktif terlihat banyak masalah internal dan eksternal yang harus dihadapi. 2. SEKILAS WILAYAH JATINANGOR Jatinangor adalah nama kecamatan yang dulunya dikenal dengan nama kecamatan Cikeruh. Terkait dengan perubahan peruntukan kawasan sesuai dengan surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor: 593/SK.83.PLK/89 tanggal 25 Januari 1989 yang menetapkan bekas kawasan perkebunan Jatinangor ini menjadi kawasan Pendidikan Tinggi, sehingga kecamatan Cikeruh lebih dikenal dengan nama kecamatan Jatinangor, sehingga pada bulan Mei tahun 2000 melalui Perda Kabupaten Sumedang Nomor 51/2000 dan Keputusan Bupati Sumedang Nomor 6 tahun
2001, nama kecamatan Cikeruh resmi diubah menjadi kecamatan Jatinangor. Saat ini Jatinangor dikenal sebagai salah satu kawasan Pendidikan di Jawa Barat (RUTR Kawasan Perguruan Tinggi Jatinangor tahun 19872007 dan RUTR Kawasan Tertentu Perguruan Tinggi Jatinangor 2000-2010). Pencitraan ini merupakan dampak langsung pembangunan beberapa institusi perguruan tinggi di kecamatan ini. Berdasarkan surat Keputusan Gubernur Jawa Barat Nomor : 593/SK.83.PLK/89 tanggal 25 Januari 1989, dinyatakan besaran wilayah yang dimiliki oleh Perguruan Tinggi maupun pihak swasta, dengan rincian : Sekolah Tinggi Pendidikan Dalam Negeri (STPDN) sebesar 280 ha, Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin) sebesar 28 ha, Universitas Winaya Mukti (Unwim) sebesar 51ha, Universitas Padjadjaran (Unpad) sebesar 175 ha, Bumi Perkemahan Kiara Payung 66 ha, greenbelt sebesar 140 ha, cadangan areal konservasi sebesar 194 ha serta ditunjang keberadaan BGG (Bandung Giri Gahana). Ada lima perguruan tinggi dan satu diklat pemerintah yang saat ini memiliki kampus di Jatinangor, yaitu Unpad, Unwim, Ikopin, IPDN, AMIK Al Ma’soem dan Diklat LAN. Keberadaan perguruan tinggi tersebut menimbulkan perubahan terhadap kehidupan masyarakat di sekitarnya. Theresia (1998), menunjukkan bahwa keberadaan perguruan tinggi di Jatinangor mengakibatkan pergeseran mata pencaharian penduduk dari sektor pertanian ke sektor jasa dan perdagangan. Penduduk yang kehilangan mata pencaharian karena lahan pertaniannya terjual tidak bisa masuk ke sektor lain, terpaksa meninggalkan Jatinangor untuk mempertahankan hidup. Dalam sepuluh tahun terakhir di Jatinangor terjadi perkembangan kegiatan sosial dan ekonomi yang relatif cepat akibat perkembangan dan perluasan fisik kegiatan pendidikan, kegiatan industri, dan kegiatan ikutannya. Perkembangan ini tentunya membawa dampak yang cukup besar terhadap masyarakat Jatinangor seperti : 1. Terjadi perubahan struktur sosial masyarakat dari struktur agraris ke struktur perkotaan dengan masuknya aktivitas perguruan tinggi di sebelah Utara dan aktivitas industri di sebelah Selatan. Perubahan ini tentunya diikuti oleh perubahan-perubahan nilai-nilai dalam masyarakat yang relatif cepat, dan berakibat pada terjadinya konflik-konflik horizontal dan vertikal antar berbagai komunitas dalam pemanfaatan sektor publik.
Dudi Supriyadi, Upaya Menumbuhkan Kegiatan Usaha Ekonomi ...
2. Belum adanya sistem kelembagaan yang memiliki kemampuan dan otoritas yang memadai dalam pengelolaan kawasan dalam pelayanan sektor publik. Keberadaan kecamatan dengan kewenangan saat ini sudah tidak cukup mumpuni untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang muncul, sehingga dibutuhkan sebuah lembaga pengelolaan yang terintegrasi dan terpadu 3. Pembangunan prasarana publik kurang terintegrasi karena masing-masing institusi pemerintah dan pihak pergiruan tinggi mengembangkan prasarananya sendiri-sendiri. Juga belum ada pengembangan prasarana terpadu yang terkait dengan Kawasan Jatinangor secara keseluruhan yang terintegrasi dengan sistem Pekotaan di sekitarnya. 4. Terjadi penurunan daya dukung lingkungan akibat ekspansi perkembangan wilayah yang “menggusur” sebagian wilayah hutan lindung. Penurunan daya dukung lingkungan ini tampak pada munculnya masalah kekurangan air, penggundulan hutan, dan banjir di beberapa wilayah. 5. Terjadi marginalisasi penduduk lokal karena posisi tawar yang relatif rendah untuk masuk ke pasar tenaga kerja. Kondisi seperti itu, mendorong berbagai pihak untuk berpikir dan berbuat untuk membangun Jatinangor dalam satu kontinum yang terpadu dan partisipatif. Upaya seperti ini pernah dilakukan perguruan tinggi, sehingga pada tahun 1995, terbentuk Forum Rektor Peguruan tinggi di Jatinangor, Sementara di masyarakat sendiri muncul gagasan yang sama (Hetifah, 2003). Pada tahun 2000 tumbuh gerakan kebersamaan antara semua stakeholders untuk bersama-sama menggagas model pembangunan Jatinangor ke depan. Dari gerakan inilah kemudian lahir Forum Jatinangor. Pemrakarsa pengembangan kesadaran ini adalah Jurusan Planologi ITB. Gagasan ini kemudian ditindaklanjuti dengan pembentukan kelompok kerja pengembangan Jatinangor yang melibatkan perguruan tinggi, pihak pemda, dan komponen masyarakat Jatinangor lainnya (Forum Jatinangor, 2005). Mardianta (2001), menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi penunjang perguruan tinggi lebih banyak dilakukan oleh pendatang (68,5%) daripada penduduk lokal (31,5%). Dengan demikian perguruan tinggi kurang dapat mengurangi tingkat pengangguran bagi penduduk lokal. Sensus tenaga kerja di Kecamatan Jatinangor menun-
19
jukkan lebih dari 21% penduduk di Jatinangor adalah penganggur atau bekerja dengan pola dan penghasilan yang tidak jelas, pendidikan para pekerja memperlihatkan bahwa hampir 50% lulusan SD dan hanya 4,1% lulusan perguruan tinggi (Forum Jatinangor, 2004). Angka di atas memperlihatkan bahwa kawasan Jatinangor menghadapi dua persoalan yaitu pengangguran dan kualitas tenaga kerja yang rendah. Fasilitas pendidikan tinggi yang tersedia tidak dikonsumsi oleh masyarakat Jatinangor sendiri, sehingga mereka tidak mendapatkan manfaat ekonomi yang signifikan dengan keberadaan perguruan tinggi tersebut. Hal ini dapat menimbulkan kesenjangan sosial antara penduduk lokal dengan pendatang. Untuk mengeleminasi permasalahan di atas diperlukan langkah bersama untuk mengembangkan perekonomian masyarakat Jatinangor. Untuk mewujudkan harapan tersebut perlu didukung pemberdayaan masyarakat yang merupakan sebuah gerakan radikal, karena di dalamnya menyangkut perubahan pola kekuasaan dan mengujicoba status-quo. Di dalamnya juga menuntut perubahan perilaku masyarakat sendiri. Pengembangan masyarakat dengan tujuan pemberdayaan, dengan demikian memiliki sejarah dan jalan panjang. Untuk itu pengembangan masyarakat harus memiliki persiapan strategi yang mantap dan berkesinambungan, agar masyarakat siap memasuki era dimana mereka menentukan dan mendifinisikan dirinya sendiri. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga diarahkan pada penyiapan mereka menghadapi pasar dan dunia persaingan. Secara filosofis, dengan adanya penguatan dan pengembangan ekonomi masyarakat yang berisi strategi dan program-program pemberdayaan masyarakat diharapkan dapat membantu dalam memecahkan persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dan juga mendorong terwujudnya masyarakat yang produktif. Sehubungan dengan kecenderungan perkembangan ekonomi dan sosial budaya berlangsung sekarang, yang sangat diwarnai oleh perkembangan ekonomi pasar dan ketergantungan sosialekonomi sangat tinggi terhadap globalisasi dan perkembangan sosial-ekonomi dari luar, maka diperlukan karakter ekonomi yang berproduktif. Karakter produktif adalah karakter berorientasi pada upaya menghasilkan sesuatu untuk memuaskan atau memberikan kontribusi pada orang lain atau lingkungan sekitar. Karakter demikian dido-
20
Coopetition Vol VIII, Nomor 1, Maret 2017, 17 - 25
rong bukan hanya oleh sifat altruistik, tetapi juga aktualisasi pengembangan diri, atau berorientasi pada nilai kemanusiaan atau sosial universal. Dengan memberi hasil pada pada lingkungan sekitar, sesorang atau kelompok memiliki karakter ini merasa lebih berarti secara sosial karena apa yang dilakukan dihargai sosial dan memberi manfaat bagi orang lain atau lingkungan sosial dan publik sekitar. Salah satu program kegiatan yang digagas adalah membangun sinergi antara perguruan tinggi dengan masyarakat. Keberadaan perguruan tinggi langsung berpengaruh pada tingkat kehidupan masyarakat. Rendahnya kemampuan SDM dan tingkat pendidikan masyarakat membuat masyarakat lokal Jatinangor kurang mampu bersaing dalam berbagai hal dengan masyarakat pendatang. Berdasarkan beberapa hasil penelitian mengenai pengaruh kegiatan pendidikan tinggi terhadap ekonomi lokal masyarakat Jatinangor (Theresia, 1998; Darga,1989; Hasan, Tjetje, 1989; Hetifah, 2003; Supriyadi, 2002; Hafiar at al, 2006) menunjukkan adanya kecenderungan kegiatan ekonomi didominasi oleh kaum pendatang. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya dominasi ini, akibat keterbatasannya kepemilikan modal penduduk lokal. Sementara kaum pendatang memiliki kemampuan modal yang cukup. Keberadaan Perguruan Tinggi sebagai lembaga ilmu pengetahuan mempunyai potensi dalam pengembangan kegiatan yang mengarah pada pengembangan ekonomi masyarakat. Jalinan komunikasi diantara keduanya agar sinergi bisa berjalan dalam tatanan saling menguntungkan. Melalui pelatihan dan bimbingan dari perguruan tinggi kepada masyarakat diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuan masyarakat dalam melahirkan ide-ide kreatif guna menunjang kegiatan ekonomi, sehingga masyarakat lokal dapat menikmati potensi kemajuan dengan memanfatkan keahlian yang dimiliki. Perguruan Tinggi dapat menjadi basis kekuatan pembangunan dalam rangka mengembangkan kepentingan lokal. Universitas sebagai sumber inovasi dan pembangunan kapasitas masyarakat merupakan agen perubahan yang menjembatani upaya pemenuhan kepentingan masyarakat dan pelayanan dengan memperhatikan relevansi kebutuhan lokal dan kesempatan eksternal (Supriyadi, 2008). Model triple plus helix atau four helix dipergunakan untuk menjelaskan peran generatif
dan pembangunan. Pada sisi orientasi generatif model four helix menekankan dimana universitas mempunyai peran kunci dalam pengembangan ekonomi, melalui mekanisme kapitalisasi pengetahuan seperti inkubator, format usaha baru dan kawasan sains, pusat penelitian universitas dan partisipasi badan usaha pemerintah. Pada sisi lainnya kegiatan kewirausahaan akademis sangatlah penting di dalam transfer teknologi dan pertumbuhan ekonomi, atau juga pengembangan universitas melalui pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat untuk mendukung kebutuhan pengetahuan wilayah yang lebih baik (Supriyadi, 2008) Salah satu bentuk kepedulian perguruan tinggi terhadap masyarakat/pengusaha kecil dibuktikan dengan mencoba menyelami kehidupan mereka melalui sebuah diskusi. Diskusi ini diselenggarakan pada pada 11 April 2003 di Kampus Ikopin dengan melibatkan sejumlah akademisi dari perguruan tinggi di Jatinangor dan ITB, Pusat Pembinaan Usaha Kecil dan Menengah (PUKM), LPPM, serta staf Kantor Kecamatan Jatinangor. Dari kegiatan temu kaji ini diharapkan mampu mengangkat dan meningkatkan kapasitas komunikasi di antara komunitas pelaku usaha kecil di Kawasan Jatinnagor. Di samping itu, sebagai wahana dalam pemecahan berbagai masalah, termasuk menggali akses sumber dana, serta menciptakan jalinan akses jaringan antar komunitas. Secara khusus, Ikopin melalui BDS, PUKM, LPPM-nya, diharapkan dapat intens melakukan upaya pengabdian masyarakat, dalam memfasilitasi akses informasi, akses pasar, akses manajemen, dan akses keuangan bagi para pengusaha kecil dan menengah, termasuk koperasi yang ada di Kawasan Jatinangor. Sedangkan tindakan konkret yang telah dilakukan Ikopin, di antaranya pembinaan terhadap beberapa pengrajin warga Jatinangor dalam meningkatkan kapasitas produksi dan pemasaran. Adapun lokasi yang dijadikan obyek studi lapangan, antara lain: Desa Sayang, Cibeusi, Cileunyi Wetan dan Cikeruh. Kegiatan ini mendapat respon positip dan dukungan dari komunitas pengemudi ojek Pangkalan Bus Kota Damri, komunitas pengrajin meubel, komunitas pengrajin ukiran kayu dan bambu dll. Peran perguruan tinggi sebagai lembaga ilmu pengetahuan dan agen perubahan memegang posisi penting bagi pengembangan ekonomi. Kemitraan penelitian yang kuat dengan industri, menciptakan ekosistem kewirausahaan, pengem-
Dudi Supriyadi, Upaya Menumbuhkan Kegiatan Usaha Ekonomi ...
bangan ekonomi wilayah dan nasional, maka perguruan tinggi juga menggali dan mendiseminasikan pengetahuan kepada masyarakat melalui penyediaan layanan dan pengembangan usaha dalam bentuk inkubator. Dalam hal ini perguruan tinggi berfungsi sebagai pusat inovasi yang membantu inovator mendapatkan ide kemudian mewujudkannya menjadi suatu usaha (Kaplan, 2004). Beberapa studi yang menjadikan perguruan tinggi sebagai kajiannya dalam pengembangan ekonomi telah dilakukan (Blakely, 1989; Porter, 1999; Cagmani,1995; Bingham,1994; Supriyadi, 2008), studi ini menekankan secara langsung tentang kajian kontribusi perguruan tinggi bagi pengembangan ekonomi lokal dengan menempatkan perguruan tinggi sebagai aktor utama. Keberadaan Perguruan Tinggi melalui lembaga pengabdiannya diharapkan dapat berkontribusi secara langsung pada masyarakat dalam memberikan berbagai pelatihan keterampilan hidup, pendampingan usaha maupun pemberian bantuan. Keberadaan forum warga seperti Forum Jatinangor, kelompok-kelompok usaha ekonomi produktif dapat memberikan dorongan kuat untuk dapat memfasilitasi terjadinya sinergi pengembangan kegiatan usaha ekonomi produktif. Sinergi ini diarahkan pada segmen pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat terbangun masyarakat yang mempunyai SDM tinggi dan berdaya saing. Kemitraan universitas dengan masyarakat secara timbal balik dapat menjadi pilihan bagi pencapaian pengembangan ekonom lokal melalui pemanfaatan sumberdaya yang ada, mobilisasi sumberdaya, serta munculnya inovasi yang memberikan manfaat baik bagi lokal dan wilayah maupun bagi para aktor yang berinteraksi. Pengembangan usaha ekonomi produktif dibagi dalam tiga kelompok : 1. Kelompok anak yang dalam masih usia sekolah/kuliah. Kelompok ini disinergiskan melalui pemberian bantuan, dampingan, penggunaan alat laboratorium untuk pelatihan, bimbingan masuk perguruan tinggi yang diberikan secara gratis, dengan cara seperti ini diharapkan beberapa tahun ke depan semakin banyak masyarakat lokal jatinngor yang berpendidikan lebih tinggi/sarjana. 2. Kelompok pemuda yang sudah di luar usia sekolah/kuliah. Pada kelompok ini diberikan pelatihan keterampilan hidup (life skill) sebagai pendo-
21
rong penciptaan lapangan kerja untuk menanggulangi jumlah pengangguran yang cukup banyak. 3. Kelompok masyarakat yang sudah melakukan kegiatan sesuai dengan profesinya, tapi dalam melakukan kegiatannya belum mendapatkan hasil yang optimal karena keterbatasan pengetahuan dari bidang yang ditekuninya. Pada kelompok seperti ini diberikan pelatihan dan bimbingan sesuai bidangnya masing-masing, diharapkan output-nya dapat meningkatkan hasil yang optimal. Skema pengembangan usaha ekonomi produktif yang dapat dilakukan oleh perguruan tinggi digambarkan sebagai berikut :
Program Pengabdian Masyarakat Masyarakat Lokal Masyarakat Pendatang
Masyarakat Pendatang
Peluang Usaha
Gambar 4.1. Skema Pengembangan Usaha Ekonomi Produktif oleh Perguruan Tinggi 3. UPAYA PENGEMBANGAN USAHA EKONOMI PRODUKTIF MELALUI SELURUH KOMPONEN MASYARAT Langkah pertama untuk mengatasi kendala tersebut adalah mengarahkan penelitian pada masalah tertentu sehingga didapatkan kajian yang lengkap atas satu permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan jika ketiga perguruan tinggi tersebut mengintegrasikan misi penelitian dan pengabdiannya. Untuk itu diperlukan forum sebagai media untuk berdiskusi dan memerlukan koordinasi yang berasal dari salah satu perguruan tinggi yang memimpin langkah-langkah integrasi program dan kegiatan. Jika forum sudah terbentuk perlu didiskusikan pernanan masing-masing perguruan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif sekaligus membahas koordinasi program dan rencana pelaksanaannya. Jika dimungkinkan forum rektor dapat diaktifkan kembali untuk tujuan pengintegrasian. Namun jika sulit dilakukan karena forum terlalu tinggi
22
Coopetition Vol VIII, Nomor 1, Maret 2017, 17 - 25
strukturnya, maka pembentukan forum LPM dan LP sangat dimungkinkan mengingat lingkungan tugasnya relatif sama. Langkah selanjutnya adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan mengenai ekonomi produktif kepada masyarakat dengan menggali sumbersumber dana di luar perguruan tinggi dan Departemen Pendidikan Nasional (Dirjen Dikti). Ketiga perguruan tinggi dapat bekerjasama untuk pencarian dana yang berasal dari pemerintah dan non pemerintah. Kerjasama dengan pemerintah dapat dilakukan dengan Pemda Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, LIPI, Kementrian KUKM melalui Dinas KUKM, Kementrian Sosial melalui Dinas Sosial dan masih banyak sumbersumber yang dapat digali. Dalam kaitannya dengan konsep pengembangan usaha ekonomi produktif perguruan tinggi harus mereposisi perannya, tidak hanya sebagai sumber inovasi tetapi juga sebagai inisiator dan fasilitator, walaupun hal ini telah dilaksanakan oleh IKOPIN dan UNPAD, namun masih sangat terbatas, sehingga perlu dilakukan peningkatan. Hal ini dilandasi oleh informasi bahwa sedikit masyarakat yang memanfaatkan jasa konsultasi bisnis yang diadakan oleh Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI) secara gratis. Oleh karena itu perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi produktif. Perannya sebagai fasilitator dilandasi oleh alasan bahwa perguruan tinggi menguasai inovasi pengembangan usaha ekonomi produktif dan mempunyai fasilitas untuk untuk menerapkan pengembangan usaha ekonomi produktif tersebut, misalnya gedung, perlatan presentasi, laboratorium, lahan percobaan dan lain-lain. Dalam hubungannya dengan lembaga lokal, perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dan memberikan pembinaan/pendampingan terhadap lembaga yang ada, oleh karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah banyak koperasi atau paguyuban sebagai wadah peningkatan usaha pertanian, peternakan dan kerajinan yang dibentuk oleh masyarakat. Dalam hubungan dengan masyarakat, perguruan tinggi juga harus mengadakan hubungan kerjasama secara selektif dan terprogram. Seleksi secara sungguh-sungguh perlu dilakukan oleh karena hasil kajian menunjukkan bahwa hanya peserta yang mempunyai karakteristik tertentu saja yang berhasil mengembangkan usahanya. Kaitannya dengan pemerintah, perguruan tinggi dapat mempengaruhi perencanaan dan pengem-
bangan di kawasan ini. Gagasan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau melalui lembagalembaga binaannya. Dalam konteks ini Forum Jatinangor dapat menjadi media yang efektif untuk mempengaruhi pemerintah, oleh karena keberadaannya sudah dikenal dan diakui pemerintah. Hubungannya dengan pihak swasta atau LSM, perguruan tinggi dapat mendorong hubungan kerja sama (networking). Merujuk pada kegiatankegiatan yang telah dilakukan di wilayah ini, kerja sama dengan pihak lain sangat diperlukan meliputi inovasi pemasaran, pengadaan modal, perbaikan produk dan peningkatan kualitas peralatan. Perguruan tinggi secara bersama-sama mempunyai peranan mensinergikan pemanfaatan atau pengembangan sumber daya alam yang ada di Jatinangor, diperlukan ada perguruan tinggi yang mampu menyatukan arah tindakan dari perguruan tinggi yang lain, menyusun dasar pengembangan usaha ekonomi produktif. Kemudian menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh komponen pengembangan ekonomi produktif secara bersama-sama merumuskan rencana dan pelaksanaan tiap-tiap komponen beserta pendanaannya. 4. KESIMPULAN Berdasarkan pada hasil pembahasan mengenai kontribusi keberadaan Perguruan tinggi terhadap pengembangan usaha ekonomi produktif di Jatinangor, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Kegiatan pengembangan usaha produktif yang dilaksanakan oleh Perguruan tinggi di Kecamatan Jatinangor dilaksanakan oleh masingmasing perguruan tinggi tersebut dengan fokus pemberdayaan masyarakat sesuai dengan disiplin ilmu yang dikembangkan. Adapun kegiatan yang dilakukan : a. Unpad, kegiatan dititikberatkan pada penciptaan wirausaha baru, waktu pelaksanaan relatif sebentar yaitu satu hari untuk kegiatan penyuluhan dan paling lama lima hari untuk kegiatan pelatihan. Penyelenggaraan bersifat insidental. Sasaran kegiatan adalah masyarakat umum (non bisnis). Pelatihan yang diberikan cenderung bersifat memberikan keterampilan untuk menciptakan produk, seperti pelatihan budi daya ikan, sapi, domba, jamur. b. Ikopin, substansi kegiatan usaha terfokus pada pengembangan usaha, mencakup perbaikan produk, proses, pemasaran dan pengembangan sumberdaya manusia. Penciptaan wirausaha baru dan kesinam-
Dudi Supriyadi, Upaya Menumbuhkan Kegiatan Usaha Ekonomi ...
bungan usaha disosialisasikan dalam skala kecil. Waktu pelaksanaan satu minggu sampai dengan enam bulan. Metode yang digunakan adalah pelatihan dan pembinaan secara terprogram. Sasaran kegiatan adalah pelaku usaha (bisnis). c. IPDN, dalam bentuk praktek kerja lapangan yang dilaksanakan oleh dosen dan mahasiswa (praja) dengan materi pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan meliputi administrasi desa, tata ruang kantor, pengaktifan lembaga desa, pembangunan prasarana fisik desa, penggunaan teknologi tepat guna dan kegiatan keagamaan. Waktu pelaksanaan berkisar dari dua minggu sampai dengan tiga bulan. Metode yang digunakan meliputi penyuluhan, pelatihan dan pembinaan secara terprogram. Sasaran kegiatan bersifat umum yaitu aparat desa dan masyarakat. 2. Kontribusi perguruan tinggi terhadap pengembangan usaha ekonomi produktif masyarakat Jatinangor dilakukan dengan mengembangkan: a. Bidang Produksi b. Bidang Pemasaran c. Pendidikan dan Pelatihan d. Manajemen e. Modal 3. Upaya perguruan tinggi guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif masyarakat di Kecamatan Jatinangor yaitu : a. Langkah pertama untuk mengatasi kendala tersebut adalah mengarahkan penelitian pada masalah tertentu sehingga didapatkan kajian yang lengkap atas satu permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan jika ketiga perguruan tinggi tersebut mengintegrasikan misi penelitian dan pengabdiannya. Untuk itu diperlukan forum sebagai media untuk berdiskusi dan memerlukan koordinasi yang berasal dari salah satu perguruan tinggi yang memimpin langkahlangkah integrasi program dan kegiatan. Jika forum sudah terbentuk perlu didiskusikan peranan masing-masing perguruan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif sekaligus membahas koordinasi program dan rencana pelaksanaannya. Jika dimungkinkan forum rektor dapat diaktifkan kembali untuk tujuan pengintegrasian. Namun jika sulit dilakukan karena forum terlalu tinggi strukturnya, maka pembentukan forum
b.
c.
d.
e.
23
LPM dan LP sangat dimungkinkan mengingat lingkungan tugasnya relatif sama. Langkah selanjutnya adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan mengenai ekonomi produktif kepada masyarakat dengan menggali sumber-sumber dana di luar perguruan tinggi dan Departemen Pendidikan Nasional (Dirjen Dikti). Ketiga perguruan tinggi dapat bekerjasama untuk pencarian dana yang berasal dari pemerintah dan non pemerintah. Kerjasama dengan pemerintah dapat dilakukan dengan Pemda Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, LIPI, Kementrian KUKM melalui Dinas KUKM, Kementrian Sosial melalui Dinas Sosial dan masih banyak sumber-sumber yang dapat digali. Dalam kaitannya dengan konsep pengembangan ekonomi produktif perguruan tinggi harus mereposisi perannya, tidak hanya sebagai sumber inovasi tetapi juga sebagai inisiator dan fasilitator, walaupun hal ini telah dilaksanakan oleh Ikopin dan Unpad, namun masih sangat terbatas, sehingga perlu dilakukan peningkatan. Hal ini dilandasi oleh informasi bahwa sedikit masyarakat yang memanfaatkan jasa konsultasi bisnis yang diadakan oleh Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI) secara gratis. Oleh karena itu perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi produktif. Dalam hubungannya dengan lembaga lokal, perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dan memberikan pembinaan/pendampingan terhadap lembaga yang ada, oleh karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah banyak koperasi atau paguyuban sebagai wadah peningkatan usaha pertanian, peternakan dan kerajinan yang dibentuk oleh masyarakat. Perguruan tinggi secara bersama-sama mempunyai peranan mensinergikan pemanfaatan atau pengembangan sumber daya alam yang ada di Jatinangor, diperlukan ada perguruan tinggi yang mampu menyatukan arah tindakan dari perguruan tinggi yang lain, menyusun dasar pengembangan ekonomi produktif. Kemudian menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh komponen pengembangan ekonomi produktif secara bersama-sama merumuskan renca-
24
Coopetition Vol VIII, Nomor 1, Maret 2017, 17 - 25
na dan pelaksanaan tiap-tiap komponen beserta pendanaannya. 5. SARAN Dari kesimpulan yang diambil, maka disarankan hal – hal sebagai berikut : 1. Langkah pertama untuk mengatasi kendala tersebut adalah mengarahkan penelitian pada masalah tertentu sehingga didapatkan kajian yang lengkap atas satu permasalahan. Langkah ini dapat dilakukan jika ketiga perguruan tinggi tersebut mengintegrasikan misi penelitian dan pengabdiannya. Untuk itu diperlukan forum sebagai media untuk berdiskusi dan memerlukan koordinasi yang berasal dari salah satu perguruan tinggi yang memimpin langkahlangkah integrasi program dan kegiatan. Jika forum sudah terbentuk perlu didiskusikan pernanan masing-masing perguruan tinggi dalam pengembangan ekonomi kreatif sekaligus membahas koordinasi program dan rencana pelaksanaannya. Jika dimungkinkan forum rektor dapat diaktifkan kembali untuk tujuan pengintegrasian. Namun jika sulit dilakukan karena forum terlalu tinggi strukturnya, maka pembentukan forum LPM dan LP sangat dimungkinkan mengingat lingkungan tugasnya relatif sama. 2. Langkah selanjutnya adalah peningkatan pendidikan dan pelatihan mengenai ekonomi produktif kepada masyarakat dengan menggali sumber-sumber dana di luar perguruan tinggi dan Departemen Pendidikan Nasional (Dirjen Dikti). Ketiga perguruan tinggi dapat bekerjasama untuk pencarian dana yang berasal dari pemerintah dan non pemerintah. Kerjasama dengan pemerintah dapat dilakukan dengan Pemda Kabupaten Sumedang, Provinsi Jawa Barat, LIPI, Kementrian KUKM melalui Dinas KUKM, Kementrian Sosial melalui Dinas Sosial dan masih banyak sumber-sumber yang dapat digali. 3. Dalam kaitannya dengan konsep pengembangan ekonomi produktif perguruan tinggi harus mereposisi perannya, tidak hanya sebagai sumber inovasi tetapi juga sebagai inisiator dan fasilitator, walaupun hal ini telah dilaksanakan oleh Ikopin dan Unpad, namun masih sangat terbatas, sehingga perlu dilakukan peningkatan. Hal ini dilandasi oleh informasi bahwa sedikit masyarakat yang memanfaatkan jasa konsultasi bisnis yang diadakan oleh Pusat Inkubator Bisnis Ikopin (PIBI) secara gratis. Oleh karena
itu perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dalam pengembangan ekonomi produktif. 4. Dalam hubungannya dengan lembaga lokal, perguruan tinggi sebaiknya mengambil inisiatif dan memberikan pembinaan/pendampingan terhadap lembaga yang ada, oleh karena hasil penelitian menunjukkan bahwa sudah banyak koperasi atau paguyuban sebagai wadah peningkatan usaha pertanian, peternakan dan kerajinan yang dibentuk oleh masyarakat. 5. Perguruan tinggi secara bersama-sama mempunyai peranan mensinergikan pemanfaatan atau pengembangan sumber daya alam yang ada di Jatinangor, diperlukan ada perguruan tinggi yang mampu menyatukan arah tindakan dari perguruan tinggi yang lain, menyusun dasar pengembangan ekonomi produktif. Kemudian menyosialisasikan kebijakan ini kepada seluruh komponen pengembangan ekonomi produktif secara bersama-sama merumuskan rencana dan pelaksanaan tiaptiap komponen beserta pendanaannya. DAFTAR PUSTAKA Abdila Sukron (2010), “Mekarna Ekonomi Kreatif” Majalah Cupumanik. Bandung: Penerbit PT Kiblat Buku Utama. Bappeda (2010), “Pengembagan Usaha Ekonomi Kreatif (Pusaka)” Sebuah Model Pembelajaran Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Berbasis Budaya Sunda di Kabupaten Sumedang. Sumedang Blakely, Edward J. “Planning Lokal Economic Development”, dalam Supriyadi R. Ery (2008). “Peran Universitas Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal : Kasus Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor, Jawa Barat”. Disertasi. Bandung Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB. DCMS (2001), “Creative Industries Citeref 2001” (2 ed.), London, Inggris: Department of Culture, Media and Sport Guba and Lincoln (1981). “Effective Evaluation. Improving the Usefulness of Evaluation Result Through Responsive and Naturalistic Approaches” Jossey-Bass Publisher, San Francisco. Miles Matthew B; Huberman Michael A, “Qualitative Data Analysis; A Sourccebook of New Methods” dalam Sugiyono (2009).
Dudi Supriyadi, Upaya Menumbuhkan Kegiatan Usaha Ekonomi ...
25
“Memahami Penelitian Kualitatif”. Bandung : Penerbit Alfabeta.
Sugiyono, (2009), “Memahami Penelitian Kualitatif” Bandung : Penerbit Alfabeta
Nasution (1998), “Metode Naturalistik Kualitatif” Tarsito. Bandung
Sukmadinata dan Nana Syaodih, (2006),. “Metode Penelitian Pendidikan”. Bandung : Penerbit PT Remaja Rosda Karya.
Patton, dalam Maleong(2007),. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung : Penerbit PT. Remaja rosda karya. Putnam, Robert D. “Making Democraci Work” dalam Supriyadi R, Ery, (2008). “Peran Universitas Dalam Pengembangan Ekonomi Lokal : Kasus Kawasan Pendidikan Tinggi Jatinangor, Jawa Barat”. Bandung : Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota ITB.
Sumarto Hetifah Sj. (2003), “Inovasi, Partisipasi dan Good Governance”. Jakarta : Penerbit Yayasan Obor Indonesia. Supriyadi R, Ery, (2007). ”Telaah Kendala Penerapan Pengembangan Ekonomi Lokal : Pragmatisme dalam Praktek Pendekatan PEL”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota Vol. 18 No 2 Agustus 2007, hal 103-123