Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA dengan Pendekatan Metakognitif Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru EPIDA ERMI
[email protected] Guru SDN 153 Pekanbaru
Abstract ‘Pendekatan pembelajaran memiliki arti suatu sudut pandang tentang proses pembelajaran yang masih dalam arti umum yang didalamnya dapat mewadahi, menguatkan, memberikan inspirasi. Dalam pembelajaran sendiri mengenal pendekatan pembelajaran dalam dua jenis yaitu pendekatan yang berpusat pada siswa dan pendekatan yang berpusat pada pengajar. Metakognitif adalah pendekatan pembelajaran yang mencoba untuk mengaktifkan siswa dalam pembelajaran dengan melakukan perancangan, pemantauan dan evaluasi. Pendekatan ini sangat penting dan cocok untuk pembelajaran yang sifatnya membutuhkan diskusi dan uji coba. Keywords: Prestasi Belajar, IPA, Pendekatan Metakognitif.
memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya sendiri. Gredler (2011). Wellman (1985) menyatakan bahwa: Metakognisi adalah suatu bentuk kognisi, proses berpikir urutan kedua atau lebih tinggi yang melibatkan kontrol aktif atas proses kognitif. Hal ini dapat hanya didefinisikan sebagai berpikir tentang berpikir atau “kognisi seseorang tentang kognisi” Metakognisi sebagai suatu bentuk kognisi, atau proses imunisasi meliputi tingkat berpikir yang lebih tinggi, melibatkan pengendalian terhadap aktivitas kognitif. Flavell & Brown dalam menyatakan bahwa metakognisi adalah pengetahuan (knowledge) dan regulasi (regulation) pada suatu aktivitas kognitif seseorang dalam proses belajarnya. Sedangkan Moore (2004) menyatakan bahwa: Metakognisi mengacu pada pemahaman seseorang tentang pengetahuannya, sehingga pemahaman yang mendalam tentang pengetahuannya akan mencerminkan penggunaannya yang efektif atau uraian yang jelas tentang pengetahuan yang dipermasalahkan. Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan-kognisi adalah kesadaran seseorang tentang apa yang sesungguhnya
LATAR BELAKANG Pendekatan pembelajaran memiliki arti suatu sudut pandang tentang proses pembelajaran yang masih dalam arti umum yang didalamnya dapat mewadahi, menguatkan, memberikan inspirasi. Dalam pembelajaran sendiri mengenal pendekatan pembelajaran dalam dua jenis yaitu pendekatan yang berpusat pada siswa dan pendekatan yang berpusat pada pengajar. Dari kedua jenis pendekatan ini tentunya memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing. Yang perlu dilihat adalah mana yang cocok untuk diterapkan pada proses pembelajaran. Bila melihat kondisi di Indonesia maka sangat diyakini akan lebih banyak menggunakan proses jenis kedua yaitu berpusat pada pengajar. Metakognisi merupakan suatu istilah yang diperkenalkan oleh Flavell pada tahun 1976 dan menimbulkan banyak perdebatan pada pendefinisiannya. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu sama didalam berbagai macam bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun demikian, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi, pada umumnya 1
diketahuinya dan regulasi-kognisi adalah bagaimana seseorang mengatur aktivitas kognisifnya secara efektif. Karena itu, pengetahuan-kognisi memuat pengetahuan deklaratif, prosedural, dan kondisional, sedang regulasi-kognisi mencakup kegiatan perencanaan, prediksi, monitoring (pemantauan), pengujian, perbaikan (revisi), pengecekan (pemeriksaan), dan evaluasi. Berdasarkan beberapa pengertian metakognitif beberapa ahli di atas disimpulkan bahwa metakognitif adalah suatu kesadaran tentang kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thingking”. Dalam proses pembelajaran, pendekatan metakognitif sangat penting sebab proses metakognitif merupakan proses yang tidak dimanfaatkan oleh siswa sebagai strategi belajar. Khusus bagi siswa-siswa di Indonesia, kurang terpapar kepada proses metakognitif, karena tidak ada silabus atau guru yang mengenalkan proses ini sebagai alat bantu yang ampuh bagi proses pembelajaran. Siswa kurang terlatih strategi-strategi belajarnya, siswa kurang memonitor efektifitas strategi belajarnya, siswa kurang memahami kelemahan maupun kekuatan kognitifnya, siswa tidak pernah melakukan evaluasi hasil-hasil pemikirannya. Kelebihan keterampilan metakognitif yaitu peserta didik mampu merancang, memantau, dan memonitoring proses belajar mereka secara sadar dan siswa akan lebih percaya diri dan lebih mandiri dalam belajar. Sedangkan kelemahan dari keterampilan metakognitif ini adalah tidak tampaknya strategi-strategi yang digunakan oleh peserta didik dikarenakan metakognitif ini ada dalam pikiran siswa itu sendiri. Guru dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting, sebab siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa. Guru tidak hanya berperan sebagai model atau teladan bagi siswa yang diajarnya, tetapi juga sebagai pengelola pembelajaran (manager of learning). Dengan demikian efektivitas proses pembelajaran
terletak di pundak guru. Oleh karenanya, keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat di tentukan oleh kualitas atau kemampuan guru (Wina Sanjaya, 2006:52). Pengajaran merupakan hasil proses belajar mengajar. Untuk mendapatkan hasil yang efektif, efektivitasnya tergantung dari beberapa unsur. Efektivitas pembelajaran sangat dipengaruhi oleh perilaku pendidik dan perilaku peserta didik. Perilaku pendidik yang efektif, antara lain mengajarnya jelas terencana, menggunakan variasi metode pembelajaran, menggunakan variasi media/alat peraga pendidikan, antusiasme, memberdayakan peserta didik. Efektivitas suatu kegiatan tergantung dari terlaksana tidaknya perencanaan. Karena perencanaan maka pelaksanaan pengajaran menjadi baik dan efektif. Efektivitas adalah adanya kesesuaian antara orang yang melakukan tugas, dengan sasaran yang dituju (E. Mulyasa, 2006:89). Cara untuk mencapai hasil belajar yang efektif, yaitu murid-murid harus di jadikan pedoman setiap kali membuat persiapan dalam mengajar (B. Suryosubroto, 2009: 7). Menurut L.L Pasaribu dan B. Simanjuntak yang dikutip Oleh B. Suryosubroto bahwa dalam pendidikan efektivitas dapat ditinjau dari dua segi, yaitu: (1) Mengajar guru, dimana menyangkut sejauh mana kegiatan belajar mengajar yang direncanakan terlaksana. (2) Belajar murid yang diinginkan tercapai melalui kegiatan belajar mengajar (KBM) (B. Suryosubroto, 2009: 8). Berdsasarkan penjelasan di atas penulis merasa perlu untuk menuliskannya dalam bentuk jurnal dengan judul ‘Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Dengan Pendekatan Metakognitif Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru’. KAJIAN PUSTAKA 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar adalah suatu hasil usaha yang telah dicapai oleh siswa yang mengadakan suatu kegiatan belajar di sekolah dan usaha yang dapat menghasilkan perubahan pengetahuan, sikap dan tingkah laku. Hasil perubahan tersebut diwujudkan dengan nilai atau skor. (Winkel, 2005: 532) Menurut Muhibbin Syah (2004: 141), “prestasi belajar adalah setiap macam kegiatan belajar menghasilkan sesuatu 2
perubahan yang khas yaitu hasil belajar”. Menurut Lukman Ali dkk (1995: 768) dikatakan bahwa “Prestasi belajar adalah hasil usaha yang telah dicapai atau yang telah dikerjakan untuk mendapatkan suatu kecakapan dan kepandaian”. Dari pengertian tentang prestasi belajar tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah hasil dari kegiatan belajar yang dicapai.
sama di dalam berbagai bidang penelitian psikologi, dan juga tidak dapat diterapkan pada satu bidang psikologi saja. Namun, pengertian metakognisi yang dikemukakan oleh para peneliti bidang psikologi memberikan penekanan pada kesadaran berpikir seseorang tentang proses berpikirnya. Proses metakognitif merupakan proses yang tidak dimanfaatkan oleh siswa sebagai strategi belajar. Khusus bagi siswa-siswa di Indonesia, kurang terpapar kepada proses metakognitif, karena masih jarang ada silabus atau guru yang mengenalkan proses ini sebagai alat bantu yang ampuh bagi proses pembelajaran. Siswa kurang terlatih strategi-strategi belajarnya, siswa kurang memonitor efektifitas strategi belajarnya, siswa kurang memahami kelemahan maupun kekuatan kognitifnya, siswa tidak pernah melakukan evaluasi hasil-hasil pemikirannya. Hal-hal tersebut merupakan ciri atau proses metakognitif. Sekurangkurangnya ada dua macam kecakapan kognitif siswa yang amat perlu dikembangkan secara khususnya oleh guru, yakni: 1) strategi belajar memahami isi materi pelajaran; 2) strategi meyakini arti penting isi materi pelajaran dan aplikasinya serta menyerap pesan-pesan moral yang terkandung dalam materi pelajaran tersebut. Tanpa pengembangan dua macam kecakapan kognitif ini, agaknya siswa sulit diharapkan mampu mengembangkan ranah afektif dan psikomotornya sendiri. Strategi adalah sebuah istilah popular dalam psikologi kognitif, yang berarti prosedur mental yang berbeentuk tatanan tahapan yang memerlukan alokasi upayaupaya yang bersifat kognitif dan selalu dipengaruhi oleh pilihan-pilihan kognitif atau pilihan-pilihan kebiasaan belajar (cognitive preferences) siswa. Pilihan kebiasaan belajar ini secara global terdiri atas: 1) menghafal prinsip-prinsip yang terkandung dalam materi; 2) mengaplikasikan prinsip-prinsip materi. Preferensi kognitif yang pertama pada umumnya timbul karena dorongan luar (motif ekstrinsik) yang mengakibatkan siswa menganggap belajar hanya sebagai alat pencegah ketidaklulusan atau
2. Konsep Pendekatan Metakognitif Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Kemampuan metakognitif setiap individu juga berbeda, tergantung dari variabel metakognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat dan strategi berpikir. Istilah metakognisi dalam bahasa inggris dinyatakan dengan metacognition, berasal dari dua kata yang dirangkai yaitu meta dan kognisi atau cognition. Istilah “meta” berasal dari bahasa yunani yang dalam bahasa inggris diterjemahkan dengan after, beyond, with, adjacent, yang merupakan suatu prefik yang digunakan untuk menunjukkan pada suatu abstraksi dari suatu konsep. Sedangkan cognition berasal dari bahasa latin yaitu cognoscere, yang berarti mengetahui (to know) dan mengenal (to recognize). Kognisi disebut juga gejala-gejala pengenalan, merupakan “the act or proses of knowing including both awareness and judgement”, sedangkan kemampuan metakognisi mencakup aspek kognisi (Kuntodjojo, 2009: 1). Konsep metakognisi pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976 (Malone, 2007: 7). Flavell mendefinisikan metakognisi sebagai pengetahuan tentang objek-objek kognitif, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan kognisi. Dikalangan para ahli psikologi timbul perdebatan pada pendefinisian dari istilah metakognisi. Hal ini berakibat bahwa metakognisi tidak selalu 3
ketidaknaikkan. Aspirasi yang dimilikinya pun bukan ingin menguasai materi secara mendalam, melainkan sekedar asal lulus atau naik kelas. Sebaliknya, preferensi kognitif yang kedua biasanya timbul karena dorongan dari dalam diri siswa sendiri (motif intrinsik), dalam arti siswa tersebut memang tertarik dan membutuhkan materimateri pelajaran yang disajikan gurunya. Oleh karenanya, siswa ini lebih memusatkan perhatiannya untuk benar-benar memahami dan juga memikirkan cara meneraapkannya (Good & Brophy, 1990 dalam Muhibbin Syah, 2010: 83). Untuk mencapai aspirasi ini, ia memotivasi dirinya sendiri agar memusatkan perhatiannya pada aspek signifikansi materi dan menghubunkannya dengan materi-materi lain yang relevan. Jadi, mengaplikasikan materi tidak selalu berarti dalam bentuk pelaksanaan dalam kehidupan nyata di luar sekolah, meskipun ada beberapa jenis materi yang memerlukan atau dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tugas guru dalam hal ini ialah menggunakan pendekatan mengajar yang memungkinkan para siswa menggunakan strategi belajar yang berorientasi pada pemahaman yang mendalam terhadap isi materi pelajaran: Seiring dengan upaya ini, guru juga diharapkan mampu menjauhkan para siswa dari strategi dan preferensi akal yang hanya mengarah ke aspirasi asal naik atau lulus. Kepada para siswa seyogianya dijelaskan contoh-contoh dan peragaan sepanjang memungkinkan agar mereka memahami signifikansi materi dan hubungannya dengan materi-materi lain. Kecuali itu, guru juga sangat diharapkan mampu menjelaskan nilai-nilai moral yang terkandung dalam materi yang ia ajarkan, sehingga keyakinan para siswa terhadap faedah materi tersebut semakin tebal dan pada gilirannya kelak ia akan mengembangkan dan mengaplikasikannya dalam situasi yang relevan. Selanjutnya, guru juga dituntut untuk mengembangkan kecakapan kognitif para siswa dalam memecahkan masalah dengan menggunakan pengetahuan yang dimilikinya dan keyakinan-keyakinan terhadap pesanpesan moral atau nilai yang terkandung dan
menyatu dalam pengetahuannya. Seiring dengan upaya ini, guru diharapkan tak bosan-bosan melatih penggunaan procedural knowledge (pengetahu-an tentang cara melakukan sesuatu) yang relevan dengan pengetahuan normative (declarative knowledge) yang ia jarkan. Metakognisi adalah salah satu cara berpikir yang lebih mendalam dengan memfokuskan diri pada kontrol dan kesadaran diri siswa. Aktivitas metakognitif terjadi saat siswa secara sadar menyesuaikan dan mengelola strategi pemikiran mereka pada saat memecahkan masalah dan memikirkan suatu tujuan (Santrock, 2010: 340). Ketika siswa merasa sadar dengan tujuan dan strategi yang akan dilaksanakan dalam mencapai tujuan tertentu, siswa akan berusaha mengelola diri, pengetahuan, dan pengalamannya untuk mencapai tujuan tersebut. Intinya, metakognitif adalah kesadaran berpikir tentang apa yang diketahui dan apa yang tidak diketahui. Dalam konteks pembelajaran, siswa mengetahui bagaimana untuk belajar, mengetahui kemampuan dan modalitas belajar yang dimiliki, dan mengetahui strategi belajar terbaik untuk belajar efektif. Untuk mendapatkan kesuksesan belajar yang luar biasa, guru harus melatih siswa untuk merancang apa yang hendak dipelajari, memantau kemajuan belajar siswa, dan menilai apa yang telah dipelajari. Ada 3 strategi metakognitif yang dapat dikembangkan untuk meraih kesuksesan belajar siswa diantaranya: 1. Tahap proses sadar belajar, meliputi proses untuk menetapkan tujuan belajar, mempertimbangkan sumber belajar yang akan dan dapat diakses (contoh: menggunakan buku teks, mencari buku sumber di perpustakaan, mengakses internet di lab. komputer, atau belajar di tempat sunyi), menentukan bagaimana kinerja terbaik siswa akan dievaluasi, mempertimbangkan tingkat motivasi belajar, menentukan tingkat kesulitan belajar siswa. 2. Tahap merencanakan belajar, meliputi proses memperkirakan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas belajar, merencanakan waktu belajar 4
dalam bentuk jadwal serta menentukan skala prioritas dalam belajar, mengorganisasikan materi pelajaran, mengambil langkah-langkah yang sesuai untuk belajar dengan menggunakan berbagai strategi belajar (outlining, mind mapping, speed reading, dan strategi belajar lainnya). 3. Tahap monitoring dan refleksi belajar, meliputi proses merefleksikan proses belajar, memantau proses belajar melalui pertanyaan dan tes diri (self-testing, seperti mengajukan pertanyaan, apakah materi ini bermakna dan bermanfaat bagi saya?, bagaimana pengetahuan pada materi ini dapat saya kuasai?, mengapa saya mudah/sukar menguasai materi ini?), menjaga konsentrasi dan motivasi tinggi dalam belajar (Sapa’atm, 2008). Adapun kelebihan dari keterampilan Metakognitif adalah: 1. Dapat merubah siswa pasif menjadi siswa aktif dalam proses pembelajaran. 2. Siswa lebih mudah memahami materi dan bebas mengeluarkan pendapat. 3. Menambah wawasan guru dengan menggunakan berbagai macam metode pembelajaran. 4. Adanya praktek langsung membuat siswa mudah memahami materi. 5. Merangsang siswa untuk berpikir kritis terhadap suatu permasalahan. Adapun kekurangan dari keterampilan Metakognitif adalah: 1. Guru butuh kesiapan dalam menyiapkan pembelajaran. 2. Manajemen waktu. 3. Kondisi dan situasi tempat pelaksanaan harus kondusif. 4. Tidakdapat berjalan dengan baik tanpa adanya motivasi siswa.
prosedur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Perencanaan, Pelaksanaan, Pengamatan dan Evaluasi, Refleksi. Adapun teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Analisis Deskriptif dan analisis isi. Metode analisis deskriptif adalah usaha untuk mengumpulkan dan menyusun suatu data, kemudian di analisis terhadap data tersebut (Winarno, 1990:39). Pendapat di atas diperkuat pula oleh Lexy J. Moleong bahwa analisis data deskriptif adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan gambar, bukan dalam bentuk angka-angka, hal ini disebabkan oleh adanya penerapan metode kualitatif, selain itu pula yang dikumpulkan kemungkinan menjadi kunci terhadap apa yang telah di teliti. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya data yang disajikan berikut ini adalah data yang diperoleh berdasarkan penelitian lapangan. Berdasarkan hasil observasi berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Strategi Inkuiri Pada Anak Kelas V SDN 153 Pekanbaru dapat digambarkan bahwa pada Siklus I aktivitas proses pembelajaran guru masih belum terlaksana secara profesional akan tetapi pada siklus II telah terlaksana dengan sangat baik. Begitu pula aktivitas proses pembelajaran siswa pada siklus I pertama belum terlaksana dengan baik akan tetapi pada siklus II dapat terlaksana dengan baik. Siklus I dilakukan untuk melihat kekurangan dalam pelaksanaan aktivitas baik guru maupun siswa. Sementara siklus II adalah perbaikan dari kekurangan yang ditemukan pada siklus I, sehingga secara rasional tentu akan didapati perbaikan dan peningkatan pada proses sebelumnya. Hal ini tergambar dari proses Silklus I – II dari aktivitas guru dan siswa di atas. Peningkatan yang didapati cukup signifikan. 1. Gambaran Peningkatan Aktivitas Murid Berdasarkan hasil observasi berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Strategi Inkuiri Pada Anak Kelas V SDN 153 Pekanbaru
METHODOLOGY Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu pendekatan kuantitatif deskriptif persentase. Yang mana dalam melakukan analisis proses tetap menggunakan angka-angka. Yang menjadi subjek penelitian ini yaitu siswa dan siswi SDN 153 Pekanbaru Kelas VI dengan jumlah siswa sebanyak 37 orang. Sementara 5
dapat digambarkan peningkatan aktivitas siswa dari Siklus I – II yaitu:
NO
AKTIVITAS MURID
Murid Menjawab Salam Murid mendengarkan 2 Orientasi dan Motivasi Guru Murid Membagi 3 Beberapa Kelompok Diskusi Murid Mencatat Materi 4 yang Akan di Diskusikan Murid Berdiskusi 5 Kepada Sesama Kelompok Murid Menyelesaikan 6 Masalah dengan Caranya Sendiri dan Berpendat Murid Mencatat 7 Kesimpulan Murid Menjawab 8 Pertanyaan Guru Siswa Menutup 9 Pelajaran dengan Do’a JUMLAH MURID 1
FR SIKLU SI
FR SIKLUS II
37
37
30
37
15
37
5
KLASIFIKASI
37
37
5
Anak Kelas V SDN 153 Pekanbaru dapat digambarkan peningkatan Hasil Belajar Murid dalam Pembelajaran dari Siklus I – II yaitu:
Sangat Tinggi Tinggi Sedang Rendah JUMLAH
37 37
6
37
37
37
192
333
SIKLUS I
85-100 71-84 56-70 0-55 -
7 10 10 10 37
SIKLUS II 15 15 7 0 37
Dari gambaran tabel di atas dapat terlihat peningkatan hasil belajar dari siklus I ke Siklu II. Klasifikasi sangat tinggi pada siklus I sebanyak 7 murid dan pada siklus II mendapatkan peningkatan menjadi 15 Murid. Klasifikasi tinggi pada siklus I sebanyak 10 murid dan pada siklus II mendapatkan peningkatan menjadi 15 Murid. Klasifikasi sedang pada siklus I sebanyak 10 murid dan pada siklus II hanya menjadi 7 Murid sementara Klasifikasi rendah pada siklus I sebanyak 10 murid dan pada siklus II tidak terdapat murid yang mendapat nilai rendah. Adapun faktor lain yang mempengaruhi Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Strategi Inkuiri Pada Anak Kelas V SDN 153 Pekanbaru yaitu sarana prasarana, lingkungan dan sosial antar peserta didik.
37
20
SKOR
Dari gambaran tabel di atas dapat terlihat bahwa pada point Murid Merumuskan Hipotesis atau pendapat sementara terjadi peningkatan dari 21 murid menjadi 30 murid. Murid Mengumpulkan data dari Berbagai Sumber dari 25 murid menjadi 30 murid. Murid Menguji Hipotesis dari 21 murid menjadi 30 murid dan Murid Merumuskan Kesimpulan dari 21 murid menjadi 30 murid. Hal ini terlihat ada peningkatan secara kuantitatif berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Strategi Inkuiri Pada Anak Kelas V SDN 153 Pekanbaru dari Siklus I kepada Siklus II dengan perbandingan angka kuantitatif 192 menjadi 333.
KESIMPULAN Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari hasil penelitian ini yaitu (1) Proses Pembelajaran guru dan siswa pada siklus II terjadi peningkatan dari siklus II. (2) Ada peningkatan secara kuantitatif berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Dengan Pendekatan Metakognitif Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru dari Siklus I kepada Siklus II dengan perbandingan angka kuantitatif 192 menjadi 333. (3) Evaluasi hasil belajar murid berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPA Dengan Pendekatan
2. Gambaran Peningkatan Hasil Belajar Murid dalam Pembelajaran Berdasarkan hasil evaluasi hasil belajar murid berkenaan dengan Upaya Meningkatkan Keaktifan Belajar Matematika Melalui Strategi Inkuiri Pada 6
Metakognitif Kelas VI di SDN 153 Pekanbaru terjadi peningkatan dari siklus I ke Siklu II.
REFERENSI Echols John M. dan Shadily Hassan, Kamus Inggris-Indonesia, Jakarta, Gramedia, 1984. Joko Subagyo. Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta, 2006. Meolong Lexy J., Metode Penelitian Kualitatif. Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002. Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2010. Sudjana, Nana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar, PT Remaja Rosdakarya, Bandung, 2004. Robbins P Stephen dan Judge A. Timothy, Organizational Behavior, (Edisi ke-13 terjm Diana Anggelina), Jakarta, 2009. Web Internet.
7