UPAYA MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP IPA MELALUI MODEL DAUR BELAJAR DI SMP NEGERI 2 SIDOARJO Endang Susantini 1 Abstract The purposes of the classroom action research were: (1) to increase understanding student’s science concepts, (2) to improve student’s motivation, (3) to help teacher in developing and applying the learning cycle model. This action research was conducted collaboratively with researcher and two science teachers of SMP Negeri 2 Sidoarjo. The subjects were the teacher and the student grade IX-1 of SMP Negeri 2 Sidoarjo (n = 48). The research consists of two cycles, i.e. Cycle I and Cycle II. The cycle one covered the concept survival of organism and the cycle two discussed the concept of plant reproduction, which were thought at one term. The results were: (1) the learning cycle teaching approach increased the understanding of student’s science concepts, (2) student motivation increased, (3) the teacher skills of developing and applying the learning cycle approach improved. Kata kunci: konsep IPA, daur belajar
Pentingnya mengembangkan pemahaman konsep IPA tercantum dalam Standar Isi, terulis bahwa tujuan mata pelajaran IPA di SMP adalah peserta didik memiliki kemampuan mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Kenyataan yang ditemui di lapangan, cara guru mengajar di kelas hanya dengan menyampaikan definisi konsep yang terkadang definisinya kurang jelas. Hal tersebut juga terjadi di SMP Negeri 2 Sidoarjo, guru dalam menyampaikan konsep hanya dengan memberikan definisinya saja, sehingga siswa hanya menghafal definisi tersebut. Contoh-contoh atau penerapan konsep tidak diberikan. Sedangkan untuk mengembangkan pemahaman konsep, selain harus tahu definisi juga harus dapat memberikan contoh penerapannya.
1
Dosen FMIPA Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang Surabaya email:
[email protected]
Pada saat peneliti bersama guru melakukan identifikasi masalah di SMP Negeri 2 Sidoarjo terungkap bahwa siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep IPA/biologi. Selama ini guru juga merasakan hal yang sama. Menurut guru, cara menjelaskan konsep ke siswa sudah jelas, tetapi menurut siswa masih belum jelas. Anggapan yang dimiliki siswa, bahwa IPA/biologi merupakan pelajaran “hafalan” sangat sulit dihilangkan. Indikasi yang menunjukkan siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep sains, antara lain nilai rata-rata kelas ulangan hariannya rendah. Selain itu, jika guru melontarkan pertanyaan kepada siswa pada saat proses pembelajaran di kelas sedang berlangsung, jawaban yang diberikan siswa sering kali tidak sesuai dengan yang diharapkan guru. Konsep IPA dapat berkembang baik hanya bila pengalaman langsung mendahului pengenalan generalisasi-generalisasi abstrak. Metode seperti ini berlawanan dengan metode yang digunakan di SMP Negeri 2 Sidoarjo, yaitu metode yang hampir selalu memperkenalkan generalisasi abstrak atau definisi terlebih dahulu. Bahkan sering konsep sains diperkenalkan hanya secara verbal saja. Walaupun menurut Piaget, usia anak SMP mencapai tahap kognitif tertinggi, yaitu operasi formal, namun banyak penelitian yang menunjukkan bahwa banyak murid SMP masih cenderung berpikir pada tahap operasi konkrit. Pada tahap operasi konkrit, operasi mental anak terbatas pada apa yang diamati melalui pengalaman langsung. Daur belajar merupakan salah satu model pembelajaran dengan menggunakan pengalaman langsung, selain itu daur belajar mempunyai kelebihan: tahapannya sederhana, mudah dilakukan, serta banyak manfaat yang diperoleh baik bagi guru maupun siswa. Pada akhirnya, dapat mengatasi kesulitan pemahaman konsep sains siswa. Daur Belajar terdiri atas tiga tahap yang berbeda, yaitu (1) Tahap eksplorasi, siswa mengalami/mengindera objek secara langsung (2) Tahap pengenalan konsep, menarik kesimpulan dari beberapa pengalaman yang telah dimiliki siswa dan (3) Tahap penerapan konsep, menerapkan konsep yang baru pada situasi dan kondisi yang berbeda.
Menurut Hadisubroto dan Siregar (1998), dengan menggunakan model daur belajar, guru dapat menciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, dan regulasi sendiri pada siswa. Dengan kata lain, guru dapat menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang memasukkan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan konsep. Dari alasan yang diuraikan di atas, maka dipandang perlu melakukan penelitian tindakan yang berbasis kelas dengan menggunakan model daur belajar. Sejalan dengan latar belakang masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut: (1) meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa, (2) meningkatkan motivasi belajar siswa, (3) memberdayakan guru dalam mengembangkan dan menerapkan model daur belajar.
METODE Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan di kelas IX-1 pada SMP Negeri 2 Sidoarjo tahun ajaran 2008/2009. Langkah-langkah dalam PTK merupakan satu siklus yang terdiri dari: (1) merencanakan tindakan, (2) implementasi tindakan, (3) mengamati, dan (4) refleksi (Hopkins, 1993) dan Kemmis & Taggart (1988). Penelitian ini dibagi menjadi dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Pelaksanaan siklus mengikuti Standar Isi mata pelajaran IPA. Siklus I mencakup konsep kelangsungan hidup organisme. Hasil refleksi siklus I dijadikan dasar
untuk perbaikan pada
Siklus
II.
Siklus
II
mencakup
konsep
perkembangbiakan tumbuhan. Kedua siklus tersebut berada di semester 1.
Rincian Prosedur Penelitian a. Perencanaan Tindakan Penelitian tindakan ini dibagi menjadi dua siklus dan perencanaan tindakan masingmasing siklus diuraikan berikut ini. Siklus I 1) Membuat persiapan mengajar. Peneliti dan guru melakukan diskusi untuk membuat persiapan mengajar yang akan diimplementasikan pada Siklus I. Beberapa hal yang dihasilkan selama pertemuan ini antara lain: (a) rencana pembelajaran (RP), (b) lembar kegiatan siswa (LKS) yang berdasarkan pendekatan daur belajar, (c) menyiapkan peralatan percobaan yang digunakan
sesuai dengan LKS yang telah dibuat, (d) membuat skenario sesuai dengan kesepakatan tim untuk tindakan pada siklus ini. 2) Menyusun dua buah perangkat tes bagian, untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman konsep siswa setelah dilakukan tindakan. 3) Memantapkan konsep kelangsungan hidup organisme kepada guru yang tampil sebagai pengajar dalam implementasi tindakan di kelas. Pemantapan atau pemutakhiran konsep ini dilakukan bersama seluruh peneliti dan guru dengan cara mendiskusikan konsep-konsep yang penting dan membahas salah konsep yang tercantum pada buku yang biasa digunakan guru.
Siklus II 1) Membuat persiapan mengajar. Berdasarkan perbaikan kelemahan-kelemahan yang
dialami pada tindakan Siklus I dan meneruskan tindakan-tindakan yang
sudah baik, peneliti dan guru melakukan diskusi untuk persiapan mengajar yang akan diimplementasikan pada Siklus II ini. Beberapa hal yang dihasilkan selama pertemuan ini antara lain: (a) rencana pembelajaran (RP), (b) lembar kegiatan siswa (LKS) yang berdasarkan pendekatan daur belajar, (c) menyiapkan peralatan percobaan yang digunakan sesuai dengan LKS yang telah dibuat, (d) membuat skenario sesuai dengan kesepakatan tim untuk tindakan pada siklus ini. 2) Menyusun dua buah perangkat tes bagian, untuk mengetahui seberapa jauh pemahaman konsep siswa setelah dilakukan tindakan. 3) Memantapkan konsep kelangsungan hidup organisme kepada guru yang tampil sebagai pengajar dalam implementasi tindakan di kelas. Pemantapan atau pemutakhiran konsep ini dilakukan bersama seluruh tim peneliti dengan cara mendiskusikan konsep-konsep yang penting dan membahas salah konsep yang tercantum pada buku yang biasa digunakan guru. b. Implementasi Tindakan Guru IPA yang melaksanakan implementasi tindakan kelas adalah
Dra. Sri
Lestari. Sedangkan peneliti dan seorang guru IPA yang lain bertindak melakukan observasi, menyiapkan kegiatan, membantu siswa selama kegiatan. Pelaksanaan implementasi tindakan disesuaikan dengan jadwal sekolah.
Siklus 1 Siklus ini dibagi menjadi 6 penggalan pembelajaran, di mana setiap penggalannya ada yang menggunakan waktu 1 jam pelajaran (1 x 45 menit) dan ada yang menggunakan 2 jam pelajaran (2 x 45 menit). Keenam penggalan pembelajaran yang diimplementasikan mencakup konsep kelangsungan hidup organisme dengan mengikuti skenario pembelajaran seperti berikut ini. 1) Fokus
Guru membuka pelajaran dengan menuliskan konsep yang akan dibahas.
Guru memberitahukan tujuan pembelajaran.
Guru membagikan LKS tentang konsep Seleksi Alam yang menggunakan model daur belajar.
Siswa diminta mengambil tempat duduk sesuai dengan kelompok yang telah mereka bentuk.
2) Tahap Eksplorasi
Guru memberikan sejumlah pertanyaan untuk menarik minat siswa, misalnya: Apakah kalian pernah mendengar nama binatang Dinosaurus? Apakah kalian dapat mengamati secara langsung binatang tersebut pada saat ini? Mengapa? Siswa diberikan kesempatan untuk menjawab dan mengungkapkan alasannya.
Guru menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan untuk belajar.
3) Tahap Pengenalan Konsep
Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk menyebarkan kertas warna hijau, kuning, putih, dan merah masing-masing sebanyak 10 buah pada sebidang rumput.
Siswa diminta mengambil kembali kertas-kertas tersebut dalam waktu 5 menit.
Siswa diminta menghitung jumlah setiap warna kertas yang terambil.
Siswa diminta menjawab pertanyaan yang ada di LKS.
Guru membimbing diskusi kelas, dengan cara setiap kelompok diminta mengkomunikasikan hasil kegiatannya, sedangkan tampil diminta untuk memberikan tanggapan.
kelompok yang tidak
4) Tahap Penerapan Konsep
Siswa diminta memberikan contoh-contoh seleksi alam yang lain, di luar yang sudah dibicarakan.
Siklus II Berdasarkan hasil refleksi tindakan pada Siklus I ternyata disepakati oleh peneliti dan guru untuk melanjutkan model yang telah dikembangkan pada Siklus I yaitu dengan menggunakan hands of experience
dan diskusi dalam model daur
belajar. Siklus II ini dibagi menjadi 8 penggalan pembelajaran, setiap penggalannya ada yang menggunakan 1 jam pelajaran (1 x 45 menit) dan 2 jam pelajaran (2 x 45 menit) yang disesuaikan dengan jadwal sekolah. Kedelapan penggalan pembelajaran yang diiplementasikan mencakup konsep perkembangbiakan tumbuhan dengan mengikuti skenario pembelajaran sebagai berikut. 1) Fokus
Guru membuka pelajaran dengan menuliskan konsep yang akan dibahas.
Guru memberitahukan tujuan pembelajaran.
Guru membagikan LKS tentang konsep Bunga yang menggunakan model daur belajar.
Siswa diminta mengambil tempat duduk sesuai dengan kelompok yang telah mereka bentuk.
2) Tahap Eksplorasi
Guru memperkenalkan siswa dengan bunga yang ada di sekitar lingkungan sekolah.
Guru menjelaskan alat dan bahan yang akan digunakan untuk belajar.
3) Tahap Pengenalan Konsep
Guru memberikan tugas kepada setiap kelompok untuk mengamati perhiasan bunga, alat kelamin bunga, bakal buah, tangkai bunga pada berbagai macam bunga yang sudah disediakan.
Siswa diminta menggambar dan melengkapi tabel hasil pengamatan.
Siswa diminta menjawab pertanyaan yang ada di LKS.
Guru membimbing diskusi kelas, dengan cara setiap kelompok diminta mengkomunikasikan hasil kegiatannya, sedangkan
kelompok yang tidak
tampil diminta untuk memberikan tanggapan. 4) Tahap Penerapan Konsep
Siswa diminta melakukan pengamatan pada bunga lain
c. Pengamatan Untuk memperoleh data tentang kelemahan-kelemahan atau kelebihankelebihan pelaksanaan tindakan yang digunakan sebagai acuan pada tindakan berikutnya, maka setiap pelaksanaan tindakan dipantau oleh peneliti dan satu orang guru. Pengamat membuat catatan-catatan tentang aktivitas guru selama mengelola kegiatan belajar mengajar. Aspek-aspek yang diamati antara lain: (1) cara guru menyampaikan tujuan pembelajaran, (2) cara guru menjelaskan kegiatan/percobaan yang akan dilakukan, (3) cara guru membimbing siswa dalam menemukan konsep, (4) cara guru membimbing siswa dalam menerapkan konsep pada situasi yang dikenal siswa sehari-hari. Respon siswa selama mengikuti pelajaran dengan menggunakan daur belajar dijaring dengan menggunakan angket, kemudian ditelusuri dengan teknik wawancara. Angket tersebut diberikan kepada 5 orang siswa secara acak pada setiap akhir penggalan pembelajaran. Pendapat siswa tersebut meliputi : (1) cara guru mengawali pelajaran, (2) cara guru membimbing siswa dalam menemukan konsep, (3) cara guru memberikan bimbingan kepada individu/kelompok, (4) cara guru memberikan masalah yang berkenaan dengan konsep yang dipelajari, (5) cara guru memberikan tugas atau kegiatan lab. dalam rangka memperjelas konsep siswa. Pendapat guru yang melakukan tindakan juga dijaring melalui wawancara pada akhir setiap siklus. Pendapat guru tersebut mengenai manfaat dan hambatan yang ditemui guru selama menerapkan model daur belajar. Evaluasi tentang keberhasilan siswa dalam memahami konsep kelangsungan hidup organisme dan perkembangbiakan tumbuhan dilakukan dengan memberikan tes bagian. Setiap siklus dipenggal menjadi dua tes bagian, karena penelitian ini terdiri atas dua siklus, maka ada empat tes bagian. Tes yang digunakan berupa tes esai.
Dalam penelitian ini yang menjadi kriteria keberhasilan adalah jika siswa memperoleh nilai sesuai dengan KKM (Kriteria Ketuntasan Mnimal) sekolah yaitu 75. Selain itu, jika rata-rata kelas pada tes bagian mencapai skor 75 maka tindakan dianggap berhasil baik.
d. Refleksi Setiap selesai satu penggalan pembelajaran peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk membahas hasil pengamatan yang dilakukan. Hasil diskusi ini berupa catatan-catatan kelemahan dan kebaikan pelaksanaan tindakan yang kemudian didiskusikan pada akhir siklus (selesai seluruh penggalan dalam satu siklus). Hasil diskusi ini kemudian dijadikan bahan refleksi untuk memperbaiki tindakan pada siklus berikutnya. Data tentang respon siswa selama proses belajar mengajar berlangsung yang diperoleh melalui kuesioner dan wawancara dianalisis secara deskriptif. Demikian halnya, dengan data pendapat guru tentang penerapan model daur belajar dalam kegiatan belajar mengajar yang diperoleh melalui wawancara juga dianalisis secara deskriptif. Pemahaman konsep IPA yang diperoleh siswa setelah pelaksanaan tindakan dianalisis dengan menghitung skor rata-rata kelas setiap butir soal/subkonsep dari keempat tes bagian yang diberikan guru. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Berikut ini disajikan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap tindakan yang telah diimplementasikan pada setiap siklus.
Siklus I 1. Pemahaman Konsep Siswa Dari hasil dua tes bagian yang diberikan kepada siswa selama tindakan Siklus I, diperoleh data tentang pemahaman konsep kelangsungan hidup organisme sebagai berikut.
Tabel 1. Hasil Tes Bagian I tentang Pemahaman Konsep Kelangsungan Hidup Organisme pada Siswa Kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo
No. Soal
Konsep
Pemahaman Konsep (%)
1
Perkembangbiakan generatif dan vegetatif
63
2
Pelestarian hewan dan tumbuhan
64
3
Adaptasi fisiologi pada tanaman kaktus
77
4
Adaptasi morfologi pada kaki burung
84
5
Adaptasi morfologi pada paruh burung
58
Skor rata-rata kelas pada tes bagian I adalah 69,2
Tabel 2. Hasil Tes Bagian II tentang Pemahaman Konsep Kelangsungan Hidup Organisme pada Siswa kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo
No. Soal
Konsep
Pemahaman Konsep
1
Adaptasi fisiologi pada ikan laut
80
2
Adaptasi tingkah laku pada ikan paus
87
3
Kepunahan makhluk hidup
65
4
Adaptasi tingkah laku pada rayap
64
5
Seleksi alam
65
(%)
Skor rata-rata kelas pada tes bagian II adalah 72,2.
Dari Tabel 1 dan 2, tampak bahwa pemahaman konsep kelangsungan hidup organisme pada siswa kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo mengalami peningkatan dari skor rata-rata kelas 69, 2 pada tes bagian I menjadi 72,7 pada tes bagian II. Dengan demikian, model daur belajar yang diterapkan pada Siklus I ini yang mencakup 6 kali
tindakan pembelajaran telah mampu meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa. Namun, bila dilihat dari nilai rata-rata kelas dari kedua tes bagian tersebut setelah dilakukan proses pembelajaran belum memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu 75.
2. Respon Siswa terhadap Model Daur Belajar Pada mulanya siswa merasa bingung dengan cara mengajar guru yang berbeda dari biasanya seperti pada saat siswa duduk di kelas VII dan VIII. Hal ini dapat dimengerti karena siswa sudah terbiasa menerima “pengetahuan jadi” atau siswa terbiasa menghafalkan konsep-konsep IPA yang diberikan guru. Berbeda dengan model daur belajar, di mana siswa diberikan berbagai kegiatan (percobaan dan diskusi) agar siswa dapat mengindera, menemukan
serta menerapkan konsep
tersebut, sedangkan guru berperan sebagai fasilitator. Pada awal tindakan, siswa merasa terbebani dengan tugas-tugas yang diberikan guru, bahkan ada yang berkomentar tugas pelajaran IPA terlalu banyak, mengingat mata pelajaran yang lain juga memberikan tugas. Respon yang dituliskan siswa ternyata sangat menunjang teori belajar, yaitu tentang apersepsi dan motivasi. Siswa menginginkan agar pengetahuan baru yang diberikan oleh guru dikaitkan dengan pengetahuan yang dimiliki siswa pada saat duduk di kelas VII dan VIII. Seperti yang disarankan oleh Ausubel (1963), dengan mengkaitkan konsep yang dimiliki siswa dengan konsep baru yang sedang dipelajari, belajar akan bermakna dan informasi yang dipelajari akan bertahan lama. Selain itu, siswa juga menginginkan agar pada saat pelajaran dimulai diberikan pertanyaan yang menarik sesuai dengan materi yang akan dibicarakan, agar siswa lebih dapat menanggapi dan lebih terangsang untuk menjawab.
3. Respon Guru terhadap Model Daur Belajar Untuk menyiapkan pembelajaran dengan model daur belajar ini, guru memerlukan waktu yang lebih banyak dari persiapan mengajar yang biasa dilakukan, ditambah lagi untuk menyiapkan media, alat, dan bahan praktikum. Kendala dalam melaksanakan tindakan ini adalah waktu. Guru merasa kekurangan waktu untuk menanamkan konsep IPA. Hal ini dapat dimengerti karena
biasanya guru hanya memberikan definisi konsep dengan metode ceramah yang memerlukan waktu singkat. 4. Refleksi Siklus I Hasil diskusi peneliti dan guru tentang tindakan yang telah dilakukan pada Siklus I adalah: a. Sikap dan kebiasaan guru dalam mengajar IPA mulai berubah. Guru mulai menyadari bahwa pengetahuan jadi yang biasanya dituangkan ke benak siswa tidak bertahan lama, sehingga nilai ulangan harian siswa rendah. Guru juga menyadari
dengan
menggunakan kegiatan
pengalaman
langsung
untuk
menemukan konsep, dan menerapkan konsep, maka konsep yang diperoleh siswa dapat lebih bertahan lama, terbukti dari nilai tes bagian I dan II yang lebih tinggi dari nilai ulangan harian sebelumnya. b. Motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPA mulai tampak lebih baik dari sebelumnya. Semula siswa merasa terbebani dengan berbagai tugas, tetapi pada akhir Siklus I siswa tampak antusias dalam melakukan kegiatan atau tugas yang diberikan guru. Namun, masih ada beberapa orang siswa terutama yang duduk di belakang yang masih belum mengalami perubahan. c. Pemahaman konsep siswa mengalami peningkatan. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai rata-rata kelas yang meningkat dari 69,2 pada tes bagian I menjadi 72,2 pada tes bagian II. Namun, bila mengacu pada kriteria keberhasilan yang digunakan dalam penelitian ini, masih belum memenuhi kriteria dan perlu perbaikan. d. Hal-hal yang perlu mendapat perhatian pada Siklus II adalah:
Guru dalam menyampaikan tujuan pembelajaran untuk mengawali pelajaran hendaknya tidak dengan cara yang monoton, melainkan dengan cara yang bervariasi dengan memanfaatkan seluruh media yang sudah dibawa guru ke dalam kelas.
Guru dalam memberikan pertanyaan untuk memotivasi siswa hendaknya semenarik mungkin, sehingga dapat membangkitkan rasa ingin tahu siswa.
Pemberian umpan balik kepada siswa setelah siswa selesai mengerjakan pekerjaan rumah perlu mendapat perhatian. Agar siswa merasa dihargai jerih payahnya, karena ada kalanya tidak semua siswa mengerjakan pekerjaan
rumah dengan lengkap. Selain itu, guru juga dapat memonitor pemahaman konsep siswa.
Pemantapan dan pemutakhiran konsep guru masih perlu disempurnakan. Guru dalam memberikan materi masih ada yang berpedoman pada buku yang “kurang baik”, dalam arti tidak steril dari miskonsepsi. Hal ini akan berakibat fatal, sebab jika guru sendiri mengalami miskonsepsi maka secara otomatis akan menularkan miskonsepsi tersebut ke siswanya. Misalnya: miskonsepsi yang menyatakan, bahwa manusia tidak dapat melakukan adaptasi tingkah laku.
Dalam membimbing kelompok, guru hendaknya berkeliling secara merata pada seluruh kelompok. Tidak pada kelompok-kelompok yang duduk di depan saja. Selain itu, guru hendaknya mendorong siswa agar berkerja sama dalam kelompok, tidak bekerja sendiri-sendiri.
Dalam membimbing diskusi kelas, guru masih sering mendominasi dalam memecahkan masalah sehingga siswa cenderung pasif. Guru hendaknya melibatkan siswa dalam interaksi siswa – siswa, dan siswa – guru sebagai upaya memantapkan konsep.
Contoh-contoh penerapan konsep hendaknya dicantumkan di rencana pembelajaran, misalnya warna bulu beruang kutub, warna hijau belalang, dll. Hal ini perlu, agar tidak dilupakan guru dalam mengajar.
Siklus II Tindakan Siklus II yang mencakup konsep perkembangbiakan tumbuhan dilakukan dengan memperhatikan refleksi pada Siklus I. Pembelajaran dibagi dalam 8 penggalan, di mana tiap penggalan pembelajaran ada yang menggunakan waktu 1 jam pelajaran (1 x 45 menit) dan ada yang menggunakan waktu 2 jam pelajaran (2 x 45 menit). Berdasarkan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap tindakan pada Siklus II diperoleh data hasil penelitian sebagai berikut. 1. Pemahaman Konsep Siswa Dari hasil dua tes bagian yang diberikan kepada siswa selama tindakan Siklus II, diperoleh data tentang pemahaman konsep perkembangbiakan tumbuhan sebagai berikut.
Tabel 4.3 Hasil tes bagian III tentang pemahaman konsep perkembangbiakan tumbuhan pada siswa kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo
No. Soal
Konsep
Pemahaman Konsep (%)
1
Bagian-bagian bunga dan fungsinya
75
2
Penyerbukan oleh angin
76
3
Pembuahan ganda pada tumbuhan biji
77
4
Pembelahan mitosis pada sel tumbuhan
75
5
Buah semu dan buah sejati
73
Nilai rata-rata kelas pada tes bagian III adalah 75,1.
Tabel 4.4 Hasil Tes Bagian IV tentang Pemahaman Konsep Perkembangbiakan Tumbuhan pada Siswa Kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo No. Soal
Konsep
Pemahaman Konsep (%)
1
Perkembangbiakan vegetatif pada bakteri
78
2
Umbi batang dan umbi akar
80
3
Perkembangbiakan vegetatif pada tumbuhan biji
68
4
Cara perkembangbiakan pada tumbuhan
79
5
Perkembangbiakan buatan
82
Nilai rata-rata kelas pada tes bagian IV adalah 77,4. Dari Tabel 3 dan 4, tampak bahwa pemahaman konsep perkembangbiakan tumbuhan pada siswa kelas IX-1 SMP Negeri 2 Sidoarjo mengalami peningkatan dari skor rata-rata kelas 75,1 pada tes bagian III menjadi 77,4 pada tes bagian IV. Dengan demikian, model daur belajar yang diterapkan pada Siklus II yang mencakup 8 kali tindakan pembelajaran telah mampu meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa. Jika dilihat dari kriteria keberhasilan dalam pelaksanaan tindakan ini, maka
tindakan yang dilakukan pada Siklus II
dikatakan berhasil baik, karena sudah
memenuhi kriteria keberhasilan (nilai rata-rata kelas > 75).
2. Respon Siswa terhadap Model Daur Belajar Motivasi siswa dalam mengikuti pelajaran IPA meningkat, terbukti dari pernyataan siswa yang menginginkan lebih banyak dilakukan kegiatan lab. Menurut siswa, mereka lebih mudah memahami apa yang dimaterikan dengan melakukan kegiatan lab., selain itu siswa merasa konsep yang diperoleh menjadi lebih jelas. Minat siswa terhadap IPA meningkat, hal ini dapat dibaca dari pernyataan siswa, bahwa siswa ingin mengetahui lebih luas ilmu IPA. Siswa merasa puas dalam mengikuti pelajaran IPA, sehingga ada beberapa siswa berkomentar pembelajaran IPA di kelas IX-1 sudah bagus, tidak perlu diperbaiki dan perlu dipertahankan.
3. Respon Guru terhadap Model Daur Belajar Guru merasa senang dalam melakukan tindakan pada penelitian ini, apalagi setelah mengetahui pemahaman konsep IPA siswa meningkat. Dari hasil wawancara terungkap bahwa guru menginginkan diadakan penelitian seperti ini pada tahun-tahun mendatang. Guru merasa memperoleh banyak peningkatan kemampuan dalam kompetensi mengajarnya, terutama dalam mengembangkan dan menerapkan model daur belajar yang semula merasa berat melakukannya menjadi lebih ringan. Guru merasa penguasaan konsep IPAnya menjadi lebih baik, setelah dilakukan pemantapan dan pemutakhiran konsep selama tindakan. Baik sebelum maupun sesudah kegiatan belajar mengajar, peneliti dan guru melakukan diskusi tentang konsep-konsep esensial dan miskonsepsi yang ditemukan dalam buku acuan yang biasa digunakan guru.
4. Refleksi Siklus II Hasil diskusi peneliti dan guru terhadap tindakan yang telah dilakukan pada Siklus II adalah: 1. Guru sudah terampil menggunakan model daur belajar. Hal ini terbukti dari hasil pemantauan peneliti dan guru terhadap aktivitas guru selama mengelola kegiatan
belajar mengajar, yaitu jika pada awal Siklus I masih banyak langkah dalam model daur belajar yang belum dilakukan oleh guru, tetapi pada akhir Siklus II semua langkah sudah dilakukan oleh guru. Tindakan yang diterapkan pada Siklus ini efektif dalam mengurangi kesulitan pemahaman siswa terhadap konsep IPA. 2. Pemantapan dan pemutakhiran konsep bagi guru ternyata memerlukan waktu tersendiri, mengingat ada acuan yang biasanya digunakan guru yang dapat menimbulkan miskonsepsi. 3. Siswa sudah tampak dapat bekerja sama dalam kelompok. Ternyata untuk dapat bekerja sama antar siswa dalam kelompok perlu dilatihkan secara intensif oleh guru, karena siswa sudah terbiasa kerja secara individual. 4. Partisipasi siswa dalam Siklus II ini meningkat dibandingkan siklus sebelumnya, terbukti dari banyaknya siswa yang bertanya kepada guru. Untuk mengetahui secara menyeluruh peningkatan pemahaman konsep siswa selama tindakan (Siklus I dan Siklus II), berikut ini disajikan tabel dan grafik yang menunjukkan hal tersebut.
Tabel 5. Nilai Rata-rata Kelas Setelah Pelaksanaan Tindakan
Alat Ukur Tes bagian I
Skor rata-rata 69,2
Tes bagian II
72,2
Tes bagian III
75,1
Tes bagian IV
77,4
Grafik Rerata Kelas Setelah Pelaksanaan Tindakan 78 76 74 NILAI 72 RERATA 70 68 66 64 I
II
III
IV
TES BAGIAN
Gambar 1.. Grafik rata-rata kelas setelah pelaksanaan tindakan
Pembahasan Dalam model daur belajar ini, guru tidak lagi berperan sebagai layaknya seorang pemberi informasi yang siap mengindoktrinasi siswanya dengan konsepkonsep yang tidak dipahami oleh mereka. Melainkan guru IPA yang bertindak sebagai seorang “fasilitator” yang siap menumbuh kembangkan kemampuan berpikir siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Nachtigall (1997) dalam Suastra, dkk. (1998) yang menyatakan tentang tiga wawasan berpikir dalam belajar dan mengajar, yaitu: (1) menyajikan bahan pelajaran semata bukanlah sesungguhnya mengajar, (2) menyimpan informasi dalam ingatan bukanlah belajar, dan (3) menghafalkan apa yang disimpan dalam ingatan bukan bukti bahwa seseorang telah memiliki suatu pemahaman. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Piaget, bahwa menghafal buta tidak berarti mengetahui. Lebih lanjut Piaget mengatakan, belajar melalui pengalaman langsung (learning by doing) dapat mendorong lajunya perkembangan kognitif anak dan memperkuat daya ingat. Konsep IPA dapat berkembang baik hanya bila pengalaman langsung yang mendahului pengenalan generalisasi-generalisasi abstrak. Metode seperti ini berlawanan dengan metode tradisional, yaitu metode yang hampir selalu memperkenalkan generalisasi abstrak atau definisi terlebih dahulu. Bahkan sering konsep IPA diperkenalkan hanya secara verbal saja. EdLabinowicz (1980) dan
Abrham & Renner (1986) menjelaskan langkah-langkah daur belajar yang mendorong perkembangan konsep
adalah (1) eksplorasi, yaitu anak mengalami
(mengindera) secara langsung, (2)
pengenalan konsep, menarik kesimpulan dari
pengalaman yang diperoleh anak, (3) penerapan konsep, menerapkan konsep pada situasi dan kondisi yang baru. Model semacam inilah yang digunakan dalam penelitian tindakan ini. Menurut Hadisubroto dan Siregar (1998) dengan menggunakan model daur belajar, guru dapat menciptakan kesempatan untuk memberikan pengalaman fisik, interaksi sosial, dan regulasi diri sendiri pada siswa. Dengan kata lain, dengan menggunakan daur belajar guru dapat menciptakan pengalaman-pengalaman belajar yang memasukkan tiga variabel yang berperanan dalam pembentukan konsep Model daur belajar ternyata mampu membantu siswa
untuk mengatasi
kesulitan memahami konsep IPA. Hal ini tampak jelas dari Tabel 5 dan Gambar 1 yang menunjukkan peningkatan nilai rata-rata kelas setelah pelaksanaan tindakan, bahkan pada Siklus II pehamaman konsep siswa atau nilai rata-rata kelasnya > 75. Hal ini tidak terlepas dari metode yang dikembangkan yang selalu menggunakan pengalaman langsung dan diskusi dalam setiap memahami suatu konsep. Oleh karena itu, 90% siswa menyarankan agar lebih banyak menggunakan kegiatan lab. dalam pelajaran IPA. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa motivasi belajar siswa terhadap pelajaran IPA mengalami peningkatan. Hal ini terlihat dari aktivitas dan antusias siswa dalam mengikuti pelajaran. Siswa tidak lagi memiliki sikap yang menyatakan IPA adalah pelajaran hafalan, banyak istilah-istilah asingnya yang kurang bermakna dan bahkan tidak berguna dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan sikap seperti ini disebabkan pengajar IPA tidak hanya memfokuskan pada penyajian mata pelajaran berupa definisi konsep, melainkan pada pengalaman langsung dan penerapan konsep. Misalnya, untuk konsep perkembangbiakan buatan pada tumbuhan dengan cara mencangkok, siswa mengalami sendiri bagaimana mencangkok itu. Selain itu, yang dilakukan guru untuk meningkatkan motivasi siswa adalah dengan menggunakan berbagai media untuk menarik perhatian siswa, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat membangkitkan minat siswa serta berusaha mempertahankan rasa ingin
tahu siswa. Hal ini sesuai dengan pendapatnya Slavin (2007) tentang cara guru meningkatkan motivasi intrinsik. Hasil penelitian ini juga menunjukkan peningkatan kerjasama antar siswa dalam kelompok kecil, meskipun untuk dapat bekerja sama dalam kelompok, siswa perlu diingatkan guru secara intensif. Menurut Costa et al (1985) strategi belajar bekerja sama tidak hanya menguntungkan pada sisi akademik saja, tetapi siswa juga dapat mengembangkan keterampilan berpikir pada level yang lebih tinggi, mengembangkan aspirasi dalam kelompok dan belajar untuk menerapkan keterampilan sosial di luar kelas. Dengan demikian siswa pandai maupun siswa berkemampuan rendah dapat meningkat hasil belajarnya. Sama halnya yang terjadi dalam penelitian ini, di mana siswa pandai memberikan bantuan ke temannya yang kurang pandai. Hasilnya adalah baik siswa kurang pandai maupun yang pandai, prestasi belajarnya meningkat. Karena, bagi siswa yang kurang pandai akan lebih mudah memahami bila yang mengajarkan temannya (tutor sebaya), sedangkan bagi yang pandai akan memperdalam pemahamannya. Disamping itu, penerapan kerja kelompok ini ternyata mampu membantu siswa yang “pemalu” dalam kelas-nya menjadi lebih akrab dengan temannya.
SIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan yang dperoleh dari penelitian tindakan ini adalah sebagai berikut. 1. Model daur belajar yang diterapkan oleh guru dapat meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa. Hal ini terbukti dari peningkatan nilai ratarata kelas pada keempat tes bagian yang diberikan guru, yaitu dari nilai 69,2 pada tes bagian I meningkat menjadi 77,4 pada tes bagian IV. 2. Motivasi belajar siswa meningkat setelah diterapkan model daur belajar. Hal ini terbukti dari 90% siswa menginginkan lebih banyak kegiatan eksplorasi. 3. Keterampilan guru dalam mengembangkan dan menggunakan model daur belajar meningkat. 4. Penguasaan konsep guru menjadi lebih baik setelah peneliti melakukan pemantapan dan pemutakhiran konsep kepada guru baik sebelum tindakan maupun sesudah tindakan.
Berdasarkan temuan-temuan dalam penelitian tindakan kelas ini, maka dapat diajukan beberapa saran sebagai berikut. 1. Bagi Guru IPA: Mengingat model daur belajar telah mampu mengatasi kesulitan pemahaman konsep IPA siswa, dan mampu meningkatkan motivasi belajar siswa, maka disarankan agar mencoba menerapkan model ini dalam kegiatan belajar mengajar IPA di sekolah. 2.
Bila seorang guru ingin berhasil meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa, maka harus melakukan tiga langkah pokok dalam model daur belajar, yaitu: eksplorasi, pengenalan konsep, dan penerapan konsep.
3.
Bagi Musyawarah Guru Mata Pelajaran/MGMP IPA: Dalam menyusun Lembar Kegiatan Siswa (LKS) hendaknya lebih memperhatikan ketiga tahap dalam model daur belajar,
karena pada umumnya tahap ketiga, yaitu
penerapan konsep kurang diperhatikan. DAFTAR RUJUKAN Abraham, M.R., Renner J.W.. 1986. The Sequence of Learning Cycle Activity in High School Chemistry. J. of Research in Science Teaching. Vol 23 (2), pp 121-143. Ausubel, D.P. 1963. The Psychology of Meaningful Verbal Learning An Introduction to School Learning. New York: Grune & Stratton Publisher. Costa, Dishon, O’Leary. 1985. Colaborative Strategies. Developing Mind. Virginia: Association for Supervision & Curricullum Development. EdLabinowicz. 1980. The Piaget Primer: Thinking, Learning, and Teaching. Menlo Park: Addison-Wesley. Hadisubroto, T. dan Siregar. 1998. Kecenderungan Pembelajaran Biologi di Sekolah Menengah. Jakarta: PGSM DIKTI. Hopkins. 1993. A Teacher Guide to Classroom Research. Philadelphia: Open University Press. Lorsbach, A. W. 2002. The Learning Cycle as A tool for Planning Science Instruction. Online (http://www.coe.ilstu.edu/scienceed/ lorsbach/257 lrcy.html, diakses 10 Desember 2002). Kemmis & Taggart. 1988. The Action Research Planner. Geelong Victoria: Deakin University Press.
Slavin, Robert R. 2007.Educational Psychology Theory and Practice. Boston: Allyn Bacon. Suastra, dkk. 1998.Pengembangan Strategi Perubahan Konseptual (Conceptual Change) dalam Pembelajaran IPA di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Laporan Penelitian Tindakan Kelas-PGSM. Singaraja: STKIP.
1
PENERAPAN BAHAN AJAR KONSEP SALING KETERGANTUNGAN BERBASIS INKUIRI UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SEKOLAH DASAR Siti Nurmiati ABSTRAK Pembelajaran sains di SD Kampung Baru lebih menekankan segi kognitif, sementara segi psikomotor dan afektif serta penekanan pada proses pembelajaran kurang diperhatikan. Upaya-upaya untuk memperbaiki kondisi pembelajaran selama ini telah dilakukan guru masih belum berhasil. Karena itulah, peneliti mengembangkan bahan ajar yang telah dibuat guru dengan memberdayakan lingkungan sekitarnya berbasis inkuiri terbimbing. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang bertujuan meningkatkan aktivitas siswa, memperbaiki hasil belajar siswa mengetahui aktivitas guru, respon siswa serta guru. Penelitian ini dilakukan oleh guru dan terbagi menjadi 2 siklus. Siklus 1 sebanyak 2 kali pertemuan dan siklus 2 sebanyak 1 kali pertemuan. Siklus 1 mengkaji tentang perubahan komponen dalam ekosistem sedangkan siklus 2 mengkaji tentang populasi, komunitas, dan habitat. Subjek penelitian adalah siswa kelas V SD Kampung Baru Kecamatan Beruntung Baru yang berjumlah 11 orang siswa. Data hasil penelitian dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing masih belum dapat meningkatkan pemahaman siswa SD Kampung Baru pada konsep saling ketergantungan. Hal ini ditunjukkan oleh hasil belajar siswa pada siklus 1 27,27% dan pada siklus 2 11,11%. Akan tetapi, hasil selama proses pembelajaran mengalami peningkatan, pada siklus 1 60,13% yang tergolong kategori cukup baik dan pada siklus 2 89,66% yang tergolong kategori baik. Selain itu, proses pembelajaran sudah berpusat pada siswa, dominansi guru juga mulai berkurang pada proses pembelajaran, serta siswa dan guru memberikan respon positif terhadap proses pembelajaran. Kata kunci: Inkuiri Terbimbing, Saling Ketergantungan, Proses dan Hasil Belajar. Berdasarkan pengakuan guru kelas V SDN Kampung Baru selama ini pembelajaran sains lebih menekankan segi kognitif saja atau pada penguasaan konsep, sementara segi psikomotor dan afektif serta penekanan pada proses pembelajaran kurang diperhatikan. Hal ini menyebabkan siswa masih sulit menerapkan konsep sains yang diperoleh di kelas untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Berdasarkan catatan rekaman pembelajaran pada tahun
2
sebelumnya, hasil belajar masih belum memuaskan. Pada mata pelajaran IPA hasil belajar 3 dari 11 siswa SDN Kampung Baru yang terdaftar pada tahun 2008/2009 < 60 dan rata-rata hasil belajar semua siswa sebesar 60. Beberapa upaya yang pernah dilakukan guru untuk memperbaiki kondisi pembelajaran sudah pernah dilakukan diantaranya dengan membuat bahan ajar yang menggunakan lingkungan sebagai sumber, media dan sarana belajar. Akan tetapi, bahan ajar yang dibuat oleh guru masih belum sempurna. Karena itulah, peneliti kemudian mengembangkan lagi bahan ajar yang telah dibuat guru dengan memberdayakan segala potensi yang ada di lingkungan sekitarnya dan diharapkan memberikan dampak yang positif terhadap hasil dan proses belajar siswa khususnya pada pembelajaran materi ”Saling Ketergantungan”. Penggunaan lingkungan dalam menyajikan materi ”Saling Ketergantungan” adalah dengan mengajak siswa belajar langsung ke lapangan, dapat dilakukan dengan mengajak siswa berinteraksi langsung dengan lingkungan alami berupa pekarangan sekolah, taman, hutan ataupun lingkungan di sekitar. Pola pembelajaran semacam ini dikenal dengan pendekatan lingkungan. Menurut Wilson (1996) pengalaman bersahabat
dengan
alam
cenderung
menyiapkan perasaan-perasaan terhadap
keajaiban-keajaiban seperti dikemukakan oleh Plato sebagai sumber pengetahuan, dan oleh Cobb sebagai sumber imajinasi. Jadi, dengan pendekatan lingkungan siswa dapat lebih mudah dalam mamahami materi yang diberikan. Sekalipun pendekatan ini dianggap sebagai inovasi dalam proses pembelajaran, namun akan lebih bermakna jika digunakan pendekatan lain yang diarahkan untuk mengelola siswa selama proses pembelajaran. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan dalam pengelolaan siswa ketika belajar di lingkungan alami adalah dengan menggunakan pendekatan inkuiri. Selama proses inkuiri berlangsung, seorang guru dapat mengajukan suatu pertanyaan atau mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan mereka sendiri. Pertanyaan-pertanyaan bersifat open-ended, memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyelidiki sendiri dan mencari jawaban sendiri (Kunandar, 2007). Hal ini sesuai dengan pendapat Ibrahim (2007) yang menyatakan apa yang ingin diketahui siswa dan apa yang ingin mereka lakukan dan pelajari merupakan dasar utama pembelajaran. Jadi, dari rasa ingin tahu inilah siswa termotivasi untuk belajar. Hal ini sesuai dengan penelitian Murtiani (2008) juga melaporkan bahwa penggunaan
3
pendekatan inkuiri terbimbing (Guide Inquiry) dapat meningkatkan meningkatkan pemahaman siswa pada konsep kepadatan penduduk dan permasalahannya. Berdasarkan uraian di atas, maka judul penelitian adalah ”Penerapan Bahan Ajar Konsep Saling Ketergantungan Berbasis Inkuiri untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Sekolah Dasar”. Permasalahan dalam penelitian dapat dirumuskan yaitu Apakah penerapan bahan ajar pada konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar. Agar terhindar dari makna ganda, maka dikemukakan batasan masalah yaitu Sekolah dasar yang diteliti adalah SDN Kampung Baru Kecamatan Beruntung Baru kelas V semester I, konsep Biologi dalam penelitian ini dikhususkan pada sub konsep perubahan komponen dalam ekosistem dan sub konsep populasi, komunitas, dan habitat, bahan ajar yang telah dibuat guru dikembangkan lagi oleh peneliti, pemahaman konsep saling ketergantungan diukur kemampuan siswa menjawab LKS dan soal-soal tes hasil belajar siswa, jenis inkuri yang digunakan dalam penelitian ini adalah inkuri terbimbing, aktivitas guru dan siswa direkam dengan menggunakan instrumen kinerja proses pembelajaran yang berpatokan pada instrumen Borich (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005), respon siswa selama proses pembelajaran didapat melalui angket yang dibagikan setelah pembelajaran, respon guru selama proses pembelajaran didapat melalui angket yang dibagikan setelah pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk untuk mengetahui peningkatan pemahaman siswa sekolah dasar melalui penerapan bahan ajar pada konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri. Agar tujuan dapat terukur, maka tujuan ini dapat dioperasionalkan lagi yaitu untuk meningkatkan aktivitas siswa kelas V SDN Kampung Baru pada pembelajaran konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri, mengetahui aktivitas guru IPA kelas V SDN Kampung Baru pada pengelolaan pembelajaran konsep saling ketergantungan
berbasis inkuiri, memperbaiki hasil belajar siswa kelas V SDN
Kampung Baru pada konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri, mengetahui respon siswa kelas V SDN Kampung Baru pada konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri, mengetahui respon guru kelas V SDN Kampung Baru pada konsep saling ketergantungan berbasis inkuiri.
4
Sedangkan hasil penelitian ini sendiri diharapkan akan memberikan manfaat baik bagi peneliti, guru, siswa maupun sekolah.
METODE Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan guru. Penelitian ini dilaksanakan 2 siklus sesuai dengan waktu belajar efektif sebanyak 6 jam pelajaran. Siklus 1 sebanyak 2 kali pertemuan dan siklus 2 sebanyak 1 kali pertemuan. Dalam pelaksanaan pembelajaran peneliti dibantu oleh 1 orang guru SMP, dan mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi FKIP Unlam Banjarmasin. Tugas masing-masing peneliti diatur sedemikian rupa sehingga memperlihatkan kesatuan tindakan antara peneliti dan kolaboran. Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus 1 dan 2 1. Refleksi Awal 2. Tahap Perencanaan 3. Melaksanakan Tindakan 4. Observasi dan Evaluasi Tindakan 5. Refleksi akhir Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus 1 dan menjadi pertimbangan untuk memasuki siklus 2. Pertimbangan yang digunakan bilamana salah satu dari 4 komponen di bawah ini belum terpenuhi. 1) Siswa mencapai ketuntasan
klasikal (≥ 85%) dari seluruh siswa yang telah
mencapai ketuntasan individual (skor ≥ 65). 2) Kategori hasil selama proses pembelajaran adalah baik, kategori ini ditetapkan berdasarkan Arikunto (1998). 3) Siswa menunjukkan keaktifan dalam proses pembelajaran yang diukur berdasarkan parameter keaktifan siswa menggunakan lembar observasi Borich (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005) 4) Guru tidak mendominasi dalam pengelolaan pembelajaran yang diukur berdasarkan parameter aktivitas guru menggunakan lembar observasi Borich (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005).
5
Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN Kampung Baru Kecamatan Beruntung Baru tahun pelajaran 2009/2010 yang berjumlah 11 orang siswa, terdiri dari 5 orang perempuan dan 6 orang laki-laki. Teknik Analisa Data Data hasil penelitian berupa data kuantitatif diperoleh dari test hasil belajar dan test selama proses belajar. Sedangkan data kualitatif diperoleh dari hasil observasi terhadap aktivitas siswa selama dalam proses pembelajaran, dan dari hasil observasi aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran. Selain itu juga ditambahkan data respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan klasikal dan ketuntasan individual dengan rumus sebagai berikut: Ketuntasan individual =
Jumlah skor Jumlah skor maksimal
x 100%
Ketuntasan klasikal = Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% Jumlah seluruh siswa Keterangan: Ketuntasan individual: Jika siswa mencapai ketuntasan >60 Ketuntasan klasikal: Jika > 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan >60
Hasil selama proses pembelajaran ditafsirkan ke dalam kalimat kualitatif yakni baik (76-100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto, 1998). Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif (siswa dan guru) diperlihatkan dalam bentuk grafik pergerakan siklus 1 ke siklus 2. Analisis data tentang respon siswa dilakukan dengan menghitung persentase jawaban setiap butir soal dari angket respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran, kemudian dianalisis secara deskriptif. Indikator Keberhasilan Penelitian Indikator keberhasilan penelitian (akhir siklus 2) sesuai dengan pertimbangan yang digunakan pada refleksi akhir siklus 1. Penelitian ini dikatakan berhasil optimal dengan ketentuan sebagai berikut: 1. Indikator kuantitatif terdiri atas: a. Siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥60) dan ketuntasan klasikal jika ≥85 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥60).
6
b. Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori Arikunto (1998). 2. Indikator kualitatif adalah apabila aktivitas siswa telah menunjukkan kenaikan dari siklus 1 ke siklus 2 atau dominasi aktivitas guru menunjukkan penurunan dari siklus 1 ke siklus 2. 3. Data tentang respon siswa menunjukkan persentase jawaban positif yang tinggi terhadap kegiatan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Data Kualitatif pada Siklus 1 dan Siklus 2 a. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Responden M. Arin Ahmad badawi M. Saufi
Parameter yang diamati (%) Siklus 1 2 1 2 1 2
1 24,92 25 25,64 31,03 31,23 22,22
2 12,13 4,16 11,68 3,44 6.25 7,40
3 12,53 28,57 18,83 10,34 14,26 29,62
4 0,05 14,28 0 13,79 16,5 11,11
5 6,37 7,14 23,04 20,68 19,54 3,70
6 5,17 3,57 4,54 3,44 3,44 3,70
7 4,23 7,14 9,30 3,44 9,33 7,40
8 0,03 7,14 6,81 6,89 0 7,40
Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru dan siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan. 4. Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Kategori Aktivitas Siswa ≤ 10% rendah (buruk), > 10% tinggi (baik)
Pada Tabel 1 memperlihatkan aktivitas siswa pada pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, dari 9 parameter pengamatan terhadap aktivitas siswa ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan.
b. Aktivitas Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
9 0,01 7,14 2,38 6,89 0 7,40
7
Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Aktivitas Guru dalam pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Pertemuan
Parameter 1
2
3
4
5
6
7
8
1
10,31
36,20
10,31
5,16
4,31
10,31
4,31
10,34
2
8,33
33,33
8,33
4,16
12,5
8,33
12,5
12,5
Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS. 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan. 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 8. Membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Kategori Aktivitas Guru: ≤ 10% rendah (baik), > 10% tinggi (buruk)
Pada Tabel 2, masih dijumpai 3 parameter yang mengalami peningkatan, yaitu membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi hasil pengamatan, membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan, dan membimbing siswa membuat/menulis kesimpulan pelajaran, dalam bentuk grafik seperti pada gambar 1. 15 12 9
Siklus 1
6
Siklus 2
3 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter Gambar 1. Aktivitas Guru dalam kegiatan Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 (Sumber Tabel 2)
Pada gambar 1, memperlihatkan bahwa dari 8 parameter pengamatan terhadap aktivitas guru, 5 di antaranya telah mengalami penurunan.
2. Data Kuantitatif pada Siklus 1 dan Siklus 2 a. Hasil Pre Test dan Post Test pada Siklus 1 dan Siklus 2 Hasil belajar berupa pre test dan post test pada siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Ketuntasan Belajar pada Siklus 1 dan Siklus 2
8
Hasil belajar Siklus
Test
Tuntas (org)
Tidak Tuntas (org)
Jumlah
% Tuntas
1
Pre test Post test Pre test Post test
1 3 0 1
10 8 9 8
11 11 9 9
9,09 27,27 0 11,11
2
Pada Tabel 3, hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test pada siklus 1 maupun siklus 2 masih belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena nilai ketuntasan klasikalnya hanya sebesar 9,09% dan 0%. Selain itu, ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil Post test pada siklus 1 maupun siklus 2 juga masih belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan (≥ 85%) karena ketuntasannya sebesar 27,27% dan 11,11%, dalam bentuk grafik seperti pada gambar 3. 100 80 60
Pre tes
40
Pos tes
20 0 Siklus 1
Siklus 2
Gambar 2. Hasil belajar berupa Pre Test dan Post Test pada Siklus 1 dan Siklus 2 (Sumber Tabel 3)
Pada gambar 3 menunjukkan bahwa baik pada hasil pre test maupun post test pada siklus 1 dan siklus 2 mengalami kenaikan. Pada siklus 1 diperoleh kenaikan sebesar 18,18% dan pada siklus 2 diperoleh 11,11%. Selanjutnya perlu dilihat hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2. b. Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Siklus
Variabel
Jumlah responden
Skor ratarata
Skor maksimum
%
Kategori
9
1
Proses
11
100
60,13
60,13
Cukup baik
2
Proses
9
100
89,66
89,66
Baik
Pada Tabel 4 menunjukkan hasil belajar selama proses pembelajaran yang diperoleh dari penilaian LKS, dalam bentuk grafik seperti pada gambar 4. 100 80 60
Proses
40 20 0 Siklus 1
Siklus 2
Gambar 3. Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 (Sumber Tabel 4)
Pada gambar 4, hasil test keterampilan proses selama pembelajaran pada siklus 1 tergolong kategori cukup baik dan pada siklus dua tergolong kategori baik. c. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelajaran Respon siswa terhadap proses pembelajaran sebagai berikut: 1. Ada 9 orang siswa (100%) menyatakan senang dengan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru. Hal ini disebabkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing merupakan hal yang masih baru bagi siswa. 2. Pembelajaran semacam ini merupakan hal yang baru dan sangat membantu dalam belajar bagi 8 orang siswa (88,88%), karena dalam pembelajaran ini siswa dapat menyatakan pendapat untuk menjawab pertanyaan bagi 9 orang siswa (100%), dapat melakukan penyelidikan/pengamatan untuk menjawab pertanyaan bagi 9 orang siswa (100%), dan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran selanjutnya yang dinyatakan oleh 9 orang siswa (100%). 3. LKS dan buku-buku yang digunakan dapat dipahami oleh 9 orang siswa (100%), karena susunan kalimat, gambar atau Tabel yang digunakan dianggap sangat baik bagi 7 orang siswa (88,88 %), dan dianggap cukup baik bagi 1 orang siswa Proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing mendapat respon positif dari guru IPA di SDN Kampung Baru Kecamatan Beruntung baru. Hal ini karena komponen pembelajaran yang digunakan membantu dalam
10
proses pembelajaran. Rencana pembelajaran cukup mudah dilaksanakan, dan menjadikan guru lebih terarah dalam memberikan konsep pelajaran, serta lebih mudah mengatur siswa untuk bekerjasama dalam melakukan diskusi. Guru tidak menemukan
hambatan
dalam
merencanakan
dan
melaksanakan
rencana
pembelajaran. PEMBAHASAN Pembahasan hasil penelitian pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dengan pendekatan lingkungan berdasarkan data kualitatif, kuantitatif dan respon siswa ditujukan untuk menjawab tujuan penelitian seperti yang telah dirumuskan pada bagian terdahulu. 1. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran Aktivitas siswa pada pembelajaran konsep saling ketergantungan dengan pendekatan inkuiri terbimbing telah menunjukkan peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2, dari 9 parameter aktivitas siswa yang teramati ada 5 parameter menunjukkan adanya peningkatan. Kelima parameter ini berturut-turut adalah aktivitas siswa memperhatikan penjelasan guru dan siswa lain (1), melakukan pengamatan (3), menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM (4), menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan (8), serta membuat/menulis kesimpulan (9). Peningkatan ini diduga disebabkan adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Selain itu juga karena siswa sudah mulai terbiasa belajar belajar secara berkelompok dan melakukan pengamatan, sehingga para siswa lebih banyak melakukan keterampilan proses seperti pada parameter pengamatan. Adanya peningkatan keterampilan siswa dalam melakukan pengamatan memang sangat diharapkan karena dalam pembelajaran dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing siswa diberikan masalah untuk kemudian dibimbing oleh guru dalam melakukan hipotesis sementara, kemudian siswa dibimbing oleh guru untuk melakukan pengamatan dalam upaya memecahkan masalah yang dihadapi. Seperti pada LKS 1 siklus 1, siswa diberikan orientasi masalah oleh guru berupa apa yang akan terjadi dalam suatu ekosistem jika dilakukan penambahan sesuatu ke dalam suatu ekosistem. Hipotesis sementara yang diberikan oleh siswa adalah akan terjadi perubahan terhadap ekosistem tersebut. Setelah itu, siswa dibawa oleh guru ke daerah persawahan untuk melakukan pengamatan sesuai dengan
11
petunjuk yang terdapat dalam LKS, kemudian siswa dibimbing guru melakukan percobaan penambahan sesuatu ke dalam ekosistem, tiap kelompok menambahkan bahan yang berbeda dengan kelompok lain, ada yang menambahkan pisang, roti, dan tomat. Percobaan ini diamati selama beberapa hari untuk kemudian dicatat hewan apa saja yang ditemukan setelah ditambahkan sesuatu ke dalam ekosistem (data disajikan pada Lampiran 25 dan 26). Para siswa terlibat aktif selama proses pembelajaran, bukan hanya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip materi yang sedang dipelajari (Ismawati, 2007), akan tetapi juga mampu meningkatkan kemampuan kerja ilmiah siswa (Andayani, 2009).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
(Murtiani, 2008). Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendekatan inkuiri terbimbing pada dasarnya dapat meningkatkan aktivitas siswa yang dikehendaki selama proses pembelajaran. Pendekatan inkuiri terbimbing dapat meningkatkan aktivitas siswa karena pendekatan ini mengutamakan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran. Agar pembelajaran dapat meningkatkan inkuiri para siswa, maka pembelajaran hendaknya dengan mengaktifkan seluruh potensi yang ada pada diri siswa, baik aspek fisik, mental, maupun emosional. Pembelajaran konsep saling ketergantungan menggunakan 3 pendekatan yakni pendekatan inkuiri terbimbing, pendekatan lingkungan dan pendekatan kooperatif . Penggunaan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran seperti dilaporkan penelitian-penelitian, sebelumnya (Yulinda, 2008; Erdawati, 2008). Penerapan pembelajaran kooperatif dapat membangun kerjasama siswa dalam kelompok yang sejalan dengan penelitian Sridewi (2009). Adanya peningkatan aktivitas siswa selama proses pembelajaran, begitu juga kualitas pembelajaran juga mengalami peningkatan
Penelitian sebelumnya dengan
menggunakan pendekatan lingkungan (Ahadiniyati, 2008) juga menemukan terjadi peningkatan kualitas proses pembelajaran secara kualitatif. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing, pendekatan lingkungan dan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dirancang dengan menggunakan pendekatan inkuiri
12
terbimbing dan lingkungan juga sejalan dengan pemilihan materi saling ketergantungan. Materi ini di dalam pembelajaran sarat dengan kemampuan melakukan
keterampilan
proses
seperti
dilaporkan
penelitian
sebelumnya
(Ahadiniyati, 2008). Peneliti ini menjumpai keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran untuk menemukan konsep dari saling ketergantungan yang sedang mereka pelajari. Dengan demikian pemilihan materi ini sesuai
untuk
meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. 2. Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran Aktivitas guru pada pembelajaran konsep saling ketergantungan dengan pendekatan inkuiri terbimbing telah menunjukkan adanya penurunan dominansi selama pembelajaran dari siklus 1 ke siklus 2, dari 8 parameter pengamatan 5 di antaranya mengalami penurunan. Kelima parameter tersebut yaitu membimbing siswa memahami LKS (1), membimbing siswa melakukan pengematan (2), membimbing siswa menulis hal yang relevan dengan KBM (3), membimbing siswa berdiskusi antara siswa/kelompok/guru (4), dan membimbing siswa bertanya kepada siswa lain atau guru (6). Penurunan ini diduga karena adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Selain itu juga karena siswa sudah mendapat pengalaman belajar pada siklus 1, pada siklus 2 ini siswa tidak banyak lagi memerlukan bimbingan dari guru sehingga guru bisa mengurangi dominansi aktivitasnya selama proses pembelajaran. Jika dilihat dari data aktivitas guru, aktivitas guru yang palling menonjol yakni membimbing siswa melakukan pengamatan. Hal ini sebenarnya bisa dimaklumi mengingat pendekatan inkuiri terbimbing dengan membawa siswa langsung ke lingkungan sebagai sumber dan media belajar dirasa asing bagi para siswa, sehingga menjadi alasan mengapa parameter tersebut sangat menonjol. Penurunan dominasi aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran tidak saja dijumpai dalam penelitian-penelitian dengan menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing, akan tetapi juga dijumpai dalam penelitian dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe lainnya, seperti tipe pembelajaran melingkar (Murtiani, 2008) maupun tipe Problem Posing (Yulinda, 2008). Hal ini menujukkan pembelajaran dengan pendekatan kooperatif masih diangap unggul untuk menurunkan dominansi aktivitas guru dalam proses pembelajaran
13
3. Hasil belajar siswa dalam pembelajaran Hasil belajar siswa pada pembelajaran konsep saling ketergantungan dengan pendekatan inkuiri terbimbing masih belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan. Meskipun terjadi perbaikan hasil belajar dari siklus 1 ke siklus 2, tapi ini hanya terlihat dari segi hasil belajar berupa proses sedangkan dari segi hasil belajar post test malah terjadi penurunan. Hal ini terjadi semata-mata karena kekurangan peneliti dalam menyusun instrumen pembelajaran. Selain itu, hal ini di duga karena faktor guru dan sekolah uji coba yang menjadi tempat validasi soal memiliki tingkat kemampuan yang cukup jauh berbeda dengan sekolah tempat penelitian. Hal ini pun baru di ketahui peneliti setelah penelitian selesai dilaksanakan di sekolah tempat penelitian. Soal yang disajikan juga menjadi penyebab tidak tercapainya batas ketuntasan klasikal yang ditetapkan, soal yang disajikan lebih bersifat teoritis dan tidak mengarah langsung ke lapangan yang menjadi media dan sumber belajar siswa. Sekalipun demikian hasil, hasil selama proses pembelajaran dan keterampilan proses melalui LKS yang diberikan tergolong dalam kategori cukup baik pada siklus 1 dan tergolong kategori baik pada siklus 2. Hasil belajar siswa yang masih belum mencapai ketuntasan klasikal bertentangan
dengan
penelitian
sebelumnya
(Erdawati,
2008)
yang
juga
menggunakan pendekatan inkuiri terbimbing dalam pembelajaran. Peneliti lain (Arisuweni, 2006) yang menggunakan pendekatan lingkungan dalam penelitiannnya memperlihatkan terjadinya peningkatan siswa dalam penguasaan konsep saling ketergantungan. 4. Respon siswa dan guru terhadap kegiatan pembelajaran Proses pembelajaran dengan menggunakan dengan pendekatan inkuiri terbimbing mendapat respon yang positif dari siswa kelas V SDN Kampung Baru maupun guru IPA yang mengajar dikelas tersebut. Penggunaan pendekatan inkuiri terbimbing dan pendekatan lingkungan dengan setting kooperatif dalam proses pembelajaran mengarahkan siswa melakukan keterampilan proses dan menggali pengetahuan dari kegiatan percobaan yang mereka lakukan, panduan kegiatan percobaan dan soal-soal tes pengetahuan dan keterampilan proses selama proses pembelajaran termuat dalam LKS. Hal ini sesuai dengan sintak ketiga pendekatan inkuiri yaitu siswa mencari informasi, data, fakta yang diperlukan untuk menjawab
14
permasalahan dengan melakukan percobaan. Dengan bimbingan dari guru maka siswa lebih terarah dalam menjawab permasalahan yang ada, hal inilah yang diduga menyebabkan perolehan proses pembelajaran menunjukkan peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Hasil ini sejalan dengan hasil-hasil penelitian sebelumnya baik dengan penggunaan pendekatan inkuiri maupun pendekatan kooperatif tipe pembelajaran melingkar (Sridewi, 2008; Murtiani, 2008; Ismawati, 2007). Pendekatan inkuiri terbimbing dengan latar pendekatan lingkungan pada dasarnya dapat diterapkan di berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan berbagai jenjang pendidikan. Hal ini seperti yang ditemukan pada penelitian-penelitian sebelumnya mengenai penggunaan pendekatan inkuiri maupun penggunaan pendekatan kooperatif. Penggunaan pendekatan inkuiri dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan seperti pada pembelajaran IPA (Arisuweni, 2006), pembelajaran Biologi (Murtiani, 2008; Belawati, 2009), maupun pembelajaran Fisika (Ismawati, 2007). Hasil-hasil penelitian ini juga membuktikan bahwa respon guru dan siswa cukup positif. Berdasarkan pembuktian ini seharusnya para guru menggunakan pendekatan inkuiri dalam pembelajaran, karena pendekatan inkuiri tidak selalu menuntut perangkat laboratorium yang rumit dan dapat menggunakan bahan-bahan yang ada disekitar lingkungan sekolah. Pendekatan ini juga telah diterapkan dalam berbagai jenjang pendidikan seperti SD (Arisuweni, 2006), SMP (Ismawati, 2007; Belawati, 2009), dan Perguruan Tinggi (Suyatna, 2007). Artinya sintak-sintak pada pendekatan inkuiri dapat dilaksanakan pada berbagai tingkat usia, terutama pada tahap perkembangan usia formal. Berdasarkan uraian di atas diketahui bahwa pendekatan inkuiri dan pendekatan lingkungan dengan setting kooperatif dapat diterapkan di berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan berbagai jenjang pendidikan. Hal yang perlu diperhatikan adalah pemilihan materi yang tepat, yaitu materi yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan
hasil
penelitian
penerapan
bahan
ajar
konsep
Saling
Ketergantungan berbasis inkuiri untuk meningkatkan pemahaman siswa sekolah dasar dapat disimpulkan bahwa secara umum aktivitas siswa dapat ditingkatkan melalui pembelajaran berbasis inkuiri. Parameter yang mengalami peningkatan yaitu
15
parameter aktivitas siswa memperhatikan penjelasan guru dan siswa lain, melakukan pengamatan, menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM, menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan, serta membuat/menulis kesimpulan. Di dalam pembelajaran siswa lebih terfokus dalam melakukan pengamatan, aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dominansinya telah mengalami penurunan. Parameter yang menunjukkan penurunan adalah parameter membimbing siswa memahami LKS, membimbing siswa melakukan pengamatan, membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM, membimbing siswa berdiskusi antara siswa/kelompok/guru, serta mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Di dalam pembelajaran aktivitas guru yang paling dominana adalah membimbing siswa melakukan pengamatan, hal ini sesuai dengan pendekatan inkuiri terbimbing, ketuntasan belajar siswa mengalami penurunan dan belum mencapai ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu ≥ 85%. Pada siklus 1 dari hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test sebesar 9,09% menjadi 27,27% pada post test, dan pada siklus 2 dari 0% pada pre test menjadi 11,11% pada post test. Sekalipun demikian, hasil selama proses pembelajaran telah mengalami peningkatan dari kategori cukup baik pada siklus 1 menjadi kategori baik pada siklus 2, respon siswa menunjukkan positif baik terhadap soal angket maupun terhadap kegiatan pembelajaran, respon guru menunjukkan positif terhadap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan rumusan tujuan hasil penelitian ini belum sepenuhnya tercapai oleh karena itu perlu dikemukakan saran yang diharapkan berguna bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian serupa. Saran yang dapat diberikan adalah aktivitas siswa yang mengalami penurunan dari siklus 1 ke siklus 2 masih perlu diperhatikan dan diperbaiki agar nantinya tidak terjadi lagi penurunan aktivitas siswa, aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dominansinya telah mengalami penurunan masih perlu perbaikan agar hasilnya tidak mengalami kenaikan, perlu dilakukannya pengambilan sampel total untuk mengukur aktivitas siswa, masih perlu dilakukannya perbaikan pada soal-soal test terutama menyangkut bobot kesukaran jumlahnya agar terjadi perubahan ke arah yang lebih baik, masih perlu adanya perbaikan pada LKS yang diberikan agar lebih membantu dalam kegiatan pembelajaran serta memberikan respon yang positif baik pada siswa maupun guru, perlu dilakukannya pemilihan sekolah uji coba yang kemampuan siswanya hampir sama dengan siswa sekolah uji
16
coba karena menurut penelitian siswa sekolah uji coba memiliki kemampuan yang lebih besar dalam menjawab soal-soal test dibandingkan siswa sekolah perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA Ahadiniyati. 2008. Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas VIIa SMPN 1 Tamban Tahun Ajaran 2007/2008 melalui Pemanfaatan Lingkungan Sekitar Sekolah sebagai Sumber Belajar pada Konsep Ekosistem, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan). Alma, Buchari. 2008. Guru Profesional. Alfabeta. Bandung. Andayani, Fitri. 2009. Penerapan Model Inkuiri terbimbing dalam Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan Kemampuan Kerja Ilmiah Siswa kelas X-D MAN 3 Malang, (Online), (http://fisika.um.ac.id/Jurusan/Abstrak-Mahasiswa/FitriAndayani.html, diakses 17 desember 2009. Anggraeni, Sri. 2007. Pengembangan Program Perkuliahan Biologi Umum Berbasis Inkuiri bagi Calon Guru Biologi, (Online), (http://sps. upi.edu/v3/?Page=abstrak&option=tesis&action=view&id=019858, diakses 28 juli 2007). Anonim, 2008. Makalah Ilmu Pendidikan tentang Model Pembelajaran dengan Pendekatan Lingkungan, (Online), (http://anakciremai.blogspot.com/2008/06/makalah-ilmu-pendidikantentang-model.html, diakses 2 Oktober 2009). Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Arisuweni. 2006. Penggunaan Pendekatan Lingkungan dalam Pembelajaran Saling Ketergantungan untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa : Penelitian Tindakan Kelas di SLTP Kelas I, (Online), (http://harvesters.sfu.ca/demo/index.php/record/view/546314. Diakses 17 Desember 2009). Aslamna. 2006. Meningkatkan Proses dan hasil Belajar Konsep “Perubahan Lingkungan” pada Siswa kelas Xd SMA NEGERI 1 Gambut tahun pelajaran 2005/2006 melalui Pembelajaran Berdasarkan Masalah, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan).
17
Belawati, Octa. 2009. Penggunaan Pendekatan Inkuiri terhadap Pemahaman Konsep Kelangsungan Hidup Organisme di SMP Negeri 1 Anjir Muara Batola, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan). Dahar, Ratna Wilis dan Liliasari. 1986. Interaksi Belajar Mengajar IPA. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Universitas Terbuka. Jakarta. Dalyono, M. 2005. Psikologi pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Departemen Pendidikan Nasional. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan pendidikan Mata Pelajaran Sains Sekolah Dasar. Jakarta. Dewi; Anwar; Astuti; Sari. 2008. Sains, (Online), (http:// investigasi-inkuiriipa1.earlmate.files.wordpress.com, 3 Juli 2009). Erdawati, Gusti Marlina. 2008. Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 16 Banjarmasin pada Sub Konsep Kepadatan Penduduk dan Permasalahannya dengan Menggunakan Pendekatan Guide Inquiry, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan). Gough, Noel. 1992. Blueprints for Greening Scholls (Principles, Policies, and practices for Environmental Education in Australian Secondary Schools). Gold League. Victoria. Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Hopkins.1993. A Teacher Guide to Classroom Research. Open University Press Buckingham. Ibrahim, Muslimin, 2005. Pembelajaran Kontestual (Contextual Teaching&Learning) Hakikat Filosofi dan Contoh Implememtasinya. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Ibrahim, Muslimin. 2007. Pembelajaran Inkuiri, (Online), (http://herfis.blogspot.com/2009/07/pembelajaran-inkuiri, diakses 24 Oktober 2009).
18
Ismawati, Henik. 2007. http://www.scribd.com/doc/23952545/MeningkatkanAktivitas-dan-Hasil-Belajar-Sains-Fisika-Melalui?autodown=pdf. Diakses 17 Desember 2009) Kunandar. 2007. Guru Profesional, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mahmuddin. 2009. Pendekatan Inkuiri dalam Pembelajaran, (Online), (http://mahmuddin.wordpress.com/2009/11/10/pendekatan-inkuiri-dalampembelajaran, diakses 13 Januari 2009). Murtiani. 2008. Penggunaan Pendekatan Inkuiri Dengan Pendekatan Kooperatif Untuk Meningkatkan Pemahaman Difusi dan Osmosis Pada Siswa SMP Negeri Batu Ampar, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan). Nur, Muhammad dan Prima Retno Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Universitas Negeri. Surabaya. Ramadhan, Tarmidzi. 2009. Pembelajaran Aktif Inovatif Kreatif Efektif Dan Menyenangkan, (Online), (http://man2madiun.net/?tampil=detailartikel&id, diakses 2 Oktober 2009). Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta. Samsudin, 2009. Pembelajaran Inovatif Pemanfaatan Outbond Sains sebagai Sarana Mewujudkan Meaningful Learning, (Online), (http://pendidikansains.blogspot.com/2009/03/pembelajaran-inovatifpemanfaatan.html, diakses 2 Oktober 2009). Sardiman. 2007. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berbasis Standar Proses Pendidikan. Prenada Media Group. Bandung. Senjaya, Sutisna. 2009. teori Belajar Kognitif, (Online). (http://sutisna.com, diakses 20 Mei 2006).
19
Slavin, Robert E. 2008. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Jilid 1. PT Indeks. Jakarta. Subiyanto. 1987. Strategi Belajar Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam. IKIP Malang. Malang. Sudjana, Nana. 1998. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Supramono. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Universitas Negeri Malang (disertasi tidak dipublikasikan). Suyatna. Agus. 2007. Penerapan Model Pembelajaran Astronomi Berbasis Inkuiri dan Eksplorasi serta Berorientasi Pemberian Contoh untuk Calon Guru Fisika, (Online). (http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/pkm/article/, diakses 13 Januari 2009) Tim Revisi. 2007. Petunjuk Penulisan Karya Ilmiah Edisi IV. Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA FKIP Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin. Wilson, R.A. 1996. Starting Early: Environmental Education During The Early Childhood Years. Eric, (online). (http://www.Ericse/Ors/eric/digest 08html, diakses 2 Januari 1997). Yulinda, Ratna. 2008. Upaya Mengefektifkan Pembelajaran Sub Konsep ”Cara Penghematan Air” Siswa Kelas V SDN Sungai Tabuk Keramat 2 Kecamatan Sungai Tabuk melalui Interaksi Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dan Pendekatan Problem Posing, Skripsi, Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipublikasikan). Yusuf, Yustini; Mariani Natalina; Evi Suryawati; Sri Wulandari; Nur Asiah; Kamilia Sari. 2006. Upaya Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Biologi melalui Penggunaan Peta Konsep pada Siswa Kelas II4 SMP Negeri 2 Pekanbaru Tahun Ajaran 2004/2005, (online), (http://www.scribd.com, diakses 9 Desember 2009). Zaini, Muhammad. 2008. Pengembangan Model Perangkat Pembelajaran Sains dan Matematika dan Penerapannya dalam Kegiatan Belajar Mengajar dengan Model Pembelajaran Sekolah Hijau (for the Greening School) untuk
20
Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar Siswa di Sekolah Dasar). Laporan hasil Penelitian Hibah Bersaing (Tahun Kesatu), Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin (Tidak dipubliksasikan).
1 MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBICARA BAHASA INDONESIA MELALUI PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE BELAJAR BERSAMA PADA SISWA KELAS V SDN LOKTABAT 1 TAHUN AJARAN 2008/2009 Supriyati, S.Pd 1 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara siswa kelas V SDN Loktabat 1 dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dan untuk mengetahui peningkatan keterampilan berbicara bahasa Indonesia siswa kelas V SDN Loktabat 1 yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran bahasa Indonesia. Setting penelitian adalah di SDN Loktabat 1, siswa kelas V semester 2 yang berjumlah 36 orang siswa dengan jumlah laki-laki 18 orang dan perempuan 18 orang. Tahun Ajaran 2008/2009 mata pelajaran Bahasa Indonesia. Metode penelitian yaitu menggunakan jenis penelitian tindakan kelas yang dirancang sebanyak 2 siklus dengan siklus 1 sebanyak 2 kali pertemuan, siklus 2 sebanyak 2 kali pertemuan. Teknik analisis data yang digunakan adalah dengan menilai lafal, intonasi, pilihan kata, kelancaran, keberanian, dan isi dari wawancara. Hasil penelitian menunjukkan hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 70,71% dan tergolong pada kategori cukup baik sedangkan hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 2 sebesar 85,00% dan tergolong pada kategori baik. Hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 1 sebesar 90,36% dan tergolong pada kategori cukup baik sedangkan hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 2 sebesar 94,29% dan tergolong pada kategori baik. Hasil selama proses pembelajaran baik pada siklus 1 maupun siklus 2 tergolong kategori baik, aktivitas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama, aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dominansinya telah mengalami penurunan, respon siswa menunjukkan respon yang positif terhadap terhadap kegiatan pembelajaran. Yang disarankan dalam penelitian ini yaitu hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara sudah tergolong kategori baik, tetapi perlu dikembangkan lagi pada objek atau nara sumber yang berbeda. Kata kunci: pendekatan kooperatif tipe belajar bersama, proses dan hasil belajar, keterampilan berbicara .
1
Guru SDN Loktabat 1 Kota Banjarbaru
2 Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan konvensional dan miskin inovasi sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia berlangsung monoton dan membosankan. Para siswa tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa berbicara sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang berbicara. Akibatnya, keterampilan berbicara bahasa Indonesia hanya sekedar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu rasional dan kognitif belaka, belum manunggal secara emosional dan afektif. Ini artinya, rendahnya keterampilan berbicara bahasa Indonesia bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Demikian juga yang terjadi dengan siswa kelas V SDN Loktabat 1, mereka kurang tertarik dengan pembelajaran berbicara sehingga nilai yang mereka peroleh jauh di bawah standar KKM sekolah (70). Aktivitas siswa saat pembelajaran berbicara kurang aktif, mereka seperti takut terlibat dengan tugas-tugas yang akan diberikan oleh guru. Jika kondisi pembelajaran semacam itu dibiarkan berlarut-larut, bukan tidak mungkin keterampilan berbicara bahasa Indonesia di kalangan siswa SD akan terus berada pada arah yang rendah. Para siswa akan terus-menerus mengalami kesulitan dalam mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara lancar, memilih kata (diksi) yang tepat, menyusun struktur kalimat yang efektif, membangun pola penalaran yang masuk akal, dan menjalin kontak mata dengan pihak lain secara komunikatif dan interaktif pada saat berbicara. Dalam konteks permasalahan pembelajaran yang terjadi di SDN Loktabat 1 tersebut, diperlukan pendekatan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia yang inovatif dan kreatif sehingga proses pembelajaran bisa berlangsung aktif, efektif dan menyenangkan. Siswa tidak hanya diajak untuk belajar tentang teori berbicara secara rasional dan kognitif, tetapi juga diajak untuk belajar dan berlatih berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang sesungguhnya dalam suasana yang dialogis, interaktif, menarik, dan menyenangkan. Dengan demikian, siswa tidak akan terpasung dalam suasana pembelajaran yang kaku, monoton, dan membosankan. Pembelajaraan keterampilan berbicara bahasa Indonesia pun menjadi sajian materi yang selalu dirindukan dan dinantikan oleh siswa. Penelitian ini akan difokuskan
3 pada upaya untuk mengatasi faktor internal yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kemampuan siswa kelas V SDN Loktabat 1, dalam berbicara, yaitu kurangnya inovasi dan kreativitas guru dalam menggunakan pendekatan pembelajaran sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia berlangsung monoton dan membosankan. Salah satu pendekatan pembelajaran yang diduga mampu mewujudkan situasi pembelajaran yang kondusif, kreatif, efektif, dan menyenangkan adalah pendekatan kooperatif tipe belajar bersama. Melalui pendekatan tersebut, siswa diajak untuk berbicara dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif. Dalam pendekatan koopratif, guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbicara di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi yang alamiah senyatanya, sehingga keterampilan berbicara bahasa Indonesia mampu melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional, kognitif, emosional, dan afektif. Melalui penggunaan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dalam pembelajaran keterampilan berbicara bahasa Indonesia, para siswa akan mampu menumbuhkembangkan potensi intelektual, sosial, dan emosional yang ada dalam dirinya, sehingga kelak mereka mampu berkomunikasi dan berinteraksi sosial secara matang, arif, dan dewasa. Selain itu, mereka juga akan terlatih untuk mengemukakan gagasan dan perasaan secara cerdas dan kreatif, serta mampu menemukan dan menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pendekatan kooperatif tipe belajar bersama perlu diperkenalkan sebagai salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran, agar dapat memperkaya ragam pendekatan pembelajaran dalam pembelajaran IPA di sekolah. Berdasarkan uraian diatas, maka dilaksanakan penelitian berjudul “Meningkatkan Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Belajar Bersama pada Siswa Kelas V SDN Loktabat 1 Tahun Ajaran 2008/2009”.
4 METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini dirancang 2 siklus. Siklus 1 dan 2 masing-masing terdiri dari 2 kali pertemuan. Siklus 1 mengkaji tentang Mempelajari tentang konsep keterampilan berbicara bahasa Indonesia (siswa melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan staff pengajar) sedangkan siklus 2 mempelajari tentang konsep keterampilan berbicara bahasa Indonesia (siswa melakukan wawancara kepada para pedagang kaki lima di sekitar sekolah). Dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti berkolaborasi dengan 1 orang guru SD. Tugas masing-masing peneliti diatur sedemikian rupa sehingga memperlihatkan kesatuan tindakan antara peneliti dan kolaboran. Tugas-tugas tersebut ada yang bertindak sebagai guru, pengamat, dan supervisor, secara ringkas rincian kegiatan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Distribusi Tugas dalam Pelaksanaan Pembelajaran Siklus
Materi
Guru
Pengamat
Supriyati
Hj. Siti Saniah, S.Pd
1
Mempelajari tentang konsep keterampilan berbicara bahasa Indonesia (siswa melakukan wawancara kepada kepala sekolah dan staff pengajar)
Supriyati
Hj. Siti Saniah, S.Pd
2
Mempelajari tentang konsep keterampilan berbicara bahasa Indonesia (siswa melakukan wawancara kepada para pedagang kaki lima di sekitar sekolah)
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus 1 dan 2 Penelitian ini dilakukan melalui langkah pembelajaran sebagai berikut : a. Guru mengembangkan silabus yang tersedia berdasarkan standar kompetensi dan kompetensi dasar keterampilan berbicara bahasa Indonesia mata pelajaran bahasa Indonesia SD kelas V semester 2. b. Guru membuat Rencana Pelaksaan Pembelajaran (RPP). c. Guru melaksanakan tindakan sesuai dengan RPP yang telah disusun. Pada tahap ini, peneliti melibatkan kolaborator untuk mengamati pelaksanaan tindakan. d. Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam melakukan wawancara dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif serta bahasa yang santun.
5 e. Hasil analisis data dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui efektivitas penggunaan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama, kemudian melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan yang di lakukan oleh kolaborator. f. Peneliti melakukan replanning untuk melaksanakan tindakan yang akan di lakukan pada siklus berikutnya berdasarkan hasil refleksi bersama kolaborator. g. Peneliti melaksanakan tindakan pada siklus II sesuai dengan rencana tindakan yang telah disusun. h. Peneliti menganalisis data hasil keterampilan siswa dalam berwawancara dengan menggunakan pilihan kata dan kalimat efektif dan berbahasa santun. i.
Hasil analisis data di bandingkan dengan hasil tes siklus I untuk mengetahui efektivitas penggunaan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama. Kemudian melakukan refleksi berdasarkan hasil pengamatan oleh kolaborator. Jika penggunaan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dinilai sudah memberikan hasil yang signifikan sesuai dengan indikator keberhasilan, penelitian dinyatakan selesai dan tinggal melakukan
tindakan pemantapan kepada siswa (subjek
penelitian). Namun, jika hasil analisis data belum menunjukan hasil yang signifikan, peneliti kembali melakukan refleksi bersama kolaborator untuk merencanakan tindakan perbaikan (replanning) yang akan dilaksanakan pada siklus berikutnya. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan teknik tabulasi data secara kuantitatif dan kualitatif berdasarkan hasil tindakan yang dilaksanakan pada setiap siklus. Data kuantitatif berupa nilai yang diperoleh siswa dalam melakukan wawancara sedangkan data kualitatif yaitu diperoleh dari keaktifan siswa dalam melakukan wawancara dan guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya. Hasil tindakan pada setiap siklus dibandingkan dengan hasil tes awal untuk mengetahui persentasi peningkatan keterampilan siswa kelas V SDN Loktabat 1 dalam melakukan wawancara. Pada setiap siklus dideskripsikan jumlah skor yang diperoleh semua siswa, daya serap, dan rata-rata skor untuk aspek kelancaran berbicara, ketepatan pilihan kata (diksi), intonasi, lafal, keberanian dan isi. Selain itu, juga dideskripsikan jumlah skor, jumlah nilai, dan tingkat daya serap, dan ketuntasan belajar siswa pada setiap
6 siklusnya. Indikator keberhasilan didasarkan kepada kriteria sebagai berikut yaitu a) bilamana hasil selama proses pembelajaran (nilai LKS) tergolong sangat baik (76 – 100%), sedang (56–75%), kurang (40–55%), dan buruk (< 40%) (Arikunto, 1998:42) dan b) Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif (>50%) dari parameter pengukuran kepada siswa atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya (>50% dari parameter pengamatan guru).
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Data Kuantitatif pada Siklus 1 dan Siklus 2 Data kuantitatif pada siklus 1 dan 2 ini meliputi hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara sedangkan hasil selama proses pembelajaran diperoleh dari kemampuan siswa dalam mengerjakan LKS tentang wawancara. a. Hasil Penilaian Siswa dalam Melakukan Wawancara pada Siklus 1 dan 2 Hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara siklus 1 seperti Tabel 3. Tabel 3. Hasil Penilaian Siswa dalam Melakukan Wawancara pada Siklus 1 dan 2
No.
Kelompok
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
I II III IV V VI VII Rata-rata
%Nilai Siklus 1 Pertemuan 1 Pertemuan 2 70 90 70 85 70 80 70 85 65 85 75 85 75 85 70,71 85,00
%Nilai Siklus 2 Pertemuan Pertemuan 1 2 95 97,5 90 95 85 90 90 95 90 92,5 90 95 92,5 95 90,36 94,29
Berdasarkan Tabel 3, persentase hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 70,71% dan tergolong pada kategori cukup baik, persentase hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 2 sebesar 85,00% dan tergolong pada kategori baik. Persentase hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 1 sebesar 90,36% dan tergolong pada kategori baik, sedangkan persentase hasil penilaian siswa
7 dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 2 sebesar 94,29% dan tergolong pada kategori baik. Hal ini menunjukkan keterampilan berbicara siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 1 dan siklus 1 pertemuan 2 terjadi peningkatan sebesar 14,29% dari kategori cukup baik menjadi baik. Serta dari siklus 2 pertemuan 1 dan siklus 2 pertemuan 2 terjadi peningkatan sebesar 3,93% dari kategori baik menjadi baik. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 5. 100 90 80 70 60 Persentase 50 40 30 20 10 0 Siklus 1 Pert. 1
Siklus 1 Pert. 2
Siklus 2 Pert.1
Siklus 2 Pert.2
Gambar 1. Hasil Penilaian Siswa dalam Melakukan Wawancara pada Siklus 1 dan 2
Berdasarkan uraian diatas dapat dikatakan bahwa keterampilan berbicara siswa dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama menunjukkan hasil yang maksimal. Hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya, hasil penelitian Megawatie (2007) menunjukkan dengan pendekatan kooperatif terjadi peningkatan, hal ini dapat dilihat dari hasil proses pembelajaran yang cenderung mengalami peningkatan. Asmawati (2006) juga melaporkan melalui pendekatan kooperatif tipe belajar bersama, bahwa dengan bekerja sama dapat mengoptimalkan hasil belajar siswa yang ditunjukkan dengan adanya peningkatan ketuntasan belajar siswa. Menurut Nuryanti (2004) melaksanakan penelitian tentang kreativitas mengajar guru dalam pembelajarn IPS untuk meningkatakan kualitas belajar siswa. Hasil penelitian menunjukkkan adanya peningkatan motivasi belajar siswa dan guru cukup kreatif dalam proses pembelajaran. Fetroliana (2002) melaksanakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kooperatif di SMP. Hasil penelitian menunjukkan siswa dapat meningkatkan prestasi belajarnya dan guru dapat meningkatkan kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran kooperatif.
8 2. Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 Data kualitatif dalam kegiatan pembelajaran menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama meliputi observasi terhadap aktivitas yang dilakukan oleh siswa dan aktivitas yang dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran berlangsung. a. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Responden
Nur Syifa R.V
Ade Febri Ayu
Vania Regina
Reza Prakoso
Isfan
Siklus 1 Pert.1 Siklus 1 Pert.2 Siklus 2 Pert.1 Siklus 2 Pert.2 Siklus 1 Pert.1 Siklus 1 Pert.2 Siklus 2 Pert.1 Siklus 2 Pert.2 Siklus 1 Pert.1 Siklus 1 Pert.2 Siklus 2 Pert.1 Siklus 2 Pert.2 Siklus 1 Pert.1 Siklus 1 Pert.2 Siklus 2 Pert.1 Siklus 2 Pert.2 Siklus 1 Pert.1 Siklus 1 Pert.2 Siklus 2 Pert.1 Siklus 2 Pert.2
Parameter yang diamati (%) 3 4 5
1
2
6
7
8
9
42,86
11,43
11,43
8,57
5,71
5,71
0
5,71
8,57
28,57
14,29
5,71
22,86
11,43
5,71
2,86
5,71
8,57
20
20
13
6,7
16,7
3,3
10
6,7
3,3
8,69
13,04
17,39
13,04
21,74
8,69
4,35
8,69
4,35
56,67
13,33
13,33
0
6,67
0
0
0
10
38,46
19,23
7,69
0
7,69
7,69
0
7,69
11,54
23,3
10
13,3
10
16,7
6,7
10
6,7
3,3
5,26
10,53
21,05
10,53
15,79
10,53
5,26
10,53
10,53
53,13
12,5
12,5
0
12,5
0
0
0
9,38
35,71
17,86
7,14
0
14,29
7,14
0
7,14
10,71
23,3
10
10
10
16,7
6,7
6,7
10
6,7
5,88
17,64
17,64
23,53
11,76
5,88
5,88
5,88
5,88
53,33
13,33
13,33
0
6,67
0
3,33
0
10
34,48
17,24
6,90
0
13,79
6,90
3,45
6,90
10,34
16,7
13,3
10
10
16,7
10
10
6,7
6,7
9,09
9,09
22,72
18,18
13,64
9,09
9,09
4,54
4,54
56,67
13,33
13,33
0
6,67
0
0
0
10
34,48
17,24
6,90
0
13,79
6,90
3,45
6,90
10,34
13,3
16,7
10
10
16,7
6,7
13,3
6,7
6,7
11,11
5,55
22,22
11,11
16,67
11,11
11,11
5,55
5,55
9 Keterangan parameter : 1. Memperhatikan penjelasan guru. 2. Menentukan objek sebagai nara sumber wawancara. 3. Merencanakan topik yang akan digali dari nara sumber. 4. Merencanakan siapa yang dijadikan nara sumber. 5. Melakukan wawancara dengan nara sumber. 6. Mendiskusikan hasil wawancara dengan nara sumber. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang wawancara terhadap nara sumber 9. Membuat kesimpulan bersama guru.
Pada Tabel 4 menunjukkan aktivitas siswa selama proses pambelajaran pada siklus 1 pertemuan 1 dan siklus 1 pertemuan 2, dari 9 parameter yang teramati terdapat 6 parameter yang mengalami peningkatan yaitu pada parameter 2, 5, 6, 7, 8 dan 9 dengan aktivitas menentukan objek sebagai nara sumber wawancara, melakukan wawancara dengan nara sumber, mendiskusikan hasil wawancara dengan nara sumber, bertanya kepada siswa lain atau kepada guru, mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang wawancara terhadap nara sumber dan membuat kesimpulan bersama guru. Sedangkan aktivitas siswa selama proses pambelajaran pada siklus 2 pertemuan 1 dan siklus 2 pertemuan 2, dari 9 parameter yang teramati juga terdapat 6 parameter yang mengalami peningkatan yaitu pada parameter 3, 4, 5, 6, 8 dan 9 dengan aktivitas merencanakan topik yang akan digali dari nara sumber, merencanakan siapa yang dijadikan nara sumber, melakukan wawancara dengan nara sumber, mendiskusikan hasil wawancara dengan nara sumber, mempresentasikan hasil diskusi kelompok tentang wawancara terhadap nara sumber dan membuat kesimpulan bersama guru.
Dibandingkan dengan siklus 1, pada siklus 2 sudah
terdapat peningkatan aktivitas siswa. Siswa cenderung aktif dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa pendekatan kooperatif tipe belajar bersama pada dasarnya dapat meningkatkan aktivitas siswa yang dikendaki selama proses pembelajaran. Pendekatan ini dapat meningkatkan aktivitas siswa selama proses pembelajaran karena pada dasarnya dalam pendekatan ini memberikan prioritas kepada siswa untuk mempelajari gejala-gejala hidup melalui kegiatankegiatan mengamati,
menggolongkan,
menurunkan,
meramalkan,
mengukur,
berkomunikasi, membuat definisi operasional, merumuskan pertanyaan dan hipotesis, bereksperimen dan merumuskan model (Dwidjoseputro dkk., 1981).
10 b. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Siklus 1 Pert. 1
1 25,80
2 22,58
3 3,23
Parameter 4 5 6,45 16,13
6 9,68
7 9,68
8 6,45
Siklus 1 Pert. 2
25
0
8,33
8,33
0
16,67
16,67
25
Siklus 2 Pert. 1
15,38
7,69
7,69
7,69
7,69
15,38
15,38
25,07
Siklus 2 Pert. 2 18,18 9,09 9,09 9,09 9,09 18,18 18,18 9,09 Keterangan parameter: 1. Mengelola kelas dalam kegiatan belajar 2. Membimbing siswa memahami LKS 3. Membimbing siswa berdiskusi merencanakan wawancara dengan narasumber 4. Mengamati dan menilai siswa dalam melaksanakan wawancara. 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses wawancara dengan nara sumber 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa dalam menyampaikan laporan/ mempresentasikan hasil wawancara 8. Membimbing siswa membuat rangkuman pelajaran
Pada Tabel 5 menunjukkan aktivitas guru pada proses pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, aktivitas tersebut ada yang mengalami peningkatan dan ada yang mengalami penurunan dan ada parameter yang sudah tidak dilakukan lagi oleh guru. Dari 8 parameter yang teramati terdapat 4 parameter yang mengalami penurunan yaitu parameter 1 (mengelola kelas dalam kegiatan belajar), parameter 2 (membimbing siswa memahami LKS), parameter 4 (mengamati dan menilai siswa dalam melaksanakan wawancara), dan parameter 5 (Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses wawancara dengan nara sumber). Penurunan ini diduga karena adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Selain itu juga karena siswa sudah mendapat pengalaman belajar pada siklus 1, pada siklus 2 ini siswa tidak banyak lagi memerlukan bimbingan dari guru sehingga guru bisa mengurangi dominansi aktivitasnya selama proses pembelajaran. c. Respon Siswa Selama Proses Pembelajaran Respon siswa terhadap proses pembelajaran sebagai berikut 1) ada 35 orang siswa (100%) menyatakan senang dengan pembelajaran yang telah dirancang oleh guru, karena pembelajaran tersebut merupakan
hal yang baru bagi siswa, 2)
Pembelajaran seperti ini merupakan hal yang baru dan sangat membantu dalam belajar bagi 30 orang siswa (85,71%) karena dalam pembelajaran ini siswa dapat
11 menyatakan pendapat untuk menjawab pertanyaan bagi 35 orang siswa (100%) dan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran selanjutnya yang dinyatakan oleh 35 orang siswa (100%), 3) LKS dan buku-buku yang digunakan dapat dipahami oleh 35 orang siswa (100%) karena susunan kalimat, gambar atau tabel yang digunakan dianggap cukup baik bagi 4 orang siswa (11,42%), dianggap baik bagi 27 orang siswa (82,86%) dan dianggap sangat baik bagi 4 orang siswa (11,42%). Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa siswa memberikan respon yang positif terhadap kegiatan pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe belajar bersama dalam melakukan wawancara berarti mengajak siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil untuk membahas suatu permasalahan mengenai konsep berbicara yang diengkapi dengan LKS dan siswa diajak ke lingkungan sekitar sekolah untuk melakukan wawancara tersebut. Hal ini merupakan pengalaman yang baru bagi mereka sehingga memberikan suasana yang baru pula bagi mereka. Respon guru terhadap kegiatan pembelajaran mendapat respon yang positif. Hal ini karena komponen pembelajaran yang digunakan membantu dalam proses pembelajaran, rencana pembelajaran cukup mudah dilaksanakan dan lebih mudah mengatur siswa untuk bekerja sama dalam melakukan wawancara dan diskusi. Dalam penelitian ini, hambatan yang ditemukan guru adalah sangat sulit menentukan waktu yang tepat untuk mewawancarai nara sumber karena kegiatan dari nara sumber berbeda-beda.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut 1) hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 70,71% dan tergolong pada kategori cukup baik sedangkan hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 1 pertemuan 2 sebesar 85,00% dan tergolong pada kategori baik. Hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 1 sebesar 90,36% dan tergolong pada kategori cukup baik sedangkan hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara pada siklus 2 pertemuan 2 sebesar 94,29% dan tergolong pada kategori baik, 2) Aktivitas siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan menggunakan pendekatan
12 kooperatif tipe belajar bersama. Parameter yang mengalami peningkatan adalah parameter merencanakan topik yang akan digali dari nara sumber, merencanakan siapa yang dijadikan nara sumber, melakukan wawancara dengan nara sumber, mendiskusikan hasil wawancara dengan nara sumber, mempresentasikan hasil diskusi 66 kelompok tentang wawancara terhadap nara sumber dan membuat kesimpulan bersama guru, 3) Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dominansinya telah mengalami penurunan. Parameter yang menunjukkan penurunan adalah parameter 1 (mengelola kelas dalam kegiatan belajar), parameter 2 (membimbing siswa memahami LKS), parameter 4 (mengamati dan menilai siswa dalam melaksanakan wawancara), dan parameter 5 (Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses wawancara dengan nara sumber). Respon siswa menunjukkan respon yang positif terhadap terhadap kegiatan pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian seperti yang disimpulkan di atas, maka disarankan sebagai berikut 1) Hasil penilaian siswa dalam melakukan wawancara sudah tergolong kategori baik, tetapi perlu dikembangkan lagi pada objek atau nara sumber yang berbeda, 2) Aktivitas siswa yang mengalami penurunan dari siklus 1 ke siklus 2 masih perlu diperbaiki agar tidak terjadi lagi penurunan aktivitas siswa, 3) Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran sudah mengalami penurunan tetapi masih perlu perbaikan agar aktivitas tersebut tidak mengalami peningkatan, 4) Mengingat wawancara ini memerlukan nara sumber, maka waktu dan nara sumber harus dipersiapkan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Asmawati. 2006. Optimalisasi Proses dan Hasil Belajar tentang Konsep Sistem Ekskresi melalui Pendekatan Kooperatif Tipe Belajar Bersama (Learning Together) pada Siswa Kelas IX IPA 2 SMA Negeri 1 Marabahan Tahun Pelajaran 2005/2006. Skripsi. Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Tidak dipublikasikan. Depdiknas. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah. Jakarta. Depdiknas. 2004. Kurikulum 2004: Naskah Akademik Mata Pelajaran Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas.
13
Depdiknas. 2004. Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdiknas. Dwijoseputro; Djupri Padwawinata, Gembong Tjitrosoepomo; Hadiat; Moch Amien; Partignjo S.J; Subijanto; Sukarno; Soeparmo; Soetjipto. 1981. Buku Petunjuk Guru Ilmu Hayat untuk SMP. Jakarta: Dekdikbud. Fetroliana. 2002. Upaya Peningkatan Prestasi Belajar Siswa pada Konsep Hormon dengan Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Siswa Kelas II SMP Negeri 6 Banjarmasin. FKIP Unlam Banjarmasin: Skripsi tidak diterbitkan. Haryadi dan Zamzami. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Depdikbud. Yogyakarta. Hopkins.1993. A Teacher Guide to Classroom Research. Open University Press Buckingham. Megawatie, 2007. Meningkatkan Partisipasi dan Hasil Belajar Konsep “Pengukuran” Pada Siswa kelas IV SDN Banjarbaru Kota 4 Kota banjarbaru Tahun Pelajaran 2006/2007 dengan Menggunakan Pendekatan Kooperatif Tipe STAD. Laporan Penelitian Tindakan Kelas. UPBJJ-Universitas Terbuka Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Nuryanti, Eva. 2004. Keaktivan Mengajar Guru dalam Pembelajaran IPS untuk Meningkatakan Kualitas Belajar Siswa. Abstrak Thesis dan Disertsi, (Home), (http:// www.pages-yourfavorite.com/ppspi/abstraksps 2004.html) Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. 68 Rusnawati. 2008. Kumpulan Hasil-hasil Penelitian Tindakan Kelas. KP2D. Banjarbaru. Sekretariat Jenderal MPR RI. 2006. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Jakarta. Tarigan, Henry Guntur. 1983. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
1 MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS V SDN LOKTABAT 1 PADA KONSEP STRUKTUR TANAH MENGGUNAKAN PENDEKATAN LINGKUNGAN Asriana Rosti, S.Pd Abstrak
Sebagai guru mata pelajaran IPA di SDN Loktabat 1 sebenarnya tidak terlalu mencemaskan nilai tes hasil belajar siswa, karena rata-rata siswa SDN Loktabat 1 telah mampu meraih nilai diatas 70. Namun keberhasilan siswa tersebut tidak diikuti keberhasilan siswa disegi afektif maupun psikomotoriknya. Kondisi yang sebenarnya sangat diharapkan adalah kemampuan siswa menerapkan pengetahuan IPA dalam keseharian siswa selaras dengan tingginya nilai yang telah diraihnya. Harapan peneliti adalah dapat menerapkan pembelajaran realistik yaitu pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual murni sehingga verbalisme siswa dapat dikurangi secara bertahap untuk kemudian dihilangkan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas penerapan pendekatan lingkungan dalam mempengaruhi pemahaman siswa terhadap struktur tanah, untuk mengetahui aktifitas siswa selama proses pembelajaran dan untuk mengetahui aktivitas guru selama proses pembelajaran berlangsung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dirancang 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 1 kali pertemuan. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep struktur tanah yang dilihat dari nilai pre test dan post test yang mengalami peningkatan yaitu pada siklus 1 sebesar 52,78% untuk pre test dan 66,67% untuk post test, dan pada siklus 2 80,56% untuk pre test dan 97,2% untuk post test. Sedangkan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari LKS telah mengalami perubahan dari siklus 1 dengan kategori cukup baik menjadi kategori baik pada siklus 2, aktivitas siswa sebagian besar telah mengalami peningkatan dan pembelajaran telah berpusat pada siswa, guru sudah mengurangi aktivitasnya dalam proses pembelajaran atau sudah tidak mendominasi dalam pembelajaran. Yang disarankan dalam penelitian ini kepada guru adalah mengingat pembelajaran dengan pendekatan lingkungan memerlukan waktu yang relatif lama, maka waktu harus dialokasikan dengan baik. Kata Kunci : pendekatan lingkungan, pemahaman siswa, struktur tanah
Guru SDN Loktabat 1 Kota Banjarbaru
2 Sebagai guru mata pelajaran IPA di SDN Loktabat 1 sebenarnya tidak terlalu mencemaskan nilai tes hasil belajar siswa, karena rata-rata siswa SDN Loktabat 1 telah mampu meraih nilai diatas 70. Namun keberhasilan siswa tersebut tidak diikuti keberhasilan siswa disegi afektif maupun psikomotoriknya. Proses pembelajaran IPA di sekolah secara umum relatif sama dengan pembelajaran mata pelajaran yang lain yaitu biasanya hanya berlangsung di kelas dengan menerapkan metode ceramah dilanjutkan dengan menugasi siswa membaca buku-buku sumber dan mengamati gambar-gambar. Pengetahuan siswa hanya bersifat konseptual dan biasanya terus dihafalkan oleh siswa. Khusus konsep struktur tanah untuk siswa kelas VSDN Loktabat 1, siswa belum pernah dihadapkan pada kondisi struktur tanah nyata yang terletak di lingkungan Loktabat yang mungkin berbeda dengan konsep yang tertulis di buku sumber, mengingat tiap-tiap daerah memiliki struktur dan kandungan serta warna tanah yang berbeda-beda. Prestasi akademis siswa SDN Loktabat 1 belum diikuti oleh kemampuan afektif yang memadai. Siswa belum mampu memanfaatkan sifat-sifat tanah di lingkungan untuk membuat suatu karya sederhana. Metode belajar monoton dan senantiasa dilaksanakan di kelas dengan metode ceramah dan study pustaka tidak memberi pengalaman nyata kepada siswa. Keberhasilan siswa dalam meraih nilai prestasi dalam setiap tes tertulis sudah merupakan harga mati bagi masyarakat sekitar sekolah khususnya orang tua siswa SDN Loktabat 1. Harapan orang tua siswa terhadap sekolah dasar Loktabat 1 adalah siswa-siswa pasti dapat memperoleh nilai yang tinggi pada akhir semester. Kondisi demikian mengakibatkan guru untuk mencari cara praktis dalam rangka peningkatan nilai hasil belajar siswa secara kognitif saja dan mengabaikan kemampuan yang lainnya. Kondisi ekonomi orang tua yang rata-rata menengah ke atas cukup mempengaruhi cara belajar siswa. Mereka lebih senang bekerja di kelas dengan keadaan bersih, rapih, tenang dan terkesan serius. Keadaan ini jika dibiarkan dikhawatirkan lambat laun siswa akan bersikap pasif dan menerima saja produk IPA yang tertuang di buku-buku saja. Mereka tidak termotivasi untuk berbuat sesuatu dalam rangka menggali ilmu pengetahuan atau menemukan ilmu pengetahuan seperti cara-cara yang telah dilakukan oleh
3 para ilmuwan. Selanjutnya
kreatifitas siswa tidak akan muncul dan terbina,
akibatnya siswa tidak memiliki pengalaman nyata yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya di kemudian hari Pembelajaran dengan pendekatan lingkungan yang dilaksanakan di alam yang nyata diharapkan dapat
memberikan pengalaman yang berbeda kepada
siswa. Setelah mengamati struktur tanah di bekas lahan pembuatan batu bata di Jln Sidodadi Loktabat Selatan, diharapkan siswa mampu menjelaskan struktur tanah sebenarnya sehingga tidak akan terjadi miskonsepsi pada konsep ini.
Sesuai
dengan program pendidikan IPA di sekolah dasar yang bertujuan untuk mengembangkan program pengajaran yang berkaitan erat dengan konteks permasalahan lingkungan sekitar siswa atau pengaitan konteks kehidupan sekitar siswa (KTSP,2006) Pengamatan langsung di lingkungan alam akan lebih baik jika dilakukan secara berkelompok, agar siswa dapat bertukar pikiran atau saling mengemukakan ide untuk memaksimalkan hasil pengamatan. Penerapan pembelajaran model kooperatif diharapkan dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam melakukan pengamatan dan melakukan diskusi untuk menyusun kesimpulan. Seperti diungkapkan oleh Sanjaya (2006:247-248) bahwa pembelajaran kooperatif dapat memotivasi siswa, menggairahkan perolehan akademik, membantu menghormati perbedaan dan dapat meningkatkan keterampilan berbahasa. Berdasarkan hal diatas perlu dilakukan penelitian tindakan kelas tentang konsep struktur tanah menggunakan pendekatan lingkungan. METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini menggunakan pendekatan lingkungan, yang dirancang dalam 2 siklus yang masing-masing siklus terdiri dari 1 kali pertemuan meliputi kegiatan: perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi. 1. Persiapan Pada tahap persiapan guru melakukan kegiatan sebagai berikut, a) Mengkaji secara mendalam
Kurikulum KTSP 2006, b)Mengkaji secara
4 mendalam metode-metode belajar yang akan dimodifikasi dalam pembelajaran yang menerapkan pendekatan lingkungan, c) Merancang kegiatan widyawisata bersama siswa, melakukan kunjungan pendahuluan ke lokasi, d) Merencanakan kerja sama dengan teman sejawat untuk mensosialisasikan sasaran dan pembagian kerja pada penelitian tindakan kelas yang akan dilaksanakan, e) Melakukan sosialisai kegiatan pembelajaran ke komite sekolah dan orang tua siswa. 2. Pelaksanaan Tindakan a. Siklus 1 1).
Perencanaan, meliputi a) Membuat silabus dan
Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, b) Membuat lembar observasi aktifitas guru dan aktivitas siswa serta lembar observasi penerapan metode pembelajaran, c) Membuat Lembar pengamatan siswa/Lembar Kerja Kelompok dan soal postes akhir pertemuan 1. 2). Pelaksanaan Tindakan: Pertemuan I Kegiatan Awal (± 10 menit) meliputi 1) Mengucapkan salam, 2) Pembiasaan : doa, persensi kehadiran dsb, 3) Siswa diminta mengerjakan soal pretes, 4) menyampaikan appersepsi, tujuan dan tugas yang harus dilaksanakan siswa. Kegiatan Inti (± 50 menit) meliputi 5) Membagi kelompok heterogen yang terdiri dari 4-5 orang per kelompok, 6). Membagikan LKS, 7) Membimbing siswa memahami LKS, 8) Guru membimbing siswa mengerjakan LKS, 9) Refleksi kegiatan yang telah dilakukan bersama dengan melakukan persentasi masing-masing kelompok. Kegiatan Akhir (± 10 menit) meliputi 10) Guru bersama siswa menyimpulkan materi pelajaran, 11) Memberikan post test 3). Observasi dan Evaluasi meliputi 1) Observasi dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung, 2) Mengumpulkan dan menganalisa data dari lembar obsevasi kemudian mengevaluasi semua data untuk dideskripsikan sebagai hasil pelaksanan tindakan pada siklus I 4). Refleksi 1, pada tahap ini dilakukan renungan dengan membaca deskripsi hasil pelaksanaan tidakan siklus I sebagai acuan perbaikan dan penyusunan perencanaan tindakan selanjutnya.
5 Siklus II Pertemuan I a. Perencanaan, melipu1) Guru menggunakan hasil refleksi siklus I untuk menyusun RPP dan LKK untuk pelaksanaan tindakan siklus II, 2) Membuat lembar observasi aktifitas guru dan aktifitas siswa, serta lembar observasi sarana dan prasarana pembelajaran, 3) Merencanakan kunjungan ke lokasi pembuatan batubata yang lain yang berjarak sekitar 500 meter dari lokasi kunjungan pertama. b. Pelaksanaan Tindakan A. Kegiatan Awal (± 10 menit) meliputi Pembiasaan : doa, persensi kehadiran dsb, Membagi kelompok, Guru menyampakan Apersepsi, Menyampaikan tujuan kegiatan dan tugas yang harus dilaksanakan siswa dan membagikan LKS B. Kegiatan Inti(± 40 menit) melipuyi 1) Mengajak siswa berjalan menuju lokasi, 2) Siswa melakukan pengamatan, percobaan dan mengerjakan LKS, 3) Siswa mendiskusikan hasil pengamatan dan membandingkan dengan lembar informasi jenis tanah yang merupakan referensi. C. Kegiatan Akhir (± 20 menit), meliputi 1)Tanya jawab tentang hasil kunjungan, 2) Siswa mengerjakan soal tes, 3) Paparan jawaban soal, 4) Guru merangkum kegiatan bersama siswa, 5) Guru menutup pelajaran dengan menugasi siswa untuk membaca buku-buku sumber. b.
Observasi dan Evaluasi meliputi, 1) Selama proses pembelajaran guru
mengobservasi aktifitas mandiri setiap kelompok, 2) Guru mengobservasi respon siswa dalam kegiatan pembelajaran secara mandiri, 3) Guru melakukan evaluasi terhadap keefektifan model pembelajaran dan perolehan nilai tes akhir pembelajaran. c. Refleksi Akhir, meliputi 1) Melaksanakan tanya jawab dengan siswa tentang model pembelajaran yang telah dilaksanakan, 2) Mengevaluasi seluruh rangkaian kegiatan serta membuat deskripsi hasil kegiatan dalam bentuk diagram untuk mengambil keputusan tentang penelitian selesai atau perlu dilanjutkan. Data kuantitatif dari hasil belajar dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dari LKS menggunakan kategori baik (76–100%), sedang (56–75%),
6 kurang (40–55%) dan buruk (<40%) (Arikunto,1998). Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data dan penyimpulan hasil analisis (Suyanto, dkk.2006). Penelitian ini dikatakan berhasil optimal dengan ketentuan 1) Indikator kuantitatif terdiri atas a) siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥ 65%) dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥65%), dan b) Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori Arikunto (1998), 2) Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Loktabat 1 pada Konsep Struktur Tanah Menggunakan Pendekatan Lingkungan telah diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan pencerminan dari hasil belajar dan proses pembelajaran. Data kualitatif merupakan pencerminan dari aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil Belajar Berupa Data Kuantitatif siklus 1 dan Siklus 2 Tabel 1. Ringkasan Hasil Belajar Pre tes dan Post tes pada Siklus 1 dan Siklus 2 Siklus
Hasil Perhitungan Pre tes (%)
Post tes (%)
1
52,78
66,67
2
80,56%
97,2%
Pada Tabel 1 memperlihatkan terdapat kenaikan persentase hasil belajar dan ketuntasan pembelajaran. Pada siklus 1, pre test yang diperoleh sebesar 52,78% dan mengalami peningkatan pada siklus 2 sebesar 80,56%. Pada siklus 2 post tes telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan. Adanya peningkatan hasil belajar ini diduga karena adanya pengalaman dari siklus 1. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.
Persentase Nilai
7 100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Pre tes Post tes
Siklus 1
Siklus 2 Siklus
Gambar 1. Hasil Pre Test dan post Test pada Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Berdasarkan Gambar 1 diatas terlihat adanya peningkatan hasil belajar dari pre tes ke post tes pada siklus 1. Hal ini terlihat dari nilai pre tes adalah 52.78% setelah pembelajaran diadakan post tes dan hasilnya meningkat sebesar 66.67%. Pada siklus 2 juga mengalami peningkatan dari pre test nya ke post test dari 80.56% meningkat menjadi 97,2%. Dengan demikian penelitian pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep sruktur tanah. Hasil Selama Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Hasil belajar pada siklus 1 dan siklus 2 sudah mencapai ketuntasan klasikal, selain itu juga perlu dilihat hasil selama proses belajar. Hasil selama proses pembelajaran berupa tes pengetahuan dan proses belajar yang telah diberikan seperti pada Tabel 2.
8 Tabel 2. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Kelompok I II III IV V VI Rata-rata Kategori
Keterangan : Kurang dari 40 % 40% - 55% 56 % - 75 % 76 % - 100%
Siklus 1 70 70 60 60 70 70 66,67 Cukup baik
= = = =
Siklus 2 85 85 75 75 80 85 80,83 Baik
buruk kurang cukup baik baik (Arikunto, 1998)
Pada Tabel 2 memperlihatkan ada peningkatan hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 tergolong kategori cukup baik dan siklus 2
Persentase Nilai
menunjukkan kategori baik. Dalam bentuk grafik seperti Gambar 2. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0
Rata-rata LKS
Siklus 1
Siklus 2 Siklus
Gambar 2. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Pada Gambar 2, terjadi peningkatan persentase perolehan hasil selama proses pembelajaran. Hasil selama proses pembelajaran berupa nilai LKS tergolong cukup baik pada siklus 1 menjadi kategori baik pada siklus 2. Hasil Belajar Berupa Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 Deskripsi aktivitas guru siklus 1 dan siklus 2 merupakan data tentang aktivitas guru selama pembelajaran seperti pada Tabel 3.
9 Tabel 3 Ringkasan Aktivitas Guru dalam Pengelolaan Pembelajaran Parameter yang diamati (%) Siklus
1
2
3
4
5
6
7
8
1
5,88
5,88
5,88
23,53
23,53
11,76
11,76
11,76
2
7,69
7,69
7,69
23,05
15,38
15,38
15,38
15,38
Keterangan Parameter: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Membimbing siswa memahami LKS Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 3 memperlihatkan masih ditemukan aktivitas guru yang cenderung meningkat dan juga ada yang mengalami penurunan. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3. 25
Persentase
20 15 Siklus 1
10
Siklus 2
5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter yang teramati
Gambar 3. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 Keterangan Parameter: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Membimbing siswa memahami LKS Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
10 Berdasarkan Gambar 3, aktivitas guru pada siklus 1 yang nampak dominan adalah
membimbing
siswa
berdiskusi
antar
siswa/kelompok/guru
dan
membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. Tetapi aktivitas guru tersebut sudah mengalami penurunan pada siklus 2. Guru semestinya hanya berperan sebagai fasilitator saja dalam proses pembelajaran dan murid yang lebih berperan dalam proses belajar mengajar, sehingga proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik.
Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Deskripsi aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti Tabel 4. Pada Tabel 4 ada beberapa parameter di mana siswa pada aktivitas Tabel 4. Aktivitas Siswa pada Siklus 1 dan 2 Sik lus
Res.
Parameter yang diamati (%) 5 18,75 9,52 18,6 15,91 14,29 8,51 20 8,69
6 2,08 2,38 0 4,54 2,38 4,26 0 2,17
7 8 6,25 10,53 9,52 11,9 2,33 4,65 4,54 6,82 14,29 7,14 10,64 8,51 13,33 4,44 10,87 10,87
9 6,25 7,14 4,65 2,27 2,38 4,26 4,44 6,52
17,39 19,57 4,35 26,09 17,39 2 13,64 15,91 13,64 15,91 13,64 Keterangan Parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan 3. Melakukan pengamatan atau percobaan 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran 5. Berdiskusi antara siswa atau kelompok lain 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru 8. Menyusun atau melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 9. Membuat atau menulis rangkuman pelajaran
0 2,27
6,52 13,64
4,35 4,55
Ilman R A. Fajar Nabila Ridha H. Eka R.
1 2 1 2 1 2 1 2 1
1 12,5 14,29 20,93 18,18 16,67 17,02 13,33 17,39
2 16,7 9,52 13,95 15,91 19,05 14,89 13,33 13,04
3 16,7 19,05 16,27 15,91 11,9 17,02 6,67 13,04
4 12,5 16,67 18,6 15,91 11,9 14,89 24,44 17,39
4,35 6,82
Pada Tabel 4 memperlihatkan 2 parameter yang kurang baik yakni parameter
2, dan 5, kedua parameter ini mengalami penurunan. Sedangkan
parameter yang mengalami peningkatan yaitu parameter 1 (memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain), 3 (melakukan pengamatan/percobaan), 4 (menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran), 6 (melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan), 7 (bertanya kepada siswa lain atau kepada
11 guru), 8 (menyusun atau melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan) dan 9 (membuat atau menulis rangkuman pelajaran). Menerapkan pendekatan lingkungan dalam pembelajaran berarti mengajak para siswa belajar langsung di lapangan tentang topik-topik pelajaran. Tang (2002) mengemukakan adanya hubungan antara manusia dengan lingkungan merupakan hubungan yang saling mempengaruhi sehingga lahir interaksi. Pendekatan lingkungan berpangkal pada adanya hubungan antara perkembangan fisik dengan lingkungan sekitarnya (Yulianto, 2002). Pendekatan lingkungan tidak melakukan eksploitasi alam, akan tetapi hanya menggunakan jasa alam dan masyarakat di sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan. Lingkungan berperan positif dalam pertumbuhan dan perkembangan anak.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan pendekatan lingkungan untuk meningkatkan pemahaman siswa konsep struktur tanah kelas V SDN Loktabat 1, maka dapat disimpulkan sebagai berikut 1) Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan lingkungan dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep struktur tanah yang dilihat dari nilai pre test dan post test yang mengalami peningkatan yaitu pada siklus 1 sebesar 52,78% untuk pre test dan 66,67% untuk post test, dan pada siklus 2 80,56% untuk pre test dan 97,2% untuk post test . Sedangkan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari LKS telah mengalami perubahan dari siklus 1 dengan kategori cukup baik menjadi kategori baik pada siklus 2, 2) Aktivitas siswa sebagian besar telah mengalami peningkatan dan pembelajaran telah berpusat pada siswa, 3) Guru sudah mengurangi aktivitasnya dalam proses pembelajaran atau sudah tidak mendominasi dalam pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dikemukakan beberapa saran yaitu 1) Peneliti diharapkan dapat menerapkan metode pembelajaran kontekstual pada pembelajaran-pembelajaran berikutnya guna mengurangi verbalisme, 2) Siswa diharapkan tidak hanya bergantung pada buku-buku agar
memperoleh
pengalaman baru tentang cara belajar, 3) Sekolah diharapkan dapat meningkatkan akreditasnya karena memiliki pengalaman.
12 DAFTAR RUJUKAN Dalyono, M., 2007. Psikologi Pendidikan. Jakarta. PT. Rineka Cipta.
Kaspul. 2008. Pembelajaran kontekstual. Banjarmasin : S1 PGSD UNLAM. Kemmis & Taggart, 1998, The Action Research Planner Thirtd Edition. Deakin University. Monks, F.J. & Knoer, A.M.P. & Haditono, S.R., 2002. Psikologi Perkembangan Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press. Nurhadi. 2004. Strategi-strategi Pembelajaran Bermakna, Terpadu dan Kontekstual. Makalah disampaikan pada Seminar, Lokakarya, dan Pelatihan Pendidikan dalam Rangka Lustrum X Universitas Negeri Malang, 29 september – 1 Oktabar 2004. Rachmah, D.N., 2007 Bahan Ajar Psikologi Perkembangan. Banjarmasin FKIP UNLAM. Sanjaya Wina. 2007. Strategi Pembelanjaran Beroreintasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta. Kencana. Setiono Lilik. 2008. Bahan Ajar SETS, (Online) (http://liliksetiono.blogspot.com/) diakses tanggal 1 Maret 2009. Subdin Bina Diknas. 2006. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar dan Standar Kompetensi Lulusan. Banjarmasin. Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan. Sudrajat, A., 2008. Pembelajaran Kontekstual, (Online). (www.akhmadsudrajad. wordpress.com/2008/01/29/Pembelajaran-Kontekstual) Diakses tanggal 23 Februari 2009. Trianto.2008. Psikologi Belajar. Jakarta. Cerdas Pustaka Publisher. Yamin Martinis. 2007. Strategi Pembelajaran Berbasis Kompetensi. Jakarta. Gaung Persada Press.
13
1 PENGGUNAAN PENDEKATAN INKUIRI DENGAN SETTING LINGKUNGAN PADA KONSEP CARA PENGHEMATAN AIR UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS V SDN SUNGAI BESAR 2 TAHUN AJARAN 2008/2009 Farida Iriyani, S.Pd Abstrak Penelitian ini bertujuan 1)untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dan proses dalam pembelajaran IPA pada konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan, 2) untuk mengetahui deskripsi aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran IPA pada konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan, 3) untuk mengetahui deskripsi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang terdiri atas 2 siklus, dengan subjek penelitian adalah siswa kelas V SDN Sungai Besar 2 yang berjumlah 34 orang. Analisis data kuantitatif dilakukan secara deskkriptif dengan teknik ketuntasan belajar dan teknik kategoriasi dan data kualitatif dianalisis melalui tahapan reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil. Hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan inkuiri dengan setting lingkungan berhasil meningkatkan pemahaman siswa pada konsep “Cara Penghematan Air”. Dengan Pendekatan ini berhasil mencapai ketuntasan secara klasikal siswa kelas V SDN Sungai Besar 2 melalui pembelajaran. Indikator keberhasilan ini terlihat dari adanya peningkatan hasil belajar dan dengan ditunjukan dengan adanya ketuntasan proses belajar dari kategori baik dari siklus 1 ke siklus 2.
Kata Kunci : Konsep Cara Penghematan Air, pendekatan inkuiri dengan setting lingkungan Berdasarkan informasi pembelajaran pada tahun sebelumnya, pembelajaran hanya menyampaikan isi buku, dan hasil belajar juga belum memuaskan. Pada pembelajaran materi “Cara Penghematan Air”, rata-rata hasil belajar < 6 dari 34 siswa yang terdaftar pada tahun pelajaran 2007/2008. Pengalaman siswa hanya terbatas informasi yang diberikan guru, atau informasi yang ada pada buku. Jika materi “Cara
Guru SD Kota Banjarbaru
2 Pengehematan Air” dibelajarkan dengan memberdayakan segala potensi dalam proses pembelajaran, maka akan menjadi pembelajaran yang menarik bagi siswa. Lingkungan
belajar
yang
cukup
bervariasi
memungkinkan
guru
membelajarkan materi “Cara Penghematan Air” dengan mengajak siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungan alami. Pembelajaran semacam ini diharapkan tidak hanya disampaikan secara ceramah saja, akan tetapi siswa memperoleh proses pembelajaran yang lebih baik. Jika pembelajaran materi “Cara Penghematan Air” dikemas dengan mengutamakan interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan alami, maka akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Hasil-hasil penelitian penggunaan pendekatan Inkuiri sudah banyak dilaporkan. Marnita (2005) melaporkan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran Inkuiri menunjukkan hasil postitif terhadap pemahaman siswa dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep siswa, berdasarkan hasil skor pre tes dan post tes dimana kenaikan hasil belajar yang diperoleh untuk kelas eksperimen adalah 0,44 sedangkan kelas kontrol adalah 0,12. Murtiani (2008) melaporkan bahwa penggunaan Inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep difusi dan osmosis pada siswa SMP Negeri 1 Batu Ampar dimana hasil pre tes siklus 1 dari sebesar 31,03% menjadi 96,55% pada post tes, dan pada siklus 2 dari 58,62% pada pre tes menjadi 86,20% pada post tes. Salah satu sub konsep yang diajarkan di kelas V SD adalah Cara Penghematan Air. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan guru IPA di sekolah tersebut, sub konsep ini pada tahun-tahun sebelumnya hanya diajarkan melalui penjelasan guru tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menghemat penggunaan air. Padahal ada cara lain untuk melakukan pembelajaran yang lebih bermakna, misalnya melakukan pembelajaran di instalasi pengolahan air bersih. Pembelajaran di lokasi ini bagi siswa-siswa SD tersebut sangat memungkinkan karena jaraknya berdekatan dengan sekolah, sehingga pembelajaran berbasis kontekstual dapat terlaksana. Instalasi Teknologi Pengolahan Air Bersih yang ada di Pinus Raya Kota Banjarbaru bertujuan untuk memproduksi air bersih bagi kepentingan masyarakat di sekitarnya. Instalasi ini terletak
di Jalan Pinus II Kota Banjarbaru. Dengan
memanfaatkan Instalasi Teknologi Pengolahan Air Bersih sebagai sumber belajar, maka akan dapat diwujudkan pembelajaran yang bermakna. Oleh karena itu
3 diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai, agar siswa mampu membangun pengetahuan (konstruktivis). Pendekatan-pendekatan yang mungkin dapat digunakan agar pembelajaran lebih bermakna, adalah pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan. Penelitian-penelitian tentang penggunaan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan untuk meningkatkan pemahaman siswa dalam pelajaran IPA di sekolah dasar belum pernah dilakukan, terutama di SDN Sungai Besar 2 Kota Banjarbaru. Hasil-hasil penelitian tentang penggunaan konstruktivis sudah banyak dilaksanakan. Salah satunya adalah menurut Wati (2008) bahwa penggunaan pendekatan guide inquiry pada sub konsep kepadatan penduduk dan permasalahannya dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas VIIB di SMPN 16 Banjarmasin yaitu ketuntasan belajar siswa mengalami peningkatan dan mencapai batas ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu ≥ 85%. Pada siklus 1 dari hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test sebesar 21,05% menjadi 89,47% pada post test, dan pada siklus 2 dari 76,19% pada pre test menjadi 100,00% pada post test. Hasil test pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh selama proses pembelajaran baik pada siklus 1 maupun siklus 2 tergolong kategori baik. Pendekatan Inkuiri merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis. Pengetahuan baru dibangun berdasarkan pengalaman atau pengetahuan yang telah ada sebelumnya merupakan dasar dari pendekatan konstruktivis (Merril,1991 dan Somorgansbord,1997 dalam Yulaelawati, 2004). Oleh karena itu, pendekatan Inkuiri perlu diperkenalkan sebagai salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran, agar dapat memperkaya ragam pendekatan pembelajaran dalam pembelajaran IPA di sekolah. Berdasarkan uraian diatas, maka dilaksanakan penelitian berjudul “Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Setting Lingkungan pada Konsep Cara Penghematan Air untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Sungai Besar 2 Tahun Ajaran 2008/2009”.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan untuk memecahkan masalah pembelajaran di kelas. Penelitian ini dirancang 2 siklus. Siklus 1 terdiri dari 2 kali pertemuan sedangkan siklus 2 terdiri dari 1 kali pertemuan. Siklus
4 1 mengkaji tentang pentingnya air, daur air, cara pengolahan air bersih, dan kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air sedangkan siklus 2 mempelajari Cara Penghematan Air. Dalam pelaksanaan pembelajaran, peneliti berkolaborasi dengan 2 orang pengamat/observer yaitu Rumiasih, S.Pd dan Yusana Elfah, S.Pd dan supervisor yaitu kepala sekolah dan Sugerti Sutisna, S.Pd. Tugas masing-masing peneliti diatur sedemikian rupa sehingga memperlihatkan kesatuan tindakan antara peneliti dan kolaboran. Pelaksanaan Penelitian Tindakan Siklus 1 Refleksi Awal Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman mengajar guru, dapat diuraikan refleksi awal seperti a) Siswa SD telah memiliki pengetahuan awal IPA yang telah dikaji di kelas V atau hasil belajar di kelas sebelumnya, b) Siswa SD secara umum memperoleh pembelajaran IPA di dalam kelas, c) Siswa pernah diajak ke lingkungan, akan tetapi tidak dalam konteks pembelajaran, d) Siswa SD pada tahun-tahun sebelumnya untuk pembelajaran sub konsep Cara Penghematan Air hanya diajarkan melalui penjelasan guru tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menghemat penggunaan air, e) Lembaran Kerja Siswa yang digunakan belum atau sangat sedikit memberikan tugas yang berhubungan langsung dengan pembelajaran yang menyangkut isu-isu lingkungan. Pembelajaran berorientasi lingkungan menuntut potensi yang ada di sekitar siswa tinggal. Tahap Perencanaan Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah a) Mengembangkan lembar kerja siswa berbasis cara pengolahan air bersih, daur air, dan mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air yang dimodifikasi dengan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan, b) Mengembangkan instrumen penelitian berupa perangkat tes yang merupakan satu kesatuan dengan lembar kerja siswa. Perangkat tes ini dilengkapi dengan respon terhadap pembelajaran yang di adaptasi dari lembar aktivitas, (Borich 1994, dalam Supramono 2005), c) Peneliti melakukan observasi ke instalasi pengolahan air bersih Jl. Pinus II Banjarbaru yang akan dijadikan lokasi pembelajaran sebelum menyusun rencana pelasksanaan pembelajaran (RPP).
5 Penetapan lingkungan ini berdasarkan kesesuaian dengan isi GBPP, jarak dengan sekolah, dan potensi yang ada untuk mengembangkan pembelajaran RPP yang telah di buat beserta perangkat pembelajaran selanjutnya disampaikan kepada guru untuk dipelajari, didiskusikan, dan direvisi sesuai alokasi waktu yang tersedia. Tahap Pelaksanaan Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilakukan kegiatan sebagai berikut a) Siswa telah diberi tugas materi pelajaran di rumah sebelum materi tersebut akan di bahas di lapangan, maksudnya agar konsep yang dipelajari telah dipahami para siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar, b) Kegiatan belajar mengajar, secara umum kegiatan ini berisi melakukan pengamatan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan . Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi Instalasi Pengolahan Air Bersih. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 11.50 -13.10 WITA, setara 4 jam pembelajaran untuk menyajikan materi cara pengolahan air bersih, pentingnya air, daur air, dan mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air. Semua kegiatan dilakukan di lapangan. Tahap Observasi dan Evaluasi Tindakan Kegiatan pada tahap ini adalah 1) observasi terhadap aktivitas siswa dalam PBM dengan menggunakan lembar observasi terbuka, observasi terfokus, observasi terstruktur, observasi sistematik, dan respon siswa terhadap proses pembelajaran, 2) penguasaan materi pelajaran diperoleh dari tes hasil belajar dan tes selama proses pembelajaran. Seluruh data hasil penelitian dicatat untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan refleksi tahap kedua.
Refleksi Akhir Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus 1 dan menjadi pertimbangan untuk memasuki siklus 2. Pertimbangan yang dilakukan bilamana dijumpai salah satu komponen di bawah ini belum terpenuhi, 1) Siswa mencapai ketuntasan klasikal ( > 80% ) dari seluruh siswa yang telah mencapai ketuntasan individual ( skor > 60 ), 2) Kategori hasil belajar selama proses
6 pembelajaran adalah baik, kategori ini ditetapkan berdasarkan Arikunto (1998), 3) Aktivitas siswa menjadi lebih aktif atau guru telah mengurangi dominansinya di dalam pembelajaran yang terekam pada pembelajaran siklus 1. Pada siklus 2, pelaksanaan seperti pada siklus 1, hanya materi pembelajaran berbeda. Pada pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus 2 kegiatan belajar mengajar, secara umum siswa melakukan pengamatan, wawancara dengan konsumen PDAM, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan interaksi pendekatan Inkuiri dengan setting lingkungan. Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi pembelajaran, yaitu rumah konsumen PDAM. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 09.00 – 11.00 WITA, setara 4 jam pelajaran untuk mempelajari Cara Penghematan Air dan meramalkan apa yang terjadi jika tidak dilakukan penghematan air. Semua kegiatan dilakukan di lapangan. Data kuantitatif dari hasil belajar dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif dari LKS menggunakan kategori baik (76–100%), sedang (56–75%), kurang (40– 55%) dan buruk (<40%) (Arikunto,1998). Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data dan penyimpulan hasil analisis (Suyanto, dkk.2006). Penelitian ini dikatakan berhasil optimal dengan ketentuan 1) Indikator kuantitatif terdiri atas a) siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥ 65%) dan ketuntasan klasikal jika ≥ 85% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual (skor ≥65%), dan b) Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori Arikunto (1998), 2) Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Hasil penelitian tentang Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Setting Lingkungan pada Konsep Cara Penghematan Air untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Sungai Besar 2 Tahun Ajaran 2008/2009 telah diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan pencerminan dari hasil belajar dan proses pembelajaran. Data kualitatif merupakan pencerminan dari
7 aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil Belajar Berupa Data Kuantitatif siklus 1 dan Siklus 2 Data kuantitatif hasil belajar berupa pre tes dan post tes pada siklus 1 dan siklus 2. hasil belajar tersebut disajikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Ketuntasan Hasil Belajar Siklus 1 dan 2
Siklus
Pert.
Tes
1
1
Pre test Pos test Pre test Pos test Pre test Pos test
2 2
Hasil Belajar Tuntas (org) Tidak Tuntas (org) 12 22 24 10 15 19 29 5 30 4 32 2
Jumlah
% Tuntas
34 34 34 34 34 34
35,29 70,58 44,11 85,29 88,23 94,11
Pada Tabel 1 menunjukkan hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test pada siklus 1 pertemuan 1 dan pertemuan 2 masih belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan karena nilai ketuntasan klasikalnya hanya sebesar 35,29% dan 44,11% dan pre test pada siklus 2 sebesar 88,23%, hal ini sudah mengalami ketuntasan klasikal yang ditetapkan. Sedangkan ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil Post test pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 70,58%, hal ini belum mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan sedangkan untuk post test siklus 1 pertemuan 2 maupun siklus 2 sudah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan (≥ 80%) karena ketuntasannya sebesar 85,29% dan 94,11%, dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.
8
100 80 60 Pre tes
40
Pos tes 20 0 Siklus 1 Pertemuan 1
Siklus 1 Pertemuan 2
Siklus 2
Gambar 1. Hasil belajar berupa Pre Test dan Post Test pada Siklus 1 dan Siklus 2
Pada Gambar 1 menunjukkan pada hasil pre test maupun post test pada siklus 1 dan siklus 2 mengalami peningkatan. Pada siklus 1 pertemuan 1 diperoleh peningkatan sebesar 35,29%, pada siklus 1 pertemuan 2 diperoleh peningkatan sebesar 41,18% dan pada siklus 2 diperoleh peningkatan sebesar 5,88%. Hal ini dikarenakan sudah ada pengetahuan awal yang berasal dari siklus 1. Hasil Selama Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
No.
Kelompok
Siklus 1 Pertemuan 1
Siklus 1 Pertemuan 2
Siklus 2
1 2 3 4 5 6 7
1 2 3 4 5 6 7 Rata-rata
80 100 80 70 80 90 100 85,71
100 90 80 100 100 80 100 92,86
100 100 80 95 100 90 100 95,00
Keterangan: 76-100% = Baik; 56-75% = Cukup baik; 40-55% = Kurang; <40% = Buruk (Arikunto. 1998)
9 Pada Tabel 2 menunjukkan hasil selama proses pembelajaran, persentase hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 pertemuan 1 sebesar 85,71%, pada siklus 1 pertemuan 2 sebesar 92,86% dan pada siklus 2 sebesar 95%. Ketiga hasil selama proses pembelajaran tersebut tergolong pada kategori baik. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 2. 100 80 60 40 20 0 Siklus 1 Pertemuan 1
Siklus 1 Pertemuan 2
Siklus 2
Gambar 2. Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 (Sumber Tabel 17)
Pada Gambar 2 hasil test pengetahuan yang diperoleh selama proses pembelajaran baik pada siklus 1 maupun siklus 2 mengalami peningkatan. Pada siklus 1 pertemuan 1 ke siklus 1 pertemuan 2 terjadi peningkatan sebesar 7,15% dan dari siklus 1 pertemuan 2 ke siklus 2 terjadi peningkatan sebesar 2,14%. Hasil Belajar Berupa Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 3 berikut. Tabel 3. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus 2 Parameter yang diamati
Siklus 1
2
3
4
5
6
7
8
1 Pert. 1
11,11
16,66
16,66
22,22
5,55
5,55
11,11
11,11
1 Pert. 2
11,76
11,76
11,76
23,52
5,88
11,76
11,64
5,88
2
8,33
8,33
8,33
2,50
8,33
16,66
16,66
8,33
10 Keterangan Parameter: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Membimbing siswa memahami LKS Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran . Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 3 menunjukkan aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, dari 8 parameter pengamatan yang teramati terdapat 5 parameter yang mengalami penurunan, yaitu parameter (1) membimbing siswa memahami LKS, parameter
(2)
membimbing
siswa
melakukan pengamatan,
parameter
(3)
membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran, parameter (4) membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru dan parameter (8) membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran. Aktivitas Siswa dalam Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 diperlihatkan seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Responden
Mahanany
Siklus 1 Pert.1 1 Pert.2 2
Annisa Ananda
1 Pert.1 1 Pert.2 2
Muthohharoh
1 Pert.1 1 Pert.2 2
Teguh Arianto
1 Pert.1
Parameter yang diamati (%) 3 4 5 6 0 0 30,00 0
1 50,00
2 20,00
7 0
8 0
9 0
33,33
25,00
8,33
0
25,00
8,33
0
0
8,33
28,57
21,42
7,14
7,14
21,42
7,14
0
0
7,14
16,66
16,66
11,11
11,11
11,11
11,11
11,11
11,11
0
20,00
15,00
10,00
15,00
15,00
5,00
5,00
10,00
5,00
20,00
15,00
10,00
15,00
15,00
5,00
5,00
10,00
5,00
23,52
17,64
11,76
5,88
23,52
5,88
5,88
0
5,88
16,06
16,66
0
11,11
22,22
0
16,66
0
16,66
21,05
21,25
0
10,52
15,78
5,26
5,26
0
21,05
36,36
27,27
0
0
18,18
0
9,09
0
9,09
11 1 Pert.2 2 1 Pert.1 1 Pert.2
M. Khairin
2
30,76
15,38
0
7,69
15,38
0
15,38
0
15,38
35,71
14,28
7,14
7,14
14,28
0
14,28
0
7,14
33,33
20,00
6,66
0
20,00
0
13,13
0
6,06
1,78
10,52
5,26
15,78
21,05
0
21,05
0
10,52
15,00
15,00
15,00
15,00
10,00
10,00
10,00
0
10,00
Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru dan siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan. 4. Menuliskan hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevalusi hasil pengamatan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil pengamatan. 9. Membuat/menulis kesimpulan pelajaran.
Pada Tabel 4 memperlihatkan aktivitas siswa pada pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, dari 9 parameter pengamatan terdapat 2 parameter yang mengalami peningkatan yaitu parameter 4 dan parameter 9 dengan aktivitas yaitu menulis hal-hal yang relevan dengan KBM dan membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Peningkatan ini diduga karena adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Pembahasan Hasil penelitian tentang Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Setting Lingkungan pada Konsep Cara Penghematan Air untuk Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Sungai Besar 2 Tahun Ajaran 2008/2009 telah diperoleh pada Bab IV. Selanjutnya digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Berdasarkan hasil belajar siklus 1 dan siklus 2 sebagai perwujudan ketuntasan klasikal dan individual melalui proses pembelajaran dengan pendekatan inkuiri dengan setting lingkungan tentang konsep cara penghematan air diukur dari pre tes, post tes, dan tes keterampilan proses. Hasil belajar berupa pre tes dan post tes pada siklus 2 ternyata lebih tinggi dari siklus 1, dimana perbandingan hasil pre tes dan post tes siklus 1 dan siklus 2 dapat di lihat pada Gambar 1. Pada siklus 1 pertemuan 1 diperoleh peningkatan sebesar 35,29%, pada siklus 1 pertemuan 2 diperoleh
12 peningkatan sebesar 41,18% dan pada siklus 2 diperoleh peningkatan sebesar 5,88%. Hal ini dikarenakan sudah ada pengetahuan awal yang berasal dari siklus 1. Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat dikatakan bahwa hasil belajar siswa pada konsep Cara Penghematan Air dengan menggunakan pendekatan inkuiri dengan setting lingkungan telah mencapai ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan. Penggunaan pendekatan inkuiri dengan setting lingkungan dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hal ini sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya seperti Hidayat (2005) melaporkan di salah satu SMA Negeri di Kota Bandung, menunjukkan hasil positif terhadap pemahaman siswa pada pokok bahasan Koloid. Pendekatan pembelajaran ini dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa, dan pengembangkan sikap afektif dan psikomotor pada setiap kelompok. Marnita (2005) juga melaporkan bahwa dengan menggunakan pendekatan pembelajaran inkuiri menunjukkan hasil positif terhadap pemahaman siswa dalam upaya meningkatkan penguasaan konsep Kinematika Gerak Lurus. Murtiani (2008) juga melaporkan bahwa penggunaan inkuiri dapat meningkatkan pemahaman konsep Difusi dan Osmosis pada siswa SMP Negeri 1 Batu Ampar. Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, dari 8 parameter pengamatan yang teramati terdapat 5 parameter yang mengalami penurunan, yaitu parameter (1) membimbing siswa memahami LKS, parameter (2) membimbing siswa melakukan pengamatan, parameter (3) membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran, parameter (4) membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru dan parameter (8) membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran. Penurunan parameter ini diduga karena adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Selain itu juga disebabkan siswa telah mendapat pengalaman belajar pada siklus 1 sehingga pada siklus 2 ini siswa tidak terlalu banyak memerlukan bimbingan sehingga guru dapat mengurangi dominansi aktivitasnya selama proses pembelajaran. Hal ini sejalan dengan penelitian Murtiani (2008) dan Wati (2008) bahwa dengan menggunakan pendekatan inkuiri, terdapat penurunan dominasi aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran. Aktivitas siswa pada pembelajaran siklus 1 dan siklus 2, dari 9 parameter pengamatan terdapat 2 parameter yang mengalami peningkatan yaitu parameter 4 dan
13 parameter 9 dengan aktivitas yaitu menulis hal-hal yang relevan dengan KBM dan membuat/menulis kesimpulan pelajaran. Peningkatan ini diduga karena adanya upaya perbaikan pembelajaran setelah melakukan refleksi pada siklus 1. Dengan
belajar
melalui
inkuiri
siswa akan terlibat
dalam proses
mereorganisasi struktur pengetahuannya melalui penggabungan konsep-konsep yang sudah dimiliki sebelumnya dengan ide-ide yang baru didapatkan (Collins, 2002 dalam Ibrahim, 2007). Siswa yang terlibat secara aktif dalam pembelajaran memiliki potensi yang lebih baik dan lebih mampu mengembangkan diri menjadi siswa yang independen dibandingkan siswa yang belajar melalui ceramah (Ibrahim, 2007). Selain itu juga selama proses pembelajaran para siswa terlibat aktif, bukan hanya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip materi yang dipelajari saja (Sukamti, 2004), akan tetapi juga mampu meningkatkan keterampilan proses sains dan semangat beraktivitas siswa (Limba, 2004). Hal ini sejalan dengan pola pembelajaran melalui KTSP yang menuntut para siswa untuk memperoleh konsep sains (biologi) dan mengembangkan kemampuan berpikir dari keterampilan proses. Respon guru terhadap kegiatan pembelajaran mendapat respon positif, hal ini karena komponen pembelajaran yang digunakan membantu dalam proses pembelajaran. Rencana pembelajaran cukup mudah dilaksanakan, keuntungan dengan pembelajaran seperti ini adalah guru hanya bertindak sebagai fasilitator sehingga guru tidak mendominasi dalam pembelajaran dan siswa memperoleh pengalaman langsung dari lingkungan yang dijadikan sebagai sumber belajar sehingga siswa lebih banyak aktif dalam proses pembelajaran. Hambatan dalam merencanakan dan melaksanakan rencana pembelajaran ini adalah cukup sulit mengorganisasikan siswa untuk tertib sebelum melakukan pembelajaran di lapangan dan pembelajaran seperti ini memerlukan waktu yang banyak.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Setting Lingkungan pada Konsep Cara Penghematan Air untuk
14 Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Sungai Besar 2 Tahun Ajaran 2008/2009, disimpulkan yaitu 1) Hasil belajar siswa mengalami ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan yaitu ≥ 80%. Pada siklus 1 pertemuan 1 hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test sebesar 35,29% menjadi 70,58% pada post test, pada siklus 1 pertemuan 2 hasil ketuntasan klasikal yang diperoleh dari hasil pre test sebesar 44,11% menjadi 85,29% pada post test, dan pada siklus 2 dari 88,23% pada pre test menjadi 94,11% pada post test. Hasil selama proses pembelajaran baik siklus 1 maupun siklus 2 tergolong kategori baik, 2) Aktivitas siswa yang mengalami peningkatan yaitu parameter 4 dan parameter 9 dengan aktivitas yaitu menulis hal-hal yang relevan dengan KBM dan membuat/menulis kesimpulan pelajaran., 3) Aktivitas guru yang mengalami penurunan yaitu parameter (1) membimbing siswa memahami LKS, parameter (2) membimbing siswa melakukan pengamatan, parameter (3) membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran, parameter (4) membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru dan parameter (8) membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran., 4) Respon siswa dalam kegiatan pembelajaran menunjukkan respon yang positif. Berdasarkan hasil penelitian di atas, dikemukakan beberapa saran yaitu 1) Aktivitas siswa yang mengalami penurunan masih perlu diperhatikan dan diperbaiki agar tidak terjadi lagi penurunan aktivitas siswa, 2) Aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dominansinya telah mengalami penurunan tetapi masih perlu perbaikan agar tidak mengalami peningkatan, 3) Mengingat pembelajaran dengan menggunakan pendekatan setting lingkungan ini memerlukan waktu yang lama maka pembelajaran harus direncanakan dengan sebaik-baiknya.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, & Supardi 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
15 Dalyono, M. 1997. Psikologi Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta. Dwijoseputro; Padwawinata, Djupri; Tjitrosoepomo, Gembong; Hadiat; Amien, Moch; S.J, Partignjo; Subijanto; Sukarno; Soeparmo; Soetjipto. 1981. Buku Petunjuk Guru Ilmu Hayat untuk SMP. Jakarta: Dekdikbud. Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Hasibuan, J.J dan Moedjiono. 1985. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hopkins.1993. A Teacher Guide to Classroom Research. Open University Press Buckingham. (http://www.ktsp.jardiknas.org/download/ktsp_smp, diakses 28 Juli 2007) (http://www.ialf.edu/kipbipa/papers/IBPutrayasa.doc, diakses 28 Juli 2007) Ibrahim,
Muslimin. 2007. Pembelajaran Inkuiri /content/view/18/11. Diakses 10 Januari 2008)
(http://kpicenter.web.id/neo
Marnita. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berorientasi Inkuiri pada Pokok Bahasan Kinematika Gerak Lurus. (http://pages-yourfavorite.com/ ppsupi/abstrakipa 2005.html. Diakses 10 Januari 2008). Murtiani. 2008. Penggunaan Pendekatan Inkuiri dengan Pendekatan Kooperatif untuk meningkatkan Pemahaman Difusi dan Osmosis pada Siswa SMP Negeri 1 Batu Ampar. Skripsi. Program S1 Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Lambung Mangkurat . Banjarmasin. (tidak dipublikasikan). Nur, Mohamad & Wikandari, P.R. 2000. Pengajaran Berpusat kepada Siswa dan Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. Universitas Negeri Surabaya. Purwosutanto & Handayani. 2002. Sains 5 Untuk SD dan MI. Pemerintah Kalsel. Sahabat Sarjan.
Rahman, H dan Tek, O.E. (1998). Hala Tuju Pendidikan Sains di Malaysia dan Implikasinya terhadap Pengajaran dan Pembelajaran. Classroom Teacher March 1998. Pusat Penyelidikan Pendidikan Sains dan Matematika (PPSM) Malaysia SEAMEO RECSAM. Rusyan, A. Tabrani; Kusdinar, Atang; Arifin, Zainal. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya, Bandung.
16 Sudjana. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo, Bandung. Supramono. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Universitas Negeri Malang (disertasi tidak dipublikasikan). Wati, Gusti Marlina Erda, 2008. Peningkatan Pemahaman Siswa Kelas VIIB SMP Negeri 16 Banjarmasin pada Sub Konsep Kepadatan Penduduk dan Permasalahannya dengan Menggunakan Model Guide Inquiry. Skripsi. Program S1 Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Lambung Mangkurat . Banjarmasin. (tidak dipublikasikan). Yulaewati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran, Filosofi dan Aplikasi. Pakar Karya. Jakarta. Zaidin, M. H. 2000. Sekolah Masa Depan. Pemanfaatan Lingkungan sebagai Sumber belajar. Pelangi Pendidikan 3: 44-46.
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA KELAS V SDN BANJARBARU UTARA 4 PADA KONSEP CARA PENGHEMATAN AIR MENGGUNAKAN PENDEKATAN KOOPERATIF TIPE PENYELIDIKAN KELOMPOK Maryuni Abstrak Pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok (group investigation) merupakan salah satu pendekatan yang dapat mengantarkan siswa belajar dengan baik dalam upaya memahami materi Cara Penghematan Air. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran IPA pada sub konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus I terdiri dari 2 kali pertemuan, sedangkan siklus II terdiri dari 1 kali pertemuan. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V Semester 2 SD Negeri Banjarbaru Utara 4 Kota Banjarbaru yang berjumlah 43 siswa, terdiri dari 25 siswa laki-laki dan 18 siswa perempuan Tahun Ajaran 2008/2009. Data penelitian berupa data kuantitatif yang diperoleh dari tes hasil belajar dan kemampuan mengerjakan LKS. Data kualitatif diperoleh dari observasi terhadap kinerja siswa dan guru di dalam pembelajaran. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran dengan penekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok dapat meningkatkan pemahaman siswa dari 46,51% pada siklus I menjadi 88,37% pada siklus II. Peningkatan juga terjadi untuk kemampuan mengerjakan LKS diperoleh rata-rata nilai tiap kelompok tergolong cukup baik pada siklus I menjadi baik pada siklus II Kata Kunci :
Penghematan kelompok
air,
pendekatan
kooperatif
tipe
penyelidikan
Berdasarkan penuturan guru IPA di SD Negeri Banjarbaru Utara 4 Kota Banjarbaru, diperoleh informasi secara umum pembelajaran IPA di sekolah ini hanya secara konseptual saja. Transfer pengetahuan seperti ini bukan saja pada mata pelajaran IPA, akan tetapi hampir semua mata pelajaran. Jika hal ini dibiarkan maka akan berdampak pada pemahaman siswa terhadap konsep IPA. Berdasarkan informasi pembelajaran pada tahun sebelumnya, pembelajaran hanya menyampaikan isi buku, dan hasil belajar juga belum memuaskan. Pada pembelajaran materi “Cara
Guru SDN Banjarbaru Utara 4
Penghematan Air”, rata-rata hasil belajar < 6 dari 45 siswa yang terdaftar pada tahun pelajaran 2007/2008 karena selama ini pengalaman siswa hanya terbatas informasi yang diberikan guru, atau informasi yang ada pada buku. Lingkungan
belajar
yang
cukup
bervariasi
memungkinkan
guru
membelajarkan materi Cara Penghematan Air dengan mengajak siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungan alami. Pembelajaran semacam ini diharapkan tidak hanya disampaikan secara ceramah saja, akan tetapi siswa memperoleh proses pembelajaran yang lebih baik dan lebih bermakna. Apabila pembelajaran materi Cara Penghematan Air dikemas dengan mengutamakan interaksi langsung antara siswa dengan lingkungan alami, maka akan menghasilkan pembelajaran yang bermakna. Jika materi Cara Penghematan Air dibelajarkan dengan memberdayakan segala potensi dalam proses pembelajaran, maka akan menjadi pembelajaran yang menarik bagi siswa. Salah satu sub konsep yang diajarkan di kelas V SD semester 2 adalah Cara Penghematan Air. Berdasarkan penuturan guru IPA di sekolah tersebut, sub konsep Cara Penghematan Air di SD Negeri Banjarbaru Utara 4 Kota Banjarbaru pada tahuntahun sebelumnya hanya diajarkan melalui penjelasan guru tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menghemat penggunaan air. Padahal ada cara lain untuk melakukan pembelajaran yang lebih bermakna, misalnya melakukan pembelajaran secara langsung di instalasi pengolahan air bersih. Pembelajaran di lokasi ini bagi siswa-siswa SD tersebut sangat memungkinkan karena jaraknya berdekatan dengan sekolah, sehingga pembelajaran berbasis kontekstual dapat terlaksana. Instalasi Teknologi Pengolahan Air Bersih yang ada di Pinus Raya Kota Banjarbaru bertujuan untuk memproduksi air bersih bagi kepentingan masyarakat di sekitarnya. Instalasi ini terletak di Jalan Pinus II Kota Banjarbaru. Dengan memanfaatkan sumber belajar, instalasi ini dan konsumen air bersih, maka akan dapat mewujudkan pembelajaran yang bermakna, oleh karena itu diperlukan pendekatan pembelajaran yang sesuai. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan agar pembelajaran lebih bermakna, adalah dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. Pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok (group investigation) merupakan salah satu pendekatan yang mungkin dapat
mengantarkan siswa belajar dengan baik dalam upaya memahami materi Cara Penghematan Air. Oleh karena itu, pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok perlu diperkenalkan sebagai salah satu pendekatan dalam proses pembelajaran, agar dapat memperkaya ragam pendekatan pembelajaran dalam pembelajaran IPA di sekolah. Berdasarkan uraian diatas, maka dilaksanakan penelitian berjudul “Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Banjarbaru Utara 4 pada Konsep Cara Penghematan Air Menggunakan Pendekatan Kooperatif Tipe Penyelidikan Kelompok”. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimanakah meningkatkan hasil belajar siswa tentang konsep cara penghematan air di kelas V SDN Banjarbaru Utara 4 dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok, bagaimana aktivitas guru dalam mengelola proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok, bagaimana aktivitas siswa dalam mengelola proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok, dan bagaimana respon siswa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa dalam pembelajaran IPA pada sub konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok, mendeskripsikan aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran IPA pada Sub konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok, mendiskripsikan aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan
pendekatan
kooperatif
tipe
penyelidikan
kelompok
dan
mendiskripsikan respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran yang menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. METODE Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kooperatif yaitu tipe penyelidikan kelompok. Penyelidikan kelompok mungkin merupakan pendekatan pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan sulit untuk diterapkan. Pendekatan ini
diperkenalkan pertama kali oleh Thelan kemudian
dikembangkan oleh Sharan dan kawan-kawan. Pendekatan ini lebih menekankan
pada siswa, di mana siswa terlibat secara langsung dalam perencanaan, baik topik maupun jalannya penyelidikan mereka (Ibrahim dkk., 2000). Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan
rasional
dari
tindakan-tindakan
mereka
dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan.
Skenario Tindakan Pelaksanaan Penelitian Tindakan a. Refleksi Awal Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman mengajar guru, dapat diuraikan refleksi awal seperti dibawah ini: a. Siswa SD telah memiliki pengetahuan awal IPA yang telah dikaji di kelas V atau hasil belajar di kelas sebelumnya. b. Siswa SD secara umum memperoleh pembelajaran IPA di dalam kelas c. Siswa pernah diajak ke lingkungan, akan tetapi tidak dalam konteks pembelajaran. d. Siswa SD pada tahun-tahun sebelumnya untuk pembelajaran sub konsep Cara Penghematan Air hanya diajarkan melalui penjelasan guru tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk menghemat penggunaan air. e. Lembaran Kerja Siswa yang digunakan belum atau sangat sedikit memberikan tugas yang berhubungan langsung dengan pembelajaran yang menyangkut isu-isu lingkungan. Pembelajaran berorientasi lingkungan menuntut potensi yang ada di sekitar siswa tinggal. Proses Pelaksanaan Tindakan a. Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus I Pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus 1 adalah sebagai berikut: 1. Tahap Perencanaan
a. Menyusun LKS
berbasis
cara pengolahan air
bersih,
daur
air,
dan
mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air yang dimodifikasi dengan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. b. Menyusun instrumen penelitian berupa perangkat tes yang merupakan satu kesatuan dengan LKS. Perangkat tes ini dilengkapi dengan respon terhadap pembelajaran yang di adaptasi dari Borich, (Borich 1994, dalam Supramono 2005). c. Peneliti menjelajahi instalasi pengolahan air bersih Pinus Raya
yang akan
dijadikan lokasi pembelajaran sebelum menyusun rencana pembelajaran (RP). Penetapan lingkungan ini berdasarkan kesesuaian dengan isi GBPP, jarak dengan sekolah, dan potensi yang ada untuk mengembangkan pembelajaran RP yang telah di buat beserta perangkat pembelajaran selanjutnya disampaikan kepada guru untuk dipelajari, didiskusikan, dan direvisi sesuai alokasi waktu yang tersedia. Tahap Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilakukan kegiatan sebagai berikut: a. Siswa telah diberi tugas materi pelajaran di rumah sebelum materi tersebut akan di bahas di lapangan, maksudnya agar konsep yang dipelajari telah dipahami para siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar. b. Kegiatan belajar mengajar, secara umum kegiatan ini berisi melakukan pengamatan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok . Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi Instalasi Pengolahan Air Bersih. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 08.00 - 10.00 WITA, setara 4 jam pembelajaran untuk menyajikan materi cara pengolahan air bersih, pentingnya air, daur air, dan mengidentifikasi kegiatan manusia yang dapat mempengaruhi daur air. Semua kegiatan dilakukan di lapangan. Observasi dan Evaluasi Tindakan Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut: (1) Observasi terhadap pelaksanaan PTK dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan guru Borich, (Borich 1994, dalam Supramono 2005)
(2) Penguasaan materi pelajaran diperoleh dari tes hasil belajar. Data hasil penelitian dicatat atau direkam untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan refleksi tahap kedua. Tahap Refleksi Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus 1 dan menjadi pertimbangan untuk memasuki siklus 2. Pertimbangan yang dilakukan bilamana dijumpai salah satu komponen di bawah ini belum terpenuhi. 1. Siswa mencapai ketuntasan klasikal ( > 80 % ) dari seluruh siswa yang telah mencapai ketuntasan individual ( skor > 60 ). 2. Kategori hasil belajar selama proses pembelajaran adalah baik, kategori ini ditetapkan berdasarkan Arikunto (1998). 3. Aktivitas siswa menjadi lebih aktif atau guru telah mengurangi dominansinya di dalam pembelajaran yang terekam pada pembelajaran siklus I dan II. Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus II Pada siklus II, pelaksanaan seperti pada siklus I, hanya materi pembelajaran berbeda. Pada pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus II kegiatan belajar mengajar, secara umum siswa melakukan pengamatan, wawancara dengan konsumen PDAM, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan interaksi pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok. Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi pembelajaran, yaitu rumah konsumen PDAM. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 08.00 – 10.00 WITA, setara 4 jam pelajaran untuk mempelajari Cara Penghematan Air dan meramalkan apa yang terjadi jika tidak dilakukan penghematan air. Semua kegiatan dilakukan di lapangan.
Data dan Cara Pengambilan Data Data yang diperlukan: hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan klasikal dan ketuntasan individual dan Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dianalisis secara deskriptif melalui tahapan reduksi data, pemaparan data, dan analisis data. Cara Pengambilan Data::
1. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif (Arikunto, dkk, 2006). Data kuantitatif meliputi LKS (Lembar Kerja Siswa) dan soal tes Analisis tersebut dilakukan dengan menghitung ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut: Ketuntasan individual = Ketuntasan klasikal
Jumlah skor x 100 Jumlah skor maksimal
= Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% Jumlah seluruh siswa
Keterangan: Ketuntasan individual : Jika siswa mencapai ketuntasan > 60 Ketuntasan klasikal : Jika > 80% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan > 60%
2. Data kuantitatif yang diperoleh dari LKS menggunakan kategori yakni baik (76100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto, 1998). 3. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis. Indikator Keberhasilan Penelitian Penelitian ini dikatakan berhasil apabila memenuhi semua komponen indikator kuantitatif dan indikator kualitatif (Arikunto, dkk, 2006). Kedua indikator di atas dilihat dari pergeseran hasil siklus 1 ke siklus 2. 1. Pemahaman siswa diukur dari hasil belajar, ketuntasan individual > 60 dan ketuntasan klasikal 80 %. Bila hasil belajar mencapai ketuntasan klasikal > 80 % maka penelitian dinyatakan berhasil. 2. Hasil selama proses pembelajaran tergolong baik, berdasarkan kategori Arikunto (1998). 3. Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif ( > 50% dari parameter pengukuran kepada siswa atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya ( > 50% dari parameter pengamatan guru). HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tentang Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Banjarbaru Utara 4 pada Konsep Cara Penghematan Air Menggunakan Pendekatan Kooperatif Tipe Penyelidikan Kelompok telah diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan pencerminan dari hasil belajar dan proses
pembelajaran. Data kualitatif merupakan pencerminan dari aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Hasil Belajar Berupa Data Kuantitatif siklus 1 dan Siklus 2 Data kuantitatif hasil belajar berupa pre test dan post test pada siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar tersebut disajikan seperti pada Tabel 1.
Tabel 1. Ringkasan Hasil Belajar Pre tes dan Post tes pada Siklus 1 dan Siklus 2 Siklus
Pert.
1 1 2 2
Tes
Pre test Post test Pre test Post test Pre test Post test
Hasil Belajar Tuntas (org) Tidak Tuntas (org) 11 32 18 25 12 31 22 21 23 20 38 5
Jumlah
% Tuntas
43
25,58%
43
41,86%
43
27,90%
43
51,16%
43
53,48%
43
88,37%
Berdasarkan Tabel 1, hasil pre test dan post test pada siklus 1 maupun siklus 2 mengalami peningkatan. Pada siklus 1 pertemuan 1 pada pre test ketuntasan yang dicapai hanya sebesar 25,58% dan pada post test sebesar 41,86%, pada pertemuan 2 pada pre test ketuntasan yang dicapai sebesar 27,90% dan pada post test sebesar 51,16%, hal ini belum menunjukkan mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan. Sedangkan pada siklus 2, pada pre test ketuntasan yang dicapai sebesar 53,48% dan pada post test sebesar 88,37%, hal ini telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan.
Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 Ringkasan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari tes keterampilan proses pada siklus 1 dan siklus 2 seperti Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Nama Kelompok I II
I Pertemuan 1 Nilai Kategori 75 Cukup Baik 80 Baik
Siklus I Pertemuan 2 Nilai Kategori 62,8 Cukup Baik 88,6 Baik
II Nilai 80 80
Kategori Baik Baik
III IV V VI VII VIII Rata-rata Keterangan:
80 75 90 80 75 60 76,8
Baik Cukup Baik Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik Baik
77,1 82,8 60 62,8 71,4 54,3 69,9
Baik Baik Cukup Baik Cukup Baik Cukup Baik Kurang Cukup Baik
85 80 80 80 80 80 80,6
Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
76-100% = Baik; 56-75% = Cukup baik; 40-55% = Kurang; < 40% = Buruk (Arikunto, 1998). Berdasarkan tabel di atas, maka dapat dibuat grafik hasil pembelajaran pada Siklus I dan II untuk masing-masing kelompok yang ditampilkan pada gambar di bawah ini : 90 80 70 60 NILAI
50
Siklus I,1
40
Siklus I,2
30
Siklus II
20 10 0 I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
KELOMPOK
Gambar 1. Grafik Hasil Pembelajaran Siklus I dan II
Dari gambar di atas terlihat bahwa pada siklus II rata-rata nilai masing-masing kelompok hampir sama, sedangkan untuk siklus I pertemuan 2 masih bervariasi. Hasil Belajar Berupa Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 1. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus I dan siklus II disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II Respon Den
Parameter yang diamati (%)
Siklus 1
2
3
4
5
6
7
8
9
∑
I, 1 Daffa S
Aurarina PS
Rizky Y R
M.Ihza M
Syaiful A
8,33 8,92
10,41 12,5
12,5 12,5
12,5 8,95
14,58 14,25
10,41 10,71
12,5 12,5
8,33 8,92
10,41 10,71
100 100
II I, 1 I, 2
9,83
13,11
13,11
9,83
13,11
11,47
11,47
9,83
13,11
100
9,09 9,37
11,36 11,45
9,09 7,29
11,36 11,45
11,36 11,45
12,5 12,5
13,63 14,58
10,22 9,37
11,36 12,5
100 100
II I, 1 I, 2 II I, 1 I, 2 II I, 1 I, 2 II
10,16
11,86
6,77
11,86
11,86
12,71
15,25
10,16
9,32
100
9,30 9,18 9,57 9,30 9,18 9,57 6,45 7,89 8,13
9,30 9,18 10,25 9,30 9,18 10,25 8,06 7,89 8,13
13,95 14,24 14,89 13,95 14,24 14,89 9,67 10,52 9,30
13,95 14,28 14,89 13,95 14,28 14,89 9,67 11,84 10,46
13,95 14,28 14,89 13,95 14,28 14,89 11,29 11,84 12,79
11,62 12,24 12,76 11,62 12,24 12,76 9,67 10,52 10,79
13,95 14,28 14,89 13,95 14,28 14,89 16,12 17,10 17,44
6,92 6,12 7,25 6,92 6,12 7,25 9,67 11,82 11,62
6,92 6,12 9,57 6,92 6,12 9,57 9,67 10,84 12,79
100 100 100 100 100 100 100 100 100
I, 2
Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan/percobaan. 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan. 9. Membuat/menulis rangkuman pelajaran.
Dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan bahwa aktivitas siswa mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II. 2. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus I dan Siklus II Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus I dan siklus II seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus I dan Siklus II Parameter yang diamati Siklus 1
2
3
4
5
6
7
8
1 Pert. 1
17,02
12,76
10,63
14,89
12,76
10,63
8,51
12,76
1 Pert. 2
13,64
15,91
13,64
18,18
11,36
9,09
6,82
11,36
2
18,60
11,63
9,30
11,63
16,28
9,30
6,98
16,28
Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru.
7. 8.
Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Berdasarkan Tabel 4, sebagian besar aktivitas guru mengalami penurunan dari siklus I ke siklus II, tetapi ada juga yang mengalami peningkatan yaitu untuk parameter 1, 5, dan 8. Sedangkan untuk parameter 2, 3, 4, 6 dan 7 mengalami penurunan. Respon Siswa terhadap Kegiatan Pembelalajaran Data respon siswa terhadap kegiatan pembelajaran berdasarkan angket yang diberikan kepada siswa diperoleh hasil sebagai berikut : a. Sebanyak 43 siswa (100%) menyatakan senang dengan cara guru mengajar dan sebanyak 43 siswa (100%) menyatakan bahwa metode yang dipakai guru dalam mengajar adalah hal baru dan sangat membantu siswa dalam belajar b. Selama kegiatan belajar berlangsung, sebanyak 43 siswa (100%) menyatakan dapat menyatakan pendapat untuk menjawab pertanyaan, 40 orang (93,02%) dapat melakukan penyelidikan / pengamatan untuk menjawab pertanyaan, dan 43 siswa (100%) berminat untuk mengikuti kegiatan belajar semacam ini. c. Sebanyak 36 siswa (83,72%) menyatakan dapat memahami dengan baik LKS atau buku-buku sumber yang digunakan, 5 siswa (11,63%) menyatakan kurang paham dan 2 siswa (4,65%) menyatakan sulit memahami. d. Sebanyak 38 siswa (88,37%) menyatakan susunan kalimat, gambar atau tabel dalam LKS atau buku sumber yang digunakan sudah baik, 3 siswa (6,98%) menyatakan sangat baik, dan 2 siswa (4,65%) menyatakan cukup baik. PEMBAHASAN Prestasi siswa pada pembelajaran
materi “Cara Penghematan Air
Menggunakan Pendekatan Kooperati Tipe Penyelidikan Kelompok” dapat dilihat dari hasil kerja siswa berupa pre tes , post tes, dan LKS. Ketuntasan klasikal dari hasil pre tes dan post tes. Post tes mengalami peningkatan dari Siklus I ke Siklus II yaitu dari 46,51% menjadi 88,37%. Hal ini menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal telah terpenuhi yaitu sebesar 88,37%, meskipun secara individual masih ada yang belum tuntas.
Peningkatan juga terjadi dalam proses pembelajaran yaitu untuk kemampuan mengerjakan LKS diperoleh rata-rata kelompok tergolong pada kategori cukup baik pada siklus I dan baik pada siklus II. Siswa memperoleh pengetahuan dari bahan ajar yang dibacanya sebelum pembelajaran dilaksanakan di lapangan, sehingga dapat memberikan pengalaman kepada siswa tentang pentingnya air bagi kehidupan makhluk hidup. Selanjutnya siswa diajak ke lingkungan untuk mengamati instalasi pengolahan air bersih di Kecamatan Banjarbaru untuk mengetahui siklus air, cara pengolahan air bersih dan aktivitas manusia yang dapat mempengaruhi siklus air. Pada siklus II siswa diajak ke pemukiman penduduk pelanggan PDAM untuk melakukan wawancara dengan konsumen PDAM. Menurut Sardiman (2006) di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental sebagai suatu wujud reaksi. Orang yang belajar harus aktif, bertindak dan melakukannya dengan panca inderanya secara optimal. Dengan mengajak siswa ke lingkungan dalam pembelajaran akan memberikan siswa pengalaman langsung mengetahui keadaan yang sebenarnya pada lingkungan pembelajaran. Aktivitas guru dari siklus I
ke siklus II mengalami penurunan. Dari 8
parameter pengamatan terhadap aktivitas guru ditemukan 5 parameter yang mengalami penurunan sedangkan 3 parameter lain mengalami peningkatan. Sardiman (2006) menyatakan bahwa fungsi pokok dalam mengajar
adalah menyediakan
kondisi yang kondusif, sedang yang banyak melakukan kegiatan adalah siswanya dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Parameter yang mengalami penurunan antara lain membimbing siswa melakukan pengamatan / percobaan (2), membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM (3), membimbing siswa berdiskusi antar siswa / kelompok / guru (4), mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru (6), dan membimbing siswa menyusun atau melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan (7). Hal ini menunjukkan bahwa guru telah mengurangi dominasinya dalam proses pembelajaran, sedangkan beberapa parameter aktivitas guru yang mengalami peningkatan tidak mencerminkan bahwa peran guru besar dalam pembelajaran. Parameter aktivitas guru yang mengalami peningkatan adalah membimbing siswa memahami LKS (1), melakukan refleksi dan
mengevaluasi proses penyelidikan (5), dan membimbing siswa membuat / menulis rangkuman pelajaran (8).
Persentase aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Tabrani (2004) mengatakan bahwa belajar pada hakikatnya mengalami dan berbuat dalam situasi pengalaman langsung sehingga menimbulkan perubahan tingkah laku. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini telah terjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa, karena terjadi peningkatan aktivitas siswa berdasarkan 9 parameter pengamatan pada siswa. Hasil ini bertolak belakang dengan aktivitas guru yang menurun. Guru bukan sebagai sentral, melainkan sebagai penunjang (Hamalik, 2004) Berdasarkan hasil penelitian pada siklus I dan II, maka hipotesis yang berbunyi “Jika dilaksanakan pembelajaran pada konsep “Cara Penghematan Air” dengan menggunakan pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok maka akan dapat meningkatkan pemahaman siswa kelas V SDN Banjarbaru Utara 4 pada konsep IPA”, dalam penelitian ini dapat diterima.
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian tentang “Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas V SDN Banjarbaru Utara 4 Pada Konsep Cara Penghematan Air Menggunakan Pendekatan Kooperatif Tipe Penyelidikan Kelompok”, maka dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :prestasi siswa pada pembelajaran dilihat dari pre tes, post tes dan mengerjakan LKS. Ketuntasan klasikal dapat dilihat dari pre tes dan post tes. Post tes mengalami peningkatan dari siklus I ke siklus II yaitu 46,51% menjadi 88,37%. Peningkatan juga terjadi untuk kemampuan mengerjakan LKS diperoleh rata-rata nilai tiap kelompok tergolong cukup baik pada siklus I menjadi baik pada siklus II, aktifitas guru dari siklus I ke siklus II mengalami penurunan, aktivitas Siswa dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan, respon siswa sebagian besar menyatakan senang dengan metode pembelajaran kooperatif tipe penyelidikan kelompok seperti yang diterapkan dalam penelitian ini dan berminat untuk mengikuti kegiatan belajar seperti ini.
Beberapa saran yang dikemukakan adalah kepada siswa disarankan agar lebih aktif mendalami pelajaran IPA khususnya pada konsep cara penghematan air yang menarik, menyenangkan sehingga dapat meningkatkan prestasi belajar, bagi guru diharapkan dapat
merencanakan pembelajaran dan persiapan yang baik dan
terencana dengan menggunakan metode pendekatan kooperatif tipe penyelidikan kelompok karena pembelajaran ini memerlukan waktu relatif lama selain itu perlunya pengawasan dan keselamatan siswa dilapangan dan bagi kepala sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. DAFTAR RUJUKAN
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta, Jakarta. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, & Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. Corebima, D. Ibrahim, M. Puspitawati, R.P. Raharjo. Rachmadiarti, F. Indana, S. Susilo, h. mudi, F. Leonita. Suparno, G. 2002. Pelatihan Terintegrasi Berbasis Kompetensi Guru Mata Pelajaran IPA. Teori Kognitif. Direktorat SLTP Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen pendidikan Nasional, Jakarta. Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Depdiknas. Banjarbaru. Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Hamalik, Oemar.2004.Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara. Jakarta. Ibrahim, M., F. Rachmadiarti, M. Nur, & Ismono. 2000. Pembelajaran Kooperatif. University Press, Surabaya. Irawan, P., Suciati, & I.G.A.K. Wardani. 1994. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan Mengajar. Dirjen Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Nur, Muhamad, Prima Retno Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis Dalam Pengajaran. Pusat Studi Matematika dan IPA Sekolah. Universitas Negeri Surabaya
Sardiman.2006. Interaksi Dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Supramono. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Pendekatan Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Universitas Negeri Malang (disertasi tidak dipublikasikan) Tabrani Rusyan, A, Atang Kusdinar, Zainal Arifin. 1994. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Rosdakarya. Bandung Ujer Usman, Mohammad, 2003. Menjadi Guru Profesional. Remaja Rosdakarya. Bandung.
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TERHADAP KONSEP PECAHAN DENGAN MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG PADA SISWA KELAS IV SDN BANJARBARU KOTA 7 Nanih, S.Pd Abstrak Upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah diperlukan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini dikarenakan setiap guru pastilah menginginkan siswanya selalu berhasil dalam semua bidang mata pelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru selalu berusaha dengan berbagai cara untuk membantu siswa memahami pelajaran baik itu dengan menggunakan strategi, model pembelajaran, media, metode/pendekatan dan alat peraga dalam menyampaikan suatu materi (informasi) kepada para siswanya secara beragam, meskipun dalam pelaksanaan proses pembelajaran itu terkadang muncul berbagai macam permasalahan baik itu yang disebabkan oleh siswa, materi, metode dan pendekatan pembelajaran serta faktor lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa tentang konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung, mengetahui aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran matematika tentang konsep pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung dan mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pada konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Penelitian ini menggunakan penelitian tindakan kelas yang dirancang 2 siklus, setiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 yang berjumlah siswa 29 orang. Hasil penelitian menunjukkan pembelajaran Matematika di kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 melalui model pembelajaran langsung berhasil meningkatkan hasil belajar pada konsep “Pecahan”. Dengan menggunakan model pembelajaran ini berhasil mencapai ketuntasan secara klasikal. Aktivitas Guru pada pembelajaran konsep “Pecahan” melalui penerapan model pembelajaran langsung berdsarkan observasi pembelajaran dari kategori baik pada siklus 1 menjadi kategori sangat baik pada siklus 2. Aktivitas siswa pada pembelajaran konsep “Pecahan” melalui penerapan model pembelajaran langsung mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Siswa sudah mulai aktif dan mendominasi kegiatan belajar mengajar. Kata kunci: Pemahaman siswa, model pembelajaran langsung, konsep pecahan
Guru SDN Banjarbaru Kota 7
Upaya meningkatkan kualitas dan mutu pendidikan di sekolah diperlukan keterampilan dasar yang harus dimiliki oleh seorang guru. Hal ini dikarenakan setiap guru pastilah menginginkan siswanya selalu berhasil dalam semua bidang mata pelajaran. Hal ini ditunjukkan dengan meningkatnya hasil belajar siswa. Oleh karena itu, guru selalu berusaha dengan berbagai cara untuk membantu siswa memahami pelajaran baik itu dengan menggunakan strategi, model pembelajaran, media, metode/pendekatan dan alat peraga dalam menyampaikan suatu materi (informasi) kepada para siswanya secara beragam, meskipun dalam pelaksanaan proses pembelajaran itu terkadang muncul berbagai macam permasalahan baik itu yang disebabkan oleh siswa, materi, metode dan pendekatan pembelajaran serta faktor lainnya. Penggunaan strategi, model pembelajaran, metode dan pendekatan pembelajaran yang tepat dan bervariasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa dan dengan meningkatnya aktivitas selama pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Seperti yang diuraikan diatas, pembelajaran matematika seharusnya melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Hal ini berarti pembelajaran matematika harus berpusat pada anak didik. Berdasarkan uraian hasil pengamatan tersebut
maka peneliti ingin
menerapkan metode serta model pembelajaran yang efektif digunakan dalam pembelajaran matematika di SD. Hal ini karena biasanya kebanyakan guru memakai metode yang selalu sama misalnya metode ceramah, metode tanya jawab, dan pemberian tugas. Berdasarkan fakta yang terjadi dalam pembelajaran matematika, rata-rata hasil belajar siswa pada konsep Pecahan < 6 dari 25 orang siswa pada tahun 2007/2008. Berdasarkan latar belakang di atas dan beberapa fakta yang biasa terjadi dalam pemebelajaran matematika menyebabkan penulis mengangkat judul penelitin tentang ”Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Pecahan dengan Model Pembelajaran Langsung pada Siswa Kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7”. Masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa tentang konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung di kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7, bagaimana aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran matematika tentang konsep Pecahan dengan
menggunakan model pembelajaran langsung dan bagaimana aktivitas siswa, dalam proses pembelajaran matematika pada konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa tentang konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung, untuk mengetahui aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran matematika tentang konsep pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung dan untuk mengetahui aktivitas siswa dalam proses pembelajaran pada konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung.
METODE Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK) yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan
rasional
dari
tindakan-tindakan
mereka
dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya, serta memperbaiki kondisi dimana praktek-praktek pembelajaran itu dilakukan. Penelitian ini dirancang 2 siklus. Siklus 1 terdiri dari 2x pertemuan dan siklus 2 terdiri dari 2x pertemuan. Siklus 1 mengkaji tentang pecahan sebagai bagian dari keseluruhan sedangkan siklus 2 mengkaji tentang menyederhanakan pecahan.
Rencana Tindakan Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan ini adalah proses penelitian tindakan kelas ini direncanakan dalam 2 siklus mengingat waktu yang tersedia sangat terbatas, maka pelaksanaan penelitian ini masing-masing siklus dua kali pertemuan jadi semuanya empat kali pertemuan. Langkah-langkah yang dilakukan adalah: 1. Membuat rencana pembelajaran dengan pokok bahasan pecahan dan sub pokok bahasan pecahan sebagai bagian dari keseluruhan. 2. Membuat lembar observasi, yaitu melihat bagaimana aktivitas belajar siswa dalam menyelesaikan pecahan dengan model pembelajaran langsung.
3. Mendesain alat evaluasi untuk melihat hasil belajar siswa berupa test awal dan tes akhir.
Pelaksanaan Tindakan Kegiatan
yang
dilakukan
dalam
pelaksanaan
tindakan
ini
adalah
melaksanakan skenario pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung. a. Pelaksanaan Siklus I Pada siklus I materi yang diberikan adalah pokok bahasan pecahan tentang pecahan sebagai bagian dari keseluruhan. Pembelajaran dilakukan dalam tiga kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk pelaksanaan tindakan dan pertemuan kedua untuk pelaksanaan tes hasil belajar, sedangkan kegiatan observasi dilaksanakan selama
berlangsungnya
proses
pembelajaran.
Uraian
langkah-langkah
pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa 2. Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan 3. Membimbing Pelatihan 4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik 5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan
b. Pelaksanaan Siklus II Pada siklus II materi yang diberikan adalah menyederhanakan berbagai bentuk pecahan. Pembelajaran dilakukan dalam dua kali pertemuan. Pertemuan pertama untuk pelaksanaan tindakan dan pertemuan kedua untuk pelaksanaan tes hasil belajar. Langkah-langkah pembelajaran adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa 2. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik 3. Membimbing Pelatihan 4. Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik 5. Memberikan kesempatan untuk pelatihan lanjutan dan penerapan.
Obsevasi dan Evaluasi Pada tahap ini dalam observasi pelaksanaan tindakan dengan menggunakan lembar observasi yang telah dibuat dan kegiatan evaluasi hasil pembelajaran.
Refleksi Hasil refleksi yang didapat dari observasi kemudian dianalisa untuk melihat kemajuan dan kekurangan dari tindakan yang telah dilaksanakan. Di samping data observasi, jurnal yang dibuat guru juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mengenali diri guru itu sendiri. Dengan hasil observasi dan jurnal inilah guru dapat merefleksikan tentang dirinya sehingga dapat menentukan langkah-langkah perencanaan siklus selanjutnya.
Data dan Cara Pengumpulan Data a. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa dan guru kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 pada semester II Tahun Ajaran 2008/2009, dengan jumlah siswa 29 orang yang terdiri dari siswa laki-laki 20 orang dan siswa perempuan 9 orang. b. Jenis Data Jenis data yang disajikan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif tentang hasil belajar siswa sedangkan data kualitatif adalah data yang diperoleh dari aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang diperoleh melalui observasi. c. Instrumen Pengambilan Data 1. Lembar observasi aktifitas siswa menyelesaikan konsep pecahan melalui model pembelajaran langsung 2. Tes hasil belajar untuk mengukur kemampuan siswa pada setiap akhir tindakan kelas. d. Cara pengambilan data 3. Data hasil belajar diambil dengan memberikan tes awal dan tes akhir kepada siswa pada setiap pertemuan tatap muka dikelas
4. Data tentang situasi belajar mengajar pada saat dilaksanakan tindakan diambil dengan menggunakan lembar observasi. e. Teknik Penganalisa Data a. Data aktifitas siswa digali dengan lembar observasi b. Data hasil belajar siswa digali dengan tes hasil belajar c. Data respon siswa terhadap pembelajaran dengan model pembelajaran langsung d. Teknik Analisa Data e.
Data yang telah terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif kualitatif. Data yang diperlukan: data kuantitatif (hasil belajar diperoleh dari tes hasil
belajar, LKS), data kualitatif (hasil obervasi terhadap pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan lembar observasi Borich (Borich 1994, dalam Supramono 2005) yang terdiri dari lembar observasi pengelolaan proses pembelajaran oleh guru, observasi aktivitas siswa dalam kegiatan belajar mengajar, observasi keterampilan siswa dalam pengamatan, respon guru dan siswa terhadap kegiatan pembelajaran. f. Cara Penggalian Data: 1. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif (Arikunto, dkk, 2006). Data kuantitatif meliputi LKS (Lembar Kerja Siswa), soal tes siswa. Analisis tersebut dilakukan dengan menghitung ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut: Ketuntasan individual = Ketuntasan klasikal
Jumlah skor Jumlah skor maksimal
x 100
= Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% Jumlah seluruh siswa
Keterangan: Ketuntasan individual : Jika siswa mencapai ketuntasan > 60 Ketuntasan klasikal
: Jika > 80% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan > 60%
a. Hasil belajar diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan soal-soal tes (pre tes dan pos tes) yang diberi skor berdasarkan ketuntasan belajar ketuntasan
klasikal ( 80% ) dari seluruh siswa yang telah mencapai ketuntasan individual ( skor 60% ). b. Hasil selama proses pembelajaran diperoleh dari kemampuan siswa mengerjakan LKS diberi skor secara kategorial yakni baik ( 76 – 100% ), sedang ( 56 – 75% ), kurang ( 40 – 55% ) dan buruk ( < 40% ) (Arikunto, 1998). c. Aktivitas guru dalam mengelola pembelajaran maupun aktivitas siswa selama proses pembelajaran direkam dengan menggunakan format kinerja guru dan siswa diadaptasi dari Borich (Borich, 1994 dalam Supramono, 2005). 2. Data kuantitatif yang diperoleh dari LKS menggunakan kategori yakni baik (76100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto, 1998). 3. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis.
Indikator Keberhasilan Penelitian Penelitian ini berhasil apabila memenuhi semua komponen indikator kuantitatif dan indikator kualitatif (Arikunto, dkk, 2006). Kedua indikator di atas dilihat dari pergeseran hasil siklus 1 ke siklus 2. 1. Indikator kuantitatif terdiri atas: a. Siswa mencapai ketuntasan Individual yaitu jika mencapai skor > 60 b. Siswa mencapai ketuntasan klasikal (jika > 80 % dari seluruh siswa mencapai ketuntasan individual yaitu skor > 60 ). 2. Indikator kualitatif adalah bilamana siswa menjadi lebih aktif (> 50% dari parameter pengukuran kepada siswa atau guru dapat mengurangi dominasi aktivitasnya (> 50% dari parameter pengamatan guru).
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tentang Meningkatkan Pemahaman Siswa terhadap Konsep Pecahan dengan Model Pembelajaran Langsung pada Siswa Kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 telah diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif
merupakan pencerminan dari hasil belajar dan proses pembelajaran. Data kualitatif merupakan pencerminan dari aktivitas guru dalam pengelolaan pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Hasil Belajar Berupa Data Kuantitatif siklus 1 dan Siklus 2 Data kuantitatif hasil belajar berupa pre test dan post test pada siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar tersebut disajikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Ketuntasan Hasil Belajar Siklus 1 dan 2 No Siklus Pertemuan Hasil Belajar Pre tes % Tuntas Post tes (Orang) (Orang) 1 Siklus 1 Pertemuan 1 9 43,79 24 Pertemuan 2 14 55,17 25 2 Siklus 2 Pertemuan 1 18 62,08 27 Pertemuan 2 23 79,31 28
Dari Tabel
% Tuntas 82,76 86,21 93,1 96,55
1 diatas dapat dilihat bahwa setiap siklusnya mengalami
peningkatan hasil belajar. Berikut mengenai perbandingan ketuntasan belajar antara tiap siklus yaitu pada gambar dibawah ini. 100 82.76
79.31
80 55.17
60
96.55
93.1
86.21 62.08
Pre tes
43.79 40
Pos tes
20 0 Siklus 1 Pert.1
Siklus 1 Pert.2
Siklus 2 Pert.1
Siklus 2 Pert.2
Gambar 1. Perbandingan Ketuntasan Hasil Belajar Siklus 1 dan 2
Berdasarkan Gambar 1 diatas dapat diketahui bahwa pada setiap siklus mengalami peningkatan hasil belajar (pre tes dan post tes). Hal ini disebabkan karena siswa sudah terbiasa melakukan kegiatan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung selama beberapa kali pertemuan.
Hasil Selama Proses Pembelajaran siklus 1 dan Siklus 2 Hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 2. Tabel 2. Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 No
Siklus
Rata-rata Hasil selama Proses Pembelajaran (LKS) Pertemuan 1 Pertemuan 2
1
Siklus 1
72
89
2
Siklus 2
95
81
Berikut ini disajikan Gambar untuk melihat rata-rata hasil selama proses pembelajaran (LKS) pada siklus 1 dan 2. 100
95
89
81 80
72
60
Pertemuan 1
40
Pertemuan 2
20 0 Siklus 1
Siklus 2
Gambar 2. Perbandingan Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1dan 2
Hasil Belajar Berupa Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 1. Aktivitas Guru pada Siklus 1 Pertemuan 1 Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 1 pertemuan 1 seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1
F %
1 3 15
2 7 35
3 5 25
Parameter 4 5 2 3 10 15
6 -
7 -
8 -
∑ 20
Persentase
35 30 25 20 15 10 5 0
35 25 15
15 10
1
2
3
4
5
0
0
0
6
7
8
Parameter yang teramati
Ga mbar 3. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 8. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 3 aktivitas guru belum merata dalam kegiatan belajar mengajar, masih ada parameter yang dominan dilakukan oleh guru yakni parameter 2 sedangkan parameter 6, 7 dan 8 masih belum dilakukan oleh guru. 2. Aktivitas Siswa Pada Siklus 1 Pertemuan 1 Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus 2 seperti Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Parameter yang diamati (%) Responden 1 2 3 4 5 6 7 f 2 3 5 2 4 2 M Ariev % 10 15 25 10 20 0 10 f 4 4 2 1 1 2 Dodi S % 28,57 28,57 14,28 7,14 7,14 0 14,28 f 2 5 3 3 1 M Ilham % 10 35,71 21,42 21,42 0 0 7,14 f 2 3 4 2 3 1 3 M Maulana % 11,11 16,66 22,22 11,11 16,66 5,55 16,66 f 2 5 3 3 2 3 Nadia O % 11,11 27,77 16,66 16,66 11,11 0 16,66
8 2 10 0 0 0 0
9 0 0 0 0 0
∑ 20 14 14 18 18
40
35.71
35 30
28.57 28.57
25 20 20 15 15 10 10 10 10
27.77
Persentase
25
22.22 16.66 16.66 16.66 16.66 16.66 11.11 11.11 11.11
21.42 14.28 14.28 10 7.14
7.14
5
0
0 M. Arief
00
Dodi. S
0
0
M. Ilham M. Maulana Nadya O
Parameter yang teramati
Gambar 4. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan/percobaan. 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan. 9. Membuat/menulis rangkuman pelajaran.
1. Aktivitas Guru Pada Siklus 1 Pertemuan 2 Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 2 seperti pada Tabel 5. Tabel 5. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Pertemuan 2 2 2 8,33
Parameter 4 5 5 3 20,83 12,5
3 6 25
7 2 8,33
8 1 4,16
∑ 24 100
20.83
20 15
6 2 8,33
25
25
Persentase
F %
1 3 12,5
12.5
10
12.5 8.33
8.33
8.33 4.16
5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter yang teramati
Gambar 5. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Pertemuan 2
Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 8. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 5 aktivitas guru belum merata dalam kegiatan belajar mengajar, masih ada parameter yang dominan dilakukan oleh guru yakni parameter 3 dan 4, akan tetapi semua parameter sudah dilakukan oleh guru. 2. Aktivitas Siswa Pada Siklus 1 Pertemuan 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 Pertemuan 2 seperti Tabel 6. Tabel 6. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Pertemuan 2 Parameter yang diamati (%)
Responden M Ariev Dodi S M Ilham M Maulana
Persentase
Nadia O
F % f % f % F % F %
1 2 9,09 2 11,76 3 15 2 9,52 1 6,66
2 3 13,63 2 11,76 2 10 4 19,04 1 6,66
3 4 18,18 1 5,88 3 15 3 14,28 2 13,33
4 2 9,09 2 11,76 2 10 2 9,52 3 20
5 2 9,09 3 17,64 2 10 3 14,28 2 13,33
6 3 13,63 2 11,76 2 10 2 9,52 2 13,33
7 3 13,63 1 5,88 2 10 2 9,52 2 13,33
8 2 9,09 2 11,76 2 10 2 9,52 1 6,66
9 1 4,54 2 11,76 2 10 1 9,76 1 6,66
20 20 19.04 18.18 18 17.64 16 15 15 14.28 14.28 13.33 14 13.63 13.63 13.63 13.33 13.33 13.33 12 11.76 11.76 11.76 11.76 11.76 10 10 10 10 10 10 10 9.52 9.76 9.52 9.52 9.52 9.09 9.09 9.09 9.09 8 6.66 6.66 6.66 6 5.88 5.88 4.54 4 2 0 M. Arief Dodi. S M. Ilham M. Nadya O Maulana
Parameter yang teramati
Gambar 6. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 1 Pertemuan 2
∑ 22 17 20 21 15
Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan/percobaan. 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan. 9. Membuat/menulis rangkuman pelajaran.
1. Aktivitas Guru Pada Siklus 2 Pertemuan 1 Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 2 Pertemuan 1 seperti pada Tabel 7. Tabel 7. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 1 2 2 10,52
3 3 15,78
Persentase
F %
1 3 15,78
Parameter 4 5 2 2 10,52 10,52
6 3 15,78
7 2 10,52
8 2 10,52
∑ 19
15.78 15.78 16 15.78 14 12 10.52 10.52 10.52 10.52 10.52 10 8 6 4 2 0 1 2 3 4 5 6 7 8
Parameter yang teramati
Gambar 7. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 1 Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 8. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 7 aktivitas guru sudah merata dalam kegiatan belajar mengajar, semua parameter sudah dilakukan oleh guru. Aktivitas guru tidak terlalu dominan dalam kegiatan belajar mengajar.
2. Aktivitas Siswa Pada Siklus 2 Pertemuan 1 Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus 2 seperti Tabel 8. Tabel 8. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 1 Parameter yang diamati (%)
Responden 1 2 9,52 2 9,52 2 9,52 2 9,52 2 9,52
f % f % f % f % f %
M Ariev Dodi S M Ilham M Maulana Nadia O
2 4 19,04 3 14,28 4 19,04 5 23,80 0
3 2 9,52 3 14,28 2 9,52 3 14,28 3 14,28
35 30
28.57
Persentase
6 0 2 9,52 0 0 1 4,76
7 0 0 0 0 1 4,76
8 2 9,52 2 9,52 2 9,52 2 9,52 2 9,52
28.57 23.8 23.8
19.04
19.04
19.04
15
14.28 14.28
10 9.52 9.529.52
9.52 9.52
9.52 9.529.52
9.52 9.52
9.52 9.52
Dodi. S
M. Ilham
M. Maulana
Nadia O
5
5 4 19,04 4 19,04 4 19,04 2 9,52 5 23,80
33.33
25 20
4 6 28,57 4 19,04 6 28,57 5 23,80 7 33,33
14.28
14.28
4.76 0
0 M. Arief
Parameter yang teramati
Gambar 8. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 1 Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan/percobaan. 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan. 9. Membuat/menulis rangkuman pelajaran.
9 1 4,76 1 4,76 1 4,76 1 4,76 0
∑ 21 21 21 21 21
1. Aktivitas Guru Pada Siklus 2 Pertemuan 2 Aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 2 seperti pada Tabel 9. Tabel 9. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 2
f %
1 2 11,76
2 2 11,76
Parameter 4 5 2 2 11,76 11,76
3 3 17,64
20
6 2 11,76
7 2 11,76
8 2 11,76
∑ 17
17.64
Persentase
15
11.76 11.76
11.76 11.76 11.76 11.76 11.76
10 5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Parameter yang teramati Gambar 9. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Keterangan parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 8. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 9 aktivitas guru sudah merata dalam kegiatan belajar mengajar, semua parameter sudah dilakukan oleh guru. Aktivitas guru tidak terlalu dominan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan pertemuan sebelumnya.
2. Aktivitas Siswa Pada Siklus 2 Pertemuan 2 Aktivitas siswa dalam pembelajaran pada siklus 2 seperti Tabel 10. Tabel 10. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 2 Parameter yang diamati (%)
Responden M Ariev Dodi S M Ilham M Maulana Nadia O
f % f % f % f % f %
1 2 8,69 1 5,26 1 5,88 2 9,09 2 11,11
2 3 13,04 2 10,53 3 17,64 2 9,09 1 5,55
25
21.74 20
Persentase
17.39 15
8.69
5
4.35
4 3 13,04 2 10,53 4 23,53 4 18,18 2 11,11
23.53 21.05 15.79
13.04 13.04 10
3 4 17,39 4 21,05 3 17,64 5 22,72 4 22,22
10.53 10.53 10.53 5.26
17.64 17.64 11.76
5 5 21,74 3 15,79 2 11,76 3 13,64 3 16,67
6 2 8,69 2 10,53 1 5,88 2 9,09 2 11,11
22.72 18.18
7 1 4,35 1 5,26 1 5,88 2 9,09 2 11,11
8 2 8,69 2 10,53 1 5,88 1 4,54 1 5,55
22.22 16.67
13.64 11.11 11.11 9.09 9.09
5.885.88
4.54
5.555.55
0 M. Arief
Dodi S
M. Ilham
M. Maulana
Nadia O
Parameter yang teramati
Gambar 10. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran pada Siklus 2 Pertemuan 2
Keterangan parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain. 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan. 3. Melakukan pengamatan/percobaan. 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan KBM. 5. Berdiskusi antar siswa/kelompok/guru. 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan. 9. Membuat/menulis rangkuman pelajaran.
9 1 4,35 2 10,53 1 5,88 1 4,54 1 5,55
∑ 23 19 17 22 18
PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian dalam empat kali pertemuan yang dilaksanakan pada 2 siklus penelitian tindakan kelas ini, dalam pembelajaran konsep “Pecahan” guru selalu menggunakan model pembelajaran langsung, sehingga dengan menggunakan model ini maka memudahkan tercapainya tujuan pembelajaran yang ingin dicapai karena model pembelajaran langsung merupakan suatu model pendekatan mengajar yang dapat membantu siswa di dalam mempelajari dan menguasai keterampilan dasar serta memperoleh informasi selangkah demi selangkah. Berdasarkan refleksi tindakan tersebut diatas, maka nilai hasil belajar (pre tes dan post tes) serta nilai hasil selama proses pembelajaran (LKS) siswa memiliki kecenderungan meningkat dan mencapai ketuntasan belajar, akan tetapi pada hasil selama proses pembelajaran yang dinilai melalui LKS pada siklus ke2 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena konsep pada pertemuan ke2 lebih sulit daripada pertemuan 1 sehingga siswa merasa kesulitan dalam mengerjakan LKS. Tetapi nilai tersebut tetap tergolong dalam kategori baik dan mencapai ketuntasan klasikal yang telah ditetapkan. Hal tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran konsep Pecahan dengan menggunakan model pembelajaran langsung pada siswa kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini juga didukung oleh penelitian terdahulu yaitu penelitian tentang keefektifan guru dalam melaksanakan model pengajaran langsung antara lain penelitian Staling dan Kaskowzits (1974) dalam Kardi dan Nur (2000 : 16) mengungkapkan bahwa penampilan guru di 166 kelas diamati dan siswanya diuji untuk mengetahui ternyata terjadi peningkatan hasil belajar matematika dan bahasa setelah diajar dengan pengajaran langsung. Model pengajaran langsung lebih berhasil dan memperoleh tingkat keterlibatan siswa yang tinggi daripada mereka yang menggunakan metode-metode lain. Model Pembelajaran Langsung merupakan suatu model dalam pembelajaran yang dapat membantu siswa di dalam mempelajari dan menguasai ketrampilan dasar serta memperoleh informasi sedikit demi sedikit yang dapat berupa aspek kognitif maupun psikomotorik, dan juga informasi lainnya yang merupakan landasan untuk
membangun hasil belajar yang lebih kompleks. Dalam model pembelajaran langsung dibutuhkan
keaktifan,
kelihaian,
ketrampilan
dan
kreatifitas
guru
tanpa
menghilangkan peran siswa sebagai subyek didik. Memang dalam model ini peran gadik lebih menonjol daripada peran siswa. Model pembelajaran langsung memiliki dampak instruksional yaitu mengembangkan penguasaan ketrampilan sederhana dan kompleks serta pengetahuan deklaratif yang dapat dirumuskan dengan jelas dan diajarkan setahap demi setahap. Pengembangan model pembelajaran langsung dilandasi oleh latar belakang teoritik dan empirik tertentu. Diantaranya adalah ide-ide dari bidang analisis sistem, teori pemodelan sosial dan perilaku, serta hasil penelitian tentang keefektifan guru dalam melaksanakan fungsinya. Jadi model pembelajaran langsung dapat membuat siswa menguasai keterampilan dasar untuk memperoleh informasi untuk membangun hasil belajar yang kompleks. Dengan demikian hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa “Jika dilaksanakan pembelajaran konsep “Pecahan” dengan menggunakan model pembelajaran langsung maka akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri Banjarbaru Kota 7” dapat diterima. Adapun proses pembelajaran pada konsep “Pecahan” dengan menggunakan model pembelajaran langsung ini mendapat respon yang positif dari siswa kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7. Ringkasan respon siswa yaitu : a. Ada 29 orang siswa yang menyatakan senang dalam pembelajaran yang telah dirancang guru. Hal ini disebabkan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran langsung merupakan hal yang baru bagi siswa. b. Pembelajaran semacam ini merupakan hal yang baru dan sangat membantu dalam belajar bagi 29 orang siswa (100%), karena dalam pembelajaran ini siswa dapat menyatakan pendapat untuk menjawab pertanyaan bagi 29 orang siswa (100%), dapat melakukan pengamatan untuk menjawab pertanyaan bagi 29 orang siswa (100%), dan berminat untuk mengikuti kegiatan pembelajaran selanjutnya juga dinyatakan oleh 29 orang siswa (100%).
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : Pembelajaran Matematika di kelas IV SDN Banjarbaru Kota 7 melalui model pembelajaran langsung berhasil meningkatkan hasil belajar pada konsep “Pecahan”. Dengan menggunakan model pembelajaran ini berhasil mencapai ketuntasan secara klasikal. Aktivitas Guru pada pembelajaran konsep “Pecahan” melalui penerapan model pembelajaran langsung berdsarkan observasi pembelajaran dari kategori baik pada siklus 1 menjadi kategori sangat baik pada siklus 2. Aktivitas siswa pada pembelajaran konsep “Pecahan” melalui penerapan model pembelajaran langsung mengalami peningkatan dari siklus 1 ke siklus 2. Siswa sudah mulai aktif dan mendominasi kegiatan belajar mengajar. Saran-saran yang bisa dikemukakan berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan,
yaitu
dalam
melaksanakan
pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran langsung, hendaknya guru lebih mempehatikan aktivitas siswa agar sepenuhya dapat berada dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran, mengurangi ceramah, lebih banyak melakukan aktivitas bertanya dan memberikan penghargaan atau menerima gagasan siswa, dalam mengikuti proses pembelajaran hendaknya siswa dapat melakukan aktivitas sepenuhnya berada dalam kegiatan yang berkaitan dengan pembelajaran, berani mengemukakan pendapat / gagasan dan berbicara atau prakarsa sendiri dan bagi Kepala Sekolah sebagai bahan pertimbangan dalam pembelajaran untuk meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah. DAFTAR RUJUKAN Akhsin, Nur Kusumawati, Heny. 2006. Matematika Untuk Kelas IV SD/MI. Klaten: Cempaka Putih. Anonim. 2002. Model-Model Pembelajaran. Bandung: Diponegoro. Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, & Supardi 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.
Aslamiah. 2008. Pedoman Penulisan Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi) Khusus untuk Penelitian Tindakan Kelas. Departemen Pendidikan Nasional Universitas Lambung Mangkurat Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program PGSD. Banjarmasin. Depdiknas. 2003. Penelitian Tindakan Kelas. Direktorat Tenaga Kependidikan. Depdiknas. 2006. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Mata Pelajaran Matematika Sekolah Dasar. Jakarta : Balitbang Puskur. Gagne R.M., & Briggs, L.J. 1987. Principles Of Instractional Design (2d ed). New York : Holt, Rinehart & Winston. http://www.depdiknas.go.id/jurnal/45/perdy_karuru.htm. http://-with-me.blogspot.com/2006/09/pembelajaran.html. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0412/22/utama/1455421.htm. http://www.uncwil.edu/people/kozloffim/diarticle.html. Kardi dan Nur. 2000. Pengajaran Langsung. Surabaya: Universitas Negeri Surabaya. Mangatur, dkk. 2007. Cerdas Bersama Matematika. Jakarta: Ganeca Exact. Muhammad Nur,. 2000. Pembelajaran Langsung. Pusat Sains dan Matematika Sekolah Universitas Negeri Surabaya. Surabaya: University Press. Sukayati, Agus Suharjono, Ananta Karmayoga (Tim Penyusun). 2001. Materi Pembahasan Matematika SD di Daerah. Yogyakarta: PPPG Matematika. Supramono. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Universitas Negeri Malang (disertasi tidak dipublikasikan). Surakhmad, W. 2001. Pengantar Interaksi Mengajar Belajar. Bandung: Arsito. Tim Bina Karya Guru. 2006. Terampil Berhitung Matematika untuk SD Kelas IV. Jakarta: Erlangga. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
PENGGUNAAN PENDEKATAN STM UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP SUMBER DAYA ALAM DI KELAS IV SDN BANJARBARU KOTA 6 Sugiarti Abstrak
Pembelajaran dengan pendekatan Sains Teknologi Masyarakat bertujuan agar siswa mendapat pengalaman aktif mencari informasi (antara lain dengan terjun ke masyarakat), untuk mencari data sebagai dasar membuat kesimpulan atau jawaban dari masalah pokok yang dihadapi masyarakat, sehingga nantinya dapat memberikan saran-saran berdasarkan temuan-temuan. Pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) berkaitan erat dengan pendekatan lingkungan. Dalam pendekatan lingkungan harus diperhatikan bahwa materi pelajaran hendaknya mempunyai hubungan erat dengan kehidupan sehari-hari. Jadi, isi pelajaran sebaiknya disesuaikan dengan lingkungan siswa dan penerapan-penerapannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui optimalisasi proses pembelajaran sehingga dapat meningkatkan hasil pembelajaran serta mengetahui bagaimana diskripsi Guru dan diskripsi aktvitas siswa dengan menggunakan pendekatan STM pada proses pembelajaran IPA pasa konsep SDA. Penelitian ini bertempat di SDN Banjarbaru Kota 6 dengan menggunakan 2 Siklus, Subjek penelitian ini adalah murid kelas IV SDN Banjarbaru Kota 6 tahun pelajaran 2008/2009 sebanyak 27 orang. Data dianalisa secara deskriptif. Data kualitatif berupa hasil obersevasi terhadap siswa maupun guru, dianalisa secara naratif. Data kuantitatif berupa pre test, post tes serta evaluasi Siklus 1 dan 2 di analisa dengan teknik prosentase. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dengan menggunakan metode STM pada proses pembelajaran IPA pasa konsep Sumber Daya Alam dapat meningkatkan ketuntasan belajar klasikal sebesar 96.29 %. Aktivitas Siswa dan Guru Kelas IV SDN Banjarabru Kota 6 dengan menggunakan Pencdekatan STM Untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sumber Daya Alam termasuk kualifikasi aktif. Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa dengan menggunakan Pencdekatan STM akan Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas IV SDN Banjarabru Kota 6 terhadap Konsep Sumber Daya Alam, ini dapat dilihat dari hasil ketuntasan klasikal pada siklus 2 yang tergolonbg berhasi, guru mengurangi aktivitasnya sehingga proses pembelajaran lebih terpusat pada siswa.
Kata Kunci : Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat, Pemahaman, Konsep Sumber Daya Alam
Guru SDN Banjarbaru Kota 6
Berdasarkan hasil wawancara dengan guru IPA di SDN Banjarbaru Kota 6 terungkap bahwa secara umum pembelajaran IPA di sekolah ini hanya menerapkan pembelajaran di dalam kelas, konsep-konsep yang ada di buku selalu dibelajarkan dengan menyampaikan isi buku kepada siswa. Namun kadang-kadang guru juga melakukan pembelajaran di luar kelas dengan menggunakan lingkungan sekitar sekolah sebagai sumber belajar sehingga siswa lebih mudah memahami dan menerima pelajaran dari pada pembelajaran yang diberikan secara konseptual karena lingkungan merupakan faktor kondisional yang dapat mempengaruhi tingkah laku. Akan tetapi, dikarenakan seringnya pembelajaran IPA dilakukan hanya di dalam kelas sehingga mengakibatkan transfer pengetahuan seperti ini hal ini apabila dibiarkan berdampak pada pemahaman siswa terhadap konsep IPA. Pada pembelajaran konsep sumber daya alam, rata-rata hasil belajar < 6 dari 45 siswa yang terdaftar pada tahun pelajaran 2007/2008 karena selama ini pengalaman siswa hanya terbatas informasi yang diberikan guru, atau informasi yang ada pada buku pelajaran. Guru IPA kelas IV SDN Banjarbaru Kota 6 sering mengikuti KKG IPA atau pelatihan-pelatihan lainnya yang meliputi cara pengajaran/penyampaian konsep, cara menggunakan alat peraga serta penyampaian metode pembelajaran. Salah satu konsep yang dipelajari di kelas IV SD adalah sumber daya alam. Pada tahun-tahun sebelumnya konsep ini hanya diajarkan secara konseptual dan siswa belum pernah diajak langsung ke lingkungan. Konsep sumber daya alam merupakan salah satu pembelajaran yang berorientasi ke lingkungan. Agar pembelajaran lebih bermakna maka sebaiknya pada pembelajaran konsep ini siswa diajak langsung ke lingkungan sekitar sekolah. Pada pembelajaran topik-topik yang bernuansa lingkungan, para guru enggan mengajak siswa ke luar lingkungan sekolah, baik melalui karyawisata, kemah kerja, kunjungan ke museum dan sejenisnya. Hal ini disebabkan beberapa kendala seperti waktu, pengorganisasian siswa yang cenderung longgar, dan anggapan bahwa pembelajaran di luar kelas bukan merupakan belajar sesungguhnya. Konsep sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan dapat berkembang dengan jalan menghubungkan dengan alam sekitar, karena dalam diri siswa sendiri sebenarnya telah terbentuk kemampuan awal yang siap untuk dikembangkan. Hal ini memungkinkan karena sumber belajar itu sendiri tersebar di lingkungan di mana
siswa tinggal, seperti lokasi pembuatan batako, lokasi pembuatan kursen, dan sebagainya. Konsep tentang sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan sebenarnya bukanlah konsep yang sulit, akan tetapi menjadi tidak mudah apabila siswa tidak mampu menghimpun informasi yang diberikan guru. Jika konsep tersebut menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) maka diharapkan siswa dapat mengembangkan pemahaman tentang sumber daya dalam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan. Pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) pada penelitian ini menggunakan lingkungan sebagai konteks pembelajaran. Siswa belajar langsung ke lingkungan sangat jarang dilaksanakan di dalam pembelajaran IPA. Penelitian tentang menggunakan pendekatan konstruktivis sudah banyak dilaksanakan. Penggunaan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) merupakan bagian dari pendekatan konstruktivis. Salah satu penelitian yang dilakukan oleh Muliyani (2007) tentang upaya mengoptimalkan pemahaman siswa kelas VI SD Negeri Landasan Ulin Timur 3 tentang sub konsep faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan ekosistem melalui pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan yang digunakan telah menghasilkan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) dapat meningkatkan persentase hasil belajar. Konsep sumber daya alam merupakan konsep pelajaran yang bernuansa lingkungan jadi pembelajaran dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu perlu diadakan penelitian tentang penggunaan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) untuk meningkatkan pemahaman konsep sumber daya alam kelas IV di SDN Banjarbaru Kota 6. Masalah dalam penelitian ini adalah apakah terdapat peningkatan hasil belajar siswa tentang konsep sumber daya alam siswa di kelas IV SDN Banjarbaru Kota 6, bagaimana
aktivitas
guru
dalam
mengelola
proses
pembelajaran
dengan
menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat), dan bagaimana aktivitas guru dalam mengelola proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar dalam pembelajaran IPA pada konsep sumber
daya alam dengan menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat), mengetahui pengoptimalan proses dalam pembelajaran IPA pada konsep sumber daya alam dengan menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) yang diukur melalui LKS, untuk mengetahui deskripsi aktivitas guru dalam mengelolan pembelajaran IPA pada konsep sumber daya alam dengan menggunakan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) dan mengetahui deskripsi aktivitas siswa dalam proses pembelajaran IPA pada konsep sumber daya alam dengan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat).
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu suatu bentuk kajian yang bersifat reflektif oleh pelaku tindakan, yang dilakukan untuk meningkatkan
kemantapan
rasional
dari
tindakan-tindakan
mereka
dalam
melaksanakan tugas, memperdalam pemahaman terhadap tindakan-tindakan yang dilakukannya itu, serta memperbaiki kondisi di mana praktik-praktik pembelajaran tersebut dilakukan. Penelitian ini dirancang 2 siklus. Siklus 1 terdiri dari 1x pertemuan sedangkan siklus 2 terdiri dari 1x pertemuan. Siklus 1 mengkaji tentang sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan pada proses pembuatan batako sedangkan siklus 2 mempelajari sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan pada proses pembuatan kursen. Skenario Tindakan Pelaksanaan Penelitian Tindakan Refleksi Awal Berdasarkan hasil observasi dan pengalaman mengajar guru, dapat diuraikan refleksi awal seperti dibawah ini: a. Siswa SD telah memiliki pengetahuan awal IPA yang telah dikaji di kelas sebelumnya. b. Siswa SD secara umum memperoleh pembelajaran IPA di dalam kelas c. Siswa pernah diajak ke lingkungan, akan tetapi tidak dalam konteks pembelajaran.
d. Siswa SD pada tahun-tahun sebelumnya untuk pembelajaran konsep sumber daya alam hanya diajarkan melalui penjelasan guru tentang hal-hal apa saja yang perlu dilakukan untuk mengetahui sumber daya alam. e. Lembaran Kerja Siswa yang digunakan belum atau sangat sedikit memberikan tugas yang berhubungan langsung dengan pembelajaran yang menyangkut isu-isu lingkungan. Pembelajaran berorientasi pada lingkungan sekitar menuntut potensi yang ada di sekitar siswa tinggal.
Proses Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus 1 Pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus 1 adalah sebagai berikut: 1) Tahap Perencanaan a) Menyusun LKS berbasis sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan yaitu pendekatan STM. b) Menyusun instrumen penelitian berupa perangkat tes yang merupakan satu kesatuan dengan LKS. Perangkat tes ini dilengkapi dengan respon terhadap pembelajaran yang di adaptasi dari Borich, (Borich 1994, dalam Supramono 2005). c) Peneliti menjelajahi lokasi pembuatan batako yang akan dijadikan lokasi pembelajaran sebelum menyusun rencana pembelajaran (RP). Penetapan lingkungan ini berdasarkan kesesuaian dengan isi GBPP, jarak dengan sekolah, dan potensi yang ada untuk mengembangkan pembelajaran RP yang telah di buat beserta perangkat pembelajaran selanjutnya disampaikan kepada guru untuk dipelajari, didiskusikan, dan direvisi sesuai alokasi waktu yang tersedia. 2) Tahap Pelaksanaan Tindakan Pelaksanaan tindakan siklus 1 dilakukan kegiatan sebagai berikut: a) Siswa telah diberi tugas konsep pelajaran di rumah sebelum konsep tersebut akan di bahas di lapangan, maksudnya agar konsep yang dipelajari telah dipahami para siswa sehingga diperoleh kesiapan belajar.
b) Kegiatan belajar mengajar, secara umum kegiatan ini berisi melakukan pengamatan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan pembelajaran menggunakan pendekatan STM. Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi pembuatan batako. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 08.00 - 10.00 WITA, setara 2 jam pembelajaran untuk menyajikan konsep tentang sumber daya alam. 3) Observasi dan Evaluasi Tindakan Kegiatan pada tahap ini adalah sebagai berikut: a) Observasi terhadap pelaksanaan PTK dengan menggunakan lembar observasi aktivitas siswa dan guru Borich, (Borich 1994, dalam Supramono 2005) b) Penguasaan konsep pelajaran diperoleh dari tes hasil belajar. Data hasil penelitian dicatat atau direkam untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melakukan refleksi tahap kedua. 4) Tahap Refleksi Pada tahap ini dilakukan evaluasi terhadap proses pembelajaran pada siklus 1, yang direfleksi adalah hasil belajar siswa, apabila siswa belum mencapai ketuntasan klasikal ( > 80 % ) dari seluruh siswa yang telah mencapai ketuntasan individual (skor > 60 ), kemudian proses belajar yang dinilai dari LKS. Apabila belum mencapai kategori baik dan apabila aktivitas siswa belum aktif atau guru masih mendominasi di dalam pembelajaran. Maka hal tersebut menjadi pertimbangan memasuki siklus 2.
Pelaksanaan Penelitian Tindakan pada Siklus 2 Pada siklus 2, pelaksanaan seperti pada siklus 1, hanya lokasi pembelajaran yang digunakan berbeda yaitu pada lokasi pembuatan kursen. Pada pelaksanaan penelitian tindakan pada siklus 2 kegiatan belajar mengajar, secara umum siswa melakukan pengamatan pembuatan kursen dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan, diskusi kelompok, diskusi antar kelompok, dan menjawab soal-soal dengan interaksi pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM. Semua siswa dengan bimbingan guru menuju lokasi pembelajaran, yaitu lokasi pembuatan kursen yang merupakan salah satu tempat kegiatan manusia yang memanfaatkan pohon
sebagai bahan dasar pembuatan kursen. Proses pembelajaran berlangsung sejak jam 09.00 – 11.00 WITA, setara 2 jam pelajaran untuk mempelajari sumber daya alam dan hubungannya dengan teknologi yang digunakan.
Data dan Cara Pengambilan Data Data yang diperlukan: hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif, yakni dengan menghitung ketuntasan klasikal dan ketuntasan individual dan Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dianalisis secara deskriptif melalui tahapan reduksi data, pemaparan data, dan analisis data. Cara Pengambilan Data:: 1. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kuantitatif dilakukan secara deskriptif (Arikunto, dkk, 2006). Data kuantitatif meliputi LKS (Lembar Kerja Siswa) dan soal tes Analisis tersebut dilakukan dengan menghitung ketuntasan individual dan ketuntasan klasikal dengan rumus sebagai berikut: Ketuntasan individual =
Jumlah skor
x 100
Jumlah skor maksimal Ketuntasan klasikal
= Jumlah siswa yang tuntas belajar x 100% Jumlah seluruh siswa
Keterangan: Ketuntasan individual : Jika siswa mencapai ketuntasan > 60 Ketuntasan klasikal : Jika > 80% dari seluruh siswa mencapai ketuntasan > 60%
2. Data kuantitatif yang diperoleh dari LKS menggunakan kategori yakni baik (76100%), sedang (56-75%), kurang (40-55%), dan buruk (<40%) (Arikunto, 1998). 3. Analisis data hasil penelitian yang tergolong data kualitatif dilakukan melalui reduksi data, pemaparan data, dan penyimpulan hasil analisis (Suyanto, dkk. 2006). Indikator Keberhasilan Penelitian Penelitian ini dikatakan berhasil klasikal dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Tercapainya ketuntasan individual (≥ 60%). 2. Tercapainya ketuntasan klasikal ≥ 80%, bila siswa menunjukkan keaktifan ≥ 90%. 3. Guru mengurangi keaktifan dalam pengelolaan pembelajaran.
HASIL PENELITIAN Hasil penelitian tentang penggunaan pendekatan STM (Sains Teknologi Masyarakat) untuk meningkatkan pemahaman konsep sumber daya alam kelas IV di SDN Banjarbaru Kota 6 telah diperoleh data kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif merupakan pencerminan dari hasil belajar dan proses pembelajaran. Data kualitatif
merupakan pencerminan
dari
aktivitas
guru
dalam
pengelolaan
pembelajaran dan aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung.
Hasil Belajar Berupa Data Kuantitatif siklus 1 dan Siklus 2 Data kuantitatif hasil belajar berupa pre test dan post test pada siklus 1 dan siklus 2. Hasil belajar tersebut disajikan seperti pada Tabel 1. Tabel 1. Ringkasan Hasil Belajar Pre tes dan Post tes pada Siklus 1 dan Siklus 2 Siklus 1 2
Hasil Perhitungan Pre tes (%) 66,66 81,48
Post tes (%) 88,88 96,29
Pada Tabel 1 memperlihatkan terdapat kenaikan persentase hasil belajar dan ketuntasan pembelajaran. Pada siklus 1, pre test yang diperoleh sebesar yang ditetapkan yaitu 80%. Sedangkan pada siklus 2 baik pre tes maupun post tes telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan, pada pre test ketuntasan yang diperoleh sebesar 81,48% dan pada post test 96,29%. Adanya peningkatan hasil belajar ini diduga karena adanya pengalaman dari siklus 1. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 1.
Gambar 1. Hasil Pre Test dan post Test pada Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Pada Gambar 1 menunjukkan terjadinya peningkatan hasil belajar dengan menggunakan pendekatan STM, hal ini terlihat dari peningkatan dari pre test ke post test dan telah mencapai ketuntasan klasikal yang ditetapkan.
Hasil Selama Proses Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2 Ringkasan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari tes keterampilan proses pada siklus 1 dan siklus 2 seperti Tabel 2. Tabel 2. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
No 1. 2. 3. 4. 5.
Kelompok I II III IV V Rata-rata
Keterangan : Kurang dari 40 % 40% - 55% 56 % - 75 % 76 % - 100%
Siklus 1 80 80 60 60 70 70 = = = =
Siklus 2 80 80 80 75 70 77
buruk kurang cukup baik baik (Arikunto, 1998)
Pada Tabel 2 memperlihatkan ada peningkatan hasil selama proses pembelajaran pada siklus 1 tergolong kategori cukup baik dan siklus 2 menunjukkan kategori baik. Dalam bentuk grafik seperti Gambar 2.
Gambar 2. Ringkasan Hasil Selama Proses Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2
Pada Gambar 2, terjadi peningkatan persentase perolehan hasil selama proses pembelajaran. Hasil tes pengetahuan dan proses tergolong cukup baik pada siklus 1 menjadi kategori baik pada siklus 2.
Hasil Belajar Berupa Data Kualitatif Siklus 1 dan Siklus 2 1. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Ringkasan aktivitas siswa dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 3. Tabel 3. Aktivitas Siswa dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Sik Parameter yang diamati (%) Res. lus 1 2 3 4 5 6 1 8 16 16 2 16 12 Reza Rendi 2 4 5 6 8 10 7 1 7,69 11,54 15,38 15,38 15,38 11,54 Ajal .N. 2 8,93 7,14 8,93 12,5 17,86 12,5 1 6,89 13,79 13,79 17,24 17,24 10,34 M.Kahfi madani 2 9,62 7,69 7,69 13,46 15,38 13,46 1 7,14 14,29 14,29 17,86 17,86 10,71 Ayu Nafsiah 2 8,93 10,71 10,71 12,5 14,29 12,5 Aprilia 1 7,14 10,71 14,29 17,86 14,29 10,71 2 8,47 10,17 10,17 13,56 15,25 13,56
7 0 3 0 5,36 0 5,77 0 5,36 0 5,08
8 12 7 15,38 12,5 10,34 11,54 10,71 10,71 14,29 10,17
9 12 8 7,69 14,29 10,34 15,38 7,14 14,29 10,71 13,56
Keterangan Parameter: 1. Memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain 2. Membaca LKS atau buku-buku yang relevan 3. Melakukan pengamatan atau percobaan 4. Menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran 5. Berdiskusi antara siswa atau kelompok lain 6. Melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan 7. Bertanya kepada siswa lain atau kepada guru 8. Menyusun atau melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 9. Membuat atau menulis rangkuman pelajaran
2. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Ringkasan aktivitas guru dalam pembelajaran siklus 1 dan siklus 2 seperti pada Tabel 4. Tabel 4. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran Siklus 1 dan Siklus 2 Parameter yang diamati (%) Siklus 1 2 3 4 5 6 7 8 1 9,09 11,36 9,09 15,91 13,64 9,09 13,64 18,18 2 10,71 10,71 14,28 14,28 14,28 10,71 10,71 14,28 Keterangan Parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/percobaan 3. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. 4. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 5. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 6. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 7. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 8. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Tabel 4 memperlihatkan masih ditemukan aktivitas guru yang cenderung meningkat, yakni parameter 1, 3, 5 dan 6. Sedangkan untuk 4 parameter yang lain menunjukkan dominasi guru dalam proses pembelajaran telah menurun yakni untuk parameter 2, 4, 7 dan 8. Dalam bentuk grafik seperti pada Gambar 3.
Gambar 3. Aktivitas Guru dalam Pembelajaran pada Siklus 1 dan Siklus 2
Keterangan Parameter: 1. Membimbing siswa memahami LKS 2. Membimbing siswa melakukan pengamatan/pe 3. rcobaan 4. Membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran. 5. Membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru 6. Membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan. 7. Mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. 8. Membimbing siswa menyusun/melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan 9. Membimbing siswa membuat/menulis rangkuman pelajaran
Pada Gambar 3, ada beberapa parameter yang mengalami peningkatan dan penurunan.
PEMBAHASAN Penelitian dengan menggunakan pendekatan STM telah banyak dilaporkan, khususnya berkaitan dengan perolehan pengetahuan, proses, dan respon siswa terhadap pembelajaran. Hasil penelitian menggunakan pendekatan STM pada umumnya dapat meningkatkan pemahaman dan respon siswa dalam pembelajaran seperti dikemukakan penelitian-penelitian sebelumnya (Sa’diyah, 2003; Windayani, 2005; Resmiati, 2005; Noorhasanah, 2005;
Wulandari, 2005). Pendekatan STM
dalam pembelajaran dapat memperbaiki perolehan hasil belajar (Sa’diyah, 2003; Resmiati, 2005; Noorhasanah, 2005;
Wulandari, 2005). Lebih jauh penggunaan
pendekatan ini dalam pembelajaran dapat meningkatkan perolehan ranah-ranah IPA seperti dikemukakan penelitian terdahulu (Windayani, 2005). Pembelajaran dengan
menggunakan pendekatan STM lebih mampu (1) meningkatkan pemahaman konsep terutama pada aspek menjelaskan (2) meningkatkan keterampilan proses sains siswa terutama aspek mengamati, menggolongkan dan memprediksi (3) meningkatkan kreativitas siswa pada aspek fleksibilitas dalam menyusun alternatif pemecahan masalah serta (4) meningkatkan sikap positif siswa. Pembelajaran biologi melalui pendekatan STM pun mampu meningkatkan pemahaman konsep, keterampilan proses, sikap dan aplikasi sains bagi siswa melalui lingkungan (Sutarjo, 2000). Data kualitatif untuk aktivitas siswa memperlihatkan 3 parameter yang kurang baik yakni parameter Sedangkan
parameter
2, 3, dan 4, ketiga parameter ini mengalami penurunan. yang
mengalami
peningkatan
yaitu
parameter
1)
memperhatikan penjelasan guru atau siswa lain, 5) berdiskusi antara siswa atau kelompok lain, 6) melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan, 7) bertanya kepada siswa lain atau kepada guru, 8) menyusun atau melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan dan 9) membuat atau menulis rangkuman pelajaran. Sedangkan untuk aktivitas guru parameter yang cenderung meningkat yaitu parameter 1) membimbing siswa memahami LKS, 3) membimbing siswa menulis hal-hal yang relevan dengan pembelajaran, 5) membimbing siswa melakukan refleksi dan mengevaluasi proses penyelidikan, dan 6) mendorong siswa bertanya kepada siswa lain atau kepada guru. Untuk parameter 1 siswa tidak terbiasa untuk menggunakan LKS berbasis kontekstual dan bernuansa lingkungan, sehingga menuntut guru untuk membimbing siswa agar lebih aktif. Sedangkan untuk parameter 3, 5, dan 6 ini disebabkan para siswa tidak pernah melaksanakan kegiatan pembelajaran di alam terbuka, sehingga menuntut guru untuk lebih membimbing dalam menulis hal-hal yang relevan, melakukan refleksi, bertanya kepada guru, siswa ataupun kepada masyarakat sebagai nara sumber. Sedangkan aktivitas guru yang mengalami penurunan yakni parameter 2) membimbing siswa melakukan pengamatan, 4) membimbing siswa berdiskusi antar siswa/kelompok/guru, 7) membimbing siswa menyusun/ melaporkan dan menyajikan hasil penyelidikan dan parameter 8) membimbing siswa membuat/ menulis rangkuman pelajaran. Ringkasan respon siswa terhadap proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM adalah ada 27 siswa (100%) menyatakan senang dengan
pembelajaran yang telah dirancang guru. Hal ini disebabkan pembelajaran dengan latar lingkungan merupakan hal baru dan sangat membantu siswa dalam belajar (100%) dan pembelajaran semacam ini sangat membantu bagi 25 siswa (92,59%), dapat menyatakan pendapat untuk menjawab pertanyaan bagi 26 (96,29%), dapat melakukan pengamatan untuk menjawab pertanyaan bagi 25 siswa (92,59%), dan berminat untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya bagi 26 siswa (96,29%). Hal ini dimungkinkan karena sebagian besar siswa yaitu 24 siswa (88,88%) dapat memahami isi LKS yang diberikan. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang penggunaan pendekatan STM untuk meningkatkan pemahaman konsep sumber daya alam kelas IV SDN Banjarbaru Kota 6, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep sumber daya alam yang dilihat dari nilai pre test dan post test yang mengalami peningkatan yaitu pada siklus 1 sebesar 66,66% untuk pre test dan 88,88% untuk post test, dan pada siklus 2 81,48% untuk pre test dan 96,29% untuk post test . Sedangkan hasil selama proses pembelajaran yang diperoleh dari LKS telah mengalami perubahan dari siklus 1 dengan kategori cukup baik menjadi kategori baik pada siklus 2. Aktivitas siswa sebagian besar telah mengalami peningkatan dan pembelajaran telah berpusat pada siswa. Guru sudah mengurangi aktivitasnya dalam proses pembelajaran atau sudah tidak mendominasi dalam pembelajaran. Respon siswa
terhadap
pembelajaran
sebagian
besar
menyatakan
senang
dengan
pembelajaran seperti ini, baik dalam hal pemilihan konteks pembelajaran maupun penetapan materi pembelajaran. Saran-saran yang dikemukakan dalam penelitian ini sebagai berikut: mengingat pembelajaran dengan pendekatan STM memerlukan waktu yang relatif lama, maka waktu harus dialokasikan dengan baik dan pendekatan STM hendaknya dapat menjadi salah satu pilihan dalam pembelajaran IPA di SD, karena pendekatan ini dapat meningkatkan pemahaman siswa dan respon siswa dalam proses pembelajaran.
DAFTAR RUJUKAN
Afriyani. Erma, 2005. Upaya Mengoptimalkan Pemahaman Konsep Ekosistem Siswa Kelas VII SMP Negeri 1 Aluh-Aluh Kabupaten Banjar Tahun Pelajaran 2004/2005 dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan. Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Anonim. 2008. Pendekatan Pembelajaran Sains (IPA) Teknologi dan Masyarakat /Lingkungan(STM). http:/pustaka.ut.ac.id/learning.php?m=learning2&id=276. Di akses tanggal 16 April 2008. Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rineka Cipta. Jakarta. Arikunto, Suharsimi, Suhardjono, & Supardi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Bumi Aksara. Jakarta. Aslamna, 2006. Meningkatkan Proses dan Hasil Belajar “Konsep Perubahan Lingkungan” Pada Siswa Kelas Xd SMA Negeri 1 Gambut Tahun Pelajaran 2005/2006 Melalui PBL Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Depdiknas. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Depdiknas. Banjarbaru. Hasibuan, J.J dan Moedjiono. 1985. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Hidayah, Rahmiatul. 2006. Mengoptimalkan Proses Dan Hasil Belajar Sub Konsep Pencemaran Air Dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan Siswa Kelas XA SMA Negeri 11 Banjarmasin Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan) Irawan, prasetya, Suciati & Wardani. 1994. Teori Belajar, Motivasi dan Keterampilan Mengajar. Universitas Terbuka, Jakarta. Muliani, S. 2007. Upaya Mengoptimalkan Pemahaman Siswa Kelas VI SD Negeri Landasan Ulin Timur 3 Tentang Sub Konsep Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keseimbangan Ekosistem Melalui Pendekatan STM. Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Naparin, Akhmad; Zaini, Muhammad H.; Nurjiwan; Arbayah, Hj. 2004. Upaya Memaksimalkan Pemahaman Konsep Makhluk Hidup Murid Kelas VI SD Negeri Sungai Miai 7 Banjarmasin dengan Menggunakan Pendekatan
Lingkungan. Banjarmasin: Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat. Nayatillah, S. 2006. Upaya Meningkatkan Pemahaman Siswa Kelas X MAN Kelua Kabupaten Tabalong Tahun Pelajaran 2005/2006 tentang Konsep Kerja Ilmiah dengan Menggunakan Pendekatan Lingkungan. Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Nugroho. 2005. Self-Regulated Anak Berbakat. Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.
[email protected] Nur, Mohamad. 2004. Strategi-Strategi Belajar. University Press Kampus UNESA, Surabaya. Nur, Mohamad, & Prima Retno Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan Pendekatan Konstruktivis dalam Pengajaran. Pusat Studi Matematika dan IPA. Universitas Negeri Malang, Surabaya. Noorhasanah. 2006. Upaya Mengoptimalkan Pemahaman Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Paringin tentang Sub Konsep Permasalahan Biologi Melalui Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat. Skripsi. FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin (tidak dipublikasikan). Rahman, H & Tek, O. E. 1998. Arah dan Tujuan Pendidikan Sains di Malaysia dan Implikasinya terhadap Pengajaran dan Pembelajaran. Classroom Teacher Macrh 1998. Pusat Penyelidikan Pendidikan Sains dan Matematika (PPSM) Malaysia SEAMEO RESCAM. Resmiati, Surtika. 2005. Upaya Meningkatkan Potensi Belajar Siswa Pada Konsep Perkembangbiakan Tumbuhan Dengan Menggunakan Pendekatan Sains Teknologi Masyarakat (STM) Abstrak Thesis 2005 Program Studi Pendidikan Ilmu Pengetahuan Alam Http://WWW.Pages yourfavorite.Com/Ppsupi/ Abstrakipa2005.Html. Diakses 5 Juli 2006 Rusyan, A. Tabrani; Kusdinar, Atang; Arifin, Zainal. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya, Bandung. Rusyan, A. Tabrani; Kusdinar, Atang; Arifin, Zainal. 1989. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Remaja Karya, Bandung. Sudjana. 1998. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Sinar Baru Algensindo, Bandung.
Supramono. 2005. Pengembangan Perangkat Pembelajaran dan Penerapannya dalam KBM dengan Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Berpikir Siswa SD. Universitas Negeri Malang (disertasi tidak dipublikasikan) Wasito. 2001. Pembelajaran Konstruktivistik. Makalah yang dipresentasikan pada Two-Day Professional Development Seminar and One Week Intensive Professional Development Workhop On Reforming Indonesian Teaching Practice, UNESA dan Delta Praja Sidoarjo, 20-21 Maret 2001 dan 24-29 Maret 2001. Yager, RE. 1993. What Reasearch Says to the Science Teacher The Science, Tecnology, Society Movement. Volume Seven. National Science Teachers Association. Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran. Pakar Raya, Jakarta.
MENCIPTAKAN IKLIM KERJA YANG KONDUSIF DI LINGKUNGAN SEKOLAH 1 Sih Winanti 2 Abstrak Kebijakan mutasi guru Sekolah Dasar di Kota Banjarbaru dua tahun belakangan ini memungkinkan timbulnya dampak atau pengaruh pada iklim kerja di masing - masing unit kerja / sekolah, tak terkecuali di Sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3. Fakta yang dapat ditemui di Sekolah dasar Negeri Guntung Payung 3 menurut pengamatan penulis, pada awal pasca mutasi guru, antara lain : a) datang tidak tepat waktu b) gairah kerja kurang c) terjadi konflik antar guru d) kurang puas dengan kondisi yang ada e) apatis. Tulisan ini mengangkat tentang Bagaiman cara menciptakan iklim kerja yang kondusif? Apa dampak positif dari iklim kerja yang kondusif tersebut? Tahapan operasional strategi pemecahan masalah yang di gunakan adalah: 1) Melalui rapat konsolidasi, yaitu suatu pertemuan untuk menyatukan cara pandang dan mempererat hubungan satu sama lain / hubungan antar individu, 2) Orientasi penyesuaian diri, 3) Pembinaan berkelanjutan, 4) Penerapan human relation, atau hubungan kemanusian yang harmonis, dan 5) Pemeliharaan. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih adalah, iklim kerja menjadi kondusif ; hal ini ditunjukkan adanya indikasi: 1) melalui proses, guru dapat menerima kebijakan mutasi yang dialaminya, 2) datang ke tempat kerja tepat waktu, 3) meningkatnya gairah kerja, 4) menurunya tingkat konflik antar guru, 5) dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, dan 6) merasa aman dan senang dalam lingkungan kerjanya. Kata kunci: iklim kerja yang kondusif, strategi pemecahan masalah
Adanya kebijakan mutasi guru Sekolah Dasar di Kota Banjarbaru dua tahun belakangan ini memungkinkan timbulnya dampak atau pengaruh pada iklim kerja di masing - masing unit kerja/sekolah, tak terkecuali di Sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3. Dampak yang timbul dapat bersifat positif, yaitu para guru yang dimutasikan mendapatkan suasana kerja baru atau penyegaran, tetapi sebaliknya, 1 2
Makalah diangkat dari bahan presentasi kepala sekolah berprestasi tahun 2009 Mantan Kepala SD Negeri Guntung Payung 3 Banjarbaru kini menjadi pengawas TK/SD di Kota Banjarbaru
1
tidak tertutup kemungkinan muncul dampak negatif, sebagaimana yang terjadi pada guru–guru yang dimutasikan ke sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3. Fakta yang dapat ditemui di Sekolah dasar Negeri Guntung Payung 3 menurut pengamatan Penulis, pada awal pasca mutasi guru, antara lain: a) datang tidak tepat waktu b) gairah kerja kurang c) terjadi konflik antar guru d) kurang puas dengan kondisi yang ada e) apatis. Penjajangan yang Penulis lakukan yaitu dengan cara mengamati perilaku, memperhatikan sikap yang ditunjukkan dan mendengarkan keluh kesah para guru tersebut, sehingga diperoleh dugaan bahwa: a) adanya rasa penolakan dari para guru untuk dimutasikan, menyebabkan sikap apatis dan datang tidak tepat waktu / kurang disiplin b) belum tumbuhnya rasa memiliki atau sense of beloging menyebabkan kurangnya gairah kerja c) konflik antar guru dapat disebabkan oleh masing–masing ingin mengatur yang lain atau mengedepankan egonya . d) kurang puas dengan kondisi yang ada disebabkan guru masih belum bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru, dan cenderung menganggap tempat kerja yang lama lebih baik daripada tempat kerja yang baru. Suasana yang disebutkan di atas merupakan gambaran dari iklim kerja yang tidak kondusif, yang akan berpengaruh pada kualitas kinerja guru. Adanya kemungkinan timbul dampak pada awal pasca mutasi guru, terutama menyangkut iklim kerja, maka masalah yang dihadapi adalah: 1) Bagaiman cara menciptakan iklim kerja yang kondusif? dan 2) Apa dampak positif dari iklim kerja yang kondusif? Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 162/U/2003 tentang Pedoman Penugasan Guru sebagai Kepala Sekolah, tepatnya pasal 9 ayat (2) menyatakan bahwa ada tujuh peran yang harus dimainkan oleh Kepala Sekolah, yaitu : 1) Kepala Sekolah sebagai pemimpin. Pemimpin
adalah
seseorang
yang
mempergunakan
wewenang
dan
kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam mencapai suatu tujuan (Hasibuan, 2007). 2) Kepala Sekolah sebagai manajer Menurut
Stoner dalam Rochiman (2007) manajemen adalah prose
perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan usaha–usaha para anggota organisasi, guna mencapai tujuan yang ditetapkan.
2
Manajer dapat diartikan dengan pelaku manajemen. 3) Kepala Sekolah sebagai pendidik Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang
sesuai
dengan
kekhususannya,
serta
berpartisipasi
dalam
menyelenggarakan pendidikan (UU RI No. 20 Tahun 2003). 4) Kepala Sekolah sebagai administator Administrasi menurut Nawawi dalam Djazuli dkk. (1997) adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan sebagai proses pengendalian usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama yang telah ditetapkan sebelumnya. 5) Kepala Sekolah sebagai wirausahawan Schumpeter (1985) dalam Rahmady (2006) mengungkapkan entrepreneur (wirausahawan)
adalah
orang
yang
melaksanakan
reformasi
atau
merevolusionalisasi pada produksi dengan jalan mengeksploitasi suatu inovasi. 6) Kepala Sekolah sebagai pencipta iklim kerja Iklim kerja adalah suasana, atau keadaan dalam suatu lingkup kerja. 7) Kepala Sekolah sebagai penyelia / supervisor Supervisi (pendidikan) adalah pelayanan dari atasan atau pimpinan untuk membantu guru atau Kepala Sekolah agar semakin meningkat kualitas dirinya dan kualitas pelaksanaan tugasnya (Djazuli dkk, 1997)
METODE Sebagai dasar dari penyusunan strategi pemecahan masalah, penulis memfokuskan pada peran keenam yaitu kepala sekolah sebagai pencipta iklim kerja. Iklim kerja dalam hal ini adalah iklim kerja yang kondusif , yaitu suatu kondisi kerja yang mencerminkan adanya semangat kerja , aman dan menyenangkan. Kondisi yang aman dan menyenangkan merupakan modal dasar untuk tumbuhnya semangat kerja ; dan kondisi seperti ini harus tetap terjaga dan terpelihara.
3
Tahapan operasional strategi pemecahan masalah yang digunakan adalah: 1) Melalui rapat konsolidasi, yaitu suatu pertemuan untuk menyatukan cara pandang dan mempererat hubungan satu sama lain / hubungan antar individu, 2) Orientasi penyesuaian diri, 3) Pembinaan berkelanjutan, 4) Penerapan human relation, atau hubungan kemanusian yang harmonis, dan 5) Pemeliharaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan guru di Sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3 pasca kebijakan mutasi guru Sekolah Dasar di lingkup Pemerintah Kota Banjarbaru adalah sebagai berikut: jumlah guru berstatus PNS 14 orang, yang 11 orang merupakan guru baru, dan 3 orang, termasuk Kepala Sekolah merupakan guru lama. Dari kesebelas orang guru tersebut tentunya mempunyai latar belakang yang bervariasi jika dilihat dari segi kebiasaan, karakter, potensi maupun kompetensi yang dimiliki oleh guru yang bersangkutan, sehingga masing – masing dalam menyikapi fenomena kebijakan mutasi yang menyangkut dirinya akan berbeda – beda dan hal ini yang dapat menimbulkan konflik baik internal maupun eksternal, sebagaiman telah diuraikan di atas, sehingga menyebabkan iklim kerja menjadi kurang kondusif. Untuk menciptakan iklim kerja yang kondusif tentunya dibutuhkan adanya interaksi yang sehat antar anggota dalam suatu organisasi. Bonner, dalam Ahmadi dkk (1999) menguatkan pendapat tersebut dengan menyatakan bahwa interaksi sosial adalah suatu hubungan antar dua atau lebih individu manusia, dimana kelakuan yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu lain, atau sebaliknya, karena manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan sesamanya dalam kehidupan sehari–hari dimanapun mereka berada. Pemilihan strategi pemecahan masalah, menurut Penulis tepat karena sesuai untuk mengatasi masalah yang ada, khususnya yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3. Penjabaran strategi pemecahan yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1) Rapat konsolidasi Djazali dkk. (1997) menyatakan bahwa banyak persoalan Sekolah dapat diselesaikan melalui rapat atau diskusi – diskusi staf. Setiap guru mendapat kesempatan berperan melalui
penyampaian
pendapat
dan
pada
4
gilirannya
berpartisipasi
dalam
menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Perlu dijelaskan bahwa penyelesaian masalah yang dihadapi Sekolah akan mencapai hasil yang lebih baik apabila dipikirkan dan dihadapi oleh keseluruhan guru serta bersama – sama melalui diskusi dan melibatkan mereka, daripada ditangani sendiri oleh Kepala Sekolah. Guna mengatasi masalah yang terjadi di Sekolah Dasar Negeri Guntung Payung 3, Kepala Sekolah berinisiatif untuk mengadakan pertemuan /rapat dengan cara mengumpulkan guru beserta staf, untuk menyatukan cara pandang dan mempererat hubungan antar individu ; karena dari 11 orang guru baru, mempunyai Latar belakang yang berbeda sebagaimana yang telah Penulis kemukakan di atas, yang menyebabkan perbedaan cara pandang, terutama dalam menyikapi mutasi guru, yang berimbas pada kurangnya semangat dan disiplin kerja serta sikap „apatis‟ (masa bodoh). Dalam rapat, didiskusikan tentang tujuan mutasi, terutama dari sisi positifnya, yaitu sebagai suatu sarana penyegaran, dan merupakan dinamika sistem kerja. Di samping itu ditanamkan pula kesadaran bahwa tanggung jawab dan komitmen terhadap pekerjaan di manapun guru ditempatkan, yang semuanya itu harus dipertanggungjawabkan tidak hanya terhadap manusia maupun institusi, terlebih lagi kepada Tuhan Yang Maha Esa. Melalui pertemuan /rapat tersebut, diharapkan akan terjadi suatu interaksi antar individu secara terkendali, karena dalam rapat, masing – masing peserta rapat diberi kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan masukan – masukan sehingga akan muncul sikap saling memahami dan mempererat hubungan antar individu guru maupun staf. 2) Orientasi penyesuaian diri Menurut Penulis, orientasi penyesuaian diri ini mutlak perlu dilakukan untuk mengenalkan lingkungan Sekolah Kepada guru – guru yang baru dimutasikan, karena tempat kerja beserta warga Sekolah yang ada di dalamnya merupakan sesuatu yang asing bagi para
guru yang bersangkutan, demikian pula sebaliknya bagi warga
sekolah, Hal senada diungkapkan oleh Djazuli dkk.(1997), sebelum guru memulai tugasnya di lingkungan baru, perlu diberikan kesempatan terlebih dahulu kepadanya untuk melakukan penyesuaian diri dengan lingkungan dan mengenal tugas – tugas
5
yang akan dipikulnya. Pengenalan tersebut akan menumbuhkan rasa senang dan puas yang akan mendorong tumbuhnya etika dan etos kerja. Lebih lanjut menurut Djazuli dkk.(1997), orientasi penyesuaian diri itu mencakup:
a) orientasi personal, berupa perkenalan dengan personal sekolah
termasuk penjelasan kepada siapa guru itu minta petunjuk, saran, bantuan dan konsultasi. b) orientasi program, berupa penjelasan tentang rencana dan kegiatan yang telah, sedang dan akan dilakukan di Sekolah. c) orientasi fasilitas, berupa penjelasan tentang fasilitas yang ada dan dapat dipergunakan dalam rangka meningkatkan efisiensi pekerjaan guru baru itu. Misalnya mengenal alat peraga, alat olah raga, kesenian, perpustakaan, Laaboratium dan lain – lain yang dapat dipergunakan serta prosedur yang perlu ditempuh. d) orientasi lingkungan, berupa kegiatan memperkenalkan guru baru dengan situasi dan kondisi sekitar. Orientasi penyesuaian diri sangat bermanfaat bagi tumbuhnya rasa memiliki atau „sense of belonging’. Jika rasa memiliki ini belum ada, maka akan berpengaruh pada sikap, terutama sikap kurang peduli terhadap tugas, kondisi, pemanfaatan dan pemeliharaan Lingkungan. Sebagai contoh, guru tidak bersemangat masuk ke dalam kelas untuk mengajar, karena merasa bahwa siswa di sekolah yang baru bukanlah miliknya, sebab para guru tersebut rasa memilikinya masih melekat kepada siswa di Sekolah yang lama. Mengenalkan para guru baru kepada warga Sekolah dapat melalui perkenalan di hadapan para siswa/warga Sekolah pada waktu upacara Bendera, dan atau memperkenalkan langsung ke dalam kelas sesuai dengan tugas yang diemban oleh guru yang bersangkutan menurut pembagian tugas guru yang dituangkan dalam surat keputusan Kepala Sekolah. Untuk mengenalkan lingkungan fisik, dilakukan dengan cara mendampingi para guru melihat dan mengenali ruang–ruang kelas, perpustakaan, kantor guru, kantor Kepala Sekolah dan sarana–sarana lain yang ada pada Lingkungan Sekolah tersebut. 3) Pembinaan berkelanjutan. Pembinaan berkelanjutan dapat dilaksanakan melalui rapat rutin dan pertemuan individual. Rapat rutin minimal dilaksanakan satu bulan sekali dengan agenda penyampaian informasi masalah kedinasan, pembinaan oleh Kepala sekolah dengan materi antara lain
hal – hal aktual yang ditemui menyangkut kinerja para
6
guru dan staf, sedangkan masalah pribadi, pembinaanya dilakukan dengan cara pertemuan individual, atau konseling pribadi. Djumhur, (1975) menyatakan bahwa konseling atau penyuluhan merupakan salah satu teknik pemberian bantuan secara individuil dan secara langsung berkomunikasi. Dalam teknik ini pemberian bantuan dilakukan dengan hubungan yang bersifat „face to face relationship‟ (hubungan empat mata), yang dilaksanakan dengan wawancara antara konselor dengan klien. Masalah yang dipecahkan melalui teknik konseling ini ialah masalah – masalah yang sifatnya pribadi. Dalam konseling hendaknya konselor bersikap penuh “simpati” dan “empati”. Simpati artinya menunjukkan adanya sikap turut merasakan apa yang sedang dirasakan oleh klien ; dan empati artinya berusaha menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan segala masalah – masalah yang dihadapinya. Dengan sikap ini klien akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada konselor, dan ini sangat membantu keberhasilan dalam konseling. Permasalahan pribadi yang dihadapi para guru antara lain, masalah keluarga, masalah konflik dengan teman sekerja atau masalah – masalah pribadi lainnya. Pada umumnya dikenal ada tiga teknik khusus dalam konseling yaitu : a) Directive counseling, yaitu teknik konseling dimana yang paling berperan ialah konselor; konselor berusaha mengarahkan klien sesuai dengan masalahnya. b) Non directive counseling, teknik ini kebalikan dari teknik di atas, yaitu semuanya berpusat pada klien. Konselor hanya menampung pembicaraan, yang berperan ialah klien. Klien bebas bicara sedangkan konselor menampung dan mengarahkan. c) Elective counseling, yaitu campuran dari kedua teknik di atas. Langkah – langkah yang ditempuh dalam konseling adalah : a) Menentukan masalah
b). pengumpulan data c). analisa data d). diagnosa atau
menetapkan latar belakang masalah e). pragnosa atau bantuan g). Evaluasi dan follow up, yaitu untuk melihat hasil yang ditempuh. (Djumhur, 1975). Dengan dilakukannya pembinaan berkelanjutan ini diharapkan para guru bertambah wawasannya, terbina kesadaran akan tanggungjawab dan komitmen
7
terhadap tugasnya serta memperoleh therapi yang tepat untuk permasalahan pribadinya dan pada gilirannya kualitas kinerja pun akan meningkat. 4) Penerapan human relation atau hubungan kemanusian yang harmonis. Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, di mana senantiasa berhubungan satu sama lain dan saling membutuhkan mata seorang pimpinan, dalam hal ini Kepala Sekolah harus berusaha menciptakan suasana hubungan kemanusian yang harmonis serta mengikat, vertikal maupun horizontal di antara semua karyawan (guru dan staf). Malayu (2007) menyatakan bahwa, hubungan antar manusia (Human Relation) adalah hubungan kemanusian yang harmonis, tercipta atas kesadaran dan kesedian melebur keinginan individu demi terpadunya kepentingan bersama. Tujuannya adalah menghasilkan integrasi yang cukup kukuh, mendorong kerjasama yang produktif dan kreatif untuk mencapai sasaran bersama. Menurut Malayu, manajer hendaknya terbuka serta mendorong partisipasi dan keberanian para bawahan untuk menyampaikan pendapat dan keluhan – keluhannya. Hal ini akan tercipta dengan memanfaatkan komunikasi dua arah(two – way trafic), formal atau informal, vertikal ataupun horizontal, sehingga terdapat saling pengertian dan penghayatan mengenai kebijaksanaan yang diambil. Dengan cara ini bawahan merasa mendapat pengakuan dan perlakuan yang baik sehingga mendorong mereka untuk berpartisipasi aktif dan menyelesaikan pekerjaannya dengan antuisias. 5) Pemeliharaan Pemeliharaan (maintanance) adalah usaha mempertahankan dan atau meningkatkan kondisi fisik, mental dan sikap karyawan, agar mereka tetap loyal dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan organisasi (Malayu, 2007). Agar pemeliharaan terlaksana secara efektif, maka perlu digunakan metode yang tepat ; metode tersebut adalah : a) Komunikasi. Komunikasi dalam konteks ini adalah hubungan manusia, baik secara verbal maupun non verbal. Kepala Sekolah diharapkan dapat menciptakan suasana komunikatif dalam Lingkup kerjanya, yaitu komunikasi yang sehat dan efektif komunikasi dapat dilakukan dalam suatu pertemuan dan atau percakapan sehari – hari.
8
Komunikasi dinyatakan efektif apabila pertemuan atau berlangsungnya komunikasi menimbulkan suasana atau hal yang menyenangkan. Jika orang berkumpul dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan orang lain, ia akan menyenangi orang lain tersebut, dan komunikasi dapat berlangsung lancar, gembira dan terbuka ; tapi sebaliknya, berkumpul dengan orang yang dibenci akan membuat orang yang bersangkutan tegang, resah, dan tidak enak, menutup diri dan menghindari komunikasi (Matemun, 1987) Untuk menciptakan suasana yang menyenangkan, Kepala Sekolah sebagai figur panutan, sedapat mungkin menghindari sikap arogan, berlagak seperti raja yang semena – mena terhadap rakyatnya. Komunikasi yang efektif dapat menjadi sarana yang positif untuk menyampaikan berbagai informasi, pembinaan, meredakan konflik dan menenangkan suasana. b) Insentif. Insentif adalah daya perangsang yang diberikan kepada karyawan tertentu berdasarkan prestasi kerjanya, agar karyawan terdorong meningkatkan produktivitas kerjanya (Malayu 2007). Dengan pemberian insentif, karyawan merasa mendapat perhatian dan pengakuan terhadap prestasi yang dicapainya, sehingga semangat kerja dan sikap loyal karyawan (guru dan staf) akan lebih baik. Insentif terdiri dari dua jenis yaitu 1) insentif positif, dimana pemberian hadiah meterial maupun non material kepada karyawan yang prestasi kerjanya di atas prestasi standar. 2) insentif negatif, yaitu pemberian sanksi kepada karyawan yang prestasi kerjanya di bawah prestasi standar. Kepala sekolah dapat memberikan insentif dalam bentuk material, non material maupun sosial kepada karyawannya (guru dan staf). c) Kesejahteraan. Kesejahteraan adalah balas jasa pelengkap (material dan non material) yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan. Tujuannya untuk mempertahankan dan memperbaiki kondisi fisik dan mental karyawan agar produktivitas kerjanya meningkat.
9
Kepala Sekolah dapat membuat kebijakan untuk menentukan jenis – jenis kesejahteraan yang akan diperoleh bersama, misalnya : uang transport, paket lebaran, santunan (melahirkan, perkawinan, sakit, kematian), pakaian seragam. Hal diatas merupakan kesejahteraan material, sedangkan non material dapat berupa : kunjungan ke rumah, pemberian kesempatan (izin, pendidikan, seminar, rekreasi, beribadah), dan lain – lain. Pemberian kesejahteraan ini akan menciptakan ketenangan, semangat kerja, dedikasi, disiplin dan sikap loyal bagi karyawan terhadap tugas yang diembannya. Hasil atau dampak yang dicapai dari strategi yang dipilih adalah, iklim kerja menjadi kondusif ; hal ini ditunjukkan adanya indikasi : a) melalui proses, guru dapat menerima kebijakan mutasi yang dialaminya b) datang ke tempat kerja tepat waktu c) meningkatnya gairah kerja d) menurunya tingkat konflik antar guru e) dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang baru f) merasa aman dan senang dalam lingkungan kerjanya. Dalam pelaksanaan strategi yang dipilih, ditemui kendala–kendala sebagai berikut : a) Pengaturan waktu untuk pelaksanaan pertemuan / rapat. Apabila seluruh guru mengikuti rapat pada jam kerja, maka jalannya Proses Belajar Mengajar dikelas akan terganggu. b) Tingkat kemampuan guru dalam menyerap informasi berbeda – beda, hal ini akan menghambat komunikasi c) Perbedaan karakter dari para guru, akan menghambat pembinaan. Dengan telah
terciptanya iklim kerja yang kondusif, maka akan lebih
memungkinkan memberdayakan potensi para guru, dan dapat dikembangkan lebih lanjut, yaitu berupa pemberian kesempatan kepada para guru untuk: 1) mengikuti seminar, diklat, lokakarya, 2) pendidikan lanjutan, 3) berkreasi dalam PBM, dan 4) memperoleh sertifikasi profesi
10
SIMPULAN Peran kepala Sekolah sebagai pencipta iklim kerja merupakan salah satu dari tujuh peran yang harus dimainkan oleh Kepala Sekolah. Iklim kerja kurang kondusif yang terjadi di Sekolah Dasar Guntung Payung 3 pasca mutasi guru, dapat diatasi melalui : a). rapat konsolidasi b). Orientasi penyesuaian diri c). Pembinaan berkelanjutan d). Human relation
e). Pemeliharaan. Hasil penerapan strategi
pemecahan masalah adalah terciptanya iklim kerja yang kondusif, dengan indikasi : meningkatnya semangat kerja, disiplin, rasa aman, senang dan betah di tempat kerja. Iklim kerja yang kondusif merupakan modal dasar untuk pemberdayaan sumber daya manusia (guru maupun staf) secara optimal, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada proses dan hasil belajar siswa. Beberapa rekomendasi dapat dikemukakan di sini 1) Kepada para Kepala Sekolah, disarankan untuk dapat menggunakan strategi yang sama untuk kasus serupa, dan atau dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada, 2) Melakukan studi kasus yang sama pada jenjang pendidikan yang berbeda, 3) Melakukan studi kasus yang berbeda dengan strategi pemecahan masalah mengimplementasikan tujuh peran Kepala Sekolah menurut Kepmen Diknas RI No.162/U/2003.
DAFTAR RUJUKAN Ahmadi, Abu, 1999. Psikologi Sosial. PT Rineka Cipta, Jakarta. BSNP, 2006. Naskah Akademik Standar Kualifikasi dan Kompetensi Kepala Sekolah Djazuli, Achmad dkk. 1997. Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah Dasar. Ditjen Dikdasmen, Jakarta. Djumhur, 1975. Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah (Guidance & Co. CV Ilmu, Bandung. Khairani, Makmun.1987. Pengantar Psikologi Sosial. Malayu, Hasibuan, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. PT Bumi Aksara, Jakarta. Sasmita, Rochiman, 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia, BP Mahardhika, Surabaya.
11