Upaya Meningkatkan Motivasi Berwirausaha Melalui Konseling Karir Pada Siswa Tri Yuni Astuti (09220092) Mahasiswa Pendidikan Bimbingan dan Konseling IKIP Veteran Semarang ABSTRAK Penanaman motivasi berwirausaha akan menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah pengangguran. Oleh sebab itu, pendidikan kewirausahaan seharusnya sudah mulai ditanamkan kepada siswa sedini mungkin, sehingga motivasi berwirausaha benar-benar dapat tertanam pada diri siswa. Salah satu media intervensi yang dapat digunakan adalah layanan konseling akrir. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui efektivitas layanan konseling karir dalam meningkatkan motivasi berwirausaha pada siswa SMA Institut Indonesia Semarang. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Hasil studi pendahuluan menunjukan bahwa layanan konseling karir yang dilaksanakan di SMA Institut Indonesia Semarang belum terintegrasi dengan pendidikan kewirausahaan, sehinga tingkat motivasi berwirausaha beberapa siswa di sekolah tersebut cenderung rendah. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut perlu dilaksanakan layanan konseling karir yang secara khusus ditujukan untuk meningkatkan motivasi berwirausaha siswa dalam wadah PTBK. Hasil pelaksanaan tindakan menunjukan motivasi berwirausaha siswa mengalami peningkatan. Sebelum pelaksanaan layanan konseling karir skor rata-rata motivasi berwirausaha siswa adalah 57,5. Setelah pelaksanaan tindakan skor rata-rata motivasi berwirausaha siswa adalah adalah 96,5. Hasil ini menunjukan bahwa layanan konseling karir efektif dalam meningkatkan motivasi berwirausaha siswa di SMA Institut Indonesia Semarang. Kata Kunci : layanan konseling karir, siswa SMA, motivasi berwirausaha PENDAHULUAN Semakin maju suatu bangsa semakin banyak orang yang terdidik dan banyak pula orang menganggur, maka semakin dirasakan pentingnya dunia wirausaha. Pembangunan akan lebih berhasil jika ditunjang oleh wirausahawan yang dapat membuka lapangan kerja sendiri, karena kemampuan pemerintah sangat terbatas. Sekarang ini kita menghadapi kenyataan bahwa jumlah wirausahawan di Indonesia masih sedikit dan dilihat dari segi kualitasnya belum bisa dikatakan hebat, sehingga persoalan pembangunan wirausaha di Indonesia merupakan persoalan mendesak bagi suksesnya pembangunan. Hingga saat ini jumlah wirausahawan Indonesia tercatat hanya 567. 240 orang atau sekitar 0,24% dari sekitar 238 juta penduduk (Hamdani, 2010). Padahal suatu bangsa akan maju apabila jumlah wirausahawannya sedikitnya 2% dari jumlah penduduk (Kemendiknas, 2010). Fakta tersebut semakin mempertegas asumsi bahwa sedikitnya jumlah wirausahawan berbanding lurus dengan angka pengangguran di Indonesia. Berdasarkan data tersebut, angka pengangguran di Indonesia mencapai 9.258.964 jiwa (Kemendiknas, 2010). Data di atas menjadi tanda bahwa selama ini terdapat masalah besar dalam sistem pembinaan di masyarakat kita, terutama di dunia pendidikan. Menurut Suyanto (2002) praksis pendidikan di Indonesia terseret pada semangat pragmatisme dalam arti sempit, siswa dinilai prestasi belajarnya hanya dalam aspek kognitif, dengan mengabaikan potensi lain seperti kreativitas, kecerdasan emosional dan kemampuan imajinasi. 1
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Terlepas dari berbagai kekurangan dalam praktik pendidikan di Indonesia, apabila dilihat dari standar nasional pendidikan yang menjadi acuan pengembangan kurikulum (KTSP), pendidikan kewirausahaan juga termasuk dalam materi yang harus diajarkan dan dikuasai serta direalisasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini memang salah satu tindakan tepat mengingat jumlah lapangan kerja yang tersedia sangat terbatas dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia. Penanaman motivasi berwirausaha akan menjadi salah satu jalan keluar untuk mengatasi masalah pengangguran. Oleh sebab itu, pendidikan kewirausahaan seharusnya sudah mulai ditanamkan kepada siswa sedini mungkin, sehingga sikap kewirausahaan benar-benar dapat tertanam pada diri mereka. Hasil Studi Cepat tentang pendidikan kewirausahaan pada pendidikan dasar dan menengah yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan dan Inovasi Pendidikan (bulan Mei 2010), diperoleh informasi bahwa pendidikan kewirausahaan mampu menghasilkan persepsi positif akan profesi sebagai wirausaha. Bukti ini merata ditemukan baik di tingkat sekolah dasar, menengah pertama maupun menengah atas (Kemendiknas, 2010). Persepsi positif itu akan memberi dampak yang sangat berarti bagi usaha penciptaan dan pengembangan wirausaha maupun usaha-usaha baru yang sangat diperlukan bagi kemajuan Indonesia. Langkah seperti ini pada akhirnya akan membentuk bangsa menjadi masyarakat yang mandiri, kreatif dan
dapat
memaksimalkan
kompetensi
yang
dimilikinya.
Permasalahannya,
pendidikan
kewirausahaan di sekolah selama ini baru menyentuh pada tingkatan pengenalan norma atau nilainilai dan belum pada tingkatan internalisasi serta tindakan nyata dalam kehidupan sehari-hari. Merespon permasalahan tersebut, bimbingan dan konseling (BK) sebagai bagian integral dari sistem pendidikan memiliki peran strategis dalam memberikan pendidikan kewirausahaan kepada siswa sampai pada tataran internalisasi. Jenis layanan BK yang relevan dengan nilai-nilai pendidikan kewirausahaan adalah konseling karir. Surya (dalam Uman Suherman, 2008) menyatakan bahwa konseling karir merupakan salah satu jenis konseling yang berusaha membantu individu untuk memecahkan masalah karir, memperoleh penyesuaian diri yang sebaik-baiknya antara kemampuan dan lingkungan hidupnya, memperoleh keberhasilan dan perwujudan diri dalam perjalanan hidupnya. Sedangkan menurut Mamat Supriatna (2007) konseling karir dapat menjadi salah satu sarana pemenuhan kebutuhan perkembangan individu yang harus dilihat sebagai bagian integral dari program pendidikan yang diintegrasikan dalam setiap pengalaman belajar bidang studi. Konseling karir terkait dengan perkembangan kemampuan kognitif dan afektif, maupun keterampilan seseorang dalam mewujudkan konsep diri yang positif, memahami proses pengambilan keputusan maupun perolehan pengetahuan dan keterampilan yang akan membantu dirinya memasuki kehidupan, tata hidup dari kejadian dalam kehidupan yang terus-menerus berubah; tidak semata-mata terbatas pada bimbingan jabatan atau bimbingan tugas. Melalui layanan konseling karir siswa diharapkan mampu membentuk pola karir, mengenal keterampilan, mengenal dunia kerja, merencanakan masa depan yang sesuai dengan bentuk kehidupan 2
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
yang diharapkannya, menentukan dan mengambil keputusan yang tepat serta bertanggungjawab, sehingga mampu mewujudkan dirinya secara bermakna. Salah satu sekolah yang belum mengintegrasikan layanan konseling karir dengan pendidikan kewirausahaan adalah SMA Institut Indonesia Semarang. Di sekolah ini, layanan BK lebih didominasi oleh layanan klasikal. Layanan yang bersifat kelompok maupun individu lebih difokuskan kepada siswa yang bermasalah saja. Materi dan atau topik yang diberikan guru pembimbing juga lebih banyak mengarah kepada layanan bidang pribadi, sosial dan belajar. Layanan konseling karir cenderung dikesampingkan, karena lulusan di SMA Institut Indonesia lebih diarahkan untuk melanjutkan studi, bukan untuk bekerja setelah mereka lulus nanti. Kalaupun guru pembimbing memberikan layanan konseling karir, hanya sebatas pada cara untuk mendapatkan pekerjaan, tidak memberikan pengetahuan tentang cara menciptakan lapangan pekerjaan sendiri (berwirausaha). Pengetahuan guru pembimbing akan dunia kerja dan industri tergolong rendah, karena guru pembimbing tidak pernah terlibat langsung dalam kegiatan Bursa Kerja Khusus (BKK). Padahal BKK merupakan badan yang secara khusus dibentuk untuk memberikan pembinaan tentang dunia kerja dan industri, menjalin kerjasama dengan perusahaan serta memberikan informasi tentang peluang kerja kepada siswa. Kondisi seperti di atas ditengarai menjadi salah satu penyebab rendahnya motivasi berwirausaha siswa di SMA Institut Indonesia Semarang. Dari data yang diperoleh melalui program checklist pada awal tahun pelajaran untuk acuan pembuatan program BK (kelas XI) diketahui bahwa tidak lebih dari 10 anak yang memiliki motivasi untuk berwirausaha yang tinggi. Dari permasalahan yang sudah dipaparkan, maka penelitian dengan judul “Upaya Meningkatkan Motivasi Berwirausaha melalui Konseling Karir pada Siswa SMA Institut Indonesia Semarang” penting untuk dilakukan.
TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Motivasi Santrock (2008) menyatakan bahwa, motivasi intrinsik bukan karena situasi buatan (dari luar) melainkan untuk kepuasan pada dirinya. Aktivitas yang dilandasi oleh motivasi intrinsik bertahan lebih lama daripada motivasi lainnya. Selain motivasi intrinsik, adapula motivasi ekstrinsik. Lebih lanjut Santrock menegaskan bahwa, motivasi ekstrinsik sangat mempengaruhi seseorang dalam melakukan pekerjaan sehari-hari, mengoptimalkan kreativitas otak dan mental. Biasanya motivasi ekstrinsik berkenaan dengan reward atau price. Berdasarkan teori di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang berasal dari luar diri individu yang menyebabkan individu berpartisipasi dalam aktivitas berpikir dan tergantung nilai-nilai penguatnya. Lebih lanjut Hallywell (dalam Purwanto, 2010) mengatakan bahwa, dorongan ekstrinsik dapat meningkatkan motivasi
intrinsik apabila dorongan itu dapat menambah rasa kompetensi dan
kemampuan individu, namun sekaligus juga dapat menurunkan motivasi intrinsik individu jika dorongan ekstrinsik akan mengurangi kompetensi dan kemampuan diri individu. Dengan kata lain 3
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
aspek kontrol (aspek lingkungan) yang lebih menonjol maka penguatan yang diberikan akan menurunkan motivasi intrinsik. Berdasarkan beberapa pengertian terkait motivasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi motivasi yang dimaksud dalam penelitian ini antara lain, (a) motivasi merupakan sarana untuk menerangkan perilaku seseorang, (b) motivasi sebagai sarana untuk memprediksi perilaku, dengan mengetahui motivasi seseorang, dapat diprediksi atau diperkirakan kemungkinan apa yang akan dilakukan seseorang dalam suatu kondisi tertentu, (c) motivasi berfungsi sebagai pengarah perilaku, melainkan motivasi menjadi pengarah perilaku untuk memuaskan kebutuhan sebagai sumber dari tujuan, (d) motivasi sebagai penentu intensitas perilaku. Perilaku yang dilaksanakan dengan motivasi yang kuat, akan menjadi lebih intensif dan dapat berlangsung lebih lama daripada perilaku yang kurang atau tidak termotivasi. Pengertian Motivasi Berwirausaha Seorang wirausahawan adalah individu-individu yang berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi tinggi, yang berisiko dalam mengejar tujuannya. Untuk dapat mencapai tujuantujuannya, maka diperlukan sikap dan perilaku yang mendukung pada diri seorang wirausahawan. Sikap dan perilaku sangat dipengaruhi oleh sifat dan watak yang dimiliki oleh seseorang. Sifat dan watak yang baik, berorientasi pada kemajuan dan positif merupakan sifat dan watak yang dibutuhkan oleh seorang wirausahawan agar wirausahawan tersebut dapat maju/sukses. Untuk itu motivasi (sikap dan perilaku) semangat kewirausahaan perlu dipupuk. Akan tetapi upaya menumbuhkan semangat kewirausahaan ternyata tidak mudah. Bagi sebagian orang, motivasi kewirausahaan merupakan „hadiah‟ (given) dan bagi sebagian orang lainnya perlu „perjuangan‟ untuk menumbuhkan. Oleh karena itu, pengenalan motif kewirausahaan mungkin dapat menjadi salah satu titik awal untuk membakitkan semangat kewirausahaan. Pengertian Konseling Karir Konseling karir adalah suatu proses bantuan, layanan, pendekatan terhadap individu agar dapat mengenal dan memahami dirinya, mengenal dunia kerja, merencanakan masa depan yang sesuai dengan bentuk kehidupan yang diharapkannya, mampu menentukan dan mengambil keputusan secara tepat dan bertanggungjawab atas keputusan yang diambilnya itu sehingga mampu mewujudkan dirinya secara bermakna. Oleh karena itu, konseling karir difokuskan untuk membantu individu menampilkan dirinya yang memiliki kompetensi/keahlian agar meraih sukses dalam perjalanan hidupnya dan mencapai perwujudan diri yang bermakna bagi dirinya dan lingkungan di sekitarnya.
METODE PENELITIAN Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yaitu penelitian tindakan bimbingan dan konseling (PTBK). Hal ini dikarenakan, tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah penggunaan konseling karir dapat meningkatkan motivasi berwirausaha siswa. Data yang akurat yang 4
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
dapat mendeskripsikan motivasi berwirausaha siswa sangat dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, maka jenis penelitian yang digunakan yaitu PTBK. Definisi Operasional 1. Motivasi Berwirausaha Motivasi berwirausaha adalah segala sesuatu yang mendorong individu untuk berorientasi kepada tindakan, dan memiliki motivasi tinggi, yang berisiko dalam mengejar tujuannya. Ada 6 (enam) karakteristik seseorang memiliki motivasi berwirausaha yakni dapat ditinjau dari (a) Kepercayaan diri; (b) Berorientasi pada tugas dan hasil; (c) Berani mengambil resiko; (d) Kepemimpinan; (e) Keorisinilan; dan (f) Berorientasi ke masa depan. 2. Konseling Karir Konseling karir merupakan kegiatan konseling yang dilakukan untuk membantu individu dalam perencanaan, pengembangan dan pemecahan masalah-masalah karir. Kegiatan konseling karir dilakukan melalui format kelompok untuk membahas topik tentang bagaimana upaya meningkatkan motivasi berwirausaha yang rendah melalui tahap-tahap kegiatan konseling karir yaitu pembentukan, peralihan, kegiatan dan pengakhiran. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang akan dilakukan pada kegiatan penelitian tindakan meliputi rancangan umum dan rancangan khusus. Rancangan umum penelitian terdapat 3 tahap yaitu perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Rancangan khusus penelitian tindakan disesuaikan dengan desain penelitian tindakan yaitu perencanaan, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Subjek Penelitian Subjek penelitian adalah siswa SMA Institut Indonesia Semarang yang memiliki kecenderungan motivasi berwirausaha rendah. Peneliti mengambil 10 siswa sebagai subjek penelitian dengan rekomendasi dari guru BK. Kriteria subjek penelitian yang diambil antara lain: (1) siswa yang kurang percaya diri; (2) siswa yang tidak optimis; (3) siswa yang belum memiliki arah karir yang jelas setelah lulus sekolah; (4) siswa yang kurang memiliki semangat dalam meniti karir; (5) siswa yang belum memiliki keberanian dalam mengambil risiko untuk masa depan. Pemilihan subjek penelitian dengan kriteria-kriteria tersebut didasarkan pada buku konsultasi siswa yang dimiliki oleh guru BK. Metode dan Alat Pengumpulan Data Pengumpulan data adalah prosedur yang sistematis dan standar untuk memperoleh data yang diperlukan. Pengumpulan data tidak lain adalah suatu proses pengadaan data primer untuk keperluan penelitian. Alat-alat yang dapat digunakan dalam penelitian meliputi angket motivas berwirausaha, observasi, dan dokumentasi. Angket digunakan untuk mengukur aspek kognitif (knowledge) sedangkan observasi ditekankan pada aspek psikomotor/sikap.
5
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
HASIL PENELITIAN Prosedur Penelitian Siklus 1 a. Perencanaan 1) Menetapkan kolaborator yaitu guru bimbingan dan konseling di SMA Institut Indonesia Semarang, Ambar Wulan, S.Pd. 2) Membuat jadwal pelaksanaan kegiatan yang disepakati antara praktikan, kolabotaror, observer, dan anggota kelompok. a) Pertemuan 1: 27 Mei 2013 b) Pertemuan 2: 3 Juni 2013 3) Menetapkan fasilitas layanan konseling karir, meliputi ruangan dan kelengkapan administrasi yaitu daftar hadir, lembar evaluasi (laiseg), satuan layanan. 4) Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu angket motivasi berwirausaha dan pedoman observasi. 5) Mengembangkan prosedur pelaksanaan layanan konseling karir meliputi tahap pembentukan, peralihan, kegiatan dan pengakhiran. 6) Menyiapkan topik bahasan layanan yaitu cara berwirausaha yang tepat, belajar dari sebuah kegagalan dan mewujudkan impian. b. Tindakan Pertemuan 1 Topik bahasan: Cara Berwirausaha yang Tepat. 1) Tahap Pembentukan a) Memimpin berdoa sebelum kegiatan dilaksanakan. b) Menjelaskan pengertian, tujuan, asas dan cara pelaksanaan kegiatan konseling karir. c) Menetapkan kesepakatan waktu konseling karir kepada seluruh anggota kelompok. d) Memberikan permainan ”Berhitung Angka”. 2) Tahap Peralihan a) Menanyakan kesiapan anggota untuk megikuti kegiatan konseling karir. b) Menegaskan kembali pernyataan mengenai maksud dan proses dari kegiatan konseling karir. c) Pemimpin kelompok memberikan topik yang akan dibahas. 3) Tahap Kegiatan a) Memberi kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok untuk mengungkapkan pendapat mengenai topik yang dibahas. Topik yang dibahas adalah “Kepercayaan Diri dan Optimisme”. b) Memimpin anggota untuk membahas topik yang ditentukan. 4) Tahap Pengakhiran a) Mengungkapkan kepada anggota bahwa kegiatan akan segera berakhir. b) Menyimpulkan dari pokok bahasan yang telah dibahas. c) Membahas kegiatan tindak lanjut. 6
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
d) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada anggota mengenai pemahaman baru yang diperoleh, perasaan, sikap, atau tindakan yang akan dilakukan (understanding, comfortable and action), pesan dan kesan setelah mengikuti kegiatan konseling karir. e) Menutup kegiatan konseling karir dengan do‟a dan mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan dengan anggota. c. Tindakan Pertemuan 2 Topik bahasan: Belajar dari Sebuah Kegagalan. 1) Tahap Pembentukan a) Memimpin berdoa sebelum kegiatan dilaksanakan. b) Menjelaskan pengertian, tujuan, asas dan cara pelaksanaan kegiatan konseling karir. c) Menetapkan kesepakatan waktu konseling karir kepada seluruh anggota kelompok. d) Memberikan permainan ”Kapal Pecah”. 2) Tahap Peralihan a) Menanyakan kesiapan anggota untuk megikuti kegiatan konseling karir. b) Menegaskan kembali pernyataan mengenai maksud dan proses dari kegiatan konseling karir. c) Pemimpin kelompok memberikan topik yang akan dibahas. 3) Tahap Kegiatan: Menggunakan teknik Life Modeling a) Memberi kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok untuk mengungkapkan pendapat mengenai topik yang dibahas dengan dipandu oleh life model. Topik yang dibahas adalah “Keberanian Mengambil Risiko”. b) Memimpin anggota untuk membahas topik yang ditentukan. 4) Tahap Pengakhiran a) Mengungkapkan kepada anggota bahwa kegiatan akan segera berakhir. b) Menyimpulkan dari pokok bahasan yang telah dibahas. c) Membahas kegiatan tindak lanjut. d) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada anggota mengenai pemahaman baru yang diperoleh, perasaan, sikap, atau tindakan yang akan dilakukan (understanding, comfortable and action), pesan dan kesan setelah mengikuti kegiatan konseling karir. e) Menutup kegiatan konseling karir dengan do‟a dan mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan dengan anggota. d. Observasi Pelaksana observasi adalah guru bimbingan dan konseling di SMA II Semarang. Observasi tersebut difokuskan untuk melihat proses pelaksanaan konseling karir. Berdasarkan hasil observasi, pelaksanaan konseling karir bisa berjalan dengan lancar sesuai dengan yang sudah direncanakan. Ada peningkatan keaktifan anggota kelompok dari pertemuan 1 ke pertemuan 2. Secara lebih rinci, bisa disimpulkan hasil observasi adalah sebagai berikut: 7
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Tabel 1. Hasil Observasi Siklus 1 Tahapan Pembentukan
Peralihan
Kegiatan
Pertemuan 1
Pertemuan 2
Suasana terasa kaku karena
Situasi lebih kondusif, tidak kaku lagi.
anggota kelompok belum pernah
Anggota kelompok sudah mau bersikap
melaksanakan kegiatan ini
terbuka terhadap pemimpin kelompok
sebelumnya. Selain itu mereka
dan life model. Sudah tidak dijumpai
belum mengenal pemimpin
lagi anggota kelompok yang bersikap
kelompok dengan baik.
acuh.
Anggota kelompok masih tampak
Anggota kelompok sudah merasa yakin
ragu untuk melanjutkan ke kegiatan
untuk mengikuti kegiatan lanjutan.
selanjutnya.
Mereka tampak lebih bersemangat.
Anggota kelompok masih ragu dan
Anggota kelompok lebih yakin dalam
canggung dalam menyampaikan
berpendapat. Cara mereka
pendapatnya. Mereka merasa
berkomunikasi juga semakin lancar,
kurang yakin dengan apa yang
walaupun apa yang disampaikan
disampaikan.
terkadang kurang sesuai dengan topik bahasan.
Pengakhiran
Anggota kelompok sudah mulai
Ada rasa keengganan untuk mengakhiri
aktif dalam kegiatan. Mereka sudah
kegiatan karena topik yang dibahas
mau tersenyum, bergurau. Hal itu
masih belum sepenuhnya tuntas. Ada
menandakan jika interaksi sosial di
beberapa hal yang masih ingin
dalam kelompok semakin baik.
disampaikan oleh anggota kelompok.
e. Refleksi Refleksi kegiatan dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan yang sudah dicapai dari tindakan yang diberikan. Refleksi tidak hanya difokuskan pada hasil, tapi juga proses pelaksanaan layanan yang diberikan. Peneliti melakukan refleksi bersama dengan guru BK yang menjadi observer selama pelaksanaan tindakan. 1) Evaluasi Proses: Proses pelaksanaan tindakan sudah berjalan dengan baik sesuai dengan yang sudah direncanakan. Pemimpin kelompok dan anggota kelompok sudah mampu menjalankan perannya dengan baik, sehingga dinamika kelompok tercipta secara optimal. Hanya saja, pemimpin kelompok harus lebih adil dalam memberikan kesempatan kepada setiap anggota kelompok yang akan menyampaikan pendapatnya, jangan sampai ada dominasi diantara anggota kelompok. 2) Evaluasi Hasil: Pada siklus 1 ini peneliti tidak memberikan tes melalui skala motivasi berwirausaha, karena evaluasi hasil ini hanya akan didasarkan pada analisis hasil laiseg yang 8
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
difokuskan pada kondisi UCA anggota kelompok setelah diberi layanan konseling karir. Berdasarkan analisis UCA pada diri anggota kelompok, dapat disimpulkan bahwa: a) Understanding: Anggota kelompok sudah bisa memahami isi dari topik bahasan. b) Comfort: Anggota kelompok
merasa senang mengikuti layanan yang diberikan oleh
peneliti. c) Action: Anggota kelompok memiliki usaha untuk melaksanakan isi dari topik bahasan pada kegiatan sehari-hari mereka. Pada dasarnya pelaksanaan siklus 1 sudah menunjukan hasil yang baik. akan tetapi peneliti dan tim akan tetap melaksanakan siklus 2 untuk lebih memantapkan hasil dari siklus 1. Selain itu dengan adanya siklus 2 maka diharapkan peningkatan motivasi berwirausaha pada diri siswa akan semakin tinggi. Prosedur Pelaksanaan Siklus 2 a. Perencanaan Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus 2 adalah sama dengan tindakan di siklus 1. Akan tetapi di siklus 2 ini ada beberapa perbaikan yang dilakukan dari siklus 1 berdasarkan hasil refleksi. Perbaikan ini dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas tindakan sehingga tujuan bisa tercapai secara optimal. 1) Menetapkan kolaborator, masih sama dengan siklus 1 yang akan menjadi kolaborator adalah guru bimbingan dan konseling, Ambar Wulan, S.Pd. 2) Mengatur waktu pertemuan, yakni membuat jadwal pelaksanaan kegiatan yang disepakati antara praktikan, kolaborator, observer, dan anggota kelompok. a) Pertemuan 1: 17 Juni 2013 b) Pertemuan 2: 24 Juni 2013 3) Menetapkan fasilitas layanan konseling karir, meliputi ruangan dan kelengkapan administrasi yaitu daftar hadir, lembar evaluasi (laiseg), satuan layanan. 4) Menyiapkan instrumen pengumpulan data yaitu skala motivasi berwirausaha dan pedoman observasi. 5) Mengembangkan prosedur pelaksanaan layanan konseling karir meliputi tahap pembentukan, peralihan, kegiatan dan pengakhiran. 6) Menyiapkan topik bahasan layanan. b. Tindakan Pertemuan 1 Topik bahasan: Merintis Usaha Secara Mandiri 1) Tahap Pembentukan a) Memimpin berdoa sebelum kegiatan dilaksanakan. b) Menjelaskan pengertian, tujuan, asas dan cara pelaksanaan kegiatan konseling karir. c) Menetapkan kesepakatan waktu konseling karir kepada seluruh anggota kelompok. d) Memberikan permainan ”Berdiri Bersama”. 9
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
2) Tahap Peralihan a) Menanyakan kesiapan anggota untuk megikuti kegiatan konseling karir. b) Menegaskan kembali pernyataan mengenai maksud dan proses dari kegiatan konseling karir. c) Pemimpin kelompok memberikan topik yang akan dibahas. 3) Tahap Kegiatan a) Memberi kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok untuk mengungkapkan pendapat mengenai topik yang dibahas. Topik yang dibahas adalah “Kepemimpinan”. b) Memimpin anggota untuk membahas topik yang ditentukan. 4) Tahap Pengakhiran a) Mengungkapkan kepada anggota bahwa kegiatan akan segera berakhir. b) Menyimpulkan dari pokok bahasan yang telah dibahas. c) Membahas kegiatan tindak lanjut. d) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada anggota mengenai pemahaman baru yang diperoleh, perasaan, sikap, atau tindakan yang akan dilakukan (understanding, comfortable and action), pesan dan kesan setelah mengikuti kegiatan konseling karir. e) Menutup kegiatan konseling karir dengan do‟a dan mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan dengan anggota. c. Tindakan Pertemuan 2 Topik: Mewujudkan Impian 1) Tahap Pembentukan a) Memimpin berdoa sebelum kegiatan dilaksanakan. b) Menjelaskan pengertian, tujuan, asas dan cara pelaksanaan kegiatan konseling karir. c) Menetapkan kesepakatan waktu konseling karir kepada seluruh anggota kelompok. d) Memberikan permainan ”Lagu Plesetan”. 2) Tahap Peralihan a) Menanyakan kesiapan anggota untuk megikuti kegiatan konseling karir. b) Menegaskan kembali pernyataan mengenai maksud dan proses dari kegiatan konseling karir. c) Pemimpin kelompok memberikan topik yang akan dibahas. 3) Tahap Kegiatan: Menggunakan teknik Life Modeling a) Memberi kesempatan kepada masing-masing anggota kelompok untuk mengungkapkan pendapat mengenai topik yang dibahas dengan dipandu oleh life model. Topik yang dibahas adalah “Orisinalitas”. b) Memimpin anggota untuk membahas topik yang ditentukan. 4) Tahap Pengakhiran a) Mengungkapkan kepada anggota bahwa kegiatan akan segera berakhir. b) Menyimpulkan dari pokok bahasan yang telah dibahas. c) Membahas kegiatan tindak lanjut. 10
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
d) Mengajukan beberapa pertanyaan kepada anggota mengenai pemahaman baru yang diperoleh, perasaan, sikap, atau tindakan yang akan dilakukan (understanding, comfortable and action), pesan dan kesan setelah mengikuti kegiatan konseling karir. e) Menutup kegiatan konseling karir dengan do‟a dan mengucapkan terima kasih dan berjabat tangan dengan anggota. d. Observasi Tabel 2. Observasi Pelaksanaan Tindakan Siklus 2 Tahapan
Hasil Observasi
Pembentukan
Anggota kelompok sudah bisa mengikuti layanan konseling karir dengan baik, mereka sudah tidak tampak kaku/canggung lagi. Interaksi dengan pemimpin kelompok di awal kegiatan juga semakin baik.
Peralihan
1) Anggota kelompok menyampaikan keengganannya, bahwa mereka masih ingin melaksanakan layanan konseling karir secara kontinyu agar mendapat pengetahuan yang lebih banyak di luar pembelajaran kelas. 2) Anggota kelompok semakin yakin untuk mengikuti tahapan selanjutnya.
Kegiatan
1) Semua anggota kelompok secara aktif menyampaikan pendapatnya. 2) Anggota kelompok dapat melaksanakan diskusi secara optimal dengan model yang dipilih oleh pemimpin kelompok. 3) Cara anggota kelompok berkomunikasi semakin baik, mereka sudah tidak ragu lagi. 4) Isi dari pendapat yang disampaikan sesuai dengan topik bahasan. 5) Model dapat mendorong anggota kelompok untuk aktif berpendapat.
Pengakhiran
Anggota kelompok secara aktif menyampaikan pesan dan kesan mereka. Cara mereka berkomunikasi juga semankin baik. Dari pesan dan kesan yang disampaikan oleh anggota kelompok, pemimpin kelompok menyimpulkan bahwa mereka merasa sangat senang mengikuti layanan konseling karir.
e. Refleksi Sebelum melaksanakan refleksi, peneliti memberikan skala motivasi berwirausaha untuk mengetahui tingkat motivasi berwirausaha siswa setelah diberi layanan konseling karir dalam 4 kali pertemuan. Data yang diperoleh melalui skala ini adalah data kuantitatif.
11
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Visualisasi tabel di atas adalah sebagai berikut:
110
Skor
90 70 Skor
50 30 10
R1
R2
R3
R4
R5
R6
R7
R8
R9
R10
Gambar 1. Hasil Pasca Siklus Dari tabel dan grafik di atas tampak bahwa setelah pelaksanaan tindakan layanan konseling karir ada 2 anggota kelompok yang masuk kategori tinggi dan 9 anggota kelompok masuk dalam kategori sedang. Data ini menunjukan bahwa tingkat motivasi berwirausaha anggota kelompok meningkat. Faktor-faktor yang mendukung peningkatan motivasi berwirausaha siswa antara lain: 1) Materi yang menjadi topik bahasan sesuai dengan tingkat kebutuhan siswa pada umumnya dan anggota kelompok pada khususnya. 2) Pemimpin kelompok sebagai perencana kegiatan mampu memberikan perlakuan yang tepat sesuai dengan topik bahasan dan karakteristik siswa yang menjadi anggota kelompok, yakni usia remaja. 3) Pemimpin kelompok mampu memanfaatkan berbagai sarana dan prasarana yang ada di sekolah untuk mendukung kelancaran pelaksanaan tindakan. 4) Anggota kelompok mau dan mampu bersikap terbuka serta aktif, tidak hanya saat pelaksanaan layanan konseling karir, akan tetapi di luar kegiatan tersebut mereka juga menyempatkan waktu untuk belajar lebih dalam mengenai topik bahasan (aktif berdiskusi dengan sesama anggota kelompok di luar kegiatan layanan, mempraktikan pengetahuan yang diperoleh dalam kehidupan sehari-hari, aktif berkomunikasi dengan guru bimbingan dan konseling di luar kegiatan layanan). Peneliti dan observer menyimpulkan bahwa pelaksanaan tindakan pada siklus 2 sudah sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, peneliti tidak melanjutkan ke siklus yang ke-3. Artinya penelitian ini hanya dilaksanakan sampai pada siklus ke-2.
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data, dapat dirumuskan beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Sebelum pelaksanaan layanan konseling karir skor rata-rata motivasi berwirausaha siswa di SMA II Semarang adalah 57,5 dengan rincian 5 anggota kelompok berada pada kategori kurang, dan 5 anggota kelompok berada pada kategori rendah. 12
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
2. Layanan konseling karir untuk meningkatkan motivasi berwirausaha siswa dilaksanakan dalam 2 siklus, dimana pada setiap siklusnya ada 2 kali pertemuan. Tahapan layanan mencakup tahap pembentukan, tahap peralihan, tahap kegiatan, dan tahap pengakhiran. 3. Layanan konseling karir secara efektif dapat meningkatkan motivasi berwirausaha siswa. Simpulan ini didasarkan pada perbedaan skor pra siklus dan pasca siklus, dimana ada peningkatan tingkat motivasi berwirausaha siswa sebelum dan sesudah diberi layanan layanan konseling karir sebesar 39 poin.
DAFTAR PUSTAKA
ABKIN. 2007. Rambu-rambu Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal. UPI: Depdiknas. Bimo Walgito. 2010. Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir). Yogyakarta: Yogya Offset. Dede. R. Hidayat dan Aip Badrudjaman. 2012. Penelitian Tindakan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Indeks. Kemendiknas. 2010. Pengembangan Pendidikan Entrepreneurship. Jakarta: Puskur Balitbang. Lexy. J. Moleong. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Mamat Supriatna. 2007. Pengembangan Kecakapan Hidup di Sekolah. Jakarta: Depdiknas. Mamat Supriatna dan Nandang Budiman. 2007. Bimbingan Karir di SMK. Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah, Ditjen Mendikdasmen, Depdiknas. M. Hamdani. 2010. Entrepreneurship: Kiat Melihat dan Memberdayakan Potensi Bisnis. Jogjakarta: Starbooks. M. Nazir. 2005. Metode Penelitian. Jakarta: Galia Indonesia. Ngalim Purwanto. 2010. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya. Paul Suparno. 2004. Teori Intelegensi Ganda dan Aplikasinya di Sekolah. Yogyakarta: Kanisisus. Santrock. 2008. Lifespan Development (Terjemahan). Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2007. Statistik Nonparametris Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik (Edisi Revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Suryana. 2011. Kewirausahaan (Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses) Edisi 3. Bandung: Salemba Empat. Sutrisno Hadi. 2004. Metodologi Research. Yogyakarta: Andi Offset. Suwarsih Madya. 2006. Teori dan Praktik Penelitian Tindakan. Bandung: Alfabeta. Suyanto. 2002. Ujian SD dan Seleksi Siswa SLTP. Harian Suara Merdeka, Senin, 25 Februari 2010. Syamsu Yusuf dan Ahmad J. N. 2010. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: Remaja Rosdakarya. Syaifudin Azwar. 2007. Validitas dan Reliabilitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 13
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
S. Pusposutardjo. 1999. Pengembangan Budaya Kewirausahaan melalui Mata Kuliah Keahlian. Makalah. Yogyakarta: IKIP Yogyakarta. Tarmizi. 2010. Program Bimbingan Karir untuk Mengembangkan Sikap Wirausaha Siswa. Tesis. Bandung: Program Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana UPI. Uman Suherman. 2008. Konseling Karir Sepanjang Rentang Kehidupan. Bandung: Sekolah Pascasarjana UPI. Zimmerer, B.J. 1993. A Social Cognitive View Of Self Regulated. Psychology. (www.findarticle.com)
14
| JURNAL ILMIAH PENDIDIKAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Journal Of Academic