eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2015, 3 (4) 1315-1326 ISSN 2477-2623 (online), ISSN 2477-2615 (print), ejournal.hi.fisip-unmul.ac.id © Copyright 2015
UPAYA AHA CENTRE (ASEAN HUMAN ASSISTANCE) DALAM PENANGGULANGAN BENCANA ALAM DI ASIA TENGGARA Adam Prima Kharisma1 Nim. 0902045121 Abstract The efforts pf the AHA Centre (ASEAN Human Assistance) in disaster relief in Southeast Asia, concept applied is human security and concept disaster management. Research type applied is analytical descriptive, describe trying to analyze what efforts were made by the AHA Centre in assisting the countries in the region when the disaster occurred. Presented data was secondary data obtained through Indonesia official site, books, journal, internet, and all the sources that were related to this subject. Data analytical technique applied is qualitative analysis technique. The results showed that efforts of the ASEAN Human Assistance (AHA Centre) in disaster relief in Southeast Asia can be seen through some things : (1)AHA Centre establish emergency response work programs ranging from risk assessment, early warning and monitoring. (2) Recovery. (3) AHA Centre formed a disaster emergency logistics system in order to ensure the availability of goods required for humanitarian aid quickly. Keywords: Waralaba, Kebijakan Waralaba, Persaingan Warala Pendahuluan Bencana alam seperti gunung berapi, gempa bumi, tsunami, banjir, angin topan dan tanah longsor merupakan ancaman bagi lingkungan dan populasi manusia. Kerugian dari bencana alam tergantung pada pencegahan atau menghindari bencana alam tersebut. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana alam juga dapat di kelompokan sebagai berikut, bencana alam meteorologi adalah bencana alam meteorologi atau hidrometeorologi berhubungan dengan iklim. Bencana ini umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus, walaupun ada daerah-daerah yang menderita banjir musiman, kekeringan atau badai teropis (siklon, taifoun). Bencana geologi adalah bencana alam yang terjadi pada permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor dan gunung meletus. Gempa bumi dan
1
Mahasiswa Program S1 Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email:
[email protected].
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
gunung meletus terjadi hanya sepanjang jalur-jalur pertemuan lempeng tektonik di darat atau laut samudra. Tujuan ASEAN yang tercantum dalam Deklarasi Bangkok tahun 1967, yakni meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama di bidang-bidang ekonomi, teknik, ilmu pengetahuan, administrasi, dan sosial. KTT ASEAN ke-19 tanggal 17 November 2011 di Bali, para Menlu ASEAN, menandatangani persetujuan pembentukan AHA Centre di Jakarta yang bertempat di gedung BPPT (Badan Pengkajian Dan Penerapan Teknologi). AHA Center dibentuk juga karena adanya deklarasi mengenai langkah-Iangkah untuk memperkuat bantuan penanganan darurat, rehabilitasi, rekonstruksi dan pencegahan sebagai dampak dari bencana gempa bumi dan tsunami pada 26 Desember 2004, yang diadopsi pada pertemuan khusus para pemimpin ASEAN tentang dampak gempa bumi dan tsunami yang diselenggarakan di Jakarta pada 6 Januari 2005. Perkembangan terakhir ini semakin mengukuhkan posisi ASEAN di dunia internasional dalam hal kerjasama regional untuk mengatasi masalah penanggulangan bencana. Di samping itu, dukungan dari berbagai negara dan organisasi internasional terhadap upaya ASEAN juga dapat dimanfaatkan untuk merealisasikan berbagai program dan kegiatan yang telah ditetapkan. Kerangka Dasar Teori dan Konsep Konsep Human Security Human security merupakan konstruksi pemikiran mengenai keamanan negara menuju kepada ide keamanan manusia termasuk didalamnya keamanan individu dan masyarakat. Human security melindungi eksistensi anggota masyarakat, termasuk anak-anak, warga sipil di wilayah perang, minoritas etnis dan lain sebagainya dari berbagai jenis kekerasan. Pasca Perang Dingin, konsep keamanan dalam sistem mengalami pergeseran yang signifikan. Pergeseran itu meliputi perubahan fokus wacana keamanan dari isu militer dan politik ke isu yang terkait dengan kondisi hidup individu dan masyarakat, dari fokus negara ke masyarakat dan pergeseran dari konsep keamanan nasional menjadi kemananan manusia. Konsep human security diperkenalkan oleh United Nations Development Program (UNDP) dalam Human Development Report 1994. K o n s e p h u m a n s e c u r i t y memusatakan perhatianya pada manusia (peoplecentered) bukan pada negara (state-centered). Wacana mengenai human security kemudian menjadi prioritas utama PBB dalam meningkatkan taraf hidup manusia di negara dunia ketiga. Pada tahun 2000 PBB menggelar Millennium Summit 2000. Dalam Millenium Summit 2000 ini 189 negara PBBB sepakat untuk mengadopsi Deklarasi Millenium yang dikenal sebagai Millennium Development Goals (MDGs). Deklarasi ini mengcover masalah kebebasan, keamanan dan pembangunan termasuk penanggulangan kemiskinan dan kelaparan, lingkungan hidu, hak asasi manusia dan governance.
1316
Upaya AHA Centre dalam Penanggulangan Bencana Alam di Asia Tenggara (Adam Prima K)
Millennium Development Goals (MDGs) memfokuskan pada delapan tujuan-tujuan utama, yaitu : 1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan 2. Memberantas standar pendidikan dasar. 3. Meningkatkan persamaan jender dan pemberdayaan manusia. 4. Mengurangi angka kematian bayi 5. Meningkatkan kesehatan ibu 6. Mengurangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lainnya. 7. Pengelolaan lingkungan hidup yang berkelanjutan. 8. Mengembangkan kemitraan global dalam pembangunan. Ada beberapa pendapat mengenai Human Security, yaitu : 1. United Nations Development Programme (UNDP). Human security dapat di bagi menjadi dua aspek utama. Yaitu: pertama selamat dari ancaman kronis yaitu: kelaparan, penyakit dan penindasan. Dan yang kedua yaitu perlindungan dari kematian yang mendadak dan gangguan keamanan padapola kehidupan sehari- hari, baik di rumah, di perkejaan, maupun di masyarakat. 2. Sadako (mantan komesaris tinggi PBB untuk pengungsi). Beberapa elemen kunci untuk menciptakan human security. Elemn pertama adalah kemungkinan untuk semua warga negara untuk hidup damai aman didalam perbatasan mereka sendiri. Elemen yang kedua adalah orang harus merasa nyaman tanpa adanya diskriminasi hak dan kewajiban meliputi politik, sosial, ekonomi dan kebudayaan yang dimiliki oleh setiap negara. 3. Hans Van Ginkel (Rector, United Nations University) dan Edward Newman. Human security merupakan sebuah integrasi, kesinambungan dan keamanan yang menyeluruh dari rasa takut, konflik, kebodohan, kemiskinan, perampasan sosial dan budaya, dan kelaparan yang berpijak pada kebebasan positif dan negatif.2 Konsep Manajemen Bencana (Disaster Management) Mengelola bencana tidak bisa dilakukan hanya dengan cara dadakan atau insidential, tetapi harus dilakukan secara terencana dengan manajemen yang baik, jauh sebelum suatu bencana terjadi melalui suatu proses yang disebut manajemen bencana. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Manajemen bencana pada dasarnya dapat dibagi atas tiga tingkatan yaitu pada tingkat lokasi, tingkat unit atau daerah dan tingkat nasional atau korporat. Untuk tingkat lokasi disebut manajemen insiden (incident management), pada tingkat daerah atau unit disebut manajemen darurat (emergency management) dan pada tingkat yang lebih tinggi disebut manajemen krisis (crisis management). 1. Manajemen Insiden (Insident Management) Yaitu penanggulangan kejadian di lokasi atau langsung di tempat kejadian. Biasanya dilakukan oleh tim tanggap darurat yang dibentuk atau petugas-petugas
1317
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
lapangan sesuai dengan keahliannya masing-masing. Penanggung bencana pada tingkat ini bersifat teknis. 2. Manajemen darurat (Emergency Management) Yaitu upaya penanggulangan bencana di tingkat yang lebih tinggi yang mengkoordinir lokasi kejadian. Sebagian contoh, terjadi bencana di kota Pariaman Sumbar, maka pada tingkat manajemen bencana dilakukan di level Propinsi, sedangkan penanggulangannya ada di tingkat Kabupaten. Untuk tingkat perusahaan, manajemen bencana berada di tingkat area atau pimpinan pabrik terkait. 3. Manajemen Krisis (Crisis Management) Manajemen krisis berada di tingkat yang lebih tinggi misalnya tingkat nasional atau tingkat korporat bagi suatu perushaan yang mengalami bencana. Perbedaan tugas dan tanggung jawab pada ketiga tingkatan ini adalah berdasarkan fungsinya yaitu taktis (tactic) dan strategis (strategic). Pada tingkat manajemen insiden, tugas dan tanggung jawab lebih banyak bersifat taktis dan semakin ke atas tugasnya akan lebih banyak menangani hal-hal yang strategis. Pengaturan fungsi dan peran ini sangat penting dilakukan dalam mengembangkan suatu manajemen bencana. Benturan di lapangan pada dasarnya terjadi karena pengaturan tugas dab peran ini tidak jelas dan bertabrakan. Misalnya siapa yang bertanggung jawab mengkoordinir bantuan dari pihak luar dan siapa yang mengelola bantuan tersebut stelah berada di lapangan. Siapa pula yang menentukan kebijakan manajemen bencana dan siapa yang melakukan penerapannya di lapangan. Peran antara ketiga tingkatan ini sangat berbeda. Tim taktis berperan langsung di lapangan, misalnya tim SAR, tim medis, tim pemadam kebakaran, tim penyelamat dan tim perbaikan. Tahapan Manajemen Bencana Manajemen bencana merupakan suatu proses terencana yang dilakukan untuk mengelola bencana dengan baik dan aman melalui tiga (3) tahapan sebagai berikut: 1. Pra bencana : Kesiagaan, peringatan dini, dan mitigasi. 2. Saat bencana : Tanggap bencana. 3. Pasca bencana : Rehabilitasi dan rekonstruksi Metode Penelitian Untuk menganalisis permasalahan dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif yang dimaksud untuk memberikan gambaran mengenai permasalahan yang diteliti. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan dengan jelas mengenai upaya ASEAN Human Assistance (AHA Centre) dalam penanggulangan bencana alam di Asia Tenggara. Hasil Penelitian Kawasan Asia Tenggara Kawasan ASEAN dihuni oleh beragam populasi yang jumlahnya sekitar 584 juta, mewakili sembilan persen dari total penduduk dunia. Negara-negara yang termasuk
1318
Upaya AHA Centre dalam Penanggulangan Bencana Alam di Asia Tenggara (Adam Prima K)
dalam wilayah Asia Tenggara adalah Indonesia, Malaysia, Filiphina, Myanmar, Singapura, Brunei Darussalam, Thailand, Vietnam, Kamboja, dan Laos. Asia Tenggara berada pada pertemuan lempeng-lempeng geologi, dengan aktifitas kegempaan (seismik) dan gunung berapi (vulkanik) yang tinggi. Asia Tenggara sangat rawan bencana karena terletak di pertemuan dua lempeng benua besra yaitu lempeng Indo-Australia dan Lempeng Eurasia, di tambah juga dengan lempeng Filipina yang lebih kecil. Lempeng tektonik adalah segmen keras kerak bumi yang mengapung diatas astenosfer yang cair dan panas. Oleh karena itu, lempeng tektonik ini bebas untuk bergerak dan saling berinteraksi satu sama lain. Daerah perbatasan lempeng-lempeng tektonik, merupakan tempat-tempat yang memiliki kondisi tektonik yang aktif, yang menyebabkan gempa bumi, gunung berapi dan pembentukan dataran tinggi. Gempa juga dapat mengakibatkan bencana Tsunami apabila gempa terjadi di dalam perut bumi yang letaknya ada di dalam wilayah lautan. Gempa yang terjadi di dalam perut bumi akan mengakibatkan munculnya tekanan kearah vertikal sehingga dasar lautan akan naik dan turun dalam rentang waktu yang singkat. ASEAN Human Assistance (AHA Centre) ASEAN Human Assistance (AHA Center) atau Bantuan Kemanusiaan ASEAN merupakan lembaga atau organisasi internasional yang terbentuk pada tahun 2007 sebagai hasil dari ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response (AADMER) yang merupakan hasil dari ASEAN Special Leader’s Meeting on Aftermath of Earthquake and Tsunami Disaster atau dikenal dengan KTT Tsunami yang diadakan di Jakarta pada tahun 2005. Visi AADMER sendiri yakni negara yang tahan terhadap bencana serta masyarakat yang lebih aman di kawasan ASEAN. Dan Tujuannya adalah untuk mengurangi hilangnya nyawa dan kerusakan yang berpengaruh terhadap perekonomian, sosial, fisik dan lingkungan dari negara-negara anggota ASEAN yang disebabkan oleh bencana alam maupun bencana akibat ulah manusia. Dengan terbentuknya AHA Centre memudahkan pemantauan terhadap segala jenis bencana alam di kawasan Asia Tenggara. AHA Centre memiliki sistem monitoring disaster ketika bencana alam terdeteksi di salah satu negara di Asia Tenggara, AHA Centre dengan cepat bisa mengkoordinasikan kepada seluruh Negara-negara anggota ASEAN. Dengan adanya koordinasi serta respon bersama terhadap bencana alam, maka dapat meminimalisir dampak bencana alam. 1. Tujuan Berdirinya AHA Centre dan Fungsi Utama a. Tujuan Berdirinya AHA Centre. ASEAN membentuk AHA Centre sebagai pusat koordinasi ASEAN untuk bantuan kemanusiaan dan penanganan bencana. di bentuk dengan tujuan memfasilitasi kerjasama dan koordinasi antara para pihak, seperti Perserikatan Bangsa-Bangsa dan organisasi-organisasi internasional terkait guna mempromosikan kerjasama regional. Dengan adanya AHA Centre, ASEAN dapat dengan cepat memberikan
1319
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
bantuan kepada negara anggota ASEAN yang tertimpa bencana, terutama pada fase tanggap darurat. b. Fungsi Utama Pencapaian tujuannya diwujudkan melalui fungsi-fungsinya. Fungsi utama AHA Centre, yaitu : 1. Risk Identification and Monitoring (identifikasi resiko dan pemantauan). Fungsi risk identification and monitoring tercantum dalam Pasal 5 ayat 4 atau Article 5.4 dari Article ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response di mana AHA Centre wajib menerima dan mengkonsolidasikan data yang telah dianalisa dan rekomendasi pada tingkat resiko dari national focal points. Atas dasar informasi tersebut, AHA Centre wajib menyebarluaskan ke masing-masing pihak, melalui national focal point, menganalisis data dan tingkat resiko yang timbul dari bahaya yang telah diidentifikasi. AHA Centre juga melakukan analisis tentang kemungkinan implikasi pada tingkat regional. 2. Preparedness (kesiapsiagaan) a. Menerima informasi mengenai sumber daya yang tersedia untuk pengaturan kesiagaan regional dalam penangggulangan bencana dan tanggap darurat. b. Memfasilitasi pembentukan, pemeliharaan dan peninjauan secara berkala dari pengaturan kesiagaan regional dalam penanggulangan bencana dan tanggap darurat. c. Memfasilitasi review secara berkala dari regional standard operating procedures. 3. ASEAN Standby Arrangements for Disaster Relief and Emergency Response (Pengaturan Siaga ASEAN Untuk Penanggulangan Bencana dan Tanggap Darurat). a. menerima data dialokasikan aset dan kapasitas, yang mungkin tersedia untuk pengaturan kesiagaan regional dalam penanggulangan bencana dan tanggap darurat, seperti yang disampaikan oleh masing-masing pihak, dan update data dari setiap pihak. b. Mengkonsolidasikan, menyebarluaskan dan memutakhirkan kapasitas data aset yang disiapkan tersebut, dan berkomunikasi dengan pihakpihak untuk meraka pergunakan. 4. National Emergency Response (Tanggap Darurat Nasional) Menerima informasi mengenai langkah-langkah yang diambil oleh para pihak untuk memobilisasi peralatan, fasilitas, material, sumber daya manusia dan keuangan yang dibutuhkan untuk merespon bencana. 5. Exemptions and Facilities in Respect of the Provision of Assistance (Pengeculian dan Fasilitas Yang Sehubungan Dengan Persediaan Bantuan)
1320
Upaya AHA Centre dalam Penanggulangan Bencana Alam di Asia Tenggara (Adam Prima K)
Memudahkan pemrosesan pengecualian atau pembebasan fasilitas yang sehubungan dengan penyediaan bantuan disetiap negara-negara anggota ASEAN. 6. Transit of Personnel, Equipment, Facilities and Materials in Respect of the Provision of Assistance (Transit Personil, Fasilitas, dan Material Sehubungan Dengan Penyediaan Bantuan). Dimanapun tempat yang memungkinkan dan sesuai, wajib memfasilitasi proses transit personil, peralatan, fasilitas dan material sesuai dengan ketentuan bantuan. 7. Technical Co-Operation (Kerjasama Teknis) Memfasilitasi kegiatan kerja sama teknis. 8. Scientific an Technical Reseacrh (Penelitian Teknis dan Penelitian Ilmiah) Facilitate activities for scientific and technical research. 9. National Focal Point and Compotent Authorities (FocalPoint Nasional dan Otoritas Kompeten) Menerima setiap informasi dari setiap pihak mengenai focal point nasional serta mengetahui setiap otoritas yang berada disalah satu fokal point. 10. The Secretariat (Sekretariat) Secara cepat dan tepat dalam menyediakan informasi kepada para pihak, dan jika diperlukan, informasi juga akan diberikan kepada organisasiorganisasi Internasional yang relevan. Dari ke seluruh fungsi utama inilah yang kemudian akan menjadi indikator dalam melihat keberhasilan ASEAN Human Assistance dalam mencapai tujuantujuannya. 2. Perangkat Operasional Bantuan Bencana dan Tanggap Darurat AHA Centre merupakan organisasi regional yang bekerja sebagai pusat koordinasi bantuan kemanusiaan dalam bidang bencana alam. Di dalam struktur organisasi tersebut, terdapat dua perangkat operasional untuk bantuan bencana dan tanggap darurat, yakni Standard Operating Procedure for Regional Standby Arrangement and Coordination of Join Disaster Relief and Emergency Response (ASEAN SASOP) dan ASEAN Emergency Rapid Team (ASEAN ERAT). Kedua perangkat tersebut berada di bawah naungan AHA Centre yang menjadi sistem kerja operasional bantuan bencana dan tanggap darurat. Berikut pembahasan mengenai ASEAN SASOP dan ASEAN ERAT menurut Asri Wijayanti sebagai Communication Officer of AHA Centre. Bentuk Penanganan bencana AHA Centre 1. Penilaian Resiko, Peringatan Dini dan Pemantauan (Risk Assessment, Early Warning and Monitoring)
1321
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
Komponen strategis program kerja bertujuan untuk mengurangi korban jiwa dan kerusakan harta benda dari bencana alam melalui identifikasi bencana dan resiko sebelum dampak yang tercipta akibat bencana alam dengan meningkatkan waktu peringatan. Kegiatan yang diuraikan dalam tiga sub komponen akan memungkinkan untuk penilaian resiko regional yang baik dan kegiatan peringatan dini dengan fokus pada isu lintas batas yang membutuhkan kerjasama antar negara, sehingga memberikan manfaat bagi kawasan, perencanaan pemulihan dari musibah yang lebih inklusif dan upaya mitigasi serta respon penanggulangan yang ditargetkan dan kegiatan pemulihan. 1.1 Penilaian Resiko (Risk Assessment) Dengan perkembangan yang konstan dan perubahan lingkungan, risiko ini berkembang di daerah baru dan di antara populasi baru. Mengidentifikasi populasi serta wilayah geografis yang beresiko tinggi dan memahami bahaya yang mendasar, kerentanan, dan kapasitas manejemen bencana sangat penting untuk lebih efektif dalam merencanakan, menanggapi, dan pulih dari bencana. Komponen penanggulangan bencana ini juga memiliki tujuan sebagai berikut: a. Mengembangkan dan melaksanakan program penilaian resiko regional yang menetapkan protokol dan praktik terbaik untuk melengkapi inisiatif negara anggota yang sudah ada. b. Mengembangkan dan melaksanakan kebijakan yang diperlukan dan mekanisme prosedural untuk memastikan bahwa AHA Centre dapat menerima dan mengkonsolidasikan data dari National Focal Point (NFP) dan menyebarkan ke masing-masing pihak data yang telah dianalisis dan tingkat resiko yang terkait dengan bahaya yang teridentifikasi. c. Menerapkan mekanisme dan sistem yang diperlukan untuk memastikan AHA Centre dapat melakukan analisis tentang kemungkinan implikasi tingkat regional. d. Mengembangkan dan menerapkan protokol yang diperlukan untuk memungkinkan hasil penilaian resiko yang terkait dengan bahaya dalam kawasan harus tersedia untuk semua kelompok kerja ASEAN. Dari tujuan-tujuan tersebut, penilaian resiko yang merupakan salah satu komponen dalam program kerja AHA Centre juga mengharapkan sebuah hasil seperti: a. Peningkatan kapasitas untuk melakukan dan menerapkan penilaian risiko di tingkat nasional dan regional, untuk menginformasikan pencegahan bencana dan inisiatif mitigasi. b. Implementasi yang konsisten terhadap terminologi risiko dan metodologi penilaian di seluruh wilayah. c. Aliran konsisten informasi terkait risiko yang dapat digunakan di beberapa negara anggota dan antara negara anggota dan AHA Centre. d. Meningkatkan kesadaran tentang isu-isu lintas batas yang mempengaruhi risiko regional 1.2 Peringatan Dini (Early Warning) Kerugian bencana dapat dikurangi melalui deteksi awal terhadap bahaya sebelum terjadinya bencana serta peringatan dini yang terkoordinasi.
1322
Upaya AHA Centre dalam Penanggulangan Bencana Alam di Asia Tenggara (Adam Prima K)
Pengembangan lebih lanjut dan peningkatan sistem peringatan dini multihazard di kawasan ASEAN akan memungkinkan untuk pengamatan yang lebih akurat dan terintegrasi, penilaian dampak yang lebih baik, serta koordinasi tepat waktu dalam menyebarkan informasi peringatan melalui peningkatan sistem pendukung keputusan. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa negara-negara anggota dapat membangun, memelihara, dan peninjauan secara berkala terhadap sistem informasi peringatan dini nasional, jaringan komunikasi, kesadaran publik dan kesiapsiagaan serta membangun sistem ASEAN yang sudah ada dan kemampuan seperti Disaster Information Sharing and Communications Network (DISCNet), Online Southeast Asia Disaster Invertory (OSADI), Online Southeast Asia Disaster Map (OSA-Map). 1.3 Pemantauan (Monitoring) Pemantauan lebih lanjut tentang bahaya bencana, kerentanan, dan kapasitas penanggulangan bencana dalam yuridiksi dapat memungkinkan untuk efektifnya pelaksanaan aktivitas kesiapsiagaan dan respon yang diperlukan untuk efektifnya sistem peringatan dini. AADMER artikel 5 dan 7 membutuhkan pemantauan yang dilakukan terus menerus dalam mendukung identifikasi risiko dan aktivitas peringatan dini. Pemantauan tersebut bertujuan untuk merumuskan kebijakan dan prosedur untuk mendukung pemantauan bahaya, kerentanan, dan kapasitas penanggulangan bencana serta risiko dan menempatkan mekanisme regional dan sistem pendukung untuk memfasilitasi kerjasama negara-negara anggota, pemantauan bahaya yang memiliki efek lintas batas, dan pertukaran informasi termasuk informasi peringatan dini. Hasil yang diharapkan dari kegiatan ini yakni instutitusionalisasi aktivitas pemantauan untuk membantu mengkoordinasikan informasi penilaian risiko dan peringatan dini yang lebih baik serta meningkatkan kapasitas dan kemampuan dari negara anggota dalam pemantauan risiko, kerentanan, serta kapasitas manjemen bencana. 2. Pemulihan (Recovery) Komponen tertentu dari program kerja menguraikan pasal 17 AADMER, yakni Rehabilitasi. Program kerja mengatakan “pemulihan” karena mencakup seluruh spektrum proses pemulihan yang meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Juga untuk memastikan konsistensi dengan istilah yang digunakan secara internasional. Pasal 17 AADMER merangkum bahwa negara anggota harus, secara bersama atau secara individu , mengembangkan strategi, melaksanakan program, dan meningkatkan kerjasama (bilateral, regional dan internasional) untuk rehabilitasi sebagai akibat dari suatu bencana. Komponen pemulihan bertujuan untuk memperkuat kapasitas negara-negara anggota untuk : 1. Melakukan penilaian kerusakan dan kerugian dalam satu bulan setelah bencana terjadi.
1323
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
2. Mengembangkan rencana aksi pemulihan yang efektif untuk rehabilitasi dan rekonstruksi dalam waktu tiga bulan setelah terjadi bencana. 3. Memobilisasi sumber daya dari komunitas lokal, regional dan internasional untuk mendukung pelaksanaan proses pemulihan. 4. Mengkoordinasikan dan melaksanakan kegiatan dalam target waktu sebagaimana tercantum dalam rencana pemulihan. 5. Mengembangkan rencana transisi dan tautan proses pemulihan pasca bencana kedalam pembangunan berkelanjutan satu tahun sebelum berakhirnya periode pemulihan. 3. Bantuan Sistem Logistik Darurat Bencana. Pusat Koordinasi Bantuan Kemanusiaan untuk Penanggulangan Bencana di ASEAN yakni ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian assistance on disaster management (AHA Centre) meluncurkan Sistem Logistik Darurat Bencana. Peluncuran Sistem Logistik darurat Bencana ini dilakukan bersamaan dengan acara peringatan setahun berdirinya AHA Centre di Pangkalan Angkatan Udara Malaysia di Subang, Malaysia, pada Jumat 07 Desember 2012. Deputi Sekretaris Jenderal ASEAN, Alicia Dela Rosa Bala, mengatakan “Ini adalah bukti komitmen para pemimpin ASEAN untuk mewujudkan visi komunitas ASEAN yang tangguh menghadapi bencana", kata Dela Rosa. Keberadaan AHA Centre sangat penting untuk membantu pemerintah di negaranegara Asia Tenggara di bidang penanggulangan bencana. Sistem Logistik Darurat Bencana untuk ASEAN yang didirikan dengan bantuan dari pemerintah Jepang, melalui skema Japan-ASEAN Integration Fund, ini menyempurnakan peran AHA Centre. Sistem Logistik Darurat Bencana ini dikembangkan untuk memastikan tersedianya barang-barang yang diperlukan untuk bantuan kemanusiaan secara cepat, sebagai bagian dari upaya tanggap darurat setelah terjadinya bencana skala menengah dan besar. Bantuan yang di berikan akan disesuaikan dengan kebutuhan Negara tersebut. Bantuan juga disesuaikan dengan budaya di ASEAN. Misalnya, Perlengkapan Keluarga ASEAN (ASEAN Family Kit) yang di siapkan untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang terdampak bencana selama masa darurat berisi tenda, selimut, tikar, kelambu, kebutuhan bayi dan anak-anak, pakaian, makanan dan lain sebagainya. 4. Upaya AHA Centre Mengirimkan Bntuan Logistik Darurat Bencana Setelah setahun berdirinya AHA Centre, organisasi tersebut telah menunjukkan eksistensinya dalam merespon gempa bumi yang terjadi di Myanmar. AHA Centre memberikan 250 tenda darurat dan 70 gulung terpal sebagai respon untuk kebutuhan mendesak yang dikonfirmasi oleh pemerintah Myanmar melalui NFP. Gempa bumi yang kuat dengan kekuat 6.8 SR, terjadi di Myanmar pada 19 November 2012.. Tim AHA Centre mampu berkoordinasi dengan RRD dari departemen sosial Myanmar untuk menjalankan misi penyelamatan. Tujan utama dari tim adalah untuk mengerti dari dampak gempa bumi dan menilai jika AHA Centre dapat menyediakan respon darurat. Tim dipimpin oleh eksekutif direktur AHA Centre di ikuti oleh AHA Centre Senior Emergency Preperedness and Respon Officer
1324
Upaya AHA Centre dalam Penanggulangan Bencana Alam di Asia Tenggara (Adam Prima K)
dan Senior Programme Officer of Japan-ASEAN Integration Fund (JAIF) Management Team. Tim didampingi oleh anggota ASEAN-ERAT dari Myanmar dan berhasil mengunjungi beberapa area yang terkena dampak bencana seperti di desa Kyauk Myaung dan kota Shwe Bo. Selama misi tersebut, 250 tenda darurat dan 70 lembar matras di identifikasi sebagai kebutuhan yang mendesak. Gelombang pertama dari tenda darurat disalurkan pada 23 November dari gudang UNHRD-WFP di Subang Kuala Lupur Malaysia. Pengeriman dari 250 tenda darurat tersebut diselesaikan pada 26 November 2012, sementara 70 gulung terpal dibeli lokal di Myanmar. Penyerahan ini dari AHA Centre ke RRD departemen sosial Myanmar dilaksanakan pada hari selasa 27 November 2012 di Yangon Myanmar. Berikutnya adalah kasus bencana alam yang menimpa negara Filipina yakni terjadinya Topan Bopha pada tanggal 4 Desember 2012. Bopha melanda setahun setelah Topan Washi menewaskan lebih dari 1.500 orang di Filipina selatan.Banyak korban meninggal saat Topan Washi melanda dan menyebabkan jebolnya bendungan sungai serta mengakibatkan tanah longsor.Presiden Benigno Aquino mendesak rakyat di daerah yang dilanda Bopha untuk bersiaga. Topan dengan cakupan daerah yang dilanda seluas 600 km ini bergerak ke arah barat Filipina dengan kecepatan 26 km/jam dan diperkirakan akan melanda kawasan Selatan dan Tengah sebelum menuju Laut Cina Selatan hari Kamis, menurut badan prakiraan cuaca. Selain menyebarkan informasi tentang kebencanaan, AHA centre juga mengirimkan relawan-relawan sebagai bentuk saling peduli dan saling mendukung, ini telah menjadi bukti bahwa masyarakat di ASEAN merasa hubungan kerjasama ASEAN terlaksana. AHA Centre telah mengirimkan bantuan relawan dan tiga generator untuk rumah sakit serta tempat pengungsian sejak adanya peringatan bencana, dan terus berkoordinasi dengan pemerintah Filipina mengenai hal apa saja yang perlu di support. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya peneliti membuat kesimpulan bahwa upaya yang telah dilakukan ASEAN dengan membentuk pusat koordinasi tanggap darurat bencana alam AHA Centre sudah cukup tepat. Mengingat Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang tingkat ancaman akan bencana alam relatif cukup tinggi. Upaya AHA Centre dalam penanggulangan bencana alam di Asia Tenggara yaitu menjalankan upaya sebagai fungsi membentuk sistem tanggap darurat di mulai dari penilaian resiko, peringatan dini dan pemantauan (risk assessment, early warning and monitoring), pemulihan (recovery) dan membentuk sistem bantuan logistik darurat bencana untuk memastikan tersedianya barang-barang yang diperlukan untuk bantuan kemanusiaan secara cepat, sebagai bagian dari upaya tanggap darurat setelah terjadinya bencana skala menengah dan besar. Referensi : ASEAN. 2011. ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response: Work Programme 2010 – 2015. ASEAN Secretariat : Jakarta.Hlm.7
1325
eJournal Ilmu Hubungan Internasional, Volume 3, Nomor 4, 2015: 1315-1326
ASEAN. 2010. ASEAN Agreement on Disaster Management EmergencyResponse. ASEAN Secretariat : Jakarta. Hal 14.
and
ASEAN Agreement on Disaster Management and Emergency Response. ASEAN Secretariat. Ibid. Hal 23 -24 Bencana Tsunami terbesar, http://www.unisdr.org/2006/ppew/tsunami/highlights/TsunamiMortalityAcehPro vince.pdf. 7 Mei 2013 Bencana Topan Bopha Di Filipina, http://www.bbc.co.uk/indonesia/dunia/2012/12/121204_filipina_topan.shtml. Diakses pada tanggal 14 Mei 2016. Bencana gempa 6.8 SR di Myanmar, http://news.detik.com/read/2012/12/14/171949/2118987/10/hore-jakarta-jadipusat-penanggulangan-bencana-asean?n991102605. Diakses pada tanggal 14 Mei 2016 Gempa 9,4 SR dan http://inatews.bmkg.go.id/new/about_inatews.php?urt=2.
Tsunami,
Hans Van Ginkel, and Edward Newman. “In Quest of “Human Security.” http://www.un.org/News/Press/docs/1999/19991012.dsgsm70.doc.html> Human Security: a Refugee Perspective." Keynote Speech by Mrs Sadako Ogata, United Nations High Commissioner for Refugees, at the Ministerial Meeting on Human Security Issues of the "Lysoen Process" Group of Governments. Bergen, Norway, 19 May 1999. http://www.unhcr.ch/refworld/unhcr/hcspeech/990519.htm. Sistem Bantuan Logistik Darurat Bencana, http://internasional.kompas.com/read/2012/12/08/11020212/ASEAN.Bentuk.Sist em.Logistik.Darurat.Bencana. Diakses pada 30 April 2016. Soehatman Ramli, Pedoman Manajemen Bencana (Disaster Management. (Diana Rakyat), hlm.27. United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report 1994. New York: Oxford UniversityPress, 40. http://www.undp.org/hdro/1994/94.htm> diakses pada 20 April 2016. United Nations Development Programme (UNDP). Human Development Report 1994. New York: Oxford UniversityPress, 23
1326