UNIVERSITAS INDONESIA
PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN MANAJEMEN PROYEK BERDASARKAN KERANGKA KERJA PROJECT MANAGEMENT MATURITY MODEL: STUDI KASUS PT. PQR
KARYA AKHIR
CHRISTIAN REGENSIUS 1206338043
FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI JAKARTA JULI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENGUKURAN TINGKAT KEMATANGAN MANAJEMEN PROYEK BERDASARKAN KERANGKA KERJA PROJECT MANAGEMENT MATURITY MODEL: STUDI KASUS PT. PQR
KARYA AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Informasi
CHRISTIAN REGENSIUS 1206338043
FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNOLOGI INFORMASI JAKARTA JULI 2014
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Karya Akhir ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama
: Christian Regensius
NPM
: 1206338043
Tanda Tangan
: _____________________________
Tanggal
: 14 Juli 2014
ii
HALAMAN PENGESAHAN
Karya Akhir ini diajukan oleh
:
Nama NPM Program Studi Judul Karya Akhir
: Christian Regensius : 1206338043 : Magister Teknologi Informasi : Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek Berdasarkan Kerangka Kerja Project Management Maturity Model: Studi Kasus PT. PQR
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Teknologi Informasi pada program Studi Magister Teknologi Informasi, Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Yudho Giri Sucahyo, M.Kom., Ph.D.
(……………..)
Penguji
: Rizal Fathoni Aji, S.Kom., M.Kom.
(……………..)
Penguji
: Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom. (……………..)
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 14 Juli 2014
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan-Nya selama masa perkuliahan dan pengerjaan Karya Akhir sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Akhir yang berjudul “Pengukuran Tingkat Kematangan
Manajemen
Proyek
Berdasarkan
Kerangka
Kerja
Project
Management Maturity Model: Studi Kasus PT. PQR”. Penulisan Karya Akhir ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam mencapai gelar Magister Teknologi Informasi di Universitas Indonesia.
Dalam pengerjaan Karya Akhir, banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak-pihak di bawah ini untuk bantuan dan dukungan yang diberikan kepada penulis bukan hanya pada saat pengerjaan Karya Akhir, melainkan untuk setiap dukungan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Ilmu Komputer, Universitas Indonesia:
1.
Bapak Yudho Giri Sucahyo, M.Kom., Ph.D. selaku dosen pembimbing Karya Akhir yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan Karya Akhir ini;
2.
Bapak Rizal Fathoni Aji, S.Kom., M.Kom. dan Bapak Dr. Achmad Nizar Hidayanto, S.Kom., M.Kom. selaku dosen penguji Karya Akhir;
3.
Pihak perusahaan PT. PQR yang telah banyak membantu dalam usaha memperoleh data yang dibutuhkan;
4.
Orang tua dan keluarga yang senantiasa mendoakan dan mendukung baik secara materi maupun moril;
5.
Rekan-rekan seangkatan MTI2012FA yang saling mendukung baik secara langsung maupun tidak langsung selama masa perkuliahan penulis;
6.
Para kolega yang telah mendukung dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan Karya Akhir ini: Aron, Ronald, Hardi, Hakim, Sugianto, Putri, Yulia, Santana, Rudy, Anita, Togi dan Bapak Fivda Harry.
iv
Akhir kata, penulis berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga karya akhir ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 14 Juli 2014
Penulis
v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertandatangan di bawah ini: Nama
: Christian Regensius
NPM
: 1206338043
Program Studi
: Magister Teknologi Informasi
Departemen
:-
Fakultas
: Ilmu Komputer
Jenis Karya
: Karya Akhir
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universtas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek Berdasarkan Kerangka Kerja Project Management Maturity Model: Studi Kasus PT. PQR Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan karya akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 14 Juli 2014 Yang menyatakan
(Christian Regensius)
vi
ABSTRAK Nama : Christian Regensius Program Studi : Magister Teknologi Informasi Judul : Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek Berdasarkan Kerangka Kerja Project Management Maturity Model: Studi Kasus PT. PQR Penerapan manajemen proyek yang mengacu kepada best-practice merupakan salah satu kunci untuk meningkatkan peluang kesuksesan proyek. Ruang lingkup, waktu dan biaya merupakan tiga faktor penting dalam kesuksesan proyek. PT. PQR, sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa profesional TI, telah menerapkan praktik manajemen proyek. Akan tetapi, praktik yang dilakukan belum sepenuhnya diterapkan dengan baik. Hal ini terlihat dari 67% proyek TI yang dijalankan mengalami keterlambatan. Evaluasi dibutuhkan untuk mengukur tingkat kematangan penerapan praktik proyek manajemen di PT. PQR, sehingga perbaikan dapat dilakukan berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Pengukuran dilakukan dengan metode Project Management Maturity Model. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan bahwa tingkat kematangan manajemen proyek di PT. PQR berada di tingkat satu. Manajemen PT. PQR berharap kematangan penerapan manajemen proyek berada pada tingkat tiga. Rekomendasi perbaikan diberikan berdasarkan kesenjangan antara tingkat kematangan saat ini dan harapan manajemen PT. PQR. Kata kunci: Manajemen Proyek, Model Kematangan Manajemen Proyek, Kerzner.
vii
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Christian Regensius Study Program : Master of Information Technology Title : Project Management Maturity Level Assessment Based on Project Management Maturity Model Framework: Case Study of PT. PQR. The application of project management, which refers to the best-practice is a key to increase the success-rate of project. Scope, time and cost are the three important factors in the success of project delivery. PT. PQR, a company engaged in the field of IT professional services, has implemented a project management practices. However, implemented practices do not fully applied yet. This is based on the evident that 67% of IT projects has been delayed. Evaluation is needed to measure the maturity level of project management practices in PT. PQR, so that improvements can be made based on the evaluation results. Measurements were made using Project Management Maturity Model. Based on the research result, it was found that PT. PQR’s maturity level of project management is at level one. Management expect that PT. PQR’s project management maturity is at level three. Recommendations for improvement had been given to overcome the gap between current level of maturity and expectations of PT. PQR’s management. Keywords: Project Management, Project Management Maturity Model, Kerzner
viii
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. iii KATA PENGANTAR .......................................................................................... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ........................................... vi ABSTRAK ........................................................................................................... vii ABSTRACT ........................................................................................................ viii DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii BAB 1 PENDAHULUAN ......................................................................................1 1.1
Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2
Perumusan Masalah ........................................................................... 2
1.2.1
Analisis Masalah .................................................................................2
1.2.2
Pertanyaan Penelitian ..........................................................................8
1.3
Tujuan Penelitian ............................................................................... 8
1.4
Manfaat Penelitian ............................................................................. 8
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 9
BAB 2 STUDI LITERATUR ..............................................................................10 2.1
Standar Manajemen Proyek ............................................................. 10
2.2
Model Kematangan .......................................................................... 12
2.2.1
OPM3 ................................................................................................12
2.2.2
P3M3 .................................................................................................14
2.2.3
PMMM (Kerzner) .............................................................................18
2.3
Penelitian Sebelumnya ..................................................................... 24
2.3.1
Perbandingan Model Tingkat Kematangan Manajemen Proyek ......24
2.3.2
Strategi Manajemen Perubahan untuk Peningkatan Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus Unit Banking Solution PT PQR oleh Imron Hadi Siswanto, 2013 .........................27
2.3.3
Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus PT. XYZ oleh Anju Frendy Josua, 2013 ................................27
2.3.4
Perbaikan Kualitas Proses Pengembangan Perangkat Lunak Berdasarkan Kerangka Kerja CMMI-DEV Representasi
ix
Universitas Indonesia
Continous: Studi Kasus PT. Sigma Metrasys Solution oleh Andriyanto, 2013 ..............................................................................28 2.4
Perbandingan dengan penelitian sebelumnya .................................. 28
2.5
Theoretical Framework ................................................................... 29
2.6
Pengukuran Kematangan PMMM (Kerzner) ................................... 30
2.6.1
Pengukuran Kematangan Tingkat 1 ..................................................31
2.6.2
Pengukuran Kematangan Tingkat 2 ..................................................33
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .............................................................34 3.1
Alur penelitian ................................................................................. 34
3.1.1
Melakukan Pengumpulan Masalah ...................................................34
3.1.2
Merumuskan Masalah .......................................................................34
3.1.3
Melakukan Studi Literatur ................................................................36
3.1.4
Menyusun Metodologi Penelitian dan Kuesioner .............................36
3.1.5
Mengumpulkan Data.........................................................................36
3.1.6
Melakukan Analisis Data & Menentukan Tingkat Kematangan Saat Ini ..............................................................................................36
3.1.7
Melakukan Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)............................37
3.1.8
Menyimpulkan dan Memberikan Saran ............................................37
BAB 4 TINJAUAN ORGANISASI ....................................................................38 4.1
Riwayat Organisasi .......................................................................... 38
4.2
Visi & Misi ...................................................................................... 39
4.3
Struktur Organisasi .......................................................................... 40
4.4
Kompetensi & Layanan ................................................................... 41
4.5
Profil Proyek .................................................................................... 45
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN .........................................................46 5.1
Wawancara....................................................................................... 46
5.2
Penyusunan Kuesioner ..................................................................... 46
5.3
Analisis Kematangan Manajemen Proyek Tingkat Pertama ........... 47
5.4
Analisis Kematangan Manajemen Proyek Tingkat Kedua .............. 49
5.5
Analisis Kesenjangan dan Rekomendasi Perbaikan ........................ 51
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................55 6.1
Kesimpulan ...................................................................................... 55
6.2
Saran ................................................................................................ 56
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................57 LAMPIRAN A PERTANYAAN DAN HASIL WAWANCARA ....................58
x
Universitas Indonesia
Pertanyaan Wawancara ..................................................................................... 58 Daftar Terwawancara ........................................................................................ 58 Hasil Rangkuman Wawancara 1 ....................................................................... 58 Hasil Rangkuman Wawancara 2 ....................................................................... 61 Hasil Rangkuman Wawancara 3 ....................................................................... 63 LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN ...................................................64 Kuesioner Penelitian .......................................................................................... 64 Daftar Responden .............................................................................................. 79 LAMPIRAN C DOKUMEN PENDUKUNG .....................................................80 Dokumen Proposal ............................................................................................ 80 Dokumen Business Blueprint ............................................................................ 81 Dokumen Minutes-of-Meeting .......................................................................... 82 LAMPIRAN D HASIL SURVEI .......................................................................83 Kuesioner 1 – Togi Nababan ............................................................................. 83 Kuesioner 2 – M. Nugroho Akbari .................................................................... 91 Kuesioner 3 – Fivda Harry ................................................................................ 99 Kuesioner 4 – Tjilik ......................................................................................... 107 Kuesioner 5 – Ari Wulandari .......................................................................... 115 Kuesioner 6 – Nuzli Hernawan ....................................................................... 123
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Daftar Status Proyek EBS 2013-2014 ..................................................... 3 Tabel 2.1 Rangkuman Perbandingan Penlitian Terdahulu .................................... 29 Tabel 2.2 Daftar Pertanyaan Masing-masing Domain .......................................... 31 Tabel 2.3 Pilihan kuesioner ................................................................................... 33 Tabel 2.4 Daftar Pertanyaan Masing-Masing Fase ............................................... 33 Tabel 4.1 Daftar Nilai Proyek EBS 2013-2014 .................................................... 45 Tabel 5.1 Ringkasan Skor Hasil Analisis Kematangan Tingkat Pertama ............. 47 Tabel 5.2 Ringkasan Skor Kematangan Tingkat 1................................................ 49 Tabel 5.3 Ringkasan Skor Hasil Analisis Kematangan Tingkat Kedua................ 49 Tabel 5.4 Rekomendasi Tingkat 2 ........................................................................ 53
xii
Universitas Indonesia
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Ringkasan Status Proyek EBS 2013-2014 ...........................................4 Gambar 1.2 Cause-effect analysis ............................................................................7 Gambar 2.1 Hubungan Knowledge, Assessment dan Improvement (Project Management Institute, 2003) ............................................................14 Gambar 2.2 Struktur P3M3 (Sowden, 2010) ........................................................15 Gambar 2.3 Tingkat Kematangan PMMM (Kerzner, 2001) ..................................19 Gambar 2.4 Perbandingan Metode Pengukuran Kematangan Manajemen Proyek ...............................................................................................25 Gambar 2.5 Theoretical Framework ......................................................................29 Gambar 3.1 Alur Penelitian....................................................................................35 Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Metra (PT. Multimedia Nusantara, 2012) ........39 Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT. PQR (Sumber: Dokumen Struktur Organisasi PT. PQR).........................................................................40 Gambar 4.3 Kompetensi Telkom Sigma Grup (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR) .......................................................................42 Gambar 4.4 Solusi ConversaDoc (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR) .................................................................................................44 Gambar 4.5 Pendekatan AEIOU (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR) .................................................................................................45 Gambar 5.1 Grafik Analisis Kematangan Tingkat 1 ..............................................48 Gambar 5.2 Grafik Analisis Kematangan Tingkat 2 ..............................................50
xiii
Universitas Indonesia
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang perumusan permasalahan penelitian. Bab ini terdiri dari lima bagian, yaitu latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian.
1.1
Latar Belakang
Di era modern saat ini, teknologi informasi sudah menjadi alat yang penting untuk mendukung bisnis. Perusahaan saat ini mulai mengandalkan teknologi informasi (TI) sebagai alat strategis, sehingga meningkatkan keunggulan bersaing perusahaan di industri. Selain sebagai alat strategis, tidak sedikit juga perusahaan yang menggunakan TI sebagai key enabler untuk menjalankan kegiatan operasional bisnisnya. Hal ini mengakibatkan kebutuhan bisnis untuk melakukan implementasi teknologi meningkat, sehingga proyek-proyek TI dikembangkan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan bisnis tersebut. Secara umum, pengembangan TI dapat dilakukan dengan melakukan pengembangan sendiri (inhouse) atau bekerja sama dengan perusahaan jasa implementasi solusi TI.
Salah satu perusahaan TI yang bergerak di bidang jasa implementasi solusi TI adalah PT. PQR. Solusi TI yang ditawarkan PT. PQR adalah implementasi SAP dan IBM Solutions. Selain itu, PT. PQR juga menyediakan jasa konsultansi bagi perusahaan yang ingin mengimplementasikan teknologi dalam bisnisnya dengan fokus pada observasi sistem, proses dan orang. PT. PQR memiliki dua divisi konsultan yaitu divisi SAP dan divisi EBS. Divisi SAP terdiri dari konsultan dengan kompetensi dalam implementasi SAP, sedangkan divisi EBS (Enterprise Business Solution) terdiri dari konsultan dengan kompetensi dalam implementasi IBM Solutions.
Dalam proses implementasi solusi TI, PT. PQR sangat bergantung pada kemampuannya dalam melakukan manajemen proyek yang baik. Dengan manajemen proyek yang baik, diharapkan PT. PQR dapat mendapatkan 1
Universitas Indonesia
2
keuntungan bisnis maupun relasi dengan perusahaan yang menjadi rekanannya. Biaya, waktu dan ruang lingkup proyek merupakan tiga isu krusial dalam proyek manajemen, yang menentukan keuntungan dalam implementasi teknologi. Penelitian dan best-practice yang membahas tentang manajemen proyek pun sudah banyak dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan proyek dalam hal biaya, waktu dan ruang lingkup ini. Saat ini, PT. PQR sedang berusaha melakukan penerapan manajemen proyek yang baik, namun masih banyak sisi yang masih perlu diperbaiki dan disesuaikan dengan standar dan best-practice yang ada. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada terkait manajemen proyek di PT. PQR mengacu pada penelitian terdahulu yang serupa dan best-practice yang ada.
1.2
Perumusan Masalah
Pada bagian ini dibahas permasalahan-permasalahan yang terjadi di PT. PQR. Dari permasalahan-permasalahan yang ada, dicari akar permasalahannya untuk selanjutnya menjadi latar belakang penelitian. Hasil analisis dalam bab ini adalah sebuah pertanyaan penelitian yang menjadi dasar dilakukannya penelitian ini.
1.2.1
Analisis Masalah
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan General Manager divisi EBS PT. PQR (LAMPIRAN A), secara umum sebagian besar proyek yang dijalankan EBS pada tahun 2013 melewati jadwal dari perencanaan awal. Pernyataan tersebut didukung oleh data status penyelesaian proyek dari divisi Project Management Office (PMO). Tabel 1.1 menunjukkan rincian status penyelesaian proyek. Berdasarkan data dari divisi PMO, dari 15 proyek implementasi divisi EBS yang dilaksanakan di tahun 2013, 67% proyek mengalami keterlambatan waktu penyelesaian dari rencana awal. Gambar 1.1 menunjukkan ringkasan status pengerjaan proyek EBS tahun 2013-2014. Keterlambatan proyek yang terjadi selama ini secara umum dipengaruhi oleh dua hal yaitu ruang lingkup proyek dan ketersediaan sumber daya manusia untuk melaksanakan proyek. Permintaan klien sering kali bertambah dari ruang lingkup yang sudah disepakati di awal. Akibatnya, ruang lingkup proyek menjadi Universitas Indonesia
3
bertambah besar, namun waktu dan anggaran proyek tidak bertambah. Selain itu, ketersediaan SDM ahli sering kali menjadi kendala. SDM – dengan keahlian yang dibutuhkan proyek – sering kali belum tersedia padahal proyek sudah dimulai.
Tabel 1.1 Daftar Status Proyek EBS 2013-2014 Tanggal Selesai (Rencana)
Tanggal Selesai (Aktual)
Tanggal Selesai (Estimasi)
Keterangan
Infomedia – HRMS
30/05/2013
05/06/2014
-
Terlambat
Admedika– Claim Processing System
01/05/2013
-
30/6/2014
Terlambat
Admedika – Claim Processing System – Change Request
30/09/2013
-
30/6/2014
Terlambat
Graha Sarana Duta – HRMS
31/12/2013
-
18/04/2014
Terlambat
Telkom – Lisensi & Instalasi IBM Lotus Domino
31/01/2014
31/01/2014
-
Tepat waktu
Pekerjaan Pembangunan ERP Modul Industri Perum Perhutani Tahun 2013
30/04/2014
-
30/09/2014
Terlambat
Pekerjaan Pembangunan ERP Modul Produksi Perum Perhutani Tahun 2013
30/04/2014
-
30/09/2014
Terlambat
Dephub – Jasa Implementasi Peningkatan Email Security dan Pengembangan Aplikasi e-Office
28/05/2014
29/04/2014
-
Tepat Waktu
BKPM – Pengembangan SPIPISE 2014
07/12/2014
-
-
Sedang Berjalan
BPKP – Upgrade dan Migrasi BPKP
17/05/2013
17/09/2013
-
Terlambat
ECM KJRI Hong Kong Tata Kelola Teknologi Informasi PT. Pelni Infomedia – Virtual Data Room
31/05/2013
-
-
Terlambat
20/04/2013
17/09/2013
-
Terlambat
14/06/2014
26/08/2013
-
Tepat Waktu
Pelindo 1 – Pengadaan Layanan E-Office
13/11/2013
25/09/2013
-
Tepat Waktu
Bank BTN – Penambahan Fasilitas Add On untuk Aplikasi iFlow
27/11/2013
07/05/2014
-
Terlambat
Nama Proyek
(Sumber: Sistem Informasi Manajemen Proyek PT. PQR)
Universitas Indonesia
4
Gambar 1.1 Ringkasan Status Proyek EBS 2013-2014 Berdasarkan wawancara dengan General Manager divisi PMO (LAMPIRAN A), keterlambatan penyelesaian proyek yang terjadi tidak sesuai dengan harapan manajemen PT. PQR. Hal tersebut merugikan perusahaan, karena mengakibatkan tidak tercapainya target profit yang diharapkan di masing-masing proyek. Manajemen berharap bahwa untuk selanjutnya proyek-proyek yang dikerjakan dapat diselesaikan tepat waktu dan sesuai dengan anggaran yang sudah direncanakan. Berdasarkan kondisi tersebut disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara harapan manajemen dan keadaan yang terjadi saat ini. Untuk menganalisis lebih dalam terkait akar permasalahan penyebab kesenjangan tersebut, dilakukan analisis permasalahan dengan menggunakan diagram sebab akibat yang ditunjukkan pada Gambar 1.2. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing domain permasalahan berdasarkan fase-fase manajemen proyek.
1.
Perencanaan Proyek Domain
pertama
adalah
perencanaan
proyek.
Terdapat
beberapa
permasalahan yang muncul, diantaranya tidak matangnya penyusunan proposal, anggaran dan perencanaan SDM proyek. Dari sisi penyusunan proposal, proposal proyek sering kali dilakukan terburu-buru dalam jangka waktu yang singkat, sehingga penyusunan solusi dan perencanaan Universitas Indonesia
5
kebutuhan SDM, anggaran, serta perencanaan jadwal proyek tidak dapat dilakukan secara rinci dan terukur. Dari sisi perencanaan SDM, ketersediaan sumber daya manusia yang siap untuk terjun dalam proyek merupakan salah satu isu yang dihadapi oleh PT. PQR. SDM dengan keahlian yang dibutuhkan dalam proyek sering kali belum tersedia untuk mengerjakan proyek atau bahkan masih terlibat di proyek lain yang sedang berjalan, padahal proyek baru sudah dimulai. Dari sisi perencanaan anggaran, PT. PQR sendiri belum menggunakan sebuah metode baku untuk menentukan perencanaan anggaran. Perencanaan anggaran dilakukan berdasarkan intuisi dari pemegang kepentingan, seperti tim sales, general manager dan manajer proyek. Selain itu, faktor lain yang menjadi isu adalah tentang penggalian kebutuhan klien. Tidak lengkapnya penggalian kebutuhan klien sebagai dasar ruang lingkup proyek di tahapan awal juga menjadi permasalahan dalam penyampaian proyek secara tepat waktu dan biaya. Hal ini disebabkan ketidaktahuan klien akan detail kebutuhan sistem yang dibutuhkan sebelum sistem tersebut terlihat bentuk tampilannya. Ditambah lagi, kegiatan penggalian kebutuhan proyek dan juga assessment terhadap harapan klien, yang dilakukan tim pengembang, tidak berjalan dengan efektif. Hal ini berdampak pada tidak didapatkannya kebutuhan klien yang utuh sebagai bahan perencanaan proyek lebih lanjut.
2.
Pelaksanaan Proyek Domain kedua adalah perencanaan proyek. Domain perencanaan proyek ini pada praktiknya menyertakan kegiatan perencanaan ulang proyek jika pada tengah proyek terjadi perubahan. Dalam domain ini diidentifikasi bahwa PT. PQR
belum
menerapkan
best-practices
manajemen
proyek
yang
terdokumentasi dan terstandar di tingkat organisasi. Beberapa praktik manajemen proyek dari standar yang berlaku di industri TI sudah diterapkan secara intuitif, namun belum diketahui tingkat efektivitas kegiatan manajemen proyek yang diterapkan tersebut dan juga best-practices mana yang belum diterapkan. Oleh karena itu, dibutuhkan evaluasi penerapan Universitas Indonesia
6
manajemen proyek yang sudah diterapkan, sehingga perbaikan dapat dilakukan untuk mengatasi masalah keterlambatan dan pemenuhan anggaran proyek. Permasalahan lain yang diidentifikasi dalam domain pelaksanaan proyek ini adalah isu keluar-masuknya SDM dalam proyek yang sedang berjalan. Sering kali dalam proyek yang sedang berjalan, konsultan keluar dari perusahaan sehingga dibutuhkan konsultan lain untuk menggantikan kekosongan yang ditinggalkan demi tetap terjaganya kebutuhan tenaga dalam proyek. Bahkan tidak jarang, kosultan yang sedang ditempatkan di proyek yang sudah berjalan harus ditarik dan ditempatkan di proyek yang kekurangan tenaga konsultan. Isu terkait ketersediaan SDM ini merupakan permasalahan pengelolaan SDM yang tidak berjalan baik dan perlu diperbaiki.
3.
Pengendalian Proyek Domain ketiga adalah domain pengendalian proyek. Ruang lingkup dari klien yang melebar juga menjadi salah satu alasan keterlambatan dan terlebihinya anggaran proyek. Hal ini disebabkan tidak efektifnya proses yang berjalan saat pengumpulan kebutuhan di awal, dan juga tidak efektifnya penerapan manajemen perubahan yang terjadi di tengah pengembangan sistem. Selain itu, hal ini disebabkan oleh adanya harapan yang berbeda antara klien dengan pihak vendor/pengembang. Hal ini tidak terkomunikasi dengan baik sehingga menyebabkan pelebaran ruang lingkup yang akhirnya berdampak pada penyelesaian proyek yang mundur dari perencanaan. Permasalahan lain dalam domain ini adalah terkait penerapan kontrol biaya dan manajemen risiko dalam pengendalian biaya. Pengawasan cash-flow proyek belum dilakukan dengan baik dan mitigasi risiko kelebihan biaya juga belum direncanakan. Mitigasi risiko biasanya dilakukan saat proyek sudah berjalan dan tidak direncanakan dengan matang di awal proyek.
Universitas Indonesia
7
Tim pembuat proposal tidak fokus karena terlibat dalam proyek lainnya
Perencanaan proyek
Pembuatan proposal proyek tidak matang
Kegiatan penggalian requirement proyek tidak berjalan efektif
Tenggat waktu pengerjaan proposal proyek sangat sempit
Harapan fungsi aplikasi yang diharapkan pengguna di fase awal berbeda dengan pihak vendor Ruang lingkup proyek melebar dari kesepakatan awal Manajemen perubahan dalam proyek tidak berjalan efektif
Pengendalian proyek
Klien tidak mengetahui kebutuhannya sendiri di fase awal
Konsultan dengan skillset yang dibutuhkan proyek tidak tersedia / masih berada di proyek lain
Tidak ada metode baku dalam melakukan perencanaan anggaran Perencanaan anggaran proyek tidak matang
Perencanaan SDM proyek tidak sesuai rencana
Konsultan keluar-masuk proyek karena resign / dibutuhkan di proyek lain Pengendalian biaya akibat perubahan belum berjalan dengan efektif
Pengumpulan kebutuhan proyek di fase awal tidak lengkap
Pengelolaan SDM di organisasi tidak berjalan baik
Manajemen Resiko terkait kelebihan biaya belum dilakukan
Project terlambat dan anggaran biaya Proyek terlampaui Belum pernah dilakukan evaluasi untuk memperbaiki penerapan manajemen proyek Best-practices manajemen proyek belum diterapkan secara komprehensif
Pelaksanaan proyek
Gambar 1.2 Cause-effect analysis Universitas Indonesia
8
Gambar 1.2 menjelaskan permasalahan-permasalahan umum yang mejadi akar permasalahan dari keterlambatan proyek dan terlampauinya anggaran biaya proyek di PT. PQR. Akar masalah yang menjadi dasar penelitian ini adalah PT. PQR belum menerapkan best-practices manajemen proyek secara komprehensif. Hal ini dikarenakan PT. PQR belum pernah melakukan evaluasi terhadap manajemen proyek yang diterapkan. Selanjutnya, berdasarkan hasil evaluasi yang didapatkan dapat dilakukan perbaikan terhadap penerapan manajemen proyek yang ada.
1.2.2
Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan hasil analisis pada Bagian 1.2.1 ditarik sebuah akar permasalahan yang menjadi objek penelitian ini. Akar masalah yang diambil adalah belum dilakukannya evaluasi terhadap proses manajemen proyek di PT. PQR. Dari akar permasalahan yang didapat, maka dibuat pertanyaan penelitian, yaitu “Berapa tingkat kematangan penerapan manajemen proyek di PT. PQR?”. Pertanyaan penelitian ini diambil sebagai dasar untuk memberikan rekomendasi terkait standar yang ada.
1.3
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Mengidentifikasi permasalahan terkait manajemen proyek di proyek-proyek yang dilakukan oleh divisi Enterprise Business Solution (EBS) PT. PQR,
b.
Melakukan evaluasi dengan mengukur tingkat kematangan penerapan manajemen proyek di divisi EBS PT. PQR berdasarkan standar yang berlaku,
c.
Memberikan rekomendasi untuk perbaikan proses berdasarkan hasil pengukuran dan harapan dari manajemen.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a.
Memberikan evaluasi tingkat kematangan manajemen proyek di divisi Enterprise Business Solution (EBS) PT. PQR Universitas Indonesia
9
b.
Menjadi pedoman bagi perusahaan lain yang ingin memperbaiki proses manajemen proyeknya,
c.
Menjadi referensi penelitian bagi kalangan akademis dalam bidang manajemen proyek.
1.5
Ruang Lingkup Penelitian
Topik yang dibahas dalam penelitian ini adalah pengelolaan proyek di PT. PQR, khususnya divisi Enterprise Business Solution (EBS).
Universitas Indonesia
BAB 2 STUDI LITERATUR
Bab ini menjelaskan tentang literatur yang dipelajari terkait dengan penelitian yang dilakukan. Bab ini terdiri dari tiga bagian, yaitu ringkasan literatur standar manajemen proyek, model kematangan, dan penelitian sebelumnya, perbandingan dengan penelitian sebelumnya serta kerangka teoritis penelitian.
2.1
Standar Manajemen Proyek
Proyek adalah sebuah kegiatan temporer yang dilakukan untuk membuat sebuah produk, jasa atau hasil tertentu. Manajemen proyek secara umum adalah kegiatan atau proses yang dilakukan untuk mengelola proyek. Secara formal Project Management Institute (PMI), sebuah lembaga yang fokus dalam pengembangan standar manajemen proyek, mempublikasikan sebuah standar manajemen proyek berdasarkan best-practices yang dipelajari dari industri. Best-practices tersebut dituangkan dalam Project Management Body of Knowledge (PMBOK). Di dalam PMBOK sendiri manajemen proyek didefinisikan sebagai penerapan pegetahuan, keahlian, alat dan teknik dalam proyek untuk memenuhi kebutuhan proyek (Project Management Institute, 2013). Beberapa standar manajemen proyek sudah dikembangkan dan digunakan dalam industri, diantaranya adalah standar PMBOK dan PRINCE2. Standar yang didefinisikan berbeda satu dengan yang lainnya. Menurut PMBOK, manajemen proyek dapat dicapai melalui penerapan dan integrasi yang benar terhadap 47 proses manajemen proyek yang dikategorikan dalam lima grup proses (Project Management Institute, 2013), yaitu:
Initiating Grup proses initiating (inisiasi) terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk mendefinisikan sebuah proyek baru atau sebuah fase baru dari proyek yang sudah ada dengan memperoleh izin untuk memulai proyek atau fase tersebut. Dalam proses inisiasi, lingkup awal didefinisikan dan sumber daya keuangan awal ditetapkan. Selanjutnya, para pemangku kepentingan internal
10
Universitas Indonesia
11
dan eksternal yang akan berinteraksi dan berpengengaruh terhadap hasil keseluruhan proyek juga akan diidentifikasi.
Planning Grup proses planning (perencanaan) terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk membangun ruang lingkup usaha secara keseluruhan, mendefinisikan dan menyempurnakan tujuan, dan mengembangkan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dalam proses perencanaan ini, dikembangkan rencana manajemen proyek dan dokumen proyek yang akan digunakan untuk melaksanakan proyek tersebut. Rencana manajemen proyek dan dokumen proyek yang dikembangkan sebagai keluaran dari proses grup perencanaan akan mencakup semua aspek ruang lingkup, waktu, biaya, kualitas, komunikasi, sumber daya manusia, risiko, pengadaan, dan keterlibatan pemangku kepentingan.
Executing Grup proses executing (pelaksanaan) terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan yang ditetapkan dalam rencana manajemen proyek untuk memenuhi spesifikasi proyek. Grup proses ini melibatkan koordinasi orang dan sumber daya, pengelolaan harapan pemangku kepentingan, serta integrasi dan pelaksanaan kegiatan proyek sesuai dengan rencana manajemen proyek. Selama pelaksanaan proyek, hasil keluarannya mungkin memerlukan pembaruan perencanaan dan pembuatan ulang dasar ruang lingkup proyek. Hal ini mungkin saja termasuk perubahan jangka waktu kegiatan yang diharapkan, perubahan dalam ketersediaan dan produktivitas sumber daya, serta risiko tak terduga.
Monitoring & Controlling Grup proses monitoring & controlling terdiri dari proses-proses yang diperlukan untuk merekam, meninjau ulang, dan mengatur kemajuan dan kinerja dari proyek; mengidentifikasi area-area dimana perubahan rencana yang diperlukan, dan memulai perubahan yang sesuai. Manfaat utama dari Universitas Indonesia
12
grup proses ini adalah bahwa kinerja proyek diukur dan dianalisis secara berkala, jika terjadi sebuah pada kejadian yang tepat, atau kondisi pengecualian untuk mengidentifikasi perubahan dari rencana manajemen proyek.
Closing Grup proses closing (penutupan) terdiri dari proses-proses yang dilakukan untuk menyimpulkan semua kegiatan di semua grup proses manajemen proyek untuk secara resmi menyelesaikan proyek, fase, atau kewajiban kontrak. Grup proses ini, saat selesai, memverifikasi bahwa proses yang telah ditentukan selesai dalam semua grup proses sehingga secara resmi dapat ditetapkan bahwa proyek atau fase proyek selesai.
Selain kelima grup proses manajemen proyek yang telah disebutkan sebelumnya, terdapat 47 proses manajemen proyek yang diidentifikasi dalam PMBOK yang dikelompokkan kedalam Sembilan knowledge area terpisah. Sembilan knowledge area ini digunakan sebagian besar proyek hampir setiap waktu. Tim proyek harus memanfaatkan kesembilan knowledge area ini dan knowledge area lainnya, yang sesuai, khusus untuk proyek mereka. Kesembilan knowledge area tersebut adalah: Project Integration Management, Project Scope Management, Project Time Management,
Project
Quality
Management,
Project
Human
Resource
Management, Project Communications Management, Project Risk Management, Project Procurement Management dan Project Stakeholder Management.
2.2
Model Kematangan
Berikut ini dijelaskan beberapa metode-metode yang dapat digunakan untuk mengevaluasi dan mengukur kematangan penerapan manajemen proyek dalam sebuah organisasi.
2.2.1
OPM3
OPM3 adalah singkatan dari Organizational Project Management Maturity Model. OPM3 merupakan standar evaluasi kematangan dan perbaikan penerapan Universitas Indonesia
13
menajemen proyek yang dipublikasikan oleh Project Management Institute (PMI). Tujuan dari standar OPM3 ini adalah memberikan gambaran bagi organisasi untuk mengerti tingkat kematangan manajemen proyeknya mengacu pada sekumpulan best-practice manajemen proyek dalam organisasi. OPM3 membantu organisasi yang ingin meningkatkan tingkat kematangan manajemen proyek di organisasinya.
Terdapat tiga elemen dasar untuk menerapkan OPM3 dalam sebuah organisasi: Knowledge, Assessment, Improvement. Gambar 2.1 menggambarkan hubungan antara ketiganya, dimana Knowledge mendorong Assessment, dan Assessment mendorong Improvement. Berikut penjelasan dari masing-masing elemen:
1.
Knowledge. Karena standar OPM3 akan membentuk dasar assessment kematangan dari organisasi, maka pengenalan akan isi dari standar tersebut merupakan hal yang penting untuk dipahami. Pengetahuan akan standar ini harus dipahami oleh setiap orang yang terkait dengan kegiatan manajemen proyek di dalam organisasi.
2.
Assessment. Dalam assessment, organisasi menggunakan assessment tool untuk menentukan area kekuatan dan kelemahan yang berhubungan dengan kumpulan best practice. Berdasarkan hasil assessment, organisasi dapat memilih untuk melakukan investigasi lebih dalam, melakukan perencanaan perbaikan ataupun tidak melanjutkan proses.
3.
Improvement. Untuk sebagian pengguna, daftar kapabilitas yang belum dikembangkan dalam organisasi akan masuk dalam hasil assessment. OPM3 memberikan petunjuk dalam mengurutkan daftar kapabilitas ini berdasarkan tingkat kepentingannya. Selanjutnya, urutan ini menjadi dasar untuk melakukan perencanaan perbaikan ke depannya.
Universitas Indonesia
14
Gambar 2.1 Hubungan Knowledge, Assessment dan Improvement (Project Management Institute, 2003)
Kematangan organisasi dalam OPM3 terdiri dari beberapa dimensi. Dimensi pertama adalah tingkat proses perbaikan, yaitu dari standarisasi (standardize) ke pengukuran (measure) ke kontrol (control) dan sampai ke perbaikan berkelanjutan (continuously improve). Dimensi lainnya adalah dengan melihat penerapan best practice dalam domain project management, program management dan terakhir portfolio management. OPM3 dirancang tanpa sistem “tingkatan” kematangan.
2.2.2
P3M3
P3M3 atau kependekan dari Portfolio, Programme, and Project Management Maturity Model (P3M3) merupakan model kematangan yang dibuat oleh Office Government Commerce (OGC). OGC merupakan organisasi pemerintah Inggris yang bertanggung jawab dalam mendukung proses pengadaan dan akuisisi organisasi sektor publik di Inggris melalui bimbingan kebijakan dan proses.
P3M3 terdiri dari tiga model individu yaitu: Portfolio Management Maturity Model (PfM3), Programme Management Maturity Model (PgM3), Project Management Maturity Model (PjM3). Gambar 2.2 menggambarkan struktur dari model P3M3. Walaupun tersambung, tidak ada saling ketergantungan antar model, sehingga dapat dilakukan assessment pada bagian tertentu saja. Universitas Indonesia
15
Gambar 2.2 Struktur P3M3 (Sowden, 2010)
P3M3 terdiri dari lima tingkat yang diterapkan sama ke setiap sub-model – Portfolio, Programme dan Project Management. Berikut adalah penjelasan dari setiap tingkat:
1.
Tingkat 1 – Awareness of process Di tingkat ini proses biasanya tidak terdokumentasi dengan baik. Sedikit bahkan tidak ada penjelasan dari proses yang dijalankan. Proses diketahui secara umum oleh setiap individu, tetapi praktiknya di lapangan berbedabeda tergantung dari masing-masing pihak. Organisasi di tingkat 1 dapat mencapai kesuksesan di beberapa proyek, namun bukan karena pengetahuan dan kapabilitas organisasi, melainkan karena kompetensi individu.
2.
Tingkat 2 – Repeatable process Organisasi telah menerapkan praktik manajemen dasar sehingga sudah dapat mengulangi proses dengan baik, namun belum ada standarnya.
Universitas Indonesia
16
3.
Tingkat 3 – Defined process Proses pengelolaan dan teknis yang penting untuk mencapai tujuan organisasi akan didokumentasikan, distandarisasikan dan diintegrasikan dengan bisnis proses yang lain. Manajemen puncak ikut serta secara konsisten dalam memberikan dukungan. Yang membedakan antara tingkat dua dan tingkat tiga adalah ruang lingkup standar, deskripsi proses dan prosedur.
4.
Tingkat 4 – Managed process Tingkat empat memiliki karateristik kematangan proses yang sudah dikelola secara kuantitatif. Terdapat bukti kuantitatif untuk kinerja proses dan kualitasnya, dan bukti tersebut digunakan untuk mengelola proses yang ada.
5.
Tingkat 5 – Optimized process Di tingkat lima, organisasi akan fokus pada optimisasi dari proses yang sudah dikelola secara kuantitatif, dimana mempertimbangkan juga perubahan kebutuhan bisnis dan faktor-faktor eksternal.
Terdapat juga tujuh perspektif proses dalam P3M3 yang mendefinisikan karakteristik kunci dari sebuah organisasi yang matang. Ketujuh perspektif proses ini dapat diterapkan di tiga model dan di setiap Tingkat Kematangan. Masingmasing perspektif menjelaskan proses dan praktek yang harus dilakukan pada tingkat kematangan tertentu. Berikut ini adalah penjelasan singkat dari masingmasing prespektif proses:
Kontrol Manajemen (Management Control)
Kontrol manajemen mencakup pengendalian internal dari inisiatif/proyek dan bagaimana arah perjalanan inisiatif/proyek dipertahankan sepanjang siklus hidupnya. Kontrol manajemen ditandai dengan bukti yang jelas dari adanya arahan dan kepemimpinan, ruang lingkup, tahapan, serta proses peninjauan selama inisiatif/proyek.
Universitas Indonesia
17
Manajemen Manfaat (Benefits Management)
Manajemen manfaat adalah proses yang memastikan bahwa hasil perubahan bisnis yang diinginkan telah didefinisikan dengan jelas, terukur dan akhirnya diwujudkan melalui pendekatan terstruktur dan dengan kepemilikan penuh organisasi.
Manajemen Keuangan/Finansial (Financial Management)
Keuangan adalah sumber daya penting yang harus menjadi fokus utama untuk memulai dan mengendalikan inisiatif/proyek. Manajemen keuangan memastikan bahwa kemungkinan biaya inisiatif/proyek didokumentasikan dan dievaluasi dalam sebuah kasus bisnis formal. Kemungkinan biaya tersebut dikategorikan dan dikelola selama siklus hidup investasi. Manajemen keuangan juga mengelola penjadwalan ketersediaan dana untuk mendukung keputusan investasi.
Manajemen Pemangku Kepentingan (Stakeholder Management)
Pemangku kepentingan merupakan kunci bagi keberhasilan inisiatif/proyek apapun. Pemangku kepentingan di tingkat yang berbeda, baik di dalam maupun di luar organisasi, perlu dianalisis dan dilibatkan dengan efektif. Keterlibatan pemangku kepentingan meliputi perencanaan komunikasi, identifikasi dan penggunaan saluran komunikasi yang efektif, dan teknik untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Manajemen Risiko (Risk Management)
Manajemen ririko memandang cara organisasi mengelola ancaman, dan kesempatan yang diberikan oleh inisiatif/proyek. Manajemen risiko memelihara keseimbangan antara ancaman dan peluang. Keseimbangan dicapai dengan tindakan manajemen untuk mengurangi atau menghilangkan peluang terjadinya ancaman yang teridentifikasi, atau untuk meminimalkan dampaknya jika hal tersebut terjadi. Selain itu, manajemen risiko diharapkan juga dapat membantu dalam memaksimalkan peluang.
Universitas Indonesia
18
Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance)
Tata kelola organisasi melihat bagaimana penyampaian inisiatif sejalan dengan arah strategis organisasi. Hal ini juga mempertimbangkan bagaimana memulai dan menutup kontrol yang diterapkan pada inisiatif dan bagaimana keselarasan dipertahankan selama siklus hidup suatu inisiatif/proyek. Tata kelola organisasi juga melihat bagaimana berbagai kontrol organisasi dilaksanakan dan standar dapat dicapai, termasuk kerangka kerja legislatif. Selain itu, hal ini juga mempertimbangkan analisis tingkat keterlibatan pemangku kepentingan.
Manajemen Sumber Daya (Resource Management)
Manajemen sumber daya meliputi pengelolaan semua jenis sumber daya yang dibutuhkan untuk penyampaian proyek. Pengelolaan yang dimaksud termasuk sumber daya manusia, bangunan, peralatan, perlengkapan, informasi, alat dan tim pendukung. Elemen kunci pengelolaan sumber daya adalah proses untuk memperoleh sumber daya dan bagaimana rantai pasokan digunakan untuk memaksimalkan penggunaan sumber daya secara efektif.
2.2.3
PMMM (Kerzner)
Dalam rangka memperluas Capability Maturity Model (CMM) ke arah manajemen
proyek,
Kerzner
(2000)
dan
(2001)
mengusulkan
Project
Management Maturity Model (PMMM). PMMM membahas knowledge areas di seluruh
proses
manajemen
proyek
sesuai
dengan
PMBOK,
dan
mengintegrasikannya dengan Project Management Office (PMO) di tingkat strategis.
PMMM terdiri dari lima tingkatan, yang mewakili tingkat kematangan manajemen proyek. Masing-masing tingkat memliki ciri khas yang unik. Gambar 2.3 menunjukkan tingkat kematangan PMMM, karakteristik di setiap tingkat dan hal yang dibutuhkan untuk mencapai satu tingkatan.
Universitas Indonesia
19
Gambar 2.3 Tingkat Kematangan PMMM (Kerzner, 2001)
Berikut adalah penjelasan karakteristik dari masing-masing tingkat:
1.
Tingkat 1 – Common Language
Tingkat satu adalah tingkat dimana organisasi pertama mengakui pentingnya manajemen proyek. Organisasi mungkin memiliki pengetahuan sepintas tentang manajemen proyek atau bahkan tidak memiliki pengetahuan sama sekali. Pengukuran kematangan di tingkat pertama ini dinilai dengan kuesioner yang terdiri dari 80 pertanyaan pilihan berganda. Setiap pertanyaan mewakili domaindomain pengetahuan yang ada dalam PMBOK. Terdapat sembilan kategori domain dalam PMBOK yang masuk dalam kriteria penilaian, yaitu: Manajemen Ruang Lingkup/Integrasi Manajemen Waktu Manajemen Biaya Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Pengadaan Manajemen Kualitas Manajemen Risiko Manajemen Komunikasi Universitas Indonesia
20
Hasil akhir dari kuesioner ini adalah nilai skor yang menunjukkan pemahaman perusahaan terhadap manajemen proyek.
2.
Tingkat 2 – Commom Process
Tingkat dua adalah tahap di mana sebuah organisasi membuat upaya bersama untuk menggunakan manajemen proyek dan mengembangkan proses dan metodologi agar penerapan manajemen proyek dapat lebih efektif. Di tingkat dua, organisasi menyadari bahwa metodologi dan proses umum diperlukan sehingga keberhasilan pengelolaan pada satu proyek dapat diulang pada proyek-proyek lainnya. Di tingkat dua ini organisasi dinilai berdasarkan keberadaannya dalam sebuah siklus kematangan manajemen proyek, yaitu: Embryonic Di siklus pertama ini, organisasi dinilai pengakuannya terhadap manfaat dan aplikasi manajemen proyek oleh pihak manajemen. Seringkali, manfaat tersebut hanya dilihat oleh manajemen menenga saja, manajemen senior kemudian harus diperkenalkan dengan konsep manajemen proyek. Executive Management Acceptance Siklus yang kedua ini, organisasi sudah mengakui manfaat manajemen proyek dan hal tersebut sudah diakui juga sampai di tingkat manajemen eksekutif. Kriteria yang menjadi patokan bahwa organisasi telah mencapai fase ini yaitu: Dukungan manajemen eksekutif Pemahaman manajemen eksekutif terhadap manajemen proyek Pensponsoran proyek Keinginan untuk mengubah jalannya bisnis perusahaan Line Management Acceptance Siklus ketiga dari tingkat dua adalah fase line management acceptance. Dalam fase ini dapat terlihat: Universitas Indonesia
21
Dukungan manajemen lini Komitmen manajemen lini terhadap manajemen proyek Pemahaman dan edukasi manajemen lini Pemberian
pelatihan
manajemen
proyek
kepada
pegawai
fungsional Manajemen lini jarang sekali memberikan dukungannya terkait penerapan
manajemen
proyek,
kecuali
manajemen
eksekutif
memberikan dukungannya. Oleh karena itu, organisas dikatakan telah memenuhi fase ini adalah jika sudah ada dukungan dari manajemen lini dalam penerapan manajemen proyek. Growth Fase ini adalah fase pertumbuhan awal penciptaan proses manajemen proyek. Kriteria bahwa organisasi sudah mencapai tahap ini adalah: Pengembangan siklus hidup manajemen proyek perusahaan Pengembangan metodologi manajemen proyek Komitmen untuk perencanaan yang efektif Meminimalkan lingkup perubahan Pemilihan perangkat lunak manajemen proyek untuk mendukung metodologi Pemenuhan organisasi terhadap kriteria di atas menunjukkan bahwa organisasi sudah mencapai fase growth. Maturity Fase kelima dalam siklus tingkat dua adalah yang disebut "fase kematangan awal" dari Tingkat 2. Kriteria bahwa organisasi sudah mencapai tahap ini adalah: Pengembangan sistem pengendalian biaya manajemen / jadwal Integrasi kontrol jadwal dan biaya
Universitas Indonesia
22 Pengembangan kurikulum pendidikan yang berkelanjutan untuk mendukung manajemen proyek dan meningkatkan keterampilan individu
3.
Tingkat 3 – Singular Methodology Tingkat tiga adalah tingkat dimana organisasi mengakui bahwa sinergi dan proses kontrol dapat dicapai melalui pengembangan metodologi tunggal daripada
dengan
menggunakan
beberapa
metodologi.
Karakteristik
organisasi yang menunjukkan berada pada tingkat tiga ini adalah:
Proses yang terintegrasi: hal ini menunjukkan organisasi mengakui bahwa beberapa proses dapat dirampingkan menjadi satu.
Dukungan budaya: Proses terpadu menciptakan metodologi tunggal. Melalui metodologi tunggal ini manfaat yang luar biasa dapat dicapai. Pelaksanaan metodologi dilakukan melalui budaya perusahaan yang sepenuh hati mendukung pendekatan manajemen proyek. Budaya tersebut akhirnya membentuk budaya yang kooperatif.
Dukungan manajemen: Dalam tingkat ini, dukungan terhadap manajemen proyek terliha di seluruh lapisan manajemen. Setiap lapisan atau tingkat manajemen memahami peran dan dukungan yang dibutuhkan agar metodologi tunggal dapat berjalan.
Manajemen proyek Informal: Dengan dukungan manajemen dan budaya koperasi, implementasi metodologi tunggal didasarkan pada pedoman dan ceklis, bukan berdasarkan kebijakan dan prosedur yang kaku.
Pelatihan dan pendidikan: Dengan dukungan budaya yang kuat, organisasi menyadari keuntungan finansial dari pelatihan manajemen proyek. Manfaat tersebut dapat digambarkan secara kuantitatif maupun kualitatif.
Keunggulan Perilaku: Organisasi mengakui perbedaan perilaku antara manajemen proyek dan manajemen lini. Program pelatihan perilaku
Universitas Indonesia
23
sudah dikembangkan untuk meningkatkan keterampilan manajemen proyek.
4.
Tingkat 4 – Benchmarking Project management benchmarking adalah proses membandingkan praktek manajemen proyek organisasi secara terus-menerus dengan praktek organisasi yang memimpin di dunia. Tujuannya adalah untuk mendapatkan informasi sehingga membantu organisasi meningkatkan kinerjanya sendiri. Tingkat empat adalah tingkat dimana organisasi menyadari bahwa metodologi yang ada dapat diperbaiki. Kompleksitasnya terletak pada mencari jalan bagaimana untuk mencapai peningkatan tersebut. Bagi perusahaan
yang
bersifat
project-driven,
perbaikan
terus-menerus
merupakan sarana untuk mempertahankan atau memperbaiki keunggulan kompetitif. Cara terbaik mencapai perbaikan berkelanjutan adalah melalui penolokan terus menerus. Karakteristik organisasi yang menunjukkan berada pada tingkat empat ini adalah:
Organisasi harus menetapkan project office (PO) atau center of excellence (COE) untuk manajemen proyek. Bagian ini merupakan bagian utama perusahaan yang mengelola pengetahuan manajemen proyek.
The PO atau COE harus didedikasikan untuk proses perbaikan manajemen proyek. Hal ini biasanya dicapai dengan karyawan penuh waktu yang berdedikasi.
Penolokan (benchmarking) harus dilakukan terhadap industri sejenis maupuan tidak sejenis.
Perusahaan harus melakukan benchmarking baik kuantitatif maupun kualitatif. Penolokan kuantitatif menganalisis proses dan metodologi, sedangkan penolokan kualitatif menilai penerapan manajemen proyek.
Universitas Indonesia
24
5.
Tingkat 5 – Continuous Improvement Di tingkat lima, organisasi mengevaluasi informasi yang dipelajari selama penolokan dan menerapkan perubahan yang diperlukan untuk memperbaiki proses manajemen proyek. Karakteristik organisasi yang menunjukkan berada pada tingkat lima ini yaitu:
Organisasi harus membuat berkas pelajaran dari sesi tanya jawab di setiap akhir proyek. Studi kasus pada setiap proyek dipelajari untuk membahas kesalahan yang dilakukan dan pengetahuan yang dipelajari. Hal ini penting sehingga kesalahan tidak diulang.
Pengetahuan yang dipelajari pada setiap proyek harus ditransfer ke proyek dan tim lain. Hal ini dapat dicapai melalui forum belajar pelajaran per kuartal atau melalui pelajaran studi kasus yang dibahas dalam program pelatihan.
Perusahaan harus menyadari bahwa program mentoring harus diberikan terhadap manajer proyek junior. Pengetahuan dan informasi lesson-learned yang dipelajari dapat ditularkan melalui program mentoring.
Karakteristik terakhir dari tingkat lima adalah organisasi memahami bahwa perencanaan strategis untuk manajemen proyek adalah proses yang berlangsung terus menerus.
2.3
Penelitian Sebelumnya
Pada bagian ini dijelaskan penelitian-penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Penelitian-penelitian yang menjadi perbandingan adalah penelitian terkait manajemen proyek, kematangan manajemen proyek dan pengembangan perangkat lunak.
2.3.1
Perbandingan Model Tingkat Kematangan Manajemen Proyek
Saat ini, terdapat beberapa model pengukuran tingkat kematangan proyek sudah diteliti dan dipublikasikan. Dari model-model yang ada, perlu dipilih model yang paling tepat digunakan dibandingkan model yang lain. Sebuah penelitian sudah Universitas Indonesia
25
dilakukan oleh Mohammad Khoshgoftar dan Omar Osman untuk membandingkan karakteristik antar model kematangan yang ada. Tujuan penelitian tersebut adalah membandingkan model kematangan dan menemukan model terbaik dari modelmodel tersebut. Cara membandingkannya adalah dengan memilih model yang akan dibandingkan, kemudian dinilai berdasarkan 27 variabel yang sudah didefinisikan oleh penelitian sebelumnya. Gambar 2.4 menunjukkan hasil perbandingan yang dilakukan.
Gambar 2.4 Perbandingan Metode Pengukuran Kematangan Manajemen Proyek (Khoshgoftar & Osman, 2009)
Dari hasil perbandingan di atas, maka diputuskan untuk memilih model kematangan Project Management Maturity Model (PMMM) Kerzner. Model ini lebih tepat jika dibandingkan dengan model lainnya, mengacu studi kasus
Universitas Indonesia
26
penelitian dan variabel yang terdefinisi pada tabel perbandingan. Berikut adalah poin-poin yang menjadi alasannya:
1.
PMMM mengacu pada standar PMBOK. Hal ini sesuai dengan standar manajemen proyek yang diadaptasi oleh PT. PQR.
2.
PMMM memberikan rekomendasi perbaikan bagi Project Management Office. Hal ini cocok dengan struktur organisasi di PT. PQR, yang memiliki divisi Project Management Office.
3.
PMMM mempertimbangkan aspek manajemen proyek strategis, sehingga perbaikan yang direkomendasikan diharapkan dapat memberikan nilai tambah bagi keunggulan kompetitif PT. PQR
4.
PMMM mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan organisasi. Hal tersebut membantu PT. PQR untuk melakukan perbaikan terhadap proses manajemen proyek di internalnya.
5.
Model
PMMM
Kerzner
memiliki
cakupan
proses
yang
tinggi.
Dibandingkan dengan OPM3, PMMM lebih baik secara cakupan proses. 6.
PMMM fokus pada proses manajemen proyek saja, tidak seperti model OPM3 dan Berkeley. Hal ini cocok dengan PT. PQR karena proyek-proyek di PT. PQR tidak berupa program (sekumpulan proyek) ataupun portofolio (sekumpulan program).
7.
PMMM menitikberatkan pada perbaikan berkelanjutan, terlihat dari variabel commitment for continuous improvement.
8.
PMMM sifatnya sederhana, mudah dimengerti oleh pengguna dan mudah dalam eksekusi rekomendasi perbaikan, sehingga dapat dengan mudah untuk diadaptasi oleh PT. PQR. Hal ini terlihat dari variabel easy for execution, simple & understandable.
9.
PMMM memberikan detail yang tinggi, namun dengan biaya yang rendah, terlihat dari variabel details & assessment cost.
Universitas Indonesia
27
2.3.2 Strategi Manajemen Perubahan untuk Peningkatan Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus Unit Banking Solution PT PQR oleh Imron Hadi Siswanto, 2013 Pada karya akhir ini, Imron Hadi Siswanto melakukan pengukuran tingkat kematangan manajemen proyek dan juga strategi perubahan yang harus dilakukan untuk dapat mencapai harapan manajemen terkait tingkat kematangan manajemen proyek perusahaan. Penelitian ini menggunakan metode P3M3 untuk mengukur tingkat kematangan manajement proyek unit Banking Solutions PT. PQR. Hasilnya menunjukkan bahwa tingkat kematangan manajemen proyek unit Banking Solutions PT. PQR berada pada tingkat dua. Selanjutnya, untuk memenuhi harapan manajemen agar tingkat kematangan manajemen proyek mencapai tingkat tiga, digunakan analisis SWOT untuk menentukan strategi perubahan yang perlu dilakukan.
2.3.3
Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus PT. XYZ oleh Anju Frendy Josua, 2013
Pada karya akhir ini, Anju Frendy Josua melakukan pengukuran tingkat kematangan manajemen proyek dari PT. XYZ. Selain itu, Anju Frendy Josua juga merekomendasikan langkah yang perlu dilakukan diambil oleh pihak manajemen untuk meningkatkan kematangan dari penerapan manajemen proyek di perusahaan tersebut. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode Kerzner dengan menggunakan kuesioner dari buku Strategic Planning for Project Management Maturity using A Project Management Maturity Model (Kerzner, 2001). Hasil dalam penelitian ini menyatakan bahwa PT. XYZ berada di tingkat satu Common Language. Selain itu, ditemukan juga kondisi overlapping level pada tingkat satu dan dua, dimana perusahaan belum memenuhi persyaratan pada tingkat satu tetapi sudah melakukan beberapa proses yang ada di tingkat dua.
Universitas Indonesia
28
2.3.4 Perbaikan
Kualitas
Proses
Pengembangan
Perangkat
Lunak
Berdasarkan Kerangka Kerja CMMI-DEV Representasi Continous: Studi Kasus PT. Sigma Metrasys Solution oleh Andriyanto, 2013 Pada karya akhir ini, Andriyanto meneliti tingkat kematangan METRASYS berdasarkan tingkat kematangan proses pengembangan perangkat lunak. Metode yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah dengan model CMMI-Dev v1.2 representasi continuous. Berdasarkan metode ini, METRASYS telah menerapkan empat dari lima proses area kerja dengan capability level berada pada tingkat satu yaitu ‘performed’. Akan tetapi, METRASYS belum dapat mencapai capability level dua karena baru menjalankan +/- 66% dari praktek proses area kerja yang harus dijalankan untuk mencapai tingkat tersebut.
2.4
Perbandingan dengan penelitian sebelumnya
Dari studi literatur yang dilakukan sebelumnya, penulis melakukan perbandingan antar penelitian. Tabel 2.1 menerangkan perbedaan antar penelitian sebelumnya. Penelitian ini mengambil objek penelitian yang sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Andriyanto, 2013). Akan tetapi, pendekatan pengukuran kematangan yang digunakan adalah berbeda. Andriyanto mengukur dengan model pengukuran untuk pengembangan perangkat lunak, sedangkan penulis mengukur dengan pendekatan model manajemen proyek. Metode Project Management Maturity Model (PMMM) Kerzner adalah metode yang digunakan dalam penelitian ini. Metode ini dipilih karena metode ini mengacu pada standar PMBOK (Khoshgoftar & Osman, 2009), dimana standar PMBOK ini sendiri menjadi acuan PT. PQR dalam penerapan manajemen proyek. Metode P3M3, yang dipakai dalam penelitian Imron Hadi Siswanto (Siswanto, 2013), tidak digunakan karena dasarnya adalah PRINCE2 dan bukan PMBOK. Penelitian ini menggunakan metode pengukuran kematangan yang sama dengan penelitian sebelumnya oleh Anju Frendy Josua (Josua, 2013).
Universitas Indonesia
29
Tabel 2.1 Rangkuman Perbandingan Penlitian Terdahulu
Topik
Tujaun Penelitian
Metode Penelitian
Strategi Manajemen Perubahan untuk Peningkatan Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus Unit Banking Solution PT PQR
Pengukuran Tingkat Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus PT. XYZ
Perbaikan Kualitas Proses Pengembangan Perangkat Lunak Berdasarkan Kerangka Kerja CMMIDEV Representasi Continous: Studi Kasus PT. Sigma Metrasys Solution
Membuat rencana strategi perubahan untuk meningkatkan tingkat kematangan manajemen proyek
Melakukan pengukuran tingkat kematangan manajemen proyek
Melakukan pengukuran dan rekomendasi aktivitas untuk peningkatan kualitas pengembangan perangkat lunak
P3M3
PMMM (Kerzner)
CMMI-Dev
Hasil Penelitian
2.5
Tingkat kematangan Tingkat dua Strategi manajemen perubahan
Tingkat kematangan Tingkat satu
Sebagian proses area berada pada capability level satu.
Theoretical Framework
Penelitian ini mengukur tingkat kematangan manajemen proyek di sebuah perusahaan. Gambar 2.5 adalah kerangka pemikiran yang dikembangkan untuk menunjang penelitian ini. Knowledge Areas Manajemen Ruang Lingkup
Penerapan PMBOK
Manajemen Biaya
Manajemen Sumber Daya Manusia
Manajemen Integrasi Manajemen Pengadaan
Penerapan manajemen proyek saat ini
Manajemen Waktu
Tingkat kematangan manajemen proyek saat ini
Manajemen Kualitas
PMMM (Kerzner)
Manajemen Risiko
Manajemen Komunikasi
Dukungan Manajemen
Pengembangan Standar Proses
Permasalahan manajemen proyek yang terjadi
Gambar 2.5 Theoretical Framework
Universitas Indonesia
30
Tingkat kematangan manajemen proyek diketahui dari penerapan proyek saat ini dan dibandingkan dengan model kematangan yang digunakan yaitu PMMM Kerzner. Berikut penjelasan sebab akibat untuk masing-masing elemen:
Penerapan manajemen proyek saat ini dipengaruhi oleh penerapan aktivitas yang mengacu pada standar yang digunakan, dalam hal ini adalah PMBOK. Penerapan aktivitas PMBOK sendiri dipengaruhi oleh pemahaman yang baik dari para manajer proyek terhadap area pengetahuan yang didefinisikan dalam PMBOK.
Penerapan manajemen proyek saat ini juga dapat dipengaruhi oleh permasalahan-permasalahan yang terjadi selama pelaksanaan proyek. Hal tersebut menunjukkan apakah manajemen proyek diterapkan dengan baik atau tidak.
Model pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode PMMM (Kerzner). Oleh karena itu, hasil tingkat pengukuran tergantung pada model yang didefinisikan dalam metode tersebut. Metode ini menunjukkan gambaran kematangan penerapan manajemen proyek yang ada saat ini. Berdasarkan metode ini, terdapat tiga hal yang tercakup dalam pengukuran kematangannya yaitu: pemahaman tehadap area pengetahuan dalam PMBOK, dukungan manajemen, dan pengembangan proses standar yang dilakukan di organisasi.
2.6
Pengukuran Kematangan PMMM (Kerzner)
Berdasarkan hasil studi literatur yang telah dilakukan, diputuskan untuk menggunakan metode PMMM Kerzner dalam mengukur tingkat kematangan penerapan manajemen proyek di PT. PQR. Secara umum, penilaian dilakukan dengan metode survei terhadap responden yang secara langsung menangani proyek. Masing-masing tingkat kematangan memiliki pertanyaan dan cara perhitungan yang berbeda. Berikut ini penjelasan tentang cara penyusunan kuesioner dan penilaian tingkat kematangan satu dan dua dengan metode PMMM Kerzner.
Universitas Indonesia
31
2.6.1 Pengukuran Kematangan Tingkat 1 Pengukuran pada tingkat satu adalah untuk mengetahui kesadaran perusahaan akan pentingnya manajemen proyek. Hal tersebut diukur dengan menilai pengetahuan yang dimiliki perusahaan terkait manajemen proyek. Pengetahuan manajemen proyek yang dimaksud adalah tentang pemahaman pada konsep dan prinsip-prinsip dalam PMBOK.
Berdasarkan pendekatan pengukuran kematangan PMMM Kerzner, kuesioner pada tingkat pertama ini terdiri dari 80 pertanyaan pilihan berganda. Setiap pertanyaan mewakili domain-domain pengetahuan dalam PMBOK. PMBOK memuat sembilan kategori domain (Project Management Institute, 2008), namun metode PMMM Kerzner menyatukan penilaian kematangan dalam domain manajemen ruang lingkup dan manajemen integrasi menjadi satu domain. Dengan demikian, jumlah kategori domain dalam metode PMMM Kerzner adalah sebanyak delapan kategori. Tabel 2.2 menunjukkan daftar kategorisasi pertanyaan dalam setiap kategori domain. Masing-masing pertanyaan merupakan pilihan ganda dengan lima jawaban. Walaupun secara sepintas terdapat beberapa jawaban yang mirip satu dengan lainnya, setiap responden hanya boleh memilih satu jawaban saja yang dianggap paling tepat. Responden dapat hanya seorang individu saja ataupun sekelompok orang, tergantung dari ruang lingkup penelitian.
Tabel 2.2 Daftar Pertanyaan Masing-masing Domain No
Domain
Daftar Pertanyaan Terkait
1
Manajemen Ruang Lingkup/Integrasi
1, 16, 21, 27, 32, 38, 41, 45, 47, 60
2
Manajemen Waktu
2, 17, 24, 31, 33, 48, 51, 58, 63, 71
3
Manajemen Biaya
4, 10, 18, 26, 37, 44, 50, 61, 73, 80
4
Manajemen Sumber Daya Manusia
5, 9, 15, 19, 28, 46, 52, 55, 57, 66
5
Manajemen Pengadaan
6, 13, 23, 34, 40, 49, 59, 67, 69, 77
6
Manajemen Kualitas
8, 12, 22, 36, 43, 54, 62, 68, 74, 78
7
Manajemen Risiko
7, 14, 25, 29, 39, 42, 53, 65, 72, 76
8
Manajemen Komunikasi
3, 11, 20, 30, 35, 56, 64, 70, 75, 79
Universitas Indonesia
32
Hasil akhir dari kuesioner ini adalah nilai skor yang menunjukkan pemahaman perusahaan terhadap manajemen proyek. Setiap pertanyaan yang benar diberikan nilai 10, sedangkan yang salah atau kosong diberikan nilai nol. Skor maksimal untuk kuesioner ini adalah 800. Untuk responden yang terdiri dari sekelompok orang, skor akhir dapat diambil dari rata-rata nilai dari masing-masing individu.
Penilaian pemahaman responden ataupun organisasi terhadap prinsip manajemen proyek dilihat berdasarkan skor yang didapatkan dari kuesioner. Responden yang mendapatkan nilai 60 atau lebih untuk setiap delapan kategori, memiliki arti bahwa responden ataupun organisasi memiliki pengetahuan yang baik terkait prinsip manajemen proyek. Responden yang mendapatkan nilai 60 atau lebih untuk hampir setiap kategori, hanya satu atau dua kategori yang tidak mencapai 60, dinilai masih memiliki pengetahuan yang baik terkait prinsip manajemen proyek. Kategori yang tidak terpenuhi mungkin dikarenakan kategori-kategori tersebut tidak terkait dengan proses bisnis maupun keadaan dalam organisasi tersebut. Walaupun demikian, pelatihan tetap dibutuhkan untuk meningakatkan pengetahuan pada kategori yang kurang tersebut.
Responden dengan nilai kurang dari 60 untuk kategori apapun, artinya masih terdapat kekurangan pengetahuan di organisasi tersebut. Untuk skor kurang dari 30 pada kategori apapun, organisasi perlu mengadakan pelatihan khusus terkait prinsip-prinsip dasar manajemen proyek. Hal ini mengindikasikan bahwa manajemen proyek dalam organisasi tersebut sangat belum matang.
Skor total dari masing-masing responden selanjutnya dijumlahkan untuk mengetahui posisi kematangan organisasi, apakah sudah memenuhi kematangan tingkat satu atau belum. Skor total 600 atau lebih untuk semua kategori menunjukkan bahwa organisasi sudah memenuhi tingkat satu dan siap untuk dilakukan penilaian tingkat dua PMMM. Jika skor akhir organisasi kurang dari 600 poin, artinya masih terdapat kekurangan pemahaman manajemen proyek di suatu domain pengetahuan – atau disebut juga dengan celah pengetahuan.
Universitas Indonesia
33
2.6.2 Pengukuran Kematangan Tingkat 2 Pada tingkat dua, common process, dinilai tingkat pendefinisian proses oleh organisasi. Pada tingkat dua ini, organisasi diidentifikasi posisinya dalam fasefase siklus hidup PMMM tingkat dua. Terdapat 20 pertanyaan yang diajukan kepada responden untuk memeriksa bagaimana kematangan organisasi jika dihubungkan dengan penilaian PMMM tingkat dua dan fase siklus hidup Tingkat dua. Di samping setiap pertanyaan terdapat tujuh jawaban yang merepresentasikan pendapat dari setiap responden. Setiap responden diharapkan mengisi kuesioner dengan menandai ceklis pada jawaban yang sesuai dianggap sesuai dengan keadaan perusahaan saat ini. Tabel 2.3 berikut ini adalah bentuk pilihan dari setiap pertanyaan. Tabel 2.3 Pilihan kuesioner Sangat Tidak Setuju
Jawaban Keadaan Saat Ini Perusahaan Anda Agak Tidak Tidak Agak Tidak Setuju Setuju Tahu Setuju
Setuju
Sangat Setuju
Hasil kuesioner ini selanjutnya disajikan dalam bentuk skor yang didistribusikan ke dalam masing-masing tahapan tingkat dua. Pengelompokkan masing-masing pertanyaan ke dalam fase-fase tingkat dua ditunjukkan oleh Tabel 2.4. Tabel 2.4 Daftar Pertanyaan Masing-Masing Fase Fase Embryonic Executive Line Management Growth Maturity
Daftar Pertanyaan Terkait 1, 3, 14, 17 5,10, 13, 20 7, 9, 12, 19 4, 6, 8, 11 2, 15, 16, 18
Setiap jawaban yang dipilih masing-masing responden selanjutnya dijumlahkan berdasarkan pengelompokkan fase. Kemudian, untuk masing-masing fase dicari nilai rata-rata dari seluruh responden. Untuk skor enam atau lebih pada fase tertentu menunjukkan bahwa organisasi telah mencapai atau minimal berada pada fase tersebut. Skor yang rendah dan belum mencapai nilai enam pada fase tertentu artinya organisasi belum mencapai fase tersebut.
Universitas Indonesia
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Bab
ini
membahas
langkah-langkah
penelitian
yang
digunakan
untuk
memecahkan permasalahan penelitian dan mencapai tujuan penelitian.
3.1
Alur penelitian
Dalam menjawab tujuan penelitian, dibentuk tahapan penelitian seperti yang digambarkan dalam Gambar 3.1. Setiap langkah terdiri dari masukan (input), proses serta metode yang dilakukan, dan keluaran (output). Masing-masing langkah pada gambar dikelompokkan ke dalam kategori-kategori besar, yaitu: (1) melakukan pengumpulan masalah (2) merumuskan masalah, (3) melakukan studi literatur, (4) menyusun metodologi penelitian dan kuesioner, (5) mengumpulkan data, (6) melakukan analisis dan menentukan tingkat kematangan saat ini, (7) melakukan analisis kesenjangan (gap analysis), (8) menyimpulkan dan memberikan saran. Berikut penjelasan dari masing-masing langkah:
3.1.1
Melakukan Pengumpulan Masalah
Fase perumusan masalah dimulai dengan mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk mendefinisikan permasalahan. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara dengan perwakilan manajemen, serta mengumpulkan dokumen yang dibutuhkan. Dari data yang berhasil dikumpulkan, selanjutnya dilakukan analisis sehingga didapatkan daftar permasalahan untuk dianalisis pada tahapan selanjutnya.
3.1.2
Merumuskan Masalah
Setelah data didapatkan, selanjutnya dilakukan perumusan masalah dengan menggunakan metode fishbone/cause-effect diagram. Analisis ini digunakan untuk mendapatkan masalah utama dan menganalisis akar permasalahan dari masalah utama tersebut. Hasil keluaran dari analisis akar permasalahan ini adalah pertanyaan penelitian yang menjadi dasar penelitian ini.
34
Universitas Indonesia
35
Input
Proses 1 Melakukan pengumpulan masalah
2 Merumusan masalah
Jurnal, penelitian terdahulu, buku
3
Melakukan Studi literatur
Metode
Output
Observasi, wawancara, pengumpulan dokumen
Daftar permasalahan
Cause-effect diagram
Pertanyaan Penelitian
Studi literatur
Theoritical Framework
4 Menyusun
Metodologi Penelitian & kuesioner
metodologi penelitian & kuesioner
Kuesioner Kerzner & buku PMBOK
5 Mengumpulkan data
Penyebaran kuesioner, wawancara, observasi dokumen
Data hasil penelitian
PMMM
Tingkat kematangan saat ini
Analisis Kesenjangan
Rekomendasi untuk mencapai tingkat kematangan yang diharapkan
6
Melakukan Analisis & menentukan tingkat kematangan saat ini
Tingkat kematangan manajemen proyek yang diharapkan (Dengan wawancara)
7
Melakukan analisis kesenjangan
8 Menyimpulkan & memberikan saran
Kesimpulan & saran
Gambar 3.1 Alur Penelitian
Universitas Indonesia
36
3.1.3 Melakukan Studi Literatur Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan teori, metodologi dan penelitian sebelumnya dalam domain yang sama. Dari sisi teori, literatur yang dipelajari adalah teori-teori mengenai manajemen proyek dan model-model tingkat kematangan manajemen proyek yang sudah berkembang sampai saat ini. Secara spesifik, penelitian ini menggunakan sebuah model kematangan manajemen proyek yaitu Project Management Maturity Model (PMMM) oleh Kerzner. Dari sisi metodologi, metode dan langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh penelitian-penelitian sebelumnya dipelajari, kemudian dilakukan proses concise, compare, contrast, criticize dan construct (5C) untuk mendapatkan metodologi yang sesuai untuk penelitian ini. Keluaran dari tahap ini adalah theoretical framework yang digunakan sebagai dasar rancangan penelitian ini.
3.1.4
Menyusun Metodologi Penelitian dan Kuesioner
Pada tahap ini dilakukan penyusunan metodologi penelitian berdasarkan hasil studi literatur yang dilakukan pada tahap sebelumnya dan menyusun instrumen penelitian yang diperlukan. Instrumen yang dibuat adalah kuesioner penelitian dan pertanyaan untuk wawancara. Hasil dari tahapan ini adalah metodologi penelitian dan juga instrumen yang digunakan dalam penelitian.
3.1.5
Mengumpulkan Data
Dalam tahap ini, dilakukan pengumpulan data berdasarkan hasil pembentukan instrumen penelitian yang sudah dibuat di tahapan sebelumnya. Wawancara dilakukan dengan pihak manajemen organisasi. Selain itu, kuesioner juga disebarkan kepada para manajer proyek yang ada. Keluaran dari tahap ini adalah data penerapan manajemen proyek saat ini.
3.1.6
Melakukan Analisis Data & Menentukan Tingkat Kematangan Saat Ini
Analisis data dilakukan berdasarkan model kematangan yang sudah ditentukan sesuai metodologi penelitian. Dalam penelitian ini, model yang digunakan untuk menganalisis pengukuran kematangan manajemen proyek adalah Project Universitas Indonesia
37
Management Maturity Model (PMMM). Setelah analisis dilakukan, didapatkan hasil tingkat kematangan manajemen proyek saat ini. Langkah selanjutnya adalah melakukan gap analysis antara tingkat kematangan proyek saat ini dengan harapan tingkat kematangan proyek yang didapatkan dari wawancara dengan pihak manajemen organisasi. Hasil keluarannya adalah rekomendasi perbaikan untuk mencapai tingkat kematangan yang diharapkan.
3.1.7
Melakukan Analisis Kesenjangan (Gap Analysis)
Pada tahap ini dilakukan analisis kesenjangan antara tingkat kematangan saat ini dengan tingkat kematangan yang diharapkan. Tingkat kematangan manajemen proyek organisasi saat ini didapatkan dari tahapan sebelumnya. Tingkat kematangan manajemen proyek yang diharapkan didapatkan dengan melakukan wawancara kepada pihak manajemen. Dari hasil analisis, didapatkan kesenjangan antara keadaan sebenarnya dan harapan dari manajemen. Untuk memperbaiki kesenjangan
ini,
rekomendasi
perbaikan
diusulkan
kepada
organisasi.
Rekomendasi perbaikan dibuat berdasarkan referensi dari PMMM (Kerzner, 2001).
3.1.8
Menyimpulkan dan Memberikan Saran
Tahap terakhir ini adalah menyimpulkan hasil penelitian dan memberikan saran kepada organisasi berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan. Selain itu, dikemukakan juga saran untuk penelitian selanjutnya berdasarkan metodologi yang digunakan.
Universitas Indonesia
BAB 4 TINJAUAN ORGANISASI
Bab ini membahas profil organisasi yang menjadi objek penelitian. Secara umum, profil organisasi mencakup sekilas tentang riwayat organisasi, visi, misi, struktur organisasi, serta kompetensi dan layanan yang ditawarkan. Pembahasan dalam bab ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang organisasi yang menjadi objek penelitian.
4.1
Riwayat Organisasi
PT. PQR adalah anak perusahaan dari PT. Sigma Cipta Caraka (selanjutnya disebut Telkom Sigma) yang berfokus pada jasa integrasi sistem teknologi SAP dan IBM. PT. PQR pada awalnya merupakan unit bisnis dari PT. Multimedia Nusantara (selanjutnya disebut Telkom Metra) yang merupakan anak perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk (selanjutnya disebut Telkom) dan induk perusahaan dari Telkom Sigma. Telkom Metra ditunjuk sebagai Service Partner SAP di Indonesia pada Oktober 2009, hal inilah yang mendorong Telkom Metra mendirikan unit bisnis strategis baru bernama PT. PQR yang fokus pada layanan implementasi SAP. Pada Oktober 2011, PT. PQR secara resmi berdiri sendiri dengan nama PT. PQR sebagai anak perusahaan Telkom Sigma. Gambar 4.1 menunjukkan struktur anak perusahaan Metra.
Sebagai unit bisnis yang terlibat langsung dalam penerapan SAP dan IBM di Telkom, PT. PQR memanfaatkan pengalaman tersebut untuk memberikan nilai terbaik dan manfaat bagi pelanggan. Sampai saat ini, PT. PQR telah dipercayakan oleh berbagai BUMN dan sektor publik di antaranya Kereta Api Indonesia (KAI), PT POS Indonesia (POS), PT Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI), Perhutani, Kementrian Kesehatan, serta Telkom dan anak perusahaannya. Selain itu, PT. PQR juga menyediakan solusi untuk berbagai perusahaan swasta seperti Kompas Gramedia Group, Djarum Group, Gunung Sewu Group, Interbat, Dairy Farm Group (Hero, Giant Starmart, dll) dan Universitas Kristen Maranatha.
38
Universitas Indonesia
39
Gambar 4.1 Struktur Perusahaan Metra (PT. Multimedia Nusantara, 2012)
4.2
Visi & Misi
Visi PT. PQR adalah menjadi “Menjadi IT Business Solution Partner terbaik di Indonesia”. Adapun untuk mencapai visi tersebut, PT. PQR memiliki misi yaitu “Memberikan platform proses yang memberdayakan orang-orang untuk mencapai kinerja dan keuntungan yang tinggi”. Melalui proyek yang dilakukan di berbagai perusahaan BUMN maupun swasta, PT. PQR sedang dalam perjalanan menjadi perusahaan terkemuka dan mewujudkan visinya tersebut.
Universitas Indonesia
40
4.3
Struktur Organisasi
Gambar 4.2 Struktur Organisasi PT. PQR (Sumber: Dokumen Struktur Organisasi PT. PQR)
Gambar 4.2 menunjukkan struktur organisasi yang berlaku di PT. PQR. Secara umum, organisasi PT. PQR terbagi menjadi dewan direksi dan enam divisi. Keenam divisi tersebut yaitu:
a)
SAP Consulting
Divisi SAP merupakan divisi yang menjadi lini bisnis PT. PQR. Divisi terdiri dari konsultan-konsultan kompetensi inti dalam implementasi aplikasi SAP.
b)
Enterprise Business Solution (EBS) Consulting
Selain SAP, divisi EBS merupakan divisi yang menjadi lini bisnis PT. PQR. Divisi ini bertanggung jawab dalam mengerjakan proyek-proyek implementasi solusi IBM, integrasi sistem dan juga pengembangan aplikasi bisnis.
c)
Project Management Office (PMO) Universitas Indonesia
41
Divisi PMO merupakan divisi yang bertugas mengelola administrasi dan sumber daya proyek. Selain itu, divisi PMO ini juga bertugas untuk mengkoordinasikan status dan kebutuhan proyek dengan induk perusahaan.
d)
Sales & Marketing
Divisi Sales & Marketing ini bertanggung jawab untuk melakukan pemasaran dan melakukan kegiatan penjualan serta menjaga hubungan dengan klien.
e)
Solution & Business Development
Divisi
Solution
&
Business
Development
bertanggung
jawab
dalam
pengembangan solusi dan bisnis PT. PQR. Selain itu, proyek-proyek dukungan operasional (operation support) SAP dikerjakan oleh divisi ini.
f)
Business Support
Divisi Business Support merupakan divisi bertugas memberikan dukungan back office bagi bisnis. Di dalamnya, terdapat bagian sumber daya manusia, bagian urusan umum, serta bagian accounting & finance.
4.4
Kompetensi & Layanan
PT. PQR merupakan bagian dalam portofolio bisnis Telkom Sigma. Gambar 4.3 menunjukkan portofolio kompetensi jasa implementasi teknologi Telkom Sigma Group, antara lain integrasi sistem, jasa perangkat lunak, pengembangan perangkat lunak, pengembangan jaringan dan infrastruktur, serta penyediaan pusat data. PT. PQR, sebagai bagian dalam Telkom Sigma, memfokuskan kompetensi diri dalam implementasi teknologi dan solusi dari SAP dan IBM.
Universitas Indonesia
42
Gambar 4.3 Kompetensi Telkom Sigma Grup (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR)
SAP adalah perusahaan perangkat lunak multinasional Jerman yang membuat perangkat lunak untuk pengelolaan operasional bisnis dan hubungan pelanggan. SAP merupakan singkatan dari "Systems, Applications and Products in Data Processing" atau dalam bahasa jerman “Systeme, Anwendungen und Produkte in der Datenverarbeitung”. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1972 dan berkantor pusat di Walldorf, Baden-Württemberg, Jerman. Produk perangkat lunak paling terkenal yang dikembangkan SAP adalah sistem aplikasi dan manajemen perencanaan sumber daya perusahaan (Enterprise Resource Planning). Perangkat lunak ini dikenal dengan nama SAP ERP. Selain itu, SAP juga terkenal dengan produk perangkat lunak data warehouse yang dikembangkannya.
International Business Machines Corporation (IBM) adalah sebuah perusahaan multinasional dari Amerika yang berfokus pada bisnis teknologi dan konsultasi. IBM didirikan pada 16 Juni 1911, beroperasi sejak 1888 dan berpusat di Armonk, New York, Amerika Serikat. IBM memproduksi dan memasarkan perangkat keras komputer dan perangkat lunak. Selain itu, IBM juga menawarkan jasa infrastruktur, hosting dan konsultasi di bidang area mulai dari komputer mainframe sampai teknologi-nano. Mesin-mesin dan produk IBM yang sukses adalah mainframe dengan sistem 370 (pada tahun 1960-an), IBM PC, AS/400 dan RS/6000 (1980-an), PowerPC CPU (1990-an). Pada tahun 2002 perusahaan ini menguatkan kemampuan konsultasi bisnisnya dengan mengambil alih perusahaan jasa konsultan tekemuka. Di bisnis perangkat lunak, IBM juga memiliki portofolio Universitas Indonesia
43
aplikasi yang dikembangkan. IBM mengelompokkan portofolio perangkat lunak ke dalam beberapa merek, antara lain Tivoli, Lotus, Industry Solutions, Information Management, Rational, Security, dan WebSphere. Setiap merek produk ini memiliki fungsi yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya.
Dalam organisasinya, PT. PQR membagi lini bisnis jasa konsultasi ke dalam dua kategori yaitu SAP dan Enterprise Business Solution (EBS). Di lini bisnis jasa konsultasi SAP, layanan yang disediakan antara lain jasa implementasi untuk produk SAP berikut:
SAP ERP (Enterprise Resource Planning),
SAP CRM (Customer Relationship Management),
SAP SCM (Supply Chain Management),
SAP SRM (Supplier Relationship Management),
SAP PLM (Product Lifecycle Management).
Di lini bisnis EBS, PT. PQR, sebagai IBM Premier Business Partner sejak Maret 2012, menyediakan jasa implementasi produk IBM. Produk yang menjadi unggulan EBS antara lain:
Enterprise Content Management (ECM) o Document Management System o Production Imaging Solution o Case Management o Content Analytic
Data Management o ETL, Staging & Data Quality o Database & Datawarehouse o Master Data Management
Business Process Management o Business Process Manager o Advance Case Management o Business Rules Management
Universitas Indonesia
44
Enterprise Application Integration o Application Connectivity o Enterprise Service Bus o SOA Management
Enterprise Connectivity & Integration o SAP Smart Archiving o Application Connector for SAP o Cloud Integration
Portal & Collaboration o Portals & Mashup o Social Software & Collaboration o Office Automation
Selain itu, sebagai bagian dalam lini bisnis EBS, PT. PQR memiliki produk Document Management System dengan nama ConversaDoc. Gambar 4.4 menunjukkan paket solusi yang ditawarkan oleh produk ConversaDoc.
Gambar 4.4 Solusi ConversaDoc (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR)
Dalam menyediakan jasa implementasi kepada klien yang menjadi rekanannya, PT. PQR berkomitmen dengan memberikan layanan AEIOU. Gambar 4.5 menunjukkan siklus jasa AEIOU yang ditawarkan PT. PQR kepada klien rekanannya. Berkaca pada konsep siklus hidup (lifecycle), PT. PQR menawarkan layanan mulai dari mengidentifikasi kebutuhan klien, pelatihan, implementasi, Universitas Indonesia
45
operasional sampai kepada peningkatan layanan. Dengan pendekatan ini, klien diharapkan mendapatkan nilai dan manfaat yang maksimal dari investasi teknolgi yang dikeluarkan.
Gambar 4.5 Pendekatan AEIOU (Sumber: Dokumen Profil Perusahaan PT. PQR)
4.5
Profil Proyek
Tabel 4.1 menunjukkan daftar proyek divisi EBS dari tahun 2013-2014 beserta dengan nilai dari masing-masing proyek. Proyek-proyek dalam daftar ini merupakan proyek yang bersifat pengadaan dan juga implementasi. Tabel 4.1 Daftar Nilai Proyek EBS 2013-2014 Nama Proyek Nilai Proyek (Rp.) PT. AAA – HRMS 4.872.916.874 PT. BBB – Claim Processing System 3.410.264.419 PT. BBB – Claim Processing System – Change Request 1.400.000.000 PT. CCC – HRMS 1.800.000.000 PT. DDD – Lisensi & Instalasi IBM Lotus Domino 1.600.021.000 Pekerjaan Pembangunan ERP Modul Industri PT. EEE 2013 1.400.575.000 Pekerjaan Pembangunan ERP Modul Produksi PT. EEE 2013 1.450.902.000 Jasa Implementasi Peningkatan Email Security dan Pengembangan 101.200.000 Aplikasi e-Office Pengembangan SPIPISE 2014 1.876.600.000 Upgrade dan Migrasi ECM 152.750.000 ECM Hong Kong 740.182.749 Tata Kelola Teknologi Informasi PT. FFF 400.000.000 PT. AAA – Virtual Data Room 342.887.500 PT. GGG – Pengadaan Layanan E-Office 427.569.000 PT. HHH – Penambahan Fasilitas Add On untuk Aplikasi iFlow 3.363.636.364 (Sumber: Sistem Informasi Manajemen Proyek PT. PQR)
Universitas Indonesia
BAB 5 ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini membahas hasil pengumpulan data dan analisis tingkat kematangan berdasarkan pendekatan metode yang telah dijelaskan pada bab metodologi penelitian. Di bagian akhir dari bab ini, dijelaskan analisis tingkat kematangan dan rekomendasi kepada PT. PQR. Kedua hal tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi PT. PQR dalam memperbaiki penerapan manajemen proyek.
5.1
Wawancara
Wawancara dilakukan untuk menggali permasalahan dan harapan dari manajemen terhadap penerapan manajemen proyek di PT. PQR. Responden yang diwawancarai adalah General Manager (GM) divisi Enterprise Business Solution (EBS) dan Project Management Office (PMO), serta staf senior divisi PMO. GM EBS dan PMO merupakan pihak-pihak kunci dalam penerapan manajemen proyek di PT. PQR. Selain itu, GM EBS dan PMO merupakan perwakilan manajemen puncak PT. PQR. Dengan demikian, jawaban yang diberikan merepresentasikan penerapan manajemen proyek secara aktual yang terjadi di PT. PQR dan harapan perbaikan manajemen proyek yang ingin dicapai. Rangkuman dan pertanyaan penelitian terlampir pada LAMPIRAN A.
5.2
Penyusunan Kuesioner
Berdasarkan metode pengukuran kematangan yang digunakan, yaitu metode Project Management Maturity Model (Kerzner, 2001), pengukuran kematangan dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang ditujukan kepada manajemen menengah perusahaan di perusahaan. Kuesioner disusun dalam dua bagian untuk mengukur kematangan manajemen proyek pada tingkat satu dan dua terlebih dahulu. Pengukuran kematangan pada tingkat tiga belum perlu dilakukan jika tingkat satu dan dua belum dipenuhi oleh perusahaan. Hal ini juga berlaku untuk tingkat empat dan lima, pengukuran belum perlu dilakukan jika perusahaan belum
46
Universitas Indonesia
47
memenuhi tingkatan di bawahnya. Kuesioner penelitian dan hasil kuesioner yang sudah terisi terlampir di LAMPIRAN B. .
5.3
Analisis Kematangan Manajemen Proyek Tingkat Pertama
Dari kuesioner yang disebarkan kepada para manajer proyek, didapatkan hasil kematangan manajemen organisasi PT. PQR di tingkat pertama. Hasil skor tersebut dikelompokkan ke dalam masing-masing domain pengetahuan dalam manajemen proyek. Setiap skor dari setiap responden dijumlahkan dan dirataratakan, sehingga dapat diketahui keadaan penerapan manajemen proyek saat ini di PT. PQR. Tabel 5.1 menunjukkan ringkasan hasil pengisian kuesioner oleh para manajer proyek. Profil dari setiap responden dilampirkan di LAMPIRAN B.
Tabel 5.1 Ringkasan Skor Hasil Analisis Kematangan Tingkat Pertama Domain
Responden
Total
Rata-rata
60
310
51.67
10
20
200
33.33
20
20
50
220
36.67
90
30
30
30
250
41.67
50
100
30
60
50
340
56.67
70
40
60
30
60
50
310
51.67
Manajemen Risiko
40
20
90
30
60
50
290
48.33
Manajemen Komunikasi
50
10
90
20
40
60
270
45
1
2
3
4
5
6
Manajemen Ruang Lingkup/Integrasi
40
40
90
30
50
Manajemen Waktu
40
20
100
10
Manajemen Biaya
30
10
90
Manajemen Sumber Daya Manusia
40
30
Manajemen Pengadaan
50
Manajemen Kualitas
Dari Tabel 5.1 di atas, terlihat bahwa nilai rata-rata manajer proyek secara keseluruhan masih di bawah nilai 60. Walaupun demikian, terdapat satu orang manajer proyek yang mendapatkan skor lebih dari 60 untuk semua domain. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat manajer proyek yang pada dasarnya memiliki pengetahuan manajemen proyek yang baik. Di sisi lain, terdapat tiga manajer proyek yang mendapatkan nilai di atas 60 untuk sebagian domain. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah ada pengetahuan yang cukup baik dalam beberapa domain, namun masih perlu ditingkatkan lagi pengetahuan di domain lainnya. Selain itu, terdapat juga manajer proyek yang mendapatkan nilai kurang Universitas Indonesia
48
dari 60 untuk setiap domain. Hal ini menunjukkan kurangnya pengetahuan manajer proyek tersebut terkait manajemen proyek, sehingga perlu diberikan perhatian khusus agar pemahaman manajemen proyek dapat ditingkatkan.
Gambar 5.1 menunjukkan grafik perbandingan antara skor kematangan yang dipersyaratkan dan hasil penilaian berdasarkan kuesioner di masing-masing domain. Batang berwarna merah menunjukkan skor target kematangan. Batang berwarna biru menunjukkan skor hasil kuesioner. Dari Gambar 5.1 terlihat bahwa hampir di setiap domain pengetahuan manajemen proyek, organisasi belum melewati target skor kematangan. Walaupun demikian, dari hasil analisis yang dipaparkan di subbab sebelumnya, ditemukan bahwa ada manajer proyek yang dinilai telah memenuhi skor persyaratan di semua domain dan ada juga yang telah memenuhi sebagian domain persyaratan. Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman terkait domain-domain manajemen proyek masih berbeda-beda antar manajer proyek. Selain itu, untuk sebagian manajer proyek pemahaman terkait manajemen proyek masih belum menyeluruh ke semua domain yang ada.
Gambar 5.1 Grafik Analisis Kematangan Tingkat 1 Perbandingan total skor hasil penilaian terhadap target skor penilaian kematangan tingkat satu ditunjukkan oleh Tabel 5.2. Total skor yang diperoleh oleh PT. PQR adalah 365. Sebuah organisasi dinilai sudah memenuhi tingkat satu dan siap untuk Universitas Indonesia
49
melanjutkan ke tingkat dua adalah dengan mendapatkan total skor minimal 600. Berdasarkan hasil penilaian yang telah dilakukan melalui kuesioner disimpulkan bahwa PT. PQR masih berada pada tingkat satu. Hal ini berarti, PT. PQR masih harus melakukan perbaikan untuk memenuhi penilaian tingkat satu sebelum selanjutnya melakukan perbaikan berdasarkan penilaian pada tingkat dua.
Tabel 5.2 Ringkasan Skor Kematangan Tingkat 1
5.4
Domain Scope Management Time Management Cost Management Human Resource Management Procurement Management Quality Management Risk Management Communications Management
Skor Hasil 51.67 33.33 36.67 41.67 56.67 51.67 48.33 45
Skor Target 60 60 60 60 60 60 60 60
Total
365
600
Analisis Kematangan Manajemen Proyek Tingkat Kedua
Dari kuesioner yang disebarkan kepada para manajer proyek, didapatkan hasil kematangan manajemen proyek PT. PQR di tingkat kedua. Hasil tersebut dikelompokkan ke dalam masing-masing fase siklus hidup pada tingkat dua. Tabel 5.3
Tabel 5.3 Ringkasan Skor Hasil Analisis Kematangan Tingkat Kedua Domain
Responden
Total
Rata-rata
5
43
7.17
9
3
38
6.33
6
9
0
26
4.33
-5
8
9
5
23
3.83
2
5
7
0
17
2.83
1
2
3
4
5
6
Fase Embryonic
5
8
6
8
11
Fase Executive
3
8
7
8
Fase Line Management
-2
8
5
Fase Growth
0
6
Fase Maturity
-3
6
Gambar 5.2 menunjukkan grafik perbandingan antara skor kematangan yang dipersyaratkan dan hasil penilaian berdasarkan kuesioner di masing-masing tingkatan. Batang berwarna merah menunjukkan skor target kematangan. Batang
Universitas Indonesia
50
berwarna biru menunjukkan skor hasil kuesioner. Dari Gambar 5.2 terlihat bahwa organisasi sudah melebihi nilai persyaratan di fase embryonic dan executive acceptance pada penilaian Tingkat dua. Akan tetapi, untuk fase line management acceptance, growth dan maturity, organisasi belum memenuhi ketiga fase tersebut. Setiap fase ini menunjukkan tingkat kesadaran dan kematangan metode manajemen proyek yang diterapkan dalam organisasi.
Gambar 5.2 Grafik Analisis Kematangan Tingkat 2 Terpenuhinya fase embryonic dan executive acceptance menunjukkan bahwa pada dasarnya organisasi sudah menyadari akan pentingnya manajemen proyek dan potensi manfaat penerapan manajemen proyek bagi organisasi. Selain itu, organisasi juga sadar bahwa penerapan manajemen proyek ini harus menyeluruh di
setiap
bagian
bisnis
dan
perubahan
perlu
dilakukan
untuk
mengimplementasikan penerapan tersebut. Di tingkat manajemen eksekutif, kesadaran yang sama juga sudah muncul. Manajemen eksekutif memahami pentingnya manajemen proyek dan mendukung penerapan manajemen proyek di organisasi. Kesediaan untuk mengubah cara organisasi menjalankan bisnisnya juga sudah muncul dari manajemen eksekutif.
Di fase ketiga, PT. PQR dinilai belum melewati fase line management acceptance. Hal ini berarti bahwa kesadaran dan dukungan dari manajemen lini belum muncul. Walaupun di tingkat manajemen eksekutif sudah muncul Universitas Indonesia
51
kesadaran dan dukungan, hal tersebut belum diikuti kesadaran dan dukungan di tingkat manajemen lini terhadap penerapan manajemen proyek.
Di fase keempat, PT. PQR dinilai belum mencapai fase growth. Fase ini merupakan fase yang kritis. Fase growth ini adalah permulaan pembuatan proses manajemen proyek. Organisasi yang telah mencapai fase ini memenuhi kriteria berikut: (1) organisasi sudah mulai mengembangkan siklus dan metodologi manajemen proyek organisasi; (2) komitmen terhadap perencanaan yang efektif juga sudah mulai ditunjukkan; (3) perubahan ruang lingkup dalam proyek sudah mulai berkurang; dan (4) penerapan metodologi manajemen proyek sudah didukung dengan perangkat lunak. Belum tercapainya fase growth ini menandakan bahwa PT. PQR belum secara menyeluruh memenuhi kriteria tersebut.
Di fase kelima, PT. PQR dinilai belum mencapai fase maturity. Fase ini disebut juga dengan “fase kematangan awal”. Organisasi yang telah mencapai fase ini memenuhi kriteria berikut: (1) sistem manajemen pengendalian biaya atau jadwal sudah dikembangkan; (2) pengendalian jadwal dan biaya sudah terintegrasi; (3) kurikulum pendidikan yang berkelanjutan untuk mendukung manajemen proyek dan
meningkatkan
keterampilan
individu
sudah
dikembangkan.
Belum
tercapainya fase maturity ini menandakan bahwa PT. PQR belum secara menyeluruh memenuhi kriteria tersebut.
5.5
Analisis Kesenjangan dan Rekomendasi Perbaikan
Berdasarkan wawancara dengan General Manager divisi PMO, manajemen berharap bahwa penerapan manajemen proyek dapat distandardisasi di tingkat organisasi, sehingga dapat meminimalisir keterlambatan penyelesaian proyek. Oleh karena itu, diputuskan untuk mencapai tingkat tiga dalam kematangan manajemen proyek berdasarkan PMMM Kerzner. Kematangan tingkat tiga menunjukkan bahwa pengerjaan setiap proyek sudah menggunakan metodologi standar yang dibuat perusahaan. Untuk mencapai tingkat tiga, organisasi harus memenuhi tingkat satu dan dua terlebih dahulu. Universitas Indonesia
52
Di tingkat satu, terdapat lima tindakan utama yang harus dilakukan oleh organisasi sebelum menlanjutkan ke tingkat dua, yaitu:
Mengadakan pelatihan dan pendidikan dasar terkait manajemen proyek.
Mengembangkan dan meningkatkan pemahaman prinsip-prinsip manajemen proyek di organisasi, secara khusus kepada para manajer proyek.
Mendorong dan menggalakan sertifikasi Project Management Professional (PMP) kepada manajer proyek. Mempekerjakan manajer proyek yang tersertifikasi Project Management Professional dapat menjadi alternatif bagi organisasi.
Mendorong
karyawan,
khususnya
manajer-manajer
proyek,
untuk
berkomunikasi dengan bahasa manajemen proyek yang lazim.
Memilih alat manajemen proyek yang tersedia untuk mendukung penerapan metode manajemen proyek.
Di tingkat dua secara umum terdapat empattindakan utama yang harus dilakukan oleh organisasi sebelum melanjutkan ke tingkat tiga, yaitu:
Mengembangkan budaya yang mendukung baik dari sisi perilaku karyawan – dalam hal ini karyawan sudah memahami dan menerapkan manajemen proyek dalam aktivitas proyeknya – maupun sudut pandang kuantitatif manajemen proyek – dalam hal ini perhitungan-perhitungan kuantitatif manajemen proyek sudah diperhatikan.
Mengenali dorongan untuk diterapkannya manajemen proyek dan juga manfaat yang dapat dicapai baik dalam jangka pendek dan jangka panjang dari penerapan manajemen proyek.
Mengembangkan proses atau metodologi manajemen proyek yang dapat membantu organisasi mencapai manfaat yang diinginkan secara berulangulang.
Universitas Indonesia
53
Mengembangkan kurikulum manajemen proyek berkelanjutan bagi semua karyawan, sehingga manfaat manajemen proyek dapat dipertahankan dan ditingkatkan dalam jangka panjang.
Di tingkat dua secara khusus, berdasarkan hasil analisis, PT. PQR harus memenuhi fase line management acceptance, growth dan maturity. Perbaikan yang dapat dilakukan untuk dapat memenuhi fase tersebut ditunjukkan pada Tabel 5.4 di bawah ini.
Tabel 5.4 Rekomendasi Tingkat 2 Fase Fase line management acceptance
Rekomendasi Perbaikan Meningkatkan pemahaman manajemen lini melalui pelatihan manajemen proyek. Mendorong
manajemen
lini
untuk
memberikan
dukungan
dan
komitmennya dengan cara mengikuti dan mematuhi metode manajemen proyek yang diterapkan dalam organisasi. Fase growth
Mengembangkan siklus dan metodologi manajemen proyek Menerapkan perencanaan yang efektif dalam proyek dan mendorong komitmen kepada para manajer proyek untuk melakukan perencanaan yang efektif dalam pelaksanaan proyek Mengembangkan dan menerapkan perangkat lunak atau aplikasi untuk mendukung metodologi manajemen proyek yang dikembangkan
Fase maturity
Mengembangkan sistem manajemen pengendalian biaya atau jadwal Mengintegrasikan sistem pengendalian jadwal dan biaya. Dengan demikian peningkatan maupun penghematan biaya dapat disesuaikan dengan lebih mudah diketahui jika terjadi perubahan jadwal. Mengembangkan
kurikulum
pendidikan
yang
berkelanjutan
untuk
mendukung manajemen proyek dan meningkatkan keterampilan individu
Di tingkat tiga, penilaian tidak dilakukan karena pada dasarnya PT. PQR belum melewati tingkat satu dan dua. Setelah tingkat satu dan dua dipenuhi, berikut ini adalah kriteria-kriteria yang harus ada untuk mencapai tingkat tiga:
Proses terpadu (Integrated Processess): Organisasi merampingkan beberapa proses dalam proyek manajemen menjadi satu proses yang terintegrasi. Dua
Universitas Indonesia
54
proses yang dapat dijadikan proses awal untuk diintegrasikan adalaha proses manajemen proyek dan total quality management (TQM).
Dukungan budaya (Cultural support): Organisasi membentuk budaya yang mendukung metodologi tunggal yang dikembangkan. Melalui budaya perusahaan yang sepenuh hati mendukung pendekatan manajemen proyek, maka metodologi tunggal tersebut dapat membawa manfaat yang luar biasa. Budaya tersebut harus dibangun untuk menjadi budaya kooperatif dalam organisasi.
Dukungan manajemen (Management support): Organisasi harus mendorong dukungan terhadap penerapan manajemen proyek di seluruh lapisan manajemen. Setiap lapisan atau tingkat manajemen harus dipastikan memahami peran dan dukungan yang dibutuhkan sehingga metodologi tunggal tersebut dapat berjalan.
Manajemen proyek informal (Informal project management): Dengan dukungan manajemen dan budaya kooperatif, penerapan metodologi tunggal didasarkan pada pedoman dan daftar ceklis, bukan berdasarkan kebijakan dan prosedur yang kaku.
Pelatihan & Pendidikan (Training & education): Dengan dukungan budaya yang kuat, organisasi menyadari keuntungan finansial dari pelatihan manajemen
proyek.
Di
tingkat
ini,
organisasi
diharapkan
dapat
menggambarkan manfaat pelatihan manajemen proyek secara kuantitatif maupun kualitatif.
Keunggulan perilaku (Behavioral excellence): Organisasi mengenali perbedaan perilaku antara manajemen proyek dan manajemen lini. Untuk mencapai hasil yang memuaskan, organisasi dapat mengembangkan program pelatihan perilaku untuk melengkapi sekaligus meningkatkan keterampilan manajemen proyek. Universitas Indonesia
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini membahas kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
6.1
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, berikut ini adalah kesimpulan yang didapatkan: 1.
Hasil pengukuran tingkat kematangan di PT. PQR dengan PMMM (Kerzner) menunjukkan bahwa organisasi masih berada di tingkat satu. Hal ini berarti PT. PQR belum memiliki pengetahuan dasar yang cukup dan menyeluruh terkait manajemen proyek. Dari delapan kategori penilaian, organisasi tidak memenuhi kedelapan domain tersebut.
2.
Pada pengukuran kematangan di tingkat dua, PT. PQR sudah memenuhi fase
embryonic
dan
executive
management
acceptance.
Hal
ini
menunjukkan bahwa organisasi sudah menyadari pentingnya penerapan manajemen proyek. Lebih lanjut lagi, kesadaran pentingnya manajemen proyek ini sudah disadari dan dipahami oleh manajemen eksekutif. Sayangnya, di tingkat manajemen lini dukungan penerapan manajemen proyek belum muncul. 3.
Untuk mencapai target kematangan manajemen proyek di tingkat tiga, rekomendasi tindakan yang harus dilakukan sudah diberikan. Di tingkat satu, rekomendasi yang diberikan adalah dengan mengadakan pelatihan terkait manajemen proyek. Di tingkat dua, rekomendasi yang diberikan adalah dengan mengembangkan proses, metodologi, budaya dan kurikulum pendidikan yang mendukung penerapan manajemen proyek. Di tingkat tiga, rekomendasi yang diberikan adalah dengan membentuk proses terpadu, dukungan budaya, dukungan manajemen, manajemen proyek informal, pelatihan dan pendidikan, serta program keunggulan perilaku.
4.
Dengan penerapan rekomendasi perbaikan, PT. PQR dapat menyelesaikan permasalahan keterlambatan proyek melalui penerapan standardisasi metodologi yang komprehensif karena didukung oleh alat bantu, budaya 55
Universitas Indonesia
56
kooperatif serta komitmen dari pihak manajemen, manajer proyek dan setiap karyawan yang terlibat dalam proyek. 5.
Dengan diterapkannya praktik manajemen proyek yang konsisten, PT. PQR secara tidak langsung memperbaiki pengelolaan sumber daya manusia dan ruang lingkup, sehingga akhirnya dapat menyelesaikan dua permasalahan utama PT. PQR, yaitu: ketersediaan sumber daya manusia dan pengelolaan ruang lingkup.
6.2
Saran
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi PT. PQR. Berdasarkan rekomendasi dari hasil penelitian, PT. PQR dapat mempersiapkan diri dan membuat rencana dalam menerapkan rekomendasi yang diberikan. Dengan demikian, diharapkan penerapan manajemen proyek di PT. PQR dapat ditingkatkan melalui standardisasi metodologi, sehingga keterlambatan proyek dapat diminimalisir dan rata-rata kesuksesakn proyek dapat ditingkatkan.
Penulis berharap penelitian ini dapat bermanfaat untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Berikut adalah saran penulis untuk penelitian selanjutnya:
1.
Selain dari perspektif manajemen proyek, pengukuran kematangan bisa juga dilakukan penelitian dari perspektif pengembangan perangkat lunak. Salah satu metode yang dapat digunakan adalah dengan metode CMMI-Dev. Representasi PMMM Kerzner dan CMMI-Dev sama-sama menggunakan tingkatan untuk mengukur kematangan. Penelitian ini dapat menjadi bahan perbandingan untuk melihat perbedaan tingkat kematangan antara kedua metode tersebut.
2.
Evaluasi selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan metode yang sama. Pada penelitian tersebut diharapkan perbaikan sudah dilakukan dan diharapkan objek penelitian sudah berada minimal di tingkat yang lebih tinggi.
Universitas Indonesia
57
DAFTAR PUSTAKA Andriyanto. (2013). Perbaikan Kualitas Proses Pengembangan Perangkat Lunak Berdasarkan Kerangka Kerja CMMI-DEV Representasi Cotinous: Studi Kasus PT. Sigma Metrasys Solution. Jakarta: MTI Fasilkom UI. Josua, A. F. (2013). Pengukuran Tingkat Kematangan Manajement Proyek: Studi Kasus PT. XYZ. Jakarta: MTI Fasilkom UI. Kerzner, H. (2001). Strategic Planning for Project Management using Project Management Maturity Model. Canada: John Wiley & Sons. Khoshgoftar, M., & Osman, O. (2009). Comparison of Maturity Models. IEEE, 297-301. Project Management Institute. (2003). Organization Project Management Maturity Model (OPM3) Knowledge Foundation. Pennsylvania: Project Management Institute. Project Management Institute. (2008). A Guide To The Project Management Body of Knowledge. Pennsylvania: Project Management Institute. Project Management Institute. (2013). A guide to the project management body of knowledge (PMBOK® guide) (5th ed.). Newtown Square: Project Management Institute. PT. Multimedia Nusantara. (2012, Februari). Struktur Perusahaan Metra. Retrieved
Desember
2013,
from
Metra
Web
site:
http://www.metra.co.id/id/about-metra/struktur-perusahaan/ Siswanto, I. H. (2013). Strategi Manajemen Perubahan untuk Peningkatan Kematangan Manajemen Proyek: Studi Kasus Unit Banking Solution PT. PQR. Jakarta: MTI Fasilkom UI. Sowden, R. (2010). Portfolio, Programme and Project Management Maturity Model(P3M3) Introduction and Guide to P3M3. London: The Office of Government Commerce.
Universitas Indonesia
58
LAMPIRAN A PERTANYAAN DAN HASIL WAWANCARA
Pertanyaan Wawancara 1. Berapa proyek yang sesuai target secara waktu, anggaran dan ruang lingkup? 2. Apakah hal ini sudah sesuai dengan harapan manajemen? 3. Apakah ada harapan dari manajemen untuk memperbaiki permasalahan manajemen proyek saat ini? 4. Bagaimana metodologi manajemen proyek saat ini? 5. Permasalahan apa yang sering terjadi terkait manajemen proyek?
Daftar Terwawancara Berikut ini adalah profil singkat terwawancara: No
1
Nama
Jabatan/Posisi
Mamun Nurcholil,
General Manager Divisi Enterprise
M.M.
Business Solution General Manager Divisi Project
2
Susanto
3
Fauzi Triyono
Management Office Staf Senior Project Management Office
Pengalaman
>17 tahun
Tanggal Wawancara 27 Oktober 2013
>11 tahun
16 Juni 2014
4 tahun
10 Juni 2014
Hasil Rangkuman Wawancara 1
Transkrip Wawancara dengan Bapak Mamun Nurcholil (General Manager Divisi EBS) Keterangan: R – Christian Regensius M – Mamun Nurcholil
R
: Dari proyek yang dilaksanakan tahun ini, berapa proyek yang sesuai target secara waktu, anggaran dan ruang lingkup? Universitas Indonesia
59
M
:
Tahun ini itu proyek yang dijalankan sekitar 15 proyek. 15 proyek
paralel. Pertengahan tahun ini kita jalan parallel 15 proyek, di grup kita sendiri ini sekarang project besarnya yang masih aktif 4 proyek. Proyek kecilnya juga banyak, ada yang sudah selesai ada yang belum. Untuk data detailnya dapat dilihat di divisi PMO.
R
: Berapa proyek yang sesuai harapan dan berapa proyek yang tidak sesuai harapan?
M
: Dapat dibilang di atas 70% lewat jadwal, jarang ada yang tepat waktu. Tetapi, untuk beberapa kasus kita (manajemen) sadar bahwa proyek akan mundur, tidak sesuai dengan rencana awal.
R
: Terkait standar, di masa depan apa yang mau dicapai? Apakah standardisasi proses mau dibuat?
M
: Sebenarnya dari awal berdiri bahkan sebelumnya, pertama PT. PQR fokus di SAP, dua tahun pertama. SAP sendiri sudah punya standar implementasi, istilahnya SAP Acceleration (ASAP). Jadi untuk SAP, metodologi proyeknya sudah ada. Sedangkang, di grup EBS yang digunakan adalah metodologi umum. Selama ini, metodologi implementasi yang sudah dipakai antara lain waterfall, prototyping, dan iterasi. Seperti pada proyek di admedika atau infomedia yang sedang berjalan.
R
: Dari sisi manajemen proyek, apakah sudah ada pendekatan model manajemen proyeknya?
M
:
Pendekatannya
kita
selalu
pakai
pendekatan
dari
project
management professional yaitu PMBOK karena semua basis ilmunya dari sana. Kita (PT. PQR) sudah pakai beberapa standar, hanya standardisasi manajer proyek belum. Tahun ini akan mulai diterapkan. Mungkin tahun ini akan ada sertifikasi buat para manajer proyeknya. Kemudian,
Universitas Indonesia
60
di tambah lagi, standardisasi proses sudah ada, standarisasi manajemen proyek sudah ada, terutama untuk dokumen.
R
: Terkait metodologi, nanti ke depannya sedang dikembangkan?
M
: Pak Santo itu sedang meng-standarisasi di PT. PQR ini. Mudahmudahan sudah tahun kedua, di tahun ketiga kita sudah standarisasi penuh.
R
: Apa yang menyebabkan permasalahan di proyek-proyek itu telat atau tidak sesuai anggaran?
M
: Kebanyakan pasti scope (ruang lingkup) tidak sesuai dan melebar. \ .
R
: Kalau menurut bapak, keadaan tersebut. Apakah karena perencanaan di awal kurang matang? atau sumber dayanya gonta-ganti? atau memang sumber daya manusia yang memang tidak tersedia.
M
: Jadi gini, kita sudah memahami bagaimana project itu dikerjakan, tapi namanya perusahaan baru tumbuh dan konsultannya juga baru, dan tidak semua karyawannya terdiri dari yang sudah siap pakai, sehingga kendala konsultan pasti terjadi artinya tidak cocok dengan kebutuhan pekerjaan. Tapi di antara semua masalah yang ada yang paling sering adalah ruang lingkupnya yang tidak sesuai. Yang kedua yang paling sering adalah, harapan pengguna berbeda dengan apa yang disampaikankan, sehingga melebar dan terdapat penambahanpenambahan.
Universitas Indonesia
61
Hasil Rangkuman Wawancara 2
Transkrip Wawancara dengan Bapak Susanto Keterangan: R – Christian Regensius S – Susanto (General Manager Divisi PMO)
R
: Dari data pengerjaan proyek, banyak proyek (67%) mengalami keterlambatan. Apakah hal ini sudah sesuai dengan harapan manajemen?
S
: Kalau proyek yang terlambat tentu saja ini tidak sesuai dengan harapan manajemen. Namun, kita sudah punya kontijensi, karena keterlambatan sendiri menelan cost juga. Paling tidak sudah disiapkan 10-15% dari total proyek kalau sampai ada keterlambatan. Walau begitu, di beberapa proyek sayangnya tetap saja dragging. Kalau terjadi seperti ini, pertama biasanya yang dilakukan adalah memberikan challenge pada GM-nya apakah bisa didapatkan revenue lain untuk menutup biaya dari proyek yang terlambat itu. Kedua kita coba lihat dari masalahnya. Kalau memang masalahnya bukan dari kita, maka kita coba meminta addendum untuk perpanjangan waktu. Walaupun begitu, kembali lagi bahwa harapan manajemen, delivery proyek itu tetap on-time dan on-budget.
R
: Apakah ada harapan dari manajemen untuk memperbaiki keadaan tersebut (keterlambatan proyek)?
S
: Saat ini kita sedang melakukan standardisasi. Standardisasi dokumen, scope of work, bagaimana technical proposal dibuat. Paling tidak dapat meminimalisir hal-hal yang tadi (keterlambatan). kalau dari awal sudah cukup detail, harapannya tidak meleset terlalu jauh. Biasanya habis business blueprint, kemudian dikerjakan, delivery tetap terlambat, karena tidak jelas scope di awalnya. Standardisasi seperti itu yang coba diperbaiki.
R
: Untuk pengerjaan proyek sendiri apakah ada metodologinya? Universitas Indonesia
62
S
: Untuk yang EBS belum ada metodologinya, karena kita belum buat model yang tetap dengan gaya PT. PQR. Saat ini masih bervariasi implementasinya.
R
: Dari tingkat kematangan sendiri harapan manajemen bisa sampai di level berapa?
S
: Dalam waktu dekat kita harapannya kita bisa masuk ke level standardisasi. Kalau bisa kita punya standar yang baku, jadi mau stream solusinya apapun polanya sama. Dengan demikian, project manager itu spesialisasinya adalah mengelola proyek jadi tidak perlu sangat menguasai produk tertentu. Jadi kalau bisa semua dibuat standar.
R
: Biasanya apa yang membuat proyek tidak sesuai harapan?
S
: Yang kita alami kebanyakan adalah out-of-scope pekerjaan, kemudian availability orang. Kedua ini yang paling signifikan, terutama yang out-of-scope.
Universitas Indonesia
63
Hasil Rangkuman Wawancara 3
Transkrip Wawancara dengan Bapak Fauzi Triyono Keterangan: R – Christian Regensius F – Fauzi Triyono (Senior Project Management Officer)
R
: Apakah bisa dijelaskan terkait bagaimana metodologi proyek di EBS, struktur proyek dan threshold keterlambatan proyek?
F
: Metodologi untuk EBS belum ada yang baku, tapi ada pendekatan pengerjaan yang mengacu ke PMI (PMBOK). Hanya saja belum ada standarnya, belum ada metode yang baku, cenderung mengikuti customer.
Struktur proyek di sini yang sudah dijalankan, pertama ada project manager, biasanya di atas project manager ada project director. Namun, tidak dimasukkan ke dalam perhitungan cost di proyek. Selanjutnya, ada team member. Team member terdiri dari consultant, Subject matter expert, junior consultant. Tergantung scope dan tergantung proses selling-nya.
Terkait threshold keterlambatan proyek, di PT. PQR belum ada SOP terkait pembatasan dari sisi budget. Keputusan untuk pembatasan budget ataupun schedule langsung ditangani oleh CEO. Harapan manajemen, proyek bisa tetap on-budget & on-time. Namun, tidak menutup kemungkinan untuk proyek-proyek yang strategis.
R
: Harapan untuk perbaikan keadaan saat ini seperti apa?
F
: Harapannya, PT. PQR bisa terstandardisasi rapi. Namun, sekarang masih sedang dalam perbaikan untuk menuju ke sana.
Universitas Indonesia
64
LAMPIRAN B INSTRUMEN PENELITIAN Kuesioner Penelitian
Respondent Identity Name
: _______________________________________________
Division
: _______________________________________________
Current Position
: _______________________________________________
Please fill in the projects that’s been involved and acted as Project Manager in PT. PQR on below table. #
Project
Project Started (MM/YYYY)
Project End (MM/YYYY)
Universitas Indonesia
65
Research Questionnaire PART 1 This part takes approximately 20-30 minutes to complete. Please choose only one answer for following questions, simply answer by putting the letter associated with your answer in to the “answer” column.
#
Question
Answer
1.
A comprehensive definition of scope management would be: A. Managing a project in terms of its objectives through all life cycle phases and processes B. Approval of the scope baseline C. Approval of the detailed project charter D. Configuration control E. Approved detailed planning including budgets, resource allocation, linear responsibility charts, and management sponsorship
2.
The most common types of schedules are Gantt charts, milestone charts, line of balance, and: A. Networks B. Time phased events C. Calendar integrated activities D. A and C only E. E. B and C only
3.
The main player in project communications is the: A. Sponsor B. Project manager C. Functional manager D. Functional team E. All of the above
4.
The most effective means of determining the cost of a project is to price out the: A. Work breakdown structure (WBS) B. Linear responsibility chart C. Project charter D. Scope statement E. Management plan
5.
Employee unions would most likely satisfy which level in Maslow’s hierarchy of needs? A. Belonging B. Self-actualization C. Esteem D. Safety E. Empowerment
6.
A written or pictorial document that describes, defines, or specifies the services or items to be procured is: A. A specification document B. A Gantt chart Universitas Indonesia
66
#
Question
Answer
C. A blueprint D. A risk analysis E. None of the above 7.
Future events or outcomes that are favorable are called: A. Risks B. Opportunities C. Surprises D. Contingencies E. None of the above
8.
The costs of non-conformance include: A. Prevention costs B. Internal failure costs C. External failure costs D. B and C only E. A, B, and C
9.
Perhaps the biggest problem facing the project manager during integration activities within a matrix structure is: A. Coping with employees who report to multiple bosses B. Too much sponsorship involvement C. Unclear functional understanding of the technical requirements D. Escalating project costs E. All of the above
10. A variance envelope has been established on a project. The envelope goes from +/- 30 percent in R&D to +/- 5 percent during manufacturing. The most common reason for the change in the “thickness” of the envelope is because: A. The management reserve has been used up B. The accuracy of the estimates in manufacturing is worse than the accuracy of the estimates in R&D C. Tighter controls are always needed as a project begins to wind down D. The personal desires of the project sponsor are an issue E. None of the above 11. An informal communication network on a project and within an organization is called: A. A free upward flow B. A free horizontal flow C. An unrestricted communication flow D. A grapevine E. An open network 12. Which of the following methods is/are best suited to identifying the “vital few”? A. Pareto analysis B. Cause-and-effect analysis C. Trend analysis D. Process control charts E. All of the above 13. The “Order of Precedence” is: A. The document that specifies the order (priority) in which project documents will be used when it becomes necessary to resolve inconsistencies between project documents Universitas Indonesia
67
#
Question
Answer
B. The order in which project tasks should be completed C. The relationship that project tasks have to one another D. The ordered list (by quality) of the screened vendors for a project deliverable E. None of the above 14. Future risk events or outcomes that are unfavorable are called: A. Risks B. Opportunities C. Surprises D. Contingencies E. None of the above 15. In small companies, project managers and line managers are: A. Never the same person B. Always the same person C. Sometimes the same person D. Always in disagreement with each other E. Forced to act as their own sponsors 16. Project life cycles are very useful for ______ and ______. A. Configuration management; termination B. Objective setting; information gathering C. Standardization; control D. Configuration management; weekly status updates E. Approval; termination 17. Smoothing out resource requirements from period to period is called: A. Resource allocation B. Resource partitioning C. Resource leveling D. Resource quantification E. None of the above 18. The difference between the BCWS (Budgeted Cost for Work Scheduled) and the BCWP (Budgeted Cost for Work Performed) is referred to as: A. The schedule variance B. The cost variance C. The estimate of completion D. The actual cost of the work performed E. None of the above 19. R&D project managers in high-tech companies most often motivate using ______ power. A. Expert B. Reward C. Referent D. Identification E. None of the above 20. A recurring communication pattern within the project organization or company is called: A. A free-form matrix B. A structured matrix C. A network D. A rigid channel Universitas Indonesia
68
#
Question
Answer
E. None of the above 21. A task-oriented or product-oriented family tree of activities is: A. A detailed plan B. A linear responsibility chart C. A work breakdown structure (WBS) D. A cost account coding system E. A work package description 22. Quality may be defined as: A. Conformance to requirements B. Fitness for use C. Continuous improvement of products and services D. Appeal to the customer E. All of the above except D 23. In which of the following circumstance(s) would you be most likely to buy goods or services instead of producing them in-house? A. Your company has excess capacity and your company can produce the goods or services B. Your company has no excess capacity and cannot produce the goods or services C. There are many reliable vendors for the goods or services that you are attempting to procure but the vendors cannot achieve your level of quality D. A and B E. A and C 24. The major disadvantage of a bar chart is: A. Lack of time-phasing B. Cannot be related to calendar dates C. Does not show activity interrelationships D. Cannot be related to manpower planning E. Cannot be related to cost estimates 25. Project risk is typically defined as a function consisting of reducing: A. Uncertainty B. Damage C. Time D. Cost E. A and B 26. Typically, during which phase in a project life cycle are most of the project expenses incurred? A. Concept phase B. Development or design phase C. Execution phase D. Termination phase E. None of the above 27. Going from Level 3 to Level 4 in the work breakdown structure (WBS) will result in: A. Less estimating accuracy B. Better control of the project C. Lower status reporting costs D. A greater likelihood that something will fall through the cracks E. None of the above Universitas Indonesia
69
#
Question
Answer
28. Conflict management requires problem solving. Which of the following is often referred to as a problem-solving technique and used extensively in conflict resolution? A. Confrontation B. Compromise C. Smoothing D. Forcing E. Withdrawal 29. Estimating the effect of the change of one project variable upon the overall project is known as: A. The project manager’s risk aversion quotient B. The total project risk C. The expected value of the project D. Sensitivity analysis E. None of the above 30. Power games, withholding information, and hidden agendas are examples of: A. Feedback B. Communication barriers C. Indirect communication D. Mixed messages E. All of the above 31. The basic terminology for networks includes: A. Activities, events, manpower, skill levels, and slack B. Activities, documentation, events, manpower, and skill levels C. Slack, activities, events, and time estimates D. Time estimates, slack, sponsorship involvement, and activities E. Time estimates, slack time, report writing, life cycle phases, and crashing times 32. The “control points” in the work breakdown structure (WBS) used for isolated assignments to work centers are referred to as: A. Work packages B. Subtasks C. Tasks D. Code of accounts E. Integration points 33. A project element that lies between two events is called: A. An activity B. A critical path node C. A slack milestone D. A timing slot E. A calendar completion point 34. The make or buy decision is made at which stage of the contracting cycle? A. Requirement B. Requisition C. Solicitation D. Award E. Contractual Universitas Indonesia
70
#
Question
Answer
35. The basic elements of a communication model include: A. Listening, talking, and sign language B. Communicator, encoding, message, medium, decoding, receiver, and feedback C. Clarity of speech and good listening habits D. Reading, writing, and listening E. All of the above 36. Which of the following is not part of the generally accepted view of quality today? A. Defects should be highlighted and brought to the surface B. We can inspect in quality C. Improved quality saves money and increases business D. People want to produce quality products E. Quality is customer-focused 37. The three most common types of project cost estimates are: A. Order of magnitude, parametric, and budget B. Parametric, definitive, and top down C. Order of magnitude, definitive, and bottom up D. Order of magnitude, budget, and definitive E. Analogy, parametric, and top down 38. Good project objectives must be: A. General rather than specific B. Established without considering resource constraints C. Realistic and attainable D. Overly complex E. Measurable, intangible, and verifiable
39. The process of examining a situation and identifying and classifying areas of potential risk is known as: A. Risk identification B. Risk response C. Lessons learned or control D. Risk quantification E. None of the above 40. In which type of contract arrangement is the contractor most likely to control costs? A. Cost plus percentage of cost B. Firm-fixed price C. Time and materials D. Firm-fixed price with economic price adjustment E. Fixed-price incentive firm target 41. A project can best be defined as: A. A series of nonrelated activities designed to accomplish single or multiple objectives B. A coordinated effort of related activities designed to accomplish a goal without a well-established end point C. Cradle-to-grave activities that must be accomplished in less than one year and consume human and nonhuman resources Universitas Indonesia
71
#
Question
Answer
D. Any undertaking with a definable time frame and well-defined objectives that consumes both human and nonhuman resources with certain constraints E. All of the above 42. Risk management decision-making falls into three broad categories: A. Certainty, risk, and uncertainty B. Probability, risk, and uncertainty C. Probability, risk event, and uncertainty D. Hazard, risk event, and uncertainty E. A and D 43. If there is a run of ______ consecutive data points (minimum) on either side of the mean on a control chart, the process is said to be out of control. A. 3 B. 7 C. 9 D. 5 E. 11 44. The work breakdown structure (WBS), the work packages, and the company’s accounting system are tied together through: A. The code of accounts B. The overhead rates C. The budgeting system D. The capital budgeting process E. All of the above 45. A program can best be described as: A. A grouping of related activities that last two years or more B. The first major subdivision of a project C. A grouping of projects, similar in nature, that support a product or product line D. A product line E. Another name for a project 46. Which of the following types of power comes through the organizational hierarchy? A. Coercive, legitimate, referent B. Reward, coercive, expert C. Referent, expert, legitimate D. Legitimate, coercive, reward E. Expert, coercive, referent 47. The most common definition of project success is: A. Within time B. Within time and cost C. Within time, cost, and technical performance requirements D. Within time, cost, performance, and acceptance by the customer/user E. None of the above 48. Activities with zero time duration are referred to as: A. Critical path activities B. Non–critical path activities Universitas Indonesia
72
#
Question
Answer
C. Slack time activities D. Dummies E. None of the above 49. Which of the following is the correct order for the steps in the contracting process? A. Requisition cycle, requirement cycle, solicitation cycle, award cycle, contractual cycle B. Requirement cycle, requisition cycle, solicitation cycle, award cycle, contractual cycle C. Requirement cycle, requisition cycle, award cycle, solicitation cycle, contractual cycle D. Requisition cycle, requirement cycle, award cycle, solicitation cycle, contractual cycle E. Requirement cycle, requisition cycle, award cycle, contractual cycle, solicitation cycle 50. Project cash reserves are often used for adjustments in escalation factors, which may be beyond the control of the project manager. Other than possible financing (interest) costs and taxes, the three most common escalation factors involve changes in: A. Overhead rates, labor rates, and material costs B. Overhead rates, schedule slippages, rework C. Rework, cost-of-living adjustments, overtime D. Material costs, shipping cost, and scope changes E. Labor rates, material costs, and cost reporting 51. The critical path in a network is the path that: A. Has the greatest degree of risk B. Will elongate the project if the activities on this path take longer than anticipated C. Must be completed before all other paths D. All of the above E. A and B only 52. The major difference between project and line management is that the project manager may not have any control over which basic management function? A. Decision-making B. Staffing C. Rewarding D. Tracking/monitoring E. Reviewing 53. During which phase of a project is the uncertainty the greatest? A. Design B. Development/execution C. Concept D. Phase-out E. All of the above 54. In today’s view of quality, who defines quality? A. Senior management B. Project management C. Functional management D. Workers Universitas Indonesia
73
#
Question
Answer
E. Customers 55. Project managers need exceptionally good communication and negotiation skills primarily because: A. They may be leading a team over which they have no direct control B. Procurement activities mandate this C. They are expected to be technical experts D. They must provide executive/customer/sponsor briefings E. All of the above 56. For effective communication, the message should be oriented to: A. The initiator B. The receiver C. The media D. The management style E. The corporate culture 57. In the past, most project managers have come from ______ fields without proper training or education in ______ skills. A. Technical; accounting/finance B. Technical; management C. Technical; psychological D. Marketing; technology-oriented E. Business; manufacturing know-how 58. On a precedence diagram, the arrow between two boxes is called: A. An activity B. A constraint C. An event D. The critical path E. None of the above 59. In which type of contract arrangement is the contractor least likely to control costs? A. Cost plus percentage of cost B. Firm-fixed price C. Time and materials D. Purchase order E. Fixed-price incentive firm target 60. The financial closeout of a project dictates that: A. All project funds have been spent B. No charge numbers have been overrun C. No follow-on work from this client is possible D. No further charges can be made against the project E. All of the above 61. A graphical display of accumulated costs and labor hours for both budgeted and actual costs, plotted against time, is called: A. A trend line B. A trend analysis C. An S curve D. A percent completion report E. An earned value report
62. The upper and lower control limits are typically set: Universitas Indonesia
74
#
Question A. B. C. D. E.
Answer
3 standard deviations from the mean in each direction 3σ (sigma) from the mean in each direction Inside the upper and lower specification limits To detect and flag when a process may be out of control All of the above
63. The major difference between PERT and CPM networks is: A. PERT requires three time estimates whereas CPM requires one time estimate B. PERT is used for construction projects whereas CPM is used for R&D C. PERT addresses only time whereas CPM also includes costs and resource availability D. PERT requires computer solutions whereas CPM is a manual technique E. PERT is measured in days whereas CPM uses weeks or months 64. The most common form of organizational communication is: A. Upward to management B. Downward to subordinates C. Horizontal to peers D. Horizontal to customers E. All of the above 65. The ultimate purpose for risk management is: A. Analysis B. Mitigation C. Assessment D. Contingency planning E. All of the above 66. The traditional organizational form has the disadvantage of: A. Complex functional budgeting B. Poorly established communication channels C. No single focal point for clients/sponsors D. Slow reaction capability E. Inflexible use of manpower 67. Which of the following is not a factor to consider when selecting a contract type? A. The type/complexity of the requirement B. The urgency of the requirement C. The cost/price analysis D. The extent of price competition E. All are factors to consider 68. Which of the following is not indicative of today’s views of the quality management process? A. Defects should be highlighted B. Focus should be on written specifications C. The responsibility for quality lies primarily with management but everyone should be involved D. Quality saves money E. Problem identification leads to cooperative solutions
Universitas Indonesia
75
#
Question
Answer
69. The document that describes the details of the task in terms of physical characteristics and places the risk of performance on the buyer is: A. A design specification B. A functional specification C. A performance specification D. A project specification E. All of the above 70. The swiftest and most effective communications take place among people with: A. Common points of view B. Dissimilar interests C. Advanced degrees D. The ability to reduce perception barriers E. Good encoding skills 71. Assigning resources in an attempt to find the shortest project schedule consistent with fixed resource limits is called: A. Resource allocation B. Resource partitioning: C. Resource: leveling D. Resource quantification E. None of the above 72. The process of conducting an analysis to determine the probability of risk events and the consequences associated with their occurrence is known as: A. Risk identification B. Risk response C. Lessons learned or control D. Risk quantification E. None of the above 73. The most common method for pricing out non-burdened labor hours for a three year project would be: A. To price out the hours at the actual salary of the people to be assigned B. To price out the work using a company-wide average labor rate C. To price out the work using a functional group average labor rate D. All of the above E. A and B only 74. Which of the following is true of modern quality management? A. Quality is defined by the customer B. Quality has become a competitive weapon C. Quality is now an integral part of strategic planning D. Quality is linked with profitability on both the market and cost sides E. All are true 75. A project manager can exchange information with the project team using which media? A. Tactile B. Audio C. Olfactory D. Visual E. All of the above 76. The techniques and methods used to reduce or control risk are known as: Universitas Indonesia
76
#
Question
Answer
A. Risk identification B. Risk response C. Lessons learned or control D. Risk quantification E. None of the above 77. A written preliminary contractual instrument that authorizes the contractor to immediately begin work is known as: A. A definitive contract B. A preliminary contract C. A letter contract/letter of intent D. A purchase order E. A pricing arrangement 78. A company dedicated to quality usually provides training for: A. Senior management B. Hourly workers C. Salaried workers D. All employees E. Project managers 79. The most common form of project communication is: A. Upward to executive sponsor B. Downward to subordinates C. Lateral to the team and line organizations D. Lateral to customers E. Diagonally to the client’s senior management 80. During a project review meeting, we discover that our $250,000 project has a negative (behind) schedule variance of $20,000, which equates to 12 percent of the work scheduled to this point in time. We can therefore conclude that: A. The project will be completed late B. The critical path has been lengthened C. The costs are being overrun D. Overtime will be required to maintain the original critical path E. None of the above
Universitas Indonesia
77
PART 2 This part takes approximately 15 – 20 minutes to complete. The following questions are concerning with how mature you believe your organization to be in regard to Project Management. Simply tick (√) the appropriate box to indicate your most likely answer. Your answer below will describe on what level PT. PQR actually is (current state).
#
Question
Strongly Disagree
Answer of Your Company’s Current State Slightly Don’t Slightly Disagree Agree Disagree know Agree
Strongly Agree
1. My company recognizes the need for project management. This need is recognized at all levels of management, including senior management. 2. My company has a system in place to manage both cost and schedule. The system requires charge numbers and cost account codes. The system reports variances from planned targets. 3. My company has recognized the benefits that are possible from implementing project management. These benefits have been recognized at all levels of management, including senior management. 4. My company (or division) has a well definable project management methodology using life cycle phases. 5. Our executives visibly support project management through executive presentations, correspondence, and by occasionally attending project team meetings/briefings. 6. My company is committed to quality upfront planning. We try to do the best we can at planning. 7. Our lower- and middle-level line managers totally and visibly support the project management process. 8. My company is doing everything possible to minimize “creeping” scope (i.e., scope changes) on our projects. 9.
Our line managers are committed not only to project management, but also to the Universitas Indonesia
78
#
10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Question
Strongly Disagree
Answer of Your Company’s Current State Slightly Don’t Slightly Disagree Agree Disagree know Agree
Strongly Agree
promises made to project managers for deliverables. The executives in my organization have a good understanding of the principles of project management. My company has selected one or more project management software packages to be used as the project tracking system. Our lower- and middle-level line managers have been trained and educated in project management. Our executives both understand project sponsorship and serve as project sponsors on selected projects. Our executives have recognized or identified the applications of project management to various parts of our business. My company has successfully integrated cost and schedule control for both managing projects and reporting status. My company has developed a project management curriculum (i.e., more than one or two courses) to enhance the project management skills of our employees. Our executives have recognized what must be done in order to achieve maturity in project management. My company views and treats project management as a profession rather than a part-time assignment. Our lower- and middle-level line managers are willing to release their employees for project management training. Our executives have demonstrated a willingness to change our way of doing business in order to mature in project management.
Universitas Indonesia
79
Daftar Responden Berikut ini adalah profil singkat responden penelitian: No
Nama
Jabatan/Posisi
Pengalaman Proyek IBM
1
Togi Nababan
Senior Consultant
8 Tahun
2
M. Nugroho Akbari
Project Manager
9 Tahun
3
Fivda Harry
Project Manager
15 Tahun
4
Tjilik
Senior Architect
16 Tahun
5
Ari Wulandari
Project Manager
14 Tahun
6
Nuzli Hernawan
Senior Technical Consultant
9 Tahun
Universitas Indonesia
80
LAMPIRAN C DOKUMEN PENDUKUNG Dokumen Proposal
Universitas Indonesia
81
Dokumen Business Blueprint
Universitas Indonesia
82
Dokumen Minutes-of-Meeting
Universitas Indonesia
83
LAMPIRAN D HASIL SURVEI Kuesioner 1 – Togi Nababan
Universitas Indonesia
84
Universitas Indonesia
85
Universitas Indonesia
86
Universitas Indonesia
87
Universitas Indonesia
88
Universitas Indonesia
89
Universitas Indonesia
90
Universitas Indonesia
91
Kuesioner 2 – M. Nugroho Akbari
Universitas Indonesia
92
Universitas Indonesia
93
Universitas Indonesia
94
Universitas Indonesia
95
Universitas Indonesia
96
Universitas Indonesia
97
Universitas Indonesia
98
Universitas Indonesia
99
Kuesioner 3 – Fivda Harry
Universitas Indonesia
100
Universitas Indonesia
101
Universitas Indonesia
102
Universitas Indonesia
103
Universitas Indonesia
104
Universitas Indonesia
105
Universitas Indonesia
106
Universitas Indonesia
107
Kuesioner 4 – Tjilik
Universitas Indonesia
108
Universitas Indonesia
109
Universitas Indonesia
110
Universitas Indonesia
111
Universitas Indonesia
112
Universitas Indonesia
113
Universitas Indonesia
114
Universitas Indonesia
115
Kuesioner 5 – Ari Wulandari
Universitas Indonesia
116
Universitas Indonesia
117
Universitas Indonesia
118
Universitas Indonesia
119
Universitas Indonesia
120
Universitas Indonesia
121
Universitas Indonesia
122
Universitas Indonesia
123
Kuesioner 6 – Nuzli Hernawan
Universitas Indonesia
124
Universitas Indonesia
125
Universitas Indonesia
126
Universitas Indonesia
127
Universitas Indonesia
128
Universitas Indonesia
129
Universitas Indonesia
130
Universitas Indonesia