UNIVERSITAS INDONESIA
PENERAPAN ELEMEN-ELEMEN JURNALISME DALAM MAJALAH INDEPENDEN JAX TERKAIT PEMBERITAAN MENGENAI ISU-ISU LGBT
MAKALAH NON-SEMINAR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komunikasi
Atika Amalina 1106084860
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI JURNALISME
DEPOK DESEMBER 2014
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
“Penerapan Elemen-Elemen Jurnalisme dalam Majalah Independen JAX terkait Pemberitaan mengenai Isu-isu LGBT” Atika Amalina Departemen Ilmu Komunikasi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia Kampus UI, Depok, 16424, Indonesia Email:
[email protected]
Abstrak Makalah ini meneliti penerapan elemen jurnalisme yang dilakukan oleh majalah independen, khususnya majalah JAX. Majalah independen merupakan subjek kajian penting terutama karena karakteristiknya yang bertentangan dengan media arus utama, dimana penerapan prinsip jurnalisme sudah banyak diteliti sebelumnya. Dengan melakukan analisis tekstual terhadap konten majalah, makalah ini berargumen bahwa penerapan elemen-elemen jurnalisme dalam sebuah media alternatif dapat membantu mereka untuk meningkatkan kredibilitas di mata publik. Hal ini penting pula agar majalah mampu bertahan secara ekonomi. Kata kunci: industri kreatif; jurnalisme; majalah indie; penerbitan alternatif.
“The Implementation of Journalism Elements in Independent Magazine JAX in their Reporting of LGBT Issues” Abstract This article studies the implementation of journalism elements than is done by an independent magazine, particularly JAX magazine. Independent magazine is an important subject to study, due to its characteristic that defines from mainstream media, where the implementation of journalism elements has been vastly studied before. By conducting textual analysis on its content, this paper argues that the implementation of journalism elements in an alternative media can help them increase their credibility in the eyes of the public. This is also crucial in relation to the magazine’s economic sustainability. Keywords: alternative publishing; creative industry; journalism;indie magazine.
Pendahuluan Perkembangan Majalah Indie Majalah independen atau yang biasa disebut majalah indie muncul bersamaan dengan maraknya tren musik indie di kalangan anak muda (Natalia, 2007). Grup musik indie yang saat itu sedang naik daun membutuhkan media informasi untuk keperluan promosi dan publikasi. Namun pada saat itu informasi subkultur, seperti musik indie tidak diakomodasi oleh media arus utama (Luvaas, 2013). Hal tersebut memaksa grup musik indie untuk menerbitkan media informasinya sendiri. Mereka membuat sebuah media publikasi yang
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
berbentuk selembar kertas fotokopi dan dikenal sebagai zines untuk keperluan promosi dan memberitakan perkembangan grup musik mereka. Zines inilah yang menjadi cikal bakal kemunculan majalah indie (La Masurier, 2014). Menurut Siveek (2014), majalah indie merupakan majalah yang diterbitkan oleh kelompok-kelompok kecil, yang tidak berafiliasi dengan penerbit besar. Karena diterbitkan oleh kelompok kecil maka proses pengerjaan majalah ini mungkin saja hanya dilakukan oleh satu orang. Majalah indie biasanya mengangkat topik-topik terkait informasi subkultur yang dianggap menarik oleh editor untuk disajikan secara kreatif dan menarik melalui tampilan majalah. Setiap majalah indie memiliki cara operasional yang sangat bervariasi, namun semuanya memiliki tujuan yang serupa —mengekspresikan filosofi editorial1 (editorial philosophy) majalah yang khas, spesifik, dan istimewa. Sebagai contoh, menurut penjelasan Le Masurier (2012), filosofi editorial yang dibahas dalam majalah indie sangat terfokus dengan hal-hal yang sangat dipahami oleh editor. Dalam bukunya Kovach dan Rosenstiel (2003, h. 119) mengatakan jika majalah indie dibuat oleh kalangan yang hendak menentang otoritas dan menggulingkan paradigma yang dominan. Namun berdasarkan penjelasan Atton (2002, seperti dikutip dari Priscila, 2012, h. 4) kemunculan media alternatif tidak hanya sebagai bentuk media perlawanan saja, tapi juga sebagai media yang menyajikan bentuk kebudayaan baru. Kehadiran majalah indie juga ditujukan untuk memberi pandangan lain yang bertolak belakang dengan pandangan media arus utama sehingga dapat membentuk alternatif pemikiran (Priscila, 2012, h. 15). Artikel-artikel dalam majalah indie biasanya berisikan kritik terhadap kebijakan pemerintah, budaya konsumerisme, kapitalisme, penindasan, lingkungan hidup, diskriminasi, serta informasi, wawancara, dan review band dari kalangan underground yang dianggap menarik oleh penulisnya (Natalia, 2007). Tak hanya itu, terkadang majalah indie juga menampilkan informasi terkait hobi dari sudut pandang subkultur. Pembuatan majalah indie dilakukan dengan menggunakan etos kerja do-it-yourself (DIY)2. Etos kerja ini mengacu kepada metode alternatif dalam melakukan produksi dan
1
Filosofi editorial didefinisikan sebagai pernyataan redaksional terkait misi, tema, konsep, dan panduan mengenai isi majalah. Johnson & Prijatel mendefinisikannya sebagai penjelasan mengenai maksud pembuatan majalah, bidang apa saja yang akan dibahas, cara untuk mencapai dan menyajikan informasi, dimana semuanya dirancang dengan sangat spesifik (2006, seperti dikutip dari Le Masurier, 2014). 2
Istilah DIY digunakan pertama kali tahun 1912 oleh salah satu majalah di Amerika dan menjadi istilah umum yang digunakan masyarakat pada tahun 1950. Istilah ini digunakan untuk menggambarkan kegiatan yang dilandasi kebebasan berekspresi, kreatifitas, dan menggunakan biaya yang rendah. (Evans, 2006, seperti dikuti dari Vienneau, 2011).
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
distribusi. Spencer (2005, seperti dikutip dari Luvaas, 2009, h. 21) menggunakan istilah DIY untuk menjelaskan prilaku di balik proses produksi zines–yang diharapkan dapat menjadi dorongan untuk membentuk budaya baru–dengan biaya rendah dan disampaikan sesuai dengan keinginan pembuatnya. Etos kerja DIY ini digunakan pada seluruh tahapan pengerjaan majalah, mulai dari pemilihan konten, penulisan artikel, pembuatan ilustrasi, pengerjaan layout majalah, proses pencetakan, hingga proses distribusi. Maryani (2011, seperti dikutip dari Priscila, 2012, h.3-4) mengatakan jika keberhasilan suatu majalah indie tidak diukur dari jumlah khalayak yang membaca ataupun pendapatannya. Tingkat keberhasilannya diukur berdasarkan kemampuan majalah tersebut untuk membuka dialog dalam ruang publik yang ada di level komunitas atau melalui jaringan sosial yang ada.
Majalah Indie JAX Majalah JAX merupakan sebuah majalah indie yang membahas gaya hidup masyarakat perkotaan. Pihak redaksi membatasi pengertian gaya hidup pada lingkup wisata, kuliner, budaya, fesyen, musik, film, buku, gadget, dan automotif. Konten liputan yang disajikan Majalah JAX merupakan artikel-artikel berisi informasi subkultur, yang jarang disajikan oleh media arus utama di Indonesia. “In this already saturated market, where people seek differentiation and distinction, JAX is out with spades of benefits. While others zig, JAX zags. We are published not to saturate the market with more of the same, we are out with a single minded mission: to give people value, because they deserve better.” (jaxmagazine.co/aboutus diakses pada 18 November 2014) Dalam setiap edisinya, Majalah JAX mengangkat suatu isu bahasan yang berbeda dan membahasnya secara mendalam. Hal ini sesuai dengan pengertian majalah menurut Johnson and Prijatel seperti dikutip dari La Masurier (2014), majalah merupakan bentuk publikasi cetak yang menawarkan bahasan mendalam mengenai suatu cerita yang bersifat abadi. Sebagai contoh, pada bulan Februari mereka mengangkat topik utama The Colours of Love dan Beautiful Minds on the Future of Indonesia untuk edisi Maret-April. Topik tersebut nantinya akan dijadikan payung utama dalam pemilihan ide liputan masing-masing rubrik. Meskipun Majalah JAX merupakan majalah indie, pihak redaksi berusaha profesional dan serius dalam pembuatan majalah ini. Tidak seperti majalah indie lain yang memiliki karakteristik tidak terikat pada tenggat waktu dan penerbitan dilakukan sesuai keadaan redaksional (Natalia, 2007), Majalah JAX rutin terbit setiap bulannya dan dapat diakses
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
melalui dua versi yang berbeda.3 Majalah JAX dalam versi cetak dapat dibeli dengan harga Rp 50.000 di lokasi-lokasi penjualan tertentu. Sedangkan majalah dalam versi digital bisa diakses secara gratis oleh pengguna perangkat Apple. Pembaca juga dapat mengakses artikel dengan tampilan non-majalah melalui situs resmi mereka yaitu www.jaxmagazine.co. Selain itu layaknya media arus utama, Majalah JAX juga memiliki pembagian kerja dan struktur organisasi yang jelas. Pihak perusahaan dan pihak redaksi Majalah JAX ditangani oleh individu yang berbeda. Mereka juga bekerja dalam ruang yang terpisah, sehingga pihak redaksi bisa bekerja dengan bebas tanpa campur tangan pihak perusahaan. Kovach dan Rosenstiel (2003) menjelaskan, pemisahan ruang redaksi dengan pihak bisnis media melalui fire wall seperti ini perlu dilakukan agar jurnalis dapat menjaga loyalitas dan independensinya. Dalam makalah ini penulis ingin menunjukkan bahwa majalah indie JAX menerapkan elemen-elemen jurnalisme dalam penggarapan majalahnya serta melihat bagaimana penerapan yang mereka lakukan. Penulis memiliki argumen jika pihak redaksi Majalah JAX menerapkan elemen-elemen jurnalistik dalam proses penggarapan majalahnya. Meskipun penerapan elemen tersebut tidak setia pada prinsip konvensional jurnalisme, mengingat mereka masih menerapkan etos kerja DIY dalam pengerjaan majalah ini.
Tinjauan Teoritis Kovach dan Rosenstiel dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme menjelaskan mengenai pentingnya penerapan prinsip-prinsip jurnalisme bagi jurnalis dalam menjalankan tugasnya. Prinsip ini perlu diterapkan agar tujuan utama jurnalisme, yakni menyediakan informasi yang dibutuhkan masyarakat agar mereka bisa hidup bebas dan mengatur dirinya sendiri, dapat terwujud (2003, h. 12). Berikut sembilan elemen jurnalisme yang dimaksud (Kovach & Rosenstiel, 2003): Dalam praktiknya pekerjaan seorang jurnalis tidak hanya mengejar akurasi semata. Seorang jurnalis memiliki kewajiban utama dalam mengejar kebenaran, sebagaimana pernyataan Gallagher (1997) yang dikutip dari buku Sembilan Elemen Jurnalisme ―Wartawan berkomitmen tinggi pada kebenaran […] wartawan tidak menyampaikan apapun yang tidak diyakini kebenarannya kepada pembaca‖ (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 121). Kebenaran
3
Terhitung sejak Juni 2014, pihak redaksi Majalah JAX tidak lagi menjual majalah ini dalam versi cetak. JAX Edisi No. 26 Mei 2014 adalah edisi cetak terakhir majalah ini. Saat ini JAX hanya bisa diakses melalui website mereka www.jaxmagazine.co
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
dalam jurnalisme sendiri diartikan sebagai kebenaran fungsional yang bisa dipraktikkan dari hari ke hari. Kebenaran jurnalisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kebenaran yang dapat berubah menjadi bentuk berbeda, dimana setiap perkembangan harus disertai penambahan konteks (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 48). Seorang jurnalis mungkin tidak bisa bergerak melampaui akurasi pada tingkat permukaan dalam berita hari pertama. Namun berita pertama harus berkembang pada berita kedua, dimana sumber berita menanggapi kesalahan dan unsur yang hilang dalam berita pertama. Kemudian berita kedua harus berkembang pada berita ketiga, begitu seterusnya. Elemen kedua adalah loyalitas kepada masyarakat (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 5781). Seorang jurnalis sebenarnya bekerja untuk tiga pihak, yakni pemilik modal, pengiklan, dan masyarakat. Masing-masing pihak pasti memiliki kepentingannya tersendiri, namun seorang jurnalis harus memprioritaskan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pihak lain. Dengan adanya prinsip ini diharapkan jurnalisme tidak menjadi alat pencari uang, alat politik, atau menyajikan kebenaran yang bias karena kepentingan-kepentingan tertentu. Seorang jurnalis juga harus disiplin dalam melakukan verifikasi. Verifikasi merupakan salah satu elemen penting dalam jurnalisme, yang didefinisikan Kovach dan Rosenstiel sebagai sebuah proses untuk menyaring desas-desus, isu, gosip, dan prasangka yang keliru (2003, h. 87). Dalam melakukan verifikasi, jurnalis harus bisa menemukan beberapa saksi dalam sebuah peristiwa, membuka sebanyak mungkin sumber berita, dan meminta komentar dari banyak pihak untuk mendapatkan keterangan yang sesungguhnya. Disiplin verifikasi menjadi faktor pembeda antara jurnalisme dengan bidang lainnya, seperti hiburan (entertainment), propaganda, fiksi ataupun seni. Hanya jurnalisme yang memiliki tujuan untuk memberitakan informasi dengan sebenar-benarnya. Disiplin verifikasi ini mengarahkan suatu media untuk memperoleh kepercayaan dari publik, hingga akhirnya memberikan keuntungan dari segi ekonomi bagi media tersebut. Selain itu, jurnalis juga harus bersikap independen dari pihak yang mereka liput. Gallagher mengatakan, ―Semakin seorang jurnalis melihat dirinya sebagai peserta dalam peristiwa dan memiliki loyalitas pada narasumber, ia tak bisa betul-betul menganggap dirinya seorang jurnalis‖ (1997, seperti dikutip dari Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 122). Keterlibatan tersebut akan mengaburkan semua tugas yang harus dilakukannya sebagai seorang jurnalis. Melihat yang terjadi dari perspektif lain pun akan semakin sulit. Tak hanya independensi terhadap narasumber, jurnalis juga harus bisa menjaga independensinya terhadap partai politik, pemegang kekuasaan, perusahaan, ras, etnis, bahkan agama yang dianutnya.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Prinsip independensi berkaitan erat dengan elemen jurnalisme selanjutnya, yakni seorang jurnalis harus bertindak sebagai pemantau independen terhadap kekuasaan atau watch dog (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 141-165). Peran watch dog yang dijalankan oleh pers ini tidak hanya ditujukan untuk memantau kekuasaan pemerintahan, tapi meluas hingga semua lembaga kuat di masyarakat. Penerapan fungsi pers sebagai watch dog bertujuan untuk mencegah lembaga-lembaga kuat dalam masyarakat untuk tidak melakukan hal-hal buruk yang menghilangkan hak rakyat atau pihak lemah. Tak hanya untuk menghadirkan pengetahuan, jurnalisme juga memiliki tanggung jawab untuk menghadirkan sebuah forum publik (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 169-187). Forum publik ini penting untuk mendorong warga dalam membuat penilaian, mengambil sikap dukungan, dan lebih jauh lagi untuk menjadi penggerak dan pendorong tindakan nyata komunitas. Diskusi publik ini harus dibangun di atas prinsip-prinsip jurnalisme, yakni kejujuran, fakta, dan verifikasi. Kovach dan Rosenstiel menyebutkan, ―Forum diskusi yang tidak memiliki sikap hormat pada fakta akan gagal memberi informasi. Sebuah debat yang dipenuhi prasangka dan pengandaian hanya akan menimbulkan amarah‖ (2003, h. 175). Elemen ketujuh yang dikemukakan oleh Kovach dan Rosenstiel dalam bukunya adalah jurnalis harus membuat hal yang penting menjadi menarik dan relevan (2003, h. 189207). Untuk apa sebuah laporan disajikan jika tidak ada satupun masyarakat yang tertarik untuk membacanya. Karena itu penting bagi jurnalis untuk bisa menyajikan informasi yang penting secara menarik sehingga publik tertarik untuk menyimak. Salah satu cara untuk menyajikan berita yang baik untuk disimak adalah dengan menggunakan metode story telling. Prinsip selanjutnya yang harus dijalankan adalah menjaga berita dalam proporsi dan menjadikannya komprehensif (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 211-230). Sebuah halaman depan atau sebuah siaran berita yang lucu dan menarik namun tidak mengandung informasi yang penting bagi masyarakat adalah sebuah pemutarbalikan. Berita yang hanya berisikan hal-hal serius dan penting tanpa diimbangi dengan informasi yang ringan dan manusiawi, akan ditinggalkan masyarakat. Elemen ini pada akhirnya menjadi kunci utama bagi jurnalis untuk mencapai akurasi dalam penyajian berita. Elemen terakhir yang disampaikan Kovach dan Rosenstiel (2003, h. 233-258) adalah jurnalis memiliki kewajiban terhadap nurani. Dalam menjalankan tugasnya para pekerja media, mulai dari jurnalis hingga dewan direksi, harus memiliki etika dan tanggung jawab personal. Terlebih lagi, mereka memiliki tanggung jawab untuk menyuarakan sekuat-kuatnya nurani mereka dan membiarkan yang lain melakukan hal yang serupa. Mereka yang bekerja di sebuah organisasi berita harus mengakui adanya kewajiban pribadi untuk bersikap beda atau
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
menentang redaktur, pemilik, pengiklan, bahkan warga dan otoritas mapan jika kejujuran dan akurasi mengharuskan mereka berbuat demikian. Agar hal ini bisa terwujud, keterbukaan redaksi menjadi hal yang penting untuk bisa memenuhi semua elemen tersebut.
Metodologi Untuk kepentingan tulisan ini, analisis difokuskan pada artikel wawancara dalam rubrik Framed pada Majalah JAX edisi Februari 2014. Pemilihan rubrik ini didasarkan pada topik bahasan mengenai lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT), yang belum banyak disajikan pada media arus utama (Waskito, 2012). Selain itu berdasarkan argumen Zuhra (2010), masih banyak masyarakat Indonesia yang belum menerima keberadaan kalangan LGBT sehingga kerap kali isu LGBT tidak diberitakan oleh media arus utama karena dianggap tidak menjual. Jika ada media yang mempublikasikan isu mengenai LGBT, besar kemungkinan konten pemberitaannya akan mengarah pada informasi negatif (Zuhra, 2010). Data untuk analisis dalam makalah ini didapatkan melalui observasi terhadap salah satu rubrik bernama Framed yang ada pada Majalah JAX. Penyajian data bersifat deskriptif dan ditujukan untuk memperoleh keterangan dan informasi mengenai kasus yang dipilih. Sedangkan analisis konten dilakukan terhadap rubrik yang telah ditentukan. Analisis ditujukan untuk mengetahui bagaimana penerapan elemen-elemen jurnalisme yang dilakukan oleh Majalah JAX.
Hasil dan Pembahasan Deksripsi Konten Rubrik Framed merupakan salah satu rubrik di Majalah JAX yang khusus menampilkan artikel wawancara dengan beberapa narasumber yang memiliki latar belakang berbeda. Pada setiap edisinya Majalah JAX memiliki topik utama yang akan dijadikan acuaan dalam memilih narasumber. Untuk edisi Februari 2014, topik utama yang diangkat adalah The Colours of Love. Pada rubrik Framed edisi Februari, redaksi memilih untuk menyajikan informasi mengenai cinta terhadap sesama jenis, dimana topik ini sangat jarang disajikan oleh media arus utama. Wawancara untuk rubrik ini dilakukan dengan lima individu dari kalangan LGBT, yakni pasangan gay Khrisna Siddharta dan Raditya Puspoyo, Dena Rachman sebagai perwakilan kalangan transgender, Paramita Mohamad sebagai perwakilan kalangan lesbian,
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
pasangan gay lainnya Gordon Dau dan Rio Damar 4, dan Hally Anwar yang merupakan aktivis LGBT sekaligus festival director dari Q Film Festival5. Penerapan Elemen-Elemen Jurnalisme dalam Majalah JAX Berdasarkan hasil temuan, Majalah JAX terlihat telah menempatkan diri sebagai majalah independen dengan penggarapan yang serius. Hal ini bisa diperhatikan dari penerapan elemen-elemen jurnalisme dalam proses pengerjaan majalah mereka. Kovach dan Rosenstiel (2003, h. 15) mengatakan penerapan elemen jurnalisme ini penting agar tujuan utama jurnalisme untuk menyediakan informasi yang dibutuhkan warga agar mereka bisa hidup merdeka dan mengatur diri sendiri dapat tercapai. Penerapan elemen jurnalisme dalam sebuah organisasi media juga dapat meningkatkan kredibilitas redaksi dan tingkat kepercayaan publik sehingga organisasi media memiliki alasan untuk bertahan secara ekonomi. Sebagimana dijelaskan dalam buku Sembilan Elemen Jurnalisme, ―Pasar akan mengalami kegagalan jika kita sebagai warga bertindak pasif dan tidak sudi lagi menyentuh produk yang tidak baik mutunya‖ (Kovach & Rosenstiel, 2003, h. 256). Tabel 1. Penerapan Prinsip Sembilan Elemen Jurnalisme dalam Majalah JAX No
Elemen Jurnalisme
Penerapan
1.
Kebenaran
Menyajikan informasi yang valid dan akurat
2.
Loyalitas kepada masyarakat
Mendahulukan kepentingan publik
3.
Verifikasi
Tidak melakukan verifikasi kepada pihak terkait yang disebutkan oleh narasumber
4.
Independensi
Tidak ada campur tangan pihak lain dalam kebijakan redaksi
5.
Pemantauan Kekuasaan
Berusaha menjadi pemantau kekuasaan bagi kalangan minoritas
6.
Menyediakan forum publik
Tidak membuka forum kritik dan opini bagi publik
7.
Menarik dan relevan
Penyajian informasi dibuat menarik dan
4
Rio damar merupakan penggagas situs melela.org, satu-satunya situs di Indonesia yang membahas LGBT secara transparan dan mengikutsertakan komunitas non-LGBT. Melela.org menyajikan informasi mengenai kisah perjalanan kalangan LGBT dalam menerima identitas diri mereka, cerita kalangan non-LGBT mengenai kalangan LGBT di lingkungan, dan tulisan opini yang dibuat oleh penggagas situs. 5
Q! Film Festival merupakan sebuah festival film mengenai LGBT yang berdiri sejak tahun 2002 Mereka memiliki misi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan keberadaan kaum LGBT, sehingga kedepannya masyarakat dapat memperlakukan kaum LGBT sama seperti masyarakat lainnya.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
relevan untuk menarik pembaca 8.
Komprehensif dan proporsional
Tidak mengandalkan satu narasumber
9.
Mempertimbangkan hati dan nurani
Memberikan kesempatan bagi pekerja media untuk mempertimbangkan nurani
Prinsip Utama adalah Kebenaran Redaksi Majalah JAX telah menyampaikan informasi yang benar dan valid kepada masyarakat. Bisa dilihat dari faktualitas dan keakuratan informasi yang disajikan, tidak ada satupun fakta yang melenceng ataupun informasi fiktif. Dalam topik ini, dilihat dua dari lima narasumber memberikan pernyataan mengenai kondisi masyarakat Indonesia yang belum menerima keberadaan kaum LGBT. Menurut kalian, apakah pikiran masyarakat Indonesia akan terbuka terkait hal ini (LGBT)? “Jauh sekali. Menurut saya hal tersebut agak susah tercapai. Tidak hanya masalah gay, masalah lain seperti agama juga belum bisa didamaikan. Di situlah letak kesempitan pemikiran orang-orang Indonesia. Jadi, kami tidak mau muluk-muluk.” (Wawancara dengan Khrisna Siddharta, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 58)
Akankah masyarakat Indonesia sepenuhnya mengerti dan open-minded ke LGBT? “Saya rasa masih sangat jauh. Jika orang di luar bisa berbicara tentang gay marriage, di Indonesia, mindset masyarakat saja dulu yang perlu dibenahi.” (Wawancara dengan Hally Ahmad, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 66)
Pernyataan narasumber tersebut dapat dikonfirmasi kebenarannya melalui pernyataan Zuhra (2010) yang mengatakan jika kalangan LGBT di Indonesia sering kali mendapat perlakuan diskriminasi dari masyarakat, termasuk dari organisasi berita yang menampilkan pemberitaan-pemberitaan negatif mengenai kalangan LGBT. Untuk bisa memperoleh kebenaran dalam sebuah laporan jurnalistik, jurnalis perlu bekerja keras melakukan reportase mendalam (Kovach & Rosenstiel, 2003). Jurnalis tidak bisa mengandalkan pernyataan satu sumber berita saja, mereka perlu mencari sumber-sumber lain sebelum menyajikan suatu
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
informasi kepada publik. Selain itu jurnalis juga harus melakukan disiplin verifikasi dan riset mendalam untuk bisa mengejar kebenaran dalam jurnalisme. Loyalitas kepada Masyarakat Majalah JAX dapat meyakinkan khalayak bahwa informasi-informasi yang mereka sajikan tidak dibuat untuk kepentingan pihak lain selain kepentingan publik. Penerapan elemen ini bisa dibuktikan dengan informasi-informasi objektif yang disampaikan dalam artikel berita. Setiap artikel mampu mendeskripsikan bagaimana kondisi kalangan LGBT di Indonesia dari sudut pandang narasumber yang berbeda, bagaimana penerimaan keluarga dan masyarakat terhadap keadaan mereka, diskriminasi yang kerap mereka terima, serta bagaimana usaha-usaha yang dilakukan untuk bertahan. Dalam dunia LGBT, apa hal yang banyak disalahartikan oleh masyarakat? “Misalnya, seorang laki-laki straight yang tidak mau punya teman gay karena takut ketularan. Padahal ini bukan penyakit. Jadi, jangan punya perasaan kalau akan tertular. Lingkungan memang punya pengaruh besar. Tapi lingkungan tidak akan mempengaruhi jika di dalam diri seseorang itu tidak ada potensi sebagai LGBT.” (Wawancara dengan Hally Ahmad, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 66)
Apakah orangtua kalian mengetahuinya? Jika iya, ceritakan bagaimana proses “pengakuan” tersebut? “Awalnya hanya kakak laki-laki saya yang mengetahui. Ibu pun mengetahui hal ini dengan tidak sengaja. Sekitar dua setengah tahun lalu, ibu melihat pesan di HP saya yang isinya memang dari pacar laki-laki saya. Dengan nasihat dari kakak perempuan saya, akhirnya saya memberanikan diri untuk mengungkapkan ini ke keluarga, terutama orangtua. Ibu sempat menangis mendengar kabar ini. Dia bertanya kenapa saya tidak berusaha untuk “meluruskan” hal ini karena menurut ibu, saya menyukai sesama jenis termasuk perbuatan tidak normal. Namun, saya bersikeras mempertahankan jati diri yang sebenarnya dengan konsekuensi bahwa saya tidak boleh tinggal di rumah selama saya masih seperti ini. Selama enam bulan saya minggat tanpa sedikit pun dicari ibu. Sekarang, ia masih tidak mengakui, walaupun saya dan Kina sudah tinggal bersama.” (Wawancara dengan Raditya Puspoyo, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 57)
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Apa pendapat Anda tentang para transgender yang mengeksploitasi „penampilan‟ mereka dengan melucu atau ngamen? “Sebenarnya saya sedih. Karena memang kita hidup di dunia yang penuh dengan stereotipe, dan transgender masih sangat dikaitkan dengan profesi mangkal di lampu merah dan bekerja di salon. Padahal kalau mau ditelusuri lagi, banyak kok, transgender yang seperti saya. I’m an entrepreneur and TV personality. Ada juga transgender yang berprofesi sebagai politisi, aktivis sosial, bahkan sampai ibu rumah tangga. Banyak juga yang memiliki tingkat edukasi tinggi. Namun balik lagi ke stereotipe yang masih saja dikonotasikan buruk.” (Wawancara dengan Dena Rachman, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 74)
Informasi yang disampaikan dalam rubrik tersebut telah berusaha menjawab kebutuhan masyarakat luas, bukan hanya kalangan LGBT, tapi juga masyarakat yang berasal dari kalangan non-LGBT. Dengan membaca artikel tersebut kalangan non-LGBT diharapkan dapat memahami kondisi kalangan LGBT yang sebenarnya sehingga harapannya dapat mengurangi diskriminasi terhadap kalangan LGBT. Bisa dilihat jika informasi yang disajikan redaksi Majalah JAX telah dibuat untuk kepentingan masyakarat, bukan untuk menyajikan kebenaran yang bias karena kepentingan-kepentingan tertentu atau sebagai ajang komersialisme dan alat politik. Sebagaimana disampaikan Kovach dan Rosenstiel, hal ini menunjukkan adanya upaya pihak redaksi untuk memahami komunitas, dalam hal ini masyarakat seutuhnya (2003, h. 252).
Verifikasi Dalam artikel wawancara dengan Raditya Puspoyo, penulis menanyakan pertanyaan terkait penerimaan keluarga terhadap identitasnya sebagai seorang gay. Raditya memberikan penjelasan jika sang ibunda tidak bisa menerima dan mempersilahkannya untuk meninggalkan rumah. Namun penulis tidak melakukan pengecekan ulang fakta dan tidak memberikan ruang kepada ibunda dari Raditya untuk menanggapi pernyataan tersebut. Padahal seorang jurnalis memiliki kewajiban untuk melakukan pengecekan ulang semua fakta yang disampaikan oleh narasumber. Meskipun pada akhirnya mungkin saja pernyataan hasil verifikasi tidak dimasukkan ke dalam alur cerita. Proses verifikasi ini akan memberikan ruang bagi sang ibunda untuk menyanggah atau menyetujui pernyataan yang disampaikan
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
narasumber. Selain itu disiplin verifikasi juga menjadi prinsip yang membedakan jurnalisme dengan bidang lainnya, seperti infotainment, fiksi, dan propaganda (Kovach &Rosenstiel, 2003, h. 87). Independensi Ruang Redaksi Sebagai majalah independen, produksi Majalah JAX mungkin saja dilakukan oleh satu atau dua orang pekerja yang melakukan rangkap tugas. Namun hal ini tidak terjadi dalam Majalah JAX. Redaksi Majalah JAX justru memiliki manajemen news room yang terstruktur. Pemisahan serta pembagian kerja antara pekerja redaksional dan pekerja perusahaan juga dilakukan secara jelas oleh redaksi. Tabel 2. Struktur Organisasi Majalah JAX
Editor in Chief
Managing Editor
Editor
Penulis
Creative Directors
Art Directors
Senior Account Manager
Event & Promotion
Finance
Web Content Manager
Accounting
Web Developer
Account & Marketing Supervisor
Kontributor Marketing Communication
Fotografer
Editorial Assistant
Adanya pemisahan melalui pagar api (fire wall) seperti ini penting dilakukan dalam sebuah ruang redaksi. Pagar api dapat menjaga independensi jurnalis dan menghilangkan kemungkinan adanya intervensi perusahaan ataupun pihak lain dalam menentukan kebijakan redaksional. Independensi dari faksi juga mengisyarakatkan adanya jalan bagi jurnalis untuk menjadi jurnalis yang tidak terpengaruh pengalaman pribadi ataupun tersandera didalamnya (Kovach & Rosenstiel, 2003: h. 135). Sehingga pihak redaksi dapat menyajikan informasi yang berlandaskan kepentingan masyarakat, bukan kepentingan pihak-pihak lain.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Pemantauan Kekuasaan Jurnalis memang memiliki peran sebagai anjing penjaga (watch dog) dalam memantau kekuasaan pihak yang berkuasa. Peran watch dog ini bertujuan untuk mencegah lembaga kuat untuk tidak melakukan hal-hal buruk yang dapat mendiskriminasi hak rakyat sebagai pihak lemah. Peran ini juga dapat membuat masyarakat memahami dampak dari pihak yang berkuasa (Kovach & Rosenstiel, 2003). Dengan pemilihan isu LGBT sebagai topik utama Majalah JAX, redaksi majalah ini sebenarnya telah menerapkan elemen pemantauan kekuasaan. Majalah JAX berusaha menyuarakan pandangan kalangan pihak lemah, yakni kalangan LGBT. Tentunya dengan harapan agar masyarakat mayoritas serta pihak-pihak yang berkuasa mampu menghilangkan diskriminasi terhadap kalangan LGBT. Sebagaimana pernyataan Kovach dan Rosenstiel, organisasi berita memiliki tanggung jawab untuk menyajikan informasi-informasi penting dan baru yang dapat mengubah paradigma komunitas (2003, h. 254). Apakah perasaan kalian menjadi gay? “Kami bangga. Mungkin kalau kami tidak gay, kami tidak bisa menjadi pribadi yang seperti sekarang. Sebenarnya yang namanya hubungan, ya, tetap hubungan. Yang membedakan adalah yang menjalani. Kami juga agak risih sih jika ditanya, “Ini siapa yang perempuan, siapa yang laki-laki?” karena tidak ada hal seperti itu di hubungan kami. Kami dua laki-laki yang jatuh cinta. Tidak perlu ada status seperti itu. Kami juga tidak suka disamakan dengan banci. Kami risih jika ada orang yang mengetahui bahwa kami gay, lalu mereka mulai berbicara dengan bahasa banci. (Wawancara dengan Raditya Puspoyo dan Khrisna Siddharta, seperti dikutip dari Majalah JAX edisi 24/Februari 2014, halaman 58)
Menyediakan Forum Publik Organisasi media seharusnya menciptakan sejumlah saluran yang memungkinkan masyarakat untuk bisa berinteraksi dengan redaksi dan menyampaikan opininya. Interaksi ini bisa dibangun dengan menggunakan saluran surat, email, kontak telepon, ruang bagi pembaca untuk menulis kolom opini, dan kesempatan untuk membuat saran terkait redaksional media. Namun dalam praktiknya redaksi Majalah JAX belum melaksanakan elemen ini dengan baik. Pihak redaksi tidak menyediakan ruang bagi masyarakat untuk menyampaikan opini mereka terkait suatu isu yang sedang berkembang. Majalah JAX juga tidak menyediakan halaman khusus surat pembaca yang diperuntukkan bagi para pembaca untuk menyampaikan saran dan
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
kritik terhadap redaksional majalah. Dalam situs resminya pihak redaksi juga tidak menyediakan tempat bagi pembaca untuk melakukan diskusi terbuka dalam menyampaikan pendapat atau kritiknya. Sejauh pengamatan penulis, saluran yang disediakan untuk menyampaikan saran dan kritik hanyalah pencantuman alamat email dan kontak telepon redaksi. Padahal Kovach dan Rosenstiel (2003) menjelaskan adanya perkembangan teknologi dan kemunculan situs-situs pemberitaan, seperti yang dimiliki Majalah JAX, dapat menjadi sarana yang efektif untuk membuka diskusi publik.
Menarik dan Relevan Jurnalisme harus berusaha menyajikan informasi penting dengan menarik dan relevan. Tanggung jawab jurnalis bukan hanya sekedar menyediakan informasi, tapi menghadirkannya sedemikian rupa sehingga masyarakat tertarik untuk menyimak. Media yang hanya menyajikan informasi penting namun tidak menarik sama saja dengan berita yang melupakan semua yang penting (Kovach &Rosenstiel, 2003, h. 197). Pentingnya cara penyajian informasi secara menarik juga disadari oleh redaksi Majalah JAX. Pihak redaksi mencoba mengemas artikelnya ke dalam tampilan visual majalah yang berbeda dengan tampilan majalah media arus utama. Harapannya agar masyarakat tertarik untuk membaca majalah ini. Sebagai contoh, tampilan konten halaman di Majalah JAX dibuat tidak padat dan tidak saling tumpang tindih. Selain itu ada pula beberapa bagian kosong (white space) pada majalah yang sengaja dibiarkan untuk menambah kesan artistik tampilan majalah. Pihak redaksi juga menggunakan konsep fotografi artistik untuk membuat informasi mengenai LGBT yang disajikan menjadi lebih menarik.
Gambar 1. Foto dalam rubrik Framed yang dikemas secara menarik untuk mengimbangi topik LGBT Dari Majalah JAX edisi Februari 2014, oleh M. Robbyansyah, diambil pada 1 Desember 2014.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Dari penjelasan tersebut, penulis melihat jika Majalah JAX telah menerapkan elemen jurnalisme yang ketujuh dengan baik. Untuk menyajikan suatu artikel yang menarik seperti ini, ada kerja keras pihak redaksi, apalagi jika mengingat keterbatasan jumlah pekerja dalam majalah ini.
Komprehensif dan Proporsional Dalam kasus ini, penulis menilai jika Majalah JAX telah menyajikan informasi secara komprehensif dan proporsional. Topik utama yang diangkat yakni The Colours of Love tidak hanya diimplementasikan pada rubrik Framed saja, tapi juga diimplementasikan di rubrik lain, seperti Travel dan Fashion. Sebagai contoh, pada rubrik Travel redaksi menyajikan rekomendasi wisata ke salah satu kota yang menjadi destinasi gay culture, yaitu San Francisco. Hal ini menunjukkan jika Majalah JAX berusaha untuk menyajikan informasi secara mendalam dan dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Mereka juga berusaha menyajikan informasi secara komprehensif, dengan menyajikan informasi ringan, seperti rekomendasi wisata, untuk mengimbangi informasi berat yang telah disajikan dalam rubrik Framed. Sebagaimana pernyataan Kovach dan Rosenstiel (2003, h. 213): ―Berita yang hanya berisikan hal-hal serius dan penting tanpa diimbangi dengan informasi yang ringan dan manusiawi, akan ditinggalkan masyarakat. Begitupun dengan sebuah halaman depan atau sebuah siaran berita yang lucu dan menarik tapi tak mengandung informasi yang signifikan adalah sebuah pemutarbalikan.‖
Mempertimbangkan Hati dan Nurani Dalam menjalankan tugasnya pihak redaksi Majalah JAX mulai dari tingkatan paling bawah hingga paling tinggi, telah memiliki etika dan tanggung jawab personal yang menuntun penerapan elemen hati dan nurani dalam ruang redaksi mereka. Dapat dilihat dari pemilihan topik mengenai LGBT, redaksi memiliki tanggung jawab personal untuk mengabarkan informasi-informasi yang tidak disampaikan oleh media arus utama. Kovach dan Rosenstiel pun mengatakan jika telah menjadi kewajiban suatu media untuk bersikap beda atau menentang redaktur, pemilik, pengiklan, bahkan warga dan otoritas jika kejujuran dan akurasi mengharuskan mereka berbuat demikian (2003: h. 236).
Kesimpulan
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Temuan paling penting dari pembahasan ini adalah adanya pemisahan melalui pagar api (fire wall) antara pekerja redaksi dan pekerja bisnis media dalam ruang redaksi Majalah JAX. Mereka melakukan pagar api untuk menjaga independensi ruang redaksi mereka. Selain itu penulis juga melihat adanya kekurangan dalam penerapan elemen-elemen jurnalisme pada ruang redaksi Majalah JAX. Pihak redaksi belum memberikan ruang bagi diskusi publik dan forum kritik bagi masyarakat. Bisa dilihat dari tidak tersedianya halaman khusus opini publik dan surat pembaca pada majalah mereka. Pihak redaksi juga kurang memanfaatkan situs dan sosial media yang mereka miliki untu keperluan diskusi publik dan forum kritik. Penerapan elemen-elemen jurnalisme dalam majalah indepenting penting dilakukan untuk membangun dan kepercayaan publik sehingga organisasi media dapat bertahan secara ekonomi. Temuan ini mendukung pernyataan Kovach dan Rosenstiel (2003), ―Pada akhirnya penerapan prinsip-prinsip jurnalisme merupakan alasan mengapa suatu organisasi media mampu bertahan secara ekonomi.‖ Saran Temuan ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi majalah independen lainnya untuk menerapkan elemen-elemen jurnalisme dalam praktik kerja ruang redaksi. Penerapan elemen jurnalisme dapat meningkatkan kredibilitas suatu organisasi media di mata publik, termasuk majalah independepen. Analisis selanjutnya terkait topik majalah indie sebaiknya melakukan analisis framing untuk melihat perbandingan penyajian informasi antara media alternatif dan media arus utama. Penulis juga menyarankan analisis lebih lanjut mengenai peran teknologi dalam majalah independen, mengingat saat ini banyak sekali bermunculan majalah independen yang diterbitkan dalam versi cetak.
Daftar Referensi Fitria, Clara Ima. (2012). Penerapan Prinsip Sembilan Elemen Jurnalisme Bill Kovach dan Tom Rosenstiel pada Berita dan Opini Bencana Gunung Merapi di Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat. Yogyakarta: Universitas Atma Jaya. Forman, Murray. (1995). Media form and cultural space: Negotiating rap "fanzines". Journal of Popular Culture, Fall 29(2), p171-188. Accesed on November 22, 2014 from ProQuest Research Library.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Luvaas, Brent. (2009). Dislocating Sounds: The Deterritorialization of Indonesian Indie Pop. Cultural Anthropology, May 24(2), p246-279. Accesed on November 18, 2014 from ProQuest Research Library. Luvaas, Brent. (2009) Generation DIY: Youth, Class, and the Culture of Indie Production in Digital-Age Indonesia. Disertasi Doktoral, University of California, Los Angeles. Luvaas, Brent. (2013). Exemplary Centers and Musical Elsewheres: On Authenticity and Autonomyin Indonesian Indie Music. Texas: University of Texas Press. Kartika, Natalia Ika. (2007). Kajian Huruf dan Tipografi pada Majalah Indie. Thesis Master, Program Pascasarjana Institut Teknologi Bandung, Bandung. Kovach, B., & Rosenstiel, T. (2003). Sembilan Elemen Jurnalisme: Apa yang Seharusnya Dilakukan Wartawan dan Diketahui Publik. Jakarta: Yayasan Pantau. Newma, Michael Z. (2009). Pursuit of the Authentic Autonomous Alternative. Cinema Journal, Spring 48(3), p11-34. Accesed on November 18, 2014 from ProQuest Research Library. Priscilla, Gusti Ayu Krista Tiatira. (2012) Musik Pop di Media Alternatif (Analisis Framing pada Artikel Musik Pop di Jakartabeat.Net). Skripsi Program Sarjana Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Pruter, Robert. (1997). A History of Dowoop Fanzines.Popular Music and Society. Spring 21 (1), p11-41. Accesed on November 22, 2014 from ProQuest Research Library. Purvis, Tony. (2006). Get Set for Media and Cultural Study. Edinburgh: Edinburgh University Press. Rastuti, Maritta Cinintya. (2014). Serupa Tapi Tak Sama: Disagregasi dalam Morning Show di Indonesia. Depok: Universitas Indonesia. Shapiro, Ivor. Albanese, Patrizia & Doyle, Leigh. (2006). What Makes Journalism "Excellent"? Criteria Identified by Judges in Two Leading Awards Programs. Canadian Journal of Communication, 31(2), p425-455. Accesed on December 8, 2014 from ProQuest Research Library.
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014
Sivek, S,. &Townsend, A. (2014). Opportunities and Constraints for Independent Digital Magazine Publishing.Journalof Magazine & New Media Research; Spring 15(1); p1-19. Spencer, A. (2005). DIY: The rise of lo-fi culture. New York: Marion Boyars. Vienneau, Catherine. (2011). DIY (Do It Yourself). YA Hotline, (89). Accessed on December 7, 2014 from https://ojs.library.dal.ca/YAHS/article/viewFile/198/232. Waskito, Dominus Tomy. (2010). Literasi Media dalam Komunitas Lesbia, Gay, Biseksual, dan Transgender/Transeksual (Studi Deskriptif Kualitatif Pemahaman Literasi Media Dalam Organisasi Komunitas LGBT PLU Satu Hati Yogyakarta). Skripsi Program Sarjana Univeristas Atmajaya, Yogyakarta. Zuhra, Wan Ulfa Nur. (2010). Citra Homoseksual dalam Media Massa Online Nasional (Analisis Framing tentang Citra Homoseksual dalam Tempo.co dan Republika Online). Skripsi Program Sarjana Univeristas Atmajaya, Yogyakarta.
Situs Web JAX Magazine. (n.d.). About Us. Diambil pada November 17, 2014, dari jaxmagazine.co: http://jaxmagazine.co/about-us VOA Indonesia. (2013). Indonesia Termasuk Paling Tidak Toleran terhadap Homoseksualitas. Diambil pada Desember 1, 2014, dari voaindonesia.com: http://www.voaindonesia.com/content/indonesia-termasuk-paling-tidak-toleran-terhadaphomoseksualitas/1675468.html
Penerapan elemen…, Atika Amalina, FISIP UI, 2014