i
UNIVERSITAS INDONESIA
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH YANG DIDASARKAN PADA PENETAPAN PERADILAN (TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN NEGERI NOMOR 190/PDT.6/2011/PN.JKT.SEL)
TESIS Diajukan sebagai syarat memperoleh gelar Magister Kenotariatan
MARCIVIA RAHMANI 0906505911
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM MAGISTER KENOTARIATAN
DEPOK JANUARI 2013
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
iv
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T beserta Nabi Muhammad Rasulullah S.A.W atas rahmat, karunia serta hidayah yang seolah tanpa henti menyertai penulis dalam menjalankan hingga tercapainya penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, dan tentunya Penulis akan sangat menghargai masukan serta saran dan kritikan dari para pembaca yang sekiranya ingin disampaikan demi peningkatan kualitas tesis ini. Dalam kesempatan ini pula, Penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada pihak-pihak berikut, atas jasanya terhadap Penulis selama menulis dan menyelesaikan tesis ini: (1) Bapak Dr. Drs. Widodo Suryondono, SH., MH, selaku Ketua Sub Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberi penulis kesempatan untuk mengejar kelulusan untuk semua mata kuliah yang sudah terlalu lama menjegal kelanjutan studi selama di Magister Kenotariatan. (2) Ibu Enny Koeswarni S.H., M.Kn. selaku Dosen Mata Kuliah Pendaftaran Tanah yang telah membantu penulis menyusun keseluruhan tesis ini dari awal hingga akhir hingga kembali lagi ke awal. You’re one of the best lecturers a student can ever have the honour of knowing, thank you for allowing me to ruin the peace in your life; (3) Bapak Indra Gunawan, yang telah bersedia menjadi nara sumber bagi masukan untuk tesis ini; (4) Seluruh Bapak/Ibu staf kesekretariatan Sub Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Ibu Wismar Ain, Bapak Sukirman, Bapak Kasir, Bapak Budi, Bapak Bowo dan Bapak Parman yang telah banyak membantu Penulis selama masa perkuliahan dan penyusunan tesis;
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
v
(5) Seluruh Dosen Magister Kenotariatan yang telah membimbing saya dan memberikan ilmunya yang bermanfaat meskipun tidak jarang membuat saya frustasi menghadapi tantangan perkuliahan; (6) Kepada Ibunda Siti Pertiwi Henny Singgih S.H. yang tidak hentinya memberikan kasih sayang, dorongan serta doa kepada putrinya. I’m living YOUR dream, Mom. Now give me a chance to run it with MY passion. (7) Kepada kakak-kakak penulis, Arief Novisto dan Destivano Wibowo. Terima kasih atas brotherly-love kalian yang kadang-kadang sulit dibaca namun tetap dirasakan. (8) Untuk suamiku Adderio Ryan tercinta yang selalu ada bagi penulis dari sejak tahun 2001. Honestly, I couldn’t have done this damn thing without you. Heck, I couldn’t do a lot of things if it weren’t for you. (9) Anakku Sadia Alifia Vyan Addericia, putri tercinta, soulmate Mama, kekasih hati Papa. Words cannot describe how much I love and cherish you. (10) Sahabat-sahabat penulis Dhitri Arga dan Camelia Asmanu yang sudah terlalu lama menjadi sasaran curahan hati sejak mulai sama-sama mengenakan seragam kotak-kotak di SMU, hingga sampai detik ini. I love you guys. Lyke, totally. (11) Staff dan Pekerja di Kantor Notaris dan P.P.A.T SP Henny Singgih S.H., khususnya Ibu Indah Mardiati dan Ibu Egi Anggiawati Padli yang masingmasing telah mengorbankan banyak ilmu dan waktunya masing-masing demi kelancaran perkuliahan penulis yang tersendat-sendat. (12) Sahabat-sahabatku di socmed yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang entah dengan sadar atau tidak, telah menjadi udara segar bagi penulis disela-sela kesibukan berkuliah. Hazard mail, I tell you! Satu paket yang bahaya, kalian itu! (13) Rekan-rekan kelas Magister Kenotariatan Depok dan Salemba 2009-2010 yang berjuang bersama dengan kekompakan yang tercipta untuk menyelesaikan perkuliahan ini.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
vi
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberikan dorongan bagi penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa tesis ini jauh dari kesempurnaan dan penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan tesis ini, semoga tesis ini dapat memberikan manfaat. Depok, Januari 2013 Penulis
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
vii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Departemen Fakultas Jenis karya
: Marcivia Rahmani : 0906505911 : Magister Kenotariatan : Program Studi Pasca Sarjana : Hukum : Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah Yang Didasarkan Pada Penetapan Peradilan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor 190/PDT.6/2011/PN. JKT.SEL) beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 18 Januari 2013 Yang menyatakan
( Marcivia Rahmani )
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
viii
ABSTRAK
Nama : Marcivia Rahmani Program Studi : Magister Kenotariatan Judul : Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah yang Didasarkan Pada Penetapan Peradilan (Tinjauan Yuridis Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Nomor 190/PDT.6/2011/PN.JKT.SEL) Kepemilikan suatu subjek hukum terhadap hak atas tanah, tidak bisa mengesampingkan peran Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) seperti apa yang ditentukan oleh Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Namun bila terjadi transaksi jual-beli hak atas tanah yang tidak sesuai tetapi kemudian tetap dapat terjadi proses pengalihan hak atas tanah, maka hal itu bisa menjadi pengecualian tersendiri yang patut disertai dengan landasan yang memiliki nilai justifikasi yang pantas. Suatu Putusan Pengadilan dapat dimohonkan sebagai solusi dari proses pengalihan hak tersebut, apabila kondisi para pihak yang terkait memang berada dalam keadaan terpaksa dan tidak memiliki jalan keluar lainnya.
Kata Kunci: Jual Beli, Tanda Terima Kwitansi, Pemeliharaan Data
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
ix
ABSTRACT
Name : Study Program : Title :
Marcivia Rahmani Master of Notary Maintenance of Land Registration Data Based On Judicial Decision (Judicial Review for District Court Decision No. 190/PDT.6/2011/PN.JKT.SEL)
Ownership of the subject on land rights law, cannot rule out the role of PPAT (official empowered to draw up land deeds) as what is specified by the UUPA (basic agrarian law). However, in the case of transaction processes of land rights that do not fit but then still be a subject of transfer of land rights, is an exception that should be accompanied with a foundation which contains a value of appropriate justification. Therefore, a court decision can be applied as a solution concerning land rights ownership transisition if the condition of the related parties meets no other alternative.
Keywords: Sale and Purchase, Receipts, Data Maintenance
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................……………………………………...…..……. i PERNYATAAN ORISINALITAS ..........………………………………...…..……. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................... iii KATA PENGANTAR ......…………………………………………...…….……..... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ................................................................. vii ABSTRAK .....…………………………………………………………………….. viii ABSTRACT ..………………………………………………………………..…..…. ix DAFTAR ISI .……………………………………………………..…………….....…x 1.
PENDAHULUAN .........…………………………………………………......… 1 1.1 Latar Belakang Masalah ...……………………………………………...…... 1 1.2 Pokok Permasalahan .….……………………………………………….…… 4 1.3 Tujuan Penelitian ......…………………………………………….……….… 4 1.4 Metode Penelitian .....…………………………………………….……….… 5 1.5 Sistematika Penulisan .…………..……………………………………..…… 8
2.
ASPEK YURIDIS PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH YANG DIDASARKAN PADA PENETAPAN PERADILAN..........................9 2.1. TEORI UMUM .................................….......……….………………….…....9 2.1.1. Penguasaan Hak Atas Tanah …........……….……………….….......9 2.1.2. Macam-macam Hak Atas Tanah yang Diatur dalam Pasal 16 UUPA .......................................................................................................... 11 2.1.3. Cara Memperoleh Hak Atas Tanah.....................................................28 2.1.4. Pendaftaran Tanah..............................................................................32 2.2. DUDUK PERKARA...............................................….…………………...39 2.2.1. Kasus Peralihan Kepemilikan Tanah..…..…........…………….……39 2.2.2. Proses Peradilan ................…..…........……….……………….…… 41 2.3. ANALISIS PERMASALAHAN HUKUM ............................................... 50 2.3.1. Sah atau tidaknya jual-beli hak atas tanah pada tahun 1965 bila tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah.......…......…….. 50
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
xi
2.3.2. Pencatatan peralihan hak di kantor pertanahan jika tidak dibuktikan dengan adanya akte jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah...............59 2.3.3. Keselarasan putusan pengadilan negeri nomor 190/Pdt.6/2011/PN.Jkt.Sel dengan hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia..............................................................................................71 III. PENUTUP...................................……………………………………….…….72 3.1 Kesimpulan …....…………………………………………………….…..72 3.2 Saran
…....……………………………………………………….. 73
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………….……..75
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Indonesia adalah negara hukum yang berdasar kepada Undang-undang Dasar 1945 serta memberikan jaminan perlindungan atas hak-hak warga negara, salah satunya yaitu hak warga negara untuk memperoleh, memiliki dan menikmati hak milik. Hak milik atas tanah adalah satu dari sekian macam hak milik dan statusnya sangat penting untuk masyarakat Indonesia sebagai penduduk dari negara agraris. Mengingat bahwa Indonesia sendiri dalam perjalanannya menuju pembangunan dan pengembangan industri dan sebagainya, perihal hak milik atas tanah pun menjadi lebih signifikan dengan sendirinya. Namun demikian, tanah yang merupakan kehidupan pokok bagi manusia berhadapan dengan berbagai macam hal, antara lain : 1.
Terbatasnya tanah, baik dalam jumlah maupun kualitasnya apabila dibandingkan dengan kebutuhan lain yang harus dipenuhi.
2.
Bergesernya dinamika antara tanah dengan pemiliknya yang merupakan hasil dari proses perubahan yang muncul akibat pembangunan dan perbedaan kondisi sosial.
3.
Di satu sisi, tanah telah tumbuh sebagai objek ekonomi yang signifikan, dan pada sisi lainnya telah tumbuh menjadi bahan perniagaan dan barang spekulasi.
4.
Pada satu pihak, tanah harus dimanfaatkan dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat secara lahir batin, adil dan merata, sementara pada pihak lainnya, kelestarian tanah haruslah dijaga.
Hukum tanah di Indonesia sebelum berlakunya Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, merupakan dualisme, yaitu dalam
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
2
pengertian bahwa di samping diakui berlakunya hukum tanah adat (yang bersumber dari Hukum Adat), diakui pula peraturan-peraturan tentang tanah yang didasari atas pemahaman Hukum Barat. Setelah lahir Undang-undang Pokok Agraria itulah baru kemudian terjadi penyatuan hukum tanah. Kemudian dalam soal kepemilikan hak milik atas tanah, diketahui bahwa sebelum berlakunya UUPA, terdapat dua golongan besar hak milik atas tanah yaitu, hak milik menurut Hukum Adat dan hak milik menurut Hukum Perdata Barat yang dinamakan Eigendom1. Kedua jenis hak milik tersebut kemudian dikonversi menjadi satu yaitu hak milik, setelah disesuaikan dengan ketentuan konversi dalam Undang-Undang Pokok Agraria. Hak-hak atas tanah yang ada sebelum berlakunya UUPA, secara otomatis berubah menjadi hak-hak atas tanah yang turut dalam ketentuan UUPA. Dalam ketentuan konversi Pasal II UUPA dinyatakan bahwa Hak Agrarische Eigendom, Milik Yasan, Andarbeni, Hak atas Druwe, Hak atas Druwe desa, Pesini, Grant Sultan Landerijenbezitrecht, Altijddurende, Erfpacht, Hak Usaha bekas tanah partikelir dan hak lainnya dengan nama apapun menjadi hak milik.2 Berdasarkan ketentuan yang terkandung dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria juncto Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tanah-tanah tersebut wajib didaftarkan. Meskipun demikian, kondisi di Indonesia lebih banyak terdapat tanah yang belum didaftarkan bila dibandingkan dengan tanah yang sudah didaftarkan. Keadaan belum terdaftar inilah yang kerap mempersulit peralihan hak atas tanah. Peralihan hak atas tanah dapat melalui jual-beli, tukar-menukar, hibah ataupun karena pewarisan. Dalam Pasal 26 ayat (1) ditentukan bahwa: “Jual beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, dan perbuatan-perbuatan lain yang 1 2
Adrian Sutedi, Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hlm. 2 Ibid.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
3
dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan Pemerintah."3 Pemindahan atau peralihan hak, adalah suatu perbuatan hukum yang bertujuan memindahkan hak, antara lain: Jual beli, Hibah, Tukar menukar, Pemisahan dan pembagian harta bersama dan pemasukan dalam perusahaan atau inbreng.4 Jual beli tanah menurut PP No. 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dan setelah akta tersebut ditandatangani oleh para pihak bersangkutan, maka harus didaftarkan. Kebiasaan masyarakat yang tunduk kepada Hukum Adat dalam mengandalkan “pengesahan” kepemilikan hak atas tanah hanya berdasarkan dari pembuatan akta oleh penjual secara bawah tangan atau bahkan hanya berdasarkan kuitansi bukti pembayaran sementara transaksi disaksikan oleh kepala adat, dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda mengenai lembaga hukum jual beli tanah. Menurut Boedi Harsono, ”Dalam Hukum Adat perbuatan pemindahan hak (jual– beli, hibah, tukar menukar) merupakan perbuatan hukum yang bersifat tunai”5. Jual–beli dalam hukum tanah dengan pembayaran harganya pada saat yang bersamaan secara tunai.6 Hal ini pula lah yang kurang lebih menjadi landasan permasalahan yang mendasari para penempat tinggal rumah Jalan Cibulan III nomor 18, RT. 004, RW. 006, Petogogan, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Bahwa duduk perkara dari permasalahan tersebut berawal dari transaksi jual beli atas tanah hak milik kepunyaan Tuan Kadir Silitonga yang lunas dibeli oleh almarhum R.S.W. Koesoema pada 3
Indonesia, Undang-Undang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, UU Nomor 5 Tahun 1960, LN No. 104 Tahun 1960. TLN 2043, Ps. 1458. 4 John Salindeho, Masalah Tanah Dalam Pembangunan (Jakarta: Sinar Grafika, 1987), hal. 37. 5 Boedi Harsono, Hukum. Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya, Hukum Tanah Nasional Jilid 1, (Jakarta: Djambatan, 2003), hal. 333. 6 Harun Al–Rashid, Sekilas Tentang Jual–Beli Tanah (Berikut Peraturan–Peraturanya), (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986), hal 51.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
4
tanggal 30 Juni 1965 dengan ditandatanganinya 2 (dua) kwitansi bukti pembayaran serta penyerahan Sertipikat Hak Milik (SHM) nomor 316 yang dikeluarkan oleh Departemen Agraria berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agraria No. SK. 605/ka., tertanggal 19 September 1961. Diketahui bahwa transaksi diatas tidaklah kemudian dilanjuti dengan proses pendaftaran hak atas tanah ke pemilik rumah yang baru serta juga tidak dilakukan di hadapan seorang Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dimana akhirnya menimbulkan suatu ketidakpastian akan status kepemilikan tanah tersebut.
1.2. POKOK PERMASALAHAN Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat pokok permasalahan sebagai berikut : 1.
Sah atau tidakkah jual beli hak atas tanah pada tahun 1965 bila tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah?
2.
Dapatkah pencatatan peralihan hak dilakukan di kantor pertanahan jika tidak dibuktikan dengan adanya akte jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah?
3.
Apakah putusan pengadilan negeri nomor 190/Pdt.6/2011/PN.Jkt.Sel tersebut telah sesuai dengan hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia?
1.3. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1.
Mengetahui sah atau tidaknya jual beli hak atas tanah pada tahun 1965 bila tidak dilakukan di hadapan notaris.
2.
Agar memperoleh jawaban mengenai dapat atau tidaknya pencatatan peralihan hak dilakukan di kantor pertanahan jika tidak dibuktikan dengan adanya akte jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
5
3.
Mengetahui
apakah
190/Pdt.6/2011/PN.Jkt.Sel
putusan tersebut
pengadilan
negeri
nomor
telah
dengan
hukum
sesuai
pertanahan yang berlaku di Indonesia.
1.4. METODE PENELITIAN Berdasarkan penemuan pokok permasalahan yang digunakan dalam penelitian ini, maka penulis selanjutnya menerangkan metode penelitian yang digunakan. Metode Penelitian yang dipakai adalah Kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan membahas literatur terkait dengan materi yang akan dibahas, baik dari majalah, jurnal, makalah, seminar, buku teks serta Peraturan Perundangundangan terkait dengan masalah yang diangkat sebagai pokok pembahasan tesis ini. Dengan demikian penelitian dilakukan terhadap kaidah-kaidah hukum, yang merupakan patokan-patokan berperilaku atau bersikap secara pantas.7 Yuridis Normatif ini berdasarkan pada norma-norma hukum tertulis. Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penulis menentukan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat suatu individu, keadaan, gejala atau kelompok tertentu, atau untuk menentukan frekuensi suatu gejala atau frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lain dalam masyarakat.8 Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh langsung melalui penelusuran kepustakaan atau dokumentasi.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, cet. 3, (Jakarta : PT. Grafindo Persada, 2004), hlmn. 62. 8 Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlmn. 29.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
6
Penulis menggunakan ketiga jenis bahan hukum yaitu bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Sumber hukum primer yang meliputi antara lain adalah : 1.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;
2.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria;
3.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;
4.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah;
5.
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT);
6.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah;
7.
Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya;
8.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997;
9.
Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah;
10. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 17 September 1998 nomor 630-1-3433 tentang Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan; 11. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum; 12. Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di atasnya.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
7
Sedangkan sebagai bahan hukum sekunder, penulis memanfaatkan laporan penelitian dan makalah-makalah yang berkaitan dengan penelitian penulis. Serta menggunakan bahan hukum tersier sebagain penunjang penelitian, yang meliputi kamus, bibliografi dan indeks artikel. Alat pengumpulan data terdiri dari studi dokumen dan wawancara terhadap informan. Dalam setiap penelitian hukum senantiasa didahului dengan penggunaan studi dokumen atau bahan pustaka. Studi dokumen adalah langkah awal seorang peneliti dalam melakukan penelitian. Studi dokumen penting dilakukan untuk merumuskan kerangka teori dan konsep. Wawancara dilakukan terhadap informan, karena informan adalah orang yang mengetahui secara praktikal dan konseptual mengenai
hal
tertentu
yang
terkait
dengan
penelitian
karena
tugas/jabatan/kedudukan/fungsi. Adapun system wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara bebas terpimpin, artinya terlebih dahulu penulis mempersiapkan daftar pertanyaan sebagai pedoman, tetapi dimungkinkan juga adanya variasi pertanyaan yang disesuaikan dengan situasi pada saat wawancara dilakukan.9 Dalam penelitian ini, informan yang dimaksud adalah salah satu dari ahli waris dari R.S.W. Koesoema yang bertempat di Jalan Cibulan 3 nomor 18 RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yaitu Indra Gunawan. Metode analisis data dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, yaitu suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif analistis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku nyata. Yang ditulis dan dipelajari adalah obyek penelitian yang utuh. Bentuk hasil penelitian adalah deskriptif analistis, yaitu apa yang dinyatakan oleh sasaran penelitian yang bersangkutan secara tertulis atau lisan dan perilaku
9
Soetrisno Hadi, Metodologi Research Jilid II, (Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Hukum Psikologi UGM, 1985), hal. 26.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
8
nyata. Yang diteliti dan dipelajari adalah objek penelitian utuh. Deskriptif analistis ini dikenal pula dengan menggambarkan sesuatu kenyataan yang terjadi dan kemudian dihubungkan dengan peraturan perundang-undangan, pendapat para ahli dan akhirnya ditarik suatu kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan.
1.5. SISTEMATIKA PENULISAN Penulisan ini disusun sebagai suatu rangkaian yang sistematis dimana setiap bagian-bagiannya mempunyai kaitan yang erat satu sama lainnya. Dengan demikian untuk memperoleh gambaran dan mempermudah pembaca mengenai isi dan pembahasan dalam penyusunan pada proposal ini tiap bab dalam sistematika penulisan terdiri dari 3 (tiga) bab yaitu akan diuraikan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Dalam Bab ini penulis memaparkan mengenai latar belakang dari apa yang akan penulis teliti, pokok permasalahan yang akan diteliti, tujuan penelitian, dan metode penelitian yang akan digunakan serta sistematika penulisan.
BAB II : ANALISIS Dalam bab ini penulis akan membagi pembahasan menjadi sub bab, yaitu: Kerangka Teori yang berisi landasan teori mengenai Penguasaan Hak Atas Tanah dan Macam-macam Hak Atas Tanah, Cara Memperoleh Hak Atas Tanah, Pendaftaran Tanah, Duduk Perkara yaitu penguraian Kasus Peralihan Kepemilikan Tanah Jalan Cibulan III Nomor 18 dan Proses Peradilan Mengenai Putusan Pengadilan Negeri Nomor 190/Pdt. 6/2011/PN.Jkt.Sel, Analisis Permasalahan Hukum BAB III : PENUTUP Pada Bab terakhir ini penulis akan menyajikan suatu kesimpulan dan saran dari segala penguraian dari seluruh isi judul tersis tersebut.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
9
BAB II ASPEK YURIDIS PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH YANG DIDASARKAN PADA PENETAPAN PERADILAN
2.1 TEORI UMUM 2.1.1 Penguasaan Hak Atas Tanah Dasar hukum mengenai ketentuan pokok hak atas tanah secara normatif dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam Pasal 4 UUPA yang menegaskan sebagai berikut : 1)
Atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang-orang lain serta badan-badan hukum.
2)
Hak-hak atas tanah yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi wewenang untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan, demikian pula tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut Undang-undang ini dan peraturan-peraturan hukum lain yang lebih tinggi.
Hak atas tanah yang bersumber dari hak menguasai negara atas tanah dapat diberikan kepada10: a.
Perseorangan, baik warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA)
b.
sekelompok orang secara bersama-sama, dan
10
Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah, (Jakarta: Kencana dan Prenada Media, 2005). hlmn. 87.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
10
c.
badan hukum, baik privat maupun publik.
Dari segi asal tanah, hak atas tanah dibedakan menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu11 : a.
Hak atas tanah yang bersifat primer, yaitu atas tanah yang berasal dari tanah negara, antara lain;
b.
-
Hak Milik
-
Hak Guna Usaha
-
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara
-
Hak Pakai Tanah Negara
Hak atas tanah yang bersifat sekunder, yaitu tanah yang berasal dari pihak lain, antara lain; -
Hak Guna Bangunan di Tanah Hak Pengelolaan
-
Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik
-
Hak Pakai Atas Tanah Hak Sewa untuk Bangunan
-
Hak Gadai (Gadai Tanah)
-
Hak Usaha Bagi Hasil (Perjanjian Bagi Hasil)
-
Hak Menumpang
-
Hak Sewa Tanah Pertanian
Dalam menggunakan hak atas tanah, terdapat beberapa pembatasan yang ada karena berlakunya hukum12 : 1) Tidak boleh menimbulkan kerugian bagi pihak lain dimana penggunaan hak seseorang dilarang bertentangan dengan kepentingan umum demi mencapai tujuan sosial tertentu. 2) Kewenangan penggunaan hak atas tanah harus sesuai serta tidak boleh melebihi atau berlainan dengan isi dan sifat hak itu sendiri.
11
Ibid. hlm. 89-90 Oloan Sitorus dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Di Indonesia: Konsep Dasar dan Implementasinya, (Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006), hlmn. 71 12
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
11
3) Kewenangan penggunaan hak atas tanah harus memperhatikan ketentuan-ketentuan yang ada mengenai tata ruang/tata guna tanah. 4) Tidak boleh digunakan untuk praktek pemerasan. 5) Tidak boleh menggunakan ruang atas tanah dan ruang bawah tanah yang tidak berkaitan langsung dengan penggunaan tanah (permukaan bumi). Selain adanya pembatasan-pembatasan dalam penggunaan hak atas tanah, terdapat pula kewajiban-kewajiban bagi penggunaan hak atas tanah, yaitu : a.
Kewajiban menjalankan fungsi sosial atas tanah13. Dengan didasari oleh ketentuan yang terkandung dalam Pasal 6 UUPA, intinya adalah bahwa penggunaan tanah harus disesuaikan dengan keadaan dan sifat dari haknya, hingga bermanfaat baik bagi kesejahteraan pemilik dari hak tesebut maupun terhadap masyarakat dan negara.
b.
Kewajiban memelihara tanah. Pasal 15 UUPA menyatakan bahwa pemeliharaan tanah memiliki tujuan menjalanjan kebijakan hukum dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup, yaitu rangkaian tindakan dan usaha untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup.
c.
Kewajiban untuk mengerjakan sendiri secara aktif tanah pertanian. Dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA dinyatakan bahwa setiap orang dan badan
hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada azasnya diwajibkan secara aktif mengerjakan atau mengusahakan sendiri dengan mencegah cara-cara pemerasan. 2.1.2 Macam-macam Hak Atas Tanah yang Diatur dalam Pasal 16 UUPA A. Hak Milik UUPA menjabarkan hak milik sebagai hak turun menurun yang dapat dipunyai orang atas tanah, yang bersifat terkuat dan terpenuh bila dibandingkan 13
Ibid. hlmn. 79
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
12
dengan kekuatan hukum pada hak-hak lainnya. Hak Milik ini dapat beralih dan dialihkan ke pihak lain, dan sebagai tanda bukti hak kepada pemegangnya, diberikan sertipikat hak atas tanah. Selain itupun, Hak Milik dapat dibebankan dengan hak tanggungan sebagai jaminan atas hutang, begitu pula dapat diwakafkan serta dapat dilepas secara sukarela oleh pemiliknya menjadi milik negara. a.
Yang Dapat Memperoleh Hak Milik : 1) Warga Negara Indonesia 2) Badan-badan hukum tertentu 3) Badan-badan hukum yang bergerak di bidang sosial dan keagamaan bisa memperoleh hak milik atas tanah sepanjang tanahnya dipergunakan untuk itu.
b.
Terjadinya Hak Milik : 1) Terjadi karena menurut hukum adat. 2) Terjadi karena penetapan pemerintah, menurut cara dan syarat-syarat yang ditetapkan. 3) Terjadi karena ketentuan undang-undang.
c.
Syarat-syarat Permohonan Hak Milik: 1) Keterangan pemohon : -
Perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya serta keterangan mengenai isteri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya.
-
Badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya, tanggal dan nomor surat keputusan pengesahannya oleh pejabat yang berwenang tentang penunjukannya sebagai badan hukum yang dapat mempunyai Hak Milik berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Keterangan Tanah – data Yuridis dan Fisik :
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
13
-
Data penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari Pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak, dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya.
-
Letak, batas-batas dan luasnya.
3) Keterangan lain yang dianggap perlu. d.
Hapusnya Hak Milik Hilang atau hapusnya Hak Milik atas tanah dapat dikarenakan oleh beberapa hal, yang antara lain disebabkan oleh : 1) Jatuhnya Hak Milik atas tanah kepada negara yang dikarenakan : -
Pencabutan hak berdasarkan pasal 18,
-
Penyerahan dengan secara sukarela oleh pemiliknya,
-
Ditelantarkan,
-
Ketentuan pasal 21 ayat (3) dan pasal 26 ayat (2) mengenai ketentuan pemilikan tanah warga negara asing dalam UUPA.
2) Tanahnya musnah. B. Hak Guna Usaha (HGU) Termasuk hak atas tanah yang kuat, tidak mudah hapus dan mudah dipertahankan dari gangguan pihak lain, meskipun tidak dalam konteks kekuatan hukum yang sama seperti Hak Milik. HGU juga dapat dialihkan serta memiliki batas jangka waktu dimana sebelum waktu tersebut berakhir, hak dapat dilepaskan oleh pemegangnya. HGU dalam pasal 28 UUPA didefinisikan sebagai hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh Negara, dalam jangka waktu tertentu, guna perusahaan pertanian, perikanan atau peternakan. Hak ini diberikan atas tanah yang luasnya paling sedikit 5 (lima) hektar, dengan ketentuan bahwa jika luasnya 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih, maka harus disertai dengan investasi
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
14
modal yang layak dan teknik perusahaan yang baik, sesuai dengan perkembangan zaman. a.
Yang Dapat Memperoleh Hak Guna Usaha HGU terjadi karena didasari atas penetapan pemerintah, dan yang dapat memperolehnya adalah: 1) Warga Negara Indonesia (WNI) 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
b.
Jangka Waktu Hak Guna Usaha HGU diberikan untuk waktu terlama sebanyak 25 (dua puluh lima) tahun, Untuk perusahaan yang memerlukan waktu lebih lama dapat diberikan HGU untuk waktu paling lama 35 tahun. Atas permintaan pemegang hak dan mengingat keadaan perusahaannya, jangka waktu yang dimaksud dapat diperpanjang dengan waktu yang paling lama 25 tahun.
c.
Syarat-syarat Permohonan Hak Guna Permohonan HGU diajukan secara tertulis dan memuat: 1) Keterangan Pemohon : -
Perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaannya.
-
Badan Hukum: nama, nama badan hukum, tempat kedudukan, akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Keterangan Tanah – data Yuridis dan Fisik : -
Dasar penguasaannya, dapat berupa akta pelepasan kawasan hutan, akta pelepasan bekas tanah milik adat dan surat bukti perolehan tanah lainnya;
-
Letak batas-batas dan luasnya (jika sudah ada surat ukur, maka tanggal dan nomornya disertakan)
-
Jenis usaha
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
15
3) Keterangan Lain: Keterangan mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang dimiliki, termasuk bidang tanah yang dimohon. d.
Peralihan Hak Guna Usaha Berikut ini adalah beberapa faktor yang menyebabkan HGU dapat beralih atau dialihkan karena : 1) Jual beli 2) Tukar Menukar 3) Penyertaan dalam modal 4) Hibah 5) Pewarisan
e.
Hapusnya Hak guna Usaha HGU dapat hapus karena beberapa hal yaitu : 1) Angka waktunya berakhir 2) Dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu yang tidak dipenuhi 3) Dilepas oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir 4) Dicabut untuk kepentingan umum 5) Ditelantarkan 6) Tanahnya musnah 7) Ketentuan dalam pasal 30 ayat (2) Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 199 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
C. Hak Guna Bangunan (HGB) Pengertian dari HGB adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri. HGB dapat diberikan di atas tanah negara, tanah dengan hak pengelolaan, dan dapat diberikan di atas tanah milik seseorang atau tanah hak milik dengan
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
16
perjanjian antara pemilik tanah yang bersangkutan dengan pihak yang akan memperoleh hak. Selain itu hak tersebut dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain serta dapat dijadikan sebagai jaminan hutang dengan dibebankan Hak Tanggungan. a.
Yang Dapat Memperoleh Hak Guna Bangunan: 1) Warga negara Indonesia, 2) Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.
b.
Terjadinya Hak Guna Bangunan Tanah yang dapat diberikan dengan Hak Guna Bangunan: 1) Tanah Negara Hak yang diberikan dengan berdasarkan atas keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk. 2) Tanah Hak Pengelolaan Hak yang diberikan dengan berdasarkan atas keputusan Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan atas usul dari pemegang Hak Pengelolaan. 3) Tanah Hak Milik Hak yang diberikan oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Ketentuan mengenai tata cara serta persyaratan permohonan dan pemberian HGB atas tanah negara dan atas tanah Hak Pengelolaan diatur dengan berdasarkan atas Keputusan Presiden dan sebagai bukti atas hak tersebut akan diberikan sertipikat hak atas tanah, sedangkan pemberian HGB atas tanah Hak Milik wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan dan HGB atas tanah Hak Milik tersebut mengikat kepada pihak ketiga sejak didaftarkan.
c.
Jangka Waktu Hak Guna Bangunan
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
17
HGB memiliki jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 (dua puluh) tahun. Sesudah berakhirnya jangka waktu dan perpanjangan, kepada pemegang hak dapat diberikan pembaharuan HGB di atas tanah yang sama. Permohonan perpanjangan atau pembaharuan tersebut diajukan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sebelum berakhirnya jangka waktu HGB dan dicatat dalam buku tanah Kantor Pertanahan. Terhadap HGB atas tanah negara yang diperpanjang dan diperbaharui haknya, terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh pemohon hak, yang antara lain sebagai berikut : 1) Tanahnya masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut, 2) Syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak, 3) Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, dan 4) Tanah tersebut masih sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang bersangkutan.
HGB atas Hak Pengelolaan diperpanjang atau diperbaharui setelah mendapat persetujuan dari pemegang Hak Pengelolaan. HGB atas tanah Hak Milik diberikan dengan jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) tahun dan berdasarkan atas kesepakatan antara pemegang HGB dengan pemegang Hak Milik, hak tersebut dapat diperbaharui dengan pemberian HGB baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan hak tersebut wajib didaftarkan. d.
Kewajiban Pemegang Hak Guna Bangunan Pemegang HGB berkewajiban :
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
18
1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya. 2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dan perjanjian pemberiannya. 3) Memelihara dengan baik tanah yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup. 4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGB kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Guna Bangunan itu hapus. 5) Menyerahkan sertipikat HGB yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan. e.
Pembebanan Hak Guna Bangunan Jaminan hutang dengan bentuk Hak Tanggungan dapat dibebankan di atas tanah HGB, dimana kemudian akan hapus saat hapusnya Hak Guna Bangunan.
f.
Peralihan Hak Guna Bangunan Peralihan terjadi oleh karena hal-hal berikut : 1) Tukar menukar 2) Jual beli 3) Penyertaan dalam modal 4) Hibah 5) Pewarisan
Peralihan HGB karena hal-hal yang tertera di atas harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan karena jual-beli (terkecualikan jual-beli melalui lelang), tukar-menukar, penyertaan dalam modal dan hibah, harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), sementara jual-beli melalui lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang. g.
Syarat-syarat Permohonan Hak Guna Bangunan
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
19
Permohonan diajukan secara tertulis dan memuat: 1) Keterangan Pemohon : Perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan
-
pekerjaannya serta keterangan mengenai istri/suami dan anaknya yang masih menjadi tanggungannya; Badan hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan
-
pendirian yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2) Keterangan Tanah – data Yuridis dan Fisik : Dasar penguasaan atau alas haknya dapat berupa sertipikat girik,
-
surat kapling, surat-surat buku pelepasan hak dan pelunasan tanah dan rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti perolehan tanah lainnya. -
Letak, batas-batas dan luasnya
-
Jenis tanah
-
Status tanah
3) Keterangan lain yang dianggap perlu: Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah yang dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon. h.
Hapusnya Hak Guna Bangunan HGB dapat hapus karena hal-hal berikut : 1)
Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangannya atau dalam perjanjian pemberiannya.
2)
Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sebelum jangka waktunya berakhir, karena: -
Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak; atau
-
Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian HGB antara pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan; atau
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
20
-
Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap.
3)
Dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktu berakhir;
4)
Dicabut berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1061
5)
Ditelantarkan
6)
Tanah tersebut musnah
7)
Ketentuan Pasal 20 ayat (2) tentang subjek hak guna bangunan Peraturan Pemerintah no. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.
D. Hak Pakai Pengertian Hak Pakai dalam UUPA adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewamenyewa atau perjanjian pengolahan tanh, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-undang. a.
Subyek dan Obyek Hak Pakai 1) Pihak-pihak yang dapat memperoleh Hak Pakai adalah sebagai berikut : -
Warga Negara Indonesia
-
Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia
-
Departemen,
Lembaga
Pemerintah
Non-Departemen
dan
Pemerintah Daerah. -
Badan-badan keagamaan dan sosial
-
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia
-
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia
-
Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
21
2) Tanah yang menjadi obyek Hak Pakai yang dapat diberikan dengan Hak Pakai adalah :
b.
-
Tanah Negara
-
Tanah Hak Pengelolaan
-
Tanah Hak Milik
Terjadinya Hak Pakai 1) Hak Pakai yang berasal dari tanah negara terjadi dengan suatu Surat Keputusan Pemberian Hak oleh instansi yang berwenang. 2) Hak Pakai yang berasal dari tanah hak milik, terjadi dengan suatu perjanjian yang dibuat dengan akta PPAT. 3) Hak Pakai yang berasal dari hak pengelolaan diatas tanah negara, terjadi atas permohonan pihak ke 3 atas usul pemegang hak pengelolaan yang diberikan dengan Surat Keputusan Pemberian Hak oleh instansi yang berwenang.
c.
Jangka Waktu Hak Pakai Ditetapkan dalam Pasal 42 Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah, jangka waktu bagi hak pakai atas tanah Negara adalah sebanyak 25 (dua puluh lima) tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun.
Hak Pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama dipergunakan untuk keperluan tertentu diberikan kepada : 1) Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah; 2) Perwakilan negara asing dan perwakilan badan Internasional; 3) Badan keagamaan dan badan sosial. Peraturan Pemerintah tersebut juga mengatur beberapa persyaratan sebelum jangka waktu Hak Pakai dapat diperpanjang, yaitu : 1) Tanah masih dipergunakan sesuai dengan penggunaan tanah;
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
22
2) Syarat-syarat pemberian hak tersebut masih dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak; 3) Pemegang hak masih memenuhi persyaratan sebagai pemegang hak yang diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 40. d.
Kewajiban dan Hak Pemegang Hak Pakai Sebagai pemegang Hak Pakai, diwajibkan hal-hal berikut: 1) Membayar uang pemasukan yang jumlah dan tata cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, seperti perjanjian penggunaan Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik, 2) Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukannya dan persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik, 3) Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup, 4) Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Pakai kepada Negara, pemegang Hak Pengelolaan atau pemegang Hak Milik sesudah Hak Pakai tersebut hapus, 5) Menyerahkan sertipikat Hak Pakai yang telah hapus kepada Kepala Kantor Pertanahan.
e.
Pembebanan Hak Pakai Hak Pakai atas tanah Negara dan atas tanah Hak Pengelolaan dapat dijadikan jaminan hutang dengan dibebani Hak Tanggungan dan hak tersebut akan secara otomatis hapus dengan hapusnya Hak Pakai.
f.
Peralihan Hak Pakai Hak Pakai atas tanah Negara diberikan untuk jangka waktu tertentu dan peralihan Hak Pakai atas tanah Negara harus dilakukan dengan izin dari pejabat yang berwenang.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
23
Hak Pakai atas tanah Negara dalam jangka waktu tertentu dan tanah Hak Pengelolaan dapat beralih dan dialihkan pada pihak lain dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Pengelolaan, sementara Hak Pakai atas tanah Hak Milik hanya dapat dialihkan apabila dimungkinkan dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik, dan harus dilakukan dengan persetujuan tertulis dari pemegang Hak Milik yang bersangkutan.14 Peralihan Hak Pakai dapat terjadi dikarenakan : 1) Jual Beli, 2) Tukar menukar, 3) Penyertaan dalam modal, 4) Hibah, dan 5) Pewarisan. Peralihan tersebut di atas wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan. Peralihan Hak Pakai karena jual beli (kecuali jual beli melalui lelang), tukar menukar, penyertaan dalam modal, dan hibah harus dilakukan dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Jual Beli Hak Pakai melalui lelang harus dibuktikan dengan Berita Acara Lelang dan Hak Pakai yang diperoleh karena pewarisan harus dibuktikan dengan surat wasiat atau surat keterangan waris yang dibuat oleh instansi yang berwenang. g.
Syarat-syarat Permohonan Hak Pakai Permohonan Hak Pakai diajukan secara tertulis dan harus memuat antara lain : 1) Keterangan pemohon: -
Perorangan: nama, umur, kewarganegaraan, tempat tinggal dan pekerjaan, keterangan istri/suami dan anak yang masih menjadi tanggungan,
14
Jayadi Setiabudi, Tata Cara Mengurus Tanah Rumah Serta Segala Perizinannya, cet. 1, (Yogyakarta: Buku Pintar, 2012), hlmn.37.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
24
Badan Hukum: nama, tempat kedudukan, akta atau peraturan
-
pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2) Keterangan mengenai tanah yang meliputi data yuridis dan data fisik: Dasar penguasaan atau alas hak berupa sertipikat, girik, surat
-
kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah, rumah dan atau tanah yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akta PPAT, akta pelepasan hak dan surat-surat bukti pelepasan lainnya, Letak, batas-batas dan luasnya (jika ada Surat Ukur atau Gambar
-
Situasi dengan penyebutan tanggal dan nomor), -
Jenis usaha (pertanian, perikanan atau peternakan),
-
Rencana penggunaan tanah, dan
-
Status tanahnya (tanah hak atau tanah Negara).
3) Lain-lain : Keterangan mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah
-
yang dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohonkan oleh pemohon, dan Keterangan lain yang dianggap perlu.
-
Permohonan Hak Guna Usaha yang dilampiri Hak Pakai dengan jangka waktu : 1) Mengenai pemohon : -
Perorangan : foto copy surat bukti identitas, surat bukti kewarganegaraan dan keterangan domisili,
-
Badan hukum: foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2) Mengenai tanahnya : -
Data yuridis: sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah yang telah dibeli dari
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
25
pemerintah berupa : akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat bukti perolehan tanah lainnya, -
Data fisik : Surat Ukur, Gambar Situasi apabila ada,
-
Surat lain yang dianggap perlu.
3) Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas dan status tanah-tanah yang telah dimiliki termasuk bidang tanah yang dimohon. Hak Pakai selama dipergunakan : 1) Mengenai pemohon : -
Pemohon merupakan instansi dari pemerintah atau Badan hukum Indonesia : foto copy akta atau peraturan pendiriannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
-
Pemohon merupakan Badan hukum asing : foto copy surat persetujuan bidang usaha dari instansi terkait,
-
Pemohon merupakan Kedutaan Asing : foto copy surat rekomendasi dari Departemen Luar Negeri.
2) Mengenai tanahnya : -
Data yuridis : sertipikat, girik, surat kapling, surat-surat bukti pelepasan hak dan pelunasan tanah yang telah dibeli dari pemerintah berupa : akta PPAT, akta pelepasan hak, putusan pengadilan, dan surat bukti perolehan tanah lainnya,
-
Data fisik : surat ukur, gambar situasi apabila ada,
-
Surat lain yang dianggap perlu.
Jika pemohon Hak Pakai adalah orang asing, dipersyaratkan : -
Bagi orang asing yang tinggal menetap : foto copy surat izin tinggal tetap,
-
Bagi orang asing lainnya : foto copy surat izin kunjungan atau izin keimigrasian lainnya yang dimiliki oleh orang asing yang bersangkutan.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
26
Dalam hal pemohonnya adalah Instansi Pemerintah namun bukti perolehan tanahnya tidak dapat diketemukan, harus dilengkapi dengan surat pernyataan yang menyebutkan bahwa secara fisik tanahnya telah dikuasai, serta sudah tercatat dalam daftar inventaris dan tidak ada permasalahan atau sengketa dengan pihak lain. h.
Hapusnya Hak Pakai Hapusnya Hak Pakai dapat dikarenakan oleh beberapa hal, yaitu : 1) Dengan berakhirnya jangka waktu atau perpanjangannya dalam perjanjian pemberian haknya, 2) Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, sebelum jangka waktu berakhir, karena: -
Tidak dipenuhinya kewajiban pemegang hak, atau
-
Tidak dipenuhinya persyaratan dan kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian Hak Pakai antara pemegang Hak Pakai dengan pemegang Hak Milik atau perjanjian penggunaan Hak Pengelolaan, atau
-
Dilepaskan
secara
sukarela
oleh
pemegang
hak
sebelum
berakhirnya jangka waktu, -
Dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961,
-
Ditelantarkan,
-
Tanahnya musnah,
-
Ketentuan pasal 40 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan Dan Hak Pakai Atas Tanah.
Dengan hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara mengakibatkan tanahnya menjadi tanah Negara, hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan mengakibatkan tanahnya kembali kedalam penguasaan pemegang Hak Pengelolaan dan hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Milik mengakibatkan tanahnya kembali kedalam penguasaan pemegang Hak Milik.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
27
Hapusnya Hak Pakai atas tanah Negara tidak dapat diperpanjang atau diperbaharui, dan bekas pemegang Hak Pakai wajib mengembalikan tanah tersebut kepada Negara dalam keadaan kosong seperti semula selambatlambatnya dalam waktu 1 (satu) tahun sejak hapusnya Hak Pakai. Apabila dalam hal bangunan atau benda-benda yang terdapat di atasnya masih diperlukan maka kepada bekas pemegang hak diberikan ganti rugi atas bangunan atau benda-benda tersebut. Namun apabila tidak diperlukan maka bangunan dan benda-benda tersebut dibongkar oleh bekas pemegang hak atas biayanya sendiri, dan apabila bekas pemegang hak lalai maka akan dibongkar oleh Pemerintah atas biaya bekas pemegang hak. Dalam hal hapusnya Hak Pakai atas tanah Hak Pengelolaan dan atas tanah Hak Milik, maka bekas pemegang Hak Pakai wajib menyerahkan tanahnya dengan telah memenuhi ketentuan yang sudah disepakati dalam perjanjian penggunaan tanah Hak Pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian Hak Pakai atas tanah Hak Milik. E. Hak Sewa Hak Sewa Bangunan diatur secara khusus dalam pasal 44 dan pasal 45 UUPA. Untuk Hak Sewa Tanah Pertanian diatur dalam Bab IV pasal 53 UUPA yang memuat Ketentuan-Ketentuan Peralihan. Negara tidak menyewakan tanah, karena Negara bukan pemilik tanah. Hak Sewa merupakan hak pakai yang mempunyai sifat khusus yang diatur secara tersendiri. Hak Sewa hanya disediakan untuk bangunan-bangunan, dan Hak Sewa tanah pertanian hanya mempunyai sifat sementara (pasal 16 jo pasal 53 UUPA). Seseorang atau badan hukum mempunyai hak sewa atas tanah, apabila berhak mempergunakan tanah milik orang lain untuk keperluan bangunan, dengan membayar sejumlah uang kepada pemiliknya sebagai sewa, dan perjanjian sewa
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
28
tidak boleh disertai syarat-syarat yang mengandung unsur-unsur pemerasan. Pembayaran uang sewa dapat dilakukan dengan cara : 1)
Satu kali atau pada tiap-tiap waktu tertentu, dan
2)
Sebelum atau sesudah tanahnya dipergunakan.
Yang Dapat Menjadi Pemegang Hak Sewa adalah : 1)
Warga Negara Indonesia,
2)
Orang asing yang berkedudukan di Indonesia,
3)
Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, dan
4)
Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.
F. Hak Membuka Tanah Dan Memungut Hasil Hutan Hak membuka tanah dan hak memungut hasil hutan adalah hak hukum adat yang menyangkut tanah,dan hak tersebut hanya bisa dinikmati dan dipunyai oleh warga negara Indonesia serta diatur di dalam undang-undang. Dengan adanya hak tersebut tidak secara sah otomatis membuat seseorang memperoleh hak milik atas tanah itu. Masyarakat adat hanya berhak untuk memungut hasil hutan dalam hal memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari, hal ini diatur dalam pasal 67 Undang-Undang Kehutanan. Membuka tanah dan memungut hasil hutan dapat diartikan sama dengan mengelola hutan dalam arti luas, hal ini diatur dalam pasal 21 huruf (b) UU No.41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang berkenaan dengan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Hutan yang tidak dapat dimanfaatkan secara simultan oleh masyarakat adalah hutan kawasan, seperti hutan lindung, suaka, dan hutan konservasi. 2.1.3 Cara Memperoleh Hak Atas Tanah Undang-Undang Pokok Agraria nomor 5 Tahun 1960 disediakan untuk melindungi hak atas tanah yang dimiliki oleh warga negara. Hal ini didukung
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
29
dengan adanya ketentuan di dalamnya yang mengatur prosedur tentang bagaimana seseorang menguasai tanah yang diperlukan sebagaimana bentuk dari haknya selaku warga negara. Dimulai dengan perihal tata cara perolehan hak atas tanah yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah hingga pengaturan mengenai pembebasan hak atas tanah yang diatur dalam Pasal 18 UUPA dan kemudian diperluas cakupannya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961 mengenai Pencabutan Hak Atas Tanah. A. Status Tanah Negara Bila status tanah yang ingin diperoleh adalah Tanah Negara, maka satusatunya cara untuk memperoleh hak kepemilikan atas tanah tersebut adalah dengan cara permohonan hak.15 Hak-hak yang dapat diperoleh atas tanah yang dikuasai Negara ada 5 (lima) macam, yaitu hak-hak primer seperti : 1) Hak Milik 2) Hak Guna Usaha 3) Hak Guna Bangunan 4) Hak Pakai 5) Hak Pengelolaan Dibentuk dua jenis Panitia Pemeriksaan Tanah untuk penyelesaian permohonan, perpanjangan dan pembaharusan hak milik atas tanah yang ada yaitu : 1) Panitia Pemeriksaan Tanah A yang mengurus mengenai : -
Hak Milik
-
Hak Guna Bangunan
-
Hak Pakai (atas Tanah Negara)
-
Hak Pengelolaan
2) Panitia Pemeriksaan Tanah B yang mengurus mengenai Hak Guna Usaha.
15
Prof. Arie S. Hutagalung, Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah, cet.1, (Jakarta: Lembaga Pemberdayaan Hukum Indonesia, 2005), hlmn. 175.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
30
Dalam hal permohonan hak baru di atas Tanah Negara yang dikabulkan, maka penerima hak akan menerima Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPH) yang di dalamnya disebutkan : 1) Jenis hak yang diberikan 2) Syarat-syarat atau kewajiban penerima hak, antara lain16 : -
Memberikan tanda batas yang dipasang pada setiap sudut tanah menurut aturan tertentu sehingga jelas bidang tanah yang diberikan kepada pemohon.
-
Membayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah ke Kantor Pajak, sesuai dengan Ketentuan Undang-Undang nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan, sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1998 tentang Pedoman Penetapan Uang, Pemasukan Dalam Pemberian Hak Atas Tanah Negara, yang harus dibayarkan kepada Negara melalui Kantor Bendahara Negara (KBN).
-
Pembayaran uang pemasukan tidak harus dilunasi seketika mengingat bahwa
keadaan
para
penerima
hak
tidak
selalu
sama
dan
memungkinkan. Oleh karena itu, dapat diminta penundaan pelunasan pembayaran oleh penerima hak hingga batas waktu tertentu. Namun apabila batas waktu tersebut sudah tiba dan belum terjadi pelunasan, maka pemberian hak akan dibatalkan. -
Mendaftarkan hak atas tanah di Kantor Pertanahan Seksi Pendaftaran Tanah setempat untuk kemudian dibuatkan Buku Tanah dan Sertipikat Hak Tanah sebagai tanda bukti haknya.
Mengenai lahirnya Hak atas tanah tersebut, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pemohon hak, yaitu: 1. Hak atas tanah tidak lahir pada saat pemberian SKPH.
16
Ibid., hlmn. 176.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
31
2. Oleh sebab penyerahan Buku Tanah adalah merupakan tanda bukti hak secara yuridis, maka saat itulah hak atas tanah tersebut lahir. 3. Bukti kepemilikan hak atas tanah adalah dengan adanya Sertipikat Hak Tanah yang memungkinakan subyek bersangkutan untuk dapat melakukan perbuatan hukum atas tanah tersebut dengan aman, termasuk menggunakan tanahnya sebagai jaminan hutang. B. Status Tanah Hak Milik Dalam hal memperoleh kepemilikan Hak Milik atas tanah dari pemegang lainnya, diperlukan perbuatan hukum pemindahan hak. Hal ini disertai syarat bahwa status hukum pihak yang akan menguasai tanah, memenuhi kriteria sebagai pemegang Hak Milik atas tanah yang hendak diperoleh, serta pihak yang akan melepaskan haknya bersedia untuk melaksanakan proses pemindahan Hak Milik atas tanah tersebut. Berikut adalah beberapa bentuk Pemindahan Hak Milik atas Tanah17 : a.
Jual-Beli Pemindahan hak terjadi secara langsung dari penjual ke pembeli dan bersifat tunai, dalam pengertian pembayaran dilakukan secara serentak dan bersamaan.
b.
Tukar Menukar Pemindahan hak merupakan tindakan penukaran antara para pemegang hak atas tanah dengan saling mengganti Hak Milik satu sama lain.
c.
Hibah Pemindahan hak merupakan tindakan penyisihan sebagian dari harta kekayaan seseorang yang merupakan pemegang Hak Milik kepada seseorang lain yang pada umumnya masih memiliki hubungan kerabat.
d.
17
Hibah Wasiat
Ibid., hlmn. 177.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
32
Pemindahan hak dilakukan untuk menjalankan kehendak seorang pemegang Hak Milik atas Tanah sebagai bentuk dari pelaksanaan wasiatnya. Namun demikian, proses pemindahan hak tersebut harus melalui pelaksanaan wasiat kepada pihak penerima hibah wasiat yang terkait. e.
Pemasukan/Inbreng Pemindahan hak merupakan bentuk dari pembayaran saham seorang pemegang saham kepada perseroan.
2.1.4 Pendaftaran Tanah A. Asas Pendaftaran Tanah Berikut adalah penjabaran mengenai asas-asas yang melandasi pendaftaran tanah yang didasari Pasal 2 dan Pasal 3 PP No. 24 Tahun 1997 yaitu: 1) Asas sederhana Pemahaman mengenai ketentuan-ketentuan pokok dapat diterima oleh para pihak yang berkepentingan, khususnya pihak pemegang hak atas tanah. 2) Asas aman Pendaftaran tanah dilakukan secara cermat dan teliti demi memberi kepastian hukum untuk para pihak yang bersangkutan dalam mencapai tujuan yang sepatutnya. 3) Asas terjangkau Mengingat bahwa terdapat golongan dengan kondisi ekonomi lemah yang membutuhkan keringanan biaya dalam mengurus pendaftaran tanah, maka pelayanan terhadap para pihak tersebut harus dapat diberikan tanpa membebani pemegang hak sesuai dengan kemampuan ekonominya. 4) Asas mutakhir Kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaan dan berkesinambungan pemeliharaan data pendaftaran tanah. Data yang tersedia harus menunjukkan keadaan yang mutakhir, oleh karena itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan yang terjadi dikemudian hari.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
33
Asas ini juga menuntut pemeliharaan data pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan secara terus-menerus dan berkesinambungan demi menjaga kemutakhiran data sesuai dengan kenyataan di lapangan. 5) Asas keterbukaan Masyarakat dapat memperoleh keterangan yang sebenar-benarnya dalam penyelenggaraan pendaftaran tanah yang tersedia di Kantor Pertanahan. B. Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Sistem publikasi pendaftaran tanah terbagi atas 3 (tiga) bagian jenis, yaitu : 1) Sistem Private Conveyancing (Penyampaian Pribadi).18 Dalam sistem ini, dokumen yang merupakan dasar dari perbuatan hukum dilakukan atas suatu persetujuan dalam jual beli hak atas tanah. Bagi tanah yang belum bersertipikat, ikatan tersebut diserahkan oleh penjual kepada pembeli untuk kemudian dilanjutkan penyerahannya kepada Notaris. Sementara itu, bila tanah telah bersertipikat, maka ikatan yang terkait diserahkan kepada PPAT. Sistem ini cenderung berlanjut ke tahap pendaftaran akta yang kemudian adalah bentuk dari sistem publikasi tanah negatif, oleh karena itu pembahasannya kerap tergabung dalam penjabaran sistem tersebut. 2) Sistem Publikasi Tanah Positif Sistem ini dianut oleh negara-negara Anglo Saxon, yaitu Inggris, beserta negeri-negeri jajahannya. Pengumpulan data yang digunakan adalah pendaftaran titles atau hak, dimana data yuridis disimpan dalam buku tanah yang berada dalam wewenang lembaga publik atau Kantor Pertanahan, sehingga hubungan hukum antara pemegang hak dan tanahnya bersifat kongkret. 3) Sistem Publikasi Tanah Negatif 18
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN dan Abd. Rahim Lubis, SH.,M.Kn, “Aspek Hukum dalam Pendaftaran Tanah” http://ocw.usu.ac.id/course/download/10500000019-pendaftarantanah-akta-ppat/kn_603_slide_3._aspek_hukum_dalam_pendaftaran_tanah.pdf diunduh 12 Desember 2012.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
34
Sistem ini berlaku bagi negara-negara Eropa Kontinental seperti Belanda dan Amerika Latin, begitu pula Indonesia sebelum berlakunya UUPA. Pengumpulan data pada sistem ini adalah pendaftaran deeds atau akta dokumen tertulis yang dibuat oleh para pihak yang mau mengalihkan, dimana dilakukan atas bantuan pejabat umum yang berwenang, seperti Notaris, untuk kemudian didaftarkan kepada pejabat yang berwenang untuk itu agar dicatatkan haknya sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, dan oleh pejabat pencatat tersebut dicatatkan dalam pencatatan buku tanah, tanpa terlebih dulu melakukan penelitian atas kebenaran akta atau dokumen tertulis yang diserahkan. Berikut adalah beberapa perbandingan antara Sistem Publikasi Tanah Positif dengan Sistem Publikasi Tanah Negatif dilihat dari 2 (dua) segi yaitu: 1) Kelebihan a.
Sistem Publikasi Tanah Positif: -
Terdapat kepastian hukum bagi pemegang sertipikat;
-
Adanya peranan aktif dari pejabat pendaftaran tanah atau kadaster;
-
Mekanisme penerbitan sertipikat dapat dengan mudah diketahui publik.
b.
Sistem Publikasi Tanah Negatif: -
Pemegang hak sesungguhnya terlindungi dari pihak lain yang tidak berhak atas tanahnya;
-
Adanya penyelidikan riwayat tanah sebelum penerbitan sertipikat;
-
Tidak ada batasan waktu bagi pemilik tanah sesungguhnya untuk menuntut haknya yang telah dibuatkan sertipikat oleh pihak lain.
2) Kekurangan a.
Sistem Publikasi Tanah Positif: -
Pemilik tanah yang sebenarnya akan kehilangan haknya oleh sebab adanya sertipikat atas nama pihak lain yang tidak dapat diubah lagi;
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
35
-
Peran aktif pejabat kadaster memerlukan waktu dan prasarana yang mahal;
-
Wewenang pengadilan terletak pada ranah hukum pengadilan administrasi.
b.
Sistem Publikasi Tanah Negatif: -
Tidak ada kepastian atas keabsahan sertipikat karena setiap saat dapat saja terjadi gugatan dan pembatalan hak atas tanah apabila penerbitan sertipikat tersebut dapat dibuktikan tidak sah;
-
Peranan pejabat pendaftaran tanah atau kadaster yang pasif tidak mendukung akurasi dan aktualitas dari data yang tercantum di dalam sertipikat;
-
Mekanisme kerja pejabat pendaftaran tanah atau kadaster yang dapat dinilai kurang transparan, tidak mudah dipahami masyarakat awam.
Sistem publikasi di Indonesia menurut UUPA Nomor 5 Tahun 1960 menggunakan sistem gabungan dari kedua jenis sistem publikasi tersebut di atas. Meskipun secara kongkrit menggunakan sistem publikasi negatif, Negara tidak menjamin kebenaran data yang tersedia dalam bukti fisik dan yuridis yang menyangkut hak atas tanah, tetapi bukti tersebut dianggap kuat sepanjang data fisik dan data yuridis terkait sesuai dengan apa yang ada di dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Ketentuan ini juga ditambah dengan syarat bahwa selama tidak ada putusan hakim yang menyatakan sebaliknya maka data yang disajikan dalam bukti hak tersebut merupakan data yang benar, sah dan diakui serta dijamin menurut hukum. C. Pendaftaran Tanah untuk Pertama Kali Pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali dilakukan secara sistematis dan sporadik. Adapun pengertian dari kedua metode itu adalah sebagai berikut :
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
36
-
Pendaftaran tanah secara sistematis merupakan kegiatan yang dilakukan secara serentak yang meliputi semua obyek pendaftaran tanah yang belum didaftar dalam suatu wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan. Dengan kata lain, pendaftaran tanah tersebut didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di suatu wilayah dengan inisiatif pelaksanaan berasal dari Pemerintah.
-
Pendaftaran tanah secara sporadik merupakan kegiatan yang dilakukan terhadap satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah dalam wilayah atau bagian wilayah suatu desa/kelurahan secara individual atau massal. Dengan kata lain, pendaftaran tanah tersebut hanya atas satu bidang tanah yang dilakukan atas dasar permintaan pihak yang berkepentingan.
1) Pengumpulan dan Pengolahan Data Fisik Data fisik adalah keterangan mengenai letak, batas dan luas bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar, termasuk keterangan mengenai ada atau tidaknya bangunan di atasnya. Untuk kegiatan ini, dilakukan pengukuran serta pemetaan yang meliputi : -
Pembuatan peta dasar pendaftaran
-
Penetapan batas bidang-bidang tanah
-
Pengukuran dan pemetaan bidang-bidang tanah dan pembuatan peta pendaftaran pembuatan daftar tanah
-
Pembuatan surat ukur
2) Pembuktian Hak dan Pembukuannya Ketentuan yang bersangkutan dengan kegiatan ini meliputi beberapa jenis pembuktian yaitu: a.
Pembuktian Hak Baru: Hak atas tanah baru harus dibuktikan dengan: 1) Penetapan pemberian hak dari pejabat yang berwenang memberikan hak yang bersangkutan menurut ketentuan yang berlaku apabila
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
37
pemberian hak tersebut berasal dari tanah negara atau tanah hak pengelolaan. 2) Akta PPAT asli yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan. 3) Hak pengelolaan dibuktikan dengan penetapan pemberian hak pengelolaan oleh pejabat yang berwenang. 4) Tanah wakaf dibuktikan dengan akta ikrar wakaf. 5) Hak milik atas satuan rumah susun dibuktikan dengan akta pemisahan. 6) Pemberian hak tanggungan dibuktikan dengan akta pemberian hak tanggungan. b.
Pembuktian Hak Lama: Pendaftaran hak-hak atas tanah yang berasal dari konversi hak-hak lama, dibuktikan dengan alat-alat bukti mengenai adanya hak tersebut, yang bentuk-bentuknya berupa: 1) Bukti-bukti tertulis 2) Keterangan saksi dan/atau 3) Pernyataan yang bersangkutan, dimana kadar kebenarannya dinilai cukup oleh Panitia Ajudikasi bagi pendaftaran tanah secara sistematik, serta oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam pendaftaran tanah secara sporadik.
c.
Pembukuan Hak: Dilakukan berdasarkan alat bukti dan berita acara pengesahan.
D. Penerbitan Sertipikat Tanah Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 menyebutkan bahwa sertipikat adalah salinan buku tanah dan surat ukur yang dijahit menjadi satu bersama-sama dengan kertas sampul yang bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria. Sertipikat tanah diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
38
Dengan demikian, sertipikat tanah merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat dan hanya dapat diserahkan kepada pihak yang namanya tertera dalam buku tanah sebagai pemegang hak. Bila setelah sertipikat diterbitkan muncul pihak yang merasa memiliki hak atas tanah yang dimaksud, maka pihak tersebut dapat mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kanotr Pertanahan yang bersangkutan, dalam kurun waktu 5 (lima) tahun semenjak diterbitkannya sertipikat tersebut. E. Penyajian Data Fisik dan Data Yuridis Kantor Pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri atas : 1) Peta pendaftaran Peta
yang
menggambarkan
bidang-bidang
tanah
untuk
keperluan
pembukuan. 2) Daftar tanah Dokumen dalam bentuk daftar yang membuat identitas bidang tanah dengan suatu sistem penomoran. 3) Surat ukur Dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian. 4) Buku tanah Dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu objek pendaftaran tanah yang sudah terdapat hak di atasnya. 5) Daftar nama Dokumen dalam bentuk daftar yang membuat keterangan mengenai penguasaan tanah dengan sesuatu hak, hak atas tanah, atau hak pengelolaan dan mengenai kepemilikan hak milik atas satuan rumah susun oleh orang perseorangan atau badan hukum.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
39
F. Penyimpanan Daftar Umum dan Dokumen Dokumen-dokumen yang merupakan alat pembuktian (warkah), diberi tanda pengenal serta disimpan di Kantor Pertanahan yang bersangkutan atau lain tempat yang ditetapkan menteri sebagai bagian yang terpisah dari daftar umum. Segala bentuk pemeriksaan oleh instansi berwenang diwajibkan untuk melaksanakan kegiatan pemeriksaan tersebut di kantor Pertanahan.
2.2 DUDUK PERKARA 2.2.1 Kasus Peralihan Kepemilikan Tanah Telah terjadi suatu proses jual beli kepemilikan hak atas tanah dan bangunan yang terletak di jalan Tjibulan III nomor 18, Kebajoran Baru, Kewedanaan Kebajoran, Desa Rawa Barat, Daerah Khusus Ibukota, pada tahun 1965 antara Tuan Tuan Kadir Silitonga selaku pihak penjual dengan Tuan RSW. Koesoema selaku pihak pembeli, sekarang dikenal dengan jalan Cibulan III nomor 18, RT.004, RW.006, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan19. Peraturan pendaftaran tanah di Indonesia mengatur bahwa dengan terjadinya proses jual beli hak atas tanah, maka status kepemilikan tanah beralih kepada pemilik tanah yang baru dengan telah dilunasinya pembayaran yang dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang untuk itu, dan pejabat tersebut mengeluarkan akta jual beli atas tanah serta mendaftarkannya pada Kantor Pertanahan dan untuk kemudian diterbitkan sertipikat oleh instansi tersebut. Pada kasus tersebut di atas, proses jual beli hak atas tanah antara kedua belah pihak tidak dilakukan melalui mekanisme yang diatur dalam UUPA, sementara jual beli hak atas tanah terjadi setelah berlakunya UUPA di Indonesia sejak tahun 1960. 19
Gunawan, Indra. (10 Oktober 2012). Wawancara pribadi.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
40
Tanda bukti kepemilikan hak atas tanah dimaksud hanya dilakukan oleh kedua belah pihak dibawah tangan tanpa disaksikan pejabat yang berwenang dengan memakai 2 (dua) buah kwitansi tertanggal 30 Juni 1965 yang ditandatangani oleh kedua belah pihak sebagai alat pembayaran yang sah dan diikuti dengan penyerahan Sertipikat Hak Milik (SHM) nomor 316 oleh penjual kepada pembeli sebagai pemilik hak atas tanah yang baru.20 Jual beli tersebut dimata hukum adalah sah secara perdata, dimana jual beli yang telah dilunasi akan diikuti dengan pemberian benda atau barang yang telah dilunasinya, akan tetapi belum bisa dikatakan sama apabila dilihat dari segi administrasi yang diatur menurut UUPA yang berlaku pada saat jual beli diadakan. Dengan tidak dilakukannya proses jual beli hak atas tanah dihadapan pejabat yang berwenang, tanda bukti kepemilikan yang hanya menggunakan kwitansi tersebut tidak memiliki kepastian hukum yang seharusnya dimiliki oleh pihak pembeli. Hal tersebut dapat berpengaruh pada saat waktu akan dilakukannya proses pencatatan peralihan hak pada sertipikat dari nama bekas pemilik hak atas tanah semula menjadi nama pemilik hak atas tanah yang baru dan/atau pada saat akan dilakukannya jual beli kepada pihak lain. Dengan tidak pernahnya pemilik hak atas tanah yang baru mengurus hak-hak atas tanahnya secara benar dikarenakan kealpaan atau ketidaktahuannya terhadap peraturan-peraturan UUPA yang berlaku, sampai dengan meninggalnya pemilik tersebut akan dapat merugikan ahli warisnya dikemudian hari. Hal ini juga akan dapat menimbulkan kesulitan bagi ahli waris dalam hal mencari keabsahan status hak atas tanah yang diwariskan kepadanya, sehingga ahli waris harus mencari pemilik hak atas tanah yang semula untuk melakukan pencocokan data dan transaksi yang pernah dilakukan antara kedua belah pihak pada tahun 1965.
20
Ibid.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
41
Selain itu pula bukti kepemilikan hak atas tanah tersebut dapat dibuktikan dengan telah ditempatinya tanah oleh para ahli waris dari pemilik selama 45 (empat puluh lima) tahun dengan dibayarkannya Pajak Bumi dan Bangunan, juga tidak adanya gangguan dan/atau keberatan dari pihak manapun mengenai status tanah yang ditinggalinya.
Dalam hal ahli waris ingin menjual tanah tersebut kepada pihak lain, maka ahli waris harus meminta kepastian hukum melalui proses penetapan pengadilan di wilayah domisili ahli waris yang bersangkutan, dengan melampirkan buktibukti saat transaksi jual beli tanah berlangsung, surat keterangan waris dari pejabat berwenang yang menyatakan bahwa ahli waris adalah ahli waris yang sah dari pemilik, surat keterangan RT dan RW serta Kelurahan yang menyatakan bahwa pemilik dan ahli waris adalah pemilik hak atas tanah dan telah menempati tanah tersebut selama ini. 2.2.2 Proses Peradilan Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas dan berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri nomor 190/Pdt.6/2011/PN.Jkt. Sel, ahli waris dari pihak pembeli hak atas tanah yang berlaku sebagai , mengajukan permohonan kepada Majelis Hakim untuk memeriksa dan mengadili perkara ini dan memberi putusan yang berbunyi sebagai berikut: 1) Mengabulkan Gugatan untuk seluruhnya; 2) Menyatakan sah dan berharga alat bukti yang diajukan dalam perkara ini; 3) Menyatakan sah menurut hukum bahwa Nyonya SRI WADHANI Dkk. adalah ahli waris dari pihak pembeli hak atas tanah yang telah almarhum; 4) Menghukum Tuan KADIR SILITONGA, yaitu pemilik awal dari hak atas tanah yang telah menjual bidang tanah yang terkait, untuk hadir bersama dengan para sebagai ahli waris dari almarhum pembeli hak atas tanah dan sebagai Kuasa dari Tuan Kadir Silitonga yang tidak hadir untuk menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah dengan SHM
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
42
Nomor 316 yang terletak di jalan Cibulan III nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; 5) Menetapkan putusan ini sebagai dasar yang sah bagi sebagai ahli waris dari almarhum pembeli hak atas tanah dan sebagai Kuasa dari Tuan KADIR SILITONGA yang tidak hadir untuk menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah untuk menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah dengan SHM No. 316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan; 6) Menghukum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini; 7) Menyatakan putusan perkara ini serta merta dijalankan , walaupun Tuan KADIR SILITONGA dan
BPN mengajukan banding, perlawanan atau
kasasi (uitvoorbaar bij vooraad); 8) Membebankan T KADIR SILITONGA untuk membayar biaya perkara yang diajukan kepada Majelis Hakim, kecuali berpendapat lain dan memberi putusan yang seadil-adilnya. Demikian permohonan dari pihak yang bukan lain adalah merupakan ahli waris dari pihak pembeli hak atas tanah. Kemudian tentang hukumnya, Majelis Hakim memberikan pertimbangan-pertimbangan antara lain sebagai berikut : Menimbang, bahwa pada hari persidangan yang telah ditetapkan,
hadir
Kuasa Hukumnya yang beralamat di Jakarta Selatan, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 17 Maret 2011, sedangkan Tuan KADIR SILITONGA dan perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan tidak hadir di persidangan meskipun telah dipanggil dengan patut dan tidak memberikan jawaban atau mengirimkan wakilnya di persidangan.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
43
Menimbang bahwa karena Tuan KADIR SILITONGA dan perwakilan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan tidak hadir di persidangan, maka pemeriksaan dilakukan dengan tanpa kehadirannya. Menimbang, bahwa karena pemeriksaan dilakukan dengan tanpa hadirnya Tuan KADIR SILITONGA, maka tidak perlu dilakukan proses perdamaian melalui Mediasi, maka pemeriksaan perkara diteruskan dengan membacakan gugatan Nyonya SRI WADHANI Dkk., dimana atas pertanyaan Hakim Ketua Majelis, Nyonya SRI WADHANI Dkk. menyatakan tetap pada isi dan maksud gugatannya. Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil-dalil gugatannya, Nyonya SRI WADHANI Dkk. telah mengajukan bukti-bukti tertulis bertanda P-1 sampai dengan P-15 berupa fotokopi yang telah dibubuhi materai secukupnya dan telah pula disesuaikan dan dicocokkan dengan surat aslinya di persidangan, selengkapnya sebagai berikut: 1) Surat Keterangan Kawin tertanggal 4 Maret 1937, Register nomor 706, dalam Bahasa Sunda. – Tanda bukti P-1A 2) Terjemahan Surat Keterangan Kawin tertanggal 4 Maret 19377, Register nomor 706, dalam Bahasa Indonesia. – Tanda bukti P-15 3) Surat Keterangan Kematian atas nama RSW. KOESOEMA, tertanggal 8 September 1982, No. 43/JS/V/7/82 yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Petogogan. – Tanda bukti P-2 4) Surat Laporan Kematian atas nama R. AYU MIMININGSIH tertanggal 15 September 1986, No.43/JS/V/7/82, yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Petogogan 5) Penetapan Nomor 597/Pdt/B/1989/PN.Jkt.Sel tertanggal 30 Nopember 1989. – Tanda bukti P-4 6) Surat Keterangan Kematian atas nama RR. ETTY NUR ELLY, tertanggal 2 April 2005 yang dikeluarkan oleh Rumah Sakit Pusat Pertamina. – Tanda bukti P-5
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
44
7) Surat Keterangan Kematian Penduduk WNI yang dikeluarkan oleh Kantor Kelurahan Petogogan Nomor: 14/1.755.2.2005 tertanggal 7 April 2005 atas nama RR ETTY NUR ElLLY. – Tanda bukti P-6 8) Surat Keterangan Waris tertanggal 13 Januari 2005, yang tercatat di Buku Register Kelurahan Petogogan nomor 37/1/1.177.1 tertanggal 3 April 2006, dan tercatat dalam Buku Register Kecamatan Kebayoran Baru Nomor 690/1/711.1 tertanggal 1 April 2006. – Tanda bukti P-7 9) Resi Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2008. – Tanda bukti P-8 10) Resi Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2009. – Tanda bukti P-9 11) Surat Pemberitahuan Pajak Terhutang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tahun 2010. – Tanda bukti P-10 12) Surat Pernyataan Ahli Waris tertanggal 18 Februari 2011. – Tanda bukti P11 13) Surat Pernyataan Tidak Sengketa tertanggal 18 Februari 2011. – Tanda bukti P-12 14) Kwitansi tertanggal 30 Juni 1965. – Tanda bukti P-13A 15) Kwitansi tertanggal 30 Juni 1965. – Tanda bukti P-13B 16) Sertipikat Hak Milik (SHM) No.316. – Tanda bukti P-14 17) Surat Badan Pertanahan Nasional (BPN) Nomor: 513/7-31-74 300/III/2011 tertanggal 31 Maret 2011. –Tanda bukti P-15 Menimbang, bahwa selanjutnya pihak Nyonya SRI WADHANI Dkk. telah mengajukan kesimpulannya di persidangan tanggal 14 Juli 2011, dan selanjutnya telah memohon Putusan Pengadilan. Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian Putusan ini, maka Berita Acara Pemeriksaan perkara ini dan segala sesuatu yang terjadi dalam persidangan, dinyatakan telah pula termuat dan turut dipertimbangkan dalam Putusan ini.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
45
Tentang pertimbangan hukumnya dalam Putusan Pengadilan Negeri nomor 190/Pdt.6/2011/PN.Jkt.Sel,
Majelis
Hakim
memberikan
pertimbangan-
pertimbangan yang pada dasarnya pokok persengketaan antara para pihak dalam perkara adalah berkisar atas hal-hal yang sebagai berikut: Menimbang, bahwa karena Tuan Kadir Silitonga tidak hadir di persidangan, maka dirinya dianggap melepaskan haknya untuk menyampaikan dalil sangkalannya atas gugatan tersebut. Menimbang, bahwa walaupun gugatan
tidak disangkal, namun perlu
dibuktikan apakah dalil gugatan Nyonya Sri Wardhani Dkk. tersebut berdasarkan hukum, Majelis akan memberikan pertimbangan sebagai berikut dibawah ini. Menimbang, bahwa Nyoya Sri Wardhani Dkk. di persidangan telah mengajukan alat bukti berupa fotokopi surat yang telah disesuaikan dengan aslinya bermaterai cukup, yang diberi tanda bukti P-1 s/d P-15. Menimbang, bahwa dari bukti Nyonya Sri Wardhani Dkk. dengan tanda bukti P-1A berupa Surat Keterangan Kawin tertanggal 4 Maret 1937, Register No.706. Dalam bahasa Indonesia, telah membuktikan RSW. Koesoema dengan R. Ayu Miminingsih telah terikat dalam suatu perkawinan yang sah. Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-2 dan P-3, telah membuktikan bahwa RSW. Koesoema dengan R. Ayu Miminingsih telah meninggal dunia, masing-masing untuk RSW. Koesoema pada tanggal 3 September 1982, sedangkan R. Ayu Miminigsih pada tanggal 13 September 1986. Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-4, telah membuktikan bahwa dalam perkawinan RSW. Koesoema dan Ny. R. Ayu Miminingsih telah lahir 7 (tujuh) orang anak, yaitu :
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
46
1) RR. Etty Nur Lely 2) Sri Wardhani 3) Ganjar Santosa Koesoma 4) IR. Nini Sri Munodharti 5) R. Suryanti Kusuma 6) RR. Nororini Kemala Dewi 7) Sri Martini K. Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-5 dan P-6, dihubungkan dengan bukti P-7, telah membuktikan bahwa RR. Etty Nur Elly telah meninggal dunia pda tanggal 2 April 200, dengan meninggalkan ahli waris 3 (tiga) orang anak, yaitu : Indra Gunawan, Pujihastuti Sri Rejeki, Sri Hermeini Putri. Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-11 dihubungkan dengan bukti P-4, P-5, P-6 dan P-7 telah membuktikan bahwa almarhum RSW. Koesoema dan almarhumah RR. Miminingsih telah meninggalkan ahli waris yang sah yaitu: 1) Sri Wardhani 2) Ganjar Santosa Koesoma 3) IR. Nini Sri Munodharti 4) R. Suryanti Kusuma 5) RR. Nororini Kemala Dewi 6) Sri Martini K. Ahli waris pengganti dari almarhumah RR. Etty Nur Elly, yaitu: 7) Indra Gunawan 8) Pujihastuti Sri Rejeki 9) Sri Hermeini Putri Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-13A dan P13B, dan dihubungkan dengan bukti P-14, telah membuktikan bahwa semasa hidupnya almarhum RSW. Koesoema, yaitu pada tahun 1965 telah membeli
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
47
sebidang tanah dan bangunan (rumah) yang berdiri di atasnya, seluas ±222m2 (kurang lebih dua ratus dua puluh dua meter persegi) yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan (“Tanah dan Bangunan”) dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) No.316, atas nama Tuan Kadir Silitonga, dari Tuan Kadir Silitonga. Menimbang, bahwa berdasarkan alat bukti dengan tanda bukti P-8A dan P8B, telah membuktikan bahwa yang menguasai tanah dan bangunan tersebut adalah almarhum RSW. Koesoema dengan keluarganya. Menimbang, bahwa yang menjadi pokok gugatan adalah Nyoya Sri Wardhani Dkk. yang telah berusaha untuk melakukan pencatatan peralihan hak atas sebidang tanah yang telah dibeli oleh almarhum RSW. Koesoema dengan Sertipikat Hak Milik (SHM) No.316 yang masih atas nama Tuan Kadir Silitonga tersebut, akan tetapi tidak pernah berhasil karena Tuan Kadir Silitonga sudah tidak diketahui tempat tinggalnya21, sehingga agar penguasaan atas tanah beserta bangunannya tersebut mempunyai kepastian alas hak yang sah, maka menuntut agar Pengadilan menghukum Tuan Kadir Silitonga untk hadir bersama dengan para
sebagai ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema menghadap
Notaris/PPAT untuk membuat akta jual beli dan proses pencatatan peralihan hak atas tanah dengan SHM No.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dan apabila Tuan Kadir Silitonga tidak datang menghadap maka putusan ini harus dinyatakan sebagai dasar yang sah bagi sebagai ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema dan sebagai Kuasa sebagai Tuan Kadir Silitonga yang tidak hadir untuk menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah dengan SHM No.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 21
Ibid.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
48
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana terurai di atas, Majelis berpendapat cukup beralasan hukum tuntutan Nyoya Sri Wardhani Dkk. tentang hal ini untuk dikabulkan, sehingga petitum gugatan angka 4 dan 5 harus dikabulkan. Menimbang, bahwa mengenai petitum gugatan Nyoya Sri Wardhani Dkk. angka 6 yaitu tentang menghukum Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini, karena pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kotamadya Jakarta Selatan adalah pihak yang menerbitkan Sertipikat Hak Milik No.316 sehingga merupakan pihak yang berkepentingan dalam perkara ini, maka patut dan beralasan hukum petitum gugatan tentang hal ini untuk dikabulkan. Menimbang, bahwa mengenai petitum gugatan Nyoya Sri Wardhani Dkk. angka 7 yaitu mengenai putusan serta merta (uitvoerbaar bij voorad), setelah meneliti bukti-bukti surat yang diajukan oleh para ahli waris RSW. Koesoema, Majelis tidak menemukan bukti pendukung untuk dijatuhkannya putusan serta merta sebagaimana dipersyaratkan dalam pasal 180 HIR. Selain itu dari fakta yang ditemukan ternyata objek tanah sengketa sampai saat ini masih dalam penguasaan para ahli waris RSW. Koesoema, sehingga tidak ada alasan yang mendesak untuk dijatuhkan putusan serta. Dengan demikian petitum ke-7 harus ditolak. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di atas, maka beralasan hukum bila gugatan dinyatakan dikabulkan sebagian dan menolak selebihnya. Menimbang, bahwa oleh karena gugatan Nyoya Sri Wardhani Dkk. dikabulkan sebagian, sehingga Tuan Kadir Silitonga harus dinyatakan sebagai pihak yang kalah, maka beralasan menurut hukum apabila biaya yang timbul dalam gugatan ini dibebankan kepada Tuan Kadir Silitonga.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
49
Berdasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di atas, maka Majelis Hakim memutuskan dalam pokok perkara: 1) Menyatakan Tuan Kadir Silitonga telah dipanggil dengan sah tidak hadir di persidangan, 2) Mengabulkan gugatan untuk sebagian dengan verstek, 3) Menghukum Tuan Kadir Silitonga untuk hadir bersama dengan para ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema menghadap Notaris/PPAT untuk membuat akta jual beli tanah dengan SHM NO.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 4) Menetapkan putusan ini sebagai dasar yang sah bagi para ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema dan sebagai Kuasa dari Tuan Kadir Silitonga yang tidak hadir untuk menghadap menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah dengan SHM NO.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 5) Menghukum Tuan Kadir Silitonga dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan, untuk tunduk dan taat terhadap putusan ini, 6) Menolak gugatan untuk selebihnya, 7) Menghukum Tuan Kadir Silitonga dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Selatan, untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini secara tanggung renteng sebesar Rp.381.000,- (tiga ratus delapan puluh satu ribu rupiah). Demikian diputuskan dalam rapat permusyawaratan Majelis Hakim pada hari: Senin, tanggal 12 September 2011, oleh Hakim Ketua Majelis dan Hakim Anggota, Putusan mana diucapkan dalam persidangan yang terbuka untuk umum pada hari Kamis, tanggal 29 September 2011 oleh Hakim Ketua sidang tersebut dengan didampingi masing-masing Hakim Anggota, dengan dibantu oleh Panitera Pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut serta dihadiri oleh Kuasa
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
50
Nyoya Sri Wardhani Dkk. dan tanpa hadirnya Tuan Kadir Silitonga dan perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Jakarta Pusat.
2.3 ANALISIS PERMASALAHAN HUKUM 2.3.1 Sah atau tidaknya jual-beli hak atas tanah pada tahun 1965 bila tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Terdapat dua presepsi mengenai sah atau tidaknya transaksi jual-beli hak atas tanah pada pembahasan ini, yaitu dalam segi pandang Hukum Perdata Barat yang mengatakan bahwa transaksi jual beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.22 Selanjutnya seperti dijelaskan oleh EW. Chance dalam bukunya “Principles of Mercantile Law (Vol.1) yang dikutip oleh MR. Tirtaamidjaja, M.H., dalam bukunya mengenai Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, yang isinya yaitu : “bahwa disebut jual beli jika obyek yang diperjual belikan sudah dialihkan dari penjual kepada pembeli. Sedangkan Perjanjian jual beli adalah jika obyek yang diperjual belikan belum dialihkan atau akan beralih pada waktu yang akan datang ketika syarat-syarat telah dipenuhi. Perjanjian jual beli ini akan menjadi jual beli jika syarat-syarat telah terpenuhi dan obyek yang diperjualbelikan telah beralih kepada pembeli.”23
Pasal 1457 KUHPer menerangkan secara mendasar, bahwa: “Jual beli adalah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dengan pihak yang lain untuk 22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek voor Indonesie], Prof. R. Subekti, S.H.. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), Ps. 1458. 23
MR Tirtaamidjaja, Pokok-Pokok Hukum Perniagaan, (Jakarta : Djambatan, 1970), hal. 24.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
51
membayar harga yang telah dijanjikan” dan selanjutnya Pasal 1458 KUHPer mengatakan bahwa anggapan suatu transaksi menjadi sah apabila orang-orang yang mengikatkan diri dalam kesepakatan tersebut belum dibayar. “Hak milik atas barang yang dijual tidaklah berpindah kepada si pembeli, selama penyerahannya belum dilakukan menurut Pasal 612, 613 dan 616”24 Hal ini tentu berbeda pemahamannya dengan presepsi Hukum Tanah Nasional. Sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria dalam ketentuan Pasal 19 juncto Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah dan Peraturan Pelaksanaannya yaitu Peraturan Menteri Agraria Nomor 3 Tahun 1997 sebagai berikut : Undang-Undang Pokok Agraria memulainya dengan ketentuan yang tertulis dalam Pasal 19 ayat (1) UUPA, yaitu: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah”. Ketentuan ini berlanjut ke ayat ke (2) dari Pasal tersebut yang menjabarkan tentang apa saja yang diliput sebagai bentuk dari pendaftaran tanah, yaitu: a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut. c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Ayat ke (3) menjelaskan mengenai faktor yang menjadi penilaian tersendiri mengenai penyelenggaraan pendaftaran tanah dengan ketentuan yang berbunyi:
24
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek voor Indonesie], Prof. R. Subekti, S.H.. (Jakarta: Pradnya Paramita, 1995), Ps. 1459
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
52
“Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas sosial – ekonomi serta kemungkinan penyelenggaranya, menurut pertimbangan Menteri Agraria” Kemudian, mengingat bahwa tidak semua lapisan masyarakat bearada dalam kondisi berkecukupan untuk sekiranya melakukan proses pendaftaran tanah, maka ayat ke (4) dari Pasal terkait menjelaskan pelaksanaan dari “asas terjangkau” pada PP No. 24 Tahun 1997 sebagai berikut: “Dalam peraturan pemerintah diatur biaya – biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1) diatas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu disebabkan dari pembayaran biaya – biaya tersebut” Penjelasan mengenai ciri-ciri Hak Milik diatur pada beberapa Pasal dalam UUPA yang berbunyi sebagai berikut: Pasal 20 ayat (1) UUPA sebagai penjabaran tentang definisi dari Hak Milik sebagai hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai atas orang tanah dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6 (semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.) Karena kekuatan kepastian hukum yang dimiliki oleh Hak Milik, maka ia dapat dipindahkan
penguasaannya ke pihak lain disertai dengan
penjelasan pada Pasal 20 ayat (2) UUPA. Lalu Pasal 26 ayat (1) dari peraturan yang sama, kemudian menjabarkan dengan pemberian syarat pelaksanaan yang harus tunduk dengan peraturan pemerintah,
yaitu
dengan penjabaran sebagai berikut: “Jual–beli,
penukaran,
pemberian
menurut
penghibahan,
adat
dan
pemberian
dengan
peraturan–peraturan
lain
wasiat, yang
dimaksudkan untuk memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan peraturan pemerintah”
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
53
Selanjutnya adalah pembahasan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 beserta peratuan-peraturan yang sekiranya berhubungan dengan . Pendaftaran Tanah yang dijabarkan sebagai berikut : Dimulai dengan Pasal 1 ayat (1) yang mendefinisikan tindakan pendaftaran tanah tersebut sebagai : Rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang – bidang tanah dan satuan – satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang – bidang tanah yang sudah ada haknya dan milik atas satuan rumah susun serta hak – hak tertentu yang membebaninya”
Dalam pembahasan mengenai pendaftaran tanah, peran PPAT tidak luput dari topik ini, oleh karenanya, Pasal 7 ayat (1) dari PP no. 24.1997 mengutarakan “PPAT sebagaimana dimaksudkan pada Pasal 6 ayat (2) diangkat dan diberhentikan oleh Menteri” Adapun kelanjutan dari ketentuan itu berlanjut pada isi dari Pasal 23 PP no. 24/1997 yang kembali menggaris-bawahi perlunya keterlibatan PPAT dalam proses peralihan Hak Milik dengan mengatakan bahwa “Asli akta PPAT yang memuat pemberian hak tersebut oleh pemegang hak milik kepada penerima hak yang bersangkutan apabila mengenai hak guna bangunan dan hak pakai atas tanah hak milik” “Dalam pelaksanaan pendaftaran tanah, kepala Kantor Pertanahan dibantu oleh PPAT dan jabatan lain yang ditugaskan untuk pelaksanaan kegiatan–kegiatan tertentu menurut Peraturan Pemerintah ini dan Peraturan Perundang – undangan yang bersangkutan”.25 25
Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 Tahun
1997, ps. 26.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
54
Pasal 37 ayat (1) PP No. 24/1997 mengatur mengenai Menteri, Kepala Kantor Pertanahan yang dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah hak milik, yang diantara perorangan warga negara Indonesia yang dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT, tetapi yang menurut Kepala Kantor Pertanahan tersebut kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak yang bersangkutan” Semua perubahan data pendaftaran tanah dilaksanakan dengan proses pencatatan data ke dalam buku tanah dan sertipikat terkait hak yang dimaksud, dengan ketentuan yang dikandung dalam Pasal 56 PP No.24/1997 yaitu: “Pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagai akibat pemegang hak yang ganti nama dilakukan dengan mencatatnya didalam buku tanah dan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan berdasarkan bukti nama pemegang hak tersebut sesuai dengan ketentuan yang berlaku” Meskipun demikian, Pasal 39 ayat (1) PP No.24/1997 menjabarkan kondisi macam apa saja yang dapat mengakibatkan seorang PPAT harus menolak permintaan pembuatan akta jual-beli untuk hak milik. “ PPAT wajib menolak membuat akta, jika : (1) mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan; (2) mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: (3) surat bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan, bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut (4) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(2); b) surat keterangan yang menyatakan, bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
55
dari Kantor Pertanahan atau untuk tanah yang terletak didaerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan. (5) salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak; (6) salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak, yang pada hakikatnya berisiskan perbuatan hukum pemindahan hak; (7) untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau Instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan Perundang-undangan yang berlaku; (8) obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridis, hal mana harus ditanyakan oleh PPAT kepada para pihak sebelum dibuat aktanya; (9) tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.”
Ketentuan yang terkandung dalam Pasal 39 ayat (1) PP No.24/1997 juga berlaku serupa untuk Kepala Kantor Pertanahan dengan Pasal 45 PP No.24/1997 yang isinya adalah: “Kepala Kantor Pertanahan menolak untuk melakukan pendaftaran peralihan atau pembebanan hak, jika salah satu syarat dibawah ini tidak terpenuhi: (1) sertipikat atau surat keterangan tentang keadaan hak atas tanah tidak sesuai lagi dengan daftar-daftar yang ada pada Kantor Pertanahan; (2) perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) tidak dibuktikan dengan akta PPAT atau kutipan risalah lelang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, kecuali dalam keadaan tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2); (3) dokumen yang diperlukan untik pendaftaran peralihan atau pembebanan hak yang bersangkutan tidak lengkap;
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
56
(4) tidak
dipenuhi
syarat
lain
yang
ditentukan
dalm
peraturan
perundangundangan yang bersangkutan; (5) tanah yang bersangkutan merupakan obyek sengketa di Pengadilan; (6) perbuatan hukum yang dibuktikan dengan akta PPAT batal atau dibatalkan oleh putusan Pangadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;atau (7) perbuatan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) dibatalkan oleh para pihak sebelum didaftar oleh Kantor Pertanahan. Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan sebagai berikut: 1) Bahwa status Jual Beli tanah yang dilakukan tanpa akta dari Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam Perkara Nomor: 190/Pdt.G/2011/PN.Jkt.Sel tetap sah berdasarkan kwitansi Jual Beli tertanggal 30 Juni 1965. Jual Beli tersebut tetap sah secara perdata berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) dan Yurisprudensi Mahkamah Agung yang menyebutkan : Pasal 1457 KUHPer yang menyebutkan bahwa : “Jual Beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”
Pasal 1458 KUHPer yang menyebutkan bahwa : “Jual Beli dianggap telah terjadi antara kedua belah pihak, segera setelah orang-orang itu mencapai kesepakatan tentang barang tersebut beserta harganya, meskipun barang itu belum diserahkan dan harganya belum dibayar.”
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
57
Yurisprudensi Mahkamah Agung Nomor 126.K/Sip/1976 tanggal 4 April 197826 yang memutuskan bahwa : “Untuk sahnya jual beli tanah, tidak mutlak harus dengan akta yang dibuat oleh dan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta Pejabat ini hanyalah suatu alat bukti.” Jual Beli yang tidak dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah tetap sah, yang mengakibatkan hak miliknya (penjual) berpindah kepada si pembeli, meskipun tindakan itu belum memisahkan hak milik27 terhadap benda terkait.
Pasal 19 PP No. 10/1961 yang menyebutkan bahwa: “Setiap perjanjian yang bermaksud memindahkan hak atas tanah, memberikan sesuatu hak baru atas tanah, menggadaikan tanah atau meminjam uang dengan hak atas tanah sebagai tanggungan, harus dibuktikan dengan suatu akte yang dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Agraria (selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah ini disebut : pejabat). Akte tersebut bentuknya ditetapkan oleh Menteri Agraria).” Yurisprudensi Mahkamah Agung No. 554 K/Sip/1976 tanggal 26 Juni 1979 berbunyi : “Berdasarkan Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 10/1961 setiap pemindahan hak atas tanah harus dilakukan di hadapan pejabat akta tanah setidak-tidaknya di hadapan Kepala Desa yang bersangkutan.”
26
Mahkamah Agung, “Putusan Mahkamah Agung Nomor 126K/Sip/1976” http://putusan.mahkamahagung.go.id/putusan/downloadpdf/fl42344/pdf, diunduh 05 Desember 2012. 27 Sudaryo Soimin, Status Tanah Dan Pembebasan Tanah, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994), hal. 94-95
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
58
Jadi berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa jual beli tanah tersebut adalah tetap sah secara Hukum Perdata, namun tetap belum bisa dikatakan sah jual beli tanahnya tersebut jika pembeli dalam hal untuk memperoleh kepemilikan hak atas tanahnya belum dilengkapi dengan persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Dengan demikian, jual-beli yang dilakukan oleh Tuan Kadir Silitonga terhadap R.S.W. Koesoema yang dilakukan di bawah tangan hanya dengan kwitansi serta tanpa membuat perjanjian, tetap sah sepanjang: -
Penjual berhak menjual
-
Pembeli berhak membeli
-
Tanah secara fisik beserta bangunan di atasnya dibayar tunai dan tidak ada pemalsuan dalam bentuk apapun.
Akan tetapi, jual-beli tanah menurut Hukum Tanah Nasional Indonesia, harus dibuat di hadapan PPAT yang berwenang, agar dapat dilakukan pencatatan peralihannya di kantor pertanahan setempat. Demikian guna memenuhi ketentuan Pasal 19 Peraturan Pemerintah nomor 10 Tahun 1961, Pasal 37 Peraturan Pemerintah Tahun 24 Tahun 1997, dan Pasal 43 Peraturan Menteri nomor 3 Tahun 1997. Dalam sistim hukum kita berlaku prinsip bahwa peraturan yang sederajat atau lebih tinggi tidak dapat menghapuskan atau mencabut peraturan yang sederajat atau yang lebih rendah. Dalam hal peraturan yang sederajat bertentangan dengan peraturan sederajat lainnya (dalam arti sejenis), maka berlaku peraturan yang terbaru dan peraturan yang lama dianggap telah dikesampingkan (lex posterior derogat priori). Dalam hal peraturan yang lebih tinggi tingkatnya bertentangan dengan peraturan yang lebih rendah, maka berlaku peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Jika peraturan yang mengatur hal yang merupakan kekhususan dari hal yang umum (dalam arti
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
59
sejenis) yang diatur oleh peraturan yang sederajat, maka berlaku peraturan yang mengatur hal khusus tersebut (lex specialis derogat lex generalis). 2) Untuk memperoleh kepastian hukum yang mutlak terhadap hak atas tanah tersebut, mengenai jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta dari pejabat yang berwenang atau PPAT adalah dengan meminta Putusan melalui Pengadilan Negeri agar dapat memberikan kepastian hukum kepada ahli waris sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bangunan diatasnya. Dan dengan Putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka pemegang hak semula diwajibkan untuk menyerahkan sertipikat atas tanah yang dimaksud yang masih tercatat atas nama pemegang hak kepada para ahli waris. Dikarenakan pemegang hak tidak diketahui lagi tempat tinggalnya sehingga tidak dapat hadir menghadap, maka putusan Pengadilan Negeri juga memberikan izin dan kuasa kepada ahli waris untuk bertindak atas nama pemegang hak (penjual) dalam melaksanakan penandatangan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah tersebut sekaligus bertindak untuk dan atas namanya sendiri selaku pembeli dengan harga yang telah disepakati pada saat jual beli dilaksanakan.
2.3.2 Pencatatan peralihan hak di kantor pertanahan jika tidak dibuktikan dengan adanya akte jual beli Pejabat Pembuat Akta Tanah. Pasal 37 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 junto Pasal 95 ayat (1) Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997 mengatur mengenai syarat-syarat sahnya proses pencatatan hak atas tanah yaitu dengan penjabaran pasal-pasal terkait berikut ini : a) Pasal 37 ayat (1) PP No.24/1997 mengatakan bahwa: “Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan data perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
60
yang berwenang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” b) Pasal 95 ayat (1) huruf a Peraturan Menteri Agraria/Kepala Bidang Pertanahan Nasional nomor 3 tahun 1997: “Akta tanah yang dibuat oleh PPAT untuk dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah adalah: a. Akta Jual Beli;” Pembuktian bahwa hak atas tanah dialihkan adalah dengan kewajiban adanya suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT, yaitu akta jual beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah. Peran PPAT dalam proses pendaftaran hak atas tanah adalah signifikan dan tidak dapat dikesampingkan pada saat subyek hukum yang bersangkutan hendak melakukan perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah tersebut. Berikut adalah penjabarannya: 1) Peran PPAT Dalam Peralihan Hak Atas Tanah Peralihan Hak Atas Tanah Melalui Jual Beli Peralihan hak atas tanah adalah perbuatan hukum pemindahan hak atas tanah yang dilakukan dengan sengaja supaya hak tersebut terlepas dari pemegangnya semula dan menjadi hak pihak lain. Pembuktian bahwa hak atas tanah tersebut dialihkan, harus dibuktikan dengan suatu akta yang dibuat oleh dan dihadapan PPAT yaitu akta jual beli yang kemudian akan dijadikan dasar pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 95 ayat 1 huruf a Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Akta Jual Beli yang dibuat dihadapan PPAT tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah (pembeli tanah).
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
61
2) Peranan PPAT Dalam Pendaftaran Tanah PPAT sebagai pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat aktaakta dalam peralihan hak atas tanah, akta pembebanan serta surat kuasa pembebanan hak tanggungan, juga bertugas membantu Kepala Kantor Pertanahan Nasional dalam melaksanakan pendaftaran tanah dengan membuat akta-akta tertentu sebagai bukti telah dilakukannya perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah dan atau bangunan yang akan dijadikan dasar bagi bukti pendaftaran tanah. Akta PPAT merupakan salah satu sumber utama dalam rangka pemeliharaan pendaftaran tanah di Indonesia.
PPAT sudah dikenal sejak berlakunya
Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang merupakan peraturan tanah sebagai tindak lanjut dari UUPA. Mengingat pentingnya fungsi PPAT perlu kiranya diadakan peraturan tersendiri yang mengatur tentang PPAT sebagaimana yang ditetapkan dalam Pasal 7 ayat 3 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, demikian juga setelah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 dikatakan PPAT adalah “pejabat umum yang diberi kewenangan untuk membuat akta-akta otentik mengenai perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak atas satuan rumah susun”. Berdasarkan pasal tersebut diatas, maka pada intinya kewenangan PPAT berkaitan erat dengan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Untuk membuktikan adanya perbuatan hukum pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan haruslah dibuat akta otentik. Tanpa adanya akta otentik maka secara hukum perbuatan
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
62
hukum untuk mengalihkan suatu hak atas tanah dan bangunan belum dapat dianggap sah. Mengenai fungsi akta PPAT dalam jual beli, Mahkamah Agung dalam Putusannya No. 1363/K/Sip/1997 berpendapat bahwa Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 secara jelas menentukan bahwa akta PPAT hanyalah suatu alat bukti dan tidak menyebut bahwa akta itu adalah syarat mutlak tentang sah tidaknya suatu jual beli tanah. Akta PPAT berfungsi sebagai alat pembuktian mengenai benar sudah dilakukannya jual beli. Jual beli tersebut masih dapat dibuktikan dengan alat pembuktian yang lain. Akan tetapi, dalam sistem pendaftaran tanah menurut peraturan yang telah disempurnakan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran jual beli hanya dapat dilakukan dengan akta PPAT sebagai alat bukti yang sah. Orang yang melakukan jual beli tanpa dibuktikan dengan akta PPAT tidak akan dapat memperoleh sertipikat, biarpun jual belinya sah menurut hukum perdata. Dalam memberi pelayanan kepada masyarakat, seorang PPAT bertugas untuk melayani permohonan-permohonan untuk membuat akta-akta tanah tertentu yang disebut dalam peraturan-peraturan berkenaan dengan pendaftaran tanah serta peraturan Jabatan PPAT. Menghadapi permohonanpermohonan tersebut, PPAT wajib mengambil keputusan untuk menolak atau mengabulkan permohonan yang bersangkutan. Untuk mempermudah rakyat di daerah terpencil yang tidak tersedia Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), dalam melakukan perbuatan hukum mengenai tanah, dapat ditunjuk Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sementara, yaitu pejabat pemerintah yang menguasai keadaan daerah yang bersangkutan yang dikenal sebagai Kepala Desa.28
28
Budi Harsono, Op-cit, hal. 469
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
63
PPAT sebagai pejabat umum, memberi status akta yang dibuatnya sebagai akta otentik, yaitu akta yang dibuat untuk membuktikan adanya perbuatan hukum tertentu yang mengakibatkan terjadinya peralihan hak atas tanah dan bangunan. Berkaitan dengan kepastian pemilikan hak atas tanah dan bangunan, setiap perolehan hak yang terjadi dari suatu perbuatan hukum harus dibuat dengan akta otentik. Hal ini penting untuk memberi kepastian hukum bagi pihak yang memperoleh hak tersebut sehingga ia dapat mempertahankan haknya tersebut dari gugatan pihak manapun. Tanpa adanya akta otentik maka secara hukum perolehan hak tersebut belum diakui dan sebenarnya hak atas tanah dan bangunan masih ada pada pihak yang mengalihkan hak tersebut. Untuk melindungi pihak yang memperoleh hak, maka akta otentik yang dibuat pada saat perolehan hak dilakukan merupakan alat pembuktian yang kuat yang menyatakan adanya perbuatan hukum peralihan hak atas tanah dan bangunan yang dimaksud kepada pihak yang dinyatakan memperoleh hak tersebut. Adanya akta PPAT yang bermaksud membuat akta perjanjian pengalihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, penukaran, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak karena lelang yang hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang dan jika akta peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun tersebut sudah didaftarkan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam daftar buku tanah, maka kepala Kantor Pertanahan memberikan sertipikat hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan kepada pembeli.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
64
3) Pelaksanaan Pembuatan Akta Jual Beli oleh Pejabat Pembuat Tanah Keberadaan pejabat dalam suatu tatanan ketatanegaraan sangat dibutuhkan, karena pejabat merupakan pengejawantahan dari personifikasi Negara29. Negara dalam suatu konsep ketatanegaraan dalam menjalankan fungsinya diwakili oleh Pemerintah. Pemerintah dalam menjalankan fungsinya dan tugasnya dalam merealisasikan tujuan Negara diwakili oleh pejabat. Oleh karena itu, sukses tidaknya sebuah
lembaga negara ditentukan oleh
kemampuan pejabatnya dalam menjalankan roda Pemerintahan. Salah satu tugas pejabat, khususnya PPAT, keberadaannya diakui oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah juncto Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Hal ini merupakan konsekuensi ketentuan Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945, amandemen ke tiga 3, yang menentukan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. Prinsip Negara hukum menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan. Kepastian, ketertiban, dan perlindungan hukum menuntut bahwa lalu lintas hukum dalam kehidupan masyarakat memerlukan adanya alat bukti yang menentukan dengan jelas hak dan kewajiban seseorang sebagai subjek hukum dalam masyarakat. Perbuatan hukum yang dilakukan dihadapan PPAT maka akan melahirkan akta otentik yang akan dijadikan sebagai alat bukti bagi para pihak telah dilakukan perbuatan hukum tertentu mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun, yang akan dijadikan sebagai dasar bagi pendaftaran
29
Fine Handryani, “Akibat Hukum dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertipikat yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT di Kabupaten Langkat),” (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan, 2011) , hlm. 43. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30887/3/Chapter%20II.pdf. Diunduh 5 Desember 2012.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
65
perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum dimaksud.
Selain dibuat dihadapan pejabat umum, untuk dapat memperoleh otentisitasnya maka akta yang bersangkutan harus dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh peraturan perundang-undang dan pejabat umum dihadapan siapa akta itu dibuat harus mempunyai wewenang untuk membuat akta itu, ditempat dimana akta itu dibuatnya. Pembuatan akta PPAT menurut Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998, ditegaskan bahwa: “ketentuan-ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pembuatan akta PPAT diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai pendaftaran tanah”. Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 96 Peraturan Menteri Agraria Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997, disebutkan bahwa akta PPAT harus mempergunakan formulir atau blanko sesuai dengan bentuk yang telah disediakan dan cara pengisiannya adalah sebagaimana tercantum dalam lampiran 16 sampai dengan 23 peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tersebut. Mengenai syarat bahwa akta itu harus dibuat oleh pejabat umum yang mempunyai kewenangan untuk membuat akta, ditegaskan dalam Pasal 4 ayat 1 Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 yang menyatakan: “PPAT hanya berwenang membuat akta mengenai hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun yang terletak di dalam daerah kerjanya”. Pada saat penandatanganan akta jual beli dilakukan, terlebih dahulu blanko akta jual beli tersebut diisi dengan nama PPAT berikut dengan saksi-saksi dari PPAT yang daerah kerjanya meliputi daerah di mana obyek hak atas tanah tersebut berada,
serta telah nama para pihak, objek jual belinya
berdasarkan dokumen-dokumen dan data-data yang telah disampaikan oleh
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
66
para pihak. Akta tersebut kemudian oleh PPAT dibacakan kepada para pihak dan selanjutnya setelah para pihak telah mengerti akan isi dalam akta jual beli tersebut, maka para pihak menandatangani
akte jual beli tersebut,
kemudian oleh saksi-saksi dan PPAT. Dalam proses pembuatan akta jual beli yang dibuat dihadapan PPAT, dibutuhkan langkah-langkah yang harus dilalui oleh PPAT sebelum dilakukan penandatanganan akta jual belinya oleh para pihak yang berkepentingan. Langkah-langkah tersebut adalah: 1. Sebelum melaksanakan pembuatan akta mengenai pemindahan atau pembebanan hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun, PPAT wajib terlebih dahulu melakukan pemeriksaan pada Kantor Pertanahan mengenai kesesuaian sertipikat hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun yang bersangkutan dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan setempat dengan memperlihatkan sertipikat asli.30 2. Akta harus mempergunakan formulir yang telah ditentukan. 31 3. Dalam hal diperlukan izin untuk peralihan hak tersebut, maka izin tersebut harus sudah diperoleh sebelum akta dibuat.32 4. Sebelum dibuat akta mengenai pemindahan hak atas tanah, calon penerima hak harus membuat pernyataan yang menyatakan33: a.
bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi pemegang hak atas tanah yang melebihi ketentuan
30
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 97 ayat 1. 31 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 96 32 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 98 ayat 2 33 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 99
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
67
maksimum
penguasaan tanah menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku; b.
bahwa yang bersangkutan dengan pemindahan hak tersebut tidak menjadi
pemegang hak atas tanah absentee (guntai) menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; c.
bahwa yang bersangkutan menyadari bahwa apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tersebut tidak benar maka tanah kelebihan atau tanah absentee tersebut menjadi obyek landreform;
d.
Bahwa yang bersangkutan bersedia menanggung semua akibat hukumnya, apabila pernyataan sebagaimana dimaksud pada a dan b tidak benar.
5. Pembuatan akta PPAT harus dihadiri oleh para pihak yang melakukan perbuatan hukum atau orang yang dikuasakan olehnya dengan surat kuasa tertulis sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.34 6. Pembuatan akta PPAT harus disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang menurut ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi dalam suatu perbuatan hukum, yang memberi kesaksian antara lain mengenai kehadiran para pihak atau kuasanya, keberadaan dokumendokumen yang ditunjukkan dalam pembuatan akta, dan telah dilaksanakannya perbuatan hukum tersebut oleh para pihak yang bersangkutan.35 7. PPAT
wajib
membacakan
akta
kepada
para
pihak yang
bersangkutan dan memberi penjelasan mengenai isi dan maksud 34
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 101 ayat 1 35 Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 101 ayat 2
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
68
pembuatan akta, dan prosedur pendaftaran yang harus dilaksanakan selanjutnya sesuai ketentuan yang berlaku.36 8. Akta PPAT harus dibacakan/dijelaskan isinya kepada para pihak dengan dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi sebelum ditandatangani seketika itu juga oleh para pihak, saksi-saksi dan PPAT.37 9. Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal ditandatanganinya akta yang bersangkutan, PPAT wajib menyampaikan akta yang dibuatkannya berikut dokumen-dokumen yang bersangkutan kepada Kantor Pertanahan untuk didaftar. 10. Terhadap perbuatan hukum pengalihan hak tersebut, maka “PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai telah disampaikannya akta sebagai mana dimaksud di atas kepada para pihak yang bersangkutan”.38 Sebelum dilakukannya penandatanganan akta jual beli, PPAT harus terlebih dahulu meminta bukti pembayaran pajak, hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 91 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, secara tegas menyatakan: “Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris hanya dapat menandatangani akta pemindahan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak”. Konsekuensi yang akan diterima oleh PPAT, terhadap pelanggaran sebagaimana yang ditentukan dalam
Pasal 91 ayat (1) akan dikenakan
36
Indonesia, Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, PerMen Nomor 3 Tahun 1997, ps. 101 ayat 3 37 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, PP Nomor 37 Tahun 1998, ps. 22 . 38 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 Tahun 1997, ps. 40
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
69
sanksi administratif berupa denda sebesar Rp.7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran.39 Berikut adalah penjelasan mengenai kondisi dimana seorang PPAT harus menolak untuk membuat akta40: 1) mengenai bidang tanah yang sudah terdaftar atau hak milik atas satuan rumah susun, kepadanya tidak disampaikan sertipikat asli hak yang bersangkutan atau sertipikat yang diserahkan tidak sesuai dengan daftardaftar yang ada di Kantor Pertanahan. 2) mengenai bidang tanah yang belum terdaftar, kepadanya tidak disampaikan: a.
surat bukti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) atau surat keterangan Kepala Desa/Kelurahan yang menyatakan bahwa yang bersangkutan menguasai bidang tanah tersebut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2); dan
b.
surat keterangan yang menyatakan bahwa bidang tanah yang bersangkutan belum bersertipikat dari Kantor Pertanahan, atau untuk tanah yang terletak di daerah yang jauh dari kedudukan Kantor Pertanahan, dari pemegang hak yang bersangkutan dengan dikuatkan oleh Kepala Desa/Kelurahan.
c.
salah satu atau para pihak yang akan melakukan perbuatan hukum yang bersangkutan atau salah satu saksi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, tidak berhak atau tidak memenuhi syarat untuk bertindak demikian; atau
d.
salah satu pihak atau para pihak bertindak atas dasar suatu surat kuasa mutlak yang pada hakikatnya berisikan perbuatan hukum pemindahan hak; atau
39
Indonesia, Undang-Undang Tentang Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah, UU No. 28 Tahun 2009. LN No. 130 Tahun 2009, ps. 93 ayat 1. 40 Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pendaftaran Tanah, PP Nomor 24 Tahun 1997, ps. 39
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
70
e.
untuk perbuatan hukum yang akan dilakukan belum diperoleh izin Pejabat atau instansi yang berwenang, apabila izin tersebut diperlukan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku; atau
f.
obyek perbuatan hukum yang bersangkutan sedang dalam sengketa mengenai data fisik dan atau data yuridisnya; atau
g.
tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.
Selanjutnya dalam penjelasan pada Pasal 39 ayat 1 Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, menyebutkan contoh syarat yang dimaksudkan dalam huruf g adalah misalnya larangan yang diadakan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan Bangunan juncto Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan Bangunan untuk membuat akta, jika kepadanya tidak diserahkan fotocopy surat setoran pajak penghasilan yang bersangkutan. Selain hal-hal tersebut di atas, dalam menjalankan tugasnya jabatannya sebagai pembuat akta dibidang pertanahan, PPAT harus memiliki kecermatan dan ketelitian dalam memeriksa kelengkapan berkas-berkas dalam pembuatan akta jual beli. Hal-hal yang harus diperhatikan oleh PPAT yaitu: 1) Identitas dari para pihak. PPAT harus memeriksa kebenaran formil dari identitas para pihak serta dasar hukum tindakan para pihak. 2) Jangka waktu berakhirnya hak atas tanah yang diperjualbelikan (karena jika jangka waktunya berakhir, tanahnya kembali dikuasai oleh negara) 3) Harga jual beli harus sudah dibayar lunas sebelum akta ditandatangani. 4) Tidak terdapat tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). 5) Tanah yang diperjualbelikan harus berada dalam wilayah kerja PPAT yang bersangkutan.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
71
Maka sudah jelas kiranya bahwa adanya akta PPAT tersebut merupakan syarat bagi pendaftaran pemindahan haknya. Dalam arti bahwa tanpa adanya Akta PPAT Kepala Kantor Pertanahan dilarang untuk mendaftarnya. Pasal tersebut tidak menentukan, bahwa dilakukannya perbuatan hukum pemindahan hak di hadapan PPAT, yang membuat akta pemindahan haknya sebagai alat buktinya, merupakan syarat bagi terjadinya dan sahnya perbuatan hukum pemindahan hak yang dilakukan.
2.3.3 Keselarasan
putusan
pengadilan
negeri
nomor
190/Pdt.6/2011/PN.Jkt.Sel dengan hukum pertanahan yang berlaku di Indonesia. Putusan Pengadilan Negeri tersebut telah sesuai dan adil tanpa merugikan kepentingan ahli waris dan bekas pemegang hak atas tanah semula beserta ahli warisnya, yaitu menghukum Tuan Kadir Silitonga untuk hadir bersama dengan para ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema menghadap Notaris/PPAT untuk membuat akta jual beli tanah dengan SHM NO.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, serta menetapkan putusan ini sebagai dasar yang sah bagi para ahli waris dari almarhum RSW. Koesoema dan sebagai Kuasa dari Tuan Kadir Silitonga yang tidak hadir untuk menghadap menghadap Notaris/PPAT guna menandatangani Akta Jual Beli atas tanah dengan SHM NO.316 yang terletak di jalan Cibulan III Nomor 18, RT 004, RW 06, Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, dengan patut diumumkan beberapa kali pemanggilan kepada bekas pemilik hak atas tanah semula beserta dengan ahli warisnya melalui media massa koran selama jangka waktu yang telah ditentukan oleh pengadilan dengan tanpa mengurangi hak-hak keperdataan bekas pemilik hak atas tanah yang semula.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
72
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan sebagai berikut : 1.
Bahwa status Jual Beli tanah yang dilakukan tidak menggunakan Akta PPAT dan tidak dilakukan di hadapan PPAT tetap sah secara hukum apabila syarat materiil jual-beli dipenuhi, akan tetapi menurut Hukum Tanah Nasional, pencatatan peralihan haknya tidak dapat dilaksanakan, berdasarkan Pasal 37 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, dan karenanya untuk melakukan pencatatan peralihan haknya di Kantor Pertanahan setempat harus dilakukan pembuatan ulang Akta Jual Beli, ditandatangani di hadapan PPAT yang berwenang.
2.
Untuk memperoleh kepastian hukum yang mutlak terhadap hak atas tanah tersebut, mengenai jual beli tanah yang dilakukan tanpa akta dari pejabat yang berwenang atau PPAT adalah dengan meminta Putusan melalui Pengadilan Negeri agar dapat memberikan kepastian hukum kepada ahli waris sebagai pemilik yang sah atas tanah dan bangunan diatasnya. Dan dengan Putusan Pengadilan Negeri tersebut, maka pemegang hak semula diwajibkan untuk menyerahkan sertipikat atas tanah yang dimaksud yang masih tercatat atas nama pemegang hak kepada para ahli waris. Dikarenakan pemegang hak tidak diketahui lagi tempat tinggalnya sehingga tidak dapat hadir menghadap, maka putusan Pengadilan Negeri juga memberikan izin dan kuasa kepada ahli waris untuk bertindak atas nama pemegang hak (penjual) dalam melaksanakan penandatangan Akta Jual Beli Hak Atas Tanah tersebut sekaligus bertindak untuk dan atas namanya sendiri selaku pembeli dengan harga yang telah disepakati pada saat jual beli dilaksanakan. Pencatatan peralihan hak tidak dapat dilakukan di Kantor Pertanahan apabila/jika peralihan hak tidak dilakukan di hadapan
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
73
PPAT. Demikian berdasarkan bunyi dalam Pasal 45 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. 3.
Putusan Pengadilan Negeri telah sesuai menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena adapun untuk kasus dalam tesis ini karena pihak penjual, yaitu Tuan Kadir Silitonga, beserta ahli warisnya tidak lagi diketahui keberadaannya sekalipun telah dilakukan pemanggilan melalui surat kabar harian yang terbit di Jakarta, maka untuk dapat dicatatkan peralihannya, dapat dilakukan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebagai pemilik berdasarkan buktibukti yang dimiliki.
3.2 Saran Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat diberikan suatu saran sebagai berikut : 1.
Pelaksanaan jual beli pada hakekatnya adalah merupakan hak setiap orang dalam memperoleh keinginannya untuk memiliki sesuatu dari orang lain. Dalam hal pembelian hak atas tanah dilakukan dengan jual beli dengan mengalihkan hak atas tanah tersebut kepada pihak lain, yaitu dari penjual kepada pembeli tanah. Dimana dalam proses tersebut pelaksanaannya tidak mungkin dilakukan tanpa melibatkan Pejabat Pembuat Akta Tanah, dan berdasarkan ketentuan jual beli tanah yang dilakukan dihadapan PPAT dibuktikan dengan adanya Akta Jual Beli,
2.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak masyarakat yang telah melakukan jual beli tanah tanpa disertai dengan akta jual beli PPAT yang pada akhirnya nanti akan menimbulkan masalah atau sengketa dikemudian hari. Oleh karena hal tersebut ada beberapa hal yang kiranya perlu diperhatikan oleh semua pihak dalam memperoleh kepastian atas hak tanahnya, yaitu sebagai berikut : a.
Camat/Lurah/Kepala Desa sebagai pejabat berwenang yang paling dekat dengan masyarakat, hendaknya sering mengadakan penyuluhan-penyuluhan mengenai peraturan-peraturan yang berlaku kepada masyarakat, khususnya dalam peraturan mengenai pertanahan.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
74
b.
Pihak Kantor Pertanahan Nasional (BPN) juga diharapkan dapat menyediakan petugas untuk memudahkan masyarakat dalam mencari informasi dan memberikan penjelasan mengenai tata cara perolehan kepemilikan hak atas tanah yang sebanyak-banyaknya kepada masyarakat.
c.
Masyarakat diharapkan juga sebagai pihak yang akan melakukan jual beli tanah agar turut ikut berperan aktif dalam mencari informasi terlebih dahulu pada Kantor Pertanahan Nasional (BPN) setempat, pada kantor Camat/Lurah/Kepala Desa setempat, atau kepada PPAT sebagai Pejabat umum yang berwenang membuat akta yang berkaitan dengan tanah agar tidak menimbulkan masalah dikemudian hari.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
75
DAFTAR PUSTAKA
A.
Buku-Buku
Al–Rashid, Harun. Sekilas Tentang Jual–Beli Tanah (Berikut Peraturan– Peraturanya). Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986. Hadi, Soetrisno. Metodologi Research Jilid II. Yogyakarta : Yayasan Penerbit Fakultas Hukum Psikologi UGM, 1985. Harsono, Boedi. Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya. Jakarta: Djambatan, 2008. Hutagalung, Arie S. Tebaran Pemikiran Seputar Masalah Hukum Tanah. Jakarta: LPHI, 2005. Isnur, Yulian Eko. Tata Cara Mengurus Surat-surat Rumah dan Tanah. Yogyakarta: Penerbit Pustaka Yustisia, 2008. Kartini Soedjendro, Juliana. Perjanjian Peralihan Hak atas Tanah yang Berpotensi Konflik. Yogyakarta: Kanisius, 2001. Purnamasari, Irma Devita. Panduan Lengkap Hukum Praktisi Populer Kiat-Kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Mengatasi Masalah Hukum Pertanahan. Bandung: Kaifa, 2012. Salindeho, John. Masalah Tanah Dalam Pembangunan . Jakarta: Sinar Grafika, 1987. Santoso, Urip. Hukum Agraria dan Hak-Hak Atas Tanah. Jakarta: Kencana dan Prenada Media, 2005. Sangsun, Florianus SP. Tata Cara Mengurus Sertifikat Tanah. Jakarta: Visimedia, 2007. Setiabudi, Jayadi. Tata Cara Mengurus Tanah Rumah Serta Segala Perizinannya. Yogyakarta: Buku Pintar, 2012. Sitorus, Oloan dan H.M. Zaki Sierrad, Hukum Agraria Di Indonesia: Konsep Dasar dan Implementasinya. Yogyakarta: Mitra Kebijakan Tanah Indonesia, 2006.
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
76
Soimin, Soedharyo. Status Hak dan Pembebasan Tanah. Jakarta: Sinar Grafika, 2001. Sutedi, Adrian. Peralihan Hak atas Tanah dan Pendaftarannya. Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2008. Tahupeiory, Aartje. Pentingnya Pendaftaran Tanah di Indonesia. Jakarta: Raih Asa Sukses, 2012. Tirtaamidjaja, MR. Pokok-Pokok Hukum Perniagaan. Jakarta: Djambatan, 1970.
B.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie) diterjemahkan oleh Subekti dan R. Tjitrosudibio, Jakarta: Pradnya Paramita, 1996
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai atas Tanah; Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT); Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan
atas
Tanah
Negara
dan
Ketentuan-ketentuan
tentang
Kebijaksanaan Selanjutnya; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997
tentang
Ketentuan
Pelaksanaan
Peraturan
Pemerintah
No.
24 Tahun 1997; Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 4 Tahun 1999 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pembuat Akta Tanah; Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional tanggal 17 September 1998 nomor 630-1-3433 tentang Hak Tanggungan atas Hak Guna Bangunan di atas Tanah Hak Pengelolaan;
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
77
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah bagi Pelaksanaan Pembangunan untuk Kepentingan Umum; Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1973 tentang Pedoman Pelaksanaan Pencabutan Hak-hak atas Tanah dan Benda-benda yang Ada di atasnya.
C.
Artikel/Makalah/Internet
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH.,MS.,CN dan Abd. Rahim Lubis, SH.,M.Kn, “Aspek Hukum dalam Pendaftaran Tanah” http://ocw.usu.ac.id/course/download/10500000019-pendaftaran-tanah-aktappat/kn_603_slide_3._aspek_hukum_dalam_pendaftaran_tanah.pdf
Fine Handryani, “Akibat Hukum dari Pembuatan Akta Jual Beli Tanah Bersertipikat yang Tidak Sesuai Dengan Tata Cara Pembuatan Akta PPAT (Studi Pada PPAT di Kabupaten Langkat),” (Tesis Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatra Utara, Medan, 2011) , hlm. 43. http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30887/3/Chapter%20II.pdf
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013
Universitas Indonesia Pemeliharaan data..., Marcivia Rahmani, FH UI, 2013