UNIVERSITAS INDONESIA
METODE DEMULSIFIKASI UNTUK PEMISAHAN AIR DALAM EMULSI SLOP OIL
SKRIPSI
ARI PURNOMO 0706262994
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM SARJANA KIMIA DEPOK JULI 2011
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
METODE DEMULSIFIKASI UNTUK PEMISAHAN AIR DALAM EMULSI SLOP OIL
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
ARI PURNOMO 0706262994
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI SARJANA KIMIA DEPOK JULI 2011
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
ii
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh Nama NPM Program Studi Judul Skripsi
: : : : :
Ari Purnomo 0706262994 Kimia Metode Demulsifikasi untuk Pemisahan Air dalam Emulsi Slop Oil
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Kimia pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia.
Ditetapkan di
: Depok
Tanggal
: 7 Juli 2011
iii
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Rabbul ‘Izzati, Rabb yang Maha Pengasih dan Penyayang yang telah mencurahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan atas Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan para pengikutnya hingga akhir zaman. Skripsi ini merupakan karya utama penulis untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan pendidikan tingkat sarjana di Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dari semasa kuliah sampai penulis menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini. Secara khusus ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Dra. Yusniati M.Sc, selaku pembimbing pertama yang telah memberikan saran dan motivasi yang sangat begitu berharga selama penelitian. 2. Dr. Yoki Yulizar M.Sc, selaku pembimbing kedua yang telah memberikan bimbingan, masukan dan nasehat serta senantiasa meluangkan waktu dan pikiran selama penulis melakukan penelitian. 3. Novena Damar Asri S.Si, yang telah membantu, memberi masukan, dan arahan dalam penyusunan skripsi. 4. Dr. Widayanti Wibowo, Dr. Asep Saefumillah, dan Dr. Yuni K. Krisnandi, selaku dewan penguji yang telah memberikan masukan, saran, dan kritik untuk perbaikan skripsi. 5. Dr. Ivandini Tribidasari A. M.Sc, selaku pembimbing akademis, yang telah memberikan bimbingan, perhatian dan motivasi kepada penulis selama penulis menyelesaikan studi di Departemen Kimia FMIPA UI. 6. Dr. Ridla Bakri, M.Phill, selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia. 7. Dra. Tresye Utari M.Si selaku koordinator penelitian 8. Bapak dan ibu dosen Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia.
iv
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
9. Mega Atria M.Si,
yang
telah
memberikan
kesempatan
penulis
menggunakan peralatan uji di Laboratorium Taksonomi Tumbuhan Departemen Biologi FMIPA UI. 10. Semua tim di Laboratorium PPD dan LTS Pertamina Research & Development Pulogadung, Bapak Yuli Santoso, Bapak Wawan, Bapak Ari Fajar, Ibu Rina, Ibu Nita, Bapak Usman, Bapak Dudung dan Ibu Nari, atas bantuan tenaga dan masukan yang diberikan kepada penulis. 11. Keluarga besar Bapak Suharja, kedua orang tua yang sangat penulis banggakan, kakak-kakak tercinta, almarhum Moris Yogi Nugroho dan keponakan-keponakan tersayang untuk segala do’a, kasih sayang, semangat, kesabaran dan pengertian yang begitu besar yang telah dicurahkan untuk penulis selama ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan bisa memberikan senyuman bahagia untuk kalian didunia dan akhirat. 12. Vina dan keluarga yang telah memberi dukungan yang sangat berarti bagi penulis 13. Sahabat seperjuangan pecinta alam kimia, Tyo, Tegar, Atur, Yomi, Ardila, Adit, Muhtar, dan Widi, yang telah berjuang bersama untuk mencari sebuah inspirasi. 14. Keluarga besar BEM FMIPA 2008 dan HMDK 2009 yang solid, bersama kalian ditemukan hal yang sangat berharga bagi penulis 15. Teman-teman angkatan 2007, 2008, 2009, dan 2010 atas semangat dan nasehat yang diberikan kepada penulis Penulis menyadari bahwa sebagai manusia penulis tidak luput dari kesalahan, sehingga skripsi ini pun kiranya masih perlu evaluasi. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan. Semoga karya ini bermanfaat bagi masyarakat serta khususnya untuk perkembangan ilmu pengetahuan. Jakarta, Juni 2011
Penulis
v
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademika Universitas Indonesia, saya bersedia bertanda tangan dibawah ini : Nama
: Ari Purnomo
NPM
: 0706262994
Program Studi
: Sarjana
Departemen
: Kimia
Fakultas
: Matematika & Ilmu Pengetahuan Alam
Jenis Karya
: Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free) atas karya ilmiah saya yang berjudul : METODE DEMULSIFIKASI UNTUK PEMISAHAN AIR DALAM EMULSI SLOP OIL beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
vi
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Ari Purnomo : Kimia : Metode Demulsifikasi untuk Pemisahan Air dalam Emulsi Slop Oil
Metode slop oil recovery dilakukan dengan memisahkan air dan sludge agar diperoleh minyak mentah dengan % Basic Sediment & Water (% BS&W) kurang dari 0,5%. Pada penelitian ini emulsi slop oil dipisahkan melalui metode demulsifikasi dengan demulsifier berbasis surfaktan multikomponen yang diformulasikan dari surfaktan nonionik dengan nilai Relative Solubility Number (RSN) yang berbeda pada kondisi operasi yang dipengaruhi oleh konsentrasi demulsifier, waktu interaksi (settling time), dan pH free water. Penentuan kondisi optimum demulsifikasi slop oil ditentukan berdasarkan pengukuran % air yang terpisah dan % BS&W dengan metode bottle test (pengujian banyaknya air yang terpisah dengan gravitasi dan pemanasan), analisis tegangan antarmuka dan analisis turbiscan untuk mengetahui kestabilan fasa minyak setelah demulsifikasi. Hasil karakterisasi terhadap ketiga sampel slop oil yang digunakan menunjukan bahwa slop oil tangki B (T-B), tangki E (T-E) dan tangki G (T-G) mengandung % (w/w) asphaltene 4,505%, 8,370% dan 8,314%, mengandung masing-masing % BS&W 90%, 36% dan 43%, terdiri dari komponen minyak fraksi berat (Heavy crude oil) dengan nilai API gravity masing-masing 11,8, 19,4 dan 18,5, mengandung logam Ni, V, Si, Na, dan Al, viskositas kinematik pada suhu 40 0C masing-masing 2318,35 cSt, 31,73 cSt, dan 62,45 cSt, dan membentuk emulsi air dalam minyak. Kondisi demulsifikasi optimum yang diperoleh adalah menggunakan demulsifier DM A dengan konsentrasi 1%, pH free water 7 – 7,5, waktu interaksi 30 menit, dan dilakukan pada suhu konstan 60 0C. Dari ketiga faktor operasi tersebut menghasilkan % pemisahan air untuk slop oil T-B, T-E dan T-G masing-masing 80%, 38%, dan 40% serta penurunan % BS&W sebesar 69,44% hingga 94,44%. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa metode pemisahan air dengan demulsifier multikomponen yang mengandung persentase surfaktan oil soluble yang lebih besar dapat mensolvasi agregat asphaltene-resin pada antarmuka lebih efektif sehingga menghasilkan % pemisahan air yang lebih baik. Selain itu, efek penambahan asam dan basa dapat menambah kestabilan emulsi slop oil karena adanya protonasi gugus amina dan berubahnya affinitas gugus asam pada bagian hidrofilik agregat asphaltene-resin. Kata Kunci xvii + 95 halaman Daftar Pustaka
: Bottle test, % BS&W, Demulsifikasi, asphaltene-resin, slop oil : 32 gambar; 15 tabel; 7 lampiran : 93 (1980 – 2011)
Agregasi
vii Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Ari Purnomo : Chemistry : Demulsification Method for Water Separation in Slop Oil Emulsions
Slop oil recovery method was done by separating the water and sludge to obtain the crude oil with the percentage of Basic Sediment & Water (% BS&W) which should be less than 0.5%. In this study, slop oil emulsion was separated by demulsification method with surfactant-based multicomponent as demulsifier. The demulsifier was formulated from a nonionic surfactant which had a relative solubility number (RSN) that differs. The demulsification of slop oil was affected by the concentration of demulsifier, the interaction time (settling time), and pH of free water. The determination of the optimum conditions for slop oil demulsification was determined on the basis of the percentage of the separated water and the % BS&W by bottle test method (A method based on quantity of the separated water by gravity and heating), interfacial tension analysis, and turbiscan analysis. The characterization results of three samples of slop oil showed that the slop oil of tank B (T-B), tank E (T-E), and tank G (T-G) containing % (w/w) asphaltene 4.505%, 8.370%, and 8.314%, kinematic viscosity 2318.35 cSt, 31.73 cSt, and 62.45 cSt at 40 0C respectively, % BS&W 90%, 36%, and 43%, consisting of heavy crude oil components with API gravity values 11.8, 19.4, and 18.5 respectively. The slop oils containe metals (Ni, V, Si, Na, and Al) and form a water in oil emulsion. The optimum condition of slop oil demulsification was obtained using 1% DM A demulsifier, pH 7,0 – 7,5 of free water, interaction time 30 minutes, and was performed at a constant temperature, 60 0C. Based on the three factors produced the percentage of separated water for slop oil of T-B, T–E, and T-G 80%, 38%, and 40% and also decreased % BS&W by 69.44% to 94.44%, respectively. The results of this research indicated that the method of water separation with multicomponent of demulsifier containing oil soluble surfactant can solvate asphaltene-resin aggregates at the interface more effectively, so it produce higher water separation. In addition, the addition effect of acid and base in slop oil emulsion can enhance the emulsion stability due to the protonation of amine group and the change of affinity at the hydrophilic acid group in asphaltene-resin aggregates. Keywords xvii + 95 pages Bibliography
: Bottle test, % BS&W, Demulsification, Agregation of Asphaltene-resin, slop oil : 32 pictures; 15 tables; 7 appendix : 93 (1980 – 2011)
viii Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS........................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................
iii
KATA PENGANTAR...................................................................................
iv
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH..............
vi
ABSTRAK.....................................................................................................
vii
DAFTAR ISI..................................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL.........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................
xvii
1. PENDAHULUAN.............................................................................
1
1.1.Latar Belakang.............................................................................
1
1.2.Perumusan Masalah.....................................................................
3
1.3.Tujuan Penelitian.........................................................................
3
1.4.Hipotesis.......................................................................................
4
2. TINJAUAN PUSTAKA....................................................................
5
2.1.Minyak Mentah (Crude Oil) .......................................................
5
2.2.Slop Oil........................................................................................
9
2.2.1. Karakteristik Slop Oil.......................................................
9
2.2.2. Sumber Slop Oil...............................................................
10
2.2.3. Metode Pemisahan Air dalam Emulsi Slop Oil...............
12
2.3.Surfaktan......................................................................................
15
ix Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
2.3.1. Jenis – Jenis Surfaktan......................................................
16
2.3.2. Aplikasi Surfaktan dalam Industri Perminyakan..............
16
2.4.Emulsi Minyak Mentah................................................................
20
2.4.1. Tipe Emulsi Minyak Mentah............................................
22
2.4.2. Mekanisme Stabilisasi Emulsi Minyak Mentah...............
22
2.4.3. Mekanisme Destabilisasi Emulsi Minyak Mentah...........
27
2.5.Bottle Test dan % BS&W.............................................................
30
2.6.ASTM...........................................................................................
30
2.7.Tegangan Antarmuka...................................................................
31
2.8.Instrumentasi Karakterisasi..........................................................
32
2.8.1. X-ray Fluorescence...........................................................
32
2.8.2. Dino Digital Microscope..................................................
33
2.8.3. Turbiscan...........................................................................
34
3. METODE PENELITIAN.................................................................
37
3.1.Alat dan Bahan.............................................................................
37
3.1.1. Alat...................................................................................
37
3.1.2. Bahan................................................................................
37
3.2.Prosedur Kerja..............................................................................
38
3.2.1. Preparasi Slop Oil.............................................................
38
3.2.2. Karakterisasi Slop Oil......................................................
38
3.2.2.1.Penentuan Kandungan Asphaltene............................
38
3.2.2.2.Penentuan Spesific Gravity.......................................
39
3.2.2.3.Penentuan Water & Sediment Content......................
39
3.2.2.4.Penentuan Viskositas Kinematik...............................
40
3.2.2.5.P e n e n t u a n K a n d u n g a n L o g a m & T r a c e x Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
Hydrocarbon............................................................... 3.2.2.6.Penentuan Tipe Emulsi............................................. 3.2.3. Formulasi dan Screening Demulsifier..............................
40 40 41
3.2.3.1.Formulasi Demulsifier...............................................
41
3.2.3.2.Screening Demulsifier...............................................
42
3.2.4. Demulsifikasi Slop Oil.....................................................
43
3.2.4.1.Pengaruh Konsentrasi Demulsifier............................
43
3.2.4.2.Pengaruh Waktu Interaksi.........................................
44
3.2.4.3.Pengaruh pH..............................................................
44
3.2.5. Analisis Turbiscan............................................................
45
3.2.6. Analisis Tegangan Antarmuka.........................................
46
3.2.7. Analisis %BS&W.............................................................
46
3.2.8. Alur Penelitian..................................................................
48
4. HASIL DAN PEMBAHASAN.........................................................
49
4.1.Preparasi Slop Oil........................................................................
49
4.2.Karakterisasi Slop Oil..................................................................
49
4.2.1. Karakteristik Slop Oil.......................................................
49
4.2.2. Tipe Emulsi Slop Oil........................................................
51
4.3.Screening Demulsifier..................................................................
53
4.4.Mekanisme Demulsifikasi Slop Oil.............................................
58
4.4.1. Pengaruh Konsentrasi Demulsifier...................................
62
4.4.2. Pengaruh Waktu Interaksi.................................................
65
4.4.3. Pengaruh pH......................................................................
67
4.5. Analisis Kestabilan Emulsi..........................................................
70
4.6. Analisis Tegangan Antarmuka.....................................................
72
xi Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
4.7. Analisis % BS&W.......................................................................
73
5. KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................
76
5.1. Kesimpulan..................................................................................
76
5.2. Saran.............................................................................................
77
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
78
LAMPIRAN...................................................................................................
87
xii Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1
Kelompok senyawaan hidrokarbon dalam minyak bumi berdasarkan perbedaan sifat kepolarannya..............................
6
Gambar 2.2
Struktur molekul resin.............................................................
8
Gambar 2.3
Struktur hipotetik molekul asphaltene....................................
8
Gambar 2.4
Skema unit desalter..................................................................
11
Gambar 2.5
Skema sumber slop oil dari limbah minyak hasil pembersihan tangki penyimpanan minyak mentah..................
11
Gambar 2.6
Bagan pengolahan slop oil PT Pertamina (Persero)................
14
Gambar 2.7
Struktur molekul surfaktan alkoksi..........................................
19
Gambar 2.8
Tipe emulsi minyak mentah.....................................................
22
Gambar 2.9
Mekanisme agregasi asphaltene-resin.....................................
23
Gambar 2.10
Ilustrasi efek R/A terhadap sifat agregasi resin-asphaltene....
24
Gambar 2.11
Mekanisme adsorpsi agregat asphaltene-resin pada antarmuka air-minyak..............................................................
25
Gambar 2.12
Skema Proses terjadinya fluorescence.....................................
33
Gambar 2.13
Skema peralatan XRF..............................................................
33
Gambar 2.14
Spektrum turbiscan yang memperlihatkan fenomena creaming................................................................................... 35
Gambar 2.15
Spektrum turbiscan yang memperlihatkan fenomena sedimentasi/flokulasi................................................................ 36
Gambar 3.1
Alur kerja Penelitian................................................................
Gambar 4.1
Pengamatan emulsi slop oil T-B, T-E, dan T-G sebelum
48
xiii Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
demulsifikasi dan T-E setelah demulsifikasi............................ 52 Gambar 4.2
Ilustrasi solvasi molekul asphaltene oleh toluena dan agrgeasi asphaltene-resin oleh gugus fungsi polar surfaktan ..................................................................................................
Gambar 4.3
54
Grafik hasil screening demulsifier single-component, dualcomponent, multi-component tanpa ABS (warna coklat), dan multi-component dengan penambahan ABS............................
Gambar 4.4
56
Hasil bottle test uji screening demulsifier DM A, DM B, dan DM C........................................................................................ 57
Gambar 4.5
Mekanisme pembentukan agregasi asphaltene-resin melalui interaksi π – π dan ikatan hidrogen diantara gugus polar resin dan asphaltene..........................................................................
Gambar 4.6
Interaksi agregat koloid resin-asphaltene pada antarmuka......
Gambar 4.7
Ilustrasi efek tolakan sterik antar droplet yang distabilkan
59 60
oleh agregat asphaltene-resin................................................... 61 Gambar 4.8
Mekanisme destabilisasi agregat asphaltene-resin karena efek adanya toluena dan gugus fungsi polar dalam demulsifier................................................................................
Gambar 4.9
Grafik % pemisahan air dari emulsi slop oil T-B, T-E, dan TG dengan pengaruh konsentrasi...............................................
Gambar 4.10
62
64
Grafik % pemisahan air dari emulsi slop oil T-B, T-G, dan T-E dengan pengaruh waktu interaksi.....................................
66
Gambar 4.11
Grafik % pemisahan air dengan pengaruh pH free water........
68
Gambar 4.12
Mekanisme protonasi atom nitrogen dan sulfur pada molekul asphaltene................................................................................. 69
Gambar 4.13
Grafik separability number terhadap pengaruh konsentrasi
xiv Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
DM A....................................................................................... Gambar 4.14
72
Grafik perubahan tegangan antarmuka dengan pengaruh penambahan demulsifier........................................................... 73
Gambar 4.15
Grafik penurunan % BS&W slop oil T-B, T-E, dan T-G sebelum pemisahan dan setelah pemisahan menggunakan DM A % pada kondisi pH free water 7 dan suhu konstan 60 0
Gambar 4.16
C.............................................................................................
74
Adsorpsi partikel anorganik pada antarmuka airminyak......................................................................................
75
xv Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 2.1
Contoh aplikasi surfaktan dalam industri perminyakan.........
17
Tabel 2.2
Jenis formulasi demulsifier yang digunakan..........................
20
Tabel 2.3
Contoh metode ASTM beserta aplikasinya.............................. 31
Tabel 2.4
Tingkat kestabilan fasa berdasarkan nilai angka pemisahan.... 34
Tabel 3.1
Volume DM A yang ditambahkan...........................................
Tabel 3.2
Volume dan konsentrasi asam.................................................. 45
Tabel 4.1
Hasil karakterisasi slop oil T-B, T-E dan T-G.........................
50
Tabel 4.2
Diameter rata – rata droplet air dalam emulsi slop oil T-B, TE dan T-G sebelum demulsifikasi dan T-E setelah demulsifikasi............................................................................
53
Tabel 4.3
43
Hasil pengujian pengaruh konsentrasi demulsifier terhadap pemisahan air emulsi slop oil...................................................
63
Tabel 4.4
Hasil uji pengaruh penambahan asam dan basa.......................
67
Tabel 4.5
Hasil analisis turbiscan slop Oil T-B, T-E dan T-G sebelum demulsifikasi............................................................................
Tabel 4.6
Nilai separability number slop oil T–E dengan variasi konsentrasi DM A....................................................................
Tabel 4.7
71
Hasil anlisis tegangan antarmuka dengan pengaruh konsentrasi DM A....................................................................
Tabel 4.9
71
Hasil analisis turbiscan slop oil T-E dengan variasi konsentrasi DM A....................................................................
Tabel 4.8
70
73
Hasil analisis % BS&W slop oil T-B, T-E, dan T-G sebelum pemisahan dan setelah pemisahan............................................ 74
xvi Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1.
Nilai HLB gugus fungsi...........................................................
87
Lampiran 2.
Hasil uji screening demulsifier................................................. 88
Lampiran 3.
Hasil pengamatan water drop (uji pengaruh waktu interaksi).
89
Lampiran 4.
Data hasil analisis ukuran droplet emulsi dengan ImageJ.......
90
Lampiran 5.
Grafik profil migrasi partikel slop oil T-B dan T-G................. 91
Lampiran 6.
Grafik profil migrasi partikel slop oil T – E sebelum demulsifikasi dan setelah demulsifikasi dengan demulsifier DM A 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%..............................................
Lampiran 7.
92
Hasil uji %BS&W slop oil T-B, T-E, dan T-G menggunakan demulsifier DM A konsentrasi 1%, pH free water 7, waktu 30 menit, dan suhu konstan 60 0C............................................
95
xvii Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Minyak bumi merupakan salah satu sumber daya alam yang banyak dimanfaatkan sebagai sumber energi utama untuk peralatan transportasi dan industri. Tingginya konsumsi minyak mentah yang tidak diimbangi dengan tersedianya cadangan minyak mentah menyebabkan harga minyak mentah dunia semakin meningkat sehingga berdampak pada semakin tingginya harga bahan bakar minyak. Hal ini membuat perusahaan kilang minyak terpacu untuk meningkatkan kapasitas produksi dengan memanfaatkan kembali limbah yang masih mengandung komponen minyak mentah yang cukup besar. Diantara limbah yang dihasilkan, slop oil merupakan salah satu limbah yang banyak menjadi perhatian dalam proses pengolahan limbah industri kilang minyak bumi. Slop oil merupakan kompleks campuran yang mengandung komponen minyak mentah, air, dan suspensi padatan (sludge) yang dihasilkan dari residu proses pengolahan, transportasi, dan proses penyimpanan minyak mentah (Kuriakose & Manjooran, 1994; Carbognani, et al, 1999). Slop oil mengandung komponen fraksi minyak mentah yang jumlahnya cukup signifikan, pengambilan kembali (recovery) komponen minyak mentah dalam slop oil sangat potensial untuk meningkatkan nilai ekonomis slop oil karena komponen minyak mentah yang diperoleh dapat diolah kembali (Jing Wang et al, 2010). Adanya pengambilan kembali minyak dari slop oil, limbah yang terbuang bisa lebih dispesifikasikan menjadi tiga bagian, yaitu fasa air, fasa minyak dan lumpur, sehingga fasa minyak dapat digunakan kembali sebagai sumber minyak mentah sedangkan fasa air dan lumpur diolah kembali di unit pengolahan air sebelum dibuang ke lingkungan. Adanya air dalam slop oil menyebabkan terbentuknya emulsi karena adanya material kimia yang berperan sebagai surfaktan alami, yaitu asphaltene dan resin. Pembentukan emulsi dalam minyak mentah sangat tidak diharapkan karena tetesan air (water droplet) yang terperangkap dalam minyak mentah dapat 1 Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
2
menyebabkan korosi pipa dan peralatan kilang minyak bumi. Terbentuknya emulsi menyebabkan peningkatan densitas minyak dari sekitar 800 kg/m3 menjadi 1030 kg/m3. Perubahan yang sangat signifikan (mencapai 2 atau 3 kali lebih besar) terjadi pada viskositas dimana umumnya viskositas akan meningkat karena terbentuknya emulsi (Fingas et al, 2003). Kerugian yang diakibatkan oleh peningkatan densitas dan viskositas adalah minyak mentah sulit untuk dialirkan sehingga biaya transportasi meningkat. Oleh karena itu, air yang terdispersi dalam emulsi slop oil harus dipisahkan. Pemisahan air dari emulsi minyak mentah atau slop oil umumnya dilakukan dengan metode mekanik, termal, elektrik dan proses kimiawi (Grace, 1992). Diantara ketiga proses tersebut, perlakuan secara kimiawi menggunakan demulsifier dapat menghasilkan efisiensi pemisahan yang paling baik dibandingkan metode mekanik atau elektrik sehingga perlakuan ini banyak diaplikasikan di industri. Peningkatan efisiensi dilakukan dengan mengintegrasikan beberapa proses, seperti proses pemisahan kimiawi yang dikombinasikan dengan proses mekanik (Schramm, 2010). Penelitian sebelumnya mengemukakan bahwa demulsifikasi minyak mentah dengan polyoxyethylenated dodcylphenol dapat meningkatkan efisiensi demulsifikasi dengan meningkatnya konsentrasi, waktu interaksi, hidrofilisitas, suhu, dan menurunnya salinitas (Nehal dan Nassar, 2001). Penelitian lain mengemukakan bahwa efisiensi demulsifikasi oleh demulsifier berbasis surfaktan non ionik berbanding lurus dengan nilai hydrophilic-lipophilic balance (HLB) surfaktan (Cooper et al, 1980; Averyard et al, 1983; Wu et al, 2003), dimana nilai HLB berkorelasi dengan nilai Relative solubility number (RSN). Surfaktan dengan persentase gugus hidrofilik tinggi dan berat molekul rendah merupakan jenis demulsifier yang baik (Shetty et al, 1992). Namun, surfaktan yang paling baik untuk memecah emulsi air dalam minyak adalah surfaktan yang memilki sifat hidrofilisitas yang tidak terlalu besar dan konsentrasi yang tidak terlalu sedikit (Rondo´n et al, 2006). Pada penelitian lain digunakan demulsifier Phasetreat 5157 untuk memisahkan air dari minyak mentah Duri dengan pengaruh dosis demulsifier, pH, salinitas, suhu, dan hardness (Anggraeni, 2007). Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa semakin tinggi konsentrasi demulsifier, suhu, waktu interaksi, salinitas, dan hardness maka pemisahan cenderung semakin baik, dan
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
3
pH pemisahan optimum berada pada pH 7. Penelitian sebelumnya, belum menganalisis kondisi lain yang mungkin dapat mempengaruhi proses pemisahan air dari slop oil seperti pengaruh waktu interaksi, pH, konsentrasi demulsifier, dan karakteristik surfaktan sebagai demulsifier. Oleh karena itu, penelitian ini akan menggunakan beberapa parameter seperti konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan pH free water yang belum dilakukan pada penelitian sebelumnya. Selain mengamati parameter tersebut terhadap proses demulsifikasi, penelitian ini juga bertujuan menentukan kondisi operasi optimum proses pemisahan air dari emulsi minyak mentah dalam slop oil.
1.2. Perumusan Masalah Saat ini emulsi slop oil diolah menggunakan integrasi metode demulsifikasi, pemanasan, dan pemisahan secara gravitasi. Akan tetapi, aplikasi metode demulsifikasi pada pengolahan slop oil tersebut belum mempertimbangkan pengaruh solubilitas surfaktan yang digunakan sebagai demulsifier, waktu interaksi serta penambahan asam dan basa terhadap efektivitas pemisahan air dalam emulsi slop oil. Sehingga, pengolahan slop oil dengan metode tersebut kurang efetif karena membutuhkan banyak tangki dan hasil analisis % BS&W (% Basic Sediment & Water) menunjukan bahwa minyak mentah yang dihasilkan mengandung % BS&W lebih besar dari 0,5%. 1.3. Tujuan 1. Menentukan metode demulsifikasi slop oil yang sesuai berdasarkan karakteristik slop oil yang meliputi spesific gravity, asphaltene content, water & sediment content, metal and trace hydrocarbon, viskositas kinematik, dan tipe emulsi. 2. Mengamati pengaruh beberapa parameter seperti konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan penambahan asam dan basa terhadap proses demulsifikasi. 3. Mengamati karakteristik minyak mentah yang dihasilkan setelah demulsifikasi melalui analisis kestabilan fasa, % BS&W, dan tegangan antarmuka
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
4
4. Mencari kondisi demulsifikasi slop oil yang efektif dan efisien untuk memperoleh minyak mentah dengan % BS&W kurang dari 0,5%.
1.4. Hipotesis Demulsifikasi slop oil dioptimasi menggunakan parameter – parameter seperti konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan penambahan asam dan basa. Dengan meningkatnya konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan keasaman diharapkan dapat meningkatkan efektivitas demulsifikasi slop oil dan diperoleh minyak mentah dengan % BS&W kurang dari 0,5%.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Minyak Mentah Minyak mentah atau crude oil merupakan campuran molekul hidrokarbon yang terdiri atas molekul hidrokarbon rantai C1 sampai dengan C60 dan beberapa senyawaan bukan hidrokarbon dalam jumlah kecil. Molekul hidrokarbon rantai C1 - C4 berfasa gas, rantai C5 - C19 berfasa cair, dan C19 – C60 berfasa padat, sedangkan senyawaan bukan hidrokarbon yang terdapat dalam crude oil adalah senyawaan sulfur, nitrogen, oksigen, trace metal (Ni, Fe, V, Hg, As, Cu, Si dan Al), garam (NaCl, MgCl2 dan CaCl2), CO2, dan asam naftenat. Berdasarkan persentase atomnya, minyak mentah tersusun dari 83-87% karbon, 11-15% hidrogen, dan 1- 6% lainnya. Berdasarkan perbedaan sifat kelarutan atau kepolarannya, senyawaan hidrokarbon dalam minyak mentah terbagi atas empat kelompok (Gambar 2.1), yaitu Saturates, Aromatik, Resin dan Asphaltene (Auflem, 2002; Aske, 2002). Kelompok pertama senyawaan dalam minyak mentah adalah kelompok senyawaan saturates. Senyawaan saturates merupakan kelompok senyawa hidrokarbon parafinik (alkana) yang dapat berupa alkana rantai lurus atau bercabang dan alkana siklis. Fraksi ini merupakan fraksi terbesar dalam minyak mentah. Contoh senyawaan hidrokarbon saturates adalah metana, propana, nheptana, siklopentana, dan wax. Kelompok senyawaan kedua adalah kelompok senyawaan aromatis. Aromatis merupakan kelompok senyawa hidrokarbon yang memiliki cincin aromatis. Fraksi ini dalam minyak mentah relatif berada dalam jumlah kecil namun terkandung dalam semua jenis minyak mentah. Senyawaan aromatik sering diklasifikasikan sebagai mono, di, dan tri-aromatik, tergantung pada jumlah cincin aromatik yang berada dalam molekul. Contoh senyawaan hidrokarbon aromatis adalah benzena dan naftalena. Kelompok senyawaan ketiga adalah Resin. Senyawaan resin merupakan senyawaan hidrokarbon kompleks yang terdiri dari gugus alkil rantai panjang, cincin aromatik yang rapat dan cincin 5 Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
6
naftenik. Resin memiliki struktur yang mirip dengan asphaltene namun berat molekul resin lebih kecil. Resin merupakan fraksi minyak mentah yang mengandung molekul polar heteroatom yang mengandung nitrogen, oksigen atau sulfur. Resin merupakan fraksi yang larut dalam alkana rantai pendek seperti pentana dan heptana, tetapi tak larut dalam propana cair (Sheu dan Mullins, 1995).
Crude Oil
Dilarutkan dengan n-heptana
Endapan
Maltenes
Adsorpsi Silika gel Asphaltene
n-pentana
Saturates
n-pentana
Aromatik
Metanol + Diklorometana
Resin
Gambar 2.1. Kelompok senyawaan hidrokarbon dalam minyak bumi berdasarkan perbedaan sifat kepolarannya
Kelompok senyawaan keempat adalah Asphaltene. Asphaltene merupakan fraksi minyak mentah yang mengandung molekul polar serupa dengan resin tetapi memiliki berat molekul yang lebih besar biasanya antara 500–1500 g/mol. Asphaltene mengendap dalam alkana rantai pendek seperti pentana, heksana atau
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
7
heptana, tetapi larut dalam pelarut aromatis seperti toluena dan benzena (Speight dan Moschopedis, 1981). Fraksi asphaltene mengandung persentase heteroatom lebih besar dibandingkan resin dimana asphaltene mengandung O, S, N dan konstituen organometalik Ni, V, Fe. Struktur molekul asphaltene mengandung klaster polisiklik aromatik yang tersubstitusi rantai alkil samping (Andersen dan Speight, 2001). Struktur asphaltene berbentuk lembaran datar (flat sheets) poliaromatik hidrokarbon terkondensasi yang saling berhubungan dengan sulfida, eter, nitrogen, rantai alifatik, dan cincin naftenik (Yen, 1992). Asphaltene merupakan molekul yang oil soluble karena adanya interaksi-interaksi nonpolar van der Waals (Ting et al, 2007). Yarranton (2005) mengemukakan bahwa molekul-molekul asphaltene cenderung mengalami penggabungan (selfassociate). Fenomena ini menimbulkan banyak kontroversi mengenai berat molekul asphaltene yang sebenarnya. Namun demikian, rata-rata berat molekul asphaltene adalah 750 g/mol yang merupakan estimasi berat molekul monomer asphaltene (Groenzin dan Mullins, 2007). Dalam minyak mentah, molekul asphaltenes membentuk suspensi koloid yang disolvasi oleh resin (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Asphaltene terdekomposisi pada rentang temperatur 300-400 °C. Banyak penelitian yang mengemukakan bahwa perubahan tekanan, temperatur dan komposisi minyak bumi dapat menyebabkan asphaltene mengalami pengendapan. Struktur asphaltene secara pasti sampai saat ini belum diketahui tetapi beberapa bentuk struktur yang mungkin sudah dikemukakan untuk menerangkan komposisi dan sifat molekul asphaltene. Gambar 2.2 dan gambar 2.3 menunjukan struktur resin dan struktur hipotetik asphaltene (Strausz, 1997). Simbol A, B, dan C pada gambar 2.3 menunjukan sebuah klaster aromatis molekul asphaltene. Asphaltene, resin, wax, dan asam naftenat adalah senyawa yang bersifat aktif permukaan dan merupakan surfaktan alami yang dapat membentuk film emulsi pada antarmuka air-minyak. Asphaltene dalam minyak mentah berada dalam bentuk suspensi mikrokoloid dengan ukuran partikel sekitar 3 nm. Setiap partikel tersebut merupakan monomer asphaltene yang berisi satu atau lebih klaster aromatik. Apabila molekul resin teradsorpsi pada monomer asphaltene maka akan terbentuk suspensi
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
8
koloidal yang stabil karena resin dapat mensolvasi monomer asphaltene menghasilkan efek stabilisasi koloid.
Gambar 2.2 Struktur molekul resin
Gambar 2.3 Struktur hipotetik molekul asphaltene
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
9
Monomer asphaltene dapat berinteraksi dengan resin melalui ikatan π, ikatan hidrogen dan ikatan donor-akseptor pasangan elektron (Aske, 2002). Berdasarkan skema pada gambar 2.1 menunjukan bahwa asphaltene dapat dihilangkan dari minyak mentah dengan cara pengendapan oleh pelarut parafinik seperti n-heptana. Metode kromatografi fraksionasi digunakan untuk memisahkan minyak deasphaltene ke dalam fraksi saturates, aromatik dan resin. Dari keempat kelompok senyawaan tersebut, hanya senyawaan saturates yang mudah dipisahkan dari senyawa campuran hidrokarbon dalam minyak bumi. Hal ini karena senyawa saturates tidak mengalami interaksi ikatan π sehingga senyawaan ini dapat mudah terpisah karena perbedaan kepolaran dari senyawaan resin, asphaltene, dan aromatik.
2.2. Slop Oil 2.2.1. Karakteristik Slop Oil Slop oil atau oil sludge merupakan kompleks campuran yang mengandung komponen minyak, air dan padatan yang dihasilkan dari residu pengolahan minyak mentah, transportasi minyak bumi, dan penyimpanan minyak mentah (Kuriakose et al, 1994; Carbognanie et al, 1999). Karakteristik slop oil atau oil sludge bervariasi bergantung pada tipe dan jenis minyak yang diolah, metode pengolahan limbahnya, dan adanya pencampuran slop oil baru dengan slop oil yang tertimbun dalam bagian bawah tangki dimana kedua slop oil tersebut berasal dari jenis minyak mentah yang berbeda. Slop oil mengandung air, pasir silika, grease, senyawaan organik bermolekul berat, dan beberapa logam. Jenis senyawa organik yang terkandung dalam slop oil adalah alkana, siklo alkana, benzena, toluena, etil benzena, dan xylene, dengan beberapa senyawa fenol dan polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) dalam jumlah yang sangat kecil (Kriipsalu et al, 2008). Sedangkan menurut Lazar et al (1999), slop oil umumnya mengandung limbah minyak fraksi berat (40– 60%), air limbah (30–90%), dan partikel mineral (5–40%).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
10
Slop Oil mempunyai kestabilan sistem multifase karena adanya adsorpsi komponen minyak pada partikel padatan. Adsorpsi ini menyebabkan terjadinya sebuah lapisan sangat protektif yang mengendap pada tangki bagian bawah. Adanya senyawa aktif permukaan (surface-active compound) dalam slop oil mengakibatkan terbentuknya emulsi (Delvigne, 2002). Sifat fisika – kimia slop oil ditentukan berdasarkan parameter – parameter yang sama dengan sifat fisika – kimia minyak mentah. Parameter tersebut meliputi densitas/spesific gravity, viskositas, kandungan asphaltene, kandungan air dan sedimen, kandungan logam dan kandungan CH2 oil trace (kandungan hidrokarbon). Tujuan karakterisasi slop oil berdasarkan parameter tersebut adalah untuk mengetahui sifat alamiah slop oil dan memprediksi kestabilan emulsinya.
2.2.2. Sumber Slop Oil Dalam proses pengolahan minyak mentah, slop oil dihasilkan dari residu desalter dan limbah minyak hasil pembersihan tangki penyimpanan minyak mentah yang disalurkan melewati pipa-pipa khusus. Desalter merupakan unit pengolahan minyak mentah yang bertujuan untuk memisahkan minyak mentah dari air dan garam – garam terlarut dengan cara menginjeksikan air dan demulsifier secara simultan dibawah pengaruh medan listrik (Gambar 2.4). Namun, hasil pemisahan emulsi dalam unit desalter tidak sempurna sehingga residu yang dihasilkan masih mengandung komponen minyak yang teremulsi. Residu desalter ini kemudian dialirkan ke tangki penyimpanan slop oil.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
11
[Sumber : Colwell, 2009] Gambar 2.4 Skema unit desalter
Gambar 2.5 Skema sumber slop oil dari limbah minyak hasil pembersihan tangki penyimpanan minyak mentah
Slop oil yang berasal dari limbah minyak hasil pembersihan tangki penyimpanan minyak mentah merupakan komponen minyak fraksi berat yang telah mengalami sedimentasi dan tidak bisa dialirkan lagi ke desalter (Gambar 2.5). Sedimentasi minyak fraksi berat ini harus diambil dengan cara
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
12
menginjeksikan chemical cleaning (deterjen) dan air dengan tekanan tinggi agar sedimen – sedimen yang menempel pada dinding tangki dapat terlarut dalam air. Campuran air dan minyak hasil pembersihan tersebut kemudian dialirkan ke tangki penyimpanan slop oil.
2.2.3. Metode Pemisahan Air dalam Emulsi Slop Oil Pengolahan slop oil terdiri dari pemisahan komponen free water dan sludge dari komponen minyak serta proses pemisahan emulsi air dalam minyak. Pemisahan air dari emulsi air dalam minyak mentah umumnya dilakukan dengan metode mekanik, termal, elektrik dan proses kimiawi (Grace, 1992). Pengolahan slop oil bertujuan memperoleh komponen minyak bersih untuk diolah kembali sebagai bahan bakar. Spesifikasi yang menunjukan kualitas minyak mentah yang baik untuk transportasi dalam pipa pengolahan bervariasi, tetapi umumnya nilai % BS&W tidak melebihi 1 % atau terkadang harus lebih kecil dari 0,5 % (Schramm, 2010). Oleh karena itu, pengolahan slop oil harus mampu menghasilkan minyak mentah dengan % BS&W kurang dari 0,5% agar minyak mentah yang dihasilkan dapat diolah kembali menjadi bahan bakar. Emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak umumnya diproses dalam unit waste water treatment plant menggunakan kombinasi pemisahan secara gravitasi dan unit air flotation (Schultz, 2006). Beberapa metode pengolahan slop oil yang dikembangkan saat ini adalah metode pirolisis (Shie et al, 2002; Shie et al, 2003; Shie et al, 2004), oxidative thermal treatment (Shie et al, 2004), elektro-demulsifikasi (Elektorowicz et al, 2006), penggunaan demulsifier (Wu et al, 2003; Nehal et al, 2001; Yuming Xu et al, 2005), Gravity thickening, sentrifugasi, filtrasi (Zhong et al, 2003), mikrobiologi (Nadarajah et al, 2002) dan landfill (Shie et al, 2004). Metode – metode tersebut memberikan efisiensi lebih baik dibandingkan metode konvensional seperti metode settling tanks yang didasarkan pada pemisahan fasa secara gravitasi. Pemisahan dengan metode ini membutuhkan waktu lebih lama dan hasil pemisahanya kurang baik karena gaya gravitasi tidak cukup kuat untuk memisahkan minyak dan air dari
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
13
komponen padatnya (sludge). Untuk peningkatan efisiensi biasanya dilakukan integrasi beberapa proses, misalnya proses pemisahan secara kimiawi yang dikombinasikan dengan proses mekanik. Pemanasan yang diikuti dengan penambahan demulsifier atau metode kimia-termal dan metode elektrik paling banyak diaplikasikan di industri (Lissant, 1983). Ekott & Akpabio (2010) mengemukakan bahwa emulsi crude oil biasanya dipecah menggunakan teknik gravitasi (sentrifugal settling), aplikasi kuat medan listrik, dan penambahan demulsifier. Metode lainnya adalah metode penyesuaian pH, filtrasi, membrane separation, dan metode pemanasan. Efisiensi surfaktan sebagai demulsifier bergantung pada faktor – faktor yang berhubungan dengan struktur surfaktan. Faktor-faktor tersebut adalah distribusi surfaktan melalui volume bulk emulsi, derajat partisi surfaktan diantara dua fase, temperatur, pH, dan salinitas pada fasa air. Faktor lain yang penting adalah mode injeksi surfaktan, konsentrasi surfaktan, tipe pelarut pembawa, kadar air dalam emulsi, dan umur emulsi. Oleh karena itu faktor – faktor tersebut menjadi hal yang penting saat mengaplikasikan metode pemisahan air dari emulsi minyak mentah yang menggunakan demulsifier (Djuve et al, 2001). Saat ini PT Pertamina (Persero) menggunakan integrasi metode demulsifikasi, pemanasan, dan pemisahan secara gravitasi untuk pengolahan slop oil (Gambar 2.6). Pada proses pengolahan slop oil, slop oil dari tangki penampung slop oil atau Effluent Waste Treatment Plant (EWTP) diumpankan ke dua tangki paralel, yaitu tangki A (T-A) dan tangki B (T-B). Slop oil pada T-A dan T-B dipanaskan pada suhu 60 0C dan dilakukan pemisahan secara gravitasi. Lumpur dan air yang terpisah kemudian didrainage. Selanjutnya slop oil T-A diumpankan kembali ke tangki C (T-C) disertai pemanasan pada suhu 60 0C kemudian dilakukan pemisahan secara gravitasi. Lumpur dan air yang terpisah di-drainage. Slop oil T-C kemudian diumpankan ke dua tangki paralel, yaitu tangki (T-D), tangki (T-E). Slop oil T-D dan T-E dipanaskan pada 60 0C dan dilakukan pemisahan secara gravitasi. Lumpur dan air yang terpisah kemudian di-drainage. Slop oil T-D dan T-E diumpankan ke tiga tangki paralel, yaitu tangki F (T-F), tangki G (T-G), dan
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
14
tangki H (T-H). Pada slop oil T-F, T-G, dan T-H diinjeksikan demulsifier disertai bubbling dan pemanasan pada suhu 60 0C. Penggunaan bubbling bertujuan untuk menghomogenkan demulsifier yang diinjeksikan ke dalam tangki.
Gambar 2.6 Bagan pengolahan slop oil PT Pertamina (Persero)
Tahapan terakhir adalah minyak mentah bersih hasil demulsifikasi slop oil T-F, T-G, dan T-H kemudian ditampung ke dalam tangki penyimpanan minyak mentah. Minyak mentah hasil pengolahan ini kemudian
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
15
diuji kandungan lumpur dan airnya dengan uji % BS&W di laboratorium. Hasil yang diharapkan adalah minyak mentah yang diperoleh memiliki % BS&W kurang dari 0,5%. Kelemahan proses pengolahan slop oil dengan metode ini adalah membutuhkan banyak tangki dan hasil analisis % BS&W menunjukan bahwa minyak mentah yang dihasilkan mengandung % BS&W lebih besar dari 0,5%.
2.3. Surfaktan Surfaktan merupakan substansi yang ada dalam sebuah sistem dengan konsentrasi rendah. Surfaktan teradsorpsi pada antarmuka atau permukaan dan mengubah derajat energi bebas permukaan atau antarmuka tersebut. Energi bebas antarmuka adalah energi minimum yang dibutuhkan untuk membentuk antarmuka (Rosen, 2004). Dalam struktur molekulnya, surfaktan memiliki dua gugus polar dan non polar. Gugus polar memperlihatkan affinitas (daya ikat) yang kuat terhadap fasa polar, contohnya air, sehingga sering disebut gugus hidrofilik. Sedangkan gugus non polar (gugus hidrofobik atau lipofilik) memperlihatkan affinitas (daya ikat) yang kuat terhadap fasa non polar (Rosen, 2004; Schramm dan Marangoni, 2010). Surfaktan sering diberi nama sesuai dengan tujuan penggunaannya yaitu sabun, deterjen, zat pembasah (wetting agent), pendispersi, pengemulsi, pembusa, bakterisida, inhibitor korosi, dan agen antistatis (Salager, 2002). Surfaktan yang teradsorpsi pada antarmuka mempengaruhi kestabilan emulsi dengan menurunkan tegangan antarmuka serta meningkatkan elastisitas dan viskositas antarmuka. Emulsi yang distabilkan emulsifier berbasis campuran surfaktan menghasilkan emulsi yang lebih stabil dibandingkan emulsi yang distabilkan emulsifier berbasis surfaktan tunggal. Hal ini karena emulsifier berbasis campuran surfaktan dapat membentuk sebuah kompleks agregat yang rigid pada antarmuka sehingga menghasilkan film antarmuka yang sangat kuat dan tegangan antarmuka yang rendah (Gerrard, 2010).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
16
2.3.1. Jenis – Jenis Surfaktan Berdasarkan sifat gugus hidrofiliknya, surfaktan diklasifikasikan ke dalam empat jenis (Perkins, 1998), yaitu sebagai berikut : • Surfaktan anionik Surfaktan anionik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya bermuatan negatif, misalnya alkil benzen sulfonat (detergen), fatty acid, lauril sulfat (foaming agent), dialkil sulfosuksinat (wetting agent), lignosulfonat (dispersant). • Surfaktan kationik Surfaktan kationik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya bermuatan positif. Misalnya garam amina rantai panjang dan amonium klorida kuarterner • Surfaktan nonionik Surfaktan non ionik adalah surfaktan yang gugus hidrofiliknya tidak bermuatan. Misalnya asam lemak rantai panjang monogliserida, sorbitan mono-oleat, Tween 80, polyoxyethylenated alkylphenol dan polyoxyethylenated alcohol • Surfaktan amfoterik/Zwitterionik Surfaktan amfoterik/Zwitterionik adalah surfaktan yang memilki dua gugus fungsi positif dan negatif dalam satu struktur, bentuk muatan akhir surfaktan jenis ini tergantung pada pH medium. Misalnya asam amino rantai panjang dan sulfobetaine
2.3.2. Aplikasi Surfaktan dalam Industri Perminyakan Aplikasi surfaktan dalam industri perminyakan sangat luas. Beberapa contoh aplikasi surfaktan dalam industri perminyakan diperlihatkan pada tabel 2.1 (Schramm dan Marangoni, 2010).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
17
Tabel 2.1 Contoh aplikasi surfaktan dalam industri perminyakan Sistem Dispersi
Contoh Aplikasi
Gas/Cair
Oil flotation process froth, producing oilwell and well-head foams, foam drilling fluid
Cair/Cair
Emulsions drilling fluids, Enhanced oil recovery in situ emulsions, asphalt emulsions, oil spill emulsions, Heavy oil pipeline emulsions, Oil sand flotation process slurry, tanker bilge emulsios,
Cair/Padat
Reservoir wettability modifiers, Drilling mud dispersants, Reservoir fines stabilizers, tank sludge dispersants
Salah satu aplikasi surfaktan dalam industri perminyakan adalah sebagai demulsifier. Surfaktan yang digunakan untuk demulsifikasi minyak mentah berbeda, bergantung tipe minyak mentahnya. Surfaktan yang digunakan sebagai demulsifier umumnya adalah surfaktan anionik, kationik, nonionik, dan ampoterik. Demulsifier umumnya diformulasikan dari jenisjenis surfaktan sebagai berikut: poliglikol dan poliglikol ester, ethoxylated alcohol dan amina, resin ethoxylated, ethoxylated phenol formaldehyde, ethoxylated nonylphenols, polyhydric alcohols, ethylene oxide, propylene oxide block copolymer fatty acids, fatty alcohols, dan garam sulfonat. Namun, jenis surfaktan non ionik seperti polyoxyethylenated alkylphenol atau nonyl phenol ethoxylate banyak diaplikasikan dalam proses demulsifikasi. Hal ini karena surfaktan non ionik memiliki beberapa kelebihan yaitu sifat kompatibilitas yang baik, stabil, dan lebih efisien dalam penggunaanya dibandingkan surfaktan anionik atau kationik (Mikula dan Munoz, 2010).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
18
Menurut Mikula dan Munoz (2010), parameter yang digunakan untuk memilih demulsifier didasarkan pada berat molekul, Hidrofilik-Lipofilik Balance (HLB), koefisien partisi, Relative Solubility Number (RSN), dan Preferred alkane carbon number (PACN). Relative solubility number (RSN) adalah salah satu karakter surfaktan non ionik. seperti HLB, RSN diukur berdasarkan nilai affinitas kelarutan surfaktan terhadap fasa minyak atau air, yang didasarkan pada kombinasi komponen polar (hidrofilik) dan non polar (lipofilik) pada surfaktan. RSN lebih banyak digunakan dalam menentukan sifat surfaktan non ionik dibandingkan nilai HLB karena pengkuran nilai RSN memberikan pengaruh yang lebih tepat dibandingkan dengan nilai HLB. Korelasi antara efisiensi demulsifikasi dengan nilai HLB telah banyak dipelajari (Cooper et al, 1980; Averyard et al, 1983). Hal yang sama dilaporkan oleh Williams (1991) yang menggambarkan hubungan nilai HLB cosurfaktan dan stabilitas emulsi air dalam minyak. HLB ditentukan berdasarkan persamaan (2.1). HLB = 7 + NHidrofilik -NHidrofobik ...............................................(2.1) Nilai HLB beberapa gugus fungsi hidrofilik dan hidrofobik dapat dilihat pada lampiran 1. Surfaktan non ionik memiliki nilai HLB 0 – 20. Pada HLB rendah (HLB < 9) bersifat lipofilik (oil soluble) dan HLB tinggi ( HLB > 11) bersifat hidrofilik (water soluble). Zat pengemulsi emulsi air dalam minyak merupakan surfaktan yang mempunyai HLB pada rentang 3 – 8 sedangkan pengemulsi emulsi minyak dalam air merupakan surfaktan yang mempunyai HLB 8 – 18 (Gerrard, 2010). Surfaktan yang digunakan untuk formulasi demulsifier pada penelitian ini adalah resin alkoksi RSN 20.5, 17.5, dan 7. Surfaktan tersebut merupakan surfaktan nonionik sejenis. Perbedaan nilai RSN ketiga surfaktan tersebut disebabkan oleh perbedaan jumlah monomer etilen oksidanya. Struktur molekul surfaktan alkoksi dapat dilihat pada gambar 2.7.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
19
Gambar 2.7 Struktur molekul surfaktan alkoksi
Pada penelitian ini dibuat tiga jenis demulsifier, yaitu demulsifier single-component, dual-component dan multi-component. Demulsifier singlecomponent adalah demulsifier yang hanya mengandung satu jenis surfaktan sebagai zat aktifnya, demulsifier dual-component adalah demulsifier yang mengandung dua jenis surfaktan yang berbeda sifat hidrofilitasnya sebagai zat aktif, sedangkan demulsifier multi-component adalah demulsifier yang mengandung tiga jenis surfaktan yang berbeda sifat hidrofilitasnya sebagai zat aktif. Demulsifier tersebut dibuat dengan komposisi 30% surfaktan dan 70% toluena sebagai pelarut. Khusus untuk demulsifier multi-component ditambahkan alkil benzen sulfonat sebagai penstabil campuran surfaktan. Penggunaan toluena sebagai pelarut adalah untuk mendestabilkan agregat asphaltene-resin sehingga agregat tersebut dapat terdesorpsi pada antarmuka air-minyak, sedangkan penggunaan alkil benzena sulfonat adalah untuk menstabilkan campuran jenis – jenis surfaktan yang berbeda sifat hidrofilitasnya agar tidak mengalami pemisahan. Tabel 2.1 menunjukan jenis-jenis formulasi demulsifier yang digunakan pada penelitian ini. Tujuan formulasi dengan variasi kandungan resin alkoksi yang berbeda nilai RSN adalah untuk mengetahui pengaruh nilai RSN dari jenis surfaktan yang sama terhadap efetivitas pemisahan air dari emulsi slop oil.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
20
Tabel 2.2 Jenis formulasi demulsifier yang digunakan Jenis Demulsifier
Komposisi Demulsifier
RSN 20.5
30% RSN 20.5 : 70% Toluena
RSN 17.5
30% RSN 17.5 : 70% Toluena
RSN 7
30% RSN 7 : 70% Toluena
RSN 20.5/RSN 17.5
15% RSN 20.5 : 15% RSN 17.5 : 30% Toluena
RSN 20.5/RSN 7
15% RSN 20.5 : 15% RSN 7 : 30% Toluena
RSN 17.5/RSN 7
15% RSN 17.5 : 15% RSN 7 : 30% Toluena
DM
10% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 73% toluena
DM A
7% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 10% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena
DM B
15% RSN 20.5 : 5% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena
DM C
10% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% wt toluena
2.4. Emulsi Minyak Mentah Menurut Rosen (2004), emulsi merupakan sistem fasa cairan yang mengandung paling sedikit dua cairan tak bercampur (immiscible liquid) yang distabilkan oleh emulsifier (surfaktan). Emulsi mengandung fasa tersuspensi (fasa terdispersi) dan medium pendispersi. Fasa terdispersi merupakan fasa internal (internal phase) sedangkan cairan yang mengelilingi droplet merupakan fasa eksternal (continuous phase). Emulsifier menstabilkan emulsi dengan cara teradsorpsi pada antarmuka cair – cair yang tidak saling bercampur. Berdasarkan ukuran partikelnya, emulsi dibagi menjadi tiga jenis (Rosen, 2004), yaitu :
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
21
• Makroemulsi Makroemulsi merupakan emulsi yang paling banyak dijumpai. Makroemulsi merupakan emulsi non transparan dengan ukuran fasa terdispersi lebih besar dari 400 nm (0,4 μm) • Mikroemulsi Mikroemulsi merupakan emulsi transparan dengan ukuran fasa terdispersi lebih kecil dari 100 nm (0,1 μm) • Nanoemulsi Nanoemulsi merupakan emulsi dengan ukuran fasa terdispersi diantara 100 – 400 nm (0,1 - 0,4 μm)
Jika air tercampur dengan minyak, maka dengan adanya emulsifier alami, seperti asphaltene dan resin, akan terbentuk emulsi. Asphaltene, resin, wax dan asam naftenat merupakan surfaktan alamiah dalam minyak mentah yang membentuk emulsi air dalam minyak (Sjo¨blom et al, 2001). Asphaltene bersama dengan komponen lain dalam minyak bumi, seperti resin dan wax, dapat membentuk lapisan film yang kental mengelilingi tetesan air, dengan gugus polar menghadap pada komponen air sedangkan gugus non polarnya mengarah pada komponen minyak sehingga dihasilkan sistem emulsi minyak dalam air. Komponen yang mungkin dapat menstabilkan emulsi air-minyak mentah padatan anorganik dan trace metal seperti vanadium dan nikel (Aveyard et al, 1990; Sjoblom et al, 1990). Emulsi minyak mentah-air juga terjadi pada campuran slop oil karena dalam slop oil terkandung air, asphaltene dan resin. Kadar air dalam sistem emulsi air dalam minyak yang terdapat dalam slop oil antara 10% hingga 50% (Kremer et al, 2000).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
22
2.4.1. Tipe Emulsi Minyak Mentah Tipe emulsi minyak mentah dalam slop oil umumnya adalah air dalam minyak mentah (W/O), minyak mentah dalam air (O/W), emulsi minyak mentah dalam air yang terdispersi dalam fasa minyak mentah (O/W/O) atau emulsi yang lebih kompleks (Carbognani et al, 1999). Tipe emulsi yang terdapat pada emulsi minyak mentah dapat dilihat pada gambar 2.8
Gambar 2.8 Tipe emulsi minyak mentah
2.4.2. Mekanisme Stabilisasi Emulsi Minyak Mentah Stabilitas emulsi merupakan ukuran kemampuan fasa terdispersi resisten terhadap coalescence (agregasi antar droplet emulsi). Menurut Fingas et al (1994), emulsi minyak mentah yang stabil adalah emulsi yang tahan terhadap pemisahan selama 5 hari atau lebih. Emulsi distabilkan oleh lapisan film yang berada diantara fasa terdispersi dan fasa eksternal (continuous phase). Ivanov et al (1999) mengemukakan bahwa deformasi droplet terdispersi, transfer surfaktan, dan reologi antarmuka sangat mempengaruhi kestabilan emulsi. Sedangkan menurut Goldszal et al (2000), reologi dan sifat
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
23
dinamika adsorpsi monolayer surfaktan (Elastisitas Gibbs, difusi permukaan, viskositas permukaan, dan kinetika adsorpsi surfaktan) merupakan faktor utama yang mempengaruhi kestabilan emulsi. Secara alamiah, umumnya emulsi tidak stabil secara termodinamik sehingga emulsi cenderung memisah menjadi dua fasa atau lapisan seiring dengan bertambahnya waktu, karena besarnya tegangan antarmuka dan besarnya total energi sistem antarmuka. Stabilitas emulsi air-minyak mentah berkisar antara beberapa menit sampai beberapa tahun bergantung sifat alamiah minyak mentah itu sendiri (Bhardwaj dan Hartland, 1998). Dan kestabilan emulsi dari jenis minyak mentah yang berbeda akan mempunyai tingkat kestabilan yang berbeda (Isaacs dan Chow, 1992).
[Sumber : Sullivan dan Kilpatrick, 2002] Gambar 2.9 Mekanisme agregasi asphaltene-resin Asphaltene dan resin memainkan peranan sangat penting dalam menstabilkan emulsi air dalam minyak mentah (Kilpatrick dan Spiecker, 2001; McLean dan Kilpatrick, 1997; Yarranton et al, 2000; Yen, 1992; Gu et al, 2002). Dalam medium non polar, gugus polar resin berinteraksi dengan inti struktur asphaltene yang mengandung klaster aromatis dan gugus non polarnya berinteraksi dengan fasa minyak. Gugus polar pada inti asphaltene
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
24
dapat berinteraksi dengan gugus polar molekul asphaltene lain membentuk agregat asphaltene yang disolvasi oleh resin (Gambar 2.9). Interaksi resin dengan asphaltene bersifat parsial, artinya rasio banyaknya molekul resin terhadap asphaltene kecil (R/A kecil). Jika kandungan resin relatif lebih besar daripada asphaltene (R/A besar) menyebabkan asphaltene tersolvasi ke dalam fasa minyak sehingga asphaltene kehilangan sifat antarmukanya (gambar 2.10).
Gambar 2.10 Ilustrasi efek R/A terhadap sifat agregasi asphaltene-resin
Setiap partikel monomer asphaltene mengandung gugus aromatik yang dapat berinteraksi dengan gugus aromatik dan gugus fungsi polar pada molekul resin membentuk agregat koloid yang menstabilkan emulsi. Agregat ini terjadi karena resin memiliki kemampuan untuk mensolvasi asphaltene, dengan memutuskan interaksi overlapping π – π antar molekul asphaltene (Spiecker et al, 2003). Efek solvasi ini terjadi per molekul asphaltene, sehingga adanya efek solvasi ini mencegah pengendapan asphaltene karena agregasi antar molekul asphaltene membentuk bulk asphaltene. Selanjutnya
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
25
agregat asphaltene-resin ini akan teradsorpsi dan terakumulasi pada antarmuka membentuk film emulsi elastis yang mengelilingi droplet air (Gambar 2.11). Ikatan silang antar molekul asphaltene pada agregat asphaltene – resin membentuk film antarmuka kaku dan viskoelatis. Ukuran agregat aspaltene - resin mempengaruhi kapasitas agregat tersebut dalam menstabilkan emulsi. Oleh karena itu, jika terjadi peningkatan ukuran agregat asphaltene - resin karena efek konsolidasi dengan molekul asphaltene lain, akan mengakibatkan agregat asphaltene – resin tidak aktif pada antarmuka (Sjo¨blom et al, 2003).
[Sumber : Sullivan dan Kilpatrick, 2002] Gambar 2.11 Mekanisme adsorpsi agregat asphaltene-resin pada antarmuka air-minyak Agregasi asphaltene-resin pada antarmuka air-minyak menghasilkan efek sterik sehingga emulsi air-minyak akan stabil. Hasil analisis dengan difraksi sinar x, small-angle neutron scattering, and small-angle X-ray scattering menunjukan bahwa radius agregat asphaltene-resin sekitar 10 - 50 Å (Ravey et al, 1990; Bardon et al, 1996). McLean dan Kilpatrick (1997) mengemukakan bahwa agregat asphaltene – resin mendominasi kestabilan emulsi minyak mentah melalui pembentukan antarmuka emulsi yang bersifat viskoelastis. Kemampuan asphaltene dan resin untuk membentuk antarmuka minyak-air yang elastis
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
26
merupakan faktor yang sangat penting pada stabilisasi emulsi air-minyak. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa stabilisasi emulsi oleh individual molekul asphaltene lebih rendah dibandingkan dengan stabilisasi emulsi oleh agregat koloid asphaltene - resin (Fordedal et al, 1996; Djuve et al, 2001). Resin merupakan komponen dalam minyak mentah yang paling polar. Sifat ini menunjukan bahwa resin dapat berkontribusi untuk meningkatkan solubilitas asphaltene dalam minyak mentah dengan mensolvasi gugus polar dan gugus aromatis dalam molekul asphaltene dan agregatnya (Al-Jarrah dan Al-Dujaili, 1989). Solubilitas asphaltene dalam minyak mentah dimediasi oleh solvasi resin sehingga resin dapat memainkan peranan penting dalam proses pengendapan asphaltene maupun stabilisasi emulsi (Andersen dan Birdi, 1991; Murgich et al, 1999; Strausz et al, 2002). Meskipun molekul – molekul resin bersifat aktif permukaan, namun resin tidak dapat menstabilkan emulsi W/O tanpa adanya asphaltene. Dalam sebuah sistem model, ditemukan fakta bahwa resin dan asphaltene membentuk rangkaian kesatuan molekular dan gugus fungsi yang sederhana (McLean dan Kilpatrick, 1997). Secara umum, ada empat mekanisme yang mempengaruhi stabilitas suatu emulsi (Sullivan and Kilpatrick, 2002), yaitu sebagai berikut : • Efek Tolakan Elektrostatik Efek tolakan elektrostatik terjadi adanya gaya tolakan coulomb diantara dua atau lebih antarmuka droplet emulsi. Stabilisasi dengan efek tolakan elektrostatik untuk emulsi minyak mentah tipe W/O umumnya tidak memberikan peranan siginifikan terhadap stabilitasnya. Hal ini karena konstanta dielektrikum fasa pendispersi emulsi minyak mentah yang sangat rendah. • Tolakan sterik Efek tolakan sterik terjadi karena adanya resistensi spesi teradsorpsi pada antarmuka droplet untuk berinteraksi dengan spesi teradsorpsi pada antarmuka droplet lainn ya dalam sistem emulsi yang sama. Efek tolakan sterik memainkan peranan dalam emulsi yang distabilkan agregat resin-asphaltene karena interaksi diantara agregat asphaltene-
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
27
resin pada antarmuka sangat energetik. Adsorpsi agregat resin asphaltene dapat mereduksi tegangan antarmuka air-minyak dan menginduksi gaya tolakan sterik antar droplet. • Efek Marangoni-Gibbs Ketika film emulsi menipis akibat deformasi droplet, fasa pendispersi akan keluar dari daerah antar droplet dan gradien tegangan antar muka akan terbentuk karena surfaktan pada antarmuka droplet terdesorpsi. Oleh karena surfaktan pada pusat film antarmuka rusak akibat desorpsi, suatu fluks difusi akan dihasilkan secara langsung melawan pelepasan droplet dari film emulsi, sehingga fluks difusi ini meningkatkan kekakuan pada antarmuka dan melemahkan efek pelepasan droplet dari film emulsi. Fenomena ini disebut sebagai efek Marangoni-Gibbs. Efek stabilisasi Marangoni-Gibbs dapat terjadi pada emulsi minyak mentah. Efek stabilisasi Marangoni-Gibbs memperlambat coalescence. • Stabilisasi lapisan tipis film Pembentukan film viskoelastis dan stabil yang mengelilingi droplet emulsi minyak mentah akan menghasilkan rintangan fisik (physical barrier) ketika terjadi coalescence droplet – droplet emulsi. Film emulsi kuat yang terbentuk karena agregasi asphaltene dengan beberapa molekul resin menghasilkan efek stabilisasi emulsi. Tidak adanya asphaltene yang terkandung dalam minyak mentah, emulsi minyak mentah yang stabil tidak akan terbentuk.
2.4.3. Mekanisme Destabilisasi Emulsi Minyak Mentah Investigasi kinetika destabilisasi emulsi (demulsifikasi) minyak mentah cukup rumit dijelaskan. Namun secara umum, terdapat tiga peristiwa yang terjadi, yaitu perpindahan atau pelepasan lapisan film asphaltene-resin dari batas antar muka air –minyak dengan demulsifier atau pelarut, flokulasi, dan coalescence tetesan air. Prinsip utama demulsifikasi adalah meningkatkan kapasitas destabilisasi lapisan film dengan menekan gradien tegangan antarmuka. Hal ini menggambarkan bahwa prinsip demulsifikasi adalah tidak
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
28
hanya menurunkan viskositas dan meningkatkan pengurangan lapisan tipis film pada batas antar muka, tetapi konsentrasi pada batas antar muka dan aktivitas demulsifier harus cukup tinggi untuk merubah gradien tegangan antarmuka (Kim et al, 1995). Konsentrasi demulsifier yang digunakan untuk memecah emulsi air dalam minyak yang distabilkan oleh asphaltene sebanding dengan konsentrasi asphaltene pada batas antar muka emulsi (Rondón et al, 2008). Surfaktan alami, seperti asphaltene bersifat lipofilik, sedangkan demulsifier bersifat hidrofilik. Oleh karena itu, campuran keduanya dengan proporsi yang berbeda dapat menyebabkan perubahan secara berkesinambungan terhadap sifat afinitas asphaltene dari lipofilik menjadi hidrofilik. Ketika demulsifier dan asphaltene membentuk campuran pada lapisan antar muka emulsi air dalam minyak, keduanya akan memiliki affinitas yang tepat sama terhadap fase air dan fase minyak (Salager, 1996). Hal ini menyebabkan demulsifier menggantikan posisi asphaltene dan mereduksi viskositas lapisan film pada batas antar muka air-minyak akibat penetrasi demulsifier pada daerah antarmuka dan desorpsi komponen emulsfier alami (asphaltene-resin) dari batas antar muka air-minyak ke dalam lapisan minyak, sehingga droplet air lebih mudah mengalami coalescence (Rosen, 2004). Faktor utama yang dapat mendestabilisasi emulsi yang distabilkan agregat asphaltene – resin adalah rasio jumlah resin dengan asphaltene (Rasio R/A). Jika rasio R/A makin tinggi maka kestabilan emulsinya makin menurun. Hal ini karena jika kandungan resin lebih besar dibandingkan asphaltene akan terjadi efek melarutkan molekul asphaltene pada fasa minyak karena gugus hidrofilik asphaltene tertutupi oleh gugus polar molekul resin sedangkan gugus rantai alkilnya akan bertendensi pada fasa minyak (Sulaiman dan Hadow, 2008). Menurut Xiaoli et al (2007), resin dapat mengatur sifat film emulsi asphaltene dengan “melonggarkan” interaksi silang film asphaltene pada antarmuka air-minyak (mengurangi elastisitas film emulsi per unit massa) atau “mensolvasi” asphaltene dan memindahkannya dari antarmuka (penurunan konsentrasi pada antarmuka).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
29
Faktor lain yang dapat mendestabilisasi emulsi yang distabilkan agregasi asphaltene – resin adalah efek pelarut. Dibawah kondisi adanya pelarut yang tidak disukai, resin dapat terdesorpsi dari molekul asphaltene sehingga dapat meningkatkan ukuran agregat asphaltene dan pada akhirnya molekul asphaltene akan mengendap. Model agregasi asphaltene ini disebut model stabilisasi sterik yang dikembangkan oleh Leontaritis dan Mansoori (Mansoori, 1997). Secara fisik, destabilisasi emulsi (demulsifikasi) terjadi melalui tiga tahapan, yaitu : • Flokulasi Flokulasi adalah proses agregasi dari dua atau lebih droplet emulsi tanpa ada gaya interaksi diantara keduanya. • Sedimentasi atau Creaming Creaming adalah proses pengambangan sedangkan sedimentasi merupakan proses pengendapan. Creaming dan sedimentasi dihasilkan dari perbedaan densitas antara dua fasa cairan dimana sedimentasi terjadi jika ∆ρ > 0 sedangkan creaming terjadi saat ∆ρ < 0. Pemisahan emulsi dengan proses sedimentasi umumnya terjadi pada pemisahan emulsi W/O sedangkan pemisahan emulsi dengan proses creaming terjadi pada pemisahan emulsi O/W. Kecepatan pengendapan dan pengembangan droplet ditentukan dengan persamaan stokes (Pena, 2003). (2.2)
vS adalah kecepatan sedimentasi/creaming, d diamater partikel droplet, Δρ selisih densitas antara fase pendispersi dan fase terdispersi, g percepatan gravitasi dan ηC viskositas fasa terdispersi. Berdasarkan persamaan tersebut dapat diketahui bahwa laju pengendapan dan pengembangan droplet berkurang jika partikel yang terdispersi
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
30
berukuran kecil dan mempunyai perbedaan yang kecil antara densitas fasa terdispersi dengan fasa pendispersinya. • Coalescence Coalescence adalah proses penggabungan droplet emulsi menjadi droplet yang lebih besar dengan adanya gaya interaksi diantara droplet – droplet emulsi tersebut. Adanya coalescence akan mereduksi luas permukaan total droplet, sehingga coalescence bertendensi pada terpisahnya fasa air dan minyak. Coalescence terjadi melalui tiga tahapan, yaitu mendekatnya droplet - droplet melewati fasa pendispersi, deformasi droplet untuk membentuk lapisan film tipis antar droplet, dan deformasi ketebalan film ini mencapai ketebalan kritis hingga akhirnya terjadi coalescence (Zapryanov et al, 1983).
2.5. Bottle Test dan %BS&W Bottle test adalah metode pengujian kestabilan emulsi yang menggunakan botol petrolite sebagai wadah untuk mengamati terjadinya pemisahan (Anggraeni, 2007). Performa demulsifier umumnya diuji menggunakan metode bottle-test (Mikula dan Munoz, 2010). Uji ini dilakukan dengan cara menambahkan demulsifier ke dalam botol yang berisi sampel emulsi. Hasil yang diamati dalam metode bottle test adalah persentase air yang terdekantasi atau air yang terpisah. Metode bottle test dapat digunakan untuk menentukan nilai % Basic sediment and water (% BS&W) fasa minyak yang dihasilkan setelah pemisahan. Nilai % BS&W adalah jumlah free water dan sedimen yang terdapat dalam sebuah sampel.
2.6. American Standard for Testing Materials (ASTM) ASTM merupakan metode standar yang digunakan untuk menguji karakteristik minyak bumi dan produk – produk minyak bumi. Jenis metode
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
31
ASTM diikuti dengan nomor seri tertentu. Nomor seri ini spesifik untuk setiap pengujian. Contoh metode ASTM dapat dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Contoh metode ASTM beserta aplikasinya Jenis ASTM
Aplikasi
ASTM D 1217-93
Metode standar untuk penentuan densitas dan relative density (specific gravity) cairan dengan Bingham Pycnometer
ASTM D 6560
Metode standar untuk penentuan asphaltene (heptane insolubles) dalam crude oil dan petroleum product
ASTM D 1796-04
Metode standar untuk penentuan Water and Sediment dalam bahan bakar minyak dengan metode sentrifuge
ASTM D 445-06
Metode standar untuk penentuan viskositas kinematik cairan transparan dan tidak transparan
2.7. Tegangan Antarmuka Tegangan antarmuka atau Interfacial Tension (IFT) adalah ukuran gaya molekuler yang berada pada batas antara dua fasa. Dua fasa yang memiliki IFT lebih rendah lebih mudah diemulsifikasi (Purwanto, 2006). Pada umumnya, tegangan antarmuka digunakan untuk menjelaskan karakteristik antarmuka cair – cair sedangkan tegangan permukaan digunakan untuk menjelaskan karakteristik permukaan gas – padat atau gas – cair.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
32
2.8. Instrumentasi Karakterisasi 2.8.1. X-ray Fluorescence Prinsip analisis dengan X‐Ray Fluorescence adalah mengidentifikasi kandungan suatu elemen dalam sampel dengan mendeteksi energi atau panjang gelombang emisi fluorescence yang dihasilkan karena perpindahan elektron dari orbital energi tinggi ke orbital energi yang lebih rendah (Papachristodoulou, 2009). Dalam peristiwa fluorescence, ketika sampel ditembak dengan sinar x, energi radiasi sinar x yang mengenai sampel akan mengeksitasi sampel dan mengeluarkan elektron orbital paling dalam. Peristiwa ini menyebabkan orbital tersebut kosong (kehilangan elektron). Ketika orbital paling dalam tersebut kosong, maka elektron dari orbital yang lebih tinggi akan mengisi orbital kosong tersebut sehingga menghasilkan emisi sekunder. Peristiwa terjadinya emisi sekunder ini disebut sebagai fluorescence. Emisi fluorescence merupakan energi yang dilepaskan sebagai foton dari sampel karena elektron dari orbital dengan energi yang lebih tinggi berpindah ke orbital dengan energi yang lebih rendah untuk menstabilkan atom. Pelepasan energi sebagai foton terjadi karena adanya perbedaan energi ikat (binding energy) diantara dua level orbital. Energi yang dilepaskan sebanding dengan perbedaan energi dua orbital yang terlibat dalam proses fluorescence dan lebih kecil daripada energi sumber sinar x yang dipakai untuk iradiasi. Karakteristik radiasi sekunder (emisi fluorescence) seperti energi dan panjang gelombang akan spesifik untuk setiap atom sehingga analisis dengan metode ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis dan jumlah elemen yang ada pada suatu sampel. Skema proses terjadinya fluorescence dapat dilihat pada gambar 2.12.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
33
[Sumber : Papachristodoulou, 2009] Gambar 2.12 Skema proses terjadinya fluorescence Analisis dengan X‐Ray Fluorescence (XRF) bersifat non‐destructive sehingga sering diaplikasikan untuk analisis elemen, baik major atau pun trace element, yang terkandung dalam sampel batuan, mineral, sedimen, cairan dan tanah. Skema peralatan XRF dapat dilihat pada gambar 2.13
[Sumber : Papachristodoulou, 2009] Gambar 2.13 Skema peralatan XRF
2.8.2. Dino Digital Microscope Dino digital microscope merupakan alat yang digunakan untuk uji visualisasi suatu objek berukuran skala mikrometer. Prinsip pengujian alat ini sama dengan mikroskop cahaya pada umumnya, namun alat ini mempunyai beberapa kelebihan, yaitu mampu melihat objek dengan perbesaran sampai
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
34
600 kali (perbesaran ini jauh lebih besar dibandingkan mikroskop cahaya biasa, seperti Mikroskop polarisasi Epiplan-Neofluar 0.8P dengan perbesaran maksimum 60 kali) dan terintegrasi dengan komputer sehingga untuk menentukan ukuran suatu objek hasil analisis dengan alat ini dapat diolah dengan mudah.
2.8.3. Turbiscan Analisis kestabilan fasa dengan turbiscan digunakan untuk analisis stabilitas asphaltene dalam minyak fraksi berat (Heavy Fuel Oil). Dalam analisis turbiscan diperoleh nilai angka pemisahan (Separability Number) dimana angka pemisahan tersebut memberikan gambaran terhadap tingkat kestabilan sampel yang dianalisis (Tabel 2.4). Angka pemisahan merupakan derajat kemudahan suatu dispersi untuk memisah, semakin besar nilai angka pemisahannya maka dispersi tersebut relatif semakin tidak stabil. Tabel 2.4 Tingkat kestabilan fasa berdasarkan nilai angka pemisahan Angka Pemisahan 0-5 5 - 10 Diatas 10
Tingkat Kestabilan Tinggi Medium Rendah
Turbiscan merupakan alat yang dapat digunakan untuk memonitor fenomena destabilisasi emulsi atau foam seperti migrasi partikel (sedimentasi/creaming) dan perubahan ukuran partikel (coalescence/flokulasi). Turbiscan sangat potensial digunakan sebagai alat karakterisasi stabilitas foam dan mempelajari mekanisme destabilisasi foam (Bennett et al, 2009). Prinsip analisis turbiscan adalah mengukur fenomena destabilisasi emulsi berdasarkan perubahan intensitas transmisi dan backscattering karena efek migrasi partikel terdispersi. Migrasi droplet emulsi dalam fasa pendispersi akan mempengaruhi transmisi dan backscattering foton yang mengenainya karena adanya perbedaan indeks refraktif diantara matrik droplet dan medium pendispersi. Jika terjadi pemisahan fasa, migrasi fasa terdispersi akan
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
35
menyebabkan perubahan transmisi dan backscattering sebagai fungsi dari ketinggian kompartemen sampel. Penurunan fluks atau intensitas foton ini disebabkan oleh interaksi difusi atau difraksi foton dengan fasa terdispersi (Zilles, 2005). Dalam analisis turbiscan, fenomena creaming terjadi jika intensitas backscattering dibagian atas kompartemen sampel meningkat sedangkan dibagian bawah menurun seiring dengan bertambahnya waktu (Gambar 2.14). Hal ini mengindikasikan bahwa rasio fasa terdispersi dengan fasa pendispersi dibagian atas kompartemen sampel meningkat sedangkan dibagian bawah menurun.
[Sumber : Zilles, 2005] Gambar 2.14 Spektrum turbiscan yang memperlihatkan fenomena creaming
Fenomena sedimentasi dan flokulasi terjadi jika intensitas backscattering dibagian atas kompartemen sampel menurun sedangkan dibagian bawah menigkat drastis seiring dengan bertambahnya waktu (Gambar 2.15). Hal ini mengindikasikan bahwa bahwa rasio fasa terdispersi terhadap fasa pendispersi dibagian bawah kompartemen sampel meningkat sedangkan dibagian atas menurun.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
36
[Sumber : Zilles, 2005] Gambar 2.15 Spektrum turbiscan yang memperlihatkan fenomena sedimentasi/flokulasi
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah water bath (StanhopeSeta 18200-2) dan botol petrolite ukuran 100 mL untuk uji Bottle Test, Sentrifuge (Hettich Zentrifugen Rotanta 460R) dan Tube Sentrifuge (ASTM D 95) untuk uji % BS&W, pipet mikro (socorex Acura 825 Autoclavable), Micro Slides Corning 2947 dan Dino Digital Microscope AM 451 dengan perbesaran 600 kali yang ditunjang dengan software ImageJ seri 142 untuk penentuan tipe emulsi dan diameter rata – rata droplet emulsi, X-Ray Fluorescence (Panalytical Axios) untuk penentuan kandungan logam dan trace hydrocarbon, Turbiscan Heavy Fuel Classic 2000 untuk uji kestabilan emulsi dan fasa minyak, magnetic stirrer, pHmeter untuk mengukur pH free water, Picnometer untuk penentuan densitas slop oil, Viskometer (Precision Kinematic Viscocity Bath & Cannon RR5 size 5/4) untuk uji viskositas kinematik pada suhu 40 0C, alat gelas (labu ukur 50 mL dan 100 mL, beaker glass 250 mL dan 500 mL, gelas ukur 500 mL, pipet ukur 10 mL, 2 mL dan 5 mL), kertas saring (Advantec SC 110 mm), stop watch, pipa kapiler dan jangka sorong.
3.1.2. Bahan Sampel slop oil yang digunakan dalam penelitian ini ada tiga jenis, yaitu Slop Oil tanki B (T-B), tanki E (T-E) dan tangki G (T-G) yang diambil dari Unit Pengolahan Minyak Mentah VI PT Pertamina (Persero), Balikpapan (gambar 2.6). Bahan kimia yang digunakan untuk formulasi demulsifier adalah surfaktan resin alkoksi RSN 20.5, 17.5 dan 7 dengan urutan hidrofilisitas RSN 20.5 > RSN 17.5 > RSN 7, Alkil benzen sulfonat sebagai co-solvent atau zat penstabil demulsifier berbasis surfaktan multikomponen, dan Toluena sebagai pelarut. Bahan untuk formulasi demulsifier diperoleh dari Harvest. Untuk pengaruh penambahan asam 37 Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
38
dan basa atau pengaruh pH free water digunakan akuades, NaOH 0,02 M, 12 M, dan 2,4 M, HCl pekat, HCl 1 M, 0,02 M dan 2,4 M, untuk pelarut sampel digunakan kerosen dan nafta, untuk uji % BS&W, analisis turbiscan dan analisis kandungan asphaltene digunakan n-heptana dan toluena. Bahan kimia tersebut diperoleh dari Merck.
3.2. Prosedur Kerja
3.2.1. Preparasi Slop Oil Pengambilan slop oil dilakukan berdasarkan ketinggian tanki yaitu slop oil dari tanki bagian atas (top), tengah (middle), dan bawah (bottom). Masing-masing bagian kemudian dicampurkan hingga homogen dengan perbandingan 30% (v/v) top ; 30% (v/v) middle ; 40% (v/v) bottom. Khusus slop oil T-B, diambil dari pipa alir slop oil masuk pada tanki B.
3.2.2. Karakterisasi Slop Oil
3.2.2.1. Penentuan Kandungan Asphaltene Penentuan kandungan asphaltene pada slop oil dilakukan berdasarkan metode ASTM D 6560-00 atau IP 143/01. Sebanyak 1 gram slop oil yang akan dianalisis kandungan asphaltene-nya dicampurkan dengan 30 mL n-heptana dalam labu bulat 250 mL. Kemudian me-refluks campuran tersebut selama 1 jam. Mendinginkan campuran tersebut ditempat gelap selama 90 – 150 menit pada suhu ruang. Endapan asphaltene yang terbentuk kemudian disaring dengan kertas saring sambil dicuci dengan n-heptana panas, setelah itu endapan tersebut dikeringkan untuk menguapkan n-heptana. Setelah endapan mengering, endapan tersebut ditimbang dan kandungan asphaltene yang diperoleh dihitung sebagai % asphaltene (w/w) berdasarkan persamaan (3.1).
% Asphaltene=
Massa Endapan x 100% Massa Sampel
(3.1)
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
39
3.2.2.2. Penentuan Spesific Gravity Penetuan densitas slop oil dilakukan berdasarkan metode ASTM D 121793. Sebelum pengukuran densitas dengan piknometer volume 9,547 cm3, harus dipastikan bahwa piknometer dalam kondisi kering, bersih dan saat pemakaiannya tidak dipegang tangan secara langsung. Piknometer yang sudah bersih dan kering kemudian ditimbang berat kosongnya. Selanjutnya piknometer tersebut diisi sampai penuh oleh slop oil yang akan dianalisis densitasnya kemudian berat piknometer yang terisi sampel slop oil tersebut juga ditimbang pada suhu ruang. Densitas slop oil ditentukan berdasarkan persamaan (3.2).
Densitas (gr/mL) =
Massa Sampel Volume piknometer
(3.2)
Nilai Spesific gravity 60/60 0F dan API Gravity 60 0F slop oil ditentukan berdasarkan hasil konversi dari densitas slop oil menggunakan tabel konversi densitas.
3.2.2.3. Penentuan Water & Sediment Content Water & Sediment content ditentukan berdasarkan metode ASTM D 1796-04. Prosedur penentuan Water & Sediment content sama dengan prosedur penentuan % BS&W. Water & sediment content ditentukan dengan cara mengisi tabung sentrifuge ukuran 100 ml dengan sampel yang akan dianalisis dan toluena dengan perbandingan (v/v) 50 : 50, kemudian sentrifuge campuran sampel dan toluena tersebut selama 10 menit pada suhu 60 0C dengan putaran 600 rcf (relative centrifugal force) atau setara dengan 3270 rpm. % Water & sediment content ditentukan berdasarkan persamaan (3.3).
% BS&W =
Volume water & Sediment ×100% Volume sampel
(3.3)
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
40
3.2.2.4. Penentuan Viskositas Kinematik Viskositas kinematik pada suhu 40 0C ditentukan berdasarkan metode ASTM D 445-06. Viskositas kinematik slop oil pada suhu 40 0C diukur dengan menggunakan viscocity bath dan kapiler cannon R nomor 4, 5, dan 8 untuk sampel non transparan. Pada penentuan viskositas kinematik slop oil, waktu alir sampel pada pipa kapiler ditentukan. Selanjutnya viskositas kinematik slop oil pada suhu 40 0C ditentukan berdasarkan persamaan (3.4).
Viskositas Kinematik (cSt) = Tetapan viskometer (cSt/s) × waktu alir (s)
(3.4)
3.2.2.5. Penentuan Kandungan Logam & Trace Hydrocarbon Penentuan kandungan logam & trace hydrocarbon dilakukan dengan analisis X-Ray Fluorescence (XRF). Untuk penentuan kadar logam digunakan deret standar logam V, Ni, Fe, Al, Si, Hg dan Cu. Setelah standar kalibrasi untuk logam-logam yang akan dianalisis telah siap, sampel slop oil sebanyak 5 gram ditempatkan pada kompartemen sampel kemudian dimulai analisis dengan menekan tombol start pada instrumen XRF.
3.2.2.6. Penentuan Tipe Emulsi Tipe emulsi slop oil ditentukan dengan menggunakan Dino Digital Microscope AM 451 dengan perbesaran 600 kali. Untuk menentukan diameter rata – rata droplet fasa terdispersi, hasil analisis mikrograf diolah dengan software pengolahan mikrograf ImageJ 142. Penentuan tipe emulsi slop oil dilakukan dengan cara meneteskan sampel yang akan dianalisis sebanyak 1 tetes pada kaca micro slide yang sudah dibersihkan, kemudian tempatkan sampel tersebut diatas kompartemen sampel tepat diatas sumber cahaya. Tentukan perbesaran lensa alat pada perbesaran 600 kali. Selanjutnya fokus lensa diatur sedemikian rupa agar diperoleh gambar dengan kualitas yang tepat. Tipe emulsi minyak mentah ditentukan saat sebelum demulsifikasi dan setelah demulsifikasi.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
41
3.2.3. Formulasi dan Screening Demulsifier
3.2.3.1. Formulasi Demulsifier Pada penelitian ini dibuat tiga jenis demulsifier, yaitu demulsifier singlecomponent, dual-component dan multi-component. Prosedur formulasi ketiga jenis demulsifier tersebut adalah sebagai berikut : •
Jenis demulsifier single-component masing – masing diberi kode sebagai RSN 20.5, RSN 17.5, dan RSN 7. Demulsifier RSN 20.5, RSN 17.5, dan RSN 7 dibuat dengan mencampurkan masing – masing resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, dan RSN 7 dengan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 30% : 70% (w/w). Selanjutnya campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen.
•
Jenis demulsifier dual-component masing – masing diberi kode sebagai RSN 20.5/17.5, RSN 20.5/7, dan RSN 17.5/7. Demulsifier RSN 20.5/17.5 dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 15% : 15% : 70% (w/w). Kemudian mengocoknya dengan tangan sampai homogen. Demulsifier RSN 20.5/7 dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 7, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 15% : 15% : 70% (w/w) sedangkan demulsifier RSN 17.5/RSN 7 dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 17.5, RSN 7, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan yang sama. Selanjutnya masing – masing campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen.
•
Jenis demulsifier multi-component masing – masing diberi kode sebagai DM, DM A, DM B dan DM C. DM dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7 dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 10% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 73% toluena (w/w). Selanjutnya campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen. DM A dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen sulfonat, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 7% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 10%
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
42
RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena. Selanjutnya masing – masing campuran tersebut dikocok dengan tangan sampai homogen. DM B dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen sulfonat, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 15% RSN 20.5 : 5% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% toluena. Dan DM C dibuat dengan mencampurkan resin alkoksi RSN 20.5, RSN 17.5, RSN 7, alkil benzen sulfonat, dan toluena dalam botol ukuran 10 mL dengan perbandingan 10% RSN 20.5 : 10% RSN 17.5 : 7% RSN 7 : 1% Alkil Benzen Sulfonat : 72% wt toluena.
3.2.3.2. Screening Demulsifier Screening Demulsifier adalah metode yang digunakan untuk menguji performa tiap demulsifier yang diformulasi untuk memisahkan air dari minyak dalam emulsi slop oil. Pengujian dilakukan dengan mengisi 10 botol petrolite masing – masing dengan 50 mL salah satu sampel slop oil sebagai pembanding (dalam hal ini digunakan slop oil T-G karena slop oil ini berasal dari tangki tempat demulsifier diinjeksikan (gambar 2.6)), kemudian menambahkan ke dalam botol petrolite tersebut masing-masing demulsifier yang sudah diformulasikan sesuai tabel 2.2 dengan kadar 1%. Selanjutnya botol petrolite dimasukan ke dalam water bath dengan suhu konstan 60 0C untuk proses demulsifikasi. Besarnya % Pemisahan air diamati setelah waktu interaksi selama 1 jam. Demulsifier yang dapat memisahkan air lebih banyak dengan kondisi yang sama merupakan demulsifier yang paling efektif sehingga demulsifier yang memberikan % pemisahan air yang lebih besar ini akan digunakan pada langkah penelitian selanjutnya.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
43
3.2.4. Demulsifikasi Slop Oil Demulsifikasi dilakukan dengan metode bottle test. Optimasi kondisi demulsifikasi dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan pH
3.2.4.1. Pengaruh Konsentrasi Demulsifier Uji pengaruh konsentrasi demulsifier dilakukan dengan metode bottle test. Uji pengaruh konsentrasi demulsifier dilakukan pada slop oil T-B, T-E dan TG menggunakan demulsifier yang paling baik pemisahanya berdasarkan hasil screening demulsifier yaitu DM A kadar 100%. Ke dalam botol petrolite ukuran 100 mL sampel slop oil dimasukan sebanyak 50 mL, kemudian memasukan demulsifier DM A ke dalam botol petrolite tersebut dengan variasi kadar demulsifier yang digunakan yaitu 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Volume penambahan demulsifier pada slop oil dengan variasi konsentrasi dapat dilihat pada tabel 3.1. Tabel 3.1 Volume DM A yang ditambahkan Konsentrasi Demulsifier 0,5% 1% 1,5% 2%
Konsentrasi DM A yang digunakan 100% 100% 100% 100%
Volume DM A yang ditambahkan 250 µL 500 µL 750 µL 1000 µL
Selanjutnya mengocok campuran tersebut dengan tangan selama 3 menit. Botol petrolite yang sudah diisi demulsifier dan slop oil tersebut kemudian dimasukan ke dalam water bath pada suhu 60 0C untuk di-settling selama 60 menit. Setelah settling 60 menit, kualitas dan besarnya volume pemisahanya diamati dengan kasat mata menggunakan lampu penerang. Hasil pengamatan ditentukan sebagai besarnya volume fasa air dan sludge yang terpisah dari fasa minyak mentah. % pemisahan airnya ditentukan dengan persamaan (3.5). % Pemisahan Air =
Volume air yang terpisah ×100% Volume slop oil
(3.5)
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
44
3.2.4.2. Pengaruh Waktu Interaksi Uji pengaruh waktu interaksi atau settling time dilakukan seiring dengan dilakukanya uji pengaruh konsentrasi dengan metode bottle test (Prosedur 3.2.4.1). Namun dalam uji pengaruh waktu interaksi, % pemisahan airnya diamati setiap 10 menit selama 60 menit setelah settling dimulai (6 kali pengamatan). Besarnya % pemisahan airnya juga ditentukan berdasarkan persamaan (3.5).
3.2.4.3. Pengaruh pH Uji pengaruh perubahan pH free water terhadap efektivitas pemisahan air dari minyak mentah dalam emulsi slop oil dilakukan dengan metode bottle test menggunakan slop oil T-E sebagai sampling reference dan demulsifier yang memberikan pemisahan optimal yaitu DM A kadar 1%. Pengaruh pH hanya dilakukan pada slop oil T-E sebagai sampling reference dengan asumsi walaupun ketiga slop oil yang digunakan diambil dari tiga tangki yang berbeda namun ketiganya berasal dari sumber yang sama. Ke dalam botol petrolite ukuran 100 mL dimasukan sampel slop oil T-E sebanyak 50 mL, kemudian ditambahkan larutan NaOH dan HCl sesuai tabel 3.2, sehingga estimasi pH free water-nya menjadi pH 1, 3, 5, 7, 9, 11, 13 yang diukur menggunakan pH meter setelah pemisahan. Selanjutnya ke dalam botol petrolite tersebut ditambahkan demulsifier DM A dengan kadar 1%. Kemudian mengocok campuran tersebut dengan tangan selama 3 menit. Botol petrolite yang sudah diisi demulsifier dan slop oil tersebut lalu dimasukan ke dalam water bath pada suhu 60 0C untuk di-settling selama 60 menit. Setelah settling 60 menit, kualitas dan besarnya volume pemisahanya diamati dengan kasat mata menggunakan lampu penerang. Hasil pengamatan dibaca sebagai besarnya volume fasa air dan sludge yang terpisah dari fasa minyak mentah. Besarnya % pemisahan airnya ditentukan dengan persamaan (3.5).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
45
Tabel 3.2. Volume dan konsentrasi asam - basa Volume Asam & Basa yang Ditambahkan 0,2 mL HCL 12 M
pH free water
1
0,05 mL HCL 1 M
3
0,02 mL HCL 0,02 M
5
Tanpa penambahan asam-basa
7
0,02 mL NaOH 0,02 M
9
0,05 mL NaOH 2,4 M
11
0,2 mL NaOH 12 M
13
3.2.5. Analisis Turbiscan Analisis kestabilan fasa dengan turbiscan dilakukan untuk mengetahui tingkat kestabilan emulsi slop oil sebelum demulsifikasi dan fasa minyak hasil demulsifikasi. Analisis turbiscan dilakukan berdasarkan metode ASTM D 7061 yang dimodifikasi. Analisis turbiscan dilakukan dengan mengambil 15 mL sampel yang akan dianalisis kemudian dicampurkan dengan 135 mL toluena dalam beaker glass 500 mL. Campuran ini selanjutnya dikocok dengan stirer selama 2 jam. Setelah itu, campuran tersebut diambil 2 mL dan ditambahkan dengan 23 mL n-heptana dalam beaker glass 250 mL. Campuran ini dikocok dengan stirer kembali selama 6 detik, kemudian dari campuran tersebut diambil 7 ml lalu dimasukan ke dalam kompartemen sampel turbiscan untuk dianalisis. Analisis turbiscan dilakukan selama 15 menit. Hasil analisis turbiscan ini adalah nilai angka pemisahan (separability number) dan beberapa parameter lainnya seperti kecepatan migrasi, densitas fasa minyak, diameter ekuivalen fasa terdispersi dan densitas fasa terdispersi yang ditentukan berdasarkan Hukum Sedimentasi/Modifikasi Hukum Stokes (Goldszal et al, 2000) pada persamaan (3.6).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
46
V (φ , d ) =
ρ
p
− ρc × g × d 18 × v × ρ c
(3.6)
[1 − φ ]
2
4 , 6φ 1 + (1 − φ ) 3
Dimana V adalah kecepatan migrasi partikel (m/s), ρc dan ρp adalah densitas fasa pendispersi (kg/m3) dan densitas fasa terdispersi (kg/m3) dan g adalah konstanta gravitasi.
3.2.6. Analisis Tegangan Antarmuka Analisis tegangan antarmuka dilakukan dengan metode pengukuran ketinggian permukaan air pada pipa kapiler yang dicelupkan pada fasa minyak-air. Analisis tegangan antarmuka air-minyak dilakukan setelah proses demulsifikasi untuk melihat perubahan gradien tegangan antarmuka air-minyak karena adanya proses pemisahan dua fasa tak bercampur. Pengukuran tegangan antarmuka dilakukan dengan mencelupkan pipa kapiler ke dalam sampel slop oil yang telah mengalami demulsifikasi sehingga fasa air dan minyaknya terpisah, kemudian mengukur ketinggian cairan, h pada pipa kapiler yang diukur dari batas atas cairan minyak dengan menggunakan jangka sorong. Densitas sampel yang dianalisis ditentukan dengan piknometer (Prosedur 3.2.2.2)
3.2.7. Analisis % BS&W Analisis % BS&W dilakukan dengan uji top cut. Analisis % BS&W dengan uji top cut dilakukan dengan cara mengambil bagian atas minyak dari hasil bottle test pada jarak ± 1 cm dari batas atas permukaan fasa minyak dengan pipet secara hati – hati (agar fasa air dibawahnya tidak terbawa) sebanyak 50 mL atau disesuaikan dengan kondisi hasil pemisahannya. Analisis % BS&W menggunakan toluena yang sudah dijenuhkan sebagai pelarut. Analisis % BS&W dilakukan dengan menyiapkan dua buah tube centrifuge ukuran 100 mL yang mempunyai bentuk dan spesifikasi yang sama, kemudian mengisi salah satu tube tersebut dengan sampel yang akan dianalisis dan toluena dengan perbandingan 50 : 50 (v/v) dan tube lainnya diisi oleh air dengan volume
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
47
yang sama. Sebelum dimasukan ke dalam peralatan sentrifuge, kedua tube tersebut dikocok dengan tangan 2-3 kali agar campuran pelarut dan sampel homogen. Untuk menghindari sampel tumpah saat diputar dalam sentrifuge, lubang tube harus disumbat dengan penutup kayu sampai rapat. Selanjutnya memasukan kedua tube tersebut ke dalam peralatan sentrifuge dengan pengaturan alat sesuai ASTM D 4007 – 02, yaitu dengan putaran 600 rcf, suhu 60 0C dan waktu putaran selama 10 menit. Setelah sentrifuge selesai, % BS&W dibaca sebagai % volume air dan sludge yang terpisah dari fasa minyak sesuai persamaan (3.7).
% BS&W =
Volume water & sediment ×100% Volume sampel
(3.7)
Pada pengamatan % volume air dan sludge yang terpisah harus dilakukan dibawah lampu penerang agar penentuan besarnya volume air dan sludge yang terpisah lebih tepat.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
48
3.2.8. Alur Penelitian
Karakterisasi
Preparasi Slop Oil
Analisis Tegangan Antarmuka, Analisis Turbiscan, dan %BS&W
Formulasi Demulsifier (singlecomponent, dualcomponent dan multi-component)
Densitas (ASTM D 1217-93)
Slop Oil T-B, T-E dan T-G
Asphaltene Content (ASTM D 656000/IP 143/01)
Screening Demulsifier
Metal Content & Trace Hidrokarbon (XRF)
Bottle Test
Water & Sediment Content (ASTM D 1796-04)
Viskositas Kinematik 40 0C (ASTM D 445-06)
Penentuan Tipe Emulsi
Uji Pengaruh pH
Uji Pengaruh Konsentrasi Demulsifier
Uji Pengaruh Waktu Interaksi
Hasil Pemisahan Fasa Minyak-air
Fasa Minyak-Air
Analisis Tegangan antar muka
Fasa Minyak
Analisis %BS&W
Analisis Turbiscan
Gambar 3.1. Alur kerja penelitian
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Preparasi Slop Oil Sampel slop oil yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tangki B (TB), tangki E (T-E), dan tangki G (T-G). Pemilihan pengambilan sampel pada tangki - tangki tersebut bertujuan untuk mengetahui karakteristik emulsi slop oil pada masing – masing tahap pengolahan. Slop oil T-B merupakan sampel slop oil dari pengolahan tahap pertama sedangkan slop oil T-E dan T-G merupakan sampel slop oil dari pengolahan tahap kedua dan ketiga. Pengambilan sampel pada tangki B dilakukan pada pipa alir sebelum masuk tangki B sedangkan pada tangki E dan G diambil dari badan tangki bagian atas (top), tengah (middle), dan bawah (bottom). Oleh karena itu, untuk menguji sifat emulsi dan daya pemisahan terhadap ketiga sampel tersebut, khusus slop oil T-E dan T-G harus dicampurkan terlebih dahulu dengan perbandingan 30% top : 30% middle : 40 bottom. Perbandingan ini disesuaikan dengan perbandingan luas daerah top, middle, dan bottom pada badan tangki, sehingga campuran ketiga bagian sampel tersebut memperlihatkan karakteristik emulsi slop oil pada tangki E dan tangki G secara keseluruhan.
4.2. Karakterisasi Slop Oil 4.2.1. Karakteristik Slop Oil Hasil karakterisasi slop oil T-B, T-E, dan T-G diperlihatkan pada tabel 4.1. Karakterisasi slop oil meliputi densitas (Spesific Gravity/API Gravity), viskositas, kandungan asphaltene, water & sediment content, metal content dan % kandungan hidrokarbon (CH2 Oil trace). Karakterisasi slop oil dilakukan untuk mengetahui sifat fisika-kimia emulsi slop oil. Hal ini dilakukan untuk memudahkan memilih metode pengolahan slop oil yang lebih tepat. Berdasarkan hasil penentuan densitas dan spesific gravity slop oil, dapat diketahui bahwa slop oil T-B, T-E, dan T-G mempunyai densitas dan 49 Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
50
spesific gravity < 1. Hal ini menunjukan bahwa ketiga slop oil yang digunakan mengandung komponen minyak. Komponen minyak yang terkandung dalam ketiga slop oil merupakan minyak fraksi berat (Heavy Crude Oil), karena ketiga slop oil tersebut mempunyai derajat API gravity < 20. Viskositas dan water content ketiga sampel slop oil bervariasi, slop oil T-B memiliki viskositas dan water content paling besar dibandingkan slop oil T-E dan T-G. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar kandungan air yang teremulsi, maka viskositas akan semakin meningkat. Tabel 4.1. Hasil karakterisasi slop oil T-B, T-E dan T-G Parameter Uji/Slop Oil API Gravity at 60 F Spesific Gravity 60 F Densitas at 15 C (gr/mL) Viskositas Kinematik 40 C (cSt) Asphaltene Content (wt%) Water Content (wt%) Sediment Content (wt%) Al Content (ppm) Ni Content (ppm) V Content (ppm) Si Content (ppm) Na Content (ppm) % CH2 Oil Trace (wt%)
T-B 11,8 0,9876 0,9872
T-E 19,4 0,9377 0,9372
T-G 18,5 0,9437 0,9431
2318,350
31,732
62,451
4,505 82 8 1195,295 0,825 8,143 1344,538 236,527 94,591
8,370 34 2 601,609 0,649 7,552 904,459 231,754 99,825
8,314 25 18 3307,991 1,365 8,731 3433,496 265,431 91,997
Pada penentuan kandungan asphaltene dan water content, diketahui bahwa slop oil T-B mengandung asphaltene 4,505% dan water content yang paling tinggi dibandingkan slop oil T-E dan T-G. Kandungan asphaltene slop oil T-B lebih rendah daripada slop oil T-G (8,314%) dan T-E (8,370%). Dengan demikian, slop oil T-B memiliki kandungan asphaltene yang rendah sedangkan water content tinggi, sehingga dapat disimpulkan bahwa emulsi slop oil T-B memiliki kestabilan yang lebih rendah daripada slop T-E dan T-G. Namun, besarnya kandungan asphaltene dalam minyak mentah tidak mempengaruhi kestabilan emulsi secara langsung. Hal ini karena kestabilan emulsi minyak mentah dipengaruhi oleh derajat solvasi agregasi asphaltene-
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
51
resin bukan oleh kandungan total asphaltene saja (Ekott, Emmanuel dan Akpabio, 2011). Pada analisis kandungan logam, slop oil T-B, T-E, dan T-G mengandung logam Al, Ni, V, Si, dan Na. Dalam slop oil, logam – logam tersebut terlarut dalam fasa air atau tersolvasi dalam fasa minyak dalam bentuk senyawaan organometalik. 4.2.2. Tipe Emulsi Slop Oil Tipe emulsi minyak mentah sangat dipengaruhi oleh sifat emulsifier alamiah yang menstabilkan emulsi dan rasio fasa air dengan fasa minyak yang membentuk sistem emulsi. Tipe emulsi minyak mentah biasanya membentuk emulsi air dalam minyak (W/O), karena kandungan fasa minyak yang lebih dominan dibandingkan fasa air. Diamater droplet emulsi w/o biasanya berukuran antara 0,1 – 100 μm, beberapa nanometer atau lebih besar sampai ratusan mikrometer (Schramm dan Kutay, 2010). Pada penelitian tipe emulsi minyak mentah Duri diketahui bahwa tipe emulsi minyak mentah Duri adalah tipe emulsi W/O dengan diamater droplet air sebelum demulsifikasi antara 625 – 750 μm, sedangkan setelah demulsifikasi diamater droplet air menjadi 15 μm (Anggraeni, 2007). Sedangkan pada penelitian tipe emulsi minyak mentah asal Norwegia diketahui bahwa tipe emulsinya adalah w/o dengan ukuran droplet air antara 10-30 µm sedangkan ketika terjadi coalescence akan menghasilkan ukuran droplet air yang lebih besar dan akhirnya akan mendestabilisasi emulsi w/o (Sjo¨blom et al, 2003). Menurut Pena (2004), fasa terdispersi dalam emulsi minyak mentah umumnya membentuk tetesan berbentuk bulatan seperti bola (spherical drop). Pada penelitian ini tipe emulsi dan diamater rata- rata droplet air yang terdispersi dalam emulsi slop oil ditentukan dengan Dino Digital Microscope perbesaran 600 kali. Pentuan tipe emulsi slop oil dilakukan pada sampel slop oil T-B, T-E dan T-G. Hasil pengamatan morfologi emulsi slop oil T-B, T-E dan T-G dan dimater rata – rata dropletnya dapat dilihat pada gambar 4.1 dan tabel 4.2 Berdasarkan hasil pengamatan tersebut dapat diketahui bahwa tipe emulsi slop oil T-B, T-E dan T-G adalah emulsi air
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
52
dalam minyak (emulsi w/o). Hal ini didasarkan pada penentuan % BS&W slop oil T-E dan T-G yang mengandung air masing – masing sebesar 34% dan 25% sedangkan slop oil T-B sebesar 80%. Walaupun memiliki kandungan air yang lebih dominan daripada kandungan minyak, emulsi slop oil T-B tetap membentuk emulsi w/o dengan ukuran diamater droplet yang lebih besar. Hal ini karena agregasi asphaltene-resin pada slop oil T-B cukup untuk mengemulsi air yang terdispersi dimana fenomena ini dibuktikan dengan warna slop oil T-B yang berwarna hitam dan viskositas kinematik yang sangat tinggi (2318,35 cSt).
a
b
c
d
Gambar 4.1 Pengamatan emulsi slop oil T-B (a), T-E (b) dan T-G (c) sebelum demulsifikasi dan T-E setelah demulsifikasi (d)
Tabel 4.2 menunjukan bahwa diameter droplet emulsi slop oil T-B, T-E, dan T-G masing – masing 416, 394, dan 300 µm, ukuran diameter droplet tersebut lebih besar dari 0,4 µm, sehingga emulsi slop oil termasuk makroemulsi. Berdasarkan ukuran diameter droplet air yang terdispersi, kestabilan emulsinya dapat diprediksi, emulsi dengan ukuran droplet air yang lebih kecil lebih stabil dibandingkan emulsi dengan droplet air yang lebih besar (Brandvik dan Daling, 1991).
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
53
Tabel 4.2. Diameter rata – rata droplet air dalam emulsi slop oil T-B, T-E dan T-G sebelum demulsifikasi dan T-E setelah demulsifikasi Sampel
Slop Oil T-B Slop Oil T-E Slop Oil T-G Slop Oil T-E setelah demulsifikasi
Diameter rata - rata (μm) 416 394 300 171
Emulsi dengan ukuran droplet yang lebih besar besar mudah mengalami flokulasi dan coalesence karena berkurangnya efek sterik antar droplet dan semakin besarnya perbedaan massa jenis diantara fasa terdispersi dan medium pendispersi. Untuk mengetahui pengaruh demulsifikasi terhadap ukuran droplet air, slop oil T-E diambil sebagai sampling reference. Setelah demulsifikasi, ukuran diameter tetesan air pada emulsi slop oil T-E lebih kecil dibandingkan sebelum demulsifikasi, ukuran droplet slop oil T-E setelah demulsifikasi mengalami penurunan sebesar 56,6%. Selain itu, distribusi droplet air yang terdispersi lebih kecil dibandingkan sebelum demulsifikasi. Hal ini karena demulsifier mampu mendesorpsi agregasi asphaltene-resin pada batas antar muka emulsi w/o, sehingga lapisan film emulsi akan menipis dan efek sterik antar droplet air berkurang. Fenomena ini mengakibatkan droplet air akan mudah mengalami coalescence. Tabel 4.2 menunjukan bahwa fasa minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi masih mengandung droplet air dengan ukuran yang jauh lebih kecil dibandingkan sebelum demulsifikasi. Hal ini terjadi karena adanya droplet emulsi slop oil yang berukuran sangat kecil (nanoemulsi/mikroemulsi) sehingga droplet emulsi tersebut sukar mengalami coalescence.
4.3. Screening Demulsifier Screening demulsifier bertujuan untuk mengetahui performa demulsifier hasil formulasi. Pada uji ini digunakan 3 jenis demulsifier yaitu demulsifier singlecomponent, dual-component, dan multi-component. Persentase komposisi dan jenis surfaktan yang digunakan dapat dilihat pada tabel 2.2.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
54
[McLean dan Kilpatrick, 1997] Gambar 4.2 Ilustrasi solvasi molekul asphaltene oleh toluena (a) dan agrgeasi asphaltene-resin oleh gugus fungsi polar pada surfaktan (b)
Secara umum demulsifier yang digunakan mengandung 70% toluena sebagai pelarut dan 30% surfaktan sebagai zat aktif permukaan. Screening demulsifier diuji pada slop oil T-E dengan konsentrasi demulsifier yang digunakan sebesar 1%. Zat aktif yang digunakan sebagai demulsifier adalah resin alkoksi. Struktur molekul resin alkoksi mengandung polimer gugus fungsi etilen oksida dan gugus aromatis (Gambar 2.7). Penggunaan toluena berfungsi untuk mencegah terbentuknya agregasi asphaltene-resin sedangkan surfaktan berfungsi untuk mendestabilisasi agregasi asphaltene-resin dimana toluena dan gugus fungsi polar pada surfaktan dapat mensolvasi molekul asphaltene ke dalam fasa minyak dengan menutupi gugus polar asphaltene melalui interaksi overlap π – π dan ikatan hidrogen, sehingga agregasi asphaltene-resin kehilangan sifat antarmukanya (McLean dan Kilpatrick, 1997). Ilustrasi solvasi molekul
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
55
asphaltene dan agregasi asphaltene-resin karena adanya toluena dan gugus fungsi polar pada surfaktan dapat dilihat pada gambar 4.2. Oleh karena itu, demulsifier yang distabilkan oleh agregat asphaltene -resin lebih tepat jika diformulasikan dengan mengkombinasikan pemakaian pelarut aromatis dan surfaktan non ionik yang memiliki karakteristik yang mirip dengan molekul resin (memiliki gugus fungsi polar dan struktur aromatis). Gambar 4.3 memperlihatkan hasil pengujian screening demulsifier. Pada gambar 4.3 dapat dilihat bahwa demulsifier single-component RSN 7 menunjukan pemisahan lebih baik dibandingkan demulsifier RSN 20.5 dan RSN 17.5. Besarnya % pemisahan air yang dihasilkan dengan menggunakan demulsifier RSN 7 adalah 36,60 % sedangkan pada penambahan demulsifier RSN 20.5 dan RSN 17.5 tidak terjadi pemisahan air. Hal ini karena demulsifier yang diformulasi dari surfaktan alkoksi RSN 20.5 dan RSN 17.5 memiliki derajat hidrofilitas yang lebih tinggi dibandingkan demulsifier dengan resin alkoksi RSN 7. Hal ini karena surfaktan yang memiliki derajat hidrofilitas tinggi, memiliki rantai etilen oksida yang lebih panjang sehingga ketika gugus rantai etilen oksida berinteraksi dengan gugus polar pada asphaltene menimbulkan efek crowded. Oleh karena itu, demulsifier yang diformulasi dari surfaktan yang memiliki derajat hidrofilitas tinggi menyebabkan efek solvasi agregat asphaltene – resin tidak efektif sehingga pemisahanya tidak optimal. Fenomena yang sama juga terjadi pada screening demulsifier dual-component. Pada screening demulsifier dual-component, demulsifier RSN 17.5/7 dan RSN 20.5/7 menghasilkan % pemisahan air masing – masing 38,30% dan 13,30% sedangkan pada penambahan demulsifier RSN 20.5/17.5 tidak terjadi pemisahan air. Hasil ini menunjukan bahwa demulsifier yang mengandung surfaktan resin alkoksi RSN 7 memperlihatkan % pemisahan air yang baik dibandingkan demulsifier yang tidak mengandung surfaktan resin alkoksi RSN 7. Hasil screening demulsifier dual-component memperlihatkan bahwa % pemisahan air meningkat sebesar 4,6% jika mengkombinasikan surfaktan RSN 7 dengan RSN 17.5 sebagai demulsifier.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
56
Gambar 4.3 Grafik hasil screening demulsifier single-component (warna hijau), dual-component (warna merah), multi-component tanpa ABS (warna coklat), dan multi-component dengan penambahan ABS (warna biru) Oleh karena demulsifier dengan kombinasi RSN 17.5 dan RSN 7 memberikan % pemisahan yang lebih baik dibandingkan demulsifier yang hanya mengandung RSN 7 saja, maka untuk mengetahui pengaruh kombinasi tiga surfaktan dilakukan uji demulsifier multi-component dengan membuat formulasi demulsifier dari gabungan ketiga surfaktan sejenis dengan RSN yang berbeda. Sifat hidrofilisitas/hidrofobisitas ketiga surfaktan tersebut berbeda, sehingga ketika ketiganya dicampurkan akan membentuk campuran koloid yang tidak stabil. Oleh karena itu, untuk menghindari pembentukan koloid yang tidak stabil tersebut, digunakan co-solvent atau zat penstabil yaitu Alkil benzen sulfonat (ABS). Dari gambar 4.3 dapat dilihat walaupun efek penambahan ABS pada demulsifier multi-component tidak memberikan efek pemisahan yang signifikan tetapi demulsifier multi-component dengan adanya ABS (DM A, DM B, dan DM C) mampu meningkatkan % pemisahan air sebesar 9,3% dibandingkan demulsifier multi-component tanpa penambahan ABS (DM). Hal ini karena ABS bersifat sebagai surfaktan, zat ini dalam demulsifier multi-component mampu menstabilkan campuran tiga surfaktan yang berbeda sifat solubilitasnya dengan cara “menjembatani” perbedaan kepolaran diantara ketiga surfaktan tersebut.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
57
Berdasarkan gambar 4.3, pemisahan dengan demulsifier multi-component variasi komposisi surfaktan (DM A, DM B, dan DM C) tidak terdapat perbedaan, namun kualitas hasil pemisahan dengan penambahan DM A lebih baik (pemisahannya terlihat lebih jelas) daripada DM B dan DM C (Gambar 4.4).
Gambar 4.4 Hasil bottle test uji screening demulsifier DM A, DM B, dan DM C Hasil uji screening demulsifier memperlihatkan bahwa besarnya pemisahan air menggunakan demulsifier multi-component adalah 9,29% lebih besar dibandingkan dengan menggunakan demulsifier single-component. Hal ini menunjukan bahwa efektivitas demulsifikasi slop oil menggunakan demulsifier multi-component dan single-component tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Namun, apabila ditinjau dari jumlah pemakaian surfaktannya, demulsifier singlecomponent menggunakan resin alkoksi RSN 7 dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan demulsifier multi-component, sehingga aplikasi demulsifier singlecomponent untuk demulsifikasi dalam skala besar relatif kurang ekonomis. Oleh karena itu, demulsifier yang memiliki kemampuan pemisahan yang paling optimum adalah DM A. Hal ini karena DM A mengandung persentase resin alkoksi RSN 7 yang lebih besar dibandingkan pada DM B dan DM C
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
58
dimana pada uji demulsifier single-component resin alkoksi RSN 7 memberikan pemisahan paling baik. Hasil analisis screening demulsifier menunjukan bahwa demulsifier multi-component memberikan % pemisahan yang lebih baik daripada demulsifier single-component maupun dual-component. Hal ini karena demulsifier multi-component yang mengandung tiga jenis surfaktan dengan sifat solubilitas yang berbeda dapat memberikan dua efek pemisahan, yaitu efek solvasi agregat asphaltene - resin karena adanya interaksi π – π diantara gugus aromatis asphaltene dengan gugus aromatis pada surfaktan dan efek perlindungan adsorpsi balik agregat asphaltene - resin pada antarmuka air-minyak karena adanya surfaktan demulsifier yang teradsorpsi pada antarmuka air-minyak. Adsorpsi surfaktan demulsifier pada antarmuka air-minyak ini tidak stabil dengan adanya panas dan efek mekanis sehingga lapisan antarmukanya mudah rusak dan mengalami coalescence.
4.4. Mekanisme Demulsifikasi Slop Oil Terbentuknya agregat asphaltene-resin menjadi faktor utama dalam menstabilkan emulsi minyak mentah. Hal ini karena agregat tersebut dapat teradsorpsi pada atarmuka air-minyak membentuk film emulsi elastis yang mengelilingi fasa terdispersi. Adsorpsi agregat ini menghasilkan efek tolakan sterik yang melindungi film antarfasa dari coalescence (Sjöblom et al, 1992). Selain itu, adanya agregat resin-asphaltene pada antarmuka dapat menurunkan tegangan antarmuka dan menahan tekanan tangensial antar dua droplet yang teremulsi sehingga resisten terhadap coalescence (Lucassen-Reynders, 1996). Studi ilmiah dalam order molekular mengenai bagaimana film emulsi ini terbentuk dan mekanisme stabilisasinya belum maksimal, karena minyak mentah mengandung campuran senyawa kimia yang sangat komplek. Namun, dengan diketahuinya sifat dan model struktural asphaltene dan resin, pendekatan ilmiah mengenai bagaimana film emulsi ini terbentuk dapat dijelaskan. Pada penelitian ini tipe emulsi slop oil adalah emulsi w/o. Auflem (2002) mengemukakan bahwa emulsifier yang bersifat oil soluble dapat menstabilkan emulsi w/o sedangkan emulsifier water soluble dapat membentuk emulsi o/w. Oleh karena itu, berdasarkan tipe emulsi slop oil dapat diketahui bahwa agregat
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
59
asphaltene-resin bersifat oil soluble. Dalam minyak mentah, molekul individual asphaltene tersolvasi oleh resin. Solvasi asphaltene oleh molekul resin ini melibatkan interaksi π – π diantara gugus aromatik asphaltene dengan gugus aromatik resin dan ikatan hidrogen diantara gugus fungsi polar yang terdapat dalam molekul asphaltene dan resin (Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Agregasi asphaltene-resin ini menghasilkan agregat yang bersifat aktif permukaan. Xiaoli Yang et al (2007), mengemukakan bahwa gugus fungsi polar resin (gugus COOH) bertindak sebagai gugus polar agregat asphaltene-resin. Hal ini karena affinitas resin lebih tinggi pada antarmuka daripada asphaltene. Mekanisme pembentukan agregat resin-asphaltene diperlihatkan pada gambar 4.5.
Gambar 4.5 Mekanisme pembentukan agregasi asphaltene-resin melalui interaksi π – π dan ikatan hidrogen diantara gugus polar resin dan asphaltene. Agregat ini bersifat aktif permukaan
Setelah agregat asphaltene-resin terbentuk, agregat – agregat ini kemudian bergabung melalui interaksi cross-link, penggabungan cincin aromatik dan
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
60
asosiasi gugus multi-heteroatom asphaltene membentuk supramolekul agregat viskoelastis pada antarmuka air-minyak (Auflem, 2002; Sullivan dan Kilpatrick, 2002). Mekanisme adsorpsi agregat asphaltene-resin diperlihatkan pada gambar 4.6.
Gambar 4.6. Interaksi agregat koloid resin-asphaltene pada antarmuka
Bagian hidrofilik agregat asphaltene-resin merupakan gugus fungsi COOH sedangkan bagian hidrofobiknya rantai alkil jenuh. Pada antarmuka, bagian hidrofilik agregat asphaltene-resin membentuk ikatan hidrogen dengan molekul air sedangkan bagian hidrofobiknya berinteraksi dengan fasa minyak melalui interaksi van der waals. Menurut Sullivan dan Kilpatrick (2002), teradsorpsinya agregat asphaltene-resin pada antarmuka menyebabkan terbentuknya emulsi yang stabil karena efek tolakan sterik antar droplet (gambar 4.7). Efek tolakan sterik merupakan efek dominan yang menstabilkan emulsi minyak mentah.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
61
[Sumber : Sullivan dan Kilpatrick (2002] Gambar 4.7 Ilustrasi efek tolakan sterik antar droplet yang distabilkan oleh agregat asphaltene-resin Investigasi kinetika demulsifikasi (destabilisasi emulsi) cukup rumit untuk dijelaskan, namun dengan diketahuinya mekanisme stabilisasi emulsi w/o dalam slop oil, pemilihan metode yang tepat untuk demulsifikasi slop oil dan bagaimana mekanisme destabilisasinya lebih mudah dipahami. Pada penelitian ini demulsifier yang digunakan adalah demulsifier yang diformulasikan dari resin alkoksi sebagai zat aktif antarmuka dan toluena sebagai pelarut. Adanya efek penambahan pelarut aromatis dan gugus fungsi polar demulsifier dapat mendestabilisasi emulsi slop oil. Hal ini karena penambahan toluena dan gugus fungsi polar akan menambah kekuatan solvasi agregat asphaltene-resin sehingga agregat tersebut kehilangan sifat antarmukanya. Efek solvasi yang kuat pada agregat tersebut menyebabkan agregat asphaltene-resin mudah terdesorpsi dari antarmuka. Mekanisme destabilisasi agregat asphaltene-resin karena efek adanya toluena dan gugus fungsi polar dalam demulsifier diperlihatkan pada gambar 4.8. Destabilisasi agregat asphaltene – resin menyebabkan film emulsi rusak dan droplet – droplet emulsi mengalami coalescence. Kecepatan droplet – droplet emulsi mengalami coalesence berbanding lurus dengan besarnya water drop. Water drop merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan banyaknya % pemisahan air dari emulsi minyak mentah per satuan waktu.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
62
Gambar 4.8 Mekanisme destabilisasi agregat asphaltene-resin karena efek adanya toluena dan gugus fungsi polar dalam demulsifier
4.4.1. Pengaruh Konsentrasi Demulsifier Uji pengaruh konsentrasi demulsifier dilakukan menggunakan demulsifier DM A dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2% yang diuji dengan metode bottle test pada slop oil T-B, T-E dan T-G. Uji bottle test dilakukan pada suhu 60 0C. Suhu ini dipilih karena suhu 50-65°C dapat mendestabilisasi emulsi minyak mentah secara optimal (Grace, 1992). Hasil pengujian pengaruh konsentrasi demulsifier pada pemisahan air dari emulsi slop oil dapat dilihat pada tabel 4.3 dan gambar 4.9.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
63
Tabel 4.3 Hasil pengujian pengaruh konsentrasi demulsifier terhadap pemisahan air dari emulsi slop oil
Konsentrasi Demulsifier 0,50% 1% 1,50% 2%
Slop Oil T-B % Pemisahan Air 80% 80% 80% 82%
Slop Oil T-E % Pemisahan Air 18% 38% 36% 38%
Slop Oil T-G % Pemisahan Air 40% 40% 34% 42%
Menurut Rondo’n et al (2008), konsentrasi demulsifier yang digunakan untuk memecah emulsi air dalam minyak yang distabilikan oleh asphaltene sebanding dengan konsentrasi asphaltene pada batas antar muka emulsi. Dari grafik % pemisahan air terhadap pengaruh konsentrasi demulsifier untuk ketiga sampel slop oil yang digunakan (Gambar 4.9), dapat dilihat bahwa kenaikan konsentrasi DM A sampai 2% meningkatkan % pemisahan air dengan kenaikan yang tidak signifikan dan mencapai % pemisahan optimum pada konsentrasi DM A 1%. Hasil ini menunjukan bahwa semakin besar dosis atau konsentrasi demulsifier yang digunakan, emulsi slop oil cenderung semakin tidak stabil sehingga % pemisahan air meningkat. Hal ini disebabkan semakin besar konsentrasi demulsifier, menghasilkan efek solvasi yang semakin kuat pada agregat asphaltene-resin sehingga agregat asphaltene-resin yang terdesorpsi semakin banyak. Tetapi, apabila konsentrasi demulsifier melebihi konsentrasi optimumnya, pemisahan menjadi relatif konstan karena efek solvasi terhadap agregasi asphaltene-resin bekurang serta terjadinya partisi demulsifier pada antarmuka yang dapat menstabilkan kembali emulsi slop oil. Data hasil analisis yang didapatkan mempunyai kemiripan dengan hasil yang dilakukan oleh Nehal dan Nassar (2001), dimana efisiensi demulsifikasi minyak mentah dengan polyoxyethylenated dodcylphenol meningkat seiring dengan meningkatknya konsentrasi demulsifier.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
64
100
% Pemisahan Air
80 T-B T-E T-G
60
40
20 0.5
1
2
1.5
Konsentrasi Demulsifier (%) Gambar 4.9 Grafik % pemisahan air dari emulsi slop Oil T-B, T-E dan T-G dengan pengaruh konsentrasi
Berdasarkan besarnya % pemisahan air pada slop oil T-B, T-E, dan T-G pada gambar 4.9 dapat dilihat bahwa emulsi slop oil T-B memiliki kestabilan emulsi paling rendah. Hal ini karena % pemisahan air pada slop oil T-B lebih besar dibandingkan slop oil T-E dan T-G pada konsentrasi demulsifier yang sama. Kestabilan emulsi slop oil tersebut berkorelasi dengan besarnya kandungan asphaltene dan air yang terdapat dalam slop oil. Berdasarkan hasil karakterisasi pada tabel 4.1, slop oil T-B memiliki kandungan air yang besar akan tetapi kandungan asphaltene-nya rendah, sehingga emulsi slop oil T-B tidak stabil, sedangkan slop oil T-E dan T-G memiliki kandungan air yang relatif rendah dan kandungan asphaltene yang tinggi sehingga emulsi slop oil T-E dan T-G lebih stabil. Selain itu, ukuran droplet air yang teremulsi juga dapat mempengaruhi kestabilan emulsi. Slop oil T-B memiliki droplet dengan diameter yang lebih besar sehigga emulsinya tidak stabil dibandingkan slop oil T-E dan T-G yang memilki ukuran droplet yang lebih kecil. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian yang dikemukakan oleh Brandvik dan Daling (1991), yang menyatakan bahwa
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
65
emulsi dengan ukuran droplet air yang lebih kecil lebih stabil dibandingkan emulsi dengan droplet air yang lebih besar
4.4.2. Pengaruh Waktu Interaksi Uji pengaruh waktu interaksi terhadap efektivitas pemisahan air dari emulsi slop oil dilakukan dengan metode bottle test pada slop oil T-B, T-E dan T-G menggunakan demulsifier DM A dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%. Hasil pengujian pengaruh waktu interaksi (settling time) pada pemisahan air dari emulsi slop oil dapat dilihat pada gambar 4.10. Gambar 4.10a menunjukan bahwa besarnya % pemisahan air untuk emulsi slop oil T-B mencapai 48% dengan konsentrasi demulsifier 0,5% dan waktu interaksi 10 menit . Sedangkan besarnya % pemisahan air untuk emulsi slop oil TE dan T-G hanya mencapai 10% dan 30% pada kondisi yang sama (gambar 4.10b dan 4.10c). Hasil penelitian ini menunjukan bahwa emulsi slop oil T-B lebih mudah didemulsifikasi dibandingkan emulsi slop oil T-E dan T-G. Kemudahan suatu emulsi untuk memisah berkorelasi dengan kestabilan emulsinya, sehingga dapat disimpulkan bahwa emulsi slop oil T-E dan T-G lebih stabil dibandingkan slop oil T-B. Dari grafik pada gambar 4.10 dapat diketahui bahwa pemisahan optimum untuk konsentrasi demulsifier 1% terjadi pada waktu interaksi selama 30 menit. Sedangkan untuk konsentrasi demulsifier 2% pemisahan optimumnya terjadi pada waktu interaksi selama 20 menit. Hasil ini menunjukan bahwa kinetika pemisahan air dari slop oil melalui demulsifikasi terjadi cukup cepat dimana pada selang waktu interaksi 0 – 30 menit terjadi peningkatan besarnya % pemisahan air secara signifikan sedangkan setelah waktu interaksi lebih dari 30 menit % pemisahannya relatif konstan. Dengan demikian, waktu interaksi optimum pemisahan air dari emulsi slop oil rata – rata terjadi pada waktu interaksi 30 menit.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
66
100
% Pemisahan Air
a 80 0.5% DM A 1% DM A 1.5% DM A 2% DM A
60
40
10
20
30
40
50
60
70
Waktu Settling (menit)
50
% Pemisahan Air
b 40
30
0.5% DM A 1% DM A 1.5% DM A 2% DM A
20 10
20
30
40
50
60
70
Waktu Settling (menit)
50
c % Pemisahan Air
40
30
20 0.5% DM A 1% DM A 1.5% DM A 2% DM A
10
0 10
20
30
40
50
60
70
Waktu Settling (menit)
Gambar 4.10 Grafik % Pemisahan air dari emulsi slop Oil T-B (a), T-G (b) dan T-E (c) dengan pengaruh waktu interaksi
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
67
Dari grafik tersebut juga dapat dilihat mengenai hubungan laju pemisahan air dengan konsentrasi demulsifier yang digunakan. Semakin tinggi konsentrasi demulsifier laju pemisahanya cenderung meningkat. Hal ini karena pada konsentrasi demulsifier yang tinggi kuantitas surfaktan yang mendestabilisasi akan seimbang dengan kuantitas asphaltene pada antarmuka sehingga laju pemisahanya pun semakin cepat.
4.4.3. Pengaruh pH (Pengaruh penambahan asam dan basa)
Untuk uji pengaruh pH terhadap efektivitas pemisahan air dari slop oil dilakukan dengan metode bottle test menggunakan demulsifier DM A konsentrasi 1%. Uji pengaruh pH dilakukan karena pH mempunyai pengaruh yang kuat terhadap stabilitas emulsi minyak mentah (Abdurahman, Hassan & Yunus, 2007; Abdurahman, Yunus & Jemaat, 2007; Abduramhan, Yunus & Anwarudidin, 2007). Hasil uji pengaruh pH terhadap efektivitas pemisahan air dari slop oil dapat dilihat pada tabel 4.4 dan gambar 4.11.
Tabel 4.4 Hasil uji pengaruh penambahan asam dan basa pH free water pH 1 pH 3 pH 5 pH 7 pH 9 pH 11 pH 13
% Pemisahan 0% 0% 20% 40% 4% 0% 0%
Dari grafik pada gambar 4.11 dapat dilihat bahwa pemisahan air dari slop oil mencapai optimum pada pH 7. Air yang dipisahkan karena penambahan asam dan basa lebih sedikit dibandingkan pH netral. Hal ini karena penambahan asam dan basa dapat mempengaruhi sifat agregat asphaltene-resin pada antarmuka. Adanya asam dan basa yang ditambahkan dapat bereaksi dengan gugus asam karboksilat pada agregat asphaltene-resin.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
68
Penambahan asam menyebabkan interaksi agregat dengan molekul air pada antarmuka semakin kuat karena efek protonasi atom nitrogen dan sulfur pada molekul asphaltene. Protonasi atom nitrogen dan sulfur tersebut menyebabkan penambahan gugus hidrofilik pada agregat asphaltene-resin, sehingga agregat aphaltene-resin dapat berinteraksi lebih kuat dengan molekul air melalui ikatan hidrogen (gambar 4.12 bagian a). Sedangkan pada penambahan basa, gugus asam karboksilat pada agregat asphaltene-resin terionisasi menghasilkan garam naftenat atau garam karboksilat (RCOO-) yang dapat menambah kestabilan emulsi w/o dalam slop oil sehingga pemisahanya lebih sulit (gambar 4.12 bagian b).
50
% Pemisahan Air
40 30 20 10 0 0
10
5 pH
Gambar 4.11 Grafik % Pemisahan air dengan pengaruh pH free water
Penambahan basa akan meningkatkan kestabilan emulsi karena gugus hidrofilik agregat asphaltene-resin dalam bentuk ion karboksilat berinteraksi lebih kuat dengan molekul air. Garam naftenat (bentuk ion karboksilat agregat asphaltene-resin) menstabilkan emulsi minyak mentah lebih kuat dibandingkan dalam bentuk asam naftenat (bentuk asam karboksilat agregat asphaltene-resin) (Ese & Kilpatrick, 2004; Taylor et al, 2005). Atom oksigen dalam bentuk ion karboksilat lebih bersifat elektronegatif dibandingkan atom oksigen dalam bentuk asam karboksilat sehingga gugus hidrofilik agregat asphaltene-resin yang mengandung oksigen dalam bentuk ion karboksilat akan mengikat lebih kuat atom
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
69
hidrogen dari fasa air dengan interaksi ikatan hidrogen. Akibatnya air akan lebih terikat kuat pada bentuk ion karboksilat dibandingkan bentuk asamnya, sehingga emulsi yang terbentuk lebih stabil (Anggareni, 2007). Hasil penelitian ini mirip dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Arla et al (2007) yang menyatakan bahwa emulsi minyak mentah stabil pada rentang pH 9 – 14. Hal ini dibuktikan dengan hasil analisis tegangan antarmuka emulsi yang menurun seiring dengan meningkatnya jumlah RCOO- yang terbentuk pada rentang pH tersebut. Akan tetapi, data hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian McLean dan Kilpatrick (1997) yang mengemukakan bahwa emulsi minyak mentah tidak stabil pada pH 10 dan 12. Hal ini dapat disebabkan oleh berbedanya karakteristik sampel yang digunakan. Perbedaan karakteristik sampel yang meliputi perbedaan salinitas, kandungan asam dan sumber reservoir minyak mentah menghasilkan karakteristik emulsi yang berbeda.
Gambar 4.12 Protonasi atom nitrogen dan sulfur pada molekul asphaltene karena penambahan asam (a) dan ionisasi gugus asam karboksilat pada agregat asphaltene-resin karena penambahan basa (b)
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
70
4.5. Analisis Kestabilan Emulsi Analisis kestabilan emulsi slop oil dan fasa minyak setelah demulsifikasi dilakukan dengan analisis turbiscan dimana fasa minyak setelah demulsifikasi dan slop oil diuji kestabilan fasa terdispersinya. Analisis turbiscan dilakukan dengan menguji emulsi atau fasa minyak dari efek pemisahan setelah mengalami destabilisasi dengan adanya n-heptana dan toluena. Analisis kestabilan emulsi dengan turbiscan sebelum demulsifikasi dilakukan pada slop oil T-B, T-E, dan TG. Sedangkan analisis kestabilan fasa minyak setelah demulsifikasi diuji pada slop oil T-E sebagai sampling reference. Penggunaan slop oil T-E sebagai sampling reference karena ketiga slop oil yang digunakan memiliki trend yang sama pada uji kestabilan emulsi. Hasil analisis turbiscan untuk ketiga sampel slop oil yang digunakan dan slop oil T-E setalah demulsifikasi dengan variasi konsentrasi 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% dapat dilihat pada tabel 4.5, 4.6 dan 4.7
Tabel 4.5 Hasil analisis turbisacan slop oil T-B, T-E dan T-G sebelum demulsifikasi Parameter/Slop Oil Separability Number CPD (gr/cm3) DPD (gr/cm3)
T-B 8.0 0.981 1.059
T-E 7.9 0.843 1.197
T-G 2.5 90.975
Ket : CPD = Continuous Phase Density, DPD = Dispersed Phase Density
Berdasarkan nilai separability number masing – masing slop oil pada Tabel 4.5 menunjukan bahwa separability number slop oil T-B > T-E > T-G. Dengan demikian, emulsi slop oil T-G dan T-E lebih stabil daripada slop oil T-B. Sehingga urutan kestabilan emulsinya adalah slop oil T-G>T-E>T-B. Hasil ini sesuai dengan hasil uji bottle test dengan pengaruh konsentrasi (gambar 4.9) dimana emulsi slop oil T-E dan T-G lebih stabil dibandingkan slop oil T-B. Pengaruh konsentrasi terhadap kestabilan fasa minyak yang dihasilkan dari demulsifikasi dengan variasi konsentrasi demulsifier 0,5%, 1%, 1,5% dan 2% memperlihatkan bahwa semakin tinggi konsentrasi demulsifier maka separability number-nya cenderung menurun (gambar 4.13). Sehingga urutan kestabilan fasa
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
71
minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi adalah T-E + DM A 2% = T-E + DM A 1,5% > T-E + DM A 1% > T-E + DM A 0,5%. Semakin kecil separability number fasa minyak yang dihasilkan, maka pemisahanya semakin baik. Berdasarkan gambar 4.13 dapat diketahui bahwa konsentrasi demulsfier optimum untuk demulsifikasi adalah konsentrasi DM A 1%. Data hasil analisis pengaruh konsentrasi demulsifier terhadap efektivitas pemisahan air dari emulsi slop oil dengan analisis turbiscan sesuai dengan data hasil uji bottle test dengan pengaruh konsentrasi demulsifier (gambar 4.9).
Tabel 4.6 Nilai separability number slop oil dengan variasi konsentrasi DM A
Sampel
T-E T-E + DM A 0,5% T-E + DM A 1% T-E + DM A 1,5% T-E + DM A 2%
Separability Number 7.95 1.40 0.15 0.10 0.10
Tabel 4.7 Hasil analisis turbiscan slop oil dengan variasi konsentrasi DM A Parameter/Slop Oil
S ED (um) MR (mm/min) CPD (gr/cm3) DPD (gr/cm3)
T-E
7.95 10.528 0.12 0.843 1.197
T-E + DM A 0,5% 1.40 23.541 0.03 0.016 2.024
T-E + DM A 1%
0.15 6.078 0.04 -
T-E + DM A 1,5% 0.10 8.596 0.08 -
T-E + DM A 2% 0.10 13.933 0.60 0.296 1.604
Ket : S = Separability Number, ED = Ekuivalen Diameter, MR = Migration Rate, Continuous Phase Density, DPD = Dispersed Phase Density
Hasil analisis kecepatan migrasi (migration rate) dan diamater ekuivalen (ekuivalen diameter) fasa minyak setelah demulsifikasi diperlihatkan pada tabel 4.7. Trend penurunan kecepatan migrasi dan diameter ekuivalen fasa terdispersi setelah demulsfikasi umumnya sesuai dengan trend penurunan separability
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
72
number. Kecepatan migrasi dan diameter ekuivalen fasa terdispersi cenderung menurun seiring dengan meningkatknya konsentrasi demulsifier. Kecepatan migrasi dan diameter ekuivalen fasa terdispersi yang cenderung menurun menunjukan bahwa fasa minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi semakin stabil, dengan demikian emulsi air dalam minyak sudah terpisah.
Separability Number
10
5
0
0
1
2
Konsentrasi Demulsifier (%)
Gambar 4.13 Grafik separability number terhadap pengaruh konsentrasi DM A
4.6. Analisis Tegangan Antarmuka (Interfacial Tension) Analisis tegangan antarmuka atau interfacial tension (IFT) bertujuan untuk mengetahui perubahan tegangan antarmuka akibat proses demulsifikasi. Analisis tegangan antarmuka dilakukan pada slop oil T-E sebagai sampling reference dengan menggunakan variasi konsentrasi DM A 0,5%, 1%, 1,5% dan 2%. Hasil analisis tegangan antarmuka dapat dilihat pada tabel 4.8 dan gambar 4.14. Grafik pada gambar 4.14 menunjukan bahwa seiiring dengan kenaikan konsentrasi demulsifier tegangan antarmuka cenderung semakin meningkat. Tegangan antarmuka yang besar pada antarmuka air-minyak tersebut terjadi karena gaya kohesi molekul air atau minyak lebih besar daripada gaya adhesinya (Rosen, 2004). Oleh karena itu, hasil analisis tegangan antarmuka dapat menunjukan bahwa demulsifikasi slop oil dapat meningkatkan tegangan antarmuka air-minyak.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
73
Tabel 4.8 Hasil anlisis tegangan antarmuka dengan pengaruh konsentrasi DM A IFT (dyne/cm)
IFT (N/m)
68,0 x 10-03
6,80 x 10-5
Slop Oil T-E + DM A 0,5 %
5,00
5,00 x 10-3
Slop Oil T-E + DM A 1 %
6,14
6,14 x 10-3
Slop Oil T-E + DM A 1,5%
18,9
1,89 x 10-2
Slop Oil T-E + DM A 2%
9,19
9,19 x 10-3
Sampel
Tegangan Antarmuka x 1E-3 (N/m)
Slop Oil T-E
20
10
0
0
1
2
Konsentrasi Demulsifier (%)
Gambar 4.14 Grafik perubahan tegangan antarmuka dengan pengaruh penambahan demulsifier
4.7. Analisis %Basic Sediment & Water (% BS&W) Analisis % BS&W dilakukan untuk melihat efektivitas pemisahan air dari emulsi slop oil. Analisis % BS&W dilakukan pada slop oil T-B, T-E, dan T-G menggunakan demulsifier DM A 1 % pada pH 7. Hasil analisis %BS&W diperlihatkan pada tabel 4.9 dan gambar 4.15. Dari gambar 4.15 diatas kita dapat mengetahui bahwa pemisahan terbaik adalah pemisahan emulsi slop oil T-B. Persentase penurunan % BS&W fasa Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
74
minyak yang dihasilkan setelah proses demulsifikasi pada slop oil T-B, T-E, dan
ah 94,44%, 69,44%, dan 81,40%. Penurunan % BS&W adalah T-G masing – masing adal yang relatif kecil pada slop oil T-E dan T-G terjadi karena kestabilan emulsi slop oil T-E dan T-G lebih tinggi daripada slop oil T-B. Emulsi slop oil yang lebih
stabil menyebabkan droplet – droplet air sukar mengalami coalescence sehingga fasa minyak yang dihasilkan masih mengandung sludge dan air yang teremulsi
dengan ukuran droplet yang lebih kecil.
Tabel 4.9 Hasil analisis % BS&W slop oil T-B, T-E, dan T-G sebelum pemisahan dan setelah pemisahan menggunakan DM A 1% pada kondisi pH free water 7 dan suhu konstan 60 0C
% BS&W Setelah Demulsifikasi 5% 11% 8%
% BS&W Sebelum Demulsifikasi 90% 36% 43%
Sampel Slop Oil T-B Slop Oil T-E Slop Oil T-G
% BS & W
90% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
43% 36%
Sebelum Demulsifikasi Setelah Demulsifikasi 11%
8%
5%
T-B
T-E
T-G
Slop Oil
T-B, T-E, dan T-G Gambar 4.15 Grafik penurunan % BS&W slop oil T sebelum pemisahan dan setelah pemisahan menggunakan DM A 1% pada kondisi pH free water 7 dan suhu konstan 60 0C
W yang terkandung dalam fasa minyak tersebut berkorelasi BS&W Besarnya % BS& dengan kestabilan emulsinya. Emulsi slop oil yang lebih stabil lebih sukar untuk
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
75
didemulsifikasi sehingga fasa minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi memiliki % BS&W yang besar. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa fasa minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi slop oil T-B, T-E, dan T-G masih mengandung % BS&W lebih besar dari 0,5%. Hal ini berkaitan dengan kandungan partikel anorganik (trace metal) yang tinggi pada ketiga sampel slop oil yang digunakan (Tabel 4.1). Adanya kandungan partikel anorganik yang tinggi dalam emulsi slop oil dapat berkontribusi terhadap kestabilan emulsinya. Kandungan partikel anorganik yang tinggi menstabilkan emulsi dengan membentuk gabungan partikel antara agregat asphaltene – resin dengan partikel anorganik (Gambar 4.16).
[Sumber : Sullivan & Kilpatrick, 2002] Gambar 4.16 Adsorpsi partikel anorganik pada antarmuka air-minyak Menurut Sullivan & Kilpatrick (2002), interaksi antara agregat asphaltene – resin dengan partikel anorganik terjadi karena adanya efek pembasahan atau wetting pada partikel anorganik oleh agregat asphaltene – resin yang menghasilkan sudut kontak 90 0 sehingga partikel anorganik dapat teradsorpsi pada antarmuka air-minyak. Adsorpsi partikel anorganik pada antarmuka ini dapat menambah kestabilan emulsi slop oil.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa : 1. Hasil karakterisasi slop oil T-B, T-E, dan T-G yang meliputi penentuan spesific gravity, asphaltene content, water & sediment content, metal and trace hydrocarbon, viskositas kinematik, dan tipe emulsi menunjukan bahwa ketiga slop oil tersebut memiliki kandungan minyak fraksi berat, membentuk emulsi air dalam minyak (w/o), dan memiliki kestabilan emulsi yang berbeda. 2. Pengaruh konsentrasi demulsifier, waktu interaksi, dan pH free water terhadap besarnya pemisahan air adalah sebagai berikut : • Semakin tinggi konsentrasi demulsifier, besarnya % pemisahan air cenderung semakin baik sampai dengan konsentrasi demulsifier 2%, namun diatas konsentrasi 1% peningkatanya tidak signifikan, • Waktu interaksi semakin lama, besarnya % pemisahan air cenderung semakin meningkat, dan diperoleh waktu optimum pada waktu interaksi 30 menit, • Pada kondisi pH < 7 dan pH > 7, besarnya % pemisahan air semakin menurun. Kondisi pemisahan optimum berada pada pH 7. 3. Berdasarkan hasil analisis kestabilan fasa, % BS&W, dan tegangan antarmuka dapat diketahui bahwa karakteristik minyak mentah yang dihasilkan setelah demulsifikasi adalah sebagai berikut : • Fasa minyak yang dihasilkan setelah demulsifikasi lebih stabil, • % BS&W fasa minyak setelah demulsifikasi mengalami penurunan dengan persentase antara 69,44% hingga 94,44%, • Tegangan antarmuka air – minyak meningkat setelah demulsifikasi 4. Kondisi optimal demulsifikasi slop oil adalah sebagai berikut : dosis demulsifier DM A 1%, pH 7-8, waktu interaksi 30 menit dan dilakukan pada suhu konstan 60 0C. 76 Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
77
5.2. Saran 1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut menggunakan metode koagulasi-flokulasi untuk memisahkan sludge dari fasa minyak. 2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai formulasi demulsifier agar diperoleh % BS&W kurang dari 0,5%.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
78
DAFTAR PUSTAKA
Abdurahman
H.
Mour,
A.
Sulaiman
&
Mahmmoud
M.
Hadow.
(2008).Stabilization Mechanism of Water in Crude Oil Emulsions, Journal of Applied Sciences 8 (8) : 1572 – 1575 Abdurahman, H.N., M.A.A. Hassan & R.M. Yunus. (2007a). Characterization & demulsification of water-in-oil emulsions. J. Applied Sci., 7: 1437-1441 Abdurahman, H.N., R.M. Yunus & Z. Jemaat. (2007b). Chemical demulsification of water-in-oil emulsions. J. Applied Sci., 7: 196-201 Abduramhan, H.N., R.M Yunus & H. Anwarudidin. (2007c). Water-in-crude oil emulsions : Its stabilization & demulsification. J. Applied Sci., 7:3512-3517 Andersen, S.I. dan Speight, J. G. (2001). Petroleum Resins: Separation, Character, and Role in Petroleum. Petrol. Sci. Technol. 19(1-2), 1-34 Andersen, S.I. dan K.S. Birdi. (1991). Aggregation of asphaltene as determined by calorimetry. J. Colloid Interface Sci., 142: 497-502 Anggraeni, Dian. (2007). Uji Kinerja Demulsifier pada berbagai kondisi operasi yang digunakan dalam proses pemisahan air dari minyak mentah duri. Karya utama Sarjana Kimia. Departmen Kimia FMIPA UI Arla, David., Anne Sinquin, Thierry Palermo, Christian Hurtevent, Alain Graciaa, dan Christophe Dicharry. (2007). Influence of pH and Water Content on the Type and Stability of Acidic Crude Oil Emulsions. Energy & Fuels, 21, 1337-1342 Aske, Nerve. (2002). Characterisation of crude oil components, Asphaltene Aggregation & Emulsion Stability by Means of Near Infrared Spectroscopy & Multivariate Analysis. Department of Chemical Engineering, Norwegian University of Science & Technology, Trondheim. Halaman : 2- 10 Auflem, I. H. (2002). Influence of Asphaltene Aggregation & Pressure on Crude Oil Emulsion Stability. Norwegian University of Science & Technology. Doktor Ingeniør Thesis Averyard, R., Binks, B. P., Fletcher, P. D. I., dan Lu, J. R. (1983). The resolution of water-in-crude oil emulsions by the additive of low molar mass demulsifiers. J. Colloid Interface Sci., 39, (1), 128-138.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
79
Bardon, C., Barre, L., Espinat, D., Guille, V., Li, M. H., Lambard, J., Ravey, J. C., Rosenrurg, E., dan Zemb, T. (1996). The Colloidal Structure of Crude Oils & Suspensions of Asphaltenes & Resins. Fuel Sci. Technol. Int., 14, 203 Bennett, LE., S. Sudharmarajan, K.J. De Silva, J.L. Barnett, M.A. Johnson, R. Stockmann, & Smithers, G.W. (2009). Use of the Turbiscan for Measuring Foam Stability Properties of Food Ingredients. Food Science Autralia, Highett, Victoria 3190 Australia Bhardwaj, A. dan Hartland, S. (1998). Studies on Build up of Interfacial Film at the Crude Oil/Water Interface. J. Dis. Sci. Tech., 19(4):465-473 Carbognani, L., M. Orea, dan M. Fonseca. (1999). Complex Nature of Separated Solid Phases from Crude Oils. Energy Fuels, 13 (2), pp 351–358 Colwell, Ronald. (2009). Oil Refinery Processes : A Brief Overview. Process Engineering Associates, LLC. Cooper, D. G., Zajig, J. E., Cannel, E. J., dan Wood, J. W. (1980). The Relevance of “HLB” to De-Emulsification of a Mixture of Heavy Oil Water & Clay. Can. J. Chem. Eng., 58, Oct, 576-579 Delvigne, GAL. (2002). Physical appearance of oil in oilcontaminated sediment. Spill Sci Technol B 8:55–63 Oil in the Refinery, Baker Petrolite 12645 West Airport Blvd Sugar L&, TX 77478 Djuve, X. Yang, I.J. Fjellanger, J. Sjoblom, dan E. Pelizzetti. (2001). Chemical destabilization of crude oil based emulsions & asphaltene stabilized emulsions. Colloid Polym Sci 279:232-239 Ekott, E.J & Akpabio. (2010). A Review of water-in-crude emulsion stability, destabilization & interfacial rheology. J. Engg. Applied Sci., 5: 447-452 Ekott, E.J & Akpabio. (2011). Influence of Asphaltene Content on Demulsifiers Performance in Crude Oil Emulsions, J. Eng. Applied Sci., 6 (3): 200-2004 Elektorowicz, Maria., Shiva Habibi, dan Rozalia Chifrina. (2006). Effect of electrical potential on the electro-demulsification of oily sludge. Journal of Colloid and Interface Science 295, 535–541 Ese, Marit-Helen dan Kilpatrick, Peter K. (2004).Stabilization of Water-in-Oil Emulsions by Naphthenic Acids and Their Salts: Model Compounds, Role of
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
80
pH, and Soap:Acid Ratio. Journal of Dispersion Science and Technology, 25(3), 253-261 Fingas, M., B. Fieldhouse & J. Mullin. (1994). Studies of water in oilemulsions & techniques to measuer emulsion treating agents. In : Proceedings of the Arctic Marine Oilspill Program Technical Seminar. Environment Canada, Ottawa, Ontario, halaman 213-244 Fingas, M., Field house, B., Bobra, M., & Tennyson, E. (2003). The Physics & Chemistry of Emulsions. Proceed Workshop on Emulsion, Marine Spill Response Corporation, Washington DC. Gerrard, D.(2010). Surfactant & Their Solutions : Basic Principles. In Schramm, L.L. Fundamentals & Aplications in teh Petroleum Industry. Cambridge University Press Goldszal, Alexandre & Bourrel, Maurice. (2000). Demulsification of Crude Oil Emulsions: Correlation to Microemulsion Phase Behavior, Ind. Eng. Chem. Res. 39, 2746-2751 Grace, R. (1992), Commercial Emulsion Breaking. In Schramm, L.L. Emulsions Fundamentals & Applications in the Petroleum Industry. American Chemical Society, Washington DC. 313-338 Groenzin, H dan Mullins, O. C. (2007). Asphaltene Molecular Size and Weight by Time-Resolved Fluorescence Depolarization. In Asphaltenes, Heavy Oils, and Petroleomics; Mullins, O. C., Sheu, E. Y., Hammami, A., Eds. Springer Science + Business Media LLC: New York Gu, G., Xu, Z., Nandakumar, K., & Masliyah, J. H. (2002). Influence of watersoluble & water-insoluble natural surface active components on the stability of water-in-toluene-diluted bitumen emulsion. Fuel, 81 (14), 1859 Fordedal, H., Midttun, O., Sjoblom, J., Kvalheim, O. K., Schildberg, Y., dan Volle, J.-L. (1996). A Multivariate Screening Analysis of W/O Emulsions in High External Electric Fields as Studied by Means of Dielectric Time Domain Spectroscopy, II. J. Colloid Interface Sci. 182, 117. Isaacs, E.E.& Chow, R.S. (1992). Practical Aspects of Emulsion Stability. In.: Schramm, L.L. Emulsions Fundamentals & Applications in the Petroleum Industry (51-77). Washington DC : American Chemical Society
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
81
Ivanov, I. B., &ov, K. D., & Kralchevsky, P. A. (1999). Flocculation & Coalescence of Micron-Size Emulsion Droplets. Colloids Surf. A, 152, 161 Jing Wang, Jun Yin, Lei Ge, Jiahui Shao, & Jianzhong Zheng. (2010). Characterization of Oil Sludges from Two Oil Fields in China. Energy Fuels, 24, 973–978 Kanicky, James R., Juan-Carlos Lopez-Montilla, Samir Pandey and Dinesh O. Shah. (2001). Surface Chemistry in the Petroleum Industry, Center for Surface Science and Engineering, Departments of Chemical Engineering and Anesthesiology, University of Florida, Gainesville, Florida, USA Kilpatrick, P. K.; Spiecker, P. M. (2001). In Encyclopedic H&book of Emulsion Technology; Sjo¨blom, J., Ed.; Marcel Dekker: New York Kim, Y. H., Wasan, D. T., dan Breen, P. J. (1995). A Study of Dynamic Interfacial Mechanisms for Demulsification of Water-in-Oil Emulsions. Colloids Surf. A: Physicochem. Eng. Aspects 95, 235 Kremer, Lawrence & Byers, Kerlin. (2000). Tutorial on H&ling Slop Oil in the Refinery, Baker Petrolite 12645 West Airport Blvd Sugar L&, TX 77478, 200 Kriipsalu, Mait., Marcia Marques, Aleks&er Maastik. (2008). Characterization of oily sludge from a wastewater treatment plant flocculation–flotation unit in a petroleum refinery & its treatment implications, J Mater Cycles Waste Manag 10:79–86 Kuriakose, A. P. dan Manjooran, S. Kochu Baby. (1994). Utilization of Refinery Sludge for Lighter Oils and Industrial Bitumen. Energy Fuels, 8 (3), pp 788– 792 Lazar, I., Dobrota, S., Voicu, A., Stefanescu, M., Sulescu, & Petrisor, I.G. (1999). Microbial degradation of waste hydrocarbons in oily sludge from some Romanian oil fields, Journal of Petroleum Science & Engineering 22, 151– 160. Lissant, K.J. (1983). Demulsification: Industrial Application. Surfactant science series vol.13, New York : Marcel Dekker Lucassen-Reynders, E.H. (1996). in: P. Becher (Ed.), Encyclopedia of Emulsion Technology, 4, Marcel Dekker, New York
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
82
M.M.H. Al-Jarrah & A.H. Al-Dujaili (1989). Characterization of Some Iraqi Asphalts II. New Findings on the Physical Nature of Asphaltenes. Fuel Sci. Technol. Int. 7, 69. Mansoori, G.A. (1997). Modeling of asphaltene and other heavy organics depositions. J. Pet. Sci. Eng. 17, 101– 111. McLean, J. D & Kilpatrick, P. K. (1997). Effects of asphaltene aggregation in model heptane-toluene mixtures on stability of water-in-oil emulsions. J. Colloid Interface Sci. 196 (1), 23 McLean, J. D. dan Kilpatrick, P. K. (1997). Effects of asphaltene solvency on stability of water-in-crude-oil emulsions. J. Colloid Interface Sci. 189 (2), 242 Mikula, R.J & Munoz, V.A. (2010). Characterization of Demulsifier. In Laurier L. Schramm
(editor), Surfactants ; Fundamentals & applications in the
petroleum industry, Cambridge University Press Murgich, J., Jose´ A. Abanero, dan Otto P. Strausz. (1999). Molecular Recognition in Aggregates Formed by Asphaltene and Resin Molecules from the Athabasca Oil Sand. Energy & Fuels, 13, 278-286 Nalina Nadarajah, Ajay Singh & Owen P. Ward. (2002). Evaluation of a mixed bacterial culture for de-emulsification of water-in-petroleum oil emulsions. World Journal of Microbiology & Biotechnology 18: 435–440 Nehal S.A. & Nassar, A.M. (2001). polyoxyethylenated dodcylphenol for breaking up water in oil emulsion, Journal of polymer reserach vol 8 no 3 191-195 Papachristodoulou, Christina. (2009). Elemental analysis using the XRF Technique. XRF Laboratory Pena, A.A. (2004). Dynamic aspects of emulsion stability, Ph.D thesis. Houston: Rice University Purwanto, Slamet. (2006). Penggunaan Surfaktan Metil Ester Sulfonat Dalam Formula Agen Pendesak Minyak Bumi. Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB Ravey, J. C, dan Espinat, D. (1990). Macrostructure of Petroleum Asphaltenes by Small Angle Neutron Scattering. Prog. Colloid Polym. Sci. 81, 127
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
83
Rondo´n, M., Bouriat, P., & Lachaise, J. (2006). Breaking of Water-in-Crude Oil Emulsions. 1. Physicochemical Phenomenology of Demulsifier Action, Energy & Fuels, 20, 1600-1604 Rondón, M., Pereira, J.C., Bouriat, P., Graciaa, Alain, Alain Lachaise, & JeanLouis Salager. (2008). Breaking of Water-in-Crude-Oil Emulsions. 2. Influence of Asphaltene Concentration & Diluent Nature on Demulsifier Action, Energy & Fuels, 22, 702–707 Rosen, Milton J. (2004). Surfactants & interfacial phenomena 3rd edition. New Jersey : John wiley & sons Salager, J. L. (1996). Guidelines for the formulation, composition and stirring to attain desired emulsion properties. In Surfactants in solution; Chattopadhyay, A. K., Mittal, K. L., Eds.; Surfactant Science Series 64; Marcel Dekker: New York Salager, J. L. (2000). Pharmaceutical Emulsions and Suspensions; Nielloud, F., Marti-Mestres, G., Eds.; Marcel Dekker: New York. Salager, J.L. (2002). Surfactants Types & Uses. Version 2. FIRP Booklet # E300A: Teaching Aid in Surfactant Science & Engineering in English. Universidad De Los &es, Mérida-Venezuela Schramm, L.L & Kutay, S.M. (2010). Emulsions & Foams in the Petroleum Industry. In Laurier L. Schramm (editor), Surfactants ; Fundamentals & applications in the petroleum industry, Cambridge University Press Schramm, L.L & Marangoni, Gerrard.D. (2010). Surfactant & Their Solutions : Basic Principles. In Schramm, L.L. Fundamentals & Aplications in teh Petroleum Industry. Cambridge University Press Schultz, T.E. (2006). Improve oily wastewater treatment, Hydrocarbon Processing pp 103-111 Shetty, C. S., Nikolov, A. D., dan Wasan, D. T. (1992). Demulsification of Water in Oil Emulsions Using Water Soluble Demulsifiers. J. Dispersion Sci. Technol. 13, 121-129 Sheu, E.Y., & Mullins. (1995). Asphaltenes: Fundamentals & Applications. New York : Plenum Press,
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
84
Shie, J-L., Chang, Ching-Yuan., Lin, J-P., Lee, Duu-Jong., dan Wu, Chao-Hsiung. (2002).Use of Inexpensive Additives in Pyrolysis of Oil Sludge. Energy & Fuels, 16, 102-108 Shie J-L, Lin J-P, Chang C-Y, Lee D-J, Wu C-H. (2003). Pyrolysis of oil sludge with additives of sodium and potassium compounds. Resour Conserv Recy 39:51–64 Shie, Je-Lueng., Lin, Jyh-Ping., Chang, Ching-Yuan., Shih, Shin-Min., Lee, DuuJong., Wu, Chao-Hsiung. (2004). Pyrolysis of oil sludge with additives of catalytic solid wastes. Journal of Analytical and Applied Pyrolysis, 71(2), 695-707 Shie, Je-Lueng., Lin, Jyh-Ping., Chang, Ching-Yuan., Wu, Chao-Hsiung Wu., Lee, Duu-Jong., Chang, Chiung-Fen, dan Yi-Hung Chen. (2004). Oxidative Thermal Treatment of Oil Sludge at Low Heating Rates. Energy & Fuels, 18, 1272-1281 Sjoblom, J., Mingyuan, L., Christy, A.A., & Ronningsen, H.P. (1992). Water-inCrude Oil Emulsions from the Norwegian Continental Shelf - 7. Interfacial Pressure & Emulsion Stability. Coll. Int. Sci. 66: 55-62. Sjoblom, J., Mingyuan, L., Hoiland, H dan Johansen, J.E. (1990). Water-in-Crude Oil Emulsions from the Norwegian Continental Shelf, Part III. A Comparative Destabilization of Model Systems. Colloid and Surfaces. 46: 127-139. Sjoblom, E.E. Johnsen, A. Westvik,. (2001). in: J. Sjo¨blom (Ed.), Encyclopedic Handbook of Emulsion Technology, Marcel Dekker, New York Sjooblom, j, Narve Aske, Inge Harald Auflem, Oystein Brandal, Trond Erik Havre, Oystein Sæther, Arild Westvik, Einar Eng Johnsen, Harald Kallevik. (2003). Our current understanding of water-in-crude oil emulsions. Recent characterization techniques and high pressure performance. Advances in Colloid & Interface Science. 100 –102, 399–473. Speight, J. G & Moschopedis, S. E. (1981). In Chemistry of Asphaltenes; Bunger, J. W., Li, N. C., Eds.; Advances in Chemistry 195; American Chemical Society: Washington, D.C.
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
85
Spiecker, P. M., Gawrys, K. L., Trail, C. B., Kilpatrick, P. K. (2003). Effects of petroleum resins on asphaltene aggregation & water-in-oil emulsion formation. Colloids Surf., A: Physicochem. Eng. Aspects, 220 (1-3) Strausz, O. P. (1997). Personal communication; 5th Chemical Congress of North America, Symposium on Advances in the Chemistry of Asphaltenes and Related Substances, Cancun, Mexico, Nov. 11-17 Strausz, Otto P., Ping’an Peng, dan Juan Murgich. (2002). About the Colloidal Nature of Asphaltenes and the MW of Covalent Monomeric Units. Energy & Fuels, 16, 809-822 Sullivan, Andrew P. & Peter K. Kilpatrick. (2002). The Effects of Inorganic Solid Particles on Water & Crude Oil Emulsion Stability. Ind. Eng. Chem. Res. 41, 3389-3404 Taylor SD, Czarnecki J, Masliyah J. (2005). Stepwise thickening in aqueous foam films stabilized by sodium naphthenates. Journal of Colloid and Interface Science, 282(2), pp.499-502 Ting, P., Gonzalez, D., Hirasaki, & Chapman, W. (2007). Application of the PCSAFT Equation of State to Asphaltene Phase Behavior, in Asphaltenes,Heavy Oils, & Petroleomics, Mullins O., Sheu E., Hammai A. & Marshall A., Editors. New York : Springer Perkins, Warren S. (1998). Surfactants - A Primer. Dyeing, Printing & Finishing Williams, Joel M. (1991). High internal phase water-in-oil emulsions: influence of surfactants and cosurfactants on emulsion stability and foam quality. Langmuir, 7 (7), pp 1370–1377 Wu, J., Xu, Y., Dabros, T dan Hamza. (2003). Effect of Demulsifier Properties on Destabilization of Water-in-Oil Emulsion, Energy & Fuels, 17, 1554-1559 Xiaoli Yang, Vincent J. Verruto, & Peter K. Kilpatrick. (2007). Dynamic Asphaltene-Resin Exchange at the Oil/Water Interface: Time-Dependent W/O Emulsion Stability for Asphaltene/Resin Model Oils. Energy & Fuels, 21, 1343-1349 Yarranton, H.W. (2005). Asphaltene Self-Association. J. Dispersion Sci. Technol, 26(1), 5-8
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
86
Yarranton, H. W.; Hussein, H.; Masliyah, J. H. (2000). Water-in-hydrocarbon emulsions stabilized by asphaltenes at low concentrations. J. Colloid Interface Sci, 228 (1), 52., Yen, T. F. (1992). The Colloidal Aspect of a Macrostructure of Petroleum Asphalt. Fuel Sci.Technol. Int., 10, 723 - 733 Young H. Kim & Darsh T. Wasan. (1996). Effect of Demulsifier Partitioning on the Destabilization of Water-in-Oil Emulsions. Ind. Eng. Chem. Res., 35, 1141-1149 Yuming Xu, Jiangying Wu, Dabros, T & & Hamza. (2005). Optimizing the Polyethylene Oxide & Polypropylene Oxide Contents in DiethylenetriamineBased Surfactants for Destabilization of a Water-in-Oil Emulsion. Energy & Fuels 2005, 19, 916-921 Zapryanov, Z., Malhotra, A. K., Aderangi, N., dan Wasan, D.T. (1983). Emulsion Stability: An Analysis of the Effects of Bulk & Interfacial Properties On Film Mobility & Drainage Rate. Int. J. Multiphase Flow, 9, 105 Zhong J, Sun X, & Wang C .(2003). Treatment of oily wastewater produced from refi nery processes using flocculation & ceramic membrane filtration. Sep Purif Technol 32:93–98 Zilles, J.U. (2005). Determination of the instability of disperse systems & its causes, KRÜSS GmbH, Wissenschaftliche Laborgeräte, 22453 Hamburg
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
87
Lampiran 1. Nilai HLB gugus fungsi (Kanicky et al, 2001) Hydrophilic Group
HLB
Lipophilic Group
HLB
-SO4Na
38.7
-CH-
-0.475
-COOK
21.1
-CH2-
-0.475
-COONa
19.1
-CH3-
-0.475
Sulfonate
11.0
-CH=
-0.475
-N (tertiary amine)
9.4
-(CH2-CH2-CH2-O-)
-0.150
Ester (sorbitan ring)
6.8
Ester (free)
2.4
-COOH
2.1
-OH (Free)
1.9
-O-
1.3
-OH (sorbitan ring)
0.5
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
1%
Konsentrasi
Lampiran 2.
10 20 30 40 50 60
Waktu
RSN 20.5 0% 0% 0% 0% 0% 0%
RSN 17.5 0% 0% 0% 0% 0% 0%
26,60% 33,30% 35% 36,60% 36,60% 36,60%
RSN 7
RSN 20.5 & RSN 17.5 0% 0% 0% 0% 0% 0%
RSN 20.5 & RSN 7 10% 13,30% 13,30% 13,30% 13,30% 13,30%
RSN 17.5 & RSN 7 33,30% 33,30% 36,60% 38,30% 38,30% 38,30%
30% 33,30% 36,60% 36,60% 36,60% 36,60%
DM
DM B 34% 40% 40% 40% 40% 40%
DM C 34% 34% 36% 38% 38% 40%
Universitas Indonesia
DM A 35% 38% 38% 40% 40% 40%
88
89
Lampiran 3. Hasil pengamatan water drop ( uji pengaruh waktu interaksi)
Waktu Settling
Sampel
Slop Oil T-B
Slop Oil T-E
Slop Oil T-G
10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60 10 20 30 40 50 60
DM A 0,5%
48% 64% 78% 78% 78% 80% 10% 18% 18% 18% 18% 18% 32% 38% 40% 40% 40% 40%
DM A DM A 1% 1,5% % Pemisahan Air 48% 50% 64% 60% 76% 60% 78% 80% 78% 80% 80% 80% 20% 22% 30% 30% 36% 30% 38% 36% 38% 36% 38% 36% 22% 34% 38% 34% 38% 34% 40% 34% 40% 34% 40% 34%
DM A 2%
62% 76% 78% 80% 80% 82% 24% 36% 36% 36% 38% 38% 36% 40% 42% 42% 42% 42%
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
90
Lampiran 4. Data hasil analisis ukuran droplet emulsi dengan ImageJ
Sampel
Count
Total Area
Area Fraction
Mean
Real Average Size
Average Diamaeter
Slop Oil T-B
1379 0.281 mm2
38.0
255 0.136 mm2
416 μm
Slop Oil T-Ea
1180 0.216 mm2
29.2
255 0.122 mm2
394 μm
Slop Oil T-G
2038 0.218 mm2
29.4
255 0.071 mm2
300 μm
Slop Oil T-Eb
5848 0.206 mm2
27.8
255 0.023 mm2
171 μm
a
sebelum demulsifikasi ; b setelah demulsifikasi
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
91
Lampiran 5. Grafik profil migrasi partikel slop oil T-B dan T-G
Slop Oil K-82 (19/04/11 10:51)
0:00
Back Scattering
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
20mm
40mm
60mm
Slop Oil K-76 (19/04/11 13:26)
Back Scattering
0:00
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
20mm
40mm
60mm
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
92
Lampiran 6. Grafik profil migrasi partikel slop oil T – E sebelum demulsifikasi dan setelah demulsifikasi dengan demulsifier DM A 0,5%, 1%, 1,5%, dan 2%
slop oil k-44 (19/04/11 14:44)
0:00
Back Scattering
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 20mm
0mm
40mm
60mm
Slop Oil K-44 + DMH 5000 ppm (20/04/11 17:04)
Back Scattering
0:00
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
20mm
40mm
60mm
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
93
Slop Oil K44 + DMH 10000 ppm (19/05/11 14:39)
0:00
Back Scattering
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
60mm 40mm 20mm Slop Oil K 44 + DMH 15000 (19/05/11 15:41)
Back Scattering
0:00
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
20mm
40mm
60mm
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
94
Slop Oil K-44+DMH 20000 ppm (20/04/11 16:25)
0:00
Back Scattering
0:01
100%
0:02
0:03 80%
0:04
0:05
0:06
60%
0:07
0:08
40%
0:09
0:10 20%
0:11
0:12
0:13
0%
0:14 0mm
20mm
40mm
60mm
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011
95
Lampiran 7. Hasil uji %BS&W slop oil T-B, T-E, dan T-G menggunakan demulsifier DM A konsentrasi 1%, pH free water 7, waktu 30 menit, dan suhu konstan 60 0C
Universitas Indonesia
Metode demulsifikasi ..., Ari Purnomo, FMIPA UI, 2011