UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI MEMBRAN CAIR DENGAN NANOZEOLIT Na-Y DAN APLIKASINYA UNTUK PEMISAHAN GAS
SKRIPSI
MUTIARA PANGESTIKA GUNARSO 0806326866
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK JANUARI 2012
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
MODIFIKASI MEMBRAN CAIR DENGAN NANOZEOLIT Na-Y DAN APLIKASINYA UNTUK PEMISAHAN GAS
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana sains
MUTIARA PANGESTIKA GUNARSO 0806326866
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK JANUARI 2012
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini sesuai dengan waktunya. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains Jurusan Kimia di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa tidaklah mungkin bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik selama masa perkuliahan, masa penelitian, serta selama proses penulisan skripsi ini. Maka dari itu, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada: (1)
Allah SWT yang Maha Pemurah karena saya telah diberi kesempatan untuk melakukan penelitian di semester ini dengan berbagai hambatan dan halangan yang menjadikan saya cukup dewasa untuk menyandang gelar Sarjana Sains dan menyadarkan saya bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang besar, diperlukan juga usaha yang keras;
(2)
Dr. Ridla Bakri, M.Phil selaku Ketua Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia;
(3)
Dr. Ivandini Tribidasari, selaku dosen pembimbing I dan pembimbing akademis yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;
(4)
Dr. Yuni Krisyuningsih, selaku dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membimbing saya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini;
(5)
Bapak dan Ibu Dosen Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu yang sangat berguna selama perkuliahan;
(6)
Ir. Hedi Surrahman, M.Si yang telah banyak memberikan bantuan dalam proses peminjaman alat dan bahan selama penelitian;
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(7)
Bapak Sutrisno “Babeh” Perpustakaan, Mbak Ina, Mbak Cucu, Mbak Tri, Mbak Emma, Pak Mardji, Pak Hadi, Pak Kiri, Pak Amin, dan seluruh staf Departemen Kimia FMIPA Universitas Indonesia;
(8)
Kedua orang tua dan adik-adik saya, yang selalu memberikan dukungan baik materil maupun imateril, dorongan semangat, dan doa yang tiada hentinya untuk saya;
(9)
Bapak Jajat Sudrajat (Teknisi Lab. RPKA, Departemen Teknik Kimia FTUI), Bapak Wisnu Ari Adi (BATAN, Serpong), Mas Adi dan Mas Ferdian (CPMFA, Departemen Teknik Metalurgi FTUI), Bapak Bambang (Salemba), Bapak Anton dan Mbak Rini (LIPI Metalurgi, Serpong) serta Bapak Suradi dan Bapak Jatmika (Lab. Tekmira, Bandung) atas bantuan dan kerjasamanya selama penelitian demi kelancaran penulisan skripsi;
(10)
Rekan-rekan satu grup penelitian: Kak Ikor, Kak Savitri, Kak Silvya, Kak Widya, Kak Santy, Kak Widy, Kak Rafi;
(11)
Teman-teman penelitian 1 pembimbing :
Siti Rosyidah, Rania Umar,
Harmesa, dan Rodothy Mila; (12)
Teman-teman penelitian lainnya : Sania Nurlulu, Lisa Fitriani, Noer Fadlina, Deagita Yolani, dan seluruh rekan-rekan penelitian lantai 3 dan 4 yang selalu memberikan semangat kepada penulis;
(13)
Seluruh teman-teman angkatan 2005, 2006, 2007, 2008, dan 2009 yang tidak dapat disebutkan satu-persatu;
(14)
Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu saya dalam penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu penulis. Semoga skripsi ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Penulis
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Mutiara Pangestika Gunarso : Kimia : Modifikasi Membran Cair dengan Nanozeolit Na-Y dan Aplikasinya untuk Pemisahan Gas
Pengujian pemisahan gas dilakukan dengan menggunakan membran cair yang telah dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y. Membran cair yang digunakan adalah cairan higroskopik gliserol yang diimpregnasikan ke dalam membran hidrofilik berpori polyvinilidene fluoride (PVDF). Membran PVDF ini berfungsi sebagai support dari gliserol. Membran cair tersebut dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y dan dilakukan pengujian untuk aplikasi pemisahan gas. Nanozeolit yang digunakan disintesis dengan menggunakan metode seeding. Hasil nanozeolit yang terbentuk kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan SEM-EDS, XRD, FTIR, BET, serta PSA. Pola XRD menunjukkan nanozeolit yang terbentuk memiliki struktur zeolit Y. Hasil karakterisasi dengan SEM-EDS menunjukkan kristal nanozeolit yang saling bertumpuk dengan struktur berbentuk kubus dengan rasio Si/Al 3,21. Berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan PSA, didapatkan distribusi terbesar dari ukuran nanozeolit adalah 2 nm. Campuran gas yang digunakan untuk aplikasi pemisahan gas adalah campuran gas yang mengandung CO2, N2, serta O2 dengan rasio perbandingan volume 1:1:1. Pengujian pemisahan gas dilakukan pada suhu 250C dengan variasi tekanan 0,5 bar dan 1,5 bar. Variasi juga dilakukan pada jumlah nanozeolit (5%-20%) yang ditambahkan pada membran cair. Berdasarkan hasil percobaan, pemisahan gas CO2 paling baik terjadi pada tekanan 0,5 bar dengan 20% penambahan jumlah nanozeolit.
Kata kunci xiii + 74 halaman Daftar Pustaka
: gliserol, membran cair, metode seeding, nanozeolit, pemisahan gas. : 18 gambar ; 6 tabel : 22 (1973-2011)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
ABSTRACT
Name Study Program Title
: Mutiara Pangestika Gunarso : Chemistry : Modification of Liquid Membrane with Nanozeolite Na-Y and The Application as Gas Separation
Examination of gas separation was carried out by using a Na-Y nanozeolite modified liquid membrane. Liquid of hygroscopic glycerol used as the liquid membrane was impregnated in a porous hydrophilic polyvinilidenen fluoride (PVDF) membrane. The PVDF membrane serves as a support of glycerol. The liquid membrane was modified by nanozeolite Na-Y examined for application of gas separation. Nanozeolite was synthesized by seeding method and then characterized by using SEM-EDS, XRD, FTIR, BET, and PSA. XRD patterns showed that nanozeolite structure was zeolite Y. SEM-EDS result showed that the crystal of nanozeolite grew over one another with cube-shaped structure and the Si/Al ratio is 3,21. Based on the PSA result, the biggest distribution size of nanozeolite obtained was 2 nm. A gas mixture that contains of CO2, N2, and O2 with volume ratio of 1:1:1 was used for gas separation. Examination of gas separation was carried out at 250C with various pressures of 0,5 bar and 1,5 bar. The number of nanozeolite in the liquid membrane was also varied (5%-20%). Based on experimental, the best separation of CO2 gas can be obtained with pressure of 0,5 bar and 20% the number of nanozeolite. Keyword xiii + 74 pages Bibliography
: glycerol, gas separation, liquid membrane, nanozeolite, seeding method. : 18 pictures ; 6 tables : 22 (1973-2011)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................. v KATA PENGANTAR ............................................................................................ vi ABSTRAK .............................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI ........................................................................................................... x DAFTAR TABEL................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xiii DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xiii 1. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 4 1.4 Hipotesis ...................................................................................................... 4 1.5 Manfaat Penelitian....................................................................................... 4 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................... 5 2.1 Faujasite (FAU) .......................................................................................5 2.2 Nanozeolit ...............................................................................................6 2.3 Membran Cair .........................................................................................7 2.4 GC-TCD ..................................................................................................9 3. METODE PENELITIAN ............................................................................12 3.1 Bahan dan Alat ........................................................................................12 3.1.1 Bahan .............................................................................................. 12 3.1.2 Alat .................................................................................................12 3.2 Prosedur Percobaan .................................................................................13 3.2.1Pembuatan Larutan ..........................................................................13 3.2.1.1 Pembuatan Larutan NaOH .................................................13 3.2.1.2 Pembuatan Larutan NH4OH ..............................................13 3.2.2Sintesis Seed ....................................................................................14 3.2.3 Sintesis Nanozeolit FAU ................................................................15 3.2.4 Aplikasi Pemisahan Gas ................................................................16
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................22 4.1 Seed .........................................................................................................22 4.1.1 Sintesis Seed ...................................................................................22 4.1.2 Karakterisasi Seed ..........................................................................24 4.1.2.1 Karakterisasi dengan XRD ................................................24 4.1.2.2 Karakterisasi dengan FTIR ................................................25 4.1.2.3 Karakterisasi dengan SEM-EDX .......................................27 4.2 Nanozeolit Faujasite tipe Y ......................................................................22 4.2.1. Sintesis Nanozeolit ........................................................................29 4.2.2. Karakterisasi Nanozeolit Na-Y .....................................................30 4.2.2.1 Karakterisasi dengan XRD ...............................................30 4.2.2.2 Karakterisasi dengan FTIR ...............................................32 4.2.2.3 Karakterisasi dengan PSA ................................................34 4.2.2.4 Karakterisasi dengan SEM-EDX ......................................35 4.3 Aplikasi Pemisahan Gas ...........................................................................36 5. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................43 5.1 Kesimpulan ..............................................................................................43 5.2 Saran .........................................................................................................43 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................45 LAMPIRAN .......................................................................................................48
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Daerah Serapan Seed ...........................................................................27 Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Karakterisasi dengan Standar Zeolit Y ..............32 Tabel 4.3 Daerah Serapan Zeolit Y .....................................................................34 Tabel 4.4 Tabel Pemisahan Gas ..........................................................................37 Tabel 4.5 Komposisi Gas Setelah Melewati Membran Cair ...............................38 Tabel 4.6 Diameter Kinetik Gas..........................................................................42
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Zeolit Faujasite ..............................................................5 Gambar 2.2 Emulsion Liquid Membrane...........................................................8 Gambar 2.3 Supported Liquid Membrane .........................................................9 Gambar 2.4Skema Peralatan GC.........................................................................10 Gambar 3.1Diagram Alir Sintesis dan Karakterisasi Seed .................................18 Gambar 3.2Bagan Alir Sintesis dan Karakterisasi Nanozeolit FAU ..................19 Gambar 3.3 Skema Reaktor Pemisahan Gas .......................................................20 Gambar 3.4Penampang Atas Membran Module .................................................20 Gambar 3.5 Reaktor Pemisahan Gas ...................................................................21 Gambar 4.1 Difraktogram Seed ..........................................................................25 Gambar 4.2Hasil Kromatogram Seed dengan FTIR ...........................................26 Gambar 4.3Hasil Karakterisasi Seed dengan SEM .............................................28 Gambar 4.4 Difraktogram Zeolit Na-Y.............................................................31 Gambar 4.5Difraktogram Standar Zeolit Na-Y ..................................................31 Gambar 4.6Hasil Karakterisasi Zeolit Y dengan FTIR .......................................33 Gambar 4.7Karakterisasi dengan PSA ................................................................34 Gambar 4.8Karakterisasi Zeolit dengan SEM ....................................................35 Gambar 4.9Grafik Pemisahan Gas ......................................................................38
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Spesifikasi Instrumen GC-TCD ..................................................48
Lampiran 2
Kromatogram Pemisahan Gas .....................................................49
Lampiran 3
Hasil BET Nanozeolit Na-Y ........................................................70
Lampiran 4
Hasil EDX Seed ...........................................................................71
Lampiran 5
Hasil EDX Nanozeolit Na-Y .......................................................72
Lampiran 6
Hasil PSA Nanozeolit Na-Y ........................................................74
DAFTAR ISTILAH
BET
: Brunauer-Emmett-Teller
EDX
: Energy Dispersive X-Ray
ELM
: Emulsion Liquid Membrane
FAU
: Faujasite
FTIR
: Fourier Transform Infra Red
GC-TCD
: Gas Chromatography – Thermal Conductivity Detector
PSA
: Particle Size Analyzer
SEM
: Scanning Electron Microscopic
SLM
: Supported Liquid Membrane
XRD
: X-Ray Diffraction
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Dewasa ini, sistem pemisahan gas melalui membran banyak
dikembangkan baik dalam skala laboratorium ataupun industri. Umumnya pemisahan gas dilakukan untuk mendapatkan komponen gas yang lebih murni ataupun untuk menyaring gas yang tidak berbahaya dari campuran gas yang berbahaya. Sistem pemisahan menggunakan membran menjadi metode yang paling sering digunakan karena pengerjaannya yang praktis dan selektivitasnya yang cukup tinggi. Kemampuan membran untuk memisahkan campuran gas telah dikenal semenjak abad ke-19, walaupun saat itu tingkat pemisahannya masih rendah (Mazur dan Chan, 1982). Pada tahun 1960 mulailah terjadi perkembangan dalam teknologi membran dimana Loeb dan Sourirajan berhasil membuat asimetrik membran dari bahan selulosa asetat untuk proses osmosa yang kemudian akhirnya dikembangkan dalam pemisahan gas. Semenjak itulah banyak industri yang beralih metode dari proses pemisahan secara konvensional ke proses pemisahan melalui membran. Teknologi pemisahan lewat membran ini menggantikan prosesproses pemisahan seperti distilasi, reaksi pengendapan, evaporasi, dan lain sebagainya (Ahmad, 1997). Pemilihan metode pemisahan gas dengan menggunakan membran didasarkan pada beberapa alasan, salah satunya adalah kepraktisan penggunaan membran sebagai filter (pemisah). Penggunaan membran menjadi praktis karena tidak perlu mengubah fasa bahan yang akan dipisahkan. Filter membran dapat digunakan untuk semua fasa bahan, baik itu berupa padatan, cairan, bahkan gas. Selain itu juga proses pemisahannya sederhana karena mudah dikontrol dan dioperasikan sehingga tidak memerlukan waktu yang lama dalam penggunaannya serta membutuhkan biaya yang relatif rendah (Asadollahi et al., 2010). Beberapa jenis membran sudah digunakan untuk aplikasi pemisahan gas, salah satunya adalah membran cair. Selama lebih dari 30 tahun, membran cair
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
sudah menjadi fokus dalam riset pemisahan gas. Difusivitasnya yang lebih tinggi terhadap cairan dibandingkan terhadap padatan menjadikan membran cair diharapkan memiliki permeabilitas yang lebih tinggi dalam pemisahan gas (Krull, 2008). Aplikasi pemisahan gas yang banyak digunakan adalah pemisahan gas CO2 dari campuran gas. Pemisahan CO2 memiliki banyak manfaat khususnya dalam bidang industri dan lingkungan. Meskipun banyak keuntungan yang didapat dalam sistem pemisahan melalui membran, namun penggunaannya secara khusus untuk mendapatkan kualitas pemisahan yang benar-benar tinggi cukuplah sulit. Permeabilitas serta selektivitas dari membran menjadi indikator kualitas pemisahan. Semakin tinggi permeabilitas serta selektivitas membran terhadap suatu zat, maka kualitas pemisahannya semakin baik. Hal ini cukup sulit diamati karena setiap zat yang akan dipisahkan memiliki sifat-sifat tertentu yang mempengaruhi proses pemisahan. Adanya modifikasi terhadap sistem pemisahan membran diindikasikan dapat meningkatkan kualitas pemisahan. Salah satu modifikasi yang dapat dilakukan adalah dengan menambahkan penggunaan zeolit terhadap membran. Zeolit merupakan salah satu mineral yang pemanfaatannya paling banyak digunakan di dunia. Berbagai teknologi tampaknya tidak lepas dari pemanfaatan zeolit sebagai material utamanya. Banyak peneliti hingga saat ini yang masih terus mencari tahu mengenai zeolit dan sisi lainnya. Tak sesederhana namanya, zeolit ternyata memiliki berbagai keunggulan yang sudah dimanfaatkan secara luas. Menurut Sugianto, Ketua Asosiasi Pengusaha Zeolit Indonesia (ASZEOTA), peran penting zeolit nampak jelas di bidang pertanian, lingkungan bahkan industri. Pemanfaatan zeolit semakin berkembang seiring dengan perkembangan teknologi. Melihat peran nanoteknologi yang lebih unggul dan semakin luas aplikasinya, penggunaan zeolit pun mulai dikembangkan berdasarkan asas nanoteknologi menjadi sebuah nanozeolit. Nanozeolit merupakan suatu zeolit yang diformasikan dalam skala nano. Secara umum, sifat nanozeolit tidak berbeda dengan sifat zeolit, hanya saja nanozeolit lebih unggul karena ukurannya yang lebih kecil dan luas permukaannya yang semakin besar sehingga sisi aktif yang
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
dapat berinteraksi secara fisika maupun kimia dengan material lainnya semakin banyak (Yulizar, 2004; Krisnandi et al., 2010). Hal ini menjadi salah satu pertimbangan ekonomis bagi pengguna nanozeolit karena untuk mendapatkan kualitas produk yang tinggi, tidak perlu menggunakan material dalam kuantitas yang banyak. Nanozeolit memiliki ukuran kurang dari 200 nm. Pengurangan ukuran partikel dari mikrometer menjadi nanometer merupakan perubahan penting yang mempengaruhi sifat material, terutama terhadap aplikasinya sebagai katalis dan dalam proses pemisahan. Seiring dengan berkembangnya aplikasi penggunaan nanozeolit, nanozeolit digunakan sebagai membran yang memiliki potensi kualitas tinggi bagi perindustrian. Dilaporkan bahwa selektivitas membran bergantung pada ketebalan dan sifat dari lapisan membran tersebut (Akmal, 2010). Sementara itu, berbagai metode digunakan untuk mensintesis nanozeolit. Salah satu metode yang digunakan adalah metode seeding. Pada penelitian terdahulu telah dilakukan sintesis lapisan tipis nanozeolit Na-Y pada permukaan glassy carbon dengan metode seeding. Penelitian ini mengacu pada hasil yang dilaporkan oleh Zhang et al (2007) yang menumbuhkan lapisan tipis nanozeolit Na-Y pada permukaan α-alumina. Alasan digunakannya glassy carbon adalah agar lapisan tipis nanozeolit pada glassy carbon dapat digunakan sebagai elektroda (Zhang, et al., 2007). Pada penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, nanozeolit juga digunakan untuk imobilisasi partikel besi dalam pembuatan elektroda karbon termodifikasi nanozeolit-besi untuk aplikasi sebagai sensor arsen (Krisnandi et al., 2010). Mengacu pada penelitian yang sebelumnya telah dilakukan oleh Mutamminal Ahkam (2011) mengenai pemisahan gas etanol-metanol dengan menggunakan nanozeolit FAU yang diimobilisasi pada suatu kasa baja stainless belum berhasil dengan sempurna memisahkan gas etanol dan metanol. Pada penelitian ini, nanozeolit FAU digunakan untuk memodifikasi membran cair gliserol dan digunakan untuk aplikasi pemisahan gas CO2, N2, serta O2. Diketahui bahwa gliserol adalah cairan yang bersifat higroskopis dan hidrofilik sehingga diharapkan dalam pemisahan campuran gas, gas yang cenderung lebih polar akan
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
tertahan lebih lama di dalam gliserol. Nanozeolit digunakan untuk menahan gasgas yang polar lebih lama sehingga pemisahan diharapkan menjadi lebih baik.
1.2
Perumusan Masalah a.
Apakah membran cair gliserol dapat memisahkan campuran gas CO2, N2, dan O2?
b.
Apakah membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y dapat meningkatkan kemampuan pemisahan gas CO2, N2, dan O2?
c.
Apakah tekanan serta jumlah nanozeolit yang digunakan pada modifikasi membran cair gliserol berpengaruh terhadap aktivitas pemisahan gas?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas pemisahan gas
serta faktor yang mempengaruhinya dengan menggunakan membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y.
1.4
Hipotesis a. Membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y meningkatkan kemampuan untuk pemisahan gas CO2, N2, dan O2. b. Tekanan serta jumlah nanozeolit yang digunakan untuk modifikasi membran cair gliserol berpengaruh terhadap aktivitas pemisahan gas.
1.5
Manfaat Penelitian Membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolite Na-Y dapat
digunakan untuk pemisahan gas khususnya pemisahan gas CO2 dari campuran gas N2 dan O2. Aplikasi pemisahan gas CO2 ini dapat digunakan untuk membantu membangun lingkungan hidup yang lebih asri lagi tanpa adanya CO2 berlebih di udara.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Faujasite (FAU) Faujasite (FAU) ditemukan pada tahun 1784 oleh Barthélemy Faujas de
Saint-Fond, seorang profesor geologi berkebangsaan Perancis. Beliau memformulasikan beberapa aturan tentang zeolit dalam buku yang berjudul “Mineralogie des Volcans”. Oleh karena itu, untuk menghormatinya, pada tahun 1842 suatu zeolit diberi nama Faujasite atau yang lebih dikenal dengan nama FAU (Tovina, 2009). Berdasarkan strukturnya, Faujasite merupakan zeolit grup 4 yang memiliki struktur double-6-ring, D6R, sebagai unit bangun sekunder. Faujasite terdiri atas zeolit X dan zeolit Y yang secara topologi memiliki struktur yang sama meskipun memiliki karakteristik serta perbandingan jumlah Si/Al yang berbeda (Breck, 1973). Faujasite memiliki diameter pori 7,4 Å yang terbentuk dari 12 cincin. Rongga dalamnya memiliki diameter 12 Å yang dikelilingi oleh 10 sodalite cages (Anshori, 2009). Satu unit sel FAU berbentuk kubus dengan panjang sisi 25 Å dan terdiri dari 192 tetrahedral (Si,Al)O4 (Breck, 1973). Zeolit ini terdekomposisi secara termal pada suhu 793oC
Gambar 2.1. Kerangka Zeolit Faujasite
Faujasite memiliki rumus komposisi Na12Ca12Mg11[(AlO2)59(SiO2)133].235 H2O dengan kation pembentuk kompleks meliputi Ca, Na, K dan Mg dengan jumlah tertentu (Breck, 1973). Rumus komposisi zeolit Y dan zeolit X tidak jauh berbeda dengan rumus komposisi Faujasite. Rumus komposisi zeolit X adalah 5 Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Na84,4[(AlO2)84(SiO2)108].250 H2O sedangkan rumus komposisi zeolit Y adalah Na54[(AlO2)55,7(SiO2)136,3].249 H2O. Faujasite merupakan golongan zeolit dengan jumlah silika sedang dengan rasio Si/Al adalah 1-5. Untuk zeolit X, rasio Si/Al berada diantara 1-1,5 sedangkan untuk zeolit Y, rasio Si/Al berada diantara 1,5 hingga 3 (Asadollahi et al., 2010). Faujasite dapat disintesis sama seperti zeolit lainnya yang berasal dari sumber alumina dan sumber silika. Bahan-bahan ini dilarutkan dalam larutan yang mengandung natrium hidroksida dan dikristalisasi pada 70 sampai 300oC (umumnya 100oC). Proses hidrotermal umumnya digunakan dalam sintesis faujasite untuk pembentukan dan pertumbuhan inti kristal zeolit. Proses hidrotermal yang digunakan menyerupai dengan proses hidrotermal pada panas bumi yang merupakan tempat pembentukan dari zeolit alam.
2.2
Nanozeolit Nanozeolit merupakan zeolit yang direkayasa dalam skala nanopartikel.
Dengan memanfaatkan pori-pori yang ada di struktur zeolit, nanozeolit dapat disintesis dengan menggunakan pori-pori dalam zeolit sebagai pencegah terjadinya agregasi nanopartikel dengan menumbuhkan nanopartikel tersebut di dalam pori-pori nanozeolit (Zhang et al., 2002). Adanya pengurangan ukuran partikel dari mikrometer menjadi nanometer merupakan perubahan penting yang mempengaruhi sifat material, terutama terhadap aplikasinya sebagai katalis dan dalam proses pemisahan. Nanozeolit memiliki luas permukaan yang besar dan aktivitas pada permukaannya akan lebih besar (Krisnandi et al., 2010). Pembentukan nanozeolit memerlukan kondisi yang khusus. Pembentukan inti kristal dilakukan pada temperatur yang tidak begitu tinggi sehinga dapat dihasilkan kristal berskala nano. Selanjutnya nanokristal zeolit dibuat dengan agregasi minimum yang bertujuan mendapatkan koloid yang stabil, kemudian dimurnikan dengan sentrifugasi berulang dengan kecepatan tinggi dan diredispersi dalam cairan. Sintesis nanozeolit biasanya menghasilkan zeolit dengan ukuran partikel kurang dari 100 nm (Inayati, 2008).
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
2.3
Membran cair Membran cair didefinisikan sebagai lapisan cair tipis bersifat
semipermeabel yang memisahkan 2 fasa cairan ataupun 2 fasa gas. Umumnya membran jenis ini digunakan karena nilai difusivitasnya yang tinggi terhadap medium cair (Krull, 2008). Pada membran cair, terdapat molekul pembawa (carrier) yang dapat meningkatkan permeabilitas membran. Secara umum, pemisahan molekul melalui membran cair dapat dibagi menjadi beberapa tahap di bawah ini: 1. Interaksi antara membran dengan molekul yang akan dipisahkan pada interface feed; 2. Kompleksasi molekul dengan carrier pada membran; 3. Difusi kompleks carrier melewati membran; 4. Dekompleksasi reaksi pada interface permeate; 5. Desorpsi molekul yang terpisah. Pada jenis membran ini, carrier berada tetap di dalam membran dan dapat bergerak jika dilarutkan dalam cairan. Carrier juga harus bisa menunjukan afinitas yang sangat spesifik terhadap satu komponen sehingga diperoleh selektivitas yang tinggi. Komponen yang dapat dipisahkan dapat berupa gas, cairan ionik, ataupun cairan non-ionik (Rieko, 2007). Beberapa jenis membran cair telah digunakan di berbagai disiplin ilmu, seperti kimia teknik, kimia anorganik, kimia analitik, fisiologi, bioteknologi, dan rekayasa biomedis. Beberapa metode ini telah diterapkan dalam berbagai manfaat, seperti pemisahan gas, pembuangan senyawa organik, pemulihan logam ion, pendegradasian polutan dan bio-pemisahan. Secara umum membran cair terbagi menjadi 2 jenis : a.
Membran Cair Emulsi (Emulsion Liquid Membrane, ELM) Membran cair emulsi atau yang biasa disebut ELM merupakan salah satu
jenis membran cair yang sudah banyak digunakan untuk pemisahan di laboratorium maupun industri. ELM telah berhasil digunakan untuk memisahkan fenol dan senyawa turunannya, yaitu nitrofenol dengan efisiensi lebih dari 98 %. ELM dapat divisualisasikan sebagai gelembung di dalam sistem. Fasa dalam gelembung bertindak sebagai fasa penerima sementara sedangkan fasa luar
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
gelembung bertindak sebagai fasa donor yang berperan untuk memisahkan campuran senyawa. ELM umumnya digunakan pada sistem yang memiliki interface area yang rendah. Pada prinsipnya, ELM merupakan emulsi ganda yang terdiri dari fasa penerima yang terdispersi dalam fasa membran dan emulsi ini tersebar dalam fasa donor. Sebuah spesies dari fasa donor diserap ke dalam fasa membran, berdifusi terhadap fasa penerima dan akhirnya terdesorpsi. Untuk mendapatkan pemisahan, emulsi ganda hancur dan spesies ini diekstrak dari fasa penerima (Krull, 2008).
Gambar 2.2. Emulsion Liquid Membrane
b.
Membran Cair Berpendukung (Supported Liquid Membrane, SLM) Membran cair berpendukung atau SLM merupakan salah satu membran
cair yang paling banyak digunakan untuk penelitian atau eksperimen. SLM jauh lebih sederhana untuk divisualisasikan. Bentuknya cenderung rigid yang tersusun atas banyak mikropori. Setiap pori pada membran cair berpendukung diisi dengan cairan organik. Selain itu juga, membran jenis ini membutuhkan support dalam aplikasinya. Support umunya diimpregnasi pada membran cair yang kemudian digunakan untuk pemisahan atau penyaringan senyawa organik atau gas. Penggunaan SLM dalam pemisahan gas memiliki keunggulan karena selektivitasnya yang tinggi. Namun dibalik itu, membran cair ini juga memiliki beberapa kelemahan, antara lain sifatnya yang tidak stabil serta kecenderungan adanya degradasi kimia oleh carrier. Beberapa permasalahan tadi umumnya dapat diatasi dengan penggunaan membran cair pada tekanan yang rendah, ketebalan membran yang cukup tipis serta penggunaan carrier yang tepat sehingga mencegah terjadinya degradasi kimia (Teramoto, 2000).
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Gambar 2.3. Supported Liquid Membrane
Penggunaan membran cair pada penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Asadollahi et al. (2010), yaitu dengan menggunakan membran cair berpendukung Triethylen Glycol (TEG) dengan support Polyvinilidene Fluoride (PVDF) yang dimodifikasi dengan nanozeolit. Namun pada penelitian ini terdapat sedikit perbedaan dimana membran cair yang digunakan adalah gliserol dengan support PVDF.
2.4
GC-TCD (Gas Chromatography – Thermal Conductivity Detector) Kromatografi gas atau GC merupakan teknik instrumental yang
dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an. GC merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan senyawa-senyawa gas anorganik dalam suatu campuran Perkembangan teknologi yang signifikan dalam bidang elektronik, komputer, dan kolom telah menghasilkan batas deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik analisis dengan resolusi yang meningkat (Settle, 1997). Dalam GC, gas (yang biasa disebut carrier gas) digunakan untuk membawa sampel melewati suatu kolom yang didukung oleh material tertentu. Karena gas yang bergerak, maka disebut mobile phase (fasa bergerak), sebaliknya material yang diam disebut stationary phase (fasa diam). Ketika mobile phase membawa sampel melewati stationary phase, sebagian komponen sampel akan lebih cenderung menempel ke stationary phase dan bergerak lebih lama dari komponen lainnya, sehingga masing-masing komponen akan keluar dari stationary phase pada saat yang berbeda. Dengan cara ini komponen-komponen sampel dipisahkan (Asro, 2008).
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Secara umum, skema peralatan GC adalah sebagai berikut :
Gambar 2.4. Skema Peralatan GC [Sumber : Lansida, 2008]
Ada beberapa jenis detektor yang umumnya digunakan dalam GC, salah satunya adalah Thermal Conductivity Detector (TCD). TCD merupakan detektor universal yang digunakan untuk mendeteksi udara, hidrogen, karbon monoksida, nitrogen, oksida belerang, gas anorganik dan senyawa lainnya. Untuk pengukuran terhadap molekul organik, sensitivitas dari TCD lebih rendah dibandingkan dengan Flame Ionisasi Detector (FID). TCD didasarkan pada prinsip konduktivitas termal yang bergantung pada komposisi gas. Komponen dalam sampel melewati saluran dimana mengalir gas pembawa yang murni. Senyawa kimia aktif seperti asam dan senyawa terhalogenasi harus dihindari ketika menggunakan TCD. Hal ini disebabkan karena senyawa tersebut dapat menyerang filamen (kawat) sehingga mengubah resistensi serta sensitivitas dari detektor. Zat pengoksidasi, seperti oksigen juga dapat merusak filamen sehingga kondisi sistem yang bebas dari kebocoran harus selalu dijaga.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi respon optimal dari TCD, yaitu suhu detektor, laju aliran gas pembawa dan gas referensi serta resistensi dari filamen. Faktor-faktor tersebut penggunaannya harus optimal untuk mendapatkan respon TCD dengan sensitivitas yang tinggi. Dalam GC-TCD gas pembawa digunakan untuk transfer sampel melalui kolom ke TCD-detektor serta dan sebagai gas referensi. Dengan GC-TCD gas referensi dan gas detektor harus sama sebagai carrier gas. Adapun pada GC, gas pembawa harus inert dan tidak dapat diserap oleh bahan kolom. Helium merupakan gas pembawa yang umumnya digunakan pada TCD karena konduktivitas termalnya yang tinggi. Namun selain itu, nitrogen, argon atau hidrogen juga dapat digunakan sebagai gas pembawa pada GC-TCD. Penggunaan jenis gas pembawa bergantung pada sampel yang akan diuji. Sebuah detektor TCD dapat bekerja denga baik apabila ada perbedaan besar dalam konduktivitas termal antara gas pembawa dan sampel.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1
Bahan dan Alat
3.1.1
Bahan
a. Gliserol b. Tetraetilortosilikat, TEOS c. Membran hidrofilik berpori, polyvinilidene fluoride, PVDF d. Aluminium isopropoksida, Al[((CH3)2CHO)]3 e. Tetrametilamonium hidroksida, N(CH3)4OH f. Natrium metasilikat, Na2SiO3.9H2O g. Aluminium sulfat, Al2(SO4)3 h. Natrium hidroksida, NaOH 0,1 M dan 1 M i. Larutan ammonia, NH4OH 0,1 M j. Asam asetat glasial, CH3COOH k. Etanol, C2H5OH l. Aquademin, H2O m. Campuran Gas O2, N2, dan CO2
3.1.2
Alat
a. Botol polipropilen (PP) b. Oven c. Tungku (furnace) d. Gelas beaker dan gelas ukur e. Pipet ukur dan pipet volumetri f. Sentrifuge dan tabung sentrifuge g. Batang pengaduk dan pipet tetes h. Hotplate dan magnetic bar i. Kondensor dan slang j. Sonikator dan desikator k. Thermostat
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
l. Cawan penguap m. Crusible Tong n. Reaktor pemisahan gas o. Botol semprot p. Flowmeter q. X-Ray Diffraction, XRD r. SEM-EDS s. Fourier Transform Infra Red, FTIR t. Particle Size Analyzer, PSA u. GC-TCD v. Isoterm BET
3.2
Prosedur Percobaan
3.2.1
Pembuatan Larutan
3.2.1.1 Pembuatan Larutan NaOH 0,1 M dan 1 M Sebanyak 0,2 gram NaOH dimasukkan ke dalam beaker gelas, kemudian dilarutkan dengan akuademin dan diaduk. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan akuademin sampai tanda tera. Maka diperoleh larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 M. Sebanyak 4 gram NaOH dimasukkan ke dalam beaker gelas, kemudian dilarutkan dengan akuademin dan diaduk. Larutan tersebut di masukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 mL dan ditambahkan akuademin sampai tanda tera. Maka diperoleh larutan NaOH dengan konsentrasi 1 M.
3.2.1.2 Pembuatan Larutan NH4OH 0,1 M Untuk membuat larutan NH4OH 0,1 M, maka dilakukan pengenceran dari larutan NH4OH pekat (15 M). Sebanyak 0,67 mL NH4OH 15 M dipipet menggunakan pipet ukur ke dalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan akuades sampai tanda tera.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
3.2.2
Sintesis Seed Seed yang digunakan untuk mensintesis kristal zeolit FAU tipe Y dibuat
dari larutan homogen dengan komposisi molar campuran 2,46 (TMA)2O : 0,032 Na2O : Al2O3 : 3,40 SiO2 : 400 H2O sesuai jurnal acuan (Lassinantti, et al., 1999). Seed ini dibuat dengan melarutkan 14,31 gram TEOS dalam 15 mL pelarut pada botol polipropilen (PP), kemudian distirer selama 30 menit (Larutan A). Pada gelas beaker, dilarutkan 8,336 gram aluminium isopropoksida dalam 15 mL pelarut, kemudian distirer selama 30 menit (Larutan B). Larutan B kemudian ditambahkan secara perlahan ke larutan A dalam botol PP sambil distirer. Proses stirer dilanjutkan selama 60 menit. Pada gelas beaker yang lain, sebanyak 18,384 gram TMAOH dilarutkan dalam 15 mL pelarut dan distirer selama 15 menit (Larutan C). Larutan C tersebut ditambahkan ke campuran Larutan A + B dalam botol PP secara perlahan sambil distirer. Proses stirer dilanjutkan selama 60 menit. Kemudian ditambahkan 12,8 gram NaOH 0,1 M dan 95,267 mL akuademin secara perlahan sambil distirer secara kuat selama 120 menit. Pengadukan dilanjutkan secara perlahan selama 18 – 24 jam untuk proses aging (pemeraman) dalam botol PP. Sebelum dilakukan proses aging, pH diatur sampai berada pada kisaran 8 – 11 dengan menambahkan asam asetat glasial. Semua proses stirer dilakukan pada suhu kamar dan pelarut yang digunakan adalah campuran etanol : aquademin dengan perbandingan volume 1: 4. Setelah proses aging, dilakukan proses hidrotermal dengan teknik refluks. Botol PP dipasang pada seperangkat alat refluks. Proses ini berlangsung selama 192 jam dalam water bath pada suhu 100oC. Setelah proses hidrotermal, botol PP dilepas dan larutan didinginkan pada suhu kamar. Seperempat bagian dari total volume larutan seed diambil untuk dimurnikan. Pemurnian ini dilakukan dengan cara sentrifugasi dan redispersi dalam larutan ammonia 0,1 M. Proses ini dilakukan sebanyak dua kali untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dan kemurnian yang lebih tinggi. Redispersi dalam ammonia dilakukan selama 24 jam dan disimpan dalam lemari pendingin, kemudian disentrifugasi. Sol gel yang diperoleh kemudian diredispersi dalam akuades hingga pH 10, disimpan dalam lemari pendingin, disentrifugasi. Untuk keperluan karakterisasi, sol gel yang diperoleh dikeringkan dalam oven selama 18 jam pada suhu 100oC. Powder seed
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
yang sudah kering di gerus dan disaring untuk memperbesar luas permukaan, kemudian dikalsinasi selama 18 jam pada suhu 500oC. Seed siap untuk dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dsan SEM-EDS. Karakterisasi dengan menggunakan FTIR dilakukan di Laboratorium Afiliasi, Departemen Kimia FMIPA UI dengan menggunakan instrumen FTIR Shimadzu. Sedangkan untuk XRD dilakukan di BATAN. Untuk SEM-EDS, pengujiannya dilakukan di Metalurgi LIPI Serpong. Bagan alir sintesis seed dapat dilihat pada Gambar 3.1.
3.2.3
Sintesis Nanozeolit FAU dengan Teknik Seeding Sintesis nanozeolit FAU tipe Y dengan teknik seeding, dilakukan dengan
pembuatan larutan koloid dengan komposisi molar 14 Na2O : Al2O3 : 10 SiO2 : 798 H2O : 3 Na2SiO4. Larutan ini dibuat dengan melarutkan 58,001 gram Na2SiO3 dalam 30 mL aquademin pada gelas beaker, kemudian distirer selama 30 menit (Larutan A). Pada gelas beaker yang lain, dilarutkan 13,601 gram Al2(SO4)3 dalam 160 mL NaOH 1 M, kemudian distirer 30 menit (Larutan B). Larutan B ditambahkan ke dalam Larutan A sambil distirer perlahan. Proses stirer dilanjutkan selama 60 menit. Ditambahkan akuademin 14,348 mL secara perlahan sambil distirer perlahan, kemudian dilanjutkan dengan stirer selama 120 menit. Selanjutnya, sebanyak 20 mL suspensi prekusor yang terbentuk ditambahkan dengan 10 mL suspensi seed dan distirer selama 2 jam untuk homogenisasi. Dilakukan pengaturan pH dalam sintesis nanozeolit FAU tipe Y, yaitu antara 9-12 dengan menambahkan asam asetat glasial. Setelah campuran tersebut cukup homogen dan pH-nya sesuai, dilakukan proses hidrotermal statis yang merupakan proses khusus dalam sintesis nanozeolit. Hidrotermal statis dilakukan dengan memasukkan campuran prekusor dan seed yang telah homogen ke dalam botol kaca tahan panas sambil ditutup rapat sehingga tidak ada uap air yang keluar. Botol kaca tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 1000C selama 18 jam. Setelah proses hidrotermal statis, suspensi nanozeolit kemudian dibagi menjadi 2 bagian, yaitu untuk keperluan aplikasi dan juga karakterisasi. Untuk
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
keperluan karakterisasi, suspensi nanozeolit disonikasi selama 1 jam lalu disentrifugasi untuk memisahkan air dan endapan zeolitnya. Endapan yang dihasilkan kemudian diredispersi dengan NH4OH 0,1 M sebanyak 2 kali pengulangan, masing-masing selama 24 jam. Kemudian endapan dikeringkan dalam oven dengan suhu 1000C selama 18 jam, endapan digerus untuk memperbesar luas permukaan. Lalu dikalsinasi pada suhu 3000C selama 18 jam. Kristal yang terbentuk kemudian dikarakterisasi dengan XRD, SEM-EDS, FTIR, dan BET. Karakterisasi zeolit FAU dengan menggunakan FTIR dilakukan di Laboratorium Afiliasi Departemen Kimia UI dengan menggunakan instrumen FTIR dari Shimadzu. Karakterisasi dengan SEM-EDS dilakukan di Laboratorium Teknik Metalurgi UI. Sedangkan untuk karakterisasi dengan BET dan XRD masing-masing dilakukan di TEKMIRA Bandung dan juga BATAN.
3.2.4
Aplikasi Pemisahan Gas Pada aplikasi pemisahan gas, digunakan membran cair berpendukung yang
dimodifikasi dengan nanozeolit FAU. Suspensi nanozeolit FAU yang sudah terbentuk kemudian dicampurkan dengan gliserol yang berfungsi sebagai membran cair dengan perbandingan massa 5%, 10%, 15%, dan 20% nanozeolit terhadap gliserol. Campuran tersebut kemudian distirer selama 5 jam lalu kemudian disonikasi selama 1 jam untuk memperkecil agregrat yang terbentuk. Membran yang mengandung 5% (wt) zeolite dinamakan PTY-5, membran yang mengandung 10% (wt) zeolite dinamankan PTY-10, membran yang mengandung 15% (wt) dinamakan PTY-15, membran yang mengandung 20% (wt) dinamakan PTY-20 dan membran yang tidak mengandung zeolit sama sekali dinamakan PT. Membran cair berpendukung disiapkan dengan cara impregnasi membran hidrofilik berpori PVDF dengan cairan higroskopik gliserol yang telah dicampurkan dengan nanozeolit FAU. Membran berpori yang digunakan adalah membran hidrofilik Durapore yang merupakan polyvinilidene fluoride (PVDF). Membran Durapore yang digunakan memiliki pori dengan ukuran 0,45 mikrometer, tebal 125 mikrometer, diameter filter sebesar 47 mm dan porositas sebesar 70%.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Membran cair tersebut kemudian siap digunakan untuk pemisahan gas CO2, N2, serta O2. Pemisahan gas dilakukan pada suhu 250C dengan tekanan 0,5 bar dan 1,5 bar. Aplikasi pemisahan gas dilakukan dengan menggunakan reaktor pemisahan gas dengan skema seperti yang terlihat pada Gambar 3.3 sampai 3.5. Karakterisasi pemisahan gas dilakukan dengan menggunakan 2 buah GCTCD dengan merk GC-8A Shimadzu yang berbeda. Penggunaan 2 buah GC-TCD yang berbeda ini dikarenakan tidak adanya instrumen GC-TCD yang terjangkau yang bisa memunculkan semua puncak N2, O2, dan CO2 dalam satu kromatogram. Oleh karena itu, digunakan 2 buah GC-TCD dimana 1 buah GC-TCD hanya bisa memunculkan puncak N2 dan O2 serta yang satunya lagi hanya bisa memunculkan peak CO2 saja. Fasa gerak dari GC-TCD yang pertama adalah gas argon dengan kolom kapiler berfasa diam molecular sieves serta suhu injeksi 1000C. Sedangkan untuk GC-TCD yang kedua fasa geraknya adalah gas argon dengan kolom kapiler berfasa diam karbon aktif dan suhu injeksi 1100C. Flow rate gas untuk kedua GCTCD tersebut adalah 40 cc/menit – 70 cc/menit. Adanya perbedaan tersebut menyebabkan masing-masing GC-TCD tidak bisa memunculkan ketiga puncak dalam 1 kromatogram.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Larutan A 14,310 gram TEOS dalam 15 mL pelarut pada botol PP, distirer 30 menit Larutan B 8,336 gram Al-isopropoksida dalam 15 mL pelarut pada beaker glass, distirer 30 menit Larutan C 18,384 gram TMAOH dalam 15 mL pelarut pada beaker glass, distirer 15 menit Larutan B ditambahkan ke Larutan A secara perlahan sambil distirer 60 menit (Campuran D)
Sol diendapkan pada suhu kamar 0 dan dioven 100 C selama 18 jam
Larutan C ditambahkan ke Campuran D secara perlahan sambil distirer 60 menit
Digerus dan disaring 0
Kalsinasi 500 C selama 18 jam Ditambahkan 12,8 gr NaOH 0,1 M dan 95,267 mL akuademin secara perlahan sambil distirer kuat selama 120 menit
Karakterisasi XRD, FTIR, dan SEMEDS
Diatur pH 8-11 dengan asam asetat glasial Proses aging selama 18-24 jam 0
Proses refluks selama 192 jam pada suhu 100 C Dinginkan pada suhu kamar
Sentrifugasi dan redispersi dengan amonia 0,1 M selama 24 jam (dilakukan pengulangan dua kali)
Sentrifugasi dan sol yang diperoleh di adjust dengan akuademin hingga pH 10 pada konsentrasi 1%
Suspensi seed yang didapat digunakan untuk aplikasi
Gambar 3.1 Diagram Alir Sintesis dan Karakterisasi Seed
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Larutan A 58,001 gr Na2SiO3 dalam 30 mL akuademin pada beaker glass, distirer 30 menit Larutan B 13,601 gr Al2(SO4)3 dalam 160 mL NaOH 0,1 M pada beaker glass, distirer 30 menit
Larutan B ditambahkan secara perlahan ke Larutan A, sambil distirer perlahan selama 1 jam
Ditambahkan akuademin 14,348 mL secara perlahan sambil distirer perlahan selama 2 jam
Suspensi yang terbentuk (prekusor FAU) kemudian disimpan di dalam lemari es
Didinginkan pada suhu kamar
Sentrifuge dan redispersi dalam ammonia 0,1 M selama 24 jam sebanyak 2 kali pengulangan
Endapan dikeringkan pada oven 0 100 C selama 18 jam
0
Kalsinasi 300 C selama 18 jam Sebanyak 20 mL prekusor ditambahkan dengan 10 mL seed dan diatur pH 9-12 dengan menambahkan asam asetat glasial
Karakterisasi dengan SEM-EDS, XRD, FTIR, dan BET
0
Dilakukan hidrotermal statis di dalam oven 100 C selama 18 jam
Karakterisasi dengan PSA
Suspensi FAU yang dihasilkan dicampurkan dengan gliserol dengan konsentrasi 5%, 10%, 15%, dan 20%
Disonikasi selama 1 jam
Digunakan untuk aplikasi pemisahan gas
Gambar 3.2 Bagan Alir Sintesis dan Karakterisasi Nanozeolit FAU
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
flowmeter
klep
Inject GC
Membran cair
Pressure Gauge
Campuran gas N2, O2, dan CO2
Gambar 3.3 Skema Reaktor Pemisahan Gas
Stainless steel
Gliserol + suspensi nanozeolit
Membran berpori PVDF
Gambar 3.4 Penampang Atas Membran Module
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Gambar 3.5 Reaktor Pemisahan Gas
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Seed
4.1.1
Sintesis Seed Sintesis nanozeolit Na-Y dilakukan dengan menggunakan metode seeding.
Beberapa penelitian terdahulu di grup penelitian kami telah menggunakan metode seeding ini dalam sintesis nanozeolit, antara lain Mutamminal Ahkam (2011) dalam “Sintesis dan Karakterisasi Membran Nanozeolit Y untuk Aplikasi Pemisahan Gas Metanol-Etanol” serta Ivandini et al. (2010) dalam “Sintesis Nanozeolit Na-Y pada Glassy Carbon dengan Metode Seeding”. Penggunaan metode seeding dalam sintesis zeolit adalah untuk mendapatkan ukuran partikel zeolit yang lebih seragam dengan ukuran tertentu. Hal ini disebabkan karena terjadinya proses kristalisasi yang kontinu mulai dari pembentukan inti kristal sampai pertumbuhan kristal (Kim et al., 2005). Pada metode seeding, waktu kristalisasi yang terjadi berjalan lebih singkat karena adanya pengurangan waktu induksi pada saat proses nukleasi. Seed yang terbentuk berperan sebagai inti kristal untuk proses secondary growth crystal selanjutnya (Eser, 2005). Hal inilah yang dimaksud sebagai proses kristalisasi yang kontinu. Pada sintesis seed, sumber Si yang digunakan adalah berasal dari TEOS serta sumber Al yang digunakan adalah berasal dari Alumunium isopropoksida. Komposisi molar larutan homogen yang digunakan yaitu 2,46 (TMA)2O : 0,032 Na2O : Al2O3 : 3,40 SiO2 : 400 H2O (Lassinantti et al., 1999) dengan modifikasi pelarut etanol : air adalah 1:4 (v/v). Modifikasi pelarut ini dilakukan karena sifat dari bahan-bahan kimia yang digunakan seperti TEOS dan alumunium isopropoksida yang sensitif terhadap air. Alumunium isopropoksida sangat mudah terhidrolisis dengan adanya air. Sedangkan TEOS sangat mudah terkonversi menjadi SiO2 seperti pada reaksi berikut : (Inayati, 2008) Si(OC2H5)4 + 2 H2O
SiO2 + 4 C2H5OH
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Proses awal dari sintesis seed ini adalah dengan mencampurkan TEOS dan Alumunium isopropoksida sampai larut homogen dengan menggunakan bantuan stirer untuk homogenisasi. TEOS dan Alumunium isopropoksida menjadi pilihan bahan yang digunakan dalam sintesis seed ini karena bahan-bahan tersebut tergolong ke dalam organologam yang diharapkan dapat membantu mempercepat proses pembentukan zeolit karena sifatnya yang lebih reaktif sehingga memerlukan energi aktivasi yang rendah untuk bereaksi dengan zat lain. Sintesis seed dilakukan dalam pH basa, yaitu pada pH 8-12. Berdasarkan jurnal acuan, pH 10 merupakan pH optimum terbentuknya seed yang merupakan struktur awal dari kerangka zeolit Y (Lassinantti et al., 1999). Penambahan larutan NaOH 0,1 M menjadi salah satu faktor terbentuknya suasana basa pada sintesis seed. Untuk menjaga agar pH –nya tetap berada diantara 8-12, maka ditambahkan asam asetat glasial pada campuran tersebut. Asam asetat glasial tidak akan merusak struktur pembentukan kerangka seed karena akan membentuk sistem buffer dengan basa berlebih sehingga dapat digunakan untuk pengaturan pH pada sintesis seed. Selain mengandung Si dan Al, dalam sintesis seed juga diperlukan molekul pengarah struktur zeolit atau Structure Directing Agent (SDA). Fungsi dari molekul pengarah ini adalah sebagai penstabil kerangka seed yang sudah terbentuk agar tidak terjadi agregasi sehingga dapat mengarahkan struktur kristal zeolit yang diinginkan. Pembentukan ukuran pori dan bentuk zeolit dapat ditentukan oleh suatu molekul pengarah yang ditambahkan pada proses hidrotermal (Shedave, 2009). Pada penelitian ini, yang bertindak sebagai molekul pengarah struktur adalah tetrametil amonium hidroksida (TMAOH). TMAOH merupakan surfaktan kationik yang akan mengarahkan ke pembentukan pori dan difungsikan seperti kation untuk menetralkan kerangka yang anionik ([SiO4]4- atau [AlO4]5-) (Mazak, 2006). Dalam proses pembentukan kerangka awal zeolit, dilakukan juga proses pemeraman pada suhu kamar (aging) selama 18-24 jam. Tujuan dari aging ini adalah untuk meningkatkan interaksi antara surfaktan kationik dengan spesi anionik agar menghasilkan strutur kristal yang diinginkan. Pada proses aging, inti kristal dari kerangka zeolit mulai terbentuk. Selanjutnya proses pertumbuhan inti kristal tersebut terjadi pada saat proses refluks. Proses refluks dilakukan selama
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
192 jam pada suhu 1000C sambil distirer secara perlahan (Lassinantti et al., 1999). Pada proses refluks, adanya kondensor pada sistem dapat mengurangi air yang menguap sehingga dapat bertahan selama 8 hari pada pemanasan sekitar 1000C. Faktor tekanan tidak diperhitungkan pada sistem refluks walaupun sebenarnya tekanan pada proses pertumbuhan kristal sangat berpengaruh terhadap pembentukan kristal yang baik pada sintesis zeolit (Warsito, et al., 2008). Setelah proses refluks, larutan koloid yang terbentuk kemudian diredispersi dengan menggunakan NH4OH 0,1 M. Tujuan dari dilakukannya redispersi ini adalah untuk mengganti kelebihan kation TMA+ yang berasal dari TMAOH dengan NH4+. Sebelumnya, larutan koloid disentrifugasi dulu untuk pemurnian. Penggunaan larutan NH4OH sebagai bahan untuk redispersi dikarenakan bagian anionnya tidak bersifat merusak kerangka zeolit (Tovina, 2009). Sol hasil dari redispersi kemudian di-adjust kembali dengan akuademin hingga pH 10 yang merupakan pH optimum dari sintesis seed. Untuk keperluan karakterisasi, sol tersebut diendapkan pada suhu kamar dan disentrifugasi untuk didapatkan sol yang lebih murni. Sol yang masih basah kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 1000C selama 18 jam dilanjutkan dengan kalsinasi pada suhu 5000C selama 18 jam. Powder yang dihasilkan berwarna putih dan digunakan untuk karakterisasi XRD, FTIR serta SEM-EDX.
4.1.2. Karakterisasi Seed 4.1.2.1. Karakterisasi dengan XRD Karakterisasi dengan XRD (X-Ray Diffraction) dilakukan untuk mengetahui pola difraktogram dari seed. Hal ini disebabkan karena setiap kristal dengan komposisi senyawa tertentu pasti memiliki difraktogram yang khas. Atom-atom yang menyusun seed akan membentuk puncak-puncak dengan pola difraktogram yang khas dengan perbandingan intensitas antaratom dengan nilai yang khas juga. Hasil karakterisasi dengan menggunakan XRD terlihat pada Gambar 4.1.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Gambar 4.1. Difraktogram Seed
Berdasarkan difraktogram yang dihasilkan terlihat tidak adanya puncakpuncak yang jelas dengan intensitas yang tinggi. Puncak-puncak yang muncul saling berhimpit yang menunjukkan bahwa seed tersebut masih berbentuk amorf. Kristalinitas suatu senyawa dapat dilihat dari tampilan pola difraktogramnya. Difraktogram yang memiliki pola pemisahan puncak-puncak yang jelas dan intensitas ketajamannya tinggi memiliki kristalinitas yang baik. Ukuran seed yang terbentuk juga mempengaruhi pola difraktogramnya. Adanya puncak-puncak yang saling berhimpit dengan ketajaman rendah diindikasikan bahwa ukuran seed tersebut berskala nano. Seed yang terbentuk belum bisa dikatakan sebagai sebuah kristal yang sempurna karena masih dalam tahap awal pembentukan kerangka zeolit. Oleh karena itu pada difraktogram dihasilkan kristalinasi yang amorf. Difraktogram ini tidak bisa dibandingkan dengan difraktogram standar zeolit Y karena tidak terlihat puncak-puncak yang tajam untuk diinterpretasikan secara jelas.
4.1.2.2 Karakterisasi dengan FTIR Metode spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red) merupakan metode yang digunakan untuk menganalisis secara kualitatif gugus fungsi yang ada pada suatu senyawa. Pada penelitian ini, dilakukan karakterisasi dengan
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
menggunakan FTIR terhadap seed yang sudah terbentuk pada saat sebelum kalsinasi dan setelah kalsinasi. Hasil dari karakterisasi seed dengan menggunakan FTIR spektrofotometer terlihat pada Gambar 4.2.
Ikatan ulur O-H
Vibrasi tekuk H-O-H Vibrasi ulur C-N Fingerprint Si-O
Gambar 4.2. Hasil Kromatogram Seed dengan FTIR Berdasarkan hasil dari karakterisasi, terlihat bahwa antara seed yang sudah dikalsinasi dengan yang belum dikalsinasi tidak memiliki perbedaan yang siginifikan. Seed yang sudah dikalsinasi memiliki persen absorbsi yang lebih rendah dibandingkan dengan seed yang belum dikalsinasi. Hal ini disebabkan karena setelah kalsinasi banyak zat-zat yang hilang akibat temperatur yang tinggi. Selain itu, pada seed yang sudah dikalsinasi, tidak terdapat daerah serapan pada bilangan gelombang 887,26 cm-1 yang merupakan daerah serapan dari C-N yang terdapat pada ion TMA+. Akibat dari kalsinasi, molekul pengarah pembentukan pori, TMAOH, yang masih ada pada struktur seed menjadi hilang dan meninggalkan lubang-lubang yang merupakan pori-pori dari zeolit. Daerah serapan lainnya yang muncul adalah seperti yang tertera pada Tabel 4.1.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.1. Daerah Serapan Seed Panjang Gelombang (cm-1) Sebelum Setelah Range Kalsinasi Kalsinasi 700 - 900 887,26 700-1100 1010,7 1028,06 1645-1650 1639,49 1637,56 3200-3600 3327,21 3207,62
Interpretasi Vibrasi ulur C-N Fingerprint Si-O Vibrasi tekuk H-O-H Ikatan ulur O-H
Hasil karakterisasi dengan FTIR menunjukkan bahwa kristal seed yang terbentuk merupakan senyawa yang mengandung Si dan Al yang berikatan dengan O. Hal ini lebih diperkuat dengan adanya fingerprint ikatan Si-O yang merupakan struktur pembentuk zeolit. Namun secara keseluruhan, karakterisasi dengan menggunakan FTIR tidak bisa dijadikan kesimpulan akhir bahwa seed yang terbentuk merupakan bibit kristal untuk pembentukan zeolit Y. Perlu dilakukan karakterisasi lebih lanjut seperti XRD dan juga SEM-EDX untuk menyimpulkan komposisi seed yang terbentuk.
4.1.2.3 Karakterisasi dengan SEM-EDX Karakterisasi dengan SEM-EDX (Scanning Electron Microscopic Energy Dispersive Xray) dilakukan untuk mengetahui morfologi serta perbandingan Si/Al dari seed. Hal ini disebabkan karena pada penelitian ini ingin disintesis suatu nanozeolit yang spesifik, yaitu nanozeolit Na-Y yang termasuk ke dalam jenis Faujasite. Morfologi serta perbandingan Si/Al pada zeolit Y tidak sama dengan zeolit lainnya sehingga perlu dilakukan analisis pengujian terhadap morfologi serta perbandingan Si/Al dari seed yang terbentuk. Hasil karakterisasi seed dengan SEM-EDX terlihat pada Gambar 4.3.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
a
b
c
Gambar 4.3 Hasil Karakterisasi Seed dengan SEM. a) Perbesaran 1.000 kali, b) Perbesaran 10.000 kali, c) Perbesaran 40.000 kali
Berdasarkan hasil karakterisasi dengan menggunakan SEM terlihat bahwa morfologi seed yang terbentuk ukurannya tidak seragam. Pada perbesaran 1.000 kali, terlihat bahwa secara umum morfologi seed berbentuk kubus yang tidak beraturan. Hal ini juga terlihat pada perbesaran 10.000 kali. Pada perbesaran ini, unit-unit sel seed cenderung membentuk gumpalan yang berukuran cukup besar dan gumpalan tersebut terlihat semakin besar pada perbesaran 40.000 kali. Gumpalan tersebut merupakan gumpalan akibat adanya agregasi dari unit-unit sel seed yang berukuran kecil karena bentuknya yang tidak lagi dalam bentuk koloid melainkan dalam bentuk powder. Agregasi pada seed ini cukup banyak terjadi karena hasil karakterisasi dengan SEM menunjukkan banyaknya gumpalan-gumpalan berbentuk bulat yang
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
merupakan kumpulan dari unit-unit sel seed yang berbentuk kubus. Perbesaran 40.000 kali menunjukkan bahwa ukuran dari setiap unit sel seed adalah 0,5 µm. Berdasarkan hasil karakterisasi dengan EDX, didapatkan perbandingan Si/Al adalah 1,55 yang termasuk ke dalam range zeolit Y, yaitu antara 1,5 – 3. Oleh karena itu, diindikasikan bahwa seed yang terbentuk terdiri atas struktur kerangka zeolit Y yang belum terbentuk secara sempurna sehingga bentuknya masih amorf. Untuk dapat membentuk kerangka zeolit Y secara sempurna, perlu dilakukan prosedur lebih lanjut terhadap pertumbuhan nanozeolit dengan menggunakan prekursor FAU.
4.2 Nanozeolit Faujasite Tipe Y 4.2.1. Sintesis Nanozeolit Sintesis nanozeolit Faujasite tipe Y atau yang biasa disebut dengan nanozeolit Na-Y dilakukan dengan menggunakan metode seeding. Metode seeding yang dimaksud adalah dengan mencampurkan koloid seed dengan prekursor FAU untuk membentuk nanozeolit Na-Y (Lassinantti et al, 1999). Seperti yang telah diketahui sebelumnya, prekursor merupakan suatu senyawa yang dapat membantu dalam pembentukan suatu senyawa lainnya. Pada sintesis nanozeolit ini, prekursor yang digunakan adalah prekursor yang tersusun dari beberapa senyawa kimia dengan komposisi molar 14 Na2O : Al2O3 : 10 SiO2 : 798 H2O : 3 Na2SiO4. Komposisi molar prekursor tidak jauh berbeda dengan komposisi molar pada seed. Pada sintesis prekursor, sumber Si berasal dari SiO2 sedangkan sumber Al berasal dari Al2O3. Meskipun hanya sebagai zat pembantu, tetapi komposisi prekursor tidak jauh berbeda dengan seed dan juga dengan zeolit Y yang akan dibentuk. Hal ini disebabkan karena senyawa yang terkandung pada prekursor merupakan senyawa yang juga terkandung pada zeolit Y yang akan membantu seed dalam penyempurnaan kerangka serta pembentukan pori tanpa harus menggangu dan merusak struktur. Penggunaan prekursor dalam bentuk suspensi dilakukan untuk menghasilkan zeolit Y berskala nano. Prosedur yang dilakukan untuk sintesis nanozeolit tidak jauh berbeda dengan sintesis seed. Pembentukan inti kristal dilakukan melalui proses hidrotermal. Proses hidrotermal merupakan salah satu cara kristalisasi suatu zat
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
dengan kondisi suhu dan tekanan tertentu (Agustinus, 2010). Pada penelitian ini, proses hidrotermal dilakukan pada suhu 1000C selama 18 jam. Pembentukan inti kristal pada proses hidrotermal dilakukan pada sistem yang terisolasi sehingga tidak ada zat lain yang masuk ataupun ke luar dari sistem ke lingkungan. Isolasi sistem menyebabkan tekanan yang berada di dalam sistem menjadi tinggi sehingga inti kristal terbentuk. Proses hidrotermal statis ini juga dilakukan pada suhu rendah agar kristal yang terbentuk berskala nano. Proses hidrotermal menghasilkan suatu suspensi yang tidak begitu stabil sehingga dapat membentuk 2 lapisan apabila didiamkan selama 30 menit. Suspensi tersebut mengandung zeolit dengan ukuran yang tidak seragam. Adanya agregrasi pada zeolit menyebabkan satu unit partikel zeolit saling berkumpul membentuk gumpalan yang berukuran cukup besar. Untuk mencegah terjadinya agregasi, maka suspensi tersebut disonikasi dengan menggunakan sonikator selama 1 jam. Dan untuk keperluan karakterisasi, suspensi tersebut disentrifugasi untuk mendapatkan kristal zeolit dalam bentuk powder yang kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD, FTIR, SEM-EDS, BET, dan PSA.
4.2.2. Karakterisasi Nanozeolit Na-Y 4.2.2.1. Karakterisasi dengan XRD Karakterisasi nanozeolit dengan XRD bertujuan untuk mengetahui difraktogram dari kristal nanozeolit Na-Y. Setiap kristal zeolit memiliki pola difraksi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, untuk membedakan jenis zeolit yang satu dengan yang lainnya dapat dilihat dari pola difraktogramnya. Hasil karakterisasi kristal nanozeolit Na-Y dengan XRD terlihat pada Gambar 4.4.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Intensitas
Zeolit Y 2000 1800 1600 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 0
10
20
30 2 tetha
40
50
60
Gambar 4.4. Difraktogram Zeolit Na-Y
Gambar 4.5. Difraktogram Standar Zeolit Na-Y (Treacy, 2001)
Berdasarkan hasil karakterisasi dengan XRD, didapatkan perbandingan nilai intensitas dari sudut-sudut khas pada difraktogram zeolit Y, yang tidak jauh berbeda dengan nilai intensitas yang dihasilkan oleh standar seperti yang tertulis pada e-book “Collection of Simulated XRD Powder Pattern for Zeolites” yang diterbitkan oleh Elsevier pada tahun 2001. Perbandingan nilai intensitas zeolit sintesis dengan zeolit standar terangkum pada Tabel 4.2.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.2 Perbandingan Hasil Karakterisasi dengan Standar Zeolit Y Standar Zeolit Y 2θ Intensitas 6,31 100 10,31 18,6 15,92 16 20,71 6,4 24,06 7,6 27,52 4,6 31,29 1,9 44,84 0,7
Hasil Karakterisasi 2θ Intensitas 6,22 98,99 10,18 18,59 15,7 19,79 20,7 7,03 24,12 7,53 27,18 7,25 31,68 8,31 44,52 4,68
Adanya nilai intensitas zeolit hasil karakterisasi yang tidak jauh berbeda dengan nilai intensitas standar zeolit Y mengindikasikan bahwa zeolit hasil karakterisasi itu adalah zeolit Y. Walaupun pada difraktogram terlihat ada beberapa puncak yang tidak muncul pada difraktogram standar zeolit Y, tetapi pada sudut-sudut khas puncak-puncak zeolit Y, terdapat pula puncak-puncak tersebut pada difraktogram zeolit hasil karakterisasi. Munculnya puncak-puncak tersebut diindikasikan masih terdapat pengotor pada kristal zeolit. Hal itu disebabkan karena proses pemurnian zeolit yang belum sempurna. Pada difraktogram, puncak-puncak yang muncul memiliki ketajaman intensitas yang tinggi dengan pola pemisahan puncak-puncak yang jelas. Agregasi partikel-partikel zeolit menjadi faktor utama adanya difraktogram dengan intensitas tinggi yang menunjukkan bahwa powder zeolit yang dikarakterisasi masih berada dalam skala mikro.
4.2.2.2. Karakterisasi dengan FTIR Kristal zeolit yang dihasilkan dikarakterisasi dengan FTIR untuk mengetahui gugus fungsi yang terdapat pada zeolit. Karakterisasi zeolit dengan FTIR mempunyai daerah serapan infra merah di sekitar bilangan gelombang 4203600 cm-1. Hasil karakterisasi zeolit dengan FTIR terlihat pada Gambar 4.6.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Double Ring
Vibrasi tekuk H-O-H Ikatan ulur O-H
Fingerprint Al-O Fingerprint Si-O
Gambar 4.6. Hasil Karakterisasi Zeolit Y dengan FTIR
Berdasarkan hasil karakterisasi dengan FTIR, terlihat bahwa terdapat puncak pada daerah serapan 451,34 cm-1 yang merupakan daerah serapan vibrasi tekuk Si-O dan Al-O. Selain itu, pada bilangan gelombang 569 cm-1, terdapat daerah serapan yang menunjukkan double ring zeolit. Double ring ini merupakan jalinan eksternal antara zeolit yang satu dengan lainnya. Fingerprint Al-O dan SiO juga terlihat pada daerah serapan masing-masing 756,1 cm-1 dan 977,91 cm-1. Vibrasi tekuk H-O-H terlihat pada daerah serapan 1645,28 cm-1 sedangkan pada daerah serapan 3500,80 cm-1 merupakan daerah serapan vibrasi ulur O-H yang masih terdapat pada struktur zeolit. Adanya daerah serapan fingerprint Al-O dan Si-O menunjukkan bahwa pada zeolit tersebut terdapat gugus fungsi Si-O dan Al-O yang merupakan gugus fungsi khas yang terdapat pada zeolit Y. Hal ini mengindikasikan bahwa zeolit Y sudah terbentuk. Namun hal tersebut tidak menjadi tolak ukur yang mutlak terbentuknya zeolit Y karena masih harus dilihat pola difraktogramnya saat dikarakterisasi dengan XRD. Oleh karena itu, karakterisasi zeolit dengan instrumen analisis yang lain, khususnya XRD, pelu dilakukan agar dapat ditentukan dengan benar mengenai jenis zeolit yang terbentuk. Interpretasi gugus fungsi yang terdapat pada zeolit yang terbentuk dirangkum pada Tabel 4.3.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.3. Daerah Serapan Zeolit Y Panjang Gelombang (cm-1) Range Sampel 420-500 451,34 500-650 569 977,91 700-1100 756,1 1645-1650 1645,28 3200-3600 3500,8
Interpretasi Vibrasi tekuk Si-O dan Al-O Double ring Finger print Si-O Finger print Al-O Vibrasi tekuk H-O-H Vibrasi ulur O-H
4.2.2.3 Karakterisasi dengan Particle Size Analyzer (PSA) Karakterisasi dengan menggunakan Particle Size Analyzer (PSA) dilakukan untuk mengetahui ukuran partikel dari zeolit yang terbentuk. Kristal zeolit yang terbentuk diharapkan berskala nano. Karakterisasi zeolit dengan PSA ini dilakukan dengan menggunakan zeolit dalam bentuk suspensi, bukan dalam bentuk powder. Hal ini disebabkan karena pada bentuk suspensi, agregasi partikel-partikel tidak begitu besar, sehingga dapat diukur satuan unit sel partikelnya. Sebelum dikarakterisasi dengan PSA, suspensi zeolit tersebut disonikasi terlebih dulu untuk mengecilkan agregat yang terbentuk. Hasil karakterisasi dengan PSA terlihat pada Gambar 4.7
2
Gambar 4.7 Karakterisasi dengan Particle Size Analyzer
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Hasil PSA menunjukkan bahwa distribusi terbesar ukuran partikel dari zeolit yang terbentuk adalah 2 nm. Ukuran ini sesuai dengan ukuran zeolit yang diharapkan yaitu dalam skala nano. Berdasarkan pengukuran dengan menggunakan PSA didaptkan ukuran partikel-partikel zeolit yang tidak seragam. Namun data hasil pengukuran menunjukkan bahwa ukuran rata-rata yang dominan dari partikel zeolit tersebut adalah 2 nm. Sesuai dengan referensi, nanozeolit adalah zeolit yang direkayasa menjadi nanopartikel dengan ukuran kurang dari 200 nm (Krisnandi et al., 2010). Oleh karena itu, berdasarkan hasil pengukuran dengan menggunakan PSA dapat disimpulkan bahwa zeolit yang terbentuk merupakan nanozeolit karena ukurannya yang berskala nano.
4.2.2.4. Karakterisasi dengan SEM-EDX Karakterisasi dengan SEM-EDX dilakukan pada zeolit FAU yang telah disintesis untuk mengetahui morfologi dari zeolit serta mengetahui perbandingan Si/Al dari zeolit. Perbandingan rasio Si/Al ini dugunakan untuk mengetahui tipe zeolit FAU yang terbentuk. Hasil EDX menunjukkan bahwa rasio Si/Al dari zeolit ini adalah 3,21 dimana hasil ini cukup sesuai dengan referensi yang ada bahwa zeolit yang terbentuk merupakan zeolit Y dengan perbandingan rasio sekitar 1,5 hingga 3 (Breck, 1973). Sedangkan hasil karakterisasi dengan menggunakan SEM dapat dilihat pada Gambar 4.8.
a
b
Gambar 4.8. Karakterisasi Zeolit dengan SEM. a) Perbesaran 5000 kali ; b) Perbesaran 10000 kali
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Pada Gambar 4.8 terlihat kristal zeolit Y yang berbentuk kubus saling bertumpuk satu sama lain. Kristal tersebut bertumpuk karena adanya gaya tarik menarik antarmolekul sejenis yang cukup besar. Ukurannya lebih kecil dari 1 µm, yaitu sekitar 300 nm. Walaupun ukurannya tidak sekecil nanopartikel pada umumnya, namun diindikasikan ada beberapa unit sel dari kristal ini yang berukuran di bawah 100 nm. Hal ini terlihat karena setiap unit sel kristal dari zeolit tersebut tidak begitu seragam ukurannya. Secara keseluruhannya, hasil karakterisasi ini telah cukup membuktikan bahwa zeolit yang terbentuk merupakan zeolit Y dengan morfologi kristal berbentuk kotak dan rasio Si/Al 3,21.
4.3 Aplikasi Pemisahan Gas Aplikasi pemisahan gas dilakukan dengan menggunakan membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y yang telah disintesis sebelumnya. Salah satu alasan penggunaan membran cair gliserol adalah karena sifatnya yang higroskopik dan hidrofilik. Selain itu juga, sifat-sifat gliserol lainnya, seperti titik didih dan titik beku yang nilainya tidak jauh berbeda dengan triethylen glycol (TEG) yang merupakan suatu senyawa higroskopik yang umumnya digunakan sebagai membran cair untuk aplikasi pemisahan gas CO2 dan menghasilkan pemisahan yang baik seperti pada penelitian yang telah dilakukan oleh Asadollahi et al (2010). Diharapkan penggunaan gliserol sebagai membran cair juga dapat menghasilkan pemisahan gas CO2 yang baik sesuai dengan tujuan dilakukannya penelitian ini. Membran cair yang digunakan dalam penelitian ini termasuk ke dalam jenis Supported Liquid Membran (SLM) yang dipreparasi dengan cara impregnasi membran berpori hidrofilik PVDF yang berfungsi sebagai support dengan senyawa higroskopik gliserol. Pada jenis membran ini tidak digunakan carrier seperti pada membran cair pada umumnya. Hal ini disesuaikan dengan jurnal acuan Asadollahi et al (2010) yang juga tidak menggunakan carrier dalam sistem membran cair dimana digunakan support serta membran cair yang tidak jauh berbeda dan dihasilkan pemisahan yang cukup baik terhadap gas N2, O2, dan CO2.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Membran cair tersebut lalu dimasukkan ke dalam membrane module yang dialiri campuran gas N2, O2, dan CO2 pada tekanan 0,5 bar dan 1,5 bar. Selain variasi tekanan, variasi juga dilakukan dengan dan tanpa penambahan suspensi nanozeolit pada membran cair. Variasi nanozeolit yang ditambahkan adalah 5%, 10%, 15%, dan 20% dalam persen massa nanozeolit terhadap gliserol. Hasil pemisahan gas dikarakterisasi dengan menggunakan GC-TCD dengan pengukuran sebanyak 2 kali. Hasil GC-TCD terangkum pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 (a) Pemisahan Gas pada Tekanan 0,5 bar Persen
N2
O2
CO2
Nanozeolit Luas Area 1 Luas Area 2 Area Rata-rata Luas Area 1 Luas Area 2 Area rata-rata Luas Area 1 Luas Area 2 Area rata-rata 0%
336761
329309
333035
309646
308918
309282
43416
43015
43215,5
5%
333304
330769
332036,5
315811
302614
309212,5
43277
42744
43010,5
10%
319186
319959
319572,5
318242
302031
310136,5
41855
42889
42372
15%
306507 226507
333527
315017 280017
295139 305139
321840
313489,5
42062
42654
42358
20%
639341
673472
656406,5
15103
1710
8406,5
Tabel 4.4 (b) Pemisahan Gas pada Tekanan 1,5 bar Persen
N2
O2
CO2
Nanozeolit Luas Area 1 Luas Area 2 Area Rata-rata Luas Area 1 Luas Area 2 Area rata-rata Luas Area 1 Luas Area 2 Area rata-rata 0%
319718
334253
326985,5
322174
313426
317800
44079
43626
43852,5
5%
330363
327393
328878
288587
301726
295156,5
43037
43709
43373
10%
322562
338286
330424
316365
302199
309282
42654
43628
43141
15%
330769
331532
331150,5
308911
305622
307266,5
42245
43644
42944,5
20%
631816
608230
620023
41837
43123
42480
Hasil pemisahan gas yang dikarakterisasi dengan GC-TCD secara kuantitas dapat dilihat dari luas area rata-rata pengukuran. Sedangkan secara kualitas dapat dilihat berdasarkan waktu retensi dari puncak yang muncul pada kromatogram. Komposisi campuran gas yang digunakan dalam aplikasi pemisahan gas sebelum melewati membran cair adalah 33,33% N2 : 33,33% O2 : 33,33% CO2. Data luas area yang didapat kemudian diolah dengan menggunakan rumus seperti yang tertera pada persamaan 5.1.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
% komposisi gas =
x % komposisi gas standar
Secara keseluruhan, hasil pemisahan gas yang dikarakterisasi dengan GCTCD terangkum pada Tabel 4.5 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.5. Komposisi Gas Setelah Melewati Membran Cair Persen Nanozeolit 0% 5% 10% 15% 20%
% N2 0,5 bar 1,5 bar 32,12212 31,53863 32,02581 31,72117 30,82363 31,87028 27,00839 31,94036 63,31218 59,80289
% O2 0,5 bar 1,5 bar 26,92598 27,66755 26,91993 25,69622 27,00037 26,92598 27,29228 26,75051
% CO2 0,5 bar 1,5 bar 25,37073 25,7447 25,25038 25,4632 24,87554 25,327 24,86732 25,21164 4,935245 24,93894
Pemisahan Gas pada Tekanan 0,5 bar persen komposisi gas (%)
70 60 50 40
NN2 2
30
OO2 2
20
CO2 CO 2
10
0 0
5
10
15
20
25
persen nanozeolit (%)
Gambar 4.9 (a) Grafik Pemisahan Gas pada Tekanan 0,5 bar
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(5.1)
Pemisahan Gas pada Tekanan 1,5 bar persen komposisi gas (%)
70 60 50 40
N2 N2
30
O2 O2
20
CO2 CO2
10 0 0
5
10
15
20
25
persen nanozeolit (%)
Gambar 4.9 (b) Grafik Pemisahan Gas pada Tekanan 1,5 bar
Berdasarkan Tabel 4.5, pada penambahan zeolite 0% terlihat bahwa afinitas CO2 terhadap gliserol lebih besar dibandingkan dengan afinitas komponen gas lainnya yaitu N2 dan O2. Hal ini disebabkan karena dibandingkan dengan molekul gas lainnya, molekul CO2 cenderung lebih polar dan berinteraksi cukup kuat dengan gliserol yang bersifat hidrofilik. Molekul gas CO2 tertahan lebih lama dalam gliserol dibandingkan dengan N2 dan O2 yang bersifat nonpolar. Seiring dengan bertambahnya jumlah nanozeolit yang ditambahkan pada membran cair, meskipun tidak terlihat signifikan, pada tekanan 0,5 bar dan 1,5 bar jumlah CO2 yang melewati membran cair menurun. Sifat partikel zeolit relatif rigid karena terbentuk dari struktur tetrahedral TO4 (T= Si dan Al). Setiap atom T pada struktur tersebut dihubungkan dengan 4 atom Oksigen untuk membentuk pori. Keberadaan kation pada pori zeolit yang berfungsi untuk menetralkan muatan zeolit yang negatif memberikan medan listrik tertentu pada pori-pori zeolit tersebut. Medan listrik itulah yang mempengaruhi sifat-sifat adsorpsi zeolit terhadap suatu material (Asadollahi, 2010). Diperkirakan, molekul gas CO2 yang cenderung relatif polar diantara molekul lainnya berinteraksi lebih kuat dengan pori-pori nanozeolit karena adanya gaya ionik-dipol. Gaya ionik-dipol ini terjadi antara ion Na+ yang terdapat pada pori nanozeolit dengan molekul CO2 yang bersifat kovalen polar. Gaya ionikdipol ini lebih kuat dibandingkan dengan gaya ionik-dipol terinduksi yang terjadi
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
antara molekul N2 atau O2 dengan ion Na+ sehingga molekul CO2 lebih banyak yang tertahan dibandingkan dengan molekul gas lainnya.. Pada tekanan 0,5 bar jumlah molekul N2 yang melewati membran jumlahnya semakin berkurang seiring dengan pertambahan nanozeolit yang diindikasikan dari pengurangan luas area di bawah puncak. Sedangkan jumlah O2 semakin bertambah. Faktor afinitas terhadap membran cair gliserol dan faktor gaya antarmolekul yang terjadi antara nanozeolit dengan molekul gas N2 dan O2 menjadi beberapa faktor yang mempengaruhi proses pemisahan gas tersebut. Gaya ionik dipol terinduksi pada molekul N2 diindikasikan lebih besar dibandingkan dengan gaya ionik-dipol sesaat pada molekul O2 sehingga jumlah N2 yang melewati membran akan semakin sedikit seiring dengan pertambahan jumlah nanozeolit meskipun tidak siginifikan. Berdasarkan data yang didapat, jumlah molekul CO2 yang melewati membran mengalami penurunan yang siginifikan pada penambahan 20% nanozeolit pada tekanan 0,5 bar. Hal ini dapat dilihat dari kromatogramnya yang hanya memumculkan puncak yang kecil bahkan nyaris tidak ada dengan nilai luas area yang sangat kecil dibandingkan dengan data lainnya yang didapat. Diperkirakan bahwa pada penambahan nanozeolit 20% pada tekanan yang 0,5 bar ini terjadi interaksi yang kuat antara molekul CO2 dengan kation pada pori nanozeolit dan juga dengan gliserol sehingga hampir semua molekul tersebut tertahan. Pada 20% penambahan nanozeolit juga terjadi pemisahan gas O2 yang diindikasikan karena tidak munculnya puncak O2 pada kromatogram. Hal ini seharusnya tidak terjadi karena interaksi molekul O2 dengan membran cair dan juga dengan kation pada pori nanozeolit merupakan interaksi yang lemah. Adanya ketidakstabilan dari fungsi instrumen saat pengukuran menyebabkan data yang dihasilkan menjadi kurang baik. Pada tekanan 1,5 bar juga dihasilkan data pengukuran N2 dan O2 yang kurang stabil karena menghasilkan grafik yang kurang linear. Penggunaan instrumen GC-TCD yang berbeda dalam karakterisasi pemisahan gas N2, O2 serta CO2 menyebabkan kualitas hasilnya pun menjadi tidak seragam. Hal ini disebabkan karena supported liquid membran memiliki kestabilan yang lebih tinggi pada tekanan rendah dalam aplikasinya (Asadollahi, 2010) sehingga data
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
yang dihasilkan pada tekanan 0,5 bar lebih stabil dan lebih sesuai dengan referensi yang ada. Adanya perbedaan jumlah molekul gas setelah melewati membran cair gliserol baik dengan dan tanpa penambahan suspensi nanozeolit dapat dilihat dengan membandingkan luas area dan juga komposisi gasnya dengan standar dari masing-masing molekul gas saat tidak melewati membran. Luas area standar yang dihasilkan untuk molekul N2 adalah 345558 dengan waktu retensi 2,042 menit sedangkan untuk molekul O2 luas areanya 382841 dengan waktu retensi 2,232 menit serta untuk molekul CO2 luas areanya 56773 dengan waktu retensi 3,24 menit. Komposisi campuran gas pun memiliki perbandingan yang sama dengan persen komposisi masing-masing 33,33% sebelum melewati membran cair. Setelah dilakukan pengukuran standar terhadap masing-masing molekul gas tanpa melewati membran kemudian dilakukan pengukuran standar molekul gas yang melewati membran cair yang belum ditambahkan dengan suspensi nanozeolit yang hasilnya bisa dilihat di Tabel 4.4 dan Tabel 4.5 pada penambahan 0% nanozeolit. Dari pengukuran ini didapatkan urutan afinitas molekul gas terhadap membran cair gliserol adalah CO2 > O2 > N2. Dalam aplikasi pemisahan gas ini, tidak semua molekul gas benar-benar terpisah saat melewati membran cair yang telah ditambahkan nanozeolit. Hal ini disebabkan karena diameter kinetik dari masing-masing molekul gas lebih kecil dibandingkan dengan ukuran pori dari nanozeolit Na-Y. Hasil pengukuran ukuran pori nanozeolit adalah 14,7 Å sehingga tanpa adanya membran cair, semua molekul gas tersebut akan lolos kembali karena tidak ada yang tersaring. Namun dengan adanya membran cair gliserol, beberapa molekul gas karena memiliki sifat kepolaran yang lebih tinggi diantara yang lainnya dapat tertahan lebih banyak pada membran cair. Membran cair ini juga yang mempengaruhi adanya interaksi antara ion Na+ yang ada pada pori nanozeolit dengan masing-masing molekul gas meskipun pengaruhnya tidak begitu siginifikan, sehingga sebagian molekul tersebut ada yang tertahan saat melewati membran cair dengan atau tanpa penambahan nanozeolit. Daftar diameter kinetik dari masing-masing molekul gas tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Tabel 4.6 Diameter Kinetik Gas (Sieber et al., 2002) Molekul Gas
Diameter Kinetika
CO2
0.339 nm
N2
0.364 nm
O2
0.346 nm
Perbedaan tekanan yang dilakukan pada aplikasi pemisahan gas ini hanya sedikit mempengaruhi jumlah molekul gas yang tertahan membran cair gliserol. Hal ini terlihat bahwa perbedaan persen komposisi gas pada tekanan 0,5 bar dan 1,5 bar tidak jauh berbeda. Berdasarkan hasil pemisahan gas, jumlah molekul gas yang melewati membran semakin berkurang seiring dengan bertambahnya tekanan. Sesuai dengan hukum gas ideal, untuk volume serta suhu yang tetap, semakin tinggi tekanan maka semakin banyak juga jumlah mol dari senyawa tersebut. Hal ini juga terjadi pada sistem pemisahan gas melalui membran cair ini. Pada tekanan 1,5 bar, semakin banyak molekul gas yang tertahan oleh membran cair sehingga molekul gas yang terpisah dan terdeteksi oleh GC-TCD menjadi semakin sedikit. Sebaliknya, pada tekanan 0,5 bar, molekul gas cenderung lebih sedikit yang tertahan oleh membran cair sehingga molekul yang terdeteksi olah GC-TCD menjadi semakin banyak. Secara keseluruhan, aplikasi pemisahan gas yang dilakukan pada penelitian ini sudah cukup baik karena penggunaan membran cair gliserol yang dimodifikasi dengan nanozeolit Na-Y dapat menurunkan jumlah molekul gas CO2 meskipun hasilnya tidak begitu siginifikan pada tekanan 1,5 bar. Faktor instrumentasi serta cara aplikasi membran cair yang kurang baik menjadi beberapa faktor dihasilkannya data yang tidak linear dan tidak sesuai dengan referensi yang ada seperti yang terlihat pada data pengukuran untuk pemisahan gas N2 dan O2.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan Pada penelitian ini, nanozeolit Na-Y dapat disintesis dengan menggunakan metode seeding. Distribusi terbesar ukuran partikel nanozeolit adalah 2 nm dengan ukuran pori 14,7 Å. Nanozeolit ini diindikasikan sebagai nanozeolit Na-Y dengan perbandingan Si/Al 3,21 serta hasil difraktogram XRD yang sesuai dengan difraktogram standar. Berdasarkan hasil karakterisasi dengan SEM juga menunjukkan bentuk kristal dari zeolit tersebut yang berbentuk kubus. Nanozeolit ini digunakan untuk memodifikasi membran cair gliserol dengan support PVDF dan aplikasinya untuk pemisahan gas CO2, N2, dan O2. Aplikasi pemisahan gas ini dilakukan pada suhu ruang dan pada tekanan 0,5 bar serta 1,5 bar. Dilakukan variasi jumlah nanozeolit yang akan digunakan untuk modifikasi membran cair yaitu 5%, 10%, 15% dan 20% (w/w). Penggunaan membran cair gliserol untuk aplikasi pemisahan gas menghasilkan pengurangan jumlah molekul CO2 setelah melewati membran cair seiring bertambahnya jumlah nanozeolit yang ditambahkan. Pemisahan gas CO2 paling baik terjadi pada tekanan 0,5 bar dengan 20% penambahan nanozeolit. Jumlah nanozeolit dan juga tekanan cukup mempengaruhi pemisahan gas meskipun tidak signifikan. Pemisahan gas N2 dan O2 pada penelitian ini kurang dapat disimpulkan karena hasil datanya yang tidak linier dan tidak stabil. Faktor instrumentasi menjadi salah satu faktor dihasilkannya data tersebut.
5.2 Saran Penggunaan instrumentasi GC-TCD yang berbeda pada aplikasi pemisahan gas menjadi salah satu faktor utama dihasilkannya kualitas data yang berbeda. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk menggunakan instrumentasi yang sama dalam mengukur variabel yang sama. Adanya kalibrasi terhadap instrumentasi juga mempengaruhi kualitas instrumentasi yang digunakan. Sintesis nanozeolit sudah dapat dilakukan dengan menggunakan
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
metode seeding dan hasilnya pun cukup baik. Penggunaan gliserol sebagai membran cair juga cukup tepat karena gliserol memiliki sifat-sifat yang tidak jauh berbeda dengan senyawa-senyawa yang umumnya digunakan sebagai membran cair meskipun dalam penggunaannya belum didapatkan aktivitas maksimum gliserol sebagai membran cair dengan support PVDF. Penggunaan jenis supported liquid membran untuk pemisahan juga cukup disarankan untuk aplikasi pada tekanan yang rendah.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Ahkam, Mutammimal. 2011. Skripsi: Sintesis Dan Karakterisasi Membran Nanozeolit Y Untuk Aplikasi Pemisahan Gas Metanol-Etanol. Depok: Departemen Kimia, FMIPA, UI. Akira Ito et al. 2000. Permeation of Wet CO2/CH4 Mixed Gas through A Liquid Membrane Supported on Surface of Hydrophobic Microporous Membrane. Japan: Department of Chemistry and Chemical Engineering, Nigata University. Asadollahi, M., Darius Bastani, and Hossein Kazemain. 2010. Permeation of Single Gases through TEG Liquid Membranes Modified by Na-Y Nanozeolite Particles. Teheran: Technical Sharif University of Technology, Department of Chemical and Petroleum Engineering, Iran. Bartsch, Richard A. and J. Douglas Way. 1996. Chemical Separations with Liquid Membranes. Texas : Chemical Engineering and Petroleum Refining Department, Texas Tech University. Breck, Donald W. 1973. Zeolite Molecular Sieves. New York : A WileyInterscience Publication Ghasemi, Zahra and HabibollahYounesi. 2010. Preparation and Characterization of Nanozeolite NaA from Rice Husk at Room Temperature without Organic Additives. Iran. Department of Environmental Science Faculty of Natural Resources and Marine Sciences, Tarbiat Modares University. Holmberg, Brett A., Huanting Wang, Joseph M. Norbeck, and YushanYan. 2003. Controlling Size and Yield of Zeolite Y Nanocrystals Using Tetramethylammonium Bromide. USA: College of Engineering-Center for Environmental Research and Technology (CE-CERT) and Department of Chemical and Environmental Engineering, University of California. Krisnandi, Y. K., T. A. Ivandini, Hany T. 2011. Makara : Synthesis of Na-Y Nanozeolite on Glassy Carbon by Seeding Method. (reviewed).
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Krisnandi, Y. K., T. A. Ivandini, Hany T. dan Aminah 2010. Jusami : Preparation of Electrochemically Immobilized Iron on Thin Film FAU Nanozeolite Modified Glassy Carbon. (accepted). Krull, F.F., C. Fritzmann, and T. Melin. 2008. Liquid Membranes for Gas/Vapor Separations. Germany : Chemical Reaction Engineering, RWTH Aachen University Lassinantti, M., Jonas Hedlund and Johan Sterte. 1999. Faujasite Type Films Shyntesized by Seeding. Microporous and Mesoporous Materials 38 (2000) 25 – 34. Masaaki Teramoto et al. 2000. Gas Separation by Liquid Membrane Accompanied by Permeation of Membrane Liquid through Membrane Physical Transport. Japan : Departement of Chemistry and Material Technology, Kyoto Institute of Technology. Neves, Luísa A., João G. Crespo, and Isabel M. Coelhoso. 2010. Gas Permeation Studies in Supported Ionic Liquid Membranes. Portugal : Universidade Nova de Lisboa. Scholes, Colin A., Sandra E. Kentish and Geoff W. Stevens 2008. Carbon Dioxide Separation through Pol ymeric Membrane Systems for Flue Gas Applications. Australia: Recent Patents on Chemical Engineering, 1, 52-66 Sistani,Simin Ehsani dan Mohammad Reza. 2010. Microwave Assisted Synthesis of Nano Zeolite Seed for Synthesis Membrane and Investigation of its Permeation Properties for H2 Separation. Iran: Iran. J. Chem. Chem. Eng Vol. 29, No. 4. Sunardi. 2004. Diktat Kuliah Cara-Cara Pemisahan. Depok : Departemen Kimia FMIPA UI. Siriwardane, Ranjani V., Ming-Shing Sen, and Edward P. Fischer. 2002. Adsorption of CO2, N2, and O2 on Natural Zeolites. US : Departement of Energy, National Energy Technology Lab.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Tovina, Hany. 2009. Skripsi : Sintesis Nanozeolit Tipe Faujasite dengan Teknik Seeding yang ditumbuhkan pada Permukaan Glassy Carbon. Depok : Departemen Kimia FMIPA UI. Treacy, M. and J.B. Higgins. 2001. Collection of Simulated XRD Powder Patterns for ZeolitesFourth Revised Edition. Published on behalf of the Stucture Commision of the International Zeolite Association. Warsito, S., Sriatun dan Taslimah. 2008. Pengaruh Penambahan Surfaktan Cetyltrimethylammonium Bromide (n-CTMABr) pada Sintesis Zeolit Y. Semarang : Kimia Anorganik, Jurusan Kimia, F MIPA, UNDIP. White, Jeremy C., Prabir K. Dutta, Krenar Shqau, and Henk Verweij. 2010. Synthesis of Ultrathin Zeolite Y Membranes and their Application for Separation of Carbon Dioxide and Nitrogen Gases. Ohio: Department of Chemistry, and Department of Materials Science and Engineering, The Ohio State University. Zhu, Guangqi., Yanshuo Li, Han Zhou, Jie Liu, and Weishen Yang.. 2008. FAUtype Zeolite Membranes Synthesized by Microwave Assisted in situ Crystallization. China: State Key Laboratory of Catalysis, Dalian Institute of Chemical Physics, Chinese Academy of Sciences.
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
LAMPIRAN
Lampiran 1. Spesifikasi Instrumen GC-TCD
Spesifikasi
GC-TCD 1
GC-TCD 2
Merk
GC-8A Shimadzu
GC-8A Shimadzu
Fasa Gerak
Argon
Argon
Fasa Diam
Molecular Sieves
Karbon Aktif
Suhu Injeksi
1000C
1100C
Flow rate
40 cc/menit – 70 cc/menit
40 cc/menit – 70 cc/menit
Fungsi
Deteksi N2 dan O2
Deteksi CO2
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Lampiran 2. Kromatogram Pemisahan Gas
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
\
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
(lanjutan)
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Lampiran 3. Hasil BET Nanozeolit Na-Y
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Lampiran 4. Hasil EDX Seed
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Lampiran 5. Hasil EDX Nanozeolit Na-Y
Pengukuran 1
Pengukuran 2
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Pengukuran 3
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012
Lampiran 6. Hasil PSA Nanozeolit FAU
Modifikasi membran..., Mutiara Pangestika Gunarso, FMIPA UI, 2012