UNIVERSITAS INDONESIA
MANAJEMEN PAJAK TERKAIT PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWAN PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI PT. XYZ
LAPORAN MAGANG
MARCIA KAMBARWATI NPM : 1006813254
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI (S1) EKSTENSI JAKARTA 2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
MANAJEMEN PAJAK TERKAIT PPH PASAL 21 ATAS PENGHASILAN KARYAWAN PADA PERUSAHAAN KONSTRUKSI PT. XYZ
LAPORAN MAGANG Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
MARCIA KAMBARWATI NPM : 1006813254
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI (S1) EKSTENSI KEKHUSUSAN AKUNTANSI JAKARTA 2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Laporan magang ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun yang dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama NPM Tanda Tangan
: : :
Marcia Kambarwati 1006813254
Tanggal
:
6 Juli 2012
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Magang ini diajukan oleh : Nama : Marcia Kambarwati NPM : 1006813254 Program Studi : Ekstensi Akuntansi Kekhususan : Judul Laporan Magang : Manajemen Pajak terkait PPh Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan pada Perusahaan Konstruksi PT. XYZ
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Program Studi S1 Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
DEWAN PENGUJI Pembimbing : Mafrizal Heppy Ak., MBA.
(
)
Pembimbing : Mafrizal Heppy Ak., MBA.
(
)
Penguji
: Drs. Enan Hasan Sjadili Ak., MBA (
)
Penguji
: Tubagus M. Yusuf Khudri S.E., M.T.I.(
)
Ditetapkan di :
Depok
Tanggal
6 Juli 2012
:
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur ke hadirat Allah SWT, terima kasih yang tak terhingga kepada-NYA. Juga atas segala rahmat dan karunia-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana pada Program Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Dalam pembuatan laporan magang ini penulis mengalami banyak kesulitan dan segala keterbatasan, tetapi dengan segala bantuan, dorongan, dan semangat dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Orang tua penulis Raden Kambar Juliantho dan Masayu Mirnawati, dan adik-adik penulis Ratih Dewi Sekar Ayu dan Astri Khairunnissa serta keluarga besar H. Masagus Muhammad Shaleh dan Keluarga Besar H. Raden Eba Sudarba Wijaya terima kasih yang tak terhingga atas semua yang telah kalian berikan, mohon doa dan restu kalian selalu. 2. Ibu Sri Nurhayati S.E, M.M., S.A.S selaku ketua program Ekstensi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. 3. Bapak Mafrizal Heppy Ak., MBA. selaku dosen pembimbing. Terima kasih atas bimbingan, kritik, masukan dan waktu yang telah diberikan kepada Penulis sehingga Penulis dapat menyelesaikan laporan magang ini. Terima kasih banyak, bapak. Mohon maaf selama bimbingan Penulis banyak melakukan kesalahan 4. Bapak Tubagus Chairul A. S.E., M.E., S.H selaku dosen pajak. Terima kasih, Pak atas waktunya untuk menjawab berbagai pertanyaan dari Penulis mengenai laporan magang. 5. Dosen dan staf pengajar PEFEUI yang telah memberikan pengetahuan berharga kepada Penulis. 6. Lintang, Okto, Dita, Nidya, Erma, Emil. Thankies a lot, darlas atas dukungan dan bercandaan gebleknya
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
7. Tidot, Nadia, Marlene, Olive, Niki. Thank’s geeeng atas hari-hari ceria yang kalian berikan serta dukungannya *hugs n kisses* 8. Maria (dr opk, sekostan sampe salemba), Yohana, Simey, Debora, Tasya, kaka Dira dan Angel yang hadir last minute di Salemba. Terima kasih geng Salemba atas bantuannya selama 2 tahun ini, nginep-nginep lagi ya, geng, tanpa belajar tentunya *peyuk cium* 9. Komisi Disiplin Kece OPK FEUI 2009 dan 2010, salam “GW GA PEDULI”..hehehe, love u all, special thx to ocong, yessy, daniel, kaban dan yando doa dan semangatnya mengalir terus, terharu :’) 10. Geng Homo, Ncek, Nesa, Ayu, Adis, Manda dkk..huaa kangen bgt ngegeblek bareng lagi :’( 11. Pak Herry, Koh Deddy, Ci Monik, Ci Siska, Koh Alvin, Ka Agung, Ka Mike, Ka Antony, Ka Rado, Ka Dhea, Farid, Chandra, Dimas, Bu Sumi dan senior-senior lain di KAP BDO Tanubrata. Terima kasaih atas bantuan dan bimbingannya selama Penulis melaksanakan magang. 12. Nova, Ocel, Winda, Dian, Mella, Sakti, Gen, Ferry, Anggi, Ami, Yoyo, dan Maria. Geng makan siang BDO, kangen gosip-gosip, berkeluh kesah bareng selama magang. Thank’s guys. 13. Teman-teman angkatan 2010 PEFEUI baik Salemba maupun Depok, u rock guys (Anita makasi foto2nya) Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan di dalam laporan magang ini, karena itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun agar dapat menjadi contoh yang baik untuk kemudian hari. Semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Jakarta, 2012
Marcia Kambarwati
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama
: Marcia Kambarwati
NPM
: 1006813254
Program Studi : S1 Ekstensi Akuntansi Departemen
: Akuntansi
Fakultas
: Ekonomi
Jenis Karya
: Laporan Magang
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive-RoyaltiFee Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
:
” Manajemen Pajak terkait PPh Pasal 21 atas Penghasilan Karyawan pada Perusahaan Konstruksi PT. XYZ” beserta perangkat yang ada (bila diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti NonEksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihkan
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Jakarta Pada tanggal : 6 Juli 2012 Yang menyatakan
( Marcia Kambarwati )
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................................................ i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iii KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............................v ABSTRAK ............................................................................................................. vi DAFTAR ISI ......................................................................................................... vii DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. ix 1. PENDAHULUAN ..............................................................................................1 1.1 Latar Belakang Penulisan Laporan Magang ................................................1 1.2 Tujuan Penulisan Laporan Magang..............................................................3 1.3 Pelaksanaan Program Magang .....................................................................3 1.3.1 Latar Belakang Program Magang .......................................................3 1.3.2 Tujuan Program Magang ....................................................................4 1.3.3 Tempat dan Waktu ..............................................................................5 1.3.4 Profile KAP BDO Tanubrata Fahmi & Rekan ...................................6 1.3.5 Ruang Lingkup Kegiatan Magang ......................................................7 1.4 Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang ................................................7 1.5 Sistematika Penulisan ...................................................................................8 2. LANDASAN TEORI .......................................................................................10 2.1 Perpajakan Secara Umum ..........................................................................10 2.1.1 Pengertian Pajak ...............................................................................10 2.1.2 Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya......11 2.1.3 Fungsi Pajak ......................................................................................12 2.1.4 Cara Pemungutan Pajak ....................................................................12 2.2 Manajemen Pajak .......................................................................................14 2.2.1 Definisi Manajemen Pajak ................................................................14 2.2.2 Tujuan Manajemen Pajak .................................................................15 2.3 Perencanaan Pajak (Tax Planning) ............................................................15 2.3.1 Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning) .....................................15 2.3.2 Upaya Melakukan Penghematan Pajak.............................................17 2.3.3 Penghindaran Pajak...........................................................................17 2.3.4 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak ......................................18 2.3.5 Penghindaran Sanksi Pajak ...............................................................20 2.3.6 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak ..................................20 2.4 Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) .......................21 2.5 Pengendalian Pajak (Tax Control) .............................................................22 2.6 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) ................................................23 2.6.1 Pendahuluan ......................................................................................23 2.6.2 Pemotong Pajak ................................................................................24 2.6.3 Subjek Pajak atas PPh 21 ..................................................................25 2.6.3.1 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 .............25 2.6.3.2 Subjek PPh Pasal 21..............................................................27
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
2.6.4 Penghasilan Terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 .................28 2.6.4.1 Benefit in Cash vs Benefit in Kind ........................................28 2.6.4.2 Objek PPh Pasal 21 ...............................................................28 2.6.5 Pengurang yang Diperbolehkan ........................................................29 2.6.5.1 Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Pensiun/Jaminan Hari Tua ...................................................29 2.6.5.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) ................................30 2.6.6 Metode perhitungan PPh Pasal 21 ....................................................31 2.6.7 Tarif PPh Pasal 21.............................................................................32 2.6.8 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak ...............................................32 3. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN ........................................................34 3.1 Profil PT. XYZ ...........................................................................................34 3.2 Visi dan Misi PT. XYZ ..............................................................................35 3.3 Struktur Organisasi .....................................................................................35 3.4 Perpajakan Secara Umum Pada PT. XYZ ..................................................38 3.4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) pada PT. XYZ ..............40 4. PEMBAHASAN...............................................................................................43 4.1 Gambaran Permasalahan ...........................................................................43 4.2 Tax Planning pada PT. XYZ .....................................................................44 4.2.1 Komponen Imbalan atau Kompensasi pada PT. XYZ ......................44 4.2.2 Perlakuan Imbalan atau Kompensasi yang diberikan oleh PT. XYZ46 4.2.3 Jenis Karyawan pada PT. XYZ ........................................................48 4.2.4 Kebijakan Penerapan Tax Planning PPh Pasal 21 pada PT. XYZ ...49 4.2.5 Perhitungan PPh Pasal 21 .................................................................52 4.2.5.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross Basis Method (ditanggung oleh karyawan) ....................................52 4.2.5.2 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Net Basis Method (ditanggung oleh perusahaan) ..................................55 4.2.5.3 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross-Up Method (ditunjang oleh perusahaan) .....................................57 4.2.6 Analisa Biaya Menggunakan Gross Basis Method, Net Basis Method dan Gross-Up Method .......................................................................60 4.2.7 Analisa Pemotongan PPh Pasal 21 ...................................................64 4.2.7.1 Pada Saat Kondisi Laba ........................................................64 4.2.7.2 Pada Saat Mengalami Kerugian ............................................66 4.2.8 Penilaian (Evaluasi) atas Perencanaan Pajak pada PT. XYZ ...........70 4.3 Tax Implementation pada PT. XYZ ...........................................................71 4.4 Tax Control pada PT. XYZ ........................................................................73 5. SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................74 5.1 Simpulan.....................................................................................................74 5.2 Saran ...........................................................................................................75 DAFTAR REFERENSI .......................................................................................77
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross-Up ............................41 Tabel 4.1 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross Method ...53 Tabel 4.2 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross Method .....54 Tabel 4.3 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan................................................................................................54 Tabel 4.4 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Net Method .........55 Tabel 4.5 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan ..................................................................56 Tabel 4.6 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method ..................................................................................57 Tabel 4.7 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method ..................................................................................58 Tabel 4.8 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan .....................................................................59 Tabel 4.9 Beban Bagi Perusahaan Untuk Karyawan A .........................................60 Tabel 4.10 Perbandingan Beban Gaji dan PPh Pasal 21 Seluruh Karyawan PT. XYZ dengan 3 metode .....................................62 Tabel 4.11 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 2011 dengan 3 metode ...........................................................................64 Tabel 4.12 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 20XX dengan 3 metode ..............................................................66 Tabel 4.13 Perbandingan kondisi laba dan kondisi rugi ........................................68 Tabel 4.14 PPh Badan dan PPh Pasal 21 PT. XYZ Tahun 2011 ...........................70 Tabel 4.15 Tanggal Setor dan Lapor PPh Pasal 21 PT. XYZ untuk Tahun 2011.72
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Struktur Organisasi PT. XYZ pada tahun 2011 ................................38
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penulisan Laporan Magang Pajak merupakan elemen penting dalam penerimaan negara. Pada saat ini
pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar. Bagi perusahaan, pajak merupakan alat untuk memenuhi tanggung jawabnya kepada negara. Pajak merupakan elemen penting bagi negara untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah dalam menjalankan pemerintahan. Oleh sebab itu peran penting akan kesadaran masyarakat untuk membayar pajak sangat diharapkan oleh pemerintah. Berdasarkan alasan tersebut maka pemerintah berusaha untuk memaksimalkan pendapatan yang berasal dari pajak dengan cara melakukan ekstensifikasi dan intensifikasi di bidang perpajakan. Ekstensifikasi pajak adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan wajib pajak terdaftar dari hasil pengamatan atas wajib pajak yang memiliki objek pajak yang dapat dikenakan pajak tetapi belum terdaftar secara administratif, sedangkan intensifikasi pajak adalah fiskus mencermati apakah wajib pajak telah melaporkan seluruh objek pajak yang ada dengan jumlah yang sebenarnya. Usaha ekstensifikasi dan intensifikasi yang dilakukan pemerintah tentunya berpengaruh terhadap wajib pajak. Kedua program tersebut dapat mempengaruhi beban pajak yang akan dipikul oleh wajib pajak, karena beban pajak akan semakin besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Wajib pajak khususnya wajib pajak badan membutuhkan suatu manajemen pajak. Manajemen pajak merupakan suatu upaya untuk penghematan jumlah pajak, bukan sebagai upaya untuk penghindaran diri atau pengelakkan pajak, jadi manajemen
pajak
lebih
menekankan
bagaimana
perusahaan
mengelola
perpajakannya sehingga pajak yang dibayar bisa dihemat dan tidak lebih besar dari jumlah yang seharusnya. Upaya penghematan pajak ada yang disebut dengan tax evasion dan tax avoidance. Tax evasion lebih kepada upaya penghematan pajak yang ilegal (penggelapan pajak), perbuatan ini merupakan tindakan kriminal, karena menyalahi aturan yang berlaku, misalnya melaporkan penjualan lebih kecil dari yang seharusnya, dan juga menggelembungkan biaya perusahaan
1 Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
2
dengan membebankan biaya fiktif atau melakukan pemalsuan dokumen keuangan perusahaan. Tax evasion dilakukan di luar ruang lingkup peraturan perpajakan yang berlaku yang dapat berakibat denda atau pidana. Hal ini akan mengakibatkan pemborosan baik dari segi keuangan maupun waktu. (Suandy, 2011). Sedangkan tax avoidance bisa dikatakan penghematan pajak tapi dalam ruang lingkup peraturan perpajakan dengan melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dengan melakukan manajemen pajak. Manajemen pajak yang baik adalah apabila perusahaan mampu melakukan efisiensi biaya, dengan melakukan manajemen pajak maka perusahaan bisa menghemat dana sehingga dapat menggunakannya untuk kegiatan lainnya. Namun demikian terdapat pendapat lain bahwa mengurangi pajak secara legal melalui penghematan pajak adalah perbuatan licik yang tidak bermoral atau tidak beretika, sebagai perbuatan akal bulus atau sama halnya dengan melepaskan kewajiban sebagai seorang warga negara yang baik. (Zain, 2007). Salah satu bentuk dari pelaksanaan manajemen pajak yang berhubungan dengan PPh Pasal 21 yaitu pemilihan metode pemotongan PPh Pasal 21 karyawan karena secara umum bagi Wajib Pajak yang memperoleh penghasilan dari hubungan kerja akan dikenakan pajak penghasilan dari hubungan kerja pajaknya akan dipungut oleh pihak pemberi kerja, terdapat tiga metode pemotongan pajak yang dikenal dan akan dibahas pada bab selanjutnya. Perusahaan dapat menghemat pajaknya dengan cara menentukan metode pemotongan PPh Pasal 21 yang tepat sesuai dengan kondisi perusahaannya. Penulis tertarik menulis tentang analisa penerapan manajemen pajak terkait pajak penghasilan 21 pada penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ karena ingin mengetahui lebih lanjut tentang manajemen pajak terkait PPh 21. Penulis berkesempatan untuk membantu Auditor In-Charge untuk melakukan sebagian prosedur audit atas PPh 21 PT. XYZ, perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi dan baja, PT. XYZ memiliki manajemen pajak, sehingga penulis lebih tertarik untuk melakukan analisa penerapan manajemen pajak terkait PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ dibandingkan dengan membahas perosedur audit atas PPh pasal 21, selain melakukan sebagian prosedur audit (field
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
3
work) atas PPh pasal 21 penulis mengamati bagaimana perusahaan menerapkan manajemen pajak pada perusahaan khususnya pada PPh pasal 21 atas penghasilan karyawan dari segi perencanaan pemberian imbalan kerja, melihat bagaimana penerapan perhitungannya serta bagaimana pengendalian akan perpajakan dari PT. XYZ ini. Dimulai dari pemilihan metode perhitungannya dan tax planning sebagai upaya untuk meminimalisasi beban pajak, dan tak lupa tax implementation, dan tax control.
I.2
Tujuan Penulisan Laporan Magang Penulisan laporan magang merupakan salah satu syarat bagi mahasiswa
tahun terakhir yang mengikuti program magang untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi. Dengan adanya penulisan laporan magang mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan analitisnya serta lebih memahami korelasi antara teori yang telah diperoleh selama kuliah dengan aktivitas yang dilakukannya selama program magang berlangsung. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan program magang, sesuai dengan aktivitas yang dilakukan oleh penulis selama program magang berlangsung, penulis melaporkan kepada pembaca apa yang dikerjakan oleh penulis selama pelaksanaa program magang dan sekaligus memberikan gambaran kepada pembaca mengenai penerapan manajemen pajak terkait PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai suatu upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ. Dan juga sebagai referensi pengetahuan kepada mahasiswa yang akan mengambil program magang. 1.3
Pelaksanaan Program Magang
1.3.1 Latar Belakang Program Magang Sebagai salah satu syarat untuk mecapai kelulusan maka Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia memberikan pilihan kepada para mahasiswanya, yaitu menyelesaikan suatu tugas akhir berupa karya tulis atau mata kuliah tambahan. Untuk program studi akuntansi, mahasiswa diberikan pilihan jenis karya tulis yang ingin dibuat, yaitu skripsi atau program magang. Program magang ini sebagai salah satu cara untuk mewujudkan misi dari FEUI, dengan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
4
adanya program magang maka mahasiswa diharuskan untuk membuat laporan magang. Laporan magang dibuat oleh mahasiswa yang memilih program magang sebagai tugas akhirnya untuk memperoleh kelulusan. Selain itu, era globalisasi menyebabkan kompetisi dalam dunia kerja semakin meningkat mengingat lulusan FEUI tidak hanya bersaing dengan lulusan universitas lain di Indonesia namun juga dengan lulusan universitas luar negeri, untuk meningkatkan daya saing lulusannya, FEUI membuka kesempatan bagi mahasiswa yang telah memenuhi syarat-sayarat yang telah ditentukan untuk dapat mengikuti program magang sebagai mata kuliah prasyarat seperti yang telah dijelaskan diatas. Program magang ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan kompetensi sehinggga dapat lebih bersaing dalam dunia kerja nyata mengingat dengan mengikuti program magang penulis memiliki pengalaman kerja serta dapat meningkatkan kualitas baik secara teknikal maupun softskill, dan dengan bekal yang telah didapatkan mahasiswa dalam perkuliahan selama berada di FEUI diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan ilmu tersebut dengan baik. Dengan mengikuti program magang maka peserta magang dapat meningkatkan profesionalismenya dengan menerima banyak manfaat dan ilmu selama pelaksanaan program magang.
1.3.2 Tujuan Program Magang Program magang dimaksudkan untuk membuka kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan teori dan pengetahuan yang diterima didalam perkuliahan ke dalam kehidupan kerja nyata. Seringkali, lulusan FEUI mengeluh karena sulit menemukan korelasi antara teori yang telah dipelajari selama kuliah dengan dunia kerja yang sesungguhnya. Dengan adanya program magang ini diharapkan mahasiswa akan lebih mudah untuk beradaptasi dalam menghadapi kondisi dalam dunia kerja yang sesungguhnya akan dihadapi. Program magang juga dimaksudkan sebagai program link & match bagi mahasiswa agar ilmu yang telah dipelajarinya dapat diaplikasikan dengan tepat di tempat kerja di masa yang akan datang. Dengan adanya kemampuan dari mahasiswa untuk menghubungkan teori yang telah dipelajarinya dengan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
5
permasalahan yang dihadapi dalam dunia kerja nyata maka di masa yang akan datang mahasiswa dapat bekerja dengan lebih efektif dan efisien. Selain itu, pelaksanaan program magang juga dimaksudkan untuk mengembangkan soft skill mahasiswa seperti kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan bekerja dalam tim, kemampuan berkomunikasi, kemampuan mahasiswa untuk menyelesaikan masalah (problem solving) serta kemampuan untuk bekerja dibawah tekanan. Soft skill seringkali dianggap lebih penting dari kemampuan teknikal atau kepandaian sesorang. Oleh karena itu dengan mengikuti program magang diharapkan mahasiswa dapat meningkatkan soft skill yang dimilikinya. Sebenarnya, manfaat dari program magang tidak hanya dirasakan oleh mahasiswa yang mengikuti program magang saja, akan tetapi manfaat program magang juga turut dirasakan oleh tempat dimana mahasiswa melaksanakan program magang, antara lain perusahaan Perusahaan dapat memanfaatkan tenaga terdidik dalam proses kegiatan usaha dengan efisien, memperoleh kesempatan untuk melakukan seleksi calon karyawan yang telah dikenal mutu dan kredibilitasnya, memperoleh kesempatan untuk dipublikasikan dalam setiap kegiatan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, perusahaan telah turut serta dalam program link & match pada sistem pendidikan di Indonesia, lalu perusahaan dapat menekan cost perusahaanya dalam perekrutan staf baru. Jadi tujuan serta manfaat dilaksanakannya program magang tidak hanya memiliki nilai positif bagi mahasiswa dan universitas, akan tetapi juga memberikan nilai dan pengaruh positif terhadap perusahaan.
1.3.3 Tempat dan Waktu Program magang yang dijalankan oleh penulis dilaksanakan di salah satu Kantor Akuntan Publik ( KAP) di Jakarta yang selanjutnya akan disebut KAP BDO, Prudential Tower, Lt.16 Jln. Jendral Sudirman kav.21, Jakarta Selatan 12920. Dalam pelaksanaan program magang penulis ditempatkan sebagai Junior Auditor yang ditugaskan untuk melakukan kerja lapangan dan membantu Senior In-Charge dalam melakukan prosedur audit. Penulis memulai program magang di KAP BDO dimulai tanggal 6 februari sampai 30 April 2012.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
6
1.3.4
Profile KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan merupakan membership of BDO
International. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan didirikan oleh Drs. Richard Budisetia Tanubrata pada tanggal 6 Desember 1979, dengan nama KAP Tanubrata Sutanto & Rekan sebelum berganti nama menjadi KAP Tanubrata Fahmi & Rekan pada Juni 2007. KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan sendiri ditunjuk oleh BDO Internasional untuk menjadi afiliasi Internasional pada tahun 1992. Pada awal berdirinya KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan berlokasi di Jl. Slamet Riyadi 1 sebelum kemudian menempati Gedung Artamas yang kemudian berpindah lagi ke Bukit Duri Permai Estate, Jatinegara dan Puri Imperium, Kuningan. Setelah berpindah-pindah lokasi, KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan resmi menancapkan bendera BDO di gedung Prudential Tower Lt. 16, 17 Jl. Jend Sudirman, Jakarta pada tahun 2009. Ditunjuknya KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan sebagai perwakilan dari BDO Internasional yang berkantor pusat di Brussel, Belgia pada tahun 1992 merupakan perkembangan yang sangat pesat selama 30 tahun KAP Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan berdiri. BDO Internasional sendiri memiliki anggota lebih dari 115 negara di seluruh dunia dan menjadi kantor akuntan publik terbesar ke-5 di dunia setelah PriceWaterHouse Coopers, Delloite, Ernst & Young dan KPMG yang lebih dikenal dengan big four accountant public firms. KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan memiliki 3 orang partners yang sudah malang-melintang di berbagai kantor akuntan publik selama lebih dari 15 tahun. KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan juga memiliki 8 Group Koordinator dan lebih dari 10 Manager yang membawahi lebih dari 50 Senior Auditor. Dalam melakukan tugasnya senior auditor dibantu oleh lebih dari 70 assistant yang berada di bawah naungan Departement HRD. Jasa-jasa yang ditawarkan oleh KAP BDO Tanubrata Sutanto Fahmi & Rekan adalah jasa assurance, management, perpajakan, corporate finance, teknologi informasi, enterprise risk consulting, dan manajemen sumber daya manusia.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
7
1.3.5
Ruang Lingkup Kegiatan Magang Dalam melaksanakan Program Magang di KAP BDO, penulis bersama
peserta magang lainnya difungsikan sebagai staf atau Junior Auditor. Jam kerja di KAP BDO dimulai dari hari Senin hingga hari Jumat, dengan jam kerja yang dimulai dari pukul 08.30 hingga pukul 17.30, namun terkadang dilaksanakan lembur di luar jam kerja tersebut yang dilakukan untuk menyelesaikan laporan audit tepat pada waktunya. Sebagai staf atau Junior Auditor, penulis bertugas sebagai asisten yang membantu langsung Auditor In-Charge dan Senior InCharge dalam melaksanakan audit lapangan (field work) pada perusahaan yang diaudit (klien). Selama kegiatan magang penulis ditempatkan pada 3 (tiga) perusahaan klien. Dua perusahaan bergerak di bidang konstruksi yaitu PT. XYZ dan PT. DEF, dan 1 (satu) Perusahan yang bergerak di bidang Pemproduksi Meubel yaitu PT. ABC. Penulis ditugaskan untuk melakukan beberapa prosedur audit, antara lain: membuat format working paper (kertas kerja) serta melengkapinya dengan mengumpulkan supporting document; footing and crossfooting (penjumlahan secara vertikal dan horizontal); membuat rekapitulasi (misalnya pajak) atau analisa biaya; vouching (pemeriksaan kelengkapan supporting document); membuat konfirmasi kepada pihak yang bersangkutan dengan klien tentang jumlah saldo pada periode tertentu untuk mengaudit akun bank, piutang dan modal; indexing dan tickmark (memberikan dan mengurutkan kode pada kertas kerja sesuai dengan skedulnya) serta membuat draft laporan keuangan.
1.4
Ruang Lingkup Penulisan Laporan Magang Setelah pelaksanaan program magang selesai, mahasiswa peserta program
magang diwajibkan untuk menulis Laporan Magang yang berisikan rangkuman dari kegiatan selama program magang tersebut. Selain mengaudit, penulis melakukan pengamatan terhadap manajemen pajak yang dimiliki oleh PT. XYZ, sehingga penulis lebih tertarik dengan sisi manajemen pajak, bagaimana penerapan manajemen pajak terkait dengan PPh pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan pada PT. XYZ. Mengingat luasnya manajemen pajak maka penulis membatasi ruang lingkup
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
8
hanya terkait manajemen pajak terkait PPh pasal 21 saja, topik yang akan dibahas oleh penulis dalam Laporan Magang ini adalah mengenai analisa penerapan manajemen pajak terkait PPh 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan, yaitu: bagaimana tax planning, tax implementation dan tax control dari PT. XYZ tersebut.
I.5
Sistematika Penulisan
Penulisan Karya Tulis ini dibagi menjadi 5 (lima) bab yang dilengkapi dengan lampiran sebagai pendukung, dengan rincian sebagai berikut:
BAB 1 : PENDAHULUAN Pada bab ini, penulis membahas pelaksanaan magang yaitu latar belakang, tujuan, tempat dan waktu serta ruang lingkup pelaksanaan magang dan laporan magang. Selain itu, di bab ini juga membahas ruang lingkup dan sistematika penulisan laporan magang.
BAB 2 : LANDASAN TEORI Pada bab ini, penulis akan membahas teori yang terdapat di dalam buku, teori pajak dari berbagai sumber yang terkait dengan pembahasan pada Bab 4. Tujuan dari bab ini merupakan cermin untuk melihat apakah kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan klien telah sesuai dengan teori yang Penulis pelajari selama ini.
BAB 3 : PROFIL PERUSAHAAN Isi dari bagian ini adalah profil singkat tempat penulis mengambil data dan melakukan analisa atas laporan ini, yang tidak lain bahwa PT. XYZ ini ialah tempat penulis melakukan audit.
BAB 4 : PEMBAHASAN Dalam bab ini , penulis melaporkan kegiatan yang dilakukan selama magang dan membahas tentang analisa penerapan manajemen pajak terkait PPh
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
9
pasal 21 atas penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan pajak penghasilan badan.
BAB 5 : KESIMPULAN DAN SARAN Pada bab ini, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran kepada pembaca, KAP, perusahaan klien, maupun teman-teman mahasiswa berdasarkan pengetahuan yang dimiliki penulis, serta pengalaman dan ilmu yang didapat selama melaksanakan program magang tersebut.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1
Perpajakan Secara Umum
2.1.1 Pengertian Pajak Terdapat
beberapa
pengertian
pajak,
diantaranya
Pajak
menurut
Pasal 1 angka 1 UU No 6 Tahun 1983 sebagaimana telah disempurnakan terakhir dengan UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan, adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.” Pengertian pajak yang dikemukakan oleh Prof. Dr. P. J. A. Adriani (Santoso, 1991), “Pajak adalah iuran kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terulang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara yang menyelenggarakan pemerintah.” Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar pengeluaran umum (Soemitro, 1990) Dari pengertian-pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri yang melekat pada pengertian pajak, adalah sebagai berikut: 1) Pajak dipungut berdasarkan undang-undang serta aturan pelaksanaannya yang sifatnya dapat dipaksakan. 2) Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah.
10 Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
11
3) Pajak dipungut oleh negara baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 4) Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, yang bila dari pemasukannya masih terdapat surplus, dipergunakan untuk membiayai public investment. 5) Pajak juga mempunyai tujuan selain budgeter, yaitu tujuan untuk mengatur kebijakan sosial dan kebijakan ekonomi (reguler).
2.1.2 Pembagian pajak menurut golongan, sifat, dan pemungutannya Pajak dapat dikelompokkan kedalam tiga kelompok (Waluyo, 2009), adalah sebagai berikut: 1) Menurut golongan, dibagi menjadi dua adalah sebagai berikut: - Pajak langsung, adalah pajak yang pembebanannya tidak dapat dilimpahkan pihak lain, tetapi harus menjadi beban langsung Wajib Pajak yang bersangkutan, contoh: Pajak Penghasilan. - Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pembebanannya dapat dilimpahkan kepada pihak lain, contoh: Pajak Pertambahan Nilai. 2) Menurut sifat, dimaksudkan pembedaan dan pembagiannya berdasarkan ciriciri prinsip adalah sebagai berikut: - Pajak subjektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya
yang selanjutnya dicari syarat
objektifnya, dalam arti
memperhatikan keadaan dari Wajib Pajak. - Pajak objektif, adalah pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. 3) Menurut pemungut dan pengelolanya, adalah sebagai berikut: - Pajak pusat, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, contoh: Pajak
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
12
Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. - Pajak Daerah, adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah, contoh: pajak reklame, pajak hiburan.
2.1.3 Fungsi Pajak Terdapat 2 fungsi pajak (Waluyo, 2009) yaitu sebagai berikut: 1) Fungsi Penerimaan (Budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan pengeluaran-pengeluaran pemerintah, contoh: dimasukkannya pajak dalam APBN sebagai penerimaan dalam negeri. 2) Fungsi mengatur (Reguler) Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial dan ekonomi, contoh: dikenakannya pajak yang lebih tinggi terhadap minuman keras, dapat ditekan. Demikian pula terhadap barang mewah.
2.1.4 Cara Pemungutan Pajak Cara pemungutan pajak (Waluyo, 2009) adalah sebagai berikut: 1) Stelsel Pajak, dibagi menjadi 3 stelsel, yaitu: - Stelsel nyata (riil stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah penghasilan riil diketahui).
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
13
- Stelsel anggapan (fictive stelsel) Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undangundang, sebagai contoh; penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga awal tahun pajak telah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan, tanpa harus menunggu akhir tahun. - Stelsel campuran Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak yang dihitung berdasarkan suatu anggapan, kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan yang sebenarnya. Apabila besarnya pajak menurut kenyataan lebih besar daripada pajak menurut anggapan, maka Wajib Pajak harus menambah kekurngannya. Demikian pula sebaliknya, apabila lebih kecil, maka kelebihannya dapat diminta kembali. 2) Sistem Pemungutan Pajak, dibagi menjadi 3, yaitu: - Official Assessment System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang. Ciri-ciri Official Assessment System adalah sebagai berikut: a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang berada pada fiskus. b. Wajib Pajak bersifat pasif. c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. - Self Assessment System Sistem ini merupakan pemungutan pajak yang memberi wewenang, kepercayaan, tanggung jawab kepada Wajib Pajak untuk menghitung,
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
14
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri besarnya pajak yang harus dibayar. - Withholding System Sistem ini merupakan sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga untuk memotong atau memungut besarnya pajak yanng terutang oleh Wajib Pajak
2.2
Manajemen Pajak Upaya dalam melakukan penghematan pajak secara legal dapat dilakukan
melalui manajemen pajak. Namun perlu diingat bahwa legalitas manajemen pajak tergantung dari instrumen yang digunakan. Legalitas baru dapat diketahui secara pasti setelah ada putusan pengadilan.
2.2.1 Definisi Manajemen Pajak Manajemen Pajak terdiri dari kata manajemen dan pajak. Manajemen berawal dari kata manage, yang berarti mengelola. Manajemen adalah proses merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan pekerjaan anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi lainnya untuk mencapai sasaran organisasi yang sudah ditetapkan (Zain, 2007). Dari definisi manajemen tersebut diketahui bahwa manajemen merupakan proses yang terdiri dari empat fungsi utama, yaitu: 1) Merencanakan (planning) yaitu proses penetapan sasaran dan tindakan yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. 2) Mengorganisasikan (organizing) yaitu proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dengan cara berstruktu guna mencapai tujuan spesifik atau beberapa tujuan. 3) Memimpin (leading) yaitu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan dari anggota kelompok atau seluruh organisasi.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
15
4) Mengendalikan (controlling) yaitu proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya sesuai dengan aktivitas yang direncanakan. Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuidasi yang diharapkan (Suandy, 2011). Manajemen pajak merupakan bagian dari manajemen keuangan yang bertujuan memperoleh likuiditas dan laba memadai, upaya menyeluruh yang dilakukan manajer atau pimpinan organisasi agar hal-hal yang berhubungan dengan perpajakan dapat dilakukan seefisien mungkin yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi yang maksimal bagi perusahaan atau organisasi yang bersangkutan.
2.2.2 Tujuan Manajemen Pajak Tujuan manajemen pajak adalah menerapkan peraturan perpajakan secara benar dan untuk efisiensi untuk mencapai laba dan likuiditas yang seharusnya. Manajemen pajak terdiri dari tiga fungsi penting yang merupakan alat untuk mencapai tujuannya, yaitu (Suandy, 2011): 1) Perencanaan Pajak (Tax Planning) 2) Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) 3) Pengendalian Pajak (Tax Control) Manajemen pajak tidak dimaksudkan untuk melanggar peratauran dan jika didalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktek tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak.
2.3
Perencanaan Pajak (Tax Planning)
2.3.1 Definisi Perencanaan Pajak (Tax Planning) Tax Planning merupakan langkah awal dalam manajemen pajak, pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan, dengan maksud dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan (Suandy, 2011).
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
16
Tax Planning biasanya merujuk pada proses merencanakan usaha dan transaksi Wajib Pajak sehingga utang pajak berada dalam jumlah minimal dan juga tidak melebihi utang pajak yang seharusnya dan tentu saja sesuai dengan peraturan pajak. Namun sebetulnya perencanaan pajak dapat pula mempunyai konotasi positif konstruktif dalam arti perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan secara lengkap, benar dan tepat waktu sehingga dapat dihindari pemborosan sumber daya secara optimal. Tax Planning selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi terkena pajak, apabila transaksi tersebut terkena pajak apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya dan apakah pembayaran pajak tersebut dapat ditunda pembayarannya. Oleh karena itu, setiap Wajib Pajak akan membuat rencana pengenaan pajak atas setiap tindakan secara seksama. Selain itu, tax planning (perencanaan pajak) merupakan tindakan penstrukturan yang terkait dengan konsekuensi potensi pajaknya, yang tekanannya kepada pengendalian setiap transaksi yang ada konsekuensi pajaknya. Tujuannya adalah bagaimana pengendalian tersebut dapat mengefisienkan jumlah pajak yang akan ditransfer ke pemerintah, melalui apa yang disebut sebagai penghindaran pajak (tax avoidance) dan bukan penyelundupan pajak (tax evasion) secara garis besar, pengertian tax planning adalah proses mengorganisasi usaha Wajib Pajak atau kelompok wajib pajak sedemikian rupa sehingga utang pajaknya, baik pajak penghasilan maupun pajak-pajak lainnya, berada dalam posisi yang paling minimal, sepanjang hal ini dimungkinkan baik oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan maupun secara komersial (Zain, 2007). Dari definisi di atas dapat diketahui bahwa tax planning merupakan upaya yang legal karena upaya penghematan pajak masih dalam ruang lingkup aturan perpajakan dan tidak melanggar peraturan perpajakan. Ide dasarnya adalah usaha pengaturan terlebih dahulu semua aktivitas perusahaan guna menghindari pengaruh perpajakan yang besar. Pertimbangan pengaruh perpajakan dilakukan sebelum terjadinya suatu transaksi. Adapun tujuan perencanaan pajak (tax planning) perusahaan yaitu membuka kesadaran akan pentingnya manajemen perpajakan perusahaan, membayar pajak sesuai ketentuan yang berlaku, dan membuat metode perhitungan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
17
dalam efisiensi pembayaran pajak secara legal yang meminimalkan kewajiban pajak dengan mengikuti peraturan yang telah diatur 2.3.2 Upaya Melakukan Penghematan Pajak Upaya untuk penghematan kewajiban pajak dapat dilakukan dengan berbagai macam cara, baik yang masih memenuhi ketentuan perpajakan (lawful) maupun yang melanggar peraturan (unlawful), istilah yang sering digunakan adalah tax avoidance dan tax evasion. Pengertian dari kedua istilah tersebut (Suandy, 2011) adalah sebagai berikut: 1) Tax Avoidance Tax Avoidance adalah upaya yang dilakukan untuk penghematan atau penghindaran pajak tetapi dengan mengikuti peraturan yang ada (masih dalam ruang lingkup peraturan perpajakan) dengan melakukan usaha-usaha untuk mengatur jumlah pajak yang harus dibayar dengan melakukan manajemen pajak, atau upaya mengefisiensikan beban pajak dengan cara mengatur pengenaan pajak melalui transaksi yang bukan objek pajak, upaya ini dimulai dengan tax planning untuk menghemat pajak tanpa harus bertentangan dengan undang-undang dan peraturan lain yang berlaku untuk perpajakan. 2) Tax Evasion Tax Evasion adalah upaya yang dilakukan untuk melakukan penghematan pajak dengan cara yang ilegal, perbuatan ini merupakan perbuatan kriminal karena menyalahi aturan yang berlaku, contoh: pembebanan biaya fiktif, pemalsuan dokumen, pembukuan ganda, faktur pajak fiktif, dan sebagainya.
2.3.3 Penghindaran Pajak Penghindaran pajak adalah rekayasa ‘tax affairs’ yang masih tetap berada dalam bingkai ketentuan perpajakan (lawful). Penghindaran pajak dapat terjadi di dalam bunyi ketentuan atau tertulis di undang-undang dan berada dalam jiwa dari undang-undang tetapi berlawanan dengan jiwa undang-undang (Suandy, 2011).
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
18
Komite urusan fiskal dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) menyebutkan ada 3 karakter penghindaran pajak, yaitu: 1) Adanya unsur artifisial di mana berbagai pengaturan seolah-olah terdapat di dalamnya padahal tidak, dan ini dilakukan karena ketiadaan faktor pajak. 2) Skema macam ini sering memanfaatkan dari undang-undang atau menerapkan yang sebetulnya dimaksudnya oleh undang-undang. 3) Kerahasiaan juga sebagai bentuk dari skema ini di mana umumnya para konsultan menunjukkan alat atau cara untuk melakukan penghindaran pajak dengan syarat Wajib Pajak menjaga serahasia mungkin (Council of Excecutive Secretaries of Tax Organizations, 1991).
2.3.4 Motivasi Dilakukannya Perencanaan Pajak Dalam pelaksanaan perencanaan pajak (tax planning), terdapat perbedaan kepentingan antara Wajib Pajak dengan fiskus (pemerintah). Wajib Pajak berusaha untuk membayar pajak sekecil mungkin karena dengan membayar pajak akan mengurangi kemampuan ekonomis Wajib Pajak. Di lain pihak, pemerintah memerlukan dana untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, yang sebagian besar berasal dari penerimaan pajak. Perbedaan kepentingan ini menyebabkan Wajib Pajak cenderung untuk mengurangi jumlah pembayaran pajak, baik secara legal maupun ilegal (Suandy. 2011) Terdapat tiga motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu (Suandy, 2011): 1) Kebijakan perpajakan (tax policy); Merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencaan pajak (jenis pajak yang akan dipungut, subjek pajak, objek pajak, tarif pajak, prosedur pembayaran pajak). 2) Undang-undang perpajakan (tax law) Kenyataan menunjukkan bahwa di mana pun tidak ada undang-undang yang mengatur setiap permasalahan secara sempurna. Oleh karena itu, dalam pelaksanaannya selalu diikuti dengan ketentuan-ketentuan lain (Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden, Keputusan
Menteri Keuangan,
dan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
19
Keputusan Dirjen Pajak). Tidak jarang ketentuan pelaksanaan tersebut bertentangan dengan UU karena disesuaikan dengan kepentingan pembuat kebijakan dalam mencapai tujuan lain yang ingin dicapainya. Akhirnya terbukalah celah bagi Wajib Pajak untuk menganalisis kesempatan tersebut dengan cermat untuk perencanaan pajak yang baik. 3) Administrasi perpajakan (tax administration) Sebagai negara berkembang, Indonesia masih mengalami kesulitan dalam melaksanakan administrasi perpajakannya secara memadai. Hal ini mendorong perusahaan untuk melaksanakan perencanaan pajak dengan baik agar terhindar dari sanksi administrasi maupun pidana karena adanya perbedaan penafsiran antara aparat fiskus dengan Wajib Pajak akibat luasnya peraturan perpajakan yang berlaku dan sistem informasi yang masih belum efektif. Secara umum motivasi dilakukannya perencanaan pajak adalah untuk memaksimalkan laba setelah pajak, karena pajak ikut mempengaruhi pengambilan keputusan suatu tindakan dalam operasi perusahaan untuk melakukan investasi melalui analisis yang cermat untuk memberikan perlakuan yang berbeda atas objek yang secara ekonomi hakikatnya sama dengan memanfaatkan antara lain (Suandy, 2011): 1) Tarif Pajak (Tax Rate) Semakin tinggi tax rate maka akan semakin tinggi pula pajak yang terutang maka Wajib Pajak melakukan antisipasi dengan melakukan tax planning. 2) Dasar Pengenaan Pajak (Tax Base) Tax base dilakukan atas dasar apa seorang Wajib Pajak dikenakan pajak apakah dari pendapatan usaha, bunga tabungan atau pendapatan atas pekerjaan dan pendapatan lainnya. Karena dewasa ini hampir seluruh penghasilan dikenakan pajak (wider the tax base) maka Wajib Pajak memerlukan tax planning untuk mengatasi hal tersebut. 3) Loopholes, Shelter dan Havens Wajib Pajak akan berusaha melakukan penghematan pajak dengan mempelajari peraturan perpajakan dimana mereka dapat membayar pajak tidak lebih dari yang ditentukan atau meminimalisasinya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
20
2.3.5 Penghindaran Sanksi Pajak Dalam upaya untuk penghindaran sanksi pajak maka setidak-tidaknya terdapat 3 hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak, 3 hal tersebut ialah (Suandy, 2011): 1) Tidak melanggar ketentuan pajak. Bila suatu perencanaan pajak dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi Wajib Pajak merupakan resiko pajak yang sangat berbahaya dan justru mengancam keberhasilan perencanaan pajak tersebut. 2) Secara bisnis masuk akal, karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek. Oleh karena itu, perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri. 3) Bukti-bukti
pendukungnya
memadai,
misalnya
dukungan
perjanjian
(agreement), faktur (invoice), dan juga perlakuan akuntansinya (accounting treatment).
2.3.6 Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak Dalam arus globalisasi dan tingkat persaingan yang semakin tinggi, seorang manajer dalam membuat suatu perencanaan pajak sebagaimana strategi perencanaan perusahaan secara keseluruhan harus memperhitungkan adanya kegiatan yang bersifat lokal maupun internasional. Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut ini (Suandy, 2011): 1) Menganalisis informasi yang ada Tahap pertama dari proses pembuatan perencanaan pajak adalah menganalisis komponen yang berbeda atas pajak yang terlibat dalam suatu proyek dan menghitung seakurat mungkin beban pajak yang harus ditanggung, biasanya dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secara total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien. Penting juga untuk memperhitungkan kemungkinan besarnya penghasilan dari suatu proyek dan pengeluaranpengeluaran lain diluar pajak yang mungkin terjadi. Untuk itu seorang manajer
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
21
perpajakan harus memperhatikan faktor-faktor internal maupun eksternal (faktor yang relevan, faktor pajak, faktor nonpajak lainnya). 2) Membuat satu model atau rencana kemungkinan besarnya pajak Dalam membuat model model pengaturan yang paling tepat, penting sekali untuk mempertimbangkan hal-hal berikut: - Apakah kepemilikan dari berbagai hak, surat berharga, dan lain-lain harus dikuasakan kepada satu atau lebih perusahaan, individu, trust, atau kombinasi dari semua itu. - Hubungan antara berbagai individu dan entitas. - Oleh karena belum ditentukan lebih dahulu, dimana entitas tersebut harus ditempatkan. 3) Mengevaluasi pelaksanaan rencana pajak Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan yang merupakan bagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan. 4) Mencari kelemahan dan kemudian memperbaiki kembali rencana pajak Untuk mengetahui bahwa hasil suatu perencanaan pajak baik atau tidak, tentu harus dievaluasi melalui berbagai rencana yang dibuat. Dengan demikian, keputusan yang terbaik atas suatu perencanaan pajak harus sesuai dengan bentuk transaksi dan tujuan operasi. 5) Memutakhirkan rencana pajak Meskipun suatu rencana pajak telah dilaksanakan dan proyek telah berjalan, tetap perlu diperhitungkan setiap perubahan yang terjadi, baik dari undangundang maupun pelaksanaannya (negara di mana aktivitas tersebut dilakukan) yang dapat berdampak terhadap komponen.
2.4
Pelaksanaan Kewajiban Perpajakan (Tax Implementation) Pelaksanaan
kewajiban
perpajakan
(tax
implementation)
adalah
memastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi peraturan perpajakan yang berlaku, apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
22
faktor-faktor yang dapat dimanfaatkan untuk penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementasikannya baik secara formal maupun material. Harus dipastikan bahwa pelaksanaan kewajiban perpajakan telah memenuhi ketentuan peraturan perpajakan
yang berlaku. Manajemen pajak
tidak
dimaksudkan untuk melanggar peraturan dan jika dalam pelaksanaannya menyimpang dari peraturan yang berlaku, maka praktek tersebut telah menyimpang dari tujuan manajemen pajak (Suandy, 2011). Untuk dapat mencapai tujuan manajemen pajak ada dua hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan, yaitu: 1) Memahami ketentuan perpajakan Untuk memahami ketentuan perpajakan dapat dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perpajakan seperti Undang-Undang, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri Keuangan, Keputusan Dirjen Pajak, dan Surat Edaran Direktur Jendral Pajak juga mengikuti perkembangan atau isu-isu perpajakan yang baru maka perusahaan dapat mengetahui peluang-peluang yang dapat dimanfaatkan untuk penghematan pajak. 2) Menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat Pembukuan merupakan sarana yang sangat penting dalam penyajian informasi keuangan perusahaan yang disajikan dalam bentuk laporan keuangan dan menjadi dasar dalam menghitung besarnya jumlah pajak terutang. Mengingat pentingnya pembukuan maka Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 16 Tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, telah menetapkan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan Wajib Pajak Badan di Indonesia wajib melakukan pembukuan.
2.5
Pengendalian Pajak (Tax Control) Pengendalian pajak (tax control) adalah memastikan bahwa peraturan
perpajakan telah dilaksanakan. Yang terpenting adalah pengecekan pembayaran pajak. Pengendalian pajak memiliki dua dimensi, yaitu dimensi pengendalian pajak (dalam arti bahwa pajak dibayar dengan pilihan efisiensi yang tinggi) dan dimensi adanya kepastian bahwa peraturan perpajakannya juga telah dilaksanakan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
23
dengan benar (Gunadi, 1997). Pengendalian pajak juga diarahkan agar setiap pemenuhan kewajiban (pelaporan, pembukuan, dan kewajiban dalam pemeriksaan dan sebagainya) telah dilakukan tepat waktu, dengan formulir yang telah diisi dengan benar dan lengkap sehingga terhindar dari pengenaan sanksi perpajakan. Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material (Suandy, 2011). Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak oleh perusahaan. Oleh sebab itu, pengendalian dan pengaturan arus kas sangat penting dalam strategi penghematan pajak, misalnya dalam melakukan pembayaran pajak pada saat terakhir tentu lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan membayar lebih awal. Pengendalian pajak termasuk pemeriksaan jika perusahaan telah membayar pajak lebih besar dari jumlah pajak terutang.
2.6
Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21)
2.6.1 Pendahuluan Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 Pasal 1 angka 1 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor
Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan,
Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) merupakan Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 UU No.7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri. PPh Pasal 21 dipotong, disetor, dan dilaporkan oleh Pemotong Pajak, yaitu, pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
24
PPh 21 yang telah dipotong dan disetorkan secara benar oleh pemberi kerja atas penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan pekerjaan dari satu pemberi kerja merupakan pelunasan pajak yang terutang untuk Tahun Pajak yang bersangkutan. Dasar hukum pengenaan PPh Pasal 21 adalah Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan; Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ./2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/PJ./2009 Tanggal 12 Oktober 2009. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2009 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 atas Penghasilan Berupa Uang Pesangon, Uang Tebusan Pensiun, dan Tunjangan Hari Tua (THT) atau Jaminan Hari Tua (JHT) beserta peraturan pelaksanaannya telah dimuat. Ketentuan aturan pelaksanaannya akan selalu dilakukan pembaruan sejalan dengan diberlakukannya undang-undang Pajak Penghasilan hasil reformasi perundang-undangan yang berlaku per 1 Januari 2009 yaitu UndangUndang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
2.6.2 Pemotong Pajak Pemotong PPh Pasal 21 dalam Pasal 21 UU PPh Nomor 36 tahun 2008 dan Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008 Pasal 2, ditegaskan bahwa Pemotong PPh Pasal 21 atau disebut Pemotong Pajak terdiri dari: 1) Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai; 2) Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kaskepada Pemerintah Pusat termasuk institusi TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, instansi atau lembaga pemerintah, lembaga-lembaga negara lainnya, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia di luar negeri, yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
25
dalam bentuk apapun sehubungan dengan oekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan; 3) Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja, dan badanbadan lain yang membayar uang pensiundan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua; 4) Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar: - Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan/atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya. - Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status Subjek Pajak luar negeri; - Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang; 5) Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi serta lebaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah, atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
2.6.3 Subjek Pajak atas PPh Pasal 21 2.6.3.1 Penerima Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 Berdasarkan PMK No.252/PMK.03/2008 Pasal 3, penerima penghasilan yang dipotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yaitu orang pribadi yang merupakan (Waluyo, 2009): 1) Pegawai; 2) Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, termasuk ahli warisnya;
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
26
3) Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan, anatara lain meliputi: - Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri atas pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris; - Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron,
bintang
iklan,
sutradara,
kru
film,
foto
model,
peragawan/peragawati, pemain drama, penari, pemahat, pelukis, dan seniman lainnya; - Olahragawan; - Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator; - Pengarang, peneliti, dan penerjemah; - Pemberi jasa dalam segala bidang termasuk teknik, komputer dan sistem aplikasinya, telekomunikasi, elektronika, fotografi, ekonomi dan sosial serta pemberi jasa kepada suatu kepanitiaan; - Agen iklan; - Pengawas atau pengelola proyek; - Pembawa pesanan atau yang menemukan langganan atau yang menjadi perantara; - Petugas penjaja barang dagangan; - Petugas dinas luar asuransi; - Distributor perusahaan multilevel marketing atau direct selling dan kegiatan sejenis lainnya. 4) Peserta kegiatan yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan keikutsertaannya dalam suatu kegiatan, antara lain meliputi: - Peserta perlombaan dalam segala bidang, antara lain perlombaan olahraga, seni, ketangkasan, ilmu pengetahuan, teknologi dan perlombaan lainnya; - Peserta rapat, konferensi, sidang, pertemuan, atau kunjungan kerja; - Peserta atau anggota dalam suatu kepanitiaan sebagi penyelenggara kegiatan tertentu; - Peserta pendidikan, pelatihan, dan magang; - Peserta kegiatan lainnya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
27
2.6.3.2 Subjek PPh Pasal 21 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 Pasal 1 angka 2 sampai angka 10 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, Subjek Pajak Penghasilan Pasal 21, yaitu: 1) Pejabat Negara adalah: Presiden dan Wakil Presiden; Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota DPR/MPR, DPRD Propinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota; Ketua dan Wakil Ketua Badan Pemeriksaan Keuangan; Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda dan Hakim Mahkamah Agung; Ketua dan Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Agung; Menteri, Menteri Negara, dan Menteri Muda; Jaksa Agung; Gubernur dan Wakil Gubernur Kepala Daerah Propinsi; Bupati dan Wakil Bupati Kepala Daerah Kabupaten; Walikota dan Wakil Walikota. 2) Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah PNS-Pusat, PNS-Daerah, dan PNS lainnya yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. 3) Pegawai adalah setiap orang pribadi, yang melakukan pekerjaan berdasarkan perjanjian atau kesepakatan kerja baik tertulis maupun tidak tertulis, termasuk yang melakukan pekerjaan dalam jabatan negeri atau badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah. 4) Pegawai tetap adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang menerima atau memperoleh gaji dalam jumlah tertentu secara berkala, termasuk anggota dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur terus menerus ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung. 5) Tenaga lepas adalah orang pribadi yang bekerja pada pemberi kerja yang hanya menerima imbalan apabila orang pribadi yang bersangkutan bekerja. 6) Penerimaan pensiun adalah orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima atau memperoleh imbalan untuk pekerjaan yang dilakukan dimasa lalu, termasuk orang pribadi atau ahli warisnya yang menerima Tabungan Hari Tua atau Jaminan Hari Tua. 7) Penerima honorarium adalah orang pribadi yang menerima atau memperoleh imbalan sehubungan dengan jasa, jabatan, atau kegiatan yang dilakukannya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
28
8) Penerima upah adalah orang pribadi yang menerima upah harian, upah mingguan, upah borongan, atau upah satuan.
2.6.4 Penghasilan Terkait dengan Pajak Penghasilan Pasal 21 2.6.4.1 Benefit in Cash vs Benefit in Kind Menurut Pasal 4 UU PPh No.36 Tahun 2008, penghasilan didefinisikan sebagi: 1) Setiap tambahan kemampuan ekonomis, 2) Yang diterima (cash basis) atau diperoleh (accrual basis) Wajib Pajak, 3) Baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, 4) Yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun. Dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh No. 36 Tahun 2008 diatur bahwa penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya merupakan objek PPh, dalam hal ini PPh 21, Pada Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh No. 36 Tahun 2008 disebutkan bahwa penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa tersebut bukan merupakan objek PPh Pasal 21 sepanjang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah. Sementara itu, dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 252/PMK.03/2008, disebutkan bahwa benefit in kind merupakan objek PPh Pasal 21, khususnya penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apa pun yang diberikan oleh: 1) Bukan Wajib Pajak; 2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau 3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma perhitungan khusus (deemed profit).
2.6.4.2 Objek PPh Pasal 21 Berdasarkan PMK No.252/PMK.03/2008 Pasal 5, penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 atau objek PPh Pasal 21 terdiri dari:
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
29
1) Penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur; 2) Penghasilan yang diterima atau diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya; 3) Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; 4) Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan; 5) Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan; 6) Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapa, honorarium, hadiah, atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun. 7) Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak atau Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan nama penghitungan khusus (deemed profit).
2.6.5 Pengurang yang Diperbolehkan 2.6.5.1 Biaya Jabatan, Biaya Pensiun, dan Iuran Pensiun/Jaminan Hari Tua Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 57/PJ/2009 Pengurang yang diperbolehkan untuk penghasilan bruto pegawai tetap terdiri dari biaya jabatan dan iuran pensiun/Jaminan Hari Tua. Untuk penerima pensiun, pengurang yang diperbolehkan adalah biaya pensiun, 1) Besarnya biaya jabatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pegawai tetap ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 6.000.000,00 (enam juta rupiah) setahun atau Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) sebulan.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
30
2) Iuran pensiun/Jaminan Hari Tua, yaitu iuran-iuran yang terkait dengan gaji yang dibayar oleh pegawai kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan atau badan penyelenggara tunjangan hari tua atau jaminan hari tua yang dipersamakan dengan dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. 3) Besarnya biaya pensiun yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto untuk penghitungan pemotongan Pajak Penghasilan bagi pensiunan ditetapkan sebesar 5% (lima persen) dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 2.400.000,00 (dua juta empat ratus ribu rupiah) setahun atau Rp 200.000,00 (dua ratus ribu rupiah) sebulan.
2.6.5.2 Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) Berdasarkan Undang-Undang No. 36/2008 Pasal 7 tentang Penyesuaian Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak, yaitu: 1) Jumlah PTKP Sesuai dengan Pasal 6 ayat (3) UU PPh No. 36 Tahun 2008, kepada orang pribadi Wajib Pajak dalam negeri diberikan pengurangan berupa PTKP. Menurut Pasal 7 UU PPh No. 36 Tahun 2008, PTKP pertahun diberikan paling sedikit sebesar: - Rp 15.840.000,00 untuk diri Wajib Paja orang pribadi; - Rp 1.320.000,00 tambahan untuk Wajib Pajak yang kawin; - Rp 15.840.000,00 tambahan untuk sesorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami; dan - Rp 1.320.000,00 tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak 3 orang untuk setiap keluarga 2) PTKP Karyawati Kawin Besarnya PTKP bagi karyawati berlaku ketentuan sebagai berikut: - Bagi karyawati kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri; - Bagi karyawati tidak kawin, sebesar PTKP untuk dirinya sendiri ditambah keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
31
Dalam hal karyawati kawin dapat menunjukkan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP adalah PTKP untuk dirinya sendiri ditambah PTKP untuk status kawin dan PTKP untuk keluarga yang menjadi tanggungan sepenuhnya. 3) Penghasilan yang tidak memperoleh pengurangan biaya jabatan dan/atau PTKP Pengurangan berupa biaya jabatan dan tidak berlaku terhadap penghasilanpenghasilan berupa: - Upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan; - Uang tebusan pensiun, uang pesangon, uang tabungan hari tua atau jaminan hari tua, dan pembayaran lain sejenis; - Honorarium, uang saku, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, komisi, beasiswa, dan pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak.
2.6.6 Metode perhitungan PPh Pasal 21 Terdapat 3 metode perhitungan pajak, yaitu (Waluyo, 2008): 1) Gross Basis Method Gross basis method adalah metode penghitungan pajak dimana jumlah PPh Pasal 21 yang terutang ditanggung oleh karyawan sendiri. Penghasilan karyawan akan berkurang karena pemotongan tersebut. Dari sisi perusahaan pemotongan ini bersifat nondeductible expense karena PPh Pasal 21 yang dikenakan dibayar langsungoleh karyawan danmenjadi beban dari karyawan tersebut, perusahaan dalam hal ini hanya sebagai pemotong pajak. 2) Net Basis Method Net basis method adalah metode penghitungan pajak dimana perusahaan menanggung beban PPh Pasal 21 atas karyawan yang dimilikinya. Dari sisi perusahaan, pajak yang telah dibayarkan tersebut tidak dapat dijadikan biaya karena bagi karyawan dianggap sebagai natura dan sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) huruf e UU No.36/2008 pemberian dalam bentuk natura tidak dapat
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
32
digunakan sebagai pengurang penghasilan. Sedangkan dari sisi karyawan , penghasilan yang diterima tidak berkurang karena tidak ada pemotong pajak. 3) Gross Up Method Gross up method merupakan metode alternatif diantara kedua metode yang telah disebutkan sebelumnya karena metode ini dirasakan menguntungkan bagi kedua sisi yaitu bagi perusahaan dan juga bagi karyawan. Dalam metode ini perusahaan memberikan tunjangan pajak (tax allowance) kepada karyawannya sebesar jumlah pajak yang terutang, dari sisi perusahaan tunjangan pajak tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan karena bersifat benefit in cash , sedangkan bagi karyawan take home pay yang dimilikinya tidak berkurang walaupun telah dilakukan pemotongan karena sebelumnya penghasilan yang ada telah di gross up sebesar pajak yang terutang.
2.6.7 Tarif PPh Pasal 21 Berdasarkan UU No. 36/2008 tentang Pajak Penghasilan dalam Pasal 17, besarnya tarif pajak atas Penghasilan Kena Pajak adalah sebagai berikut:
Lapisan Penghasilan Kena Pajak sampai dengan Rp 50.000.000
Tarif Pajak 5%
diatas Rp 50.000.000 sampai dengan Rp 250.000.000
15%
diatas Rp 250.000.000 sampai dengan Rp 500.000.000
25%
Diatas Rp 500.000.000
30%
2.6.8 Perhitungan Penghasilan Kena Pajak Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6, Penghasilan kena pajak yang berasal dari pekerjaan adalah sebagai berikut: 1) Pengasilan Bruto Pasal 4 ayat (1), tidak termasuk penghasilan yang dipotong final dan pengecualian objek pajak PPh Pasal 4 ayat (3), dikurangi
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
33
2) Biaya-biaya yang diperbolehkan (Pasal 6, yang diperbolehkan dijadikan biaya, dan Pasal 9, yang tidak diperbolehkan dijadikan biaya), menghasilkan 3) Penghasilan Netto, lalu dikurangi 4) PTKP, menghasilkan 5) PKP, dikalikan 6) Tarif Pasal 17, menghasilan 7) PPh Pasal 21 terutang
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
BAB 3 GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
3.1
Profil PT. XYZ Sebagai salah satu kontraktor terbesar di Indonesia yang umum dan
struktur baja, PT. XYZ telah terlibat dalam berbagai proyek seperti hotel, apartemen, rumah sakit gedung perkantoran, dan pusat kesehatan, pusat perbelanjaan dan pusat perdagangan, perumahan, pabrik, fasilitas pendidikan, pabrik kimia, bandara bangunan, terminal dan hanggar, pembangkit listrik, pabrik industri, jembatan, dan bangunan komersial lainnya. PT. XYZ berbagi teknologi inovatif, memberikan kesempatan kerja, dan memelihara beberapa standar industri tertinggi dibumi. PT. XYZ adalah pemimpin dalam konstruksi. Operasinya di struktur kontraktor
dan
baja
umum
dirancang
untuk
memenuhi
kebutuhan
pelanggan. Dalam rangka untuk memberikan kualitas dan nilai kepada pelanggan, tradisi PT XYZ adalah bertanggung jawab untuk mendekati mitra bisnis. PT. XYZ fokus pada operasi yang efisien dan inovasi, serta keterampilan untuk mempertahankan keunggulan kompetitif melalui siklus bisnis. Sejak didirikan pada tanggal 28 Juni 1974, PT. XYZ telah berhasil meningkatkan kinerjanya. Dari proyek perumahan untuk bangunan bertingkat dan mal seperti WTC Mangga Dua Trade Centre dengan 235.000 meter persegi, proyek-proyek besar seperti "Pekerjaan Kantor, Pabrik, Gudang dan Eksternal" Jakarta Greenfield untuk PT HM Sampoerna Tbk dengan 570.000 meter persegi luas total, dan Bergengsi Twin Menara St Regis Apartment PT Duta Anggada Realty Tbk dengan 240.000 meter persegi, 47 cerita di Jakarta; serta proyek pabrik sekecil 40 ton baja untuk proyek pabrik besar industri sebagai besar sebagai 10.000 ton atau lebih. Pada tahun 1997, meskipun krisis moneter berkepanjangan, PT. XYZ meningkatkan kapasitas produksi menjadi 20.000 ton dan memperoleh pendapatan sebesar sekitar 900 miliar rupiah per tahun. Tidak hanya keberhasilan PT. XYZ sebagai kontraktor tergantung pada keterampilan kita dan memberikan kualitas,
34 Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
35
tetapi juga pada komitmen PT. XYZ bersama untuk mitra bisnis. Adapun Strategi PT. XYZ adalah fokus pada nilai pengiriman dengan biaya operasi yang kompetitif untuk mempertahankan posisi kami dalam kualitas proyek dan nilai ekonomi jangka panjang. PT. XYZ juga mencari peningkatan efisiensi. Selama lebih dari 37 tahun di bidang jasa konstruksi di Indonesia, PT. XYZ telah bekerja dengan kontraktor asing, dan telah menerima banyak manajemen transfer.
3.2
Visi dan Misi PT. XYZ Visi dari PT. XYZ adalah untuk mempertahankan posisi PT. XYZ sebagai
pemimpin pasar domestik sementara bersaing di era Perdagangan Bebas dengan meningkatkan penampilan dan menjajaki peluang di pasar regional. Adapun Misi dari PT. XYZ adalah menciptakan sinergi dengan pelanggan kami untuk menyediakan lebih dari kepuasan pelanggan belaka. PT. XYZ mendorong inovasi untuk mempertahankan keunggulan terkemuka dan menjaga daya saing proyek. Selanjutnya, mempertahankan standar tinggi sumber daya manusia dan modal, PT. XYZ menyediakan dengan manajer masa depan yang selalu proaktif adaptif terhadap perubahan di industri. Perubahan yang diciptakan menyebabkan efisiensi dalam semua departemen dan peningkatan produktivitas dan kualitas, sehingga mendukung tujuan utama kami untuk bersaing dan memenangkan bagian terbesar dari pasar
3.3
Struktur Organisasi Hubungan kerja yang saling berkaitan baik secara langsung maupun tidak
langsung dari satu pihak ke pihak lainnya ditunjukkan pada struktur organisasi, struktur organisasi perusahaan adalah garis hierarki yang ada dalam perushaan. Di dalam struktur ini terdapat penggambaran yang jelas berbagai macam tingkatan posisi yang ada di perusahaan. Masing-masing perusahaan memiliki hak untuk membuat struktur organisasinya sesuai dengan gaya dan kebutuhan perusahaan. Pada PT. XYZ terdapat struktur organisasi, sebagai berikut: 1) Komisaris Komisaris ditunjuk untuk mengawasi kegiatan perusahaan dan memberikan nasihat kepada manajemen atas kebijakan yang akan diambil oleh manajemen
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
36
tepatnya Dewan Direksi. Dewan Direksi dalam memantau bisnis perusahaan bahwa pertimbangan dan persetujuan atas tindakan atau perlakuan yang akan diambil oleh perusahaan sudah benar. 2) Direktur Direktur memiliki tugas, sebagai berikut: -
Memimpin seluruh dewan atau komite eksekutif
-
Menawarkan visi dan imajinasi di tingkat tertinggi
-
Memimpin rapat umum, dalam hal: untuk memastikan pelaksanaan tatatertib; keadilan dan kesempatan bagi semua untuk berkontribusi secara tepat; menyesuaikan alokasi waktu per item masalah; menentukan urutan agenda; mengarahkan diskusi ke arah konsensus; menjelaskan dan menyimpulkan tindakan dan kebijakan
-
Bertindak sebagai perwakilan organisasi dalam hubungannya dengan dunia luar
-
Memainkan bagian terkemuka dalam menentukan komposisi dari board dan sub-komite, sehingga tercapainya keselarasan dan efektivitas
-
Mengambil keputusan pada siuasi tertentu yang dianggap perlu, yang diputuskan, dalam meeting-meeting.
-
Menjalankan tanggung jawab dari direktur perusahaan sesuai dengan standar etika dan hukum.
3) Auditor Internal Tugas dari internal audit menyelidiki dan menilai pengendalian intern dan efisiensi pelaksanaan fungsi berbagai unit organisasi, ruang lingkup harus meliputi pengujian dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektivitas sistem pengendalian internal yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksanaan tanggung jawab yang diberikan: -
keandalan informasi
-
kesesuaian dengan kebijaksanaan, rencana, prosedur dan peraturan perundang-undangan,
-
perlindungan terhadap harta
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
37
-
penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien dan
-
pencapaian tujuan
4) Manajer Pada PT. XYZ terdapat 3 orang manajer yaitu manajer pemasaran dan penjualan, manajer divisi operator dan manajer keuangan dan akunting. - Manager Pemasaran dan Penjualan bertugas memimpin dan bertanggung jawab atas segala kegiatan atas pemasaran dan penjualan produk dan jasa yang diberikan oleh perusahaan baik pelaksanaan dan hasil, juga bertugas untuk membina, membimbing tim pemasaran dan penjualan. Selain bertugas mengendalikan dan memelihara keadaan pemasaran dan penjualan didalam tim, manajer juga berfungsi untuk membina dan memelihara hubungan baik dengan distributor dan customernya. Dan pada akhirnya manajer harus membuat perencanaan atas pemasaran dan penjualan. - Manajer Operasional bertanggung jawab untuk melakukan fungsi-fungsi manajemen baik itu perencanaan, pengorganisasian, pembentukan staf, kepemimpinan dan pengendalian. - Manajer
Keuangan
dan
Akuntansi
bertanggung
jawab
untuk
mengordinasikan pengendalian kegiatan keuangan, akuntansi manajemen, dan sistem informasi keuangan perusahaan. Manajer keuangan dan akuntansi juga bertugas untuk menganalisa laporan keuangan dan ;aporan akuntansi
manajemen
perusahaan,
melaksanakan
pengendalian
dan
pengawasan dibidang keuangan sesuai target yang ditentukan dan sebagainya. 5) Staf Para staf di PT. XYZ bertgas dan bertanggung jawab untuk mejalankan fungsi masing-masing divisi untuk membantu tercapainya tujuan dari masing-masing divisi.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
38
Berikut struktur organisasi PT. XYZ:
Gambar 3.1 Struktur Organisasi PT. XYZ pada tahun 2011
Commissioners
Director
Internal auditor
Manager
Manager
Manager
Marketing and sales
Operational Division
Finance and accounting
Staff
Staff Operational
Staff finance
Marketing and sales
Division
and accounting
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
3.4
Perpajakan Secara Umum Pada PT. XYZ PT. XYZ menerapkan manajemen pajak untuk memenuhi aspek-aspek
perpajakan dan mentaatinya. Didalam manajemen pajak maka pada tahap perencanaan pajaklah akan direncanakan bagaimana rencana-rencana untuk melakukan penghematan pajak akan tetapi masih didalam koridor hukum yang berlaku dan dengan tidak melanggarnya. Aspek dalam perencanaan pajak dimulai dengan aspek formal dan administratif. Kewajiban perpajakan bermula dari
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
39
implementasi undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, ketidakpatuhan terhadap undang-undang dapat dikenakan sanksi, baik sanksi administrasi maupun sanksi pidana. Sanksi administrasi maupun pidana merupakan pemborosan sumber daya sehingga perlu dihindari melalui suatu perencanaan pajak yang baik. Untuk dapat menyusun perencanaan pemenuhan kewajiban perpajakan yang baik diperlukan pemahaman terhadap peraturan perpajakan. Selanjutnya selaras dengan pengelompokkan hukum pajak aspek formal administratif maupun aspek material substantif perlu untuk dimengerti dan dipahami untuk dapat menghindari sanksi administrasi maupun pidana. Aspek administratif dari kewajiban perpajakan meliputi kewajiban mendafarkan diri untuk memperoleh NPWP dan Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, membayar pajak, menyampaikan SPT, disamping memotong atau memungut pajak. Kewajiban perpajakan berakhir pada saat pelunasan oleh Wajib pajak. Agar pembayaran pajak sebagi transfer sumber daya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka pembayaran pajak harus direncakan secara baik supaya tidak terjadi pemborosan. Penyediaan dana harus direncanakan supaya pembayaran pajak dapat dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan. Begitu juga kewajiban pelaporan yang juga harus direncanakan supaya dapat selesai dan dilaporkan tepat pada waktunya. Aspek material dalam perencanaan pajak. Pajak dikenakan terhadap objek pajak yang dapat berupa keadaan, perbuatan, maupun peristiwa. Basis perhitungan pajak adalah objek pajak. Maka untuk mengoptimalkan alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pembayaran pajak yang tidak lebih (karena dapat mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak kurang (supaya tidak membayar sanksi administrasi yang merupakan pemborosan dana). Untuk itu objek pajak harus dilaporkan secara benar dan lengkap. Pelaporan objek pajak yang benar dan lengkap harus bebas dari rekayasa negatif. Kegiatan perpajakan pada PT. XYZ berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku, kewajiban perpajakan bersifat mutlak dan memang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku sebagaimana telah diatur di dalam Undang-Undang dan peraturan yang lainnya dan jika tidak dijalankan sesuai
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
40
ketentuan yang berlaku maka akan menimbulkan resiko berupa sanksi bagi perusahaan, sedangkan hak Wajib Pajak sifatnya tidak mutlak, karena jika Wajib Pajak tidak memenuhi kewajiban pajaknya maka Wajib Pajak tidak memenuhi syarat sehingga tidak dapat menggunakan haknya, hak tersebut tidak dapat diminta. Maka dari itu, perusahaan harus mengantisipasi sanksi-sanksi dalam pelaksanaan kewajiban perpajakannya dalam rangka memenuhi syarat agar hakhak Wajib Pajak dapat dipenuhi. PT. XYZ dalam hal memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak terutang telah menunjuk orang-orang yang berkompeten dan memiliki keahlian dibidangnya untuk menghitung jumlah pajak terutang, orang-orang tersebut memahami dan menguasai perpajakan sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan terus memperbaruinya (update) karena peraturan sering berubah. Dan dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya, PT. XYZ sudah melakukannya dengan benar secara administratif.
3.4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21) pada PT. XYZ PT. XYZ dalam memotong PPh Pasal 21 menggunakan gross-up method. Dalam metode perhitungan ini PT. XYZ memberikan tunjangan pajak sebesar jumlah pajak terhutang karyawan, sehingga tunjangan pajak tersebut dianggap sebagai tambahan penghasilan bagi karyawan dan dari sisi perusahaan dianggap sebagai beban yang dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak untuk menghitung PPh Badan. Komponen-komponen imbalan atau pemberian yang diberikan oleh PT. XYZ kepada karyawannya berupa gaji, tunjangan transport, tunjangan pajak penghasilan pasal 21, jaminan keselamatan kerja, jaminan hari tua, jaminan kematian, pemberian tidak dalam bentuk uang seperti pemberian makan siang, dan sebagainya. Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 pada PT. XYZ dengan menggunakan metode perhitungan gross-up, contoh kasus: seorang karyawan A
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
41
menikah dan memiliki anak 2 orang, dan pemberian yang diberikan oleh PT. XYZ untuk karyawan A meliputi: 1) Gaji 2) Tunjangan Transportasi 3) Lembur 4) Premi Asuransi dibayarpemberi kerja: Jaminan Kematian Jaminan Keselamatan Kerja 5) Tunjangan Hari Raya 6) Tunjangan PPh Pasal 21 Maka perhitungan untuk PPh Pasal 21 untuk Karyawan A adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross-Up (dalam satuan mata uang Rupiah) Gaji setahun
96.000.000
Tunjangan transportasi 5% gaji setahun
4.800.000
Lembur
2.850.000
Premi asuransi dibayar pemberi kerja: Jaminan Keselamatan Kerja 1,74% gaji setahun Jaminan Kematian 0,3% gaji setahun
1.670.400 288.000
1.958.400
Tunjangan Hari Raya 100% gaji sebulan
8.000.000
Tunjangan PPh Pasal 21
9.330.820
Penghasilan Bruto
122.939.220
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
42
Pengurang: Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto
5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun
1.920.000 (
Penghasilan neto setahun PTKP setahun Penghasilan kena pajak setahun
7.600.420 ) 115.338.800
(
19.800.000 ) 95.538.800
PPh Pasal 21 setahun: 5% x 50.000.000 = 2.500.000 15% x 45.538.800 = 6.830.820 Total PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 sebulan
9.330.820 777.568
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
BAB 4 PEMBAHASAN
4.1
Gambaran Permasalahan Pada Bab ini penulis akan mencoba menganalisa efektifitas penerapan
manajemen pajak terkait PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan pada PT. XYZ, dimulai dari metode perhitungan, jenis imbalan yang diberikan PT. XYZ kepada para karyawannya hingga implementasi dan control terhadap penerapan manajemen pajak hingga dapat menghemat kewajiban pajak yang harus dibayar oleh PT. XYZ atau paling tidak, tidak melebihi jumlah yang seharusnya akan dibayar. Pembahasan ini menggunakan tahun buku 2011 pada PT. XYZ. Seperti yang telah penulis jelaskan sebelumnya bahwa sektor perpajakan merupakan salah satu sumber besar bagi penerimaan negara, maka Pemerintah berusaha untuk menggalakkan kepatuhan Wajib Pajak dalam menjalankan dan memenuhi kewajibannya sebagai Wajib Pajak, Pemerintah melakukan usahanya melalui Undang-Undang Perpajakan. Dan Wajib Pajak memenuhi kewajibannya dengan berbagai macam cara, salah satunya menggunakan manajemen pajak (tax planning, tax implementation, tax control) untuk meminimalisasi / menghemat kewajiban pajaknya. Dilihat secara teori, meminimalisasi kewajiban pajak dengan menggunakan manajemen pajak yang baik tidak melanggar peraturan yang berlaku. Sedangkan jika dilihat dari sisi etika sebenarnya hal ini masih menjadi pertanyaan karena sampai saat ini masih belum terdapat peraturan yang menjelaskan secara detail bahwa manajemen pajak itu legal atau ilegal dalam penerapannya. Manajemen pajak dilakukan melalui tiga fungsi, yaitu tax planning, tax implementation, tax control. Tax Planning pada PPh Pasal 21 dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya dengan memilih jenis atau bentuk pemberian kepada karyawannya apakah karyawan akan diberikan imbalan atau kompensasi berupa benefit in cash atau benefit in kind, cara lainnya dengan memberikan tunjangan pajak atau menggunakan perhitungan dengan metode gross up sehingga dari sisi perusahaan tunjangan pajak tersebut dapat menjadi pengurang
43 Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
44
penghasilan karena bersifat karena bersifat benefit in cash, sedangkan bagi karyawan take home pay yang dimilikinya tidak berkurang walaupun telah dilakukan pemotongan karena sebelumnya penghasilan yang ada telah di gross up sebesar pajak yang terutang. Pada kasus ini PT. XYZ menggunakan metode gross up dalam perencanaan pajak tekait PPh Pasal 21 dalam rangka menghemat beban pajak PPh Badan PT. XYZ.
4.2
Tax Planning pada PT. XYZ
4.2.1 Komponen Imbalan atau Kompensasi pada PT. XYZ Terdapat beberapa komponen imbalan atau kompensasi pada PT. XYZ yaitu berupa imbalan atas pekerjaan yang telah dilakukan karyawan yang ditujukan untuk kesejahteraan karyawan, jenis komponen imbalan atau kompensasi tersebut meliputi: 1) Gaji Gaji karyawan dibayarkan pada tanggal 25 setiap bulannya. Jika tanggal 25 merupakan hari libur maka gaji akan dibayarkan pada hari sebelumnya. Besarnya gaji yang dibayarkan oleh PT. XYZ ialah tegantung dari perjanjian awal pada waktu perekrutan (recruitment) dan nilai tersebut yang tecantum pada kontrak kerja karyawan. Pembayaran gaji pada karyawan dilakukan dengan mentransfer gaji tersebut kedalam rekening karyawannya masingmasing. Biasanya pada saat menjadi karyawan tetap maka karyawan diharuskan membuat rekening yang sama dengan karyawan lainnya, dalam kasus ini para karyawan PT. XYZ harus memiliki rekening BCA untuk pentransferan gajinya. 2) Penyediaan makanan dan minuman Setiap makan siang seluruh karyawan PT. XYZ mendapatkan makanan berupa katering yang telah dipesan oleh PT. XYZ.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
45
3) Premi asuransi PT. XYZ bekerja sama dengan PT. Jamsostek, karyawan PT. XYZ mendapatkan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JK) dan Jaminan Hari Tua (JHT) dengan dasar perhitungan dari gaji yang diperoleh karyawan, JKK diberikan oleh PT. XYZ sebesar 1,74% x gaji sebulan, JK diberikan oleh PT. XYZ sebesar 0,3% x gaji sebulan dan JHT diberikan oleh PT. XYZ sebesar 3,7% x gaji sebulan dan ditanggung karyawan sebesar 2% x gaji sebulan. 4) Lembur Jam kerja lembur ialah jam kerja diluar jam kerja biasa, jika pekerjaan belum selesai dan mendesak maka karyawan bekerja lembur seperti deadline pekerjaan sudah harus selesai maka mau tidak mau karyawan diharuskan untuk bekerja lembur. 5) Other Benefit Other benefit diberikan kepada karyawan dengan situasi tertentu, misalnya karyawan yang sedang melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi maka kebijakan perusahaan ialah memberikan tunjangan berupa uang, misalnya tunjangan untuk buku dan sebagainya. Tunjangan ini diberikan dan dimasukkan kedalam penghasilan tiap bulan selama karyawan dikondisikan berhak mendapatkan bantuan berupa tunjangan tersebut. 6) Bonus Bonus diberikan oleh PT. XYZ hanya kepada karyawan tertentu dengan level tertentu, bonus diberikan jika perusahaan memperoleh laba yang cukup besar pada tahun berjalan. 7) Pemberian natura Selain bentuk benefit in cash, maka perusahaan juga memberikan benefit in kind atau biasa kita sebut natura. Misal mobil, reimburse kesehatan dan sebagainya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
46
8) Tunjangan transport Tunjangan transport ini untuk mengganti transport karyawan, besarnya ditentukan oleh HRD dan tunjangan tersebut diberikan bersamaan dengan gaji dan nilainya sudah tercantum didalam kontrak kerja karyawan. Sifat dari tunjangan transport ialah rutin setiap bulan dan akan menambah jumlah gaji yang akan diterima karyawan. Tunjangan transport ini adalah deductible untuk perusahaan dan taxable untuk karyawan. Yang mendapatkan tunjangan ini ialah semua karyawan kecuali karyawan level tertentu 9) Tunjangan hari raya Tunjangan hari raya biasa diberikan setahun sekali. Biasanya tunjangan hari raya ini diberikan kepada karyawa 1 minggu sebelum karyawan merayakan hari raya menurut kepercayaannya masing-masing dan ditransfer melalui rekening masing-masing karyawan. Besarnya tunjangan hari raya yang diberikan PT. XYZ kepada karyawannya ialah sebesar 100% gaji karyawan selama sebulan. 10) Tunjangan PPh Pasal 21 Karyawan PT. XYZ diberikan tunjangan berupa tunjangan pajak sebesar pajak penghasilan pasal 21 yang terutang. 11) Kendaraan bagi Komisaris, Direktur dan Manajer 12) Pakaian kerja karyawan PT. XYZ memberikan pakaian sehubungan dengan lingkungan kerja, seperti seragam satpam, seragam buruh pabrik.
4.2.2 Perlakuan Imbalan atau Kompensasi yang diberikan oleh PT. XYZ Menurut Per-15/PJ./2006 Pasal 5 ayat (1) penghasilan yang diterima atau diperoleh secara teratur berupa gaji, uang lembur, tunjangan transport, tunjangan pajak, premi asuransi yang dibayar pemberi kerja, dan penghasilan yang diterima atau diperoleh pegawai secara tidak teratur berupa tunjangan hari raya, bonus dan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
47
penghasilan sejenis lainnya yang sifatnya tidak tetap merupakan penghasilan yang dapat dipotong PPh Pasal 21, sedangkan dalam Pasal 7 bahwa iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan dan iuran Jaminan Hari Tua kepada penyelenggara Jamsostek yang dibayarkan oleh pemberi kerja merupakan penghasilan yang tidak dipotong PPh Pasal 21. Menurut UU No. 36 Tahun 2008 Pasal 6 ayat (1) bahwa pemberian kepada karyawan dalam bentuk uang tunai atau cash tersebut, bagi karyawan merupakan penghasilan kecuali yang telah disebutkan diatas (JHT) yang dibayarkan perusahaan) jika dari sisi perusahaan akan dijadikan sebagai beban yang merupakan deductible expense atau dapat dijadikan pengurang sebagai beban bagi perusahaan yang akan mengurangi penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan, dan dari sisi karyawan penghasilan ini merupakan taxable income yang dikenakan pajak atas penghasilan yang didapat. Menurut Per-15/PJ./2006 Pasal 7 huruf b bahwa penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah merupakan penghasilan yang tidak dapat dipotong PPh Pasal 21. Menurut Pasal 9 ayat (1) UU No.36 Tahun 2008, tentang PPh, bahwa pemberian kepada karyawan dalam bentuk selain uang (natura atau benefit in kind) bagi perusahaan maka pemberian tersebut tidak dapat dijadikan beban sebagai pengurang penghasilan pada laporan laba rugi perusahaan atau disebut dengan non deductible expense, dan bagi karyawan penerimaan tersebut bukan merupakan penghasilan yang dapat dikenakan pajak atau disebut non taxable income. Pemberian makanan dan minuman berdasarkan UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 9 ayat (1) bahwa pemberian makanan dan minuman bagi seluruh pegawai jika disediakan oleh pemberi kerja bagi seluruh pegawai secara bersama-sama termasuk dewan direksi dan dewan komisaris ditempat kerja, maka terhadap kas yang dikeluarkan untuk penyediaan makanan tersebut dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pada laporan laba rugi pemberi kerja atau disebut sebagai deductible expense karena dapat dijadikan sebagai beban. Pemberian makanan minuman yang dilakukan oleh PT. XYZ memberikan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
48
keuntungan bukan hanya dari pihak perusahaan saja akan tetapi karyawan mendapatkan keuntungan juga, dari sisi perusahaan, PT.XYZ seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa pemberian makanan berbentuk catering tersebut dapat dijadikan sebagai beban atau sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan (deductible expense), dari sisi karyawan catering tersebut bukan merupakan penghasilan yang akan ditambah dengan penghasilan lainnya (non taxable income). Pemberian pakaian kerja kepada karyawan sehubungan dengan lingkungan kerja menurut UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasialan Pasal 9 ayat (1) bahwa biaya atas seragam/pakaian untuk keselamatan kerja, pemberian sesuatu yang merupakan keharusan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya seperti pakaian dan peralatan untuk keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam) dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan dan bukan merupakan penghasilan bagi karyawan yang menerimanya.
4.2.3 Jenis Karyawan pada PT. XYZ PT. XYZ memiliki karyawan dengan jumlah sekitar 120 orang, 120 orang terdiri dari karyawan tetap, dan karyawan tidak tetap. Karyawan tetap terdiri dari karyawan tetap dengan upah bulanan, mingguan, harian dan satuan. 1) Karyawan tetap Karyawan tetap ialah karyawan yang menerima pendapatan sebagai imbalan atas pekerjaan yang telah dikerjakan. Pendapatan karyawan tetap terdiri dari gaji pokok ditambah dengan tunjangan-tunjangan baik itu tunjangan makan dan transport, premi asuransi, ataupun tunjangan-tunjangan lainnya. Karyawan tetap terdiri dari karyawan tetap bulanan dan karyawan tetap mingguan. - Karyawan tetap bulanan ialah karyawan yang menerima pendapatan yang dibayarkan pendapatannya setiap bulannya, karyawan tetap bulanan terdiri dari 2 orang komisaris, 1 orang direktur, 3 orang manajer, 5 orang staf
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
49
marketing dan penjualan, 5 orang satuan pengendalian internal (internal auditor) 5 orang staf operasional, 10 orang staf keuangan dan akuntansi. - Karyawan tetap mingguan ialah karyawan yang menerima gaji yang dibayarkan setiap bulannya, tunjangan yang dibayarkan setiap minggunya berupa tunjangan makan dan transport, bonus diberikan setiap pertengahan bulan jika memang berhak mendapatkan bonus. Jumlah karyawan tetap mingguan 79 orang yang terdiri dari tenaga buruh dan pekerja. 2) Karyawan tidak tetap Karyawan tidak tetap terdiri dari karyawan lepas harian dan karyawan lepas upah satuan. Pendapatan dari karyawan lepas harian dihitung berdasarkan jumlah hari kerja, tergantung kondisi, apabila PT. XYZ membutuhkan karyawan lepas harian maka akan dipekerjakan sebanyak beberapa hari dibutuhkannya, yang termasuk kedalam golongan karyawan tidak tetap seperti karyawan magang, mailing staff, buruh serta pekerja tidak tetap yang hanya didatangkan sebagai bantuan. Dalam golongan ini karyawan tidak tetap hanya mendapatkan upah harian dan upah satuan saja, jadi tidak mendapatkan gaji, akan tetapi karena pada golongan ini karyawan tidak mendapatkan tunjangan hari raya dan tunjangan lainnya, biasanya karyawan dalam golongan ini diberikan natura sebagai ganti tidak mendapat tunjangan hari raya, biasanya berupa bingkisan makanan pokok dan sebagainya.
4.2.4 Kebijakan Penerapan Tax Planning PPh Pasal 21 pada PT. XYZ PT. XYZ mempunyai kewajiban untuk menghitung, penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawannya, penghasilan tersebut berupa gaji, tunjangan- tunjangan dan bonus. Biasanya pada saat pembayaran gaji maka pihak payroll meminta bantuan mailing staff untuk membagikan payment slip dimana tercantum rincian gaji karyawannya baik yang bersifat penerimaan maupun pengurangan terhadap gaji kotor karyawan. Setelah melakukan pemotongan terhadap pajak karyawan maka PT. XYZ berkewajiban untuk menyetor dan melaporkannya.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
50
Dalam meningkatkan efisiensi suatu perusahaan, manajemen pajak sangat diperlukan
untuk
mengatur
masalah
perpajakan
perusahaan,
seperti
meminimalisasi / menghemat beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan, serta mengatur agar perusahaan mematuhi kewajiban perpajakannya. Tax planning biasanya dilakukan dengan cara mengurangi penghasilan atau menambah beban yang diperbolehkan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan atau deductible expense. Dalam menerapkan tax planning, PT. XYZ berusaha untuk tidak hanya memperhatikan keuntungan dari sisi perusahaan saja akan tetapi juga tetap berusaha untuk memperhatikan kesejahteraan karyawannya. Terdapat 2 macam penerapan tax planning yang dilakukan PT. XYZ yaitu dari jenis pemberian kepada karyawan dan metode perhitungan yang digunakan dalam menghitung Pajak Penghasilan Pasal 21. 1) Jenis Pemberian Seperti yang telah dijelaskan pada perlakuan imbalan atau kompensasi yang telah diberikan oleh PT. XYZ kepada karyawannya, maka PT. XYZ memiliki strategi untuk memberikan karyawannya imbalan berupa uang (benefit in cash) dan juga pemberian selain uang (benefit in kind) dan pemberian-pemberian tersebut diberikan. Kebijakan-kebijakan yang diambil oleh PT. XYZ dapat menguntungkan dari sisi perusahaan tanpa mengabaikan kesejahteraan karyawannya, seperti pemberian makanan dan minuman pada siang hari, pemberian tersebut dapat dijadikan sebagai beban pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan (deductible expense) apabila pemberian makanan tersebut diberikan kepada seluruh karyawan tanpa terkecuali dewan komisaris dan dewan direksi ditempat kerja. Kebijakan lainnya yang diambil seperti tunjangan hari raya dan bingkisan hari raya, untuk benefit in cash berupa tunjangan hari raya dapat dijadikan beban pengurang penghasilan bruto oleh PT. XYZ didalam laporan laba ruginya, dan menjadi taxable income bagi karyawan, dan untuk bingkisan hari raya merupakan benefit in kind yang tidak dapat dijadikan sebagai beban oleh PT. XYZ dan juga tidak dapat dijadikan sebagai penambah penghasilan oleh karyawan (bukan merupakan taxable income bagi karyawan) karena bersifat tunai atau cash.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
51
2) Metode perhitungan Selain mengatur jenis pemberian kepada karyawan, maka PT. XYZ juga memilih metode mana yang digunakan untuk mengitung pajak terutang atas karyawan. Bagi perusahaan metode perhitungan untuk meminimalisasi besarnya pajak terutang merupakan hal yang penting mengingat biasanya perusahaan manapun ingin agar besarnya pajak terutang yang mereka miliki dapat diminimalisasi semaksimal mungkin, secara teori terdapat 3 metode untuk menghitung jumlah pajak terutang atas karyawan (gross method, net method dan gross-up method), akan tetapi dalam hal penerapan tax planning pada perusahaan, PT. XYZ memilih untuk menggunakan gross-up method sebagai dasar pehitungannya untuk memotong PPh Pasal 21 dari karyawannya. Kebijakan untuk menggunakan metode gross-up dalam perhitungan PPh Pasal 21 karyawan berlaku bagi semua karyawan PT. XYZ. Perusahaan menggunakan metode ini untuk meminimalisasi beban pajak terutangnya (penghematan pajak) karena tunjangan pajak tersebut boleh menjadi pengurang dalam penghasilan bruto perusahaan pada laporan laba ruginya. Penggunaan metode gross-up biasanya dilakukan jika karyawan ingin menerima gaji bersih diluar pajak, artinya pajaknya ditanggung oleh perusahaan dalam bentuk tunjangan pajak. Jika perusahaan menggunakan metode ini, maka tunjangan pajak tersebut ditambahkan ke dalam penghasilan yang akan diterima oleh karyawan, sehingga menambah besarnya penghasilan karyawan (menjadi taxable income). Jenis pemberian yang diberikan oleh PT. XYZ jika dilihat dari keterangan diatas mayoritas ialah benefit in cash atau berbentuk tunai, terutama untuk penerimaan yang jumlahnya cukup besar, kebijakan tersebut diambil oleh PT. XYZ bertujuan untuk dapat meningkatkan beban yang tidak hanya secara komersial tetapi juga secara fiskal dapat dijadikan beban yang akan mengurangi penghasilan bruto pada laba rugi perusahaan dan juga dapat mengurangi beban pajak perusahaan. Sedangkan benefit in kind diberikan kepada karyawan tertentu, sehingga walaupun tidak dapat di bebankan tidak terlalu berpengaruh signifikan.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
52
Lagipula kebijakan yang diambil oleh perusahaan bukan hanya semata-mata untuk menguntungkan perusahaan saja akan tetapi perusahaan juga mempertimbangkan kebijakan yang diambil untuk meningkatkan kersejahteraan karyawan juga. Dalam metode gross-up dimana penerimaan tersebut menambah penghasilan yang diterima oleh karyawan (take home pay) dan bagi PT. XYZ sendiri PPh Pasal 21 merupakan beban sebagai pengurang bruto pada laporan laba rugi perusahaan (deductible expense), maka dari itu perusahaan memilih metode ini karena bertujuan untuk mengurangi penghasilan bruto perusahaan pada laporan laba ruginya dan karena biasanya jumlahnya yang cukup besar sehingga dapat mengurangi jumlah beban pajak yang terutang dari PT. XYZ.
4.2.5 Perhitungan PPh Pasal 21 Pada pembahasan perhitungan PPh Pasal 21 ini penulis akan menyajikan contoh perhitungan dan pengaruh dengan menggunakan 3 macam metode seperti pada teorinya (gross method, net method dan gross-up method), yaitu perhitungan PPh Pasal 21, berikut contoh perhitungan untuk masin-masing metode: 4.2.5.1 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross Basis Method (ditanggung oleh karyawan) Gross basis method merupakan salah satu metode perhitungan yang digunakan dengan cara membebankan pajak atas penghasilan yang diterima atau PPh Pasal 21 kepada karyawan, singkatnya dimana jumlah PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan yang terutang akan ditanggung oleh karyawan itu sendiri, maka penghasilan yang diterima oleh karyawan merupakan penghasilan kotor (gross income) yang belum dikurangi dengan pajak penghasilan dalam setahun. Berikut contoh perhitungan PPh Pasal 21 pada PT. XYZ dengan menggunakan gross method. Karyawan A, dengan status menikah, memiliki 2 anak (K/2), dengan perhitungan sebagai berikut:
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
53
Tabel 4.1 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross Method (Dalam satuan mata uang Rupiah) Gaji setahun
96.000.000
Tunjangan transportasi 5% gaji setahun
4.800.000
Lembur
2.850.000
Premi asuransi dibayar pemberi kerja: Jaminan Keselamatan Kerja 1,74% gaji setahun Jaminan Kematian 0,3% gaji setahun
1.670.400 288.000
1.958.400
Tunjangan Hari Raya 100% gaji sebulan
8.000.000
Penghasilan Bruto
113.608.400
Pengurang: Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto
5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun
1.920.000 (
Penghasilan neto setahun PTKP setahun Penghasilan kena pajak setahun
7.600.420 ) 106.007.980
(
19.800.000 ) 86.207.980
PPh Pasal 21 setahun: 5% x 50.000.000 = 2.500.000 15% x 36.207.980 = 5.431.197 Total PPh Pasal 21 PPh Pasal 21 sebulan
7.931.197 660.933
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Bedasarkan tabel 4.1 maka jumlah penghasilan bersih yang diterima oleh karyawan A (Take Home Pay) ialah sebagai berikut:
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
54
Tabel 4.2 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross Method (Dalam satuan mata uang Rupiah) Penghasilan Bruto
113.608.400
Jaminan Hari Tua
(3.552.000)
Jaminan Keselamatan Kerja
(1.670.400)
Jaminan Kematian
(288.000)
Total Penghasilan setahun PPh Pasal 21 setahun
karyawan
108.098.000 (7.931.197)
Take Home Pay (THP)
100.166.803
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Dari tabel 4.2 diatas maka biaya yang dapat diakui oleh PT. XYZ ialah sebagai berikut: Tabel 4.3 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan (Dalam satuan mata uang Rupiah) Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya: - Penghasilan Bruto - JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7%
113.608.400 3.552.000
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya
117.160.400
Pengeluaran yang boleh dibiayakan
117.160.400
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
55
Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh karyawan adalah: 1) Take Home Pay (THP) yang didapatkan karyawan berkurang. Terlihat dari tabel
4.3
diatas
bahwa
THP
yang
didapatkan
karyawan
adalah
Rp. 100.166.803,00 sedangkan perhitungan total penghasilan karyawan selama setahun adalah Rp. 108.098.000,00. 2) PPh Pasal 21 tersebut bukan merupakan biaya bagi perusahaan atau non deductible expense. Hal tersebut karena PPh Pasal 21 dipotong dari penghasilan karyawan sendiri, sehingga perusahaan tidak mengeluarkan kas atas PPh Pasal 21 karyawan.
4.2.5.2 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Net Basis Method (ditanggung oleh perusahaan) Didalam Net Basis Method atau pajak ditanggung oleh perusahaan, maka penghasilan yang diterima oleh karyawan merupakan penghasilan bersih (net income) tanpa dikurangi dengan pajak penghasilan yang seharusnya dibayarkan. Berdasarkan data sebelumnya maka THP Karyawan A jika dihitung dengan menggunakan net method adalah sebagai berikut: Tabel 4.4 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Net Method (Dalam satuan mata uang Rupiah) Penghasilan karyawan setahun PPh Pasal 21 setahun THP setahun
108.098.000 0 108.098.000
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Berdasarkan tabel 4.4 diatas, maka biaya yang dapat diakui oleh perusahaan ialah:
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
56
Tabel 4.5 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan (Dalam satuan mata uang Rupiah) Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya: - Penghasilan Bruto
113.608.400
- JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7%
3.552.000
- PPh Pasal 21
7.931.197
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya
125.091.597
Pengeluaran yang boleh dibiayakan
117.160.400
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh perusahaan adalah: 1) THP karyawan yang bersangkutan tetap, terlihat dari perhitungan di atas bahwa THP karyawan adalah sama dengan total perhitungan penghasilan karyawan setahun sebesar Rp. 108.098.000,00. 2) PPh Pasal 21 yang bersangkutan bukan merupakan biaya bagi perusahaan karena merupakan benefit in kind, terlihat dari perhitungan pada tabel 4.5 bahwa total pengeluaran perusahaan sebenarnya adalah Rp. 125.091.597,00 sedangkan pengeluaran yang boleh dibebankan atau yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto perusahaan pada laporan laba ruginya ialah sebesar Rp. 117.160.400,00 karena PPh Pasal 21 yang ditanggung perusahaan bukan merupakan beban yang akan mengurangi laba rugi bagi perusahaan. Jika PPh Pasal 21 ditanggung oleh PT. XYZ, maka PPh Pasal 21 karyawana bukan merupakan beban (non deductible expense) bagi perusahaan dan bukan merupakan penghasilan (non taxable income) bagi karyawan maka pada laporan fiskal akan terdapat koreksi positif yaitu sebesar PPh Pasal 21 yang ditanggung (Rp. 7.931.197,00).
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
57
4.2.5.3 Perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Gross-Up Method (ditunjang oleh perusahaan) Metode ini merupakan metode dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak kepada karyawannya. Pada metode gross-up, penghasilan yang seharusnya diterima oleh karyawan mendapatkan tambahan senilai gross-up dari pajak penghasilan yang seharusnya dibayar, tambahan tersebut diakui sebagai tambahan penghasilan bagi karyawan yang disebut dengan tunjangan pajak. Jumlah senilai tunjangan pajak tersebut merupakan penghasilan bagi karyawan (taxable income) dan dipotong PPh Pasal 21, hal ini berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-15/PJ./2006 dan Undang-Undang No.36 Tahun 2008 bahwa bagi perusahaan merupakan sebagai beban (deductible expense). Berdasarkan data yang sebelumnya maka perhitungan PPh Pasal 21 karyawan A dengan menggunakan gross-up method adalah sebagai berikut: Tabel 4.6 Perhitungan Gaji Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method (Dalam satuan mata uang Rupiah) Penghasilan bruto
113.608.400
Gross-up PPh Pasal 21 setahun (Tunj. Pajak) 86.207.980 – 47.500.000 x 15/85 + 2.500.000
9.330.820
Penghasilan Bruto setahun + Tunjangan Pajak
122.939.220
Pengurang: Biaya Jabatan 5% penghasilan bruto
5.680.420
Jaminan Hari Tua 2% gaji setahun
1.920.000 (
Penghasilan neto setahun PTKP setahun Penghasilan kena pajak setahun
7.600.420 ) 115.338.800
(
19.800.000 ) 95.538.800
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
58
PPh Pasal 21 setahun: 5% x 50.000.000 = 2.500.000 15% x 45.538.800 = 6.830.820 Total PPh Pasal 21
9.330.820
PPh Pasal 21 sebulan
777.568
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Gross-up PPh Pasal 21 setahun sebesar Rp. 9.330.820,00 menjadi tunjangan pajak dari perusahaan dan menambah penghasilan serta dapat dijadikan beban yang dapat mengurangi penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan. Berdasarkan data di atas maka take home pay karyawan A ialah sebagai berikut: Tabel 4.7 Take Home Pay Karyawan A dengan menggunakan Gross-Up Method (Dalam satuan mata uang Rupiah) Penghasilan karyawan setahun PPh Pasal 21 setahun THP setahun
108.098.000 9.330.820 117.428.820
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Selisih antara pajak terutang setelah mendapatkan tunjangan pajak dengan pajak terutang sebelum mendapatkan tunjangan pajak adalah Rp. 9.330.820,00 Rp. 7.931.197,00 = Rp. 1.399.623,00 itu berarti ada kenaikan pembayaran PPh Pasal 21 sebesar Rp. 1.399.623,00 setahun bagi karyawan A tersebut. Dari tabel 4.7 diatas maka biaya yang dapat diakui perusahaan adalah sebagai berikut:
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
59
Tabel 4.8 Beban perusahaan setahun jika PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan (Dalam satuan mata uang Rupiah) Pengeluaran PT. XYZ yang sebenarnya: - Penghasilan Bruto
113.608.400
- Tunjangan PPh Pasal 21
9.330.820
- JHT yang dibayar PT. XYZ 3,7%
3.552.000
Total pengeluaran PT. XYZ sebenarnya
126.491.220
Pengeluaran yang boleh dibiayakan
126.491.220
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Pengaruh yang timbul jika PPh Pasal 21 ditunjang oleh perusahaan adalah: 1) THP karyawan A tetap, hal ini terlihat bahwa tunjangan PPh Pasal 21 yang akan menjadi unsur penambah penghasilan bruto karyawan dijadikan sebagai PPh Pasal 21, sehingga take home pay karyawan jumlahnyaa tetap. 2) PPh Pasal 21 merupakan beban bagi perusahaan, hal ini terlihat dari kenaikan pengeluaran yang dapat dibebankan sebesar tunjangan pajak yang diberikan oleh perusahaan. 3) PPh Pasal 21 yang dibayarkan ke Kas Negara menjadi bertambah, hal ini terlihat pada perbedaan besarnya perhitungan PPh Pasal 21 yang menggunakan gross basis method dan net basis method dengan menggunakan gross-up method. PPh Pasal 21 yang menggunakan gross basis method dan net basis method sebesar Rp. 7.931.197,00 sedangkan dengan menggunakan gross-up method menjadi sebesar Rp. 9.330.820,00. Metode pemotongan PPh Pasal 21 yang digunakan oleh PT. XYZ adalah gross-up method. Kebijakan tersebut dipilih oleh perusahaan karena memberikan keuntungan dari sisi perusahaan karena tunjangan pajak tersebut dapat dianggap sebagai tambahan penghasilan dan bagi perusahaan dianggap sebagai beban yang
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
60
dapat dikurangkan dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak untuk menghitung besarnya PPh Badan dan dengan digunakannya metode gross-up ini juga memberikan keuntungan dari sisi karyawan karena THP karyawan bertambah.
4.2.6 Analisa Biaya Menggunakan Gross Basis Method, Net Basis Method dan Gross-Up Method Biaya yang akan ditanggung oleh PT. XYZ berdasarkan perhitungan sebelumnya adalah sebagai berikut: Tabel 4.9 Beban Bagi Perusahaan Untuk Karyawan A (Dalam satuan mata uang Rupiah) Metode
Biaya yang
Biaya yang diakui
Selisih (bukan
Pemotongan
ditanggung
berdasarkan pajak
biaya menurut
Perusahaan
pajak)
Gross Method
117.160.400
117.160.400
0
Net Method
125.091.597
117.160.400
7.931.197
Gross-Up Method
126.491.220
126.491.220
0
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Dari tabel 4.9 diatas maka terlihat bahwa apabila perusahaan menggunakan gross method, biaya yang ditanggung perusahaan dapat dibebankan seluruhnya pada laba rugi perusahaan karena PPh Pasal 21 ditanggung sendiri oleh karyawan, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan dana dalam pembayaran PPh Pasal 21 karyawannya. Apabila perusahaan menggunakan net method maka kas yang dikeluarkan perusahaan sebesar Rp. 125.091.597,00 terdiri dari penghasilan bruto ditambah dengan iuran JHT yang dibayarkan oleh perusahaan sebesar Rp. 117.160.400,00 dan tanggungan PPh Pasal 21 untuk
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
61
karyawan sebesar Rp. 7.931.197,00. Beban yang menjadi unsur pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak hanya Rp. 117.160.400,00, karena beban tanggungan untuk PPh Pasal 21 untuk karyawan dianggap sebagai pemberian dalam bentuk benefit in kind atau natura atau kenikmatan sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak perusahaan. Dengan begitu maka perusahaan memilih untuk menggunakan
gross-up
method,
agar
kas
yang
dikeluarkan
sebesar
Rp. 126.491.220,00 yang terdiri dari penghasilan bruto ditambah dengan iuran JHT yang dibayarkan perusahaan Rp. 117.160.400,00 dan tunjangan pajak sebesar Rp. 9.330.820,00 yang ditunjang oleh perusahaan untuk karyawannya. Beban tersebut seluruhnya dapat menjadi unsur pengurang dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak perusahaan. Jika perusahaan memilih menggunakan gross method dan net method maka beban perusahaan yang dapat dijadikan pengurang penghasilan kena pajak adalah sebesar Rp. 117.160.400,00, sedangkan dengan menggunakan gross-up method
perusahaan
dapat
membebankan
pengeluarannya
sebesar
Rp. 126.491.220,00. sehingga perusahaan dapat memperkecil income before taxnya sebesar Rp. 126.491.220,00 – Rp. 117.160.400,00 = Rp. 9.330.820,00 dan mengakibatkan PPh Badan akan menjadi kecil. Oleh karena itu apabila perusahaan memberikan tunjangan pajak bagi seluruh karyawannya, income before tax perusahaan pun akan menjadi lebih kecil sehingga perencanaan pajak yang ditepakan untuk menghemat PPh Badan pun akan berhasil dilakukan. Hal ini dapat dibuktikan dengan membandingkan masing-masing metode pemotongan dalam menentukan PPh Pasal 21 seluruh karyawan pada PT. XYZ. Berdasarkan rincian data dari rekapitulasi Perhitungan PPh Pasal 21 Tahun 2011 seluruh karyawan PT. XYZ maka perbandingan perhitungan dengan menggunakan gross method, net method dan gross-up method adalah seperti tabel 4.10. Dari tabel 4.10 apabila perusahaan menggunakan net method atau PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh perusahaan untuk 120 karyawannya maka kas yang dikeluarkan sebesar Rp. 6.409.104.950,00 dengan tanggungan PPh Pasal 21 untuk karyawan sebesar Rp. 386.880.586,00. Beban yang menjadi unsur pengurang
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
62
dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak badan hanya sebesar Rp. 6.409.104.950,00 – Rp. 486.880.586,00 = Rp. 5.922.224.364,00, karena beban untuk tanggungan PPh Pasal 21 untuk karyaawan dianggap sebagai pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan (benefit in kind), sehingga tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan pada laporan fiskal. Sedangkan jika perusahaan memilih gross-up method (karyawan diberikan tunjangan pajak oleh perusahaan), kas yang dikeluarkan sebesar Rp. 7.177.813.933,00 dengan tunjangan pajak sebesar Rp. 765.708.983,00. Beban tersebut seluruhnya menjadi unsur pengurang dalam laporan fiskal. Tabel 4.10 Perbandingan Beban Gaji dan PPh Pasal 21 Seluruh Karyawan PT. XYZ dengan 3 metode (Dalam satuan mata uang Rupiah) Keterangan
Gross Method
Net Method
Gross-Up Method
5.087.401.000
5.087.401.000
5.087.401.000
200.370.050
200.370.050
200.370.050
-
-
765.708.983
Lembur
405.367.000
405.367.000
405.367.000
JK 0,3% dari gaji
15.262.203
15.262.203
15.262.203
88.520.777
88.520.777
88.520.777
423.950.083
423.950.083
423.950.083
Gaji setahun Tunjangan Transportasi, 5% dari gaji setahun Tunjangan Pajak
setahun JKK 1,74% dari gaji setahun Tunjangan Hari Raya 100% dari
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
63
gaji sebulan Penghasilan Bruto
6.220.871.113
6.220.871.113
6.986.580.096
JHT dibayar oleh
188.233.837
188.233.837
188.233.837
486.880.586
486.880.586
765.708.983
5.922.224.364
6.409.104.950
7.177.813.933
5.922.224.364
5.922.224.364
7.177.813.933
Selisih biaya antara gross method dengan gross-up method
1.255.589.569
Selisih biaya antara net method dengan gross-up method
1.255.589.569
perusahaan 3,7% dari gaji setahun PPh Pasal 21 Jumlah pengeluaran sebenarnya setahun Jumlah yang boleh dibiayakan setahun
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Jika perusahaan memilih net method maka beban perusahaan yang dapat dijadikan pengurang penghasilan badannya adalah Rp. 5.922.224.364,00, sedangkan jika perusahaan memilih menggunakan gros-up method perusahaan dapat membebankan pengeluarannya sebesar Rp. 7.177.813.933,00, dengan begitu maka perusahaan dapat melakukan penghematan penghasilan badan sebelum pajak (income before tax) sebesar Rp. 7.177.813.933,00 – Rp. 5.922.224.364,00 = Rp. 1.255.589.569,00 maka dengan penghematan penghasilan badan sebelum pajak juga mengakibatkan PPh Badan akan menjadi lebih kecil.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
64
4.2.7 Analisa Pemotongan PPh Pasal 21 Penulis akan melakukan analisa metode pemotongan PPh Pasal 21 yang tepat dan efektif digunakan perusahaan apabila perusahaan dalam kondisi laba ataupun rugi. 4.2.7.1 Pada Saat Kondisi Laba Pada saat kondisi laba maka perencanaan pajak (tax planning) diperlukan agar dapat secara efektif menghemat beban pajak dengan menekankan pada besarnya PPh badan, salah satu perencanaan pajak yang dapat dilakukan adalah dengan metode yang sebaiiknya digunakan dalam pemotongan PPh Pasal 21 yaitu gross-up method, meskipun dengan menggunakan gross-up method akan mengakibatkan kenaikan jumlah beban gaji karena ada unsur penambah penghasilan bruto karyawan yaitu tunjangan pajak, akan tetapi beban gaji tersebut dapat diakui seluruhnya sebagai beban yang dapat mengurangi penghasilan perusahaan yang otomatis akan mengurangi PPh Badan. Berdasarkan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 2011 dimana perusahaan dalam kondisi laba, maka dapat dilakukan analisa pengeluaran pajak dengan membandingkan perhitungan menggunakan masing-masing metode pemotongan PPh Pasal 21 yaitu: Tabel 4.11 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 2011 dengan 3 metode (Dalam satuan mata uang Rupiah) Keterangan Pendapatan
Gross Method
Net Method
Gross-up Method
464.584.328.357
464.584.328.357
464.584.328.357
393.940.136.936
393.940.136.936
393.940.136.936
70.644.191.421
70.644.191.421
70.644.191.421
Proyek Beban Pokok Proyek Laba Kotor
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
65
Beban Usaha
25.628.107.033
25.628.107.033
25.628.107.033
Beban Gaji
5.922.224.364
5.922.224.364
7.177.813.933
Laba dari Usaha
39.093.860.024
39.093.860.024
37.838.270.455
Pendapatan
(4.969.894.276)
(4.969.894.276)
(4.969.894.276)
34.123.965.748
34.123.965.748
32.868.376.179
8.530.991.437
8.530.991.437
8.217.094.043
25.592.974.311
25.592.974.311
24.651.282.136
(beban) lain-lain Laba (Rugi) Sebelum Pajak Pajak Penghasilan (25%) Laba (Rugi) Setelah Pajak Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Dari tabel 4.11 diatas terlihat bahwa dengan menggunakan gross-up method, laba sebelum pajak perusahaan sebesar Rp. 32.868.376.179,00 dan didalam angka ini didalamnya sudah termasuk tunjangan pajak PPh Pasal 21 yang dibayarkan oleh perusahaan selama setahun sebesar Rp. 765.708.983,00, sehingga berdasarkan laba sebelum pajak maka perhitungan PPh Badannya ialah sebesar Rp. 8.217.094.043,00, sehingga kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 atas karyawan dan PPh Badannya ialah sebesar Rp. 765.708.983,00 + Rp. 8.217.094.043,00 = Rp. 8.982.803.026,00 . Jika perusahaan menggunakan net method, laba sebelum pajak perusahaan sebesar Rp. 34.123.965.748,00 dan didalamnya belum termasuk kas yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 karyawan selama setahun sebesar Rp. 486.880.586,00, berdasarkan laba sebelum pajak maka perhitungan PPh Badan untuk net method adalah sebesar Rp. 8.530.991.437,00, sehingga jumlah kas yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 dan PPh Badan perusahaan ialah sebesar Rp. 486.880.586,00 + Rp. 8.530.991.437,00 = Rp. 9.017.872.023,00. Apabila perusahaan menggunakan gross-up method
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
66
perusahaan akan menghemat pengeluaran pajak dalam melaksanakan kewajiban Pajak Penghasilan Pasal 21 dan PPh Badannya sebesar Rp. 9.017.872.023,00 – Rp. 8.982.803.026,00 = Rp. 35.068.997,00.
4.2.7.2 Pada Saat Mengalami Kerugian Pada saat perusahaan berada pada tingkat operasi yang kurang menguntungkan atau telah mengalami kerugian besar maupun kerugian tahun berjalan ataupun kerugian akumulasi dari tahun sebelumnya, maka dengan sendirinya beban perpajakan PPh Badan akan berkurang atau bahkan menjadi nihil sehingga perencanaan pajak
yang dilakukan perusahaan bukan untuk
mengurangi penghasilan sebelum pajak akan tetapi perencanaan pajak lebih menekankan pada besarnya PPh Pasal 21. Perencanaan PPh Pasal 21 bisa dalam bentuk pemberian natura atau kenikmatan karena pada saat kebijakan diubah dari pemberian tunai ke pemberian natura maka pemberian tersebut tidak dapat di jadikan sebagai beban pengurang penghasilan bruto oleh perusahaan dan akan mengakibatkan meningkatnya laba sebelum pajak. Meskipun laba sebelum pajak (income before tax) akan meningkat tetapi seandainya pada tahun sebelumnya perusahaan mengalami kerugian maka kerugian tersebut dapat dikompensasikan sehingga PPh Badan akan tetap nihil. Bila perusahaan dalam keadaan rugi maka dapat dilakukan analisa pengeluaran pajak dengan membandingkan perhitungan masing-masing metode pemotongan PPh Pasal 21 dengan asumsi perusahaan dalam keadaan rugi. Tabel 4.12 Perbandingan Laporan Laba Rugi PT. XYZ Tahun 20XX dengan 3 metode (Dalam satuan mata uang Rupiah) Keterangan Pendapatan
Gross Method
Net Method
Gross-Up Method
301.046.413.285
301.046.413.285
301.046.413.285
Proyek
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
67
Beban Pokok
244.590.129.122
244.590.129.122
244.590.129.122
Laba Kotor
56.456.284.163
56.456.284.163
56.456.284.163
Beban Usaha
39.804.523.327
39.804.523.327
39.804.523.327
Beban Gaji
5.922.224.364
5.922.224.364
7.177.813.933
Laba dari Usaha
10.729.536.472
10.729.536.472
9.473.946.903
(19.398.936.326)
(19.398.936.326)
(19.398.936.326)
(8.669.399.854)
(8.669.399.854)
(9.924.989.423)
Proyek
Pendapatan (beban) lain-lain Laba (Rugi) Sebelum Pajak
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis
Dari tabel 4.12 terlihat bahwa rugi sebelum pajak perusahaan sebesar Rp. 8.669.399.854,00 dan pengeluaran kas perusahaan untuk membayar PPh Pasal 21 karyawan adalah Rp. 486.880.586,00. Sedangkan apabila menggunakan grossup method, rugi sebelum pajak adalah sebesar Rp. 9.924.989.423,00 dan pembayaran PPh Pasal 21 atas karyawan Rp. 765.708.983,00, sehingga terlihat apabila perusahaan menggunakan gross-up method, perusahaan akan dapat mengkompensasi kerugiannya untuk tahun berikutnya lebih besar dibandingkan dengan menggunakan net method dan gross method. Apabila perusahaan diprediksi akan mengalami kerugian
pada akhir tahun dan tahun berikutnya
diprediksi mendapatkan laba maka perusahaan dapat melakukan perencanaan pajak PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode pemotongan gross-up karena rugi fiskal yang dialami oleh perusahaan akan dapat dikompensasi pada tahun berikutnya. Tetapi karena tingkat kompensasi kerugian hanya dapat dikompensasi maksimal selama 5 tahun berdasarkan UU No. 7 tahun 1983 Pasal 6 ayat (2) tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah dalam UU No. 36 Tahun 2008 bahwa kerugian dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai tahun pajak
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
68
berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Maka apabila perusahaan diprediksikan akan mengalami kerugian untuk beberapa tahun ke depan (lebih dari 5 tahun berturut-turut) maka salah satu perencanaan pajak perusahaan adalah dengan mengalihkan kebijakan manajemen perusahaan dalam pemberian kepada karyawan yang awalnya diberikan dalam bentuk kas menjadi pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan dan sebaiknya metode yang digunakan oleh perusahaan ialah net method agar perusahaan dapat memperoleh laba sehingga laba PPh Badan tahun tersebut akan bisa menyerap kompensasi kerugian pada tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah PPh Pasal 21 dengan menggunakan net method juga lebih kecil dibandingkan apabila menggunakan gross-up method karena kesejahteraan karyawan dialihkan dalam bentuk natura atau kenikmatan sehingga pembayaran kas yang dibayarkan oleh perusahaan untuk PPh Pasal 21 untuk karyawan lebih kecil atau mengurangi pengeluaran kas perusahaan. Tabel 4.13 Perbandingan kondisi laba dan kondisi rugi (Dalam satuan mata uang Rupiah) Kondisi Laba Keterangan
Gross Method
Net Method
Gross-Up Method
PPh Pasal 21 (Kas
0
486.880.586
765.708.983
PPh Badan
8.530.991.437
8.530.991.437
8.217.094.043
Pengeluaran Pajak
8.530.991.437
9.017.872.023
8.982.803.026
Gross Method
Net Method
Gross-Up Method
yang
perusahaan
keluarkan)
Kondisi Rugi Keterangan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
69
PPh Pasal 21 (Kas yang
0
486.880.586
765.708.983
(8.669.399.854)
(8.669.399.854)
(9.924.989.423)
0
486.880.586
765.708.983
perusahaan
keluarkan) Jumlah yang dapat dikompensasi Pengeluaran Pajak
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Dari tabel 4.13 maka penulis dapat menganalisa metode yang sebaiknya digunakan baik dari sisi laporan keuangan perusahaan maupun dari sisi pajak. Apabila perusahaan dalam kondisi mendapatkan laba dan menggunakan gross-up method maka beban pajak yang dapat diakui lebih besar sehingga income (penghasilan) perusahaan akan berkurang. Jika dilihat dari sisi laporan keuangan komersial maka kondisi ini tidak menguntungkan perusahaan karena income yang dihasilkan perusahaan berkurang dan menjadi lebih kecil dan hal ini memengaruhi para investor dalam mengambil keputusan investasi yang akan dipilih dan diputuskannya terhadap perusahaan. Tetapi sebaliknya apabila dilihat dari sisi perpajakan, dengan perusahaan menggunakan metode gross-up maka pilihan tersebut dapat menguntungkan perusahaan karena total pengeluaran pajak PPh Pasal 21 dan PPh Badan yang dikeluarkan oleh perusahaan akan menjadi lebih kecil tanpa mengesampingkan kesejahteraan karyawannya. Apabila perusahaan dalam kondisi merugi dan menggunakan gross-up method maka beban yang diakui oleh perusahaan akan menjadi lebih besar dan mengakibatkan kerugian pada perusahaan akan semakin besar, dan apabila dilihat dari sisi laporan keuangan komersial hal ini akan sangat tidak menguntungkan bagi perusahaan karena kerugian yang besar tersebut akan berdampak negatif bagi perusahaan dimata pasar. Tetapi sebaliknya apabila dilihat dari sisi perpajakan, kerugian tersebut dapat menjadi menguntungkan untuk perusahaan karena kerugian tersebut dapat dikompensasikan dan kompensasi kerugian untuk tahun berikutnya dapat diakui lebih banyak, akan tetapi dengan catatan kerugian tersebut tidak lebih dari 5 tahun berturut-turut, karena berdasarkan peraturan perpajakan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
70
kerugian dapat dikompensasi maksimal selama 5 tahun. Apabila perusahaan rugi selama lebih dari 5 tahun berturut-turut maka kerugian 5 tahun yang lalu tidak dapat dikompensasikan lagi atau tidak akan terserap pada laba tahun ini dan akan hilang.
4.2.8 Penilaian (Evaluasi) atas Perencanaan Pajak pada PT. XYZ Perbedaan perlakuan akuntansi dan pajak dalam pengakuan pendapatan dan beban akan mengakibatkan perbedaan laba komersial dan fiskal. Dalam laporan keuangan komersial setiap pengeluaran yang dikeluarkan oleh perusahan dalam operasinya dapat dijadikan beban, namun berdasarkan perpajakan tidak semua beban komersial dapat dijadikan beban secara fiskal. Hal ini mendorong perusahaan untuk menciptakan dan melaksanakan perencanaan pajak yang efektif untuk dapat mengoptimalkan beban-beban perusahaan. Suatu perencanaan pajak dapat dikatakan baik dan memenuhi syarat apabila disusun melalu konsep yang jelas, perhitungan yang cermat dan tidak melanggar ketentuan perpajakan yang berlaku. Perencanaan pajak sebagai suatu perencanaan merupakan sebagian kecil dari seluruh perencanaan strategis perusahaan, oleh karena itu perlu dilakukan evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak perusahaan. Tabel 4.14 PPh Badan dan PPh Pasal 21 PT. XYZ Tahun 2011 (Dalam satuan mata uang Rupiah) Keterangan PPh Badan PPh Pasal 21 Jumlah
Gross Method
Net Method
Gross-Up Method
8.530.991.437
8.530.991.437
8.217.094.043
0
486.880.586
765.708.983
8.530.991.437
9.017.872.023
8.982.803.026
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
71
Pengeluaran Pajak Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Dalam perhitungan sebelumnya dari tabel 4.14 maka dapat dilakukan evaluasi pajak atas perencanaan pajak yang dilakukan oleh PT. XYZ dalam rangka meminimalisasi beban pajak yang terutang. Berdasarkan hasil dari perhitungan dengan menggunakan gross-up method dibandingkan dengan net method, perusahaan dapat melakukan penghematan atas beban pajaknya sebesar Rp. 9.017.872.023,00 – Rp. 8.982.803.026,00 = Rp. 35.068.997,00 sehingga dapat dikatakan bahwa manajemen pajak atas PPh 21 terkait dengan penghasilan karyawan sebagai upaya penghematan PPh Badan yang dilakukan oleh PT. XYZ telah berhasil.
4.3
Tax Implementation pada PT. XYZ Dalam pelaksanaan pajak, ada 2 hal yang perlu dikuasai dan dilaksanakan,
yaitu
memahami
ketentuan
perundang-undangan
perpajakan
dan
menyelenggarakan pembukuan yang memenuhi syarat. Sesuai dengan UU PPh No. 17 Tahun 2000, setiap pemberi kerja wajib untuk melakukan pemotongan, penyetoran dan pelaporan atas pajak penghasilan karyawannya. PT. XYZ sebagai pihak yang melakukan penghitungan pemotongan PPh Pasal 21, dan juga sebagai pihak yang memungut potogan tersebut mempunyai kewajiban melakukan pengelolaaan administrasi pelaksanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas karyawan. Setiap awal tahun takwim, PT. XYZ melakukan update data karyawan yang mecakup domisili, status, jumlah tanggungan, dan data lainnya terkait karyawan. Setiap bulannya PT. XYZ melakukan penghitungan pemotongan atas penghasilan karyawan, menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 ke Bank Persepsi dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP), biasanya pembayaran ini dilakukan menjelang batas akhir pembayaran PPh Pasal 21 yaitu tanggal 10 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyetoran dilakukan pada saat-saat terakhir batas pembayaran dikarenakan uang yang seharusnya dikeluarkan atau disetor akan dapat digunakan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
72
terlebih dahulu untuk keperluan lainnya, sehingga aliran kas perusahaan dapat berjalan dengan baik. PT. XYZ juga berkewajiban untuk melaporkan Pajak Penghasilan tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak dimana PT. XYZ terdaftar dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT), pelaporan ini dilakukan PT. XYZ selambat-lambatnya tanggal 20 bulan takwim berikutnya setelah masa pajak berakhir. Tabel 4.15 Tanggal Setor dan Lapor PPh Pasal 21 PT. XYZ untuk Tahun 2011 Masa Pajak
Tangga Setor
Tanggal Lapor
Januari
10 Februari 2011
18 Februari 2011
Februari
8 Maret 2011
18 Maret 2011
Maret
8 April 2011
18 April 2011
April
9 Mei 2011
20 Mei 2011
Mei
9 Juni 2011
20 Juni 2011
Juni
8 Juli 2011
18 Juli 2011
Juli
8 Agustus 2011
19 Agustus 2011
Agustus
8 September 2011
20 September 2011
September
10 Oktober 2011
20 Oktober 2011
Oktober
10 November 2011
18 November 2011
November
9 Desember 2011
20 Desember 2011
Desember
9 Januari 2012
20 Januari 2012
Sumber: PT. XYZ dan diolah kembali oleh penulis Pelaksanaan kewajiban pemotongan pada PT. XYZ dimulai dengan melakukan perhitungan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, dilanjutkan dengan
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
73
otorisasi pembayaran oleh pihak yang telah ditentukan dan pembayaran gaji kepada karyawan serta melakukan penyetoran PPh Pasal 21 dan terakhir pelaporan atas pemotongan tersebut. Pelaksanaan pajak yang diselenggarakan oleh PT. XYZ untuk tahun 2011 sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dimana PT. XYZ melakukan penyetoran, dan pelaporan kewajiban perpajakannya terkait PPh Pasal 21nya berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh peraturan perpajakan sehingga tidak terjadi keterlambatan dan sanksi administrasi yang dapat merugikan perusahaan. Perusahaan juga menyelenggarakan pembukuan atas kegiatan usahanya dengan berpedoman pada Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. Sedangkan catatan-catatan maupun dokumen-dokumen yang menjadi dasar pencatatan telah disimpan dan diarsip oleh perusahaan.
4.4 Tax Control pada PT. XYZ PT. XYZ tidak melakukan pengendalian pajak secara tertulis seperti Standard Operating Procedure (SOP) yang berhubungan dengan ketentuan penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 21nya, pengendalian pajak hanya dilakukan oleh satu orang saja yaitu pada bagian pajak yang bertugas sebagai taxation control. Meskipun dalam pelaksanaannya jarang ditemukan kesalahan-kesalahan yang berarti dan jarang terjadi keterlambatan penyetoran dan pelaporan perpajakan akan tetapi seharusnya PT. XYZ membuat SOP terkait dengan perpajakannya agar lebih terorganisir sistem perpajakan pada perusahaan mengenai pelaksanaan kewajiban pemotongan yang mencakup perhitungan kewajiban pemotongan PPh Pasal 21, otorisasi pembayaran, pembayaran gaji karyawan, penyetoran PPh Pasal 21 dan pelaporan PPh Pasal 21.
Universitas Indonesia Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Berdasarkan analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya tentang
manajemen pajak (tax planning, tax implementation dan tax control) pada PPh Pasal 21 yang diterapkan oleh PT. XYZ, maka penulis mencoba untuk mengambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut: 1) Perencanaan Pajak Penghasilan Pasal 21 pada PT. XYZ dimulai dengan menetapkan kebijakan-kebijakan yang dipilih perusahaan. Terdapat beberapa kebijakan yang diambil oleh perusahaan dalam tax planning (perencanaan pajak) pada Pajak Penghasilan Pasal 21 karyawan, yaitu: 1) Jenis pemberian Jenis pemberian yang dipilih oleh perusahaan bukan hanya semata-mata mencari keuntungan dari sisi perusahaan akan tetapi setiap kebijakan yang dipilih juga mempertimbangkan aspek kesejahteraan karyawannya, maka kebijakan yang diambil perusahaan mayoritas ialah memberikan benefit in cash atau uang tunai sehingga dari sisi perusahaan dapat dijadikan sebagai beban pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan (deductible expense) dan dari sisi karyawan maka penghasilan mereka bertambah dan menjadi taxable income, juga pemberian benefit in kind (kenikmatan atau natura) yang walaupun kebanyakan dari benefit in kind tidak dapat dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laba rugi perusahaan. 2) Metode perhitungan PPh Pasal 21 Ada 3 jenis metode didalam perhitungan atau pemotongan PPh Pasal 21 yaitu gross method (ditanggung karyawan), net method (ditanggung perusahaan) dan gross-up method (ditunjang perusahaan). Metode tersebut dipilih berdasarkan kebijakan yang diambil oleh perusahaan dan dalam kasus ini PT. XYZ memilih untuk menggunakan metode gross-up dalam menghitung jumlah Pajak Penghasilan Pasal 21 atas penghasilan
74 Universitas Indonesia
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
75
karyawannya. Metode grosss-up dipilih karena walaupun beban yang ditanggung perusahaan akan meningkat akan tetapi beban atau biaya tersebut dapat dijadikan pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan dan berpengaruh kepada laba perusahaan yang menjadi kecil sehingga jika dilihat dari sudut pandang perusahaan untuk pencapaian laba menjadi tidak optimal akan tetapi jika secara fiskal jumlah beban pajak yang ditanggung menjadi lebih kecil (penghematan pajak). 2) Bentuk metode gross-up dipilih oleh perusahaan dalam kondisi laba maupun kondisi rugi dengan catatan rugi yang dialami perusahaan tidak lebih dari 5 tahun berturut-turut, karena berdasarkan peraturan perpajakan bahwa kerugian dapat dikompensasi maksimal selama 5 tahun kecuali perusahaan diprediksi akan mengalami rugi lebih dari 5 tahun maka metode pemotongan PPh Pasal 21 yang sebaiknya digunakan ialah net method agar perusahaan dapat memperoleh laba, sehingga laba PPh Badan tahun ini akan mendapatkan kompensasi dengan tahun-tahun yang lalu dan juga jumlah PPh Pasal 21 akan lebih kecil dengan menggunakan net method. Jika perusahaan mengalami kerugian lebih dari 5 tahun berturut-turut maka kerugian 5 tahun yang lalu tidak dapat dikompensasi lagi. 3) Jika perusahaan diprediksi akan mendapatkan laba maka perencanaan pajak sangat tepat agar beban pajaknya dapat di dihemat dengan menekankan kepada besarnya PPh Badan misalnya dengan mengurangi pemberian benefit in kind karena tidak dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto pada laba rugi perusahaan. 4) Jika perusahaan masih rugi maka perencanaan pajak lebih menekankan kepada PPh Pasal 21 dengan memperhatikan kas yang dikeluarkan perusahaan, dengan kondisi rugi maka pemberian natura ini menjadi pilihan yang tepat karena akan mengurangi pengeluaran kas perusahaan dan memperkecil PPh Pasal 21 atas penghasilan karyawan sementara PPh Badan masih tetap nihil. 5.2
Saran Dari beberapa kesimpulan diatas maka penulis mencoba memberikan
beberapa saran mengenai penerapan manajemen pajak pada Pajak Penghasilan Pasal 21 PT. XYZ atas penghasilan karyawan, yaitu:
Universitas Indonesia
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
76
1) Manajemen pajak yang telah dilakukan oleh PT. XYZ sudah relatif efektif, namun penulis menyarankan agar perusahaan lebih cermat memilih kebijakannya misalnya mengganti kebijakan memberikan benefit in kind karena tidak dapat dijadikan beban sebagai pengurang penghasilan bruto pada laporan laba rugi perusahaan. 2) Walaupun terlihat bahwa PT. XYZ telah menjalankan kewajiban pajaknya dengan baik akan tetapi lebih baik lagi apabila perusahaan membuat SOP (Standard Operating Procedure) akan perpajakannya agar semua orang diperusahaan mengetahui dengan jelas apa yang seharusnya dilakukan dan dipatuhi oleh perusahaan akan perpajakannya.
Universitas Indonesia
Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
DAFTAR REFERENSI
Undang-Undang RI No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 28 Tahun 2007. Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 Tahun 2000 dan perubahan keempat dengan UU No. 36 Tahun 2008. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-545/PJ/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-15/PJ./2006, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, Dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Menteri Keuangan No.252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak Atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa Dan Kegiatan Orang Pribadi. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 31/PJ./2009 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan orang pribadi telah diubah dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per 57/PJ./2009 Tanggal 12 Oktober 2009. Zain, Mohammad. (2007). Manajemen Perpajakan (Edisi 3). Jakarta: Salemba Empat Waluyo. (2009). Perpajakan Indonesia Buku 1 (Edisi 9). Jakarta: Salemba Empat. Suandy, Erly. (2011). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.
77 Manajemen pajak..., Marcia Kambarwati, FE UI, 2012
Universitas Indonesia