UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN JENIS KELAMIN, KARAKTERISTIK IBU DAN FAKTOR LAIN DENGAN STATUS GIZI LEBIH PADA SISWA SD MARDIYUANA DEPOK TAHUN 2012
SKRIPSI
MARIA IMMACULATA VINNE SWASTIKA 0806340795
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN JENIS KELAMIN, KARAKTERISTIK IBU DAN FAKTOR LAIN DENGAN STATUS GIZI LEBIH PADA SISWA SD MARDIYUANA DEPOK TAHUN 2012
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi
MARIA IMMACULATA VINNE SWASTIKA 0806340795
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan berkat dan kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proses penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012.” Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1.
Dr. drh. Yvonne M. Indrawani, SU selaku pembimbing yang berkenan membimbing, mengarahkan dan memotivasi selama proses penyusunan skrpsi
2.
Ir. Siti Arifah Pujonarti, MPH dan Tiara Luthfie, MKM selaku penguji skripsi yang telah berkenan memberikan saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini
3.
Para dosen dan karyawan Departemen Gizi FKM UI yang dengan sabar mendidik, mendampingi, memfasilitasi seluruh proses belajar mengajar selama empat tahun di prodi Gizi UI
4.
Bapak Lukas Sudarta serta para guru, karyawan dan siswa kelas IV dan V SD Mardiyuana Depok yang telah memberikan kesempatan penulis untuk mengadakan penelitian serta membantu dalam proses pengumpulan data
5.
Keluarga penulis, yaitu Bapak, Ibu, Mbak Tika, Mas Brian, Dek Vita, Keluarga Om Sulis, Tante Rina, Pakdhe Hadi dan Budhe Endang yang selalu ada dan menjadi motivator terbesar dalam keseluruhan proses „pembelajaran‟ yang sebenarnya
6.
Kak Wahyu yang selalu setia setiap saat dalam mendampingi proses penyusunan skripsi
7.
Malaikat-malaikat tanpa sayap, Ruthy, Agnes, Ranti, Vergie, Vicky, Tamy, Nanet, Paskalia, Alexander Ragil. Terima kasih, walau tanpa sayap, kalian selalu mampu menopang dan menjadi pegangan vi
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
8.
Teman seperjuangan, Sinta, Ema, Dhita, Dianika, Mitha, Ami, Habsah, Widya, Diber, Eko, Fitri, Ella, Astrin, Manda serta semua teman-teman prodi Gizi 2008, dengan hadirnya kalian membuat perjuangan ini menjadi lebih berkesan.
9.
Patner dan sahabat, Jenni, Idris, Cynthia, Lena, Albert, terima kasih atas waktu yang boleh dihabiskan bersama untuk saling bertukar pikiran, memotivasi dan mengembangkan diri.
10.
Setiap anggota dari keluarga kecil di KUKSA FKM UI, KMK UI, PMKAJ US, GCUI, Asrama Santa Rosa dan Wisma SY. Terima kasih atas rumah yang nyaman, yang mampu membuat lepas bebas dan melupakan sejenak penatnya beban kuliah.
11.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun besar harapan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak, khsusnya dalam perkembangan ilmu pengetahuan secara umum. Terima kasih.
Depok, Juli 2012
Penulis
vii
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini
:
Nama
Maria Immaculata Vinne Swastika
NPM
0806340795
Program Studi
Gizi Kesehatan Masyarakat
Departemen
Gizi Kesehatan Masyarakat
Fakultas
Kesehatan Masyarakat
Jenis karya
Skripsi
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul
:
Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik lbu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012
beserta perangkat yang ada
Noneksklusif ini
fiika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Universitas Indonesia berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkannama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai
pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan'ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Pada tanggal
: Depok
: 10 Juli 2012
vilt
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
RIWAYAT HIDUP
Nama
: Maria Immaculata Vinne Swastika
Tempat/ Tanggal Lahir
: Purworejo, 10 Desember 1989
Alamat
: Katerban RT 03 RW III Kutoarjo, Purworejo
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan 1995 – 1996
: TK Pius Bakti Utama Kutoarjo
1996 – 2002
: SD Pius Bakti Utama Kutoarjo
2002 – 2005
: SMP Pius Bakti Utama Kutoarjo
2005 – 2008
: SMA Pangudi Luhur Van Lith Muntilan, Magelang
2008 – 2012
: Gizi Kesehatan Masyarakat, FKM UI Depok
ix
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
ABSTRAK
Nama : Maria Immaculata Vinne Swastika Program Studi : Sarjana Gizi Judul : Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan karakteristik anak (jenis kelamin), karakteristik ibu (pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (ASI Eksklusif), pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak, protein dan frekuensi konsumsi fast food) serta aktivitas fisik dengan status gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini dilakukan pada bulan April – Mei 2012, menggunakan studi kualitatif dengan desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel adalah dengan quota sampling. Instrument penelitian menggunakan seca dan mikrotoa, angket orangtua dan anak, serta food recall, food record dan FFQ. Hasil penelitian menunjukan bahwa sebanyak 43,5% siswa termasuk dalam kategori gizi lebih. Variabel yang berhubungan dengan status gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012 adalah perilaku ibu (P=0,003) dan asupan protein (P= 0,012). Peneliti menyarankan pihak sekolah mempunyai program untuk memantau berat badan siswa melalui UKS dan penyuluhan tentang perilaku makan kepada anak-anak, serta diharapkan orangtua turut serta dalam memonitoring dan mengontrol pola makan anak serta selalu menyediakan makanan sehat di rumah. Kata kunci: gizi lebih, obesitas, anak, SD, Depok.
x Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
ABSTRACT
Name : Maria Immaculata Vinne Swastika Study Program : Bachelor of Nutrition Title : Relationship between Sex, Mother Characteristics and Other Factors with Over nutrition on Students at Mardiyuana Elementary School Depok in 2012 The research aimed to analyze the relationship between child characteristic (sex), mother characteristics (education, employment status, nutrition knowledge, attitude and behavior about overnutrition), pattern of food consumption (Asupan total energy, Asupan carbohydrate, protein, fat and frequency of fast food consumption) and physical activity with over nutrition on students at Mardiyuana Elementary School, Depok in 2012. This study conducted on April – Mei 2012, used qualitative study, cross sectional study design and quota sampling. Data were taken by using seca, microtoise, questionnaire for children and their mother, food recall, food record and FFQ. The result of this study showed that 43,5% are over nutrition (overweight and obesity). Variables that have a significant relationship with over nutrition are mother behavior and Asupan protein. The researcher has some of recommendations. School should be has a program to monitor weight status of their students by using UKS effectively and counseling about healthy food consumption. Parents should be monitor and control about their food consumption. Beside of that, parents should be provides a healthy food for their children. Key words : Over nutrition, overweight, obesity, child, elementary school, Depok
xi Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ………………………………………………………... i HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii PERNYATAAN ORISINALITAS ……………………………………………. iii SURAT PERNYATAAN ……………………………………………………... iv HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………… v KATA PENGANTAR ………………………………………………………… vi LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI ……………………………………. viii DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………………………………………………... ix ABSTRAK .………………………………………………………………….... x ABSTRACT …………………………………………………………………… xi DAFTAR ISI …………………………………………………………………... xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………………... xv DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………….. xvi DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xvii BAB 1 PENDAHULUAN ……………………………………………………. 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………............................ 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………... 3 1.3 Pertanyaan Penelitian…………………………………………………... 3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5 1.4 1.5 Manfaat Penelitian …………………………………………………...... 6 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ……………………………………………...6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA …….………………………………………... 8 2.1 Gizi Lebih…………………………………………………………….... 8 2.1.1 Metode Antropometri……………………………………………. 8 2.1.2 Metode Klinis…………………………………………………..... 8 2.1.3 Metode Biokimia………………………………………………… 9 2.2 Metode Penilaian Konsumsi Makanan…………………………............ 9 2.2.1 Food Recall 24 jam………………………………………………. 9 2.2.2 Food Record………………………………………………………10 2.2.3 Dietary History…………………………………………………... 10 2.2.4 Food Frequency Questionnaire (FFQ)…………………………... 10 2.3 Status Gizi Lebih pada Anak ………………………………………….. 10 2.3.1 Penilaian Status Gizi pada Anak ………………………………… 11 2.3.2 Klasifikasi Status Gizi pada Anak ………………………………. 13 2.4 Determinan Status Gizi Lebih …………………………………...…….. 13 2.4.1 Faktor Prenatal (Berat Lahir)………………………………………… 13 2.4.2 Faktor Postnatal (ASI Eksklusif)……………………………...........15 2.4.3 Karakteristik Anak……………………………………………….. 16 2.4.3.1 Genetik………………...…………………………………. 16 2.4.3.2 Jenis Kelamin…………………...………………………... 16 2.4.4 Karakteristik Keluarga…………………………………………… 17 2.4.4.1 Sosial Ekonomi……………………………...…………… 18 2.4.4.2 Pendidikan Ibu………………………………...…………. 18 xii Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
2.5
2.6
2.4.4.3 Status Pekerjaan Ibu……………………………………… 19 2.4.4.4 Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu……………………. 19 2.4.5 Pola Konsumsi …………………………………………………... 21 2.4.6 Aktifitas Fisik……………………………………………………. 23 Dampak Gizi Lebih pada Anak…………………………………………23 2.5.1 Dampak Kesehatan………………………………………………. 24 2.5.2 Dampak Psikososial……………………………………………… 24 2.5.3 Dampak Ekonomi………………………………………………... 25 Kerangka Teori………………………………………………………… 26
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ……… 27 3.1 Kerangka Konsep………………………………………………………. 27 3.2 Definisi Operasional…………………………………………………… 29 3.3 Hipotesis……………………………………………………………….. 33 BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN…………………………………….. 34 4.1 Desain Penelitian………………………………………………………. 34 Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………………………... 34 4.2 4.3 Populasi, Sampel dan Responden Penelitian…………………………... 34 4.3.1 Populasi………………………………………………………… 34 4.3.2 Sampel…………………………………………………………..34 4.3.3 Responden……………………………………………………… 35 4.3.4 Jumlah Sampel…………………………………………………. 35 4.3.5 Teknik Pengambilan Sampel…………………………………... 36 4.4 Pengumpulan Data……………………………………………………... 36 4.4.1 Sumber Data…………………………………………………….36 4.4.2 Instrumen Penelitian………………………………………….... 37 4.4.3 Cara Pengumpulan Data……………………………………….. 37 4.5 Pengolahan Data……………………………………………………….. 38 4.5.1 Status Gizi……………………………………………………… 38 4.5.2 Jenis Kelamin…………………………………………………... 38 4.5.3 Karakteristik Ibu……………………………………………….. 39 4.5.4 Prenatal dan Postnatal………………………………………… 40 4.5.5 Pola Konsumsi…………………………………………………. 40 4.5.6 Aktifitas Fisik………………………………………………….. 40 4.6 Analisis Data…………………………………………………………… 41 4.6.1 Analisis Univariat……………………………………………… 41 4.6.2 Analisis Bivariat………………………………………………...41 BAB 5 HASIL PENELITIAN………………………………………………... 42 5.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian…………………………………… 42 5.2 Analisis Univariat……………………………………………………… 43 5.2.1 Status Gizi……………………………………………………… 44 5.2.2 Jenis Kelamin…………………………………………………... 45 5.2.3 Karakteristik Ibu……………………………………………….. 46 5.2.4 Faktor Prenatal dan Postnatal…………………………………. 48 5.2.5 Pola Konsumsi…………………………………………………. 49 xiii Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
5.3
5.4
5.2.6 Aktifitas Fisik………………………………………………….. 52 Analisis Bivariat………………………………………………………...52 5.3.1 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih…………... 53 5.3.2 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih………... 53 5.3.3 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih…………………………………………………………… 56 5.3.4 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih………….. 57 5.3.5 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Lebih…………... 60 Hubungan Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih ……………………………………………………….61
BAB 6 PEMBAHASAN………………………………………………………. 62 6.1 Keterbatasan Penelitian………………………………………………… 62 6.2 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih……………………63 6.3 Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih………………... 63 6.3.1 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih………….. 65 6.3.2 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih…………… 66 6.3.3 Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih……………………………………………………… 66 6.4 Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih…………………………………………………………………… 68 6.5 Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih………………….. 70 Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Gizi Lebih…………............... 74 6.6 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………...... 76 7.1 Kesimpulan…………………………………………………………….. 76 7.2 Saran…………………………………………………………………… 77 7.2.1 Bagi Sekolah…………………………………………………… 77 7.2.2 Bagi Orangtua………………………………………………….. 77 7.2.3 Bagi Peneliti Lain……………………………………………… 78 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 79 LAMPIRAN
xiv Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
DAFTAR TABEL Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks IMT/U ……………..... 13 Perhitungan Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya………. .. 36 Perhitungan Skor Aktifitas Fisik………………………………….... 41 Jumlah Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2011/ 2012……........ 43 Distribusi Z Score IMT/U …………………………………………. 44 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi………………….. .. 44 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Lebih……………. 45 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin………………. .. 45 Distribusi Pendidikan Ibu………………………………………...... 46 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu .. 46 Distribusi Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu……………. .. 47 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu………………………………………………………… 47 Tabel 5.10 Distribusi Berat Badan Lahir………………………………………. 48 Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Lahir dan Pemberian ASI Eksklusif………………………………………………………….... 49 Tabel 5.12 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak dan Protein……… 49 Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro……. 51 Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food……………………………. 51 Tabel 5.15 Distribusi Aktivitas Fisik…………………………………………... 52 Tabel 5.16 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih…………….. .. 52 Tabel 5.17 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih……………. .. 53 Tabel 5.18 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih……………... .. 54 Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih……..... 54 Tabel 5.20 Hubungan Sikap Ibu dengan Status Gizi Lebih………………….. . 55 Tabel 5.21 Hubungan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih……………….... 55 Tabel 5.22 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Lebih………… . 56 Tabel 5.23 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Lebih….. 57 Tabel 5.24 Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih……….. 57 Tabel 5.25 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih………... 58 Tabel 5.26 Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih………............ 59 Tabel 5.27 Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih……………... 59 Tabel 5.28 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih……………………………………………………60 Tabel 5.29 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih……………... 60 Tabel 5.30 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat………………………….......... 61
Tabel 2 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 5.1 Tabel 5.2 Tabel 5.3 Tabel 5.4 Tabel 5.5 Tabel 5.6 Tabel 5.7 Tabel 5.8 Tabel 5.9
xv Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Perbedaan Grafik Pertumbuhan BB/TB dan IMT/U…………... 13 Gambar 2.2 Kerangka Teori Determinan Gizi Lebih pada Anak………….... 26 Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian…………………………………… 27
xvi Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6
Kuesioner Anak Kuesioner Ibu Form Food Recall Form Food Record Form Pengukuran Berat Badan dan Tinggi Badan Surat Keterangan Penelitian
xvii Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Gizi lebih pada anak merupakan sebuah permasalahan kesehatan yang
prevalensinya mengalami peningkatan di beberapa negara. Gizi lebih pada masa anak-anak berdampak pada masalah kesehatan antara lain tekanan darah tinggi, asma, gangguan tidur seperti sleep apnea, dislipidemia serta intoleransi glukosa pada anak-anak (CDC, 2011). Anak dengan gizi lebih juga beresiko mengalami pubertas dini yang berdampak pada hambatan pertumbuhan dan resiko penyakit kardiovaskular (Dietz, 1998 dan Lakshman, et. al., 2009). Gizi lebih, khususnya obesitas juga menyebabkan masalah psikososial. Anak yang obesitas cenderung mendapat perlakuan diskriminasi dan dipandang negatif oleh masyarakat sekitar. Keadaan ini menyebabkan depresi dan penurunan kepercayaan diri (Gutbrie and Picciano, 1995). Gizi lebih pada anak-anak menjadi masalah di seluruh dunia, tidak hanya di negara maju melainkan juga di negara berkembang. Di negara maju seperti USA, berdasarkan data NHANES tahun 2007-2008 prevalensi anak sekolah usia 6-11 tahun yang tergolong obesitas adalah 19,6%. Prevalensi ini mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan data NHANES tahun 1976-1980 yaitu sebesar 6,5% (Ogden, et. al., 2010). Peningkatan prevalensi terjadi hingga tahun 2009-2010. Berdasarkan data NHANES dalam kurun waktu tersebut diperoleh prevalensi gizi lebih dan obesitas pada usia 6-11 tahun adalah 14,6% untuk gizi lebih dan 18% untuk obesitas (Ogden, et. al., 2012). Prevalensi gizi lebih pada negara berkembang tidak berbeda dengan negara maju. Berdasarkan data WHO, 35 juta dari 42 juta anak-anak di seluruh dunia yang termasuk dalam kategori gizi lebih pada tahun 2010 berasal dari negara berkembang (WHO, 2012). Peningkatan kejadian gizi lebih khususnya obesitas pada masa anak-anak juga terjadi di negara berkembang di Asia seperti China, Korea, Thailand, dan Indonesia (Sakamoto et. al., 2001). Di China 1 Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
2
peningkatan prevalensi kejadian obesitas pada anak-anak di bawah usia 15 tahun dari 15% menjadi 27% dari tahun 1982 sampai tahun 2004 (Cheng, 2004). Prevalensi obesitas pada anak-anak 2-10 tahun di Thailand adalah 8% (Firestone et al., 2011). Di Indonesia sendiri berdasarkan perbandingan data Riskesdas 2007 dan 2010 terjadi peningkatan kejadian gizi lebih yaitu pada anak laki-laki dari 9,5% hingga 10,7% dan 6,4% hingga 7,7% pada anak perempuan usia sekolah (Depkes, 2009 dan Depkes, 2011). Gizi lebih merupakan sebuah hasil interaksi antara faktor lingkungan dan genetik dalam proses akumulasi kalori yang berlebih di dalam tubuh. Masa kehamilan merupakan periode penting dalam perkembangan dan pertumbuhan anak. Keadaan rahim pada masa kehamilan merupakan faktor lingkungan pertama bagi janin yang menentukan ekspresi gen pada periode kehidupan selanjutnya. Maka dari itu, ketersediaan zat gizi penting dan paparan zat berbahaya pada masa ini dapat mempengaruhi perkembangan gizi lebih. Berat lahir merupakan deskripsi pertumbuhan dan perkembangan janin hasil interaksi antara gen dan keadaan rahim sehingga berat lahir dapat dijadikan salah satu faktor resiko gizi lebih (Goldstein, 2005). Secara umum, gizi lebih merupakan sebuah keadaan yang terjadi dalam waktu lama yang diakibatkan oleh keseimbangan energi positif. Keseimbangan energi ini terkait dengan pola konsumsi makanan dan aktivitas fisik (Gutbrie and Picciano, 1995 dan Dehghan, Danesh and Merchant, 2005). ASI merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan status gizi pada anak, khususnya pada masa postnatal. Komposisi zat gizi di dalam ASI sangat sesuai dengan kebutuhan bayi setiap periode waktu pertumbuhan. Hal ini akan mengurangi resiko gizi lebih akibat asupan yang berlebih pada masa postnatal (Parizkova and Hills, 2005). Prevalensi kelebihan berat badan di Jawa Barat berada diatas prevalensi nasional yaitu 10,0% untuk gizi lebih dan 12,8% untuk obesitas (Depkes, 2011). Sedangkan prevalensi gizi lebih pada usia sekolah, Jawa Barat mempunyai prevalensi lebih tinggi dibandingkan dengan provinsi Jawa Tengah yang letaknya berdekatan dan mempunyai karakteristik yang hampir sama (Depkes, 2009). Depok merupakan salah satu kota di Jawa Barat yang mengalami perkembangan yang cukup pesat (depoknews, 2011). Hal ini terkait dengan letak geografis kota
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
3
Depok yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta dan peningkatan kegiatan di beberapa sektor seperti sektor perdagangan, industri, pendidikan, pariwisata dan perhotelan. Perkembangan sebuah kota akan berdampak pada pola hidup masyarakatnya. Perubahan pola hidup masyarakat yang mengarah pada gaya hidup modern, berdampak pada perubahan status gizi masyarakat termasuk status gizi lebih. Depok mempunyai prevalensi kelebihan berat badan tertinggi pada anak perempuan di provinsi Jawa Barat yaitu 13,1% dan peringkat kedua untuk prevalensi pada anak laki-laki setelah kota Bogor yaitu 14,5% (Depkes, 2009). SD Mardiyuana sebagai salah satu SD swasta di kota Depok mempunyai resiko terhadap faktor-faktor penyebab gizi lebih yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sekolah lain.
1.2
Rumusan Masalah Depok sebagai salah satu kota yang sedang berkembang mempunyai
prevalensi gizi lebih tertinggi pada anak perempuan di provinsi Jawa Barat yaitu sebesar 13,1%, sedangkan prevalensi pada anak laki-laki adalah peringkat kedua setelah kota Bogor yaitu 14,5%. Prevalensi ini menjadi permasalahan kesehatan karena prevalensinya yang lebih dari 10%. SD Mardiyuana merupakan SD swasta dengan letak geografis yang berada di sekitar pusat kota Depok, memiliki paparan resiko yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan sekolah lain yang letaknya jauh dari pusat kota Depok. Berdasarkan hasil survey pendahuluan diperoleh 20% anak SD Mardiyuana berada dalam status gizi lebih. Hal ini mendasari peneliti untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana tahun 2012.
1.3.
Pertanyaan Penelitian
1.3.1
Bagaimana gambaran status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
1.3.2 Bagaimana gambaran karakteristik anak (jenis kelamin) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
4
1.3.3 Bagaimana gambaran karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) pada siswasiswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.4 Bagaimana gambaran faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI Eksklusif) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.5 Bagaimana gambaran pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast food) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.6 Bagaimana gambaran aktivitas fisik pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.7 Bagaimana hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.8 Bagaimana hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.9 Bagaimana hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI Eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.10 Bagaimana hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein dalam diet) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.11 Bagaimana perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food pada siswasiswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012? 1.3.12 Bagaimana perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada siswa-siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012?
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
5
1.4.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum Diketahuinya hubungan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor-faktor lainnya dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012.
Tujuan Khusus 1.4.1
Mengetahui gambaran status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.4.2 Mengetahui gambaran karakteristik anak (jenis kelamin) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.3 Mengetahui gambaran karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) pada siswasiswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.4 Mengetahui gambaran faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI Eksklusif) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.5 Mengetahui gambaran pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast food) pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.6 Mengetahui gambaran aktivitas fisik pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.7 Mengetahui hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.8 Mengetahui hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.9 Mengetahui hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI Eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
6
1.4.10 Mengetahui hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein dalam diet) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.11 Mengetahui perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food pada siswasiswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 1.4.12 Mengetahui perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada siswa-siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
1.5
Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Institusi Pendidikan (Sekolah) Hasil analisis ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan untuk perencanaan program pencegahan dan penanggulangan gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok 1.5.2. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat Hasil analisis ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan dan digunakan untuk mengembangkan keilmuan khususnya sebagai bahan untuk memperluas hasil-hasil penelitian yang telah dilaksanakan sebelumnya. 1.5.3. Bagi Masyarakat Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang faktorfaktor yang berhubungan terhadap kejadian gizi lebih pada anak-anak sehingga dapat melakukan upaya pencegahan dan meminimalisir resiko gizi lebih pada anak-anak, khususnya dalam kaitannya dengan masa kehamilan.
1.6.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan jenis kelamin,
karakteristik ibu dan faktor lain terhadap status gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini berlangsung selama bulan April sampai Mei 2012. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
7
pendekatan cross sectional. Data yang digunakan antara lain data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui angket anak dan orangtua (ibu), penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan, serta penilaian konsumsi makanan. Data sekunder yang digunakan meliputi data siswa SD Mardiyuana Depok. Faktor-faktor yang akan diteliti yaitu karakteristik anak (jenis kelamin), karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI Eksklusif), pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein serta frekuensi konsumsi fast food), dan aktivitas fisik. Pengumpulan data dilakukan dengan pengisian angket kepada anak dan orangtua (ibu), penilaian konsumsi makanan dengan menggunakan FFQ, food recall 24 jam dan food record, serta pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa serta penimbangan berat badan dengan seca. Keseluruhan data ini didukung pula oleh data dari sekolah yaitu data siswa di SD Mardiyuana Depok.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Gizi Lebih Status gizi adalah keadaan kesehatan seseorang yang dipengaruhi oleh
asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh. Asupan dan kebutuhan ini akan menghasilkan keseimbangan zat gizi dalam tubuh. Bila yang terjadi keseimbangan zat gizi dalam tubuh maka akan menghasilkan status gizi normal, sedangkan bila terjadi ketidakseimbangan zat gizi dalam tubuh maka yang terjadi adalah keadaan malnutrisi. Malnutrisi meliputi gizi kurang/ undernutrition) dan gizi lebih/ overnutrition (http://www.nios.ac.in/). Gizi lebih merupakan interaksi antara faktor lingkungan dan genetik dalam proses akumulasi kalori yang berlebih di dalam tubuh. Akumulasi kalori dalam tubuh ini dapat diukur dengan beberapa cara, antara lain : 2.1.1 Metode Antropometri Antropometri merupakan jenis penilaian status gizi yang sederhana. Penilaian status gizi dengan metode antropometri dilakukan mengukur tinggi badan dan berat badan yang menggambarkan ukuran dan komposisi tubuh. Selain berat dan tinggi badan, mengukur lingkar salah satu bagian dari tubuh mampu mengidentifikasi tingkat lemak tubuh dan bagian tubuh bukan lemak, misalnya otot. Beberapa indeks pengukuran yang biasa dilakukan antara lain (Gibson, 2005) : a.
Lingkar kepala / Umur
b.
Berat Badan / Umur
(BB/U)
c.
Tinggi Badan / Umur
(TB/U)
d.
Berat Badan / Tinggi Badan (BB/TB)
e.
Indeks Massa Tubuh / Umur (IMT/U)
8 Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
9
2.1.2
Metode Klinis Metode klinis merupakan menilai status gizi seseorang dengan melihat
tanda-tanda klinis pada bagian tubuh yang mengindikasikan kekurangan zat gizi tertentu. Pada metode klinis diperlukan kompetensi tertentu untuk mampu mengenali dan mengindikasikan tanda klinis tersebut. Beberapa bagian tubuh yang biasanya digunakan untuk melihat tanda klinis adalah rambut, mata, lidah bibir, dan lain-lain (Leonberg, 2008).
2.1.3
Metode Biokimia Penilaian status gizi dengan metode biokimia adalah mengukur tingkat
konsentrasi zat gizi tertentu di cairan tubuh (darah atau urin) yang bertujuan untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya malnutrisi. Metode biokimia merupakan metode yang paling akurat dalam melakukan diagnosis malnutrisi. Namun metode biokimia membutuhkan pengetahuan yang mendalam dan ketrampilan khusus dalam melakukan pengukuran (Leonberg, 2008 dan Charney, 2009).
2.2
Metode Penilaian Konsumsi Makanan Metode ini digunakan untuk melihat asupan makanan pada populasi dan
individu. Terdiri dari dua yaitu metode penilaian konsumsi makanan kuantitatif dan kualitatif. Metode penilaian makanan kuantitatif meliputi recall dan record, sedangkan metode kualitatif meliputi dietary history dan food frequency questionnaire (FFQ). 2.2.1
Food recall 24 jam Penilaian konsumsi makanan dengan menggunakan food recall 24 jam bertujuan untuk memperkirakan asupan zat gizi pada individu. Pada penilaian konsumsi ini, subyek diwawancarai untuk mengajak subyek mengingat kembali makanan yang dikonsumsi selama 24 jam terakhir, termasuk suplemen. Metode ini dapat dilakukan pada anak lebih dari 8 tahun. Kendala yang sering dihadapi dalam penilaian konsumsi pangan dengan food recall 24 jam adalah the flat slope syndrome dimana subyek cenderung untuk melebihkan asupan yang kurang dan mengurangi asupan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
10
yang berlebihan serta kesulitan responden untuk mengingat apa yang dikonsumsi 24 jam yang lalu (Gibson, 2005). 2.2.2 Food record Pada metode ini, subyek diminta untuk menuliskan makanan yang dimakan
dalam
periode
waktu
tertentu.
Porsi
makanan
dapat
menggunakan ukuran rumah tangga seperti mangkok, sendok makan, butir, dll. Selain itu, ada pula metode food record dengan penimbangan makanan untuk mengetahui besar porsi yang sebenarnya. Kelemahan dari metode ini adalah membutuhkan motivasi yang tinggi dari subyek. Selain itu, dimungkinkan subyek akan mengubah kebiasaan pola makanan (Gibson, 2005). 2.2.3
Dietary history Tujuan dari metode ini adalah untuk mengestimasikan kebiasaan asupan makanan dan pola makan individu dalam periode yang relatif lama. Metode ini terdiri dari tiga bagian. Pertama, wawancara mengenai keseluruhan kebiasaaan pola makan, termasuk waktu makanan dan jenis makanan. Kedua, frekuensi konsumsi makanan spesifik. Ketiga, record asupan makanan selama tiga hari di rumah oleh subyek (Gibson, 2005).
2.2.4
Food frequency questionnaire (FFQ) FFQ bertujuan untuk mengukur frekuensi jenis makanan atau kelompok makanan tertentu. FFQ menggambarkan kebiasaan pola konsumsi makanan secara kualitatif (Gibson, 2005). FFQ diukur dengan menanyakan kepada subyek dengan wawancara atau dengan form checklist seberapa sering mengkonsumsi makanan tertentu. Biasanya makanan dikelompokan menjadi beberapa kategori (Gibson, 2005).
2.3
Status Gizi Lebih pada Anak Faktor genetik dan keadaan lingkungan sangat berperan dalam
perkembangan status gizi lebih. Pada anak-anak, kedua faktor ini berinteraksi mulai dari masa di dalam kandungan (prenatal), masa bayi (postnatal) dan periode adiposity rebound yang pada akhirnya membawa anak pada perkembangan gizi lebih, terutama obesitas. Setiap periode perkembangan gizi
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
11
lebih terkait satu dengan yang lain. Perkembangan ini akan terus berlangsung, sehingga anak yang mengalami gizi lebih berpotensi untuk mengalami gizi lebih bahkan obesitas di masa dewasa. Pengkajian gizi lebih pada anak bersifat individu. Faktor resiko pada setiap individu akan berbeda. Hal ini dikarenakan gizi lebih merupakan suatu proses yang sangat panjang dari masa lampau hingga masa sekarang. Secara umum, gizi lebih merupakan akibat dari adanya ketidakseimbangan antara asupan energi yang melebihi energi yang dikeluarkan. Gizi lebih akan nampak bila ketidakseimbangan ini terjadi dalam jangka waktu yang cukup panjang (WHO, 2012).
2.3.1
Penilaian Status Gizi pada Anak Antropometri merupakan salah satu metode penilaian status gizi yang
telah digunakan secara luas dan dapat diterima untuk menilai status gizi di dalam populasi. Antropometri yang digunakan meliputi pengukuran tinggi badan dan berat badan yang kemudian diterjemahkan menjadi tinggi badan/ umur (TB/U), berat badan/ umur (BB/U), berat badan/ tinggi badan (BB/TB) dan indeks massa tubuh/ umur (IMT/U). Grafik pertumbuhan tinggi dan berat badan anak merupakan salah satu penilaian gizi lebih pada anak yang telah disesuaikan dengan umur. Hal ini dikarenakan penentuan gizi lebih pada individu yang sedang tumbuh akan berbeda dengan individu yang sudah mencapai pertumbuhan penuh. Hal ini dikarenakan setiap rentang usia memperlihatkan pertumbuhan yang selalu berbeda pada setiap individu. Maka dari itu, perlu diperhatikan secara teratur karena grafiknya yang terus mengalami perubahan berdasarkan umur dan jenis kelamin (Parizkova and Hills, 2005). Komposisi tubuh manusia yang meliputi jaringan lemak dan non lemak, merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan gizi lebih, khususnya obesitas. Namun secara sederhana, IMT dapat digunakan. IMT merupakan pengukuran lemak tubuh secara tidak langsung yang berhubungan dengan penimbunan lemak pada masa dewasa dan peningkatan terhadap resiko kesehatan. Secara internasional, IMT direkomendasikan dalam menentukan obesitas pada
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
12
anak-anak dan remaja (WHO, 1995 dalam Gibson 2005). Namun, perlu diperhatikan penggunaan IMT pada anak atau remaja yang atletis karena akan cenderung mengarah pada gizi lebih walaupun tidak terjadi penimbunan lemak dalam tubuh (Leonberg, 2008). Untuk anak-anak dan remaja yang berusia 2 sampai 19 tahun, IMT ditempatkan dalam grafik IMT/U dan perlu diperhatikan sepanjang waktu karena grafiknya yang terus mengalami perubahan berdasarkan umur dan jenis kelamin. Grafik pertumbuhan IMT/U tersebut merupakan sebuah skrinning dalam menentukan anak yang mengalami gizi lebih atau beresiko mengalami gizi lebih bahkan obesitas (Leonberg, 2008; CDC, 2000). Kelebihan IMT/U sebagai skrining gizi lebih khususnya obesitas pada anak antara lain : a.
hasil pengukuran IMT/U konsisten dengan indeks IMT pada dewasa sehingga IMT/U dapat digunakan mulai dari 2 tahun hingga dewasa (19 tahun)
b.
IMT/U pada anak-anak dapat digunakan untuk memprediksi IMT pada masa dewasa. Mereka yang mempunyai IMT/U tinggi berpotensi untuk mempunyai IMT tinggi pada masa dewasa
c.
IMT/U
berkorelasi
dengan
resiko
kesehatan
seperti
penyakit
kardiovaskular yang meliputi dislipidemia, peningkatan insulin dan tekanan darah (Freedman et al, 1999 dalam CDC, 2000) d.
penggunaan IMT/U sebagai skrinning untuk obesitas sebanding dengan penggunaan BB/TB dalam batas umur 3 sampai 5 tahun. Namun untuk usia 6 sampai 19 tahun, IMT/U mempunyai ketepatan yang lebih bila dibandingkan dengan BB/TB (Mei et al dalam CDC, 2000)
e.
grafik IMT/U menggambarkan adiposity rebound, yaitu penurunan BMI pada usia 1 tahun kemudian meningkat kembali pada usia 4 sampai 6 tahun, sedangkan BB/TB cenderung mengalami kenaikan yang statis.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
13
Perbedaan penggunaan BB/TB dan IMT/U diperlihatkan oleh gambar 2.1.
Sumber : Dietz (2002)
Gambar 2.1. Perbedaan Grafik Pertumbuhan BB/TB dan IMT/U 2.3.2
Klasifikasi Status Gizi pada Anak Klasifikasi status gizi berdasarkan IMT/U menurut WHO berlaku untuk
usia 2 – 19 tahun. Klasifikasi tersebut ditunjukan oleh tabel 2.3.
Tabel 2 Klasifikasi Status Gizi Berdasarkan Indeks IMT/U Cut of point IMT/U < -3 SD -3 SD ≤ IMT/U < -2 SD -2 SD ≤ IMT/U ≤ 1 SD 1 SD < IMT/U ≤ 2 SD IMT/U > 2 SD
Status Gizi Gizi kurang Normal Gizi lebih
Klasifikasi Severe Underweight Underweight Overweight Obesitas Sumber : WHO (2007)
2.4
Determinan Status Gizi Lebih Status gizi merupakan hasil interaksi antara lingkungan dan genetik. Pada
umumnya, kedua faktor ini ada dalam menyebabkan status gizi lebih khususnya obesitas.
2.4.1
Faktor Prenatal (Berat Lahir) Masa kehamilan (prenatal) merupakan salah satu fase penentu
perkembangan anak menjadi gizi lebih. Lingkungan yang terbentuk dalam
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
14
kandungan akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan janin. Hasil dari proses pertumbuhan dan perkembangan janin tercermin dalam berat lahir. Keadaan malnutrisi pada fase awal kehamilan berpotensi dalam menyebabkan gizi lebih, khususnya obesitas pada kehidupan anak selanjutnya (Barker dalam Parizkova, 2005). Indikator keberhasilan dalam proses kehamilan (prenatal) dari pihak anak adalah usia gestational yang mencapai usia 37 minggu dan berat lahir yang lebih dari 2500 gram. Lama usia kehamilan menentukan kematangan pertumbuhan janin dan berat lahir anak (Wardlaw, 2002). Faktor prenatal yang berperan dalam meningkatkan resiko gizi lebih khususnya obesitas adalah berat lahir rendah. Menurut WHO, berat lahir rendah adalah berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Pada umumnya, bayi dengan berat lahir rendah dipengaruhi oleh usia gestational dan perkembangan janin selama fase prenatal. Usia gestational yang kurang dari 37 minggu disebut kelahiran premature, sedangkan gangguan perkembangan janin pada masa prenatal atau IUGR (Intra Uterine Growth Retardation) akan berdampak bayi lahir dengan keadaan SGA (small for gestational age), yaitu berat lahir ≤ 10 persentil untuk usia gestational (Kramer, 2005 ; Brown, 2005). Indikator lain untuk IUGR adalah kelahiran cukup bulan (37 minggu) namun dengan berat lahir yang kurang dari 2500 gram. Sebuah studi di Jamaica memperlihatkan bahwa berat lahir rendah berhubungan dengan kejadian stunting pada masa awal anak-anak yang memiliki BMI rendah namun terdapat penumpukan lemak sentral (Walker, 2002). Penelitian lain menunjukan bahwa anak dengan riwayat SGA mempunyai total lemak dan lemak di bagian abdominal yang lebih tinggi pada usia 4 tahun bila dibandingkan dengan anak dengan AGA/ Appropriate for Gestational Age (Ibanez, 2006). Berat lahir rendah diprediksi menyebabkan tingginya persen lemak tubuh pada usia 56 – 69 tahun di Finlandia (Yliharsila, et al., 2007). Di sisi lain, berat lahir yang tinggi/ high birth weight (HBW) juga berhubungan dengan kelebihan berat badan. Berat lahir tinggi (≥ 4000 gram) yang berasal ibu dengan riwayat diabetes gestational berhubungan signifikan dengan kelebihan berat badan pada usia 9 – 14 tahun. Setiap peningkatan 100 gram berat
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
15
lahir, meningkatkan resiko terhadap gizi lebih pada usia 7 tahun (Rossi and Vasconcelos, 2010). Baik berat lahir rendah (LBW)/ kurang dari 2500 gram dan berat lahir tinggi (HBW)/ lebih dari 4000 gram berkontribusi terhadap peningkatan IMT, namun HBW berhubungan dengan peningkatan jaringan bukan lemak sedangkan LBW berhubungan dengan peningkatan jaringan lemak (Lopez, 2006).
2.4.2 Faktor Postnatal (Praktek pemberian ASI Eksklusif) ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi. Hal ini dikarenakan ASI mengandung semua komponen zat gizi penting yang dibutuhkan oleh tubuh dalam jumlah yang tepat. ASI mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan bayi dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Tidak ada susu formula yang mampu memenuhi kebutuhan zat gizi bayi secara tepat. Selain itu, ASI mengandung protein yang relatif rendah bila dibandingkan dengan susu sapi dalam memenuhi kebutuhan gizi bayi tanpa adanya kelebihan nitrogen. ASI memiliki perbandingan antara whey dan casein yang sesuai untuk bayi yaitu 65:35. Komposisi ini menyebabkan protein ASI lebih mudah diserap daripada susu sapi (Depkes, 2001 dan Brown, 2005). Hubungan antara ASI dan kejadian gizi lebih dipaparkan oleh beberapa penelitian. Penelitian pertama yang membuktikan bahwa ASI mampu mengurangi resiko gizi lebih adalah penelitian Krammer (Krammer dalam Singhal and Lanigan, 2006). Penelitian serupa tentang hubungan antara ASI dan resiko gizi lebih juga dipaparkan oleh Butte (2001), Armstrong and Reilly (2002) Rivers, (2004) dan Gilman (2001) (Parizkova, 2005). Butte (2009) juga memaparkan tentang hubungan antara durasi ASI dengan resiko gizi lebih melalui hubungan yang berbanding terbalik. ASI mengandung zat gizi yang tidak terdapat dalam susu formula seperti asam lemak tidak jenuh rantai panjang (long-chain polysaturated fatty acid). Selain itu, ASI juga mengandung serum leptin yang lebih tinggi dibandingkan susu formula. Leptin merupakan sebuah hormon yang berperan penting dalam regulasi asupan makanan, pengeluaran energi dan metabolisme tubuh (Ilcol, 2006). Konsumsi protein yang lebih dari 70% pada susu formula juga akan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
16
mempengaruhi kejadian gizi lebih pada masa dewasa melalui mekanisme percepatan usia dalam mengalami adiposity rebound (Taylor dalam Singhal and Lanigan, 2007). BMI pada tahun pertama akan mengalami peningkatan kemudian menurun. Pada permulaan usia 5 tahun, BMI akan kembali meningkat. Masa dimana terjadi peningkatan BMI untuk kedua kalinya ini disebut adiposity rebound. Pada masa remaja dan dewasa, BMI dan hasil pengukuran tebal lemak menggunakan skinfold pada subscapular, secara signifikan lebih tinggi pada mereka yang mengalami adiposity rebound lebih cepat yaitu sebelum 5,5 tahun (Chacera dalam Dietz, 1994). Hal ini dikarenakan bayi yang mengkonsumsi ASI mengalami pertumbuhan yang lebih lambat namun normal bila dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula (Ong, et. al., 2002 dan Kramer, et al., 2004).
2.4.3
Karakteristik anak
2.4.3.1 Genetik Penelitian pada kelahiran kembar menunjukkan bahwa genetik berperan penting sebagai penyebab gizi lebih. Human Obesity Gene Map memaparkan bahwa terdapat 240 gen yang mengatur regulasi asupan makanan, pengeluaran energi, metabolisme lemak dan glukosa, perkembangan jaringan adiposa, dan sebagainya (Rankinen, Zuberi and Changnon, 2006). Genetik nampak dalam kecenderungan bahwa orangtua yang berstatus gizi lebih berhubungan dengan kejadian status gizi lebih pada anak. Menurut penelitian Guillaume (1993) menujukkan adanya hubungan yang kuat antara IMT orangtua dengan anak (Parizkova and Hills, 2005). Bila salah satu orangtua mengalami obesitas maka resiko anak untuk menjadi obesitas adalah 50%, sedangkan bila kedua orangtua termasuk dalam kategori obesitas maka peluang anak untuk menjadi obesitas adalah 80%.
2.4.3.2 Jenis kelamin Laki-laki dan perempuan mempunyai kecenderungan yang berbeda untuk berstatus gizi lebih. Anak laki-laki mempunyai kecenderungan lebih untuk
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
17
menjadi gizi lebih (overweight) dibandingkan dengan anak perempuan. Bagi anak-anak usia sekolah dasar, orangtua sangat berperan dalam pola hidup anak, termasuk pola makan dan aktivitas fisik. Sehingga persepsi orangtua akan mempengaruhi kehidupan anak, termasuk persepsi diri terhadap proporsi berat dan tinggi badannya (body image). Persepsi anak terhadap body image akan mempengaruhi perilaku makan, termasuk persepsi orangtua akan proporsi tubuh anak juga akan mempengaruhi perilaku ibu dalam pola makan anak. Prevalensi gizi lebih pada anak laki-laki dan perempuan usia sekolah mengalami peningkatan selama 6 tahun. Berdasarkan data National Health and Nutrition Examination Survey, terjadi peningkatan prevalensi gizi lebih pada anak laki-laki dari 14% sampai 18%, sementara pada anak perempuan 13,8% sampai 16% (West, 2008). Penelitian Dupuy membuktikan bahwa laki-laki lebih berpotensi untuk mengalami status gizi lebih dibandingkan dengan perempuan (Dupuy, et. al., 2011). Anak perempuan mempunyai perhatian yang lebih tentang diet dan berat badan daripada anak laki-laki. Selain itu, anak perempuan mempunyai latar belakang yang membuat mereka memperhatikan pola makan, seperti keluarga, teman sebaya, dan lain-lain, dibandingkan dengan anak laki-laki (Phares, 2004). Sebuah penelitian tentang persepsi orangtua tentang status gizi lebih (overweight) anak, menunjukan bahwa orangtua yang mempunyai anak status gizi lebih (overweight) cenderung untuk mengklasifikasikannya dalam status gizi normal. Pada perempuan, akurasi orangtua dalam mengklasifikasikannya adalah 29%, sementara pada orangtua dari anak laki-laki hanya 14% (West, 2008). Hal ini dikarenakan perhatian orangtua terhadap berat badan anak perempuan cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki sehingga orangtua akan mempengaruhi pola makan anak, baik dalam bentuk pembatasan, kontrol, dan lain-lain (He and Evans, 2007).
2.4.4
Karakteristik keluarga Keluarga merupakan faktor yang berperan penting dalam menentukan
status gizi anak, termasuk status gizi lebih dan obesitas. Pola konsumsi makanan dibentuk sejak masa anak-anak di dalam keluarga yang akhirnya membentuk
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
18
perilaku makan anak hingga masa dewasa. Beberapa hal yang termasuk dalam karakteristik keluarga yang menentukan pola konsumsi antara lain sosial ekonomi dan karakteristik ibu seperti pendidikan ibu, pekerjaan ibu dan pengetahuan gizi ibu.
2.4.4.1 Sosial Ekonomi Faktor determinan status gizi bervariasi pada setiap populasi, dengan perbedaan latar belakang sosial dan budaya. Sosial ekonomi berdampak pada gaya hidup individivu yang berpotensi mempengaruhi status gizi melalui gaya hidup (Sakamoto, et. al., 2001). Pendapatan, tingkat pendidikan dan jabatan dalam pekerjaan merupakan beberapa faktor yang telah digunakan untuk mengukur tingkat sosial ekonomi (Sharma, 2008). Sosial ekonomi berkorelasi positif dengan resiko status gizi lebih pada negara berkembang seperti Indonesia, namun berkorelasi negatif pada negara maju (Sakamoto et. al., 2001). Hal ini dibuktikan oleh penelitian di Pakistan dan India pada negara berkembang, serta di USA sebagai negara maju (Mushtaq, et. al., 2011; Tharkar, 2009; Ogden, 2010). Pada negara berkembang, prevalensi gizi lebih pada sekolah swasta lebih tinggi dibandingkan sekolah pemerintah. Pada negara berkembang, penurunan aktivitas fisik, peningkatan gaya hidup sedentary, dan pola makan yang tidak sehat yaitu tinggi lemak jenuh dan gula merupakan faktor resiko gizi lebih pada anak (Mushtaq, et. al., 2011). Sementara pada negara maju, asupan energi yang tinggi serta kurangnya dukungan sosial merupakan faktor resiko gizi lebih pada negara maju (Sakamoto et. al., 2001).
2.4.4.2 Pendidikan ibu Menurut Soekirman (1985) dalam Wulandari (2011), tingkat pendidikan orangtua akan berpengaruh terhadap status gizi anak karena diharapkan tingkat pendidikan berbanding lurus dengan pengetahuan gizi. Menurut penelitian Lamerz, et. al. (2005) terdapat hubungan antara pendidikan orangtua dengan kejadian gizi lebih. Pendidikan orangtua, khususnya Ibu akan mempengaruhi pemilihan menu makanan yang disediakan bagi keluarga. Ibu berperan penting dalam menentukan jenis dan porsi makanan yang tersedia di rumah. Ibu
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
19
membentuk sikap dan perilaku anak dalam memilih makanan (Jackson, et al., 2005). Ibu yang berpendidikan rendah mempunyai akurasi persepsi yang lebih rendah tentang status gizi lebih pada anaknya. Ibu yang berpendidikan rendah kurang mampu mengidentifikasi anak yang berstatus gizi lebih, sehingga status gizi lebih pada anak dikategorikan status gizi normal (Baughcum, 2000). Dari hasil penelitian Baughcum pula, rendahnya pendidikan ibu merupakan faktor yang meningkatkan odd ratio kemampuan ibu dalam mengklasifikasikan status gizi lebih pada anak. Menurut Baughcum, anak yang berstatus gizi lebih berpeluang lebih besar untuk menjadi obesitas pada ibu yang berpendidikan rendah.
2.4.4.3 Status pekerjaan ibu Ibu yang bekerja tidak
mempunyai banyak waktu di rumah. Hal ini
berdampak pada sedikitnya waktu yang dimiliki untuk menyiapkan makanan sehingga ibu yang bekerja cenderung memilih membeli makanan di luar. Makanan di luar rumah cenderung tinggi kalori dan lemak, khususnya lemak jenuh, seperti makanan cepat saji (fast food). Makanan cepat saji cenderung tinggi kalori namun rendah zat gizi mengingat proses persiapan yang sebagian besar adalah digoreng (Anderson, et al., 2002). Selain itu, ibu yang tidak bekerja mempunyai lebih banyak waktu untuk mengontrol dan memastikan pola hidup yang meliputi asupan makanan, latihan fisik serta kebiasaan menonton TV anak secara teratur dibandingkan ibu yang bekerja (Scholder, 2007). Ibu yang bekerja juga berperan dalam meningkatkan pendapatan keluarga sehingga akan meningkatkan status sosial ekonomi pula. SES yang tinggi akan mampengaruhi gaya hidup, termasuk asupan makanan dan uang saku anak (Lamerz, 2005 dalam Scholder, 2007).
2.4.4.4 Pengetahuan, sikap dan perilaku ibu Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi anak untuk mengkonsumsi makanan yang sehat maupun makanan yang tidak sehat. Orangtua, terutama ibu sebagai role models, pengasuh dan penyedia makanan bagi anak, mempunyai peranan yang sangat besar dalam membentuk pola makan anak.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
20
Pengetahuan merupakan domain yang berperan besar dalam membentuk perilaku seseorang. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap sebuah objek tertentu melalui panca indera manusia berdasarkan pengalaman pribadi atau pengalaman orang lain. Proses penerimaan perilaku baru/ adopsi perilaku yang melalui sebuah proses yang didasari oleh pengetahuan, maka perilaku tersebut bersifat langgeng (long lasting). Namun bila sebuah perilaku tidak didasari oleh pengetahuan maka perilaku tersebut tidak akan berlangsung lama. Hal ini dikarenakan perilaku tersebut dilakukan karena mengetahui arti dan manfaat perilaku tersebut bagi diri dan atau keluarganya (Notoatmodjo, 2005). Pengetahuan ibu tentang gizi akan mempengaruhi jenis dan cara pemberian makanan kepada anak. Hal ini terkait pula dengan perilaku yang memaksa anak untuk mengkonsumsi makanan sehat dengan mempersiapkan dan memilih makanan yang sehat bagi keluarga (Clark, 2007). Pengetahuan ibu tentang gizi juga tidak hanya terkait dengan pola makan pada masa sekarang melainkan pola pemberian ASI dan MP ASI serta pola konsumsi pada masa kehamilan yang nantinya akan berperan dalam perkembangan gizi lebih pada anak. Sikap menurut Campbell (1950) merupakan respon dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek sosial. Menurut Newcomb, sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu atau kesediaan untuk bertindak dan bukan merupakan pelaksanaan dari respon tertentu sehingga belum merupakan suatu tindakan tetapi
predisposisi tindakan tersebut
(Notoatmodjo, 2005). Sikap dapat berupa penilaian atau pendapat terhadap stimulus atau objek terkait dengan masalah kesehatan (Notoatmodjo, 2007). Sikap ini yang kemudian membawa kecenderungan untuk melakukan perilaku tertentu. Sikap terhadap cara hidup sehat dan pencegahan dari kegemukan yang dimiliki ibu membawa ibu pada kecenderungan ibu untuk bertindak demikian. Sikap ini meliputi perhatian ibu terhadap berat badan anak dan resiko untuk mengalami kegemukan, dan persepsi ibu terhadap tanggungjawab untuk mengontrol perilaku makan anak. Persepsi akan tanggungjawab ini sebanding dengan persepsi untuk membatasi perilaku makan anak dan menekan anak untuk
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
21
mengkonsumsi jenis dan porsi makan tertentu. Persepsi mengenai tanggungjawab ibu untuk mengontrol perilaku makan anak ini berhubungan negatif dengan kemampuan anak untuk mengatur perilaku makannya sendiri (Hood, et. al., 2000 dan Birch, 2000). Tahapan selanjutnya setelah proses penilai terhadap apa diketahui maka seseorang akan menerapkan apa yang dianggapnya baik atau disebut berperilaku kesehatan. Dalam konteks ini, perilaku kesehatan meliputi pencegahan terhadap gizi lebih dan pemeliharaan terhadap kesehatan anak. Perubahan perilaku biasanya mengikuti tahapan pengetahuan (knowledge) – sikap (attitude) – praktik (practice). Namun, beberapa keadaan menggambarkan perilaku yang positif belum tentu diikuti oleh pengetahuan dan sikap yang positif pula (Notoatmodjo, 2007). Perilaku yang berkaitan dengan pencegahan terhadap gizi lebih adalah perilaku ibu dalam menyiapkan jenis dan jumlah makanan bagi anak dan monitoring ibu terhadap jenis makanan yang tidak sehat pada anak. Perilaku ini diukur dengan skala frekuensi yang diberikan oleh responden. Perilaku ini sebanding dengan resiko gizi lebih pada anak (Hood, et. al., 2000).
2.4.5
Pola Konsumsi Pola konsumsi akan mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anak. Pola
konsumsi ini akan mempengaruhi asupan energi yang kemudian berpengaruh dalam penumpukan cadangan energi dalam bentuk lemak bila terjadi keseimbangan energi yang positif. Beberapa hal yang terkait dengan pola konsumsi pada anak antara lain kebiasaan sarapan, konsumsi fast food dan frekuensi makan besar. Anak yang terbiasa melewatkan sarapan berpotensi menjadi gizi lebih. Sarapan akan mempengaruhi konsumsi pada hari tersebut. Anak yang cenderung tidak sarapan akan cenderung mengkonsumsi snack yang umumnya mempunyai energi densitas yang relatif tinggi dan akan meluapkan rasa kelaparan pada saat makan siang sehingga mereka akan makan dalam jumlah besar pada saat makan siang. Anak yang melewatkan waktu makan berat badannya cenderung lebih berat daripada mereka yang selalu sarapan. Selain itu, mereka juga cenderung
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
22
mempunyai pesentase lemak tubuh dan kadar kolesterol yang lebih tinggi (Berkey et. al., 2003). Pola makan yang sering melewatkan waktu sarapan akan berpengaruh pada kebiasaan jajan (snack). Anak-anak yang mempunyai proporsi total energi terbanyak dari jajanan / snack berhubungan dengan kejadian gizi lebih (Nicklas, 2003). Konsumsi snack akan berpengaruh terhadap pola makan yang tidak teratur seperti penurunan frekuensi makan besar dan jarak waktu makan yang tidak teratur. Selain itu, snack pada umumnya adalah makanan dengan densitas energi yang tinggi yang akan berakibat pada keseimbangan energi positif yang berpotensi menyebabkan peningkatan berat badan (Procter, 2007). Hal yang serupa juga ditunjukkan pada kebiasaan konsumsi fast food. Ketika anak-anak mengkonsumsi fast food, terjadi peningkatan energi asupan dan proporsi lemak dalam diet. Beberapa penelitian menujukkan bahwa anak yang mengkonsumsi fast food secara teratur sekitar 770 kkal/ hari akan berpotensi mengalami peningkatan berat badan sebesar 2,7 kg/ tahun (Sharma, 2008). Frekuensi makan besar setiap harinya juga meningkatkan resiko terhadap kejadian gizi lebih pada anak-anak. Hal ini terkait dengan besarnya porsi makan anak yang terbagi dalam beberapa kali makan. Porsi makan berhubungan positif dengan IMT pada anak laki-laki pada usia 6-11 tahun (Huang, 2004 dalam Sharma 2008). Keseluruhan pola makan ini akhirnya saling berkorelasi dalam menyebabkan obesitas pada anak-anak. Ketidakseimbangan energi secara umum disebabkan oleh total kalori yang berlebih dari makanan. Total kalori ini berasal dari karbohidrat, protein dan lemak. Total asupan energi yang melebih angka kecukupan gizi bagi anak (AKG) dalam kurun waktu yang lama merupakan faktor resiko perkembangan gizi lebih (Parizkova and Hills, 2005). Kelebihan asupan karbohidrat dan protein akan disimpan dalam jaringan adipose seperti halnya kelebihan lemak dalam tubuh (Guthrie, 1971).
2.4.6
Aktivitas fisik Keseimbangan energi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu asupan energi dan
energi yang dikeluarkan. Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang mampu
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
23
mengurangi resiko gizi lebih dengan meningkatkan pengeluaran energi dan meningkatkan percepatan metabolisme tubuh (Goran, 1999). Pada umumnya mereka yang gizi lebih cenderung untuk kurang aktif bila dibandingkan dengan mereka yang status gizi normal. Perubahan pola aktivitas fisik mengalami perubahan seiring dengan kemajuan teknologi. 75,5% anak-anak menghabiskan waktunya dengan menonton TV atau bermain di depan komputer/ video games/ PS (Strauss, 2001). Kebiasaan menonton TV lebih dari 2 jam/ hari berpotensi terhadap kejadian gizi lebih pada anak-anak (Rapp, et. al., 2005; Dietz and Gortmaker, 2001). Kebiasaan menonton TV berkontribusi terhadap penurunan tingkat aktivitas fisik, berpotensi terhadap peningkatan asupan energi melalui konsumsi snack selama menonton dan paparan iklan TV untuk mengkonsumsi makanan yang tidak sehat seperti fast food (Procter, 2007). Aktivitas fisik mampu mengurangi resiko gizi lebih dengan meningkatkan pengeluaran energi. Departement of Health and Human Services (2007) merekomendasikan anak untuk melakukan aktivitas fisik tingkat menengah hingga tinggi minimal 60 menit setiap harinya. Lioret et al (2003) meneliti bahwa level aktivitas sedentary mempunyai korelasi prositif dengan kejadian gizi lebih pada seluruh tingkatan usia, khususnya pada usia 6-14 tahun. (Sharma, 2008)
2.5
Dampak Gizi Lebih pada Anak Peningkatan kejadian gizi lebih pada anak akan diikuti oleh tingginya
prevalensi masalah kesehatan pada usia dewasa. Masalah kesehatan pada anakanak meningkat seiring dengan tingkat gizi lebih. Gizi lebih tidak hanya berdampak pada masalah kesehatan melainkan pada gangguan psikososial dan ekonomi.
2.5.1
Dampak kesehatan Gizi lebih, khususnya obesitas pada anak berhubungan dengan
kecenderungan diabetes mellitus tipe 2, hipertensi, sindrom metabolik, dan sleep apnea (Huang, 2006). Dampak gizi lebih terhadap kesehatan akan semakin bertambah nyata pada masa dewasa. Masalah kesehatan pada masa dewasa
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
24
sebagai dampak gizi lebih pada masa anak-anak antara lain diabetes mellitus tipe 2, resistensi insulin, hipertensi, dislipidemia, gangguan pernapasan, penyakit jantung koroner, osteoartritis, dan asam urat (Goldstein, 2005). Selain itu, dampak gizi lebih pada anak perempuan adalah menstruasi terlalu dini dan gangguan pada siklus menstruasi. Menstruasi yang terlalu dini berkaitan dengan meningkatnya resiko terhadap kanker payudara dan kanker sistem reproduksi pada wanita (Butler, et. al., 2000). Menstruasi dini pada anak perempuan juga berrhubungan dengan penyakit kardiovaskular dan kematian akibat penyakit tersebut (Lakshman, et. al., 2009). Gangguan pada siklus menstruasi pada anak perempuan yang berstatus gizi lebih berdampak tidak hanya pada masa remaja melainkan juga pada masa dewasa (UCSF, 2012). Dampak gizi lebih juga berakibat pada hambatan pertumbuhan pada masa anak-anak. Anak dengan status gizi lebih berpotensi mengalami pubertas dini. Anak yang mengalami pubertas dini pada akhirnya cenderung lebih pendek bila dibandingkan dengan anak-anak yang mengalami pubertas normal, walaupun pada awalnya mereka lebih tinggi. Selain itu, anak dengan status gizi lebih juga beresiko mempunyai massa lemak yang lebih tinggi dibandingkan anak dengan status gizi normal pada usia kronologis yang sama (Dietz, 1998).
2.5.2
Dampak psikososial Anak dengan status gizi lebih, khususnya obesitas cenderung mendapat
pandangan negatif dari lingkungannya. Karakteristik negatif yang erat kaitannya dengan anak yang obesitas adalah malas, bodoh, kotor, jelek dan lain-lain. Pada Pandangan negatif semacam ini akan berdampak pada diskriminasi dalam tingkatan usia selanjutnya. Dampak yang lebih jauh adalah kurangnya kepercayaan diri pada anak yang obesitas dan ketidakpuasan terhadap dirinya. Hal ini akan membawa pada pola makan yang tidak benar seperti anoreksia atau bulimia (Dietz, 1998).
2.5.3
Dampak ekonomi Peningkatan biaya kesehatan akan meningkat seiring dengan peningkatan
kejadian gizi lebih, khususnya obesitas pada anak-anak. Hal ini terkait dengan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
25
gangguan kesehatan yang merupakan dampak dari keadaan akumulasi lemak berlebih pada tubuh. Gizi lebih pada anak berdampak gangguan kesehatan tidak pada masa dewasa namun juga pada masa anak-anak, sehingga peningkatan prevalensi gizi lebih khususnya obesitas anak akan berdampak pada peningkatan biaya kesehatan pada masa anak-anak dan dewasa (Lobstein, 2004).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
26
2.6
Kerangka Teori
Kerangka teori yang digunakan penulis diperlihatkan oleh gambar 2.2.
Gen Variasi genetik
Riwayat kegemukan orangtua Jenis kelamin Umur Ras
Periode satu tahun pertama kehidupan
Perkembangan janin Berat lahir Pertumbuhan pada masa bayi
Perilaku Maternal
Pertambahan BB selama kehamilan
Status gizi lebih pada anak
Praktek pemberian ASI dan MP ASI
Lingkungan keluarga
Sosial Ekonomi Pendidikan Orangtua Pekerjaan Orangtua Pengetahuan gizi Pola Konsumsi Aktivitas Fisik
Modifikasi : Sharma and Ickes (2008) ; Parizkova and Hills (2005)
Gambar 2.2 Kerangka Teori Determinan Gizi Lebih pada Anak
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep Berdasarkan kerangka teori, penulis mengambil beberapa faktor yang
mempengaruhi kejadian obesitas pada anak antara lain karakteristik anak (jenis kelamin), karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI eksklusif), pola konsumsi (total energi asupan, asupan karbohidrat, asupan protein, asupan lemak dan frekuensi konsumsi fast food), dan aktivitas fisik.
Karakteristik anak Jenis kelamin Karakteristik keluarga Pendidikan ibu Pekerjaan ibu Pengetahuan, Sikap dan Perilaku ibu Riwayat prenatal dan postnatal Berat lahir Praktek pemberian ASI Eksklusif
Status Gizi Lebih pada anak
Pola konsumsi Total asupan energi Asupan karbohidrat Asupan lemak Asupan protein Frekuensi konsumsi fast food Aktivitas fisik Gambar 3 Kerangka Konsep Penelitian 27 Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
28
Berdasarkan kerangka teori, terdapat beberapa konsep yang tidak diteliti. Karakteristik pada anak yang tidak diteliti adalah gen, riwayat kegemukan orangtua, umur dan ras. Umur dan ras tidak diteliti karena dihomogenkan. Selain itu, membutuhkan pengetahuan dan kompetensi khusus untuk meneliti gen sehingga variabel gen tidak dapat diteliti. Sedangkan riwayat genetik yaitu kegemukan pada orangtua juga tidak diteliti karena akses pengukuran tinggi dan berat badan yang terbatas pada orangtua siswa. Selain itu, sosial ekonomi/ pendapatan tidak diteliti karena penelitian dilakukan pada sekolah swasta dengan asumsi sosial ekonomi cenderung homogen menengah ke atas. Faktor lain yang tidak diteliti terkait dengan keterbatasan peneliti untuk meneliti keadaan masa lampau seperti perkembangan janin, pertumbuhan pada masa bayi serta pertambahan berat badan selama kehamilan subjek penelitian.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
29
3.2 No
Definisi Operasional Varibel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Hasil Ukur
Skala Ukur
1
Gizi lebih
Kelebihan
berat
badan
yang Berat badan =
berasal dari jaringan otot, tulang, timbangan BB/ lemak, dan air. Ditandai dengan seca IMT/U
Tinggi badan =
Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
1. Gizi lebih (> 1 SD)
Ordinal
2. Tidak gizi lebih (≤ 1 SD) (WHO, 2007)
mikrotoa 2
Jenis Kelamin
Pernyataan responden mengenai
Angket anak
identitas diri anak berdasarkan
Pengisian angket (anak)
1. Laki-laki
Nominal
2. Perempuan
kriteria biologis yang dimiliki untuk membedakan antara lakilaki dan perempuan 3.
Pendidikan ibu
Tingkat
pendidikan
formal
Angket ibu
tertinggi yang telah diselesaikan
Pengisian angket (ibu)
1. Menengah (≤ SMA)
Ordinal
2. Tinggi (> SMA)
ibu berdasarkan kepemilikan surat kelulusan dari lembaga tersebut. 4
Pekerjaan ibu
Aktivitas ibu di dalam maupun di luar rumah dengan tujuan mencari
Angket ibu
Pengisian angket (ibu)
1. Bekerja
Ordinal
2. Tidak bekerja
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
30
nafkah 5
(Anderson, 2002)
Pengetahuan gizi Pemahaman ibu terhadap zat gizi ibu
Angket ibu
dan pola konsumsinya termasuk
Pengisian angket (ibu)
1. Kurang (nilai < mean)
Ordinal
2. Baik (nilai ≥ mean)
pola hidup yang berhubungan dengan status gizi lebih 6
Sikap
ibu
Persepsi
terhadap
gizi
orangtua dalam mengontrol dan
lebih anak
ibu
tentang
peran
Angket ibu
Pengisian angket
1. Negatif (nilai < mean)
(ibu)
2. Positif (nilai ≥ mean)
Pengisian angket
1. Negatif (nilai < mean)
(ibu)
2. Positif (nilai ≥ mean)
Ordinal
memonitoring pola makan anak, khususnya
dalam
pembatasan
makanan tertentu yang berpotensi menyebabkan gizi lebih dengan memberikan
persetujuan
atas
pernyataan yang diberikan 7
Perilaku ibu
Praktek ibu dalam mengatur jenis dan porsi makan anak serta
Angket ibu
Ordinal
monitoring terhadap perilaku makan anak dengan memberikan skala frekuensi atas pertanyaan yang diberikan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
31
8
Berat lahir
Berat badan pada saat subyek
Angket ibu
penelitian (anak) dilahirkan
Pengisian angket (ibu)
menurut pengakuan ibu
1. < 2500 gram atau
Ordinal
>4000 gram (beresiko gizi lebih) 2. 2500 – 4000 gram (tidak beresiko gizi lebih) (Lopez, 2006)
9
Praktek
Perilaku pemberian ASI selama 6
pemberian
ASI
Eksklusif
Angket ibu
bulan pertama kehidupan tanpa
Pengisian angket
1. < 6 bulan
(ibu)
2. ≥ 6 bulan
diberi makanan/ minuman lain
Ordinal
(Depkes, 2006)
kepada subyek penelitian 10
Total
asupan Keseluruhan jumlah energi hasil
energi
konversi
dari
makanan
yang
Form recall 24
Wawancara
jam
1. Berlebih (>100%
Ordinal
AKG)
dikonsumsi selama 1 hari
2. Tidak berlebih (≤100% AKG) (AKG, 2004)
11
Asupan
Keseluruhan jumlah karbohidrat
Form recall 24
karbohidrat
hasil konversi dari makanan yang
jam
Wawancara
1. Tinggi (>55% TE)
Ordinal
2. Normal (≤55% TE)
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
32
dikonsumsi selama 1 hari 12
Asupan lemak
(AKG, 2004)
Keseluruhan jumlah lemak hasil konversi
dari
makanan
yang
Form recall 24
Wawancara
Asupan protein
(AKG, 2004)
Keseluruhan jumlah protein hasil konversi
dari
makanan
yang
Form recall 24
Wawancara
jam
15
Konsumsi
fast Kebiasaan
mengkonsumsi
Ordinal
(AKG, 2004) fast
food
food dalam satu bulan terakhir
Aktivitas fisik
Kegiatan yang dilakukan setiap hari dengan menggunakan
1. Tinggi (> 50 gram) 2. Normal (≤ 50 gram)
dikonsumsi selama 1 hari 14
Ordinal
2. Normal (≤ 30% TE)
jam
dikonsumsi selama 1 hari 13
1. Tinggi (>30% TE)
FFQ
Angket anak
Pengisian angket
Terbuka
(anak)
……… kali
Mengisi angket
Terbuka
(anak)
……… poin
Ratio
Ratio
modifikasi kuesioner Baecke
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
33
3.3.
Hipotesis
Berdasarkan kerangka konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, maka hipotesis dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.3.1 Ada hubungan karakteristik anak (jenis kelamin) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 3.3.2 Ada hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 3.3.3 Ada hubungan faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI eksklusif) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 3.3.4
Ada hubungan pola konsumsi (total asupan energi, asupan karbohidrat, lemak dan protein dalam diet serta frekuensi konsumsi fast food) dengan status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.5
Ada perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food yang signifikan pada siswa-siswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
3.3.6
Bagaimana perbedaan rata-rata aktivitas fisik yang signifikan pada siswasiswi yang berstatus gizi lebih dengan yang berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN
4.1
Desain Penelitiaan Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan meneliti
variabel dependen dan independen pada waktu yang sama. Hasil dari penelitian ini kemudian dianalisis, yaitu sebuah langkah untuk mencoba mencari hubungan antar variabel dengan mengacu pada hipotesis yang telah ditetapkan sebelumnya.
4.2
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di SD Mardiyuana Depok. Pemilihan SD swasta
sebagai tempat penelitian dikarenakan mayoritas anak didik di sekolah tersebut berasal dari keluarga dengan sosial ekonomi menengah ke atas. Selain itu, lokasi SD Mardiyuana yang berada pada pusat kota Depok, mempunyai paparan terhadap faktor-faktor penyebab gizi lebih yang lebih besar. Hal ini meningkatkan resiko terhadap kejadian gizi lebih pada siswa-siswi sekolah tersebut. Pengumpulan data akan dilakukan pada bulan April dan Mei 2012.
4.3
Populasi, Sampel dan Responden Penelitian
4.3.1
Populasi Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa-siswi SD Mardiyuana Depok
tahun 2012.
4.3.2 Sampel Sampel penelitian ini adalah siswa-siswi SD Mardiyuana Depok yang memiliki kriteria inklusi sebagai berikut : a.
Siswa kelas IV dan V Pemilihan kelas IV dan V karena dianggap kelas IV dan V sudah mampu diajak bekerja sama dalam pengumpulan data yang dibutuhkan oleh 34 Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
35
peneliti, termasuk pengisian angket, wawancara dan menyampaikan angket pada orangtua (ibu). Kelas IV tidak diikutsertakan dalam penelitian karena sedang dalam masa persiapan menghadapi ujian nasional (UN). b.
Berstatus aktif sebagai siswa di SD Mardiyuana Depok
c.
Hadir pada saat penelitian dilakukan
Sedangkan kriteria eksklusi yang diperlukan adalah mereka yang lahir dari kehamilan kembar.
4.3.3
Responden Responden dalam penelitian ini adalah siswa-siswi kelas IV dan V serta
ibu dari subyek penelitian.
4.3.4
Jumlah Sampel Jumlah sampel yang harus dipenuhi dalam penelitian ini mengacu pada
rumus dibawah ini :
Keterangan : n
= jumlah sampel = derajat kemaknaan 95% (1,96) ; a = 0,05
Zi –
= kekuatan uji = 95% (0,842)
Pi
= proporsi anak gizi lebih yang beresiko pada penelitian sebelumnya
P2
= proporsi anak gizi lebih yang tidak beresiko pada penelitian sebelumnya
P
= (Pi + P2)/ 2 Berdasarkan penghitungan sampel dengan rumus di atas yang diperoleh
dari proporsi penelitian sebelumnya, didapat hasil terbanyak adalah 78. Hasil ini diperoleh dari proporsi anak gizi lebih dengan aktifitas fisik waktu senggang kurang yaitu 40,8% sebagai Pi dan proporsi anak gizi lebih dengan aktifitas fisik Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
36
waktu senggang cukup yaitu 20,5% sebagai P2. Total sample dikali 2 menjadi 156 sehingga jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini berjumlah 156 responden. Tabel perhitungan jumlah sampel berdasarkan penelitian sebelumnya ditunjukan oleh tabel 4.1.
Tabel 4.1 Perhitungan Sampel Berdasarkan Penelitian Sebelumnya
Variabel
Sumber
Pi (%)
P2 (%)
n
nx2
Pengetahuan Ibu
Lestari, 2008
50,0
20,5
38
76
Total asupan energi
Putri, 2009
53,2
5,7
11
22
59
15,1
15
30
Asupan karbohidrat Putri, 2009 Asupan protein
Putri, 2009
33,7
9,7
43
86
Asupan lemak
Putri, 2009
45,2
12,9
28
56
Aktifitas fisik
Putri, 2009
40,8
20,5
78
156
Konsumsi fast food
Rahmawati, 2008
62,5
19,6
46
96
4.3.5
Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan kuota sampling.
4.4
Pengumpulan Data
4.4.1
Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu : a.
Data Primer Data primer dalam penelitian ini mencakup data antropometri siswa-siswi (tinggi badan dan berat badan) dan data yang diperoleh dengan melakukan penyebaran angket meliputi data karakteristik anak (jenis kelamin), karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu terkait gizi lebih), faktor prenatal (berat lahir) dan postnatal (praktek pemberian ASI eksklusif), pola konsumsi (total asupan energi, Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
37
asupan karbohidrat, asupan lemak, asupan protein, frekuensi konsumsi fast food) dan aktivitas fisik. b.
Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini adalah data siswa kelas IV dan V.
4.4.2
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah : a.
Timbangan berat badan (seca) dan alat pengukur tinggi badan (mikrotoa)
b.
Data identitas siswa-siswi
c.
Angket untuk anak dan orangtua (ibu) yang berisi daftar pertanyaan mengenai karakteristik anak, karakteristik keluarga, faktor prenatal dan postnatal serta aktivitas fisik
d.
Food recall 24 jam, FFQ dan food record
4.4.3
Cara Pengumpulan Data Sebelum melakukan penelitian dan pengambilan data, dilakukan uji coba
angket dan uji validasi. Uji validasi dilakukan pada variabel pengetahuan gizi untuk mengetahui apakah pertanyaan dalam angket mampu mengukur yang hendak diukur. Uji validasi dilakukan pada 16 orang, yaitu minimal 10% dari jumlah sampel minimal. Sedangkan tujuan dari uji coba angket ini adalah untuk mengetahui kekurangan dalam angket yang akan disebar dan menjadi instrumen dalam penelitian ini. Hal ini akan meminimalisir ketidakpahaman dalam pengisian angket oleh responden yang akan berdampak pada hasil pengumpulan data yang akan dianalisis. Dari hasil kegiatan ujicoba angket bila terdapat kekurangan maka akan dilakukan perbaikan. Uji coba angket dilakukan di populasi yang sama namun bukan sampel serta di lingkungan sekitar tempat tinggal peneliti dengan jumlah 16 orang. Proses pengambilan data dimulai dengan pengukuran tinggi dan berat badan subyek penelitian secara bergantian sesuai dengan nomor absen. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan mikrotoa, sedangkan penimbangan berat badan dilakukan dengan timbangan digital yang kemudikan dikaliberasikan ke ukuran seca. Pengambilan data antropometri ini dilakukan oleh 1 orang Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
38
mahasiswa program studi Gizi UI. Proses pengambilan data selanjutnya adalah pengisian angket anak yang meliputi pertanyaan seputar aktivitas fisik dan frekuensi konsumsi fast food dengan FFQ. Pengisian angket ini dipandu oleh 1 orang enumerator secara komunal. Selanjutnya dilakukan pengambilan data konsumsi makanan dengan recall. Wawancara ini dibantu oleh 4-8 rekan peneliti dari program studi Gizi UI dan bertempat di dalam kelas secara bergantian. Selain angket anak, subyek penelitian juga diberikan angket orangtua (ibu) yang akan dikumpulkan pada hari selanjutnya setelah waktu pembagian angket tersebut. Pengembalian angket orangtua dilakukan dengan bantuan masingmasing wali kelas untuk mengingatkan siswa yang lupa membawa angket orangtua (ibu).
4.5
Pengolahan Data Pengolahan data menggunakan software statistik dengan tahapan proses
pemeriksaan data dalam angket (editing), pemberian kode dalam setiap jawaban di angket (coding), memasukan data ke dalam program untuk dianalisis lebih lanjut (entry), memeriksa kembali data-data dengan tujuan mengetahui bila terdapat kesalahan dalam proses pengolahan data sebelumnya (cleaning). Pengolahan data variabel penelitian sebagai berikut.
4.5.1
Status gizi Data status gizi berupa berat badan dan tinggi badan diolah menggunakan
software
WHO
AnthroPlus
dengan
menambahkan
umur
anak
dengan
menggunakan data tanggal lahir anak dan tanggal pengambilan data. Dari data berat badan, tinggi badan dan umur anak, maka diperoleh nilai z score. Nilai z score ini kemudian dikelompokan menjadi status gizi lebih / > 1 SD (1) dan status gizi tidak lebih / ≤ 1 SD (2).
4.5.2 Jenis kelamin Jenis kelamin dikelompokan menjadi dua, yaitu laki-laki (1) dan perempuan (2).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
39
4.5.3
Karakteristik ibu Karakteristik ibu dibagi menjadi pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan
gizi, sikap serta perilaku ibu tentang gizi lebih pada anak. Pendidikan ibu yang tamat SD, SMP dan SMA atau yang sederajat dikelompokan menjadi kategori pendidikan menengah (1) dan ibu dengan lulusan perguruan tinggi, yaitu diploma, S1, S2 dan S3 dikelompokan menjadi kategori pendidikan tinggi (2). Sedangkan untuk variabel pekerjaan, dikelompokan menjadi dua yaitu ibu dengan status bekerja (1) dan tidak bekerja (2). Sedangkan untuk pengetahuan gizi, menggunakan 15 pertanyaan dengan 6 pilihan jawaban, dimana 5 diantaranya jawaban benar dan 1 jawaban salah. Sehingga total skor benar untuk setiap pertanyaan adalah 5 dan total skor maksimal untuk variabel pengetahuan ibu adalah 75. Data dikelompokan menjadi dua yaitu pengetahuan kurang bila kurang dari mean (1) dan pengetahuan cukup bila lebih dari sama dengan mean (2). Variabel sikap dan perilaku diukur dengan menggunakan modifikasi Child Feeding Questionnaire (Birch, et. al., 2001). CFQ merupakan kuesioner untuk mengukur sikap, kepercayaan dan kecenderungan orangtua dalam mengontrol makan anak. CFQ terdiri dari tujuh bagian yaitu rasa tanggungjawab orangtua, deskripsi tentang berat badan orangtua dan anak, perhatian orangtua terhadap berat badan anak, pembatasan makan dan pemberian penekanan serta monitoring terhadap perilaku makan anak. Sikap tentang pembatasan makan anak dengan monitoring mempunyai korelasi tertinggi pada CFQ. Skala sikap pembatasan makan anak diukur dengan pernyataan yang diberikan oleh ibu dengan pemberian skor sangat tidak setuju (STS), tidak setuju (TS), netral (N), setuju (S) dan sangat setuju (SS). Sedangkan skala perilaku dikategorikan menjadi tidak pernah, jarang (mendekati satu kali dalam sebulan), kadang-kadang (mendekati satu kali dalam seminggu), sering (mendekati tiga kali dalam seminggu) dan selalu. Rentang skor adalah 1 – 5, skor 1 untuk jawaban jarang dan 5 untuk jawaban sering. Kemudian dijumlahkan sehingga menghasilkan skor keseluruhan untuk masing-masing variabel sikap dan perilaku.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
40
4.5.4
Prenatal (berat lahir) dan postnatal (ASI eksklusif) Berat lahir dikelompokan menjadi dua, yaitu berat lahir <2500 gram atau
>4000 gram sebagai berat lahir beresiko gizi lebih (1) dan berat lahir 2500 sampai 4000 gram sebagai berat lahir tidak beresiko gizi lebih (2) (Lopez, 2006). Sedangkan praktek pemberian ASI dibagi menjadi ASI Eksklusif bila jawaban yang pertanyaan skrinning yang diajukan menggambarkan pemberian ASI tanpa makanan dan minuman lain selama 6 bulan penuh (2) dan tidak ASI eksklusif bila tidak memenuhi syarat tersebut (1).
4.5.5
Pola konsumsi Penilaian asupan energi, karbohidrat, protein dan lemak menggunakan
metode recall 24 jam. Secara kuantitatif, pewawancara menanyakan estimasi ukuran bahan makanan dengan memberikan contoh ukuran tafsiran kepada subyek penelitian kemudian menuliskannya dalam form food recall. Kemudian jumlah kalori dan beratnya dihitung menggunakan nutrisurvey. Asupan total energi dikelompokan menjadi berlebih bila >100% AKG (1) dan tidak berlebih ≤100% AKG. Asupan karbohidrat dikatakan tinggi bila >55% AKG (1) dan normal bila ≤55% dari total energi berdasarkan AKG (2). Asupan lemak dikatakan tinggi bila >30% (1) dan normal bila ≤30% dari total energi berdasarkan AKG (2). Asupan protein dikelompokan tinggi bila > 50 gram (1) dan normal bila ≤ 50 gram (2) menurut AKG (2004). Pola konsumsi lain adalah frekuensi konsumsi fast food yang diukur menggunakan FFQ. Pengolahan data dilakukan dengan menjumlahan keseluruhan frekuensi konsumsi makanan yang terdapat di tabel FFQ setiap bulannya. Total frekuensi dalam sebulan tersebut kemudian dianalisis secara terbuka.
4.5.6
Aktifitas fisik Aktifitas fisik diukur menggunakan modifikasi kuesioner Baecke, et. al.
(1982). Jenis aktifitas fisik yang diukur adalah latihan fisik dan waktu luang, yang masing-masing diukur melalui empat pertanyaan. Pada bagian pertanyaan mengenai aktifitas olahraga, pengolahan juga menggunakan data METs (Jetté, Sidney dan Blümchen, 1990). Pengolahan data dilakukan dengan menjumlahkan Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
41
total indeks latihan fisik dan indeks waktu luang. Skor indeks latihan fisik dan indeks waktu luang diperoleh melalui :
Tabel 4.2 Perhitungan Skor Aktifitas Fisik Indeks Latihan Fisik Skor = pertanyaan 1 + pertanyaan 2 + pertanyaan 3 + pertanyaan 4 Indeks Waktu Luang Skor = (6 – pertanyaan 5) + pertanyaan 6 + pertanyaan 7 + pertanyaan 8 Total Skor Aktifitas Fisik Skor Indeks Latihan Fisik + Skor Indeks Waktu Luang Sumber : Florindo and Latorre (2003)
4.6
Analisis Data
4.6.1
Analisis Univariat Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran dari setiap
variabel yang akan diteliti baik vaiabel dependen ataupun independen.
4.6.2
Analisis Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen dengan menggunakan chi-square. Bila nilai P < 0,05 maka ada hubungan antara kedua variabel tersebut. Sedangkan untuk mengetahui perbedaan parameter dari kedua kelompok menggunakan uji independent T-test. Bila nilai P < 0,05 maka terdapat perbedaan parameter antara kedua kelompok. Variabel yang dianalisis menggunakan uji independent T-test adalah variabel frekuensi konsumsi fast food dan aktivitas fisik.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1
Gambaran Umum Lokasi Penelitian SD Mardiyuana merupakan salah satu SD swasta di Kota Depok. SD
Mardiyuana berdiri pada tahun 1960 dan beralamat di jalan Cempaka No 4 Kelurahan Depok, Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok. Visi SD Mardiyuana adalah menjadikan siswa beriman, berpengetahuan, terampil, dan berbudi pekerti luhur. Sedangkan misinya adalah menerapkan sistem belajar tuntas secara efektif, kreatif dan menyenangkan untuk mengembangkan aspek kognitif, afektif, psikomotor sesuai dengan perkembangan psikologis peserta didik. Tujuan dari sekolah SD Mardiyuana itu sendiri adalah : a.
Terbentuknya pribadi dan perilaku peserta didik yang sesuai dengan nilai kehidupan dan dapat menerapkan dalam kehidupan sehari-hari
b.
Mempersiapkan peserta didik dalam menghadapi perkembangan IPTEK dalam era globalisasi
c.
Mempersiapkan peserta didik agar mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi Kegiatan belajar mengajar di SD Mardiyuana berlangsung selama 5 hari
dalam seminggu dan dimulai pukul 07.00 WIB. Selain itu, jenis kegiatan ekstrakurikuler SD Mardiyuana antara lain futsal, paduan suara Gereja, majalah dinding, bridge, bahasa Inggris, drumband, volley ball, pramuka siaga, pramuka penggalang, paskibra, melukis, menari, seni vocal, bahasa Mandarin, pembinaan MIPA dan renang. Rata-rata uang SPP adalah Rp 200.000,00/ bulan. Besar dan kecilnya SPP setiap bulan ditentukan oleh uang pangkal yang dibayarkan pada awalnya. Fasilitas yang dimiliki oleh SD Mardiyuana antara lain adalah : a.
Ruang kelas (20 kelas)
b.
Ruang Kepala Sekolah
c.
Ruang guru
d.
Ruang administrasi/ TU
42 Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
43
e.
Ruang Lab Komputer
f.
Kamar mandi/ WC guru
g.
WC murid
h.
Gudang
i.
Ruang perpustakaan
j.
Ruang kegiatan
k.
Ruang doa
l.
Ruang Lab IPA
m.
Ruang Lab Bahasa
n.
Ruang Multimedia
o.
UKS
Jumlah tenaga kependidikan di SD Mardiyuana berjumlah 7 orang, sementara tenaga guru meliputi 12 orang guru laki-laki dan 21 orang guru perempuan. Sedangkan jumlah siswa pada tahun ajaran 2011/2012 ditunjukan oleh tabel 5.1.
Tabel 5.1 Jumlah Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2011/ 2012 Tingkat Kelas I II III IV V VI Total 5.2
Jenis Kelamin Laki-laki 84 82 74 72 74 73 459
Perempuan 68 83 73 84 72 63 443
Jumlah
152 165 147 156 146 136 902
Analisis Univariat Hasil penelitian diperoleh dari 168 responden yang mempunyai data
lengkap, meliputi angket anak, angket orangtua (ibu) dan recall 24 jam. Analisis univariat digunakan untuk memberikan gambaran distribusi dan menjelaskan karakteristik dari masing-masing variabel dependen dan independen.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
44
5.2.1
Status Gizi Hasil penelitian dalam bentuk analis univariat status gizi meliputi berat
badan, tinggi badan, dan status gizi. Status gizi merupakan variabel dependen dari penelitian ini. Distribusi berat badan dan tinggi badan serta distribusi responden berdasarkan status gizi diperlihatkan oleh tabel 5.2 dan tabel 5.3.
Tabel 5.2 Distribusi Z Score IMT/U Variabel IMT/ U (z score)
Mean 0,62 ± 1,53
Min – Maks (-3,11) – 3,87
95% CI 0,38 – 0,85
Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Status Gizi Severe underweight Underweight Normal Overweight Obesitas
Cut of Point IMT/U < -3SD -3SD ≤ IMT/U < -2SD -2SD ≤ IMT/U ≤ 1SD 1SD
2SD
Frekuensi 1 6 88 36 37
Persentase 0,6 3,6 52,4 21,4 22,0
Sumber : WHO (2007)
Berdasarkan tabel 5.2 diketahui hasil analisis univariat menunjukan bahwa rata-rata z score IMT/U responden adalah 0,62 dengan standar deviasi 1,53. Nilai z score IMT/U terkecil adalah -3,11, sementara nilai z score IMT/U terbesar adalah 3,87, dengan 95% CI berada dalam rentang 0,38 sampai dengan 0,85. Data ini digambarkan menjadi klasifikasi status gizi yang diperlihatkan oleh tabel 5.3. Tabel 5.3 menggambarkan bahwa responden dengan severe underweight yaitu 0,6% (1 responden), underweight sebanyak 3,6% (6 responden) dan responden dengan status gizi normal sebanyak 52,4% (88 responden). Sedangkan responden dengan status gizi lebih yang tergolong overweight dan obesitas masing-masing sebesar 21,4% (36 responden) dan 22,0% (37 responden). Data status gizi pada tabel 5.3 kemudian dikategorikan menjadi status gizi lebih dan tidak lebih. Status gizi lebih mencakup overweight dan obesitas, sedangkan status gizi lebih mencakup status gizi kurang (severe underweight dan underweight) serta status gizi normal. Distribusi responden berdasarkan status gizi lebih diperlihatkan oleh tabel 5.4.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
45
Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Status Gizi Lebih Status Gizi Gizi Lebih Gizi Tidak Lebih Total
Cut of Point > 1 SD ≤ 1 SD
Jumlah 73 95 168
Persentase (%) 43,5 56,5 100,0 Sumber : WHO (2007)
Hasil analisis univariat variabel status gizi sebagai variabel dependen berdasarkan tabel 5.4 diperoleh sebanyak 43,5% dari total responden (73 responden) berada dalam kategori gizi lebih, sedangkan 56,5% dari total responden (95 responden) berada dalam kategori gizi tidak lebih.
5.2.2
Jenis Kelamin Hasil analisis univariat dari variabel jenis kelamin sebagai salah satu
ditunjukan dalam tabel 5.5.
Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Perempuan Laki-laki Total
Jumlah 88 80 168
Persentase (%) 52,4 47,6 100,0
Berdasarkan jenis kelamin, jumlah responden perempuan adalah 52,4% dari total responden (88 responden) sedangkan jumlah responden laki-laki adalah 47,6% dari total responden (80 responden). Persentase jumlah responden perempuan ini bila dibandingkan dengan total sampel perempuan yang memenuhi kriteria inklusi pada saat penelitian berlangsung adalah 97,78%, sedangkan pada responden laki-laki adalah 88,89%. Data dari 2,22% siswa perempuan dan 11,11% siswa laki-laki yang mengikuti penelitian tidak dapat digunakan karena ketidaklengkapan data khususnya data dari angket orangtua. Pengumpulan angket orangtua pada siswa laki-laki lebih sulit dibandingkan pada siswa perempuan.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
46
5.2.3
Karakteristik Keluarga Karakteristik keluarga yang menjadi variabel independen penelitian
meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, pengetahuan gizi ibu, sikap dan perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak. Hasil analisis univariat dari variabel karakteristik keluarga ditunjukan oleh tabel 5.6 dan 5.7. Tabel 5.6 memperlihatkan distribusi pendidikan ibu, sementara tabel 5.7 memperlihatkan distribusi responden berdasarkan pendidikan dan pekerjaan ibu.
Tabel 5.6 Distribusi Pendidikan Ibu Kategori SD SMP SMA Diploma S1 S2 S3 Total
Jumlah 1 4 45 43 65 9 1 168
Persentase (%) 0,6 2,4 26,8 25,6 38,7 5,4 0,6 100
Tabel 5.7 Distribusi Responden Berdasarkan Pendidikan dan Pekerjaan Ibu Variabel Pendidikan Ibu
Pekerjaan Ibu
Kategori Menengah (≤ SMA) Tinggi (> SMA) Total Bekerja Tidak bekerja Total
Jumlah 50 118 168 73 95 168
Persentase (%) 29,8 70,2 100 43,5 56,5 100
Dari tabel 5.6 dan 5.7 diperoleh gambaran pendidikan ibu yaitu sebanyak 29,8% (50 responden) tingkat pendidikan ibu termasuk dalam kategori menengah yang meliputi SMA, SMP dan SD, sementara 70,2% (118 responden) termasuk dalam kategori tinggi yang meliputi Diploma, S1, S2 dan S3. Sedangkan berdasarkan pekerjaan ibu, sebanyak 43,5% (73 responden) ibu tidak bekerja, sementara 56,5% (95 responden) ibu bekerja.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
47
Gambaran distribusi dari variabel karakteristik keluarga lain yang meliputi pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ditunjukan dalam tabel 5.8.
Tabel 5.8 Distribusi Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu Variabel Mean Pengetahuan 5,10 ± 2,05 58,33 ± 6,26 Sikap 23,33 ± 3,82 Perilaku
Min – Maks 1,87 – 9,87 35 – 73 8 – 30
95% CI 4,78 – 5,41 57,38 – 59,29 22,75 – 23,92
Skewness 0,131 -0,292 -0,592
Distribusi data pengetahuan gizi ibu menunjukan bahwa nilai rata-rata adalah 5,10 dengan standar deviasi 2,05. Nilai minimal dari variabel pengetahuan gizi ibu adalah 1,87 sedangkan nilai maksimalnya adalah 9,87, dengan 95% CI adalah 4,78 – 5,41. Sedangkan distribusi data sikap ibu terhadap pembatasan makan anak menunjukan bahwa nilai rata-rata adalah 58,33 dengan standar deviasi 6,26. Nilai minimal dari variabel sikap ibu terhadap pembatasan makan anak adalah 35 sedangkan nilai maksimalnya adalah 73, dengan 95% CI adalah 57,38 – 59,29. Distribusi data perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak menunjukan bahwa nilai rata-rata adalah 23,33 dengan standar deviasi 3,82. Nilai minimal dari variabel perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak adalah 8 sedangkan nilai maksimalnya adalah 30, dengan 95% CI adalah 22,75 – 23,92. Berdasarkan nilai skewness, diketahui bahwa distribusi data dari ketiga variabel tersebut berbentuk normal sehingga kategori dari masing-masing variabel menggunakan perhitungan nilai mean. Distribusi responden berdasarkan nilai mean dari variabel pengetahuan gizi ibu, sikap ibu terhadap pembatasan makan anak dan perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak ditunjukan dalam tabel 5.9. Tabel 5.9 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu Variabel Pengetahuan Gizi Sikap Perilaku
Kategori Kurang (< mean) Baik (≥ mean) Negatif (< mean) Positif (≥ mean) Negatif (< mean) Positif (≥ mean) Total
Jumlah 81 87 87 81 83 85 168
Persentase (%) 48,2 51,8 51,8 48,2 49,4 50,6 100
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
48
Berdasarkan variabel pengetahuan gizi ibu, sebanyak 48,2% (81 responden) mempunyai pengetahuan gizi yang kurang, sedangkan 51,8% (87 responden) tergolong mempunyai pengetahuan gizi yang baik. Untuk variabel sikap terdapat 51,8% ibu dengan sikap negatif dan 48,2% ibu dengan sikap positif. Sedangkan variabel perilaku ibu terhadap kebiasaan makan anak, sebanyak 49,4% (83 responden) tergolong mempunyai perilaku negatif sementara 50,6% (85 responden) mempunyai perilaku positif.
5.2.4
Faktor Prenatal (Berat Badan Lahir) dan Postnatal (Praktek Pemberian ASI Eksklusif)
Distribusi berat badan lahir responden ditunjukan oleh tabel 5.10.
Tabel 5.10 Distribusi Berat Badan Lahir Variabel Berat Badan Lahir (gram)
Mean 3220,30 ± 456
Min – Maks 1250 – 4900
95% CI 3150,84 – 3289,74
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa rata-rata berat badan lahir adalah 3220,30 gram dengan SD 456. Berat badan lahir terendah adalah 1250 gram, sedangkan berat badan lahir terbesar adalah 4900 gram, dengan 95% CI adalah 3150,84 – 3289,74 gram. Berat badan lahir ini dikategorikan menjadi 2, yaitu beresiko gizi lebih/ obesitas (<2500 atau >4000 gram) dan tidak beresiko gizi lebih/ obesitas (2500 - 4000 gram). Distribusi responden berdasarkan berat badan lahir dan pemberian ASI Eksklusif ditunjukan oleh tabel 5.11.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
49
Tabel 5.11 Distribusi Responden Berdasarkan Berat Lahir dan Pemberian ASI Eksklusif Variabel Berat Badan Lahir
Kategori Beresiko gizi lebih (<2500 atau >4000 g) Tidak beresiko gizi lebih (2500 - 4000 gram) Total
Jumlah 11
Persentase (%) 6,5
157
93,5
168
100
Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total
129 39 168
76,8 23,2 100
Pemberian ASI Eksklusif
Dari tabel 5.11 diketahui bahwa 6,5% (11 responden) termasuk dalam kategori beresiko gizi lebih yaitu dalam rentang berat badan lahir <2500 atau >4000 gram, sedangkan 93,5% (157 responden) termasuk dalam kategori tidak beresiko gizi lebih yaitu dalam rentang berat badan lahir 2500 – 4000 gram. Berdasarkan pemberian ASI Eksklusif, sebanyak 76,8% (129 responden) tidak mengalami ASI Eksklusif, sedangkan 23,2% (39 responden) mengalami ASI Eksklusif.
5.2.5
Pola Konsumsi Variabel independen yang termasuk dalam pola konsumsi adalah total
asupan energi, asupan karbohidrat (KH), asupan lemak (L), asupan protein (P) dan frekuensi konsumsi fast food. Asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein diperoleh dari recall 24 jam sedangkan fast food diperoleh dari FFQ konsumsi fast food selama 1 bulan terakhir. Distribusi asupan digambarkan pada tabel 5.12.
Tabel 5.12 Distribusi Asupan Energi, Karbohidrat, Lemak dan Protein Variabel Energi (kkal) KH (gram) Lemak (gram) Protein (gram)
Mean 2076,46 ± 598,23 247,48 ± 82,39 93,61 ± 39,88 59,27 ± 18,64
Min – Maks 580,2 – 4307,7 90,6 – 601,6 13,4 – 273 14,7 – 129,9
95% CI 1985,3 – 2167,6 234,93 – 260 87,53 – 99,68 56,43 – 62,11
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004, kalori yang diperlukan untuk usia 10-12 tahun adalah 2050 kkal. Dari tabel 5.12 diketahui bahwa rata-
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
50
rata asupan energi adalah 2076,46 kkal dengan standar deviasi 598,23. Asupan energi paling sedikit 580,2 kkal sedangkan asupan energi paling banyak adalah 4307,7 kkal, dengan CI 95% adalah 1985,3 – 2167,6 kkal. Proporsi karbohidrat dalam asupan yang didasarkan atas gizi seimbang adalah 50 – 55% total energi (TE). Sehingga proporsi karbohidrat dalam asupan adalah 281,875 sampai 333,125 gram. Dari tabel 5.12 diketahui bahwa rata-rata asupan karbohidrat 247,48 gram dengan standar deviasi 82,39. Asupan karbohidrat yang paling sedikit adalah 90,6 gram, sedangkan asupan karbohidrat tebanyak adalah 601,6 gram, dengan CI 95% adalah 234,4 – 260 gram. Proporsi lemak maksimal adalah 30% total energi (TE) yaitu sekitar 75,16 gram berdasarkan kebutuhan energi AKG (2004). Berdasarkan tabel 13, rata-rata asupan lemak responden adalah 93,61 gram dengan standar deviasi 39,88. Asupan lemak yang paling sedikit adalah 13,4 gram dan paling tinggi adalah 273 gram dengan CI 95% adalah 87,53 – 99,68 gram. Sedangkan AKG (2004) untuk protein usia 10-12 tahun adalah 50 gram. Rata-rata asupan protein adalah 59,27 gram berdasarkan tabel 13. Standar deviasi adalah 18,64. Asupan protein yang paling rendah adalah 14,7 gram sementara yang paling tinggi adalah 129,9 gram. Nilai CI 95% adalah 56,43 – 62,11 gram. Distribusi responden berdasarkan asupan energi, karbohidrat, lemak dan protein serta frekuensi konsumsi fast food ditunjukan oleh tabel 5.13. Asupan energi dikelompokan menjadi dua kategori. Berdasarkan AKG (2004), asupan energi bagi usia 10-12 tahun dikatakan berlebih bila lebih dari 2050 kkal. Berdasarkan tabel 5.14 diperoleh hasil 49,4% (83 responden) dengan asupan energi berlebih, sementara 50,6% (85 responden) dengan asupan tidak berlebih. Asupan karbohidrat berlebih menurut adalah lebih dari 55% TE dengan proporsi karbohidrat maksimal, yaitu 281,88 gram. Tabel 5.14 memperlihatkan bahwa 29,17% (49 responden) dengan asupan karbohidrat tinggi dan 70,83% (119 responden) dengan asupan normal. Asupan lemak berlebih bagi usia 10-12 tahun adalah diatas 30% total energi yaitu 68,33 gram. Dari tabel 5.14, sebanyak 27,98% (47 responden)
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
51
mempunyai asupan lemak yang tinggi sementara 72,02% (121 responden) mempunyai asupan lemak normal. Asupan protein dikatakan berlebih bila lebih dari 50 gram berdasarkan AKG (2004) bagi usia 10-12 tahun. Terdapat 32,74% (55 responden) yang mengkonsumsi protein dalam proporsi lebih dan 67,26% (113 responden) mengkonsumsi protein normal.
Tabel 5.13 Distribusi Responden Berdasarkan Asupan Zat Gizi Makro Variabel Asupan Energi
Kategori Berlebih (> 100% AKG) Tidak berlebih (≤ 100% AKG) Total
Jumlah 83 85 168
Persentase (%) 49,40 50,60 100
Asupan Karbohidrat
Tinggi (> 55% TE) Normal (≤ 55% TE) Total
49 119 168
29,17 70,83 100
Asupan Lemak
Tinggi (> 30% TE) Normal (≤ 30% TE) Total
47 121 168
27,98 72,02 100
Asupan Protein
Tinggi (> 50 gram) Normal (≤ 50 gram) Total
55 113 168
32,74 67,26 100
Sumber : AKG (2004)
Sedangkan untuk frekuensi konsumsi fast food, distribusi frekuensi konsumsi fast food ditunjukan oleh tabel 5.14.
Tabel 5.14 Distribusi Frekuensi Konsumsi Fast Food Mean 73,92 ± 0,62
Min – Maks 3,00 – 339
95% CI 64,43 – 83,41
Skewness 1,303
Dari tabel 5.14 menunjukan bahwa rata-rata frekuensi konsumsi fast food adalah 73,92 kali dalam sebulan untuk keseluruhan jenis fast food. Berdasarkan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
52
nilai Skewness, diketahui bahwa distribusi data dari variabel frekuensi konsumsi fast food tersebut berbentuk normal.
5.2.6
Aktivitas Fisik Aktivitas fisik diukur dengan menggunakan kuesioner Baecke. Distribusi
nilai perhitungan aktivitas fisik responden ditunjukan oleh tabel 5.15 sebagai berikut.
Tabel 5.15 Distribusi Aktivitas Fisik Variabel Aktivitas fisik
Mean 6,17 ± 1,00
Min – Maks 3,25 – 10,0
95% CI 6,02 – 6,33
Skewness 0,299
Berdasarkan tabel 5.15 diketahui bahwa rata-rata nilai aktivitas fisik responden adalah 6,17 dengan standar deviasi 1,00. Nilai terendah adalah 3,25 dan nilai tertinggi adalah 10,0 dengan 95% yaitu 6,02 - 6,33.
5.3
Analisis Bivariat Analisis bivariat bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan
antara variabel dependen (status gizi lebih) dengan masing-masing variabel independen. 5.3.1
Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Tabel 5.16 memaparkan hasil analisa hubungan jenis kelamin dengan
status gizi lebih.
Tabel 5.16 Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n % 38 47,5 42 52,5 35 39,8 53 60,2 73 43,5 95 56,5
Total
n 80 88 168
% 100 100 100
OR 95% CI
P
1,370 0,743 – 2,527
0,393
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
53
Dari total 43,5% responden yang berstatus gizi lebih, 47,5% (38 responden) merupakan siswa laki-laki sedangkan 39,8% (35 responden) adalah siswa perempuan. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan status gizi (P = 0,393). Siswa laki-laki mempunyai kecenderungan 1,370 kali berstatus gizi lebih daripada siswa perempuan.
5.3.2
Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih Karakteristik ibu yang menjadi variabel independen penelitian meliputi
pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pengetahuan gizi, sikap serta perilaku ibu. a.
Hubungan pendidikan ibu dengan status gizi lebih Hasil analisa hubungan pendidikan ibu dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.17 sebagai berikut. Tabel 5.17 Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih Pendidikan Ibu
Menengah (≤ SMA) Tinggi (> SMA) Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih N % n %
Total
n
%
22
44,0
28
56
50
100
51
43,2
67
56,8
118
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
1,032 1,000 0,530 – 2,011
Sebanyak 44% (22 responden) yang berstatus gizi lebih mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan SMA dan kurang dari SMA (kategori menengah). Sementara 43,2% (51 responden) yang berstatus gizi lebih mempunyai ibu dengan tingkat pendidikan tinggi yaitu perguruan tinggi (D3, S1, S2 dan S3). Tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada anak (P = 1,000). Anak dari ibu yang mempunyai pendidikan menengah 1,032 kali berstatus gizi lebih.
b.
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis statistik hubungan pekerjaan ibu dengan status gizi lebih
ditunjukan oleh tabel 5.18.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
54
Tabel 5.18 Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih Pekerjaan Ibu
Bekerja Tidak Bekerja Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n % 35 47,9 38 52,1
Total
n 73
% 100
38
40,0
57
60,0
95
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
1,382 0,746 – 2,558
0,383
Dari 73 responden yang berstatus gizi lebih, 47,9% (35 responden) mempunyai ibu yang bekerja dan 40,0% (38 responden) mempunyai ibu yang tidak bekerja. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan status gizi lebih pada anak (P = 0,383). Ibu yang bekerja cenderung mempunyai anak berstatus gizi lebih 1,382 kali dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
c.
Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.19.
Tabel 5.19 Hubungan Pengetahuan Gizi Ibu dengan Status Gizi Lebih Status Gizi Pengetahuan Gizi Lebih Tidak Gizi Ibu Gizi Lebih n % n % Kurang 36 44,4 45 55,6 (< mean) Baik 37 42,5 50 57,5 (≥ mean) Total 73 43,5 95 56,5
Total
n 81
% 100
87
100
168
100
OR 95% CI
P
1,081 0,925 0,587 – 1,991
Ibu dengan pengetahuan gizi kurang pada anak yang berstatus gizi lebih adalah 44,4% (36 responden) dan 42,5% (37 responden) ibu dengan pengetahuan gizi baik. Tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan gizi lebih pada anak (P = 0,925). Ibu yang bepengetahuan gizi kurang mempunyai kecenderungan 1,081 kali untuk mempunyai anak dengan status gizi lebih.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
55
Hubungan sikap ibu dengan status gizi lebih
d.
Sikap ibu yang diukur adalah sikap pembatasan makan anak. Hasil dari analisis bivariat variabel sikap ibu dengan status gizi lebih digambarkan oleh tabel 5.20.
Tabel 5.20 Hubungan Sikap Ibu dengan Status Gizi Lebih
Sikap Ibu Negatif (< mean) Positif (≥ mean) Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n %
Total
n
%
40
46,0
47
54,0
87
100
33
40,7
48
59,3
81
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
1,238 0,597 0,671 – 2,282
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang mempunyai nilai sikap negatif adalah 46,0% dan 40,7% pada ibu yang mempunyai nilai sikap positif. Tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan status gizi lebih pada anak (P = 0,597). Anak berstatus gizi lebih 1,238 kali lebih besar pada ibu yang sikap negatif daripada ibu dengan sikap positif terhadap pembatasan makanan anak.
e.
Hubungan perilaku ibu dengan status gizi lebih Perilaku ibu yang diukur adalah kontrol jenis dan porsi makan anak.
Hubungan perilaku ibu dengan status gizi lebih ditunjukan dalam tabel 5.21. Tabel 5.21 Hubungan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih Perilaku Ibu
Negatif (< mean) Positif (≥ mean) Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n % 46 55,4 37 44,6
Total
n 83
% 100
27
31,8
58
68,2
85
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
2,671 1,424 – 5,010
0,003
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
56
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang berperilaku negatif adalah 55,4% dan 31,8% pada ibu yang berperilaku positif terhadap monitoring makan anak. Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dengan status gizi lebih pada anak (P = 0,003 ; OR = 2,671).
5.3.3
Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih Faktor prenatal dan postnatal yang menjadi variabel independen
penelitian meliputi berat badan lahir dan pemberian ASI Eksklusif. a.
Hubungan berat badan lahir dengan status gizi lebih Hubungan antara berat badan lahir dengan status gizi lebih diperlihatkan
oleh tabel 5.22.
Tabel 5.22 Hubungan Berat Badan Lahir dengan Status Gizi Lebih Berat Badan Lahir
Beresiko (<2500/ >4000 gr) Tidak Beresiko (2500–4000 gr) Total
Status Gizi Gizi Tidak Lebih Gizi Lebih n % n % 4 36,4 7 63,6
Total
n 11
% 100
69
43,9
88
56,1 157 100
73
43,5
95
56,5 168 100
OR 95% CI
P
0,792 0,205 – 2,591
0,758
Anak berstatus gizi lebih yang lahir dengan berat badan beresiko gizi lebih (<2500 atau >4000 gram) adalah 36,4% sementara yang lahir dengan berat lahir cukup (2500 – 4000 gram) adalah 43,9%. Tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan status gizi lebih (P = 0,758).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
57
Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih
b.
Hubungan pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih ditunjukan oleh tabel 5.23.
Tabel 5.23 Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Status Gizi Lebih Pemberian ASI Eksklusif Tidak ASI Eksklusif ASI Eksklusif Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n %
Total
n
%
55
42,6
74
57,4
129
100
18
46,2
21
53,8
39
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
0,867 0,424 – 1,781
0,838
Dari tabel 5.23 diketahui bahwa anak dengan status gizi lebih yang tidak mendapat ASI Eksklusif sebesar 42,6% (55 responden) sedangkan 46,2% (18 responden) mendapat ASI Eksklusif. Tidak ada hubungan yang bermakna antara ASI Eksklusif dengan status gizi lebih (P =0,838).
5.3.4
Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih Pola konsumsi meliputi total asupan energi, asupan karbohidrat, asupan
lemak, asupan protein dan frekuensi konsumsi fast food. a.
Hubungan total asupan energi dengan status gizi lebih Hubungan antara total asupan energi dengan status gizi lebih ditunjukan
oleh tabel 5.24
Tabel 5.24 Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih Total Asupan Energi Berlebih (> 100% AKG) Tidak Berlebih (≤ 100% AKG)
Total
Status Gizi
Total
Gizi Lebih
Tidak Gizi Lebih
n 32
% 38,6
n 51
% 61,4
n 83
% 100
41
48,2
44
51,8
85
100
73
43,5
95
56,5
168
100
OR 95% CI
P
0,673 0,267 0,365 – 1,244
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
58
Tabel 5.24 memperlihatkan bahwa anak berstatus gizi lebih dengan asupan energi berlebih adalah 38,6% (32 responden) sedangkan dengan asupan energi tidak berlebih adalah 48,2% (41 responden). Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara total asupan energi dengan status gizi lebih (P = 0,267).
b.
Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih ditunjukan
oleh tabel 5.25.
Tabel 5.25 Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Asupan KH
Tinggi (> 55% TE) Normal (≤ 55% TE)
Total
Status Gizi
Total
Gizi Lebih
Tidak Gizi Lebih
n 18
% 36,7
n 31
% 63,3
55
46,2
64
53,8 119 100
73
43,5
95
56,5 168 100
n 49
% 100
OR 95% CI
P
0,676 0,341 – 1,338
0,339
Asupan karbohidrat tinggi pada anak yang berstatus gizi lebih sebesar 36,7% (18 responden) sementara yang memiliki asupan karbohidrat yang normal adalah 46,2% (55 responden). Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih pada anak (P = 0,676).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
59
c.
Hubungan asupan lemak dengan status gizi lebih Hasil analisis statistik hubungan asupan lemak dengan status gizi lebih
ditunjukan oleh tabel 5.26.
Tabel 5.26 Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih Asupan Lemak
Status Gizi Gizi Lebih
Tinggi (> 30% TE) Normal (≤ 30% TE)
Total
Total
OR 95% CI
P
1,728 0,876 – 3,408
0,157
Tidak Gizi Lebih
n
%
n
%
n
%
25
53,2
22
46,8
47
100
48
39,7
73
60,3 121 100
73
43,5
95
56,5 168 100
Tabel 5.26 memperlihatkan bahwa anak berstatus gizi lebih yang asupan lemaknya tinggi adalah 53,2% (25 responden) sedangkan yang asupan lemak normal adalah 39,7% (48 responden). Hasil penelitian tidak menunjukan hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi berlebih (P = 0,157). Anak dengan asupan lemak berlebih 1,728 kali berstatus gizi lebih daripada anak dengan asupan tidak berlebih.
d.
Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih Hubungan asupan protein dengan status gizi lebih diperlihatkan oleh tabel
5.27.
Tabel 5.27 Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih Asupan Protein
Tinggi (> 50 gram) Normal (≤ 50 gram)
Total
Status Gizi Gizi Lebih Tidak Gizi Lebih n % n % 32 58,2 23 41,8
Total
n 55
% 100
41
36,3
72
63,7 113 100
73
43,5
95
56,5 168 100
OR 95% CI
P
2,443 1,264 – 4,722
0,012
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
60
Tabel 5.27 memperlihatkan bahwa anak yang berstatus gizi lebih dengan asupan protein tinggi adalah 58,2% (32 responden) dan 36,3% (41 responden). Ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi berlebih pada anak (P = 0,012). Anak dengan asupan protein berlebih 2,443 kali berstatus gizi lebih daripada anak dengan asupan tidak berlebih.
e.
Hubungan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi lebih Hubungan frekuensi konsumsi fast food dengan status gizi lebih
diperlihatkan oleh tabel 5.28.
Tabel 5.28 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Status Gizi
Mean
SE
P
n
Status gizi lebih Status gizi tidak lebih
73,94 ± 69.03 73,90 ± 56,98
8,08 5,85
0,997
73 95
Tabel 5.28 memperlihatkan bahwa rata-rata frekuensi fast food anak yang berstatus gizi lebih adalah 73,94 kali dengan standar deviasi 69,03. Sedangkan rata-rata frekuensi fast food anak yang berstatus gizi tidak lebih adalah 73,90 kali dengan standar deviasi 56,98. Hasil statistik menunjukan tidak ada perbedaan rata-rata frekuensi fast food pada kedua kelompok (P = 0,997).
5.3.5
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih Hubungan antara aktivitas fisik yang diukur menggunakan kuesioner
Baecke dengan status gizi lebih diperlihatkan oleh tabel 5.29.
Tabel 5.29 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih Status Gizi
Mean
SE
P
n
Status gizi lebih Status gizi tidak lebih
6,13 ± 1,12 6,22 ± 0,92
0,13 0,95
0,571
73 95
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
61
Tabel 5.29 memperlihatkan bahwa memperlihatkan bahwa rata-rata aktivitas fisik anak yang berstatus gizi lebih adalah 6,13 dengan standar deviasi 1,12. Sedangkan rata-rata aktivitas fisik anak yang berstatus gizi tidak lebih adalah 6,22 dengan standar deviasi 0,92. Hasil statistik menunjukan tidak ada perbedaan rata-rata aktivitas fisik pada kedua kelompok (P = 0,571).
5.4
Hubungan Karakteristik Anak, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih Hasil analisis bivariat keseluruhan variabel yang berhubungan dengan
status gizi lebih ditunjukan oleh tabel 5.30.
Tabel 5.30 Rekapitulasi Hasil Analisis Bivariat No
Variabel Independen
P
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Jenis Kelamin Pendidikan Ibu Pekerjaan Ibu Pengetahuan Gizi Ibu Sikap Ibu Perilaku Ibu Berat Lahir ASI Eksklusif Total Asupan Energi Asupan Karbohidrat Asupan Lemak Asupan Protein Frekuensi Konsumsi Fast Food Aktivitas Fisik
0,393 1,000 0,383 0,952 0,597 0,003* 0,860 0,838 0,267 0,339 0,157 0,012* 0,997 0,571
Keterangan : * ada hubungan bermakna
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1
Keterbatasan Penelitian Status gizi lebih berhubungan dengan berbagai macam variabel. Dalam
penelitian ini peneliti tidak dapat meneliti seluruh variabel yang berhubungan dengan status gizi lebih karena keterbatasan waktu dan biaya. Desain penelitian cross sectional yang digunakan peneliti tidak dapat menggambarkan hubungan sebab akibat, hanya menggambarkan hubungan atara variabel dependen dan variabel independen. Keterbatasan terkait dengan sampel penelitian adalah pelaksanaan penelitian di bulan April – Mei 2012 menyebabkan kelas VI tidak dapat diikutsertakan dalam penelitian karena sedang persiapan menghadapi UN. Pemilihan kelas seharusnya random, namun karena keterbatasan waktu yang ada, pemilihan kelas penelitian dipilih berdasarkan jadwal guru sehingga kelas yang terpilih adalah kelas yang sedang tidak ada guru yang mengajar. Keterbatasan dalam teknis pelaksanaan di lapangan adalah penilaian konsumsi makanan hanya dapat menggunakan food recall 1x24 jam. Hal ini dikarenakan padatnya jadwal di SD Mardiyuana sehingga hanya berkesempatan satu kali pertemuan untuk setiap kelas. Food record yang diharapkan dapat menilai konsumsi makanan di hari kedua ternyata tidak dapat digunakan karena hasil food record yang mampu terkumpul adalah 90%. Sementara hasil food record yang pengisiannya dilakukan dengan baik dan benar dengan tujuan memberikan informasi asupan yang diinginkan serta telah disatukan dengan angket anak dan orangtua sehingga menghasilkan data yang lengkap adalah 40,56%. Karena keterbatasan waktu pula, pengisian FFQ tidak dilakukan dengan wawancara, melainkan pengisian terpandu. Keterbatasan dalam hal kualitas data adalah terkait dengan angket ibu variabel pengetahuan gizi. Karena pengisian dilakukan di rumah, peneliti tidak dapat mengontrol pengisian angket khususnya variabel pengetahuan gizi ini. Namun peneliti sudah meminimalisir hal tersebut dengan memberikan petunjuk
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
63
untuk tidak melihat referensi atau bertanya pada siapapun. Data masa lampau seperti data berat lahir dan riwayat pemberian ASI Eksklusif juga menjadi keterbatasan karena tidak menyertakan KMS atau bukti lain yang mampu menggambarkan hal tersebut dan hanya mengandalkan ingatan ibu. Namun, peneliti meminimalisir bias dengan memberikan petunjuk untuk menjawab berdasarkan surat lahir.
6.2
Hubungan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil 47,5% siswa laki-laki
berstatus gizi lebih, sedangkan siswa perempuan yang berstatus gizi lebih adalah 39,8%. Persentase siswa laki-laki lebih tinggi daripada siswa perempuan dalam kaitannya dengan kejadian gizi lebih. Hasil uji statistik menunjukan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi lebih, sementara OR = 1,370 menunjukan bahwa siswa laki-laki mempunyai kecenderungan 1,370 kali untuk berstatus gizi lebih dibandingkan dengan siswa perempuan. Hasil yang sama juga ditunjukan oleh penelitian Ikhsanuddin (2006) pada enam SD terpilih di kota Cirebon. Orangtua merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam mempengaruhi status
gizi.
Orangtua
dari
anak laki-laki tidak
terlalu
memperhatikan berat badan anaknya daripada orangtua dari anak perempuan (West, et al, 2008). Hal ini dikarenakan body image anak perempuan mendapat perhatian lebih daripada anak laki-laki dari pihak orangtua (He and Evans, 2007). Dari hasil penelitian He, orangtua anak laki-laki mempunyai kecenderungan dua kali lebih besar untuk mengabaikan berat badan anak laki-lakinya dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini akan mempengaruhi perilaku ibu dalam mengontrol asupan makanan anak-anak.
6.3
Hubungan Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Lebih Karakteristik keluarga yang menjadi variabel independen dalam penelitian
ini meliputi pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pengetahuan gizi, sikap dan perilaku ibu.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
64
6.3.1
Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Gizi Lebih Dari hasil penelitian diperoleh hasil bahwa siswa berstatus gizi
lebih pada Ibu yang memiliki pendidikan lebih rendah atau sama dengan SMA adalah 44%, sedangkan pada ibu yang berpendidikan tinggi (perguruan tinggi) adalah 43,2%. Hasil ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Prihatini (2006) juga tidak mampu membuktikan hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada anak. Dengan pengelompokan data yang berbeda, hasil yang serupa juga ditunjukan oleh penelitian Andriyani (2010) pada salah satu sekolah swasta di Jakarta. Andriyani mengelompokan tingkat pendidikan ibu rendah bila tamat SD dan SMP atau sederajat sebagai faktor resiko gizi lebih pada anak, sedangkan tingkat pendidikan tinggi bila tamat SMA dan perguruan tinggi. Dengan pengelompokan yang berbeda, penelitian Andriyani juga tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan status gizi lebih pada anak sekolah. Hasil yang sama juga ditunjukan oleh penelitian Ikhsanuddin (2006) pada enam SD terpilih di kota Cirebon dengan pengelompokan data yang sama dengan peneliti yaitu tingkat pendidikan ibu rendah bila tamat SD, SMP dan SMA serta tinggi bila tamat perguruan tinggi. OR menggambarkan bahwa anak dari ibu yang berpendidikan rendah mempunyai peluang 1,032 kali untuk berstatus gizi lebih daripada anak dari ibu yang berpendidikan tinggi. Pola kecenderungan ini juga diperlihatkan dalam penelitian Baughcum (2000). Kecenderungan ini karena ibu dengan tingkat pendidikan
yang
rendah
cenderung
tidak
mampu
memprediksi
dan
mengklasifikasikan berat badan anak kedalam status gizi. Hal ini terkait pula dengan pengetahuan, sikap dan akhirnya berdampak pada perilaku ibu terhadap pola makan. Sementara itu, anak yang berstatus gizi lebih mempunyai peluang lebih besar untuk menjadi obesitas pada ibu yang berpendidikan rendah (Baughcum, 2000). Selain itu, pendidikan orangtua, khususnya Ibu akan mempengaruhi pemilihan menu makanan yang disediakan bagi keluarga (Lamerz et al., 2005) Penelitian ini tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan status gizi lebih anak dimungkinkan karena pada populasi
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
65
penelitian, ibu yang berpendidikan rendah telah terpapar dengan berbagai informasi yang memberikan pengetahuan tentang gizi lebih dan obesitas pada anak, baik dari media TV maupun dari sesama orangtua siswa yang lain. Dengan meningkatnya kemudahan aksesbilitas informasi, ibu dengan tingkat pendidikan rendah yang cerdik mendapatkan informasi yang cukup terkait gizi lebih dan obesitas dari media elektronik di sekitar seperti TV, radio, dan lain-lain.
6.3.2
Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Gizi Lebih Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh hasil bahwa siswa berstatus
gizi lebih pada Ibu yang bekerja adalah 47,9%, sedangkan pada ibu yang tidak bekerja adalah 40,0%. Hasil ini menunjukan ada hubungan yang bermakna antara pekerjaan ibu dengan status gizi lebih. Anak berstatus gizi lebih 1,382 kali lebih besar pada ibu yang bekerja daripada ibu yang tidak bekerja. Hasil yang serupa ditunjukan oleh penelitian Andriyani (2010) dan Rahmawati (2010) yang tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara status kerja ibu dengan status gizi lebih pada anak. Status ibu yang bekerja akan mempengaruhi kejadian gizi lebih pada anakanak. Hal ini terkait dengan sedikitnya waktu yang dimiliki ibu untuk bersama dengan keluarga. Ibu yang bekerja cenderung memilih makanan yang cepat saji sebagai menu di dalam keluarga. Makanan cepat saji cenderung tinggi kalori namun rendah zat gizi mengingat proses persiapan yang sebagian besar adalah digoreng (Anderson, et al., 2002). Ibu yang bekerja juga tidak mempunyai banyak waktu untuk mampu mengontrol gaya hidup anaknya yang meliputi aktivitas fisik dan pola makan. Hal ini akan mengurangi porsi ibu dalam memonitoring anak khususnya yang mengarah pada gizi lebih (Scholder, 2007). Selain itu, ibu yang bekerja juga berperan dalam peningkatan sosial ekonomi keluarga yang berpotensi menyebabkan gizi lebih pada anak (Lamerz, 2005 dalam Scholder, 2007).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
66
6.3.3
Hubungan Pengetahuan Gizi, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukan bahwa siswa berstatus gizi lebih pada ibu
yang berpengetahuan gizi kurang adalah 44,4%, sedangkan pada ibu yang berpengetahuan gizi baik adalah 42,5%. Hasil ini menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak (P =0,925). Ibu dengan pengetahuan gizi kurang berpeluang 1,081 kali untuk mempunyai anak dengan status gizi lebih. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak pada penelitian ini serupa dengan hasil penelitian Hervilia (2009), Ikhsanudin (2007), Sari (2010) dan Andriyani (2010) yang menunjukan tidak adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan gizi dengan status gizi lebih pada anak. Penelitian Hervilia (2009) dengan menggunakan desain penelitan kasuskontrol juga tidak mampu menunjukan adanya hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak. Andriyani (2010) dengan pengelompokan data yang berbeda juga tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan status gizi lebih pada anak. Andriyani mengelompokan data menjadi pengetahuan baik bila jawaban benar lebih sama dengan 60% dari keseluruhan jumlah soal yaitu 20 buah, sedangkan pengetahuan kurang bila kurang dari 60%. Sementara Sari (2010) juga mengelompokan pengetahuan dalam kategori baik bila nilai benar lebih dari sama dengan 80% dari keseluruhan jumlah soal. Hasil yang serupa juga ditunjukan oleh penelitian Ikhsanuddin (2006) dengan pengelompokan data sama seperti yang dilakukan oleh peneliti yaitu pengetahuan dikategorikan baik bila skoring dari jawaban benar lebih dari sama dengan nilai mean, sedangkan pengetahuan dikategorikan kurang bila nilai skoring dari jawaban benar kurang dari nilai mean. Sikap yang diukur adalah sikap mengenai pembatasan perilaku makan anak terhadap makanan yang tidak sehat dan berpotensi menyebabkan gizi lebih pada anak. Pernyataan pada variabel sikap dimodifikasi dari CFQ (Child Feeding Questionnairre). Pertanyaan mengenai sikap diukur dengan persetujuan ibu mengenai pernyataan yang diberikan.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
67
Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang mempunyai nilai sikap negatif adalah 46,0% dan 40,7% pada ibu yang mempunyai nilai sikap positif. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara sikap ibu dengan status gizi lebih pada anak. Anak berstatus gizi lebih 1,238 kali lebih besar pada ibu yang mempunyai sikap negatif daripada ibu yang mempunyai sikap positif. Hal ini serupa dengan penelitian Martono (1999). Perilaku yang diukur adalah perilaku terkait monitoring dan kontrol terhadap jenis dan jumlah makanan dengan memberikan skala frekuensi pada pertanyaan yang diajukan. Pertanyaan mengenai variabel perilaku juga dimodifikasi dari CFQ (Child Feeding Questionnairre). Siswa yang berstatus gizi lebih pada ibu yang tidak berperilaku positif adalah 55,4% dan 31,8% pada ibu yang berperilaku positif terhadap pengaturan makan dan monitoring anak. Terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku ibu dengan status gizi lebih pada anak. Perilaku makan adalah salah satu faktor yang berperan penting dalam mempengaruhi status gizi terkait dengan keseimbangan energi. Perilaku makan anak sangat dipengaruhi oleh orangtua. Pengetahuan merupakan landasan ibu untuk berperilaku, khususnya dalam kaitannya dengan perilaku yang mengarah atau mencegah gizi lebih pada anak. Pengetahuan ini kemudian menciptakan pandangan yang terkadang disertai kecenderungan untuk bertindak, yaitu sikap. Namun, berperilaku merupakan sebuah keputusan. Banyak faktor yang mempengaruhi orang sehingga ia memutuskan untuk melakukan perilaku tertentu. Hal ini menyebabkan perlu adanya faktor lain selain pengetahuan gizi hingga akhirnya terbentuk sebuah perilaku (Healy, 2009). Perilaku mempunyai hubungan langsung dengan status kesehatan, sementara pengetahuan dan sikap merupakan faktor predisposisi (Notoatmodjo, 2007). Namun, secara keseluruhan, kecenderungan meningkat antara pengetahuan gizi, sikap dan perilaku dalam berhubungan dengan gizi lebih. Hal ini diperlihatkan oleh OR pengetahuan gizi, sikap dan perilaku semakin meningkat.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
68
6.4
Hubungan Faktor Prenatal dan Postnatal dengan Status Gizi Lebih Faktor prenatal dan postnatal yang menjadi variabel independen
penelitian meliputi berat badan lahir dan pemberian ASI Eksklusif.
6.4.1
Hubungan Faktor Prenatal (Berat Badan Lahir) dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukan bahwa prevalensi siswa berstatus gizi lebih
yang mempunyai riwayat berat lahir kurang dari 2500 gram atau lebih dari sama dengan 4000 gram (beresiko gizi lebih) adalah 36,4% dan 43,9% dengan berat lahir 2500 sampai 4000 gram (tidak beresiko). Berdasarkan analisis statistik diketahui bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara berat badan lahir dengan status gizi lebih. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Riyanti (2002). Penelitian Riyanti memberikan hasil bermakna dengan OR 2,232. Namun, penelitian Riyanti menggolongkan yang beresiko berstatus gizi lebih adalah pada berat lahir di atas 3500 kg. Penelitian Abdiana (2010) juga mampu membuktikan adanya hubungan antara berat lahir dengan status gizi lebih. Pada penelitiannya, Abdiana cut of point yang digunakan Riyanti yaitu berat lahir > 3500 gram sebagai faktor resiko gizi lebih. Abdiana memaparkan bahwa berat lahir sebanding dengan status gizi pada usia anak pra sekolah. Penelitian lain di Cina membuktikan bahwa berat lahir lebih dari 3000 gram merupakan faktor prediksi gizi lebih pada usia pra sekolah (Zhang, et. al., 2009). Berat lahir yang optimal (2500 sampai 4000 gram) mengurangi resiko status gizi lebih, baik overweight maupun obesitas. Sementara itu, berat lahir lebih dari 4000 gram dan kurang dari 2500 gram berkontribusi terhadap peningkatan IMT. Peningkatan berat lahir sebanding dengan peningkatan resiko gizi lebih pada anak (Reilly, 2005). Semakin tinggi berat lahir, maka semakin berhubungan dengan peningkatan IMT atau gizi lebih. Kecenderungan berat lahir yang lebih dari 4000 gram untuk berstatus gizi lebih dikarenakan terjadi peningkatan massa jaringan tubuh. Di satu sisi, kecenderungan berat lahir yang kurang dari 2500 gram untuk berstatus gizi lebih karena terjadi peningkatan massa lemak dalam tubuh (Lopez, 2006).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
69
Hasil penelitian tidak membuktikan hubungan antara berat lahir dengan status gizi lebih dimungkinkan karena adanya perbedaan cara dan alat ukur untuk menentukan berat bayi baru lahir di setiap instansi atau sarana kesehatan. Selain itu, penggunaan data masa lampau seperti berat badan lahir juga terkait dengan ingatan orangtua (ibu) dalam memberikan data berat badan lahir anak. Perlu adanya bukti berupa fotocopi surat keterangan lahir atau KMS anak untuk lebih memastikan data berat badan lahir.
6.4.2
Hubungan Faktor Postnatal (Pemberian ASI Eksklusif) dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukan bahwa anak berstatus gizi lebih yang tidak
diberikan ASI eksklusif adalah 42,6% dan yang diberikan ASI eksklusif adalah 46,2%. Hasil analisis menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi lebih. Hasil penelitian ini tidak mampu membuktikan hubungan antara pemberian ASI Eksklusif dengan status gizi dimungkinkan keterbatasan orangtua (ibu) dalam mengingat praktek pemberian ASI Eksklusif pada beberapa tahun yang lalu. Dengan kategori kedua variabel yang sama, hasil yang serupa ditunjukan oleh penelitian Rahmawati (2010). Hasil penelitian Fitriarni (2012) terhadap data Riskesdas 2010 juga tidak menunjukan hubungan yang bermakna antara konsumsi ASI Eksklusif dengan gizi lebih. Penelitian lain di Swedia juga tidak mampu membuktikan adanya hubungan antara ASI Eksklusif dengan status gizi lebih pada anak (Huus, et. al., 2008). Berbeda dengan hasil penelitian di atas, penelitian di Canada membuktikan hubungan ASI Eksklusif selama 3 bulan dengan gizi lebih pada anak (Twells dan Newhook, 2010). Hasil yang serupa dengan penelitian di Canada adalah penelitian di Jerman. Hasil penelitian menunjukan pada anak dengan ibu yang mempunyai riwayat diabetes gestational (GDM/ Gestational Diabetes Mellitus), pemberian ASI selama 3 bulan menurunkan resiko terhadap gizi lebih pada masa anak-anak (Schaefer-graf, et al., 2006). ASI Eksklusif mampu mengurangi resiko gizi lebih (Krammer dalam Singhal and Lanigan, 2006). Bayi yang mengkonsumsi ASI mengalami
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
70
pertumbuhan yang lebih lambat namun normal bila dibandingkan dengan bayi yang mengkonsumsi susu formula (Ong, et. al, 2002 ; Kramer et. al., 2004). ASI mengandung serum leptin yang lebih tinggi dibandingkan susu formula. Leptin merupakan sebuah hormon yang berperan penting dalam regulasi asupan makanan, pengeluaran energi dan metabolisme tubuh (Ilcol, 2006). Konsumsi protein yang lebih dari 70% pada susu formula akan mempengaruhi kejadian obestias pada masa dewasa melalui mekanisme percepatan usia dalam mengalami adiposity rebound (Taylor dalam Singhal and Lanigan, 2007).
6.5
Hubungan Pola Konsumsi dengan Status Gizi Lebih Variabel independen yang termasuk dalam pola konsumsi adalah total
asupan energi, asupan karbohidrat (KH), asupan lemak (L), asupan protein (P) dan frekuensi konsumsi fast food. Variabel ini dihitung dengan metode food recall 24 jam dan FFQ.
6.5.1
Hubungan Total Asupan Energi dengan Status Gizi Lebih Siswa yang berstatus gizi lebih dengan asupan energi berlebih adalah
38,6% sedangkan dengan asupan tidak berlebih adalah 48,2%. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara total energi asupan dengan status gizi lebih. Penelitian Lestari (2008) dan Hervilia (2009) juga menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan energi dengan status gizi lebih. Kedua penelitian ini mengumpulkan data asupan dengan menggunakan recall 24 jam. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan energi dengan status gizi lebih. Total asupan energi merupakan faktor yang berperan dalam konsep keseimbangan energi. Keseimbangan energi yang positif dalam jangka waktu lama akan berpotensi menyebabkan gizi lebih. Bagi usia 10-12 tahun, kecukupan perhari adalah 2050 kkal. Angka kecukupan ini memperhitungkan angka metabolisme dasar dan aktivitas fisik untuk kelompok usia tersebut sehingga diharapkan dapat diperoleh keseimbangan energi. Pada penelitian ini tidak diperoleh hasil adanya hubungan yang bermakna antara total asupan energi dengan status gizi lebih. Hal ini dimungkinkan karena
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
71
keterbatasan waktu yang ada sehingga recall hanya bisa dilakukan 1 hari sehingga hasil perhitungan kurang mampu mencerminkan asupan yang sebenarnya. Selain itu, adanya kecenderungan the flat slope syndrome dalam menyampaikan informasi sebenarnya. Penggunaan cara penafsiran ukuran oleh pewawancara dan tidak menggunakan food model memungkinkan ukuran bahan makanan yang dituliskan dalam form food recall menjadi kurang tepat.
6.5.2
Hubungan Asupan Karbohidrat dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukkan 36,7% siswa yang berstatus gizi lebih
mempunyai asupan karbohidrat yang tinggi yaitu lebih dari 46,2%, sementara 20,2% mempunyai asupan karbohidrat yang normal. Hasil uji statistik menunjukan tidak ada hubungan bermakna yang antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih. Hasil yang serupa juga ditunjukan oleh penelitian Lestari (2008) dan Hervilia (2009) bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih, namun kedua variabel ini menunjukan hubungan yang positif. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan karbohidrat dengan status gizi lebih. Putri mengkategorikan asupan karbohidrat menjadi dua yaitu lebih (> 65% TE) dan normal (≤ 65% TE). Berbeda dengan peneliti yang menggunakan kategori menurut lebih (> 55% TE) dan normal (≤ 55% AKG). Selain itu, recall hanya dilakukan 1 hari. Hal ini menyebabkan hasil penelitian asupan karbohidrat kurang mampu menggambarkan pola asupan karbohidrat masing-masing individu. Kemungkinan lain adalah kecenderungan flat slope syndrome yang terjadi pada subyek penelitian. Perbedaan dalam mengestimasi ukuran bahan makanan antara anak dan pewawancara juga menjadi faktor penghambat. Karbohidrat merupakan salah satu zat gizi makro yang mempunyai peran utama dalam menyediakan energi bagi tubuh. Setiap gramnya, karbohidrat menghasilkan 4 kkal. Karbohidrat yang dikonsumsi akan menjadi glukosa dalam darah yang bertujuan untuk suplai energi dan sebagian lagi akan disimpan sebagai cadangan dalam bentuk glikogen. Bila karbohidrat dikonsumsi berlebihan, maka akan menyebabkan gemuk karena kelebihan lain karbohidrat akan disimpan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
72
dalam jaringan lemak (Almatsier, 2004). Konsumsi karbohidrat lebih dari 55% dari total energi berhubungan dengan peningkatan rasio lingkar pinggang panggul dan lipatan lemak bawah kulit pada anak usia 5 – 11 tahun (Parizkova dan Hills, 2005).
6.5.3
Hubungan Asupan Lemak dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukan bahwa anak dengan status gizi lebih yang
mempunyai asupan lemak tinggi sebesar 53,2% sedangkan yang mempunyai asupan lemak normal 39,7%. Hasil analisa menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi lebih. Anak dengan asupan lemak tinggi mempunyai kecenderungan 1,728 kali berstatus gizi lebih. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2008) dan Hervilia (2009) juga menghasilkan hal yang sama yaitu tidak ada hubungan yang bermakna antara asupan lemak dengan status gizi lebih. Hasil ini berbeda dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan lemak dengan status gizi lebih. Penggunaan instrument food recall yang hanya 1 hari memberikan kemungkinan penelitian tidak menghasilkan hubungan yang bermakna. Selain itu, flat slope syndrome dimungkinkan juga menjadi faktor yang menyebabkan hasil ini tidak menghasilkan hubungan yang bermakna. Lemak merupakan sumber energi paling padat. Hal ini dikarenakan setiap 1 gram lemak menghasilkan 9 kkal, berbeda dengan karbohidrat dan protein yang hanya menghasilkan 4 kkal/ gram. Hal ini mengakibatkan lemak merupakan cadangan energi tubuh paling besar. Cadangan ini berasal dari kelebihan salah satu atau kombinasi zat gizi yaitu protein, karbohidrat dan lemak itu sendiri, yang disimpan dalam jaringan adiposa (Almatsier, 2004). Konsumsi lemak dalam makanan yang berlebihan dari kecukupan berhubungan dengan peningkatan massa lemak tubuh yang ditandai dengan peningkatan tebal lipatan lemak bawah kulit sub-skapula (Parizkova dan Hills, 2005).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
73
6.5.4
Hubungan Asupan Protein dengan Status Gizi Lebih Hasil penelitian menunjukan bahwa anak dengan gizi lebih yang
mempunyai asupan protein tinggi adalah 58,2% sedangkan yang mempunyai asupan protein normal adalah 36,3%. Hasil P =0,012, mengindikasikan bahwa ada hubungan yang bermakna antara asupan protein dengan status gizi lebih. Hasil ini sama dengan penelitian Putri (2009) yang mampu membuktikan adanya hubungan antara asupan protein dengan status gizi lebih. Protein merupakan salah satu zat gizi makro yang mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai zat pembangun dan memelihara sel serta jaringan tubuh. Selain itu, protein juga dapat menghasilkan energi karena menghasilkan 4 kkal setiap gram. Konsumsi protein yang berlebihan, protein akan mengalami deaminase yaitu pengeluaran gugus amino. Nitrogen dikeluarkan dari tubuh dan sisa ikatan karbonnya akan diubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh. Hal inilah yang menyebabkan konsumsi protein berlebihan berhubungan dengan kegemukan (Almatsier, 2004).
6.5.5 Hubungan Frekuensi Konsumsi Fast Food dengan Status Gizi Lebih Data konsumsi fast food diperoleh dari FFQ yang pengisiannya dipandu oleh enumerator. Makanan yang tergolong fast food antara lain pizza, hamburger, fried chicken, french fries, spaghetti, pasta, nugget, sosis, donat, dan jenis softdrink. Hasil analisa statistik menggunakan independent T test menunjukan tidak ada perbedaan rata-rata pada kedua kelompok. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Dasmita (2007), Andriyani (2010) dan Prihatini (2006). Hasil yang berbeda ditunjukan oleh penelitian Rahmawati (2010). Namun, kategori yang digunakan oleh Rahmawati adalah sering (≥median) dan jarang (<median). Selain itu, Rahmawati menggunakan FFQ selama 1 tahun, sehingga pola konsumsi fast food lebih menggambarkan keadaan yang sebenarnya daripada pola konsumsi fast food selama satu bulan terakhir. Hasil berbeda juga ditunjukan oleh penelitian Wulandari (2011) dan Lestari (2008) yang mampu membuktikan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi fast food dengan gizi lebih. Namun, Wulandari dan Lestari tidak menggunakan FFQ melainkan dengan pertanyaan terbuka mengenai frekuensi fast food dalam satu minggu terakhir.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
74
Wulandari dan Lestari menggunakan kategori frekuensi yang sama dengan kategori yang digunakan penulis yaitu sering (≥ 2x/ minggu) dan jarang (< 2x/ minggu). Sari (2010) juga menggunakan pertanyaan terbuka untuk menanyakan frekuensi konsumsi fast food dan mengelompokan menjadi sering (> 3x/ minggu) dan jarang bila (≤ 3x/ minggu). Penelitian Sari juga tidak dapat membuktikan hubungan kedua variabel ini. Konsumsi fast food berpotensi menyebabkan gizi lebih. Pada usia remaja, konsumsi fast food berhubungan positif dengan peningkatan asupan total energi, peningkatan proporsi energi dari lemak dan berhubungan negatif dengan konsumsi buah dan sayur.
Frekuensi konsumsi fast food berhubungan pula
dengan masalah kesehatan karena fast food sebagian besar mengandung lemak jenuh, lemak trans, karbohidrat sederhana dan natrium (French, et. al., 2001) Kandungan ini berhubungan dengan hipertensi, penyakit kardiovaskular dan diabetes mellitus tipe 2 (WHO, 2003 dalam Grier, et. al., 2007).
6.6
Hubungan Aktivitas Fisik dengan Status Gizi Lebih Aktivitas fisik merupakan salah satu faktor yang juga mempengaruhi
keseimbangan energi dalam tubuh. Dalam penelitian ini, aktivitas fisik diukur dengan menggunakan kuesioner Baecke yang sebelumnya dilakukan uji coba terhadap angket untuk mengetahui tingkat penerimaan anak-anak usia 10-12 tahun terhadap pertanyaan yang diajukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata aktivitas fisik anak yang berstatus gizi lebih dan yang berstatus gizi tidak lebih. Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian Rahmawati (2010) yang mengukur aktivitas fisik dengan melihat kegiatan sedentary yaitu kegiatan menonton TV dan bermain games. Sedangkan, Andriyani (2010) dengan melihat aktivitas fisik dengan pertanyaan tentang frekuensi berolahraga, nonton TV dan waktu tidur, juga tidak mampu membuktikan hubungan yang signifikan. Penelitian Putri (2009) dengan menggunakan kuesioner dari CLASS yang kemudian dikelompokan berdasarkan nilai METs juga menunjukan tidak ada hubungan yang bermakna antara dua variabel tersebut. Beberapa penelitian di atas berbeda dengan penelitian Hervilia (2009) yang menunjukan adanya hubungan
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
75
bermakna antara aktivitas fisik dengan gizi lebih. Penelitan Hervilia ini menggunakan desain studi kasus kontrol dengan pengelompokan berdasarkan nilai METs. Aktifitas fisik berperan dalam meningkatkan pengeluaran energi untuk menghasilkan keseimbangan energi. Bila asupan yang berlebih tidak diimbangi dengan aktifitas fisik yang cukup maka terjadi keseimbangan energi positif. Keseimbangan energi positif yang berlangsung dalam waktu lama akan berperan dalam menyebabkan status gizi lebih. Kebiasaan menonton TV pada usia 11-13 tahun juga berhubungan dengan status gizi lebih. Anak yang mempunyai kebiasaan menonton TV lebih dari 4 jam setiap harinya, mempunyai lemak tubh yang lebih tinggi dibandingkan yang tidak menonton TV. Kebiasaan menonton TV berhubungan dengan penurunan pengeluaran energi dan peningkatan asupan makan sambil menonton TV. Maka dari itu, peningkatan aktifitas fisik dan pengurangan perilaku sedentary menjadi salah satu faktor penting dalam pemeliharaan berat badan pada masa anak-anak (Brown, 2005).
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
76
BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan tentang hubungan status
gizi lebih dengan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor lain di SD Mardiyuana Depok tahun 2012 diperoleh kesimpulan sebagai berikut : a.
Prevalensi gizi lebih di SD Mardiyuana Depok sebesar 43,5% berdasarkan IMT/U
b.
Terdapat hubungan perilaku ibu dengan status status gizi lebih pada siswasiswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
c.
Terdapat hubungan konsumsi protein dengan status status gizi lebih pada siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
d.
Tidak ada hubungan jenis kelamin dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
e.
Tidak ada hubungan karakteristik ibu (pendidikan, pekerjaan, pengetahuan gizi, dan sikap ibu) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
f.
Tidak ada hubungan faktor prenatal (berat badan lahir) dan postnatal (ASI Eksklusif) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
g.
Tidak ada hubungan pola konsumsi (asupan energi, karbohidrat, dan lemak) dengan status gizi lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
h.
Tidak ada perbedaan rata-rata frekuensi konsumsi fast food antara siswa yang berstatus gizi lebih dan berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
i.
Tidak ada perbedaan rata-rata aktivitas fisik antara siswa yang berstatus gizi lebih dan berstatus gizi tidak lebih di SD Mardiyuana Depok tahun 2012
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
77
7.2
Saran
7.2.1
Bagi Sekolah Melakukan pengukuran rutin tinggi dan berat badan siswa-siswi sebagai
kontrol terhadap status gizi. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh wali kelas dengan bantuan dokter kecil yang ada di setiap kelas. Selain untuk melatih dan memaksimalkan peran dokter kecil melalui kegiatan UKS, juga untuk memantau status gizi siswa-siswi di SD Mardiyuana Depok. Pemantauan ini dapat menggunakan KMS anak sekolah. Selain itu, adanya pemantauan kantin sekolah khususnya dalam penyediaan makanan yang sehat dan bergizi seimbang untuk anak sekolah. Selain itu, dapat dilakukan penyuluhan mengenai pemilihan makanan dan jajanan yang sehat kepada siswa SD Mardiyuana serta dampaknya bila mengkonsumsi makanan tidak sehat dalam jangka waktu yang lama. Hal ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan kesadaran kepada siswa SD Mardiyuana khususnya untuk mengurangi proporsi gizi lebih di sekolah tersebut.
7.2.2
Bagi Orangtua Memaksimalkan peran orangtua dalam memonitoring dan mengontrol pola
makan anak. Hal ini dikarenakan masa sekolah merupakan masa yang rentan dalam membentuk perilaku makan, dan perilaku makan anak sangat dipengaruhi oleh orangtua. Peran yang dapat dilakukan oleh orangtua antara lain : a.
membiasakan anak untuk membawa bekal makanan ke sekolah daripada uang saku
b.
membiasakan anak untuk sarapan sebelum berangkat sekolah untuk meminimalisir kebiasaan jajan anak
c.
selalu menyiapkan makanan sehat di rumah yang meliputi makanan pokok (nasi, mie, jagung), sayur, lauk hewani dan nabati ketika anak berada di rumah
d.
untuk ibu yang bekerja, mengusahakan ketersediaan makanan di rumah di keseluruhan hari (pagi, siang dan sore) dengan meminta bantuan kepada asisten rumah tangga
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
78
7.2.3
Bagi Peneliti lain Penggunaan instrument penelitian hendaknya lebih lengkap, seperti food
model untuk mengurangi bias pada data penelitian. Selain itu, perlu diperhatikan bila menggunakan data masa lampau. Perlu adanya bukti berupa instrument untuk membatu responden mengingat data tersebut. Perlu adanya penelitian dengan analisis kuantitatif yaitu pengolahan dan analisis data numerik dalam kaitannya dengan gizi lebih untuk memberikan gambaran hubungan variabel yang lebih nyata.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
DAFTAR PUSTAKA
Abdiana. (2010). Hubungan Donasi Pemberian ASI dengan Kejadian Kegemukan pada Anak Taman Kanak-Kanak di Wilayah Kerja Puskesmas Lubang Buaya Kota Padang tahun 2012. Tesis. Program Studi Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Depok. Anderson, Patricia M, Kristin F Butcher, Phillip B Levine. (2002). Maternal Employment and Overweight Children. Journal Health Economics, volume 22, issue 3, May 2003, pg 477-504. Andriyani, Fitri. (2010). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah di SD Pelita Jakarta tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Baecke, JAH Burema J Frijters ER. (1982). A short questionnaire for the measurement of habitual physical activity in epidemiological studies. Am J Clin Nutr. 1982; 36: 936-942. Barker, D. J. P. (2007). Obesity and Early Life. Obesity reviews 8 (Suppl. 1), pg 45– 49. Baughcum, Amy E., Leigh A. Chamberlin, Cindy M. Deeks, Scott W. Powers and Robert C. Whitaker. (2000). Maternal Perceptions of Overweight Preschool Children. Pediatrics 2000;106;1380 Berkey, CS. et. al. (2003). Longitudinal Study of Skipping Breakfast and Weight Change in Adolescent. International Journal of Obesity, 27, pg 1258–1260. Birch, Leann L and Jennifer O Fisher. (2000). Mothers’ child-feeding practices influence daughters’ eating and weight1–3. Am J Clin Nutr 2000;71:1054– 61. Brown, Judith E. (2005). Nutrition Through the Life Cycle. USA : Wadsworth.
Thomson
Butte, Nancy F. (2009). Impact of Infant Feeding Practices on Childhood Obesity. Journal of Nutrition 139 : pg 412s-416s. Butler, et. al. (2000). Menstrual risk factors and early-onset breast cancer. Cancer Causes and Control Volume 11, Number 5 (2000), 451-458 CDC . (2000). Using the BMI-for-Age Growth Charts http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module1/te xt/module1print.pdf (6 Maret 2012, 19:49 WIB)
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
81
CDC . (2000). Overweight Children and Adolescents: Recommendations to Screen, Assess and Manage. http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module3/te xt/module3print.pdf (10 Maret 2012, 03:52 WIB) _____ . (2011). Basics about Childhood Obesity. http://www.cdc.gov/obesity/childhood/basics.html/ (5 Maret 2012, 22:52 WIB) Charney, Pamela (ed). (2009). ADA Pocket Guide to Nutrition Assessment 2nd edition. New York : ADA. Cheng, T. O. (2004). Obesity in Chinese Children. Journal of the Royal Society of Medicine. Clark, E. Goyder, P. Bissell, L. Blank, J. Peters. (2007). How do parents' childfeeding behaviours influence child weight? Implications for childhood obesity policy. J Public Health (2007) 29 (2): 132-141. Dasmita, Tristyati. (2007). Hubungan Pola Konsumsi, Aktivitas Fisik dan Daya Beli Keluarga dengan Kejadian Obesitas Anak Sekolah Dasar Swasta Marsudirini Jakarta Timur tahun 2007. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Dehghan, Mahshid., Noori Akhtar-Danesh and Anwar T Merchant. (2005). Childhood obesity, prevalence and prevention. Nutrition Journal 2005, 4:24 doi:10.1186/1475-2891-4-24 Depdiknas. (2005). Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka. Depkes. (2001). Buku Panduan Manajemen Laktasi : Dit. Gizi Masyarakat. http://gizi.depkes.go.id/asi/ (5 Maret 2012, 23:43 WIB) Depkes. (2009). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS Provinsi DKI Jakarta tahun 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta. _____. (2011). Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar RISKESDAS tahun 2010. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Dietz, William H. (1994). Critical Periods in Childhood for The Development of Obesity. American Journal of Clinical Nutrition 59 : pg 955-959. ______. (1998). Health Consequences of Obesity in Youth: Childhood Predictors of Adult Disease. Pediatrics 1998;101;518 ______.(2000). Using the BMI-for-Age Growth Charts. http://www.cdc.gov/nccdphp/dnpa/growthcharts/training/modules/module1/te xt/module1print.pdf Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
82
Dietz, William H. and Steven L. Gortmaker. 2001. Preventing Obesity in Children and Adolescents. Annual Review of Public Health. Vol. 22: pg 337-353. Dupuy M, Godeau E, Vignes C, Ahluwalia N. (2011). Socio-demographic and lifestyle factors associated with overweight in a representative sample of 1115 year olds in France: results from the WHO-Collaborative Health Behaviour in School-aged Children (HBSC) cross-sectional study. BMC Public Health. 2011 Jun 7;11:442. Firestone, Rebecca, et al. (2011). Child overweight and undernutrition in Thailand: Is there an urban effect?. Journal of Social Science & Medicine 72 , pg 14201428. Fitriarni. (2012). Hubungan Konsumsi ASI Eksklusif dan Faktor lainnya dengan Kejadian Kegemukan pada anak usia 6-23 bulan di Indonesia tahun 2010 (analisis data riskesdas 2010). Tesis. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Florindo, Alex Antonio, Maria do Rosario Dias de Oliveira Latorre. (2003). Validation and reliability of the Baecke questionnaire for the evaluation of habitual physical activity in adult men. Rev Bras Med Esporte volume 9 no 3 Niterói May/June 2003 French, S. A., M Story, D Neumark-Sztainer, J A Fulkerson and P Hannan. (2001). Fast food restaurant use among adolescents: associations with nutrient intake, food choices and behavioral and psychosocial variables. December 2001, Volume 25, Number 12, Pages 1823-1833 Gibson, Rosalind S. (2005). Principles of Nutritional Assessment 2nd edition. New York : Oxford University Press. Goldstein, D.J. (ed). (2005). The Management of Eating Disorders and Obesity, 2nd edition. New Jersey : Humana Press Inc. Goran, MI., KD Reynolds and CH Lindquis. (1999). Role of Physical Activity in the Prevention of Obesity in Children. International Journal of Obesity 23, Suppl 3, S18±S3. Grier, Sonya A. (2007). Fast-Food Marketing and Children’s Fast-Food Consumption: Exploring Parents’ Influences in an Ethnically Diverse Sample. Journal of Public Policy & Marketing 2007, American Marketing Association, pg 221–235. Gutbrie and Picciano. (1995). Human Nutrition. Missouri : Mosby. Guthrie, Helen Andrews. (1971). Introductory Nutrition 2nd edition. Mosby Company : Saint Louis.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
83
He, Meizi and Anita Evans. (2007). Are parents aware that their children are overweight or obese? Canadian Family Physician September 2007 vol. 53 no. 9 1493-1499 Healy, Yvonne. (2009). Nutritional Knowledge of Parents and the Packed Lunch They Provide Their Children. Disertation. University of Chester. http://chesterrep.openrepository.com/cdr/bitstream/10034/115250/1/yvonne% 20healy.pdf/ (1 Juni 2012, 20:19) Hervilia, Dwirna. (2009). Pengaruh Aktivitas Fisik terhadap Kegemukan Anak di TK Mardiyuana Depok Tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Hood, MY, et. al. (2000). Parental eating attitudes and the development of obesity in children. The Framingham Children's Study. International Journal of Obesity 24, 1319±1325 Huus, Karina, Jonas F Ludvigsson, Karin Enskär and Johnny Ludvigsson. (2008). Exclusive breastfeeding of Swedish children and its possible influence on the development of obesity: a prospective cohort study. BMC Pediatrics 2008, 8:42 doi:10.1186/1471-2431-8-42 Ibanez, Lourdes et al. (2006). Early Development of Adiposity and Insulin Resistance after Catch Up Weight Gain in Small-for-Gestational-Age Children. The Journal of Clinical Endocrinology and Metabolism 91: pg 2153-2158. Ikhsanudin, Iik. (2006). Hubungan Antara Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Kesehatan serta Faktor-faktor Lain dengan Status Gizi Anak Sekolah Kelas 1-3 SD pada 6 Sekolah Dasar Terpilih di Kota Cirebon tahun 2006. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Ilcol, Yesim Ozarda, Z. Banu Hizli, Tanju Ozkan. (2006). Leptin concentration in breast milk and its relationship to duration of lactation and hormonal status. International Breastfeeding Journal, 1:21 Jackson, D., Mannix J, Faga P, McDonald G. Overweight and obese children: mothers' strategies. J Adv Nurs. 2005 Oct;52(1):6-13. Jetté, M. K. Sidney, G. Blümchen. Metabolic equivalents (METS) in exercise testing, exercise prescription, and evaluation of functional capacity. Clinical Cardiology Volume 13, Issue 8, pages 555–565, August 1990 Kramer, Michael S. (2005). Maternal Nutrition and Adverse Pregnancy Outcomes : Lesson from Epidemiology dalam Hornstra G, Uauy R, Yang X (eds): The Impact of Maternal Nutrition on the Offspring. Nestlé Nutrition Workshop Series Pediatric Program, vol 55, pp 1–15. Kramer, MS et al. (2004). Feeding Effects on Growth during Infancy. Journal of Pediatric 145: 600-6005. Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
84
Lakshman, Rajalakshmi, et. al. (2009). Early Age at Menarche Associated with Cardiovascular Disease and Mortality. The Journal of Clinical Endocrinology & Metabolism December 1, 2009 vol. 94 no. 12 4953-4960 Lamerz, A., et al. (2005). Social class, parental education, and obesity prevalence in a study of six-year-old children in German. International Journal of Obesity 29, 373–38. Leonberg, Beth L. (2008). ADA Pocket Guide to Pediatric Nutrition Assessment. USA : American Dietetic Association. Lestari, Dewanti Suri. (2008). Hubungan Antara Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah di SD Islah Al Ma’ruf, Cibubur, Jakarta Timur Tahun 2008. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Lobstein, T., L. Baur and R. Uauy. (2004). Obesity in Children and Young People: A Crisis in Public Health. Obesity Reviews 5 (Suppl. 1), pg 4–85. Lopez, et. al. (2006). Obesity : Dietary and Developmental Influences. USA : Taylor and Francis Group. Martono, Sumaryadi. (1999). Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Tentang Gizi Serta Karakteristik Ibu dan Anak dengan Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar di Kecamatan Kosambi Kab Dati II Tangerang Tahun 1999. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Mushtaq, Muhammad Umair, et al. (2011). Prevalence and socioeconomic correlates of overweight and obesity among Pakistani primary school children. BMC Public Health. Nicklas, Theresa A. Su-Jau Yang, Tom Baranowski, Issa Zakeri, Gerald Berenson, MD. (2003). Eating Patterns and Obesity in Children: The Bogalusa Heart Study. Research article. American Journal of Preventive Medicine volume 25, issue 1, July 2003, pg 9-16. Notoatmodjo, Soekidjo. (2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : Rineka Cipta “Nutritional status, module 2 Foods and Nutrition” http://www.nios.ac.in/srsec321newE/321-E-Lesson-6.pdf Ogden, Cynthia L., Molly M. Lamb, Margaret D. Carroll and Katherine M. Flegal. (2010). Obesity and Socioeconomic Status in Children and Adolescents: United States, 2005–2008. Centers for Disease Control and Prevention. National Center for Health Statistics. National 6. Health and Nutrition Examination Survey.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
85
Ogden, Cynthia and Margaret Carroll. (2010). Prevalence of Obesity Among Children and Adolescents: United States, Trends 1963–1965 Through 2007– 2008. Survey. NCHS : Division of Health and Nutrition Examination : United States. Ogden, C. L., Carroll, M. D., Kit, B.K., & Flegal, K. M. (2012). Prevalence of obesity and trends in body mass index among U.S. children and adolescents, 1999-2010. Journal of the American Medical Association, 307(5), 483-490. Ong, KKL et al. (2002). Size at Birth and Early Childhood Growth in Relation to Maternal Smoking, Parity, and Infant Breastfeeding : Longitudinal Birth Cohort Studi and Analysis. Pediatric Res 2002, 52 : 863-867. Parizkova, Jana and Andrew Hills. (2005). Childhood Obesity. USA : CRC Press. Phares, Vicky, Ari R. Steinberg and J. Kevin Thompson. (2004). Gender Differences in Peer and Parental Influences: Body Image Disturbance, Self-Worth, and Psychological Functioning in Preadolescent Children. Journal of Youth and Adolescence Volume 33, Number 5, 421-429, Prihatini, Ria. (2006). Hubungan antara Kebiasaan Jajan dan Pola Aktivitas Fisik dan Pola Aktivitas Fisik serta Faktor-Faktor lainnya dengan Kejadian Obesitas pada Siswa-Siswi Sekolah Dasar Islam Terpadu Darul Abidin Depok tahun 2006. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Procter, Kimberley L. (2007). The Etiology of Childhood Obesity: a Review. Nutrition Research Reviews, 20, 29–4. Putri, Anggraini. (2009). Hubungan antara Asupan Makanan, Aktivitas di Waktu Senggang dan Jenis Kelamin dengan Status Gizi Lebih pada Anak-Anak di SD Vianney Jakarta Barat Tahun 2009. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Rahmawati, Dian. (2010). Hubungan antara ASI Eksklusif dengan Pencegahan Gizi Lebih pada Anak Pra-Sekolah di Taman Kanak-Kanak (TK) Islam Annajah Jakarta Selatan tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Rankinen, et. al. (2000). The human obesity gene map: the 2005 update. Obesity (Silver Spring). 2006 Apr;14(4):529-644. Rapp, K., KH Schick, H Bode and SK Weilan. (2005). Type of kindergarten and other potential determinants of overweight in pre-school children. Public Health Nutrition: 8(6), 642–64. Reinehr, Thomas, Michaela Kleber, Andre Michael Toschke. (2009). Small for Gestational Age status in associated with Metabolic Syndrome in Overweight Children. European Society of Endocrinology 160, pg 579-584.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
86
Rossi, Camila Elizandra and Francisco de Assis Guedes de Vasconcelos. (2010). Birth weight and obesity in children and adolescents: a systematic review. Rev Bras Epidemiol 2010; 13(2): 1-13 Sakamoto et. al. (2001). A social epidemiologic study of obesity among preschool children in Thailand. Paper. International Journal of Obesity 25, 389-394. Sari, Dewi Kumala. (2010). Hubungan Kebiasaan Makan dan Aktivitas Fizik dengan Kejadian Obesitas pada Anak Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Darul Muttaqien Parung – Bogor tahun 2010. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Schaefer-graf, et al. (2006). Association of Breast-feeding and Early Childhood Overweight in Children From Mothers With Gestational Diabetes Mellitus. Diabetes care, volume 29, number 5, May 2006 1105. http://care.diabetesjournals.org/content/29/5/1105.full.pdf (22 Juni 2012, 10:51 WIB) Scholder, Stephanie von Hinke Kessler. (2007). Maternal employment and overweight children: does timing matter? HEDG Working Paper 07/12 http://www.york.ac.uk/res/herc/documents/wp/07_12.pdf (23 Maret 2012, 15:41 WIB) Sharma, Manoj. (2008). Psychosocial Determinants of Childhood and Adolescent Obesity. Journal of Social, Behavioral and Health Science vol 2 pages 33-49. Singhal, A. and J. Lanigan. (2007). Breastfeeding, Early Growth and Later Obesity. Journal of Compilation : The International Association for The Study of Obesity. Obesity Review, 2007, 8 (suppl.1) pg 51-54. Strauss, Richard S, Daria Rodzilsky, Gail Burack, Michelle Colin. (2001). Psychosocial Correlates of Physical Activity in Healthy Children. Arch Pediatr Adolesc Med. 2001;155:897-902. “Tingkat Daya Beli Masyarakat Depok Tertinggi di Jabar”. (November 08, 2011) http://www.depoknews.com/tingkat-daya-beli-masyarakat-depok-tertinggidi-jabar.html/ (5 Maret 2012, 20:45) Tharkar, Shabana and Vijay Viswanathan. (2009). Impact of Socioeconomic Status on Prevalence of Overweight and Obesity among Children and Adolescents in Urban India. The Open Obesity Journal, 2009, 1, 9-14 Twells, L., L.A. Newhook. (2010). Can exclusive breastfeeding reduce the likelihood of childhood obesity in some regions of Canada? Canada J Public Health 2010;101(1):36-39. UCSF Benioff Children's Hospital. (2012). Health Risks of Overweight Children. http://www.ucsfbenioffchildrens.org/education/health_risks_for_overweight_ children/index.html (2 Juni 2012, 15:17 WIB)
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
87
Walker, S.P. et al. (2002). The Effect of Birth Weight and Postnatal Linear Growth Retardation on Body Mass Index, Fatness and Fat Distribution in Mid- and Late Childhood. Public Health Nutrition, Jun ; 5 (3) : 391-6. Wardlaw, Gordon M. and Margaret W. Kessel. (2002). Perspectives in Nutrition, 5th edition. New York : McGraw-Hills. West, Delia S. (2008). Parental Recognition of Overweight in Schoold-age Children. Article. Nature Publishing Group. http://www.nature.com/doifinder/10.1038/oby.2007.108/ (1 Juni 2012, 17:58) WHO. (2012). BMI-for-age (5-19 years) http://www.who.int/growthref/who2007_bmi_for_age/en/index.html (26 Februari 2012, 4:12 WIB) WHO. (2012). Obesity and Overweight. http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs311/en/index.html/ (26 Februari 2012, 3:05 WIB) Wulandari, Erma Sophia. (2011). Hubungan antara Jenis Kelamin, Pola Konsumsi Makanan, Aktivitas Fizik, Karakteristik Keluarga dengan Status Gizi pada Siswa Kelas 4 dan 5 di SD Negeri 2 Rawa Laut Bandar Lampung tahun 2011. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Yliharsila, H. et al. (2007). Birth Size, Adult Body Composition and Muscle Strength in Later Life. International Journal of Obesity 2007, 31, pg 1392-1399. Zhang X, et. al. (2009). High birth weight and overweight or obesity among Chinese children 3-6 years old. Prev Med. 2009 Aug-Sep;49(2-3):172-8. Epub 2009 Jul 24.
Universitas Indonesia
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
KUESIONER PENELITIAN (ANAK)
Nomor Responden
:
Kelas
:
Data Diri Hubungan antara Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu
Nama Lengkap
:
dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih
Jenis Kelamin
: Laki-laki/ Perempuan
pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012
No Telp/ HP
:
Hai adik-adik… Saya Maria Immaculata Vinne Swastika, mahasiswa Gizi UI. Saya sedang melakukan penelitian tentang gizi lebih di SD Mardiyuana. Maka dari itu, saya mohon bantuan adik-adik untuk mengisi kuesioner saya ini. Tolong diisi sejujurnya yaa.. Terima kasih adik-adik…
Pengukuran Status Gizi (diisi oleh petugas) Tinggi badan
:
Berat badan
:
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Aktivitas Fisik 1.
Apakah dalam setahun terakhir kamu berolahraga di luar jam pelajaran olahraga sekolah? a. Tidak (lanjut ke pertanyaan no 3) b. Iya 2. Dari tabel di bawah ini, olahraga apa yang biasanya kamu lakukan dan berapa lama waktunya? No
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Jenis Olahraga Contoh : Sepak bola Aerobik Basket Kasti Sepak Bola Senam Taekwondo Bulu tangkis Lari/ Jogging Renang Futsal
Drumband
Lain-lain Sebutkan ____________ ____________ ____________
Frekuensi dalam seminggu
Jumlah bulan yang diikuti dalam setahun
Lama waktu setiap harinya
2 kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali ___ kali
4 bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan ___ bulan
45 menit ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam ___menit/ ___jam
___ kali
___ bulan
___menit/ ___jam
3. Bila dibandingkan dengan teman lain yang seusia dengan saya, aktivitas fisik saya di waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur) adalah … a. Jauh lebih banyak daripada teman lain b. Lebih banyak daripada teman lain c. Sama dengan teman lain d. Kurang dari teman lain e. Sangat kurang dari teman lain 4. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya … a. Sangat sering berkeringat b. Sering berkeringat c. Kadang-kadang berkeringat d. Jarang berkeringat e. Tidak pernah berkeringat 5. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya … a. Sangat sering berolahraga b. Sering berolahraga c. Kadang-kadang berolahraga d. Jarang berolahraga e. Tidak pernah berolahraga 6. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya menonton TV/ bermain video games/ bermain komputer/ internet. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
7. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya berjalan-jalan. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering 8. Saat waktu luang (setelah pulang sekolah dan hari libur), saya bersepeda. a. Tidak pernah b. Jarang c. Kadang-kadang d. Sering e. Sangat sering 9. Berapa lama kamu bersepeda atau berjalan ke sekolah dan dari sekolah atau pergi berbelanja setiap harinya? a. Kurang dari 5 menit b. 5 sampai 15 menit c. 15 sampai 30 menit d. 30 sampai 45 menit e. Lebih dari 45 menit
Pola konsumsi Fast Food No
Jenis Makanan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pizza Hamburger Fried Chicken French Fries Spaghetti Pasta Nugget Sosis Donat Softdrink (Fanta, coca cola, sprite, dll) Lain-lain :
11
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Tidak pernah
Frekuensi __ kali/ __ kali/ hari minggu
__ kali/ bulan
KUESIONER PENELITIAN
Hubungan antara Jenis Kelamin, Karakteristik Ibu dan Faktor Lain dengan Status Gizi Lebih pada Siswa SD Mardiyuana Depok Tahun 2012 Yth. Ibu/ Wali dari siswa/ siswi _________________________ Salam sejahtera, Saya Maria Immaculata Vinne Swastika, mahasiswa program studi Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Saya sedang melakukan penelitian mengenai hubungan jenis kelamin, karakteristik ibu dan faktor lain dengan status gizi lebih pada siswa SD Mardiyuana Depok tahun 2012. Penelitian ini merupakan tugas akhir saya dalam menempuh pendidikan S1 Gizi. Terkait dengan hal tersebut, dengan segenap kerendahan hati saya mengharapkan kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Saya mohon Ibu untuk mengisi lembaran kuesioner dengan benar dan jujur. Apapun jawaban Ibu tidak akan mempengaruhi nilai anak di sekolah. Semua informasi yang Ibu berikan akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini. Bila Ibu bersedia, silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti kesediaan Ibu. Atas perhatian dan kesediaan Ibu, kami mengucapkan terima kasih.
Mengetahui, Kepala Sekolah SD Mardiyuana Depok
Depok, April 2012 Hormat saya, Peneliti
Lukas Sudharta, Spd.
Maria Immaculata Vinne S. Menyetujui,
(_______________________) Mohon kuesioner ini dikumpulkan pada hari __________, ________________ melalui putra/ putri Ibu yang kemudian diserahkan pada wali kelas masing-masing. Maria Immaculata Vinne Swastika Departemen Gizi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (CP 085718081507/ 082123660767) Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
A.
Karakteristik Keluarga Karakteristik Anak Nama anak Tanggal lahir Jenis Kelamin Kelas Alamat tempat tinggal Telp rumah/ HP
: : ___/___/_______ : L/ P : IV/ V – A/ B/ C/ D : :
Karakteristik Ibu Nama Ibu Pendidikan formal terakhir Pekerjaan Berat badan Tinggi Badan
: : : : _______ kg : _______ cm
Karakteristik Ayah Nama Ayah Pendidikan formal terakhir Pekerjaan Berat badan Tinggi Badan
: : : : _______ kg : _______ cm
(tanggal/bulan/tahun) (coret yang tidak perlu) (coret yang tidak perlu)
B. Pengetahuan Ibu tentang Gizi dan Status Gizi Lebih Petunjuk umum : Mohon diisi tanpa bantuan orang lain atau menggunakan referensi apapun. Petunjuk : Lingkarilah jawaban yang menurut Ibu benar. Jawaban boleh lebih dari satu. 1. Pernyataan yang benar mengenai kegemukan dan obesitas adalah … i. kelebihan kadar lemak di dalam tubuh ii. kelebihan hasil konsumsi protein di dalam tubuh iii. kelebihan hasil konsumsi karbohidrat di dalam tubuh iv. kelebihan berat badan berdasarkan umurnya v. kelebihan berat badan berdasarkan tinggi badannya 2. Anak sehat adalah anak yang memiliki ciri-ciri … i. tidak mudah sakit ii. berat badan sesuai dengan usianya iii. berat badan sesuai dengan tinggi badannya iv. tinggi dan berat badan sesuai dengan usianya v. aktif dan lincah bergerak 3. Contoh menu makanan yang baik dan seimbang terdiri dari … i. nasi, tahu, telur, sayur sawi, buah jeruk ii. nasi, tempe, ayam, sayur kangkung, buah pisang iii. nasi, tempe, ikan, sayur bayam, buah mangga iv. nasi, tempe, telur, sayur sawi, buah pepaya v. nasi, tahu, ikan, sayur kangkung, buah jeruk Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
4. Makanan di bawah ini yang merupakan makanan sumber karbohidrat adalah… i. nasi ii. mie iii. kentang iv. jagung v. roti 5. Bahan makanan di bawah ini yang mengandung lemak dalam jumlah tinggi adalah … i. ayam dengan kulit ii. kornet sapi iii kuning telur ayam iv. daging bebek v. kikil (kulit sapi) 6. Bahan makanan di bawah ini yang mengandung serat dalam jumlah tinggi adalah … i. jambu biji ii. daun singkong iii. belimbing iv. daun katuk v. manggis 7. Bahan makanan di bawah ini yang merupakan sumber protein adalah … i. tempe ii. kacang tanah iii. tahu iv. daging ayam v. ikan kembung 8. Bahan makanan yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit sehingga sebaiknya dikonsumsi dalam jumlah yang sedikit pula adalah … i. gula ii. lemak iii. garam iv. minyak v. mentega 9. Prinsip makan yang baik adalah … i. makan tiga kali dalam sehari ii. makan dengan berprinsip pada menu seimbang iii. makan dengan porsi cukup dan tidak berlebihan iv. makan makanan bervariasi/ berbeda setiap harinya v. memenuhi zat gizi yang dibutuhkan tubuh 10. Penyebab kegemukan pada anak adalah … i. sering mengkonsumsi makanan tinggi lemak ii. makan dalam jumlah yang besar setiap hari iii. mempunyai kebiasaan jajan diantara waktu makan iv. makan lebih dari tiga kali dalam sehari v. mempunyai kebiasaan menonton TV setiap hari 11. Makanan yang mengandung berpotensi menyebabkan kegemukan pada anak adalah … i. gorengan ii. martabak manis keju Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
iii. es krim iv. kentang goreng v. fried chicken 12. Proses pengolahan makanan yang dapat mencegah kegemukan pada anak adalah … i. bakar ii. rebus iii. kukus iv. tumis v. tim 13. Jenis kegiatan/ kebiasaan yang beresiko menyebabkan kegemukan pada anak adalah … i. bermain video games setelah pulang sekolah ii. tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler apapun baik di dalam maupun di luar sekolah iii. menonton TV setiap pulang sekolah sampai malam hari iv. sering bermain internet atau komputer di waktu luang v. membaca komik sambil mendengarkan musik setiap pulang sekolah 14. Cara mencegah kegemukan pada anak adalah … i. mengikutsertakan anak dalam berbagai kegiatan ekstrakurikuler ii. mengijinkan anak bersepeda bersama teman iii. meningkatkan konsumsi sayur dan buah pada makanan anak iv. membatasi konsumsi cemilan/ jajanan anak v. mengajak anak berolahraga secara teratur 15. Akibat yang ditimbulkan karena kegemukan pada masa anak-anak adalah … i. penyakit diabetes mellitus pada masa dewasa ii. penyakit jantung koroner dan stroke pada masa dewasa iii. penyakit kanker pada masa dewasa iv. gangguan pernapasan seperti kesulitan bernapas pada saat tidur v. penurunan kepercayaan diri atau perasaan minder pada anak
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
B. Faktor Prenatal dan Postnatal Petunjuk : Pertanyaan di bawah ini merupakan pertanyaan mengenai berat dan panjang lahir serta praktek pemberian ASI Eksklusif kepada putra/ putri Ibu yang duduk di bangku kelas IV atau V SD Mardiyunana Depok tahun 2012 No Pertanyaaan 1 Berdasarkan surat lahir atau menurut dokter/ bidan yang membantu persalinan, berapa berat badan putra/putri Ibu waktu lahir? 2 Berdasarkan surat lahir atau menurut dokter/ bidan yang membantu persalinan, berapa panjang badan putra/putri Ibu waktu lahir? 3 Apakah Ibu pernah menyusui atau memberikan ASI (Air Susu Ibu) kepada putra/putri Ibu? 4 Setelah melahirkan putra/putri Ibu, apakah ASI ibu langsung keluar? 5 Bila tidak, kapan ASI pertama kali keluar? 6 7
8
Sebelum ASI keluar, apakah putra/putri Ibu diberikan makanan/ minuman lain? Selama tiga hari pertama setelah melahirkan, makanan/ minuman apa saja yang diberikan kepada putra/putri Ibu selain ASI?
Sampai usia berapa putra/putri Ibu hanya diberikan ASI saja tanpa makanan/ minuman lain?
Jawaban __________ gram
____________ cm a. Pernah (lanjut ke no 4) b. Tidak pernah (selesai) a. Ya (lanjut ke no 7) b. Tidak (lanjut ke no 5) a. ____ menit/ jam/ hari (lanjut ke no 6) b. ASI tidak pernah keluar (selesai) a. Ya, yaitu________________(sebutkan) b. Tidak a. Madu (selesai) b. Air putih (selesai) c. Susu formula (selesai) d. Lain-lain, sebutkan________ (selesai) e. Tidak diberikan makanan/ minuman apapun selain ASI (lanjut no 8) _____ hari/ minggu/ bulan/ tahun (coret yang tidak perlu)
Terima kasih atas partisipasi Ibu
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
FORM FOOD RECALL Tanggal wawancara : Nama Siswa
:
Kelas / No Absen
:
Waktu
Menu
Bahan Makanan
URT
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Berat (gram)
Ayo tuliskan makanan/ minuman/ jajan/ camilan yang kamu konsumsi sehari ini yaa.. Hati-hati jangan sampai terlewat… Selamat mengisi…
Nama : Hari / Tanggal : Nama Makanan
Isi Makanan
Berapa banyak yang kamu makan
Nasi Telur dadar Tempe orek Mie goreng
2 centong 1 butir 1 sendok makan 1 sendok sayur
Susu Dancow coklat Sebelum berangkat sekolah
3 sendok makan (1 gelas)
Contoh : Nasi uduk
-
Susu
Waktu makan
Tempat makan
Dengan siapa kamu makan?
6.30
Rumah
Sendiri
6.30
Rumah
Sendiri
Istirahat pertama di sekolah
Istirahat kedua di sekolah
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Pulang sekolah (jajan di luar sekolah, makan di rumah, di tempat les, atau di sekolah)
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
FORM PENGUKURAN BERAT BADAN DAN TINGGI BADAN Kelas : No
Nama
1
Berat Badan 2 mean
1
Tinggi badan 2 mean
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012
Hubungan jenis..., Maria Immaculata Vinne Swastika, FKM UI, 2012