i
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN INDEKS KOMORBIDITAS DENGAN KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT SIMPTOMATIK
TESIS
SERI MEI MAYA ULINA TARIGAN 0806484736
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JANUARI 2014
i
UNIVERSITAS INDONESIA
HUBUNGAN INDEKS KOMORBIDITAS DENGAN KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT SIMPTOMATIK TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam
SERI MEI MAYA ULINA TARIGAN 0806484736
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JANUARI 2014
ii
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Seri Mei Maya Ulina Tarigan NPM : 0806484736
Tanda Tangan : ............................... Tanggal : 21 Januari 2014
iii
Universitas Indonesia
iv
Universitas Indonesia
v
Universitas Indonesia
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYAILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Seri Mei Maya Ulina Tarigan
NPM
: 0806484736
Program Studi
: Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas
: Kedokteran
Jenis karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: “Hubungan Indeks Komorbiditas dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien Osteoartritis Lutut Simptomatik” beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan memublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/ pencipta dan sebagai pemilih Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Jakarta Pada tanggal 21 Januari 2014 Yang menyatakan
vi
Universitas Indonesia
PRAKATA
Ucapan syukur yang tak terhingga saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena berkat rahmat yang dilimpahkan-Nya saya dapat menyelesaikan tesis sekaligus pendidikan saya di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya sadar bahwa apa yang telah saya capai sampai saat ini, baik selama mengerjakan tesis maupun selama menjalani proses pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI, tidak terlepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, kerjasama, serta doa restu dari berbagai pihak. Oleh karena itu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K),sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat ini, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menjalani proses pendidikan di fakultas yang Beliau pimpin.
Dr. dr. Imam Subekti, SpPD, K-EMD,sebagai Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini, atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
dr. Aida Lydia, PhD, SpPD, K-GH, selaku Ketua Program Studi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini, serta kepada para staf koordinator pendidikan, atas bimbingan, perhatian, dan dukungan yang diberikan selama masa pendidikan saya.
dr. Bambang Setyohadi, SpPD, K-R, selaku Ketua Divisi Rematologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI sekaligus sebagai pembimbing penelitian saya, yang telah memberikan kesempatan dan kemudahan bagi saya untuk melakukan penelitian di divisi yang Beliau pimpin, serta menjadi sumber ide, memberi masukan, arahan, dan dukungan selama saya menjalankan penelitian ini.
dr. Hamzah Shatri, SpPD, K-Psi selaku pembimbing penelitian, dan dr. Esthika Dewiasty, Sp. PD, MSc selaku pembimbing metodologi penelitian saya. Beliau berdua telah banyak sekali memberikan bimbingan, masukan, perhatian, dan dukungan kepada saya selama proses penelitian ini.
vii
Universitas Indonesia
dr. Soeharko ,SpPD, K-EMD, pembimbing akademik saya selama pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, yang telah memantau, selalu mengingatkan, serta memberikan dukungan selama proses pendidikan.
Para guru besar dan staf pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang telah menjadi guru dan panutan bagi saya selama masa pendidikan ini.
Para koordinator dan ketua divisi beserta staf di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI yang telah memberikan dukungan sarana dan prasarana selama proses pendidikan saya.
Staf administrasi di lingkungan Divisi Rematologi dan Geriatri (Bapak Irwansyah, Ibu Yanti, Ibu Endoh) serta staf administrasi Departemen Ilmu Penyakit Dalam (Ibu Aminah, Ibu Yanti, Bapak Heryanto) yang telah banyak membantu kelancaran pendidikan dan penyelesaian tesis ini.
Para perawat, paramedis, petugas penata rekening, petugas farmasi, dan para pegawai RS Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RSU Tangerang, RSPAD Gatot Subroto, dan RS Dharmais yang telah menyertai perjalanan pendidikan saya hingga selesai.
Para pasien di RS Cipto Mangunkusumo, RS Persahabatan, RS Fatmawati, RSU Tangerang, RSPAD Gatot Subroto, dan RS Dharmais yang bersedia memberikan ilmu dan pengalaman yang berharga kepada saya selama proses pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam.
Kepada subjek penelitian dan keluarganya yang bersedia turut serta dalam penelitian saya, saya mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya, semoga penelitian ini bermanfaat bagi kebaikan pasien nantinya.
Para senior dan teman sejawat sesama peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.
Teman-teman Program Pendidikan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Angkatan Januari 2009, dr. Ali Sakti, SpPD, MPH, dr. Ana Fawziah, dr. Angga Pramudita, MKes, dr. Anggraini Permata Sari, dr. Audi Satriyanto, dr. Budi Amarta Putra, dr. Dwi Wahyunianto, dr. Euphemia Seto, dr. Farieda Ariyanti, dr. M. Adi Firmansyah, dr. M. Ikhsan Mokoagow, M.Med.Sci, dr. Imam Irfani, dr. M. Syahrir Azizi, dr. Maryatun Hasan, MKes, dr. Mirna Nurasri viii
Universitas Indonesia
Praptini, dr. Prionggo Mondrowinduro, dr. Velma Herwanto dan dr. Stevent Sumantri. Sungguh merupakan kebanggaan dan kehormatan dapat menjalani pendidikan ini bersama- sama dengan kalian. Semoga kebersamaan ini dapat kita bina juga selepas masa pendidikan ini.
Orangtua saya, Ayah Benson Ngatanken Tarigan dan Ibu Christina Zebua atas kasih sayang, dorongan, dukungan, nasihat, serta doa yang tiada putusputusnya bagi saya. Ayah dan ibu berdua adalah kekuatan dan penopang saya dalam menjalani pendidikan ini.
Adik saya Mega Indahwati Natangsa Tarigan , Daniel Carnias Tarigan serta adik ipar saya Ade Vidonta Ginting, dan keponakan saya Amadea Ayren Prisila Ginting atas dukungan dan doanya untuk saya. Keberadaan kalian membawa sukacita bagi saya dalam menyelesaikan pendidikan ini
Kepada sahabat terbaik saya dr. Leo Koko Budiman atas doa dan dukungan selama penyelesaian tesis ini. Kehadiranmu menyempurnakan hidup saya.
Serta kepada seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu yang juga banyak memberikan bantuan dan dukungan kepada saya selama ini, terima kasih, semoga Tuhan Yesus Kristus membalas budi baik Anda sekalian.
Jakarta, Januari 2014
ix
Universitas Indonesia
ABSTRAK Nama : Seri Mei Maya Ulina Tarigan Program Studi : Ilmu Penyakit Dalam Judul : Hubungan Indeks Komorbiditas dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien Osteoartritis Lutut Simptomatik Latar Belakang: Osteoartritis (OA) lutut merupakan OA simptomatik yang paling banyak diderita dan menimbulkan hendaya. Tujuan tatalaksana penyakit kronis seperti OA lutut adalah tercapainya kualitas hidup terkait kesehatan yang baik. Akibat prevalensi OA lutut yang meningkat sejalan dengan usia, maka komorbiditas sangat umum ditemukan pada penderitanya. Komorbiditas diduga sebagai faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut. Tujuan: Mengetahui hubungan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik Metode: Desain penelitian adalah studi potong lintang dan dilakukan di Poliklinik Rematologi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta. Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan instrumen generik Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey yang diisi secara subjektif oleh subjek. Indeks komorbiditas dinilai oleh peneliti menggunakan instrumen Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Analisis hubungan dilakukan dengan uji Chi-square dan alternatifnya, yaitu uji Fisher Exact. Hasil: Mayoritas subjek penelitan adalah wanita dengan rerata usia 62,62 tahun (SD8,02). Faktor risiko terbanyak OA lutut adalah berat badan lebih atau obes. Rerata IMT subjek adalah 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Sebanyak 86,1% subjek memiliki ringkasan komponen fisik kualitas kehidupan terkait kesehatan yang buruk. Sedangkan 72,2% subjek memiliki ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan baik. Sebanyak 98,7% memiliki >1 komorbid. Tiga sistem komorbiditas terbanyak adalah endokrin- metabolik, vaskuler, serta muskuloskeletal dan integumen. Nilai median indeks komorbiditas CIRS adalah 1,68 (0-2,33) dengan kategori terbanyak adalah indeks komorbiditas sedang. Dalam analisis bivariat, tidak ditemukan hubungan indeks komorbiditas dengan ringkasan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,11; IK95%= 0,26-4,75), maupun dengan ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,21; IK95%= 0,41-3,61). Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara indeks komorbiditas dengan komponen kualitas hidup terkait kesehatan, baik komponen fisik maupun mental pada pasien OA lutut simptomatik. Kondisi komorbiditas dan kualitas hidup yang homogen pada populasi studi ini mungkin berkontribusi terhadap hal ini. Kata kunci: komorbiditas, kualitas hidup, osteoartritis lutut simptomatik.
x
Universitas Indonesia
ABSTRACT Name : Seri Mei Maya Ulina Tarigan Study Program : Internal Medicine Title : Relationship Between Comorbidity Index and Health Related Quality of Life in Symptomatic Knee Osteoarthritis Patient Background: Knee osteoarthritis (OA) is the most prevalent symptomatic OA among adults and is the leading cause of disability. The ultimate treatment goal in such chronic disease is to achieve a good health related quality of life (HRQoL). Since knee OA prevalence is increasing throughout age, comorbidity become common condition. Comorbidity is presumed as contributing factor unto health related quality of life in knee OA patient Objective: To evaluate the relation between comorbidity index and health related quality of life in symptomatic knee OA patient. Methods: This was a cross-sectional study conducted in Rheumatology Policlinic Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. HRQol was measured with a selfassesment generic instrument Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey. Comorbidity index was measured by researcher with Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). Bivariate analysis was performed by using Chi-square test and its alternative Fisher Exact Test. Results: Most subjects were woman with mean age of 62,62 years (SD8,02). The most prevalent risk factor was overwight or obesity. Mean value for body mass index in this study was 27,54 kg/m2 (SD 4,44). Eighty six percent of subjects were having poor physical component summary (PCS) of HRQoL. Whereas 72,2% of subjects waere having good mental component summary (MCS) of HRQoL. Ninety eight point seven percent subjects were having >1 comorbidity(ies). The three top positive comorbidity system were endocrine- metabolic, vascular, and musculosceletal and integument. The median value of comorbidity index was 1,68 (0-2,33) which is resembled moderate comorbidity index. There was no relation has been found in bivariate analysis between comorbidity index and PCS (OR= 1,11; CI95%= 0,26-4,75), neither with MCS (OR=1,21; CI95%= 0,41-3,61).
Conclusion: There is no relation between comobidity index and HRQoL, both physically and mentally component in symptomatic knee OA patients. The homogenicity of comorbidity condition and HRQoL in subjects may contributed to the result. Key words: comorbidity, quality of life, symptomatic knee osteoarthritis
xi
Universitas Indonesia
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... ii LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS................................................... iii LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ iv LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI………………………………………… v HALAMAN PENYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS............................................ vi PRAKATA…………………………………………………………………....... vii ABSTRAK.......................................................................................................... x ABSTRACT......................................................................................................... xi DAFTAR ISI....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL................................................................................................ xiv DAFTAR GAMBAR........................................................................................... xv DAFTAR SINGKATAN..................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah....................................................... 4 1.3. Hipotesis Penelitian.............................................................................. 4 1.4. Tujuan Penelitian.................................................................................. 4 1.4.1 Tujuan Umum................................................................................ 4 1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................... 4 1.5. Manfaat Penelitian................................................................................ 4 II. TINJAUANPUSTAKA 2.1. OA Lutut............................................................................................... 6 2.1.1. Definisi dan Epidemiologi............................................................ 6 2.1.2. Faktor Risiko................................................................................. 6 2.1.3. Patogenesis Nyeri pada OA.......................................................... 7 2.1.4. Komorbiditas pada OA Lutut Simptomatik.................................. 8 2.2. Pengukuran Kualitas Hidup Terkait Kesehatan.................................... 15 2.3. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien OA Lutut Simptomatik.......................................................................................... 19 2.3.1. Mekanisme Penurunan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien OA Lutut Simptomatik...................................................... 24 2.3.1.1. Kekuatan Otot..................................................................... 24 2.3.1.2. Kepasitas Kerja Aerobik..................................................... 25 2.3.1.3Fungsi Sendi........................................................................ 25 2.4. Pengukuran Komorbiditas pada OA Lutut Simptomatik...................... 26 2.5. Pengaruh Komorbiditas Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien OA Lutut Simptomatik..................................................... 28 2.5.1. Pengaruh Komorbid terhadap Kapasitas Fisik............................... 29 2.5.2. Pengaruh Komorbid terhadap Nyeri.............................................. 31 2.6. Faktor Perancu...................................................................................... 31 xii
Universitas Indonesia
2.7. Kerangka Teori..................................................................................... III. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep.................................................................................. 3.2. Variabel dan Definisi Operasional........................................................ IV. METODE PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian................................................................................. 4. 2. Waktu dan Tempat Penelitian.............................................................. 4. 3. Populasi dan Subjek Penelitian........................................................... 4. 4. Besar Sampel....................................................................................... 4.5. Kriteria Penerimaan dan Penolakan Sampel........................................ 4.6. Identifikasi Variabel Penelitian............................................................ 4.7. Alur Penelitian...................................................................................... 4.8. Cara Kerja ........................................................................................... 4.9. Pengolahan dan Analisis Data.............................................................. 4.10. Organisasi Penelitian.......................................................................... V. HASIL PENELITIAN 5.1.Karakteristik Subjek Penelitian............................................................ 5.2. Gambaran Komorbiditas Subjek Penelitian......................................... 5.3. Gambaran Kualias Hidup Terkait Kesehatan Subjek Penelitian......... 5.4. Hubungan Indeks Komorbiditas CIRS dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan................................................................................. 5.5. Peran Faktor Perancu Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan… VI. PEMBAHASAN 6.1. Karakteristik Subjek Penelitian............................................................ 6.2. Gambaran Komorbiditas Subjek Penelitian......................................... 6.3. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek Penelitian....................... 6.4. Hubungan Indeks Komorbiditas CIRS dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan................................................................................. 6.5. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian................................................ 6.6. Generalisasi Hasil Penelitian................................................................ VII. SIMPULAN DAN SARAN 7.1. Simpulan.............................................................................................. 7.2. Saran..................................................................................................... RINGKASAN..................................................................................................... SUMMARY......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................... LAMPIRAN.........................................................................................................
32 33 33 35 35 35 35 36 36 37 37 38 38 39 41 43 44 45 47 50 51 54 57 57 59 59 60 61 62 67
xiii
Universitas Indonesia
DaftarTabel
Tabel 1.
Ringkasanstudimengenai OA dankomorbid………………….
Tabel 2.
Ringkasanstudimengenaifaktorfaktor yang mempengaruhikualitashidupterkaitkesehatanpasien OA lutut…………….. Telaah kritis studi- studi yang membahas hubungan komorbiditas dengan kalitas hidup terkait kesehatan pasien OA…………………………………............................................ Perbandingan CIRS dengan KFC, CCI, dan ICED…………………………………........................................
27
Tabel5.
Karakteristik demografi subjek penelitian……………………..
39
Tabel6.
Karakteristik klinis dan radiologi subjek penelitian……………
40
Tabel7.
Gambaran komorbiditas subjek penelitian berdasarkan CIRS…
41
Tabel8.
Deskripsi komorbiditas subjek penelitian……………………………
42
Tabel9.
Kualitas hidup terkait kesehatan subjek penelitian berdasarkan SF36…………………………………………………………………….. Hubungan indeks komorbiditas dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan……………………………………………….. Hubungan indeks komorbiditas dengan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan………………………………………………..
44
Tabel 3.
Tabel4.
Tabel10. Tabel 11. Tabel12. Tabel13. Tabel14. Tabel 15.
Hubungan gender dan usia dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan ................................................................ Hubungan gender dan usia dengan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan .....………............................................ Analisis multivariat umur dan gender terhadap komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk ............................... Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian Zakaria dkk dan Norimatsu dkk ………………………………………………………..
10
20
22
45 45 46 46 46 47
xiv
Universitas Indonesia
DaftarGambar Gambar 1
Skemakomponenkualitashidupterkaitkesehatanmenurut SF-36 ....................................................................
18
xv
Universitas Indonesia
DAFTAR SINGKATAN
ACR AIMS CCI CDC CIRS CGRP DRG FCI HRQoL ICED IMT IL-6 IOTF JKOM KFC
American College of Rheumatology Arthritis Impact Measurement Scale Charlson Comorbidity Index Centers for Disease Control and Prevention Cumulative Illness Rating Scale Calcitonin gene – related peptide Dorsal root ganglia Functional Comorbidity Index Health Related Quality of Life Index of Co-Existent Disease Indeks Massa Tubuh Interleukin-6 International Obsity Task Force Japanese Knee Osteoarthritis Measure Kaplan- Feinstein Classification
KTP
Kartu Tanda Penduduk
NGF NO METs OMERACT QoL RSCM ROM SF-36 TNF-α YLD
Nerve Growth Factor Nitric Oxide Metabolic Equivalent of Tasks Outcome Measures in Rheumatology Quality of Life Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Range of Motion Medical Outcome 36 Items Short Form Health Status Survey Tumor Necrosis Factor Alpha Years Lived with Disability
xvi
Universitas Indonesia
DaftarLampiran Lampiran 1
Penjelasan untuk Peserta Penelitian
67
Lampiran 2
Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian
69
Lampiran 3
Formulir SF-36
70
Lampiran 4
Formulir Penelitian
75
Lampiran 5
Formulir CIRS
76
Lampiran 6
Panduan Penilaian Skor CIRS
77
xvii
Universitas Indonesia
1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan penyakit muskuloskeletal yang paling banyak diderita orang dewasa, menyebabkan hendaya dan membebani sistem pembiayaan kesehatan di negara maju dan berkembang. 1-6 OA lutut merupakan jenis OA simptomatik yang paling banyak diderita. 2 Prevalensi OA lutut simptomatik di Amerika Serikat berdasarkan data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2011 adalah 12,1% pada usia > 60 tahun dan 15% pada usia > 44 tahun, di mana pasien wanita lebih banyak daripada pria. 7 Prevalensi OA lutut yang didiagnosis berdasarkan gambaran radiologis lebih tinggi dibandingkan OA lutut simptomatik.1,7 Perbedaan tersebut diakibatkan oleh adanya diskrepansi antara gambaran radiologi OA dengan keluhan nyeri lutut, di mana hanya sekitar 15% pasien dengan gambaran radiologi OA memiliki keluhan nyeri lutut. 2,4 Kemungkinan seseorang menderita OA lutut
meningkat sejalan dengan
pertambahan usia.2,5 Akibat meningkatnya angka harapan hidup dan perubahan gaya hidup, maka beban yang ditimbulkan oleh OA lutut simptomatik juga meningkat. 1,6 OA lutut simptomatik menjadi penyebab mayor keterbatasan mobilitas dan menurut data World Health Organization (WHO) tahun 1990 yang diproyeksikan sampai dengan tahun 2010, merupakan penyakit
non- fatal nomor delapan yang
mengakibatkan beban global. Nyeri lutut dan keterbatasan fungsi kehidupan seharihari seringkali mengakibatkan pasien menganggap dirinya tidak sehat secara fisik dan mental.8,9 Sekitar 40% pasien OA lutut simptomatik menyatakan status kesehatannya buruk.7 Di Amerika Serikat, OA lutut merupakan penyebab ketiga years lived with disability (YLDs) dan penyebab keenam pada level global.10 Untuk populasi Asia, didapatkan data dari studi Lam pada populasi Cina dengan penyakit kronis di Hongkong, bahwa OA lutut merupakan penyakit kronis yang paling mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan. 11 Belum ada data mengenai derajat kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut simptomatik di Indonesia. Beban ekonomi akibat OA lutut simptomatik mencakup biaya langsung dan
1
biaya tidak langsung.6 Sekitar 55% penyakit muskuloskeletal yang dirawat adalah OA.7 Kurang lebih 35% prosedur medis terkait artritis adalah penggantian sendi lutut dan pinggul yang meningkatkan pembiayaan kesehatan selama tahun 19902000, dari $69,4 juta menjadi $148 juta.7 Sekitar 500 kematian per tahun terkait dengan OA dan 6% kematian terkait artritis disebabkan oleh OA.7 Kematian terkait OA nampaknya masih kurang diperhitungkan, misalnya kematian akibat perdarahan saluran cerna akibat penggunaan OAINS pada OA. 12 Diperkirakan, beban ekonomi akibat kehilangan hari kerja produktif terkait OA adalah $3,4 miliar sampai dengan $13,2 miliar.7 Di negara berkembang seperti Indonesia, beban ekonomi tersebut diperkirakan dapat lebih besar karena keterbatasan akses artroplasti. 1 Penyakit kronis yang menimbulkan banyak hendaya seperti OA lutut simptomatik disebut- sebut sebagai suatu bentuk krisis kehidupan. 13 Pasien berhadapan dengan konsekuensi perjalanan alamiah OA yang bersifat degeneratif; yaitu timbulnya berbagai keterbatasan fisik akibat nyeri. 13 Tujuan tatalaksana penyakit kronis yang demikian adalah tercapainya kualitas hidup terkait kesehatan yang optimal melalui kemampuan mempertahankan kehidupan yang mandiri dan menyenangkan pada berbagai tahap penyakit, bukan lagi untuk menyembuhkan penyakit.13 Dengan demikian dapat dimengerti bahwa tatalaksana OA lutut bertujuan untuk mengontrol nyeri dan meningkatkan kualitas kehidupan. 2,14-16 Kualitas hidup (quality of life/ QoL) merupakan konsep multidimensi yang mencakup status kesehatan fisik, mental , kemandirian, hubungan sosial, kepercayaan individu, dan relasi yang terbuka terhadap lingkungan. 17,18 Sedangkan konsep kualitas hidup terkait kesehatan (health related quality of life/HRQoL ) hanya mencakup aspek- aspek terkait kesehatan dan tidak memasukkan aspek- aspek non kesehatan seperti pekerjaan, hubungan keluarga, dan spiritualitas.19 Pada praktek sehari- hari kedua terminologi tersebut sering digunakan bergantian. 19 Kualitas hidup terkait kesehatan saat ini telah diterima secara luas sebagai indikator keluaran tatalaksana penyakit kronis yang memperkuat parameter tradisional sebelumnya yaitu mortalitas dan morbiditas. 11,13World Health Organization (WHO), the International League for Rheumatology Task Force, dan OA Research Society sangat merekomendasikan penggunaan parameter kualitas hidup dalam riset klinis OA.17 2
Universitas Indonesia
Karena prevalensi OA lutut simptomatik yang meningkat sejalan dengan pertambahan usia, maka komorbid lazim ditemukan pada penderitanya
5,19
OA
merupakan salah satu penyakit kronis yang disertai komorbid terbanyak. 20,21 Prevalensi pasien OA yang memiliki satu atau lebih komorbid berkisar 73% sampai dengan 98%.21-23 Secara umum, seseorang dengan satu atau lebih komorbid memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih buruk, namun pengaruh masing- masing komorbid terhadap kualitas hidup terkait kesehatan tidak sama. 14 Terdapat interaksi antar penyakit sehingga penyakit yang satu dapat memberikan dampak yang lebih buruk terkadap kualitas hidup terkait kesehatan dibandingkan penyakit lainnya. 14 Untuk mengatasi hal tersebut, maka pengukuran dampak komorbiditas lebih baik bila dikuantifikasi menggunakan indeks komorbiditas daripada menggunakan hitung jumlah biasa.14,22 Telah banyak dilakukan studi mengenai kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik, namun belum ada studi yang menghubungkan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan. Dari penelusuran pustaka, ditemukan dua studi yang memasukkan komorbiditas sebagai faktor yang diduga mempengaruhi
kualitas
hidup
terkait
kesehatan
pasien
OA
lutut
simptomatik.25,26Dua studi tersebut didapatkan dua hasil yang berbeda mengenai pengaruh komorbiditas terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik.25,26 Penelitian ini akan meneliti hubungan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik. Kualitas hidup terkait kesehatan akan diukur menggunakan instrumen Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey yang menggambarkan penilaian subjektif pasien terhadap status kesehatannya. Sedangkan indeks komorbiditas akan diukur secara obyektif oleh peneliti menggunakan Cummulative Illnes Rating Scale (CIRS). Dengan menggunakan indeks komorbiditas, diharapkan penelitian ini dapat menilai dengan lebih baik hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik dibandingkan penelitian- penelitian sebelumnya dan menjembatani ketidaksesuaian hasil dari penelitian- penelitian tersebut.
3
Universitas Indonesia
1.2.Identifikasi dan Rumusan Masalah OA
lutut
simptomatik
merupakan
penyakit
muskuloskeletal
yang
menimbulkan hendaya fisik dan menurunkan kualitas hidup terkait kesehatan. Seiring dengan insidennnya yang meningkat sejalan usia, maka komorbiditas lazim dijumpai pada penderitanya. Dampak yang diberikan komorbid terhadap kualitas hidup terkait kesehatan dipengaruhi oleh derajat beratnya masing- masing komorbid dan interaksi antar komorbid. Untuk menjembatani hal ini, pengukuran dampak komorbiditas dalam studi klinis sebaiknya menggunakan indeks komorbiditas. Penelitan sebelumnya mengenai pengaruh komorbiditas terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut simptomatik menggunakan hitung jumlah komorbiditas dan memberikan hasil yang kontradiktif Berdasarkan paparan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini ditetapkan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: - Bagaimana hubungan indeks komorbiditas dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik? - Bagaimana hubungan indeks komorbiditas dengan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik?
1.3.Hipotesis Penelitian - Indeks komorbiditas yang lebih berat berhubungan dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih buruk pada pasien OA lutut simptomatik. - Indeks komorbiditas yang lebih berat berhubungan dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih buruk pada pasien OA lutut simptomatik.
1.4.Tujuan Penelitian 1.4.1.Tujuan Umum Mengetahui hubungan indeks komorbiditas terhadap kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik
4
Universitas Indonesia
1.4.2.Tujuan Khusus -
Mengetahui hubungan indeks komorbiditas terhadap komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik
-
Mengetahui hubungan indeks komorbiditas terhadap komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik
1.5.Manfaat Penelitian -
Bagi perkembangan ilmu pengetahuan kedokteran di Indonesia, hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kedokteran di Indonesia dengan memberikan data mengenai kualitas hidup terkait kesehatan, profil komorbiditas,
dan
derajat
keparahan
komorbiditas
pasien
OA
lutut
simptomatik. -
Bagi dokter dan tenaga paramedik yang menangani pasien OA lutut simptomatik dalam praktek sehari- hari, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan
kewaspadaan
terhadap
pengelolaan
komorbiditas
untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien. - Bagi pasien OA lutut simptomatik, hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kepedulian pasien terhadap komorbid yang dimilikinya agar dapat memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih baik.
5
Universitas Indonesia
6
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. OA Lutut 2.1.1. Definisi dan Epidemiologi OA merupakan kelompok kondisi heterogen yang menyebabkan keluhan dan gejala sendi yang berhubungan dengan terganggunya integritas tulang rawan sendi dan juga terkait dengan perubahan tulang serta tepian sendi yang terlibat. 27 Insiden OA lutut simptomatik juga meningkat sejalan dengan usia, di mana insiden pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria terutama setelah usia 50 tahun. 7 Insiden pria menderita OA lutut 45% lebih rendah dibandingkan dengan wanita dan wanita diketahui memiliki risiko signifikan untuk menderita OA lutut yang lebih parah dibandingkan pria.7 Gambaran radiologi OA tidak sejalan dengan keluhan nyeri lutut. 2,29 Hanya sekitar 15% pasien dengan gambaran radiologi OA yang memiliki keluhan nyeri. 2 Studi lain menyatakan sekitar 80% orang berusia 65 tahun akan memiliki gambaran radiologi lutut sesuai OA, namun hanya sekitar 60% yang menunjukkan gejala. 29 Faktor yang menyebabkan diskrepansi antara keluhan nyeri lutut dengan gambaran radiologi OA belum diketahui pasti.30 Salah satu hipotesis penyebab diskrepansi ini adalah adanya sumber nyeri pada OA yang tidak dapat dinilai dengan foto rontgen, seperti bursitis pens anserinus.30 .
Ras mempengaruhi prevalensi dan pola keterlibatan sendi pada OA. 4 OA
lutut lebih banyak dijumpai pada populasi Cina sedangkan OA pinggul lebih banyak dijumpai pada populasi Kaukasian.4,23,30 Perbedaan ini diduga dipengaruhi faktor genetik dan gaya hidup.31
2.1.2. Faktor Risiko Usia merupakan faktor risiko paling kuat terjadinya OA. 4,28 Selain itu obesitas, gender wanita, riwayat trauma lutut, riwayat pembedahan lutut, dan riwayat pekerjaan yang sering
mengangkat beban atau menekuk lutut juga
merupakan faktor risiko terjadinya OA lutut. 4,16,28 Risiko seumur hidup seseorang
6
menderita OA lutut simptomatik adalah 45% dan meningkat orang obes menjadi 66%.29
2.1.3. Patogenesis Nyeri pada OA Walaupun gambaran kardinal patologi OA adalah hilangnya tulang rawan sendi secara progresif, namun sebenarnya OA merupakan penyakit yang melibatkan seluruh struktur sendi, yaitu: sinovial, meniskus, ligamen, dan semua struktur penunjang neuromuskular.4,27 OA ditandai dengan penebalan subkondral tulang, pertumbuhan tulang berlebihan pada tepian sendi (osteofit), serta inflamasi sinovial yang ringan, kronik, dan non-spesfik.32 OA dapat terjadi akibat salah satu atau kedua hal berikut : (1) properti biomaterial tulang rawan sendi dalam keadaan normal namun terdapat beban yang berlebihan terhadap sendi; atau (2) beban terhadap sendi dalam batas wajar, namun properti biomaterial tulang rawan atau tulang yang berkurang. 4 Resultante dari gangguan homeostasis tulang rawan sendi ini tidak hanya mengakibatkan hilangnya hialin dari tulang rawan sendi, namun juga menyebabkan remodeling tulang disertai peregangan kapsul dan kelemahan otot-otot di sekitar sendi.28 Pada beberapa pasien dapat terjadi sinovitis, kekenduran ligamen, dan lesi pada sumsum tulang yang kemudian mengakibatkan trauma pada tulang.28 Keterlibatan sendi pada OA bersifat non-uniform dan fokal.28 Area lokal yang kehilangan tulang rawan akan memberikan stres fokal pada sendi yang berseberangan dan kemudian menyebabkan kehilangan tulang rawan lebih lanjut. Bila kehilangan tulang rawan semakin luas atau disertai dengan remodeling tulang, maka anatomi sendi menjadi tidak seimbang dan terjadi ketidaksegarisan (malalignment).28
Ketidaksegarisan adalah faktor risiko paling potensial dari
gangguan struktur sendi karena kondisi tersebut menyebabkan beban lokal yang berlebihan dan menciptakan siklus kerusakan sendi yang berakibat pada kegagalan sendi.28 Nyeri pada OA terjadi akibat proses lokal pada sendi, pada dorsal root ganglia (DRG), dan pada tingkatan yang lebih tinggi.33 Sumber nyeri pada OA berasal dari jaringan yang kaya persarafan, yaitu: tulang subkondral, periosteum, ligament periartikular, sinovium, dan otot periartikular. 32,33 Sedangkan tulang rawan 7
Universitas Indonesia
merupakan jaringan avaskular dan aneural, sehingga bukan merupakan sumber nyeri. 28,32,33 Pada level lokal, nyeri diakibatkan oleh proses pada tulang, sinovium, atau saraf sendiri.33 Proses terkait tulang yang mengakibatkan nyeri adalah lesi sumsum tulang dan periostitis.32,33 Periostitis berhubungan dengan pembentukan osteofit, mikrofraktur subkondral, dan nyeri tulang akibat berkurangnya aliran darah dan meningkatnya tekanan intraoseus.32,33 Reaksi sinovial pada OA meliputi hiperplasia sinovial, fibrosis, penebalan kapsul sinovial, aktivasi sinoviosit, dan pada beberapa kasus terjadi infiltrasi limfositik.32,33 Sinovium menginfiltrasi jaringan adiposa putih dari bantalan lemak lutut yang sangat kaya persarafan. Sinovitis juga sering ditemukan pada OA dan merupakan penanda perubahan struktur dan berkorelasi dengan nyeri. 32,33 Nyeri dimediasi oleh mediator pro-inflamasi, yaitu: nerve growth factor (NGF), nitric oxide (NO), dan prostanoid.33 Mediator ini menyebabkan kerusakan lokal pada jaringan dan mengaktivasi nosiseptor perifer. 33 Aktivasi nosiseptif kemudian ditransmisikan melalui DRG ke traktus spinotalamikus dan pusat korteks yang lebih tinggi. Sumber nyeri lain pada OA adalah inflamasi pada saraf. Bila terjadi trauma pada sendi yang mengakibatkan ruptur ligamen, saraf yang mempersarafi kembali jaringan lunak yang baru pulih tersebut, mengandung mediator nyeri seperti substansi P dan CRGP.33 Morfologi saraf tersebut abnormal, dengan serat yang tidak teratur dan memiliki tonjolan- tonjolan pada ujungnya. Fenomena ini diduga menyebabkan nyeri neuropatik post trauma. 33 Selain proses di atas, inflamasi sendiri dapat mengakibatkan hipersensitifitas saraf aferen perifer.33 Aktivasi saraf tersebut diperantarai oleh mediator methyl-Daspartic acid (NMDA)
dan juga oleh perubahan struktural dan biokimiawi
setempat. Paparan terus- menerus terhadap kedua hal tersebut akan merangsang plastisitas saraf dan sensasi nyeri abnormal yang tidak berhubungan dengan inflamasi.33 2.1.4. Komorbiditas pada OA Lutut Simptomatik Karena prevalensi OA lutut simptomatik yang meningkat sejalan dengan usia, maka komorbid penyakit kronik umum ditemukan pada penderitanya. 5,19Pasien 8
Universitas Indonesia
OA memiliki komorbiditas lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol dengan usia dan gender yang serupa.34 Komorbid didefinisikan sebagai kondisi atau penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau timbul dalam perjalanan penyakit atau kondisi yang sedang dipelajari.19,20,22,35 Kebanyakan studi mengenai komorbiditas pada OA dilakukan pada populasi seluruh OA atau pada OA lutut dan pinggul (tabel 1). Dari studi- studi tersebut, didapatkan prevalensi komorbiditas pada berbagai populasi OA (OA semua sendi,OA lutut dan pinggul, OA lutut dan tangan, dan OA lutut) sangat tinggi, yaitu berkisar 73% sampai dengan 98,6%.20,22,23 Hanya studi oleh van Dijk dkk yang menstratifikasi derajat keparahan dalam hitung jumlah komorbid, namun tidak menganalisisnya dalam bentuk indeks komorbiditas. 22 Hipertensi dan kardiovaskular ditemukan pada ketujuh studi. 5,19-24 DM dan kelainan endokrin ditemukan pada empat studi. 20-23 Dislipidemia ditemukan pada tiga studi.5,21,24Obes ditemukan pada dua studi.5,19 Kelainan THT dan mata ditemukan pada dua studi.20,22 Gangguan respirasi, termasuk asma dan PPOK ditemukan pada dua studi.20,23 Gangguan gastrointestinal ditemukan pada dua studi.19,23 Sedangkan komorbid lain seperti: flebitis, hernia diafragmatika, divertikulum intestin, dan gangguan urogenital hanya ditemukan pada satu studi. 19
9
Universitas Indonesia
10
Tabel 1. Ringkasan studi mengenai OA dan komorbid Peneliti
Tahun
Tempat
Subjek Penelitian
Metode Penelitian
Obyek Penelitian
Pengukuran Komorbiditas
Leite dkk5
2008
Brazil
91 pasien OA lutut dan tangan
Potong lintang
Mengetahui prevalensi komorbiditas pada pasien OA dan dampaknya terhadap fungsi fisik dan nyeri
Hitung jumlah (ditetapkan 6 kondisi: hipertensi, sindroma metabolik, dislipidemia, obesitas, DM, depresi)
Kadam dkk 19
2003
Inggris dan Wales
11.375 pasien OA semua sendi
Kasus kontol
Mendeskripsikan pola komorbiditas pasien OA
Hitung jumlah
10
Instrumen pengukur HRQOL Lequesne’s index dan SACRAH
Tidak ada
Hasil
Profil komorbid: hipertensi (75,8%), penapisan depresi positif (61,3%), obesitas (57,1%), sindroma metabolik (54,9%), dislipidemia (52,6%) Hipertensi berkorelasi signifikan dengan keterbatasan fungsi (p=0,035) Parameter lain tidak berkorelasi signifikan dengan nyeri Prevalensi pasien OA dengan komorbiditas tinggi (>6) lebih tinggi (31%) dibandingkan kontrol (21%) (OR 2,35; 99% CI 2,16-2,55) Komorbid nonmuskuloskeletal : obesitas (OR 2,25; 99% CI 1,732,29), gastritis (OR 1,98; 99% CI 1,46-2,68),
Tabel 1. Ringkasan studi mengenai OA dan komorbid
Reeuwijk dkk20
2009
Belanda
288 pasien OA lutut atau pinggul
Potong lintang
Mendeskripsikan hubungan komorbid, keterbatasan aktivitas, dan nyeri
Hitung jumlah
WOMAC
flebitis (OR 1,8; 99% CI 1,28-2,52), hernia diafragmatika (OR 1,8; 99% CI 1,29-2,51), penyakit jantung iskemik (OR 1,73; 99% CI 1,132,66), dan divertikulum intestin (OR 1,63; 99% CI 1,2-2,23) Komorbid muskuloskeletal terbanyak : nyeri pinggang kronik atau hernia (29,5%), arthritis tangan dan kaki (18,4%), dan penyakit rematik kronik lainnya (10,1%) Komorbid nonmuskuloskeletal terbanyak : hipertensi (31,9%), asma/ PPOK (15,%), sinusitis (12,2%), DM (9,7%), dan gangguan tiroid (8,7%) Semua komorbid muskuloskeletal berhubungan dengan keterbatasan aktivitas dan nyeri (p<0,05) Komorbid non
11
Universitas Indonesia
Tabel 1. Ringkasan studi mengenai OA dan komorbid
Tuomine n dkk 21
van Dijk dkk 22
2002
2007
Finlandia
Belanda
893 pasien OA lutut atau pinggul dalam daftar tunggu penggantian sendi total
288 pasien OA lutut atau pinggul
Potong lintang
Potong lintang
Pengaruh komorbiditas pada kualitas hidup terkait kesehatan
Hubungan komorbiditas dengan keterbatasan aktivitas dan nyeri
Hitung jumlah (ditetapkan 9 penyakit: penyakit kardiovaskular, dislipidemia, DM, masalah endokrin, penyakit muskuloskeletal lainnya, penyakit pernafasan, gangguan penglihatan atau pendengaran, tumor, gangguan mental) Hitung jumlah komorbid berdasarkan skor
15D
WOMAC SF-36
muskuloskeletal yang berhubungan dengan nyeri: DM (p<0,05) Komorbid non muskuloskeletal yang berhubungan dengan keterbatasan aktivitas adalah : DM, sistitis kronik, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan dizziness. Prevalensi komorbid 73% dengan rata- rata jumlah komorbid 2 Komorbid terbanyak adalah penyakit kardiovaskular (63%), dislipidemia (33%), DM (33%), masalah endokrin (33%) Komorbiditas berkorelasi signifikan dengan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan (p<0,001)
98,6% pasien memiliki satu atau lebih komorbid 84,4% memiliki satu atau
12
Universitas Indonesia
Tabel 1. Ringkasan studi mengenai OA dan komorbid CIRS
Chan dkk
2006
Hong Kong
23
Roseman
2005
Jerman
455 pasien OA lutut
1.250 pasien
Potong lintang
Potong
Mendeskripsikan profil komorbiditas pada pasien OA lutut
Pengaruh gender
Hitung jumlah (ditetapkan komorbid muskuloskeletal: nyeri pinggang, leher, tubuh bagian atas, tubuh bagian bawah, serta komorbid nonmuskuloskeletal : kardiovaskular, gastrointestinal, respirasi, endokrin, mental, neoplasma, autoimun, Hitung jumlah
Tidak ada
GERMAN
lebih komorbiditas derajat sedang atau berat (skor CIRS >2) Komorbid terbanyak: penyakit jantung (54%), penyakit telinga, hidung, tenggorok (THT), mata, dan laring (96,1%), penyakit urogenital (44,4%), penyakit metabolik- endokrin (47%) Rata- rata komorbid per pasien : 3,2 78% pasien memiliki setidaknya 1 komorbiditas muskuloskeletal 82% pasien memiliki setidaknya 1 komorbiditas non muskuloskeletal 4 komorbid non muskuloskeletal terbanyak: kardiovaskular gastrointestinal , respirasi, dan endokrin
Hipertensi dan
13
Universitas Indonesia
Tabel 1. Ringkasan studi mengenai OA dan komorbid n dkk 24
OA semua sendi
lintang
terhadap kualitas hidup terkait kesehatan dan faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan
(ditetapkan 9 penyakit: hipertensi, dislipidemia, diabetes mellitus/DM, insufisiensi jantung, penyakit jantung koroner/PJK, gastritis, asma atau penyakit paru obstruktif kronik/PPOK, insufisiensi ginjal, kanker, strok)
-AIMS2-SF
dislipidemia adalah komorbid terbanyak Perbedaan gender signifikan hanya ditemui pada hipertensi: wanita lebih banyak daripada pria (p<0,01)
14
Universitas Indonesia
15
2.2. Pengukuran Kualitas Hidup Terkait Kesehatan
Kualitas hidup terkait kesehatan telah diterima luas sebagai parameter keberhasilan terapi penyakit kronik dalam praktek sehari-hari maupun studi klinis, memperkuat
parameter
tradisional
sebelumnya
yaitu
mortalitas
dan
morbiditas.13,17,32,36 Definisi kualitas hidup menurut WHO adalah persepsi individu terhadap posisinya dalam kehidupan sesuai konteks budaya dan sistem nilai yang berlaku di tempat tinggalnya; dan hubungannya dengan tujuan, harapan, dan standar kehidupan.18 Berbeda dengan konsep kualitas hidup secara umum, konsep kualitas hidup terkait kesehatan tidak mengikutsertakan aspek-aspek di luar kesehatan.36 Ferrans dkk mendefinisikan kualitas hidup terkait kesehatan sebagai parameter persepsi dan pengalaman individu terhadap dampak kesehatan, penyakit, dan terapi terhadap kualitas hidupnya.37 Terdapat kesepakatan di antara para ahli mengenai dimensi- dimensi yang harus terukur dalam konsep kualitas hidup terkait kesehatan.Studi oleh Lohr, Bergner dkk, serta Ware dan Sherbourne menunjukkan bahwa fungsi merupakan dimensi esensial dari pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan yang mencakup fungsi fisik, fungsi sosial, dan fungsi peran.36-38 Dimensi esensial lainnya yang harus diukur adalah kesehatan mental, persepsi terhadap kesehatan secara umum, vitalitas, nyeri, dan fungsi kognitif.38 Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan harus bersifat subjektif, di mana pasien harus menilai sendiri status kesehatannya. 38 Penilaian mandiri ini terbukti valid digunakan pada pada pasien dengan penyakit non- fatal namun menyebabkan hendaya yang signifikan. Selain itu, penilaian mandiri lebih sensitif dibandingkan indikator obyektif dalam memprediksi mortalitas, mendeteksi gangguan fungsi, dan menunjukkan efektivitas terapi pada penyakit kronis.37 Terdapat dua macam instrumen pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan, yaitu : instrumen generik dan instrumen kondisi spesifik. 13,36 Instrumen generik digunakan untuk menilai kualitas hidup secara umum dan memiliki keuntungan: dapat digunakan pada semua orang tanpa melihat jumlah atau jenis penyakit yang dimilikinya serta intervensi yang dilakukan; namun mungkin tidak sensitif terhadap beberapa penyakit.36 Sedangkan instrumen kondisi spesifik adalah instrumen pengukur kualitas hidup pada penyakit tertentu saja.36 Jenis instrumen ini lebih
15
spesifik dan sensitif untuk penyakit yang diukur, namun tidak dapat digunakan untuk membandingkan kelompok- kelompok pasien yang berbeda dan sulit diinterpretasikan pada pasien dengan penyakit multipel. 36 Terdapat banyak instrumen generik pengukur kualitas hidup terkait kesehatan. Beberapa yang telah digunakan secara luas adalahSF-36, Dartmouth COOP functional health assessment charts/ WONCA (COOP/ WONCA charts), dan EuroQol Instrumen (EQ-5D).36,39 Dari berbagai instrumen tersebut, yang paling banyak digunakan adalah SF-36.39 SF-36 didisain untuk dapat digunakan dalam praktek sehari- hari maupun riset, dan dalam evaluasi kebijakan kesehatan. 39 Instrumen ini juga terbukti dapat diaplikasikan lintas budaya dan lebih komprehensif.36 Kelemahan instrumen ini adalah membutuhkan waktu pengisian yang cukup lama untuk digunakan secara rutin dalam praktek sehari- hari dan metode penghitungan skor lebih rumit dibandingkan instrumen lain. 36 Untuk kepentingan klinis sehari- hari atau riset, instrumen generik dan instrumen kondisi spesifik dapat dipakai baik sendiri- sendiri maupun bersamasama, tergantung pada tujuan pengukuran dan kemampu-laksanaan.36,39 Hal- hal yang menjadi pertimbangan pemilihan instrumen adalah: karakteristik populasi, lingkungan di mana pengukuran dilakukan, biaya, dan relevansi klinik yang diharapkan.36,39 Instrumen pengukur kualitas hidup terkait kesehatan yang akan digunakan pada penelitian ini adalah instrumen generik, yaitu SF-36. SF- 36 terdiri dari 36 pertanyaan yang meliputi 8 konsep kesehatan yaitu : 1) fungsi fisik, 2) peran fisik, 3) nyeri tubuh, 4) kesehatan secara umum, 5) vitalitas, 6) fungsi sosial, 7) peran emosional, 8) kesehatan mental.38 Butir 1 sampai 4 menggambarkan kesehatan fisik, sedangkan butir 5 sampai 8 menggambarkan kesehatan mental. (gambar.1) Intrumen ini didisain untuk dapat diisi sendiri oleh pasien berusia 14 tahun atau lebih; atau dibantu pengisiannya oleh pewawancara terlatih secara langsung maupun lewat telepon.38 Para rematolog yang tergabung dalam Outcome Measures in Rheumatology (OMERACT) menilai SF-36 lebih sensitif dibandingkan instrumen generik lainnya.41 Studi Brazier dkk menyatakan bahwa penggunaan intrumen generik SF-36 dibandingkan instrumen kondisi spesifik untuk OA lutut (dalam hal ini WOMAC) 16
Universitas Indonesia
dalam menilai kualitas hidup terkait kesehatan pada populasi heterogen, lebih dapat memberikan gambaran kesehatan pasien secara umum dan dapat lebih berespon terhadap perubahan.16 WHO juga merekomendasikan penggunaan instrumen ini untuk mengukur kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA ekstremitas bawah.1 SF-36 telah tervalidasi sebagai instrumen pengukur kualitas hidup terkait kesehatan di Indonesia dan telah digunakan dalam studi pada pasien penyakit jantung koroner, pasien kanker, dan pasien gagal ginjal tahap akhir yang menjalani hemodialisis.42-44
17
Universitas Indonesia
Gambar 1. Skema komponen kualitas hidup terkait kesehatan pada SF-36
Aktivitas berat Aktivitas sedang Membawa barang belanjaan rumah tangga Menaiki beberapa anak tangga sekaligus Menaiki satu anak tangga Membungkuk, berlutut Berjalan lebih dari 1 KM Berjalan setengah kilometer Mandi dan berpakaian sendiri
Fungsi Fisik
Mengurangi waktu beraktivitas Menghentikan aktivitas sebelum diinginkan selesai Keterbatasan mengerjaan aktifitas Kesulitan melakukan aktivitas
Peran Fisik
Besaran nyeri Pengaruh nyeri
Nyeri Tubuh
Skalakesehatan umum Merasa lebih mudah sakit Perasaan sama sehat dengan orang lain Merasa kesehatan akan lebih memburuk Merasa kesehatan sempurna
Kesehatan Fisik
Kesehatan Umum
Semangat hidup Memiliki banyak energi Berbeban berat Lelah fisik
Vitalitas
Aktivitas sosial Waktu bersosialisasi
Fungsi Sosial
Mengurangi waktu bersosialisasi Menghentikan aktivitas sebelum diinginkan selesai Kurang teliti Tegang Tenggelam dalam kesedihan Perasaan damai Depresi/ kecewa Bahagia
Kesehatan Mental Peran Emosional
Kesehatan Mental
18
Universitas Indonesia
2.3. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien OA Lutut Simptomatik Telah diketahui bahwa OA lutut simptomatik berhubungan dengan hendaya fisik yang mengakibatkan menurunnya kualitas hidup. Sekitar 40% pasien OA lutut simptomatik menyatakan status kesehatannya buruk. 7 Sekitar 80% pasien akan mengalami keterbatasan gerak, 25%- nya tidak dapat melakukan aktivitas utama sehari- hari, dan 11% membutuhkan bantuan merawat diri .5,7Nyeri yang merupakan sine qua non terjadinya hendaya fisik pada pasien OA lutut simptomatik, berinteraksi dengan faktor- faktor lain dan megakibatkan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan.45 Studi mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut simptomatik telah dilakukan di beberapa pusat kesehatan dan pendidikan di berbagai negara. Dari berbagai studi tersebut, terdapat kesamaan hasil, yaitu: nyeri, usia lebih tua, gender wanita, dan obesitas merupakan faktorfaktor yang berhubungan dengan kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk. 25,26,4648,
Sementara dari 2 buah studi, terdapat perbedaan hasil mengenai pengaruh
komorbiditas. Pada studi oleh Norimatsu dkk, komorbiditas memiliki pengaruh negatif terhadap kualitas hidup terkait kesehatan. 25 Sementara pada studi Zakaria dkk, komorbiditas tidak mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan. 26 Berikut adalah ringkasan berbagai studi tersebut (tabel 2):
19
Universitas Indonesia
20
Tabel 2.Ringkasan studi mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut Peneliti
Tahun
Tempat
Subjek
Metode
Faktor – faktor yang
Instrumen
Penelitian
Diteliti
HRQL
Norimatsu dkk 25
1998 sampai dengan 2008
Oshima, Jepang
586 wanita
Kohort prospektif
Gambaran radiologi, nyeri, kekuatan otot kuadrisep femoris, komorbid, usia, dan IMT
JKOM (Japanese Knee Osteoarthritis Measures)
Zakaria dkk 26
2003
Selangor, Malaysia
151 orang
Potong lintang
Status sosioekonomi, komorbid, IMT, usia, gender, dan nyeri
SF-36
Creamer dkk 46
1999
Baltimore, Amerika Serikat
69 orang
Potong lintang
PQOL (Perceived Quality of Life Index)
Kim dkk 47
2004
Chunchun, Korea Selatan
504 orang
Potong lintang
Gender, gambaran radiologi, IMT, nyeri, depresi, kecemasan, fatigue, dan rasa tidak berdaya (helplessness) Gambaran radiologi, performa fisik (standing balance, 6-m walk, chair stand time), gender
Chacon dkk 48
2004
8 pusat rematologi di rumah sakit tersier di Venezuela
126 orang
Potong lintang
Usia, IMT, durasi penyakit, gambaran radiologi, derajat nyeri, status sosioekonomi
AIMS (Arthritis Impact Measurement Scale)
20
WOMAC, SF-12
Hasil
Kualitas hidup yang lebih buruk berhubungan dengan usia yang lebih tua (p<0,0001), nyeri (p<0,0001), komorbid (p<0,0001), dan kelemahan otot (p=0,0058) Obesitas tidak berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk (p<0,25) Gender wanita (p=0,024)dan usia lebih tua (p<0,0005) berhubungan dengan fungsi fisik yang lebih buruk. IMT yang lebih tinggi behubungan dengan nyeri (p=0,008) Komorbiditas tidak berkorelasi dengan semua domain kualitas hidup pada SF-36 Gangguan fungsi kehidupan sehari- hari dipengaruhi oleh nyeri (r= 0,48; p<0,0001), obesitas (r= 0,42; p=0,0003), dan rasa tidak berdaya (r= 0,43; p= 0,0004) Wanita dengan gambaran radiologi OA berhubungan dengan kualitas hidup yang lebih buruk (dengan WOMAC: domain nyeri: OR: 5,19, 95%CI: 1,43-8,88; domain kekakuan sendi: 3,99; 1,25-12,77; domain fungsi: 4,11; 1,25-13,54) Persepsi kualitas hidup yang buruk berhubungan dengan derajat nyeri (r=0,47; p=0,0001) usia tua (r=0,23;p=0,02), dan status sosioekonomi yang rendah (r=0,3; p=0,005)
Tabel 3. Telaah kritis studi- studi yang membahas hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA Studi
Telaah Kritis Leite5
van Dijk22
Reeuwijk24
Tuominen25
Rosemann28
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Metode sesuai?
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Rekruitmen
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Tidak
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Ya
Profil komorbid: hipertensi (75,8%),
98,6% pasien memiliki satu atau lebih komorbid
Komorbid muskuloskeletal terbanyak : nyeri pinggang
Prevalensi komorbid 73% dengan rata- rata
Hipertensi dan dislipidemia adalah
Pertanyaan jelas terfokus?
sesuai? Pengukuran paparan minim bias? Pengkuran luaran minim bias? Faktor perancu telah diidentifikasi? Masa pemantauan menyeluruh dan cukup lama? Apakah hasil studi ini?
21
Universitas Indonesia
Tabel 3. Telaah kritis studi- studi yang membahas hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA
Apakah anda
penapisan depresi positif (61,3%), obesitas (57,1%), sindroma metabolik (54,9%), dislipidemia (52,6%) Hipertensi berkorelasi signifikan dengan keterbatasan fungsi (p=0,035)
84,4% memiliki satu atau lebih komorbiditas derajat sedang atau berat (skor CIRS >2) Komorbid terbanyak: penyakit jantung (54%), penyakit telinga, hidung, tenggorok (THT), mata, dan laring (96,1%), penyakit urogenital (44,4%), penyakit metabolik- endokrin (47%)
Ya
Ya
kronik atau hernia (29,5%), arthritis tangan dan kaki (18,4%), dan penyakit rematik kronik lainnya (10,1%) Komorbid nonmuskuloskeletal terbanyak : hipertensi (31,9%), asma/ PPOK (15,%), sinusitis (12,2%), DM (9,7%), dan gangguan tiroid (8,7%) Semua komorbid muskuloskeletal berhubungan dengan keterbatasan aktivitas dan nyeri (p<0,05) Komorbid non muskuloskeletal yang berhubungan dengan nyeri: DM (p<0,05) Komorbid non muskuloskeletal yang berhubungan dengan keterbatasan aktivitas adalah : DM, sistitis kronik, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, dan dizziness. Ya/ Tidak
jumlah komorbid 2 Komorbid terbanyak adalah penyakit kardiovaskular (63%), dislipidemia (33%), DM (33%), masalah endokrin (33%) Komorbiditas berkorelasi signifikan dengan penurunan kualitas hidup terkait kesehatan (p<0,001)
komorbid terbanyak Perbedaan gender signifikan hanya ditemui pada hipertensi: wanita lebih banyak daripada pria (p<0,01)
Ya
Tidak
percaya hasil
22
Universitas Indonesia
Tabel 3. Telaah kritis studi- studi yang membahas hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA studi ini? Dapatkah
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Ya
Ya
Ya
Ya
Tidak
Baik
Baik
Cukup
Baik
Kurang
diaplikasikan pada populasi lokal? Apakah hasil studi ini sesuai dengan data lain? Kesimpulan umum
23
Universitas Indonesia
24
2.3.1. Mekanisme Penurunan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada Pasien
OA Lutut Simptomatik Menurunnya kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik berhubungan dengan hendaya fisik akibat nyeri. 13 Hendaya fisik berhubungan dengan menurunnya kapasitas fisik. Determinan kapasitas fisik yang penting pada pasien OA lutut adalah: kekuatan otot, kapasitas aerobik, dan fungsi sendi.45 2.3.1.1. Kekuatan Otot Pada populasi umum diketahui bahwa kekuatan otot berhubungan dengan performa ekstremitas bawah.49 Studi oleh Reilly dkk menyatakan bahwa kelemahan otot kuadrisep femoris berkorelasi kuat dengan nyeri dan hendaya fisik pada pasien OA lutut.50 Pengalaman nyeri mengakibatkan kebanyakan pasien melakukan mekanisme adaptasi pasif terhadap kondisi nyeri tersebut. 51 Pasien cenderung menghindari aktivitas fisik untuk mencegah bertambahnya nyeri atau timbulnya periode nyeri baru.51 Untuk jangka waktu pendek, menghindari aktivitas fisik memang dapat mengurangi nyeri, namun untuk jangka waktu panjang, minimnya aktivitas akan mengakibatkan gangguan fisik, terutama kelemahan otot kuadrisep femoris.50,51 Kelemahan otot dan aktivitas muskuler yang asimetris akan mengakibatkan sendi lutut menjadi kurang stabil dan berkurangnya kapasitas untuk menahan beban.50,51 Stres terhadap sendi yang tidak stabil mengakibatkan regangan pada jaringan yang terinervasi; yang kemudian menimbulkan nyeri. 51 Proses ini kemudian akan menciptakan siklus : nyeri, menghindari aktivitas, kelemahan otot, ketidakstabilan sendi, dan hendaya fisik. Di sisi lain, berkurangnya kekuatan otot kuadrisep femoris dapat menjadi temuan klinis awal pada pasien OA lutut sebelum timbulnya keluhan dan hendaya. 52 Kekuatan otot ini berkurang pada sekitar 15- 18% pasien, mendahului perkembangan penyakit; 24% pada pasien dengan klasifikasi KL derajat II, dan 38% pada derajat IV.52 Berkurangnya kekuatan otot kuadrisep femoris juga berhubungan dengan usia. Perubahan otot terkait usia yang ditandai dengan berkurangnya massa otot, ukuran dan jumlah serat otot, serta bertambahnya lemak intramuskular dan jaringan
24
ikat; berkontribusi terhadap berkurangnya kekuatan dan kapasitas fisik pada usia tua.52 Faktor lain yang mempengaruhi kekuatan otot kuadrisep femoris adalah perubahan neuromuskular pada usia tua, di mana aktivasi dan kontraktilitas otot berkurang.52 Penyakit kronik seperti OA akan mempercepat proses perubahan kekuatan otot.52 Selain usia, obesitas juga merupakan faktor yang berhubungan dengan berkurangnya kekuatan otot kuadrisep femoris.26,46
2.3.1.2. Kapasitas Kerja Aerobik Berkurangnya kapasitas kerja aerobik juga menjadi salah satu penyebab hendaya fisik pasien OA lutut simptomatik. 45 Kapasitas kerja aerobik adalah jumlah oksigen maksimum yang dapat di-utilisasi oleh tubuh selama melakukan latihan, umumnya pengukuran dilakukan dengan latihan intensitas tinggi dalam waktu singkat. Pada 3-4 METs (Metabolic Equivalent of Tasks) dengan tes treadmill, ratarata pasien OA lutut simptomatik sudah mencapai konsumsi oksigen maksimum. 45 Bahkan untuk
melakukan aktivitas sehari- hari, pasien OA lutut simptomatik
mencapai ambang batas latihan anaerobik yang kemudian menyebabkan kelelahan. 45 Rendahnya derajat kebugaran pasien OA lutut simptomatik ini nampaknya lebih diakibatkan oleh pembatasan aktivitas fisik oleh pasien untuk menghindari nyeri, daripada oleh efek langsung dari OA sendiri.45
2.3.1.3. Fungsi Sendi Abnormalitas fungsi sendi dan biomekanisme berjalan kaki (gait)juga dapat menjadi penyebab hendaya fisik pasien OA lutut. 52 Studi Steultjens dkk menyatakan bahwa terdapat korelasi yang kuat antara Range of Motion (ROM) sendi dan hendaya fisik pasien OA lutut atau pinggul. 53 Pada OA lutut, keterbatasan fleksi lutut berkorelasi kuat dengan hendaya fisik. Keterbatasan ROM pada sendi yang nyeri mengakibatkan kompensasi pada sendi kontralateral untuk mengurangi nyeri saat beraktivitas. 53
Hal ini akan
menyebabkan beban abnormal pada sendi kontralateral dan dapat meng-akselerasi proses OA pada sendi tersebut. Proses ini dapat mengakibatkan nyeri pada struktur lain seperti tendon, ligamen, dan otot.53
25
Universitas Indonesia
Berbeda dengan hasil studi Steultjens, pada studi oleh Kauppila dkk tentang hendaya pada OA lutut simptomatik tahap lanjut didapatkan bahwa keterbatasan fleksi lutut tidak mempengaruhi hendaya fisik berdasarkan laporan pasien. 54 Hal ini mungkin diakibatkan oleh keterbatasan fleksi lutut pada populasi studi Kauppila dkk adalah keterbatasan minor.Gangguan berjalan akibat nyeri dapat menurunkan energi efisien untuk berjalan. Hal ini akan meningkatkan daya yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas bergerak.53Studi oleh Al- Zahrani dan Bakheit menunjukkan bahwa kecepatan berjalan pasien OA lutut lebih lambat dibandingkan kelompok kontrol dengan usia yang sama.55 Al- Zahrani dan Bakheit menyimpulkan bahwa kelainan berjalan pasien OA lutut simptomatik berhubungan dengan instabilitas sendi lutut pada posisi berdiri.
2.4. Pengukuran Komorbiditas pada OA Lutut Simptomatik Studi mengenai profil komorbiditas OA pada umumnya dilakukan pada populasi OA semua sendi dan OA lutut atau pinggul (tabel 2). Sejauh ini, studi mengenai profil komorbiditas pasien OA lutut yang telah dipublikasi adalah studi oleh Chan dkk di Hong Kong .23Tantangan dalam pengukuran komorbiditas adalah mengkuantifikasi dampak komorbid terhadap subjek studi.
14,56
Beban penyakit
pasien OA lutut dengan komorbid gagal jantung kronik tidak sama dengan pasien OA lutut dengan komorbid asma terkontrol. Untuk dapat mengkuantifikasi dampak komorbiditas maka derajat keparahan komorbiditas diukur dengan indeks komorbiditas.14,22,56Selain itu, dalam indeks komorbiditas memiliki korelasi lebih kuat bila digunakan dengan kualitas hidup terkait kesehatan dibandingkan dengan hitung komorbiditas biasa.14 Indeks komorbiditas dalam penelitian ini diukur menggunakan CIRS. CIRS disusun oleh Linn dkk dan dipublikasikan pada tahun 1968. CIRS mencakup 13 domain penyakit berdasarkan sistem yang relatif independen satu sama lain, yaitu: jantung,
vaskuler
(termasuk
hematologi),
respirasi,
mata-telinga-
hidung-
ternggorokan- laring, gastrointestinal bagian atas, gastrointestinal bagian bawah, hati, ginjal, genitourinaria, muskuloskeletal/ integumen, neurologi, endokrinmetabolik dan payudara, dan psikiatri.57 Miller dkk memodifikasi CIRS menjadi 14 domain dengan memisahkan domain hematologi dari domain vaskuler. 58 Setiap 26
Universitas Indonesia
domain dinilai oleh peneliti atau tenaga medis dengan bobot
0 sampai 4,
berdasarkan derajat keparahan penyakit. Deskripsi dari masing- masing skor adalah: 0: tidak ada masalah dalam sistem tersebut; 1: masalah ringan yang dialami saat ini atau masalah signifikan yang telah lampau; 2: masalah sedang dan atau membutuhkan terapi lini pertama; 3: masalah berat, dan atau hendaya signifikan yang menetap, dan atau masalah kronik yang sulit terkontrol; 4: masalah ekstrim berat, dan atau membutuhkan terapi segera, dan atau mengalami gagal organ, dan atau gangguan fungsi yang berat.57,59 Skor total adalah jumlah dari skor masingmasing domain. Secara teori, rentang skor adalah 0-56, namun skor yang mendekati nilai tertinggi mustahil ada, karena tidak kompatibel dengan kehidupan. 14Indeks kemudian dihitung dengan membagi skor total dengan banyaknya domain komorbiditas yang terlibat. Tidak ada stratifikasi standar derajat keparahan pada sistem skor CIRS. Secara umum, semakin tinggi skor, maka semakin berat derajat kuantifikasi komorbid. Bila digunakan dalam studi klinis, peneliti akan menetapkan batas skor komorbiditas berat berdasarkan penilaian klinis dalam populasi studi. Peneliti dapat menggunakan skor total atau nilai indeks CIRS. Alasan pemilihan CIRS dalam penelitian ini akan dipaparkan sebagai berikut. Studi oleh Hall mengenai pemilihan indeks komorbiditas pada penelitian klinis yang membandingkan 4 indeks yaitu CIRS, Charlson Comorbidity Index (CCI), Kaplan- Feinstein Classification (KFC), dan Index Co-Existent Disease (ICED); mendapatkan hasil bahwa CIRS lebih unggul dibandingkan ketiga indeks lainnya.60 (tabel.4) Tabel.4 Perbandingan CIRS dengan KFC, CCI, dan ICED60 Indeks
Validitas Muka ++++
Keandalan
CIRS
Validitas Isi +++
+++
Kemampuan Kemampuan laksana generalisasi ++++ ++++
KFC
++
+++
++
++
++
CCI
++++
++
++++
+++
+
ICED
+
+
+
+
+++
++++: baik sekali; +++: baik; ++: cukup; +: dapat diterima
27
Universitas Indonesia
Telaah kritis oleh de Groot dkk yang membandingkan 12 indeks komorbiditas dan 1 hitung komorbiditas mendapatkan hasil bahwa CIRS, ICED, CCI dan Indeks Kaplan adalah indeks yang sahih dan andal dalam studi klinis.61 Dalam telaah ini dinyatakan CIRS memiliki keunggulan lebih mencerminkan kondisi klinis umum karena disusun berdasarkan sistem tubuh dan menggunakan sistem penilaian yang jelas, dibandingkan indeks lainnya. 61 Dalam konteks penggunaan indeks komorbiditas dalam studi tentang kualitas hidup terkait kesehatan, Fortin dkk melakukan pengkajian terhadap 3 indeks komorbiditas, yaitu CIRS, CCI, dan Functional Comorbidity Index (FCI).62 Kualitas hidup terkait kesehatan diukur menggunakan SF-36. Didapatkan hasil bahwa koefisien korelasi CIRS terhadap semua komponen SF-36 lebih tinggi dibandingkan CCI dan FCI.63 2.5. Pengaruh Komorbiditas Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan pada OA Lutut Simptomatik Sebuah
studi
longitudinal
oleh
Ettinger
dkk
mengenai
pengaruh
komorbiditas terhadap fungsi fisik jangka panjang pasien OA lutut simptomatik, menunjukkan bahwa komorbiditas meningkatkan kejadian hendaya fisik jangka panjang.64Komorbid yang diteliti dalam studi ini adalah obesitas, hipertensi, penyakit jantung dan penyakit respirasi, sedangkan hendaya fisik yang diukur adalah kemampuan ambulasi dan transfer. Dalam studi ini, penyakit jantung merupakan komorbid yang berkorelasi paling kuat dengan hendaya fisik. Adanya satu atau lebih komorbid diketahui berhubungan dengan penurunan kualitas hidup pasien OA lutut simptomatik melalui pengaruhnya terhadap nyeri dan kapasitas fisik.34,56 Beberapa komorbid juga dapat mempengaruhi progresifitas penyakit OA. Konsekuensi fisiologi dari satu penyakit dapat memperberat penyakit lainnya.64 Sebagai contoh, pasien OA lutut simptomatik dengan gagal jantung kronik akan mengalami keterbatasan aktivitas fisik akibat nyeri, sedangkan kapasitas kerja pasien juga telah menurun akibat gagal jantung kronik. Di sisi lain, daya yang dibutuhkan untuk beraktivitas menjadi lebih besar akibat nyeri, sedangkan kapasitas aerobik maksimum pasien penyakit jantung telah berkurang juga. 64
28
Universitas Indonesia
2.5.1. Pengaruh Komorbid Terhadap Kapasitas Fisik Penyakit- penyakit kronik seperti penyakit ginjal kronik (PGK), penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), dan gagal jantung kronik telah diketahui berhubungan dengan penurunan toleransi terhadap aktivitas fisik. 52 Berkurangnya fungsi otot skeletal merupakan prediktor kuat penurunan toleransi aktivitas fisik pada penyakit- penyakit kronik tersebut.52,54 Pada sebuah studi prospektif oleh Stenholm dkk mengenai determinan berkurangnya kekuatan otot, diketahui bahwa penyakit- penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskular, DM, bronkitis kronik, hipertensi, asma, dan nyeri pinggang kronik berhubungan dengan percepatan berkurangnya kekuatan otot.65 Mekanisme berkurangnya kekuatan otot telah jelas pada beberapa penyakit kronik seperti DM ,PGK,dan PPOK, namun belum jelas pada penyakit kronik lainnya. Studi oleh Park dkk menyatakan bahwa DM berhubungan dengan berkurangnya kekuatan dan kualitas otot skeletal ektremitas inferior. 66 Konsekuensi metabolik dari kondisi hiperglikemia yang tidak terkontrol adalah katabolisme. Bergantung pada derajat keparahannya, katabolisme akan diikuti pemecahan protein otot dan penggunaan energi yang inadekuat; yang kemudian akan memperburuk fungsi otot.66 DM yang tidak terkontrol juga akan meningkatkan produksi sitokin pro- inflamasi seperti tumor necrosis factor-α(TNF-α) dan interleukin-6 (IL-6) yang dapat merusak otot.66 Mekanisme lain yang diduga berperan adalah neuropati yang melibatkan neuron motorik.66 Pada pasien DM terjadi atrofi serat saraf. Dari studi elektrofisiologi didapatkan bahwa pada pasien DM tidak terjadi re-inervasi yang komplit setelah terjadinya kehilangan akson. 66 Hal ini kemudian mengakibatkan berkurangnya kekuatan otot. Mekanisme terjadinya disfungsi otot skeletal pada PGK sangat komplek; berhubungan dengan gangguan perfusi, penghantaran substrat metabolit otot, stadium katabolisme yang dimediasi berbagai faktor seperti asidosis metabolik, kortikosteroid, sitokin pro- inflamasi; dan berkurangnya aktivitas fisik. 67 Pada PGK terjadi deplesi asam amino yang berhubungan dengan malnutrisi protein akibat anoreksia, diet rendah protein, atau kehilangan protein saat dialisis; yang diperberat oleh tertekannya respon anabolik asam amino pada PGK. 67 Seperti pada DM, PGK 29
Universitas Indonesia
juga berhubungan dengan inflamasi kronik ringan, yang ditandai oleh peningkatan kadar IL-6 dan TNF-α.67Kedua sitokin pro- inflamasi ini telah diketahui mengakibatkan kerusakan otot. Kondisi metabolik lain pada PGK yang berhubungan dengan disfungsi otot skeletal adalah resistensi insulin dan asidosis metabolik. 67Asidosis metabolik kronis mengakibatkan penurunan massa
otot
melalui
aktivasi
sistem
ubiquitin-
proteasom.67 Selain itu, angiotensin II juga berperan pada proses katabolisme dan atrofi otot skeletal.67 Efek katabolisme ini dimediasi oleh gangguan sinyal intraseluler insulin growth factor-1 (IGF-1) pada otot skeletal yang akan mengaktivasi sistem ubiquitin- proteasom dan apoptosis. Fenomena yang sama diduga berperan pada berkurangnya masa otot pada gagal jantung kronik, hipertensi maligna, dan sirosis hepatis.67 Serupa dengan PGK, sirosis hepatis adalah penyakit kronis dengan stadium katabolisme yang menyebabkan disfungsi otot. 68 Mekanisme disfungsi otot skeletal pada penyakit kardiovaskular dan hipertensi belum diketahui dengan jelas. Selain diperantarai oleh angiotensin II, diduga terjadi kerusakan muskuloskeletal dan sistem saraf perifer terkait vaskular.65Pada asma, inflamasi sistemik ringan yang persisten diduga berperan dalam proses patologi yang mengakibatkan katabolisme otot. 65 Asma sendiri menurunkan kapasitas kerja aerobik yang kemudian akan mempengaruhi kapasitas fisik.13,65Hal lain yang dapat dipertimbangkan sebagai penyebab kelemahan otot pada asma adalah akibat penggunaan kortikosteroid jangka panjang. 65 massa Kelemahan otot skeletal, terutama kuadrisep femoris juga didapatkan pada penderita PPOK yang sering mengalami eksaserbasi akut. 69 PPOK juga berhubungan dengan berat badan yang lebih rendah, massa otot dan massa lemak yang lebih rendah.69 Mekanisme yang berperan adalah: inflamasi sistemik, balans nutrisi negatif, dan penggunaan kortikosteroid.69,70 Selain itu, inaktivitas fisik juga berkontribusi besar terhadap kelemahan otot skeletal. Inaktivitas dapat merupakan sebab maupun konsekuensi disfungsi otot skeletal pada pasien PPOK. Pasien PPOK lebih sedikit melakukan aktivitas weight- bearing. Pada biopsi otot pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut, didapatkan penurunan kadar MyoD dan IGF-1; hal ini sesuai dengan inaktivitas fisik sebagai penyebab disfungsi otot skeletal. 69 30
Universitas Indonesia
2.5.2. Pengaruh Komorbid Terhadap Nyeri Nyeri
mengakibatkan
pembatasan
aktivitas
fisik
menyebabkan gangguan kapasitas fisik dan kekuatan otot.
yang 56
kemudian
Telah menjadi
konsensus bahwa komorbiditas berkaitan dengan meningkatnya derajat nyeri secara signifikan dan hendaya pada pasien OA, tanpa mempertimbangkan gender dan usia.34 Hipertensi, DM, dan penyakit kardiovaskular adalah komorbiditas yang berhubungan dengan nyeri.34 Studi oleh Hopman- Rock dkk menunjukkan bahwa kualitas hidup terkait kesehatan pada populasi dengan nyeri lutut sebanding dengan populasi tanpa nyeri, namun lebih buruk bila terdapat komorbiditas, seperti penyakit kardiovaskular dan respirasi.34 Mekanisme meningkatnya derajat nyeri pada pasien OA dengan komorbid belum diketahui dengan pasti. Salah satu mekanisme yang dapat menjelaskan hal tersebut adalah gangguan akibat satu penyakit akan mencetuskan gangguan lainnya. Nyeri pada OA dapat dicetuskan oleh neuropati diabetikum, sebaliknya neuropati diabetikum dapat mempengaruhi progresifitas OA.34,56 Kemungkinan penjelasan lain adalah komorbiditas mengakibatkan pembatasan aktivitas fisik yang dapat menyebabkan keterbatasan gerakan sendi dan peningkatan IMT.56
2.6. Faktor Perancu Pada penelitian ini ditetapkan dua faktor perancu, yaitu usia dan jenis kelamin. Pasien OA lutut wanita secara umum memiliki kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih buruk dibandingkan pria.
26,47
Pada populasi umum maupun
populasi OA lutut juga diketahui bahwa wanita memiliki jumlah komorbiditas yang lebih banyak dibandingkan pria.19,72 Hal ini berhubungan dengan gender wanita sebagai faktor risiko OA lutut dan angka harapan hidup wanita yang secara umum lebih tinggi daripada pria.2,4,73 Selain gender wanita, usia lebih tua juga berkorelasi dengan jumlah komorbiditas dan kualitas hidup terkait kesehatan baik pada populasi umum maupun populasi OA lutut simptomatik.25,26,48 Pengaruh usia terhadap penurunan kualitas hidup terkait kesehatan sama- sama ditemukan pada gender wanita maupun pria.74
31
Universitas Indonesia
32
2.7. Kerangka Teori Berdasarkan tinjauan pustaka ini, maka berikut adalah kerangka teori mengenai hubungan komorbiditas dengan penurunan kualitas
hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik Nyeri
Gangguan berjalan
Komorbiditas jantung, respirasi, vaskuler, hati, ginjal
Keterbatasan ROM sendi lutut
Menghindari aktivitas
Kompensasi sendi lutut kontralateral
Komorbiditas endokrinmetabolik, payudara; neurologi; muskuloskeletal/ integumen
Kelemahan otot kuadrisep femoris Akselerasi proses OA sendi lutut kontralateral Instabilitas sendi
Kapasitas kerja aerobik menurun
Komorbiditas mata, THT, dan laring; psikiatri
Perasaan negatif
Komorbiditas gastrointestinal bagian atas; gastrointestinal bagian bawah, genitourinaria
Hendaya fisik Penurunan fungsi sosial
Keterangan
Penurunan kualitas hidup terkait kesehatan
Komorbiditas hematologi
: hubungan sebab akibat
32
: dugaan hubungan sebab akibat
33
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1.Kerangka Konsep
Pasien OA lutut simptomatik Kualitas hidup terkait kesehatan
Indeks komorbiditas
Perancu:
Usia Gender
3.2. Variabel dan Definisi Operasional
No Variabel 1 OA lutut simptomatik
Definisi Berdasarkan kriteria OA lutut klinis American College of Rheumatology (ACR) 1986:27 Nyeri lutut ditambah setidaknya 3 dari 6 gejala berikut : - Usia > 50 tahun - Kaku < 30 menit - Krepitasi - Pembesaran tulang - Nyeri tulang - Tidak teraba hangat Indeks Derajat keparahan kondisi komorbiditas atau penyakit lain yang telah ada sebelumnya atau timbul dalam perjalanan penyakit OA lutut
Cara Pengukuran Sesuai dengan kriteria diagnosis ACR 1986. 27
Skala Nominal
2
Instrumen CIRS 57; ditetapkan : Skor indeks < 1,00 : indeks komorbiditas ringan Skor indeks 1,001,99 : indeks komorbiditas
Ordinal (ringansedangberat)
33
3
Kualitas hidup terkait kesehatan
Persepsi individu terhadap kesehatannya
4
Usia
Usia pasien saat menjadi responden, dalam tahun
5
Gender
Jenis kelamin responden
7
IMT
IMT saat datang ke poliklinik, dalam kg/m2 Berat badan (dalam kg) Tinggi badan2 (dalam m)
sedang Skor indeks >2: indeks komorbiditas berat (Pada domain muskuloskeletal, OA lutut tidak diperhitungkan) Instrumen SF-36 ; interpretasi skor menggunakan Norm-Based Scoring:39 Skor <45 : kualitas hidup terkait kesehatan buruk Skor >45 : kualitas hidup terkait kesehatan baik Berdasarkan tanggal lahir di Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau kartu identitas lainnya Berdasarkan jenis kelamin yang tertera di KTP atau kartu identitas lainnya Kategori IMT berdasarkan International Obesity Task Force untuk AsiaPasifik76: <18,5: berat badan kurang 18,5-22,9 : berat badan normal 23-24,9 : berat badan lebih 25-29,9 : obes 1 >30 : obes 2
Ordinal (burukbaik)
Nominal
Nominal
Nominal dan ordinal
34
Universitas Indonesia
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1.Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan adalah uji potong lintang
4.2.Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan September sampai dengan November 2013 di Poliklinik Rematologi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM)
4.3.Populasi dan Subjek Penelitian - Populasi target adalah pasien OA lutut di Indonesia - Populasi terjangkau adalah pasien OA lutut simptomatik yang kontrol ke Poliklinik Rematologi RSCM - Sampel penelitian adalah populasi terjangkau yang memenuhi kriteria penerimaan dan diambil secara konsekutif
4.4.Besar Sampel
Jumlah sampel minimal yang dibutuhkan :
n1 = n2=
Zα 2PQ +Zβ P1Q1+P2Q22 P1-P2
- Kesalahan tipe I ditetapkan 5%, hipotesis satu arah, sehingga Z α= 1,96 - Kesalahan tipe II ditetapkan sebesar 20%, maka Zβ= 0,84 - Dari literatur didapatkan nilai P1, yaitu proporsi pasien OA lutut simptomatik dengan komorbiditas berat yang memiliki kualitas hidup buruk adalah 75%.21 Ditetapkan perbedaan sebesar 30% terhadap pasien OA lutut simptomatik dengan komorbiditas ringan dan sedang yang memiliki kualitas hidup buruk, maka P1 sebesar 45%.
35
Universitas Indonesia
P = (P1+P2)/2 = 0,6
Q= 1-P = 0,4
Q1= 1-P1 = 0,25
Q2= 1-P2 = 0,55
- Dengan memasukkan nilai- nilai di atas ke dalam rumus : n1= n2= 1,96 2x0,6x0,4 + 0,84 (0,75x0,25)+ (0,45x0,55)2 0,75-0,45 =36maka didapatkan besar sampel minimal = 72 orang
Pengambilan sampel dilakukan dengan metode konsekutif
4.5.Kriteria Pemilihan Subjek Penelitian
Kriteria penerimaan: - Berusia lebih dari atau sama dengan 50 tahun - Telah didiagnosis OA lutut simptomatik - Bersedia mengikuti penelitian
Kriteria penolakan : - Kelemahan atau keterbatasan ekstremitas bawah yang diakibatkan kondisi medis lain selain OA lutut (misalnya : kelainan neurologi, pasca amputasi tungkai) - Memiliki keterbatasan untuk mengerti pertanyaan atau tidak dapat menjawab pertanyaan ( misalnya : demensia dan gangguan kognitif)
4.6.Identifikasi Variabel
Variabel dependen
: kualitas hidup terkait kesehatan
Variabel independen
: indeks komobiditas
Variabel perancu
: umur, gender
36
Universitas Indonesia
4.7.Alur Penelitian
Pasien OA lutut simptomatik
Kriteria penerimaan dan penolakan
Tidak memenuhi kriteria
Memenuhi kriteria
Disertakan dalam penelitian
-
Dikeluarkan dari penelitian
Pengisian kuesioner SF-36 Pengukuran nilai CIRS
Analisis dan pengolahan data 4.8.Cara Kerja Pengumpulan data primer berupa : - Identitas pasien: nama, usia, alamat lengkap, dan nomor telepon yang bisa dihubungi, status pernikahan, dan pendidikan terakhir - Tinggi badan (dalam satuan meter) - Berat badan (dalam satuan kilogram) - Data berhubungan dengan OA lutut simptomatik : faktor risiko, lutut yang terkena, lama didagnosis, terapi, dan penggunaan alat bantu berjalan. - Foto rontgen genu anteroposteriol/ lateral dalam 4 minggu terakhir sebelum menjadi responden untuk menilai derajat KL. Dilakukan pemeriksaan rontgen bila pasien belum memiliki rontgen genu atau bila pemeriksaan sebelumnya dilakukan sudah lebih dari 4 minggu sebelum menjadi responden - Pengukuran derajat keparahan komorbiditas dengan CIRS oleh peneliti. Identifikasi komorbiditas didapatkan dari anamnesis dan catatan medik. 37
Universitas Indonesia
- Kualitas hidup menggunakan kuesioner SF-36. Kuesioner diisi secara subyektif oleh subjek penelitian. Jawaban kemudian dimasukkan oleh peneliti ke kuesioner SF-36 on-line di situs internet http://www.sf36.org/demos/SF-36.html. Situs ini akan menyajikan nilai masingmasing komponen kualitas hidup terkait kesehatan berdasarkan normbased scoring.
4.9.Pengolahan dan Analisis Data Data hasil penelitian dicatat dalam formulir penelitian. Setelah dilakukan evaluasi mengenai kelengkapan pengisian formulir penelitian, data akan diubah dalam kode untuk selanjutnya direkam dalam cakram magnetik mikro komputer. Selanjutnya data dianalisis dengan program SPSS 17.0. Dilakukan analisis univariat untuk mendeskripsikan karakteristik klinis dan demografi sampel penelitian. Deskripsi data kategorikal disajikan dalam bentuk jumlah dan persentase. Data numerik dan kontinu disajikan dalam bentuk rerata dengan simpang baku jika distribusi data normal atau dalam bentuk median dengan rentang nilai minimalmaksimal jika distribusi data tidak normal. Analisis bivariat kategorik kemudian dilakukan untuk dua kelompok data tidak berpasangan yaitu derajat kualitas hidup terkait kesehatan dan indeks komorbiditas, dengan menggunakan Chi-square atau alternatifnya. Dari hasil analisis tersebut kemudian akan dicari nilai rasio prevalensi. Batas kemaknaan ditetapkan sebesar p< 0,05 dengan interval kepercayaan 95%. Analisis
kemudian
dilanjutkan
dengan
analisis
multivariat
untuk
menganalisis peran faktor perancu yaitu umur, gender, dan IMT terhadap hasil analisis bivariat. Karena data yang dianalisis dalam penelitian ini adalah data kategorik, maka analisis multivariat menggunakan regresi logistik. 4.10. Organisasi Penelitian Peneliti
:dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan
Pembimbing I
: dr. Bambang Setyohadi, Sp.PD-KR
Pembimbing II
: dr. Hamzah Shatri, Sp.PD-KPsi
Pembimbing Statistik : dr. Esthika Dewiasty, Sp. PD
38
Universitas Indonesia
BAB 5 HASIL PENELITIAN
5.1. Karakteristik Subjek Penelitian Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Rematologi RSCM dan didapatkan 73 pasien OA lutut simptomatik secara konsekutif selama periode penelitian. Satu pasien ditolak karena sedang merasa sangat nyeri sehingga tidak dapat berkomunikasi dengan efektif. Sehingga didapatkan 72 pasien
yang memenuhi
kriteria penerimaan. Proporsi subjek wanita lebih banyak daripada pria. Rerata usia subjek adalah 62 tahun. Kelompok IMT terbanyak menurut kriteria IOTF adalah obes 1. Berat badan lebih atau obes menjadi faktor klinis risiko OA lutut terbanyak. Rata- rata lamanya subjek didiagnosis OA lutut adalah selama 3 tahun dan sebagian besar subjek mengalami OA lutut simptomatik bilateral. Karakteristik demografi dan klinis subjek penelitian secara lengkap ditampilkan pada tabel 5 dan 6.
Tabel 5. Karakteristik demografi subjek penelitian Variabel Jenis kelamin, n(%) Wanita Pria
58 (80,6) 14 (19,4)
Usia (tahun), rerata
62,6 (SD 8)
Suku bangsa, n(%) Jawa Minang Sunda Melayu Batak Tionghoa Betawi Lain-lain
21 (29,2) 21 (29,2) 9 (12,5) 4 (5,6) 6 (8,3) 3 ( 4,1) 2 (2,8) 6 (8,3)
39
Universitas Indonesia
Tabel 5. Karakteristik demografi subjek penelitian Pekerjaan, n(%) Ibu rumah tangga Pensiunan PNS/ pegawai swasta Perawat/ bidan Pedagang PNS/ pegawai swasta Guru Kuli panggul Veteran
34 (47,2) 26 (36,1) 5 (7,0) 2 (2,8) 2 (2,8) 1 (1,4) 1 (1,4) 1 (1,4)
Pendidikan terakhir, n(%) Tidak tamat SD SD SMP-SMA Diploma- sarjana
4 (5,6) 5 (6,9) 41 (56,9) 22 (30,6)
SD : Standard Deviation, simpang baku
Tabel 6. Karakteristik klinis dan radiologi subjek penelitian Variabel IMT (kg/m2 ), rerata Berat badan kurang Berat badan normal Berat badan lebih Obes 1 Obes 2 Lama didiagnosis(tahun), rerata < 1 tahun 1-5 tahun >5 tahun Faktor risiko, n(%) Berat badan lebih/ obes Trauma Pekerjaan Olahraga Operasi lutut
27,5 (SD 4,4) 1 (1,4) 9 (12,5) 13 (18,1) 26 (36,1) 23 (31,9) 3,1 (SD 3,6) 12 (16,7) 50 (69,4) 10 (13,9) 67 (93,1) 21 (29,2) 10 (13,9) 5 (6,9) 1 (1,4)
Nyeri lutut, n(%) Unilateral Bilateral
18 (25) 54 (75)
40
Universitas Indonesia
Tabel 6. Karakteristik klinis dan radiologi subjek penelitian Terapi sebelumnya, n(%) Analgesik Rehabilitasi medik Injeksi intraartikuler Akupunktur Operasi
70 (97,2) 42 (58,3) 28 (38,9) 15 (20,8) 2 (2,8)
Derajat Kellgren-Lawrence 1 2 3 4
17 (23,6) 40 (55,6) 13 (18,1) 2 (2,8)
SD : Standard Deviation, Standar deviasi
5.2. Gambaran Komorbiditas Subjek Penelitian Hampir seluruh subjek memiliki 1 atau lebih sistem komorbid positif (98,7%). Tiga kategori sistem komorbiditas yang paling banyak dimiliki subjek adalah endokrin- metabolik dan payudara, vaskuler , dan muskuloskeletalintegumen. Sebagian besar subjek penelitian memiliki indeks komorbiditas kategori sedang . Deskripsi lengkap gambaran CIRS subjek penelitian dapat dilihat pada tabel 7, sedangkan deskripsi komorbid berdasarkan kategori sistem pada CIRS pada tabel 8.
Tabel 7. Gambaran komorbiditas subjek berdasarkan CIRS Variabel Rerata skor masing- masing sistem komorbid Jantung Vaskuler Hematologi Respirasi Mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan laring Gastrointestinal bagian atas Gastrointestinal bagian bawah Hati Ginjal Genitourinaria Muskuloskeletal dan integument Neurologi Endokrin - metabolik dan payudara Psikiatri
2,2 1,9 1,5 2 1,6 1,1 1,1 2,7 1,7 1,3 1,8 1,4 2 1,7
Skor total CIRS, rerata
6,8 (SD 3,2) 41
Universitas Indonesia
Tabel 7. Gambaran komorbiditas subjek berdasarkan CIRS Jumlah kategori komorbiditas CIRS, median (nilai min-maks) 0, n(%) 1 2 3 4 5 6 7 8
4 (0-8) 1 (1,3) 4 (5,6) 10 (13,9) 16 (22,2) 15 (20,8) 13 (18,1) 7 (9,7) 4 (5,6) 2 (2,8)
Indeks komorbiditas CIRS,median (nilai min- maks) Ringan (<1,00), n(%) Sedang (1,00-1,99) Berat (≥2)
1,68 (0-2,33) 3 (4,2) 46 (63,9) 23 (31,9)
Tabel 8. Deskripsi komorbiditas subjek penelitian Kategori Sistem Komorbid Jantung
n(%) 12 (16,7)
Vaskuler
49 (68,1)
Hematologi
8 (11,1)
Respirasi
7 (9,7)
Mata, telinga hidung, tenggorokan, laring
40 (55,6)
Gastrointestinal bagian atas
9 (12,5)
Macam Komorbid (%) Penyakit jantung kongestif (30,8) Penyakit jantung hipertensi (30,8) Fibrilasi atrial (15,4) Lain- lain : angina pektoris stabil, kor pulmonale (23) Hipertensi (76,2) Penyakit jantung koroner (20,6) Lain- lain : varises, insufisiensi vena kronik (3,2) Anemia (88,9) Sindroma imunodefisiensi akuisita (11,1) Tuberkulosis (50) Asma (37,5) Pneumonia (12,5) Katarak (39,2) Penurunan visus yang belum didiagnosis (15,7) Tuli sensorik (9,8) Lain-lain : glaukoma, endoftalmitis, retinopati, ablasi retina, otitis kronik, rhinitis, refluks laringofaringeal (35,3) Dispepsia (44,4) Melena (44,4) Hematemesis (11,2)
42
Universitas Indonesia
Gastrointestinal bagian bawah
13 (8,1)
Hati
3 (4,2)
Ginjal
10 (13,9)
Genitourinaria
12 (16,7)
Muskuloskeletal dan integumen
42 (58,3)
Neurologi
16 (23,2)
Endokrin- metabolik dan payudara
60 (83,3)
Psikiatri
3 (4,2)
Hemoroid (78,6) Apendisitis (14,3) Hernia inguinalis (7,1) Koledokolitiasis (33,3) Hepatitis B (33,3) Penyakit hati kronis (33,3) Penyakit ginjal kronik stadium 3-5 (90,9) Kista ginjal (9,1) Hipertrofi prostat benigna (27,3) Mioma (18,2) Hiperplasia endometrium (18,2) Lain- lain :kanker prostat, kanker endometrium,kanker serviks, prolaps uteri (36,3) Osteoporosis (21,4) Artritis rematoid (19,1) Nyeri pinggang (14,3) Lain- lain: spondiloartrosis seronegatif, spondiloartrosis torakolumbal, tendinitis, fraktur, , vitiligo, dermatitis seboroik (45,2) Carpal tunnel syndrome (35,2) Strok (29,4) Lain- lain: cedera kepala ringan, parkinson, vertigo, epilepsi (35,4) Dislipidemia (38,4) Obes (35,7) DM (13,4) Lain- lain : toleransi gula terganggu, hiperurisemia, penyakit grave, struma nodosa toksik, kanker payudara (12,5) Depresi (66,7) Distimia (33,3)
5.3. Gambaran Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek Penelitian Penilaian kualitas hidup terkait kesehatan subjek penelitian dengan menggunakan instrumen SF-36 mencakup komponen fisik dan komponen mental. Didapatkan nilai median ringkasan komponen fisik menunujukkan kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk sedangkan nilai median ringkasan komponen mental menunjukkan kualitas hidup terkait kesehatan yang baik. Pada komponen mental, 43
Universitas Indonesia
hanya 1 komponen yang termasuk kategori baik. Deskripsi lengkap skor masingmasing komponen tercantum pada tabel 9.
Tabel 9. Kualitas hidup terkait kesehatan subjek penelitian berdasarkan SF-36 Komponen SF-36 Ringkasan Komponen Fisik Fungsi Fisik Peran Fisik Nyeri Tubuh Kesehatan Umum
Skor SF-36 Median (nilai min-maks) 33,1 (10,9-51,7) 36,2 (15,2-55) 35 (28-56,5) 33,2 (19,9-55,9) 42,9 (17,2-60,3)
Baik n (%) 10 (13,9) 11 (15,3) 19 (26,4) 16 (22,2) 34 (47,2)
Buruk n (%) 62 (86,1) 61 (84,7) 53 (73,6) 56 (77,8) 38 (52,8)
Ringkasan Komponen Mental Fungsi Sosial Vitalitas Peran Emosional Kesehatan Mental
50,1 (16,8-67,6) 46,3 (10,9-57,1) 57,35 (23-70,4) 34,3 (23,7-55,3) 45,9 (7,3-64,1)
52 (72,2) 42 (58,3) 59 (81,9) 26 (36,1) 37 (51,4)
20 (27,8) 30 (41,7) 13 (18,1) 46 (63,9) 35 (48,6)
5.4. Hubungan Indeks Komorbiditas CIRS dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Indeks komorbiditas CIRS dinilai hubungannya terhadap 2 ringkasan komponen kualitas hidup terkait kesehatan berdasarkan instrumen SF-36, yaitu komponen fisik (tabel 10) dan komponen mental (tabel 11). Tidak didapatkan hubungan antara indeks komorbiditas dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,11; IK95%= 0,26-4,75),
maupun dengan komponen mental
kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,21; IK95%= 0,41-3,61). Dalam analisis digunakan Rasio Odds (RO) karena analisis kemudian akan dilanjutkan dengan analisis multivariat.
44
Universitas Indonesia
Tabel 10. Hubungan indeks komorbiditas dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan Komponen Fisik Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Buruk
RO* (IK95%)
Baik
n
%
n
%
Indeks komorbiditas berat
20
86,9
3
13,1
1,11
Indeks komorbiditas ringan + sedang
42
85,7
7
14,3
(0,26-4,75)
*
RP : Rasio Odds, IK95%= Interval Kepercayaan 95%
Tabel 11.Hubungan indeks komorbiditas dengan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan Komponen Mental Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Buruk n
RO* (IK95%)
Baik %
n
%
Indeks komorbiditas berat
7
30,4
16
69,9
1,21
Indeks komorbiditas ringan + sedang
13
26,5
36
73,5
(0,41-3,61)
*
RP : Rasio Odds, IK95%= Interval Kepercayaan 95%
5.5
Peran Faktor Perancu Terhadap Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Dari analisis bivariat peran gender dan usia sebagai faktor perancu terhadap
kualitas hidup terkait kesehatan, didapatkan bahwa usia > 60 tahun dan gender wanita hanya dapat dianalisis multivariat terhadap komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (tabel.12 dan tabel.13).
45
Universitas Indonesia
Tabel 12. Hubungan gender dan usia dengan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan Komponen Fisik Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Buruk n Gender
Usia
Baik %
n
p
%
Wanita
48
82,8
10
17,2
Pria
14
100
0
0
<60 tahun
38
92,7
3
7,3
>60 tahun
24
77,4
7
22,6
0,193
0,088
Tabel 13. Hubungan gender dan usia dengan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan Komponen Mental Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Buruk n Gender
Usia
Baik %
n
p
%
Wanita
16
27,6
42
72,4
Pria
4
28,6
10
71,4
<60 tahun
10
24,4
31
75,6
>60 tahun
10
32,3
21
67,7
1,000
0,460
Dari analisis multivariat didapatkan selisih crude OR dengan adjusted OR pada usia > 60 tahun adalah 1,35%, sehingga usia lebih tua bukan merupakan faktor perancu. Sedangkan analisis terhadap gender wanita tidak dapat dilanjutkan karena terdapat nilai 0 pada sel gender pria dengan kualitas hidup terkait kesehatan baik. Tabel 14. Analisis multivariat umur dan gender terhadap komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk Variabel Crude OR Adjusted OR + usia>60 tahun
OR 1,111 1,126
IK 95% 0,260-4,754 0,254-4,990
46
Universitas Indonesia
BAB 6 PEMBAHASAN
6.1. Karakteristik Subjek Penelitian Mayoritas subjek penelitan ini adalah wanita (80,6%). Hasil ini sejalan dengan
berbagai penelitian mengenai komorbiditas dan kualitas hidup terkait
kesehatan pada pasien OA lutut, baik pada populasi Asia maupun non- Asia, di mana didapatkan mayoritas subjek penelitian adalah wanita. Bahkan Norimatsu dkk melakukan penelitian kualitas hidup terkait kesehatan hanya pada pasien OA lutut wanita.25 Penelitian
Zakaria dkk di Malaysia mendapatkan proporsi wanita
penderita OA lutut simptomatik sebesar 78,8%. 26 Penelitian pada populasi Asia lainnya dilakukan oleh Chan dkk di Hong Kong dan mendapatkan proporsi wanita penderita OA lutut siptomatik sebesar 70%. 23 Pada populasi non- Asia juga didapatkan proporsi yang bervariasi . Penelitan yang mendapatkan proporsi di bawah 70 % adalah penelitian Tuominen dkk di Finlandia (63%) danpenelitian Creamer dkk di Baltimore, Amerika Serikat (69,9%). 21,46 Sedangkan beberapa penelitian berikut mendapatkan proporsi di atas 70%: penelitian oleh Reeuwijk dkk di Belanda (71,2%), Chacon dkk di Venezuela (84,1%), dan Leite dkk di Brazil (91,2%).5,20,48 Hasil ini sesuai dengan gender wanita sebagai faktor risiko alamiah OA lutut dan gender pria memiliki risiko insiden mengalami OA lutut 45% lebih rendah dari wanita.4,7,16,28Pasien wanita juga pada umumnya lebih memiliki kesadaran untuk berobat. Berdasarkan hasil ini, kewaspadaan terhadap pengendalian faktor- faktor risiko OA lutut lainnya dapat ditingkatkan pada wanita di bawah usia 50 tahun, seperti berat badan, aktivitas fisik, dan trauma. Pada penelitian ini didapatkan rerata usia 62,6 tahun (SD8). Penelitian lain yang menggunakan kriteria penerimaan usia > 50 tahun, baik pada populasi Asia maupun non- Asia mendapatkan hasil yang hampir sama, yaitu penelitian Zakaria dkk dengan rerata usia 65,6 tahun (SD10,8) ; penelitian Creamer dkk : 65,8 tahun (SD10,4) dan penelitian Reeuwijk dkk : 66 tahun (SD8,7). 20,26,46 Rerata usia yang lebih rendah didapatkan pada penelitan Chan dkk pada populasi Hong Kong, yaitu 54tahun (SD13).23 Perbedaan ini tampaknya tidak diakibatkan oleh perbedaan
47
Universitas Indonesia
prevalensi. Prevalensi OA lutut populasi di atas usia 54 tahun di Hong Kong adalah 5% pada pria dan 13% pada wanita; sedangkan prevalensi pada populasi berusia lebih sama dengan 45 tahun di Amerika Serikat adalah 13,5% pada pria dan 18,7% pada wanita serta 10% pada pria dan 13,6% pada wanita untuk populasi berusia lebih sama dengan 60 tahun.7,23 Sehingga, perbedaan rerata usia dengan populasi Hongkong mungkin disebabkan oleh faktor ras. Mayoritas subjek penelitian berpendidikan sekolah menengah (56,9%). Hasil yang serupa didapatkan pada penelitian Zakaria dkk di mana 66,2% subjek penelitian mengenyam pendidikan primer.26 Sedangkan pada penelitian Creamer dkk, derajat pendidikan subjek penelitian relatif tinggi, di mana 31,9% subjek adalah sarjana. Dengan mayoritas subjek status pendidikan menengah, maka seyogyanya tidak sulit bagi klinisi untuk memberikan edukasi mengenai OA lutut agar risiko masyarakat mengalami OA lutut simptomatik dapat dikurangi. Pada penelitian ini, rerata lama didiagnosis OA lutut adalah 3,1 tahun (SD3,6), dengan durasi lama didiagnosis terbanyak didapatkan pada kelompok 1-5 tahun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Zakaria dkk di mana sebagian besar subjek mengalami nyeri lutut selama 1-5 tahun. Pada penelitian lain, didapatkan rerata lama nyeri lutut yang lebih lama, yaitu: penelitian Tuominen dkk : 9,9 tahun (SD10,7) dan penelitian Creamer dkk: 8,3 tahun (SD7,3).
21,46
Pada penelitian ini lama
didiagnosis dihitung sejak pasien didiagnosis OA lutut di poliklinik RSCM yang dikonfirmasi melalui rekam medik yang mungkin tidak sejalan dengan pertama kali pasien mengalami nyeri lutut. Lebih lamanya rerata nyeri lutut pada populasi Barat bila dapat dibandingkan dengan lama didiagnosis OA lutut pada subjek penelitian ini, mungkin disebabkan karena kewaspadaan yang lebih tinggi terhadap kesehatan dan akses yang lebih baik kepada fasilitas pelayanan kesehatan. Implikasi klinis bagi dokter dan pasien dari hasil ini adalah perlunya meningkatkan kewaspadaan terhadap nyeri lutut dan evaluasinya untuk menahan progresifitas OA lutut. Pekerjaan terbanyak subjek penelitian adalah ibu rumah tangga (47,2%). Proporsi subjek yang aktif bekerja adalah 9,7%. Pada penelitian Zakaria dkk, didapatkan proporsi subjek yang aktif bekerja di adalah 11,2%.26 Proporsi yang berbeda signifikan didapatkan dari penelitian Tuominen dkk, yaitu 18%. 21 Hasil ini sesuai dengan mayoritas subjek penelitian yang adalah wanita dan perbedaan
48
Universitas Indonesia
proporsi penduduk bekerja di Indonesia dengan di negara Eropa (masing- masing 38,6% dan 58,5%).82,83 Rerata IMT subjek penelitian ini adalah 27,5 kg/m2 (SD4,44) dengan kategori IMT terbanyak adalah obes 1 (36,1%).75 Penelitian yang menggunakan kriteria IMT yang sama adalah penelitian Chan dkk. Sebanyak 68,1% subjek penelitian Chan dkk memiliki berat badan lebih, dengan rerata IMT 24,5 kg/m 2 (SD3,7). Pada penelitian lainnya yang menggunakan kriteria IMT WHO 2004 (batas IMT berat badan lebih adalah 25 kg/m2 dan batas obes adalah 30kg/m2) , didapatkan rerata IMT yang sesuai dengan kategori obes 1 menurut IOTF. 77 Penelitian Zakaria dkk dan Tuominen dkk mendapatkan rerata IMT hampir sama dengan penelitian ini, masing- masing 28,2 kg/m2 (SD5) dan 28,8kg/m2 (SD4).21,26 Hasil rerata IMT yang lebih tinggi didapatkan pada penelitian Creamer dkk, yaitu 31,4kg/m 2 (SD6,8) dan Chacon dkk, yaitu 30,2kg/m2 (SD4,5).21,48 Sedangkan IMT yang lebih rendah didapatkan pada penelitian Norimatsu dkk yaitu 23,6kg/m2 (SD3,2).25 Hasil ini sesuai dengan teori bahwa berat badan lebih dan obes merupakan faktor risiko OA lutut.4,16,28 Perbedaan rerata IMT subjek penelitian dengan rerata IMT subjek penelitian Creamer dkk dan Chacon dkk sejalan dengan perbedaan proporsi berat badan lebih dan obes di regio Asia Tenggara dan regio Amerika menurut WHO. Proporsi berat badan lebih di regio Asia Tenggara adalah 14% sedangkan di regio Amerika adalah 62%. Sedangkan proporsi obes di regio Asia Tenggara adalah 3% dan regio Amerika adalah 26%.76 Sedangkan perbedaan rerata IMT subjek penelitian dengan penelitian Norimatsu dkk, sesuai dengan rerata IMT penduduk Jepang, yaitu 23,7 kg/mm2.76 Sebagian besar subjek memiliki gambaran radiologi lutut sesuai KL derajat 2 (55,6%). Pada penelitian Creamer dkk didapatkan gambaran radiologi lutut terbanyak adalah sesuai KL derajat 2 dan 3 (masing- masing 33,9%).46 Sedangkan pada penelitian Reeuwijk dkk sebanyak 95,2% subjek memiliki gambaran radiologi KL derajat >2.20 Walaupun derajat keparahan radiologis tidak sejalan dengan keluhan nyeri, namun dari hasil ini kemungkinan pasien dengan KL derajat 1 tidak banyak yang berobat karena keluhan nyeri lutut masih dapat diatasi sedangkan pasien dengan KL derajat 4 tidak banyak yang berobat karena hendaya fisik yang ditimbulkannya sudah terlalu berat.
49
Universitas Indonesia
Sesuai dengan mayoritas subjek memiliki berat badan obes, maka faktor risiko OA lutut terbanyak pada penelitian ini adalah berat badan lebih atau obes (93,1%). Sebagian besar subjek mengalami nyeri lutut bilateral (75%). Hampir seluruh subjek mengkonsumsi analgesik untuk meredakan nyeri lutut (97,2%). Sebanyak 58,3% subjek menjalani rehabilitasi medik. Belum didapatkan penelitian lain yang mendeskripsikan faktor risiko, modalitas terapi, dan situs lutut yang nyeri. Berdasarkan hasil penelitian ini maka berat badan merupakan faktor risiko OA lutut simptomatik yang sangat penting untuk dikendalikan. Modalitas terapi analgesik dan atau gabungan dengan modalitas lainnya tidak memberikan dampak yang besar bila tidak disertai penurunan berat badan. 6.2. Gambaran Komorbiditas Subjek Penelitian Mayoritas pasien OA lutut memiliki multimorbiditas. Dalam penelitian ini 98,7% subjek memiliki 1 atau lebih sistem komorbiditas positif. Penelitian lain yang menggunakan CIRS adalah penelitian oleh van Dijk dkk, dengan hasil 98,6% subjek memiliki satu atau lebih sistem komorbiditas positif. 22 Penelitian lain yang menggunakan hitung jumlah komorbiditas juga mendapatkan hasil yang sama. Proporsi subjek penelitian Zakaria dkk yang memiliki komorbiditas adalah 91,4% di mana 47%-nya memiliki 1 komorbid.26Rata- rata jumlah komorbid pada penelitian Chan dkk adalah 3,2, di mana 78% pasien setidaknya memiliki 1 komorbiditas muskuloskeletal dan 82% pasien memiliki setidaknya muskuloskeletal.
23
1 komorbiditas non-
Penelitian Tuominen dkk mendapatkan angka prevalensi
komorbiditas pada pasien OA lutut sebesar 73% dengan rata- rata jumlah komorbid 2.21 Hal ini sesuai dengan perjalanan alamiah OA lutut sebagai penyakit degeneratif sedangkan komorbiditas juga meningkat sejalan dengan usia. 2,5,19 Tiga sistem komorbiditas yang paling banyak dimiliki subjek adalah endokrin- metabolik dan payudara (83,3%), vaskuler (68,1%), dan muskuloskeletalintegumen (58,3%). Penelitian van Dijk mengeluarkan sistem muskuloskeletalintegumen dari analisis. Tiga sistem komorbiditas terbanyak dalam penelitian tersebut adalah mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan laring (96,1%), endokrinmetabolik dan payudara (46%), dan genitourinaria (44,4%). 22 Sebagian besar subjek penelitian ini memiliki indeks komorbiditas kategori sedang (63,9%). Van Dijk dkk tidak mendeskripsikan indeks komorbiditas subjek 50
Universitas Indonesia
penelitian, hanya dipaparkan bahwa rerata jumlah sistem komorbiditas dengan skor > 1 adalah 4,3 (SD2,1) dan rerata jumlah sistem komorbiditas dengan skor >2 adalah 2,6 (SD1,9).22 Hasil ini dapat diinterpretasikan bahwa sebagian besar subjek memiliki indeks komorbiditas sedang. Hasil penelitian ini sejalan dengan interpretasi hasil penelitian van Dijk dkk. Komorbid terbanyak pada 3 sistem komorbiditas terbanyak subjek penelitian adalah sebagai berikut sistem endokrin- metabolik dan payudara : dislipidemia (38,4%), obes (35,7%), DM (13,4%); sistem vaskuler : hipertensi (76,2%), penyakit jantung koroner (20,6%); sistem muskuloskeletal- integumen: osteoporosis (21,4%), artritis rematoid (19,1%), dan nyeri pinggang (14,3%). Gambaran komorbiditas subjek penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil berbagai penelitian komorbiditas pada OA lutut, baik pada populasi Asia dan nonAsia. Komorbiditas terbanyak pada penelitian Zakaria dkk adalah hipertensi (84,4%), DM (30,5%), dan asma bronkiale (22,5%). Penelitian Chan dkk mendapatkan komorbiditas sistem non- muskuloskeletal terbanyak adalah kardiovaskuler, gastrointestinal, respirasi, dan endokrin; sedangkan komorbiditas muskuloskeletal tidak dideskripsikan dengan jelas, hanya berupa nyeri di area pinggang, batang tubuh, dan leher. komorbiditas
non-
muskuloskeletal
19
Penelitian Reeuwijk dkk mendapatkan terbanyak
adalah
hipertensi
(31,9%),
asma/PPOK (15%), sinusitis (12,2%), dan DM (9,7%); sedangkan komorbiditas muskuloskeletal terbanyak adalah nyeri pinggang (29,5%) dan artritis tangan dan kaki yang belum terdiagnosis (18,4%).20 Penelitian oleh Kadam dkk di Inggris mendapatkan hasil sistem komorbiditas terbanyak adalah respirasi (36,4%), kardiovasular (36,1%), dan muskuloskeletal-integumen (36%).19 Komorbid nonmuskuloskeletal pada penelitian ini sesuai dengan komorbid yang ditemui pada pasien dengan berat badan lebih atau obes, yang merupakan faktor risiko OA lutut; yaitu dislipidemia, DM, hipertensi, dan penyakit jantung koroner.
6.3. Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Subjek Penelitian Instrumen SF- 36 yang membedakan hasil pengukuran komponen kesehatan fisik dan mental memberikan gambaran kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih komprehensif dibandingkan instrumen lain.Penggunaan sistem norm- based scoring
51
Universitas Indonesia
pada SF-36 memberikan kemudahan peneliti untuk mengkategorikan kualitas hidup terkait kesehatan subjek dalam kategori baik dan buruk. Kemudahan ini tidak didapatkan pada instrumen lain. Nilai median seluruh komponen kesehatan fisik subjek menunjukkan kategori kualitas kehidupan terkait kesehatan yang buruk. Sedangkan pada komponen kesehatan mental, hanya peran emosional yang memiliki nilai median buruk. Nilai median ringkasan komponen mental masih menunjukkan kategori kualitas kehidupan terkait kesehatan yang baik. Hasil ini sejalan dengan penelitian Zakaria dkk.26 Zakaria dkk juga menggunakan instrumen SF-36, namun interpretasi skor menggunakan sistem skor mentah (rentang 0-100, skor yang semakin tinggi menggambarkan kualitas hidup yang semakin baik), bukan norm- based scoring. Sama dengan subjek penelitian ini, komponenen kesehatan fisik subjek penelitian Zakaria dkk memiliki skor yang lebih rendah dibandingkan komponen kesehatan mental. Skor SF-36 penelitian Zakaria dkk tidak dapat dibandingkan dengan skor penelitian ini karena menggunakan sistem skor yang berbeda. Pada penelitian lain yang tidak menggunakan instrumen SF-36, interpretasi skor tidak menggunakan sistem ambang batas. Skor yang lebih tinggi atau lebih rendah diinterpretasikan dengan kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih baik atau lebih buruk. Pada penelitian Chacon dkk, kualitas hidup terkait kesehatan diukur dengan instrumen Arthritis Impact Measurment Scale (AIMS). Didapatkan rerata skor total AIMS 39,7 (SD 10,3), dengan rentang skor 0-60, di mana skor yang semakin tinggi menggambarkan kualitas hidup yang semakin buruk). 48 Norimatsu dkk menggunakan instrumen Japanese Knee Osteoarthritis Measure (JKOM) dalam penelitiannya (rentang skor 0-100, skor yang semakin tinggi menggambarkan kualitas hidup yang semakin buruk).Didapatkan rerata skor JKOM 61,4 (SD23) pada kelompok OA lutut simptomatik. Sedangkan pada kelompok tanpa OA lutut dan nyeri didapatkan rerata skor 36,2 (SD13,9).25 Hasil penelitian ini selaras dengan berbagai penelitian kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut lainnya, yaitu
rata- rata pasien OA lutut memiliki
kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk. Buruknya komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan diakibatkan oleh hendaya fisik ireversibel akibat OA lutut
52
Universitas Indonesia
ataupun kondisi nyeri yang dialami secara fluktuatif saat subjek mengikuti penelitian. Komponen kesehatan mental kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih baik dibandingkan komponen kesehatan fisik diduga berhubungan dengan adanya mekanisme mengatasi (coping) dan mekanisme adaptasi. Kondisi nyeri kronik yang sulit diatasi mengakibatkan seseorang mencari cara untuk menghadapi atau menjaga jarak dengan emosi negatif yang ditimbulkan nyeri tersebut.77 Studi oleh Affleck dkk tentang mekanisme mengatasi dan perubahan mood pada pasien OA lutut mendapatkan hasil bahwa pasien OA lutut menggunakan berbagai mekanisme mengatasi untuk menghadapi nyeri dan memberikan hasil mood yang lebih baik serta berkurangnya derajat nyeri.78 Selain itu pengetahuan bahwa OA merupakan penyakit akibat proses menua mengakibatkan pasien lebih mudah menerima kondisi tersebut. Studi oleh Kempen dkk mengenai respon adaptasi pasien dengan 8 penyakit kronik (termasuk artritis) menemukan bahwa pasien belajar untuk menyesuaikan harapan mereka terhadap kesehatan atau kemampuan aktivitas sehari- hari pada level yang mampu mereka jalankan secara optimal.79 Kemungkinan penjelasan lain mengapa komponen kesehatan mental menunjukkan angka yang lebih baik daripada komponen kesehatan fisik adalah adanya kecenderungan pasien untuk menyembunyikan masalah psikologis yang dapat mengurangi penerimaan kelompok terhadap dirinya (social desirability).62 Lain halnya dengan komponen kesehatan fisik, di mana nyeri dan hendaya memang merupakan alasan utama pasien mencari pertolongan ke poliklinik. Dari sisi instrumen yang digunakan, nampaknya terdapat keterbatasan CIRS dalam mengkaji komponen kesehatan mental. Dari studi Fortin dkk yang membandingkan tiga indeks komorbiditas (CIRS, FCI, dan Charlson), CIRS didapatkan berkorelasi paling kuat terhadap domain kualitas hidup terkait kesehatan pada SF-36.
63
Namun demikian CIRS berkorelasi lebih lemah terhadap ringkasan
komponen kesehatan mental dibandingkan terhadap masing- masing komponen dalam ringkasan tersebut. Hal ini mungkin diakibatkan oleh adanya kontribusi komponen kesehatan fisik dalam perhitungan ringkasan komponen kesehatan mental dan menghasilkan pembobotan negatif (gambar.1).63 Ringkasan komponen kesehatan fisik memang memiliki korelasi yang lebih kuat terhadap CIRS 53
Universitas Indonesia
dibandingkan ringkasan komponen mental.62,63 Dengan demikian sangat mungkin ada informasi yang hilang dari hasil ringkasan komponen kesehatan mental.
6.4. Hubungan Indeks Komorbiditas CIRS dengan Kualitas Hidup Terkait Kesehatan Dari analisis bivariat, tidak didapatkan hubungan antara indeks komorbiditas dengan ringkasan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,111; IK95%= 0,260-4,754), maupun dengan ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,212; IK95%= 0,407-3,608). Kelompok dengan indeks komorbiditas berat memiliki risiko 1,11 kali lebih tinggi untuk mengalami komponen kesehatan fisik kualitas hidup terkait kesehatan yang lebih buruk dan 1,21 kali lebih tinggi untuk mengalami komponen kesehatan mental kualitas kehidupan terkait kesehatan yang lebih buruk dibandingkan kelompok dengan indeks komorbiditas ringan dan sedang. Tidak terdapatnya hubungan bermakna secara statistik antara indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada penelitian ini diakibatkan oleh perbedaan proporsi yang lebih kecil antara subjek dengan komorbiditas berat dan subjek dengan komorbiditas ringan; bila dibandingkan dengan perbedaan proporsi yang ditetapkan dari penelitian sebelumnya. Sehubungan dengan kondisi multimorbid dan mayoritas kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk pada populasi studi, penambahan jumlah sampel pada penelitian ini mungkin hanya akan memperkecil IK namun tidak menghasilkan analisis yang bermakna. Karakteristik subjek studi yang multimorbid dengan kualitas hidup terkait kesehatan yang buruk nampaknya terkait dengan tempat penelitian yang adalah pusat rujukan nasional. Penelitian lain yang menganalisis hubungan antara komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan adalah penelitian Zakaria dkk dan Norimatsu dkk. Berikut perbandingan penelitian ini dengan 2 penelitian tersebut (tabel 15):
54
Universitas Indonesia
Tabel 15. Perbandingan hasil penelitian ini dengan penelitian Zakaria dkk dan Norimatsu dkk Variabel Pengukuran komorbiditas
Penelitian ini CIRS
Zakaria dkk26 Ya/ tidak dan hitung jumlah
Norimatsu dkk25 Ya/ tidak
Hasil pengukuran komorbiditas
- > 1 komorbid : 98,7% - Nilai median jumlah komorbid : 4 (09) - Indeks komorbiditas ringan- sedang : 68,1% - Indeks komorbiditas berat : 31,9% SF-36
- Subjek dengan komorbiditas : 91,4% - Subjek tanpa komorbiditas: 8,6% - Jumlah komorbiditas terbanyak : 1 (47%)
- Subjek dengan komobiditas : 23,12% - Subjek tanpa komorbiditas : 76,87%
SF-36
JKOM
- Kesehatan fisik buruk : 86,1% - Kesehatan mental buruk : 27,8%
Skor komponen kesehatan fisik lebih rendah dibandingkan skor komponen kesehatan mental*
Tidak ada hubungan antara komponen fisik maupun mental dari kualitas hidup terkait kesehatan dengan indeks komorbiditas
Tidak ada hubungan antara komponen fisik maupun mental dari kualitas hidup terkait kesehatan dengan komorbiditas
- Rerata skor kelompok dengan komorbiditas : 52 (SD23,1) - Rerata skor kelompok tanpa komorbiditas : 39,8 (SD17,1)** Terdapat hubungan antara komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan (p= 0,04, risiko relatif= 6,22)
- Instrumen pengukur kualitas hidup terkait kesehatan - Hasil pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan
- Analisis hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan
*
Tidak menggunakan norm- based scoring, menggunakan skala 0-100 (skor yang semakin tinggi menggambarkan kualitas hidup terkait kesehatan yang semakin baik) ** Skala 0-100 (skor yang semakin tinggi menggambarkan kualitas hidup terkait kesehatan yang semakin buruk)
55
Universitas Indonesia
Dari tabel perbandingan di atas, dapat dilihat bahwa proporsi subjek yang memiliki >1 komorbiditas sangat besar, yaitu 98,7%. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Zakaria dkk, yaitu proporsi subjek memiliki komorbiditas adalah 91,4%. Setelah indeks komorbiditas diukur menggunakan CIRS didapatkan bahwa sebagian besar subjek memiliki indeks komorbiditas sedang. Hal ini dapat dipahami, karena penelitian dilakukan di poliklinik, maka subjek penelitian yang datang tentunya yang cukup merasakan nyeri yang mengakibatkan hendaya dan yang masih dapat ambulasi. Sedangkan pasien dengan OA lutut awal yang belum mengalami hendaya atau pasien OA lutut lanjut yang sudah mengalami hendaya ireversibel dan kesulitan ambulasi tidak datang ke poliklinik. Pengukuran kualitas hidup terkait kesehatan menggunakan SF- 36 pada penelitian Zakaria juga memberikan hasil yang sama dengan penelitian ini, di mana komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan lebih buruk dibandingkan dengan komponen mental. Mayoritas subjek juga memiliki komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan buruk.26 Proporsi faktor risiko dan kejadian yang besar pada penelitian ini , seperti juga pada penelitian Zakaria mungkin berkontribusi terhadap menyebabkan tidak ditemukannya hubungan seara statistik akibat tidak adanya variasi pengukuran. Hal yang berbeda didapatkan pada penelitian Norimatsu dkk, di mana kelompok tanpa komorbiditas jauh lebih sedikit dibandingkan kelompok tanpa komorbiditas
(23,12%)
dan
pengukuran
kualias
hidup
terkait
kesehatan
menunjukkan perbedaan hasil yang signifikan antara dua kelompok tersebut. Sehingga, dalam analisis bivariat dapat ditemukan hubungan antara variabel tersebut.25 Perbedaan hasil ini berhubungan dengan rendahnya komorbiditas pada penduduk Jepang yang sejalan dengan tingginya angka harapan hidup. Pada penelitian oleh Chikuda dkk mengenai dampak usia dan komorbiditas pada pasien usia tua yang akan menjalani operasi ortopedi (salah satunya penggantian lutut total), didapatkan 64,4% subjek tidak memiliki komorbiditas dan hanya 4,2% yang memiliki indeks komorbiditas berat.81 Rendahnya komorbiditas ini sejalan dengan angka harapan hidup penduduk Jepang yang jauh lebih tinggi dibandingkan penduduk Indonesia (masing- masing 82,59 tahun dan 69,32 tahun).82
56
Universitas Indonesia
6.5. Kelebihan dan Keterbatasan Penelitian Kelebihan penelitian ini adalah penggunaan indeks komorbiditas (SF-36) dalam menilai hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan . Adanya penilaian terpisah dari masing- masing komponen kesehatan fisik dan mental pada ringkasan skor SF-36 memberikan gambaran komprehensif mengenai kualitas hidup terkait kesehatan subjek. Dengan menggunakan sistem norm- based scoring pada interpretasi skor SF-36, kualitas hidup terkait kesehatan subjek penelitian dapat dikategorikan dalam kelompok baik dan buruk. Sistem skor ini tidak digunakan dalam penelitian sebelumnya. Dalam pengolahan hasil penelitian didapatkan beberapa keterbatasan pemelitian terkait instrumen yang digunakan. Instrumen SF-36 kurang dapat menggambarkan
ringkasan
komponen
mental
yang
sesungguhnya
karena
pembobotan negatif oleh ringkasan komponen fisik terhadap kualitas hidup terkait kesehatan lebih besar daripada pembobotan oleh ringkasan komponen mental. Selain itu terdapat komponen fisik yang masuk dalam perhitungan komponen mental. Dalam
penggunaan
instrumen
CIRS,
terdapat
beberapa
kesulitan
dalam
memasukkan penyakit tertentu ke dalam sistem, misalnya Sindroma Imunodefisiensi Akuisita. Penyakit infeksi ini pada akhirnya dimasukkan ke dalam sistem hematologi. Keterbatasan lain adalah organ payudara yang diintegrasikan ke sistem endokrin- metabolik. Hal ini dilakukan karena tidak ada sistem lain yang lebih tepat untuk mengintegrasikan organ payudara selain sistem endokrin- metabolik, walaupun payudara secara teknis adalah organ eksokrin.83
6.7. Generalisasi Hasil Penelitian Pada bagian akhir pembahasan ini perlu diulas mengenai seberapa jauh hasil penelitian dapat diaplikasikan pada populasi yang lebih luas. Sesuai dengan prinsip representasi sampel terhadap populasi dan tekhnik pengambilan sampel, maka penilaian generalisasi dilakukan terhadap validitas interna serta validitas eksterna I dan II. Penilaian terhadap validitas interna dilakukan dengan memperhatikan apakah subjek yang menyelesaikan penelitian dapat mempresentasikan sampel yang memenuhi kriteria pemilihan subjek. Pada penelitian ini, peneliti berhasil merekrut 57
Universitas Indonesia
72 subjek yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan penelitian, sesuai dengan jumlah sampel minimal yang dibutuhkan. Atas dasar ini, validitas interna penelitian ini diperkirakan cukup baik. Validitas eksterna I menilai representasi subjek yang direkrut sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan, terhadap populasi terjangkau. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien OA lutut simptomatik datang ke poliklinik rematologi RSCM.
Pengambilan sampel dilakukan secara konsekutif. Hanya 1
pasien yang tidak memenuhi kriteria penerimaan. Dengan demikian, validitas eksterna I penelitian ini dinilai cukup baik. Untuk menilai validitas eksterna II, digunakan common sense dan pengetahuan umum yang ada. Perlu dinilai apakah populasi terjangkau dalam penelitian ini dapat merepresentasikan populasi target, yaitu pasien OA lutut simptomatik secara umum. Pasien OA lutut simptomatik yang datang ke poliklinik Rematologi RSCM pada umumnya adalah pasien dengan multimorbiditas dan dengan OA lutut lanjut. Tidak didapatkan banyak subjek penelitian dengan kondisi OA awal. Dengan demikian hasil penelitian ini kurang dapat digeneralisasikan untuk pasien OA lutut simptomatik secara umum, namun hanya pada OA lutut lanjut dengan multimorbiditas. Berdasarkan hal tersebut validitas eksterna II penelitian ini tidak cukup baik
58
Universitas Indonesia
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN
7.1. Simpulan - Tidak terdapat hubungan bermakna antara indeks komorbiditas dengan komponen fisik kualitas hidup tekait kesehatan - Tidak terdapat hubungan bermakna antara indeks komorbiditas dengan komponen mental kualitas hidup tekait kesehatan - Tidak terdapat hubungan bermakna antara indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan 7.2. Saran - Selanjutnya dapat dilakukan penelitian serupa di populasi atau pelayanan kesehatan primer maupun sekunder, atau dengan sistem stratifikasi sehingga dapat memperoleh gambaran yang lebih dekat dengan kondisi berbagai spektrum pasien OA lutut simptomatik. - Dapat dikembangkan instrumen pengukur kualitas hidup terkait kesehatan lokal yang dapat dengan lebih baik menggambarkan komponen kesehatan fisik maupun mental populasi Indonesia
59
Universitas Indonesia
RINGKASAN
Osteoartritis (OA) lutut merupakan OA simptomatik yang paling banyak diderita dan menimbulkan hendaya. Tujuan tatalaksana penyakit kronis seperti OA lutut adalah tercapainya kualitas hidup terkait kesehatan yang baik. Akibat prevalensi OA lutut yang meningkat sejalan dengan usia, maka komorbiditas sangat umum ditemukan pada penderitanya. Pada populasi umum diketahui bahwa komorbiditas berhubungan dengan kualitas hidup yang buruk, sedangkan beberapa studi pada mengenai pengaruh komorbiditas pada OA lutut memberikan hasil yang berbeda- beda. Penelitian ini menilai hubungan komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien OA lutut simptomatik. Komorbiditas diukur menggunakan indeks komorbiditasCumulative Illness Rating Scale (CIRS), sehingga dampaknya terhadap kualitas hidup dapat dikuantifikasi. Sedangkan kualitas hidup terkait kesehatan diukur dengan instrumen Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey. Dari penelitian ini didapatkan 98,7% subjek memiliki >1 komorbid. Sebanyak 86,1% subjek memiliki ringkasan komponen fisik kualitas kehidupan terkait kesehatan yang buruk.Sedangkan 72,2% subjek memiliki ringkasan komponen mental kualitas hidup terkait kesehatan baik. Nilai median indeks komorbiditas CIRS adalah 1,68 (0-2,33) dengan kategori terbanyak adalah indeks komorbiditas sedang. Dalam analisis bivariat, tidak ditemukan hubungan indeks komorbiditas dengan ringkasan komponen fisik kualitas hidup terkait kesehatan (RO= 1,11; IK95%= 0,26-4,75),
maupun dengan ringkasan komponen mental
kualitas hidup terkait kesehatan (RO=1,21; IK95%= 0,41-3,61). Sebagai simpulan, tidak didapatkan hubungan antara indeks komorbiditas dengan komponen fisik dan mental kualitas hidup terkait kesehatan pasien OA lutut simptomatik. Hal ini mungkin diakibatkan oleh kondisi komorbiditas dan kualitas hidup terkait kesehatan yang homogen pada subjek peneliti
60
Universitas Indonesia
SUMMARY
Knee osteoarthritis (OA) is the most prevalent symptomatic OA among adults and is the leading cause of disability. The ultimate treatment goal in such chronic disease is to achieve a good health related quality of life (HRQoL). Since knee OA prevalence is increasing throughout age, comorbidity become common condition. In general population, comorbidity related with worse HRQoL, whereas in several studies about effect of comorbidity in knee OA patiets’ HRQoL gave varies results. We evaluate the relation between comorbidity and HRQoL in symptomatic knee OA patients. Comorbidity was measured by comorbidity index Cumulative Illness Rating Scale (CIRS). This instrument enabled us to quantify the effect of comorbidity unto HRQoL. HRQoL was measured by generic instrumen Medical Outcome 36- Items Short Form (SF-36) Health Status Survey. In our study 98,7% subject were having >1 comorbidity(ies). Eighty six percent of subjects were having poor physical component summary (PCS) of HRQoL. Whereas 72,2% of subjects waere having good mental component summary (MCS) of HRQoL. The median value of comorbidity index was 1,68 (02,33) which is resembled moderate comorbidity index. There was no relation has been found in bivariate analysis between comorbidity index and PCS (OR= 1,11; CI95%= 0,26-4,75), neither with MCS (OR=1,21; CI95%= 0,41-3,61). As conclusion, there is no statistically relationship between comorbidity index and HRQoL, both physically and mentally component, in symptomatic knee OA patients. The homogenicity of comorbidity condition and HRQoL in subjects may contribute to the result.
61
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
1. Woolf A, Pfleger B. Burden of major musculoskeletal condition. Bulletin of the World Health Organization. 2003, 81: 646-56 2. Joern W, Michael P, Klaus U, Brust S, Eysel P. The epidemiology, etiology, diagnosis, and treatment of osteoarthritis of the knee. Dtcsh Arztebl Int 2010; 107(9): 152-62 3. Dieppe P. Osteoarthritis: Clinical Feature. Dalam: Klippel J, Stone J, Crofford L, White P, editor. Primer on the Rheumatic Diseases 13th ed. 2008. Springer. USA. Halaman: 224-8. 4. Brandt K. Osteoarthritis. Dalam: Kasper D, Fauci A, Longo D, Braunswald E, Hauser s, Jameson L, editor. Harrison’s Principles of Internal Medicine 17 th ed. 2009. McGrawHill. USA. Halaman 2036-45 5. Leite A, Costa A, de Lima B, Padilha A, de Albuquerque E, Marques C. Comorbidities in patients with osteoarthritis: frequency and impact on pain and physical function. Rev Bras Reumatol 2011;51(2):113-23 6. Breedveld F. Osteoarthritis- the impact of a serious disease. Rheumatology 2004; 43: 14-8 7. Osteoarthritis.(17 Juni 2013). Diunduh dari: http://www.cdc.gov/ arthritis/basics/osteoarthritis.html 8. American College of Rheumatology Subcommittee on Osteoarthritis Guidelines Recommendations for the medical management of osteoarthritis of the hip and knee. Arthritis Rheum 2000; 43: 1905–15 9. Mili F, Helmick CG, Moriarty DG. Health related quality of life among adults reporting arthritis: analysis of data from the Behavioural Risk Factor Surveillance System, US, 1996–99. J Rheumatol 2003; 30: 160–6. 10. Michaud C, McKenna M, Begg S, Tomijima N, Majmudar M, Bulzacchelli M dkk. The burden of disease and injury in the United States 1996.Population Health Metrics 2006; 4: 11: 1-49 11. Lam C, Lauder I. the impact of chronic diseases on the health- related quality of life (HRQOL) of Chinese patients in primary care. Family Practice 2000; 17: 159-66 12. Sacks JJ, Helmick CG, Langmaid G. Deaths from arthritis and other rheumatic conditions, United States, 1979–1998. J Rheumatol 2004; 31:1823–8 13. Rejeski W. Shumaker S. Knee osteoarthritis and health related quality of life. Med. Sci. Sports Exerc 1994; 26: 12: 1441-5 14. Fortin M, Dubois M, Hudon C, Soubhi H, Amirall J. Multimorbidity and quality of life: a closer look. Health Qual Life Outcomes 2007; 5:52 15. Ling S, Ju Y.Osteoarthritis dalam : Halter J, Ouslander J, Tineti M, Studenski S, High K, Asthana S : Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 6 th ed. 2009.USA. Mc Graw- Hill. Halaman :1411-20 16. Brazier JE, Harper R, Munro J, Walters J, Snaith L. Generic and condition-specific outcome measures for people with osteoarthritis of the knee. Rheumatology 1999; 38: 870-7 17. Keenan AM, McKenna S, Doward L, Conaghan P, Emery P, Tennant A. Development and validation of needs- based quality of life instrument for osteoarthritis. Arthritis & Rheumatism 2008; 59: 6: 841-8 18. WHOQOL: Measuring Quality of Life. World Health Organization 1997. (10 Juni 2013). Diunduh dari : http://www.who.int/mental_health/media/68.pdf 19. Kadam UT, Jordan K, Croft PR. Clinical comorbidity in patients with osteoarthritis: a case- control study of general practice consulters in England and Wales. Ann Rheum Dis 2004; 63: 408-14
62
Universitas Indonesia
20. Reeuwijk K, Rooij M, van Dijk G, Veenhof C, Steultjens M, Dekker J. Osteoarthritis of hip or knee: which coexisting disorder are disabling? Clin Rheumatol 2010; 29: 739-47 21. Tuominen U, Blom M, Hirvonen J, Seitsalo S, Lehto M, Paavolainen P dkk.The effect of co-morbidities on health related quality of life in patients placed on the waiting list for total joint replacement. Health Qual Life Outcomes 2007; 5:16 22. van Dijk G, Veenhof C, Schelevis F, Hulsmans H, Bakker J, Arwert H dkk. Comorbidity, limitations in activities and pain in patients with osteoarthritis of the hip or knee. BMC Musculoskeletal Disorders 2008; 9: 95 23. Chan KW, Ngai HY, Ip KK, Lam KH, Lai WW. Co-morbidities of patients with knee osteoarthritis. Hong Kong Med J 2009; 15: 3: 168-72 24. Rosemann T, Laux G, Szecsenyi. Osteoarthritis: quality of life, comorbidities, medication, and health service utilization assessed in a large sample of primary care patients. Journal of Orthopaedic Surgery and Research 2007; 2: 12 25. Norimatsu T, Osaki M, Tomita M, Ye Z, Abe Y, Honda S dkk. Factors predicting health- related quality of life in knee osteoarthritis among community- dwelling women in Japan: the Hizen- Oshima study. Orthopedics 2011; 34:9: 535-40 26. Zakaria ZF, Bakar AA, Hasmoni HM, Rani F, Kadir S. Health- related quality of life in patients with knee osteoarthritis attending two primary care clinics in Malaysia: a crosssectional study. Asia Pacific Family Medicine 2009; 8: 10 27. Altman R, Asch E, Bloch D, Bole G, Borenstein B, Brandt K dkk. Development of criteria for the classification and reporting of osteoarthritis : classification of osteoarthritis of the knee. Arthritis and Rheumatism 1986; 29: 8: 1039- 49 28. Felson D. Osteoarthritis of the knee. N Engl J Med 2006; 345: 8: 841-8 29. Hasan M, Shuckett R.Clinical features and pathogenetic mechanisms of osteoarthritis of the hip and knee.BCMJ 2010; 52: 8: 393-8 30. Hunter DJ, McDougall JJ, Keefe F. The symptoms of OA and the genesis of pain. Rheum Dis Clin North Am 2008; 34: 3: 623-43 31. Lau EC, Cooper C, Lam D, Chan VNH, Tsang KK, Sham A. Factors associated with osteoarthritis of the hip and knee in Hong Kong: obesity, joint injury, and occupational activities. Am J Epidemiol 2000; 152 :855–62. 32. Berenbaum F. Osteoarthritis: Pathology and Pathogenesis. Dalam: Klippel J, Stone J, Crofford L, White P, editor. Primer on the Rheumatic Diseases 13 th ed. 2008. Springer. USA. Halaman: 229-34. 33. Sofat N, Ejindu V, Kiely P. What makes osteoarthritis painful? Rheumatology 2011; 50: 12: 2157-65 34. Caporali R, Cimmino MA, Sarzi- Puttini P, Scarpa R, Parazzini F, Zaninelli A. Comorbid condition in the AMICA study patients: effects on the quality of life and drug prescriptions by general practitioners and specialists. Semin Arthritis Rheum 2005; 35: 31-7 35. Valderas J, Starfield B, Sibbald B, Salisbury C, Roland M. Defining comorbidity: implications for understanding health and health services. Ann Fam Med 2009; 7: 35763 36. Chen T, Li L, Kochen M. A systematic review: how to choose appropriate healthrelated quality of life (HRQL) measures in routine general practice? J Zhejiang Univ SCI 2005; 6B: 9: 936-40 37. Ferrans CE, Zerwic J J, Wilbur JE, Larson J L. Conceptual model of health-related quality of life. Journal of Nursing Scholarship 2005; 37: 4: 336-42. 38. Ware, JE., Sherbourne, CD. The MOS 36-item short form health survey (SF-36) : Conceptual framework and item selection. Med. Care 1992; 30:473-483 39. Coons SJ, Rao S, Keininger DL, Hays RD. A comparative review of generic quality-oflife instrument. Pharmacoeconomics 2000; 17:1: 13-35
63
Universitas Indonesia
40. Garrat AM, Brealey S, Robling M, Atwell C, Russell I, Gillespie W dkk. Development of the knee quality of life (KQoL-26) 26- item questionnaire: data quality, reliability, validity and responsiveness. Health Qual Life Outcomes 2008; 6:48 41. Bellamy N, Boers M, Felson D, Fries J, Furst D, Henry D, dkk. Health Status Instruments/ Utilities.J Rheumatol 1995;22: 1203-7 42. Nazir KA, Kalim H, Radi B. Penilaian kualitas hidup pasien pasca bedah pintas koroner yang menjalani rehabilitasi fase III dengan menggunakan SF-36. J Kardiol Ind 2007; 28: 189-96 43. Surya I, Sja’bani M, Kuswadi I. Perbedaan nilai kualitas hidup penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisis berdasarkan kadar malondialdehid dan interleukin-6. Berkala Kesehatan Klinik 2008; 14:2:76-80 44. Perwitasari DA, Atthobari J, Mustofa M, Dwiprahasto I, Hakimi M, Gelderblom H dkk. Impact of chemotherapy- induced nausea and vomiting on quality of life in Indonesian patient with gynecologic cancer. Int I Gynecol Cancer. 2012; 22:139-4 45. Ettinger WH, Afable RF. Physical disability from knee osteoarthritis: the role of exercise as an intervention. Med Sci Sport Exerc 1994; 26: 12: 1435-40 46. Creamer P, Lethbridge- Cejku M, Hocberg MC. Factors associated with functional impairment in symptomatic knee osteoarthritis. Rheumatology 2000; 39: 490-6 47. Kim I, Kim H A, Seo Y, Song Y, Hunter D, Jeong J dkk. Tibiofemoral osteoarthritis affects quality of life and function in elderly Koreans, with women more adversely affected than men. Musculoskeletal Disorders 2010; 11(129) :1-6 48. Chacon J, Gonzalez N, Veliz A, Benito L, Paul H, Santiago L dkk. Effect of knee osteoarthritis on the perception of quality of life in Venezuelan patients. Arthritis & Rheumatism 2004; 51(3): 377-82 49. Visser M, Newman AB, Nevitt MC, Kritchevsky SB, Stamm EB, Goodpaster BH dkk. Reexamining the sarcopenia hypothesis. Muscle mass versus muscle strength. Health, aging, and body composition study research group. Ann N Y Acad Sci. 2000; 904: 45661 50. Reilly S, Jones A, Muir K, Doherty M.Quadriceps weakness in knee osteoarthritis: the effect on pain and disability.Ann Rheum Dis 1998; 57: 588–94 51. Steultjens MPM, Dekker J, Bijlsma JWJ. Avoidance of activity and disability in patients with osteoarthritis of the knee. Arthritis and Rheumatism 2002; 46: 7: 1784-8 52. Petterson S, Barrance P, Buchanan T, Binder-Macleod S, Synder-Mackler L. Mechanisms underlying quadriceps weakness in knee osteoarthritis. Med Sci Sports Exerc. 2008 ; 40: 3: 422- 7. 53. Steultjens MPM, Dekker J, van Baar ME, Oostendorp RAB, Bijlsma JWJ. Range of joint motion and disability in patients with osteoarthritis of the knee and hip. Rheumatology 2000; 39: 955-61 54. Kauppila AM, Kyllonen E, Mikkonen P, Ohtonen P, Laine V, Siira P dkk. Disability in end- stage knee osteoarthritis. Disability and Rehabilitation: 2009;31: 5: 370-80 55. Al- Zahrani KS, Bakheit Am. A study of the gait characteristics of patients with chronic osteoarthritis of the knee. Disabil Rehabil 2002; 24: 5: 275-80 56. Kirkness CS, Yu J, Asche CV. The effect on comorbidity and pain in patients with osteoarthritis. Journal of Pain and Palliative Care Pharmacotherapy; 2008: 22: 336-348 57. Linn BS, Linn M, Gurel L. Cumulative Illness Rating Scale. J Am Geriatr Soc.1968; 16: 5: 622-6. 58. Hudon C, Fortin M, Vanasse A. cumulative illness rating scale was a reliable and valid index in a family practice context. Journal Clin Epidemiol 2005; 58: 603-8 59. Hudon C, Fortin M, Soubhi H. Abbreviated guidelines for scoring the cumulative illness rating scale (CIRS) in family practice. J Clin Epid 2007; 60: 212e 60. Hall SF. A user’s guide to selecting a comorbidity index for clinical research. J Clin Epid 2006; 59: 849-55
64
Universitas Indonesia
61. de Groot V, Beckermann H, Lankhorst GJ, Bouter LM. How to measure comorbidity: a critical review of available methods. J Clin Epid 2003; 56: 221-9 62. Fortin M, Bravo G, Hudon C, Lapointe L. Almirall J, Dubois MF dkk. Relationship between multimorbidity and health- related quality of life of patients in primary care. Qual Life Res 2006; 15:1: 83-91 63. Fortin M, Hudon C, Dubois MF, Almirall J, Lapointe L, Soubhi H. Comparative assessment of three different indices of multimorbidity for studies on health- related quality of life. Health and Qual Life Outcomes 2005; 3:74 64. Ettinger WH, Davis MA, Neuhaus JM, Mallon KP. Long term physical functioning in persons with knee osteoarthritis from NHANES I: effects of comorbid medical conditions. J CLin Epidemiol 1994; 47: 7: 809-15 65. Stenholm S, Tiainen K, Rantanen T, Saino P, Heliovaara M, Impivaara O dkk. Longterm determinants of muscle strength decline, prospective evidence from the 22- year mini- Finland follow- up survey. J Am Geriatr Soc 2012; 60: 1: 77-85 66. Park SE, Goodpaster BH, Strotmeyer ES, de Rekeneire N, Harris TB, Schwartz AV dkk. Decreased muscle strength and quality in older adults with type 2 diabetes: the health, aging, abd body composition study. Diabetes 2006; 55: 6: 1813-18 67. Adams GR, Vaziri ND. Skeletal muscle dysfunction in chronic renal failure: effects of exercise. Am J Physiol Renal Physiol 2006; 290: 753-61 68. Jones JC, Coombes JS, Macdonald GA. Exercise capacity and muscle strength in patients with cirrhosis. Liver Transpl 2012; 18: 2: 146-51 69. Troosters T, Probst VS, Crul T, Gayan- Ramirez G, Decramer M, Gosselink R. Resistance training prevents deterioration in quadriceps muscle function during acute exacerbations of chronic obstructive pulmonary disease.Am J Respir Crit Care Med 2010; 181: 1072–77 70. van den Borst, Koster A, Yu B, Gosker H, Meibohm B, Bauer DC dkk. Is age- related decline in lean mass and physical function accelerated by obstructive lung disease or smoking? Thorax 2011; 66: 961-69 71. Hudon C, Fortin M, Soubhi H. Abbreviated guidelines for scoring the Cumulative Illness Rating Scale (CIRS) in family practice. J Clin Epidemiol 2007; 60: 212e1-e3 72. Garcia- Olmos L, Salvador C.H, Alberquilla A, Lora D, Carmona M, Garcia- Sagredo P. dkk. Comorbidity patterns in patients with chronic diseases in general practice. Plos one 2012;7 : e32141 73. Health, United States, 2012. U.S Department of Health and Human Services. Centers for Disease Control and Prevention. National Center for Health Statistic. (11 Juni 2013). Diunduh dari : www.cdc.gov/nchs/fastats/lifexpec.html 74. Women’s Health USA 2011, Health Related Quality of Life. (12 September 2013). Diunduh dari : www.mchb.hrsa.gov/whusa11/hstat/hshi/pages/208hrql.html 75. Asia- Pacific Perspective: Redifining Obesity and Its Treatment. International Obesity Task Force. (15 September 2013). Diunduh dari: www.iotf.org/asiapacific/ 76. Global Database on Body Mass Index.World Health Organization.(4 Desember 2013). Diunduh dari: www.who.int/bmi/index.jsp?introPage=intro_3.html 77. Bussing A, Ostermann T, Neugebauer E, Heusser P. Adaptive coping strategies in patients with chronic pain conditions and their interpretation of disease. BMC public health 2010, 10: 507. (4 Desember 2013).Diunduh dari: www.biomedcentral.com/14712458/10/507 78. Affleck G, Tennen H, Keefe FJ, Lefebvre JC, Kashikar-Zuck S, Wright K, Starr K, Caldwell DS: Everyday life with osteoarthritis or rheumatoid arthritis: independent effects of disease and gender on daily pain, mood and coping. Pain1999, 83(3):601-609 79. Kempen GI, Ormel J, Brilman EI, Relyveld J: Adaptive response among Dutch elderly: the impact of eight chronic medical conditions on health-related quality of life. Am J Public Health 1997, 87(1):38-44.
65
Universitas Indonesia
80. Chikuda H, Yasunaga H, Horiguchi H, Takeshita K, Sugita S, Taketomi S, dkk. Impact of age and comorbidity burden on mortality and major complications in oleder adults undergoing orthopaedic surgery: an analysis using Japanese diagnosis procedure combination database. BMC musculoskeletal disorders 2013, 14:173. (4 Desember 2013). Diunduh dari: www.biomedcentral.com/1471-2474/14/173 81. Life expectancy at birth. ( 6 Desember 2013). Diunduh dari: www.data.worldbank.org/indicator/SD.DYN.LE00.IN 82. Rencana Pembangunan. (6 Desember 2013). Diunduh dari: www.depnakertrans.go.id/uploads/doc/rpjp.pdf 83. Employment statistics. (6 Desember 2013). Diunduhdari: www.epp.eurostat.ec.europa.eu/ statistics_explained/index.html 84. Miller MC, Towers A. A manual of guidelines for scoring the cumulative illness rating scale for geriatrics (CIRS-G). 1991. (2 Juli 2013). Diunduh dari www.anq.ch/.../20121200_CIRSG_Manual
66
Universitas Indonesia
Lampiran 1 FORMULIR PEMBERI INFORMASI DAN PENERIMA PERSETUJUAN DALAM PENELITIAN Pelaksana Peneliti Pemberi informasi Penerima informasi JENIS INFORMASI 1. Judul Penelitian
2.
Tujuan Penelitian
3.
Metodologi Penelitian
4.
Risiko Penelitian
5.
Manfaat Penelitian
6.
Prosedur alternatif
7.
Penjagaan kerahasiaan data
dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan ISI INFORMASI HUBUNGAN INDEKS KOMORBIDITAS DENGAN KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT SIMPTOMATIK Mengetahui besaran dan arah hubungan indeks komorbiditas dengan kualitas hidup terkait kesehatan pada pasien osteoartritis lutut simptomatik Disain penelitian potong lintang dengan pengambilan sampel konsekutif Tidak ada risiko yang didapat dari pengisian kuesioner dan wawancara pada penelitian ini Meningkatkan kualitas hidup terkait kesehatan pasien osteoarthritis lutut simptomatik dengan mengetahui pengaruh indeks komorbiditas terhadap kualitas hidup terkait kesehatan dan melakukan intervensi terhadap hasil tersebut a. Pemilihan pasien berdasarkan kriteria penerimaan dan penolakan. b. Pasien yang ikut penelitian akan dimintakan persetujuan tertulis, baik oleh pasien sendiri maupun keluarga. c. Pasien yang memenuhi syarat penelitian akan dilakukan wawancara, pemeriksaan fisik, dan diminta mengisi kuesioner SF- 36 d. Peneliti akan menilai indeks komorbiditas dengan menggunakan kuesioner CIRS e. Semua data akan dicatat dalam formulir penelitian. f. Setelah itu dilakukan cleaning dan entry data yang akan dilanjutkan dengan analisis data. Hasil analisis disajikan dalam bentuk hasil penelitian. Data yang berhasil dikumpulkan, dicatat, dan diolah ke dalam sistem akan dijaga kerahasiaanya. Hasil penelitian ini tidak mencantumkan nama pasien.
TANDAI
67
Universitas Indonesia
8. 9.
10. 11.
Kompensasi bila terjadi efek samping Nama dan alamat peneliti
Tidak ada efek samping dari pengisian kuesioner Dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan Divisi Rematologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM
Jumlah subjek Bahaya potensial
72 pasien osteoartritis lutut simptomatik Tidak ada bahaya potensial dari prosedur penelitian ini 12. Biaya yang timbul Tidak ada biaya yang harus ditanggung pasien 13. Insentif bagi subjek Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerangkan hal-hal di atas secara benar dan jujur dan memberikan kesempatan untuk bertanya dan / atau berdiskusi. Dengan ini menyatakan bahwa saya telah menerima informasi sebagaimana di atas yang saya beri tanda/paraf di kolam kanannya, dan telah memahaminya.
Tanda tangan Peneliti Tanda tangan Subjek
68
Universitas Indonesia
Lampiran 2 FORMULIR PERSETUJUAN MENGIKUTI PENELITIAN ( FORMULIR INFORMED CONSENT) Setelah membaca dan mendengarkan penjelasan mengenai penelitian yang akan dilakukan oleh dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan dengan judulHUBUNGAN INDEKS KOMORBIDITAS DENGAN KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT SIMPTOMATIK dan informasi tersebut telah saya pahami dengan baik mengenai manfaat, tindakan yang akan dilakukan, manfaat dan kemungkinan ketidaknyamanan yang mungkin akan dijumpai, saya : Nama Umur Jenis kelamin Alamat No. KTP Nomor Telp Pekerjaan
: : : : : : :
Dengan sukarela menyetujui diikutsertakan dalam penelitian di atas dengan catatan, bila suatu waktu saya merasa dirugikan dalam bentuk apapun berhak membatalkan persetujuan ini. Apabila selama mengikuti penelitian terjadi efek samping atau komplikasi, maka dapat segera menghubungi peneliti untuk mendapat pertolongan. Jakarta............................................... Mengetahui : Penanggung jawab penelitian Tandatangan pasien/subjek
Cap Jempol
dr. Seri Mei Maya Ulina Tarigan)(Nama jelas..........................) (telp : 081218505000) Tandatangan saksi
(Nama jelas....................)
69
Universitas Indonesia
Lampiran. 3 No. Formulir
:
Formulir SF-36 Jawablah semua pertanyaan dengan memberikan tanda pada angka yang tertera di belakang pertanyaan sesuai dengan jawaban yang menurut Anda benar. Apabila Anda tidak merasa yakin, pilihlah jawaban yang menurut Anda paling sesuai. 1. Secara umum, menurut Anda kondisi kesehatan Anda? (lingkari salah satu) Sempurna…………………………………………………………………… Sangat baik………..………………………………………………………… Baik…………………………………………………………………………. Cukup baik………………………………………………..………………… Buruk…………………….…………………………………………………..
1 2 3 4 5
2. Dibandingkan kondisi satu tahun lalu, bagaimana Anda menggambarkan kondisi kesehatan Anda secara umum saat ini? (lingkari salah satu) Lebih baik dari pada satu tahun yang lalu………………………………. Kadang-kadang lebih baik dari pada satu tahun yang lalu……………… Sama saja dengan satu tahun yang lalu…………………………………. Kadang-kadang lebih buruk dari pada satu tahun yang lalu……………. Lebih buruk dari pada satu tahun yang lalu……………………………..
1 2 3 4 5
3. Pernyataan di bawah ini mengenai aktivitas yang dapat Anda lakukan sehari-hari. Apakah kesehatan Anda sekarang membatasi Anda melakukan aktivitas tersebut?Bila ya, seberapa besar? (Lingkari salah satu angka pada setiap baris) Aktivitas Ya, banyak Ya, Tidak terbatas sedikit terbatas terbatas sama sekali a. Aktivitas berat, seperti berlari, 1 2 3 mengangkat benda berat, mengikuti aktivitas olah raga berat b. Aktivitas sedang, seperti memindahkan 1 2 3 meja, membersihkan lantai, bersepeda santai, atau berjalan cepat c. Mengangkat atau membawa barang 1 2 3 belanja / kebutuhan rumah tangga d. Menaiki beberapa anak tangga 1 2 3 sekaligus 70
Universitas Indonesia
e. f.
Menaiki satu demi satu anak tangga Membungkuk, berlutut, gerak badan ringan g. Berjalan lebih dari 1 kilometer h. Berjalan ½ kilometer i. Berjalan 100 meter j. Mandi dan berpakaian sendiri
1 1
2 2
3 3
1 1 1 1
2 2 2 2
3 3 3 3
4. Selama 4 minggu terakhir, apakah Anda mengalami masalah seperti di bawah ini dalam pekerjaan atau aktivitas sehari-hari, sebagai akibat dari kondisi kesehatan fisik Anda? (Lingkari salah satu angka pada setiap baris) Ya Tidak a. Mengurangi sebagian besar waktu bekerja atau beraktivitas 1 2 b. Pekerjaan terpaksa dihentikan sebelum Anda 1 2 menginginkan selesai c. Terbatas pada beberapa macam pekerjaan atau aktivitas 1 2 d. Mengalami kesulitan melakukan pekerjaan atau aktivitas 1 2 (contoh : memerlukan waktu lebih lama)
5. Selama 4 minggu terakhir apakah Anda mengalami masalah seperti di bawah ini dalam pekerjaan Anda atau aktivitas sehari- hari, sebagai akibat dari masalah emosional (seperti perasaan depresi / stres atau cemas?) (Lingkari salah satu angka pada setiap baris) Ya Tidak a. Mengurangi sebagian besar waktu bekerja atau beraktivitas 1 2 b. Pekerjaan terpaksa dihentikan sebelum Anda 1 2 menginginkan selesai c. Tidak dapat mengerjakan pekerjaan atau aktivitas sehari1 2 hari secara teliti seperti biasanya 6. Selama 4 minggu terakhir, bagaimana pengaruh kesehatan fisik atau masalah emosional terhadap aktivitas normal Anda dalam kegiatan sosial dengan keluarga, teman, tetangga, atau kelompok? (Lingkari salah satu) Tidak mempengaruhi sama-sekali………………………………………. Sedikit mempengaruhi…………………………………………………... Agak mempengaruhi ……………………………………..……………... Cukup mempengaruhi …………………………………………………... Sangat mempengaruhi …………………………….……………………..
1 2 3 4 5
7. Seberapa besar rasa nyeri secara fisik yang Anda alami selama 4 minggu terakhir? Tidak pernah……………………………………………………………... Sangat ringan……………………………………………………………. Ringan …………………………………………………………………….
1 2 3
71
Universitas Indonesia
Berat……………………………………………………..……………….. Sangat berat …………………………….………………………………...
4 5
8. Selama 4 minggu terakhir, bagaimana pengaruh rasa nyeri terhadap pekerjaan sehari-hari Anda (baik pekerjaan di dalam maupun di luar rumah)? (Lingkari salah-satu) Tidak mempengaruhi sama-sekali………………………..……………... Sedikit mempengaruhi…………………………………………..………. Agak mempengaruhi ………………..……………………………..……. Cukup mempengaruhi ……………………..…………………………..... Sangat mempengaruhi …………………………………………………...
1 2 3 4 5
9. Pertanyaan di bawah ini adalah tentang bagaimana perasaan Anda dan berapa lama perasaan itu ada selama 4 minggu terakhir. Untuk setiap pertanyaan, berikan satu jawaban yang terdekat dengan perasaan yang Anda rasakan. Berapa lama dalam 4 minggu terakhir hal itu ada? (Lingkari salah satu angka pada setiap baris)
a.
b.
c.
Apakah Anda penuh semangat? Apakah Anda pernah merasa sangat cemas? Apakah Anda pernah merasa tenggelam dalam kesedihan sehingga tidak ada yang dapat membuat Anda bahagia?
Sepanjang waktu
Sebagian besar waktu yang ada
Beberapa waktu
Sebagian kecil dari waktu yang ada
Tidak pernah ada
2
Agak banyak dari waktu yang ada 3
1
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
72
Universitas Indonesia
d.
e.
f.
g.
h.
j.
Apakah Anda pernah merasa tenang dan damai? Apakah Anda memiliki banyak energi? Apakah Anda pernah merasa kecewa dan sedih? Apakah Anda merasa berbeban berat? Apakah Anda pernah menjadi orang yang bahagia? Apakah Anda merasa lelah secara fisik ?
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
10. Selama 4 minggu terakhir, seberapa sering kesehatan fisik atau masalah emosional Anda mempengaruhi aktivitas sosial? (seperti mengunjungi teman, saudara, dll) Sepanjang waktu………………………………………………………… Sebagian besar waktu …….…………………………….……………… Beberapa waktu………………….….……………………...…………… Sebagian kecil waktu …………………………………………..…….… Tidak pernah ……………………………………………………………
1 2 3 4 5
11. Seberapa setuju atau tidak setujukah pertanyaan di bawah ini menurut Anda?
73
Universitas Indonesia
a.
Saya tampaknya lebih mudah menderita sakit dari pada orang lain b. Saya sama sehat seperti orang lain yang saya kenal c. Saya memperkirakan kesehatan saya akan memburuk d. Kesehatan saya sempurna
Sangat setuju
Sebagian besar setuju
Tidak tahu
Sebagian besar tidak setuju
1
2
3
4
Tidak setuju sama sekali 5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
74
Universitas Indonesia
Lampiran.4 FORMULIR PENELITIAN HUBUNGAN INDEKS KOMORBIDITAS DENGAN KUALITAS HIDUP TERKAIT KESEHATAN PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT SIMPTOMATIK I. Identitas Pasien Nama Pasien : No. Rekam Medik : Jenis Kelamin : 1. Pria Tanggal Lahir :
Usia
Status Pernikahan : 1.Tidak menikah 2. Menikah 3. Duda/ Janda Suku bangsa : Pekerjaan : Pendidikanterakhir : 1. Tidak tamat SD 2. SD Alamat : No. telepon : II. Faktor Risiko OA Lutut Berat badan : Tinggi badan : IMT :
kg m kg/m2
2. Wanita : tahun
3. SMP – SMA 4.Diploma- sarjana
IMT : 1. Berat badan kurang 2. Berat badan normal 3. Berat badan lebih 4. Obes 1 5. Obes2
Riwayat trauma lutut 1. Ya, yaitu ___________________ 2. Tidak Riwayat pembedahan lutut 1. Ya, yaitu ___________________ 2. Tidak Riwayat pekerjaan/ hobi yang banyak memfleksikan sendi lutut atau weight bearing 1. Ya, yaitu ___________________ 2. Tidak III. OA Lutut Lutut yang terkena Lama didiagnosis Terapi
Alat bantu berjalan Gambaran radiologi
IV. Skor CIRS V. Skor SF- 36
: 1. Unilateral 2. Bilateral : : 1. Ya 2. Tidak Jika ya, modalitas terapi : 1. Analgesik 4. Akupunktur 2. Injeksi intraartikuler 5. Rehabilitasi medik 3. Operasi : 1. Ya 2. Tidak : : :
75
Universitas Indonesia
Lampiran 5 No. Formulir
:
Formulir CIRS
SISTEM
SKOR
Jantung Vaskuler Hematologi Respirasi Mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan laring Gastrointestinal bagian atas Gastrointesinal bagian bawah Hati Ginjal Genitourinaria Muskuloskeletal/ integumen Neurologi Endokrin- metabolik dan payudara Psikiatri SKOR TOTAL JUMLAH KATEGORI KOMORBID INDEKS KOMORBIDITAS (skor total/ jumlah kategori komorbid)
76
Universitas Indonesia
Lampiran 6 Panduan Penilaian Skor CIRS 72
1. Aturan umum Setiap komorbid
harus dinilai sesuai domainnya. Bila terdapat
beberapa komorbid dalam domain yang sama, maka skor yang dipakai adalah skor komorbid terberat. Pada komorbid kanker dengan metastasis, maka domain yang mengalami dampak metastasis juga harus dinilai. Misalnya kanker paru dengan metastasis tulang yang disertai nyeri, maka penilaian akan melibatkan domain respirasi dan muskuloskeletal. 2. Deskripsi detail menilai derajat keparahan
Skor 0 - Tidak ada masalah atau telah pulih dari perlukaan minor - Penyakit lampau di masa kecil (misal : campak) - Pembedahan minor (section caesaria, carpal tunnel syndrome yang telah sembuh sempurna) - Fraktur inkomplikata yang telah pulih - Penyakit lampau yang telah sembuh tanpa sekuele (misal: pneumonia)
Skor 1 - Masalah medis saat ini yang mengakibatkan ketidaknyamanan atau hendaya ringan, atau eksaserbasi sewaktu- waktu saja (misal: asma terkontrol dengan bronkodilator bila perlu saja /PRN, dispepsia yang teratasi dengan antasida PRN) - Masalah medis yang saat ini tidak aktif namun merupakan masalah signifikan di maa lampau. (misal: pneumotoraks spontan 5 tahun yang lalu) - Pembedahan mayor (histerektomi, kolesistektomi, apendiktomi)
Skor 2 - Kondisi medis yang membutuhkan terapi harian atau terapi lini pertama. (misal: asma yang terkonrol dengan inhalasi kortikosteroid, 77
Universitas Indonesia
refluks gastroesofagus yang membutuhkan inhibitor pompa proton setiap hari)
Skor 3 - Kondisi kronik yang tidak terkontrol dengan terapi lini pertama (misal: asma yang membutuhkan kortikosteroid oral terus menerus) - Hendaya signifikan yang menetap - Masalah medis yang berat
Skor 4 - Masalah medis yang sangat berat - Kondisi akut yang membutuhkan terapi segera (misal: angina pekoris tidak stabil, bronkospasme berat) - Gagal organ (gagal ginjal tahap akhir yang menjalani dialisis, PPOK yang tergantung oksigen, gagal jantung terminal) - Gangguan sensorik berat (buta atau tuli total )
3. Menilai derajat keparahan keganasan
Skor 1
: didagnosis kanker pada masa lampau dan tidak ada bukti
kekambuhan saat ini atau sekuele dalam 10 tahun terakhir atau pda kanker kulit: telah dioperasi tanpa sekuele mayor (selain melanoma).
Skor 2
: tidak adanya bukti kekambuhan atau sekuele dalam 5 tahun
terakhir.
Skor 3
: membutuhkan kemoterapi, radiasi atau terapi hormonal
dalam 5 tahun terakhir
Skor 4
: kanker kambuh, metastasis, atau menjalani terapi paliatif.
4. Masalah medis berdasarkan sistem
Jantung - Adakah masalah jantung? (angina, infark miokard, aritmia, masalah katup) - Jika ya, adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi jantung?
Vaskuler - Adakah masalah sirkulasi (ateroklerosis perifer, aneurisma A. abdominalis), hipertensi, atau kolestrol?
78
Universitas Indonesia
- Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi vaskuler? (bypass, endaterectomy karotis)
Hematologi - Adakah masalah hematologi? (anemia, leukemia, hiperkoagulasi, atau kondisi lain yang mempengaruhi sel darah, limpa, dan sistem limfatik) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Catatan : pasien yang mengkonsumsi antikoagulan , dimasukkan ke dalam domain ini bila masalah utamanya adalah hiperkoagulasi (trombosis atau emboli berulang). Bila antikoagulan dikonsumsi atas indikasi aritmia, maka dimasukkan ke dalam domain jantung.
Respirasi - Adakah masalah respirasi? (asma, emfisema, bronkitis, emboli paru) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi paru- paru? - Merokok : berapa bungkus per hari? Berapa lama? Pack years = jumlah bungkus per hari x jumlah tahun merokok (contoh : 1 bungkus per hari selama 20 tahun = 20 pack years)
- > 20 pack years
: skor 1
- 21- 40 pack years
: skor 2
- > 40 pack years
: skor 3
Mata, telinga, hidung, tenggorokan, dan laring - Adakah masalah dengan mata (glaukoma, katarak, kehilangan penglihatan), telinga (gangguan pendengaran), hidung, tenggorokan, dan suara? - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Vertigo dan dizziness termasuk di domain ini (kecuali berasal dari neurologi)
Gastrointestinal bagian atas - Adakah masalah dengan lambung atau pencernaan? - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi lambung atau esofagus?
79
Universitas Indonesia
Gastrointestinal bagian bawah - Adakah masalah intestinal? (termasuk hernia intestinal, kontipasi, masalah anus, inkontinensia) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi abdomen?
Hati dan pankreas - Apakah ada masalah di hepar dan pankreas? - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adalah riwayat operasi hati dan pankreas? (misal : kolesistktomi)
Ginjal - Adakah masalah di ginjal? (gangguan fungsi dan infeksi) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi ginjal?
Genitourinaria - Adakah masalah saluran kemih? (batu, inkontinensia) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi kandung kemih atau batu saluran kemih?
Muskuloskeletal dan integumen - Apakah ada masalah di kulit, sendi, tulang, dan otot? (termasuk artrosis, osteoporosis, carpal tunnel syndrome) - Fibromialgia termasuk dalam domain ini (dapat juga dimasukkan ke domain psikiatri bila perlu) - Adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut?
Neurologi - Adakah masalah neurologi? (kejadian serebrovaskuler, neuropati perifer, sakit kepala) - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah riwayat operasi sehubungan masalah tersebut?
Endokrin, metabolik, dan payudara - Apakah ada masalah kelenjar tiroid, obesitas, diabetes, atau masalah hormonal lainnya? - Untuk obesitas :
80
Universitas Indonesia
IMT > 25 : skor 1 IMT > 25 + pengobatan atau hendaya sedang : skor 2 IMT > 40 : skor 3 - Jika ya,adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut? - Adakah masalah dengan payudara? (displasia, kanker) - Adakah riwayat operasi terkait masalah ini? - Menopause? Adakah terapi pengganti hormone? Tanpa terapi pengganti homon atau gejala ; skor 0 Simptomatik atau dengan terapi pengganti hormon : skor 1
Psikiatri - Adakah masalah depresi, kecemasan, alkohol, penyalahgunaan obat, atau lainnya? - Masalah kepribadian termasuk dalam domain ini - Adakah obat yang dikonsumsi sehubungan masalah tersebut?
81
Universitas Indonesia