KORELASI ANTARA DISTRIBUSI LEMAK TUBUH DENGAN LEBAR CELAH SENDI TIBIOFEMORAL MEDIAL PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT DENGAN OBESITAS
TESIS
HERIKURNIAWAN 1106024432
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JUNI 2016
i
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
KORELASI ANTARA DISTRIBUSI LEMAK TUBUH DENGAN LEBAR CELAH SENDI TIBIOFEMORAL MEDIAL PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT DENGAN OBESITAS
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam
HERIKURNIAWAN 1106024432
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS INDONESIA PROGRAM STUDI ILMU PENYAKIT DALAM JAKARTA JUNI 2016
i
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa karya ilmiah berupa tesis dengan judul:
KORELASI ANTARA DISTRIBUSI LEMAK TUBUH DENGAN LEBAR CELAH SENDI TIBIOFEMORAL MEDIAL PADA PASIEN OSTEOARTRITIS LUTUT DENGAN OBESITAS Saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika dikemudian hari ternyata saya terbukti melakukan tindakan yang terbukti sebagai plagiarisme atas karya ilmiah saya ini, saya akan bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia kepada saya
Jakarta, 13 Juni 2016
dr. Herikurniawan NPM: 1106024432
ii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
Nama
: Herikurniawan
NPM
: 1106024432
Tanda Tangan
:
Tanggal
: 13 Juni 2016
iii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
HALAMAN PENGESAHAN Tesis ini diajukan oleh Nama : NPM : Program Studi : Judul :
dr. Herikurniawan 1106024432 Ilmu Penyakit Dalam Korelasi Distribusi Lemak Tubuh dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas
Penelitian ini telah dilakukan di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta dan disetujui oleh: Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Dr. dr. H. Dadang Makmun, Sp.PD-KGEH NIP. 19591119 198512 1001 ……………………………… Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-1 Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer, MSc NIP. 19740827 200912 1002 ……………………………… Ketua Divisi Reumatologi dr. Bambang Setyohadi, Sp.PD-KR NIP. 19571226 198203 1001 ……………………………… Pembimbing I Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, Sp.PD-KR, KGer NIP. 19481224 197501 1002 ……………………………… Pembimbing II Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD NIP. 19520419 197708 1001 ……………………………… Pembimbing III dr. Nyimas Diana Yulisa, Sp.Rad (K) NIP. 19600709 198711 2001 ……………………………… Pembimbing Metodologi Penelitian dan Statistik Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD-KGer, MEpid NIP. 19611015 198703 2002 ………………………………
iv
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI Tesis ini diajukan oleh Nama : NPM : Program Studi : Judul :
dr. Herikurniawan 1106024432 Ilmu Penyakit Dalam Korelasi Distribusi Lemak Tubuh dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas
Telah berhasil dipertahankan di hadapan dewan penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelas Spesialis-1 Ilmu Penyakit Dalam pada Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. DEWAN PENGUJI Mewakili Kepala Departemen Ilmu Penyakit Dalam Prof. dr. Zuljasri Albar, Sp.PD-KR NIP. 19471130 197310 1001 ……………………………… Ketua Program Pendidikan Profesi Dokter Spesialis-1 Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer, MSc NIP. 19740827 200912 1002 ……………………………… Ketua Divisi Reumatologi dr. Bambang Setyohadi, Sp.PD-KR NIP. 19571226 198203 1001 ………………………………. Penguji Umum dr. Irsan Hasan, Sp.PD-KGEH NIP. 19631028 198902 1001 ……………………………… Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 13 Juni 2016
v
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan tesis ini sekaligus pendidikan saya di Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Saya menyadari apa yang telah saya capai sampai saat ini, baik selama menjalani proses pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI dan selama proses pengerjaan tesis ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dukungan, kerjasama serta doa restu dari berbagai pihak. Oleh karena itu izinkanlah saya menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: •
Dr. dr. Ratna Sitompul, Sp.M (K) sebagai Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat ini yang telah memberikan kesempatan untuk menjalani proses pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
•
Dr. dr. C H Soejono, Sp.PD-KGer, MEpid sebagai Direktur Utama Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar dan melakukan penelitian di lingkungan RSUPN Cipto Mangunkusumo.
•
Direktur rumah sakit jejaring (RSUP Persahabatan, RSUP Fatmawati, RSPAD Gatot Soebroto, dan RSU Kabupaten Tangerang) yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk belajar di rumah sakit tersebut.
•
Dr. dr. H. Dadang Makmun, Sp.PD-KGEH sebagai Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini dan Dr. dr. Imam Subekti, Sp.PDKEMD sebagai Ketua Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI terdahulu atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk dapat mengikuti pendidikan di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
•
Dr. dr. Kuntjoro Harimurti, Sp.PD-KGer, MSc sebagai Ketua Program Studi Sp-1 Ilmu Penyakit Dalam FKUI saat ini dan kepada dr. Aida Lidya, Ph.D, Sp.PD-KGH sebagai Ketua Program Studi Sp-1 Ilmu Penyakit Dalam FKUI terdahulu, serta kepada para Staf Program Studi dan Koordinator Pendidikan, atas bimbingan dan perhatian yang
diberikan selama masa studi di Departemen Ilmu Penyakit Dalam. vi Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
•
dr. Bambang Setyohadi, Sp.PD-KR sebagai Ketua Divisi Reumatologi, atas kesempatan dan kemudahan yang telah diberikan bagi saya untuk melakukan penelitian di divisi yang beliau pimpin.
•
Prof. Dr. dr. Harry Isbagio, Sp.PD-KR, KGer yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing utama. Terima kasih atas bimbingan, masukan, kepercayaan dan dukungan kepada saya selama proses penelitian di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
•
Prof. Dr. dr. Pradana Soewondo, Sp.PD-KEMD yang telah memberikan kesempatan bagi saya untuk melakukan penelitian ini sekaligus sebagai pembimbing II. Terima kasih atas bimbingan, masukan, kepercayaan dan dukungan kepada saya selama proses penelitian di Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
•
dr. Nyimas Diana Yulisa, Sp.Rad (K), sebagai pembimbing III. Terima kasih atas bimbingan, masukan, kepercayaan dan dukungan kepada saya selama proses penelitian yang melibatkan Departemen Radiologi FKUI
•
Prof. Dr. dr. Siti Setiati, Sp.PD-KGer, MEpid sebagai pembimbing metodologi dan statistik. Terima kasih atas semua waktu, bimbingan, arahan dan masukan selama proses penelitian sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga karena dokter merupakan salah satu dokter spesialis penyakit dalam yang menjadi role model bagi saya dalam pelayanan dan kepedulian terhadap masyarakat sekitar khususnya dalam bidang kesehatan.
•
Dr. dr. Zulkifli Amin, Sp.PD-KP sebagai pembimbing akademik atas segala bimbingan dan dukungan dalam proses pendidikan ini.
•
Para Guru Besar, seluruh Ketua Divisi dan Staf Pengajar di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, baik di RSCM maupun di rumah sakit jejaring, atas teladan dan bimbingannya selama proses pendidikan saya.
•
Para staf administrasi pendidikan PPDS Sp1 (bu Yanti, bu Aminah dan Pak Heri), juga kepada para staf administrasi semua divisi di lingkungan Departemen Ilmu Penyakit Dalam, atas semua bentuk
vii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
perhatian, bantuan dan kerja sama yang diberikan selama saya menjalani program pendidikan dokter spesialis. •
Segenap perawat, paramedik terutama di poliklinik Geriatri Terpadu, poliklinik Reumatologi dan poliklinik Penyakit Dalam FKUI-RSCM yang telah banyak membantu saya dalam proses penelitian ini.
•
Staf Unit Epidemiologi Klinik Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Utami Susilowati, SKM (Mbak Tami), atas bantuan dan masukkannya selama pengolahan dan analisa statistik.
•
dr. Aurora yang telah membantu dalam proses pengumpulan sampel sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik.
•
Semua pasien dan keluarga pasien yang dengan rela telah memberikan kesempatan kepada saya untuk memberikan pelayanan sekaligus mendapatkan ilmu yang sangat berharga. Tanpa semua pasien-pasien yang pernah saya layani tentunya tidaklah mungkin saya dapat menjadi seorang dokter, terlebih lagi menjadi dokter spesialis penyakit dalam. Terimakasih juga kepada seluruh pasien yang telah menjadi subjek penelitian saya yang telah rela menjalani penelitian dan memberikan informasi yang sangat berguna untuk penelitian ini.
•
Teman-teman PPDS Ilmu Penyakit Dalam periode Juli 2011: dr. Afiyah, dr. Andalia Fitri, dr. Andreas Pekey, dr. Ardi Ardian, dr. Catarina Budyono, dr. Edwin Liem, dr. Enny Kurniasih, dr. Franciscus Ari, dr. Galoeh Adyasiwi, dr. Henry Ratno Diono Silalahi, dr. I Gede Resmino Tyasto, dr. Ibnu Fajariyadi Hantoro, dr. Iqbal Ichsanstyadi Awang, dr. Krishna Adi Wibisana, dr. Juliyanti, dr. Nanda Noor Muhammad, dr. Nurul Hanifa, dr. Saskia Aziza Nursyirwan, dr. Sofian Kurnia Marsa Widjaya, dr. Steven David Panggabean, dr. Ummi Ulfah Madina, dan dr. Virly Nanda Muzellina, atas kebersamaan, dukungan, kerjasama dan persaudaraan baik dalam suka maupun duka yang terjalin selama kita menempuh pendidikan spesialis ini. Semoga kebersamaan dan persaudaran senantiasa terjalin sepanjang hidup kita.
viii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
•
Para Teman Sejawat sesama Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Penyakit Dalam yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terutama dr. Stephanus, dr. Ardeno, atas segala bantuan, sharing ilmu dan masukannya selama masa pendidikan dan pengerjaan tesis ini.
•
Teman seperjuangan saya, dr. Fransiscus Ari dan dr. Steven David Panggabean. Secara khusus saya ucapkan terimakasih atas segala dukungan dan kerja sama yang sangat erat, terutama dimulai saat persiapan Ujian Board Nasional sampai Sidang Tesis Terbuka. Terimakasih
telah
menjadi
pemicu
semangat
bagi
saya
untuk
menyelesaikan Tesis saya. •
Teman-teman pengurus Kerukunan PPDS IPD periode 2015-2016 terutama dr. Virly Nanda, dr. M Iqbal, dr. Radhiyatam Mardiyah, dr. Steven David Panggabean, dr. Anastasia, dr. Ira Laurentika, dan teman-teman lainnya yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, Terima kasih telah menyempatkan waktu, tenaga, dan pikiran ditengah-tengah kesibukan sebagai peserta didik untuk mengurus kerukunan. Saya sangat bangga pernah bekerja bersama kalian
•
Kedua orang tua saya Ayahanda H. Syamsunar dan Ibunda Hj. Salbiah, atas segala kasih sayang, dorongan, dukungan, nasehat serta doa yang tiada habisnya kepada saya sejak saya masih di dalam kandungan hingga saat ini dan sampai akhir hayat nanti. Mohon maaf atas berbagai kesalahan serta kurangnya waktu dan perhatian saya selama ini.
•
Kakak dan adik saya, Lukiy Pipit Asniyah, S.Si, Dedi Kiswanto, S.Kom, Rudi Purnomo, Aldi Indrawan atas segala kasih sayang, dukungan dan bantuannya selama ini.
•
Kepada mertua saya, H. Muhammad Badri, B.Sc dan Ibu Ulyah atas segala bantuan, kasih sayang, dan doa untuk mendukung saya menyelesaikan pendidikan ini.
ix
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
•
Istri saya Henny Soraya, SIIP yang telah menjadi teman hidup yang memberikan cinta, dukungan, nasihat, semangat, kasih sayang, kesabaran, dan doa yang luar biasa untuk saya. Mohon maaf atas perhatian yang mungkin kurang karena kesibukan atau kelelahan selama saya menyelesaikan pendidikan ini
Akhir kata kepada semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan dukungan kepada saya selama ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan Bapak, Ibu, Saudara dan Saudari sekalian. Jakarta, 13 Juni 2016
Herikurniawan
x
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: dr. Herikurniawan
NPM
: 1106024432
Program Studi
: Spesialis-1
Departemen
: Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas
: Kedokteran
Jenis Karya
: Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive RoyaltyFree Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: Korelasi antara Distribusi Lemak Tubuh dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif
ini,
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di Jakarta Pada Tanggal: 13 Juni 2016 Yang Menyatakan
dr. Herikurniawan
xi
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
ABSTRAK Nama Program Studi Judul
: dr. Herikurniawan : Ilmu Penyakit Dalam : Korelasi antara Distribusi Lemak Tubuh dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas
Latar Belakang: Obesitas merupakan faktor risiko utama osteoartritis (OA). Penelitian terdahulu mendapatkan bahwa faktor mekanik saja tidak cukup untuk menjelaskan hubungan OA dengan obesitas. Saat ini faktor metabolik yang berkaitan dengan massa lemak tubuh dianggap memiliki peranan penting, tetapi lemak mana yang paling berperan masih kontroversial apakah lemak viseral atau lemak subkutan. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan korelasi antara distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada penderita OA lutut dengan obesitas yang berobat di poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam RSCM periode Januari-Maret 2016. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1986. Pemeriksaan distribusi lemak tubuh menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA). Pemeriksaan radiologi lutut menggunakan radiologi konvensional (foto polos) untuk menilai lebar celah sendi tibiofemoral medial. Analisis statistik bivariat digunakan untuk mendapatkan korelasi antara distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Hasil: Sebanyak 56 orang pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam penelitian, mayoritas subjek berjenis kelamin perempuan (73,2%). Median kadar lemak viseral adalah 12% (7.5-16,5) median lemak subkutan adalah 30,2% (16,5-37,9) dan median rasio lemak viseral/subkutan adalah 0,40 (0,26-0,80). Rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial adalah 2,34 mm (SB 0,78). Korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,474 p: < 0,001). Tidak didapatkan korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,187 p: 0,169) serta tidak didapatkan korelasi antara rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,225 p: 0,09) Simpulan: Lemak viseral berkorelasi negatif sedang dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,474 p: < 0,001). Tidak didapatkan korelasi antara lemak subkutan dan rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial Kata Kunci: Osteoartritis, obesitas, lemak viseral, lemak subkutan, rasio lemak viseral/subkutan, lebar celah sendi tibiofemoral medial
xii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
ABSTRACT Name Study Program Title
: dr. Herikurniawan : Internal Medicine : The Correlation between Body Fat Distribution and Medial Tibiofemoral Joint Space Width in Obese Knee Osteoarthritis Patients
Background: Obesity is a major risk factor for knee osteoarthritis. The relationship between obesity and OA may not simply due to mechanical factor. Evidence suggests that metabolic factors related to body fat play important roles, but the specific type of fat that contributes to OA is unclear. The objective of this study was to examine the possible correlation between body fat distributions with knee OA Method: This study was a cross sectional study in OA patients with obesity visiting Rheumatology, Geriatric, Internal Medicine clinics in Cipto Mangunkusumo Hospital between January-March 2016. Samples were collected using consecutive sampling method. Knee OA was diagnosed from clinical and radiologic evaluation based on American College of Rheumatology 1986 criteria. Body fat distribution was measured by bioelectrical impedance analysis (BIA). Radiographs of the knee was measured by conventional radiography to evaluate joint space narrowing (JSN). The correlation between body fat distributions with joint space width was analyzed by bivariate analysis Result: A total of 56 subjects were recruited, with majority of subjects were women (73,2%). Median of visceral fat was 12% (7.5-16,5), median of subcutaneous fat was 30,2% (16,5-37,9) and median of visceral to subcutaneous fat ratio was 0,40 (0,26-0,80). Mean of medial tibiofemoral joint space width was 2,34 mm (SB 0,78). In bivariate analysis we found correlation between visceral fat and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,474 p: < 0,001). There is no correlation between subcutaneous fat and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,187 p: 0,169) and also visceral to subcutaneous fat ratio and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,225 p: 0,09). Conclusion: Visceral fat is correlated with medial tibiofemoral joint space width (r: -0,474 p: < 0,001). There is no correlation between neither subcutaneous fat nor visceral to subcutaneous fat ratio and medial tibiofemoral joint space width. Keyword: Osteoarthritis, obesity, visceral fat, subcutaneous fat, visceral to subcutaneous fat ratio, medial tibiofemoral joint space width
xiii
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL……………………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME………………... HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS…………………………. HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI………………………………… UCAPAN TERIMA KASIH……………………………………………… HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI…………... ABSTRAK………………………………………………………………... ABSTRACK……………………………………………………………...... DAFTAR ISI……………………………………………………………… DAFTAR TABEL………………………………………………………… DAFTAR GAMBAR……………………………………………………... DAFTAR LAMPIRAN…………………………………………………… DAFTAR SINGKATAN…………………………………………………. 1. PENDAHULUAN…………………………………………………. 1.1 Latar Belakang…………………………………………………. 1.2 Rumusan Masalah……………………………………………… 1.3 Hipotesis Penelitian……………………………………………. 1.4 Tujuan Penelitian………………………………………………. 1.4.1 Tujuan umum…………………………………………….. 1.4.2 Tujuan khusus……………………………………………. 1.5 Manfaat Penelitian…………………………………………….. 1.5.1 Manfaat bagi perguruan tinggi…………………………… 1.5.2 Manfaat bagi klinisi……………………………………… 1.5.3 Manfaat bagi masyarakat…………………………………
i ii iii iv v vi xi xii xiii xiv xvi xvii xviii xix 1 1 4 4 5 5 5 5 5 5 5
2. TINJAUAN PUSTAKA………………………………………….. 2.1 Osteoartritis…………………………………………………… 2.1.1 Definisi………………………………………………….. 2.1.2 Diagnosis………………………………………………… 2.1.3 Patogenesis……………………………………………… 2.2 Obesitas……………………………………………………….. 2.2.1 Definisi………………………………………………….. 2.2.2 Jaringan lemak………………………………………….. 2.2.3 Lemak viseral dan lemak subkutan……………………… 2.2.4 Intrapatellar fat pad…………………………………...... 2.3 Obesitas dan Osteoartritis…………………………………….. 2.4 Pemeriksaan Radiologi pada OA……………………………… 2.5 Kerangka Teori………………………………………………..
6 6 6 6 7 11 11 11 13 14 14 21 24
3. KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL….. 3.1 Kerangka Konsep……………………………………………... 3.2 Definisi Operasional…………………………………………..
25 25 25
4. METODOLOGI PENELITIAN………………………………… 4.1 Desain Penelitian………………………………………………
27 27
xiv
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian………………………………… 4.3 Populasi dan Subjek Penelitian……………………………….. 4.4 Cara Pengambilan Sampel……………………………………. 4.5 Perkiraan Besar Sampel………………………………………. 4.6 Kriteria Penerimaan dan Penolakan…………………………... 4.6.1 Kriterian penerimaan……………………………………. 4.6.2 Kriteria penolakan……………………………………… 4.7 Identifikasi Variabel………………………………………….. 4.8 Cara Kerja……………………………………………………. 4.8.1 Rekruitmen subjek penelitian………………………….. 4.8.2 Pengukuran distribusi lemak denganBIA……………… 4.8.3 Pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial……. 4.9 Alur Penelitian ………………………………………………. 4.10 Pengolahan dan Analisis Data………………………………. 4.11 Etika Penelitian……………………………………………...
27 27 27 28 28 28 28 29 29 29 29 30 31 31 32
5. HASIL PENELITIAN…………………………………….……. 5.1 Karakteristik Subjek…………………………………………. 5.2 Korelasi Lemak Viseral dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial…………………………………………. 5.3 Korelasi Lemak Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial…………………………………………. 5.4 Korelasi Rasio Lemak Viseral/Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial…………………………………..
33 33
6. PEMBAHASAN………………………………………………… 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian……………………………… 6.2 Distribusi Lemak Tubuh pada OA…………………………… 6.3 Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut……. 6.4 Korelasi Lemak Viseral dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut………………………… 6.5 Korelasi Lemak Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut………………………… 6.6 Korelasi Rasio Lemak Viseral/Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut…………………. 6.7 Pemeriksaan Radiologi Konvensional untuk Mengukur Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut…………... 6.8 Validitas Penelitian………………………………………….. 6.9 Keterbatasan Penelitian ……………………………………..
37 37 39 40
7. SIMPULAN DAN SARAN…………………………………….. 7.1 Simpulan……………………………………………………. 7.2 Saran…………………………………………………………
47 47 47
RINGKASAN…………………………………………………………… SUMMARY……………………………………………………………… DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………
48 50 52
xv
34 35 36
41 43 44 45 45 46
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Tabel 2.2. Tabel 2.3. Tabel 3.1. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 5.1.
Kriteria diagnosis OA lutut……………………………….….. Perbedaan lemak viseral dengan subkutan…………………. Penelitian distribusi lemak dengan osteoartritis……………... Variabel dan definisi operasional……………………...…….. Perkiraan besar sampel………………………………………. Kekuatan hubungan antara variabel…………………………. Karakteristik subjek penelitian…………………………..……
xvi
6 14 22 25 29 32 33
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Gambar 2.2. Gambar 2.3. Gambar 4.1 Gambar 5.1. Gambar 5.2. Gambar 5.3.
Struktur sendi sehat dan degenerasi OA………………......... Patogenesis osteoartritis melibatkan ketidakseimbangan antara faktor anabolisme dan faktor katabolisme…………... Mekanisme jaringan lemak menghasilkan adipokin dan menyebabkan degradasi kartilago……………………..……. Gambaran skematis lokasi pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial…………………………………………. Diagram tebar korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial……………………………. Diagram tebar korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial…………………………..... Diagram tebar korelasi antara rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial………………
xvii
7 8 16 30 33 34 35
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Keterangan Lolos Uji Etik …………………………………...... Lampiran 2 Persetujuan Izin Penelitian ……………………………………. Lampiran 3 Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian …………………… Lampiran 4 Formulir Penelitian…………………………………………......
xviii
59 60 61 65
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR SINGKATAN ACR
: American College of Reumatology
ADAMTS
:A Disintegrin and Metalloproteinase with Thrombospondin Motifs
ALP
: Alkaline Phosphatase
BIA
: Bioelectrical Impedance Analysis
CI
: Confidence Interval
COMP
: Cartilage Oligometric Matrix Protein
COX-2
: Cyclooxygenase-2
CRP
: C Reactive Protein
CT
: Computed Tomography
DXA
: Dual-Energy X-Ray Absorptiometry
FFA
: Free Fatty Acid
FKUI
: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
GFR
: Glomerular Filtration Rate
IFP
: Intrapatellar Fat Pad
IL
: Interleukin
IMT
: Indeks Massa Tubuh
iNOS
: inducible Nitric Oxide
JNK
: Janus N kinase
K-L
: Kellgren-Lawrence
LED
: Laju Endap Darah
MAPK
: Mitogen-activated Protein Kinase
MCP-1
: Monocyte Chemoattractan Protein-1
MMP
: Matrix Metalloproteinase
MRI
: Magnetic Resonance Imaging
NF-kß
: Nuclear Factor kß
LIF
: Leukemia Inducing Factor
NO
: Nitric Okside
OA
: Osteoartritis
OB
: Obese
OCT
: Optical Coherence Tomography
xix
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
OR
: Odd Ratio
PACS
: A picture archiving and communication system
PAI-1
: Plasminogen Activator Inhibitor-1
PGE
: Prostaglandin E
PGK
: Penyakit Ginjal Kronis
RA
: Rheumatoid Arthritis
RF
: Rheumatoid Factor
RSCM
: Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
SLE
: Systemic Lupus Erythematosus
TGF
: Transforming Growth Factor
TIMPs
: Tissue Inhibitors of Metalloproteases
TKR
: Total Knee Replacement
TMJ
: Temporomandibular Joint
TNF
: Tumor Necrosis Factor
USG
: Ultrasonografi
WHO
: World Health Organization
WHR
: Waist to Hip Ratio
xx
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Osteoartritis (OA) merupakan bentuk artritis yang paling sering ditemukan di masyarakat dan bersifat kronis. OA dapat menyerang semua sendi, tetapi yang tersering adalah sendi lutut, tangan dan pinggul. Prevalensi OA lutut di Amerika dan Eropa hampir sama, diperkirakan lebih dari 50 % populasi di atas 75 tahun menderita OA lutut.1 Berdasarkan Riskesdas 2013, Prevalensi penyakit sendi di Indonesia sebesar 11,9%.2 Data dari poliklinik subbagian Reumatologi FKUI/RSCM menunjukkan 25,1 % kunjungan pasien tahun 2012 adalah pasien OA lutut. Penyakit ini memberikan beban disabilitas dan ekonomi yang besar di masyarakat. 1, 3 Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang ditandai oleh degradasi kartilago yang aktif, pemadatan pada tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, inflamasi kronis pada sinovial serta perubahan biokimia, morfologi pada membran sinovial dan kapsul sendi.4-6 Terdapat berbagai macam modalitas pemeriksaan radiologi untuk diagnosis OA
diantaranya foto radiologi
konvensional (foto polos), ultrasonografi (USG) atau magnetic resonance imaging (MRI). Pemeriksaan radiologi konvensional merupakan pemeriksaan yang paling tua, tetapi masih banyak digunakan untuk kepentingan klinis sehari-hari. Foto radiologi konvensional dapat digunakan untuk menilai lebar celah sendi dan pembentukan osteofit. Penyempitan celah sendi menggambarkan kerusakan kartilago dan progresivitas OA lutut 7, 8 OA lutut memiliki faktor risiko yang multifaktorial diantaranya adalah usia, obesitas, kerentanan genetik, kelemahan otot, riwayat trauma sebelumnya, atau jenis kelamin perempuan.9 Obesitas mendapat perhatian khusus karena obesitas ini insidensinya tinggi dan merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi.10 Patofisiologi obesitas menyebabkan OA diduga melalui efek mekanik dan metabolik. Efek mekanik akibat peningkatan beban pada sendi, penurunan kekuatan otot, serta perubahan biomekanik sedangkan efek metabolik diduga melibatkan adipokin (leptin, adiponektin, resistin) serta sitokin (interleukin, tumor
1
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
2
necrosis factor). Jaringan lemak saat ini dianggap sebagai organ endokrin yang aktif mensekresi adipokin dan sitokin yang berperan dalam proses destruksi kartilago dan progresivitas OA.10-12 Jaringan lemak terdiri dari lemak viseral dan lemak subkutan. Lemak viseral adalah lemak yang berada lebih dalam utamanya di abdomen yaitu dalam mesenterium dan omentum sedangkan lemak subkutan adalah lemak yang secara langsung ada di bawah kulit terutama pada regio femorogluteal, punggung dan bagian depan dinding perut. Lemak viseral dan subkutan sama-sama mensekresikan sitokin dan adipokin, tetapi lemak viseral mensekresikan sitokin serta adipokin dalam jumlah yang lebih banyak, lemak viseral secara metabolik bersifat lebih aktif dan lebih sensitif terhadap lipolitik dibandingkan dengan lemak subkutan, sehingga secara klinis lemak viseral dianggap memiliki peranan yang lebih penting.13 Selain lemak viseral dan lemak subkutan, rasio lemak viseral/subkutan merupakan hal yang penting, semakin tinggi rasio lemak viseral/subkutan dikaitkan dengan peningkatan risiko kardiometabolik lainnya.14 Berbagai studi secara konsisten menggambarkan hubungan antara obesitas dengan OA lutut. Studi yang dilakukan oleh Coggon, dkk15 melaporkan individu dengan indeks masa tubuh (IMT) > 25 kg/m2 memiliki risiko terjadinya OA lutut sebesar 2,5 kali bila dibandingkan dengan individu dengan IMT normal,15 studi lain oleh Reijman, dkk16 melaporkan individu dengan IMT > 27 kg/m2 memiliki risiko terjadinya OA lutut sebesar 3,3 kali, begitu juga sebuah telaah sistematik oleh Blagojevic, dkk17 melaporkan bahwa pasien dengan obesitas risiko terjadinya OA lutut sebesar 2,6 kali dibandingkan individu dengan IMT normal. Studi-studi yang melihat hubungan OA dengan obesitas ini umumnya menggunakan berat badan atau IMT, padahal IMT tidak dapat membedakan massa lemak dan massa bebas lemak. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat hubungan antara massa lemak dengan OA lutut, massa lemak dikaitkan dengan efek yang merugikan pada sendi tetapi komposisi lemak tubuh yang mana yang paling berperan masih kontradiktif, apakah lemak viseral atau justru lemak subkutan. Studi yang dilakukan oleh Wang, dkk18 melaporkan bahwa peningkatan massa lemak memiliki efek yang Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
3
merugikan pada kartilago sendi individu sehat tanpa OA lutut. Studi lain yang dilakukan oleh Berry, dkk19 melaporkan hal yang sama yaitu peningkatan massa lemak meningkatkan risiko kerusakan kartilago sendi. Studi-studi di atas hanya melihat hubungan antara massa lemak tubuh dengan OA tetapi tidak membedakan lemak mana yang paling berperan apakah lemak viseral, lemak subkutan atau rasio lemak viseral/subkutan. Penelitian di Asia yang melihat hubungan distribusi lemak tubuh terhadap OA lutut baru dilakukan oleh Sanghi, dkk20 di India pada tahun 2011. Penelitian ini menyimpulkan pada perempuan peningkatan lemak sentral dikaitkan dengan derajat KellgrenLawrence (K-L) yang lebih tinggi dan pada laki-laki lemak perifer (trisep) memiliki korelasi yang lebih kuat terhadap OA lutut dibandingkan IMT. Penelitian lain di RSCM yang melihat hubungan obesitas dengan OA dilakukan oleh Langow, yaitu hubungan leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial tetapi pada penelitian Langow tidak didapatkan korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Studi yang melihat hubungan rasio lemak viseral/subkutan dengan OA lutut belum pernah dilakukan, tetapi hubungan dengan beberapa risiko kardiometabolik lain sudah dilakukan studinya. Rasio lemak viseral/subkutan diketahui berkorelasi positif dengan tekanan darah dan gula darah.14 Sejauh yang diketahui peneliti saat ini, penelitian yang melihat hubungan distribusi lemak tubuh dengan OA lutut pada populasi Asia sangat terbatas. Penelitian oleh Sanghi, dkk20 menggunakan waist to hip ratio (WHR) untuk mengukur lemak sentral serta skinfold calipers untuk mengukur lemak perifer (subkutan). Pengukuran dengan WHR dan skinfold calipers dipengaruhi oleh teknik, keterampilan, dan pengalaman pemeriksa,21
oleh karena itu masih
diperlukan penelitian lain dengan alat ukur yang lebih andal untuk mengetahui hubungan distribusi lemak tubuh dengan OA lutut. Penelitian ini akan melihat korelasi distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada OA lutut menggunakan alat ukur bioelectrical impedance analysis (BIA). BIA lebih baik dibandingkan dengan WHR dan skinfold calipers untuk mengukur distribusi lemak tubuh dengan spesifitas: 92,4 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
4
% pada laki laki dan 93,8 % pada perempuan, sensitivitas: 86,1 % pada laki laki dan 71,8 % pada perempuan.22 Secara klinis (IMT, WHR, skinfold calipers) sensitivitas 74-82% sedangkan spesifitas ± 79%. Celah sendi tibiofemoral bagian medial sering digunakan pada penelitian karena merupakan bagian yang paling sering mengalami penyempitan celah sendi. Korelasi antara distribusi lemak tubuh dengan OA lutut diharapkan dapat menjadi landasan dalam perencanaan tatalaksana dan pencegahan progresivitas OA lutut. 1.2 Rumusan Masalah Obesitas merupakan masalah kesehatan yang penting dan merupakan faktor risiko osteoartritis yang dapat dimodifikasi. Hubungan antara OA dengan obesitas sudah dapat dipastikan, studi-studi saat ini lebih menekankan kepada faktor metabolik yang dikaitkan dengan massa lemak tubuh. Massa lemak diketahui memiliki efek yang merugikan pada sendi, tetapi lemak mana yang paling berperan masih kontroversial, apakah lemak viseral atau lemak subkutan. Penelitian yang melihat hubungan distribusi lemak tubuh dengan OA lutut ini belum pernah dilakukan pada populasi di Indonesia, selain itu masih diperlukan pengukuran dengan alat ukur yang lebih akurat. Berdasarkan rumusan masalah di atas, pertanyaan penelitian yang ditetapkan yaitu: 1. Apakah ada korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada penderita OA lutut dengan obesitas? 2. Apakah ada korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada penderita OA lutut dengan obesitas? 3. Apakah ada korelasi antara rasio lemak viseral/lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada penderita OA lutut dengan obesitas? 1.3 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat korelasi negatif antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 2. Terdapat korelasi negatif antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
5
3. Terdapat korelasi antara rasio lemak viseral/lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas 1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan umum Mengetahui peran lemak tubuh terhadap lebar celah sendi tibiofemoral medial pada penderita OA lutut dengan obesitas 1.4.2 Tujuan khusus 1. Mendapatkan korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 2. Mendapatkan korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 3. Mendapatkan korelasi antara rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 1.5 Manfaat Penelitian Dengan mengetahui hubungan antara distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien osteoartritis lutut diharapkan dapat diperoleh manfaat: 1.5.1 Manfaat bagi perguruan tinggi Menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang mempelajari peran sitokin dan adipokin dari lemak pada progresivitas OA Lutut 1.5.2 Manfaat bagi klinisi Apabila terbukti terdapat hubungan antara OA lutut dengan distribusi lemak tubuh tertentu, diharapkan dapat menjadi landasan stategi dalam upaya pencegahan progresivitas dan terapi OA 1.5.3 Manfaat bagi masyarakat Mendapatkan pelayanan dan edukasi yang lebih baik untuk pencegahan dan progresivitas OA lutut
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Osteoartritis 2.1.1 Definisi Osteoartritis merupakan penyakit sendi yang ditandai oleh degradasi kartilago yang aktif, pemadatan pada tulang subkondral, pertumbuhan osteofit pada tepi sendi, inflamasi kronis pada sinovial, perubahan biokimia dan morfologi pada membran sinovial dan kapsul sendi.4-6 2.1.2 Diagnosis Diagnosis OA lutut didasarkan pada Criteria for classification of idiopathic OA of the Knee dari
American College of Rheumatology (ACR) 1986, terdiri dari
kriteria klinik dan radiologik yaitu :23 Tabel 2.1. Kriteria diagnosis OA lutut Klinik + Laboratorik 1. Nyeri lutut 2. Minimal 5 dari 9 kriteria ini: − Usia > 50 tahun − Kaku sendi < 30 menit − Krepitasi − Nyeri tekan tulang − Pembesaran tulang − Tidak panas pada perabaan − LED < 40 mm/jam − RF < 1:40 − Analisis cairan sendi normal
Klinik + Radiologik 1. Nyeri lutut 2. Osteofit 3. Minimal 1 dari 3 kriteria ini: − Usia > 50 tahun − Kaku sendi < 30 menit − Krepitasi Sensitivitas 91 % Spesifitas 86
Klinik 1. Nyeri lutut 2. Minimal 3 dari 6 kriteria ini: − Usia > 50 tahun − Kaku sendi < 30 menit − Krepitasi − Nyeri tekan tulang − Pembesaran tulang − Tidak panas pada perabaan Sensitivitas 95 % Spesifitas 69 %
Sensitivitas 92 % Spesifitas 75 %
LED: Laju Endap Darah, RF: Rheumatoid Factor
6
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
7
2.1.3 Patogenesis Sendi, merupakan suatu struktur yang komplek, terdiri dari berbagai jenis jaringan ikat, termasuk tulang subkondral, kartilago, ligamen, dan kapsul sendi. Kartilago tidak memiliki pembuluh darah, tidak memiliki saluran limfa, tidak memiliki serabut saraf, bersifat halus dan fleksibel. Kartilago berfungsi sebagai bantalan terhadap beban, sehingga tekanan dapat diberikan secara merata pada seluru sendi.4 Kartilago sendi terdiri dari kondrosit dan matriks rawan sendi. Kondrosit berfungsi mensintesis dan memelihara matriks sehingga fungsinya tetap terjaga dengan baik. Matrix bertanggung jawab terhadap kekuatan dan ketahanan terhadap beban mekanik yang diterima rawan sendi. Matriks terdiri dari dua macam makromolekulyaitu proteoglikan dan kolagen, kandungan lainnya adalah protein non kolagen dan protein membran. Proteoglikan terdiri atas protein dengan rantai glikosaminoglikan, kondroitin sulfat dan keratan sulfat. Kolagen penting untuk integritas struktur dan fungsi rawan sendi. 4, 5, 24, 25
Gambar 2.1. Struktur sendi sehat (kiri) dan degenerasi OA (kanan).4 OA terjadi karena kegagalan kondrosit mensintesis matrix ekstraselular yang berkualitas baik sehingga terjadi ketidakseimbangan antara sintesis dan degradasi matrix ekstraseluler.4 Penyakit OA bermanifestasi sebagai perubahan morfologik, Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
8
biokimia, molekuler dan biomekanik dari sel dan matriks yang menyebabkan perlunakan, fibrilasi, menipisnya tulang rawan sendi, sklerosis dan eburnasi tulang subkondral, osteofit, dan kista subkondral.26
Gambar 2.2. Patogenesis osteoartritis melibatkan ketidakseimbangan antara faktor anabolisme dan faktor katabolisme.4 Patogenesis OA yang dikaitkan dengan perubahan biomekanik adalah adanya stres mekanik yang menyebabkan cidera pada kondrosit. Kondrosit kemudian akan melepaskan enzim-enzim degradatif yang mengawali kerusakan pada jaringan kolagen dan pada akhirnya kerusakan pada matrix. Sintesis dan sekresi enzim pendegradasi matrix oleh kondrosit semakin meningkat seiring dengan meningkatnya derajat OA. Enzim utama yang berperan pada proses degenerasi kartilago adalah keluarga matrix metalloproteinase (MMP), yaitu kolagenase dan agrekanase. Kolagenase akan mendegradasi kolagen dan agrekanase akan mendegradasi proteoglikan.4, 6 Kolagenase secara spesifik memecah ikatan triple-helical pada kolagen. Ikatan triple-helical yang pecah akan membuka jalan bagi protease-protease lainnya untuk melakukan degradasi kartilago. MMP diaktifkan oleh kaskade enzimatik yang melibatkan protein serin (aktivator plasminogen, plasminogen, plasmin), Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
9
radikal bebas, katepsin B, dan beberapa jenis MMP tipe membran. Kaskade enzimatik ini dikontrol berbagai inhibitor alami, termasuk tissue inhibitors of metallo-proteases (TIMPs) dan inhibitor aktivator plasminogen. Respon perbaikan lokal tidak adekuat dan terjadi penurunan sintesis TIMPs pada pasien OA.4-6, 24, 25 Ekspresi dan produksi proteinase meningkat pada pasien OA. Kolagen dapat dipecah oleh MMP-1, MMP-8 dan MMP-13, hasil fragmentasi dari pemecahan ini kemungkinan dapat pula dipecah oleh enzim lainnya misal MMP-2 (gelatinase A), MMP-9 (gelatinase B), MMP-3 (stromelisin 1) dan katepsin B. MMP-13 merupakan yang MMP paling penting karena mendegradasi kolagen tipe 2 yang merupakan kolagen utama dari matrix kartilago. Pada OA, kolagenase, stromelisin, dan gelatinase disekresikan sebagai proenzim oleh kondrosit yang diregulasi oleh IL-1 atau TNF-α. 4, 6 Agrekanase utama yang berperan untuk degradasi kartilago adalah ADAMTS-4 dan ADAMTS-5. ADAMTS-7 dan ADAMTS-12 dapat pula berikatan dan mendegradasi cartilage oligometric matrix protein (COMP) merupakan protein non kolagen di dalam kartilago. ADAMTS-4, ADAMTS-19 dan ADAMTS-20 juga diketahui dapat mendegradasi COMP secara in vitro. 5, 6,25 IL-1ß dan TNF-α merupakan sitokin utama dalam proses destruksi kartilago. IL-1ß dan TNF-α memiliki efek yang sinergis terhadap peningkatan reaksi katabolik pada kartilago. Sitokin ini dapat memicu ekspresi enzim-enzim degradatif seperti MMP-1, MMP-3, MMP-8 dan MMP-13. IL-1ß dan TNF-α juga menstimulasi kondrosit dan sel-sel sinovial untuk menghasilkan mediatormediator inflamasi lainnya, misal IL-8, IL-6, nitric okside (NO), prostaglandin E2 (PGE2), dan leukemia inducing factor (LIF). Aksi dari sitokin-sitokin ini dibantu oleh aktivasi faktor transkripsi, seperti nuclear factor kß (NF-kß), yang semakin jauh akan meningkatkan expresi protein-protein katabolik seperti inducible nitric oxide (iNOS) dan cyclooxygenase-2 (COX2). Hal ini akan mengaktifkan autokatalitik yang memicu terjadinya apoptosis seluler dan kerusakan kartilago sendi.4, 6 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
10
NO yang dihasilkan oleh iNOS merupakan faktor katabolik utama yang dihasilkan oleh kondrosit sebagai respon terhadap sitokin-sitokin proinflamasi misal IL-1ß dan TNF-α. Peningkatan konsentrasi NO dapat ditemui pada cairan sinovial pasien OA, begitu pula iNOS dapat ditemukan pada sinoviosit dan kondrosit pasien OA. Kartilago normal tidak mengekspresikan iNOS atau memproduksi NO tanpa adanya stimulasi dari sitokin-sitokin misalnya IL-1ß. Kartilago pada pasien OA secara spontan akan menghasilkan sejumlah besar NO. Nitric okside memiliki berbagai macam efek terhadap kondrosit, termasuk diantaranya: menghambat sintesis kolagen dan proteoglikan, mengaktivasi metalloproteinase, meningkatkan kerentanan terjadinya cidera oleh oksidan dan memicu terjadinya apoptosis kondrosit. Beberapa studi menunjukan bahwa NO merupakan mediator yang penting pada apoptosis kondrosit.6 Ekspresi inducible COX2 meningkat pada kondrosit pasien OA, yang secara spontan akan menghasilkan PGE2. Efek prostaglandin pada metabolisme kondrosit sangat komplek termasuk diantaranya mengaktivasi MMP dan memicu terjadinya apoptosis. Penghambatan COX2 dapat mencegah degradasi proteoglikan yang dipicu oleh IL-1.6 Osteofit merupakan pertumbuhan tulang pada tepi sendi dan pada dasar lesi kartilago. Pertumbuhan osteofit, merupakan penyebab terjadinya nyeri dan keterbatasan saat pergerakan sendi. Osteofit terjadi karena penetrasi pembuluh darah pada lapisan basal kartilago yang berdegenerasi, akibat adanya penyembuhan yang tidak normal dari lesi pada tulang trabekular subkondral yang dekat
dengan
tepi
sendi.
Mekanisme
molekuler
yang
mempengaruhi
perkembangan osteofit belum diketahui dengan pasti, tetapi ketika dilakukan uji coba pada hewan coba, TGF-ß diketahui dapat menginduksi pembentukan osteofit. TGF-ß adalah faktor pertumbuhan anabolik yang meningkatkan ekspresi beberapa tipe kolagen dan proteoglikan.6, 27 Pada OA stadium awal, permukaan kartilago menjadi kasar, ireguler dan mulai muncul celah pada permukaan tulang rawan, pola distribusi proteoglikan juga berubah. Semakin meningkatnya derajat OA maka celah semakin dalam, Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
11
iregularitas pada permukaan juga semakin meningkat, selanjutnya terjadi ulserasi pada tulang rawan sendi yang pada akhirnya mencapai tulang subkondral.4, 6 2.2 Obesitas 2.2.1 Definisi Obesitas merupakan masalah epidemik secara global. WHO memperkirakan tahun 2008 lebih dari 1,4 miliar orang dewasa menderita kelebihan berat badan dan dari jumlah tersebut lebih dari 200 juta orang laki laki dan 300 juta orang perempuan menderita obesitas. Tren ini mengkhawatirkan karena selama 30 tahun terakhir, obesitas di seluruh dunia telah meningkat lebih dari dua kali lipat.10 Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi jaringan lemak yang berlebihan. Obesitas dapat terjadi bila besar dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemudian jumlahnya bertambah banyak. Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi lemak yang tidak normal atau berlebihan di jaringan adiposa sehingga dapat mengganggu kesehatan.28 Overweight dan obesitas merupakan penyebab nomor 5 kematian di dunia dengan estimasi sekitar 44% dari beban diabetes, 23% dari beban penyakit jantung iskemik dan antara 7% sampai dengan 41% dari beban kanker.29 Diagnosis obesitas berdasarkan kriteria WHO untuk region Asia Pasifik menggunakan indeks massa tubuh (IMT). Berdasarkan IMT (kg/m2) dibagi menjadi underweight (< 18,5) normal (18,5-22,9), overweight (≥ 23), dengan risiko (23-24,9), obesitas tingkat I (25-29,9) dan obesitas tingkat II (≥ 30).30 2.2.2 Jaringan lemak Jaringan lemak merupakan jaringan ikat yang mempunyai fungsi sebagai tempat penyimpanan lemak dalam bentuk trigliserida. Pada mamalia jaringan lemak terdapat dalam 2 bentuk yaitu jaringan lemak putih dan jaringan lemak coklat. Jaringan lemak putih memiliki 3 fungsi yaitu isolasi panas, bantalan mekanik, dan sumber energi. Fungsi lain jaringan lemak adalah melapisi organ tubuh bagian dalam dan bertindak sebagai pelindung organ tersebut. Jaringan lemak coklat berfungsi mempertahankan panas tubuh.28 Sel lemak secara aktif mensekresikan Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
12
adipokin (leptin, resistin, dan adiponektin) dan sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-6, TNF-α, peningkatan sitokin dan adipokin ini dapat memicu dimulainya proses inflamasi di dalam sendi dan dapat merubah karakteristik dari kartilago.10, 31, 32 Jaringan lemak berdasarkan lokasinya terdiri dari lemak viseral dan lemak subkutan. Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur lemak tubuh diantaranya computed tomography (CT) atau MRI, kedua alat ini memiliki akurasi yang sangat baik, tetapi mahal, memiliki risiko radiasi, dan ketersediannya terbatas.28, 33 Alat ukur lain yang dapat digunakan adalah dualenergy x-ray absorptiometry (DXA), tetapi ketersediannya juga masih terbatas.34 Lingkar perut atau rasio antara lingkar perut dan pinggul serta skinfold calipers merupakan alternatif klinis yang masih banyak digunakan, tetapi sangat dipengaruhi oleh teknik, keterampilan, dan pengalaman pemeriksa.21 Alat ukur lain yang dapat digunakan adalah BIA. BIA merupakan alat ukur tidak invasif, tidak mahal dapat digunakan untuk mengukur komposisi lemak tubuh dengan cepat, serta pemeriksaannya tidak dipengaruhi oleh teknik, keterampilan atau pengalaman pemeriksa.21 BIA memiliki spesifitas: 92,4 % pada laki laki dan 93,8 % pada perempuan, sensitivitas: 86,1 % pada laki laki dan 71,8 % pada perempuan.22 Cara kerja BIA didasarkan pada prinsip resistensi aliran arus listrik berdasarkan perbedaan kadar air pada jaringan lemak dan jaringan bebas lemak. Jaringan bebas lemak mengandung sejumlah besar air yang merupakan konduktor yang baik untuk arus listrik. Jaringan lemak disisi lain, mengandung sedikit air dan merupakan konduktor yang buruk, oleh karena itu, semakin besar jaringan lemak, semakin tinggi resistensi terhadap arus listrik dan semakin tinggi lemaknya.21 Hal-hal di bawah ini dapat mempengaruhi hasil BIA:35-37 1. Puasa lebih dari 8 jam 2. Konsumsi alkohol, disarankan tidak minum alkohol dalam 8 jam terakhir sebelum pengukuran 3. Gagal jantung, gagal ginjal atau sirosis, pengukuran dilakukan saat keadaan stabil pasien tidak sedang edema/overload Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
13
4. Obat-obatan yang mengganggu keseimbangan air seperti steroid, hormon pertumbuhan dan diuretik 5. Facemaker/implants metal 2.2.3 Lemak subkutan dan lemak viseral Lemak subkutan adalah lemak yang secara langsung ada di bawah kulit terutama pada regio femorogluteal, punggung dan bagian depan dinding perut sedangkan lemak viseral adalah lemak yang berada lebih dalam, utamanya di abdomen yaitu dalam mesenterium dan omentum. Lemak viseral secara metabolik bersifat lebih aktif dan lebih sensitif terhadap lipolitik dibandingkan dengan lemak subkutan, sehingga secara klinis lemak viseral memiliki peranan yang lebih penting dan lebih terkait dengan berbagai komplikasi metabolik seperti intoleransi glukosa, hiperinsulinemia dan dislipidemia.13, 28, 38 Jumlah lemak viseral sebesar 10-20% dari total lemak tubuh pada laki-laki dan 58% pada perempuan, jumlah lemak viseral ini meningkat dengan bertambahnya usia. Sesuai dengan lokasi anatominya drainage lemak viseral ini secara langsung masuk ke dalam hati melalui vena porta, sehingga berbagai macam sitokin, adipokin dan free fatty acid (FFA) yang diproduksi oleh lemak viseral secara langsung dapat masuk ke dalam vena porta dan menimbulkan efek metabolik, hal ini berbeda dengan lemak subkutan dimana drainage melalui vena sistemik.13, 32, 39
Lemak viseral secara anatomi memiliki sel lemak yang lebih besar dibandingkan dengan lemak subkutan. Semakin besar sel lemak maka semakin resisten terhadap insulin, semakin lipolitik dan semakin resinten terhadap efek antilipolitik. Lemak viseral juga dicirikan dengan lebih banyak pembuluh darah dan suplai darah, lebih banyak persarafannya, lebih sensitif terhadap katekolamin yang dapat memicu lipolisis, dan kurang sensitif terhadap reseptor alfa 2 adrenergik yang bekerja menghambat lipolisis. Sel lemak yang matur dapat mensekresikan monocyte chemoattractan protein-1 (MCP-1) yang bisa memicu infiltrasi makrofag dan terjadi aktivasi di dalam jaringan lemak. Makrofag merupakan sumber yang penting dari sitokin inflamasi misal TNF-α dan IL-6.13, 39 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
14
Tabel 2.2. Perbedaan lemak viseral dengan lemak subkutan.13, 40 Perbedaan Lokasi Anatomi Reseptor adrenergik Drainage IL-1 IL-6 CRP TNF- α MCP-1 Leptin Resistin Adiponektin
Viseral utamanya di abdomen yaitu dalam mesenterium dan omentum lebih banyak pembuluh darah, suplai darah dan persarafannya. Ukuran sel lebih besar lebih sensitif terhadap katekolamin yang dapat memicu lipolisis langsung vena porta ++ ++ ++ ++ ++ + + ++
Subkutan di bawah kulit terutama pada regio femorogluteal, punggung dan bagian depan dinding perut lebih sedikit pembuluh darah, suplai darah dan persarafannya. Ukuran sel lebih kecil kurang sensitif terhadap katekolamin melalui vena sistemik + + + + + ++ + +
2.2.4 Intrapatellar fat pad (IFP) IFP atau yang dikenal dengan Hoffa’s fat, adalah bagian dari lemak yang terletak di dalam lutut, di bawah patella, di belakang tendon patella dan kapsul sendi, di depan kondilus femoralis dan tibial plateau, secara struktural mirip dengan jaringan lemak subkutan. Penelitian terbaru berfokus pada peran sel yang berasal dari IFP, seperti sel-sel inflamasi dan sel-sel saraf substansi P di OA. Sel inflamasi dari IFP dapat menghasilkan mediator inflamasi, yang dapat mempengaruhi tulang rawan dan metabolisme sinovium, dan substansi P saraf bisa menjadi sumber penting dari nyeri pada OA lutut.
41, 42
IFP dibandingkan
dengan lemak subkutan pada pasien OA mensekresikan IL-6, TNF-α, adipsin, adiponektin dan visfatin dalam jumlah yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan Distel, dkk42 menyimpulkan jaringan IFP pada pasien OA mungkin berkontribusi terhadap inflamasi dan progresivitas kerusakan kartilago melalui produksi IL-6 dan adipokin.41-43 2.3 Obesitas dan Osteoartritis Obesitas dikenal sebagai salah satu faktor risiko penting dari OA lutut. Beberapa studi besar secara langsung menghubungkan obesitas dengan OA lutut. Coggon, dkk15 melakukan studi di Inggris pada tahun 2001 melaporkan individu Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
15
dengan IMT > 25 kg/m2 memiliki risiko terjadinya OA lutut sebesar 2,5 kali, sedangkan individu dengan IMT > 30 kg/m2 memiliki risiko terjadinya OA lutut sebesar 6,8 kali bila dibandingkan individu dengan IMT nomal. Coggon, dkk juga melaporkan adanya peningkatan progresif risiko terjadinya OA lutut dari 0,1 pada individu dengan IMT < 20 kg/m2 menjadi 13,6 pada individu dengan IMT ≥ 36 kg/m2.15 Studi lain yaitu sebuah telaah sistematik dan meta analisis oleh Blagojevic, dkk17 yang melakukan screening terhadap 2.233 studi melaporkan berbagai macam faktor risiko osteoartritis lutut diantaranya: obesitas dengan risiko 2,63 kali, riwayat trauma lutut sebelumnya dengan risiko 3,86 kali, OA tangan dengan risiko 1,48 kali dan jenis kelamin perempuan dengan risiko 1,84 kali.17 Secara historis, hubungan antara obesitas dengan OA adalah akibat perubahan biomekanik pada sendi, yang disebabkan oleh meningkatnya berat badan. Faktor mekanik yang berperan adalah meningkatnya beban pada tibiofemoral medial saat adduksi lutut ketika berjalan, menurunnya kekuatan otot tungkai bawah, varus, valgus, dan menurunnya aktivitas fisik.11, 44, 45 Perubahan akibat beban mekanik ini terjadi terutama pada sendi yang menanggung berat badan, seperti lutut dan pinggul. Seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas ternyata terjadi juga peningkatan kasus
OA
pada
sendi-sendi
non-weight
bearing
seperti
tangan
dan
temporomandibular (TMJ). Peningkatan prevalensi OA pada sendi non-weight bearing ini memunculkan pemikiran adanya mekanisme lain selain perubahan biomekanik dan efek mekanik.31 Pada pasien obesitas selain IMT terjadi pula kenaikan masa lemak tubuh. Jaringan lemak saat ini dianggap sebagai organ endokrin yang aktif mensekresikan adipokin (leptin, resistin, dan adiponektin) dan sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-6, TNF-α. Peningkatan sitokin dan adipokin ini dapat memicu proses inflamasi di dalam sendi.11, 31
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
16
Gambar 2.3. Mekanisme jaringan lemak menghasilkan adipokin dan menyebabkan degradasi kartilago.12 Leptin adalah hormon yang dikode oleh gen obese (ob) dan diproduksi oleh sel lemak. Kadar leptin tergantung pada jumlah lemak tubuh, tetapi sintesisnya juga dipengaruhi oleh mediator-mediator inflamasi. Leptin diperkirakan memiliki peranan terhadap patofisiologi OA, hormon ini kadarnya lebih tinggi pada pasien OA dibandingkan individu normal.12 Studi-studi saat ini telah memberikan gambaran bahwa leptin dapat memicu ekspresi MMPs, misal MMP-9, MMP-13 dan IL-1β. Leptin sendiri atau bersamaan dengan IL-1 dapat meningkatkan produksi MMP-1 dan MMP-3 pada kartilago pasien OA, melalui faktor transkripsi NF-kß, protein C, dan jalur mitogen-activated protein kinase (MAPK). Penelitian lainnya menunjukkan bahwa leptin dapat meningkatkan produksi IL-8 dan faktor-faktor katabolik lain misal MMP-2 dan MMP-9. ADAMTS-4 dan ADAMTS-5 diketahui konsentrasinya meningkat pada kartilago sendi yang diberikan leptin.12, 46 Leptin dapat menyebabkan fungsi osteoblas tidak normal pada OA, peningkatan produksi leptin pada osteoblas tulang subkondral berkorelasi dengan peningkatan alkaline phosphatase (ALP), osteocalcin, kolagen tipe 1, TGF-ß1 yang memicu disregulasi pada fungsi osteoblas.12 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
17
Adiponektin adalah protein yang dihasilkan terutama oleh lemak putih. Beberapa bukti saat ini menunjukkan bahwa adiponektin memiliki berbagai efek patologis melalui jalur inflamasi, seperti pada penyakit kardiovaskular, disfungsi endotel, diabetes mellitus tipe 2 (DM T2), sindrom metabolik, dan termasuk OA. Adiponektin berperilaku sebagai faktor proinflamasi pada sendi, dan hal ini dikaitkan dengan proses degradasi matriks di dalam sendi. Adiponektin mempengaruhi kondrosit dengan menginduksi NOS2, melalui jalur sinyal yang melibatkan PI3 kinase.12 Kadar adiponektin, leptin dapat meningkat pada penyakit ginjal kronik. Menon, dkk47 melaporkan pada pasien dengan GFR < 10 ml/menit/1,73m2 akan terjadi peningkatan kadar leptin 6 % dari nilai dasar. Kadar adiponektin ditemukan lebih tinggi pada penyakit ginjal stadium akhir. Hiperleptinemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh berkurangnya ekskresi leptin lewat ginjal.47, 48 Latihan fisik dapat menurunkan kadar leptin. Beberapa penelitian menunjukkan latihan aerobik derajat menengah dalam waktu singkat tidak mempengaruhi kadar leptin secara signifikan. Pada perempuan aktivitas fisik aerobic moderate menurunkan kadar leptin sebesar 17,5% setelah 12 minggu sedangkan pada laki-laki latihan dengan intensitas moderate selama 4 bulan akan menurunkan kadar leptin sebesar 23%.49 Kadar adiponektin dan leptin lebih tinggi pada pasien diabetes mellitus. DM secara independent merupakan faktor risiko berkembangnya OA yang lebih berat. Hiperglikemia yang berkepanjangan akan menstimulasi kondrosit mensekresikan sitoki-sitokin proinflamasi sehingga terjadi peningkatan TNF-α dan IL-6 yang berperan dalam patogenesis OA.48,50 Adipokin ini meningkatkan kadar IL-6, MMP-3,
MMP-9,
dan
MCP-1.
Kang,
dkk51
melaporkan
adiponektin
menyebabkan degradasi matrik pada OA dengan meningkatkan ekspresi MMPs dan iNOS melalui jalur MAPK dan Janus N kinase (JNK) pada kondrosit pasien OA. Adiponektin juga diketahui mampu menginduksi ekspresi IL-6 dalam fibroblas sinovium. Filkova, dkk52 menemukan kadar serum adiponektin yang lebih tinggi pada pasien OA erosif dibandingkan dengan pasien OA tidak erosif.52
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
18
Peneliti lain yaitu Distel, dkk42 juga melaporkan terdapat peningkatan IL-6 dan adiponektin pada pasien OA lutut.12, 42 Resistin disekresi oleh jaringan adiposa, tetapi dapat pula ditemukan pada makrofag, dan neutrofil. Kadar resistin meningkat seiring dengan obesitas baik pada mencit maupun manusia. Peningkatan kadar resistin ini terjadi pada serum atau cairan sinovial setelah trauma pada sendi. Rekombinan resistin yang diinjeksikan pada mencit, akan menstimulasi degradasi proteoglikan, menginduksi produksi sitokin-sitokin inflamasi dan PGE2.12 Leptin, adiponektin, dan resistin mempengaruhi OA melalui degradasi sendi secara langsung dan menyebabkan inflamasi lokal pada sendi, dan memicu ekspresi MMPs. Leptin secara umum kadarnya lebih tinggi pada individu dengan obesitas. Tingginya kadar leptin yang bersirkulasi dikaitkan dengan dengan sindrom resisten leptin yang hal ini juga sama dengan insulin resisten. Leptin dan reseptornya dapat ditemukan pada kondrosit, osteofit, sinovium dan intrapatela fat pad (IFP).45 Studi-studi OA dan obesitas Wang, dkk18 melakukan penelitian di Melbourne dipublikasi tahun 2007, penelitian ini melihat hubungan antropometrik dan komposisi tubuh terhadap tulang rawan sendi lutut pada individu sehat, dengan metode penelitian prospektif kohort. Pengukuran komposisi tubuh menggunakan BIA sedangkan kartilago sendi menggunakan MRI. Hasil penelitian ini rerata usia subjek 58 tahun (SB 5,5) rerata IMT: 25,2 kg/m2 (SB 3,8), rerata lingkar perut: 80,2 cm (SB 12,6), dan rerata massa lemak pada akhir studi 26,6 kg (SB 8,9). Waist hip ratio (WHR), fat mass (FM), dan persentase lemak berhubungan positif dengan defek kartilago pada sendi tibiofemoral dengan OR: 1,03 s.d 1,09 (p ≤ 0,04). Penelitian ini menyimpulkan peningkatan massa bebas lemak memiliki efek positif terhadap volume tulang rawan sendi sedangkan massa lemak memiliki efek negatif dengan volume tulang rawan. Penelitian ini menyarankan program penurunan berat badan lebih bertujuan untuk menurunkan massa lemak sedangkan menjaga massa otot penting untuk pencegahan onset dan progesivitas OA. Penelitian ini tidak membedakan masa lemak yang mana yang paling berperan terhadap OA, apakah lemak viseral atau lemak subkutan.18 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
19
Berry, dkk19 melakukan penelitian di Melbourne yang dipublikasi tahun 2010, penelitian ini melihat hubungan antara komposisi tubuh dengan perubahan struktural pada sendi yang dilakukan terhadap individu sehat dengan metode penelitian cross-sectional. Pengukuran komposisi tubuh menggunakan DXA sedangkan pengukuran kartilago sendi menggunakan MRI. Hasil penelitian ini melaporkan rerata usia subjek 47 tahun (SB 9), rerata IMT 32 kg/m2 (SB 9), dan 81% subjek perempuan. Setiap peningkatan 1 kg massa lemak meningkatkan risiko defek pada kartilago tibiofemoral, pada lemak android (OR: 1.31; 95% IK: 1.04, 1.64; P 0.02), lemak gynoid (OR: 1.11; 95% IK: 1.01, 1.23; P: 0.04) dan lemak trunk (OR: 1.04; 95% IK: 1.01, 1.07; P: 0.01). Penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan khusus terhadap lemak viseral.19 Sower, dkk53 melakukan penelitian di Amerika yang dipublikasi pada tahun 2007, seluruh subjek perempuan dengan metode prospektif kohort. Penelitian ini bertujuan menjelaskan peran IMT dan komposisi tubuh terhadap OA. Setiap peningkatan 1 unit log (massa lemak) meningkatkan risiko OA lutut sebesar 8 kali. Pengukuran komposisi lemak tubuh ini lebih memberikan informasi mengenai patofisologi OA lutut dibandingkan dengan IMT. Sower juga tidak melaporkan lemak mana yang paling berperan terhadap OA.53 Hasil berbeda dilaporkan oleh Abate, dkk54 yang melakukan penelitian di Georgia subjek penelitian seluruhnya perempuan, dengan metode kohort. Hasil yang diperoleh rerata usia 64,8 tahun (SB 9,4). IMT merupakan faktor risiko radiographic knee osteoarthritis dengan OR: 5,27, sedangkan persentase massa lemak OR: 3,87. Studi ini menyimpulkan IMT merupakan faktor risiko yang lebih dominan dibanding distribusi lemak tubuh. Pengukuran distribusi lemak tidak memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pengukuran IMT. Pengukuran IMT lebih mudah dilakukan dibandingkan pengukuran distribusi lemak tubuh.54 Penelitian yang melihat hubungan pengukuran antropometrik dengan OA lutut di Asia telah dilakukan oleh Sanghi, dkk di India dengan metode cross-sectional. Subjek penelitian ini adalah pasien sehat yang tidak menderita obesitas. Penelitian Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
20
ini menggunakan waist hip ratio untuk mengukur lemak sentral, triceps-skinfold thickness untuk mengukur komposisi lemak subkutan serta x-ray radiografi untuk menilai derajat K-L. Penelitian ini melaporkan pada kedua jenis kelamin, IMT secara signifikan dikaitkan dengan derajat K-L yang lebih tinggi. Pada laki-laki ketebalan lemak trisep secara signifikan berkorelasi dengan lebar celah sendi, dan derajat K-L meningkat dari 2 sampai 4. Pada perempuan, lemak sentral yang meningkat secara signifikan meningkatkan derajat K-L.20 Langow, melakukan penelitian di RSCM pada tahun 2014. Penelitian ini bertujuan mencari hubungan leptin dengan OA lutut. Seluruh subjek penelitian adalah pasien OA lutut dengan obesitas dan metode penelitian adalah crosssectional. Hasil penelitian ini menyimpulkan tidak ada korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial kecuali pada subjek dengan lama menderita OA lutut > 2 tahun.3 2.4 Pemeriksaan Radiologi pada Osteoartritis Terdapat berbagai macam modalitas pemeriksaan radiologi pada OA seperti radiologi konvensional, USG, Optical coherence tomography (OCT) atau MRI. Pemeriksaan OA secara radiologi konvensional masih digunakan dalam praktek klinik sehari-hari maupun pada penelitian. Keuntungan sistem ini adalah mudah dilakukan, harganya murah, prosedurnya sederhana dan tersedia secara luas. Kekurangan pemeriksaan ini adalah keterbatasannya untuk menilai jaringan lunak di sekitar sendi secara langsung. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk menilai osteofit, sklerosis subkondral, atau kista subkondral. Bila derajat OA semakin meningkat dapat digunakan untuk menilai penyempitan celah sendi. Lebar celah sendi awalnya diukur secara manual namun saat ini dapat diukur menggunakan software di komputer.7, 55 Lebar celah sendi didefinisikan sebagai jarak antara proyeksi radiologi dari korteks sendi femoral dan permukaan tulang tibia. Bagian medial sendi tibiofemoral sering digunakan pada penelitian karena merupakan bagian yang paling sering terlibat. Predominan pada sendi tibiofemoral lateral hanya pada 10-30% kasus.56 Berdasarkan publikasi oleh Osteoarthritis Research Society 1996, protokol radiologi yang dianggap sebagai baku emas untuk kompartemen Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
21
tibiofemoral adalah posisi berdiri (weight bearing) antero-posterior dengan lutut yang ekstensi penuh.57 MRI merupakan pemeriksaan yang banyak dikembangkan saat ini oleh karena keunggulannya dalam menilai volume kartilago secara langsung dan menilai kerusakan jaringan lunak seperti ligamen, meniskus, tendon dan sinovitis. MRI dapat menilai dengan baik perubahan komposisi pada tulang subkhondral dimana hal ini sangat penting untuk menilai progresifitas OA, akan tetapi pemeriksaan MRI untuk OA belum dapat dijadikan standar saat ini oleh karena belum tersedia secara luas dan harganya mahal.7, 58 USG merupakan modalitas lain yang dapat digunakan untuk menilai OA. USG memiliki keuntungan karena cost-effective, tidak menyebarkan radiasi ionisasi dan bukan merupakan tindakan intervensi. USG dapat digunakan untuk menilai berbagai macam jaringan yang terlibat pada OA,7 dapat menilai sinovitis pada OA dengan sensitivitas yang lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan klinis, dan memiliki sensitivitas yang setara dengan MRI.59 Optical coherence tomography (OCT) merupakan metode yang dilakukan pada saat artroskopi. OCT dimasukkan ke dalam arthroscopes kemudian menghasilkan gambar penampang tulang rawan sendi dengan resolusi sebanding histologi. OCT dapat memberikan informasi mengenai penyakit-penyakit pada tulang rawan sendi seperti trauma akut dan degenerasi.7 Lebar celah sendi tidak dipengaruhi oleh bertambahnya usia, selain itu tidak didapatkan korelasi antara lebar celah sendi, tinggi badan, berat badan dan IMT pada individu yang normal.60 Segal, dkk61 melaporkan kelemahan otot quadricep pada perempuan meningkatkan risiko penyempitan celah sendi.61 Studi lain sebuah telaah sistematik oleh Heidari, dkk9 melaporkan individu dengan pekerjaan berjongkok atau berlutut lebih dari 2 jam perhari meningkatkan risiko terjadinya OA lutut radiologis sebesar 2 kali lipat.9 Saat ini belum ada kesepakatan berapa nilai normal lebar celah sendi tetapi beberapa literatur menyebutkan bahwa celah sendi tibiofemoral medial disebut menyempit jika ≤ 4,4 mm. Pengukuran penyempitan celah sendi secara serial dapat digunakan untuk menilai progresivitas OA lutut dan digunakan sebagai dasar indikasi untuk TKR. Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
22
Penyempitan celah sendi yang berat bahkan penyatuan celah sendi menjadi tanda penting pada OA lanjut.60, 62 Tabel 2.3. Penelitian distribusi lemak dengan Osteoartritis No 1
Judul dan Peneliti Body composition and knee cartilage properties in healthy, community-based adults Wang, et al. 2007
Metode Subjek 297 individu sehat tanpa klinis OA lutut, metode kohort. Massa lemak dan massa bebas lemak diukur dengan menggunakan BIA pada tahun (19904), kemudian di follow up pada tahun (2003-4). Defek kartilago diukur dengan MRI saat follow up.
Hasil Rerata usia subjek 58 (SB 5,5) tahun, rerata IMT: 25,2 (SB 3,8) kg/m2, rerata lingkar perut: 80,2 (SB 12,6) cm, dan rerata massa lemak pada akhir studi 26,6 (SB 8,9) kg. Waist hip ratio (WHR), fat mass (FM), dan persentase lemak meningkatkan risiko defek kartilago pada sendi tibiofemoral dengan OR 1,03 s.d 1,09 (p ≤ 0,04)
2
The relationship between body composition and structural changes at the knee, Berry, et al. 2010
Subjek: 153 individu berat badan normal dan obesitas, metode crosssectional komposisi tubuh diukur dengan DXA, defek kartilago diukur dengan MRI
Rerata usia subjek 47 (SB 9) Tahun, rerata IMT 32 (SB 9) kg/m2, dan 81% subjek perempuan. Setiap peningkatan 1 kg massa lemak meningkatkan risiko defek pada kartilago tibiofemoral, pada lemak android (OR 1.31; IK 95% 1.04, 1.64; P 0.02), lemak gynoid (OR 1.11; IK 95% 1.01, 1.23; P: 0.04) and lemak trunk (OR 1.04; IK 95%: 1.01, 1.07; P: 0.01)
3
BMI vs. body composition and radiographically defined osteoarthritis of the knee in women: a 4-year follow-up study, Sowers, et all 2008
Subjek: 541, metode kohort, massa lemak dan massa otot skelet diukur dengan BIA, lebar celah sendi dan derajat K-L diukur dengan radiologi konvensional
Setiap peningkatan 1 unit log (massa lemak) risiko OA lutut meningkat 8 kali. Pengukuran komposisi lemak tubuh ini lebih memberikan informasi mengenai patofisologi OA lutut dibandingkan dengan IMT
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
23
No 4
Judul dan Peneliti Anthropometric Measures, Body Composition, Body Fat Distribution, and Knee Osteoarthritis in Women, Abate, et all 2006
Metode Subjek 779 perempuan usia ≥ 45 tahun. Metode cohort, pengukuran lemak dengan DXA, derajat KL diukur dengan radiologi konvensional
Hasil Rerata usia 64,8 (SB 9,4) tahun. IMT merupakan faktor risiko radiographic knee osteoarthritis yang lebih dominan dengan OR: 5,27 sedangkan persentase massa lemak OR: 3,87. Studi ini menyimpulkan IMT berkaitan lebih erat dengan OA lutut dibanding distribusi lemak tubuh
5
The association of anthropometric measures and osteoarthritis knee in non-obese subjects. Sanghi, et al, 2011
Subjek 180, metode cross-sectional. OA diukur dengan derajat KL, lemak diukur dengan waist hip ratio dan triceps-skinfold
IMT secara signifikan dikaitkan dengan derajat K-L yang lebih tinggi. Pada lakilaki ketebalan lemak trisep secara signifikan berkorelasi dengan lebar celah sendi r: -0.37 p: 0.01. Pada perempuan, terdapat perbedaan rerata WHR pada OA K-L derajat 2 dan OA K-L derajat 4. OA K-L derajat 4 memiliki rerata WHR yang lebih tinggi
6
Hubungan Leptin dengan Cartilage Oligometric Matrix Protein dan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas. Langow, 2014
Subjek 51 orang, metode cross-sectional. Lebar celah sendi diukur dengan radiologi konvensional, dan leptin diukur sebagai pengganti obesitas
Rerata usia 58,5 tahun, rerata IMT 30,51 kg/m2. Tidak didapatkan korelasi leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
24
2.5 Kerangka Teori
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Lemak Visceral
Lemak Subkutan
Lebar Celah Sendi
Rasio Lemak Visceral/Subkutan 3.2 Definisi Operasional Tabel 3.1. Variabel dan definisi operasional Variabel
Definisi
Cara Pengukuran
Skala
Obesitas
Berdasarkan kriteria WHO
Pemeriksaan tinggi badan dan
Kategorik :
derajat 1
untuk Asia Pasifik
berat badan
1.Ya
2 30
2.Tidak
berdasarkan IMT (kg/m )
Obesitas derajat I : 25-29,9 dari wawancara sudah berlangsung ≥ 2 tahun3, 15
Lebar Celah
Jarak minimum antara 2
Pemeriksaan radiologi sendi
Sendi
tulang yaitu antara tepi
lutut posisi berdiri (weight
Tibiofemoral
konveks distal condylus
bearing), antero-posterior
Medial
femoralis dan dasar plateau
dengan lutut ekstensi penuh.57
Numerik
tibia, diukur dalam mm.57
25
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
26
Variabel
Definisi
Cara Pengukuran
Skala
Lemak
Lemak viseral adalah lemak
Pengukuran dengan BIA, hasil
Numerik
Viseral
yang berada di dalam tubuh
yang diperoleh Persentase dari
utamanya di abdomen yaitu
total berat badan
dalam mesenterium dan omentum.13 Lemak
Lemak subkutan adalah
Pengukuran dengan BIA, hasil
Subkutan
lemak yang secara langsung
yang diperoleh Persentase dari
ada di bawah kulit terutama
total berat badan
Numerik
pada regio femorogluteal, punggung dan bagian depan dinding perut.13 Aktivitas fisik
Melakukan aktivitas fisik
Wawancara
Kategorik :
berat
berat > 6 Mets selama
1.Ya
minimum 1 jam, seperti lari
2.Tidak
marathon, dan atau mengikuti latihan aerobik terprogram selama minimal 12 minggu49 OA Lutut
Berdasarkan criteria for
Wawancara, pemeriksaan fisik
Kategorik:
classification of ideopatic OA
dan radiologik
1.Ya
of the knee dari ACR 1986,
2.Tidak
yaitu memenuhi kriteria klinis dan radiologik yaitu:23 1.
Nyeri lutut
2.
Osteofit
3.
Satu dari 3 kriteria
-usia > 50 tahun -krepitasi -kaku sendi < 30 menit
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Desain penelitian adalah studi potong lintang. Data yang digunakan adalah data primer dari pemeriksaan langsung 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta pada bulan Januari 2016 s.d Maret 2016 4.3 Populasi dan Subjek Penelitian Populasi target penelitian ini adalah pasien OA lutut. Populasi terjangkau adalah pasien OA yang berobat di Poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam Umum, RSCM Jakarta Januari 2016 s.d Maret 2016. Subjek penelitian adalah pasien OA yang berobat di Poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam Umum RSCM, Jakarta yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak mempunyai kriteria eksklusi. 4.4 Cara Pengambilan Sampel Pengambilan sampel dilakukan dengan metode non-probability sampling yaitu dengan teknik consecutive sampling. Sampel adalah penderita OA lutut lama atau baru yang didiagnosis OA lutut sesuai kriteria ACR 1986 yang datang berobat ke Poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam Umum RSCM yang memenuhi kriteria penerimaan dan penolakan
27
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
28
4.5 Perkiraan Besar Sampel Penghitungan besar sampel dilakukan menggunakan rumus untuk besar sampel pada uji korelasi, yaitu sebagai berikut:
Keterangan n
= besar sampel minimal
Zα
= nilai Z yang ditetapkan oleh peneliti, dengan α = 5%
Zβ
= nilai Z yang ditetapkan oleh peneliti, dengan β = 10%
r
= korelasi minimal yang dianggap bermakna diperkirakan
Tabel 4.1. Perkiraan besar sampel no
Variabel
Zα
Zβ
r
n
1
Lemak subkutan
1.64*
1.28
0.4 20
51
2
Lemak viseral
1.64*
1.28
0.5
32
3
Rasio lemak viseral/subkutan
1.96**
1.28
0.5
38
* α 1 tailed
** α 2 tailed
Berdasarkan perhitungan sampel untuk mencari korelasi tersebut, maka jumlah sampel minimal yang diperlukan adalah 51 subjek 4.6 Kriteria Penerimaan dan Penolakan 4.6.1 Kriteria penerimaan: 1.
Pasien obesitas derajat I dengan OA lutut
2.
Memenuhi kriteria OA lutut bilateral berdasarkan kriteria klinik dan radiologi ACR 1986
3.
Bersedia ikut dalam penelitian dan menandatangani informed consent
4.6.2 Kriteria penolakan: 1.
Menderita penyakit autoimun lain seperti SLE dan artritis reumatoid
2.
Riwayat trauma lutut dan riwayat operasi di daerah lutut.
3.
Menderita diabetes mellitus Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
29
4.
Menderita penyakit ginjal kronis stadium 5
5.
Menderita stroke dengan kelemahan ekstremitas
6.
Aktivitas fisik berat
7.
Kehamilan
4.7 Identifikasi Variabel 1. Lemak viseral 2. Lemak subkutan 3. Rasio lemak viseral/ lemak subkutan 4. Lebar celah sendi tibiofemoral medial 4.8 Cara Kerja 4.8.1 Rekruitmen subjek penelitian Seleksi dilakukan pada pasien OA lutut yang berobat di poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam Umum RSCM. Rekruitmen dilakukan setelah pasien mendapat penjelasan mengenai protokol penelitian dan setuju ikut dalam penelitian dengan menandatangani informed consent. Teknik pengambilan subjek penelitian menggunakan teknik consecutive sampling. Pasien dimasukkan menjadi subjek penelitian sesuai kedatangan dan bersedia menandatangani informed consent. 4.8.2 Pengukuran distribusi lemak dengan BIA Penilaian komposisi tubuh dilakukan menggunakan body composition monitor Karada Scan HBF-375. Pasien diminta untuk melepaskan semua benda logam yang menempel pada tubuh pasien, seperti jam tangan, cincin dan lain-lain. Pasien juga diminta untuk melepaskan benda-benda yang dapat merancukan berat badan pasien, misal dompet, jaket, dll. Penilaian dilakukan saat pasien berada dalam posisi berdiri tegak lurus, menempelkan kedua kaki pada kedua elektroda yang diletakkan sesuai pijakan kaki. Kedua tangan memegang pegangan alat BIA dalam posisi tegak lurus ke arah bawah dan tidak menempel pada badan pasien. Selanjutnya pasien diukur berat badan terlebih dahulu kemudian menekan tombol yang terdapat pada pegangan alat BIA untuk beberapa saat sesuai instruksi mesin. Persentase massa lemak baik lemak viseral maupun lemak subkutan akan muncul pada mesin. Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
30
4.8.3 Pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial Berdasarkan Osteoarthritis Research Society 1996, protokol radiologi yang dianggap sebagai baku emas untuk kompartemen tibiofemoral adalah radiografi lutut pada posisi berdiri (weight bearing) antero-posterior dengan lutut yang ekstensi penuh. Setelah dilakukan pemeriksaan file dimasukan ke dalam program software a picture archiving and communication system (PACS) di dalam komputer, kemudian dilakukan pengukuran lebar celah sendi dalam magnifikasi yang sama untuk semua pasien. Celah sendi tibiofemoral medial adalah jarak minimum antara 2 tulang yaitu antara tepi konveks distal condylus femoralis dan dasar plateau tibia, diukur dalam mm. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 kali kemudian diambil nilai rata-ratanya. Lebar celah sendi yang paling sempit yang digunakan pada penelitian karena semakin sempit celah sendi semakin menggambarkan progresivitas dari OA.
Gambar 4.1. Gambaran skematis lokasi pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
31
4.9 Alur Penelitian Pasien OA yang berobat di Poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam Umum RSCM yang memenuhi kriteria penerimaan dan tidak masuk kriteria penolakan. Bersedia mengikuti penelitian dan menandatangani informed consent
Dilakukan pengambilan data dengan wawancara, pemeriksaan fisik, pemeriksaan distribusi lemak tubuh dan pemeriksaan radiologi sendi lutut untuk pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial
Dilakukan analisis dan pengolahan data
Pelaporan hasil penelitian
4.10 Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah menggunakan komputer memakai program SPSS versi 20.0. Data deskriptif maupun analitik akan disajikan dalam bentuk teks, tabel maupun gambar sesuai dengan keperluan. Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan uji statistik korelasi Pearson untuk data dengan distribusi normal dan uji statistik korelasi Spearman untuk data dengan distribusi tidak normal. Kekuatan hubungan antara dua variabel akan dinilai sesuai kriteria sebagai berikut.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
32
Tabel 4.2. Kekuatan hubungan antara variabel 63 Korelasi
Kekuatan
< 0,2
Tidak ada korelasi antara dua variabel
0,2 – 0,4
Korelasi lemah
> 0,4 – 0,7
Korelasi cukup
> 0,7 – 0,9
Korelasi kuat
> 0,9 - 1
Korelasi sangat kuat
4.11 Etika Penelitian Penelitian ini telah mendapatkan keterangan lolos kaji etik dari Komite Etik Penilaian Kesehatan FKUI/RSCM melalui surat no. 1079/UN2.F1/ETIK/2015 dan mendapatkan izin dari bagian penelitian RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo melalui surat no: LB.02.01/X.2/18/2016.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 5 HASIL PENELITIAN 5.1 Karakteristik Subjek Penelitian Selama periode penelitian didapatkan 56 orang pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut serta dalam penelitian. Seluruh subjek penelitian adalah pasien OA lutut dengan obesitas derajat I. Subjek dalam penelitian ini didominasi oleh perempuan yaitu sebanyak 41 orang (73,2 %). Rentang usia subjek dari usia termuda 52 tahun sampai tertua 80 tahun. Rerata usia subjek penelitian 69,0 tahun (SB: 5,56) dan median lama menderita OA lutut adalah 24 bulan (3-120), median lama menderita obesitas 10 tahun (2-20). Median kadar lemak viseral adalah 12% (7.5-16,5) median lemak subkutan adalah 30,2% (16,5-37,9) dan median rasio lemak viseral/subkutan adalah 0,40 (0,26-0,80). Pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial dilakukan pada penelitian ini sebagai surrogate marker untuk menilai ketebalan kartilago. Rerata nilai yang diperoleh adalah 2,34 mm (SB 0,78) pada pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial. Karateristik subjek penelitian lengkap tercantum pada tabel 5.1. Tabel 5.1. Karakteristik subjek penelitian Karakteristik Jenis kelamin Laki-laki, n (%) Perempuan, n (%) Usia (tahun), Mean (SB) IMT (kg/m2), Median (Rentang) Lama menderita obesitas (tahun), Median (Rentang) Lama menderita OA lutut (Bulan), Median (Rentang) Jumlah lemak viseral (%), Median (Rentang) Jumlah lemak subkutan (%), Median (Rentang) Rasio lemak viseral/subkutan, Median (Rentang) Lebar celah sendi tibiofeoral medial (mm), Mean (SB)
n=56 15 (26,8) 41 (73,2) 69,30 (SB 5,56) 27,47 (25-29,9) 10 (2-20) 24 (3-120) 12 (7.5-16,5) 30,2 (16,5-37,9) 0,40 (0,26-0,80) 2,34 (SB 0,78)
SB : Simpang Baku IMT: Indeks Massa Tubuh
33
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
34
5.2 Korelasi Lemak Viseral dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial Pada penelitian ini dilakukan analisis bivariat untuk melihat korelasi kadar lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Lemak viseral memiliki distribusi data yang tidak normal dan lebar celah sendi tibiofemoral medial memiliki distribusi data normal sehingga dilakukan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa lemak viseral berkorelasi sedang (r: -0,474 p: < 0,001) dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Gambar 5.1. Diagram tebar korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
35
5.3
Korelasi Lemak Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral
Medial Lemak subkutan memiliki distribusi data tidak normal dan lebar celah sendi tibiofemoral medial memiliki distribusi data normal, sehingga dilakukan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan lemak subkutan tidak berkorelasi (r: -0,187 p: 0,169) dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Gambar 5.2. Diagram tebar korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
36
5.4
Korelasi Rasio Lemak Viseral/Subkutan dengan Lebar Celah Sendi
Tibiofemoral Medial Rasio lemak viseral/subkutan memiliki distribusi data tidak normal dan lebar celah sendi tibiofemoral medial memiliki distribusi data normal sehingga dilakukan uji korelasi Spearman. Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan rasio lemak viseral/subkutan tidak berkorelasi ( r: -0,225 p: 0,09) dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Gambar 5.3. Diagram tebar korelasi antara lemak rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 69,3 tahun (SB 5,56). Hasil ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang memperlihatkan subjek dengan OA lutut terutama berusia > 60 Thn.1, 3, 15 Jenis kelamin perempuan lebih dominan yaitu sebesar 73,2 % jika dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Penelitian-penelitian terdahulu juga secara konsisten memperlihatkan hal yang sama.3, 18-20 Peningkatan prevalensi OA pada perempuan usia pasca menopause diperkirakan oleh pengaruh perubahan hormonal. Penurunan hormon estrogen pada perempuan pasca menopause diduga berperan dalam kejadian OA. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Mahajan, dkk64 pada tikus betina yang dilakukan ovariectomy menunjukkan terjadinya akselerasi degradasi dan erosi pada kartilago sendi, meskipun hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. Pada perempuan pasca menopause juga terjadi perubahan komposisi tubuh, seperti meningkatnya lemak viseral dan berkurangnya massa otot yang turut berperan pada kejadian OA65, 66 Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Toth, dkk67 dimana terjadi peningkatan bermakna rerata lemak intra abdomen saat premenopause 59±32 cm2, menjadi 88±32 cm2 saat subjek menopause (p < 0.01). Subjek pada penelitian ini didapatkan dari Poliklinik Reumatologi, Penyakit Dalam Umum dan Geriatri. Subjek penelitian yang diperoleh dari Poliklinik Reumatologi tidak banyak, hal ini disebabkan karena pasien yang berobat ke Poliklinik Reumatologi umumnya disertai komorbid penyakit autoimmune seperti Rheumatoid arthritis dan Systemic lupus erythematosus. Pasien OA yang disertai penyakit RA dan SLE masuk ke dalam kriteria eksklusi. Penyakit autoimmune seperti RA dapat merupakan penyebab sekunder dari Osteoartritis.68 Subjek penelitian yang diperoleh dari poliklinik Penyakit Dalam Umum juga tidak banyak. Pasien yang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam umumnya disertai komorbid penyakit kronis lain seperti diabetes mellitus atau penyakit ginjal kronis. Diabetes mellitus dieksklusi dari penelitian karena DM secara independent merupakan faktor risiko berkembangnya OA yang lebih berat. Hiperglikemia
37
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
38
yang berkepanjangan akan menstimulasi kondrosit mensekresikan sitokin-sitokin proinflamasi sehingga terjadi peningkatan TNF-α dan IL-6 yang berperan dalam patogenesis OA.50 Selain itu pada DM biasanya terjadi komplikasi neuropati baik sensorik maupun motorik, yang pada akhirnya akan menyebabkan kelemahan otot yang akan meningkatkan risiko berkembangnya OA lutut.69 Peneliti lebih banyak mendapatkan subjek penelitian dari Poliklinik Geriatri karena secara epidemiologi OA lutut lebih banyak diderita oleh usia lanjut. Pasien usia lanjut dengan OA lutut dan obesitas yang berobat ke poliklinik Geriatri umumnya tanpa disertai komorbid RA dan SLE. Pasien dengan OA Lutut yang berusia lanjut kemungkinan juga merasa lebih nyaman berobat ke poliklinik Geriatri karena konsep poliklinik yang terpadu, sehingga mudah untuk mendapatkan pelayanan laboratorium dan apotik. Pada penelitian ini median lama menderita OA Lutut adalah 24 bulan (3-120) dengan 75 % subjek penelitian menderita OA ≥ 24 bulan. Hasil ini berbeda dengan penelitian Langow dimana 70 % subjek penelitian menderita OA < 24 bulan. Lama sakit pada OA biasanya berdasarkan waktu sejak dimulai keluhan, sedangkan proses patologis mungkin sudah berjalan sejak bertahun-tahun sebelumnya. Umumnya perjalanan klinis OA berjalan lambat dan untuk sampai pada
tahap
akhir
membutuhkan
waktu
bertahun-tahun. Foto
radiologi
konvensional biasanya akan memberikan kelainan setelah 2 tahun sejak dimulainya proses patologis.70 Penelitian-penelitian lain sebagian besar tidak mencantumkan lama sakit pada karakteristik subjek penelitian. Obesitas merupakan faktor risiko kejadian dan progresivitas OA. Efek mekanik dan metabolik pada obesitas saat ini dianggap berperan pada patofisiologi osteoartritis. Jaringan lemak saat ini dianggap sebagai organ endokrin yang aktif mensekresi adipokin dan sitokin yang berperan dalam proses inflamasi kronis menyebabkan destruksi kartilago dan progresivitas OA. IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan dan praktis untuk mengukur klasifikasi derajat obesitas pada orang dewasa. Subjek penelitian ini seluruhnya adalah pasien OA lutut dengan obesitas derajat 1 dengan median IMT: 27,47 kg/m2 (25-29,9). Subjek
penelitian
dibatasi
hanya
obesitas
derajat
I
bertujuan
untuk
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
39
menyeragamkan efek mekanik pada pasien, sehingga efek metabolik dapat dinilai lebih objektif. Penelitian-penelitian sebelumnya yang melihat hubungan lemak dengan OA memberikan hasil IMT yang beragam sesuai karakteristik subjek penelitiannya, diantaranya Sower, dkk53 mendapatkan rerata IMT: 28,3 kg/m2, Langow3 mendapatkan rerata IMT: 30,5 kg/m2. 10, 11, 53 6.2 Distribusi Lemak Tubuh pada OA Selain jumlah lemak, distribusi lemak juga merupakan determinan yang penting.30 Jaringan lemak terdiri dari lemak viseral dan lemak subkutan. Lemak viseral secara metabolik bersifat lebih aktif dan lebih sensitif terhadap lipolitik dibandingkan dengan lemak subkutan.13, 40 Terdapat berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk mengukur distribusi lemak tubuh diantaranya CT Scan, MRI, DXA, BIA atau secara klinis lemak sentral dengan mengukur lingkar perut atau rasio antara lingkar perut/pinggul serta lemak subkutan dengan skinfold calipers. Berdasarkan panduan WHO untuk populasi Asia, didefinisikan obesitas sentral bila ukuran lingkar perut > 90 cm pada laki-laki dan > 80 cm pada perempuan30 tetapi metode pengukuran secara klinis ini sangat dipengaruhi oleh teknik, keterampilan dan pengalaman pemeriksa.21 Penelitian ini menggunakan BIA karena secara klinis praktis, mudah digunakan dan dapat memperoleh nilai lemak secara langsung dalam bentuk persentase. Hasil pengukuran mendapatkan median kadar lemak viseral adalah 12 % (7,5-16,5), median lemak subkutan adalah 30,2 % (16,5-37,9) dan median rasio lemak viseral/subkutan adalah 0,40 (0,26-0,80). Penelitian-penelitian sebelumnya menggunakan alat ukur berbeda-beda. Wang, dkk18 mengukur lingkar perut sebagai pengganti obesitas sentral dan mendapatkan rerata 80,2 cm. Berry, dkk19 mengukur lemak menggunakan DXA mendapatkan rerata lemak total 35 kg. Berry juga melakukan pemeriksaan distribusi area lemak, hasil yang diperoleh rerata lemak area android 3,1 kg, lemak area gynoid 6,2 kg dan lemak area trunk 19 kg. Sower, dkk53 memeriksa lemak menggunakan BIA dan mendapatkan rerata lemak total 28,9 kg, tetapi lemak sentral dinilai secara kinis menggunakan lingkar perut, hasil yang diperoleh rerata lingkar perut 89,3 cm. Sanghi, dkk mengukur WHR mendapatkan rerata 0,84±0,09 cm pada laki-laki dan 0,81±0,09 cm pada Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
40
perempuan sedangkan lemak subkutan hanya dengan mengukur ketebalan lemak trisep dan hasil yang didapatkan rerata ketebalan lemak trisep 12,8 ± 2 mm pada laki-laki dan 17,44 ± 3,5 mm pada perempuan. Langow melakukan pengukuran lingkar perut untuk menilai obesitas sentral pada subjek penelitian dan hasil yang diperoleh rerata 95 cm.3, 18-20 6.3 Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut. Pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial dan sistem skor K-L merupakan dua metode radiologi konvensional yang direkomendasikan untuk penelitian. Dibandingkan dengan pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral medial, skor K-L lebih banyak digunakan pada penelitian terdahulu. Penggunaan skor K-L memiliki beberapa kelemahan yaitu perbedaan dalam definisi operasional yang tidak seragam, selain itu skor K-L terutama berdasarkan
pada ada tidaknya
osteofit, sedangkan pada beberapa penelitian yang lain menunjukkan bahwa osteofit marginal merupakan bagian proses fisiologi menua. Pada penelitian ini dilakukan pengukuran lebar celah sendi tibiofemoral untuk menilai ketebalan kartilago secara tidak langsung.70, 71 Belum ada kesepakatan yang menetapkan nilai normal lebar celah sendi tibiofemoral medial. Penelitian di Nigeria yang dilakukan oleh Anas, dkk71 pada individu sehat memperoleh rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial adalah 4,74 mm (SB 0,75). Pada penelitian ini rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial adalah 2,34 mm (SB 0,78), tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara lama menderita obesitas (r: - 0,187 p: 0,167) lama menderita OA lutut (r: -0,029 p: 0,834), usia (r: -0,201 p: 0,138) dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.
Hal ini sesuai dengan penelitian Lanyon, dkk yang
melaporkan bahwa lebar celah sendi tidak dipengaruhi oleh bertambahnya usia, dan tidak didapatkan korelasi antara lebar celah sendi dengan IMT pada populasi normal.60 Penelitian yang dilakukan oleh Langow mendapatkan rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial adalah 3,73 mm (SB 1,58). Pada penelitian Langow juga tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara statistik antara lama sakit, usia, dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial.3
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
41
6.4 Korelasi Lemak Viseral dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut. Pada penelitian ini didapatkan korelasi sedang secara statistik antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,474, p < 0,001). Beberapa penelitian yang hasilnya sesuai diantaranya dilakukan oleh Sanghi, dkk di India. Sanghi mendapatkan perbedaan bermakna rerata WHR pada OA K-L derajat 2 dengan OA K-L derajat 4, pada penelitian tersebut rerata WHR lebih tinggi pada OA K-L derajat 4. Peneliti lain oleh Berry, dkk melaporkan setiap peningkatan 1 kg lemak area android akan meningkatkan risiko defek pada kartilago tibiofemoral dengan (OR: 1,31; IK 95%: 1,04, 1,64; P: 0,02), begitu juga Sower, dkk melaporkan setiap peningkatan 1log massa Lemak meningkatkan risiko defek pada kartilago tibiofemoral dengan (OR: 8,02; IK 95%: 2.3, 28,1 P < 0,05) Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu adanya korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa lemak viseral secara metabolik bersifat lebih aktif dan lebih sensitif terhadap lipolitik. Berbagai macam sitokin, adipokin dan free fatty acid (FFA) yang diproduksi oleh lemak viseral secara langsung dapat masuk ke dalam vena porta dan menimbulkan efek metabolik. Lemak viseral mensekresikan lebih banyak IL-1, IL-6, TNF-α, MCP-1, dan adiponektin dibandingkan lemak subkutan. Sitokin dan adipokin yang lebih banyak ini akan menginduksi kondrosit dan sinoviosit mengekspresikan enzim-enzim degradatif MMPs dan ADAMTs dalam jumlah lebih banyak sehingga akan mempercepat progresivitas dari OA. Penelitian yang melihat hubungan obesitas dengan OA lutut sudah pernah dilakukan oleh Langow di RSCM pada 2014. Langow melakukan pemeriksaan leptin sebagai adipokin yang dihasilkan oleh sel lemak dan lebar celah sendi sebagai surrogate marker dari ketebalan kartilago. Pada penelitian Langow ini tidak didapatkan adanya korelasi bermakna antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian Langow adalah rerata lama menderita OA lutut, pada penelitian Langow 70 % subjek menderita OA Lutut < 24 bulan sedangkan pada penelitian ini 75 % subjek menderita OA dengan lama sakit ≥ 24 bulan. Perbedaan lainnya rerata usia subjek penelitian, Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
42
pada penelitian Langow rerata usia subjek 58 tahun sedangkan pada penelitian ini rerata usia subjek 69 tahun. Pada penelitian Langow subjek yang digunakan tidak dibatasi obesitas derajat I atau obesitas derajat II. Rentang IMT yang terlalu jauh dapat menyebabkan perbedaan efek mekanik yang besar terhadap sendi, sehingga dapat mempengaruhi lebar celah sendi. Prevalensi OA lutut di Eropa dan Amerika lebih tinggi pada perempuan dibanding laki-laki, begitu pula beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia melaporkan proporsi OA pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Blagojevic, dkk17 melakukan telaah sistematik pada tahun 2010 melaporkan pada jenis kelamin perempuan risiko OA lutut meningkat sebesar 1,8 kali. Mempertimbangkan perbedaan prevalensi OA antara laki-laki dan perempuan dilakukan subgroup analisis untuk menilai apakah ada perbedaan korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial berdasarkan jenis kelamin. Hasil analisis subgrup pada jenis kelamin laki-laki diperoleh (r : -0.625, p < 0,013) sedangkan pada jenis kelamin perempuan diperoleh nilai r yang lebih kecil (r: -0,443, p < 0,03). Perbedaan nilai korelasi pada kedua jenis kelamin ini kemungkinan karena adanya perbedaan faktor risiko OA pada kedua jenis kelamin. Faktor hormonal pada perempuan diperkirakan turut berperan pada progresivitas OA. Destruksi kartilago yang dalam penelitian ini diukur secara tidak langsung dengan lebar celah sendi dipengaruhi oleh faktor metabolik dan faktor mekanik, untuk mengetahui apakah faktor mekanik dalam hal ini IMT turut berpengaruh pada hasil kekuatan korelasi yang didapat antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial maka dilakukan analisis multivariat. Adjusted R square sebelum IMT 0,210 dan setelah IMT disertakan dalam analisis adjusted R square 0,198. Hasil analisis memperlihatkan bahwa IMT tidak mempengaruhi hasil kekuatan korelasi antara lemak visceral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Hasil penelitian yang mendapatkan adanya korelasi sedang antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien obesitas dengan OA lutut, dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya yang mempelajari peran metabolik pada OA, selain itu dapat menjadi landasan strategi pencegahan Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
43
progresivitas OA lutut. Pencegahan progresivitas OA lutut pada pasien obesitas dapat
dilakukan
dengan
menurunkan
berat
badan,
selain
itu
perlu
dipertimbangkan mengevaluasi massa lemak viseralnya, bila meningkat disarankan untuk diturunkan. Lemak viseral dapat diturunkan dengan berbagai cara diantaranya latihan aerobik baik yang land based exercise maupun water based aerobic exercise. Cox, dkk72 melakukan penelitian yang membandingkan efek latihan aerobik antara berjalan dan berenang terhadap penurunan lemak sentral. Cox melakukan penelitian selama 6 bulan dengan durasi berjalan 30 menit dan berenang 30 menit sebanyak 3 kali perminggu. Hasil penelitian ini baik berjalan maupun berenang akan menurunkan lemak viseral. Studi lain oleh Endlich, dkk73 melaporkan berenang dengan durasi 2 jam perhari selama 3 bulan akan menurunkan deposit lemak viseral secara signifikan pada tikus percobaan. Metode lain untuk menurunkan lemak viseral adalah dengan diet. Diet rendah karbohidrat dilaporkan dapat menurunkan lemak viseral. Penelitian yang dilakukan oleh Sasakabe, dkk74 pada subjek penelitian yang diturunkan diet karbohidrat baseline 50% menjadi 40% selama 3 bulan dilaporkan terjadi penurunan viseral fat area 144.5 ± 62.1 menjadi 125.5 ± 60.4 (p: 0,001). 6.5 Korelasi Lemak Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut. Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara stastistik antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Hasil berbeda didapatkan pada penelitian Sanghi, dkk di India dimana pada subjek laki-laki didapatkan korelasi dan bermakna secara statistik antara lemak subkutan trisep dengan OA lutut r: - 0,37 p: 0,01. Pada penelitian Sanghi, dkk tersebut tidak dilakukan pemeriksaan lemak subkutan pada area tubuh lain. Perbedaan hasil ini dapat disebabkan karena perbedaan karakteristik subjek penelitian dan area lemak yang diperiksa. Penelitian Sanghi, dkk subjeknya adalah pasien yang tidak menderita obesitas dan lemak subkutan yang diperiksa hanya ketebalan lemak trisep dengan menggunakan skinfold calipers. Pada penelitian ini seluruh subjek adalah pasien obesitas derajat I dan lemak subkutan yang diukur adalah persentase seluruh lemak subkutan.20, 30 Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
44
Penelitian mengenai hubungan obesitas dengan OA lutut di RSCM telah dilakukan oleh Langow. Langow melakukan pemeriksaan leptin sebagai adipokin yang dihasilkan oleh sel lemak pada pasien obesitas dan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Pada penelitian tersebut tidak didapatkan adanya hubungan bermakna antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Harmelen, dkk melaporkan bahwa leptin lebih banyak disekresikan oleh lemak subkutan dibanding lemak viseral dan pada penelitian ini memang tidak didapatkan korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Nilai median lama menderita obesitas pada penelitian ini 10 tahun (2-20) sedangkan pada penelitian Langow tidak disebutkan mean/median lama obesitas pada subjek penelitian.3 Lemak subkutan pada penelitian ini memberikan hasil tidak bermakna kemungkinan disebabkan karena lemak subkutan kurang sensitif terhadap lipolitik, dan mensekresikan sejumlah sitokin-sitokin proinflamasi (IL-6, IL-1, TNF-α, CRP) dalam jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan lemak viseral, begitu pula dengan adipokin seperti adiponektin yang lebih sedikit. Walaupun adipokin lainnya seperti leptin disekresikan dalam jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan lemak viseral, tetapi pada penelitian sebelumnya oleh Langow memang tidak didapatkan korelasi antara leptin dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. 6.6 Korelasi Rasio Lemak Viseral/Subkutan dengan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut Pada penelitian ini tidak didapatkan korelasi yang bermakna secara stastistik antara rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Sejauh yang diketahui peneliti pada penelitian-penelitian sebelumnya belum pernah dilakukan analisis hubungan rasio lemak viseral/subkutan dengan OA lutut. Rasio lemak viseral/subkutan sudah pernah dihubungkan dengan penyakit kronis lainnya seperti hipertensi. Karrameita75 mendapatkan korelasi (r: 0,36) antara rasio lemak viseral/subkutan dengan tekanan darah sistolik. Rasio lemak viseral/subkutan juga dihubungkan dengan peningkatan risiko kardiometabolik
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
45
lain seperti resistensi insulin, diabetes mellitus, HDL rendah, dan trigliserida yang tinggi.14 Lemak lain yang mungkin berpengaruh pada osteoartritis lutut adalah IFP atau yang dikenal dengan Hoffa’s fat. Secara struktural IFP mirip dengan jaringan lemak subkutan tetapi dibandingkan dengan lemak subkutan pada pasien OA mensekresikan IL-6, TNF-α, adipsin, adiponektin dan visfatin dalam jumlah yang lebih besar. Penelitian yang dilakukan Distel, dkk42 menyimpulkan jaringan IFP pada pasien OA yang menderita obesitas mungkin berkontribusi terhadap inflamasi dan progresivitas kerusakan kartilago.41 Pada penelitian ini IFP tidak dilakukan pengukuran karena keterbatasan alat. 6.7 Pemeriksaan Radiologi Konvensional untuk Mengukur Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada OA Lutut. Pemeriksaan radiologi konvensional digunakan pada penelitian ini karena mudah dilakukan dan dapat dipergunakan secara luas pada pelayanan kesehatan di Indonesia. Radiologi konvensional umumnya akan memberikan kelainan sesudah 2 tahun sejak proses mulai berlangsung.76 Pada osteoartritis, awal mulai lama sakit sulit ditentukan karena pada saat mulai timbulnya keluhan, proses patologi sudah berlangsung lama. Pada penelitian ini dilakukan analisis statistik untuk melihat hubungan antara distribusi lemak dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial. Pada lemak viseral didapatkan korelasi negatif sedang antara lemak viseral dan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,474, p < 0,001) sedangkan pada lemak subkutan dan rasio lemak viseral/subkutan tidak didapatkan adanya korelasi. Hasil di atas memperlihatkan peran lemak viseral lebih dominan sebagai faktor risiko progresivitas OA. Meskipun kesimpulan di atas dibatasi oleh keterbatasan penggunaan radiologi konvensional. Apabila digunakan MRI kemungkinan hasilnya dapat berbeda karena MRI dapat mendeteksi kelainan OA dengan lebih dini. 6.8 Validitas Penelitian Penilaian terhadap validitas interna dinilai baik bila penelitian pada subjek yang benar-benar diteliti menggambarkan subjek yang terpilih sebagai sampel. Pada Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
46
penelitian ini seluruh subjek digunakan sebagai sampel penelitian dan sesuai dengan perhitungan kebutuhan sampel. Seluruh pemeriksaan distribusi lemak tubuh dilakukan dengan alat yang sama dengan metode pengukuran yang seragam oleh orang yang sama, demikian juga pemeriksaan radiologi dilakukan di tempat yang sama, dengan metode yang sama dan dinilai oleh orang yang sama. Untuk validitas eksterna I, penilaian dilakukan dengan melihat apakah subjek yang dipilih dapat mewakili populasi terjangkau. Populasi terjangkau penelitian ini adalah pasien dewasa OA lutut dengan obesitas derajat 1 yang berobat ke Poliklinik
Reumatologi,
Geriatri
dan
Penyakit
Dalam
Umum.
Teknik
pengambilan sampel dari populasi terjangkau dilakukan dengan cara consecutive sampling. Teknik sampling ini merupakan jenis non-probability sampling yang paling baik untuk merepresentasikan populasi terjangkau. Berdasarkan hal tersebut, maka validitas eksterna I dari penelitian ini dianggap cukup baik. Untuk validitas eksterna II, penilaian dilakukan secara common sense berdasarkan pengetahuan umum yang ada untuk melihat apakah populasi terjangkau merupakan
representasi
mempertimbangkan
dari
karakteristik
populasi data
target dan
(seluruh
komorbiditas
OA).
Dengan
subjek,
maka
karakteristik subjek pada penelitian ini serupa dengan pasien OA yang dirawat rumah sakit lain. Oleh karena itu, peneliti menyatakan bahwa validitas ekterna II dari penelitian ini cukup baik. Akan tetapi akan lebih baik lagi jika penelitian ini dilakukan multisenter dengan jumlah sampel yang lebih banyak sehingga dapat mewakili pasien OA seluruh Indonesia. Berdasarkan uraian di atas, maka generalisasi hasil dari penelitian ini bisa dilakukan pada pasien-pasien OA. 6.9 Keterbatasan Penelitian Kelemahan penelitian ini adalah desainnya potong lintang sehingga tidak bisa melihat hubungan sebab akibat antara variabel yang diteliti. Selain itu juga pada penelitian ini dilakukan pengukuran ketebalan kartilago secara tidak langsung, dengan menggunakan lebar celah sendi tibiofemoral medial sebagai surrogate marker ketebalan kartilago. Pemeriksaan dengan MRI akan memberikan hasil yang lebih akurat, namun memerlukan biaya yang mahal. Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
BAB 7 SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan 1. Didapatkan korelasi sedang antara kadar lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 2. Tidak didapatkan korelasi antara kadar lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 3. Tidak didapatkan korelasi antara rasio lemak viseral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada pasien OA lutut dengan obesitas. 7.2 Saran 1. Perlu dipertimbangkan melakukan evaluasi massa lemak viseral pada pencegahan progresivitas dan penatalaksanaan pasien OA lutut dengan obesitas 2. Dilakukan penelitian lebih lanjut dengan desain kohort untuk konfirmasi hubungan kausalitas antara lemak viseral dengan OA 3. Dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui lebih spesifik sitokin dan adipokin yang paling berperan pada OA 4. Mengingat jenis kelamin memiliki pengaruh yang berbeda terhadap hasil penelitian, perlu dipertimbangkan melakukan penelitian berdasarkan jenis kelamin
47
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
RINGKASAN OA lutut memiliki faktor risiko yang multifaktorial diantaranya adalah usia, obesitas, kerentanan genetik, kelemahan otot, riwayat trauma sebelumnya, atau jenis kelamin perempuan. Obesitas mendapat perhatian khusus karena obesitas ini insidensinya tinggi dan merupakan faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Patofisiologi obesitas menyebabkan OA diduga melalui efek mekanik dan metabolik. Efek mekanik akibat peningkatan beban pada sendi, penurunan kekuatan otot, serta perubahan biomekanik sedangkan efek metabolik diduga melibatkan adipokin (leptin, adiponektin, resistin) serta sitokin (interleukin, tumor necrosis factor). Jaringan lemak saat ini dianggap sebagai organ endokrin yang aktif mensekresi adipokin dan sitokin yang berperan dalam proses destruksi kartilago dan progresivitas OA. Jaringan lemak terdiri dari lemak viseral dan lemak subkutan, Lemak viseral dan subkutan sama-sama mensekresikan sitokin dan adipokin, tetapi lemak viseral mensekresikan sitokin serta adipokin dalam jumlah yang lebih banyak, lemak viseral secara metabolik bersifat lebih aktif dan lebih sensitif terhadap lipolitik dibandingkan dengan lemak subkutan. Beberapa studi telah dilakukan untuk melihat hubungan antara massa lemak dengan OA lutut, Studi-studi di atas melaporkan bahwa massa lemak memiliki efek yang merugikan pada sendi tetapi komposisi lemak tubuh yang mana yang paling berperan masih kontradiktif. Penelitian ini akan melihat korelasi distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial pada OA lutut. Penelitian ini merupakan studi potong lintang dengan metode consecutive sampling pada penderita OA lutut dengan obesitas yang berobat di poliklinik Reumatologi, Geriatri dan Penyakit Dalam RSCM periode Januari-Maret 2016. Diagnosis OA lutut berdasarkan kriteria American College of Rheumatology (ACR) 1986. Pemeriksaan distribusi lemak tubuh menggunakan bioelectrical impedance analysis (BIA). Pemeriksaan radiologi lutut menggunakan radiologi konvensional (foto polos) untuk menilai lebar celah sendi tibiofemoral medial. Analisis statistik bivariat digunakan untuk mendapatkan korelasi antara distribusi lemak tubuh dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial
48
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
49
Sebanyak 56 orang pasien yang memenuhi kriteria inklusi dan bersedia ikut dalam penelitian, mayoritas subjek berjenis kelamin perempuan (73,2%). Median kadar lemak viseral adalah 12% (7.5-16,5) median lemak subkutan adalah 30,2% (16,537,9) dan median rasio lemak viseral/subkutan adalah 0,40 (0,26-0,80). Rerata lebar celah sendi tibiofemoral medial adalah 2,34 mm (SB 0,78). Korelasi antara lemak viseral dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,474 p: < 0,001). Tidak didapatkan korelasi antara lemak subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,187 p: 0,169) serta tidak didapatkan korelasi antara rasio lemak visceral/subkutan dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial (r: -0,225 p: 0,09). Sebagai kesimpulan lemak viseral secara signifikan berkorelasi dengan lebar celah sendi tibiofemoral medial sehingga perlu dipertimbangkan melakukan evaluasi massa lemak viseral pada pencegahan progresivitas dan penatalaksanaan pasien OA lutut dengan obesitas. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan desain kohort untuk konfirmasi hubungan kausalitas antara lemak viseral dengan OA serta penelitian lain untuk mengetahui lebih spesifik sitokin dan adipokin yang paling berperan pada OA
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
SUMMARY Knee osteoarthritis (OA) has multifactorial risk factors including age, obesity, genetic susceptibility, muscle weakness, history of previous trauma, and sex (female). Obesity has received special attention due to its high incidence and modifiable. Pathophysiology of obesity-induced OA is presumably through mechanical and metabolic effects. The mechanical effects are by increasing the load on the joints, decreasing muscle strength, and changes in biomechanical while metabolic effects involving adipokines (leptin, adiponectin, resistin) and cytokines (interleukins, tumor necrosis factor). Adipose tissue fat is now considered as an endocrine organ that actively secreting adipokines and cytokines that play roles in the process of cartilage destruction and progression of OA. Adipose tissue fat consists of visceral fat and subcutaneous fat, both equally secrete cytokines and adipokines, with visceral fat secreting in greater amount. Visceral fat is metabolically more active and sensitive to lipolytic compared to subcutaneous fat. Several studies have been conducted to see relationship between fat with OA. These studies reported that fat mass has a detrimental effect on the joints, but the specific type of fat that contributes to OA is unclear. The objective of this study is to find the correlation of body fat distribution with medial tibiofemoral joint space width in knee OA. This study was a cross sectional study. The population of the study was OA patients with obesity visiting Rheumatology, Geriatric, Internal Medicine clinics in Cipto Mangunkusumo Hospital between January-March 2016. Samples were collected using consecutive sampling method. Knee OA was diagnosed from clinical and radiologic evaluation based on American College of Rheumatology 1986 criteria. Body fat distribution was measured by bioelectrical impedance analysis (BIA). Radiographs of the knee was measured by conventional radiography to evaluate joint space narrowing (JSN). The correlation between body fat distributions with joint space width was analyzed by bivariate analysis
50
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
51
A total of 56 subjects were recruited, with majority of subjects were women (73,2%). Median of visceral fat was 12% (7.5-16,5), median of subcutaneous fat was 30,2% (16,5-37,9) and median of visceral to subcutaneous fat ratio was 0,40 (0,26-0,80). Mean of medial tibiofemoral joint space width was 2,34 mm (SB 0,78). In bivariate analysis we found correlation between visceral fat and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,474 p: < 0,001). No correlation was found between subcutaneous fat and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,187 p: 0,169) and also visceral to subcutaneous fat ratio and medial tibiofemoral joint space width (r: -0,225 p: 0,09). In conclusion, visceral fat is significantly correlated with medial tibiofemoral joint space width, thus should be considered to be measured and evaluated in the prevention of progression and management of the knee OA patients with obesity. Further research with cohort design is required to confirm a causal relationship between visceral fat and OA and other studies to determine more specific cytokines and adipokines that contributes mostly to OA.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA 1. Litwic A, Edwards MH, Dennison EM, Cooper C. Epidemiology and burden of osteoarthritis. Br Med Bull. 2013;105:185-99. 2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas). Jakarta; 2013 3. Langow SS. Hubungan Leptin dengan Cartilage Oligometric Matrix Protein dan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial pada Pasien Osteoartritis Lutut dengan Obesitas. Jakarta: Universitas Indonesia; 2014. 4. Ettinger WH, Jr. Osteoarthritis II: pathology and pathogenesis. Maryland state medical journal. 1984;33(10):811-4. 5. Berenbaum F. Osteoarthritis: Pathology and Pathogenesis. In: Klippel JH, Stone JH, Crofford LJ, White PH, editors. Primer on the Rheumatic Diseases. Thirteenth Edition ed. 2008: Springer Science+Business Media New York; 2008. p. 224-35. 6. Di Cesare PE, Abramson SB, Samuels J. Pathogenesis of Osteoarthritis. In: Firestein GS, Budd RC, Gabriel SE, McInnes IB, O'Dell JR, editors. Kelley's Textbook of Rheumatology. II. 9 ed. Canada 2009. p. 1525-40. 7. Braun HJ, Gold GE. Diagnosis of osteoarthritis: imaging. Bone. 2012;51(2):278-88. 8. Hunter DJ, Le Graverand MP, Eckstein F. Radiologic markers of osteoarthritis progression. Curr Opin Rheumatol. 2009; 21(2):110-7. 9. Heidari B. Knee osteoarthritis prevalence, risk factors, pathogenesis and features: Part I. Caspian J Intern Med. 2011 Spring; 2(2): 205–12.. 10. King LK, March L, Anandacoomarasamy A. Obesity & osteoarthritis. Indian J Med Res. 2013; 138(2): 185-93. 11. Teichtahl AJ, Wang Y, Wluka AE, Cicuttini FM. Obesity and knee osteoarthritis: new insights provided by body composition studies. Obesity. 2008;16(2):232-40. 12. Conde J, Scotece M, Gomez R, Lopez V, Gomez-Reino JJ, Gualillo O. Adipokines and osteoarthritis: novel molecules involved in the pathogenesis and progression of disease. Arthritis. 2011
52
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
53
13. Ibrahim MM. Subcutaneous and visceral adipose tissue: structural and functional differences. Obes Rev. 2010;11(1):11-8. 14. Kaess BM, Pedley A, Massaro JM, Murabito J, Hoffmann U, Fox CS. The ratio of visceral to subcutaneous fat, a metric of body fat distribution, is a unique correlate of cardiometabolic risk. Diabetologia. 2012;55(10):2622-30. 15. Coggon D, Reading I, Croft P, McLaren M, Barrett D, Cooper C. Knee osteoarthritis and obesity. Int J Obes Relat Metab Disord. 2001;25(5):622-7. 16. Reijman M, Pols HA, Bergink AP, Hazes JM, Belo JN, Lievense AM, et al. Body mass index associated with onset and progression of osteoarthritis of the knee but not of the hip: the Rotterdam Study. Ann Rheum Dis 2007;66:158-62 17. Blagojevic M, Jinks C, Jeffery A, Jordan KP. Risk factors for onset of osteoarthritis of the knee in older adults: a systematic review and metaanalysis. Osteoarthritis Cartilage. 2010;18(1):24-33. 18. Wang Y, Wluka AE, English DR, Teichtahl AJ, Giles GG, O'Sullivan R, et al. Body composition and knee cartilage properties in healthy, community-based adults. Ann Rheum Dis. 2007;66(9):1244-8. 19. Berry PA, Wluka AE, Davies-Tuck ML, Wang Y, Strauss BJ, Dixon JB, et al. The relationship between body composition and structural changes at the knee. Rheumatology. 2010. 20. Sanghi D, Srivastava RN, Singh A, Kumari R, Mishra R, Mishra A. The association of anthropometric measures and osteoarthritis knee in --obese subjects: a cross sectional study. Clinics (Sao Paulo). 2011;66(2):275-9. 21. Rutherford WJ, Gary AD, Eric DS. Comparison of Bioelectrical Impedance and Skinfolds with Hydrodensitometry in the Assessment of Body Composition in Healthy Young Adults. Journal of Research.6(2):56-60. 22. Fernandes AR, Rosa CC, Buonani C, Oliveira AR, Freitas IF. The Use of Bioelectrical Impedance to Detect Excess Visceral and Subcutaneous Fat. Jornal de Pediatria. 2007;83. 23. Altman R, Asch E, Bloch D, Bole G, Borenstein D, Brandt K. The American College of Rheumatology criteria for the classification and reporting of osteoarthritis of the knee. Arthritis Rheum 1986;29:1039-49.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
54
24. Hassanali SH OGO. Osteoartritis: A Look at Pathophysiology and Approach to New Treatment: A Review. Ajol. 2011;Vol. 5. 25. Goldring MB. The role of the chondrocyte in osteoarthritis. Arthritis and Rheum. 2000;43(9):1916-26. 26. Isbagio H. Telaah pengaruh jangka panjang densitas massa tulang total yang rendah terhadap progresivitas kerusakan matriks tulang rawan sendi lutut Jakarta: Indonesia; 2004. 27. Gelse K, Soder S, Eger W, Diemtar T, Aigner T. Osteophyte development-molecular characterization of differentiation stages. Osteoarthritis Cartilage. 2003;11(2):141-8. 28. Sugondo S. Obesitas. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5 ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 1973-83. 29. Salih S, Sutton P. Obesity, knee osteoarthritis and knee arthroplasty: a review. BMC sports science, medicine and rehabilitation. 2013;5(1):25. 30. WHO.
Redifining
obesity
and
its
treatment:
http://www.who.int/nutrition/publications/obesity/09577082_1_1/en/ 2000. 31. Sartori-Cintra AR, Aikawa P, Cintra DE. Obesity versus osteoarthritis: beyond the mechanical overload. Einstein. 2014;12(3):374-9. 32. Sugondo S. Hubungan leptin dengan dislipidemia aterogenik pada obesitas sentral: kajian terhadap small dense low density lipoprotein. Jakarta: Universitas Indonesia; 2004. 33. Bredella MA, Ghomi RH, Thomas BJ, Torriani M, Brick DJ, Gerweck AV, et al. Comparison of DXA and CT in the assessment of body composition in premenopausal women with obesity and anorexia nervosa. Obesity. 2010;18(11):2227-33. 34. Sun G, French CR, Martin GR, Younghusband B, Green RC, Xie YG, et al. Comparison of multifrequency bioelectrical impedance analysis with dualenergy X-ray absorptiometry for assessment of percentage body fat in a large, healthy population. Am J Clin Nutr. 2005 Jan;81(1):74-8.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
55
35. Kyle UG, Bosaeus I, De Lorenzo AD, Deurenberg P, Elia M, Manuel Gomez J, et al. Bioelectrical impedance analysis-part II: utilization in clinical practice. Clin Nutr. 2004 Dec;23(6):1430-53. 36. Walter-Kroker A, Kroker A, Mattiucci-Guehlke M, Glaab T. A practical guide to bioelectrical impedance analysis using the example of chronic obstructive pulmonary disease. Nutr J. 2011; 10: 35. 37. Shuster A, Patlas M, Pinthus JH, Mourtzakis M. The clinical importance of visceral adiposity: a critical review of methods for visceral adipose tissue analysis. Br J Radiol. 2012 Jan; 85(1009): 1–10. 38. Lonnqvist F, Nordfors L, Jansson M, Thorne A, Schalling M, Arner P. Leptin secretion from adipose tissue in women. Relationship to plasma levels and gene expression. J Clin Invest. 1997 May 15; 99(10): 2398–404. 39. Fontana L, Eagon JC, Trujillo ME, Scherer PE, Klein S. Visceral Fat Adipokine Secretion Is Associated With Systemic Inflammation in Obese Humans. Diabetes. 2007;56. 40. Wajchenberg BL. Subcutaneous and Visceral Adipose Tissue: Their Relation to the Metabolic Syndrome. Endocrine Reviews 2000;21:697–738. 41. Han W, Cai S, Liu Z, Jin X, Wang X, Antony B, et al. Infrapatellar fat pad in the knee: is local fat good or bad for knee osteoarthritis? Arthritis Research & Therapy. 2014;16:2-8. 42. Distel E, Cadoudal T, Durant S, Poignard A, Chevalier X, Benelli C. The infrapatellar fat pad in knee osteoarthritis: an important source of interleukin-6 and its soluble receptor. Arthritis Rheum. 2009 ;60(11):3374-7 43. Berenbaum F, Eymard F, Houard X. Osteoarthritis, inflammation and obesity. Curr Opin Rheumatol. 2013 ;25(1):114-8. 44. Powell A, Teichtahl AJ, Wluka AE, Cicuttini FM. Obesity: a preventable risk factor for large joint osteoarthritis which may act through biomechanical factors. Br J Sports Med. 2005 Jan; 39(1): 4–5 45. Sowers MR, Karvonen-Gutierrez CA. The evolving role of obesity in knee osteoarthritis. Curr Opin Rheumatol. 2010;22(5):533-7. 46. Aspden RM. Obesity punches above its weight in osteoarthritis. Nat Rev Rheumatol. 2011;7(1):65-8. 47. Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
56
47. Menon V, Wang X, Greene T, Beck GJ, Kusek JW, Marcovina SM, et al. Factors associated with serum leptin in patients with chronic kidney disease. Clin Nephrol. 2004;61(3):163-9. 48. Lim CC, Teo BW, Tai ES, Lim SC, Chan CM, Sethi S, et al. Elevated serum leptin, adiponectin and leptin to adiponectin ratio is associated with chronic kidney disease in asian adults. PloS one. 2015;10(3) 49. Margetic S, Gazzola C, Pegg GG, Hill RA. Leptin: a review of its peripheral actions and interactions. Int J Obes Relat Metab Disord. 2002;26(11):1407-33. 50. Scheet G, Kleyer A, Perricone C, Iagnocco A, Zwerina J, Lorenzini R, et al. Diabetes Is an Independent Predictor for Severe Osteoarthritis. Diabetes Care. 2013;36:403-9. 51. Kang EH, Lee YJ, Kim TK, Chang CB, Chung JH, Shin K, et al. Adiponectin is a potential catabolic mediator in osteoarthritis cartilage. Arthritis Res Ther. 2010;12(6) 52. Filková M, Lisková M, Hulejová H, Haluzík M, Gatterová J, Pavelková A, et al. Increased serum adiponectin levels in female patients with erosive compared with non-erosive osteoarthritis. Annals of the Rheumatic Diseases,. 2009;68(2):295-6. 53. Sowers MF, Yosef M, Jamadar D, Jacobson J, Karvonen-Gutierrez C, Jaffe M. BMI vs. body composition and radiographically defined osteoarthritis of the knee in women: a 4-year follow-up study. Osteoarthritis Cartilage. 2008;16(3):367-72. 54. Abbate LM, Stevens J, Schwartz TA, Renner JB, Helmick CG, Jordan JM. Anthropometric measures, body composition, body fat distribution, and knee osteoarthritis in women. Obesity (Silver Spring). 2006;14(7):1274-81. 55. Buckland-Wright C. Current status of imaging procedures in the diagnosis, prognosis and monitoring of osteoarthritis. Bailliere's clinical rheumatology. 1997;11(4):727-48. 56. Nevitt MC, Sharma L. Brief report OMERACT workshop radiography session 1. Osteoarthritis Cartilage. 2006;14 57. Pavelka K, Bruyere O, Rovati LC, Olejarova M, Giacovelli G, Reginster JY. Relief in mild-to-moderate pain is not a confounder in joint space narrowing Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
57
assessment of full extension knee radiographs in recent osteoarthritis structure-modifying drug trials. Osteoarthritis Cartilage. 2003;11(10):730-7. 58. Quatman CE, Hettrich CM, Schmitt LC, Spindler KP. The clinical utility and diagnostic performance of magnetic resonance imaging for identification of early and advanced knee osteoarthritis: a systematic review. Am J Sports Med. 2011 ;39(7):1557-68.59. 59. Keen HI, Wakefield RJ, Conaghan PG. A systematic review of ultrasonography in osteoarthritis. Ann Rheum Dis 2009;68:611-19. 60. Lanyon P, O'Reilly S, Jones A, Doherty M. Radiographic assessment of symptomatic knee osteoarthritis in the community: definitions and normal joint space. Ann Rheum Dis. 1998;57(10):595-601. 61. Segal NA, Glass NA, Torner J, Yang M, Felson DT, Sharma L, et al. Quadriceps weakness predicts risk for knee joint space narrowing in women in the MOST cohort. Osteoarthritis Cartilage. 2010;18(6):769-75. 62. Chan WP, Huang GS, Hsu SM, Chang YC, Ho WP. Radiographic joint space narrowing in osteoarthritis of the knee: relationship to meniscal tears and duration of pain. Skeletal Radiol. 2008 ;37(10):917-22 63. Sarwono J. Metodologi Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta: Graha Ilmu; 2006. 64. Mahajan A, Tandon V, Verma S, Sharma S. Osteoarthritis and Menopause. Indian Rheumatol Assoc 2005;13:21-5. 65. Karvonen-Gutierrez CA SDH, Mancuso P, Jacobson J, Carlos F. Mendes de Leon, Nan B. Leptin Levels are Associated with Radiographic Knee Osteoarthritis Among a Cohort of Mid-Life Women. Arthritis Care Res (Hoboken). 2013;65:936–44. 66. Srikanth VK, Fryer JL, Zhai G, Winzenberg TM, Hosmer D, Jones G. A metaanalysis of sex differences prevalence, incidence and severity of osteoarthritis. Osteoarthritis and cartilage. 2005;13(9):769-81. 67. Toth MJ, Tchernof A, Sites CK, Poehlman ET. Effect of menopausal status on body composition and abdominal fat distribution. International journal of obesity and related metabolic disorders : Int J Obes Relat Metab Disord. 2000 ;24(2):226-31. Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
58
68. Mahajan A, Verma S, Tandon V. Osteoarthritis. The Journal of the Association of Physicians of India. 2005;53:634-41. 69. Louati K, Vidal C, Berenbaum F, Sellam1 J. Association between diabetes mellitus and osteoarthritis: systematic literature review and meta-analysis. RMD Open. 2015;1. 70. Spector TD, Hart DJ, Byrne J, Harris PA, Dacre JE, Doyle DV. Definition of osteoarthritis of the knee for epidemiological studies. Ann Rheum Dis 1993;52(11):790-4. 71. Anas I, Musa TA, Kabiru I, AA Y. Digital radiographic measurement of normal knee joint space in adults at Kano, Nigeria. Egyptian Society of Radiology and Nuclear Medicine. 2003;44:253-8. 72. Cox KL, Burke V, Beilin LJ, Puddey IB. A comparison of the effects of swimming and walking on body weight, fat distribution, lipids, glucose, and insulin in older women--the Sedentary Women Exercise Adherence Trial 2. Metabolism. 2010;59(11):1562-73. 73. Endlich PW, Claudio ER, da Silva Goncalves WL, Gouvea SA, Moyses MR, de Abreu GR. Swimming training prevents fat deposition and decreases angiotensin II-induced coronary vasoconstriction in ovariectomized rats. Peptides. 2013;47:29-35. 74. Sasakabe T, Haimoto H, Umegaki H, Wakai K. Association of decrease in carbohydrate intake with reduction in abdominal fat during 3-month moderate low-carbohydrate diet among non-obese Japanese patients with type 2 diabetes. Metabolism. 2015;64(5):618-25. 75. Karrameita N. Korelasi antara rasio lemak visceral abdomen: lemak subkutan abdomen dengan tekanan darah. Jakarta: Universitas Indonesia; 2015. 76. Davis CR, Karl J, Granell R, Kirwan JR, Fasham J, Johansen J, et al. Can Biochemical Markers Serve as Surrogates for Imaging in Knee Osteoarthritis? Arthritis Rheum. 2007 ;56(12):4038-47.
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
59
Lampiran 1. Keterangan Lolos Uji Etik
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
60
Lampiran 2. Persetujuan Izin Penelitian
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
61
Lampiran 3. Formulir Persetujuan Mengikuti Penelitian
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
62
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
63
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
64
Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016
65
Lampiran 4: Formulir Penelitian Nomor: Nama Jenis Kelamin Tanggal lahir Rekam Medis Alamat Suku No. Telfon Diagnosis RM Lama Obesitas Lama Menderita OA Lutut Expertise Rontgen Tinggi Badan Berat Badan IMT Lingkar Perut Lemak Total Lemak Visceral Lemak Subkutan Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Medial Lebar Celah Sendi Tibiofemoral Lateral Universitas Indonesia
Korelasi antara distribusi ..., Herikurniawan, FK UI, 2016