UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK KONFLIK TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT (STUDI KASUS ACEH)
TESIS
AKHIRUDDIN MAHJUDDIN NPM: 0806429675
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK JAKARTA JULI 2012
Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
UNIVERSITAS INDONESIA
DAMPAK KONFLIK TERHADAP PERKEMBANGAN EKONOMI DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN RAKYAT (STUDI KASUS ACEH)
TESIS
Diajukansebagaisalahsatusyaratuntukmemperolehgelar MagisterEkonomi (M.E.)
AKHIRUDDIN MAHJUDDIN 0806429675
FAKULTAS EKONOMI PROGRAM MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK KEKHUSUSAN MANAJEMEN SEKTOR PUBLIK JAKARTA JULI 2012
Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
Saya yang bertanda tangan dibawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa tesis ini saya susun tanpa tindakan plagiarism sesuai dengan peraturan yang berlaku di Universitas Indonesia. Jika di kemudian hari ternyata ditemukan melakukan tindakan plagiarisme, saya akan bertanggungjawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh Universitas Indonesia.
Jakarta, 9 Juli 2012
Akhiruddin Mahjuddin
ii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS
Tesis ini adalah hasil karya saya sendiridan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar
NAMA
: AKHIRUDDIN MAHJUDDIN
NPM
: 0806429675
TANDA TANGAN : TANGGAL
: 9 Juli 2012
iii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LEMBAR PENGESAHAN
Tesis ini diajukan oleh : Nama NPM Program Studi Judul Tesis
: Akhiruddin Mahjuddin : 0806429675 : Manajemen Sektor Publik : DampakKonflikTerhadapPerkembanganEkonomi dan Tingkat Kesejahteraan Rakyat (StudiKasus Aceh)
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
DEWAN PENGUJI
Pembimbing
: Mandala Manurung, S.E., M.E.
................................
Penguji
:DR. Andi Fahmi Lubis.
................................
Penguji
:Iman Rozani, S.E., M.Soc.Sc.
................................
Ditetapkan di : Jakarta Tanggal
: 9 Juli 2012
iv Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-NYA, saya dapat menyelesaikan tesis ini. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik pada Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, niscaya sangat sulit bagi penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
1.
2.
3.
4.
5.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: Bapak Mandala Manurung, S.E., M.E., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam mengarahkan penulis dalam penyusunan tesis ini; Keluarga besar Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia serta seluruh tenaga pengajar yang telah memberikan kontribusi positif sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini; Orang tua, Istri tercinta, dan anak-anak tersayang, yang telah memberikan pengorbanan luar biasa berupa waktu, tenaga, dan pikiran yang senantiasa memotivasi agar saya tetap semangat hingga akhirnya saya dapat menyelesaikan studi; Para pihak yang telah memberikan data dan informasi yang dibutuhkan, khususnya ”laskar” Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh dan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Indonesiaserta pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Teman-teman seperjuangan mahasiswa Magister Perencanaan Dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan saudara-saudara semua dan semoga tesis ini memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pegetahuan.
Jakarta,9 juli 2012 Akhiruddin Mahjuddin
v Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Fakultas Jenis karya
: : : : :
Akhiruddin Mahjuddin 0806429675 ManajemenSektor Publik Ekonomi Tesis
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-exclusive Royalti-Free Right) atas karya ilmiah saya berjudul : DampakKonflikTerhadapPerkembanganEkonomidan Tingkat Kesejahteraan Rakyat (StudiKasus Aceh) Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya tanpa meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya
Dibuat di : Jakarta pada tanggal : 9 Juli 2012 Yang menyatakan,
( Akhiruddin Mahjuddin)
vi Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
ABSTRAK Nama Program studi Judul Dosen Pembimbing
: Akhiruddin Mahjuddin : Manajemen Infrastruktur : Dampak Konflik Terhadap Perkembangan Ekonomi dan Tingkat Kesejahteraan Rakyat (Studi Kasus Aceh) : Mandala Manurung, S.E.,M.E.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan dan perkembangan perekonomian dan tingkat kesejahteraan rakyat Propinsi Aceh pada periode sebelum konflik(1980-1989), masa konflik (1990-2005) dan pasca perjanjian Helshinky (2006-2011). Metodologi penelitian ini pada dasarnya merupakan studi empiris. Desain penelitian yang dipakai adalah metodologi deskriptif kualitatif.Selain itu juga dilakukan analisis kuantitatif atau analisis ekonometrika. Data sekunder terutama bersumber terutama dari BPS, Pemda Aceh, World Bank dan sumber lain yang valid. Terdapat dua model yang diestimasi yaitu: Model 1: LYRNM = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik Model 2: LYRMIGAS = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik Hasil penelitian menunjukkan Konflik berpengaruh negatif secara keseluruhan tehadap kinerja ekonomi. Konflik juga telah memperburuk tingkatkesejahteraan rakyat dimana kemiskinan, pendidikan dan kesehatan selama periode konflik terutamadi wilayah konflik juga terus memburuk. Selama periode pengamatan, PDRB tidak termasuk Migas lebih stabil dibandingkan dengan PDRB Migas, ini memberi harapan untuk memperbaiki Aceh dengan tidak mengandalkan sektor Migas.Dengan menggunakan metode ekonometrik dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan investasi, pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan APBD rill terhadap pertumbuhan PDRB tidak termasuk Migas sangatlah kecil.Hasil estimasi dengan menggunakan variabel terikat PDRB Migas ternyata hasilnya sangat tidak baik, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan PDRB Migas sulit dikontrol atau dikelolah oleh pemerintah. Ini tidak lepas dari peranan sektor Migas dan begitu fluktuatifnya bisnis Migas di pasar internasional. Hasil analisis data berdasarkan kabupaten/kota menunjukkan antara lain bahwa daerah penghasil sumberdaya alam khususnya Migas merupakan daerah yang mengalami konflik berat, ketimpangan struktur produksi ditunjukkan ketergantungan yang besar terhadap Migas. Saran kebijakan pemerintah Aceh harus segera dan terus menerus melakukan lagkah-langkah pemulihan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Aceh, tidak cukup hanya berhenti pada perjanjian Helshinki tapi perlu perbaikanperbaikan internal khususnya pada Pemerintahan Aceh meliputi: penentuan prioritas utama pembangunan yang berkaitan langsung dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki kinerja perekonomian serta kesejahteraan rakyat Aceh Kata kunci : Dampak konflik, perkembangan ekonomi, tingkat kesejahteraan rakyat Daftar Kepustakaan : 32 buku, 11 jurnal, 19 website, 1 majalah
Indonesia vii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
ABSTRACT Name Study Program Title Supervisor
: Akhiruddin Mahjuddin : Infrastructure Management : The Impact of Political Conflict on Economic and Social Welfare Development (Aceh Case Study) : Mandala Manurung, S.E.,M.E.
This research aims to analyze the growth and development of the economy and the welfare of the people of Aceh Province in the period before the conflict (1980-1989), the conflict (1990-2005) and post-agreement Helshinky ( 20062011). The methodology of this study is basically an empirical study. Research design used in the conduct of research is a qualitative descriptive methodology. In addition, quantitative analysis or econometric analysis. Secondary data is mainly sourced mainly from the BPS, the Aceh government, World Bank and other valid resources.There are two models are estimated as follows: Model 1: LYRNM = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik Model 2: LYRMIGAS = α0 + α1 Linves + α2 LAK + α3 LAPBDR + α4 Konflik The results showed an overall negative impact Conflict against economic performance. The conflict has also exacerbated the level of prosperity in which poverty, education and health over a period of conflict especially in conflict area also continued to deteriorate. During the observation period, GDP excluding oil and gas were more stable than oil and gas GDP, this gives hope to improve Aceh's oil and gas by not relying to oil and gas. By using econometric methods can be concluded that the effect of investment growth, labor force growth and growing budget rill on the growth of GDP excluding oil and gas is very small. Estimation results using the dependent variable was the result of Oil and Gas GDP is not very good, this suggests that the development of oil and gas GDP is difficult to control or managed by the government. It can not be separated from the role of oil and gas sector and so fluctuated oil and gas business in international markets. The results of data analysis by district / city showed inter alia that the area of natural resources, especially oil and gas producer is an area that experienced heavy conflict, discrepancy production structure shown a great dependence on oil and gas. Aceh government's policy advice should be immediately and continuously perform recovery steps of the economy and welfare of the people of Aceh, not enough to stop the Helshinky agreement but necessary internal improvements, especially in Aceh Government include: determination of development priorities that are directly related to government efforts improve economic performance and welfare of the Acehnese Key words: Impact of political conflict, economic development, social welfare Bibliography : 32 books, 1 jurnal, 19 websites, 1 magazine
Indonesia viii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………… i HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME…………………... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS…………………………….. iii LEMBAR PENGESAHAN ……………………………………………… iv KATA PENGANTAR ....……………………………………………… v LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ………… vi ABSTRAK …………………………………………………………………. vii ABSTRACT..................................................................................................... viii DAFTAR ISI ………………………………………………………………. ix DAFTAR TABEL …………………………………………………………. xi DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………… xii DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiii DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ……………………………………… xiv BAB 1 PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1.2. Perumusan Masalah ...................................................................... 1.3. Tujuan Penelitian .......................................................................... 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................. 1.5. Metodologi Penelitian ...................................................................
1 1 5 5 5 6
1.5.1.Model Yang Diestimasi ………………………………...…...
7
1.5.2.Penjelasan Variabel-Variabel Yang Digunakan Dalam Regresi ......................................................................................... 1.6. Kerangka Berpikir Penelitian ........................................................ 1.7. Sistematika Pembahasan ...............................................................
9 10 11
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 2.1. Pembangunan Ekonomi Dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat ... 2.2. Faktor-faktor Non Ekonomi Penentu Pertumbuhan Ekonomi ........ 2.3. Konflik Sebagai Resiko Dalam Proses Modernisasi ...................... 2.4. Dampak Negatif Konflik Terhadap Perekonomian Dan Kesejahteraan Rakyat.............................................................. 2.5. Studi-studi Sebelumnya ................................................................
13 13 21 23
BAB 3 GAMBARAN RINGKAS PROVINSI ACEH............................ 3.1. Gambaran Umum .......................................................................... 3.2. Pemerintahan ................................................................................ 3.2.1.Sejarah Ringkas Pemerintahan Aceh .................................... 3.2.2. Struktur Pemerintahan ......................................................... 3.2.3. Wilayah Administrasi.......................................................... 3.3. Perekonomian ............................................................................... 3.3.1.Potensi Perekonomian .......................................................... 3.3.2. Potensi Sektor Pertanian......................................................
34 34 34 34 35 36 40 40 40
27 30
Indonesia ix Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
3.3.3. Keuangan Daerah ................................................................ 3.4.Kependudukan dan Ketenagakerjaan .............................................. 3.5.Kesejahteraan Rakyat ..................................................................... 3.5.1. Pendidikan .......................................................................... 3.5.2. Sosial dan Kesehatan........................................................... 3.5.3. Penduduk Miskin ................................................................ 3.5.4. Indeks Pembangunan Manusia(IPM) ................................... 3.5.5. HAM dan Rekonsiliasi ........................................................ 3.6. Periodesasi Konflik Aceh ................................................................ ..... 60
47 50 54 54 55 55 57 59
BAB 4 ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN.................................. 4.1. Perkembangan Kinerja Ekonomi Makro ........................................ 4.1.1.Pertumbuhan Ekonomi ......................................................... 4.1.2.Stabilitas Harga Umum ........................................................ 4.1.3.Tingkat Pengangguran.......................................................... 4.1.4.Struktur Produksi ................................................................. 4.1.5.Struktur Pengeluaran ............................................................ 4.2. Analisis Kinerja Ekonomi Makro Tingkat Kabupaten/Kota ........... 4.3.Perkembangan Tingkat Kesejahteraan Rakyat ................................ 4.3.1.Kemiskinan .......................................................................... 4.3.2.Pendidikan ........................................................................... 4.3.3.Kesehatan ............................................................................ 4.4.Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh ..................
62 62 63 66 68 70 73 79 83 83 89 95 96
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI..................................... 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 5.2. Rekomendasi ................................................................................
107 107 108
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... LAMPIRAN ...........................................................................................
110 115
Indonesia x Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR TABEL Tabel 1.1. Perbandingan Perkembangan Kinerja Ekonomi Aceh Periode Pra Konflik, Periode Konflik dan Pasca Perdamaian Helsinki . Tabel 3.1. Administrasi Pemerintahan Provinsi Aceh .............................. Tabel 3.2. Jumlah KWH Yang Dibangkitkan dan Banyaknya Pelanggan PT. PLN (Persero) Wilayah Aceh, Tahun 1995-2010 .............. Tabel 3.3. Penyebaran Penduduk Aceh Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010 .................................................................... Tabel 3.4. Indikator Ketenagakerjaan Tahun 2010-2011 .......................... Tabel 3.5. Indikator Kemiskinan, 2010-2011 ........................................... Tabel 3.6. Indeks Pembangunan Manusia dan Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/Kota 2009-2011 .................................................... Tabel 4.1. Perbandingan Perkembangan Kinerja Ekonomi Aceh Periode Pra Konflik, Periode Konflik dan Paska Perdamaian Helsinki . Tabel 4.2. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 1980-1989 .................................................................. Tabel 4.3. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 1990-2005 (% PDRB Riil) ......................................... Tabel 4.4. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 2006-2010 .................................................................. Tabel 4.5. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan Pengeluaran Periode 2006-2010 .......................... Tabel 4.6. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan Pengeluaran Periode 1990-2005 (% PDRB Riil) Tabel 4.7. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan Pengeluaran Periode 2006-2010 ........................ Tabel 4.8. Peranan Perekonomian Kabupaten di Wilayah Konflik Berat dalam Perekonomian Aceh (% PDRB Provinsi Aceh Berdasarkan Harga Konstan) ................................................... Tabel 4.9. Perbandingan tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi Wilayah Aceh Utara dan Kota Banda Aceh 1995-2008 (%/Th) Tabel 4.10. Perkembangan Porsi Penduduk Miskin Kota Dan Desa Aceh 2000-2010 (Persen Total Penduduk) ....................................... Tabel 4.11. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota Di Aceh 2005-2010 ................................................................. Tabel 4.13. Data Perusahaan PMA/PMDN Provinsi Aceh Tahun 2006-2011 Tabel 4.14. APBD Rill Aceh Tahun 1979-2010 ......................................... Tabel 4.15. Komposisi Pendapatan Provinsi............................................... Tabel 4.16. Komposisi Sektoral Belanja Pemerintah Provinsi Aceh ...........
4 37 44 51 53 57 58 62 70 71 72 73 74 75
80 82 84 97 99 102 104 105
Indonesia xi Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Solow Model .........................................................................
16
Gambar 2.2. Dampak Kenajuan Teknologi…………………………………
17
Gambar 3.1. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Aceh ..............................
38
Gambar 3.2. DOK Meningkatkan Pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh ..
49
Gambar 4.1. Perkembangan PDRB Harga Konstan 2000 Aceh 1979-2010 (Miliar Rupiah) ......................................................................
64
Gambar 4.2. Peranan Migas Dalam Perekonomian Aceh 1975-2010 (Persen PDRB harga konstan 2000) .......................................
76
Gambar 4.3. Perkembangan Kemiskinan di Aceh Periode Konflik dan Paska Konflik ........................................................................ Gambar 4.4. Perkembangan Jumlah SD Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010
86 90
Gambar 4.5. Perkembangan Jumlah SMP Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 91 Gambar 4.6. Perkembangan Jumlah SMA Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 92 Gambar 4.7. Perkembangan Jumlah SMK Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 92
Indonesia xii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Model Regresi Model 1 Dependent Variable: LYRNM ..........
115
Lampiran 2. Model Regresi Model 1 Dependent Variable: LYRMIGAS ....
116
Lampiran 3. Model Regresi Model 2 Dependent Variable: LYRNM ..........
117
Lampiran 4. Model Regresi Model 2 Dependent Variable: LYRMIGAS ....
118
Lampiran 5. Tabel Indikator Ekonomi Aceh ..............................................
119
Indonesia xiii Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR SINGKATAN DAN ISTILAH
AAF
: Asean Aceh Fertilizer
ACOR
: Average Capital-Output Ratio
ADHB
: Atas Dasar Harga Berubah
ADHK
: Atas Dasar Harga Konstan
AIA
: Otoritas Interim Afganistan
AK
: Angkatan Kerja
APBA
: Anggaran Pendapatan Belanja Aceh
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBK
: Anggaran Pendapatan dan Belanja kabpaten/Kota
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Biaya Negara
BB
: Bukit Barisan
BPHTB
: Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
BPS
: Badan Pusat Statistik
CoHA
: Cessation of Agreement
COR
: Capital-Output Ratio
DAU
: Dana Alokasi Umum
DKP
: Departemen Kelautan dan Perikanan
DOK
: Dana Otonomi Khusus
DOM
: Daerah Operasi Militer
GAM
: Gerakan Aceh Mereka
GDP
: Gross Domestic Product
GKG
: Gabah Kering Giling
GNP
: Gross National Product
ICOR
: Incremental Capital-Output Ratio
IHI
: Indeks Harga Implisit
ILO
: International Labor Organization
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
KKR
: Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Indonesia xiv Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
KWH
: Kilowatt Hour
LNG
: Liquid Natural Gas
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
NAD
: Nanggroe Aceh Darussalam
NRM
: Nepal Resident Mission
NSB
: Negara Sedang Berkembang
OKI
: Organisasi Konfrensi Islam
PAD
: Pendapatan Asli Daerah
PBB
: Pajak Bumi dan Bangunan
PD
: Perusahaan Daerah
PDB
: Produk Domestik Bruto
PDRB
: Produk Domestik Regional Bruto
PIM
: Pupuk Iskandar Muda
PLN
: Perusahaan Listrik Negara
PMA
; Penanaman Modal Asing
PMDM
: Penanaman Modal Dalam Negeri
PMTRB
: Pembentukan Modal Tetap Regional Bruto
PPh
: Pajak Penghasilan
PT
: Perusahaan Terbatas
RI
: Republik Indonesia
SAFTA
: Sabang Free Trade Area
SD
: Sekolah Dasar
SDA
: Sumber Daya Alam
SDM
: Sumber Daya Manusia
SLTP
: Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SMA
: Sekolah Menengah Atas
SMK
: Sekolah Menengah Kejuruan
SMP
: Sekolah Menengah Pertama
TA
: Tahun Anggaran
TPI
: Tempat Pelelangan Ikan
UU
: Undang – Undang
UUD
: Undang – Undang Dasar
Indonesia xv Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
UNDP
: United Nation Depelovment Program
UUPA
: Undang-undang Pemerintahan Aceh
Indonesia xvi Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan danUniversitas Kebijakan Publik, 2012
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Secara teoritis peningkatan kapasitas produksi suatu perekonomian sangat menentukan tingkat kesejahteraan rakyat (standar hidup rakyat). Dalam konteks negara sedang berkembang (NSB) pembangunan kapasitas produksi dapat diidentikkan dengan pembangunan ekonomi (economicdevelopment) yang secara garis besar dapat didefinisikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan negara untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan peningkatan taraf hidup masyarakat umumnya. Secara spesifik pembangunan ekonomi merupakan proses yang dapat menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat dalam jangka panjang (Arsyad, 1998). Untuk meningkatkan kapasitas produksi dibutuhkan investasi, peningkatan jumlah kualitas angkatan kerja dan teknologi yang lebih tinggi (Mankiw, 2003; Blanchard,2006).
Pemupukan barang modal, peningkatan kuantitas dan kualitas
angkatan kerja atau sumber daya manusia (SDM) dan peningkatan atau kemajuan teknologi ini akan terganggu jika perekonomian tersebut mengalami konflik yang berkepanjangan. Di bawah ini adalah
contoh beberapa negara-negara tertinggal
dunia, karena konflik militer dan atau politik yang berkepanjangan. 1 1. Somaliadi pesisir Afrika Timur yang ada secara de juretidak mempunyai otoritas pemerintah pusat yang diakui, tidak ada mata uang nasional atau ciri-ciri lain yang berhubungan dengan sebuah negara berdaulat. Otoritas secara de facto berada di tangan pemerintah yang tidak diakui, yaitu Somaliland, Puntland dan gembong
1
http://aselabar.wordpress.com/2011/01/27/14-negara-negara-tertinggal-di-dunia
1 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
2
militan kecil yang saling bermusuhan. Somalia menduduki peringkat 1 Failed State Index selama beberapa tahun terakhir. 2. Sudan di Timur Laut Afrika yang merupakannegara terluas di Afrika dan di daerah Arab dan negara terluas kesepuluh di dunia. Pada tahun 2001, Bank Dunia memperkirakan akibat konflik tingkat partisipasi murni siswa Sekolah Dasar turun menjadi hanya 46%.
Pendidikan di tingkat menengah dan pendidikan tinggi
mengalami stagnasi yang serius, karena sebagian besar penduduk berjenis kelamin laki-laki melaksanakan dinas militer sebelum dapat menyelesaikan pendidikan mereka. 3.Republik Demokratik Congo. Perang saudara berlangsung berkepanjangan sejak 1998
telah
menghancurkan
sendi-sendi
kehidupan.
Aksi
kekerasan
telah
menghancurkan infrastruktur dan perekonomian negara tersebut. Akhirnya PBB mengambil alih permasalahan di negara itu dan memaksa Presiden Joseph Kabila menyelenggarakan Pemilihan Umum pada 30 Juli 2006. 4.Republik Afrika Tengah. Pada asalnya satu koloni negara Perancis, Republik Afrika Tengah merdeka pada tahun 1960. Negara baru ini dengan cepat jatuh pada pemerintahan diktator dibawah presiden pertamanya, David Dacko. Pada tahun 1966 Dacko digulingkan oleh sepupunya, Jean Bedel Bokassa yang mendirikan kerajaan militan dan menjadi diktator yang berperangai rumit. Pada tahun 1976 Bokassa mendeklarasikan dirinya sebagai maharaja dan dinobatkan dalam upacara yang serba mewah dan mahal yang dikritik oleh banyak negara lain. Dia juga kerap melanggar hak asasi manusia serta menyokong gerakan anti-Perancis. Akibatnya, pemerintahan Perancis mendukung suatu kup terhadap pemerintahannya dan pada 1979 Dacko kembali berkuasa di negara tersebut. Pemberontakan yang kedua terjadi pada 1981, dan pemerintahan demokrasi mulai berkuasa pada 1993. Namun pada 2003, suatu kudeta terjadi sekali lagi, di mana François Bozizé mengambil alih kekuasaan. 5.Irak. Sebuah negara yang selalu dilanda konflik di Timur Tengah atau Asia Barat Daya, yang meliputi sebagian terbesar daerah Mesopotamia serta ujung barat laut dari Pegunungan Zagros dan bagian timur dari Gurun Suriah. Negara ini berbatasan dengan Kuwait dan Arab Saudi di selatan, Yordania di barat, Suriah di barat laut,
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
3
Turki di utara, dan Iran di timur. Irak mempunyai bagian yang sangat sempit dari garis pantai di Umm Qashr di Teluk Persia. 6. Afghanistan. Merupakan sebuah negara yang relatif miskin, sangat bergantung pada pertanian dan peternakan. Ekonominya melemah akibat kerusuhan politik dan militer terkini, tambahan kemarau keras dengan kesulitan bangsa antara 1998-2001. Sebagian penduduk mengalami krisis pangan, sandang, papan, dan minimnya perawatan kesehatan. Kondisi ini diperburuk oleh operasi militer dan ketidakpastian politik. Inflasi menyisakan banyak masalah. Menyusul perang koalisi yang dipimpin AS yang menimbulkan jatuhnya Taliban pada November 2001 dan pembentukan Otoritas Interim Afganistan (AIA) yang diakibatkan dari Persetujuan Bonn Desember 2001, usaha Internasional untuk membangun kembali Afganistan ditujukan di Konferensi Donor Tokyo untuk Rekonstruksi Afganistan pada Januari 2002, di mana $4,5 juta dikumpulkan untuk dana perwalian yang akan diatur oleh Bank Dunia. Wilayah prioritas untuk rekonstruksi termasuk konstruksi pendidikan, kesehatan, dan fasilitas kesehatan, peningkatan kapasitas administratif, perkembangan sektor pertanian, dan pembangunan kembali jalan, energi, dan jaringan telekomunikasi. 7. Pakistan di Asia Selatan yang berbatasan dengan India, Iran, Afganistan, China dan Laut Arab. Dengan lebih dari 150 juta penduduk, Pakistan menduduki peringkat keenam negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia. Ia juga menduduki peringkat ketiga dalam negara berpenduduk Muslim terbanyak di dunia (setelah Indonesia dan India) dan juga salah satu anggota penting OKI. 8. Burma (Myanmar)di Asia Tenggara. Negara seluas 680 ribu km² dengan jumlah penduduk lebih dari 50 juta ini telah diperintah oleh pemerintahan militer sejak kudeta tahun 1988. Pada 1988, terjadi gelombang demonstrasi besar menentang pemerintahan junta militer. Gelombang demonstrasi ini berakhir dengan tindak kekerasan yang dilakukan tentara terhadap para demonstran. Lebih dari 3000 orang terbunuh. Pada pemilu 1990 partai pro-demokrasi pimpinan Aung San Suu Kyi memenangi 82 persen suara namun hasil pemilu ini tidak diakui rezim militer yang berkuasa. Di Indonesia daerah konflik, juga mengalami kemandekan (stagnasi) peningkatan kesejahteraan rakyat. Salah satu wilayah di Indonesia yang selama satu Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
4
generasi ini mengalami konflik adalah provinsi Aceh. Konflik berkepanjangan yang disertai dengan kekerasan, segregasi sosial, dan ketercabutan warga yang hengkang dengan terpaksa dari tanah leluhurnya. Belum lagi krisis ekonomi yang menciptakan kesenjangan sosial-ekonomi, pengangguran, kemiskinan, ketidak adilan, korupsi, dan kelas pariah. Kebijakan desentralisasi pun tidak mampu memberi solusi akan permasalahan pelik ini. Bahkan lebih parahnya, kebijakan otonomi daerah yang digulirkan hanya memberi ruang bagi penguasa daerah baru untuk meraup keuntungan dari pemekaran daerah. Tabel 1.1. di bawah ini memberikan sedikit gambaran tentang perkembangan ekonomi Aceh selama rentang waktu tiga puluh tahun. Tabel 1.1. Perbandingan Perkembangan Kinerja Ekonomi Aceh Periode Pra Konflik, Periode Konflik dan Pasca Perdamaian Helsinki IndikatorEkonomi
Periode Pra Konflik (19801989)
Periode Konflik (19902005)
Periode Pasca Perjanjian Helsinski (2006-2010)
10
-2,5
-2,7
5,9
17,7
5.7
6,6
7,5
5,3
Pertumbuhan Ekonomi1(%/Tahun) Laju Inflasi2 (%/Tahun) Tingkat Pengangguran3 (% Angkatan Kerja)
Sumber: Diolah dari data BPS ; Catatan:1)Harga konstan 2000 termasuk minyak dan gas ;2)Berdasarkan Deflator PDB; 3) = Angka rata-rata
Data-data pada Tabel 1.1 di atas menunjukkan bahwa konflik telah menyebabkan
perekonomian
Aceh
mengalami
pertumbuhan
negatif
yang
berkepanjangan. Pada hal selama satu dekade tahun sebelum konflik, perekonomian Aceh tumbuh rata-rata sekitar 10% per tahun atau lebih tinggi dari rata-rata pertumbuhan nasional selama periode yang sama. Pertumbuhan ekonomi yang rendah, selama periode konflik juga disertai dengan laju inflasi yang tinggi, yaitu sekitar 18% per tahun, selama periode 1990-2005. Selain pertumbuhan ekonomi yang negatif dan laju inflasi yang tinggi, selama periode konflik, perekonomian Aceh juga
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
5
mengalami tingkat pengangguran terbuka yang tinggi, yaitu rata-rata 7,5% Angkatan Kerja (AK). Di beberapa tahun tertentu selama periode konflik tingkat pengangguran lebih tinggi dari 10% AK, yaitu tahun 1997 (10% AK), 1999(14,6% AK) dan tahun 2000 (17,4% AK). Buruknya kinerja ekonomi selama periode krisis, secara teoritis akan menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat. Pada tahun 2005 telah disepakati upaya damai berdasarkan perjanjian Helsinky. Namun data-data di atas menunjukkan kinerja ekonomi khususnya pertumbuhan ekonomi belum mengalami perbaikan yang berarti.
1.2. Perumusan Masalah 1. Benarkah
konflik
Aceh
telah
memperburuk
tingkat
pertumbuhan
dan
perkembangan perekonomian Aceh, sehingga menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat? 2. Benarkah Perjanjian Damai Aceh telah memperbaiki tingkat pertumbuhan dan perkembangan struktur produksi perekonomian Aceh?
1.3. Tujuan Penelitian 1. Menganalisis pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga, tingkat pengangguran, perkembangan struktur produksi dan pengeluaran agregat Propinsi Aceh pada periode sebelum konflik (1980-1989), masa konflik (1990-2005) dan pasca perjanjian Helshinky (2006-2010). 2. Menganalisisperkembangan kesejahteraan rakyat di Provinsi Aceh yang diukur dengan indikator kemiskinan,pendidikan dan kesehatan pada periode sebelum konflik (1980-1989), masa konflik (1990-2005) dan paska perjanjian Helshinky (2006-2010).
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
6
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Untuk memperdalam analisis, maka penelitian ini difokuskan pada beberapa hal berikut: 1. Analisis pada tingkat propinsi dan kabupaten/kota di Aceh. 2. Kinerja ekonomi
makro di ukur dengan pertumbuhan ekonomi, stabilitas
harga umum dan tingkat pengangguran. 3. Perkembangan ekonomi, dievaluasi dengan perkembangan struktur produksi dan pengeluaran agregat. 4. Perkembangan tingkat kesejahteraan, terutama diukur dengan
tingkat
pendidikan, kesehatan dan tingkat kemiskinan 5. Periode pengamatan dikelompokkan menjadi 3 bagian: periode sebelum konflik (1980-1989), masa konflik (1990-2005) dan paska perjanjian Helshinky (2006-2010).
1.5. Metodologi Penelitian Studi ini pada dasarnya merupakan studi empiris. Untuk mencapai tujuantujuan penelitian akan digunakan analisis deskriptif dan analisis ekonometrika. Data yang digunakan untuk penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan terutama melalui observasi dan wawancara. Data sekunder bersumber terutama pada Badan Pusat Statistik (BPS), Pemerintah Daerah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan dokumentasi-dokumentasi khususnya dokumentasi ilmiah yang dinilai relevan dengan tujuan penelitian. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini bersumber terutama dari: -Badan Pusat Statistik (BPS), Pusat dan provinsi Aceh -Pemerintah Daerah Provinsi Nangroe Aceh Darussalam -Bank Indonesia -Bank Dunia (World Bank)
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
7
-ILO -UNDP -dan dokumentasi ilmiah yang dinilai relevan dengan tujuan penelitian
1.5.1.Model Yang Diestimasi Untuk menjawab secara langsung atau tidak langsung pertanyaan-pertanyaan penelitian, maka ada dua model yang akan diestimasi, perbedaan model pertama dengan kedua hanya pada variabel terikatnya. Model yang akan diestimasi adalah sebagai berikut. Model 1: LYRNMt Dimana,
= α0 +α1LPORINVt +α2LAKt +α3LAPBDRt +α4KONFLIK +εt LYRNMt
=
Logaritma Produk Domestik Regional Bruto
non
minyak dan gas (PDRB tidak termasuk Migas) riil tahun dasar 2000 pada tahun t LYRMIGASt
=
Logaritma
Produk
Domestik
Regional
Bruto
termasuk minyak dan gas (PDRB Migas) riil tahun dasar 2000 pada tahun t LPORINVt
Logaritma porsi investasi dalam PDRB harga konstan 2000 pada periode t
LAKt
Logaritma angkatan kerja pada tahun t
LAPBDR
Logaritma APDB riil pada tahun t yaitu APBD nominal pada tahun t dideflasi dengan Deflator PDB pada tahun t
KONFLIK
Adalah variabel boneka (dummy variable) untuk melihat dampak konflik terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai 1 adalah untuk periode konflik,
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
8
yaitu tahun 1990-2005. Nilai 0 untuk periode pra konflik (1980-1989) dan paska konflik (2006-2010) α0
=
Konstanta
α1, 2, 3, 4
=
Koefisien regresi
εt
=
Error
Model 2 LYRMIGAS = β
+β1LPORINV +β2LAK +β3LAPBDR +β4KONFLI
t
t
Dimana,
0
LYRMIGASt
t
=
Logaritma
K
t
Produk
Domestik
+ε t
Regional
Bruto
termasuk minyak dan gas (PDRB Migas) riil tahun dasar 2000 pada tahun t LPORINVt
Logaritma porsi investasi dalam PDRB harga konstan 2000 pada periode t
LAKt
=
Logaritma angkatan kerja pada tahun t
LAPBDR
=
Logaritma APDB riil pada tahun t yaitu APBD nominal pada tahun t dideflasi dengan Deflator PDB pada tahun t
KONFLIK
=
Adalah variabel boneka (dummy variable) untuk melihat dampak konflik terhadap pertumbuhan ekonomi. Nilai 1 adalah untuk periode konflik, yaitu tahun 1990-2005. Nilai 0 untuk periode pra konflik (1980-1989) dan paska konflik (2006-2010)
β0
=
Konstanta
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
9
β1, 2, 3, 4
=
Koefisien regresi
εt
=
Error
1.5.2.Penjelasan Variabel-Variabel Yang Digunakan Dalam Regresi Variabel PDRB termasuk minyak dan gas Harga Konstan 2000
Notasi
Teknik Penghitungan/Sumber Data
YRMIGAS Data diperoleh dari BPS, karena selama periode pengamatan telah terjadi beberapa perubahan tahun dasar (1975,1983,1993 dan 2000), maka tahun dasar disamakan dahulu. Termasuk minyak dan gas
PDRB non minyak dan gas Harga Konstan 2000
YRNM
Porsi Investasi Dalam PDRB
PORINV
Data diperoleh dari BPS, karena selama periode pengamatan telah terjadi beberapa perubahan tahun dasar (1975,1983,1993 dan 2000), maka tahun dasar disamakan dahulu. Tidak memasukkan minyak dan gas PORINVt=(PMTRB/PDRB riil termasuk Migas)x100 It= Investasi pada tahun t dihitung dengan menggunakan angka pembentukan modal tetap regional bruto (PMTRB) harga konstan 2000
Konflik
Konflik
Berdasarkan periodesasi konflik menurut KOMNAS Perempuan, pernyataan mantan pangdam I/BB serta pendapat M Adli Abdullah maka disimpulkan konflik di Aceh dalam penelitian ini di mulai sejak tahun 1990 ditandai dengan diberlakukannya operasi jaring merah, dan berakhir tahun 2005 dengan adanya penandatangan damai antara RI dan GAM di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Dengan demikian periode tahun 1980-1989 merupakan periode pra konflik, periode tahun
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
10
1990-2005 merupakan periode konflik dan tahun 2006-2010 merupakan periode paska konflik.
1.6. Kerangka Berpikir Penelitian Diagram di bawah ini, memberikan penjelasan tentang kerangka berpikir teoritis yang akan digunakan untuk analisis penelitian. Permintaan Agregat
Memburuknya Konflik
Memburuknya
Kinerja
Jangka
Ekspektasi
Ekonomi
Panjang
Makro
Memburuknya Tingkat Kesejahteraan Rakyat
Penawaran Agregat
Konflik politik yang berkepanjangan,akan memperburuk ekspektasi. Pada hal aktifitas-aktifitas ekonomi yang amat menentukan kapasitas produksi perekonomian seperti invetasi, konsumsi, pasokan faktor produksi amat ditentukan oleh tingkat ekspektasi (Mankiw, 2003 dan Blanchard, 2006). Dampak memburuknya ekpektasi terhadap permintaan agregat, dapat dilihat dari menurunnya komponen-komponen permintaan agregat itu sendiri, yaitu konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor neto. Sedangkan dampak memburuknya ekspektasi terhadap penawaran agregat dapat dilihat dari menurunnya penawaran agregat jangka pendek (short run aggregate Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
11
supply), maupun kapasitas produksi (long run aggregate supply). Dalam jangka pendek, memburuknya ekspektasi menyebabkan sisi penawaran mengalami apa yang disebut adverse supply shock.
Sedangkan dalam jangka panjang, memburuknya
ekspektasi menyebabkan mandeknya pemupukan barang modal akibat menurunya investasi dan berkurang jumlah dan atau kualitas sumber daya manusia. Jika konflik terus berlajut yang terjadi adalah penurunan kapasitas produksi perekonomian. Gangguan pada sisi permintaan dan penawaran agregat, selanjutnya akan memperburuk kinerja ekonomi makro yang diukur terutama dengan laju pertumbuhan ekonomi, stabilitas harga umum (laju inflasi) dan tingkat pengangguran. Konflik akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi menjadi sangat rendah bahkan negatif, laju inflasi menjadi tinggi atau sangat tinggi, tingkat pengangguran juga menjadi sangat tinggi, struktural dan kronis. Memburuknya kinerja ekonomi makro akan menyebabkan memburuknya standar hidup atau tingkat kesejahteraan rakyat. Ukuran-ukuran yang umumnya digunakan untuk menunjukkan terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan rakyat memburuknya tingkat pendidikan dan kesehatan, serta membesarnya jumlah atau porsi penduduk miskin. Salah satu ukuran terbaru untuk menilai tingkat kesejahteraan rakyat adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Memburuknya tingkat kesejahteraan rakyat akan terlihat dari memburuknya nilai IPM.
1.7. Sistematika Pembahasan Peneilitian ini ditulis dalam bentuk tesis yang terbagi dalam 6 (enam) bab berikut ini. BAB 1. Pendahuluan Bab ini diuraikan latar belakang pemikiran, perumusan permasalahan, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, metodologi penelitian, kerangka berpikir penelitian, manfaat penelitian dan sistematika pembahasan.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
12
BAB 2. Telaah Teoritis Bab ini akan membahas mengenai teori yang melandasi penelitian berdasarkan hasil telaahan kepustakaan dan hasil penelitian sebelumnya yang pernah dilakukan. BAB 3. Gambaran Umum Provinsi Aceh Dalam gambaran umum akan diuraikan mengenai keadaan atau kondisi dari obyek penelitian yang diteliti, dimana akan dijelaskan antara lain sejarah perkembangan Aceh, kondisi terkini perekonomian dan non ekonomi yang berkaitan dengan pertumbuhan PDRB Aceh. BAB 4. Analisa Hasil dan Pembahasan Pada bab ini akan disajikan hasil analisis deskriptif, analisis ekonometrik dan pembahasan yang mendalam berdasarkan metodologi yang digunakan dalam penelitian ini. BAB 5. Kesimpulan dan Rekomendasi Pada bab ini akan disampaikan kesimpulan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembangunan Ekonomi Dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu negara dan pemerataan pendapatan bagi penduduk suatu negara. Todaro (2003) mendefinisikan pembangunan sebagai pertumbuhan (growth) dan perubahan (change). Development = Growth + Changes. Yang dimaksud dengan pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Suatu negara dikatakan mengalami pertumbuhan ekonomi apabila terjadi peningkatan GNP riil di negara tersebut. Adanya pertumbuhan ekonomi merupakan indikasi keberhasilan pembangunan ekonomi. Sedangkan yang dimaksud dengan perubahan adalah perubahan-perubahan yang prinsip mencakup perubahan struktur produksi maupun pengeluaran, perubahan sikap dan perubahan kelembagaan. Dengan demikian pertumbuhan ekonomi merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi keberhasilannya lebih bersifat kuantitatif, yaitu adanya kenaikan dalam standar pendapatan dan tingkat output produksi yang dihasilkan.Pembangunan ekonomi mencakup juga kemajuan-kemajuan yang lebih bersifat kualitatif, bukan hanya pertambahan produksi, tetapi juga terdapat perubahan-perubahan dalam struktur produksi dan alokasi input pada berbagai sektor perekonomian seperti dalam lembaga, pengetahuan, sosial dan teknik. Selanjutnya pembangunan ekonomi diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang. Di sini
terdapat
tiga
elemen
penting
yang
berkaitan
dengan
pembangunan
ekonomi.Pembangunan sebagai suatu proses, artinya bahwa pembangunan merupakan 13 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
14
suatu tahap yang harus dijalani olehsetiap masyarakat atau bangsa. Sebagai contoh, manusia mulai lahir, tidak langsung menjadi dewasa, tetapi untuk menjadi dewasa harus melalui tahapan-tahapan pertumbuhan. Demikian pula, setiap bangsa harus menjalani tahap-tahap perkembangan untuk menuju kondisi yang adil, makmur, dan sejahtera.Pembangunan sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Sebagai suatu usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan demikian, sangat dibutuhkan peran serta masyarakat, pemerintah, dan semua elemen yang terdapat dalam suatu negara untuk berpartisipasiaktif dalam proses pembangunan.
Hal
ini
dilakukan
karena
kenaikan
pendapatan
perkapita
mencerminkan perbaikan dalam kesejahteraan masyarakat.Peningkatan pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Suatu perekonomian dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita dalam jangka panjang cenderung meningkat. Hal ini tidak berarti bahwa pendapatan perkapita harus mengalami kenaikan terus menerus. Misalnya, suatu negara terjadi musibah bencana alam ataupun kekacauan politik, maka mengakibatkan perekonomian negara tersebut mengalami kemunduran. Namun, kondisi tersebut hanyalah bersifat sementara yang terpenting bagi negara tersebut kegiatan ekonominya secara rata-rata meningkat dari tahun ke tahun (Bannock, Graham, R. E. Baxter dan Evan Davis. 2004). Tujuan dari pembangunan ekonomi adalah meningkatkan atau memperbaiki kesejahteraan (standar hidup) rakyat. Pada awalnya pembangunan ekonomi akan memperbaiki kinerja ekonomi yaitu pertumbuhan ekonomi yang relatif baik dan stabil, membaiknya stabilitas harga umum dan menurunnya tingkat pengangguran. Perbaikan kinerja ekonomi terutama disebabkan meningkatnya kapasitas produksi akibat meningkatnya stok barang modal, meningkatnya kualitas SDM dan penggunaan teknologi yang lebih tinggi, serta perbaikan manajemen. Perbaikanperbaikan di atas akhirnya menyebabkan peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dievaluasi dengan peningkatan pendapatan, penambahan dan perluasan kesempatan kerja yang permanen. Kemajuan-kemajuan ini akan menurunkan jumlah atau porsi penduduk miskin, membaiknya tingkat kesehatan dan harapan hidup, membaiknya tingkat pendidikan atau secara keseluruhan membaiknya kualitas sumber daya manusia. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
15
Mankiw (2003) menyatakan bahwa dalam jangka panjang yang akan menentukan tingkat kesejahteraan suatu bangsa atau negara adalah peningkatan kapasitas produksi perekonomian daerah dan nasional. Umumnya para ahli ekonomi sependapat bahwa faktor yang memungkinkan tercapainya pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan stabil adalah peningkatan penggunaan input
dan
peningkatan efisiensi penggunaan input. Ada
banyak
model
yang
mencoba
menjelaskan
bagaimana
suatu
perekonomian dapat bertumbuh. Berikut ini adalah uraian dua model pertumbuhan yang dianggap relevan dengan kebutuhan studi, yaitu Teori Pertumbuhan Neo Klasik , Teori Pertumbuhan Harrod Domar dan Teori Pusat Pertumbuhan.
Teori Neo-klasik (Neo-Classic Theory) Teori pertumbuhan ekonomi Neoklasik (neoclasical growth thoery) atau yang disebut Teori Pertumbuhan Solow (Solow growth theory) menekankan pentingnya penggunaan barang modal dan tenaga kerja dalam perekonomian. Suatu perekonomian akan mengalami pertumbuhan output per kapita (Y/L) bila stok barang modal per kapita (K/L) terus meningkat. Namun dengan asumsi teknologi konstan dan fungsi produksi bersifat constan return to scale, suatu ketika perekonomian akan stabil pada tingkat pendapatan per kapita (Y/L) tertentu.
Pada waktu tertentu,
ekonomi memiliki sejumlah modal, tenaga kerja, dan pengetahuan yang kombinasinya menghasilkan output. Fungsi produksi akan berbentuk: Y(t) = F(K(t), A(t)L(t)) dimana t adalah waktu Gambar 2.1 di bawah ini menggambarkan kerangka pemikiran model Solow tentang hubungan antara stok barang modal per kapita (k) dengan ouput riil per kapita atau PDB riil per kapita (y). Gambar 2.1 juga menunjukkan apa yang disebut dengan kondisi keseimbangan stabil (steady state).
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
16
Gambar 2.1. Solow Model Gambar 2.1 menunjukkan bahwa PDB riil per kapita (atau y =Y/L) ditentukan oleh stok barang modal per kapita (k=K/L). Garis lurus (n+d)k menunjukkan kebutuhan investasi yang terdiri kebutuhan untuk depresiasi (dk) dan untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja (nd), dengan asumsi tenaga kerja tumbuh sebesar n per tahun. Kurva s menunjukkan tingkat kemampuan tabungan yang mengambarkan kemampuan akumulasi barang modal sebagai fungsi PDB riil per kapita (y). Berdasarkan Gambar 2.1 perekonomian akan mencapai kondisi keseimbangan stabil (steady state) pada saat tingkat pendapatan per kapita adalah y2 dan stok barang modal/kapita adalah k2. Kondisi keseimbangan stabil adalah kondisi dimana, kemampuan saving hanya dapat menutupi kebutuhan depresiasi. Dengan kata lain kondisi keseimbangan stabil adalah kondisi dimana stok barang modal per kapita (k) tidak dapat bertambah lagi, sehingga ouput per kapita (y) tidak dapat bertambah lagi. Hal ini disebabkan kemampuan tabungan hanya cukup untuk menutupi kebutuhan investasi untuk penyusutan dan penambahan tenaga kerja.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
17
Dalam perkembangan selanjutnya model Solow diperbaiki dengan membuat asumsi bahwa teknologi diasumsikan dapat berkembang namun sifatnya eksogen. Kemajuan teknologi yang sekalipun sifatnya eksojenus ini menyebabkan bahwa tenaga kerja dapat menjadi lebih produktif. Secara grafis hal ini digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke atas, sehingga kondisi keseimbangan stabil dapat dicapai pada tingkat pendapatan per kapita yang lebih tinggi seperti yang diilustrasikan oleh gambar 2.2. di bawah ini.
k (n+d)k 2
y
y2 = y1 =
y1
k1 k2 Gambar 2.2 Dampak Kemajuan Teknologi
k
Dalam perkembangan selanjutnya model pertumbuhan Solow dikembangkan dengan membuat asumsi bahwa teknologi dapat dikendalikan kemajuannya oleh perusaan melalui kegiatan riset dan pengembangan (r&d). Perusahaan-perusahaan yang mengalokasikan sebagian keuntungannya untuk riset, dalam jangka panjang akan menikmati peningkatan produktivitas karena kemajuan teknologi. Model pertumbuhan
ini dikenal sebagai
model pertumbuhan ekonomi endojenus
(endogenous growth model). Model ini memberi penjelasan mengapa negara-negara maju (Barat dan Jepang), semakin maju sementara negara-negara berkembang tetap tertinggal. Salah satu penjelasannya adalah negara-negara
maju memiliki
kemampuan dan kemauan dalam melakukan riset/penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
18
Karena menekankan pentingnya peningkatan stok barang modal dan perbaikan efisiensi, model Solow cukup baik digunakan untuk menjelaskan mengapa ada perekonomian yang kaya dengan pendapatan per kapita yang tinggi, sementara ada negara-negara yang miskin dengan pendapatan per kapita yang rendah. Implikasi dari model Solow adalah sebuah perekonomian yang terus meningkatkan pendapatan per kapitanya bukan saja bila mampu
memperbaiki tingkat tabungan dan
menggunakan teknologi yang lebih tinggi, tetapi juga memperbaiki kualitas SDM. Sebab penggunan teknologi yang tinggi tanpa perbaikan kualitas SDM, tidak akan terlalu berguna. Hal lain, yang juga dapat dilakukan adalah mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Menurut teori pertumbuhan Neo Klasik, ambruknya produksi per kapita sebauh perekonomian disebabkan menurun drastisnya stok barang modal/kapita. Bila kualitas SDM sudah baik, perekonomian akan mampu memulihkan output/kapita bila stok barang modal per kapita dipulihkan melalui investasi. mengambil contoh Jepang dan Jerman.
Mankiw (2007)
Meskipun dewasa ini kedua negara itu
merupakan adidaya ekonomi, namun pada tahun 1945 perekonomian kedua negara tersebut carut-marut. Perang Dunia II telah menghancurkan sejumlah besar persediaan modal mereka. Namun dalam beberapa dekade setelah perang, kedua negara itu mengalami tingkat pertumbuhan paling pesat dalam catatan sejarah. Antara tahun 1948 dan 1972, output per kapita tumbuh sebesar 8,2 persen per tahun di Jepang dan 5,7 persen per tahun di Jerman, bandingkan dengan hanya 2,2 persen per tahun di Amerika Serikat. Pengalaman pascaperang Jepang dan Jerman tidak begitu mengejutkan dari sudut pandang model pertumbuhan Solow. Dalam perekonomian dalam kondisi mapan. Sekarang jika perang telah menghancurkan sebagian persediaan modal (Yaitu persediaan modal merosot dari k* ke k pada Gambar 2.1. Tidaklah mengherankan tingkat output langsung jatuh. Tetapi jika tingkat tabungan – bagian output yang dimasukkan ke dalam tabungan dan investasi – tidak berubah, perekonomian kemudian akan mengalami periode pertumbuhan yang tinggi. Output tumbuh karena pada persediaan modal yang lebih rendah, lebih banyak modal yang ditambahkan melalui investasi ketimbang yang digerogoti melalui depresiasi. Pertumbuhan yang Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
19
tinggi ini terus berlanjut sampai perekonomian mendekati kondisi mapannya. Jadi, meskipun bagian persediaan modal yang hancur langsung mengurangi output, hal itu diikuti dengan pertumbuhan yang lebih tinggi dari tingkat pertumbuhan normal. ”Keajaiban” pertumbuhan pesat di Jepang dan Jerman, sesuai dengan prediksi model Solow untuk negara-negara yang persediaan modalnya mengalami penurunan drastis akibat perang.
Teori Harod Domar Prathama dan Mandala (2008) menyatakan bahwa teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar merupakan teori pertumbuhan melihat peranan investasi sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi, sebab investasi akan meningkatkan stok barang modal, yang memungkinkan peningkatan output. Dalam jangka panjang investasi mempunyai pengaruh ganda. Di satu sisi investasi mempengaruhi permintaan agregat di sisi lain investasi juga mempengaruhi kapasitas produksi nasional dengan menambahkan stok modal yang tersedia. Harrod menyimpulkan agar suatu ekonomi nasional selalu tumbuh dengan kapasitas produksi penuh yang disebutnya sebagai pertumbuhan ekonomi yang mantap (steady-state growth), efek permintaan yang ditimbulkan dari penambahan investasi harus selalu diimbangi oleh efek penawarannya tanpa terkecuali. Tetapi investasi dilakukan oleh pengusaha yang mempunyai pengharapan yang tidak selalu sama dari waktu ke waktu, karena itu keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap hanya dapat dicapai secara mantap pula apabila pengharapan para pengusaha stabil dan kemungkinan terjadinya hal itu sangat kecil, seperti yang dikemukakan oleh Joan Robinson (golden age). Harrod juga mengemukakan bahwa sekali keseimbangan itu terganggu, maka gangguan itu akan mendorong ekonomi nasional menuju ke arah depresi atau inflasi sekular. Karena itu Harrod melambangkan keseimbangan ekonomi tersebut sebagai keseimbangan mata pisau, mudah sekali tergelincir dan sekali tergelincir semuanya akan menjadi hancur (jadi keseimbangan yang tidak stabil). Teori pertumbuhan ekonomi Domar hampir mirip dengan teori Harrod walaupun ada beberapa perbedaan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
20
yang mendasar pula antara kedua teori itu. Perbedaan itu khususnya menyangkut mengenai tiadanya fungsi investasi pada model Domar, sehingga investasi yang sebenarnya tidak ditentukan di dalam teorinya. Karena itu kesulitan pencapaian keseimbangan ekonomi jangka panjang yang mantap bagi Harrod, disebabkan oleh sulitnya kesamaan v dan vr atau laju pertumbuhan yang disyaratkan dengan laju pertumbuhan natural, sedang bagi Domar kesulitan itu timbul karena adanya kecenderungan masyarakat untuk melakukan investasi yang relatif terlalu rendah (underinvestment). Dalam konsep ICOR, investasi adalah total dari pembentukan modal tetap dan stok barang yang terdiri atas gedung, mesin dan perlengkapan, kendaraan, stok bahan baku dan sebagainya. Nilai dalam investasi terdiri dari : a) Pembelian barang modal baru. b) Pembuatan/perbaikan besar barang yang sifatnya menambah umur atau meningkatkan kemampuan. c) Penjualan barang modal bekas. d) Perubahan stok. Konsep COR ada 2, yaitu average capital-output ratio (ACOR) dan incremental capital-output ratio (lCOR). ACOR menunjukkan hubungan antara stok modal yang ada dan aliran output lancar yang dihasilkan. ICOR menunjukkan; perbandingan antara kenaikan tertentu pada stok modal (delta K) dan kenaikan Output atau pendapatan (delta Y). Besamya COR tergantung pada teknik produksi yang digunakan. Pada sektor yang teknik produksinya bersifat padat modal, COR-nya akan tinggi. Sebaliknya, sektor dengan teknik produksi padat karya, COR-nya akan rendah. Sektor-sektor seperti transportasi, telekomunikasi, perhubungan, perumahan, dan industri barang modal akan mempunyai COR sektoral yang relatif tinggi. Nilai COR yang tinggi pada sektor-sektor tersebut disebabkan oleh modal besar yang dibutuhkan untuk menghasilkan setiap output yang diinginkan. Dengan kata lain, sektor-sektor tersebut merupakan sektor yang menggunakan teknik produksi yang bersifat lebih pada modal dibandingkan sektor-sektor lainnya.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
21
Teori Pusat Pertumbuhan (Growth Poles Theory) Teori pusat
pertumbuhan
merupakan
salah
satu
teori yang
dapat
menggabungkan antara prinsip-prinsip konsentrasi dengan desentralisasi secara sekaligus. Maka dengan demikian teori pusat pertumbuhan merupakan salah satu alat untuk mencapai tujuan pembangunan regional yang saling bertolak belakang,yaitu pertumbuhan dan pemerataan pembangunan keseluruh pelosok daerah. Teori ini juga dapat menggabungkan antara kebijaksanaan dan program pembangunan wilayah dan perkotaan terpadu. Pusat pertumbuhan jika dilihat secara fungsional adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi baik kedalam maupun keluar (derah belakangnya). Secara geografis pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di daerah tersebut dan memanfaatkan fasilitas yang ada. Tidak semua kota generative dapat dikategorikan sebagai pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat cirri yaitu adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan
yang
memiliki
nilai
ekonomi,adanya
multiflier
effect
(efek
ganda),konsentrasi geografis,dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah belakang. (Robinson,2004: 115).
2.2. Faktor-faktor Non Ekonomi Penentu Pertumbuhan Ekonomi Kelemahan utama teori-teori pertumbuhan ekonomi yang dikembangkan para ekonom adalah mengabaikan faktor-faktor institusi, tata nilai maupun faktor-faktor non ekonomi lainnya. Pada hal pertumbuhan ekonomi tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor ekonomi, tetapi juga faktor-faktor non ekonomi. Perbedaan faktor-faktor non ekonomi inilah yang menyebab mengapa kebijakan ekonomi yang sama akan memberikan hasil berbeda bila diterapkan di beberapa negara atau wilayah yang berbeda.
Beberapa faktor non ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan adalah;
faktor sosial-budaya, faktor politik dan administratif.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
22
Faktor sosial budaya dapat menjadi penghambat atau pendukung proses pembangunan dan pertumbuhan ekonomi. Ada kebajikan-kebajikan lokal yang dapat dijadikan modal untuk mendorong pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi.
Pembangunan ekonomi membutuhkan langkah-langkah penyesuaian di bidang sosial budaya, agar mampu menjadi pendorong dan pendukung kemajuan/perubahan. Kegagalan pengelolaan faktor sosial budaya merupakan salah satu penyebab munculnya konflik yang berkepanjangan. Struktur
politik
yang
berpengaruh
terhadap
stabilitas
politik,
juga
mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Wilayah-wilayah yang struktur politiknya rapuh atau tidak seimbang, seperti dapat lihat pada banyak negara di Afrika dan Amerika Selatan, akan berhadapan dengan ketidakstabilan politik yang berkepanjangan. Selanjutnya ketidakstabilan politik ini akan menurunkan tingkat investasi, menganggu upaya-upaya peningkatan kualitas SDM terutama melalui pelayanan pendidikan dan kesehatan. Faktor adminsitrasi juga amat menentukan stabilitas dan kesinambungan pertumbuhan maupun perkembangan ekonomi. Dalam banyak kasus, kegagalan pembangunan di negara-negara sedang berkembang (NSB) lebih banyak disebabkan oleh lemahnya daya dukung administrasi negara atau birokrasi pemerintah untuk mencapai tujuan-tujuan pembangunan. Lemahnya daya dukung administrasi ini bisa disebabkan rendahnya kapasitas birokrasi dan atau terlalu muluknya target-target pembangunan yang ditetapkan oleh para elit politik/kekuasaan (Tjiptoherijanto, Manurung, 2010). Menurut Nurkse (dalam Jhingan, 1995 : 93) : “Pembangunan ekonomi berkaitan dengan peranan manusia, pandangan masyarakat, kondisi politik, dan latar belakang historis”. Didalam Pertumbuhan ekonomi, faktor sosial, budaya, politik dan psikologis adalah sama pentingnya dengan faktor ekonomi. Kondisi sosial yang kacau karena konflik di suatu daerah pasti juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Dalam konteks Indonesia, Koentjaraningrat (1984) salah satu resiko dari keragaman
masyarakat
Indonesia adalah
sulitnya
mengintegrasikan
potensi
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
23
keragaman tersebut untuk tujuan pembangunan. Selanjunya, Koentjaraningrat mengemukakan ada empat submasalah yan harus diperhatikan, yaitu: 1. Masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa 2. Masalah hubungan antara umat beragama 3. Masalah hubungan mayoritas-minoritas 4. Masalah mengintegrasikan kebudayaan-kebudayaan di Irian Jaya dan Timor-Timur dengan kebudayaan Indonesia. 2 Apa yang diutarakan Koentjaraningrat, maupun para ahli ilmu sosial lainnya menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang kuat dan stabil membutuhkan fondasi integrasi tata nilai, perdamaian dan perlakuan adil para pelaku ekonomi, tanpa memandang garis keturunan, suku maupun agama. Dalam kenyataannya, pengelola perbedaan-perbedaan tersebut amat sulit dan karenanya harus dilakukan dengan sabar dan seksama. Kompleksitas faktor-faktor non ekonomi seperti yang diuraikan di atas menunjukkan bahwa pengabaikan faktor-faktor tersebut amat berisiko.
2.3. Konflik Sebagai Resiko Dalam Proses Modernisasi Lewis A. Coser dalam bukunya The Function of Social Conflict
melihat
bahwa konflik adalah perselisihan nilai nilai tuntuntan mengenai status, kekuasaan dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak dapat memenuhi untuk semua yang membutuhkannya. Pihak-pihak yang berselisih tidak hanya berusaha mendapatkan apa yang di inginkan, tetapi juga bagai mana mereka saling memojokkan, merugikan atau bila perlu menghancurkan lawan-lawannya. Hak itu, menurut kaum Marxian, dipandang sebagai gejala social yang selalu hadir dalam masyarakat.3
2
Pada masa itu, Irian Jaya adalah Papua dan Papua Barat saat ini. Sedangkan Timor-Timur masih
merupakan bagian negara RI, yaitu sebagai provinsi ke 27. 3
K.J Vegaar, Realitas social, Jakarta: Gramedia, 1990,hal. 211-212.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
24
Menurut Wese Becker, konflik merupakan proses sosial dimana orang atau kelompok manusia berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain yang di sertai dengan ancaman atau kekerasan. Dalam Bukunya International Politik, K.J Holsti mengemukakan bahwa Konflik yang menimbulkan kekerasan yang terorganisir muncul dari suatu kombinasi khusus para pihak, pandangan yang berlawanan mengenai suatu isu, sikap bermusuhan, dan tipe-tipe tindakan diplomatik dan militer tertentu. Bentuk konflik biasanya teridentifikasikan oleh suatu kondisi oleh sekelompok manusia, yang di dalamnya terdiri dari suku, etnis, budaya, agama, ekonomi, politik, sosial yang berbeda beda. Sumber konflik sendiri terletak pada hubungan antara sistem-sistem negaranegara kebangsaan yang dilandasi oleh konsep ”egosentrisme”, yaitu aspirasi untuk mempertahankan dan meningkatkan kekuatan serta kedudukan negara dalam hubungannya dengan negara lain. Bila suatu negara terlalu berpegang teguh kepada pengakuan universal atas kemerdekaan politiknya dan kebebasan memilih serta bertindak, ia akan menemui dilema karena ia pun harus menghormati kebebasan dan kemerdekaan yang sama dari setiap negara lain. Akan tetapi sebenarnya tidak ada negara satu pun yang bisa mempercayai negara lain, artinya keselamatan negara tergantung kepada usaha-usaha sendiri, karena itu setiap negara harus bersikap hatihati dalam memelihara hubungan dengan negara lain. Menurut Louis Kriesberg, kajian tentang konflik dapat di bedakan menjadi empat hal, yaitu (1) isu yang dikonflikkan; (2) karakteristik daru kelompok-kelompok yang berkonflik; (3) hubungan antara kelompok-kelompok yang berkonflik; (4) cara yang di gunakan oleh masing –masing kelompok dalam berkonflik. 4 Mengenai karakteristik dari kelompok-kelompok yang berkonflik, secara umum dapat d bedakan dalam dua hal, yaitu (1) kejelasan batas-batas antara kelompok-kelompok yang berkonflik, dan (2) derajat pengorganisasian masing-masing kelompok.5 batas-batas
4
Louis Kiesberg, Social conflict, second Edition, Englewood Clifft, N.Y: Prantice Hall, Inc, 1382, hak.
36. 5
Louis Kiesberg, Social conflict, op.cit, hal. 119.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
25
kelompok yang berkonflik erat kaitannya dengan pola interaksi dan komunikasi yang dikembangkan oleh komitmen anggota dalam kelompoknya. Para teoritisi konflik mencoba menjelaskan proses modernisasi sebagai pergolakan-pergolakan
yang
tidak
tampak
(disensus),
ketidakseimbangan,
antagonisme kelas dan revolusioner. Ada tiga ketegangan teori konflik yang relevan secara langsung maupun tidak langsung dengan proses modernisasi, yaitu; teori-teori Marxis, teori-teori perjuangan kekuasaan dan teori-teori revolusi yang diharapkan. Teori-teori Marxis menyatakan bahwa keberadaan kelas-kelas sosial yang berbeda merupakan sumber konflik. Misalnya konflik antara petani yang tidak memiliki tanah dengan golongan tuan tanah, antara elit politik dan elit militer. Elemen-elemen model konflik menurut pandangan Marxis adalah polarisasi kelas secara radikal, eksploitasi buruh, akumulasi keuntungan, peperangan kelas, revolusi kekerasan dan penciptaan kembali satu tatanan sosial baru. Teori-teori perjuangan kekuasaan menekankan negara sebagai pemeran utama konflik, khususnya berkembangannya peranan kekuasaan militer pada saat NSB melaksanakan modernisasi. Kegagalan para pemimpin sipil melaksanakan modernisasi memberikan kesempatan kepada para pemimpin militer untuk berkuasa. Namun dalam perjalanan selanjutnya pemimpin militer akan terus berupaya mempertahankan dominasinya dengan memperlemah para pemimpin sipil.Teori-teori revolusi yang diharapkan mencoba menjelaskan konflikkonflik di wilayah pedesaan, revolusi-revolusi kaum borjuis maupun, maupun revolusi-revolusi konservatif yang berujung pada fasisme. Ketiga teori-teori tersebut menunjukkan bahwa konflik-konflik yang terjadi dapat merupakan konflik antar kelas, konflik nilai-nilai maupun konflik kepribadian (Abraham, 1991).
Konflik Internal Studi konflik internal mengemuka dalam dekade terakhir ini, terutama bersamaan dengan makin maraknya konflik horizontal antar ras, etnis dan agama di dalam wilayah suatu negara. Sangat ironis bahwa ketika konflik ideologi mewarnai era perang dingin telah mulai mereda, konflik-konflik internal di dalam batas wilayah suatu wilayah dalam bentuk gerakan separatis dan kerusuhan massal ternyata menelan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
26
korban manusia yang makin besar. Contoh, pada tahun 1994 di Rwanda dalam kurun waktu hanya 3 bulan sekitar 800 ribu sampai 1 juta manusia terbunuh, sebagian besar dari mereka adalah kelompok minoritas Tutsi. Menurut Michel E. Brown, menyebutkan beberapa alasan mengapa konflik internal penting untuk dilakukan tidak hanya dalam studi ilmu politik tetapi juga dalam kurikulum Hubungan Internasional, yaitu;Pertama, konflik internal telah merebak ke banyak negara dan menimbulkan aksi-aksi kekerasan.Kedua, konflik internal telah menyengsarakan masyarakat yang menjadi korban yang tidak berdaya akibat
konflik,
seperti
pembunuhan,
penyiksaan,
pemerkosaan,
dan
pengusiran.Ketiga, konflik internal penting karena sering melibatkan negara-negara tetangga sehingga
bisa
menimbulkan
konflik
perbatasan.
Pengungsi
yang
menyeberang ke negara tetangga atau pemberontakan yang mencari perlindungan ke negara tetangga dapat menimbulkan permasalahan baru yang dapat memicu konflik bersenjata antar negara yang bertetangga.Keempat, konflik internal penting karena sering mengundang perhatian dan campur tangan dari negara-negara besar yang terancam kepentingannya dan organisasi internasional. Menurut Edward Azar, menyebutkan ada 4 pra-kondisi yang mengarah pada terjadinya atau pemicu konflik internal, yaitu :Pertama, hubungan yang tidak harmonis antara kelompok identitas seperti suku, agama dan budaya dengan pemerintah. Pemerintah cenderung tidak mengakui eksistensi kelompok identitas tersebut dan bahkan berusaha mengeliminasinya demi kepentingan dan keutuhan negara. Akibatnya, terjadi pertentangan terhadap kelompok identitas tertentu dan mendorong para anggotanya untuk melakukan perlawanan terhadap negara. Sebagai contoh, pemerintah Orde Baru telah mengancam eksistensi kelompok identitas Aceh dan Papua sehingga mereka bangkit dan melakukan perlawanan bersenjata terhadap pemerintah pusat.Kedua, konflik juga dikaitkan dengan kenyataan bahwa pemerintah telah gagal dalam memenuhi kebutuhan dasar kemanusiaan sehingga terjadi proses kemiskinan. Proses secara ekonomi telah menciptakan kemiskinan sementara kekuatan ekonomi dan politik dari pusat menikmati surplus ekonomi sebagai hasil eksploitasi SDA di daerah-daerah yang dilanda konflik. Seperti contoh, bagi rakyat Aceh dan Papua bahwa di tengah kekayaan alam mereka yang berlimpah terdapat Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
27
jumlah penduduk miskin yang tergolong tinggi bila dibandingkan dengan daerahdaerah lain yang tidak memiliki SDA.Ketiga, sebab konflik internal berkaitan dengan karakteristik pemerintahan yang otoriter dan mengabaikan aspirasi politik dari masyarakat. Dalam hal ini pemerintah pusat menyakini asumsi bahwa kekuasaan yang terpusat (sentral) menjamin kontrol yang efektif atas masyarakat. Bahkan kekuatan militer digunakan terhadap setiap bentuk protes atau perlawanan terhadap pemerintahan yang otoriter. Pemerintah daerah juga tidak dapat berfungsi sebagai alat perjuangan kepentingan masyarakat daerah dikarenakan elit-elit daerah ikut menikmati eksploitasi SDA.Keempat, konflik internal dikaitkan dengan International Linkages, yaitu sistem ketergantungan yang terjadi antara negara dengan sistem ekonomi global dimana pemerintah mengeluarkan kebijakan yang lebih memihak kekuatan modal asing daripada kepentingan penduduk lokal. Misalnya, dalam rangka melindungi kepentingan investor asing pemerintah rela menindas rakyatnya sendiri dan mengabaikan hak-hak dasar mereka sebagai manusia.
2.4. Dampak Negatif Konflik Terhadap Perekonomian Dan Kesejahteraan Rakyat Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa konflik merupakan resiko dari modernisasi yang tidak dikelola dengan baik. Karena itu amat relevan untuk membahas apa saja dampak negatif konflik terhadap tingkat kesejahteran rakyat. Sejumlah ahli telah mempelajari kerugian output dalam konflik, seperti Knight et al. (1996), Collier (1997), dan Staines (2004). Collier (1997) menyelidiki konsekuensi dari perang saudara untuk GDP dan komposisinya menggunakan data yang komprehensif set semua perang saudara selama 1960-1992. Menggunakan model dari efek ekonomi dari perang saudara dan periode pasca perang, kertas ini menemukan bahwa PDB per kapita, selama perang saudara, penurunan pada tingkat tahunan sebesar 2,2% relatif terhadap pasangannya. Penjelasan yang diusulkan dalam makalah ini adalah bahwa penurunan ini sebagian karena perang langsung mengurangi produksi, dan sebagian karena itu menyebabkan hilangnya bertahap modal akibat kerusakan, tidak hemat, dan substitusi dari portofolio di luar negeri.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
28
Staines (2004) mengeksplorasi dinamika pra-1990 dan paska konflik 1990menemukan perbedaan signifikan dalam durasi dan biaya konflik di dua periode. Pertumbuhan PDB riil adalah 1,7% di bawah normal untuk konflik sebelum tahun 1990, dekat dengan perkiraan Collier. Namun, untuk konflik setelah tahun 1990, pertumbuhan PDB riil adalah 12,3% di bawah normal, jauh lebih dari konflik sebelumnya. Negara-negara dengan konflik sebelum tahun 1990 mengalami kontraksi yang relatif sederhana diikuti oleh periode pemulihan yang panjang selama konflik itu sendiri, sehingga menghasilkan tingkat GDP riil per kapita tidak jauh di bawah level pra-konflik dan GDP riil lebih besar dari sebelum konflik. Untuk konflik setelah tahun 1990, laju dan kedalaman kontraksi jauh lebih parah dan biasanya terus berakhirnya konflik, mengakibatkan tingkat output masih jauh di bawah level prakonflik.Hasil penelitian Staines (2004) menunjukkan bahwa konflik sebelum 1990: pertumbuhan PDB riil sebesar 1,7 persen di bawah pertumbuhan normal. Konflik setelah 1990: pertumbuhan PDB riil sebesar 12,3 persen di bawah pertumbuhan normal. Penelitian Ra dan Singh (2005) menyatakan bahwa konflik semakin mempengaruhi kinerja ekonomi Nepal sejak tahun 2001. Pertumbuhan ekonomi melambat menjadi rata-rata 1,9% dari tahun anggaran (TA) 2002-FY2004 periode dibandingkan dengan 4,9% pada dekade sebelumnya itu. Lebih dari 12.000 orang tewas, infrastruktur fisik telah hancur, ribuan orang telah mengungsi, gangguan ekonomi telah meningkat, dan pengeluaran pembangunan telah menurun tajam. Studi ini dilakukan oleh Resident Mission Nepal Bank Pembangunan Asia (NRM) untuk mengukur biaya ekonomi dari konflik, dan efek dari belanja pembangunan menurun pada pembangunan ekonomi Nepal. Konflik juga akan menyebabkan menurunnya kuantitas dan kualitas investasi. Kuantitas investasi diukur dengan nilai investasi, sedangkan kualitas investasi diukur dari kandungan teknologinya. Selain memperburuk investasi, konflik juga menurunkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia (SDM), baik karena tewas akibat konflik, mengungsi dan bahkan brain drain. Sementara itu SDM yang masih bertahan, umumnya berkualitas rendah. Menurunnya kuantitas dan kualitas investasi maupun SDM selanjutnya akan menurunkan stabilitas perekonomian makro, yang Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
29
umumnya ditandai dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah bahkan negatif, laju inflasi yang tinggi dan juga tingginya tingkat pengangguran. Akhirnya memburuknya kinerja ekonomi makro akan menurunkan tingkat kesejahteraan rakyat diukur dengan banyaknya penduduk miskin dan menderita. Hal ini sesuai dengan telaah Neo Klasik Solow Model (Mankiw,2009). Knight et al. (1996), dan Knight (1996) menyatakan bahwa perang menjadi pengaruh yang kuat terhadap penurunan tingkat investasi. Sedangkan menurut Collier (1997): PDB per kapita menurun sebesar 2,2 persen per tahun jika dibandingkan dengan periode sebelum perang terjadi. Konflik juga menurunkan kesejahteran rakyat karena menimbulkan masalah kemiskinan massal dan kronis. Berdasarkan teori konflik dalam perspektif institusional dinyatakan bahwa masyarakat tersusun dalam struktur dimana sebagian anggota masyarakat mempunyai kekuatan ( power ) termasuk penguasaan sumber daya, kesempatan dan peluang yang lebih besar dibanding anggota masyarakat yang lain. Dengan demikian lapisan ini mampu mengendalikan dan mengontrol kehidupan sosial ekonomi dalam sistem sosialnya dengan menggunakan instrumen institusi sosial.yang ada. Sebagai akibat lebih lanjut adalah adanya ketimpangan dan distribusi yang tidak merata antara lapisan yang lebih menguasai kekuasan. Sumber-sumber dan kesempatan dibanding yang lain. Pada umumnya lapisan yang menguasai kekuasaan dan sumber-sumber ini cenderung ingin mempertahankan status quo dalam rangka mempertahankan posisi dan kepentingannya ( Parrillo, 1987 : 29 dalam Soetomo, 2006 : 117 ). Menurut teori konflik dalam perspektif institusional masalah kemiskinan bukan disebabkan karena cacat individual dari kalangan miskin seperti cacat bawaan, cacat fisik maupun mental atau cacat kultural, melainkan disebabkan oleh Institutional discrimination, terutama dalam bentuk penguasaan kekuasaan, sumber-sumber, peluang, akses terhadap informasi dan berbagai bentuk pelayanan dalam berbagai struktur masyarakat. Kemiskinan disini bukan karena orang-orangnya malas, lemah atau karena kulturnya tidak mendorong untuk bekerja keras melainkan karena kondisi struktural ( Soetomo, 2006 : 119 ).
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
30
2.5. Studi-studi Sebelumnya Di bawah ini adalah uraian tentang beberapa studi sebelumnya, yang relevan dengan kebutuhan studi. Propatria Insitute (2009) Hasil penelitian
bahwa pada upaya post conflict peacebuilding, penataan
birokrasi mendorong peningkatan kapasitas produksi barang-barang publik dasar seperti kesehatan, pendidikan yang diikuti dengan peningkatan kapasitas delivery. Dalam konteks post conflict peacebuilding, penekanan pada peran negara (pemerintah) dititikberatkan pada upaya menormalkan fungsi dasar negara untuk menyediakan keamanan. Pendekatan keamanan yang digunakan mengacu pada konsep keamanan manusia (human security), yang menekankan pada keadilan sosial dan kesejahteraan ekonomi, dengan keamanan individu dan masyarakat sebagai prioritas. Untuk mencapai hal tersebut, pemerintah harus dapat melaksanakan fungsi esensial yang dapat menjadi pondasi dasar segera pasca perjanjian damai. Penataan birokrasi dengan prinsip governance adalah salah satu upaya meningkatkan kapasitas distributif dan tingkat responsif pemerintah pasca konflik. Salah satu fungsi esensial tersebut adalah operasi stabilisasi dan pemulihan pasca konflik. Operasi ini merupakan modalitas awal yang harus diupayakan efektivitasnya dalam menjawab tantangan peacebuilding di daerah pasca konflik. Tujuan dari operasi ini adalah untuk menciptakan lingkungan yang stabil pasca-konflik segera setelah tercapainya kesepakatan damai yang memungkinkan berlangsungnya langkahlangkah pembangunan yang lebih bersifat jangka panjang. Operasi tersebut melingkupi kontrol atas potensi kekerasan, penanggulangan aksi kejahatan serius, pengembalian fungsi tradisional kepolisian, kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghadapi masalah strategic deception oleh “spoilers of peace”, dan mencakup berbagai kegiatan untuk memperbaiki infrastruktur ekonomi yang rusak maupun hancur akibat konflik. Langkah-langkah tersebut harus dapat dengan segera menunjukkan dan melahirkan keuntungan perdamaian (peace dividend) tidak hanya bagi pihak-pihak yang bertikai tetapi juga bagi masyarakat umumnya.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
31
Mencegah konflik berulang dilakukan pada masa stabilisasi dan pemulihan pasca konflik dengan mengontrol (menghilangkan) potensi kekerasan melalui DDR, penanggulangan aksi kejahatan serius yang menghambat proses perdamaian, serta kemampuan untuk mengidentifikasi dan menghadapi ancaman yang datang dari kelompok spoilers of peace di samping pengembalian fungsi tradisional kepolisian untuk menjaga ketertiban dan perbaikan infrastruktur ekonomi yang rusak dan hancur akibat konflik. Lebih lanjut, Propatria Institute menyatakan bahwa pemerintahan lokal menjadi instrumen penting yang utama karena ia merupakan manifestasi politik daerah yang mengembang fungsi negara untuk memproduksi dan men-delivery political goods bagi warganya. Konflik adalah ekspresi dari lemahnya struktur negara (weak state) yang menempatkan negeri ini dalam situasi politik mati hidup (the politics of survival). Pengalaman Indonesia menunjukkan pasca 1998 terjadi pergeseran mendasar dari central rule menjadi multi actors rule. Sementara itu birokrasi
kehilangan
watak
monolitiknya
semenjak
desentralisasi
karena
memunculkan lapis-lapis pemerintahan yang semakin tebal (multilayer governance) yang juga berpengaruh terhadap semakin majemuknya birokrasi. Peranan yang dimainkan negara dalam konteks kewaspadaan dan respon dini adalah
dengan
meningkatkan
kemampuannya
dalam
memproduksi
dan
mendistribusikan public goods bagi warganya. Hal tersebut akan mengembalikan legitimasi pemerintah terutama bila dalam pengelolaan pemerintahan, pemerintah mengadopsi prinsip-prinsip good governance yang membuka ruang bagi berjalannya fungsi pemerintahan yang normal. Dengan mengadopsi prinsip governance,
pemerintah ditempatkan sebagai
salah satu aktor dari multi-aktor yang terlibat dalam urusan publik. Dengan demikian, penataan birokrasi diarahkan untuk membuka peluang bagi aneka kekuatan dalam policy process. Peluang lain yang dimungkinkan adalah peningkatan kapasitas deteksi dini dan responsiveness bureaucracy melalui penataan sistem data dan sebagainya.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
32
Nazamudin (2007) Menurut
Nazamuddin,
2007,
biaya
ekonomi
akibat
konflik
antara
lainterjadinya perpindahan internal dan eksternal penduduk (external and internal displacement of people), penurunan pengeluaran pemerintah untuk sektor publik dan peningkatan anggaran keamanan, resiko investasi meningkat sehingga menambah biaya investasi, dan produksi tidak lagi efisien dan barang yang dihasilkan tidak lagi kompetitif Hasil penelitian Nazamuddin, 2007 di Aceh menunjukkan bahwa: - periode ‘conflict’ untuk periode 2005-2009 jika pengeluaran pemerintah menurun sebesar 4,2 persen maka pertumbuhan PDB turun sebesar 8,3 persen atau mengalami penurunan rata-rata 1,7 persen per tahun. - periode ‘high conflict’ jika pengeluaran pemerintah menurun dua kali lebih besar (8,4 persen) maka pertumbuhan PDB menurun sebesar 10,3 persen atau mengalami penurunan rata-rata sebesar 2,1 persen per tahun.
Lindgren (2006) Penelitian Lindgren (2006), biaya ekonomi akibat konflik di Sri Lanka antara lain loss of production yaitu selisih selisih antara produksi aktual (percent of actual GDP in conflict) dan produksi counterfactual nilai produksi counterfactual adalah perubahan nilai investasi akibat kenaikan anggaran militer, peningkatan anggaran militer akan mengurangi investasi dan selanjutnya akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi. Kesimpulan penelitian Lindgren menyatakan bahwa perbandingan antara metode yang berbeda untuk memperkirakan biaya ekonomi dari konflik memang menunjukkan bahwa metode pemodelan cenderung memberikan perkiraan hampir sama daripada metode akuntansi jika semua studi dimasukkan. Jika dua penelitian yang mendasar tidak termasuk metode akuntansi memberikan perkiraan yang lebih tinggi. Kesimpulannya adalah bahwa masalah hasil kredibel memberikan keuntungan yang jelas untuk metode akuntansi karena sulit untuk menilai validitas model yang terdiri dari persamaan ekonometrik. Hal ini terutama
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
33
signifikan untuk non-ekonom dan sejak keputusan konfliks jarang diambil oleh para ekonom ini sangat penting. Simulasi di atas tidak memperkirakan dampak kerusakan infrastruktur ekonomi, perpindahan orang, dan terganggunya kegiatan ekonomi pada pertumbuhan PDB. Dampak yang lebih rendah investasi swasta dalam konflik ini juga tidak sepenuhnya tercermin. Dengan demikian, biaya keseluruhan dari konflik untuk periode tahun 2005- 2009 akan cenderung lebih tinggi. Juga, efek dari konflik pada PDB pertumbuhan akan tetap baik setelah konflik telah selesai, seperti belanja pembangunan rendah selama konflik akan telah menurunkan modal ekonomi, dan pengeluaran pembangunan akan membutuhkan waktu untuk sembuh. Perlu dicatat bahwa pertumbuhan PDB 3% terdahulu oleh Nepal selama konflik jauh lebih rendah dari hilangnya pertumbuhan 12,1% diperkirakan oleh Staines (2004) untuk negaranegara yang terkena dampak konflik di 1990-an, dan lebih dekat dengan hilangnya 2,2% yang diperkirakan oleh Collier (1997) untuk negara-negara konflik pra-1990. Tidak seperti mayoritas negara-negara dianalisis dengan Staines, Nepal telah mendapatkan manfaat dari aliran pengiriman uang dari negara luar negeri. Hal ini mungkin telah diperbaiki secara signifikan yang merugikan dampak konflik terhadap pendapatan dan kemiskinan. Namun, pertumbuhan 1,7% disebabkan penurunan pengembangan pengeluaran dalam skenario konflik merupakan proporsi yang signifikan dari pertumbuhan secara keseluruhan kerugian.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
BAB 3 GAMBARAN RINGKAS PROVINSI ACEH
3.1. Gambaran Umum Provinsi Nanggroe Aceh Darrussalam terletak di kawasan paling ujung dari bagian utara Pulau Sumatera yang sekaligus juga merupakan ujung paling barat wilayah Indonesia. Secara geografis dikelilingi oleh laut yaitu selat Malaka, Selat Benggala dan Samudra Indonesia pada koordinat 1º 40' - 6º 30' lintang Utara dan 94º 40' - 98º 30' Bujur Timur. Topografi berbukit dan bergunung yang mencapai sekitar 68% luas wilayah. Sedangkan daerah datar dan landai hanya sekitar 32% luas wilayah. Daerah dengan topografi bergunung terdapat di bagian tengah Aceh yang merupakan gugusan pegunungan Bukit Barisan. Daerah dengan topografi berbukit dan landai yang terletak di bagian utara dan timur Aceh. Daerah Aceh memiliki ketinggian rata-rata 125 meter di atas permukaan laut. Luas Provinsi Aceh pada saat ini adalah 57.365,57 km per segi atau merangkumi 12.26% pulau Sumatra, yang terdiri atas 119 buah pulau, 73 sungai yang besar dan 2 buah danau 6.
3.2. Pemerintahan 3.2.1.Sejarah Ringkas Pemerintahan Aceh Aceh telah dikenal sejak abad ke-6, sebagai kerajaan oleh pedagang Cina dan India. Beberapa kerajaan Islam yang pertama dikenal antara lain Kerajaan Peurelak dan Kerajaan Samudra Pasai. Kerajaan Aceh mulai menjadi besar ketika Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis pada abad ke-16, dimana perdagangan yang dulunya berpusat di Malaka pindah ke Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Ali Mughayatsyah 7. Dalam perjalanannya kerajaan tersebut mencapai puncak 6
7
http://aceh.bps.go.id/I.htm Diolah dari http://www.acehprov.go.id/6;Aceh-Ensiklopedi dan berbagai sumber lainnya
34 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
35
keemasan pada pemerintahan Sultan Iskandar Muda pada abad ke-17, dengan wilayah kekuasaan mencapai pesisir Sumatera Barat. Selain itu, Aceh juga telah menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di dunia Barat termasuk Inggris, Ottoman dan Belanda. Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, Aceh mengalami kemunduran yang ditandai dengan Traktat London pada 1924, yang menyerahkan kawasan taklukan Inggris di Sumatera kepada Belanda. Meskipun mengalami kemunduran namun Aceh mampu memberikan perlawanan kepada Belanda dalam perang terlama yang dihadapi Belanda yakni Perang Aceh pada periode 1873 sampai 1942.
3.2.2. Struktur Pemerintahan Pemerintahan Aceh adalah kelanjutan dari Pemerintahan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Pemerintahan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Pemerintahan Aceh dilaksanakan oleh Pemerintah Aceh, dalam hal ini Gubernur Aceh sebagai lembaga eksekutif, dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh sebagai lembaga legislatif. Pemerintahan Aceh dibentuk berdasarkan Sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang bersifat khusus atau bersifat istimewa. Perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh yang memiliki ketahanan dan daya juang tinggi. Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). UU Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. UU 11 Tahun 2006, yang berisi 273 pasal, merupakan Undang-undang Pemerintahan Daerah bagi Aceh secara khusus. Materi UU ini, selain itu materi Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
36
kekhususan dan keistimewaan Aceh yang menjadi kerangka utama dari UU 11 Tahun 2006, sebagian besar hampir sama dengan UU 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Oleh karena itu Aceh tidak tergantung lagi pada UU Pemerintahan Daerah (sepanjang hal-hal yang telah diatur menurut UU Pemerintahan Aceh). 8
3.2.3. Wilayah Administrasi Wilayah Provinsi Aceh mempunyai batas-batas sebagai berikut: 1. sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka; 2. sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara; 3. sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka; dan 4. sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Indonesia. Wilayah Provinsi Aceh dibagi dalam 18 Kabupaten dan 5 Kota. Tabel 3.1 di bawah ini memberikan informasi tentang pembagian wilayah adminsitratif pada tingkat kabupaten – kota beserta ibu kota dan luas masing-masing kabupaten/kota.
8
Karena begitu banyak materi mengenai pemerintahan Aceh dan diluar cakupan studi ini, maka yang ingin mengetahui lebih jauh, slihakan membaca UU 11/2006. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
37
Tabel 3.1. Administrasi Pemerintahan Provinsi Aceh
Keterangan Sumber: Luas 1 ) adalah luas menurut Final Report RTRWP DI Aceh 2000, p.IV-8 Luas 2 ) adalah luas menurut Laporan Kemajuan RTRWP ACEH 2004, p.III-5 Luas 5 ) adalah luas menurut Buku Aceh Dalam Angka 2008, p.33. Luas 3 ) adalah luas menurut Laporan Kemajuan RTRWP ACEH 2004, p.IV-17 Luas 4 ) adalah luas menurut Laporan Akhir RTRWP ACEH 2006, p.2-80 *) Luas Kabupaten Pidie Jay amasih tergabung denganK abupaten Pidie. **) Luas Kota Subulussalam masih tergabung denganK abupaten Aceh Singki.l
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012
Sedangkan posisi geografis, masing-masing kabupaten-kota dapat dilihat pada Gambar 3.1 tentang peta wilayah administrasi Aceh di bawah ini.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
38
Gambar 3.1. Peta Administrasi Wilayah Provinsi Aceh Sumber : http://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Aceh_dati2l.jpg
Sampai dengan tahun 1998,wilayah administratif Aceh terdiri atas 10 Kabupaten/kota yaitu Kota Sabang, Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Besar, Kabupaten Pidie, Kabupaten Aceh Utara, Kabupaten Aceh Timur, Kabupaten Aceh
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
39
Tengah, Kabupaten Tenggara, Kabupaten Aceh Barat, dan Kabupaten Aceh selatan. Langkah-langkah pemekaran yang berlangsung sejak 1999 telah menyebabkan saat ini povinsi Aceh terbagi menjadi 23 kabupaten/kota, yaitu 18 kabupaten (Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Tamiang, Bener Meriah, Aceh Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Singkil, Siemeulue) dan 5 kota (Banda Aceh, Sabang, Lhokseumawe, Langsa dan Subussalam). Wilayah-wilayah yang mengalami pemekaran adalah Aceh Utara, Aceh Barat, Aceh Timur, Pidie, Aceh Tengah, Aceh Tenggara, Aceh Selatan serta Aceh Singkil. Dimana kabupaten Bireuen pisah dari kaupaten Aceh Utara,kabupaten Simeuleu pisah dari kabupaten Aceh Barat pada tanggal 4 Oktober 1999 (UU no 48 tahun 1999 tentang pemekaran kabupaten Bireuen dan kabupaten Simeulue) dan tanggal 20 april 1999 kabupaten aceh singkil pisah dari kabupaten Aceh Selatan (UU no 14 tahun 1999). Tahun 2001 kota Lhokseumawe pisah dari kabupaten Aceh Utara pada tanggal 21 Juni 2001 (UU no 2 tahun 2001), sedangkan kota Langsa pisah dari kabupaten Aceh Timur pada tanggal 21 Juni 2001 (UU no 3 tahun 2001). Tanggal 10 April 2002 kembali terjadi pemekaran sebanyak 5 kabupupaten di Aceh yaitu kabupaten Nagan Raya dan kabupaten Aceh Jaya pisah dari kabupaten Aceh Barat, kabupaten Aceh Barat Daya pisah dari kabupaten Aceh Selatan, kabupaten Aceh Tamiang pisah dari kabupaten Aceh Timur, dan kabupaten Gayo Lues pisah dari kabupaten Aceh Tenggara (UU no 4 tahun 2002). Tanggal 18 Desember 2003 kabupaten Bener Meriah pisah dari kabupaten Aceh Tengah (UU no 41 tahun 2003. Dan terakhir tahun 2007, tanggal 2 Januari 2007, kabupaten Pidie Jaya pisah dari kabupaten Pidie (UU no 7 tahun 2007), kota Subussalam pisah dari kabupaten Aceh Singkil (UU no 8 tahun 2007).9
9
Sumber :
http://id.wikipedia.org/wiki/Pemekaran_daerah_di_Indonesia#Nanggroe_Aceh_Darussalam
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
40
3.3. Perekonomian 3.3.1.Potensi Perekonomian Dengan letak dan posisi Aceh yang berada di ujung utara/barat pulau Sumatera dan dikelilingi oleh laut secara umum dipengaruhioleh persimpangan arus dan gerakan Samudera Hindia, Selat Malaka dan LautCina Selatan yang berinteraksi dengan daratan pulau Sumatera, SemenanjungMalaka, Kepulauan Andaman dan Nikobar, maka menampilkan ekosistem lautdisepanjang pesisir Aceh yang sangat sesuai bagi kehidupan biota laut.Selain memilikikekayaan berupa sumber daya alam yang sangat melimpah, juga sumber dayahayati disektor kelautan dan perikanan yang belum dimanfaatkan secara
optimal.
3.3.2. Potensi Sektor Pertanian Potensi sektor primer Aceh dapat dilihita dari potensi sektor pertanian dan pertambangan.Daerah Aceh memiliki potensi besar di bidang pertanian dan perkebunan. Pertanian di daerah Aceh menghasilkan beras, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, jagung, kacang kedelai, sayur-sayuran, dan buah-buahan. Sedangkan di bidang perkebunan, Aceh menghasilkan coklat, kemiri, karet, kelapa sawit, kelapa, kopi, cengkeh, pala, nilam, lada, pinang, tebu, tembakau, dan randu. Daerah Aceh juga banyak menghasilkan sayur-sayuran dan buah-buahan, seperti bawang merah, cabe, kubis, kentang, kacang panjang, tomat, ketimun, pisang, mangga, rambutan, nangka, durian, jambu biji, pepaya, dan melinjo. Sektor pertanian adalah motor penggerak perekonomian masyarakat Aceh. Pada 2005, memiliki lahan sawah beririgasi teknis seluas 96.683 ha, beririgasi setengah teknis 44.230 ha dan beririgasi non teknis seluas 74.027 ha. Produksi padi tercatat sebesar 1.411.649 ton Gabah Kering Giling (GKG) dimana mengalami penurunan dibandingkan tahun 2004 sebesar 1.552.083 atau 9,22%. Penurunan ini akibat luasnya kerusakan lahan akibat tsunami. Secara umum padi sawah mendominasi persediaan pangan dibandingkan dengan padi ladang, hanya berproduksi 8.509 ton dibanding padi sawah dengan produksi 1.403.139 ton tahun.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
41
Luas areal irigasi yang dikelola Dinas Sumber Daya Air Provinsi Aceh terdiri dari: (1) jaringan irigasi teknis; (2) setengah teknis dan (3) jaringan irigasi sederhana (tradisional) dengan jumlah total luas areal potensial 214.940 ha pada tahun 2005. Jika dibandingkan tahun 2004 dengan luas 214.939 ha terdapat penurunan pada tanggal 26 Desember Tahun 2004 provinsi Aceh dilanda gempa yang sangat dahsyat, yang telah memporak porandakan seluruh asset daerah, termasuk didalamnya aset irigasi. Sampai dengan tahun 2006 hanya 70% dari daerah Irigasi yang berfungsi dengan baik dan 30% tidak berfungsi karena jaringan yang belum lengkap atau mengalami degradasi akibat kurang pemeliharaan. Sumber daya pertanian di Aceh tersebar di daerah Subulussalam, Singkil, Kota Lokop, dan Pulau Banyak. Potensi hasil perkebunan rakyat dan kehutanan tersebar di Krueng Jreu, Krueng Baro, Seulimun dan Takengon, meliputi komoditas utama kopi, kayu, kulit kayu, dan rotan. Hasil hutan di Provinsi Aceh dalam buku BPS tahun 1998 tidak terlalu lengkap dibandingkan sektor lain. Data yang ada hanya menunjukkan produksi kayu bulat di setiap kabupaten, yang diperinci menurut PKT-HPH, IPK-HPH, dan IPK nonHPH. Data kayu bulat provinsi Aceh tahun 1996/1997 sebagai berikut; PKT-HPH adalah 606.345,01 m3; IPK-HPH adalah 100.914,87 m3, dan IPK non HPH adalah 72.116,24 m3. Dengan demikian, total hasil kayu bulat Aceh pada tahun tersebut adalah 1.025.471,45 m3. Aceh juga angat potensil dalam hal perikanan yang terdiri atas
perikanan
darat dan laut. Sebelum bencana tsunami 26 Desember 2004, perikanan merupakan salah satu pilar ekonomi lokal di Nanggroe Aceh Darussalam, menyumbangkan 6,5 persen dari Pendapatan Daerah Bruto (PDB) senilai Rp 1,59 triliun pada tahun 2004 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2005). Potensi produksi perikanan tangkap mencapai 120.209 ton/tahun sementara perikanan budidaya mencapai 15.454 ton/tahun pada tahun 2003 (Dinas Perikanan dan Kelautan NAD 2004). Produksi perikanan tersebut merata, baik di Samudera Hindia maupun Selat Malaka. Industri perikanan menyediakan lebih dari 100.000 lapangan kerja, 87 persen (87.783) di sub sektor perikanan tangkap dan sisanya (14.461) di sub sektor perikanan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
42
budidaya. Sekitar 53.100 orang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian utama. Namun demikian, 60 persen adalah nelayan kecil menggunakan perahu berukuran kecil. Dari sekitar 18.800 unit perahu/kapal ikan di Aceh, hanya 7.700 unit yang mampu melaut ke lepas pantai. Armada perikanan tangkap berskala besar kebanyakan beroperasi di Aceh Utara, Aceh Timur, Bireuen, Aceh Barat dan Aceh Selatan. Infrastruktur penunjang industri ini meliputi satu pelabuhan perikanan besar di Banda Aceh, 10 pelabuhan pelelangan ikan (PPI) utama di 7 kabupaten/kota dan sejumlah tempat pelelangan ikan (TPI) kecil di 18 kabupaten/kota. Selain itu terdapat 36.600 hektar tambak, sebagian besar tambak semi intensif yang dimiliki petambak bermodal kecil. Tambak-tambak ini tersebar di Aceh Utara, Pidie, Bireuen dan Aceh Timur. Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Indonesia mengelola sebuah pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) budidaya, sebuah pusat penelitian dan pengembangan (Puslitbang) budidaya, sebuah laboratorium uji mutu perikanan dan sebuah kapal latih. Di tiap kabupaten/kota, terdapat dinas perikanan dan kelautan. Total aset di sektor perikanan pra-tsunami mencapai sekitar Rp 1,9 triliun. Di sektor peternakan, Aceh menghasilkan ternak sapi potong, kerbau, kuda, kambing, domba, ayam buras, ayam pedaging, ayam petelur, dan itik.
3.3.3. Potensi Sektor Pertambangan Potensi hasil tambang di Aceh, antara lain meliputi gas alam, minyak bumi, batu bara, emas, dan tembaga. Gas alam dan minyak bumi yang ada di Arun dan daerah lainnya di Aceh telah memberikan sumbangan yang cukup besar terhadap devisa negara. Aceh juga memiliki bahan tambang, seperti tembaga, timah hitam, minyak bumi, batubara, dan gas alam. Selain itu, terdapat tambang emas di daerah Aceh Besar, Pidie, Aceh Tengah, dan Aceh Barat. Tambang biji besi terdapat di Aceh Besar, Aceh Barat, dan Aceh Selatan. Tambang mangan terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara dan Aceh Barat. Sementara tambang biji timah, batu bara, dan minyak bumi
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
43
terdapat di Aceh Barat dan Aceh Timur, yakni di Rantau Kuala dan Simpang Peureulak, serta gas alam di daerah Lhok Sukon dan Kabupaten Aceh Utara. Penyebaran potensi ertambangan yang di hasil kan provinsi Aceh, antara lain : • Emas, di Woyla. • Seunagan, Aceh Barat. • Pisang Mas di Beutong. • Payakolak, Takengon Aceh Tengah. • Batubara di Kaway XI, di Semayan di Aceh Barat. • Batugamping di Tanah Greuteu, Aceh Besar; di Tapaktuan.
3.3.4. Potensi Sektor Industri Di bidang industri, daerah Aceh memiliki potensi cukup besar terutama industri hasil hutan, perkebunan, dan pertanian, seperti minyak kelapa sawit, atsiri, karet, kertas, serta industri hasil pengolahan tambang yang belum berkembang secara optimal. Jenis industri yang ada meliputi industri makanan, minuman, dan tembakau; industri tekstil dan pakaian jadi; industri kayu, bambu, rotan, dan sejenisnya; industri kertas dan barang-barang dari kertas; industri kimia dan barang-barang dari kimia; industri logam dan barang-barang dari logam. Hasil produksi komoditas industri utama berupa semen, pupuk, kayu gergajian, moulding chips, plywood, dan kertas. Aceh memiliki sejumlah perusahaan-perusahaan raksasa di sektor industri. Dintaranya adalah; PT. Arun, PT. PIM, PT. AAF, Lafarge Semen Andalas, Exxon Mobil. Sebagian besar perusahaan-perusahaan tersebut bergerak di industri minyak dan gas (Migas).
3.3.5. Infrastruktur Listrik Tabel 3.1 menunjukkan perkembangan KWH listrik yang dibangkitkan PLN Aceh dan perkembangan jumlah pelanggan, selama periode 1995-2010.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
44
Tabel 3.2. Jumlah KWH Yang Dibangkitkan dan Banyaknya Pelanggan PT. PLN (Persero) Wilayah Aceh, Tahun 1995-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012 Data di atas menunjukkan
bahwa setelah mengalami peningkatan yang
konsisten selama periode 1995-1998, jumlah listrik dihasilkan oleh PLN pada periode 1999 sampai 2010 terus mengalami penurunan. Jumlah listrik yang dihasilkan PLN tahun 2010 adalah kurang dari separuh jumlah listrik yang dihasilkan pada tahun 1998. Sekalipun jumlah listrik yang dihasilkan mengalami penurunan, tetapi jumlah pelanggan terus meningkat. Pada tahun 1995 jumlah pelanggan adalah 334.206, Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
45
sedangkan pada tahun 2010 adalah 987.027. Dengan demikian jumlah pelanggan PLN naik hampir 3 kali lipat selama 15 tahun terakhir ini.
Jalan Raya Sampai tahun 2010 panjang jalan raya kabupaten/kota adalah 13.581 kilo meter. Hanya sepanjang 2.409 kilo meter (18%) saja yang dalam kondisi baik. Sedangkan jalan yang rusak adalah sepanjang 4.130 meter atau 30% total panjang jalan. Dilihat dari jenis permukaan, hanya sekitar 5.589 kilo meter jalan atau sekitar 42% yang merupakan jalan aspal. Sisanya merupakan jalan kerikil dan tanah. Total jalan provinsi sampai tahun
2010 adalah 1.813 kilo meter. Hanya
separuhnya yang merupakan jalan aspal. Sedangkan kondisi jalan provinsi yang berkualitas baik kurang dari 50%. Panjang jalan negara di provinsi Aceh pada tahun 2010 adalah 1.803 kilo meter, dimana sekitar 62% yang berada dalam kondisi baik. Selama tahun 2006-2010, panjang jalan di Aceh bertumbuh relatif lambat, karena selama 4 tahun panjang jalan hanya bertambah 900 kilo meter dan sebagian besar merupakan jalan kabupaten-kota.
Pelabuhan dan bandara Pemerintah, Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota dapat membangun pelabuhan dan bandar udara umum di Aceh. Pengelolaan pelabuhan dan bandar udara yang dibangun oleh Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota
dilakukan
oleh
Pemerintah
Aceh
dan/atau
pemerintah
Kabupaten/Kota. Pelabuhan dan bandar udara umum yang pada saat Undang-Undang ini diundangkan, dikelola oleh badan usaha milik negara (BUMN) dikerjasamakan pengelolaannya dengan Pemerintah Aceh dan/atau pemerintah Kabupaten/Kota.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
46
Sabang free trade area (SAFTA) Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari: • tata niaga; • pengenaan bea masuk; • pajak pertambahan nilai; dan • pajak penjualan atas barang mewah. Gubernur selaku wakil Pemerintah berwenang melarang jenis barang tertentu untuk dimasukkan ke dalam atau dikeluarkan dari kawasan Sabang. Pemerintah bersama Pemerintah Aceh mengembangkan Kawasan Perdagangan Sabang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi regional melalui kegiatan di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi dan maritim, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, pengolahan, pengepakan, dan gudang hasil pertanian, perkebunan, perikanan, dan industri dari kawasan sekitarnya. Untuk memperlancar kegiatan pengembangan Kawasan Sabang, Pemerintah melimpahkan kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain yang diperlukan kepada Dewan Kawasan Sabang. Dewan Kawasan Sabang juga menerima pendelegasian kewenangan di bidang perizinan dan kewenangan lain yang diperlukan untuk pengembangan Kawasan Sabang, dari Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten Aceh Besar dan Pemerintah Kota Sabang. Kewenangan Dewan Kawasan Sabang dilaksanakan oleh Badan Pengusahaan Kawasan Sabang untuk mengeluarkan izin usaha, izin investasi, dan izin lain yang diperlukan para pengusaha yang mendirikan dan menjalankan usaha di Kawasan Sabang.
Fasilitas khusus Penduduk Aceh dapat melakukan perdagangan secara bebas dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui darat, laut dan udara tanpa hambatan pajak, bea, atau hambatan perdagangan lainnya, kecuali perdagangan dari daerah yang Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
47
terpisah dari daerah pabean Indonesia. Penduduk di Aceh dapat melakukan perdagangan dan investasi secara internal dan internasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan dapat menyediakan fasilitas perpajakan berupa keringanan pajak, pembebasan bea masuk, pembebasan pajak-pajak dalam rangka impor barang modal, dan bahan baku ke Aceh dan ekspor barang jadi dari Aceh, fasilitas investasi, dan lain-lain fasilitas fiskal yang diusulkan oleh Pemerintah Aceh.
3.3.3. Keuangan Daerah Selama periode 1983-2010 nilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah provinsi Aceh meningkat hampir 3000 kali lipat. Peningkatan terpesat mulai terlalu antara tahun 2001-2005 dan mengalami percepatan antara tahun 2006-2010. Namun bila dihitung dari nilai
riil, selama periode 1983-2010 APBD provinsi Aceh
meningkat 175 kali lipat. Hal ini menunjukkan peningkatan APBD daerah yang sangat tinggi. Dalam perkembangan terbaru, berdasarkan undang-undang, Pendapatan Daerah bersumber dari; (1)Pendapatan Asli Daerah; (2)Dana Perimbangan;(3) Dana Otonomi Khusus; dan lain-lain pendapatan yang sah. Sedangkan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) Aceh dan PAD Kabupaten/Kota terdiri atas: pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan milik Aceh/Kabupaten/Kota dan hasil penyertaan modal Aceh/Kabupaten/ Kota, zakat; dan lain-lain pendapatan asli Aceh dan pendapatan asli Kabupaten/Kota yang sah. Dana perimbangan terdiri atas; bagian dari penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebesar 90% (sembilan puluh persen); bagian dari penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) sebesar 80%; bagian dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21) sebesar 20%; bagian dari kehutanan sebesar 80%; bagian dari perikanan sebesar 80%; bagian dari pertambangan umum sebesar 80% ; bagian dari pertambangan panas bumi sebesar 80% ; bagian dari pertambangan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
48
minyak sebesar 15%; dan bagian dari pertambangan gas bumi sebesar 30%; tambahan dana bagi hasil bagian dari pertambangan minyak sebesar 55%; dan tambahan dana bagi hasil bagian dari pertambangan gas bumi sebesar 40% . Sampai tahun 2010, sumbangan PAD dalam penerimaan relatif masih kecil, yaitu kurang dari 20% penerimaan APBA. Dengan demikian dalam hal penerimaan APBA masih memiliki ketergantungan yang besar kepada pemerintah pusat.
Dana Otonomi Khusus Dana Otonomi Khusus merupakan penerimaan Pemerintah Aceh yang ditujukan untuk membiayai pembangunan terutama pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur, pemberdayaan ekonomi rakyat, pengentasan kemiskinan, serta pendanaan pendidikan, sosial, dan kesehatan. Dana Otonomi Khusus berlaku untuk jangka waktu 20 (dua puluh) tahun, dengan rincian untuk tahun pertama sampai dengan tahun kelima belas yang besarnya setara dengan 2% plafon Dana Alokasi Umum Nasional dan untuk tahun keenam belas sampai dengan tahun kedua puluh yang besarnya setara dengan 1%
plafon Dana Alokasi Umum Nasional. Dana
Otonomi Khusus berlaku untuk daerah Aceh sesuai dengan batas wilayah Aceh. Penggunaan Dana Otonomi Khusus dilakukan untuk setiap tahun anggaran yang diatur dalam Qanun Aceh. Dana otonomi khusus untuk tahun pertama mulai berlaku sejak tahun anggaran 2008. Qanun Nomor 2 tahun 2008 tentang Tata Cara Pengalokasian tambahan Dana Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi dan Dana Otonomi Khusus (DOK) mengatur 60% dari DOK akan dialokasikan untuk membiayai program-program pembangunan pemerintah kabupaten/kota (misalnya, pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur) melalui program bersama antar pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota, dan sisanya sebesar 40% akan digunakan untuk membiayai program-program provinsi, yang juga dilaksanakan di kabupaten/kota, seperti ditampilkan pada Gambar 3.2.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
49
Gambar 3.2. DOK Meningkatkan Pendapatan Pemerintah Provinsi Aceh Sumber : Pemerintah Aceh, Depkeu, Universitas Syiah Kuala, dan perhitungan staff Bank Dunia. Catatan : Gambar balok berdasarkan harga konstan 2006, gambar garis harga untuk setiap tahun.
sekarang
Menyusul peningkatan yang sangat besar pada sisi pendapatan, pengeluaran publik secara keseluruhan di Aceh telah meningkat. Setelah terjadinya penurunan tipis pada tahun 2005, pengeluaran pemerintah provinsi dan kabupaten/kota mulai meningkat secara signifikan pada tahun 2006. Total pengeluaran daerah di Aceh naik hampir dua kali lipat pada tahun 2006 dibandingkan dengan tingkat pengeluaran pada tahun 2005.
Keuangan Syariah Zakat, harta 'wakaf, dan harta agama dikelola oleh Baitul Mal Aceh dan Baitul Mal Kabupaten/Kota yang diatur dengan Qanun. Zakat yang dibayar menjadi faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terhutang dari wajib pajak.
Kewenangan Eksklusif Pemerintah Aceh berwenang menetapkan persyaratan untuk lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank dalam penyaluran kredit di Aceh sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Aceh dapat menetapkan tingkat suku bunga tertentu setelah mendapatkan kesepakatan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
50
dengan lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank terkait. Pemerintah Aceh dapat menanggung beban bunga akibat tingkat suku bunga untuk program pembangunan tertentu yang telah disepakati dengan DPRA. Bank asing dapat membuka cabang atau perwakilan di Aceh sesuai dengan peraturan perundangundangan. Perekonomian di Aceh merupakan perekonomian yang terbuka dan tanpa hambatan dalam investasi sebagai bagian dari sistem perekonomian nasional. Perekonomian di Aceh diarahkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing demi terwujudnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, keadilan, pemerataan, partisipasi rakyat dan efisiensi dalam pola pembangunan berkelanjutan. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya yang meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batu bara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan, dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan.
3.4.Kependudukan dan Ketenagakerjaan Pada tahun 1983 jumlah penduduk Aceh sekitar 2,8 juta jiwa, sedangkan pada tahun 2010 jumlahnya adalah sekitar 4,5 juta jiwa. Dengan demikian selama satu generasi (25 tahun) jumlah penduduk Aceh meningkat tidak sampai dua kali lipat.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
51
Tabel 3.3. Penyebaran Penduduk Aceh Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2006-2010
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik Provinsi Aceh, jumlah penduduk Provinsi Aceh pada bulan Desember 2009 adalah 4.664.987 jiwa dengan kepadatan 76 jiwa/km2. Mayoritas penduduknya beragama Islam dengan persentase 98,87 persen. Sedangkan 0,87 persen beragama Protestan, 0,15 persen beragama Budha, 0,09 persen beragama Katholik dan minoritas beragama Hindu sebesar 0,02 persen.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
52
Distribusi penduduk sebanyak 12,25 persen berdomisili di Kabupaten Aceh Utara yaitu 493.670 jiwa, 11,77 persen berdomisili di Kabupaten Pidie atau 474.539 jiwa dan sisanya tersebar di seluruh Aceh. Sedangkan sebanyak 28.597 jiwa berdomisili di Pulau Sabang, menjadikannya sebagai daerah dengan populasi terkecil. Kota Sabang yang dahulu terkenal dengan pelabuhan bebasnya (1980-an) masih mempunyai penduduk paling sedikit dibandingkan dengan daerah lainnya. Status Kawasan Ekonomi Terpadu (KAPET) dengan pelabuhan bebasnya ternyata belum mampu menarik penduduk pindah ke daerah kepulauan tersebut. Kepadatan penduduk di Provinsi Aceh tahun 2009 mencapai 76 orang/km2. Namun, penduduk yang menyebar di 23 Dati II berbeda kepadatannya antar daerah. Daerah terpadat adalah kota Banda Aceh yang rata-rata per kilometernya wilayahnya dihuni oleh sekitar 2.916 jiwa. Lalu kota Lhokseumawe dan kota Langsa masingmasing 854 jiwa/km2 dan 525 jiwa/km2. Sebaliknya, daerah yang paling jarang penduduknya yaitu hanya 13 jiwa/km2 adalah Kabupaten Gayo Lues.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
53
Tabel 3.4 di bawah ini memberikan gambaran ketenagakerjaan Aceh tahun 2010-2011. Tabel 3.4. Indikator Ketenagakerjaan Tahun 2010-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012 Data pada Tabel 3.4 di atas menunjukkan bahwa sekitar 70% penduduk Aceh merupakan penduduk usia kerja. Sekitar 66% penduduk usia kerja merupakan angkatan kerja (AK). Data juga menunjukkan tingkat pengangguran di Aceh selama tahun 2010-2011 masih tinggi, karena masih lebih tinggi dari 8% AK.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
54
3.5.Kesejahteraan Rakyat 3.5.1. Pendidikan Setiap penduduk Aceh berhak mendapat pendidikan yang bermutu dan Islami sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pendidikan tersebut diselenggarakan berdasarkan atas prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai Islam, budaya, dan kemajemukan bangsa. Penduduk Aceh yang berusia 7 (tujuh) tahun sampai 15 (lima belas) tahun wajib mengikuti pendidikan dasar tanpa dipungut biaya. Pemerintah Pusat, Pemerintahan Aceh, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota mengalokasikan dana untuk membiayai pendidikan dasar dan menengah. Pemerintahan
Aceh
dan
Pemerintahan
Kabupaten/Kota
menyediakan
pendidikan layanan khusus bagi penduduk Aceh yang berada di daerah terpencil atau terbelakang. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota memberikan kesempatan luas kepada lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat dan dunia usaha untuk menyelenggarakan dan mengembangkan pendidikan yang bermutu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah, Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota memfasilitasi penyelenggaraan pendidikan untuk mendapatkan tenaga kependidikan yang professional dari luar negeri sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pemerintah Aceh meningkatkan fungsi Majelis Pendidikan Daerah yang merupakan salah satu wadah partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan yang tata cara pembentukan, susunan dan fungsinya diatur dalam Qanun Aceh. Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota melindungi, membina, mengembangkan kebudayaan dan kesenian Aceh yang berlandaskan nilai Islam dengan mengikutsertakan masyarakat dan lembaga sosial. Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota, mengakui, menghormati dan melindungi warisan budaya dan seni kelompok etnik di Aceh sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Bahasa daerah diajarkan dalam pendidikan sekolah sebagai muatan lokal. Pemerintah dan Pemerintah Aceh memelihara dan mengusahakan pengembalian benda-benda sejarah yang hilang atau dipindahkan dan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
55
merawatnya sebagai warisan budaya Aceh sesuai dengan peraturan perundangundangan diatur dengan Qanun Aceh.
3.5.2. Sosial dan Kesehatan Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota membangun panti sosial bagi penyandang masalah sosial dengan memberikan peran kepada masyarakat termasuk lembaga swadaya masyarakat. Setiap penduduk Aceh mempunyai hak yang sama dalam memperoleh pelayanan kesehatan dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal. Setiap penduduk Aceh berkewajiban untuk ikut serta dalam memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan perorangan, keluarga, dan lingkungan. Setiap anak yatim dan fakir miskin berhak memperoleh pelayanan kesehatan yang menyeluruh tanpa biaya. Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan pelayanan kesehatan berdasarkan standar pelayanan minimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sepanjang tidak bertentangan dengan syari’at
Islam.
Pemerintah
Aceh
dan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
dapat
mengikutsertakan lembaga sosial kemasyarakatan untuk berperan dalam bidang kesehatan. Pemerintah Aceh dan pemerintah Kabupaten/Kota dapat mengikutsertakan lembaga sosial kemasyarakatan untuk berperan dalam program perbaikan, pemulihan psikososial, dan kesehatan mental akibat konflik dan bencana alam.
3.5.3. Penduduk Miskin Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada bulan September 2011 sebesar 19,48 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan Maret 2011 yaitu sebesar 19,57 persen. Selama periode Maret 2011-September 2011, persentase penduduk miskin di daerah perkotaan menurun 0,66 persen (dari 13,69 persen menjadi 13,03 persen), sementara di daerah perdesaan meningkat 0,14 persen (dari 21,87 persen menjadi 22,01 persen).
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
56
Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan lebih besar dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan). Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan pada September 2011 sebesar 76,42 persen sedangkan pada Maret 2011 sebesar 76,41 persen. Komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah beras, rokok kretek filter, ikan tongkol/tuna/cakalang, gula pasir, telur ayam ras, dan cabe merah. Untuk komoditi bukan makanan yang berpengaruh terhadap nilai Garis Kemiskinan adalah biaya pakaian jadi, perumahan, bensin, dan listrik. Pada periode Maret 2011-September 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit. Tabel 3.5 di bawah ini memberikan perkembangan indikator kemiskinan provinsi Aceh,selama tahun 2010-2011.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
57
Tabel 3.5. Indikator Kemiskinan, 2010-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012
Data pada Tabel 3.5 di atas menunjukkan bawa sampai tahun 2011 jumlah penduduk miskin di Aceh masih besar yaitu sekitar 900.000 jiwa atau sekiatr 20% penduduk Aceh. Dengan demikian sampai tahun 2011 satu di antara 5 penduduk Aceh adalah orang miskin.
3.5.4. Indeks Pembangunan Manusia(IPM) Pembangunan manusia diartikan sebagai ‘proses memperbesar rentang pilihan masyarakat’. Diusulkan untuk pertama kali pada 1990 oleh UNDP di dalam laporan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
58
global Human Development, konsep ini dikembangan oleh dua ekonom, yaitu Mahbub ul Haq dan Amartya Sen. Tabel berikut ini menunjukkan IPM Aceh. Tabel 3.6 di bawah ini menunjukkan perkembangan angka
IPM
kabupaten/kota Aceh selama periode 2010-2011. Tabel 3.6. Indeks Pembangunan Manusia dan Reduksi Shortfall Menurut Kabupaten/Kota 2009-2011
Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Aceh, http://aceh.bps.go.id/, 2012
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
59
Tabel 3.6. menggambarkan kualitan pembangunan manusia setiap kabupaten. Dari data di atas terlihat kualitas IPM kota lebih baik dibanding kabupaten, kecuali kota Subussalam. IPM kota Banda Aceh merupakan IPM tertinggi yaitu 77,00 pada tahun 2009 meingkat menjadi 77,45 pada tahun 2010. Sedangkan kabupaten Gayo Lues merupakan IPM terendah yaitu 67,59 tahun 2009 kemudian mengalami perbaikan sangat sedikit tahun 2010 yaitu 67,86. Secara umum IPM Aceh pada tahun 2009 yaitu 71,31 yang mengalami perbaikan sangat kecil yaitu 71,70 pada tahun 2010.
3.5.5. HAM dan Rekonsiliasi Setiap penduduk berhak: antara lain atas kebebasan untuk melakukan penelitian akademik, kreasi seni, sastra, dan aktivitas budaya lain yang tidak bertentangan dengan syari’at Islam; Untuk memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi sesudah UU 11/2006 diundangkan dibentuk Pengadilan Hak Asasi Manusia di Aceh yang putusannya memuat antara lain pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi bagi korban pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah Pusat, Pemerintah Aceh, dan Pemerintah Kabupaten/Kota serta penduduk Aceh berkewajiban memajukan dan melindungi hak-hak perempuan dan anak serta melakukan upaya pemberdayaan yang bermartabat. Untuk mencari kebenaran dan rekonsiliasi dibentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh. Dalam menyelesaikan kasus pelangggaran hak asasi manusia
di
Aceh,
Komisi
Kebenaran
dan
Rekonsiliasi
di
Aceh
dapat
mempertimbangkan prinsip-prinsip adat yang hidup dalam masyarakat. Ketentuan tata cara pelaksanaan pemilihan, penetapan anggota, organisasi dan tata kerja, masa tugas, dan biaya penyelenggaraan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi di Aceh selanjutnya akan diatur dengan Qanun Aceh.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
60
3.6. Periodesasi Konflik Aceh Komnas Perempuan (2007), membagi konflik Aceh kedalam 3 periodesasi yaitu: a. Masa Daerah Operasi Militer ≤1999) Sebagai daerah konflik bersenjata, khususnya setelah tahun 1989 ketika Aceh dinyatakan sebagai Daerah Operasi Militer/DOM, perempuan secara khusus menjadi bagian strategi perang dari pihak-pihak yang bertikai. Masa
operasi militer ini
berlangsug bahkan setelah pemeritah RI mencabut status DOM pada 7 Agustus 1998. Kebijakan ini diikuti penarikan sejumlah pasukan non organik dan disertai pernyataan lisa Panglima ABRI jenral Wiranto tentang permintaan maaf atas berbagai tindak kekerasan yang terjadi oleh aparat militer. b. Masa Dialog Damai (2000-Mei 2003) Masa ini ditandai denga kesepakatan antara pemerinah RI dan GAM pada 12 Mei 2000 tentang penetapan Jeda Kemanusiaan yang mulai berlaku pada 2 juni 2000. Jeda Kemanusiaan bertujuan antara lain untuk mengirimkan bantuan kemanusiaan pada masyarakat korban akibat konflik di Aceh melalui Komte Bersama Kemanusiaan dan untuk meningkatkan langkah-langkah membangun kepercaan untuk mendapatkan solusi damai terhadap situasi konflik di Aceh. Karena dinilai gagal, upaya mencapai perdamaian ditindaklanjuti dengan Perjanjian Penghentian Permusuhan (Cessation of Agreement/CoHA) yang ditandaangani pada 9 Desember 2002 dan melibatkan pihak international. CoHA pun kemudian gagal untuk menghentikan permusuhan dan tindakan kekerasan dari kedua belah pihak. c. Masa Darurat Militer dan Sipil (19 Mei 2003-15 Agustus 2005) Gagalnya CoHA ditanggapi pemerintah RI denaga memberlakukan Keppres No 28 tahun 2003. Sejak 19 Mei 2003 sampai dengan 19 November 2003, Aceh dinyatakan sebagai daerah yang berada dalam status Darurat Militer. Status ini diperpanjang berdasarkan Keppres No 97 tahun 2003 sampai dengan 19 November 2004. Baru pada 15 Mei 2005, status Darurat Militer dicabut dan diganti ke status Darurat Sipil. Bagi masyarakat, perubahan dari darurat Militer ke Darurat Sipil tidak mempunyai
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
61
signifikansi kerena kekerasan, tekanan dan pembatasan pada kebebasan sipil terus berlangsung.
Masa Penandatanagan MoU Damai Antara Pemerintah RI da GAM Bencana tsunami yang menghantam sebagian besar wilayah Aceh membawa kehancuran yang begitu massif -bukan hanya dari segi kerusakan fisik tetapi juga kehilangan nyawa- dan sekaligus mendorong dibukanya fase baru dialog damai antara RI da GAM difasilitasi oleh pemerintah Finlandia. Sejak 15 Agustus 2005, melalui penandatanagan MoU Helsinki antara pemerintah RI dan GAM, konflik bersenjata di Aceh dinyatakan berakhir. Al Chaidar, Sayed, dan Yarmen (1999) mengutip pernyataan mantan Pangdam I/Bukit Barisan Mayjen TNI HR Pramono (1990-1993), bahwa selama tahun 19901992, Kodam I/BB melancarkan operasi jaring I dan operasi jaring. Hal ini diperkuat dengan pernyataan M Adli Abdullah yang menyatakan Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh tidak ada, yang ada adalah operasi jaring merah yang dimulai tahun 1990. 10 Berdasarkan sumber diatas maka disimpulkan konflik di Aceh dalam penelitian ini di mulai sejak tahun 1990 ditandai dengan diberlakukannya operasi jaring merah, dan berakhir tahun 2005 dengan adanya penandatangan damai antara RI dan GAM di Helsinki pada tanggal 15 Agustus 2005. Dengan demikian periode tahun 1980-1989 merupakan periode pra konflik, periode tahun 1990-2005 merupakan periode konflik dan tahun 2006-2010 merupakan periode pasca konflik.
10
M. Adli Abdullah adalah Doktor hukum dan pengajar Fakultas Hukum di Universitas Syah Kuala
sekaligus sebagai pengamat sejarah Aceh. Pernyataan tersebut dikonfimasikan secara langsung kepada peneliti melalui telpon.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
BAB 4 ANALISA HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1.Perkembangan Kinerja Ekonomi Makro Tabel 4.1 di bawah ini memberikan gambaran awal tentang perkembangan kinerja ekonomi makro di provinsi Aceh, selama tiga puluh tahun terakhir. Sesuai kebutuhan studi, maka perkembangan selama tahun 1980-2010 dikelompokkan menjadi tiga periode, yaitu Pra Konflik (1980-1989), Periode Konflik (1990-2005) dan Periode Paska Konflik, yang ditandai dengan ditandatanganinya perjanjian damai di Helsinki pada tahun 2005. Tabel 4.1. Perbandingan Perkembangan Kinerja Ekonomi Aceh Periode Pra Konflik, Periode Konflik dan Paska Perdamaian Helsinki Periode Indikator Ekonomi
Periode Periode Konflik (1990-2005)
Pra
Paska
Konflik (19801989)
Perjanjian 1990-
1996-
2001-
1990-
1995
2000
2005
2005
Helsinski (2006-2010)
Berdasarkan Data PDRB termasuk minyak dan gas harga konstan 2000 Pertumbuhan Ekonomi1(%/Tahun) Laju Inflasi2 (%/Tahun)
10
-3,4
-5,5
-1,0
-2,5
-2,7
5,9
16,6
32,5
13,4
17,7
5.7
Berdasarkan Data PDRB tidak termasuk minyak dan gas harga konstan 2000 Pertumbuhan Ekonomi1(%/Tahun) Laju Inflasi2 (%/Tahun) Tingkat Pengangguran3 (% Angkatan Kerja)
4,7
6,8
-3,2
3,0
2,2
4,6
12,9
11,9
25,9
9,7
15,6
5,2
6,6
6,6
10
5
7,5
5,3
Sumber: Diolah dari data BPS ; Catatan:1)Harga konstan 2000;2)Berdasarkan Deflator PDB; 3) = Angka Rata-Rata
62 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
63
4.1.1.Pertumbuhan Ekonomi Konflik Aceh bermula dengan gangguan-gangguan kecil yang lebih bersifat protes rakyat yang berkembang menjadi sporadis, kemudian semakin berlarut-larut, dan sewaktu-waktu menjadi parah, reda dan parah lagi. Akar masalahnya adalah ketidakadilan pembangunan dan sistem pemerintahan yang bersifat sentralistis pada masa Orde Baru. Namun karena setiap pernyataan ketidak puasan atau protes dari rakyat ditangani dengan pendekatan milietr maka kondisi keamananlah yang kemudian
menjadi
lebih
menonjol.
Akibatnya
permasalahan
tidak
pernah
terselesaikan secara tuntas.Keadaan menjadi bertambah parah dengan adanya operasi militer, yang lebih dikenal dengan istilah DOM (Daerah Operasi Militer) yang diakui sangat sadis itu. Semua ini sesungguhnya menjadi pelajaran yang amat pahit untuk tidak diteruskan dan diulangi lagi dimasa depan. 11 Apapun penyebabnya, konflik
Aceh yang dibiarkan berlarut-larut telah
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Gambar 4.1 di bawah ini menunjukkan bahwa diukur dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) termasuk minyak dan gas (Migas) dan tidak termasuk Migastahun dasar 2000, perekonomian Aceh terus memburuk selama periode konflik tahun1990-2005.
11
Said Zainal Abidin, Kondisi Perekonomian Aceh dan Upaya Penyelamatan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
64
60000000
1979
50000000
1980
40000000
1981 1982
30000000
1983
20000000
1984
0
1979 1987 1995 2003
10000000
1985 1986 1987
PDRB Non Migas 35000000 30000000 25000000
PDRB Non Migas
20000000 15000000 10000000
5000000
0
1980 1988 1996 2004
PDRB Riil 2000
Gambar 4.1. Perkembangan PDRB Harga Konstan 2000 Aceh 1979-2010(Miliar Rupiah) Sumber : Diolah dari data BPS berbagai tahun
Dari gambar PDRB Riil berdasarkan tahun dasar 2000, tercatat bahwa sebelum konflik PDRB riil berkisar antara 18-40 trilyun Rupiah.Sedangkan selama konflik tercatat PDRB riil sangat tinggi antara 35-54 Trilyun Rupiah.Kemudian pada periode setelah konflik turun lagi menjadi berkisar antara 33-36 Trilyun Rupiah. Angka PDRB riil mencapai tertinggi pada tahun 1991, yaitu pada tahun awal periode konflik. Hal ini sangat menarik untuk dicermati, mengingat pada masa konflik justru PDRB lebih tinggi dibandingkan pada masa sebelum dan sesudah konflik. Namun kemungkinan meningkatnya nilai PDRB riil selama 1990-1991 lebih disebabkan dampak dari kondisi-kondisi periode sebelum konflik. Setelah tahun 1991 PDRB riil terus mengalami tren penurunan. Bahkan nilai PDRB riil tahun 2010 adalah sama dengan nilai PDRB riil tahun 1988 atau nilai 24 tahun yang lalu. Pola perkembangan seperti yang terlihat dalam Gambar 4.1. dapat dijelaskan dengan menggunakan data pertumbuhan ekonomi pada Tabel 4.1.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
65
Sebelum periode konflik ekonomi Aceh mampu tumbuh rata-rata 10% per tahun. Selama periode ini, tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 10% per tahun tercapai pada tahun 1980, 1983 dan 1984. Tingkat pertumbuhan tertinggi pada periode ini adalah 25%/tahu di than 1980. Sedangkan tingkat pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1986 yaitu 0,5%. Pola pertumbuhan ekonomi Aceh periode Pra Konflik tampaknya berhubungan dengan pergerakan harga minyak bumi. Selama periode konflik pertumbuhan ekonomi umumnya selalu negatif.Secara keseluruhan, selama periode 1990-2005 pertumbuhan ekonomi Aceh rata-rata -2,5% per tahun. Tingkat pertumbuhan yang positif, hanya terjadi pada 1996 dan tahun 2001-2003. Tingkat pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 1992 yaitu -23,9% yang jauh lebih rendah dibanding tingkat pertumbuhan pada krisis ekonomi 1998, yaitu -9,3%/tahun. Konflik militer telah menyebabkan banyak orang tidak dapat mengusahakan lahannya dan dipaksa masuk ke tempat-tempat pengungsian atau dipindahkan, sehingga lahan dan harta milik mereka terbengkalai (Barron et al, 2005).Konflik tersebut berdampak buruk pada lingkungan usaha di provinsi tersebut sebab para tentara baik militer maupun GAM menuntut “pajak” dari usaha-usaha berskala kecil maupun besar, serta dari masyarakat (Schulze, 2004; Sukma, 2004). Seranganserangan yang dilancarkan terhadap lahan gas bumi beserta fasilitas pengolahannya semakin menjadi-jadi, sehingga PT. Arun pun terpaksa menutup pabrik LNG-nya pada tahun 2001 selama lima bulan karena kurangnya keamanan. Penandatanganan MoU dua tahun kemudian yang mengakhiri konflik selama 30 tahun tersebut menimbulkan kekhawatiran bahwa konflik akan terulang kembali. Hal ini merupakan penghalang utama bagi investasi jangka panjang di provinsi tersebut.Prasarana umum juga terkena dampak yang cukup buruk selama masa konflik.Sekitar 11 hingga 20% dari keseluruhan jumlah prasarana transportasi terkena dampak langsung dari konflik tersebut, tergantung jenis prasarananya (Bank Dunia/ Program Pembangunan Kecamatan, 2007).Kerusakan serupa juga tercatat dialami oleh prasarana-prasarana lainnya (air, listrik) dan bahkan sebagian besar prasarana rusak berat karena kurangnya pemeliharaan, yang sangat berkaitan dengan adanya konflik tersebut.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
66
Paska perjanjian damai Helsinky perekonomian Aceh masih mengalami pertumbuhan negatif, yaitu rata-rata -2,7%/tahun. Tingkat pertumbuhan terendah terjadi pada tahun 2009 yaitu -5,9%/tahun. Namun tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Aceh untuk pertama kalinya mencapai angka positif, yaitu 2,8%/tahun. Laju pertumbuhan ini lebih rendah dari laju pertumbuhan nasional yang waktu itupun relatif rendah, yaitu 4,5% per tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati selama lima tahun belum berhasil sepenuhnya memulihkan pertumbuhan ekonomi Aceh Namun pola yang berbeda terlihat bila analisis menggunakan PDRB riil tidak termasuk Migas. Dari gambar 4.1 terlihat bahwa walaupun sangat fluktuatif , PDRB riil tidak termasuk Migas menunjukkan tren yang meningkat. Selama periode sebelum konflik laju pertumbuhan ekonomi adalah 4,7%/tahun yang jauh lebih rendah dibanding dengan laju pertumbuhan PDRB riil termasuk Migas. Namun selama periode konflik (1990-2005)
PDRB riil tidak termasuk Migas mengalami
pertumbuhan 2,2%/tahun. Dalam periode-periode yang lebih pendek, hanya pada periode 1995-2000 saja yang mengalami pertumbuhan negative yaitu -3,2%/tahun. Sedangkan pada periode 1990-1995 pertumbuhan relative tinggi yaitu 6,9%/tahun dan periode 2000-2005 juga lebih tinggi dibanding dengan pertumbuhan PDRB riil termasuk Migas. Selama periode paska perdamaian Helsinki, pertumbuhan PDRB riil Migas mencapai 4,6%/tahun yang juga jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan PDRB riil termasuk Migas pada periode yang sama. Data di atas menunjukkan bahwa sekalipun selama periode pengamatan, nilai PDRB riil tidak termasuk Migas selalu lebih kecil dibanding PDRB riil termasuk Migas, namun tingkat perkembangannya cenderung positif dan lebih stabil dibandingkan dengan PDRB riil termasuk Migas.
4.1.2.Stabilitas Harga Umum Dalam studi ini stabilitas harga umum dievaluasi dengan menggunakan indeks harga umum Deflator PDB atau Indeks Harga Implisit (IHI) yang memasukkan seluruh jenis barang/jasa dalam perhitungannya. Dengan demikian IHI memberikan gambaran perkembangan perubahan harga (inflasi) yang paling agregat.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
67
Data pada Tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa selama periode Pra Konflik, inflasi di Aceh rata-rata adalah 5,9%/tahun. Namun bila dilihat angka inflasi tahunan, Aceh beberapa kali mengalami inflasi lebih tinggi dari 10%/tahun, seperti tahun 1980 (50,2%/tahun), 1983 (27,6%/tahun) dan 1986(21,9%/tahun). Selama periode konflik 1990-2005, inflasi di Aceh rata-rata adalah 17,7%/tahun. Bila diamati dengan interval waktu yang lebih pendek, maka inflasi tertinggi terjadi selama periode 1996-2000 yaitu rata-rat 32,5%/tahun. Sedangkan inflasi terendah terjadi pada periode 2001-2005 yaitu 13,4%/tahun. Inflasi tahunan yang tertinggi terjadi tahun 1998 yaitu 61,2%/tahun. Selama periode konflik Aceh berkali-kali mengalami inflasi yang lebih tinggi dari 20% per tahun, yaitu tahun 1992 (41,8%/tahun), 1993(21,5%/tahun), 1995 (22,7%/tahun), 1998 (61,2%/tahun), 2000(44,9%/tahun) dan 2005 (30,7%/tahun). Bila memasukkan tahun-tahun dimana Aceh mengalami inflasi lebih tinggi dari 10%/tahun), dapat dikatakan bahwa selama periode konflik, sekitar lebih dari separuh tahun dijalani denganinflasi yang tinggi. Selama periode paska konflik inflasi di Aceh adalah rata-rata 5,7% /tahun. Inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2006 yaitu 15,5%/tahun. Sedangkan inflasi terendah terjadi pada tahun 2009 (1,9%/tahun). Bila dibandingkan dengan tingkat nasional, inflasi di Aceh sangat fluktuatif dari -11%/tahun pada tahun 1989 hingga 61,2% pada tahun 1998 saat terjadi krisis moneter. Sejak pertengahan tahun 2007, inflasi di Aceh tehitung lebih rendah dari tingkat nasional. Setelah meningkat tajam pada tahun 2005, ketika proses rekonstruksi dimulai, inflasi terhitung tinggi pada beberapa tahun kedepan. Pada tahun 2008, searah dengan menurunnya aktifitas rekonstruksi dan membaiknya rantai barang dan jasa telah mengakibatkan rendahnya inflasi.Pada bulan February 2009, inflasi tercatat sebesar 5,9% (YoY), jauh dibawah tingkat nasional pada 8,6% dan 7,7% untuk provinsi Sumatera Utara. 12 Ketika berbicara tentang laju inflasi di Aceh, mungkin menjadi sebuah kecemasan baru bagi masyarakat Aceh ketika angka mencapai 11%/tahun yang lebih tinggi dari inflasi nasional yang hanya 6,5%/tahun yaitu meurunnya kemampuan 12
http://www -
wds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2009/07/01/000333038_200907010 14828/Rendered/PDF/491870NEWS0BAH1AEU1june091bhs1final.pdf
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
68
membeli barang/jasa. 13Inflasi juga mempengaruhi aspek pendidikan dan kesehatan yang seyogyanya menjadi prioritas negara. Tingginya laju inflasi tanpa adanya upaya pemerintah dalam membendungnya akan semakin memundurkan pendidikan dan kesehatan daerah kita. Sebelumnya juga begitu kompleks permasalahan yang dialami kedua bidang ini, mulai rendahnya pelayanan publik, tingginya biaya, dan segala kesalahan administrasi yang dilakukan oleh pemerintah (kesalahan administarsi merupakan bahasa lain dari korupsi). Gejala-gejala ini sudah umum dialami oleh Aceh. Akumulasi masalah terus berlanjut. Satu permasalahan belum selesai, sudah muncul lagi permasalahan baru. Realitas ini akan terus berlanjut seperti putaran roda yang tak berujung jika pemerintah tidak memiliki nurani yang jujur dalam berkuasa. Harga barang pokok perlahan-lahan mulai naik, dan masyarakat harus berpikir untuk membelanjakan barang sesuai dengan pendapatan yang diterimanya. Bila menggunakan deflator PDRB berdasarkan PDRB tidak termasuk Migas, terlihat bahwa laju inflasi umumnya lebih rendah dibanding dengan menggunakan PDRB riil termasuk Migas. Hanya pada periode sebelum konflik, laju inflasi lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan data PDRB riil termasuk Migas.
4.1.3.Tingkat Pengangguran Data Pada tabel 4.1 di atas menunjukkan bahwa sebelum periode konflikpun tingkat pengangguran di Aceh sudah tinggi, yaitu rata-rata 6,6% AK. Tingkat pengangguran ini jauh lebih tinggi dari tingkat pengangguran nasional pada periode yang sama yang hanya sekitar 2,5% AK. Tingkat pengangguran di Aceh menunjukkan pola yang unik, karena selama 16 tahun (1980-1996) angkanya tidak pernah berubah yaitu 6,6% AK setiap tahun. Pada periode konflik tingkat pengangguran di Aceh rata-rata 7,5% AK. Tingkat pengangguran tertinggi terjadi selama periode 1996-2000, yaitu 10% AK. Tingkat pengangguran ini sekitar dua kali lipat tingkat pengangguran nasional pada periode yang sama. Tingkat pengangguran yang terjadi pada tahun-tahun; 1997 (10% AK), 1999 (14,6% AK) dan 2000 (17,4% AK). 13
T. Mukhlis, Inflasi, 1 Dari 1001 Masalah Aceh
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
69
Tingkat pengangguran di Aceh pada beberapa tahun selama periode paska konlik yaitu tahun 2008-2010 rata-rata 7,4% AK. Tingkat pengangguran ini lebih rendah dari tingkat pengangguran nasional yang pada periode tersebut masih sekitar 9% AK. Selama tahun 2005-2007 tingkat pengangguran amat rendah, karena rata-rata di bawah 2% per tahun. Hal ini harus diteliti lebih lanjut, atau kemungkinan ada salah pelaporan dari BPS. Bila dibandingkan dengan laju inflasi maupun tingkat pertumbuhan ekonomi, maka tingkat pengangguran di Aceh adalah indikator ekonomi makro yang paling stabil perkembangannya. Namun karena tingkat pengangguran stabil pada tingkat yang di atas rata-rata nasional, maka kemungkinan besar pengangguran di Aceh bersifat struktural dan kronis. Data PDRB untuk Aceh menunjukkan bahwa perbandingan porsi PDRB Migas dan PDRB tidak termasuk Migas terhadap PDRB riil Aceh menunjukkan fluktuatif menurun.Presentase Porsi PDRB Migas terhadap PDRB riil lebih besar dibandingkan dengan PDRB tidak termasuk Migas terhadap PDRB riil, khususnya pada periode sebelum konflik.Porsi ini berangsur menjadi semakin mendekati seimbang pada periode setelah konflik. Hal ini menunjukkan bahwa Migas tidak lagi menjadi primadona dalam menggerakkan ekonomi Aceh. Pertumbuhan ekonomi Aceh pada beberapa tahun belakangan di dorong oleh usaha-usaha rekonstruksi dan ketersediaan dana yang cukup besar untuk ini. Sejalan dengan menurunnya usaha-usaha rekonstruksi, sektor-sektor yang terkait rekonstruksi mengalami perlambatan atau pertumbuhan negatif, seperti sektor bangunan dan transportasi.Perekonomian Aceh tercatat menurun sebesar 8,3% jika termasuk Migas. Perekonomian Aceh mengalami perubahan yang cukup besar dalam beberapa tahun terakhir. Tsunami dan usaha rekonstruksi yang cukup besar dan penurunan cadangan Migas yang turut mengakibatkan kesulitan perhitungan statistik terutama pada sisi produksi. Beberapa data pertumbuhan seperti penurunan cadangan Migas sebesar 50% sepertinya tidak sejalan dengan sumber data lain seperti yang dilaporkan oleh Departeme Energi dan Sumber Daya Mineral. Ketidakkonsistensian ini mungkin disebabkan oleh lemahnya pengumpulan data yang sampai dewasa ini merupakan masalah umum perekonomian Indonesia.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
70
4.1.4.Struktur Produksi Tabel 4.2 di bawah ini menunjukkan perkembangan struktur produksi agregat Aceh selama periode Pra Konflik. Data tersebut menunjukan bahwa struktur produksi ekonomi Aceh adalah kurang seimbang. Peranan sektor sektor sekunder meningkat pesat dari 4% PDRB riil pada tahun 1980 menjadi 63,9% PDRB riil pada tahun 1989. Dengan demikian peranan sektor sektor sekunder meningkat 16 kali lipat dalam waktu kurang dari sepuluh tahun. Namun peningkatan peranan sektor sekunder yang sangat cepat tersebut di atas, lebih disebabkan meningkatnya peranan Migas. Perkembangan peranan sektor Migas ini nampaknya menjadi pendorong peningkatan peranan sektor industri dari 1,69% PDRB riil pada tahun 1980 menjadi 20,7% PDRB riil tahun 1989. Tabel 4.2. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 1980-1989 Tahun
Pertanian
Pertambangan
Primer
Migas
Industri
Listrik
Konstruksi
Sekunder
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Pemerintah
Tersier
1980
18.18
65.57
83.74
-
1.61
0.08
2.26
3.95
4.14
3.38
1.11
3.67
12.31
1981
18.64
62.80
81.44
-
1.71
0.08
2.66
4.45
4.48
4.77
1.22
3.65
14.11
1982
17.73
61.40
79.13
-
1.90
0.10
2.82
4.82
4.87
5.51
1.26
4.41
16.05
1983
5.98
16.49
22.47
71.17
0.62
0.03
0.67
72.50
1.83
1.68
0.32
1.19
5.02
1984
4.68
16.87
21.54
73.01
0.55
0.03
0.46
74.04
1.72
1.43
0.26
1.00
4.42
1985
8.22
22.31
30.54
41.14
20.99
0.06
0.61
62.79
2.93
1.67
0.39
1.68
6.67
1986
9.24
22.70
31.93
40.24
19.95
0.06
0.59
60.85
3.13
1.81
0.44
1.84
7.22
1987
8.71
21.27
29.97
40.71
21.72
0.07
0.53
63.03
3.02
1.84
0.44
1.70
7.00
1988
8.29
21.73
30.02
40.94
21.48
0.07
0.68
63.17
3.02
1.74
0.43
1.61
6.81
1989
6.71
23.65
30.36
42.54
20.70
0.07
0.57
63.88
2.43
1.36
0.38
1.59
5.76
Sumber : Diolah dari data BPS berbagai tahun
Peranan sektor primer mengalami penurunan drastis dari 83,7% PDRB riil pada tahun 1980 menjadi 30,4% PDRB riil pada tahun 1989. Penurunan sektor sekunder disebabkan penurunan peranan sektor pertambangan. Sementara itu peranan sektor pertanian selama periode 1980-1989 juga mengalami penurunan drastis. Pada tahun 1980 sektor pertanian menyumbang 18,2% PDRB riil, tetapi pada tahun 1989 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
71
hanya menyumbang 6,7% PDRB riil.Sektor yang pernannya kecil dan terus menurun selama periode pra konflik adalah sektor tersier. Pada tahun 1980 sektor primer menyumbang 12,3% PDRB riil, tetapi pada tahun 1989 peranannya tinggal 5,8% PDRB riil. Sektor yang paling dominan di sektor tersier adalah sektor perdagangan yang pernah mencapai 4,9% PDRB riil tahun 1982. Tabel 4.3 berikut ini memberikan gambaran tentang perkembangan struktur produksi agregat perekonomian Aceh, periode konflik. Tabel 4.3. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 1990-2005(% PDRB Riil) Pertanian
Pertambangan
Primer
Migas
Industri
Listrik
Konstruksi
Sekunder
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Pemerintah
Tersier
1990
5.97
26.96
32.93
43.29
17.93
0.07
0.67
61.95
2.14
1.21
0.34
1.44
5.13
1991
7.71
26.11
33.83
39.96
18.73
0.08
1.17
59.95
2.57
1.87
0.34
1.44
6.23
1992
9.43
25.31
34.75
36.64
19.52
0.10
1.67
57.94
3.00
2.53
0.35
1.44
7.31
1993
11.12
24.53
35.65
33.39
20.29
0.12
2.16
55.97
3.42
3.17
0.35
1.44
8.38
1994
12.81
23.74
36.55
30.14
21.06
0.14
2.66
54.00
3.84
3.82
0.36
1.44
9.45
1995
14.47
22.97
37.44
26.95
21.82
0.16
3.14
52.07
4.25
4.45
0.36
1.44
10.49
1996
16.11
22.21
38.32
23.79
22.57
0.18
3.61
50.15
4.65
5.08
0.37
1.43
11.53
1997
16.93
21.24
38.17
19.75
22.26
0.19
3.90
46.10
4.82
5.44
1.11
4.37
15.74
1998
19.35
19.40
38.76
18.01
22.95
0.23
3.48
44.67
5.37
6.51
(0.28)
4.97
16.57
1999
20.70
17.96
38.66
16.51
22.77
0.25
3.01
42.54
5.51
7.22
0.76
5.31
18.80
2000
15.28
25.41
40.69
26.14
13.32
0.09
3.59
43.14
8.79
2.73
0.48
4.17
16.17
2001
18.51
21.73
40.24
20.89
14.76
0.11
3.17
38.93
11.54
3.46
0.61
5.22
20.82
2002
13.99
27.23
41.22
26.57
13.03
0.08
2.72
42.40
8.92
2.71
0.57
4.17
16.38
2003
13.55
27.98
41.53
27.35
12.39
0.09
2.57
42.40
8.56
2.66
0.70
4.16
16.07
2004
15.33
23.66
38.99
22.93
14.07
0.11
2.88
40.00
9.24
2.88
0.93
7.96
21.01
2005
16.94
21.15
38.09
20.31
12.57
0.13
2.77
35.78
11.33
3.79
0.96
10.04
26.12
Tahun
Sumber: Diolah dari data BPS
Data pada Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa peranan sektor primer relatif stabil yaitu rata-rata 38% PDRB riil. Selama periode konflik, peranan sektor pertanian meningkat drastis dari 6% PDRB riil pada tahun 1990 menjadi 16,9% PDRB riil Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
72
tahun 2005. Sedangkan peranan sektor pertambangan mengalami sedikit penurunan. Namun dibandingkan dengan peranan selama periode sebelum konflik, maka peranan pertambangan selama periode konflik mengalami penurunan drastis. Selama periode konflik peranan sektor sekunder terus mengalami penurunan menjadi hanya kurang dari separuh dari periode sebelum konflik. Hal ini berkaitan dengan juga terus menurunya peranan Migas dari 43,3% PDRB riil pada tahun 1990, menjadi 20,3% PDRB riil pada tahun 2005. Sedangkan sektor yang mengalami peningkatan pesat di sektor sekunder adalah sektor konstruksi dari 0,67% PDRB riil pada tahun 1990 menjadi 2,8% PDRB riil pada tahun 2005. Yang menarik adalah selama periode konflik peranan sektor tersier justru terus meningkat, dari hanya 5,3% PDRB riil tahun 1990 menjadi 26,1% PDRB riil pada tahun 2005. Sektor yang paling cepat peningkatan peranannya adalah sektor perdagangan dan pemerintahan. Tabel 4.4. menunjukkan perkembangan struktur produksi agregat Aceh selama periode paska konflik. Tabel 4.4. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Periode 2006-2010
Tahun
Pertanian
Pertambangan
Primer
Migas
Industri
Listrik
Konstruksi
Sekunder
Perdagangan
Angkutan
Keuangan
Pemerintah
Tersier
2006
17.08
20.80
37.88
19.31
10.84
0.14
4.09
34.38
12.09
4.18
1.07
10.41
27.74
2007
18.85
17.78
36.63
15.92
10.38
0.19
4.96
31.45
13.09
4.94
1.23
12.67
31.93
2008
20.85
14.43
35.28
12.43
10.51
0.23
5.56
28.73
15.03
5.49
1.40
14.07
35.99
2009
24.31
8.88
33.19
6.56
11.16
0.34
6.30
24.36
17.55
6.51
1.73
16.66
42.46
2010
24.82
8.53
33.35
6.10
9.78
0.34
6.57
22.80
18.52
6.81
1.74
16.78
43.85
Sumber: Diolah dari data BPS
Selama periode paska konflik, hanya sektor tersier yang mengalami peningkatan peranan dalam struktur produksi agregat Aceh. Pada tahun 2006 peranan tersier adalah 10,41% PDRB riil, meningkat menjadi 43,9% PDRB riil pada tahun 2010.Namun sayangnya, sektor yang paling dominan dan terus meningkat peranannya
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
73
adalah sekor pemerintah. Pada tahun 2006 peranan sektor pemerintah adalah 10,41% PDRB riil, meningkat menjadi 16,8% PDRB riil pada tahun 2010.
4.1.5.Struktur Pengeluaran Tabel 4.5 di bawah ini memberikan gambaran tentang perkembangan struktur pengeluaran agregat Aceh selama periode pra konflik. Tabel 4.5. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan PengeluaranPeriode 2006-2010
LSM
Konsumsi Pemerintah
Modal
Stok
Ekspor
Impor
13.67
0.16
2.49
7.55
2.77
63.04
10.32
1984
13.32
0.15
2.15
2.78
4.18
71.32
6.10
1985
13.33
0.14
2.06
3.93
3.81
70.29
6.43
1986
13.87
0.15
2.29
2.78
4.97
70.44
5.50
1987
14.98
0.20
4.02
3.94
2.49
64.85
9.52
1988
14.81
0.20
3.80
3.31
2.59
66.52
8.77
1989
15.31
0.21
4.11
5.03
3.15
64.54
7.64
Tahun
Rumah Tangga
1983
Sumber: Diolah dari data BPS
Selama periode pra konflik, peranan ekspor dalam pengeluaran agregat sangat besar yang mencapai rata-rata 67,3% PDRB riil. Hal ini berhubungan erat dengan perkembangan peranan sektor pertambangan dan Migas. Pengeluaran nomor dua terbesar adalah konsumsi rumah tangga yang bila ditambah dengan konsumsi lembaga nir laba, peranannya rata-rata adalah 16,2% PDRB riil. Sedankan porsi pengeluaran investasi (pembentukan modal tetap domestic bruto, (PMTDB) ternyata sangat kecil, yaitu rata-rata hanya 4,2% PDRB riil. Selama periode konflik peranan ekspor dalam perekonomian Aceh adalah fluktuatif dan cenderung mengalami penurunan. Pola yang sangat fluktuatif juga terlihat dalam hal peranan impor. Komponen pengeluaran agregat yang peranannya terus membesar adalah konsumsi rumah tangga dan konsumsi lembaga nir laba. Pada tahun 1990 peranan komponen konsumsi rumah tangga adalah 15,7% PDRB riil dan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
74
meningkat menjadi 26,4% PDRB riil pada tahun 2005. Peranan rata-rata konsumsi rumah tangga adalah 26,4% PDRB riil. Tabel 4.6 di bawah ini memberikan gambaran tentang perkembangan struktur pengeluaran agregat Aceh selama periode konflik. Tabel 4.6. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan Pengeluaran Periode 1990-2005 (% PDRB Riil)
LSM
Konsumsi Pemerintah
Modal
Stok
Ekspor
Impor
0.22
4.17
5.59
3.05
63.65
7.61
16.37
0.24
4.29
5.69
2.96
63.06
7.40
1992
17.09
0.25
4.37
5.61
2.91
62.49
7.29
1993
24.25
0.30
5.20
8.27
2.85
52.15
6.99
1994
31.41
0.35
6.02
10.94
2.78
41.81
6.69
1995
31.99
0.36
6.14
10.86
3.57
40.86
6.23
1996
31.97
0.36
6.22
12.22
2.36
40.71
6.16
1997
31.42
0.35
6.52
11.71
2.41
39.83
7.75
1998
31.47
0.37
7.67
11.31
2.45
37.79
8.95
1999
34.06
0.39
7.29
10.57
2.47
35.66
9.56
2000
24.72
0.16
4.43
5.34
3.48
56.96
4.92
2001
34.72
0.23
8.75
8.75
1.84
33.42
12.29
2002
20.49
0.16
7.32
9.99
(0.70)
61.28
1.47
2003
27.71
0.22
12.97
0.81
4.56
50.19
3.54
2004
22.39
0.19
13.69
6.58
0.77
54.57
1.82
2005
26.39
0.18
16.02
10.83
1.22
32.96
12.39
Tahun
Rumah Tangga
1990
15.71
1991
Sumber: Diolah dari data BPS
Yang juga harus dicermati lebih lanjut adalah porsi investasi dalam pengeluaran agregat. Setelah mengalami peningkatan selama periode 1990-1996, memasuki tahun 1997 sampai 2005 porsinya terus menurun. Porsi rata-rata investasi selama periode konflik adalah 8,4% PDRB riil. Hal ini menunjukkan betapa rendahnya pemupukan barang modal di Aceh selama periode konflik. Tabel 4.7 di bawah ini memberikan gambaran tentang perkembangan struktur pengeluaran agregat Aceh selama periode paska konflik.Persentase pengeluaran terbesar PDRB selama setelah konflik bergeser sebelumnya adalah Ekspor yang
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
75
mencapai antara 37% turun menjadi 25%.Namun terjadi peningkatan signifikan pada pengeluaran rumah tangga yang naik lebih dari 28% menjadi 32%.Sedangkan pengeluaran lainnya seperti konsumsi pemerintah juga meningkat menjadi 21%. Pengeluaran lainnya lembaga swadaya masyarakat, modal, stok dan impor kurang dari 20%. 14 Tabel 4.7. Perkembangan Struktur PDRB Harga Konstan 2000 Aceh Berdasarkan Pengeluaran Periode 2006-2010 (% PDRB Riil)
LSM
Konsumsi Pemerintah
Modal
Stok
Ekspor
Impor
27.61
0.24
18.65
12.95
2.80
36.49
1.26
27.41
0.24
17.41
12.81
1.44
33.73
6.96
Tahun
Rumah Tangga
2006 2007 2008
28.20
0.26
16.08
13.50
0.91
32.83
8.22
2009
30.84
0.28
20.87
13.91
(1.27)
26.40
8.96
2010
32.01
0.30
21.20
14.31
(0.86)
24.70
8.35
Sumber: Diolah dari data BPS
Hal ini menjadi persoalan yang patut diwaspadai. Menurut Kepala BPS Aceh, Syech Suhaimi, pada bulan Februari 2011 nilai ekspor Aceh mengalami penurunan jika dibandingkan Januari 2011 yaitu dari US$ 97,1 juta menjadi US$ 73,01 juta, atau menurun sekitar 34,92%.Menurut Syech, penurunan nilai ekspor tersebut dipicu turunnya ekspor minyak dan gas (Migas) berupa liquid natural gas (LNG) sebesar 36,02%. “Ekspor gas masih dominan, sehingga turunnya ekspor bahan itu sangat berpengaruh nilai ekspor Aceh. Nilai ekspor kelompok nonkomoditas Migas mengalami peningkatan sebesar 0,86% yakni bahan kimia nonorganik berupa anhydrous ammonia dengan nilai US$ 2,68 juta yang diekspor ke Vietnam, Thailand dan Malaysia.Selain itu, katanya, Banda Aceh pada April 2011 mengalami deflasi sebesar 0,23% yang disebabkan penurunan harga pada kelompok bahan makanan seperti beras, sayur bayam, ikan bandeng dan cabai merah.
14
Aceh Bisnis Selasa, 03 Mei 2011 06:59 WIB,
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/05/03/31957/ekspor_aceh_turun_3492persen/
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
76
Komponen pengeluaran agregat yang mengalami peningkatan pesat adalah impor, yaitu dari 1,3% PDRB riil pada tahun 2006 menjadi 8,35% PDRB riil pada tahun 2010. Komponen pengeluaran agregat yang peranannya juga meningkat pesat selama periode 2006-2010 adalah konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah dan investasi. Namun porsi investasi masih di bawah 15% PDRB riil, sementara kenaikan peranannya juga relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa selama tiga puluh tahun terakhir, kecepatan pertumbuhan barang modal di Aceh relatif lambat.
4.1.6.Peranan Minyak dan Gas Dari uraian-uraian sebelumnya, sebenarnya sudah terlihat
bahwa peranan
minyak dan gas (Migas) dalam perekonomian Aceh, relatif sangat besar. Hal inilah yang bila tidak segera diperbaiki akan menimbulkan ketergantungan yang terus menerus terhadap Migas. Gambar 4.2 di bawah ini menunjukkan perkembangan peranan Migas dalam perekonomian Aceh selama beberapa dekade.
Gambar 4.2. Peranan Migas Dalam Perekonomian Aceh 1975-2010 (Persen PDRB harga konstan 2000)
Peranan Migas
Axis Title
80,0 70,0
1975
40,0
1978
1976
60,0
1977
50,0
1979
30,0 20,0
0,0
1975 1977 1979 1981 1983 1985 1987 1989 1991 1993 1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
10,0
1980 1981 1982 1983
Sumber: Diolah dari data BPS
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
77
Gambar 4.2 di atas menunjukkan bahwa peranan Migas sebelum konflik dari tahun 1975-1989 sangat dominan hingga mencapai 70%, kemudian selama konflik tahun 1990-2005 berangsur menurun dominasinya menjadi berkisar antara 40-50%, dan terus berlanjut menurun setelah konflik hanya mencapai 11%. Data PDRB untuk Aceh menunjukkan bahwa perbandingan porsi PDRB Migas dan PDRB tidak termasuk Migas terhadap PDRB riil Aceh menunjukkan fluktuatif menurun.Presentase Porsi PDRB Migas terhadap PDRB riil lebih besar dibandingkan dengan PDRB tidak termasuk Migas terhadap PDRB riil, khususnya pada periode sebelum konflik.Porsi ini berangsur menjadi semakin mendekati seimbang pada periode setelah konflik.Hal ini menunjukkan bahwa Migas tidak lagi menjadi primadona dalam menggerakkan ekonomi Aceh. Hal ini disebabkan antaralain: 1) Turunnya produksi Migas Aceh; 2) Terganggunya Produksi Migas Aceh; dan 3) Khusus tahun 1998-2000 terjadi peningkatan Ekspor non-Migas terutama kopi akibat Rupiah terdeprsesiasi oleh Dollar Amerika yang terjadi pada masa krisis ekonomi.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh World Bank April 2008 menyatakan terdapatnya tren yang jelas dimana struktur perekonomian Aceh bergeser menjauh dari sektor pertambangan dan industri yang bergantung dari Migas. Kedua konstribusi sektor ini terhitung sebesar 56% dari ekonomi Aceh pada tahun 2003, dan telah menurun sebesar 32% pada tahun 2007. Penurunan konstribusi kedua sektor ini diimbangi oleh pertumbuhan dari sector jasa-jasa seperti perdagangan, bangunan dan transportasi, yang secara keseluruhan terhitung sebesar 44% pada tahun 2007, meningkat dari 26 persent pada tahun 2003. Sedangkan sektor pertanian meningkat dari 17% tahun 2003, menjadi 23% pada tahun 2007 (World Bank, April 2008). Sejalan dengan data yang diungkapkan oleh World Bank, ILO juga mengungkapkan terjadi penyusutan deposit gas, porsi komoditas ini dalam PDRB berkurang menjadi 19,3% pada tahun 2008, akibatnya sektor-sektor yang berkaitan dengan Migas mengalami nasib sama. ILO mengatakan bahwa industri Migas kehilangan sekitar 58,6% outoutnya antara tahun 2003-2008. Akibatnya sektor Migas yang mendukung perekonomian setempat dengan menciptakan usaha-usaha terkait seperti pupuk dan semen. Output dari sector-sektor termasuk dua produk yang tadi disebutkan berkurang dari 1,672 milyar rupiah pada tahun 2002 menjadi 944 milyar rupiah. Karena produk bahan bakar mineral dan minyak mencakup 96,6% nilai Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
78
ekspor komoditas di Aceh tahun 2007, ekspor bersih mengalami penurunan yang luar bias (ILO, Agustus 2010). Demikian halnya dengan permintaan kopi Arabika dapat ditunjukkan dengan adanya peningkatan permintaan produk kopi Arabika Organik ke PD. Genap Meupakat yaitu 350 ton pada tahun 1992 naik menjadi 1000 ton tahun 1999/2000 (Adri,1999). Meskipun cadangan Migas yang dimiliki Aceh saat ini berkurang banyak namun tetap saja masih menyisakan beberapa lapangan yang berpotensi untuk dikembangkan dan menghasilkan Minyak dan Gas. Hal ini disebabkan selama kurun waktu tiga dekade konflik beberapa lapangan Migas yang sudah memiliki cadangan terbukti, belum btereksploitasi, diantaranya : • Blok A (blok ini dikelola oleh Medco Energy) dan saat ini memasuki tahapan eksploitasi (Produksi).Blok ini diprediksi bisa menghasilkan gas sebesar 125 MMSCFD.Berada diwilayah Aceh Timur. • Blok Perlak (Blok ini dikelola oleh PT. Pertamina, dan yang menjadi Operatornya adalah PT. Pacific Oil & Gas sebagai partner Kerja Sama Operasi), Blok ini saat ini dalam persiapan untuk produksi (yang sempat terhenti pembangunan fasilitas produksinya pada awal tahun 2008, akibat turunnya harga minyak pada titik terendah, sehingga menurunkan nilai keekonomian). Blok Perlak ini diprediksi menghasilkan Crude Oil +/- 4000 BOPD. Berada di Perlak Aceh Timur. • Blok Kueng Mane (dikelola Oleh ENI Spa), blok ini berada di pantai Krueng Mane (offshore) Aceh Utara dan dalam persiapan menuju tahap Eksploitasi (Produksi), sudah ditemukan cadangan gas terbukti, hingga saat ini ENI Spa dalam proses untuk mengajukan POD ke BP. Migas, dari Blok A ini diprediksikan bisa menghasilkan gas +/- 60 MMSCFD, dan rencananya juga untuk memenuhi kebutuhan industri di Aceh. • Adapun blok Migas lainnya masih dalam tahapan Eksplorasi (seismic & Drilling) yaitu : Blok Seureuway di sepanjang pantai Bagok Nurussalam Aceh Timur (Pengelola : Transword Seureuway Ltd) serta Blok pantai Lhokseumawe (Pengelola : Zaratex), Kontraktor di kedua blok ini masih aktif melakukan kegiatan eksplorasi hingga saat ini. 15 15
http://bagokenergy.blogspot.com/
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
79
Penurunan peranan Migas dalam perekonomian Aceh, terutama memasuki periode konflik juga disebabkan beberapa hal. Pertama, adalah menurunnya porsi belanja APBA dalam sektor pertambahan. Pada tahun 2001 APDB yang dialokasi untuk pengembangan sektor pertambangan adalah 5,4%, 2002 sebesar 4,4%, 2003 sebesar 2,1%, 2004 dan 2005 sebesar 1,9%, 2006 sebesar 2,4% dan 2007 sebesar 2,1% dari total belanja pemerintah (Bank Dunia, 2008).
4.2.Analisis Kinerja Ekonomi Makro Tingkat Kabupaten/Kota Analisis kinerja ekonomi makro pada tingkat kabupaten/kota amat dibutuhkan untuk melengkapi/memperdalam pemahaman tentang kinerja ekonomi
makro
provinsi Aceh. Namun karena masalah keterbatasan dan inkonsistensi data, maka analisis dibatasi pada beberapa wilayah penting dan dalam periode waktu yang lebih pendek (1995-2010). Ada
beberapa
catatan
yang
disampaikan
berdasarkan
keterbatasan-keterbatasan yang dihadapi, yaitu: 1. Kinerja ekonomi yang dapat diamati adalah pertumbuhan ekonomi dan stabilitas harga umum (laju inflasi) 2. Periode pengamatan yang konsisten adalah periode 2000-2008 yang dibagi menjadi dua periode yang lebih pendek yaitu 2000-2005 (periode konflik) dan 2006-2008 (periode paska konflik). 3. Data untuk Aceh Utara merupakan penggabungan data tiga wilayah yaitu kabupaten Aceh Utara, kabupaten Bireun dan kota Lhokseumawe.
Peranan Ekonomi di Wilayah-Wilayah Konflik Belum ada kesepakatan yang bulat wilayah-wilayah mana yang dapat dikatakan sebagai pusat konflik.Namun ada kesepakatan umum(referensi)
bahwa
wilayah-wilayah Kabupaten Aceh Utara, Aceh Timur dan Pidie merupakan tempat terjadinya konflik dengan intensitas tinggi dan luas (konflik berat). Sementara itu daerah-daerah yang bebas konflik, hanya Aceh Tenggara, beberapa wilayah di Aceh Selatan, Kota Banda Aceh dan Kota Sabang. Sedangkan wilayah-wilayah lain merupakan wilayah seperti Aceh Tengah, Aceh Barat dan Aceh Besar merupakan wilayah konflik dengan kategori kategori sedang dan atau rendah.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
80
Data-data menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang dilanda konflik dengan intensita yang tinggi, umumnya merupakan daerah yang kaya akan sumber daya minyak yaitu Aceh Timur dan Aceh Utara. Misalkan pada tahun 1995 sumbangan Migas dalam PDRB riil Aceh Utara mencapai 76%. Angka ini sedikit lebih rendah dibanding dengan tahun 1993 yang mencapai 80% PDRB riil. Pada tahun 2000 sumbangan Migas mencapai 82% PDRB riil Aceh Utara. Sedangkan pada tahun 2008 menurun drastis tetapi masih merupakan 52% PDRB riil. Sementara itu di Aceh Timur, walaupun nilai PDRB riil hanya kurang dari separuh PDRB riil Aceh Utara, namun sumbangan Migas masih sekitar 70% PDRB riil. Pada tahun 2008 pola yang terlihat selama periode 1990an tidak berubah drastis. Di kabupaten Aceh Utara sumbangan Migas dalam perekonomian masih lebih dari 50%. Sedangkan di kota Lhokseumawe yang merupakan pecahan kabupaten Aceh Utara masih lebih besar dari 60%. Di kabupaten Aceh Timur peranan Migas masih mencapai 70% PDRB riil Data pada Tabel 4.8 di bawah ini menunjukkan daerah-daerah yang dilanda konflik justru memberikan konstribusi sangat besar dalam PDRB termasuk Migas. Tabel 4.8. Peranan Perekonomian Kabupaten di Wilayah Konflik Berat dalam Perekonomian Aceh (% PDRB Provinsi Aceh Berdasarkan Harga Konstan) 1995
2000
2005
2008
Total Daerah Konflik Berat
78,2
71,9
66,5
65
Aceh Utara
63
56,4
22/43
19/39
Daerah Non Konflik
5,9
5,9
6,1
9,8
Sumber: diolah dari data BPS
Data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa selama periode 1995-2008, daerah-daerah non konlik memberikan konstribusi yang sangat kecil yaitu kurang dari 10% PDRB riil Aceh termasuk Migas. Bahkan sebelum tahun 2000 kontribusi wilayah-wilayah damai hanya 5% PDRB riil termasuk Migas. Dengan demikian lebih dari 90% output agregat provinsi Aceh berasal dari wilayah-wilayah yang terlanda konflik. Sampai tahun 2008 sekitar tiga perempat produksi Aceh berasal dari daerahdaerah konflik berat. Data juga menunjukkan bahwa sekalipun pada 2005-2008 peranannnya menurun, Aceh Utaramemegang peranan dominan dalam perekonomian Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
81
Aceh.
Sampai tahun 2008, sumbangan wilayah Aceh Utara dalam PDRB riil
termasuk Migas masih mencapai 40% total PDRB riil provinsi Aceh. Data-data di atas mengindikasikan setidak-setidaknya ada dua persoalan besar dalam perekonomian Aceh, yaitu ketergantungan yang tinggi terhadap Migas dan buruknya distribusi PDRB antar wilayah atau adanya disparitas antar wilayah yang relatif buruk. Ketergantungan yang besar terhadap Migas untuk provinsi Aceh dan wilayah Aceh Utara maupun Aceh Timur menunjukkan ketimpangan struktur produksi agregat yang sangat serius. Sedangkan terkonsentrasinya kegiatan ekonomi pada sektor Migas di wilayah Aceh Utara dan Timur, pada saat yang bersamaan juga menimbulkan masalah disparitas wilayah yang serius.
Pertumbuhan Ekonomi Dan Inflasi Perkembangan pemekaran wilayah sejak tahun 1999 sampai dengan 2007, telah menyulitkan melakukan analisis kinerja ekonomi tingkat kabupaten/kota dalam jangka yang relatif panjang. Selain itu keterbatasan data dan masalah inkonsistensi data menyebabkan hanya indikator pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang dapat teramati. Berdasarkan uraian pada bagian sebelumnya terlihat bahwa peranan perekonomian di wilayah-wilayah konflik mencapai sekitar 90% PDRB riil termasuk Migas. Data juga menunjukkan bahwa lebih dari separuh PDRB di wilayah konflik berasal dari Aceh Utara. Sedangkan lebih dari separuh PDRB di wilayah-wilayah non konflik berasal dari kota Banda Aceh. Dengan demikian sekitar 60% PDRB riil Aceh berasal dari kabupaten Aceh Utara dan kota Banda Aceh. Namun bila melihat nilai PDRB kedua daerah tersebut maka dapat disimpulkan bahwa nilai PDRB riil kota Banda Aceh hanya sekitar seperlima nilai PDRB riil wilayah Aceh Utara. Dengan mempertimbangkan uraian pada paragraf di atas, maka dapat dikatakan bahwa bahwa wilayah Aceh Utara dan kota Banda Aceh dianggap repersentatif untuk mewakili perkembangan kinerja ekonmi khususnya inflasi dan pengangguran di wilayah konflik dan non konflik, maka akan dievaluasi perkembangan kinerja ekonomi makro di kedua wilayah tersebut untuk mendapatkan perbandingan kinerja ekonomi di wilayah yang terlanda konflik dan tidak terlanda konflik. Tabel 4,9 di bawah ini menunjukkan perbandingan perkembangan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
82
pertumbuhan ekonomi dan inflasi menunjukkan tingkat pertumbuhan ekonomi dan inflasi Aceh Utara dan Banda Aceh selama 1995-2008. Tabel 4.9. Perbandingan tingkat Pertumbuhan Ekonomi dan Laju Inflasi Wilayah Aceh Utara dan Kota Banda Aceh 1995-2008 (%/Tahun) 1995-2000
2000-2005
2006-2008
2000-2008
Pertumbuhan Ekonomi
-
-5,7
-6,6
-5,7
Inflasi
-
9,6
7,4
8,3
9,9
3,9
7,8
-
8,0
6,1
7,6
Pertumbuhan Ekonomi
1,9
4,3
6,2
9,1
Inflasi
8,8
4,9
7,9
8,0
Aceh Utara PDRB Termasuk Migas
PDRB Tidak Termasuk Migas Pertumbuhan Ekonomi Inflasi Kota Banda Aceh
Sumber: Diolah dari data BPS
Data pada Tabel 4,9 di atas menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di wilayah Aceh Utara selama periode 2000-2008 adalah negatif bila dievaluasi dengan menggunakan PDRB riil termasuk Migas. Namun laju pertumbuhan PDRB tidak termasuk Migas adalah positif bahkan pada periode 1995-2000 mendekati angka 10% per tahun. Kendatipun demikian laju pertumbuhan ekonomi berdasarkan PDRB riil tidak termasuk Migas di wilayah Aceh Utara adalah lebih rendah dari kota Banda Aceh. Selama periode 2000-2008 laju pertumbuhan ekonomi Aceh Utara adalah 7,8%/tahun, sedangkan kota Banda Aceh mencapai 9,1% /tahun. Pada periodeperiode yang lebih pendek juga terlihat bahwa secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi kota Banda Aceh lebih tinggi dibanding Aceh Utara. Sementara itu laju inflasi di wilayah Aceh Utara berdasarkan PDRB termasuk Migas adalah selalu lebih tinggi dibanding dengan bila dihitung berdasarkan PDRB riil tidak termasuk Migas. Selama tahun 2000-2008 laju inflasi di Aceh Utara berdasarkan PDRB riil termasuk Migas adalah 8,3%/tahun, sedangkan berdasarkan PDRB riil tidak termasuk Migas adalah 7,6%/tahun. Laju inflasi di kota Banda Aceh Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
83
selama periode 2000-2008 adalah lebih rendah dibanding laju inflasi di wilayah Aceh Utara. Namun pada periode 2006-2008 laju inflasi di kota Banda Aceh adalah lebih tinggi dari Aceh Utara bila dihitung berdasarkan PDRB riil tidak termasuk Migas. Meskipun, masih harus dikonfirmasi lebih lanjut, namun dapat disimpulkan bahwa kota Banda Aceh sebagai wilayah yang tidak terlanda konflik kinerja ekonomi makro relative lebih baik dibanding dengan Aceh Utara yang adalah wilayah terlanda konflik. Sedangkan bila dievaluasi dengan menggunakan PDRB riil non Migas, maka dapat disimpulkan bahwa kinerja ekonomi makro di wilayah Aceh Utara adalah lebih stabil dibandingkan bila menggunakan PDRB riil non Migas.
4.3.Perkembangan Tingkat Kesejahteraan Rakyat 4.3.1.Kemiskinan Meskipun kaya akan gas dan sumber daya alam lainnya saat ini, Aceh termasuk wilayah yang paling besar penduduk miskinnya. Menurut angka resmi, tingkat kemiskinan secara keseluruhan di Aceh pada tahun 2004-yaitu 28,4%jauh lebih tinggi daripada tingkat kemiskinan nasional Indonesia, sebesar 16,7%. Angka ini juga lebih tinggi daripada provinsi tetangga, Sumatera Utara, yang tingkat kemiskinannya relatif rendah sebesar 14,9%.Pada tahun 2004, angka kemiskinan di Aceh mencapai 17,6% di perkotaan dan 32,6% di pedesaan.Tabel 4.10. menunjukkan perkembangan tingkat kemiskinan di Aceh selama satu dekade terakhir.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
84
Tabel 4.10. Perkembangan Porsi Penduduk Miskin Kota Dan Desa Aceh 2000-2010 (Persen Total Penduduk)
Tahun
Miskin Kota
% Miskin Kota
Miskin Desa
% Miskin Desa
2000
102,300
2.512
492,800
12.10
2001
112,100
2.706
646,500
15.61
2002
201,100
4.827
998,800
23.98
2003
223,900
5.308
1,030,300
24.42
2004
198,700
4.875
957,500
23.49
2005
222,900
5.529
943,500
23.40
2006
226,900
5.463
922,800
22.22
2007
218,800
5.180
864,700
20.47
2008
195,800
4.560
763,900
17.79
2009
182,200
4.176
710,700
16.29
2010
173,400
3.858
688,500
15.32
Sumber: BPS, 2012
Data pada Tabel 4.8 di atas menunjukkan bahwa secara absolute jumlah penduduk miskin di desa adalah sekitar 4 kali lipat jumlah penduduk mikin. Sedangkan porsi penduduk miskin di desa antara 5 atau 6 kali lipat porsi penduduk miskin di kota. Porsi penduduk miskin di Aceh,selama beberapa tahun terakhir adalah lebih tinggi dari porsi penduduk miskin nasional. Data kemiskinan tingkat kabupaten menunjukkan bahwa wilayah-wilayah yang tingkat kemiskinannya tinggi merupakan daerah yang berada di pedalaman pedesaan dan kabupaten-kabupaten yang lebih terpencil, sementara wilayah-wilayah sekitar Banda Aceh memiliki tingkat kemiskinan paling rendah. Analisis peralihan masuk dan keluar dari kemiskinan mengidentifikasi beberapa faktor yang dapat membantu rumah tangga untuk keluar dari kemiskinan, seperti kepemilikan usahausaha non-pertanian, diversifikasi tanaman pertanian, bantuan bencana atau pendidikan dari kepala rumah tangga. Karakteristik kemiskinan lainnya yang terkait dengan tingginya tingkat kemiskinan yaitu ukuran rumah tangga yang lebih besar, tingkat pendidikan yang lebih rendah, rumah tangga yang dikepalai perempuan, dan rumah tangga dengan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
85
mata pencaharian di bidang pertanian. Hubungan antara karakteristik ini dengan kemiskinan masih tetap relatif stabil setelah masa tsunami yang menunjukkan bahwa faktor pokok penentu kemiskinan tidak berubah meskipun terjadi perubahan yang cepat dalam aspek politik dan sosialekonomi. Ada beberapa faktor penyebab kemiskinan di Aceh, yaitu konflik militer, kemiskinan struktural dan bencana alam tsumani pada tahun 2004. Kelompok yang miskin secara struktural, contohnya adalah mereka yang miskin sebelum bencana tsunami, dan kelompok yang “terguncang”, yaitu mereka yang kehilangan harta benda pribadinya karena terkena tsunami. Banyak dari kelompok yang terguncang memiliki kapasitas produktif, misalnya pendidikan dan tabungan yang dapat mereka gunakan untuk memperlancar konsumsi, merupakan hal yang tidak dimiliki oleh mereka yang miskin secara struktural.Para pelaku pembangunan dalam melakukan aktivitasnya perlu membedakan dua kelompok ini ketika merancang proyek dan kebijakan. Kemiskinan di Aceh sedikit meningkat paperiode 1980-1989 yaitu 10% per tahun, kemudian periode 1990-2005 yaitu -2,5% per tahun dan periode 2006-2010 masih -2,7 per tahunsca bencana tsunami, dari 28,4%pada tahun 2004 mencapai 32,6% pada tahun 2005. Hal ini berlawanan dengan tingkat penurunankemiskinan yang terjadi pada wilayahwilayah lain di Indonesia. Peningkatan tersebuttermasuk relatif kecil mengingat besarnya kerusakan dan kerugian yang disebabkan olehtsunami dan juga mencerminkan dampak yang positif dari upaya awal rekonstruksi. Tingkatkemiskinan menurun pada tahun 2006 hingga mencapai 26.5%lebih rendah dari tingkat kemiskinan sebelum tsunami, menunjukkan bahwa peningkatan kemiskinan yang berkaitan dengan tsunami tidak berlangsung lama dan aktivitas rekonstruksi kemungkinan besar memfasilitasi penurunan tersebut. Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan diAceh menurun, sementara tingkat kemiskinan di wilayah-wilayah lain meningkat. Walaupundemikian, kemiskinan di Aceh tetap jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Sumber penyebab kemiskinan terbesar di Aceh adalah konflik militer yang telah menyebabkan masyarakat kehilangan kesempatan untuk membangun kapasitas produksi dan kapasitas diri. Konflik militer juga telah menyebabkan migrasi keluar rakyat, khususnya mereka yang berketrampilan maupunberpendidikan tinggi.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
86
Umumnya bersamaan dengan migrasi keluar, sumber daya keuangan juga akan keluar dari wilayah konflik. Banyak penduduk desa mengatakan bahwa konflik adalah sumber utama kemiskinan.Selama konflik, rasa ketakutan dan ketidakpercayaan biasa dialami dan banyak penduduk tidak dapat bertani, berdagang, menangkap ikan, dan melakukan kegiatan-kegiatan lainnya.Pembunuhan serta cedera fisik dan mental menghalangi para petani untuk mengolah lahan mereka dan banyak pekerjaan-pekerjaan pertanian yang terbengkalai sementara para pekerjanya meninggalkan daerah tersebut untuk menghindari konflik dan hasil panen seringkali terabaikan atau dicuri(Jamassy,2007). Gambar 4.3 di bawah ini menunjukkan bahwa sekalipun perjanjian damai belum memberikan dampak besar terhadap penurunan kemiskinan, namun penghentian konflik telah menurunkan penduduk miskin di Aceh.
Persentase Penduduk Miskin
Axis Title
30,0% 25,0% 20,0% 15,0% 10,0% 5,0% 0,0%
Miskin Kota Miskin Desa
Gambar 4.3. Perkembangan Kemiskinan di Aceh Periode Konflik dan Paska Konflik Sumber: Diolah dari data BPS
Penduduk miskin kota selama konflik cenderung naik dari 102.300atau 2,5% pada tahun 2000 naik dua kali lipat menjadi 222.900atau 5,5% pada tahun 2005. Sedangkan setelah konflik cenderung turun menjadi 173.400 orang atau 3,86% pada
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
87
tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kemiskinan di kota berkurang dengan adanya perdamaian. Demikian pula dengan jumlah penduduk miskin atau tingkat kemiskinan Aceh pada tahun 2010 mencapai 861,9 ribu orang atau 20,98% dari jumlah penduduk Aceh. Kondisi ini mengalami penurunan sekitar 31 ribu orang atau 0,82% jika dibandingkan pada tahun 2009 dimana jumlah penduduk miskin Aceh mencapai 892,9 ribu orang atau 21,80% dari jumlah penduduk Aceh. Selain hal diatas faktor utama yang memperburuk kualitas SDM Aceh yaitu adanya pengungsian.Besarnya pengungsi di Aceh disebabkan oleh konflik dan tsunami secara bersama-sama. Sebuah studi yag dilakukan pada tahun 2005 memperkirakan jumlah pengungsi hamper mencapai 350.000 orang. Kabupatenkabupaten di sepanjang pantai memiliki jumlah pengungsi yang jauh lebih besar daripada daerah bagian tengah (Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara), yang menunjukkan bahwa tsunami merupakan penyebab utama pengungsian (UNDP,2010).Akibat konflik telah mengubah struktur banyak keluarga di Aceh. Jumlah perempuan pengungsi mencapai 167.000, 14.319 diantaranya adalah janda dan 20.751 sebagai kepala keluarga. Secara lebih luas, menurut data terbaru terdapat kira-kira 148.000 janda di Aceh pada tahun 2007. Proporsi kepala keluarga janda di provinsi Aceh lebih tinggi dari angka nasional, ini merupakan akibat dari konflik, di mana kemungkinan laki-laki terbunuh lebih besar (Aris Ananta, Lee Poh Onn, Aceh: A New Dawn, 2007, 55.14). Tabel 4.11. dibawah ini menununjukkan persentase penduduk miskin menurut kabupaten pada periode tahun 2005-2010.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
88
Tabel 4.11. Persentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/KotaDi Aceh 2005-2010 Kabupaten/Kota
2005
2006
2007
2008
2009
2010
*)
*)
35.0
30.3
28.0
26.1
Nagan Raya
36.2
35.3
33.6
28.1
26.2
24.1
Pidie
36.0
35.3
33.3
28.1
25.9
23.8
Aceh Utara
35.9
35.0
33.2
27.6
25.3
23.4
Aceh Barat
35.5
34.5
32.6
30.0
27.1
24.4
Gayo Lues
34.0
33.5
32.3
26.6
24.2
23.9
Simeulue
34.1
33.8
32.3
26.5
24.7
23.6
Kota Subulussalam
**)
**)
30.2
29.0
26.8
24.4
Aceh Jaya
31.3
30.4
29.3
23.9
21.9
20.2
Aceh Barat Daya
28.3
28.3
28.6
23.4
21.3
19.9
Aceh Singkil
29.2
28.4
28.5
23.3
21.1
19.4
Aceh Timur
30.0
29.9
28.1
24.1
21.3
18.4
Bireuen
29.7
29.1
27.2
23.3
21.7
19.5
Kota Sabang
29.8
28.6
27.1
25.7
23.9
21.7
Aceh Besar
29.4
28.7
26.7
21.5
20.1
18.8
Bener Meriah
28.8
28.0
26.5
29.2
26.6
26.2
Aceh Selatan
27.0
24.6
24.7
19.4
17.5
15.9
Aceh Tengah
27.7
26.7
24.4
23.4
21.4
20.1
Aceh Tamiang
24.5
23.9
22.2
22.3
20.0
18.0
Aceh Tenggara
24.6
23.6
21.6
18.5
16.8
16.8
Kota Langsa
15.0
14.0
14.2
18.0
16.2
15.0
Kota Lhokseumawe
15.9
14.3
12.7
15.9
15.1
14.1
Kota Banda Aceh
8.4
8.3
6.6
9.6
8.6
Provinsi Aceh
28.69
28.28
26.65
23.53
21.8
20.98
Indonesia
16.69
17.75
16.58
15.42
14.15
13.33
Daerah Konlik
Pidie Jaya
Daerah Non Konlik
g
9.2
*) : Data masih tergabung dengan Kabupaten Pidie **) : Data masih tergabung dengan Kabupaten Aceh Singkil ***) : Data menurut Kabupaten/Kota belum tersedia
Sumber: BPS Aceh 2012, diolah.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
89
Dalam tiga dekade setelah pernyataan kemerdekaan GAM, perkembangan Aceh menuju pembangunan manusia mengalami penurunan dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dan kemiskinan mengalami peningkatan. Penetapan pengawan militer yang sebenarnya atas wilayah Aceh oleh TNI dan masuknya para migran Jawa ke daerah-daerah boom minyak, disertai
dengan
dominasi mereka atas pekerjaan sipil dengan posisi yang tinggi, semakin memperburuk ketidaksetaraan dan perbedaan di Aceh(Brown: 2005). Data pada Tabel 4.9. di atas menunjukkan dua hal. Yang pertama adalah porsi penduduk miskin di daerah-daerah konflik adalah sangat besar dibanding di daerah bukan konflik.Bahkan sampai tahun ke empat paska perjanjian damai Helsinky, tidak ada satupun kabupaten/kota di wilayah konflik yang porsi penduduk miskinnya lebih rendah dari rata-rata nasional. Pada tahun 2010, wilayah konflik yang memiliki porsi penduduk terendah adalah Aceh Barat Daya, yaitu 19,9% penduduk atau 1,5 kali lipat rata-rata nasional. Sementara wilayah yang paling tinggi porsi penduduk miskinnya yaitu Pidie Jaya mencapai 26,1% penduduk atau sekitar dua kali lipat rata-rata nasional.Kedua, penurunan porsi penduduk miskin di daerah konflik, paska perjanjian Helsinky adalah jauh lebih lambat dibanding dengan di daerah-daerah non konflik. Hal ini dapat dipahami karena tidak mudah memulihkan rasa percaya rakyat, setelah konflik berlangsung selama sekitar satu generasi.
4.3.2.Pendidikan Perkembangan pendidikan diukur dengan perkembangan jumlah sekolah dasar dan menengah, baik negeri maupun swasta, selama 30 tahun terakhir ini. Gambar 4.4 di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah SD negeri dan Swasta di Aceh selama periode 1980-2010.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
90
Sebelum Konflik
Selama Konflik
Setelah Konflik
Gambar 4.4. Perkembangan Jumlah SD Negeri dan Swasta Aceh 19802010Sumber: Diolah dari data BPS
Selama periode 1980-2010 Jumlah SD Negeri dan SD Swasta di Aceh dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.Namun jumlah SD Swasta masih sangat sedikit dibandingkan SD Negeri.Hal ini karena adanya program SD Inpres yang selama ini terus dibangun sampai ke pelosok desa. Hanya saja selama periode 19802010 pertambahan jumlah SD di Aceh relatif lambat. Selama periode konflik jumlah SD mengalami kemandekan. Sedangkan pada periode paska konflik, juga belum terlihat perkembangan yang berarti.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
91
Sebelum Konflik
Selama Konflik
Setelah Konflik
Gambar 4.5. Perkembangan Jumlah SMP Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 Sumber: Diolah dari data BPS
Gambar 4.5 menunjukkan perkembangan jumlah SMP negeri dan Swasta di Aceh selama periode 1980-2010. Jumlah SMP Negeri di Aceh dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.Namun jumlah SMP Swasta cenderung mengalami penuruan terutama pada masa konflik.Hal ini karena tidak adanya dukungan Pemerintah terhadap pihak swasta untuk membangun sekolah di Aceh. Gambar 4.6 di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah SMA negeri dan Swasta di Aceh selama periode 1980-2010 Jumlah SMA Negeri di Aceh dari tahun ke tahun menunjukkan tetap, hanya setelah konflik menunjukkan peningkatan.Namun jumlah SMA Swasta cenderung mengalami penuruan terutama sebelum dan selama masa konflik.Hal ini karena tidak adanya dukungan Pemerintah terhadap pihak swasta untuk membangun sekolah di Aceh.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
92
Sebelum Konflik
Selama Konflik
Setelah Konflik
Gambar 4.6. Perkembangan Jumlah SMA Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 Sumber: Diolah dari data BPS
Gambr 4.7 di bawah ini menunjukkan perkembangan jumlah SMK negeri dan Swasta di Aceh selama periode 1980-201
Sebelum Konflik
Selama Konflik
Setelah Konflik
Gambar 4.7. Perkembangan Jumlah SMK Negeri dan Swasta Aceh 1980-2010 Sumber: Diolah dari data BPS
Demikian pula jumlah SMK Negeri di Aceh dari tahun ke tahun menunjukkan tetap, hanya setelah konflik menunjukkan peningkatan.Namun jumlah SMK Swasta
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
93
cenderung mengalami peningkatan terutama selama masa konflik dan setelah konflik.Hal ini karena adanya dukungan pihak luar negeri dan LSM terhadap pihak swasta untuk membangun sekolah di Aceh. Aceh memiliki tingkat partisipasi pendidikan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata di Indonesia.Hal ini berlaku terhadap semua tingkatan penghasilan dan semua jenis pendidikan.Hal ini mungkin disebabkan oleh tingkat pengeluaran yang tinggi untuk pendidikan serta belanja pendidikan per kapita yang relatif tinggi di Aceh.Setelah praktis mencapai pendidikan dasar secara menyeluruh, saat ini pemerintah Aceh mulai memperhatikan peningkatan mutu pendidikan serta meningkatkan akses ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi, terutama untuk segmen penduduk miskin.Meningkatkan efisiensi alokasi dan teknis untuk belanja pendidikan haruslah menjadi prioritas utama bagi Pemerintah Aceh. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh ILO menunjukkan bahwa sepertiga angkatan kerja di Aceh sekurang-kurangnya mempunyai tingkat pendidikan sekolah menengah dan 9,9% mempunyai pendidikan diploma atau di atasnya, sementara rata-rata nasional masing-masing hanya sebesar 29,4% dan 7,1%. Pekerja perempuan di Aceh mempunyai tingkat capaian pendidikan yang secara signifikan lebih tinggi: 15% diantaranya pendidikan diploma atau diatasnya, sementara di sisi lain hanya 7,3% pekerja laki-laki yang mencapai tingkat pendidikan yang sama. Adanya angkatan kerja yang berpendidkan baik merupakan keunggulan komparatif Aceh dibandingkan provinsi-provinsi lainnya apabila modal manusia dimanfaatkan secara optimal dalam kegiatan ekonomi (ILO, Agustus 2010). Terdapat banyak guru di provinsi, tetapi ketidakhadiran guru dalam mengajar dan kekurangan guru di pedesaan dan daerah-daerah terpencil dapat mengurangi mutu pengajaran.Suatu sistem insentif yang berbeda baik bagi sekolah-sekolah maupun bagi para guru memungkinkan Aceh untuk mengambil manfaat lebih dari belanja pendidikan per kapita yang relatif tinggi. Sebagai persentase dari total belanja, Aceh membelanjakan lebih sedikit untuk pendidikan dibandingkan dengan daerahdaerah lain di Indonesia tetapi mengingat besarnya anggaran Aceh, maka belanja per kapita menjadi lebih tinggi. Akan tetapi, untuk sektor kesehatan banyak indikator kesehatan (tingkat morbiditas, imunisasi) di Aceh lebih buruk dibandingkan dengan daerahdaerah lain di Indonesia. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
94
Walaupun angkatan kerja di Aceh berpendidikan lebih baik dari rata-rata tingkat pendidikan angkatan kerja nasional namun komposisi angkatan kerja SMP dan di bawahnya sangat besar yaitu laki-laki mencapai 64,7% dan perempuan 66,4%. Hal ini menjelaskan bahwa jika sektor Migas menjadi prioritas pembangunan Aceh, maka daya serap angkatan kerja di Aceh akan rendah. Oleh karenanya diperlukan strategi pembangunan industri di Aceh yang disesuaikan dengan tingkat pendidikan. Memperburuk kualitas SDM Aceh yaitu adanya pengungsian. Besarnya pengungsi di Aceh disebabkan oleh konflik dan tsunami secara bersama-sama. Sebuah studi yag dilakukan pada tahun 2005 memperkirakan jumlah pengungsi hamper mencapai 350.000 orang. Kabupaten-kabupaten di sepanjang pantai memiliki jumlah pengungsi yang jauh lebih besar daripada daerah bagian tengah (Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Aceh Tenggara), yang menunjukkan bahwa tsunami merupakan penyebab utama pengungsian (UNDP,2010). Dalam tiga dekade setelah pernyataan kemerdekaan GAM, perkembangan Aceh menuju pembangunan manusia mengalami penurunan dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya di Indonesia dan kemiskinan mengalami peningkatan. Penetapan pengawan militer yang sebenarnya atas wilayah Aceh oleh TNI dan masuknya para migran Jawa ke daerah-daerah boom minyak, disertai
dengan
dominasi mereka atas pekerjaan sipil dengan posisi yang tinggi, semakin memperburuk ketidaksetaraan dan perbedaan di Aceh (Brown: 2005). Untuk membangun kembali sektor pendidikan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah Aceh, harus bekerja keras. Sebab sektor pendidikan adalah yang paling besar terkena dampak konflik. Sebanyak 900 sekolah hancur pada masa-masa konflik terparah mulai tahun 1999 dan seterusnya (Bank Dunia, 2006b). Konflik tersebut telah mempengaruhi seluruh generasi, dan sejumlah besar tentara baru GAM pada masa-masa konflik terparah (1999 dan seterusnya) adalah anak-anak korban konflik dari pihak tentara militer dan kepolisian Indonesia.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
95
4.3.3.Kesehatan Sebagian besar dari rumah tangga miskin di Aceh tidak mengupayakan pengobatan ketika sakit dan hal ini dapat terlihat dari indikator-indikator kesehatan yang relatif buruk di provinsi tersebut.Belanja pemerintah yang besar untuk sektor kesehatan nampaknya tidak menjangkau seluruh lapisan masyarakat miskin. Terdapat kesempatan untuk peningkatan belanja provinsi di bidang kesehatan.Tenaga kerja tidak terdistribusikan secara merata sehingga menciptakan kesenjangan di pedesaan dan daerah-daerah terpencil.Insentif yang tepat harus diberikan untuk pekerja-pekerja kesehatan yang bertugas dan tinggal di daerah-daerah terpencil.Belanja pemerintah harus digunakan untuk meningkatkan mutu pelayananpelayanan, terutama yang digunakan oleh masyarakat miskin, seperti kesehatan primer dan pelayanan-pelayanan Puskesmas. Akses ke kesehatan dan pendidikan merupakan dua dimensi penting dari kemiskinan. Sebagaimana disebutkan dalam Bab 2, kemiskinan bersifat multi dimensi dan meskipun laporan ini memusatkan perhatian terhadap konsumsi rumah tangga sebagai ukuran kemiskinan, ukuran-ukuran lain dari kesejahteraan juga sama pentingnya, misalnya akses ke pelayanan kesehatan dan pendidikan. Pendidikan adalah faktor penting, salah satunya untuk meningkatkan kemampuan membaca dan membekali kaum miskin dengan sarana-sarana yang dapat memberikan sumbangan dan menerima manfaat dari pertumbuhan ekonomi.Pendidikan sangat terkait dengan kemiskinan di Aceh. Kepala rumah tangga yang telah mengenyam pendidikan di sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas sangat kecil kemungkinannya untuk masuk dalam golongan masyarakat miskin dibandingkan dengan mereka yang hanya menyelesaikan pendidikan dasar atau tidak memiliki pendidikan sama sekali. UUPA (Undang-Undang Pemerintahan Aceh) mengakui pentingnya pendidikan dengan mengalokasikan sumber daya publik yang relatif tinggi untuk pendidikan. Sektor kesehatan merupakan dimensi penting lain dari kemiskinan dan ketiadaan akses ke pelayanan kesehatan memiliki korelasi dengan kemiskinan yang telah berlangsung lama. Buruknya akses terhadap sektor pendidikan dan kesehatan semakin memperburuk memperburuk pula indeks pembangunan manusia (IPM) Aceh, seperti yang dapat kita lihat pada tabel 3.6. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
96
Pemerintah Aceh telah melakukan upaya-upaya untuk menyelenggarakan pelayanan
kesehatan
primer
secara
cuma-cuma
dan
menyeluruh.Perbaikan
infrastruktur, terutama infrastruktur pedesaan maupun pelayanan umum untuk meningkatkan produktivitas di bidang pertanian dan perikanan, merupakan kunci untuk
mengurangi
kemiskinan.Bagian
ini
memusatkan
perhatian
pada
penyelenggaraan pelayanan umum di bidang pendidikan dan kesehatan. Akan tetapi, penyelenggaraan pelayanan umum di bidang lainnya, seperti infrastruktur, pengembangan pertanian atau penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan, setidaknya
sama
pentingnya
untuk
mengurangi
kemiskinan
sebagaimana
didokumentasikan dalam laporan ini. Ketersediaan informasi dan ruang lingkup laporan mencegah analisis yang mendalam tentang belanja pemerintah dan penyelenggaraan pelayanan publik di bidang-bidang lain. Diperlukan penelitian yang lebih lanjut untuk menganalisis pola-pola belanja maupun penyediaan pelayanan umum di bidang-bidang penting lainnya tersebut.
4.4.Sumber-Sumber Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh Pada bagian ini akan dibahas, sumber – sumber pertumbuhan ekonomi Aceh, berdasarkan hasil regresi. Model yang diestimasi disusun berdasarkan model Klasik, yaitu faktor pendorong pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan input yaitu barang modal dan tenaga kerja. Tabel 4.12. di bawah ini adalah perbandingan hasil estimasi dua model regresi yang dilakukan. Model pertama, variabel terikatnya adalah PDRB riil tidak termasuk Migas, sedangkan model kedua variabel terikatnya adalah PDRB riil termasuk Migas.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
97
Tabel 4.12. Perbandingan model yang diestimasi Periode Pengamatan
Periode Pengamatan
1983-2010
1983-2005 Variabel
Variabel
Variabel
Terikat
Terikat
Terikat
Terikat
PDRB riil
PDRB Riil
PDRB riil tidak
PDRB Riil
tidak
Migas
termasuk
Migas
termasuk
Migas Konstanta
Variabel
Migas
6,9**
17,2***
8,8**
17,7***
Porsi investasi
0,15***
0,05+1
0,09+
-0,03+
Angkatan Kerja
0,52**
-0,014+
0,44*
-0,03+
APBD Riil
0,15***
0,02+
0,09*
0,007*
Konflik
0,27***
0,13*
0,43***
0,22*
MA(1)
-
0,77***
-
0,57**
R2/Adj.R2 (%)
89/87
67/60
88/85
64/53
Statistik F
45,3
9,12
29,6
5,8
Statistik DW
1,99
1,81
1,65
1,58
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
Tidak Ada
0,40
0,80
0,03
1,53
Multikolieritas Jaque Berra
Catatan:1)= tanpa time lag, tiga regresi lainnya time lag 1 tahun;2) * = signifikan pada α = 10%;2 )** = signifikan pada α = 5%;*** = signifikan pada α = 1%; + = tidak signifikan
Hasil regresi menunjukkan bahwa model pertama adalah jauh lebih baik dari model kedua, ditinjau dari beberapa sisi. Pertama, pada model kedua terdetiksi adalah pelanggaran asumsi Klasik, yaitu adanya heteroskedastisitas. Hal itu ditunjukkan dari nilai statistik DW yang relatif sangat kecil. Kedua, nilai R2 yang lebih rendah dari 70% menunjukkan bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model, tidak mampu menjelaskan Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
98
dengan baik, perubahan-perubahan pada variabel terikat. Ketiga, nilai statistik F yang sangat kecil, menunjukkan bahwa variabel bebas secara bersama-sama, tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat. Keempat, pada model kedua tidak ada satupun variabel teoritis khususnya investasi dan angkatan kerja yang memilik pengaruh signifikan terhadap variabel terikat. Dengan demikian model kedua tidak dapat digunakan untuk analisis sumbersumber pertumbuhan ekonomi Aceh. Sedangkan
pada
model
pertama,
semua
syarat-syarat
untuk
dapat
dikategorikan sebagai hasil regresi yang baik, terpenuhi. Yaitu, (1) Tidak ada pelanggaran asumsi Klasik, yaitu tidak ada masalah heteroskedastisitas dan multikolinieritas; (2) Nilai R2 yang mencapai 90% menunjukkan bahwa 90% perubahan pada variabel terikat, yaitu PDRB riil tidak termasuk Migas dapat dijelaskan oleh variable-variabel bebas yang digunakan.Hasil ini lebih tinggi dari yang disyaratkan untuk regresi yang menggunakan data runtut waktu (time series).(3)Statistik t yang signifikan pada derajad keyakinan yang tinggi; (4) statistik F yang juga sangat signifikan menunjukkan bahwa secara bersama-sama variabel bebas yang digunakan berpengaruh terhadap variabel terikat.(5)Karena jumlah observasi lebih kecil dari 30, maka harus dilakukan uji normalitas. Hasil uji menunjukkan data terdistribusi normal dilihat dari nilai statistic Jaque Berra yang lebih kecil dari 2,5.
Investasi Riil Investasi riil berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap PDRB riil tidak termasuk Migas dengan tenggang waktu 1tahun. Bila investasi riil pada tahun t tumbuh 1% maka PDRB riil tidak termasuk Migas setahun kemudian akan tumbuh sebesar 0,15%. Hasil regresi ini menunjukkan percepatan pemupukan barang modal, dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi tidak besar. Tenggang waktu setahun menunjukkan bahwa investasi yang dilakukan kemungkinan besar adalah investasi-investasi untuk usaha yang sifatnya bukan padat
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
99
modal. Tabel 4.13. merupakan Data Perusahaan PMA/PMDN Provinsi Aceh Tahun 2006-2011. Berdasarkan data rencana dan realisasi investasi yang tercatat pada Badan Investasi dan Promosi Aceh, sejak tahun 2006 hingga 2008 praktis tidak ada realisasi investasi. Hanya PMA pada tahun 2007 sebesar USD 17.359.719 pada 11 perusahaan atau rata-rata 1,5 juta USD. Mulai pada tahun 2009 realisasi investasi PMA 26 perusahaan sebesar USD 395.000 atau rata-rata hanya 15 ribu USD per perusahaan. dan PMDN 2 perusahaan Rp 79.661.449. Hal ini menunjukkan bahwa realisasi PMA dan PMDN sangat kecil. Baru pada tahun 2010 tercatat realisasi investasi PMA yang signifikan bahkan lebih besar dari rencana yaitu USD 503.198.325,62 pada 28 perusahaan dengan rata-rata USD USD 19.353.820 per perusahaan. Tabel 4.13. Data Perusahaan PMA/PMDN Provinsi Aceh Tahun 2006-2011
Realisasi investasi PMA pada tahun 2011 menunjukkan penurunan menjadi USD 88.065.442 untuk perusahaan.Sedangkan 1.266.123.830.367
14 perusahaan atau rata-rata USD 6,3 juta per
realisasi
pada
122
PMDN perusahaan
pada
tahun
dengan
2011
tercatat
Rp
rata-rata
investasi
Rp
10.378.064.183. Menunjukkan bahwa baru pada tahun 2008 investasi di Aceh mulai kondusif untuk direalisasikan. Pada tahun sebelum 2008 semua rencana investasi tidak terealisasikan.Pada tahun 2011 terjadi peningkatan nilai realisasi investasi baik PMA maupun PMDN di Aceh. Walaupun terjadi peningkatan realisasi investasi pada Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
100
tahun 2011 namun sangatlah rendah. Data Bank Indonesia tentang kredit menunjukkan bahwa Aceh mempunyai rasio PDB kredit/non-minyak dan gas terendah kedua di seluruh Indonesia, yang mengindikasikan rendahnya tingkat investasi di provinsi Aceh (World Bank, 2009). Rendahnya realisasi investasi di Aceh selama periode 1980 hingga 2005, terutama periode 1990-2005 disebabkan kegagalan pemerintah untuk memberikan keamanan di wilayah-wilayah yang terdampak oleh konflik yang cendrung menurunkan tingkat investasi karena calon investor mempertimbangkan risiko-risiko keamanan, sehingga mengurangi investasi dalam modal fisik. Setelah perjanjian damai di Aceh, terdapat masa yang cukup tenang, namun menjelang pemilihan kepala pemerintahan Aceh tahun 2006 dan pemiliha legislatif tahun 2009 insiden-insiden kekerasan bersenjata menunjukkan eskalasi yang meningkat. Hal ini menimbulkan efek negatif bagi iklim berinvestasi di Aceh sehingga investor yang awalnya ingin melakukan investasi di Aceh menurungkan niatnya.
Angkatan Kerja Angkatan kerja berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap PDRB riil tidak termasuk Migas. Bila angkatan kerja pada tahun t tumbuh 1% maka PDRB riil tidak termasuk Migas pada tahun yang sama akan tumbuh sebesar 0,56%. Hasil regresi menunjukkan bahwa dampak penambahan tenaga kerja terhadap pertumbuhan output tidaklah besar. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu kualitas angkatan kerja, status pekerjaan dan lapangan kerja utama. Kualitas angkatan kerja dilihat dari tingkat pendidikan masih sangat rendah. Sampai dengan tahun 2010, masih sekitar 42% angkatan kerja yang berpendidikan ≤ SD dan 22% berpendidikan SLTP. Rendahnya kualitas angkatan kerja disebabkan oleh kondisi kemiskinan dan keamanan. Kemiskinan yang massal dan
kronis
menyebabkan rakyat tidak memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri secara mandiri, khususnya melalui perbaikan pendidikan dan atau tingkat kesehatan. Memburuknya kondisi keamanan telah menyebabkan brain drain dari Aceh ke
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
101
wilayah yang lain. Akibatnya yang masih tinggal di Aceh adalah angkatan kerja yang kualitasnya rendah dan atau enggan mengambil resiko. Hasil penelitian yang dilakukan oleh World Bank, menunjukkan bahwa para pekerja yang cakap merasa lebih baikmeninggalkan Aceh dan mencari kesempatankesempatan di luar Aceh, yang mungkin memiliki dampak yang lebih besar pada kegiatan-kegiatan yang bernilai tinggi yang membutuhkan pekerja-pekerja terampil dalam jumlah besar (World Bank, Juli 2009). Dilihat dari sektor usaha tempat bekerja, sampai tahun 2010 masih sekitar 49% angkatan kerja bekerja di sektor pertanian. Sektor kedua terbesar adalah jasa-jasa yaitu sebesar 19% dan ketiga sektor perdagangan 15,3%. Ketiga sektor ekonomi ini tidaklah menuntut kualitas SDM yang berpendidikan dan atau berketrampilan tinggi. Sebab sektor jasa yang berkembang di Aceh bukanlah jasa-jasa modern. Angkatan kerja yang bekerja di sektor industri pengolahan (manufaktur) hanya 4,7%. Rendahnya angkatan kerja yang bekerja di sektor manufaktur disebabkan dominannya peranan
industri
yang
berkaitan
dengan
Migas.
Industri-industri
tersebut
membutuhkan SDM berkualitas tinggi, yang pada awal perkembangannya didatangkan dari wilayah di luar Aceh. Berdasarkan status pekerjaan, sampai tahun 2010 masih sekitar 69% angkatan kerja Aceh yang bekerja di sektor informal. Sedangkan yang menjadi karwayan adalah sebanyak 544.760 jiwa, dimana 80% diantaranya berpendidikan menengah dan tinggi. Sedangkan porsi karyawan yang berpendidikan tinggi mencapai 30%. Datadata ini menunjukkan bahwa produktivitas angkatan kerja di Aceh masih relatif rendah.
APBD Riil Variabel APBD riil berpengaruh signifikan dengan arah positif terhadap PDRB riil tidak termasuk Migas. Bila APBD riil pada tahun t tumbuh 1%, maka PDRB riil tidak termasuk Migas pada periode yang sama akan tumbuh 0,14%. Artinya untuk mendorong pertumbuhan PDRB riil tidak termasuk Migas sebesar 1% maka pertumbuhan PDRB riil harus mencapai 7,2% per tahun. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
102
Rendahnya dampak pertumbuhan APBD terhadap pertumbuhan ekonomi disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, sampai saat ini ketergantungan pemerintah daerah terhadap transfer pemerintah pusat masih sangat tinggi. PAD provinsi Aceh hanya menyumbang 10% penerimaan APBD Aceh. Ketergantungan kepada pusat, menyebabkan pemerintah provinsi tidak memiliki kemampuan besar untuk mengambil inisiatif pembangunan, sesuai situasi dan kondisi yang dihadapi. Kedua, timpangnya struktur alokasi anggaran dimana sebagian besar belanja APBD digunakan untuk belanja rutin, khususnya belanja pegawai. Ketiga, buruknya sistem pengelolaan anggaran. Tabel 4.14. dibawah ini menunjukkan APBD Rill Aceh periode tahun 19792010.
Tabel 4.14. APBD Rill Aceh Tahun 1979-2010 Tahun
Indeks Harga Implisit
1979
6.1
1980
APBD (Juta Rp)
Indeks Harga Implisit
APDB Riil (Juta Rp)
Tahun
5,923
96,518
1995
30.7
63,229
206,246
9.2
8,822
95,711
1996
33.4
255,366
763,431
1981
10.4
9,497
91,449
1997
39.1
269,490
689,762
1982
11.5
3,595
31,245
1998
63.0
172,030
273,065
1983
14.7
5,594
38,105
1999
71.1
251,402
353,758
1984
15.1
18,097
119,601
2000
103.0
269,180
261,422
1985
14.8
21,452
144,690
2001
98.5
226,397
229,848
1986
18.1
20,180
111,642
2002
99.6
1,537,526
1,544,135
1987
16.6
15,719
94,565
2003
104.4
2,064,752
1,977,153
1988
17.8
20,220
113,731
2004
124.7
2,906,743
2,330,502
1989
15.4
31,836
206,412
2005
163.0
4,674,575
2,868,056
1990
14.2
41,252
289,896
2006
188.2
5,944,353
3,158,786
1991
14.8
54,997
372,011
2007
197.6
6,759,485
3,421,236
1992
21.0
52,035
248,228
2008
215.7
10,053,497
4,660,339
1993
25.5
54,058
212,201
2009
219.9
10,057,848
4,574,621
1994
25.0
57,252
229,123
2010
234.4
8,810,804
3,759,513
APBD (Juta Rp)
APDB Riil (Juta Rp)
Sumber : Diolah dari data BPS berbagai tahun
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
103
Trend dari data diatas menunjukkan bahwa kecendrungan sejak tahun 19791999 APBD rill lebih besar dari pada APBD nominal, namun pada tahun 2001-2010 APBD Riil lebih kecil dari pada APBD nominal. Kecilnya nilai APBD riil Aceh dikarenakan kemampuan Pemerintahan Aceh dalam mengoptimalkan penerimaan dari PAD masih sangat kecil. Jika kita cermati APBA dalam beberapa tahun terakhir, maka akan terlihat betapa kecilnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) Aceh dalam struktur APBA. Dari total Rp 7,9 triliun APBA 2012 ini, misalnya, kontribusi PAD hanya Rp 804 miliar (Tabangun Aceh, edisi 20 Desember 2011). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh World Bank menunjukkan Persentase kontribusi PAD Aceh hanya 10% saja dari total APBA, sementara dengan kompoisi terbesar 90% sisanya, disubsidi oleh Jakarta dengan berbagai sebutan anggarannya (Otsus, Migas, DAU, dsb). Situasi dengan pola yang persis sama juga terjadi di kabupaten-kabupaten dan kota di Aceh. Ini menunjukkan bahwa pemerintah Aceh baik di level provinsi maupun kabupaten/kota, belum menghasilkan capaian signifikan dalam menghimpun berbagai sumber daya, sebagai modal pembangunan yang memungkinkan Aceh secara mandiri membangun dirinya sendiri sekaligus mengurangi ketergantungannya terhadap Jakarta (World Bank, 2008). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.15. di bawah ini:
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
104
Tabel 4.15. Komposisi Pendapatan Provinsi
Kuncoro (2004) menyatakan ketergantungan fiskal terlihat dari relative rendahnya PAD dan dominasi transfer pusat. Hal ini berarti semakin besar persentase PAD terhadap penerimaan menunjukkan semakin baik kemampuan daerah tersebut untuk membiayai kebutuhan daerahnya atau semakin kecil ketergantungan pemerintah daerah terhadap pusat. Dengan demikinan dapat dinyatakan bahwa suatu daerah
mandiri dan
memiliki kemampuan self-financing.Dan inilah sesungguhnya yang menjadi garansi atas keberlanjutan dan konstanitas pembangunan yang akhirnya akan bermuara pada the genuine wealthy, kesejahteraan yang sesungguhnya. Selain kemampuan Aceh untuk membiayai dirinya sangat rendah, juga managemen dan kualitas belanja Aceh yang buruk, ini dapat dilihat pada Tabel 4.16. berikut:
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
105
Tabel 4.16. Komposisi Sektoral Belanja Pemerintah Provinsi Aceh
Tabel 4.16. di atas menunjukkan buruknya politik anggaran yang tergambar dari kualitas alokasi anggaran persektor.Dimana sektor industri, perdagangan, energi dan pertambangan hanya memperolehporsi sangat kecil, yaitu tahun 2001 sebesar 5,4%, 2002 sebesar 4,4%, 2003 sebesar 2,1%, 2004 dan 2005 sebesar 1,9%, 2006 sebesar 2,4% dan 2007 sebesar 2,1% dari total belanja pemerintah.
Konflik Hasil regresi menunjukkan bahwa selama periode konflik pertumbuhan PDRB riil tidak termasuk Migas lebih tinggi 0,22% dibanding dengan periode selain konflik. Apakah hasil ini bertentangan dengan kenyataan bahwa selama periode konflik pertumbuhan ekonomi justru negatif?
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
106
Lebih tingginya pertumbuhan PDRB riil tidak termasuk Migas selama periode konflik dapat dijelaskan dari beberapa sisi pandang. Pertama, konflik memang sangat menganggu perkembangan sektor Migas (pertambangan dan industri). Namun kegiatan produksi non Migas yang sebenarnya merupakan kegiatan tradisional sejak Migas belum berperan besar terbukti memiliki daya tahan. Justru selama periode konflik rakyat didorong untuk bekerja lebih keras. Kedua, Kedua selama periode konflik, anggaran belanja pemerintah pusat
meningkat dan hal itu mendorong
peningkatan belanja barang, jasa dan pegawai, sehingga mendorong pertumbuhan permintaan agregat. Namun dampak kenaikan pertumbuhan ekonomi yang relatif sangat kecil ini, tidak sebanding dengan biaya-biaya yang harus ditanggung oleh rakyat,
yaitu
menurunnya tingkat kesejahteraan rakyat karena kemiskinan dan ketakutan yang kronis. Tingginya laju inflasi dan tingkat pengangguran selama periode krisis.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
5.1. Kesimpulan Ada beberapa kesimpulan berdasarkan hasil studi, yaitu; 1. Konflik berpengaruh negatif secara keseluruhan tehadap kinerja ekonomi dimana angka pertumbuhan ekonomi Aceh periode 1980-1989 yaitu 10% per tahun, kemudian periode 1990-2005 yaitu -2,5% per tahun dan periode 2006-2010 masih -2,7 per tahun, laju inflasi periode 1980-1989 yaitu 5,9% per tahun, kemudian periode 1990-2005 meningkat tajam 17,7% per tahun dan periode 2006-2010 5,7 per tahun. Angka pengangguran periode 1980-1989 yaitu 6,6% per tahun, kemudian selama periode konflik 1990-2005 meningkat menjadi 7,5% per tahun dan periode 2006-2010 5,3 per tahun. Konflik juga telah memperburuk tingkatkesejahteraan rakyat dimana
kemiskinan, pendidikan dan kesehatan
selama periode konflik terutamadi wilayah konflik juga terus memburuk. 2. Selama periode pengamatan, PDRB tidak termasuk Migas lebih stabil dibandingkan dengan PDRB Migas, ini memberi harapan untuk memperbaiki Aceh dengan tidak mengandalkan sektor Migas. 3. Dengan menggunakan metode ekonometrik dapat disimpulkan bahwa pengaruh pertumbuhan investasi, pertumbuhan angkatan kerja dan pertumbuhan APBD rill terhadap pertumbuhan PDRB tidak termasuk Migas sangatlah kecil. 4. Hasil estimasi dengan menggunakan variabel terikat PDRB Migas ternyata hasilnya sangat tidak baik, hal ini menunjukkan bahwa perkembangan PDRB Migas sulit dikontrol atau dikelolah oleh pemerintah. Ini tidak lepas dari peranan sektor Migas dan begitu fluktuatifnya bisnis Migas di pasar internasional. 5. Hasil analisis data berdasarkan kabupaten/kota menunjukkan antara lain: a) bahwa daerah penghasil sumberdaya alam khususnya Migas merupakan daerah yang mengalami konflik berat; b) ketimpangan struktur produksi ditunjukkan ketergantungan yang besar terhadap Migas; c) terjadi disparitas antara wilayah 107 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
108
yang relatif buruk dimana ada indikasi output ekonomi Aceh hampir 90% disumbang oleh daerah konflik, dimana
sekitar kabupaten Aceh Utara
menyumbang hampir 50%. 6. Pengaruh langkah perdamaian melalui MOU Helshinki terhadap kinerja ekonomi dan kesejahteraan rakyat Aceh belum terasa selama 5 tahun pertama. Hal ini disebabkan konflik selama satu generasi telah merusak banyak sendi-sendi kehidupan dan pemulihannya membutuhkan waktu serta kesabaran.
5.2. Rekomendasi Berdasarkan hasil studi dapat disampaikan beberapa saran. Saran studi lebih lanjut: Berdasarkan hasil penelitian ini perlu dilanjutkan dengan studi-studi yang lebih
spesifik
dan
mendalam
dengan
menggunakan
data
kabupaten/kota,
menelitisecara khusus hubungan antara konflik dengan kemiskinan, pengamatan meggunakan
periode waktu yang lebih panjang, danbila memungkinkan
menggunakan data primer. Hal ini untuk memahami dimensi kualitatif konflik Aceh khususnya dari sudut pandang rakyat. Analisis ekonomi juga disarankan untuk melihat lebih spesifik, agar proses evaluasi data maupun pengolahannya dapat dilakukan lebih seksama. Dengan demikian akurasi studi menjadi lebih baik. Saran Kebijakan: 1. Pemerintah Aceh harus segera dan terus menerus melakukan langkah-langkah pemulihan perekonomian dan kesejahteraan rakyat Aceh, tidak cukup hanya berhenti pada perjanjian Helshinki tapi perlu perbaikan-perbaikan internal khususnya pada Pemerintahan Aceh meliputi: penentuan prioritas utama pembangunan yang berkaitan langsung dengan upaya pemerintah dalam memperbaiki kinerja perekonomian serta kesejahteraan rakyat Aceh; melakukan perbaikan terhadap kualitas belanja APBA/APBK; meningkatkan managemen pengelolaan APBA/APBK; penegakan hukum; dan adanya regulasi khususnya investasi yang memberikan kepastian hukum dan biaya murah serta pelibatan
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
109
masyarakat di dalamnya baik dari sisi kepemilikan maupun dari aspek ketenagakerjaan. 2. Terus menyelesaikan secara bertahap dan sistematis akar-akar konflik, khususnya bidang sosial ekonomi. Dalam hal ini adanya upaya yang sungguh-sungguh dalam melakukan rahabilitasi baik psikis, fisik dan ekonomi korban serta penciptaan lapangan kerja bagi korban konflik.
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
DAFTAR PUSTAKA
BUKU BPS Aceh, 2000-2011, Aceh Dalam Angka, Kerjasama Badan Pusat Statistik Dengan BAPPEDA Provinsi Aceh. Adi, Isbandi Rukminto, 2001, Pemberdayaan, Pengembangan masyarakat dan Intervensi Komunitas, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI, Jakarta. Adri (1999), Keragaan Kelembagaan dan Ekonomi Usahatani Kopi Arabika Organik di Kabupaten Aceh Tengah, Tesis Magister Sains, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Aris Ananta, Lee Poh Onn, 2007, Aceh: A New Dawn (Singapore: Institute of Southeast Asian Studies. Arsyad, Lincoln, 1999, Ekonomi Pembangunan. Edisi Keempat. STIE YKPN Yogyakarta. Bannock, Graham, R. E. Baxter dan Evan Davis. 2004. A Dictionary of Economics. Inggris: Penguin Books Ltd. Chaidar Al, Sayed Mudhahar Ahmad dan Yarmen Dinamika, 1999, Aceh Bersimbah Darah, Cetakan ke Lima. Pustaka Al-Kautsar, Jakarta. Coser, Lewis A., 1956, The Function of Social Conflict, Free Press. Dahlan Nasution, Dipl. Ir., 1991,Politik Internasional (Konsep Dan Teori). PT. Gelora Aksara Pratama, Penerbit Erlangga. ILO, Agustus 2010, Analisis Kesenjangan Keterampilan di Aceh: Dari Rekonstruksi ke Pertumbuhan Berkelanjutan melalui Pengembangan Keterampilan. K.J Holsti, 1983, Internasional Politic Terjemahan. M. Tahrir Azhary. Politik Internasional : Kerangka untuk analisis, Penerbit Erlangga. K.J Vegaar, 1990, Realitas social, Jakarta: Gramedia. Komnas Perempuan, 2007, Pengalaman Perempuan Aceh Mencari dan Meniti Keadilan dari Masa ke Masa, Komnas Perempuan, Jakarta. Krisdyatmiko, 2009, Sosial FISIPOL UGM, Tidak diterbitkan, Yogyakarta. Materi Kuliah Pemberdayaan Masyarakat, Program S2 Sosiologi Konsentrasi Kebijakan dan Kesejahteraan 110 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
111
Kuncoro, Mudrajat, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah: Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan Peluan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Louis Kiesberg, 1382, Social conflict, second Edition, Englewood Clifft, N.Y: Prantice Hall, Inc. Mankiw, Gregory, 2007, Makroekonomi, Edisi Keenam terjemahan, Penerbit Erlangga, Jakarta. Rahardja, Pratama dan Manurung, Mandala, 2008, Teori Makroekonomi Suatu Pengantar, Edisi Keempat, Penerbit LP-FEUI, Jakarta. Propatria Institute 2009, Post-Conflict Peacebuilding Reference Manual untuk Masyarakat Sipil, bekerjasama dengan USAID. Rustiono, 2008, Tesis Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah. Soetomo, 2006, Masalah Sosial dan Upaya pemecahannya, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Sukirno, Sadono, 2000, Makroekonomi Modern: Perkembangan Pemikiran Dari Klasik Hingga Keynesian Baru. Raja Grafindo Pustaka Sullivan, Arthur; Steven M. Sheffrin, 2006,Economics: Principles in Action. Upper Saddle River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall. 2006 Sulistiyani, Ambar Teguh, 2004, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Gava Media, Yogyakarta. Todaro , Michael, 2004, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi kedelapan, Penerbit Erlangga. Tomas Hylland Eriksen, 1993, Ethnicity & Nationalism: Antropological Perspective, London dan Boulder, Colorado: Pluto Press. UNDP,2010, Pembangunan Manusia Aceh. Wese Becker dalam Soejono Soekamto, 1990, Sosiologi : Suatu Pengantar, Rajawali Pers. Word Bank, 2008, Mengelola Sumber Daya untuk Mencapai Keluaran yang lebih baik Di Daerah Otonomi Khusus. World Bank, 2008, Kajian Kemiskinan Di Aceh Tahun 2008: Dampak Konflik, Tsunami, Dan Rekonstruksi Terhadap Kemiskinan di Aceh. Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
112
World Bank, 2009, Diagnosis Pertumbuhan Aceh Tahun 2009: Mengidentifikasi Hambatan-Hambatan Utama Pertumbuhan Ekonomi Pasca Konflik dan Pasca Bencana. Yulius P. Hermawan, 2007,Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu dan Metodologi, Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007.
JURNAL
Brown, Graham (2005). Horizontal Inequalities, Ethnic Separatism, and Violent Conflict: The Case of Aceh, Indonesia, Human Development Report Office, Occasional Paper, UNDP, New York. Collier, P. 1994. Demobilization and Insecurity: a Study in the Economics of the Transition from War to Peace. Journal of International Development 6. ——— .1997. On Economic Consequences of Civil War. Centre for the Study of African Economies Working Paper No.97:18. Oxford University. ILO, Agustus 2010, Analisis Kesenjangan Keterampilan di Aceh: Dari Rekonstruksi ke Pertumbuhan Berkelanjutan melalui Pengembangan Keterampilan. Jamassy, Owin, 2007, “Qualitative analysis of the impact of political conflict – natural disaster and the distribution of aid on poverty in Nanggro Aceh Darussalam”, laporan latar belakang yang disusun untuk Bank Dunia, Banda Aceh. Tidak diterbitkan. Knight M., N. Loayza, and D. Villanueva. 1996. The Peace Dividend: Military Spending Cuts andEconomic Growth. IMF Staff Papers 43: 1–37. Lindgren, 2006, ”The Economic Costs of Civil Wars” http://www. goranlindgren.se/ mina-bocker/the-economic-costs-of-civil-war/ Muhammad Abrar, Pengaruh Pendapatan Asli Daerah dan Belanja Modal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Aceh, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol. 9, No. 1 April 2010: 79–88 Nazamuddin, 2007, Ekonomi Biaya Tinggi menghambat Investasi di Aceh, Disampaikan pada TARI Seminar, Kamis 26 April 2007, Balai Sidang Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala Ra dan Singh (2005), Measuring The Economic Costs Of Conflict The Effect Of Declining Development Expenditures On Nepal’s Economic Growth, Working Paper Series No. 2 Nepal Resident Mission June 2005 Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
113
Staines, N. 2004. Economic Performance over the Conflict Cycle. IMF Working PaperWP/04/95.
MAJALAH Koentowijoyo, 1999, kar-kar Dry field cultivation”, Gatra, 27 maret, 1999.
INTERNET Aceh
Bisnis Selasa, 03 Mei 2011 06:59 WIB,http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2011/05/03/31957/ekspor_ac eh_turun_3492persen/
Bambang Wahyudi, Resolusi Konflik Pasca MoU Helsinki : Studi Kasus Langsa Provinsi Aceh, Abstrak. www.fisip.ui.ac.id/agendapasca/bambangwahyudi/abstrak.doc Bulman Satar, Quo Vadis Aceh Baru, http://aceh.tribunnews.com/2012/05/03/quovadis-aceh-baru http://aselabar.wordpress.com/2011/01/27/14-negara-negara-tertinggal-di-dunia/ http://iwansmile.wordpress.com/teori-konflik-2/ http://deedde.wordpress.com/2011/11/07/potret-retak-nusantara-studi-konflik-diindonesia http://www.crayonpedia.org/mw/peristiwa_peristiwa_politik_dan_ekonomi_indonesia _pasca_pengakuan_kedaulatan_9.1_sanusi_fattah http://bayu96ekonomos.wordpress.com/modul-sim/pengantar-ekonomi-makro/ Pramutoko, Bayu, Pengantar Teori Ekonomi Makro, Materi Kuliah Pengantar Teori Ekonomi Makro http://bbppksjogja.depsos.go.id/index.php?action=mading.detail&id_mading=6 http://id.wikipedia.org/wiki/Deflator_PDB http://wwwds.worldbank.org/external/default/WDSContentServer/WDSP/IB/2009/07/01/0 00333038_20090701014828/Rendered/PDF/491870NEWS0BAH1AEU1june09 1bhs1final.pdf http://mindsetbisnisonline.com/produk-domestik-bruto/ Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
114
http://www.undp.or.id/pubs/docs/Aceh%20HDR%20-%20Bahasa%20Indonesia.pdf Said Zainal Abidin, Kondisi Perekonomian Aceh dan Upaya Penyelamatan, www.bappenas.go.id/get-file-server/node/8587/ Tabangun Aceh, edisi 20 Desember 2011, aceh.tribunnews.com/2012/05/03/quovadis-aceh-baru T. Mukhlis, Inflasi, 1 Dari 1001 Masalah Aceh, images.hawageulawa.multiply.multiplycontent.com/.../INFLASI,... Warta Waspada Online, Komoditi ekspor Aceh masih minim, http://waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=56727:k omoditi-ekspor-aceh-masih-minim&catid=13&Itemid=26 www.bi.go.id › Home › Publikasi › Kajian Ekonomi Regional www.bps.go.id
Universitas Indonesia Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LAMPIRAN I
Dependent Variable: LYRNM Method: Least Squares Date: 07/15/12 Time: 13:59 Sample(adjusted): 1984 2010 Included observations: 27 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LPORINV(-1) LAK LAPBDR KONFLIK
6.961378 0.144457 0.520844 0.148377 0.273685
2.612905 0.047814 0.203781 0.029259 0.056619
2.664229 3.021232 2.555899 5.071253 4.833791
0.0142 0.0063 0.0180 0.0000 0.0001
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.891731 0.872045 0.136334 0.408910 18.25496 1.987948
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
16.72085 0.381131 -0.981849 -0.741879 45.29919 0.000000
8
Series: Residuals Sample 1984 2010 Observations 27
7 6 5 4 3 2 1 0
-0.3
PORINV AK APBDR KONFLIK
-0.2
PORINV 1.000000 0.685491 0.573852 0.076899
-0.1
0.1
0.0
AK 0.685491 1.000000 0.625279 0.173604
APBDR 0.573852 0.625279 1.000000 -0.368142
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-1.62E-16 0.008886 0.233634 -0.259445 0.125409 -0.227905 2.616228
Jarque-Bera Probability
0.399424 0.818967
0.2
KONFLIK 0.076899 0.173604 -0.368142 1.000000
115 Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LAMPIRAN II Dependent Variable: LYRMIGAS Method: Least Squares Date: 07/15/12 Time: 14:08 Sample: 1983 2010 Included observations: 28 Convergence achieved after 73 iterations Backcast: 1982 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LPORINV LAK LAPBDR KONFLIK MA(1)
17.23029 0.050517 -0.014119 0.018199 0.129981 0.771903
2.121205 0.038906 0.167306 0.031789 0.072246 0.151425
8.122880 1.298442 -0.084390 0.572502 1.799153 5.097577
0.0000 0.2076 0.9335 0.5728 0.0857 0.0000
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.674483 0.600502 0.120507 0.319481 22.89540 1.813043
Inverted MA Roots
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
17.43541 0.190657 -1.206815 -0.921342 9.116953 0.000082
-.77
7
Series: Residuals Sample 1983 2010 Observations 28
6 5
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
4 3 2 1 0
Jarque-Bera Probability -0.2
PORINV AK APBDR KONFLIK
-0.1
PORINV 1.000000 0.685491 0.573852 0.076899
0.0
0.1
AK 0.685491 1.000000 0.625279 0.173604
APBDR 0.573852 0.625279 1.000000 -0.368142
0.001699 -0.008138 0.226920 -0.197901 0.108764 0.222264 2.299395 0.803195 0.669250
0.2
KONFLIK 0.076899 0.173604 -0.368142 1.000000
116 Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LAMPIRAN III Dependent Variable: LYRNM Method: Least Squares Date: 07/15/12 Time: 14:31 Sample(adjusted): 1984 2005 Included observations: 22 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LPORINV(-1) LAK LAPBDR KONFLIK
8.828045 0.087481 0.438340 0.090883 0.431229
3.104276 0.064434 0.226934 0.050676 0.124966
2.843834 1.357689 1.931573 1.793418 3.450780
0.0112 0.1923 0.0703 0.0907 0.0031
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.874467 0.844930 0.146034 0.362542 13.94558 1.647533
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
16.63523 0.370843 -0.813235 -0.565270 29.60558 0.000000
5
Series: Residuals Sample 1984 2005 Observations 22
4 3 2 1 0
PORINV AK APBDR KONFLIK
-0.2
PORINV 1.000000 0.531372 0.058739 0.598453
-4.04E-16 0.002313 0.263175 -0.303208 0.131392 -0.091215 2.977204
Jarque-Bera Probability
0.030983 0.984628
0.2
0.0
AK 0.531372 1.000000 0.390938 0.664875
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
APBDR 0.058739 0.390938 1.000000 0.408373
KONFLIK 0.598453 0.664875 .408373 1.000000
117 Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LAMPIRAN IV Dependent Variable: LYRMIGAS Method: Least Squares Date: 07/15/12 Time: 14:22 Sample(adjusted): 1984 2005 Included observations: 22 after adjusting endpoints Convergence achieved after 18 iterations Backcast: 1983 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LPORINV(-1) LAK LAPBDR KONFLIK MA(1)
17.73753 -0.026751 -0.032592 0.006596 0.223474 0.578438
2.403973 0.045778 0.174837 0.044829 0.120935 0.224571
7.378423 -0.584367 -0.186415 0.147130 1.847884 2.575744
0.0000 0.5671 0.8545 0.8849 0.0832 0.0203
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.642361 0.530599 0.123166 0.242717 18.35927 1.582863
Inverted MA Roots
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
17.47544 0.179770 -1.123570 -0.826013 5.747567 0.003191
-.58
6
Series: Residuals Sample 1984 2005 Observations 22
5 4 3 2 1 0
PORINV AK APBDR KONFLIK
-0.1
PORINV 1.000000 0.531372 0.058739 0.598453
0.0
AK 0.531372 1.000000 0.390938 0.664875
)* = signifikan pada α = 10%;
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
0.001203 0.007153 0.236773 -0.138729 0.107501 0.630481 2.724221
Jarque-Bera Probability
1.527239 0.465977
0.2
0.1
APBDR 0.058739 0.390938 1.000000 0.408373
KONFLIK 0.598453 0.664875 0.408373 1.000000
118 Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012
LAMPIRAN V Tabel Indikator Ekonomi Aceh Tahun
PDRB Riil Harga Konstan 2000 (Rp Juta)
1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
23331457.97 27917561.75 28675021.28 28812221.04 31288178.69 34124430.44 43434982.11 50862664.33 53902536 41005302.64 42721832.19 44998593.58 42702131.46 43758042.76 43654977.49 39614372.38 37981062.73 34848878.71 35262979.69 42338751.33 44677136.2 40374282.3 34942300.38 36853872.58 35983090.79 34085478.71 32182824.77 33071135.09
PDRB Hrg Berlaku (Rp Juta) 3425242 4224206 4251377 5208007 5200828 6067027 6699285 7237788 7968716 8595679 10883405 11244015 13091228 14636988 17056028 24956859 26991583 35883143 34733472 42157539 46656588 50357262 56951614 69353351 71093359 73530750 70757764 77505592
PMTRB Riil (Rp Juta)
Angatan Kerja (Jiwa)
Pengang guran (Jiwa)
46266281148 55388442503 56919917243 57221070978 62169611049 67839367714 86392179409 1.01217E+11 1.0732E+11 81682562855 85144611559 89727195594 85190752257 87341053345 87178990049 79149516024 75924144405 69697757427 70561222360 84762180163 89488303809 80910061729 70059312262 73928868395 72218063216 68443641250 64655294963 66472981531
1030445 1065180 1098529 1133520 1159411 1191456 1218229 1254157 1273869 1292123 1323463 1385842 1418180 1650028 1756297 1101843 2024639 1751200 1751200 1679706 1421310 1618973 1754461 1804224 1742455 1793410 1897922 1938519
63215 64472 66319 68046 70351 72492 74784 76503 78626 80397 82728 84062 85246 87308 91407 93564 108830 175266 60911 294945 305430 98854 96530 100553 92948 23349 59614 17916
APBD Nominal (Rp Juta) 3,594.70 5,594.10 18,096.80 21,451.90 20,180.00 15,719.00 20,220.30 31,836.40 41,252.40 54,996.50 52,034.50 54,058.40 57,252.10 63,228.90 255,366.48 269,490.29 172,029.64 251,401.62 269,180.12 226,397.10 1,537,525.65 2,064,751.90 2,906,743.42 4,674,575.40 5,944,352.77 6,759,485.28 10,053,496.97 10,057,848.07
119 Dampak konflik..., Akhiruddin Mahjuddin, Program Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik, 2012