UNIVERSITAS INDONESIA
COMPARATIVE PUBLIC ADMINISTRATION ADMINISTRASI KEAGRARIAAN (PERTANAHAN) antara NEGARA INDONESIA DAN NEGARA MALAYSIA
HARRISON PAPANDE SIREGAR INDAH PUTRI HARTANTI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAKARTA MEI 2010
BAB I PENDAHULUAN Salah satu kegiatan pemerintah yang fundamental bagi semua negara adalah pembangunan dan pemeliharaan prasarana administrasi keagrariaan. Adanya administrasi keagrariaan yang baik (good governance in land administration) diharapkan dapat memberikan kontribusi sumber daya lahan bagi negara maupun masyarakat. Selain itu, dengan adanya administrasi keagrariaan yang baik, pemerintah dapat menjadikannya sebagai alas dasar dalam pelaksanaan kebijakan yang berhubungan dengan tanah dan strategi pengelolaan tanah yang nantinya membantu dan memastikan kesetaraan sosial, pertumbuhan ekonomi, dan perlindungan lingkungan. Administrasi Keagrariaan merupakan suatu proses dimana tanah dan informasi tentang tanah dapat dikelola secara efektif, dikelola oleh pemerintah dengan baik, serta didukung oleh kerangka atau pengaturan hukum yang kuat. Terminologi ‘keagrariaan’ sebenarnya memiliki pengertiaan yang beraneka ragam. Dalam bahasa Latin, Ager atau Agrarius berarti tanah atau sebidang tanah sedangkan dalam bahasa Belanda, Akker berarti tanah pertanian, persawahan, dan perladangan. Di Indonesia, penyebutan agraria di lingkungan Administrasi Pemerintahan (Administrasi Negara) dipakai dalam arti tanah, baik tanah pertanian maupun non pertanian (Harsono, Hukum Agraria Indonesia, 2003). Tetapi, Agrarisch Recht atau Hukum Agraria dalam lingkungan Administrasi Pemerintahan dibatasi pada seperangkat peraturan perundang-undangan yang memberikan landasan hukum bagi Penguasa dalam melaksanakan kebijakannya di bidang pertanahan. Dan perangkat hukum tersebut merupakan bagian dari kajian Hukum Admnistrasi Negara/Hukum Tata Pemerintahan (Bisri, Sistem Hukum Indonesia, 2004). Di Negara Indonesia, administrasi pertanahan diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (disingkat menjadi UUPA) atau Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria No. 5 tahun 1960. Dengan diundangkannya UUPA dalam lembaran negara pada tanggal 24 September 1960, maka sejak itu tercatat sebagai salah satu tanggal dan merupakan salah satu tonggak yang sangat penting dalam perkembangan pengaturan administrasi keagrariaan/pertanahan di Indonesia. UUPA tersebut telah menghapuskan pluralisme
hukum tanah yang lama (sebelum UUPA/ sebelum tahun 1960/ administrasi tanah lama) dan yang paling penting adalah menciptakan unifikasi hak-hak atas tanah dan hak-hak jaminan atas tanah melalui ketentuan-ketentuan konversi (Diktum ke-2 UUPA). Dikatakan pluralistis dikarenakan sebelum berlakuknya UUPA No. 5 Tahun 1960, pengaturan administrasi tanah pada waktu itu tidak diatur dalam suatu kerangka hukum yang utuh. Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya kepastian status hak atas tanah di masa itu. Administrasi Tanah Lama tsb. (sebelum UUPA berlaku) meliputi Administrasi Tanah Adat, Administrasi Tanah Barat, Administrasi Tanah Antar Golongan, Tanah Administrasi, dan Administrasi Tanah Swapraja (Arie Hutagalung et al., Asas-Asas Hukum Agraria, 2005). Penataan administrasi pertanahan pada negara Indonesia merupakan kajian atau bidang daripada Badan Pertanahan Nasional (BPN). BPN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dan dipimpin oleh seorang Kepala (Sesuai dengan Perpres No. 10 Tahun 2006). Badan Pertanahan Nasional mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pertanahan secara nasional, regional dan sektoral. Tugas-tugas tersebut mencakup Survei, Pengukuran, dan Pemetaan Tanah, Pendaftaran Tanah dan Hak atas Tanah, Pengaturan dan Penataan Pertanahan, Pengendalian Pertanahan dan Pemberdayaan Masyarakat, Pengkajian dan Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, dan sebagainya ( Attamimi, Ilmu Perundang-Undangan, 2007) Sedangkan di Negara Malaysia, administrasi pertanahannya dibagi menjadi dua bagian yaitu, administrasi tanah wilayah barat (dikenal dengan semenanjung Malaysia) dan administrasi tanah wilayah timur (hanya terdiri dari dua negara bagian saja yaitu Sabah dan Sarawak). Administrasi pertanahan wilayah barat diatur dalam Kanun Tanah Negara (KTN). KTN merupakan undang-undang tertinggi di Semenanjung Malaysia mengenai urusan tanah yang terbit dengan No. 56 tahun 1965 dan ada beberapa pasal yang sudah diamandemen sampai tahun 1992. Undang-undang ini tidak terpakai di wilayah Sabah dan Sarawak. Sarawak menggunakan Land Code 1958 dan Sabah menggunakan Land Ordinance 1962. Berbeda dengan negara Indonesia, penataan ataupun pengaturan administrasi pertanahan negara Malaysia lebih kompleks yaitu dengan melibatkan tiga kementrian yaitu, Kementrian
Sumber Daya Alam dan Lingkungan (Ministry of Natural Resources and Environment), Kementrian Perumahan dan Pemerintahan Daerah (Ministry of Housing and Local Government), dan Kementrian Keuangan (Ministry of Finance). Berikut adalah penjelasan mengenai kementrian yang terkait.
Land Administration Elements
Land Ownership
Land Use
Malaysia Government Ministry: • Ministry of Natural Resources and Environment Agencies: • Department of Director General of Land and Mines (JKPTG) • State and District Land and Mines Office (PTG & PTD) Several activities: • Involve on land registration, land disposal, consent, land revenue, land enforcement, land alienation, land development and land acquisition. • Involve on several legalisation such as National Land Code (Act 56 of 1965), State Land Rules, Strata Titles Act 1985 (Act 318), Federal Land Commissioner Act 1957 (Act 349) and Land Acquisition (Compensation) Ministry: • Ministry of Housing and Local Government Agencies: • Department of Federal Town and Country Planning (JPBD) Several activities: • Involve on strengthen the physical, social, and economic development system in urban and rural areas especially to upgrade the standard of living. • Organise, regulate and coordinate land development, usage and conservation. • Draft and implement planning methodologies, policies, plans and guidelines. • Involve on several legalisation such as Town and Country Planning Act 1976 (Act 172), Ministry: • Ministry of Finance Agencies:
Land Value
• Department of Valuation and Property Services (JPPH) Several activities: • Provide accurate, comprehensive and timely information regarding the demand and supply of property for government agencies, property developers and all parties involved in the property industry. • Provide comprehensive, quality and up-to-date property data especially property demand and supply data from various parties. • Produce timely and relevant products to meet the requirements of the property industry. • Portray the actual situation pertaining to the demand and supply of property. • Develop and maintain a national property stock warehouse. • Advice the government on property development.
Sumber : Halim Hamzah et al., SPATIAL DATA INFRASTRUCTURE FOR MALAYSIA LAND ADMINISTRATION, 2010
BAB II PERBANDINGAN SISTEM POLITIK Perbandingan Sistem Politik No.
Difference
Indonesia (Unitary State)
Malaysia (Federal State)
1
Government type
Republic
Constitutional Monarchy
2
Capital
Jakarta
Kuala Lumpur chief of state: King - Sultan MIZAN Zainal Abidin (since 13 December 2006); (the position of the king is primarily
Chief of State: President Susilo Bambang Yudhoyono (since 20 October 2004); Vice 3
Executive Branch
President Boediono (since 20 October 2009); note - the president is both the chief of state and head of government
4
Legislative Branch
ceremonial) head of government: Prime Minister Mohamed NAJIB bin Abdul Razak (since 3 April 2009); Deputy Prime Minister MUHYIDDIN bin Mohamed Yassin (since 9 April 2009)
People's Consultative Assembly (Majelis
bicameral Parliament or Parlimen consists
Permusyawaratan Rakyat or MPR) is the upper
of Senate or Dewan Negara (70 seats; 44
house, consists of members of DPR and DPD, has members appointed by the king, 26 elected role in inaugurating and impeaching the president by 13 state legislatures to serve three-year and in amending the constitution, does not
terms with a two term limit) and House of
formulate national policy; House of
Representatives or Dewan Rakyat (222
Representatives or Dewan Perwakilan Rakyat
seats; members elected by popular vote to
(DPR) (560 seats, members elected to serve five- serve up to five-year terms) year terms), formulates and passes legislation at the national level; House of Regional Representatives (Dewan Perwakilan Daerah or DPD), constitutionally mandated role includes providing legislative input to DPR on issues
affecting regions Supreme Court or Mahkamah Agung is the final civil courts include Federal Court, Court of court of appeal but does not have the power of
Appeal, High Court of Malaya on
judicial review (justices are appointed by the
peninsula Malaysia, and High Court of
president from a list of candidates selected by the Sabah and Sarawak in states of Borneo
5
Judicial Branch
legislature); in March 2004 the Supreme Court
(judges are appointed by the king on the
assumed administrative and financial
advice of the prime minister); sharia courts
responsibility for the lower court system from the include Sharia Appeal Court, Sharia High Ministry of Justice and Human Rights;
Court, and Sharia Subordinate Courts at
Constitutional Court or Mahkamah Konstitusi
state-level and deal with religious and
(invested by the president on 16 August 2003) has family matters such as custody, divorce, the power of judicial review, jurisdiction over the and inheritance only for Muslims; results of a general election, and reviews actions decisions of sharia courts cannot be to dismiss a president from office
Sumber : cia.gov
appealed to civil courts.
BAB III PERMASALAHAN DAN PEMBAHASAN
RUMUSAN PERMASALAHAN 1. Perbandingan administrasi pertanahan di Negara Malaysia dan Negara Indonesia
khususnya dibidang pemerolehan hak milik atas tanah pada masing-masing negara tersebut. 2. Perbandingan hak pakai atas tanah (property apartemen) pada masing-masing negara oleh
warga negara asing dan perlunya pertambahan jangka waktu hak pakai properti di negara Indonesia oleh warga negara asing dengan mencontoh negara Malaysia (merujuk pada perspektif administrasi pembangunan). 3. Pengidentifikasian administrasi pertanahan Indonesia mengacu pada sengketa lahan mbah
priok. PEMBAHASAN 1.
Perbandingan administrasi pertanahan di Negara Malaysia dan Negara Indonesia
khususnya dibidang pemerolehan hak milik atas tanah pada masing-masing negara tersebut. INDONESIA Hak milik adalah hak atas tanah yang turun temurun, terkuat dan terpenuh. Kata ‘terkuat’ dan ‘terpenuhi’ tidak berarti bahwa hak milik itu merupakan hak yang mutlak, tidak dapat diganggu gugat dan tidak terbatas seperti hak eigendom, akan tetapi kata terkuat dan terpenuh itu dimaksudkan untuk membedakan dengan hak-hak lainnya, yaitu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah maka hak milik yang terkuat dan terpenuh. 1. merupakan hak yang terkuat, artinya hak milik tidak mudah hapus dan musnah serta
mudah dipertahankan, terhadap hak pihak lain. 2. terpenuh, ini menandakan kewenangan pemegang hak milik itu paling penuh dengan
dibatasi pada fungsi sosial tanah.
3. turun temurun, berarti jangka waktunya tidak terbatas, dapat beralih karena perbuatan
hukum dan peristiwa hukum. *sumber : Arie Hutagalung et al., Asas-Asas Hukum Agraria, 2005
Subyek hak milik atas tanah dalam UUPA adalah Warga Negara Indonesia Tunggal dan Badan Hukum Pemerintah seperti Bank Pemerintah, Badan Koperasi Pertanian, Badan Sosial, dan lain sebagainya.
Undang Undang Pokok Agraria memandang bahwa seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan (dwikewarganegaraan/bipatride) sebagai orang asing (Pasal 21 ayat 4 UUPA). Peristiwa hukum yang menyebabkan beralihnya hak Milik kepada pihak-pihak tidak berwenang sebagai pemegang Hak Milik seperti warga negara asing, masih diakui/diperbolehkan oleh UUPA dengan syarat orang asing tersebut tidak boleh memegang Hak Milik itu lebih dari satu tahun dan harus mengalihkannya kepada pihak yang memenuhi syarat. MALAYSIA Definisi Hak Milik atas tanah di negara Malaysia (Sesuai dengan Kanun Tanah Negara No. 56 tahun 1965, Land Code 1958 dan Land Ordinance 1962) tidak beda jauh dengan Indonesia yaitu, dimana Hak Atas Tanah dalam kerangka Hak Milik adalah kuat dan tidak ada batasan waktu. Perbedaannya terletak pada warga negara asing yang dapat membeli atau memiliki tanah di negara Malaysia dengan syarat membeli tanah yang sebelumnya sudah pernah ditempati oleh pribumi. Hal ini sudah diterapkan sejak dua puluh tahun lalu. Orang asing diizinkan untuk membeli unit perumahan sebanyak yang mereka inginkan dengan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syarat yang harus meraka penuhi adalah : 1. Nilai dari properti, tanah milik harus lebih dari RM250, 000 (72,000 USD) - di Sarawak dan Sabah RM 350, 000. dengan seluruh beban pajak sebesar 35 %.
2. Warga negara asing tidak diperkenankan untuk membeli tanah atau properti di atas tanah yang telah ditetapkan dalam kerangka "Malay Reserve Land". Tanah tersebut dicadangkan ataupun digunakan nantinya untuk fungsi social tanah/keperluan negara. 3. Warga negara asing tidak diperkenankan membeli tanah yang digunakan sebagai lahan pertanian kecuali lebih dari lima hektar dan digunakan untuk tujuan komersial. Jadi penggunaan lahan di bawah lima hektar oleh warga negara asing hanya diperkenankan dengan status hak pakai. *Sebagai tambahan, hak atas tanah di Indonesia sangatlah rumit yaitu meliputi Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Sewa, dan Hak Menumpang. Berbeda dengan negara Malaysia yang hanya terdiri dari Hak Milik (ownership/freehold) dan Hak Pakai (Use only/leasehold) Sumber : Hukumonline.com dan Malaysia My Second Home
2. Perbandingan hak pakai atas tanah (termasuk property apartemen) pada masing-masing
negara oleh warga negara asing dan perlunya pertambahan jangka waktu hak pakai properti di negara Indonesia oleh warga negara asing dengan mencontoh negara Malaysia (merujuk pada perspektif administrasi pembangunan). INDONESIA Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 1985 tentang rumah susun (UURS) dan UUPA. Dalam UUPA Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang langsung dikuasai oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam surat keputusan pemberian haknya (tanah negara) atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan (tanah milik orang lain).
Dari rumusan di atas dapat disimpulkan bahwa Hak Pakai adalah hak atas tanah bangunan dan pertanian. -
kata ‘menggunakan’, menunjukkan bahwa tanah itu dapat digunakan untuk bangunan
-
kata ‘memungut hasil’ menunjukkan bahwa tanah dapat digunakan untuk usaha pertanian (sebagai faktor produksi)
Jangka waktu hak pakai atas tanah negara adalah 25 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun dan dapat diperbaharui sedangkan atas tanah Hak Milik 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Hak Pakai dapat diberikan selama dipergunakan untuk keperluan khusus, yaitu seperti perwakilan negara asing dan badan organisasi internasional. MALAYSIA Pada Negara Malaysia pengaturan Hak Pakai atas property diatur dalam Strata Title Act 1985. Dan tidak ada perbedaan yang signifikan dari definisi Hak Pakai antara negara Malaysia dan Indonesia. Namun perbedaan yang perlu diperhatikan adalah jangka waktu hak pakai yang diberikan oleh pemerintah Malaysia adalah 60 tahun sampai maksimal 90 tahun dan dapat diperpanjang.
PERLUNYA PENAMBAHAN TAHUN HAK PAKAI PROPERTI ( DI INDONESIA) OLEH WARGA NEGARA ASING Pasar properti di Malaysia memiliki daya tarik yang lebih bagi para investor asing. Hal tersebut didorong karena adanya kebijakan status hak pakai properti dengan rentan waktu yang lama. Jika melihat perbandingan masa pemilikan properti Indonesia dengan negara tetangga memang jauh perbedaanya. Jika di Indonesia status pemilikan properti oleh orang asing hanya sebatas 25 tahun namun di negara tetangga Malaysia dapat mencapai 90 tahun. Hal tersebutlah yang menjadi pemicu daya tarik kalangan warga negara asing membeli properti di Malaysia.
Melihat perkembangan properti negara tetangga seperti Malaysia untuk kedepannya akan mengalami titik cerah dalam peningkatan pasar properti khususnya untuk produk residential.
Salah satu strategi mereka dalam menarik investor properti adalah dengan mempermudah kebijakan dalam hal kepemilikan tanah serta rentang jangka waktu hak pakai yang panjang. Banyak keuntungan yang dapat ditimbulkan ataupun diraih jika kebijakan dalam hal pemilikan properti tersebut diberlakukan antara lain dapat memberikan pemasukan bagi negara misalnya adalah efek dari belanja para warga negara asing yang tinggal di negara tersebut. Hal ini diyakini akan meningkatkan iklim investasi oleh pengusaha asing dan memperlancar arus investasi. 3.
Pengidentifikasian administrasi pertanahan Indonesia mengacu pada sengketa lahan mbah
priok. Seperti kita ketahui, sengketa lahan mbah priok merupakan permasalahan yang cukup mengkhawatirkan. Selanjutnya pemerintah dituduh tidak becus dalam mengurus administrasi pertanahan.
Surat hak atas tanah yang dimiliki oleh ahli waris mbah priok adalah eigendom verponding (hak milik tanah zaman Belanda) yang digunakan untuk mengklaim tanah seluas 5,4 ha, namun ternyata tidak pernah tercatat secara resmi. BPN (Badan Pertanahan Nasional) mengatakan
bahwa
surat
itu
tidak
terdaftar
di
BPN
pusat
maupun
daerah.
Namun, ahli waris tetap mengklaim kepemilikan tanah di area Mbah Priok dengan mendasarkan pada Eigendom Verponding No 4341 dan No 1780 di lahan seluas 5, 4 ha.
Pada paparan paragraph sebelumnya sudah dijelaskan bahwa dengan diundangundangkannya UUPA maka hanya ada satu macam hukum tanah yang berlaku serentak di seluruh wilayah Indonesia. Sejak saat itulah terdapat unifikasi status atas tanah atau dengan kata lain tidak berlaku lagi lembaga-lembaga atau hak-hak atas tanah yang diatur oleh hukum tanah barat maupun hukum tanah adat (konversi tanah barat dan tanah adat).
Adapun konversi yang harus dipenuhi adalah syarat konstitutif. Supaya dapat dokonversi menjadi hak tertentu, misalnya hak eigendom verponding supaya dapat dikonversi menjadi Hak Milik, pemiliknya harus membuktikan bahwa ia telah berkewarganegaraan Indonesia pada tanggal 24 Sepetember 1960 yang dibuktikannya dengan surat kewarganegaraannya. Untuk keperluan ini harus datang di Kantor Pendaftaran Tanah selambat-selambatnya dalam jangka waktu enam bulan sejak berlakunya UUPA, yaitu samapai 24 maret 1960. Jika tidak memenuhi syarat itu maka akan dikonversi menjadi Hak Guna Bangunan atas tanah negara dengan Jangka waktu 20 tahun (Arie Hutagalung et al., Asas-Asas Hukum Agraria, 2005)
Oleh karenanya dapat disimpulkan bahwa sengketa lahan tersebut bukanlah salah pemerintah. Surat tanah yang digunakan oleh ahli waris adalah surat tanah hak milik (eigendom verponding) zaman belanda (tanah barat) yang sudah tidak terpakai dalam UUPA sehingga tidak terdaftar di BPN. Akan berbeda ceritanya jika tanah tersebut dikonversi menjadi hak milik sesuai syarat konstitutif yang telah dipaparkan pada paragraph di atas.
Sengketa lahan tersebut semakin memiliki kekuatan hukum tetap dimana Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara Jakarta Utara pada tanggal 5 Juni 2002 telah menimbang dan memutuskan bahwa tanah tersebut secara sah adalah milik PT Pelindo II (BUMN). Hal ini sesuai dengan hak pengelolaan lahan (HPL) Nomor 01/Koja dengan luas 145,2 ha.
BAB IV KESIMPULAN
Untuk permasalahan unifikasi status tanah, dapat ditarik garis bahwa Indonesia lebih maju dari pada Malaysia. Sejak diberlakukannya UUPA maka tidak ada lagi dualism ataupun plurasisme status tanah. Berbeda dengan Malaysia yang masih plural dengan mengacu pada KTN, Land Code, dan Land Ordinance. Untuk pengaturan Hak atas tanah di negara Indonesia, kami melihat perlu adanya revisi. Hak-hak atas tanah di negara Indonesia terdiri dari Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, Hak Pakai, Hak Pengelolaan, Hak Sewa, dan Hak Menumpang. Berbeda dengan negara Malaysia yang hanya terdiri dari Hak Milik (ownership/freehold) dan Hak Pakai (Use only/leasehold). Administrasi seperti ini tidak hanya membingungkan investor asing tetapi juga warga pribumi. Sehingga administrasi tanah dalam bentuk hak milik dan hak pakai seperti di negara Malaysia perlu dicontoh.
Dari segi administrasi pembangunan, pemerintah Indonesia hendaknya menambah jangka waktu hak pakai atas property baik tanah maupun condominium oleh warga asing guna menarik investor asing. Dengan berputarnya uang asing di Indonesia, secara teoretis dapat meningkatkan perekonomian baik dalam kesehatan iklim perdagangan maupun penambahan arus investasi. Melihat perkembangan
properti negara tetangga seperti Malaysia untuk kedepannya akan mengalami titik cerah dalam peningkatan pasar properti khususnya untuk produk residential. Banyak keuntungan yang dapat ditimbulkan ataupun diraih jika kebijakan dalam hal pemilikan properti tersebut diberlakukan antara lain dapat memberikan pemasukan bagi negara misalnya adalah efek dari belanja para warga negara asing yang tinggal di negara tersebut. Oleh karena itu ada baiknya Indonesia mencontoh Malaysia.
Untuk permasalahan sengketa lahan mbah priok, pemerintah tidaklah salah. Hal ini dikarenakan surat tanah ahli waris tersebut sudah kadaluarsa atau tidak sesuai dengan UUPA yang sekarang berlaku. Pemerintah memang sering melakukan kesalahan, namun tidak berarti pemerintah selalu berlaku salah.
DAFTAR PUSTAKA •
Arie Hutagalung, Suparjo Suradi, Rahayu Nurwidari, Marliesa Qadarini, 2005, asas-asas hukum agrarian, Depok, Universitas Indonesia
•
Ilhami Bisri, 2004, Sistem Hukum Indonesia, Jatinangor, PT Raja Grafindo
•
Boedi Harsono, 2003, Hukum Agraria Indonesia, Jakarta, Penerbit Djambatan
•
www.cia.gov
•
www.hukumonline.com
•
SPATIAL DATA INFRASTRUCTURE FOR MALAYSIA LAND ADMINISTRATION Abd Halim Hamzah, Abdul Rashid Mohamed Shariff, Ahmad Rodzi Mahmud