UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PADA TN. E DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG ANTASENA RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
ACHMAD DAMAYANTO NPM 0906629214
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
ASUHAN KEPERAWATAN ANSIETAS PADA TN. E DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI RUANG ANTASENA RS DR. H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
KARYA ILMIAH AKHIR NERS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia
ACHMAD DAMAYANTO NPM 0906629214
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK JULI 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat hidayah dan kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas pembuatan karya ilmiah akhir ners dengan judul “Asuhan Keperawatan Ansietas pada Tn. E dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Antasena Rs Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor”. Karya ilmiah akhir ners ini diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Ners pada Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa praktik profesi sampai pada penyusunan karya ilimiah akhir ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan laporan karya ilmiah akhir ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Novy Helena Catharina Daulima, S.Kp., M.Sc., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan karya ilmiah akhir ini; 2. Ibu Fajar Tri Waluyanti, S.Kp., M.Kep., Sp.An selaku Koordinator Profesi. 3. Ibu Linggar Kumoro, S.Kp., selaku Kepala Ruangan Antasena RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor dan dewan penguji yang telah memberikan masukanmasukan yang bermanfaat untuk perbaikan penelitian ini. 4. Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp., M.App.Sc., Ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (FIK UI) 5. Dr. Erie Dharma Irawan, SpKJ, selaku Pimpinan RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor yang telah menyediakan tempat untuk pembuatan karya ilmiah akhir Ners ini. 6. Orang tua tercinta, Ibu Suwarti dan Bapak Monaris yang senantiasa memberikan kasih sayang serta dukungan baik moral dan finasial yang tiada terhingga. Serta adik-adikku, Nurul Hudha dan Anita Damayanti yang selalu memberikan dukungan moral. 7. Bapak Hananto Sudharto, orang tua asuhku semasa SMA bahkan sampai saat ini yang tidak henti-hentinya memberi bimbingan dan dukungan. 8. Amelia Eka Putri, sahabat hidupku yang senantiasa memberiku inspirasi serta menjadi sahabat setia dan tempat ku berbagi dalam situasi apapun.
v Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
9.
Teman-teman satu bimbingan, Bapak Asep Hidayat, Meka Yusselda, Ibu Sri Suryaningrum, dan Radhita Ramadhani yang selalu memberikan dukungan serta semangat satu sama lain.
10. Teman-teman seperjuangan Profesi FIK UI 2013 yang tiada hentinya saling memberi dukungan dan semangat dalam menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang turut berpartisipasi hingga selesainya penyusunan laporan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah akhir ners ini masih jauh dari sempurna untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi perbaikan karya ilmiah ini sehingga dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, profesi keperawatan, dan pembaca pada umumnya
Depok, 14 Juli 2014
Penulis
vi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
ABSTRAK Nama
: Achmad Damayanto
Fakultas
: Ilmu Keperawatan
Judul
:
Asuhan Keperawatan Ansietas pada Tn. E dengan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Ruang Antasena Rs Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor
Urbanisasi yang tidak terkendali menyebabkan peningkatan penyakit degeneratif pada masyarakat perkotaan, salah satunya adalah diabetes mellitus. Diabetes mellitus merupakan kondisi terjadinya peningkatan kadar gula darah yang disebabkan oleh gangguan sekresi atau fungsi insulin. Secara global, 80% penderita DM terkena DM tipe 2. Masalah psikososial yang sering terjadi pada klien dengan DM tipe 2 adalah ansietas. Ansietas dapat disebabkan oleh ketakutan terhadap komplikasi DM, kelemahan atau penurunan produktivitas kerja, perubahan gaya hidup, stigma dan diskriminasi. Ansietas merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar yang dialami oleh seseorang. Intervensi keperawatan ansietas yang dapat diberikan pada klien dengan DM tipe 2 adalah teknik relaksasi nafas dalam, distraksi dan edukasi. Teknik relaksasi nafas dalam, distraksi dan edukasi terbukti dapat menurunkan dan mengontrol ansietas pada klien dengan DM tipe 2.
Kata Kunci: Ansietas, diabetes mellitus, distraksi, DM, edukasi, relaksasi nafas dalam
viii Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
ABSTRACT Nama
: Achmad Damayanto
Fakultas
: Nursing Faculty
Judul
:
Anxiety Nursing Care on Mr. E with Type 2 Diabetes Mellitus in Antasena room Dr. H. Marzoeki Mahdi Hospital Bogor
Uncontrolled urbanization causes the increase of degenerative diseases towards urban people. Diabetes mellitus is one of the degenerative diseases. It is a condition where the level of glucose in blood increases caused by the disruption of insulin, in secretion or function. About 80% of DM patients are suffered by DM Type 2. They have anxiety as the psychosocial problem because of the fear of complications, the decrease of work productivity, the change of life style, also the stigma and discrimination. Anxiety shows as the dis-comfortable feeling. Nursing interventions, such as deep breathing relaxation, distraction, and education, can be implemented towards the patients. Those kind of nursing interventions are proved to decrease and control the anxiety towards DM Type 2 patients. Keywords: Anxiety, deep breathing relaxation, diabetes mellitus, distraction, DM, education.
ix Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
DAFTAR ISI
Halaman Judul ........................................................................................... Surat pernyataan bebas plagiarism ............................................................. Pernyataan Orisinalitas .............................................................................. Halaman Pengesahan ................................................................................. Kata Pengantar ........................................................................................... Halaman pernyataan persetujuan publikasi tugas akhir untuk kepentingan akademis ................................................................................ Abstrak ...................................................................................................... Daftar Isi .................................................................................................... Daftar Tabel ............................................................................................... Daftar Gambar ........................................................................................... Daftar Lampiran ......................................................................................... BAB 1
BAB 2
BAB 3
i ii iii iv v vii viii x xii xiii xiv
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ............................................................... 1.2 Rumusaan Masalah ........................................................ 1.3 Tujuan Penulisan ............................................................ 1.4 Manfaat Penulisan ..........................................................
1 5 6 7
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) .... 2.1.1. Definisi .................................................................... 2.1.2. Peran perawat pada KKMP ...................................... 2.1.3. Pengaruh lingkungan kota terhadap kesehatan .......... 2.2. Daibetes Mellitus ................................................................ 2.2.1. Definisi .................................................................... 2.2.2. Klasifikasi DM ........................................................ 2.2.3. Penyebab DM .......................................................... 2.2.4. Tanda dan gejala DM ............................................... 2.2.5. Komplikasi DM ....................................................... 2.3. Ansietas .............................................................................. 2.3.1. Definisi .................................................................... 2.3.2. Rentang respon ansietas ........................................... 2.3.3. Tingkat ansietas ....................................................... 2.3.4. Penyebab ansietas .................................................... 2.3.5. Tanda dan gejala ansietas ......................................... 2.3.6. Sumber koping ......................................................... 2.3.7. Proses keperawatan pada klien ansietas ....................
11 8 8 10 11 11 12 13 14 14 16 16 17 17 20 22 23 23
TINJAUAN KASUS 3.1. Pengkajian ........................................................................ 3.1.1. Identitas klien ........................................................ 3.1.2. Alasan masuk ........................................................ 3.1.3. Pemeriksaan fisik ................................................... 3.1.4. Genogram ..............................................................
26 26 26 26 27
x Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 4
BAB 5
3.2. Masalah psikososial .......................................................... 3.3. Analisa data ...................................................................... 3.4. Diagnosa keperawatan ...................................................... 3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan ..............
28 30 30 31
ANALISA SITUASI 4.1. Profil Lahan Praktik .......................................................... 4.2. Analisa Masalah Keperawatan .......................................... 4.3. Analisa Intervensi Keperawatan ........................................ 4.4. Penyelesaian Masalah .......................................................
33 34 38 42
PENUTUP 5.1. Kesimpulan ....................................................................... 5.2. Saran .................................................................................
44 44
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Tanda dan gejala ansietas .............................................................
22
Tabel 3.1 Analisa data ..................................................................................
30
xii Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Rentang respon ansietas ............................................................ Gambar 3.1 Genogram .................................................................................
17 28
xiii Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pengkajian Lampiran 2 Catatan keperawatan Lampiran 3 Daftar riwayat hidup
xiv Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan dan manfaat penulisan pada karya ilmiah akhir ners.
1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan ekonomi menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat pedesaan untuk melakukan urbanisasi ke kota. Secara global, lebih dari setengah populasi dunia tinggal di wilayah perkotaan. Di 33 negara, 80% atau lebih dari populasi manusia tinggal di daerah perkotaan (WHO, 2013). Pada tahun 2012 diperkirakan jumlah penduduk Indoniesia yang tinggal di kota telah mencapai angka 54%. Jumlah ini jauh meningkat dibandingkan hasil sensus penduduk tahun 2010 yang berjumlah 49% penduduk Indonesia yang tinggal di kota (Badan Pusat Statistik, 2010). Jika tidak ada intervensi, pada tahun 2025 komposisi penduduk akan terbalik, 63% warga akan tinggal di perkotaan. Hal tersebut menjadikan kota sebagai pusat kegiatan masyarakat. Kota memiliki tingkat kepadatan yang tinggi dan sosial ekonomi yang bervariasi dan terus berkembang seiring dengan meningkatnya urbanisasi dan pembangunan.
Urbanisasi yang tidak terkendali dan pertumbuhan wilayah memiliki keterkaitan dengan kemakmuran dan kesehatan masyarakat yang tinggal di suatu wilayah. Urbanisasi yang tidak terkendali mengakibatkan kepadatan suatu wilayah, sehingga dapat meningkatkan pemukiman padat dan kumuh yang mengancam kesehatan. Di Negara-negara berkembang, kesenjangan akan meningkat sebagai dampak dari urbanisasi, pertumbuhan alami dan kelangkaan sumber daya di kota akan mengakibatkan pemerintah kota tidak mampu memberikan pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat (WHO, 2013).
1 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
2
Kepadatan penduduk dan tingginya tuntutan ekonomi di perkotaan membuat masyarakat perkotaan sibuk untuk menjalani aktivitas perkotaan yang padat sehingga menyebabkan minimnya kesempatan untuk rekreasi dan olahraga. Perubahan perilaku dan pola hidup masyarakat perkotaan dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Perubahan gaya hidup terutama di kota-kota besar berakibat pada pergeseran pola makan masyarakat dari pola makan tradisional yang mengandung banyak karbohidrat dan serat menjadi pola makan barat dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat (Alwi, et al., 2010). Pola hidup yang berisiko tersebut menyebabkan peningkatan penyakitpenyakit degeneratif seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler dan Diabetes Mellitus (Khomsan & Anwar, 2008).
Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan adanya peningkatan kadar glukosa dalam darah (Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2003). Selain itu, Depkes RI (2005) mengartikan DM sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein akibat insufisiensi fungsi insulin. Menurut Khomsan dan Anwar (2008) DM merupakan salah satu penyakit yang muncul akibat perubahan gaya hidup, pola makan yang tidak teratur dan seimbang sehingga banyak diderita oleh masyarakat perkotaan.
DM merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat perkotaan dan telah memasuki kategori penyakit epidemi. Di seluruh dunia terdapat 371 juta penderita DM pada tahun 2012 dan di Asia Tenggara terdapat 46 juta penderita DM yang diperkirakan meningkat menjadi hingga 119 juta jiwa pada tahun 2030. Pada tahun 2012 diperkirakan 4,8 juta orang telah meninggal akibat DM serta diprediksi bahwa DM akan menjadi
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
3
penyebab kematian ke-7 pada tahun 2030 dan lebih dari 80% kematian akibat diabetes terjadi di negara dengan penduduk berpenghasilan rendah dan menengah (IDF dalam Riskesdas, 2013).
Indonesia sendiri telah memasuki epidemi DM tipe 2. Meningkatnya urbanisasi, perubahan gaya hidup dan pola makan diduga menjadi penyebab utama meningkatnya prevalensi DM di Indonesia (Perkeni, 2011). WHO memperkirakan akan terjadi kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun 2030. Hasil Riskesdas (2013) menunjukkan terjadinya peningkatan penderita DM di Indonesia menjadi 2,1% dibandingkan pada tahun 2007 yaitu sejumlah 1,1%. Proporsi penderita DM di perkotaan berdasarkan Riskesdas 2013 menunjukkan hasil 6,8%, hampir sama dengan daerah pedesaan sejumlah 7,0%. Berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah, didapatkan kelompok berisiko menderita DM dimana daerah perkotaan berjumlah 29,9%, lebih tinggi daripada daerah pedesaan yaitu sejumlah 29,8%. Sedangkan International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan terjadi kenaikan jumlah penyandang DM dari 7 juta pada tahun 2009 menjadi 12 juta pada tahun 2030. Kondisi ini akan menjadikan Indonesia peringkat ke-4 setelah Amerika Serikat, China, dan India diantara Negara penyandang diabetes terbanyak dengan populasi penduduk terbesar di dunia (Kemenkes, 2012).
Ruang Antasena RS Marzoeki Mahdi Bogor merupakan ruang rawat umum yang melayani pasien dengan kasus bedah, neurologi dan penyakit dalam. Dari 176 kasus pada bulan Januari 2014, 17,6% kasus merupakan pasien dengan DM tipe 2. Pemberian asuhan keperawatan yang holistik diperlukan pada pasien dengan masalah kronis untuk memberikan kesehatan fisik dan jiwa. Asuhan keperawatan yang tidak optimal dapat menyebabkan berbagai komplikasi dari masalah yang dimiliki klien.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
4
DM tipe 2 merupakan bagian terbesar dari diabetes yang terdapat di masyarakat. Secara umum, hampir 80% prevalensi diabetes mellitus yang terdapat di seluruh dunia adalah DM tipe 2. Gaya hidup yang tidak sehat menjadi pemicu utama meningkatnya prevalensi DM. Penduduk dengan obesitas mempunyai risiko terkena DM lebih besar dari penduduk yang tidak obesitas (Kemenkes RI, 2014). Gaya hidup tidak sehat yang tidak terkendali dapat menyebabkan peningkatan kadar gula darah yang berkelanjutan, sehingga pada akhirnya penderita DM akan mengalami kerusakan jangka panjang yang melibatkan pembuluh darah kecil, seperti retinopati, nefropati, dan neuropati, sedangkan pada pembuluh darah besar antara lain aterosklerosis, ulkus atau gangrene pada ekstrimitas dan stroke (Alwi et. al., 2010).
Penderita DM rentan mengalami berbagai masalah keperawatan psikososial. Doengoes (2010) menyebutkan bahwa ketidakberdayaan merupakan masalah keperawatan yang muncul pada klien dengan DM. Harga diri rendah juga dapat terjadi pada klien DM karena penderita merasa mendapat stigma negatif dari lingkungan (Suminarti, et al, 2002). Hasil
penelitian
Rahmawati (2007),
menunjukkan
kemungkinan
gangguan perilaku 45,8% pasien DM tipe-1. Jenis gangguan perilaku psikososial yang tersering adalah gangguan internalisasi seperti merasa sedih dan tidak bahagia, mudah putus asa, perasaan cemas, khawatir, menyalahkan diri sendiri dan tampak tidak gembira. Ansietas atau perasaan cemas merupakan salah satu masalah psikososial yang dapat terjadi pada klien dengan DM.
Klien yang menderita DM sering kali merasa cemas saat pertama kali didiagnosa atau saat mengalami komplikasi DM padahal telah mencoba menjalani terapi DM. Ansietas (cemas) merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai dengan respon autonom atau perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya (Nanda, 2012). Menurut Stuart (2007), kecemasan merupakan suatu
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
5
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Anderson, dkk (2001) menyatakan bahwa salah satu perubahan psikologis yang sering terjadi pada klien DM adalah depresi. Menurut Surveil-lance and Epidemiology Branch, Centre for Health Protection of the Department of Health Hong Kong (2012), penderita diabetes memiliki risiko 93% lebih besar mengalami gangguan kecemasan dibandingkan orang pada umumnya. Kaplan dan Sandock (2009) mengungkapkan bahwa ensefalopati metabolik mampu menimbulkan perubahan proses mental, perilaku dan fungsi neurologi. Klien kadang mengalami agitasi, cemas dan hiperaktif, namun yang lainnya dapat menjadi pemdiam, menarik diri dan tidak aktif lagi. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa klien DM memiliki risiko tinggi mengalami masalah psikososial seperti ansietas. Ketika seseorang telah mengalami komplikasi maka kecemasan akan makin meningkat, berbagai respon
mungkin akan muncul seperti
respon kehilangan, gangguan harga diri, hubungan keluarga, ikatan perkawinan yang akhirnya berisiko terhadap semua aspek dalam kehidupan sehari hari dari individu tersebut (Smeltzer & Bare, 2003).
Penderita DM rentan mengalami berbagai masalah keperawatan psikososial. Ansietas merupakan masalah yang sering kali dialami oleh klien DM. Asuhan keperawatan yang tidak optimal pada masalah psikososial menyebabkan ansietas tidak tertangani dengan baik. Ansietas yang berlarut dapat berkembang menjadi berbagai masalah psikososial lainnya, seperti ketidakberdayaan, respon kehilangan maupun harga diri rendah. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan dan mengoptimalkan asuhan keperawatan ansietas pada klien dengan DM di RS Marzoeki Mahdi Bogor.
1.2. Rumusan Masalah Indonesia telah memasuki epidemi DM tipe 2. Penyadang DM terus meningkat dari tahun ke tahun, bahkan pada tahun 2030 diperkirakan
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
6
Indonesia akan menjadi Negara ke-4 yang memiliki penyadang DM terbanyak. Pada ruang Antasena, dari 176 kasus pada bulan Januari 2014, 17,6% kasus merupakan pasien dengan DM tipe 2. Namun pemberian asuhan
keperawatan psikososial
pada
klien
DM
belum dapat
dioptimalkan. Asuhan keperawatan fisik masih menjadi fokus utama pelayanan keperawatan.
Masalah psikososial yang seringkali dialami oleh klien DM adalah ansietas. Ansietas akan meningkat seiring dengan bertambahnya komplikasi yang dialami klien atau penerimaan informasi yang salah terkait penyakit dan perawatannya. Ansietas yang tidak tertangani dapat berkembang menjadi berbagai masalah psikososial lainnya. Penulis tertarik untuk menganalisis asuhan keperawatan terhadap masalah psikososial yang dialami klien dengan DM tipe 2 di ruang Antasena Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor, khususnya masalah ansietas.
1.3. Tujuan Penulisan Penulisan Karya Ilmiah akhir Ners ini mempunyai tujuan sebagai berikut: 1.3.1. Tujuan Umum Memberikan analisis asuhan keperawatan ansietas pada individu yang mengalami masalah kesehatan masyarakat perkotaan khususnya Diabetes Mellitus (DM). 1.3.2. Tujuan Khusus a. Mengidentifikasi masalah psikososial yang terjadi pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 b. Melakukan analisis asuhan keperawatan psikososial pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2 c. Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan psikososial pada klien dengan diabetes mellitus tipe 2
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
7
1.4. Manfaat Penulisan 1.4.1. Pendidikan Hasil penulisan karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu keperawatan jiwa mengenai pelaksanaan asuhan keperawatan ansietas pada klien DM di ruang perawatan umum.
1.4.2. Pelayanan Hasil penulisan karya ilmiah akhir ners ini diharapkan dapat menjadi alat untuk mengembangkan asuhan keperawatan ansietas pada masa yang akan datang, sehingga pelaksanaan asuhan keperawatan ansietas pada klien dengan penyakit DM di ruang perawatan umum dapat dioptimalkan.
1.4.3. Penelitian Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat menjadi rujukan dalam penulisan selanjutnya dalam pemberian asuhan keperawatan ansietas pada klien DM di ruang perawatan umum.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini membahas teori dan konsep keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan, diabetes mellitus, masalah psikososial pada diabetes mellitus, dan ansietas. Studi kepustakaan yang dilakukan berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan sumber bacaan yang dijadikan sebagai bahan rujukan penulisan.
2.1. Keperawatan Kesehatan Masyarakat Perkotaan (KKMP) 2.1.1. Definisi Masyarakat berasal dari kata syareha dalam istilah arab yang bermakna “ikut serta” atau berpartisipasi. Masyarakat merupakan kelompok manusia yang telah lama hidup dan bekerjasama, sehingga mereka dapat mengorganisasikan dan berpikir tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu (Linton, 1968 dalam Harsojo, 1997). Kota merupakan suatu daerah yang memiliki gejala pemusatan penduduk yang merupakan suatu perwujudan geografis yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografis sosial, ekonomi, kultur, yang terdapat di daerah tersebut dengan adanya pengaruh timbal balik dengan daerah-daerah lainnya (Bintarto, 2000). Masyarakat kota merupakan sekelompok manusia yang tinggal bersama di daerah perkotaan dengan semua keadaan yang ada di lingkungan kota.
2.1.2. Peran perawat pada KKMP Keperawatan masyarakat perkotaan memiliki 8 karakteristik penting dalam melakukan Praktik, yaitu kota merupakan lahan keperawatan, kombinasi antara keperawatan publik dan keperawatan klinik, berfokus pada populasi, menekankan terhadap pencegahan akan penyakit serta adanya promosi kesehatan dan kesejahteraan diri, mempromosikan tanggung jawab klien dan self care, menggunakan pengesahan/pengukuran dan analisa, menggunakan prinsip teori organisasi dan melibatkan kolaborasi interprofesional (Allender, et. al., 2010). Perawat kesehatan masyarakat memiliki peran penting sebagai
8 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
9
pendidik kesehatan serta mengelola perawatan kesehatan di dalam suatu daerah.
Ruang lingkup praktik keperawatan masyarakat meliputi: upaya-upaya peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan (preventif), pemeliharaan kesehatan dan pengobatan (kuratif), pemulihan kesehatan (rehabilitatif) dan mengembalikan serta memfungsikan kembali baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat ke lingkungan sosial dan masyarakatnya (resosialisasi). Kegiatan praktik keperawatan komunitas yang dilakukan perawat mempunyai lahan yang luas dan tetap menyesuaikan dengan tingkat pelayanan kesehatan wilayah kerja perawat, tetapi secara umum menurut Stanhope & Lancaster (2004) kegiatan praktik keperawatan komunitas adalah sebagai berikut: a.
Memberikan asuhan keperawatan langsung kepada individu, keluarga, kelompok khusus baik di rumah (home nursing), di sekolah (school health nursing), di perusahaan, di Posyandu, di Polindes dan di daerah binaan kesehatan masyarakat.
b.
Penyuluhan/pendidikan kesehatan masyarakat dalam rangka merubah perilaku individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
c.
Konsultasi dan pemecahan masalah kesehatan yang dihadapi.
d.
Bimbingan dan pembinaan sesuai dengan masalah yang mereka hadapi.
e.
Melaksanakan
rujukan
terhadap
kasus-kasus
yang
memerlukan
penanganan lebih lanjut. f.
Penemuan kasus pada tingakat individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.
g.
Sebagai penghubung antara masyarakat dengan unit
pelayanan
kesehatan. h.
Melaksanakan asuhan keperawatan komunitas, melalui pengenalan masalah kesehatan masyarakat, perencanaan kesehatan, pelaksanaan dan penilaian kegiatan dengan menggunakan proses keperawatan sebagai suatu usaha pendekatan ilmiah keperawatan.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
10
i.
Mengadakan koordinasi di berbagai kegiatan asuhan keperawatan komunitas.
j.
Mengadakan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dengan instansi terkait.
k.
Memberikan ketauladanan yang dapat dijadikan panutan oleh individu, keluarga, kelompok dan masyarakat yang berkaitan dengan keperawatan dan kesehatan.
2.1.3. Pengaruh lingkungan kota terhadap kesehatan Kondisi kesehatan suatu masyarakat tergantung pada dimana masyarakat tersebut tinggal, lingkungan merupakan salah satu faktor pemicu munculnya penyakit selain faktor agen dan penjamu (Budiarto & Anggraeni, 2002). Lingkungan yang berpotensi menimbulkan penyakit antara lain lingkungan fisik, biologis, dan sosial ekonomi.
2.1.3.1. Lingkungan fisik Lingkungan fisik dalah keadaan geografi dan perubahan musim yang terjadi di lingkungan. Setiap daerah memiliki kecenderungan munculnya penyakit yang berbeda. Daerah pantai memiliki pola penyakit yang berbeda dengan dataran rendah atau pegunungan, masyarakat perkotaan memiliki pola penyakit yang berbeda dengan masyarakat yang tinggal di pedesaan, Negara beriklim tropis pun memiliki pola penyakit yang berbeda dengan Negara yang beriklim dingin. Keadaan geografi suatu wilayah menyebabkan perbedaan musim yang pada akhirnya akan membuat pola tertentu pada penyebaran penyakit.
2.1.3.2. Lingkungan biologis Lingkungan biologis yaitu flora dan fauna yang berada di sekitar lingkungan, termasuk manusia itu sendiri. Penyakit dapat timbul tidak hanya karena bakteri, virus ataupun patogen, ulah manusia termasuk salah satu faktor penting yang dapat menimbulkan penyakit.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
11
2.1.3.3. Lingkungan sosial ekonomi Faktor sosial ekonomi yang berpotensi menimbulkan penyakit pada masyarakat perkotaan antara lain pekerjaan, urbanisasi, perkembangan ekonomi dan bencana alam.
Pekerjaan yang berhubungan dengan zat-zat berbahaya seperti, pestisida, radioaktif, atau zat yang bersifat karsinogenik berpotensi menimbulkan masalah kesehatan jika manusia sering terpapar zat tersebut. Selain itu, urbanisasi juga dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Kepadatan penduduk yang diakibatkan oleh urbanisasi akan memicu timbulnya daerah kumuh, masalah pendidikan, perumahan, sampah dan tinja yang akan mencemari air minum dan lingkungan.
Kesenjangan ekonomi seringkali terjadi di daerah perkotaan. Peningkatan ekonomi pada golongan tertentu mengubah pola konsumsi yang cenderung berisi makanan dengan kadar kolestrol tinggi yang memicu munculnya penyakit jantung dan hipertensi. Pada golongan menengah kebawah, pola makan cenderung tidak teratur dan tidak seimbang yang berpotensi menimbulkan obesitas yang menjadi faktor pemicu penyakit jantung dan DM. Bencana alam seperti, gempa bumi, banjir gunung meletus, atau perang yang tidak
dapat
diprediksi
seringkali
mengubah
sistem
ekologi
yang
menyebabkan perubahan pada kehidupan penduduk, sehingga memudahkan terjadinya berbagai penyakit infeksi.
2.2. Diabetes Mellitus 2.2.1. Definisi Diabetes Mellitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai
dengan
adanya
peningkatan
kadar
glukosa
dalam
darah
(Hyperglikemia) yang diakibatkan oleh kelainan dalam sekresi insulin, aksi insulin atau keduanya (Smeltzer & Bare, 2003). Selain itu, Depkes RI (2005) mengartikan DM sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
12
disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein akibat insufisiensi fungsi insulin. DM merupakan penyakit kronis sistemik yang dikarakteristikkan dengan adanya defisiensi insulin
atau penurunan
kemampuan tubuh untuk menggunakan insulin (Black & Hawks, 2005).
2.2.2. Klasifikasi DM Smeltzer & Bare (2003) dan American Diabetes Association (dalam Alwi, et. Al., 2010) mengklasifikasikan DM menjadi 4 tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional (pada kehamilan) dan DM tipe lain. a. DM tipe 1 atau insulin dependent diabetes mellitus (IDDM) DM tipe 1 diakibatkan oleh destruksi sel beta pankreas yang dapat memicu terjadinya defisiensi insulin absolut (kekurangan insulin dalam darah). b. DM tipe 2 atau non-insulin dependent diabetes mellitus (NIDDM) Bervariasi, mulai dari resistensi insulin yang disertai defisiensi insulin relatif hingga defek sekresi insulin yang dibarengi resistensi insulin. c. DM gestasional Intoleransi glukosa yang timbul atau terdeteksi pada kehamilan pertama dan gangguan toleransi glukosa setelah terminasi kehamilan. d. DM tipe lain 1) Defek genetik fungsi sel beta 2) Defek genetik kerja insulin 3) Penyakit eksokrin pankreas: pankreatitis, trauma/pankreatektomi, neoplasma,
fibrosis kistik
hemokromatosis,
pankreatopati fibro
kalkulus, dan lainnya. 4) Endokrinopati:
akromegali,
sindrom
cushing,
feokromositoma,
hipertiroidisme somatostatinoma, aldosteronoma dan lainnya. 5) Kondisi yang diinduksi kimia atau obat/zat kimia. 6) Infeksi: rubella kongenital. 7) Imunologi (jarang): sindrom “stiffman”, antibodi anti reseptor insulin. 8) Sindrom genetik lain: down sindrom, sindrom Klinefelter, sindrom Turner, Huntington, dan lainnya.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
13
2.2.3. Penyebab DM DM tipe 1 (IDDM) terjadi karena faktor imunologi, genetik dan mungkin pula akibat lingkungan (Misalnya, infeksi virus) yang diperkirakan turut merusak sel beta pankreas. Kerusakan/destruksi sel beta pankreas disebabkan oleh reaksi autoimun yang merupakan respon abnormal dimana antibodi terarah dan bereaksi pada jaringan normal tubuh seolah-olah jaringan tersebut merupakan benda asing (Smeltzer & Bare, 2003). Individu yang mengalami gangguan memberikan respon terhadap pemicu dengan memproduksi antibodi terhadap sel-sel beta yang mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin.
DM tipe 2 (NIDDM) ditandai dengan gangguan sekresi insulin, yang menyebabkan pankreas hanya mampu memproduksi insulin dalam jumlah terbatas (defisiensi insulin). Selain itu, DM tipe 2 juga dapat disebabkan oleh reaksi insulin yang tidak dapat bekerja sesuai dengan fungsinya yaitu untuk memetabolisme glukosa, baik saat kadar insulin normal, rendah atau bahkan meningkat. Pada keadaan normal insulin akan terikat dengan reseptor di permukaan sel, sehingga terjadi reaksi untuk metabolisme glukosa dalam sel. Akibat dari retensi insulin, glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia (Smeltzer & Bare, 2003).
Faktor risiko yang dapat memicu DM tipe 2 antara lain faktor genetik, lingkungan, obesitas, kurang gerak badan, dan usia lebih dari 30 tahun. Obesitas merupakan faktor risiko yang utama karena berkaitan dengan resistensi insulin akibat gangguan pengikatan insulin dengan reseptor yang disebabkan berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran sel.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
14
2.2.4. Tanda dan gejala DM Tanda dan gejala yang sering ditemukan pada klien DM (Doengoes, 2000) 2.2.4.1. Poliuria Kondisi hiperglikemia yang melebihi ambang batas ginjal akan mengakibatkan glukosa dibuang melalui urin sehingga timbul glikosuria. Glikosuria merupakan akibat dari diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria). 2.2.4.2. Polidipsi Polidipsi atau rasa haus terjadi akibat peningkatan pengeluaran urin. 2.2.4.3. Polifagi Glukosa yang hilang bersama urin, menyebabkan penderita diabetes mengalami ketidakseimbangan kalori negatif dan dan penurunan berat badan. Rasa lapar yang semakin besar (polifagi) timbul karena kehilangan kalori sehingga pasien menjadi lelah dan mengantuk (Price & Wilson, 2006). 2.2.4.4. Hiperglikemia Menurut American Diabetes Association (dalam Riskesdas, 2013) seseorang dikatakan hiperglikemi dan terindikasi DM apabila: 1) glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl bila terdapat keluhan klasik DM penyerta, seperti banyak kencing (poliuria), banyak minum (polidipsia), banyak makan (polifagia), dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya; 2) glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl dengan gejala klasik penyerta; 3) glukosa 2 jam pasca pembebanan ≥200 mg/dl.
2.2.5. Komplikasi DM Diabetes mellitus menyebabkan berbagai komplikasi yang dibagi menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronis. Komplikasi akut dapat mengancam kehidupan dan memerlukan penanganan segera, sedangkan komplikasi kronis muncul karena hiperglikemia berkepanjangan.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
15
2.2.5.1. Komplikasi akut a. Hiperglikemia Hiperglikemia muncul ketika glukosa tidak dapat dimetabolisme oleh sel karena
kekurangan/rentensi
insulin.
Hal
tersebut
menyebabkan
penumpukan glukosa di dalam vaskuler. Kadar glukosa yang lebih tinggi dari kemampuan ginjal dalam mereabsorbsi membuat terjadinya glukosuria. Ini menyebabkan terjadinya diuresis osmotik bersamaan dengan kehilangan cairan dan elektrolit yang ditunjukkan dengan poliuria dan nokturia. Selanjutnya, kehilangan banyak cairan menstimulasi rasa haus sehingga terjadi polidipsia. Hiperglikemia juga meningkatkan osmolalitas plasma yang mendorong perubahan cairan pada lensa mata dan menyebabkan pandangan menjadi kabur.
b. Hipoglikemia Hipoglikemia adalah gejala yang timbul akibat tubuh kekurangan glukosa, dengan tanda-tanda rasa lapar, gemetar, keringat dingin, atau pusing. Hipoglikemia terjadi jika kadar glukosa darah turun di bawah 50-60 mg/dl. Hipoglikemia dapat terjadi akibat pemberian insulin yang berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit, atau aktivitas fisik yang berat (Smeltzer & Bare, 2003).
c. Ketoasidosis diabetik Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi metabolic yang sering ditemui pada DM tipe 1. KAD ditandai dengan adanya hiperglikemia (gula darah >300mg/dl), asidosis metabolic akibat penimbunan badan keton dan diuresis osmotik.
d. Sindrom Hiperglikemik Hiperosmolar Nonketosis (HHNK) HHNK merupakan varian dari diabetik ketoasidosis yang dikarakteristikan dengan adanya hiperglikemia ekstrim (glukosa darah 200-600 mg/dl), dehidrasi, ketonuria ringan atau tidak terdeteksi, dan tidak adanya asidosis (Black & Hawks, 2009).
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
16
2.2.5.2. Komplikasi kronis a. Penyakit mikrovaskular Perubahan mikrovaskuler merupakan komplikasi unik yang hanya terjadi pada DM, sehingga mempengaruhi pembuluh darah terkecil dan kapiler. Komplikasi mikrovaskuler pada struktur dan fungsi pembuluh darah memicu terjadinya nefropati (disfungsi ginjal), neuropati (disfungsi saraf), dan retinopati (gangguan penglihatan) (Ignatavicius & Workman, 2006).
b. Penyakit makrovaskular Merupakan kerusakan pada pembuluh darah besar yang menyediakan sirkulasi ke otak, jantung, dan ekstremitas. Jika mengenai arteri-arteri perifer dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular perifer dan gangren pada ekstremitas serta insufisiensi serebral dan stroke. Namun, jika terkena arteri koroner dan aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokard.
2.3. Ansietas 2.3.1. Definisi Ansietas adalah keadaan ketika individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi sistem saraf autonom dalam berespons terhadap ancaman yang tidak jelas (nonspesifik) (Carpenito, 2010). Nanda (2012) menyatakan bahwa ansietas merupakan perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar disertai dengan respon autonom atau perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Menurut Stuart (2007), kecemasan merupakan suatu kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Ansietas sangat berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini dialami secara obyektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Ansietas sangat berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual terhadap stimulus yang mengancam dan obyeknya jelas, sedangkan ansietas adalah respon emosional terhadap penilaian.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
17
2.3.2. Rentang respon ansietas Stuart (2009) membagi ansietas menjadi rentang respon dari adaptif ke maladaptif, rentang tersebut dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 Rentang respon ansietas Sumber: Stuart, 2009
Gambar 2.1 menjelaskan bahwa ansietas memiliki rentang respon yang dimulai dari antisipasi sampai panik. Ansietas tidak akan menimbulkan bahaya bagi individu yang mampu mengontrol diri dan memiliki mekanisme koping yang baik.
2.3.3. Tingkat Ansietas Stuart (2009) membagi ansietas menjadi 4 tingkat yaitu: 2.3.2.1. Ansietas ringan Ansietas ringan ini berhubungan dengan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, menyebabkan sesorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya, ansietas pada tingkat ini dapat meningkatlkan motivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas ringan adalah sebagai berikut: a. Respons fisik Ketegangan otot ringan, sadar akan lingkungan, rileks atau sedikit gelisah, penuh perhatian, dan rajin. b. Respon kognitif Lapang persepsi luas, terlihat tenang dan percaya diri, perasaan gagal sedikit,
waspada dan
memperhatikan
banyak
hal,
mempertimbangkan informasi, dan tingkat pembelajaran optimal.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
18
c. Respons emosional Perilaku otomatis, sedikit tidak sadar, aktivitas menyendiri, terstimulasi, dan tenang.
2.3.2.2. Ansietas sedang Ansietas pada tahap ini memungkinkan untuk memusatkan pada hal yang dirasakan
penting dan mengesampingkan hal yang lain
sehingga perhatian hanya pada hal yang selektif namun dapat melakukan sesuatu dengan terarah. Individu menjadi gugup atau agitasi. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas sedang adalah sebagai berikut: a. Respon fisik Ketegangan otot sedang, tanda-tanda vital meningkat, pupil dilatasi dan mulai berkeringat, sering mondar-mandir dan memukul tangan, suara berubah; bergetar dan nada suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyeri punggung. b. Respons kognitif Lapang persepsi menurun, tidak perhatian secara selektif, fokus terhadap stimulus meningkat, rentang perhatian menurun, penyelesaian masalah menurun, dan pembelajaran terjadi dengan memfokuskan. c. Respons emosional Tidak nyaman, mudah tersinggung, kepercayaan diri goyah, tidak sabar, dan gembira.
2.3.2.3. Ansietas berat Pada tahap ini seseorang mengalami pengurangan lahan persepsi sehingga cenderung memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan
pesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan
untuk
mengurangi
ketegangan.
Orang
tersebut
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
19
memerlukan banyak pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu area lain. Menurut Videbeck (2008), respons dari ansietas berat adalah sebagai berikut: a. Respons fisik Ketegangan otot berat, hiperventilasi, kontak mata buruk, pengeluaran keringat meningkat, bicara cepat dengan nada suara tinggi, tindakan tanpa tujuan dan serampangan, rahang menegang dan mengertakan gigi, mondar-mandir sambil berteriak, dan meremas tangan yang gemetar. b. Respons kognitif Lapang persepsi terbatas, proses berpikir terpecah-pecah, sulit berpikir,
penyelesaian
masalah
buruk,
tidak
mampu
mempertimbangkan informasi, hanya memerhatikan ancaman, preokupasi dengan pikiran sendiri, dan egosentris. c. Respons emosional Sangat cemas, agitasi, takut, bingung, merasa tidak adekuat, menarik diri, penyangkalan, dan ingin bebas.
2.3.2.4. Panik Pada tahap ini seseorang mengalami ketakutan dan teror, individu menjadi kehilangan kendali dan tidak mampu melakukan sesuatu waluapun dengan pengarahan. Panik menimbulkan disorganisasi kepribadian. Ketika panik
terjadi peningkatan aktivitas motorik,
individu mengalami penurunan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional. Menurut Videbeck (2008), respons dari panik adalah sebagai berikut: a. Respons fisik Flight, fight, atau freeze, ketegangan otot sangat berat, agitasi motorik kasar, pupil dilatasi, tanda-tanda vital meningkat kemudian menurun, tidak dapat tidur, hormon stress dan
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
20
neurotransmiter berkurang, dan wajah menyeringai dengan mulut ternganga. b. Respons kognitif Persepsi sangat sempit, pikiran tidak logis dan terganggu, kepribadian kacau, tidak dapat menyelesaikan masalah, fokus pada pikiran sendiri, tidak rasional, sulit memahami stimulus eksternal, dan halusinasi, waham, ilusi mungkin terjadi. c. Respon emosional Merasa terbebani, merasa tidak mampu, tidak berdaya, lepas kendali, mengamuk dan putus asa, marah dan sangat takut, mengharapkan hasil yang buruk, kaget dan takut serta lelah.
2.3.4. Penyebab Ansietas Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan ansietas ditemukan dalam beberapa teori yaitu teori psikoanalitik, teori interpersonal, dan teori perilaku (Stuart, 2009). 2.3.3.1. Teori psikoanalitik Teori ini menyebutkan bahwa ansietas terjadi akibat konflik emosional antara id dan super ego yang berfungsi untuk memperingatkan ego tentang suatu bahaya yang perlu diatasi.
2.3.3.2. Teori interpersonal Teori ini menyebutkan bahwa ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal yang dapat pula dihubungkan dengan trauma pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang menjadi tidak berdaya. Teori ini juga menyebutkan bahwa individu yang mempunyai harga diri rendah biasanya sangat mudah untuk mengalami ansietas yang berat.
2.3.3.3. Teori perilaku Teori ini menyebutkan bahwa ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
21
tujuan yang diinginkan. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan menunjukan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya.
2.3.3.4. Kajian keluarga Ansietas merupakan hal yang biasa ditemui dalam keluarga. Ada tumpang tindih dalam gangguan ansietas dan antara gangguan ansietas dengan depresi.
2.3.3.5. Kajian biologis Otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepine. Reseptor ini membantu mengatur ansietas. Penghambat GABA juga berperan utama dalam mekanisme biologis berhubungan dengan ansietas sebagaimana halnya dengan endorfin. Ansietas mungkin disertai dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kapasitas seseorang untuk mengatasi stressor.
Faktor pencetus ansietas dapat ditimbulkan dari dua stressor besar, yaitu stressor integritas diri dan stressor sistem diri (Suliswati, 2005). 1) Stressor integritas diri meliputi ketidakmampuan fisiologis atau gangguan terhadap kebutuhan dasar. Sumber internal, meliputi kegagalan mekanisme fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal (misalnya: hamil). Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan nutrisi, dan tidak adekuatnya tempat tinggal. 2) Sedangkan stressor sistem diri antara lain ancaman terhadap identitas diri, harga diri, dan hubungan interpersonal, kehilangan serta perubahan status/ peran. . Sumber internal seperti, kesulitan dalam berhubungan interpersonal di rumah dan tempat kerja, penyesuaian terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat mengancam harga diri. Sumber eksternal seperti, kehilangan orang yang dicintai, perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
22
2.3.5. Tanda dan gejala Ansietas Tanda dan gejala ansietas dimanifestasikan oleh tiga kategori yaitu fisiologis, emosional dan kognitif (Carpenito, 2010). Gejala bervariasi sesuai dengan tingkat ansietas (ringan, sedang, berat dan panik). Secara umum, tanda dan gejala ansietas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Tanda dan gejala ansietas
Tanda dan gejala Peningkatan frekuensi jantung Peningkatan tekanan darah Peningkatan frekuensi pernafasan Diaporesis Dilatasi pupil Suara tremor atau perubahan nada Gelisah Gemetar, kedutan Berdebar-debar Sering berkemih Diare Kegelisahan Insomnia Keletihan dan kelemahan Pucat atau kemerahan Mulut kering, mual atau muntah Sakit dan nyeri tubuh (khususnya dada, punggung, leher) Pusing /mau pingsan Parestesia Ruam panas atau dingin Anoreksia
Ketakutan Ketidakberdayaan Gugup Kurang percaya diri Kehilangan kontrol Ketegangan atau merasa “dikunci” Tidak dapat rileks Antisipasi kegagalan
Peka rangsang atau tidak sabar Marah berlebihan Menangis Cenderung menyalahkan orang lain Kontak mata buruk Kritisme pada diri sendiri Menarik diri Kurang inisiatif Mencela diri Reaksi kaku
Bagian Fisiologis
Emosional individu menyatakan bahwa ia merasakan
Emosional Individu memperlihatkan
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
23
Kognitif
Tidak dapat berkonsentrasi (ketidakmampuan untuk mengingat) Kurang kesadaran tentang sekitar Mudah lupa Blok pikiran (tidak dapat mengingat) Terlalu perhatian Preokupasi Penurunan kemampuan belajar Rumination Orientasi pada masa lalu daripada masa kini atau masa depan Konfusi
Sumber: Carpenito, 2010
2.3.6. Sumber koping Stuart (2009) menyatakan sumber koping yang dimiliki oleh individu berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki, dukungan sosial, asset materi dan keyakinan positif. Setelah individu menilai stressor yang ada, individu akan menggunakan sumber koping yang dimilikinya. Terkadang individu mengalami kebimbangan, apakah masalah tersebut dapat diselesaikan.
Mekanisme koping terbagi dalam 2 kategori (Stuart, 2009), 1) Reaksi yang berorientasi tugas, yaitu upaya yang disadari dan berorientasi pada tindakan untuk memenuhi kebutuhan secara realistik terkait tuntutan stres. Reaksinya antara lain perilaku menyerang, menarik diri atau kompromi. 2) Mekanisme pertahanan ego digunakan untuk mengatasi ansietas ringan dan sedang, namun pada tingkat yang lebih tinggi dapat terjadi distorsi atau penyimpangan realitas dan merupakan respon maladaptif terhadap stres misalnya supresi, disosiasi, proyeksi dan lainnya.
2.3.7. Proses keperawatan pada klien Ansietas Berdasarkan pedoman standar asuhan keperawatan diagnosa fisik dan psikososial (Program pendidikan perawat spesialis kekhususan keperawatan jiwa FIK UI, 2012), tujuan umum dalam asuhan keperawatan ansietas adalah ansietas dapat menurun atau dikontrol. Adapun intervensi yang diberikan pada klien dengan ansietas, yaitu:
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
24
2.3.7.1. Intervensi pada klien a. Tujuan 1) Klien mampu mengenal ansietas 2) Klien mampu mengatasi ansietas melalui teknik relaksasi 3) Klien mampu memperagakan dan menggunakan teknik mengontrol kecemasan b. Tindakan keperawatan 1) Mendiskusikan ansietas klien; penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat 2) Melatih teknik relaksasi fisik, pengendalian pikiran dan emosi c. SP1 Klien 1) Bina hubungan saling percaya 2) Membuat kontrak dua kali pertemuan latihan pengendalian ansietas 3) Bantu klien mengenal ansietasnya a) Bantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya b) Bantu klien mengenal penyebab ansietasnya c) Bantu klien menyadari akibat perilakunya 4) Latih teknik relaksasi a) Tarik nafas dalam b) Distraksi d. SP2 Klien 1) Pertahankan rasa percaya klien 2) Membuat kontrak ulang; latihan pengendalian ansietas 3) Latih hipnotis diri sendiri (lima jari) dan kegiatan spiritual
2.3.7.2. Intervensi pada keluarga a. Tujuan 1) Keluarga mampu mengenal masalah ansietas pada anggota keluarganya 2) Keluarga mampu merawat anggota keluarga yang mengalami ansietas 3) Keluarga mampu memfollow up anggota keluarga yang mengalami ansietas
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
25
b. Tindakan keperawatan 1) Mendiskusikan kondisi klien; ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat 2) Melatih keluarga merawat ansietas klien 3) Melatih keluarga melakukan follow up c. SP1 Keluarga 1) Bina hubungan saling percaya 2) Membuat kontrak dua kali pertemuan latihan cara merawat ansietas klien 3) Bantu keluarga mengenal ansietas a) Menjelaskan ansietas, penyebab, proses terjadi, tanda dan gejala, akibat b) Menjelaskan cara merawat klien ansietas c) Sertakan keluarga saat melatih teknik relaksasi pada klien dan motivasi klien melakukannya d. SP2 Keluarga 1) Pertahankan rasa percaya keluarga 2) Membuat kontrak ulang; latihan lanjutan cara merawat dan follow up 3) Menyertakan keluarga saat melatih klien hipnotis 5 jari dan kegiatan spiritual 4) Diskusikan dengan keluarga cara perawatan di rumah
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KASUS
Penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada Tn. E dengan Ansietas dan DM tipe 2 yang menggunakan proses keperawatan yaitu pengkajian, analisa data, penegakkan diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi pada klien di ruang Antasena Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor. Proses keperawatan dilaksanakan dari tanggal 19 Mei – 29 Mei 2014 pada bab ini.
3.1. Pengkajian 3.1.1. Identitas klien Tn. E Usia 54 tahun berasal dari suku Sunda, namun dominan menggunakan bahasa Indonesia dalam komunikasi. Klien sudah menikah dan tinggal di daerah Cimanggu, Bogor. Klien dipindahkan ke ruang Antasena pada tanggal 19 Mei 2014 dengan diagnosa medis ulkus DM. Pengkajian pada klien dimulai sejak klien masuk ruang rawat dengan narasumber klien sendiri, istri dan rekam medik.
3.1.2. Alasan masuk Klien datang ke UGD RSMM dengan keluhan luka tertusuk paku di kaki kiri sejak 2 minggu SMRS. Klien mengeluh kaki tidak kunjung sembuh, semakin bernanah, nyeri, bengkak dan tampak kemerahan di sekitar luka. Klien sebelumnya telah datang ke puskesmas dan dirujuk ke RSMM karena luka yang berat dan riwayat DM tidak terkontrol.
3.1.3. Pemeriksaan fisik Hasil pengkajian fisik menunjukkan berat badan 75 Kg, tinggi badan 169 Cm dengan IMT 26,27 (overweight). Pengkajian tanda-tanda vital menunjukkan TD 130/80mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 37,10C, dan RR 20x/menit. Sebelumnya klien memiliki riwayat pengobatan DM tidak terkontrol dan perawatan luka di kaki kiri. Hasil pemeriksaan laboratorium yang abnormal adalah GDS 451 mg/dL dan Leukosit 18.350/mm3. 26 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
27
Keadaan umum klien bersih, kesadaran Compos Mentis, GSC E4V5M6. Pandangan klien masih baik tanpa menggunakan kaca mata, hidung dan telinga tampak bersih dan tidak ada sumbatan. Mulut klien tampak bersih, lidah tampak merah dan tidak ada gigi yang tanggal atau berlubang. Pada bagian leher tidak terdapat pembesaran kelenjar tyroid maupun getah bening. Area dada tampak simetris, bunyi nafas vesikuler, bunyi jantung normal (S1 dan S2). Bagian abdomen terlihat bersih, bising usus normal (5 kali/menit), tidak ada pembesaran pada ginjal dan hati. Terdapat ulkus DM pada area kaki kiri klien. Luka tembus, pada bagian bawah luka diameter +/- 1 cm, melebar ke bagian atas dengan diameter +/- 5 cm. Produksi pus positif, tampak pus berwarna kuning keruh di area luka. Kaki terlihat bengkak, kemerahan dan terasa nyeri. Kaki terasa nyeri sejak terjadi luka, dan meningkat sekitar seminggu sebelum masuk RS. Nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri hanya terjadi di daerah luka dan tidak menyebar. Nyeri terjadi sepanjang waktu, meningkat ketika kaki digerakan. Skala nyeri ketika klien pertama kali datang adalah 67. Kaki tidak terasa baal/kesemutan.
Tn. E sudah mengetahui bahwa ia memiliki penyakit gula/DM. Ia tidak pernah mengontrol pola makannya, makan seperti biasa 3 kali sehari, tidak ada makanan yang dibatasi atau dihindari, makan makanan ringan tidak dibatasi, klien menyukai gorengan, hampir setiap hari minum minuman ringan seperti coca-cola dan extra joss. Di rumah Tn. E terbiasa minum obat DM setiap hari, yaitu Glibenclamid. Klien didiagnosa medis DM tipe 2 dengan komplikasi ulkus DM.
3.1.4. Genogram Tn. E sebelumnya pernah menikah dan bercerai. Dari hasil pernikah pertama klien memiliki 2 orang anak. Anak pertama klien saat ini sudah berkeluarga dan tinggal di rumah yang berbeda. Istri klien, Ny. S sebelumnya juga telah menikah. Dari pernikahan pertama Ny. S memiliki 1 orang anak. Setelah itu Tn. E dan Ny. S menikah dan memiliki 1 orang anak dari hasil pernikahan mereka. Saat ini di rumah tinggal 5 orang anggota keluarga, Tn. E, Ny. S,
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
28
anak kedua dari pernikahan pertama Tn. E, anak pertama dari pernikahan pertama Ny. S, dan anak hasil pernikahan kedua Tn. E dan Ny. S.
Gambar 3.1 Genogram keluarga Tn. E
3.2. Masalah Psikososial Tn. E (54 tahun) telah lama menderita DM, namun klien lupa sejak kapan didiagnosa DM. Selama ini klien mengkonsumsi Glibenclamid untuk mengontrol DMnya. Selama di rumah klien makan dengan porsi biasa sebelum ia tahu menderita DM. Klien makan 3 kali sehari, tetap mengkonsumsi makanan ringan atau cemilan, selain itu klien juga sering mengkonsumsi minuman ringan seperti coca-cola dan extra joss dalam keseharian. Klien tidak pernah kontrol rutin memeriksa kadar gula darahnya, menurut klien dengan meminum obat pengontrol gula darah akan menjaga kadar gula darahnya tetap normal. Di rumah, klien sering kali diingatkan istrinya untuk mengurangi minum minuman bergula. Klien sudah mencoba mengurangi minuman bergula seperti pada kopi, namun untuk teh klien masih mengkonsumsinya dengan gula.
Klien bekerja serabutan selama di rumah, pekerjaan apapun klien lakukan untuk mendapatkan penghasilan. Klien sering kali membantu pengurus masjid untuk menjaga kebersihan dan memperbaiki bangunan yang rusak.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
29
Klien juga kadang membantu tetangganya untuk mengurus peternakan lele di dekat rumahnya. Sekitar 2 minggu yang lalu, klien diminta pengurus masjid untuk memperbaiki atap masjid sebelum acara pembagian daging ke anak yatim dilakukan. Ketika memperbaiki atap klien menginjak paku pada sebuah kayu, kaki klien mengalami luka tembus. Luka tersebut klien rawat sendiri di rumah. Klien tetap melakukan pekerjaan seperti biasanya tanpa membatasi diri. Klien masih berkewajiban membiayai 4 orang anaknya yang tinggal di rumah dan masih bersekolah, sehingga klien memaksakan diri untuk tetap bekerja.
Klien merasa lukanya semakin parah setelah 2 minggu. Luka semakin nyeri, bernanah dan memerah. Klien berhenti bekerja karena lukanya terasa nyeri tidak tertahankan. Klien datang ke puskesmas untuk memeriksakan kakinya yang tak kunjung sembuh, namun pihak puskesmas merujuk klien ke IGD RS Marzoeki Mahdi Bogor karena merasa tidak sanggup menangani luka dan klien memiliki riwayat pengobatan DM. Klien merasa sangat khawatir dengan keputusan tersebut karena klien tidak pernah dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Hasil pemeriksaan kadar gula darah di IGD menunjukkan bahwa klien mengalami hiperglikemi, yaitu 451 mg/dL. Klien menderita ulkus DM di pedis sinistra dengan produksi pus positif berwarna kuning keruh dan tampak jaringan mati di sekitar luka. Klien menyatakan bahwa menurut dokter luka kakinya perlu di operasi. Klien sangat khawatir dengan pernyataan tersebut, menurut klien kakinya akan diamputasi di ruang operasi. Klien sering mendengar penderita sakit gula yang kakinya diamputasi saat ke rumah sakit. Semenjak dirawat di rumah sakit klien tidak lagi bekerja dan menafkahi keluarganya. Biaya rumah sakit dan biaya hidup keluarga didapatkan dari santunan masjid dan tetangga sekitar yang datang menjenguk ke rumah sakit. Ketiga anak klien tinggal di rumah dan dititipkan ke tetangga sekitar karena tidak ada keluarga yang bertempat tinggal di dekat rumah. Anaknya tidak dapat dibawa ke rumah sakit karena ada larangan anak dibawah 12 tahun
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
30
berkunjung ke ruang rawat. Klien memikirkan keadaan anaknya di rumah dan ingin segera pulang agar dapat bekerja dan bertemu anak-anaknya kembali.
Ketika proses pengkajian klien terlihat tegang saat berbicara, intonasi bicaranya cepat. Klien menyatakan takut, khawatir dan bingung dengan kondisi kaki dan kadar gulanya. Klien merasa selalu meminum obat sesuai petunjuk dokter di rumah. Klien terlihat gelisah dalam kesehariannya, klien juga menyatakan sulit tidur karena memikirkan kondisi kaki dan kadar gula darahnya. Klien menyatakan baru pertama kali dirawat di rumah sakit dengan kondisi seperti ini. Klien khawatir tidak dapat bekerja lagi jika kakinya mengalami amputasi seperti tetangganya. Klien sangat berharap kakinya dapat sembuh kembali tanpa harus dioperasi.
3.3. Analisa Data Berdasarkan data pengkajian yang telah diuraikan di atas, penulis merumuskan hasil pengkajian pada table 3.1 Tabel 3.1 Analisa data Data Data Subjektif: Klien menyatakan khawatir dan bingung dengan keadaan kakinya yang tak kunjung sembuh. Klien juga merasa cemas saat mengetahui kadar gula darahnya mencapai 451 mg/dL, padahal klien sudah meminum glibenclamid setiap hari. Klien juga takut menjalani operasi karena ia berpikir kakinya akan di amputasi di ruang operasi.
Masalah Keperawatan
Ansietas
Data Objektif: klien tampak gelisah dan tegang saat berkomunikasi sulit tidur di malam hari bicara cepat TD: 130/80mmHg, Nadi 88x/menit
3.4. Diagnosa Keperawatan Ansietas sedang.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
31
3.5. Implementasi dan Evaluasi Asuhan Keperawatan SP1 dilaksanakan dalam 2 hari. Pada hari pertama, penulis melakukan intervensi mempertahankan hubungan saling percaya, membantu klien mengidentifikasi dan menguraikan perasaannya, membantu klien mengenal penyebab ansietasnya, membantu klien menyadari akibat perilakunya dan melakukan latihan mengontrol ansietas dengan teknik relaksasi nafas dalam. Penulis juga melibatkan keluarga dalam pertemuan ini, namun lebih fokus melatih klien. Pada pertemuan ini klien menyatakan baru pertama kali mengalami luka seperti ini, bahkan sampai dirawat di RS. Klien khawatir, apakah kakinya akan sembuh. Berdasarkan pengamatan penulis, klien mampu mengungkapkan perasaannya, mampu menyadari bahwa saat ini sedang mengalami ansietas, mengetahui penyebab ansietasnya, dan mampu mempraktikkan teknik Tarik nafas dalam yang diajarkan.
Klien mulai belajar cara mengontrol ansietas yang lain, yaitu teknik distraksi pada hari kedua. Penulis juga melakukan evaluasi terhadap teknik nafas dalam yang telah diajarkan pada hari sebelumnya. Penulis juga melibatkan keluarga dalam pertemuan ini, namun lebih fokus melatih klien. Pada hari ini klien menyatakan sudah lebih tenang. Namun klien masih memikirkan perkataan dokter tentang ruang operasi besok. Klien khawatir kakinya akan diamputasi. Klien melakukan distraksi dengan cara berdzikir karena itu cara yang dapat membuat klien merasa lebih tenang. Berdasarkan pengamatan penulis, ansietas klien mulai menurun. Hal ini ditandai dengan klien tidak tampak gelisah, bicara tidak cepat, namun klien masih sulit tidur di malam hari. Hasil pengukuran TTV menunjukkan TD: 110/70mmHg dan N: 84x/menit.
SP2 ansietas mulai dilakukan pada hari ketiga. Penulis melakukan evaluasi cara melakukan Tarik nafas dalam dan teknik distraksi. Kemudian mengajarkan cara mengontrol ansietas yang lain, yaitu dengan teknik hipnosis 5 jari. Penulis melibatkan keluarga dalam perawatan klien, mengenalkan keluarga tentang masalah yang dihadapi klien dan cara
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
32
mengatasinya. Klien menyatakan lebih tenang setelah latihan nafas dalam dan distraksi. Klien merasa sulit mengingat cara melakukan teknik hypnosis 5 jari. Klien juga tenang setelah mengetahui tindakan yang dilakukan di ruang operasi adalah pembersihan luka, bukan amputasi.
Pada hari keempat dan kelima penulis lebih banyak melakukan evaluasi terhadap teknik yang telah diajarkan. Penulis juga memotivasi klien untuk tetap melakukan latihan cara mengontrol ansietas dengan cara yang disukai klien, sehingga saat ansietas datang klien sudah terbiasa melakukan teknik tersebut. Penulis bekerjasama dengan keluarga untuk memotivasi klien agar tetap melakukan latihan dan mengungkapkan perasaannya terhadap penyakit.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 4 ANALISIS SITUASI
Bab ini membahas mengenai profil lahan praktik, analisis masalah keperawatan, analisis tindakan keperawatan dan alternatif pemecahan masalah pada Tn. E yang mengalami ansietas di ruang Antasena Rumah Sakit Dr H. Marzoeki Mahdi Bogor.
4.1 Profil Lahan Praktik Ruangan Antasena merupakan ruang perawatan umum Kelas II dan III. Kelas III, terdiri dari 2 gedung yang mempunyai kapasitas 35 tempat tidur yang terdiri dari 7 kamar, Kelas II masing-masing berisi 2-3 tempat tidur dan kelas III masingmasing berisi 6-9 tempat tidur di tiap kamar. Ruang Antasena merupakan ruang rawat untuk klien laki-laki dan perempuan. Ruang Antasena mempunyai 1 ruang isolasi sehingga klien yang mempunyai masalah keperawatan dengan penyakit menular dapat ditempatkan di ruangan tersebut.
Sumber daya manusia yang ada di ruang Antasena adalah 32 orang yang terdiri dari 1 kepala ruangan dengan pendidikan S1, 2 ketua tim dengan pendidikan D3, 23 perawat pelaksana dengan pendidikan D3 dan S1, 3 pramu husada, 1 tenaga administrasi dan 3 tenaga cleaning service dengan pendidikan SLTA. Penggunaan metode penugasan asuhan keperawatan di ruang Antasena menggunakan metode tim primer, yang terdiri dari 2 tim, masing-masing tim mempunyai perawat primer dalam memberikan asuhan keperawatan. Pola pemberian asuhan keperawatan dibagi menjadi tiga shift, pagi, sore, dan malam.
Kasus di ruang Antasena merupakan kasus bedah, penyakit dalam, syaraf, kardiovaskuler dan pernafasan. 17,6% dari 176 kasus di ruang Antasena merupakan kasus DM, namun tidak didapatkan data mengenai jumlah penderita DM dengan ansietas. Asuhan keperawatan pada klien DM di ruang Antasena masih berfokus pada masalah keperawatan fisik, sedangkan masalah keperawatan psikososial belum optimal diberikan. 33 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
34
4.2 Analisis Masalah Keperawatan DM merupakan penyakit degeneratif yang sering terjadi pada masyarakat perkotaan. International Diabetes Federation menyatakan jumlah penderita DM semakin bertambah, hasil pemutakhiran tahun 2012 menunjukkan lebih dari 371 juta orang di dunia menderita DM (Riskesdas, 2013). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, terjadi peningkatan penderita DM di Indonesia menjadi 2,1% dibandingkan pada tahun 2007 yaitu sejumlah 1,1%. Proporsi penderita DM di perkotaan berdasarkan Riskesdas 2013 menunjukkan hasil 6,8%, hampir sama dengan daerah pedesaan sejumlah 7,0%. Berdasarkan hasil pemeriksaan gula darah, didapatkan kelompok berisiko menderita DM dimana daerah perkotaan berjumlah 29,9%, lebih tinggi daripada daerah pedesaan yaitu sejumlah 29,8%.
Hasil pengkajian yang dilakukan pada Tn. E didapatkan data bahwa klien berusia 54 tahun, menikah dan tinggal bersama keluarga di daerah Bogor, pendidikan akhir klien adalah SMP, saat ini klien bekerja serabutan di sekitar rumahnya. Klien telah lama menderita DM dan sudah secara rutin meminum glibenclamid berdasarkan resep dokter. Klien pertama kali mengetahui terkena DM saat melakukan pemeriksaan lab di dokter dekat rumah. Pola makan yang dilakukan klien di rumah tidak teratur dan tidak seimbang. Klien menyatakan sebelum terkena DM kegemarannya adalah mengkonsumsi makanan manis, seperti sering meminum es teh manis, membeli jajanan manis, dan makan dengan porsi karbohidrat yang lebih banyak daripada lawuh atau sayuran. Setelah mengetahui menderita DM, klien berusaha menghentikan kebiasaan sering meminum teh manis dan makan dengan porsi karbohidrat banyak. Namun, klien masih sering membeli jajanan manis, seperti coca-cola dan extra joss. Klien sulit menghentikan kebiasaan ini karena jajanan tersebut adalah kegemarannya. IMT klien adalah 26,27 termasuk ke dalam kategori over weigth, dengan BB 75 Kg dan TB 169 cm. Hasil pemeriksaan gula darah klien saat di IGD RS Marzoeki Mahdi Bogor adalah 451 mg/dL.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
35
Pola makan tidak seimbang diibaratkan seperti pola makan barat, makan dengan komposisi makanan yang terlalu banyak mengandung protein, lemak, gula, garam, dan mengandung sedikit serat (Alwi, et al., 2010). Pola makan tersebut termasuk faktor risiko yang menyebabkan penyakit degeneratif. Menurut Devita (2007), pola makan tinggi kalori tanpa diimbangi dengan aktivitas (olahraga) yang cukup merupakan pola hidup berisiko yang dapat menyebabkan DM. Senada seperti yang dinyatakan oleh So, dkk (2000) tentang studi epidemiologi besar yang telah dilakukan di beberapa populasi menunjukkan bahwa faktor risiko utama yang menyebabkan diabetes tipe 2 adalah obesitas, kurangnya aktivitas fisik, serta faktor lain seperti berat lahir rendah.
Klien datang dengan keluhan ulkus DM pedis sinistra, luka akibat tertusuk paku 2 minggu yang lalu. Klien merawat luka di rumah dengan tetap melakukan aktivitas seperti biasa. Bahkan klien sempat membersihkan kolam ikan lele dengan kaki telanjang. Luka kaki yang tidak kunjung sembuh membuat klien merasa kesakitan dan khawatir, sehingga klien datang ke Puskesmas. Pihak Puskesmas merujuk klien ke RS terdekat untuk mendapat perawatan terbaik. Setibanya di RS, dokter menyatakan bahwa klien harus dirawat dan kemungkinan akan masuk ruang operasi untuk membersihkan lukanya. Klien sangat takut ke ruang operasi karena menurut pemikirannya kaki akan diamputasi, klien sering mendengar orang dengan sakit gula yang kakinya diamputasi. Menurut American Medical Association (2003), dari keseluruhan penderita diabetes, 15% menderita ulkus di kaki dan 12-14% dari yang menderita ulkus di kaki memerlukan amputasi. Ulkus diabetes disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu neuropati, trauma, deformitas kaki, tekanan tinggi pada telapak kaki dan penyakit vaskuler perifer (Frykberg, 2002). Menurut Kruse dan Edelman (2006), tidak semua ulkus DM harus diamputasi. Amputasi merupakan jalan terakhir jika jaringan telah mati. Dasar perawatan pada ulkus DM meliputi 3 hal, yaitu debridement, offloading dan kontrol infeksi. Perawatan ulkus pada Tn. E akan berfokus pada tindakan debridement dan kontrol infeksi.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
36
Klien dirawat di rumah sakit dan temani oleh istrinya. Ketiga anaknya tinggal di rumah ditemani keluarga lain yang tinggal di dekat rumah. Selama klien dirawat, beberapa kali klien dikunjungi oleh tetangganya. Namun, anaknya tidak pernah datang menjenguk karena keluarganya tidak mampu membawa ketiga anaknya ke rumah sakit. Ketika tetangganya berkunjung, klien mendapatkan beberapa cerita terkait DM dan luka kakinya yang kurang tepat. Struart (2009) menyatakan sumber koping yang dimiliki oleh individu berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki, dukungan sosial, asset materi dan keyakinan positif. Pendidikan klien yang hanya sampai SMP menyebabkan klien belum mampu mengolah informasi yang diterimanya, memilah mana yang benar dan salah. Ketidakhadiran ketiga anaknya dalam proses perawatan membuat sumber koping klien kurang adekuat.
Sumber koping yang kurang efektif membuat kemampuan klien menghadapi suatu stressor berkurang. Klien menyatakan takut, khawatir dan bingung dengan kondisi kaki dan kadar gulanya. Klien baru pertama kali masuk ke RS dengan kondisi seperti ini. Klien juga menyatakan takut ke ruang operasi karena merasa kakinya akan diamputasi. Klien terlihat tegang saat berbicara, intonasi bicaranya cepat. Klien merasa selalu meminum obat sesuai petunjuk dokter di rumah. Klien terlihat gelisah dalam kesehariannya, klien juga menyatakan sulit tidur karena memikirkan kondisi kaki dan kadar gula darahnya. Klien khawatir tidak dapat bekerja lagi jika kakinya mengalami amputasi seperti tetangganya. Klien sangat berharap kakinya dapat sembuh kembali tanpa harus dioperasi.
Menurut Carpenito (2010), pernyataan takut, khawatir dan bingung merupakan tanda ansietas. Gejala lain yang muncul pada klien adalah wajah yang tegang saat komunikasi, intonasi yang cepat, gelisah dan insomnia. Ansietas yang dialami klien berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari, sehingga klien terlihat waspada dan gelisah. Ketika rasa nyeri meningkat klien memusatkan perhatian pada kakinya dan mengesampingkan hal yang lain, sehingga perhatian hanya pada hal yang selektif namun klien masih dapat diarahkan. Berdasarkan hal tersebut, klien memiliki ansietas tingkat sedang menurut Stuart (2009).
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
37
Faktor predisposisi yang dapat menimbulkan ansietas pada Tn. E antara lain adalah kondisi ekonomi keluarga. Ketika klien tertusuk paku, ia tetap melakukan aktivitas seperti biasa untuk mempertahankan penghasilan. Penghasilan keluarga hanya berasal dari klien tanpa ada penghasilan tambahan dari anggota keluarga lain. Selama klien berada di rumah sakit, biaya ditanggung oleh pemerintah dan dibantu oleh sumbangan dari tetangga sekitar rumah. Bahkan untuk biaya makan dan jajan sekolah dibantu oleh keluarga dekat rumah dan tetangga karena anakanak klien tinggal di rumah tanpa orang tuanya. Hal ini didukung oleh Stuart (2009) bahwa ekonomi merupakan faktor sosial budaya yang dapat menimbulkan ansietas apabila tidak dapat terpenuhi.
Faktor pencetus yang menimbulkan ansietas pada klien antara lain adalah terpaparnya klien terhadap infeksi yang menimbulkan ulkus DM. Ulkus DM yang terjadi pada klien mengakibatkan perubahan fisiologis, sehingga klien mengalami hambatan dalam bergerak. Pekerjaan klien yang hanya serabutan tidak lagi dapat dilakukan karena keterbatasan gerak klien. Saat ini klien terpaksa dirawat di rumah sakit dan meninggalkan ketiga anaknya di rumah, hal ini membuat hubungan interpersonal klien dengan keluarga inti tidak adekuat. Informasi terkait perawatan dan prognosis penyakit yang belum dapat klien cerna memnbuat klien kebingungan dengan proses penyembuhan dan harapan klien. Sesuai dengan yang dinyatakan oleh Suliswati (2005), bahwa faktor presipitasi yang dapat menimbulkan ansietas adalah ancaman terhadap integritas diri dan sistem diri, baik internal maupun eksternal.
Ansietas merupakan masalah yang sering kali dialami oleh klien DM. Kaplan dan Sandock (2009)
mengungkapkan
bahwa ensefalopati metabolik
mampu
menimbulkan perubahan proses mental, perilaku dan fungsi neurologi. Menurut Anderson (2001) orang yang menderita DM berisiko dua kali lipat mengalami depresi daripada orang yang tidak menderita DM. Hal ini didukung oleh pernyataan Surveil-lance and Epidemiology Branch, Centre for Health Protection of the Department of Health Hong Kong (2012), bahwa penderita diabetes
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
38
memiliki risiko 93% lebih besar mengalami gangguan kecemasan dibandingkan orang pada umumnya.
4.3 Analisis Intervensi Keperawatan Tujuan umum pada asuhan keperawatan Tn. E adalah ansietas yang dialami dapat menurun atau terkontrol. Tujuan khusus yang diharapkan antara lain Tn. E mampu membina hubungan saling percaya dengan perawat, klien mampu mengenal ansietasnya, klien mengetahui cara untuk mengontrol ansietas, klien mampu menggunakan teknik mengontrol ansietas yang diajarkan, ansietas klien dapat menurun dan terkontrol, dan keluarga dapat berperan serta dalam mengatasi ansietas yang dialami klien. Penetapan tujuan tindakan dan intervensi keperawatan pada Tn. E sesuai dengan teori penanganan klien dengan ansietas sedang,
menurut
mengidentifikasi
Stuart dan
(2009)
tindakan
menggambarkan
bertujuan
agar
kecemasan
klien
yang
dapat
dirasakan,
mengidentifikasi kejadian yang menyebabkan ansietas, menggambarkan respon koping adaptif dan maladaptif
dan
mempraktekkan
respon adaptif
untuk
mengatasi ansietas.
Pada pertemuan pertama telah terbina hubungan saling percaya dengan Tn. E karena sudah dibina sejak melakukan pengkajian awal. Penulis membantu klien mengenal ansietasnya dengan mengeksplorasi perasaan klien. Penulis dan klien mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala ansietas yang dialami dan tindakan yang biasa dilakukan klien ketika ansietas muncul. Klien menyatakan khawatir dan bingung dengan keadaan kakinya yang tak kunjung sembuh. Klien juga merasa cemas saat mengetahui kadar gula darahnya mencapai 451 mg/dL, padahal klien sudah meminum glibenclamid setiap hari. Klien juga takut menjalani operasi karena ia berpikir kakinya akan di amputasi di ruang operasi. Selain itu, klien tampak gelisah dan tegang saat berkomunikasi, sulit tidur di malam hari, bicara cepat, dan hasil tanda-tanda vital menunjukan TD: 130/80mmHg, Nadi 88x/menit.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
39
Tn. E merasa cemas karena penyakit fisik yang dideritanya, yaitu DM serta komplikasi ulkus DM. Hasil ini didukung oleh penelitian Lee, dkk (2012) yang menemukan bahwa stres dan kecemasan
pada 333 orang etnis China yang
menderita DM tipe 2 di Hongkong disebabkan karena ketakutan terhadap komplikasi DM, diantaranya kelemahan atau penurunan produktivitas kerja, perubahan gaya hidup, stigma dan diskriminasi. Tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh klien sesuai dengan yang dinyatakan oleh Carpenito (2010) bahwa pada klien yang mengalami cemas dapat ditemukan tanda seperti, pernyataan takut, khawatir ataupun cemas terhadap keadaannya. Selain itu dapat ditemukan tanda gelisah, sulit tidur, ekspresi wajah yang tegang maupun peningkatan pada tanda-tanda vital. Penyakit fisik yang dialami Tn. E menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya kecemasan.
Salah satu cara mengontrol ansietas adalah teknik nafas dalam. Teknik nafas dalam merupakan bentuk asuhan keperawatan yang mengajarkan klien bagaimana melakukan teknik nafas dalam untuk mengurarngi kecemasan. Teknik nafas dalam bertujuan untuk mencapai ventilasi yang terkontrol dan efisien, meningkatkan
inflasi
alveolar
maksimal,
meningkatkan
relaksasi
otot,
menghilangkan ansietas, menyingkirkan pola aktifitas otot-otot pernafasan yang tidak berguna, melambatkan frekuensi pernafasan, dan mengurangi udara yang terperangkap serta mengurangi kerja bernafas (Smeltzer & Bare, 2003).
Tn. E mampu melakukan nafas dalam sesuai yang telah diajarkan dan mau mengikuti proses latihan sehari 3 kali agar terbiasa menggunakan teknik tersebut. Setelah melakukan teknik nafas dalam, klien terlihat mampu mengontrol ansietasnya. Hal ini terbukti dengan pernyataan klien yang merasa lebih tenang setelah melakukan nafas dalam, klien terlihat lebih rileks saat berkomunikasi, ekspresi wajah sudah tidak tegang, bicara tidak lagi cepat dan tanda-tanda vital klien dalam batas normal.
Hasil yang didapatkan pada Tn. E didukung oleh pernyataan Ghofur dan Purwoko (2009) bahwa pemberian teknik nafas dalam selama 15 menit mampu
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
40
menurunkan tingkat kecemasan pada klien persalinan kala 1 dari ansietas berat ke ansietas sedang. Sedangkan menurut Chiang, dkk (2009) kombinasi antara manajemen diri dan latihan nafas dalam mampu menurunkan kecemasan, sehingga meningkatkan kesehatan anak yang menderita asma. Selain itu, teknik relaksasi nafas dalam merupakan intervensi keperawatan yang mudah dan tidak mahal yang mampu menolong klien dengan luka bakar untuk mengontrol rasa sakit dan kecemasan saat proses perawatan luka (Park, Oh, & Kim, 2013).
Teknik relaksasi nafas dalam dilakukan untuk menekan pengeluaran epinefrin pada medulla adrenal sehingga respon sistem saraf simpatis menurun. Menurunnya respon “fight-or-flight” atau ansietas membuat pola nafas kembali normal, pupil tidak medilatasi, tekanan darah dan nadi dalam batas normal dan tidak terjadi glikogenolisis serta retensi insulin (Videbeck, 2008). Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan relaksasi adalah klien harus dalam keadaan nyaman, pikiran dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi meningkatkan mood/perasaan bahagia dan meredakan
persepsi
nyeri
pada
seseorang
(Smeltzer
&
Bare,
2003,
Ayudianningsih, 2009).
Teknik distraksi adalah cara lain untuk mengontrol ansietas selain teknik nafas dalam. Distraksi adalah mengalihkan fokus ke stimulus yang lain (Smelzer & Bare, 2003). Distraksi merupakan metode menurunkan kecemasan dengan cara mengalihkan perhatian pada hal lain (Potter & Perry, 2005). Tn. E memilih melakukan distraksi dengan cara berdzikir dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Dukungan spiritual merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengontrol kecemasan, terlebih pada klien yang memiliki keyakinan spiritual yang kuat.
Tn. E menyatakan ia mampu melakukan teknik distraksi dengan berdzikir karena hal tersebut sudah rutin dilakukan di rumah sebelum dirawat. Tn. E menyatakan merasa lebih tenang setelah berdzikir. Tn. E melakukan latihan nafas dalam dan distraksi dengan dzikir secara bersamaan. Ketika menarik nafas, ia melantunkan kata-kata dzikir di dalam hati, begitu pula saat ia menahan nafas dan
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
41
menghembuskan nafas. Klien merasa relaksasi nafas dalam dan distraksi mudah dilakukan dan dapat mengurangi perasaan cemasnya.
Hasil ini didukung oleh pernyataan Canbulat, Inal dan Sonmezer (2013) bahwa teknik distraksi dapat menurunkan tingkat kecemasan klien. Klien anak usia 7-11 tahun yang sedang melakukan pengambilan sampel darah dapat lebih tenang setelah diberikan permainan kartu sebagai teknik distraksi. Penelitian lain menyebutkan bahwa kecemasan pada klien perioperatif dapat dikontrol dengan cara memberikan penjelasan terkait mekanisme operasi dan terapi music sebagai distraksi sehingga kecemasan klien akan proses operasi menjadi menurun (Bailey, 2010). Distraksi merupakan teknik mengontrol cemas yang mudah digunakan karena berhubungan dengan kegiatan yang klien sukai. Perasaan senang dan tenang saat melakukan hal yang disukai dapat mengaktifkan hormon endorphin yang meningkatkan perasaan rileks, mengalihkan perhatian dari rasa takut dan cemas sehingga menstabilkan tekanan darah, pernafasan, nadi, serta aktivitas gelombang otak.
Mengontrol ansietas dapat juga dilakukan dengan cara hipnosis 5 jari. Hipnosis 5 jari merupakan teknik mengontrol ansietas dengan menghipnosis diri sendiri. Hal ini dilakukan saat klien menyentuhkan jari-jari tangannya dan membayangkan hal yang diinstruksikan untuk mencapai ketenangan. Tn. E telah diajarkan teknik ini dan mampu melakukannya saat evaluasi pertama. Namun pada hari selanjutnya Tn. E mengeluh teknik tersebut sulit diingatnya sehingga beliau tidak dapat mempraktikan dan merasakannya manfaatnya.
Pengamatan yang lebih lanjut pada Tn. E menunjukkan bahwa ansietas belum teratasi sepenuhnya pada hari rawat ketiga. Hal ini ditunjukkan dengan keluhan klien yang masih sulit tidur di malam hari. Klien menyatakan bahwa saat di rumah dan sebelum masuk rumah sakit tidak ada keluhan seperti ini. Klien biasa tidur sekitar pukul 21.00 dan tidak ada masalah dalam memulai atau mempertahankan tidurnya. Klien menyatakan sering kali teringat tentang pernyataan dokter untuk
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
42
melakukan operasi, sehingga terpikirkan dan membuatnya sulit memulai tidur. Klien dapat tidur setelah melakukan teknik mengontrol ansietas selama +/- 1 jam.
Klien menyatakan belum mendapatkan penjelasan lebih lanjut tentang tindakan yang akan dilakukan di ruang operasi dan prognosis lukanya.
Klien belum
memiliki keyakinan akan sembuh karena melihat lukanya yang tembus hingga terlihat bagian otot. Stuart (2009) menyatakan sumber koping yang dimiliki oleh individu berkaitan dengan kemampuan yang dimiliki, dukungan sosial, asset materi dan keyakinan positif. Tingkat pengetahuan yang kurang menyebabkan kemampuan klien dalam menghadapi stressor menurun. Selain itu, keluarga ataupun orang terdekat klien juga tidak memiliki pengetahuan yang cukup terkait penyakit. Sumber koping yang tidak adekuat menjadi salah satu penyebab ansietas klien belum terselesaikan walaupun perawat telah mengajarkan teknik mengontrol ansietas.
4.4 Penyelesaian Masalah Sumber koping yang tidak adekuat membuat seseorang tidak siap dalam menghadapi stressor yang ada. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga terkait penyakit dan proses perawatan membuat sumber koping tidak adekuat. Peran perawat dalam hal ini adalah memberikan edukasi terkait penyakit dan proses keperawatan untuk menguatkan sumber koping dan menurunkan ansietas. Kemudian meningkatkan peran anggota keluarga sebagai support system klien untuk mengatasi ansietasnya. Psikoedukasi keluarga merupakan salah satu elemen program perawatan kesehatan jiwa keluarga yang dilakukan dengan cara pemberian informasi melalui komunikasi yang terapeutik (Stuart, 2009).
Penulis mulai melakukan psikoedukasi terhadap klien dan keluarga pada hari rawat ketiga. Penulis melakukan kontrak dengan klien dan anggota keluarga yang menjaga klien di RS untuk berdiskusi terkait keadaan klien saat ini. Tujuan dari diskusi ini adalah klien dan keluarga mampu mengidentifikasi masalah yang terjadi pada Tn. E sehingga pengetahuan klien dan keluarga dapat digunakan untuk mengelola masalah yang timbul. Pada hari keempat penulis melakukan
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
43
diskusi lagi bersama klien dan keluarga terkait cara mengatasi ansietas dengan teknik mengontrol ansietas. Penulis memotivasi keluarga untuk merawat dan mendampingi klien selama proses perawatan di rumah sakit maupun di rumah nantinya.
Psikoedukasi pada keluarga dilakukan dalam lima tahap (Lestari, 2011), yaitu pengkajian masalah yang dialami, manajemen pengetahuan dalam merawat klien, manajemen ansietas, manajemen beban dan hambatan serta pemberdayaan keluarga. Penulis tidak secara terstruktur melakukan tahapan yang ada, namun berusaha mendapatkan poin penting dalam setiap tahapan. Pemberian edukasi terkait penyakit, masalah ansietas dan cara penanganannya terbukti dapat membantu klien menurunkan ansietasnya. Setelah melalui proses psikoedukasi klien sudah dapat berisirahat di malam hari dan tidak lagi memikirkan proses perawatan ataupun perasaan ingin diamputasi.
Hasil ini didukung oleh pernyataan Chien dan Wong (2007), bahwa psikoedukasi yang dilakukan terhadap keluarga penderita skizofrenia di China dapat meningkatkan pengetahuan dan partisipasi keluarga dalam merawat klien, sehingga jumlah pasien yang tidak dirawat kembali meningkat. Sedangkan Nurbani (2009) menyatakan bahwa psikoedukasi dapat menurunkan tingkat ansietas keluarga yang merawat klien stroke di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada saat menangani penyakit fisik anggota keluarganya. Penelitian lain menyatakan bahwa sekelompok orang yang akan menjalani operasi dan diberikan edukasi detail terkait persiapan operasi, proses operasi dan perkiraan penyembuhan memiliki tingkat ansietas yang lebih rendah dibandingkan kelompok yang hanya diberikan edukasi terkait persiapan operasi (Bailey, 2010). Pemberian edukasi yang detail terkait tindakan yang akan dilakukan dan perkiraan keberhasilan tindakan akan menurunkan ansietas klien karena hal tersebut memberikan klien pengertian tentang apa yang dapat ia harapkan dari sebuah tindakan.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
BAB 5 PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran berdasarkan hasil penulisan karya ilmiah akhir yang telah dilakukan.
5.1. Kesimpulan 5.1.1. DM merupakan salah satu penyakit degeneratif yang sering muncul di masyarakat perkotaan akibat tidak seimbanganya pola makan, jenis makanan yang dikonsumsi dan kurangnya aktivitas fisik 5.1.2. Ansietas merupakan masalah psikososial yang sering muncul pada klien dengan DM 5.1.3. Asuhan keperawatan pada DM harus diberikan secara komprehensif, intervensi teknik relaksasi nafas dalam, distraksi, hipnosis 5 jari dan kegiatan spiritual dapat diberikan pada klien dengan ansietas. 5.1.4. Teknik relaksasi nafas dalam dan distraksi yang dipadu dengan edukasi terkait penyakit, masalah keperawatan, serta penyelesaiannya terbukti dapat menurunkan dan mengontrol ansietas. 5.1.5. Perawat memiliki peran penting dalam menentukan dan memberikan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah keperawatan klien.
5.2. Saran 5.2.1. Pendidikan Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan evidence based dalam proses belajar mengajar. Perawat ataupun mahasiswa dapat memodifikasi dalam pelaksanaan pemberian tindakan keperawatan baik bagi klien, keluarga dan kelompok. Perawat jiwa lebih aktif menerapkan asuhan keperawatan dengan memodifikasi tindakan keperawatan baik generalis maupun spesialis serta meningkatkan kemampuan manajemen pelayanan keperawatan jiwa.
44 Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
45
5.2.2. Pelayanan Klien diharapkan menerapkan latihan yang sudah diajarkan oleh perawat agar ansietas dapat dikontrol. Keluarga diharapkan senantiasa memberikan dukungan dalam proses perawatan klien. Perawat dapat menggunakan asuhan keperawatan ini sebagai acuan dalam mengatasi ansietas yang dialami oleh klien dengan penyakit kronis serta komplikasi.
5.2.3. Penelitian Hasil pelaksanaan asuhan keperawatan ini dapat dijadikan evidence based dalam penyelesaian masalah psikososial serupa di ruangan. Namun, perlu perlu upaya pengembangan teknik tindakan keperawatan spesialis dengan menggunakan pendekatan model keperawatan yang lain.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J., et. al. (2010). Community health nursing: promotin and protecting the public’s health. (Ed 7). China: Lippincot. Alwi I., Simadibrata K. M., Setiati S., Setiyohadi B., Sudoyo A. W. (2010). Buku ajar ilmu penyakit dalam (Jilid III Ed. V). Jakarta: Interna Publising American Medical Association. (2003). Lower Extremity Amputation Episodes Among person with Diabetes-New Mexico. Journal of American Medical Association, 289 (12) 1502-1503. Anderson, R. J., Freeland, K. E., Clouse, R. E., & Lustman, P. J. (2001). The prevalence of comorbid depression in adults with diabetes. Diabetes Care Journal, 24 (6) 1069-1078. Ayudianningsih, N. G. & Maliya, A. (2009). Pengaruh teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada pasien pasca operasi fraktur femur di rumah sakit karima utama Surakarta. UMS Jurnal, 191-199. Badan Pusat Statistik. (2010). Hasil sensus penduduk tahun 2010. Bailey, L. (2010). Strategies for decreasing patient anxiety in the perioperative setting. AORN Journal. Vol. 92 (4) 445-460 Bintarto. (2000). Pengantar geogarafi kota. Yogyakarta: LIP SPRING. Black & Hawk. (2005). Medical surgical nursing clinical management for positive outcomes. 7th ed. St. Louis: Elsevier Saunders. Budiarto, E., Anggraeni, D., (2002). Pengantar Epidemiologi (ed. 2). Jakarta: EGC. Canbulat, N., Inal, S., & Sonmezer, H. (2014). Efficacy of Distraction Methods on Procedural Pain and Anxiety by Applying Distraction Cards and Kaleidoscope in Children. Asian Nursing Research. Vol. 8 23-28 Caprenito, L. J. (2010). Nursing diagnosis: application to clinical practice (13th Ed.). Philladelphia: Lippincott William & Wilkins. Chiang, L.C, Ma, W. F., Huang, J. L., Tseng, L. F., & Hsueh, K. C. (2009). Effect of relaxation-breathing training on anxiety and asthma signs/ symptoms of children with moderate-to-severe asthma: A randomized controlled trial. International Journal of Nursing Studies, Vol. 46 (8) 1061-1070. Chien, W. T. & Wong, K. F. (2007). A family psychoeducation group program for Chinese people with schizophrenia in Hongkong. Psychiatric services. Arlington. Devita. (2007). Hubungan antara pola makan dengan kejadian diabetes mellitus tipe 2 di poliklinik penyakit dalam RSUD Tugurejo Semarang. Skripsi.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Semarang: Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah. Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Geissler, A. C. (2000). Rencana asuhan keperawata: pendokumentasian untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien (ed. 3). Jakarta: EGC. Frykberg R. G. (2002). Diabetic Foot Ulcer: Pathogenesis and Management. Am Fam Physician, 66 (9) 1655-1662. Ghofur, A., & Purwoko, E. (2009). Pengaruh Teknik Nafas Dalam Terhadap Perubahan Tingkat Kecemasan Pada Ibu Persalinan Kala I Di Pondok Bersalin Ngudi Saras Trikilan Kali Jambe Sragen. Jurnal Kesehatan Surya Medika Yogyakarta. Harsojo. (1997). Pengantar antropologi. Bandung: Bina Cipta Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical Surgical Nursing: Critical Thinking for Collaborative Care. St. Louis Missouri: Elsevier Saunders. Kaplan & Sadock’s. (2009). Comprehensive textbook of psychiatry. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. Kemenkes RI. (2012). Kemitraan pemerintah dan swasta dalam pengendalian diabetes mellitus di Indonesia. Kemenkes RI. (2014). Tahun 2030 Prevalensi Diabetes Melitus Di Indonesia Mencapai 21,3 Juta Orang. Diakses tanggal 26 Juni 2014 dari http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=414. Khomsan, A., & Anwa, F. (2008). Sehat itu mudah; wujudkan hidup sehat dengan makanan yang tepat. Jakarta: Mizan Publikasi. Kruse, I., & Edelman, S. (2006). Evaluation dan Treatmen of Diabetic Foot Ulcer. Clinical Diabetes, Vol. 24 (2) 91-93. Lestari, A. (2011). Pengaruh terapi psikoedukasi keluarga terhadap pengetahuan dan tingkat ansietas keluarga dalam merawat anggota keluarga yang mengalami tuberculosis paru di kota bandar lampung. Tesis. Depok: FIKUI. Tidak diterbitkan. Nanda. (2012). Nursing diagnose: definitions dan clasifications 2012-2014. Jakarta: EGC Nurbani. (2009). Pengaruh psikoedukasi keluarga terhadap masalah psikososial: ansietas dan beban keluarga (caregiver) dalam merawat pasien stroke di RS Jakarta Pusat Dr. Cipto Mangunkusumo. Tesis. Tidak dipublikasikan. Park, E., Oh, H., & Kim, T. (2013). The effects of relaxation breathing on procedural pain and anxiety during burn care. Burns Journal, Vol. 39 (6) 1101-1106.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Perkeni. (2011). Konsensus pengendalian dan pencegahan diabetes mellitus tipe 2 di Indonesia. Diakses tanggal 24 Juni 2014, dari: www.perkeni.org Potter, P.A., & Gerry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep, proses, dan praktik (4th ed., Yasmin Asih, Penerjemah.). Jakarta: EGC. Price S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC Program pendidikan perawat spesialis kekhususan keperawatan jiwa FIK UI. (2012). Standar asuhan keperawatan diagnosa fisik dan psikososial. Tidak diterbitkan Rahmawati, L., et. al. (2007). Gangguan Perilaku Pasien Diabetes Melitus tipe-1 di Poliklinik Endokrinologi Anak Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Sari Pediatri Jurnal, Vol 9 (4) 264-269. Riskesdas. (2013). Laporan riset kesehatan dasar 2013. Diunduh dari http://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id pada tanggal 20 Juni 2014 Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2003). Brunner & Suddarth's Textbook of Medical-Surgical Nursing, (10th ed). Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. So, W. Y., et al. (2000). Genetics of type 2 diabetes mellitus. HKM Journal, Vol. 6 (1) 69-76. Stanhope, M., & Lancaster, J. (2004). Community and Public Health Nursing. The Mosby Year Book. St Louis. Stuart, G.W. (2009). Principles and Practice of Psychiatric Nursing (9thed). St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier. Suliswati, dkk. (2005). Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC Suminarti, W., Purba, M., Handayani, N.D., & Wiyono, P. (2002). Perubahan berat badan dan kadar gula darah pada kelompok senam diabetes persadia cabang RS DR Sardjito Yogyakarta. Jakarta: Prosiding Kongres Nasional Persagi Surveil-lance and Epidemiology Branch, Centre for Health Protection of the Department of Health Hong Kong. (2012). Diabetes Mellitus: A Major Public Health Challenge in the 21st Century. Non-Communicable Diseases Watch, Vol. 5 (10). Videbeck, S.J. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC WHO. (2013). Diabetes. Diakses tanggal 24 Juni 2014 http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs312/en/index.html
dari
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
WHO. (2013). Urban health. Diakses tanggal http://www.who.int/topics/urban_health/en/
24
Juni
2014
dari
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
PENGKAJIAN KEPERAWATAN JIWA MASALAH PSIKOSOSIAL
INFORMASI UMUM Inisial klien
: Tn. E.
Usia
: 54 (tahun)
Jenis kelamin
: perempuan
Suku
: Sunda
Bahasa dominan
: Indonesia
Status perkawinan
: belum menikah
Alamat
: Cimanggu Wates, Bogor
Tanggal masuk
: 19 Mei 2014
Tanggal pengkajian
: 19 Mei 2014
Ruang rawat
: Antasena
Nomor rekam medik
: 28-74-18
Diagnosa medis
: Ulkus DM
Riwayat alergi
: Tidak ada
Diet
: Diet DM
laki-laki
menikah
janda/ duda
KELUHAN UTAMA Luka di kaki kiri akibat tertusuk paku +/- 2 minggu SMRS. Luka tidak kunjung sembuh, semakin bernanah, nyeri dan tampak kemerahan di sekitar luka
PENAMPILAN UMUM DAN PERILAKU MOTOR Fisik Berat badan : 75Kg Tinggi badan
: 169Cm
Tanda-tanda vital : TD 130/80mmHg, Nadi 80x/menit, Suhu 37,10C, dan RR 20x/menit.
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Riwayat pengobatan fisik Riwayat DM tidak terkontrol, luka di kaki kiri +/- 2 minggu yang lalu
Hasil pemeriksaan laboratorium/ visum/ dll GDS: 451 mg/dL, Leukosit: 18.350/mm3
Masalah Keperawatan: Nyeri akut, kerusakan integritas jaringan, risiko penyebaran infeksi
Tingkat Ansietas Tingkat ansietas (lingkari tingkat ansietas dan chek list perilaku yang ditampilkan) Ringan
Sedang PERILAKU
Berat
Panik PERILAKU
Tenang
Menarik diri
Ramah
Bingung
Pasif
Disorientasi
Waspada
Ketakutan
Merasa membenarkan lingkungan
Hiperventilasi
Kooperatif
Halusinasi/ delusi
Gangguan perhatian
Depersonalisasi
Gelisah
Obsesi
Sulit berkonsentrasi
Kompulsi
Waspada berlebihan
Keluhan somatik
Tremor
Hiperaktivitas
Bicara cepat
Lainnya:
Masalah Keperawatan: Ansietas sedang
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
KELUARGA Genogram
Tipe keluarga nuclear family extended family family Pengambilan keputusan kepala keluarga orang tua Hubungan klien dengan kepala keluarga kepala keluarga orang tua
diad family single parent
istri bersama-sama istri anak
lain-lain, sebutkan: Kebiasaan yang dilakukan bersama keluarga Jelaskan: kumpul dan ngobrol bersama keluarga di rumah saat semua anggota keluarga selesai melakukan kegiatan Kegiatan yang dilakukan keluarga dalam masyarakat Jelaskan: aktif dalam kegiatan masyarakat, rutin mengikuti pengajian, melakukan kerja bakti di lingkungan Masalah Keperawatan: Tidak ada
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
RIWAYAT SOSIAL Pola sosial Teman/ orang terdekat Tetangga Peran serta dalam kelompok aktif dalam kegiatan masyarakat, rutin mengikuti pengajian, melakukan kerja bakti di lingkungan, melakukan apapun yang klien dapat berikan Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain Tidak ada Obat-obatan yang dikonsumsi Adakah obat herbal/ obat lain yang dikonsumsi diluar resep Tidak ada Obat-obatan yang dikonsumsi klien saat ini Domperidon 3x1tab, Amitriphilin 1x1/2tab, Ceftriaxone 2x1gr IV, Ranitidin 2x1ampul IV, Metronidazole 3x500mg IV, Ketorolak 1 ampul drip, Novorapid ins 3x 32-38-34 unit SC, Humulin ins 1x20 unit SC Apakah klien menggunakan obat-obatan dan alkohol untuk mengatasi masalahnya Tidak pernah Masalah Keperawatan: Tidak ada
STATUS MENTAL DAN EMOSI Penampilan 1. Cacat fisik ada, jelaskan Ulkus DM di kaki kiri yang tidak kunjung sembuh tidak ada, jelaskan__________________________________________________ 2. Kontak mata ada, Jelaskan Klien mau menatap mata perawat dan orang sekitarnya saat berbicara tidak ada, jelaskan__________________________________________________ 3. Pakaian tidak rapi, jelaskan klien hanya menggunakan sarung, baju sudah sesuai
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
penggunaan tdk sesuai______________________________________________ 4. Perawatan diri Jelaskan: Klien melakukan perawatan diri dengan dibantu istrinya Masalah Keperawatan: Tidak ada
Tingkah Laku Tingkah Laku
Jelaskan
Resah Agitasi Letargi Sikap
Waspada, gelisah, sulit tidur
Ekspresi wajah
Terlihat sedih, takut, mengkerutkan wajah
Lain-lain
Masalah Keperawatan: Ansietas dan Risiko duka cita
Pola komunikasi POLA KOMUNIKASI
POLA KOMUNIKASI
Jelas
Aphasia
Koheren
Perseverasi
Bicara kotor
Rumination
Inkoheren
Tangensial
Neologisme
Banyak bicara/ dominan
Asosiasi longgar
Bicara lambat
Flight of ideas
Sukar berbicara:
Lainnya:
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Mood dan Afek
PERILAKU
JELASKAN
Senang Sedih
Berkaitan dengan ulkus di kakinya
Patah hati Putus asa Gembira Euporia Curiga Lesu
Marah/ Bermusuhan Lain-lain:
Masalah Keperawatan: Risiko duka cita Proses Pikir PERILAKU Jelas
Logis Mudah diikuti Relevan Bingung Bloking Delusi Arus cepat Asosiasi lambat Curiga Memori jangka pendek
Hilang
Utuh
Memori jangka panjang
Hilang
Utuh
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Persepsi PERILAKU
JELASKAN
Jelaskan
Halusinasi Ilusi Depersonalisasi Derealisasi
Halusinasi Pendengaran Penglihatan Perabaan Pengecapan Penghidu Lain-lain:
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Kognitif 1. Orientasi realita Waktu : Terorientasi dengan baik Tempat
: Terorientasi dengan baik
Orang
: Terorientasi dengan baik
Situasi
: Terorientasi dengan baik
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
2. Memori
jelaskan
3. Tingkat konsentrasi dan berhitung Tingkatan
jelaskan
Gangguan gangguan daya ingat jangka panjang gangguan daya ingat jangka pendek gangguan daya ingat saat ini
paramnesia, sebutkan
hipermnesia, sebutkan
amnesia, sebutkan
mudah beralih
tidak mampu berkonsentrasi
tidak mampu berhitung sederhana
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
IDE-IDE BUNUH DIRI Ide-ide merusak diri sendiri/ orang lain Ya
Tidak
Jelaskan: Masalah Keperawatan: Tidak ada
V. KULTURAL DAN SPIRITUAL Agama yang dianut 1. Bagaimana kebutuhan klien terhadap spiritual dan pelaksanaannya? Sejak dirawat klien merasa kesulitan untuk salat karena tidak bisa melakukan wudhu, klien merasa tidak nyaman jika hanya dengan tayamum
2. Apakah klien mengalami gangguan dalam menjalankan kegiatan spiritualnya setelah mengalami kekerasan atau penganiayaan? Tidak 3. Adakah pengaruh spiritual terhadap koping individu Klien percaya akan Tuhan dan berpasrah atas segala usaha yang dilakukan dengan keputusan atau takdir Tuhan
Budaya yang diikuti Apakah ada budaya klien yang mempengaruhi terjadinya masalah Tidak ada
Masalah Keperawatan: Tidak ada
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
ANALISA DATA Data DS: Klien menyatakan khawatir dan bingung dengan keadaan kakinya yang tak kunjung sembuh. Klien juga merasa cemas saat mengetahui kadar gula darahnya mencapai 451 mg/dL, padahal klien sudah meminum glibenclamid setiap hari. Klien juga takut menjalani operasi karena ia berpikir kakinya akan di amputasi di ruang operasi.
Masalah Keperawatan
Ansietas
DO: klien tampak gelisah dan tegang saat berkomunikasi sulit tidur di malam hari bicara cepat TD: 130/80mmHg, Nadi 88x/menit DS: Klien menyatakan nyeri tidak tertahankan dengan skala 6-7 DO: Tersapat ulkus DM di kaki kiri Klien mengkerutkan wajahnya Nyeri terasa sepanjang waktu, meningkat ketika kaki digerakkan atau luka disentuh, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus DS: Klien menyatakan terdapat luka di kaki kirinya DO: Ulkus DM di pedis sinistra Produksi pus positif Luka tembus dari bawah dan melebar ke bagian atas DS: Klien menyatakan sedih dengan keadaan sekarang dan berpikir akan diamputasi, klien tidak menyangka akan terjadi hal seperti ini DO: Ekspresi wajah murung Klien terlihat lesu Sulit tidur
Nyeri akut
Kerusakan integritas jaringan
Risiko duka cita
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 1
Data
Masalah Keperawatan
DS: Klien menyatakan khawatir tidak dapat bekerja lagi setelah dirawat DO: Klien sering menutupi luka kakinya dengan sarung Klien tidak melihat kondisi luka saat dilakukan ganti balutan Terdapat ulkus DM pedis sinistra sehingga klien tidak dapat berjalan seperti dulu DS: Klien menyatakan sudah berusaha mentaati jadwal minum obat, tapi ternyata tidak memberikan pengaruh DO: Ekspresi wajah murung Nafsu makan berlebih Mengalami ansietas Memiliki ulkus DM DS: Klien menyatakan masih mengkonsumsi makanan manis DO: GDS tidak terkontrol Pola makan tidak dijaga, masih mengkonsumsi makanan tinggi karbohidrat Tidak memilih dan membatasi makanan
Gangguan citra tubuh
Risiko ketidakberdayaan
Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
CATATAN KEPERAWATAN Tanggal Senin, 19 Mei 2014
Implementasi Data Nyeri: skala 6-7, ulkus DM, klien tampak mengkerutkan wajah, Nyeri terasa sepanjang waktu, meningkat ketika kaki digerakkan atau luka disentuh, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus positif, luka tembus dr bawah ke atas Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Tindakan keperawatan Latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi hari Terapi kolaborasi analgetik dan antibiotik Perhatikan respon nyeri dan perkembangan luka
Senin, 19 Mei 2014
RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Data Ansietas: klien menyatakan takut dengan kondisi kakinya, tampak gelisah, sulit tidur, bicara cepat, nadi 88, TD 130/80 Dx Keperawatan Ansietas Tindakan keperawatan Membantu klien menguraikan perasaannya Membantu klien mengenal penyebab ansietasnya Membantu klien menyadari akibat dari perilaku nya Mengajarkan Tarik nafas dalam untuk mengontrol ansietas RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam
Evaluasi S: Klien menyatakan nyeri tidak berkurang, skala 6-7 O: TD: 130/80, N: 88, S: 37,1, RR: 20 Klien mengkerutkan wajahnya saat perawatan luka Klien tampak gelisah Klien sulit tidur Ulkus DM pedis sinistra, produksi pus positif, warna kuning keruh, bau khas, luka tembus, GDS 543 Menambah dosis analgetik untuk nyeri A: Nyeri belum teratasi Kerusakan int. jaringan belum teratasi P: evaluasi latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi Konsultasi terapi kolaborasi
S: Klien menyatakan baru kali ini mengalami luka seperti ini. Klien merasa khawatir apakah kakinya akan sembuh. Klien berpikir kakinya akan diamputasi. Saat ini klien merasa lebih tenang setelah diberi penjelasan dan latihan nafas dalam lagi. O: TD: 130/80, N:80, RR: 18 Klien mampu melakukan teknik yang diajarkan dan mengulanginya Klien tampak lebih rileks A: Ansietas teratasi sebagian P: Evaluasi penggunaan nafas dalam Mengajarkan teknik distraksi
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal Selasa, 20 Mei 2014
Implementasi setiap hari Data Nyeri: skala 6-7, ulkus DM, klien tampak mengkerutkan wajah, Nyeri terasa sepanjang waktu, meningkat ketika kaki digerakkan atau luka disentuh, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus positif, luka tembus dr bawah ke atas Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Tindakan keperawatan Mengukur TTV Mengevaluasi penggunaan nafas dalam Melakukan perawatan luka setiap pagi hari Terapi kolaborasi analgetik dan antibiotik Observasi respon nyeri dan perkembangan luka
Selasa, 20 Mei 2014
RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Data Ansietas: klien menyatakan takut dengan kondisi kakinya, sulit tidur, nadi 88, TD 130/80 Duka cita: klien menyatakan sedih dengan keadaan kakinya, klien berpikir kakinya akan diamputasi, klien tampak sedih, wajah tampak murung Dx Keperawatan Ansietas Duka cita Tindakan keperawatan Evaluasi penggunaan nafas dalam Mengajarkan teknik distraksi untuk mengontrol ansietas Berdiskusi dengan klien mengenai keadaan saat ini dan rasa kehilangan
Evaluasi S: Klien menyatakan nyeri sudah berkurang, skala 3-4 O: TD: 110/70, N: 84, S: 36, RR: 24 Klien tampak lebih rileks Nyeri meningkat saat perawatan luka Ulkus DM pedis sinistra, produksi pus positif, warna kuning keruh, bau khas, luka tembus, GDS 330 A: Nyeri teratasi sebagian Kerusakan int. jaringan belum teratasi P: evaluasi latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi Kultur pus Rencana debridement
S: Klien menyatakan sudah lebih tenang, namun klien merasa sedih. Klien masih memikirkan kakinya akan diamputasi saat di ruang operasi. Klien sedih jika tidak dapat melakukan kegiatan lagi setelah operasi O: TD: 110/70, N:84, RR: 24 Klien mampu melakukan teknik nafas dalam, namun perlu dilatih lagi agar klien terbiasa saat ansietas datang Klien biasa berdzikir saat sedang dalam masalah, sehingga klien memilih berdzikir untuk mengontrol ansietas Klien mampu mengungkapkan perasaannya kepada perawat dan keluarga
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Rabu, 21 Mei 2014
Implementasi yang klien rasakan Latihan mengungkapkan perasaan secara verbal
Evaluasi A: Ansietas teratasi sebagian Duka cita teratasi sebagian
RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam dan distraksi setiap hari Mengungkapkan perasaannya saat merasa sedih
P: Evaluasi penggunaan nafas dalam dan distraksi Latihan teknik hipnotis 5 jari untuk mengontrol ansietas Latihan mengatasi berduka dengan cara spiritual S: Klien menyatakan nyeri sudah berkurang, skala 2-3, namun terasa sangat nyeri saat perawatan luka
Data Nyeri: skala 3-4, ulkus DM, Nyeri terasa dan meningkat ketika kaki digerakkan atau perawatan luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus positif, luka tembus dr bawah ke atas Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Tindakan keperawatan Mengukur TTV Mengevaluasi penggunaan nafas dalam Melakukan perawatan luka setiap pagi hari Kultur pus Terapi kolaborasi analgetik dan antibiotik Mengobservasi respon nyeri dan perkembangan luka
Rabu, 21 Mei 2014
RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Menjaga kebersihan luka Data Ansietas: klien menyatakan takut dengan kondisi kakinya, sulit tidur, nadi 88, TD 130/80 Duka cita: klien menyatakan sedih dengan keadaan kakinya, klien berpikir kakinya akan diamputasi, klien tampak sedih, wajah tampak murung
O: TD: 160/90, N: 84, S: 36, RR: 24 Klien tampak lebih rileks Ulkus DM pedis sinistra, produksi pus positif dan semakin sedikit, warna kuning keruh, bau khas, luka tembus, GDS 161 Debridement ditunda karena GDS malam masih tinggi A: Nyeri teratasi sebagian Kerusakan int. jaringan teratasi sebagian P: evaluasi latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi Rencana debridement
S: Klien menyatakan belum dapat beristirahat pada malam hari. Klien berusaha menerima keadaan saat ini. O: TD: 160/90, N:84, RR: 24 Klien mampu melakukan teknik nafas
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Implementasi Dx Keperawatan Ansietas Duka cita Tindakan keperawatan Mengevaluasi penggunaan nafas dalam dan distraksi untuk mengontrol ansietas Mengvaluasi perasaan berduka dan fasilitasi klien untuk mengungkapkan secara verbal Melatih cara mengatasi berduka dengan cara spiritual dan menerima dengan ikhlas Melatih cara mengontrol ansietas dengan hipnosis 5 jari Melibatkan keluarga dalam perawatan klien Mengedukasi keluarga dan klien tentang penyakit saat ini, proses perawatan dan perkiraan penyembuhan Mengedukasi keluarga dank lien tentang ansietas dan cara mengontrolnya
Kamis, 22 Mei 2014
RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam dan distraksi setiap hari Mengungkapkan perasaannya saat merasa sedih Data Nyeri: skala 2-3, ulkus DM, Nyeri terasa dan meningkat ketika kaki digerakkan atau perawatan luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus positif, luka tembus dr bawah ke atas Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Tindakan keperawatan Mengukur TTV Mengevaluasi penggunaan nafas dalam Terapi kolaborasi analgetik, antibiotic dan debridement
Evaluasi dalam dan distraksi Klien berusaha melakukan teknik hipnosis 5 jari, namun masih lupa urutannya Klien terlihat lebih tenang setelah latihan nafas dalam dan distraksi, TD setelah latihan 130/80, Nadi 80 dan RR 20 Klien dan keluarga merasa siap menjalani pengobatan setelah mendapat penjelasan ulang A: Ansietas teratasi sebagian Duka cita teratasi sebagian P: Evaluasi penggunaan nafas dalam dan distraksi dan teknik hipnotis 5 jari untuk mengontrol ansietas Kaji risiko gangguan citra tubuh
S: Klien menyatakan nyeri sudah berkurang, skala 2-3, terasa lebih nyaman setelah debridement O: TD: 140/90, N: 80, S: 36, RR: 18 Klien tampak lebih rileks Ulkus DM pedis sinistra, produksi negatif, luka tembus, GDS 231 Perawatan luka tidak dilakukan karena sudah di debridement A: Nyeri teratasi sebagian Kerusakan int. jaringan teratasi sebagian P: evaluasi latihan nafas dalam
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Kamis, 22 Mei 2014
Implementasi Mengobservasi respon nyeri dan perkembangan luka RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Menjaga kebersihan luka Data Ansietas: klien menyatakan takut dengan kondisi kakinya, sulit tidur, nadi 84, TD 130/80 Duka cita: klien sudah mengungkapkan perasaannya dan berusaha ikhlas dengan keadaan saat ini Gg. Citra tubuh: klien terlihat sering menutupi area luka, tidak mau melihat luka saat dilakukan ganti balutan Dx Keperawatan Ansietas Duka cita Gangguan citra tubuh Tindakan keperawatan Mengevaluasi penggunaan nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari untuk mengontrol ansietas Mengvaluasi perasaan berduka dan fasilitasi klien untuk mengungkapkan secara verbal Mendiskusikan presepsi klien tentang citra tubuhnya dulu dan saat ini Mendiskusikan perasaan dan harapan klien tentang citra tubuhnya saat ini Melibatkan keluarga dalam proses perawatan klien
Jumat, 23 Mei 2014
RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari setiap hari Mengungkapkan perasaannya ke orang sekitar Data Nyeri: skala 2-3, ulkus DM, Nyeri terasa dan meningkat ketika kaki digerakkan atau perawatan luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki
Evaluasi Perawatan luka setiap pagi
S: Klien menyatakan sudah dapat beristirahat pada malam hari. Klien merasa tidak ada perubahan presepsi terkait citra tubuhnya. Klien merasa semua ini adalah cobaan dari Tuhan. O: TD: 140/90, N:80, RR: 18 Klien mampu melakukan teknik nafas dalam dan distraksi Klien merasa kesulitan untuk mempraktekan teknik hipnosis 5 jari karena lupa urutannya Klien mampu mengungkapkan perasaan tentang citra tubuhnya saat ini. Klien menutupi luka karena khawatir mengotori laken A: Ansietas teratasi sebagian Duka cita teratasi sebagian Gangguan citra tubuh tidak dapat ditegakkan P: Evaluasi penggunaan nafas dalam dan distraksi dan teknik hipnotis 5 jari untuk mengontrol ansietas Mengajarkan cara mengatasi duka cita dengan melakukan kegiatan Pengkajian terhadap perasaan tidak berdaya
S: Klien menyatakan nyeri sudah berkurang, skala 2, terasa lebih nyaman setelah debridement. Klien tidak menjaga pola makannya di rumah dan bergantung pada
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Implementasi yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus negatif, luka tembus dr bawah ke atas Ketidakefektifan man. Diri: GD tidak terkontrol, pola makan tidak dijaga Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri Tindakan keperawatan Mengukur TTV Mengevaluasi penggunaan nafas dalam Terapi kolaborasi analgetik dan antibiotik Mengobservasi respon nyeri dan perkembangan luka Mendiskusikan pemeliharaan kesehatan yang biasa klien lakukan di rumah
Jumat, 23 Mei 2014
RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Menjaga kebersihan luka Data Ansietas: klien sudah tenang dan tidak merasa khawatir, TD 140/90, nadi 80 Duka cita: klien sudah menerima keadaanya dengan ikhlas Risiko ketidakberdayaan: klien menyatakan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, GD tidak stabil walau sudah minum obat, makan berlebih Dx Keperawatan Ansietas Duka cita Risiko ketidakberdayaan Tindakan keperawatan Mengevaluasi penggunaan nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari untuk mengontrol ansietas Mengvaluasi perasaan berduka dan fasilitasi klien untuk mengungkapkan
Evaluasi obat glibenclamid yang diminum 2 kali sehari O: TD: 130/80, N: 80, S: 36, RR: 18 Klien tampak lebih rileks Ulkus DM pedis sinistra, produksi negatif, luka tembus, luka terlihat bersih Makan tidak terkontrol, tidak ada batas jumlah, jenis dan jam A: Nyeri teratasi sebagian Kerusakan int. jaringan teratasi sebagian Ketidakefektifan menejemen masih terjadi P: evaluasi latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi Edukasi tentang diet DM
S: Klien merasa lebih tenang. Klien bertanya kenapa GD nya masih tidak stabil padahal sudah meminum obat dan disuntik O: TD: 130/80, N:80, RR: 18 Klien mampu melakukan teknik nafas dalam dan distraksi Klien berusaha mengungkapkan perasaannya tentang ketidakberdayaan A: Ansietas teratasi Duka cita teratasi Risiko ketidakberdayaan masih ada P: Membudayakan menggunakan teknik mengontrol ansietas pada klien dan keluarga
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Sabtu, 24 Mei 2014
Implementasi Evaluasi secara verbal Membantu klien melatih berpikir positif Mengajarkan mengatasi berduka dengan cara lain Melibatkan keluarga dalam proses perawatan klien Membantu klien mengungkapkan perasaan tidak berdaya Membantu klien mengenal penyebabnya Membantu klien menyadari akibat dari perilakunya RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari setiap hari Mengungkapkan perasaannya ke orang sekitar Data Nyeri: skala 2, ulkus DM, Nyeri terasa dan meningkat ketika perawatan luka, nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri terjadi hanya di kaki yang menglami ulkus Int. jaringan: ulkus DM, produksi pus negatif, luka tembus dr bawah ke atas, luka bersih, jaringan baru mulai tumbuh Ketidakefektifan man. Diri: GD tidak terkontrol, pola makan tidak dijaga Dx Keperawatan Nyeri akut Kerusakan integritas jaringan Ketidakefektifan manajemen kesehatan diri Tindakan keperawatan Mengukur TTV Mengevaluasi penggunaan nafas dalam Terapi kolaborasi analgetik dan antibiotik Mengobservasi respon nyeri dan perkembangan luka Mendiskusikan pemeliharaan kesehatan yang biasa klien lakukan di rumah Mendiskusikan tentang DM dan cara perawatannya pada klien dan keluarga
S: Klien menyatakan nyeri sudah berkurang. Klien merasa senang mendapat penjelasan tentang DM dan cara penanganannya O: TD: 160/90, N: 80, S: 36,5, RR: 20 Klien tampak lebih rileks, skala nyeri 2 Ulkus DM pedis sinistra, produksi negatif, luka tembus, luka terlihat bersih, jaringan baru mulai tumbuh Klien dan keluarga mengikuti penjelasan dengan antusias. Klien dan keluarga mampu mengulang penjelasan yang telah diberikan A: Nyeri teratasi sebagian Kerusakan int. jaringan teratasi sebagian Ketidakefektifan menejemen teratasi sebagian P: evaluasi latihan nafas dalam Perawatan luka setiap pagi Edukasi tentang diet DM
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 2
Tanggal
Sabtu, 24 Mei 2014
Implementasi RTL: Latihan nafas dalam untuk menurunkan nyeri Menjaga kebersihan luka Menjaga pola makan sesuai diet DM Data Risiko ketidakberdayaan: klien menyatakan penyakitnya tidak dapat disembuhkan, GD tidak stabil walau sudah minum obat, makan berlebih Dx Keperawatan Risiko ketidakberdayaan Tindakan keperawatan Mengevaluasi penggunaan nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari untuk mengontrol ansietas Mengvaluasi perasaan berduka dan fasilitasi klien untuk mengungkapkan secara verbal Melibatkan keluarga dalam proses perawatan klien Membantu klien mengungkapkan perasaan tidak berdaya Membantu klien melatih pikiran positif dan harapan
Evaluasi
S: Klien menyadari bahwa ia harus menjaga pola makannya selain meminum obat untuk mengontrol GD O: TD: 160/90, N:80, RR: 20 Klien mampu melakukan teknik nafas dalam dan distraksi Klien berusaha berpikir positif terkait keadaannya saat ini. Klien berharap dapat mengontrol gula darahnya A: Risiko ketidakberdayaan teratasi sebagian P: Membudayakan menggunakan teknik mengontrol ansietas pada klien dan keluarga Membantu klien melatih berpikir positif
RTL: Melakukan latihan Tarik nafas dalam, distraksi dan hipnosis 5 jari setiap hari Mengungkapkan perasaannya ke orang sekitar Berpikir positif dan memupuk harapan untuk sembuh
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014
Lampiran 3
Daftar Riwayat Hidup
A. Identitas Personal Nama
: Achmad Damayanto
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 6 Maret 1991 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status
: Belum kawin
Alamat
: Jalan Bakti III, Kp. Rawabacang RT 07/12 No. 17, Jatirahayu, Pondok Melati, Bekasi 17414
Nomor Telepon
: 0856 97523238
Email
:
[email protected]
Agama
: Islam
Kewarganegaraan
: Indonesia
B. Riwayat Pendidikan Formal Nama Instansi Program Profesi Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Tahun 2013-2014
Sarjana Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
2009-2013
SMAN 4 Jakarta
2006-2009
SMPN 157 Jakarta
2003-2006
SDN Jatirahayu V Bekasi
1997-2003
Universitas Indonesia Asuhan keperawatan ..., Achmad Damayanto, FIK UI, 2014