UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO
KARYA ILMIAH AKHIR
MUNQIDZ ZAHRAWAANI 1106129966
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO
KARYA ILMIAH AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners
MUNQIDZ ZAHRAWAANI 1106129966
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN PROGRAM PROFESI NERS DEPOK JULI 2014
ii UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
iii
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA iv Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRAK
Nama : Program Studi : Judul Karya Ilmiah Akhir :
Munqidz Zahrawaani Profesi Ilmu Keperawatan “Analisis Praktik Kasus Fraktur Patologis Post Tiroidektomi pada Ny. M di Lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto”
Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas, dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien. Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri
v UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Name Study programme Title of final scientific paper
: Munqidz Zahrawaani : Ners Profession : Case Practice Analysis of Pathologic Fracture Post Thyroidectomy in Mrs M. at Fifth Floor of Surgical Room, Gatot Soebroto Army Center Hospital Jakarta
Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention that has been proved to decrease pain as method of pain management named relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s pain scale so that the client can involve actively in mobility programme. Key word
: pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.
vi UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Karya Ilmiah Akhir Ners yang berjudul “Analisis Praktik Kasus Ny. M dengan Fraktur Patologis dan Kanker Paratiroid di Lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto.” Penyusunan karya ilmiah akhir ini dapat terlaksana atas bantuan, dukungan, bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak. Untuk itu, saya menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan terima kasih kepada : 1.
Ibu Dra. Junaiti Sahar, Phd selaku Dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia;
2.
Ibu Kuntarti, SKp, M. Biomed, selaku Ketua Program studi Sarjana Ilmu Keperawatan;
3.
Bapak Masfuri, SKp, MN selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan masukan berharga dalam penyusunan karya ilmiah akhir Ners ini;
4.
Ibu Ns. Merri Silaban, S. Kep selaku pembimbing Lantai V Bedah yang tak pernah berhenti memotivasi dan memacu semangat selama praktek di RSPAD Gatot Soebroto
5.
Ibu Riri Maria, SKp., MN, selaku koordinator mata ajar Karya Ilmiah Akhir Ners peminatan Keperawatan Medikal Bedah;
6.
Seluruh teman ekstensi angkatan 2011 yang selalu berjuang bersama melewati pahit manisnya profesi sampai bisa mencapai titik final.
Akhir kata semoga karya ilmiah akhir Ners ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu dan sikap professional dimanapun perawat bertugas dan melaksanakan perannya. Depok, Juli 2014
vii UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Penulis
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
viii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS.................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................
iv
ABSTRAK............................................................................................
v
ABSTRACT............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR...........................................................................
vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI........................................
viii
DAFTAR ISI......... ................................................................................
ix
DAFTAR TABEL. ................................................................................
xi
DAFTAR BAGAN ..................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
xiii
BAB 1
BAB 2
PENDAHULUAN .....................................................................
1
1.1. Latar Belakang .................................................................
1
1.2. Rumusan Masalah ...........................................................
3
1.3. Tujuan Penulisan ................................................................
4
1.3.1. Tujuan Umum .........................................................
4
1.3.2. Tujuan Khusus .........................................................
4
1.4. Manfaat Penulisan ................................................................
4
TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
6
2.1. Struktur dan Fungsi Tulang ..................................................
6
2.1.1. Fraktur Femur............................................................
7
2.1.2. Jenis jenis fraktur......................................................
8
ix UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2.1.3. Etiologi fraktur .........................................................
10
2.1.5. Manifestasi Klinik.....................................................
10
2.1.6. Komplikasi Fraktur...................................................
11
2.2
Konsep Asuhan Keperawatan...............................................
12
2.3
Fraktur Femur pada masyarakat Perkotaan..........................
32
BAB 3 LAPORAN KASUS KELOLAAN...............................................
34
BAB 4
BAB 5
3.1. Pengkajian .......................................................................
34
3.2. Analisa Data...........................................................................
44
3.3. Diagnosa Keperawatan............................................................
45
3.4. Rencana Asuhan Keperawatan................................................
46
3.5. Implementasi keperawatan.......................................................
47
3.6. Evaluasi Keperawatan..............................................................
48
ANALISA SITUASI..........................................................................
49
4.1
Profil Lahan Praktek..................................................................
49
4.2
Analisis Masalah keperawatan dengan Konsep KKMP dan Fraktur Patologis........................................................................
51
4.3. Analisis salah satu intervensi keperawatan dengan Konsep Fraktur Patologis.....................................................................
58
PENUTUP.......................................................................................
61
5.1
Kesimpulan
61
5.2
Saran
62
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
x UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1
Intervensi Keperawatan dan Rasional
24
xi UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1.
Dampak Fraktur terhadap Kebutuhan Dasar Manusia
22
xii UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pengelompokkan data dan analisa data
Lampiran 2
Implementasi dan Evaluasi tindakan
xiii UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar belakang
Patut kita garis bawahi bahwa pembangunan kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang sedang gencar gencarnya dilaksanakan tidak lain karena pembangunan kesehatan menyentuh hampir semua aspek kesehatan atau dengan kata lain kesehatan merupakan hak dasar manusia serta merupakan karunia dari Tuhan yang perlu disyukuri, dijaga dan ditingkatkan kualitasnya. Manusia yang sehat dan produktif mampu beraktifitas tanpa ada hambatan maupun cedera, sedangkan didaerah perkotaan tingkat mobilitas penduduk sangat tinggi, diiringi dengan tingkat stressor yang tinggi pula. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa proporsi terbesar kecelakaan sepeda motor terjadi pada hari kerja dan mayoritas pengendara yang terlibat kecelakaan berjenis kelamin laki laki (83%) berusia produktif 18-25 tahun (28%) (Bolla, M E, 2009).
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
Fraktur merupakan kondisi terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan trauma langsung maupun tidak langsung. Kemajuan lalu lintas baik dari segi jumlah pemakai jalan, jumlah pemakai kendaraan dan jumlah pemakai jasa angkutan maka mayoritas terjadinya fraktur adalah kecelakaan lalu lintas.sementara
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
2
taruma trauma lain yang dapat menyebabkan fraktur adalah jatuh dari ketinggian, kecelakaan kerja dan cedera olahraga. Batasan fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang artinya terjadi pemutusan tulang maupun jarigan kartilago. Kejadian ini dapat inkomplit atau komplit sebagai akibat trauma. Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect), seperti gaya memutar atau gaya membengkok pada tulang. Gaya ini juga sering mengakibatkan terjadinya dislokasi. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis. Trauma lain yang menyebabkan fraktur adalah gaya penekanan yang terus - menerus (chronic stress / overuse) yang disebut fatique fractur.
Proses pembentukan tulang dipengaruhi oleh proses dinamis remodelling yang melibatkan tiga sel yaitu osteosit, osteoblas dan osteoklas. Osteoklas dipengaruhi kepadatan tulang. Bila kepadatan tulang berkurang maka tulang menjadi rapuh dan rusak. Keadaan ini dapat menimbulkan nyeri dan kelainan bentuk tulang. Rasa nyeri akan timbul secara tiba tiba dan terus bertambah jika penderita melakukan mobilisasi. Daerah tersebut juga mersakan nyeri jika disentuh. Tulang yang lain seperti femur akan mudah patah. Penyebab kerapuhan tulang ini ada yang bersifat primer atau sekunder, secara primer kekurangan kalsium yang berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan antara kecepatan pembentukan tulang baru dan rusaknya tulang. Kemungkinan timbulnya penyakit kerapuhan tulang jenis ini sering pada wanita. Kurang dari 5% penderita juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebabkan keadaan medis lainnya atau oleh obat (sekunder), misalnya keadaan gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal terutama tiroid, paratiroid dan adrenal. Sedangkan obat obatan yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang adalah hormon kortikosteroid, barbiturat, anti kejang dan hormon tiroid yang berlebihan (Suardi, M 2012).
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
3
Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada setiap 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di Indonesia data yang diperoleh Unit pelaksana teknis makmal terpadu FKUI, pada tahun2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. Sedangkan data dari RSPAD Gatot Soebroto 2011 adalah 178 orang. Untuk lantai V bedah sendiri kasus fraktur menduduki urutan pertama dari satu bulan praktek profesi peminatan KMB didapatkan 17 kasus fraktur, dua diantaranya dalah fraktur patologis dimana pasien tidak segera mendapatkan penangana medis saat mengalami fraktur. Hasil penelitian Kurnia dkk pada tahun 2012 menunjukkan tiga faktor utama yang paling mempengaruhi seseorang memilih berobat ke pengobatan tradisional atau dukun patah tulang yaitu faktor motivasi untuk menyembuhkan sakitnya (64, 7%), kepercayaan akan mendapatkan manfaat dan rintangan (61, 76%) dan kepercayaan terhadap pelayanan kesehatan (71, 88%). Kasus infeksi dari luka fraktur akibat ditangani pengobatan ahli tulang terus meningkat. Selama periode 2003-2007 terdapat peningkatan kecacatan anggota gerak 150 penderita dan 22 diantaranya mengalami infeksi. Bahkan untuk menyelamatkan jiwanya sampai memerlukan tindakan amputasi (Kurnia dkk, 2012).
1.2.
Perumusan masalah
Dampak masalah dari fraktur yaitu dapat mengalami perubahan pada bagian tubuh yang terkena cidera, merasakan cemas akibat rasa sakit dan rasa nyeri yang di rasakannya, resiko terjadinya infeksi, resiko perdarahan, ganguan integritas kulit serta berbagai masalah yang mengganggu kebutuhan dasar lainnya, selain itu fraktur juga dapat menyebabkan kematian. Kegawatan fraktur diharuskan segera dilakukan tindakan untuk menyelamatkan klien dari kecacatan fisik. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis. Penyembuhan tulang dipengaruhi oleh hormon hormon salah satunya hormon tiroid yang mempengaruhi tingkat kepadatan tulang yang berperan dalam proses remodelling atau penyembuhan pasca fraktur. Kelainan pada tiroid akan menghambat proses penyembuhan tulang itu
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
4
sendiri. Berdasarkan masalah dan komplikasi yang terjadi akibat fraktur maka penulis tertarik melakukan pengkajian, memberikan intervensi keperawatan, mengimplementasikan melalui pendidikan kesehatan, serta mengevaluasi kasus fraktur patologis yang dialami Ny. M di lantai V Bedah RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat.
1.3.
Tujuan penulisan
1.3.1. Tujuan umum Penulisan ini bertujuan untuk menggambarkan analisis asuhan keperawatan pada pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi dengan konsep KKPM (Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan) di RSPAD Gatot Soebroto. 1.3.2. Tujuan khusus
Memberikan gambaran tentang pengkajian pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi
Memberikan gambaran intervensi pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi
Memberikan gambaran impelementasi pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi
Memberikan gambaran evalusi pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi
Meberikan pendidikan kesehatan pasien dengan fraktur patologis dengan tiroidektomi dengan konsep KKMP ( Keperawatan kesehatan masyarakat perkotaan)
1.4.
Manfaat penulisan
1.4.1. Penulis Karya ilmiah akhir Ners ini diharapakan dapat menambah pengetahuan tentang fraktur patologis dengan tiroidektomi sehingga penulis diperkaya dengan ilmu pengatahuan dan dapat memberikan asuhan keperawatan yang
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
5
komprehensip serta mampu mengaplikasikannya secara nyata bagi klien fraktur patologis dengan tiroidektomi 1.4.2. Perawat Karya tulis akhir Ners ini diharapkan mampu memberikan gambaran tentang pelayanan pasien fraktur patologis dengan tiroidektomi dengan tepat 1.4.3. Pendidikan keperawatan Karya tulis akhir Ners ini diharapkan mampu memfasilitasi dan menjadi sarana berbagi
pengembangan bagi ilmu keperawatan serta diharapkan
memberikan informasi tentang fraktur patologis dengan tiroidektomi
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Struktur dan Fungsi Tulang Tulang merupakan bagian tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai pembentuk rangka dan alat gerak tubuh, pelindung organ organ internal serta tempat penyimpanan mineral (kalsium-fosfat).proses pembentukan tulang disebut dengan osifikasi. Proses osifikasi terjadi pada masa perkembangan fetus (prenatal) dan setelah individu lahir (postnatal). Pada tulang panjang perkembangan terjadi sampai individu mencapai dewasa.
Jaringan
tulang
bersifat
dinamis
karena
secara
konstan
mengalami
pembaharuan yang dikenal dengan proses remodeling. Remodeling tulang merupakan suatu proses yang kompleks yang melibatkan resorpsi tulang yang diikuti dengan pembentukan tulang baru. Remodeling tulang ditujukan untuk pengaturan homeo-stasis kalsium, memperbaiki jaringan yang rusak akibat pergerakan fisik, kerusakan minor karena faktor stres dan pembentukan kerangka pada masa pertumbuhan (Hill dan Orth, 1998 dalam Fernandez et al., 2006).
Jaringan tulang memiliki tiga tipe sel yakni osteosit, osteoblas, dan osteoklas. Proses remodeling melibatkan osteoblas dan osteoklas melalui mekanisme signal parakrin dan endokrin. Osteoklas merupakan sel dengan beberapa inti sel dan berkembang dari hematopoetic stem cells serta memiliki fungsi dalam meresorpsi tulang, sedangkan osteoblas memiliki fungsi sebagai penghasil matriks organik (yang terdiri atas protein kolagen dan nonkolagen) serta mengatur proses mineralisasi (kalsium-fosfat) pembentuk osteoid. Osteoblas berkembang dari osteoprogenitor yang terdapat di bagian dalam periosteum dan sumsum tulang (Orwoll, 2003).
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
7
Ketidakseimbangan antara resorpsi dan pembentukan tulang pada proses remodeling tulang dapat mengakibatkan kepadatan tulang berkurang sehingga dapat menimbulkan penyakit metabolik tulang (Seeman, 2003). Berkurangnya kepadatan sel tulang dapat diakibatkan oleh berkurangnya jumlah osteosit atau kurangnya kadar mineral, namun keduanya dapat mengakibatkan kerapuhan tulang (Manolagas, 2000). Proses diferensiasi osteoblas merupakan salah satu faktor penting dalam proses remodeling tulang. Proses proliferasi dan diferensiasi osteoblas diatur oleh growth factor (faktor pertumbuhan) yang dihasilkan oleh osteoblas. Growth factor yang berperan diantaranya insulin growth factor (IGF I dan II), bone morphogenic proteins (BMPs), fibroblast growth factor (FGF), dan platelet-derived growth factor (PDGF) (Chen et al., 2004; Asahina et al., 2007) yang bekerja secara autokrin dan parakrin, serta hormon seperti estrogen dan tiroid (Hofbauer et al., 1999; Ogita et al., 2008).
2.1.1
Fraktur Femur
Femur adalah tulang terpanjang dari tubuh. Tulang bersendi dengan asetabulum dalam formasi persendian panggul dan dari sini menjulur ke medial lutut dan membuat sendi dengan tibia. Tulangnya berupa tulang pipa dan mempunyai sebuah batang dan dua ujung yaitu atas, batang femur dan bawah (Pearce, 2002).
Fraktur femur adalah rusaknya kontinuitas tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan otot, kondisi kondisi tertentu seperti degenerasi tulang/osteoporosis. Batang femur dapat mengalami fraktur akibat trauma langsung, puntiran atau pukulan pada bagian depan yang berada dalam posisi fleksi ketika cedera atau kecelakaan (Mansjoer, 2000).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar seperti trauma atau tenaga fisik (Brunner&Suddarth, 2001). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
8
(Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur biasanya disebabkan oleh trauma atau tegangan fisik. (Mansjoer ,2002), Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan, baik yang bersifat total maupun sebagian. (Muttaqin,. 2008).
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, terjadi ketika adanya stress yang berlebihan dan tidak dapat diabsorpsi (Black, 1993). Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya (Smeltzer S.C & Bare B.G,2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, yang biasanya disertaikerusakan jaringan luna, kerusakan otot, ruptur tendon, kerusakan pembuluh darah dan luka organ-organ tubuh.
Osteomyelitis merupakan infeksi tulang, proses peradangan dapat bersifat akut atau kronis. Osteomielitis kronis akan menyebabkan nekrosis tulang dan pembentukan pus, dimana kadang-kadang terdapat cairan yang melewati kulit untuk membentuk hubugan sinus dengan tulang. Tulang yang nekrotik dapat terpisah dengan jaringan yang masih hidup untuk membentuk sequestrum sinus. Fraktur femur tertutup dengan osteomielitis kronis adalah hilang kontinuitas tulang femur tanpa disertai kerusakan jaringan kulit, namun dapat disertai oleh kerusakan otot, jaringan saraf, pembuluh darah yang dapat disebabkan kondisi patologis; infeksi tulang yang kronis
2.1.2 Jenis Jenis Fraktur Brunner dan Suddarth (2001) menyebutkan jenis-jenis fraktur adalah sebagai berikut: 1) Fraktur komplet, yaitu: patah pada seluruh garis tengah tulang dan biasanya mengalami pergeseran (bergeser dari posisi yang normal). 2) Fraktur tidak komplet, yaitu: patah hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
9
3) Fraktur tertutup (fraktur simple), yaitu fraktur yang tidak menyebabkan robeknya kulit. 4) Fraktur terbuka (fraktur komplikata/ kompleks), yaitu fraktur dengan luka pada kulit atau membran mukosa sampai ke patahan tulang.
Grade 1, dengan luka bersih yang kurang dari 1 cm.
Grade II, luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III, mengalami kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
Spry, C 2009 menggolongkan fraktur sesuai dengan pergeseran anatomis fragmen tulang 1) Greenstick: Fraktur yang tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-anak, dimana salah satu sisi tulang patah sedang sisi yang lain membengkok dan kortek tulang dan periosteum masih utuh. Biasanya akan segera sembuh dan mengalami remodeling ke bentuk dan fungsi yang normal. 2) Transversal: Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang (sepanjang garis tengah tulang). 3) Oblik: Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang. 4) Spiral: Fraktur memuntir seputar batang tulang. 5) Kominutif: serpihan-serpihan atau terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang. 6) Depresi: Fraktur dengan fragmen patahan terdorong ke dalam (sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah) 7) Kompresi/impaksi: Fraktur ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada diantaranya seperti satu vertebra dengan vertebra yang lain 8) Patologik: Fraktur yang terjadi pada tulang yang berpenyakit (kista tulang, penyakit piaget, metastasis tulang, tumor) 9) Avulsi: Tertariknya fragmen tulang oleh ligament atau tendo pada perlekatannya. Fraktur Femur memiliki 2 tipe:
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
10
1. Fraktur intrakapsuler (fraktur yang terjadi di dalamtulang sendi, panggul dan kapsula): melalui kepala femur (capital fraktur), hanya dibagian bawah kepala femur dan melalui leher femur. 2. Fraktur Ekstrakapsuler yaitu fraktur yang terjadi di luar sendi kapsul, melalui trochanter femur yang lebih besar/ kecil pada daerah intertrochanter. Dapat juga terjadi di bagian distal menuju leher femur tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah trochanter kecil.
2.1.3 Etiologi Fraktur Smeltzer & bare (2002) menyebutkan penyebab fraktur dapat dibagi menjadi beberapa bagian yaitu : 1) Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut. 2) Trauma tidak langsung: dimana jarak antara titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan 3) Kondisi patologis : osteomielitis, osteoprosis/osteomalacia, osteosarkoma. Penyebab 70-80% osteomielitis adalah staphylococus aureus. Organisme patogen lainnya adalah proteus, pseudomonas, e. coli, salmonella, pseudomonas aeruginosa, staphylococus haemoliticus, haemophilus influenza, gonorhoae, salmonella tuberculosis. Virus dan jamur dapat juga menyebabkan osteomyelitis.
2.1.4 Manifestasi Klinik Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitasi, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (Brunner & Suddarth, 2001) 1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi. Spasme otot merupakan bidai alamiah untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
11
2) Deformitas karena adanya pergeseran fragmen pada tulang yang patah (terlihat dan teraba). 3) Terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen saling melingkupi satu sama lain sampai (2,5-5 cm/1-2 inci) 4) Teraba krepitasi, yaitu derik tulang yang akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitasi dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat. 5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan, terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
2.1.5 Komplikasi Fraktur Brunner & Suddarth (2002) mengklasifikasikan komplikasi fraktur menjadi 2, yaitu komplikasi awal dan lambat. 1) Komplikasi awal
Syok hipovolemi merupakan masalah yang potensial karena fragmen tulang dapat melaserasi pembuluh darah besar dan menyebabkan pendarahan, klien yang beresiko tinggi yaitu klien dengan fraktur femur dan pelvis. Tulang merupakan organ yang sangat vaskuler.
Injuri saraf, Injuri saraf radial biasanya disebabkan fraktur humerus, manifestasinya antara lain parestesia, paralisis, pucat, ekstremitas yang dingin,
meningkatnya
nyeri,
dan
perubahan
kemampuan
untuk
menggerakkan ekstremitas.
Infeksi, dapat disebabkan kontaminasi fraktur yang terbuka atau terkena saat dioperasi. Agen infeksi yang biasanya menimbulkan infeksi yaitu pseudomonas. Tetanus atau gas gangren dapat meningkatkan risiko infeksi. Infeksi gas gangren berkembang di dalam dan mengkontaminasi luka, gas gangren disebabkan bakteri anaerobik.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
12
2) Komplikasi Jangka Panjang
Malunion, yaitu proses penyembuhan fraktur yang tidak pada tempatnya. Malunion yang dapat dideteksi pada awal dapat disembuhkan dengan traksi yang sesuai atau reimmobilisasi. Malunion setelah penyembuhan dirawat, ditangani dengan operasi.
Delayed union (penyatuan yang lambat), yaitu gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun, biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.
Non union, yaitu gagalnya fraktur untuk bersatu atau tidak lengkap, tegas dan stabil setelah 4-6 tahun, biasanya dikarenakan adanya gerakan yang berlebihan pada bagian yang mengalami fraktur, infeksi, jarak yang terlalu jauh antarfragmen tulang, dan nekrosis avaskuler. Akibatnya sering terjadi sendi palsu (pseudoartrosis) pada tempat fraktur. Penatalaksanaan: pemasangan graft tulang, atasi infeksi, stimulasi elektrik osteogenesis (memodifikasi lingkungan jaringan, meningkatkan deposisi mineral dan pembentukan tulang).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Asuhan keperawatan diberikan dengan menggunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 2.2.1
Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap ini terbagi atas:
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
13
2.2.1.1 Pengumpulan Data Anamnesa a) Identitas Klien Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal MRS, diagnosa medis. b) Keluhan Utama Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan: (1) Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor presipitasi nyeri. (2) Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk. (3) Region : radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi. (4) Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan
skala nyeri atau klien menerangkan
seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya. (5) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari. c) Riwayat Penyakit Sekarang Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. Selain itu, dengan mengetahui mekanisme
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
14
terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain (Ignatavicius, Workman 2010). d) Riwayat Penyakit Dahulu Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang dan penyakit paget‟s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu, penyakit diabetes dengan luka di kaki sanagt beresiko terjadinya osteomyelitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang. e) Riwayat Penyakit Keluarga Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan, dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genetik (Ignatavicius, Worksman, 2010). f) Riwayat Psikososial Merupakan respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat (Ignatavicius, Workman 2010). g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan (1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Pada kasus fraktur akan timbul ketidakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain itu, pengkajian
juga
meliputi
kebiasaan
hidup
klien
seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol
yang bisa mengganggu
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
15
keseimbangannya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.(Ignatavicius, Workman 2010). (2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar
sinar
matahari
yang
kurang
merupakan
faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien. (3) Pola Eliminasi Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi, kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak. (4) Pola Tidur dan Istirahat Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur (Doengos. Marilynn E, 2002). (5) Pola Aktivitas Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
16
beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain (Ignatavicius, Workman, 2010). (6) Pola Hubungan dan Peran Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat.
Karena
klien
harus
menjalani
rawat
inap
(Ignatavicius, Workman, 2010). (7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketidakutan akan
kecacatan
akibat
frakturnya,
rasa
cemas,
rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan body image) (Ignatavicius, Workman 2010). (8) Pola Sensori dan Kognitif Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedang pada indera yang lain tidak timbul gangguan. begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga, timbul rasa nyeri akibat fraktur. (9) Pola Reproduksi Seksual Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya. 10)
Pola Penanggulangan Stress Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya, yaitu ketidakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuhnya. Mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
17
11)
Pola Tata Nilai dan Keyakinan Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien
2.1.1.2 Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan fisik meliputi dua tahap, yaitu pemeriksaan umum (status generalisata) untuk mendapatkan gambaran umum dan pemeriksaan setempat (lokalis). Hal ini perlu untuk dapat melaksanakan total care karena ada kecenderungan dimana spesialisasi hanya memperlihatkan daerah yang lebih sempit tetapi lebih mendalam. a) Gambaran Umum Keadaan umum: baik atau buruknya yang dicatat adalah tanda-tanda, seperti: Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, compos mentis tergantung pada keadaan klien. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang, berat dan pada kasus fraktur biasanya akut. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk. b) Secara sistemik dari kepala sampai kelamin Sistem Integumen Terdapat erytema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, oedema, nyeri tekan. Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala. Leher Tidak ada gangguan yaitu simetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
18
Muka Wajah terlihat menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. Mata Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut tidak pucat. Thoraks Tak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
Paru (1)Inspeksi Pernafasan meningkat, reguler atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru. (2)Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. (3)Perkusi Suara ketok sonor, tak ada erdup atau suara tambahan lainnya. (4)Auskultasi Suara nafas normal, tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi.
Jantung (1) Inspeksi Tidak tampak iktus jantung.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
19
(2) Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba. (3) Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur.
Abdomen (1) Inspeksi Bentuk datar, simetris, tidak ada hernia. (2) Palpasi Tugor baik, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (3) Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. (4) Auskultasi Peristaltik usus normal 20 kali/menit.
Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, tak ada kesulitan BAB.
2.1.1.3
Keadaan Lokal Harus diperhitungkan keadaan proksimal serta bagian distal terutama mengenai status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: (1) Look (inspeksi) Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain: (a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi). (b) Cape au lait spot (birth mark). (c) Fistulae. (d) Warna kemerahan atau kebiruan (livide) atau hyperpigmentasi. (e) Benjolan, pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal). (f) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
20
(g) Posisi jalan (gait, waktu masuk ke kamar periksa) (2) Feel (palpasi) Pada waktu akan palpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi). Pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah, baik pemeriksa maupun klien. Yang perlu dicatat adalah: (a) Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembaban kulit. Capillary refill time Normal 3 – 5 “ (b) Apabila ada pembengkakan, apakah terdapat fluktuasi atau oedema terutama disekitar persendian. (c) Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal). Otot: tonus pada waktu relaksasi atau konttraksi, benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. Selain itu juga diperiksa status neurovaskuler. Apabila ada benjolan, maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaannya, konsistensinya, pergerakan terhadap dasar atau permukaannya, nyeri atau tidak, dan ukurannya. (3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Setelah melakukan pemeriksaan feel, kemudian diteruskan dengan menggerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan. Pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya. Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metrik. Pemeriksaan ini menentukan apakah ada gangguan gerak (mobilitas) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif. (Reksoprodjo, Soelarto, 2006)
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
21
2.1.1.4
Pemeriksaan Diagnostik 2.1.1.4.1 Pemeriksaan Radiologi Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah “pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan
proyeksi
tambahan
(khusus)
ada
indikasi
untuk
memperlihatkan pathologi yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Selain foto polos x-ray (plane x-ray) mungkin perlu tehnik khususnya seperti: (1) Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya. (2)
Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami kerusakan akibat trauma.
(3)
Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang rusak karena ruda paksa.
(4)
Computed
Tomografi-Scanning:
menggambarkan
potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur tulang yang rusak. 2.1.1.4.2 Pemeriksaan Laboratorium (1) Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada tahap penyembuhan tulang. (2) Alkalin
Fosfat
meningkat
pada
kerusakan
tulang
dan
menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk tulang.
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
22
(3) Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST), Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang. 2.1.1.4.3 Pemeriksaan lain-lain (1) Pemeriksaan
mikroorganisme
kultur
dan
test
sensitivitas:
didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi. (2) Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila terjadi infeksi. (3) Elektromyografi:
terdapat
kerusakan
konduksi
saraf
yang
diakibatkan fraktur. (4) Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak atau sobek karena trauma yang berlebihan. (5) Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan adanya infeksi pada tulang. (6) MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat fraktur. (Ignatavicius, Workman 2010)
UNIVERSITAS INDONESIA Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
23 2.2 Dampak Fraktur Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia Trauma
Fraktur
Perubahan status kesehatan Kurang informasi
Kurang pengeta hunan
Degranulasi sel mast
Pelepasan mediator kimia
Terapi restrictif
Gg. Mobilitas fisik
Lepasnya lipid pada sum-sum tulang
Terabsorbsi masuk kealiran darah
Nociceptor
Korteks serebri
Nyeri
Diskontuinitas fragmen tulang
Cedera sel
Emboli Medulla spinali
Gangguan pertukaran gas
Luka terbuka
Port de’ entri kuman
Gg. Integritas kulit
Penurunan laju difusi
Edema
Penekanan pada jaringan vaskuler
Resiko Infeksi
Oklusi arteri paru
Reaksi peradangan
Nekrosis Jaringan paru
Luas permukaan paru menurun
Penurunan aliran darah
Resiko disfungsi neurovaskuler
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
24
2.2.2 Diagnosa Keperawatan Adapun diagnosa keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur adalah sebagai berikut: a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus) c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang) g. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada (Doengoes, 2002) 2.2.3 Intervensi Keperawatan a. Nyeri akut b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
25
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Pertahankan imobilasasi bagian Mengurangi nyeri dan mencegah yang sakit dengan tirah baring, malformasi. gips, bebat dan atau traksi 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang Meningkatkan aliran balik vena, terkena. mengurangi edema/nyeri. 3. Lakukan dan awasi latihan gerak Mempertahankan kekuatan otot dan pasif/aktif. meningkatkan sirkulasi vaskuler. 4. Lakukan tindakan untuk Meningkatkan sirkulasi umum, meningkatkan kenyamanan menurunakan area tekanan lokal (masase, perubahan posisi) dan kelelahan otot. 5. Ajarkan penggunaan teknik Mengalihkan perhatian terhadap manajemen nyeri (latihan napas nyeri, meningkatkan kontrol dalam, imajinasi visual, aktivitas terhadap nyeri yang mungkin dipersional) berlangsung lama. 6. Lakukan kompres dingin selama Menurunkan edema dan fase akut (24-48 jam pertama) mengurangi rasa nyeri. sesuai keperluan. 7. Kolaborasi pemberian analgetik Menurunkan nyeri melalui sesuai indikasi. mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer. Evaluasi keluhan nyeri (skala, Menilai perkembangan masalah petunjuk verbal dan non verval, klien. perubahan tanda-tanda vital) b. Risiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus) Tujuan : Klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria akral hangat, tidak pucat dan syanosis, bisa bergerak secara aktif
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
26
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Dorong klien untuk secara rutin Meningkatkan sirkulasi darah dan melakukan latihan menggerakkan mencegah kekakuan sendi. jari/sendi distal cedera. 2. Hindarkan restriksi sirkulasi akibat Mencegah stasis vena dan sebagai tekanan bebat/spalk yang terlalu petunjuk perlunya penyesuaian ketat. keketatan bebat/spalk. 3. Pertahankan letak tinggi Meningkatkan drainase vena dan ekstremitas yang cedera kecuali menurunkan edema kecuali pada ada kontraindikasi adanya adanya keadaan hambatan aliran sindroma kompartemen. arteri yang menyebabkan penurunan perfusi. 4. Berikan obat antikoagulan Mungkin diberikan sebagai upaya (warfarin) bila diperlukan. profilaktik untuk menurunkan trombus vena. 5. Pantau kualitas nadi perifer, aliran Mengevaluasi perkembangan kapiler, warna kulit dan masalah klien dan perlunya kehangatan kulit distal cedera, intervensi sesuai keadaan klien. bandingkan dengan sisi yang normal.
c. Gangguan pertukaran gas b/d perubahan aliran darah, emboli, perubahan membran alveolar/kapiler (interstisial, edema paru, kongesti) Tujuan : Klien akan menunjukkan kebutuhan oksigenasi terpenuhi dengan kriteria klien tidak sesak nafas, tidak cyanosis analisa gas darah dalam batas normal
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
27
INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Instruksikan/bantu latihan napas Meningkatkan ventilasi alveolar dalam dan latihan batuk efektif. dan perfusi. 2. Lakukan dan ajarkan perubahan Reposisi meningkatkan drainase posisi yang aman sesuai keadaan sekret dan menurunkan kongesti klien. paru. 3. Kolaborasi pemberian obat Mencegah terjadinya pembekuan antikoagulan (warvarin, heparin) darah pada keadaan tromboemboli. dan kortikosteroid sesuai indikasi. Kortikosteroid telah menunjukkan keberhasilan untuk mencegah/mengatasi emboli lemak. 4. Analisa pemeriksaan gas darah, Penurunan PaO2 dan peningkatan Hb, kalsium, LED, lemak dan PCO2 menunjukkan gangguan trombosit pertukaran gas; anemia, hipokalsemia, peningkatan LED dan kadar lipase, lemak darah dan penurunan trombosit sering berhubungan dengan emboli lemak. 5. Evaluasi frekuensi pernapasan dan upaya bernapas, perhatikan adanya stridor, penggunaan otot aksesori pernapasan, retraksi sela iga dan sianosis sentral.
Adanya takipnea, dispnea dan perubahan mental merupakan tanda dini insufisiensi pernapasan, mungkin menunjukkan terjadinya emboli paru tahap awal.
d. Gangguan mobilitas fisik b/d kerusakan rangka neuromuskuler, nyeri, terapi restriktif (imobilisasi) Tujuan : Klien dapat meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin dapat mempertahankan posisi fungsional
meningkatkan
kekuatan/fungsi
yang
sakit
dan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
28
mengkompensasi bagian tubuh menunjukkan tekhnik yang memampukan melakukan aktivitas INTERVENSI KEPERAWATAN 1. Pertahankan pelaksanaan aktivitas rekreasi terapeutik (radio, koran, kunjungan teman/keluarga) sesuai keadaan klien.
RASIONAL Memfokuskan perhatian, meningkatakan rasa kontrol diri/harga diri, membantu menurunkan isolasi sosial.
Meningkatkan sirkulasi darah 2. Bantu latihan rentang gerak muskuloskeletal, mempertahankan pasif aktif pada ekstremitas yang tonus otot, mempertahakan gerak sakit maupun yang sehat sesuai sendi, mencegah kontraktur/atrofi keadaan klien. dan mencegah reabsorbsi kalsium karena imobilisasi. 3. Berikan papan penyangga kaki, Mempertahankan posisi gulungan trokanter/tangan sesuai fungsional ekstremitas. indikasi. 4. Bantu dan dorong perawatan diri Meningkatkan kemandirian klien (kebersihan/eliminasi) sesuai dalam perawatan diri sesuai keadaan klien. kondisi keterbatasan klien. 5. Ubah posisi secara periodik Menurunkan insiden komplikasi sesuai keadaan klien. kulit dan pernapasan (dekubitus, atelektasis, penumonia) 6. Dorong/pertahankan asupan Mempertahankan hidrasi adekuat, cairan 2000-3000 ml/hari. men-cegah komplikasi urinarius dan konstipasi. 7. Berikan diet TKTP. Kalori dan protein yang cukup diperlukan untuk proses penyembuhan dan mempertahankan fungsi fisiologis tubuh. 8. Kolaborasi pelaksanaan fisioterapi sesuai indikasi.
Kerjasama dengan fisioterapis perlu untuk menyusun program aktivitas fisik secara individual.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
29
9. Evaluasi kemampuan mobilisasi Menilai perkembangan masalah klien dan program imobilisasi. klien.
e. Gangguan integritas kulit b/d fraktur terbuka, pemasangan traksi (pen, kawat, sekrup) Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku
tekhnik
untuk
mencegah
kerusakan
kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Pertahankan tempat tidur yang Menurunkan risiko nyaman dan aman (kering, kerusakan/abrasi kulit yang lebih bersih, alat tenun kencang, luas. bantalan bawah siku, tumit). 2. Masase kulit terutama daerah Meningkatkan sirkulasi perifer dan penonjolan tulang dan area meningkatkan kelemasan kulit dan distal bebat/gips. otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi. 3. Lindungi kulit dan gips pada Mencegah gangguan integritas daerah perianal kulit dan jaringan akibat kontaminasi fekal. 4. Observasi keadaan kulit, Menilai perkembangan masalah penekanan gips/bebat terhadap klien. kulit, insersi pen/traksi.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
30
f. Risiko infeksi b/d ketidakadekuatan pertahanan primer (kerusakan kulit, taruma jaringan lunak, prosedur invasif/traksi tulang Tujuan :Klien mencapai penyembuhan luka sesuai waktu, bebas drainase purulen atau eritema dan demam INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Lakukan perawatan pen steril dan Mencegah infeksi sekunderdan perawatan luka sesuai protokol mempercepat penyembuhan luka. 2. Ajarkan klien untuk mempertahankan sterilitas insersi pen.
Meminimalkan kontaminasi.
3. Kolaborasi pemberian antibiotika Antibiotika spektrum luas atau dan toksoid tetanus sesuai spesifik dapat digunakan secara indikasi. profilaksis, mencegah atau mengatasi infeksi. Toksoid tetanus untuk mencegah infeksi tetanus. 4. Analisa hasil pemeriksaan Leukositosis biasanya terjadi laboratorium (Hitung darah pada proses infeksi, anemia dan lengkap, LED, Kultur dan peningkatan LED dapat terjadi sensitivitas luka/serum/tulang) pada osteomielitis. Kultur untuk mengidentifikasi organisme penyebab infeksi. 5. Observasi tanda-tanda vital dan Mengevaluasi perkembangan tanda-tanda peradangan lokal masalah klien. pada luka.
h. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan b/d kurang terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi, keterbatasan kognitif, kurang akurat/lengkapnya informasi yang ada.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
31
Tujuan :klien akan menunjukkan pengetahuan meningkat dengan kriteria klien mengerti dan memahami tentang penyakitnya INTERVENSI KEPERAWATAN
RASIONAL
1. Kaji kesiapan klien mengikuti Efektivitas proses pemeblajaran program pembelajaran. dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien untuk mengikuti program pembelajaran. 2. Diskusikan metode mobilitas Meningkatkan partisipasi dan dan ambulasi sesuai program kemandirian klien dalam terapi fisik. perencanaan dan pelaksanaan program terapi fisik. 3. Ajarkan tanda/gejala klinis yang Meningkatkan kewaspadaan memerluka evaluasi medik klien untuk mengenali (nyeri berat, demam, perubahan tanda/gejala dini yang sensasi kulit distal cedera) memerulukan intervensi lebih lanjut. 4. Persiapkan klien untuk Upaya pembedahan mungkin mengikuti terapi pembedahan diperlukan untuk mengatasi bila diperlukan. maslaha sesuai kondisi klien. 2.2.4 Evaluasi
Nyeri berkurang atau hilang
Tidak terjadi disfungsi neurovaskuler perifer
Pertukaran gas adekuat
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Infeksi tidak terjadi
Meningkatnya pemahaman klien terhadap penyakit yang dialami
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
32
2.3
Fraktur Femur pada Masyarakat perkotaan
Kota secara fisik dapat didefinisikan sebagai area yang terdiri atas bangunan bangunan yang saling berdekatan yang berada di atas tanah atau dekat dengan tanah, instalasi instalasi di bawah tanah dan kegiatan di dalam ruangan kosong di angkasa. Secara sosial kota dapat dilihat sebagai komunitas yang diciptakan pada awalnya untuk meningkatkan produktivtas, melalui konsentrasi dan spesialisasi tenaga kerja dan memungkinkan adanya diversitas intelektual, kebudayaan dan kegiatan rekreatif di kota kota. Suatu wilayah disebut sebagai kota jika wilayah tersebut mampu untuk menyediakan kebutuhan/pelayanan yang dibutuhkan oleh penduduk pada komunitas tersebut (Arifianto, 2010). Wilayah perkotaan tidak luput dari masalah kesehatan. Jhingan (2004) memasukkan pendidikan dan kesehatan sebagai salah satu fokus masalah perkotaan, karena kedua hal ini merupakan unsur modal utama manusia dalam berkehidupan, Jhingan juga menjelaskan bahwa selama bertumbuh kembang lazimnya orang lebih menekankan pentingnya modal kesehatan fisik. Kemajuan kehidupan masyarakat perkotaan diirngi dengan percepatan mobilisasi dan penggunaan alat transportasi massa. Perusahaan kendaraan bermotor saling berlomba memberikan karya terbaru, peningkatan kemajuan ini selain memberikan kemudahan bagi para pengguna juga memberikan dampak negatif lain yaitu meningkatnya intensitas kecelakaan.
Kecelakaan merupakan pembunuh nomor tiga di Indonesia (Dephub, 2010). Selain kematian kecelakaan menimbulkan dampaklain yaitu fraktur yang menimbulkan kecacatan. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, terjadi jika tulang dikenai stres yang lebih besar seperti trauma atau tenaga fisik (Brunner&Suddarth, 2001). Fraktur lebih sering terjadi pada laki laki daripada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan olahraga, pekerjaan atau kecelakaan. Sedangkan usia lanjut prevalensi cenderung lebih banyak lagi terjadi pada
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
33
wanita berhubungan dengan adanya osteoporosis yang terkait dengan perubahan hormon. Tingginya angka kecelakaan menyebabkan angka insiden atau kejadian fraktur tinggi dan salah satu fraktur yang sering terjadi adalah farktur femur yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan karena benturan dengan tenaga yang tinggi (kuat) seperti kecelakaan sepeda motor atau mobil.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 3 TINJAUAN KASUS KELOLAAN
Asuhan keperawatan menggunakan system atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 5 tahap, yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. 3.1 Pengkajian Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan, untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan. Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Berikut data data klien kelolaan yang dikaji sejak tanggal 22 Mei 2014 : 3.1.1
Pengumpulan Data a)
Identitas Klien Ny. M (45 tahun) tinggal di Cilegon bersama suami dan anak perempuannya yang nomor dua, karena anak pertamanya meninggal akibat abortus complete Ny. M menikah dengan suaminya tahun 2001, klien 3 bersaudara dan ibu klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Klien pernah kuliah sampai D3 akutansi dan pernah bekerja selama 7 tahun sebelum menikah. Klien masuk RSPAD Gatot Soebroto sejak 10 Mei 2014 dengan nomor medikal record 435915.
b) Keluhan Utama Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa nyeri. Nyeri kronik karena sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Berikut detail nyeri yang dirasakan Ny. M: (1) Provoking Incident/faktor presipitasi nyeri adalah mobilisasi,
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
35
pasien mengeluh nyeri akan bertambah jika daerah lokasi fraktur digerakkan, karena itulah sejak awal pasien enggan untuk diajak bekerjasama dalam mobilisasi seperti miring kiri dan kanan, pasien akan berteriak karena nyeri hebat yang dirasakannya (2) Quality of Pain: nyeri menusuk tajam karena terjadi penekanan di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul (3) Region : rasa sakit menyebar sampai ke panggul, punggung belakang dan betis kebawah (4) Severity (Scale) of Pain: skala nyeri 6 (sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri bisa meningkat sampai 8 (5) Time: nyeri berlangsung setiap saat terutama pada saat klien melakukan mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari sehingga klien tidak dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak.
c)
Riwayat Penyakit Sekarang Kronologis fraktur yang dialaminya berawal dari tahun 2013 tepatnya bulan November, saat hendak memarkirkan kendaraan sepeda motornya sepulang menjemput anaknya dari sekolah ternyata motor itu menimpa tubuh klien sampai menyebabkan fraktur dikedua lengan, cedera ini ternyata tidak berhenti sampai disitu, 3 bulan kemudian klien jatuh dikamar mandi sehingga menyebabkan kedua tulang femurnya patah.
Setelah mengalami berbagai cedera akhirnya Ny. M dibawa oleh suaminya ke pengobatan alternatif “Sangkal Putung”di Serang, Banten selama 2-3 bulan berobat jalan dan sempat mondok selama satu setengah bulan disana. Setelah selesai mengikuti pengobatan disana, pengasuh pengobatan alternatif berpesan agar tidak dilakukan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
36
pemeriksaan radiologi lagi untuk frakturnya karena itu dianggap bisa menghambat penyembuhannya. Setelah setahun berlalu klien merasakan tidak ada perubahan pada kondisinya, malah nyeri yang dirasakannya makin bertambah terutama disekitar area yang mengalami fraktur. Bahkan klien tidak dapat melakukan aktifitas apapun karena seluruh ekstrimitas bawah mengalami gangguan pegerakan. Akhrinya klien dirujuk oleh puskesmas setempat ke RS Mawardi Solo, di rumah sakit ini ditemukan kelainan baru yaitu Struma Nodosa non Toxic atau yang sering disingkat menjadi SNNT. Menghadapi masalah kesehatan klien yang begitu kompleks, pihak RS Mawardi akhirnya merujuk kembali klien ke RSPAD Gatot Soebroto Jakarta Pusat. d) Riwayat Penyakit Dahulu Masalah kesehatan yang dimiliki Ny. M adalah menderita ca Paratiroid. Ny. M juga mengalami tekanan darah tinggi sejak ditemukan kelainan pada thyroidnya, klien juga merasakan gejala lain yaitu jantung berdebar debar, tangan kebas dan kesemutan. Sedangkan proses penyembuhan tulang dipengaruhi oleh faktorfaktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid e)
Riwayat Penyakit Keluarga Keluarga Ny. M tidak ada yang memiliki riwayat penyakit Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang seperti diabetes atau osteoporosis ataupun kanker tulang yang merupakan faktor genetik yang berpengaruh pada proses penyembuhan.
f)
Riwayat Psikososial Klien terliat emosional terutama jika akan dilakukan prosedur untuk mobilisasinya, klien mudah menyerah dan berputus asa terhadap
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
37
setiap penyakit yang dialaminya, kadang klien terliat mengucurkan airmata karena merasa ketidakberdayaan dengan sakit yang dideritanya, tetapi klien tidak memiliki riwayat gangguan kejiwaan atau depresi. g) Pola-Pola Fungsi Kesehatan (1) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat Klien sering menanyakan pada perawat apakah dirinya akan sembuh atau masih bisa dioperasi mengingat komplikasi yang sudah dialaminya sehingga frakturnya sudah menjadi patologis. (2) Pola Nutrisi dan Metabolisme Pola makan Ny. M selama sakit jauh menurun daripada sebelumnya, makan 3x/hari, yaitu jam 7 pagi, jam 12 siang, dan jam 7 malam sesuai jadwal di lantai V bedah. Jenis makanan yang dikonsumsi, yaitu: nasi, sayur, lauk-pauk, dan buah-buahan yang disediakan
Rumah Sakit. Tetapi Ny. M hanya
menghabiskan 1/3 porsi makanannnya setiap makan. Makanan semua disukai, sedangkan makanan yang tidak disukai tidak ada. Pola minum Ny. M minum air putih satu gelas saat sarapan dan minumobat, minum air mineral yang dibeli sendiri dan kadang mengambil jatah air panas yang disediakan rumah sakit. Klien mengkonsumsi ekstrak buah manggis dan beberapa obat alternatif
yang
diharapkan
bisa
membantu
kesembuhan
frakturnya. Klien sering menanyakan apakah ada obat obatan dari rumah sakit yang membantu kesembuhan frakturnya. (3) Pola Eliminasi Klien menggunakan catheter urine dan untuk BAB belum sejak masuk rumah sakit, bising usus 16 x/menit dan teraba massa keras diabdomen kiri bawah. Klien mengakui selain sulit BAB
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
38
karena lama berbaring ditempat tidur juga klien sering menahan BAB karena malu dengan teman sekamarnya. (4) Pola Tidur dan Istirahat Klien merasakan nyeri terutama dimalam hari yang mengganggu istirahat tidurnya, selain itu klien juga merasa tidak nyaman karena sekamar dengan pasien lain dan banyak keluarga pasien yang membesuk, pada siang hari klien jarang tidur bahkan hampir tidak tidur. Klien tidur sejak pukul 22. 00 WIB dimalam hari, kadang klien mengalami insomnia karena banyak memikirkan tentang sakitnya. Suasana disekitar klien pada siang hari cukup ramai karena banyak keluarga pembesuk. Kebiasaan sebelum tidur klien
membaca doa, klien tidak pernah
menggunakan obat tidur, sebelum sakitpun memang klien tidak pernah tidur siang dan sering tidur larut dimalam hari karena mengerjakan tugas tugas sebagai ibu rumah tangga. (5)
Pola Aktivitas Aktivitas sehari-hari Ny. M sepenuhnya dibantu oleh keluarga (ibu) mulai dari mandi dipagi hari, dengan dibantu perawat karena untuk pencegahan meluasnya luka decubitus yang dialami klien akibat tirah baring yang terus menerus maka klien juga mendapatkan kompres NaCL 2x / hari dan dioleskan salep fuson. Selain itu juga dioleskan minyak kelapa untuk mencegah kering kulit pasien.
(6)
Pola Hubungan dan Peran Klien tidak lagi menjalankan perannya sebagai ibu rumah tangga ataupun isteri sejak sakit dan dirawat dirumah sakit, hubungan dengan suami tidak lagi dilakukan bahkan untuk sentuhan hanya sebatas bantuan untuk aktifitas sehari hari. Saat ditanyakan hal
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
39
tersebut klien hanya tertawa dan mmenanyakan kembali kepada perawat “apakah orang yang sedang sakit bisa berhubungan suami isteri‟. (7) Pola Persepsi dan Konsep Diri Pada awal pertemuan klien masih bersikap positif walaupun kadang pesimis dengan sembuhnya penyakit yang dideritanya, tetapi setelah ddiagnosis mengalami osteoporosis sehingga tidakbisa lagi dioperasi, klien nampak putus asa dan mulai meracau. Isi yang dibicarakan tidak sesuai dengan pola pikir yang sebenarnya. (8) Pola Sensori dan Kognitif Tidak ada gangguan pada indera, klien menggunakan kacamata untuk membaca, klien masih bisa mencium dan membedakan bau bauan. Klien juga masih merasakan nyeri pada area distal fraktur. (9) Pola Reproduksi Seksual Klien tidak lagi berhubungan suami isteri sejak masuk rumah sakit akibat keterbatasan gerak dan nyeri yang dialaminya. Klien menarche sejak kelas 1 SMP, menstruasi selama 7 hari dengan jumlah cairan 30-50cc. Klien pernah mengalami abortus complete pada kehamilan pertama, sehingga klien tidak menggunakan kontrasepsi dengan harapan bisa cepat hamil kembali, anak klien yang kedua berusia 12 tahun dan sekolah kelas 6 SD. (10) Pola Penanggulangan Stress Klien merasa cemas tidak akan sembuh, klien mengaku sering putus harapan dan akan cacat seumur hidup. Klien menggunakan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
40
mekanisme koping yang destruktif sehingga tidak efektif menanggulangi stress yang dialaminya. (11) Pola Tata Nilai dan Keyakinan Klien beribadah ditempat tidur, melaksanakan solat lima waktu dan berdoa sesuai keyakinan klien sebagai seorang muslim. 1)
Pemeriksaan Fisik a) Gambaran Umum (1) Keadaan umum (a) Kesadaran klien compos mentis dan gelisah karena nyeri yang dirasakannya serta diaphoresis yang cukup banyak disiang hari. (b) Kesakitan, keadaan penyakit: nyeri fraktur kronik, nyeri sedang, dan nyeri ringan pada saluran pernafasan atas karena batuk sejak di MRI (c) Tanda-tanda vital pada saat pengkajian Tekanan darah: 130/90 mmHg Heart Rate ; 92 kali/menit Respiration Rate 24 kali/menit Suhu ; 37 „C (2) Secara sistemik (Head to toe) (a) Sistem Integumen Kulit klien terlihat kering dan mengelupas, terdapat ulkus dekubitus didaerah bokong dan punggung. Nyeri tekan didaerah proksimal femur, oedema didaerah mata kaki sampai jari jari kaki.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
41
(b) Kepala Tidak ada gangguan yaitu, normo cephalik, simetris, tidak ada penonjolan, nyeri kepala sering dirasakan. (c) Leher Ada gangguan pembesaran kelenjar paratiroid, refleks menelan baik, batuk positif. (d) Muka Wajah meringis menahan sakit, lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk. Tak ada lesi, simetris, tak oedema. (d) Mata Konjungtiva anemis, hasil pemeriksaan laboratorium hematologi hemgolobin 8, 3 g/dl. (e) Telinga Tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal. Tidak ada lesi atau nyeri tekan. Klien dapat mendengar dengan baik kata kata atau instruksi dari perawat. (f) Hidung Tidak ada deformitas, tak ada pernafasan cuping hidung. (g) Mulut dan Faring Tak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan, mukosa mulut pucat. (h) Thoraks Ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris tetapi cukup menahan sakit.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
42
(i) Paru (5) Inspeksi Pernafasan meningkat, irreguler tidak ada riwayat penyakit paru (6) Palpasi Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama. (7) Perkusi Tidak ada kelainan (8) Auskultasi Suara nafas gargling, karena ada cairan diparu paru tak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi. (j) Jantung (1) Inspeksi Tidak tampak iktus jantung. (2) Palpasi Nadi meningkat, iktus tidak teraba. (3) Auskultasi Suara S1 dan S2 tunggal, tak ada mur-mur. (k) Abdomen (1) Inspeksi Bentuk datar membulat, sedikit buncit, simetris, tidak ada hernia, terdapat luka jahitan melintang post operasi sectio caesaria di abdomen bawah.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
43
(2) Palpasi Turgor jelek, tidak ada defands muskuler, hepar tidak teraba. (3) Perkusi Suara thympani, ada pantulan gelombang cairan. (4) Auskultasi Peristaltik usus normal 18 kali/menit. (5) Inguinal-Genetalia-Anus Tak ada hernia, tak ada pembesaran lymphe, kesulitan BAB sejak masuk rumah sakit. b) Keadaan Lokal Status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah: (1) Look (inspeksi) (a) Cicatriks (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi) pada area abdomen (b) Cape au lait spot (birth mark) pada seluruh abdomen (c) Fistulae tidak ditemukan (d) Warna
kemerahan
atau
kebiruan
(livide)
atau
hyperpigmentasi diarea abdomen (e) Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) terdapat edema pada femur kiri dan kanan serta jari jari kaki (f) Posisi jalan, klien tidak bisa berjalan. Untuk berpindah jika mengikuti pemeriksaan menggunakan kursi roda. (2) Feel (palpasi) (a) Kulit teraba hangat dan terba kering. Capillary refill time > 3 menit.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
44
(b) Edema dipersendian panggul (c) Nyeri tekan 1/3 proksimal Otot: tidak ada benjolan yang terdapat di permukaan atau melekat pada tulang. (3) Move (pergerakan terutama lingkup gerak) Keluhan nyeri dirasakan saat menggerakan bagian yang fraktur kearah kiri ataupun kanan, skala kekuatan otot dari proksimal ke distal adalah
4433 3344 1223 3221
2) Pemeriksaan Diagnostik Data penunjang yang abnormal dari hematologi yaitu nilai Hb, Ht dan eritrosit dibwah noema, kemudian hasil USG Vaskular Doppler taggal 24 April 2014 di RS Moewardi menunjukkan adanya struma noduler kistika glandula thyroid bilateral. Foto pelvis femur bilateral menunjukkan fraktur diafisis proksimal os femur dengan pergeseran fragmen distal superior. Fraktur 1/3 diafisis proksimal os femur kiri dengan angulasi dan pergeseran distal fraktur ke medial. Kesan adanya osteofit di illiac wing bilateral. 3.2 Analisa Data Setelah melakukan pengkajian dan mendapatkan semua data Ny. M
lalu data
dikelompokkan dan dianalisis sehingga dirumuskan ada tiga masalah keperawatan utama, yaitu nyeri, kerusakan mobilitas fisik dan kerusakan integritas kulit .Masalah tersebut dirumuskan berdasarkan data fokus
(data subjektif dan objektif) yang
terdapat pada Ny. M. Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
45
untuk latihan berpindah dari posisi miring kiri ke kanan. Aktivitas semua dibantu oleh keluarga. Keluhan lain adalah sulit BAB sejak masuk rumah sakit. Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis, sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu apapun, semua aktivitas dibantu
keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak, ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi, sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya.
3.3 Diagnosa Keperawatan Data dikelompokkan berdasarkan masalah keperawatan, dan membuat analisis data, maka langkah selanjutnya adalah merumuskan diagnosa keperawatan untuk menentukan intervensi yang tepat sebagai solusi untuk mengatasi diagnosa Ny. M. Diagnosa keperawatan yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang dibahas oleh penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri kronis, namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
46
3.4 Rencana Asuhan Keperawatan Rencana asuhan keperawatan yang penulis buat untuk mengatasi diagnosa Nyeri b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien mengataka nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi Rasional; Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi. 2. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. Rasional: Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri. 3. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. Rasional: Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler. 4. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi) Rasional; Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 5. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional) Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama. 6. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
47
7. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Rasional: Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer.
3.5 Implementasi Keperawatan Implementasi keperawatan dilakukan pada Minggu ke 4. Penulis hanya
akan
memaparkan implementasi untuk diagnosa nyeri dengan intervensi yang diberikan yaitu latihan teknik relaksasi dan nafas dalam. Pada minggu pertama difokuskan untuk membina hubungan saling percaya, membantu aktivitas mobilisasi, dan melakukan pengkajian terhadap Ny. M secara menyeluruh, yang meliputi pengkajian informasi umum sampai kepada kemampuan rentang gerak, pengkajian head to toe terutama keluhan utama yaitu nyeri. Implementasi dimulai pada hari kedua yaitu: mengajarkan teknik relaksasi dan nafas dalam, dalam hal ini pasien diajarkan untuk menarik nafas melalui hidung dan ditahan selama 3 detik lalu menghembuskan perlahan melalui mulut dan lebih efektif lagi ditambah dengan batuk efektif, karena pada saat pengkajian pasein sedang batuk. Implementasi pada lanjutan yang dilakukan setiap hari adalah selain mengurangi nyeri juga meningkatkan mobilisasi pasien dengan mengubah posisi miring kiri dan miring kanan setiap dua jam dan dibuatkan jadwal khusus untuk pasien selama 1x24 jam. Karena kegiatan ini merupakan salah satu intervensi dalam meningkatkan kenyamanan pasien. Minggu ke enam implementasi keperawatan pada Ny. M difokuskan pada penurunan skala nyeri dan kerjasama pasien dalam setiap tindakan yang melibatkan mobilisasi, adanya edema, perubahan warna dan suhu jika menimbulkan nyeri bagaimana mengurangi rasa sakit atau nyeri tersebut. Pengurangan nyeri juga diiringi dengan tindakan kolaboratif untuk pasien sesuai analgetik yang telah disesuaikan dengan indikasi dan kebutuhan pasien.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
48
3.6 Evaluasi Keperawatan Evaluasi dilakukan pada minggu ke 6, yaitu saat minggu terakhir praktik KMB terintegrasi dalam KKMP, sekaligus menyiapkan untuk discharge planning pada Ny. M, yang akan dipaparkan adalah evaluasi untuk diagnosa nyeri saja, namun pada pelaksanaannya semua diagnosa keperawatan dilakukan implementasi dan evaluasi secara keseluruhan. Implementasi nyeri selama 7x24 jam, dan hasilnya Ny. M menunjukkan kemajuan, yaitu: evaluasi keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis rekomendasikan pada pihak rumah sakit antara lain: menyampaikan kepada perawat khususnya TIM 3 yang merawat Ny. M untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri Ny.M.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 4 ANALISIS SITUASI
4.1 Profil Lahan Praktek Pembangunan Instalasi Rumah Sakit Militer di Nusantara pada awal abad 19 adalah salah satu bagian dari strategi militer Belanda dalam rangka mendukung politik kolonialisme, untuk tetap mempertahankan tanah jajahan Nederlands Indie, yang dikarenakan berbagai faktor yang mempengaruhi. Hal ini juga merupakan salah satu alasan mengapa diperlukan adanya suatu Rumah Sakit Lapangan serta tetap dipertahankannya instalasi Rumah Sakit Militer meskipun fasilitas pelayanan kesehatan baik Rumah Sakit Umum maupun Puskesmas sudah menyebar sampai ke pelosok pedesaan. RSPAD Gatot Soebroto merupakan Rumah Sakit yang awalnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan prajurit. Rumah sakit ini ditunjuk menjadi salah satu tempat pemeriksaan dan perawatan pejabat tinggi sampai sekarang. Mengingat peran serta rumah sakit terhadap pelayanan kesehatan masyarakat maka sejak tahun 1989, RSPAD mulai membuka diri untuk pelayanan swasta sampai saat ini. Selain kelas Paviliun RSPAD juga menyediakan perawatan Non Paviliun meliputi perawatan umum, perawatan bedah, perawatan anak, perawatan jantung dan unit stroke.
4.1.1 Visi dan Misi Visi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad Menjadi RS berstandar Internasional, sebagai rujukan tertinggi dan Rumah Sakit Pendidikan utama serta merupakan kebanggaan prajurit dan masyarakat, Sedangkan Misi RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad adalah: 1. Menyelenggarakan fungsi rumah sakit tingkat pusat dan rujukan tertinggi bagi rumah sakit TNI AD dalam rangka mendukung tugas pokok TNI AD
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
50
2. Menyelenggarakan dukungan dan pelayanan kesehatan yang bermutu secara menyeluruh untuk prajurit PNS TNI AD serta masyarakat 3. Mengembangkan keilmuan secara berkesinambungan 4. Meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan melalui pendidikan berkelanjutan 5. Memberikan lingkungan yang mendukung proses pembelajaran dan penelitian bagi tenaga kesehatan 4.1.2. Gambaran Unit Ruang Rawat 1. Identitas Nama Unit
: Lantai V/ Bedah
Kapasitas TT
: 40 Tempat Tidur
BOR
: 68, 71 %
Tujuan Unit
:
1. Mencegah, menyembuhkan dan membatasi terjadinya infeksi pada luka pembedahan dan komplikasi pembedahan 2. Membantu pasien, keluarga dalam membatasi dan meminimalkan kecacatan pasca pembedahan 3. Membantu memandirikan pasien dalam memenuhi kebutuhan dasar serta memotivasi pasien dalam meningkatkan kemadirianya untuk mempercepat proses penyembuhanya 4. Membantu pasien dan keluarga mengetahui penyebab kanker serta pencegahannya Rencana kegiatan : a. Mencuci tangan sebelum dan sesudah tindakan b. Melakukaan tindakan secara steril c. Memobilisasikan pasien pasca bedah secepat mungkin d. Melakukan ROM secara aktif dan pasif e. Melakukan kolaborasi bersama dokter f. Siap untuk JCI g. Memilih vena yang terbesar dan lurus pada anggota gerak yang tidak searah dengan yang mengalami gangguan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
51
h. Menghindari memasang infus pada persendiaan i. Memasang spalek yang paten pada area pemasangan infus j. Mengajukan renovasi ruangan yang rusak dan membersihkan tembok yang berjamur k. Mengajukan Alkes dan Alum l. Menghitung jumlah tenaga m. Membuat laporan IPSG / mutu pelayanan setiap bulan Metode Asuhan keperawatan yang digunakan diruangan ini adalah metode tim. Setiap pasien baru diterima oleh Ka Tim, dijelaskan hak dan kewajiban beserta tatib yang berlaku di RSPAD, mengecek kelengkapan administrasi dan Rekam Medik. Melakukan pengkajian keperawatan dengan cek list, membuat rencana keperawatan dan diagnosa keperawatan dengan ceklist. Rencana keperawatan di implementasikan oleh perawat asosiet serta melihat respon pasien, SOAP di buat masing-masing shif oleh Ka Tim, jika pada saat sore dan malam terdapat masalah tambahan di luar diagnosa yang sudah ditetapkan diagnose keperawatan akan ditambahkan. SOAP sesuai diagnosa yang di angkat pada catatan terintegrasi. 4.2 Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep terkait KKMP dan Fraktur Patologis Patah pada tulang femur dapat disebabkan oleh trauma, trauma yang menyebabkan fraktur dapat dibedakan menjadi dua yaitu fraktura os femur directa yaitu fraktura yang terjadi tepat di tempat trauma tersebut datang dan fraktura os femur indirecta yaitu fraktur yang terjadi tidak tepat di tempat trauma tersebut datang. Penyebab fraktur secara ekstrinsik adalah tertabrak, jatuh dari ketinggian, perputaran dan kompresi. Sedangkan secara intrinsik dapat disebabkan oleh tekanan yang berulang kali juga patologis seperti penyakit sistemik seperti neoplasia, cyste tulang, ricketsia, osteoporosis, hyperparatyroidm dan osteomalacia. Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
52
sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru, mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus uroepitelial dan hipernefroma.
Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino terminal sehingga berikatan dengan reseptor yang sama dengan PTH. Karena hal tersebut, PTHrP mampu bekerja seperti hormon paratiroid yaitu meningkatkan resorbsi tulang , resorbsi kalsium pada tubulus distal dan inhibisi transport fosfat pada tubulus proksimal.2 Interleukin 6 dihasilkan oleh banyak sel kanker dan berhubungan dengan beberapa sindroma paraneoplasma. Interleukin 6 secara langsung merangsang produksi osteoklas dan juga merupakan downstream effector kerja hormon paratiroid pada tulang. Interleukin 6 dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan dan dapat berkerja aditif terhadap PTHrP (Oehadian, 2014).
Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah osteoporosis.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
53
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid, mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan tumor primer.
Fraktur ekstremitas inferior (femur, tibia dan fibula) sangat sering dijumpai, insidennya sekitar 57% dari semua kasus fraktur dan hampir 80% pasien dalam usia produktif, sebagian besar ditangani secara operatif dengan menggunakan fiksasi interna baik dengan K-Nail atau plate and screw dengan tujuan agar secepatnya psien dapat melakukan mobilisasi dan bekerja kembali. Penyembuhan klinis dinilai secara klinis maupun radiologis. Secara klinis bila tidak ditemukan gerakan maupun nyeri pada saat fragmen fraktur digerakkan. Radiologis bila didapatkan kalus walaupun ada garis fraktur. Penyembuhan klinis rata rata tercapai antara enam sampai delapan minggu pada orang dewasa. Secara hispatologi proses penyembuhan fraktur ini juga dapat diamati penambahan material pembentuk kalus dalamkurun waktu tertentu. Problema psikososial yang timbul pada penderita dan keluarganya padafraktur femur adalah akibat lamanya penderita menginap dirumah sakit, lamanya mobilisasi dan hilangny waktu produktif untuk bekerja.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur atau penghambat dalam proses penyembuhan fraktur, yaitu : a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi fragmen tulang, agar benar benar akurat dan dipertahankan dengan sempurna agar penyembuhan benar benar terjadi. Aliran darah memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan : tiroid kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
54
b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang, imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang, infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur intraartikuler, usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid menghambat kecepatan perbaikan
Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan). Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya.
Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).
Vitamin D dalam jumlah kecil merangsang kalsifikasi tulang secara langsung dengan bekerja pada osteoblas dan secara tidak langsung dengan merangsang penyerapan kalsium di usus. Hal ini meningkatkan konsentrasi kalsium darah, yang mendorong kalsifikasi tulang. Namun, vitamin D dalam jumlah besar meningkatkan kadar
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
55
kalsium serum dengan meningkatkan penguraian tulang. Dengan demikian, vitamin D dalam jumlah besar tanpa diimbangi kalsium yang adekuat dalam makanan akan menyebabkan absorpsi tulang.
Menurut Sain, I 2014 adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Faktor faktor yang mempengaruhi penyembuhan fraktur antara lain (Yanti, 2010) : 1.
Usia Lamanya proses penyembuhan fraktur sehubungan dengan umur lebih bervariasi pada tulang dibandingkan dengan jaringan jaringan lain pada tubuh. Cepatnya proses penyembuhan ini sangat berhubungan erat dengan aktifitas osteogenesis dari periosteum dan endosteum. Sebagai contoh adalah fraktur diafisis femur yang akan bersatu (konsolidasi sempurna) sesudah 12 (dua belas) minggu pada
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
56
usia 12 tahun, 20 (dua puluh) minggu pada usia 20 tahun sampai dengan usia lansia. 2.
Tempat (lokasi) fraktur Fraktur pada tulang yang dikelilingi otot akan sembuh lebih cepat daripada tulang yangberada di subkutan atau daerah persendian. Fraktur pada tulang berongga (cancellous bone) sembuh lebih cepat darpada tulang kompakta. Fraktur dengan garis fraktur yang oblik dan spiral sembuh lebih cepat darpada garis fraktur yang transversal.
3.
Dislokasi fraktur Fraktur tanpa dislokasi, periosteumnya intake, maka lama penyembuhannya dua kali lebih cepat darpada yang mengalami dislokasi. Makin besar dislokasi maka semakin lama penyembuhannya.
4.
Aliran darah ke fragmen tulang Bila fragmen tulang mendapatkan aliran darah yang baik, maka penyembuhan lebih cepat dan tanpa komplikasi. Bila terjadi gangguan berkurangnya aliran darah atau kerusakan jaringan lunak yang berat, maka proses penyembuhan menjadi lama atau terhenti.
Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace, traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang
delayed
union
yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun, biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
57
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi. Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.
Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya (immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Klien yang mengalami fraktur terutama Ny. M sangat enggan melakukan mobilitas karena nyeri yang dirasakannya.. Proses penyembuhan yang gagal menyebabkan immobilisasi pada Ny. m semakin bertambah, klien tidak mampu memasuki tahap rehabilitasi dari penyembuhan fraktur itu sendiri. Immobilisasi yang lama bisa berdampak pada timbulnya komplikasi fraktur yang lain.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
58
4.3 Analisis Salah Satu Intervensi dengan Konsep Fraktur Patologis Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30. Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri yang lebih baik.
Berikut tinjauan beberapa ahli mengapa teknik relaksasi nafas dalam bisa mempengaruhi tingkat nyeri yang dialami oleh seseorang : teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Jadi, teknik relaksasi nafas dalam diharapkan dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan 2006).
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
59
Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan meningkatnya kadar serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam system analgetik otak. Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi enkefalin, karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri pada δ dan A tempat masuknya ke medulla spinalis dan Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Guyton, 2005). Namun demikian, perlu juga diperhatikan beberapa kesamaan faktor yang dapat mempengaruhi intensitas nyeri pada pasien, antara lain; usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan serta dukungan sosial. Jenis kelamin laki-laki dalam penelitian ini mendominasi dari keseluruhan responden. Menurut Taylor (2000) bahwa laki-laki biasanya lebih toleran/tahan terhadap nyeri dibanding perempuan. Boedi Darmojo (2000) mengungkapkan bahwa fraktur sering terjadi pada orang laki–laki daripada orang perempuan. Hal ini berhubungan dengan aktifitas yang berlebih pada orang laki – laki seperti : olah raga, pekerjaan, dan juga seringnya aktifitas diluar yang berhubungan dengan mobilitas menggunakan kendaraan bermotor. Pengetahuan/kompleksitas
kognitif
merupakan
salah
satu
faktor
dalam
mempersepsikan dan melakukan suatu tindakan. Menurut Morton (2004), bahwa fungsi kognitif menunjukan proses menerima, mengkoordinasikan dan menginter pretasikan sensor stimulus untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Gangguan pada aspek kognitif dapat berpengaruh dalam berpikir logis dan menghambat kemandirian dalam menghadapi situasi. Sedangkan Neil Niven (2002) dalam teorinya mengatakan bahwa seseorang dengan dasar pendidikan yang semakin tinggi akan semakin tinggi pula kompleksitas kognitifnya, sehingga akan lebih realistis dan aktif dalam memecahkan masalah serta biasanya memiliki motivasi tinggi dalam mengatasi masalah dibanding mereka dengan basik pendidikan rendah, walaupun hal tersebut juga tidak dapat dijadikan sebagai ukuran dalam hal ini.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
60
Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak ada pengalaman sebelumnya.
Penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak mendapatkan terapi teknik relaksasi nafas dalam terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan nyeri. Kondisi ini disebabkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunan nyeri seseorang, antara lain yaitu pengalaman, karena pada umumnya orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat (Taylor, 2000), kemudian anseitas, karena kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Lee Mone, 1999) dan menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin, karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presipnatik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C, jadi sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri yang akan masuk ke medulla spinalis (Guyton, 2005), selanjutnya kepercayaan religius karena pada beberapa agama menganggap nyeri dan penderitaan sebagai cara untuk membersihkan dosa. Pemahaman ini membuat seseorang menghadapi nyeri dan menjadikan sebagai sumber kekuatan (Taylor, 2000), kemudian motivasi pasien karena apabila motivasi untuk sembuh cukup besar maka ketahanan untuk nyeri semakin besar (Muhiman, 1999).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
BAB 5 PENUTUP
Bab 5 merupakan bab penutup. Penutup ini terdiri atas kesimpulan dan saran. Kesimpulan disampaikan secara keseluruhan dari bab dalam karya ilmiah akhir ini, sementara saran ditujukan kepada penulis, pendidikan, dan rumah sakit . 5.1 Kesimpulan 5.1.1. Wilayah perkotaan memiliki banyak faktor resiko terhadap masalah kesehatan, diantaranya adalah tingginya penggunaan transportasi darat dan peningkatan kasus kecelakaan serta trauma. 5.1.2. Fraktur femur adalah salah satu fraktur yang sering terjadi pada anggota gerak superior dan kebanyakan dialami wanita berdampak begitu besar terhadap perawatan dan mobilisasi pasien sehingga harus ditangani dengan benar. 5.1.3. Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi 5.1.4 Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. 5.1.5 Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
62
5.2 Saran 5.2.1 Rumah Sakit Saran bagi rumah sakit selaku pemberi pelayanan keperawatan hendaknya dapat memberikan asuhan keperawatan yang optimal, termasuk dalam mempersiapkan klien selama perawatan jangka panjang. Selain itu, perawat hendaknya menunjukkan perannya sebagai advokat klien dengan pemberian edukasi-edukasi yang menunjang kesehatan klien.
5.2.2 Pendidikan Saran bagi pemberi pendidikan keperawatan terutama spesialisasi keperawatan medikal bedah hendaknya agar dapat bekerja sama dengan institusi kesehatan dan pemerintahan di wilayah-wilayah perkotaan untuk memberikan penyuluhan sebagai tindakan preventif dan promotif terkait fraktur dan penanganan yang tepat agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut.
5.2.3 Penulis Saran yang ditujukan secara untuk mahasiswa ners secara khusus (penulis) maupun secara keseluruhan adalah meningkatnya keterampilan lulusan ners dalam merawat pasien dengan fraktur apapun jenisnya dan kasus kasus bedah lainnya agar tidak terjadi komplikasi lebih lanjut dimasa yang akan datang.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2012).
Meningkat
Kasus
Patah
Tulang
Akibat
Osteoporosis.
http://poskotanews.com/2012/10/12/meningkat-kasus-patah-tulang-akibatosteoporosis/. (diunduh pada 5 Juli 2014) Asahina, A.H., Y. Yamazaki, M. Uchida, Y. Shinohara, M.J. Honda, H. Kagami, and M. Ueda. (2007). Effective bone engineering with perioteum-derived cells. British Journal : J. Dental. Res Arifianto (2010). Penyebab Nomor Satu Patah Tulang Wajah. http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintaspenyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html. (20 April 2010) Arif Muttaqin. (2008). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persyarafan. Penerbit: EGC Ayudianingsih, N G dan Maliya, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat nyeri pada Pasien Pasca operasi Fraktur Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Kartasura : FIK UMS Black & Hawks. (2009). Medical Surgical Nursing : Clinical Management for Positive outcomes. 8 Edition. Saunders. Elseviers Carpenito, L.J. (2000). Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinik; edisi 6. Jakarta: EGC. Chen, D., M. Zhao, and G.R. Mundy. (2004). Bone morphogenetic proteins. British Journal : Growth Factors Corwin, J.E. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta: EGC. Depkes RI. Penyakit tidak menular. http://www.depkes.go.id/index.php?vw=2&id=1637. (diunduh pada 5 Juli 2014) Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik Doenges, M E ; Moorhouse, F & Geissler, A C. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman
untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi terhadap kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok : FIK UI Fernandez, I., M.A.A. Gracia, M.C. Pingarron, and L.B. Jerez. (2006). Physiological bases of bone regeneration II. The remodeling process. UK :Medication Bucal Guyton, Arthur C. (2005). Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3. Jakarta: EGC. Houfbauer, L.C., S. Khosla, C.R. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L. Riggs. (1999). Estrogen stimulates gene expression and protein production of osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology 140:4367-4370. Ignatavicius, Donna D. (2010). Medical Surgical Nursing: Clinical Decision Making. United States of America : Elsevier Ignatavicius, Donna D. (2013). Medical Surgical Nursing: Patient Centered Collaborative Care. United States of America : Elsevier Lawrence. M, dkk. (2002). Diagnosis dan Terapi Kedokteran Penyakit Dalam. Edisi 1. Jakarta: Salemba Medika. Lee, M. Jenifer. (1999). Segi Praktis Fisioterapi. Jakarta: Binarupa Aksara Manolagas, S.C. (2000). Birth and death of bone cells; basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. UK: Endocrine Review Morton. (2004). Prevention and Control Pain in Children. British Journal of Anesthesia. Muhiman, Muhardi. (1999). Anestesiologi. Jakarta: Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FK UI. Mulyono. (2008). Hubungan Musik Klasik Dengan Waktu Pemulihan Pasien Post Operasi Seksio Cesaria Dengan Spinal Anestesi di RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. Skripsi S-1 tidak diterbitkan Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Neil Niven. (2002). Psikologi Kesehatan Keperawatan : Pengantar untuk Perawat dan Profesional. Jakarta : EGC
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Ogita, M., M.T. Rached, E. Dworakowski, J.P. Bilezikian, and S. Kousteni. (2008). Differentiation and proliferation of perioteal osteoblast progenitors are differentially regulated by estrogens and intermittent parathyroid hormone administration. Endocrinology 149(11):5713-5723. Orwoll, E.S. 2003. Toward an expanded understanding of the role of the periosteum in skeletal health. J. Bone Miner. Res Oehadian, A. (2014). Emergensi Metabolik pada Pasien Kanker : Hiperkalsemia pada Keganasan. Bandung : FK UNPAD Potter, P.A & Perry, A.G. (2009). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:Konsep, Proses dan praktik (Edisi 4) (Renata , dkk, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran: EGC Patricia A. Potter and Anne G. Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktik. Alih Bahasa oleh Renata Komalasari, dkk. Edisi 4. Jakarta: EGC. Priharjo. R 2000. Perawatan Nyeri : Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien. Jakarta : EGC. Reksoprodjo, Soelarto. (2006). Orthopaedic Training in Developing Countries: An International Symposium on Orthopaedic Training in Developing Countries. Michigan: The Foundation Sain, I. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur. Depok : FKM UI Seeman, E. (2003). The structural and biochemical basis of the gain and loss of bone strength in women and men. Endocrinol. Mrtab. Clin. Orth. Am. 32:25-38. Smeltzer, Suzanne. C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Suddart. Edisi 8. Jakarta: EGC. Sudoyo. W, dkk. (2006). Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R & D. Bandung: Penerbit ALFABETA. Smelter, S.C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Edisi 8, Jakarta: EGC
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Taylor, C, Carol. (2000). Fundamental of Nursing ; The Art & Science of Nursing. Lippicott Philadelphia. Towsend, Mary C. (1999). Psychiatric Mental Health Nursing: Consept of Care. Philadelphia. Tri. (2014). Asuhan keperawatan Fraktur femur tertutup dengan Osteomielitis Kronis.
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/20/askep-fraktur-
femur-tertutup-dengan-osteomielitis-kronis-517715.html (diunduh pada 5 Juli 2014) Yanty, N M. (2010). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrimitas Bawah di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan USU Waher, A., Salmond, S., Pellino, T. (2002). Orthopaedic Nursing, Third Edition, Philadelphia, PA. WB Saunders Co. Wirjoatmodjo, K. (2000). Anestesiologi dan Reanimasi: Modul Dasar untuk Pendidikan S1 Kedokteran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidian Nasional.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Pengelompokkan Data / Analisa Data No
Data
Diagnosis Keperawatan
1
Data Subjektif
Nyeri Kronik
Klien mengatakan nyeri skala 8 pada area Fraktur (1/3 proksimal
femur sinistra)
semenjak 5 bulan sebelum masuk rumah sakit dan setelah menjalani pengobatan alternatif untuk frakturnya.
Klien mengatakan nyeri tajam, menusuk dan bertambah jika daerah yang mengalami fraktur digerakkan
Klien mengatakan tidak ingin beraktifitas karena nyeri yang secara terus menerus dirasakannya.
Klien mengatakan sulit tidur dimalam hari akibat nyeri yang dirasakan.
Pengkajian nyeri (1) Provoking Incident/faktor presipitasi nyeri adalah mobilisasi (2) Quality of Pain: nyeri menusuk tajam karena terjadi penekanan di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul (3) Region : rasa sakit menyebar sampai ke panggul, punggung belakang dan betis kebawah (4) Severity (Scale) of Pain: skala nyeri 6 (sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri bisa meningkat sampai 8
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
No
Data
Diagnosis Keperawatan
(5) Time:
nyeri
terutama
berlangsung
pada
saat
klien
setiap
saat
melakukan
mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari sehingga klien tidak dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak. Data Objektif
Wajah klien meringis
Klien
terkadang
berteriak
teriak
jika
dilakukan mobilisasi
Terdapat perubahan kemampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari akibat nyeri
Perubahan pola tidur akibat nyeri yang dirasakan
2
Subjektif
Kerusakan mobilitas
Klien mengatakan bisa duduk ditempat
fisik
tidur atau posisi high fowler dengan bantuan
Klien mengatakan sulit untuk melakukan miring kiri dan kanan karena area fraktur tidak bisa digerakkan.
Klien mengatakan tidak mampu melakukan aktifitas lain selain berbaring ditempat tidur.
Objektif
Klien harus dibantu perawat dan keluarga untuk mengubah posisi tidur.
Foto pelvis femur bilateral menunjukkan fraktur diafisis proksimal os femur dengan pergeseran fragmen distal superior. Fraktur 1/3 diafisis proksimal os femur kiri dengan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
No
Data
Diagnosis Keperawatan
angulasi dan pergeseran distal fraktur ke medial. Kesan adanya osteofit di illiac wing bilateral.
Kesulitan
pergerakan
diseeluruh
ekstrimitas bawah klien terutama bagian kiri.
Klien berada pada tingkat 3 (membutuhkan bantuan orang lain dan peralatan atau alat bantu)
3
Kekuatan otot
4433
3344
1223
3221
Data Subjektif
Kerusakan integritas
Klien mengatakan terdapat luka dibagian
kulit
punggung dan bokongnya karena terlalu lama berbaring
Klien mengatakan mandi 2x seharii dibantu perawat dan keluarga
Data Objektif
Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus grade I dan II dipunggung klien
Kulit klien nampak kering dan kotor,
Tercium bau amis disekitar tempat tidur
Klien
menggunakan
diapers
untuk
mengalasi tempat tidurnya.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Rencana Asuhan Keperawatan Nyeri Kronik b/d spasme otot, gerakan fragmen tulang, edema, cedera jaringan lunak, pemasangan traksi, stress/ansietas. Tujuan: Klien mengatakan nyeri berkurang atau hilang dengan menunjukkan tindakan santai, mampu berpartisipasi dalam beraktivitas, tidur, istirahat dengan tepat, menunjukkan penggunaan keterampilan relaksasi dan aktivitas trapeutik sesuai indikasi untuk situasi individual 1. Pertahankan imobilasasi bagian yang sakit dengan tirah baring, gips, bebat dan atau traksi 2. Rasional; Mengurangi nyeri dan mencegah malformasi. 3. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena. 4. Rasional: Meningkatkan aliran balik vena, mengurangi edema/nyeri. 5. Lakukan dan awasi latihan gerak pasif/aktif. 6. Rasional: Mempertahankan kekuatan otot dan meningkatkan sirkulasi vaskuler. 7. Lakukan tindakan untuk meningkatkan kenyamanan (masase, perubahan posisi) 8. Rasional; Meningkatkan sirkulasi umum, menurunakan area tekanan lokal dan kelelahan otot. 9. Ajarkan penggunaan teknik manajemen nyeri (latihan napas dalam, imajinasi visual, aktivitas dipersional) 10. Rasional: Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, meningkatkan kontrol terhadap nyeri yang mungkin berlangsung lama. 11. Lakukan kompres dingin selama fase akut (24-48 jam pertama) sesuai keperluan. 12. Rasional: Menurunkan edema dan mengurangi rasa nyeri. 13. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. 14. Rasional: Menurunkan nyeri melalui mekanisme penghambatan rangsang nyeri baik secara sentral maupun perifer. Diagnosa Keperawatan Kerusakan mobilitas fisik Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5x24 jam klien tidak menunjukkan tanda kontraktur pada kaki dan tangan, dan rentang pergerakan sendi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
yang optimal. Klien mampu berjalan dengan atau tanpa alat bantu. Klien mampu mempertahankan keseimbangan tubuh. Tindakan mandiri
Observasi rentang pergerakan sendi khususnya di area yang mengalami kelemahan.
R: Dapat yang didapatkan berguna untuk melakukan evaluasi setelah pemberian intervensi/ terapi.
Tentukan tingkat motivasi klien untuk mempertahankan atau mengembalikan moilitas sendi otot.
R: Motivasi yang baik dapat meningkatkan keinginan klien untuk melakukan kegiatan.
Berikan penguatan positif selama aktivitas.
R: Reinforcement dapat meningkatkan motivasi klien melakukan kegiatan yang telah disepakati.
Latih rentang pergerakan sendi sesuai dengan kemapuan klien.
R: Latihan yang melebihi kemampuan klien akan membuat klien terlalu letih. Pergerakan yang dilakukan sesuai kemampuan mampu sedikit demi sedikit melatih otot yang lemah.
Berikan bantalan untuk mengurangi bengkak pada tangan kiri.
R: Meningkatkan aliran balik vena. Kolaborasi dengan dokter dan fisioterapis terkait pemberian terapi RPS (Doenges, et al, 2010). Diagnosa keperawatan kerusakan integritas kulit Tujuan : Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang, menunjukkan perilaku tekhnik untuk mencegah kerusakan kulit/memudahkan penyembuhan sesuai indikasi, mencapai penyembuhan luka sesuai waktu/penyembuhan lesi terjadi Tindakan mandiri
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
1.
Pertahankan tempat tidur yang nyaman dan aman (kering, bersih, alat tenun kencang, bantalan bawah siku, tumit).
R : Menurunkan risiko kerusakan/abrasi kulit yang lebih luas. 2. Masase kulit terutama daerah penonjolan tulang dan area distal fraktur. R : Meningkatkan sirkulasi perifer dan meningkatkan kelemasan kulit dan otot terhadap tekanan yang relatif konstan pada imobilisasi. 3. Berikan pelembab pada seluruh area kulit yang terutup R : mecegah kekeringan dan pergesekan kulit yang memicu timbulnya luka baru 4. Observasi keadaan kulit, penekanan gips/bebat terhadap kulit, insersi pen/traksi R : Mencegah gangguan integritas kulit dan jaringan akibat penekanan 3.4
Implementasi dan Evaluasi Tindakan Implementasi dan evaluasi pada laporan ini berfokus pada diagnosa nyeri kronik. Bagian ini berisi tentang catatan perkembangan klien terhadap beberapa intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah nyeri kronik berdasarkan waktu intervensi.
Tabel 3.4 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan nyeri kronik Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik Kamis, 22 Mei 2014 Jumat, 23 Mei 2014 Implementasi: Implementasi: Mengkaji ska la dan Memberikan bantuan riwayat nyeri klien P, Q, R, maksimal setiap klien akan S, T mengubah posisi Pertahankan mobilitas Mengajarkan teknik relaksasi bagian yang sakit napas dalam S: Mengkaji skala nyeri Klien mengatakan lokasi sebelum dan setelah nyeri pada paha kiri sampai intervensi ke bokong dan kedua Kolaborasi tungkai. Memberikan injeksi IV analgesik (Ketorolac 30 mg/12 jam) Frekuensi meningkat S: dengan skala 6 s/d 8 (sedang-berat) Klien mengatakan nyeri tidak terlalu hebat jika Klien biasa berteriak teriak beralih posisi dibantu sebagai dispensasi rasa perawat nyerinya dan mencegah perawat melakukan Klien mengatakan nyeri tindakan lanjut berkurang setelah melakukan
Sabtu, 24 Mei 2014 Implementasi: Mengkaji skala nyeri Mengkaji TTV Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam Mengajarkan teknik napas dalam disertai batuk efektif Kolaborasi Memberikan injeksi IV analgesik (Ketorolac 30 mg/12 jam) S: Klien mengatakan lebih nyaman setelah melakukan nafas dalam dengan batuk efektif Klien mengatakan skala nyeri saat ini bisa mencapai 4
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
teknik napas O: Skala nyeri sebelum kegiatan Klien terlihat masih menahan O: 6, dan setelah kegiatan 5 nyeri O: Wajah klien meringis Klien terlihat lebih rileks menahan nyeri. Klien masih menahan nyeri setelah diberikan intervensi saat dilakukan reposisi Klien menunjuk area TD 140/100 mmHg, nadi fraktur Klien mampu melakukan 96x/m, suhu 37,6○C, RR teknik napas dalam yang 28x/m Klien terlihat melindungi diajarkan. A Nyeri kronik belum teratasi area yang sakit. P: A: Nyeri kronik belum teratasi TD 130/80 mmHg, Nadi P: 84x/m, RR 24x/m, suhu 36○ Observasi nyeri per 8 jam C. Observasi nyeri per 8 jam Observasi TTV A: Nyeri kronik teratasi sebagian Motivasi penggunaan Observasi TTV P: teknik relaksasi napas Berikan bantuan setiap Observasi nyeri per 8 jam dalam secara kontinu pada akan mengatur posisi Observasi TTV klien Ajarkan teknik relaksasi Evaluasi penggunaan napas dalam relaksasi napas dalam Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik Senin, 26 Mei 2014 Selasa, 27 Mei 2014 Rabu, 28 Mei 2014 Implementasi: Implementasi: Implementasi: Mengkaji skala nyeri Mengobservasi nyeri per 6 Mengkaji skala nyeri jam Mengkaji TTV Mengkaji TTV Mengobservasi TTV Mengevaluasi penggunaan Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam teknik manajemen nyeri Mengevaluasi teknik napas (relaksasi nafas dalam dan S: dalam disertai batuk efektif batuk efektif) Klien mengatakan lebih Memimpin pasien Memberikan lingkungan nyaman setelah melakukan melakukan guide imagery yang nyaman dan tenang nafas dalam dengan batuk agar pasien dapat beristirahat efektif S: Klien mengatakan skala nyeri Klien mengatakan nyeri S: saat ini 3 pada skala 4 Klien mengatakan nyeri O: O: berada pada skala 3 Klien terlihat lebih rileks Wajah klien tampak O: menahan nyeri. TD 130/80 mmHg, nadi 88x/m, TD 140/70 mmHg, Nadi suhu 37,3○C, RR 24x/m Klien terlihat melindungi 78x/m, RR 22x/m, suhu A: Nyeri kronik teratasi sebagian area yang sakit. ○ 37,2 C. P: Klien mulai dapat Klien terlihat lebih nyaman, Observasi nyeri per 6 jam mengangkat kaki kirinya ekspresi wajah rileks sedikit sambil melakukan Observasi TTV A: Nyeri kronik teratasi sebagian Motivasi penggunaan napas dalam. P: TD 130/90 mmHg, nadi teknik relaksasi napas 86x/m, RR 22x/menit, suhu Observasi nyeri per 6 jam dalam Observasi TTV 37,5○ C. A: Nyeri kronik teratasi Evaluasi penggunaan teknik sebagian manajemen nyeri (relaksasi P: nafas dalam dan batuk efektif) Observasi nyeri per 6 jam Observasi TTV Evaluasi penggunaan teknik manajemen nyeri Belum dilakukan operasi pada fraktur.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Diagnosa Keperawatan Nyeri Kronik Kamis, 29 Mei 2014 Jumat, 30 Mei 2014 Implementasi: Implementasi: Mengkaji skala nyeri Mengobservasi nyeri per 6 jam Mengkaji TTV Mengobservasi TTV Mengevaluasi penggunaan teknik relaksasi napas Mengevaluasi penggunaan dalam teknik manajemen nyeri Mengevaluasi teknik Memberikan lingkungan napas dalam disertai yang nyaman batuk efektif saat akan Mengganti infus baru mobilisasi klien dengan teknik Mengantarkan klien aseptik dan antiseptik echocardiography S: S: Klien mengatakan nyeri Klien mengatakan nyeri berada pada skala 3 dan pada skala 3. bersedia mengikuti mobilitas dibantu perawat Klien mengatakan suhu tubuhnya selalu diatas 37 O: dan merasa demam. Klien terlihat lebih O: kooperatif Wajah klien tampak Klien terlihat lebih lebih rileks. bersemangat. A: Nyeri kronik teratasi Klien terlihat sebagian diaphoresis. P: Klien mulai dapat Observasi nyeri per 6 jam mengatur posisi miring kiri dan kanan sambil Observasi TTV melakukan napas dalam. Evaluasi penggunaan TD 140/90 mmHg, nadi teknik manajemen nyeri 88x/m, RR 28x/menit, saat dilakukan mobilisasi suhu 37,5○ C. A: Nyeri kronik teratasi sebagian P: Observasi nyeri per 6 jam Observasi TTV Evaluasi penggunaan teknik manajemen nyeri
Senin, 31 Mei 2014 Implementasi: Mengkaji skala nyeri Mengkaji TTV Mengevaluasi penggunaan guide imagery untuk mengatasi nyeri Memotivasi pemakaian teknik napas dalam disertai batuk efektif S: Klien mengatakan lebih bersemangat Klien mengatakan skala nyeri saat ini 2 O: Klien terlihat lebih rileks TD 120/90 mmHg, nadi 80x/m, suhu 37○C, RR 20x/m A: Nyeri kronik teratasi sebagian P: Observasi nyeri per 6 jam Observasi TTV Motivasi penggunaan teknik relaksasi napas dalam
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Tabel 3.5 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan kerusakan Mobilitas Fisik Diagnosa Keperawatan kerusakan Mobilitas Fisik Jumat, 23 Mei 2014
Selasa, 27 Mei 2014
Implementasi: Implementasi: 10. Melatih rentang gerak 1. membantu perawatan diri pasif aktif pada (kebersihan/eliminasi) sesuai ekstremitas yang sakit keadaan klien. maupun yang sehat sesuai 2. Mengubah posisi secara kemampuan klien. periodik sesuai keadaan klien (buatkan jadwal) 11. Meningkatkan asupan cairan 2000-3000 ml/hari. S 12. Memberikan diet TKTP. Klien mengatakan masih 13. Kolaborasi pelaksanaan lemah pada kaki kiri dan fisioterapi sesuai indikasi. kedua kakinya. 14. Evaluasi kemampuan Klien mengatakan akan mobilisasi klien dan terus menggerakkan area program imobilisasi. tubuh yang sehat. Evaluasi O S Klien terlihat bersemangat Klien mengatakan ingin dalam proses latihan meningkatkan Klien sudah memahami kemampuan pentingnya pergerakkan pergerakannya agar tidak sendi terjadi kontraktur Klien terlihat memiliki O motivasi yang kuat untuk Klien dan keluarga melakukan latihan sama-sama telah Rentang pergerakan klien menyadari dan belum bebas menerima keterbatasan A yang dialami klien Masalah hambatan mobilitas merupakan proses dari fisik belum teratasi penyakit. P Keluarga sangat Berikan jadwal miring kiri mendukung kesembuhan dan kanan setiap 2 jam/hari klien Berikan reward positif A untuk keberhasilan yang Masalah hambatan mobilitas dicapai klien fisik belum teratasi P Ajarkan latihan pergerakkan sendi secara periodik
Kamis, 29 Mei 2014 Implementasi: 1. Melatih rentang gerak pasif aktif pada ekstremitas yang sakit maupun yang sehat sesuai keadaan klien. 2. Membantu pasien untuk berpindah dari kursi roda ke tempat tidur dan sebaliknya. Evaluasi S Klien mengatakan mulai bisa menggerakkan area disekitar fraktur sedikit demi sedikit O Klien dapat mobilisasi ke kursi roda untuk pemeriksaan Masih terdapat kelemahan pada kaki kiri dan sluruh ekstrimitas bawah secara umum A Masalah hambatan mobilitas fisik belum teratasi P Bantu klien mobilisasi sesuai kemampuan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Tabel 3.6 Catatan perkembangan perawatan klien dengan diagnosa keperawatan Kerusakan integritas kulit Diagnosa Keperawatan kerusakan integritas kulit Rabu, 7 Mei 2014 Implementasi:
Kamis, 8 Mei 2014 Implementasi
Jumat, 9 Mei 2014 Implementasi
Membersihkan kulit klien
area tempat tidur
sebelum dan sesudah
sabun 2x sehari
disekitar pasien
tindakan
Kolaborasi kompres
salep untuk decubitus 2x
perhari
S
Evaluasi Klien mengatakan luka dekubitus di bokong sudah mulai mengering
Mengganti diapers
Menggunakan sarung
setiap hari
tangan saat
Mengganti alat tenun
membersihkan tubuh
setiap hari
pasien terutama saat BAB
Kolaborasi penggunaan
dan BAK
tempat tidur untuk
Evaluasi
mencegah timbulnya
S
ulkus decubitus
Klien mengatakan merasa lebih bersih dan sehat
Evaluasi
O
Mencuci tangan setiap
dengan air hangat dan
NaCL dan pemberian
Menjaga kebersihan
Ulkus tampak kering dan
S
kulit terliat lebih lembab
O Klien mengatakan
Tidak terjadi kerusakan integritas kulit baru
A
merasa lebih nyaman
Masalah kerusakan integritas
dengan kondisi tempat
kulit teratasi sebagian
tidurnya sekarang
A
O
P
Penyembuhan decubitus
Masalah kerusakan integritas Tidak tercium bau amis
kulit teratasi
lingkungan sekitar tempat
disekitar tempat tidur
P
tidur pasien
pasien
Follow up ke perawat
Tempat tidur pasien
ruangan untuk mencegah
nampak bersih dan rapi
terjadinya kerusakan
Pertahankan kebersihan
A
integritas kulit
Masalah kerusakan integritas kulit teratasi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
sebagian P
Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik setiap akan melakukan tindakan ke pasien
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ANALISIS PRAKTIK KASUS FRAKTUR PATOLOGIS POST TIROIDEKTOMI PADA NY. M DI LANTAI V BEDAH RSPAD GATOT SOEBROTO
Munqidz Zahrawaani1 Masfuri2 1
Program Profesi Ners, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia,
Kampus UI-Depok, 16424. Hp (082113216689). E-mail:
[email protected] 2
Dosen Keperawatan Medikal-Bedah, Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia, Kampus UI-Depok, 16424 E-mail:
[email protected] ABSTRAK
Rasa nyeri pada pasien fraktur merupakan stressor yang paling dominan sehingga dapat menimbulkan respon fisik dan psikis bahkan sampai terjadinya syok. Nyeri mengakibatkan klien menolak tindakan dan pergerakan untuk aktivitas mobilitas, dampak immobilitas tidak hanya pada fisik tetapi juga pada mental dan konsep diri pasien. Asuhan keperawatan yang dilakukan sejak tanggal 22 Mei sampai 31 Mei diharapkan klien dapat mengenali dengan baik penyebab timbulnya nyeri dan bagaimana cara mengatasinya. Laporan ilmiah ini bertujuan untuk melaporkan tindakan mandiri keperawatan yang sudah dilakukan untuk menurunkan nyeri melalui metode menajemen nyeri yaitu teknik relaksasi dan nafas dalam. Teknik ini selain terbukti efektif juga dapat meningkatkan mobilisasi pasien. Kata kunci: Fraktur Patologis, Teknik Relaksasi dan Nafas Dalam, Nyeri
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
ABSTRACT
Pain is a main problem that can make fracture client become stress and strain. Client who experienced pain may respond physically and psychologically, even can lead to shock condition. The pain makes client refuse the intervention for mobilized programme. The impacts of immobilization are not just physical aspect but also mental aspect of the client. The aim of the nursing intervention that have been given since May 22 until May 31 are to give knowledge about cause and management of pain to the client. The purpose of this scientific paper is to report nursing intervention that has been proved to decrease pain as method of pain management named relaxation or deep breathing technique. The technique shown decreasing of client‟s pain scale so that the client can involve actively in mobility programme. Key word
: pathologic fracture, pain, relaxation and deep breathing techiques.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
PENDAHULUAN Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data Riset Kesehatan Dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh, kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam / tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %), dari 14.127 trauma benda tajam / tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7 %).
Energi yang sampai ke tulang melebihi dari batas kekuatan tulang sehingga terjadi fraktur. Energi yang sampai ke tulang tergantung dari jenis (ringan, berat, dsb), arah dan kecepatan trauma tersebut. Trauma dapat langsung (direct), seperti terkena pukulan dari benda yang bergerak atau kejatuhan maupun dipukul, atau tidak langsung (indirect. Apabila kondisi tulang tempat terjadi fraktur tersebut terdapat kelainan patologis seperti tumor atau osteoporosis /osteomalacia maka disebut fraktur patologis.
Proses pembentukan tulang dipengaruhi oleh proses dinamis remodelling yang melibatkan tiga sel yaitu osteosit, osteoblas dan osteoklas.. Rasa nyeri akan timbul secara tiba tiba dan terus bertambah jika penderita melakukan mobilisasi. Daerah tersebut juga mersakan nyeri jika disentuh. Tulang yang lain seperti femur akan mudah patah. Penyebab kerapuhan tulang ini ada yang bersifat primer atau sekunder, secara
primer
kekurangan
kalsium
yang
berhubungan
dengan
usia
dan
ketidakseimbangan antara kecepatan pembentukan tulang baru dan rusaknya tulang. Kemungkinan timbulnya penyakit kerapuhan tulang jenis ini sering pada wanita. Kurang dari 5% penderita juga mengalami osteoporosis sekunder yang disebabkan
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
keadaan medis lainnya atau oleh obat (sekunder), misalnya keadaan gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal terutama tiroid, paratiroid dan adrenal. Sedangkan obat obatan yang dapat menyebabkan kerapuhan tulang adalah hormon kortikosteroid, barbiturat, anti kejang dan hormon tiroid yang berlebihan (Suardi, M 2012). Insiden fraktur di USA diperkirakan menimpa satu orang pada setiap 10.000 populasi setiap tahunnya (Armis, 2002). Sedangkan di Indonesia data yang diperoleh Unit pelaksana teknis makmal terpadu FKUI, pada tahun2006 dari 1690 kasus kecelakaan lalu lintas ternyata yang mengalami fraktur femur 249 kasus atau 14,7%. Sedangkan data dari RSPAD Gatot Soebroto 2011 adalah 178 orang. Untuk lantai V bedah sendiri kasus fraktur menduduki urutan pertama dari satu bulan praktek profesi peminatan KMB didapatkan 17 kasus fraktur, dua diantaranya dalah fraktur patologis dimana pasien tidak segera mendapatkan penangana medis saat mengalami fraktur.
METODE Penulisan ini menggunakan metode studi kasus dan penerapan asuhan keperawatan yang komprehensif pada seorang pasien kelolaan sebagai kasus yang berkaitan dengan urban health. Teknik pengumpulan data diperoleh melalui data primer yaitu hasil wawancara, observasi partisipan, pengkajian fisik dan data sekunder dari catatan individu, atau rekam medik perawatan.Data yang telah terkumpul dianalisis dan ditelaah secara ilmiah dengan memfokuskan pada intervensi terpilih yang telah diberikan. Pembahasan pada karya ilmiah ini adalah dengan menitikberatkan pada keefektifan intervensi yang telah dilakukan untuk menyelesaikan masalah keperawatan pasien.
HASIL Klien adalah Ny. M (45 tahun) tinggal di Cilegon bersama suami dan anak perempuannya yang nomor dua, karena anak pertamanya meninggal akibat abortus complete Ny. M menikah dengan suaminya tahun 2001, klien 3 bersaudara dan ibu klien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Klien pernah kuliah sampai D3 akuntansi
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
dan pernah bekerja selama 7 tahun sebelum menikah. Klien masuk RSPAD Gatot Soebroto sejak 10 Mei 2014 dengan nomor medikal record 435915. Pengkajian dilakukan sejak 22 Mei 2014. Keluhan utama pada Ny. M adalah rasa nyeri. Nyeri kronik karena sudah berlangsung lebih dari 6 bulan sejak kejadian yang menyebabkan fraktur dan berlangsung setiap hari. Pasien mengeluh nyeri akan bertambah jika daerah lokasi fraktur digerakkan, karena itulah sejak awal pasien enggan untuk diajak bekerjasama dalam mobilisasi seperti miring kiri dan kanan, pasien akan berteriak karena nyeri hebat yang dirasakannya, nyeri menusuk tajam karena terjadi penekanan di daerah inguinal dan jika terjadi pergerakan pada panggul, skala nyeri 6 (sedang) saat tidak beraktifitas tetapi jika klien beraktifitas skla nyeri bisa meningkat sampai 8. Nyeri berlangsung setiap saat terutama pada saat klien melakukan mobilisasi, nyeri bertambah buruk pada malam hari sehingga klien tidak dapat beristirahat atau tidur dengan nyenyak. Pengkajian lanjutan difokuskan pada fungsi aktivitas dan neurologi. Status neurovaskuler (untuk status neurovaskuler 5 P yaitu Pain, Palor, Parestesia, Pulse, Pergerakan). Pemeriksaan pada sistem muskuloskeletal adalah jaringan parut seperti bekas operasi dan birth mark pada area abdomen. Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas) terdapat edema pada femur kiri dan kanan serta jari jari kaki. Posisi jalan, klien tidak bisa berjalan. Untuk berpindah jika mengikuti pemeriksaan menggunakan kursi roda. Kulit teraba hangat dan terba kering. Capillary refill time > 3 menit. Edema dipersendian panggul, nyeri tekan 1/3 proksimal. Keluhan nyeri dirasakan saat menggerakan bagian yang fraktur kearah kiri ataupun kanan, skala kekuatan otot dari proksimal ke distal adalah
4433 3344 1223 3221
Data subjektif yang ditemukan antara lain: Ny. M mengatakan skala nyeri bisa mencapai angka delapan, rasa nyeri di paha kiri membuatnya tidak berani bergerak banyak an harus mendapat bantuan penuh dari perawat. Mobilisasi hanya terbatas
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
untuk latihan berpindah dari posisi miring kiri ke kanan. Aktivitas semua dibantu oleh keluarga. Keluhan lain adalah sulit BAB sejak masuk rumah sakit. Data Obyektif yang didapatkan pada Ny. M, antara lain: terlihat ekspresi meringis, sering berteriak teriak mengeluhkan nyerinya, tidak mampu menggunakan alat bantu apapun, semua aktivitas dibantu
keluarga, Ny. M terlihat lebih banyak berada
ditempat tidur. Nilai Indeks Kazt (tingkat kemandirian): 5 artinya tingkat kemandirian semua dibantu kecuali makan bisa dilakukan sendiri, kaki kiri terlihat agak bengkak, ada kontraktur pada ekstremitas, semua ekstremitas bisa digerakkan kecuali kaki kiri mampu digerakan dengan mandiri. Latihan miring kiri kanan dan alih posisi rutin setiap 2 jam. Latihan ROM aktif dilakukan pada kaki kiri, tangan kiri, dan tangan kanan. Sedangkan untuk kaki kanan yang mengalami kontraktur hanya dilakukan gerakan-gerakan di jari-jari kaki, Kebutuhan sehari-hari seperti mandi, mobilisasi, sebagian dibantu oleh perawat. Saat memandikan pasien ditemukan ulkus decubitus grade I dan II dipunggung klien, kulit nampak kering dan kotor, tercium bau amis disekitar tempat tidur, klien menggunakan diapers untuk mengalasi tempat tidurnya. PEMBAHASAN Pada kasus klien Ny. M ada pengaruh dari proses patologis akibat hiperparatiroid yang mengarah pada kanker paratiroid. Hiperkalsemia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada keganasan, ditemukan pada 10-20% penderita kanker. Keganasan merupakan penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita yang dirawat. Kanker yang tersering menimbulkan hiperkalsemia adalah : kanker payudara, kanker paru, mieloma multipel, limfoma, kanker kepala dan leher (sel skuamous ), kanker traktus uroepitelial dan hipernefroma.
Penyebab tersering hiperkalsemia pada penderita dengan tumor padat tanpa metastase dan pada beberapa pasien dengan limfoma maligna non-Hodgkin adalah adanya sekresi PTHrP. Keadaan ini disebut hiperkalsemi humoral pada keganasan. PTHrP mempunyai struktur yang homolog dengan hormon paratiroid pada ujung amino
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
terminal sehingga berikatan dengan reseptor yang sama dengan PTH. Karena hal tersebut, PTHrP mampu bekerja seperti hormon paratiroid yaitu meningkatkan resorbsi tulang , resorbsi kalsium pada tubulus distal dan inhibisi transport fosfat pada tubulus proksimal.2 Interleukin 6 dihasilkan oleh banyak sel kanker dan berhubungan dengan beberapa sindroma paraneoplasma. Interleukin 6 secara langsung merangsang produksi osteoklas dan juga merupakan downstream effector kerja hormon paratiroid pada tulang. Interleukin 6 dapat menyebabkan hiperkalsemia ringan dan dapat berkerja aditif terhadap PTHrP (Oehadian, 2014).
Femur merupakan tulang tersering ketiga, setelah vertebrae dan pelvis, tempat ditemukannya metastasis tulang. Fraktur patologis pada femur merupakan yang paling sering membutuhkan intervensi pembedahan. Fraktur patologis pada femur merupakan 66 % fraktur patologis pada tulang panjang, dimana 87% terjadi pada femur proksimal dan shaft femur. Fraktur pada collum femur merupakan fraktur yang paling sering terjadi pada orang tua. Umur rata-rata 77 tahun pada wanita dan 72 tahun pada laki-laki, dan 80% terjadi pada wanita. Insidensi pada usia muda sangat rendah dan berhubungan dengan trauma hebat. Penyebab tersering fraktur patologis pada femur proksimal adalah osteoporosis.
Pada anamnesis yang mengarahkan kita kepada suatu fraktur patologis antara lain pasien dengan fraktur yang terjadi secara spontan atau pada trauma minor, pola fraktur yang tidak biasa, riwayat multipel fraktur sebelumnya, usia, riwayat penyakit metabolik dan nyeri pada tempat fraktur sebelum terjadi fraktur. Selain pemeriksaan fisik standar pada fraktur, diperlukan pemeriksaan tambahan seperti ada tidaknya massa pada tempat fraktur, keterlibatan limfonodi regional. Pemeriksaan thyroid, mammae, prostat dan rektum juga perlu dilakukan untuk mencari kemungkinan tumor primer.
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi penyembuhan fraktur atau penghambat dalam proses penyembuhan fraktur, yaitu :
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan fraktur, yaitu reduksi fragmen tulang, agar benar benar akurat dan dipertahankan dengan sempurna agar penyembuhan benar benar terjadi. Aliran darah memadai, nutrisi yang baik, latihan pembebanan berat untuk tulang panjang, hormon-hormon pertumbuhan : tiroid kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik. b. Faktor yang menghambat penyembuhan fraktur, yaitu kehilangan tulang, imobilisasi tidak memadai, adanya rongga atau jaringan diantara fragmen tulang, infeksi, keganasan lokal, penyakit metabolik, nekrosis avaskuler, fraktur intraartikuler, usia (lansia sembuh lebih lama), dan pengobatan kortikosteroid menghambat kecepatan perbaikan
Pembentukan kalus merupakan tahap ketiga dari penyembuhan fraktur Setelah terjadi hematom dan proliferasi pada tahap ini pertumbuhan jaringan berlanjut sampai celah terhubungkan. Memerlukan waktu 3-4 minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus.kemudian berlanjut ke tahap berikutnya yaitu Osifikasi dimana terjadi pembentukan kalus mulai mengal;ami penulangan endokondrial. Mineral terus ditimbun hingga tulang benar-benar bersatu (3-4 bulan). Konsolidasi (6-8 bulan) dan remodeling (6-12 bulan) dimana merupakan tahap akhir dari perbaikan patah tulang dan kalus mengalami pembentukan tulang sesuai aslinya. Faktor-faktor yang mengontrol Aktivitas osteoblas dirangsang oleh olah raga dan stres beban akibat arus listrik yang terbentuk sewaktu stres mengenai tulang. Fraktur tulang secara drastis merangsang aktivitas osteoblas, tetapi mekanisme pastinya belum jelas. Estrogen, testosteron, dan hormon perturnbuhan adalah promotor kuat bagi aktivitas osteoblas dan pertumbuhan tulang. Pertumbuhan tulang dipercepat semasa pubertas akibat melonjaknya kadar hormon-hormon tersebut. Estrogen dan testosteron akhirnya menyebabkan tulang-tulang panjang berhenti tumbuh dengan merangsang penutupan lempeng epifisis (ujung pertumbuhan tulang). Sewaktu kadar estrogen turun pada masa menopaus, aktivitas osteoblas berkurang. Defisiensi hormon pertumbuhan juga mengganggu pertumbuhan tulang (Sain, I 2014).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Menurut Sain, I 2014 adapun faktor-faktor yang mengontrol aktivitas osteoklas terutama dikontrol oleh hormon paratiroid. Hormon paratiroid dilepaskan oleh kelenjar paratiroid yang terletak tepat di belakang kelenjar tiroid. Pelepasan hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan kadar kalsium serum. Hormon paratiroid meningkatkan aktivitas osteoklas dan merangsang pemecahan tulang untuk membebaskan kalsium ke dalam darah. Peningkatan kalsium serum bekerja secara umpan balik negatif untuk menurunkan pengeluaran hormon paratiroid lebih lanjut. Estrogen tampaknya mengurangi efek hormon paratiroid pada osteoklas.
Efek lain Hormon paratiroid adalah meningkatkan kalsium serum dengan menurunkan sekresi kalsium oleh ginjal. Hormon paratiroid meningkatkan ekskresi ion fosfat oleh ginjal sehingga menurunkan kadar fosfat darah. Pengaktifan vitamin D di ginjal bergantung pada hormon paratiroid. Sedangkan kalsitonin adalah suatu hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar tiroid sebagai respons terhadap peningkatan kadar kalsium serum. Kalsitonin memiliki sedikit efek menghambat aktivitas dan pernbentukan osteoklas. Efek-efek ini meningkatkan kalsifikasi tulang sehingga menurunkan kadar kalsium serum.
Rasa nyeri yang dirasakan Ny. M timbul secara spontan jika bagian yang mengalami fraktur digerakkan. Rasa nyeri selain berdampak negatif juga bermanfaat untuk menentukan lokasi fraktur. Fraktur yang dialami Ny. M seharusnya mendapatkan penanganan penanganan yaitu reduksi baik terbuka maupun tertutup serta immobilisasi secara medis dengan cara fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi penyatuan yang tepat. Imobilisasi dapat dilakukan dengan metode fiksasi internal (nail, plat, sekrup, kawat, batang) dan eksternal (bebat, brace, traksi, balutan, pin dalam gips, fiksator eksterna). Dampak dari penanganan yang tidak tepat adalah timbulnya komplikasi jangka panjang
delayed
union
yaitu
gagalnya fraktur untuk bersatu kembali dalam waktu tiga bulan sampai satu tahun, biasanya dihubungkan dengan adanya retardasi pada proses penyembuhan seperti
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
kurangnya aliran darah, infeksi sistemik, ataupun distraksi (tarikan jauh) fragmen tulang. Ditangani dengan tambahan waktu untuk mengkoreksi penyebabnya.
Rasa nyeri merupakan stressor yang dapat menimbulkan stress dan ketegangan dimana individu dapat berespon secara biologis dan perilaku yang dapat menimbulkan respon fisik dan psikis. Respon fisik meliputi perubahan keadaan umum,wajah, denyut nadi, pernafasan, suhu badan, sikap badan dan apabila nafas makin berat dapat menyebabkan kolaps kardiovaskuler dan syok, sedangkan respon psikis akibat nyeri dapat merangsang respon stress yang dapat mengurangi sistem imun dalam peradangan, serta menghambat penyembuhan respon yang lebih parah akan mengarah pada ancama merusak diri sendiri (Corwin, 2001). Teknik relaksasi nafas dalam merupakan salah satu metode manajemen nyeri non farmakologi. Menurut (Brunner & Suddart, 2001) beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa relaksasi nafas dalam sangat efektif dalam menurunkan nyeri pasien fraktur.
Fraktur memegang proporsi terbesar penyebab trauma dan cedera, dapat terjadi pada semua tingkat usia dan dapat menimbulkan perubahan yang signifikan pada kualitas hidup individu.perubahan yang ditimbulkan diantaranya terbatasnya aktifitas, karean rasa nyeri akibat tergeseknya saraf motorik dan sensorik pada luka fraktur. Rasa nyeri yang dialami pasien membuat pasien takut untuk menggrekakkan ekstrimitas yang cedera, sehingga pasien cenderung untuk tetap berbaring lama, membiarkan tubuh tetap kau (Smeltzer & Bare, 2009). Individu yang membatasi pergerakkannya (immobilisasi) akan menyebabkan tidak stabilnya pergerakan sendi, terjadinya atropi otot dalam 4-6 hari (Waher, Salmond & Pellino, 2002).
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk berpindah. Klien yang mengalami fraktur terutama Ny. M sangat enggan melakukan mobilitas karena nyeri yang dirasakannya.. Proses penyembuhan yang gagal menyebabkan immobilisasi pada Ny. m semakin bertambah, klien tidak mampu memasuki tahap rehabilitasi dari
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
penyembuhan fraktur itu sendiri. Immobilisasi yang lama bisa berdampak pada timbulnya komplikasi fraktur yang lain.
Intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang sudah pernah diteliti oleh Ayudianingsih tahun 2014 di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa skor nyeri pada sesudah perlakuan kelompok eksperimen sebesar 2,65 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 3,30. Berdasarkan perbandingan rata-rata skor nyeri tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian teknik relaksasi nafas dalam memberikan dampak penurunan nyeri yang lebih baik.
Teknik relaksasi nafas dalam bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi meningkatakan memori, serta menyediakan kesempatan yang unik untuk berinteraksi dan membangun kedekatan emosional. Jadi, teknik relaksasi nafas dalam diharapkan dapat membantu mengatasi stres, mencegah penyakit dan meringankan rasa sakit (Djohan 2006).
Teknik relaksasi nafas dalam adalah teknik yang dilakukan untuk menekan nyeri pada thalamus yang dihantarkan ke korteks cerebri dimana korteks cerebri sebagai pusat nyeri, yang bertujuan agar pasien dapat mengurangi nyeri selama nyeri timbul. Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan saat relaksasi adalah pasien harus dalam keadaan nyaman, pikiran pasien harus tenang dan lingkungan yang tenang. Suasana yang rileks dapat meningkatkan hormon endorphin yang berfungsi menghambat transmisi impuls nyeri sepanjang saraf sensoris dari nosiseptor saraf perifer ke kornu dorsalis kemudian ke thalamus, serebri, dan akhirnya berdampak pada menurunnya persepsi nyeri (Brunner & Suddart, 2001).
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Secara klinik apabila pasien dalam keadaan rileks akan menyebabkan meningkatnya kadar serotonin yang merupakan salah satu neurotransmitter yang diproduksi oleh nucleus rafe magnus dan lokus seruleus, serta berperan dalam system analgetik otak. Serotonin menyebabkan neuron-neuron local medulla spinalis mensekresi enkefalin, karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presinaptik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C sehingga sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri pada δ dan A tempat masuknya ke medulla spinalis dan Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Guyton, 2005).
Adapun intensitas nyeri selain di pengaruhi oleh penggunaan terapi, juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: lingkungan, kelelahan, ansietas, budaya, dukungan orang lain dan riwayat sebelumnya (Priharjo, 2000). Seseorang dengan pengalaman yang pernah di alaminya akan lebih mudah beradaptasi dan mengatasinya, misalnya seorang pasien yang pernah di rawat dengan kasus yang sama akan lebih mudah beradaptasi dibanding dengan pasien yang baru pertama kali dirawat, karena tidak ada pengalaman sebelumnya.
Penelitian menunjukkan adanya pengaruh yang signifikan pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap penurunan nyeri pasien pasca operasi fraktur femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Namun dalam penelitian ini ditemukan bahwa pada kelompok kontrol, yaitu kelompok yang tidak mendapatkan terapi teknik relaksasi nafas dalam terdapat beberapa responden yang mengalami penurunan nyeri. Kondisi ini disebabkan terdapat banyak faktor yang mempengaruhi penurunan nyeri seseorang, antara lain yaitu pengalaman, karena pada umumnya orang yang sering mengalami nyeri dalam hidupnya, cenderung mengantisipasi terjadinya nyeri yang lebih hebat (Taylor, 2000), kemudian anseitas, karena kecemasan pasien menyebabkan menurunnya kadar serotonin. Serotonin merupakan neurotransmitter yang memiliki andil dalam memodulasi nyeri pada susunan saraf pusat (Lee Mone, 1999) dan menyebabkan neuron-neuron lokal medulla spinalis mensekresi enkefalin,
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
karena enkefalin dianggap dapat menimbulkan hambatan presipnatik dan postsinaptik pada serabut-serabut nyeri tipe C, jadi sistem analgetika ini dapat memblok sinyal nyeri yang akan masuk ke medulla spinalis (Guyton, 2005).
KESIMPULAN 1. Dari hasil pengkajian didapatkan etiologi terjadinya fraktur Patologis pada Ny. M akibat trauma langsung yang menyebabkan energi berlebihan mengenai tulang femur. Keterlambatan penanganan disertai tumor penyerta. Fraktur mengenai 1/3 diafisis proksimal os femur kiri. 2. Dari proses analisa data didapatkan diagnosa keperawatan Diagnosa keperawatan yang dirumuskan, ada tiga diagnosa utama yaitu: kerusakan mobilitas fisik, kerusakan integritas kulit dan Nyeri kronis. Diagnosa utama yang dibahas oleh penulis dan menjadi fokus dalam karya ilmiah ini adalah diagnosa nyeri kronis, namun diagnosa lainnya tetap menjadi perhatian dan tetap dilakukan intervensi untuk mengatasi masalah tersebut. 3. Implementasi yang telah dilakukan untuk mengatasi masalah nyeri adalah teknik
relaksasi nafas dalam sebagai salah satu intervensi pilihan yang bertujuan membantu mengekspresikan perasaan, membantu rehabilitasi atas fisik, memberi pengaruh positif terhadap kondisi suasana hati dan emosi 4. Evaluasi menunjukkan penurunan keluhan nyeri (skala, petunjuk verbal dan non verval, perubahan tanda-tanda vital). Rencana tindak lanjut yang penulis rekomendasikan pada pihak rumah sakit
antara lain menyampaikan kepada
perawat untuk menindaklanjuti jadwal miring kanan kiri pasien terutama yang immobilitas UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji syukur kepada Allah SWT yang telah mengizinkan terciptanya karya ilmiah ini. selanjutnya kepada keluarga besar Drs. Munadji, SH terutama suami, bapak Dede Kusnandar, SP dan anaknda tercinta Aufaanur Kusnandar yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis walaupun terpisah oleh jarak
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
dan waktu . Ucapan terima kasih juga kepada Bapak Masfuri, Skp, MN dan Ibu. Merri Silaban, S.kep selaku dosen pembimbing kelompok Bedah mahasiswa peminatan KMB RSPAD Gatot Soebroto, dan tidak lupa Ibu Dra. Junaiti Sahar, S.Kp, M.App.Sc., Ph.D selaku dekan Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia serta ibu kepala Program Studi Ilmu Keperawatan, bunda Kuntarti, SKp, Mbiomed.
REFERENSI Asahina, A.H., Y. Yamazaki, M. Uchida, Y. Shinohara, M.J. Honda, H. Kagami, and M. Ueda. (2007). Effective bone engineering with perioteum-derived cells. British Journal : J. Dental. Res Arifianto (2010). Penyebab Nomor Satu Patah Tulang Wajah. http://www.fk.unair.ac.id/news/headline-news/kecelakaan-lalu-lintaspenyebab-nomor-satu-patah-tulang-wajah.html. (20 April 2010) Ayudianingsih, N G dan Maliya, A. (2014). Pengaruh Teknik Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan Tingkat nyeri pada Pasien Pasca operasi Fraktur Femur di Rumah Sakit Karima Utama Surakarta. Kartasura : FIK UMS Chen, D., M. Zhao, and G.R. Mundy. (2004). Bone morphogenetic proteins. British Journal : Growth Factors Djohan. (2006). Terapi Musik. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik Doenges, M E ; Moorhouse, F & Geissler, A C. (2002). Rencana Asuhan Keperawatan:
Pedoman
untuk
Perencanaan
dan
Pendokumentasian
Perawatan Pasien. Jakarta: EGC Eldawati. (2011). Pengaruh Latihan Kekuatan Otot Pre Operasi terhadap kemampuan Ambulasi Dini Pasien Pasca Operasi Fraktur Ekstremitas Bawah di RSUP Fatmawati Jakarta. Depok : FIK UI Fernandez, I., M.A.A. Gracia, M.C. Pingarron, and L.B. Jerez. (2006). Physiological bases of bone regeneration II. The remodeling process. UK :Medication Bucal Houfbauer, L.C., S. Khosla, C.R. Dunstn, D.L. Lacey, T.C. Spelsberg, and B.L. Riggs. (1999). Estrogen stimulates gene expression and protein production of osteoprotegin in human osteoblastic cells. Endocrinology 140:4367-4370.
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Ignatavicius, Donna D. (2010). Medical Surgical Nursing: Clinical Decision Making. United States of America : Elsevier Manolagas, S.C. (2000). Birth and death of bone cells; basic regulatory mechanisms and implications for the pathogenesis and treatment of osteoporosis. UK: Endocrine Review Morton. (2004). Prevention and Control Pain in Children. British Journal of Anesthesia. Mulyono. (2008). Hubungan Musik Klasik Dengan Waktu Pemulihan Pasien Post Operasi Seksio Cesaria Dengan Spinal Anestesi di RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA. Skripsi S-1 tidak diterbitkan Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta. Ogita, M., M.T. Rached, E. Dworakowski, J.P. Bilezikian, and S. Kousteni. (2008). Differentiation and proliferation of perioteal osteoblast progenitors are differentially regulated by estrogens and intermittent parathyroid hormone administration. Endocrinology 149(11):5713-5723. Orwoll, E.S. 2003. Toward an expanded understanding of the role of the periosteum in skeletal health. J. Bone Miner. Res Oehadian, A. (2014). Emergensi Metabolik pada Pasien Kanker : Hiperkalsemia pada Keganasan. Bandung : FK UNPAD Reksoprodjo, Soelarto. (2006). Orthopaedic Training in Developing Countries: An International Symposium on Orthopaedic Training in Developing Countries. Michigan: The Foundation Sain, I. (2014). Asuhan Keperawatan Klien dengan Fraktur. Depok : FKM UI Seeman, E. (2003). The structural and biochemical basis of the gain and loss of bone strength in women and men. Endocrinol. Mrtab. Clin. Orth. Am. 32:25-38. Tri. (2014). Asuhan keperawatan Fraktur femur tertutup dengan Osteomielitis Kronis.
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2012/12/20/askep-fraktur-
femur-tertutup-dengan-osteomielitis-kronis-517715.html (diunduh pada 5 Juli 2014)
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014
Yanty, N M. (2010). Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi Dini Pasien Paska Operasi Fraktur Ekstrimitas Bawah di Rindu B3 RSUP H. Adam Malik Medan. Sumatera Utara: Fakultas Keperawatan USU Waher, A., Salmond, S., Pellino, T. (2002). Orthopaedic Nursing, Third Edition, Philadelphia, PA. WB Saunders Co
UNIVERSITAS INDONESIA
Analisis praktik ..., Munqidz Zahrawaani, FIK UI, 2014