UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI
DINA AULIA YULIASNI ASMADI 0706287284
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN BOGOR
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Administrasi dalam bidang Ilmu Administrasi Fiskal
DINA AULIA YULIASNI ASMADI 0706287284
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI FISKAL DEPOK 2011 i
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
KATA PENGANTAR Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia yang telah diberikan-Nya dalam setiap langkah yang peneliti tempuh dalam penyusunan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Ilmu Administrasi pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia. Begitu banyak titikan keringat dan perhatian peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Peneliti menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya kepada : 1.
Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI);
2.
Dr. Roy Valiant Salomo, M.Soc.Sc, selaku Ketua Departemen Administrasi Fisip UI;
3.
Prof. Dr. Irfan Ridwan Maksum, M.Si, selaku Ketua Program Sarjana Reguler Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI;
4.
Dra. Inayati, M.Si, selaku Ketua Program Studi Administrasi dan pembimbing peneliti yang telah memberikan masukan, saran dan literatureliteratur yang berguna bagi peneliti dalam penyusunan skripsi;
5.
Dra, Titi M. Putranti, M.Si, selaku penasehat akademis yang telah memotivasi dan membimbing peneliti selama masa kuliah di FISIP UI;
6.
Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI yang telah memberikan pengetahuannya selama peneliti kuliah di FISIP UI;
7.
Kedua orang tua peneliti, terima kasih papa yang tanpa mengenal lelah selalu sabar dalam menemani peneliti dalam penyusunan skripsi ini. Terima kasih juga kepada mama yang setia menemani peneliti mencari data yang dibutuhkan dan selalu mendorong peneliti untuk menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Tanpa doa yang papa mama panjatkan dalam setiap sholat kepada Allah SWT tidak mungkin peneliti bisa meraih ini semua. Terima
iv
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
kasih mama papa. Semoha peneliti dapat membanggakan mama dan papa kelak. Amin; 8.
Kakak peneliti yang selalu memberikan dukungan bagi peneliti dalam penyusunan skripsi;
9.
Terima kasih untuk seluruh karyawan Dinas Pendapatan dan Kekayaan Barang Daerah, khususnya kepada Bapak Rachmat dari Seksi Pendataan dan Penagihan Pajak Reklame dan Bapak Fendri dari Seksi Penagihan Pajak yang telah berkenan dan membantu dalam memberikan informasi;
10. Terima kasih kepada seluruh karyawan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, khususnya kepada Ibu Tina dari Bagian Perizinan Penyelenggaraan Reklame yang telah berkenan dan membantu dalam memberikan informasi; 11. Terima kasih untuk seluruh karyawan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, khususnya kepada Bapak Iwan yang telah berkenan memfasilitasi peneliti dalam penyusunan skripsi dan membantu dalam memberikan informasi; 12. Terima kasih kepada seluruh petugas MBRC yang telah membantu peneliti dalam mencari data yang diperlukan; 13. Kepada
Nazlah
Khaeroni
S.
yang
dengan
sabar
mendampingi,
mendengarkan curhatan serta memberikan dorongan untuk maju; 14. Erpe, Ajeng, Suki, Vidya, Anggon, Ary, Djamul, Ia, Dias, Aya, temanteman selama kuliah. Terima kasih atas empat tahun yang mengesankan ini. Terima kasih atas semua suka duka yang akan selalu menjadi kisah yang tidak terlupakan. Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan, namun peneliti berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Atas segala kekurangan yang terdapat dalam penyusunan skripsi ini peneliti mohon maaf dan harap dimaklumi.
Jakarta, 27 Desember 2011
Peneliti v
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
ABSTRAK
Nama Program studi Judul
: Dina Aulia Yuliasni A. : Ilmu Administrasi Fiskal : Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame Atas Reklame Rokok Pada Warung Dan Kios Di Kabupaten Bogor
Penelitian ini membahas implementasi pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pemberlakuan Perda KTR Kota Bogor membuat Pemerintah Kabupaten Bogor membuka peluang bagi penyelenggara reklame rokok untuk menyelenggarakan reklame rokoknya di daerahnya. Namun pemasangan pada media ini harus sangat selektif dan diawasi karena sasaran pasar sangat luas. Salah satunya melalui pajak reklame dan tahapan penyelenggaraan reklame yang harus dilalui. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis tahapan administrasi pajak reklamenya dengan menggunakan teori tahapan administrasi pajak yang dikemukakan Ikhsan dan Salomo, serta menganalisis kendala penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif dengan metode pengumpulan data secara studi literatur observasi dan wawancara mendalam dengan teknik analisis data secara kualitatif. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa implementasi tahapan administrasi pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah dilaksanakan sesuai teori; proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor masih belum dilaksanakan sesuai standar yang sudah ditetapkan; Kendala ditemukan dalam tiap tahapan penyelenggaran reklame. Baik dalam perizinan, administrasi pajak, maupun pengawasan dan berpengaruh terhadap hilangnya sejumlah potensi pajak.
Kata Kunci : Administrasi Pajak, Sistem Pemungutan Pajak, Pajak Reklame
vii
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
ABSTRACT Name Study Program Title
: Dina Aulia Yuliasni A. : Fiscal Administration : Implementation of Advertising Tax on Cigarette Products’ Advertisements at Bogor County Stalls Analysis
The aim of this research is to analyze the implementation of advertising tax on cigarette products’ advertisement at Bogor county stalls. The enforcement of No Smoking Area regulation makes a big opportunity to the county local government by allowing all of the cigarette products’ advertisement being held at their district. However, the accomplishment of this advertising has to be more selective and controlled because the target market is wider and closer by this media. Things that can be used to control them is advertising tax and the administration to permit the advertisement. The purposes of this study are to analyze the administration procedure of advertising tax with Ikhsan and Salomo’s theory, analyze the permit procedure and the controlling procedure, and analyze the obstacle of the implementation of this cigarette products’ advertisement, specifically advertisement at Bogor county stalls. The research’s approach that being used is quantitative approach, collecting data methods are field search, literature research, in-depth interviews, and observation. Analyze the data with qualitative method. And the result of this research stated that the implementation of the tax administration is already be implemented as the theory said; the controlling procedure are still not be implemented as the standard set; and there are some obstacles on each procedure and give a big impact to the collection of advertising tax. Keyword: Tax administration, Tax Collection System, Advertising tax
viii
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS LEMBAR PENGESAHAN KATA PENGANTAR LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN
i ii iii iv vi vii ix xi xii xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Pokok Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Signifikansi Penelitian 1.5 Sistematika Penulisan
1 7 9 9 10
BAB 2 KERANGKA TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Pajak Daerah 2.2.2 Reklame 2.2.3 Pajak Reklame 2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak Daerah 2.2.5 Administrasi Pajak 2.3 Operasionalisasi Konsep BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian 3.2 Jenis Penelitian 3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian 3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian 3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu 3.2.4 Teknik Pengumpulan Data 3.3 Teknik Analisis Data 3.4 Narasumber 3.5 Site Penelitian 3.6 Pembatasan Penelitian
ix
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
12 18 22 23 24 25 29
31 31 32 32 33 34 35 36 36
BAB 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYELENGGARAAN REKLAME DI KABUPATEN BOGOR 4.1 Badan Perizinan Terpadu 4.2 Dinas Kebersihan dan Pertamanan 4.3 Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor 4.5 Pengendalian dan Pengawasan Penyelenggaraan di Kabupaten Bogor 4.6 Pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor
37 40 44 47 52 54
BAB 5 ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Implementasi Tahapan Administrasi Pajak Reklame atas Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 67 5.1.1 Pendataan / Identifikasi Subjek dan / atau Objek Pajak 69 5.1.2 Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak 77 5.1.3 Penetapan Nilai Pajak Terutang 86 5.1.4 Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak 98 5.2 Proses Pengawasan Penyelenggaraan Reklame Rokok pada 105 Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 5.3 Kendala dalam Proses Penyelenggaraan Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 109 BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan 6.2 Saran
115 115
DAFTAR REFERENSI DAFTAR RIWAYAT HIDUP LAMPIRAN
x
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
DAFTAR TABEL
Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel Tabel
2.1 2.2 4.1 5.1
Perbandingan Tinjauan Pustaka Operasionalisasi Konsep Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011 Rincian Jumlah Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor Tahun 2010 5.2 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2008-2011 5.3 Contoh Tabel Data Objek Pajak Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor 5.4 Laporan Penerimaan Pendapatan Daerah dari Pajak Reklame Kabupaten Bogor Tahun per 31 Desember 2010
xi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
15 30 55 63 65 76 102
DAFTAR GAMBAR
Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
1.1 1.2 1.3 4.1 4.2
Gambar 4.3 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar
4.4 4.5 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8
Gambar 5.9
Statistik Perokok di Indonesia Tahun 2008 Peta Kabupaten Bogor Komponen Target Pajak Daerah Tahun 2006 Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor Mekanisme Pajak Reklame di Kabupaten Bogor Reklame Rokok Jenis Front Tempel Reklame Rokok Jenis Billboard Tanam Reklame Rokok Jenis Billboard Tempel Reklame Rokok Jenis Billboard Back Tanam Reklame Rokok Jenis Billboard Front Tanam Reklame Rokok Jenis Spanduk Reklame Rokok Jenis Rombong Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Berdekatan dengan Sekolah Contoh Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Tidak Ditertibkan
xii
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
2 4 6 39 42 46 49 58 64 90 91 92 93 94 96 111 114
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Wawancara dengan Bagian Perizinan ReklameBadan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor Lampiran 3 Wawancara dengan Bagian Pendataan Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor Lampiran 4 Wawancara dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor Lampiran 5 Wawancara dengan Bagian Penagihan Pajak Daerah Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor Lampiran 6 Wawancara dengan PT. Djarum Lampiran 7 Wawancara dengan CV. Sheilla Advertising Lampiran 8 Wawancara dengan CV. Wahyu Lampiran 9 Wawancara dengan Akademisi
xiii
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia
merupakan
negara
berkembang
yang
terus
menerus
mengembangkan perekonomiannya. Diantara banyaknya faktor yang dapat mengembangkan perekonomian di Indonesia, periklanan memegang peranan yang cukup penting dalam perkembangan perekonomian di Indonesia. Keberhasilan dari suatu perekonomian secara nasional banyak ditentukan oleh kegiatankegiatan periklanan (Purwaningwulan, 2010). Keberadaan periklanan ini sangat menunjang usaha penjualan yang menentukan kelangsungan produksi serta mendukung terciptanya lapangan pekerjaan. Jika periklanan tidak ada, maka produsen dan distributor tidak dapat menjual produknya, dan sebaliknya konsumen tidak memiliki informasi yang cukup mengenai produk barang dan jasa yang tersedia. Salah satu bentuk periklanan yang banyak digunakaan sekarang adalah dalam bentuk reklame. Itulah sebabnya periklanan merupakan salah satu faktor penting dalam mengembangkan perekonomian Indonesia. Salah satu produsen yang menggunakan reklame dalam memasarkan produknya adalah produsen rokok. Jika dilihat dari produksi rokoknya, produksi rokok di Indonesia masih cenderung tinggi walaupun kampanye anti rokok sedang gencar dilakukan pemerintah. Selama tahun 2005 sampai tahun 2009 produksi rokok cenderung mengalami peningkatan sekitar 3,2% per tahun, yaitu dari 2005 sebesar 240,1 miliar batang menjadi 245 miliar batang pada 2009 dan diprediksi hingga akhir 2010 mencapai 250 miliar batang (Media Data Riset, 2010). Jumlah produksi ini tidak terlepas dari tingginya konsumsi rokok di Indonesia. Dari sepuluh negara perokok terbesar di dunia, Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Cina dan India (World Health Organization, 2008).
1
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
2
70.00% 60.00% 50.00% 40.00%
Anak-Anak dan Remaja
30.00%
Dewasa
20.00% 10.00% 0.00% Pria
Wanita
Gambar 1.1 Statistik Perokok di Indonesia Tahun 2008 Sumber : World Health Organization
Berdasarkan gambar diatas, perokok di Indonesia berasal dari kalangan pria maupun wanita. Jika dilihat dari klasifikasi umur, perokok berasal dari kalangan anak-anak dan remaja, atau dibawah umur, dan dari kalangan dewasa. Rincian statistik perokok pria di Indonesia terdiri dari 21,4% pria dibawah umur dan 63% pria dewasa. Sedangkan statistik perokok wanita di Indonesia terdiri dari 4% wanita dibawah umur dan 4,5% wanita dewasa. Khusus di Kota Bogor, sekitar 7,22 persen perokok mulai mengonsumsi asap rokok pada usia di diatas 10 tahun. Angka ini merupakan angka tertinggi dibandingkan kabupaten atau kota lain di Jawa Barat (Republika, 23 Juli 2010). Hal ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi individu untuk merokok. Faktor yang mempengaruhi tersebut terbagi menjadi faktor intrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik dari perokok itu berasal dari individu dari perokok itu sendiri. Seperti yang dikutip Sitepoe dari Conrad dan Miller yang menjelaskan faktor intrinsik secara lebih mendetail bahwa : “Seseorang akan menjadi perokok melalui dorongan psikologis dan fisiologis, dorongan psikologis pada anak remaja adalah untuk menunjukkan kejantanan (bangga diri), mengalihkan kecemasan, dan menunjukkan kedewasaan. Sedangkan dorongan fisiologis dari remaja adalah nikotin yang dapat menyebabkan ketagihan sehingga seseorang ingin terus merokok.” (Sitepoe, 2000, h.17)
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
3
Selain faktor instrinsik tersebut, keinginan untuk merokok juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsik. Faktor ekstrinsik tersebut antara lain adalah pengaruh keluarga dan lingkungan sekitar, pengaruh teman sebaya, pengaruh iklim, iklan rokok, kemudahan memperoleh rokok, tidak adanya peraturan, dan sikap petugas kesehatan (Hamzah, 2003). Jelas sekali bahwa iklan atau reklame iklan sangat berpengaruh terhadap tingginya konsumsi rokok. Iklan-iklan mengenai rokok ini terpampang di berbagai tempat seperti warung, toko swalayan, televisi, dan media lain agar masyarakat mengetahui dan membeli produk tersebut. Selain itu produsen rokok juga mengemas iklan rokok ini dengan begitu menarik sehingga daya tarik masyarakat menjadi tinggi. Keberadaan reklame rokok di Kota Bogor sangat berpengaruh terhadap pengkonsumsian rokok di Kota Bogor. Terlihat dari hasil survei yang dilakukan untuk mengetahui pendapat masyarakat mengenai pengaruh reklame rokok terhadap masyarakat Kota Bogor bahwa 66% dari responden berusia muda menyatakan memiliki keinginan untuk merokok setelah melihat reklame rokok (LSM No Tobacco Community, 2010). Jumlah ini memperjelas bahwa reklame rokok sangat berpengaruh terhadap konsumsi rokok di Kota Bogor. Pengkonsumsian rokok ini memberi efek negatif baik bagi perokok aktif maupun perokok pasif. Selain menyebabkan ketagihan terhadap nikotin, rokok juga menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, dan gangguan kehamilan dan janin. Tidak hanya penyakit tersebut, rokok juga merupakan salah satu pembunuh berbahaya di dunia. Lebih dari 5 juta orang mati karena penyakit yang disebabkan oleh rokok (World Health Organization, 2008). Oleh sebab itu pengkonsumsian rokok di Indonesia harus dikurangi. Salah satu cara yang diambil pemerintah
untuk
mengurangi
pengkonsumsian
rokok
adalah
dengan
pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok. Salah satu daerah yang memberlakukan Kawasan Tanpa Rokok ini adalah Kota Bogor. Program Kawasan Tanpa Rokok di
Kota Bogor diatur dalam
Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Perda KTR ini bertujuan untuk mengurangi pengkonsumsian rokok di Kota Bogor dengan melarang pengkonsumsian di tempat-tempat umum. Tidak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
4
hanya itu, Pemerintah Kota juga mengeluarkan kebijakan yang intinya mendukung pelaksanaan Perda KTR tersebut. Karena tingginya pengaruh reklame rokok terhadap pengkonsumsian rokok di Kota Bogor, maka Pemerintahan Kota mengeluarkan kebijakan untuk tidak lagi mengizinkan penyelenggaraan atau perpanjangan penyelenggaraan reklame rokok serta pengadaan acara dengan sponsor dari perusahaan rokok. Sejak pemberlakuan perda ini, Pemerintah Kota sudah mewujudkan penurunan jumlah reklame rokok di ruas-ruas jalan kota Bogor. Pada tahun 2008 unit reklame rokok yang terpasang berjumlah 372 unit, sedangkan pada tahun 2010 unit yang tertinggal sebanyak 77 unit (Kompas, 2010). Penurunan jumlah reklame ini diharapkan dapat mengurangi jumlah perokok yang ada di Kota Bogor dan sekitarnya.
Gambar 1.2 Peta Kabupaten Bogor Sumber: www.bogorkab.go.id
Kota Bogor merupakan kota yang terletak ditengah Kabupaten Bogor sehingga untuk mencapai Kota Bogor harus melalui Kabupaten Bogor terlebih dahulu. Sebagian besar penduduk yang bekerja di Kota Bogor juga bertempat tinggal di Kabupaten Bogor. Letak wilayah dan domisili dari warga yang berada di Kota Bogor inilah yang menyebabkan setiap kebijakan yang berlaku di Kota Bogor memiliki efek ke Kabupaten Bogor yang berada di sekitarnya. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
5
Salah satu kebijakan yang memberikan efek ke Kabupaten Bogor adalah tidak diizinkannya reklame rokok untuk dipasang di Kota Bogor untuk mendukung program Kawasan Tanpa Rokok. Dengan diberlakukannya kebijakan tersebut, imbas yang timbul di Kabupaten Bogor adalah berpindahnya penyelenggaraan reklame rokok di kabupaten Bogor.. Hal ini diperjelas dengan pernyataan Kabid Badan Perizinan Terpadu (BPT) kabupaten Bogor, Irwan Purnawan, menyebutkan bahwa : “Kita akui sejak Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) diberlakukan di kota Bogor, kami kebanjiran order penyelenggaraan iklan dari produsen rokok,” (Poskota, 2010). Bupati Kabupaten Bogor, Rachmat Yassin, juga membuka peluang bagi produsen rokok untuk memasang reklamenya di Kabupaten Bogor sejak diberlakukannya Perda Kawasan Tanpa Rokok di kota Bogor. Bupati menyatakan kesiapannya untuk menerima reklame rokok di Kabupaten Bogor (Republika, 2010). Tidak hanya dari pihak pemerintah, penyelenggara reklame rokok pun juga menyatakan bahwa Kabupaten Bogor merupakan daerah pengalihan pertama penyelenggaraan reklame rokok dari Kota Bogor daripada daerah lainnya karena di Kabupaten Bogor masih diperbolehkan dan wilayah cakupannya lebih luas (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011). Dipilihnya Kabupaten Bogor sebagai pengganti Kabupaten Bogor juga dipengaruhi oleh pengaruh iklim. Karena letaknya berdekatan dengan Kota Bogor, iklim Kabupaten Bogor sama seperti Kota Bogor. Suhu 20º-25º C dan curah hujan yang tinggi merupakan faktor eksternal yang membuat seseorang berkeinginan untuk merokok. Hal ini sangat menguntungkan bagi produsen rokok, sehingga reklame rokok diperlukan untuk mempermudah pemasaran rokok dan mempermudah pengkonsumsi rokok untuk mengetahui tempat dimana rokok bisa didapatkan. Reklame merupakan salah satu potensi daerah Kabupaten Bogor, terutama reklame rokok. Dengan meningkatnya permohonan izin penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor dan meningkatnya jumlah reklame yang ada di Kabupaten Bogor, potensi penerimaan daerah Kabupaten Bogor juga meningkat. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
6
Karena reklame merupakan salah satu potensi penerimaan Kabupaten, maka Kabupaten berhak untuk menjadikan reklame sebagai objek pajak daerah, yaitu objek pajak reklame. Pajak reklame di Kabupaten Bogor memiliki dua fungsi, yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend. Fungsi budgetair pajak reklame ini adalah menjadi sumber penerimaan daerah Kabupaten Bogor. Sedangkan fungsi regulerend-nya adalah untuk mengatur penyelenggaraan reklame yang ada di Kabupaten Bogor melalui besarnya tarif. Fungsi regulerend sangat ditekankan terutama pada penyelenggaraan reklame rokok, karena reklame ini menawarkan produk yang lebih banyak memberi dampak negatif daripada dampak positif kepada masyarakat.
Gambar 1.3 Komponen Target Pajak Daerah Tahun 2006 Sumber : dispenda.bogorkab.go.id
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
7
Potensi penerimaan pajak reklame termasuk cukup tinggi, terlihat dari penetapan target penerimaan daerah dari sektor pajak daerah. Dari keseluruhan pajak daerah yang ada di Kabupaten Bogor, pemerintah kabupaten memberi komposisi target penerimaan pajak reklame sebesar 6% sejak tahun 2006. Target penerimaan pajak reklame ini menempati urutan ke-5 dari delapan pajak daerah yang dikelola oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Selain itu, berdasarkan informasi yang didapat dari Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah Kabupaten Bogor, realisasi penerimaan dari sektor pajak reklame selalu melebihi target yang ditentukan tiap tahunnya, dan target penerimaan pajak reklame juga meningkat tiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pajak reklame di Kabupaten Bogor juga meningkat tiap tahunnya. Untuk mengenakan Pajak Reklame kepada wajib pajak, Pemerintah Kabupaten Bogor memerlukan peraturan daerah yang mengatur tentang pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor. Peraturan daerah tersebut antara lain adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor No. 60 Tahun 2010 tetang Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, bentuk reklame yang berada di Kabupaten Bogor antara lain berupa papan / billboard / videotron / megatron dan media reklame eletronik lainya, reklame kain, reklame selembaran, reklame sticker, reklame berjalan, termasuk pada kendaraan, reklame udara, reklame suara, reklame film, reklame peragaan, dan reklame lainnya. Bentuk reklame tersebut juga digunakan dalam reklame rokok. Berdasarkan data DPKBD Kabupaten Bogor, bentuk reklame rokok yang banyak digunakan di Kabupaten Bogor berupa reklame billboard, reklame kain, dan reklame rombong (DPKBD, 2011). Penyelenggaraan reklame ini dilakukan di jalan-jalan raya, tempat umum tertentu, warung, dan kios.
1.2 Pokok Permasalahan Pelarangan reklame rokok di Kota Bogor sebagai wujud pelaksanaan Perda No. 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok telah memberi imbas yang menguntungkan bagi Kabupaten Bogor. Penyelenggaraan reklame rokok yang di Kabupaten
Bogor
mengalami
peningkatan
daripada
tahun
sebelumnya.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
8
Penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor dilakukan salah satunya pada warung dan kios. Untuk mempromosikan barangnya melalui warung dan kios, jenis reklame yang diberikan produsen rokok antara lain reklame berbentuk billboard, spanduk, dan rombong. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios ini disebabkan oleh luasnya sasaran pemasaran karena warung dan kios merupakan tempat bagi konsumen dari segala kalangan, gender, maupun umur untuk membeli barang kebutuhan sehari-hari. Penyelenggaraan reklame pada warung dan kios juga tidak memakan biaya yang cukup besar dan menyebar ke seluruh pelosok kabupaten. Selain itu, Pemerintah Kabupaten Bogor membudidayakan warganya untuk berbelanja di warung atau kios daripada pasar modern atau perusahaan ritel yang masuk ke wilayah Kabupaten Bogor. Hal tersebut diperjelas dengan pernyataan Kepala Bidang Perindustrian Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Bogor, Aan Surya Priana, yang menyatakan keinginan pihak Pemerintah Kabupaten agar warganya gemar berbelanja di warung-warung maupun kios pasar tradisional yang tersebar di pemukiman penduduk atau di perkampungan (Tribun Jabar, 30 Juli 2010). Pernyataan itulah yang menyebabkan produsen rokok banyak memasangkan reklamenya pada warung dan kios, terutama di wilayah Kabupaten Bogor. Banyaknya reklame rokok yang dipasang di warung dan kios, khususnya di Kabupaten Bogor, pada satu sisi memberikan sumbangan penerimaan daerah yang tinggi bagi kas daerah. Namun hal tersebut membuat reklame rokok terkesan tidak terkontrol dan mudah perizinanannya dan membuat rokok menjadi lebih dekat kepada masyarakat, terutama kalangan anak-anak dan remaja, karena warung dan kios ini merupakan tempat yang sangat strategis. Kondisi tersebut membuat peran administrasi
pajak
reklame
sebagai
pengatur
penyelenggaraan
reklame
dipertanyakan keefektifannya.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
9
Berdasarkan uraian yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dibahas adalah : 1.
Bagaimana implementasi tahapan administrasi pajak reklame yang dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor?
2.
Bagaimana proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor?
3.
Apa saja kendala yang muncul dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor?
1.3 Tujuan Penelitian Dengan permasalahan yang telah disebutkan, tujuan dari peneilitian ini adalah untuk menganalisis : 1.
Implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
2.
Proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
3.
Kendala dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
1.4 Signifikansi Penelitian Penelitian ini dilakukan berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sehingga dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membaca penelitian ini.
1.4.1
Signifikansi Akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan
ilmu pengetahuan di bidang perpajakan, khususnya dalam hal yang berkenaan dengan implementasi pajak reklame atas reklame rokok. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan tambahan wawasan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian sejenis.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
10
1.4.2
Signifikansi Praktisi Hasil Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
bermanfaat bagi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor agar dapat mengoptimalisasikan fungsi regulerend dan fungsi budgetair dari pemungutan Pajak Reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisa yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari enam bab, yang masing-masing terbagi menjadi beberapa sub bab. Garis besar sistematika penulisan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
BAB 1 : PENDAHULUAN Bab ini membahas latar belakang penyusunan penelitian dan apa yang mendasari pemilihan tema analisis implementasi pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pada bab ini disampaikan juga pertanyaan penelitian yang mewakili apa yang hendak dibahas pada penelitian ini, tujuan penelitian yang dilakukan oleh peneliti serta manfaat penelitian dan sistematika penulisan.
BAB 2 : KERANGKA TEORI Bab ini berisi tentang penelitian-penelitian sebelumnya mengenai pajak reklame serta berbagai konsep yang dibangun secara sistematis agar relevan dengan tema penelitian dan menunjang penulisan skripsi ini.
BAB 3 : METODE PENELITIAN Bab ini membahas metode penelitian yang digunakan dalam penelitian skripsi ini yang meliputi pendekatan penelitian, jenis penelitian, teknik pengumpulan data, proses penelitian, penentuan site penelitian, batasan penelitian dan keterbatasan penelitian. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
11
BAB 4 : GAMBARAN
UMUM
PENYELENGGARAAN
LOKASI REKLAME
PENELITIAN DI
DAN
KABUPATEN
BOGOR Bab ini membahas mengenai gambaran umum Badan Perizinan Terpadu (BPT), Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah (DPKBD), Dinas Pertamanan dan Kebersihan (DKP),
dan
menggambarkan ketentuan umum penyelenggaraan reklame, pengendalian dan pengawasan reklame dan pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor.
BAB 5 : ANALISIS
IMPLEMENTASI
PEMUNGUTAN
PAJAK
REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN
KIOS
DI
KABUPATEN
BOGOR
Pada bab ini peneliti akan menguraikan dan menganalisis hasil temuan yang ada di lapangan. Bab ini akan membahas secara menyeluruh mengenai penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dan kendala dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
BAB 6 : SIMPULAN DAN SARAN Bab ini terdiri dari dua sub-bab yaitu simpulan yang merupakan hasil dari penelitian yang telah dilakukan dan rekomendasi berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 2 KERANGKA TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka Peneliti akan melakukan penelitian terkait dengan pajak reklame dengan judul penelitian “Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame atas Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor.” Sebelum memulai penelitian, peneliti melakukan peninjauan terhadap tiga hasil penelitian terdahulu yang terkait dengan pajak reklame. Penelitian yang terkait tersebut terdiri dari penelitian yang dilakukan oleh Techa Suprawardhani (2008), Lestari (2004), dan Deyra Sulistyaning Andrini (2008). Penelitian pertama yang menjadi bahan tinjauan adalah penelitian yang dilakukan oleh Techa Suprawardhani dengan judul “Optimalisasi Pendapatan Pajak Reklame melalui Pemeriksaan Pajak Daerah dengan Studi Kasus di Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor”. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui bahwa pemeriksaan pajak reklame yang sudah dilakukan Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor sudah sesuai dengan standar pemeriksaan yang seharusnya dilakukan atau sebaliknya, dan untuk mengetahui sejauh mana implikasi dari penerapan pemeriksaan pajak reklame dalam memenuhi target realisasi pajak reklam Kota Bogor yang dilakukan oleh Dinas Pendapatan Kota Bogor. Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan studi kasus, yang mana pendekatannya adalah kuantitatif dengan teknik pengumpulan datanya berupa studi literatur dan studi lapangan dengan wawancara mendalam kepada pihak-pihak terkait yang terlibat dalam penyelenggaraan reklame di Kota Bogor. Dari hasil pembahasan penelitian tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa Dinas Pendapatan Kota Bogor telah melakukan dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Penyelenggaraan pemeriksaan yang telah dilakukan telah memenuhi indikator dari tahapan pemeriksaan yaitu persiapan pemeriksaan, pelaksanaan pemeriksaan dan pembuatan laporan pemeriksaan. Pemeriksaan reklame ini telah sesuai dengan standar pemeriksaan yang seharusnya dilakukan. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa implikasi dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Dispenda Kota Bogor belum optimal. 12
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
13
Terbukti dengan realisasi yang masih belum memenuhi target dan denda pajak reklame yang semakin meningkat. Maka kinerja dari pegawai pemeriksaan masih perlu ditingkatkan. Pada penelitian kedua, tema yang diambil adalah penelitian dari Lestari yang berjudul “Analisis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pemungutan Pajak Reklame untuk Mencegah Hilangnya Penerimaan Pajak Reklame dengan Studi Kasus di Dipenda Provinsi DKI Jakarta.” Penelitian ini bertujuan
untuk
membahas
mekanisme
perizinan
dan
pengawasan
penyelenggaraan reklame di Dipenda DKI Jakarta. penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan studi kasus, yang mana pendekatannya adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan datanya berupa studi kepustakaan, wawancara mendalam dan observasi terhadap pihak-pihak terkait yang terlibat dalam penyelenggaraan reklame. Dari hasil pembahasan, kesimpulan dari penelitian ini adalah proses perizinan penyelenggaraan reklame yang kompleks lebih dimudahkan dengan dikeluarkannya kebijakan satu pintu oleh Pemda. Terdapat keterbatasan jumlah personel pengawas sehingga personel dilapangan hanya bersedia mengawasi reklame yang ada dalam batas kewenangan masing-masing. Dampak dari pengawasan reklame dari adanya penelitian dan pembongkaran terhadap reklame bermasalah berpengaruh terhadap penerimaan pajak reklame. Masih banyak reklame yang belum ditertibkan, SKPD yang diterbitkan tidak dipenuhi WP yang secara langsung menunjukkan bahwa pengawasan yang berjalan belum efektif. Untuk penelitian terakhir yang dijadikan sumber adalah penelitian dari Deyra Sulistyaning Andrini dengan judul “Analisis Penetapan Nilai Sewa Reklame Berjalan / Kendaraan Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus Di Provinsi DKI Jakarta).” Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penetapan nilai sewa reklame sebagai dasar pengenaan pajak reklame berjalan / kendaraan yang sesuai dengan tarif kelas jalan. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis penetapan nilai sewa reklame yang sesuai untuk optimalisasi penerimaan pajak daerah. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan datanya berupa studi kepustakaan dan studi lapangan melalui Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
14
wawancara mendalam. Dari hasil pembahasan diperoleh kesimpulan bahwa penetapan nilai sewa reklame sebagai dasar pengenaan pajak reklame berjalan / kendaraan tidak mengacu pada kelas jalan dan tarif kelas jalan tetapi menggunakan tarif khusus. Pemberlakuan tarif flat dibagi menjadi dua perlakuan yaitu untuk kendaraan umum yang memiliki jalur yang dilalui secara tetap dengan tarif kelas jalan yang dilaluinya dan untuk kendaraan umum yang tidak memiliki jalur tetap ditetapkan tarif rata-rata. Selain itu penetapan nilai sewa reklame berjalan / kendaraan sesuai dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah khususnya pajak reklame.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
15
Tabel 2.1 Perbandingan Tinjauan Pustaka
Peneliti
Techa Suprawardhani
Lestari
Deyra Sulistyaning Andrini
Dina Aulia Yuliasni Asmadi
Optimalisasi Pendapatan Pajak Reklame Melalui Pemeriksaan Pajak Daerah (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor)
Analisis Pelaksanaan Pengawasan terhadap Pemungutan Pajak Reklame untuk Mencegah Hilangnya Penerimaan Pajak Reklame (Studi Kasus di Dipenda Provinsi DKI Jakarta)
Analisis Penetapan Nilai Sewa Reklame Berjalan/Kendaraan Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus Di Provinsi DKI Jakarta)
Analisis Implementasi Pemungutan Pajak Reklame atas Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
Tahun
2008
2004
2008
2011
Metode Penelitian
Kuantitatif
Kualitatif
Kualitatif
Kuantitatif
1. Untuk membahas mekanisme perizinan dan pengawasan penyelenggaraan reklame di Dipenda DKI Jakarta.
1. Untuk mengetahui dan menganalisis penetapan nilai sewa reklame sebagai dasar pengenaan pajak reklame berjalan / kendaraan yang sesuai dengan tarif kelas jalan.
1. Untuk menganalisis implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Judul Penelitian
1. Untuk menjelaskan pemeriksaan pajak reklame yang dilakukan Dispenda Kota Bogor sudah sesuai dengan standar pemeriksaan yang seharusnya dilakukan atau tidak. Tujuan Penelitian 2. Untuk mengetahui sejauh mana implikasi dari penerapan pemeriksaan Pajak reklame dalam memenuhi target realisasi pajak reklame khususnya Kota Bogor yang dilakukan oleh Dispenda Kota Bogor.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis penetapan nilai sewa reklame yang sesuai untuk optimalisasi penerimaan pajak daerah.
2. Untuk menganalisis proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 3. Untuk menganalisis kendala dalam penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
16
1. Penyelenggaraan Reklame dilihat dari ruang lingkup pemeriksaan Dispenda Kota Bogor telah melakukan dua pemeriksaan yaitu pemeriksaan kantor dan pemeriksaan lapangan. Pemeriksaan reklame telah sesuai dengan standar pemeriksaan yang seharusnya dilakukan.
Kesimpulan
2. Implikasi dari pelaksanaan pemeriksaan pajak reklame di Kota Bogor seharusnya membuat Wajib Pajak menjadi lebih patuh. Tetapi dari hasil penelitian, masih diperlukan kinerja yang lebih baik karena implikasi dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Dispenda Kota Bogor sampai saat ini belum optimal.
1. Proses perizinan penyelenggaraan reklame yang kompleks sekarang menjadi lebih mudah dengan dikeluarkannya kebijakan satu pintu oleh Pemda. 2. Terdapat keterbatasan jumlah personel pengawas sehingga personel dilapangan hanya bersedia mengawasi reklame yang ada dalam batas kewenangan masing-masing. 3. Masih banyak reklame yang belum ditertibkan, SKPD yang diterbitkan tidak dipenuhi WP yang secara langsung menunjukkan bahwa pengawasan yang berjalan belum efektif.
1. Penetapan Nilai Sewa reklame sebagai DPP reklame berjalan / kendaraan tidak mengacu pada kelas jalan dan tarif kelas jalan tetapi menggunakan tarif khusus. Penberlakuan tarif flat dibagi menjadi dua perlakuan yaitu untuk kendaraan umum yang memiliki jalur yang dilalui secara tetap dengan tarif kelas jalan yang dilaluinya dan untuk kendaraan umum yang tidak memiliki jalur tetap ditetapkan tarif rata-rata.
2.
Penetapan nilai sewa reklame berjalan / kendaraan sesuai dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak daerah khususnya pajak reklame.
1. Implementasi tahanpan administrasi pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah dilaksanakan sesuai dengan teori tahapan administrasi pajak. 2. Proses pengawasan penyelenggaraan reklame rokok padawarung dan kios di Kabupaten belum dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku. 3. Kendala masih ditemukan dalam tiap tahapan penyelenggaran reklame dan berpengaruh terhadap hilangnya sejumlah potensi pajak reklame.
Sumber : Data diolah Peneliti
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
17
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang pertama terletak pada tujuan penelitiannya. Penelitian tersebut lebih fokus kepada pemeriksaan pajak reklame sebagai salah satu cara untuk mengoptimalisasikan pendapatan daerah Kota Bogor. Selain tujuan dari penelitian tersebut, perbedaan juga terletak pada site penelitian. Site penelitian ini mengambil tempat di Dinas Pendapatan Kota Bogor,sedangkan penelitian ini mengambil tempat di Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Badan Perizinan Terpadu. Pada penelitian kedua, perbedaan terletak pada metode penelitian yang digunakan. Penelitian kedua ini menggunakan metode penelitian kualitatif, sedangkan metode penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Selain itu site penelitian kedua ini dilakukan di Dinas Pendapatan Provinsi DKI Jakarta. Fokus dari penelitian kedua ini adalah untuk mengetahui proses perizinan dan pengawasan penyelenggaraan reklam, penelitian ini pun juga membahas hal pengawasan penyelenggaraan reklame namun terfokus pada reklame rokok yang diselenggarakan pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terakhir juga ada pada metode penelitian, site penelitian dan tujuan penelitian. Penelitian ketiga ini menyorot
menganalisis
penetapan
nilai
sewa
reklame
berjalan
untuk
mengoptimalisasikan penerimaan pajak dan mengambil wilayah di DKI Jakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ketiga ini adalah metode penelitian kualitatif. Dan site penelitian yang diambil dalam penelitian ketiga ini adalah juga di Dinas Pendapatan DKI Jakarta. Selain perbedan-perbedaan tersebut, ketiga penelitian terdahulu ini memiliki persamaan dengan penelitian ini. Persamaan ketiga penelitian tersebut adalah kesamaan tema yang diambil, yaitu Pajak Reklame. Dengan kesamaan tema tersebut, beberapa teori yang digunakan juga sama, seperti teori pajak daerah, administrasi pajak dan pajak reklame.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
18
2.2 Kerangka Teori 2.2.1 Pajak Daerah Seiring dengan diberlakukannya otonomi daerah, pemerintah daerah diberikan kewenangan dan diharapkan mampu untuk menjadi lebih mandiri dalam membiayai
pengeluaran
daerahnya
sendiri.
Sejalan
dengan
pemberian
kewenangan tersebut, pemerintah daerah diharapkan mampu untuk menggali sumber-sumber keuangan khususnya untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan pemerintahan dan pembangunan di daerahnya melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kebijakan perimbangan keuangan antara pusat dengan daerah dilakukan dengan mengikuti pembagian wewenang (money follows function). Hal ini berarti bahwa hubungan keuangan pusat dan daerah perlu diberikan pengaturan sedemikian rupa sehingga kebutuhan pengeluaran yang akan menjadi tanggung jawab daerah dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan yang ada (Abimanyu, 2005, h.29). Untuk itu, Pemerintah Daerah memerlukan sumber pendapatan yang cukup, salah satunya berasal dari pajak. Berdasarkan tingkat pemerintahannnya, pajak dibagi menjadi pajak pusat dan pajak daerah, sehingga pajak yang dapat dijadikan sumber Pendapatan Asli Daerah adalah Pajak Daerah. Definisi dari pajak daerah adalah : Pajak yang dipungut daerah berdasarkan peraturan pajak yang ditetapkan oleh daerah untuk kepentingan pembiayaan rumah tangga pemerintah daerah tersebut (Mardiasmo, 2003, h.51) Pajak daerah merupakan pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah, baik provinsi maupun kabupaten / kota yang berguna untuk menunjang penerimaam pendapatan asli daerah dan hasil penerimaan tersebut masuk dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah. (Kurniawan dan Agus Purwanto, 2004, h.47) Pemerintah Daerah dapat menetapkan dan memungut berbagai jenis pajak daerah sesuai dengan potensi yang dimiliki. Ruang lingkup pajak daerah terbatas pada objek yang belum dikenakan pajak pusat (Devano dan Kurnia, 2006, h.41). Pajak sifatnya dapat dipaksakan bahkan dalam memungut pajak fiskus juga mendapat wewenang dari undang-undang untuk mengadakan tindakan memaksa wajib pajak dalam bentuk penyitaan harta tetap. Dalam sejarah hukum pajak di Indonesia dikenal adanya lembaga sandera (Gijzeling), yakni wajib pajak yang Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
19
pada dasarnya mampu membayar pajak, akan tetapi selalu menhindar dengan berbagai dalih untuk tidak membayar pajak, maka fiskus dapat menyandera wajib pajak yang bersangkutan dengan memasukannya ke dalam kurungan (Nurmantu, 2003, h.19). Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah diberi kewenangan untuk menetapkan sendiri jenis pajak yang akan diterapkan dan menegakkan pelaksanaan pajak daerah. Antara pajak umum dan pajak daerah (terutama yang mengenai asas-asas hukumnya), dapat dikatakan tidak ada perbedaannya yang prinsip (Brotodiharjo, 1998, h.104). Lapangan pajak daerah ialah lapangan yang belum digali oleh negara. Ketentuan seperti itu maksudnya adalah untuk mencegah pemungutan pajak ganda yang akibatnya sangat memberatkan para wajib pajak. Dalam hal suatu pungutan pajak oleh daerah merupakan suatu pajak ganda, maka daerah hanya dapat memungut tambahan (atau opsen) saja atas pajak yang dipungut oleh negara itu (Brotodiharjo, 1998, h.104). Itulah yang menyebabkan dalam setiap menetapkan pajak daerah yang akan digunakan dalam sebuah daerah, Pemerintah Daerah perlu mempertimbangkan pajak-pajak daerah yang sesuai untuk dijadikan sumber pendapatan. Karena itu kriteria Pajak Daerah yang baik sangat diperlukan. Menurut Achmad Lutfi (2006), kriteria Pajak Daerah yang baik adalah : 1. Easy to administer locally; 2. Imposed solely (or mainly) on local resident; 3. Do not raise problem of ‘harmonization’ or ‘competition’ between subnational government or between sub national and national government. Dari kriteria tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pajak Daerah yang akan dilaksanakan harus mudah untuk dilakukan oleh pemerintah daerah dan hanya dikenakan kepada masyarakat setempat. Kemusian pajak daerah tersebut tidak menimbulkan masalah yang mengganggu keseimbangan atau menimbulkan kompetisi antar pemerintah daerah maupun pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
20
Kriteria ini juga diperjelas oleh Davey yang menyebutkan bahwa pajak daerah harus memenuhi beberapa kriteria sebagai berikut : 1. Kecukupan dan elastisitas Dapat mudah naik turun mengikuti naik atau turunnya tingkat pendapatan masyarakat. 2. Keadilan Adil dan merata secara vertical dan horizontal. 3. Kemampuan administratif Administrasi yang fleksibel, yang berarti sederhana, mudah dihitung, pelayanan memuaskan bagi si wajib pajak. 4. Kesepakatan politis Secara politis dapat diterima oleh masyarakat, sehingga timbul ketaatan membayar pajaknya tinggi. Kesepakatan ini diperjelas dengan keberadaan peraturan yang mengesahkan pelaksanaan pajak tersebut. 5. Distorsi terhadap perekonomian Jangan sampai suatu pajak atau pungutan menimbulkan beban tambahan yang berlebihan, yang akan merugikan masyarakat secara menyeluruh. (Davey, 1988, h.40-59) Setelah sejumlah teori mengenai definisi dan kriteria pajak daerah di atas, terdapat beberapa ciri yang melekat dalam pengertian Pajak Daerah, antara lain : 1. Pajak daerah berasal dari pajak asli daerah maupun pajak negara yang diserahkan kepada daerah sebagai pajak daerah; 2. Pajak daerah dipungut oleh daerah terbatas di dalam wilayah administratif yang dikuasainya berupa provinsi dan kabupaten / kota; 3. Hasil pungutan pajak daerah dipergunakan untuk membiayai urusan rumah tangga daerah atau untuk membiayai pengeluaran daerah sebagaimana yang tertera di Anggaran Penerimaan dan Pembelanjaan Daerah; 4. Pajak daerah dipungut oleh daerah berdasarkan Peraturan Daerah, maka sifat pemungutan dapat dipaksakan terhadap masyarakat yang wajib membayar dalam lingkungan administratif kekuasaannya tersebut. Terkait dengan objek pajak, tidak semua objek yang menjadi potensi daerah bisa dijadikan objek pajak daerah. Jadi, selain memenuhi kriteria pajak daerah Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
21
yang baik, terdapat kriteria objek pajak daerah yang harus dipenuhi sebelum objek tersebut bisa disebut sebagai objek pajak daerah. Kriteria tersebut antara lain : 1. Bersifat pajak dan bukan retribusi; 2. Objek pajak terletak atau terdapat di wilayah daerah kabupaten / kota yang bersangkutan dan mempunyai mobilitas yang cukup rendah serta hanya melayani masyarakat di wilayah Daerah Kabupaten / Kota yang bersangkutan; 3. Objek dan dasar pengenaan pajak tidak bertentangan dengan kepentingan umum; 4. Objek pajak bukan merupakan objek pajak Provinsi dan / atau objek pajak Pusat; 5. Potensinya memadai; 6. Tidak memberikan dampak ekonomi yang negatif; 7. Memperhatikan aspek keadilan dan kemampuan masyarakat; dan 8. Menjaga kelestarian lingkungan. (Samudra, 2005, h.51-52) Penetapan pajak daerah yang akan diterapkan pada suatu daerah harus tepat karena pajak daerah ini berkontribusi terhadap pendapatan asli daerah, sehingga harus dilaksanakan seefektif dan seefisien mungkin agar pendapatan daerah dapat terkumpul secara optimal dan tidak menambah biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah. Tetapi peran pajak daerah dalam memberikan kontribusi terhadap pendapatan daerah tergantung dari cocok tidaknya pajak daerah tersebut untuk dijadikan sumber pendapatan daerah. (Ikhsan dan Salomo, 2002, h.86). Untuk itu pemilihan objek pajak reklame juga harus diperhitungkan walaupun objek pajak tersebut sangat berpotensi tinggi jika dipajaki. Pajak daerah yang dikelola oleh daerah dibedakan menjadi dua jenis, antara lain pajak yang dipungut oleh provinsi dan pajak yang dipungut oleh kabupaten atau kota. Perbedaan dari kedua jenis pajak ini terletak pada kewenangan pemungutan dan cakupan objek pajak dari daerah tersebut. Untuk pajak provinsi, kewenangan pemungutan terdapat pada pemerintah daerah provinsi. Sedangkan pajak kabupaten atau kota dipungut oleh pemerintah daerah kabupaten atau kota. Selain itu objek pajak kabupaten / kota lebih luas daripada objek pajak provinsi dan masih bisa untuk diperluas berdasarkan peraturan pemerintah selama tidak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
22
bertentangan dengan ketentuan. Sedangkan pajak provinsi hanya dapat diperluas melalui perubahan perundang-undangan. Pajak daerah, baik provinsi dan kabupaten/kota, merupakan sumber pendapatan daerah yang memegang peranan penting dalam memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat. Dalam rangka memberikan pelayanan kepada publik, melalui tersedianya barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat, diharapkan timbul ketaatan dan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak. Sehingga fungsi pajak daerah dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu fungsi budgetair dan fungsi regulerend (Rosdiana dan Rasin Tarigan, 2005, h.39-40). Pengertian kedua fungsi tersebut adalah : 1. Fungsi budgetair Fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas negara (to raise government revenue), yang biasa disebut dengan fungsi budgeter atau gunfis penerimaan (revenue function). 2. Fungsi regulerend Pada kenyataannya, pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas negara. Pajak juga digunakan pemerintah sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang telah ditetapkan pemerintah. Selain itu pajak juga dapat digunakan untuk menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan. Sehingga pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur guna tercapainya tujuan-tujuan tertentuyang ditetapkan pemerintah.
2.2.2 Reklame Banyak ahli yang sudah mengemukakan teorinya mengenai reklame, salah satunya adalah Berkhouwer, yang dikutip oleh Winardi, dan Weilbacher yang mendefinisikan reklame sebagai berikut : Setiap pernyataan yang secara sadar ditujukan kepada publik dalam bentuk apapun juga yang dilakukan oleh seorang peserta lalu lintas perniagaan, yang diarahkan ke arah sasaran memperbesar penjualan barang-barang atau jasa-jasa yang dimasukkan, oleh pihak yang berkepentingan dalam lalu lintas perniagaan. (Winardi,1992, h.1)
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
23
Advertising consist of media messages paid for and signed by a business firm or institution that wishes to increase the probability that those reached by these messages will behave or believe as the advertiser wishes them to behave or believe. (Weilbacher, 1979) Dari pengertian ini, disimpulkan bahwa reklame adalah pesan media yang digunakan oleh produsen dengan harapan perilaku dan keyakinan konsumen dapat diarahkan seperti yang produsen inginkan dari pesan media tersebut. Bentuk reklame bermacam-macam. Berdasarkan tujuan, reklame dibagi menjadi beberapa jenis reklame, antara lain : Reklame Komersial (Ekonomis) Reklame yang dibuat untuk menawarkan barang dan jasa. Dengan reklame diharapkan pembeli lebih tertarik untuk menggunakan produk yang ditawarkan dan keuntungan yang diperoleh lebih banyak. Jenis reklame ini banyak digunakan para pedagang atau pengusaha dalam meningkatkan keuntungan. Reklame Non-Komersial (Sosial) Reklame yang dibuat untuk mengajak atau menghimbau orang lain untuk mau melakukan sesuatu. Keuntungan yang diperoleh biasanya bukan dalam bentuk materi secara langsung. (MGMP Seni Budaya)
2.2.3 Pajak Reklame Pajak reklame adalah pajak atas penyelenggaraan reklame. Pajak reklame ini merupakan pajak Kabupaten / Kota yang berfungsi sebagai sumber Penerimaan Asli Daerah untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan daerah. Salah satu pertimbangan diberlakukannya pajak reklame adalah azas pemungutan reklame tersebut. Azas pemungutan pajak reklame lebih menyorot masalah pengaturan kebersihan, keindahan dan ketertiban kota (Samudra, 1995, h.158). Sehingga awal diberlakukannya pajak reklame didasarkan atas fungsi pengaturan (regulerend). Dalam hal pengaturan ini, reklame dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu jenis reklame yang dipasang pada prasarana kota dan di luar prasarana kota (Samudra, 1995, h.159-160). Pada jenis reklame prasarana kota, penempatan dan pemasangannya menggunakan atau terletak pada prasarana kota seperti jalanUniversitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
24
jalan, taman, saluran kota, bangunan pada perpetakan milik pemerintah atau perorangan. Sedangkan jenis reklame di luar prasarana kora penempatan dan pemasangannya tidak menggunakan prasarana kota dan bangunan. Pemasangan reklame luar prasarana kota ini paling tidak harus memenuhi persyaratan bahwa pemasangannya tidak mengganggu ketertiban umum dan keamanan serta tidak mengganggu keindahan kota. Selain itu, reklame tersebut juga tidak mengganggu lalu lintas pejalan kaki maupun pengaturan lalu lintas. Inilah yang menjadi dasar bahwa nilai sewa reklame dari tiap media reklame berbeda antara satu sama lain.
2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak Daerah Sistem pemungutan pajak daerah pada dasarnya sama seperti pemungutan pajak pusat, yaitu menggunakan tiga sistem pemungutan pajak. Hal ini diperjelas dengan penjelasan Siahaan mengenai sistem pemungutan pajak daerah, yaitu : 1. Self Assesment System Dalam sistem ini, wajib pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, membayar dan melaporkan sendiri pajak daerah yang terhutang dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). 2. Official Assesment System Dalam sistem ini, besarnya pajak ditetapkan terlebih dahulu oleh Kepala Daerah atau pejabat daerah yang ditunjuk melalui Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lain yang dipersamakan. 3. Withholding system Dalam sistem ini, pajak daerah dipungut oleh pemungut pajak pada sumbernya. (Siahaan, 2008, h.69) Dalam pemilihan sistem pemungutan pajak daerah yang akan digunakan, yang berhak menetapkan hal tersebut adalah Kepala Daerah yang bersangkutan. Pemilihan ini harus dipertimbangkan sebaik-baiknya karena akan berakibat pada penerimaan daerah dan proses pengawasan pemungutannya.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
25
2.2.5 Administrasi Pajak Administrasi
perpajakan
mempunyai
peran
penting dalam
rangka
menunjang keberhasilan suatu kebijakan perpajakan yang telah diambil. Administrasi pajak adalah segala urusan administrasi sebagai salah satu instrumen pelaksanaan di bidang perpajakan dalam rangka menjalankan fungsi pelayanan masyarakat, pengawasan masyarakat dalam rangka pelaksanaan kewajiban perpajakan, dan pembinaan dari pelaksanaan pengawasan dimaksud (Gunadi, 2005, h.2). Sedangkan pengertian administrasi pajak menurut Mansury mengandung tiga pengertian, antara lain : 1. Instansi atau badan yang diberi wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak. 2. Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instansi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak. 3. Kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau badan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dalam kebijaksanaan perpajakan, berdasarkan saran hukum yang ditentukan oleh Undang-undang Perpajakan. (Mansury, 1996, h.23) Menurut Mansury, administrasi perpajakan merupakan kunci keberhasilan dari kebijakan perpajakan. Kebijakan perpajakan yang baik tidak akan berjalan tanpa dukungan administrasi perpajakan. Pada proses pengadministrasian pendapatan pajak daerah, terdapat serangkaian kegiatan yang dapat ditempuh. Menurut McMaster tahapan dalam proses administrasi pajak daerah, adalah sebagai berikut : 1. Identification 2. Assesment 3. Collection (McMaster, 1991, h.45) Ketiga tahapan ini merupakan hal yang harus dilakukan agar pelaksanaan tahapan administrasi pajak berjalan dengan baik. Tidak dilakukannya salah satu tahapan membuat pelaksanaan tahapan administrasi pajak menjadi kurang lengkap. Tahapan administrasi lebih dijabarkan secara mendetail oleh Ikhsan dan Salomo
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
26
(2002) yang menyatakan bahwa tahapan-tahapan dalam administrasi perpajakan mencakup kegiatan-kegiatan sebagai berikut: 1. Melakukan Pendataan/Identifikasi Subjek dan/atau Objek Pajak Pada tahap pertama ini yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi subjek atau objek dari masing-masing jenis pajak yang akan dipungut. Tahap ini perlu dilakukan karena pada tahap inilah jumlah subjek atau objek dari suatu pajak ditentukan. Pengidentifikasian objek dan subjek pajak terutama perlu dilakukan terhadap jenis-jenis pajak yang objeknya relatif lebih mudah untuk dilakukan. 2. Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak Untuk mengetahui wajib pajak yang belum memenuhi kewajibannya dibutuhkan sistem pencatatan yang baik, dalam arti kelalaian pajak dapat segera diketahui dari pencatatan tersebut sehingga dapat dilakukan pemeriksaan silang dengan jenis-jenis pajak daerah yang lain. Jadi setelah mendata subjek dan objek pajak tersebut, maka dilakukanlah penilaian oleh petugas pemeriksaan dinas luar terhadap keberadaan subjek dan objek pajak yang telah teridentifikasi tersebut. Pemeriksaan ini sangat diperlukan sebagai sarana untuk memperkirakan jumlah pendapatan yang akan diterima dari suatu objek pajak tertentu dan juga sebagai sarana untuk melakukan penetapan pajak terutang bagi objek pajak yang tidak terdata dengan baik. 3. Penetapan Nilai Pajak Terutang Penetapan nilai pajak terutang lebih mudah dilakukan terhadap subjek dan objek pajak yang telah terdata dengan baik.Oleh karena itu, penetapan nilai pajak terutang juga harus memperhatikan aturan-aturan objek yang berlaku misalnya dengan nilai objek pajak, besarnya tarif dan sebagainya. Penetapan besarnya pajak terutang akan sangat membantu jika tarif yang berlaku ialah tarif advolerem, yakni penetapan tarif dengan presentase tertentu dari nilai objek pajak. Kesederhanaan perhitungan dan tingkat kepastian yang tinggi terhadap nilai pajak terutang akan dapat menutup ruang gerak bagi fiskus untuk melakukan korupsi dan kolusi.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
27
4. Melakukan Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak Tahap ini merupakan tahap dimana instansi yang berwenang melakukan pemungutan pajak atau menerima setoran pajak dari wajib pajak sesuai dengan besarnya nilai pajak terutang yang harus dibayar. Sesuai dengan perkembangan yang terjadi dalam sistem perpajakan, aktivitas penagihan pajak telah bergeser menjadi pelayanan terhadap wajib pajak yang melakukan penyetoran pajak. Demikian pula, setoran pajak terutang tidak perlu lagi harus dilakukan di kantor-kantor pelayanan pajak yang disediakan oleh Pemerintah Daerah melainkan dapat dilakukan di berbagai tempat. Namun demikian, kemungkinan masih diperlukannya cara penagihan secara langsung oleh petugas pajak juga masih tinggi karena pajak-pajak tertentu masih sulit untuk menerapkan sistem self assessment system secara penuh. Dalam pelaksanaan administrasi pajak, pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan juga harus dilakukan. Pengawasan memiliki pengertian sebagai proses pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya (Siagian, 1997, h.135). Pada pelaksanaan administrasi pajak, proses penerimaan setoran pajak daerah memerlukan sistem pengawasan yang baik. Salah satu fungsi pengawasan yang penting dalam perpajakan adalah adanya pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh aparat pajak dalam mengawasi kepatuhan wajib pajak (Mardiasmo, 1996, h.13). Pengawasan ini harus dilakukan dalam rangka mewujudkan administrasi perpajakan yang efektif dan efisien. Suatu administrasi perpajakan dapat dikatakan sukses apabila mencapai sasaran yang diharapkan dalam menghasilkan penerimaan pajak yang optimal dikarenakanan administrasi perpajakannya mampu dengan efektif melaksanakan sistem perpajakan suatu negara. Administrasi pajak dikatakan efektif apabila mampu mengatasi masalah-masalah seperti : 1. Wajib pajak yang tidak terdaftar (unregistered taxpayers) Dengan administrasi pajak yang efektif akan mampu mendeteksi dan menindak dengan sanksi tegas bagi masyarakat yang telah memenuhi
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
28
ketentuan menjadi wajib pajak akan tetapi belum terdaftar. Penambahan jumlah wajib pajak akan meningkatkan jumlah penerimaan pajak. 2. Wajib pajak yang tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan dan Masa (SPT dan SPM) Administrasi perpajakan efektif akan dapat mengetahui penyebab wajib pajak tidak menyampaikan SPT melalui pemeriksaan pajak. Masalah ini biasa muncul pada pajak yang menggunakan sistem self-assessment. 3. Penyelundupan pajak (tax evaders) Penyelundup pajak adalah wajib pajak yang melaporkan / membuat jumlah pajaknya lebih kecil dari yang seharusnya. 4. Penunggak Pajak Wajib pajak yang tidak menyetorkan pajak terhutangnya cukup lama sampai melewati batas waktu yang ditetapkan. Upaya pencairan tunggakan pajak dapat dilakukan melalui pelaksanaan tindakan penagihan secara intensif dalam set administrasi pajak yang baik akan lebih efektif melaksanakan upaya tersebut. (Gunadi, 2003, h.3) Pada dasarnya sasaran administrasi perpajakan yang baik adalah meningkatkan kepatuhan wajib pajak dalam pemenuhian kewajiban perpajakan dan pelaksanaan ketentuan perpajakan secara seragam antara wajib pajak dan fiskus. Dalam menilai suatu ketentuan untuk mendapatkan tingkat efisiensi yang baik, yaitu tercapainya penerimaan maksimal dengan biaya minimal (Devano dan Kurnia, 2006, h.72). Hal ini selaras dengan prinsip administrasi perpajakan yang baik di negara-negara berkembang menurut Richard, Bird dan Casanegra yang dikutip oleh Angelia dalam penelitiannya sebagai berikut : The best tax administration in not simply one that collects the most revenue. How that revenue is raised – that is, the effect of the revenue generation effort on equity, in the political fortunes of governments and on the level economic welfare – may be equally important. (Angelia, 2008, h.22) Dimana suatu administrasi perpajakan yang baik, tidak hanya mengumpulkan banyak penerimaan, tetapi juga ditunjang dengan hal yang lebih penting lagi yaitu keadilan, politik dan tingkat kesejahteraan ekonomi. Sehingga keberhasilan suatu administrasi tidak hanya mendapat penerimaan yang besar, tapi juga diimbangi Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
29
dengan pengeluaran biaya yang seminimal mungkin. Menurut pendapat Zain dan Arinta (1989, h.113) bahwa administrasi perpajakan adalah instrumen yang efektif untuk merealisasikan kebijakan perpajakan dan instrumen yang bertanggung jawab untuk mengelola dan melaksanakan undang-undang perpajakan. Oleh karena itu, masalah aparat dan instansi pajak merupakan tulang punggung dan memegang peranan penting dalam pelaksanaannya.
2.3 Operasionalisasi Konsep Dalam penelitian ini, teori yang digunakan sebagai variable penelitian adalah teori tahapan administrasi pajak yang dicetuskan oleh Ikhsan dan Salomo. Menurut
teori
tersebut,
tahapan
administrasi
pajak
terdiri
dari
pendataan/identifikasi subjek dan/atau objek pajak; pemeriksaan wajib dan objek pajak; penetapan nilai pajak terutang; dan melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak. Identifikasi / pendataan terkait dalam hal kelengkapan dari data subjek / wajib
dan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di
Kabupaten Bogor. Pada pemeriksaan wajib dan objek pajak, hal yang harus diperhatikan adalah prosedur pemeriksaan dan kebenaran dari data yang dimiliki pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Penetapan nilai pajak terkait dengan penghitungan dan penetapan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pada penagihan dan penerimaan setoran pajak, hal yang harus diperhatikan adalah prosedur penerimaan setoran pajak reklame rokok pada warung dan kios dan prosedur penagihan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Selain itu, untuk menyempurnakan pelaksanaan
penagihan dan penerimaan setoran, pengawasan pemungutan pajak juga perlu dinilai karena berperan penting dalam mengawasi kepatuhan Wajib Pajak.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
30
Tabel 2.2 Operasionalisasi Konsep
Variabel
Tahapan Administrasi Pajak
Dimensi
Indikator
Skala
Sumber Data Primer
Sekunder
Pendataann / identifikasi subjek dan / atau objek pajak
- Kelengkapan data Ordinal wajib pajak reklame warung dan kios - Kelengkapan data objek pajak reklame warung dan kios
Wawancara
Data subjek dan objek pajak reklame, Peraturan Daerah
Pemeriksaan wajib dan objek pajak
- Prosedur pemeriksaan Ordinal wajib dan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios
Wawancara
Peraturan Daerah
Penetapan nilai - Penghitungan pajak Ordinal pajak terutang reklame rokok pada warung dan kios - Penetapan jumlah pajak reklame rokok pada warung dan kios Penagihan atau - Prosedur pelaksanaan Ordinal penerimaan penerimaan setoran setoran pajak pajak reklame rokok warung dan kios - Prosedur pelaksanaan penagihan pajak reklame rokok warung dan kios - Prosedur pelaksanaan pengawasan pemungutan pajak reklame rokok warung dan kios
Wawancara
Peraturan Daerah, Peraturan Bupati
Wawancara
Peraturan Daerah
Sumber : Ikhsan dan Salomo, 2002. Data diolah Peneliti
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan Kuantitatif adalah penelitian yang bersifat deduktif, dimana peneliti menempatkan teori sebagai titik tolak utama dalam kegiatan penggalian informasi dan kebenaran (Neuman, 2003, h.46). Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu pendekatan yang menekankan pada prosedur ketat dalam menentukan variabel-variabel penelitiannya. Alasan penggunaan pendekatan kuantitatif dalam penelitian ini adalah karena penelitian ini berusaha untuk menjelaskan suatu gejala atau permasalahan serta berusaha untuk menemukan hukum-hukum atau pola-pola umum / universal. Pendekatan kuantitatif menjadikan teori sebagai pedoman penting dalam merencanakan penelitian. Teori dalam hal ini memberi pedoman tentang kerangka berpikir yang harus dimiliki peneliti, data apa saja yang harus dikumpulkan oleh peneliti.
3.2 Jenis Penelitian 3.2.1 Berdasarkan Tujuan Penelitian Berdasarkan tujuan penelitian, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian ini termasuk dalam penelitian deskriptif karena penelitian ini berusaha menggambarkan secara sistematis situasi dan masalah di dalam pelaksanaan pajak reklame atas reklame rokok. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Neuman yang menyebutkan bahwa Descriptive research present a picture of the specific details of situation, social setting, or relationship. The outcome of a descriptive study is a detailed picture of the subject” (Neuman, 2003). Hal ini menjelaskan bahwa penelitian deskriptif menyajikan rincian yang spesifik tentang situasi, latar sosial atau hubungan misalnya seperto memperlajari masalah dalam masyarakat, tata cara yang berlaku dalam masyarakat serta proses yang sedang berlangsung. Peneliti mengembangkan konsep dan menghimpun fakta. 31
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
32
3.2.2 Berdasarkan Manfaat Penelitian Berdasarkan manfaat dari penelitian, penelitian ini merupakan penelitian murni, dimana penelitian ini ditujukan untuk pengembangan ranah keilmuan pengetahuan perpajakan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Neuman bahwa penelitian murni memperluas pengetahuan dasar mengenai sesuatu. Basic research advances fundamental knowledge about the social world. It focuses on refutingorsupporting theories that explain how the social world operates, what make things happen, why social relation are a certain way, and why society changes. (Neuman, 2003) Pertanyaan penelitian murni sekilas tidak menjawab secara konkrit permasalahan yang ada di lapangan, namun penelitian murni menyediakan suatu landasan berfikir bagi penelitian praktis untuk memecahkan masalah. Tetapi penelitian ini diharapkan menjadi landasan berpikir bagi penelitian lain di masa depan mengenai implementasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dan bagaimana pengaturannya terkait dengan fungsi regulerend dari pajak.
3.2.3 Berdasarkan Dimensi Waktu Berdasarkan dimensi waktu, penelitian termasuk ke dalam penelitian crosssectional research, karena dilakukan pada satu waktu tertentu yaitu pada saat peneliti melakukan penelitian hingga penelitian tersebut selesai dilakukan. Seperti yang diyatakan oleh Bailey dan Babbie yang menyebutkan bahwa : Most survey studies are in theory cross-sectional, even though in practice it may take several weeks or months for interviewing to be completed. Researchers observe at one point in time. (Moleong, 2004, h.7) Penelitian ini dilakukan dalam jangka waktu Maret 2011 hingga Juni 2011, dimana reklame rokok pada warung dan kios semakin banyak di Kabupaten Bogor.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
33
3.2.4
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitinan ini adalah studi kepustakaan dan studi lapangan. Teknik pengumpulan data ini dijelaskan secara mendalam sebagai berikut : a.
Studi Kepustakaan Studi kepustakaan dilakukan melalui pengumpulan literature buku dan data yang relevan dengan penelitian, seperti buku-buku, literature, jurnal, artikel, baik media cetak maupun elektronik.
b.
Studi Lapangan Studi Lapangan dilakukan melalui observasi, wawancara mendalam (interview) dan analisis data sekunder. Obsevasi merupakan metode paling dasar untuk memperoleh informasi,bila digunakan secara efektif, pengamatan merupakan metode kunci untuk mengumpulkan data yang sahih dan terpercaya. Prinsip pengamatan mendasari semua metode yang digunakan oleh ilmuwan dalam pengumpulan data (Kartono, 1996, p.157). Wawancara mendalam menggunakan instrumen penelitian berupa pedoman wawancara yang memuat hal-hal yang ingin diketahui dan dibutuhkan peneliti terkait dengan permasalahan yang diteliti dengan menggunakan pertanyaan terbuka sehingga informan dapat menjawab secara bebas menurut pengetahuannya. Selain itu, wawancara tidak hanya menangkap pemahaman atau ide, tetapi juga dapat menangkap perasaan, pengalaman, emosi, motif, yang dimiliki oleh responden yang bersangkutan (Gulo, 2003, p.119).
Berdasarkan definisi ini, wawancara dilakukan berupa interaksi verbal dengan tujuan untuk mendapatkan informasi dan dilaksanakan dengan mengeliminasi materi yang tidak berkaitan dengan penelitian. Untuk melakukan wawancara mendalam, diperlukan pedoman wawancara. Pedoman wawancara adalah daftar pertanyaan terbuka yang tidak membatasi jawaban dari informan sehingga informan dapat memberikan jawaban sesuai dengan persepsi dan pengetahuan yang dimilikinya. Pedoman wawancara tidak bersifat mengikat sehingga jika dalam wawancara terdapat hal di luar pertanyaan yang dibahas namun memiliki keterkaitan dengan tema penelitian akan dijadikan bahan analisis oleh peneliti.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
34
Wawancara dilakukan terhadap informan yang telah dipilih oleh peneliti terkait dengan topik penelitian. Dalam penetapan narasumber / informan, peneliti memiliki kategori untuk Adapun pemilihan narasumber / informan dalam penelitian ini,didasarkan atas keterkaitan narasumber / informan dengan tema yang diteliti oleh peneliti. Neuman mengemukakan bahwa kategori dari narasumber / informan adalah : The ideal informants has four characteristic : a. The informant is totally familiar with the culture b. The individual is currently involved in the field c. The person can spend time with the researcher d. Non-analytic individual. (Neuman, 2003)
3.3 Teknik Analisis Data Penelitian ini menggunakan teknik analisis data kualitatif dimana analisis data dilakukan bersamaan atau hampir bersamaan dengan pengumpulan data, sehingga tidak ada panduan yang baku dalam melakukan analisis data. Sesuai dengan pengertian analisis data menurut Bogdan dan Biklen yang dikutip oleh Irawan, yaitu : Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkrip interview, yang kesemuanya itu Anda kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman Anda terhadap suatu fenomena dan membantu Anda kepada orang lain. (Irawan, 2006, h.73) Untuk melaksanakan penelitian ini, peneliti mengumpulkan dara-data terkait dengan penelitian baik berupa data empiris maupun hasil wawancara informan yang relevan. Analisis dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data. Data-data yang diperoleh tidak dipaparkan seluruhnya, namun data yang terkait dengan penelitian saja yang dipaparkan. Peneliti juga memperhatikan waktu dari data tersebut didapatkan sehingga data yang dipaparkan adalah data yang terkait dan paling baru.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
35
3.4 Narasumber Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara. maka peneliti memerlukan informan / narasumber sebagai sumber data untuk melengkapi penelitian ini. Sesuai dengan karakteristik menurut Neuman, maka peneliti menetapkan beberapa informan / narasumber, antara lain : 1.
Bagian Perizinan Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor untuk mendapatkan informasi mengenai proses perizinan pemasangan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
2.
Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor untuk mendapatkan informasi mengenai standarisasi penyelenggaraan reklame rokok di warung dan kios Kabupaten Bogor dan pengendaliannya.
3.
Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, untuk mendapatkan informasi tentang pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame rokok yang berada di warung dan kios Kabupaten Bogor.
4.
Bagian Penagihan Pajak Daerah Dinas Pendapatan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, untuk mengetahui penerimaan setoran pajak reklame atas reklame rokok yang berada di warung dan kios Kabupaten Bogor beserta pengawasannya.
5.
PT. Djarum, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola perusahaan yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
6.
CV. Sheilla Advertising, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola perusahaan yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
7.
CV. Wahyu, wajib pajak, untuk mendapatkan informasi mengenai prosedur yang dilalui dalam penyelenggaraan reklame rokok yang dikelola perusahaan yang dipasangkan di warung dan kios Kabupaten Bogor.
8.
Edi Sumantri, Akademisi, untuk mengetahui konsep dasar pajak reklame atas reklame rokok berbentuk warung dan kios.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
36
3.5 Site Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah mengenai analisis implementasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios ditinjau dari ketentuan pajak daerah di Kabupaten Bogor. Site penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, dan Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Bogor.
3.6 Pembatasan Penelitian Penelitian ini dibatasi pada pembahasan mengenai salah satu pajak daerah yaitu pajak reklame. Reklame yang dijadikan objek dari penelitian ini adalah reklame rokok yang ada pada warung dan kios yang perpajakannya ditetapkan oleh Dinas Pendapatan Kabupaten Bogor selama tahun 2010-2011. Warung dan kios yang dimaksud dalam penelitian ini adalah tempat yang mudah diakses oleh konsumen untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, seperti warung, toko, dan rumah makan. Hal yang akan
diteliti adalah implementasi tahapan administrasi pajak
reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, proses pengawasan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, dan kendala yang muncul dalam penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor ditinjau dari Peraturan Daerah yang terkait, praktek pelaksanaannya dan juga teori akademik yang digunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN PENYELENGGARAAN REKLAME DI KABUPATEN BOGOR Dalam proses penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, terdapat tiga instansi yang berwenang dalam memberikan pelayanan. Ketiga instansi tersebut adalah Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor. Ketiganya instansi ini memiliki peran yang berbeda dalam proses penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor.
4.1 Badan Perizinan Terpadu Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor merupakan instansi yang berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor yang beralamat di Jalan Tegar Beriman No. 40, Cibinong Bogor. Instansi ini didirikan untuk mewujudkan pelayanan prima kepada masyarakat di Kabupaten Bogor dalam hal pemberian perizinan yang mendukung pengembangan Kabupaten Bogor. Hal tersebut sesuai dengan visi dari Badan Perizinan Terpadu, yaitu “Terwujudnya Pelayanan Prima Untuk Menjamin Iklim Penanaman Modal Yang Kondusif dan Berdaya Saing”. Pengertian pelayanan prima disini adalah pelayanan yang sesuai dengan asas kepastian hukum, tertib penyelenggara negara, kepentingan umum, keterbukaan, proporsionalitas, akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas dalam hal pemberian perizinan. Iklim yang kondusif berarti iklim yang mendorong kearah terciptanya keseragaman pola dan langkah penyelenggaraan dan pelayanan oleh aparatur pemerintah pada masyarakat dan keterpaduan kordinasi dalam proses pemberian dokumen perizinan. Pelayanan pada Badan Perizinan Terpadu menganut pada kaidah-kaidah kesederhanaan, kejelasan, dan kepastian, keamanan, keterbukaan, efisiensi, keadilan dan ketepatan waktu. Untuk mencapai visi tersebut, maka visi tersebut perlu dijabarkan lebih
lanjut dalam misi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor. Misi dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor antara lain :
37
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
38
1. Menciptakan iklim usaha yang kondusif dan mengembangkan potensi serta peluang penanaman modal. 2. Meningkatkan kualitas sistem
informasi, promosi dan kerjasama
penanaman modal. 3. Meningkatkan kualitas dan profesionalisme pelayanan perizinan. 4. Meningkatkan kualitas SDM, sarana prasarana dan penyelenggaraan penatausahaan badan. Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Perizinan Terpadu, Badan Perizinan terpadu bertugas membantu Bupati dalam melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah
di
bidang
perizinan
dan
penanaman
modal
daerah.
Untuk
menyelenggarakan tugas tersebut, maka fungsi dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor adalah sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang perizinan dan penanaman modal 2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang perizinan dan penanaman modal 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang perizinan dan penanaman modal 4. Penyelenggaraan pelayanan administrasi perizinan 5. Pelaksanaan koordinasi pelayanan perizinan 6. Pemantauan dan evaluasi proses pemberian pelayanan perizinan; dan 7. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya Jumlah Pegawai Negeri Sipil yang bekerja di Badan Perizinan Terpadu berjumlah 93 orang dengan rincian 1 orang Pembina Utama Muda (IV C), 1 orang Pembina Tingkat 1 (IV B), 3 orang Pembina (IV A), 8 orang Penata Tingkat 1 (III D), 15 orang Penata (III C), 20 orang Penata Muda Tingkat 1 (III B), 20 orang Penata Muda (III A), 3 orang Pengatur Tingkat 1 (II D), 2 orang Pengatur (II C), 6 orang Pengatur Muda Tingkat 1 (II B), dan 13 Pengatur Muda (II A).
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
39
KEPALA BADAN SEKRETARIS
SUB BAG PROGRAM DAN PELAPORAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUB BAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAG KEUANGAN
BIDANG DATA DAN PENGENDALIAN
BIDANG PERIZINAN
BIDANG PENANAMAN MODAL
SUB BIDANG PERIZINAN USAHA
SUB BIDANG PENGEMBANGAN PENANAMAN MODAL
SUB BIDANG DATA
SUB BIDANG PERIZINAN NON USAHA
SUB BIDANG PROMOSI DAN KERJASAMA
SUB BIDANG PENGADUAN DAN PENGENDALIAN
UPT
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor Sumber : bpt.bogorkab.org Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
40
Struktur organisasi dari Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Perizinan Terpadu terdiri dari : 1) Kepala Badan 2) Sekretaris BPT, yang dibantu 3 (tiga) Sub Bagian antara lain : a.
Sub Bagian Program dan Pelaporan
b.
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
c.
Sub Bagian Keuangan
3) Bidang Perizinan, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara lain : a.
Sub Bidang Perizinan Usaha
b.
Sub Bidang Perizinan Non Usaha
4) Bidang Penanaman Modal, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara lain : a.
Sub Bidang Pengembangan Penanaman Modal
b.
Sub Bidang Promosi dan Kerjasama
5) Bidang Data dan Pengendalian, yang dibantu 2 (dua) Sub Bidang antara lain : a.
Sub Bidang Data
b.
Sub Bidang Pengaduan dan Pengendalian
4.2 Dinas Kebersihan dan Pertamanan Salah satu instansi yang juga terkait dalam proses pemasangan reklame di Kabupaten Bogor adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor beralamat di Jl. Komplek Situ Cikaret No. 1 dan 2, Cibinong, Bogor. Dinas ini berupaya untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Bogor untuk berpartisipasi aktif dalam mengelola prasarana yang ada agar tercipta lingkungan yang bersih dan sehat. Hal ini sesuai dengan visi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, yaitu “ Terwujudnya lingkungan yang bersih, indah, dan tertib serta sehat melalui keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan prasarana dasar perkotaan dan perdesaan”. Untuk mewujudkan visi Dinas Kebersihan dan Pertamanan tersebut, maka visi tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam misi yang sesuai dengan tugas Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
41
pokok dan fungsi yang diemban oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor. Misi dari Dinas Keberihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor antara lain : 1. Meningkatkan pelayanan di bidang kebersihan lingkungan dengan pemberdayaan masyarakat 2. Meningkatkan cakupan pelayanan air bersih pedesaan dan pelayanan penyedotan lumpur tinja 3. Meningkatkan pelayanan masyarakat dalam penyediaan areal lokasi pemakaman dan penataan Ruang Terbuka Hijau 4. Meningkatkan pemanfaatan media luar ruang dalam menjalin kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat untuk berdaya saing melalui pelayanan di bidang reklame. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah, Dinas Kebersihan dan Pertamanan bertugas untuk membantu Bupati Bogor dalam melaksanakan urusan Pemerintahan Daerah Kabupaten Bogor berdasarkan asas otonomi di bidang Kebersihan , Pertamanan dan Pemakaman serta tuas pembantuan. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, maka fungsi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang kebersihan, pertamanan, dan pemakaman. 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang kebersihan, pertamanan, dan pemakaman. 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang kebersihan, pertamanan, dan pemakaman.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
42
KEPALA DINAS SEKRETARIAT
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
SUB BAG UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAG KEUANGAN
BIDANG SANITASI LINGKUNGAN
BIDANG KEBERSIHAN LINGKUNGAN
BIDANG REKLAME
BIDANG PERTAMANAN DAN PEMAKAMAN
SEKSI SANITASI AIR LIMBAH
SEKSI PELAYANAN KEBERSIHAN
SEKSI PENGENDALIAN REKLAME
SEKSI PENGELOLAAN PERTAMANAN
SEKSI SANITASI AIR BERSIH
SEKSI PENGELOLAAN SAMPAH
SEKSI PENDATAAN REKLAME
SEKSI PENGELOLAAN PEMAKAMAN
SUB BAG PROGRAM DAN PELAPORAN
UPT
Gambar 4.2 Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertaman Kabupaten Bogor Sumber : dkp.bogorkab.go.id Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
43
Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor dipimpin oleh Kepala Dinas dimana dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh Sekretariat. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor memiliki 4 (empat) bidang, antara lain Bidang Sanitasi Lingkungan, Bidang Kebersihan Lingkungan, Bidang Reklame, dan Bidang Pertamanan dan Pemakaman. Adapun struktur organisasi dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan adalah sebagai berikut : 1) Kepala Dinas 2) Sekretariat, yang dibantu 3 (tiga) Sub Bagian, antara lain : a.
Sub Bagian Umum dan Kepegawaian
b.
Sub Bagian Keuangan
c.
Sub Bagian Program dan Pelaporan
3) Bidang Sanitasi Lingkungan, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain : a.
Seksi Sanitasi Air Limbah
b.
Seksi Sanitasi Air Bersih
4) Bidang Kebersihan Lingkungan, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain : a.
Seksi Pelayanan Kebersihan
b.
Seksi Pengelolaan Sampah
5) Bidang Reklame, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain : a.
Seksi Pengendalian Reklame
b.
Seksi Pendataan Reklame
6) Bidang Pertamanan dan Pemakaman, yang dibantu 2 (dua) Seksi, antara lain : a.
Seksi Pengelolaan Pertamanan
b.
Seksi Pengelolaan Pemakaman
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
44
4.3 Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor adalah instansi yang juga berada di bawah pemerintahan Kabupaten Bogor yang berlokasi di Komplek Pemerintahan Kabupaten Bogor, Cibinong, Bogor. Instansi ini berupaya untuk mengajak seluruh lapisan masyarakat Kabupaten Bogor untuk berpartisipasi secara aktif dalam mengoptimalkan pendapatan daerah dan mengelola kekayaan daerah. Hal ini sejalan dengan visi dari Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, yaitu “Mewujudkan Penerimaan Pendapatan Daerah yang Optimal serta Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik Daerah yang Akuntabel”. Dalam mewujudkan visi tersebut, maka diperlukan suatu kebijakan operasional yang diimplementasikan secara bertahap. Penerimaan pendapatan daerah yang optimal disini mengacu kepada mengarahkan seluruh penggunaan sumber daya yang dimiliki yang meliputi Man, Money, Material, dan Method untuk mencapai penerimaan dari pendapatan daerah secara optimal serta perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan keuangan dan barang daerah yang akuntabel. Optimal disini menunjukan suatu kondisi terbaik yang dapat dicapai, sedangkan akuntabel menunjukan bahwa kegiatan dan hasil akhir kegiatan harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan visi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah, maka visi tersebut perlu dijabarkan lebih lanjut dalam misi yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi yang diemban oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor. Misi dari Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor antara lain : 1. Mengoptimalkan penerimaan pendapatan daerah 2. Mewujudkan tata kelola keuangan yang baik untuk mencapai hasil audit “Wajar Tanpa Pengecualian” 3. Mewujudkan tertib administrasi dan tertib pengelolaan barang milik daerah Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah, Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah (DPKBD) Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
45
bertugas untuk membantu Bupati dalam melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi di bidang Otonomi Daerah, Pemerintahan Umum, Administrasi Keuangan Daerah, Perangkat Daerah, Kepegawaian dan Persandian. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut, maka fungsi dari Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah adalah sebagai berikut : 1. Perumusan kebijakan teknis di bidang pendapatan, keuangan, dan barang daerah 2. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum di bidang pendapatan, keuangan, dan barang daerah 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas di bidang pendapatan, keuangan, dan barang daerah 4. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Bupati sesuai dengan tugas dan fungsinya.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
46
KEPALA DINAS SEKRETARIAT
SUB BAGIAN PROGRAM DAN PELAPORAN
SUB BAGIAN UMUM DAN KEPEGAWAIAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL
BIDANG PENDAPATAN ASLI DAERAH
BIDANG DANA PERIMBANGAN
BIDANG KEUANGAN
BIDANG PENGELOLAA N BARANG
SEKSI PENDATAAN DAN PENETAPAN PAJAK DAERAH
SEKSI PBB DAN BPHTB
SEKSI
SEKSI ANALISIS KEBUTUHAN
SEKSI PENAGIHAN PAJAK DAERAH
SEKSI BAGI HASIL
SEKSI PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN
SEKSI DAU DAN PENDAPATAN LAIN
ANGGARAN
SEKSI PERBENDAHA RAAN
SEKSI INVENTARISASI DAN ADMINISTRASI
SEKSI VERIFIKASI DAN PELAPORAN
SEKSI PENATAAN DAN PENDAYAGUNAA N
UPT UPTD UPTD
PAD Gambar 4.3 Struktur Organisasi Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Sumber : Rencana Strategi DPKBD 2009-2013 Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
47
4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor Penyelenggaraan reklame yang ada di Kabupaten Bogor diarahkan pada upaya peningkatan pelayanan dan pemanfaatan potensi dengan memperhatikan keindahan, ketertiban serta melindungi kepentingan masyarakat. Untuk itu Pemerintah Kabupaten mempunyai kewenangan untuk melakukan penatan reklame yang meliputi kebijakan perencanaan, pengaturan, pengawasan, pengendalian, dan penertiban. Kewenangan mengenai penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor diberikan kepada tiga instansi yang terkait, yaitu Badan Perizinan Terpadu, Dinas Kebersihan dan Pertamanan, dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah. Tiap dinas memiliki peranan tersendiri dalam mekanisme penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor. Untuk melaksananakan mekanisme penyelenggaraan reklame, diperlukan dasar hukum yang kuat sebagai dasar pelaksanaan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor. Dasar hukum yang terkait dalam penyelenggaraan reklame adalah Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame. Peraturan daerah inilah yang melandasi tahapan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, termasuk penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios. Reklame yang dipasangkan di Kabupaten Bogor harus memenuhi prinsipprinsip penyelenggaraan reklame yang ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan Peraturan
Daerah
Kabupaten
Bogor
Nomor
6
Tahun
2004
tentang
penyelenggaraan reklame, penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor harus mengutamakan prinsip kepribadian dan budaya bangsa serta tidak boleh bertentangan
dengan
norma
keagamaan
dan
kesusilaan.
Selain
itu,
penyelenggaraan reklame harus memenuhi aspek keindahan, keserasian, ketertiban, dan keselamatan masyarakat, serta harus sesuai dengan rencana tata ruang. Selain memperhatikan prinsip penyelenggaraan reklame, jenis dan lokasi penyelenggaraan reklame juga diatur oleh pemerintah Kabupaten. Namun tidak semua jenis reklame diatur penyelenggaraannya oleh Pemerintahan Kabupaten. Jenis reklame yang diatur oleh Pemerintah kabupaten antara lain :
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
48
Reklame billboard
Reklame display board
Reklame megatron / videotron
Reklame baliho
/ wall
Reklame spanduk
Reklame neon sign / neon box
Reklame umbul-umbul
Reklame bando jalan
Reklame poster
Reklame
JPO
(Jembatan
Reklame kendaraan
Penyebrangan Orang)
Reklame merekat / sticker
Reklame bus shelter
Reklame balon udara
Reklame shop panel
Reklame selebaran / leaflet
Reklame mini jumbo / mini
Reklame gimik / flag chain
billboard
Reklame rombong / mini kios
Reklame huruf timbul / letter
Reklame suara
sign
Reklame bioskop film
Reklame prismatek
Reklame profesi
Untuk lokasi penyelenggaraan reklame, Pemerintah Kabupaten Bogor membagi lokasi reklame menjadi 3 (tiga) lokasi. Lokasi tersebut antara lain lokasi umum, lokasi selektif, dan lokasi khusus. Lokasi reklame tersebut terdiri dari titik-titik reklame dimana reklame dapat dipasangkan di titik-titik tersebut. Lokasi yang umum digunakan oleh penyelenggara reklame adalah lokasi umum. Lokasi
umum
merupakan
lokasi
yang
diizinkan
untuk
semua
penyelenggaraan reklame. Lokasi tersebut dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu reklame di dalam sarana dan prasarana wilayah dan reklame di luar sarana dan prasarana wilayah. Reklame dalam sarana dan prasarana pemerintah merupakan reklame yang dipasang di fasilitas umum atau tempat umum, seperti shelter, jembatan penyebrangan, dan sejenisnya. Sedangkan reklame luar sarana dan prasaran pemerintah merupakan reklame yang dipasang di milik swasta atau pribadi, seperti di atas bangunan, menempel pada bangunan, halaman atau perkarangan, dan dalam bangunan. Salah satu contoh dari lokasi umum yang merupakan reklame luar sarana dan prasarana pemerintah adalah warung dan kios.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
49
Pemeriksaan Administrsatif
Ditolak
Pemeriksaan Lapangan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan
Berita Acara Diterima
Badan Perizinan Terpadu
SK dan Surat Pengantar
REKLAME
Pemohon Reklame
IZIN
SKPD Badan Perizinan Terpadu
COPY SSP
Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Gambar 4.4 Mekanisme Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor Sumber : Data diolah Peneli Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
50
Untuk
dapat
menyelenggarakan
reklame
di
Kabupaten
Bogor,
penyelenggara reklame harus mendapatkan izin tertulis dari Bupati. Pengajuan izin penyelengagaraan reklame diajukan secara tertulis kepada Bupati melalui Badan Perizinan Terpadu. Pada pengajuan izin tersebut, pemohon wajib memberikan data dan informasi yang diperlukan. Data dan informasi tersebut meliputi : a. Surat permohonan bermaterai. b. Fotokopi KTP. c. Akte Perusahaan / SIUPTDP d. Nomor Pokok Wajib Pajak e. Surat Pernyataan Menanggung Resiko f. Surat Pernyataan Status Lahan g. Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar h. Denah Lokasi, desain, dan perhitungan konstruksi i. Surat Rekomendasi dari Dinas terkait bagi pemohon baru j. Surat Izin periode sebelumnya dan Surat Setoran Pajak periode sebelumnya bagi pemohon lama. Data dan informasi tersebut diperiksa kelengkapannya dan kebenaran isinya. Setelah berkas lengkap dan terjamin kebenarannya, pemeriksaan fisik atau lapangan dilakukan Badan Perizinan Terpadu bersama tim teknis dari Dinas Kebersihan dan Pertamanan dan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah. Hasil pemeriksaan fisik dan administratif yang sudah dilakukan dilaporkan dalam bentuk berita acara. Berita acara ini mempengaruhi pengambilan keputusan izin penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor. Baik izin yang diterima maupun yang ditolak, Badan Perizinan Terpadu tetap membuatkan Surat Keputusan. Untuk izin yang ditolak, Badan Perizinan Terpadu memberikan alasan penolakan permohonan izin reklame. Sedangkan untuk izin yang diterima, Badan Perizinan Terpadu membuatkan Surat Keputusan dan Surat Pengantar yang nantinya akan diberikan kepada Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah untuk dihitungkan pajaknya. Pajak tersebut harus dibayarkan oleh pemohon izin reklame agar izin dapat diberikan dan penyelenggaraan reklame bisa dilaksanakan. Setelah pajak dibayar, pemohon Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
51
memberikan salinan Surat Ketetapan Pajak Daerah dan Surat Setor Pajak Daerah ke Badan Perizinan Terpadu sebagai bukti bahwa pajak sudah dibayarkan. Setelah itu izin reklame dapat diambil oleh pemohon dan reklame bisa diselenggarakan. Untuk permohonan reklame yang disetujui, izin yang dikeluarkan diberikan dalam dua jenis reklame, antara lain : a. Izin penyelenggaraan reklame b. Izin mendirikan bangun-bangunan reklame Izin penyelenggaraan reklame dibagi lagi menjadi bentuk sertifikasi dan bentuk pengesahan. Dalam izin yang diberikan oleh Badan Perizinan Terpadu, dijelaskan juga jangka waktu perizinan penyelenggaraan reklame diberikan. Untuk jenis izin penyelenggaraan reklame, jangka waktu yang diberikan paling lama 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. Sedangkan untuk jenis izin mendirikan bangun-bangunan reklame jangka waktunya 4 (empat) tahun dan dapat diperpanjang untuk setiap jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun. Dengan dikeluarkannya izin tersebut, penyelenggara reklame atau pemegang izin memiliki hak dan kewajiban dalam penyelenggaraan reklame. Hak yang diterima oleh pemegang izin penyelenggaraan reklame antara lain : 1. Menyelenggarakan reklame sesuai dengan izin yang diberikan 2. Mendapatkan pembinaan dari pemerintah daerah Hak tersebut dapat dinikmati oleh penyelenggara reklame selama masa izin berlaku. Namun ada kewajiban yang juga harus dipenuhi oleh pemegang izin, diantaranya adalah : 1. Mendirikan bangun-bangunan, reklame sesuai rencana pembangunan dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Menghentikan
kegiatan
penyelenggaraan
reklame,
jika
dalam
pelaksanaannya menimbulkan bahaya dan atau kerusakan lingkungan serta mengusahakan penanggulangannya. 3. Melaksanakan ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. Memelihara bangun-bangunan reklame dan atau media reklame serta perlengkapannnya. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
52
5. Membongkar reklame beserta bangunan konstruksi segera setelah berakhirnya izin atau setelah izin dicabut. 6. Menanggung segala akibat yang disebabkan penyelenggaraan reklame yang menimbulkan kerugian pada pihak lain. Setelah izin didapatkan, reklame yang dipasangkan harus diawasi dan dikendalikan.
Pengawasan
dan
pengendalian
tersebut
dilakukan
agar
peyelenggaraan reklame tetap sesuai dengan prinsip dari penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor dan menjaga potensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor dari Pajak Reklame yang ditarik dari penyelenggaraan reklame.
4.5 Pengendalian dan Pengawasan Penyelenggaraan Reklame di Kabupaten Bogor Dalam setiap penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, reklame harus dikendalikan dan diawasi agar penyelenggaraan reklame masih sesuai dengan prinsip penyelenggaraan reklame yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame. Selain itu, pengawasan dan pengendalian reklame juga diperlukan untuk menggali potensi Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bogor dari sektor Pajak Reklame. Tugas pengendalian dan pengawasan reklame yang dipasang di Kabupaten Bogor ini dilakukan oleh Bidang Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor atau biasa disebut sebagai tim teknis. Pengendalian dan pengawasan dilakukan selama izin reklame berlaku. Pengawasan dilakukan dengan memperhatikan kondisi reklame di lapangan dengan data informasi yang dimiliki oleh pemerintah Kabupaten Bogor. Pengendalian dan pengawasan ini
ditujukan
untuk
mengetahui
bahwa
penyelenggaraan reklame tidak melanggar larangan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten. Larangan dalam penyelenggaraan reklame antara lain reklame yang dipasang tanpa izin tertulis Bupati dan reklame yang dipasang di lokasi bebas. Lokasi bebas merupakan lokasi yang sama sekali tidak boleh diadakan kegiatan reklame. Lokasi tersebut meliputi : a. Persil-persil kantor milik instansi pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah, TNI, dan POLRI. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
53
b. Di sekitar tempat atau sarana pendidikan, tempat ibadah, tempat dan bangunan-bangunan bersejarah atau bersifat monumental, serta kawasan kantor pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah pada jarak tertentu c. Pohon-pohon pelindung jalan atau penghijauan jalan. d. Di atas saluran sungai, tebing sungai / tanggul sungai. Selain larangan tersebut, ada tiga aspek yang diperhatikan pada penyelenggaraan reklame yang, antara lain sisi konstruksi, etika, dan estetika. Inilah yang juga harus dikendalikan dan diawasi dari penyelenggaraan reklame. Ketiga aspek tersebut dapat dilihat dari : a. Kesesuaian ukuran, konstruksi, penyajian, dan pesan dengan izin yang diberikan. b. Kesesuaian isi reklame dengan norma keagamaan, norma kesusilaan, ketertiban, dan keselamatan. c. Kondisi dari reklame tersebut agar tidak mengganggu keselamatan masyarakat. d. Kepatuhan penyelenggara reklame dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jika dalam penyelenggaraan reklame melanggar ketentuan yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, maka Pemerintah melakukan tindakan penertiban. Penertiban dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan penutupan media reklame dan pembongkaran media reklame. Penutupan media reklame dilakukan jika izin reklame tidak diperpanjang. Cara lain selain penutupan adalah pembongkaran. Pembongkaran ini dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame atau Pemerintah Kabupaten. Namun yang termasuk ke dalam penertiban reklame adalah pembongkaran yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten. Pembongkaran oleh Pemerintah Kabupaten dilakukan apabila reklame dipasangkan tanpa izin dan tidak ditindaki walaupun sudah diberi peringatan sebelumnya. Selain itu, pembongkaran oleh Pemerintah Kabupaten juga dilakukan untuk reklame yang sudah berakhir masa izinnya namun tidak dibongkar oleh penyelenggara reklame itu sendiri meskipun sudah diberi peringatan sebelumnya. Untuk menjamin pelaksanaan pembongkaran, pada awal penyelenggaraan reklame penyelenggara juga harus menyetorkan uang jaminan pembongkaran dan Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
54
penyingkiran media reklame. Uang jaminan tersebut nantinya dapat diambil apabila reklame sudah habis masa izinnya. Namun jika dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak izin reklame berakhir uang jaminan tidak diambil oleh penyelenggara reklame, maka uang jaminan pembongkaran menjadi milik Pemerintah Kabupaten untuk melaksanakan pembongkaran. Besar uang jaminan pembongkaran reklame tersebut ditetapkan sebesar 10% dari nilai konstruksi. Reklame yang dibongkar oleh Pemerintah Kabupaten harus diambil kembali oleh penyelenggara reklame paling lambat 1 (satu) bulan sejak tanggal reklame dibongkar. Jika jangka waktu tersebut sudah lewat, maka reklame-reklame tersebut menjadi milik Pemerintah Kabupaten. Pelanggaran terhadap penyelenggaraan reklame juga dapat menyebabkan reklame yang izinnya masih berlaku dicabut atau dibatalkan. Selain izin yang dicabut atau dibatalkan, beberapa pelanggaran reklame dapat berupa tindakan pidana. Pelanggaran yang berupa tindak pidana tersebut adalah pelanggaran yang menyebabkan kerusakan dan atau keselamatan masyarakat. Untuk pelanggaran tersebut, penyelenggara reklame dapat diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00 (lima juta rupiah). Selain diberikan hukuman dan denda, penyelenggara reklame juga harus disidik sebagai upaya untuk menghindari tindakan pidana terulang kembali.
4.6 Pelaksanaan Pajak Reklame di Kabupaten Bogor Reklame merupakan salah satu potensi bagi Kabupaten Bogor. Sebagaimana yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, reklame dapat dikenakan Pajak oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena potensinya memadai untuk dapat dipungut pajaknya. Untuk pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 sebagai landasan hukumnya. Pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor dijalankan oleh Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor. Pemerintahan Kabupaten Bogor tiap tahunnya selalu menargetkan pendapatan daerah dari seluruh jenis pajak, termasuk salah satunya adalah pajak reklame. Sejak tahun 2006, pemasukan dari pajak reklame meningkat tiap Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
55
tahunnya. Hal ini dapat dilihat dari target penerimaan pajak reklame yang meningkat dan tiap tahunnya target yang ditetapkan selalu tercapai. Dibuktikan dari data tahun 2010, target yang ditetapkan sebesar Rp 9.000.000.000 dan realisasi penerimaan pajak dari pajak reklame adalah sebesar Rp 9.419.384.033 (DPKBD, 2011).
Tabel 4.1 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011 Tahun
Target Penerimaan (Rp)
Persentase Kenaikan
2006
6.500.111.000
-
2007
7.500.000.000
15.38%
2008
8.250.000.000
10%
2009
9.000.000.000
9.09%
2010
9.000.000.000
0%
2011
9.500.000.000
5,56%
Sumber : bogorkab.go.id dan DPKBD
Sesuai dengan namanya, Pajak Reklame adalah pajak atas semua penyelenggaraan reklame oleh orang pribadi maupun badan, khususnya penyelenggaraan reklame yang berada di Kabupaten Bogor. Oleh karena itu objek dari pajak reklame ini ada penyelenggaraan reklame yang ada di Kabupaten Bogor. Namun tidak semua bentuk reklame di Kabupaten Bogor dapat dikenakan pajak. Bentuk reklame yang dapat dikenakan pajak antara lain : a. Reklame papan / billboard /
e. Reklame berjalan termasuk
videotron / megatron dan
pada kendaraan
media reklame elektronik
f. Reklame udara
lainnya
g. Reklame suara
b. Reklame melekat / sticker
h. Reklame film / slide
c. Reklame kain
i. Reklame peragaan
d. Reklame selebaran
j. Reklame
rombong
/
minikios Bentuk reklame tersebut yang dapat dipungut pajaknya oleh Pemerintah Kabupaten. Namun ada objek pajak yang dikecualikan dari pemungutan pajak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
56
daerah, yaitu penyelenggaraan reklame yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan atau pemerintah daerah dan penyelenggaraan reklame melalui internet, televise, radio, warta harian, warta mingguan, warta bulanan, dan sejenisnya. Subjek pajak reklame di Kabupaten Bogor adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklame di Kabupaten Bogor atau melakukan pemesanan reklame ke biro iklan untuk memasangkan reklamenya di Kabupaten Bogor. Sedangkan wajib pajak yang harus membayarkan pajak reklamenya adalah orang pribadi atau badan yang menyelenggarakan reklamenya di Kabupaten Bogor. Dengan begitu, wajib pajak reklame di Kabupaten Bogor dapat berupa orang pribadi, perusahaan produksi barang dan jasa, maupun biro iklan yang menyelenggarakan reklame di Kabupaten Bogor. Dasar dari pengenaan pajak reklame di Kabupaten Bogor adalah nilai sewa reklame. Nilai sewa reklame ini didapat dari total nilai jual objek pajak dengan nilai strategis lokasi. Nilai jual objek pajak reklame di Kabupaten Bogor ditetapkan oleh Bupati melalui Keputusan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Nilai jual objek pajak reklame ditetapkan dalam nilai rupiah berdasarkan faktor-faktor : a. Biaya pemasangan b. Biaya pemeliharaan c. Jangka waktu pemasangan d. Jenis yang dipasang e. Nilai komersil f. Dampak terhadap estetika dan ketertiban kota g. Luas, ukuran, atau jumlah Nilai jual objek pajak reklame di Kabupaten Bogor terdiri dari nilai jual objek pajak reklame luar ruang dan nilai jual objek pajak reklame dalam ruang. Klasifikasi nilai jual objek pajak ini hanya berlaku untuk satu materi, yaitu tulisan dan / atau visualisasi reklame. Ada ketentuan khusus dalam penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) reklame untuk beberapa jenis reklame. Ketentuan tersebut antara lain :
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
57
a. NJOP bagi reklame nama atau identitas perusahaan di lokasi perusahaan tanpa melekat pada bangunan tempat usaha dan lembaga pendidikan ditetapkan 75% dari NJOP yang seharusnya dikenakan. b. NJOP bagi reklame praktek dokter swasta, rumah sakit / poliklinik, dan apotik swasta yang berada di lokasi praktek tanpa melekat pada bangunan tempat profesi atau usaha ditetapkan 50% dari NJOP yang seharusnya dikenakan. c. NJOP bagi reklame rokok dan minuman beralkohol ditambah 25% dari NJOP yang seharusnya dikenakan. Sedangkan untuk penetapan nilai strategis lokasi ditetapkan dalam nilai persentase berdasarkan faktor : a. Lokasi b. Frekuensi lalu lintas orang dan kendaraan c. Kelas jalan Nilai strategis lokasi di Kabupaten Bogor terbagi menjadi 35 lokasi yang dibagi menurut kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor. Nilai strategis pada tiap lokasi dibagi lagi menurut kelas jalan dan jenis reklame yang dipasangkan. Persentase nilai strategis lokasi yang digunakan di Kabupaten Bogor sekitar 5% sampai 35%. Persentase ini dikalikan dengan NJOP untuk mendapatkan nilai strategis lokasi tersebut. Untuk mendapatkan jumlah pajak yang harus dibayarkan, tarif pajak reklame dikalikan dengan dasar pengenaan pajak reklame. Tarif pajak reklame yang ditetapkan di Kabupaten Bogor adalah sebesar 25%. Tarif ini dikalikan dengan Nilai Sewa Reklame (NSR) yang didapat dari penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan hasil perkalian persentase Nilai Strategis Lokasi (NSL) dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Formulasinya adalah sebagai berikut : Pajak Reklame
= Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak = Tarif Pajak x (NJOP + NSL) = Tarif Pajak x (NJOP + (%NSL x NJOP))
Pajak reklame yang terutang tersebut dipungut di wilayah daerah yaitu Kabupaten Bogor. Masa pajak reklame sesuai dengan jangka waktu yang lamanya sesuai dengan masa izin pemasangan reklame. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
58
SKPD Pembayaran Pajak Reklame
NPWPD
SSP
Pemeriksaan Objek Pajak Reklame
SPTPD Pendaftaran Wajib Pajak
Permohonan Izin / Penyelenggaraan Reklame
SKPDKB / SKPDKBT / SKPDN
Penghitungan dan penetapan
Penyitaan Objek Pajak Reklame
Penagihan Pajak
Pelelangan Objek Pajak Reklame
Pembayaran Pajak Reklame yang Kurang
LUNAS
Gambar 4.5 Mekanisme Pajak Reklame di Kabupaten Bogor Sumber : olahan peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
59
Pendaftaran wajib pajak dilakukan melalui pengisian formulir daftar induk wajib pajak yang harus diisi jelas, lengkap, dan benar. Dari pendaftaran tersebut wajib pajak akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD). NPWPD inilah yang harus diberikan pada saat pengajuan permohonan penyelenggaraan reklame ke Badan Perizinan Terpadu. Sedangkan untuk proses pendataan wajib pajak dan objek pajak reklame yang diselenggarakan dilakukan berdasarkan surat pengantar yang diberikan Badan Perizinan Terpadu. Wajib pajak harus mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) dengan jelas, benar, dan lengkap. Kemudian SPTPD tersebut harus disampaikan kepada Bupati atau pejabat paling lama 10 hari setelah berakhirnya masa pajak. SPTPD ini digunakan untuk melaporkan penghitungan pajak dan / atau pembayaran pajak, objek pajak, dan / atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan pajak daerah. Dengan kata lain, SPTPD tersebut digunakan untuk menghitung dan menetapkan sendiri wajib pajak yang terhutang dan membayarkan pajak terhutangnya. Jika sampai batas akhir penyerahan SPTPD wajib pajak tidak membayarkan pajak terhutang atau kurang bayar, wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan keterlambatan dan ditagih dengan menggunakan Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD). Jika wajib pajak tidak menghitung dan menetapkan sendiri pajak terhutang dan melaporkan SPTPD sampai batas akhir penyerahan SPTPD, maka Bupati atau pejabat yang terkait menetapkan pajak terhutang dengan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD). Wajib pajak harus membayarkan sejumlah yang ditetapkan dalam SKPD tersebut paling lama 20 hari sejak SKPD diterima. Jika melewati tenggat waktu tersebut, maka wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% per bulan keterlambatan dan ditagih dengan menerbitkan STPD. Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah (DPKBD) selaku pejabat yang ditunjuk Bupati untuk melaksanakan tugas perpajakan di Kabupaten Bogor, melakukan pemeriksaan terhadap objek dan wajib pajak. Pemeriksaan terhadap objek pajak dilakukan DPKBD bersama tim teknis Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
60
untuk menggali potensi pajak reklame yang belum dipungut. Sedangkan pemeriksaan wajib pajak dilakukan sejak pajak terhutang. Objek yang diperiksa adalah penetapan jumlah pajak terhutang, apakah pajak terhutang yang telah ditetapkan kurang bayar, lebih bayar ataupun nihil. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap ketetapan pajak terhutang yang sudah diperiksa sebelumnya. Hasil dari pemeriksaan wajib pajak berupa penerbitan Surat Ketetapan, antara lain : a. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB), diterbitkan jika hasil pemeriksaan tidak atau kurang dibayardan SPTPD tidak disampaikan dalam jangka waktu yang ditentukan dan telah ditegur secara tertulis. Untuk kasus tersebut dikenakan sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan. Selain itu dapat juga diterbitkan karena kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi pajak yang terhutang dihitung secara jabatan. Untuk kasus tersebut, dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 25% dari pokok pajak ditambah sanksi 2% per bulan. Pemberian sanksi administrasi paling lama dilakukan selama 24 bulan sejak saat terutangnya pajak. b. Surat
Ketetapan
Pajak
Daerah
Kurang
Bayar
Tambahan
(SKPDKBT), diterbitkan jika ditemukan data baru atau data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terhutnang. Atas kasus ini dikenakan sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak. c. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN), diterbitkan jika jumlah pajak yang terhutang sama besarnya dengan jumlah pajak terhutang dengan jumlah kredit pajak. Kewajiban membayar pajak terutang dalam SKPDKB dan SKPDKBT harus dibayar dalam jangka waktu yang ditentukan. Jika tidak dibayar, maka ditagih dengan menerbitkan STPD ditambah lagi dengan sanksi administrasi berupa denda 2% per bulan. Namun apabila wajib pajak melaporkan sendiri penambahan
jumlah
terhutang
pajak
sebelum
dilakukan
tindakan
pemeriksaan, maka penambahahan sanksi administrasi tidak dikenakan. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
61
Pembayaran dilakukan kas daerah atau tempat lain yang ditunjuk oleh Bupati sesuai waktu yang ditentukan dalam SPTPD, SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, atau STPD. Pembayaran dapat dilakukan sekaligus atau lunas dan dapat pula melalui angsuran dengan persetujuan Bupati atau Pejabat terkait. Pembayaran melalui angsuran harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut dengan dikenakan bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang belum dibayar. Selain itu wajib pajak dapat melakukan penundaan pembayaran dengan persetujuan Bupati atau Pejabat terkait dan persyaratan sudah terpenuhi sampai batas waktu yang ditentukan. Konsekuensi dari penundaan pembayaran tersebut adalah pengenaan bunga 2% per bulan dari jumlah pajak yang belum atau kurang dibayar. Penagihan pajak dilakukan dengan menerbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan dilakukan sebagai awal tindakan apabila wajib pajak belum membayar sampai jatuh tempo pembayaran. Surat tersebut dikeluarkan 7 (tujuh) hari setelah jatuh tempo pembayaran. Setelah surat teguran diterbitkan maka wajib pajak harus melunasi pajak yang terhutang dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelahnya. Jika tidak dibayar sampe jangka waktu yang ditentukan dalam surat teguran, maka pajak harus ditagih dengan surat paksa. Penerbitan surat paksa dilakukan setelah lewat 21 hari sejak tanggal surat teguran atau surat peringatan diterbitkan. Jika pajak tidak dilunasi juga setelah Surat Paksa diterbitkan dalam waktu 2 x 24 jam dari surat paksa diterbitkan, maka pejabat terkait mengeluarkan surat perintah pelaksanaan penyitaan kepada juru sita pajak. Dan apabila masih belum dibayar sampai 10 hari setelah tanggal pelaksanaan surat perintah penyitaan, maka pejabat terkait meminta penetapan tanggal pelelangan kepada Kantor Pelayanan Piutang dan Lelang Negara. Setelah itu, Kantor Pelyanan Piutang dan Lelang Negara menetapkan hari, tanggal, jam, dan tempat pelaksanaan lelang. Serta juru sita pajak memberitahukan secara tertulis kepada wajib pajak. Pemerintah Kabupaten berhak untuk menagih pajak sampai masa kadaluara penagihan. Kadaluarsa penagihan adalah setelah melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang pajak. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 5 ANALISIS IMPLEMENTASI PEMUNGUTAN PAJAK REKLAME ATAS REKLAME ROKOK PADA WARUNG DAN KIOS DI KABUPATEN BOGOR Reklame merupakan media yang penting bagi pemasaran sebuah produk di suatu kawasan, salah satunya Kabupaten Bogor yang sedang gencar-gencarnya membangun wilayahnya untuk lebih maju. Kegiatan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor cukup tinggi, dilihat dari banyaknya reklame yang terselenggara selama tahun 2010, yaitu sebanyak 10.417 unit reklame (
DPKBD,
2011).
Jumlah ini tersebar di Kabupaten Bogor dengan berbagai jenis isi dan bentuk reklame. Dari jumlah reklame yang tertayang selama tahun 2010 tersebut, 35% merupakan reklame yang mempromosikan produk rokok atau sejumlah 3.617 unit reklame dengan berbagai bentuk reklame yang tersebar ke 40 kecamatan yang ada di Kabupaten Bogor (DPKBD, 2011). Sedangkan 75% sisanya merupakan total reklame dari produk lain seperti produk perbankan, perhotelan, telekomunikasi, dan lain-lain. Hal ini menunjukkan bahwa reklame rokok cukup mendominasi Kabupaten Bogor. Reklame rokok yang tersebar di Kabupaten Bogor tersebut dipasang melalui berbagai media, salah satunya pada warung dan kios. Untuk tahun 2010, jumlah reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios dan terdata dengan baik sebanyak 782 unit atau sekitar 21,6 % dari keseluruhan jumlah reklame rokok yang diselenggarakan di Kabupaten Bogor (DPKBD, 2011). Jenis reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios selama tahun 2010 didominasi oleh reklame berbentuk billboard, baik billboard tanam maupun billboard tempel. Reklame rokok ini biasa digunakan sebagai papan nama warung atau kios, yang dalam bahasa perusahaan disebut sebagai shopsign. Selain dalam bentuk billboard, reklame rokok pada warung dan kios juga dipasang dalam bentuk rombong dan spanduk. Sebagian besar reklame rokok yang terpasang pada tahun 2010, masih berlaku dan terpasang sampai tahun 2011. Data per Maret 2011, terdapat 88 unit pemasangan reklame rokok pada warung dan kios baru dan 75 unit reklame rokok pada warung dan kios yang diperpanjang masa berlakunya (DPKBD, Maret 2011). Dan menurut observasi yang dilakukan peneliti per Agustus 2011, jumlah 62
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
63
reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah lebih banyak karena banyaknya reklame rokok yang baru dipasangkan di warung dan kios di Kabupaten Bogor. Jenis reklame pun bertambah dengan penggunaan jenis reklame front tempel untuk reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor (DPKBD, 2011)
Tabel 5.1 Rincian Jumlah Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor Tahun 2010
Jenis Reklame
Jumlah
Back Billboard Tanam
13
Billboard Tanam
410
Billboard Tempel
320
Front Billboard Tanam
3
Rombong
6
Spanduk
30
Total
782
Persentase reklame rokok pada warung dan kios terhadap
21.6%
keseluruhan reklame rokok yang ada di Kabupaten Bogor Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah, Data diolah Peneliti
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
64
Gambar 5.1 Reklame Rokok Jenis Front Tempel Sumber : Observasi Peneliti
Dari jumlah reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios tersebut, terlihat bahwa penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios cukup tinggi. Hal ini juga diakui oleh para penyelenggara reklame rokok melalui pernyataannya tentang pemilihan warung dan kios sebagai salah satu media reklame untuk sebagai berikut : “Pemilihan warung atau kios menjadi point of sales yang terdekat dalam memaksimalkan komunikasi dengan konsumen kita.” (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011) “Karena warung dan kios adalah langsung menjual produk rokok tersebut.” (Wawancara mendalam dengan CV. Sheila Advertising, 11 Juli 2011) Ringkas kata, pemilihan warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame oleh penyelenggara reklame adalah karena warung dan kios menjadi titik pemasaran yang terdekat dalam memaksimalkan komunikasi dengan konsumen karena warung dan kios merupakan tempat masyarakat umum berlalu-lalang untuk membeli produk sehingga masyarakat umum dapat melihat reklame rokok yang dipasangkan dan menjadi tertarik pada produk rokok. Selain itu, warung dan rokok tersebut juga merupakan tempat dimana rokok langsung dijual kepada masyarakat.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
65
Penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor pada dua tahun terakhir ini terkait dengan pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Bogor Nomor 12 Tahun 2009 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Perda ini sedikitnya memberi pengaruh kepada penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada warung dan kios pada tahun 2011. Mengenai pengaruh pemberlakuan Perda KTR di Kota Bogor, BPT menyatakan bahwa : “Pengaruhnya juga gak terlalu signifikan juga ya. Memang ada sedikit, tapi gak terlalu signifikan … Mungkin belum karena perda itu baru efektif tahun kemarin kan yah. Tahun 2010 kemarin efektif pelaksanaan pelarangannya” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Dengan pernyataan tersebut, BPT mengakui adanya sedikit peningkatan namun belum terlalu signifikan sampai dengan tahun 2011. Hal ini dikarenakan efektif pelaksanaan perda tersebut baru dilaksanakan tahun 2010, sehingga peningkatan penyelenggaraan reklame rokok baru akan terlihat secara signifikan pada tahun 2011-2012. Sedangkan menurut data, peningkatan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios terlihat pada penetapan target penerimaan pajak reklame Kabupaten Bogor yang meningkat sejak Perda KTR Kota Bogor disahkan dan dilaksanakan. Pada awal tahun 2010, tidak terdapat kenaikan target penerimaan karena perda KTR baru saja efektif dilaksanakan. Namun pada akhir tahun 2010, realisasi penerimaan pajak reklame melebihi target yang ditetapkan yaitu sebanyak Rp 9.419.384.033 (DPKBD, 2011). Sehingga pada awal tahun 2011 penetapan target penerimaan pajak reklame ditingkatkan dengan presentase kenaikan 5,56% dari target tahun 2010. Tabel 5.2 Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2008-2011 Tahun
Target Penerimaan (Rp)
Persentase Kenaikan
2008
8.250.000.000
-
2009
9.000.000.000
9.09%
2010
9.000.000.000
0%
2011
9.500.000.000
5,56%
Sumber : bogorkab.go.id dan DPKB Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
66
Prediksi peningkatan penyelenggaraan reklame rokok di Kabupaten Bogor tersebut diperkuat dengan pernyataan dari sejumlah penyelenggara reklame rokok yang memilih Kabupaten Bogor sebagai wilayah penyelenggaraan reklame pengganti Kota Bogor sejak Perda KTR Kota Bogor berlaku. Alasan pemilihan wilayah Kabupaten Bogor dikemukakan para penyelenggara reklame rokok sebagai berikut : “Dikarenakan masih di perbolehkan pemasangan materi reklame dan wilayah kabupaten juga jangkauannya cukup luas. Tentunya dengan batasan-batasan yang diatur oleh penyelenggara perijinan dan Pemda.” (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011) “Kami menganggap kabupaten Bogor sangat berpotensi dalam penyelenggaraan reklame, terutama rokok setelah Perda KTR berlangsung karena Kabupaten Bogor berbatasan dengan kota-kota penting seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Melalui pernyataan tersebut, alasan dipilihnya Kabupaten Bogor sebagai lokasi penyelenggaraan reklame rokok sejak pemberlakuan Perda KTR Kota Bogor oleh para penyelenggara reklame, khususnya pada warung dan kios, untuk wilayah Bogor disebabkan oleh masih diizinkannya penyelenggaraan reklame rokok oleh Pemerintah Kabupaten Bogor. Selain itu, dari segi luas wilayah dan letak strategis, Kabupaten Bogor lebih berpotensi karena lebih luas dan berbatasan dengan kota-kota penting seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Dengan berbatasan dengan kota-kota tersebut, sebagian besar jalan yang ada di Kabupaten Bogor merupakan jalur penghubung untuk menuju Kota Bogor. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien oleh Pemerintah Kabupaten Bogor sebagai salah satu sumber pemasukan daerah melalui pajak reklamenya. Selain itu pelaksanaannya juga harus benar-benar diawasi karena rokok merupakan produk yang lebih banyak memberikan efek negatif kepada masyarakat daripada efek positif yang ditimbulkan, terutama jika dipasangkan pada warung dan kios. Penyelenggaraan reklame di warung dan kios merupakan bentuk promosi yang tujuan pasarnya luas, mulai dari kalangan muda sampai yang tua. Jika tidak diawasi dengan benar, selain pemasukan daerah tidak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
67
optimal, efek negatif reklame juga semakin mudah menyebar. Untuk itu pelaksanaan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor harus dilaksanakan dengan benar. Benar atau tidaknya pelaksanaan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, tergantung kepada bagaimana Pemerintah Kabupaten
melaksanakan
tahapan
penyelenggaraan
reklame.
Terutama
pelaksanaan pajak reklame sebagai salah satu tahapan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang membuat penyelenggaraan reklame tersebut menjadi sebuah potensi bagi pemasukan daerah Kabupaten Bogor. Namun hal tersebut tidak terlepas dari ketaatan dan kepatuhan penyelenggara reklame dalam melaksanakan setiap tahapan yang ada. Untuk mengetahuinya, maka analisis dilakukan pada implementasi tahapan administrasi pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, proses perizinan dan pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios, dan terhadap kendala yang dialami dalam pelaksanaan pemungutan pajak daerah Kabupaten Bogor.
5.1. Implementasi Tahapan Administrasi Pajak Reklame atas Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor Pajak reklame di Kabupaten Bogor merupakan salah satu tahapan yang harus dipenuhi oleh penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios sebelum reklame rokok diselenggarakan. Seperti yang sudah dijelaskan, bahwa izin tidak akan dikeluarkan jika pajak reklame belum dilunasi. Dengan ketentuan tersebut, terlihat jelas bahwa pajak reklame di Kabupaten Bogor, khususnya pajak reklame rokok pada warung dan kios, berfungsi sebagai pengatur penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios dan sebagai salah satu sumber pemasukan daerah dari penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Reklame rokok yang terpasang pada warung dan kios jelas merupakan salah satu objek pajak relame di Kabupaten Bogor. Hal ini diperjelas dalam pasal 2 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 Kabupaten Bogor mengenai Pajak Reklame bahwa objek pajak adalah semua penyelenggaraan reklame. Sedangkan secara prinsip dijelaskan oleh akademisi sebagai berikut : Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
68
“Prinsipnya yang namanya reklame kalau dia mempromosikan suatu barang, memperkenalkan suatu barang dengan tujuan komersial, itu otomatis merupakan objek daripada pajak reklame.” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Dengan begitu pajak reklame dapat dikenakan kepada reklame yang digunakan untuk kepentingan komersil dalam bentuk / jenis dan di tempat apapun. Dengan pengertian tersebut, maka objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dapat dipersempit lagi berdasarkan jenis reklame rokok yang ada di warung dan kios. Jenis reklame rokok tersebut antara lain berupa reklame billboard tempel, billboard tanam, spanduk, dan rombong. Pelaksanaan pajak reklame tidak terlepas dari siapa yang akan dikenakan pajak reklame atau subjek yang akan dikenakan pajak reklame. Jika disesuaikan dengan pasal 4 dan pasal 5 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 Kabupaten Bogor mengenai Pajak Reklame,subjek dari pajak reklame rokok pada warung dan kios adalah penyelenggara reklame rokok. Sedangkan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios adalah penyelenggara reklame rokok yang menyelenggarakan reklame rokoknya pada warung dan kios di wilayah Kabupaten Bogor. Dengan kata lain, perubahan status dari subjek pajak menjadi wajib pajak adalah ketika penyelenggara reklame rokok melakukan perizinan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di wilayah Kabupaten Bogor. Penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah perusahaan rokok melalui agen pemasarannya yang berada di Kabupaten Bogor. Biro iklan juga merupakan penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios, karena perusahaan rokok banyak menggunakan biro iklan untuk mempromosikan produk rokoknya tersebut, termasuk ke warung dan kios di Kabupaten Bogor, sehingga pihak yang melakukan proses perizinan adalah biro iklan tersebut. Dapat disimpulkan bahwa subjek dan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios adalah perusahaan rokok dan biro iklan yang dikontrak perusahaan rokok untuk mengiklankan produk rokoknya ke warung dan kios di wilayah Kabupaten Bogor. Untuk menganalisis tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sudah dilakukan atau belum, maka Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
69
diperlukan penilaian terhadap tahapan administrasi pajak tersebut. Penilaian ini dilakukan terhadap DPKBD Kabupaten Bogor karena menurut akademisi mengatakan bahwa : “Secara teori kan, official assessment, fiskus aktif, WP pasif. Kalau dia aktif, dia harus mendata secara keseluruhan seperti itu, dan melakukan penetapan” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Menurut teori yanjg dikemukakan Ikhsan dan Salomo, tahapan administrasi pajak yang
baik
dapat
dianalisis
melalui
empat
dimensi,
antara
lain
pendataan/identifikasi subjek dan/atau objek pajak, pemeriksaan wajib dan objek pajak, penetapan nilai pajak terutang, dan melakukan penagihan atau penerimaan setoran pajak. Tiap dimensi tersebut memiliki indikator yang dapat menilai pelaksanaan administrasi pajak reklame, khususnya pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
5.1.1. Pendataan / identifikasi subjek dan / atau objek pajak Proses identifikasi merupakan awal dari pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame, khususnya pajak reklame atas reklame rokok. Pengidentifikasian dilakukan terhadap objek dan subjek pajak, terutama subjek pajak yang menjadi wajib pajak. Tanpa adanya identifikasi yang baik akan menyebabkan Kabupaten Bogor kehilangan potensi penerimaan pajak reklame, terutama dari reklame rokok, karena sekitar 35% reklame yang ada di Kabupaten Bogor merupakan reklame rokok dan jumlah reklame rokok pada warung dan kios yang terdata selama tahun 2010 sebesar 782 unit (DPKBD, 2011). Selain itu, peran pajak reklame sebagai pengatur penyelenggaraan reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, dipertanyakan apabila identifikasi tidak dilakukan dengan baik. Sebab jika identifikasi tidak dilakukan dengan benar akan berdampak kepada penyelenggaraan reklame yang tidak sesuai dengan aturan. Hal pertama yang dapat dinilai untuk mengetahui bahwa proses identifikasi pajak reklame sudah dilaksanakan dengan benar adalah dengan melihat kelengkapan data mengenai subjek pajak terutama yang sedang berstatus sebagai Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
70
wajib pajak reklame pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Data mengenai wajib pajak reklame sangat penting dalam administrasi pajak reklame, karena jika data tidak lengkap maka DPKBD tidak memiliki informasi yang cukup sehingga tahapan administrasi pajak reklame selanjutnya tidak dapat dilanjutkan. Data mengenai wajib pajak diperoleh DPKBD Kabupaten Bogor melalui proses pendaftaran yang dilakukan oleh para wajib pajak saat masih berstatus sebagai subjek pajak yang akan menyelenggarakan reklamenya, khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Proses pendaftaran diatur dalam pasal 13 pada Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame. Dalam pasal ini pendaftaran dilakukan dengan pengisian formulir pendaftaran oleh subjek pajak reklame rokok. Dalam pelaksaan pendaftaran subjek pajak menjadi wajib pajak di lapangan, pihak DPKBD menyatakan bahwa : “Pendaftaran wajib pajak dilakukan ketika subjek pajak reklame rokok baru pertama kali menyelenggarakan reklame rokok di Kabupaten Bogor. Pendataan wajib pajak merupakan langkah awal dalam rangkaian administrasi pajak karena dengan pendaftaran tersebut, subjek pajak akan mendapat NPWPD dan berubah status menjadi wajib pajak.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Dari pernyataan ini, terlihat bahwa pendaftaran dilakukan ketika subjek pajak reklame rokok baru pertama kali menyelenggarakan reklame rokok di Kabupaten Bogor. Dengan melakukan pendaftaran tersebut subjek pajak reklame akan mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak Daerah (NPWPD) yang menjadi identitas bahwa subjek pajak tersebut sudah menjadi wajib pajak reklame di Kabupaten Bogor dan harus melaksanakan kewajiban perpajakan reklamenya. Berdasarkan data yang dimiliki DPKBD, semua wajib pajak yang menyelenggarakan reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios yang terdata sudah mendaftarkan diri ke DPKBD Kabupaten Bogor dan memiliki NPWPD. Diperjelas kembali oleh DPKBD terkait kelengkapan data wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor yang menyatakan bahwa : Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
71
“Kalau data belum lengkap dan benar reklamenya gak diproses. Jadi data yang ada di DPKBD sudah lengkap.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) DPKBD menggunakan sistem komputer dalam pendataan wajib pajak reklame, termasuk wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios. Tiap formulir yang sudah diisi wajib pajak saat mendaftarkan diri langsung dimasukan ke sistem, sehingga data tersimpan dan dapat di-update sekiranya ada perubahan mengenai info wajib pajak. Dan langsung diberikan NPWPD sehingga subjek pajak dapat melakukan kewajiban perpajakannya. Selain data mengenai wajib pajak reklame, kelengkapan data objek pajak reklame rokok pada warung dan kios juga sangat diperlukan untuk mewujudkan proses pengidentifikasian yang baik. Data ini menjadi sangat penting karena data objek pajak inilah yang digunakan DPKBD Kabupaten Bogor untuk menetapkan jumlah pajak reklame terhutang. Jika data tidak lengkap maka Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor akan kehilangan potensi pemasukan daerahnya dari sektor pajak reklame. Proses pendataan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios dilakukan saat perizinan penyelenggaraan reklame dilakukan. Berbeda dengan pendataan wajib pajak, data mengenai objek pajak reklame rokok pada warung dan kios ini diperoleh DPKBD Kabupaten Bogor melalui pelaporan yang dilakukan oleh wajib pajak . Mengenai pendataan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios, DPKBD menyatakan bahwa : “Kalau data objek yang ada di kita itu semua dapatnya dari BPT yang diberikan melalui wajib pajak dalam bentuk Surat Pengantar. Jadi Kan sebelum masuk ke DPKBD dan diproses pajaknya semua data harus sudah lengkap di BPT. Jadi pendataan objek pajak itu dilakukan oleh BPT. Cuman, istilahnya tetep wajib pajak yang melaporkan, karena wajib pajaknya yang memberikan itu ke kita. Surat Pengantar itu diberlakukan seperti SPTPD kalau di perda.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Surat Pengantar ini diperoleh Wajib Pajak saat wajib pajak melakukan perizinan penyelenggaraan reklame di BPT. Dalam perizinan ini, Wajib Pajak yang merupakan penyelenggara harus memberikan sejumlah berkas yang terkait dengan Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
72
data objek pajak sehingga dalam kelengkapan data objek pajak, BPT berperan penting karena perizinan dikelola oleh BPT. Perizinan penyelenggaraan reklame diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame. Dalam proses perizinan, terdapat berkas yang harus dipenuhi oleh Wajib Pajak. Mengenai berkas tersebut, Wajib Pajak menyatakan bahwa : “Pengajuan ke Pihak Pemda dengan lampiran spesifikasi materi yang akan dipasang, dengan melampirkan surat pengajuan, Surat Kuasa atas Nama PT ke Perorangan yang mengurus, Copy KTP & TDP, Surat Jaminan Bongkar dan jangka waktu pemasangan reklame … Penentuan titik lokasi oleh pihak kita tentunya.” (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011) Menurut Wajib Pajak, pihaknya harus memberikan spesifikasi materi yang akan dipasang disertai surat pengajuan, Surat Kuasa atas nama perusahaan kepada orang yang mengurus, salinan KTP dan TDP, Surat Jaminan Bongkar, dan jangka waktu pemasangan. Standar perizinan yang ditetapkan BPT, penyelenggara reklame rokok harus mengisi sejumlah surat yang sudah disediakan oleh pihak BPT Kabupaten Bogor. Formulir yang sudah disediakan oleh BPT Kabupaten Bogor adalah : a. Surat Permohonan Penyelenggaraan Reklame b. Surat Pernyataan Menanggung Resiko c. Surat Pernyataan Status Lahan d. Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar Formulir dan surat yang sudah disediakan tersebut harus diisi dan disetujui oleh penyelenggara reklame rokok. Formulir dan surat tersebut harus diberikan kembali kepada BPT Kabupaten Bogor beserta informasi dan berkas yang terkait dengan penyelenggaraan reklame rokok tersebut, sehingga yang diberikan oleh wajib pajak untuk perizinan penyelenggaraan reklame adalah : a. Surat permohonan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang sudah diisi dan bermaterai b. Fotokopi KTP penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios (individu yang mengurus perizinan reklame) Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
73
c. Akte perusahaan / SIUPTDP penyelengara reklame rokok pada warung dan kios d. Nomor Pokok Wajib Pajak perusahaan penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios e. Surat pernyataan menanggung resiko penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios f. Surat pernyataan status lahan warung dan kios yang digunakan untuk penyelenggaraan reklame rokok yang sudah dikonfirmasi oleh pemilik warung dan kios g. Surat pernyataan menyerahkan uang jaminan bongkar reklame rokok pada warung dan kios h. Denah lokasi warung dan kios, desain dan penghitungankontruksi reklame rokok yang akan dipasang i. Surat Rekomendasi dari Dinas terkait bagi penyelenggara baru / surat izin beserta Surat Setor Pajak periode sebelumnya bagi penyelenggara lama. Berkas-berkas tersebut yang harus diberikan kepada BPT Kabupaten Bogor, terutama dalam kasus perizinan reklame rokok pada warung dan kios adalah Surat Pernyataan Status Lahan warung dan kios yang digunakan karena pernyataan dari pemilik warung dan kios sangat penting dalam perizinan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Kemudian berkas-berkas tersebut diperiksa, baru kemudian dikeluarkan Surat Pengantar apabila pengajuan reklame rokok pada warung dan kios tersebut lulus pemeriksaan. Surat Pengantar yang dikeluarkan BPT Kabupaten Bogor dilaporkan oleh wajib pajak ke DPKBD. Sesuai dengan pernyataan pihak DPKBD, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame, Surat Pengantar dianggap sebagai Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD) untuk pajak reklame. Pada tahap inilah terdapat hal yang membingungkan karena secara konsep yang dikemukakan oleh akademisi mengatakan bahwa : “SPT itu sarana pelaporan wajib pajak dalam rangka sistem self assessment … Tapi kalau yang namanya official assessment, tidak ada kewajiban menyampaikan SPT.” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
74
Penggunaan Surat Pemberitahuan ini identik dengan pajak yang menggunakan sistem self assessment, sedangkan pajak reklame merupakan official assessment yang dalam pelaporannya menggunakan Surat Pemberitahuan Objek Pajak Daerah (SPOPD). Sehingga Surat Pengantar ini sama fungsinya dengan SPOPD. Selain itu, pemberian SPTPD dalam perda dapat diberikan paling lambat 10 hari setelah masa pajak berakhir. Sedangkan dalam prakteknya, penyelenggaraan reklame tidak dapat dilakukan apabila pajak belum disetorkan, sehingga tidak mungkin pemberian Surat Pengantar dilakukan setelah 10 hari dari berakhirnya masa pajak karena masa pajak tidak akan dimulai sampai pajak disetorkan. Pada tahap inilah yang membingungkan karena terdapat perbedaan antara praktek, konsep dengan Perda yang berlaku di Kabupaten Bogor. Sesuai pernyataan pihak DPKBD, DPKBD hanya menerima data-data infomasi dari BPT melalui Surat Pengantar yang diberikan oleh wajib pajak. Pendataan objek pajak reklame rokok pada warung dan kios ini dilakukan setelah Surat Pengantar dari BPT Kabupaten Bogor masuk ke loket DPKBD Kabupaten Bogor. Surat Pengantar dari BPT Kabupaten Bogor tersebut berisi mengenai datadata objek pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, yang terdiri dari : Nama pemohon
Nilai strategis
Isi reklame
Masa berlaku
Lokasi warung dan kios
Status izin
Jenis reklame
Reklame dalam / luar
Ukuran reklame
ruangan
Jumlah reklame Setiap info dari Surat Pengantar ini akan menjadi dasar penetapan pajak reklame rokok, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, bagi DPKBD Kabupaten Bogor. Surat Pengantar yang dilaporkan wajib pajak ini disimpan pihak DPKBD sebagai data objek pajak reklame DPKBD. Selain menyimpan Surat Pengantar, penyimpanan data objek pajak juga dilakukan menggunakan program komputer, yaitu menggunakan program Microsoft Excel. Pemasukan data objek pajak tidak dibedakan antara reklame Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
75
berisi rokok dengan yang lainnya, tidak juga dibedakan berdasarkan jenis reklame. Semua dijadikan satu dalam pendataan selama satu bulan. Data objek pajak reklame yang dimasukan ke program terdiri dari : Nama Pemasang Reklame
Ukuran
Alamat Pemasang
Luas
Isi Reklame
Jumlah
Lokasi Pemasangan
Masa Pajak
Jenis Reklame
SKPD / Data Potensi Pajak
Untuk membedakan data reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dengan reklame lainnya adalah dengan melihat pada isi reklame dan lokasi reklame. Isi reklame dari reklame rokok pada warung dan kios pasti berupa nama sebuah produk rokok. Sedangkan lokasi reklame rokok pada warung dan kios bertempat pada warung, toko, rumah makan, kios dan tempat sejenisnya. Contoh data objek pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor terlihat pada tabel 5.3.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
76
Tabel 5.3 Contoh Tabel Data Objek Pajak Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
No.
1.
Nama
Alamat
Isi
Pemasang
Pemasang
Reklame
Reklame
Reklame
PT. Djarum
Lokasi Pemasangan Alamat
Desa
Kec
Jenis Reklame
Ukuran pj
lbr mk
Luas Jml
Masa Pajak
SKPD Data Potensi Pajak
Cibinong
Bill
Tempel
1
4
1
4
1
Des ‟10 / Nov „11
859.375
Toko Novi
Cibinong
Bill
Tanam
2
1
2
4
1
Mar‟10 / Feb „11
1.406.250
Bill
Tanam
1
2
2
4
1
Jan „10/ Des‟10
1.462.500
Jl. Raya Sukabumi
Produk
Wr. Nasi
Km 1,5 Kec. Ciawi
Djarum
Sunda Jl. Ry Jkt Bgr Pemda
2.
CV. Sheilla
Jl. Suren Blok H.
Dji Sam
Adv.
No. 2 Perum Budi
Soe
Agung Ds. Kd Badak Tanah Sareal Bgr 3.
Mega Trend
Jl.Ir. HR.Djuanda
A Pache /
Warung
Klapa-
Pratama
D.33 Bulak Kapal
Extreem
Kios Budi
nunggal
Mulya, PT
Bekasi
Jl. Ry Narogong
Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
77
Tidak semua data objek pajak reklame di-input ke program komputer yang digunakan oleh DPKBD. Hal ini terlihat pada tidak adanya beberapa komponen dalam Surat Pengantar pada data program milik DPKBD, seperti nilai strategis dan jenis reklame dalam / luar ruangan. Perbedaan ini dijelaskan oleh pernyataan DPKD bahwa : “Reklame dalam ruang itu kalau pengelolaan izinnya masuk ke kecamatan. DPKBD hanya mengelola reklame yang perizinannya dilakukan oleh BPT Kabupaten Bogor.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Terkait masalah pengidentifikasian ini, kepatuhan wajib pajak dalam mendaftarkan diri dan melaporkan Surat Pengantar sangat berpengaruh dalam pelaksanaan identifikasi ini. Untuk itu, wajib pajak menyatakan bahwa : “Saat pengantar pajak reklame sudah ada di tangan kita, maka kita langsung ke DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah) untuk mendaftarkan diri kita sebagai Wajib Pajak yang mematuhi aturan untuk membayar pajak sesuai dengan pengantar pajak yang telah diberikan oleh BPT. Seperti kata pepatah,”Orang Bijak Taat Bayar Pajak”. (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa wajib pajak sudah mendaftarkan diri sebagai wajib pajak dan menyampaikan Surat Pengantar begitu surat berada di tangan wajib pajak.
5.1.2. Pemeriksaan Wajib dan Objek Pajak Dimensi selanjutnya yang dianalisis adalah pemeriksaan wajib dan objek pajaknya. Analisis ini dilakukan dengan melihat prosedur pemeriksaan terhadap wajib pajak maupun objek pajak yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor melalui instansi terkait. Dalam peraturan daerah tentang penyelenggaraan reklame maupun pelaksanaan pajak reklame, tidak dijelaskan secara mendetail mengenai pelaksanaan pemeriksaan terhadap wajib pajak maupun objek pajak. Namun dalam prakteknya pihak DPKBD menjelaskan bahwa :
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
78
“Pemeriksaan dilakuin sama tim teknis. Tim teknis itu ada dari DKP, ada dari DPKBD … Pemeriksaannya sebelum membayar pajak dalam proses BPT atau sudah lengkap datanya.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Hal ini sesuai dengan konsep dimana sebelum penetapan pajak reklame yang dilakukan pihak Pemerintah Kabupaten Bogor harus diperiksa terlebih dahulu kondisi penyelenggara, reklame, maupun lokasinya, yang berarti pemeriksaan dilakukan pada proses permohonan izin reklame rokok pada warung dan kios oleh penyelenggara reklame rokok. Hal ini dinyatakan oleh akademisi : “Pada saat wajib pajak yang melaporkan dengan SPOPD tadi, ini seharusnya idealnya jangan serta merta dilakukan penetapan. Fiskus sebelum dia melakukan penetapan, harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu.” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Pemeriksaan termasuk ke dalam pasal 38 mengenai pengendalian dan pengawasan penyelenggaraan reklame dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor No. 6 tentang Penyelenggaraan Reklame. Namun dalam Perda tersebut tidak dijelaskan secara mendetail mengenai prosedur pelaksanaan pemeriksaannya. Pelaksanaan pemeriksaan dijelaskan langsung oleh bagian BPT sebagai berikut : “Front office melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, berkas yang lengkap diterima di front office. Nah, setelah di front office, nanti baru dinaikkan ke bagian back office, pemeriksaan berkas di bagian atas di back office ... Kalau pemeriksaan berkas sudah cukup, baru kita menghubungi tim teknis dari DKP dibantu oleh BPT dan DPKBD.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa pemeriksaan dilakukan secara administratif juga secara teknis. Untuk pemeriksaan administratif dilakukan oleh BPT Kabupaten Bogor, dan pemeriksaan teknis dilakukan oleh tim teknis yang merupakan gabungan dari BPT selaku penerima dan pemegang berkas data, DPKBD selaku pihak yang memperkirakan potensi pajak yang akan diterima dari penyelenggaraan reklame tersebut, dan DKP yang memeriksa secara teknis objek
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
79
reklame. Saat itulah pemeriksaan yang terkait dengan wajib pajak maupun objek pajak reklame rokok pada warung dan kios dilakukan. Dari pernyataan BPT sebelumnya juga diketahui bahwa pemeriksaan administratif sendiri dilakukan dua kali di BPT Kabupaten Bogor. Pemeriksaan administratif yang pertama dilakukan saat penyelenggara reklame memberikan berkas yang dijadikan syarat penyelenggaraan reklame kepada BPT di bagian front office. Tahap pemeriksaan di bagian front office ini merupakan pemeriksaan pertama yang memastikan berkas perizinan penyelenggaraan reklame yang diajukan wajib pajak sudah lengkap. Mengenai pemeriksaan administratif yang pertama ini, BPT menyatakan bahwa : “Kita terima dulu tapi dalam jangka waktu 1-2 hari harus dilengkapi, baru bisa kita proses. Idealnya, kita ambil idealnya aja sesuai SOP, kita memberikan atau menerima di FO itu dalam kondisi lengkap. Karena akan mempercepat proses. Kalau seperti itu kan akan tertunda-tunda. Hanya kita memberikan kelonggaran itu apabila untuk yang jauh ya. Kasian dia bolak-balik, daripada ini, yaudah. Tapi prinsipnya dititipkan berkas dulu, jadi waktu belum kita hitung dulu, kalau dia belum lengkap.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011). Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa berkas yang akan diterima hanya berkas yang sudah lengkap. Namun untuk pemohon dengan kondisi tertentu, berkas akan diterima sementara dan diberi kelonggaran waktu 1-2 hari untuk melengkapi berkas yang tidak lengkap. Pemeriksaan administratif ini dilakukan dengan memeriksa berkas-berkas yang diberikan. Jika ada berkas yang idak lengkap, maka berkas permohonan belum bisa dilanjutkan sampai penyelenggara melengkapi berkas tersebut. Apabila berkas sudah lengkap, maka proses pemeriksaan dilanjutkan ke pemeriksaan administratif yang kedua di bagian back office BPT Kabupaten Bogor. Pemeriksaan administratif yang pertama ini berfungsi untuk memastikan bahwa berkas yang terkait dengan data mengenai penyelenggara reklame maupun reklame rokok yang akan dipasangkan, yang merupakan wajib dan objek pajak reklame, sudah lengkap. Pemeriksaan administratif yang kedua dilakukan di back office BPT Kabupaten Bogor. Pemeriksaan dilakukan setelah berkas data permohonan reklame sudah dilengkapi oleh penyelenggara reklame atau wajib pajak. Di back Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
80
office, pemeriksaan yang dilakukan adalah dengan memeriksa ke-valid-an berkas terutama yang terkait dengan data mengenai wajib pajak tersebut. Jika berkas yang diberikan sudah benar, maka dilanjutkan dengan proses pemeriksaan teknis. Jika berkas dinilai memiliki kekurangan maka proses pemeriksaan tetap dilanjutkan ke pemeriksaan teknis tetapi dengan catatan bahwa berkas tersebut memiliki kekurangan yang menjadi poin penting dalam pemeriksaan teknis dan dimasukkan dalam berita acara pemeriksaan. Terdapat perbedaan pemeriksaan administratif antara penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang baru dengan penyelenggaraan reklame rokok perpanjangan yang dijelaskan oleh pihak BPT, yaitu : “Perbedaan antara penyelenggara perpanjangan maupun baru itu ada di data yang diberikan. Pada penyelenggara baru, harus memberikan surat rekomendasi dari dinas terkait dengan penyelenggaraan reklame. sedangkan pada penyelenggara perpanjangan, harus memberikan surat izin periode sebelumnya dan SSP periode sebelumnya” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Dari pernyataan tersebut, pada penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang baru, penyelenggara harus memberikan surat rekomendasi dari Dinas terkait. Sedangkan pada penyelenggaraan reklame perpanjangan, pemeriksaan dilakukan dengan mengecek surat izin periode sebelumnya dan surat setoran pajak periode sebelumnya. Adanya berkas ini pada penyelenggaraan reklame perpanjangan menunjukkan bahwa reklame yang diajukan merupakan reklame perpanjangan, dan
tidak memiliki masalah perpajakan sebelumnya. Berkas
pemohon lama ini juga dapat dijadikan bahan pemeriksaan teknis, terutama bagi pihak DPKBD untuk memperkirakan potensi pajak yang akan diterima. Dengan pemeriksaan administratif yang kedua ini, kebenaran berkas yang diberikan menjadi terjamin dan reklame siap untuk diperiksa secara teknis. Setelah pemeriksaan administratif, berkas permohonan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios diperiksa secara teknis. Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya oleh pihak BPT, bahwa pelaksanaan pemeriksaan teknis
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
81
dilakukan oleh DKP dibantu BPT dan DPKBD. Mengenai pemeriksaan teknis, BPT menjelaskan fungsi dari tim teknis yaitu : “Tim teknis diperlukan untuk peninjauan lapangan sama dibuatkan berita acara. Berita acaranya nanti ditandatangani bersama antara DKP dengan BPT, bahwa itu ada masalah atau tidak ada masalah. Kalau tidak ada masalah, berarti proses berlanjut. Kalau ada masalah, berarti nanti kita menghubungi kembali Si Pemohon, bahwa ini ada masalah dan untuk diselesaikan dulu masalahnya.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) BPT Kabupaten Bogor selaku pemegang berkas, menghubungi DKP Kabupaten Bogor dan DPKBD Kabupaten Bogor sebagai tim teknis untuk sama-sama turun ke lapangan membandingkan kondisi fisik reklame rokok yang akan di pasang dan kondisi warung dan kios yang akan dipasangkan reklame rokok dengan berkas yang diterima dan memperkirakan potensi pajak reklame yang akan diterima. Pemeriksaan
teknis
dilakukan
dengan
turun
ke
lapangan
untuk
memperhatikan warung dan kios yang akan dipasangkan beserta reklamenya, atau reklame yang
sudah dipasang apabila reklame tersebut merupakan reklame
perpanjangan. Pemeriksaan teknis tidak hanya dilakukan oleh tim dari DKP saja, BPT maupun DPKBD Kabupaten Bogor juga turun serta ke lapangan untuk melihat secara langsung fisik dari reklame rokok dan warung / kios yang akan dipasangkan. Reklame rokok merupakan jenis reklame yang harus diperhatikan dari segi teknis karena produk yang direklamekan lebih banyak memberi dampak negatif kepada masyarakat. Untuk itu sangatlah penting untuk dilakukan pemeriksaan teknis pada reklame rokok yang akan dipasang pada warung dan kios karena warung dan kios merupakan media reklame yang mudah untuk dilihat banyak orang, dari segala umur dan gender sehingga pemeriksaan teknis sangat diperlukan dalam tahap pemberian izin penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Pemeriksaan ini pula yang menentukan bahwa permohonan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios tersebut diterima atau tidak. Standar dari pemeriksaan teknis ini dijelaskan oleh pihak DKP Kabupaten Bogor sebagai berikut :
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
82
“Yang diperiksa dari reklame itu adalah dari etika, estetika dan dari sisi konstruksi” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Jadi reklame rokok yang akan dipasangkan pada warung dan kios tidak boleh melanggar etika, estetika, dan konstruksi yang telah ditetapkan Pemerintah Kabupaten Bogor. Ketiga faktor inilah yang menjadi standarisasi penyelenggaraan reklame. Pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan etika, estetika dan konstruksi dari reklame rokok yang dipasangkan pada warung dan kios tersebut. Pengertian dari etika dalam reklame rokok adalah reklame rokok
yang
dipasangkan tidak bpleh menimbulkan perdebatan antar individu, kelompok, maupun masyarakat. Biasanya hal tersebut identik dengan SAR (Suku, Agama dan Rasis). Terkait masalah etika, DKP menerangkan bahwa : “Etika, menyinggung SARA. Kan di perda diberitahu juga tentang SARA. Tapi SARA ini juga luas sih. Misalnya ada kata-kata yang punya Kemungkinan untuk menimbulkan, perdebatan, slek-slek kecil.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011). Permasalahan etika juga terkait dengan hal yang meresahkan masyarakat sehingga muncul ketakutan di tengah masyarakat, hal ini juga dilarang dalam standar etika penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor Standar teknis reklame yang kedua adalah estetika. Estetika dalam penyelenggaraan reklame dibagi dua, yaitu estetika terhadap lingkungan dan estetika terhadap objek reklameya itu sendiri. DKP menerangkan bahwa : “Sebenarnya kalau secara umum itu, estetika dari objek reklame itu sendiri dan terkait dengan lingkungan. Jadi kalau dengan adanya reklame itu mengganggu pemandangan indah sekitarnya maka itu kita arahkan untuk tertib. Atau yang kedua estetika terkait dengan objek reklamenya itu sendiri. Jadi sebenarnya kalau dari design visual reklamenya gak terlalu terlihat. Tapi kalau di Kabupaten Bogor, kita punya kriteria tapi tidak terperinci, hanya secara norma saja. Kalau terkait dengan norma asusila kita tidak izinkan. Misalnya reklame kondom, itu tidak kita izinkan pasang” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
83
Dari pernyataan tersebut, estetika dilihat dari dua sisi. Pertama estetika terhadap objek reklame itu sendiri dan estetika terkait dengan lingkungan. Contoh dari reklame rokok yang melanggar estetika terhadap lingkungan adalah reklame yang mengganggu pemandangan sekitarnya, seperti warna reklame sudah pudar, papan billboard reklame rokok rusak sehingga tidak indah untuk dipandang dan juga membahayakan masyarakat, dan pemasangan reklame yang bertindihan sehingga tidak terlihat rapi. Sedangkan estetika reklame terhadap objek reklamenya mengacu kepada design visual dari relame tersebut. Kriteria ini tidak diatur secara terperinci, namun hal ini didasarkan pada norma yang berlaku saja. Misalkan reklame yang diselenggarakan tersebut harus sesuai dengan norma kesopanan dan norma susila. Jika ada reklame yang design visual-nya mengarah ke asusila, maka reklame tersebut tidak sesuai dengan kriteria estetika. Contoh dari reklame rokok yang tidak sesuai dengan estetika dari objek reklame itu sendiri adalah reklame rokok yang menggunakan kata-kata tidak sopan, atau menggunakan gambar yang kurang senonoh. Standar teknik yang terakhir adalah dari sisi konstruksi. Mengenai standar konstruksi ini DKP menyebutkan bahwa : “Kalau yang di warungnya sendiri, ketika ditempel konstruksinya ada tempat untuk menempel, ada space … Dan tidak menempel pada fasilitas-fasilitas umum Seperti lampu PJU, terus rambu lalu lintas kalau warungnya itu ada deket situ. … tidak menghalangi fasilitas umum seperti PJU. Juga seperti pemasangan reklame rokok dekat tempat-tempat sekolah kita juga tidak izinkan untuk dipasang.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011).
Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui bahwa konstruksi dari reklame ini dilihat dari titik lokasi pemasangan reklamenya terhadap lokasi dan ukuran reklame. Reklame yang dipasangkan tidak boleh mengganggu pengguna jalan. Pengguna jalan disini termasuk pejalan kaki dan kendaraan bermotor. Selain itu, lokasi yang dipilih tidak boleh berdekatan dengan lingkungan sekolah. Contoh reklame rokok yang melanggar standar konstrusi adalah reklame rokok yang dipasang menjorok ke jalan raya sehingga menghalangi pengguna jalan untuk melihat rambu lalu lintas. Untuk reklame yang seperti contoh tersebut hanya ditindaki dengan Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
84
menggeser posisi pemasangan reklame tersebut. Namun untuk reklame rokok yang dipasangkan dekat dengan daerah sekolah, reklame tersebut secara kosntruksi tidak boleh dipasang. Sehingga pemasangan reklame pada lingkungan sekolah tersebut tidak diizinkan. Setelah pemeriksaan dilakukan, tim teknis melaporkan Berita Acara kepada pihak BPT dan dari pelaporan berita acara tersebut ditentukan bahwa reklame tersebut dapat diselenggarakan atau tidak. Jika berita acara menyatakan bahwa reklame rokok dapat memenuhi standar yang ditetapkan, maka BPT mengeluarka Surat Pengantar. Jika tidak BPT menghubungi pemohon bahwa reklame tidak dapat diselenggarakan. Untuk proses tersebut, jangka waktu yang ditetapkan BPT Kabupaten Bogor untuk pelaksanaan proses perizinan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, termasuk reklame rokok pada warung dan kios, adalah 10 hari. Seperti yang dijelaskan oleh bagian BPT : “SOP kita kan 10 hari, itu belum kita hitung waktu berjalan kalau kelengkapannya belum terpenuhi persyaratannya” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Sehingga waktu yang diperlukan bagi proses perizinan minimal 10 hari. Dalam 10 hari tersebut, diharapkan penyelenggara sudah memenuhi setiap tahapan yang ditentukan untuk dapat memperoleh izin penyelenggaraan reklame, seperti melengkapi berkas yang diperlukan. Terkait hal ini, penyelenggara reklame menyatakan bahwa : “Setelah diproses di BPT selama 14 hari kerja tersebut, kita kembali lagi ke BPT untuk mengambil surat pengantar bayar pajak” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Dari pernyataan tersebut, proses di BPT memakan waktu 14 hari sampai Surat Pengantar diterbitkan. Namun hal ini juga tergantung kepada penyelenggara reklame selaku pemohon. Semakin cepat penyelenggara melakukan proses pelengkapan berkas, semakin cepat berkas diperiksa dan semakin cepat pula Surat Pengantar diberikan.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
85
Proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten, baik pemeriksaan administratif maupun pemeriksaan teknis, memastikan bahwa data wajib dan objek pajak sudah lengkap dan benar. Karena pemeriksaan dilakukan saat perizinan, maka pemeriksaan ini dilakukan sebelum data masuk ke DPKBD. Dengan pemeriksaan tersebut, DPKBD tidak lagi melakukan pemeriksaan. Terkait dengan pemeriksaan ini, wajib pajak menyatakan bahwa pemerintah daerah selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum penetapan pajak reklame dilakukan. Hal ini dinyatakan sebagai berikut : “Pemerintah yang bersangkutan atau Pejabat yang berwenang selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum pemberian SKPD tersebut, bahakan seringnya pada saat berkas masuk dan diproses di BPT, pemerintah selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan surat pengantar untuk bayar pajak yang nantinya akan berubah menjadi SKPD. Hal ini dilakukan, karena untuk menghindari ketidaksesuaian antara data di lapangan dengan nilai nominal pajak yang harus dibayarkan oleh pihak Wajib Pajak” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Dari pernyataan tersebut, wajib pajak selalu diperiksa saat berkas masuk dan diproses di BPT. Dan dilakukan sebelum SKPD diterbitkan sehingga ketika surat pengantar diberikan ke DPKBD pemeriksaan tidak lagi dilakukan. Pemeriksaan yang baik jika dilihat dari sisi administrasi pajak terlihat dari ke-valid-an data wajib dan objek pajak. Hal ini bisa dilihat dari produk dari pemeriksaan yang telah dilakukan, yaitu penetapan pajak reklamenya. Jika data sudah lengkap dan benar, Seharusnya penetapan yang dilakukan final dan tidak memerlukan koreksi sehingga tidak perlu dikeluarkan SKPDLB / SKPDKB / SKPDKBT. Seperti pernyataan akademisi yang menyatakan bahwa : “Jika dilihat ternyata beda yang dilaporkan. Periksa lagi. Keluarkan ketetapan baru. Kalau begitu yang salah sebetulnya fiskus atau wjib pajak? fiskus dong. Harusnya sebelum dia menetapkan pertama dia harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu… Kalau official kita gak boleh percaya dengan wajib pajak, karena kita akan mengeluarkan produk ketetapan. Sehingga ketetapan yang dikeluarkan benar, sesuai dengan ketentuan dan final.” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011). Jadi, selain lengkapnya data mengenai wajib dan objek pajak dan kebenaran dari data yang sudah terjamin, baiknya pemeriksaan yang dilakukan juga terlihat dari Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
86
SKPD yang diterbitkan oleh DPKBD Kabupaten Bogor. Jika pemeriksaan dilakukan secara bertahap dan teliti maka penetapan jumlah pajak di SKPD sudah benar dan tidak perlu dikoreksi dengan SKPDLB / SKPDKB / SKPDKBT. Terkait dengan penerbitan SKPD ini, DPKBD menyatakan bahwa : “Belum ada sampai saat ini kita menerbitkan SKPD koreksi dari SKPD yang sudah diterbitkan.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Sehingga sampai saat ini, DPKBD belum pernah menerbitkan SKPD koreksi bagi SKPD yang sudah diterbitkan.
5.1.3. Penetapan Nilai Pajak Terutang Tahapan administrasi pajak selanjutnya yang adalah penetapan nilai pajak yang terhutang. Penetapan pajak terutama pajak reklame juga merupakan tahapan yang penting karena penetapan ini sangat berpengaruh terhadap jumlah pendapatan daerah yang akan diterima oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, khususnya dari pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios. Jika penetapan dari pajak reklame tidak tepat, selain pemerintah daerah kehilangan sejumlah potensi penerimaan dari sektor pajak reklame, hal tersebut juga menunjukkan bahwa pelaksanaan administrasi pajak reklame belum dilaksanakan dengan baik. Karena itu penetapan pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios sebagai salah satu jenis reklame yang cukup besar jumlahnya di Kabupaten Bogor, harus dilakukan dengan tepat dan benar agar potensi penerimaan pajak reklame Kabupaten dapat diperoleh secara optimal. Penetapan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sama seperti pajak reklame atas reklame lain, yaitu dilakukan oleh pihak DPKBD Kabupaten Bogor. Tahap penetapan ini diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 18 tahun 2002 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Bupati Bogor Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Penetapan dilakukan oleh bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame DPKBD Kabupaten Bogor. Mengenai pelaksanaannya, DPKBD Kabupaten bogor menjabarkan bahwa : Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
87
“Penetapannya dilakukan berdasarkan surat pengantar BPT. Dengan pedoman surat tersebut, kita membuat SKPD. SKPD ini yang nantinya harus dibayar oleh wajib pajak.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Dari penjabaran DPKBD mengenai pelaksanaan penetapan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios, penetapan dilakukan setelah identifikasi dan pemeriksaan dilakukan dan ditetapkan berdasarkan data yang terdapat di Surat Pengantar yang disampaikan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios ke DPKBD Kabupaten Bogor. Untuk menganalisis bahwa tahap penetapan sudah dilakukan dengan baik oleh DPKBD Kabupaten Bogor, dapat diketahui dengan menganalisis penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dan proses penetapan jumlah pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios. Pada tahap ini, DPKBD Kabupaten Bogor memiliki peran yang penting selaku pihak yang melakukan penetapan dalam administrasi pajak reklame, baik penghitungan maupun penetapan jumlah pajak. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya bahwa untuk menilai tahap penetapan, yang dinilai adalah kinerja pemerintah karena pajak reklame ini menganut sistem official assessment. Maka dalam kasus pajak rekalme ini yang dinilai adalah pihak DPKBD Kabupaten Bogor. Indikator yang pertama yang menunjukan bahwa proses penetapan sudah dilakukan dengan baik adalah dengan menganalisis proses penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Dasar hukum dari penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios ini diatur dalam Bab III tentang Dasar Pengenaan , Tarif, dan Cara PenghitunganPajak Peraturan Daerah Nomor 18 tentang Pajak Reklame, tepatnya pada pasal 5sampai dengan pasal 10. Selain pasal tersebut, ketentuan penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios juga diperjelas dalam seluruh pasal Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 mengenai Nilai Jual Objek Pajak Reklame, dan khusus reklame rokok diperjelas lagi dalam pasal 6. Ketentuan yang tertera dalam peraturan ini sudah sesuai dengan ketentuan mengenai pajak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
88
reklame dalam pasal 49 sampai pasal 51 pada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sama seperti penghitungan pajak reklame atas reklame lain di DPKBD Kabupaten Bogor. Mengenai pelaksanaannya DPKBD menerangan bahwa : “Perhitungannya ya sesuai dengan Perda saja. Gak ada perlakuan khusus. Sama dengan reklame lain, perhitungannya per objek per lokasi.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Berdasarkan penjelasan tersebut maka penghitungan dilakukan sesuai dengan Perda mengenai Pajak Reklame dan Perbup mengenai Nilai Jual Objek Pajak, yaitu dengan mengalikan tarif pajak reklame yang ditetapkan di Kabupaten Bogor yaitu 25% dengan Nilai Sewa Reklame (NSR) yang merupakan Dasar Pengenaan Pajak dari pajak reklame. Nilai sewa reklame dari semua jenis pajak reklame di Kabupaten Bogor didapat dari penjumlahan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dengan Nilai Strategis Lokasi (NSL). Penghitungan NJOP dan NSL inilah yang menjadi inti dari penghitungan pajak reklame. Selain itu, penghitungan kedua nilai penentu pajak reklame ini juga menjadi pembeda antara reklame rokok pada warung dan kios dengan reklame lain yang dipasang pada media lain, dan juga membedakan dengan penghitugan pajak reklame pada daerah lain. Untuk penghitungan NJOP reklame rokok, dasar penghitungannya adalah luas bidang reklame dikalikan dengan jumlah muka reklame, Masa pajak reklame sesuai dengan masa pajak tiap jenis reklame dan NJOP jenis reklame. Semua diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak Reklame. Masa penyelenggaraan reklame untuk tiap jenis reklame pasti berbeda. Untuk reklame rokok pada warung dan kios yang berbentuk spanduk masa pajaknya adalah satu minggu. Sedangkan untuk reklame rokok pada warung dan kios yang berbentuk billboard, baik tanam maupun tempel, atau yang menggunakan sinar depan (front) maupun sinar belakang (back), dan reklame rombong masa pajaknya adalah 1 tahun. NJOP tiap jenis reklame juga berbeda
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
89
satu sama lain. Khusus untuk reklame rokok, terdapat penambahan NJOP sebesar 25% dari NJOP. Hal ini juga berlaku pada reklame rokok pada warung dan kios. Sedangkan untuk peghitungan NSL, dasar penghitugannya adalah NJOP dari jenis reklame rokok pada warung dan kios dikalikan dengan presentase NSL yang sudah ditetapkan dalam pasal 7 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang pajak daerah. Penghitungan inilah yang membedakan penghitungan pajak reklame di Kabupaten Bogor dengan daerah lain. Di Kabupaten Bogor, NSL-nya berupa presentase yang harus dikalikan dengan NJOP sehingga diketahui NSL dari reklame rokok pada warung dan kios tersebut. Selain itu, presentase NSL ini juga dibedakan tiap kecamatan dan tiap jenis jalan. Jenis jalan ini dibagi menjadi empat, antara lain : a. Jalan tol (bagi daerah yang dilewati jalan tol) b. Jalan raya utama / propinsi c. Jalan raya / kabupaten d. Jalan lain / desa Presentase tiap jenis jalan berbeda, Presentase lokasi yang sering dilalui banyak orang lebih tinggi daripada lainnya. Dalam hal ini presentase NSL pada jalan tol lebih tinggi daripada jenis jalan lain jika kecamatan tersebut dilewati jalan tol. Jika tidak dilalui jalan tol, jalan raya utama / propinsi menjadi lokasi yang memiliki presentase terbesar dari pada lokasi dengan jenis jalan lainnya. Reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor bermacam bentuknya, mulai dari billboard tanam, billboard tempel, front tanam, back tanam, spanduk, dan rombong, maka penghitungannya berbeda satu sama lain, khususnya reklame yang berbentuk spanduk. Untuk membuktikan bahwa jumlah pajak yang ditetapkan sudah benar, analisis dilakukan dengan menghitung secara manual sesuai dengan penghitungan yang diatur Peraturan Daerah atas beberapa jumlah pajak reklame dari tiap jenis reklame berdasarkan data-data yang diberikan, kemudian disamakan dengan jumlah pajak yang sudah ditetapkan. Berikut adalah beberapa analisis penghitungan pajak reklame rokok tersebut :
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
90
a. Reklame Billboard Tanam Lokasi
: Warteg Dinda
Kecamatan : Gunung Putri (Jalan Raya Utama / Propinsi (25%)) Masa Berlaku : Juni 2010 – Mei 2011 SKPD menurut data : Rp 1.406.250 Ukuran
: Pj. 1 m Lbr. 4 m Mk. 1 sisi
NJOP billboard tanam : Rp 900.000/ m2/ tahun
: (1 x 4 x 1) x 1 thn x Rp 900.000
NJOP
Rp 3.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 3.600.000
Rp
NJOP total
Rp 4.500.000
NSL
: 25% x Rp 4.500.000
NSR
900.000
Rp 1.125.000 Rp 5.625.000
Pajak Reklame
: 25% x Rp 5.625.000 : Rp 1.406.250
Gambar 5.2 Reklame Rokok Jenis Billboard Tanam Sumber : Observasi Peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
91
b. Reklame Billboard Tempel Lokasi
: Aneka Manisan, Toko
Kecamatan : Megamendung (Jalan Raya Utama / Propinsi (30%)) Masa Berlaku : Januari 2010 – Desember 2010 SKPD menurut data : Rp 893.750 Ukuran
: Pj. 4 m Lbr. 1 m Mk. 1 sisi
NJOP billboard tempel : Rp 550.000/ m2/ tahun
NJOP
: (4 x 1 x 1) x 1 thn x Rp 550.000
Rp 2.200.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 2.200.000
Rp
NJOP total
Rp 2.750.000
NSL
: 30% x Rp 2.750.000
NSR
Rp
550.000
825.000
Rp 3.575.000
Pajak Reklame
: 25% x Rp 3.575.000 : Rp 893.750
Gambar 5.3 Reklame Rokok Jenis Billboard Tempel Sumber : Observasi Peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
92
c. Reklame Billboard Bersinar Tanam (Back) Lokasi
: Rumah Makan Lembah Anai
Kecamatan : Cibinong (Jalan Raya Utama / Propinsi (25%)) Masa Berlaku : Desember 2009 – November 2010 SKPD menurut data : Rp 3.750.000 Ukuran
: Pj. 2 m Lbr. 2 m Mk. 2 sisi
NJOP billboard bersinar tanam (back) : Rp 1.200.000/ m2/ tahun
NJOP
: (2 x 2 x 2) x 1 thn x Rp 1.200.000
Rp 9.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 9.600.000
Rp 2.400.000
NJOP total
Rp12.000.000
NSL
: 25% x Rp 12.000.000
NSR
Pajak Reklame
Rp 3.000.000 Rp15.000.000
: 25% x Rp 15.000.000 : Rp 3.750.000
Gambar 5.4 Reklame Rokok Jenis Billboard Back Tanam Sumber : Observasi Peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
93
d. Reklame Billboard Bersinar Tanam (Front) Lokasi
: Kios Djarum
Kecamatan : Cisarua (Jalan Raya Utama / Propinsi Non-Spanduk (30%)) Masa Berlaku : November 2010 – Oktober 2011 SKPD menurut data : Rp 10.968.750 Ukuran
: Pj. 4 m Lbr. 6 m Mk. 1 sisi
NJOP billboard bersinar tanam (front) : Rp 1.125.000/ m2/ tahun
NJOP
: (4 x 6 x 1) x 1 thn x Rp 1.125.000
Rp 27.000.000
NJOP tambahan : 30% x Rp 27.000.000
Rp 6.750.000
NJOP total
Rp 33.750.000
NSL
: 25% x Rp 33.750.000
NSR
Pajak Reklame
Rp 10.125.000 Rp 43.875.000
: 25% x Rp 43.875.000 : Rp 10.968.750
Gambar 5.5 Reklame Rokok Jenis Billboard Front Tanam Sumber : Observasi Peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
94
e. Reklame Spanduk Lokasi
: Toko Doa Ibu
Kecamatan : Ciawi (Jalan Raya Utama / Propinsi Spanduk (35%)) Masa Berlaku : 18 September 2010 – 1 Oktober 2010 (2 minggu) SKPD menurut data : Rp 135.000 Ukuran
: Pj. 4 m Lbr. 1 m Mk. 1 sisi
NJOP spanduk : Rp 40.000/ m2/ minggu
NJOP
: (4 x 1 x 1) x 2 minggu x Rp 40.000
Rp 320.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 320.000
Rp 80.000
NJOP total
Rp 400.000
NSL
: 35% x Rp 400.000
Rp 140.000
NSR
Rp 540.000
Pajak Reklame
: 25% x Rp 540.000 : Rp 135.000
Gambar 5.6 Reklame Rokok Jenis Spanduk Sumber : Observasi Peneliti Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
95
f. Reklame Rombong Lokasi
: Toko Lina
Kecamatan : Parung (belum jelas) Masa Berlaku : April 2010 – Maret 2011 SKPD menurut data : Rp 843.750 Ukuran
: Pj. 1 m Lbr. 1,8 m Mk. 1 sisi
NJOP rombong : Rp 2.000.000/ m2/ tahun
NJOP
: (1 x 1,8 x 1) x 1thn x Rp 2.000.000
Rp 3.600.000
NJOP tambahan : 25% x Rp 3.600.000
Rp
NJOP total
Rp 4.500.000
1.
900.000
Jalan Raya Utama / Propinsi (25%) NJOP total NSL
Rp 4.500.000 : 25% x Rp 4.500.000
NSR
Rp 1.125.000 Rp 5.625.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 5.625.000 : Rp 1.406.250
2. Jalan Raya / Kabupaten (15%) NJOP total NSL
Rp 4.500.000 : 15% x Rp 4.500.000
NSR
Rp
675.000
Rp 5.175.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 5.175.000 : Rp 1.293.750
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
96
3. Jalan Lain / Desa (5%) NJOP total NSL
Rp 4.500.000 : 5% x Rp 4.500.000
NSR
Rp
225.000
Rp 4.725.000
Pajak Reklame : 25% x Rp 4.725.000 : Rp 1.181.250
Gambar 5.7 Reklame Rokok Jenis Rombong Sumber : Observasi Peneliti
Dari analisis penghitungan pajak reklame atas beberapa jenis reklame rokok pada warung dan kios yang ditetapkan oleh DPKBD Kabupaten Bogor, hasil penghitungan analisis hampir sama seluruhnya dengan ketetapan yang sudah ditetapkan dalam SKPD. Namun ada jumlah pajak pada SKPD, yaitu dari jenis reklame rombong, yang tidak sesuai dengan penghitungan analisis. Tidak hanya pada satu unit reklame rombong yang memiliki perbedaan jumlah, tetapi juga pada keenam unit rombong yang terdata oleh DPKBD. Jumlah SKPD yang ditetapkan lebih kecil dari penghitungan analisis. Sedangkan untuk jenis reklame lain, penghitungan analisis sudah sama dengan jumlah pajak yang sudah Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
97
ditetapkan dalam SKPD. Selain itu reklame yang terdata hanya yang berisi produk rokok djarum, sedangkan pada observasi ditemukan rombong dengan produk lain. Indikator kedua untuk menilai tahap penetapan adalah dengan melihat proses penetapan pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios. Dalam Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame, penetapan dijelaskan dalam Bab Penghitungan dan Penetapan, yaitu pada pasal 15 dan 16. Menurut peraturan daerah ini, penetapan dilakukan dalam dua cara, yaitu dengan penetapan sendiri (pasal 15) dan penetapan oleh pejabat (pasal 16). Dari sisi teori, pasal 15 Peraturan Daerah ini bertentangan dengan konsep pajak reklame yaitu official assessment. Penjabaran akademisi mengenai penetapan pada official assessment adalah : “Yang punya kewajiban untuk menghitung, memperhitungkan dan menentukan besarnya pajak terhutang adalah fiskus” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Jadi, penetapan pajak reklame menurut sistem tersebut, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, hanya boleh ditetapkan oleh fiskus yang dalam kasus ini adalah DPKBD Kabupaten Bogor. Namun setelah dikonfirmasi, pihak pendataan dan penetapan pajak reklame mengatakan bahwa : “itu sih istilahnya pelaporan dengan surat pengantar itu. pada prakteknya wajib pajak tidak menetapkan dan menghitung sendiri jumlah pajaknya. Tetep kita yang melakukan itu.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Jadi penetapan sendiri pada perda pajak reklame itu hanya istilah dari Surat Pengantar yang diberikan wajib pajak reklame ke DPKBD. Pada prakteknya, penetapan juga tetap dilakukan secara jabatan. Sehingga pelaksanaan secara prinsip sudah benar. namun penggunaan bahasa dalam peraturan daerah agak tidak sesuai dengan teori pemungutan pajak reklame. Penetapan pajak reklame dilakukan setelah penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios dilakukan. Penetapan dilakukan oleh bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame DPKBD dengan mengeluarkan SKPD yang berisi jumlah pajak reklame yang harus dibayar oleh wajib pajak sebelum Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
98
izin reklame rokok pada warung dan kios dikeluarkan. Seperti yang sudah dinyatakan sebelumnya bahwa penetapan jumlah pajak ini sudah final sehingga sampai saat ini DPKBD tidak pernah melakukan koreksi dengan mengeluarkan SKPDKB, SKPDKBT, ataupun SKPDLB. Mengenai penetapan pajak reklame, wajib pajak menyatakan bahwa : “Jarang sekali terjadi adanya perubahan jumlah pajak reklame, terkecuali adanya kesalahan penulisan ukuran dan jenis reklame yang akan dipasang dalam formulir dengan data atau keadaan di lapangan.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Dari pernyataan wajib pajak, koreksi terhadap jumlah pajak reklame yang sudah ditetapkan sangat jarang dilakukan. Dan wajib pajak lain pun tidak pernah menerima surat ketetapan koreksi yang mengubah jumlah pajak reklame yang sudah ditetapkan.
5.1.4. Penagihan atau Penerimaan Setoran Pajak Tahap terakhir dalam tahapan administrasi pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah penagihan atau penerimaan setoran pajak reklame. Tahap ini adalah tahapan yang sangat berpengaruh dalam jumlah pemasukan daerah dari sektor pajak reklame di daerahdaerah, khususnya pada Kabupaten Bogor. Jika tahap ini tidak dilakukan dengan baik, maka potensi penerimaan pajak reklame di Kabupaten Bogor dari reklame rokok pada warung dan kios menjadi tidak maksimal, atau akan banyak potensi yang hilang. Untuk itu tahapan ini perlu dilakukan dengan baik sehingga semua potensi pajak yang sudah diperhitungkan pada tahap sebelumnya dapat terkumpulkan secara optimal. Terdapat tiga komponen dalam tahapan penerimaan atau penagihan setoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios ini, yaitu prosedur penerimaan setoran pajak reklamenya, penagihan pajak reklamenya serta pengawasan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Oleh sebab itu ketiga komponen ini menjadi indikator pada tahap terakhir pelaksanaan administrasi pajak reklame rokok pada warung dan Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
99
kios di Kabupaten Bogor. Dari ketiga indikator ini dapat diketahui apakah tahapan ini sudah dilakukan dengan benar dan dapat mengumpulkan seluruh potensi pemasukan daerah dari sektor pajak reklame terutama dari reklame rokok pada warung dan kios secara optimal. Untuk mengetahui hal tersebut, analisis dilakukan kepada ketiga indikator tersebut. Indikator pertama yang dianalisis untuk menilai tahapan ini adalah prosedur penerimaan setoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios. Ketentuan mengenai penyetoran pajak reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam Pasal 18 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pembayaran pajak atau penyetoran pajak dilakukan di kas daerah yang ada di DPKBD Kabupaten Bogor, atau tempat lain yang ditunjuk Bupati. Prosedur penyetoran pajak reklame juga diatur dalam pasal 19 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 bahwa penyetoran dilakukan secara sekaligus atau langsung lunas. Namun untuk kasus tertentu, bupati atau pejabat dapat memberikan persetujuan untuk mengangsur pajak dalam kurun waktu tertentu setelah memenuhi persyaratan yang ditentukan. Hanya saja, untuk pengangsuran pembayaran pajak dikenakan tambahan bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang belum dibayar dan harus dilakukan secara teratur dan berturut-turut. Sedangkan dalam prakteknya pihak DPKBD menerangkan bahwa : “Sistem pemasukannya ada yang melalui disini, ke kas pembantu. Ada juga yang melalui transfer ke bank berdasarkan rekening kas daerah Kabupaten Bogor … SKP beres harus bayar, SKP selesai dibuat harus bayar. Berdasarkan izin … Maksimal sampai akhir bulan” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Pajak Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Untuk waktu penyetoran dilakukan sesuai waktu yang ditetapkan dalam SKPD. Batas waktu akhir untuk penyetoran pajak reklame adalah akhir bulan setelah bulan SKPD terbit. Jadi jangka waktu penyetoran pajak reklame, khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah sejak SKPD diterbitkan oleh DPKBD sampai pada akhir bulan setelah bulan penerbitan SKPD. Sedangkan penyetoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dilakukan wajib pajak sesegera mungkin setelah menerima Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
100
SKPD dari DPKBD Kabupaten Bogor. Penyetoran dapat dilakukan di kas pembantu di DPKBD Kabupaten Bogor atau ditransfer ke rekening bank milik kas daerah. Penyetoran pajak reklame dilakukan secara sekaligus karena begitu SKPD keluar wajib pajak harus langsung membayar. Sistem ini biasa disebut sebagai cash and carry, dimana penyelenggaraan reklame dapat dilaksanakan ketika pajak reklame sudah lunas disetorkan. Karena prosedur perizinan mengharuskan wajib pajak melampirkan SSPD dalam pengambilan izin penyelenggaraan reklame. Mengenai hal tersebut BPT juga menyatakan bahwa : “Bukti pembayaran pajak nanti diserahkan ke BPT, ditukar dengan izin. SSPnya dikasi ke BPT, kopiannya ya. Kopian SKPD dan SSPD diserahkan ke BPT untuk pengambilan izin.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa dalam prosedur penyelenggaraan reklame penyetoran pajak reklame sangat penting karena wajib pajak harus memberikan SSPD kepada BPT Kabupaten Bogor agar izin penyelenggaraan reklame dapat diterbitkan oleh BPT Kabupaten Bogor. Hal ini diperjelas dengan pernyataan salah satu wajib pajak : “Kemudian, kita photo copy SKPD dan SSPD tersebut untuk diserahkan ke BPT dengan tujuan untuk mengambil izin pemasangan reklame yang pernah kita ajukan ke BPT setelah izin pemasangan reklame tersebut di tangan kita, maka kita berhak untuk memasang media reklame tersebut.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Dari pernyataan tersebut, wajib pajak harus menyetorkan terlebih dahulu pajak reklamenya baru kemudian wajib pajak bisa mendapatkan izin reklamenya. Prinsip dan prosedur ini membuat semua reklame yang dipasangkan atau diselenggarakan di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada warung dan kios, sudah disetorkan pajak reklamenya. Idealnya, penyetoran dilakukan setelah SKPD diterbitkan. Namun seperti yang sudah dinyatakan oleh pihak DPKBD Kabupaten Bogor bahwa pihak DPKBD memberikan kelonggaran waktu sampai akhir bulan untuk menyetorkan pajak reklamenya. Jika penyetoran melebihi waktu yang diberikan maka akan ada
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
101
kompensasi dari pihak DPKBD. Pihak DPKBD menggambarkan dengan contoh sebagai berikut : “Jadi misalkan di bulan Mei … Kalau dibayar di bulan Juni-Juli atau telat harus dikenakan denda 2%. Kalau tetep belum bayar, terus menerus nunggak, 2% kali 2% kali 2%” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Jika penyetoran dilakukan setelah jatuh tempo penyetoran, akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% dari jumlah pajak terhutang per bulan keterlambatan sesuai dengan ketentuan dalam perda. Dengan dikenakannya sanksi administrasi ini, maka wajib pajak memiliki tunggakan pajak reklame terhadap DPKBD Kabupaten Bogor. Pihak DPKBD tidak memberikan informasi spesifik terutama terkait dengan penerimaan pajak reklame khususnya dari reklame rokok pada warung dan kios karena DPKBD tidak membedakan penerimaan pajak reklame berdasarkan jenis atau tempat reklame diselenggarakan. Namun dengan tidak adanya tunggakan pajak dari pajak reklame ini menggambarkan penerimaan daerah dari setoran pajak reklame melebihi target yang telah ditetapkan di awal tahun untuk tahun 2010. Target yang ditetapkan pada awal tahun merupakan perkiraan yang ditetapkan oleh DPKBD berdasarkan realisasi penerimaan pajak reklame selama setahun sebelumnya. Hal tersebut juga diterangkan oleh pihak DPKBD : “Kalau tunggakan besar, berarti taat pajaknya nihil, atau kecil. Kalo tunggakan kecil, berarti dia sudah mengikuti aturan yang ada” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Jika target sudah terpenuhi atau bahkan melebihi target, berarti penerimaan dari sektor pajak reklame tidak memiliki tunggakan dan potensi dari pajak reklame menjadi lebih banyak daripada tahun sebelumnya
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
102
Tabel 5.4 Laporan Penerimaan Pendapatan Daerah dari Pajak Reklame Kabupaten Bogor per 31 Desember 2010
Penerimaan Pajak Reklame Penerimaan s.d November 2010
Rp 7.886.390.936
Penerimaan Desember 2010
Rp 1.532.993.097
Total Penerimaan Tahun 2010
Rp 9.419.384.033
Target Penerimaan Tahun 2010
Rp 9.000.000.000
Sisa Target
Rp
Persentase Pencapaian Target
104,66 %
419.384.033 (surplus)
Sumber : Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Wajib
pajak
juga
berpengaruh
dalam
kesempurnaan
pelaksanaan
penerimaan setoran pajak ini. Untuk itu pandangan wajib pajak mengenai prosedur diperlukan dalam penganalisisan. Maka wajib pajak menjabarkan prosedur penyetoran pajak reklame yang dilakukan sebagai berikut : “Sebagai bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban pajak reklame tersebut, maka pihak DPKBD akan memberikan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah). Lalu kita bayar jumlah pajaknya, dan laporkan salah satu rangkap SSPD kembali ke DPKBD.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011) Jadi, setelah semua tahapan administrasi pajak dilakukan, DPKBD menerbitkan SKPD beserta SSPD yang nantinya diberikan sebagai bukti penyetoran. Kemudian penyetoran dilakukan dan salah satu rangkap SSPD di kembalikan ke DPKBD sebagai bukti pajak telah disetorkan.
Prosedur yang dilakukan oleh
wajib pajak dalam penyetoran pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios sejalan dengan konsep yang dikemukakan oleh akademisi bahwa : “yang harus dilakukan karena sifatnya official, harus diterbitkan surat ketetapan … Karena berapa harus dia bayar? Dia harus dikeluarkan ketetapan terlebih dahulu” (Wawancara mendalam dengan Bapak Edi Sumantri, 17 Juni 2011) Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
103
Dari pernyataan tersebut, tersirat bahwa penyetoran dilakukan setelah dikeluarkan SKPD dan wajib pajak langsung membayarkan sejumlah SKPD tersebut. Sampai saat ini, wajib pajak sudah melakukan penyetoran sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh DPKBD. Setelah menganalisis prosedur pelaksanaan penerimaan setoran pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, indikator selanjutnya yang digunakan adalah dengan manganalisis prosedur pelaksanaan penagihan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Penagihan pajak reklame di Kabupaten Bogor diatur dalam pasal 20, pasal 21, pasal 22, pasal 23 , pasal 24 Peraturan Daerah No. 18 Tahun 2002. Prosedur pelaksanaan penagihan pajak reklame, terutama reklame rokok pada warung dan kios didasari oleh kelima pasal ini. Kelima pasal ini disesuaikan dengan Ketentuan Umum Pajak Daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pada praktek pelaksanaannya, pihak DPKBD menjelaskan sebagai berikut : “Kalau wajib pajak itu sudah wajib pajak, dia punya tunggakan, ditindak, kalau dia tidak punya tunggakan ya kita tidak tindaki.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Dari pernyataan tersebut diketahui bahwa penagihan dilakukan apabila wajib pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk menyetorkan pajaknya, yang dalam kasus ini adalah pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Jika wajib pajak taat, maka penagihan tidak perlu dilakukan. Pelaksanaan penagihan pajak daerah jika terjadi tunggakan, dilakukan dengan memanggil wajib pajak sebanyak tiga kali. Pemanggilan ini ditujukan untuk mengingatkan wajib pajak agar segera membayarkan pajak terhutang beserta sanksi administrasi yang muncul. Pada Peraturan Daerah yang berlaku di Daerah Kabupaten Bogor, ketika wajib pajak tidak juga menghiraukan panggilan dari DPKBD Kabupaten Bogor melebihi 21 hari sejak panggilan pertama atau Surat Teguran diterbitan, maka diterbitkan Surat Paksa. Namun pada praktek pelaksanaannya, DPKBD belum melaksanakan aturan tersebut. Terkait hal tersebut pihak DPKBD menjelaskan : Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
104
“Kita belum sampai ke pemaksaan, surat paksa. Kita belum sampai ke arah sana. Cuman sektor pajak walaupun nunggak-nunggak-nunggak, kita optimis menyelesaikan dengan cara kekeluargaan.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011) Dari pernyataan tersebut, terlihat bahwa DPKBD belum pernah sampai pada tindakan pemaksaan dengan surat paksa. Apabila dilihat pada penyelenggaraan reklame selama tahun 2010, DPKBD memang tidak pernah melakukan penagihan pajak reklame khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya tunggakan pajak dari sektor pajak reklame, khususnya yang berasal dari reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Hal ini juga ada kaitannya terhadap sistem cash and carry yang dijalankan oleh Pemerintah Kabupaten Bogor dalam penyelenggaraan reklame. Untuk
menyempurnakan
pelaksanaan
tahapan
administrasi
pajak,
pengawasan pelaksanaan pemungutan dari pajak reklame juga harus dilakukan. Pemungutan pajak reklame harus diawasi agar pajak yang terhutang dapat terpungut seluruhnya dan tunggakan dalam pemungutan pajak reklame dapat diketahui
dan
segera
ditindaklanjuti.
Terkait
pelaksanaan
penngawasan
pemungutan, DPKBD menyatakan bahwa : “Otomatis, kan diawasi terus dengan panggilan itu, nah itu udah masuk belum. Nah, itu di Bu Rini tuh di ceknya. Kan kita sistem jaringan disini. Saya korelasi dengan pak Dedi, ini udah masuk belum? Kalo belum, kita panggil kembali.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Penagihan Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor, 27 Mei 2011). Pengawasan ini dilakukan oleh Seksi Penagihan DPKBD Kabupaten Bogor dengan menggunakan jaringan komputer. Jaringan komputer ini menghubungkan antara bagian Pendataan, Kas Pembantu Daerah dan Penagihan DPKBD Kabupaten Bogor. Pergerakan setoran pajak dapat dilihat melalui sistem terrsebut. Mekanisme pengawasan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor sama seperti pajak reklame lain. Data mengenai wajib pajak, objek pajak, dan pajak terhutang dimasukan ke jaringan komputer sehingga bagian Penagihan juga dapat mengetahui jumlah pajak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
105
terhutang. Kas pembantu selaku tempat penyetoran pajak meng-input penyetoran yang sudah dilakukan wajib pajak sehingga bagian Penagihan juga mengetahui setoran pajak sudah masuk atau belum. Dari kedua input tersebut, terlihat mana yang sudah disetorkan dan mana yang belum. Untuk yang sudah dilunasi, maka pajak reklamenya dianggap sudah selesai dan tidak perlu ditindaklanjuti. Sedangkan untuk pajak reklame yang belum dibayarkan, maka akan dibuat surat yang terkait dan pemanggilan wajib pajak sampai wajib pajak tersebut menyetorkan jumlah yang terhutang beserta sanksi administrasinya. Meskipun sampai saat ini belum ada kasus penunggakan pajak, praktek pengawasan terhadap pemungutan tetap dilakukan setiap harinya oleh bagian Penagihan DPKBD. Hal ini dilakukan agar setiap SKPD yang dikeluarkan disetorkan pajaknya.
5.2. Proses Pengawasan Penyelenggaraan Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
Setelah izin didapatkan, maka reklame rokok pada warung dan kios dapat diselenggarakan. Selama masa penyelenggaraaan, reklame rokok tersebut harus diawasi reklame seperti yang diatur dalam pasal 38 sampai pasal 46 Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 Kabupaten Bogor tentang Penyelenggaraan Reklame. Dalam pasal tersebut, pengawasan penyelenggaraan reklame terdiri dari larangan dalam penyelenggaraan reklame, penutupan relame dan pembongkaran reklame. Pengawasan penyelenggaraan reklame, termasuk reklame rokok pada warung dan kios, dilakukan oleh DKP Kabupaten Bogor bagian reklame. Pengawasan ini dapat menertibkan reklame yang sudah habis masa berlaku pemasangannya juga terdahap reklame yang tidak sesuai dengan ketetapan yang ditentukan Pemerintah Kabupaten Bogor. Kaitannya dengan pelaksanaan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, pengawasan penyelenggaraan reklame ini dapat membantu DPKBD dalam mencegah potensi pajak reklame yang hilang. Untuk itu, pengawasan penyelenggaraan reklame, terutama reklame rokok pada warung dan kios sangat penting karena reklame tersebut sangat berpotensi di Kabupaten Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
106
Bogor. Selain itu reklame rokok ini juga harus ditertibkan mengingat efek yang ditimbulkan lebih banyak kepada efek negatif daripada efek positifnya. Tujuan
dari
pengawasan
penyelenggaraan
reklame
adalah
untuk
menertibkan penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Penertiban dilakukan terhadap reklame yang sudah habis masa penyelenggaraannya dan belum dibongkar oleh penyelenggara reklame. Penertiban juga dilakukan kepada relame yang melanggar ketentuan yang sudah ditetapkan pemerintah. Larangan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang ditetapkan oleh Pemerintah Kabupaten diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame antara lain : a. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios tanpa izin tertulis Bupati b. Penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang berada di lokasi bebas, dimana lokasi bebas adalah lokasi yang sama sekali tidak diperbolehkan diselenggarakan kegiatan reklame. c. Pemasangan atau penempatan reklame rokok papan / billboard pada warung dan kios yang disinari cahaya atau sinar lampu yang mengarah dan menyilaukan pandangan pemakai jalan d. Menempatkan atau memasang reklame rokok yang sebagian atau seluruh papan reklamenya berada di atas jalan Selain larangan yang ditetapkan tersebut, penertiban juga dilakukan terhadap reklame rokok pada warung dan kios yang mengalami beberapa kondisi, seperti : a. Perubahan ukuran, konstruksi, penyajian, dan pesan, sehingga tidak sesuai dengan izin yang diberikan b. Tidak sesuai dengan norma keagamaan, kesusilaan, ketertiban, dan keselamatan c. Reklame rokok pada warung dan kios tidak dipelihara dengan baik sehingga dapat mengganggu keselamatan masyarakat d. Pemegang izin reklame rokok tidak melaksanakan hak dan kewajibannya
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
107
Terkait dengan waktu pengawasan penyelenggaraaan reklame. DKP menerangkan bahwa : “Minimal 2 kali yang rutin ditambah yang incidental … Kalau konstruksinya sudah terlihat mulai membahayakan. Seperti yang tadi disebutkan, yang menghalangi rambu tiba-tiba, menghalangi pandangan mata, terpasang pada PJU atau menghalangi lampu PJU” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor dilakukan secara rutin dan terpogram setiap 2 kali seminggu . Namun pengawasan incidental juga dilakukan ketika terdapat laporan bahwa kondisi reklame secara konstruksi sudah membahayakan sehingga harus ditindaklanjuti secepatnya, misalnya papan billboard reklame rokok pada warung hampir jatuh. Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 6 tahun 2003, DKP selaku pengawas penyelenggara reklame dapat menertibkan reklame yang harus ditertibkan tersebut dengan dua cara. Cara pertama adalah dengan penutupan reklame dan cara kedua dengan pembongkaran reklame. Penutupan dilakukan kepada reklame rokok pada warung dan kios yang izin penyelenggaraannya tidak diperpanjang. Mengenai penutupan reklame ini, BPT menyatakan bahwa : “Kalau ditutup itu menggunakan kain penutup ya, meskipun ada reklamenya terpasang, tapi tidak dapat dibaca. Biasanya ditutup kain putih atau hitam yang polos. Sehingga si pesan reklamenya tidak terbaca. Nanti diberi pemberitahuan sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak diproses perizinannya baru dilakukan eksekusi, pembongkaran.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Jadi penutupan ini dilakukan dengan menutup bidang reklame dengan memberi kain atau dengan mengecat bidang reklame dengan cat putih agar reklame tidak terlihat masyarakat sampai ada kejelasan status dari penyelenggara reklame. Dengan kata lain, penutupan reklame ini adalah tindakan dimana reklame menunggu
untuk
ditindaki,
apakah
akan
diperpanjang penyelenggaraan
reklamenya atau akan dibongkar.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
108
Cara penertiban yang kedua adalah dengan melakukan pembongkaran. Penertiban dengan cara pembongkaran ini dilakukan kepada dua kondisi reklame rokok pada warung dan kios. Pertama adalah reklame rokok pada warung dan kios yang tidak memiliki izin penyelenggaraan reklame. Sedangkan kondisi kedua adalah reklame rokok pada warung dan kios yang sudah habis masa izinnya. Berdasaran Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan reklame, pembongkaran dapat dilakukan oleh penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios itu sendiri maupun dibongkar oleh DKP Kabupaten Bogor. Sebelum dilakukannya pembongkaran, penyelenggara reklame rokok diberikan peringatan terlebih dahulu untuk membongkar reklame sendiri. Namun jika penyelenggara tidak juga melakukan pembongkaran, maka DKP Kabupaten Bogor yang melakukan pembongkaran. Untuk melakukan pembongkaran reklame rokok pada warung dan kios ini, diperlukan sejumlah biaya. Dalam Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan reklame, biaya pembongkaran ini merupakan tanggung jawab penyelenggara reklame terutama pembongkaran yang dilakukan sendiri. Pada prakteknya, penyelenggara mengaku bahwa : “Reklame dibongkar sendiri oleh Pihak Pemohon Pajak, dan waktu bongkarnya kita usahakan tepat waktu, kecuali kondisi khusus dikarenakan vendor kita sdg Load kerjanya besar, kita biasanya minta retensi maksimal 2 (dua) minggu.” (Wawancara mendalam dengan PT. Djarum, 26 Juli 2011) “Pembongkaran reklame yang dilakukan oleh kita biasanya tepat waktu, karena apabila lewat dari waktu yang ditentukan, maka Pemda yang akan membongkarnya.” (Wawancara mendalam dengan CV. Wahyu, 2 Agustus 2011). Dari pernyataan penyelenggara tersebut, penyelenggara sudah melakukan pembongkaran sendiri dan tepat pada waktunya. Jika pembongkaran dilakukan oleh pemerintah, ada dua konsekuensi yang muncul. Untuk reklame rokok pada warung dan kios yang diselenggarakan tanpa izin dan dibongkar oleh DKP Kabupaten Bogor, maka reklame rokok tersebut menjadi milik pemerintah daerah. Sedangkan reklame rokok pada warung dan kios yang sudah habis masa izinnya dan dibongkar oleh DKP Kabupaten Bogor karena penyelenggara tidak Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
109
melakukan pembongkaran, maka biaya
pembongkaran ditanggung oleh
penyelenggara reklame melalui uang jaminan pembongkaran. Namun reklame rokok yang sudah dibongkar itu boleh diambil kembali oleh penyelenggara reklame dalam jangka waktu 1 bulan sejak tanggal pembongkaran. Jika reklame rokok tidak diambil sampai jangka waktu yang ditentukan, maka reklame rokok tersebut menjadi milik pemerintah daerah. Pada keseluruhan prakteknya, pihak penyelenggara menilai kinerja pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan reklame sudah cukup baik dan aktif dalam melakukan tugasnya sebagai instansi pemerintah yang mengelola penyelenggaraan reklame di Kabupaten Bogor, khususnya reklame rokok pada warung dan kios. Hal ini terihat dari pernyataan salah satu penyelenggara reklame yang menyatakan bahwa : “Dalam hal pelayanan sudah baik, Adm perijinan maupun Adm pajak yang dilakukan oleh BPT, DPKBD dan DKP semua dapat diselesaikan dengan cepat dan teliti” (Wawancara mendalam dengan CV. Sheila Advertising, 11 Juli 2011) Menurut
pihak
tersebut
proses
administrasi
yang
tidak
menyulitkan
penyelenggaraan reklame dan posisi tempat pengurusan penyelenggaraan reklame yang cukup berdekatan memudahkan penyelenggara dalam mengurus tahap penyelenggaraan reklame sehingga proses yang dilalui oleh penyelenggara juga cukup cepat.
5.3. Kendala dalam Proses Penyelenggaraan Reklame Rokok pada Warung dan Kios di Kabupaten Bogor
Proses dan kinerja yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam penyelenggaraan reklame melalui BPT, DPKBD dan DKP dinilai cukup baik oleh para penyelenggara reklame atau wajib pajak, namun bukan berarti pihak-pihak tersebut tidak mengalami kendala sama sekali. Masih ada kendala yang menghambat jalannya proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios Kabupaten Bogor, baik dari tahap perizinan, tahap administrasi pajak reklame maupun tahap pengawasan. Kendala ini sangat berpengaruh terhadap Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
110
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, khususnya kaitannya dengan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Kendala yang ditemukan ini berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan pihak-pihak terkait dan hasil analisis observasi lapangan yang ditemukan sendiri oleh peneliti. Kendala dalam proses perizinan penyelenggaraan relame rokok, khususnya pada warung dan kios, adalah kendala administratif. Kendala administratif yang ditemukan adalah mengenai kebenaran surat pernyataan status lahan warung dan kios yang digunakan untuk penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios: “Agak sedikit berkendala itu masalah itu yang banyak masalah pernyataan tidak keberatan itu dari tokonya itu. Karena mungkin kalo yang banyak dia harus menghubungi toko-tokonya itu. sejauh ini kita sih prinsipnya kalau dia pasang itu ada izin kan dari si pemilik warung. Gak mungkin dia ujug-ujug pasang tanpa izin pemilik warung” (Wawancara mendalam dengan Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Dalam proses penerimaan berkas, semua surat dan dokumen terkait sudah diberikan secara lengkap termasuk surat pernyataan status lahan warung dan kios yang sudah ditandatangani oleh pemilik warung dan kios. Namun setelah dilakukan pemeriksaan ke lapangan, pemilik warung dan kios merasa tidak pernah menandatangani atau menyetujui pernyataan status lahan dari penyelenggara reklame. Sehingga hal ini menghambat proses pemeriksaan teknis dalam tahap perizinan penyelenggaraan reklame. Hal ini pun juga sangat dihindari BPT, karena BPT juga harus memperhatikan dampaknya ke masyarakat karena reklame yang dipasangkan harus menguntungkan bagi semua pihak. Kendala lain yang terkait dalam masalah perizinan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah kurang tegasnya pihak Pemerintah Kabupaten Bogor, dalam hal ini DKP Kabupaten Bogor selaku pemeriksa teknis dan BPT Kabupaten Bogor selaku penerbit izin reklame, dalam pemberian izin penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios yang berada dekat dengan lingkungan pendidikan. Berdasarkan hasil observasi peneliti, masih ditemukan reklame-reklame rokok yang diselenggarakan pada warung dan kios yang Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
111
berdekatan dengan lingkungan sekolah. Penyelenggara reklame pun juga tetap memasangkan reklamenya dengan alasan sudah mendapat izin penyelenggaraan reklame dari Pemerintah Daerah. Reklame rokok pada warung dan kios yang berada dekat dengan lingkungan sekolah sangat berdampak negative bagi para pelajar. Dengan intensitas reklame tersebut untuk dilihat, bahkan warung dan kios yang dipasangkan reklame rokok tersebut menjadi salah satu tempat bagi pelajar untuk memenuhi kebutuhan, memberi dampak yang sangat besar dalam mengundang keinginan para pelajar ini untuk ingin tahu dan keinginan untuk mencoba produk rokok tersebut. Salah satunya adalah shopsign “Toko Babeh” yang merupakan reklame rokok jenis billboard tanam yang berada di seberang SMAN 1 Cibinong, Kabupaten Bogor.
Gambar 5.8 Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Berdekatan dengan Sekolah Sumber : Observasi Peneliti
Terkait dengan proses administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, kendala yang ditemukan adalah terkait dengan mekanisme atau prosedur dari pajak reklame dari reklame rokok yang diatur dalam peraturan daerah. Dari analisis peraturan daerah yang mengatur Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
112
mengenai pelaksanaan pajak reklame di Kabupaten Bogor, terdapat aturan yang menyalahi konsep dalam pasal 14 dan pasal 15 Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak reklame yang mengatur bahwa wajib pajak wajib mengisi SPTPD dan wajib pajak dapat memhitungkan dan menetapkan sendiri pajak yang terhutang yang kemudian harus dibayar dalam jangka waktu 10 hari sejak dilaporkannya SPTPD. Secara konsep, hal tersebut bertentangan dengan sistem yang dianut dalam penetapan pajak reklame yaitu official assessment system, dimana wajib pajak tidak diharuskan mengisi SPT dan tidak boleh menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak terhutangnya kemudian langsung membayarnya tanpa dilakukan pemeriksaan. Sedangkan dalam prakteknya pun wajib pajak tidak perlu mengisi SPTPD untuk melaporkan informasi objek pajak dan wajib pajak tidak menghitung dan menetapkan sendiri jumlah pajak terhutangnya. Sehingga mengesankan bahwa praktek pelaksanaan tidak sejalan dengan peraturan yang mengatur. Selain beberapa pasal yang menyalahi konsep, proses penetapan pajak reklame yang terhutang yang diterapkan DPKBD Kabupaten Bogor juga menghambat pelaksanaan pemungutan pajak reklame yang optimal. Penetapan pajak reklame yang final tanpa diperiksa kembali penetapannya, terutama jika ada penetapan yang salah, mengakibatkan pemerintah daerah kehilangan potensi yang diterima. Seperti pada penetapan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios yang berjenis rombong. Berdasarkan analisis penghitungan yang dilakukan peneliti dengan pedoman Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame dan Peraturan Bupati Kabupaten Bogor Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak, nilai pajak reklame yang harusnya diterima Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor lebih besar daripada yang tertera dalam data pajak reklame tahun 2010. Dan tidak terjadi pada satu unit saja, tapi keseluruh unit reklame rombong yang terdata DPKBD. Karena penghitungan tidak dikoreksi kembali dengan SKPD kurang bayar maka Pemerintah Kabupaten Bogor kehilangan potensi pajak reklamenya. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios, khususnya reklame rombong, tidak sejalan dengan peraturan yang berlaku. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
113
Kendala juga dirasakan oleh pihak DKP Kabupaten Bogor dalam hal pengawasan dan pengendalian reklame rokok pada warung dan kios. Kendala ini sangat berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan reklame, khususnya pemungutan pajak reklame rokok pada warung dan kios. Dapat dilihat dari pernyataan pihak DKP sebagai berikut : “Pada mulanya tertib, tapi setelah itu mengandalkan kelemahan pegawai pengawasan pemda. Artinya ketika masa berakhirnya akan selesai, si pemasang tadi tidak mempunyai itikad baik untuk membongkar sendiri reklamenya … Yang pertama, jumlah personil kita relative terbatas. Sedangkan wilayah pemasangan reklame itu justru sangat luas, 40 kecamatan … Lebih mudah memasang daripada membongkar. Kalo memasang kan bisa hati-hati yah. Ketika menskrup ke atapnya. Begitu kita bongkar, malah jadi rusak. Atap bocor. Saya kira komplen. Kalo dipaksa dia dapet duit. Kalo dibongkar dia rusak, dan dia komplen ke pemda … Dan itu terus terang, kita punya anggaran untuk penertiban. Tapi biasanya jumlahnya terbatas … Jadi kendalanya itu secara personil, dari ketersediaan anggaran, luas wilayah, sarana prasana pendukung, peralatannya. Kita gak punya skywalker, kita gak punya alat potong.” (Wawancara mendalam dengan Bagian Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor, 1 Juni 2011) Kendala utama dalam pengawasan dan pengendalian reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor adalah dana yang dianggarkan untuk pelaksanaan pengawasan dan pengendalian, khususnya pembongkaran, yang sangat terbatas. Ditambah lagi dengan keterbatasan fasilitas dan sumber daya manusia yang tersedia untuk melakukan penertiban. Sedangkan banyak penyelenggara reklame yang tidak langsung membongkar reklame tersebut setelah masa izin berakhir dan tersebar di seluruh 40 kecamatan yang jaraknya cukup jauh. Selain itu banyak pemilik
warung
dan
kios
yang
mengeluhkan
pembongkaran
reklame
menyebabkan warung dan kiosnya mengalami kerusakan sehingga merugikan pemilik warung dan kios, dan itu menjadi penambah biaya pembongkaran karena pemilik warung dan kios meminta ganti rugi kepada DKP Kabupaten Bogor selaku penertib penyelenggara reklame. Dengan kondisi tersebut, DKP selaku pihak yang berwenang dalam hal penertiban merasa kesulitan untuk melakukan penertiban. Sehingga lebih memilih untuk menertibkan reklame rokok pada warung dan kios yang dapat dijangkau Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
114
saja atau membiarkan reklame yang sudah kadaluarsa tersebut terpasang begitu saja. Sehingga potensi pajak reklame banyak yang hilang karena reklame tersebut tetap tertayang, namun pajak reklame tidak dapat dipungut karena tidak teridentifikasi dengan baik. Selain itu penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios juga menjadi kurang tertib karena reklame-reklame tersebut sudah tidak memenuhi stadarisasi konstruksi dan estetika penyelenggaraan reklame.
Gambar 5.9 Contoh Reklame Rokok pada Warung dan Kios yang Tidak Ditertibkan Sumber : Observasi Peneliti
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
BAB 6 SIMPULAN DAN SARAN
Bagian ini berisikan simpulan dan saran yang peneliti berikan terkait hasil penelitian 6.1
Simpulan
Implementasi tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor secara praktek sudah dilaksanakan sesuai teori tahapan administrasi yang digunakan. Para wajib pajak pun juga sudah melaksanakan setiap tahapan administrasi sesuai dengan teori yang bersangkutan. Berdasarkan
hasil
analisis
dari
proses
perizinan
dan
pengawasan
penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios pada praktiknya belum dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan di Kabupaten Bogor. Kendala yang ditemukan terdapat pada tiap tahapan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios, baik dari tahap perizinan, administrasi pajak reklame,
maupun
pengawasannya.
Keberadaan
kendala
ini
cukup
mengakibatkan hilangnya potensi penerimaan daerahnya yang seharusnya didapat oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor melalui pajak reklame.
6.2
Saran
Peneliti memberikan saran bagi Pemeritah Daerah Kabupaten Bogor khususnya dan pemerintah daerah lainnya di Indonesia pada umumnya. Saran tersebut yaitu: BPT dan DKP Kabupaten Bogor sebaiknya lebih tegas dalam pemberian izin reklame rokok pada warung dan kios karena reklame rokok dengan media ini bersifat sporadis sehingga sulit untuk diawasi. DKP pun sebaiknya lebih gencar dalam penertiban reklame yang sudah kadaluarsa atau sudah tidak sesuai aturan agar penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios menjadi lebih tertib dan penerimaan pajak reklame rokok pada warung dan kios menjadi optimal, tanpa ada yang hilang. Dengan 115
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
116
gencarnya DKP dalam penertiban reklame yang sudah kadaluarsa namun masih terselenggara, DPKBD juga harus tegas dalam pelaksanaan penagihan pajak dan sanksi administrasi terhadap reklame yang masih terselenggara tersebut . Pemerintah Kabupaten Bogor sebaiknya merevisi kembali Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame, terutama pasal 14 dan 15 terkait dengan pelaporan SPTPD oleh wajib pajak, penghitungan dan penetapan sendiri pajak reklame terhutang, serta pembayaran pajak reklame berdasarkan penghitungan sendiri. DPKBD sebaiknya melakukan penetapan pajak reklame sesuai dengan peraturan yang berlaku, terutama pajak reklame atas reklame rokok berjenis rombong. Mengalokasikan penerimaan dari pajak reklame termasuk sanksi administrasi yang muncul untuk mendanai biaya penertiban reklame , khususnya reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. Dengan cara itu, kendala keterbatasan biaya untuk memfasilitasi penertiban sedikit tercukupi sehingga kendala yang muncul menjadi terselesaikan, penyelenggaraan reklame menjadi tertib, dan potensi penerimaan daerah dari pajak reklame terpungut secara optimal.
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
DAFTAR REFERENSI Buku : Abimanyu, Anggito. (2005). Evaluasi UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Pusat Kajian Ekonomi dan Keuangan BAPEKKI Bird, Richard M dan Milka Casanegra. 1997. Improving Tax Administration in Developing Countries. Washington DC : International Monetary Fund Brotodiharjo, R.Santoso. (1998). Pengantar Ilmu Hukum Pajak. Bandung: Refika Aditama Devano, Sony dan Siti Kurnia. (2006). Perpajakan, Konsep, Teori dan Isu. Jakarta: Kencana Dinas Pendapatan dan Keuangan Daerah. 2008. Rencana Strategi DPKBD 20092013. Cibinong : DPKBD Gulo, W. (2003). Metodologi Penelitian. Jakarta: Garasindo. Gunadi, Djoned. 2005. Administrasi Pajak. Jakarta : LPKPAP BPPK Departemen Keuangan RI. Ikhsan, M dan Roy V. Salomo. 2002. Keuangan Daerah di Indonesia. Jakarta : STIA LAN Press. Irawan, Prasetya. 2006. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta : Departemen Ilmu Administrasi FISIP UI Kartono, Kartini. (1996). Pengantar Metodologi Penelitian Sosial. Bandung : Mandar Maju. KJ, Davey.1988. Pembiayaan Pemerintah Daerah. Jakarta : Universitas Indonesia Press Kountur, Ronny. 2003. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit PPM CV Taruna Grafika. Kurniawan, Panca dan Agus Purwanto. 2004. Pajak Daerah dan Retribusi Daerah di Indonesia. Malang : Bayumedia Publishing Mansury, R. 1999. Kebijakan Fiskal. Jakarta : YP4 Mardiasmo. 2003. Perpajakan. Yogyakarta : ANDI
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
McMaster, James. 1991. Urban Financial Management: A Training Manual. Washington: The World Bank. Moleong, Lexy J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Neuman, William Lawrence. 2003. Social Research Methods : Qualitative and Quantitative Approaches. USA : Ally & Bacon. Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan : Teori dan Aplikasi. Jakarta : PT. Rajagrafindo Perasada Samudra, Azhari. 2005. Perpajakan di Indonesia, Keuangan Pajak, dan Retribusi. Jakarta : PT. Hecca Mitra Utama Sitepoe, Mangku. 2000. Kekhususan rokok Indonesia: mempermasalahkan PP no. 81 tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan. Indonesia : Gramedia Widiasarana Weilbacher, William M. 1979. Advertising. New York : Macmillan Winardi. 1992. Promosi dan reklame. Bandung : Penerbit Mandar Maju World Health Organization. 2008. WHO Report on the Global Tobacco Epidemic,2008 : The MPOWER package. Geneva : World Health Organization Zain, Moch dan Arinta Kustadi. (1989). Pembaharuan Perpajakan Nasional. Bandung: Penerbit Alumni
Lainnya : Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah -------------, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 18 Tahun 2002 tentang Pajak Reklame -------------, Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penyelenggaraan Reklame
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
-------------, Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah -------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Perizinan Terpadu -------------. Peraturan Bupati Bogor Nomor 60 Tahun 2010 tentang Nilai Jual Objek Pajak Reklame -------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 23 Tahun 2008 tentang Pembentukan Badan Perizinan Terpadu -------------. Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 11 Tahun 2008 tentang Pembentukan Dinas Daerah
Artikel : Bogor Ajak Warganya Cinta Warung. Tribun Jabar. 30 Juli 2010 Kota Bogor Menjadi Satu-Satunya Wilayah Yang Meletakkan Dasar-Dasar Kampanye Antirokok Jangka Panjang. Republika : 23 Juli 2010 Pajak Reklame Dongkrak PAD. Suara Publik. 3 November 2010
Karya Ilmiah : Andrini, Deyra Sulistyaning. 2008. Analisis Penetapan Nilai Sewa Reklame Berjalan/Kendaraan Dalam Rangka Optimalisasi Penerimaan Pajak Daerah (Studi Kasus Di Provinsi DKI Jakarta). Depok : Sarjana FISIP UI. Angelia, Nina. 2008. Implementasi KoordinasiPemungutan Pajak Air Bawah Tanah di Kota Pekanbaru Riau. Depok ; Sarjana FISIP UI Hamzah, Zakiyatun Murtafi’ah. 2003. Faktor-Faktor Yang Melatarbelakangi Remaja Laki-Laki Menjadi Perokok Di Desa Majatengah Kecamatan Kalibening Kabupaten Banjarnegara. Semarang : Sarjana FKM Universitas Diponegoro. Hidayah, RT. 2008. Pengaruh Sponsorship terhadap Brand Image ORCA COMPANY / EAT. Bandung : Universitas Widyatama Lestari. 2004. Analisis Pelaksanaan Pengawasan Terhadap Pemungutan Pajak Reklame Untuk Mencegah Hilangnya Penerimaan Pajak Reklame (Studi Kasus di Dipenda Propinsi Jakarta). Depok : Sarjana FISIP UI. Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lutfi. Achmad. 2006. Evolusi Penarikan Pajak Daerah Indonesia : Suatu Tinjauan Peraturan Perundang-undangan Mengenai Pajak Daerah di Indonesia. Purnamasari, Wiwit. 2008. Analisis Pengawasan Administrasi Pajak Restoran Melalui Sistem Online Di Provinsi DKI Jakarta Periode Mei November 2008. Depok : Sarjana FISIP UI. Purwaningwulan, Melly Maulin. 2010. Fenomena Iklan Rokok Sampoerna A Mild dalam Perspektif Semiotika Komunikasi. Bandung : Universitas Komputer Indonesia. Suprawardhani, Techa. 2008. Optimalisasi Pendapatan Pajak Reklame Melalui Pemeriksaan Pajak Daerah (Studi Kasus Dinas Pendapatan Daerah Kota Bogor). Depok : Sarjana FISIP UI.
Internet : Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor : Pajak Daerah. dispenda.bogorkab.go.id. 8 Maret 2011. 22:41 Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten Bogor : Pajak Reklame. dispenda.bogorkab.go.id. 9 Maret 2011. 07:11 Pengaruh Reklame Rokok terhadap Masyarakat. http://notc.or.id/Pengaruh%20Reklame%20Rokok%20Terhadap%20 Masyarakat.htm. Struktur Organisasi Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor. http://bpt.bogorkab.org Struktur Organisasi Dinas Kebersihan dan Pertaman Kabupaten Bogor. http://dkp.bogorkab.go.id Target Penerimaan Pajak Reklame Tahun 2006-2011. http://bogorkab.go.id
Universitas Indonesia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Dina Aulia Yuliasni A.
Tempat dan Tanggal Lahir
: Jakarta, 5 Juli 1989
Alamat
: Komp. MIGAS 55 Joglo No. 22 RT. 009 RW. 001 Joglo, Jakarta Barat Jakarta, 11640
Nomor Telepon
: 021-5844610 / 087876496925
Surat elektronik
:
[email protected]
Nama Orang Tua
: Ayah : drs. H. Asmadi Syamsuddin Ibu
: drg. Hj. Isnaeni Murni K.
Riwayat Pendidikan Formal: Tahun 1995-2001
: SDI Al-Azhar 08 Kembangan
Tahun 2001-2004
: SLTPI Al-Azhar 10 Kembangan
Tahun 2004-2007
: SMA Negeri 70 Jakarta
Tahun 2007-sekarang : S1 Reguler Program Studi Administrasi Fiskal Universitas Indonesia, Depok
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 1
Pedoman Wawancara
A. Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
1. Pengaruh program Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor terhadap permohonan izin reklame rokok di Kabupaten Bogor. 2. Mekanisme perizinan pemasangan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 3. Persyaratan atau kelengkapan data yang harus dipenuhi dalam perizinan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 4. Standarisasi penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor 5. Penyelenggara reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor 6. Peranan Badan Perizinan Terpadu dalam tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios. 7. Standar operasional pelaksanaan perizinan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios 8. Pembongkaran dan penutupan reklame rokok pada warung dan kios 9. Data reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 10. Peraturan Daerah yang terkait 11. Kendala yang muncul dalam proses pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
B. Bagian Reklame Di Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
1. Bentuk reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor 2. Klasifikasi lokasi penyelenggaraan reklame 3. Objek pemeriksaan penyelenggaraan reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
4. Mekanisme pengawasan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 5. Standar reklame rokok yang diperbolehkan pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 6. Peranan Di Kebersihan dan Pertamanan dalam tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 7. Tindakan penertiban yang dilakukan 8. Criteria reklame rokok yang ditertibkan 9. Kendala yang muncul dalam proses pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 10. Peraturan daerah yang terkait
C. Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Di Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
1. Pengaruh program Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bogor terhadap Pajak Reklame Rokok di Kabupaten Bogor. 2. Subjek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 3. Objek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 4. Data subek pajak dan objek pajak reklame pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 5. Pemeriksaan wajib pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 6. Penghitungan pajak reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 7. Penetapan nilai sewa reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 8. Kendala dalam pelaksanaan tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D. Bagian Penagihan Pajak Daerah Di Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah Kabupaten Bogor
1. Pengaruh Perda KTR Kota Bogor terhadap penerimaam pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 2. Pelaksanaan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 3. Pengawasan pelaksanaan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 4. Penerimaan pajak dari sektor pajak reklame rokok khususnya pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 5. Kendala dalam pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
E. Wajib pajak
1. Pengaruh perda KTR Kota Bogor terhadap penyelenggaraan reklame perusahaan 2. Alasan dilakukannya penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios 3. Jenis reklame rokok khususnya pada warung dan kios. 4. Penetapan titik lokasi reklame 5. Tahapan yang dilalui untuk menyelenggarakan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 6. Pelaksanaan kewajiban perpajakan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor. 7. Pembongkaran reklame rokok pada warung dan kios 8. Pelayanan pemerintah daerah dalam proses penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios 9. Kendala dalam pemenuhan kewajiban perpajakan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
F. Akademisi Perpajakan Daerah khususnya Pajak Reklame
1.
Tahapan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
2.
Perizinan dan pengawasan penyelenggaraan reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
3.
Wajib pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
4.
Objek pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
5.
Pemeriksaan wajib pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
6.
Implementator administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
7.
Penghitungan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
8.
Penetapan nilai sewa reklame rokok pada warung dan kios
9.
Pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios.
10. Pengawasan administrasi pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios 11. Kendala yang muncul dalam pelaksanaan pemungutan pajak reklame atas reklame rokok pada warung dan kios di Kabupaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 2
Transkrip Wawancara
Waktu
: 14.00 WIB
Tanggal
: 1 Juni 2011
Tempat
: Gedung Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Ibu Tina
Posisi Terwawancara : Bagian Perizinan Reklame Badan Perizinan Terpadu Kabupaten Bogor
D
: Begini bu, jadi seperti yang waktu itu saya bilang. Saya ada wawancara mendalam sedikit ke Ibu. Yang mau ditanyakan ini.
T
: Oke, nanti yang bisa saya jawab, saya jawab. Kalau yang nggak, nanti paling kita catat dulu pertanyaannya, nanti kita akomodir dulu pertanyaannya. Boleh kan kalau ada sesuatu hal yang ini, kita jawabnya belakangan.
D
: Iya. Jadi pertama yang ditanyain, kan karena saya ambilnya karena efek, ada program KTR di Kota Bogor.
T
: KTR itu apa?
D
: Kawasan Tanpa rokok.
T
: Oh, Kawasan Tanpa Rokok
D
: Kan jadi reklame rokok yang kota jadi gak ada, jadi pada pindah ke kabupaten. Pengen tanya, ada pengaruhnya gak?
T
: Pengaruhnya juga gak terlalu signifikan juga ya. Memang ada sedikit, tapi gak terlalu signifikan. Karena mereka kan juga kebanyakan tidak terpusat ke Kabupaten Bogor. Ada juga ke daerah-daerah sekitar Bogor lainnya seperti ke Bekasi, Tangerang, Cianjur, Sukabumi. Mungkin gak terlalu signifikan kalau saya lihat sih. Dari kenaikan pajak yang kita terima aja dari yang kemaren dengan yang sekarang gak terlalu signifikan. Peningkatan ada tapi tidak terlalu signifikan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Belum kali ya, bu?
T
: Mungkin belum karena perda itu baru efektif tahun kemarin kan yah. Tahun 2010 kemarin efektif pelaksanaan pelarangannya. Tapi itupun belum semua, kalau yang saya tahu sih, larangan untuk pemasangan baru. Kalau untuk biasanya perpanjangan, yang tadinya sudah terlanjur pasang, tapi diperpanjang, Mereka masih diperbolehkan untuk perpanjangan. Untuk pemasangan baru, itu yang saya tahu , itu yang di-stop. Kalau yang diperpanjang, dia sampai masa kontrak.
D
: Kalau mekanisme perizinannya bagaimana ya, bu?
T
: Ada di depan tuh, tapi itu secara umum. Ada tabel alur mekanisme perizinan. Jadi pertama itu, mengisi permohonan, setelah mengisi permohonan dimasukkan ke front office. Nanti sama front office melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas, berkas yang lengkap diterima di front office. Nah, setelah di front office, nanti baru Dikkan ke bagian back office, pemeriksaan berkas di bagian atas di back office. Nanti dari back office dilihat lagi kelengkapan berkas sama teknisnya. Apakah itu perlu peninjauan dari lapangan atau tidak. Nanti kita ada, kalau ada yang perlu peninjauan lapangan, nanti kita tinjau ke lapangan sama-sama dengan tim teknis. Tim teknis dari Di Kebersihan. Dengan tim teknis kita bersama-sama ke lapangan, nanti kita bikinkan berita acara hasil pemeriksaan lapangan. Dengan pemeriksaan konstruksi, maupun tata letak reklamenya. Nanti setelah dibikinkan berita acara dari tim tenis, baru kita proses di BPT ini, dilanjutkan dengan pencetakan SK. Pengantar pajak dan SK. Sekaligus nanti ditandatangani, diparaf oleh Kasubdit dan Kabid, lalu ditandatangani oleh kepala BPT. Nah ini waktunya, SOP kita 10 hari. Dari mulai berkas diterima lengkap di FO, sampai kalau tidak ada masalah 10 hari. itu maksimal ya. Kalau sudah selesai nanti Si Pemohon ngambil pengantar pajak, untuk dibayar pajaknya di DPKBD. Bukti pembayaran pajak nanti diserahkan ke BPT, ditukar dengan izin. SSP-nya dikasi ke BPT, kopiannya ya. Kopian SKPD dan SSPD diserahkan ke BPT untuk pengambilan izin.
D
: Jadi alurnya itu dari BPT dulu , nanti trus diperiksa sama DKP?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T
: Bukan diperiksa ya, kalau pemeriksaan berkas disini. Kalau pemeriksaan berkas sudah cukup, baru kita menghubungi tim teknis dari DKP dibantu oleh BPT dan DPKBD. Tim teknis diperlukan untuk peninjauan lapangan sama dibuatkan berita acara. Berita acaranya nanti ditandatangani bersama antara DKP dengan BPT, bahwa itu ada masalah atau tidak ada masalah. Kalau tidak ada masalah, berarti proses berlanjut. Kalau ada masalah, berarti nanti kita menghubungi kembali Si Pemohon, bahwa ini ada masalah dan untuk diselesaikan dulu masalahnya. misalnya ternyata itu harus IMB, berarti dia harus proses dulu IMB-nya. Misalnya itunya sudah terpasang, tapi tata letaknya menghalangi reklame lain, berarti itu harus digeser. Karena kan kode etiknya itu tidak boleh menghalangi reklame lain. Karena itu akan menimbulkan konflik terhadap pemilik reklame lain karena terhalangi. Itu kan yang kita hindarin. Atau misalnya dia pasang di pinggir jalan. di ruas milik jalan. Karena itu ada izin pemakaian ruang milik jalan. Misalnya dia terlalu menjorok ke jalan, itu kan membahayakan pengendara, pemakai jalan. Jadi dia posisinya harus digeser dulu. Atau kalau belum terpasang, kita beri arahan pada pemohon, bahwa ini cara pemasangannya begini. Poin-poin pentingnya aja, pertama tidak boleh mengganggu arus lalu lintas. Kedua tidak boleh menggangu pengguna jalan lain, seperti pejalan kaki. Itu tadi tidak menghalangi reklame lain. Itu yang paling penting. Selain itu naskah reklame tidak boleh melanggar norma-norma, misalnya gambarnya yang seronok. Itu dilarang, karena itu mengganggu, baik secara norma maupun keamanan. Nanti pengguna jalan melihat gambar yang sexy, jadi gimana gitu.
D
: Kalau untuk di warung sama kios sendiri tahapannya juga sama ya, bu?
T
: Sama, semua sama tahapannya seperti itu.
D
: Tapi yang melakukan perizinan itu pemilik toko atau biro iklan?
T
: Kalau selama ini sih kebanyakan pemilik produknya. Jadi misalnya reklamenya produk rokok, dipasang di warung. Jadi gini, kalau rokok kan biasanya suka diberikan ke advertising. Misalnya Gudang Garam ke PT. A. dari PT. A ini ke warung, dipasang di warung. Biasanya yang advertising inilah yang mengajukan perizinannya. Tapi itu sama kita diminta surat sewa tempat atau
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
surat pernyataan dari warung bahwa mereka tidak keberatan untuk dipasang iklan rokok di warungnya. D
: Itu kan untuk masuk ke perizinan ini harus ada data-data dan syarat-syarat seperti itu. Itu syarat-syarat dan data-datanya apa saja yang harus dipenuhin?
T
: Kalau itu sih mbak bisa lengkap ada di formulir permohonannya yah. Disitu ada, kan harus mengisi permohonan yang sudah disediakan. Yang sudah disediakan disini itu ada Formulir Permohonan, Surat Pernyataan Menanggung Resiko, karena reklame itu cukup beresiko karena itu di tempat umum. Surat Pernyataan Status Lahan, apakah di lahan sendiri, lahan sewa, atau lahan ruang milik jalan. Terus Surat Pernyataan Menyerahkan Uang Jaminan Bongkar. Terus Akte Perusahaan, untuk yang berbadan hukum atau SIUP TDP. Terus KTP pemohon, IMB reklame jika reklame itu berukuran besar, ukuran bidang reklame 24m dan atau diameter tiang 8 inch, itu harus pake IMB. Terus tadi surat keterangan lahan atau surat sewa menyewa, surat sewa lahan. Itu bisa dari lahan swasta atau misalnya dari ruang milik jalan. berarti kalo gitu izin di pemakaian ruang milik jalan.
Nah perbedaan antara penyelenggara
perpanjangan maupun baru itu ada di data yang diberikan. Pada penyelenggara baru, harus memberikan surat rekomendasi dari Di terkait dengan penyelenggaraan reklame. sedangkan pada penyelenggara perpanjangan, harus memberikan surat izin periode sebelumnya dan SSP periode sebelumnya. D
: Kalau di warung sama kios itu kira-kira apa saja kelengkapan datanya?
T
: Kalau dari advertising sama seperti ini, hanya tadi dia dilengkapi dengan surat sewa atau surat pernyataan tidak keberatan dari pemilik warung atau toko.
D
: Peranan BPT dalam tahapan administrasi pajak, jadi saya itu kan mau menilai implementasi tahapan administrasi pajaknya. Nah, di tahapan saya itu ada identification, assessment, sama collection. Kalo identification itu kaya identifikasi subjek, objek, pemeriksaannya gimana. Kalau assessment itu kaya penghitungan pajak itu mungkin DPKBD. Kalau collection-nya itu pemungutannya itu juga DPKBD bagiannya. Kalau BPT ini ada di tahapan yang mana, ya?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T
: BPT berperan Di bagian administrasi. Di proses administrasi kalau di BPT, pemeriksaan berkas ini aja.
D
: Mungkin lebih ke identification kali, ya?
T
: Iya
D
: Ini melengkapi berkasnya berapa lama ya, bu?
T
: Pokoknya kita terima di FO itu berkas sudah lengkap.
D
: Jadi baru diproses kalau sudah lengkap
T
: Diterima di sini, di FO dalam keadaan sudah lengkap.
D
: Jadi sebelumnya kalau belum lengkap tidak ada batasan waktu gitu, bu?
T
: Kita sih ada kelonggaran. Kita terima dulu tapi dalam jangka waktu 1-2 hari harus dilengkapi, baru bisa kita proses. Idealnya, kita ambil idealnya aja sesuai SOP, kita memberikan atau menerima di FO itu dalam kondisi lengkap. Karena akan mempercepat proses. Kalau seperti itu kan akan tertunda-tunda. Hanya kita memberikan kelonggaran itu apabila untuk yang jauh ya. Kasian dia bolakbalik, daripada ini, yaudah. Tapi prinsipnya dititipkan berkas dulu, jadi waktu belum kita hitung dulu, kalau dia belum lengkap. SOP kita kan 10 hari, itu belum kita hitung waktu berjalan kalau kelengkapannya belum terpenuhi persyaratannya.
D
: Datanya ini selama ini, data reklame warung dan kios gimana sih jalan perizinannya? Lancar atau gimana?
T
: Sejauh ini sih lancar yah, paling memang yang agak sedikit berkendala itu masalah itu yang banyak masalah pernyataan tidak keberatan itu dari tokonya itu. Karena mungkin kalo yang banyak dia harus menghubungi toko-tokonya itu. sejauh ini kita sih prinsipnya kalau dia pasang itu ada izin kan dari si pemilik warung. Gak mungkin dia ujug-ujug pasang tanpa izin pemilik warung.
D
: Itu tuh yang baru saya tau harus ada izin dari pemilik warungnya.
T
: Karena kan kita juga, bukan karena apa-apa. Kita menghindari konflik ya. Takutnya nanti kita sudah keluarkan izin, kalau belum ada pernyataan dari pemilik warungnya, kalau ada apa-apa nanti kita yang disalahkan. Kan ada vendor-vendor yang agak-agak kurang tertib administrasi. Ujug-ujug dia mengajukan ke BPT tanpa izin dulu dari pihak pemilik warung. Begitu dia mau
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pasang, khawatirnya dia bilang ini kita sudah punya izin untuk dipasang di warung ibu. Kita sudah bayar pajak. Padahal si warungnya sendiri kan tidak tahu menahu. Tapi mungkin karena awam, karena dia lihat itu sudah ada izinnya, sudah bayar pajak, dengan terpaksa dia menerima. Makanya sebelum izin itu kita keluarkan,kita mintakan dulu surat tidak keberatan dari pemilik warungnya gitu. D
: Ada kendala gak sih dalam proses perizinannya?
T
: Sebetulnya kendala pasti ada. Kalau saya bilang gak ada itu gak mungkin ya.
D
: Khususnya sih yang di warung kios ini. Reklame rokok yang di warung dan kios.
T
: Nggak sih, kendalanya cuman itu aja. Kelengkapan proses administrasi aja. Kelengkapan administrasi aja karena kadang-kadang mereka beralasan ketika mereka datang ke warung, pemiliknya gak ada. Jadi susah mendapatkan surat pernyataannya itu. tapi sejauh ini sih gak masalah. Ya paling hanya masalahmasalah kecil aja lah. Karena pernah juga sih, dia menyerahkan surat pernyataan tidak keberatan dari toko. Ternyata setelah kita proses ke lapangan, tokonya merasa tidak pernah menandatangani pernyataannya itu. Dan dia pun pernah dijanjikan dipasang, dibayar, tapi kemudian dia gak kunjung datang dan gak membayar. Akhirnya dia gak mau untuk memasang ini,mereka suruh bongkar lagi.
D
: Jadi sudah terlanjur dipasang gitu bu?
T
: He’eh, karena sudah terlanjur terpasang. Dijanjiin mau dibayar. Ternyata ditunggu berapa lama, gak datang-datang. Kemudian mereka turunkan lagi. Ketika kita kroscek itu, mereka malah jadi curhat, seolah-olah curhat. Makanya, hal-hal seperti itulah yang dihindari. Kan kita juga gak mau, kasian mereka pemilik-pemilik warung. Jadi sebelum kita keluarkan pengantar pajaknya, kita keluarkan izinnya, kita tanya dulu itunya. Dan kita gak mau juga kejadian seperti itu. sudah buat surat pernyataan , ternyata setelah kita kroscek ke lapangan dia tidak merasa menandatangani itu.
D
: Ada proses pengendalian gitu gak dari BPT-nya sendiri untuk penyelenggaraan reklame?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
T
: Kalau di BPT, karena fungsi pengawasan dan pengendalian itu ada di Di Teknis. DKP sama DPKBD. Kalau di BPT kan fungsinya fungsi administrasi aja. Kalau untuk pengawasan di lapangan di Di teknis. Makanya kalau kita ke lapangan bersama-sama dengan tim teknis. Sehingga reklame yang terpasang itu sepengetahuan tim teknis.
D
: Jadi ada tim dari BPT juga untuk turun ke lapangan?
T
: Iya, kita kan ada back office. Back office itu memeriksa berkas dan ke lapangan. Jadi kita yang di back office, kalau kita sudah periksa berkas, berkas sudah memenuhi syarat, siperlukan tinjauan kelapangan. Nanti kita menghubungi tim teknis. Baik melalui surat-menyurat, atau by phone. Untuk cepat kita by phone aja, untuk mempercepat administrasi, memberi tahu bahwa ini ada yang harus ditinjau, ada yang harus diperiksa. Nanti kita jadwalkan kapan berangkat, nanti kita berangkat ke lapangan.
D
: Ooh, apa lagi ya?
T
: (tertawa) ya kita ngobrol-ngobrol aja.
D
: Iya, tadi perizinan itu ada yang membuat izin itu dibatalkan gak sih bu?
T
: Ada, beberapa yang bisa dibatalkan. Misalnya salah satunya birokrasi tersebut yang dinginkan tidak diperbolehkan misalnya dia mengajukan permohonan memasang di tegar beriman. Tapi tegar beriman ini tidak diperbolehkan. Kita tolak. Nanti kita keluarkan surat pemberitahuan dengan alasan, misalnya apa gitu. Atau misalnya dia mengajukan permohonan di jalur atau jalan propinsi. Kita kan ada surat edaran dari gubernur dan ada surat dari bina marga propinsi. Bahwa untuk di jalur propinsi tidak diperbolehkan ada reklame. Jika ada permohonan itu, mau gak mau kita memberitahukan penolakan,bahwa jalur tersebut tidak diperkenankan reklame.
D
: Jadi itu kalau kasus belum diterima sama sekali izinnya ya, bu?
T
: Nggak, jadi kadang-kadang seperti ini, kalau pemohonnya itu datang, dia kadang tidak tahu kalo jalurnya itu masuk ke jalur propinsi atau bukan. Jadi disini diterima. Tapi setelah kita lakukan pengecekan ke lapangan ternyata itu adalah jalur propinsi. Jadi itu tidak diperkenankan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Izinnya itu keluar setelah proses pemeriksaan dengan tim teknis keluar atau setelah pajak dibayar?
T
: Setelah pajak dibayar. Jadi gini, kan tadi sebelum pajak itu keluar, kita periksa dulu dengan tim teknis. Setelah tidak ada masalah atau di-acc, itu dapat diproses, baru kita proses selanjutnya. Untuk cetak pengantar pajak dan izin. Jadi nanti dia dibayar dulu pajak. kita sih berharapnya dalam satu hari yang sama, setelah dia bayar pajak dia mengambil izin ke BPT.
D
: Jadi setelah bayar, balikin SKP
sama SSP-nya kesini, baru bisa izinnya
dikeluarkan. Baru reklamenya bisa dipasang. Mungkin secara garis besar sudah, bentar banget ya bu? T
: Gak apa-apa, tenang aja.
D
: Jadi tadi sih di DKP bilang kalau mekanisme pengendalian mungkin tanyanya ke BPT.
T
: Sebenarnya sih kalau pengendalian, itu kita juga yah. Cuman di BPT kan keluar izin, keluar izin itu justru pengendaliannya itu ada di tim teknis. Kaya misalnya DKP, DKPBD, atau pun kecamatan, atau di Dipol PP. Misalnya ntar pas di lapangan, si reklame yang terpasang itu tidak sesuai dengan izin yang kita keluarkan. Atau misalnya di lapangan ternyata terpasang reklame yang belum ada izinnya, karena dari kita itu sebenernya izin itu kita lengkapi dengan stiker. Dengan stiker yang harus dipasang di reklame. Sehingga itu memudahkan pengawasan. Sehingga bisa diketahuikan jika ada reklame tanpa izin. Tapi terkadang si pemasang reklame itu mungkin lalai yah, tidak dipasang. Jadi menyulitkan pengawasan. Jadi bagian pengawasan itu kembali konfirmasi ke BPT, ini ada reklame terpasang baru, naskahnya ini, lokasinya disini, udah memiliki izin atau belum. Kalau belum punya izin, nanti mereka yang memustukan, apakah nanti akan diberi teguran ke si pemohon, atau ditutup sementara sampai si pemilik reklame itu memproses izinnya.
D
: Oh, jadi maksudnya ditutup itu, kaya kalau ada sedikit permasalahan dengan izinnya. Jadi tidak dibongkar, tapi ditutup?
T
: Pembongkaran itu dilakukan kalau si pemohon itu tetap dalam waktu yang telah ditentukan tidak melakukan proses perizinan. Jadi tahap awal itu,
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
bagaimanapun juga kalau dengan masyarakat tidak bisa bersikap keras gitu. Jadi kalau ada reklame yang dipasang, sebisa mungkin kita cari dulu siapa si pemiliknya. Nanti kita berikan pemberitahuan. Dan untuk sementara reklame itu ditutup dulu. Seperti itu. reklamenya ditutup dulu, dikeluarkan surat pemberitahuan ke pemilik reklamenya, sampai batas waktu tertentu tidak diproses perizinannya. Baru dilakukan proses eksekusi. Biasanya seperti itu. D
: Jadi pas waktu baca perda agak bingung bedanya ditutup sama dibongkar. Kalau ditutup kenapa kalau dibongkar kenapa?
T
: Kalau ditutup itu menggunakan kain penutup ya, meskipun ada reklamenya terpasang, tapi tidak dapat dibaca. Biasanya ditutup kain putih atau hitam yang polos. Sehingga si pesan reklamenya tidak terbaca. Nanti diberi pemberitahuan sampai batas waktu tertentu. Kalau tidak diproses perizinannya baru dilakukan eksekusi, pembongkaran. Kita tidak serta merta melakukan pembongkaran. Karena kalau dengan masyarakat kita tidak bisa keras-keras begitu. Mungkin kalau mereka punya itikad baik, setelah ditutup. Kadang 1 minggu atau beberapa hari setelah ditutup, mereka kan kaget juga reklamenya ditutup. Mereka melakukan proses perizinan.
D
: Kan saya memilih warung dan toko ini karena itu kan tempat yang paling sering didatengin orang-orang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. kaya rumah makan, warung. Jadi maksudnya reklame rokok itu kan jadi lebih di serap oleh masyarakat. sebenernya ada pengaturan sendiri gak sih dari BPT, kaya yang titik ini sebetulnya tidak boleh?
T
: Sebetulnya kalau di warung kita gak terlalu membatasi yah, karena itu mungkin lebih ke pemilik warungnya itu sendiri sih. Kalau pemilik warungnya itu tidak keberatan, ya kita gak masalah. Hanya mungkin kita membatasi, mungkin iklan-iklan tertentu. Karena mungkin warung juga tidak sembarangan, kalau misalnya kita diperbolehkan kan izin minuman beralkohol. Mereka juga kan tidak menjual iklan itu. jadi kita nggak ini, kalo selama warungnya tidak keberatan. Yang justru dibatasi itu yang di rumija, ruang milik jalan. di lahanlahan, trotoar, jalan. di ruang nilik jalan, atau di bahu-bahu jalan. itu yang ada pengaturan lebih khusus. Misalnya di jalur ini tidak boleh, misalnya di jalu
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
rpropinsi tidak boleh. Tidak diperkenankan ada iklan. Makanya mereka lebih ke sewa lahan, karena di jalur itu tidak boleh. Jadi dialihkan ke lahan-lahan swasta. Selama pemilik lahannya tidak keberatan untuk dipasang ya kita kan juga tidak bisa melarang, itu hak mereka. Asal iklannya tidak melanggar norma-norma kesusilaan atau lainnya. D
: Kan di warung sama kios itu kan ada reklame billboard yang tanam yah kalo yang tiang itu, itu masuknya rumija atau gimana ya bu?
T
: Tergantung, itu ada yang masuk lahan sendiri, ada yang masuk rumija. Jadi ka nada batas, ruang milik jalan itu ada batasnya. Selama masih dalam batas, kalau masuk dalam kawasan ruang milik jalan, berarti dia harus memproses izin pemakaian ruang milik jalan. tapi kalau misalnya dia masuk ke batas lahan pemilik warung, ya itu tadi ke pemilik warung. Surat pernyataan pemilik warung atau surat sewa bahwa pemilik warung tidak keberatan untuk dipasang reklame pada warung.
D
: Tau itu rumija atau bukan darimana ya bu?
T
: Ada batas-batas ininya. Itu tadi batas-batas milik jalan yang mana. Biasanya kalau dari kasat mata, diliatnya dari batas selokan. Kalau misalnya ini jalan, ini selokan, ini lahan warga, biasanya batas selokan yang dipergunakan sebagai batas lahan ruang milik jalan.
D
: Udah sih, sebenernya sudah kejawab semua sih, bu. Cepet ya bu, ya?
T
: (tertawa) cepet kan? Gampang
D
: Iya, makasih ibu, maaf sudah mengganggu.
T
: Gak apa-apa, sama-sama.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 3
Transkrip Wawancara
Waktu
: 09.00 WIB
Tanggal
: 1 Juni 2011
Tempat
: Gedung Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Iwan dan Bapak Teguh
Posisi Terwawancara
: Bagian Pendataan Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bogor
I
: Mbak Aulia, ya?
D
: Dina aja, Pak.
I
: Oh, Mbak Dina. Boleh-boleh. Sebetulnya risetnya di BPT?
D
: Risetnya di DPKBD
I
: DPKB, Dinas Pendapatan Keuangan dan Barang Daerah. Emang ada saudara di Pemda?
D
: Gak. (ketawa)
I
: Kok bisa nyasar ke Pemda, gimana ceritanya?
D
: Ceritanya, ya dapet temanya di daerah sini.
I
: Judulnya apa?
D
: Judulnya sih fix-nya Analisis Implementasi Pajak Reklame atas Reklame Rokok pada Warung dan Kios Di Kabupaten Bogor
I
: Oh, fokus ya? Ke rokok ya?
D
: Iya, ke reklame rokoknya
I
: Fokus rokok
D
: Di warung dan kios
I
: Oke, yang sudah dipunya sekarang tentang reklame apaan? Di DPKBD udah berapa hari?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Di DPKBD udah 2 bulanan
I
: Walah, lama amat?
D
: Iya, tapi gak setiap hari sih.
I
: Dikasi data emang?
D
: Dikasih. Tapi datang kalau lagi mau ambil data lagi. Dari DPKBD sudah dapat tentang wajib pajaknya, sama objeknya, sama pemasukan dari pajak reklamenya,
sama
perda.
Dari
BPT
kemarin
baru
dikasi
perda
penyelenggaraan. I
: Perizinannya? Perda reklame belum punya? Penyelengaraan reklame. Jadi reklame itu dibagi oleh beberapa aturan di pemerintah daerah Kabupaten Bogor. Satu, tentang pajak reklame, perda-nya. Yang kedua perda tentang penyelenggaraan reklame. Yang ketiga keputusan bupati tentang pendelegasian kewenangan, kaitannya dengan masalah perizinan reklame, yaitu ke BPT. Kan gitu. Oke, saya ceritanya mulainya dari reklame dulu nih,ya. Atau ada yang mau ditanyain gak, saya catet atau sedang dicatet
D
: Mungkin yang saya pengen dari DKP sih kaya mekanisme. Kalau DKP kan tim teknisnya pemasangan reklame, ya? Saya sih pengen kalau mekanisme pengendalian atau pemeriksaan reklamenya terutama reklame rokok pada warung dan kios. Terus standar kelayakan reklame rokok yang diperbolehkan itu kaya apa, terutama warung dan kios. Terus peranannya dalam tahapan administrasi pajak reklame, DKP itu berperan sebagai apa. Itu kan tahapan administrasi ada banyak tu. Sama kendala yang muncul dalam pelaksanaannya.
I
: Ini nanti saya siapin, jawaban ini. Di uraian tugas kita disini yang tentunya mengacu pada peraturan daerah tentang penyelenggaraan reklame. Tapi saya mau jelasin dulu kalau di kita reklame itu dibagi menjadi dua macam. Izin reklame itu dibagi dua macam. Izin yang legalisasi, yang kedua sertifikasi. Yang legalisasi, berlaku satu tahun. Eh, maaf, itu terbalik. Yang seritifkasi berlaku satu tahun. yang legalisasi minimal satu minggu. Jenis-jenis dari masing-masing kedua reklame itu, dikategorikan permanen dan non permanen. Otomatis yang legalisasi yang satu minggu itu non permanen. Apa-apa saja yang masuk? Gini aja nanti saya kasih perdanya. Di perdanya itu semua dibagi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
ada penjelasan tentang legalisasi, sertifikasi. Nanti disitu ada jenis reklame sertifikasi apa, jenis reklame legalisasi apa, reklame permanen apa, reklame non permanen apa. Mekanismenya seperti apa. Tugas pokok dan fungsi DKP apa. Jadi ini yang nomor 3 ini, kaitan dengan mekanisme pengendalian, kita tidak ada dalam (mencari barang). Nanti saya kasih buku potensi, disitu tergambar reklame-reklame dengan berbagai jenis, Tapi nanti dipulangin, banyak banget, difotokopi juga banyak nanti kasian ntar. D
: Oh, iya pak. (tertawa)
I
: Kalau kaitan pengawasan pengendalian, itu kaitannya nanti dengan masalah personil ya. Kita melakukan pengawasan pengendalian itu masuk ke dalam sebuah kegiatan.
D
: Tapi pemeriksaan lapangan reklamenya itu dilakukan sama DKP ya?
I
: Iya. Kita. Di saya ada staf, dosen UP. Sekarang lagi ambil S2 IPB tentang reklame. Nanti banyak ngobrol sama beliau. Soalnya beliau juga membimbing mahasiswa. Nanti mbak dapet 2 pembimbing disini.
D
: Kalau mau tau kaya standar-standar reklame yang diperbolehkan itu ada di perda juga, ya?
I
: Ee, diperbolehkan atau tidak diperbolehkannya seperti apa ya mbak, kita tidak diperbolehkannya itu hanya dari sisi etika dan estetika. Ada di perda. Jadi mbak tinggal baca perda-nya aja, semua ada disana. Maap (memberikan kopian perda) kopiannya udah ancur. Udah bab berapa?
D
: Udah bab 4 sih, mulai gambaran umum. Analisis baru masuk.
I
: Tapi gak stress kan, nggak?
D
: Nggak
I
: Kuliah kan 4 tahun. Masak skripsi berapa bulan aja stress?
D
: Iya, pak
I
: Di DPKBD sama Pak Arif?
D
: Sama Pak Rahmat
I
: Ini ada disini. Sebentar (membaca). Begitu aja. Jika ada kendala teknis dalam penerapan titik reklame di lapangan. Maka titik reklame di lapangan dapat digeser. Cuma gitu doang. Dari segi konstruksi, untuk ukuran 4x6 untuk
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
memberikan penilaian terhadap konstruksi itu sendiri yang bersangkutan itu harus memiliki IMB. IMB itu kan ada di Dinas Tata Letak Bangunan. Gitu aja nanti Dinas Tata Letak Bangunannya yang menilai. Detil ukuran berapa yang harus dipasang. Di kita tidak ada pembatasan reklame rokok. D
: Ada kaya pengaturan tempatnya gitu gak sih pak, harus dimana.
I
: Ada, pengaturan tempat itu kita bagi bukan berdasarkan reklame. Tapi pembagian zoning. Zoning itu artinya penetapan terhadap letak strategis sebuah reklame. Lokasi reklame terdiri dari lokasi umum, lokasi selektif, lokasi khusus.
D
: Kalau warung dan kios itu dimasukin ke yang mana ya?
I
: Umum. Lokasi umum. Jenis ukuran yang bisa dipasang di warung dan kios ya tergantung warungnya. Kalau billboard-nya lebih gede dari kios. Nanti orang mau beli lewat mana? Itu masuknya kategori billboard tempel. Itu masuknya kategori stiker. Masuknya kategorinya sunscreen buat pelindung matahari. Jadi yang masuk jenis reklame billboard megatron neon bando shelter panel. Yang di warung kan, warung sama toko kan panel. Kemudian prismantik kaya kecap, botol kecap yang gede.
D
: 3 dimensi gitu ya
I
: Iya, spanduk bisa di warung. Poster. Sticker. Ini yang di toko semuanya ni. Flag chain. Rombong, yang satu warung dicat semua. Mana-mana saja pak? Billboard tempel bisa juga ada disini. Kalau disini kategorinya reklame billboard.billboard ini dibagi dua, ada yang tanam pake konstruksi di bawah. Ada yang tempel. Nah ini yang tempel yang di warung, yang tanam boleh gak? Boleh. Di warung dipinggirnya, namanya shop panel. Warung toko barokah, persis di depan, tapi pake tiang. Kalau yang ditempel ada stiker, ada spanduk, ada sticker, ada poster, ada flag chain, sunscreen. Pak Agus, duduk dulu sebentar ini ada dari UI. Kita ambil aja ilmunya semuanya anak UI.
D
: (tertawa)
I
: Sebentar Pak Teguh
A
: Mangga
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I
: Dek Dina lagi nyusun skripsi, judulnya temanya tentang pajak reklame rokok pada warung dan kios.
A
: Iya.
I
: Apa-apa saja yang dibolehkan? Semuanya boleh kan?
A
: Boleh
I
: Mau ditempel, mau ditanam boleh. Ada semuanya disini sih. Ada. Cuman nanti kalau bingung misalnya, ambil foto lagi jalan nih, terus foto ni ada warung ada reklame. Pak, ini masuknya jenisnya apa? Nanti Kita jawab
D
: Oh, gitu.
I
: Atau kita ada foto-foto reklame gak? Ada kan, kalau bawa flash disk dikasih aja. Bawa flash disk?
D
: Kayanya bawa
I
: Bawa, jaman saya mah lain.
D
: Tapi gak bawa, ketinggalan. Tapi bawa laptop-nya doang.
I
: Yaudah, saya pikir perda aja dulu. Apa yang bisa dikupas di perda. Tolong print-in yang mana, ya? Kan kita punya Pak Teguh punya kalau gak salah cuma 10 lembar. Kan kita punya personil kita ada berapa, kegiatan apapengawasan pengendalian petugas ada berapa kan ada. Printin aja dulu. Itu dulu aja sementara.
D
: Jadi yang tadi diperiksa itu dari segi estetika dan etikanya, ya?
I
: Iya ada juga disini dibaca. Nanti aja. Sekarang mah pusing. Sekarang kita ngobrol dulu. Kalo bisa dicatat, dicatat. Yang diperiksa dari reklame itu adalah dari etika, estetika dan dari sisi konstruksi. Kemudian, ada pembedaan. Pak Teguh, nah kenalin dulu nih. Pak Teguh, ini dosen Universitas Bung Karno, baru ambil S2 di IPB. Mahasiswa yang dibimbing beliau banyak.
TG
: Jadi malu nih, pak
I
: Kok jadi malu. Nah, silahkan yang mau ditanyain ke Pak Teguh. Kalo saya jawabannya ngawur. Pertanyaannya gini mas, pertama, bagaimanakah mekanisme.
TG
: Ini untuk skripsi?
D
: Skripsi
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG
: Program studi?
D
: Administrasi fiskal. Pajak, pak.
TG
: Oh.
I
: Pertanyaannya bagaimana mekanisme pengawasan dan pengendalian reklame rokok. Jadi dia khusus di rokok yang terpasang di warung dan di kios. Terus, apa standar, bagaimana standarisasi terhadap reklame rokok di Kabupaten Bogor. Rokok seperti apa yang boleh, rokok seperti apa yang gak boleh. Terus tahapan izin administrasi mah ada di BPT, neng. Kita mah tim teknis. Untuk kendalanya, nah ini kendalanya nih, mas. Kan banyak kita kendalanya. Kalo menurut Pak Teguh kan banyak, kalo menurut saya kan gak ada kendala.
TG
: (tertawa) Soalnya kan saya mikirnya di awang-awang, Pak Iwan mikirnya di kata dan dalih, jadinya gak ketemu
I
: Kan yang diajak ngobrol ini mahasiswa, bukan biung. Kalau yang saya ajak ngobrolnya broker, dari A sampai Z. Ini mahasiswa loh, bahasanya ya bahasa sampean. Bahasa saya gak nyampe.
TG
: Justru itu kang, saya dalam posisi sulit ini. Saya tau yang bener tapi menceritakan yang bener itu susah.
I
: Ceritain aja yang bener. Malu kita sama anak UI. Oh, ternyata di Bogor itu gak bener ternyata reklamenya.
TG
: (tertawa) Dilemanya, karena saya sebenarnya lebih lama jadi dosen dibanding jadi pegawai pemda. Cara berpikirnya orang akademis dengan orang pemda berbeda. Menimbulkan kesulitan (tertawa). Jadi gini, jadi ini kebetulan rokok itu memang kan kita disini belum membahas lebih detail tentang rokok. di perdanya juga belum ada perubahan.
I
: Belum
TG
: Ini kan ada edaran dari bupati tentang bikin raperda tentang pajak.
I
: Kita dilibatkan, hanya ada penambahan satu aja. Reklame apung.
TG
: Barangkali saya sendiri juga semangatnya Pak Bupati, karena undang-undangn pajaknya berubah sekarang kita harus mengacu kesana sebenarnya. Kalau menurut cara berpikir kita, bukan kita, saya mungkin. Rokok itu kalau di beberapa kota termasuk Kota Bogor itu sudah sangat dibatasi. Hanya di daerah-
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
daerah tertentu yang boleh diapasang reklame rokok. Kalaupun masih ada yang terpasang itu menunggu sampe habis izin sampai kemudian tidak diperpanjang. Kalau di Kabupaten Bogor, sementara masih belum memberlakukan itu. Dan bahkan itu menguntungkan kita. Karena yang di kota dilarang, dipasang di kabupaten. I
: Itu perbedaan pengenaan pajaknya ditambah 25%
TG
: Sekarang yang pikiran saya gitu, karena saya bukan perokok. Kalau Pak Iwan kan perokok. Maka saya pengennya sih lebih gede dari itu. prosentasenya. Selain itu juga ditetapkan juga area mana yang dibolehkan pemasaran rokok, mana yang tidak boleh. Tapi secara normatif kita bisa, gak ada ya, seperti reklame rokok diusahakan tidak dipasang di daerah pendidikan. Cuman yang agak barangkali menjadi dilema bagi perguruan tinggi, ketika mereka mau membangun lapangan basket, yang bisa membiayai Djarum atau LA. Jadi lapangan basket lambangnya LA.
I
: Harusnya Milo. Produk kesehatan. Tapi ternyata yang lebih berani ngeluarin duit buat sarana olah raga itu dari produk rokok.
TG
: Itu dilematis, salah satu kendalanya mbak. Kemudian tentang kaitannya dengan mekanisme, mekanisme di BPT ya. Pengendalian, mekanisme pengendalian itu barangkali gini sebenarnya untuk yang rokok itu, karena mereka biasanya dijalankan oleh perusahaan-perusahaan yang bisa dibilang pro ya.
I
: Tapi itu rokoknya cuma yang di warung sama di toko nih.
TG
: Iya, jadi mulanya dari situ. Rokok secara umum biasanya ditenderkan ke perusahaan advertising yang biasanya lebih rapi. Tapi itu untuk yang ukuran besar seperti itu. untuk ukuran kecil yang kemudian dipasang kemudian di toko-toko, dipasang di atas kios-kios, barangkali mengandalkan ini. Ya setelah. Pada mulanya tertib, tapi setelah itu mengandalkan kelemahan pegawai pengawasan pemda. Artinya ketika masa berakhirnya akan selesai, si pemasang tadi tidak mempunyai itikad baik untuk membongkar sendiri reklamenya. Sehingga tetap terpasang pada saat harusnya dia sudah dibongkar. Kendalanya, pegawai pemda untuk bisa membongkar reklame itu banyak hal yang menjadi bahan pertimbangan kita. Yang pertama, jumlah personil kita relative terbatas.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Sedangkan wilayah pemasangan reklame itu justru sangat luas, 40 kecamatan. Kalau reklame rokok itu targetnya kan semua, dianggep semua ya. Barangkali untuk bank, produk-produk lain yang non rokok itu ada segmen pasar sendiri. Kalau rokok, dari kalangan pengangguran sekalipun bisa dianggap potensi pembeli, gitu kan. Semua jadi bilangnya. Entah itu yang muda sampai yang tua meskipun imejnya berbeda yang ini untuk kalangan muda, yang itu untuk kalangan yang tua. I
: Ini imejnya ke daerah ini, ini imejnya ke daerah industri. Gitu aja.
TG
: Cuman begitu dipasang di toko- toko yang sekian banyak. Seharusnya ketika ijin berakhir dan itu reklamenya harusnya dibongkar yah. Kita kesulitan membongkarnya. Lebih mudah memasang daripada membongkar. Kalo memasang kan bisa hati-hati yah. Ketika menskrup ke atapnya. Begitu kita bongkar, malah jadi rusak. Atap bocor. Saya kira komplen. Kalo dipaksa dia dapet duit. Kalo dibongkar dia rusak, dan dia komplen ke pemda. Ketika ini ya, reklamenya itu posisinya gini (memergakan). Ini kan mereka pasang, ini disekrup, ini juga disekrup. Ketika dipasang seperti, chance untuk bocor kemungkinan kecil. Karena ketutup karet atau gimana. Nah, begitu kita ambil jadi bolong. Nah itu yang saya kira menjadi kendala, kesulitan yang kita hadapi. Dan itu terus terang, kita punya anggaran untuk penertiban. Tapi biasanya jumlahnya terbatas. Setiap keuangan daerah untuk membiayai hal seperti itu kan harus dibagi semua SKPD mengajukan. Misalnya katakan kita mengajukan berdasarkan data kita setiap tahun, reklame yang dibongkar sekian ribu. Tidak mungkin itu dipenuhi sepenuhnya oleh anggaran. Entah itu dicoretnya di raperda duluan. Di PAD, atau di pusat. Dicoret sama sekali atau jumlahnya dikurangi.
I
: Jadi kendalanya itu secara personil, dari ketersediaan anggaran, luas wilayah, sarana prasana pendukung, peralatannya. Kita gak punya skywalker, kita gak punya alat potong.
TG
: Mungkin kalo detail tahapnya mungkin Pak Iwan sering ngobrol sama tementemen, jadi tau. Kalau saya sih liat dari normatifnya, dan memang ada, apa ya? Barangkali kalau itung-itungan, ini di luar ini, cuma pikiran saya. Dulu apa
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
seperti ini, dulu ketika zaman orde baru sekitar tahun 90-an itu, jalan-jalan kan diperbaiki. Sementara jalan-jalan itu diperbaiki, sebenarnya diatasnya itu ada jalur kereta api. Tapi jalur kereta api itu ditutup begitu saja tanpa membongkar besinya. Saya bertanya, kenapa itu besi tidak dibongkar, kan itu ada duitnya. Gampang saja jawabnya, membongkar besi itu lebih mahal harganya daripada harga besinya. Kalo dikilokan gitu ya. Biaya untuk mengangkat 1 batang besi dan sebagainya itu kan, sekrupnya banyak, ternyata lebih besar daripada nilai besinya. Sehingga mereka mengatakan lebih efisien kalo ditutup begitu saja. Nah, sama saya kira untuk reklame ini. Jadi untuk membongkar itu lebih besar daripada nilai pajaknya. Meskipun pemda dirugikan sih, tetep tertayang, artinya pemilik produk gak bayar pajak, tapi reklame saya tetap terpasang. Gitu pak, ya? I
: Betul pak, betul.
TG
: Karena itu tadi kesulitan-kesulitan. Terutama untuk reklame yang kita sebut ini, thin plat. Jadi plat tipis, maksudnya ukurannya 3x1.
I
: Tapi masangnya 400. Dipasangnya ke 40 kecamatan. Karena wilayahnya, ada satu kecamatan. Perjalanan dari sini ke kecamatan itu dengan perjalanan dari sini ke Bandung itu sama
TG
: Bisa dibayangkan, kan? Misalnya gini ada kecamatan Nanggung gitu dekat kaki Gunung Halimun. Nanggung gitu bener-bener nanggung.
I
: Jadi kecamatannya namanya tu Nanggung, bener-bener nanggung.
D
: (tertawa)
I
: Dibilang daerah pedalaman bukan, masih deket sama Jakarta. Masih satu pulau di Jawa Barat. Dibilang masuk ke perkotaan juga jauh kemana-mana.
TG
: Itu tetep aja ada reklame rokok. Nah itu tadi, ongkos kita kesana barangkali tidak sebanding kalau diitung-itung. Memang belum kita itung rinci benernya, tapi situasinya hampir menyamainya. Kita punya SPPD ya pak, Surat Perintah Perjalanan Dinas. Ada disitu dalam daftar untuk setiap personil, Golongan sekian, dapetnya sekian. Tapi tetap dihitung beneran. Tapi benar-benar tidak efisien.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I
: Sementara kita terpaku dengan ketentuan bahwa untuk perjalanan dinas kesana itu dananya sudah ditentukan kan. Golongan III berapa, golongan II berapa.
TG
: Tapi yang masih agak kita pantau itu di wilayah pengembangan perkotaan. Dulu bilangnya kawedanan ya, pak.
I
: Kawedanan .
TG
: Sekarang sih gak ada.
I
: Gak ada ya sekarang.
TG
: Jadi memang di wilayah perkotaan dan kecamatanyang potensial, itu masih bisa. Tapi ada juga sih yang nggak, karena cukup jauh. Karena jarak, dan memang akses kesana juga jelek. Jalan sananya mungkin bagus, dekat dengan Banten, Tapi akses ke kabupatennya itu, Parung Panjang, jalannya ancur karena kendaraan-kendaraan yang lewat situ.
I
: Tidak efektif mau menertibkan billboard reklame yang ada di Parung Panjang yang ratusan, perjalanan dari sini ke sananya aja memakan waktu setengah hari. Mau nginep disana, mau nginep dimana, uang untuk hotel dan sebagainya kan tidak memungkinkan. Akhirnya kita biarkan sampai lupa
TG
: Kira-kira tadi ceritanya membantu gak, ya?
D
: Membantu, tadi kaitannya dengan kendala.
I
: Nanti tanya lagi ke BPT, disitu masalah standarisasi. Kaitannya dengan reklame rokok yang dipasang di warung dan kios harus memenuhi persyaratan apa saja.
D
: Kan tadi bilangnya diusahakan tidak dekat dengan lingkungan sekolah. Kan warung dan kios itu kan banyak gitu. Bahkan jadi tempat berkumpulnya anakanak.
TG
: Nah itu juga repotnya, anak-anak itu juga beli rokok. karena sasarannya kesitu juga. Jadi memang sewaktu kita omongin itu juga masih agak terbatas reklame yang terkait dengan ini. Kita menyebutnya billboard, di reklame ini, billboard tanam. Itu kita tagih. Tapi untuk billboard tempel, kios itu memang sulit untuk dibatasi.
I
: Kebanyakan reklame yang di warung dan kios itu billboard tempel.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG
: Itu tantangan berat bagi pemda itu. kita nyebutnya sticker. Itu kan pajaknya gak tinggi. tapi jumlahnya banyak. Ketika mereka tempel kemudian kita tangkap. Mana izinnya? Gak ada pak. Yaudah kita amankan. Kita amankan hari ini, mungkin sore dia udah ada lagi. Dipasang lagi di tempat yang kita tidak bisa pantau dalam 24 jam. Kadang mereka masang di luar jam kerjanya orang-orang pemda. Jadi itu, yang menurut saya susah itu sticker. Estetika lingkungan itu paling merusak. Nempelnya juga gak peduli. Udah ada Neo Mild disitu, ada Djarum Super. Dia gak peduli, yang penting duit dari yang menyuruh itu. itu yang menurut saya susah untuk diawasi. Kita punya barang bukti bahwa kita melakukan tindakan penertiban. Yang susah itu memberishkan stiker itu. apa lebih bagus kalau kita cabut? Malah jadi lebih jelek.
I
: Gimana apa lagi mbak dina?
D
: Oiya, tentang standar.
I
: Itu kan masih sederhana, kalau di warung sama kios itu kontruksinya masih sederhana. Tidak harus memberikan penilaian.
TG
: Kan ada dua macem. Kalau yang di warungnya sendiri, ketika ditempel konstruksinya ada tempat untuk menempel, ada space. Kalau yang diinginkan Pak Wandi dulu, mereka harus bikin kelengkapan terlebih dahulu. Berarti kalau ditempel di warung yang ilegal, itu artinya kita melegalkan keilegalan mereka. Itu dulu kan begitu cara pikirnya. Saya gak tau gimana belakang-belakangnya. Jadi yang jelas ada tempat dan cukup aman. Ada tempat untuk memasang reklame itu.
I
:
Dan tidak menempel pada fasilitas-fasilitas umum. Seperti lampu PJU, terus rambu lalu lintas kalau warungnya itu ada deket situ.
TG
: Bisa, tapi harus izin dulu dengan izin khusus.
I
: Kan tidak menghalangi fasilitas umum seperti PJU, rambu lalu lintas, pejalan kaki, sudut pandang, ya lalu lintas yah. Juga seperti pemasangan reklame rokok dekat tempat-tempat sekolah kita juga tidak izinkan untuk dipasang.
D
: Tindakan yang udah diambil pada saat pemeriksaan apabila tidak sesuai dengan aturan?
I
: Dibongkar. Kita terprogram, tetapi ada juga yang insidental.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
TG
: Kalau ada yang insidental, kita turun ke lapangan. Kalau ada komplen. Ya, accident lah. Kalau ada accident langsung kita gerak ke lapangan untuk menindaklanjuti. Misalkan reklamenya mau jatuh, langsung kita lihat.
I
: Minimal 2 kali yang rutin ditambah yang insidental.
D
: Insidental itu tadi yang mana pak?
I
: Kalau konstruksinya sudah terlihat mulai membahayakan. Seperti yang tadi disebutkan, yang menghalangi rambu tiba-tiba, menghalangi pandangan mata, terpasang pada PJU atau menghalangi lampu PJU.
TG
: Sebenarnya kalau dilihat persyaratan teknis, itu sudah memenuhi syarat. Tapi tetap aja ada kejadian yang accindental. Jadi kendaraan ini nakal, sudah ada tempat sendiri, ini bahu jalan, reklamenya sudah cukup aman, tapi karena kondisi jalan macet mengambil mengambil jalan ini. Ini yang sering kejadian. Sebenarnya bukan salahnya reklame, karena dari itunya sudah cukup aman. Tapi pasti ada yang nyalip, yang tadinya untuk 2 jalur kendaraan, jadi 4 jalur. Itu bisa saja.
I
: Reklamenya dibongkar untuk digeser.
TG
: Sebenarnya itu sudah memenuhi syarat tapi karena kejadian itu yah harus dibongkar.
I
: Nanti kalo perlu foto-fotonya bentuk reklamenya, mbak bawa flash disk yah. Nanti mbak buka laptopnya, nanti saya bilangin ini yang stiker. Nanti mbak kan ada bayangan. Yang tertempel atau yang terpasang di warung dan kios itu hanya reklame yang berbentuk seperti ini.
TG
: Bagi si pemilik toko itu tidak masalah ya. Orang dari jauh udah keliatan. Ini pajaknya gak tinggi. pajaknya gak tinggi, ketika kita harus menghapus itu kita perlu biaya. Butuh duit. Kalo kita bongkar asal-asalan pemilik rumahnya yang marah. Rumahnya kok jadi jelek. Kemaren saya lihat yang XL dicat bagus, begitu dicat sama pemerintah jadi jelek.
D
: Yang di rombong itu bagaimana yah pemeriksaannya, itu kan ada batas waktu pemasangannya.
I
: Idealnya itu kita tutup untuk dicat. Rombong tau kan ya mbak
D
: Iya yang digambar. Ada gak sih yang bentuknya kaya warung kecil gerobak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I
: Ada, kalau Gudang Garam itu nyebutnya lang. Jadi kaya kemaren itu event piala dunia, bentuknya bagus bola gitu
TG
: Itu kalo yang kaya gitu diambil
I
: Diambil tapi kebanyakan diambil lagi sama yang punya.
TG
: Kan dia memberi fasilitas. Kaya Djarum atau Gudang Garam
D
: Kan tadi yang diperiksa itu etika, estetika dan kontruksi. Kalau estetika itu yang kaya apa ya?
TG
: Sebenarnya kalau secara umum itu, estetika dari objek reklame itu sendiri dan terkait dengan lingkungan. Jadi kalau dengan adanya reklame itu mengganggu pemandangan indah sekitarnya maka itu kita arahkan untuk tertib. Atau yang kedua estetika terkait dengan objek reklamenya itu sendiri. Jadi sebenarnya kalau dari design visual reklamenya gak terlalu terlihat. Tapi kalau di Kabupaten Bogor, kita punya kriteria tapi tidak terperinci, hanya secara norma saja. Kalau terkait dengan norma asusila kita tidak izinkan. Misalnya reklame kondom, itu tidak kita izinkan pasang.
I
: Kondom, daleman, daleman-daleman cewe yang gambarnya seksi, ya itu gak boleh. Bolehnya dipasang di ruangan ini aja (tertawa)
TG
: Kalau seperti itu yang di luar kita batasi. Ya artinya secara normatif saja. Kan bisa jadi perdebatan kan itu tidak mengandung unsur. Tapi gambarnya setengah telanjang. Kaya kondom, apa sih kondom. Ya kita tetap harus memahami untuk tidak diiklankan di media reklame luar. Karena sasarannya banyak. Anak kecil kan juga bisa jadi nanya. Ya begitulah. Jadi kaya kondisi reklame yang sudah sobek, sudah memudar, jelek. Itu estetika.
D
: Kalau etikanya?
TG
: Etika, menyinggung SARA. Kan di perda diberitahu juga tentang SARA. Tapi SARA ini juga luas sih. Misalnya ada kata-kata yang punya Kemungkinan untuk menimbulkan, perdebatan, slek-slek kecil.
I
: Kalau mau ambil contoh, dibawah ada nih. Yang 21 Mei, segera akan tiba. Yang radio.com yang dari California. Yang bilang kiamat itu tanggal 21. Itu ada 48. Itu kita bongkar. Mau difoto? Atau mau dibawa?
D
: (tertawa) ga ngaruh pak, gak nyambung
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
I
: Ada 48 titik kita bongkar. Ada disini terpasang. Depok kecolongan. Depok kasih izin. Kita nggak kasih izin, kita bongkar. Kita tanya orang yang mau ambil disini. Saya tanya, radio mana ini, kok radio California masang billboardnya disini. Gak pak, radionya di Pondok Gede. Saluran berapa? Saya buka semua saluran radio di mobil gak ada tuh yang namanya radio anda. Kenapa harus memasang di Kabupaten Bogor. setau saya tanggal 21 Mei itu menurut rencana anda mau kiamat ya? Ini kan menimbulkan keresahan. Kita bongkar 48. Tidak datang lagi orangnya.
TG
: Mungkin maksudnya ya. Itu kan itu kan sesuai estetika visual. Kalau kita bisa mempersepsikan itu bisa menjurus ke arah SARA.
I
: Atasnya sih bagus mas, ada tulisan hati-hati demam berdarah. Jagalah kebersihan lingkungan, bayarlah pajak anda tepat waktu. Tapi untungnya dia pas masang gak tau. Kalau tau mungkin juga tangkep sama orang-orangnya. Di Bekasi mbak orderya, tapi dia gak mau meberitahukan detail siapa yang menyuruh.
D
: Itu kalau diambil lagi maksudnya untuk dipasang lagi?
I
: Khawatirnya begitu. Sebelum tanggal 21 Mei dia sudah 3 kali datang kesini. Itu takutnya orang gak tau. Itu kan ada gambar gunung, orang lagi jongkok. Segera tiba tanggal 21 Mei. Ada nama radionya gelombangnya. Saya cari tuh, tapi tidak ada. Saya inget, jangan-jangan ini tentang masalah pendeta yang ngomongin tanggal 21 mau kiamat nih. Taunya bener. Bongkar. Dari tanggal 1 bulan Mei itu mereka udah bolak-balik kesini mau ngambil. Nanti dipasang lagi di tempat lain. Saya ambil, saya tebus 2,5 juta.. Pasti yang datang kesini pendeta. Pondok gede bilangnya radionya. Dimana Pondok Gedenya. Saya juga dulu tinggal di Pondok Gede. Gak tau pak. Saya sampe nanya, maaf mas ya, mas muslim? Iya pak. Tapi tau gak ini maksudnya apa? Saya jelasin. Kaget dia. Saya gak tau pak. Ini tanggal 21 nih, menurut yang nyuruh kamu, kita mau kiamat. Kamu percaya gak? Ya gak percaya. Yaudah. Yang begitu-begitu bahaya mbak. Trus adalah yang menuju-nuju ke arah sana.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 4
Transkrip Wawancara
Waktu
: 10.00 WIB
Tanggal
: 27 Mei 2011
Tempat
: Gedung Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Rachmat
Posisi Terwawancara
: Bagian Pendataan dan Penetapan Pajak Reklame Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
D
: Pak Rachmat, saya ingin menanyakan beberapa pertanyaan mengenai pajak reklame sama Bapak, khususnya terkait pendataan dan penetapan pajak relame. Tapi mungkin diantara pedoman wawancara yang saya tanyakan ini ada yang sudah pernah saya tanyakan ke Bapak. Namun saya mau memperdalam pertanyaannya. Untuk pertanyaan pertama saya ingin menanyakan pengaruh program KTR terhadap kondisi pajak reklame Kabupaten Bogor ?
R
: Kaya yang waktu itu saya bilang, perubahan ada tapi tidak signifikan. Mungkin sekitar tahun depan baru terlihat dampak dari program tersebut.
D
: Tapi terjadi peningkatan pajak reklame gak, pak?
R
: Peningkatan sih ada, cuman belum terlalu signifikan.
D
: Untuk subjek pajak reklame, sebenarnya siapa subjek pajak dari pajak reklame atas warung dan kios ini pak?
R
: Subjek pajaknya reklame rokok ya perusahaan rokok. Tapi ada juga yang melalui biro iklan, jadi subjek pajaknya itu biro iklan.
D
: Jadi subjek pajaknya itu bisa biro iklan atau perusahaan rokok. Bukan pemilik warung dan kios?
R
: Bukan.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Jadi wajib pajak yang membayarkan pajaknya itu biro iklan dan perusahaan rokok, bukan pemilik warung dan kios?
R
: Iya bukan.
D
: Untuk objek pajak reklame rokok di warung dan kios, biasanya reklame berbentuk apa ya, pak ?
R
: Kalau reklame secara umum sih yang di warung sama kios itu ada yang bentuknya kaya kios, terus digambar-gambar. Namanya kalau gak salah rombong itu. Kaya kalau warung ponsel, ada gambar Esia dan IM3. Nah, itu tuh rombong. Tapi kalau rokok, ada sih. Tapi gak banyak. Selain rombong, ada billboard. Nah, billboard itu ada billboard tempel sama tanam.
D
: Billboard-nya itu kaya apa ya, pak?
R
: Jadi kaya papan gitu. Nama tokonya misalnya Toko A, atasnya ada gambar produknya, bawahnya namanya. Itu termasuk billboard.
D
: Bedanya tempel sama tanam, pak?
R
: Kalau billboard tempel itu bentuknya ditempel gitu aja, kaya di atas atap atau digantung gitu di depan warung kios. Kalau billboard tanam, biasanya ada tiangnya gitu nancep di tanah.
D
: Data tentang wajib pajak dan objek pajak itu didata oleh siapa?
R
: Pendataan wajib pajak dilakukan oleh DPKBD. Pendataan dilakukan dengan pendaftaran, baik wajib pajak dan objek. Pendaftaran wajib pajak dilakukan ketika subjek pajak reklame rokok baru pertama kali menyelenggarakan reklame rokok di Kabupaten Bogor. Pendataan wajib pajak merupakan langkah awal dalam rangkaian administrasi pajak karena dengan pendaftaran tersebut, subjek pajak akan mendapat NPWPD dan berubah status menjadi wajib pajak. Kalau data objek yang ada di kita itu semua dapatnya dari BPT yang diberikan melalui wajib pajak dalam bentuk Surat Pengantar. Jadi Kan sebelum masuk ke DPKBD dan diproses pajaknya semua data harus sudah lengkap di BPT. Jadi pendataan objek pajak itu dilakukan oleh BPT. Cuman, istilahnya tetep wajib pajak yang melaporkan, karena wajib pajaknya yang memberikan itu ke kita. Surat Pengantar itu diberlakukan seperti SPTPD kalau di perda.
D
: Jadi data yang ada di DPKBD itu data yang sudah lengkap ?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
R
: Iya, karena kalau data belum lengkap dan benar reklamenya gak diproses. Jadi data yang ada di DPKBD sudah lengkap.
D
: Ada pemeriksaan wajib pajak reklame gak sih, pak?
R
: Ada. d.
D
: Yang diperiksa apa saja ya, pak?
R
: Kesesuaian data dengan yang ada di lapangan, misalnya di laporan ukurannya segini tapi di lapangannya taunya ukurannya beda. Atau di datanya bilang gak pake lampu, taunya di lapangan pake lampu. Kan itu perhitungannya beda. Selain itu, jenis reklamenya juga dilihat. Pokoknya disesuaikan antara data sama lapangannya.
D
: Itu pemeriksaannya kapan dilakuinnya ya, pak?
R
: Ya pemeriksaannya sebelum membayar pajak dalam proses BPT atau sudah lengkap datanya. Tapi ada kasus pemeriksaan dilakukan setelah pembayaran, tapi itu jarang banget.
D
: Penghitungannya bagaimana ya, pak? Apa ada perlakuan khusus?
R
: Perhitungannya ya sesuai dengan Perda saja. Gak ada perlakuan khusus. Sama dengan reklame lain, perhitungannya per objek per lokasi.
D
: Jadi, misalnya di warung dan kios ada dua jenis reklame, rombong sama billboard tempel. Itu perhitungannya dipisah?
R
: Iya tetap dipisah. Soalnya kan nilainya beda antara jenis reklame.
D
: Oh, saya kira digabung semua baru dihitung?
R
: Case digabung itu kalau misalnya begini, satu biro iklan missal djarum masang iklan berderet gitu, lima warung berjejer. Nah, jenis reklamenya sama, nilai strategisnya sama, ukurannya sama. Itu bisa digabung.
D
: Bagaimana proses penetapan pajak reklamenya ya, pak?
R
: Penetapannya dilakukan berdasarkan surat pengantar BPT. Dengan pedoman surat tersebut, kita membuat SKPD. SKPD ini yang nantinya harus dibayar oleh wajib pajak. 1 SKPD, 1 objek dan 1 lokasi. Bisa digabung kalau case-nya seperti itu tadi, pemasang sama, jenis reklamenya sama, ukurannya sama, dan nilai strategisnya sama. Kamu udah pernah lihat surat pengantar dari BPT belum?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Belum, pak.
R
: Nah, ini dari BPT (memperlihatkan surat pengantar BPT), Badan Perizinan Terpadu. Nah, ini nama wajib pajaknya, nama pemasang, nah ini naskahnya.
D
: Naskah reklame itu isi reklame?
R
: Isi reklame. Ini lokasinya, ini jenisnya, nah dasarnya kita ini untuk membuat SKPD reklame..
D
: Masa berlaku ini maksudnya itu dibayar per bulan atau bagaimana, pak?
R
: Kalau untuk spanduk, umbul-umbul, banner, dan baliho itu masa pajaknya per minggu.
D
: Per minggu. Jadi tiap minggu bayar pajak?
R
: Belum tentu juga. Kalau spanduk kaya gitu sih temporer. Dia gak bayar pajak, ya sudah. Bisa dia cabut sendiri ataupun nanti ada tim operasi pembersihan dicabut.
D
: Spanduk per minggu, tadi apa saja, pak?
R
: Tadi spanduk, umbul-umbul, banner, baliho, sama balon udara kalo gak salah. Itu ada di SK di Peraturan Bupati.
D
: Oh, Perbup. Yang peraturan tentang nilai sewa reklame?
R
: He’eh, disitu ada kan jenis reklame ini, ada di sampingnya. Hitungnya per minggu per tahun, ada disitu.
D
: Ada kendala gak sih pak dalam pendataan pajak reklame?
R
: Ya, banyak. Kendalanya sebetulnya ada. Yah, kendalanya. Kendalanya yang ini, apa namanya, kalau menurut saya itu potensi. Ada papan reklame yang kosong. Jadi tiang gitu. Sebenernya itu kan potensi, tapi gak diperpanjang.
D
: Maksudnya kosong gimana ya, pak?
R
: Misalnya reklame, tapi gak ada apa-apanya. Jadi ya gak kena pajak. Tapi itu sebenarnya potensi, dibongkarpun tidak, kan itu kendala sebetulnya.
D
: Selain itu ada lagi gak, pak?
R
: Ng, kendalanya lagi, nyari ini kalau kaya rokok gitu sih gampang diitu ya. Tapi kalau yang pemasangannya sama advertising, biro iklan. Kadang-kadang kalau kita sekarang mau manggil, pertama datanya melalui biro iklan, nanti kita memanggilnya pun ke biro iklan lagi. Nah, nanti biro iklan itu dengan alasan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
“Kita tidak lagi dipakai sama produk itu”, maksudnya kontraknya sudah habislah. Kan nanti kendala lagi, kita harus nyari lagi nama produknya itu. D
: Pak, pemanggilannya ini dalam hal pemeriksaan?
R
: Bukan, jadi kita ada surat panggilan dalam hal masa pajaknya sudah habis.
D
: Ada lagi pak?
R
: Kendalanya udah deh jangan banyak-banyak.
D
: Gak apa-apa, pak. Mungkin nanti saya bisa menemukan solusi. (ketawa)
R
: Ciee…
D
: Jadi diulang lagi ya, pak. Jadi pengaruh program kawasan tanpa rokok di Kota Bogor itu belum signifikan ya, pak?
R
: Iya, belum signifikan
D
: Tapi ada peningkatan?
R
: Ada, kalau peningkatan ada. Cuman memang masih gitu aja.
D
: Terus tadi subjek pajak reklamenya itu. bisa dari biro iklan atau perusahaan rokok.
R
: He’eh, bisa langsung perusahaan rokok itu sama biro iklan. Tapi kalau diliat mayoritasnya sih biro iklan.
D
: Biro iklannya itu disekitar bogor atau dari daerah lain gitu, pak?
R
: Iya, di Bandung ada, dari Jakarta ada, ada lah sampai keluar kaya Semarang. Ada.
D
: Wah, soalnya saya juga harus wawancara biro iklannya juga. Jadi biro iklannya tidak hanya dari bogor saja?
R
: Tidak, diluar bogor juga ada.
D
: Objek pajak reklamenya berarti rombong, billboard tempel sama tanam saja untuk di warung dan kios?
R
: he’eh
D
:
R
: Jarang, biasanya kalau poster itu ditempelnya di tembok-tembok yang ada.
Yang stiker dan poster tidak termasuk?
Nah, itu juga sebenarnya jadi kendala juga. Mereka juga jarang melaporkan itu yang kaya gitu. Makanya kadang-kadang ditertibkan lagi. Umpet-umpetan itu sebenarnya, pasangnya juga pasti malem-malem. Jangan stiker, poster saja.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Yang poster yang di dalam warungnya itu, itu juga termasuk gak, pak? Kan biasanya selain di luar, itu didalamnya suka dipasangin lagi gitu kaya poster.
R
: Nah, itu masuknya ke dalam reklame dalam ruang namanya. Reklame dalam ruang itu kalau pengelolaan izinnya masuk ke kecamatan. DPKBD hanya mengelola reklame yang perizinannya dilakukan oleh BPT Kabupaten Bogor.
D
: Oh gitu, tapi tetep dikenain pajak gak, pak?
R
: Iya, harusnya kena pajak.
D
: Harusnya kena pajak, tapi realisasinya dikenai pajak gak, pak?
R
: Jarang.
D
: Karena suka gak ketahuan ya, pak?
R
: Iya.
D
: Untuk data, data adanya di BPT sama DPKBD ya, pak? Datanya berdasarkan surat pengantar dari BPT?
R
:
Iya, untuk membuat ketentuan SKPD.
D
:
Ya, yang intinya ada pemohon, isi reklame, lokasi, jenis, ukuran, jumlah. Oh, ada jumlah juga ya, pak?
R
: Iya, kan tadi yang disebutkan kalau satu lokasi.
D
: Oh, jumlahnya itu. Terus nilai “sttgs” itu apa ya, pak?
R
: Nilai strategis.
D
: Oh, nilai strategis. masa berlaku.
R
: Ini masa pajak ya. Kalau di kita ini masa pajak namanya.
D
: Masa pajak. Status izin itu apa ya, pak?
R
: Itu sih cuma kode, baru-perpanjangan. Kalau B baru dia.
D
: Terus dalam ruang / luar ruang itu juga termasuk?
R
: Iya, kalau dalam ruang yang tadi itu, reklame dalam ruang. Perhitungannya lain lagi dengan luar ruang.
D
: Oh, beda. Penghitungannya gimana, pak? Maksudnya ada dalam Perbup juga ya, pak?
R
: Beda. He’eh di Perbup-nya ada.
D
: Terus lokasi sendiri, rumija, atau sewa?
R
: Itu juga diluar dari ini.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Di luar dari teknis?
R
: Sendiri lagi maksudnya. Itu ada di daftar sendiri lagi.
D
: Jadi data yang disini sudah lengkap semua karena sudah berdasarkan Surat Pengantar BPT.
R
: Iya, sesuai dengan Surat Pengantar.
D
: Terus untuk pemeriksaan dilakukan sama tim teknis dari DKP sama DPKBD.
R
: Iya.
D
: Yang diperiksa itu ukuran, jenis reklame, sama penambahan di reklame itu, kaya lampu, dan dilakuinnya sebelum bayar pajak. Yang case setelah pembayaran pajak kalau?
R
: Ya bisa juga setelah pembayaran pajak dilakukannya, tapi itu jarang sekali ya. Udahlah intinya itu aja lah, sebelum bayar pajak.
D
: Untuk perhitungan tidak ada perlakuan khusus dan diitungnya per objek dan per lokasi. Eh, per objek saja ya, pak?
R
: Objek, lokasi juga. Kan itu juga lokasi strategis juga menentukan. Nilai pajaknya juga. Ada itu, perhitungan itu ada bukan? Di Perda kalau gak salah.
D
: Perda ya, pak.
R
: Iya, perhitungan reklamenya itu ada di perda.
D
: Terus penetapan dilakukannya disini ya, pak?
R
: Iya, kalau penetapan disini. Penetapannya berdasarkan itu, Surat Pengantar dari BPT.
D
: Lalu hasilnya SKPD.
R
: Iya.
D
: SKPD-nya per objek dan per lokasi, bisa dijadikan satu kalau satu ukuran, satu tempat, dan satu jenis.
R
: Iya.
D
: Terus kendalanya itu tadi ya, pak? Reklame kosong yang seharusnya bisa menjadi potensi. Kemudian pemasangan dengan biro iklan terkait pemanggilan untuk menanyakan masa pajaknya, mau diperpanjang atau tidak. Terus yang poster di dalam ruangan terkadang suka susah, tidak teridentifikasi ya, pak.
R
: Iya.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: pernah terjadi penerbitan SKPDKB / SKPDLB / SKPDKBT gak pak?
R
: belum ada sampai saat ini kita menerbitkan SKPD koreksi dari SKPD yang sudah diterbitkan.
D
: maksud dari penetapan sendiri di perda itu apa ya pak? Kan pajak reklame menggunaakn sistem official assess
D
: Iya, mungkin itu aja deh, pak. Insya Allah sudah semua tercakupi.
R
: Perda-nya udah dibaca belum? Itu bisa penambahan-penambahan yang tadi itu ada, yang perhitungan. Itu kan di perda juga ada. Dilihat lagi Perda-nya. Maksudnya narasinya bisa lebih banyak di Perda. Ya, lumayanlah buat menambah kata-kata.
D
: Perda sama Perbup, ya?
R
: Iya, kalau narasinya bagus jadi lebih panjang lagi.
D
: Iya-iya, kayanya itu semua udah dapet. Terima kasih, pak.
R
: Iya sama-sama.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Waktu
: 11.00 WIB
Tanggal
: 27 Mei 2011
Tempat
: Gedung Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Fendri
Posisi Terwawancara : Bagian Penagihan Pajak Reklame Dinas Pendapatan dan Keuangan Barang Daerah Kabupaten Bogor
F
: Iya, wajib pajaknya sendiri.
D
: Pemungutan pajak reklame, ada pengawasannya gak dalam hal pembayaran?
F
: Otomatis, kan diawasi terus dengan panggilan itu, nah itu udah masuk belum. Nah, itu di Bu Rini tuh di ceknya. Kan kita sistem jaringan disini. Saya korelasi dengan pak Dedi, ini udah masuk belum? Kalo belum, kita panggil kembali.
D
: Jadi setelah panggil tapi belum dilakukan, keluar STP.
F
: STPD. Kalau denda itu ya, berdasarkan denda.
D
: STPD berdasarkan denda.
F
: Dendanya berapa, timbul disitu.
D
: Penerimaan dari sektor pajak reklame menigkat gak sih Pak sejak KTR di Bogor?
F
: Oh, ini ya? Yang untuk ke Bogor? Kalau menurut saya mungkin ada sedikit dampaknya. Karena kan untuk rokok-rokok gak boleh, berarti kan beralih ke Kabupaten. Tapi tidak signifikan. Pasti itu secara otomatis. Logikanya begini, misalkan calon WP akan masang ke kota, karena kota ini strategis. Karena ada pelarangan, jadi dia pindah ke daerah lain minimal ke daerah Kabupaten Bogor. tapi tidak terlalu signifikan, tapi ada, pasti ada.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Dari semuanya itu, pada taat pajak gak sih, pak? Dari pajak reklame. Pada bayar tepat waktu dan sesuai ketentuan?
F
: Kalau liat dari pemasukan ini, untuk reklame Alhamdulillah. Karena taat atau tidak taat pajak tergantung dari jumlah tunggakan. Kalau tunggakan besar, berarti taat pajaknya nihil, atau besar. Kalo tunggakan kecil, berarti dia sudah mengikuti aturan yang ada.
D
: Persentasenya kira-kira pak untuk yang taat pajak?
F
: Aduh, itu saya belum bisa. Tapi kalau presentase berdasarkan target kita ada. Tapi presentase wajib pajak ini sudah taat aturan, kita belum punya data itu. Tapi presentase berdasarkan pencapaian target, ada di kita, sampai bulan apa itu. Misalkan dengan target reklame kan Rp 9.500.000.000, sampai dengan bulan Mei dari tanggal 1 sampai sekarang tanggal 26 sudah ada presentasenya. Tapi kalo berdasarkan presentase ketaatan wajib pajak, kita belum punya data itu. Tapi dikira-kira aja itu mah, diliat dari jumlah tunggakan. Kalo sedikit berarti mereka sudah sesuai dengan aturan. Seharusnya pajak reklame ini tidak ada tunggakan, soalnya cash and carry. SKP beres harus bayar, SKP selesai dibuat harus bayar. Beda dengan perlakuan WP-WP yang lain.
D
: Ada kendala gak sih pak dalam pemungutannya?
F
: Pemungutan apa, nih? Penyaringan atau pemungutan setelah jadi WP dia nunggak?
D
: Pemungutan setelah jadi WP, dia nunggak, kalau disesuaiin?
F
: Kalau disini, itu tadi kita panggil. Masalah penjaringan wajib pajak mah disana di data. Kalau di kita, pemungutan pajak, disini itu kalau wajib pajak itu sudah wajib pajak, dia punya tunggakan ditindak, kalau dia tidak punya tunggakan ya kita tidak tindaki.
D
: Jadi mekanisme pemungutan itu kalau sudah jadi wajib pajak disana menurut pendataan, keluar SKPD itu yang harus dibayar, kalau dia bayar itu dianggap lunas dan dianggap tidak apa-apa.
F
: Gak ada apa-apa dengan kita. Nah, cuma disini di pembukuan dilaporkan, disini penerimaan. Di Bu Rini setiap hari. Sesuai dengan kas pembantu di
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penjaringan. Terus berdasarkan dengan bukti transfer dari bank. SSPD dan surat keterangan pajak kalau sudah setor bayar. D
: Kalau seandainya dia menunggak atau tidak membayar pajak dia baru dikasih surat panggilan. Panggilan itu untuk mengingatkan dia untuk bayar.
F
: Iya. Misalkan tanggal berapa.
D
: Untuk mengingatkan itu berapa lama ya, pak?
F
: 7 hari, kalau menurut aturan ya. Tapi kita ada toleransi, sih.
D
: Setelah panggilan?
F
: Kita panggil lagi kalau dia memang tidak ini.
D
:
F
: Seharusnya kan tiga kali panggilan. Tapi kita belum, terus terang kita belum
Panggilannya berapa kali ya, pak?
sampai ke pemaksaan, surat paksa. Kita belum sampai ke arah sana. Cuman sektor pajak walaupun nunggak-nunggak-nunggak, kita optimis menyelesaikan dengan cara kekeluargaan. Kelemahan kita memang kita belum menetapkan aturan yang berlaku, dalam artian kalau ini si wajib pajak memang bandel ya seharusnya kan bikin surat paksa. Tapi kita belum menjalankan ini karena kelemahan kita masih ada kekurangan. D
: Oh, gitu. Kalau tidak di bayar keluar SPP.
F
: Ada dendanya disitu. Sebenarnya di panggilan juga tercantum disitu.
D
: Penerimaan dari sektor pajak itu termasuk tinggi gak, pak?
F
: Kalau melihat data disini sih, saya lihat dulu.
D
: Urutannya deh, dari semua pajak. Pajak reklame urutan keberapa gitu
F
: Diurut dulu nih, pertama PPJ, kedua PATB, ketiga, keempat, kelima, berarti urutan ketujuh dari 11 jenis pajak. Kontribusinya ke pendapatan daerah 9,5 milyar target kita tahun 2011 ya.
D
: Ada pengawasan pemungutannya gak sih, pak?
F
: Dimonitor aja kita. Sewaktu-waktu memang kita ke lapangan, ngecek. Sewaktu-waktu itu. Kecuali kalau pajak-pajak lain ya. Karena kendala kita,, kalau pajak reklame ini dia misalkan pajak reklame billboard, dia pasang di wilayah kabupaten bogor, tapi kantornya di Jakarta.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 6
Transkrip Wawancara
Waktu
: 13.00 WIB
Tanggal
: 26 Juli 2011
Tempat
: Gedung Kantor Pemasaran PT. Djarum, Ciawi
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Juliasworo
Posisi Terwawancara
: wajib pajak
D
: Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor, apakah
Kabupaten
Bogor
menjadi
pilihan
sebagai
tempat
tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah Perda KTR diberlakukan? J
: Iya, dikarenakan masih di perbolehkan pemasangan materi reklame dan wilayah kabupaten juga jangkauannya cukup luas. Tentunya dengan batasan-2 yang diatur oleh Penyelenggara Perijinan dan Pemda
D
: Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame?
J
: Kita ini Distributor yang melakukan penjualan, tentunya pemilihan Warung atau kios menjadi Point Of Sales yang terdekat dalam memaksimalkan komunikasi dengan konsumen kita. Saya kira semua perusahaan yang bergerak di bidang sama akan melakukan hal tsb.
D
: Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya pada warung dan kios?
J
: Pihak kita, dan tentunya atas persetujuan dari pihak Penyelenggara Perijinan di Pemda.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah? Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
J
: Prinsipnya kita mengikuti Peraturan yang dijalankan oleh Pihak Penyelenggara Perijinan Reklame dan Pemda.
D
: Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta foto-foto)
J
: Shopsign, Panel Shop, Tinplate, Roadsign (ini bahasa penyebutan kita). Untuk foto kami kebetulan tidak melakukan filing soft copy..ada baiknya lihat dari data yang masuk ke Pihak Perijinan Reklame Pemda.
D
: Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang dilakukan oleh wajib pajak?
J
: Gambaran secara umum sbb : 1.
Penentuan titik lokasi Oleh pihak kita tentunya,
2.
Pengajuan ke Pihak Pemda dengan lampiran spesifikasi materi yang akan dipasang, dengan melampirkan surat pengajuan, Surat Kuasa atas Nama PT ke Perorangan yang mengurus, Copy KTP & TDP, Surat Jaminan Bongkar dan jangka waktu pemasangan reklame.
3.
Selanjutnya Menunggu konfirmasi persetujuan hasil survey lapangan dari Pemda, apabila di setujui akan diterbitkan Rekap Tagihan sesuai ketetapan Pajak dr masing-2 lokasi pemasangan.
4.
Kemudian Pemda akan menerbitkan Surat Setoran Pajak dan kita wajib menyetorkan biaya pajak tersebut.
5.
Finaly setelah SKPD terbit baru kita melakukan pemasangan Reklame sesuai lokasi yang diajukan.
D
: Apa saja yang dilakukan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan reklame? Sebelum melaksanakan perizinan / penyelenggaraan reklame dan dalam penyelenggaraan reklame.
J
: sudah dijelaskan pada point pertanyaan no. 6 diatas
D
: Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
J
: setelah di keluarkanya Surat Setoren Pajak Daerah (SSPD)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
J
: Reklame dibongkar sendiri oleh Pihak Pemohon Pajak, dan waktu bongkarnya kita usahakan tepat waktu, kecuali kondisi khusus dikarenakan vendor kita sdg Load kerjanya besar, kita biasanya minta retensi maksimal 2 (dua) minggu.
D
: Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame yang sudah dibongkar tersebut?
J
: Disimpan di Gudang atau dilakukan Relokasi pemasangan ke titik lainnya sesuai kebutuhan, tentunya sudah di siapkan perijinannya terlebih dahulu.
D
: Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya, apakah alasannya?
J
: Hampir tidak pernah terjadi, biasanya Pemda melakukan konfirmasi apabila ada materi reklame yang akan di bongkar.
D
: Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor? J
:
Sudah Cukup Baik. D
: Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
J
: Perlu melakukan Sosialisasi yang berkala mengenai Mekanisme Pajak Reklame untuk semua wajib Pajak, agar lebih paham, terutama saat ada perubahan kebijakan dan tarif pajak.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 7
Transkrip Wawancara
Waktu
: 13.00 WIB
Tanggal
: 11 Juli 2011
Tempat
: Kantor CV. Sheilla Advertising
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Budi
Posisi Terwawancara : wajib pajak
D
: Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor, apakah
Kabupaten
Bogor
menjadi
pilihan
sebagai
tempat
tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah Perda KTR diberlakukan? B
: Iya. Karena Pada dasarnya Pemkab masih memberikan ijin untuk pemasangan iklan rokok. Memang pajak iklan rokok lebih tinggi 25 % dibanding produk lainnya dan Kabupaten Bogor wilayanya lebih luas dibanding Kota Bogor.
D
: Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame?
B
: Karena warung dan kios adalah langsung menjual produk rokok tersebut.
D
: Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya pada warung dan kios?
B
: Yang menetapkan dan memilih adalah perusahaan rokok tersebut berdasarkan kriteria warung / toko – toko tersebut.
D
: Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah? Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
B
: Tempat yang berdekatan dengan sekolah tidak dipilih.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta foto-foto)
B
: Mulai dari sticker, tinplate, shopsign, suncreen, dll masih banyak jenisnya disesuaikan tempat display, cabinet, dan bigwall.
D
: Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang dilakukan oleh wajib pajak?
B
: Konfirmasi dan menegosiai warung atau kios tersebut.
D
: Apa saja yang dilakukan oleh wajib pajak dalam pemenuhan kewajiban perpajakan reklame? Sebelum melaksanakan perizinan / penyelenggaraan reklame dan dalam penyelenggaraan reklame.
B
: Memenuhi persyaratan Adm, membayar pajak.
D
: Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
B
: Setelah SKPD terbit s/d 30 hari dikarenakan lebih dari 30 hari terkena denda 2 % per bulan.
D
: Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
B
: Wajib pajak membongkar apabila sudah menerima SPK dari perusahaan yang bersangkutan ( yang memasangkan iklan ).
D
: Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame yang sudah dibongkar tersebut?
B
: Bila reklame tersebut masih bagus dan layak untuk dipasang kembali, maka bisa pasang kembali setelah di revisi baik cat maupun visualnya.
D
: Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya, apakah alasannya?
B
: Jarang terjadi pembongkaran di tengah masa ijin berlaku. Jikalau ada kemungkinan
karena
terjadi
Force
Major
(
bencana
alam
)
angin/banir/kebakaran dll. D
: Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
B
: Dalam hal pelayanan sudah baik, Adm perijinan maupun Adm pajak yang dilakukan oleh BPT, DPKBD dan DKP semua dapat diselesaikan dengan cepat dan teliti.
D
: Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
B
: Sejauh ini kami belum pernah mengalmai kendala dalam pelaksanaan Adm pajak reklame khusunya Kantor Pelayanan Adm Pajak Reklame di Kabipaten Bogor.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Lampiran 8
Transkrip Wawancara
Waktu
: 09.00 WIB
Tanggal
: 2 Agustus 2011
Tempat
: Kantor CV. Wahyu
Pewawancara
:Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Irwan
Posisi Terwawancara : wajib pajak
D
: Terkait dengan pemberlakuan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Kota Bogor, apakah
Kabupaten
Bogor
menjadi
pilihan
sebagai
tempat
tujuan
penyelenggaraan reklame? Jika iya, apakah yang menjadi faktor dipilihnya Kabupaten Bogor menjadi tempat pilihan penyelenggaraan reklame setelah Perda KTR diberlakukan? IR
: Menurut pendapat saya; baik Kabupaten Bogor dan Kota Bogor dapat menjadi pilihan untuk penyelenggaraan reklame rokok, karena disini yang diberlakukan Perda KTR yang intinya melarang masyarakat merokok di muka umum atau tempat umum, bukan pada media reklamenya yang dilarang. Selain itu, kami menganggap kabupaten Bogor sangat berpotensi dalam penyelenggaraan reklame, terutama rokok setelah Perda KTR berlangsung karena Kabupaten Bogor berbatasan dengan kota-kota penting seperti Jakarta, Bekasi, Depok, dan Tangerang. Sehingga sebagian besar jalan yang ada di Kabupaten Bogor merupakan jalur penghubung antara Jakarta, Bekasi, Depok, Tangerang dengan kota-kota di Jawa Barat, khususnya bogor sukabumi dan sekitarnya. Dan sepanjang jalan tersebut pasti ada warung dan kios yang diantaranya kita pasangi dengan reklame rokok dari klien kita. Orang kota kan isinya gak dari kota saja dan tidak berada di kota bogor saja. Jadi, walaupun di Kota Bogor pemasangan reklame dilarang, reklame rokok masih dapat dilihat di wilayah sekitarnya.Jadi, menurut saya dalam upaya penegakan Perda KTR salah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
satunya tetap kembali kepada subyek atau orang khususnya pecandu rokok untuk tidak merokok di muka umum dan pemasangan media reklame yang isinya melarang masyarakat untuk merokok di muka umum atau di tempat umum. D
: Melihat dari jenis-jenis reklame yang dipasangkan oleh wajib pajak, sebagian besar dipasangkan pada warung dan kios. Mengapa memilih warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame?
IR
: Saya memilih warung dan kios sebagai media penyelenggaraan reklame untuk jenis billboard tempel; karena kita lihat fakta di lapangan, bahwa warung dan kios merupakan salah satu tempat masyarakat umum lalu-lalang dengan maksud untuk membeli suatu produk. Nah, oleh karena itu kenapa saya memilih warung dan kios, karena pastinya masyarakat umum akan membaca iklan produk yang kita pasang pada warung atau kios tersebut, sehingga mudah-mudahan masyarakat akan tertarik dengan produk yang ditampilkan dalam iklan produk yang terdapat dalam reklame tersebut. Jadi, memang saya akui warung atau kios dapat dijadikan sebagai salah satu sarana pilihan untuk memasarkan produk kita melalui media reklame.
D
: Siapakah yang menetapkan titik letak reklame yang akan di pasang, khususnya pada warung dan kios?
IR
: Yang menetapkan titik letak reklame yang akan dipasang; khususnya pada warung dan kios adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Bidang Reklame,
karena
kegiatan
pengawasan
dan
pengendalian
reklame
kewenangannya ada pada Bidang Reklame Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP), tetapi akan koordinasi juga dengan pihak Dinas Bina Marga dan BPT (Badan Perizinan Terpadu) sebagai pihak yang nantinya mengeluarkan izin pemasangan media reklame yang akan kita pasang. Dan, untuk penentuan nilai strategis Daftar Nilai Jual Obyek Pajak Reklame akan ditentukan oleh pihak DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah). Tetapi, dalam pemasangan media reklame di warung dan kios, jangan lupa kita juga harus izin dengan pihak pemilik took yang akan tertulis atau dilampirkan dalam surat
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pernyataan tidak keberatan dari warung atau kios yang bersangkutan untuk dipasangi media reklame milik kita D
: Bagaimana dengan warung dan kios yang berdekatan dengan wilayah sekolah? Apakah wajib pajak sudah mempertimbangkan hal tersebut?
IR
: Dalam hal ini, saya dari pihak Advertising yang bertindak sebagai Wajib Pajak sudah barang tentu akan mempertimbangkan hal tersebut, karena jangan sampai papan reklame yang akan saya pasang menghalangi papan reklame dari sekolah, dan juga sudah barang tentu pasti akan dilarang oleh pihak Dinas Kebersihan dan Pertamanan Bidang Reklame, dan apabila saya tetap mamaksakan kehendak untuk memasang reklame yang berdekatan dengan wilayah sekolah, maka pihak DKP Bidang Reklame akan melakukan pembongkaran atas reklame tersebut, karena telah menyalahi aturan yang terdapat dalam Perda No. 6 Tahun 2004 yang di dalamnya berisi adanya larangan untuk memasang media reklame di fasilitas, sarana dan prasarana umum.
D
: Jenis reklame apa sajakah yang dipasangkan pada warung dan kios? (beserta foto-foto)
IR
: Jenis Reklame yang dipasang pada warung dan kios adalah: kebanyakan jenis Billboard tempel, dan frontlight tempel.
D
: Untuk bisa memasangkan reklame pada warung dan kios, apa tahapan yang dilakukan oleh wajib pajak? Tahapan-tahapan yang dilakukan oleh Wajib Pajak agar dapat memasang reklame pada warung dan kios adalah sebagai berikut: Mengisi Formulir yang disediakan oleh BPT (Badan Perizinan Terpadu) yang berkaitan dengan pemasangan media reklame dan melengkapi persyaratan-persyaratan yang dilampirkan dalam formulir tersebut; Melakukan koordinasi dengan DKP (Dinas Kebersihan dan Pertamanan) bidang reklame mengenai penentuan titik letak reklame yang akan kita pasang reklame. (Titik Letak Reklame = Lokasi Pemasangan Reklame); Menyerahkan Formulir beserta persyaratan-persyaratan yang dilampirkan formulir tersebut ke bagian penerimaan berkas di BPT, dan sebagai tanda
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
terima pihak BPT akan memberikan semacam resi untuk bukti bahwa berkas kita telah diterima oleh pihak BPT dan untuk mengambil surat pengantar bayar pajak yg akan dikeluarkan setelah diproses di BPT (biasanya selama 14 hari kerja); Setelah diproses di BPT selama 14 hari kerja tersebut, kita kembali lagi ke BPT untuk mengambil surat pengantar bayar pajak dengan menyerahkan resi yang kita terima saat memasukkan berkas; Saat pengantar pajak reklame sudah ada di tangan kita, maka kita langsung ke DPKBD (Dinas Pendapatan, Keuangan, dan Barang Daerah) untuk mendaftarkan diri kita sebagai Wajib Pajak yang mematuhi aturan untuk membayar pajak sesuai dengan pengantar pajak yang telah diberikan oleh BPT (Seperti kata pepatah,”Orang Bijak Taat Bayar Pajak”); Sebagai bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban pajak reklame tersebut, maka pihak DPKBD akan memberikan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) dan SSPD (Surat Setoran Pajak Daerah). Lalu kita bayar jumlah pajaknya, dan laporkan salah satu rangkap SSPD kembali ke DPKBD. Kemudian, kita photo copy SKPD dan SSPD tersebut untuk diserahkan ke BPT sebagai bukti kita telah membayar pajak reklame tersebut dengan tujuan untuk mengambil izin pemasangan reklame yang pernah kita ajukan ke BPT; Setelah izin pemasangan reklame tersebut di tangan kita, maka kita berhak untuk memasang media reklame tersebut. D
: Apakah wajib pajak mendaftarkan diri ke DPKBD setelah melakukan perizinan di BPT?
IR
: Ya Wajib Pajak mendaftarkan diri ke DPKBD setelah melakukan proses perizinan pemasangan reklame di BPT, sebagaimana yang telah saya jelaskan di point (6), dengan tujuan pendataan Wajib Pajak reklame, sehingga pihakpihak yang bersangkutan (dalam hal ini DKP Bidang Reklame), BPT, DPKBD) mengetahui reklame-reklame mana yang telah membayar pajak dan mempunyai izin, jadi reklame-reklame yang tidak ada dalam pendataan tersebut dapat ditertibkan atau dibongkar.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Apakah fiskus (pemda) selalu memberikan SKPD terlebih dahulu sebelum membayar pajak?
IR
: Dalam hal pembayaran pajak reklame, pihak DPKBD selalu memberikan SKPD (Surat Ketetapan Pajak Daerah) terlebih dahulu sebelum kita membayar pajak, dengan tujuan agar kita sebagai Wajib Pajak dapat mengetahui terlebih dahulu nilai nominal pajak reklame yang harus dibayarkan, setelah mengetahui besarnya nominal pajak yang harus kita bayarkan, maka kita langsung membayar pajak reklame tersebut yang kemudian akan diberika SKPD dan SSPD sebagai bukti bahwa kita telah memenuhi kewajiban untuk bayar pajak.
D
: Apakah sebelum pemberian SKPD tersebut pemerintah selalu melakukan pemeriksaan?
IR
: Pemerintah yang bersangkutan atau Pejabat yang berwenang selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum pemberian SKPD tersebut, bahakan seringnya pada saat berkas masuk dan diproses di BPT, pemerintah selalu melakukan pemeriksaan terlebih dahulu sebelum mengeluarkan surat pengantar untuk bayar pajak yang nantinya akan berubah menjadi SKPD. Hal ini dilakukan, karena untuk menghindari ketidaksesuaian antara data di lapangan dengan nilai nominal pajak yang harus dibayarkan oleh pihak Wajib Pajak
D
: Apakah setelah SKPD ditetapkan pemerintah melakukan pemeriksaan kembali yang menyangkut berubahnya jumlah pajak reklame?
IR
: Jarang sekali terjadi adanya perubahan jumlah pajak reklame, terkecuali adanya kesalahan penulisan ukuran dan jenis reklame yang akan dipasang dalam formulir dengan data atau keadaan di lapangan. Hal tersebut bisa jarang terjadi dikarenakan pada saat berkas kita diproses di BPT, pemerintah yang berwenang akan melakukan pengawasan dan pengendalian serta melakukan pemeriksaan ke lapangan langsung untuk menyesuaikan data ukuran dan jenis reklame yang tertera dalam formulir dengan reklame yang ada di lapangan
D
: Apakah fiskus (pemda) sudah aktif dalam rangka pelaksanaan administrasi pajak reklame Terkait dengan penertiban reklame rokok warung dan kios?
IR
: Yang dirasakan dan dilihat oleh saya sebagai Wajib Pajak, pemerintah yang berwenang sudah aktif dalam rangka pelaksanaan administrasi pajak reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
terkait dengan penertiban reklame rokok di warung dan kios, terutama reklame-reklame yang tidak mempunyai izin dan atau reklame yang telah habis masa izin pajaknya dan tidak diperpanjang lagi atau tidak diurus lagi perizinannya. D
: Kapan pembayaran pajak dilakukan oleh wajib pajak?
IR
: Pembayaran pajak reklame akan dilakukan oleh Wajib Pajak, setelah dikeluarkannya surat pengantar pajak dari BPT untuk diserahkan ke pihak DPKBD yang akan berubah menjadi SKPD, kemudian baru kita dapat membayar pajak reklame tersebut dan akan diberikan SKPD dan SSPD sebagai bukti bahwa kita telah melakukan kewajiban kita sebagai Wajib Pajak, yaitu membayar pajak (dalam hal ini pajak reklame).
D
: Dalam hal pembongkaran, apakah wajib pajak membongkar sendiri atau dibongkar oleh Pemda? Dan apakah pembongkaran tepat waktu?
IR
: Terkadang Wajib Pajak akan membongkar sendiri reklamenya, akan tetapi apabila reklame yang terdapat di lapangan tidak memiliki izin dan atau reklame tersebut telah lewat masa izinnya, maka Pemda akan melakukan pembongkaran secara paksa, karena dianggap tidak mematuhi peraturan yang dikeluarkan oleh Pemda mengenai kegiatan penyelenggaraan reklame. Pembongkaran reklame yang dilakukan oleh kita biasanya tepat waktu, karena apabila lewat dari waktu yang ditentukan, maka Pemda yang akan membongkarnya
D
: Setelah pembongkaran apa yang dilakukan oleh wajib pajak terhadap reklame yang sudah dibongkar tersebut?
IR
: Yang dilakukan oleh Wajib Pajak terhadap reklame yang telah dibongkar setelah pembongkaran adalah kadangkala Wajib Pajak akan menyimpan besibesi konstruksinya beserta papan reklamenya, karena dikhawatirkan apabila suatu saat ke depan akan memasang kembali reklame tersebut bisa langsung dipasang lagi, tanpa harus kita buat lagi. Tetapi juga, kadangkala besi-besi sisa konstruksinya akan kita jual ke tukang besi.
D
: Apakah sering terjadi pembongkaran di tengah masa izin berlaku? jika iya, apakah alasannya?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
IR
: Belum pernah terjadi pembongkaran di tengah masa izin masih berlaku, karena kita sebagai Wajib Pajak mempunyai bukti yang kuat dalam penyelenggaraan reklame, yaitu berupa SKPD, SSPD, dan Izin Pemasangan Reklame.
D
: Menurut Anda, bagaimana pelayanan administrasi perizinan dan administrasi pajak yang sudah dilakukan BPT, DPKBD, dan DKP dalam pelaksaan penyelenggaraan reklame dan pajak reklame di Kabupaten Bogor?
IR
: Kurang efisien dan efektif pada saat berkas diproses di BPT, waktu yang terlalu lama dan berkas yang kadang dipersulit oleh pihak BPT, karena BPT yang berwenang untuk melakukan proses perizinan, sedang pada saat di DPKBD sejauh ini belum pernah ada kesulitan untuk membayar pajak, kecuali ada kesalahan dalam penentuan nilai strategis nilai jual obyek pajak reklame yang terdapat dalam surat pengantar pajak yang dikeluarkan oleh pihak BPT. Dan, pada saat di DKP juga tidak terlalu menemui kesulitan, karena dengan DKP Bidang Reklame, Wajib Pajak hanya konsultasi mengenai titik letak reklame yang akan dipasang media reklame.
D
: Apakah ada kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame ? dan apa saran yang diberikan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan administrasi pajak reklame di Kabupaten Bogor.
IR
: Kendala dalam pelaksanaan administrasi pajak reklame adalah ketika berkas kita diproses di BPT (sebagaimana yang telah saya jelaskan tadi pada point (19)). Saran yang dapat saya berikan agar dapat meningkatkan kualitas pelayanan
administrasi
pajak
reklame
di
Kabupaten
Bogor
Mengembalikan kewenangan perizinan kepada Dinas Kebersihan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
adalah:
Lampiran 9
Transkrip Wawancara
Waktu
: 09.00 WIB
Tanggal
: 17 Juni 2011
Tempat
: Kantor Dinas Pendapatan Daerah DKI Jakarta
Pewawancara
: Dina Aulia Yuliasni A. (0706287284)
Terwawancara
: Bapak Edi
Posisi Terwawancara : Akademisi
D
: Gini pak, jadi saya itu membahas tentang Analisis Implementasi Pajak Reklame Atas Reklame Rokok Pada Warung Dan Kios Di Kabupaten Bogor. Nah, itu saya mau melihat dari tahapan sisi administrasinya, sama proses pengawasan dan perizinannya, sama kendalanya. Nah, yang mau saya tanyakan dari sisi akademisi itu, tahapan administrasi yang baik menurut konsep seperti apa ya pak?
E
: Gini, saya cerita dulu tentang reklame. Ini nanti ditangkep aja, misalnya administrasi, masalah pengawasan, silahkan ditangkep sendiri. Prinsipnya yang namanya reklame kalau dia mempromosikan suatu barang, memperkenalkan suatu barang dengan tujuan komersial, itu otomatis merupakan objek daripada pajak reklame. Satu itu yang dikunci. Terkait dengan pajak rokok, reklame rokok, yang ada di kios-kios, dari sisi teoritis sepanjang itu merupakan barang produk yang ditujukan untuk memperkenalkan dan mempromosikan komersial, dia merupakan objek. Dan ketentuan yang mendukung di daerah masingmasing, dijadikan objek atau tidak. Sebab begini, kalau reklame tersebut ternyata kriterianya ukurannya batasan tertentu, dikecualikan dari objek, maka dia tidak merupakan objek. Kita tidak tahu. Kalau di Jakarta, yang dikecualikan dari objek itu ukuran ¼ m2. Kalau di Kota Bogor seperti apa? Atau kalau Bogor memang membutuhkan penerimaan yang tinggi dalam rangka kebutuhannya anggaran belanjanya di Bogor, tidak ada yang dikecualikan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
untuk reklame. Artinya semua reklame ukuran berapapun, apalagi yang teks rokok, dikenakan pajak atau dijadikan sebagai objek. Itu yang pertama, kita lihat dulu. Tapi intinya secara teoritis dia merupakan objek. Anggaplah reklame rokok yang ada di kios merupakan objek di Kota Bogor, ketentuannya dalam rangka pengendalian dan dalam rangka meningkatkan penerimaan, untuk objek yang teksnya rokok dan rokok, itu ada perbedaan, perbedaan dasar pengenaan. Nah, dasar pengenaan mereka disamping
luas dan ukuran
dikalikan 25%. Untuk teks rokok. ini seharusnya berlaku seragam di seluruh Indonesia. Sehingga tidak menimbulkan perbedaan kebijakan antara satu daerah dengan daerah lain. Di Jakarta misalnya, reklame yang teks rokok dan alcohol dikenakan kenaikan DPP-nya 25%, sebaiknya di Bogor juga seperti itu hasil pajaknya berapa dikali 25%. Yang kedua secara administrasi, pertama administrasi ini terkait dengan kendala. Secara administrasi, ada kewajiban daripada wajib pajak dalam hal ini melaporkan, bukan melaporkan ini, artinya melaporkan berapa besaran reklame, berapa ukuran reklame, berapa ketinggian reklame, dan lain-lainnya, agar fiskus dapat melakukan penetapan. Karena secara teoritis, pajak reklame ini sistem pemungutannya adalah sistem official assessment. Sepanjang tidak ada surat ketetapan dari fiskus, maka si wajib pajak tersebut tidak bisa melakukan pembayaran. Harus ada surat ketetapan dari fiskus. Fiskus dapat melakukan penetapan dari dua hal, pertama ada informasi dari wajib pajak, dengan mengisi SPOPD, yang menyatakan bahwa dia mempunyai suatu bidang reklame tertentu, di daerah tertentu, di kios mereka, dengan ukuran sekian, ukuran sekian kali sekian, luas sekian, dan rencana jangka pemakaian adalah selama katakanlah satu tahun. maka fiskus akan melakukan proses penetapan, sehingga keluarlah surat ketetapan pajak daerah dan wajib pajak dapat melakukan pembayaran. Nah, secara administrasinya seperti itu. yang kedua, fiskuslah yang harus aktif. Karena sesungguhnya dalam sistem official assessment fiskuslah yang harus aktif, WP yang pasif. Artinya apa? fiskus harus datang mendata. Mendata ke lokasilokasi yang memang ada reklame rokok di kios-kios tersebut. Setelah mendata, mengukur, dan mengeluarkan ketetapan sehingga si pengusaha atau si
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penyelenggara reklame tersebut, ada terhutang pajak dengan diterbitkannya SKPD. Jadi ada dua tadi, dari sisi wajib pajak dia memang ada kewajiban memberitahukan dengan SPOP. Kalau tidak, karena sistemnya juga official assessment, fiskus harus aktif. Secara teori kan, official assessment, fiskus aktif, WP pasif. Kalau dia aktif, dia harus mendata secara keseluruhan seperti itu, dan melakukan penetapan. Ada hal yang kendala dalam hal pemungutan, mengingat reklame rokok yang terpasang di kios-kios ini, pertama ukurannya tidak terlalu besar, kedua kendalanya adalah siapa yang akan dijadikan sebagai penyelenggara atau dijadikan wajib pajaknya. Apakah si pemilik kios? Ataukah orang yang punya
produk? Ini kendalanya. Apakah pemilik kios? Kalo
Katakanlah apabila pemilik kios di kios yang cukup besar dan permanen sifatnya, itu bisa dijadikan dia sebagai wajib pajak. tetapi apakah ada perjanjian kerjasama? Misalnya begini, si pemilik kios, kiosnya katakanlah permanen, ruko gitu yah, dia hanya orang yang bersedia ketempatan. Otomatis dia mempunyai surat dari yang akan menyelenggarakannya, surat ijin bersedia ketempatan, umumnya begitu. Katakanlah saya djarum super, saya akan masang di tokonya dina, dina punya toko, saya pasti minta ijin ama dina, dina saya akan masang reklame rokok di tempat dina. Minta ijin, diijinin. Saya bikin surat permohonan ijin. Nah kalau ada data seperti itu, maka yang menjadi wajib pajak adalah si penyelenggara ini, si djarum super. Apabila ternyata pada saat pendataan, data reklame yang terpasang di suatu kios tertentu, dan si pemilik kios tidak bersedia menjadi wajib pajak, sementara yang menjadi wajib pajak tidak ada minta ijin kepada si pemilik kios, maka law inforcement dilakukan. Reklame ini mau gak mau harus ditutup dibongkar, atau ditertibkan. Karena kita menetapkan sebagai wajib pajak kepada siapa? Kita official, fiskus menetapkan. Kalau fiskus menetapkan sepihak pada si pemilik toko, maka si pemilik toko bilang ini bukan reklame saya, saya hanya dimintakan ijin untuk ketempatan pemasangan reklame rokok ini. Kita bisa Tanya kepada si pemilik toko, siapa yang minta ijin itu, dia pasti punya dong. Oh, tuan A si penyelenggara. Mana bukti ini-ininya. Kita akan mengejar tuan A untuk dijadikan ketetapan. Kalau tidak ada yang bertanggung jawab sebagai wajib
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
pajak, maka reklame harus segera dibongkar. Nah, disini ada kendala kerugian daerah. kerugian daerahnya apa, karena reklame ini sebetulnya sudah terhutang pajak. kenapa? Karena saat terhutang pajak reklame itu saat tertayang. Maka reklame ini sudah berdiri, dan pada saat kita datang, si pemilik toko merasa bukan dia, dia hanya ketempatan, orang yang masang ini juga gak jelas keberadaannya. Ini kendala, beda dengan reklame billboard dan lain-lain. Biasanya ada suatu tokok tulisannya sejati gitu ya, rokok kaya gitu kan. Kalo kaya gitu kan gak jelas siapa yang itunya, nah ini otomatis kita lakukan pembongkaran. Karena si pemilik lokasi tidak bisa serta merta kita tunjuk sebagai wajib pajak, dalam reklame tidak seperti itu. di reklame manapun, ada satu pihak, katakanlah suatu gedung areal lahannya digunakan untuk pendirian atau tiang reklame ada di situ, bukan berarti reklamenya itu milik si itu kan? Pasti orang yang menyelenggarakan minta izin ke pemilik gedung. Maka kita tidak bisa memaksa si pemilik itu sebagai wajib pajak, karena yang menjadi wajib pajak adalah bukan lokasi dimana tempatnya, tapi yang menjadi wajib pajak adalah si penyelenggara reklame. Sementara si penyelenggara reklame selaku wajib pajak belum tentu orang yang punya lokasi itu. yang punya toko, belum tentu bisa kita jadikan sebagai penyelenggara, bisa saja pemilik toko ini sebagai penyelenggara, atau yang punya toko ini sebagai pihak yang ketempatan. Kalau dia sebagai penyelenggara, otomatis bisa kita tunjuk. Pada saat kita tunjuk, maka harus kita hitung utang pajaknya. Kenapa? Pada saat kita tunjuk, reklame sudah berapa lama tertayang. Katakanlah tertayang dari bulan januari 2011. Petugas pajak fiskus datang pada bulan juni, otomatis dalam surat ketetapan SKPD yang dikeluarkan fiskus harus memperhitungkan dari bulan januari sampai bulan juni sekaligus sanksi bunga, terlambat bayar 2% per bulan. Setelah itu perhitungan dari bulan juni sampai ke mei tahun berikutnya dengan kondisi normal. Jelas dengan penyelenggaranya adalah si pemilik toko. Nah, pada saat si penyelenggaranya bukan si pemilik toko, maka harus kita telusuri siapa si penyelenggara reklame ini. Kalau ketemu, dapat, kita perlakukan sama tadi dikenakan sanksi untuk reklame yang sudah tertayang karena sudah terhutang pajak. saat terhutang pajak adalah saat reklame
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang. Penyelenggara reklame melakukan lagi ke depan. Kalau ternyata si pemilik toko tidak sebagai penyelenggara, sementara si penyelenggara sesungguhnya tidak diketemukan atau tidak bisa, otomatis reklame tersebut harus dilakukan penertiban. Ini kan administrasi seperti itu, jadi kan administrasi itu termasuk kendala. Silahkan ditangkap sendiri, yang penting ada titik terang ni dari saya sedikit cerita. Seperti itu, ada kendalanya seperti apa. Itu permasalahan pertama kalau tokonya itu permanen. Yang jadi masalah lebih rumit adalah apabila tokonya hanya kios kecil. Yang didorong, itu suka ada reklame-reklame gitu juga kan. Kembali pertama, ketentuan yang mengatur di daerah masing-masing, apakah ada dikecualikan dari objek pajak, ukuran luas reklame berapa yang dikecualikan. Nah yang di kios kios kecil kaya elang-elang rokok tau kan yah? Yang kaya didorong-dorong gitu. D
: Ooh, kalo di Bogor si bahasanya rombong pak.
E
: Rombong, rombong-rombong itu kan suka dipasangin juga tuh. Tapi kan ukurannya kecil. Nah, sekarang di Kabupaten Bogor itu yang dikecualikan dari objek pajak itu ukuran berapa. Kalau anggaplah ini, ukuran seberapapun menjadi objek pajak, nah ini jadi agak sedikit bermasalah. Otomatis si pemilik rombong kita tanyakan apakah dia sebagai penyelenggara reklame itu atau bukan. Atau ketempatan, atau orang sekedar hanya nitip tanpa jelas itunya. Kalau begitu harus ditertibkan. Jika tidak ditertibkan, maka akan terus menjamur. Harus segera ditertibkan, law inforcement harus dilaksanakan. Tapi kalau jelas si penyelenggara reklamenya, maka si penyelenggara reklame harus kita terbitkan surat ketetapan pajak daerah. Kita datengin, kita panggil, sebagai petugas pajak kita panggil, kita suruh ngisi SPOP, pengakuannya ukurannya berapa dan lain-lain. Karena di SPOP terbukti ukuran luas dan lain-lain. Termasuk foto reklame, termasuk kapan reklame tertayang, setelah itu administrasi selanjutnya dilakukan langkah perhitungan untuk diterbitkan surat ketetapan pajak daerah. dalam rangka perhitungan itu tadi berapa yang sudah tertayang, dikenakan sanksi, berapa tarif per hari, berapa ukuran luas, kali tarif reklamenya 25%, totalnya dikenakan sanksi. Yang keduanya tertayang lagi selama setahun, bisa jadi karena dia gak permanen, dari bulan juni hanya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang 3 bulan, ya terbitin 3 bulan. Tapi yang mundur ini tetap ditetapkan dengan sanksi. Yang kedepan dari juni ke ini, berapa rencana dia mau pasang, kita tetapkan normal. Dan pada saat katakanlah dia mau masang 3 bulan dari juni sampai dengan agustus, juni-juli-agustus, oke keluarkan SKP Selama 3 bulan, tapi jangan lupa 30 hari sebelum habis masa waktunya, fiskus harus aktif memberikan surat, bisa seminggu sebelumnya, dua minggu sebelumnya, atau paling lama sebulan sebelumnya, bisa tiga hari atau seminggu sebelumnya memberikan surat ke penyelenggara reklame itu tadi, mempertanyakan apakah reklamenya akan diperpanjang. Apabila diperpanjang, segera dilakukan proses perpanjangan, dan fiskus akan menerbitkan SKPD. Tapi apabila dia tidak akan diperpanjang, agar segera dilakukan pembongkaran sendiri agar untuk menghindari sanksi. Sebab kalau tidak dilakukan pembongkaran sendiri, nanti akan dilakukan pembongkaran oleh petugas pajak, dan ada uang jaminan bongkar, dan akan dikenakan sanksi perhitungan apabila pelaksanaan pembongkarannya melebihi batas waktu pemasangan reklame. Katakanlah reklame habis pada tanggal 31 agustus, pembongkaran tanggal 15 september, yang membongkar adalah fsikus, maka selama 15 hari ini tetap harus diterbitkan SKPDKB berikut sanksi bunga dan denda, karena terpasang lewat masa ijin. Bunga harus tetap dikeluarkan. Sepanjang fiskus telah memberi tahu kepada wajib pajak bahwa reklame akan habis dan menghimbau untuk melakukan
perpanjangan,
dan
mengingatkan
kalau
tidak
dilakukan
perpanjangan maka akan dilakukan pembongkaran oleh petugas pajak. gini, tujuannya secara administrasi masih seperti itu. saya gak tahu persis pelaksanaan di Kabupaten Bogor seperti itu atau tidak. Biasanya kendala di pemerintah daerah dimanapun, hal ini tidak berjalan dengan mulus, pertama karena kurangnya SDM, petugas dispenda tidak mungkin mendata rombongrombong tadi, seperti itu, itu sulit. Yang kedua, biasanya yang ada di reklame rombong dan lain-lain tidak bersifat permanen, misalnya terbuat dari kertas ato apa, tau-tau dipasang gitu saja, ini ada kendala. Pada saat dilakukan law inforcement, seminggu akan terpasang kembali. 2 atau 3 hari akan terpasang kembali. Kenapa? Orang akan berpikir secara ekonomis. Katakanlah saya si
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
penyelenggara reklame di rombong-rombong rokok tadi. Saya mencetak reklame rokok dengan biaya 50 ribu, itu sudah bisa terpasang. Kalau saya mengurus pajak, bisa habis 200 ribu. Saya pasang 50 ribu saja udah. Begitu ditertibkan, dirobek, diambil, dibongkar oleh petugas pajak, besok sudah dipasang lagi. Akan lebih hemat, dan peluang untuk melakukan pembongkaran oleh petugas sangat kecil, mengingat SDM-nya sangat terbatas dan itu tidak terlalu menjadi sorotan bagi pemerintah daerah. karena dilihat potensinya tidak terlalu memadai dan lain-lain karena ukurannya kecil dan lain-lain. Ada sebetulnya solusi yang bisa diambil seharusnya oleh pemerintah daerah atau dispenda saat itu, dia tidak perlu repot-repot ke rombong rokok atau repot-repot ke si penyelenggara yang sifatnya kecil. Dia bisa menghubungi agen-agen rokok yang ada di Kota Bogor. atau perusahaan-perusahaan rokok atau kantor rokok misalnya djarum super itu kita hubungi, dengan ketentuan bahwa ada ketentuan dari daerahnya atau gubernurnya atau walikotanya, setiap produk rokok katakana djarum super dan ada reklame yang terpasang pada tiap rombong, maka akan dilakukan penagihan kepada si pemilik rokok ini, produsen rokok ini, agen produsen rokok ini. Karena apa, sesungguhnya yang akan diperoleh keuntungan kan si agen produk ini, bukan punya rombong rokok dan lain-lain. Adapun oknum atau orang yang melakukan pengurusan pemasangan pasti itu juga mendapat perintah dari si perusahaan rokok ini, yang ada di daerah yang bersangkutan. Tidak mungkin kalau tidak ada sponsornya. Nah inilah yang harus bertanggung jawab. kalau bisa dipegang seperti itu, kumpulkan semua para agen-agen rokok yang ada di Kabupaten Bogor, ya dari berbagai jenis merek rokok ,dikumpulkan, diberikan pengarahan, disosialisasi, kami akan melakukan pendataan silahkan anda laporkan dimana saja reklame rokok, baik yang di rombong atau toko-toko. Kami akan melakukan penertiban. Silahkan anda lapor, dimana saja ada dan lakukan pembayaran. Diberi waktu 1 bulan. Apabila dalam waktu tersebut ada yang melaporkan dan setelah diteliti ada yang belum dilaporkan, maka akan dilakukan penertiban. Pertama akan dilakukan penertiban, yang kedua tetap akan dikeluarkan surat ketetapan terhadap agen rokok tersebut. Karena reklame tersebut sudah
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tertayang sekian lama. Seperti itu. sehingga akan ada SKPDKB-SKPDKB yang harus ditanggung oleh produsen rokok itu tadi. Karena tidak mungkin kalau ini tidak bertuan. Pasti ada tuannya, pasti ada pihak yang diuntungkan. Secara teoritis produksi promosi rokok djarum super adalah tujuannya untuk mempromosikan yang bersifat komersial yang akhirnya manfaatnya akan dirasakan produsen rokok. yang punya rombong rokok ato tokok rokok tidak ada manfaat secara langsung. Rombong rokok dengan djarum super apakah dengan begitu orang akan berbondong-bondong beli rokok di toko rokoknya, kan tidak. Kalau dia mau membeli kan bisa dimana saja. Secara muaranya yang akan memperoleh keuntungan adalah produsen rokok. produsen rokok gak mungkin kita ambil djarum kudus ambilnya di kudusnya kan tidak mungkin. Pasti di kota yang bersangkutan. Ini yang akan kita jadikan kalau semuanya tidak ada yang bertanggung jawab, maka akan kita tertibkan semua. Kalau tidak dilakukan itu, maka akan menjamur tanpa terkendali. Harus ada keberanian law inforcement daripada petugas setempat. D
: Kalau seandainya itunya dari biro iklan, gimana ya pak?
E
: Ya biro iklan yang melakukan. Kan tinggal diliat penyelenggara reklamenya siapa? Penyelenggara reklame kan kita yang punya gedung, si biro reklame, biro iklan. Biro iklan yang bertanggung jawab. biro iklan ini pasti memperoleh keuntungan, tapi disuruh oleh agen rokok. sederhanalah, gak usah reklame rokok. BNI punya produk kan BNI. Lalu BNI menyuruh pihak ketiga biro iklan warna-warni untuk memasang reklame di titik tertentu, di gedung tertentu. Si pemilik itu kan gak bertanggung jawab untuk membayar pajak. yang bertanggung jawab untuk membayar pajak adalah si penyelenggara reklame. Siapa penyelenggara reklame? Adalah biro reklame, bukan BNI. Karena apa? BNI kan sudah menyerahkan, sudah ada kontrak antara BNI dengan warnawarni. Nah warna-warni adalah yang menyelenggarakan, BNI hanya produk. Besok lusa warna warni akan menyelenggarakan reklame bagi produk lain. Misalnya bank mandiri. Bukan bank mandiri yang menjadi wajib pajak, tetapi si
penyelenggara.
Inget
ketentuannya
wajib
pajak
reklame
adalah
penyelenggara. Atau bisa saja kalau memang BNI tidak melalui biro. Dia
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
menyelenggarakan sendiri. Ya BNI lah yang menjadi wajib pajak. tidak melihat institusinya, tetapi siapa yang menyelenggarakannya. Biro reklame kalau dia sebagai penyelenggara reklame yasudah. Tergantung kontrak kerjanya biro reklame dengan customernya. D
: Kalau di Bogor sendiri sih pak ga ada pembatasan objek reklame. Paling Cuma kaya reklame yang diselenggarakan pemerintah, itu yang dikecualikan.
E
: Ukuran nggak ya?
D
: Ukuran nggak.
E
: Berarti semua terjaring. Selama ini sudah dipungut belum sama mereka?
D
: Selama ini yang sudah terpungut itu yang berbentuk rombong, billboard tempel, billboard tanam, tapi kalo stiker sama poster mereka memiliki kendala.
E
: Kalo stiker dan poster memang bukan Cuma di Kota Bogor saja, di Jakarta juga. Oleh karena itu, kalo di Jakarta ukuran mempengaruhi. Kalau ukurannya di bawah beberapa meter, itu dikecualikan. Stiker jug harusnya membayar pajak.
stiker,
pamfelt,
dan
lain-lainnya.
memang
agak
sulit
pengadministrasiannya. Tapi kalo memang mau dikejar, dan ada keinginan mengoptimalkan penerimaan dari masing-masing daerah itu bisa. Karena itu merupakan objek. Katakanlah stikernya tentang apa ini? Pasti kan dari stiker itu kita tahu. Penyelenggaranya pasti tahu. Kalo produknya apa, kita kejar yan gpunya produk. Kalo stikernya itu berupa katakanlah untuk ada event tertentu, misalnya ada show tertentu, pertandingan tertentu, diselenggarakan. Kita bisa tau dari penyelenggara pertandingan tersebut. Itu bisa kita kejar. Walaupun stiker pamfletnya itu hanya 1 minggu berlakunya. Kalo event tertentu kan, ada pertandingan ada show band apa, biasanya disebarin. Itu bisa dikejar. Tergantung keinginan daerah masing-masing, fiskus masing-masing untuk mengejar itu. kalau bicara teoritis, dia objek atau bukan. Kalau objek, yang harus dilakukan karena sifatnya official, harus diterbitkan surat ketetapan. Kelemahannya adalah sistemnya, pemungutannya adalah official assessment. Maka keterbatasan SDM sangat-sangat menjadi kendala. Intinya kalau official, fiskus harus aktif. Pada saat fiskus aktif, maka jumlah personilnya harus banyak. Kalau tidak ada personil, otomatis wajib pajak tidak akan membayar.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
Karena berapa harus dia bayar? Dia harus dikeluarkan ketetapan terlebih dahulu. Saya sering ngasih tau sama orang, di rumah atau di Bogor contohnya ada sodara, dia bingung. Dia belum dapat SPT-PBB. Saya bilang, ga usah pusing. Kalau SPT-PBB gak keluar, berarti tidak ada tagihan pajak ke kita. Tenang aja. SPT-PBB bukan bukti pemilikan hak tanah kok. Itu kelemahan petugas aparat desa, kenapa gak menagih dengan SPPT-PBB tadi sebagai ketetapan. Biarin aja, kalau besok lusa ditanyain lagi, kenapa belum bayar PBB tahun 2010. Loh, mana saya belum punya hutang pajak PBB. Saya gak punya hutang di PBB tahun berapapun. Kecuali ada bukti, ini SPPT yang merupakan SKP PBB, baru saya mengakui ada hutang pajak. ya belon diterbitkan, gimana cara mau membayarnya. Nah, itulah kelemahan dari official. Harus banyak petugas. Dalam hal reklame juga harus seperti itu. makanya ada kewajiban bagi wajib pajak untuk melaporkan melalui SPOP. Tapi wajib pajak tidak mempunyai hak untuk menghitung, dan tidak mempunyai hak untuk memperhitungkan, tidak mempunyai hak untuk menetapkan besarnya hutang pajak. yang menentukan adalah fiskus berdasarkan data yang diperoleh dari wajib pajak. nah, sesungguhnya bukan Cuma itu. karena official itu fiskus wajib aktif, maka wajib pajak melaporkan melalui SPOP bukan serta merta itu langsung dijadikan ketetapan. Aktifnya fiskus, dia harus mendata, meneliti apakah SPOP yang disampaikan oleh wajib pajak sesuai dengan kondisi lapangan atau tidak. Maka aktif lagi fiskus datang mendata, cocok gak ukurannya, ketinggiannya, lokasinya, karena lokasi, ketinggian, ukuran menentukan besaran pajak. karena pajak reklame dasarnya nilai sewa reklame, yang terdiri dari lokasi penempatan, lokasi penempatan tergantung kepada berapa tarif kelas jalan, menentukan besarnya pajak. luas menentukan besarnya pajak. ketinggian menentukan besarnya pajak. D
: Kalau SPOPD itu sama gak sih pak sama SPTPD, soalnya saya baca di perda pajak reklamenya Kabupaten Bogor, itu dia namanya SPTPD.
E
: SPTPD itu surat pemberitahuan. Beda, gini kalo SPOP pada saat wajib pajak mendaftar. Melaporkan pendaftaran. Kalo SPT itu. sekarang gini, kalo pajak reklame itu sistemnya apa?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Official
E
: Apakah dalam sistem pajak official wajib pajak harus melaporkan?
D
: Gak pak
E
: Yang wajib pajak melaporkan itu sistem pajak apa?
D
: Self assessment.
E
: Jadi kalau ada suatu daerah pajak dengan sistem official, lalu sarana yang digunakan SPT, secara teoritis itu bener ato gak?
D
: Itu yang bikin saya bingung.
E
: Berarti salah dia, dia tidak memahami bahwa SPT itu sarana pelaporan wajib pajak dalam rangk sistem self assessment. Karena dia tetap melakukan perhitungan, melaporkan SPT. Membayar melalui SSP. Tapi kalau yang namanya official assessment, tidak ada kewajiban menyampaikan SPT. Oleh karena itu, dalam sistem official assessment, tidak ada sanksi 25%. Official tidak ada sanksi 25%, sanksi 25% diberikan apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT. Diinget lagi.
D
: Tapi di perdanya itu ada, ada sanksi 25%
E
: Kalau begitu kendalanya gak cuman di kuantitas petugas, tetapi juga di sisi kompetensi atau kualitas kompetensi aparat dalam hal ini. Apakah dia melakukan pemungutan reklame itu dengan sistem self- assessment. Tidak mungkin. Pasti official. Setelah official, kita gak usah terpengaruh dengan perdanya yang dilakukan disana. Kita akademisi, kita harus tahu, apakah dengan sistem official assessment ada kewajiban melaporkan SPT dari wajib pajak. kan nggak. Kalau disana reklamenya ada SPT, dia salah paham. Satu, dia salah nulis, maksudnya bukan SPT, yang betul adalah SPOPD. Kalau perdanya ada bunyi, wah aneh itu, boleh saya liat ada perda. Kasih saran dong, peraturan daerah Kota Bogor menyatakan bahwa wajib pajak reklame wajib melaporkan SPT. Bingung lagi nih. Saya bikin seminar pajak seringkali menjebak. Reklame dengan lain2, berapa ketetapan pajak reklame terhadap sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Nah, mereka langsung bikin sanksi kenaikan 25% sekian. Dia lupa, sanksi kenaikan diberikan apabila wajib pajak tidak menyampaikan SPT. Nah official assessment apakah ada SPT?
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
D
: Gak ada pak.
E
: Pernah gak saya ngasih seminar pajak
D
: Pajak reklame yang kaya gitu sih nggak, nggak sampe ke soal yang kaya gitu
E
: Nggak, saya pernah ngajarin di kelas gak?
D
: Pernah, tapi yang tentang reklame berjalan.
E
: Ooh, reklame berjalan. Biasanya saya suka mancing tentang berapa ketetapan sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Bagi yang ngerti, tulis aja sanksi kenaikan 0. Tinggal jawab sanksi kenaikan 0 karena sistem official tidak ada kewajiban untuk menyampaikan SPT. Sedangkan sanksi 25% atas tidak menyampaikan SPT. Itu jawaban yang bener. Tapi kalao jawaban yang salah diitung. 25% dari sekian, ah udah berarti tidak memahami. Bisa menghitung tapi tidak memahami aturan. Gampang kan, membedakan yang paham dengan yang tidak.
D
: Jadi sebenernya di Bogor itu penetapannya ada dua pak, yang satu dilakukan sama pemohon, yaitu penyelenggara. Yang satu secara jabatan. Secara jabatan itu mungkin yang dari fiskusnya kali ya pak. Nah itu sebenernya waktu say abaca perda, saya bingungnya disitu.
E
: Sekarang yang penetapan reklame oleh pemohon.mereka saya tangkepnya gini, mereka salah mengartikan penetapan oleh pemohon, artinya sesungguhnya pemohon ini melakukan penyampaian SPOP. Mereka menganggap ini adalah SPT.
D
: Dan mereka harus bayar setelah itu.
E
: Iya, outputnya inputnya bisa berupa SPOP atau SPT kalau menurut versi mereka. Tapi outputnya tetap SKPD kan? Outputnya tetap SKPD. Setelah SKPD keluar baru terbit. Ceritanya kan sama dengan cerita saya tadi. Pada saat keberadaan wajib pajaknya diketahui, maka wajib pajak harus melaporkan SPOP. Pada saat yang wajar, petugas mengeluarkan SKP. Pada saat si wajib pajak tidak melakukan pelaporan melalui SPOP, maka petugas pajak akan datang, mendata dan menghitung sehingga keluar suatu ketetapan. Itulah yang namanya ketetapan jabatan. Yang saya cerita di awal tadi sebetulnya sama dengan yang di Bogor. cuman masalahnya di Bogor pengertiannya yang
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
tadinya
SPOP,
disebutnya
SPT.
Jadi
penyelenggaraan
reklame
itu
penetapannya bisa melalui pemohon, artinya pemohon melaporkan dalam SPOPD, bukan SPT. Kalau SPT kan dia melporkan berapa perolehan dan lainlain, karena self assessment. Kalau ini dia melaporkannya melalui SPOP, disana sarananya melalui SPT. Outputnya tetep sama fiskus melaui SKPD, satu sisi apabila wajib pajaknya tidak melaporkan SPOP, maka fiskusnya yang datang untuk menetapkan secara jabatan. Sama Cuma peredaannya mereka pemahamannya SPT. SPT itu sebenernya maknanya adalah SPOP. Menurut mereka SPT, sebetulnya SPOP. Mereka secara teoritis belum memahami bahwa SPT itu hanya untuk wajib pajak yang sifatnya self assessment melaporkan. Melaporkan hasilnya. Kalau untuk melaporkan berapa yang dihitung oleh petugas melalui pendaftaran. PBB lah salah satu contohnya. PBB ka nada dua, kita bisa mengisi SPOP-PBB, sehingga keluarlah, SPT PBB atau SKP kalau di PBB. Kalau tidak ka nada petugas dari KPPPD, menghitung, menilai, melihat bahwa bangunan ini NJOP tanahnya berapa, bangunan berapa, dikeluarkanlah berapa ketetapan jabatan. D
: Untuk pemeriksaan itu, pemeriksaannya sebenarnya itu dilakukannya sebelum penetapan SKPD atau setelahnya?
E
: Ada 2. Maksudnya gini, pada saat wajib pajak tidak melaporkan dengan SPOPD, tidak dilaporkan otomatis dilakukan pemeriksaan dan dilakukan penetapan secara jabatan. Pada saat wajib pajak yang melaporkan dengan SPOPD tadi, ini seharusnya idealnya jangan serta merta dilakukan penetapan. Fiskus sebelum dia melakukan penetapan, harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Apakah benar data yang dilaporkan? Bukan berarti nanti SKP sudah keluar, baru nanti diperiksa. Nanti bisa salah kaprah si fiskusnya. Kau yang berjanji kau yang mengakhiri. Orang yang netepin lo sendiri, lo periksa lagi. Berarti anda memeriksa hasil pekerjaan anda sendiri. Logikanya kan begitu. Oleh karena itu, yang saya bilang 2 itu tadi, kalau belum ada SPOP fiskus langsung meriksa dan melakukan penetapan secara jabatan. Periksa dulu artinya. Kalau apabila ada SPOP yang disampaikan, fiskus jangan serta merta mengeluarkan surat ketetapan, tapi harus memeriksa kebenaran laporan itu.
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
jangan begitu diberikan SPOP fiskus langsung aja netepin. Besok lusa, jika dilihat ternyata beda yang dilaporkan. Periksa lagi. Keluarkan ketetapan baru. Kalau begitu yang salah sebetulnya fiskus atau wjib pajak? fiskus dong. Harusnya sebelum dia menetapkan pertama dia harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu. Menguji kebenarannya. Nah ini kesalahan di pihak fiskus, kadang-kadang dia gak mau repot, gak mau capek. Percaya aja. Pada official, official kepercayaan tidak begitu saja diberikan kepada wajib pajak. yang diberikan kepercayaan pada wajib pajak adalah self assessment. Kalau official kita gak boleh percaya dengan wajib pajak, karena kita akan mengeluarkan produk ketetapan.Sehingga ketetapan yang dikeluarkan benar, sesuai dengan ketentuan dan final. Pada saat wajib pajak ngasih, petugas gak mau capek, keluarkan saja ketetapan, besok lusa dilihat ternyata beda nih. Ketetapan saya salah. Dipanggil lagi WP-nya. Dia nelpon ada novum. WP gak ngerti apa-apa, dibilang kamu bohong. Kalau saya jadi WP-nya saya bilang, kenapa waktu itu anda percaya. Saya sudah ditetapkan, harusnya anda ngecek lagi dong. Bukan sekarang sudah anda tetapkan baru anda ngecek. Karena kurang pengetahuan dari masyarakat, maka masyarakat bisa diombang-ambingkan seperti itu. jadi official tidak memberikan kepercayaan pada wajib pajak untuk menghitung, untuk
memperhitungkan.
Yang punya
kewajiban
untuk
menghitung,
memperhitungkan dan menentukan besarnya pajak terhutang adalah fiskus. Oleh karena itu, fiskus jangan langsung menerima apa yang dilaporkan oleh wajib pajak, diperiksa dulu. D
: Kalau pemungutannya perbedaannya antara yang permanen dengan yang waktunya cuman sebentar-sebentar itu apa ya pak?
E
: Kalau pemungutannya tetap sama, yang membedakan berapa besaran pajaknya aja. Kalau reklame kan dihitungnya berdasarkan harian. Bukan berdasarkan tahunan ataupun bulanan. Jadi dasar pengenaan pajak reklame berasal dari nilai sewa reklame. Nilai sewa reklame terdiri dari berapa variable. Yaitu apa, lokasi pemasangan, luas reklamenya, lamanya pemasangan, sama jenis reklamenya. Mungkin di daerah tertentu jenis reklame papan berbeda tarifnya dengan jenis reklame kain misalnya. Terus lama pemasangan otomatis menentukan
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
besarnya. Lokasi jelas menentukan karena tarif kelas jalan di tiap lokasi berbeda-beda. Baru setelah itu totalnya dikalikan dengan tarif pajaknya. DPPnya itu tadi NSR. Variabelnya tadi ada bermacam-macam. Baru dikalikan tarif, menghasilkan pajak reklame. Jadi membedakan yang lama dengan yang tidak sebetulnya sama, hanya menentukan besarnya pajak saja. D
: Bayarnya itu per bulan atau blek setelah ditentukan di SKPD langsung bayar?
E
: Iya lunas. SKPD kan dibayar di awal. Begitu ada tunggakan harus dibayar. Berapa lama setelah SKPD keluar tunggakan dibayar?
D
: Berapa lama ya? Kalau dari SKP keluar 10 kalau menurut perda.
E
: 30 hari. baca lagi KUP, maupun KUPD. 30 hari setelah SKP keluar, wajib pajak harus membayar. Kalau telat berarti harus dikenakan sanksi. Cuman perbedaan perlakuan ini diberlakukan kepada reklame yang sifatnya reklame menetap yang papan yang waktunya 365 hari. untuk reklame-reklame tertentu, dia tidak boleh melakukan pemasangan sebelum SKPD diterbitkan. Gak lucu kan dia masangnya cuman 1 minggu, SKPDnya keluar. Utangnya baru dibayar 30 hari kemudian. Bisa lari. Nah untuk reklame yang sifatnya tidak permanen tidak setahun, maka reklamenya baru bisa dipasang ditayangkan setelah SKPDnya
dibayar
lunas.
Ada
ketentuan
seperti
itu.
jadi
tidak
boleh
menyelenggarakan reklame kalau belum dibayar lunas pajaknya. D
: Ya itu kaya di Bogor pak. Seperti itu kalau di Bogor. jadi pas waktu udah selesai semua nih perizinan selesai, pajak udah dibayar, baru boleh diselenggarakan.
E
: Yak itu memang sifatnya reklamenya tidak menetap, jangka waktu pemasangannya dibawah 30 hari. tapi secara teoritis, yang namanya official assessment diterbitkan SKP, maka wajib pajak mempunyai hak untuk melakukan pembayaran selama 30 hari. contoh yang paling membumi, kita membayar pajak kendaraan bermotor. Dateng kan ke samsat. Dihitung SKP. Masyarakat juga detik itu juga membayar kan? Coba kalau dia pulang dulu, dia ngurus, keluar SKPD dia pulang dulu, terus sebulan kemudian dia datang lagi kemudian dia bayar, itu gak kena sanksi. Dan boleh, karena ketentuannya
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011
teoritisnya maupun undang-undangnya SKP itu batas waktunya 30 hari. boleh baca lagi. Bukan 10 hari. D
: Ya pak, saya bacanya si berdasarkan perda pajak reklame di Bogor.
E
: Bogor 10 hari?
D
: 10, kalau gak dibayar, dibikin surat penagihan
E
: Kena sanksi?
D
: Kena sanksi, kalau ketentuan di official itu 30 hari yah.
E
: Gak papa sih, Bogor kan dalam rangka menjaring penerimaan disana.
D
: Ya pak. Kira-kira sih sudah semua pak.
E
: Udah? Yaudah kalau udah ditutup dulu rekamannya.
D
: Ya pak (ketawa)
Analisis implementasi..., Dina Aulia Yuliasni Asmadi, FISIP UI, 2011