Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
UNDANG-UNDANG MEREK No.15 TAHUN 2001 Beberapa hal baru yang diatur di dalamnya Gunawan Widjaja (Dosen Fakultas Hukum UPH) Regulations pertaining Trade Mark and Trade Seivice have been changed for several times. The first amendment broke the First to Use system of Mark registration onto the First to Register. The second amendment made in 1997 to Law No.19 Year 1992, by Law No.14 Year 1997, has already considered the participation of Indonesia in tlw Agreement Establishing the World Trade Organization. Again today based on the same consideration (the participation of Indonesia in the Agreement Establishing the World Trade Organization), Indonesia issued new law pertaining the Mark with Law No. 15 Year 2001. If we read through the fio.15 Year 2001, we could find that actually there are at least nine changes and amendments. Among them two matters are really new for Indonesian legal syatem, i.e. the using of Commercial Court as the only Court having authority to handle settlement of Mark disputes (beside arbitration); and the introduction of Provisional Measures introduced in Article 50 TRIPs. This paper will elaborate the used of Commercial Court in settling Mark disputes, and provide basic knowledge of Provisional Measures as stipulated in Article 85 to Article 88 of Law No.15 Year 2001. Keywords : trade mark and trade service, mark registration law no. 19-1992 Jaw no. 152001, article 50 TRIPs
I.
PENDAHULUAN
1997 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek; dan 4. Undang-undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek;
Sejarah perundang-undangan menunjukkan bahwa sampai saat ini Indonesia telah melahirkan sekurangnya empat undang-undang yang dan mengesahkan berlakunya dua mengatur tentang merek, yaitu : 1. Undang-undang No.21 Tahun buah konvensi internasional yang 1961 tentang Merek Perusahaan mengatur tentang merek dalam tiga Keputusan Presiden, yaitu: dan Merek Perniagaan; 2. Undang-undang No. 19 Tahun 1. Keputusan Presiden No.24 Tahun 1997 tentang Pengesahan Paris 1992 tentang Merek; Convention for the Protection of 3. Undang-undang No. 14 Tahun 136
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization; 2. Keputusan Presiden No. 15 Tahun 1997 tentang Perubahan Keputusan Presiden No.24 Tahun 1979 tentang Pengesahan Paris Convention/or the Protection of Industrial Property and Convention Establishing the World Intellectual Property Organization; 3. Keputusan Presiden No. 17 Tahun 1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty. Selain dari ketujuh peraturan perundang-undangan tersebut, Indonesia juga telah meratifikasi Agreement Establishing The World Trade Organization dalam Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Salah satu lampiran dari Agreement Establishing The World Trade Organisation, yaitu lampiran 1C memuat ketentuan tentang Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods (Persetujuan mengenai aspek-aspek Dagang yang terkait dengan Hak Atas Kekayaan Intelektual, termasuk Perdagangan Barang Palsu).
Law Review, Fakultas Hukum Universitas
Sebagai bagian dari keikutsertaan Indonesia dalam Agreement Establishing The World Trade Organization, Indonesia diwajibkan untuk memenuhi dan mengikuti segala ketentuan yang telah digariskan dalam Agreement Establishing The World Trade Organization, termasuk didalamnya Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs). Dalam rangka penyesuaian dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam TRIPs tersebut, maka disusunlah ketentuan-ketentuan baru yang mengatur tentang Hak atas Kekayaan Intelektual di Indonesia. Salah satu ketentuan tentang Hak atas Kekayaan Intelektual tersebut adalah peraturan tentang Merek, yang diubah dengan Undang-undang No. 15 Tahun 2001. Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek yang menggantikan Undang-undang No.21 tahun 1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan telah memperkenalkan sistem baru dalam pendaftaran merek. Dari sistem pendaftaran merek deklaratif (first to use) menjadi sistem pendaftaran konstitutif (first to regisHarapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
137
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
ter). Sistem yang sama tetap dipertahankan dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001 ini. Jika kita perhatikan dasar pembentukan Undang-undang No. 15 Tahun 2001 ini, pada bagian "Mengingat" ternyata tidak jauh berbeda dengan Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undangundang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Keduanya mendasarkan keberadaan pembentukannya pada Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia). Ini berarti sesungguhnya Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek juga telah dibuat dan disusun dengan berdasarkan pada ketentuan-ketentuan dan syarat-syarat yang diatur dalam Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Rights, including Trade in Counterfeit Goods (TRIPs), yang merupakan bagian dari Agreement Establishing the World Trade Organization tersebut.
Meskipun telah kita ketahui bahwa baik Undang-undang No. 15 Tahun 2001, maupun Undang-undang No. 14 Tahun 1997 disusun dengan berlandaskan pada Undang-undang No. 7 Tahun 1994, Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 yang dibuat untuk menggantikan berlakunya Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah diubah dengan Undangundang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, bukan dibuat tanpa alasan dan pengubahan yang berarti. Dari beberapa rumusan yang diatin- dalam dan dari penjelasan yang dimuat dalam penjelasan umum Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek dapat kita simpulkan adanya beberapti pengubahan yang dilakukan, termasuk didalamnya halhal baru yang sebelumnya belum diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah Undangundang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Beberapa hal tersebut adalah : 1. Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001 pemeriksaan subsII. BEBERAPA HAL BARU tantif dilakukan setelah permoYANG DIATUR DALAM honan pendaftaran merek dinyaUNDANG-UNDANG MEREK takan telah memenuhi syarat NO. 15 TAHUN 2001 secara administratif; 138
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
2. Jangka waktu pengumuman dipersingkat menjadi 3 bulan yang pada akhirnya akan mempersingkat jangka waktu penyelesaian permohonan pendaftaran merek; 3. Sehubungan dengan permohonan dengan Hak Prioritas, maka pemohon harus melengkapi bukti penerimaan yang pertama kali yang melahirkan hak prioritas tersebut dalam jangka waktu 3 bulan setelah berakhirnya Hak Prioritas. Dalam hal yang demikian maka permohonan tersebut diproses seperti permohonan biasa tanpa hak prioritas. 4. Diberikannya hak kepada Pemohon merek untuk mengajukan keberatan atas keputusan penolakan permohonan pendaftaran merek oleh Komisi Banding Merek; 5. Dialihkan sebagian fungsi yang semula dilakukan oleh Pengadilan Negeri menurut Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, khususnya yang berhubungan dengan masalah lesensi kepada Ditjen HaKI; 6. Diakuinya penggunaan Pranata alternatif penyesuaian sengketa
dan arbitrase sebagai salah satu cara untuk menyelesaikan sengketa yang berhubungan dengan penggunaan merek secara tidak sah; 7. Di"ubahnya" status tindak Pidana Umum atas penyelenggaraan merek menjadi tindak pidana aduan; 8. Dipergunakannya pengadilan niaga untuk menyelesaikan masalah-masalah yang timbul sehubungan dengan sengketasengketa yang berhubungan dengan masalah pendaftaran merek, penghapusan merek, penolakan merek, pembatalan merek serta pelanggaran merek, termasuk didalamnya Pemberian Penetapan Sementara Pengadilan; 9. Diperkenalkannya pranata Penetapan Sementara Pengadilan, guna melindungi dan mencegah kerugian pemilik merek yang lebih besar. Dari kesembilan hal tersebut diatas ada dua hal yang merupakan hal baru yang sebelumnya belum dikenal dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang merek sebagaimana telah diubah Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undangundang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek. Kedua hal tersebut adalah yang berhubungan dengan :
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Peiita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
139
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
a. penggunaan lembaga Pengadilan Niaga, yang diperkenalkan pertama kali, dan yang diatur dalam Bab III Undang-undang No.4 Tahun 1998 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang No.l Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang tentang Kepailitan menja-di Undang-undang jis. Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No.l Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undangundang tentang Kepailitan dan Undang-undang tentang Kepailitan Stb.1905 No.217 jo Stb.1917 No. 129 (Undang-undang Kepailitan). Kewenangan Pengadilan Niaga untuk memeriksa dan memutuskan perkara di bidang perniagaan, diluar permohonan pailit dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dimungkinkan oleh Pasal 280 Undang-undang Kepailitan. b. Pengenalan pranata Penetapan Sementara Pengadilan, yang diatur dalam Bab XII Undangundang No. 15 Tahun 2001 mulai dari Pasal 85 hingga Pasal 88.
III.
140
PERAN DAN FUNGSI PENGADILAN NIAGA MENURUT UNDANGUNDANG NO.15 TAHUN 2001
Dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001, dapat kita temukan adanya sembilan ketentuan yang memberikan kewenangan pada Pengadilan Niaga untuk menyelesai-kan masalahmasalah yang timbul sehubungan dengan perselisihan atau sengketa dalam bidang merek. Kesembilan ketentuan tersebut adalah : 1. Pasal 31 ayat (3) yang mengatur mengenai gugatan penolakan permohonan banding dalam hal Komisi Banding Merek menolak permohonan banding yang diajukan atas penolakan permohonan pendaftaran merek oleh Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (Ditjen HaKI), dengan alasan bahwa Merek tersebut tidak telah dimohonkan pendaftarannya atas dasar itikad tidak baik. Atau Merek yang dimohonkan pendaftarannya mengandung salah satu unsur dibawah ini: a) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum; b) Tidak memiliki daya pembeda; c) Telah menjadi milik umum; atau d) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya;
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
atau merek tersebut: a) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis; b) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis; c) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal; atau merek tersebut: a. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dan yang berhak; b. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol, atau emblem negara atau lembaga nasional maupun Internasional kecuali atas persetujuan tertulis dan pihak yang berwenang; c. Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang
digunakan oleh Negara atau Lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dan pihak. Gugatan pada Pengadilan Niaga atas putusan penolakan permohonan banding tersebut harus diajukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak diterimanya keputusan penolakan tersebut. 2. Pasal 61 ayat (5) yang mengatur
mengenai keberatan kepada keputusan penghapusan pendaftaran merek, yang diprakasai oleh Direktorat Jenderal, yaitu yang dapat dilakukan dalam hal: a) Merek tidak digunakan selama 3 (tiga) tahun berturutturut dalam perdagangan barang dan atau jasa sejak tanggal pendaftaran atau pemakaian terakhir kecuali apabila ada alasan yang diterima oleh Direktorat Jenderal; atau b) Merek digunakan untuk jenis barang dan atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jasa yang dimohonkan pendaftaran, termasuk pemakaian mere^ yang tidak sesuai dengan merek yang didaftar.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
141
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
3. Pasal 63 yang meng.itur mengenai gugatan yang dapat diajukan oleh pihak ketiga atas penghapusan dan pendaftaran merek tersebut diatas oleh Dirjen HaKI 4. Pasal 67 untuk gugatan yang dapat diajukan oleh pihak ketiga atas penghapusan pendaftaran merek kolektif berdasarkan alasan : a) Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak dipakai selama 3 (tiga) tahun berturut-turut sejak tanggal pendaftarannya atau pemakaian terakhirkecuali apabila ada alasan yang dapat diterima oleh Direktorat Jenderal; b) Bukti yang cukup bahwa merek kolektif digunakan untuk jenis barang atau jasa yang tidak sesuai dengan jenis barang atau jenis jasa yang dimohonkan pendaftarannya; atau c) Bukti yang cukup bahwa merek kolektif tersebut tidak digunakan sesuai dengan peraturan penggunaan merek kolektif. 5. Pasal 68 ayat (3) mengenai gugatan pembatalan pendaftaran merek yang dapat diajukan oleh pihak yang berkepentingan, dengan berdasarkan pada alasan bahwa merek tersebut tidak telah 142
dimohonkan pendaftaran atas dasar itikat tidak baik. Atau merek yang dimohonkan pendaftarannya mengandung salah satu unsur dibawah ini : a) Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum; b) Tidak memiliki daya pembeda; c) Telah menjadi milik umum; atau d) Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya; atau merek tersebut: a) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan atau jasa yang sejenis; b) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan atau jasa sejenis; c) Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
geografis yang sudah dikenal; atau merek tersebut: a) Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dan yang berhak; b) Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambang atau simbol, atau emblem negara atau lembaga nasional maupun Internasional kecuali atas persetujuan tertulis dan pihak yang ber-venang; c) Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh Negara atau Lembaga Pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dan pihak. 6. Pasal 72 mengatur mengenai pembatalan merek kolektif yang terdaftar, jika penggunaan tidak dilakukan sesuai dengan peruntukannya sebagai merek kolektif. 7. Pasal 76 ayat (1) yang mengatur mengenai gugatan yang dapat diajukan oleh pemilik merek dalam bentuk : a) ganti rugi, dan atau b) penghentian semua pembua-
tan yang berkaitan dengan penggunaan merek; terhadap pihak lain yang secara tanpa hak menggunakan merek yang mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya untuk barang atau jasa yang sejenis. 8. Pasal 80 ayat (1) yang mengatur mengenai gugatan pendaftaran merek; 9.' Pasal 85 yang mengatur mengenai Penetapan Sementara Pengadilan. Dari kesembilan pasal yang telah disebutkan terdahulu dapat kita tarik suatu kesimpulan bahwa Pengadilan Niaga berfungsi untuk memeriksa dan menyelesaikan : 1. Masalah gugatan dan masalah keberatan (Pasal 61 ayat (5)); 2. Gugatan yang diajukan oleh pihak pemohon (Pasal 31 ayat (3)), pemilik merek Pasal 76 ayat (2), Pasal (85), pihak ketiga yang berkepentingan (pasal 63, 67, 68 ayat (3), 72, 80 ayat (1)), serta keberatan oleh pemilik merek pasal 61 ayat (5); 3. Hal-hal yang berhubungan dengan penolakan pendaftaran Merek Pasal 31 ayat (3), penghapusan merek terdaftar (Pasal 61 ayat (5), 63, 67), pendaftaran merek terdaftar (Pasal 68 ayat (3), 72,76, 80), ganti rugi
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
143
Widjaja : Undang-undcmg Merek No. 15 Tahun 2001
atas pelanggaran merek (Pasal 76 ayat (2), pengehentian kegiatan atas pelanggaran merek (Pasal 76 ayat (2) dan permohonan penetapan sementara Pengadilan (Pasal 85). Salah satu hal yang merupakan alasan utama dipindahkannya proses penyelesaian perselisihan yang berhubungan dengan masalah merek ini dari Pengadilan Negeri ke Pengadilan Niaga adalah karena alasan waktu (time constraint) dan kompetensi hakim. Melalui Pengadilan Niaga dapat diperoleh keputusan yang lebih cepat dan akurat, sehingga dapat lebih memberikan kepastian hak hukum sekaligus keadilan bagi pihakpihak yang berkaitan termasuk kepada para pemilik merek terkenal. Jika kita baca seluruh ketentuan yang mengatur mengenai penyelesaian masalah yang berhubu-ngan dengan merek pengaturan mengenai tata cara dan prosedur penyelesaian merek hanya dapat kita temukan dalam satu pasal yaitu dalam Pasal 80 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 yang secara spesifik berbicara tentang Gugatan Pembatalan Merek. Dari rumusan yang dimuat dalam Pasal 80 Undang-undang No. 15 Tahun 2001, yang mengatur Gugatan Pembatalan Merek, mulai dari ayat (3) hingga ayat 144
(10), dapat kita ketahui bahwa Pasal 80 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 membatasi jangka waktu proses penyelesaian gugatan dalam kurung pembatalan merek melalui Pengadilan Niaga untuk setiap tahapan. Secara umum dikatakan bahwa putusan atas gugatan (pembatalan merek terdaftar hams diucapkan dalam jangka waktu 90 hari terhitung sejak gugatan didaftarkan dengan kemungkinan perpanjangan waktu 30 hari atas persetujuan Mahkamah Agung. Isi putusan tersebut harus disampaikan kepada pihak oleh juru sita pengadilan dalam jangka waktu 14 hari terhitung sejak putusan diucapkan. Ini berarti dalam jangka waktu 104 hari (atau 134 hari dalam hal terjadi perpanjangan waktu (para pihak sudah memperoleh kepastian putusan perkaranya di Pengadilan Niaga. Selanjutnya ketentuan Pasal 81 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 mernperluas tatacara dan prosedur gugatan pembatalan merek untuk dapat diberlakukan juga pada gugatan yang berhubungan dengan pelanggaran merek (Pasal 76 ayat (2)). Sebagaimana halnya ketentuan sebelumnya yang diatur dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undang-
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Wicljaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek, maka dalam Undang-undang No. 15 Tahun 2001 inipun, satusatunya upaya yang dapat dilakukan atas putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan Niaga (Pengadilan Negeri dalam Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang Pembahan atas Undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang Merek) adalah upaya hukum kasasi. Ketentuan yang mengaur mengenai upaya hukum kasasi ini dapat kita temukan dalam: 1. Pasal 31 ayat (4) atas putusan penolakan permohonan banding oleh Pengadilan Niaga yang diatur dalam Pasal 31 ayat (3);
2. Pasal 64 atas putusan Pengadilan Niaga terhadap gugutan penghapusan pendaftaran Merek oleh pihak ketiga diatur dalam Pasal 63; 3. Pasal 70 atas putusan pembatalan Merek sebagaimana diatur dalam Pasal 68 ayat (3); 4. Pasal 79 yang memberikan rumusan umum terhadap kasasi atas seluruh putusan Pengadilan Niaga; 5. Pasal 82 atas putusan pembatalan Merek sebagaimana diatur dalam Pasal 80 (dan Pasal 81 atas pelanggaran Merek). Berikut dibawah ini dapat kita lihat Tabel jangka waktu penyelesaian gugatan (Pembatalan Merek) pada tingkat Pengadilan Niaga dan
Deskripsi Uraian A
80(3)
B C
80(4) 80(5)
D E F G
80(7) 80(6) 80(8) 80(8)
H
80(10)
Pendaftaran Gugatan kepada Panitera Pengadilan Niaga Penyampaian Gugatan kepada Pengadilan Niaga Pengadilan Niaga meinpelajari Gugatan dan menetapkan hari Sidang Pemanggilan para Pihak Pemeriksaan oleh Pengadilan Niaga Putusan oleh Pengadilan Niaga Perpanjangan pemberian putusan oleh Pengadilan Niaga Penyampaian Putusan kepada para Pihak
Pointer
Hari
A
"
A+2 A+3
2 3
A+7 A+60 A+90 F+30
7 60 90 30
F/G + 14
14
Jangka Waktu Maksinitim Penyelesaian Gugatan oleh Pengadilan Niaga 83(1) 83(2) 83(4)
Permohonan Kasasi ke Panitera Pengadilan Niaga Pendaftaran Kasasi Penyampaian Permohonan Kasasi pada Permohonan Kasasi
134 H+ 14 I J+2
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
14 2
145
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
Deskripsi Uraian 83(3) 83 (4) 83(5) 83(6) 83(7) 83 (8) 83 (9) 83(11) 83(12)
Penyampaian Memori Kasasi pada Panitera Pengadilan Niaga Penyampaian Memori Kasasi pada Termohon Kasasi Penyampaian Kontra Memori Kasasi pada Kontra Penerima Penyampaian Berkas Kasasi pada Mahkamah Agung Mahkamah Agung mempelajari Berkas Perkara Kasasi Sidang Pemeriksaan Permohonan Kasasi Putusan oleh Mahkamah Agung Penyampaian Putusan pada Panitera Pengadilan Niaga Penyampaian Putusan dengan para Pihak Jumlah Waktu Maksinium Penyelesaian Kasasi oleh Mahkamah Agung Total Jangka Waktu Maksinium Penyelesaian Sengketa sampai Tingkat Kasasi
Mahkamah Agung. Dari tabel diatas, sebagaimana ditentukan dalam rumusan Pasal 83 Undang-undang No. 15 Tahun 2001, dapat kita lihat bahwa pada tingkat kasasipun jangka waktu penyelesaian permohonan kasasinya dibatasi hingga selama-lamanya 90 hari terhitung sejak berkas kasasi diterima oleh Mahkamah Agung. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tidak mengatur mengenai Peninjauan kembali atas putusan Kasasi. Dalam hal ini ada dua pendapat yang berkembang. Pertama adalah mereka yang menganggap bahwa kasasi merupakan upaya hukum terakhir, sehingga jelas tidak ada lagi peninjauan kembali yang dimungkinkan. Kedua adalah pendapat yang menyatakan bahwa 146
Pointer J+7
Hari
K+2 M+7
2 7
N+7 0 +2
7 2
O + 60 O + 90
60 90 3 2
R i !> S
i .'
7
132 266
peninjauan kembali masih dapat dipergunakan sebagai upaya hukum terakhir, yaitu dengan mendasarkannya pada ketentuanketentuan dan aturan-aturan yang berlaku secara umum. Ketentuan umum mana yang diberlakukan, ternyata juga belum ada keseragaman. Apakah yang dimaksud dengan ketentuan umum adalah sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang Kepailitan (sebagai undang-undang yang membentuk Pengadilan Niaga, maka tentunya semua proses kelanjutan dari Pengadilan Niaga harus tunduk pada Undang-undang Kepailitan ini, termasuk batasan waktu yang ditetapkan); atau ketentuan umum sebagaimana diatur dalam Reglement Indonesia yang diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44 =
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
HIR), Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927=227 = RBg), atau Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechsvorerdering, Staatsblad 1847:52 = Rv.) serta undang-undang No. 14 Tahun 1970sebagaimanatelahdiubah dengan Undang-undang No.35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undangundang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Satu hal yang tidak boleh dilupakan disini adalah bahwa jika seandainya peninjauan kembali memang dimungkinkan, jangan sampai pranata peninjauan kembali ini nantinya menghilangkan maksud dan tujuan pembentukan Undang-undang No. 15 Tahun 2001, yaitu untuk mempersingkat proses beracara sehingga lebih dapat memberikan kepastian hukum dan keadilan. Ada hal lain yang sempat diungkapkan dalam Seminar yang diselenggarakan oleh Tim Pengarah Pengadilan Niaga - BAPPENAS di Jakarta tanggal 30 Agustus 2001 yang lalu, yaitu yang berhubungan dengan hukum acara yang dipergunakan untuk menyelesaikan perselisihan yang timbul sehubungan dengan pendaftaran merek dan atau pelanggaran
merek. Untuk hal inipun ada tiga pendapat. Pertama adalah mereka yang menganggap bahwa proses dan tata cara beracara di Pengadilan Niaga tunduk pada ketentuan yang diatur dalam Reglement Indonesia Yang diperbaharui (Het Herziene Indonesisch Reglement, Staatsblad 1941:44 = HIR), Reglemen Acara Untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (Rechtsreglement Buitengewesten, Staatsblad 1927:227 = RBg), atau Reglemen Acara Perdata (Reglement op de Rechsvorerdering, Staatsblad 1847: 52 = Rv.). Kedua adalah mereka yang menganggap bahwa hukum acara yang berlaku untuk proses kepailitan sebagaimana diatur dalam Undang-undang kepailitan dapat diberlakukan (dalam hal ini perlu diperhatikan sifat summir dalam pembukjian). Dan Ketiga adalah mereka yang merasa perlu agar dibentuk suatu ketentuan baru yang berdiri sendiri, yang mengatur secara khusus proses beracara di Pengadilan Niaga. Sehubungan dengan hal tersebut perlu diperhatikan suatu tulisan dari Vichai Aryanuntaka dalam Thailand Law Forum, yang berjudul "Intellectual Property and International Trade Court: A New Dimension for IP Rights Enforcement in Thailand". Dalam tulisan tersebut yang penulis
Law Review, Fakultas Hukum Uuiversitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
147
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
peroleh melalui situs Http:// members.tripod.eom//asialaw/articIes/ ipvichai.html. yang diakses tanggal 10 September 2001, dikatakan bahwa:
much a "blank-cheque" would the legislature be willing to give the judiciary of this legislative role" (Vichai: 2000, 3). Ini adalah tugas kita semua untuk memikirkannya. Memang tidak "It is hoped that, as special ex- dapat dipungkiri bahwa proses pertise develops in this specialized beracara yang ada selama ini court, more andjust effective measures cenderung tidak mendukung in IP rights enforcement can be fur- penciptaan peradilan cepat yang ther incorporated in the "Rules of the dikehendaki oleh Undang-undang Courts" (Vichai: 2001,3). No. 15 Tahun 2001. Selanjutnya dikatakan lagi bahwa: IV. PENETAPAN SEMENTARA "For the purpose to ensure conPENGADILAN venience, expediency and fairness of the proceedings, the Chief of Justice of the Central Intellectual Property Salah satu fungsi baru yang and International Trade Court shall diberikan pada pengadilan, dalam hal be empowered, subject to the approval ini Pengadilan Niaga, adalah kewenaof the President of the Supreme Court, ngannya untuk memberikan Penetapan to issues Rules of the Court on pro- Sementara Pengadilan, yang menurut ceedings and hearing of evidence in ketentuan pasal 85 Undang-undang intellectual property and international No. 15 Tahun 2001 diberikan untuk: trade cases, provides that such provi- a) Mencegah masuknya barang yang sions shall not impair the rights of deberkaitan dengan pelanggaran hak fence of the accused in a criminal Merek; case' (Vichai: 2001, 3). b) Melakukan penyimpanan alat bukti yang berkitan dengan Atas pendapat yang dikemukakan pelanggaran Merek tersebut. olehnya tersebut, Vichai juga Penetapan Sementara Pengadilan selanjutnya mempertanyakan sampai seberapa jauh hal yang dikemukakan tersebut hanya dikabulkan, jika pihak tersebut dapat diterima oleh Parlemen yang (merasa) dirugikan dapat (Dewan Perwakilan Rakyat) Thailand. memberikan bukti yang cukup bahwa "The question for concern is how jika tindakan sementara tersebut tidak 148
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
pembuktian; dilakukan maka ia akan menderita Keterangan tersebut berupa uraian kerugian yang besar. Pada dasarnya jenis barang atau jenis jasa yang hal ini dilakukan untuk mencegah diduga sebagai produk hasil berlanjutnya pelanggaran dan masukpelanggaran Merek. nya barang yang diduga melanggar Hak atas Merek ke jalur perdagangan d) Adanya kekhawatiran bahwa pihak yang diduga melakukan termasuk tindakan importasi, dan agar pelanggaran Merek akan dapat pihak pelanggar tidak menghilangkan dengan mudah menghilangkan barang bukti. Terhadap penetapan barang bukti; dan sementara yang bertujuan untuk mencegah masuknya barang yang e) Membayar jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank. berkaitan dengan pelanggaran hak Besarnya jaminan sebanding merek, tidak dapat dilakukan upaya dengan nilai barang atau nilai jasa hukum banding atau kasasi. yang dikenai penetapan sementara. Pasal 86 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 selanjutnya menentukan Pengadilan Niaga segera membahwa permohonan penetapan beritahukan kepada pihak yang sementara dapat diajukan secara dikenai tindakan sementara untuk tertulis kepada pengadilan Niaga memberikan kesempatan kepada dengan persyaratan sebagai berikut: pihak yang dikenai tindakan a) Melampirkan bukti kepemilikan sementara tersebut untuk didengar merek; yang dimaksud dengan keterangannya. Terhadap tindakan sementara, hakim bukti kepemilikan merek adalah penetapan Sertifikat Merek. Dalam hal Pengadilan Niaga harus memeriksa pemohon penetapan adalah dan memutuskan untuk mengubah, penerima Lisensi, bukti tersebut membatalkan, atau menguatkan dapat berupa surat pencatatan penetapan tersebut dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari perjanjian Lisensi. b) Melampirkan bukti adanya sejak dikeluarkannya penetapan petunjuk awal yang kuat atas sementara tersebut. Dalam hal penetapan sementara: terjadinya pelanggaran Merek; c) Keterangan yang jelas mengenai a) Dikuatkan, maka uang jaminan yang telah dibayarkan harus barang dan/atau dokumen yang dikembalikan kepada pemohon diminta, dicari, dikumpulkan dan penetapan, dan pemohon diamankan untuk keperluan Law Review, Fakultas Hukum Universitas
Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
149
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
penetapan dapat mengajukan gugatan pelanggaran merek sebagaimana dimaksud Pasal 76; b) Dibatalkan, maka uang jaminan yang telah dibayarkan harus segera diserahkan kepada pihak yang dikehendaki tindakan sebagai ganti rugi akibat adanya penetapan sementara tersebut. Jika kita simak dan baca dengan cermat jelas, bahwa ketentuan mengenai pengaturan tindakan sementara ini merupakan pelaksanaan dari lebih tepatnya peng-copy-an atas ketentuan Pasal 50 TRIPs yang berbunyi: Article 50 (1) The judicial authorities shall have the authority to order prompt and effective provisional measures: 1. To prevent an infringement of any intellectual property right from occuring, and in particular to prevent the one into the channels of commerce in their jurisdictionof goods, including imported goods immediately afterafter customs clearance; 2. To preserve relevant evidence in regard to the alleged infringement. (2) The judicial authorities shall have 150
the the authority to adopt provisional measures inaudita altera parte where appropriate, in particular where any delay is likely to cause irreparable harm to the right holder, or where there is a demonstrable risk of evidence being destroyed. (3) The judicial authorities shall have the authority to require the applicant to provide any reasonably available evidence in order to satisfy themselves with a sufficient degreeof certainly that the applicant is the right holder and that his' right is being infriged or that such infringement is imminent, and to order the applicant to provide a security or equivalent assurance sufficient to protect the defendant and to prevent abuse. (4) Where provisional measures have been adopted inaudita altera parte, the parties affected shall be given notice, without delay after the execution of the measures at the latest. A review, including a right to be heard, shall take place upon request of the defendant with a view to deciding, within a reasonable period after the notification of the measures, whether these measures shall be modified, revoked or confirmed. (5) The applicant may be required to supply other information neces-
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
sary for the identification of the measure can be ordered as a goods concerned by the authority result ofadministrative procedures, that will execute the provisional such procedures shall conform to measures. principles equivalent in substance (6) Without prejudice to paragraph 4 to those set forth in this section. above, provisional measures taken on the basis of paragraphs Dalam khasanah ilmu hukum 1 and 2 above shall, upon request (yang beraliran Anglo Saxon), by the defendant, be revoked or ketentuan yang berhubungan dengan otherwise cease to have effect, it Penetapan Sementara Pengadilan ini procedings leading to a decision dikenal dengan nama: on the merits of the case are not 1. Untuk mencegah masuknya initiated within a reasonable barang yang berkaitan dengan period, to be determined by the pelanggaran hak Merek, disebut judicial authority ordering the dengan Preventive Injuction; measures where national law so 2. Yang berfungsi untuk melakukan permits or, in the absence of such penyimpanan alat bukti yang a determination, not to exceed berkaitan dengan pelanggaran twenty working days or thirty-one Merek tersebut disebut dengan calender days, which ever the Anton Filler Orders. longer. (7) Where the provisional measures Nama Anton Filler Orders ini are revoked or where they lapse berangkat dari suatu perkara yang due to any act or mission by the terjadi di Inggris pada tahun 1976 applicant, or where it is subse- antara Anton Piller KG vs Manufacquently found that there has been turing Process Ltd. Dalam perkara ini no infringement or theat of pengadilan diakui memiliki hak untuk infringement of an intellectual mengambil tindakan guna mencegah property right, the judicial pihak tergugat menghilangkan atau authorities shall have the authority merusak dokumen-dokumen yang to order the applicant, upon akan dipergunakan sebagai bukti yang request of the defendant, to provide akan memberatkan tergugat dalam the defendant appropriate proses peradilan. Permohonan kepada compensation for any injury pengadilan untuk melakukan tindakan caused by these measures. sementara ini biasanya diajukan dalam (8) To the extent that any provisional bentuk ex-parte (tanpa keikutsertaan Law Review, Fakultas Hukum Universitas
Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
151
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
dari pihak yang akan diambil tindakan sementara) dan diikuti dengan suatu gugatan terhadap pihak yang diambil tindakan sementara tersebut. Permohonan tindakan sementara ini dapat disertai permintaan agar pihak pemohon diperkenankan untuk, bersama-sama dengan pihak berwajib, masuk ke tempat kedudukan termohon, untuk mencari termohon yang diperlukan termasuk barangbarang yang diduga melanggar hak pemohon, milik pemeriksaan setempat, mengambil photo, dan membuat salinan atas dokumendokumen yang diperlukan. Semua hak-hak yang disebutkan di atas secara kasus perkasus dan tidak digeneralisasi Dalam kaitannya dengan pelaksanaan ketentuan Pasal 85 Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tersebut, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan : 1. Kriteria yang harus dipakai sehingga dapat dikatakan ada petunjuk awal yang kuat atas terjadinya pelanggaran merek; 2. Makna dugaan melakukan pelanggaran merek (yang dilakukan sebelum suatu perkara pelanggaran merek disidangkan atau bahkan dimasukkan gugatannya); 3. Kriteria yang dipakai untuk menyatakan bahwa pihak yang akan diambil tindakan sementara patut 152
4.
5.
6. 7. 8.
9.
diduga dapat dengan mudah menghilangkan barang bukti; Penilaian besarnya jaminan berupa uang tunai atau jaminan bank yang harus diserahkan oleh pemohon tindakan sementara; apakah hanya cukup jika dikatakan bahwa besarnya jaminan sebanding dengan nilai barang atau nilai jasa yang dikenai penetapan sementara. Bagaimana dengan "Oportunity Loss" ?; Siapa yang berhak dan berwenang untuk melakukan proses tindakan sementara dalam bentuk "penyitaan" tersebut; Dokumen-dokumen macam apa yang berhak dan dapat "disita"; Bagaimana proses tindakan sementara tersebut berlangsung Apa yang harus dilakukan agar tindakan sementara dapat benarbenar efektif; Bagaimana sifat pertanggungjawaban khususnya yang berhubungan dengan rahasia dagang; rahasia perusahaan atas dokumendokumen yang "disita" tersebut
V. PENUTUP Dari semua uraian yang telah diberikan di atas dapat kita katakan secara singkat bahwa undang-undang No. 15 Tahun 2001 telah memasukan 2 hal baru yang sebelumnya tidak kita
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
I
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15
temukan dalam undang-undang No. 19 Tahun 1992 tentang merek maupun Undang-undang No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas Undangundang No. 19 Tahun 1992 tentang merek. Kedua hal tersebut, yaitu mengenai lembaga pengadilan niaga dan pranata penetapan sementara pengadilan ternyata masih memerlukan banyak petunjuk pelaksanaan teknis agar nantinya baik lembaga maupun pranata baru tersebut dapat berfungsi secara efektif.
2007
Ini berarti solusi atas kedua hal tersebut tentunya juga menjadi solusi bagi ketiga peraturan perundangundangan tentang Hak dan Kekayaan Intelektual yang tersebut terdahulu.
Khusus mengenai rahasia dagang dengan mengingat akan kompleksitas dari hal-hal yang terkandung dalam suatu rahasia dagang, yang menurut pembuat undang-undang cukup rumit sehingga tidak mungkin dapat diselesaikan dalam jangka waktu sembilan puluh hari atau seratus dua Salah satu hal yang perlu kita puluh hari setelah perpanjangan perhatikan bahwa lembaga pengadilan diserahkan penyelesaian kepada niaga ini juga sesungguhnya telah Pengadilan Negeri. diperkenalkan dalam tiga peraturan perundang-undangan tentang Hak Sebagai bagian dari pelaksanaan Atas Kekayaan Intelektual yang telah ketentuan pasal 50 TRIPs, sebagaimana telah diadopsi oleh Undangdiberlakukan sebelumnya, yaitu : 1. Undang-undang No. 31 Tahun undang No. 14 Tahun 2001 Bab. XIII, pasal 125 sampai pasal 128 dan 2000 tentang Desain Industri; 2. Undang-undang No. 32 Tahun Undang-undang No. 15 Tahun 2001, 2000 tentang Desain Tata Letak Bab XII pasal 85 sampai pasal 888. Akankah, nantinya ketiga undang-undang Sirkuti Terpadu; dan 3. Undang-undang No. 14 Tahun tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual yang diundangkan menjelang akhir 2001 tentang Paten; Tahun 2000 Undang-undang No. 30 Dengan mengecualikan Undangundang No. 30 Tahun 2000 tentang Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, Rahasia Dagang. Selain itu Pranata Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Penetapan Sementara Pengadilan juga tentang Desain Industri, Undangtelah dapat kita temui dalam Undang- undang No. 32 Tahun 2000 tentang undang No. 14 Tahun 2001 tentang Desain Tata Letak Sirkuti Terpadu Paten, yang diatur dalam bab XIII, juga dirubah dan disesuaikan. mulai dari pasal 125 hingga pasal 128. Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
153
Widjaja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
DAFTAR PUSTAKA Aryanuntaka, Vichai. (2001). Thailand Law Forum. "Intellectual Property and International Trade Court: A New Dimension for IP Rights Enforcement in Thailand", http:// members.tripod.com/asialaw/articles/ ipvichai.html. diakses tgl.10 sept.
Gautama, Sudargo. (1994). Hak Milik Intelektual Indonesia dan Perjanjian Internasional: TRIPs, GATT, Putaran Uruguy. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Djohansyah, Djohannes. (2001). "Beberapa Pemikiran tentang Penyelesaian HaKI pada Pengadilan Niaga: Perspektif Hakim. Disampaikan pada seminar yang diselenggarakan oleh Tim Pengarah Pengadilan Niaga. Jakarta: Bappenas. 30 Agustus.
tentang Merek.
Gautama, Sudargo. (1997). Pembaharuan Hukum Merek Indonesia (Dalam Rangka WTO, TRIPs). Deloitte Touche Tohmatsu. (2001). Bandung: Citra Aditya Bakti. Mareva Injuctions and Anton Piller Indonesia, Undang-undang No. 19 Orders. Publications Forensic Services. Tahun 1992 tentang Merek. http://www.deloitte.ca/en/pubs/ Indonesia, Undang-undang No. 14 Fores sic/c or pfraudconference/ Tahun 1997 tentang perubahan atas craigen.asp. diakses tgl. 10 Sept. Undang-undang No. 19 Tahun 1992 Indonesia, Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
Indonesia, Undang-undang No.7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi PerdaGautama, Sudargo. (1989). Hukum gangan Dunia). Merek Indonesia. Bandung: Citra Subekti, R. dan Tjitrosoedobio, R. Aditya Bakti. (1985). Kitab Undang-undang Hukum Gautama, Sudargo. (1990). Segi-segi Perdata. Jakarta. Pradnya Paramita. Hukum Hak Milik Intelektual. Sukarata, I. Gde Ketut. (2001). Bandung: Eresco. "Pembentukan Hukum Acara bagi Gautama, Sudargo. (1992). Masalah- Proses Penyelenggaraan Sengketa di masalah Perdagangan, Perjanjian, Pengadilan Niaga- dari Masalah Hukum Perdata Internasional dan Kepailitan hingga HaKI". Hak Milik Intelektual. Bandung: Citra Disampaikan pada seminar yang Aditya Bakti. 154
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
.
Widjqja : Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001
diselenggarakan oleh Tim Pengarah Ilmiah Indonusa Ed.VH Nov 1999 Pengadilan Niaga. Jakarta: Bappenas. Mei2000). Hal. 31-34. 30 September. Widjaja, Gunawan. (2001). Seri Suryomurcito, Gunawan. (2001). Hukum Bisnis - Rahasia Dagang. "Beberapa Pemikiran tentang Jakarta: Rajawali Press. Penyelesaian HaKI pada Pengadilan Widjaja, Gunawan. (2001). Seri Niaga: Sebuah Tinjuan Praktisi". Hukum Bisnis - Lisensi. Jakarta: Disampaikan pada seminar yang Rajawali Press. diselenggarakan oleh Tim Pengarah WIPO. Paris Convention for The ProPengadilan Niaga. Jakarta: Bappenas. tection of Industrial Property and 30 Agustus. Convention Establishing the World Widjaj a , G u n a w a n . ( 1 9 9 9 ) . "Perlindungan hak atas kekayaan Intelektual (HaKI) di Indonesia menjelang era Globalisasi." (Media
Intellectual Property Organization. WTO, Trade Related Aspects on Intellectual Properties, including Trade in Counterfeit Goods.
Selamat Kepada : PROF. DAHNIAL KHUMARGA, SH,. MH (DEKAN FAKULTAS HUKUM UPH) ATAS PENGANGKATANNYA SEBAGAI GURU BESAR DARI: SELURUH DOSEN DAN STAF FAKULTAS HUKUM UPH
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. 1, No. 2, Nov. 2001
155