BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai upaya membangun sumber daya manusia yang bermutu tidak cukup dengan hanya memperhatikan aspek intelektualitasnya saja, tetapi harus seimbang dengan pembangunan kualitas aspek emosi dan aspek spiritual. Aspek moral, akhlak mulia dalam kehidupan beragama uga harus menjadi perhatian dalam penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah dalam rangka membentuk pola pikir dan perilaku peserta didik yang mengarah pada hal-hal yang terpuji. Ini sejalan dengan amanat Undangundang Dasar RI 1945 agar pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional yang dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, serta meningkatkan akhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.1 Namun demikian, prestasi dan kompetensi peserta didik di tingkat satuan pendidikan SMP dalam bidang Pendidikan Agama Islam saat ini belumlah menggemberikan. Indikasinya antara lain adalah rendahnya kejujuran, kerja sama, kasih saying, toleransi, disiplin, termasuk juga dalam aspek integritas keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Bahkan peserta didik pada tingkat satuan pendidikan ini juga sudah banyak yang melakukan 1
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3
1
2 penyimpangan perilaku yang tidak sesuai dengan norma agama, norma hokum dan norma susila, seperti terlibat narkoba, minum minuman keras, tawuran, terlibat dalam gaya kehidupan pornografi dan pornoaksi yang terkesan menjadi trend kehidupan anak remaja. Kemampuan mereka dalam hal praktek peribadatan, membaca dan menulis huruf Al-Qur‟an juga umumnya masih rendah. Fenomena tersebut diindikasi ada hubungannya dengan masalah : pertama,
perkembangan
global
di
bidang
teknologi
informasi
dan
telekomunikasi yang pada sisi lain memiliki dampak negarif bagi penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Kedua, faktor lingkungan masyarakat dan lingkungan keluarga juga sering menjadi kendala bagi keberhasilan penyelenggaraan Pendidikan Agama Islam di sekolah. Ketiga, terbatasnya alokasi waktu yang tersedia dalam standar isi kurikulum untuk pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Keempat, proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah kurang mampu mengembangkan potensi, watak, akhlak mulia dan kepribadian peserta didik. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang di dalamnya memuat tujuan, proses dan evaluasi dalam tataran konsep sebenarnya dari tahun ke tahun telah diupayakan dengan baik oleh pemerintah yang ditandai dengan perubahanperubahn regulasi yang mengarah pada perbaikan. Namun demikian pada tataran implementasi terjadi berbagai macam kendala yang dihadapi oleh praktisi pendidikan di lapangan, khususnya pada aspek penilaian dalam bidang Pendidikan Agama Islam.
3 Penilaian merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari sebuah pembelajaran. Dalam setiap pembelajaran, penilaian berfungsi untuk mengukur sejauh mana peserta didik dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Penilaian di dalam pembelajaran membantu guru dalam mengevaluasi keefektifan kurikulum, strategi mengajar dan kegiatan belajar yang mencakup kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan peserta didik. Menurut Arifin, penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Penilaian bukan hanya sebatas nilai saja, namun melalui penilaian guru dapat merayakan pencapaian dan mendukung peserta didik dalam menghadapi tantangan belajar.2 Hal senada diungkap oleh Mardapi, bahwa peningkatan kualitas pendidikan dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas pembelajaran dan kualitas sistem penilaiannya. Keduanya saling terkait, kualitas pembelajaran yang baik akan menghasilkan kualitas pendidikan yang baik. Sitem penilaian yang baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang baik dan memotivasi peserta didik untuk belajar lebih baik. 3 Demikian juga Arikunto menyatakan, bahwa penilaian mempunyai hubungan triangulasi
2
Drs. Zainal Arifin, M.Pd., Evaluasi Pembelajaran : Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2013, hal. 4 3 Prof. Dr. Djemari Mardapi, Ph.D., Pengukuran Penilaian & Evaluasi Pendidikan, Nuha Litera, Yogyakarta, 2012, hal. 12
4 yang saling berkait erat antara penilaian, kegiatan pembelajaran dan tujuan pembelajaran.4 Pendidikan agama adalah pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap, kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran agamanya. 5 Pendidikan Agama Islam memiliki nuansa domain pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) maupun keterampilan (psikomotorik). Tolok ukur keberhasilan masing-masing domain memiliki instrument penilaian yang berbeda. Oleh karenanya, instrumen penilaian Pendidikan Agama Islam yang dikembangkan harus bervariasi seiring dengan tuntutan ketiga ranah tersebut. Pada pelaksanaan sehari-hari di lapangan, penilaian kadang diartikan berbeda tergantung kepada konteks dan siapa yang mengartikannya. Seringkali penilaian diartikan dalam arti sempit yaitu sekedar pemberian tes dan pemberian nilai, kegiatan penilaian hanyalah kegiatan melakukan skoring pada kuis dan ujian untuk memberikan nilai kepada peserta didik. Banyak ditemukan para pendidik menggunakan penilaian sebagai suatu cara untuk memberitahukan kepada peserta didik seberapa baik yang telah mereka kerjakan dan/atau memberitahukan kepada peserta didik seberapa baik mereka menguasai mata pelajaran yang telah diajarkan. Kalau ini yang terjadi, maka ini berarti bahwa penilaian hanya dipandang sebagai penilaian sumatif.
4
Prof. Dr. Suharsmi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi 2), Bumu Aksara, Jakarta, 2013, hal. 18 5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan Bab I Pasal 1 Ayat 1
5 Memandang penilaian hanya sebagai penilaian sumatif memberikan dampak yang tidak menguntungkan. Dampak-dampak tersebut antara lain: (1) memisahkan kegiatan penilaian dengan kegiatan pembelajaran, yang hal ini tampak jelas ketika para pendidik membuat RPP (rencana pelaksanaan pembelajaran), di mana pendidik menempatkan kegiatan penilaian setelah kegiatan pembelajaran selesai, (2) tujuan utama penilaian hanya untuk membuat rangking, untuk membedakan peserta didik yang pandai dan peserta didik yang tidak pandai, untuk membedakan peserta didik yang lulus dan peserta didik yang tidak lulus, untuk membedakan peserta didik mana yang berhak
mendapat
beasiswa
dan
yang
tidak,
dan
tindakan-tindakan
diskriminatif lainnya, (3) penilaian sering dipakai untuk menghukum peserta didik, (4) penilaian tidak membantu peserta didik yang mempunyai kesulitan belajar, sehingga tidak dapat menciptakan equity di dalam pendidikan.6 Seharusnya penilaian dilaksanakan pada tiga aspek, yaitu aspek kognitif, aspek afektif, dan aspek psikomotor. Namun, kadang-kadang, karena karakteristik mata pelajaran tertentu, pada suatu mata pelajaran, penilaian aspek kognitif lebih menonjol daripada penilaian aspek yang lain. Demikian pula sebaliknya, pada mata pelajaran lain penilaian aspek afektif lebih menonjol daripada penilaian aspek lain, dan pada mata pelajaran yang lain lagi, penilaian aspek psikomotor lebih menonjol daripada penilaian aspek lainnya.
6
Budiono, Peran Penilaian Dalam Peningkatan Kualitas Pembelajaran, (disampaikan pada Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Aula Gedung Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta pada Rabu, 5 Mei 2010)
6 Namun demikian pada prakteknya, tidak sedikit para pendidik, khususnya guru Pendidikan Agama Islam yang belum melaksanakan penilaian yang proporsional terhadap ketiga ranah tersebut. Aspek pengetahuan lebih banyak mendapat penekanan, dan metode tes yang masih menjadi „primadona‟ dalam mengumpulkan informasi hasil belajar peserta didik. Padahal untuk mengukur aspek sikap, kepribadian dan keterampilan tidak cukup dengan pendekatan tes saja, melainkan menggunakan metode non tes. Penilaian dalam pendidikan merupakan kegiatan melakukan kuantifikasi gejala atau obyek. 7 Gejala atau obyek ini bisa berupa motivasi, prestasi, percaya diri yang semuanya dinyatakan dalam bentuk angka. Hasil penilaian yang baik akan menghasilkan data atau informasi yang baik. Informasi yang dihasilkan dari penilaian selanjutnya digunakan sebagai dasar penentuan kebijakan. Sebaliknya, penilaian yang tidak baik akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat sehingga secara keseluruhan dapat merusak tujuan program yang telah direncanakan. Menurut Hamzah B. Uno, penilaian adalah proses yang ditempuh untuk mendapatkan informasi yang digunakan dalam rangka membuat keputusankeputusan mengenai siswa, kurikulum, program-program dan kebijakan pendidikan. 8 Sedangkan menurut Arifin, penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar siswa dalam rangka membuat
7
Prof. Djemari Mardapi, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2012, hal. 5 8 Prof. Dr. Hamzah B. Uno, M.Pd dan Dra. Satrio Koni, M.Pd., Assesment Pembelajaran, (cet. Ketiga), Bumi Aksara, Jakarta, 2013, hal. 1
7 keputusan-keputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. 9 Dalam Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2007 dijelaskan bahwa
Penilaian pendidikan adalah proses pengumpulan dan
pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian tersebut dilakukan oleh tiga unsure, yaitu : pendidik, satuan pendidikan dan pemerintah yang masing-masing pelaksanaannya diatur dalam peraturan menteri tersebut. Sementara berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2013 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan bahwa penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan belajar dan perbaikan hasil belajar siswa secara berkelanjutan yang digunakan untuk menilai pencapaian kompetensi siswa, bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar dan memperbaiki proses pembelajaran. Dari pengertian penilaian tersebut jelaslah, bahwa penilaian memiliki peran kunci yang tidak bisa diabaikan pelaksanaannya. Dengan demikian kegiatan penilaian dalam pendidikan memerlukan perencanaan yang matang yang berdasarkan teori-teori pendidikan yang mapan atau peraturan-peraturan yang berlaku. Mulai tahun pelajaran 2013/2014 pemerintah memberlakukan kurikulum 2013 dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 81a tentang Implementasi Kurikulum yang di dalamnya mengatur 9
Drs. Zainal Arifin, M.Pd., Evaluasi Pembelajaran : Prinsip, Teknik, Prosedur. Bandung, Remaja Rosdakarya, 2013, hal. 4
8 pedoman pembelajaran dan penilaian. Proses pembelajaran yang ditekankan dalam kurikulum 2013 meliputi 5 (lima) pengalaman belajar pokok yaitu : mengamati, menanya, mencoba/mengumpulkan informasi, mengasosiasi dan mengkomunikasikan. Proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik ini diyakini mampu mengembangkan tiga ranah tujuan pendidikan : sikap, pengetahuan dan keterampilan. Dalam pedoman ini, pengertian penilaian sama dengan asesmen. Terdapat tiga kegiatan yang perlu didefinisikan, yakni pengukuran, penilaian, dan evaluasi. Ketiga istilah tersebut memiliki makna yang berbeda, walaupun memang saling berkaitan. Pengukuran adalah kegiatan membandingkan hasil pengamatan dengan suatu kriteria atau ukuran. Penilaian adalah proses mengumpulkan informasi/bukti melalui pengukuran, menafsirkan, mendeskripsikan, dan menginterpretasi bukti-bukti hasil pengukuran. Evaluasi adalah proses mengambil keputusan berdasarkan hasilhasil penilaian. Salah satu elemen perubahan Kurikulum 2013 adalah pada standar penilaian. Standar penilaian pada Kurikulum 2013 menggunakan penilaian autentik. Oleh karena itu, penilaian autentik merupakan penilaian yang esensial terutama pada Kurikulum 2013 yang cakupannya meliputi 4 (empat) kompetensi inti (KI) yaitu : kompetensi inti sikap spiritual, kompetensi inti sikap social, kompetensi inti sikap keterampilan dan kompetensi inti sikap pengetahuan. Untuk setiap materi pokok tertentu terdapat rumusan kompetensi dasar(KD) untuk setiap aspek KI. Jadi, untuk suatu materi pokok tertentu, muncul 4 KD sebagai berikut: (1) KD pada KI-1: aspek sikap spiritual (untuk
9 matapelajaran tertentu bersifat generik, artinya berlaku untuk seluruh materi pokok). (2) KD pada KI-2: aspek sikap sosial (untuk matapelajaran tertentu bersifat relatif generik, namun beberapa materi pokok tertentu ada KD pada KI-3 yang berbeda dengan KD lain pada KI-2). (3) KD pada KI-3: aspek pengetahuan (4) KD pada KI-4: aspek keterampilan. Penilaian autentik adalah kegiatan menilai peserta didik yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada di Standar Kompetensi (SK) atau Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD).10 Pada penilaian autentik, siswa diminta untuk menerapkan konsep atau teori dalam keadaan sebenarnya sesuai dengan kemampuan atau keterampilan yang dimiliki siswa. Oleh karena itu, guru harus memperhatikan keseimbangan
antara
penilaian
kompetensi
sikap,
keterampilan
dan
pengetahuan yang disesuaikan dengan perkembangan karakteristik siswa sesuai dengan jenjangnya. Berdasarkan pengamatan peneliti, di SMP Negeri 8 Pemalang guru masih cenderung menggunakan model tes dalam penilaiannya, baik dalam menilai proses maupun hasil pembelajaran, tanpa menghiraukan apakah itu mengukur aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Proses penilaian yang biasa dilakukan guru selama ini hanya mampu menggambarkan aspek penguasaan konsep peserta didik. Untuk itu perlu diupayakan suatu teknik penilaian yang mampu mengungkap aspek produk maupun proses, salah satunya dengan 10
Kunandar, Penilaian Autentik. Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik Berdasarkan Kurikulum 2013 : Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta, Rajagrafindo, 2013, hal. 35-36
10 menerapkan penilaian autentik. Penerapan penilaian autentik diharapkan bisa memotivasi dan mendorong peserta didik untuk lebih aktif di kelas dan sekaligus memperbaiki proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam kearah yang lebih baik. Oleh karena itu, penulis tergelitik untuk melakukan penelitian untuk
mengungkapkan
“Bagaimana
penilaian
autentik
telah
diimplementasikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang?”
B. Rumusan Masalah Fokus masalah penelitian ini adalah : 1. Bagaimana penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap perencanaan? 2. Bagaimana penerapan penilaian autentik dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pelaksanaan? 3. Bagaimana penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pengolahan? 4. Bagaimana penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pelaporan?
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tujuan sebagai berikut :
11 1. Mendeskripsikan penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap perencanaan. 2. Mendeskripsikan penerapan penilaian autentik dalam proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pelaksanaan. 3. Mendeskripsikan penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pengolahan. 4. Mendeskripsikan penerapan penilaian autentik dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam di SMP Negeri 8 Pemalang pada tahap pelaporan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini dapat memperkuat pemahaman tentang penilaian autentik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam serta pada tahap berikutnya dapat member kontribusi informasi pada penelitian-penelitian serupa. 2. Manfaat Praktis a.
Bagi peserta didik, penelitian ini dapat memberi motivasi dan informasi tentang penilaian autentik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam agar lebih bermakna;
12 b.
Bagi guru, penelitian ini dapat memberi informasi untuk memperkuat motivasi dalam melaksanakan penilaian autentik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam;
c.
Bagi sekolah, penelitian ini dapat memberi informasi sebagai salah satu dasar dalam mengambil keputusan;
d.
Bagi peneliti, penelitian ini dapat member informasi, motivasi dan pengalaman langsung tentang penilaian autentik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
E. Kajian Pustaka Menurut Wiggins dalam The Case for Authentic Assessment menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan penilaian autentik adalah “when we directly examine student performance on worthy intellectual tasks”.11 Jadi, penilaian autentik dilakukan ketika kita menilai peserta didik secara langsung tugastugas yang sesuai dengan kecerdasan mereka. Pendapat yang sama dikemukakan oleh Mardapi, yaitu suatu bentuk penilaian yang meminta peserta didik untuk menerapkan konsep atau teori pada dunia nyata.12 Dalam pelaksanaannya, penilaian autentik diwujudkan dengan diberi tugas proyek yang merupakan kegiatan untuk menerapkan kegiatan untuk menerapkan pengetahuan yang dimiliki peserta didik dalam kehidupan sehari-hari atau dunia nyata.
11
Eric Digest, The Case for Authentic Assessment, www.eric.ed.gov Prof. Djemari Mardapi, Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan, Nuha Medika, Yogyakarta, 2012, hal. 166 12
13 Selanjutnya, Taufina mendefinisikan penilaian otentik sebagai proses untuk menggambarkan perubahan dalam diri siswa setelah terjadinya proses pembelajaran. 13 Dengan demikian, penilaian tidak lagi sekedar pencapaian tujuan pembelajaran, tetapi merupakan suatu usaha untuk memperoleh berbagai informasi secara berkala, berkesinambungan, dan menyeluruh tentang proses dan hasil belajar siswa. Haryono mengemukakan bahwa ada empat prinsip umum penilaian otentik, yaitu: (1) proses penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran (a part of, not apart from instruction) ; (2) penilaian harus mencerminkan masalah dunia nyata (real world problems), bukan masalah dunia sekolah (school work-kind of problems) ; (3) penilaian harus menggunakan berbagai ukuran, metoda dan kriteria yang sesuai dengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar; dan (4) penilaian harus bersifat holistik yang mencakup semua aspek dari tujuan pembelajaran (kognitif, afektif, dan sensori-motorik).
14
Dengan demikian, asesmen otentik
menggunakan prinsip penilaian proses, mencerminkan masalah di dunia nyata, menggunakan kriteria esensi pengalaman belajar, dan bersifat holistik. Selanjutnya, Imran menyatakan beberapa karakteristik dari penilaian otentik. Dia menyatakan bahwa penilaian otentik merupakan sistem penilaian yang dilakukan untuk, (1) mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, (2) 13
Taufina, Authentic Assessment dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Kelas Rendah SD. (dalam Pedagogi, Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan. Volume IX No.1 April 2009), hal.113-120 14 Haryono, Agung, Authentic Assessment dan Pembelajaran Inovatif dalam Pengembangan Kemampuan Siswa, JPE. Volume 2, Nomor 1, 2009, hal.1-12
14 penilaian produk (kinerja), (3) tugas-tugas yang relevan dan kontekstual, (4) menilai dengan berbagai cara dan dari berbagai sumber, (5) mengukur pengetahuan dan keterampilan siswa, (6) mempersyaratkan penerapan pengetahuan dan keterampilan; dan (7) proses dan produk kedua-duanya dapat diukur. Dengan demikian penilaian otentik merupakan penilaian yang lebih komprehensif dibandingkan dengan penilaian standar ( standardized test ).15 Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 81a Tahun 2013 Lampiran IV tentang Pedoman Umum Pembelajaran, yang disempurnakan dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 tentang Pedoman Penilaian Hasil Belajar Oleh Pendidik, yang dimaksud dengan penilaian autentik adalah bentuk penilaian yang menghendaki peserta didik menampilkan sikap, menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari pembelajaran dalam melakukan tugas pada situasi yang sesungguhnya. Ahmad Tafsir mendefinisikan pendidikan sebagai pengembangan pribadi dalam
semua
aspeknya,
dengan
penjelasan
bahwa
yang
dimaksud
pengembangan pribadi ialah yang mencakup pendidikan oleh diri sendiri, pendidikan oleh lingkungan, dan pendidikan oleh orang lain (guru). Seluruh aspek mencakup jasmani, akal dan hati.16 Menurut Zakiyah Daradjat, pendidikan agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh. Lalu menghayati tujuan, yang pada akhirnya 15 16
Imran, Syaiful. 2012. Authentic Assessment . http://ipankreview.wordpress.com Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan..., hal. 26.
15 dapat mengamalkan serta menjadikan Islam sebagai pandangan hidup. Tayar Yusuf mengartikan pendidikan agama Islam sebagai usaha sadar generasi tua untuk mengalihkan pengalaman, pengetahuan, kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda agar kelak menjadi manusia bertaqwa kepada Allah SWT. Sedangkan menurut Ahmad Tafsir pendidikan agama Islam adalah bimbingan yang diberikan seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.17 Dari pengertian di atas, maka dapat digarisbawahi bahwa pendidikan agama Islam mengandung dua hal penting yang harus dilakukan, yaitu memberikan bimbingan kepada siswa dan hasil bimbingan mengarah pada kesesuaiannya dengan ajaran agama Islam. Adapun menurut Zakiah Daradjat, bimbingan
yang
dilakukan
yaitu
bimbingan
aktif
yang
meliputi
pengembangan daya-daya yang sedang mengalami masa pekanya, pemberian pengetahuan, dan membangkitkan motivasi anak.18 Sebagaimana disebutkan dalam Bab V pasal 12 Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003, bahwa peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama. Dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 55 Tahun 2007 Pasal 3, tentang Pendidikan Agama dan Keagamaan, disebutkan bahwa setiap satuan pendidikan pada semua jalur jenjang dan jenis pendidikan wajib menyelenggarakan pendidikan agama.
17
Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi Bandung, PT Remaja Rosdakarya, 2005, hal. 130. 18 Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta, Bumi Aksara, 1992, hal. 34.
16 Penelitian tentang penilaian autentik yang sudah pernah dilakukan di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh M. Zaim yang berjudul : “Asesmen Otentik: Implementasi Dan Permasalahannya Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Menengah”. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan guru tentang penilaian autentik, bagaimana mengatur instrumen penilaian otentik, bagaimana menerapkan penilaian autentik, yang pertimbangan penilaian otentik dalam menentukan nilai akhir siswa, masalah yang dihadapi oleh guru. Subyek penelitian ini adalah 10 guru dan 56 siswa kelas VII dan VIII SMP A dan B Padang. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara, dan analisis dokumen. Data dianalisis secara deskriptif. Temuan dari penelitian ini adalah (1) pengetahuan guru tentang penilaian autentik cukup baik untuk melaksanakan penilaian otentik berdasarkan standar penilaian otentik; (2) guru dapat mengatur instrument penilaian autentik, terutama pada berbicara dan menulis, tetapi karena ada berbagai jenis teks yang akan dinilai, pengetahuan guru harus ditingkatkan; (3) pelaksanaan otentik penilaian tidak cukup baik dalam proses pembelajaran, (4) guru masih perlu pelatihan dan Buku pedoman untuk melaksanakan penilaian otentik dalam proses pembelajaran.19 Penelitian lain yang hampir sama dengan penelitian ini ialah penelitian yang ditulis oleh Gigih Setianto yang berjudul : “Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Melalui Pendekatan Scientific (Studi Kasus Di SMK Muhammadiyah Kajen)”. Fokus penelitian ini adalah meneliti bagaimana 19
M. Zaim, Asesmen Otentik: Implementasi Dan Permasalahannya Dalam Pembelajaran Bahasa Inggris Di Sekolah Menengah, (Makalah ini disampaikan pada Seminar Internasional tentang Bahasa dan Sastra, FBS Universitas Negeri Padang, 5-6 Oktober 2013)
17 pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui pendekatan scientific, faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta bagaimana upaya yang dilakukan untuk mengatasi hambatan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam melalui pendekatan scientific di SMK Muhammadiyah Kajen. Kedua penelitian di atas menggunakan metode yang sama dengan penelitian ini, yaitu dengan menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Namun demikian fokus penelitian kedua penelitian di atas berbeda dengan penelitian ini sehingga menghasilkan temuan yang berbeda pula. Penelitian yang pertama memfokuskan pada efektifitas penilaian autentik pada mata pelajaran Bahasa Inggris dengan mengkaji pengetahuan guru tentang penilaian autentik, bagaimana mengatur instrumen penilaian otentik, bagaimana menerapkan penilaian autentik, yang pertimbangan penilaian otentik dalam menentukan nilai akhir siswa, masalah yang dihadapi oleh guru. Sedangkan penelitian ini lebih ditekankan pada langkah-langkah yang dilaksanakan
oleh
guru
Pendidikan
Agama
Islam
dalam
mengimplementasikan penilaian autentik mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil belajar Pendidikan Agama Islam. Perbedaan dengan penelitian kedua adalah fokus penelitian kedua meskipun mengkaji
masalah penilaian autentik dalam pembelajaran
Pendidikan Agama Islam, namun demikian lebih menekankan pada pendeskripsian pembelajaran scientific pada pembelajaran Pendidikan Agama
18 Islam. Sedangkan penelitian ini lebih fokus pada implementasi penilaian autentik dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. Orisinalitas penelitian ini terletak pada kajian implementasi penilaian autentik dalam mata pembelajaran Pendidikan Agama Islam serta mengkaji masalah-masalah yang dihadapi oleh guru serta upaya-upaya yang dilakukan guru untuk mengatasi masalah tersebut. Tabel 1.1. Persamaan, perbedaan dan orisinalitas penelitian Peneliti M. Zaim
Persamaan Implementasi penilaian autentik
Perbedaan - Fokus penelitian pada
Orisinalitas Penelitian - Fokus penelitian
mata pelajaran
dalam mata
Bahasa Inggris
pelajaran
- Menjelaskan pengetahuan guru mengenai
Pendidikan Agama Islam - Mendekripskan
implementasi
langkah-langkah
penilaian autentik
penilaian autentik
Gigih
Implementasi
Fokus penelitian
mulai dari
Setianto
pembelajaran dan
ditekankan pada
perencanaan,
penilaian autentik
implementasi
pelaksanaan dan
scientific
pembelajaran scientific
pelaporan - Mengkai masalahmasalah yang dihadapi guru dan
19 Peneliti
Persamaan
Perbedaan
Orisinalitas Penelitian upaya pemecahan masalahnya.
F. Metode Penelitian 1. Pendekatan Penelitian Pendekatan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan metode deskriptif.
20
Metode penelitian yang digunakan untuk pencarian fakta
pada obyek yang alamiah dengan interpretasi yang tepat. Penelitian kualitatif cenderung memiliki karateristik antara lain: mempunyai natural setting sebagai sumber data langsung, peneliti merupakan instrumen kunci, bersifat deskriptif, lebih memperhatikan proses dari pada product, cenderung menganalisis data secara induktif, dan makna adalah hal yang esensial di dalamnya. 21 Penelitian kualitatif disebut juga penelitian dengan pendekatan naturalistik, karena situasi lapangan penelitian bersifat natural atau wajar, apa adanya, tanpa dimanipulasi, diatur dengan eksperimen atau tes. Melalui pendekatan kualitatif, diharapkan terangkat gambaran mengenai aktualitas, realitas sosial dan persepsi sasaran penelitian tanpa tercemar oleh pengukuran formal. 2. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 8 Pemalang yang berlokasi di Desa Kramat Kecamatan Pemalang Kabupaten Pemalang. Pada tahun 20
Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan RD , Bandung, Alfabeta, 2008 Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta, Rineka Cipta, 1996, hal. 28-29 21
20 pelajaran 2014/2015 SMP Negeri 8 Pemalang telah menerapkan kurikulum 2013 pada kelas VII termasuk di dalamnya mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang menerapkan penilaian autentik. 3. Subyek Penelitian Subjek penelitian ini adalah guru Pendidikan Agama Islam dan siswa yang sedang belajar Pendidikan Agama Islam dengan guru tersebut. Guru Pendidikan Agama Islam dijadikan sebagai subjek penelitian karena merekalah yang merancang, mengimplementasikan dan menindak lanjuti penilaian autentik di sekolah. Sementara siswa yang diajarnya juga dijadikan subjek penelitian untuk melakukan triangulasi terhadap data yang diperoleh dari guru mengenai implementasi penilaian autentik yang mereka lakukan. Guru Pendidikan Agama Islam yang dijadikan subjek penelitian ini adalah guru Pendidikan Agama Islam kelas VII yang mengajar pada semester I tahun ajaran 2014/2015 di SMP Negeri 8 Pemalang. 4. Prosedur Penelitian Prosedur kegiatan yang dilaksanakan dalam penelitian ini meliputi tiga tahap yaitu: a. Tahap persiapan 1) Menentukan subyek penelitian. Subyek utama penelitian adalah informan kunci yang dapat memberi informasi kepada peneliti data yang terkait dengan sistem rekrutmen peserta didik dan guru baru,
pelaksanaan
proses
pembelajaran,
penilaian,
dan
21 kompetensi peserta didik dan guru. Subyek utama penelitian ini adalah direktur, kepala sekolah, wakil kepala sekolah, konsultan pendidikan, guru dan peserta didik-siswi sebagai pelaku utama pendidikan. Untuk mendapatkan data dan hasil penelitian secara komprehensip. 2) Pengembangan dan penyusunan instrumen pengumpulan data baik untuk wawancara, observasi, dan dokumentasi. b. Tahap pelaksanaan 1) Penggalian dan pengumpulan data melalui: a) wawancara kepada subyek penelitian, untuk mendapatkan data tentang komitmen pimpinan dan guru SMP Negeri 8 Pemalang dalam menjalankan penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI; b) observasi/pengamatan terhadap perancanaan, pelaksanakan dan pelaporan penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI; c) dokumentasi sebagai bukti atas terlaksananya penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI di SMP Negeri 8 Pemalang berupa; profil sekolah, dokumen penilaian dan hasil penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI. 2)
Screening data. Data yang telah diperoleh melalui wawancara, observasi, dan dokumentasi, kemudian diseleksi, dan dimasukkan ke dalam kelompok-kelompok sesuai dengan permasalahan yang dicari (input, proses, output).
22 c. Tahap analisis data 1) Selama di lapangan, data dianalisis secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, dengan kegiatan : a) Reduksi data; merangkum, memilih hal-hal pokok, dan memfokuskan pada tema utama dalam permasalahan. b) Display data; penyajian dan pengorganisasian data secara logissistematis c) Verifikasi data; menarik simpulan dari data-data yang telah disajikan secara bertahap hingga menjadi temuan- temuan penelitian. 2) Setelah selesai di lapangan, simpulan-simpulan yang didapat dari tahap sebelumnya, selanjutnya dilakukan analisis dengan teknik deskriptif-eksploratif, dan menggunakan metode induktif-kualitatif. Yakni diawali dengan mengungkapkan kenyataan-kenyataan yang bersifat khusus berdasarkan pendapat dan tindakan subyek penelitian dalam melaksanakan penilaian autentik dalam mata pelajaran
PAI,
kemudian
diikuti
dengan
mengungkapkan
kenyataan-kenyataan yang bersifat umum berdasarkan konsep penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI sehingga dapat disimpulkan dan dirumuskan sebagai temuan penelitian. 3) Pengecekan kredibilitas data dengan teknik : a) Persistent observation; untuk memahami gejala/peristiwa yang mendalam, dilakukan pengamatan secara berulang-ulang;
23 b)
Triangulasi; mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dengan triangulasi sumber dan teknik.
c) Member check; diskusi teman sejawat (peer reviewing) secara langsung pada saat wawancara dan secara tidak langsung dalam bentuk penyampaian rangkuman hasil wawancara yang sudah ditulis oleh peneliti. d) Referential adequacy checks; pengecekan kecukupan referensi dengan mengarsip data-data yang telah terkumpul selama penelitian di lapangan.
G. Sistematika Penulisan Penulisan tesis ini disusun secara sistematis agar alur pikiran penelitian ini dapat dipahami dengan jelas dari mulai bagian pendahuluan hingga bagian kesimpulan. Adapun sistematikanya disusun sebagai berikut : 1. Bagian awal Terdiri atas halaman judul, abstrak penelitian, halaman pengesahan, halaman pernyataan keaslian tesis, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar lampiran. 2. Bagian isi, terdiri dari 5 (lima) bab yaitu : a. Bab I Pendahuluan berisi : Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Kajian Pustaka, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
24 b. Bab II Penilaian Autentik Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam yang membahas tentang 3 (tiga) hal yaitu : Penilaian Autentik, Pendidikan Agama Islam dan Penilaian Autentik Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam. c. Bab III Penilaian Autentik Dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam Di SMP Negeri 8 Pemalang yang membahas tentang : gambaran umum SMP Negeri 8 Pemalang, penerapan penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI di SMP Negeri 8 Pemalang yang meliputi : perencanaan penilaian, pelaksaan penilaian, pengolahan penilaian dan pelaporan penilaian. d. Bab IV Analisis Pelaksanaan Autentik Dalam Mata Pelajaran PAI di SMP Negeri 8 Pemalang yang meliputi pembasan : Analisis terhadap perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Analisis faktor pendukung dan penghambat serta analisis usaha dalam mengatasi hambatan penerapan penilaian autentik dalam mata pelajaran PAI di SMP Negeri 8 Pemalang. 3. Bagian akhir Bagian ini terdiri dari : daftar pustaka, daftar lampiran dan daftar riwayat hidup penulis.