UMKM Batik Penunjang Perekonomian Keluarga Oleh : Tiolina Evi N.P Dosen Tetap IKPIA Perbanas Jl. Perbanas, Karet Kuningan Setiabudi, Jakarta 12940
[email protected],
Abstrak Perekonomian Nasional merupakan sektor yang sangat penting dan menjadi salah satu fokus utama pemerintahan dalam membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kesejahteraan bangsa. Sehingga sektor perekonomian ini di dalam setiap kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah juga harus mempertimbangkan segala aspek baik yang bersifat positif maupun yang bersifat negatif. Salah satu kebijakan
Pemerintah
dalam
menunjang
perekonomian
bangsa
adalah
menggalakkan program Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Pengembangan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan salah satu prioritas utama dalam pembangunan perekonomian nasional. Ini disebabkan selain karena UMKM merupakan tulang punggung sistem ekonomi kerakyatan yang tidak hanya ditujukan untuk mengurangi masalah kesenjangan sosial antar golongan si kaya dan si miskin, ataupun pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Salah satu gagasan pemberdayaan UMKM di era perekonomian sekarang adalah usaha batik. Usaha batik ini digunakan untuk menopang kebutuhan keluarga sehari - hari. Usaha batik ini juga banyak yang dibiayai oleh program Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah digalakkan oleh Pemerintah saat ini untuk memberikan modal yang cukup. Kata Kunci : Perekonomian, UMKM, Indonesia, KUR, Batik
1. Pendahuluan Pembangunan ekonomi Indonesia tidak bisa dilepaskan dari peranan Pemerintah, lembaga-lembaga di sektor keuangan dan pelaku-pelaku usaha. Pemerintah sebagai pembuat dan pengatur kebijakan diharapkan dapat
memberikan iklim yang kondusif bagi dunia usaha, sehingga lembaga keuangan baik perbankan maupun bukan perbankan serta pelaku usaha di lapangan mampu memanfaatkan kebijakan dan melaksanakan kegiatan usaha dengan lancar, yang pada
akhirnya
dapat
mendorong
percepatan
pembangunan
ekonomi.
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus menerus yang menuju kearah perbaikan cita-cita yang ingin dicapai oleh suatu bangsa, atau pembangunan ekonomi suatu bangsa ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Pembangunan Ekonomi yang dicanangkan oleh Pemerintah saat ini salah satunya sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM). Salah satu pelaku usaha yang memiliki eksistensi penting namun kadang dianggap “terlupakan” dalam percaturan kebijakan di negeri ini adalah Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Padahal jika kita mengenal lebih jauh dan dalam, peran UMKM bukanlah sekedar pendukung dalam kontribusi ekonomi nasional. UMKM dalam perekonomian nasional memiliki peran yang penting dan strategis. Pada umumnya usaha mikro, kecil dan sebagian besar sangat lemah dalam bidang administrasi. Sementara usaha menengah lebih baik, mereka jarang mendasarkan diri pada rencana yang sistematis karena mereka kurang mampu dalam menuangkan pikiran-pikiran mereka dan juga belum sadar akan penting artinya rencana. Awal tahun merupakan moment yang sering dimanfaatkan banyak orang untuk membuat rencana dan menentukan target baru yang ingin mereka capai. Baik dalam hal karir, keluarga, kehidupan, termasuk juga merencanakan peluang bisnis yang memungkinkan untuk dicoba. Tiap keluarga dalam memutuskan untuk memulai usaha memang tidak mudah, banyak orang takut untuk memulainya karena alasan modal. Padahal jika memiliki tekad dan niat yang kuat, sebenarnya banyak peluang usaha yang bisa dijalankan dengan modal kecil, misalnya saja bisnis rumahan. Memanfaatkan segala potensi yang ada di rumah untuk menjalankan bisnis, menjadi alternatif tepat menekan modal usaha yang dibutuhkan dan terbatas. Mengingat hal-hal tersebut, beberapa lembaga keuangan seperti Bank – bank oleh Pemerintah meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk
membantu para pengusaha kecil dan menengah mendapatkan modal yang cukup, bunga ringan dan dapat mengembalikan pinjaman dengan lunak.
2. Usaha Mikro Kecil Mengah (UMKM) Sesuai dengan Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) : a. Pengertian UMKM o
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
o
Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
o
Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
b. Kriteria UMKM : No. 1 2 3
Uraian Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah
Kriteria Aset Omzet Maks. 50 juta Maks. 300 juta > 50 Juta - 500 Juta > 300 Juta - 2,5 Miliar > 500 Juta - 10 Miliar > 2,5 Miliar - 50 Miliar
UMKM menjadi tumpuan bagi 99,45% tenaga kerja di Indonesia selama periode 2005-2008, UMKM ternyata mampu membuka lapangan kerja baru bagi 9,6 juta orang, sementara usaha besar hanya mampu membuka lapangan kerja baru bagi 55.760 orang. Selain itu konstribusi UMKM terhadap eksport non migas nasional sebesar 19,9%. 2.1 Stakeholder / Pihak-pihak yang berkepentingan dengan UMKM : 1. Bank Indonesia, sebagai Bank Sentral selama ini mempunyai program untuk pengembangan sektor riil dan UMKM melalui bidang ekonomi dan moneter . 2. Lembaga Keuangan Bank, Bank Umum, BPR/BPRS, menyediakan dana untuk permodalan UMKM melalui kredit program pemerintah (KUR, KKPE dan lainnya) serta kredit komersial untuk investasi dan modal kerja yang dapat dimanfaatkan oleh UMKM. 3. Lembaga Keuangan Bukan Bank (PNPM, PNM, Pegadaian, Asuransi, dll). PNPM Mandiri merupakan program nasional pemberdayaan masyarakat juga menyalurkan dana modal untuk UMKM. 4. Lembaga Penjaminan (Askrindo, Jamkrindo, dll) adalah lembaga penjaminan yang berfungsi membantu UMKM yang sudah feasible (layak usaha) namun belum bankable dari sisi tidak ada jaminan kredit. 5. Lembaga Keuangan Mikro (BMT, Koperasi, dll) adalah pihak yang dapat membantu UMKM untuk mendapatkan modal dengan cepat karena memiliki jaringan hingga ke pelosok dan prosedur pinjaman yang ringkas dan sederhana. 6. Instansi Terkait (DKP, Kop/UKM, Pertanian, Industri & Perdagangan, dll). Dinas teknis yang memiliki program dan dana dalam pengembangan UMKM, terutama dalam meningkatkan kemampuan manajemen teknis produksi melalui program pelatihan. 7. Pemda (Pemprov, Pemko, Pemkab) adalah instansi yang mengatur kebijakan di daerah, dapat diharapkan melakukan kegiatan riil di setiap daerah. 8.
KADIN, sangat peduli dengan usaha kecil dan menengah.
9. PINBUK. Pusat inkubasi bisnis usaha kecil, membawahi BMT (baitul mal wattanwil) di seluruh Indonesia. 10. Perguruan Tinggi (Negeri/Swasta) di setiap perguruan tinggi banyak kita jumpai pusat inkubator bisnis, yang memiliki UMKM binaan terutama yang ada di sekitar wilayah kampus. 11. BDSP/ KKMB. Konsultan Keuangan Mitra Bank adalah program nasional pemerintah dalam rangka membantu UMKM untuk akses permodalan kepada perbankan. 12. SATGASDA KKMB., adalah wadah yang dibentuk melalui SK Gubernur KDH Tingkat I di setiap propinsi. Didalamnya terdapat unsur Bank Indonesia, Perbankan, Dinas Terkait dan Pemerintah Daerah. 13. BUMN, Program PKBL memiliki dana CSR hasil penyisihan keuntungan BUMN. Program Kemitraan menyediakan pinjaman modal hingga lima puluh juta. 14. Swasta Nasional banyak perusahaan ingin menyalurkan dana CSR kepada UMKM dalam rangka tanggung jawab sosial mereka kepada masyarakat. 15. Organisasi Profesi
hingga terdapat banyak organisasi profesi seperti
Asosiasi Pengusaha Indonesia, HIPMI, Aosiasi Pedagang Pasar dan lainnya. Semuanya sangat berkepentingan dalam pengembangan UMKM.
2.2 Tantangan UMKM 1. Para Pengusaha Kecil dengan omset kurang dari Rp 50 juta umumnya mempunyai tantangan yaitu bagaimana menjaga kelangsungan hidup usahanya. Bagi mereka, umumnya asal dapat berjualan dengan “aman” sudah cukup. Mereka umumnya tidak membutuhkan modal yang besar untuk ekspansi produksi; biasanya modal yang diperlukan sekedar membantu kelancaran cashflow saja. Bisa dipahami bila kredit dari BPR-BPR, BKK, TPSP (Tempat Pelayanan Simpan Pinjam-KUD) amat membantu modal kerja mereka. 2. Pengusaha Kecil dengan omset antara Rp 50 juta hingga Rp 1 milyar, tantangan yang dihadapi jauh lebih kompleks. Umumnya mereka mulai memikirkan
untuk melakukan ekspansi usaha lebih lanjut. Berdasarkan pengamatan Pusat Konsultasi Pengusaha Kecil UGM, urutan prioritas permasalahan yang dihadapi oleh PK jenis ini adalah : (1) Masalah belum dipunyainya sistem administrasi keuangan dan manajemen yang baik karena belum dipisahkannya kepemilikan dan pengelolaan perusahaan; (2) Masalah bagaimana menyusun proposal dan membuat studi kelayakan untuk memperoleh pinjaman baik dari bank maupun modal ventura karena kebanyakan PK mengeluh berbelitnya prosedur mendapatkan kredit, agunan tidak memenuhi syarat, dan tingkat bunga dinilai terlalu tinggi; (3) Masalah menyusun perencanaan bisnis karena persaingan dalam merebut pasar semakin ketat; (4) Masalah akses terhadap teknologi terutama bila pasar dikuasai oleh perusahaan/grup bisnis tertentu dan selera konsumen cepat berubah; (5) Masalah memperoleh bahan baku terutama karena adanya persaingan yang ketat dalam mendapatkan bahan baku, bahan baku berkulaitas rendah, dan tingginya harga bahan baku; (6) Masalah perbaikan kualitas barang dan efisiensi terutama bagi yang sudah menggarap pasar ekspor karena selera konsumen berubah cepat, pasar dikuasai perusahaan tertentu, dan banyak barang pengganti; (7) Masalah tenaga kerja karena sulit mendapatkan tenaga kerja yang terampil.
2.3 Permasalahan UMKM: 1. Permasalahan yang bersifat klasik dan mendasar pada UMKM (basic problems), antara lain berupa permasalahan modal, bentuk badan hukum yang umumnya non formal, SDM, pengembangan produk dan akses pemasaran; 2. Permasalahan lanjutan (advanced problems), antara lain pengenalan dan penetrasi pasar ekspor yang belum optimal, kurangnya pemahaman terhadap desain produk yang sesuai dengan karakter pasar, permasalahan hukum yang menyangkut hak paten, prosedur kontrak penjualan serta peraturan yang berlaku di negara tujuan ekspor;
3. Permasalahan antara (intermediate problems), yaitu permasalahan dari instansi terkait untuk menyelesaikan masalah dasar agar mampu menghadapi persoalan lanjutan secara lebih baik. Permasalahan tersebut antara lain dalam hal manajemen keuangan, agunan dan keterbatasan dalam kewirausahaan. Dengan pemahaman atas permasalahan di atas, akan dapat ditengarai berbagai problem dalam UMKM dalam tingkatan yang berbeda, sehingga solusi dan penanganannya pun seharusnya berbeda pula. Sementara itu, dari hasil survei tentang profil UMKM yang dilakukan oleh Bank Indonesia, terdapat permasalahan maupun kendala UMKM yang dilihat dari perspektif UMKM itu sendiri maupun dari perbankan.
3. Pembiayaan Perbankan ke Sektor UMKM Sejalan dengan kondusifnya makro ekonomi dan perubahan paradigma perbankan dalam memandang UMKM dalam beberapa tahun belakangan ini kita mencermati adanya perubahan perilaku bisnis perbankan yang lebih mengarah pada segmen UMKM. Kondisi ini sangat berbeda dengan era masa lalu di mana orientasi penyaluran kredit perbankan terlalu memusatkan pada korporasi yang dianggap lebih memberikan keuntungan besar secara ekonomis. Sedangkan sektor UMKM kerap kali mengalami hambatan dalam memperoleh akses dana dan sering dibiayai melalui program pemerintah yang cenderung bersifat subsidi atau sumber dana relatif murah dari para donor. Dalam perkembangannya, penyaluran kredit UMKM semakin lama semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya portofolio perbankan untuk pemberian kredit UMKM. Perkembangan kredit
UMKM
yang bersumber dari kredit
bank,
menunjukkan debet pada akhir Juni 2007 telah mencapai Rp. 462,12 trilyun atau 52,5% kredit perbankan dengan komposisi: 1. usaha mikro sebesar Rp. 186,52 trilyun atau 40,4%; 2. usaha kecil sebesar Rp. 131,95 trilyun atau 28,6%; 3. usaha menengah sebesar Rp. 143,69 trilyun atau 31,1%. Secara keseluruhan terdapat pertumbuhan sebesar 18,4% bila dibandingkan dengan posisi yang sama pada tahun 2006 yaitu Rp. 427,99 trilyun. Sementara net
NPLs kredit UMKM 3,19% dan total kredit perbankan sebesar 2,61%. Sementara itu hingga Juni 2007 nett ekspansi kredit perbankan yangmdisalurkan ke sektor UMKM sebesar Rp. 34,2 trilyun atau 48,1% dari total business plan tahun 2007 telah mencapai lebih dari 19,1 juta rekening dibandingkan pada Juni 2006 yang berjumlah 18,2 juta. Berdasarkan jenis penggunaan kredit, prosentase terbesar penggunaan kredit UMKM adalah untuk kredit konsumsi dimana per Juni 2007 adalah sebesar 66,7%, yang diikuti oleh kredit modal kerja sebesar 22% dan kredit investasi sebesar 11,3%. Besarnya prosentase kredit konsumsi tersebut juga menunjukkan bahwa penyaluran kredit UMKM ke sektor usaha yang produktif masih perlu ditingkatkan.
4. Kebijakan Bank Indonesia Dalam Pemberdayaan UMKM Bank Indonesia dalam pengembangan UMKM berubah menjadi tidak langsung. Pendekatan yang digunakan kepada UMKM bergeser dari development role menjadi promotional role. Pendekatan yang memberikan subsidi kredit dan bunga murah sudah bergeser kepada pendekatan yang lebih menitikberatkan pada kegiatan pelatihan kepada petugas bank, penelitian dan penyediaan informasi. Dengan kondisi seperti itu, Bank Indonesia masih tetap memberikan dukungan, namun kebijakan BI baik dari sisi supply maupun sisi demand lebih difokuskan dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat. Dari sisi supply, Bank Indonesia
mengeluarkan
berbagai
kebijakan
perbankan
sehingga
dapat
meningkatkan pemberian kredit kepada UMKM namun tetap prudent. Kebijakan tersebut antara lain dengan mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 3/2/PBI/2001 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil yang menganjurkan bank memberikan sebagian kreditnya kepada usaha kecil; PBI Nomor 6/25/PBI/2004 dan SE Nomor 6/44/DPNP perihal Rencana Bisnis Bank Umum Dalam Penyaluran Kredit UMKM, sehingga diketahui komitmen bank dalam menyalurkan kredit UMKM; dan SE nomor 8/3/DPNP, dimana dalam perhitungan aktiva tertimbang menurut risiko (ATMR) bobot risiko untuk KUK
dikenakan sebesar 85%. Dari sisi demand, kebijakan Bank Indonesia lebih difokuskan pada penguatan lembaga pendamping UMKM melalui peningkatan capacity building dalam bentuk pelatihan dan kegiatan penelitian yang menunjang pemberian kredit kepada UMKM. Beberapa upaya yang dilakukan antara lain: a. Pelatihan-pelatihan kepada lembaga pendamping UMKM, dalam rangka meningkatkan kemampuan kredit UMKM. Pada periode Januari-Juni 2007, Bank Indonesia telah memberikan pelatihan kepada 819 orang pendamping UMKM atau konsultan keuangan mitra bank (KKMB) dengan jumlah kredit yang berhasil dihubungkan dengan bank mencapai lebih dari Rp. 155 miliar untuk 2.582 UMKM; b. Pendirian Pusat Pengembangan Pendamping UKM (P3UKM), sebagai pilot project di Bandung. P3UKM antara lain bertugas melakukan pelatihan dan akreditasi pendamping UKM. Pada bulan Juli 2007 lembaga sejenis telah didirikan di Kalimantan Selatan dan pada bulan September ini lembaga sejenis direncanakan juga didirikan di Sulawesi Selatan; c. Pengembangan Sistem Informasi Terpadu Pengembangan Usaha Kecil (SIPUK) sebagai sarana untuk lebih menyebarluaskan secara cepat hasil-hasil penelitian dan berbagai informasi lainnya. SIPUK terdiri dari Sistem Informasi Baseline Economic Survey (SIB), Sistem Informasi Agroindustri Berorientasi Ekspor (SIABE), Sistem Informasi Pola Pembiayaan/ lending model Usaha Kecil (SILMUK), Sistem Penunjang Keputusan Untuk Investasi (SPKUI); dan Sistem Informasi Prosedur Memperoleh Kredit (SIPMK). d. Berbagai penelitian dalam rangka memberikan informasi untuk mendukung pengembangan UMKM. Kegiatan penelitian terutama diarahkan untuk mendukung penetapan arah dan kebijakan Bank Indonesia dalam rangka pemberian bantuan teknis dan juga dalam rangka penyediaan informasi yang berguna dalam rangka pengembangan UMKM.
5. Program Pengembangan Sistem Pendukung Usaha Bagi UMKM Kegiatan-kegiatan pokok dari program ini antara lain mencakup: 1. Penyediaan fasilitasi untuk mengurangi hambatan akses UMKM terhadap sumber daya produktif, termasuk sumber daya alam; 2. Peningkatan peran serta dunia usaha/masyarakat sebagai penyedia jasa layanan teknologi, manajemen, pemasaran, informasi dan konsultan usaha melalui penyediaan sistem insentif, kemudahan usaha serta peningkatan kapasitas pelayanannya; 3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dan koperasi simpan pinjam/usaha simpan pinjam (KSP/USP) antara lain melalui pemberian kepastian status badan hukum, kemudahan dalam perijinan, insentif untuk pembentukan sistem jaringan antar LKM dan antara LKM dan Bank, serta dukungan terhadap peningkatan kualitas dan akreditasi KSP/USP/LKM sekunder; 4. Perluasan sumber pembiayaan bagi koperasi dan UMKM, khususnya skim kredit investasi bagi koperasi dan UMKM, dan peningkatan peran lembaga keuangan bukan bank, seperti perusahaan modal ventura, serta peran lembaga penjaminan kredit koperasi dan UMKM nasional dan daerah, disertai dengan pengembangan jaringan informasinya; 5. Peningkatan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan dana pengembangan UMKM yang bersumber dari berbagai instansi pemerintah pusat, daerah dan BUMN; 6. Dukungan terhadap upaya mengatasi masalah kesenjangan kredit (kesenjangan skala, formalisasi, dan informasi) dalam pendanaan UMKM; 7. Pengembangan sistem insentif, akreditasi, sertifikasi dan perkuatan lembagalembaga pelatihan serta jaringan kerjasama antarlembaga pelatihan; 8. Pengembangan dan revitalisasi unit pelatihan dan penelitian dan pengembangan (litbang) teknis dan informasi milik berbagai instansi pemerintah pusat dan daerah untuk berperan sebagai lembaga pengembangan usaha bagi UMKM; 9.
Dukungan terhadap upaya penguatan jaringan pasar produk UMKM dan anggota koperasi, termasuk pasar ekspor, melalui pengembangan lembaga
pemasaran, jaringan usaha termasuk kemitraan usaha, dan pengembangan sistem transaksi usaha yang bersifat on-line, terutama bagi komoditas unggulan berdaya saing tinggi. 10. Pemberian bantuan dana bahi pengusaha UMKM yang kurang modal oleh Bank Indonesia di sektor perbankan dengan meluncurkan program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Tujuan diluncurkannya KUR adalah : (i) untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM; (ii) untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi; (iii) untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja.
Tahun 2011 rencananya pemerintah akan menaikkan anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) menjadi Rp 25 triliun. Tahun 2010, dana KUR yang disiapkan pemerintah sebesar Rp 20 triliun. Rencana kenaikan dana KUR nasional didorong oleh tingginya minat masyarakat dalam menggunakan dana KUR. Menurutnya, KUR banyak diminati karena memang di desain untuk memfasilitasi masyarakat yang memiliki usaha tetapi terkendala dana. Skema yang disiapkan juga cukup ringan. Misalnya, pinjam Rp 20 juta ke bawah tidak perlu ada jaminan. Skema lain, misalnya ada bunga rendah lima persen per tahun. Menggunakan skema KUR pun yang tanpa jaminan itu mencapai 22 persen. UMKM yang memakai jaminan juga masih tinggi di 14 persen sampai 16 persen. Target penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sepanjang tahun 2011 naik sekira 16,09 persen dibanding realisasi penyaluran KUR tahun 2010 sebesar Rp17,228 triliun. Pemerintah terus mengarahkan penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) ke sektor-sektor produktif di hulu, seperti sektor pertanian, perikanan dan industri merupakan tulang punggung perekonomian nasional, yang selama ini masih menerima alokasi kredit relatif kecil. Realisasi KUR tersebut sekitar 67 persen dari target penyaluran KUR 13 BPD pada tahun 2011. Di posisi berikutnya, PT Bank Negara Indonesia Tbk
(BNI) telah menyalurkan KUR sekira 65 persen dari target atau senilai Rp1,61 triliun dengan jumlah debitor 18.490. Sementara, Bank Mandiri menyalurkan KUR sebesar Rp1,56 triliun atau sekira 52 persen dari target, dengan jumlah debitur sebanyak 26.926. Selanjutnya, Bank Syariah Mandiri (BSM) menyalurkan KUR sebesar Rp370,1 miliar atau 62 persen dari target dengan jumlah debitur sebanyak 3.863. Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) merealisasikan KUR sekira 32 persen atau sebesar Rp254,8 miliar dengan jumlah debitur sebanyak 1.948 dan Bank Bukopin Tbk baru merealisasikan penyaluran KUR sepanjang setengah tahun 2011 sekira 29 persen dari target atau Rp102,6 miliar dengan jumlah debitur 794. Realisasi total penyaluran kredit usaha rakyat (KUR) enam bank dan 13 Bank Pembangunan daerah (BPD) sepanjang semester pertama tanggal 01 Juli 2011 telah mencapai 72,3 persen mencapai Rp 14,45 triliun dari target total penyaluran KUR hingga akhir tahun 2011. Adapun target penyaluran KUR hingga akhir 2011 sebesar Rp 20 triliun. Penyaluran KUR pada enam bulan pertama tahun 2011 sebesar Rp14,45 triliun diberikan kepada 989.157 debitur. Sementara itu, realisasi penyaluran KUR selama enam bulan pertama tahun 2011 terbesar terjadi pada bulan Juni 2011. Pada Juni 2011, realisasi KUR mencapai Rp3,15 triliun dengan jumlah debitur 203.622, pada Mei realisasi KUR sebesar Rp2,44 triliun dengan jumlah debitur 164.638, realisasi KUR pada April sebesar Rp2,39 triliun dengan jumlah debitor 156.479. Penyaluran KUR pada Maret mencapai Rp2,67 triliun dengan jumlah kreditur 164.428, penyaluran KUR pada Februari Rp1,92 triliun dengan 148.232 kreditor dan pada penyaluran KUR pada Januari Rp1,87 triliun dengan 151.758 debitur. Landasan operasional KUR adalah Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 sebagai berikut:
Para Pihak Pemerintah (6 Menteri) Departemen Keuangan
Fungsi a. Membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan berikut penjaminan kredit/pembiayaannya kepada UMKM dan Koperasi. b. Mempersiapkan UMKM dan Koperasi yang melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau cluster untuk dapat dibiayai dengan kredit/pembiayaan. c. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan kredit/pembiayaan.
Departemen Pertanian Departemen Kehutanan Departemen Kelautan dan Perikanan Departemen Perindustrian Kementerian Negara KUKM
d. Melakukan pembinaan dan pendampingn selama masa kredit/pembiayaan. e. Memfasilitasi hubungan antara UMKM dan Koperasi dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti/off taker yang memberikan kontribusi dan dukungan kelancaran usaha.
Perbankan (6 bank) Bank BRI, Bank Mandiri, Melakukan penilaian kelayakan usaha dan BNI, Bank BTN, memutuskan pemberian kredit/pembiayaan sesuai Bukopin, Bank Syariah ketentuan yang berlaku Mandiri Perusahaan Penjaminan Kredit PT Askrindo dan Perum Memberikan persetujuan penjaminan atas Sarana Pengembangan kredit/pembiayaan yang diberikan perbankan sesuai Usaha ketentuan asuransi.
6. Contoh Usaha Batik menggunakan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Usaha Batik Toko. X berdiri 01 Oktober 2003 dengan modal pertama hanya Rp 10 juta dan masih berjualan di rumah jadi memasarkan usaha batik dari rumah ke rumah atau antar teman, tetangga saja. Pertama kali mengambil batik hanya dari kota Solo. Dengan perkembangan waktu dan zaman persaingan usaha batik Toko X sudah tidak usaha rumah tapi sudah mempunyai toko sewa di Cempaka Putih mulai 1 toko tahun 2005 lalu berkembang menjadi 3 – 4 toko tahun 2007. Untuk
memperkaya dan bersaing model batik yang dijual juga sudah berkembang dari 5 daerah yaitu Kota Solo, Pekalongan, Cirebon, Madura dan Lasem (Rembang) langsung dari pengrajin sehingga mendapatkan harga yang murah. Cara kerjasama dengan para pemasok daerah usaha batik yaitu bila pengambilan batik di bawah Rp 10 juta pembayaran tunai atau tempo kredit 1 minggu, tetapi bila pengambilan batik antara Rp 10 – 20 juta maka sistem pembayaran tempo 1 – 3 bulan sesuai perjanjian. Sistem kepercayaan juga sangat mendukung usaha batik Toko X ini. Pemasaran usaha batik juga mengikuti tren teknologi dengan menggunakan website sendiri dan bersifat on line dengan pengiriman barang setelah pembayaran dilakukan melalui transfer bank. Website itu bisa dilihat melalui internet yang berisi gambar – gambar baju batik jadi dan kain batik dengan berbagai bentuk dan corak serta harga yang tertera. Sehingga pembeli tidak usah datang ke Toko X lagi tapi dapat memesan dan melihat berbagai model jualan melalui website itu. Tetapi banyak juga yang datang ke Toko X untuk melihat langsung berbagai batiknya. Toko X juga memasarkan usahanya dengan mengikuti pameran-pameran seperti di JCC, Gedung Umum Smesco, Gedung Arsip, BNI Pusat, Hotel Four Season,dll. Dengan diluncurkannya Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Pemerintah maka Toko X juga mengunakan fasilitas ini untuk menambah modal usaha dan fasilitas. Tahun 2010 Toko X diproses oleh BNI Jatinegara sebagai mitra bina KUR dengan kerjasama Departemen Koperasi dengan meminjam Rp 200 juta bunga menurun 14 persen sesuai perjanjian di depan notaris. Tidak dikenakan biaya provisi dan administrasi. Minimal usaha batik yang dapat dibina oleh BNI minimal 3 tahun usaha. Tahun 2010 Toko X juga sudah dapat membeli 2 toko dan sewa 3 toko. Toko X juga sudah dapat membayar cicilan kepada 5 daerah pemasok usaha batiknya dengan lancar, Profit usaha batik Toko X tahun 2010 sudah mencapai 20 - 50 persen per bulan. Dan mencapai omzet Rp 100 juta / bulan. Terlihat dengan adanya KUR dapat membantu UMKM khususnya usaha batik Toko X. Usaha Batik ini merupakan usaha pokok bagi keluarga sebagai penghasilan keluarga yang membiayai kebutuhan pokok dan kebutuhan tambahan.
7. Kesimpulan 1. Dalam perekonomian Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan kelompok usaha yang memiliki jumlah paling besar. 2. Penyediaan kredit perbankan untuk mendukung pengembangan UMKM sebenarnya sudah cukup besar, karena telah mencapai separuh dari alokasi total kredit perbankan. 3. Penetrasi bank-bank kepada sektor UMKM tersebut bukan hanya sekedar mengikuti trend, melainkan suatu strategi yang mendasari keputusan bisnis yang mengukuhkan bahwa UMKM merupakan sektor yang prospektif sehingga layak untuk dibiayai dan menguntungkan. 4. Bank Indonesia dalam pengembangan dan pemberdayaan UMKM adalah dalam rangka mendorong peningkatan fungsi intermediasi perbankan serta untuk mendukung sistem perbankan yang sehat, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. 5. Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diluncurkan pemerintah juga sangat membantu
para
pengusaha
UMKM
dalam
menambah
modal
dan
pengembangan fasilitas usaha contoh : usaha Batik Toko X.
8. Daftar Pustaka Abdullah, Maskur. 2005. “Lilitan Masalah Usaha Mikro kecil, Menengah (UMKM) dan Kontroversi Kebijakan”. Badan Penerbit Bitra Indonesia, Medan. Anoraga, Panji. 2002. “Koperasi, Kewirausahaan, dan Usaha Kecil”. Badan Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Bobo, Julius. 2003.
“Transformasi Ekonomi Rakyat”. Badan Penerbit PT.
Pustaka, Jakarta. www.bi.go.id website Bank Indonesia mengenai SIPUK. http://www.scribd.com/doc/52427686/2/Pengertian-UMKM www.sentrakukm.com/index.php/kur -Informasi Seputar KUR economy.okezone.com/.../pemerintah-akan-tambah-anggaran-ku..–Pemerintah akan tambah anggaran KUR menjadi 25 Trilyun www.bni.co.id/Portals/0/Document/Ulasan%20Ekonomi/.../KUR.pdf KUR
www.depkop.go.id/index.php?option=com_content...article..–
Kriteria
Usaha
Mikro, Kecil Dan Menengah Menurut Uu No. 20 Tahun 2008 Tentang UMKM infoukm.wordpress.com/2008/.../keragaman-definisi-ukm-di-ind..-Keragaman Definisi UKM di Indonesia Agustus 11, 2008 www.depkop.go.id