BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan kualitas sumber daya manusia dan persaingan dalam memperoleh pekerjaan di Indonesia menuntut tiap orang untuk berusaha menciptakan lapangan pekerjaan. Selain itu, globalisasi juga menjadi satu tantangan yang harus dihadapi dalam upaya bertahan hidup. Indonesia merupakan negara agraris dimana mata pencaharian penduduknya sebagian besar adalah yang pertama di sektor pertanian dan peternakan. Sektor ini diharapkan mampu menyediakan lapangan pekerjaan bagi banyak orang, maka tidaklah aneh jika banyak orang yang melaksanakan usaha di sektor ini. Usaha-usaha yang dilakukan oleh masyarakat disektor ini lebih banyak dilaksanakan dalam skala usaha kecil, mikro dan menengah (UMKM). UMKM merupakan salah satu ujung tombak perekonomian nasional yang bertumpu pada kekuatan usaha yang dijalankan oleh rakyat. UMKM juga merupakan salah satu wujud nyata dari perekonomian kerakyatan. Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, UMKM dibagi menjadi tiga bagian, yaitu, usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 99 Tahun 1998 Tentang Usaha Kecil dan Menengah menjelaskan bahwa “kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan usaha yang tidak sehat”1. Dukungan dari pemerintah terhadap sektor pertanian dan peternakan juga sangat di perlukan untuk mengembangkan kedua sektor penggerak ekonomi tersebut. Salah satunya adalah dengan melalui kebijakan. Kebijakan tersebut direalisasikan 1
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:TBvA_1YJBMEJ:www.depkop.go.id/phocad ownload/regulasi/kepmen/UKM05KEPMEN, 10 Januari 2013.
1
dalam beberapa program seperti pemberian pinjaman dengan bunga rendah serta pelatihan dan penyuluhan terhadap petani dan peternak tradisional untuk kemajuan pertanian dan peternakan mereka. Peternakan sebagai subsektor dari sektor pertanian menjadi salah satu perhatian khusus bagi setiap orang. Peternakan menjadi salah satu pilar perekonomian rakyat yang ikut menggerakkan perekonomian secara nasional. Pentingnya peternakan di Indonesia menjadikan sektor peternakan menjadi salah satu ranah pembangunan nasional. Salah satu peternakan yang berkembang di Indonesia adalah peternakan sapi. Usaha peternakan sapi tidak hanya menghasilkan
daging atau susu, tetapi juga
menghasilkan pupuk kandang dan sebagai lahan pembukaan lapangan kerja. Ternak sapi di Indonesia dibagi menjadi dua jenis, ternak sapi perah dan ternak sapi pedaging. Usaha ternak sapi cukup populer di daerah pedesaan di Kecamatan Getasan sebagai salah satu usaha sampingan para petani karena lingkungan yang mendukung di daerah pedesaan. Dusun Getasan merupakan salah satu daerah yang peduduknya menjalankan usaha peternakan sapi. Pada penelitian pendahuluan pada awal february 2013 menurut Bapak SH, Bapak SL, dan Bapak TN selaku petani dan juga peternak sapi di Dusun Getasan, peternakan sapi di Dusun Getasan dimulai dari era peternak sapi putih atau lebih di kenal sapi jawa, sampai ada bantuan dari pemerintah sekitar 15 tahun terakhir untuk pengembangan usaha peternakan sapi betina dari Australia. Sapi betina tersebut setelah menghasilkan anak bisa menghasilkan susu yang cukup banyak. Sapi dari Australia tersebut dinilai para peternak lebih menguntungkan dan lebih mudah pengelolaanya dibanding sapi jawa. Anak dari sapi perah tersebut tidak selalu lahir betina, ada juga yang melahirkan sapi jantan. Sapi yang melahirkan sapi betina, anaknya akan di pelihara kembali untuk dikembangbiakkan sebagai mana induknya dahulu. Jika anak sapi jantan, rata-rata peternak menjualnya diusia sudah tidak menyusu sekitar umur 3-5 bulan karena dianggap tidak menghasilkan pemasukan harian seperti sapi perah. Sapi perah adalah sapi yang tujuan utama pemeliharaanya adalah menghasilkan susu. Rata-rata yang 2
memelihara sapi perah di dusun Getasan adalah dari hasil turun temurun keluarga, jadi jarang yang menjual atau membeli sapi perah. Sehingga bisa di katakan banyak sapi perah di dusun Getasan karena pengembang biakan selama bertahun-tahun. Perkembangan peternakan sapi di Dusun Getasan mengalami perubahan pada jangka waktu dua sampai tiga tahun terakhir dengan mulai munculnya peternakan sapi pedaging. Terdapat beberapa orang di Dusun Getasan yang mengembangkan peternakan sapi jantan sebagai penghasil daging. Pada pengamatan pendahuluan di temukan dalam jangka waktu dua tahun terakhir, di Desa Getasan mulai banyak orang yang memulai usaha peternakan sapi pedaging. Karena melihat beberapa peternak sapi pedaging yang mulai berkembang besar dan di nilai bisa cepat dalam siklus karena tidak memakan waktu pemeliharaan lama seperti sapi perah. Juga dengan naiknya harga daging sapi yang cukup tinggi pada tahun 2012 yang tidak di imbangi dengan harga susu yang masih tetap rendah. Dibuktikan dengan impor daging yang cukup tinggi karena pasokan dalam negri tidak memenuhi kebutuhan konsumsi daging dalam negri. Kebijakan impor daging juga tidak berpengaruh besar dalam menekan harga daging yang di sebabkan ketidaksesuaian pengelola impor daging sapi. Sedangkan hasil utama sapi perah yaitu susu masih bebas di kendalikan oleh pengepul dengan mudah karena bersifat pasar monopsoni/oligopoli. Peternak mulai berpikir beralih ke sapi pedaging juga mempertimbangkan hal itu, mereka mulai menyadari jika sapi pedaging bisa di tahan penjualannya saat harga turun dan yakin pasti naik harganya menjelang hari-hari besar seperti idul adha, idul fitri dan hari-hari besar yang lain, jika susu mau tidak mau harus di jual pada hari itu saat pemerahan. Karena jika tidak langsung di jual susu akan rusak, bau, tidak layak konsumsi dan menjadi tidak ada harganya, sehingga para pengepul bisa leluasa menentukan harga susu. Hal itu yang kemudian menjadi pertimbangan para peternak sapi perah beralih ke sapi jantan atau pedaging, seperti yang terjadi di Desa Getasan dan khususnya di Dusun Getasan. Menurut Kepala Desa Getasan pada awal januari 2013“Terdapat 40 peternak sapi pedaging pada awal tahun 2013 di Dusun Getasan, Desa Getasan, Kelurahan 3
Getasan, kabupaten Semarang”2. keterangan tersebut sejalan dengan fakta-fakta yang terjadi di lapangan selama pengamatan pendahuluan oleh penulis. Salah satunya adalah Bapak GJ dan Bapak UT yang tinggal di Desa Getasan dengan masing-masing sekarang memiliki sapi jantan yang jumlahnya lebih banyak dari jumlah sapi perah. 1.2. Identifikasi Masalah Ternak sapi merupakan sektor usaha yang menjadi ranah pembangunan nasional di Indonesia. Berdasarkan data yang di peroleh dari, populasi sapi yang ada di Kecamatan Getasan pada tahun 2011, “Populasi sapi yang terdapat di Kecamatan Getasan mencapai 20.423 ekor sapi perah dan 855 ekor sapi pedaging yang terdiri dari 7.145 rumah tangga pemelihara dan pedagang. Sedangkan di Desa Getasan Sendiri terdapat 1.388 ekor sapi perah dan 0 ekor sapi potong”3. Penulis pada saat observasi di Dusun Getasan memperoleh data jumlah sapi pedaging yang berbeda dengan jumlah yang tercatat di Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang. “Terdapat kurang lebih 600 ekor sapi pedaging di Desa Getasan hingga akhir tahun 2012”4.
Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah sapi pedaging yang signifikan di Dusun Getasan. Penulis mencoba melakukan pengamatan pendahuluan terhadap beberapa peternak sapi. Pengamatan ini di lakukan terhadap peternak sapi perah dan juga peternak sapi pedaging milik Bapak SL,SH dan Bapak YN. Dari pengamatan pendahuluan yang di lakukan penulis, di temukan beberapa gejala problematis :
2
Widodo, Kepala Desa Desa Getasan, Wawancara, Getasan, 6 Januari 2013. Kecamatan Getasan, 2011, Kecamatan Getasan Dalam Angka 2011, Badan Pusat Statistik Kabupaten Semarang, Semarang. 4 Widodo, op.cit. 3
4
Bapak SL yang sebelumnya selalu menjual sapi jantan bakalan peranakan dari sapi perahnya mulai tidak menjual sebelum di nilai layak potong. Bapak SH yang sebelumnya tidak memelihara sapi, sekarang memelihara sapi pedaging. Bapak YN yang sebelumnya memiliki sapi perah 6, sekarang hanya tinggal 2 dan yang 4 di tukarkan sapi pedaging. Kesimpulan dari 3 data di atas adalah adanya peralihan pemeliharaan dari perah ke sapi pedaging. Peternak sapi di Dusun Getasan beralih dari sapi perah ke pedaging. Beberapa gejala problematis tersebut menunjukkan adanya masalah. Harga anak sapi pedaging yang menjadi cikal bakal lebih mahal tidak membuat usaha peternakan sapi pedaging tidak diminati peternak sapi, bahkan dalam beberapa tahun terakhir terdapat banyak peternak sapi perah yang beralih ke usaha peternakan sapi pedaging. Risiko kerusakan kandang yang ditimbulkan oleh sapi pedaging juga lebih besar mengingat tingkat agresifitasnya yang lebih tinggi daripada sapi perah, namun hal ini juga tidak menyurutkan minat peternak untuk beralih dari peternakan sapi perah ke peternakan sapi pedaging. Berdasarkan analisis gejala problematis di atas, penelitian ini hendak menjawab beberapa pertanyaan :
1. Bagaimanakah usaha peternakan sapi pedaging di Dusun Getasan? 2. Seberapa besar tingkat kelayakan usaha peternakan sapi pedaging di Dusun Getasan?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Mendeskripsikan usaha peternakan sapi pedaging di Dusun Getasan.
2.
Mengukur tingkat kelayakan usaha peternakan sapi pedaging di Dusun Getasan.
5
1.4.
Signifikansi Penelitian
1.4.1. Signifikansi Teoritis Penelitian ini hendak menguji pendapat Prajogo U. Hadi dan Nyak Ilham yang menyatakan bahwa“Peternak yang rasional secara ekonomi akan menanamkan modalnya pada usaha yang bisa memberikan keuntungan yang paling tinggi baginya”5. Dalam penelitian ini akan diukur tingkat kelayakan usaha dari usaha peternakan
sapi pedaging. Hasil pengukuran tersebut akan dijadikan alat dalam
menguji pendapat ahli tersebut.
1.4.2
Signifikansi Praktis
a. Bagi Dunia Pendidikan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dalam bentuk penelitian diskriptif kuantitatif serta pengembangan ilmu pengetahuan SPI. b. Bagi Koperasi Penelitian ini dapat digunakan oleh peternak sapi pedaging di Dusun Getasan, Desa Getasan, Kelurahan Getasan, Kabupaten Semarang dalam merencanakan usahanya dan atau pengembangan usaha. c. Bagi Penulis Memberikan pengetahuan bagi penulis dibidang kelayakan usaha ternak sapi pedaging di Dusun Getasan, Desa Getasan, Kelurahan Getasan, Kabupaten Semarang.
5
Prajogo U. Hadi dan Nyak Ilham, 2002, Problem dan Prospek Pengembangan Usaha Pembibitan Sapi potong di Indonesia, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi-summary.php?contentID=p3214024, diunggah pada tanggal 28 Februari 2013.
6
1.5.
Keterbatasan Penelitian Pelaksanaan penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kendala-kendala yang
menyebabkan adanya keterbatasan dari penelitian ini. Selama melaksanakan penelitian, penulis mengalami kesulitan dalam memperoleh ijin untuk melaksanakan penelitian di beberapa peternak. Jangkauan penulis pun hanya terbatas pada wilayah Dusun
Getasan karena terlalu banyaknya peternak sapi di Kecamatan Getasan.
Penelitian ini dibatasi pada analis tentang kelayakan usaha aspek keuangan dan ekonomi sapi pedaging dilihat dari sisi ekonomis dan teknis di Dusun Getasan yang melibatkan peternak sapi pedaging sebagai pelakunya. Penelitian ini terbatas pada hal-hal tersebut mengingat keterbatasan dan ketidakmampuan penulis dalam hal waktu, biaya dan jangkauan penulis dalam meneliti variabel-variabel lain yang berkaitan dengan usaha peternakan sapi pedaging di Desa Getasan.
7