UJI METODE PENGENDALIAN PANAS TERMAL DENGAN ISOLASI PANAS DI PERMUKAAN BETON PADA PEMBETONAN PONDASI BETON MASSIP GEDUNG APARTEMEN HYAAT Darmankatni.S Dosen Diploma Teknik Sipil FTSP-ITS
ABSTRAK Pengendalian panas termal pada pelaksanaan pengecoran beton massip untuk kontruksi beton seperti poer pondasi bangunan, pada umumnya dilaksanakan dengan metode pengecoran dengan system pendinginan buatan dan untuk tubuh bendung beton dengan sistem papan catur. Kedua metode tersebut mempunyai kendala dari faktor biaya pendinginan beton dengan Water Chiller dan waktu pelaksanaan yang lebih lama,sehing ga kedua metode tersebut tidak dapat dilaksanakan untuk pekerjaan dengan lokasi proyek terbatas dan yang memerlukan waktu pelak sanaan yang relatif singkat. Untuk mengatasi masalah tersebut, dicoba suatu metode alternatif pengendalian panas termal dengan memasang isolasi panas pada permukaaan atas beton dengan lembaran plastik yang diatasnya diurug pasir kering, dan semua permukaan dilindungi dengan tenda untuk menghidari sinar matahari, dan untuk memantau perkembangan suhu selama proses hidrasi beton dipasang alat pengukur suhu (Electronic Thermometer) pada sembilan titik pengamatan didalam beton. Dengan mengevaluasi perbedaan suhu pada grafik hubungan suhu yang terjadi pada titik pengamatan dan waktu proses pendinginan beton selama 28 hari, dihasilkan perbedaan suhu pada bagian top, middle dan bottom dititk A,B,C,D,E,F,G,H,dan I rata-rata dibawah perbedaan suhu yang diijinkan yaitu 20 ° C sebagai persyaratan beton tidak mengalami crack akibat perbedaan suhu yang tinggi, sehingga metode tersebut layak dipakai sebagai acuan untuk melaksanakan pengecoran beton massip.
1. PENDAHULUAN Untuk berbagai kontruksi yang menggunakan beton berukuran besar dan massip, selama proses pengerasan beton akan mengalami kenaikan suhu yang ditimbulkan oleh pelepasan panas pada saat semen Portlant mengalami proses hidrasi. Makin tinggi jumlah dan kadar semen dalam beton akan makin besar jumlah kalori yang dilepaskan. Panas yang dilepaskan oleh proses hidrasi semen akan menaikkan suhu beton sampai 85° C pada bagian dalam beton massip, sehingga akanterjadi perbedaan suhu yang cukup besar dengan bagian luar permukaan beton. Keadaan ini bila tidak dikendalikan akan menyebabkan terjadinya retakan-retakan pada permukaan beton yang dapat berlanjut kepada retakan didalam beton sehingga dapat mengurangi kemampuan konstruksi beton massip.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Ada 2 (dua) metode pengendalian panas termal yang pernah dilaksanakan di Indonesia yaitu dengan metode pendinginan buatan dengan sistem pipa beraliran air dingin yang dipasang didalam beton, dan metode pengecoran sistem papan catur dengan pengecoran berlapis. Untuk metode pendinginan buatan terdapat kendala masalah biaya pendinginan dengan Water Chiller dan pelaksanaan pengecoran pada malam hari, sedangkan untuk metode papan catur kendalanya adalah waktu pelaksanan pengecoran memerlukan waktu yang lebih lama.Dari kendala tersebut dicoba suatu alternatif metode pengendalian panas termal dengan memasang isolasi panas di permukaan atas beton dengan lembaran plastik yang diatasnya diurug pasir kering setebal 25 cm, dan semua permukaan beton dilindungi terhadap panas matahari dengan tenda, pada pelaksanaan pengecoran beton massip pondasi gedung Apartemen Hyaat Regency Surabaya. Penelitian ini ditujukan
B-147
Darmankatni.S
untuk mengetahui apakah dengan metode pengedalian panas termal dengan isolasi panas pada permukaan beton memenuhi syarat untuk mengendalikan tegangan termal akibat perbedaan suhu. 2.TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Sifat Thermal Betton Massip Yang membedakan proses pengeringan beton massa dengan beton struktural lainnya adalah sifat termalnya. Apabila Portland Cement bereaksi dengan air, maka terjadilah proses hidrasi dan dalam proses ini dilepaskan panas yang disebut panas hidrasi. Didalam beton massa panas hidrasi tidak mudah terlepas keluar sehingga suhu beton menjadi tinggi. Sehubungan dengan ukuran beton massip besar dan tebal, massa beton memerlukan waktu yang lama sekali untuk menjadi dingin tergantung pada tebalnya beton massip. Perbedaan suhu yang besar (lebih dari 20° C), dapat menimbulkan tegangan termal didalam beton yang berlanjut dengan terjadinya retak termal. Permukaan beton yang berhubungan dengan udara luar mengalami pendinginan akan menyusut (kontraksi) dan susut ini tertahan oleh beton bagian dalam yang masih panas sehingga terjadi retak dipermukaan. T.A. HORISON dalam ” EARLY AGE THERMAL CRACK CONTROL IN CONCRETE ” 1981, menyatakan bahwa untuk beton memakai agregat batuan silika, membatasi perbedaan temperatur sampai 20 ° C cukup untuk mencegah retakan. Faktor-faktor yang berpengaruh atas meningkatnya suhu beton antara lain : • Jenis cement, PC type I mempunyai panas hidrasi yang tinggi dibandingkan dengan PC type IV dan V. • Jumlah/kadar PC dalam beton, makin besar kadar PC makin besar jumlah panas hidrasi yang dikeluarkan. PC type I akan menghasilkan kenaikan suhu sebesar ± 12° C untuk setiap 100 kg semen dalam beton. • Suhu beton pada waktu pengecoran, Di Indonesia suhu udara rata-rata ± 27°C 34°C dan suhu bahan untuk pembuatan beton (semen,agregat dan air) akan berada disekitar suhu tersebut. Apabila suhu beton pada saat pengecoran sudah
ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-148
tinggi, maka kenaikan suhu beton akan cepat dan suhu tertinggi yang dicapai menjadi tinggi pula. Agar suhu beton dapat diperendah perlu dilakukan pendinginan terlebih dahulu dari semen,agregat dan air. • Penggunaan bahan tambahan (admixture), bahan tambahan jenis standar dapat menghambat hidrasi semen, sehingga menghambat pelepasan panas. Bahan tambah jenis water reducer atau superplasticizer dapa mengurangi kadar air beton. Untuk workability dan kekuatan yang sama dengan tanpa bahan tambah, dapat dikurangi bahan kadar semen dalam beton, sehingga panas hidrasipun berkurang. • Jenis bahan cetakan/formwork dan isolasi, formwork yang mempuyai nilai isolasasi tinggi akan memakan panas dalam beton, shingga dapat memberikan kenaikan suhu beton yang tinggi pula. • Tebal beton, beton adalah konduktor panas yang lemah sehingga lambat melepas panas. Makin tebal beton makin tingi terjadinya kenaikan temperatur pada waktu awal dan selanjutnya kenaikannya rendah. 2.2. Panas Hidrasi Cement Portland Panas hidrasi yang dihasilkan dalam jangka waktu tertentu sangat dipengaruhi oleh temperatur pada waktu berlangsung hidrasi. Sebagai contoh, panas hidrasi yang dihasilkan oleh PC type I setelah 72 jam seperti tabel 1 berikut : Temperatur Panas Hidrasi Joule/gram Kalori/gram °C 24 285 88.0 32 309 73.9 41 335 80.0 Sumber : P.T Semen Gresik 2.3. Metode pengendalian panas termal 1. Metode dengan pendinginan buatan. Metode ini dilaksanakan dengan memasang pipa-pipa didalam beton yang tebal dan dilakukan pendinginan buatan dengan sistem pipa beraliran air dingin. Pendinginan juga diberikan pada campuran beton dengan campuran air pengaduk dengan batu es dan pengecoran dilakukan pada malam hari, untuk menjamin
Uji Metode Pengendalian Panas Termal Dengan Isolasi Panas Di Permukaan Beton Pada Pembetonan Pondasi Beton Massip Gedung Apartemen Hyaat
beton pada waktu dicor suhunya rendah. Metode ini pernah dilaksankan pada pondasi massa gedung tower Bank Dagang Negara Thamrin Jakarta.
CHILLER PERM UKAANBETON
Gambar 2 Metode Pengendalian Panas Thermal Dengan Pengecoran Sistem
Gambar 1 Metode Pengendalian Panas Thermal Dengan Pendinginan Buatan
2. Metode dengan pengecoran sistem papan catur dan pengecoran dilakukan secara berlapis, pada proyek P.L.T.A Tangga.
3. Metode alternatif dengan cara memasang isolasi panas pada permukaan luar beton. Isolasi panas dilakukan setelah selesai dilaksanakan pengecoran, dengan menutup lapisan permukaan beton dengan lembaran plastik tebal yang diatasnya ditimbuni pasir kering setebal 25 cm, dan seluruh permukaan beton dilindungi dari panas matahari dan hujan dengan tenda.
LAPISAN PASIR
LAPISAN PLASTIK
FORM WORK
BETON YANG DI COR
Gambar 3 Metode Pengendalian Panas Thermal Dengan Isolasi Panas Pada Permukaan Beton
ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-149
Papan
Darmankatni.S
3. PELAKSANAAN PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah ; 1. Mutu beton pondasi K 350, dan volume 2500 M3, dengan campuran memakai : • P.C tipe I 390 Kg/M3 • Pasir alam • Batu pecah • Admixture jenis Retarder • Waktu pengecoran 48 jam 2. Metode pemasangan Isolasi pengedali panas termal. • Sebelum dilakukan pengecoran, seluruh lokasi pondasi yang akan dicor ditutup dengan tenda dengan tujuan untuk menghindari hujan dan panas matahari langsung. • Bagian beton yang telah dicor secara bertahap ditutup dengan lembaran plastik yang tebal dan diatasnya ditmbunipasir kering setebal 25 cm. • Lapisan Pasir kering setebal 25 cm yang menutupi permukaan luar beton massif selalu dijaga kekeringannya, dengan tujuan untuk menjaga kesetabilan suhu antara permukaan beton dan bagian dalam beton sehingga tidak terjadi lonjakan suhu pada beton. 3. Metode Pengecoran Sistem pengecoran dilakukan terusmenerus dengan urutan pengecoran sebagai gambar berikut:
G
28- 4- '91 Jam22.00
28- 4- '91 Jam22.00
28- 4- '91 Jam22.00
C
F
H
28- 4- '91 Jam19.00
28- 4- '91 Jam22.00
28- 4- '91 Jam20.00
D
E
I
32 12
10
12
10
2 2
12
Tahap II
• •
2
A+
G+
10
31- 3 - '91 Jam16.00
31- 3 - '91 Jam16.00
1 - 4- '91 Jam03.55
12
C+
F+
H+
31 - 3- '91 Jam07.00
31 - 3- '91 Jam04.00
31- 3- '91 Jam14.00
D+
E+
I+
10
2 2
12
Gambar 4a Urutan Pelaksanaan Pengecoran Tahap I
ISBN No. 978-979-18342-0-9
A
Urutan Pelaksanaan Pengecoran
B+
12
B
2
Gambar 4b
1- 4 - '92 Jam13.00
12
28- 4- '92 Jam19.00
12
1- 4 - '91 Jam13.10
32
28- 4- '91 Jam19.00
2
1- 4- '91 Jam13.10
2
28- 4- '91 Jam19.10
B-150
hujan dan panas matahari langsung. Bagian beton yang telah dicor secara bertahap ditutup dengan lembaran plastik yang tebal dan diatasnya ditmbunipasir kering setebal 25 cm. • Lapisan Pasir kering setebal 25 cm yang menutupi permukaan luar beton massif selalu dijaga kekeringannya, dengan tujuan untuk menjaga kesetabilan suhu antara permukaan beton dan bagian dalam beton sehingga tidak terjadi lonjakan suhu pada beton. 4. Pengamatan Panas Termal pada beton massa selama 28 hari : • Metode Pengukuran temperatur beton massa pondasi. Temperatur dalam beton massa diukur memakai Electronic Thermometer type Thermocoupel NiCr/NiAl.
Uji Metode Pengendalian Panas Termal Dengan Isolasi Panas Di Permukaan Beton Pada Pembetonan Pondasi Beton Massip Gedung Apartemen Hyaat
Titik-titik pengamatan dibagi atas 9 segmen lokasi pengamatan temperatur sesuai gambar berikut : 25
LAPISAN PASIR KERING
20
I
IV
VII 80
II
V
VIII
• Data hasil pengamatan temperatur. Pengamatan perkembangan temperatur maximum beton massa dilakukan secara periodik tiap 6 jam pada 9 segmen lokasi ukur, selama 28 hari. Hasil pengamatan suhu puncak yang terjadi dibagian permukaan (top), tengah (middle), dan bawah (bottom) dari tiap-tiap titik pengamatan dalam satuan ° C ( Derajat Celcius) adalah seperti grafik berikut dibawah ini :
80
III
VI
IX 20
LANTAI KERJA
12
12
12
Gambar 6 Lokasi Alat Ukur Suhu Beton
Grafik Hubungan Suhu Puncak & Waktu 70
tA 60
tB tC
Suhu (C)
50 40
tD tE
30
tF tG
20 10 0 1
2
3 4
5 6
7
8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Waktu (hari)
ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-151
tH tI tLuar
Darmankatni.S
4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Dari data hasil pengamatan perkembangan temperatur selama 28 hari, dibuat grafik hubungan perbedaan
suhu beton , waktu, dan beda suhu standar yang diijinkan (20° C) pada titik pengamatan selama beton mengalami proses hidrasi sebagai berikut :
Grafik Hubungan Beda Suhu Vs Waktu untuk Titik A, B, C 25
20
Beda Suhu (C)
DT1 DT2 15
DT3 DT4 DT5
10
DT6 DT
5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Waktu (hari)
Grafik Hubungan Beda Suhu Vs Waktu untuk Titik D, E, F 25
20
Beda Suhu (C)
DT1 DT2
15
DT3 DT4 DT5
10
DT6 DT
5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Waktu (hari)
Grafik Hubungan Beda Suhu Vs Waktu untuk Titik G, H, I 25
20
Beda Suhu(C)
DT1 DT2
15
DT3 DT4 DT5
10
DT6 DT 5
0 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 Waktu (hari)
• Perkembangan temperatur selama proses hidrasi .
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Dari Grafik hubungan suhu puncak dan waktu, dapat digambarkan
B-152
Uji Metode Pengendalian Panas Termal Dengan Isolasi Panas Di Permukaan Beton Pada Pembetonan Pondasi Beton Massip Gedung Apartemen Hyaat
perkembangan suhu selama proses hidrasi beton sebagai berikut : 1. Pada umur beton antara 1 sampai 14 hari, temperatur beton antara 62° C smapai 46° C dan suhu luar rata-rata 30° C, sehingga besarnya panas hidrasi yang dilepaskan lebih besar dari 80 kalori per gram PC dan perbedaan suhu dengan udara luar sangat besar, sehingga pada umur beton antara 1 sampai 14 hari adalah waktu kritis proses pengendalian panas hidrasi beton. 2. Pada umur beton antara 14 sampai 21 hari, berkisar ratarata antara 43° C dan 40° C dan merata pada titik-titik pengamatan, sehingga pada umur beton antara 14 sampai 21 hari proses hidrasi semen mendekati normal . 3. Pada umur beton 21 sampai 28 hari berkisar 39° C dan 34° C, sehingga per- kembangan panas hidrasi didalam beton mendekati suhu luar rata-rata 30° C. • Evaluasi hubungan perbedaan temperatur selama proses hidrasi. Dari garfik hubungan ∆ suhu dan waktu (1), (2) dan (3), dapat digambarkan bahwa per-kembangan perbedaan suhu selama proses hidrasi sebagai berikut : 1. Pada umur beton antara 1 sampai 10 hari perbedaan suhu
ISBN No. 978-979-18342-0-9
B-153
yang terjadi antara bagian bottom, middle dan top pada titik- titik pengamatan, berkisar antara 14° C dan 10° C, sehingga dibawah beda suhu kritis pada prose hidrasi sebesar 20° C. 2. Pada umur beton antara 10 sampai 28 hari, perbedaan suhu yang terjadi pada bagian bottom, middle dan top pada titik-titk pengamatan berkisar antara 7° C dan 1° C, sehingga memenuhi persyaratan perbedaan suhu kritis. 5. KESIMPULAN Dari hasil analisa dan pembahasan tersebut diatas dapat disimpulkan, metode isolasi panas pada permukaan atas beton dengan lapisan plastik dan pasir dapat dipakai untuk pengendalian panas hidrasi beton pada pengecoran beton massip. 6. DAFTAR PUSTAKA 1. Hassan Baraja, Ir ” Seminar perkembangan Teknologi Semen dan Beton Masa kini, Surabaya 1982. 2. T.A Harrison, ” Early –age Thermal Crack in Concrete, ciria Report, London 1981.