BAB 4 PERANCANGAN TERMAL PENUKAR PANAS 4.1 Penentuan Fluida Kerja Organik dan Kondisi Operasi Pada bab ini akan dibahas bagaimana cara melakukan proses perancangan termal untuk penukar panas yang dibantu dengan paket program Heat Transfer Research Inc. (HTRI). Sebelum dilakukan proses perancangan termal, perlu ditentukan fluida kerja organik yang akan digunakan karena akan berpengaruh terhadap kondisi operasi dari penukar panas. Pada analisis bab sebelumnya, diketahui bahwa fluida kerja yang menghasilkan daya netto terbesar adalah fluida kerja i-pentana, sedangkan yang menghasilkan daya netto terkecil adalah npentana. Untuk itu, fluida kerja yang akan dibandingkan pada proses perancangan termal ini adalah fluida kerja i-pentana dan n-pentana. Fluida kerja i-butana dan nbutana menghasilkan daya netto yang berada diantara kedua nilai tersebut, sehingga tidak dilakukan proses perancangan termal. Untuk menghasilkan daya netto maksimum fluida kerja i-butana dan n-butana memerlukan tekanan kerja yang tinggi, sehingga akan berpengaruh terhadap faktor keselamatan serta biaya yang diperlukan menjadi lebih tinggi. Oleh karena alasan itu, maka fluida kerja yang akan dikaji adalah i-pentana dan n-pentana.
4.2 Validasi Paket Program HTRI Sebelum paket program HTRI ini digunakan, akan dilakukan proses validasi. Tujuannya untuk memastikan bahwa paket program ini bekerja dengan baik dan benar, dan menghasilkan keluaran/hasil yang valid. Untuk melakukan proses validasi ini, cara yang dilakukan adalah membandingkan hasil yang diperoleh dari paket program HTRI dengan hasil yang ada pada jurnal teknik kimia yang merupakan data existing desain dari penukar panas. Pada jurnal tersebut diberikan data-data yang bermanfaat sebagai masukan data untuk perancangan penukar panas dengan paket program HTRI. Masukan data yang terdapat pada jurnal teknik kimia tersebut ditunjukkan pada Tabel 4.1 untuk parameter proses dan pada Tabel 4.2 untuk parameter perancangan.
Tabel 4.1 Parameter Proses Untuk Merancang Penukar Penukar Panas [13]
Tabel 4.2 Parameter Perancangan Untuk Merancang Penukar Panas [13]
Pada jurnal tersebut diberikan hasil dari proses perancangan, dimana hasil tersebut akan digunakan sebagai acuan untuk proses validasi. Apabila perbedaan hasil tersebut kecil, maka paket program HTRI dikatakan valid. Tabel 4.3 Hasil Proses Perancangan [13]
Masukan data yang diperlukan dalam paket program HTRI, diberikan pada Gambar 4.1, dimana parameter proses dan perancangan digunakan menjadi masukan data.
Gambar 4.1 Masukan data pada paket program HTRI.
Setelah masukan data tersebut dimasukan dalam paket program HTRI, langkah selanjutnya adalah menjalankan paket program tersebut, sehingga akan didapatkan keluaran data seperti pada Gambar 4.2. Tidak semua parameter proses dan perancangan dimasukan ke dalam paket program HTRI, karena ada data yang diolah sendiri oleh program HTRI. Hasil keluaran dari paket program HTRI yang diberi warna merah, akan dibandingkan dengan hasil yang ada pada jurnal teknik kimia tersebut. Data yang diberi warna merah (duty, area dan overdesign) merupakan data yang menjadi faktor pembanding utama antara data pada jurnal teknik kimia dengan data hasil perancangan paket program HTRI.
Gambar 4.2 Keluaran data hasil perancangan paket program HTRI.
Kerja penukar panas yang terdapat pada jurnal teknik kimia adalah 0,46 MM Kcal/h, apabila dikonversikan menjadi 0,534 MW. Hasilnya sama dengan keluaran dari paket program HTRI. Luas penampang perpindahan panas yang dihasilkan dengan paket program HTRI adalah 69,69 m2, hampir sama dengan data yang ada pada jurnal sebesar 70 m2. Untuk overdesign, data yang dihasilkan
berbeda dengan data pada jurnal, sehingga pada proses perancangan selanjutnya akan diberikan nilai overdesign antara 15-20%.
4.3 Perancangan Termal Evaporator dan Preheater Setelah dilakukan proses validasi terhadap paket progam HTRI yang digunakan untuk melakukan proses perancangan termal, dimana hasilnya adalah valid. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses perancangan termal untuk evaporator dan preheater. preheater Dalam alam menggunakan paket program HTRI, parameter yang diperlukan sebagai masukan data adalah parameter proses dan perancangan. Parameter proses didapatkan dari hasil simulasi dengan paket program HYSYS, sedangkan parameter perancangan didapatkan dari buku referensi referensi kelaziman perancangan penukar panas [12]. Pada Gambar 4.3 akan diberikan diagram alir yang dilakukan dalam proses perancangan termal penukar panas.
Gambar 4.3 Diagram alir proses perancangan termal dengan paket program HTRI.
Dengan diagram alir proses perancangan yang telah ditunjukkan di atas, dapat diketahui bahwa parameter proses didapatkan dari hasil simulasi paket program HYSYS. Data yang digunakan adalah saat kondisi optimum yang dapat menghasilkan daya netto maksimum pada paket program HYSYS. Kemudian data tersebut digunakan sebagai masukan untuk menjalankan paket program HTRI. Salah satu keluaran data dari paket program HTRI, yaitu penurunan tekanan pada bagian shell & tube digunakan kembali sebagai masukan data untuk mengoreksi nilai penurunan tekanan pada proses simulasi dengan paket program HYSYS. Dengan dimasukkannya nilai penurunan tekanan yang baru, maka kondisi operasi pada paket program HYSYS akan berubah. Diperlukan proses iterasi untuk mendapatkan kondisi operasi yang konvergen (tidak berubah lagi dan menunjukkan nilai yang tetap). Pada proses perancangan termal evaporator dan preheater, fluida kerja yang akan dikaji adalah i-pentana dan n-pentana. Dimana dari hasil perancangan termal tersebut akan dipilih satu kondisi operasi yang paling optimum untuk menghasilkan daya netto siklus yang paling maksimum. Sebelum masuk dalam pembahasan tentang perancangan evaporator dan preheater, perlu diperhatikan masalah pemilihan material. Pemilihan material merupakan proses yang penting dalam tahap awal perancangan penukar panas. 4.3.1 Pemilihan Material Penukar Panas Aliran pada suatu penukar panas terdiri dari dua buah aliran, yaitu aliran panas dan aliran dingin. Aliran panas akan melepaskan kalor untuk diterima oleh aliran dingin. Pada kajian ini yang berfungsi sebagai aliran panas adalah aliran brine, sedangkan aliran dingin adalah aliran fluida kerja organik yang melewati penukar panas. Brine akan dialirkan di dalam tube, dengan tujuan untuk mempermudah dalam proses perawatan/pembersihan karena brine memiliki potensi terbentuknya kerak. Fluida kerja organik dialirkan pada shell, karena fluida organik tidak berpotensi membentuk kerak. Material yang digunakan pada shell adalah carbon steel (ASTM a516-60), karena pada shell mengalir fluida kerja organik yang tidak berpotensi terhadap
terbentuknya korosi. Pada bagian tube digunakan material SAF 2205 (ASTM 789), duplex stainless steel, yaitu jenis stainless steel yang memiliki dua fasa: ferrite dan austenite. Pada bagian tube digunakan jenis material duplex stainless steel karena kandungan brine yang mengalir memiliki kandungan pH yang rendah (asam) dan kandungan klor (Cl) yang tinggi 1148 mg/l. Sehingga perlu digunakan jenis material yang tidak hanya tahan terhadap korosi, tetapi juga tahan terhadap kandungan klor yang terkandung di dalamnya. Kandungan klor yang tinggi dapat mengakibatkan terbentuknya pitting (localize corrosion). Contoh material yang tahan terhadap korosi, diantaranya: stainless steel tipe 304 atau 316, titanium, dan tantalum. Diantara ketiga material tersebut, material yang tahan terhadap korosi dan kandungan klor yang tinggi hanya titanium dan tantalum yang memiliki harga beli yang tinggi. Untuk itu digunakan material duplex stainless steel yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap korosi dan kandungan klor yang tinggi, dengan harga beli yang relatif lebih murah dibandingkan titanium dan tantalum. Material titanium umumnya digunakan untuk kandungan nilai klor (Cl-) lebih dari 5000 ppm, sedangkan pada brine yang dikaji hanya mengandung 920 ppm (dilihat dari Tabel 3.1). Oleh karena itu, apabila digunakan material titanium akan berlebihan [15]. Pada proses perancangan dengan paket program HTRI tidak didapatkan database untuk sifat fisik material duplex stainless steel. Sehingga perlu dimasukan sifat fisik dari material tersebut. Sifat fisik yang diperlukan dalam proses perancangan adalah massa jenis (ρ), koefisien konduksi (k) dan nilai modulus elastisitas (E). Nilai massa jenis dari duplex stainless steel adalah 7800 kg/m3, sedangkan kedua sifat fisik yang lain terpengaruh nilai temperatur, yang akan ditampilkan pada Tabel 4.4 dan Tabel 4.5. Tabel 4.4 Nilai Konduktivitas Termal SAF 2205 dan AISI 316L
Temperatur (oC) 20 100 200 300 400 SAF 2205 (W/moC) 14 16 17 19 20 AISI 316L (W/moC) 14 15 17 18 20
Tabel 4.5 Pengaruh Temperatur Terhadap Nilai Modulus Elastisitas
Temperatur, oC Modulus Elastisitas, GPa 20 200 100 194 200 186 300 180 Apabila nilai yang diinginkan digunakan berada di antara kedua nilai yang telah ada, dapat dilakukan proses interpolasi linear. Dengan diketahuinya sifat fisik dari material tube, maka proses perancangan termal dengan paket program HTRI dapat dilakukan.
4.3.2 Perancangan Evaporator Pada proses perancangan evaporator, masukan data yang diperlukan adalah parameter proses yang didapatkan dari hasil simulasi paket program HYSYS. Parameter proses yang diperlukan sebagai masukan data untuk fluida kerja i-pentana diberikan pada Tabel 4.6 dan untuk n-pentana pada Tabel 4.7. Tabel 4.6 Parameter Proses Perancangan Evaporator Untuk Fluida Kerja I-pentana
Aliran panas (tube) Laju massa Fraksi uap masuk Temperatur masuk Tekanan masuk Tahanan fouling
brine 108,38 kg/s 0 158,90 oC 600 kPa 0,0002
Aliran dingin (shell) i-pentana Laju massa 34,49 kg/s Fraksi uap masuk 0 Tekanan masuk 1530 kPa Tahanan fouling 0,0003
Fraksi uap keluar Temperatur keluar ∆P diijinkan
0 143,80 oC 50 kPa
Fraksi uap keluar ∆P diijinkan
1 50 kPa
Tabel 4.7 Parameter Proses Perancangan Evaporator Untuk Fluida Kerja N-pentana
Aliran panas (tube) brine Laju massa 106,72 kg/s Fraksi uap masuk 0 Temperatur masuk 151,85 oC Tekanan masuk 500 kPa Tahanan fouling 0,0002
Aliran dingin (shell) n-pentana Laju massa 25,99 kg/s Fraksi uap masuk 0 Tekanan masuk 1180 kPa Tahanan fouling 0,0003
Aliran panas (tube) brine Fraksi uap keluar 0 Temperatur keluar 138,30 oC ∆P diijinkan 50 kPa
Aliran dingin (shell) n-pentana Fraksi uap keluar 1 ∆P diijinkan 50 kPa
Parameter perancangan yang perlu dimasukan dalam perancangan evaporator dengan paket program HTRI, diberikan pada tabel 4.8. Tabel 4.8 Parameter Perancangan Evaporator I-pentana dan N-pentana
Fluida kerja i-pentana
Fluida kerja n-pentana
Tipe penukar panas AKT
Tipe penukar panas AKT
Diameter shell 1550 mm
Diameter shell 1420 mm
Panjang tube 8,534 m
Panjang tube 7,315 m
Diameter tube 25,4 mm
Diameter tube 25,4 mm
Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jarak pitch 32 mm
Jarak pitch 32 mm
Tebal tube 1,651 mm
Tebal tube 1,651 mm
Tipe penampang tube 45o (staggered)
Tipe penampang tube 45o (staggered)
Nilai pada parameter perancangan tersebut didapatkan dengan cara iterasi untuk memenuhi kebutuhan kalor yang dilepas/diterima penukar panas. Tentu saja dalam melakukan proses perancangan tersebut perlu didasarkan dengan alasan/referensi yang kuat, sehingga nilai yang dimasukan tidak asal-asalan tetapi berdasarkan prinsip yang benar. Tipe penukar panas yang digunakan pada evaporator sesuai dengan standar yang ada pada TEMA, yaitu tipe AKT. -
Tipe A yang dipilih adalah tipe front end berupa channel and removable
cover. Brine berpotensi tinggi menyebabkan fouling sehingga harus mudah dibuka sewaktu-waktu untuk proses pembersihan/perawatan. -
Tipe K yang dipilih adalah jenis kettle. Proses yang terjadi pada
evaporator adalah proses penguapan sehingga diperlukan ruangan untuk
berkumpulnya uap. Apabila tidak ada tempat berkumpulnya uap, maka uap yang telah terbentuk akan kembali bercampur dengan air. -
Tipe T yang dipilih adalah tipe pull through floating head. head Fluida kerja
memiliki tekanan (P) dan temperatur (T) kerja yang tinggi sehingga untuk menghindari dari terjadinya ekspansi termal. Tube bundle juga lebih mudah dibersihkan. Pada Gambar 4.4 akan diberikan gambar penukar panas tipe AKT.
Gambar 4.4 Penukar panas tipe AKT. [13]
Perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell umumnya antara 5 - 10. Diameter luar tube yang sering digunakan adalah ¾ - 1 in, in dimana untuk mempermudah dalam proses pembersihan lebih baik digunakan diameter luar tube berukuran 1 in. ameter shell, diameter luar tube,, dan panjang tube merupakan Nilai dari diameter hasil iterasi untuk memenuhi persamaan kesetimbangan kalor pada penukar panas. Jumlah tube yang melewati shell dipilih dua supaya proses perpindahan panas yang terjadi antara shell dan tube dapatt terpenuhi dan berlangsung dengan baik. Jarak pitch umumnya dibuat 1,25 kali diameter luar tube, sehingga memiliki clearance antara tube yang satu dengan tube yang lain. Tujuannya T untuk mempermudah dalam proses pembersihan. Sedangkan tipe penampang tube yang digunakan adalah adalah tipe staggered,, karena memiliki kelebihan dalam proses perpindahan panas yang lebih baik. Tebal tube yang dipilih merupakan tebal yang paling minimum untuk ukuran diameter tube 1 in [12]. Tentu saja perlu memperhitungkan kemampuan menahan tekanan operasi, yang diperoleh dari persamaan hoop:
(4.1)
dimana, σallow = yield strength duplex stainless steel = 485 MPa p = 600 kPa r = 12,7 mm t = 1,651 mm σ = 4,62 MPa
Nilai σallow jauh lebih besar dari nilai σ, sehingga dengan menggunakan tebal tube yang paling minimum sudah aman dalam menahan tegangan yang terjadi. Parameter perancangan yang membedakan antara fluida kerja i-pentana dan npentana adalah ukuran diameter shell dan panjang tube-nya. Setelah diketahui semua parameter proses dan perancangan, langkah selanjutnya adalah memasukkan semua nilai tersebut ke dalam paket program HTRI. Pada Gambar 4.5 ditampilkan masukan data pada paket program HTRI untuk fluida kerja i-pentana dan pada Gambar 4.6 untuk fluida kerja n-pentana.
Gambar 4.5 Masukan data pada HTRI untuk perancangan evaporator dengan fluida kerja ipentana.
Gambar 4.6 Masukan data pada HTRI untuk perancangan evaporator dengan fluida kerja n-pentana.
Setelah diberi masukan data seperti yang ditampilkan pada gambar di atas, kemudian dilakukan proses pemilihan fluida kerja untuk aliran panas dan dinginnya seperti yang tertera pada Gambar 4.7 untuk fluida kerja i-pentana dan pada Gambar 4.8 untuk fluida kerja n-pentana. Faktor yang perlu diperhatikan dari hasil perancangan HTRI adalah nilai dari penurunan tekanan (∆P), luas penampang perpindahan panas (A), duty, nilai overdesign, dan dimensi dasar yang dihasilkan (panjang tube, diameter shell, diameter kettle, serta jumlah tube). Dari kedua hasil perancangan dengan fluida kerja dan kondisi operasi yang berbeda, maka dihasilkan juga dimensi yang berbeda.
Gambar 4.7 Hasil perancangan evaporator untuk fluida kerja i-pentana.
Gambar 4.8 Hasil perancangan evaporator untuk fluida kerja n-pentana.
Hasil dari proses perancangan dengan paket program HTRI didapatkan nilai penurunan tekanan yang baru (∆P) pada bagian shell & tube. Nilai penurunan tekanan yang baru ini dimasukkan kembali ke dalam proses simulasi dengan paket program HYSYS, sehingga akan didapatkan kondisi operasi yang baru. Proses ini dilakukan sampai didapatkan nilai yang konvergen dan stabil. Dari kedua hasil di atas, dapat disimpulkan bahwa untuk fluida kerja ipentana memerlukan luas penampang perpindahan panas 983,93 m2, sedangkan untuk fluida kerja n-pentana memerlukan luas penampang perpindahan panas 707,02 m2.
4.3.3 Perancangan Preheater Cara yang sama dengan proses perancangan evaporator diterapkan pada proses perancangan preheater. Kondisi operasi optimum yang didapatkan dari hasil simulasi dengan paket program HYSYS digunakan menjadi masukan data untuk proses perancangan dengan paket program HTRI. Pada Tabel 4.9 dan 4.10 akan ditampilkan masukan data yang merupakan parameter proses yang dihasilkan paket program HTRI. Pada Tabel 4.11 akan ditampilkan parameter perancangan untuk fluida kerja i-pentana dan n-pentana. Tabel 4.9 Parameter Proses Perancangan Preheater Untuk Fluida Kerja I-pentana
Aliran panas (tube) Laju massa Fraksi uap masuk Temperatur masuk Tekanan masuk Tahanan fouling
brine 108,38 kg/s 0 143,79 oC 600 kPa 0,0002
Aliran dingin (shell) i-pentana Laju massa 34,49 kg/s Fraksi uap masuk 0 Temperatur masuk 41,19 oC Tekanan masuk 1549,00 kPa Tahanan fouling 0,0003
Fraksi uap keluar Temperatur keluar ∆P diijinkan
0 125,00 oC 50 kPa
Fraksi uap keluar Temperatur keluar ∆P diijinkan
0 138,80 oC 50 kPa
Tabel 4.10 Parameter Proses Perancangan Preheater Untuk Fluida Kerja N-pentana
Aliran panas (tube) brine Laju massa 106,72 kg/s Fraksi uap masuk 0 Temperatur masuk 138,30 oC Tekanan masuk 493,76 kPa Tahanan fouling 0,0002
Aliran dingin (shell) n-pentana Laju massa 25,99 kg/s Fraksi uap masuk 0 Temperatur masuk 40,90 oC Tekanan masuk 1194,00 kPa Tahanan fouling 0,0003
Fraksi uap keluar Temperatur keluar ∆P diijinkan
Fraksi uap keluar Temperatur keluar ∆P diijinkan
0 124,66 oC 50 kPa
0 133,25 oC 50 kPa
Parameter perancangan yang perlu dimasukan dalam perancangan preheater dengan paket program HTRI, diberikan pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 Parameter Perancangan Preheater I-pentana dan N-pentana
Fluida kerja i-pentana
Fluida kerja n-pentana
Tipe penukar panas AFT
Tipe penukar panas AFT
Diameter shell 1420 mm
Diameter shell 1310 mm
Panjang tube 8,534 m
Panjang tube 6,706 m
Diameter tube 25,4 mm
Diameter tube 25,4 mm
Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jumlah laluan tube (tube passes) 2
Jarak pitch 32 mm
Jarak pitch 32 mm
Tebal tube 1,651 mm
Tebal tube 1,651 mm
Tipe penampang tube 45o (staggered)
Tipe penampang tube 45o (staggered)
Tipe penukar panas yang digunakan untuk preheater adalah tipe AFT, -
Tipe A yang dipilih adalah tipe front end berupa channel and removable
cover. Brine berpotensi tinggi menyebabkan kerak sehingga harus mudah dibuka sewaktu-waktu untuk proses pembersihan/perawatan. -
Tipe F yang dipilih adalah jenis two pass shell with longitudinal baffle.
Apabila hanya one pass shell yang dipilih maka proses perpindahan panas tidak dapat berlangsung dengan baik.
-
Tipe T yang dipilih adalah tipe pull through floating head. head Fluida kerja
memiliki tekanan (P) dan temperatur (T) yang tinggi sehingga diperlukan untuk menghindari dari terjadinya ekspansi termal. Tube bundle juga lebih mudah dibersihkan. Pada Gambar mbar 4.9 akan diberikan kan gambar penukar panas tipe AFT. AF
Gambar 4.9 Penukar panas tipe AFT [13].
Perbandingan antara panjang tube dengan diameter shell umumnya antara 5 - 10. Diameter luar tube yang sering digunakan adalah ¾ - 1 in. Untuk mempermudah dalam proses pembersihan lebih baik digunakan kan diameter luar tube berukuran 1 in. Nilai dari diameter shell, diameter luar tube,, dan panjang tube merupakan hasil iterasi untuk memenuhi persamaan kesetimbangan kalor pada penukar panas. Jumlah tube yang melewati shell dipilih dua supaya proses perpindahan perp panas yang terjadi antara shell dan tube dapat terpenuhi dan berlangsung dengan baik. Jarak pitch umumnya 1,25 kali diameter luar tube,, sehingga memiliki clearance antara tube dengan tube yang lain. Tujuannya untuk mempermudah dalam proses pembersihan. Sedangkan tipe penampang tube yang digunakan adalah adalah tipe staggered,, karena memiliki kelebihan dalam proses perpindahan panas yang lebih baik. Tebal tube yang dipilih merupakan tebal yang paling minimum untuk ukuran diameter tube 1 in. Pada Gambar 4.10 dan Gambar 4.11 akan ditampilkan masukan data pada paket program HTRI untuk fluida kerja i-pentana i dan n-pentana.
Gambar 4.10 Masukan data pada HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja ipentana.
Gambar 4.11 Masukan data pada HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja n-pentana.
Langkah selanjutnya adalah melihat hasil dari proses perancangan dengan paket program HTRI. Pada Gambar 4.12 akan ditampilkan hasil keluaran paket program HTRI untuk perancangan preheater dengan fluida kerja i-pentana, sedangkan pada Gambar 4.13 akan ditampilkan hasil perancangan preheater untuk fluida kerja n-pentana.
Gambar 4.12 Hasil perancangan preheater untuk fluida kerja i-pentana.
Gambar 4.13 Hasil perancangan preheater untuk fluida kerja n-pentana.
Nilai penurunan tekanan hasil perancangan paket program HTRI dimasukan kembali ke dalam proses simulasi dengan paket program HYSYS, sehingga akan didapatkan kondisi kerja yang baru.
Luas perpindahan panas yang diperlukan pada preheater dengan fluida kerja i-pentana 822,18 m2, sedangkan untuk fluida kerja n-pentana diperlukan luas penampang perpindahan panas 532,38 m2. Luas penampang perpindahan panas yang diperlukan untuk fluida kerja i-pentana lebih besar dibandingkan dengan fluida kerja n-pentana. Akibatnya fluida kerja i-pentana memerlukan biaya yang lebih tinggi pada saat pembelian awal penukar panas tersebut. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam penentuan fluida kerja yang akan digunakan.
4.4 Analisis Ekonomi Penukar Panas Setelah proses perancangan termal untuk evaporator dan preheater selesai dilakukan. Didapat dua pilihan kondisi operasi, yaitu dengan fluida kerja ipentana yang dapat menghasilkan daya netto yang paling besar, tetapi memerlukan ukuran penukar panas dan tekanan kerja yang lebih besar. Atau dengan fluida kerja n-pentana yang menghasilkan daya netto tidak terlalu besar (beda sekitar 10% dengan i-pentana) tetapi memerlukan ukuran penukar panas dan tekanan kerja yang lebih kecil. Hal ini akan dikaji secara ekonomi, yaitu pada biaya yang diperlukan untuk pembelian awal (capital cost) dari penukar panas. Kajian ekonomi yang dilakukan adalah membandingkan mana yang lebih menguntungkan apabila menggunakan fluida kerja i-pentana yang menghasilkan daya netto lebih tinggi tetapi memerlukan biaya awal untuk penukar panas yang lebih mahal, atau menggunakan fluida kerja n-pentana yang menghasilkan daya netto tidak terlalu tinggi tetapi memerlukan biaya awal untuk pembelian penukar panas yang tidak terlalu mahal. Yang akan dibandingkan adalah nilai rupiah dari selisih daya yang dihasilkan dengan harga pembelian awal penukar panas. Yang akan dicari adalah berapa lama waktu yang diperlukan untuk dapat menutup selisih (pay back period). Pada akhirnya akan didapatkan kesimpulan mana fluida kerja yang akan lebih menguntungkan secara ekonomi. Harga suatu penukar panas khususnya tipe shell & tube, ditentukan berdasarkan harga beli awal yang dipengaruhi oleh faktor jenis material, tekanan kerja, dan panjang tube yang digunakan. Ada hubungan antara luas bidang perpindahan panas yang diperlukan dengan harga penukar panas. Hubungan
tersebut akan ditampilkan pada grafik yang ada pada Gambar 4.14, dimana persamaan garisnya: -
Floating head
– !" # $ !"% & -
Fixed head
$'$– (( !" # !"% & -
(4.3)
U-tube
'– !" # !"% & -
(4.2)
(4.4)
Kettle vaporizer
– !" # $ !"% &
(4.5)
Gambar 4.14 Grafik hubungan luas penampang terhadap harga penukar panas. [14]
Tipe penukar panas untuk evaporator adalah jenis kettle, sedangkan untuk preheater adalah jenis floating head. Untuk mendapatkan nilai harga beli penukar panas awal (CB) dapat dilakukan dengan melihat grafik atau memasukannya ke dalam persamaan garis yang ada, dimana merupakan fungsi dari luas penampang
perprindahan panas. Luas perpindahan panas yang diperlukan untuk fluida kerja yang berbeda ditampilkan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 Luas Penampang Perpindahan Panas Untuk Penukar Panas Dalam m2
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
983,93 m2
707,02 m2
Preheater
822,12 m2
532,38 m2
Dengan melakukan konversi satuan, diperoleh nilai seperti pada Tabel 4.13. Tabel 4.13 Luas Penampang Perpindahan Panas Untuk Penukar Panas Dalam ft2
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
10590,93 ft2
7610,30 ft2
Preheater
8849,23 ft2
5730,49 ft2
Garis yang berwarna merah menunjukan fluida kerja i-pentana, sedangkan yang berwarna biru untuk fluida kerja n-pentana. Dengan memasukkan pada persamaan garis di atas, diperoleh nilai CB seperti pada Tabel 4.14 di bawah ini. Tabel 4.14 Nilai CB Untuk Penukar Panas
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
$ 112445,10
$ 64617,97
Preheater
$ 72382,01
$ 52781,99
Harga beli penukar panas di atas perlu dikoreksi dengan faktor jenis material, panjang tube, dan faktor tekanan kerja. Sehingga harga beli penukar panas (CP) menjadi perkalian nilai CB.FP.FM.FL. Nilai FP merupakan faktor koreksi tekanan, dengan persamaan:
)* + # -..! # -..!% ,
,
(4.6)
dimana, P adalah tekanan kerja dalam satuan psia. Tabel 4.15 akan menampilkan tekanan kerja pada setiap penukar panas dengan
jenis fluida kerja yang berbeda.
Tabel 4.15 Tekanan Kerja Penukar Panas Dalam Satuan psia
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
221,91 psia
171,14 psia
Preheater
224,66 psia
173,16 psia
Dengan memasukan ke persamaan 4.6 di atas, akan didapatkan faktor koreksi tekanan seperti pada Tabel 4.16. Tabel 4.16 Faktor Koreksi Tekanan (Fp) Untuk Penukar Panas
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
1,03
1,02
Preheater
1,03
1,02
Nilai FL merupakan faktor koreksi dari panjang tube, dimana nilainya akan ditampilkan pada tabel 4.17. Tabel 4.17 Nilai Koreksi FL Untuk Berbagai Panjang Tube [14]
Panjang Tube, ft 8 12 16 20
FL 1,25 1,12 1,05 1,00
Panjang tube yang digunakan lebih dari 20 ft, sehingga nilai faktor koreksi panjang (FL) = 1. Nilai FM merupakan faktor jenis material yang digunakan, nilai koreksinya:
)/ 0 #
1
!2
-..
(4.7)
Dimana nilai A adalah luas penampang perpindahan panas (ft2), sedangkan nilai a dan b dapat dilihat pada Tabel 4.18 di bawah ini Tabel 4.18 Nilai a dan b Untuk Berbagai Jenis Material [14]
Jenis Material Shell/Tube
Nilai a
Nilai b
Carbon steel/Carbon steel
0,00
0,00
Carbon steel/Brass
1,08
0,05
Carbon steel/Stainless steel
1,75
0,13
Carbon steel/Monel
2,10
0,13
Carbon steel/Titanium
5,20
0,16
Carbon steel/Cr-Mo steel
1,55
0,05
Cr-Mo steel/Cr-Mo steel
1,70
0,07
Stainless steel/Stainless steel
2,70
0,07
Monel/Monel
3,30
0,08
Titanium/Titanium
9,60
0,06
Material yang digunakan adalah jenis carbon steel untuk bagian shell, dan duplex stainless steel untuk bagian tube. Karena referensi nilai a dan b untuk duplex stainless steel tidak diketahui, maka pada bagian tube diasumsikan sebagai stainless steel. Setelah dilakukan perhitungan dan didapatkan hasilnya, kemudian dikoreksi lagi dengan perbandingan harga duplex stainless steel dengan stainless steel (316L) yang ada di pasaran, yaitu berbeda 1,5 kali (www.alibaba.com). Pada Tabel 4.19 akan diberikan nilai faktor koreksi material (FM), dengan cara memasukan nilai A, a, dan b ke Persamaan 4.7. Tabel 4.19 Faktor Koreksi Material (FM) Untuk Penukar Panas
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
3,58×1,5 = 5,37
3,51×1,5 = 5,27
Preheater
3,54×1,5 = 5,31
3,44×1,5 = 5,16
Dengan diketahuinya semua nilai koreksi yang diperlukan maka harga beli dari penukar panas dapat diperoleh. Pada Tabel 4.20 akan ditampilkan nilai harga beli dari penukar panas setelah dikalikan dengan faktor koreksi. Tabel 4.20 Harga Beli Penukar Panas Setelah Dikoreksi
Jenis penukar panas/Jenis fluida kerja
i-pentana
n-pentana
Evaporator
$ 621.945,09
$ 347.017,89
Preheater
$ 395.878,92
$ 277.802,18
Biaya total pembelian penukar panas
$ 1.017.824,02
$ 624.820,05
Harga beli penukar panas yang tertera pada tabel di atas merupakan harga beli pada pertengahan tahun 2000. Untuk menentukan harga sekarang perlu diperhitungkan nilai dari inflation rate yang terjadi di Amerika Serikat. Selisih dari pembelian awal penukar panas tersebut adalah $ 393.003,64. Nilai inflation rate yang terjadi di Amerika pada pertengahan tahun 2000 sampai bulan Maret tahun 2010 didapatkan dari sumber di internet (www.inflationdata.com). Data inflation rate yang tertera dari sumber merupakan data per bulan. Untuk menyederhanakan perhitungan akan diambil nilai rata-rata per satu tahun, seperti tertera pada tabel 4.21. Tabel 4.21 Rata-rata Nilai Inflation Rate di Amerika Tahun Nilai ratarata inflation rate (%)
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
3,47
2,83
1,59
2,27
2,68
3,39
3,24
2,85
3,85
-0,34
2,36
Apabila tahun 2000 dianggap sebagai nilai sekarang (P), maka nilai pada tahun 2010 (F) dapat diperoleh dengan persamaan: ) 3 # 4!5
(4.8)
dimana, i = nilai inflation rate per tahun/per bulan n = periode perhitungan nilai inflation rate Dengan memasukan selisih harga beli awal penukar panas ke persamaan 4.8, maka akan diperoleh nilai seperti pada Tabel 4.22 di bawah ini. Tabel 4.22 Harga Penukar Panas Akibat Adanya Pengaruh Inflasi
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Harga Penukar Panas ($) 399.764,44 411.077,78 417.613,91 427.093,75 438.539,86 453.406,36 468.096,73 481.437,48 499.972,83 498.272,92 501.187,07
Harga pada tahun 2010, yaitu $ 501.187,07 akan dibandingkan dengan selisih harga listrik yang dapat dihasilkan oleh pembangkit listrik tersebut. Selisih daya netto antara fluida kerja i-pentana dan n-pentana adalah 283,79 kW atau sebesar 7,91 %. Harga jual listrik panas bumi adalah antara 6,58,5 sen/kWh (www.pln.co.id), kurs rupiah yang diambil sesuai dengan APBN tahun 2010 adalah Rp 9.200,00 (www.fiskal.depkeu.go.id). Bila dilakukan perhitungan beda daya listrik per jam, akan didapat beda 6810,96 kWh per hari. Harga jual listrik panas bumi yang digunakan adalah nilai rata-ratanya 7,5 sen/kWh, sehingga selisih harga jual listrik yang didapatkan sebesar Rp 5.216.174,00 per hari. Selisih harga beli penukar panas disaat awal pembelian dalam rupiah adalah Rp. 4.610.921.044,00. Apabila dibandingkan dengan selisih harga jual listrik per hari Rp. 5.216.174,00, maka akan didapat lamanya waktu untuk mengembalikan modal awal yaitu sekitar 884 hari atau selama 2 tahun 5 bulan. Sebuah pembangkit listrik tenaga panas bumi umumnya berumur 20-30 tahun. Dari kajian ekonomi yang dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa fluida kerja i-pentana lebih menguntungkan untuk digunakan walaupun pada saat awal memerlukan investasi yang lebih tinggi dari pada fluida kerja n-pentana.
4.5 Perancangan Kondensor Berpendingin udara Pada perancangan kondensor berpendingin udara, digunakan metode perancangan termal yang ada pada Gas Processors Supplier Association (GPSA). Untuk udara sebagai fluida kerja pendingin, diperlukan masukan data berupa: Temperatur udara sekitar 82,4 oF = 28 oC Ketinggian permukaan laut 1473,85 ft = 449,23 m Cp udara = 0,24 Btu/(lb.oF) = 0,993 kJ/kg.oC Kondisi operasi hasil perhitungan paket program HYSYS digunakan sebagai parameter proses dalam perancangan dengan metode GPSA, dimana diperlukan masukan data seperti di bawah ini: Temperatur rata-rata fluida kerja 146,40 oF = 63,56 oC
Cp fluida kerja 0,59 Btu/(lb.oF) = 2,441 kJ/kg.oC Viskositas dinamik (µ) 0,0964 cp = 9,64×10-5 N.s/m2 Koefisien konduksi (k) 0,0516 Btu/(hr.sq ft.oF)/(ft) = 0,0964 W/m.K Kalor (Q) 49232069,96 Btu/hr = 13,55 MW Laju massa (m) 273764,40 lb/hr = 34,49 kg/s Temperatur fluida kerja masuk (Tin) 188,36 oF = 86,87 oC Temperatur fluida kerja keluar (Tout) 104,43 oF = 40,24 oC Faktor fouling 0,0002 (hr.sq ft.oF)/Btu = 0,0002 m2.K/W Penurunan tekanan yang diijinkan (∆P) 5 psi = 34 kPa Diperlukan juga asumsi geometri pada proses perancangan kondensor berpendingin udara tersebut yang berupa: Tipe kipas kondensor: forced draft Lebar sirip tube dan jenisnya:
6 7
inch high fins
Jarak pitch dan jenisnya: 27inch, triangular -
Jumlah aliran tube: 4 buah
Panjang tube: 45 ft = 13,72 m Area luar bundle (APSF): 178,2 inch = 4,53 m Jumlah baris tube: 6 buah Luas area luar total (APF): 5,58 ft2/ft = 1,7 m2/m Diameter dalam tube: 0,87 inch = 22,1 mm Perbandingan luas fin-tube (AR): 21,4 ft2/ft2 = 6,53 m2/m2 Diameter luar tube: 1 inch = 25,4 mm Jumlah kipas: 6 buah Pada Tabel 4.23 diberikan data untuk tube bersirip dengan diameter luar tube 1 inch.
Tabel 4.23 Data Untuk Diameter Luar 1 inch Tipe Tube Bersirip[7] Bersirip
Untuk mendapatkan nilai yang ingin dicari, yaitu penurunan tekanan, diameter kipas, temperatur udara keluar, dan lain-lain lain lain perlu dilakukan proses perhitungan dimana langkahnya tertera di bawah ini. 1. Menebak enebak nilai Ux = 2,85 2. Menghitung nilai perkiraan kenaikan temperatur udara,
(4.9)
3. Menghitung nilai CMTD
(4.10)
(4.11)
(4.12)
89:;
+ < ((+ '(= + ((+ >
>
?@ A?B CDE
(4.13)
+ < ''+ (( ('' F ? ADE CD
@
F
@
('' ( + < ('
(4.14)
Dengan diketahuinya nilai R dan P, didapatkan nilai G = 0,92 dari Gambar 4.15
Gambar 4.15 Faktor koreksi penukar panas 1 shell dengan 2/lebih tube.[7]
H9:; G89:;
(4.15)
H9:; ( I '( +=
4. Menghitung luas perpindahan panas, JK JK M
JK
L
N OP?Q
'R(+(R 'RST % ($ I +
(4.16)
5. Menghitung luas permukaan GU dengan faktor APSF.
APSF = 178,2 dengan asumsi tube pitch 2,25 segitiga dan 6 aliran pipa. GU N 1,VW 1
GU
(4.17)
'R ((ST % (
6. Menghitung lebar unit dengan asumsi panjang pipa 8XYZ
8XYZ
WE [
(4.18)
(( $('ST '$
7. Menghitung jumlah pipa, \D dengan APF.
APF = 5,58 dengan asumsi tinggi sirip 0,625 in. \D
\D
1N
1,WI[
(4.19)
'R $ $$ I $('
8. Menghitung kecepatan massa di sisi pipa per satuan luas penampang, ]D
Luas penampang pipa yang dialiri fluida, JD R$'$^_% sesuai dengan
asumsi pipa diameter 1 inch (BWG 16). ]D ef..Ic I1
-``Iab Icd b
b
(4.20)
]D
'' I (+R'' I ' gY +( % + I $ I $'$ ST hXi
9. Menghitung bilangan reynolds yang dimodifikasi, \j
Diameter dalam pipa dengan diameter luar 1 in BWG 16, ;k ^_ \j
\j
Ql Imb n
(4.21)
I +( (+ '
10. Menghitung penurunan tekanan sisi pipa, CFD CFD
op[cd q
# r\s
(4.22)
S = 0,0024 faktor kekasaran permukaan dalam pipa, Gambar 4.16
t = 3 faktor koreksi, dan nilai r = 0,03 faktor koreksi, pada
Gambar 4.18
u = 1 faktor koreksi kekentalan fluida di dalam pipa untuk
hidrokarbon.
Gambar 4.16 Nilai faktor gesekan (f). [7]
CFD
(' I + I '$ I ' # + I ' ' h^ 'vFZ
Nilai CFD << CFDUwwxy +'vFZ.
11. Menghitung koefisien perpindahan panas sisi pipa, zD zD
{|}
@ ~d q
Ql
$ I ' - e $ I $( I } I ((+ zD
(4.23)
Nilai diambil dari Gambar 4.19 dengan nilai \j (+, yaitu 1500.
12. Menghitung laju aliran massa udara, U U
U
L
.%`CDE
(4.24)
'R(+(R gY R+($R$ (' I ('' z
13. Menghitung kecepatan massa udara per satuan luas penampang, ]U
]U
aE WE
R+($R$ gY + (( zST %
14. Menghitung koefisien perpindahan panas sisi udara, zU
(4.25)
zU dibaca dari Gambar 4.17 dengan harga ]U + oD B. zU '
w
Gambar 4.17 Koefisien perpindahan panas sisi udara (ha).[7]
Gambar 4.18 Penurunan tekanan untuk aliran fluida di dalam pipa.[7]
Gambar 4.19 Faktor korelasi J untuk menghitung koefisien ht. [7]
15. Menghitung koefisien perpindahanpanas keseluruhan baru, K ′ -
MN
} } N # D } N # K # -
b
1
1l
1N 1l
1
1l
1jRQ Ql
-
E
(4.26) (4.27)
J> adalah perbandingan luas pipa bersirip dengan luas eksterior pipa dengan diameter 1 in, dengan nilai 21,4 yang didapat dengan tinggi sirip 0,625 in, yaitu sebesar.
JK (' I (' Jk
('! # (! I ('! # # ++ ((+ ' K
K dianggap nol karena hambatan logam kecil dibanding hambatan yang lain. K ('
16. Menghitung luas penampang yang dicakup per kipas, FAPF GJFG
GJFG
.`WE c
' I (( '(ST %
(4.28)
17. Menghitung diameter kipas
;^ZXTXv^ Zh }
`IW1,W .6
;^ZXTXv^ Zh }
`I-`% .6
18. Menghitung penurunan tekanan sisi udara, CFU CFU
Wd c Q
(4.29) '(ST
(4.30)
Nilai Gs didapatkan dari Gambar 4.20 dengan nilai ]U + oD B. Gs '$
w
Gambar 4.20 Penurunan tekanan statik udara.[7]
Nilai ;j didapatkan dari Gambar 4.21 dengan garis berwarna merah untuk nilai temperatur udara rata-rata, :UU
:UU
D@ D@ CDE ! %
(' # (' # (''! '(= (
Gambar 4.21 Kurva rasio massa jenis udara.[7]
(4.31)
Dengan nilai :UU '(=, nilai ;j adalah 0,92. CFU
'$ I '^_Z^ZTX!R (
19. Menghitung volume udara aktual pada sisi masuk kipas, ACFM JHG9 Q
aE
If.I..`
(4.32)
Nilai ;j didapatkan juga dari Gambar 4.21 dengan garis berwarna biru, tetapi dengan nilai temperatur udara masuk, T- ('=. JHG9
;j
R+($R$ RR'$ 0 I I ' ZTZ+(R''($ 40
20. Menghitung perkiraan tekanan total kipas, PF
Di mana '$ ¡
FG CFU # %¢£ ef.. -%¢E
1OWP
;j
B
`..6
%
(4.33)
pada 70= %
+(R''($ FG ( # ¤ ¦ $^_Z^ZTX! ¥ I $'$% '$ '
21. Menghitung perkiraan daya per kipas dengan asumsi efisiensi kipas 0,75. Yz
e%7R``%6I.f6 fe6fI.6
''$z
(4.34)
22. Menghitung daya per kipas dengan asumsi efisiensi speed reducer. §Z¨Z Xv^ Zh
s
.%
``6 .%
''z +v (4.35)
Sehingga daya kipas total yang diperlukan untuk 6 buah kipas adalah 216,96 kW. Hasil dari perancangan kondensor berpendingin udara dengan metode GPSA yang bermanfaat sebagai masukan data pada paket program HYSYS adalah -
Penurunan tekanan di dalam pipa 10,14 kPa
-
Penurunan tekanan udara 0,236 kPa
-
Temperatur udara keluar 41,69 oC
-
Daya kipas total 216,96 kW Hasil perancangan termal yang lain adalah:
-
Diameter kipas 14,92 ft = 4,55 m
-
Panjang tube 45 ft = 13,72 m
-
Lebar bay (bay width) 58,24 ft = 17,75 m
-
Jumlah baris tube 6 buah
-
Diameter tube 1 inch
Gambar 4.22 menunjukan tampak atas dari kondensor berpendingin udara.
Gambar 4.22 Tampilan atas kondensor berpendingin udara.[7]
4.6 Koreksi Daya Netto Setelah Proses Perancangan Setelah semua proses perancangan termal untuk evaporator, preheater, dan kondensor berpendingin udara selesai dilaksanakan. Kondisi operasi yang dihasilkan sedikit berubah khususnya nilai daya netto. Setelah dilakukan koreksi terhadap nilai-nilai yang berubah (penurunan tekanan, temperatur, laju massa, dan lain-lain) pada proses simulasi dengan paket program HYSYS, maka akan didapatkan kondisi optimum yang dapat menghasilkan daya maksimum. Daya netto awal siklus cetus-biner dengan fluida kerja i-pentana sebelum dilakukan koreksi adalah 3077,64 kW dengan distribusi daya 962,60 kW dari siklus cetus dan 2151,04 kW dari siklus biner atau secara persentase 30 % dihasilkan siklus cetus dan 70 % dihasilkan oleh siklus biner. Daya total yang diperlukan oleh kipas pendingin pada kondensor berpendingin udara dalam siklus biner adalah 131,3 kW. Sedangkan dari hasil perancangan kondensor berpendingin udara dengan metode GPSA didapatkan bahwa daya yang diperlukan kipas adalah 216,96 kW, berbeda 85,66 kW. Oleh karena itu, daya netto yang didapat dari proses simulasi dengan paket program HYSYS perlu dikoreksi, sehingga menjadi 2991,98 kW (dengan persentase 32% dari siklus cetus dan 68% dari siklus biner). Nilainya berbeda 2,8% dengan kondisi awal hasil proses simulasi. Ada baiknya bila nilai dari efisiensi termal dan efisiensi utilisasi dari PLTP ini ditentukan juga. Model siklus cetus-biner diberikan pada Gambar 4.20. Nilai efisiensi termal (ηt) adalah perbandingan antara daya netto yang dihasilkan dengan panas yang diberikan ke dalam sistem. ©D
aª«bb ¬ ¬ ®«¯ª±«²¯ ¬®¯ª« I®¯ª« A° I®«¯ª±«²¯ !
I ³
©D -----IA-6%..!A%eIA-67.!-.7eeIA-6`-.!! I ³ %-7
%-7
= %`e`e% = 12,29 %
(4.36)
Gambar 4.23 Model siklus cetus-biner dengan paket program HYSYS.
Apabila diperhitungkan untuk siklus cetus saja, diperoleh nilai ηt = 13,41%, sedangkan untuk siklus biner saja diperoleh nilai ηt = 11,58%. Nilai efisiensi sistem siklus cetus-biner mendekati nilai rata-ratanya. Dapat dilihat bahwa nilai efisiensi termal (ηt) dari siklus cetus lebih tinggi dibandingkan siklus biner. Nilai efisiensi termal menunjukan seberapa besar daya yang dapat dihasilkan dengan masukan panas tertentu. Nilai efisiensi utilisasi menunjukan seberapa besar potensi yang ada/dimiliki dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
T
©´ ¬
aª«bb ¬ ®¯ª« IA !A?IµAµ !!
I ³
(4.37)
= temperatur udara sekitar di Lahendong-Sulawesi Utara (28oC)
ho dan so = nilai entalpi dan entropi fluida kerja bila dianalisis pada keadaan sekitar (P = 96 kPa dan T = 28 oC) ©´
( I ³ ¬ I ¶<$( < <$+!· < + I '( < +('!! ©´
( I ³ (
©´ (+³
Apabila dilakukan perhitungan efisiensi utilisasi untuk siklus cetus saja diperoleh nilai ηu = 7,42 %, sedangkan untuk siklus biner saja ηu = 15,64 %. Nilai efisiensi sistem merupakan penjumlahan antara nilai efisiensi siklus cetus dengan siklus biner.
4.7 Perbandingan Daya Netto, Efisiensi Termal, dan Efisiensi Utilisasi Dengan Siklus Biner Selain tugas akhir ini, dilakukan pula kajian yang berbeda, yaitu kajian siklus biner oleh Joan Gozaly [20]. Data sumber yang digunakan adalah sama, hanya proses kajiannya yang berbeda. Untuk itu dibandingkan nilai daya netto maksimum, efisiensi termal, dan efisiensi utilisasinya. Untuk siklus biner, didapatkan data sebagai berikut: Daya netto maksimum siklus biner 2,7 MW. Efisiensi termal siklus biner 11,99 %. Efisiensi utilisasi siklus biner 21,57 %. Sedangkan nilai daya netto maksimum, efisiensi termal, dan efisiensi utilisasi yang dihasilkan dengan siklus cetus-biner adalah Daya netto maksimum siklus cetus-biner 2,99 MW (32% dari siklus cetus dan 68 % dari siklus biner). Efisiensi termal siklus cetus-biner 12,29 %. Efisiensi utilisasi siklus cetus-biner 23,06 %. Siklus cetus-biner dapat menghasilkan daya netto, efisiensi termal, dan efisiensi utilisasi yang lebih besar dibandingkan siklus biner. Apabila dilakukan proses pemilihan siklus mana yang lebih menguntungkan secara cepat, penulis akan memilih siklus biner, karena daya yang dihasilkan lebih besar. Dari hasil kajian yang dilakukan pada siklus cetus-biner, dapat diketahui bahwa kontribusi daya netto maksimum yang dihasilkan oleh siklus biner lebih besar dibandingkan siklus cetus. Untuk memperoleh hasil yang lebih tepat diperlukan kajian ekonomi yang lebih mendalam untuk menentukan siklus mana yang lebih menguntungkan untuk digunakan.