Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
UJI LAPANGAN PEMIKAT BEZZILURE UNTUK MENANGKAP LALAT PENYEBAB MYASIS PADA TERNAK (Field Assay of Bezzilure in Catching Flies Causing Myasis to Livestock) APRIL H. WARDHANA, S. MUHARSINI dan R. MARYAM Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT One of efforts in controlling myasis cases in livestock can be performed by setting traps over a farm. Research on improvement of attractant for myasis flies was started in 2000 and copleted in 2006 – 2008. Bezzilure is one of attractant candidates in catching more C. bezziana for both cage and room assays. The aim of study was to investigate effectivity of Bezzilure in the field. Lampung and South Kalimantan were chosen to test the attractant candidate. A sticky trap was set outside cattle pen surrounded by plantation and shady vegetations. After three days, all flies caught were collected and sent to the Indonesian Research Centre for Veterinary Science for identification. The result demonstrated that Bezzilure caught 70.5% and 75.2% of secondary myasis flies (C. megacephala, C. rufifacies, Hemypyrellia) for Lampung and South Kalimantan, respectively. The attractant was also able to catch tertiary myasis flies (Sarcophaga sp and Musca sp.) in Lampung and South Kalimantan for 29.5% and 24.7%, respectively. However, none of primary fly (C. bezziana) was caught. Factors influencing low response of C. bezziana are discussed in this paper. Key Words: Bezzilure, Chrysomya bezziana, Myasis, Attractant ABSTRAK Salah satu pengendalian kasus penyakit myasis yang menyerang ternak adalah mengurangi populasi lalat dengan cara pemasangan perangkap. Usaha peningkatan efektivitas pemikat lalat myasis, Chrysomyia bezziana, telah dimulai pada tahun 2000 dan disempurnakan pada tahun 2006 – 2008. Bezzilure adalah kandidat pemikat lalat myasis yang memberikan respon yang tinggi terhadap lalat C. bezziana pada uji sangkar dan uji semi lapang di laboratorium. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya efesiensi Bezzilure di lapangan. Lokasi yang dipilih adalah beberapa daerah di Lampung dan Kalimantan Selatan. Perangkap perekat digunakan dan dipasang di luar kandang yang berdekatan dengan pepohonan selama tiga hari. Lalat myasis yang dikoleksi dikirim ke Balai Besar Penelitian Veteriner untuk diidentifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikat Bezzilure mampu menangkap lalat myasis sekunder (C. megacephala, C. rufifacies, Hemypyrellia) sebanyak 70,5% di Lampung dan 75,2 % di Kalimantan Selatan, sedangkan lalat tertier (Sarcophaga sp. dan Musca sp.) berkisar 29,5% di Lampung dan 24,7% di Kalimantan Selatan. Respon lalat primer (C. bezziana) terhadap pemikat ini di lapangan sangat rendah. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya respon ini dibahas dalam artikel ini. Kata Kunci: Bezzilure, Chrysomyia bezziana, Myasis, Pemikat
PENDAHULUAN Pemikiran penggunaan perangkap (trap) untuk mengurangi populasi lalat-lalat penyebab myasis dimulai pada tahun 1916 oleh BISHOPP. Selanjutnya pemikiran ini berkembang ke arah pengunaan pemikat (attractant) untuk meningkatkan efektivitas perangkap yang dipasang di lapangan pada tahun 1923 – 1936. Pemikat tradisional yang digunakan adalah gerusan daging kelinci, kambing, domba atau
606
sapi yang direndam air. Alternatif lainnya adalah gerusan hati babi dan sapi. CUSHING dan PATTON (1933) melaporkan bahwa pemasangan perangkap dengan pemikat tradisional ini tidak hanya mampu menangkap lalat primer myasis di benua Amerika (Cochliomyia hominivorax) tetapi juga lalat sekunder (Cochliomyia macellaria, Lucillia spesies dan Phormia species). Penelitian pemikat lalat myasis selanjutnya relatif tidak berkembang selama empat puluh
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
tahun sampai DE VANEY et al. (1973) menggunakan formula pemikat dari darah sapi yang terkontaminasi dengan bakteri, darah steril yang diinokulasi dengan bakteri, darah yang mengalami defibrinasi dan plasma darah yang dilaporkan mempunyai respon yang cukup tinggi terhadap lalat C. hominivorax. GRABBE dan TURNER (1973) berhasil mengidentifikasi senyawa fenol, p-cresol dan indol sebagai komponen utama yang terdapat di dalam sediaan darah tersebut. Pemikat sintetik dikembangkan oleh JONES et al. (1976) dan diberi nama swormlure yang diformulasi dari sepuluh bahan kimia. Pemikat ini mampu menangkap lalat jantan lebih banyak dibandingkan dengan yang betina. Jumlah lalat non myasis yang tertangkap juga mengalami penurunan hingga 87% sehingga lebih selektif. COPPEDGE et al. (1977) meningkatkan daya pikat swormlure dengan cara mengurangi proporsi komponenkomponennya dan menambahkan dimetil disulfida (DMDS). Formula baru ini diberi nama swormlure 2 (SL-2) dan dilaporkan mampu menekan populasi C. hominivorax di lapangan dengan metode Screwworm Adult Suppression System (SWASS) (COPPEDGE et al., 1980). Aplikasi SL-2 untuk memonitor lalat C. bezziana pernah dilakukan oleh SPRADBERY (1979; 1981) di Papua New Guinea tetapi responnya kurang dari 1%. WARDHANA dan SUKARSIH (2004) menyebutkan bahwa perangkap yang beirisi SL-2 mampu memikat 10 – 20 % lalat C. bezziana dalam kondisi laboratorium dengan perbandingan antara lalat jantan dan betina, yaitu 1 : 2. Hasil ini menunjukkan efesiensi SL-2 terhadap lalat C. bezziana yang selama ini belum diketahui. Peningkatan efektivitas SL-2 terhadap lalat C. bezziana dilakukan oleh URECH et al. (2002) dengan cara menghilangkan dan menambah bahan kimia tertentu. Semua kandidat formula pemikat harus melalui uji sangkar dan uji semi lapangan sebelum dicoba di lapangan. Beberapa kandidat pemikat yang dihasilkan selanjutnya disempurnakan pada tahun 2006 – 2008. Salah satu kandidat pemikat yang cukup efektif untuk lalat C. bezziana pada uji sangkar dan semi lapangan adalah Bezzilure (URECH et al. 2008). Pemikat Bezzilure mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan swormlure. Komponen kimia penyusunnya lebih sederhana terutama pada kandungan asam lemak, alkohol dan komponen senyawa-senyawa aromatisnya (URECH et al., 2002). Uji semi lapangan menggunakan perangkap perekat (sticky trap) membuktikan bahwa Bezzilure lebih efektif untuk menangkap lalat C. bezziana dibandingkan dengan swormlure. Hasil pengamatan yang lain juga menunjukkan bahwa respon lalat C. bezziana lebih efektif pada perangkap yang menggunakan Bezzilure dibandingkan dengan pemikat yang dibuat dari cairan sisa media pertumbuhan larva yang beraroma khas seperti luka myasis (URECH et al., 2008). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pemikat Bezzilure terhadap lalat-lalat penyebab myasis dalam kondisi lapangan dengan menggunakan perangkap perekat. Lalat yang tertangkap akan diidentifikasi di laboratorium berdasarkan karakter diagnostiknya (SPRADBERY, 1991) dan digunakan untuk studi morfologi dan molekuler. MATERI DAN METODE Pembuatan formula pemikat Bezzilure Kandungan bahan kimia yang digunakan untuk membuat formula pemikat lalat Bezzilure dapat dilihat pada Tabel 1 (Sigma-Aldrich Pty. Ltd.). Pembuatan formula dilakukan di dalam fume hood dengan cara memasukkan bahan kimia yang berbentuk padat terlebih dahulu ke dalam Erlenmeyer dan diikuti dengan bahan yang berbentuk cair. Campuran bahan kimia yang telah homogen dimasukkan ke dalam botol plastik polyethylene bervolume 30 ml. Permukaan penutup botol diberi lubang untuk menyisipkan sumbu katun (No. 2-Bioglobal Pty. Ltd.) agar cairan pemikat dapat terserap dan terpapar keluar. Panjang ujung sumbu yang dipaparkan ke luar adalah 25 mm. Botol ditutup dengan penutup yang sudah diberi lubang berdiameter 7 mm. Formula yang sudah dikemas dalam botol disimpan pada 4oC sebelum digunakan untuk uji di lapangan. Pemikat Bezzilure yang diformulasikan di laboratorium dibuat satu minggu sebelum pemasangan perangkap dilakukan.
607
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
Tabel 1. Kandungan bahan kimia Bezzilure yang digunakan untuk pemikat lalat myasis (URECH et al., 2008) Bahan kimia formula Bezzilure Bentuk padat
Bentuk cair
Indole
Butyric acid
Phenol
Valeric acid iso-Butanol
hewan percobaan BBPV Lampung, Lampung Tengah, Tanggamus dan Lampung Timur. Perangkap dipasang selama tiga hari dan dikoleksi pada sore hari. Lalat yang tertangkap dipisahkan dari perekat secara manual menggunakan forcep. Seluruh lalat dibawa ke laboratorium parasitologi Balai Besar Penelitian Veteriner untuk diidentifikasi dan dihitung jumlahnya.
sec-Butanol 2-mercaptoethanol
Perangkap perekat (sticky trap) Perangkap perekat yang digunakan pada penelitian ini sama dengan perangkap yang digunakan untuk menangkap lalat Tabanid dan Calliphorid di Eropa (HALL et al., 1998). Perangkap dibuat dari plywood yang berukuran 30 × 30 × 1 cm dan ditutup dengan kertas hitam. Bagian tengahnya diberi lubang berdiameter 2 cm untuk menyisipkan botol yang berisi formula pemikat. Perekat gulung transparan dipotong (35 × 30 cm) dan dilapiskan di atas plywood dengan cara memasang empat buah penjepit pada ujungujungnya (ALAHMED et al., 2006). Perangkap perekat ini disandarkan ke pohon dan diberi atap dari plastik hitam agar terlindung dari air hujan. Uji lapangan Sebelum uji lapangan, uji pendahuluan dilakukan di suatu peternakan sapi potong di Banten untuk menentukan lokasi pemasangan perangkap yang tepat. Tiga perangkap di pasang di dalam, belakang dan depan kandang sapi. Penentuan lokasi untuk uji lapangan didasarkan pada jumlah lalat terbanyak yang tertangkap. Uji lapangan dilakukan pada dua daerah yang berbeda, yaitu di propinsi Lampung dan Kalimantan Selatan. Empat lokasi dipilih pada masing-masing propinsi berdasarkan laporan adanya kejadian myasis yang pernah terjadi di wilayah tersebut. Di Kalimantan Selatan, perangkap dipasang di kandang hewan percobaan BBPV Banjar Baru, Sungai Besar, Wonorejo dan Takisung, sedangkan di Lampung, perangkap dipasang di kandang
608
Analisis data Jumlah lalat yang masuk ke dalam perangkap merupakan gambaran dari respon lalat terhadap pemikat yang diuji. Data respon lalat dianalisis dengan Chi squared (χ2) menggunakan software Epi Info versi 6.04d (DEAN, 1996). HASIL DAN PEMBAHASAN Pemikat Bezzilure Apabila dibandingkan dengan komponen pemikat sintetik yang telah dikembangkan sebelumnya (sebelas komponen untuk pemikat SL-4 (swormlure-4) dan sepuluh komponen untuk swormlure), Bezzilure hanya disusun dari delapan komponen bahan kimia. Perbedaan yang mendasar antara Bezzilure dengan swormlure dan SL-4 terletak pada senyawa dimetil disulfida (DMDS) yang diganti dengan 2-merkaptoetanol (2-me). Senyawa ini mempunyai titik didih lebih tinggi dibandingkan dengan DMDS sehingga daya evaporasinya lebih lambat. Karakteristik yang dimiliki 2-me sangat menguntungkan untuk aplikasi di lapangan, karena periode pemasangan pemikat Bezzilure dapat bertahan lebih lama dibandingkan dengan pemikat sintetik yang lain. Uji lapangan di Lampung dan Kalimantan Selatan Pemilihan peternakan sapi di Banten untuk uji pendahuluan didasarkan pada laporan kasus myasis yang sering terjadi setiap bulan. MUHARSINI et al. (2010) merangkum kejadian myasis di peternakan di Banten 2007 – 2008 dan melaporkan bahwa jumlah kasus myasis
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
yang terjadi berkisar 8 – 12 kasus per bulan. Kondisi peternakan tersebut dikelilingi oleh pepohonan dan tingginya kasus myasis serta jumlah populasi sapi yang cukup banyak (1500 ekor) merupakan kondisi yang ideal untuk melakukan uji lapangan suatu kandidat pemikat. Kendati demikian, peternakan tersebut tidak dipilih untuk menguji efektivitas Bezzilure karena akan difokuskan untuk mempelajari dinamika populasi lalat myasis yang akan diamati setiap bulannya selama satu tahun. Oleh karena itu, pemasangan perangkap dilakukan di Lampung dan Kalimantan Selatan sehingga memungkinkan untuk memperoleh isolat C. bezziana dari lokasi tersebut yang belum diperoleh untuk uji morfologi dan molekuler. Uji pendahuluan membuktikan bahwa pemasangan perangkap di belakang kandang yang berdekatan dengan pepohonan memberikan peluang yang lebih besar untuk menangkap lalat myasis dibandingkan dengan di dalam kandang. Menurut THOMAS (1993) lalat primer myasis lebih menyukai daerah yang dipenuhi dengan tanaman rimbun dan pepohonan. Pernyataan ini didukung oleh PHILIPS et al. (2004) bahwa populasi lalat primer myasis lebih banyak dijumpai di daerah hutan tertutama yang ditumbuhi pohon dengan tinggi 20 – 30 meter, daerah pinggiran hutan
dan hutan palem daripada area yang terbuka. Berdasarkan hasil uji pendahuluan ini, untuk uji selanjutnya pemasangan perangkap lalat myasis dilakukan di luar kandang dan berdekatan dengan area yang banyak ditumbuhi pepohonan dan semak-semak. Setelah pemasangan pemikat Bezzilure selama tiga hari di luar kandang, tidak ada lalat primer (C. bezziana) yang tertangkap baik di Lampung maupun di Kalimantan Selatan (Tabel 2, Gambar 1). Berdasarkan kategori jenis lalat penyebab myasis, pemikat ini mampu menangkap lalat sekunder (C. megacephala, C. rufifacies, Hemypyrellia) sebanyak 70,5% di Lampung dan 75,2% di Kalimantan Selatan, sedangkan lalat tertier yang tertangkap (Sarcophaga sp. dan Musca sp.) berkisar 29,5% di Lampung dan 24,7% di Kalimantan Selatan. Di antara lalat sekunder, secara morfologi C. megacephala mempunyai karakteristik yang mirip dengan C. bezziana dan hanya dapat dibedakan melalui pengamatan di bawah mikroskop, terutama pada lalat betina. Laporan dari beberapa negara di Timur Tengah, kasus myasis banyak ditemukan sebagai infestasi campuran antara C. bezziana dan C. megacephala (HALL et al., 2009). Penelitian ini menunjukkan jumlah lalat C. megacephala yang tertangkap di Lampung dan Kalimatan
Tabel 2. Spesies lalat yang tertangkap menggunakan pemikat Bezzilure di Lampung dan Kalimantan Selatan (Hm dan Cr digabungkan untuk pemisahan secara cepat di lapangan) Provinsi Lampung
Total
Total
Cb
Cm
Hm + Cr
Sp
Ms
BPPV
0
60
68
13
0
141
Lampung Tengah
0
2
16
0
0
18
Tanggamus
0
3
150
65
53
271
Lampung Timur
0
39
47
0
30
116
0
104
281
78
83
546
Total Kalimantan Selatan
Spesies
Lokasi
BPPV
0
121
36
13
0
170
Sungai Besar
0
33
32
11
0
76
Wonorejo
0
147
41
123
0
311
Takisung
0
50
30
14
0
94
0
351
139
161
0
651
Cb: Chrysomya bezziana; Cm: Chrysomya megacephala; Cr: Chrysomya rufifacies; Hm: Hemypyrellia sp.;: Sarcophaga sp.; Ms: Musca sp.
609
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
A
B
Gambar 1. (A) Pemikat Bezzilure yang dipasang pada perangkap perekat dan dipasang pada ketinggian 1,5 m; (B) Pemikat Bezzilure diletakkan di tengah dan beberapa lalat sudah mulai tertangkap
Selatan, masing-masing 27 dan 53,9%. Kondisi ini dapat dipahami karena C. megacephala termasuk jenis lalat synantropic yang mampu beradaptasi baik dengan lingkungan. Oleh sebab itu, jumlah populasinya relatif lebih banyak dan mudah dijumpai di kandang dan sekitarnya. Dari beberapa daerah yang diuji menunjukkan bahwa di daerah Tanggamus (Lampung) dan Wonorejo (Kalimantan Selatan) mempunyai jumlah total lalat yang tertinggi dibandingkan dengan daerah yang lainnya, yaitu sekitar 47,8 – 49,6%. Berdasarkan jumlah lalat yang tertangkap, C. megacephala di Wonorejo lebih dominan 47,4%, sedangkan di Tanggamus hanya 1,1%. Kendati demikian, tidak dapat disimpulkan bahwa populasi lalat sekunder di Wonorejo dan Tanggamus lebih tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya, karena pengamatan yang dilakukan relatif singkat dan perlu dilakukan pemasangan beberapa perangkap dengan pemikat lalat yang lebih efektif. Berdasarkan analisis statistik, jumlah total lalat yang tertangkap di Kalimantan Selatan lebih banyak dibandingkan dengan di Lampung (X2(df=3)= 34,60; P= 0,0000). Namun demikian jumlah total lalat Sarcophaga sp. dan Musca sp. tidak berbeda nyata (X2(df=1)= 3,42; P= 0,064). Perbedaan jumlah total lalat yang tertangkap di Kalimantan Selatan dan Lampung terletak pada jumlah lalat Calliphoridae, yaitu C. bezziana, C. megacephala, C. rufifacies dan Hemypyrellia. Lalat Calliphoridae yang tertangkap di
610
Kalimantan Selatan lebih banyak dibandingkan dengan di Lampung (X2(df=1)= 3,42; P= 0,65). VREYSEN (2005) menyatakan bahwa efesiensi pemasangan perangkap lalat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konstruksi perangkap, habitat, periode pemasangan, efesiensi pemikat dan iklim. Adanya perbedaan intraspesies populasi lalat myasis yang berasal dari geografis tertentu juga berpengaruh terhadap hasil pemasangan perangkap. HALL et al. (2003) membuktikan bahwa Lucitrap yang dilaporkan efektif untuk menangkap lalat Lucilia sericata di Australia tetapi memberikan respon yang rendah untuk lalat di kawasan Eropa. Literatur lain menyebutkan bahwa jumlah lalat yang masuk perangkap tidak selalu menggambarkan jumlah populasi lalat di suatu lokasi (VREYSEN dan SALEH, 2001). Hasil-hasil penelitian di atas dapat menjelaskan mengapa lalat C. bezziana yang tertangkap di Lampung dan Kalimantan Selatan menunjukkan respon yang lebih rendah. Pendeknya rentang waktu pada saat pemasangan perangkap dan daya efektivitas pemikat Bezzilure serta konstruksi perangkap diduga menjadi faktor yang perlu dikaji lagi untuk melakukan uji efektivitas selanjutnya terhadap kandidat-kandidat pemikat yang lain. KESIMPULAN Pemikat Bezzilure terbukti efektif untuk menangkap lalat sekunder myasis, yaitu C. megacephala, C. rufifacies dan Hemypyrellia di Lampung dan Kalimantan Selatan. Lalat
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
tertier seperti Sarcophaga sp. dan Musca sp. juga memberikan respon yang serupa. Perlu dilakukan uji efektivitas Bezzilure terhadap lalat primer (C. bezziana) dengan memperhatikan variabel-variabel yang mempengaruhi hasil penangkapan. Alternatif yang lain adalah membuat formula baru yang lebih selektif untuk lalat primer dengan cara menambah atau mengurangi komponenkomponen kimia penyusunnya. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada International Atomic Energy Agency (IAEA) yang telah memberikan dukungan dana sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Rudolf Urech dari Queensland Department of Primary Industries – Australia dan Dr. Martin Hall dari The Natural History MuseumLondon, United Kingdom atas saran serta kritik yang diberikan demi kelancaran pengamatan selama di lapangan. Untuk semua staf di BPPV Lampung dan Kalimantan Selatan yang telah mendukung selama kegiatan di lapangan, diucapkan terima kasih. DAFTAR PUSTAKA ALAHMED, A.M., A.S. AL DAWOOD and S.M. KHEIR. 2006. Seasonal activity of flies causing myasis in livestock animals using sticky traps baited with swormlure-4 in Riyadh region, Saudi Arabia. Sci. J. King Faisal University (Basic and Applied Sciences) 7(2): 109 – 119. COPPEDGE, J.R., E. AHRENS, J.L. GOODENOUGH, F.S. GUILLOT and J.W. SNOW. 1977. Field comparisons of liver and a new chemical mixture as attractants for screwworm fly. Environ. Entomol. 6: 66 – 68. COPPEDGE, J.R., H.E. BROWN, J.L. GOODENOUGH, F.H. TANNAHILL, J.W. SNOW, H.D. PETERSEN and H.D. HOFMAN. 1980. Field performance of a new formulation of the screwworm adult suppression system. J. Econ. Entomol. 73: 411 – 414. CUSHING, E.C. and W.S. PATOON. 1933. Studies on the higher Diptera of medical and veterinary importance, Cochliomyia americana sp. Nov., The Screwworm of the new world. Annual Tropical Med. Parasitol. 27: 539 – 551.
DEAN, A.G. 1996. A word Processing, Database, and Statistics Program for Public Health on IBM-compatible microcomputers. U.S. Department of health and human service. Atlanta, Georgia. USA. DE VANEY, J.A., G.W. EDDY, E.M. ELLIS and R. HARRINGTON JR. 1973. Attractancy of inoculated and incubated bovine blood fractions to screwworm flies (Diptera: Calliphoridae): role of bacteria. J. Med. Entomol. 10: 591 – 595. GRABBE, R.R. and J.P. TURNER. 1973. Screwworm attractants: isolation and identification of organic compounds from bacterially inoculated and incubated blood. Folio Entomology Mexican. 25 – 26: 120 – 121. HALL, M.J.R., R. FARKAS and E.J. CHAINEY. 1998. Use of odour-baited boards to traps Tabanid flies and investigate repellents. Med. and Vet. Entomol. 12(3): 241 – 245. HALL, M.J.R., R.A. HUTCHINCSON, R. FARKAS, Z.J.O. ADAMS and N.P. WYATT. 2003. A comparison of lucitraps® and sticky targets for sampling the blowfly Lucilia sericata. Med. and Vet. Entomol. 17: 280 – 287. HALL, M.J.R., A.H. WARDHANA, G. SHAHHOSSEINI, Z.J.O. ADAMS and P.D. READY. 2009. Genetic diversity of populations of Old World screwworm fly, Chrysomya bezziana, causing traumatic myasis of livestock in the Gulf region and implications for control by sterile insect technique. Med. and Vet. Entomol. 23 (Suppl.1): 51 – 58. JONES, C.M., D.D. OCHLER, J.W. SNOW and R.R. GRABBE. 1976. A chemical attractant for screwworm flies. J. Econ. Entomol. 69: 389 – 391. MUHARSINI, S., A.H. WARDHANA and R. MARYAM. 2010. Collection and incidence of myasis caused by the Old World Screwworm fly, Chrysomya bezziana, in West Java Indonesia. Report. IAEA Coordinating Research Meeting in Bali. 22 – 26 February 2010. PHILIPS, P.L., J.B. WELCH and W. KRAMER. 2004. Seasonal and spatial distribution of adult screwworms (Diptera, Calliphoridae) in the Panama Canal Area, Republic of Panama. J. Med. Entomol. 41(1): 121 – 129. SPRADBERY, J.P. 1979. The reproductive status of Chrysomya species (Diptera: Calliphoridae) attracted to liver-baited blowfly traps in Papua New Guinea. J. Australian Entomol. Soc. 18: 57 – 61.
611
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2011
SPRADBERY, J.P. 1981. A new trap design for screwworm fly studies. J. Australian Entomol. Soc. 20: 151 – 153. SPRADBERY, J.P. 1991. A Manual for the Diagnosis of Screwworm Fly. CSIRO Division of Entomology, Canberra, Australia. THOMAS, D.B. 1993. Behavioral aspects of screwworm ecology. J. the Kansas Entomol. Soc. 66(1): 13 – 30. URECH, R., P.E. GREEN, G.W. BROWN, A.H. WARDHANA, SUKARSIH, R.S. TOZER and J.P. SPRADBERY. 2002. Improvement to screwworm fly surveillance traps. In: Proc. of screwworm fly emergency preparedness conference Canberra. Departement of Agriculture Fisheries and Forestry Australia. OCVO, Canberra, 12 – 13 November 2001. pp. 120 – 129. URECH, R., P.E. GREEN, S. MUHARSINI, R. MARYAM, G. BROWN, J.P. SPRADBERY and R. TOZER. 2008. Improvement to Screw-Worm Fly Traps and Selection of Optimal Detection Systems. Final Report. Department of Primary Industries and Fisheries, Queensland. Meat & Livestock Australia Limited, Locked Bag 991, North Sydney.
612
VREYSEN, M.J.B. and K.M. SHALEH. 2001. Longterm sampling of gamma sterilised male Glossina austeni (Diptera: Glossinidae) with sticky panels on Unguja Island (Zanzibar). Acta Tropica 80: 29 – 37. VREYSEN, M.J.B. 2005. Monitoring sterile and wild insects in area-wide integrated pest management programmes, In: DYCK, V.A., J. HENDRICHS and A.S. ROBINSON. 2005. Sterile Insect Technique Principles and Practice in Area-Wide Integrated Pest Management. Springer. Dordrecht, The Netherland. pp. 325 – 361. WARDHANA, A.H dan SUKARSIH. 2004. Pengembangan teknik uji pemikat lalat Chrysomya bezziana (Diptera: Calliphoridae) dalam kondisi laboratorium dan semi lapang. JITV 9(1): 37 – 45.