Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
SWORMLURE (SL-2) DAN HATI SAPI SEGAR SEBAGAI PEMIKAT LALAT SCREWWORM, Chrysomya bezziana (The Use of Swormlure-2 (SL-2) and Fresh Raw Cattle Liver as Attractant for Screwworm Fly, Chrysomya bezziana) APRIL H. WARDHANA Balai Penelitian Veteriner, PO Box 151, Bogor 16114
ABSTRACT Two different attractants, swormlure (SL-2) and fresh raw cattle liver were used for trapping screwworm fly, Chrysomya bezziana. Swormlure-2 (SL-2) is an attractant consist of imported materials and is quite expensive while fresh raw cattle liver can be obtained everywhere in markets. The objective of the trial is to compare the two different attractants for monitoring myiasis fly, C. bezziana. About 50 gr fresh cattle liver was placed on sticky traps and replaced every two days. The traps were placed at least 50 meters apart at each side. Three trapping sites were located at Jonggol during both the wet and dry seasons, while at Depok (West Java) and Waingapu (East Sumba) for dry season. The number of flies caught was analysed by chi-square test (5%). These trials indicated that there was no significantly different between the mean number of C. bezziana caught on swormlure and liver traps at all sites, at Jonggol, Depok and Waingapu (p>0.05). The total of C. bezziana trapped per week among three locations was also not statistically significant (p>0.05). However the ratio C.bezziana caught to other flies (Calliphoridae) caught was higher on swormlure and swormlure does not need to be regularly replaced as does fresh liver. On the otherhand, fresh liver can be used as attractant for C. bezziana in the situation no available swormlure. Key words: Myiasis, Chrysomya bezziana, swormlure-2, fresh cattle liver ABSTRAK Dua pemikat yang berbeda yaitu swormlure (SL-2) dan hati sapi segar digunakan sebagai pemikat lalat screwworm, Chrysomya bezziana. Swormlure-2 (SL-2) adalah pemikat buatan yang cukup mahal karena terbuat dari campuran bahan-bahan kimia impor sedangkan hati sapi segar dapat diperoleh secara mudah dipasar. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan dua bahan pemikat tersebut guna memonitor lalat C. bezziana. Sebanyak 50 gram hati segar diletakkan di dalam perangkap perekat (sticky trap) dan diganti setiap dua hari sekali. Jarak antara perangkap adalah 50 meter. Lalat yang tertangkap dikoleksi setiap minggu. Penangkapan lalat dilakukan di tiga lokasi yaitu Jonggol pada musim hujan dan kemarau, sedangkan Depok (Jawa Barat) dan Waingapu (Sumba Timur) hanya pada musim kemarau. Jumlah lalat yang tertangkap dianalisis dengan uji chi square (5%). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata jumlah C. bezziana yang tertangkap tidak berbeda nyata antara pemakaian SL-2 dan hati sapi di Jonggol (t2:df=3 = 0,405 : p = 0,71), Depok (t2:df=3 = 1,53 : p = 0,22) dan Waingapu (t2:df=3 = 1,14 : p = 0,41). Jumlah C. bezziana yang tertangkap setiap minggu di antara tiga lokasi tersebut juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (t2:df=18 = 0,310 : p = 0,76). Swormlure-2 menunjukkan hasil penangkapan lalat jenis lain (Calliphoridae) yang lebih tinggi dibandingkan dengan hati segar. Keuntungan dari penggunaan SL-2 ini adalah tidak perlu diganti seperti pada pemakaian gerusan hati sapi. Hati sapi segar dapat dipakai sebagai alternatif pemikat lalat C. bezziana jika swormlure tidak tersedia di lapang. Kata kunci: Myasis, Chrysomya bezziana, swormlure-2, hati sapi segar
PENDAHULUAN Larva lalat Chrysomya bezziana ditemukan pertama kali pada kasus myasis kuku sapi di daerah Minahasa pada tahun 1938 (KRANEVELD dan PETTINGA, 1948). Lalat ini
banyak dilaporkan menyerang ternak sapi potong, kambing, domba, kuda, unggas dan babi di beberapa daerah di Timor Barat, Nusa Tenggara Barat, Waingapu, Depok dan Jonggol (SUKARSIH et al., 1989).
711
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Metode untuk mengendalikan dan memonitor dinamika lalat screwworm di lapang telah banyak dilakukan. JONES et al. (1976) berhasil mengembangkan suatu pemikat sintetik untuk lalat Cochliomyia hominivorax dan diberi nama swormlure. COPPEDGE et al. (1977) mengembangkan daya pikat swormlure dengan cara mengurangi proporsi komponenkomponennya dan menambahkan dimetil disulfida. Formula baru ini diberi nama swormlure 2 (SL-2) dan banyak digunakan di lapang sampai sekarang. Swormlure-2 yang dikombinasi dengan perangsang pakan (feeding stimulant) dan insektisida dalam metode Screwworm Adult Suppresion System (SWASS) dilaporkan mampu menekan populasi C. hominivorax di lapang (COPPEDGE et al., 1980). Metode ini hanya efektif untuk daerah kering tetapi kurang efektif untuk daerah yang lembab (SNOW et al., 1982). Selain memikat lalat C. hominovorax, SL-2 juga mampu memikat lalat sekunder lainnya yaitu dari spesies lalat hembus (blow fly) (MACKLEY dan BROWN, 1984). Penggunaan SL-2 yang dikombinasi dengan perangkap perekat (sticky trap) pernah dilakukan oleh SPRADBERY (1981) untuk memonitor lalat C. bezziana di Papua New Guinea. WARDHANA dan SUKARSIH (2004) menyebutkan bahwa perangkap yang beirisi SL-2 mampu memikat 10-20% lalat C. bezziana dalam kondisi laboratorium dengan perbandingan antara lalat jantan dan betina yaitu 1 : 2. Hasil ini menunjukkan efesiensi
SL-2 terhadap lalat C. bezziana yang selama ini belum diketahui. Kondisi peternakan di Indonesia yang mayoritas masih tradisional belum memungkinkan untuk mengaplikasikan SL-2 di lapang. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk membuat SL-2 masih harus mendatangkan dari luar negeri sehingga pemikat ini relatif mahal. Oleh karena itu perlu dicari pemikat alternatif yang mempunyai efek seperti SL-2 tetapi berasal dari bahan-bahan alami yang mudah diperoleh oleh para peternak khususnya di daerah pedesaan. Hati sapi segar telah digunakan sebagai umpan untuk lalat C. hominivorax sejak tahun 1930 hingga akhir 1970-an (SPRADBERY, 1994). Laporan ini sesuai dengan pendapat COPPEDGE et al. (1977) yaitu lalat C. hominivorax yang tertangkap tidak berbeda nyata antara perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dengan hati sapi. Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan antara SL-2 dan hati sapi segar sebagai pemikat lalat C. bezziana pada kondisi musim kemarau dan hujan sehingga dapat digunakan sebagai pemikat alternatif untuk memonitor populasi lalat ini di lapang. MATERI DAN METODE Perangkap Perangkap yang digunakan pada penelitian ini merupakan hasil disain dari CSIRO divisi Entomologi, Australia (Gambar 1).
Gambar 1. Model perangkap yang digunakan pada penelitian ini
712
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Perangkap tersusun atas dua bagian utama, yaitu bagian dasar yang terbuat dari triplek berukuran 50 x 30 x 1 cm dan bagian atap yang terbuat dari baja yang dilapisi seng (galvanised steel) berukuran 80 x 60 cm. Lubang berdiameter 2 cm dibuat di tengah bagian dasar perangkap untuk meletakkan botol pemikat dan hati sapi. Bagian atap ditopang oleh kawat berdiameter 4 mm. Ujung-ujung kawat (2,5 cm) dibengkokkan membentuk sudut 45oC untuk dikaitkan pada bagian atap dan dihubungkan dengan bagian dasar perangkap. Tali penggantung atap dikaitkan pada lubang yang ada di sudut-sudut sisi atap berdiameter 1 cm. Papan alumunium berukuran 30 x 50 cm diletakkan di atas bagian dasar dan dijepit pada sisi-sisinya sehingga tidak mudah bergerak. Papan ini diberi lubang yang berukuran sama dengan bagian dasar perangkap dan dilapisi dengan bahan perekat (lem tikus). Jarak antara bagian atap dan dasar perangkap adalah 20 cm. Perangkap digantung di pohon dengan ketinggian 1,5 meter. Jarak antara perangkap yang satu dengan yang lainnya sekurangkurangnya 50 meter (COPPEDGE et al., 1977). Pemikat SL-2 dan hati sapi segar Pemikat SL-2 didatangkan dari Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS) dalam bentuk kemasan 25 ml. Komposisi bahan kimia SL-2 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Komposisi bahan kimia swormlure (SL-2) Komponen
(%)
Acetone
8,0
Sec-butyl alcohol
12,5
Iso-butyl alcohol
9,0
Dimethyl disulphide
14,3
Acetic acid
12,5
n-butyric acid
17,0
n-valeric acid
12,5
Phenol
3,6
p-cresol
3,6
Benzoic acid
3,5
Indole
3,5
Satu kemasan SL-2 dituang ke dalam botol plastik polyethylene 60 ml. Penutup ujung
botol diberi lubang untuk menyisipkan sumbu katun agar cairan pemikat dapat terserap dan menyebar keluar. Panjang ujung sumbu yang dipaparkan keluar adalah 25 mm. Botol ditutup dengan penutup berlubang dengan diameter 7 mm. Swormlure-2 yang sudah dikemas disimpan pada 4oC. Sebanyak 50 gram hati sapi segar yang berasal dari Rumah Potong Hewan dimasukkan ke dalam kaleng dan ditambahkan air sehingga permukaan hati sapi dalam keadaan basah. Kaleng ditempatkan pada bagian dasar perangkap. Hati sapi diganti setiap dua hari sekali selama masa penelitian (COPPEDGE et al., 1977). Lokasi Jonggol Lalat C. bezziana dimonitor dalam dua kondisi musim yaitu musim hujan (Jonggol I) selama 5 minggu dan kemarau (Jonggol II) selama 4 minggu. Sebanyak 5 perangkap dipasang pada masing-masing lokasi. Satu perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan 1 perangkap yang menggunakan hati sapi segar dipasang di area yang berdekatan dengan kandang kambing yang pernah dilaporkan terjadinya kasus myasis. Perangkap lainnya, yaitu 2 pemikat SL-2 dan 1 pemikat hati sapi segar dipasang pada daerah semak-semak berdekatan dengan kebun pisang. Lokasi Depok Sebanyak 5 perangkap yaitu 3 perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan 2 perangkap yang menggunakan hati sapi dipasang di area yang berdekatan dengan kandang sapi yang ditumbuhi pepohonan. Uji di lokasi ini dilakukan selama 3 minggu pada musim kemarau. Lokasi Waingapu Perangkap dipasang pada daerah yang berdekatan dengan anak sungai yang mengalir di sepanjang pedesaan. Sebanyak 5 perangkap yaitu 3 perangkap yang menggunakan SL-2 dan 2 perangkap yang menggunakan hati sapi dipasang selama 8 minggu pada musim kemarau.
713
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Pengamatan dan analisis data Posisi perangkap pada masing-masing area ditukar setiap minggu dan lalat yang tertangkap dikoleksi. Lalat-lalat tersebut dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi berdasarkan metode SPRADBERY (1991). Data dianalisis dengan chi-square test dengan taraf kepercayaan 5%. Selain rata-rata jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap di tiap lokasi (Jonggol, Depok dan Waingapu), analisis juga dilakukan pada proporsi lalat yang tertangkap diantara masing-masing perangkap pada tiaptiap area. HASIL DAN PEMBAHASAN Pemikat lalat screwworm sangat diperlukan untuk memonitor keberadaan lalat C. bezziana di lapang. Menurut LEE (2001), untuk menangkap lalat C. bezziana dalam suatu area maka perangkap sebaiknya dipasang di tempat yang teduh, dekat dengan pepohonan, area bersemak atau di sekitar anak sungai yang melalui suatu peternakan. Perangkap dapat dikaitkan pada sekelompok pohon menggunakan tali agar tidak mudah goyang oleh tiupan angin dan diberi atap untuk melindungi dari hujan. Tali dan sisi perangkap dilapisi vaselin untuk mencegah serangan semut yang dapat memakan tubuh lalat sehingga menyulitkan identifikasi. Penelitian ini memilih lokasi di daerah Jonggol, Depok dan Waingapu. Pemilihan lokasi tersebut berdasarkan laporan SUKARSIH et al. (1989) yang menyatakan bahwa kasus myasis pernah terjadi di daerah-daerah itu dan menyerang berbagai jenis ternak. Perangkap yang dipasang pada penelitian ini ditujukan pada area yang bervariasi yaitu area yang penuh dengan semak-semak (Jonggol), area
pepohonan (Depok) dan di sekitar anak sungai (Waingapu). Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa area-area tersebut merupakan area yang tepat untuk menempatkan perangkap. Hal ini terbukti dengan adanya lalat C. bezziana yang tertangkap. Lama waktu pemakaian pemikat SL-2 terhadap lalat screwworm tergantung pada daya uap pemikat ini ke udara. Semakin cepat menguap maka waktu pemakaian SL-2 semakin pendek. SL-2 yang digunakan pada penelitian ini diuapkan melalui ujung sumbu katun. Periode pemasangan perangkap dilakukan dalam rentang waktu yang berbedabeda yaitu 4 dan 5 minggu di Jonggol, 3 minggu di Depok dan yang terlama 8 minggu di Waingapu. Menurut LEE (2001), lama waktu penguapan SL-2 dalam botol ke udara berkisar antara 30 − 40 hari. Perbedaan periode dalam penelitian ini dapat membuktikan pemikat SL-2 masih dapat digunakan untuk memonitor lalat C. bezziana setelah pemakaian 8 minggu. Kejadian myasis tidak ditemukan di daerah Jonggol I selama periode pengamatan (5 minggu) di musim hujan. Kondisi ini sesuai dengan hasil penangkapan yang menunjukkan respon yang rendah pada lalat C. bezziana tetapi mempunyai respon yang tinggi pada famili Calliphoridae baik pada perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 maupun hati sapi segar (Tabel 2). Respon yang sama ini dapat menjelaskan bahwa SL-2 dan hati sapi mempunyai pengaruh yang sama terhadap lalat C. bezziana. Hasil pemasangan perangkap di sekitar area kandang kambing membuktikan bahwa setelah kejadian myasis yang menyerang kambing di area tersebut, tidak ditemukan lagi adanya lalat C. bezziana.
Tabel 2. Jumlah lalat yang dikoleksi dari perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi segar di Jonggol I pada musim hujan Jenis lalat yang tertangkap
Pemikat
Periode (minggu)
C. bezziana
Calliphoridae
M. domestica
Tidak teridentifikasi (rusak)
SL – 2 SL – 2 SL – 2 Hati sapi Hati sapi
5 5 5 5 5
0 0 2 0 1
2 748 281 0 387
0 0 5 0 9
0 1 2 2 1
714
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Lalat C. bezziana yang tertangkap pada musim kemarau (Jonggol II) menunjukkan respon positif terhadap pemikat SL-2 dan hati sapi segar (Tabel 3). Analisis statistik terhadap rata-rata jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap, tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi (t 2:df=3 = 0,405 : p = 0,71). Hasil analisis terhadap proporsi penangkapan lalat C. bezziana diantara ketiga perangkap yang menggunakan SL-2 menunjukkan perbedaan yang nyata (X2 MH:df = 2 = 3,27 : p = 0,007) tetapi tidak pada kedua perangkap yang menggunakan hati sapi segar (X2 MH:df=1 = 0,5 : p = 0,48). Perbedaan yang terjadi pada area pemasangan perangkap dengan SL-2 diduga karena adanya faktor lingkungan yang tidak dapat dikendalikan. Walaupun demikian, hasil ini telah membuktikan bahwa SL-2 dan hati sapi segar mampu memikat lalat C. bezziana untuk masuk ke dalam perangkap. Pengamatan di daerah Depok yang dilakukan pada musim kemarau menunjukkan hasil yang sama dengan daerah Jonggol II (Tabel 4). Rata-rata jumlah lalat C. bezziana
yang tertangkap di Depok, tidak berbeda nyata antara perangkap yang menggunakan SL-2 dan hati sapi segar (t 2:df=3 = 1.53 : p = 0,22). Proporsi tertangkapnya lalat C. bezziana diantara kedua perangkap yang menggunakan hati sapi segar juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada (X2 MH:df=1 = 0.02 : p = 0.88). Keadaan ini berbeda dengan tiga perangkap yang menggunakan SL-2 yaitu terdapat perbedaan yang nyata pada proporsi lalat C. bezziana yang tertangkap (X2 MH:df=2 = 6.18 : p = 0.046). Perbedaan diantara ketiga perangkap ini diduga karena variasi faktor lingkungan. Selama pengamatan 3 minggu di Depok, tidak ada laporan tentang kasus myasis meskipun lalat C. bezziana berhasil ditangkap pada penelitian ini. Selain Makassar, Waingapu juga dilaporkan sebagai daerah endemik myasis di Indonesia (WARDHANA et al., 2003). Rata-rata lalat C. bezziana yang tertangkap di Waingapu pada musim kemarau tidak menunjukkan perbedaan yang nyata antara perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi segar (t 2:df=3 = 1,14 : p = 0,41) (Tabel 4).
Tabel 3. Jumlah lalat yang dikoleksi dari perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi segar di Jonggol II pada musim kemarau Pemikat
Periode (minggu)
C. bezziana
Calliphoridae
M. domestica
Tidak teridentifikasi (rusak)
SL – 2
4
20
394
31
1
SL – 2
4
34
521
28
1
SL – 2
4
0
8
0
2
Hati sapi
4
20
500
31
2
Hati sapi
4
11
366
28
1
Jenis lalat yang tertangkap
Tabel 4. Jumlah lalat yang dikoleksi dari perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi segar di Depok pada musim kemarau Pemikat
Periode
Jenis lalat yang tertangkap C. bezziana
Calliphoridae
M. domestica
Tidak teridentifikasi (rusak)
SL – 2
3
20
675
81
0
SL – 2
3
23
775
136
1
SL – 2
3
8
494
164
0
Hati sapi
3
8
536
168
0
Hati sapi
3
9
494
126
1
715
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
Tabel 5. Jumlah lalat yang dikoleksi dari perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 dan hati sapi segar di Waingapu pada musim kemarau Pemikat
Periode (minggu)
SL – 2
8
Jenis lalat yang tertangkap C. bezziana
Calliphoridae
M. domestica
Tidak teridentifikasi (rusak)
6
99
0
0
SL – 2
8
13
91
3
1
SL – 2
8
14
163
4
1
Hati sapi
8
6
301
0
0
Hati sapi
8
7
569
1
2
Ketiga perangkap yang menggunakan SL-2 (X2 MH:df=2 = 2,86 : p = 0,24) dan dua perangkap yang menggunakan hati sapi (X2 MH:df=1 = 0,73 : p = 0,39) juga tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap proporsi tertangkapnya lalat C. bezziana diantara perangkap-perangkap tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa area pemasangan perangkap mempunyai kondisi lingkungan yang relatif sama antara area SL-2 dan hati sapi segar. Total jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap pada semua lokasi (Jonggol, Depok dan Waingapu) per minggu adalah 0,72 pada SL-2 dan 0,53 pada hati sapi segar dengan perbandingan 1,36. Secara keseluruhan, pemasangan perangkap pada ketiga lokasi tersebut menunjukkan perbedaan walaupun secara statistik tidak berbeda nyata antara SL-2 dan hati sapi segar (t 2:df=18b= 0,310 : p = 0,76). Hasil yang sama juga terjadi pada lalat C. hominivorax yaitu pemikat SL-2 menunjukkan respon yang lebih tinggi daripada hati sapi tetapi secara statistik keduanya tidak berbeda nyata (COPPEDGE et al., 1977). Hasil penelitian ini membuktikan bahwa pemikat SL-2 lebih selektif terhadap C. bezziana dibandingkan dengan hati sapi. Rasio antara lalat C. bezziana terhadap jenis lalat yang lain (Famili: Calliphoridae) adalah 2,8 kali lebih tinggi pada perangkap yang menggunakan pemikat SL-2 di semua lokasi dan 1,6–6,3 kali pada masing-masing lokasi. Tingginya respon lalat dari famili Calliphoridae sesuai dengan pengamatan URECH et al. (2002) yang menyatakan bahwa lalat C. bezziana mempunyai respon yang lebih rendah dibandingkan lalat C. megachepala, C. rufifacies, C. saffrena, C. varipes, Hemipyrellia dan Sarcophaga.
716
Jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap pada semua lokasi tidak tergantung pada jumlah lalat spesies lainnya baik pada SL-2 (X2 -11 df=7 = 63,30 : p = 10 x 10 ) maupun hati sapi (X2 df=5 = 24,79 : p = 1,53 x 10-4). Keadaan ini mempunyai implikasi yang penting terhadap penentuan posisi perangkap dan interpretasi jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap. Tidak adanya ketergantungan tersebut membuktikan bahwa lalat C. bezziana yang tertangkap karena dipengaruhi oleh pemikat SL-2 atau hati sapi dan bukan karena faktor lingkungan atau jumlah populasi lalat dalam suatu area. Data yang diperoleh pada musim hujan (Jonggol I) tidak dianalisis karena rendahnya jumlah lalat C. bezziana yang tertangkap. Sebaliknya, lokasi-lokasi yang diamati pada musim kemarau memberikan respon yang positif. KRAFSUR (1987) menyebutkan bahwa lalat C. hominivorax cenderung melimpah pada musim panas. Selama ini belum diketahui secara pasti tentang pengaruh musim terhadap populasi C. bezziana dan keterpikatannya terhadap SL-2 dan hati sapi. Kendati demikian, kemungkinan pengaruh musim terhadap pemasangan perangkap pada lalat C. bezziana seharusnya diteliti lebih lanjut. Penelitian ini mempunyai dampak yang signifikan untuk mendeteksi serbuan lalat C. bezziana pada suatu daerah yang memiliki kondisi lingkungan yang berbeda-beda. Penggunaan SL-2 sebagai pemikat lalat C. bezziana mempunyai beberapa keuntungan di bandingkan dengan hati sapi antara lain: lebih bersih dan praktis bagi operator serta daya pikatnya terhadap lalat lebih seragam karena tidak dipengaruhi oleh flora pengganggu (jamur, bakteri). SL-2 lebih selektif terhadap lalat C. bezziana dan tidak perlu diganti dalam
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
jangka waktu pendek (minimal 30 hari). Bau yang diuapkan dari botol atau kemasan sangat kuat sehingga akan melekat pada baju, kulit dan rambut. Oleh karena itu, operator disarankan menggunakan kaus tangan plastik, pelindung baju dan rambut. JONES et al. (1976) mengutip penelitian BRUCE dan KNIPLING (1936) tentang beberapa pemikat yang pernah diuji untuk lalat screwworm seperti isi saluran pencernaan, daging kelinci, domba, kambing dan hati babi. Secara tradisional, daging sapi (meatbaited trap) juga pernah digunakan sebagai pemikat untuk lalat screwworm tetapi kurang selektif karena hampir semua jenis lalat dari kelas yang berbeda berhasil ditangkap sehingga tidak dapat memberikan data yang akurat (WHITTEN et al., 1976). Penggunaan daging mencit segar juga dilaporkan tidak mampu memikat lalat screwworm sehingga tidak disarankan untuk digunakan di lapang (AVANCINI dan LINHARES, 1988). Pemilihan hati sapi segar pada penelitian ini didasarkan pada kandungan proteinnya yang tinggi dan aromanya yang khas sehingga diharapkan mampu memikat lalat screwworm. Selain itu, hati sapi sangat mudah diperoleh di pasar-pasar tradisional dan tersedia setiap waktu. COPPEDEGE et al. (1977) membuktikan bahwa rata-rata lalat C. hominivorax yang tertangkap dengan pemikat hati sapi adalah lalat bunting (62%) dan betina yang sudah kawin (91%). Pernyataan ini sesuai dengan pendapat JONES et al. (1976) dan SPRADBERY (1991) yang menyebutkan bahwa rasio lalat C. hominorax jantan dan betina pada pemikat hati sapi adalah 1 : 53 dan 1 : 108 pada lalat C. bezziana. Protein sangat dibutuhkan oleh lalat betina untuk perkembangan telur didalam tubuhnya. Tertangkapnya lalat betina bunting dan betina yang sudah kawin akan mempunyai dampak positif terhadap menurunnya populasi lalat C. bezziana dilapang sekaligus akan menekan jumlah kasus myasis yang menyerang ternak. Melihat potensi hati sapi segar yang mampu memikat lalat C. bezziana maka sangat dimungkinkan untuk dijadikan pemikat alternatif pengganti SL-2 di lapang.
KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa SL-2 dan hati sapi segar dapat digunakan sebagai pemikat lalat C. bezziana di lapang. Meskipun SL-2 mampu memikat lalat lebih banyak tetapi secara statistik tidak berbeda nyata sehingga hati sapi segar dapat digunakan sebagai pemikat alternatif oleh peternak-peternak tradisional di pedesaan terutama pada daerah-daerah yang tidak memungkinkan tersedianya SL-2. Pengamatan terhadap pengaruh musim pada populasi lalat C. bezziana dan dampaknya pada pemasangan perangkap perlu diteliti lebih lanjut untuk kepentingan studi ekologi. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Australian Quarantine and Inspection Service (AQIS) selaku penyandang dana dalam penelitian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan ke Dra. Sukarsih, MSc yang telah memberikan sumbangan pikiran dan ide sehingga penelitian ini dapat berjalan lancar. DAFTAR PUSTAKA AVANCINI, R. M. P. dan A.X. LINHARES. 1988. Selective attractiveness of rodent-baited traps for female blowflies. Med. Vet. Entomol. 2: 73−76. COPPEDGE, J. R., E. AHRENS, J. L. GOODENOUGH, F. S. GUILLOT and J. W. SNOW. 1977. Field comparisons of liver and a new chemical mixture as attractants for screwworm fly. Environ. Entomol. 6: 66−68. COPPEDGE, J. R., H. E. BROWN, J. L. GOODENOUGH, F. H. TANNAHILL, J. W. SNOW, H. D. PETERSEN and H. D. HOFMAN. 1980. Field performance of a new formulation of the screwworm adult suppression system. J. Econom. Entomol. 73: 411−414. JONES, C. M., D.D. OCHLER, J. W. SNOW and R.R. GRABBE. 1976. A chemical attractant for screwworm flies. J. Econom. Entomol. 69: 389−391.
717
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
KRAFSUR, E.S. 1987. Climatological correlates of screwworm (Cochliomyia hominivorax) abundance in Texas, U.S.A. Med. Vet. Entomol. 1: 71−80. KRANEVELD, F.C dan J.J. PETTINGA. 1948. Klauwmyiasis bij runderen in de Minahasa (Noord-Celebes). Ned. Ind. Bl. Dierg. 55: 179. LEE, J. 2001. Hunting screwworm fly. Proc. of screwworm fly emergency preparedness conference Canberra. Departement of agriculture fisheries and forestry Australia. OCVO. 85−91. MACKLEY, J.W. and H.E. BROWN. 1984. Swormlure4: A new formulation of the swormlure-2 mixture as an attractant for adult screwworms, Cochliomyia hominivorax (Diptera: Calliphoridae). J. Econom. Entomol. 77: 1264−1268. SNOW, J. W., J. R. COPPEDGE, A. B. BROCE, J. L. GOODENOUGH and H. E. BROWN. 1982. Swormlure: development and use in detection and suppresion systems for adult screwworm (Diptera: Calliphoridae). Bull. Entomol. Soc. America. 28: 277−284. SPRADBERY, J.P. 1979. The reproductive status of Chrysomya species (Diptera: Calliphoridae) attracted to liver-baited blowfly traps in Papua New Guinea. J. Aust. Entomol. Soc. 18: 57−61. SPRADBERY, J.P. 1981. A new trap design for screwworm fly studies. J. Aust. Entomol. Soc. 20. 151−153.
SPRADBERY, J.P. 1991. A Manual for the Diagnosis of Screwworm Fly. CSIRO Division of Entomology. Canberra. Australia. SPRADBERY, J.P. 1994. Screwworm fly: a tale of two species. Agric. Zool. Rev. 6. SUKARSIH., R. S. TOZER and M. R. KNOX. 1989. Collection and case incidence of the Old World screwworm fly, Chrysomya bezziana, in three localities in Indonesia. Penyakit Hewan. 21. (38): 114−117. URECH, R., GREEN, P. E., G.W. BROWN, SUKARSIH, A. H. WARDHANA, R.S. TOZER and J.P. SPRADBERY. 2002. Improvement to screwworm fly surveillance traps. Report to AQIS. DPI Queensland WARDHANA, A. H., S. MUHARSINI dan SUHARDONO. 2003. Metode pengawetan larva dan lalat Chrysomya bezziana (Diptera: Calliphoridae) untuk analisis DNA Mitokondria. JITV 8: 264−275. WARDHANA, A. H dan SUKARSIH. 2004. Pengembangan teknik uji pemikat lalat Chrysomya bezziana (Diptera: Calliphoridae) dalam kondisi laboratorium dan semi lapang. JITV 9: 37−45. WHITTEN, M.J., G.G. FOSTER, A.G. VOGT, R.L. KITCHING, T.L. WOODBURN dan C. KONOVALOV. 1976. Current status of genetic control of the Australian Sheep Blowfly, Lucilia cuprina (Wiedemann) (Diptera: Calliphoridae). Proc. Xv Int. Cong. Entomol. Washington, D.C.
DISKUSI Pertanyaan: Mengapa di Jonggol pada musim kemarau lebih banyak C. bezziana yang tertangkap (5 minggu)? Jawaban: Pada musim hujan, kondisi lingkungan sangat lembab dan basah sehingga populasi lalat C. bezziana rendah. Berbeda dengan kondisi kemarau yang kering, sehingga memicu populasi lalat C. bezziana untuk datang ke perangkap. Hasil ini sesuai dengan sifat lalat yang lebih senang pada kondisi hangat.
718