UJI ENHANCER SEBAGAI PENYEBAB KESALAHAN POSITIF PADA STRIP UJI IMUNOKROMATOGRAFI DENGAN UJI BANDING REAL-TIME PCR
RINA MAULIDIYAH
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Enhancer sebagai Penyebab Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi dengan Uji Banding Real-time PCR adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor dan LPPOM MUI. Bogor, Juli 2016 Rina Maulidiyah NIM F24120063
ABSTRAK RINA MAULIDIYAH. Uji Enhancer sebagai Penyebab Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi dengan Uji Banding Real-time PCR. Dibimbing oleh JOKO HERMANIANTO dan RAAFQI RANASASMITA. Strip uji imunokromatografi adalah salah satu metode deteksi babi pada pangan. Metode ini mendeteksi babi secara cepat, mudah, dan murah, namun memiliki kemungkinan terjadi kesalahan positif/ positif palsu. LPPOM MUI menduga adanya kesalahan positif deteksi babi menggunakan strip uji pada bumbu dari restoran yang bersertifikat halal MUI. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi bahan yang menyebabkan kesalahan positif dan mengkaji penyebabnya. Pengujian dilakukan pada sampel enhancer α, β, dan γ (bebas babi/halal), menggunakan strip uji A, B, C, D, dan E. Sampel β terhadap strip uji A, B, dan E pada bobot 0.5 g menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line, seolah-olah mengandung babi. Sampel α dan γ terhadap strip uji A pada bobot masing-masing 1.0 g dan 0.75 g menunjukkan hasil positif ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line, seolah-olah mengandung babi. Uji banding real-time PCR menunjukkan bahwa tidak terdeteksi DNA babi pada sampel α, β, dan γ. Kesalahan positif disebabkan oleh antibodi yang tidak spesifik pada beberapa strip uji sehingga menyebabkan pengikatan terhadap antigen non-target dan sifat asam amino X yang bermuatan sehingga menyebabkan terbentuknya ikatan elektrostatik mengikuti model induce-fit. Kata kunci : kesalahan positif, imunokromatografi, deteksi cepat, real-time PCR
ABSTRACT RINA MAULIDIYAH. Testing Enhancer as a Component that Cause Positive False Result in Immuno-cromatography Strip Test by Comparing Real-time PCR method. Supervised by JOKO HERMANIANTO and RAAFQI RANASASMITA. Immuno-chromatography strip test is one of method to test pork content in foods. It is quick, convenient, and cheap to be used, however this method may result a positive false. LPPOM MUI suspected that some components in the seasoning matrice from a restaurant that is halal-certified by MUI may produce positive false. This research aims to identify types of components that is able to cause positive false and investigate the possible reasons. The pork-free/halal claimed sample α, β, and γ was tested by using A, B, C, D, dan E strip test. Sample β on A, B, and E strip test at 0.5 g sample showed positive false that is marked red color on the test line and control line, as if it contains pork. Sample α and γ on A strip test at 1.0 g and 0.75 g for each sample showed positive false that is marked red color on the test line and control line, as if it contains pork. Real-time PCR test confirmed that pork DNA was not detected in all samples. The result indicated that antibody was not specific on some strip tests until caused cross-reaction and electrostatic feature’s X amino acid followed induce-fit model. Key word : positive false, immuno-chromatography, rapid detection, real-time PCR
UJI ENHANCER SEBAGAI PENYEBAB KESALAHAN POSITIF PADA STRIP UJI IMUNOKROMATOGRAFI DENGAN UJI BANDING REAL-TIME PCR
RINA MAULIDIYAH
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ayahanda Muhammad Makmun, Ibunda Jumhuriyah Hayati, Adik Muhammad Aulia Nurrohman, Keluarga Bani Jami’an, dan Keluarga Bani Maftuh, atas do’a dan dukungangannya 2. Dr Ir Joko Hermanianto selaku dosen pembimbing dan Raafqi Ranasasmita, MBiomed selaku pembimbing lapang yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan dan evaluasi kepada penulis 3. Dr Puspo Edi Giriwono STP MAgr selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran perbaikan 4. Dr Ir Lukmanul Hakim MSi selaku direktur LPPOM MUI dan Ir Sumunar Jati selaku wakil direktur LPPOM MUI yang telah bersedia menerima penulis untuk melaksanakan kegiatan magang 5. Prof Dr Hj Purwantiningsih Sugita MS selaku Kepala Bagian Research and Development Halal LPPOM MUI 6. Heryani SSi, Nahdya Khairani MSc, Femi Edison STP, M. Nashih Ulwan AMd selaku Staf Research and Development Halal LPPOM MUI, serta staf LPPOM MUI lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu 7. Para Dosen, staf Unit Pelayanan Terpadu Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, serta rekan-rekan seperjuangan ITP 49, atas kebaikannya kepada penulis selama menempuh pendidikan di IPB 8. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian ini Semoga karya ilmiah ini mampu memberikan manfaat.
Bogor, Juli 2016 Rina Maulidiyah
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Antigen-Antibodi
3
Strip Uji Imunokromatografi
3
Real-time Polymerization Chain Reaction (Real-time PCR)
4
METODE
5
Bahan
5
Alat
5
Prosedur Penelitian
5
Rancangan Penelitian
8
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifikasi Strip Uji Imunokromatografi
9 9
Hasil Pengujian Strip Uji Imunokromatografi
11
Hasil Pengujian Real-time PCR
15
Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi
17
SIMPULAN DAN SARAN
19
Simpulan
19
Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
21
LAMPIRAN
26
RIWAYAT HIDUP
29
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Spesifikasi strip uji Hasil pengujian sampel positif babi pada strip uji Data hasil pengujian sampel menggunakan strip uji Data hasil pengujian α dan γ menggunakan strip uji A Data hasil pengujian asam amino X menggunakan strip uji Data hasil pengujian sampel menggunakan real-time PCR Perbandingan hasil pengujian strip uji dan real-time PCR
9 10 12 13 14 16 17
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5
Skema strip uji dan mekanisme kerjanya Diagram alir proses ekstraksi DNA Skema rancangan penelitian Channel VIC Channel FAM
4 7 8 15 16
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4
Data ekstraksi DNA dan contoh perhitungannya Pengaturan real-time PCR dengan software Biorad CFX Sekuen asam amino serum albumin dan troponin I Model ikatan induced-fit
26 26 27 28
PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat Indonesia pada tahun 2015 pernah diresahkan dengan pemberitaan di media mengenai isu kehalalan bumbu yang digunakan oleh sebuah restoran yang telah bersertifikat halal. Dua jenis bumbu dari restoran tersebut teridentifikasi positif ketika diuji menggunakan metode pengujian cepat deteksi babi atau strip uji imunokromatografi. Ketika dilakukan uji banding dengan realtime PCR, ternyata tidak ditemukan unsur babi pada bumbu tersebut (Pratama 2015). LPPOM MUI menduga ada bahan tertentu yang dapat menyebabkan kesalahan positif pada metode pengujian cepat deteksi babi. Metode pengujian cepat deteksi babi berupa strip uji imunokromatografi muncul sebagai alternatif metode yang memungkinkan deteksi babi dilakukan secara cepat, mudah, dan murah (Rao dan Hsieh 2007; Depamede 2011; Ali et al. 2012). Berbagai metode pengujian deteksi babi sebenarnya telah banyak dikembangkan seperti kromatografi, isoelectric focusing, FTIR, electronic nose, LC-MS/MS, ELISA, dan real-time PCR (Nakyinsige et al. 2012; Danezis et al. 2016), namun metode deteksi tersebut memerlukan instrumen kompleks (misalnya reagen/ microplate reader/ thermocycler), membutuhkan keahlian khusus, waktu lama dan biaya tinggi. Prinsip imunokromatografi pada awalnya banyak diaplikasikan pada bidang kesehatan (Peruski A dan Peruski L 2003; Yuhi et al. 2006; Shi et al. 2008; Jiang et al. 2011; Ji et al. 2011; Lin et al. 2011; Kim et al. 2015). Untuk tujuan deteksi babi pada bidang pangan, prinsip ini baru diaplikasikan beberapa tahun terakhir. Prinsip imunokromatografi memanfaatkan ikatan antigen-antibodi. Antibodi yang telah terimobilisasi pada membran nitroselulosa mengikat kompleks antibodi konjugat-antigen babi, selanjutnya hasil pengujian diamati secara visual dengan adanya penanda. Ikatan antigen-antibodi bersifat spesifik, namun ada kemungkinan terjadi kesalahan positif yang disebabkan oleh kesalahan antibodi dalam mengenali antigen lain. Kesalahan positif atau positif palsu adalah kondisi di mana hasil pengujian seolah-olah menunjukkan adanya unsur babi pada sampel, namun fakta sebenarnya tidak terkandung unsur babi. Kesalahan positif pada prinsip imunokromatografi mungkin saja terjadi, seperti yang pernah terjadi pada kasus terdeteksinya alergen kacang tanah pada cookies yang tidak mengandung kacang tanah (material blank) (Schubert-Ullrich et al. 2009), terdeteksinya antigen Treponema pallidum pada pasien yang tidak mengidap penyakit sifilis melainkan mengalami gejala klinis hemolisis (Lin et al. 2011), dan terdeteksinya norovirus pada feses bayi yang ketika diuji banding dengan RT-PCR menunjukkan hasil negatif norovirus (Niizuma et al. 2013). Pengujian cepat deteksi babi dengan strip uji imunokromatografi secara umum digunakan untuk identifikasi awal adanya unsur babi pada sampel daging mentah dan olahan daging. Proses identifikasi awal dilakukan untuk meminimalisir tenaga dan mempercepat waktu pengujian. Sampel olahan daging memiliki peluang lebih besar terjadi kesalahan positif disebabkan memiliki matriks pangan yang beragam. Matriks pangan yang sering ada pada pangan olahan daging adalah bahan
2 berupa penguat cita rasa (enhancer). Enhancer ditambahkan dengan tujuan meningkatkan intensitas rasa umami. Bahan tersebut ada pada bumbu restoran yang mengalami kasus kesalahan positif deteksi babi. Diduga, enhancer merupakan bahan yang dapat memberikan kesalahan positif deteksi babi. Enhancer yang secara umum sering digunakan di restoran atau industri pangan meliputi jenis α, β, dan γ. Pengujian deteksi babi merupakan bagian yang berhubungan dengan proses sertifikasi halal, sehingga metode deteksi yang digunakan harus mampu memberikan hasil akurat. Kesalahan positif deteksi babi menjadi sangat penting untuk diperhatikan, karena hasil pengujian menjadi acuan dalam penentuan status kehalalan pangan. Adanya kesalahan positif dapat menyebabkan kesalahan dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengidentifikasi bahan penyebab kesalahan positif pada metode pengujian cepat deteksi babi. Perumusan Masalah Masalah yang dapat dirumuskan adalah terjadinya kesalahan positif deteksi babi pada bumbu dari sebuah restoran yang telah bersertifikat halal menggunakan strip uji imunokromatografi. Bumbu dari restoran tersebut terdiri dari beberapa komponen, salah satunya bahan penguat cita rasa (enhancer). Enhancer merupakan bahan yang diduga dapat memberikan kesalahan positif deteksi babi. Enhancer digunakan secara luas di restoran dan industri pangan. Dikhawatirkan beberapa jenis enhancer memberikan kesalahan positif deteksi babi pada produk restoran dan industri pangan, sehingga menyebabkan kerancuan dalam penentuan status kehalalan pangan.
Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi enhancer sebagai bahan yang menyebabkan kesalahan positif pada strip uji imunokromatografi dan mengkaji penyebabnya.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai bahan dan penyebab kesalahan positif pada strip uji imunokromatografi sebagai metode pengujian cepat deteksi babi. Diharapkan pula penelitian ini dapat menjadi panduan bagi LPPOM MUI dan Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) masa mendatang agar lebih berhati-hati dalam penggunaan metode pengujian cepat deteksi babi berbasis imunokromatografi terhadap jenis pangan tertentu.
3
TINJAUAN PUSTAKA Antigen-Antibodi Antibodi merupakan senyawa yang muncul akibat respon terhadap senyawa asing (antigen). Struktur antibodi seperti huruf Y, tersusun atas empat rantai polipeptida yaitu dua rantai ringan identik dan dua rantai berat identik. Polipeptida merupakan molekul yang terususun atas residu asam amino. Sisi aktif antibodi pengikat antigen terletak pada bagian ujung polipeptida masing-masing rantai ringan dan rantai berat, disebut paratop (Mariuzza et al. 1987; Wang et al. 2007). Antigen adalah polipeptida yang memiliki sisi aktif sebagai kunci pengenalan antibodi, disebut epitop (Cong et al. 2013). Interaksi antigen-antibodi dipengaruhi oleh residu asam amino pada epitop, ukuran epitop, muatan, ikatan elektrostatik, hidrogen, dan sifat hidrofobik (Oss 1995; Ramaraj et al. 2012). Antibodi hanya dapat mengikat antigen pada epitop spesifik. Semakin kompleks susunan asam amino epitop, maka antigen semakin mudah terikat oleh antibodi (Kreier 2002).
Strip Uji Imunokromatografi Strip uji imunokromatografi merupakan metode cepat deteksi babi yang mengunakan prinsip interaksi antigen-antibodi dengan memanfaatkan daya kapilaritas. Komponen utama pada strip uji adalah tempat sampel, conjugation pad, membran nitroselulosa, dan adsorption pad (Sajid et al. 2014). Tempat sampel berfungsi membantu tansportasi larutan sampel ke bagian conjugation pad. Conjugation pad mengandung antibodi konjugat yang telah dilekatkan label (penanda). Apabila terdapat antigen babi pada sampel, maka antigen tersebut membentuk kompleks dengan antibodi konjugat. Membran nitroselulosa merupakan media untuk migrasi, di mana antibodi primer dan sekunder diimobilisasikan pada bagian test line dan control line. Test line berfungsi sebagai tempat deteksi antigen babi, sedangkan control line berfungsi sebagai indikator migrasi larutan sampel telah selesai. Hasil strip uji dilihat secara visual pada test line dan control line. Apabila terdapat garis merah pada test line dan control line, maka hasil positif. Apabila terdapat garis merah hanya pada control line, maka hasil negatif. Apabila terdapat garis merah hanya pada test line atau tidak terdapat garis merah baik pada test line maupun control line, maka hasil dianggap invalid (Peruski A dan Peruski L 2003; Yang et al. 2011). Format strip uji Imunokromatografi merupakan adaptasi dari direct sandwich ELISA. Tipe strip uji Imunokromatografi berdasarkan migrasi sampel dapat berupa lateral flow dan flow through. Tipe lateral flow memanfaatkan daya kapilaritas sepanjang membran nitroselulosa untuk migrasi larutan sampel, sedangkan tipe flow through menggunakan teknik filtrasi larutan sampel yang diteteskan tempat sampel (Zhang et al. 2006).
4
Gambar 1 Skema strip uji dan mekanisme kerjanya Gambar diatas mengilustrasikan skema strip uji (A). Antigen melekat pada tempat sampel atau sampel pad (B1), selanjutnya antibodi konjugat membentuk kompleks dengan antigen dan bermigrasi sepanjang membran nitoselulosa (B2). Kompleks antibodi konjugat-antigen babi kemudian ditangkap oleh antibodi primer pada test line dan kelebihannya ditangkap oleh antibodi sekunder pada control line (B3) (Yang et al. 2011). Real-time Polymerization Chain Reaction (Real-time PCR) Real-time PCR merupakan teknik deteksi rantai gen atau segmen dari DNA. Target segmen DNA babi Sus scrofa umumnya adalah sitokrom b (5’)-TAC CGC CCT CGC AGC CGT ACA TCT C-(3’) (GenBank: GU135837.1). Prinsip kerja real-time PCR adalah denaturasi, penempelan, dan pemanjangan (Emam dan Salam 2015). Denaturasi bertujuan memisahan ulir ganda menjadi ulir tunggal dengan pemanasan pada suhu 90-100 0C (Farkas 2004). Dua ulir tersebut menjadi cetakan untuk penempelan primer, umumnya terjadi pada suhu 55-65 0C. Selanjutnya, proses pemanjangan produk PCR (amplikon) dilakukan oleh Taq-DNA polimerase. Taq-DNA polimerase menyusun dNTP (bahan penyususun DNA berupa nukleotida) menjadi ulir baru dengan sifat anti-sense (berlawanan dengan cetakan), sehingga terbentuk dua ulir ganda yang saling terikat. Proses denaturasi, penempelan, dan pemanjangan dilakukan berulang sampai siklus tertentu, secara umum dilakukan amplifikasi sebanyak 35 siklus dalam satu pengujian (Levin 2010). Amplifikasi meningkatkan jumlah DNA secara eksponensial setiap siklusnya (Quinn et al 2011). Apabila amplifikasi 1 helai DNA dilakukan dalam 35 siklus, maka copy DNA yang akan diperoleh sebanyak 235 (3.43
5 x 1010copy DNA). Hal tersebut menunjukkan bahwa real-time PCR merupakan teknik deteksi babi dengan sensitifitas tinggi. Real-time PCR memiliki probe yang ujungnya terikat pada quencher dan reporter dye. Ketika terjadi hibridisasi akibat amplifikasi DNA, probe mengalami hidrolisis oleh 5'3'-eksonuklease dari Taq-DNA polimerase. Pemisahan quencher dan reporter dye akibat hidrolisis dapat meningkatkan sinyal fluoresensi. Banyaknya DNA diketahui dari intensitas fluorosensi yang dipancarkan. Sinyal selanjutnya diterima oleh detektor real-time PCR dan diterjemahkan menjadi grafik yang dapat dibaca secara langsung (Quinn et al 2011).
METODE Bahan Bahan yang digunakan meliputi sampel enhancer α; β; γ; asam amino X yang bebas babi/ telah bersertifikat halal MUI (nama dan merk sampel disamarkan dengan persetujuan dosen pembimbing), sosis babi, air hangat, kit ekstraksi DNA (buffer lisis; buffer pengikat; buffer pencuci; buffer pelarut; DTT; proteinase-K; RNAse-A; etanol (pa) pro analisis 75%; etanol (pa) 100%), kit PCR (primer/ probe mix [oligonukleotida; Tris-HCl; EDTA], PCR mix [MgCl2; dNTPS; DNA Polimerase; gliserol; Tris-HCl; EDTA; Tris-basa], kontrol DNA [Oligonukleotida; Tris-HCl; EDTA], dan air bebas DNA).
Alat Alat yang digunakan adalah neraca analitik XB 220A, spatula disposable, plastik, gelas cawan, gunting, tisu, botol steril, stopwatch, kamera, alat suntik, milipor PTFE 0.45 µm, mikropipet 5 ml; 20 µl; 1000 µl, tip 5 ml; 20 µl; 1000 µl, tabung 1.5 ml, tabung pengikat DNA, wadah penyangga tabung, thermoshaker, vorteks SA8, alat sentrifugasi ST 16R dengan diameter 20 cm, inkubator dingin N°ICE, sumur PCR, spektrofotometer genova nano, spinner SFC 1, strip uji Imunokromatografi A, B, C, D, E (merk strip uji disamarkan dengan persetujuan dosen pembimbing) dan real-time PCR CFX96.
Prosedur Penelitian Strip uji A, B, D, E (Lateral Flow) Sampel ditimbang pada bobot 0.5 g, kemudian dilarutkan ke dalam 3.0 ml pelarut. Khusus strip uji B dan E digunakan air hangat (30-60 0C) sebagai pelarut, lalu dikocok selama 30-60 detik atau sampai homogen. Setelah larutan homogen, ujung membran nitroselulosa dicelupkan ke dalam permukaan larutan. Untuk strip uji D, membran nitroselulosa tidak dicelupkan ke dalam ujung membran, melainkan larutan diteteskan pada tempat sampel. Apabila larutan terlalu pekat, maka larutan terlebih dahulu disaring menggunakan milipor dan alat suntik. Apabila larutan
6 masih tidak dapat bermigrasi pada membran nitroselulosa, maka larutan sampel disentrifugasi. Setelah larutan sampel meresap ½ bagian membran, strip uji diangkat dan diletakkan secara horizontal agar larutan bermigrasi pada membran nitroselulosa. Pada saat strip uji diletakkan horizontal, stopwatch dinyalakan dan mulai dihitung waktu pengujian. Strip uji diamati secara visual pada menit ke-25 (strip uji A), menit ke-10 (strip uji B), menit ke-15 (strip uji D), dan pada menit ke15 (strip uji E). Waktu pengujian yang digunakan sesuai dengan prosedur yang ditentukan masing-masing produsen strip uji. Selanjutnya, hasil pengujian didokumentasikan dengan kamera. Strip uji C (Flow Through) Sampel ditimbang pada bobot 0.5 g, kemudian dilarutkan ke dalam 3.0 ml pelarut dalam vial. Larutan dikocok selama 30-60 detik sampai homogen, lalu piringan kecil (filter) dimasukkan ke dalam larutan tersebut dan ditekan sampai ke dasar vial. Supernatan diambil dengan pipet dan dipindahkan ke dalam pelarut dilusi. Larutan selanjutnya dituangkan ke tempat sampel dan didiamkan sampai terserap sempurna. Agen pewarna kemudian dituangkan ke tempat sampel dan didiamkan sampai terserap sempurna. Sisa berupa padatan yang tidak terserap kemudian dibersihkan. Selanjutnya, strip uji diamati secara visual pada menit ke60. Hasil pengujian didokumentasikan dengan kamera. Real-time PCR Komponen sampel yang digunakan dalam pengujian real-time PCR berupa ekstrak DNA, sehingga perlu dilakukan ekstraksi DNA. Proses ekstraksi DNA pada penelitian ini menggunakan kit ekstraksi, seperti yang dijelaskan diagram alir pada gambar 2. Setelah diperoleh ekstrak DNA, selanjutnya dilakukan pengukuran konsentrasi menggunakan spektrofotometer genova nano. Apabila diperoleh konsentrasi melebihi 10 ng/µl, maka ekstrak DNA diencerkan dengan air bebas DNA (Lampiran 1). Ekstrak DNA sebanyak 6µl dipipet ke dalam sumur PCR, selanjutnya ditambahkan kit PCR berupa premiks dengan komposisi primer mix 4µl dan PCR mix 10µl. Untuk memperoleh campuran homogen, dilakukan metode updown pipetting pada saat pemipetan premiks. Kontrol positif (oligonukleotida) dan kontrol negatif air bebas DNA dimasukkan ke dalam salah satu sumur PCR sebagai kontrol pengujian. Selama proses persiapan pengujian, suhu DNA dalam sumur PCR harus dalam keadaan dingin, sehingga digunakan N°ICE untuk menjaga suhu. Sumur PCR ditutup, kemudian dilakukan pengecekan keberadaan gelembung udara. Apabila ada gelembung udara, sumur PCR dihomogenisasi menggunakan spinner. Sumur PCR dimasukkan kedalam tempat uji real-time PCR, lalu dilakukan pengaturan komputer dengan software Bio-rad CFX manager. Pengaturan yang dilakukan adalah berupa desain penempatan sumur PCR, pemberian kode sampel, pengaturan suhu dan waktu, volume larutan sampel, serta pengaturan banyaknya siklus amplifikasi. Desain penempatan sampel tergantung kebutuhan. Suhu dan waktu yang digunakan adalah 950C (10 menit), 950C (15 menit), 610C (40 menit). Volume larutan sampel yang digunakan adalah 20 µl dan penambahan siklus amplifikasi sebanyak 34 siklus. Pada akhir setiap siklus dilakukan pembacaan sinyal fluoresensi satu kali. Setelah pengaturan komputer selesai, selanjutnya dilakukan proses pengujian.
7 Sampel 200g Pencampuran
Buffer lisis 3.2µ, DTT 3.2µl, Proteinase-K 16µl, RNAse-A16µl
Inkubasi 65 0C 1 jam
Pencampuran
Buffer pengikat 320µl
Inkubasi 65 0C 10 menit Pencampuran
Etanol pa 100% 320µl
Transfer 600µl larutan ke tabung pengikat DNA
Filtrat
Sentrifugasi 12000 rpm 2 menit Pencampuran
Filtrat
Buffer pencuci 500µl
Sentrifugasi 12000 rpm 2 menit Pencampuran
Filtrat
Sentrifugasi 12000 rpm 1 menit
Filtrat
Sentrifugasi 12000 rpm 3 menit Pencampuran
Etanol pa 75% 500µl
Buffer pelarut 100µl
Sentrifugasi 8000 rpm 3 menit Ekstrak DNA
Gambar 2 Diagram alir proses ekstraksi DNA
8 Rancangan Penelitian Pengujian menggunakan strip uji Imunokromatografi dilakukan sebagai langkah identifikasi awal deteksi babi. Pengujian bahan α, β, dan γ dilakukan pada bobot 0.5 g menggunakan strip uji A, B, C, D dan E. Bobot 0.5 g dipilih karena berada pada kisaran yang berlaku untuk semua strip uji. Sampel yang tidak menunjukkan hasil positif (muncul garis merah pada test line dan control line), diuji kembali pada bobot yang lebih tinggi untuk mengetahui kemungkinan hasil positif pada bobot yang berbeda. Sifat strip uji imunokromatografi adalah kualitatif atau semi-kualitatif. Sifat semi-kualitatif bergantung pada bobot yang digunakan, konsentrasi/bobot lebih tinggi berpeluang memberikan hasil positif dengan intensitaf lebih tinggi pada sampel (Ou et al. 2016). Selanjutnya, dilakukan uji menggunakan real-time PCR sebagai metode pembanding deteksi unsur babi. Pengujian sampel mengikuti skema berikut.
Sampel
_
Identifikasi awal menggunakan strip uji A, B, C, D, dan E +
Uji banding menggunakan real-time PCR
+
_ Tidak ada unsur babi pada sampel
Terjadi kesalahan positif
Gambar 3 Skema rancangan penelitian
Ada unsur babi pada sampel
9
HASIL DAN PEMBAHASAN Spesifikasi Strip Uji Imunokromatografi Strip uji yang digunakan memiliki spesifikasi yang berbeda-beda. Kemampuan deteksi strip uji dipengaruhi oleh target antigen, limit deteksi, pelarut, bobot yang digunakan, dan waktu deteksi (Tabel 1). Tabel 1 Spesifikasi strip uji Jenis No Strip uji
Target
1
A
Processed
2
B
Universal
3 4
C D
Universal Processed
5
E
Processed
Bobot Limit yang deteksi Pelarut disarankan (W/W) (gram) a 0.5% Kit A 0.5-1.0 Air 0.1% 0.1-0.5 hangatb 1.0% Kit Ca 0.5 a 0.5% Kit D 0.5 Air 0.1% 0.5-1.0 hangatb
Bobot yang Waktu digunakan Deteksi (gram) (menit) α β γ 0.5 0.5 0.5 25 0.5
0.5 0.5
10
0.5 0.5
0.5 0.5 0.5 0.5
60 15
0.5
0.5 0.5
15
Sumber: Manual alat a Tidak dijelaskan komposisi kit secara pasti b Air hangat yang digunakan pada suhu 30-600 C
Strip uji A, D, dan E memiliki spesifikasi khusus untuk pengujian sampel daging mentah (raw) dan olahan daging (processed), sedangkan strip uji B dan C tidak memiliki spesifikasi khusus untuk jenis pangan tertentu (universal). Target deteksi antigen babi untuk kategori daging mentah dan olahan daging berbeda. Secara umum, target deteksi antigen babi untuk daging mentah adalah serum albumin (Sakakibara et al 2012; Lim dan Ahmed 2016), sedangkan untuk olahan daging adalah troponin I (Chen dan Hsieh 2000, 2001, 2002). Troponin I merupakan protein berukuran 24 KD yang diambil dari jaringan otot dan bersifat tahan terhadap pemanasan. Pada strip uji universal, target deteksi antigen babi adalah troponin I (Zvereva et al. 2015). Serum albumin tidak cocok untuk target deteksi pada olahan daging karena mudah terdenaturasi oleh proses pemanasan (Lim dan Ahmed 2016) Masing-masing strip uji memiliki limit deteksi yang berbeda, sesuai dengan klaim produsen. Limit deteksi adalah konsentrasi analit terendah yang dapat dideteksi oleh strip uji. Pelarut yang digunakan pada masing-masing strip uji juga berbeda. Hal tersebut mempengaruhi kemampuan ekstraksi antigen pada sampel. Pelarut strip uji A, C, dan D berupa kit yang disediakan oleh produsen, sedangkan strip uji B dan E menggunakan air hangat pada suhu 30-600 C. Komposisi pelarut yang disediakan produsen tidak dapat diketahui, namun reagen yang sering digunakan untuk proses ekstraksi antigen mamalia adalah campuran air hangat, Natrium Klorida (NaCl), Phosphate Buffer Saline (PBS), dan Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA) (Rao dan Hsieh 2007).
10 Bobot sampel yang disarankan oleh produsen strip uji berkisar 0.1-1.0 g. Bobot 0.5 g dipilih karena berada pada kisaran yang berlaku untuk semua strip uji. Dilihat dari waktu deteksinya, strip uji C memiliki waktu pengujian yang cukup lama. Pada kurun waktu tersebut dikhawatirkan ada kontaminasi dari lingkungan, sehingga pengujian sedapat mungkin dihindarkan dari hal yang berpeluang memberikan kontaminasi. Pengujian sampel positif babi (olahan daging babi/ sosis babi) dilakukan terhadap strip uji A, B, D, dan E, untuk memastikan bahwa strip uji benar-benar dapat mendeteksi babi. Penelitian setiawan (2009) juga telah membuktikan bahwa strip uji A dapat medeteksi adanya babi. Pada penelitian ini, tidak dilakukan pengujian sampel positif babi terhadap strip uji C, karena strip uji tersebut tidak tersedia. Hasil pengujian dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 2 Hasil pengujian sampel positif babi pada strip uji Sampel Strip Uji Bobot (g) Gambar
Hasil a Waktu Deteksi (Menit) Catatan a
A 0.5
Sampel olahan daging babi B D 0.5 0.5
E 0.5
P
P
P
P
5
2
7
5
Garis merah Garis merah Garis merah Garis merah control line control line control line control line dan Test line dan Test dan Test line dan Test line jelas line jelas jelas jelas
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
Keempat stri uji memberikan hasil positif pada sampel positif babi, yang ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line. Munculnya garis merah pada test line dan control line menandakan bahwa terdapat kandungan babi pada sampel olahan daging babi. Warna garis merah berbeda-beda yang diberikan strip uji dipengaruhi oleh jenis (label) penanda yang digunakan dan pelarut yang digunakan. Secara umum, jenis label yang sering digunakan pada deteksi babi adalah Gold Nano Particle (GNP) (Ali et al. 2012).
11 Hasil Pengujian Strip Uji Imunokromatografi Data hasil pengujian sampel pada bobot 0.5 g menunjukkan bahwa sampel β memberikan hasil positif seolah-olah mengandung unsur babi terhadap strip uji A, B, dan E, yang dibuktikan dengan adanya garis merah pada test line dan control line (tabel 3). Garis merah test line pada strip uji A, B, dan E masing-masing muncul pada menit ke-2, ke-12, dan ke-2. Garis merah test line pada sampel β terlihat jelas terhadap strip uji A, namun terlihat samar terhadap strip uji B dan E. Intensitas garis merah test line dipengaruhi oleh pelarut yang digunakan strip uji. Pelarut strip uji A berupa kit yang disediakan oleh produsen, sedangkan pelarut strip uji B dan E berupa air hangat. Pelarut yang menggunakan reagen tertentu seperti EDTA memiliki kemampuan ekstraksi yang lebih baik dibandingkan air hangat, sehingga mampu meningkatkan sensitifitas strip uji. Semakin sensitif suatu strip uji, maka semakin mudah mendeteksi komponen (Rao dan Hsieh 2007). Sampel α dan γ pada bobot 0.5 g menunjukkan hasil negatif terhadap semua strip uji, yang dibuktikan dengan hanya adanya garis merah pada control line. Pengujian sampel α terhadap strip uji B pada menit ke-15 menunjukkan adanya garis merah pada test line, namun pada menit ke-25 dan seterusnya garis merah tersebut hilang, sehingga hasil pengujian dianggap negatif. Hilangnya garis merah testline disebabkan oleh ikatan antigen-antibodi tidak spesifik. Antibodi mengenali komponen lain sebagai komponen babi, namun ketika ikatan tidak kuat maka ikatan tersebut lepas. Ikatan yang mempengaruhi antigen-antibodi adalah ikatan nonkovalen (Oss et al. 1995). Sifat semi-kualitatif strip uji bergantung pada konsentrasi/bobot yang digunakan. Konsentrasi/bobot yang lebih tinggi berpeluang memberikan hasil positif dengan intensitas lebih tinggi (Ou et al. 2016). Oleh karena itu, sampel α dan γ diuji coba pada bobot 1.0 g menggunakan strip uji A, untuk mengetahui peluang sampel memberikan hasil positif pada bobot yang lebih tinggi. Sampel α memberikan hasil positif terhadap strip uji A seolah-olah mengandung babi, sedangkan sampel γ menunjukkan hasil invalid pada bobot 1.0 g. Hasil invalid (tidak ada garis merah pada test line dan control line) disebabkan oleh larutan sampel γ terlalu pekat, sehingga larutan tidak bermigrasi pada membran nitroselulosa. Sampel γ diuji kembali dengan menurunkan bobot menjadi 0.75 g. Sampel γ merupakan sampel yang berisi padatan sulit dilarutkan, sehingga butuh perlakuan khusus dalam tahap persiapan sampel seperti disaring atau disentrifugasi. Hasil pengujian sampel dilihat pada tabel 4.
12 Tabel 3 Data hasil pengujian sampel menggunakan strip uji Jenis Strip Uji Sampel Bobot (g) Gambar
Hasil a Waktu Deteksi (Menit)
Catatan a
A
B
C
D
E
α 0.5
β 0.5
γ 0.5
α 0.5
β 0.5
γ 0.5
α 0.5
β 0.5
γ 0.5
α 0.5
β 0.5
γ 0.5
α 0.5
β 0.5
γ 0.5
N
P
N
N
P
N
N
N
N
N
N
N
N
P
N
-
2
-
-
12
-
-
-
-
-
-
-
-
2
-
-
Test line jelas
-
Test line samar
-
-
Test line pada Test line menit samar ke-25 hilang
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
-
-
-
-
-
-
-
13 Tabel 4 Data hasil pengujian α dan γ menggunakan strip uji A Strip Uji Sampel
A α
γ
Bobot (g)
1.0
0.75
P 15 Test line jelas
P 25 Test line Samar
Gambar
Hasil a Waktu Deteksi (Menit) Catatan a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
Sampel α dan γ menunjukkan hasil positif terhadap strip uji A pada bobot masing-masing 1.0 g dan 0.75 g, seolah-olah mengandung babi. Garis merah pada test line masing-masing muncul pada menit ke-15 dan menit ke-25. Garis tersebut pada sampel α terlihat jelas, sedangkan pada sampel γ terlihat samar. Hasil pengujian membuktikan bahwa sampel α dan γ juga dapat memberikan hasil positif terhadap strip uji A, seolah-olah seperti mengandung babi. Sampel α dan γ kemungkinkan memberikan hasil positif pada strip uji lain, namun pada penelitian ini tidak dilakukan. Sampel α merupakan hasil hidrolisis protein berupa asam amino dan sebagian kecil polipeptida. Metode hidrolisis protein di industri secara umum dengan metode penambahan HCl, karena menghasilkan rendemen tinggi dan lebih murah dari metode enzimatis. Komponen yang paling dominan pada sampel α adalah asam amino X yaitu 26-55% (Koo et al. 2011). Sampel α yang dibuat menggunakan metode hidrolisis memiliki fraksi asam amino X yang lebih tinggi, karena kondisi asam dapat menyebabkan deaminasi asam amino lain menjadi asam amino X (Aaslyng et al. 1998; Jarunrattanari 2005). Sampel β merupakan hasil dari reaksi penggaraman asam amino X dan natrium hidroksida. Asam amino dapat diperoleh dari proses ekstraksi sumber alami, sintesis kimia, fermentasi, atau katalisis enzimatik. Untuk memperoleh asam amino X, proses ekstraksi yang digunakan adalah fermentasi. Asam amino X disuspensikan kedalam air, selanjutnya dilarutkan. Natrium hidroksida ditambahkan pada larutan agar terjadi proses netralisasi. Hasil netralisasi berupa sampel β dimurnikan dengan karbon aktif, selanjutnya dikristalkan. Hasil berupa kristal β kemudian diberi perlakuan vakum pada suhu 600 C sebelum didinginkan.
14 Sampel β disentrifugasi dan dikeringkan untuk menghasilkan bubuk sampel β. Presentase asam amino X pada sampel β berkisar 47.0-92.7% (Ault 2004; Populin et al. 2007). Sampel γ merupakan hasil pemecahan dari yeast cell. Inti sel dari yeast cell yang terekstrak berupa asam amino (sebagian besar asam amino X), peptida, nukleotida, dan komponen terlarut lainnya (Tanguler dan Erten 2008; Makendran 2012; Sayed et al. 2012). Presentase asam amino X pada sampel γ berkisar 5% (Eurasyp [tahun tidak diketahui]). Berdasarkan komposisi dari ketiga sampel, komponen khas yang sama dari ketiganya adalah asam amino X yang merupakan pembentuk rasa umami. Asam amino X dicurigai sebagai salah satu komponen yang dapat dikenali antibodi sehingga menyebabkan reaksi silang. Reaksi silang adalah terjadinya ikatan antibodi dengan antigen selain antigen target (Holmseth et al. 2005). Intensitas garis merah pada test line yang berbeda pada ketiga sampel disebabkan kandungan asam amino X yang berbeda. Sampel β memiliki presentase asam amino X paling tinggi, sampel α memiliki presentase asam amino X lebih tinggi dibandingkan sampel γ, sehingga lebih mudah dikenali antibodi. Pengujian asam amino X terhadap strip uji selanjutnya dilakukan pada bobot 0.5 g, untuk mengetahui respon antibodi terhadap asam amino X murni (tabel 5). Tabel 5 Data hasil pengujian asam amino X menggunakan strip uji Sampel Strip Uji Bobot (g) Gambar
Hasil a Waktu Deteksi (Menit) Catatan a
A 0.5
Asam amino X B C 0.5 0.5
D 0.5
E 0.5
P
N
N
N
N
5
-
-
-
-
Garis merah control line dan Test line sangat samar
-
-
-
-
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi
15 Pengujian asam amino X memberikan hasil positif terhadap strip uji A, namun garis merah pada test line dan control line yang diperoleh sangat samar. Hal tersebut disebabkan sulitnya pendeteksian asam amino sebagai komponen sederhana. Antibodi secara umum dapat mengenali antigen pada epitop yang terdiri daei 15 residu asam amino. Apabila hanya ada satu asam amino murni yang diuji, maka antibodi sangat sulit mendeteksi asam amino (Fabio et al. 2014).
Hasil Pengujian Real-time PCR Uji banding menggunakan real-time PCR dilakukan untuk memastikan adanya kesalahan positif deteksi babi pada ketiga sampel. Data hasil pengujian realtime PCR dengan dua kali ulangan menunjukkan bahwa tidak terdeteksi DNA babi pada sampel α, β dan γ. Hasil tersebut valid, karena semua sampel mengalami respon positif pada channel VIC. Respon positif ditunjukkan dengan grafik yang memotong baseline. VIC merupakan indikator bahwa tidak ada kerusakan baik pada reagen maupun pada perangkat alat real-time PCR, serta tidak ada inhibisi dari sampel. Apabila semua sampel menunjukkan reaksi pada channel ini, maka pengujian dianggap valid. Grafik channel VIC memberikan respon positif pada siklus yang berbeda-beda disebabkan peneliti kurang terlatih misalnya dalam proses pemipetan reagen (Gambar 4).
α2 β2 NTC γ2 α1 β1 Kontrol pos. γ2
Gambar 4 Channel VIC Channel FAM berisi pengujian kontrol dan hasil pengujian sampel. Kontrol positif pada channel FAM memberikan respon garis merah yang memotong baseline (positif) dan kontrol negatif memberikan respon berupa garis biru yang tidak memotong baseline (negatif) (gambar 5). Hasil pengujian kontrol sesuai dengan yang dipersyaratkan pada pengujian real-time PCR.
16
Kontrol pos.
α2 γ1 β2 α1 β1 γ2 NTC
Gambar 5 Channel FAM Hasil pengujian sampel α, β, dan γ dengan dua ulangan dilihat berdasarkan grafik channel FAM. Channel FAM menunjukkan bahwa tidak terdeteksi DNA babi pada semua sampel, dibuktikan dengan garis yang tidak memotong baseline (garis biru). Data hasil pengujian sampel menggunakan real-time PCR adalah sebagai berikut (Tabel 6). Tabel 6 Data hasil pengujian sampel menggunakan real-time PCR
a
Sampel
Kontrol Positif
Kontrol Negatif
Channel VIC
Channel FAM
α
+
-
+
-
β
+
-
+
-
γ
+
-
+
-
Keputusan Tidak terdeteksi DNA babi Tidak terdeteksi DNA babi Tidak terdeteksi DNA babi
+ = grafik memotong baseline, - = grafik tidak memotong baseline
Uji banding menggunakan real-time PCR dipilih karena mampu mendeteksi organisme/ komponen secara spesifik. Target primer yang mewakili DNA organisme babi secara umum adalah DNA pada mitokondria yang disebut sitokrom b. Sitokrom b memiliki sifat unik untuk setiap spesies dan bersifat kekal, sehingga sulit kemungkinan terjadi mutasi (Erwanto et al. 2012). Metode ini juga mampu mendeteksi secara sensitif, karena pengujian dilakukan pada copy DNA dengan jumlah besar. Metode PCR banyak digunakan sebagai pembanding pengujian metode lain, misalnya digunakan sebagai uji pembanding deteksi norovirus pada feses bayi dengan metode imunokromatografi (Niizuma et al. 2013). .
17 Kesalahan Positif pada Strip Uji Imunokromatografi Kesalahan positif/ positif palsu pada prinsip imunokromatografi terjadi ketika ada reaksi silang antigen dengan antibodi. Reaksi silang adalah kondisi di mana terjadi ikatan antara antibodi dengan antigen selain antigen target (Holmseth et al. 2005). Kesalahan positif deteksi babi pada penelitian ini diketahui dengan membandingkan data hasil pengujian menggunakan strip uji imunokromatografi dan real-time PCR. Sampel α, β, dan γ sebenarnya merupakan sampel bebas babi/halal, namun untuk memastikan hasil pengujian, dilakukan uji banding dengan real-time PCR. Perbandingan hasil pengujian sampel α, β, dan γ menggunakan strip uji dan real-time PCR adalah sebagai berikut. Tabel 7 Perbandingan hasil pengujian strip uji dan real-time PCR Pengujian menggunakan strip ujia Nama Sampel
A
B
C
D
E
α
Pb
N
N
N
N
β
P
P
N
N
P
γ
Pc
N
N
N
N
Pengujian Keterangan menggunakan realtime PCR Terjadi N kesalahan positif Terjadi N kesalahan positif Terjadi N kesalahan positif
a
P = positif/terdeteksi, N = negatif/tidak terdeteksi pada bobot 0.5 g pengujian sampel α pada bobot 0.5 g tidak memberikan hasil positif, namun pada 1.0 g memberikan hasil positif terhadap strip uji A c pengujian sampel γ pada bobot 0.5 g tidak memberikan hasil positif, namun pada 0.75 g memberikan hasil positif terhadap strip uji A
b
Reaksi silang terjadi karena peran antibodi dan antigen yang terlibat ikatan dengan antibodi. Antibodi merupakan senyawa yang muncul akibat respon terhadap senyawa asing atau antigen (Mark et al. 1996). Untuk keperluan penelitian laboratorium, antibodi umumnya dibentuk dengan menginduksi antigen pada hewan, sehingga muncul reaksi kekebalan berupa antibodi. Jenis antibodi dapat berupa poliklonal dan monoklonal. Strip uji imunokromatografi dapat menggunakan keduanya, namun strip uji pada penelitian ini tidak memberikan informasi jenis antibodi yang digunakan. Sebagai referensi, penelitian Depamede (2011) menggunakan antibodi poliklonal untuk mendeteksi adulturasi babi pada daging sapi dan daging ayam. Antibodi poliklonal secara umum dibuat dengan menginjeksikan antigen target ke dalam tubuh hewan seperti kelinci dan sapi. Pada hewan tersebut dilakukan bleeding out untuk mengambil darah, selanjutnya antibodi diambil dari serum darah. Antibodi poliklonal yang diperoleh memiliki sifat heterogen. Tipe antibodi meliputi IgM, IgA, IgD, IgE, dan IgG, namun penyebutan antibodi secara umum merujuk pada immunoglobulin (IgG) karena paling banyak ditemukan dalam
18 tubuh organisme. Antibodi memiliki susunan hipervariabel berupa HV1, HV2, dan HV3. Tiga gulungan hipervariabel membentuk Complementarity Determining Region (CDR) berkontribusi membentuk Antibody Binding System (ABS) atau paratop yang berfungsi mengenali antigen. HV3 sering mengalami mutasi sehingga sangat mudah dipengaruhi antigen (Rifai 2011). Kesalahan positif deteksi babi pernah terjadi pada sampel gelatin dengan metode dot blot. Metode dot blot merupakan uji untuk mendeteksi kespesifikan antigen dan antibodi. Tiga jenis antigen yang diuji dalam percobaan tersebut adalah negatif kontrol, gelatin sapi, dan gelatin babi. Antibodi yang digunakan adalah antibodi poliklonal anti-gelatin babi. Pada gelatin sapi dan gelatin babi, pengujian menunjukkan hasil positif seolah-olah mengandung babi. Peneliti menduga campuran antibodi tidak murni sehingga dapat merespon antigen lain/ tidak spesifik (Syamsuri dan Wardhani 2013). Hal tersebut yang kemungkinan terjadi pada pengujian enhancer terhadap strip uji imunokromatografi. Selain antibodi, reaksi silang disebabkan pula oleh komponen sebagai antigen yang dapat dikenali oleh antibodi. Antigen merupakan polipeptida yang memiliki sisi aktif pada bagian permukaan sehingga dapat dikenali antibodi, disebut epitop atau antigen determinan (Wang et al. 2007; Rifai 2011; Cong Et al 2013). Epitop dapat terbentuk dari turunan karbohidrat, lemak, asam nukleat dan protein, namun secara umum berasal dari turunan protein. Meskipun epitop dapat berupa selain protein, namun tetap membutuhkan protein pembawa agar dapat dikenali oleh antibodi. Berdasarkan komposisi dari ketiga sampel, asam amino X merupakan komponen yang paling potensial menyebabkan kesalahan positif, karena jumlahnya dominan dan merupakan turunan protein (asam amino dan/ peptida). Salah satu faktor yang paling mempengaruhi pengenalan antibodi terhadap antigen adalah urutan asam amino pada epitop (Coico dan Sunshine 2009). Asam amino X dijumpai cukup banyak pada sekuen asam amino serum albumin dan troponin I babi jenis Sus scrofa, sebagai antigen target strip uji imunokromatografi berdasarkan data www.uniprot.org (Lampiran 3). Asam amino X diwakili dengan huruf E pada sekuen asam amino tersebut. Namun demikian, keberadaan asam amino X yang relatif banyak pada sekuen serum albumin dan troponin I tidak dapat digunakan sebagai acuan utama dalam menentukan asam amino X sebagai kunci pengenalan sebagai antigen babi. Asam amino X merupakan komponen yang bersifat antigenik (dapat menginduksi antibodi). Kemampuan antibodi dalam mengikat asam amino X diteliti oleh Huisman et al. (2010). Pada penelitian tersebut beberapa hapten (molekul kecil penginduksi antibodi) dikonjugasikan dengan protein pembawa sehingga dapat dikenali oleh antibodi. Salah satu molekul hapten yang digunakan adalah asam amino X. Hasil pengujian tersebut menunjukkan bahwa asam amino X memiliki affinitas yang cukup baik terhadap antibodi. Titer yang digunakan pada asam amino X untuk berikatan dengan antibodi lebih sedikit dibandingkan titer pada hapten lain. Titer atau konsentrasi yang sedikit digunakan menandakan kemudahan asam amino X dalam berikatan dengan antibodi. Jumlah titer pada asam amino X yang sedikit disebabkan oleh sifat muatan negatif yang ekstrim pada asam amino X. Asam amino X merupakan asam amino yang bermuatan sehingga mampu membentuk ikatan elektrostatik. Ikatan elektrostatik adalah salah satu ikatan yang dapat menyumbang energi tinggi, sehingga menjadi salah satu ikatan yang paling
19 dominan pada antigen-antibodi (Oss 1995; Ramaraj et al. 2012). Pada penelitian ini tidak dilakukan pengujian mengenai mekanisme ikatan asam amino X dan antibodi secara molekular. Namun demikian, apabila dilihat secara teori pola interaksi reaksi silang asam amino X mengikuti model ikatan induced-fit (lampiran 4). Model ikatan induced-fit terjadi ketika affinitas antigen-antibodi rendah. Affinitas adalah kemampuan mengikat antigen terhadap antibodi (Bax et al. 2012). Apabila ikatan antigen-antibodi cenderung memiliki affinitas rendah di mana antibodi tidak spesifik dan ada komponen asing dengan sifat elektrostatik, maka komponen tersebut dapat mengubah sisi aktif pada antibodi. Selanjutnya, sisi aktif antibodi berubah menjadi komplemen komponen dan mengikat komponen tersebut (Wang et al. 2007; Coico dan Sunshine 2009). Penelitian lain juga menyebutkan banhwa asam amino X memiliki affinitas yang tinggi terhadap antibodi (Weaver et al. 1998; Carozzi et al. 2008). Selain itu, asam amino X bersama asam amino tirosin dan alanin sering menyebabkan reaksi silang ketika diteliti dengan detektor isotop I135 (Zeiger dan Maurer 1982). Oleh karena itu, asam amino X merupakan komponen yang paling mungkin menyebabkan reaksi silang pada enhancer. Sampel β merupakan sampel yang mudah mengalami reaksi silang dibandingkan sampel lainnya. Hal tersebut karena sampel β memiliki presentase asam amino X paling tinggi diantara sampel lainnya. Pengujian deteksi babi pada sampel β merk lain menggunakan strip uji A pernah dilakukan oleh internal laboratorium halal LPPOM MUI. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel β memberikan hasil positif terhadap strip uji A. Uji banding menggunakan real-time PCR menunjukkan hasil negatif babi berdasarkan penelitian internal laboratorium halal LPPOM MUI, sehingga hal tersebut berhasil membuktikan bahwa sampel β merk lain pun dapat menyebabkan kesalahan positif terhadap strip uji imunokromatografi.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Sampel β memberikan hasil positif terhadap strip uji A, B, dan E pada bobot 0.5 g ditandai dengan adanya garis merah pada test line dan control line seolah-olah mengandung babi, padahal sampel bebas babi/halal. Hal yang sama terjadi pula pada sampel α dan γ terhadap strip uji A pada bobot masing-masing 1.0 g dan 0.75 g. Ketiga sampel diuji banding dengan real-time PCR dan memberikan hasil negatif babi, sehingga dapat dipastikan bahwa ketiga sampel bebas babi. Sampel β terindikasi mengalami kesalahan positif jika diuji dengan strip uji A, B, dan E. Sampel α dan γ terindikasi mengalami kesalahan positif jika diuji dengan strip uji A. Reaksi silang yang terjadi disebabkan kemungkinan antibodi yang tidak spesifik dan asam amino X sebagai komponen yang meyebabkan kesalahan positif. Antibodi yang tidak spesifik menyebabkan pengikatan terhadap antigen non-target, sementara sifat asam amino X yang bermuatan menyebabkan terbentuknya ikatan elektrostatik mengikuti model induce-fit.
20 Saran
1. 2. 3.
4.
Beberapa hal yang disarankan penulis meliputi: Perlu dilakukan pengujian sampel positif babi pada semua strip uji imunokromatografi Perlu dilakukan penelitian untuk menentukan rentang bobot sampel yang dapat memberikan kesalahan positif pada α, β, dan γ pada berbagai strip uji Perlu kehati-hatian dalam pengujian sampel yang mengandung bahan penguat cita rasa (yang mengandung unsur umami). Jika diperoleh hasil positif pada strip uji imunokromatografi, sebaiknya dilakukan uji banding dengan metode yang lebih spesifik misalnya real-time PCR untuk memastikan adanya unsur babi. Perlu dilakukan penelitian menggunakan X-ray crystallography untuk mengetahui interaksi asam amino X dengan antibodi, untuk mengetahui mekanisme pengikatannya.
21
DAFTAR PUSTAKA Ali ME. Hashim U, Mustafa s, Che Man YB, Islam KN. 2012. Gold nanoparticle sensor for the visual detection of pork Adulteration inmeatball formulation. Journal of Nanomaterial. Doi:10.1155/2012/103607. Aaslyng MD, Marten M, Poll L, Mielsen PM, Flyge H, Larsen LM. 1998. Chemical and sensory characterization of hydrolyzed vegetable protein, a savory flavoring. Journal Agricultural Food Chemistry. 1998 (46): 481-489. Doi: 10.1021/jf970556e. Ault A. 2004. The monosodium glutamate story: the commercial production of β and other amino acids. Journal of Chemical Education. 81 (3): 347-355. Bax HJ, Keeble AH, Gould HJ. 2012. Cytokinergic IgE action in mast cell activation. Frontiers in Immunology. 3 (2012): 229. Doi: 10.3389/fimmu.2012.00229. Carozzi VA, Canta A, Oggioni N, Ceresa C, Marmioroli P, Konvalinka J, Zoia C, Bossi M, Ferrarese C, Tredici G, Cavaletti G. 2008. Expression and distribution of ‘high affinity’ glutamate transporters GLT1, GLAST, EAAC1 and peripheral nervous systemof GCPII in the rat. Journal of Anatomy. 213 (2008): 539-546. Doi: 10.1111/j.1469-7580.2008.00984.x. Chen FC, Hsieh YHP. 2000. Detection of pork in heat-processed meat products by monoclonal antibody-based ELISA. Journal of AOAC International. 83 (2000): 1. Chen FC, Hsieh YHP. 2001. Separation and characterization of a porcine-specific thermostable muscle protein from cooked pork. Journal of Food Science. 66 (2001): 6. Chen FC, Hsieh YHP. 2002. Porcine troponin I: a thermostable species marker protein. Meat Science. 61 (2002): 55-60. Choico R, Sunshine. 2015. Immunology: A Short Course 7th Edition. New York (USA): John Willey and Sons Ltd. Hlm: 29-36. Cong Y, Yi H, Qing Y, Li L. 2013. Identification of the critical amino acid residues of immunoglobulin E and immunoglobulin G epitopes on as1-casein by alanine scanning analysis. Journal Diary Science 96: 6870-6876. Doi: 10.3168/jds.2013-688. Danezis GP, Tsagkaris AS, Camin F, Brusic V, Georgiou CA. 2016. Food authentication: techniques, trends & emerging approaches. Doi: 10.1016/j.trac.2016.02.026. Depamede SN. 2011. Development of a rapid immunodiagnostic test for pork components in raw beef and chicken meats: a preliminary study. Media Peternakan. 34 (2): 83-87. Doi: 10.5398/medpet.2011.34.2.83. Emam SM, Salam OH. 2015. Real-time PCR: A rapid and sensitive method for diagnosis of dermatophyte induced onychomycosis, a comparative study. Alexandria Journal of Medicine, siap terbit. Doi: 10.1016/j.ajme.2015.05.001. Erwanto Y, Abidin MZ, Sismindari, Rohman A. 2012. Pig species identification in meatballs using polymerase chain reaction-retriction fragment length polymorphism for halal authentication. International Food Reseach Journal. 19 (3): 901-906.
22 [Eurasyp] European Association for Specialty Yeast Product. [tahun terbit tidak diketahui][Internet]. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada: www.yeastextract.info. Fabio D, Tea P, Klaus Z, Walter K. 2014. Structure of allergens and structure based epitope predictions. Methods. 66 (2014): 3–21. Doi: 10.1016/j.ymeth.2013.07.024. Farkaz D H. 2004. DNA from A to Z. Washington DC (USA): American Assosiation for Clinical Chemistry Press. Holmseth S, Dehnes Y, Bjornsen LP, Boulland JL, Furness DN, Bergles D, Danbolt NC. 2005. Specificity of antibodies: unexpected cross-reactivity of antibodies directed against the excitatory amino acid transporter 3 (EAAT3). Neuroscience. 136 (2005) 649–660. Doi: 10.1016/j.neuroscience.2005.07.022. Huisman H, Wynveen P, Setter PW. 2010. Studies on the immune response and preparation of antibodies against a large panel of conjugated neurotransmitters and biogenic amines: specific polyclonal antibody response and tolerance. Journal of Neurochemistry. 112 (2010): 829-841. Doi: 10.1111/j.1471-4159.2009.06492.x. Jarunrattanasri A, Cadwallader KR, Theerakulkait C. 2005. Aroma and amino acid composition of hydrolyzed vegetable protein from rice bran. Symposium series American Chemical Society, Washington DC. Ji K, Chen J, Gao C, Liu X, Xia L, Liu Z, Li L, Yang S. 2011. A two-site monoclonal antibody immunochromatography assay for rapid detection of peanut allergen Ara h1 in Chinese imported and exported foods. 29 (2011); 541-545. Doi: :10.1016/j.foodchem.2011.04.055. Jiang T, Liang Z, Ren W, Chen J, Zhi X, Qi G, Yang Y, Liu Z, Liu X, Cai X. 2011. Development and validation of a lateral flow immunoassay using colloidal gold for the identification of serotype-specific foot-and-mouth disease virus O, A and Asia 1. 171 (2011): 74-80. Doi: 10.1016/j.jviromet.2010.10.002. Kim YR, Park S, Fagutao F, Nho SW, Jang HB, Cha IS, Thompson KD, Adams A, Bayley A, Jung TS. 2015. Development of an immunochromatography assay kit for rapid detection of ranavirus. Journal OF Virology Methods. 223 (2015): 33-39. Doi: 10.1016/j.jviromet.2015.07.009. Koo SH, Bae IY, Lee S, Lee DH, Hur BS, Lee HG. 2011. Evaluation of wheat gluten hydrolysates as taste-active compounds with antioxidant activity. Journal Food Science and Technology. Doi: 10.1007/s13197-011-0515-9. Kreier J P. 2002. Infection, Resistance, and Immunity 2th Edition. New York (USA): Taylor & Francis. Levin R E. 2010. Rapid Detection and Characterization of Foodborne Pathogens by Molecular Techniques. Boca Raton (FL): CRC Press Taylor & Francir Group. Lim SA, Ahmed MU. 2016. A label free electrochemical immunosensor for sensitive detection of porcine serum albumin as a marker for pork adulteration in raw meat. Food Chemistry, siap terbit. Doi: http://dx.doi.org/10.1016/j.foodchem.2016.03.063. Lin L, Tong M, Fu Z, Dan B, Zheng W, Zhang C, Yang T, Zhang Z. 2011. Evaluation of a colloidal gold immunochromatography assay in the detection of Treponema pallidum specific IgM antibody in syphilis serofast reaction
23 patients: a serologic marker for the relapse and infection of syphilis. Diagnostic Microbiology and Infectionus Disease. 70 (2011): 10-16. Doi:10.1016/j.diagmicrobio.2010.11.015. Makendran R. 2012. Title: Enzymatic Conversion of RNA from Γ to Guanosine Monophosphate (a flavoring agent). Sweeden (SE): Department of Chemical and Biological Engineering Chalmers University of Technology. Mariuzza, RA, Phillips Sev, Poljak Rj. 1987. The structural basis of antigen antibody recognition. Annual Review Biophysics Chemistry. 16 (1987): 13959. Mark D B, Mark A D, Smith C M. 1996. Biokimia Kedokteran Dasar: Sebuah Pendekatan Klinis. Pendit BU, penerjemah. Jakarta (ID): EGC. Terjemahan dari: Basic Medical Biochemistry: A Clinical Approach. Nakyinsige K, Che Man Y, Sazili AQ. 2012. Halal authenticity issues in meat and meat products. Meat Science. 91 (2012): 207-2014. doi:10.1016/j.meatsci.2012.02.015. Niizuma T, Obinata K, Ikari H, Kamata A, Lee T, Kinoshita K, Shimizu T. 2013. False positive of an immunochromatography kit for detection of norovirus in neonatal feces. Journal Infect Cemother. 19 (2013): 171-173. Doi: 10.1007/s10156-012-0439-y. Oss CJ. 1995. Hydrophobic, hydrophilic and other interactions in epitope-paratope binding. Molecular Immunology. 32 (3): 199-211. Ou L, Lv Q, Wu C, Hao H, Zheng Y, Jiang Y. 2016. Development of a lateral flow immunochromatographic assay for rapid detection of Mycoplasma pneumoniae-specific IgM in human. Journal of Microbiological Methods. 124 (2016): 35-40. Doi: 10.1016/j.mimet.2016.03.006. Populin T, Moret S, Truant S, Conte LS. 2007. A survey on the presence of free glutamic acid in foodstuffs, with and without added monosodium glutamate. Food Chemistry. 104 (2007): 1712-1717. Doi: 10.1016/j.foodchem.2007.03.034. Ramaraj T, Angel T, Dratz EA, Jesaitis AJ, Mumey B. 2012. Antigen–antibody interface properties: composition, residue interactions, and features of 53 non-redundant structures. Biochimia et Biophysica Acta. 1824 (2012): 520532. Doi: 10.1016/j.bbapap.2011.12.007. Rao Q, Hsieh YH. 2007. Evaluation of a commercial lateral flow feed test for rapid detection of beef and sheep content in raw and cooked meats. Meat Science. 76 (2007): 489-494. Doi: 10.1016/j.meatsci.2006.12.011. Rifa’i M. 2011. Autoimun & Bioregulator. Malang (ID): UB Press. Hlm 49-57. Peruski AH, Peruski LF. 2003. Immunological methods for detection and identification of infectious disease and biological warfare agents. Clinical and Diagnostic Laboratory Immunology 10 (2013): 506-513. Doi: 10.1128/CDLI.10.4.506–513.2003. Pratama 2015. Inilah dua sampel bumbu solaria yang dinyatakan haram. [Internet]. [diunduh 2016 Mar 30]. Tersedia pada: http://kaltim.tribunnews.com/2015/11/24/ini-dua-sampel-solaria-yangdinyatakan-haram. Quinn PJ, Markey BK, Leonard FC, FitzPatrick ES, Fanning S, Hartigan PJ. 2011. Veterinary Microbiology and Microbial Disease 2nd Edition. New York (USA): John Willey and Sons Ltd.
24 Sajid M, Kawde AN, Daud M. 2014. Designs, formats and applications of lateral flow assay: a literature review. Journal of Saudi Chemical Society, siap terbit. Doi: 10.1016/j.jscs.2014.09.001. Sakakibara Y, Mochiduki K, Shibai Y, Iwamoto H. 2012. Method of detecting raw pork and detection kit therefor. United States Paten Application Publication. 15 (2012). Sayed ET, Saito Y, Tsujiguchi T, Nakagawa N. 2012. Catalytic activity of Γ in biofuel cell. Journal of Bioscience and Bioengineering. 114 (5): 521-525. Doi:10.1016/j.jbiosc.2012.05.021. Schubert-ullrich P, Rudolf J, Ansari P, Geller B, Fuhrer M, Molonelli A, Baumgartner S. 2009. Commercialized rapid immunoanalytical tests for determination of allergenic food proteins: an overview. Analytical Bioanalytical Chemistry. 395 (2009): 69-81. Doi: 10.1007/s00216-009-2715-y. Setiawan LE. 2013. Validasi porcine detection kit pada analisis cemaran babi dalam produk daging sapi [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Shi C, Zhao S, Zhang K, Hong G, Zhu Z. 2008. Preparation of colloidal gold immunochromatography strip for detection of methamidophos residue. Journal of Environmental Science. 20 (2008): 1392-1397. Tanguler H, Erten H. 2008. Utilisation of spent brewer’s yeast for γ production by autolysis: The effect of temperature. Food and Bioproduct Processing. 86 (2008): 317-321. Doi: 10.1016/j.fbp.2007.10.015. Wang W, Singh S, Zeng DL, King K, Nema S. 2007. Antibody structure, instability, and formulation. Journal of Pharmateutical Sciences. 96 (1). Doi: 10.1002/jps. Weaver CD, Gundersen V, Verdoorn TA. 1998. A high affinity glutamate/aspartate transport system in Pancreatic islets of langerhans modulates glucosestimulated Insulin secretion. Journal of Biological Chemistry. 273 (3): 16471653. Uniprot. Sequence Amino Acid. [Internet]. [diunduh 2016 Maret 30]. Tersedia pada: www.uniprot.org. Yang Q, Gong X, Song T, Yang J, Zhu S, Li Y, Cui Y, Li Y, Zhang B, Chang J. 2011. Quantum dot-based immunochromatography test strip for rapid, quantitative and sensitive detection of alpha fetoprotein. Biosensors and Bioelectronics. 30 (2011) 145–150. Doi: 10.1016/j.bios.2011.09.002. Yuhi T, Nagatani N, Endo T, Kerman K, Takata M, Konaka H, Namiki M, Takamura Y, Tamiya E. 2006. Gold nanoparticle based immunochromatography using a resin modified micropipette tip for rapid and simple detection of human chorionic gonadotropin hormone and prostatespecific antigen. Science and Technology of Advanced Materials. 7 (2006): 276-281. Doi: 10.1016/j.stam.2005.12.008. Zeiger AR, Maurer PH. 1982. Immunogenicity of four sequential their recognition at the T lymphocyte and antibody levels polypeptides in inbred guinea-pigs and antibody level. Journal of Immunogenetics. 9 (1982): 457-464. Zhang C, Zhang Y, Wang S. 2006. Development of multianalyte flow-through and lateral-flow assays using gold particles and horseradish peroxidase as tracers for the rapid determination of carbaryl and endosulfan in agricultural products. Journla Agricultural and Food Chemistry. 54 (2006): 2502-2507.
25 Zvereva E, Kovalev L, Ivanov A, Kovaleva, Zhedev A, Shishkin S, Lisitsyn A, Chernukha I, Dzantiev B. 2015. Enzyme immunoassay and proteomic characterization of troponin I as a marker of mammalian muscle compounds in raw meat and some meat products. Doi: 10.1016/j.meatsci.2015.03.001.
26
LAMPIRAN Lampiran 1 Data ekstraksi DNA dan contoh perhitungannya
1
Bobot Konsentrasi Kemurnian (mg) DNA DNA 0.2009 13.639 1.352
2
0.2120
10.761
1.249
1
0.2096
7.379
1.349
2
0.2099
3.299
3.055
1 2
0.2008 0.2012
167.450 162.000
1.544 1.748
Sampel Ulangan α
β
γ
Keterangan Perlu diencerkan Langsung diuji dengan real-time PCR Langsung diuji dengan real-time PCR Langsung diuji dengan real-time PCR Perlu diencerkan Perlu diencerkan
Sampel α ulangan 1 Perlu diencerkan pada konsentrasi 10 ng/µl sebanyak 30µl V1 x M1 = V2 x M2 V2 x M2 V1 = 𝑀1 V1 =
30µl x 10ng/µl 13.639 𝑛𝑔/µl
V1 = 21.9 µl Komposisi = 21.9µl ekstrak DNA dan 8.1µl air bebas DNA
Lampiran 2 Pengaturan real-time PCR dengan software Biorad CFX
Vol DNA 21.9
Vol air 8.1
-
-
-
-
-
-
1.8 1.8
28.2 28.2
27 Lampiran 3 Sekuen asam amino serum albumin dan troponin I Babi (Sus Scrofa) >sp|P08835|ALBU_PIG Serum albumin OS=Sus scrofa GN=ALB PE=1 SV=2 (Babi)
Sapi (Bos Taurus) >sp|P02769|ALBU_BOVIN Serum albumin OS=Bos taurus GN=ALB PE=1 SV=4 (Sapi)
MKWVTFISLLFLFSSAYSRGVFRRDTYKSEIAH RFKDLGEQYFKGLVLIAFSQHLQQCPYEEHVKL VREVTEFAKTCVADESAENCDKSIHTLFGDKLC AIPSLREHYGDLADCCEKEEPERNECFLQHKND NPDIPKLKPDPVALCADFQEDEQKFWGKYLYEI ARRHPYFYAPELLYYAIIYKDVFSECCQAADKA ACLLPKIEHLREKVLTSAAKQRLKCASIQKFGE RAFKAWSLARLSQRFPKADFTEISKIVTDLAKV HKECCHGDLLECADDRADLAKYICENQDTISTK LKECCDKPLLEKSHCIAEAKRDELPADLNPLEH DFVEDKEVCKNYKEAKHVFLGTFLYEYSRRHPD YSVSLLLRIAKIYEATLEDCCAKEDPPACYATV FDKFQPLVDEPKNLIKQNCELFEKLGEYGFQNA LIVRYTKKVPQVSTPTLVEVARKLGLVGSRCCK RPEEERLSCAEDYLSLVLNRLCVLHEKTPVSEK VTKCCTESLVNRRPCFSALTPDETYKPKEFVEG TFTFHADLCTLPEDEKQIKKQTALVELLKHKPH ATEEQLRTVLGNFAAFVQKCCAAPDHEACFAVE GPKFVIEIRGILA
MKWVTFISLLLLFSSAYSRGVFRRDTHKSEIA HRFKDLGEEHFKGLVLIAFSQYLQQCPFDEHV KLVNELTEFAKTCVADESHAGCEKSLHTLFGD ELCKVASLRETYGDMADCCEKQEPERNECFLS HKDDSPDLPKLKPDPNTLCDEFKADEKKFWGK YLYEIARRHPYFYAPELLYYANKYNGVFQECC QAEDKGACLLPKIETMREKVLASSARQRLRCA SIQKFGERALKAWSVARLSQKFPKAEFVEVTK LVTDLTKVHKECCHGDLLECADDRADLAKYIC DNQDTISSKLKECCDKPLLEKSHCIAEVEKDA IPENLPPLTADFAEDKDVCKNYQEAKDAFLGS FLYEYSRRHPEYAVSVLLRLAKEYEATLEECC AKDDPHACYSTVFDKLKHLVDEPQNLIKQNCD QFEKLGEYGFQNALIVRYTRKVPQVSTPTLVE VSRSLGKVGTRCCTKPESERMPCTEDYLSLIL NRLCVLHEKTPVSEKVTKCCTESLVNRRPCFS ALTPDETYVPKAFDEKLFTFHADICTLPDTEK QIKKQTALVELLKHKPKATEEQLKTVMENFVA FVDKCCAADDKEACFAVEGPKLVVSTQTALA
E = (61/607) x 100% = 10.05% >tr|Q4JH15|Q4JH15_PIG Troponin I OS=Sus scrofa GN=TNNI2 PE=2 SV=1 (Babi)
E = (59/607) x 100% = 9.72% >tr|F8SWQ8|F8SWQ8_BOVIN Fast skeletal troponin I OS=Bos taurus PE=2 SV=1 (Sapi)
MGDEEKRHRAITARRQHLKSVMLQIAATELEKE VGRRESEKQNYLSEHCPPLHLPGSMSEVQELCK QLHAKIDAAEEEKYDMEIKVQKSTKELEDMNQK LFDLRGKFKRPPLRRVRMSADAMLKALLGSKHK VCMDLRANLKQVKKEDTEKERDLRDVGDWRKNI EEKSGMEGRKKMFETES
MGDEEKRHRAITARRQHLKSVMLQIAATELEK EEGRREAEKQNYLSGHCPPLHLPGSMSE VQELCRQLHAKIDAAEEEKYDMEIRVQKSTKE LEDMNQKLFDLRGKFKRPPLRRVRMSAD AMLKALLGSKHKVCMDLRANLKQVKKEDTEKE RDLRDVGHWRKNIEEKSGMEGRKKMFES
E = (24/182) x 100% = 13.18%
E = (23/180) x 100% = 12.78%
28 Lampiran 4 Model ikatan induced-fit
29
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Rembang pada tanggal 23 Agustus 1994 dari ayah Muhammad Makmun dan ibu Jumhuriyyah Hayati. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2012 penulis lulus dari SMA N 1 Rembang dan pada tahun yang sama penulis lulus masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan, diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi dan kepanitiaan. Organisasi yang pernah diikuti antara lain IPB Farmer Student 2013-2014, Forum Bina Islami Fateta 2014-2015, Himpunan Keluarga Rembang di Bogor 2012-sekarang. Kepanitian yang pernah diikuti meliputi Fateta Art Contest 2013, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XXI 2013, Career Development and Training2014, Halal is Scientific 2014, Techno-F 2014, Baur 2014. Penulis aktif mengikuti lomba karya ilmiah tingkat mahasiswa. Beberapa prestasi yang pernah diraih adalah Juara II Lomba Karya Tulis Ilmiah Universitas Diponegoro tahun 2015, Finalis 15 besar Scientific Great Moment 6 Universitas Brawijaya tahun 2015, dan Finalis 10 Besar ITS Expo Paper Competition 2015. Penulis aktif mengajar mata kuliah kimia Tingkat Persiapan Bersama IPB di bimbingan belajar Mafia Clubs 2013-2015. Penulis juga pernah menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI) tahun 2014-2015. Penulis merupakan penerima beasiswa Goodwill International Scholarship 2015.