Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
UJI IN VITRO EKSTRAK TEA TREE (Melaleuca alternifolia) TERHADAP TUNGAU Sarcoptes scabiei PADA KAMBING (In Vitro Test Using Tea Tree Extract (Melaleuca alternifolia) to Sarcoptes scabiei in Goat) ARI PUSPITA DEWI dan D. HARYUNINGTYAS Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT Scabies caused by S. scabiei var caprae often attack goat in the village. This disease makes considerable impact of highly economic loss in goat production (decrease of weight gain, milk production and animal death) and significant cost due to the continous use of acaricides in infested animal. Research on acariside from herbal remedies require to be done as alternative drug for scabies medication. Tea tree oil (TTO) was suspected to have an acarisidal activity. The aim of this study was to investigate the acaricidal effectivity of Tea tree oil (Melaleuca alternifolia) to Sarcoptes scabiei var caprae. Tea tree oil used in this research was obtained from Balitro. Sarcoptes scabiei var caprae was collected from the goat that was naturally infected by Sarcoptes scabiei from the field. Ten adult mites were put in the incubation chamber which filled up with 1%, 0.5% of liquid TTO and 5% TTO in vaselin. Aquadest was used as negatif control and neguvon was used as a positif control. Observations were conducted every 6 hours until all the mites died. The result shows that 1% TTO more effectively killed S.scabiei var caprae in vitro with LT50 at 2.3 hours significantly different (P < 0.05) compared with 2 other treatment. Treatment with 0.5% TTO liquid and 5% TTO in vaselin have LT50 at 59.1 and 45.6 hours respectively. Key Words: Sarcoptes scabiei, In Vitro, Melaleuca alternifolia ABSTRAK Skabies khususnya yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei var caprae masih sering menyerang kambing di pedesaan. Penyakit ini sering menimbulkan keresahan peternak karena dapat menimbulkan kerugian ekonomi (penurunan berat badan, produksi susu dan kematian ternak) serta membutuhkan dana yang besar untuk pengobatan hewan yang terinfeksi. Untuk mendapatkan obat alternatif yang lebih murah perlu digali potensi tanaman obat yang bersifat acarisida. Tea Tree Oil (Melaleuca alternifolia) yang diduga bersifat acarisida perlu diuji efektivitasnya untuk membunuh S. scabiei var caprae. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas Tea tree oil terhadap S. scabiei var. caprae secara invitro. Ekstrak tea tree (TTO) yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Balitro. Tungau S. scabiei dikoleksi dari kambing yang terinfestasi S. scabiei secara alami. Sebanyak 10 ekor tungau dimasukkan kedalam gelas inkubasi yang didalamnya terdapat TTO cair 0,5%, TTO cair 1% dan TTO dalam vaselin 5%. Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest dan kontrol positif dengan neguvon.Pengamatan dilakukan setiap 6 jam sampai semua tungau mengalami kematian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa TTO cair 1% berhasil membunuh S. scabiei dalam waktu paling cepat yaitu dengan LT50 terjadi pada jam ke-2,3 berbeda secara nyata dengan kontrol positif (neguvon 0,15%); kontrol negatif (aquades); TTO cair 0,5% dan TTO salep 5% yang mempunyai LT50 berturut-turut pada jam ke-5,9, 90,7, 59,1 dan 45,59. Kata Kunci: Sarcoptes scabiei, In Vitro, Melaleuca alternifolia
PENDAHULUAN Penyakit kudis atau skabies masih menjadi permasalahan di dunia peternakan sampai sekarang. Penyakit ini umumnya disebabkan oleh tungau Sarcoptes scabiei dan menyerang
510
hampir semua hewan, seperti kerbau, kambing, babi, anjing dan kelinci bahkan dapat menular kemanusia (zoonosis). Prevalensi skabies pada kambing dilaporkan mencapai 4 – 20%, terutama di saat musim kemarau pada ternak yang digembalakan. Kejadian kudis pada
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
ternak telah tersebar luas diseluruh Indonesia, terutama pada keadaan kekurangan pakan dan di lingkungan kandang yang kotor dengan prevalensi 4 – 11% (BUDIANTONO, 2004). Penyakit scabies menimbulkan kerugian ekonomi yang besar karena dapat menyebabkan kerusakan kulit, kekurusan dan kematian (MANURUNG,1991). Inflamasi kulit, eksudasi limfe dan cairan serosa memulai terjadinya iritasi, kerontokan bulu sampai kebotakan pada area yang terinfestasi (ROBERTS dan YENSON., 1971). Selama ini pengendalian penyakit skabies dilakukan dengan akarisida sintetik disamping harganya yang mahal juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Beberapa kasus pada hewan yang terlambat diobati menyebabkan terjadinya kematian karena dehidrasi, pneumonia dan septicaemia (ROBERTS dan YENSON., 1971). Saat ini metode yang paling banyak digunakan untuk kontrol terhadap skabies pada kambing adalah dengan pemberian preparat ivermectin secara subkutan dan preparat organofospat dalam bentuk dipping atau spray (FRENCH et al., 1994; ALINSON, 2002). Ivermectin dilaporkan efektif untuk pengobatan skabies tetapi preparat ini sangat mahal dan jarang tersedia khususnya di wilayah pedesaan. Usaha pembuatan vaksin skabies masih belum memberikan hasil yang memuaskan sehingga alternatif penelitian diarahkan pada pencarian obat dari bahan baku tanaman. Tanaman tea tree (Melaleuca alternifolia) diduga bersifat akarisidal (MARDISISWOJO DAN RAJAMANGUNSUDARSO, 1977; LILY, 1980; HEYNE, 1987). Menurut CARSON et al. (2006) TTO mempunyai aktifitas antibakteri, antiviral, antifungal, antiprotozoa dan antiinflamasi. Tea tree oil 5% yang berisi terpinen 4 (ointment) secara in vitro telah dilaporkan dapat membunuh S. Scabiei var. homonis hingga 100% dalam waktu 200 menit (WALTON et al., 2004). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tanaman tea tree dalam membunuh tungau S. scabiei var caprae secara in vitro. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di Laboratorium Parasitologi BBalitvet, Bogor. Tea tree oil yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari BALITRO. Adapun cara pembuatanya adalah melalui penyulingan minyak daun Tea tree. Tungau Sarcoptes skabiei yang digunakan dalam uji invitro ini adalah tungau dewasa yang dikoleksi dari kambing yang terinfestasi S. scabiei secara alami. Uji ini dilakukan pada gelas inkubasi (SMITH et al., 1999). Gelas inkubasi dibuat dari gelas blok berukuran panjang 35x75mm dan ketebalan 6 mm. Lubang berdiameter 20 mm dibuat pada pertengahan masing-masing gelas tersebut. Sepotong kain katun dilekatkan secara erat menutupi bagian bawah gelas membentuk kompartemen dengan dasar katun. Bagian atas gelas kamar inkubasi ditutup dengan gelas obyek dan hubungan permukaan antara gelas obyek dengan gelas kamar inkubasi dilekatkan dengan vaselin. Pada pertengahan gelas obyek dilubangi dengan diameter 5 mm yang kemudian juga ditutup dengan kain katun. Lubang bagian atas berfungsi untuk menjaga kelembaban pada gelas kamar inkubasi sesuai dengan kelembaban pada atmosfer. Gelas inkubasi diletakkan pada petri dish berdiameter 90 mm. Ekstrak tea tree oil (TTO cair 0,5%, TTO cair 1%, TTO 5% dalam vaselin) sebanyak 1 ml dimasukkan pada gelas inkubasi. Selanjutnya sebanyak 10 ekor tungau dewasa diambil satu persatu menggunakan lidi yang telah diruncingkan dan diletakkan pada dasar katun gelas inkubasi. Perlakuan dilakukan dengan tiga kali ulangan. Sebagai kontrol negatif digunakan aquadest dan kontrol positif dengan 0,15% neguvon. Gelas inkubasi selanjutnya diletakkan pada stoples inkubasi pada suhu 25-270C dan kelembaban 90 – 100%. Pengamatan daya hidup dilakukan setiap 6 jam sampai semua tungau mati. Pengamatan dilakukan pada LT50 (Waktu yang diperlukan tungau untuk mencapai 50% kematian (dalam jam)). Daya hidup S. Scabiei di uji statistik dengan anova dan regresi. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dosis yang digunakan adalah berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh WALTON et al., (2004) pada S. scabiei var hominis dengan pertimbangan dosis yang aman bagi hewan dan manusia. Menurut
511
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Prosentase kematian S. scabiei pada TTO cair 0,5%
CARSON et al. (2006) TTO ini pada dosis tertentu bersifat toxic secara oral. Pengamatan kematian tungau S. scabiei pada gelas inkubasi dilakukan setiap 6 jam sampai 50% tungau mengalami kematian (LT50). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pada pemberian TTO cair 0,5%; TTO cair 1%, TTO salep 5%; kontrol positif (Neguvon); dan kontrol negatif (aquades) mempunyai nilai LT50 masing-masing terjadi pada jam ke 59,1; 2,3; 45,6; 5,9 dan 90,7. Dari sini diketahui bahwa dosis TTO cair 0,5% (Gambar 1) ini tidak efektif untuk membunuh tungau, terbukti bahwa waktu yang diperlukan untuk mencapai LT50 paling lama apabila dibandingkan dengan dua perlakuan yang lain dan kontrol positif. Berbeda dengan hasil pengamatan dengan perlakuan TTO cair 1% diketahui bahwa tungau paling cepat mencapai LT50 yaitu terjadi pada jam ke-2,3 (Gambar 2). Jika dibandingkan dengan kontrol positif (Neguvon 0,15%) yang mempunyai LT50 pada jam ke 5,9, TTO cair 1% mempunyai LT50 yang lebih
cepat yaitu terjadi pada jam ke-2,3. Hasil analisis anova menunjukkan bahwa TTO cair 1% berbeda secara signifikan (P < 0,05) bila dibandingkan dengan kontrol positif (neguvon) dan dua perlakuan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa TTO cair 1% mempunyai aktifitas akarisida yang lebih baik daripada neguvon. Menurut (MARDISISWOJO DAN RAJAMANGUNSUDARSO, 1977; LILY, 1980; HEYNE, 1987) bahwa Tanaman tea tree (Melaleuca alternifolia) diduga bersifat akarisidal. Menurut MILLS et al. (2004) TTO adalah bersifat toxic pada insekta. Aktifitasnya kemungkinan berhubungan dengan aktifitas anticholinesterase pada TTO dan komponennya. Disamping itu, beberapa studi mengindikasikan bahwa minyak esensial pada insecta mempunyai efek penghambatan pertumbuhan larva dan penolakan makan (HAMMELBRUNNER dan ISMAN, 2001) dan penghambatan reproduksi (REGNAULT-ROGER dan HAMRAOUI, 1995).
120 100 80 60
y = 0,0317x2 – 1.1158x + 5.3147
40 20 0 -20
0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Jam pengamatan
Gambar1. Prosentase kematian tungau S. scabiei secara invitro pada medium TTO cair 0,5% (LT50 terjadi pada jam ke 59,1)
512
Prosentase S. scabiei Pada TTO cair 1%
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
120 100 y = -0,0486x2 + 3.6713x + 41.958
80 60 40 20 0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Jam pengamatan
Gambar2. Prosentase kematian tungau S. scabiei secara invitro pada medium TTO cair 1% (LT50 terjadi pada jam ke-2,3)
Pada pemberian TTO salep 5% LT50 terjadi pada jam ke 45,59 lebih lama bila dibandingkan dengan TTO cair 0,5% dan 1% serta Neguvon (Gambar 4). Hal ini terjadi kemungkinan besar karena pada perlakuan TTO 5% dalam vaselin, kontak tungau S. scabiei dengan ekstrak adalah kurang dikarenakan tungau berada di bagian atas vaselin akibatnya waktu yang diperlukan untuk membunuh tungau menjadi lebih lama. Pada penelitian ini tidak dilakukan perlakuan TTO
cair 5% karena dosis ini adalah toksik bagi hewan apabila dilanjutkan ke uji invivo. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh WALTON et al. (2004) yaitu bahwa Tea tree oil 5% yang berisi terpinen 4-ol (ointment) secara in vitro berhasil membunuh S. scabiei var.hominis hingga 100% dalam waktu 200 menit. Menurut SMITH et al. (1999) perbedaan varian dan kondisi lingkungan (suhu, kelembaban) berpengaruh pada daya hidup S. scabiei.
Prosentase kematian S. scabiei pada TTO salep 5%
120 y = 0,0471x2 - 1.1916x + 6.4067
100 80 60 40 20 0 -20
0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Jam pengamatan Gambar 3. Prosentase kematian tungau S. scabiei secara invitro pada medium TTO salep 5% (LT50 terjadi pada jam ke-45,6)
513
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
Prosentase Kematian S. scabiei Pada Neguvon 0.15%
120 100 y = -0,0546x2 + 4.4175x + 20,47 80 60 40 20 0 0
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Jam pengamatan Gambar4. Prosentase kematian tungau S. scabiei secara invitro pada medium Neguvon 0,15 % (LT50 terjadi pada jam ke-5,9)
Prosentase kematian S. scabiei pada aquades
120 100 80 60 40
y = 0,0055x2 + 0,0623x – 0,9392
20 0 0 -20
6
12
18
24
30
36
42
48
54
60
66
Jam pengamatan
Gambar 5. Prosentase kematian tungau S.scabiei secara invitro pada medium Aquades (LT50 terjadi pada jam ke-90,7)
KESIMPULAN
UCAPAN TERIMA KASIH
Tea tree oil (Melaleuca alternifolia) mempunyai efek askarisidal terhadap tungau Sarcoptes scabiei var caprae. TTO cair 1% (LT50 terjadi pada jam ke-2,3) mempunyai aktifitas akarisida yang lebih baik dibandingkan neguvon (LT50 terjadi pada jam ke-5,9) secara in vitro.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Drh. Joses Manurung atas bantuan moral dan material serta diskusinya selama berlangsungnya penelitian. Penelitian ini didanai dari APBN tahun anggaran 2007.
514
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008
DAFTAR PUSTAKA ALINSON, M. 2002. Scabies. The health care of homeless person-part. pp. 113 – 116. BUDIANTONO. 2004. Kerugian ekonomi akibat scabies dan kesulitan dalam pemberantasanya. Makalah pada seminar parasitologi dan toksikologi veteriner. Bogor, 20 – 21 April. Balitvet-DFID. CARSON, C.F., K.A. HAMMER and T.V. RILEY. 2006. Melaleuca alternifolia (Tea tree) Oil: a Review of Antimicrobial and Other Medicinal Properties. Clin. Microb. Rev. 19 (1): 50 – 62. FRENCH, N.P., R. WALL and K.L. MORGAN. 1994. Ectoparasite control on sheep farms in England and Wales: the method, type and timing of insecticidal control. Vet. Rec. 135: 35 – 38. HEYNE, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Pertanian, Jakarta. Yayasan Sarana Wanajaya, Jakarta. HUMMELBRUNNER, L.A. and M.B. ISMAN. 2001. Acute, sublethal, antifeedant and synergistic effects of monoterpenoid essensial oil coumpounds on the tobacco cutworm, Spodoptera litura (Lep. Noctuidae). J. Agric. Food Chem. 49: 715 – 720. LILY, M.P. 1980. Medical Plants of East and Sautheart Asia. The MIT Pres, London. 232.
MANURUNG, J. 1991 Pengobatan kudis (Sarcoptes scabiei) pada kambing dengan oli dan belerang serta campuranya. Penyakit Hewan 23(41): 45 – 49. MARDISISWOJO, S. dan H. RAJAMANGUNSUDARSO. 1977. Cabe Puyang Warisan Nenek Moyang. PT Karya Wreda. 13 MILLS, C.B., J. CLEARLY, J.F. GILMER and J.J. WALSH. 2004. Inhibition of achetylcolinesterase by tea tree oil by a 4-year old boy. Pediatr Emerg. Care. 19: 169 – 171. REGNAULT-ROGER, C. and A. HAMRAOUI. 1995. Fumigant toxic activity and reproductive inhibition induced by monoterpenes on Acanthoscelides obtectus (Say) (Coleoptera), a bruchid of kidney bean (Phaseolus vulgarus L). J. Stored Product Res. 3: 291 – 299. ROBERTS, D.W. and W. YENSON. 1971. Use of fungi for microbial control or insects. In: Microbial Control of Insects and mites. BURGES, H.D. and N.W. HUSSEY (Eds.) Academic Press, New York. pp. 655 – 672. SMITH, K.E., R. WALL, E. BERRIATUA and N.P. FRENCH. 1999. The effect of temperature and humidity on the off-host survival of Psoroptes ovis and Psoroptes cuniculi. Vet. Parasitol. 83: 265 – 275. WALTON, S.F., C.H. DEBORAH, J.C. BART and J.K. DAVID. 2004. Scabies: New future for a neglected disease. Adv. Parasitol 57: 309 – 376.
515