Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
EFEK VOLUME SERUM, TEMPERATUR DAN KELEMBABAN TERHADAP DAYA HIDUP Sarcoptes scabiei SECARA IN VITRO (The Effect of Serum Volume, Temperature and Humidity on Off-Host Survival of Sarcoptes scabiei) DYAH HARYUNINGTYAS dan RIZA Z. AHMAD Balai Besar Penelitian Veteriner, Jl. R.E. Martadinata No. 30, Bogor 16114
ABSTRACT Sarcoptes scabiei is an obligate ectoparasite causing sarcoptic mange at various species of livestock, especially small ruminant (goat and sheep). These mites make tunnel that causing intens pruritis, inflammation, limfe eksudation and alopecia. The most commonly method for the control of sheep scab is the direct aplication of synthetic acariside. Beside its price costly synthetic acariside also can cause resistance. Research of Herbal drugs as a botanical acariside will be developed to this parasite. One of the constraint is not yet known the optimal condition how long the mites can live on the off-host. This research aimed to know the effect of serum volume, temperature and humidity on off host of Sarcoptes scabiei at goat serum. Result of this research indicated that at goat serum Sarcoptes scabiei has the longest survival time (RT and RH, 27°C, 70%) at volume 1200 µl with the significance difference at LT50 (P < 0,05) compared to other volume as long as 4,6 day. At combination of temperature and humidity (25°C, 100%) having the longest survival time with LT50 as long as 5,3 day (P < 0,05). Key Word: Sarcoptes scabiei, Goat, Temperature, Humidity, Serum volume, Invitro ABSTRAK Sarcoptes scabiei adalah ektoparasit obligat yang menyebabkan scabies pada berbagai spesies hewan ternak, terutama adalah ruminansia kecil (kambing dan domba). Tungau ini membuat terowongan pada kulit menyebabkan gatal, inflamasi kulit, eksudasi limfe dan cairan serosa sehingga menyebakan terjadinya iritasi dan kerontokan bulu. Selama ini pengendalian dilakukan dengan akarisida sintetik disamping harganya yang mahal juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Penelitian tanaman obat yang dapat digunakan sebagai akarisida botanis akan dikembangkan terhadap parasit ini. Salah satu kendala yang terjadi adalah belum diketahuinya kondisi optimal daya hidup tungau Sarcoptes scabiei di luar induk semangnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek volume serum, temperatur dan kelembaban terhadap daya hidup tungau Sarcoptes scabiei secara in vitro pada medium serum kambing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada medium serum kambing tungau Sarcoptes scabiei mempunyai daya hidup terpanjang (suhu dan kelembaban ruang, 27°C, 70%) pada volume serum 1200 µl dengan perbedaan signifikan pada LT50 (P < 0,05) dibandingkan dengan volume serum yang lain yaitu selama 4,6 hari. Pada kombinasi temperatur dan kelembaban 25°C dan 100% mempunyai daya hidup terpanjang dengan perbedaan yang signifikan pada LT50 (P < 0,05) dibandingkan dengan kombinasi suhu dan kelembaban yang lain selama 5,3 hari. Kata Kunci: Sarcoptes scabiei, Kambing, Temperatur, Kelembaban, Volume Serum, In vitro
PENDAHULUAN Tungau Sarcoptes scabiei mempunyai distribusi geografi yang luas diseluruh dunia termasuk Indonesia. Tungau ini menyerang berbagai spesies termasuk sapi, babi, kuda, kerbau, kambing, domba, anjing, kucing dan
918
beberapa spesies hewan liar. Telinga dan sekitar mulut adalah tempat predileksi yang paling umum dan sering merupakan tempat utama dan pertama populasi tungau yang kemudian menyebar ke bagian tubuh yang lain. Penyakit yang disebabkan tungau ini disebut scabies dan menyebabkan kerugian ekonomi
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
yang cukup besar di berbagai area di Indonesia antara lain Nusa Tenggara Barat, Bali, Lombok (BUDIANTORO, 2004) serta Bukittinggi, Lampung, Yogyakarta dan Maros (BUDIANTORO, 2004). Selama ini pengendalian dilakukan dengan akarisida sintetik disamping harganya yang mahal juga dapat menyebabkan terjadinya resistensi. Beberapa kasus pada hewan yang terlambat dalam memberikan pengobatan menyebabkan terjadinya kematian disebabkan karena dehidrasi, pneumonia dan septicaemia bakterial (ROBERTS et al., 1971). Metode yang paling banyak digunakan untuk kontrol terhadap scabies pada kambing adalah dengan pemberian preparat ivermectin secara subcutan dan preparat organophospat dalam bentuk dipping atau spray (FRENCH et al., 1994; ALISON, 2002). Walaupun merupakan parasit obligat parasit ini mampu hidup diluar induk semangnya pada periode waktu tertentu. Hal ini merupakan salah satu sebab kenapa parasit ini cenderung sulit diberantas. Kandang bekas hewan terinfestasi scabies akan dapat bertindak sebagai agen untuk menularkan scabies kepada hewan baru yang masuk karena tungau ini bisa bersembunyi dicelah-celah kandang (SMITH et al., 1999). Bagaimanapun, probabilitas infeksi terhadap hewan yang belum terinfeksi akan menjadi besar karena pengaruh lama waktu S. scabiei dapat hidup diluar hospes. Menurut ARLIAN et al. (1984a) scabies pada anjing dan manusia dapat bertahan hidup selama 24 – 36 jam pada temperatur ruang (21°C dan kelembaban 40 – 80%) serta masih mempunyai kemampuan infeksi dan penetrasi. Pada penelitian terhadap Psoroptes ovis yang dilakukan oleh LIEBISCH et al. (1985) dan O’BRIEN et al. (1994) diketahui bahwa betina dewasa dapat hidup lebih lama diluar hospes definitifnya. Menurut LIEBISCH et al. (1985) hal ini dikarenakan betina dewasa mempunyai sumber metabolik yang lebih besar dan mempunyai lapisan kitin yang lebih tebal daripada tungau jantan sehingga menjaganya terhadap kekeringan. Pada penelitian yang dilakukan oleh SMITH et al. (1999) menunjukkan hasil tidak ada perbedaan yang signifikan antara P.ovis dewasa jantan dan betina pada daya hidupnya di luar induk semang.
Siklus hidup tungau S. scabiei dari telur menjadi dewasa memerlukan waktu 10 – 14 hari, tungau betina mampu hidup pada induk semang selama 30 hari (SCHMIDT dan ROBERTS, 2000). Tungau betina masuk ke dalam kulit dengan membentuk lorong dan bertelur. Telur menetas menjadi larva setelah 50 – 53 jam. Sebagian larva berkembang menjadi protonymfa selama 3 – 5 hari kemudian menjadi tritonympha setelah 2 – 3 hari. Perkembangan terakhir menjadi tungau dewasa memerlukan waktu tiga sampai enam hari (URGUHART et al., 1989; SCHMIDT dan ROBERTS, 2000). Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh HARYUNINGTYAS et al. (2006) diketahui bahwa tungau S. Scabiei pada gelas inkubasi dengan medium serum kambing mempunyai daya hidup terpanjang dengan LT50 selama 4,3 hari dibandingkan dengan medium serum sapi, domba dan kelinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek volume serum, temperatur dan kelembaban terhadap daya hidup tungau S. scabiei secara in vitro.Untuk selanjutnya hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk pengembangan akarisidal botanis pada S. scabiei secara in vitro. MATERI DAN METODE Tungau dikoleksi dari keropeng kambing yang terinfeksi S. scabiei secara alami. Kerokan keropeng ditempatkan pada cawan petri, dipanasi dengan lampu 25 watt untuk memberikan kesempatan tungau keluar dari keropeng untuk selanjutnya akan diambil satu persatu menggunakan ujung lidi yang telah diruncingkan untuk dipindahkan ke gelas kamar inkubasi. Pada semua perlakuan, tungau dipindahkan pada gelas inkubasi yang dibuat dari gelas blok berukuran panjang 35 x 75mm dan ketebalan 6 mm seperti digunakan oleh SMITH et al. (1999) pada Gambar-1. Gelas inkubasi selanjutnya diletakkan pada petri dish berdiameter 90 mm. Tungau diletakkan pada bagian dasar katun dari gelas inkubasi, bagian atasnya kemudian ditutup dengan gelas obyek.
919
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
dengan tiga kali ulangan dalam setiap kombinasi temperatur dan kelembaban (6 perlakuan, masing-masing tiga kali ulangan). Pengamatan dilakukan setiap hari (interval 24 jam) sampai semua tungau mengalami kematian. Selanjutnya dilakukan penghitungan LT50. Analisis data ] Gambar 1. Gambar gelas inkubasi yang digunakan untuk percobaan daya hidup S. scabiei secara in vitro (SMITH et al., 1999)
Efek volume serum Pada penelitian sebelumnya diketahui bahwa medium yang dapat mempertahankan hidup tungau ini dengan LT50 selama 4 hari pada suhu kamar adalah medium serum kambing. Penelitian ini ingin mengetahui volume serum kambing optumal yang dapat mempertahankan hidup S.scabiei secara in vitro pada suhu dan kelembaban kamar (27°C dan 70%). S. scabiei dewasa masing-masing sebanyak 20 ekor ditempatkan pada masingmasing gelas inkubasi dengan berbagai volume serum yaitu 100, 300, 500, 700, 1000 dan 1200 µl. Gelas inkubasi selanjutnya ditempatkan pada stoples pada suhu kamar (27oC) dan kelembaban 70%. Semua gelas inkubasi diamati di bawah mikroskop setiap 24 jam dan dihitung jumlah tungau yang mati untuk diketahui LT50-nya (waktu yang diperlukan tungau untuk mencapai 50% kematian (dalam hari)). Hasil volume serum kambing optimal untuk hidup tungau selanjutnya digunakan untuk percobaan efek temperatur dan kelembaban. Efek temperatur dan kelembaban Penelitian ini ingin mengetahui efek temperatur 25°C pada kelembaban 100, 85, dan 70% serta temperatur 4°C pada kelembaban 85 dan 55% terhadap daya hidup tungau S. scabiei dewasa. Tungau dewasa ditempatkan pada gelas inkubasi masingmasing sebanyak 20 ekor. Percobaan dilakukan
920
Parameter yang diamati pada uji ini adalah lama hidup maksimum dan LT50 (Waktu yang diperlukan tungau untuk mencapai 50% kematian (dalam hari). Daya hidup tungau S. scabiei diamati setiap hari sampai dengan semua tungau mengalami kematian. Uji statistik regresi digunakan untuk mengetahui LT50 daya hidup S. scabiei, selanjutnya mean LT50 diuji dengan ANOVA. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis regresi pada pengaruh volume serum kambing terhadap S. scabiei pada suhu kamar dengan kelembaban ruang yang dilakukan setiap 24 jam sampai dengan semua tungau mengalami kematian menunjukkan hasil bahwa volume 1200 µl dapat memperpanjang daya hidup S. scabiei diluar induk semang dengan LT50 selama 4,6 hari. Percobaan dengan menggunakan akuades sebagai pengganti serum menunjukkan tungau bertahan hidup pada suhu dan kelembaban kamar selama kurang dari 3 hari (data tidak ditampilkan). Pada uji volume serum 100, 300, 500, 700, 1000 dan 1200 µl menunjukkan bahwa daya hidup semakin panjang dengan bertambahnya volume serum dalam gelas inkubasi. Analisis dengan menggunakan ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada ke-6 volume serum yang dilakukan pada uji ini (P < 0,05). Pada volume serum kurang dari 500 µl tungau dapat bertahan hidup maksimal dua hari, hal ini disebabkan karena dalam waktu dua hari serum dalam kamar inkubasi akan kering sehingga tungau tidak memiliki sumber makanan, disamping itu karena serum yang kering menyebabkan tungau juga ikut kering. Pada volume serum lebih dari 700µl tungau dapat bertahan hidup lebih dari tiga hari dengan daya hidup terpanjang pada volume serum 1200µl.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
y = -5,0785x2 + 46,666x – 0,974
100
2
R = 0,9962
80 60 40 20 0 -20
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari
2 R2 = 0,9848
80 60 40
120
20
100
0 -20
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari
Mortalitas(%)
Mortalitas(%)
y = 0,4536x2 + 13,889x – 1,1214
100
Gambar 5. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 700 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27°C, 70%) LT50 : 3,3 hari
140 120
120
Mortalitas (%)
Walaupun demikian, volume serum lebih dari 1200 tidak menunjukkan adanya perpanjangan waktu hidup diluar induk semang (data tidak ditampilkan). Hal ini kemungkinan karena tungau memerlukan sumber metabolik pada induk semang yang tidak tersedia di lingkungan luar. Berikut adalah grafik uji pengaruh berbagai volume serum kambing pada suhu dan kelembaban kamar.
2
y = 2,0952x + 3,1643x + 1,5119 2
R = 0,9894
80 60 40 20
Gambar 2. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 100 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27°C, 70%) LT50 : 1,3 hari
120
y = -2.8048x 2 + 35.086x - 5.6238
4
6
8
Gambar 6. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 1000 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27oC, 70%) LT50 : 4,1 hari
R2 = 0.9755
80 60
120
40 20 0 -20 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari
Gambar 3. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 300 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27oC, 70%) LT50 : 1,9 hari
Mortalitas (%)
2
0
Hari
120 100 80
Mortalitas (%)
Mortalitas(%)
100
0 -20
100
y = 2,9762x2 - 3,6929x + 4,531
80
R2 = 0,9305
60 40 20 0 -20 0
1
2
3
4
5
6
7
Hari
Gambar 7. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 1200 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27°C, 70%) LT50 : 4,6 hari
y = -2,2714x2 + 31,729x – 3,7714 R2= 0,9698
60 40
20 0 -20
0
1
2
3
4
5
6
7
Hari
Gambar 4. Daya hidup S. scabiei secara in vitro pada volume serum kambing 500 µl pada suhu dan kelembaban kamar (27oC, 70%) LT50 : 2 hari
Hasil analisis regresi pada daya hidup S. scabiei pada berbagai kelembaban (70, 85 dan 100%) dengan suhu 25°C menunjukkan hasil bahwa kombinasi suhu 25°C dengan kelembaban 100% memberikan daya hidup terpanjang yaitu dengan LT50 selama 5,3 hari (Gambar 7). Hasil analisis ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada
921
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
Mortalitas (%)
120 100 80 60 40 20 0 -20 0
Hasil analisis regresi pada daya hidup S. scabiei pada kelembaban 55 dan 85% dengan suhu 4°C menunjukkan hasil bahwa kombinasi suhu dan kelembaban tersebut tidak dapat memperpanjang daya hidup S. scabiei secara in vitro (Gambar 11 dan 12) yaitu dengan LT50 kurang dari 1 hari. Hal ini disebabkan karena pada suhu 4°C serum pada gelas inkubasi menjadi dingin dan cepat kering sehingga menyebabkan S. scabiei tidak dapat bertahan hidup. Berbeda dengan S. scabiei yang masih di dalam keropeng jika diletakkan pada suhu 4°C dapat hidup kurang lebih selama 5 hari (data tidak dipublikasi).
120
2
y = -19,575x + 90,895x + 1,745
100 80
Mortalitas(%)
perbedaan mean LT50 pada suhu 25°C dan kelembaban 100% (P < 0,05) dibandingkan kombinasi suhu dan kelembaban yang lain. Penelitian pada P. ovis yang dilakukan oleh SMITH et al. (1999) menunjukkan hasil yang hampir mirip yaitu daya hidup secara in vitro adalah 5 hari pada 30°C dan 15 hari pada 9°C. Menurut SMITH et al., (1999) disamping temperatur, kelembaban juga berefek pada daya hidup S. scabiei. Pada studi ini terlihat bahwa pada temperatur 25°C dengan kelembaban 100% menunjukkan S. scabiei dapat hidup lebih lama diluar induk semangnya. Dengan kelembaban yang semakin menurun nilai LT50 S. scabiei juga akan semakin menurun. Berikut adalah grafik daya hidup S. scabiei pada temperatur 25°C dengan berbagai kelembaban (Gambar 8, 9, 10).
2
R = 0,991
60 40 20 0
y = 2.55x 2 - 4.3405x + 0.7667
0
R2 = 0.9876
0,5
1
1,5
2
2,5
3
3,5
Hari
Gambar 11. Daya Hidup S. scabiei pada suhu 4°C kelembaban 55% (LT50 : 0,6 hari) 1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 8. Daya hidup S. scabiei pada suhu 25°C kelembaban 100% (LT50 : 5,3 hari)
Mortalitas (%)
120 100 80 60 40 20 0 -20 0
Mortalitas(%)
Hari 120 100
60 40 20 0 -20 0
2
y = 1,871x + 1,7329x – 0,9317 R2 = 0,9933
y = -12.9x 2 + 73.54x - 2.26 R2 = 0.9851
80
0,5
1
1,5
2
2.5
3
3.5
Hari
1
2
3
4
5
6
7
8
Gambar 12. Daya Hidup S. scabiei pada suhu 4°C kelembaban 85% (LT50 : 0,8 hari)
Hari
Gambar 9. Daya hidup S. scabiei pada suhu 25°C kelembaban 85% (LT50 : 4,8 hari) 2
y = -0.6827x + 20.711x - 4.5042
Mortalitas (%)
120 100 80 60 40 20 0 -20 0
R2 = 0.9734
1
2
3
4
5
6
7
8
Hari
Gambar 10. Daya hidup S. scabiei pada suhu 25°C kelembaban 70% (LT50 : 3 hari)
922
Menurut ARLIAN et al., 1984a pada temperatur rendah (10 – 15°C) dan kelembaban relatif tinggi Sarcoptes scabiei var canis hidup sampai dengan 19 hari (temperatur 10°C dan kelembaban 97%). Pada temperatur dibawah 20°C S. scabiei adalah tidak bergerak dimana pada temperatur 35°C aktifitasnya akan meningkat secara cepat. Berbeda dengan penelitian pada P. ovis yang dilakukan oleh LIEBISCH et al. (1985) bahwa tungau dalam keropeng yang ditempatkan dalam gelas inkubasi tidak dapat memperpanjang daya hidupnya. Menurut SMITH et al. (1999) P. ovis dewasa betina yang ditempatkan pada gelas
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2007
inkubasi dengan medium air mempunyai daya hidup maksimum 7 – 8 hari pada 24 – 26oC dan 15 – 18 hari pada 2 – 9oC. Menurut SMITH et al. (1999) mengetahui daya hidup tungau diluar induk semang adalah sangat diperlukan dalam pengembangan akarisida secara in vitro, sedangkan mengetahui kondisi daya hidup optimal diluar induk semang adalah penting untuk uji akarisidal secara in vitro yang mempunyai daya bunuh yang lambat (slow acting). Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan pada tungau S. scabiei pada stadium larva dan nympha, disamping itu juga diperlukan design dan implementasi strategi kontrol yang efektif dalam kaitannya dengan kemampuan hidup S. scabiei diluar induk semang.
BUDIANTORO. 2004. Kerugian Ekonomi akibat scabies dan kesulitan dalam pemberantasannya. Pros. Seminar Parasitologi dan Toksikologi Veteriner. Balitvet-DFID. Bogor, 20 – 21 April 2004. hlm. 334 – 340. FRENCH, N.P., WALL, R. and MORGAN K.L., 1994. Ectoparasite control on sheep farms in England and Wales:the method, type and timing of insecticidal control. Vet. Rec. 135: 35 – 38. HARYUNINGTYAS, D., R.Z. AHMAD, BERIAJAYA dan J. MANURUNG. 2006. Uji daya hidup tungau pada berbagai macam serum. 2006. Pros. Semimar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 5 – 6 September 2006. Puslitbang Peternakan, Bogor. hlm. 1026 – 1031. LIEBISCH, A., S. OLBRICH and M. DEPPE. 1985. Survival of P. ovis, P. cuniculi, C. bovis when separated from the host Animal. Disch. Tieraerzil. Wochenschr. 92: 165 – 204.
KESIMPULAN Tungau S. scabiei mempunyai daya hidup terpanjang (suhu dan kelembaban ruang, 27°C, 70%) pada volume serum 1200 µl dengan perbedaan signifikan pada LT50 (P < 0,05) dibandingkan dengan volume serum yang lain yaitu selama 4,6 hari. Pada kombinasi temperatur dan kelembaban 25°C dan 100% mempunyai daya hidup terpanjang dengan perbedaan yang signifikan pada LT50 (P < 0,05) dibandingkan dengan kombinasi suhu dan kelembaban yang lain selama 5,3 hari. DAFTAR PUSTAKA ALISON, M. 2002. Scabies. The health Care of Homeless Persons-Part I. pp. 113 – 116. ARLIAN, L.G., R.A. RUNYAN, S. ACHAR and S.A. ESTES. 1984a. Survival and Infestivity of Sarcoptes scabiei var. canis and var. hominis. J. Am. Ac. Dermatol. 11: 210 – 215.
O’BRIEN, D.J., J.S. GRAY and P.F. O’REILLY. 1994. Survival and Retention of infectivity of the mite psoroptes ovis off the host. Vet. Res. Commun. 18: 27 – 36. ROBERTS, I.H., BLACHUT, K., MELENEY, W.P., 1971. Oversummering location of scab mites, Psoroptes ovis, on sheep in New Mexico. Ann. Entomol. Soc. Am. 64, 105-108. SCHIMDT, G.D., AND ROBERTS, L.S., 2000. Foundation of Parasitology. 6th ed. The McGraw Hill Companies, Inc. SMITH, K.E., R. WALL, E. BERRIATUA and N.P. FRENCH. 1999. The effects of temperature and humidity on the off-host survival of Psoroptes ovis and Psoroptes cuniculi. Vet. Parasitol. 83: 265 – 275. URGUHART, G.M., J. ARMOUR, J.L. DUNCANN, M. DUNN and F.W. JENNINGS. 1996. Veterinary Parasitology. The faculty of veterinary medicine, The university of Glasglow, Scotland.
DISKUSI Pertanyaan: Agar jenis serum yang digunakan (kambing, kelinci, dll.) dicantumkan. Jawaban: Serum kambing (hasil terbaik penelitian sebelumnya).
923