U IVERSITAS I DO ESIA
LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JE DERAL BI A KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEME TERIA KESEHATA REPUBLIK I DO ESIA PERIODE 7 JA UARI – 18 JA UARI 2013
LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
APRILYA TRI SUSA TI, S.Farm. 1206312851
A GKATA LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JU I 2013
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
U IVERSITAS I DO ESIA
LAPORA PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA DIREKTORAT JE DERAL BI A KEFARMASIA DA ALAT KESEHATA KEME TERIA KESEHATA REPUBLIK I DO ESIA PERIODE 7 JA UARI – 18 JA UARI 2013
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
APRILYA TRI SUSA TI, S.Farm. 1206312851
A GKATA LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JU I 2013
ii Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
KATA PE GA TAR
Bismillahirrahmannirrahim.
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis
panjatkan kepada Allah Ta'ala karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang dilaksanakan pada tanggal 7 sampai 18 Januari 2013. Terselesaikannya laporan ini tidak terlepas dari bantuan semua pihak, Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih setulus hati kepada: 1. Dra. Maura Linda Sitanggang, Ph.D. selaku Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengenal Kementerian Kesehatan RI; 2. Dra. Engko Sosialine Magdalene, Apt., M.Biomed selaku Direktur Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian; 3. Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si selaku Kasubdit Produksi Kosmetika dan Makanan dan Pembimbing beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis untuk mengenal direktorat ini; 4. Dra. Nadirah Rahim, Apt., M.Kes selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis; 5. Drs. Riza Sultoni, Apt., MM selaku Kasubdit Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus berserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis; 6. Dita Novianti SA., S.Si, Apt., MM selaku Kasubdit Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat beserta staf yang telah banyak membantu dan membimbing penulis; 7. Dr. Hayun, Apt., M.Si. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 8. Dr. Harmita, Apt selaku ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia.; 9. Prof. Dr. Endang Hanani, MS., selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan penulis dalam penyusunan laporan ini;
iv Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
10. Seluruh staf dan karyawan Kementerian Kesehatan Repulik Indonesia atas segala keramahan, pengarahan, dan bantuan selama penulis melaksanakan PKPA; 11. Seluruh staf pengajar dan tata usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis; 12. Ibu dan Bapak tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, kesabaran, semanga,doa, dan dukungan baik moral maupun materiil selama penulis menyelesaikan laporan PKPA ini; 13. Kakak, adik, dan seluruh keluarga yang amat saya sayangi atas semua segala kasih sayang, perhatian, dorongan, semangat dan doa yang tidak hentihentinya; 14. Teman-teman yang senantiasa memberikan semangat dan perhatian, Dewi Murni, Rahmi Ramdanis, Suci Trisnaeni, Elsa Utami Putri, dan Mamik Yuniarsih. 15. Seluruh teman-teman Apoteker Angkatan 76 atas dukungan dan kerja samanya; 16. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Untuk kesempurnaan laporan ini dikemudian hari, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari semua pembaca. Dengan segala kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat untuk kepentingan dunia pendidikan, khususnya farmasi.
Penulis
Januari 2013
v Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Aprilya Tri Susanti
NPM
: 1206312851
Program Studi
: Apoteker
Fakultas
: Farmasi
Jenis karya
: Karya Akhir
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :
Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Periode 7 – 18 Januari 2013 beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif
ini
Universitas
Indonesia
berhak
menyimpan,
mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Depok Pada tanggal : 5 Juli 2013 Yang menyatakan
(Aprilya Tri Susanti)
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii KATA PENGANTAR ....................................................................................... iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... vii BAB 1. PE DAHULUA .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Tujuan ....................................................................................... 2 BAB 2. TI JAUA UMUM ......................................................................... 3 2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan .................................. 3 2.2 Tinjauan Tentang Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan ........................................................................... 8 BAB 3. TI DA 3.1 3.2 3.3 3.4
JAUA KHUSUS DIREKTORAT BI A PRODUKSI DISTRIBUSI KEFARMASIA ............................................. Tugas Pokok dan Fungsi ............................................................ Visi, Misi, dan Strategi .............................................................. Struktur Organisasi .................................................................... Tinjauan Subdirektorat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ...............................................................
BAB 4. PELAKSA AA DA PE GAMATA
15 15 15 16 17
...................................... 23
BAB 5. PEMBAHASA ................................................................................ 5.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional .................................................................................. 5.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan ...................... 5.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus .............. 5.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat ...........
29 30 32 34 36
BAB 6. KESIMPULA DA SARA ......................................................... 38 6.1 Kesimpulan ................................................................................ 38 6.2 Saran .......................................................................................... 38 DAFTAR ACUA ............................................................................................ 39
vi Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRA
Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 41 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. ............................................................................ 42 Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. ................................................................................ 43
vii Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB I PE DAHULUA
1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Presiden RI, 2009a). Definisi kesehatan berdasarkan Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Setiap hal yang menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan pada masyarakat Indonesia akan menimbulkan kerugian ekonomi yang besar bagi negara, dan setiap upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat juga berarti investasi bagi pembangunan negara. Kementerian Kesehatan RI sebagai kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang kesehatan memiliki peran penting dalam menyelenggarakan upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. Kementerian ini membawahi beberapa direktorat jenderal. Salah satu yang berkaitan erat dengan dunia farmasi adalah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Direktorat jenderal ini mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2010a). Sesuai
dengan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1144/MENKES/PER/VIII/2010, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Farmasi, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan, serta Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian memiliki rencana strategis untuk peningkatan produksi dan distribusi kefarmasian (Kementerian Kesehatan, 2011a). Oleh karena itu, Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kesehatan, Kementerian 1
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
Kesehatan RI perlu dilakukan untuk mendapatkan gambaran nyata mengenai peranan apoteker dalam dunia kerja di lingkungan pemerintahan.
1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, khususnya di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian bertujuan agar para calon apoteker : a.
Memahami kerja dari Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI;
b.
Memahami peranan apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 2 TI JAUA UMUM
2.1 Tinjauan Umum Kementerian Kesehatan Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes RI) nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang organisasi dan tata kerja Kementerian Kesehatan menyatakan “Kementerian Kesehatan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kementerian Kesehatan dipimpin oleh Menteri Kesehatan”.
2.1.1 Institusi Tempat PKPA Praktik kerja profesi apoteker dilaksanakan di Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang terletak di Jalan H.R. Rasuna Said Blok X 5 Kav. 4-9 Jakarta 12950.
2.1.2 Visi dan Misi Kementerian
Kesehatan
Republik
Indonesia
memiliki
visi
yaitu
“Masyarakat Sehat Yang Mandiri dan Berkeadilan”. Sedangkan misi yang ditetapkan Kementerian Kesehatan sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2012): a. meningkatkan
derajat
kesehatan
masyarakat,
melalui
pemberdayaan
masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani; b. melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata bermutu dan berkeadilan; c. menjamin ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; d. menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.
2.1.3 Strategi Untuk mewujudkan visi dan misi yang telah ditetapkan, maka Kementerian Kesehatan merumuskan strategi sebagai berikut (Kementerian Kesehatan RI, 2012): 3
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
a. meningkatkan pemberdayaan masyarakat, swasta dan masyarakat madani dalam pembangunan kesehatan melalui kerja sama nasional dan global; b. meningkatkan pelayanan kesehatan yang merata, terjangkau, bermutu dan berkeadilan, serta berbasis bukti; dengan pengutamaan pada upaya promotif dan preventif; c. meningkatkan
pembiayaan
pembangunan
kesehatan,
terutama
untuk
mewujudkan jaminan sosial kesehatan nasional; d. meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan yang merata dan bermutu; e. meningkatkan ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dan alat kesehatan serta menjamin keamanan, khasiat, kemanfaatan, dan mutu sediaan farmasi, alat kesehatan, dan makanan; f. meningkatkan manajemen kesehatan yang akuntabel, transparan berdayaguna dan berhasilguna untuk memantapkan desentralisasi kesehatan yang bertanggungjawab.
2.1.4 Nilai Guna mewujudkan visi dan misi rencana strategis pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan menganut dan menjunjung tinggi niali-nilai yaitu pro rakyat, inklusif, responsif, efektif, bersih (Kementerian Kesehatan RI, 2011a): a. Pro Rakyat Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi. b. Inklusif Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan
saja.
Dengan
demikian,
seluruh
komponen
masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor, organisasi Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
5
profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar rumput. c. Responsif Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis. Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda, sehingga diperlukan penanganan yang berbeda pula. d. Efektif Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan bersifat efisien. e. Bersih Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), transparan, dan akuntabel.
2.1.5 Tugas Pokok Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 2, Kementerian Kesehatan mempunyai tugas “menyelenggarakan urusan di bidang kesehatan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan Negara”.
2.1.6 Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kementerian Kesehatan menyelenggarakan fungsi (Menteri Kesehatan RI, 2010a): a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang kesehatan; b. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan; c. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Kesehatan; d. pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kementerian Kesehatan di daerah; dan e. pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
6
2.1.7 Kewenangan Dalam menyelenggarakan fungsi, Kementerian Kesehatan RI mempunyai kewenangan (Kementerian Kesehatan RI, 2012): a. penetapan kebijakan nasional di bidang kesehatan untuk mendukung pembangunan secara makro; b. penetapan pedoman untuk menentukan standar pelayanan minimal yang wajib dilaksanakan oleh kabupaten/kota di bidang kesehatan; c. penyusunan rencana nasional secara makro di bidang kesehatan; d. penetapan persyaratan akreditasi lembaga pendidikan dan sertifikasi tenaga profesional/ahli serta persyaratan jabatan di bidang kesehatan; e. pembinaan dan pengawasan atas penyelenggaraan otonomi daerah yang meliputi pemberian pedoman, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi di bidang kesehatan; f. pengaturan penerapan perjanjian atau persetujuan internasional yang disahkan atas nama negara di bidang kesehatan; g. penetapan standar pemberian izin oleh daerah di bidang kesehatan; h. penanggulangan wabah dan bencana yang berskala nasional di bidang kesehatan; i. penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang kesehatan; j. penetapan persyaratan kualifikasi usaha jasa di bidang kesehatan; k. penyelesaian perselisihan antar provinsi di bidang kesehatan; l. penetapan kebijakan pengendalian angka kelahiran dan penurunan angka kematian ibu, bayi, dan anak; m. penetapan kebijakan sistem jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat; n. penetapan pedoman standar pendidikan dan pendayagunaan tenaga kesehatan; o. penetapan pedoman pembiayaan pelayanan kesehatan; p. penetapan pedoman penapisan, pengembangan dan penerapan teknologi kesehatan dan standar etika penelitian kesehatan; q. penetapan standar nilai gizi dan pedoman sertifikasi teknologi kesehatan dan gizi; r. penetapan standar akreditasi sarana dan prasarana kesehatan; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
7
s. surveilans epidemiologi serta pengaturan pemberantasan dan penanggulangan wabah, penyakit menular dan kejadian luar biasa; t. penyediaan obat esensial tertentu dan obat untuk pelayanan kesehatan dasar sangat esensial (buffer stock nasional); u. kewenangan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu : a) penempatan dan pemindahan tenaga kesehatan tertentu; b) pemberian izin dan pembinaan produksi dan distribusi alat kesehatan.
2.1.8 Susunan Organisasi Kementerian Kesehatan Kementerian Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan RI, 2010a): a. Sekretariat Jenderal; b. Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan; c. Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan; d. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak; e. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan; f. Inspektorat Jenderal; g. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan; h. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan; i. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; j. Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan Pemberdayaan Masyarakat; k. Staf Ahli Bidang Perlindungan Faktor Risiko Kesehatan; l. Staf Ahli Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi; m. Staf Ahli Bidang Mediko Legal; n. Pusat Data dan Informasi; o. Pusat Kerja Sama Luar Negeri; p. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan; q. Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan; r. Pusat Komunikasi Publik; s. Pusat Promosi Kesehatan; t. Pusat Inteligensia Kesehatan; dan u. Pusat Kesehatan Haji. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
8
Adapun bagan struktur organisasi Kementerian Kesehatan terlampir pada Lampiran 1.
2.2 Tinjauan Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 pasal 525, “Direktorat Jenderal adalah unsur pelaksana yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri. Direktorat Jenderal dipimpin oleh Direktur Jenderal”.
2.2.1 Tugas Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan, Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas meningkatkan keamanan dan kemanfaatan penggunaan obat, meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian, menjamin ketersediaan dan keterjangkauan kebutuhan obat esensial, melindungi masyarakat dari penggunaan alat kesehatan sebagai penjabaran dari berbagai undang-undang di bidang kesehatan. Kemudian Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan mengalami perubahan nama menjadi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Perubahan tersebut memperluas ruang lingkup kewenangan, tugas pokok dan fungsi, tidak hanya pelayanan kefarmasian namun lebih luas pada pembinaan seluruh aspek kefarmasian dalam upaya membuat rakyat sehat (Kementerian Kesehatan RI, 2011b). Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan (Menteri Kesehatan RI, 2010a).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
9
2.2.2 Fungsi Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Permenkes RI Nomor: 1144/MENKES/PER/VIII/2010 Pasal 526, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a. perumusan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; b. pelaksanaan kebijakan di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; c. penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; d. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan; dan e. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan.
2.2.3 Sasaran dan Kebijakan Sasaran hasil dari Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan adalah meningkatnya sediaan farmasi dan alat kesehatan yang memenuhi standar dan terjangkau oleh masyarakat dengan indikator programnya yakni persentase ketersediaan obat dan vaksin sebesar 100% di tahun 2014. Untuk mencapai sasaran hasil tersebut, maka perlu dilakukan kegiatan yang meliputi peningkatan ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan dasar, peningkatan mutu dan keamanan alat kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), peningkatan penggunaan obat rasional melalui pelayanan kefarmasian yang berkualitas, peningkatan produksi bahan baku dan obat lokal serta mutu sarana produksi dan distribusi kefarmasian, peningkatan kualitas produksi dan distribusi kefarmasian dan peningkatan produksi bahan baku obat dan obat tradisional produksi di dalam negeri. Dalam upaya peningkatan program tersebut diperlukan dukungan manajemen dalam pelaksanaan tugas teknis pada program kefarmasian dan alat kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2011a).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
10
2.2.4 Susunan Organisasi Bagan struktur Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dapat dilihat pada Lampiran 2. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan terdiri atas (Menteri Kesehatan RI, 2010a) 2.2.4.1 Sekretariat Direktorat Jenderal a. Tugas dan Fungsi Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pelayanan teknis administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Sekretariat Direktorat
Jenderal
menyelenggarakan fungsi: a) koordinasi dan penyusunan rencana, program, dan anggaran; b) pengelolaan data dan informasi; c) penyiapan urusan hukum, penataan organisasi, jabatan fungsional dan hubungan masyarakat; d) pengelolaan urusan keuangan; e) pelaksanaan urusan kepegawaian, tata persuratan, kearsipan, gaji, rumah tangga, dan perlengkapan; dan f) evaluasi dan penyusunan laporan b. Struktur Organisasi Sekretariat Direktorat Jenderal terdiri atas : a) Bagian Program dan Informasi; b) Bagian Hukum, Organisasi, dan Hubungan Masyarakat; c) Bagian Keuangan; d) Bagian Kepegawaian dan Umum; dan e) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.4.2 Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan a. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang obat publik dan perbekalan kesehatan. Dalam Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
11
melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyelenggarakan fungsi: a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; b) pelaksanaan kegiatan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; d) penyiapan
pemberian
bimbingan
teknis
di
bidang
analisis
dan
standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; e) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang analisis dan standardisasi harga obat, penyediaan dan pengelolaan obat publik dan perbekalan kesehatan, serta pemantauan dan evaluasi program obat publik dan perbekalan kesehatan; dan f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat b. Struktur Organisasi Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan terdiri atas : a) Subdirektorat Analisis dan Standardisasi Harga Obat; b) Subdirektorat Penyediaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; c) Subdirektorat Pengelolaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; d) Subdirektorat Pemantauan dan Evaluasi Program Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan; e) Subbagian Tata Usaha; dan f) Kelompok Jabatan Fungsional. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
12
2.2.4.3 Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian; a. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pelayanan kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian menyelenggarakan fungsi: a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; b) pelaksanaan kegiatan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; d) pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; e) pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang standardisasi, farmasi komunitas, farmasi klinik dan penggunaan obat rasional; dan f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. b. Struktur Organisasi Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian terdiri atas : a) Subdirektorat Standardisasi; b) Subdirektorat Farmasi Komunitas; c) Subdirektorat Farmasi Klinik; d) Subdirektorat Penggunaan Obat Rasional; e) Subbagian Tata Usaha; dan f) Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
13
2.2.4.4 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan a. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan menyelenggarakan fungsi : a) penyiapan
perumusan
kebijakan
di
bidang
penilaian,
inspeksi,
standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; b) pelaksanaan kegiatan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; c) penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; d) penyiapan pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; e) evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang penilaian, inspeksi, standardisasi dan sertifikasi alat kesehatan dan perbekalan kesehatan rumah tangga; dan f) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. b. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Alat Kesehatan terdiri atas : a) Subdirektorat Penilaian Alat Kesehatan; b) Subdirektorat Penilaian Produk Diagnostik Invitro dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; c) Subdirektorat Inspeksi Alat Kesehatan dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga; d) Subdirektorat Standardisasi dan Sertifikasi; e) Subbagian Tata Usaha; dan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
14
f) Kelompok Jabatan Fungsional.
2.2.4.5 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. a. Tugas dan Fungsi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi kefarmasian menyelenggarakan fungsi : a) penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b) pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c) penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d) penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e) pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f) pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat. b. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian terdiri atas : a) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional; b) Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan; c) Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus; d) Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat; e) Subbagian Tata Usaha; dan f) Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 3 TI JAUA KHUSUS DIREKTORAT BI A PRODUKSI DA DISTRIBUSI KEFARMASIA
3.1 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 608, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Berdasarkan Pasal 609, dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian menyelenggarakan fungsi sebagai berikut: a. penyiapan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; b. pelaksanaan kegiatan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; c. penyiapan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; d. penyiapan pemberian bimbingan teknis, pengendalian, kajian dan analisis di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; e. pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; f. pelaksanaan perizinan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian; dan g. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat.
3.2 Visi, Misi, dan Strategi Visi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah “Industri Farmasi dan Makanan yang Memenuhi Syarat dan Mampu Memenuhi Kebutuhan Dalam Negeri serta Bersaing di Era Globalisasi”. Misi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah (Kementerian Kesehatan RI, 2011b): a. menciptakan iklim industri yang kondusif melalui penyusunan regulasi, standar, dan pedoman yang dapat mengakomodir pengembangan di bidang farmasi dan makanan; 15
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
16
b. melaksanakan pelayanan publik yang prima dalam bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan; c. melaksanakan pembinaan sarana produksi dan distribusi farmasi dan makanan; d. menciptakan kemandirian di bidang kefarmasian. Strategi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian ialah (Kementerian Kesehatan RI, 2011a): a. menyusun dan mengembangkan standar dan persyaratan di bidang produksi dan distribusi kefarmasian dan makanan; b. melaksanakan koordinasi dan pembinaan yang terpadu; c. meningkatkan kapasitas SDM yang kompeten dan profesional; d. membentuk aliansi strategis dan mengintegrasikan sumber daya.
3.3 Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dipimpin oleh seorang direktur yang membawahi (Menteri Kesehatan RI, 2010a): 1. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yang terdiri atas: a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi. 2. Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, yang terdiri atas : a. Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika dan Makanan. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika. 3. Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor dan Sediaan Farmasi Khusus, yang terdiri atas: a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus. 4. Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat, yang terdiri atas: a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat. b. Seksi Kerjasama. 5. Subbagian Tata Usaha. 6. Kelompok Jabatan Fungsional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
17
Bagan struktur organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian dapat dilihat pada Lampiran 3.
3.4 Tinjauan Subdirektorat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian 3.4.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (Menteri Kesehatan RI, 2010a) 3.4.1.1 Tugas Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 611, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
3.4.1.2 Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 611, Subdirektorat
Produksi
dan
Distribusi
Obat
dan
Obat
Tradisional
menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional; b. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional; c. pelaksanaan pemberian izin sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional; d. penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional; dan e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
18
3.4.1.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional a. Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Tugas Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi dan distribusi obat dan obat tradisional. b. Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Tugas Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi adalah melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sarana produksi dan distribusi obat dan obat tradisional.
3.4.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (Menteri Kesehatan RI, 2010a) 3.4.2.1 Tugas Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 615, Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi kosmetika dan makanan.
3.4.2.2 Fungsi Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 615, Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dibidang produksi kosmetika dan makanan; b. penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kosmetika dan makanan; c. pelaksanaan pemberian izin sarana produksi kosmetika; Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
19
d. penyiapan bahan bimbingan teknis dan pengendalian di bidang produksi kosmetika dan makanan; dan e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidnag produksi kosmetika dan makanan.
3.4.2.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan terdiri atas: a. Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan Tugas Seksi Standarisasi Produksi Kosmetika dan Makanan adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang produksi kosmetika dan makanan. b. Seksi Peizinan Sarana Produksi Kosmetika Tugas Seksi Peizinan Sarana Produksi Kosmetika adalah melakukan penyiapan bahan pelaksanaan perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang sarana produksi kosmetika.
3.4.3 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (Menteri Kesehatan RI, 2010a) 3.4.3.1 Tugas Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 619, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus mempunyai tugas melaksanakan
penyiapan
bahan
perumusan
dan
pelaksanaan
kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, bimbingan teknis, pengendalian, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
20
3.4.3.2 Fungsi Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 619, Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus menyelenggarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; b. penyiapan bahan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria dan pedoman di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; c. pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; d. penyiapan bahan bimbingan dan pengendalian di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan; dan e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan perizinan produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, prekursor, dan sediaan farmasi khusus dan makanan.
3.4.3.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus a. Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Tugas Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang produksi dan distribusi narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi. b. Seksi Sediaan Farmasi Khusus Tugas Seksi Sediaan Farmasi Khusus adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, perizinan, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang sediaan farmasi khusus dan makanan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
21
3.4.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (Menteri Kesehatan RI, 2010a) 3.4.4.1 Tugas Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1144/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan Pasal 623, Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.4.4.2 Fungsi Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 623, Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat menyelengarakan fungsi: a. penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat; b. penyiapan bahan penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat; c. penyiapan bahan koordinasi serta pelakasanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat; d. penyiapan bahan bimbingan teknis di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat; dan e. penyiapan bahan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan dibidang kemandirian obat dan bahan baku obat.
3.4.4.3 Tugas setiap Seksi dalam Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat a. Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Tugas Seleksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat adalah melakukan penyiapan bahan perumusan dan pelaksanaan kebijakan dan penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria, serta bimbingan teknis, pemantauan,
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
22
evaluasi, dan penyusunan laporan di bidang kemandirian obat dan bahan baku obat. b. Seksi Kerjasama Tugas Seksi Kerjasama adalah melakukan penyiapan bahan koordinasi, pelaksanaan kerjasama lintas program dan lintas sektor, pengendalian serta evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan kerjasama
di bidang
kemandirian obat dan bahan baku obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 4 PELAKSA AA DA PE GAMATA
Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mahasiswa Apoteker UI angkatan LXXVI yang dilaksanakan di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dibagi menjadi dua periode. PKPA periode pertama dilaksanakan pada tanggal 7-18 Januari 2013. Pada hari pertama, kegiatan PKPA dimulai dari pukul 10.00 hingga pukul 16.00 WIB dan pada hari-hari selanjutnya, jam dimulainya kegiatan disesuaikan dengan jam kerja di masing-masing direktorat yang ditempati. Kegiatan PKPA di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian berlangsung dari pukul 07.30 hingga pukul 16.00 WIB. Paparan mengenai kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
Tanggal
Kegiatan
Senin, 7 Januari 2013
1. Penerimaan mahasiswa PKPA UI di Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia oleh Bapak
Kamit
Waluyo,
SH,
MM.
Kegiatan
dilakukan di Ruang 805, yaitu Ruang Rapat Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2.
Perkenalan antara pihak peserta PKPA Apoteker UI dengan pihak Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat
Kesehatan
Kementerian
Kesehatan
Republik Indonesia. 3.
Pengenalan mengenai Kementerian Kesehatan, meliputi dasar hukum, visi dan misi, nilai-nilai, fungsi,
dan
struktur
organisasi
Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia. 4.
Penjelasan mengenai struktur organisasi Direktorat 23
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
24
Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Kemudian,
dilanjutkan
dengan
penjelasan
mengenai struktur organisasi serta tugas dan fungsi dari
sekretariat
dan
keempat
Direktorat
di
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, yaitu Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan, Direktorat Bina Pelayanan Kefarmasian,
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi Alat Kesehatan, dan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. 5.
Perkenalan
kepada
perwakilan
dari
keempat
direktorat yang ada di bawah Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 6.
Pembagian
peserta
PKPA
ke
dalam
empat
kelompok sesuai penempatannya di masing-masing Direktorat.
Kelompok
Direktorat
Bina
yang
Produksi
ditempatkan dan
di
Distribusi
Kefarmasian diarahkan dan dibimbing oleh Kepala Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan, yaitu Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. 7.
Penjelasan mengenai peraturan pelaksanaan PKPA di
Direktorat
Bina
Produksi
dan
Distribusi
Kefarmasian, dilanjutkan dengan penjelasan umum mengenai keempat Subdirektorat dan Subbagian Tata Usaha yang ada di bawah Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. 8.
Penjelasan
mengenai
Subdirektorat
Produksi
Kosmetika dan Makanan, meliputi peraturan yang terkait dengan produksi kosmetika dan makanan dan
diskusi
kosmetika
mengenai dan
informasi
makanan,
di
kesehatan,
bidang dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
25
kefarmasian bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. 9.
Pemberian tugas harian oleh Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si. untuk mencari bahan mengenai topik-topik kefarmasian.
10. Pemberian tugas umum. 11. Perkenalan dan penjelasan mengenai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus, meliputi pembagian seksi di dalam Subdirektorat tersebut, kebijakan
mengenai
perizinan
produksi
dan
distribusi, dan tugas dari Subdirektorat Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus oleh Bapak Drs. Riza Sultoni, Apt., MM selaku
Kepala
Subdirektorat
Produksi
dan
Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus. 12. Perkenalan dengan Kepala Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yaitu Ibu Dra. Nadira Rahim, Apt., M.Kes. dan Kepala Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional, yaitu Ibu Ikka Tjahyaningrum, S.Si., Apt. Selasa, 8 Januari 2013
1.
Penjelasan mengenai Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional oleh Ibu Ikka Tjahyaningrum,
S.Si.,
Apt.
Penjelasan
yang
diberikan meliputi kebijakan mengenai perizinan produksi dan distribusi obat dan obat tradisional, serta tugas dari masing-masing seksi yang ada di bawah Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional. 2.
Diskusi mengenai topik-topik kefarmasian bersama Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
26
Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si dan pemberian tugas untuk mencari bahan mengenai topik-topik kefarmasian lainnya. 3.
Penjelasan mengenai Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat oleh Ibu Dra. Rostilawati R, Apt. selaku Kepala Seksi Kerjasama Produksi dan Distribusi. Penjelasan yang diberikan meliputi pembagian seksi di dalam Subdirektorat tersebut, serta tugas umum Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan kendala-kendala yang masih dihadapi dalam hal kemandirian obat dan bahan baku obat.
4.
Pencarian bahan untuk pembuatan tugas umum.
5.
Pembagian tugas khusus dari masing-masing subdirektorat, yaitu sebagai berikut: a. Dari Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional (dikerjakan oleh 2 orang): 1) Membuat leaflet tentang pengenalan obat tradisional, yang terdiri dari jamu, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka. 2) Membuat booklet tentang bahan kimia obat dalam jamu.
b. Dari Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan (dikerjakan oleh 2 orang), yaitu membuat komik mengenai makanan sehat yang ditujukan untuk anak-anak Sekolah Dasar. c. Dari Subdirektorat Produksi dan Distribusi Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus (dikerjakan oleh 2 orang): 1) Membuat laporan mengenai implementasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP)
di
tingkat
provinsi
dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
27
kabupaten/kota. 2) Membuat
laporan
penggunaan
tentang
prekursor
di
monitoring provinsi,
kabupaten/kota, apotek, dan PBF. d. Dari Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat (dikerjakan oleh 2 orang): 1) Mencari data tentang besar pasar obat di Indonesia. 2) Mencari data 10 penggunaan obat tertinggi di Indonesia dan daftar recognized supplier di Indonesia. 3) Mencari data seluruh industri obat dan bahan baku obat di Indonesia. 6.
Mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan untuk mengerjakan tugas khusus.
Rabu, 9 Januari 2013
1.
Diskusi mengenai topik-topik kefarmasian bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.
2.
Sharing bersama hasil pencarian dari peserta PKPA mengenai topik-topik kefarmasian yang ditugaskan.
3.
Mengerjakan tugas umum.
4.
Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas umum.
Kamis,
10
Januari
2013
5.
Mengerjakan tugas khusus.
1.
Mengerjakan tugas umum.
2.
Mengerjakan tugas khusus.
3.
Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas umum.
Jumat, 2013
11
Januari
1.
Mengerjakan tugas umum.
2.
Mengerjakan tugas khusus.
3.
Mencari data dan informasi untuk mengerjakan tugas khusus.
4.
Merevisi tugas umum. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
28
5.
Diskusi dan pre-test mengenai antibiotik dan obat generik bersama Bapak Drs. Suhata.
Senin,
14
Januari
2013
1.
Mengerjakan tugas khusus.
2.
Mencari data untuk mengerjakan tugas khusus.
3.
Diskusi
dengan
pembimbing
tugas
khusus
mengenai tugas yang sedang dikerjakan. 4.
Membantu mengerjakan tugas dari bagian Tata Usaha.
Selasa,
15
Januari
1.
2013
Diskusi bersama Ibu Dra. Nur Ratih Purnama, Apt., M.Si.
2.
Mengerjakan tugas khusus.
3.
Diskusi terkait pengerjaan tugas khusus bersama pembimbing tugas khusus.
4. Rabu, 16 Januari 2013 1.
Kamis,
17
Januari
Mengerjakan tugas khusus.
2.
Merevisi tugas umum.
1.
Mengerjakan tugas khusus dan berkonsultasi
2013
dengan pembimbing tugas khusus. 2.
Jumat,
Merevisi tugas umum.
18
Januari 1.
2013
Merevisi tugas umum. Mengerjakan tugas khusus dan berkonsultasi dengan pembimbing tugas khusus.
2.
Merevisi tugas umum.
3.
Membantu mengerjakan tugas dari bagian Tata Usaha.
4.
Post-test dengan topik mengenai Penggunaan Obat Rasional (POR).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 5 PEMBAHASA
Dasar hukum berdirinya Kementerian Kesehatan RI ada tiga, yaitu: 1. Perpres RI No. 47 Tahun 2009 Tentang Pembentukan Dan Organisasi Kementerian Negara 2. Perpres RI
No. 24 Tahun 2010 Tentang Kedudukan, Tugas Dan Fungsi
Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara 3. Permenkes RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan Dasar hukum ini sangat penting karena merupakan peraturan baku yang digunakan sebagai titik tolak dalam melaksanakan segala kegiatan berkaitan dengan kesehatan. Kementerian Kesehatan RI dipimpin seorang menteri. Berdasarkan strukur organisasi, menteri membawahi eselon I, yaitu inspektur jenderal, sekretaris jenderal, dan direktur jenderal. Eselon II, selevel dengan direktur dan kepala biro membawahi eselon III yang terdiri dari kepala bagian dan kepala subdirektorat. Selanjutnya, eselon III membawahi eselon IV yang terdiri dari kepala subbagian dan kepala seksi. Berdasarkan Permenkes RI No.1144/Menkes/Per/VIII/2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan, Kementerian Kesehatan RI memiliki empat direktorat jenderal, yaitu: Direktorat Jenderal Bina Upaya Kesehatan,
Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Penyehatan
Lingkungan, Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak, dan . Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Selanjutnya, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) terdiri dari empat direktorat yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda, yaitu:
29
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
30
5.1 Subdirektorat Produksi dan Distribusi Obat dan Obat Tradisional 5.1.1 Seksi Standardisasi Produksi dan Distribusi Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) bidang produksi dan distribusi kefarmasian ini dilaksanakan bersama-sama dan dengan melibatkan secara aktif asosiasi terkait seperti Gabungan Pengusaha Farmasi (GP Farmasi), para praktisi yang merupakan perwakilan dunia usaha dan industri farmasi, para pakar dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi farmasi ternama di Jawa dan di luar Jawa sehingga diharapkan dokumen NSPK tersebut objektif dan sesuai dengan kebutuhan dunia farmasi di Indonesia serta sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dokumen NSPK yang dimaksud adalah buku-buku pedoman seperti Farmakope Indonesia, Farmakope Herbal Indonesia, termasuk suplemen Farmakope Indonesia edisi I-III dan suplemen Farmakope Herbal Indonesia edisi I-II, Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Farmasi, Pedoman Pelayanan Perizinan Industri Obat Tradisional, Pedoman Pelayanan Perizinan Pedagang Besar Farmasi, Pedoman Pembinaan Pedagang Besar Farmasi. Dokumen NSPK yang telah diterbitkan oleh direktorat ini dimaksudkan untuk menjadi pedoman dan panduan bagi tenaga kesehatan dan pelaku usaha di bidang produksi dan distribusi kefarmasian. Dokumen NSPK yang telah diterbitkan oleh Ditjen Binfar Alkes harus disosialisasikan kepada para pejabat Dinas Kesehatan Provinsi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian.
5.1.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi dan Distribusi Seksi ini menangani perizinan mengenai persetujuan prinsip dan izin industri obat dan obat tradisional, izin Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan Pedagang Besar Farmasi Bahan Obat (PBF-BO). Izin mengenai industri farmasi diatur dalam Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2010b). Izin mengenai obat tradisional diatur dalam Permenkes No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional (Menteri Kesehatan RI, 2012).
Izin mengenai PBF diatur dalam
Permenkes No. 1148/MENKES/PER/VI/2011 tentang Pedagang Besar Farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2011). Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
31
Semua pemohon mengajukan permohonan izin satu pintu pada loket satu di unit pelayanan terpadu. Permohonan izin dikenakan biaya PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) yang besarnya sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 13 Tahun 2009 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kesehatan (Presiden RI, 2009b). Semua izin yang diberikan oleh Ditjen Binfar Alkes atas dasar rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan Badan POM. Dinas Kesehatan Provinsi melakukan verifikasi administrasi (lokasi, penanggung jawab, dan sebagainya), sedangkan Badan POM lebih ke arah teknis (CPOB, CPDB, CPOTB, dan sebagainya). Pemasukan berkas perizinan dapat dilakukan secara paralel ke Ditjen Binfar Alkes, Dinas Kesehatan Provinsi, dan Badan POM. Izin industri obat dan obat tradisional berlaku seterusnya selama industri tersebut masih memenuhi ketentuan yang berlaku. Akan tetapi, khusus untuk PBF, izinnya hanya berlaku 5 tahun dan dapat diperpanjang. Pengajuan permohonan izin sebaiknya dilakukan oleh pemilik atau penanggung jawab industri langsung sebagai orang yang paling memahami industri yang ingin dijalankan meskipun boleh diwakilkan. Berkas yang masuk akan diperiksa terlebih dahulu di loket satu oleh petugas loket untuk melihat kelengkapan berkas tersebut. Jika berkas dinyatakan lengkap, pemohon akan dipersilahkan untuk membayar biaya pendaftaran melalui bank. Jika berkas belum lengkap, berkas akan dikembalikan dan pemohon diminta untuk melengkapi berkas tersebut terlebih dahulu. Berkas permohonan izin diselesaikan sesuai dengan urutan berkas masuk. Selama proses permohonan izin, Subdirektorat Obat Dan Obat Tradisional akan memberikan contact person agar pemohon dapat menanyakan sejauh mana proses telah berlangsung dan pemohon memperoleh penjelasan dari petugas apablia terjadi keterlambatan dalam penerbitan izin. Selain menangani perizinan, seksi ini juga melakukan bimbingan teknis. Bimbingan teknis dilakukan secara langsung di lapangan ke sarana PBF (pusat dan cabang) dan obat tradisional, sedangkan pada sarana industri farmasi belum dapat dilakukan. Bimbingan teknis yang diberikan berkaitan dengan administrasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
32
perizinan. Bimbingan teknis ini dilakukan menggunakan anggaran yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Program kerja pada tahun 2013 yang rencananya akan dilaksanakan antara lain: a. pelaksanaan survei kapasitas produksi industri farmasi Pelaksanaan survei kapasitas produksi industri farmasi dilakukan agar industri farmasi dapat memaksimalkan kapasitas produksi industri farmasi sebagai persiapan pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). b. pengadaan konsultasi bidang produksi distribusi kefarmasian Pengadaan konsultasi bidang produksi distribusi kefarmasian dilakukan agar pihak Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengetahui mengenai CPOB, CPOTB, CPDB, dan sebagainya. Konsultan berasal dari pihak ketiga yang independen. c. pembuatan modul kurikulum Program pembuatan modul kurikulum dilakukan untuk unit kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang akan melakukan pelatihan. Kendala yang dihadapi dalam subdirektorat ini adalah kurangnya jumlah sumber daya manusia (SDM). SDM yang ada tidak sebanding dengan jumlah berkas yang masuk sehingga terkadang mengakibatkan keterlambatan dalam persetujuan perizinan yang diajukan pemohon. Dalam satu hari berkas yang masuk sekitar 5-10 berkas. Sistem pendaftaran yang dilakukan masih manual, namun rencananya tahun depan akan diterapkan online system yaitu melalui program E-Licensing.
5.2 Subdirektorat Produksi Kosmetika dan Makanan 5.2.1 Seksi Standardisasi Produksi Kosmetika Dan Makanan Penyusunan NSPK yang telah dilaksanakan lintas sektor, lintas program, dan asosiasi terkait kosmetika dan makanan. Dokumen NSPK yang dimaksud antara lain: penyusunan buku Kodeks Kosmetika Indonesia edisi II vol 3, Pedoman Pembinaan Terpadu Makanan Jajanan Anak Sekolah, Modul Pelatihan Penyuluh Keamanan Pangan,dan Modul Pelatihan Pengawas Keamanan Pangan. Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
33
Setelah menyusun dokumen NSPK tersebut, maka dilakukan sosialisasi kepada para pejabat Dinas Kesehatan Provinsi yang bertanggung jawab di bidang kefarmasian. Pentingnya dibuat
NSPK
tentang makanan adalah menjaga
kesehatan dan menjaga perdagangan yang fair. Sifat NSPK ini adalah voluntary (sukarela), artinya boleh dianut boleh juga tidak.
5.2.2 Seksi Perizinan Sarana Produksi Kosmetika Penerbitan izin di bidang produksi kosmetika dilaksanakan sesuai dengan Permenkes No. 1175/MENKES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Izin produksi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Izin produksi kosmetika dibedakan atas dua golongan, yaitu: a. Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. b. Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Izin produksi industri kosmetika Golongan A diberikan dengan persyaratan: 1. memiliki apoteker sebagai penanggung jawab; 2. memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat; 3. memiliki fasilitas laboratorium; 4. wajib menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Izin produksi industri kosmetika Golongan B diberikan dengan persyaratan: 1. memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab; 2. memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat; 3. mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB (Menteri Kesehatan RI, 2010c).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
34
Sistem pendaftaran yang dilakukan masih manual, namun rencananya tahun depan akan diterapkan online system. Selain itu, seksi ini juga melakukan bimibingan teknis. Bimbingan teknis ini langsung diberikan kepada industri kosmetika dan Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP).
5.3 Subdirektorat Produksi
dan Distribusi
arkotika,
Psikotropika,
Prekursor, dan Sediaan Farmasi Khusus 5.3.1 Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi harus diatur secara jelas dalam penggunaanya. Hal ini dikarenakan selain berfungsi sebagai obat, bahanbahan tersebut rentan penyalahgunaan dan mengakibatkan dampak negatif yang tinggi. Seksi ini memiliki kewajiban untuk melaporkan laporan triwulan, semester, dan tahunan serta rencana kebutuhan total secara nasional ke badan narkotika dunia atau The International arcotics Control Board (INCB) yang ada di bawah WHO. Data untuk rencana kebutuhan didapat dari hasil rekap data Litbang, BNN, BPOM, perusahaan, dan perguruan tinggi. Pelaporan kepada INCB dilakukan sebagai langkah monitoring bukan mempersulit. Hal ini dikarenakan, tugas Kementerian Kesehatan RI untuk menjaga penggunaan narkotika, psikotropika, dan prekursor tetap pada jalur yang legal. Program yang dijalankan oleh Seksi Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi pada tahun 2012 antara lain: a. regulasi untuk perizinan Importir Terdaftar (IT), Importir Produsen (IP), Surat Persetujuan Import (SPI) narkotika, psikotropika, dan prekursor. Hingga saat ini, narkotika hanya boleh diimpor oleh PT. Kimia Farma, begitu pula dengan distribusinya yang harus mendapatkan izin importir narkotika. Importir terdaftar adalah importir atau PBF yang menyediakan produk untuk end user (industri) yang dapat berjumlah lebih dari satu industri. IT hanya boleh mengimpor atas permintaan industri dan tidak boleh menyimpan produk psikotropika untuk importir tersebut. Importir Produsen (IP) merupakan importir yang menggunakan produk yang diimpor untuk kebutuhan produksi industri tersebut dan tidak boleh menjual produk tersebut. Seluruh perizinan Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
35
saat ini sudah menggunakan sistem online yang terintegrasi secara nasional (national single window). Jika ingin melakukan pemesanan, PBF membuat permohonan ke Kementerian Kesehatan kemudian setelah disetujui akan didapatkan surat persetujuan impor. SPI hanya berlaku untuk satu kali impor, satu produk, dan satu industri. PBF dapat memiliki dua ijin untuk psikotropika dan prekursor sekaligus. Kimia Farma juga dapat memiliki tiga ijin sekaligus, yaitu narkotika, psikotropika, dan prekursor; b. regulasi untuk perizinan Eksportir Terdaftar (ET), Eksportir Produsen (EP), Surat Persetujuan Eksport (SPE) narkotika, psikotropika, dan prekursor; c. koordinasi dengan badan terkait, yaitu Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM) dan Badan Narkotika Nasional (BNN) dalam regulasi dan penanganan narkotika, psikotropika, dan prekursor; d. pembinaan industri terkait penggunaan prekursor. Sebelum pembinaan dibutuhkan penyusunan kebijakan sebagai alat untuk melakukan pembinaan; e. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) yang berupa sistem secara online dengan menginput username dan password. Sistem yang telah disosialisasikan adalah sistem 2008.
Sedangkan program yang akan dilaksanakan di tahun 2013 antara lain: a. sosialisasi Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dengan perangkat lunak yang diperbaharui di tahun 2012. Sosialisasi awal telah dilakukan ke 15 provinsi di Indonesia; b. revisi permenkes tentang prekursor farmasi; c. pembuatan permenkes-permenkes sebagai tindak lanjut dari pasal-pasal dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Kendala yang dialami seksi ini adalah kekurangan sumber daya manusia sehingga kurang seimbang dengan deskripsi tugas yang ada, serta kurangnya pemahaman petugas SIPNAP yang pelaporannya membutuhkan ketepatan dan kesesuaian isi sesuai dengan kriteria yang ditetapkan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
36
5.3.2 Seksi Sediaan Farmasi Khusus Sediaan farmasi khusus merupakan sediaan farmasi yang dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan, tetapi tidak tersedia di pasar Indonesia dan tidak memiliki izin edar produk. Kriteria obat khusus, yaitu obat piatu yang merupakan obat yang sangat dibutuhkan untuk pengobatan penyakit langka (diderita oleh kurang dari 200.000 penderita di seluruh Indonesia) dan telah dibuktikan keamanan dan efektivitasnya; dan obat yang sangat dibutuhkan, namun tidak mempunyai nilai komersial, meskipun diderita oleh lebih dari 200.000 penderita di seluruh Indonesia (Menteri Kesehatan RI, 2002). Seksi Sediaan Farmasi Khusus membantu masuknya obat-obatan tersebut dengan mekanisme Special Access Scheme (SAS). Jika SAS ini tidak dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan RI, obat-obatan tersebut akan tertahan di Bea Cukai. Latar belakang regulasi sediaan farmasi khusus tersebut adalah pasar Indonesia bukan merupakan pasar perdagangan bebas, melindungi masyarakat dari uji coba negara asing, persyaratan minimal terdapat nomor registrasi produk di negaranya, serta untuk melindungi produk dan dunia usaha dalam negeri Indonesia. Selain obat-obatan, mekanisme SAS dapat diberlakukan pada reagen atau bahan-bahan yang dibutuhkan untuk penelitian yang memang tidak tersedia di Indonesia.
5.4 Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat Kemandirian obat dan bahan baku obat serta ketersediaan obat menjadi salah satu indikator pembangunan negara. Kemandirian obat dan bahan baku obat berarti negara dapat memproduksi obat dan bahan baku obat sendiri secara mandiri. Akan tetapi, hingga saat ini, bahan baku obat di Indonesia 95% masih import dari Cina, India, dan sebagainya. 5.4.1 Seksi Analisis Obat dan Bahan Baku Obat Program Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat yang telah, sedang, dan akan dilaksanakan antara lain: a. pengembangan bahan obat dan obat tradisional untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri;
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
37
b. networking dengan stake holder terkait, meliputi bidang akademis, bisnis, dan pemerintahan. salah satu program yang telah terlaksana adalah kelompok kerja (POKJA); c. memfasilitasi penelitian bahan baku obat dan obat tradisional dengan lembaga penelitian, lembaga pendidikan, dan industri; d. membuat roadmap pengembangan bahan baku obat dan obat tradisional; e. membangun pusat pengolahan pasca-panen tanaman tradisional dan pada tahun 2013 akan dibangun laboratorium mikrobiologi; f. membangun pusat ekstrak daerah; g. mengumpulkan data mengenai jumlah obat yang digunakan di indonesia dengan meminta laporan dari PBF, telah dimulai tahun 2012; h. analisis kondisi industri farmasi. Kendala dalam terwujudnya pelaksanaan tugas Subdirektorat Kemandirian Obat dan Bahan Baku Obat antara lain sinergisme yang belum berjalan optimal antara bidang akademis, bisnis, dan pemerintahan; teknologi yang kurang memadai; bahan baku impor yang mudah didapatkan dan masuk ke Indonesia; bahan yang meskipun kuantitasnya mencukupi, tetapi kualitasnya di bawah standar.
5.4.2 Seksi Kerjasama Seksi ini bertugas untuk sosialiasi yang sifatnya pembinaan terhadap pabrik, pendidikan (BPPT, LIPI, Litbang) dan melakukan kerjasama yang berkaitan dengan penerapan kebijakan yang berpihak pada pengembangan bahan baku obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 6 KESIMPULA
6.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat ditarik dari laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, antara lain: a. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian telah melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. b. Peranan apoteker di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian membuat kebijakan dan program yang mengarahkan pada peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
6.2 Saran a. Keluhan keterbatasan sumber daya manusia sebaiknya segera diatasi dengan jalan perekrutan sumber daya manusia dengan jumlah yang sesuai dengan beban kerja. Diharapkan dengan perekrutan sumber daya manusia dengan jumlah yang tepat dan kompeten di bidangnya, pekerjaan yang ada dapat dikerjakan dengan optimal, menyeluruh, dan tepat waktu. b. Perlunya lebih mengoptimalkan sarana website resmi Kementerian Kesehatan RI untuk sosialisasi mengenai program-program, hasil kerja yang telah dicapai, dan segala hal yang berkaitan dengan Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Hal ini dilakukan agar masyarakat tidak mengalami kesulitan untuk mengakses mengenai segala informasi terkait Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
38
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
39
DAFTAR ACUA
Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. (2011). Rencana Aksi Program Direktorat Produksi dan Distribusi Kefarmasian Tahun 20112014. Jakarta. Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. (2012). Laporan Tahunan 2011 Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011a). ilai-nilai Kementerian Kesehatan.Pejabat Pengelola Informasi & Dokumentasi.10 Januari 2013.http://www.ppid.depkes.go.id/index.php?option=com_content&view =article&id=51&Itemid=60 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011b). Profil Direktorat Jenderal Bina farmasi dan Alat Kesehatan Tahun 2010. Jakarta. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Visi dan Misi. 10 januari 2013. http://depkes.go.id/index.php/profil/visimisi.html. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2001). Keputusan Menteri Kesehatan RI omor 1277/Menkes/SK/XI/2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor: 1379.A/Menkes/SK/XI/2002 tentang Pengelolaan dan Penggunaan Obat, Alat Kesehatan, dan Makanan Khusus. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor: 1144/ME KES/PER/VIII/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 1799/ME KES/PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010c). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 1175/ME KES/PER/VIII/2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 1148/ME KES/PER/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta. Presiden RI. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia omor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.
39 Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
40
Presiden RI. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia omor 13 Tahun 2009 tentang Jenis Dan Tarif atas Jenis Penerimaan egara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kesehatan. Jakarta.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
LAMPIRA
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Lampiran 1. Struktur Organisasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
41
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
42
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Lampiran 3. Struktur Organisasi Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian.
43
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
U IVERSITAS I DO ESIA
BAHA KIMIA OBAT (BKO) DALAM JAMU
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI KEME TERIA KESEHATA REPUBLIK I DO ESIA
APRILYA TRI SUSA TI, S.Farm 1206312851
A GKATA LXXVI
FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JU I 2013
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... iii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv BAB 1. PE DAHULUA ........................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................. 1 1.2 Tujuan .............................................................................................. 2 BAB 2. TI JAUA PUSTAKA ................................................................. 3 2.1 Jamu ............................................................................................... 3 2.2 Obat Kimia ....................................................................................... 4 BAB 3. METODOLOGI PE GKAJIA ................................................... 5 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ......................................................... 5 3.2 Metode Pengkajian ........................................................................... 5 BAB 4. PEMBAHASA
............................................................................. 6
BAB 5. PE UTUP ...................................................................................... 9 5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 9 5.2 Saran ................................................................................................ 9 DAFTAR ACUA
....................................................................................... 10
ii
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Logo jamu................................................................................ 4
iii
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
DAFTAR LAMPIRA
Lampiran 1.
Public Warning No. HM.03.05.1.43.09.12.6081 Tanggal 19 September 2012 Tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat ............................................................................... 12
Lampiran 2.
Booklet BKO dalam Jamu ........................................................ 15
iv
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 1 PE DAHULUA 1.1 Latar Belakang Jamu merupakan obat bahan alam Indonesia yang telah digunakan secara turun-menurun. Faktor yang mendorong masyarakat untuk mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat kimia dan banyaknya efek samping (Pramono, 2002). Karena minat masyarakat kepada jamu sangat besar, produsen jamu pun berlomba-lomba menawarkan berbagai produk jamu. Omzet penjualan jamu tradisional secara nasional terus mengalami kenaikan. Omzet penjualan produk jamu pada semester I tahun 2012 mampu menembus angka Rp 7 triliun dan diperkirakan akan menembus target yang ditetapkan awal tahun 2012, yaitu sebesar Rp 13 triliun (Siregar, 2012). Target 2012 ini lebih tinggi dibandingkan pencapaian penjualan jamu pada tahun 2011 lalu yang menembus angka Rp 11,5 triliun (Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, 2012). Ekspektasi masyarakat pada penyembuhan dengan obat tradisional saat ini semakin tinggi. Bagi masyarakat, obat tradisional yang bagus adalah yang memberikan reaksi cepat terhadap penyakit yang diderita dan juga minim efek samping (Ikatan Apoteker Indonesia, 2012). Oleh karena itu, keberadaan dan pemanfaatan jamu harus diawasi agar tidak merugikan konsumen (pemakai). Dalam buku saku Report to the
ation yang berisi Laporan Kinerja
Pengawasan Obat dan Makanan RI Semester I Tahun 2012 disebutkan bahwa BPOM telah melakukan pengujian terhadap 2.950 sampel obat tradisional (lokal dan impor). Hasil menunjukkan 806 (27,32%) sampel tidak memenuhi syarat (TMS) mutu dan keamanan karena mengandung Bahan Kimia Obat (BKO) dan tidak memenuhi persyaratan farmasetik (BPOM RI, 2012a). Tingginya temuan jamu yang mengandung BKO membuat penulis tertarik untuk memberikan informasi kepada masyarakat melalui booklet yang berisi tentang jamu yang mengandung BKO tersebut.
1
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
2
1.2 Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai identifikasi dan bahaya BKO dalam jamu sehingga masyarakat dapat lebih berhati-hati dalam menggunakan produk jamu.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 2 TI JAUA PUSTAKA 2.1 Jamu Jamu adalah obat tradisional Indonesia (Badan POM RI, 2005). Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional dilarang mengandung: a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran; b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat; c. narkotika atau psikotropika; dan/atau d. bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan kesehatan. Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan intravaginal, tetes mata, parentera, dan supositoria, kecuali digunakan untuk wasir (Menteri Kesehatan RI, 2012). Berdasarkan keputusan Kepala BPOM RI Nomor : HK.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia, jamu harus memenuhi kriteria : a. Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan; b. Klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris; c. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku. Jenis klaim penggunaan jamu sesuai dengan jenis pembuktian tradisional dan tingkat pembuktiannya yaitu tingkat pembuktian umum dan medium. Jenis klaim penggunaan harus diawali dengan kata – kata : “ Secara tradisional digunakan untuk …”, atau sesuai dengan yang disetujui pada pendaftaran. Pendaftaran baru jamu harus mencantumkan logo dan tulisan “JAMU”. Logo berupa ranting daun terletak lingkaran dan ditempatkan pada bagian atas sebelah kiri dari wadah/pembungkus/brosur. Logo (ranting daun dalam lingkaran) dicetak 3
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
4
dengan warna hijau di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan warna logo. Tulisan “JAMU” harus jelas dan mudah di baca, dicetak dengan warna hitam di atas dasar warna putih atau warna lain yang menyolok kontras dengan tulisan “JAMU”.
JAMU JAMU Gambar 2.1. Logo jamu
2.2 Obat Kimia Obat adalah agen kimia yang digunakan untuk mengobati penyakit. Lebih luas lagi, obat didefinisikan sebagai agen kimia atau produk biologi yang mempengaruhi proses kehidupan (Chi-Jen Lee, et al., 2006). Respon dari suatu obat bergantung pada jumlah obat yang diberikan. Prinsip ini dikenal dengan hubungan antara dosis-respon. Dosis adalah jumlah obat yang diberikan untuk menghasilkan efek yang spesifik. Efek ini disebut sebagai respon. Dosis yang diberikan dapat memberikan efek terapetik hingga efek toksik. Efek terapetik adalah efek obat yang diharapkan untuk mengurangi gejala atau penyakit. Sedangkan, efek toksik adalah efek yang tidak diharapkan yang menyiratkan keracunan obat dan dapat sangat berbahaya atau mengancam nyawa. Setiap obat dapat menimbulkan efek samping. Efek samping adalah efek obat selain efek terapi yang biasanya tidak diinginkan, tetapi tidak berbahaya. Dalam banyak kasus, efek samping obat harus ditoleransi dalam rangka memperoleh manfaat dari tindakan terapi obat (Hitner dan Nagle, 1999).
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 3 METODOLOGI PE GKAJIA 3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian Pengkajian bahan kimia obat dalam jamu dilakukan pada tanggal 8 Januari – 18 Januari 2013 yang bertempat di Direktorat Bina Produksi dan Distribusi Kefarmasian, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat kesehatan, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
3.2 Metode Pengkajian Metode yang digunakan dalam pengkajian bahan kimia obat (BKO) dalam jamu adalah penelusuran literatur (studi pustaka). Pustaka yang digunakan penulis bersumber dari Situs Organisasi Kementerian Kesehatan RI, Organisasi BPOM RI, Undang-undang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dan berbagai literatur dari internet.
5
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
BAB 4 PEMBAHASA
Masyarakat perlu menyadari bahwa penggunaan obat bahan alam dan jamu secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan seketika atau ”cespleng”, tetapi memerlukan selang waktu tertentu untuk dapat menunjukkan efek yang diinginkan. Kenyataan ini sering tidak dimengerti oleh masyarakat dan kemudian dimanfaatkan oleh industri yang tidak bertanggungjawab dengan cara mencampurkan Bahan Kimia Obat (BKO) ke dalam obat bahan alam dan jamu untuk mendapatkan efek yang “cespleng” (BPOM RI, 2006). Menurut Prof Dr Sumali Wiryowidagdo, Apt., masyarakat sering tertipu dengan dengan kemanjuran jamu karena kurang memahami cara kerja jamu. Cara kerja jamu adalah merangsang dan memberdayakan sistem pertahanan tubuh. Hal ini membuat terapi dengan jamu membutuhkan waktu lebih lama dibandingkan obat kimia. Berbeda dengan jamu, cara kerja obat kimia adalah menekan gejala dan langsung membunuh sumber penyakit (bakteri, virus, jamur, dan lain-lain). Reaksi jamu dalam meredam gejala mungkin tidak sekuat obat kimia, butuh waktu lebih lama dan harus dikonsumsi dengan dosis tertentu (CBN Portal, 2008). Penambahan BKO dalam jamu jelas-jelas dilarang oleh pemerintah. Hal ini tertuang jelas dalam Permenkes No.006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional pasal 37 dan Permenkes No.007 Tahun 2012 tentang Registrasi Obat Tradisional pasal 7 yang menyatakan bahwa obat tradisional dilarang mengandung bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat (Menteri Kesehatan RI, 2012). Bagi pelaku usaha yang terbukti mencampurkan BKO dalam jamu, Kepala Badan POM dapat memberikan sanksi administratif berupa pembatalan izin edar, perintah penarikan dari peredaran dan/atau pemusnahan. Obat-obatan kimia memiliki efek samping jika dikonsumsi jangka pendek atau jangka panjang. Efek samping obat kimia bisa ringan, sedang, ataupun berat. Oleh karena itu, penggunaan obat-obatan kimia harus selalu di bawah pengawasan dokter. Jika bahan obat kimia ini kemudian ditambahkan ke dalam obat tradisional, yang dalam penggunaannya biasanya tidak dalam pengawasan dokter, 6
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
7
maka otomatis penumpukan bahan kimia dan akumulasi efek samping akan terjadi. Ini sangat membahayakan. (Ikatan Apoteker Indonesia, 2012). Hal ini sangat berbahaya, karena obat bahan alam dan jamu seringkali digunakan dalam jangka waktu lama dan dengan dosis yang tidak dapat dipastikan. Walaupun efek penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan BKO yang tidak terkontrol dengan dosis yang tidak dapat dipastikan, dapat menimbulkan efek samping yang serius, mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala, gangguan penglihatan, nyeri dada sampai pada kerusakan organ tubuh yang parah seperti kerusakan hati, gagal ginjal, jantung, bahkan sampai menyebabkan kematian. Pemerintah tentunya wajib melindungi masyarakat dari peredaran produk yang tidak memenuhi syarat. Kementerian Kesehatan berperan dalam memberikan bimbingan teknis kepada pembuat obat tradisional. Sementara Badan POM senantiasa melakukan pengawasan obat tradisional secara komprehensif, termasuk terhadap kemungkinan dicampurnya dengan BKO. Badan POM telah menerbitkan Public Warning/Peringatan No. HM.03.05.1.43.09.12.6081 pada 19 september 2012 tentang daftar obat tradisional yang mengandung BKO baik impor maupun buatan dalam negeri (BPOM RI, 2012b). Daftar obat tradisional tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1. Sebagian besar hasil temuan pengawasan tersebut merupakan produk ilegal atau tidak terdaftar di Badan POM RI, tetapi mencantumkan nomor pendaftaran fiktif pada labelnya. Analisis Risiko terhadap temuan hasil pengawasan BKO dalam obat tradisional oleh Badan POM RI dalam kurun waktu 10 tahun menunjukkan kecenderungan sebagai berikut: Pada awalnya (2001-2007) temuan OT-BKO menunjukkan trend ke arah obat rematik dan penghilang rasa sakit misalnya mengandung Fenilbutason dan Metampiron . Sejak tahun 2007 temuan OT-BKO menunjukkan perubahan trend ke arah obat pelangsing dan stamina, antara lain mengandung Sibutramin, Sildenafil, dan Tadalafil (Badan POM RI, 2010). Oleh karena itu, masyarakat diserukan agar berhati-hati dan waspada serta tidak mengkonsumsi jamu mengandung BKO karena dapat menyebabkan dampak buruk terhadap kesehatan bahkan dapat berakibat fatal.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
8
Dari uraian di atas jelaslah bahwa tidak semua jamu aman dikonsumsi. Walaupun secara umum obat bahan alam relatif lebih aman dibandingkan dengan obat bahan kimia, tetapi masyarakat perlu mengetahui cara memilih dan menggunakan produk obat bahan alam dengan baik dan benar. Beberapa tips berikut ini dapat sebagai pedoman dalam memilih dan menggunakan jamu dengan baik dan benar, antara lain: 1. Konsultasikan masalah kesehatan anda kepada dokter atau ahli medis sebelum mengonsumsi suatu jamu, terutama untuk mereka yang mengalami gangguan kesehatan atau penyakit serius. 2. Ingatlah bahwa jamu secara umum tidak dapat memberikan efek penyembuhan seketika. 3. Jangan menggunakan jamu yang dipromosikan dapat mengobati segala jenis penyakit, karena produk demikian tidak memiliki izin edar. 4. Memiliki izin edar terdaftar yang ditandai dengan tulisan POM TR atau TI diikuti dengan 9 digit angka, tercantum tanggal kadaluarsa, dan kode produksi. 5. Membeli jamu di tempat-tempat yang resmi, seperti apotek, toko obat atau agen-agen resmi yang ditunjuk, nama dan alamat produsen jelas. 6. Bacalah semua petunjuk penggunaan dan semua keterangan yang ada sebelum mengonsumsi suatu jamu. 7. Periksa jamu dengan teliti. Kemasan produk apakah tidak rusak; bau, warna dan rasa isinya apakah normal, tidak berjamur. Jika berbentuk serbuk apakah tidak basah dan menggumpal. 8. Apabila anda sedang menggunakan suatu obat bahan kimia dari dokter, berikan selang waktu 2 sampai 3 jam sebelum mengonsumsi jamu. 9. Segera hentikan penggunaan suatu jamu apabila terjadi efek yang tidak diinginkan dan hubungi dokter atau ahli medis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
BAB 5 PE UTUP
5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pembahasan di atas, yaitu jamu yang memiliki efek terapi seketika atau “cespleng” kemungkinan mengandung BKO. Bahaya BKO dalam jamu menimbulkan efek samping ringan hingga berat, bahkan kematian.
5.2 Saran Dalam upaya untuk melindungi masyarakat dari produk yang tidak layak dikonsumsi, saran yang dapat penulis berikan diantaranya: a. Pemerintah secara berkesinambungan melakukan pembinaan kepada pelaku usaha di bidang jamu mengenai pembuatan jamu yang bersih dan aman bagi masyarakat dan bahaya BKO dalam jamu. b. Pemerintah memberikan pencerdasan kepada masyarakat mengenai isu-isu seputar jamu melalui media cetak, media elektronik, dan media sosial agar informasi lebih cepat sampai dan dipahami oleh masyarakat.
9
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia omor: Hk.00.05.4.2411 tentang Ketentuan Pokok Pengelompokan Dan Penandaan Obat Bahan Alam Indonesia. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Public Warning/ Peringatan Tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat omor : HM.03.03.1.43.08.10.8013. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012a). Report To The ation : Laporan Kinerja Badan Pengawas Obat Dan Makanan RI Sampai Dengan Triwulan II (Semester I) Tahun 2012. Jakarta. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2012b). Public Warning/ Peringatan Tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat omor : o. HM.03.05.1.43.09.12.6081. Jakarta. CBN Portal. (2008,September 16). Jangan Keliru Memilih Jamu!. http://cybermed.cbn.net.id/cbprtl/cybermed/detail.aspx?x=Health+News&y =cybermed|0|0|5|4752. Chi-Jen Lee, et al. (2006). Clinical Trials Of Drugs And Biopharmaceuticals. USA: CRC Press. Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri. (2012, September 05). Pangsa Pasar Jamu Tradisional Kian Lebar. http://ditjenpdn.kemendag.go.id/index.php/public/information/articlesprint/berita/90. Hitner, H dan Nagle, B. (1999). Basic Pharmacology fourth edition. USA: Glencoe McGraw-Hill. Ikatan Apoteker Indonesia. (2012, September 26). Waspada Obat Tradisional Mengandung Obat Kimia. http://www.ikatanapotekerindonesia.net/pharmacy -news/publicwarning/1940-waspada-obat-tradisional-mengandung-obat-kimia.html. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 006 Tahun 2012 Tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia omor 007 Tahun 2012 Tentang Registrasi Obat Tradisional. Jakarta. 10
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Universitas Indonesia
11
Pramono, S. (2002). Kontribusi Bahan Obat Alam dalam Mengatasi Krisis Bahan Obat di Indonesia. Jurnal Bahan Alam Indonesia, Vol. 1 No. 1, hal 18-20. Siregar, Dimas. (2012, Juli 09) .Semester I, Penjualan Jamu Tembus Rp 7 Triliun, http://www.tempo.co/read/news/2012/07/09/090415765/Semester-IPenjualan-Jamu-Tembus-Rp-7-Triliun.
Universitas Indonesia
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
LAMPIRA
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
12
Lampiran 1. Public Warning No. HM.03.05.1.43.09.12.6081 Tanggal 19 September 2012 Tentang Obat Tradisional Mengandung Bahan Kimia Obat
No
1
Nama /No. Izin
Nama dan Alamat
Bahan Kimia
Tahun
Edar
Produsen/Importir
Obat (BKO)
Temuan
ABC Acai Berry
yang Tercantum
dan
pada Label
Penarikan
M.G.L (HK)
kapsul lunak 2
Sibutramin
Keterangan
2011
Tidak terdaftar
2011
Terdaftar, NIE
Hidroklorida
Pegal Linu Prono
UD Prono Jiwo,
Jiwo cairan obat
Banyuwangi
Fenilbutason
dibatalkan
dalam / TR 053651401 3
4
Labaik kapsul / 688 251 265 007 8
PT Trisno Cipta Usaha, Cirebon
Remasyah serbuk /TR 993298381
PJ. Remasyah,
Obat Kuat dan Tahan Lama Sarang Madu / TR 082572693
6
7
5
8
Parasetamol,
2011
Tidak terdaftar,
Fenilbutason,
mencantumkan
dan
No Izin Edar
Metampiron
fiktif
Fenilbutason dan Piroksikam
2012
PJ. Multi Sari
Sildenafil
2012
Manjur, Jakarta
Sitrat
Asam Urat Flu Tulang Mahkota Mas kapsul / TR 003203021
Gold Dragon Herb, Semarang
Parasetamol
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
Raga Prima Asam Urat Flu Tulang Pengapuran kapsul /TR 033429702 Daun Bidara Jamu Asam Urat, Pegal Linu Plus Sakit Gigi /TR 025466629
PJ. Bayu Saputra Jaya, Tangerang
Parasetamol
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
PJ. Mutiara Sehat,
Natrium diklofenak dan
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
Jateng
Lampung
Parasetamol
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
13
9
10
Neo Rematik / TR 003766246
PJ Dita Farmasi,
Parasetamol dan Prednison
2012
Teratai Putih kapsul / TR 043230731
PJ Teratai Putih,
Parasetamol
2012
Jateng
dan Natrium
Kudus
diklofenak 11
12
Penyehat Badan Cap Kuda Laut / TR 013611111
CV. Kuda Laut Banyuwangi – Indonesia
Alfa Salam Batuk PJ. Doa Ibu Jakarta Pilek / TR 003203489
Siproheptadin Hidroklorida
2012
Parasetamol
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Terdaftar, NIE dibatalkan Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
13
Kupu – Kupu Malam serbuk / TR 001508741
PT. SM Jaya, Jateng
Tadalafil
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
14
15
Rhemalin / TR 003201674
Jamu Pil Panatik / TR 971134621
PJ Tri Tanjung
PJ Putra Mahakam Kaltim Indonesia
Piroksikam, Parasetamol dan Kafein
2012
Parasetamol dan fenilbutazon
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
16
Pil Ramuan Shin She Merah Delima / 066754317
PJ Mustika Alam Banten Indonesia
New Anrat Jamu Tradisional Jaya / TR 993 203 841
PJ. Jaya Asli,
18
Jamu As – Syifa Tumpas Plus Habbatussauda / TR 053 345 734
19
Jamu Urat Laga Obat Kuat Tahan Lama
17
Parasetamol, As. Mefenamat dan Na Diklofenak
2012
Methampiron
2012
PT. Izza Mandiri Sukses Jakarta Indonesia
Teofilin
2012
Indonesia
Parasetamol
2012
fiktif
Cilacap
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar
14
20
Jamu As – Syifa Izza Cikungunya / TR 053 345 531
PT. Izza Mandiri Sukses Jakarta Indonesia
Fenilbutazon dan Parasetamol
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif
21
Jamu As – Syifa Izza Kecethit / TR 053 345 890
PT. Izza Mandiri Sukses Jakarta Indonesia
Fenilbutazon dan Parasetamol
2012
22
Acai Berry
PT. Adonai Perkasa,
Sibutramin
2012
Tidak terdaftar, mencantumkan No Izin Edar fiktif Tidak terdaftar
kapsul lunak
Jakarta
HCl
Pegal Linu Asam Urat Akar Dewa / TR 043 634 311
PUD Citra Alam,
Piroksikam
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
Pegal Linu Cap Kuda Laut / TR 113 628 211
UD Citra Alam,
Piroksikam
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
Jamu Encok Asam Urat Akar Dewa Rasa Pahit dan Rasa Manis / TR 043 634 331
UD Citra Alam,
Piroksikam
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
Gemuk Sehat Nafsu Makan Akar Dewa /TR 063 659 371 Pegel Linu Asam Urat Akar Dewa serbuk /TR 033218101
UD Citra Alam,
Siproheptadin Hidroklorida
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
28
Men Li kapsul / TR 093 308 161
CV. Mega Maju Mekar, Jakarta
Tadalafil
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
29
Hwang Di Dong Chong Xia Cao kapsul / TI 064320081
PT Multi Usaha
Sildenafil sitrat, Tadalafil, Vardenafil hidroklorida
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
23
24
25
26
27
Jatim
Jatim
Jatim
Jatim UD Citra Alam, Jatim
Piroksikam dan Asam
2012
Terdaftar, NIE dibatalkan
Mefenamat
Sentosa
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
15
Lampiran 2. Booklet BKO dalam Jamu
Gambar 1. Halaman depan dan halaman pertama booklet
Gambar 2. Halaman dua dan tiga booklet
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
16
Gambar 3. Halaman empat dan lima booklet
Gambar 4. Halaman enam dan tujuh booklet
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
17
Gambar 5. Halaman delapan dan sembilan booklet
Gambar 6. Halaman sepuluh dan sebelas booklet
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013
18
Gambar 7. Halaman dua belas booklet
Laporan praktek…., Aprilya Tri Susanti, FF, 2013