2011 [Type the company name] ACER
[BIOTEKNOLOGI PENGEMBANGAN TANAMAN RESISTEN TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT] Perkembangan ilmu bioteknologi telah memberikan kita kemudahan dalam merekayasa genetika tanaman baik untuk keperluan peningkatan produksi, keindahan/estetika maupun untuk menciptakan tanaman resisten terhadap hama dan penyakit. Dalam paper ini dikupas bagaimana aplikasi bioteknologi dalam mengembangkan tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit secara umum
APLIKASI BIOTEKNOLOGI UNTUK PENGEMBANGAN TANAMAN RESISTEN TERHADAP HAMA DAN PENYAKIT Rudi Hartono [1021205002].. Perkembangan ilmu bioteknologi telah memberikan kita kemudahan dalam merekayasa genetika tanaman baik untuk keperluan peningkatan produksi, keindahan/estetika maupun untuk menciptakan tanaman resisten terhadap hama dan penyakit. Dalam paper ini dikupas bagaimana aplikasi bioteknologi dalam mengembangkan tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit secara umum.
ioteknologi dalam istilah sederhana dapat diartikan sebagai upaya pemanfaatan mahluk hidup atau bagian-bagiannya untuk menghasilkan barang atau jasa secara industry. Contoh sederhana dalam pembuatan tempe, wine, tape, dan lainlain. Sejalan dengan perkembangan teknologi, penggunaan mahluk hidup atau bagianbagiannya sudah mengarah pada rekayasa genetic suatu organisme baik organisme tingkat rendah seperti jamur, bakteri, atau virus maupun organisme tingkat tinggi seperti binatang, tumbuhan, bahkan manusia. Pengembangan aplikasi bioteknologi pada tanaman sudah dimulai sejak sebelum tahun 1950an dari mulai yang sederhana proses perkawinan silang dan penyambungan tanaman untuk peningkatan produksi dan peningkatan ketahanan terhadap penyakit tertentu. Sejak ditemukannya bahwa DNA merupakan material genetic suatu mahluk hidup tahun 1954, perkembangan aplikasi bioteknologi dibidang pertanian terus berkembang mulai dari tanaman hibrida yang mampu menghasilkan produksi maksimum dan tahan terhadap hama atau penyakit tertentu hingga berkembangnya teknologi kultur jaringan yang merupakan salah satu metode perbanyakan vegetatif tanaman yang memberikan efisiensi waktu dan juga menghasilkan bibit tanaman dalam jumlah yang besar. Keberhasilan rekayasa genetik tanaman dimulai dengan penciptaan tanaman transgenic. Tanaman ini disisipi dengan gen-gen ketahanan terhadap penyakit yang menjadi inang dan juga gen-gen peningkatan produksi dan kualitas produksi. Pada kesempatan ini penulis akan mengupas bagaimana aplikasi bioteknologi dalam menciptakan tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit sebagai salah satu
B
potensi pengembangan bioteknologi di sektor pertanian. MEKANISME RESISTENSI TANAMAN Secara alamiah, tanaman memiliki ketahanan terhadap hama maupun penyakit tertentu. Tanaman dapat dikatakan resisten dengan beberapa kondisi sebagai berikut. (a). memiliki sifat-sifat yang memungkinkan tanaman itu menghindar, atau pulih kembali dari serangan hama ada keadaan yang akan mengakibatkan kerusakan pada varietas lain yang tidak tahan, (b). memiliki sifat-sifat genetik yang dapat mengurangi tingkat kerusakan yang disebabkan oleh serangan hama (c). memiliki sekumpulan sifat yang dapat diwariskan, yang dapat mengurangi kemungkinan hama untuk menggunakan tanaman tersebut sebagai inang (d). mampu menghasilkan produk yang lebih banyak dan lebih baik dibandingkan dengan varietas lain pada tingkat populasi hama yang sama Scholwalter [2001], mengelompokan bahwa mekanisme ketahanan tanaman terhadap serangga hama meliputi antixenosis [non preference], toleran dan antibiosis. Tanaman dikatakan memiliki ketahanan jika tidak disukai oleh hama baik karena bentuk morfologis maupun fisiologisnya [baunya]. Tanaman juga dapat dikatakan tahan apabila memiliki toleransi terhadap kerusakan yang disebabkan oleh suatu hama, dan tanaman dapat dikatakan tahan juga apabila mempunyai produk metabolit tertentu yang mampu mengusir atau menyebabkan kematian terhadap hama. Beberapa peneliti mengemukakan bahwa ketahanan alami tanaman inang terhadap hamanya disebabkan oleh tipe genetiknya, morfologinya, dan kimiawinya. Ketahanan
secara genetic, Sumarno [1992] mengelompokan ketahanan tersebut menjadi ketahanan secara vertical, horizontal, dan ketahanan ganda. Karena distribusi penyakit pada tanaman inang sangat luas beberapa peneliti menyatakan bahwa ketahan terhadap penyakit lebih cenderung karena sifat genetic suatu tanaman. Karena sebagian penyakit selain ditularkan oleh serangga hama yang merupakan vector mampu menyebar melalui air, udara dan lainnya kemudian masuk melalui luka mekanis maupun lubang alami sehingga tanaman yang memiliki ketahanan terhadap hama dan juga penyakit merupakan tanaman yang sempurna, tentunya disertai dengan produktivitas yang tinggi juga. PERAKITAN TANAMAN RESISTEN Untuk merakit sebuah tanaman yang resisten terhadap hama dan penyakit sebelumnya diperlukan pengetahuan tentang pola pewarisan gen ketahanan, tipe ketahanan, mekanisme ketahanan, dan sumber genetic ketahanan. Jika ketahanan vertical diwariskan oleh satu gen atau sebagian gen kecil, sementara ketahan yang bersifat horizontal diwariskan secara poligenik oleh beberapa atau banyak gen. Ketahanan suatu tanaman dapat ditentukan oleh satu gen atau beberapa gen mayor dan bisa juga dikendalikan oleh gen-gen minor. Padi unggul PB 24-36 ketahanan terhadap wereng coklat dikendalikan oleh gen-gen mayor bphl sebagai sumber gen ketahanan, sedangkan varietas cisadane ketahanan terhadap wereng coklat dikendalikan oleh gen-gen minor bph2 sebagai sumber gen ketahanannya. Jika gengen ketahanan suatu tanaman telah ditemukan baik gen tahan terhadap hama tertentu maupun gen tahan terhadap penyakit tertentu maka langkah-langkah perakitan tanaman resisten selanjutnya adalah bagaimana melakukan rekayasa genetika [aplikasi bioteknologi] untuk menghasilkan tanaman yang kita kehendaki. Perlu langkah panjang sebelum melakukan rekaya genetic ini misalnya dengan menyeleksi tanaman yang tahan melalui beberapa test terhadap suatu hama dan suatu penyakit tertentu. Ketahanan tanaman pun perlu kita seleksi lagi apakah tanaman tersebut bersifat
sangat tahan, tahan dan cukup tahan. Karena sifat ketahanan diatur oleh suatu gen baik itu gen tunggal atau beberapa gen maka perlu identifikasi gen pengatur sifat ketahanan tersebut dengan mengkarakteristik DNA tanaman tersebut. Tanaman terpilih dengan kategori sangat tahan terhadap suatu hama/penyakit tertentu maka langkah pertama adalah mengkarakteristik gen yang mengatur sistem ketahanan tanaman tersebut dengan langkah-langkah sebagai berikut [1]. Isolasi DNA Tanaman hasil eksplorasi yang telah diseleksi memiliki ketahanan terhadap hama dan tanaman yang memiliki ketahan terhadap penyakit. Misalnya varietas tanaman kentang yang tahan terhadap hama lalat dan tanaman kentang yang tahan terhadap penyakit bakteri. Kita lakukan isolasi DNA nya untuk mengetahui struktur gen ketahanan dengan tahapan sebagai berikut. [a]. Pemotongan organ tanaman Varietas tanaman terpilih yang memiliki ketahanan terhadap hama dan varietas tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit secara terpisah kita ambil organ tanamannya [daun atau batang] kemudian kita potong-potong untuk memudahkan pengrusakan diding dan membrane selnya [gambar 1].
[Gambar 1. Pemotongan Organ Tanaman] [b]. Perusakan dinding dan membrane sel Organ tanaman yang telah kita potongpotong kemudian kita hancurkan dalam lumpang untuk merusak dinding dan membrane selnya.
[e]. Sekuensing DNA Menggunakan sel agarose, DNA yang sudah terpurifikasi dielektrophoresis [gbr 5] kemudian dibaca pada sinar UV [gbr 6]. Bandwith yang muncul diterjemahkan sekuensing DNA-nya menggunakan program blast sehingga tersusun rangkaian basa ACGT-nya.
[Gambar 2. Penghancuran Sel Tanaman] [c]. Inactivasi dengan enzim DNA-se Untuk memastikan sel DNA tidak rusak, pada cairan hasil pengrusakan tanaman diberikan enzim DNA-se sehingga diperoleh DNA yang utuh dan bisa dikarakterisasi.
[Gambar 3. Inactivasi Sel DNA] [d]. Purifikasi DNA Untuk memurnikan DNA yang akan kita gunakan, cairan DNA beserta bahan tambahan lainnya disentrifus sehingga DNA dengan berat molekul yang lebih tinggi akan terpisah dengan cairan lainnya.
[Gambar 4. Sentrifus untuk Pemurnian DNA]
[Gambar 5. Elektrophoresis DNA]
[Gambar 6. PCR DNA untuk Karakteristik DNA] Secara umum proses teknologi PCR contoh prosedur tetap [protokolnya] seperti di table 1. [2]. Kloning DNA Cloning DNA pada dasarnya untuk mengisolasi dan menggandakan DNA. Tahapan cloning DNA adalah pemotongan DNA menggunakan enzim restriksi, penyambungan potongan-potongan [fragmen DNA], transformasi rekombinan DNA [Gbr 6], dan seleksi klon DNA yang mengandung gen ketahanan yang dikehendaki. [a]. Pemotongan DNA DNA murni yang telah disekuensing dan diduga memiliki gen ketahanan, gen ketahanan yang merupakan rangkaian basa tertentu di potong menggunakan enzim restriksi sehingga diperoleh fragment DNA Untuk disisipkan pada sel DNA vector.
Tabel 1. Protocol isolasi plasmid DNA dari kelompok bakteri viridans, streptococci dan staphylococci
ketahanan] yang diinginkan diantara banyak populasi DNA rekombinan yang ada. Kegiatan seleksi ini dapat dilakukan dengan identifikasi melalui penanda antibiotic, warna koloni berdasarkan penanda vector, dan marka molekuler terhadap adanya gen target menggunakan hibridisasi protein-protein DNA dan amplifikasi gen target menggunakan prosedur PCR.
Sumber : Cloning of genes from genomic DNA Part 1 and 2: DNA Isolation and PCR [EVE and TWIST Project Protocol]
[b]. Penyisipan fragment DNA dan Penyambungan Gen murni dari sel DNA yang memiliki sifat ketahanan tadi disisipkan pada sel DNA vector kemudian disambung lagi dengan menambahkan enzim ligase. Sel DNA vector yang telah disisipkan gen [fragment DNA] ini dinamakan dengan molekul DNA rekombinan. [c]. Transformasi DNA rekombinan Molekul DNA rekombinan yang telah siap ditransformasi pada bakteri E. colli untuk proses penggandaan. Masing-masing sel E coli yang mengandung DNA rekombinan akan terus membelah diri, sehingga masing-masing molekul rekombinan diperbanyak. Disamping itu, molekul plasmid vektor yang ada dalam sel juga bereplikasi, sehingga dalam satu sel terdapat perbanyakan kopi melekul DNA rekombinan [d]. Seleksi klon DNA Kegiatan ini ditujukan untuk mendapatkan DNA rekombinan yang benar-benar mengandung fragmen DNA sisipan [gen
[Gbr 6. Pemotongan DNA dan penyisipan fragment DNA dalam proses kloning] Sumber gen ketahanan sebenarnya tidak harus selalu bersumber dari tanaman, aplikasi biotek memungkinkan pengambilan gen-gen tahan dari hewan bahkan manusia. Secara prinsip proses pengambilan seperti pada tahap 1 ini dan bisa dilakukan beberapa modifikasi sesuai dengan metode yang tengah berkembang. Beberapa sumber gen yang bisa digunakan seperti pada table 2 dan 3. Tabel 2. Gen ketahanan terhadap serangga
Sumber :M. Herman. Perakitan tanaman tahan serangga hama melalui teknik rekayasa genetic. Bulletin Agrobio 5[1]:1-13
Table 3. Gen ketahanan terhadap jamur
Sumber: Grover dan Gowthaman. Strategies for development of fungus-resistant transgenic plants
Setelah DNA tersekuensing dari tanaman yang memiliki ketahanan terhadap hama tertentu dan juga dari tanaman yang memiliki ketahanan terhadap penyakit tertentu langkah kedua adalah menganalisis gen yang dicurigai menjadi pembawa sifat ketahanan tanaman tersebut melalui uji inplanta. Gen diinokulasikan pada tanaman yang peka terhadap hama dan penyakit tertentu apakah benar memberikan respon pada tanaman. Pada proses langkah kedua ini adalah tahapan bagaimana mentransformasikan gen ketahanan terpilih kepada tanaman yang kita kehendaki. Beberapa tahapan pada langkah kedua ini adalah sebagai berikut. [1]. Transformasi Gen Molekul DNA yang telah diseleksi dan telah diidentifikasi positif telah mengandung gen ketahanan yang kita sisipkan [fragmen DNA tertentu] ditransformasi ke sel tanaman yang dikembangkan secara kultur jaringan. Transformasi gen ini dapat dilakukan dengan beberapa metode. Metode langsung melalui kontruksi sel bakteri agrobacterium [penambahan molekul rekombinan pada sel bakteri] kemudian diinokulasikan pada tanaman [gbr 7] dan melalui metode langsung seperti biolistic particle gun, divortex dengan silicon carbide (karbid silikon) dan perlakuan pada protoplas tanaman dengan elektroporasi atau dengan polyethylene glycol (PEG) dan lainnya.
[Gambar 7. Transformasi gen ke tanaman menggunakan vector agrobacterium] [2]. Uji Ekspresi Gen oleh Tanaman Untuk menilai keberhasilan transformasi gen ke tanaman, maka tanaman diuji apakah gen yang telah ditransformasikan diekspresikan oleh tanaman. Untuk mengidentifikasi ekspresi gen ini dapat digunakan uji DAS ELISA atau PCR terhadap gen target yang ditransformasikan. Jika telah positif gen tersebut terekspresi [ada] pada sel tanaman [jaringan tanaman], maka transformasi dinyatakan berhasil, akan tetapi jika tidak maka kembali dilakukan transformasi. Dari beberapa kali proses transpormasi memungkinkan gen tersebut tidak dapat terekspresi oleh tanaman. kegiatan ini merupakan langkah postulat Koch. Gen yang kita transformasikan harus berada di sel tanaman dan dapat kita ambil lagi untuk dicocokan apakah gen tersebut benar-benar sama dengan gen yang kita transformasikan atau mengalami perubahan setelah masuk dalam sel tanaman. tanaman uang telah berhasil ditransformasi dengan gen tadi dinamakan sebagai tanaman transgenic. Setelah gen yang kita kehendaki telah terbukti terekspresi pada tanaman yang dibuktikan dengan hasil identifikasi maka langkah ketiga adalah menganalisis dampak terhadap morfologis dan fisiologis tanaman serta mengujicoba tanaman tersebut baik dalam lingkungan terkontrol [di rumah kaca] ataupun dalam lingkungan alami [di lapangan]. [1]. Analisis dampak morfologis dan fisiologis pada tanaman transgenic. Pada tanaman transgenic diamati pertumbuhan morfologis seperti bentuk daun, batang, akar, bunga dan buah apakah terdapat
perubahan dibanding tanaman yang bukan transgenic. Perubahan-perubahan yang bernilai negative dijadikan referensi dampaknya terhadap aspek fisiologis seperti umur tanaman, produktivitas, daya responsifnya terhadap pemupukan dan lain-lain. Apabila faktor negative lebih dominan dibanding faktor positif maka perlu pencarian gen-gen baru untuk perakitan tanaman trangenik ini, akan tetapi bila faktor dominan merupakan hal yang positif maka tanaman ini bisa dikembangkan lebih lanjut untuk diuji. Aspek terpenting dalam analisis ini tentunya lebih banyak kearah produktivitas dan umur tanaman hingga panen. Aspek morfologis masih bisa ditolelir apabila tanaman tersebut mampu menghasilkan produksi yang tinggi dan umur panen yang cepat. [2]. Uji coba resistensi tanaman Setelah transformasi gen pada tanaman tidak memberikan banyak dampak negative dan justru memberikan efek positif yang lebih baik, maka tanaman tersebut diuji baik dalam lingkungan terkontrol [rumah kaca] maupun lingkungan alami [di lapangan]. Kondisi resistensi yang telah ditujukan terhadap OPT tertentu kita coba uji baik melalui uji non preferensi, uji toleransi, maupun uji antibiosis. [a]. Uji non preferensi Uji non preferensi ini ditujukan untuk melihat tingkat kesukaan OPT sasaran terhadap tanaman yang telah ditransformasi untuk mengendalikan/mengurangi serangan OPT tersebut. Uji ini dapat dilakukan dengan menempatkan dua tanaman yang berbeda [1 transgenik dan 1 tipe biasa] kemudian menginokulasikan OPT pada tanaman tersebut. Tanaman yang dipilih oleh OPT tersebut merupakan tanaman yang disukainya. Apabila tanaman transgenic menjadi tidak disukai oleh hama tersebut maka dapat dikatakan bahwa tanaman resisten tahap I. [b]. Uji toleransi Uji toleransi merupakan bentuk analisis terhadap tingkat kemampuan tanaman dalam menetralisir/ melokalisir atau mengakomodir terhadap serangan OPT. Dalam arti, pada kondisi tanaman terserang oleh OPT masih mampu menghasilkan produksi yang maksimal
dan pertumbuhan yang baik. Semakin baik tingkat toleransinya terhadap dinamika populasi hama sasaran maka tanaman tersebut dapat dikatakan sebagai tanaman resisten tahap II. [c]. Uji antibiosis Uji ini memberikan gambaran bahwa tanaman memiliki kemampuan untuk melemahkan, memperlambat aktifitas, bahkan membunuh OPT yang menyerang tanaman tersebut. Dalam arti tanaman mampu meracuni OPT yang memanfaatkannya, dengan ekspresi gen yang kita tambahkan ketanaman apakah mampu menyebabkan tanaman memiliki sistem perlawanan terhadap OPT. apabila tanaman ini sudah menunjukkan kemampuannya melawan terhadap OPT sasaran dengan gen yang kita transformasikan maka dapat dikatakan sebagai tanaman resisten III. Tentunya dengan transformasi gen akan menimbulkan dampak resisten dari tiga jenis resisten tersebut baik terjadi secara bersamaan maupun terpisah. Dengan kombinasi antara gen ketahanan terhadap OPT patogen dan OPT hama akan memungkinkan tanaman memiliki ketahanan [resistensi] ganda baik bersifat resisten I, II, atau III. Uji coba resistensi tanaman di lingkungan alami mutlak dilakukan dan di multi lokasi sebagai gambaran faktor pembatas terhadap keberhasilan resistensi tanaman yang kita kembangkan. Hal ini berkaitan erat dengan kondisi lingkungan yang sudah kita pahami mempengaruhi seluruh aspek OPT. Apabila tanaman sudah menunjukan resistensinya terhadap OPT sasaran baik secara non preferrensi, toleransi, maupun antibiosis maka langkah keempat adalah menganalisis produk yang dihasilkan bagaimana nilai gizi keamanannya produk tersebut bagi manusia sebagai pengkonsumsi utama. Analisis ini ditujukan supaya produk pertanian dari tanaman transgenic tersebut benar-benar aman karena pada tanaman transgenic terutama yang memiliki sifat resistensi antibiosis selain meracuni OPT apakah bersifat toksik juga pada manusia. Jika persyaratan-persyaratan hingga langkah keempat ini telah berhasil maka varietas tanaman transgenic yang kita kembangkan
sudah bisa untuk diproduksi secara massal dan dilepas ke masyarakat pertanian. Sebagai akhir dari keberhasilan ini maka varietas transgenic yang kita kembangkan dapat kita patenkan dengan sertifikasi dari lembaga-lembaga yang berwenang. Beberapa produk tanaman transgenic yang telah dilepas di Negara lain masih dalam tahap pengkajian di Indonesia [table 4]. Indonesia pun tengah terus berusaha dalam mengembangkan tanaman transgenic [table 5]. Tabel 4. Status pengkajian keamanan hayati tanaman transgenik
Tabel 5. Kegiatan penelitian perakitan tanaman transgenic tahan serangga hama di Indonesia
menunjukkan ketahanan terhadap hama kumbang Bruchus (Ishimoto et al., 1996). Schroeder et al. (1995) dan Shade et al. (1994) juga berhasil mentransformasikan gen αamylase inhibitor dari common bean ke tanaman kacang pea (Pisum sativum L.) dan menunjukkan ketahanan terhadap kumbang Bruchus (Bruchus pisorum). snowdrop lectin dari Galanthus nivalis agglutinin (GNA) menunjukkan hasil paling beracun terhadap serangga hama, dengan menurunkan tingkat hidup wereng coklat sampai 50% pada konsentrasi 0.6 µm (Gatehouse, 1998). Rao, et al. 1999 berhasil merakit padi transgenik yang mengandung gen GNA melalui sistem transformasi particle bombardment dari embrio muda dan elektropora-si dari protoplas. Hasil uji bioasai, padi transgenik tersebut dapat menurunkan tingkat hidup, keperidian, dan memper-lambat pertumbuhan wereng coklat. Hingga tahun 1990an, beberapa tanaman telah berhasil ditransformasi menggunakan gen ketahanan terhadap OPT tertentu baik menggunakan vector bakteri maupun menggunakan metode DNA uptake dan penembakan mikroproyektil [table 6]. Tabel 6. Teknik transformasi dan jenis tanaman yang dihasilkan hingga tahun 1990an
Sumber :M. Herman. Perakitan tanaman tahan serangga hama melalui teknik rekayasa genetic. Bulletin Agrobio 5[1]:1-13
SUKSESI PERAKITAN TANAMAN RESISTEN
Perakitan tanaman resisten terhadap hama dan penyakit telah banyak dilakukan terutama di Negara-negara maju. Komoditas yang tengah banyak dikembangkan menjadi tanaman transgenic sudah banyak mulai dari padi, jagung, kubis, kapas, kedelai, dan sebagainya. Pada tahun 1995, tanaman transgenik pertama mulai tersedia bagi petani di Amerika Serikat, yaitu jagung hibrida yang mengandung gen cry IA(b), Maximizer, yang dibuat oleh Novartis; tanaman kapas yang mengandung gen cry IA(c), Bollgard, dan kentang yang mengandung gen cry 3A, Newleaf, yang dibuat oleh Monsanto. Tanaman Azuki bean transgenik melalui transformasi gen α-amylase inhibitor yang diperoleh dari common bean, telah
Sumber :B. Amirhusin. Perakitan tanaman transgenic tahan hama. Jurnal Litbang Pertanian 23 [1] 2004:1-7
Bhattacharya et al [2002] berhasil mentransformasi gen cryIA[b] pada tanaman kubis varietas golden acre menggunakan vector bakteri agrobacterium tumifaciens strain GV2260 dan tanaman transgenic tersebut mampu menunjukkan resistensinya terhadap Plutella xylostella dengan tingkat mortalitas larva antara 51.84 sampai 74.06% dengan tingkat kerusakan daun antara 6% -23%. Nurhasanah, dkk [2005] berhasil mendapatkan 4 kultur tanaman kentang transgenic yang ditransformasi gen hordothionin dengan agrobacterium tumifaciens strain LBA 4404 dan telah dibuktikan gen tersebut terekspresi melalui analisis PCR. Hasil pengujian toksisitasnya secara invitro terhadap Ralstonia solanacearum, menghasilkan 2 tanaman transgenik yang toleran, 1 yang moderat toleran dan 1 yang rentan. Pardal, dkk [2005] berhasil melakukan transformasi gen pinII pada tanaman kedelai menggunakan teknik Penembakan Partikel pada varietas Wilis, sehingga diperoleh satu tanaman tansforman WP2 yang mengandung gen pinII yakni Gen pengkode senyawa anti nutrisi yang dapat menghambat kerja enzim proteolitik (proteinase) di dalam perut serangga
namun belum diujicobakan terhadap hama sasaran. Djonovic et al [2006] yang mentransformasikan protein sm1 yang berasal dari trichoderma ressei mampu menginduksi ketahanan tanaman secara sistemik terhadap patogen daun Colletotrichum sp. Dengan area penekanan gejala sebesar (1.35 cm2) KESIMPULAN Aplikasi bioteknologi dalam pengembangan tanaman yang tahan terhadap hama dan penyakit memerlukan pengetahuan dasar tentang bioekologi hama dan patogen penyebab penyakit yang akan dikendalikan. Pengetahuan selanjutnya adalah menyeleksi gen yang diduga memiliki sifat resistensi terhadap OPT sasaran yang selanjutnya gen tersebut difurifikasi, ditransformasi ke tanaman dan di uji cobakan terhadap hama dan patogen sasaran. Jika uji coba telah berhasil maka perlu identifikasi pengaruhnya terhadap morfologis dan fisiologis tanaman dan selanjutnya diuji nilai giji dan kemanan produk pangannya baru kemudian tanaman transgenic tersebut bisa diproduksi masal dan dilepas.
DAFTAR PUSTAKA Anita Grover and R. Gowthaman. 2003. Strategies for development of fungus-resistant transgenic plants. Current Science, Vol. 84, no. 3, 10 February 2003. Bahagiawati Amirhusin. 2004. Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama. Jurnal Litbang Pertanian, 23(1), 2004. Muhammad Herman. 2004. Perakitan Tanaman Tahan Serangga Hama melalui Teknik Rekayasa Genetik. Buletin AgroBio 5(1):1-13. Nurhasanah, G. A. Wattimena, Agus Purwito, Ni Made Armini Wiendi, Suharsono. 2003. Transformasi Genetik Tanaman Kentang cv. Atlantik Dengan Mengintroduksikan Gen Hordothionin untuk Mendapatkan Ketahanan terhadap Penyakit Bakteri. Plant Defense Responses and Systemic Resistance. MPMI Vol. 19, No. 8, 2006, pp. 838–853. DOI: 10.1094/MPMI -19-0838. © 2006 The American Phytopathological Society. R. C. Bhattacharya, N. Viswakarma, S. R. Bhat, P. B. Kirti and V. L. Chopra. 2002. Development of insect-resistant transgenic cabbage plants expressing a synthetic cryIA(b) gene from Bacillus thuringiensis. Current Science, Vol. 83, no. 2, 25 July 2002. Saptowo J. Pardal, G.A. Wattimena, Hajrial Aswidinnoor, dan M. Herman. 2005. Transformasi Genetik Kedelai dengan Gen Proteinase Inhibitor II Menggunakan Teknik Penembakan Partikel. Jurnal AgroBiogen 1(2):53-61. Slavica Djonović, Maria J. Pozo, Lawrence J. Dangott, Charles R. Howell, and Charles M. Kenerley. 2006. Sm1, a Proteinaceous Elicitor Secreted by the Biocontrol Fungus Trichoderma virens Induces.