Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 Terhadap Pengangkatan Jabatan Hakim Agung. Tursucianto Elkian Setiadi dan Pembimbing Hamid Chalid Jurusan Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jalan Margonda, Depok, 16424, Indonesia E-mail:
[email protected]
Abstrak Skripsi ini membahas mengenai pengaturan, mekanisme, dan pelaksanaan pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung dan Implikasi mengenai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUUXI/2013 tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua UU tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU tentang Komisi Yudisial terhadap UUD NRI T 1945. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif. Bahan hukum primer yang berupa Putusan Mahkamah Konstitusi dianalisis dengan menggunakan penafsiran. Hasil penelitian menunjukan dalam pengangkatan Jabatan Hakim Agung setelah berlakunya UU Tentang Mahkamah Agung, dalam Pengaturan dan Mekanisme terdapat kekurangan yaitu terjadinya ketidak konsistenan antara Konstitusi dengan Peraturan Perundang-Undangan, serta dalam pelaksanaan pengangkatan sering terjadi permasalahan yaitu tidak terpenuhinya pengusulan calon hakim agung oleh Komisi Yudisial ke DPR. Implikasi Putusan Mahkamah Konsitusi tersebut terhadap pengangkatan Jabatan Hakim Agung adalah adanya perubahan mekanisme pengangkatan hakim agung, yaitu dilakukan pembatasan kewenangan DPR yaitu hanya berhak “menyetujui” calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Kata kunci: Pengangkatan, Jabatan, Hakim Agung, Implikasi, Putusan, Mahkamah Konstitusi.
The Appointment of Supreme Court Judge Position After Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 Concerning The Supreme Court and The Implication of The Constitutional Court Decision No. 27/PUU-XI/2013 To The Appointment of Supreme Court Judge Position Abstract This thesis discusses the regulation, mechanism, and implementation the appointment of Supreme Court Judge Position after Law No. 3 of 2009 Juncto Law No. 5 of 2004 Juncto Law No.14 of 1985 concerning The Supreme Court and the Implication of the Constitutional Court Decision No. 27/PUU-XI/2013 about case Consitutional Review of Law No. 3 of 2009 about on the Second Amendment Law concerning The Supreme Court and the Law No. 18 of 2011 concerning Amendment to Law concerning The Judicial Commission to UUD NRI T 1945. This study examines the use of normative legal research methods. Primary legals materials that Constitutional Court Decision are analyzed by using interpretation. The results showed in the appointment of Supreme Court Judge Position after Law concerning The Supreme Court, in the regulation and the mechanism there is the deficiency that happened inconsistency between the Constitution with Regulations State Institusions, and the implementation of appoinment there are problems of the non-fulfillment of the nomination of Supreme Court Judge by the Judicial Commission to the Parliament. Implications of the Decision of the Constitutional Court against the appointment of Supreme Court Judge Position is a change in the mechanism of appointment of Supreme Court Judge, limiting the authority of Parliament is only entitled "approve" candidate for Supreme Court Judge proposed by the Judicial Commission.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Key Words: Appointment, Position, Supreme Court Judge, Implication, Decision, Constitutional Court.
Pendahuluan Untuk melaksanakan Kekuasaan Kehakiman yang berhasil menegakkan hukum dan keadilan, diperlukan hakim yang bertanggung jawab, professional, dan berintegritas tinggi, terutama Hakim Agung di Mahkamah Agung.1 Mahkamah Agung merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman.2 Hakim Agung memiliki peranan besar dalam pelaksanaan kekuasaan kehakiman, hal ini karena Mahkamah Agung merupakan puncak keadilan bagi setiap warga negara.3 sebagaimana kewenangannya dirumuskan pada Pasal 24A ayat (1) UUD NRI T 1945 yaitu “(1) Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”4 Jabatan Hakim Agung adalah sangat penting, oleh sebab itu kaidah hukumnya dicantumkan dalam konstitusi , yaitu pasal 24A ayat (2) UUD NRI T 1945.5 Oleh karena Jabatan Hakim Agung sangat penting, maka pengisian Jabatan Hakim Agung juga dianggap penting. 6 Dari Pasal 24B ayat (1) UUD NRI T 1945 tersebut diketahui bahwa cara pengisian jabatan Hakim Agung adalah dengan cara pengangkatan. Undang-Undang tentang Mahkamah Agung yang sekarang berlaku adalah UndangUndang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 1
Kekuasaan Kehakiman adalah salah satu bagian dari Hukum Tata Negara.
(Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1985, p.15) Dalam hal terjadi suatu pelanggaran hukum, baik berupa pengambilan hak seseorang maupun kepentingan umum, maka tidaklah boleh begitu saja terhadap si pelanggar itu diambil suatu tindakan untuk menghakiminya sembarang orang. Perbuatan “menghakimi sendiri” atau “eigenrichting” itu sangatlah tercela, tidak tertib, dan harus dicegah. Tidak hanya cukup dengan suatu pencegahan, tetapi diperlukan suatu perlindungan dan penyelesaian. Yang berhak memberikan perlindungan dan penyelesaian adalah Negara. Untuk itu, Negara menyerahkan kepada kekuasaan kehakiman. (K. Wantjik Saleh, 1977, p. 39) 2
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 24 ayat (2).
3
(Dirangkum, Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Kontitusionalisme Indonesia, 2005, p. 241)
4
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 24A ayat
(1). 5
Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ps. 24A ayat (2)menyatakan: “Hakim agung harus memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela, adil professional, dan berpengalaman di bidang hukum.” 6
(Penulis mengambil perumusan kalimat pada, Harun Alrasid, 1993, p. 2-3.)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 memiliki beberapa pengaturan baru mengenai pengangkatan jabatan Hakim Agung. Pengaturan ini penting karena menurut Moh. Kusrani dan Harmaily Ibrahim menyatakan bahwa salah satu ciri khas khas bagi suatu Negara Hukum, adalah legalitas dalam arti dalam segala bentuknya.7 Pengisian jabatan Hakim Agung dengan cara pengangkatan diwujudkan dengan mekanisme. Pelaksanaan dari pengangkatan jabatan Hakim Agung perlu
ditinjau untuk memperoleh
pengetahuan keterkaitan antara mekanisme pengangkatan jabatan Hakim Agung dengan fakta hukum. Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun, telah dilaksanakan pengangkatan jabatan Hakim Agung pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2013. Terdapat permasalahan8 mengenai pengangkatan Hakim Agung Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun, yaitu: Pada bulan Februari awal tahun 2013, Seorang Calon Hakim Agung Syafrinaldi, tiga Calon Hakim Agung Made Dharma Weda, RM. Panggabean, dan St. Laksanto Utomo mempersoalkan kewenangan DPR untuk memilih seleksi calon hakim agung seperti termuat dalam Pasal 8 ayat ---, (2), (3), (4), --- UU tentang Mahkamah Agung dan Pasal 18 ayat (4) UU Komisi Yudisial. Menurut mereka, makna “pemilihan” dalam pasalpasal itu tidak sejalan dengan Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 yang rumusannya berbunyi ‘DPR memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan Komisi Yudisial.’ Keberadaan pasal-pasal dinilai berpotensi melanggar hak konstitusional para pemohon untuk menjadi hakim agung. Alasannya, dalam Pasal 24A ayat (3) UUD 1945 disebutkan kalau kewenangan DPR hanya sebatas menyetujui, bukan memilih hakim agung. Karenanya, mereka meminta MK menafsirkan makna memilih sebagai sebagai menyetujui sesuai Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945. 9 Akibat hukum dari pemberlakukan kewenangan kewenangan “pemilihan” calon hakim agung yang dilakukan oleh DPR terhadap tiga calon hakim agung tersebut adalah, tiga calon hakim agung tersebut tidak lolos menjadi hakim agung, walaupun telah lulus seleksi di
7
(Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op.cit, p.162)
8
Mengenai permasalahan dalam Hukum Tata Negara, lihat Pendapat M. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, “Hukum Tata Negara Indonesia (Hukum Tata Negara Positif) langsung membicarakan masalahmasalah Hukum Tata Negara yang berlaku pada saat sekarang di Indonesia.” (Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, ibid., p.15) 9
(Dirangkum, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51769df2b66e6/seleksi-hakim-agung-anggota-dpr-beda-pandangan)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Komisi Yudisial pada tahun 2011 dan 2012.10 Menurut pemohon, seharusnya jika Pasal-Pasal pada
UU MA dan UU KY yang berakitan dengan pengakatan hakim agung, memiliki
perumusan kata yang sama dengan Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945 yaitu “persetujuan”, maka secara otomatis tiga calon hakim agung tersebut menjadi Hakim Agung. Dengan demikian, tiga calon hakim mengajukan permohonan ke Mahkamah Konstitusi dengan alasan tersebut telah dirugikan hak konstitusionalnya untuk menjadi hakim agung. Pada hari kamis,tanggal 9 Januari 2014, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan Nomor 27/PUUXII/2013, yang amar putusannya mengabulkan permohonan para pemohonan untuk seluruhnya.11 Menurut penulis, putusan Mahkamah Konstitusi tersebut mempunyai implikasi (akibat hukum/pengaruh) terhadap pengangkatan hakim agung. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menarik untuk diteliti atau dianalisis dengan teori penafsiran dalam perspektif Hukum Tata Negara (secara umum). Karenanya, berdasarkan hal tersebut, membuat penulis tertarik untuk meneliti dengan judul “Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 Terhadap Pengangkatan Jabatan Hakim Agung.” Rumusan Penelitian 1. Bagaimanakah Pengaturan,
Mekanisme, dan
Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan
Hakim Agung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (Tahun 2009-2013)? 2. Bagaimanakah Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 terhadap pengangkatan jabatan Hakim Agung?
Tinjauan Teoritis 10
Lihat, Made Dharma Weda pada tahun 2011, (http://sahabatsejati-sbd.blogspot.com/2011/07/jarangpenyuapan-hakim-tanpa-lalui.html)., RM. Panggabean pada tahun 2011 dan 2008, (news.detik.com/read/2011/07/26/105953/1689434/10/?topnews), dan St. Laksanto Utomo pada tahun 2012, (ibid.) 11
Ikhtisar (disarikan) dari Risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUUXI/2013tentangperkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
1) Konsep Negara Hukum 2) Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka Bagir Manan menyatakan kekuasaan kehakiman yang merdeka, yaitu:12 Salah satunya adalah kekuasaan kehakiman yang merdeka mengandung makna larangan bagi kekuasaan ekstra yudisial mencampuri proses penyelenggaraan peradilan. 3)Konstitusi 4) Pengisian Jabatan Hukum positif harus menetapkan kaidah supaya jabatan itu terisi, ditinjau dari segi jabatan sebagai lingkungan kerja, harus ada orang yang menjalankannya, ditinjau dari segi jabatan sebagai pribadi harus ada orang yang mewakilinya.13 Harus dibedakan antara Jabatan Negara (Contohnya Hakim Agung dan Presiden) dengan Jabatan Pegawai Negeri Contohnya PNS).14 5) Dewan Perwakilan Rakyat 6) Sistem Checks and Balances (Checks and Balances System) 7) Penafsiran Dalam Hukum Tata Negara
Metodologi Penelitian Penelitian15 merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan konsisten.16 Penelitian hukum yang dilakukan oleh penulis adalah penelitian hukum normatif yang menekankan pada penggunaan data sekunder dan didukung oleh data primer. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari masyarakat. 17 12
(Bagir Manan, 1995, p.10-11)
13
(Mengutip perumusan kalimat pada Harun Alrasid, op.cit., p. 6. sebagaimana dikutip dalam J.H.A Logeman, (1954) Over de theorie van eem stellig staatsrecht, Jakarta: Seksama, p. 98.) 14
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, LN Nomor 55 Tahun 1974, TLN Nomor 3041 Tahun 1974, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, LN Nomor 169 Tahun 1999, TLN Nomor 3890 Tahun 1999. Ps. 11 ayat (1). Bandingkan dengan Ps. 2 ayat (1), 15
(Format kerangka metodologi ini sebagian mengacu pada Notodiguno, 2012, p. 6-7)
16
(Soerjono Soekanto, 2008. p. 42)
17
(Sri Mamudji, et.al 2005, p. 28)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan adalah melalui studi dokumen atau bahan pustaka yang merupakan penelitian kepustakaan (library research) dan didukung penelitian secara langsung ke lapangan (field reseach) dalam bentuk wawancara.18 Berhubungan dengan data yang digunakan, penulis mengacu
pada sumber data
19
sekunder yaitu bahan hukum yang dilihat dari kekuatan mengikatnya. Bahan-bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.
20
Penelitian ini hanya didasarkan pada satu disiplin ilmu saja, yaitu ilmu hukum. Selanjutnya, metode analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif.21
Hasil Penelitian Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya UU Nomor 3 Tahun 2009 Juncto UU Nomor 5 Tahun 2004 Juncto UU Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung - Pengaturan Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 juncto UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,adalah: 1. Pengaturan Pengangkatan Jabatan Hakim Agung pada Konstitusi Republik Indonesia yaitu terdapat dalam Pasal 24A ayat (2), Pasal 24A ayat (3), Pasal 24A ayat (4), dan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.Pengaturan pengangkatan Jabatan Hakim Agung pada Peraturan Perundang-Undangan terdapat dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 jo. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 jo. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung,Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, UndangUndang Nomor 18 Tahun 2011 jo. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial, Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2009 tentang Tata Tertib, dan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2013 jo. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung, Peraturan Komisi Yudisial Nomor 6 Tahun 2013 tentang Pedoman Penentuan Kelayakan Calon Hakim Agung. 18
(Ibid., p. 6)
19
(Ibid., p. 30)
20
(Ibid., p.30-31, Lihat Notodiguno, op.cit., p.7)
21
(Lihat Notodiguno, ibid.)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
- Mekanisme Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 juncto UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, adalah: a. Mekanisme Pengangkatan Hakim Agung Mekanisme pengangkatan hakim agung dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: Pendaftaran (di KY), Pencalonan (di KY), Seleksi dan Pengusulan Calon Hakim Agung(di KY), Pemilihan Calon Hakim Agung (di DPR), Penetapan Hakim Agung oleh Presiden, dan Pelantikan (di MA). 22 b. Mekanisme Pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung Mekanisme pengangkatan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dapat dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu: Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung dipilih oleh Hakim Agung dalam Rapat Musyarawah Hakim Agung, Penetapan Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung oleh Presiden, dan Pelantikan.23 c. Mekanisme Pengangkatan Ketua Muda Mahkamah Agung Mekanisme
pengangkatan
Ketua
Muda
Mahkamah
Agung
dapat
dibagi
menjadibeberapa tahapan yaitu Ketua Mahkamah Agung mengajukan (calon) Ketua Muda Mahkamah Agung kepada Presiden, Penetapan Ketua Muda Mahkamah Agung oleh Presiden, dan Pelantikan.24 22
(Penulis mengambil sebagian perumusan penulisan pada Tursucianto Elkian Setiadi dan Ali Abdillah, 2011, p. 12) Dirangkum dari: Peraturan Perundang-undangan yang berkaitan dengan pengangkatan hakim agung, yaitu UU MA, UU MD3, UU KY, Peraturan DPR No.1 Tahun 2009, Peraturan KY No. 2 Tahun 2013 jo. Peraturan KY No. 7 Tahun 2011, Peraturan KY No. 6 Tahun 2013. (Komisi Yudisial, Kiprah 8 Tahun Komisi Yudisial: Mengukuhkan Sinergitas Memperkokoh Kewenangan, 2013, p. 62-66; Komisi Yudisial, “Pengumuman Resmi Seleksi Kualitas Calon Hakim Agung Periode I Tahun 2013”, 2013; Lihat Komisi Yudisial, “ Pers Release Seleksi Tahap III Calon Hakim Agung Periode I Tahun 2013”, 2013; Dirangkum, http://www.detiknews.com/read/2010/02/02/140249/1291122/10/komisi-iii-dpr-mulai-fit-and-proper-test-calonhakim-agung; Sulasi Rongiyati, 2013, p.3) 23
(Tursucianto Elkian Setiadi dan Ali Abdillah, op. cit., p. 22-24)
Republik Indonesia, Undang- Undang tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, LN Nomor 73 Tahun 1985, TLN Nomor 3316 Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, UndangUndang Nomor 5 Tahun 2004, LN Nomor 9 Tahun 2004, TLN Nomor 4359 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, LN Nomor 3Tahun 2009 , TLN Nomor 5076 Tahun 2009. 24
(Tursucianto Elkian Setiadi dan Ali Abdillah, ibid., p. 24-25)
Republik Indonesia, Undang- Undang tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985, LN Nomor 73 Tahun 1985, TLN Nomor 3316 Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
- Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung(Tahun 2009-2013, adalah: a. Pelaksanaan Pengangkatan Hakim Agung Pada Tahun 2009-2013 Pelaksanaan Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Pada Tahun 2009-2013 banyak mengandung permasalahan terutama, tidak terpenuhinya jumlah calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial ke DPR pada Tahun 2009,2011,2012 (Periode I dan Periode II), dan Tahun 2013 Periode I. Pelaksanaan Pengangkatan jabatan hakim agung yang dinilai baik hanya terdapat pada tahun 2010, dengan terpenuhinya calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial ke DPR. 25 b. Pelaksanaan Pengangkatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung Pada Tahun 2009-2013 Pelaksanaan pengangkatan Ketua, Wakil Ketua, dan Ketua Muda Mahkamah Agung Tahun 2009-2013 berlangsung dengan baik. 1)Pada Tahun 2009, terjadi pengangkatan Ketua Mahkamah Agung, Wakil Ketua Mahkamah Agung, dan Ketua Muda Mahkamah Agung. 2)Pada Tahun 2012, terjadi pengangkatan Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Muda Mahkamah Agung. 3)Pada Tahun 2013, terjadi pengangkatan Wakil Ketua Mahkamah Agung dan Ketua Muda Mahkamah Agung. 26 Undang Nomor 5 Tahun 2004, LN Nomor 9 Tahun 2004, TLN Nomor 4359 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009, LN Nomor 3Tahun 2009 , TLN Nomor 5076 Tahun 2009. 25
(Dirangkum dari, Komisi Yudisial, Kiprah 8 Tahun Komisi Yudisial: Mengukuhkan Sinergitas Memperkokoh Kewenangan, op.cit., p. 68-76) Wawancara dengan Informan Ibu Lina Mariani, Bagian Seleksi Hakim Agung di Komisi Yudisial, Pada Tanggal 6 Maret 2014 di Komisi Yudisial. 26
Dirangkum dari:
(Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI- Tahun 2008, 2009, p.V-vi; http://news.detik.com/read/2009/01/15/102941/1068738/10/harifin-a-tumpa-jadi-ketua-ma; http://www.papekalongan.go.id/index.php/13-halaman-muka/kabar-gembira1/156-abdul-kadir-mappong-dan-ahmad-kamilduet-wakil-ketua-ma; Dirangkum, https://lapaukata.files.wordpress.com/2008/09/daftar-kelahiran-hakimagung.pdf; Dirangkum, http://www.unhas.ac.id/content/dr-harifin-atumpa-sh-mh; https://www.mahkamahagung.go.id/pg2news.asp?jid=6&bid=1043;HTTP://WWW.HUKUMONLINE.COM/BE RITA/BACA/HOL21747/ENAM-HAKIM-AGUNG-DILANTIK-MENJADI-KETUA-MUDA; Dirangkum,http://nasional.news.viva.co.id/news/read/50177-mahkamah_agung_lantik_enam_ketua_muda_baru; Dirangkum, HTTPS://MAHKAMAHAGUNG.GO.ID/RNEWS.ASP?JID=8&BID=626; Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Mahkamah Agung RITahun 2010, 2011, p. v; http://www.bijaks.net/aktor/profile/drhmuhammadhattaalishmh510e0978bf762;
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Pembahasan Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 Terhadap Pengangkatan Jabatan Hakim Agung - Deskripsi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 adalah Tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.27 Putusan Mahkamah Konstitusi ini diawali, oleh pengajuan Perkara ke Mahkamah Konstitusi oleh Pemohon (Para Pemohon)28, Dr. Made Dharma Weda, S.H., M.H. (Calon Hakim Agung),Dr. RM. Panggabean, S.H., M.H (Calon Hakim Agung), Dr. ST. Laksanto Utomo, SH., MH. (Calon Hakim Agung), dengan alasan diajukan permohonan adalah merasa dirugikan hak konstitusional (Pasal 28D ayat (1) UUD 1945) dikarenakan kewenangan DPR yaitu “Memilih” Calon Hakim Agung usulan Komisi Yudisial sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA serta Pasal 18 ayat (4) UU KY yang berbeda dengan ketentuan pada Pasal 24 A ayat (3) UUD 1945 yang intinya kewenangan DPR yaitu “Menyetujui” Calon Hakim Agung usulan Komisi Yudisial. Sehingga Pemohon walaupun telah lulus seleksi di Komisi Yudisial, berakibat tidak lulus menjadi Hakim Agung. Dalam petitumnya, Para Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi29 untuk menyatakan bahwa Pasal dari Kedua UU tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu Pasal 24A ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1), yang mana seharusnya kewenangan DPR hanya menyetujui Calon Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id; Lihat juga, Mahkamah Agung, Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI- Tahun 2012, 2013, hlm. Xii; http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt511b7ddb3fb5c/m-saleh-terpilihmenjadi-waka-ma-yudisial; http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/03/22/219252; http://m.merdeka.com/peristiwa/ketua-ma-lantik-ketua-muda-tun-dan-13-ketua-pengadilan-tinggi.html; http://www.tribunnews.com/images/editorial/view/627902/pelantikan-ketua-kamar-tata-usaha-negaramahkamah-agung) 27
Ikhtisar (disarikan) dari Risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUUXI/2013tentangperkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 28
(Penulis melihat konsep penulisan pada Siswantana Putri Rahmatika, 2009, p. 123)
29
(Penulis mengambil perumusan kata pada, Dian Novita, 2012, p. 90)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Yudisial. Pemohon mengajukan keterangan ahli, yaitu: Zainal Arifin Mochtar, Saldi Isra Fajrul Falaakh. Keterangan Pemerintah dan DPR, yaitu yang intinya meminta Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Pemohon. Dalam Pertimbangan Hukumnya, terlebih dahulu mempertimbangkan: a. Kewenangan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan Para Pemohon. b.
Kedudukan Hukum Pemohon (Legal Standing). Para Pemohon memiliki kedudukan hukum. Selanjutnya
mempertimbangkan
Pokok
Permohonan,
Mahkamah
Konstitusi
mempertimbangkan permasalahan konstitusional, apakah kewenangan DPR dalam proses pemilihan hakim agung hanya menyetujui atau menolak calon yang diajukan oleh KY atau juga melakukan pemilihan. Mengambil ketentuan Pada Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945, UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial,. Menurut Mahkamah Konstitusi, Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU MA, serta Pasal 18 ayat (4) UU KY, telah menyimpang dengan norma Pasal 24A ayat (3) UUD 1945, karena ketentuan tersebut telah mengubah kewenangan DPR dari hanya “memberikan persetujuan” menjadi kewenangan untuk “memilih” calon hakim agung yang diajukan oleh KY. Termasuk yang mengharuskan KY untuk mengajukan tiga calon hakim agung untuk setiap lowongan hakim agung, juga bertentangan dengan makna yang terkandung dalam Pasal 24A ayat (3) UUD 1945. Seharusnya dalam “persetujuan,” KY mengajukan 1 (satu) nama calon untuk setiap satu lowongan hakim agung untuk disetujui oleh DPR. Dalam Konklusinya, pokok permohonan Para Pemohon beralasan menurut hukum. Dalam Amar Putusan, Mahkamah Konstitusi Mengadili, Menyatakan: i. a. Kata “dipilih” dalam Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) UU MA bertentangan dengan UUD NRI T 1945 sepanjang tidak dimaknai “disetujui”;
b. Kata “dipilih” dalam Pasal 8 ayat
(2) dan ayat (3) UU MA tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “disetujui”; ii. a. Kata “Pemilihan” dalam Pasal 8 ayat (4) UU MA bertentangan dengan UUD NRI T 1945 sepanjang tidak dimaknai “persetujuan”;
b. Kata “Pemilihan” dalam Pasal 8 ayat
(4) UU MA tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “persetujuan”; iii. a. Frasa “3 (tiga) nama calon” dalam Pasal 8 ayat (3) UU MA bertentangan dengan UUD NRI T 1945 sepanjang tidak dimaknai “1 (satu) nama calon”;
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
b. Frasa “3 (tiga) nama
calon” dalam Pasal 8 ayat (3) UU MA tidak sepanjang tidak dimaknai “1 (satu) nama calon”; iv. a. Frasa “3 (tiga) calon” dalam Pasal 18 ayat (4) UU KY bertentangan dengan UUD NRI T 1945 sepanjang tidak dimaknai “1 (satu) calon”;
b. Frasa “3 (tiga) calon” Pasal 18
ayat (4) UU KY tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai “1 (satu) calon”; Putusan tersebut diputuskan dalam Rapat Permusyawaratan Hakim pada hari Senin, tanggal 8 Juli 2013 dan diucapkan dalam sidang pleno Mahkamah Konstitusi terbuka untuk umum pada hari Kamis, 9 Januari 2014, selesai diucapkan pukul 16.15 WIB. - Analisis Deskripsi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 a. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dengan menggunakan Pasal 24C ayat (1) dan (2) UUD NRI T 1945, Jika dianalisis dari pemohonan para Pemohon, diketahui bahwa: Undang-Undang tentang Mahkamah Agung dan Undang- Udang tentang Komisi Yudisial adalah merupakan Undang-Undang. Kemudian, yang diujikan adalah Pasal 8 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) Undang-Undang tentang Mahkamah Agung dan Pasal 18 ayat (4) UndangUndang Komisi Yudisial., dan Undang-Undang tersebut diujikan terhadap Undang-Undang Dasar, yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 24A ayat (3), dan Pasal 28D ayat (1). Jika dikaitkan dengan kewenangan Mahkamah Konstitusi, maka salah satu dari kewenangan Mahkamah Konstitusi, adalah : “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk: Menguji Undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.”30 Dengan demikian, menurut Penulis, Mahkamah Konstitusi berwenang untuk mengadili perkara yang diujikan oleh para Pemohon. b. Legal Standing (Kedudukan Hukum) Pemohon Dengan Menggunakan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi , dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11/PUU-V/2007, bertanggal 20 September 2007, Dalam perkara ini, Para Pemohon termasuk Kelompok Perorangan warga 30
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Kontitusi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, LN Nomor 98 Tahun 2003, TLN Nomor 4316 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, LN Nomor 70 Tahun 2011, TLN Nomor 5226 Tahun 2012, Ps. 10 ayat (1) huruf a.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
negara Indonesia, yang memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan tersebut.31 c. Pokok Perkara (dianalisis dengan teori Penafsiran dalam Hukum Tata Negara secara umum) Analisis dengan teori Penafsiran dalam Hukum Tata Negara. Menurut penulis inti dari pokok permasalahan dalam perkara ini adalah frasa “pemilihan” dan frasa “persetujuan”. Karenanya penulis hendak menganalisisnya dengan teori penafsiran dalam hukum Tata Negara. Berikut penulis mengambil 5(lima) metode penafsiran menurut Jimly Asshiddiqie, yaitu:
32
c.1. Metode Penafsiran literlijk atau literal Dengan menggunakan KBBI
33
diketahui bahwa istilah “persetujuan” dan istilah
“pemilihan” mempunyai perbedaan makna atau arti. c.2. Metode Penafsiran Gramatikal (Bahasa) Dengan menggunakan Kamus Hukum34 tersebut diketahui bahwa istilah “persetujuan” dan istilah “pemilihan” mempunyai perbedaan makna atau arti. 31
(Dirangkum dari Jimly Asshiddiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, 2006, p. 73)
Lihat, Ikhtisar (disarikan) dari Risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013. 32
(Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I, 2006 p. 290-303)
33
Dirangkum dari:
(Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I, ibid., p. 290, Sebagaimana dikutip Utrecht, (1983) Pengantar Dalam Hukum Indonesia, disadur dan direvisi oleh Moh. Saleh Djindang, cet. XI., Jakarta: Ichtiar Baru, 1983, p. 208; Departemen Pendidikan Nasional, 2007, p. 873-874, 1216; Peter Salim dan Yenny Salim, 2002, p.1161; Hassan Shadily dan John M. Echols, Kamus Inggris Indonesia, 2005, p. 112) Jika dikaitkan dengan makna atau arti menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari istilah-istilah diatas maka, menurut penulis: -
Pada istilah“persetujuan,” pihak yang mempunyai hak “persetujuan” dapat menggunakan haknya untuk menyetujui.Sedangkan, Pada istilah “pemilihan,” pihak yang mempunyai hak “pemilihan,” dapat menggunakan haknya untuk memilih salah satu dari berbagi pilihan/ varian (misalnya: pilihan a, b, c, d). Kedua istilah tersebut jelas berbeda atau bertentangan 34
Dirangkum dari:
(Jimly Asshiddiqie, Pengantar Hukum Tata Negara Jilid I, op.cit., p. 291. sebagamana dikutip Visser’t Hoft, (2001) diterjemahkan oleh B. Arief Sidharta, Penemuan Hukum, judul asli Rechtsviding, Bandung: Laboratorium Hukum FH Univ. Parahiayangan, p. 25; Hasan Shadily dan John M. Echols, Kamus Indonesia Inggris, 1997, p.589- 590; Indonesian Legal Roundtable, 2013, p. 5; Henry Campbell Black, 1990, p. 66-67, 102, 241, 517-518, 298, 1576) Jika dikaitkan dengan makna atau arti menurut Kamus Hukum (Black’s Law Dictionary) dari istilahistilah diatas maka, menurut penulis:
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
c.3. Metode Penafsiran Sistematik Dengan melihat perumusan kata mengenai “Calon Hakim Agung” pada UndangUndang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, diketahui bahwa Undang-Undang tersebut menggunakan istilah “Persetujuan” dan tidak menggunakan istilah “Pemilihan.” c.4. Metode Penafsiran Historis (dalam arti luas) Dengan menggunakan buku VI Kekuasaan Kehakiman Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar NRI T 1945,35 rumusan final yang dipergunakan adalah proses “persetujuan” oleh DPR, bukan dengan “pemilihan.” c.5. Metode Penafsiran Sosiologis Dengan menggnuakan penafsiran sosiologis merujuk buku: Buku I Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945 Naskah Komprehensif Perubahan Undang-Undang Dasar NRI T 194536 menghendaki kebebasan kekuasaan kehakiman, yang merujuk pada kata “persetujuan” oleh DPR. d. Analisis Pertimbangan dan Amar Putusan Mahkamah Konstitusi Memperbandingkan perumusan pada UUD NRI T 1945 dengan UU MA dan UU KY, melihat Pasal 24 ayat (3) dan Pasal 24B ayat (1) UUD NRI T 1945, dan pemohon telah dapat memberikan bukti-bukti (membuktikan) bahwa permohon telah. Menurut penulis, pertimbangan dan putusan Mahkamah Konstitusi sudah tepat (sesuai dengan hukum).
-
Pada istilah/Kontruksi hukum “persetujuan,” pihak yang mempunyai hak “persetujuan” dapat menggunakan haknya untuk menyetujui. Sedangkan, Pada istilah/Kontruksi hukum “pemilihan,” pihak yang mempunyai hak “pemilihan,” dapat menggunakan haknya untuk memilih salah satu dari berbagi pilihan/ varian Pada istilah “pemilihan,” pihak yang mempunyai hak “pemilihan,” dapat menggunakan haknya untuk memilih salah satu dari berbagi pilihan/ varian (misalnya: pilihan a, b, c, d). Kemudian Pada istilah/Kontruksi hukum “pemilihan,” terdapat tambahan adanya “seleksi.”
Kedua istilah tersebut jelas berbeda atau bertentangan. 35
(Tim Penyusun, Naskah Koomprehensif perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002: Buku VI Kekuasaan Kehakiman, 2008, p. 279, 438) 36
(Tim Penyusun, Naskah Koomprehensif perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002 : Buku I Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945, 2008, p. 60-61)
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
e. Analisis terhadap Naskah Akademis dari RUU KY Terdapat keraguan dalam pelaksanaan “pemilihan” calon hakim agung oleh DPR dalam Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial.37 f. Analisis dengan Kekuasaan Kehakiman yang Merdeka Untuk menjamin kekuasaan kehakiman yang merdeka, kewenangan DPR dalam pengangkatan jabatan hakim agung terbatas hanya pada “Menyetujui” calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial.38 - Implikasi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 Terhadap Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Pertama, peraturan- peraturan yang berkaitan tentang pengangkatan hakim agung harus mengikuti ketentuan sebagaimana tercantum dalam putusan Mahkamah Konstitusi. Kedua, terjadinya penguatan peran Komisi Yudisial dalam pengangkatan jabatan hakim agung. Ketiga, lebih mudahnya Komisi Yudisial melaksanakan pengangkatan jabatan hakim agung dalam hal pengusulan calon hakim agung. Keempat, Kewenangan DPR hanya menyetujui calon hakim agung. Kelima, lebih besarnya kemungkinan Calon Hakim Agung yang telah lulus seleksi di Komisi Yudisial untuk menjadi hakim agung. Keenam, Pasal 24A ayat (3) UUD NRI T 1945 dilaksanakan secara konsisten. Selain itu, implikasi penulis pertimbangkan adalah DPR boleh atau berwenang untuk menolak (tidak memberikan persetujuan) calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial berdasarkan UU MK.39 Dengan demikian, kriteria yang menjadi dasar DPR untuk menolak Calon Hakim Agung yang diajukan oleh Komisi Yudisial adalah: 37
(Mahkamah Agung, Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial, 2003, p. 42) (M. Yahya Harahap, ed. Ade Hairul Rachman dan Tarmizi, 2008, 39) 38
Dirangkum dari:
(Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi peradilan (LeIP) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI), 2002, p. Pengantar viii-xix; http://news.liputan6.com/read/700194/lobi-toilet-danseleksi-calon-hakim-agung; http://www.tribunnews.com/nasional/2013/09/25/komisi-yudisial-siap-beberkaninfo-suap-hakim-agung-ke-bk-dpr-siang-ini; http://www.indonesiamedia.com/2013/09/28/dpr-memangkebablasan/; Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, 2012, p. 302; Indonesian Legal Roundtable, op.cit. p. 1-2,5) 39
Republik Indonesia, Undang-Undang tentang Mahkamah Kontitusi, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003, LN Nomor 98 Tahun 2003, TLN Nomor 4316 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
1. Visi dan Misi Calon Hakim Agung harus sesuai dengan tujuan negara.40 2. Keadaan luar biasa yaitu Calon Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial melakukan tindak pidana kejahatan, dan telah dijadikan tersangka atau terdakwa di persidangan, ketika sedang dalam tahap pengusulan oleh Komisi Yudisial ke DPR. Menurut Penulis, dalam hal DPR menolak Calon Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial, DPR harus segera memberitahukannya kepada Komisi Yudisial untuk dicari pengantinya. Dalam artian, Komisi Yudisial segera mungkin memberikan Calon Hakim Agung yang baru untuk disetujui oleh DPR.41
Kesimpulan 1. Pengangkatan Jabatan Hakim Agung Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 juncto Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 juncto Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, dalam Pengaturan dan Mekanisme memiliki kekurangan yaitu terjadinya ketidak konsistenan antara Konstitusi dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Dalam
pelaksanaannya
sering
terjadi
permasalahan
yaitu
kurangnya jumlah Calon Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial ke DPR. 2. Implikasi Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013 terhadap pengangkatan jabatan Hakim Agung, adalah adanya perubahan mekanisme pengangkatan hakim agung, yaitu adanya pembatasan kewenangan DPR yaitu hanya “menyetujui” calon hakim agung, DPR hanya berhak menyetujui 1 (satu) orang dari 1 (satu) nama calon untuk setiap lowongan calon hakim agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Dalam hal DPR menolak Calon Hakim Agung yang diusulkan oleh Komisi Yudisial, DPR harus segera memberitahukannya kepada Komisi Yudisial untuk dicari pengantinya.
Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011, LN Nomor 70 Tahun 2011, TLN Nomor 5226 Tahun 2012, Ps. 45 ayat (3), 45A, 47, dan 48 ayat (2). 40
Dirangkum dari:
( Indonesian Legal Roundtable, op.cit., p. 5; Lihat, Harun Alrasid, op.cit., p.18. sebagaimana dikutip dalam J.H.A. Logeman, Over de theorie van eeen stelig staatsrecht, op.cit., p. 81-82) Diskusi dengan Narasumber Bapak Yunani Abiyoso, S.H., M.H., di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Tanggal 26 Februari 2013. 41
Penulis sarikan dari pendapat Fitra Arsil, S.H., M.H., Dosen Hukum Tata Negara, Tanggal 25 Juni 2014, di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Saran a. Peraturan yang berkaitan dengan pengangkatan hakim agung harus diadakan perubahan, disesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi, dengan tujuan agar pengangkatan jabatan hakim agung dapat dilaksanakan dengan berlandaskan konstitusi yaitu: Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan dapat dilaksanakan dengan baik. Adapun Peraturan yang berkaitan tersebut adalah UndangUndang tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang tentang Komisi Yudisial, Peraturan Komisi Yudisial, dan Peraturan DPR yang berkaitan dengan pengangkatan jabatan hakim agung. a. Kewenangan Pengawasan DPR dalam pengangkatan jabatan publik, menurut penulis dapat dilaksanakan dengan cara DPR memantau (melihat) pelaksanaan pengangkatan jabatan hakim agung yang dilakukan di Komisi Yudisial.
Kepustakaan Asshiddiqie, Jimly. (2006). Hukum Acara Pengujian Undang-Undang. Jakarta: Konstitusi Press bekerjasama dengan PT. Syaamil Cipta Media. _____. (2005). Konstitusi dan Kontitusionalisme Indonesia (Cet. 2). Jakarta: Konstitusi Press. _____. (2002). Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat. Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI. _____. (2012). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara (Ed.1. Cet. 4). Jakarta: Rajawali Press. _____. (2006).Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid I (Cet. 1). Jakarta: Konstitusi Pers. Black, Henry Campbell. (1990).Black’s Law Dictionary (Ed. 6) (Edition 6th).st. Paul, Minn : West Publishing Co. Departemen Pendidikan Nasional. (2007). Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ed .3. Cet. 4). Jakarta: Balai Pustaka. Harahap, M. Yahya,Ed. Ade Hairul Rachman dan Tarmizi. (2008). Organisasi dan Kekuasaan Mahkamah Agung serta Proses Pemeriksaan Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkata Perdata. Jakarta: Sinar Grafika. Indonesian Legal Roundtable. (2013). “Roundtable Discussion: Inkonsistensi Pengangkatan Calon Hakim Agung dan Komisioner Lembaga Negara Independen di Indonesia.” Materi Diskusi Hukum, Jakarta: Indonesian Legal Roundtable. Komisi Yudisial. (2012). Kiprah 7 Tahun Komisi Yudisial RI 2005-2012. Jakarta: Komisi Yudisial. _____. (2013). “Pengumuman Resmi Seleksi Kualitas Calon Hakim Agung Periode I Tahun 2013.”Jakarta: Komisi Yudisial. _____. (2013). “Pers Release Seleksi Tahap III Calon Hakim Agung Periode I Tahun 2013.”Jakarta: Komisi Yudisial Kusnardi , Moh. dan Harmaily Ibrahim. (1985). Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia (Cet. 6). Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi peradilan (LeIP) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI). (2002). Andai saya terpilih: Janji-Janji Calon Ketua dan Wakil Ketua MA. Jakarta: Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi peradilan (LeIP) dan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI). Mahkamah Agung. (2003). Naskah Akademis dan Rancangan Undang-Undang tentang Komisi Yudisial,Jakarta: Mahkamah Agung RI. _____. (2009). Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI- Tahun 2008. Jakarta: Mahkamah Agung. _____. (2011). Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI- Tahun 2010. Jakarta: Mahkamah Agung. _____. (2013). Laporan Tahunan Mahkamah Agung RI- Tahun 2012. Jakarta: Mahkamah Agung. Manan , Bagir. (1995). Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia. Bandung: Pusat Penerbitan Universitas LPPM Universitas Islam Bandung. Mamudji , Sri, Et al. (2005).Metode Penelitian dan Penulisan Hukum (Cet. 1). Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Rongiyati, Sulasi. (2013). Info Singkat Hukum V/2/II/P3DI/Januari/2013. “Menjaring Hakim Berintegritas Melalui Seleksi Calon Hakim Agung.” Jakarta: Pusat Pengkajian, Pengolahan Data dan Informasi (P3DI) Sekretariat Jenderal DPR RI. Saleh , K. Wantjik. (1977). Kehakiman dan Peradilan (Cet. 2). Jakarta: Ghalia Indonesia. Salim, Peter dan Yenny Salim, (2002). Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer (Ed.3). Jakarta: Modern English Press. Shadily, Hasan dan John M. Echols, (1997). Kamus Indonesia Inggris (Ed. 3). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. _____. (2005). Kamus Inggris Indonesia (Cet. 26). Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Soekanto, Soerjono. (2008). Pengantar Penelitian Hukum (Cet. 3). Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Tim Penyusun. (2008). Naskah Koomprehensif perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002: Buku VI Kekuasaan Kehakiman. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. _____. (2008). Naskah Koomprehensif perubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses, dan Hasil Pembahasan 1999-2002: Buku I Latar Belakang, Proses, dan Hasil Perubahan UUD 1945. Jakarta: Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Alrasid, Harun. (1993). ”Masalah Pengisian Jabatan Presiden Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia 1945 Sampai Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat 1993.”Disertasi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Notodiguno. (2012). “Analisis Yuridis Pengawasan dan Pertanggungjawaban Dewan Pengawas Syariah setelah adanya Undang-Undang Perbankan Syariah Nomor 21 Tahun 2008.” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Novita, Dian. (2012). ” Sengketa Kewenangan Konstitusional Lembaga Negara Oleh Komisi Yudisial: Analisa Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 030/SKLN-IV/2006 tentang Sengketa Kewenangan Lembaga Negara antara KPI melawan Presiden Ri q.q Menteri Komunikasi dan Informatika.” Skripsi Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok. Rahmatika, Siswantana Putri. (2009). “Peralihan Kewenangan Penyelesaian Sengketa hasil PILKADA dari Mahkamah Agung ke Mahkamah Konstitusi.” Tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
Wawancara dengan Informan Ibu Lina Mariani, Bagian Seleksi Hakim Agung di Komisi Yudisial, Pada Tanggal 6 Maret 2014 di Komisi Yudisial. “Seleksi Hakim Agung, Anggota DPR Beda Pendapat.” 13 Juni 2013. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt51769df2b66e6/seleksi-hakim-agung-anggota-dpr-beda-pandangan. 26 Februari 2014. http://sahabatsejati-sbd.blogspot.com/2011/07/jarang-penyuapan-hakimtanpa-lalui.html. 26 Februari 2014. news.detik.com/read/2011/07/26/105953/1689434/10/?topnews. 26 Februari 2014. http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/Risalah/risalah_sidang_5866_PUTUSAN%20P ERKARA%20NOMOR%2025%20dan%2027%20PUU%20XI.2013%20tanggal%209 %20Januari%202014.pdf. “Lobi Toilet` dan Seleksi Calon Hakim Agung.” 24 Maret 2014. http://news.liputan6.com/read/700194/lobi-toilet-dan-seleksi-calon-hakim-agung. “Komisi Yudisial Siap Beberkan Info Suap Hakim Agung ke BK DPR Siang Ini.” 24 Maret 2014. http://www.tribunnews.com/nasional/2013/09/25/komisi-yudisial-siapbeberkan-info-suap-hakim-agung-ke-bk-dpr-siang-ini. “Komisi III DPR Mulai Fit and Proper Test Calon Hakim Agung. ” 31 Mei 2014. http://www.detiknews.com/read/2010/02/02/140249/1291122/10/komisi-iii-dpr-mulaifit-and-proper-test-calon-hakim-agung. “Enam Hakim Agung Dilantik Menjadi Ketua Muda.” 2 Juni 2014. HTTP://WWW.HUKUMONLINE.COM/BERITA/BACA/HOL21747/ENAMHAKIM-AGUNG-DILANTIK-MENJADI-KETUA-MUDA. 2 Juni 2014. http://www.bijaks.net/aktor/profile/drhmuhammadhattaalishmh510e0978bf762. “Ketua MA Melantik Tuada Pengawasan dan Tuada Perdata.” 2 Juni 2014. http://kepaniteraan.mahkamahagung.go.id. “Ketua MA Ambil Sumpah Enam Ketua Muda, Djoko Sarwoko kini menempati pos baru sebagai Ketua Muda MA Bidang Pidana Khusus.” 2 Juni 2014. http://nasional.news.viva.co.id/news/read/50177mahkamah_agung_lantik_enam_ketua_muda_baru. Lokakarya Penganggaran Berbasis Rencana Strategis Angkatan Ke-II Kembali Dilaksanakan.” 2 Juni 2014. HTTPS://MAHKAMAHAGUNG.GO.ID/RNEWS.ASP?JID=8&BID=626. “Ketua MA lantik Ketua Muda TUN dan 13 Ketua Pengadilan Tinggi.” 2 Juni 2014. http://m.merdeka.com/peristiwa/ketua-ma-lantik-ketua-muda-tun-dan-13-ketuapengadilan-tinggi.html. “Pelantikan Ketua Muda Mahkamah Agung RI.” 2 Juni 2014. https://www.mahkamahagung.go.id/pg2news.asp?jid=6&bid=1043. “Abdul Kadir Mappong dan Ahmad Kamil Duet Wakil Ketua MA.” 05 Juni 2014. http://www.pa-pekalongan.go.id/index.php/13-halaman-muka/kabar-gembira1/156abdul-kadir-mappong-dan-ahmad-kamil-duet-wakil-ketua-ma. “Dr. Harifin A.Tumpa, S.H., M.H..” 05 Juni 2014. http://www.unhas.ac.id/content/dr-harifinatumpa-sh-mh. “Harifin A Tumpa Jadi Ketua MA,” 05 Juni 2014. http://news.detik.com/read/2009/01/15/102941/1068738/10/harifin-a-tumpa-jadiketua-ma. 05 Juni 2014. https://lapaukata.files.wordpress.com/2008/09/daftar-kelahiran-hakimagung.pdf.
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
“M
Saleh Terpilih Menjadi Waka MA Yudisial.” 5 Juni 2014. http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt511b7ddb3fb5c/m-saleh-terpilih-menjadiwaka-ma-yudisial. “Pelantikan Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung.” 5 Juni 2014. http://www.tribunnews.com/images/editorial/view/627902/pelantikan-ketua-kamartata-usaha-negara-mahkamah-agung. “Wakil Ketua MA Dilantik.” http://m.suaramerdeka.com/index.php/read/cetak/2013/03/22/219252. 5 Juni 2014. 12 Juni 2014. “DPR memang kebablasan,” http://www.indonesiamedia.com/2013/09/28/dprmemang-kebablasan/, Risalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-XI/2013 tentang perkara Pengujian Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas UndangUndang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung dan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. _____.Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. LN Nomor 157 Tahun 2009. TLN Nomor 5076 Tahun 2009. _____.Undang-Undang tentang Komisi Yudisial. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004. LN Nomor 89 Tahun 2004. TLN Nomor 4415 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Komisi Yudisial. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011. LN No. 106 Tahun 2011. TLN No. 5250 Tahun 2011. _____.Undang-Undang tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985. LN Nomor 73 Tahun 1985. TLN Nomor 3316 Tahun 1985, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004. LN Nomor 9 Tahun 2004. TLN Nomor 4359 Tahun 2004, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009. LN Nomor 3Tahun 2009. TLN Nomor 5076 Tahun 2009. _____.Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003. LN Nomor 98 Tahun 2003. TLN Nomor 4316 Tahun 2003, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2011. LN Nomor 70 Tahun 2011. TLN Nomor 5226 Tahun 2012. _____.Undang-Undang tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. UndangUndang Nomor 27 Tahun 2009. LN Nomor 123 Tahun 2009, TLN Nomor 5043 Tahun 2009. _____. Undang-Undang tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974. LN Nomor 55 Tahun 1974. TLN Nomor 3041 Tahun 1974. sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999, LN Nomor 169 Tahun 1999, TLN Nomor 3890 Tahun 1999. _____. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat tentang Tata Tertib. Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Nomor 1 Tahun 2009. BN Nomor … Tahun …,TBN Nomor … Tahun ....
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014
_____. Peraturan Komisi Yudisial tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011. BN Nomor … Tahun …,TBN Nomor … Tahun …. sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Komisi Yudisial tentang Perubahan Peraturan Komisi Yudisial Nomor 7 Tahun 2011 tentang Tata Cara Seleksi Calon Hakim Agung. Peraturan Komisi Yudisial Nomor 2 Tahun 2013. BN Nomor 329 Tahun 2013, TBN Nomor … Tahun …. _____. Peraturan Komisi Yudisial tentang Pedoman Penentuan Kelayakan Calon Hakim Agung.Peraturan Komisi Yudisial Nomor 6 Tahun 2013. BN Nomor 1191 Tahun 2013,TBN Nomor … Tahun ….
Pengangkatan jabatan…, Tursucianto, FH UI, 2014