Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
Tuntutan Kurikulum 2013 Dalam Pengajaran Bahasa Inggris Dr. H. Abdul Muth’im, M.Pd. Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris FKIP Universitas Lambung Mangkurat
[email protected]
Abstract Pemahaman yang baik terhadap kurikulum adalah tuntutan mutlak bagi para penyelenggara pendidikan, terutama guru. Dari pemahaman tersebut guru akan mengetahui tujuan penyelenggaraan pendidikan. Dari pemahaman itu guru juga akan mengetahui isi materi pembelajaran, prosedur pelaksanaan pemberlajaran dan pengalaman pembelajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dengan memahami kurikulum guru juga akan dapat menentukan alat untuk mengukur keberhasilan pembelajaran serta bagaimana cara melakukannya. Pemahaman yang sama juga dituntut dari guru terhadap Kurikulum 2013 sebagai sebuah rancangan pelaksanaan pembelajaran di sekolah-sekolah Indonesia saat ini. Tanpa pehamanan ini implementasi Kurikulum 2013 tidak akan berjalan dengan baik. Makalah ini mencoba memperbincangkan apa yang dituntut Kurikulum 2013 terhadap pembelajaran bahasa Inggris.
PENDAHULUAN Pemerintah yang diwakili oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menegaskan bahwa kurikulum baru, yakni kurikulum 2013 (K13) harus sudah diimplementasikan pada semua tingkat pendidikan di seluruh Indonesia sejak tahun pelajaran 2013. Ada beberapa alasan yang dikemukan Pemerintah: (1) karena terjadinya perubahan global sekarang, (2) karena kebutuhan akan kompetensi yang diperlukan, (3) karena terjadinya fenomena negative terutama di kalangan anak-anak muda, (4) karena persepsi negative terhadap pendidikan sekarang di kalangan orang-orang Indonesia (Hamied, 2014). Pengimplementasian kurikulum ini tentu saja menimbulkan berbagai konsekuensi pada berbagai pemangku kepentingan (stakeholders). Salah satu pemangku kepentingan yang merasakan langsung dampak dari implementasi kurikulum ini adalah guru. Guru yang sudah mulai merasa nyaman dengan kurikulum sebelumnya, KTSP, tiba-tiba harus berpindah pada pola fikir dan praktik pembelajaran berdasarkan kurikulum baru. Sejumlah guru sudah mengikuti pelatihan dan sosialisasi K13dengan hasil dapat memahami serta dapat mengimplementasikan kurikulum ini dengan baik. Guru-guru lain walaupun sudah mengikuti pelatihan dan sosialisasi K13 masih belum mendapat pemahaman yang baik dan belum Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
terampil dalam mengimplementasikan K13 dengan memuaskan. Sementara itu masih ada guru-guru yang sama sekali belum pernah mengikuti kegiatan pelatihan dan sosialisasi K13 tetapi mau mencoba memahami sendiri dari berbagai sumber dan mencoba mengimplementasikan sejauh yang ia pahami. Yang memprihatinkan adalah adanya sejumlah guru yang tidak pernah sama sekali mengikuti kegiatan pelatihan dan sosialisasi K13 dan juga tidak berusaha memahami sendiri sehingga apa yang mereka lakukan dalam pembelajaran didasarkan pada pemahaman dan praktik-praktik pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ‘saka’. Agar K13 dapat diimplementasikan dengan baik ada sejumlah tuntutan hal yang harus dipenuhi dengan baik oleh guru antara lain: pemahaman tentang hakikat kurikulum, pemahaman komponen kurikulum, pemahaman tentang K13 dan pemahaman tentang cara menilai hasil belajar siswa berdasarkan K13. Pengertian kurikulum Sebelum kita membicarakan K13 mungkin ada baiknya kalau kita bicarakan pengertian kurikulum secara umum terlebih dahulu. Dengan berbekal pemahaman itu K13 diharapkan dapat disikapi dengan lebih bijaksana dan dapat ditindaklanjuti dengan lebih proporsional dan professional. Berikut dikutipkan beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli kurikulum. Finocchiaro (1989), misalnya, mendefinisikan kurikulum sebagai pengetahuan, keterampilan, aktifitas, materi, dan lain-lain yang dikandung dalam pengajaran mata pelajaran apa pun. Doll (dalam Prabawa dan Ariatmi, 2002), menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah semua pengalaman yang ditawarkan pada para siswa di sebuah ruang atau di bawah arahan sekolah. Sementara itu, Richards, dkk. (1987) mendefinisikan kurikulum sebagai sebuah rencana pendidikan yang menentukan (a) tujuan program pendidikan (sebagai tujuan akhir: ENDS), (b) isi, prosedur pembelajaran dan pengalaman belajar (sebagai alat untuk mencapai tujuan: MEANS) dan (c) alat untuk menilai pencapaian tujuan: ASSESMEN. Pemerintah melalui PP No. 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas PP No. 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Komponen kurikulum Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut dengan kurikulum adalah sebuah rencana pendidikan (pembelajaran) yang mencakup tiga komponen, yaitu: Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
tujuan pembelajaran: ENDS, cara mencapai tujuan pembelajaran: MEANS, dan cara menilai keberhasilan pembelajaran: ASSESSMENT. Tujuan pembelajaran (ENDS) Tujuan pendidikan dijabarkan secara hirarkis. Tujuan pendidikan yang paling tinggi adalah tujuan pendidikan nasional. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 mengamanatkan bahwa: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dengan kata lain, pendidikan Indonesia dimaksudkan untuk menanamkan sikap (ketuhanan dan sosial), pengetahuan dan keterampilan. Tujuan pendidikan nasional kemudian diterjemahkan oleh insitusi-institusi yang menyelenggarakan program pendidikan. Ada institusi pendidikan yang bertujuan mendidik calon dokter, calon perawat, calon insinyur, calon tentara, calon polisi, calon guru, dan lainlain. Tujuan pendidikan pada masing-masing institusi ini disebut tujuan pendidikan insitusional. Selanjutnya, agar dapat menghasilkan lulusan sesuai dengan tujuan institusi masing-masing, sejumlah mata pelajaran yang harus dipelajari oleh para siswa dipersiapkan. Tujuan pendidikan masing-masing mata pelajaran pada institusi pendidikan disebut tujuan kurikuler pendidikan. Terakhir, tujuan masing-masing unit pelajaran dari mata pelajaran tertentu disebut tujuan pendidikan instruksional. Semua tujuan pendidikan baik pada level institusi, level mata pelajaran, maupun level unit mata pelajaran dimaksudkan untuk menunjang tercapainya tujuan pendidikan nasional. Alat untuk mencapai tujuan pembelajaran (MEANS) Ada tiga alat yang dapat digunakan untuk mencapai pembelajaran. Ketiga alat tersebut adalah: isi materi pembelajaran, prosedur pembelajaran dan pengalaman pembelajaran. Isi materi pembelajaran Untuk mencapai tujuan pendidikan isi pembelajaran harus dipilih, diurut dan dijastifikasi sesuai dengan tujuan pembelajaran. Dalam khasanah ilmu pendidikan dan ilmu keguruan pengaturan isi materi pembelajaran seperti ini disebut silabus. Silabus, menurut Krahnke (1987) adalah rencana pembelajaran yang menentukan isi pelajaran yang digunakan untuk menggerakkan siswa ke arah tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Nunan (2003) Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
silabus adalah rencana pembelajaran yang ada kaitannya dengan pemilihan, pengurutan, dan penjastifikasian isi pelajaran. Lebih luas, di dalam K13 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran atau tema tertentu yang mencakup Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD), materi pembelajaran, kegiatan pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar prosedur mengajar dan pengalaman belajar. Selama ini, dalam pembelajaran bahasa Inggris isi materi pembelajaran dirancang berdasarkan salah satu atau gabungan antara dua atau lebih rancangan silabus: (1) structural syllabus, (2) notional/funtional syllabus, (3) situational syllabus, (4) skill-based syllabus, (5) task-based syllabus, and (6) content-based Krahnke (1987). Selanjutnya, Krahnke (1987) menerangkan isi masing-masing silabus di atas sebagai berikut: (1) Structural syllabus Silabus ini adalah sebuah silabus di mana isi materi pembelajaran bahasa berupa sekumpulan bentuk (forms) dan struktur (structures) bahasa yang sedang diajarkan dan dipelajari. Beberapa contoh struktur meliputi: kata benda (nouns), kata kerja (verbs), kata sifat (adjectives), kalimat berita (statements), kalimat tanya (questions), kalimat komplek (complex sentences), dan sebagainya. (2) Notional/funtional syllabus Silabus ini adalah sebuah silabus di mana isi materi pembelajaran bahasa berupa sekumpulan fungsi bahasa yang dilakukan ketika bahasa digunakan, atau bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah makna. Contoh-contoh fungsi bahasa antara lain: memberi informasi (informing), menyetujui (agreeing), meminta maaf (apologizing), menjanjikan (promising), dan lain sebagainya. (3) Situational syllabus Adalah sebuah silabus di mana isi materi pembelajaran bahasa adalah sekumpulan situasi, baik yang real maupun imaginer, dimana bahasa tersebut digunakan. Tujuan utama silabus ini adalah mengajarkan bahasa yang digunakan pada situasi-situasi tertentu. Contoh-contoh isi silabus ini adalah: ke dokter (seeing the doctor), mengeluh kepada penjaga toko (complaining to the shop-keeper), bertanya arah (asking direction), dan lainlain. (4) Skill-based syllabus Adalah sebuah silabus di mana isi materi pembelajaran bahasa adalah sekumpulan kemampuan-kemampuan khusus yang mungkin dapat membantu dalam penggunaan Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
bahasa. Tujuan utama silabus ini adalah agar siswa dapat mempelajari keterampilanketerampilan bahasa tertentu. Contoh-contoh isi silabus ini antara lain: mendengarkan bahasa lisan dengan tujuan untuk memahami ide utama (listening to spoken language for the main idea), menulis paragraph yang baik (writing well-formed paragraphs), melatih presentasi lisan yang efektif (giving effective oral presentation), dan sebagainya. (5) Task-based syllabus Silabus ini serupa dengan content-based syllabus dalam pengertian bahwa keduanya pembelajaran tidak diorganisir sekitar fitur-fitur kebahasaan yang sedang diajarkan dan dipelajari, tetapi diorganisir berdasar prinsip-prinsip organisasi lainya. Dalam task-based syllabus isi materi pembelajaran adalah sekumpulan tugas-tugas yang komplek dan bermakna yang diinginkan atau dibutuhkan oleh siswa untuk dilakukan dengan menggunakan bahasa yang sedang dipelajari. Beberapa contoh antara lain: melamar pekerjaan (applying for a job), berbicara dengan pekerja sosial (talking with a social worker), meminta informasi mengenai perumahan melalui telepon (asking information on housing over telephone). (6) Content-based Silabus ini sebenarnya sama sekali bukanlah silabus pengajaran bahasa. Tujuan utama pengajaran adalah mengajarkan sejumlah isi atau informasi dengan menggunakan bahasa yang juga sedang mereka pelajari. Secara bersamanaan siswa adalah siswa mata pelajaran selain bahasa Inggris dan sekaligus siswa pelajaran bahasa Inggris. Yang diutamakan adalah isi mata pelajaran sedangkan pembelajaran bahasa secara tidak sengaja terjadi. Misalnya, pelajaran sain, matematika, atau fisika yang diajarkan dengan menggunakan bahasa Inggris. Prosedur pembelajaran Hal lain yang tidak kalah pentingnya dalam mencapai tujuan pembelajaran adalah penggunaan prosedur pembelajaran yang sesuai. Yang dimaksud dengan prosedur pembelajaran dalam tulisan ini adalah segala usaha atau cara yang dilakukan guru dalam rangka membantu siswa mencapai tujuan pembelajaran bahasa. Jadi, istilah ini bisa berarti metode mengajar (methods of teaching), model-model pembelajaran (teaching models), teknik-teknik mengajar (techniques of teaching), strategi-strategi mengajar (teaching strategies), dan/atau skenario pembelajaran (teaching and learning scenario). Dengan kata lain, apa pun namanya, usaha-usaha yang dilakukan oleh guru agar siswanya berhasil mencapai tujuan pembelajaran disebut prosedur pengajaran. Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
Selama ini masing-masing mata pelajaran (MAPEL) disampaikan dengan metode tertentu pula – sesuai dengan hakikat dan karakteristik tiap-tiap MAPEL. Dalam pembelajaran bahasa Inggris, misalnya, ada beberapa metode pembelajaran yang dapat dimanfaatkan guru-guru bahasa Inggris dalam mengajar. Di antara metode-metode itu adalah: Grammar Translation Method (GTM), Direct Method (DM), Audiolingual Method (ALM), Total Physical Response (TPR), Community Langauge Learning (CLL), dan Communicative Language Teaching (CLT). GTM, menurut Brown (2007) mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) pelajaran disampaikan dengan menggunakan bahasa ibu, (2) banyak kosa kata diajarkan dalam bentuk daftar kata-kata yang terpisah, (3) penjelasan tentang seluk-beluk tata bahasa (grammar) diberikan secara panjang lebar, (4) tata bahasa menyajikan aturan-aturan tentang bagaimana kata-kata disusun, dan pembelajaran sering terfokus pada bentuk infeksi kata-kata, (5) bacaan teks-teks klasik yang sulit mulai diajarkan sejak dini, (6) sedikit perhatian diberikan pada isi teks, yang diperlakukan sebagai latihan analisa tata bahasa, (7) sering kali satu-satunya drill adalah latihan menerjemahkan dari bahasa target ke dalam bahasa ibu, (8) sedikit atau sama sekali tidak ada perhatian diberikan pada pengucapan (pronunciation). DM mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) pembelajaran sepenuhnya dilaksanakan menggunakan bahasa target, (2) kosa kata dan kalimat-kalimat yang diajarkan adalah yang digunakan sehari-hari, (3) keterampilan berbahasa lisan dibangun atas kemajuan sekitar pertukaran tanya-jawab antara guru dan siswa yang diorganisir di kelas kecil secara intensif, (4) tata bahasa diajarkan secara induktif, (5) poin-poin bahasa baru diajarkan melalui model dan praktik, (6) kosa-kata konkret diajarkan melalui demonstrasi, obyek-obyek, dan gambar; kosa-kata abstrak diajarkan melalui asosiasi gagasan, (7) baik ujaran maupun keterampilan mendengar diajarkan, (8) ucapan dan tata bahasa yang benar ditekankan (Brown, 2007). ALM, masih menurut Brown (2007), mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) materi pembelajaran baru disampaikan dalam bentuk dialog, (2) ada ketergantungan pada peniruan, hapalan frasa-frasa dan belajar berulang-ulang (overlearning), (3) tata-bahasa disusun dengan cara analisa kontrastif dan diajarkan satu-satu setiap kali, (4) pola-pola tata-bahasa diajarkan dengan menggunakan repetisi, (5) tidak ada atau sedikit sekali adanya penjelasan mengenai tata-bahasa. Tata-bahasa diajarkan dengan cara analogi induktif bukan dengan cara penjelasan deduktif, (6) kosa-kata dengan ketat dibatasi dan dipelajari sesuai konteks, (7) banyak menggunakan tape, laboratorium bahasa, dan visual aids, (8) pengucapan sangat dipentingkan, (9) sangat sedikit penggunaan bahasa oleh guru diijinkan, (10) jawabanSeminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
jawaban yang berhasil segera diberi penguatan, (11) ada usaha yang sungguh-sunggu agar siswa menghasilkan ujaran yang bebas dari kesalahan, (12) ada kecendrungan memanipulasi bahasa dan mengabaikan isi. TPR, menurut Richards dan Rodgers (1986) ditandai dengan ciri-ciri berikut: (a) dalam belajar bahasa, kemampuan memahami lebih dahulu terjadi daripada kemampuan memproduksi bahasa, (b) pembelajaran berbicara hendaknya ditunda sampai kemampuan memahami terbangun, (c) kemampuan-kemampuan berbahasa diperoleh dari kemampuan mendengar yang ditransfer pada kemampuan-kemampuan lain, (d) pembelajaran harus menekankan pada makna ketimbang bentuk, dan (e) pembelajaran bahasa seharusnya menimalisir ketegangan siswa. CLL, menurut Richards dan Rodgers (1986) mempunyai prosedur pembelajaran sebagai berikut: (a) sekelompok siswa duduk dalam sebuah lingkaran dengan guru berdiri di luar lingkaran; (b) seorang siswa membisikkan sebuah pesan dalam bahasa ibu; (c) guru menerjemahkan pesan tersebut ke dalam bahasa target (FL); (d) siswa mengulangi pesan dalam bahasa asing tersebut ke dalam kaset; (e) siswa menyusun pesan-pesan selanjutnya dalam bahasa FL dengan bantuan guru; (f) siswa melakukan refleksi. CLT, menurut Brown (2007), mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) mempunyai tujuan yang menyeluruh, (2) menekankan hubungan antara bentuk dan fungsi bahasa, (3) menyeimbangkan antara kelancaran dan keakuratan, (4) memfokuskan pada kontek dunia nyata, (5) menumbuhkan sifat otonomi siswa dan keterlibatan strategis, (6) memaksimalkan peran guru, (7) memaksimalkan peran siswa. Pengalaman belajar Selain isi materi pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang tepat, hal lain yang tidak kalah pentingya dalam mencapai tujuan pembelajaran adalah pemilihan pengalaman pembelajaran yang cocok yang dialami siswa. Apakah pengalaman pembelajaran yang dialami oleh siswa bersifat individual, berpasangan, berkelompok, atau klasikal. Apakah pengalaman pembelajaram yang dialami oleh siswa melalui kegiatan-kegiatan pembelajaran di kelas atau kegiatan pembelajaran di luar kelas. Apakah pengalaman belajar yang dialami siswa bersifat ‘teacher-centered’ atau bersifat ‘student-centered’. Dalam pembelajaran yang berbasis genre-based approach (GBA), misalnya, pengalaman-pengalaman pembelajaran, nampaknya dapat mengakomodir berbagai pengalaman pembelajaran: klasikal, berkelompok atau berpasangan dan individual. LangkahSeminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
langkah dan pengalaman pembelajaran yang dialami oleh siswa: (a) membangun pengetahuan tentang teks, baik struktur generiknya maupun lexico-grammarnya (BkoF), (b) mengamati model teks yang sedang diajarkan (MoT), (c) menyusun teks yang dipelajari dalam kelompok atau berpasangan (JcoT), dan (d) menyusun teks yang sedang dipelajari secara individual (ICoT) (Ditjen PLP Kemendiknas, 2005). Semua pengalaman pembelajaran itu dialami siswa di sekolah dan di luar sekolah (rumah) baik secara sendiri-sendiri maupun bekerja sama dengan pembelajar lainnya atau sering disebut dengan collaborative learning. Collaborative learning dapat berbentuk pengalaman bermain (games), bermain peran dan simulasi (role-play and simulations), melalui permainan drama (drama), melakukan wawancara dan diwawancarai (interview), menyelesaikan proyek (projects), curah pendapat (brainstorming), melalui kegiatan mendapatkan informasi (information gap), dengan jigsaw, memecahkan masalah dan mengambil keputusan (problem solving and decision making), dan bertukar pendapat dengan pembelajar lain (opinion exchange). Cara menilai keberhasilan pembelajaran (ASSESSMENT) Asesmen adalah istilah umum yang mencakup proses mengumpulkan, mengsintesakan, dan menafsirkan data formal maupun informal yang dapat memberikan informasi menyeluruh mengenai prestasi seseorang atau sekelompok orang dalam kurun waktu tertentu. Asesmen dapat dilakukan melalui tes dan bisa juga dilakukan melalui teknik non-tes, seperti mengobservasi performansi, portofolio atau wawancara (Miller, 2008). Tes adalah sebuah instrumen asesmen formal yang digunakan untuk menilai kemampuan kognitif pembelajar dalam satu disiplin akademis serta untuk mengumpulkan informasi tentang performansi motorik pembelajar dan karakter-karakter afektif mereka. Ada dua macam tes yang sering digunakan dalam pendidikan: tes obyektif dan tes subyektif. Tes obyektif adalah tes yang menuntut siswa memilih jawaban yang benar; sedangkan tes subyektif adalah tes yang menuntut pembelajar menyusun sendiri jawaban mereka ketimbangan memilih dari sekian kemungkinan jawaban (Miller, 2008). Tes yang manapun yang dipilih, kedua tes tersebut harus memenuhi dua syarat: valid dan reliable. Harmer (2003) mengklaim bahwa sebuah tes dikatakan valid apabila tes itu mengukur apa yang seharusnya diukur, dan tes itu dikatakan reliable apabila hasil pengukuran konsisten. Asesmen apa pun yang digunakan, tujuannya tetap sama, yakni (1) mengevaluasi dan meningkatkan pembelajaran siswa, (2) mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan siswa, (3) menilai efektifitas strategi pembelajaran tertentu, (4) mengevaluasi dan memperbaikai efektifitas program kurikulum, (5) mengevaluasi dan meningkatkan efektifitas pembelajaran, Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
(6) mengkomunikasikan hasil belajar pembelajar dengan orang tua murid maupun wali murid dan mereka dalam pembelajaran pembelajar (Kellough, 1993). Kurikulum 2013 Walaupun K13 pada prinsipnya sama dengan kurikulum-kurikulum yang pernah digunakan dalam dunia pendidikan Indonesia, yaitu sama-sama mengemban amanat agar tujuan pendidikan nasional seperti yang kita kutip di atas tercapai, sama-sama mencantumkan tujuan pendidikan pada setiap jenjang pendidikan, sama-sama mencantumkan isi pembelajaran, sama-sama mencantumkan prosedur pembelajaran, dan sama-sama menawarkan berbagai pengalaman belajar serta mendesain cara-cara menilai keberhasilan pemmateri belajaran, tetapi, tidak bisa dipungkiri bahwa dalam beberapa hal terdapat perbedaan yang perlu kita pahami dan disikapi bersama lebih saksama dan sungguh-sungguh. Di antara perbedaan-perbedaan tersebut yang paling mencolok, menurut penulis, adalah: peranan MAPEL dalam pembentukan kompetensi, sumber materi pembelajaran dan metode pembelajaran, dan penilaian hasil pembelajaran. Peranan MAPEL dalam pembentukan kompetensi Pada Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) peranan MAPEL dalam melatih, memupuk, mengembangkan dan meningkatkan kompetensi siswa sangat menentukan. Melalui MAPEL kompetensi siswa pada ranah pengetahuan (cognitive), ranah keterampilan (motoric), dan ranah sikap (affective) dilatih, dipupuk, dikembangkan dan ditingkatkan. Dengan demikian, siswa yang terlibat dan dilibatkan dalam pembelajaran MAPEL tertentu akan menjadi siswa yang mempunyai kompetensi yang mumpuni dalam dalam bidangnya. Pada K13, MAPEL tidak saja berperan sebagai muatan pembelajaran yang bertanggung jawab terhadap terbinanya kompetensi pengetahuan, keterampilan, dan sikap pada masing-masing MAPEL, tetapi juga harus bertanggung jawab atas tercapainya Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Secara ringkas, SKL yang dituntut pada setiap jenjang pendidikan mencakup kompetensi sikap (regelius dan sosial), kompetensi pengetahuan, dan kompetensi keterampilan. Kompetensi Sikap. Pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia berdasarkan K13 menghendaki dihasilkannya pribadi yang mempunyai kompetensi sikap relegius dan sikap kompetensi sosial, yakni: beriman, berakhlak mulia, percaya diri, bertanggungjawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan social, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya. K13 Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
juga menghendaki terwujudnya pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Selain itu K13 juga merancang kegiatan pendidikan yang bertujuan terwujudnya pribadi yang berkemampuan fikir dan tindak yang produktif dan kreatif dalam ranah abstrak dan konkret. Sumber materi pembelajaran Pada KBK dan KTSP, pemilihan, penyeleksian dan pengurutan materi pembelajaran diserahkan sepenuhnya kepada guru. Untuk dapat menentukan isi materi pembelajaran apa yang cocok, sebelumnya, guru berkewajiban menyusun silabus berdasarkan Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) yang ditentukan oleh Pemerintah. Berdasarkan silabus yang disusun tersebut guru kemudian memilih, menyeleksi, dan mengurut isi materi pembelajaran. Untuk operasionalisasi silabus, kepada guru diwajibkan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dimana di dalamnya tergambar indikator pembelajaran, tujuan pembelajaran, skenario pembelajaran yang menggambarkan apa yang dilakukan pengajar dan pebelajar pada kegiatan awal (pre-activity), kegiatan utama (whilst activity), dan kegiatan penutup (post-activity). Dalam menyusun RPP, guru mempunyai kebebasan untuk memilih isi materi pembelajaran dari sumber apa pun. Guru dipersilakan mengambil materi pembelajaran dari buku apa pun. Tidak ada pembedaan antara buku teks wajib dan buku teks suplemen. Yang terpenting adalah materi pembelajaran yang dipilih harus dapat memfasilitasi terjadinya pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran. Sebaliknya, dalam K13, guru tidak mempunyai kewajiban untuk mengembangkan Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD) dalam sebuah silabus. Silabus dalam K13 sudah disusun oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Begitu pula muatan pembelajaran sudah dipersiapkan oleh Pemerintah dalam bentuk Buku Guru (BG) dan Buku Siswa (BS). Bahkan, dalam BG, panduan cara pembelajaran dan panduan penilaian hasil pembelajaran telah disediakan. Tugas guru hanya menyusun RPP dengan isi materi pembelajaran yang tersedia dalam BG dan BS. Dalam BG bahasa Inggris kelas VII, misalnya, panduan umum mencakup hal-hal berikut: (a) KI dan KD bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs, (b) penyebaran wacana bahasa Inggris kelas VII SMP/MTs, (c) proses pembelajaran, (d) proses penilaian, (e) rincian aspek penilaian, (f) contoh format penilaian, (g) alokasi waktu, (h) kegiatan pembuka, dan (i) kegiatan penutup. Sedangkan pada bagian petunjuk khusus, BG bahasa Inggris kelas VII memuat KI, KD, dan materi pokok.
Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
Dalam BG bahasa Inggris kelas X bagian Petunjuk Umum berisi pengalaman belajar yang disajikan pada setiap bab terdiri dari: Warmer, Vocabulary Builder, Pronunciation Practice, Reading, Text Structure, Vocabulary Exercises, Grammar Review, Speaking, Writing, Reflection, dan Further Activities. Vocabulary builder dimaksudkan untuk membangun atau memperkaya kosa kata. Pronunciation practice dimaksudkan untuk melatih siswa mengucapkan kata-kata dalam bahasa Inggris dengan lafal, tekanan, dan intonasi yang tepat. Reading bertujuan untuk membangun berbagai kemampuan membaca, seperti memahami gagasan utama dan pendukung, informasi yang eksplisit maupun implisit, serta kata, frasa, dan kalimat. Text Structure dimaksudkan untuk membekali siswa dengan pengetahuan langkah-langkah retorika dalam beragam teks melalui kegiatan mengidentifikasi struktur yang digunakan teks bacaan yang sedang dibaca. Vocabulary exercise bertujuan untuk memperkuat kosa kata yang telah dipelajari dalam kegiatan sebelumnya, serta melatih siswa menggunakan kosa kata tersebut dalam konteks kalimat baru. Grammar review dimaksudkan agar siswa mampu menggunakan grammar tersebut dalam berkomunikasi, misalnya, untuk bercerita atau mendeskripsikan sesuatu, baik secara lisan maupun tulis. Pada kegiatan Speaking dan Writing siswa berlatih melakukan kegiatan berkomunikasi menyampaikan pesan dan mempraktikkan atau menggunakan kosa kata, grammar, dan langkah-langkah retorika yang telah dipelajari pada kegiatan belajar sebelumnya. Di akhir bab diberikan bagian Refleksi yang berisi beberapa pertanyaan yang dapat membantu siswa untuk melakukan selfassessment atas kemampuan mereka pada bab dimaksud Prosedur pembelajaran K13 mengharuskan semua MAPEL diajarkan dengan menggunakan Scientific Approach (SA). Menurut Hope Gerde, Rachel Schachter, dan Barbra Wasik (2013, dalam Agustien, 2014) langkah-langkah SA adalah sebagai berikut: (1) observation, mengobservasi, (2) generating a question, mengajukan pertanyaan, (3) making predictions and arriving at a hypothesis, membuat prediksi dan menyimpulkan hipotesis, (4) engaging in experimentation and testing, terlibat dalam percobaan dan pengujian, (5) summarizing and analyzing results to form conclusion, merangkum dan menganalisa hasil untuk membuat kesimpulan, (6) communicating discoveries, mengkomunikasikan temuan, (7) identifying a new question, mengidentifikasi pertanyaan baru. Untuk menumbuhkan, memupuk, mengembangkan dan kompetensi pengetahuan siswa secara spesifik SA dalam K13 diterjemahkan menjadi proses pembelajaran melalui Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
kegiatan : mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisa, mengevaluasi dan mencipta. Sedangkan untuk menumbuhkan, mengembangkan dan dan memupuk kompetensi keterampian siswa, guru diwajibkan menggunakan proses berikut : mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji dan mencipta. Untuk menumbuhkan, mengembangkan dan dan memupuk kompetensi sikap relegius dan sikap social prosesyang harus dijalani adalah: menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, mengamalkan. Penilaian hasil hasil belajar Untuk menilai pencapaian hasil belajar pada ranah pengetahuan, pembelajaran yang menggunakan K13 masih tetap menggunakan alat-alat pengukuran hasil pembelajaran yang biasa digunakan, seperti tes maupun non-tes. Begitu pula pengukuran keberhasilan kompetensi ketrampilan dalam K13 tidak jauh berbeda dengan penilaian hasil belajar kompetensi keterampilan pada kurikulum-kurikulum sebelumnya. Yang membedakan K13 dengan kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah pada penilaian kompetensi sikap. Kalau dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya, sikap (affective) siswa dinilai secara global saja, misalnya: sangat baik, baik, cukup, dan kurang, dalam K13 kompetensi sikap dibagi menjadi dua: sikap religious dan sikap sosial. Kemudian, berdasarkan rubrik yang telah disediakan, masing-masing sikap. Instrumen penilaian sikap bisa berupa lembar observasi, penilaian teman sejawat, penilaian diri sendiri maupun jurnal. Berikut ini salah satu contoh rubrik penilaian sikap yang diambilkan dari buku bahasa Inggris untuk SMP. a. Rasa hormat (respect)
5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak hormat 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak hormat 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak hormat 2 = Sering menunjukkan sikap tidak hormat 1 = Sangat sering menunjukkan tidak hormat b. Jujur (honest) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak jujur 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak jujur 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak jujur 2 = Sering menunjukkan sikap tidak jujur 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak jujur
Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
c. Peduli (care) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak peduli 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak peduli 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak peduli 2 = Sering menunjukkan sikap tidak peduli 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak peduli d. Berani (brave) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak berani 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak berani 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak berani 2 = Sering menunjukkan sikap tidak berani 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tiodak berani e. Percaya diri (confidence) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak percaya diri 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak percaya diri 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak percaya diri 2 = Sering menunjukkan sikap tidak percaya diri 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak percaya diri f. Berkomunikasi baik (communicative) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak komunikatif 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak komunikatif 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak komunikatif 4 = Sering menunjukkan sikap tidak komunikatif 5 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak komunikatif g. Peduli sosial (social awareness) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak peduli sosial 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak peduli sosial 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak peduli sosial 2 = Sering menunjukkan sikap tidak peduli sosial 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak peduli sosial
Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
h. Ingin tahu (curiosity) 5 = Tidak pernah menunjukkan sikap tidak ingin tahu 4 = Pernah menunjukkan sikap tidak ingin tahu 3 = Beberapa kali menunjukkan sikap tidak ingin tahu 2 = Sering menunjukkan sikap tidak ingin tahui 1 = Sangat sering menunjukkan sikap tidak ingin tahu PENUTUP Dari paparan di atas dapatlah disimpulkan bahwa K13 pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum-kurikulum yang pernah menjadi landasan pendidikan dan pembelajaran di Indonesia. Sebagaimana kurikulum-kurikulum sebelumnya, K13 juga mengacu pada tujuan pendidikan nasional, memuat materi dan prosedur pembelajaran, dan memuat cara penilaian keberhasilan pembelajaran. Yang membedakan K13 dari kurikulumkurikulum sebelumnya adalah peranan MAPEL dalam mencapai standar kompetensi lulusan (SKL). Dalam kurikulum-kurikulum sebelumnya, kompetensi yang diajarkan dan dipelajari siswa adalah kompetensi MAPEL, sedangkan pada K13 kompetensi yang ingin dicapai adalah Stndar Kompetensi Lulusan (SKL) mencakup: sikap relegius, sikap social, pengetahuan dan keterampilan. Hal lain yang membedakan K13 dari kurikulum-kurikulum sebelumnya adalah prosedur pembelajaran. Kurikulum-kurikulum sebelumnya menggunakan metode khusus untuk masing-masing MAPEL sesuai dengan hakikat dan karakteristik MAPEL tersebut, tetapi dalam K13 semua MAPEL harus menggunakan pendekatan ilmiah (scientific approach, SA).
Referensi Agustien, Helena I.R. 2014. The 2013 English Curriculum: The Paradigm, Interpretation and Implementation. Dalam Handoyo Puji Widodo dan Nugrahaeny T. Zacharias (Eds). Recent Issues in English Language Education: Challenges and Directions. Bandung: The Association of Teaching English as a Foreign Language in Indonesia (TEFLIN). Brown, H. Douglas. 2007. Teaching by Principles: An Interactive Approach to Language Pedagogy. White Plains, New York: Buku Guru Bahasa Inggris SMP/MTs Kelas VII. 2013. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Buku Guru Bahasa Inggris SMA-SMK Kelas X. 2013. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014
Finocchiaro, Mary. 1974. English as a Second Language: from Theory to Practice. New York: Regents Publishing Company. Johnson, Elaine B. 2002. Contextual Teaching and Learning. California: Corwin Press, Inc. Hamied, Fuad Abdul. 2014. Curriculum Change: What does it mean to Indonesian TEFL? Dalam Handoyo Puji Widodo dan Nugrahaeny T. Zacharias (Eds). Recent Issues in English Language Education: Challenges and Directions. Bandung: The Association of Teaching English as a Foreign Language in Indonesia (TEFLIN). Harmer, Jeremy. 2003. The Practice of English Language Teaching. Third Edition. Printed in Malaysia. Longman. Kellough, Richard et al. 1993. Middle School Teaching: Methods and Resources. New York: Macmillan Publishing Company. Krahnke, Karl. 1987. Approaches to Syllabus Design for Foreign Language Teaching. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall Regents. Penjelasan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan tentang Implementasi Kurikulum 2013. Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. 2005. Materi Pelatihan Terintegrasi Bahasa Inggris Buku 2. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Miller, Patrick W. (2008). Measurement and Teaching. Munster, Indiana. Patric W. Miller and Associates Nunan, David (Ed). 2003. Practical English Language Teaching. New York: McGraw Hill. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Standar Nasional Pendidikan. Prabawa, Andi Haris dan Siti Zuhriah Ariatmi (ed). 2002. Paradigma Pengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi Tahun 2000. Surakarta: Muhammadiyah University Press. Richards, Jack et al. 1987. Longman Dictionary of Applied Linguistics. England: Longman Group Limited. Richards, Jack C. and Rodgers, Theodore S. 1986. Approaches and Methods in Language Teaching. Cambridge: Cambridge University Press. Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Seminar Nasional Kurikulum 2013, kerjasama UNY, UNLAM dan Disdik Kab HSS di Banjarmasin dan Kandangan, 16 & 17 Nopember 2014