TUGAS DASAR-DASAR EVALUASI PENDIDIKAN
Dosen Pembimbing : Mastur Toyib, Drs, MM.MPd
PENYUSUN : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Aidah Alia Rosna Arlaeli Dewi Purnama Sari Dewi Maharani Lilis Lisnawati Santi Susanti
DIV Kebidanan Bhakti Pertiwi Indonesia Tahun 2015
BAB I PENDAHULUAN 1. Pengertian Pengukuran, Penilaian dan Evaluasi Memang tidak semua orang menyadari bahwa setiap saat kita selalu melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam beberapa kegiatan sehari-hari, kita jelas-jelas mengadakan pengukuran dan penilaian. Dari dua kalimat diatas kita sudah menemui tiga buah istilah, yaitu evaluasi, pengukuran, dan penilaian. Sementara orang memang lebih cenderung mengartikan ketiga kata tersebut sebagai suatu pengertian yang sama sehingga dalam penggunaannya hanya tergantung dari kata mana yang siap untuk diucapkan dan sementara orang yang lainnya membedakan ketiga istilah tersebut. Dan untuk memahami apa persamaan, perbedaan ataupun hubungan antara ketiganya, dapat dipahami melalui contoh-contoh di bawah ini : a. Apabila ada orang yang akan memberi sebatang pensil kepada kita dan kita disuruh memilih antara dua pensil yang tidak sama panjangnya maka tentu saja kita akan memilih yang “panjang” kita tidak akan memilih yang “pendek” kecuali ada alasan yang sangat khusus. b. Pasar merupakan suatu tempat bertemunya orang-orang yang akan menjual dan membeli. Sebelum menentukan barang yang akan dibeli. Seorang pembeli akan memilih dahulu mana barang yang lebih “baik” menurut ukurannya. Apabila ia ingin membeli jeruk, dipilihnya jeruk yang besar, kuning dan kulitnya halus. Semuanya itu dipertimbangkan karena menurut pengalaman sebelumnya, jenis jeruk-jeruk yang demikian ini rasanya akan manis, sedangkan jeruk yang masih kecil, hijau dan kulitnya agak kasar, biasanya masam rasanya. Dari contoh-contoh diatas ini dapat kita simpulkan bahwa sebelum menentukan pilihan, kita melakukan penilaian terhadap benda-benda yang akan kita pilih. Pada contoh pertama kita memilih nama pensil yang lebih
panjang, sedangkan contoh kedua kita menentukan dengan pikiran kita atas jeruk yang baik, yaitu rasanya yang manis. Untuk dapat mengadakan penilaian, kita melakukan pengukuran terlebih dahulu. Jika ada penggaris, maka sebelum menentukan mana pensil yang lebih panjang, kita ukur dahulu kedua pensil tersebut, dan setelah mengetahui berapa panjang masing-masing pensil itu, kita melakukan penilaian dengan melihat bandingan panjang antara kedua pensil tersebut. Dapatkah kita menyatakan “ini pensil panjang, dan ini pensil “pendek”. Maka pensil yang panjang itulah yang kita ambil. Untuk menentukan penilaian mana jeruk yang manis, kita tiidak menggunakan “ukuran manis”, tetapi menggunakan ukuran besar, kuning dan halus kulitnya. Ukuran ini tidak mempunya wujud seperti kayu penggaris yang sudah ditera, tetapi diperoleh berdasarkan pengalaman. Sebenarnya kita juga mengukur, yakni membandingkan jeruk-jeruk yang ada dengan ukuran tertentu. Setelah itu kita menilai dan menentukan pilihan, mana jeruk yang paling memenuhi ukuran itulah yang kita ambil. Dengan demikian kita mengenal dua macam ukuran, yakni ukuran yang terstandar (meter, kilogram, takaran dan sebagainya) dan ukuran tidak standar (depa, jengkal, langkah dan sebaginya), dan ukuran perkiraan berdasarkan hasil pengalaman (jeruk manis adalah yang kuning, besar dan halus kulitnya) Dua langkah kegiatan yang dilalui sebelum mengambil barang untuk kita ituah yang disebut mengadakan evaluasi, yakni mengukur dan menilai. Kita dapa mengadakan penilaian sebelum kita mengadakan pengukuran. Mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran.
Pengukuran bersifat kuantitatif Menilai adalah mengambil suatu keputusun terhadap suatu dengan
ukuran baik buruk. Penilaian bersifat kualitatif. Mengadakan evaluasi meliputi kedua langkah diatas, yakni mengukur dan menilai. Di dalam istilah asingnya, pengukuran adalah measurement,
sedangkan penilaian adalah evaluation. Dari kata evaluation inilah
diperoleh kata indonesia evaluasi yang berarti menilai (tetapi dilakukan dengan mengukur terlebih dahulu). Dibuku ini ketiga istilah tersebut digunakan bergantian tanpa mengubah makna. 2. Penilaian Pendidikan Meskipun kini memiliki makna yang lebih luas, namun pada awalnya pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar siswa. Definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler (1950). Ahli ini mengatakan bahwa evaluasi merupakan sebuah proses pengumpulan data untuk menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai, jika belum, bagaimana yang belum dan apa sebabnya. Definisi yang lebih luas dikemukakan oleh dua orang ahli lain yakni Cronbach dan Stufflebeam. Tambahan definisi tersebut adalah bahwa proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Yang dibahas dalam buku ini terutama adalah evaluasi pendidikan dalam institusi pendidikan, tetapi mengkhususkan evaluasi hasil belajar. Apabila disinggung sedikit tentang evaluasi hal-hal lain, tentu terkait dengan prestasi atau hasil belajar, baik langsung maupun tidak. Pembicaraan tentang evaluasi dalam lingkup yang lebih luas, disajikan dalam buku lain, yaitu Evaluasi Program. Dalam buku tersebut dibahas secara panjang lebar bagaimana gutu menelusuri terjadinya prestasi belajar siswa melalui latar belakang serta faktor-faktor lain yang mungkin memengaruhinya. Dalam pembelajaran yang terjadi di sekolah atau khususnya di kelas, guru adalah pihak yang paling bertanggung jawab atas hasilnya. Dengan demikian guru patut dibekali dengan evaluasi sebagai ilmu yang mendukung tugasnya, yakni mengevaluasi hasil belajar siswa. Dalam hal ini guru bertugas mengukur apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari oleh siswa atas bimbingan guru sesuai dengan tujuan yang dirumuskan.
Umpan Balik
Menurut pengertian lama, pencapaian tujuan pembelajaran yang berupa prestasi belajar, merupakan hasil dari kegiatan belajar-mengajar semata. Dengan kata lain, kualitas kegiatan belajar-mengajar adalah satusatunya faktor penentu bagi hasilnya. Pendapat seperti itu kini sudah tidak berlaku lagi. Pembelajaran bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan prestasi belajar. Karena prestasi merupakan hasil kerja (ibarat sebuah mesin) yang keadaanya sangat kompleks. Apabila sekolah diumpamakan sebagai tempat mengolah sesuatu dan calon siswa diumpamakan sebagai bahan mentah maka lulusan dari sekolah itu dapat disamakan dengan hasil olahan yang sudah siap digunakan. Dalam istilah inovasi yang menggunakan teknologi maka tempat pengolah ini disebut transformasi. Jika digambarkan dalam bentuk diagram akan dilihat sebagai berikut :
Input Input adalah bahan mentah yang dimasukan ke dalam transformasi. Dalam dunia sekolah maka yang dimaksud dengan bahan mentah adalah calon siswa yang baru akan memasuki sekolah. Sebelum memasuki suati tingkat sekolah (institusi), calon siswa itu dinilai dahulu kemampuannya. Dengan penilaian itu ingin diketahui apakah
kelak
ia
akan
mampu
mengikuti
pelajaran
dan
melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya. Output Yang dimaksud sebagai output atau keluaran adalah bahan jadi yang dihasilkan oleh transformasi. Yang dimaksud dalam pembicaraan ini adalah siswa lulusan sekolah yang bersangkutan. Untuk dapat menentukan apakah seoarang siswa berhak lulus atau tidak, perlu diadakan kegiatan penilaian, sebagai alat penyaring kualitas.
Transformasi Transformasi dapat diibaratkan sebagai sebuah mesin yang berproses mengubah bahan mentah menjadi susuatu agar berada dalam keadaan matang. Menurut kamus inggir-indonesia, kata transform terdiri dari dua kata, trans (terjemahan-perubahan) dan form (bentuk). Jadi trasformasi dalam pembelajaran diartikan sebagai proses pergantian atau perubahan bentuk atau pengolahan sesuatu agar berubah menjadi bentuk lain. Transformasi yang sedang kita bicarakan ini adalah transformasi dalam arti umum sebagaimana yang dipahami oleh umum yaitu pergantian bentuk antara sebelum dan sesudah mengikuti kegiatan di sebuah lembaga pendidikan. Siswa yang sedang belajar diumpamakan sesuatu yang dimasukan ke dalam pemrosesan untuk diubah dari “belum tahu atau belum dapat” agar menjadi”sudah tahu atau sudah dapat”. Ketika siswa pertama masuk sekolah, keadaanya masih “mentah” yang diubah atau diproses agar menjadi matang. Dalam istilah transformasi bahan mentah yang akan diolah tersebut dikenal sebagai “masukan” yang dalam bahasa inggrisnya disubut input. Oleh karena keadaanya masih mentah, disebut “masukan mentah” bahasa inggrisnya raw input. Sesudah diolah dan berubah bentuk menjadi matang, lalu dikeluarkan dari alat transformasi, disebut keluaran dalam bahasa inggris adalah output. Dalam keseluruhan mencerminkan
transformasi keluaran
sebetulnya yang
output
sesungguhnya.
saja
belum
Ibarat
dalam
kelulusan, nilai siswa baik semua, bahkan mungkin cumlaude (lulus dengan pujian), tetapi masih diragukan, apakah nilai yang bagus tersebut sudah mencerminkan kinerja yang bagus di masyarakat atau tidak. Untuk contoh, nilai siswa lulusan sekolah
Transformasi
Input
Output
menengah kejuruan teknik otomotif semua 8 bahkan 9, tetapi ketika diserahi sepeda motor rusak, tidak dapat menemukan apa penyebabnya. Siswa ini outputnya baik, tetapi tidak dapat menunjukan
kemampuannya
dalam
praktek.
Kemampuan
melaksanakan tugas di lapangan ini disebut keluaran nyata atau outcome. Jadi harapan lembaga pendidikan, siswa bukan hanya mempunyai output baik, tatapi outcomenya harus baik. Dalam proses transformasi, selain siswa sebagai bahan yang diolah, masih ada 2 (dua) masukan lain. Yang pertama berfungsi membantu atau memperlancar terjadinya proses, sedangkan yang kedua berupa lingkungan yang berpengaruh terhadap terjadinya proses. Masukan-masukan lain tersebut juga disebut input, tetapi berbeda peran,. Agar tidak kacau dalam mengartikan, karena statusnya berbeda, namanya pun berbeda. a. Siswa yang akan diubah dalam proses, yang akan diubah dari mentah menjadi matang disebut “masukan mentah” yang dalam bahasa inggris disebut “raw input” b. Masukan pendukung terjadinya proses ini disebut masukan instrumental. Faktor-faktor yang masuk dalam masukan instrumental ada 4 (emapat) yaitu (1)guru, (2)materi, (3)sarana pendidikan dan (4)pengelolaan manajemen atau pengaturan. Keempat masukan tersebut karena fungsinya membantu
atau
sebagai
alat,
disebutk”
masukan
instrumental” atau masukan pembantu dalam bahasa inggris disebut Instrumental input. c. Masukan lain lagi adalah lingkungan, baik berupa benda, alam, maupun manusia. Masukan lingkungan ini dalam bahasa inggris disebut Environmental input. Program Pemrosesan Pembelajaran
Pengertian riil dari transformasi sebenarnya bukan hanya “pengolahan” peserta didik dari masuk sampai lulus, tetapi meliputi semua bentuk proses, mulai dari proses yang paling sempit dan singkat, yaitu proses pembelajaran di kelas, di laboratorium atau di tempat praktik selama satu penggalan jam pelajaran atau penggalan waktu tertentu. Di dalam proses pembelajaran di kelas atau di tempat lain, guru, instruktur atau apapun namanya. Bertugas membimbing peserta didik yang sedang belajar. Mereka melakukan usaha mengubah bentuk subjek yang di bimbing agar menjadi sebagaimana diinginkan, yaitu mencapai tujuan pembelajaran. Setiap guru atau instruktur harus memahami peranyang
penting
tersebut.
Jika
ilmu
pengetahuan
atau
kemampuan peserta didik sesudah keluar dari kelas attau laboratorium masih sama dengan ketika masuk (sebelum memulai kegiatan) ini artinya mutu peserta didik masih sama dengan semula, tidak mengalami perubahan. Guru kelas atau guru pembimbing laboratorium harus merasa bersalah jika peserta didik tidak mengalami perubahan, bahkan harus merasa berdosa karena sudah menahan peserta didik berlama-lama di kelas atau di laboratorium tetapi kemampuannya sama dengan ketika masuk. Ketika lulus dari sekolah, siswa dipandang sudah “matang” karena sudah memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap-sikap tertentu yang diperoleh ketika mengikuti pelajaran di sekolah. Dengan mengingat bahwa yang terlibat dalam proses transformasi, yaitu pengubahan bentuk dari mentah menjadi matang, terdapat banyak faktor yang mengetahui, maka mutu atau tingkat
kematangan aspek-aspek yang digarap dalam transformasi sangat tergantung dari kinerja setiap faktor yang memengaruhi tersebut. Sebagai pemikiran logis dari uraian tersebut, maka dalam mengadakan penilaian terhadap tingkat keberhasilan pembelajaran, guru atau instruktur harus selalu menyadari dan bermaksud mencapai tujuan pembelajaran, yaitu mengubah mutu peserta didik seperti yang diharapkan, mestinya, guru yang menyaksikan ketika siswa keluar dari kelas tidak terjadi perubahan dibandingkan ketika masuk merasa sedih, karena tidak berhasil mengubah masukan mentah menjadi matang. Setiap guru yang sedang dan sudah terlibat dalam proses transformasi harus menyadari, jika mutu transformasi dalam satu pertemuan itu baik, ramgkaian proses transformasi tentu juga baik, kemudian pada akhir pendidikan akan terkumpul proses transformasi yang baik. Untuk lebih jelasnya, perlu kita sepakati pengertian penilaian pendidikan yaitu suatu upaya untuk mengetahui seberapa tinggi tingkat keberhasilan kegiatan pendidikan, dengan maksud untuk mengetahui peran masing-masing input. Oleh karena masing-masing sudah ditentukan bagaimana kondisi harapanya, maka dalam mengevaluasi diharapkan agar evaluasi dapat berperan aktif memperbaiki mutu pendidikan, marilah kita cermati masingmasing. a. Masukan Mentah (Raw Input) Meskipun masukan instrumental penting sekali kedudukannya sebagai penentu mutu keberhasilan keluaran, aka tetapi masukan mentah itu sendiri berperan sangat penting dan menentukan.
Dalam
kegiatan
kegiatan
penilaian
ingin
mengetahui aoakah ketika mengikuti proses transformasi mereka bersungguh-sungguh dan aktif berfikir sehingga setelah selesai mengikuti proses transformasi, masukan tersebut sudah berubah menjadi keluaran yang berbeda dari semula, dalam arti kondisinya lebih baik dan sesuai dengan tujuan yang ditetakan. b. Masukan instrumental (instrumental Input)
Dalam penilaian, penilaian ingin mengetahui apakah unsurunsur yang ada dalam masukan tersebut sudah berfungsi sebagaimana yang seharusnya oleh karena ada beberapa unsur dalam masukan instrumental, yaitu guru, meteri kurikulum, sarana pendidikan, dan pengelolaan, maka dalam penilaian perlu dicermati kinerja masing-masing unsur tersebut. Penilaian harus dilakukanterhadap masing-masing faktor tersebut secara rinci. Hasil dari penilaian rinci tersebut didasarkan atas kondisi yang diharapkan, artinya yang baik untuk masing-masing bagian dari faktor faktor itu. Untuk kondisi guru yang diharapakan, sudah ada pedoman dari kementrian pendidikan nasional yang dikenal dengan persyaratan guru profesional. Ada sepuluh persyaratan guru profesional yaitu : (1) menguasai materi yang diajarkan, (2) menguasai teori pendidikan, (3) dapat menguasai pengelolaan kelas, (4) menguasai interaksi belajar mengajar, (5) mampu memilih dan menggunakan metode mengajar, (6) mampu memilih dan menggunakan alat pelajaran, media pembelajaran, dan alat peraga. (7) mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar, (8) mampu melaksanakan bimbingan dan konseling, no 9 dan 10 belum ada. 1. Masukan Guru Penilaian terhadap masukan guru dilakukan
untuk
mengetahui apakah kinerja guru ketika menyajikan materi di kelas atau di laboratorium sudah baik, artinya menggunakan metode yang tepat, penjelasan yang diberikan kepada siswa. Apakah guru dapat menguasai kelas dengan baik, artinya, mana siswa yang memperhatikan dan mana yang tidak, apakakah guru memberikan bimbingan ulang kepada siswa yang belum mengerti, dan sebagainya. Dengan kata lain. Dalam menilai masukan guru, penilai ingin mengetahui apakah guru tersebut sudah berperan dengan benar dalam membantu siswa yang sedang belajar,
yaitu mengubah dirinya dari masukan mentah menjadi suatu yang sedang mengarah pada terjadinya keluaran yang bermutu. 2. Masukan Materi Kurikulum Dalam menilai masukan
materi
kurikulum,
penilai
bermaksud mengetahui apakah materi kurikulum yang diberikan kepada siswa cukup lengkap, sesuai dengan tingkat kematangan siswa dan kebutuhan peserta didik ketika hidup di masyarakat, apakah urutan materi kurikulum sudah baik sehingga tidak loncat-loncat ketika disajikan dan sebagainya. 3. Masukan Sarana dan Prasarana Dalam menilai masukan sarana dan prasarana, penilai bermaksud mengetahui apakah sarana dan prasarana yang memang dibutuhkan untuk mendukung terselenggaranya proses pembelajaran sudah tersedia dengan lengkap dan sudah siap digunakan, apakah mutu atau kualitas sarana atau peralatan yang ada cukup memadai, dalam arti meningkatkan
mutu
pembelajaran
jika
dibandingkan
dengan tanpa peralatan, apakah sarana atau peralatan yang tersedia sudah dapat dimanfaatkan dengan baik, melibatkan siswa sehingga siswa menjadi aktif, dan pertanyaan yang relevan lainnya. 4. Masukan Pengelolaan Dalam menilai masukan pengelolaan, penilai bermaksud mengetahui
apakah
pengelolaan
yang
mendukung
pembelajaran sudah baik, misalnya jadwal pelajaran yang disusun oleh pengelola sudah tepat, penugasan atau penunnjukan guru yang bertugas sudah sesuai dengan keahlian atau latar belakang pendidikan personil yang bersangkutan dan sebagainya. c. Masukan Lingkungan (Environmental Input)
Dalam kegiatan penilaian, penilai ingin mengetahui apakah halhal yang merupakan unsur dalam lingkungan yang berpengaruh terhadap proses pembelajaran sudah berfungsi dengan baik atau belum. Berbicara tentang lingkungan yang berpengaruh terhadap pembelajaran, kita dapat memisahkan atas tiga lingkup lingkungan yang langsung mengarah pada siswa. Tiga lingkup dimaksud dapat dipisahkan menjadi lingkungan fisik (non manusia) dan beberapa manusia adalah sebagai berikut. 1) Lingkungan di dalam keluarga Dalam melakukan penilaian, penilai bermaksud mengetahi apakah siswa di rumah disediakan tempat belajar yang nyaman, dengan keluasan ruang, penerangan dan ventilasi yang cukup, apakah waktu belajar tidak terganggu dengan kegiatan lain di rumah, apakah buku-buku yang diperlukan oleh siswa disediakan oleh orang tua dan lain sebagainya. Yang berupa manusia, apakah ada ayah, ibu, kakak, paman atau saudara yang dapat memberikan bantuan kepada siswa ketika sedang belajar? Apakah lingkungan keluarga cukup nyaman, keadaan tentram sehingga memungkinkan siswa dapat belajar dengan tenang dan tenteram. 2) Lingkungan di sekolah Dalam melakukan penilaian, penilai bermaksud mengetahui apakah ruang-ruang kelas yang ada di sekolah tersedia dengan baik untuk kepentingan belajar siswa, dalam arti kondisi
ruangan
nyaman,
tenang,
bersih
sehingga
memberikan suasana belajar yang menyenangkan. Yang berbentuk manusia, apakah guru kelas (guru mata pelajaran), atau guru lain, serta kepala sekolah, dapat memberikan bantuan kepada siswa ketika mereka memang memerlukan ? ketika siswa menjumpai kesulitan, apakah ada orang membantu? 3) Lingkungan bermain dan bergaul di masyarakat
dalam melakukan penilaian, penilai bermaksud untuk mengetahui apakah di sekitar rumah siswa, di tempat bermainm di tempat bergaul dengan teman, atau di tempat yang sering dikunjungi ada sarana yang dapat mendukung keberhasilan belajar, misalnya air terjun, gunung gamping, kebun bibit, jembatan timbang, jembatan baley, hutan, dan lain-lain, baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang dapat membantu menambah wawasan siswa dalam belajar. Disamping benda-benda atau alam yang mendukung keberhasilan belajar, lingkungan di luar sekolah dan rumah diharapkan ada juga lingkungan manusiam antara lain pejabat setempat, teman belajar kelompok, teman aktif di masjid atau gereja, teman kelompok seni, olahraga dan lainlain kegiatan. Apabila guru sudah selesai melakukan penilaian atau evaluasi terhadap transformasi, dan memperoleh data yang lengkap dari berbagai masukan, secara tidak langsung guru yang bersangkutan tahu unsur mana dari masukan-masukan, secara tidak langsung guru yang bersangkutan tahu unsur mana
dari
masukan-masukan
tersebut,
yang
belum
berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan semula. Harapannya,
sesudah
semua
unsur
dalam
masukan
direncana dengan baik dan berjalan sesuai dengan rencana, pasti proses pembelajaran dapat berjalan dengan baik, pasti hasil belajar siswa pun akan baik. Dalam proses transformasi, data yang terkumpul dari kegiatan evaluasi atau penilaian tersebut dikenal dengan nama yang lebih umum, yaitu balikan atau umpan balik. Yaitu suatu yang berfungsi memberikan gambaran tentang hal-hal yang sudah dan sedang dikerjakan. Dengan adanya balikan maka
guru dapat mengetahui dengan pasti, apa kelemahan dari kegiatan yang telah dilakukan. Cara-cara yang digunakan oleh guru dapat bermacammacam, antara lain yang sudah banyak diperoleh dari pengalaman adalah melalui tes tertulis atau lisan. Dengan hadirnya kebijakan kurikulum berbasis kompetensi (KBK) yang
mengarahkan
pembelajaran
pada
kepemilikan
kompetensi yang lengkap pada diri siswa, maka guru dapat melakukan
bermacam-macam
cara
penilaian,
karena
sasaran atau objek yang dinilai juga bemacam-macam. Penjelasan lebih lanjut tentang hal ini disampaikan pada bab-bab lain. Umpan balik (feedback) Yang dimaksud sebagai umpan balik atau balikan adalah segala informasi baik yang menyangkut output maupun transformasi. Umpan balik ini diperlukan sekalu untuk memperbaiki input maupun transformasi. Lulusan yang kurang bermutu atau yang belum memenuhi harapan, akan menggugah semua pihak untuk mengambil tindakan yang berhubungan
dengan
penyebab
kurang
bermutunya
lulusan. Penyebab-penyebab tersebut antara lain : a. Input yang kurang baik kualitasnya b. Guru dan personal yang kurang tepat c. Materi tidak atau kurang cocok d. Metode mengajar dan sistem evaluasi yang kurang memadai e. Kurangnya sarana penunnjang f. Sistem administrasi yang kurang tepat. Oleh karena itu, penilaian di sekolah meliputi banyak segi, yang secara garis besar dilihat dari calon siswa, lulusan dan proses pendidikan secara menyeluruh.
3. Mengapa Menilai
Jika seblum membeli jeruk kita tidak memilih dahulu mana jeruk yang baik dibandingkan dengan yang kurang baik, maka akan memperoleh jeruk seadanya. Mungkin baik, tetapi juga kemungkinan tidak baik. Yang jelas kita belum tentu memperoleh jeruk yang berkualitas baik jika tidak didahului dengan kegiatan menilai. Dalam dunia pendidikan, khususnya dunia persekolahan, penilaian mempunya makna ditinjau dari berbagai segi. a. Makna bagi Siswa Dengan diadakanya penilaian, maka siswa dapat mengetahui sejauh mana telah berhasil mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru. Hasil yang diperoleh siswa dari pekerjaan menilai ini ada 2 (dua) kemungkinan. 1) Memuaskan Jika siswa memperoleh hasil yang memuaskan dan hal itu menyenangkan, tentu kepuasan itu ingin diperolehnya lagi pada kesempatan lain waktu. Akibatnya, siswa akan mempunyai motivasi yang cukup besar untuk belajar lebih giat, agar lain kali mendapat hasil yang lebih memuaskan lagi. Keadaan sebaliknya dapat terjadi, yakni siswa sudah merasa puas dengan hasil yang diperoleh dan usahanya kurang gigih untuk lain kali. 2) Tidak Memuaskan Jika siswa puas dengan hasil yang diperoleh, ia akan berusaha agar lain kali keadaan itu tidak terulang lagi. Maka ia akan belajar lebih giat. Namun demikian, keadaan sebaliknya dapat terjadi. Ada beberapa siswa yang lemah kemauannya, akan menjadi putus asa dengan hasil kurang memuaskan yang diterimanya. b. Makna bagi guru 1) Dengan hasil penilaian yang diperoleh, guru akan dapat mengetahui siswa mana yang bisa melanjutkan pelajarannya karena sudah berhasil menguasai materi, maupun siswa-siswa yang belum berhasil menguasai mater. Dengan petunjuk ini guru dapat lebih memusatkan perhatiannya kepada siswa-siswa yang belum berhasil. Apalagi jika guru tahu akan sebabsebabnya, ia akan memberikan perhatian yang memusat dan memberikan perlakuan yang lebih teliti sehingga keberhasilan selanjutnya dapat diharapkan.
2) Guru akan mengetahui apakah materi yang diajarkan sudah tepat bagi siswa sehingga untuk memberikan pelajaran di waktu yang akan datang tidak perlu diadakan perubahan. 3) Guru akan mengetahui apakah metode yang digunakan sudah tepat atau belum. Jia sebaian besar dari siswa memperoleh nilai jelek pada penilaian yang diadakan, mungkin hal ini disebabkan oleh pendekatan atau metode yang kurang tepat. Apabila demikian halnya, maka guru harus mawas diri dan mencoba mencari metode lain dalam belajar. c. Makna bagi sekolah 1) Apabila guru-guru mengadakan penilaian dan diketahui bagaimana hasil belajar siswa-siswanya, dapat diketahui pula apakah kondisi belajr yang diciptakan oleh sekolah sudah sesuai dengan harapan atau belum. Hasil belajar merupakan cermin kualitas suatu sekolah. 2) Informasi dari guru tentang tepat tidaknya kurikulum untuk sekolah itu dapat menjadi bahan pertimbangan bagi perencanaan sekolah untuk masa-masa yang akan datang. 3) Informasi hasil penilaian yang diperoleh dari tahun ke tahun, dapat digunakan sebagai pedoman bagi sekolah. Apakah yang dilakukan oleh sekolah sudah memenuhi standar atau belum. Pemenuhan standar akan terlihat dari bagusnya angka-angka yang diperoleh siswa. Secara rinci dan sesuai dengan urutan kejadiannya, dalam proses transformasi ini penilaian dibedakan atas tiga jenis, yakni sebelum, selama, dan sesudah terjadi proses dalam kegiatan sekolah. Dalam hal ini para pelaksana pendidikan selalu berorientasi pada tujuan yang akan dicapai dan tujuannya selalu diarahkan pada siswa secara perseorangan (individual) maupun secara kelompok (perkelas atau per angkatan). Sehubungan dengan perincian ini, yang bisa dilakukan oleh pendidik adalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai satu ungkapan penilaian yang akan dicari jawabannya. Sebelum Kegiatan Belajar Sebelum guru memulai dengan memberikan pelajaran di awal tahun, pertanyaan yang dilontarkan adalah : 1. “apakah yang akan dicapai oleh siswa, melalui pelajaran saya ini” 2. “Untuk mengarah ke pencapaian tujuan, apakah siswa sudah mempunya bekal berupa kemampuan ataupun sebagian dari yang akan dicapai sehingga guru tidak perlu memberikan bahan seluruhnya?”
a. “Bagaimana kemampuan siswa secara individual dan siapa saja yang sudah menguasai sebagian tujuan, serta seberapa?” b. “Bagaiman kemampuan kelompok siswa yang diajar secara umum?”(tinjauan kelompok). Selama Kegiatan Belajar yang dimaksud dengan “selama kegiatan belajar” adalah satu jarak waktu mulai pengajaran berlangsung hingga saat berakhirnya pemberian pengajaran oleh guru. Jarak waktu dapat dilihat dalam satu satuan waktu pendek, yakni satu pertemuan atau satu satuan waktu panjang, seperti satu smester. Selama satu penggalan waktu tersebut guru harus secara terusmenerus mengajukan beberapa pertanyaan : 1. “Apakah yang dicapai oleh siswa melalui pelajaran saya ini?” (pertanyaan ini selalu harus diingat agar menjiwai setiap langkah kegiatannya) 2. “Apakah langkah yang saya ambil sudah benar, tidak salah langkah?” menyangkut semua orang (kelompok) atau hanya beberapa individu saja?” Sesudah Kegiatan Belajar Jika guru sudah selesai memberikan pelajaran (satu pertemuan atau satu smester) ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut : 1. “dengan selesainya pelajaran saya ini, apakah tujuan yang dicapai oleh siswa sudah tercapai?” a. “Seberapa jauh pencapaian tiap siswa?” b. “Berapa orang kah yang sudah mencapai?” 2. “Seandainya belum tercapai, bagian yang mana saja yang belum tercapai?? (baik oleh individu maupun oleh kelompok). 3. “Seandainya belum tercapai, faktor-faktor apakah
yang
menyebabkan ?” (penghambat bagi individu maupun kelompok). 4. Tujuan dan Fungsi Penilai Dengan mengetahi makna penilaian ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan. Maka dari itu beberapa tujuan atau fungsi penilaian, yaitu : a. Penilaian Berfungsi Selektif
1) Untuk memilih siswa yang dapat diterima di sekolah tertentu. 2) Untuk memilih siswa yang dapat naik kelas atau tingkat berikutnya. 3) Untuk memilih siswa yang seharusnya mendapat beasiswa. 4) Untuk memilih siswa yang sudah berhak meninggalkan sekolah, dan sebagainya. b. Penilaian Berfungsi Diagnostik Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cuckup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Di samping itu, diketahui pula penyebabnya. Jadi dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru melakukan diagnosis kepada
siswa
tentang
kebaikan
dan
kelemahannya.
Dengan
diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, akan lebih mudah mencari cara untuk mengatasinya. c. Penilaian Berfungsi sebagai Penempatan Sistem baru yang kini banyak dipopulerkan di negara barat. Adalah sistem belajar sendiri. Belajar sendiri dapat dilakukan dengan cara mempelajari sebuah paket belajar, baik itu berbentuk modul maupun paket belajar yang lain.
Sebagai alasan dari timbulnya sistem ini
adalah adanya pengakuan yang besar terhadap kemampuan individual. Setiap siswa
sejak lahirnya telah membawa bakat sendiri-sendiri
sehingga pelajaran akan lebih efektif apabila disesuaikan dengan pembawaan yang ada. Akan tetapi disebabkan karena keterbatasan sarana dan tenaga, pendidikan yang bersifat individual kadang-kadang sukar sekali dilaksanakan. Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siswa harus ditempatkan, digunakan satu penilaian. Sekelompok siswa yang mempunyai hasil penilaian yang sama, akan berbeda dalam kelompok yang sama dalam belajar. d. Penilaian/Berfungsi sebagai pengukur keberhasilan
Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana satu program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelum ini, keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu faktor guru, metode mengajar, kurikulum, sarana, dan sistem administrasi. 5. Ciri-Ciri Penilaian dalam Pendidikan Apakah sebenarnya kepandaian itu? Seorang siswa yang pandai matematika, tidak dapat dengan mudah dibedakan dari siswa lainnya, hanya dengan melihat anak tersebut. Kita tidak dapat melihat siswa pandai atau siswa bodoh. Kepandaian itu tidak dapat disaksikan dari luar. Untuk dapat menentukan siswa mana yang lebih pandai dari yang lain, maka bukan kepandaiannya yang diukur. Kita dapat mengukur kepandaian dengan gejala yang tampak atau memancar dari kepandaianya, salah satu contoh adalah bahwa anak yang pandai biasanya dapat menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh guru. Ciri-ciri penilaian dalam pendidikan, antara lain adalah sebagai berikut. a. Ciri Pertama dari penilaian dalam pendidikan, yaitu bahwa penilaian dilakukan secara tidak langsung. Dalam contoh ini, akan mengukur kepandaian melalui ukuran kemampuan menyelesaikan soal-soal. Sehubungan dengan tanda-tanda anak pandai atau intelegen, seoarah ahli ilmu jiwa pendidikan bernama Carl Witherington, mengememukakan pendapatnya sebagai berikut. 1) Kemapuan untuk bekerja dengan bilangan. 2) Kemampuan untuk mengunakan bahsa dengan baik. 3) Kemampuan untuk menangkap sesuatu yang baru (cepat mengikuti pembicaraan orang lain) 4) Kemampuan untuk mengingat-ingat. 5) Kemampuan untuk memahami hubungan (termasuk menangkap kelucuan) 6) Kemampuan untuk berfantasi
Dalam kenyataannya ada orang yang memiliki kemampuan umum rata-rata tinggi, rata-rata rendah, dan ada yang memiliki kemampuan khusus tinggi. Misalnya, kemampuan rata-rata rendah tetapi kemampuan berfantasi tinggi dan menjadi seniman ulung. Meskipun aspek-aspek intelegensi yang dikembangkan oleh carl witherington tersebut masih berlaku, dalam arti masih ada yang mengakui kebenarannya, namun ada penemuan yang lebih mutahir yang dikemukan oleh David Lazear dalam bukunya Seven Ways Of Teaching tentang aspek-aspek yang menunjukan tingkat kecerdasan seseoarang. Memang ketika kita memahami teori yang dikemukakan
oleh
Whiterington,
kita
merasakan
kurang
lengkapnya bukti bahwa seseoarang menunnjukan kelebihan dalam kecerdasan. Menurut David Lazear 7 (tujuh) indikator atau aspek yang dikategorikan
sebagai
petunjuk
tentang
tinggi-rendahnya
intelegensi seseoarang, yaitu : 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Kemampuan Verbal Kemampuan mengamati dan rasa ruang Kemampuan gerak kinetis-fisik Kemampuan logika/matematika Kemampuan dalam hubungan intra-personal Kemampuan dalam hubungan inter-personal, dan Kemampuan dalam musik/irama
Mengingat bahwa aspek-aspek tersebut perlu dikenal oleh semua guru yang harus berperan mengembangkan pribadi siswa melalui rincian aspek-aspek indikator tersebut dan sekaligus mengevaluasi. Penulis berpendapat bahwa teori baru tersebut perlu juga diketahui dan dipelajari oleh para guru sehingga disajikan dalam buku ini. Adapun rincian dari aspek-aspek atau indikator intelegensi dimaksud adalah sebagai berikut. 1) Kemampuan verbal (verbal linguistic), meliputi : a) Analisis lingusistik b) Mengenal kembali dan mengingat c) Memahami dan menciptakan kelucuan atau humor
d) Menjelaskan sesuatu dalam proses belajar-mengajar e) Meyakinkan sesorang agar bersedia melakukan sesuatu f) Memahami perintah dengan tepat 2) Kemampuan mengamati a) Khayalan b) Menyusun kerangka pikir c) Menemukan jalam dalam konsep ruang d) Memanipulasi imajinasi e) Meninterprestasikan grafik/bagian/model f) Mengenal hubungan objek dalam ruang g) Memiliki persepsi yang cermat melalui bebagai sudut 3)
4)
5)
6)
pandangan Kemampuan gerak kinetis fisik, melipui : a) Mengatur/mengelola gerak refleks b) Mengatur/mengelola gerak terencana c) Memperluas kesadaran melalui tubuh d) Peduli hubungan antar bagian e) Meningkatkan fungsi tubuh Kemampuan logika/matematika, meliputi: a) Mengenali pola-pola abstraksi b) Pertimbangan induktif c) Pertimbangan deduktif d) Cerdas dalam menangkap hubungan dan kaitan e) Menyelesaikan kalkulasi kompleks f) Pertimbangan ilmiah Kemampuan dalam hubunganintra-personal, meliputi: a) Konstrentasi dalam berfikir b) Keberhati-hatian c) Melakukan metakognisi d) Kesadaran dan ekspresi berbagai perasaan e) Kesadaran atas dirinya f) Tingkat pemikiran-pnalaran Kemampuan dalam hubungan inter-personal, meliputi : a) Mencipta dan mengelola sinergi b) Daya melampaui perspektif orang lain c) Bekerja sama dalam kelompok d) Mengenal dan membuat sesuatu yang berbeda dengan
lainnya e) Komunikasi verbal dan nonverbal 7) Kemampuan dalam musik/irama, meliputi : a) Struktur musik b) Skematis dan mendengarkan musik c) Sensitif terhadap suara d) Kreatif dalam melodi dan irama e) Sensitif dalam nada
Selanjutnya tentang macam tingkat intelegnsi dibandingka dengan kelompok besar umat manusia digambarkan sebagai berikut : 1% luar biasa, mempunyai IQ antara 30 hingga 70 5% dungu, mempunyai IQ antara 70 hingga 80 14% bodoh, mempunyai IQ antara 80 hingga 90 60% normal, mempunyai IQ antara 90 hingga 110 14% pandai, mempunyai IQ antara 110 hingga 120 5% sangat pandai, mempunyai IQ antara 120 hingga 130 1% genius, mempunyai IQ lebih dari 130 Yang dikatakan 1% luar biasa masih terbagi atas : Idiot yang mempunyai IQ antara 0 sampai 25 Imbesil yang mempunyai IQ antara 26 sampai 50 Debil yang mempunyai IQ antara 51 sampai 70 Apabila digambarkan dengan kurva, maka akan tampak lebih jelas seperti berikut :
b. Ciri Kedua dari penilaian pendidikan, yaitu penggunaan ukuran kuantitatif.
Penilaian
pendidikan
bersifat
kuantitaf
artinya
menggunakan simbol bilangan sebagai hasil pertama pengukuran setelah itu diiterprestasikan ke bentuk kualitatif. Contoh : Dari hasil pengukuran, Tiko mempunyai IQ 125, sedangkan Tini 105. Dengan demikian. Maka tiko digolongkan sebagai anak sangat pandai sedangkan tini sebagai anak normal. c. Ciri Ketiga dari penilaian pendidikan, yaitu bahwa penilaian pendidikan menggunakan, unit-unit atau satuan-satuan yang tetap karena IQ 105 termasuk anak normal. Anak lain yang hasil pengukuran IQ-nya 80, menurut unit pengukurannya termasuk anak dungu. d. Ciri Keempat dari penilaian pendidikan adalah bersifat relatif, artinya tidak sama atau tidak selalu tetap dari satu waktu ke waktu lain. Contoh: Hasil ulangan matematika yang diperoleh miranti hari senin adalah 80. Hasil hari selasa 90. Tetapi hasil ulangan hari sabtu hanya 50.
Ketidak tepatan hasil penilaian miranti disebabkan karena banyak faktor. Mungkin pada hari sabtu miranti sedang risau hatinya menghadapi malam minggu. e. Ciri Kelima dalam penilaian pendidikan adalah bahwa dalam penilaian pendidikan itu sering terjadi kesalahan-kesalahan. Adapun sumber kesalahan dapat ditinjau dari berbagai faktor, yaitu: 1) Terletak pada alat ukurnya Alat yang digunakan untuk mengukur haruslah baik. Sebagai contoh, kita akan mengukur panjang meja tetapi menggunakan pita ukuran yang terbuat dari bahan elastis, dan cara mengukurnya ditarik-tarik. Tentu saka pita ukuran itu tidak dapat kita golongkan sebagai alat ukur yang baik karena gambaran tentang panjangnya meja tidak dapat diketahui dengan pasti. Tentang bagaiman syarat-syarat alat ukur yang digunakan dalam pendidikan, akan dibicarakan di bagian lain secara lebih lengkap. 2) Terletak pada orang yang melakukan penilaian Hal ini dapat berupa: a) Kesalahan pada waktu melakukan penilaian karena faktor subjektif penilai telah memengaruhi hasil pengukuran tulisan yang jelek dan tidak jelas, mau tidak mau sering memengaruhi subjektivitas penilai. Jika pada waktu mengerjakan koreksi, penilai sendiri sedang risau. Itulah sebabnya pendidik harus sejauh mungkin dari hal ini. b) Kecenderungan dari penilai untuk memberikan nilai secara “murah” atau “mahal”. Ada guru yang memberikan nilai 2 (dua) untuk siswa yang menjawab salah dengan alasan untuk menulis upah menulis. Tetapi ada yang memberikan 0 (nol) untuk jawaban serupa. c) Adanya hallo-effect yakni adanya kesan penilai terhadap siswa. Kesan-kesan itu dapat berasalah dari guru lain maupun dari guru itu sendiri pada kesempatan memegang mata pelajaran lain
d) Adanya pengaruh hasil yang telah diperooleh terdahulu. Seorang siswa pada ulangan pertama mendapat angka 10 sebanyak 2 kali. Untuk ulangan ketiga dan seterusnya, guru sudah terkena pengaruh ingin memberi angka lebih banyak dair yang sebenarnya. Walaupun seandainya pada waktu ulangan tersebut ia sedang mengalami nasib sial, yakni salah mengerjakan. e) Kesalahan yang disebabkan oleh kekeliruan menjumlah angka-angka hasil penilaian. 3) Terletak pada anak yang dinilai a) Siswa adalah manusia yang berperasaan dan bersuasana hati. Suasana hati seseoarang akan sangat berpengaruh terhadap hasil penilaian. Misalnya, suasana hati yang kalut, sedih
atau
tertekan
akan
memberika
hasil
kurang
memuaskan, sedang suasana hati gembira dan cerah, akan memberikan hasil baik. b) Keadaan fisik ketika siswa sedang dinilai. Kepala pusing, perut mulas atau pipi sedang membengkak karena sakit gigi, tentu saja memengaruhi cara siswa memecahkan persoalan. Pikirannya sangat sukar untuk berkonsentrasi. c) Nasib siswa kadang-kadang mempunyai peranan terhadap hasil penilaian. Tanpa adanya suatu sebab fisik maupun psikis, adakalanya seperti ada “gangguan” terhadap kelancaran mengerjakan soal-soal. 4) Terletak pada situasi dimana penilaian berlangsung a) Suasana yang gaduh, baik di dalam maupun di luar ruangan, akan mengganggu konsentrasi siswa. Demikian pula tingkah laku kawan-kawannya yang sedang mengerjakan soal, apakah mereka bekerja dengan cukup serius atau tampak seperti hanya main-main akan memengaruhi diri siswa dalam mengerjakan soal. b) Pengawasan dalam penilaian. Tidak menjadi rahasia lagi bahwa pengawasan yang terlalu ketat tidak akan disenangi oleh siswa yang suka melihat ke kanan dan ke kiri. Namun
adakalanya, keadaan sebaliknya. Yaitu pengawasan yang longgar justru membuat jengkel bagi siswa yang mau disiplin dan percaya pada diri sendiri.
Evaluasi Bab 1
1.
Seorang guru mengadakan ulangan harian kepada siswa-siswanya. Setelah beberapa kali ulangan diperoleh nilai rapor. Apada waktu kenaikan kelas, kepada siswa-siswa “pandai” diberi hadiah secara bertingkat menurut urutan prestasinya sedangakan kepada siswa-siswa
yang “tidak naik”
diberi nasihat. a. Coba pisahkan, manakah pekerjaan mengukur dan manakan pekerjaan menilai b. Dapatkah kita mengategorikan anak yang “tidak naik” ini sebagai anak “bodoh”? beri alasan! 2.
Apabila masukan siswa yang diterima dalam suatu sekolah tergolong baik karena dari tes intelegensi diketahui, dapatkah siswa tersebut pada akhir tahun tidak naik kelas? Coba terangkan! 3. Berdasarkan makna penilaian ditinjau dari segi siswa, guru, dan sekolah, baikkah kiranya jika guru memberikan ulangan tiap hari? Coba tinjaulah dari berbagai segi tersebut, apa keuntungan dan kerugiannya! 4. Bandingkan antara aspek-aspek intelegensi menurut Witherington dengan David Lazear! 5. Cobalah mengenali lingkungan anda untuk mendaftar orang-orang yang memiliki intelegensi tinggi secara umum dan beberapa orang yang hanya menonjol di aspek-aspek tertentu!
BAB 2 SUBJEK DAN SASARAN EVALUASI 1. Subjek Evaluasi Yang dimaksud dengan subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Siapa yang dapat disebut sebagai subjek evaluasi untuk setiap tes, ditentukan oleh suatu antara pembagian tugas atau ketentuan yang berlaku. Contoh: a. Untuk melaksanakan evaluasi tentang prestasi belajar atau pencapaian maka sebagai subjek evaluasi adalah guru. b. Untuk melaksanakan evaluasi sikap yang menggunakan sebuah skala maka sebagai subjeknya dapat meminta petugas yang ditunjuk, dengan didahului oleh suatu latiahan melaksanakan evaluasi tersebut. c. Untuk melaksanakan evaluasi serhadap kepribadian dimana menggunakan sebuah alat ukur yang sudah distandarisasikan maka subjeknya adalah ahliahli psikologi. Disamping alatnya yang harus bersifat rahasia, maka subjek evaluasi haruslah seorang yang betul-betul ahli karena jawaban dan tingkah laku orang yang dites harus diiterprestasikan dengan cara tertentu. Tidak setiap orang dapat menafsirkan jawaban tes kepribadian ini, sehingga hanya orang yang telah mempelajari tes secara mendalam yang dapat melakukannya. Demikian juga dengan tes intelegensi, subjek pelakunya harus seorang ahli. Dalam keterangan ini, penulis mengkategorikan pelaksanaan evaluasi sebagai subjek evaluasi, ada pandangan lain yang disebut subjek evaluasi adalah siswa, yakni orang dievaluasi. Dalam hal ini yang dipandang sebagai objek misalnya : prestasi matematika, kemampuan membaca, kecepatan lari, dan sebagainya. Pandangan lain lagi mengklasifikasikan siswa sebagai objek evaluasi dan guru sebagai subjeknya. 2. Objek Evaluasi Yang dimaksud dengan objek atau sasaran evaluasi adalah hal-hal yang menjadi pusat perhatian untuk dievaluasi. Apapun yang ditentukan oleh evaluator atau penilai untuk dievaluasi, itulah yang disebut dengan objek
evaluasi. Pada waktu evaluator ingin menilai berat badan siswa, naja yang menjadi objek evaluasi adalah berat badan siswa, sedang
angka yang
menunnjukan beberapa berat badan siswa dimaksud, misalnya 34 kilogram, 40 kilogram dan sebagainya adalah hasil evaluasi. Jika evaluastor ingin menilai keterampilan siswa dalam menggunakan termometer, maka yang menjadi objek evaluasi adalah benar tidaknya gerakan tangan siswa ketika memegang alat, kemampuan siswa untuk menentukan berapa lama termometer diletakan di bagian badann, kemudian juga kemampuan siswa dalam membaca skala yang ada pada termometer. Gambaran tentang benar salanya menggunakan termometer adalah hasil evaluasi. Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi yang ada di bab 1, maka yang menjadi objek evaluasi adalah semua unsur atau komponen yang ada dalam transformasi tersebut. Agar diperoleh gambaran yang menyeluruh tentang mutu dan kebenaran kinerja transformasi, maka yang dijadikan objek evaluasi adalah semua aspek yang terkait dengan kinerja transformasi, yaitu (1) masukan mentah, (2) masukan instrumental, (3) masukan lingkungan (4) proses transformasi itu sendiri dan (5) keluaran, yaitu hasil dari transformasi. Masukan mentah sebagai objek evaluasi Dalam transformasi pembelajaran, siswa berstatus sebagai objek didik. Ahliahli pendidikan angkatan lama berpendapat bahwa siswa adalah objek pendidikan, kini pendapat seperti itu ditentang oleh ahli-ahli pembaharuan. Dalam kegiatan pendidikan siswa adalah subjek yang aktif, bukan sekedar objek pasif yang dapat diperlakukan dan diarahkan menurut kehendak. Dalam berbicara tentang objek evaluasi ini mungkin ada pembaca yang terkacaukan pengertiannya. Siswa yang dalam proses pembelajaran berstatus sebagai subjek, dalam evaluasi dia merupakan objek evalausi, karena dicermati untuk diketahui kinerjanya ketika mengikuti pembelajaran. Sekali lagi jangan keliru. Dalam proses pendidikan, siswa berstatus sebagai subjek didik-siswa aktif belajar Dalam evaluasi, kinerja berstatus sebagai objek evaluasi-kinerja siswa dicermati dan diperhatikan oleh evaluator. Aspek-aspek yang menjadi objek evaluasi berkenaan dengan siswa sebagai masukan mentah, masukan instrumental, dan masukan lingkungan dapat
dikembangkan dari apa yang sudah disampaiakn di bab1, apabila evaluatpr merasa kurang tepat atau masing menginginkan hal-hal yang dievaluasi, silahkan mendaftar lagi hal-hal lain menurut kebutuhan, beberapa hal yang perlu dibicarakan dalam objek evaluasi adalah :a) Penilaian dalam KBK (b) penilaian tiga ranah psikologis. 3. Sasaran Evaluasi Apabila kita kembali kepada diagram di bab 1, kita akan ingat kembali apa yang menjadi sasaran dari penilaian. Objek atau sasaran penilaian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan karena penilaian menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut. Dengan masih menggunakan diagram tentang transformasi maka sasaran penilaian untuk unsur-unsurnya meliputi, input, transformasi dan output a. Input Calon siswa sebagai pribadi yang utuh dapat ditinjau dari beberapa segi menghasilkan bermacam-macam bentuk tes yang digunakan sebagai alat untuk mengugkur. Aspek yang bersifat rohani setidaknya mencakup 4(empat) hal. 1) Kemampuan Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah institusi maka calon siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut tes kemampuan atau attitude test. 2) Kepribadian Kepribadian adalah suatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakan bentuknya dalam tingkah laku. Dalam hal-hal tertentu. Informasi
tentang
kepribadian
sangat
diperlukan. Alat
untuk
mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau personality test. 3) Sikap-sikap Sebenarnya sikap ini merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Namun, karena sikap ini merupakan suatu yang paling menonjol dan sangan dibutuhkan dalam pergaulan maka banyak orang yang menginginkan informasi khusus tentangnya. Alat untuk mengetahui
keadaan sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude tes. Oleh karen tes ini berupa skala. Maka disebut sikap attitude scale. 4) Intelegensi Untuk mengetahui tingkat intelegensi ini diguanakan tes intelegensi yang sudah banyak diciptakan oleh para ahli. Dalam hal ini yang terkenal adalah tes buatan binet dan simo yang dikenal dengan tes Binet-Simon. Selain itu adalagi tes-tes lain misalnya SPM, Tintum, dan sebagainya. Dari hasil tes akan diketahui IQ orang tersebut. IQ bukanlan intelegensi. IQ berbeda dengan intelegensi karena IQ hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang. Dengan pengertian ini maka kurang benarlah jika ada orang mengatakan “IQ jongkok” karena IQ adalah berupa angka. Mestinya IQ rendah diartikan bahwa angkanya rendah. Berkenaan dengan hubungan antara sikap dan kepribadian, A.N. Oppenheim dalam bukunya Questionnnaire Design and Attitude Measurement mengahukan gambar seperti tertera pada halaman selanjutnya. Dari gambar ini jelas bahwa kepribadian merupakan sesuatu yang ada dalam diri manusia dan sangat dalam letaknya sehingga sangat susah dilihat.
b. Transformasi telah dijelaskan bahwa banyak unsur yang terdapat dalam transformasi yang semuanya dapat menjadi sasaran atau objek penilaian demi diperolehnya hasil pendidikan yang diharapkan. Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara lain : a) Kurikulum/materi b) Metode dan cara penilaian c) Sarana pendidikan d) Sistem administrasi e) Guru dan personal lainnya. c. Output Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkap pencapaian/prestasi belajar mereka selama
mengikuti program. Alat yang digunakan untuk mengukur pencapai ini disebut tes pencapaian atau achievement test. Kecenderungan yang ada sampai saat ini di sekolah adalah bahwa guru hanya menilai prestasi belajar aspek kognitif atau kecerdasan saja. Alatnya adalah tes tertulis. Aspek psikomotorik, apalagi efektif, sangat langka dijamah oleh guru. Akibatnya, dapat kita saksikan, yakni para lulusannya hanya menguasai teori tetapi tidak terampil melakukan pekerjaan keterampialan. Juga tidak mampu mengaplikasikan pengetahuan yang sudah mereka kuasai. Lemahnya pembelajaran dan evaluasi terhadap aspek afektif ini, jika kita mau instrospeksi, telah berakitab merosotnya ahklak para lulusan. Yang selanjutnya berdampak luas pada merosotnya akhlah bangsa.
Evaluasi Bab 2 1. Dari objek-objek evaluasi yang telah disebutkan, jenis tes manakah ayang bisal dilakukan di sekolah? Bilamanakah jenis-jenis tes yang lain dilaksanakan 2. Seorang gru telah menyerahkan soal tes dan diperbanyak oleh bagian pengajaran, pada waktu pelaksanaan tes tersebut tidak sempat menunggu, tetapi ditunggu oleh staf tata usaha. Dalam keadaan demikian ini, siapakah yang disebut subjek evaluasi? Jelaskan jawaban anda. 3. Bagaimanakah cara guru mengetahui dari tujuan yang belum dicapai oleh siswa secara individual 4. Sebelum, selama dan setelah pengajaran selesai, guru selalu mengajukan pertanyaan. “apakah yang akan dicapai oleh siswa melalui pelajaran saya ini”? dalam pertanyaan tersebut, apakah tujuan yang ingindicapai siswa itu sama? Jelaskan jawan anda!
BAB 3 PRINSIP DAN ALAT EVALUASI 1. Prinsip Evaluasi Ada satu prinsip umum dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanaya triangulasi atau hubungan erat tiga komponen, yaitu: a. Tujuan pembelajaran b. Kegiatan pembelajaran atau KBM, dan c. Evaluasi. Triangulasi tersebut dapat digambarkan dalam bagan sebagai berikut:
Tujuan
Penjelasan dari bagan triangulasi adalah demikian. KBM
a. Hubungan antara tujuan dengan KBM Evaluasi Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian anak panah yang menunnjukan hubungan antara keduanya mengarah pada tujuan dengan makna bahwa kbm mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM menunjukan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM. b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi Evaluasi adalah pengumpulan data untuk mengukur mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Dilain sisi, jika dilihat dari langkah dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan. c. Hubungan antara KBM dengan evaluasi Seperti yang sudah disebutkan dalam nomor 1, KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan. Telah disebutkan pula dalam nomor 2 bahwa alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. sebagai misal, jika kegiatan belajar-mengajar dilakukan oleh guru dengan menitik beratkan
pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa. Bukannya aspek pengetahuan. Kecenderungan yang terdapat dalam praktek sekarang ini adalah bahwa hasil belajar hanya dilakukan dengan tes tertulis. Menekankan aspek pengetahuan saja, hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek lain, kurang mendapatkan perhatian dalam evaluasi. Secara garis besar, maka alat evaluasi yang digunakan dapat digolongkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu tes dan bukan tes (non tes). Selanjutnya tes dan non tes ini juga disebut sebagai teknik evaluasi berhubung oleh penjelasan-penjelasan yang lebih mendalam tentang tes itu sendiri, maka disi akan diterangkan masalah nontes terlebih dahulu. 2. Alat Evaluasi Dalam pengertian umum, alat adalah suatu yang dapat digunakan untuk mempermudah seseoarang dalam melaksanakan tugas atau mencapai tujuan serta lebih efektif dan efisien. Kata “alat” biasa disebut juga dengan istilah “instrumen” dengan demikian alat evaluasi juga dikenal denga instrumen evaluasi. Untuk memperjelas pengertian alat atau instrumen, terapkan pada dua cara mengupas kelapa, yangsatu menggunakan pisau parang, yang satunya lagi tidak. Tentu saja dengan pisau parang hasilnya akan lebih baik dan lebih cepat dilakukan dibandingkan dengan cara yang pertama. Dalam kegiatan evaluasi, fungsi alat juga untuk memperoleh hasil yang lebih baik, sesuai dengan kenyataan yang dievaluasi. Contoh pertama: Jika yang dievaluasi suatu keterampilan siswa dalam membaca, maka hasil evaluasinya berupa gambaran tentang tingkat keterampilan siswa dalam membaca. Dengan pengertian tersebut, alat evaluasi dikatakan baik apabila mampu mengevaluasi sesuatu dengan hasil seperti keadaan yang dievaluasi. Dalam menggukan alat tersebut evaluator menggukan cara atau teknik, maka dikenal dengan teknik evaluasi. Seperti disebutkan diatas, ada dua teknik evaluasi, yaitu teknik nontes dan teknik tes. a. Teknik Nontes Yang tergolong teknik nontes adalah 1) Skala bertingkat (rating scale);
2) 3) 4) 5) 6)
Kuesioner (quisionair) Daftar cocok (check list) Wawancara (interview) Pengamatan (observation) Riwayat hidup
1) Skala bertingkat (rating scale); Skala menggambarkan suatu nilai yang berbentuk angka terhadap sesuatu hasil pertimbangan. Seperti Oppenheim mengatakan: Rating gives a numerical value to some kind of judgement, maka suatu skala selalu disajikan dalam bentuk angka. Sebagai contoh, skor atau biji yang diberikan oleh guru di sekolah untuk menggambarkan tingkat prestasi belajar siswa. Siswa yang mendapat skor 8 digambarkan di tempat yang lebih kanan dalam skala, dibandingkan penggambaran skor 5.
4
5
6
7
8
Biasanya angka-angka yang digunakan direapkan pada skala dengan jarak yang sama. Meletakannya secara bertingkat dari yang rendah ke yang tinggi. Dengan demikian, skala ini dinamakan skala bertingkat. Kita dapat menilai hampir segala sesuatu dengan skala. Dengan maksud agar pencatatannya dapat objektif, maka penilaian terhadap penampilan atau penggambaran kepribadian seseorang disajikan dalam bentuk skala. Contoh: 2 3 4 8 1 Tidak suka Biasa Suka Sangat suka Sangat tidak sukapernah disinggung di bagian terdahulum pada Skala sikap yang
umumnya disajikan dalam bentuk bertingkat seperti dicontohkan di atas. 2) Kuesioner (quisionair) Kuesioner (quisionair) juga sering dikenal sebagai angket, pada dasarnya kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Dengan kuesioner ini orang dapat diketahui tentang keadaan/data diri. Pengalaman,
pengetahuan sikap atau pendapatnya dan lain-lain. Tentang macam kuesioner, dapat ditinjau dari beberapa segi. a) Ditinjau dari segi siapa yang menjawabm maka ada: (1) Kuesioner langsung adalah kuesioner yang dikirmkan dan diisi langsung oleh responden (2) Kuesioner tidak langsung adalah kuesioner yang dikirim dan diisi bukan oleh responden. Kuesioner tidak langsung biasaya
digunakan untuk
mencari informasi tentang
bawahan, anak, saudara, dan sebagainya. b) Ditinjau dari segi cara menjawab, maka ada: (1) Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga responden hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih.
Contoh: Tingkat pendidikan yang sekarang anada ikuti adalah : SD SLTP SLTA Perguruan Tinggi (2) Kuesioner
terbuka
adalah
kuesioner
yang
disusun
sedemikian rupa sehingga responden bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner terbuka disusun apabila jenis jawaban akan beraneka ragam, misalnya, keterangan alamat responden, tidak mungkin diberikan dengan cara memilih pilihan jawaban yang disediakan. Kuesioner terbuka juga digunakan meminta pendapat seseorang. Contoh: Untuk membimbing mahasiswa ke arah terbiasa membaca buku-buku asing, maka sebaiknya setiap dosen menunjuk buku asing sebagai salah satu buku wajib. Bagaimana pendapat saudara? Jawab! 3) Daftar cocok (check list) Yang dimaksud dengan daftar cocok (check list) adalah deretan pernyataan (yang biasanya singkat-singkat) dimana responden yang
dievaluasi tinggal membubuhkan tanda cocok () di tempat yang sudah disediakan. Contoh: Berilah tanda () pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara. No 1 2 3 4 5
Pernyataan
Penting
Biasa
Tidak Penting
Melihat pemandangan indah Olahraga tiap hari Melihat film Belajar menari Tulisan bagus
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkatm responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat. 4) Wawancara (interview) Wawancara atau interview adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawacara ini responden tidak diberi kesembapan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh suubjek evaluasi. Wawancara dapat dilakukan dengan 2 (dua) cara, yaitu: a) Wawancara bebas, dimana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya tanpa dibatasi oelh patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi b) Wawancara terpimpin, yaitu wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Dalam hal ini, responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan oleh penanya. Jawaban
itu
kadang-kadang
bersifat
memimpin
dan
mengarahkan, dan jawaban sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok. 5) Pengamatan (observation) Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti srta pencatatan
secara sistematis. Ada 3 macam observasi a) Obeservasi partisipan, yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, dalam hal in pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan demikian ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang diraskan orang-orang dalam kelompok yang diamati. Contoh: Untuk mengamati kehidupan mahasiswa penyewa kamar, pengamat menjadi mahasiswa dan menyewa kamar. b) Observasi sistematik, yaitu observasi dimana faktor faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipanm, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada diluar kelompok, dengan demikianm pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya. c) Observasi eksperimental terjadi jika
pengamat
tidak
berpartisipasi dalam kelompok, dalam hal ini, ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai denangan tujuan evaluasi. 6) Riwayat hidup Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama masa kehidupannya. Dengan mempelajari riwayat hidup. Maka subjek evaluasi akan dapat menarik suatu kesimpulan tentang kepribadian, kebiasaan, dan sikap dari objek yang dinilai. b. Teknik Tes Apakah sebenarnya tes itu? Ada bermacam-macam rumusan tentang tes. Didalam bukunya yang berjudul evaluasi pendidikan, Amir Daien Indrakusuma mengatakan demikian: ”tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan objektif untuk memperoleh data-data atau keterangan-keterangan yang diinginkan tentang seseoarang, dengan cara yang boleh dikatakan
tepat dan cepat” Selanjutnya, di dalam buku teknik-teknik evaluasi Muchtar Bukhori mengatakan: “Tes ialah suatu percobaan yang diadakan untuk mengetahui ada atau tidaknya hasil-hasil pelajaran tertentu pada seorang murid atau kelompok murid.” Definisi terakhir yang dikemukakan disini adalah definisi yang dikutif Webster’s Collegiate. “Test=any series of questions or exercieses or other means of measurng the skill, knowledge, intelegence, capacities of aptitudes or an individual or group” Yang lebih kurang artinya: “Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan
untuk
mengukur
keterampilan,
pengetahuan,
intelegensi,kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok” Kutipan ini disajikan dalam buku Encyclopedia of Educational Evaluation. Yang di dalam buku tersebut diterangkan pula bahwa pengertiannya dipersempit dengan menyederhanakan definisi menjadi demikian: “Tes is comprehensive assesment of an individual or to an entire program evaluation effort” Artinya: “Tes adalah penilaian yang komprehensif terhadap seorang individu atau keseluruhan usaha evaluasu program” Dari beberapa kutipan dan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa tes merupakan suatu alat pengumpul informasi, tetapi jika dibandingkan dengan alat-alat yang lain. Tes bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan. Mengingat betapa pentingnya tes ini, maka uraian yang lebih terperinci akan disampaikan secara terpisah pada bab-bab lain. Apabila rumusan yang telah disebutkan di atas dikaitkan dengan evaluasi yang dilakukan di sekolah, khususnya di suatu kelas, maka tes mempunyai fungsi ganda, yaitu untuk mengukur siswa dan untuk mengukur keberhasilan program pengajaran, dalam bagian ini hanya
akan dibicarakan tes untuk mengukur keberhasilan siswa. Ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa, tes dibagi menjadi 3 yaitu” 1) tes diagnostik 2) tes formatif, dan 3) tes sumatif keterangan masing-masing tes adalah sebagai berikut. 1) Tes diagnostik Seorang guru yang baik, tentu akan merasa bahagia apabila dapat membantu siswanya dapat mencapai kemajuan secara maksimal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki. Untuk mengetahui apakah bantuan yang diberikan sudah memadai, maka diadakan suatu penilaian. Namun, informasi hasil penilaian ini tidak akan ada gunanya seandainya tidak digunakan untuk bahan pertimbangan bagi tindakan selanjutnya Seperti halnya seoarng dokter, sebelum menentukan obat apa yang akan diberikan kepada pasien, dokter melakukan pemeriksaan secara teliti dahulu. Misalnya, memeriksa denyut nadi, suara nafas, reaksi lutut, urine, darah, dan sebagainya. Demikian juga seorang guru terhadap siswa, guru harus mengadakan tes yang maksudnya untuk mendiagnosis. Tes ini disebus tes diagnostik. Tes diagnostik adalah tes yang digunkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan hal tersebut dapat dilakaukan penganganan yang tepat. Dengan mengingat bahwa sekolah sebagai sebuah transformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Input
Output
Tes diagnostik ke1 dilakukan terhadap calon siswa sebagai input, untuk
mengetahui
apakah
calon
siswa
sudah
menguasai
pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah. Dalam pembicaraan tes secara umum, tes ini disebut tes penjajakan masuk yang dalam istilah inggris disebut entering behaviur test. Dalam penggalan kecil, tes diagnostik ke-1 dilakukan
untuk mengukur tingkat penguasaan pengetahuan dasar untuk dapat menerima pengetahuan lanjutannya. Pengetahuan dasar ini biasa disebut dengan pengetahuan bahan prasyarat (preruqisite) oleh karena itu tes ini disebut juga tes prasayarat atau prereuisite test. Test diagnostik ke-2 dilakukan terhadap calon siswa yang akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak yang baik akan disatukan di satu kelas atau semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik, sedang atau semua kelas akan diisi dengan campuran anak baik, sedan atau kurang. Ini semua memerlukan
informasi
yang
dapat
diperoleh
dengan
cara
mengadakan tes diagnostik. Dengan demikian, tes diagnostik telah berfungsi sebagai tes penempatan (placement Test). Test diagnostik ke-3 dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar tidak semua siswa dapat menerima pelajaran yang diberikan oleh guru dengan lancar. Sebagai guru yang bijaksana, sebaiknya sesekali melakukan tes diagnostik. Untuk mengetahui bagian mana dari materi pelajaran yang diberikan belum dikuasai oleh siswa Test diagnostik ke-4 diadakan pada waktu siswa mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan. 2) Tes formatif Dari kata form yang merupakan dasar dari istilah formati, maka evaluasi formatif dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana siswa telah terbentuk setelah mengikuti program tertenu. Dalam hal ini, tes formatif dapat juga dipandadang sebagai tes diagnostik pada akhir pelajaran. Evaluasi formatif atau tes formatif diberikan pada akhir setiap program. Tes ini merupakan post-test atau tes akhir proses.
Evaluasi formatif mempunyai manfaat bai bagi siswa, guru mapun program itu sendiri: a) Manfaat bagi siswa Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai
materi program secara menyeluruh Merupakan penguatan (reinforcement) bagi siswa. Dengan mengetahi bahwa tes yang dikerjakan sudah menghasilkan skor tinggi sesuai yang diharapkan, maka siswa merasa mendapat “anggukan kepala” dari guru, dan ini merupakan suatu tanda bahwa apa yang sudah dimiliki merupakan pengetahuan yang sudah benar. Dengan demikian, maka pengetahuan itu akan bertambah membekas diingatan. Disamping itu, tanda keberhasilan suatu pelajaran akan memperbesar motivasi siswa untuk belajar giat, agar
mempertahankan atau memperoleh nilai yang lebih baik. Usaha perbaiakanm dengan umpan balik (feed back) yang diperoleh
setelah
melakukan
kelemahan-kelemahanya.
tesm
Bahkan
siswa
dengan
mengetahui teliti
siswa
mengetahui bab atau bagian mana yang belum dikuasainya. Dengan
demikian
siswa
akan
termotivasi
untuk
meningkatkan penguasaan materi. Sebagai diagnosis. Bahan pelajaran yang sedang dipelajari oleh
siswa
merupakan
serangkaian
pengetahuan.
Keterampilan, atau konsep. Dengan mengetahui hasil tes formatif, siswa dengan jelas dapat mengetahui bagian mana dari materi pelajaran yang masih dirasakan sulit. b) Manfaat bagi guru Dengan telah mengetahui hasil tes formatif yang diadakan, maka guru: Mengetahui sampai sejauh mana materi yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa. Hal ini juga akan menentukan apakah guru perlu mengganti metode pengajaran (strategi)
yang lama. Mengetahui bagian-bagian mana dari materi pelajaran yang belum dikuasai siswa. Apabila bagian yang belum dikuasai merupakan materi dasar bagi pelajaran yang lain, maka bagian itu harus diterangkan lagi dan barangkali memerlukan cara atau media lain untuk memperjelas apabila tidak diulangi, maka akan mengganggu kelancaran pemberian materi pelajaran selanjutnya dan siswa akan semakin tidak menguasainya. Contoh:
D a p at meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang
akan diberikan. c) Manfaat bagi program Setelah diadakan tes formatif maka diperoleh hasil. Dari hasil tersebut dapat diketahui: Apakah program yang telah diberikan merupakan program
yang tepat, dalam arti sesuai dengan kecakapan anak. Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-
pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan. Apakah diperlukan alat, sarana dan prasarana untuk
mempertingggi hasil yang akan dicapai. Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.
3) Tes sumatif Evaluasi sumatf atau tes sumatif dilaksanakan setelah berakhirnya pemberian sekelompok atau sebuah program yang lebih besar. Dalam pengalaman di sekolah tes formatif dapat disamakan dengan ulangan harian, dengakan tes sumatif ini dapat disamakan dengan ulangan umum yang biasanya dialakanakan pada tiap hari smester, secara diagramis maka hubungan antara tes formatif dengan tes
sumatif ini tergambar sebagai berikut:
Apabila dilihat dalam kaitannya dengan kurikulum tahun 1975 (baik untuk SD, SMP maupun SMA) maka tes formatif adalah tes yang dilaksanakan sesudah berakhirnya proses belajar-mengajar tiap-tiap sub pokok bahasan, sedangkan tes sumatif diadan pada : - Akhir caturwulan : untuk SD - Akhir smester : untuk SMP dan SMA *) sekarang semua jenjang SD,SMP dan SMA tidak sama, yaitu menggunakan jenjang smester. Manfaat tes sumatif Ada beberapa manfaat tes sumatif, dan 3 diantaranya yang terpenting adalah : a) Untuk menentukan nilai, apabila tes formatif digunakan terutama untuk memberikan informasi demi perbaikan penyampaian dan tidak untuk memberikan nilai atau penentuan kedudukan seoarang anak di anatara teman-temannya (grading), maka nilai dari tes sumatif ini digunakan untuk menentukan kedudukan anak, dalam penentuan nilai ini setiap anak dibandingkan dengan anak lain, asumsi yang mendasari pandangan ini adalah bahwa prestasi belajar siswa-siswa dalam sebuah kelas akan tergambar dalam sebuah kurva normal. Sebagian besar dari anak-anak di kelas itu akan terletak di tengah-tengah daerah kurva. Yaitu di daerah “sedang”. Sebagaian kecil terletak di daerah “atas” dan sebagian lainnya akan terletak di daerah “bawah”.
Kurva prestasi belajar kelompok siswa dalam satu kelas.
-
Dari -3 SD sampai -1 SD adalah daerah “bawah” atau dengan
-
prestasi rendah Dari -1 SD samai +1 SD adalah daerah “sedang” atau siswa
-
dengan prestasi cukup. Dari +1 SD samapi +3 SD adalah daerah “atas” atau siswa
dengan prestasi tinggi. Catatan: Daerah kurva yang diperhitungkan hanya sampai batas -3 SD dan +3 SD walaupun masing-masing ekor dapat diperpanjang sampai tidak terhingga. b) Untuk menentukan seorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya. Dalam hal ini, tes sumatif berfungsi sebagai tes prediksi. Contoh : Pada saat kenaikan kelas, guru mempertimbangkan siapa saja yang kira-kira mampu mengikuti program di kelas berikutnya. Sebagai bahan pertimbangan adalah nilai-nilai yang diperoleh, terutama dari tes sumatif. Siswa yang sekiranya tidak mampu mengikuti program di kelas berikutnya dipersilahkan tinggal kelas. c) Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang akan berguna bagi: 1. Orang tua siswa 2. Pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah 3. Pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, melanjutkan sekolah, atau memasuki lapangan kerja. Catatan: Kemajuan belajar ini dikenal dengan nama rapor dan ijazah (surat tanda tamat belajar, STTB). Tentang bagaimana bentuk dan pengisiannya akan di bicarakan di bab lain. 4) Tes Formatf dan tes sumatif dalam praktek Dalam pelaksanaanya di sekolah, tes formatif ini merupakan ulangan harian, sedangkan tes sumatif biasa kita kenal sebagai ulangan umum yang diadakan pada akhir caturwulan atau akhir
smester. Dalam buku seri III dari kurikulum 1975 tentang pedoman penilaian dijelaskan bahwa tes formatif harus dilaksanakan oleh guru setiap akhir satu sub pokok bahasan. Sedangkan tes sumatif dilaksanakan setiap mengakhiri satu pokok bahsan (jadi dalam program yang lebih besar). Apabila pengertian ini dihubungkan dengan apa yang baru saja dibicarakan beberapa halaman sebelumnya bahwa tes sumatif dilaksanakan sebagai ulangan umum, maka tes yang dilaksanakan di akhir pokok bahasan ini dapat dipandang sebagai tes sub sumatif atau tes unit, sedangkan ulangan umum itulah yang disebut tes sumatif. Dengan demikian maka keseluruhan rangkaian tes akan terlihat dalam diagram berikut:
Dalam kurikulum baru, pokokbahsan dan sub pokok bahsan tidak muncul lagi. Tetapi dengan istilah lain yang langsung menunnjuk ke output siswa, yaitu standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) Memang pendapat tiap-tiap orang berbeda-beda tergantung dari luas sempitnya pandangan. Sebagai contoh adalah keterangan di atas. Tes pada akhir pokok bahasan dapat dipandang sebagai tes sumatif
jika pada tiap sub pokok bahsan sudah diberikan tes formatif. Akan tetapi, tes pada akhir pokok bahasan ini merupakan ter formatif jika dibandingkan dengan tes akhir dari beberapa pokok bahsan (yaitu pada akhir unit smester). Tugasnya, tes sub sumatif dapat dipandang sebagai tes formatif maupun sumatif. Apabila dilanjutkan lap menelusirinya. Maka tes akhri unit smester ini merupakan tes formatif atau sumatif jika yang dianggap tes sumatif adalah EBTA. Walupun ada kesimpang siuran mengenai istilah ini. Namun yang diketahui oleh umum tes sumatif adalah tes akhir caturwulan (SD) atau tes akhir smester (SMP dan SMA). Dalam pelaksanaan tes sumatif di sekolah-sekolah ada yang disamakan antara satu daerah atau wilayah administratif dan dikenal sebagai THB (Tes Hasil Belajar), TPB (Tes Prestasi Belajar) atau istilah lain lagi. Atas dihapuskannya ujian negara menjadi ujian sekolah, maka tes sumatif bersama (THB atau TPB) ini mempunyai kebaikan dan kelebihan. Kebaikan THB bersama: a) Pihak atasan atau pengelola sekolah-sekolah (IPDA, Dinas P dan K atau P dan K) yang dapat membandingkan kemajuan sekolahsekolah yang ada di wilayahnya. b) Karena dibandingkan antara sekolah yang satu denga sekolah yang lain, maka akan timbul persaingan sehat antara sekolah. c) Standar pelajaran akan terpelihara dengan baik karena soal tes yang diberikan disusun Dinas Pendidikan Atau Kanwil P dan K. Keburukan THB bersama: a) Ada kemungkinan akan terjadi pemberian pelajaran yang hanya berorientasi pada “ujian” dengan cara memberikan latihan mengerjakan soal yang sebanyak-banyaknya b) Tidak menghiraukan jika terjadi beberapa bentuk kecurangan karena sekolah (sekolah-sekolah) yang ingin mendapat nama baik. Berhubungan dengan adanya bermacam-maam tes, dengan sendirinya cara memberikan nilai dan perhitungannya sebagai
informasi prestasi siswa juga berbeda-beda. Tentang mengadakan penilaian dan penggunaannya, akan dijelaskan di bab lain. 5) Perbandingan antara tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif Untuk memperoleh gambaran mengenai tes diagnostik, tes formaif dan tes sumatif secara lebih mendalam, berikut ini akan disajikan perbandingan antra ketiganya, agar dapat diketahui persamaan dan perbedaanya. Dalam membandingkan, akan ditinjau dari 9 aspek, yaitu : fungsi, waktu, titik berat atau tekanannya, alat evaluasi, cara memilih tujuan yang dievaluasi, tingkat kesulitan soal-soal tes, cara menyekor tingkat pencapaian dan metode menuliskan hasil tes. a) Ditinjau dari fungsinya (1) Tes diagnostik - Menentukan apakah bahan prasyarat telah dikuasai atau -
belum Menentukan tingkat penguasaan siswa terhadap bahan
-
yang dikuasai. Memisah-misahkan
(mengelompokan)
siswa
berdasarkan kemampuan dalam menerima pelajaran -
yang akan dipelajarai Menentukan kesulitan-kesulitan belajar yang dialami untuk menentukan cara yang khusus untuk mengatasi
atau memberikan bimbingan. (2) Tes formatif Sebagai umpan balik bagi siswa, guru, maupun program untuk menilai pelaksanaan satu unit program. (3) Tes sumatif Untuk memberikan tanda kepada siswa bahwa telah mengikuti
satu
program,
serta
menentukan
posisi
kemampuan siswa dibandingkan dengan kawannya dalam kelompok. b) Ditinjau dari wa ktu (1) Tes diagnostik - Pada saat penyaringan calon siswa - Pada saat pembagian kelas atau awal pemberian -
pelajaran Selama pelajaran
berlangsung
memberikan bantuan kepada siswa.
bila
guru
akan
(2) Tes formatif Selama pelajaran
berlangsung
untuk
mengetahui
kekuarangan agar pelajaran dapat berlangsung sebaikbaiknya. (3) Tes sumatif Pada akhir unit catur wulan, semester akhir tahun, atau akhir pendidikan c) Ditinjau dari titik berat penilaian (1) Tes diagnostik - Tingkah laku kognitif, afektif, dan psikomotor - Faktor fisik, psikologis, dan lingkungan (2) Tes Formatif Menekankan pada tingkah laku kognitif (3) Tes Sumatif Pada umumnya menekankan pada tingkah laku kognitif tetapi ada kalanya pada tingkah laku psikomotor dan kadang-kadang
pada
afektif,
akan
tetapi
walaupun
menekankan pada tingkah laku kognitif, yang diukur adalah tingkatan yang lebih tinggi (bukan sekedar kegiatan atau hafalan saja) d) Ditinjau dari alat evaluasi (1) Tes diagnostik - Tes prestasi belajar yang sudah distandarisasikan - Tes diagnostik yang sudah distandarisasikan - Tes buatan guru - Pengamatan dan daftar cocok (check list) (2) Tes Formatif Tes prestasi belajar yang tersusun secara acak (3) Tes Sumatif Tes ujian akhir e) Ditinjau dari cara memilih tujuan yang dievaluasi (1) Tes diagnostik - Memilih tiap-tiap keterampilan prasyarat. - Memilih tujuan tiap program pelajaran secara -
berimbang Memilih yang berhubungan dengan tingkah laku fisik,
mental dan perasaan. (2) Tes Formatif Mengukur semua tujuan instruksional khusus (3) Tes Sumatif Mengukur tujuan instruksional umum
f) Ditinjau dari tingkat kesulitan tes (1) Tes diagnostik Untuk mengukur keterampilan dasar, diambil soal tes yang mudah, yang tingkat kesulitannya (indeks kesukaran) 0,65 atau lebih (2) Tes Formatif Belum dapat ditentukan (3) Tes Sumatif Rata-rata mempunyai tingkata kesulitan (indeks kesukaran) antara 0,35 hingga 0,70 ditambah beberapa soal yang sangat mudah dan beberapa lagi yang sangat sukar. g) Tinjau dari skoring (cara menyekor) (1) Tes diagnostik Menggunakan standar mutlak dan standar relatif (criterion referenced dan norm referenced) (2) Tes Formatif Menggunakan standar mutlak (criterion reverenced) (3) Tes Sumatif Kebanyakan menggunakan standar relatif (norm referenced) tetapi
dapat
pula
dipakai
standar
mutlak
(criterion
referenced) h) Ditinjau dari tingkat pencapaian Yang dimaksud dengan tingkat pencapaian adalah skor yang harus dicapai siswa dalam setiap tes. Tingkat pencapaian ini tidak lah sama. Tinggi rendahnya tuntutan terhadap tingkat pencapaian tergantung dari funsi dan tujuan masing-masing. (1) Tes diagnostik Berhubung ada bermacam-macam tes diagnostik maka tingkat pencapaian yang dituntut juga tidak sama. Untuk tes diagnostik yang sifatnya memonitor kemajuan, tingkat pencapaian yang diperoleh siswa merupakan informasi tentang keberhhasilannya. Tindakan guru selanjutnya adalah menyesuaikan dengan hasil tes diagnostik Tes prasyaratnya adalah tes diagnostik yang sifatnya khusus. Fungsinya adalah untuk mengetahui penguasaan bahan prasyarat yang sangat penting untuk kelanjutan studi bahan pelajaran berikutnya. Untuk itu, tingkat penguasaan dituntut
100%. (2) Tes Formatif Ditinjau dari tujuanm tes formatif digunakan untuk mengetahui
apakah
siswa
instruksional
umum
yang
sudah diuraikan
instruksional khusus. Dalam sistem pendidikan yang
mencpai
tujuan
menjadi
tujuan
lama, tidak ada
tuntutan tehadap pencapaian TIK namun dalam tahun 1975, dengan keluarnya kurikulum tahun 1975 dan modul, tingkat pencapaian untuk tes formatif adalah 75% dari skor yang diharapakan. Diwajibkan menempuh kegiatan perbaikan (remedial program) hingga siswa yang bersangkutan lulus dalam tes. Yang artinya siwa tersebut telah mencapai skor 75% dari skor maksimal yang diharapkan. (3) Tes Sumatif Sesuai dengan fungsi tes sumatif, yaitu memberikan tanda kepada siswa bahwa mereka telah mengikuti suatu program dan
untuk
menentukan
posisi
kemampuan
siswa
dibandingkan dengan kawan dalam kelompoknya, maka tidak diperlukan suatu tuntutan harus berapa tingkat penguasaan yang dicapai. Namun demikian tidak berarti bahwa tes sumatif tidak penting. Perlu diingat bahwa tes sumatif ini dilaksanakan pada akhir program, berarti nilainya digunakan untuk menentukan kenaikan kelas atau kelulusan. Secara terpisah tidak ditentukan tingkat pencapaiannya, tetapi secara keseluruhan akan dikenakan suatu norma tertentu yaitu nora kenaikan kelas atau norma kelulusan. i) Ditinjau dari cara pencatatan hasil (1) Tes diagnostik Dicatat dan dilaporkan dalam bentuk profil (2) Tes formatif Prestasi tiap siswa dilaporkan dalam bentuk catatan berhasil atau gagal menguasai sesuatu tugas (3) Tes sumatif Keseluruahan skor atau sebagian skor dari tujuan-tujuan
yang dicapai. Scawia B Anderson membedakan tes menurut dimensidimensi seperti tersebut di bawah ini. 1. Tes ditinja dari unsur suatu kegiatan dapat dibedakan atas tes pengukur proses dan tes pengukur hasil 2. Tes ditinjau dari tujuan penggunaan hasil. Dibedakan ata tes formatif tes sub sumatif dan tes sumatif (keterangan lebih rinci terdapat di bagian lain). 3. Tes ditinjau dari konstruksi yang diukur, dibedakan atas tes kepribadian, tes bakat, tes kemampuan tes minat, perhatian dan sikap 4. Tes ditinjau dari isi atau bidang studi dibedakan atas: tes matematika, sejarah IPA, olahraga, keterampilan dan sebagainya 5. Tes ditinjau dari lingkup materi yang diungkap dibedakan atas tes pencapaian dan tes penelusuran. Tes hasil belajar mengungkap materi yang luas. Sedangkan tes penelusuran dikenakan pada sebagian kecil bhan agar tester, dapat lebih cermat mengamati sesuatu. 6. Tes ditinjau keragaman butri atau tugas dibedaka atas tes homogen dan heterogen. Tes yang digunakan untuk mengukur sesuai aspek misalnya faktor minat, maka tesnya terdiri dai butir-butir yang seragam (homogen tester standar biasnya terdiri dari butir-burit yang heterogen 7. Tes ditinjau dari cara tester memberikan respon, dibedakan atas tes tertulis, tes lisan,tes keterampilan, tes pengenalan 8. Tes ditinjau dari cara skoring, dibedakan atas tes objektif (dikenai dengan check point) dan tes subjektif (tes yang memerlukan pertimbangan subjektivitas penilai). 9. Tes ditinjau dari standar dalam menentukan jawaban, yakni tes yang menentukan adanya kebenaran mutlak (mengan benar-salah) dan tes yang dimaksudkanuntuk sekedar mengetahui keaadaan seseorang, misalnya, tes untuk sikap atau pendapat seseorang.
10. Tes ditinjau dari cara penadministrasian dibedan atas pre-test (tes awal) yang dilakukan sebelum diberikannya perlakuan. Dan post test (test akhir) yang dilakukan sesudah adanya perlakuan. 11. Tes ditinjau dari tekanan aspek yang diukur, dibedakan atas speed test, yang ni tes yang digunakan untuk mengukur kecepatan testee bekerja dan power test, yakni tes yang digunakan untuk mengukur kemampuan testee. Pembedaan atas tesberdasarkan aspek ini dijumpai pada tes psikologi seperti halnya mengukur tes kemampuan umum (TKU). 12. Tes ditinjau dari banyaknya testee yang di tes, dibedakan atas individual dan tes kelompok. Tes pengukuran intelegensi yang sifatnya klinis. Merupakan contoh tes individual sedangkan tes-tes yang berhubungan dengan pencapaian di lapangan pendidikan industri dan militer pada umumnya tes kelompok 13. Tes ditinjau dari penyusunannya, dibedakan atas tes buatan guru dan tes yang diperdagangkan, yang dikenal denga tes terstandar.
BAB 4 MASALAH TES 1. Pengertian Istilah tes diambil dair kata testum, suatu pengertian dalam bahasa prancis kuno yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Ada pula yang mengartikan sebagai sebuah piring yang dibuat dari tanah. Seoarang ahli bernama James MC. Cattel, pada tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini kepada masyarakat melalui buku yang berjudul Mental Test and Measurement. Selanjutnya, di Amerika Serikat tes berkembang dengan cepat sehingga dalam tempo yang tidak begitu lama masyarakat mulai menggunakannya. Banyak ahi yang mulai mengembangkan tes ini untuk berbagai bidang, namun yang terkenal adalah sebuah tes intelegensi yang disusunn oleh seoarang prancis bernama Binet, yang kemudan dibantu tes BinetSimon (1904). Dengan alat ini Binet dan Simon berusaha untuk membeda-bedakan anak menurut tingkat intelegensinya. Dan pekerjaan Binet dan Simon inilah kemudian kita kenal istilah-istilah umur kecerdasan (mental age), umur kalender (chronological age) dan indeks kecerdasan, intelegensi kuesioner atau inteligence quotient (IQ). Sebagai perkembangannya, Yarkes di Amerika Serikat menyusun tes kelompok (group test) yang digunakan untuk menyeleksi calon militer sebanyak-banyaknya dalam waktu yang singkat. Diperlukan pada waktu perang dunia 1, tes ini dikenal denga nama Army Alpha dan Army Betha. Didorong oleh munculnya statistik dalam penganalisaan data dan informasi, maka akhirnya tes ini digunakan dalam berbagai bidang seperti tes kemampuan dasar, tes kesalahan perhatian, tes ingatan, tes minat, tes sikap. Dan sebagainya. Yang dikenal penggunanya di sekolah hanyalah tes prestasi belajar. Sebelum sampai kepada uraian lebih jauh. Maka akan diterakan dahulu arti dari beberapa istilah-istilah yang berhubungan dengan tes ini. - Tes (sebelum adanya ejaan yang disempurnakan dalam bahasa indonesia ditulis dengan test) adalah merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur suatu dalam suasana dengan cara dan
aturan-atuaran yang sudah ditentukan. Untuk mengerjakan tes ini tergantung dari petunjuk yang diberikan. Misalnya, melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban, menerangkan, mencoret jawaban salahm -
melakukan tugas atau suruhan, menajawab secara lisan dan sebagainya Testing Testing merupakan saat pada waktu tes itu dilaksnakan. Dapat juga
-
dikatakan testing adalah saat pengambilan tes. Testee (dalam istilah bahasa indonesia tercoba) adalah responden yang sedang mengerjakan tes. Orang-orang inilah yang akan dinilai atau diukur, baik
-
mengenai kemampuan, minat, bakat, pencpaian, dan sebagainya. Tester (dalam istilah indonesia:pencoba), adalah orang yang diserahi untuk melaksnakan pengambilan tes terhadap para responden. Dengan kata lain, tester adalah subjek evaluasi (tetapi adakalany hanya orang yang ditunjuk oleh subjek evaluasi untuk melaksnakan tugasna) tugas tester antara lain: a. Mempersiapkan ruangan dan perlengkapan yang diperlukan b. Membagikan lembaran tes dan alat-alat lain untuk mengerjakan c. Menerangkan cara mengerjakan tes d. Mengawasi responden mengerjakan tes e. Memberikan tanda-tanda waktu f. Mengumpulkan pekerjaan responden g. Mengisi berita acara atau laporan yang diperlukan ( jika ada)
2. Persyaratan Tes pada bagian permulaan buku ini telah disinggung bahwa mengukur panjang sisi mena dengan menggunakan karet ember yang diulur-ulur sama halnya dengan tidak mengukur. Hasil ukurannya tidak akan dipercapa. Akan tetapi bila keadaanya memang terpaksam yaitu apabila kita harus melakukan pengukuran padahal yang ada distu hanyalah sehelai tali karet ember. Maka dapat menggunkan tali itu asal menggunakannya mengikuti aturan tertenu, yakni tidak ditarik-tarik. Apbaila situasi ini kita pindahkan kepada pelaksanaan evaluai tes. Maka dapat disajikan dalam situasi berikut ini: a. Seorang guru yang belum berpengalaman menyusun tes, mengadakan
tes bahasa indonsesia. Kepada siswa diberikan sebuah bacaan panjang dan beberapa pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengukur kemampuan siswa menangkap isi bacaan tersebut, tetapi hanya meliputi sebagian awal dari bacaan saja. Di samping itu, siswa diminta untuk mengambil beberapa kata sukar dari bacaan itu dan menerangkan artinya. Pada waktu tes berlangsung. Guru mengguinya dengan teliti dan tidak memberi kesempatan kepada siswa untuk saling bekerja sama. Ter berjalan tertib. b. Seorang guru yang sudah berpengalaman. Menyusum sebuah tes dengan baik. Kebetulan guru ini juga mengajar Bahasa Indonesia. Seperti hal nya guru pertama, ia memberikan sebuah bacaan dan diikuti dengan pertanyaan-pertanyaan tentang isi bacaan. Setelah itu diikuti oleh deretan kata-kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa. Pada waktu pelaksanaan tes, guru ini mendadak sakit dak pengawasan terhadap pelaksanaan tes diserahkan kepada kawannya Dari gambaran dua buah situasi tes di atas dapat dengan cepat diambil kesimpulan bahwa keduanya merupakan dua contoh pelaksanaan tes yang tidak diharapkan. Keduanya tidak akan menghasilkan informasi yang baik tentang siswa. Dari contoh pertama.
Yang
kurang
baik
adalah
tesnya.
Pertanyaannya disusun dengan kurang cermat. Para siswa dibebaskan untuk memilih kata-kata yang sukar dan menerangkannya. Dengan demikian akan terdapat banyak sekali variasi jawaban. Sehingga guru akan menjumpai kesulitan pada waktu menilai. Guru tidak dapat memperoleh gambaran tentang tingkat kemampuan siswanya. Nilai yang diperoleh tidak dpat dimanfaatkan untuk mendiagnosis maupun untuk mengisi rapor. Dari contoh kedua, tes yang disusun oleh guru sudah baik. Dengan pengarahan dari guru. Yakni memberikan kata-kata sukar yang harus diterangkan oleh siswa. Guru dapat memperoleh informasi siswa mana yang sudah menguasai bahan dan siswa mana yang belum. Akan tetapi kesalahannya terletak pada pelaksanaan/administrasi tes. Oleh karena situasi memberikan peluang kepada siswa untuk saling menyeragamkan
jawaban. Maka guru tidak dapat memperoleh gambaran siapa sebenarnya siswa yang sudah menguasai bahan pelajaran sehingga dapat menjadi sumber informasi dan menjadi jasa kepada kawan-kawaannya. Dari contoh dan keterangan ini semua dengan singkat dapat dikatakan bahwa sumber persyaratan tes didasarkan atas dua hal: Pertama : menyangkut mutu tes Kedua : menyangkut pengadministrasian dalam pelaksanaan. Walaupun dalam melaksanakan tes sudah diusahakan mengikuti aturan tentang suasana. Cara dan prosedur yang telah ditentukan tes itu mengandung kelemahan. Gilber Sax (1980,31-42) menyebutkan beberapa kelemahan sebagai berikut: 1) Adakalanya tes (secara psikologis terpaksa) menyinggung pribadi seseorang. (walaupun tidak disengaja demikian), misalnya dalam rumusan soal, pelaksanaan. Maupun pengumuman hasi. Dalam kompetisi tersebut merebut suatu kesempatan yang pemilihannya melalui tes. Mau tidak mau tentu ada pihak-pihak yang dikalahkan dan itu tentu merasa tersinggung pribadinya. 2) Tes menimbulkan kecemasan sehingga memengaruhi hasil belajar yang murni. Tidak dapat dipungkiri bahwa tes akan menimpulkan suasana khusus yang mengakibatkan hal-hal yang tidak sama antara orang yang satu denga yang lain. Di dalam penelitiannya, Kirkland (1971) menyimpulkan bahwa a) Besar kecilnya kecemasan mempengaruhi murni dan tidaknya hasil belajar b) Murid yang kurang pandai mempunyai kecemasan yang lebih besar dibandingkan dengan anak yang berkemampuan tinggi. c) Kebiasaan terhadap tipe tes dan pengadministrasian mengurangi timbilnya kecemasan dalam tes. d) Dalam kecemasan yang tinggi, murid akan mencapai hasil baik jika soalnya bersifat ingatan, tetapi hasilnya tidak baik jika soalnya pikiran. e) Timbulnya kecemasan sejalan dengan tingkatan kelas f) Meskipun pada tingkat sekolah dasar tidak terdapat perbedaaan kecemasan. Anatara anak laki-laki dengan anak perempuan, tetapi di tingkat sekolah menengah anak perempuan cenderung
mempunyai kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan anak lakilaki. Banyak penelitian telah dilakukan oleh para ahli, tentan gkecemasan ini. Secara umum dapat disimpulkan bahwa bagaimana pun bebasnya suasana tes. Namun tampak bahwa penampilan testee akan berbeda dengan jika pertanyaaan dilakukan bukan dalam suasana atau mengusir kecemasan dengan cara menggigir tkuku, mengetuk meja, dan sebagainya.
Mengingat
bahwa
hasil
tes
dipergunakan
untuk
menentukan nasib seseorang maka guru harus sangat berhati-hati dalam memberikan pertimbangan. 3) Tes mengategorikan siswa secara tetap Dengan mengikuti hasil tes pertama kadang-kadang orang lalu membedakan cap kepada siswa menurut kelompok atau kategorinya, misalnya A termasuk pandai, sedang atau kurang. Sangat sukar bagi tester untuk mengubah predikat tersebut jika memang tidak sangat menyolok hasil dari tes berikutnya. 4) Tes tidak mendukung kecemerlangan dan daya kreasi siwsa Dengan rumusan soal tes yang kompleks kadang-kadang siswa yang kurang pandai hanya melihat pada kalimat secara sepintas. Cara seperti ini boleh jadi menguntungkan karena waktu yang disediakan tidak banyak habis terbuang. Siswa-siswa yang pandai, karena terlalu hatihati mempertimbangkan susunan kalimat. Dapat terjebak pada suatu butiran tes dan mereka akan kehabisan waktu. 5) Tes hanya mengukur aspek tingkah laku yang sangat terbatas Manusia mempunyai seperangkat sifat (traits) yang tidak semuanya diukur melalui tes. Tingkah laku sebagai cermin dari sifat manusia adakalanya lebih cocok diketahi pengalaman secara cermat. Beberapa sifat yang lain mungkin perlu diukur dengan berbagai instrumen yang bukan tes. 3. Ciri-ciri tes yang baik Sebuah tes yang dapat dikatakan baik jika alat pengukur, harus memenuhi persyaratan tes, yaitu memiliki:
a. Validitas Sebelum mulai dengan penjelasan perlu kiranya dipahami terlebih dahulu perbedaan arti istilah “validitas” dengan “valid”, validitas merupakan sebuah kata benda, sedangkan valid merupakan kata sifat; dari pengalaman sehari-hari tidak sedikit siswa atau guru mengatakan “Tes ini baik karena sudah validitas” jelas kalimat tersebut tidak tepat, yang benar adalah “tes ini sudah baik karena sudah valid atau tes ini baik karena memiliki validitas tinggi. Dalam pembicaraan evaluasi pada umumnya orang hanya menenal istilah “valid” untuk alat evaluasi atau instrumen evaluasi, hingga saat ini belum banyak buku yang menerapkan istilah valid untuk data. Dalam buku ini dicoba menjelaskan asal kata pengertian valid untuk instrumen dimulai dari pengartian valid untuk data. Sebuah data atau informasi dapat dikatakan valid apabila sesuai dengan keadaan senyatanaya.
Jika data yang dihasilkan dari sebuah
instrumen valid, maka dapat dikatakan bahwa instrumen tersebut valid. Karena dapat memberikan gambaran tentang data secara benar sesuai dengan kenyataan atau keadaan sesungguhnya. Dari sedikit uraian dan contoh dapat disimpulkan bahwa. Jika data yang dihasilkan oleh instrumen benar dan valid sesuai kenyataan, maka instrumen yang digunakan tersebut juga valid. Sebuah tes disebut valid apabila tes itu dapat mengukur apa yang hendak diukur istilah “valid”, sangat sukar digantinya, ada istilah baru yang mulai diperkenalkan yaitu sahih sehingga validitas diganti menjadi kesahihan. Walaupun istilah tepat belum dapat mencakuup semua arti yang tersirat dalam kata valid, dana kata tepat kadang-kadang digunakan dalam koteks yang lain. Akan tetapi tambhan kata tepat dalam menerangkan kata valid dapt memperjelas apa yang dimaksud. Contoh: Untuk mengukur besarnya partisipasi siswa dalam proses belajarmengajar, bukan diukur melalu nilai yang diperoleh pada waktu ulangan. Tetapi dilihat melalui: -
Kehadiran
-
Terpusatnya perhatian pada pelajaran Ketepatan menjawab pertanyaan-pertanyaaan yang diajukan oleh guru dalam arti relevan pada permasalahannya Nilai yang diperoleh pada waktu ulangan, bukan menggambarkan
partisipasi, tetapi menggambarkan prestasi belajar, ada beberapa macam validitas, yaitu validitas logis (logical validity) validias ramalan (predicty validity) dan validitas kesejajaran (concurrent validity) uraian secara terperinci akan dibicarakan pada bab lain. b. Reliabilitas Kata reabilitas dalam bahasa indonesia diambil dari kata reliability dalam bahasa inggris, berasal dari kata reliable yang artinya dapat dipercaya. Seperti halnya islilah validitas dan valid, kekacauan dalam penggunaan istilah “reliabilitas” sering dikacaukan dengan istilah “reliable”. reliabel. Reliabilitas merupakan kata benda sedangakan reliabilitas merupakan kata sifat atau kata keadaaan. Seoang dikatakan dapat dipercaya jika orang tersebut selalu bicara ajeg. Tidak berubah-ubah pembicaraannya dari waktu ke waktu. Contoh:
Demikian pula halnya sebuah tes. Tes tersebut dikatakan dapat dipercaya jika memberikan hasil yang tepat apabila diteskan berkali-kali. Sebuah teas dikatakan reliabel apabila hasil-hasil tes tersebut menjukan ketetapan. Dengan kata lain, kjika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan berada dalam urutan (rangking) yang sama dalam kelompok. Walaupn tampaknya hasi tes pada pengetesan kedua lebih baik akan tetapi karena kenaikannya dialami oleh semua siswa, maka tes yang digunakan dpat dikatakan memiliki reliabilitas yang tinggi. Kenaikan hasil tes kedua barangkali disebabkan oleh adanya “pengalaman” yang
diperoleh pada waktu mengerjakan tes pertama. Dalam keaan seperti ini dikatakan bahwa ada carry-over effect atau practice-effect, yaitu penjelasan tentang reliabitias secara lebih terperinci. Jika dihubungkan dengan validitas maka: a. Validitas adalah ketepatan b. Reliabiltias adalah keteptapan. c. Objektivitas Dalam pengertian sehari-hari dengan cepat diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya unsur pribadi yang mempengaruhi. Lawan dari objektif adalah subjektif, artinya terdapat unsur pribadi yang masuk memengaruhi. Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subjektif yang memengaruhi. Hal ini terutama terjadi pada sistem skoringnya. Apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka objektivitas menekankan ketetapan (consistency) pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada 2 (dua) faktor yang memengaruhi subjektivitas dari suatu tes, yaitu bentuk tes dan penilai. 1) Bentuk tes Tes yang berbentuk uraian, akan memberi banyak kemungkinan kepada si penilai untuk memberikan penilaian menrut caranya sendiri. Dengan demikian maka hasil dari seoarang siswa yang mengerjakan soal-soal dari sebuah tes akan dapat berbeda apabila dinilai oleh dua orang penilai. Itulah sebabnya pada waktu ini ada kecenderungan penggunaan tes objektif di berbagai bidang. Untuk menghindari masuknya unsur subjektivitas dari penilai. Maka sistem skoringnya dapat dilakukkan dengan cara sebaik-baiknya, antara lain dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu. 2) Penilai Subjektivias dari penilai akan dapat masuk secara agak leluasa. Terutama dalam tes bentuk uraian. Faktor-faktor yang memengaruhi subjektifitas. Anatara lain. Kesan penilai terhadap siswa. Tulisan bahasa. Waktu mengadakan penilaian, kelelahan dan sebagainya.
Untuk menghindari atau mengurangi masuknya unsur subjektifitas dalam pekerjaan penilaian, maka penilaian atau evaluasi ini harus dilaksanakan dengan mengingat pedoman. Pedoman yang dimaksud terutama menyangkut masalah pengadministrasian, yaitu kontinuitas dan komprehensivitas a) Evaluasi harus dilakukan secara kontinu (terus –menerus), dengan evaluasi yang berkali-kali dilakukan maka guru akan memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang keadaan siswa. Tes yang diadakan secara on the spot dan hanya satu atau dua kali. Tidak akan dpat memberikan hasil yang objektif tentang keadaan seorang siswa. Faktor kebetulan. Akan sangat mengganggu hasilnya. Kalau misalnya ada orang anak yang sebetulnya pandai, tetapi pada waktu mengadakan tes dia sedang dalam kondisi yang jelek karena semalaman merawat ibunya yang sedang sakit, maka sada kemungkinan nilai tesnya jelek pula. b) Evaluai harus dilakukan secara komprehensif (menyeluruh) yang dimaksud dengan evaluasi yang komprehensif disini adalah atas berbagai segi peninjauan yaitu: (1) Mencakup keseluruhan materi. (2) Mencakup berbagai aspek berfikir (ingatan, pemahaman aplikasi dan sebagainya) (3) Melalui berbagai cara aitu tes tertulis, tes lisan tes pembuatan pengamatan insidental dan sebagainya. d. Praktikabilitas Sebuah tes dikatakan meiliki praktikabilitas yaitu tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang: 1) Mudah dilaknakanak misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa. 2) Mudah pemeriksaanya, artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal bentuk objektif. Pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.
3) Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/diawali oleh orang lain. e. Ekonomis. Yang dimaksud dengan ekonomis disini ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama.
BAB 5 VALIDITAS Seperti sudah disinggung di depan bahwa ketentuan penting dalam evaluasi adalah bahwa hasilnya harus sesuai dengan keadaan yang dievaluasi. Mengevaluasi dapat diumpamakan sebagai pekerjaan memotret. Gambar potret atau foto dikatakan baik apabila sesuai dengan aslinya (bukan lebih baik dari aslinya seperti dikatakan oleh iklan foto). Gambar pemotretan hasil evalauasi tersebut di dalam kegiatan evaluasi dikenal dengan data evaluasi. Data evaluasi yang baik sesuai dengan kenyataan disebut data valid. Agar dapat diperoleh data yang valid, instrumen atau alat untuk mengevaluasinya harus valid. Jika pernyataan tesebut dibalik. Instrumen evaluasi dituntut untuk valid karena diinginkan dapat diperoleh data yang valid. Dengan kata lain, instrumen evaluasi dipersyarakan valid agar hasil yang diperoleh dari kegiatan evaluasi valid. Dalam pembicaraaan ini akan dikemukakan adanya dua jenis validitas. Validitas pertama menyangkut soal cara keseluruhan yang akan di bahas pada bagian awala bab ini. Sesudah selesai, disusul pembahasan validitas kedua. Yaktni validitas menyangkut butir soal atau item dan validitas faktor yang menyangkut bagian materi. 1. Macam-Macam Validitas Di dalam buku Encyclopedia Of Educational Evaluation, yang ditulis oleh Scarvia B. Anderson dan kawan-kawan disebutkan: A test is valid if it measures what it purpose to measure. Atau jika diartikan lebih kurang demikian: sebuah tes dikatakan valid apabila tes tersebut mengukur apa yang hendak diukur. Dalam bahasa indonesia “Valid” disebut sebagai istilah “Sahih” Sebenarnya pembicaraan validitas ini bukan ditekankan pada tes itu sendiri tetapi pada hasil pengetesan skornya. Contoh: Skor yang diperoleh dari hasil mengukur kemampuan mekanik akan menunjukkan kemampuan seseorang dalam memegang dan memperbaiki mobil, bukan pengetahuan tersebut dalam hal yang berkaitan dengan mobil. Tes yang mengukur pengetahuan tentang mobiil bukanlah tes yang sahih
untuk mekanik. Validitas sebuah tes dapat diketahui dari hasil pemikiran dan dari hasil pengalaman, hal yang pertama dakan diperoleh validitas logis (logical validity) dan hal yang kedua diperoleh validitas empiris (empirical validity) dua hal inilah yang dijadikan dasar pengelompokan validitas tes Secara gari besar ada dua macam validitas, yaitu validitas logis dan validitas empiris a. Validitas Logis Istiliah validitas logis mengandung kata logis yang berasal dari kata logika yang berarti penalaran. Dengan makna demikian maka validitas logis untuk sebuah instrumen evaluasi menunjuk pada kondisi bagi sebuah instrumen yang memenuhi persyaratan valid berdasarkan hasil penalaran. Kondisi valid tersebut dipandang terpenuhi karena instrumen yang bersangkutan sudah dirancang secara baik. Mengikuti teori dan ketentuan yang ada. Sebagaimana pelaksanaan tugas lain misalnya membuat sebuah karangan. Jika penulis mengikuti aturan mengarang. Tentu secara logis karanganya sudah baik. Berdasarkan penjelasan tersebut maka instrumen yang sudah disusun berdasarkan teori penyusunan instrumen, secara logis sudah valid, dari penjelasan tersebut kita dapat memahami bahwa validitas logis dapat dicapai apabila isntrumen disusun mengikuti ketentuan yang ada, dengan demikian disimpulkan bahwa validitas logis tidak perlu diuji kondisinya. Tetapi langsung diperoleh sesudah instrumen tersebut selesai disusun. Ada dua macam validitas logis yang dapat dicapai oleh sebuah instrumen yaitu validitas isi dan validitas konstrak (Construct Validity). Validitas isi bagi sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan isi materi pelajran yang dievaluasi. Selanjutnya validitas konstrak sebuah instrumen menunjuk suatu kondisi sebuah instrumen yang disusun berdasarkan konstrak askpek-aspek kejiawaan yang seharunya dievaluasi. Penjelasan lebih jauh tentang kedua jenis validitas logis ini akan diberikan berturut-turut dalam membahas jenis validitas instrumen nanti b. Validitias Empiris
Istilah validitas empiris menurut kata empiris yang artinya pengalaman. Sebuah instrumen dapat dikatakan memiliki validitas empiris apabila sudah diuji dari pengalaman. Sebagai contoh sehari-hari, sehorang dapat diakui jujur oleh masyarakat apabila dalam pengalaman membuktikan bahwa orang tersebut memang jujur. Contoh lain, seorang dapat dikatakan keratif apabila dari pengalaman dibuktikan bahwa orang tesebut sudah banyak menghasilkan ide-ide baru yang diakui berbeda dari hal-hal yang sudah ada. Dari penjelasan dan contoh tersebut diketahui bahwa validitas empiris tidak dapat diperoleh hanya dengan menyusun instrumen berdasarkan ketentuan seperti halnya validitas logis, tetapi harus dibuktikan melalui pengalaman. Ada dua macamvaliditas empiris, yakni ada dua cara yang dapat dilakukan untuk menguji bahwa sebuah instrumen memang valid. Pengujian tersebut dilakukan dengan membandingkan kondisi instumen yang bersangkutan dengan kriterium atau sebuah ukuran. Kriteria yang digunakan sebagai skor pembanding kondisi instrumen. Dimaksud ada dua yaitu yang sudah tersedia dan yang belum tersedia tetapi akan terjadi diwaktu yang akan datang. Bagi instrumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang sudah tersedia, yang sudah ada, disebut memiliki validitas “ada sekarang” yang dalam istilah bahasa inggris disebut memiliki concurrent validity. Selanjutnya instumen yang kondisinya sesuai dengan kriterium yang diramalkan akan terjadi, disebut memili validitas ramalan atau validitas prediksi. Yang dalam istilah bahasa inggris disebut memiliki predictive validity. Dari uraian ada dua jenis validitas logis yang ada dua macam dan validitas empiris juga, yang juga ada dua macama, maka secara keseluruhan kita mengenal adanyaempat validitas yaitu 1) validitas isi 2) validitas konstrak, 3) validitas “ada sekarang” dan 4)validitas predictive. Dua yang pertama yakni (1) dan (2) dicapai melalui penyusunan berdasarkan ketentuan atau teori, sedangkan teori berikutnya yakni (3) dan (4) dicapai atau diketahui sesudah dibuktikan melalui pengalaman. Adapun penjelasan masing-masing validita adalah sebagai berikut: 1) Validitas isi (content validity)
Sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Oleh karena materi yang diajarkan tertera dalam kurikulum maka validitas isi ini sering juga disebut validitas kurikuler. Validitas isi dapat diusahakan tercapainya sejak saat penyusunnan dengan cara memerinci materi kurikulum atau meter, buku pelajaran bagaimana cara merinci materi untuk kepentingan diperlukan validitas isi sebuah tes akan dibicarakan secara lebih mendalam pada waktu menjelaskan cara penyusunan tes. 2) Validitas konstruksi (contruct validity) Sebuah tes dikatakan memiliki validitas konstruksi apabila butir-butir soal yang membangun tes tersebut mengukur setiap aspek berpikir seperti yang disebutkan dalam tujuan instruktusional khusus. Dengan kata lain jika butir-butir soal mengukur aspek berpikir tersebut sudah sesuai dengan aspek berpikir yang menjadi tujuan instruksional. Sebagai contoh jika rumusan tujuan instruksional khusus (TIK) psikologis maka butir soal pada tes merupakan perintah agar siswa membedakan antara dua efek tersebut, sekarang TIK dikenal dengan indikator. “konstruksi” dalam pengertian ini bukanlah susunan seperti yang sering dijumpai dalam teknik. Tetapi merupakan rekaan psikologis, yaitu suatu rekaan yang dibuat oleh para ahli ilmu jiwa yang dengan suatu cara tertentu merinci isi jiwa atas bebrapa aspek seperti: ingatan, pemahaman, aplikasi dan seterusnya. Dalam hal ini mereka menganggap seolah-olah jiwa dapat dibagi-bagi, tetapi sebenarnya tidak demikian. Pembagian ini hanya merupakan tindakan sementara untuk mempermudah mempelajari. Seperti halnya validitas isi. Validitas konstruksi dapat diketahu dengan cara memerinci dan memasangkan setiap butir soal dengan setiap aspek dalam TIK. Pekerjaan dilakukan berdasarkan logika, bukan pengalaman. Dalam pembicaraan mengenai penyusunan tes hal ini akan disinggung lagi. 3) Validitas “ada sekarang” (concurrent validity) Validitas ini lebih umum dikienal dengan validitas empiris, sebuah tes
dikatakan memiliki validitas empiris jika hasilnya sesuai dengan pengalaman. Jika ada istilah sesuai tentu ada dua hal yang dipasangkan. Dalam hal ini hasil tes dipasangkan dengan hasil pengalaman. Pengalaman selalu mengenai hal yang telah lampau sehingga data pengalaman tersebut sekarang sudah ada (ada sekarang concurrent) Misalnya seorang guru ingin mengetahu apakah tes yang disusun sudah valid atau belum. Untuk diperlukan sebuah kriterium masa lalu yang sekarang datanya dimiliki. Misalnya nilai ulangan harian atau nilai ulangan sumatif yang lalu. 4) Validitas preksi (Predictive validity) Memprekdiksi artinya meramal, dengan meramal selalu mengenal hal yang akan datang jadi sekarang belum terjadi, sebuah tes dikatakan memiliki
validitas
prediksi
atau
validitas
ramalan.
Apabila
mempunyai kemampuan untuk meramalkan apa yang akan terjadi pada masa saya yang akan datang Sebagai alat pembanding validitas prediksi adalah nilai-nilai yang diperoleh setelah tes mengikuti pelajaran di perguruan tinggi. Jika ternya siapa yang memiliki nilai tes lebih tinggi gagal dalam ujiam semester 1 dibandingkan dengan yang dahulu nilai tesnya muda maka tes masuk yang dimaksud memiliki nilai tes lebih tinggi gagal dalam ujian smester 1 dibandingkan dengan dahulu nilai tesnya lebih rencah, maka tes masuk yang dimaksud tidak memiliki validitas prediksi. 2. Cara Mengetahui Validitas Alat Ukur Sekali lagi diulang bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antra hasil tes tersebut dengan kriterium. Teknik yang digunakan untuk mengetahui kesejajaran adalah teknik korelasi product moment yang dikemukakan oleh pearson. Rumus korelasi product ada 2(dua) macam yaitu a. Korelasi product moment dengan simpangan dan b. Korelasi product moment dengan angka kasar. Rumus korelasi product moment dengan simpangan:
Dimana: rxy = koefisien korelasi antra variabel X dan variabel Y, dua variabel yang dikorelasikan (x = X –X dan y=Y – Y) xy = jumlah perkalian x dengan y x2 = kuadrat dari x x2
= kuadrat dari y
Contoh perhitungan: Misal akan menghitung validitas tes prestasi belajar matematika, sebagai kriterium diambil rata-rata ulangan yang akan dicari validitasnya diberi x dan rata-rata nilai harian diberi kodeY. Kemudian dibuat tabel persiapan sebagai berikut.
TABEL PERSIAPAN UNTUK MENCARI VALIDITAS TES PRESTASI MATEMATIKA
r xy =
❑xy
√(❑ )(❑ ) 2 x
2 y
2,65 √3,5 x 3,59
X = X -= Y=YDimasukan ke rumus 2,65
√ 12,565
=
2,65 3,545
=
Indeks korelasi antara X dan Y inilah indeks validitas soal yang dicari. Rumus korelasi product moment dengan angka kasar: N XY −( X)(Y ) r xy = { N X 2 ( X )2 }{ N Y 2−( Y )2 }
√
Dimana: rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dan variabel yang dikorelasikan dengan menggunakan data hasil tes prestasi matematika di atas kini dihitung dengan rumus korelasi product moment dengan angka kasar yang tabel persiapannya sebagai berikut: x2 42,2 5
No
Nama
X
Y
1
Nadia
6,2
6,3
2
Susi
7
6,8
49
3
Cecep
7,5
7,2
56,2 5
4
Erna
7
6,8
49
5
Dian
6
7
36
6
Asmara
6
6,2
36
7
Siswoyo
5,5
5,1
8
Jihad
6,5
6
9
Yana
7
6,5
30,2 5 42,2 5 49
10
Lina
6
5,9
36
Jumlah
65
63, 8
426
Dimasukan ke dalam rumus: N XY −( X)(Y ) r xy = { N X 2 ( X )2 }{ N Y 2−( Y )2 }
√
y2 39,6 9 46,2 4 51,8 4 46,2 4 49 38,4 4 26,0 1
XY 40,9 5
45,5
39
36 34,8 1 410, 5
45,5
47,6 54 47,6 42 37,2 28,0 5
35,4 417, 3
rxy=
10 x 417,2=( 65 x 63,8 ) √ ( 10 x 426−4225 )( 10 x 410,52−4070,44 )
¿
4173−4147 √( 4260−4225 )( 410,2−4070,44 )
¿
26 26 = √ 35 x 34,76 √ 1216,6
¿
26 =0745 34,8797 Jika dibandingkan dengan validitas soal yang dihitung dengan rumus
simpangan, ternyata terdapat perbedaan sebesar 0,003 lebih besar yang dihitung dengan rumus simpanganan. Hal ini wajar karena dalam mengerjakan perkalian atau penjumlahan jika diperoleh 3 atau angka di belakang koma dilakukan pembulatan keatas. Perbedaan ini sangat kecil sehingga dapat diabaikan. Untuk memperjelas pengertian tersebut dapat disampaikan keterangan sebagai berikut. -
Korelasi fositif menunjukan adanya hubungan sejajar antara dua hal misalnya hal pertama nilanya naik, hal kedua ikut naik sebaliknya jika hal pertama turun, yang kedua ikut turun. Contoh korelasi positif antara nilai IPA dan Matematika IPA : 2, 3, 5, 7, 4, 3, 2 Matematika : 4, 5, 6, 8, 5, 4, 2 Kondisi nilai matematika sejajar dengan IPA karena naik dan turunnya nilai matematika mengikuti naik dan turunnya nilai IPA, Coba
-
Perhatikan! Korelasi negatif menunjukan adanya hubungan kebalikan antara dua hal. Misalnya, hal pertama nilai naik, justru yang kedua turun sebaliknya jika yang pertama turun yang kedua naik. Contoh korelasi negatif antara nilai bahasa indonesia dengan matematika Bahasa Indonesia : 5, 6, 8, 4, 3, 2, Matematika : 8, 7, 5, 1, 2, 3 Keadaan hubungan antara dua hal yang kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari tidak selalu hanya positif atau negatif saja, tetapi mungkin 0. Biasanya korelasi pun tidak menentu. Coba cermatilah
bagaimana hubungan antara dua nilai mata pelajaran A dan B berikut ini. Contoh korelasi tidak tertentu. Nilai A : 5, 6, 4, 7, 3, 8, 7 Nilai B : 4, 4, 3, 7, 4, 9, 4 Koefisien korelasi terdapat antara -1,00 samapai +1,00 namun karena dalam menghitung sering dilakukan pembulatan angka=angka sangat mungkin diperoleh koefisien lebih dari 1,00 koefisien negatif. Menununjukan adanya kesejajaran untuk mengadakan interprestasi mengenai besarnya koefisien korelasi adalah sebagai berikut: - Antara 0,800 sampai dengan 1,00 : sangat tinggi - Antara 0,600 sampai dengan 0,800 : tinggi - Antara 0,400 sampai dengan 0,600 : cukup - Antara 0,200 sampai dengan 0,400 : rendah - Antara 0,000 sampai dengan 0,200 : sangat rendah Penafsiran harga koefisien korelasi ada 2 (dua) cara yaitu: 1. Dengan melihat harga r dan diinterprestasikan misalnya korelasi tinggi, cukup dan sebagainya. 2. Dengan berkonsultasi ke tabel harga kritik product moment sehingga dapat diketahui signifikan tidak korelasi tersebut. Jika harga r lebih kecil dari harga kritik dalam tabel. Maka korelasi tersebut tidak signifikan begitu juga arti sebaliknya. 3. Validitas butiran soal atau validitas item Apa yang sudah dibicarakan di atas adalah validitas soal secara keseluruhan tes. Disamping mencari validitas soal perlu juga dicari validitas item. Jika seorang peneliti atau guru yang mengetahui bahwa validitas soal tes misalnya terlalu rendah atau rendah saja, maka selanjutnya ingin mengetahi butir-butir tes manakah yang menyebabkan soal secara keseluruhan tersebut jelek karena memiliki validitas rendah untuk keperluan inilah dicari validitas butir soal. Pengertian umum untuk validitas item adalah demikian sebuah item dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap skor total. Skor pada item menyebabkan skor total menjadi tinggi atau rendah. Dengan kata lain dapat dikemukakan disini bahwa sebuah item memiliki validitas yang tinggi jika skor pada item mempunyai kesejajaran dengan skor total. Kesejajaran ini dapat diartikan dengan korelasi sehingga untuk mengetahui
validitas item digunakan rumus korelasi seperti sudah diterangkan di atas. Untuk soal-soal bentuk objektif skor untuk item biasa diberikan dengan 1 (bagi item yang di jawab benar) dan 0 (item yang di jawab salah) sedangkan skor total selanjutnya merupakan jumlah dari skor untuk semua item yang membangun soal tersebut. Contoh perhitungan : Tabel Analisis Item Untuk Perhitungan Validitas Item No 1 2 3 4 5 6 7 8
Hartati Yoyok Oktaf Wendi Diana Paul Susana Helen
skor total
Butir soal/Item
Nama 1 1 0 0 1 1 1 1 0
2 0 0 1 1 1 0 1 1
3 1 1 0 0 1 1 1 0
4 0 0 0 0 1 0 1 1
5 1 1 0 1 1 1 1 1
6 1 0 1 1 1 0 1 1
7 1 0 0 0 0 1 1 1
8 1 1 1 0 0 0 0 1
9 1 1 0 1 0 0 0 1
10 1 1 1 0 0 0 0 1
8 5 4 5 6 4 7 8
Misalnya akan dihitung validatis item nomor 6, maka skor item tesebyt variabel x dan skor total tersebut variabel y. Selanjutnya perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus korelasi product moment. Baik dengan rumus simpangan maupun rumus angka kasar. Penggunaan kedua rumus tersebut masing-masing ada keuntungannya menggunkan rumus simpangan angkanya kecil-kecil. Tetapi kadang-kadang pecahanya cenderung banyak pecahan. Mengalikan pecahan persepuluhan ditambah dengan tanda-tanda plus (+) dan minus (-) kadang-kadang bisa menyesatkan. Penggunaan rumus angka kasar bilangannya besar-besar tetapi bulat. Jika ada kalkulator statistik disarankan menggunakan rumus angka kasar saja. Yang dibutuhkan hanya :X, Y, X2, Y2 dan XY, tidak perlu membuat tabel seutuhnya. Contoh perhitungan mencari validitas item Untuk menghitung validitas item nomor 6, dibuat terlebih dahulu tabel persiapannya sebagai berikut.
Tabel Persiapan Untuk menghitung Validitas Item Nomor 6 No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama
X 1 0 1 1 1 0 1 1
Hartati Yoyok Oktaf Wendi Diana Paul Susana Helen
Y 8 5 3 5 6 4 7 8
Ketrangan: X = skor item nomor 6 Y = Skor total X =6
Dari perhitungan kalkulator diperoleh data sebagai berikut:
y=46
XY =37 Xt = 5,57 X Y = 6,17 Y Sesudah diketahui X, x2, Y2, dan XY tinggal memasukan bilangan-bilangan tersebut ke dalam rumus korelasi product moment dengan rumus angka kasar. Data diatas dimasukan ke dalam rumus korelasi product moment dengan angka kasar r xy = r xy= ¿
N XY −( X )(Y )
√ {N X −( X) } {N Y −(Y ) } 2
2
2
2
8 x 37−6 x 46
√( 8 x 6−6 ) ( 8 x 288−46 ) 2
296−276 √( 48−36 ) x ( 2304−2116 )
2
¿
20 20 = √12 x 188 √2256
¿
20 =0,421 47,497
Koefisien validasi item nomor 6 adalah 0,421 dilihat sepintas bilangan ini memang sesuai dengan kenyataannya. Hal ini dapat diketahui dari skorskor yang tertera baik pada item maupun skor total oktaf yang hanya memiliki skor total 3 dapat memperoleh skor 1 pada item, sengakan yoyok dan wendi yang mempunyai skor total sama, yaitu 5 skor pada item tidak sama. Validitas item tersebut kurang meyakinkan tentu saja validitasnya tidak tinggi. Masih ada cara-cara lain untuk menghitung validitas item. Salah satu car yang dikenal adalah menggunkan rumu ypbl; yang rumus lengkapnya adalah sebagai berikut: M −M 1 y pbl = p St
√
p q
Keterangan: ypbi = koefisien korelasi biserial Mp = rata skor subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari Mt St p
q
validitasnya = rerata skor = standar deviasi dari skor total proporsi = proporsi siswa yang menjawab benar banyaknya siswa yang benar p= jumlah seluruh siswa = proporsi siswa yang menjawab salah (q=1 - p) Apabila item 6 tersebut dicari validitasnya dengan rumus ini maka
perhitungannya melalui langkah sebagai berikut: 8+3+5+6 +7+8 37 M p= = =6,17 1. Mencari 6 6 2. Mencari
M t=
8+5+3+ 5+6+ 4+7+ 8 46 = =5,75 8 8
3. Dari kalkulator diperoleh harga standar deviasi, yaitu n =1,7139 atau
n-1 = 1,8323. Untk n kecil diambil standar deviasi yang n=1,7139 6 p1 yaitu =0,17 4. Menentukan harga 8 2 q1 yaitu atau 1−0,75=0,25 8
5. Menentukan harga
6. Memasukan ke rumus y pbi =
M p−M t S1
√
y pbi
p q
√
¿
6,17=5,75 0,75 1,7139 0,25
¿
0,42 =1,7321 1,7139
¿ 0,4244
Dari perhitungan validitas item 6 dengan dua cara ternyata hasilnya berbeda tetapi sangat kecil yaitu 0,0034. Mungkin hal ini disebabkan karena adanaya pembulatan angka. 4. Tes terstandar sebagai kriterium dalam menentukan validasi. Tes terstamdar adalah tes yang telah dicobakan berkali-kali sehingga dapat dijamin kebaikannya. Di negara-negara berkembang biasa tersedia tes semacam ini. Dan dikenal nama standardized test. Sebuah tes terstandar biasanya memiliki identitas antara lain, sudah dicobakan berapa kali dan dimana berapa koefisien validitas, reliabilitas taraf kesukaran daya pembeda dan lain-lain keterangan yang dianggap perlu. Cara menentukan validitas soal yang menggunakan tes standar sebagai kriterium dilakukan dengan mengalikan koefisien validitas yang diperoleh dengan koefisien tes terstandar tersebut.
Contoh perhitungan: Tebel Persiapan Perhitungan Validitas Tes Matematika Dengan Kriterium Tes Terstandar Matematika
No 1 2
Nama Nining Maruti
X 5 6
Y 7 6
x2 25 36
y2 49 36
XY 35 36
3
Bambang
5
6
25
36
30
4 5
Seno Hartini
6 7
7 7
36 49
49 49
42 49
6
Heru
6
5
36
25
30
keterangan X = hasil tes matematika yang dicari validtasnya Y= hasil tes standar
Dimasukan ke dalam rumus korelasi product moment dengan r xy =
angka kasar sebagai berikut: N XY −( X ) ( Y )
√ { N X − ( X ) } {N Y − (Y ) } 2
2
2
2
6 x 207−352 ( 6 x 244−382 ) ¿ ¿ √¿ 6 x 22−35 x 38 r xy = ¿ ¿
1332−1330 √( 1242−1225 )( 1464−1444 )
¿
2 =0,108 18,439 Jika dari tes terstandar diketahui bahwa validitas 0,89 naja bukagab
0,108 ini belum merupakan validitas soal matematika yang dicar. Validitas tersebut harus dikalikan dengan 0,89 yang hasilnya 0,108 x 0,89=0,096 5. Validitas Faktor Selain validtitas soal secara keseluruhan dan validitas buti yang masih ada lagi yang perlu diketahui validitasnya. Yaitu faktor-faktor atau bagian keseluruhan materi. Setiap keseluruhan materi pelajaran terdiri dari pokokpokok bahasan atau mungkin sekelompok bahasan yang merupakan satu kesatuan Contoh: guru akan mengevaluasi penguasaan siswa untuk tiga pokok bahan yaitu: bunyi, cahaya, dan listrik untuk keperluan ini guru tersebut membuat 30 butir
soal, untuk bunyi 8 butir, untuk 12 butir dan untuk listrik 10 butir. Apabila guru ingin mengetahi validitas faktor, maka ada 3 faktor dalam soal ini. Seperti halnya pengertian validtias butir, pengertian validtias faktor adalah sebagai berikut: butir-butir soal dalam faktor dikatakan valid apabila mempunyai dukungan yang besar terhadap soal secara keseluruhan. Sebagai tanda bahwa butir-butir faktor tersebut mempunyai dukungan yang besar terhadap seluruh soal, yakni apabila jumlah skor untuk butir-butir faktor tersebut jumlah skor untuk butir-butir faktor tesebut menunjukan adanya kesejajaran dengan skor total. Agar uraian ini lebih jelas, pada halaman selanjutnya disajikan contoh tabel analisis butirnya.
CONTOH TABEL ANALISIS BUTIR UNTUK MENGHITUNG VALIDITTAS BUTIR DAN VALIDITAS FAKTOR
Subjek
Butir
Amir Hasan Ninda Warih Irzal Gandi Santo Tini Yanti Hamid Dedi Desi Wahyu
1
2
3
4
5
6
7
8
Skor Fakto r1
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1 8
19
20
Skor Fakto r2
21
2 2
23
24
25
26
27
28
29
3 0
Skor Fakto r3
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0
1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1
1 1 0 0 1 0 1 0 0 0 1 1 1
0 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1
1 0 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
6 7 4 3 8 6 5 7 5 4 7 8 5
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1
1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 1 0
0 1 0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1
1 0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1
0 1 0 0 1 1 1 0 0 0 1 1 0
1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1
0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 1 1
1 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0
0 0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1
1 0 1 0 1 1 1 0 1 0 0 1 1
0 1 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0
6 9 6 4 11 9 7 9 6 5 10 12 8
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0
1 1 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 0
1 1 0 1 1 1 0 1 1 1 1 1 0
0 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1
1 1 1 0 1 0 0 1 0 0 1 1 1
1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1
0 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 1 1
7 9 7 5 10 8 7 9 5 6 9 10 7
19 25 17 12 29 23 19 25 16 15 26 30 20
Sudah jelas bahwa butir-butir soal dikatakan apabila menunjukan kesejajaran skor dengan skor total. Cara mengetahui kesejajaran tersebut digunakan juga rumus korelasi product moment, misalnya kita akan mengetahui validitas faktor 1, yakni soal-soal materi bunyi, kita membuat daftar menyejajarkan kedua skor tersebut sebagai berikut: Tabel untuk menghitung kesejajaran skor faktor 1 dengan skor total Nama Subjek
Skor Faktor 1 (x)
Skor Total (y)
X2
Y2
XY
Amir Hasan Ninda Warih Irzal Gandi Santo Tini Yanti Hamid Dedi Desi Wahyu Jumlah
6 7 4 3 8 6 5 7 5 4 7 8 5 .....
19 25 17 12 29 23 19 26 16 15 26 30 20 .....
36 49 16 9 64 36 2 49 25 16 49 64 25 .....
361 625 289 144 841 529 361 676 256 25 676 900 400 .....
114 175 68 36 232 138 95 182 80 60 182 240 100 .....
Data yang tertera di dalam tabel tersebut diguanakan untuk menentukan besarnya validitas faktor 1, langkah selanjutnya adalah menjumlakan setiap kolom. Kemudian memasukan ke dalam rumus korelasi product moment. Harga r yang diperoleh menunjukan indeks validitas faktor1. Untuk faktor 2 dan 3 caranya sama, hanya faktornya saja yang diganti.
BAB 6 RALIABILITAS 1. Arti Reliabilitas Bagi Sebuah Tes Sudah diterangkan dalam persyaratan tes, bahwa reliabilitas berhubungan dengan masalah kepercayaan. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Maka penertian reliabilitas tes, berhubungan dengan masalah ketetapan hasil tes. Atau seandainya hasilnya berubah-ubah, perubahan yang terjadi dapat dikatakan tidak berarti. Konsep tentang reliabilitas ini tidak akan sulit dimengerti apabila pembaca telah
memahami konsep validitas. Tuntutan bahwa instrumen
evaluasi harus valid menyangkut harapan diperolehnya data yang valid sesuai dengan kenyataan. Dalam hal reliabilitas ini tuntutannya tidak jauh berbeda. Jika validitas terkait dengan ketepatan objek yang tidak lain adalah tidak menyimpangnya data dari kenyataan, artinya bahwa data tersebut benar, maka konsep reliabilitas terkait dengan pemotretan berkali-kali. Instrumen yang baik adalah instumen yang dapat dengan ajeg memberikan data yang sesuai dengan kenyataan. Yang sering ditangkap kurang tepat bagi pembaca adalah pendapat bahwa “ajeg” atau “tetap” diartikan sebagai “sama” dalam pembicaraan evaluasi ini tidak demikian. Ajeg atau tetap tidak selalu harus sama. Tetapi mengikuti perubahan secara ajeg. Jika keadaan si A mula-mula berada lebih rendah dibandingkan dengan B, maka jika diadakan pengukuran ulang si A juga berada lebih rendah dari B. Itulahh yang diakatakan ajeg atau tetap. Yaitu sama dealam kedudukan siswa diantara anggota keloompok yang lain. Tentu tidak dituntut semuanya tetap. Besarnya ketetapan itulah menunjukan tingginya reliabilitas instrumen. Sehubungan dengan reliabilitas ini, scarvia B anderson dan kawankawan menyatakan bahwa persyaratan bagi tes, yaitu validitas dan reliabilitas ini penting. Dalam hal ini, validitas lebih penting dan reliabilitas ini perlu, karena menyokong terbentuknya validitas. Sebuah tes mungkin reliabel tetapi
tidak valid. Sebaliknya, sebuah tes yang valid biasanya reliabel. A reliable measure in one that provide consistent and stable indication of the characteristic being investigates. Untuk dapat memperoleh gambaran yang ajegm memang sulit karena unsur kejiaan manusia itu sendiri tidak aje. Misalnya, kemampuan, kecakapan, sikap, dan sebagainya berubah-ubah dari waktu ke waktu. Beberapa hal yang sedikit banyak memengaruhi hasil tes banyak sekali. Namun secara garis besar dapat dikelompokan menjadi 3 (tiga) hal berikut. a. Hal yang Berhubungan dengan Tes itu sendiri, yaitu panjang tes dan kualitas Butir-Butir soalnya Tes yang terdiri dari banyak butirm tentu saja lebih valid dibandingkan dengan tes yang hanya terdi dari beberapa butir soal. Tinggi rendahnya validitas menunjukkan tinggi rendanya reliabilitas tes. Dengan demikian maka semakin panjang tes, maka reliabilitasnya semakin tinggi. Dalam menghitung besarnya reliabilitas berhubung dengann penambahan banyaknya butir soal dalam tes ini ada sebuah rumus yang diberikan oleh Spearman dan Brown sehingga terkenal dengan rumus Spearman-Brown. r nr nm
1+ ( n−1 ) r
Dimana: r nm : besarnya koefisien, reliabilitas sesudah tes tersebut ditambah butir n r
soal baru : berapa kali butir-butir soal itu ditambah : besarnya koefisien reliabilitas sebelum butir-butir soalnya di
tambah contoh: suatu tes terdiri atas 40 butir soal, mempunyai koefisien reliabiltias 0,70. Kemudian butir-butir soal itu ditambah menjadi 60 butir soal. Maka koefisien reliabilitas baru adalah: nr r nm= 1+ ( n−1 ) r ¿
1,5 x 0,70 1+ ( 1,5−1 ) x 0,70
¿
1,05 1,35
= 0,79 Demikian maka penambahan sebanyak 20 butir soal dari 40 butir memperbesarkan
koefisien
reliabilitas
sebesar
0,09. Akan
tetapi
penambahan butir-butir soal tes adalakanya tidak berarti. Bahkan merugikan. Hal ini disebabkan karena: 1) Sampai pada suatu batas tertentu, penambahan banyaknya butir soal sudah menambah tinggi reliabiltas tes. Ramers dan Gage menggambarkan hbungunan antra penambahan butir soal reliabiltiias sebagai berikut:
2) Penambahan tingginya reliabitias tes tidak sebanding nilai dengan waktu, biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk itu. Misalnya guru sudah cukup membuat 100 soal bentuk objektif dan 10 soal bentuk esai sudah cukup mempunyai validitas isi dan tingkah laku 200 dan 20 dengan menambahkan soal-soal yang paralel. Tentu saja hal ini hanya akan menambah waktu, biaya dan tenaga saja tanpa ada keuntungan apa-apa. Kualitas butir-butir soal ditentukan oleh: a) Jelas tidaknya rumusan soal b) Baik-tidaknya pengarahan soal kepada jawaban sehingga tidak menimbulkan salah jawab c) Petunjuknya jelas sehingga mudah dan cepat dikerjakan b. Hal yang behubungan dengan tercoba (testee) Suatu tes yang dicobakan kepada kelompok yang terdiri dari banyak siswa akan mencerminkan keragaman hasil yang menggambarkan besar-kecilnya reliabilitas tes. Tes yang dicobakan kepa bukan kelompok terpilih akan menunjukan reliabilitas yang lebih besar dair pda yang dicobakan pada kelompok tertenu yang diambil secar terpilih. c. Hal yang berhubungan dengan penyelenggaraan tes Sudah sebutkan bahwa faktor penyelenggaraan tes yang bersifat administratif, sangat menentukan hasil tes. Contoh: 1) Petunjuk yang diberikan sebelum tes dimulai, akan memberi
ketenangan
kepada tes-tes dalam mengerjakan tes, dan dalam
penyelenggaraan tidak akan banyak terdapat pertanyaan ketenganan ini tentu saja akan berpengaruh terhadap hasil tes. 2) pengawas yang tertib akan mempengaruhi hasil yang diberikan oleh siswa terhadap tes. Bagis siswa-siswa tertentu adanya pengawasan yang terlalu ketat menyebabkan rasa jengkel dan tidak dapat dengan leluasa mengerjakan tes. 3) Suasana lingkungan dan tempat tes (duduk tidak teratur, suasana di sekeleingnya ramai dan sebagainya) akan memengaruhi hasil tes Adanya hal-hal yang memengaruhi hasil tes ini semua, secara tidak langsung akan memengaruhi reliabilitas soal tes. 2. Cara-cara mencari besarnya Reabilitas Sekali lagi reliabilitas adalah ketetapan suatu tes apabila diteskan kepada subjek yang sama. Untuk mengetahui ketetapan ini pada dsarnya dilihat kesejajaran hasil. Seperti hal nya beberapa teknik juga menggunakan rumus korelasi moment untuk mengetahui validitas, kesejajaran hasil dalam reliabilitas tes. Kriterium yang digunakan untuk mengetahui ketetapan ada yang berada di luar tes (consistency external) dan pada tes itu sendiri (consitency internal) a. Metode Bentuk Paralel (equivalent) Tes paralel atau tes ekuivalen adalah dua buah tes yang mempunyai kesamaan tujuan, tingkat kesukaran, dan susunan, tetapi butir-butir soalnya berbeda. Dalam istilah bahasa inggris disebut alternate form method (parallel forms). Dengan metode bentuk parelel ini, dua buah tes yang paralel. Misalnya tes matematika seri A yang akan dicari reliabilitasnya dan tes seri B diteskan kepada sekelompok siswa yang sama, kemdian hasilnya dikoreksikan koefisien korelasi dari kedua hasil tes inilah yang menunjukan koefisien reliabilitas tes. Seri A. Jika koefisiennya tinggi maka tes tersebut sudah reliabel dan dapat digunakan sebagai alat pengetes yang terandalkan. Dalam menggunakan metode tes paralel ini pengetes harus menyiapkan dua buah tes, dan masing-masing dicobakan pada kelompok siswa yang sama. Oleh karena itu. Ada orang menyebutkan sebagai double tes-double trial method. Penggunaan metode ini baik karena siswa dihadapkan kepada
dua macam tes sehingga tidak ada faktor “masih ingat soalnya” yang dalam evaluasi disebut adanya pratice-effect dan carry over effect artinya ada faktor yang dibawa oleh pengikut tes karena sudah mengerjakan soal tersebut. Kelemahan dari metode ini adalah bahwa pengetes pekerjaaanya berat karena harus menyusun dua seri tes. Lagi pula harus tersedia waktu yang lama untuk mencobakan dua kali tes. b. Metode Tes Ulang (Test-Retest Method) Metode tes ulang dilakukan orang untuk menhindari penyusunan dua seri tes. Dalam menggunakan teknik atau metodi ini pengetes hanya memili satu seri tes, tetapi dicobakan dua kali. Oleh karena tesnya hanya satu dan dicobakan dua kali. Maka metode ini dapat disebut dengan singgle tes double trial method. Kemudian hasilnya dari keduakali tes tersebut dihitung korelasinya. Untuk tes yang banyak mengungkap pengetahuan (ingatan) dan pemahaman, cara ini kurang mengena tercoba akan masih ingat akan butirbutir soalnya. Oleh karena itu. Tenggang waktu antara pemberian tes pertama dengan kedua menjadi permasalahan tersendiri. Jika tenggang waktu terlalu sempit, siswa masih banyak ingat materi. Sebaliknya kalu tenggang waktu terlalu lama, maka faktor-faktor atau kondisi tes sudah akan berbeda dan siswa sendiri barangkali sudah mempelajari sesuatu. Tentu saja faktor-faktor ini akan mempengaruhi terhadap reliabilitas. Pada umumnya hasil tes kedua cenderung lebih baik dari pada hasil tes pertama. Hal ini tidak mengapa karena pengetes harus sada akan adanya practice effect dan carry over effect. Yang penting adalah adanya kesejajaran hasil atau ketetapan hasil yang ditunjukan oleh koefisien korelasi yang tinggi. Contoh: Siswa A B C D
Tes Pertama Skor Ranking 15 3 20 1 9 5 18 2
Tes Kedua Skor Ranking 20 3 25 1 15 5 23 2
E
12
4
18
4
Walaupun tampak skornya naik, akan tetapi kenaikannya dialimi oleh siswa Metode ini juga disebut korelasi diri sendiri (self-correlation method) larena mengkorelasikan hasil dari tes yang sama. c. Metode belah dua atau split-half method Kelemahan penggunaan metodedua tes dua kali percobaan dan satu –tes duali percobaan diatasi dengan metode ketiga ini, yaitu metode belah dua. Dalam menggunakan metode ini pengetes hanya menggunakan sebuah tes dan dicobakan satu kali. Oleh karena itu, disebut juga singel test single tiral method. Berbeda dengan metode pertama dan kedua yang setelah ditemukannya koefisien korelasi langsung ditafsikan itulah koefisien reliabilitas. Maka dengan metode ketika ini tidak dapat demikian. Pada waktu membelah dua dan mengkorelasikan dua belahan, baru diketahui reliabilitas separo tes. Untuk mengetahui reliabiltias seluruh tes harus digunakan rumus Spearman-brown sebagai berikut: Banyak pemakai metode ini salah memelah hasil tes pada waktu menganalisis. Yang mereka lakukan adalah mengelompokan hasil kelompok ini dikorelasikan. Yang benar adalah membelah item atau butir soal. Tidak akan keliru kiranya bagi pemakai metode ini harus ingat bahwa banyaknya butir soal harus genap agar dapat dibelah. Ada dua cara membelah butir soal ini, yaitu: 1) Membelah atas item-item genap dan item-item ganjil yang selanjutnya disebut belahan ganjil-genap. 2) Membelah atas item-item awal dan ite-item akhir separo jumlah pada nomor-nomor awal dan separo pada nomor-nomor akhir yang selanjutnya disebut belahan awal-akhir. Contoh perhitungan reliabilitas dengan metode belah dua Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengadakan butir soal yang lebih terkenal dengan nama analisis item. Item yang dijawab dengan benar diberi skor dan bagi yang salah diberi skor 0. Skor-skor untuk seluruh subjek dan seluruh ini diterakan dalam tabel analisis sebagai
berikut: Tabel Analisis Item Tes Matematika
kertas yang digunting
bergigi seperti di
sebelah ini daoat digunakan sebagai alat bantu dalam menentukan jumlah skor pada item ganjil dan jumlah skor pada item genap. Bagian berlekuk dapat dipaskan pada item-item genap ataupun item-item ganjil. Jika sudah diketahui jumlah skor pada item ganjil, otomatis diketahui jumlah skor pada item genap karena skor nya sudah diketahui terlebih dahulu. Kertas bergigi tempatkan tepat mulai skor siswa pertama. Kemudian diges ke bawah hingga siswa terakhir. Penyajian contoh membelah di atas berarti bahwa perhitungan reliabiilitas dilakukan dengan membelah dengan dua cara. Pembelahannya hanya memilih salah satu saja. Untuk selanjtnya dihitung dengan korelasi product moment. 1) Pembelahan ganjil-genap Tabel persiapan perhitungan reliabilitas denagn belah dua ganjil-genap sebagai berikut
No
Nama
Item Ganjil (1,3,5,7, 9) (X)
Item Genap (2,4,6,8, 10) (Y)
1 2 3 4 5 6 7 8
Hartati Yoyok Oktaf Wendi Diana Paul Susana Helen
5 3 0 3 3 4 4 3
3 2 4 2 3 0 3 5
Kelanjutan dari tabel ini adalah menghitung dengan rumus korelasi product moment Dengan menggunakan kalkulator diketahui bahwa: X=25 X2 = 93 Y=22 Y2 = 76 XY=63 Setelah dihitung dengan rumus korelasi product moment dengan anka kasar diketahui bahwa rxy = -0,3786. Harga tersebut baru menunjukan reliabilitas separo tes. Oleh karena itu, r xy untuk belahan ini disebut istilah r1/21/2 atau r99. Untuk mencari reliabilitas seluruh tes digunakan rumus spearman-brown yang rumusnya telah dikemukakan didepan. Jika koefisien reliabilitas separo tes ini dimasukan ke dalam rumus hitungannya demkian.: 2r1 1 22 r 11 = 1+r 1 1
(
22
)
¿
2 x−0,3786 1+ (−0,3786 )
¿
−0,7572 =−0,5493 1,3786
*) pengurangan merupakan bilangan dengan harga mutlak, jadi tidak mengenal negatif.
2) Pembelahan awal akhir Dengan data yang tertera pada tabel analisis item tes matematika diketahui jumlah sekor belahan awal-akhir sebagai berikut:
No
Nama
Item Ganjil (1,3,5,7, 9) (X)
1 2 3 4 5 6 7 8
Hartati Yoyok Oktaf Wendi Diana Paul Susana Helen
3 2 1 3 5 3 5 3
Item Genap (2,4,6,8, 10) (Y) 5 3 3 2 1 1 2 5
Seperti halnya pad wakhtu menghitung dengan belahan ganjil genap maka kelanjutannya adalah menghitung dengan rumus korelasi product moment. Dengan menggunakan kalkulator diketahui X=25 X2 = 91 Y=22 Y2 = 78 XY=63 Setelah dimasukan ke dalam rumus korelasi product momen dengan angka kasar diperoleh r 11 =0,5538
r1 1 22
=−0,3831
demgam rumus spearman-brown diperoleh
.
Selain menggunakan rumus korelasi product momen, dua orang ahli mengajukan rumus lain. Seorang bernama Flanagan menemukan rumus yang perhitunganya menggunakan belah dua ganjil-genap, dan seoarang benama rulon yang dumusnya diterapkan pad data belahan awal-akhir. 3) Penggunaan rumus Flanagan Rumus 2 2 S 1 +S 2 r 11 =2 1− 2 st
(
)
Dimana : r 11 = Reliabiiltas S 21 = vairans belahan pertama (1) yang dalam hal ini varian skor item
ganjil S 22 = varian belahan kedua (2) yaitu varians skor item genap S 2t =varians total yaitu varians skor total
Secara sederhana dapat dipahami bahwa varians adalah standar deviasi kuadrat. Dengan demikian bagi peminat yang menghitung kalkulator statistik varian ini diperoleh dengan menguadratkan standar deviasi. Untuk mereka yang tidak menggunakan kalkulator statistik maka varians dapat dicari denagn rumus sebagai berikut X ¿ ¿ ¿2 ¿ 2 X −¿ S−
N N
Standar devviasi (SD) dapat dengan istilah simbpangan baku (SB) namun husuf S (B bear) juga dapat dikatakan sudah menyebut standar deviasi dalam kalkulator dengan simbol bagi yang berminat mencari S untuk mencari varian, dapat menggunakan rumus S. X2 S= √ N Dimana S
= standart deviasi
X
= Simpangan X dan x yang dicari dari x – Y
S2
= barian 2 subjek pengikut tes,
Berdasarlam dat atabe; be;ajam gamko; genap perhitungannya esebagi berikut:
93−
25 2 8 S12 8
¿ 93−
78,125 =1.859 8 2
76−
=
22 8 S21 8
76−
2
60,5 8 =1,937
295−
S 2=
47 2 8
8
❑ 295− 276,13 = ❑ =2,36 8 Dimasukan ke dalam rumus diperoleh demikian
(
r 11 =2 1
1,859+ 4,937 2,359
2−1,1,609 = −2 ¿ =-1,218
4) Penggunaan rumus Rulon Rumus
)
r 11 =1−
S 2d S 2t
Dimana : 2 S d =¿ varian bed (varian Diferent) D=¿ diferece adalah [ebedaan atara belahan jiwa (awal_dengan skor belahan ke dua (akhir Untuk memperjelas keterangan, maka tabel tahun awal-akhir Dikutip disini lagi No 1 2 3 4 5 6 7 8
Nama Hartati Yoyok Oktaf Wendi Diana Paul Susana Helen
Awal 3 2 1 3 5 3 5 3
Akhir 5 3 3 2 1 1 2 5
d -2 -1 -2 1 4 2 3 -2
Dengan kalkulator atau hitungan biasa diketahui d=3 d2=43 Dari perhitungana terdahulu diketahui varians total=2,75 ( d )2 d2 N S 2d = N 43− ¿ ¿
32 8
8
=
43−1,125 8
41,875 =5,234 8
Dimasukan ke dalam rumus rulon r 11 =1−
5,234 2,36
=1-2,218 =1,218 Dari perhitungan degnan rumus flanagan maupun rulon ternya hasilnya
sama, keudanya lebih besar dari 1,00. Secara eoeretik koefisien ini salah karena pembulatan dalam perhitungan, seperti didepan. Hasil seperti ini dapat saja terjadi Untuk mengatasi kesulitan memenuhi persyaratan ini maka reliabilitas dapat dicari dengan rumus ketemukan oleh karer dan Richardson. Kedua orang ahli menentukan banak-rumus yang diberi nomor. Rumus yang digunakan mencari reliabilitas adan banyak digunakan orang ada rumus, yaitu rumus J-4,20 dan rumus K-R 21 5) Penggunaan rumus K-R 20 Rumus 2 n ( S − pq ) r 11 = n−1 S2
( )
dimana
r1 p q n S
= reliabititas tes secara keseluruhan - proposi subjek yang menjawab item dengan benar =proporsi subjek yang menjawab item dengan salah (q=1-p) = Banyaknya item = Standar deviasi dari tes (standar deviasi adlah akar varians)
Dalam buku-buku n(nilai kecil)ini sering diganti degnan huruf K (K Keci) yang juga melambangkan banyaknya item. Demikian juga huruf S sebagai lambang standar deviasi, ditliskan SB sebagai singkatan dari simpangan baku maka rumus K-R 20 menjadi 2 k ( SB − pq ) r 11 = 2 k −1 SB
( )
Penggunaan hrufk ini uga berlaku bagi rumah-rumah dalam tes, misalnya K-R 21 dan rumus alpha. Untuk memberikan contoh perhitungan mencari reliabilitas yang menggunakan rumus K-R 20. Ini akan dibuatkan tabel analisis item lain. Tabel Perhitungan Mencari Reabilitas Tes dengan rumus KR 21 No
Nama
1
Nomor item
skor total
1
2
3
4
5
6
7
wardoyo
1
0
1
1
1
1
0
5
2
benny
0
1
1
0
1
1
1
5
3
Hanafi
0
0
0
0
1
0
1
2
4
Rahmad
0
1
1
1
1
1
1
6
5
Tanti
1
0
0
0
1
0
0
2
6
Nadia
0
1
1
1
1
0
0
4
7
Tini
0
0
0
1
1
1
0
3
8
Budi
0
1
0
1
1
0
0
3
9
Daron
0
1
0
1
1
0
0
3
10
Yakob
0
0
0
1
1
0
0
2
NP
2
5
4
7
10
4
3
35
p
0,2
0,5
0,4
0,7
1
0,4
0,3
q
0,8
0,5
0,6
0,3
0
0,5
0,7
pq
1,31(åpq)
Dimasukan ke dalam rumus K-R 20 n S 2−pq r 11 = 2 n−1 S
( )(
)
7 1,362−1,31 ¿ x 6 1,36 S=1,56 ( dicari dengan kalkulator ) ¿ 1,17 x
1,85=1,31 S dapat dicari dengan menarik akar varians 1,85
¿ 1,17 x
1,85−1,31 S=1,36(dicari dengan kalkulator) 1,85
=1,17 x0,29 = 0,3415 dibulatkan 0,342 6) Penggunaan rumus K-R 21 Rumus K-R 21: m−(n−M ) n r 11 = 1− n−1 n S2
( )(
)
Keterangan: M=Mean atau rerata skor total 3,5− (7−3,5 ) 7 1− 7−1 7 x 1,85
( )(
r 11 =
(
1,17 x 1−
3,5 x 3,5 12,95
)
)
(
1,17 x 1−
12,25 12,95
)
1,17 x ( 1−0,946 ) 1,17 x 0,0541
= 0,06329 dibulatkan 0,0633 Jika dibandingkan reliabilitas yang dihitung dengan K-R 20 dan K-R 21 lebih besar yang pertama. Memang menggunakan rumus K-R 20 cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi, tetapi pekerjaanya lebih rumit. 7) Penggunaan Rumus Hoyt Vs Vr−Vr r =1− r 11 = Rumus : 11 atau Vr Vr Keterangan : r11 = Reliabilitas seluruh soal Vr = Varians Responden Vs = Varians Sisa Untuk mencari reliabilitas suatu soal dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1. Mencari jumlah kuadrat responden dengan rumus Xt ¿ ¿ ¿2 ¿ 2 B jk i= ¿ N Keterangan: Jk(r) = jumlah kuadrat responden Xt = skor total tiap responden K = Banyaknya item N = banyaknya responden atau subjek Langkah 2. Mencari jumlah kuadrat item dengan rumus; Langkah 3. Mencari jumlah kuadrat total dengan rumus;
BAB 7 TAKSONOMI 1. Arti dan letak Taksonomi dalam Pendidikan Sejak lahirnya kurikulum PPSP (proyek perintis sekolah pmbangunan) yang kemudian disusul oleh lahirnya kurikulum tahun 1975, telah dimulai tertaman kesadaran pada para guru bahwa tujuan pelajaran harus dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar berlangsung. Tujuan dirumuskan sebelum proses belajar-mengajar berlangsung. Tujuan tersebut harus diberitahukan kepada para siswa. Jadi, tujuan tersebut bukanlah sesuatu yang perlu dirahasiakan. Apabila dalam pengajaran tidak disebutkan tujuannya, siswa tidak akan tahu mana pelajaran yang penting dan mana yang tidak. Kesadaran seperti diharapkan dapat mendarah daging. Seperti halnya jika orang mau pergi ke suatu tempat sudah mempunyai bayangan letak tempat tersebut sehingga dengan mudah menentukan jalan perumusan tujuan ini maka mereka dapat mengusahakan kegiatan mengajar secara efektif. Kepentingan hubungan antara kegiatan belajar-mengajar dengan tujuan, oleh seorang ahli bernama sriven (1967) dikemukakan bahwa harus ada hubungan erat antara: a. Tujuan kurikulum dengan bahan pelajaran b. Bahan pelajaran dengan alat-alat evalusi c. Tujuan kurikulum denan alat-alat evaluasi Tujuan kurikulum yang dimaksud adalah tujuan yang dapat diukur Ebel (1963) berpendapat bahwa jika hasil pendidikan merupakan sesuatu yang penting tetapi tidak dapat diukur maka tujuan itu harus diubah. Jika tujuan telah dirumuskan secara operasional maka hasilnya akan dapat diukur. Suatu tanda bahwa seseoarang telah mencapai tujuannya, akan terlihat pada perubahan tingkah lakunya. Tujuan pendidikan dapat dirumuskan pada tiga tingkatan. Pertama tujuan umum pendidikan. Tujuan ini memnentukan perlu dan tidaknya sesuatu program diadakan. Di dalam praktek sehari-hari
di sekolah.
Tujuan ini, banyak usaha telah dilakukan untuk mencari metode yang dapat digunakan untuk menganalisis atau mengklasifikasikan sebuah pandangan yang berhubungan dengan kegiatan pendidikan sehari-hari. Yang dimaksud adalah berhasilnya pendidikan dalam bentuk tingkah laku. Inilah yang dimaksud engan taksnomomi (taxonomy). Ada 3 macam tingkah aku yang dikenal umum, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotor (yang dalam hal ini penulis gunakan istilah keterampilan) yang lebih jelas yang dirumuskan secara operasional kaum behavior (kaum mengutamakan tingkah laku) berpendapat bahwa taksonomi yang dikemukaakan oleh bloom dan kawan-kawan adalah sangat bersifat mental. Mereka tidak menjelaskan kepada para pendidik secara konkret dan dapat diamati. Dalam pelaksanaan pendidikan di sekolah, ketiga tujuan ini harus ada. Tetapi praktenya memang sulit karena dalam beberapa hal. Penafsirannya lalu menjadi subjektif. Kesulitan lain adalah bahwa sulit untuk menjabarkan tujuan umum ini menjadi tujuan lyang lebih penting Beberapa ahli mencoba memberikan car bagaimana menyebut tingkatan tujuan ini, yang akhrinya oleh Vivien de Landshere disimpulkan bahwa ada 3 tingakt tujuan (termasuk taksonomi), yaitu: a. Tujuan akhir atau tujuan umum pendidikan b. Taksonomi c. Tujuan yang operasional 2. Taksonomi Bloom Bloom dan Krathwohl telah memberikan banyak inspirasi kepada orang yang melahirkan taksonomi lain. Prinsip-prinsip dasdar yang digunakan oleh 2 orang ini ada 4 buah, yaitu: a. Prinsip metodologis Perbedaan yang besar telah merefleksi kepada cara-cara guru dalam mengajar b. Prinsip psikologis Taksonomi hendaknya konsisten dengan fenomena kejiaan yang ada sekarang. c. Prinsip logis Taksonomi hendaknya dikembangkan secara logis dan konsisten d. Prinsip tujuan
Tingaktan-tingaktan tujuan tidak selaras dengan tingkatan-tingakatan nilai-nilai. Tiap-tiap jenis tujuan pendidikan hendaknya menggambarkan corak yang netral. Atas dasar prinsip ini maka taksonomi disusun menjadi uatu tingkatan yang menunjukan tingkat kesulitan sebagai contoh, menginat fakta lebih mudah dari pada menarik kesimpulan. Atau menghafal, lebih mudah daripada memberikan pertimbangan. Tingaktan kesulitan ini juga merefleksi kepada kesulitan dalam proses belajar dan mengajar. Sudah banyak diketahui bahwa mula-mula taksonomi bloom terdiri dari dua bagian yaitu kognitif domain dan afektif domain (cognitive domain and affective domain). Pencipta dar kedua taksonomi ini merasa tidak tertarik pada psikomotor domain karena melihat hanya ada sedikit kegunaannya di sekolah menengah atau universitas ( Bloom, 1956), akhirnya simpson melengkapi dua domain yang ada dengan psikomotor domain (1966). Namun sebenarnya pemisahan antara ketiga domain ini merupakan pemisahan yang dibuat-buat, karena manusia merupakan suatu kebetulan yang tidak dapat dipec-pecah sehingga tindakanya merupakan suatu kebetulan. Saat ini sudah banyak diketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal sebagai taksonomi bloom (1956) sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di universitas yang terdiri dari B.S Bloom Editor MD Engelhart, E Furs, W.H dan D.R Krathwohl yang kemudian didukung pula oleh Ralp W. Tyler. Secara garis besar, blooom bersama kawan-kawan merumuskan tujuan-tujuan pendidikan pada 3(tiga) tingkatan: a. Kategori tingkah laku yang masih verbal b. Perluasan kategori menjadi sederatan tujuan c. Tingkah laku konkret yang terdiri dari tugas-tugas (task) dalam pertnyataan-penyataan sebagai ujian dan butir-butir soal Ada 3 (tiga) ranah domain besar, yang terletak pada tingkatan ke -2 yang selanjutnya disebut taksonomi yaitu: a. Ranah kognitif (cognitive domain) 1) Mengenal (recognition) Dalam pengenalan siswa diminta untuk memilih satu dari dua atau lebih jawaban
Contoh: Hasil bumu yang terkenal dari daerah temanggung adalah: a) Padi b) Tebu c) Tembakau Mengungkap / mengingat kembali (recall) Berbeda dengan mengenal maka dalam mengingat kembali ini siswa diminta mengingat kembali satu atau lebih faktafakta yang lebih sederhana. Contoh: Tempat keluarnya air dari dalam tanah disebut// Mengenal dan mengungkap kembali, pada umumnya dikategoraikan menjadi satu jenis, yakni ingatan. Kategori ini merupakan yang paling rendah tingkatanya karena tidak terlalu banyak meminta energi. 2) Pemahaman (comprehension) Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa meamhami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep Contoh: Diantara gambar-gambar di bawah ini yang dapat disebut sebagai segitiga siku-siku adalah: a) . b) . c) . Untuk dapat menentukan gambar mana yang dapat dinamaklan
segitiga
siku-siku
maka
ia
harus
menghubungkan konsep segitiga dan konsep siku-siku. 3) Penerapan Aplikasi (aplication) Untuk menerpkan aplikasi ini siswa dituntut memili kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstrasi
tertentu ( konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan cara) secara tepat untuk diterapkan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. Contoh: Untuk menyelesaikan hitungan 51x40= n,
maka paling
tepat kita gunakan a. Hukum asosiatif b. Hukum komutatif c. Hukum distributif 4) Analisis (analysis) Dalam tugas analisisini siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsepkonsep dasar. Contoh: Siswa disuruh menerangkan apa sebab pada waktu mendung dan ada angin kencang tidak segera turun hujan. 5) Sintesis (synthesis) Apabila penyusun soal tes bermaksud meminta siswa melakkan sintesis maka pertanyaan-pertanyaan disusum sedemikian
rupa
sehingga
meminta
siswa.
Untuk
menggabungkan atau menyusun kembali (reorganize) halhal yang spesifik aga dapat dikatakan bahwa dengan soal sintesis ini siswa diminta untuk melakukan generalisasi. Contoh: “dengan mengetahui situasi daerah dan milik dalam hal kekayanan bahan mentah serta semangat penduduk di suatu daerah yang kini dapat berkembang pesat menjadi kota pelabuhan yang besar maka kota-kota kecil di tepi pantai mana yang mempunyai potensi untuk menjadi sebuah kota pelabuhan yang besar? 6) Evaluasi (evaluation) Apabila menyusun soal bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa mampu menerangkan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk menilai sesuatu kasus yang diajukan oleh penyusun soal. Mengadakan evaluasi dalam mengukur aspef kognitif ini
tidak sama dengan mengevaluasi dalam mengukur aspek afektif. Mengevaluasi dalam kognitif ini menyangkut masalah “benar/salah” yang didasarkan atas dalil. Hukum prinsip pengetahuan, sedangkan mengevaluasi dalam aspek afektif menyangkut masalah “baik/buruk” berdasarkan niali atau norma yang diakui oleh subjek yang bersangkutan. Sejak tahun 1983 istilah “aspek” ini lebih populier dengan istilah baru yakni “ranah” untuk ranah kognitif, bloom menemukan adanya tingkatan-tingkatan ranah, tersusun dalam urutan meningkat (hierarki) yang sifatnya linear. Namun dan beberapa studi lanjutan yang dilakukan oleh ahli-ahli lain antara lain Mardaus diketemukan bahwa ranah-ranah tersebut tidak seluruhnya dalam urutan linear. Untuk arah yang leibh tinggi, yakni analisis, sintesi dan evaluasi teletak pada satu garis horizontal dan terlihat sebagai cabang. Apabila dibandingkan akan tergambar sebagai berikut ini:
Beberapa aspek kejiaan yang telah disebutkan, sebagian
hanya cocok diterapkan di Sekolah Dasar (Ingatan, Pemahaman dan Aplikasi) sedangkan analisis dan sintesis baru dapat dilatihkan di SLTP, SMU dan Perguruan Tinggi secara bertahap. Dengan urutan yang ada, memang menunjukan usaha yang semakin kebawah semakin berat. Sebagai contoh, untuk mengilakukkan pemahaman, siswa harus terlebih dahulu dapat mengingat atau mengenal kembali. Dan untuk pemahaman, memang dibutuhkan unsur mengenal atau mengingat kembali. b. Ranah afektif (afective domain) 1) Pandangan atau pendapat (opinion) Apabila guru mengukur aspek afektif yang berhubungan dengan pandangan siswa maka pertanyaan yang disusun menhendaki respons yang melibatkan ekspresi, perasaan atau pendapat pribadi siswa terhadap hal-hal yang relatif sederhana tetapi bukan fakta Contoh: “bagaimanakah pendapat anda tentang keputusan yang diambil oleh bapak lurah dalam situasi diatas? Bamana tindakan anda jika seandainya yang menjadi lurah itu anda? 2) Sikap atau nilai (attitude, value) Dalam penilaian afektif tentang sikap ini, siswa ditanya mengenai responsya yang melibatkan sikap atau nilai telah mendalam di sanubarnya dan guru meninta dia untuk mempertahankan pendapatnya Contoh: “bagaimankah pendapat anda seandainya semua penjahat merugiakan masyarakat dan negara. Baik yang proletar maupun yang elite diberi hukuman mai saja? Menga pendapat anda demikian? c. Ranah psikomotor (psychomotor domain) Perkataan psikomotor berhubungan dengan kata “motor sensory motor atau perceptual motor” jadi psikomotor behubungan erat dengan kerja otot sehingga menyebbkan geraknya tubuh atau bagian-bagiannya. Yang termasuk ke dalam klasifikasi gerak di
sini mulai dari suku cadang televisi serta komputer. Secara mendasar perlu dibedakan antra dua hal. Yaitu keterampila (skills) dan kemampuan (abilities) Contoh: “seberaoa teramil para siswa dalma menyiapkan alatalat””seberapa terampil para siswa mengunakan alat-alat” Taksonomi untuk ranah psikomotorik antara lain dikemukakan oleh Anita Harrow (1972). Menurut harrow kebanyakan para guru tidak dapat menuntut pencapaian 100 dari tujuan yang dirumukan kesuali hanya berharap bahwa keterampilan yang dicapai oleh siswa-siswanya akan sangat mendudkung mempelajari keterampilan lanjutan atau gerakangerakan yang lebih kompleks sifatnya. Selain yang telah dikemukakan tersebut. Harrow juga memberikan saran mengenai bagaiman melakukan pengukuran terhadap ranah psikomotor ini. Menurutnya penentuan kriteria untuk mengukur ketrampilan siswa dilaksanakan dalam jangka waktu sekurangkurangnya 30 menit. Kurang dari waktu tersebut diperkirakan para penilai belum dapat menangkap gambaran tentang pola keterampilan yang mencerminkan kemampuan siswa. Gris besar taksno,o yang dikemukakan oleh Harrow adalah sebagai berikut: 1.
2
Tingkat Gerakan Refleks (reflex movement)
Uraian dan contoh Respons grakan yang tidak disadari dimiliki sejak lahir
1.1. Segmental reflexes 1.2. Itersegmental reflexes 1.3. Surasegmental reflexes
Kesemuanya berhubungan dengan grakan-gerakan yang dikoordinasikan oleh otak dan baigan sum-sum tulang belakang Gerakan-gerakan, yang menuntun kepada keterampilan yang sifatnya kompleks
Dasar Gerakan-Gerakan (basic fundamental movement) 2.1. Locomotor movemen
Gerakan-gerakan yang mendahului kemampuan bejalan (tengkurap, merangkak, tertatih-
tatih, berjalan, lari melompat, menggelinding, memanjat) 2.2. Non locomotor movements
2.3. Manipulative movements
Gerakan-gerakan yang dinamis di dalam suatu ruangan yang bertumpu pada sesuatu sumbu tetentu Gerakan-gerakan yang terkoornissaikan seperti dalam kegiatan bermain piano, menggambar, naik sepeda, mengetik dan sebagainya
3.
Perceptual abilites 3.1. Khinetic discrimination
Kombinasi dari kemampuan kognitif dan gerakan
Menyadari akan gerak-grakan tubuh seseorang 3.1.1. Body awarebess Menyadari gerakan pada dua sisi tubuh pada satu sisi. Keberatankeberatan dan keseimbangan. 3.1.2. Body image Perasaan-perasaan tentang adanya gerakan berhubungan dengan badannya sendiri. 3.1.3. Body relationship to Konsep tentang arah dan surrounding objet in kesadaran badan dalam space hbubungan dengan lingkungan ruang sekitar 3.2. Visual discrimination Visual acuity(kemampuan membedakan bentuk dan bagian). Visual tracking (kemampuan mengikuti objek), visual memori (mengingat kembali pengalaman visual), figure ground differentiation (membedakan figure yang dominan di antara latar belakang yang kabur), dan consistency 3.3. Auditory discrimination (pengalaman konsep visual) Meliputi auditory acuity, 3.4. Tactile discrimination auditory trancking, auditory 3.5. Coordinated activites memory Kemampuan untuk membedakan dengan sentuhan Koordinasi antara mata dengan
4.
Physical abilities
4.1. Ketahanan (endurance) 4.2. Kekuatan (strenght) 4.3. Flexybility 4.4. Kecerdasan otak (agility)
5
Skiled movements
5.1. Simple adaptive skils 5.2. Compund adaptive skills 5.3. Complex adaptive skils
6
Nondiscoursive communication
6.1. Expressibe movents
6.2. Interpretive movements
tangan dan mata dengan kaki Kemampuan yang dipeulkan untuk mengembangkan gerakangerakan keterampilan tingkat tinggi. Kemampuan untuk melanjutkan aktivitas, termasuk ketahanan otot dan denyut jantung. Kemampuan menggunakan otot untuk mengadakan perlawanan Rentangan gerakan dan sandi Kemampuan untuk bergerak cepat termasuk kemapuan untuk mengubah arah, memulai atu berhenti, mengurangi waktu tenggang antara reaksi dan respons (tampak dalam kecekatan) dan meningkatkan dextery (meningkatkan ketangkasan=deftnes) Setiap gerkan yang memerlukan belajar misal keterampilan dalam menari, olah raga dan reaksi.] Setiap adaptasi berhubungan dengan dsar gerakan dasar nomor 22 Gerakan kombinasi untuk menggunakan alat-alat seperti raket, parang dan sebaginya Menguasai mekanisme seluruh tubuh seperti dalam senam (gymnastic) Kemampuan untuk berkomunikasi dengan menggunakan gerakan misalnya ekspresi wajah(mimik) postur, dan sebagainya. Gerakan-gerakan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari seperti sikap dan gerak tubuh, isyarat ekspresi wajah. Gerak-gerakan sebagai bagian dari bentuk seni ternasuk gerkan estetism gerak-gerakan reatif
(improvisasi) dan sebagainya.
3. Lain-Lain Taksonomi Banyak kritik telah dilemparkan kepada Bloom Cs, tentang pembagian taksonomi ini, sehingga timbul teori-teori sebagai adaptasi modifikasi atau kategori baru. a. McGuire (1963), Klicman (1963) telah menyusun taksnonomi untuk bidang biologi,wood (1968) untuk matematika, Leuis (1965) untuk Ilmu pengetahuan alam. Sebagai contoh, dihasilkan oleh The National Longitudinal Study of Mathematical Ablities (NLSMA) 1) Knowledge of facts 2) Coputation 3) Compreension 4) Application 5) Analysis Alasanya adalah: 1) Computation
(komputasi,
perhitungan)
merupakan
satu
ketrampilan khusus yang tidak mempunyai tempat dalam taksonomi Bloom. Padahal aspek ini perlu dinilai pula 2) Syntehsis an evaluation (sintesis dan evaluasi) hanya sedikit mempunyai peranan di dalam kurikulum matematika. b. Guilford telah menciptkan pola yang menggambarkan struktur intelek dalam bentuk kubus.
Operation/proscess (bidang mendatar) Product (bidang belakang)
c. Gagne dan Merreli juga mengemukakan taksonomi lain. Di dalam Content (bidang tegak)
bukunya The Conditions of Learning (1965) Gagne menyebutkan adanya 8 buah kategori, yang oleh Merril (1971) ditambah 2 (dua) kategori lagi. 1) Signal learning 2) Stimulus response learning 3) Chaining
4) Verbal associoation 5) Discrimination learning 6) Concept learnign. 7) Rule learning 8) Problem solving d. Garlach dan sulivan beranggapan
bahwa
taksonomi
Bloom
mempunyai kegunaan yang terbatas sebagai alat untuk perencanaan dan pengembangan kurikulum. Mereka mencoba mengganti gambaran tentang proses dalam rumusan yang umum menjadi tingkah laku siswa yang dapat diamati. Kategori yang diajukan adalah: 1) Identy 2) Name 3) Describe 4) Construct 5) Order 6) demonstrate e. De Block mengatakan bahwa taksonomi Bloom diilhami oelh masalah evaluasi. Jika Gagne dan Merril tolak pada kondisi belajar maka De Block (1972) mengemukakan model yang didasarkan pada tujuantujuan mengajar. ia mengajukan 3 (tiga) arah dalam kegiatan mengajar. 1) From tartial to more integral learning 2) From limited to fundamental learning 3) From special to general learning.
BAB 8 TUJUAN INSTRUKSIONAL 1. Bermacam-macam Tujuan Pendidikan Setiap negara tentu mempunayi cita-cita tentang warga negaranya diarahkan. Cita-cita tersebut dimanisfestasikan dalam bentuk tujuan pendidikannya. Sebagai contoh, negara sparta ingin mengarahkan warga negaranya menjadi manusia yang sehat jasmani dan rohaninya maka tujuan pendidikannya telah disejajarkan dengan cita-cita tersebut Cita-cita bangsa Indonesia adalah terbentukna manusia Pancasila bagi seluruh warga negaranya. Tujuan pendidikannya telah disejajarkan dengan cita-cita tersebut. Semua institusi atau lembaga pendidikan harus mengarakan segala kegiatan di sekolahnya bagi pencpaian tujuan itu. Inilah yang disebut dengan tujuan umum pendidikan yang secara eksplisit tertera di dalam Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian maka tujuan pendidikan nasional memiliki sebagai frame of reference untuk selanjutnya dijabrkan menjadi tujuan instruksional. Sebagai perdalaman berikut ini adalah kutipan rumusan tujuan umum tersebut; “pengembangan di bidang pendidikan didasarkan atas falsafah negara Pancasila dan diarahkan untuk membentuk manusia-manusia Indonesia yang sehat jasmani dan rohaninya memiliki pengetahuan dan mengembangkan kecerdasan yang tinggi dan disertai budi pekerti yang luhur. Mencintai bangsanya dan mencintai sesama manusia sesuai dengan ketentuan termaktub dalam UUD 1945. Kegiatan-kegiatan yang muncul dalam pola kesamaan pendidikan. Didasarkan pada rumusan tujuan pendidikan nasional ini. Sedangkan materinya perlu diisi dari hasil sturdi empiris tentang harpan-harapan masyarakat mengenai kemampuan pengetahuan dan sikap yang harus dimli oleh para lulusan. Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari penjabaran tujuan umum menjadi tujuan institusional adalah perumusan lain telah disiapkan oleh para ahli bidang strudi, sebgai penganggung jawab program kurikuler. Untuk dapat memenuhi harapan dicapinya penguasaan terhadap
program kurikuler ini, dirumuskanlah suatu tujuan yang disebut tujuan masing-masing bidang studi. Segitu jauh pembicaraan tentang tujuan ini, apabila digambarkan dalam bentuk skema akan terlihat seperti berikut ini:
Dari skema tersebut akan mudah dipahami bahwa: a. Tujuan institusional adala tujuan dari masing-masing institusi lembaga misalnya. 1) Tujuan Sekolah Dasar 2) Tujuan Sekolah Mengengah Pertama 3) Tujuan Sekolah Pendidikan Guru, dan sebagainya yang masing-masing dicanangkan sesuai dengan harapan lulusan b. Tujuan kurikuler adalah tujuan dari masing-masing bidang studi misalnya: 1) Tujuan pelajaran Pendidikan Agama 2) Tujuan Pelajaran Matematika 3) Tujuan Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial Dan sebagainya yang akan berbeda dari satu bidang studi ke bidang studi lain dan juga dari tingkat institusi yang satu ke tingakt institusi yang lain. Akan tetapi antrara tujuan kurikuler sesuatu insttitusi ada hubungan dengan tujuan kurikuler institusi yang lain. c. Tiap-tiap tujuan baik institusional maupun tujuan kurikuler
selalu merupakan sumbangan bagi tercapainya tujuan umum, yakni tujuan pendidikan nasional. 2. Tujuan Instruksional (instructional Objectives) Materi sesuatu bidang studi tidak menjadi milik kita, tanpa dipelajari telebih dahulu, baik dipelajari sendiri maupun diajarkan oleh guru. Proses atau kegiatan mempelajari materi ini terjadi dalam saat terjadinya situasi belajar –mengajar atau pengajaran (instruksional). Dari perkataan pengajaran atau instruksional inilah maka timbul istilah tujuan instruksional,
yaitu
tujuan
yang
menggambarkan
pengetahuan,
kemampuan, keterampilan dan sikap yang harus dimiliki oleh siswa sebagai akibat dari hasil pengajran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku (behavior) yang dapat diamati dan diukur. Ada 2 (dua) macam tujuan instruksional yaitu: a. Tujuan instruksional Umum (TIU) b. Tujuan instruksional Khusu (TIK) Pembedaan atas 2 (dua) macam ini didasarkan atas luasnya tujuan yang akan dicapai sehingga apabila dibagankan akan terlihat seperti di bawah ini:
Didalam merumuskan tujuan instruksional harus diusahakan agar tampak bahwa setelah tercapainya tujuan itu, terjadi adanya perubahan pada diri anak yang meliputi kemampuan intelektual, sikap/minat maupun keterampilan oleh Bloom dan kawan-kawan dikenal sebagai aspek kognitif, aspek afektif dan aspek psikomotor seperti telah diterangkan terdahulu. Apakah tujuan instruksional itu memang perlu? Bekerja tanpa diketahui arahnya sama halnya dengan berlayar tanpa diketahui mau ke pulai mana kapal akan dilarikan. Kapal itu akan berputar-putar saja di tengah lautan luas, kadang-kadang menghadap ke
barat, kadang-kadang menghadap ke timur dan sebagainya dan akhirnya tidak mengajar. Guru yang tidak mengetahui apa tujuan mengajarnya tidak akan jelas setiap kegiatan yang dilakukan. Dahulu ada kecenderungan bagi guru untuk menentukan tujuan pelajarannyapada masalah penyelesaian bahan. Dalam satu jam mengajar guru menargetkan berapa bab atau berapa bagian bahan akan diselesaikan dalam jam pelajaran. Akibatnya guru tersebut akan terpaku pada bahan dan apabila dilihat waktunya hampir habis, ia menerangkan dengan cepat agar target yang telah ditetapkan tercapai, tanpa memperhatikan apakah siswanaya dapat memahami pelajarannya atau tidak. Dalam pembaruan sistem pendidikan yang berlaku di indonesia sekarang ini, setiap guru dituntut untuk menyadari tujuan dari kegiatan mengajarnya dengan titik tolak kebutuhan siswa. Oleh karena itu. Dalam merancang sistem belajar yang akan dilakukannya, langkah pertama yang ia lakuakan adalah membuat tujuan instruksional. Dengan tujuan instruksional: a. Guru mempunyai arah untuk b. Siswa mengetahui arah belajarnya c. Setiap guru mengetahui batas-batas tugas dan wewenangnya mengajakn suatu materi sehingga diperkecil kemungkinan timbulnya celah (gap) atau saling menutup (overlap) antara guru. d. Guru mempunyai patokan dalam mengadakan penilaian kemajuan belajar siswa e. Guru sebagai pelaksana dan petugas-petugas pemegang kebijaksaan (decision maker) mempunyai kriteria untuk mengevaluasi kualitas maupun efisiensi pengajaran. 3. Merumuskan Tujuan Instruksional Telah disebutkan bahwa tujuan instruksional adlah tujuan yang menyatakan adanya suatu yang dapat dikerjakan atau dilakukan oleh siswa setelah pengajaran. Jadi sebelum adanya pengajaran, siswa tidak mempunyai kemampuan untuk mengerjakan ataupun melakukannya. Contoh: Sebelum ada pengajaran, siswa dapat membuat tabel spesifikasi sesudah pengajaran diberikan siswa dapat membuat tabel spesifikasi. Jadi dalam diri siswa terjadi perubahan tingkah laku selama
mengikuti program pengajaran. Atau dengan lain perkataan, perubahan tingkah laku itu merupakan hasil dari adanya proses belajar mengajar. Oleh karena baik guru maupun siswa perlu mengetahui perubahan apakah yang telah terjadi pada waktu pengajaran maka perlu adanya perumusan yang jelas bagi tujuan instruksional itu. Sebaiman ketentuan dalam peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005 tebtabg standar pendidikan nasional. Kurikulum yang belaku di indonesia adalah kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) dalam menggunakan istilah-istilah lama seperti tujuan kurikuler (TK),tujuan instruksional umum (TIU) dan untuk istilah tujuan yang ingin dicapai oleh guru menjadi milik siswa dikenal dengan nama indikator istilah indikator berasal dari bahasa inggris to indicate, berati menunjuikan.dalam hal ini indikator menunjukan sesuatu sebagai bukti bahwa yang ingin dicapai sudah dapat betul-betul dicapi. Proses dan langkah sebetulnya sama saja dengan yang lama, tetapi hanya istilahnya saja yang berbeda berikut ini disampaikan langkah untuk menentukan tujuan khusu dan dalam KTSP disebut indikator. Yang digungakan dalam istilah tujuan pembelajaran. 4. Langkah-langkah yang dilakukan dalam merumuskan tujuan instruksional khusus a. Membuat sejumlah TIU (tujuan instruksional umum) untuk tiap mata pelajaran/bidang strudi yang akan diajarkan. Di dalam kurikulum tahun 1975 maupun 1984, TIU ini sudah asda tercantum dalam buku Garis-Garis Besar Program Pembelajaran. Dalam merumuskan TIU digunakan kata kerja yang sifatnya masih umum dan tidak dapat diukur karena perubahan tingkah laku masih terjadi di dalam diri manusia (intern) b. Dan masing-masing TIU dijabarkan menjadi sejumlah TIK yang rumusnya jelas, khusus dapat diamati terukur dan menunjukkan perubahan tingkah laku. Contoh-contoh rumusan untuk TIU: - Memahami teori evaluasi - Mengetahui perbedaan antara skor dan nilai - Mengerti cara mencari validata - Menghayati perlunya penilaian yang tepat
-
Menyadari pentingnya mengikuti kuliah dengan terartur Menghargai kejujuran mahsiswa dalam mengerjakan tes Dalam contoh-contoh ini digunakan kata-kata kerja, memahami,
mengetahui, mengerti menghayati, menyadari, menghargai dan masih ada beberapa lagi yang sifatnya masih terlalu umum sehingga penafsirannya dapat bereda antara orang yang satu dengan yang lain. Contoh: Mahasiswa mengeti cara mencari validitas suatu soal. Bagaimanakah kita tahu bahwa ia mengerti? Apakah karena pada waktu diterangkan dia tampak mengangguk-angguk kepala? Belh jadi dia menganggukanggukan kepala hanya merupakan suatu usaha agar tidak dikatakan mengantuk
atau
sedang
melamunkan
sesuatu.
Tampaknya
menggangguk merekasi kuliah. Tetapi anganya melayang Atas dasar semua keterangan ini maka agar dalam mengadakan evaluasi terlihat hasilnya, TIU ini perlu diperinci lagi sehingga jelas dan tidak dapat disalah tafsikan oelh beberapa orang. Rumusan TIK yang lengkap memuat 3(tiga) komponen, yaitu: 1) Tingkah laku akhir (terminal behavior) 2) Kondisi demonstrasi (conditional of demonstration or test) 3) Standar keberhasilan (standard of performance) 5. Tingkah laku akhir Tingkah lai akhir adalah tingkah laku yang diharapkan setelah seseorang mengalami proses belajar. Disini tingah laku ini harus menampakan di dalam suatu pembuatan yang dapat diamati dan diukur (observabke and measurable) Contoh: - Menuliskan kalimat perintah - Mengalikan pecahan persepuluhan - Menggambarkan kurva normal - Menyebutkan batas-batas daerah istimewa yogyakarta - Menerjemakan bacaan bahasa inggris ke dalam bahasa indonesia - Menceritakan kembali uraian guru - Mendemonstrasikan cara mengukur susu - Mengurakan pendapatnya mengenai sesuatu yang dikemukakan guru - Menjelaskan hasil bacaan dengan kalimat sendiri. Dan lain-lain yang berwujud kata kerja perbuatan.operasional (action verb) yang dapat diamati dan diukur. 6. Kata-kata operasional
a. Cognitve domain; levels and coresponding action verbs 1) Pengetahuan (knowledge) Mendefinisak, mendeskripsikan mengidentikasikan, mendaftarkan menjodohkan, menyebutkan, menyatakan (states) mereproduksi. 2) Pemahaman (comprehension) Mempertahankan, membedakan, menduga (estimates) menerangkan, memperluas, menyimpulkan, mengeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan. 3) Aplikasi Mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, menemukan, memanipulasikan, meramalkan,
memodifikasikan,
menyiapkan,
menghasilkan,
mengoperasikan, menghubungkan,
menunjukkan, memecahkan, menggunakan. 4) Analisis Merinci, menyusun diagram, membedakan, mengidentifikasikan, mengilustrasikan,
menyimpulkan,
menunnjukkan,
mengunbungkan, memilihm memisahkan, membagi (subdivides). 5) Sintesis Mengategorikan mengombinasikan, mengarang, menciptakan, membuat
desain,
menjelaskan,
memmodifikasikan,
mengorganisasikan, menghubungkan, mereorganisasikan, merevisi, menulikan kembali, menuliskan, menceritakan. 6) Evaluasi Menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritikm
mendeskripsikan,
membedakan,
menerangkan,
memutuskan, menafsikan, menghubungkan. b. Affective domain; learning levels and corresponding action verbs 7. Kondisi demonstrasi Kondisi demonstrasi adalah komponen TIK yang menyakatan suatu kondisi atau situasi yang dikenakan kepada siswa pada saat ia mendemonstrasikan tingkah laku akhir, misalnya: Dengan penulisan betul Urut dari yang paling tinggi Dengan bahasanya sendiri Dengan demikian maka rangkaian kata-kata dalam rumusan TIK menjadi: Siswa dapat menjumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan
satuan dengan penulisan yang betul Siswa dapat menunjukkan letak gunung-gunung yang ada di jawa
tengah, urut dari yang paling tinggi. Siswa dapat menceritakan kembali isi bacaan tentang kisah keluarga dengan bahasa sendiri. Kata-kata bercetak miring itulah yang menunjukan standar
keberhasilan. Standar keberhasilan adalah komponen TIK yang menunjukkan seberapa jauh tingkat keberhasilan yang ditutut oelh penilai bagi tingka laku pelajar pad situasi akhir. Tingkatan keberhasilan dapat dinyatakan dalam jumlah maupun persentase misalnya: Dengan 75% betul Sekurang-kurangnya 5 dari 10 Tanpa kesalahan Dengan tambahan tingkat keberhasilan ini maka bunyi rumusan TIK menjadi: Siswa dapat menumlahkan bilangan yang terdiri dari puluhan dan
satuan tanpa kesalahan Siswa dpat menyebutkan kembali kota-kota yang ada di jawa barat urut dari yang paling berat, dengan hanya 25% kesalahan Yang umum dikerjakan sampai saat ini hanya tingkah laku akhir
saja. Setelah kurikulu tahun 1975 berjalan bebrapa tahun timbulah berbagai ketidak puasan di kalang para pengembang kegiatan belajarmengajar. Dikatakan bahwa tujuan belajar yang dimaksud terlalu bersifat behavioristik, yakni mementingkan tingkah laku. Di samping juga hanya bersifat outpt oriented. Yakni terlalu mementingkan hasil. Dengan tekanan pada hal-hal tersebut. Guru
berusaha
memberikan sebanyak-banyaknya informasi, pengertian dan konsepkonsep kepada siswa. Pengembangan kegiatan belajar-mengajar yang mengarah pada proses, belum mendapatkan perhatian sepenuhnya. Dalam pedoman pelaksanaan kurikulum dijelaskan bahwa dalam kegiatan
belajar
mengajar
guru diharuskan
memerhatikan
pula
keterampilan siswa dalam hal memperoleh hasil, yakni memeperoleh
keterampilan tentang prosesnya. Pendekatan ini disebut dengan istilah pendekatan ketrampilan proses (PKP) ketrampilan yang dimaksud meliputi ketrampilan dalam hal. a. Mengamati b. Menginterprestasikan (menafsirkan) hasil pengamatan c. Meramalkan d. Menerapkan konsep e. Merencanakan penelitaian f. Melaksanakan penelitian g. Mengkomunikasikan hasil penemuan Sesuai dengan tuntutan tersebut maka guru dalam merumuskan tujuan instruksional khusus harus mengandung apa yang dilakukan bagaimana menunnjukan kemampuan atau hasilnya (tingkah laku) dan perolehanya. Untuk mempermudah tugas ini, dalam buku GBPP kurikulum 1984, tujuan instruksional umum yang termuat sudah dirumuskan dalam satu rumusan yang menjelaskan a. Materi b. Perilaku mengutarakan hasil c. Proses mencapainya. Diagram perumusan TIU dan TIK
Contoh rumusan TIK Model 1
Model 2
Model 3
Siswa mampu melakukan eksperimen untuk selanjutnya dapat menerangkan kepada kawan-kawan sekelasnya tentang proses osmose Siswa dapat menjelaskan perbedaan di sebagai kata depan dan di sebagai awalan melalui pengatan, contoh-contoh yang diberikan guru Siswa mampu menginterpretasi hasil pengamatan dan menerangkan hubungan kata-kata dalam suatu kalimat.
BAB 9 TES STANDA DAN TES BUATAN GURU 1. Pengertian Tes Standar Telah dibicarakan di depan bahwa tes kemampuan pada dasarnya terbagi menjadi 2 macam yaitu: a. Aptitude test (test bakat) b. Achievement tes (tes prestasi) Perbedaaan antara kedua tes ini sebenarnya tidak tegas, soal-soal mengenai kedua tes tersebut sering sekali saling melingkupi (overlap) untuk keua macam tes ini biasanaya menggunakan hitungan-hitungan dan perbendaharaan kata-kata dan sekelompok tes dari kedua macam tes ini biasanya juga menguji tentang keterampilan membaca, kesamaan yang lain adalah bahwa keduanya telah digunakan untuk meramalakann hasil untuk masa yang akan datang, walupun pada umunya jika kita menggunkanan tes prestasi penilai melihat apa yang telah siswa (tercoba) itu diberi pelajaran. Prosedur yang digunakan memnentukan isi dari tes prestasi juga sedikit berbeda yang digunakan pada waktu penyusunan tes bakat. Di dalam tes prestasi belajara usaha-usaha digunakan untuk menentukan pengetahuan dan keterampilan yang sudah diajarkan jadi berbagai tingkat pendidikan dan butirbutir tes diperuntukan bagi penilaian materi-materi ini, 2. Tes Prestasi standar Diantara tes prestasi yang digunkan di sekolah ada yang dinamakan prestasi standar. Dalam salah satu kamus. Arti kata standar adalah a degree og level of requirement, excellenge, or attainment. Standar untuk siswa dimaksudkan sebagai suratu tingkatan kemampuan yang harus dimiliki bagi suatu program tertentu, mungkin standar bagi suatu kusus A berbeda dengan kursus B, jadi standar ini dapat diubat kersa maupun lunak tergantung mempunyai kebijaksanaan. Suatu tes standar dengan demikian berbeda dengan prestasi biasa. Prosedur yang digunakan menyusun tes standar tes prestasi melalui cara yang ditumbuhkan dari tes yang digunakan di kelas. Sedangkan spesifikasi yang digunakan untuk menentukan isi dalam tes bakat biasanya didasarkan atas
analisis job atau analisis tugas. Istilah standar dalam tes dimaksudkan bahwa semua siswa menjawab pertanyaan yang sama dari sejumlah besar pertanyaan dikerjakan dengan mengikuti petunjuk yabng sama dan dalam batasan waktu yang sama pula. Dengan demikian, seolah-oleh ada suatu standar atau ukuran sehingga diperoleh satu penampilan (performance) dan penampilan kelompok lain dibandingkan penampilan kelompok standar tersebut. Istilah standar mengandung arti bahwa tes itu mengukur apa yang harus dan dapat diajarkan suatu tingkat tertentu atau bahwa tes itu menuiapkan suatu standar prestati dimana siswa dan dapat mencapai suatu tingkatan tertentu. Sekali lagi tes standar ripolakan untuk penampilan prestasi sekarang(yang ada) yang dilaksanakan secara seragam baik itu diberikan kepada siswa dalam pelakasanaan maupun siswa sebagai anggota dari suatu kelompok Penyusun tes standar selalu mengusahakan agar sistem skoringnya sangat objektif sehinggga dapat diperoleh reliabilitas yang tinggi. Apabila mungkin, dilakukan dengan mesin, hal ini tidak berarti bahwa berbentuk tes standar harus selalu pilihan berganda. Tetapi untk skoringnya diusahakan agar tidak kena bias faktor-faktor lain. Usaha lain adalah penggunaan skala skor dan norma yang relevan. Skala skor digunakan untuk menyesuaikan antara bentuk paralael dan bentuk aslinya. Di samping tui juga diperlukan penjelasan terinci tentang tes itu. 3. Perbandingan antara te standar dengan tes buatan Setelah mempelajari uraian tedahulu dapat disimpulkan bahwa tes standar seenarnya bukanlah suatu yang istimewa dalam tes prestasi belajar. Tes ini disusun dalam tipe-tipe soal yang sama dan meliputi bahan atau pengetahuan yang sama banyak dengan bahan atau pengetahuan yang dicakup oleh tes buatan guru. Lalu apakah perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru atau apa keuntungan dan keburukan tes standar Pertama marilah kita tinjau perbedaaan antara tes standar dengan tes buatan guru. Perbedaannya adalah sebagai berikut: No
Tes Standar
Tes Buatan Guru
1 a. Didasarkan atas bahan dan tujuan a. Didasarkan atas bahan dan tujuan umum dari sekolah-sekolah di khusus yang dirumuskan oleh seluruh Negara. guru untuk kelasnya sendiri. 2 Mencakup aspek yang luas dan b. Dapat terjadi hanya mencakup pengetahuan atau keterampilan pengetahuan atau keterampilan dengan hanya sedikit butir tes untuk yang sempit. setiap keterampilan atau topik. c. Biasanya disusun sendiri oleh guru c. Disusun dengan kelengkapan staf 3 dengan sedikit atau tanpa bantuan profesor, pembahas, dan editor butir orang lain/tenaga ahli. tes. d. d. Menggunakan butir tes yang sudah 4 diujicobakan (try out), dianalisis dan direvisi sebelum menjadi sebuah tes. e. 5 e. Mempunyai reliabilitas yang tinggi.
Jarang menggunakan butir tes yang sudah diujicobakan, dianalisis dan direvisi. Mempunyai reliabilitas sedang atau rendah.
f. Norma kelompok terbatas kelas 6 f. Dimungkinkan menggunakan norma tertentu. untuk seluruh Negara.
Kedua, untuk menyusun tes standar, diutuhkan waktu yang lama. Seperti disebutkan ahwa untuk memperoleh sebuah tes standar melalui prosedur: Penyusunan; Uji coba; Analisa; Revisi; Edit. Kelima kegiatan ini membutuhkan waktu lama. 4. Kegunaan Tes Standar
a. Jika ingin membuat perbandingan Ad. a
Membuat perbandingan Banyak situasi pendidikan dimana guru atau pemimpin terpaksa mengadakan perbandingan. Hal ini dimaksd perbandingan antar siswa untuk setiap bidang studi atau perbandingan tentang prestasi belajar yang mendasarkan diri pada kemampuan dasar, atau perbandingan prestasi setelah digunakan du metode yang berbeda. Nilai yang dibuat guru yang berada di bidang yang berbeda dari kelompok siswa yang berbeda dan situasi belajar yang, tidak dapat digunakan untuk alat pembanding, akan tetapi tugas yang sifatnya umum, norma-norma, tes yang mempunyai reliabilitas yang tinggi dan tes standar ada
Ad.b
kemungkinan boleh digunakan sebagai alat pembandin. Sebagai ilustrasi dapat dimisalkan sebuah sekolah menengah yang meneroma 5 orang siswa dari sekolah-sekolah daar yang berbeda. Para administrator di SLTP dihadapkan pada suatu masalah apabila harus menentukan efektivitas belajar. Kelima anak ini datang dari SD telah membawa nilai sendiri-sendiri
dari guru yang berbeda sehingga
diiterperestakikan. Nilai yang diperoleh dan guru yang bebeda, tidak diketahui dasr pertimbangan yang diambil untuk menentukannya. Guru yang satu mungkin dipengaruhi oleh keterampilan bekerja sedangkan guru lain didasarkan atas panjang pendeknya jawaban. Walupun sangat luas, namun secara garis besar kegunaan tes standar adalah : Membandingkan prestasi belajar dengan pembawaan individu atau
kelompok. Membandingkan tingkat prestasi siswa dalam keterampilan di berbagai
bidang studi untuk individu atau kelompok. Membandingkan prestasi siswa antara berbagai sekolah atau kelas. Mempelajari perkembangan siswa dalam suatu periode waktu tertentu.
5. Keguanaan Tes Buatan Guru Kegunaan tes buatan guru adalah: a. Untuk menentukan seberapa baik siswa telah menguasai bahan pelajaran yang diberikan dalam waktu tertentu. b. Untuk menentukan apakah sesuatu tujuan telah tercapai.
c. Untuk memperoleh suatu nilai. Selanjutnya baik tes standar dan tes buatan guru dianjurkan dipakai jika hasilnya akan digunakan untuk: a. Mengadakan diagnosis terhadap ketidakmampuan siswa. b. Menentukan tempat siswa dalam suatu kelas atau kelompok. c. Memberikan bimbingan kepada siswa dalam pendidikan dan pemilihan jurusan. d. Memilih siswa untuk program-program khusus. 6. Kelengkapan Tes Standar Sebuah tes yang sudah distandardisasikan dan sudah dapat disebut sebagai tes standar, biasanya dilengkapi dengan sebuah manual. Manual ini memuat keterangan-keterangan atau petunjuk-petunjuk yang perlu terutama yang menjelaskan tentang pelaksanaan, menskor, dan mengadakan interpretasi. Secara garis besar manual tes standar ini memuat: a. Ciri-ciri mengenai tes, misalnya menyebutkan tingkat validitas, tingkat reliabilitas dan sebagainya. b. Tujuan serta keuntungan-keuntungan dari tes. Misalnya yang disebutkan untuk siapa tes tersebut diberikan dan untuk tujuan apa. c. Proses standardisasi tes. Misalnya mengenai hal-hal yang berhubungan dengan sampel. a. Besarnya sampel, b. Teknik sampling, c. Kelompok mana yang diambil sebagai sampel (sifat sampel). Juga mengenai taraf kepercayaan yang diambil dan bagaimana kaitannya dengan hasil tes. d. Petunjuk-petunjuk tentang cara melaksanakan tes Misalnya: dilaksanakan dengan lisan atau tertulis, waktu yang digunakan untuk mengerjakan setiap bagian, boleh tidaknya tercoba keluar jika sudah selesai mengerjakan soal itu dan sebagainya. e. Petunjuk-petunjuk bagaimana cara menskor Misalnya: untuk beberapa skor tiap-tiap soal/unit, menggunakan sistem hukuman atau tidak, bagaimana cara menghitung nilai akhir dan sebagainya. f. Petunjuk-petunjuk untuk menginterpretasikan hasil Misalnya: 1. Betul nomor sekian sampai sekian cocok untuk jabatan kepala seksi,
2. Betul nomor sekian saja, cocok untuk jabatan guru dan sebagainya. g. Saran-saran lain Misalnya: siapa harus menjadi pengawas, bagaimana seandainya tidak ada calon yang mencapai skor tertentu dan sebagainya
BAB 10 PENYUSUNAN TES 1. Fungsi Tes Setiap kai akan memberikan tes, kebanyakan guru selalu bertanya kepada dirinya sendiri “Pertanyaan apakah yang akan saya berikan?” “Jawaban apakah yang saya perlukan dan jawaban manakah tidak saya
perlukan?” “berapa butir soal akan sa buat?” “Bagaimanakah bentuk kunci jawabanya?” Untuk menjawab pertanyaan tesebut, guru harus selalu ingat akan
fungsi tes, sehubungan dengan hal-hal yang harus diingat
pada waktu
penyusunan tes, maka fungsi tes dapat ditinjau dari 3 (tiga) hal: a. Fungsi untuk kelas b. fungsi untuk bimbingan. c. fungsi untuk administrasi] selain fungsi-fungsi tes ini, hal lainyang harus diingat adalah: a. hubungan dengan penggunaan b. komprehensip c. kontinu PERBANDINGAN FUNGSI TES Fungsi untuk kelas 1. 1. mengadakan diagnosis terhadap kesulitan belajar siswa 2. mengevaluasi celah 2. antara bakat dengan pencapaian 3. menaikkan tingkat 3. prestasi 4. mengelompokkan siswa dalam kelas pada waktu metode 4. kelompok 5. merencanakan
Fungsi untuk bimbingan menentukan arah pembicaraan dengan orang tua tentang anak-anak mereka. membantu siswa dalam menentukan pilihan. membantu siswa mencapai tujuan pendidikan dan jurusan. memberi kesempatan kepada pembimbing, guru, dan orang tua
1.
2. 3. 4. 5.
6.
Fungsi untuk administrasi memberi petunjuk dalam mengelompokkan siswa. penempatan siswa baru membantu siswa memilih kelompok menilai kurikulum memperluas hubungan masyarakat menyediakan informasi untuk
kegiatan proses belajar mengajar untuk siswa secara perseorangan. 6. menentukan siswa mana yang memerlukan bimbingan khusus 7. menentukan tingkat pencapaian untuk setiap anak.
dalam memahami kesulitan anak.
badan-badan lain di luar sekolah.
a. hubungan dengan penggunaan diatas telah disajikansederetan fungsi tes, waktu mensun tes dalam hati harus selalu diingat, fungsi mana yang sama saat dipentingkat karena fungsi yang berbeda akan menentukan bentuk/isi tes yang berbeda pula b. komprehensip sebuah tes bebaliknya menckup suatu kebetulan, artinya meliputi berbagai aspek yang dapat menggambarkan keaad siswa secara keseluruhan (kecerdasan, sikap, pribadi perasaan sosial dan sebagainya) hal ini dapat dicapai apabila tes itu merupkan rangkaian tes, misalnya dari kelas 1 samapi dengan kelas 6. c. Kontinuitas Berhubungan dengan prinsip komprehensif maka prinsip kontinuitas mempunyai persamaan tujuan. Sebaiknya tes disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan kelanjutan dari awal anak memasuki satu sekalh sampai dengan kelas terakhir. Dengan demikian akan diketahi anak tiu tdak dengan terputus. 2. Langkah-langkah dalam penyusunan tes Tentu saja setiap guru akan dengan mudah mengatakan bagian pelajaran mana yang akandicakup dalam sebuah tes jika sudah diketahui tujuannya. Urutan langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. b. c. d.
Menentukan tujuan mengadakan tes Mengadakan pembatasan terhadap bahan yang akan diteskan. Merumuskan Tujuan Instruksional Khusus (TIK) dari tiap bagian bahan. Menderetkan semua TIK dalam tabel persiapan yang memuat pula aspek tingkah laku dalam terkandung TIK itu, tabel digunakan untuk identifikasi terhadap tingkah laku yang dikehendaki, agar tidak terlewati. Contoh: Tabel TIK dan Aspek tingkah laku yang dicakup Indikator Aspek tingkah laku 1. Siswa dapat
Ingatan
menjumlahkan 2 bilangan bersusun 2. Siswa dapat
Pemahaman
Aplikasi
Keterangan
menerangkan hukum komulatif dan seterusnya e. Menyusun tabel spesifikasi yang memuat pokok materi, aspek berfikir yang diukur beserta imbangan antara kedua hal tersebut. (Uraian penjelasan tentang tabel spesifikasi i akan kami jelaskan di sub bab berikutnya) f. Menuliskan butir-butir soal, didasarkan atas TIK-TIK yang sudah dituliskan pada tabel TIK dan aspek tingkah laku yang dicakup Apabila indikator ditul sangat khsus. Maka saw indikator diukur oleh saw butir soal. Akan tetapi, jika indikator itu merupakan esensial, maka satu indikator dapat diukur dengan lebih dari satu evalusasi soal Kecenderungan yang ada pada guru-guru beberapa waktu yang lalu pengukuran ranah kognotof hanya ditekankan pada 3 aspe yang pertama, uyaitu ingatan, pemahaman dan aplikasi akan tetapi dalam UAAS dan SNMPTN aspek yang lain juga diukur sejalan dengan bentuk itemnya. Untuk aspek lainya, walaupun dikehendaki dan diusahkan masuk ke dalam kategori pemahaman dan aplikasi, setelah diperiksa kemungkinan besar jgua bersifat ingatan. a. Soal ingatan Hampir tidak ada kesulitan bagi para guru untuk membuat item mengenai
ingatan, baik bagi soal bentuk uraian maupun objektif. Pertanyaan ingatan adalah pertanaan yang jawabannya dapat dicari denagn mudah pada catatan atu buku. Pertanyaan ingatan biasanya dimulai dengan kata, kata : mendefinisikan, mendeskripsikan, mengidentifikasikan, mendaftar, menjodohkan, menyebutkan, menyatakan, mereproduksikan Pertanyaan ingatan biasa digunakan untuk mengukur penguasaan materi yang berupa fakta, istilah definisi klasifikasi atau kategori, urutan maupun kriteria Contoh contoh pertanyaan ingatan 1) Apa sebab indonesia dapat mencapai kemerdekaan 2) Jelaskan bagaimana terlaksananya proklamasi kemerdeaan 3) Sebutkan satuan yang dipakai dalam sistem MKS untuk besaran: panjang, masa, waktu kecepatan dan percepatan. Pilihan ganda 1) Ketahanan nasional indonesia mencakup kebulatan aspek sosial dan aspek alamiah a) Dwi Gatra b) Panca Gatra c) Catur Gatra d) Tri Gatra 2) Pertyataan hukum III newton adalah a) Besar gaya berbanding lurus terhadap masa dan percepatan b) Setiap aksi terdapat resaksi yang sama besar dan arah berlawanan c) Setiap kaksi terdapat reaksi yang arah dan besarnya sama d) Besar gaya yang menyebabkan saama dengan besar gaya yang diakibatkan b. Soal pemahaman Apabila soal ingatan dapat dijawab dengan melihat buku atau catatan, tidaklah demikian untuk soal pemahaman, untuk menjawanb pertanyaan pemahaman
siswa
dituntut
hafal
sesuatu
pengertian
kemudian
menjelaskan dengan kalimat sendiri. Atau siswa memahami dua pengertain
atu
lebih
kemudian
memahami
dan
menyebutkan
hubunganya, jadi dalam menjawab pemahaman siswa selain harus mengingat juga berfikir. Pertanyaan pemahaman
biasnya
menggunakan
kata-kata
perbedaaan, perbandingan, menduga, mengeneralisasikan, memberikan contoh, menuliskan kembali, memperkirakan
Contoh: adanya taifun di kepulaian filipina selaluditakuti oelh curah hujan cukup besar di pulau jawa sebab angin pasat tenggara tertarik ke utara katulistiwa melalui pulau jawa yang menambah banyaknya hujan. c. Soal aplikasi Soal aplikasi adalah soal
yang
menungukur
siswa
dalam
mengaplikasikan (menerapkan)pengetahannya untuk mememcahkan masalah sehari-hari atau persoalan yang dikemukakan oleh pembuat persoalan yang dikarang oleh penyusun soal, bukan kerangan yang terdapat dalam buku atau pelajaran yang dicatatat. Kata-kata yan gdigunakan dalam soal aplikasi atau kemampuan dituntutantara
lain
mengubah,
menghitung
mendemonstrasikan,
menemukan, menggunakan Contoh Sebuah benda yang terletak di muka sebuah lensa yang mempunyai jarak fokus 10 cm. Bayangan yang terjadi ternyata tegak dan tinggi dua kali tinggi benda itu, jarak antara benda dengan lensa adalah a) 3,3 sm b) 5 cm c) 10 cm d) 15 cm e) 30 cm d. Soal analisis Soal analiss adalah soal yang menuntut kemampuan siswa menganalisa atau menguraikan sesuatu persoalan utnuk diketahui bagian-bagiannya. Dalam hierarki taksonomi, analisis lebih tinggi dari aplikasi. Oleh karena itu, soal analisis harus dimulai dengan kasus yang dikarang sendiri oleh guru, bukan mengambil uraian dari buku atau catatan pelajaran. Kata-kata yang digunakan atau kemampuan yang dituntut antara lain, meliputi memerinci, menyusun diagram, nenbedakan, mengilustrasikan, menyimpulkan, memilih, memisahkan, membagi. e. Soal sintesis Sebagai kebalikan kemampuan untuk menganalisis adalah kemampuan tuntuk mengadakan sintesis oleh karena itu, soal sintesis juga harus dimulai
dengan
satu
kasus
untuk
mengadakan
sintesis,
yaitu
menyimpulkan
mengategorikan,
mengkombinasikan,
mengarang,
membuat desain mengorganisasikan, menghubungkan, menulis kembali, membuat rencana, menyusun, mencoptakan Contoh kasus seperti yang di contohkan soal analisis dapat digunakan kasus soal sintesit, tergantung dari bagaimana permintaaan pembuat soal. f. Soal evaluasi Soal evaluasi adalah soal yang berhubungan dengan menilai, mengambil kesimpulan,
membandingkan,
mendeskripsikan,
membedakan,
mempertentangkan, menerangkan,
mengkritik, memutuskan,
menafsirkan. Soal evaluas selaudidahului dengan kasus yang ditelaah oelh siswa dengan teropong hukum dalilm prinsip, kemudian mereka mengadakan penilaian baik atau tidak didasarkan ats benar atau salah. Misalnya tentang pembangunan bendungan aswan yang diceritakan tentang letakm kemiringan, daerah yang dikorbankan, dan sebaginya siswa menilai tindkan pembangunan bentungan bedasarkan atas pertimbangan sosial, ekonomi politik dan sebagainya Contoh” Kasus dapat diambil dai kisah bendungan aswan Soal Bagaimana kesuburan tanah di sekitar bendungan aswan? Bedakan keadaaan darerah di bagian hulu dan hilir dengan kemungkinan lumpur terbawa arus air dan sebagainya. 3. Komponen-Komponen Tes Apabila guru sudah bekerja keras sebelum melaksanakn tes, maka pekerjaan sesudahnya akan menjadi lancar, mudah dan hasilnya leibh baik Komponen atau kelengkapan sebuah tes terdiri atas. a
Buku tes, yakni lembaran atau buku yang memuat butir-butir soal yang
b.
mesti dikerjakan oleh siswa Lembar jawaban tes, yaitu lembaran yang disediakan oleh penilain bagi testee untuk mengerjakan tes, untuk bentuk pilihan ganda dibuat lembaran nomor dan huruf A, B, C, D, E menurut banyaknya
c.
alternative yang disediakan Kunci jawaban tes, berisi jawaban-jawaban yang dikehendaki. Kunci jawaban ini dapat berupa huruf atau kalimat. Untuk test bentuk uraian
yang dituliskan adalah kata-kata kunci atau kalimat seingkat untuk memberikan ancar-ancar jawaban. Ide dari kunci jawaban ini adalah: 1) Pemeriksaan tes dapat dilakukan oleh orang lain 2) Pemeriksaannya betul, 3) Dilakukan dengan mudah, 4) Sedikit mungkin masuknya unsur subjektif d. Pedoman penilaian, pedoman penilaian atau pedoman skoring, berisi tentang pedoman perincian tentang skor atau angka yang diberikan kepada siswa bagi soalsoal yang telah dikerjakan
BAB 11 TES TERTULIS UNTUK PRESTASI BELAJAR 1. Bentuk-bentuk tes a) Tes subyektif. Secara umum soal subyektif adalah pertanyaan yang menuntut peserta didik menjawab dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri. Jumlah soal-soal bentuk subyektif biasanya tidak banyak, hanya sekitar 5-10 buah soal dalam waktu kurang lebih 90-120 menit. Soal-soal bentuk ini menuntut kemampuan peserta didik untuk dapat mengorganisir, menginterpretasi, dan menghubungkan pengertian-pengertian yang telah dimiliki. 1) Kebaikan-kebaikannya a. Mudah diapkan dan disusun b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk spekulasi atau untunguntungan c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta menyusun dalam bentuk kalimat d. Memberi kesempartan kepada siswa untuk meengutrakan maskusnya dengan gaya bahasa dan caranya sendiri e. Dapat diketahui sejauh mana siswa mendalami sesuat masalah yang diteskan. 1) Keburukan-keburukannya a. Kadar validitas dan relibitias rendah karena sukr diketahui segib.
segi mana dari pengetahuan siswa yang betul-betul telah dikuassai Kurang repersentatif dalam hal mewakili seluruh scope bahan pelajaran yang akan dites karena soalnya hanya beberapa saja
c.
(terbatas) Cara memeriksanya banyak dipengaruhi oelh unsur-unsur
d.
subjektif Pemeriksaanya lebih sulit sebab membutuhakn pertimbangan
e.
individual lebih banyak dari penilai Waktu untuk koreksinya llama dan tidak dapat diwakilkan kepada
orang lain. 2) Petunjuk penyusunan
a. Hendaknya soal-soal tes dapat meliputi ide-ide pokok dari bahan yang diteskan dan kalu mungkin disusun soal yang sifatnya komprehensif. b. Hendaknya soal tidka megambil kalimat-kalimat yangdisalin langsung dari buku atau catatan. c. Pada waktu menyusun soal-soal itu sudah dilengkapi dengan kunci jawaban serta pedoman penilaiannya. d. Hendaknya diusahakan agar pertanyaanya bervariasi antara jelaskan mengapa bagaimana seberapa jauh agar diketahui lebih jau penguasaan siswa tehadap bahan. e. Hendakjnya rumusan soal dibuat sedemikan rupa sehingga mudah dipahami oleh tercoba. f. Hendaknya ditegakn model jawaban apa yang dikehendaki oleh penyusun tes, untuk ini pertanyaan tidak boleh terlalu umu tetapi harus spesifik b) Tes objektif. Tes objektif adalah tes yang dalam pemeriksaannya dapat dilakukan secara objektif (Arikunto, 1995 : 165). Karena sifatnya yang objektif maka penskorannya dapat dilakukan dengan bantuan mesin. Soal ini tidak memberi peluang untuk memberikan penilaian yang bergradasi karena dia hanya mengenal benar dan salah. Apabila respons siswa sesuai dengan jawaban yang dikehendaki maka respons tersebut benar dan biasa diberi skor 1. Apabila kondisi yang terjadi sebaliknya, maka respons siswa salah dan biasa diberi skor 0. Jawaban siswa bersifat mengarah kepada satu jawaban yang benar (convergence). Merujuk kepada berbagai pendapat tentang tes objektif dapat diambil kesimpulan bahwa tes objektif adalah tes yang semua informasi yang diperlukan peserta tes untuk memberikan respon telah disediakan oleh penyusun tes, sehingga peserta tes tinggal memilihnya. Jawaban yang berupa pilihan bersifat deterministik, sehingga hanya ada dua kemungkinan kebenaran jawaban – benar
atau salah 1) Kebaikan kebaikannya a) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif mislnya lebih representative meweakili isi dan luas bahan, lebih objektif dpat dihindari campur tangannya unsur subjektif baidari segi siswa maupun guru yang memriksa. b) Lebih mudah dan cepat cara memriksanya karena menggunkan kunci tes bahkan alat-alat hasil kemajuan teknologi c) Pemeriksaanya dapat disehkan ke oranglain d) Dalam pemerisaan tidak ada unsur subjetif
yang
memengaruhi 2) Kelemahan-kelemahanya a) Persipan untuk menyusun jeuh lebih sulit dari pada tes esai karena soelnya banyak dan harus teliti untuk menghindari kelemahan-kelemahan yang lain. b) Soalya cenderung untuk menggunkapkan ingatan dan daya pengenalan kembali saja, dan sukar untuk mengukur proses mental yang tinggi c) Banyak kesempatan untuk main untung-untungan 3) Cara mengatasi kelemahan
Bab 12 TABEL SPESIFIKASI 1. Fungsi Tabel Spesifikasi Fungsi dari tabel spesifikasi ialah untuk menjaga agar tes yang kita susun tidak menyimpang dari bahan (materi) serta aspek kejiwaan (tingkah laku) yang akan dicakup dalam tes. Contoh table spesifikasi: Aspek yang diungkap Pokok Materi
Ingatan (I)
Pemahaman (P)
Aplikasi (A)
Jumlah
Bagian I Bagian II Bagian (terakhir)
………… ………… …………
……………. …………….. ……………..
…………. …………. ………….
…………. ………… …………
Jumlah
………..
…………….
…………..
…………
2. Langkah-Langkah Pembuatan a. Untuk materi yang seragam Yang dimaksud “seragam” disini adalah bahwa antara pokok materi yang satu dengan pokok materi yang lain mempunyai kesamaan dalam imbangan aspek tingkah laku. Misalnya 50% untuk ingatan, 30% untuk pemahaman, dan 20% untuk aplikasi. Selanjutnya banyaknya butir soal untuk setiap sel (kotak kecil) diperoleh dengan cara menghitung persentase dari banyaknya soal bagi tiap pokok materi yang sudah tertulis di kolom paling kanan.Contoh: Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI Aspek yang diungkap Pokok Materi Latar Belakang Berdirinya Umayyah (20%)
Ingatan (50 %)
Pemahaman (30%)
Aplikasi (20%)
Jumlah
[A]
[B]
[C]
10
Kahalifah-Khalifah Umayyah (30%) Keberhasilan (30%)
Besar
[D]
[E]
[F]
15
Umayyah
[G]
[H]
[I]
15
[J]
[K]
[L]
10
Keruntuhan Umayyah (20%) Jumlah
50
Untuk mengisi/menentukan banyaknya butir soal untuk tiap sel adalah sebagai berikut: Sel A = 50 % x 10 soal = 5 (5 soal) Sel B = 30% x 10 soal = 3 (3 soal) Sel C = 20% x 10 soal = 2 (3 soal) Untuk memgisi sel-sel yang lain, dilakukan dengan cara yang sama seperti hal nya mengisi sel A, B, dan C. Disamping menggunakan cara seperti diatas, dalam menentukan jumlah butir soal untuk tiap-tiap pokok materi, ada lagi cara lain yang dapat diambil yaitu mulai dari pengisian sel-sel kemudian baru diperoleh jumlah soal tiap pokok materi. b. Untuk materi yang tidak seragam Untuk membuat tabel spesifikasi pokok-pokok materi yang tidak seragam, tidak perlu mencantumkan angka persentase imbangan tingkah laku di kepala kolom. Pemberian imbangan dilakukan tiap pokok materi didasarkan atas banyaknya soal untuk pokok materi itu dan imbangan yang dikehendaki oleh penilaian menurut sifat pokok materi yang bersangkutan.Contoh: Tabel Spesifikasi Penyusunan Tes Tarikh Kelas XI Aspek yang diungkap Pokok Materi Bab I: (30%)
Daulah
Umayyah
Ingatan
Pemahaman
Aplikasi
Jumlah
[A]
[B]
[C]
15
Bab II: Daulah Abbasiyah (40%)
[D]
[E]
[F]
20
Bab III: Islam di Asia (30%)
[G]
[H]
[I]
15
Jumlah (100%) Dalam keadaan seperti dicontohkan misalnya: BAB I mayoritas hafalan, BAB II mayoritas pemahaman, BAB III mayoritas aplikasi. Maka imbangan aspek tingkah laku, tidak dituliskan pada kepala kolom. Penentuan angka yang menunjukkan banyaknya butir soal pada tiap sel, ditentukan per BAB. Misalnya: untuk Bab I, Ingatan 60%, pemahaman 20%, aplikasi 20%, maka: Sel A = 60% x 15 soal = 9 soal Sel B = 20% x 15 soal = 3 soal Sel C = 20% x 15 soal = 3 soal Untuk Bab II, ingatan 20%, pemahaman 50%, aplikasi 30%, maka: Sel D = 20% x 20 soal = 4 soal Sel E = 50% x 20 soal = 10 soal Sel F = 30% x 20 soal = 6 soal Untuk Bab III, ingatan 20%, pemahaman 20%, aplikasi 60%, maka: Sel G = 20% x 15 soal = 3 soal Sel H = 20% x 15 soal = 3 soal Sel I = 60% x 15 soal = 9 soal 4) Tidak Lanjut Sesudah Penyususnan Tabel Spesifikasi Terdapat dua langkah lagi sebagai tindak lanjut sesudah penyususnan tabel spesifikasi untuk memperoleh seperangkat soal tes yaitu: a. Menentukan bentuk soal. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan bentuk soal yaitu waktu yang tersedia dan sifat materi yang diteskan. b. Menuliskan soal-soal. Langkah terakhir dalam penyusunan tes adalah penulisan soal-soal tes (item writing). Langkah ini merupakan langkah penting karena kegagalan dalam hal ini dapat berakibat fatal. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menuliskan soal-soal tes yaitu: (1) Bahasanya harus sederhana dan mudah dipahami. (2) Suatu soal tidak boleh mengandung penafsiran ganda/membingungkan. (3) Cara mengenal kalimat atau meletakkan/menata kata-kata perlu diperhatikan agar tidak ditafsirkan salah.
50
(4) Petunjuk mengerjakan. Petunjuk ini harus dituliskan sedemikian rupa sehingga jelas, dan siswa tidak bekerja menyimpang dri yang dikehendaki guru. Untuk memperoleh sebuah tes yang standar, harus dilakukan uji coba (try out) berkali-kali sehingga diperoleh soal-soal yang baik. Dengan mengadakan uji coba terhadap soal-soal tes yang sudah disusun, maka akan memperoleh manfaat yaitu: pengalaman menggunakan tes tersebut, mengetahui kesukaran bahasa, mengetahui variasi jawaban siswa, mengetahui waktu yang dibutuhkan, dan lainlain. Bab 13 MENGANALISISS HASIL TES 1. Menilai Tes yang Dibuat Sendiri Guru yang sudah banyak berpengalaman, mengajar dan menyusun soal-soal tes, juga masih sukar menyadari bahwa tesnya masih belum sempurna. Oleh karena itu cara yang paling baik adalah secara jujur melihat hasil yang diperoleh oleh siswa. Ada 4 cara untuk menilai tes, yaitu: a. Meneliti secara jujur soal-soal yang sudah disusun, kadang-kadang dapat diperoleh jawaban tentang ketidak jelasan perintah atau bahasa, taraf kesukaran, dan lain-lain keadaan soal tersebut. Pertanyaanpertanyaan tersebut antara lain: (1) Apakah banyaknya soal untuk tiap topik sudah seimbang ? (2) Apakah semua soal menanyakan bahan yang telah diajarkan ? (3) Apakah soal yang kita susun tidak merupakan pertanyaan yang membingungkan (dapat disalah tafsirkan)? (4) Apakah soal itu tidak sukar untuk dimengerti ? (5) Apakah soal itu dapat dikerjakan oleh sebagian besar siswa ? b. Mengadakan analisis soal (item analysis). Analisis soal adalah suatu prosedur Yang sistematis, yang akan memberikan informasi-informasi yang sangat khusus terhadap butir tes yang kita susun. Faedah mengadakan analisis soal: (1) Membantu kita dalam mengidentifikasi butir-butir soal yang jelek. (2) Memperoleh informasi yang akan dapat digunakan untuk menyempurnakan soal-soal untuk kepentingan lebih lanjut. (3) Memperoleh gambaran secara selintas tentang keadaan yang kita susun. c. Mengadakan checking validitas. Validitas yang paling penting dari tes buatan Guru adalah validitas kurikuler. d. Mengadakan checking reliabilita. Salah satu indikator untuk tes yang Mempunyai realibilitas yang tinggi adalah bahwa kebanyakan dari soal-soal tes itu mempunyai daya pembeda yang tinggi. 2. Analisis Butir Soal(Item Analysis) Analisis butir soal yang dalam bahasa inggris disebut item analiysis dilakukan terhadap empirik.Maksudnya, analisis itu baru dapat
dilakukan apabila suatu tes telah dilaksanakan dan hasil jawaban terhadap butir-butir soal telah kita peroleh. Untuk mengetahui kapan soal dikatakan baik, kurang baik, dan soal yang jelek sangat berhubungan dengan analisis soal, yaitu taraf kesukaran, daya pembeda, dan pola jawaban soal. a) Taraf Kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai semangat untuk mencoba lagi karena di luar jangkauannya. Bilangan yang menunjukkan sukar dan mudahnya sesuatu soal disebut indeks kesukaran. Besarnya indeks kesukaran antara 0,00 sampai dengan 1,0. Soal yang indeks kesukaran 0,0 menunjukkan bahwa soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1,0 menunjukkan bahwa soalnya terlalu mudah. Didalam istilah evaluasi, indeks kesukaran diberi simbol P (proporsi). Rumus mencari P adalah : P=B JS Dimana : P= indeks kesukaran B = Banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul JS = jumlah seluruh siswa peserta tes Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering diklasifikasikan sebagai berikut : Soal dengan P 1,00 sampai 0,30 adalah soal sukar Soal dengan P 0,30 sampai 0,70 adalah soal sedang Soal dengan P 0,70 sampai 1,00 adalah soal mudah Walaupun demikian ada yang berpendapat bahwa soal – soal yang di anggap baik yaitu soal – soal sedang, tetapi bukan berarti soal – soal yang terlalu mudah atau terlalu sukar tidak bisa digunakan, hal ini tergantung dari penggunaannya. b) Daya Pembeda. Daya pembeda soal adalah kemampuan sesuatu soal untuk membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi, indeks diskriminasi ini sama dengan indeks kesukaran yaitu berkisar antara 0,00 sampai 1,00. Hanya bedanya, indeks kesukaran tidak mengenal tanda negatif tetapi pada indeks diskriminasi ada tanda negatif. Bagi suatu soal yang dapat dijawab benar oleh siswa pandai maupun siswa bodoh, maka soal itu tidak baik, demikian pula jika semua siswa, baik pandai maupun bodoh tidak dapat menjawab dengan
benar, soal tersebut tidak baik karena keduanya tidak mempunyai daya pembeda. Soal yang baik adalah soal yang dapat dijawab oleh siswa pandai saja. Jika seluruh kelompok atas (pandai) dapat menjawab soal dengan benar, sedang seluruh kelompok bawah (bodoh) menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai diskriminasi paling besar, yaitu 1,00. Sebaliknya jika semua kelompok atas menjawab salah, tetapi semua kelompok bawah menjawab betul, maka nilai diskriminasinya adalah -1,00. Tetapi jika siswa kelompok atas dan siswa kelompok bawah sama-sama menjawab benar atau sama-sama menjawab salah, maka soal tersebut mempunyai nilai diskriminasi 0,00 karena tidak mempunyai daya pembeda sama sekali. Rumus mencari nilai Diskriminasi adalah : D = BA/JA – BB/JB = PA – PB Dimana : J = jumlah peserta tes JA = banyaknya peserta kelompok atas JB = banyaknya peserta kelompok bawah BA = banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal itu dengan benar BB BA/JA = banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal itu dengan benar. PA = BB/JB = proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar ( P sebagai indeks kesukaran). PB = proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar c) Pola Jawaban Soal Pola jawaban yang dimaksud adalah distribusi testee dalam hal menentukan pilihan jawaban pada soal bentuk pilihan ganda. Pola jawaban soal diperoleh dengan menghitung banyaknya testee yang memilih pilihan jawaban a, b, c, atau d atau yang tidak memilih pilihan manapun. Dari pola jawaban soal dapat ditentukan apakah pengecoh (distractor) berfungsi sebagai pengecoh dengan baik atau tidak. Pengecoh yang tidak dipilih sama sekali oleh testee berarti bahwa pengecoh itu jelek, sebaliknya sebuah distraktor dapat dikatakan berfungsi dengan baik apabila distraktor tersebut mempunyai daya tarik yang besar bagi pengikut – pengikut tes yang kurang memahami konsep atau kurang menguasai bahan. Dengan melihat pola jawaban soal, dapat diketahui : a. Taraf kesukaran soal b. Daya pembeda soal c. Baik dan tidaknya distraktor Kekurangan suatu soal mungkin hanya terletak pada rumusan kalimatnya sehingga hanya perlu ditulis kembali, dengan perubahan seperlunya. Bab 14 MENSKOR DAN MENILAI
1.
Menskor Sementara orang berpendapat bahwa bagian yang paling penting dari pekerjaan pengukuran dengan tes adalah penyusunan tes. Jika alat tesnya sudah disusun sebaik-baiknya maka anggapannya sudah tercapailah sebagian besar dari maksudnya. Tentu saja anggapan itu tidak benar sama sekali. Penyusunan tes baru merupakan satu bagian dari serentetan pekerjaan mengetes. Di samping penyusunan dan pelaksanaan tes itu sendiri, menskor dan menilai merupakan pekerjaan yang menuntut ketekunan yang luar biasa dari penilai, ditambah dengan kebijaksanan-kebijaksanaan tertentu. Nama lain menskor adalah memberi angka. Dalam hal pekerjaan menskor atau menentukan angka, dapat digunakan 3 macam alat bantu yaitu: a. Pembantu menentukan jawaban yang benar, disebut kunci jawaban. b. Pembantu menyeleksi jawaban yang benar dan yang salah, disebut kunci scoring. c. Pembantu menentukan angka, disebut pedoman penilaian. Keterangan dan pengunaannya dalam berbagai bentuk tes. (1) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk betulsalah. Untuk tes bentuk betul-salah (true-false) yang dimaksud dengan kunci jawaban adalah deretan jawaban yang kita persiapkan untuk pertanyaan atau soal-soal yang kita susun, sedangkan kunci scoring adalah alat yang kita gunakan untuk mempercepat pekerjaan scoring. Oleh karena dalam hal ini testee (tercoba) hanya diminta melingkari huruf B atau S maka kunci jawaban yang disediakan hanya berbentuk urutan nomor serta huruf dimana kita menghendaki untuk melingkari (atau dapat juga diberi tanda X). Ada baiknya jika kunci jawaban ini ditentukan terlebih dahulu sebelum menyusun soalnya agar: dapat diketahui imbangan antara jawaban B dan S. dapat diketahui letak atau pola jawaban B dan S. Bentuk betul-salah sebaiknya disusun sedemikian rupa sehingga jumlah jawaban B hampir sama banyaknya dengan jawaban S, dan tidak dapat ditebak karena tidak diketahui pola jawabannya. Dalam menentukan angka (skor) untuk tes bentuk B-S ini kita dapat menggunakan 2 cara yaitu: Tanpa hukuman atau tanpa denda. Dengan hukuman atau dengan denda. (2) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk pilihan ganda (multiple choice) Dengan tes bentuk pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan pilihan jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (x) pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
(3) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk jawab singkat (sort answer test) Tes bentuk jawab singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat pendek. Melihat namanya, maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan persyaratan inilah maka bentuk tes ini dapat digolongkan ke dalam bentuk tes objektif. Kunci jawaban tes bentuk ini merupakan deretan jawaban sesuain dengan nomornya. Dengan mengingat jawaban yang hanya satu pengertian saja, maka angka bagi tiap nomor soal mudah ditebak. Usaha yang dikeluarkan siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada tes bentuk betul-salah atau bentuk pilihan ganda. Sebaiknya setiap soal diberi angka 2. Dapat juga angka itu kita samakan dengan angka pada bentuk betul-salah atau pilihan ganda jika memang jawaban yang diharapkannya ringan atau mudah. Tetapi sebaliknya apabila jawabannya bervariasi misalnya lengkap sekali, lengkap dan kurang lengkap, maka angka-angkanya dapat dibuat bervariasi pula misalnya 2; 1,5; dan 1. (4) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk menjodohkan (matching) Pada dasarnya tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawabannya dijadikan satu, demikian pertanyaanpertanyaannya. Dengan demikian, maka pilihan jawabannya akan lebih banyak. Satu kesulitan lagi adalah bahwa jawaban yang dipililh dibuat sedemikian rupa sehingga jawaban yang satu tidak diperlukan lagi bagi pertanyaan lain. Kunci jawaban tes bentuk menjodohkan dapat berbentuk deretan jawaban yang dikehendaki atau deretan nomor yang diikuti oleh hurufhuruf yang terdapat di depan alternative jawaban. Telah dijelaskan bahwa tes bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua). (5) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tes bentuk uraian (essay test) Sebelum menyusun sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam pekerjaan mengkoreksi tes itu. Tidak ada jawaban yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan sangat beraneka ragam, berada dari siswa satu ke siswa lain. Untuk menetukan standar terlebih dahulu, tentulah sukar. Berikut adalah saran langkah-langkah apa yang harus kita lakukan pada waktu kita mengoreksi dan member angka tes bentuk uraian:
a)
Membaca soal pertama dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban. Dengan membaca seluruh jawaban, kita dapat memperoleh gambaran lengkap tidaknya jawaban yang diberikan siswa secara keseluruhan. b) Menentukan angka untuk soal pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya sampai kepada jawaban yang paling minim jika jawabannya meleset sama sekali. Dalam menentukan angka pada hal yang terakhir ini umumnya kita perlu berpikir bahwa tidak ada unsur tebakan. Dengan demikian maka ada dua pendapat, satu pendapat menentukan angka 1 atau 2 bagi jawaban yang salah, tetapi pendapat lain menentukan 0 untuk jawaban itu. Tentu saja bagi jawaban yang kosong (tidak ada jawaban sama sekali), jelas kita berikan angka 0. c) Memberikan angka bagi soal pertama. d) Membaca soal kedua dari seluruh siswa untuk mengetahui situasi jawaban, dilanjutkan dengan pemberian angka untuk soal kedua. e) Mengulangi langkah-langkah tersebut bagi soal-soal tes ketiga, keempat dan seterusnya hingga seluruh soal diberi angka. f) Menjumlahkan angka-angka yang diperoleh oleh masingmasing siswa untuk tes bentuk uraian. Setelah mempelajari langkah-langkah tersebut kita tahu bahwa dengan membaca terlebih dahulu seluruh jawaban yang duberikan oleh siswa, kita menjadi tahu bahwa mungkin tidah ada seorang pun dari siswa yang menjawab dengan betul untuk sesuatu nomor soal. Menghadapi situasi seperti ini, kita gunakan cara pemberian angka yang relative. Misalnya untuk satu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur, padahal kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan untuk menjawab hanya 2 atau 1 unsur, kita beri angka sedikit, yaitu misalnya 3,4; 2; 1,5. (6) Kunci jawaban dan kunci pemberian skor untuk tugas Kunci jawaban untuk memeriksa tugas merupakan poko-pokok yang harus termuat di dalam pekerjaan siswa. Hal ini menyangkut criteria tentang isi tugas. Namun sebagai kelengkapan dalam pemberian skor, digunakan suatu tolok ukur tertentu. Tolok ukur yang disarankan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah: a) Ketepatan waktu penyerahan tugas. b) Bentuk fisik pengerjaan tugas yang menandakan keseriusan mahasiswa dalam mengenakan tugas. c) Sistematika yang menunjukkan alur keruntutan pikiran. d) Kelengkapan isi menyangkut ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi. e) Mutu hasil tugas, yaitu kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh dosen.
2. Perbedaan Antara Skor dan Nilai Apa yang terjadi selama ini, banyak di antara para guru sendiri yang masih mencampuradukkan antara dua pengertian yaitu skor dan nilai.Skor : adalah hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa.Nilai : adalah angka ubahan dari skor dengan menggunakan acuan tertentu, yakni acuan normal atau acuan standar.Secara rinci skor dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu skor yang diperoleh (obtained score), skor sebenarnya (true score), dan skor kesalahan (error score). Score yang diperoleh adalah sejumlah biji yang dimiliki oleh testee sebagai hasil mengerjakan tes. Kelemaham-kelemahan butir tes, situasi yang tidak mendukung, kecemasan dan lain-lain factor dapat berakibat terhadap skor yang diperoleh ini. Apabila factor yang berpengaruh ini muncul, baik sebagian atauppun menyeluruh, penilai tidak dapat mengirangira seberapa cermat skor yang diperoleh siswa ini mampu mencerminkan pengetahuan dan keterampilan siswa yang sesungguhnya. Skor sebenarnya (true score) sering kali juga disebut dengan istilah skor univers = skor alam (universe score), adalah nilai hipotesis yang sangat tergantung dari perbedaan individu berkenaan dengan pengetahuan yang dimiliki secara tetap. Perbedaan antara skor yang diperoleh dengan skor yang sebenarnya, disebut dengan istilah kesalahan dalam pengukuran atau kesalahan skor, atau dibalik skor kesalahan. Hubungan antara ketiga macam skor tersebut adalah sebagai berikut: Skor yang diperoleh = skor sebenarnya = skor kesalahan 3. Norm ReferenceddanCriterion Referenced Dalam penggunaan Norm – Referenced, prestasi belajar seorang siswa dibandingkan dengan siswalain dalam kelompoknya. Kualitas seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas kelompoknya. Dasar pikiran dari penggunaan standar ini adalah adanya asumsi bahwa disetiap populasi yang heterogen tentu terdapat kelomouk baik, kelompok sedang, dan kelompok kurang. Apabila standar mutlak dan standar relatif ini dihubungkan dengan pengubahab skor menjadi nilai, maka akan terlihat demikian. a. Dengan standar mutlak (1) Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan. (2) Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (skor mentah). Contoh : dari ulangan ke-1, memperoleh skor 60 (mencapai 60 % tujuan) dari ulangan ke-2, memperoleh skor 80 (mencapai 80 % tujuan) dari ulangan ke-3, memperoleh skor 50 (mencapai 50 % tujuan) maka nilai siswa tersebut : 60 + 80 + 50 = 63,3. Dibulatkan 63. b. Dengan standar relatif (1) pemberian skor terhadap siswa juga didasakan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan
(2) nilai diperoleh dengan 2 cara : mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai Bab 15 MENGOLAH NILAI 1. Beberapa Skala Penilaian a. Skala Bebas Skala bebas yaitu skala yang tidak tetap, ada kalanya skor tertinggi 20, lain kali lagi 50. Ini semua tergantung dari banyak dan bentuk soal. Jadi, angka tertinggi dari skala yang di gunakan tidak selalu sama. b. Skala 1-10 Dalam skala 1-10, guru jarang memberikan angka pecahan, misalnya 5,5. Angka 5,5 tersebut di bulatkan menjadi 6. Dengan menggunakan skala 1-10 maka bilangan bulat yang ada masih menunjukan penilaian yang agak kasar. c. Skala 1-100 Penilaian dengan menggunakan skala 1-100, di mungkinkan melakukan penilaian yang lebih halus karena terdapat 100 bilangan bulat. Nilai 5,5 dalam skala 1-10 yang biasanya di bulatkan menjadi 6, dalam skala 1-100 ini boleh di tuliskan dengan 55. d. Skala huruf Selain menggunakan angka, pemberian nilai dapat di lakukan dengan huruf A,B,C,D,dan E. Huruf tidak menunjukan kuantitas, tetapi dapat di gunakan sebagai symbol untuk menggambarkan kualitas. 2. Distribusi Nilai a. Distribusi nilai berdasarkan standar mutlak Pemberian skor terhadap siswa, didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan. Nilai diperoleh dengan mencari skor rata-rata langsung dari skor asal (mentah). Apabila soalsoal ulangan yang dibuat oleh guru sangat mudah, sebagian besar siswa akan dapat berhasil mengerjakan soal-soal itu, dan tingkat pencapaiannya tinggi.sebagian besar siswa akan memiliki nilai sekitar 8, 9 atau 10 apabila telah diubah ke skala 10, sebaliknya apabila soalsoal tes yang disusun oleh guru termasuk soal sukar, maka pencapaian siswa akan sebaliknya pula. Sebagian besar siswa akan memiliki nilai 3, 4 bahkan mungkin 2 atau 1. Hanya beberapa orang siswa yang istimewa saja yang memiliki nilai 6, dan mungkin tidak ada yanig memiliki nilai 7 ke atas. Namun demikian dengan standar mutlak ini mungkin pula diperoleh gambar kurva normal jika soal-soal tes disusun oleh guru dengan tepat seperti gambaran kecakapan siswasiswanya. b. Distribusi nilai berdasarkan standar relative Pemberian skor terhadap siswa juga didasarkan atas pencapaian siswa terhadap tujuan yang ditentukan.Nilai diperoleh dengan 2 cara: Mengubah skor dari tiap-tiap ulangan lalu diambil rata-ratanya. Menjumlah skor tiap-tiap ulangan, baru diubah ke nilai.
Telah diterangkan, bahwa dalam menggunakan standar relative atau norm refrenced, kedudukan seseorang sealu dibandingkan dengan kawan-kawannya dalam kelompok. Dalam hal ini tanpa menghiraukan apakah distribusi skor terletak dalam kurva juring positif atau juring negative, tetapai dalam norm refrenced selalu tergambar dalam kurva normal. Hal ini didasarkan atas asumsi bahw apabila distribusi skor tergambar dalam kurva juring positif, yang kurang sempurna adalah soal-soal tesnya, yaitu terlalu sukar. Dengan demikian, nilai siswa lalu direntangkan sedemikian rupa sehingga tersebar dari nilai tinggi ke nilai rendah, dengan sebagian terbesar terletak pada nilai sedang. Demikian pula sebaliknya apabila skor siswa tergambar dalam kurva juring negative. Dalam ubahan menjadi nilai, disebar sedemikian rupa sehingga kurva normal, dengan nilai sedang adalah nilai yang paling banyak. 3. Standar Nilai a. Nilai standar berskala Sembilan (stannine), yaitu rentangan atau skala nilai yang bergerak mulai dari 1 sampai dengan 9,[7] seperti berikut ini: Staines
Interpretasi
9 (4%)
Tinggi (4%)
8 (7%) 7 (12%)
Diatas rata-rata (19%)
6 (17%) 5 (20%) 4 (17%)
Rata-rata (54%)
3 (12%) 2 (7%)
Dibawah rata-rata (19%)
1 (4%)
Rendah (4%)
Misalnya kita memiliki skor-skor seperti disebutkan dalam hasil ulangan IPS kelas V, dengan mudah dapat kita tentukan 4% dari siswa
yang mendapat nilai 9, selanjutnya 7% mendapat nilai 8, 12% mendapat nilai 7, 17% mendapat nilai 6, dan seterusnya. b. Nilai standar berskala sebelas (standar eleven/ stanel= eleven points scale), yaitu skala nilai yang bergerak mulai dari nilai 0 sampai dengan nilai 10,[9] yang dikembangkan oleh Fakultas Ilmu Pendidikan UGM disesuaikan dengan system penilaian di Indonesia. Dengan stanel ini, system penilaian membagi skala menjadi 11 golongan, yaitu angka-angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, yang satu sama lain berjarak sama. Tiap-tiap angka menempati jarak antara c. Standar sepuluh. Didalam Buku Pedoman Penilaian (Buku III B Seri Kurikulum SMA Tahun 1975) ditentukan bahwa untuk mengolah hasil tes, digunakan standar relative, dengan nilai berskala 1 – 10. Untuk mengubah skor menjadi nilai, diperlukan dahulu: Mean (rata-rata skor) Deviasi Standar (Simpangan Baku) Tabel Konversi angka ke dalam nilai berskala 1 – 10 Tahap-tahap yang dilalui dalam mengubah skor mentah menjadi nilai berskala 1 – 10 adalah sebagai berikut: Menyusun distribusi frekuensi dari angka-angka atau skor-skor mentah Menghitung rata-rata skor (mean) Menghitung deviasi standar Mentransformasi (mengubah) angka-angka mentah ke dalam nilai berskala 1 – 10 Bab 16 KEDUDUKAN SISWA DALAM KELOMPOK 1. Pengertian Pengertian yang dimaksud kedudukan siswa dalam kelompoknya adalah letak seorang siswa di dalam urutan tingkatan, dalam istilah disebut rangking. Untuk dapat diketahui rangking dari siswa di suatu kelas maka harus diadakan pengurutan nilai siswa tersebut dari yang paling atas sampai ke nilai yang paling bawah. 2. Cara-cara menentukan kedudukan siswa: a. Dengan rangking sederhana( simple rank) adalah urutan yang menunjukkan letak atau kedudukan seseorang dalam kelompoknya dan dinyatakan dengan nomor atau angka biasa. b. Dengan rangking presentase (percentile rank) adalah kedudukan seseorang dalam kelompok, yang menunjukkan banyaknya persentase yang berada di bawahnya c. Standar Deviasi adalah penentuan kedudukan dengan membagi kelas atas kelompok-kelompok. Tiap kelompok dibatasi oleh suatu standar deviasi tertentu. d. Standard score atau z-score adalah angka yang menunjukkan perbandingan perbedaan score seseorang dari mean dengan standar deviasinya untuk menentukan z-score, harus diketahui: Rata-rata skor dari kelompok. Standar deviasi dari skor-skor tersebut
Pengetrapan dari z-score ini banyak digunakan di dalam menentukan kejuaraan seseorang apabila kebetuan jumlah nilainya sama Kedudukan seseorang dalam sebuah kelas sangat penting karena dengan begitu peserta didik akan tahu berapa rangking yang telah dicapainya, jika mendapat rangking yang bagus maka dia akan merasa bangga dengan hasil yang diperoleh atas usaha yang telah dilakukan selama ini dalam proses belajar mengajar, sedang apabila rangkingnya jelek maka peserta didik akan lebih termotivasi untuk memperbaiki dirinya. Dalam bab ini telah dijelaskan bagaimana cara menentukan kedudukan siswa melalui beberapa standar yang lazim digunakan.
Bab 17 MENCARI NILAI AKHIR 1. Fungsi Nilai Akhir a.
Fungsi intruksional bertujuan untuk memberikan suatu balikan
yang mencerminkan seberapa jauh seorang siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pengajaran atau system intruksional. b. Fungsi informatif bertujuan untuk memberikan nilai siswa kepada orang tuanya mempunyai arti bahwa orang tua siswa tersebut menjadi tahu akan kemajuan dan prestasi putranya di sekolah. c.
Fungsi bimbingan bertujuan untuk mengetahui bagian-bagian
mana dari usaha siswa di sekolah yang masih memerlukan bantuan. d. Fungsi administratif: Menentukan kenaikan dan kelulusan siswa Memindahkan atau menempatkan siswa Memberikan beasiswa Memberikan rekomendasi untuk melanjutkan belajar Memberi gambaran tentang prestasi siswa atau lulusan kepada calon pemakai tenaga kerja. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian: a.
Prestasi/ pencapaian (achievement)
b. Usaha (effort) c.
Aspek pribadi dan social (personal and social characteristics)
d. Kebiasaan bekerja (working habits). 3. Cara menentukan nilai akhir: a.
Untuk memperoleh nilai akhir, perlu diperhitungkan nilai tes
formatif dan tes sumatif. b.
Nilai akhir diperoleh dari nilai tugas, nilai ulangan harian, dan
nilai ulangan umum dengan bobot 2,3,dan 5. c.
Nilai akhir untuk STTB diperoleh dari rata-rata nilai ulangan
harian (diberi bobot satu) dan nilai EBTA (diberi bobot dua), kemudian dibagi 3.
BAB 19 MEMBUAT LAPORAN 1. Pentingnya laporan Pentingnya Laporan Hamper semua guru tidak menyenangi tugas memriksa pekerjaan (koreksi) dan membuat catatan tentang hasil atau prestasi siswa pekerjaan itu membutuhkan ketekunan dan ketelitian yang luar biasa dan menuntut banyak energi. Jika disuruh memilih kebanyakan guru akan lebih menyenangi mengajar disbanding dengan memeriksa dan mencataat hasil ulangan. Akan tetai dengan kesaran akan pentingnya kegiatan-kegian tersebut akhirnya guru pun akan melakukan dengan senang hati apalagi bila telah dijumpai dalam mengajar guru lalu ingin tahu apa sebabnya kesulitan itu terjadi. Dan hanya dapat ditemukan jika guru sudah memeriksa hasil ulangan, Pada waktu mengajar tentu guru sudah berkali-kali membri kesempatan kepada siswa untuk menanyakan hal yang belum diketahui. Akan tetapi pada umumnya mereka itu diam, siswa-siwa tersebut sudah tahu. Walupun sebenarnya guru itu terkecoh. Problemnya baru terbuka setelah guru memeriksa hasil ulangan. Dari hasil terseut guru mengetahui bagian-bagian mana dari tujuan pelajaran yang diberikan di kelas belum tercapai. Secara sistematis dapat dikemukakan disini bahwa laporan tentang siswa bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu sebagai berikut: a) Siswa sendiri, 1. secara alamiah setiap orang selalu ingin tahu akibat dari apa yang telah mereka lakukan, 2. dengan mengetahui hasil yang positif dari perbuatannya, maka pengetahuan yang diperoleh akan dikuatkan dan 3. jika siswa mendapat informasi bahwa jawwabannya salah, maka lain kali ia tidak akan menjawab seperti itu lagi.
Jadi
dengan singkat dapat dikatan bahwa dengan jawaban yang
diberikan oleh siswa, akibatnya aka nada: 1. konfirmasi- penguatan 2. refisi-penyempurnaan b) Guru yang mengajar akan mengetahui catatan laporan kemajuan siswa. Dengan melihat pada catatan laporan keamajuan siswa, maka guru akan dengan tenang mengamati hasil tersebut. Daftar nilai yang disimpan oleh guru measih merupakan cacatan sementara dan masih bersifat rahasia. Tetapi laporan kemajuan siswa yang berupa rapor atau STTB (surat Tanda tamat belajar) sudah merupakan resmi laporan yang bersifat tetap dan terbuka Oleh karena laporan ini merupakan titik tolak bagi guru untuk menentukan langkah selanjutnya. Maka laporan ini harus dibuat sejujur dan setepat mungkin. Amat disayangkan bahwa apa yang dicantumkan di buku rapor kadang-kadang sudah tidak murni merupakan cermin siswa lagi karena sudah dibumbui oleh kebijsanaan-kebijaksanaan. c) Guru lain, Yang dimaksud dengan guru lain disini adalah yang akan mengganti mengajar terdahulu karena siswa tesebut sudah naik kelas atau adanya perpiondahan baik siswa yang pindah atau guru yang pindak ke tempat lain. Apabila tidak ada catatan atau laporan mengenai siswa, maka guru yang mengganti mengajar akan tidak tahu bagaimana meladeni atau memperlakukan siswa tersebut d) Petugas lain disekolah. Siswa yang berada disuatu sekolah, sebenarnya, bukan hanya merupakan asuhhan atau tanggung jawab guru yang mengajar saja, kepal sekolah wali kelas, dan guru pembimbing , ketiganya merupakan personal-personal penting yang juga memerlukan catatan
tentang siswa. Dengan demikian maka hasil belajar siswa diperhatikan dan diperkirakan oleh beberapa pihak. e) Orang tua Secra alamiah, orang tualah yang mempunya tanggung ajawab utama terhadap pendidikan anak. Akan tetapi karena berkembangya pengetahuan secara pesat. Menyebabkan oragn tua tidak mampu laig menguasai seluruh ilmu yang ada Dengan menyerahkan ke sekolah ini tidak berarti bahwa orang tua dapat melepas pemikiran dan menyerahkan cita-citanya kepada guru. Orang tua masih tetap merupakan penanggun gjawab utama dan masih pula menentukan cita-cita bagi anaknya. Itulah sebabnya maka orang tua masih ingin selalu mengetahui kemajuan anak dari hari ke hari, yang dapat dilihat melalui laporan yang dibuat oleh gurunya. f) Pemakai lulusan, Setiap siswa yang sudah lulus dari pendidikan, selalu membawa bukti bahwa ia memili suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu. Namu pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dari suatu sekolah tidaklah sama bagi semua siswa. Tingkat keberhasilan ini dinyatakan secara lengkap dalam laporan prestasi Catatan tentang diri llusan. Akan berguna baginya apabila ia 1) mencari pekerjaan dengan gambaran yang tercantum dalam laporan, maka lapangan kerja akan mengetahui sesuai atau tidaknya bekal pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oelh lulusan dengan tuntutan bagi pekerjaan/tugas yang akan diembannya 2) mencari kelanjutan studi seperti halnya lapangan kerja, lembaga pendidikan merupakan kelanjutan dari lembaga dimana siswa belajar, juga menginnkan adanya catatan yang menggambarkan kadaan atau kehasilan siswa selama menuntut ilmui. Catatan ini akan berguna untuk a) memupuk apa yang sudah berhasil di lembaga sebelumnya b) mengatasi masalah yang ada, baik yang sudah dicoba untuk diatsi maupun yang belum 3. Macam dan Cara Membuat Laporan
pada dasarnya catatan tentang diri siswa ini dusahak selengkap mungkin agar dapt diperoleh informasi yang selengkapnya pula. Akan tetapi kita sadrari bahwa membuat catatan yang lengkap setiap saat, meupakan tugas yang berat dan meminta banyak waktu secara garis besar, catatan tentang siswa dapat dibuat denga 2 (dua) macam cara yakni a. Catatan lengkap Catatan lengkap adalah catatan tentang siswa yang berisi baik prestai maupun
aspek-aspek
pribadi
yang
lain,
misalnya
kejujuran,
keberhasilan, kerajainan sikap social, kepercayaan diri sendiri, disiplin, ketelitian dan sebagainya. Tentang isi catatan ada yang hanya dinyatkan dengan kata singkat seperti baik sedan atau dengan keterangan lebih terperinci b. Catatan tidak lengkap Catatan tidak lengkap adalah catatan siswa yang hanya berisi gambaran tentang prestasi siswa dan hanya sedikit saja menyinggung tentang kepribadian Tentag catatan prestasi belajar siswa itu sendiri dapat dibekkan atas 2 (dua) cara: 1. Lulus belum lulus Penilain atas prestasi belajar dalam system pengajaran yang menganut prinsip belajar tuntas didasarkan atas sudah berhasil atau belumnya seorang siswa dalam mencapai tujuan. Dalam hal in I materi pelajaran dibagi atas unit-unit kecil yang masing-masing untitssudah disertai dengan tujuan yang dirumuskan secara terperinci. Apabila seoarng siswa mencapai tujuan (paling sedikit 75%) maka unit tersebut dib tanda (misalnya tanda silang) untuk memberdakan dari unit yang belum diselesaikan. Dengan demikian maka akan tergambar banyak sedikitnya unit yang telah diselesaikan per bidang studi. Gambaran inilah yang disebut profil keberhasilan siswa. Tanda X menunjukan bahwa unit itu sudah dikuasai (sudah lulu) garis tebal di sebelah kanan menunjukan
target harus diselesaikan dalam 1 tahun. Dengan demikian dapat diketahui sjauh mana (sudah beapa persen) siswa A pada bulan oktober ini sudah lulus 2. Nilai siswa Pencatatan dengan nilai dilakukan apabila seluruh siswa dalam satu kelompok berjalan bersama-sama secara klasikal dengan demikian maka prinsip belajar tuntas sangat sukar dilaksnakan dan pencataan nilai didasarikan atas nilai-nilai ulangan yang telah diikuti.
BAB 20 EVALUASI PROGRAM PENGAJARAN
Semua uraian yang telah disajikan pada bab-bab seblum ini berkenaan dengan evaluasi hasil belajar. Buku ini berjudul “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan” sebetulnya secara garis besar terdapat dua kegiatan evaluasi yaitu evaluasi terhadap hasil belajar siswa dan juga proses pengajarannya. Jadi, apabila pembicaan dalam buku ini hanya mengenai evaluasi hasil belajar saja, tampak kurang komprehensif. Bab ini akan menjelaskan evaluasi yang kedua yaitu evaluasi program. 1. Apakah Evaluasi Program Itu? Evaluasi merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk menentukan apakah target progam yang disusun sudah tercapai dengan begitu maka akan diketahui bagaimana kualitas mengajar seorang guru apakah sudah efektif atau belum berdasarkan tingkat pencapaian yang sudah dicapai. a. Program adalah rencana b. Program adalah kegiatan yang direncakan dengan seksama. Dalam pembicaran ini yang dimaksudkan adalah pengertian Dari sedikit uraian tersebut dapat ditangkap bahwa sesuatu kegian yang peru direncanakan apabila kegiatan yang bersangkutan memang dipandang penting sehingga apabila tidak direncanakan secara masak-masak boleh jadi akan menjumpai kesulitan atau hambatan. Seperti sebuah keluarga yang akan mengadakan peralatan pernikahan. Tentu tidak lancer. Sesudah selesai pelaksanaan biasnya juga mengadakan evaluasi. Mungkin evaluasi tersebut tidak melalui prosedur yang sistematis dan mungkin juga tidak seketika barangkali pada waktu penyelenggaraan peralatan pernikahan lagi baru mengingat-ingat dahulu pada waktu pelaksanaan dulu kurangnya apa. Evaluasi progam merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan progam. Untuk
menentukan seberapa jauh target progam sudah tercapai, yang dijadikan tolak ukur adalah tujuan yang sudah dirumuskan dalam tahap perencanaan kegiatan. Pentingnya evaluasi progam yaitu agar guru mengetahui betul apa yang terjadi di dalam proses belajar-mengajar, guru berkepentingan atas kualitas pengajaran. Untuk memperbaiki proses pengajaran yang akan dilaksanakan lain waktu, guru perlu mengetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian dari tugas yang telah dikerjakan selama kurun waktu tertentu. Ada emppat macam kebijaksanan lanjutan yang mungkin diambil setelah evaluasi program dilakukan yaitu: a. kegiatan tersebut dilanjutkan karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa program ini sangat bermanfaat dan dpat dilaksanakan denan lancer tanpa hambatan sehingga kualitas pencapaian tujuannya tinggi b. kegiatan tersebut dilanjukan, dengan penyempurnaan karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa hasil program sangat bermanfaat tetapi pelaksanaannya kurang, lancer atau kualitas pencapaian tujuan kurang tinggi c. kegiatan tersebut dimodifikasi karena dari data yang terkumpul dapat dikeahui kemampafaatan hasil program kurang tinggi sehingga perlu disusun lagi perencanaan secara lebih baik. Dalam hal ini mungkin tujuannya yang perlu diubah. d. Kegiatan tersebut tidak dapat dilanjutkan (dengan kata lain dihentikan) karena dari data terkumpul diketahui bwhwa hasil program kurang 2.
bermanfaat ditambah lagi di dalam pelaksanaan sangat banyak hambatan. Mengapa guru perlu melakukan evaluasi program Guru adalah orang yang penting statusnya di dalam kegiatan belajar-mengajar karena guru memegan tugs yang amat penting yaitu mengatur dan mengemudikan
bahtera
kehidupan
kelas.
Bagaimana
suasana
kelas
berlangsung merupakan hasil dari kerja guru. Suasana kelas dapat hidup siswa belajar tekun tetapi tidak merasa terkekakng atu sebaliknya suasana kelas suram siswa belajar krang atau sebaliknya suasana suram siswa belajar kurang
semangat dan diliputi rasa tahut, itu semua sebagai akibat dari hasil pemikiran mereka dan upaya guru.. Di dalam melaksanakan tugs yang penting “menciptakan suasana kelas” tersebut berupaya sekuat tenaga agar keidupan kelas dapat berjalan mulus. Siswa dapat belajar tanpa hambatan dan dapat menguasai Untuk menjawab apa sebag guru melakukan evaluasi program terlebih dahulu kita tahu tentang siapa saja yang dapat melakukan kegiatan evaluasi program tersebut. Di dalam buku-buku yang membicarakan (evaluator) dalam kegiatan program dapat orang-orang dari dalam (orang yangikut terlibat di dalam kegiatan) dan dapat pula orang dari luar (orang yang tidak ikut terlibat dalam kegiatan program) Masing-masing jenis evaluator program, mengandung kelemaham a. Evaluator dalam (interal evaluator) sangat memahami seluk beluk kegiatan tetapi ada kemungkinan dapat dipengaruhi oelh keingin untuk dapat dikatakan bahwa programnya berhasil. Dengan kata lain. Evaluator dalam dapat diganggu oelh unsur subjektivitas jika hal itu terjadi, data yang tekumpul kurang benar dan kurang akuran meskipun barangkali cukup b.
lengkap Evaluator luar (external evaluator) mungkin menjumpai kesulitan dalam memperoloeh data yang lengkap karena da hal-hal yang disembunyak oleh para pleksna program. Namun karena evaluator tidak berkepentingan akan nama baik program. Maka data yang terkumpul lebih objektif. Berdasarkan atas klasifikasi evaluator tersebut. Maka di dalam
kegiatan belajar-mengajar guru dikategorikan sebagai evaluator dalam, guru adalah pelaksanana sehingga mereka mengetahi beatul apa yang terjadi di dalam proses belajr-mengajar. Guru berkepentingan atas kualitas pengajaran. Untuk memperbaiki proses pengajaran yang akan dilaksanakan lain waktu. Guru perlu megnetahui seberapa tinggi tingkat pencapaian dari tugas yang 3.
telah dikerjakan selama kurun waktu tertentu. Objek atau sasaran evaluasi progam. Dalam melakukan evalusi program, apanya dari program yang dievaluasi? Dengan kata lain, apakah sasaran evalusai progam> untuk dapat mengenal
sasaaran evalusi secara cermat, kita perlu memusatkan perhatian kita pada aspek-aspek yang bersangkut paut dengan keseluruhan kegiatan belajarmengejar. Untuk itu ada baiknya kita mengenal kembali model transformasi proses pendidikan formal di sekoplah. Di dalam proses transformasi, siswa yang baru masuk mengikuti proses pendidikan dipandang sebagai bahawn mentah yang akan diolah (ditransformasikan diubah dari bahan mentah jadi bahan jadi) melalui proses pengajaran. Siswa yang baru masuk (input)) ini memiliki karakteristik atau kekhususan sendiri-sendiri
yang banyak
mempengaruhi dalam keberhaslilan siswa , yaitu masukan lain yang juga berpengaruh dalam keberhasilan belajar siswa yaitu masukan instrumental dan masukan lingkungan. Yang dapat dimasukan sebagai masukan instrumental adlaah materi/kurikulum guru metode mengajar dan sranana pendidikan Pada gambar berikut ini disajikan sebuah bagan yang menunjukan hubungan antara komponmen masukan mentah, saran pemroses dan keluaran yang sudah selesai di proses.
Gambar proses transformasi belajar mengajar Setelah digambarkan dalam bentuk bagan seperti disajikandiatas tampak jelas dan rinci apa-apa yang mungkin mempengaruhi tingakt hsil belajar siswa. Marilah kita teliti satu persatu. a. Input(masukan) Siswa adalah subjek yang meneima pelajaran. Ada siswa pandai, kurang pandai, dan tidak pandai. Setiap siswa mempunyai bakat intelektual emosional social dan lain-lain yang sifatnya khussu. Guru harus mammpu mengenal kekhususan siswanya agar mampu memberikan pelayanan. Pendidikan dan administrative secara tepat. Pelayanan pendidikan berupa pemberian remedial dan sebagainya. Pelayanan administrasi juga harus
disesuaikan dengan jenis kemampunaya. Kepada siswa yang hanya mempunya kemampuan intelektual rendah, disediakn perlekapann sarana belajar yang dapat mendukung penginkatan prestasi. Sbaliknya siswa mempunyai pembawewan menonjol juga sediakan sarana caranggih agar bakat yang dimiliiki tersebut dapat berkembang secar maksimal. Aspek-aspek yang ada pada siswa tersebut perlu dipertimbangka oleh pengelola sekolah baik secar garis besar hal hal yang ada pada siswa dan berpengaruh terhadap keberhalislan belajar dapat dilihat dari segi fisik dan mental. b. Materi atau kurikulum. Di Indonesia kurikulum berlaku secara nasional karena kita menganut system sentralisasi. Di Negara lain seperti amerika serikat. Kurikulum sekolah disusun sendiri oleh dan berlaku untuk sesuatu Negara bagian yang bersangkutan karena mereka menganut system disentralisasi. Seperti yang tertulis di dalam administrasi kurikulum. Di Indonesia ini kurulum disusun bersama oleh direktorat yang mengeloa jenjang dan jenis suatu sekolah bersama dengan pusat pengembangan kurikulum dan sarana pendidikan Apa sebab pusbangkurrandik mengkoordinasikan menyusun
dan
mengembangkan kurikulum semua jenjang dan jenis sekolah? Jika kita ingat bahwa tugas balitbang sebagai lembaga adalah melakukan penelitian dan pengembangan hal hal yang berkaitan dengan pendidikan di seluurh Negara, melakukan evalusi program terhadap semua pelakasaan pendidikan. Jika lingkup dan wilayah yang dievaluasi sendiri. Maka lingkup dan wilayah yang dievalusi oelh balitbang dikbud meliputi berbagai jenis kegiatan pendidikan di Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Dari kegiatan evaluasi inilah balitbang mempunyai data yang lengkap tentang tingkat keberhasilan tiap kegiatan pendidikan Meskipun penyusunan dan pengembangan kurikulum sekolah sudah dilakukan secara cermat dan melibatkan banyak pihak, namun tidak mustahil bahwa di lapangan masih juga dijumpai kelemaan dan hambatan. Wilayah Indonesia yang sedemikian luas mengandung keragaman yang tida seditik.
Itulah sebabnya guru perlu dibekaili dengan kemampuan untuk melakukan evaluasi program, termasuk mengevaluasi materi kurikulum. Sasaran yang perlu dievaluasi dari komponen kurikulum HIT. Antara lain. Keelasan pedoman untuk dipahami, kejelasan materi yang tercantum di dalam GBPP. Urutan materi, kesesuaian antra sumber yang disarankan dengan materi kurikulum dan sebaginya. Apabila guru tidak tanggap terhadap kelemahan yanga dal dalam kurikulum dan guru tak mau mengutarakan apa yang mereka jumpai bagaiman balitbang dan ditdikdas tahu bahwa kurikulum yang dikeluarkan tidak lancer dilaksanakandi sekolah? Nah itulah tambahan alasan mengapa evaluasi lingkup sempit terhadap kurikulum yang dilaksanakan.
c. Guru. guru merupakan komponen penting dalam kegiatan belajar-mengajar kepad guru diserahkan untuk digarap suatu masukan bahan mentah berupa siswa yang mengingnkan pengetahuan keterampilan dan sikap sikap yang baik yang akan digunakan oleh mereka untuk menghadapi masa depan dalam kehidupannya guru adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menciptakan suasana kelas seperti telah diceritakan diatas. Behasil? Belum tentu mengapa? Karena guru adalah manusia apakah usaha guru selalu mempunyai kelemahan bersumber dari fisik dan mental. Hal-hal yang berhubungan denganfisik juga siswa, antara lain kesehatan, kekebalan dan kerentatan. Hal-hal yang berhubungan dengan mental antra lain kepandaian, kesabaran tangung jawab keramah tamahan dan sebagainya. Apakah dapat dilakukan oleh pengelola dalam memberikan pelayanan administrative kepada guru? Banyak jika dapat diketahui kebiasan guru dalam bekerja misalnya dalam mengajar suka OHP, mengajak mengamati barangbarang yang ada di luar kelas (sekolah), atau suka bekerja tanpa gangguna di ruang kelas dan lain sebagainya. Maka pengelola berusaha melengkapi sarana pendudkunya, pemenuhan terhadap kebutuhan psikologis guru berupa antra
lain menyediakantempat bekerja yang nyaman sehingga mereka dapat bekerja dengan tenang. Akibat selanjutnya mengena pada prestasi belajar siswa yang optimal d. Metode atau pendekatan dalam mengajar. Berbeda denga evaluasi terhadap kurikulum, evaluasi terhadap metode mengajar merupakan kegiatan guru untuk meninjau kembali tentang metode mengajar, pendekatan atau strategi pembelajaran yang digunakan oleh guru di dalam menyampaikan materi kurikulum kepada siswa. Dari perkuliahan lain kita tahu bahwa yang dimaksud dengan metode mengajar adalah cara-cara atau teknik yang digunakan dalam mengajar, misalnya ceramah, Tanya jawab diskusi sosiodrama, demonstrasi eksperimen dan sebagainya. Strategii pembelajaran menunjuk kepada bagaimana guru mengatur keseluruhan proses belajar mengajar, meliputi, mengatur waktu, pemenggalan penyajian, pemilihan metode, pemilihan pendekatan, dan sebagainya. Dengan pengertian ini maka di dalam memikirkan strategi, sekaligus guru memikirkan metode dan pendekatan juga. Di dalam melaksanakan pengajaran, tidak mustahil bahwa guru menjumpai kesulitan di tengah-tengah waktu mengajar, disebabkan karena ketidak tepatan dalam memilih metode atau pendekatan yang dimaksud dengan metode mengajar adalah cara-cara untuk menyampaikan materi kepada siswa. Sebagai contoh metode adalah ceramah, diskusi Tanya jawab dan penugasan. Pendekatan lebih banyak menunjuk pada strategi guru untuk mengatur jalanna proses pembelajaran, misalnya pendekatan individual, kelompok kecil atau klasikal. Termasuk dalam pemikiran pendekatan adalah penggaalnan waktu di dalam penyampaian materi pelajaran. Telah disebutkan bahwa di dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar ungkin saja guru menjumpai kesulitan, sehubungan dengan keadaan siswa. Dalam rencana, guru memilih metode tugas karena dipandang paling tepat. Siswa diatur agar bekerja dalam kelompok. Namun di tengah-tengah kesibukan, terasa oleh guru bahwa pemilihan metode dan pendekatan tersebut ternyata kurang tepat. Apa sebab guru tidak disadari sebetulnya guru sudah
melakukan evaluasi tehadap kegiatnya. Evaluasi program dapat dilakukan selam dansesuddah program berlangsung. Agar dapat melakukan selama dan sesudah program berlangsung. Agar pekerjaan guru dari tahun ke tahun bertambah baik, maka mereka harus dapat memanfaatkan dat yang mereka peroleh. Disarankan kepada para guru agar tidak henti-hentinya membuat catatan-catatan kecil pada GBPP tentang metode apa. Pendekatan danstrategi yang bagaiman yang cocok untuk digunakan dalam penyampaian pokok bahasan yang bersangkutan. e. Sarana: alat pelajaran atau media pendidikan. Komponen lain yang perlu dievaluasi oleh guru dalam melaksankan kegiatan belajar mengajar adalah sarana pendidikan, yang melipti alat pelajaran dan media pendidikan. Sebelum guru memulai kegiatan megnajar, bahkan sebelum atau sekurang-kurangnya pada waktu menyusun rencana megnajar, guru telah memilih alat yang kira-kira dapat membantu melancarkan atau memperjelas konsep yang diajarkan. Selai guru, mnungkin siswa juga dapat dijadikan titik tolak dalam menentukan apakah saran yang digunakan di dalam kegiatan belajar-mengajar sudah tepat. Apabila guru menjumpai kesulitan dalam megnajar atu tidak berhasilan siswa dengan nilai yang rendah-rendah, ia dapat mencoba mengadakan evalausi terhadap sarana yang diguanakan, sasaran evaluasi yang berkenaan dengan sarana pendidikan antra lain kelengkapanya. Ragam jenisnya. Modelnya, kemudahanya untuk digunakan (dioperasikan) mudah dan sukar diperoleh kecocokan degnan materi yang diajarkan, jumlah persedian dibandingkan dengan banyaknya siswa yang memerlukan f. Lingkungan manusia. Ada dua macam masukan lingkungan yaitu lingkungan manusia dan lingkungan bukan manusia. Yang dibicarakan dalam bagian ini adalah masukanlingkungan manusia yang dapat digolongkakan sebagai masukan lingkungan manusia bukan hanya kepala sekolah, guru-guru dan pegawai tata usaha di sekolah itu, tetapi jgua siapa saja yang dengan atu tidak sengaja
berpengaruh terhadap tingkat hasil belajar siswa. Misalnya di taman kanakkanak, mungkin saja ibu-ibu pengantar dapat meamnfaatkan oelh sekolah untuk emberikan contoh perilaku positif yang memperkuat motivasi siswa dalam belajar. Kepala sekolah yang secara kebetulan dijumpai oleh siswa di luar kelas mungkin dijadikan sumber informasi. Memberikan keterangketrangan yang diperlukan oleh siswa untuk memperkaya pengetahuannya. Guru-guru tersebut dilakanya dapat saja melumpuhkan semangat siswa karena ketika bertemu di halaman sekolah sempat mengejek (tentu saja tidak dengan sengaja) atau sebaliknya dapat mengakibatkan tumbuhnya motivasi pada diri siwa untuk lebih giat dalam belajar. g. Lingkungan bukan manusia. Yang dimaksud dengan lingkungan bukan manusia adalah segala hal yang berada di lingkungan siswa (dalam radius tertentu) yang secara langsung maupun tidakm berpengaruh terhadap prestasi belajar siswa. Termasuk kategori lingkungan bukan manusia misalnya suasana sekolah. Tatanan perabot kelas yang rapi dapat berpengaruh terhadap kesejukan suasana gaduh di luar kelas dapat menggangu tenteram, sebaliknya Susana garud diluar dapat menggangu konsentrasi siswa ddan menyebabkan siswa tidak dapat belajar dengan tenang. Sebagai contoh sedang asyik-asyiknya siswa mendengarkan penjelasan dari guru atau siswa sedang sibuk melakukan percobaan, tiba-tiba terdengan sura mobil dengan knalpot terbuka lewat di sebelah sekolah tidak dapat disangkal bahwa perhatian siswa menjadi buyar karenya. Dari uraian yang sudah disajikan dapatklah kita ketahui mengapa guru perlu melakukan evaluasi taerhadap program yang dilaksanakan. Hanya dengan sambal lalu saja sebetulnya guru sudah dapat menangkap apa kirakira yang dapat mengganggu kelancaran proses belajar mengajar. 3. Cara melaksanakan evaluasi progam. Apabila guru ingin melakukan evaluasi progam dengan lebih seksama, terlebih dahulu harus menyusun rencana evaluasi sekaligus menyusun instrument pengumpulan data. Mengenai bagaimana menyiapkan instrumen untuk angket,
pedoman wawancar, pedoman pengamatan dapat dipelajari dari buku-buku penelitian. Sebagai cara yang paling sederhana adalah mengadakan pencatatan terhadap peristiwa yang dialami dari kegiatan sehari-hari di kelas. Akan terlalu sulit dan memakan waktu yang amat banyak apabila guru masih dibebani dengan evaluasi program secara sistematis sperti singkat dan sederhana yang disusun dalam bentuk pertanyaan saja. Dari jawaban
atas pertanyaan-
pertanyaan tesebut guru akan memperoleh umpan terhadap apa yang dilakukan. Deretan pertanyaan yang diajukan berpangkal dari komponen komponen transformsi yang sudah kita ketahui dalam uraian di atas. Berikut ini disampaikan bebereapa contoh: a. Pertanyaan tentang siswa 1) Apakah kehadiran siswa sudah baik? Lengkap dan tepat waktu? 2) Apakah siswa tertarik pada pelajaran kita? Jika tidak atau kurang apakah kira-kira sebabnya? 3) Apakah siswa tidak enggan melibatkan diri dalam kegiatan belajar mengajar ? dan sebagainya. b. Pertanyaan tentang guru 1. Apakah sebelum mengeajar guru sudah menguasai materi yang akan diajarkan dengan sebaik-baiknya? 2. Aapakah guru dapat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh siswa dengan memuaskan 3. Apakah guru dapat berlaku adil terhadap siswa? 4. Apakah gru ssudah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada siswa? Dan sebagainya. c. Pertanyaan tentang kurikulum 1. Seberapa tinggikah pemahaman guru terhadap materi yang tertera dala GBPP? 2. Apakah guru dapat menyajikan materi secara urut
seperti urutan
penyajian dalam GBPP? 3. Apaah materi yang tertera dalam GBPP tidak terlalu sulit bagi siswa untuk kelas yang bersangkutan d. Pertanyaan tentang sarana 1. Apakah pokok bahasan yang memerlukan alat peraga dipenuhi kebutuhanya 2. Apakah alat peraga yang dipilh sudah tepat 3. Apakah guru sudah terampil menggunakan alat?
4. Apakah siswa cukup dilibatkan dalam penggunaan alat peraga? Dan sebagainya. e. Petanyaan tentang metode dan pendekatan 1. Apakah dengan metode yang digunakan, hasil belajar siswa sudah cukup tinggi? 2. Apakah dengan metode yang dipih ini siswa mengikuti pelajaran dengan bergairah? 3. Dengan mengelompokan yang diambil, apakah semua siswa sudah terlibat dengan aktif? 4. Apakah hasil tugs yang diselesaikan oleh siswa tidak terlihat bahwa satu dua orang siswa mendominasi kawannya bekerja? Dan sebagainya f. Pertanyaan tentang lingkungan manusia 1. Apakah guru sudah meamnfaatkan orang-orang yang ada di lingkungan untuk menunjang pelaksanaan kegian belajar mengajar? 2. Adakah orang-orang di sekitar siswa yang mempunyai pengaruh kurang baik terhadap siswa? Andaikata acdda, apakah guru sudah mengambil langkah dengan tepat? 3. Apakah guru sudah mengarahkan siswa untuk mencoba memanfaatkan orang-orang yang ada sebagai manusia sumber untuk menambah pengetahuannya? g. Pertanyaan tentang lingkungan bukan manusia 1) Apakah guru sudah memanfaatkan dengan baik hal-hal yang ada I lingkungan siswa untuk menunjang kegiatan belajar mengajar? 2) Apakah siswa sudah diarahkan untuk memanfaatkan lingkungan menurut kepentingan mereka sendir dan sebagainya.