TUGAS DAN FUNGSI KANTOR WILAYAH KEMENKUM DAN HAM TERHADAP OVER KAPASITAS DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN KELAS IIA GORONTALO MOH. SANDY PUTRA AZIKIN DIAN EKAWATY ISMAIL, SH.,MH SUWITNO YUTYE IMRAN, SH.,MH ABSTRAK MOHAMAD SANDY PUTRA AZIKIN (271409157) Tugas dan Fungsi Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM Terhadap Over Kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo (Studi Kasus Di Lembaga Pemasyarakatan Kota Gorontalo) dibimbing oleh Ibu Dian Ekawaty Ismail SH.MH sebagai Pembimbing I dan Bapak Suwitno Y.Imran SH.MH sebagai Pembimbing II Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Upaya-upaya apa saja yang dilakukan Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM untuk menanggulangi Over Kapasitas dan Faktor-faktor yang menjadi kendala dalam menangani Over Kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Gorontalo. Hasil penelitian menunjukan bahwa Upaya yang dilakukan Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM terhadap Over Kapasitas sesuai dengan prinsip dasar pemasyarakatan perlu adanya kerjasama yang baik dan kesungguhan dari para petugas lemabaga pemasyarakatan untuk mempercepat pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat kepada para NAPI. Serta degan memindahkan NAPi dari LAPAS yang Over Kapasitas ke yang tidak Over Kapasitas. Selain itu Faktor yang menjadi kendala tugas kantor wilayah Kemenkum dan HAM yaitu antara lain di setiap kabupaten belum tersedia LAPAS dan RUTAN, tidak tersedianya biaya untuk pemindahan NAPI dan pengurusan Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB) kurang ada dukungan dari masyarakat khususnya persyaratan yang diperlukan sesuai ketentuan yng berlaku. Penelitian ini dititik beratkan pada teknik observasi dan wawancara, dengan menarik kesimpulan bahwa upaya yang dilakukan kantor wilayah kemenkum dan HAM untuk menanggulangi over kapasitas sudah maksimal agar tidak akan sering terjadi tersebut. Untuk mencapai agar di lembaga pemasyarakatan tidak over kapasitas dengan mengusulkan kepada direktur jenderal tentang pemindahan NAPI dan di setiap kabupaten harus tersedianya Lapas dan Rutan. Hal ini jelas mempunyai efek yang sangat baik, agar tidak akan sering terjadi Over kapasitas di setiap Lembaga pemasyarakatan. Kata Kunci : TUGAS DAN FUNGSI KANTOR WILAYAH KEMENKUM DAN HAM
A. Pendahuluan Negara Indonesia adalah Negara hukum seperti di katakan dalam undang-undang republik Indonesia no 8 tahun 1981, bahwa Negara republik Indonesia adalah Negara hukum berdasarkan pancasila dan undang - undang dasar 1945 yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta yang menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.1 Secara umum hukum pidana berfungsi mengatur dan menyelenggarakan kehidupan masyarakat agar dapat tercipta dan terpeliharanya ketertiban umum. Manusia hidup di penuhi oleh berbagai kepentingan dan kebutuhan antara satu kebutuhan dengan yang lain tidak saja berlainan, tetapi terkadang saling bertentangan. Agar sikap dan perbuatannya tidak merugikan kepentingan dan hak orang lain, hukum memberikan rambu-rambu berupa batasan-batasan tertentu sehingga manusia tidak sebebas-bebasnya berbuat dan bertingkah laku dalam rangka mencapai dan memenuhi kepentingan-kepentingannya itu.2 Bagi Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila, pemikiran – pemikiran baru mengenai fungsi pemidanaan yan tidak lain sekedar penjeraan tetapi juga merupakan suatu usaha rehabilitasi dan reintregasi sosial warga binaan pemasyarakatan telah melahirkan suatu system pembinaan yang sejak lebih dari 40 tahun yan dikenal dan dinamakan system pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan pemasyarakatan berdasarkan pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas warga binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.3 Penempatan narapidana untuk menjalani hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap bertujuan untuk membina pelaku tindak pidana agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri sehingga tidak lagi melakukan tindak pidana. 1
Andi Hamzah, 2011, KUHP & KUHAP, Rineka cipta, jakarta, hal 227 Drs. Adami Chazawi, SH,2010,Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1,PT Raja Grafindo,Jakarta,Hlm.15 3 Dwidja Priyanto dalam Roslina Latif, 2009, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia Cet Kedua, PT Refika Aditama, Bandung,hal.2 2
Kenyataan penempatan narapidana dilembaga pemasyarakatan tidak terlepas dari permasalahan, mulai dari meninggalnya narapidana di dalam penjara, kerusuhan, kekerasan baik di antara pidana maupun yang di lakukan petugas kepada narapidana, dan narapidana yang melarikan diri. Permasalahan lain adalah maraknya praktek pemerasan yang di lakukan oleh aparat birokrasi, misalnya, merampas hak narapidana untuk memperoleh kunjungan keluarga. Ketidak mampuan para napi untuk “membayar “ agar ditempatkan dalam sel yang lebih baik, akhirnya menjejal mereka sampai bersepuluh, dalam satu sel yang hanya berkapasitas 5 orang. Dari begitu banyaknya permasalahan tersebut penulis akan membahas lebih lanjut masalah over kapasitas dilembaga pemasyarakatan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo, Jumlah penghuni Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A dipaparkan dalam tabel berikut :
TABEL.1.1 Jumlah Narapidana / Tahanan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Gorontalo.
NO
BLOK
KAMAR 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
ISI/K MR
1
TAHANAN
14
14
14
19
18
5
17
15
19
13
148
2
NARAPIDANA
13
17
9
16
8
8
14
16
15
13
130
3
B III (DAPUR)
11
2
13
2
2
9
2
13
4
NARKOBA
3
3
3
3
10
7
5
ASSIMILASI
12
11
8
8
9
6
WANITA(BW)
6
8
15
6
7
ANAK
12
11
10
33
8
PENGASINGAN
1
1
2
4
9
TAHAN DIPOLDA
9
JUMLAH Sumber data : Lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo, 2014
54 29 48 35
9 490
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, bahwa hampir seluruh kamar mengalami keadaan over kapasitas, dimana jumlah penghuninya sudah melebihi daya tampung yang sudah di siapkan. narapidana dan tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo mencapai 490 orang, sesuai hasil wawancara dengan Bapak Rustam Gani selaku Kepala Lapas Kelas II A Kota Gorontalo, kapasitas daya tampungnya Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo 330 narapidana tapi kenyataannya telah mengalami over kapasitas daya tampung napi, yang sudah berjumlah 490 narapidana. Pihaknya mengalami masalah karena ada kelebihan kapasitas, karena juga berfungsi ganda untuk tahanan titipan dari kepolisian dan kejaksaan. dan hal itu mungkin akan terus bertambah mengingat pihak kejaksaan ataupun kepolisian selalu menitipkan tahanan.Jumlah tahanan yang dititipkan, sebanyak 160 orang dan mereka tidak bisa ditolak karena di daerah tersebut belum memiliki Rumah Tahanan (Rutan). Kita berfungsi ganda, disatu sisi sebagai lembaga pemasyarakatan, sisi lainnya kita juga adalah rutan. Penghuni penjara dahulu sering disamakan dengan sebutan sampah masyarakat, penjahat besar, penyakit masyarakat, yang rentan diperlakukan buruk, sampai tinggal dalam tahanan yang tidak manusiawi, Persoalan kompleks masyarakat saat ini berimbas pada meningkatnya jumlah kejahatan konvensional maupun inkonvensional seperti korupsi, narkoba, trafficking, terorisme maupun kejahatan teknologi. Peningkatan jumlah ini member akibat meningkatnya penghuni lapas rata-rata 10% pertahun terutama di kota-kota besar dan sekitarnya. Penghuni lapas menjadi menumpuk, sangat variatif, tidak saja dihuni perampok, penipu, pembunuh, pemerkosa, tapi berkumpul bersama mengedar narkoba, Bandar judi, termasuk para mantan pejabat Negara, direksi bank, intelektual, banker, pengusaha maupun profesional lain.4 Pengurus kamar harus bisa mengatur dan mengelola kamar agar berjalan tertib dan aman. sulit sekali bergerak bebas saat di malam hari terutama pada waktu tidur telah datang, beberapa narapidana bahkan tidur jongkok dan berdiri karena terbatasnya ruangan,
4
A. josias simon R, 2012, budaya penjara pemahaman dan implementasi, karya Putra Darwati, bandung, hal.5
bergerak sedikit saja. maka perubahan posisi duduk atau tidur akan di serobot atau di gantikan tempatnya oleh narapidana lain di sampingnya.5 Kerusuhan dan kaburnya para napi bisa menjadi bukti nyata bahwa masih banyak pemasalahan dalam lapas,terutama karena tempat dan fasilitasnya tidak memadai.lapas di Negara lain biasanya kelebihan kapasitasnya 2x lipat, sementara di sini bisa di bilang 4x lipat, bayangkan 1 kamar lapas berukuran 4x5 di tempati oleh 32 orang. Seseorang yang telah dijatuhi pidana penjara di tempatkan di lembaga pemasyarakatan, peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut dalam pasal 12, 13, 14, 15, 16, 17, 29, dalam kitab undang-undang hukum pidana(KUHP). 6 yang di atur lebih lanjut oleh undang-undang no 12 tahun 1995 tentang pemasyarakatan, sedangkan mengenai pembinaan dan pembimbingan warga Negara pemasyarakatan di atur dalam PP No. 31 tahun 1999, dan mengenai syarat dan tata cara pelaksanaan hak warga binaan pemasyarakatan di atur dalam PP No. 32 tahun 1999 yang telah diubah dengan PP No. 28 tahun 2006 tentang perubahan atas peraturan pemerintah No. 32 tahun 1999.7 Kementrian Hukum Dan Ham memiliki Tugas dan fungsi untuk melaksanakan urusan pemerintahan di bidang hukum dan hak asasi manusia dan melingdungi Hak Asasi Manusia. Oleh sebab itu masalah over kapasitas jelas menjadi tanggung jawab dari Kemetrian Hukum Dan Ham. Banyak faktor yang dituding sebagai penyebab terjadinya over kapasitas dan berbagai upaya telah dilakukan tetapi keadaan over kapasitas masih tetap terjadi. Berdasarkan uraian yang dikemukakan diatas, peneliti tertarik untuk mengkaji masalah ini memilih judul : Tugas Dan fungsi kantor wilayah kemenkum HAM terhadap over kapasitas di lembaga pemasyarakatan kelas 11A gorontalo kota Perlu identifikasi terhadap permasalahan yang hendak diangkat menjadi sebuah bahan kajian guna mempermudah penulis untuk menganilisi suatu isu hukum yang hendak
5
A. Josias Simon R, 2012, Budaya penjara pemahaman dan implementasinya, karya Putra Darwati, bandung, hal. 153 6 Andi Hamzah, 2011, KUHP & KUHAP, pt rineka cipta, jakarta, hal 6 7
http://www.google.com/search?client=msrim&hl=en&q=syarat%20dan%20tata%20cara%20pelaksa naan%20hak%20warga%20binaan%20pemasyarakatan&ie=UTF-&&oe=UTF-&&channel=browser
dikembangkan. Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam proposal ini sebagai berikut 1.Upaya-upaya apa saja yang dilakukan kantor wilayah kemenkum dan ham kota gorontalo untuk menanggulangi over kapasitas di lembaga pemasyarakatan kelas IIA kota Gorontalo? 2.Faktor-faktor yang menjadi kendala tugas kemenkum HAM dalam menangani over kapasitas? B. METODE PENELITIAN Adapun penelitian ini yang dilakukan di lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Gorontalo Kota. Karena sudah nyata terbukti bahwa mengalami over kapasitas. Berdasarkan jenis penelitian maka peneliti menggunakan jenis penelitian hukum empiris. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian sosiologis empiris. Sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari responden yang terseleksi yaitu hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terkait seperti bapak sunarwadi selaku kepala divisi kantor wilayah kemenkum ham.Data yang diperoleh melalui badan kepustakaan meliputi beberapa literatur, hasil-hasil penelitian, peraturan perundang-undangan serta buku-buku ilmiah. Populasi adalah keseluruhan dari subjek atau objek penelitian.
Menurut Bambang Sunggono bahwa
“Populasi adalah keseluruhan atau himpunan objek dengan ciri yang sama. Populasi dapat berupa himpunan orang, benda (hidup atau mati), kegiatan, kasus-kasus, waktu atau tempat, dengan sifat dan ciri yang sama”. Populasi juga adalah keseluruhan dari subjek atau objek penelitian, sehingga apabila seseorang ingin meneliti semua elemen yang ada dalam wilayah penelitian tersebut merupakan penelitian populasi. Bertitik tolak dari pendapat di atas, maka yang termasuk populasi dalam penelitian ini adalah keseluruhan karakteristik yang berhubungan dengan over kapasitas lapas kelas II A Gorontalo Kota menurut bambang Sunggono.Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian dari populasi, atau penarikan sampel yang paling mencerminkan populasi yang diteliti. Dalam kaitannya dengan pendapat diatas untuk mendapatkan yang mewakili populasi dalam penelitian ini penulis menggunakan Purpose Sampling yaitu suatu metode penarikan sampel yang dilakukan berdasarkan jumlah yang sudah ditentukan oleh penulis, tanpa menghiraukan darimana objek tersebut tetapi masih dalam populasi. Dalam penelitian ini penulis menetapkan 6 responden yaitu :
1. Anggota Petugas Lapas sebanyak 2 orang 2. Narapidana sebanyak 2 orang 3.
Ketua divisi kantor wilayah kemenkum ham sebanyak 1 orang
4. Kepala lapas gorontalo 1 orang .
C. Hasil dan Pembahasan a) Upaya yang Dilakukan Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM Terhadap Overkapasitas dan Data Penghuni yang Ada di LAPAS Kelas IIA Gorontalo Tahun 2013 -2014 Dari Penelitian yang didapatkan di Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM, yaitu upaya yang telah dilakukan antara lain : 1. Mengusulkan kepada Direktur Jenderal Tentang Pemindahan NAPI ke lapas lain (antar provinsi). 2. Melakukan pemindahan NAPI dari Lapas Over kapasitas ke yang tidak Over kapasitas. 3. Mempercepat pemberian Pembebasan Bersyarat (PB) Cuti Menjelang Bebas (CMB) dan Cuti Bersyarat (CB). 4. Mengusulkan Usulan Pembangunan atau Pembentukan Lapas dan Rutan baru disemua kabupaten wilayah Kepala divisi Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM
mengatakan banyaknya
Narapidana pada kasus narkoba juga menjadi perhatian khusus pihaknya mencari solusinya. Para pengguna narkoba solusinya diberikan Hukuman rehabilitasi agar tidak terjadi overkapasitas. Dia juga mengatakan , pihaknya terus bersinergi untuk memberantas para pengedar dan pengguna barang haram itu. Bagi para pengedar narkoba perlu hukam berat sedangkn para pecandu,dan hanya penguna lebih baik direhabilitasi,kendati demikian, katadia, pihaknya masih mendapatkan kendala pada tempat rehabilitasi. Karena,tempat rehabilitasi itu masih terbilang sedikit. Memang perlu ada dukungan fasilitas itu. Karena itu yang menjadi kendala. Kantor
Wilayah Kemenkum dan HAM pihaknya menyadari, menyelesaikan
masalah warga binaan pemasyarakatan yang berada dilapas atau rutan menganai narkotika tidak bisa diselesaikan sendiri. Butuh ada kerja sama dan kesepakatan bersama-sama menyelesaikan antara pihak-pihak yang hadir. Seperti perlunya pada satu tempat
rehabilitasi bagi pemakai narkotika. Tempat rehabilitasi ini ada dalam pengendalian departemen kesehatan, kepala BNN, dan departemen sosial. Berdasarkan data dari lembaga pemasyarakatan kelas IIA kota gorontalo diperoleh jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan tersebut yang telah mengalam overkapasitas pada tahun 2014.
TABEL.2 Jumlah Narapidana / Tahanan di lembaga pemasyarakatan kelas II A Kota Gorontalo. NO
BLOK
KAMAR
1
ISI/KAMAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
TAHANAN
14
14
14
19
18
5
17
15
19
13
148
2
NARAPIDANA
13
17
9
16
8
9
14
16
15
13
130
3
B III (DAPUR)
11
2
13
2
2
9
2
13
4
NARKOBA
3
3
3
3
10
7
5
ASSIMILASI
12
11
8
8
9
6
WANITA(BW)
6
8
15
6
7
ANAK
12
11
10
33
8
PENGASINGAN
1
1
2
4
9
TAHAN DIPOLDA
9
JUMLAH Sumber data : Lembaga pemasyarakatan Kelas II A Kota Gorontalo, 2014
54 29 48 35
9 490
Berdasarkan data yang diperoleh tersebut, dapat dilihat bahwa hampir seluruh kamar mengalami keadaan overkapasitas, dimana jumlah penghuninya jauh melebihi kapasitas dari lembaga pemasyarakatan kelas IIA kota gorontalo yang telah disediakan. Keadaan lembaga pemasyarakatan ini menyebabkan pemenuhan hak-hak mutlak dari narapidana tidak optimal, misalnya fasilitas hunian, sanitasi dan kesehatan, serta
kurangnya pengawasan terhadap kekerasan atau penyiksaan yang terjadi pada penghuni lembaga pemasyarakatan tersebut. Perselisihan merupakan perisiwa tak terhindarkan dalam kamar (blok) yang dihuni sekian banyak Narapidana. Perselisihan bisa terjadi saat tidur, berdesak-desakan, dengan menendang badan orang lain atau menyikut lengan orang lain. Perselisihan merupakan salah satu rutinitas yang mewarnai kehidupan sosial narpidana baik disengaja maupun tidak. Tak jarang perselisihan berlanjutmenjadi pemukulan dan pengeroyokan, bahkan sampai kerusuhanantar blok di Lapas. Perselisihan ini timbulkarena keadaan kamar dan blok begitu padat.8 Berdasarkan data dari Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Kota Gorontalo diperoleh jumlah penghuni setiap kamar secara rinci sebagai berikut : Tabel 3 Nama Blok
: Tahanan
Tipe Blok
: umum
Kelompok jenis kejahatan
: kriminal umum
Pruntukkan jenis kelamin
: laki-laki
Peruntukkan kelompok usia
: dewasa
Jumlah lantai
:1
Lama Huni No Kamar
Tipe Kamar
Lantai
Kapasitas
Kondisi
Maks. (hari)
1
Umum
1
11
Baik
0
2
Umum
1
7
Baik
0
3
Umum
1
7
Baik
0
4
Umum
1
17
Baik
0
8
A. Josias Simon R, 2012. Budaya penjara pemahaman dan implementasinya, CV Karya Putra Darwati, hal.107
5(Mapenaling)
Umum
1
7
Baik
0
6
Umum
1
7
Baik
0
7
Umum
1
17
Baik
0
8
Umum
1
7
Baik
0
9
Umum
1
7
Baik
0
10
Umum
1
11
Baik
0
b). Faktor-faktor yang menjadi kendala tugas kemenkum HAM dalam
menangani over
kapasitas 1. Tidak tersedianya biaya pemindahan napi kendala-kendala yang dihadapi lapas Gorontalo Mengenai pemindahan Narapidana di Lapas Gorontalo sudah mencapai berbagai upaya, namun Kantor Wilayah Kemenkum dan HAM Gorontalo, tidak dapat mengatasinya sesuai target karena tingginya tingkat kejahatan. Maka dari itu selalu meningkatnya jumlah Narapidana di Gorontalo. Pemerintah menanggung biaya pemindahan Narapidana dari Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Gorontalo ke sejumlah tahanan lain. Napi yang mau pindah ke daerah asal dibiayai atas tanggungan Negara, “ kata kepala Divisi kanwil kemenkumham di gorontalo ”, senin 13 agustus. 2. Setiap kabupaten belum tersedianya lapas dan rutan. Seharusnya rumah tahanan harus tersebar di setiap Kabupaten/Kota atau minimal setiap Wilayah yang ada polresnya memiliki Rutan sendiri agar supaya over kapasita tidak akan selalu terjadi. Oleh karena itu pembiayaan dan lokasi belum tersediakan, mengingat biaya belum mencapai target dan tempat yang strategis untuk membangun Lapas dan Rutan tersebut. Didalam sistem hukum pidana, kita mengenal istilah Rumah Tahanan Negara (rutan) Dan Lembaga Pemsyarakatan (lapas) Dengan kata lain,rutan adalah bagian dari
lembga tahanan/lembaga penahanan. Secara umum,rutan dan lapas adalah dua lembaga yng memiliki fungsi berbeda. Rutan ialah tepat tersangka/terdakwa ditahan semtara sebblm keluarnya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap guna menghindari tersangka/terdakwa tersebut melarikan
diri
atau
mengulangi
perbuatannya
Yang
menghuni
rutan
adalah
tersangka/terdakwa. Waktu/lamanya penahanan adalah selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan disidang pengadilan. Tahanan ditahan dirutan selama proses penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan negri, pengadilan tinggi, dan mahkama agung Lapas ialah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Yang menghuni lapas adalah narapidana/terpidana waktu lamanya pembinaan adalah selama proses hukuman/menjalani sangsi pidana Walaupum secara prinsip berbeda namun Rutan dan Lapas memiliki beberapa persamaan. Antara lain Rutan dan Lapas merupakn unit pelaksana teknis di bawah direktorat jenderal pemasyarakatan departemen Hukum dan HAM (lihat pasal 2 ayat {1} PP No. 58 tahun 1999). Selain itu, penempatan penghuni Rutan maupun Lapas sama-sama berdasarkan penggolongan umur, jenis kelamin, dan tindak pidana/kejhatan (lihat pasal 12 UU No. 12 tahun 1995 dan pasal 7 PP No.58 tahun 1999).9 3. Dalam pengurusan PB, CB, CMB kurang dukungan dari Masyarakat khusunya persyaratan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku. Hasil penelitian menemukan bahwa pelaksanaan program asimilasi dan integrasi bagi Narapidana yang telah memenuhi syarat belum berjalan sesuai yang diharapkan. Sesuai system pemasyarakatan tersebut maka optimalisasi peningkatan pelayanan Asimilasi dan Integrasi ( Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat) merupakan langkah strategis dalam mengatasi masalah Over Kapasitas di Lembaga Pemasyarakatan, kebijakan ini diambil tidak hanya akan menjadi solusi untuk masalah kelebihan kapasitas Lembaga Pemasyarakatan tetapi juga masalah anggaran Negara, logikanya semakin sedikit jumlah penghuni maka semakin sedikit jumlah anggaran yang dihabiskan. 9
Kioshukumonline.blogspot.com/2012/11/rutan-dan-lapas.html
Factor internal yang menghambat asimilasi dan integrasi yang paling menonjol yaitu tidak ada kemampuan pemimpin dalam mendorong motivasi kerja bawahan, membina dan memantapkan disiplin serta menyerahkan sepenuhnya tanggung jawab tugas dan pekerjaan kepada bawahan tanpa melakukan pengontrolan. Sedangkan faktor eksternal yaitu ketiadaan balai pemasyarakatan dalam melakukan penelitian kemasyarakatan sebagai syarat utama program asimilasi dan integrasi faktor internal pendukung pelaksanaan asimilasi dan integrasi yaitu kesiapan petugas lapas dalam mendukung program pembinaan yang diberikan bagi Narapidana baik yang dilakukan di dalam maupun di luar lapas. Sedangkan faktor eksternal yaitu adanya dukungan dari masyarakat yang tinggal di sekitar Lapas sebagai kegiatan awal Narapidana dalam integrasi social. Dan belum ada suatu peraturan khusus yang mengatur sistim koordinasi antara Lembaga penegakkan Hukum dan Instansi pemerintah serta pihak swasta sebagai mitra Lapas di daerah untuk mengoptimalkan pelaksanaan Asimilasi dan integrasi bagi warga binaan di Lapas gorontalo.
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan uraian di atas, penulis dapat memberikan kesimpulan sebagai berikut : 1. Upaya yang dilakukan kantor wiklayah kemenkum HAM untuk menanggulangi over kapasitas di lembaga pemasyarakatan kelas IIA yaitu dengan memindahkan NAPI dari lapas over kapasitas ke lapas yang tidak over kapasitas, serta mempercepat pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) kepada para NAPI. 2. Faktor yang menjadi kendala tugas kemenkum HAM dalam menangani over kapasitas yaitu :
Di setiap kabupaten belum tersedia lapas dan rutan, karenanya terjadi over kapasitas.
Tidak tersedianya biaya untuk pemindahan NAPI dan NAPI yang mau pindah ke daerah asal dibiayai atas tanggungan Negara.
Dalam pengurusan Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) kepada para NAPI kurang dukungan dari Masyarakat khusunya persyaratan yang diperlukan sesuai ketentuan yang berlaku.
Saran 1. Perlu adanya pemberian Pembebasan Bersyarat (PB), Cuti Menjelang Bebas (CMB), dan Cuti Bersyarat (CB) kepada para NAPI dan harus adanya dukungan dari Masyarakat khusunya persyaratan yang diperlukan agar tidak terjadi over kapasitas. 2. Perlu adanya pembangunan atau pembentukan lapas dan rutan baru disemua kabupaten wilayah untuk menghindari over kapasitas. Kalaupun ada pemindahan NAPI, harus disediakan biaya pemindahan. Karena sebagian besar NAPI merupakan pengguna narkoba maka akan lebih baik disediakan tempat rehabilitasi agar tidak terjadi over kapasitas
DAFTAR PUSTAKA A.josias simon R, 2012, budaya penjara pemahaman dan implementasi, bandung : karya putra darwati. Adami Chazawi, 2010, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1,PT Raja Grafindo,Jakarta,
Bambang Poernomo, 1986. Pelaksanaan pidana penjara dengan Sistem Pemasyarakatan, Liberti, Yogyakarta Dwija Prayatno, 2007. Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung. Hulsman, 1984. Sistem Peradilan Pidana, Rajawali,Jakarta Mukti Fajar & Yulianto Achmad, 2010. Dualisme penelitian hukum (NORMATIF & EMPIRIS), pustaka pelajar , Yogyakarta Saleh Roeslan, 1987. Stelsel Pidana Indonesia, Jakarta : Aksara Baru. Sanusi Has, 1976. Pengantar penologi (Ilmu Pengetahuan Tentang Pemasyarakatan Khusus Terpidana), Monora, Medan WJS. Poerwardarminta, 1976. Kamus Besar Bahasa Indonesia, balai pustaka, Jakarta